New BAB IV PENDIDIKAN GURU SEKOLAH MENENGAH DAN …repository.unj.ac.id/154/9/11. BAB 4.pdf ·...
Transcript of New BAB IV PENDIDIKAN GURU SEKOLAH MENENGAH DAN …repository.unj.ac.id/154/9/11. BAB 4.pdf ·...
-
39
BAB IV
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH MENENGAH DAN KEJURUAN
A. Pendidikan Guru Sekolah Menengah Hingga Tahun 1950
Pada awal tahun 1950, pemerintah Indonesia lebih berfokus kepada
peningkatan kegiatan pendidikan pada tingkatan pendidikan rendah. Tujuan utama
yang ingin dicapai ialah pelaksanaan wajib belajar enam tahun dan pemberantasan
buta huruf dengan segera. dalam kurun waktu lima tahun terjadilah ledakan
pendidikan, dimana jumlah partisipasi masyarakat dalam kegiatan pendidikan
meningkat drastis.
Sistem pendidikan guru untuk sekolah menengah yang dikembangkan oleh
Pemerintah Hindia Belanda sungguh tidak berarti. Sistem yang dikembangkan
ialah duplikat dari sistem pendidikan guru sekolah menengah yang ada di
Belanda, yaitu Kursus untuk memperoleh wewenang mengajar di pendidikan
menengah. Sistem ini dikenal sebagai sistem "Kursus MO" (Cursus voor
Middelbaar Onderwijs). Yang dikembangkan oleh Pemerintah Hindia Belanda di
Indonesia sampai pecahnya Perang Dunia II. Hanya ada satu kursus MO, yaitu
Kursus untuk memperoleh Akta MO A dalam mata pelajaran matematika, yang
kemudian disusul dengan Kursus untuk memperoleh Akta MO A dalam Bahasa
Inggris.1
Kursus-kursus MO ini mengalami kematian dalam zaman pendudukan
Jepang. Dalam periode 1945-1949 Pemerintah RI mencoba menghidupkan
kembali kursus-kursus MO ini. Tetapi situasi politik yang dihadapi Pemerintah RI
1 Muhammad Rifa’I, op cit, hal. 167
-
40
dalam periode ini tidak memungkinkan terjadinya rehabilitasi yang cukup berarti
terhadap sistem Kursus MO ini.
Dalam periode 1950-1965 Pemerintah RI melakukan 2 (dua) langkah
dasar untuk merehabilitasi dan memperluas (ekspansi) sistem pendidikan guru
untuk sekolah menengah ini. Kedua langkah dasar ini ialah:
Menyelenggarakan Kursus-Kursus B-I (mulai 1950) dan Kursus-Kursus
B-II (mulai tahun 1954).
Membuka lembaga pendidikan guru baru, yaitu Perguruan Tinggi
Pendidikan Guru, disingkat PTPG, pada tahun 1954.
Kebutuhan akan perluasan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sudah terasa sejak
tahun ajar 1950- 1951. Pada waktu itu di seluruh Indonesia hanya terdapat 216
SMP.
B. Pendidikan Guru Sekolah Menengah dan Atas
Sekolah Guru A
Pada awalnya Sekolah Guru A (SGA) direncanakan sebagai tempat
sekolah calon guru SR yang baku, tetapi pada tahun 1950 guru SMP masih sangat
kurang. Oleh sebab itu SGA terpaksa ditempatkan di SMP. Hal ini berjalan
sampai tahun 1960.2 Setelah tahun 1960 tamatan dari SGA baru ditempatkan di
Sekolah Rakyat. Guru-guru SMP yang berasal dari SGA ditingkatkan lagi ke
kursus PGSLP. Lama pendidikan SGA adalah 6 tahun sesudah Sekolah Rakyat.
2 Suhadi HP, dkk. op cit. hal. 60
-
41
Yang dapat diterima menjadi siswa SGA adalah tamatan SMP atau SGB (setelah
ujian kelas III).
Perkembangan SGA baru berkembang pesat setelah SGB dihapuskan dan
SGA merupakan satu-satunya sekolah bagi calon guru Sekolah Rakyat. Jumlah
SGA pada tahun 1956 hanya 71 buah. Pada tahun 1960, di setiap kabupaten
terdapat satu SGA, maka diperkirakan jumlahnya sekitar 300 SGA negeri, belum
terhitung SGA swasta.
Dalam rangka peningkatan mutu SGA telah dilakukan beberapa usaha,
diantaranya peningkatan sarana berupa gedung, auditorium, perpustakaan,
laboratorium, lapangan, dan alat-alat olahraga. Pada bidang kurikulum terjadi
berbagai macam konfersnsi kepala SGA untuk membahas didaktik-metodik pada
tahun 1956 dan 1957.
Kursus Guru A
Kursus Guru A (KGA) bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada
guru-guru SR yang belum berijazah SGA. Hal ini untuk memenuhi ketentuan
bahwa guru SR yang baku adalah guru-guru tamatan SGA. Kursus Guru A
didirikan untuk menggantikan Kursus Lisan Persamaan Guru A (KLPSGA) yang
dibuka sejak tahun 1954.
Siswa yang diterima mengikuti Kursus Guru A adalah lulusan SGB atau
yang sederajat dan harus sudah bekerja sebagai guru. Karena itu kursusnya
diselenggarakan siang hari, biasanya menempati gedung gedung Sekolah Guru A
(SGA). Tenaga pengajar yang ada pada KGA juga merupakan guru SGA. Masa
-
42
pendidikan KGA ialah tiga tahun yang terdiri atas 3 tingkatan. Tiap-tiap tingkatan
diakhiri dengan menempuh ujian dalam 5 mata pelajaran.
Pada Tingkat I yang akan diujikan ialah Bahasa Daerah, Seni Suara,
Pekerjaan Tangan, Menggambar, Menulis. Tingkat II adalah: Ilmu Hayat, Ilmu
Alam, Sejarah / Tatanegaraan, Ilmu Bumi,Ilmu Pasti / Berhitung Tingkat III
adalah : Ilmu Mendidik, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggeris, Pendidikan Jasmani,
Praktek Mengajar.3
Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama
Guna mempersiapkan tenaga-tenaga pengajar bagi pendidikan dasar,
diadakan sekolah guru yang lama pendidikannya lima tahun, dengan syarat siswa
harus memiliki ijasah sekolah rakyat, atau pendidikan sekolah guru dua tahun
untuk mereka yang berijasah sekolah lanjutan pertama. Para pengajar di sekolah
guru ini harus berusia paling sedikit 18 tahun. Untuk mempersiapkan tenaga
pendidik bagi sekolah lanjutan pertama dibuka Kursus Pendidikan Sekolah Guru
Sekolah Lanjutan Pertama. Kursus ini merupakan pendidikan lanjutan bagi
mereka yang telah mengikuti pendidikan guru sekolah rendah dan telah memiliki
masa kerja praktik mengajar dua tahun.
Tamatan SGA yang menurut rencana semula akan ditempatkan sebagai
guru SR kemudian ditempatkan sebagai guru SMP dan SGB. Hal tersebut
merupakan tindakan darurat yang diputuskan oleh pemerintah. Kementrian PP dan
K menyadari, penyelesaian darurat ini tidak dapat dibiarkan berlangsung terlalu
3 Ibid, hal. 62
-
43
lama. Maka pada tahun 1952 dibangun Pendidikan Guru Sekolah Menengah
Pertama (PGSLP). Lama pendidikan PGSLP mula mula ditetapkan satu tahun
tetapi mulai 1 september 1958 lama pendidikan ini diperpanjang menjadi dua
tahun, dan namanya diubah menjadi PGSLA. Mahasiswa yang diterima di PGSLP
adalah tamatan SMA, SGA, dan guru-guru SMP yang belum memiliki ijazah
PGSLP. Seperti diketahui bahwa pada waktu itu banyak guru SMP yang hanya
lulusan SGA. PGSLP terdiri atas jurusan-jurusan yang disesuaikan dengan
kebutuhan di SMP, di antaranya :
Jurusan Bahasa Indonesia
Jurusan Bahasa Inggris
Jurusan Ilmu Pasti
Jurusan Ilmu Alam
Jurusan Sejarah
Jurusan Ilmu Hayat
Jurusan Ilmu Bumi
Jurusan Menggambar
Jurusan Ilmu Mendidik
Pada tahun 1957 Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP)
tercatat terdapat 27 buah. Pada tahun 1960 setelah lama pendidikannya menjadi
dua tahun jumlah PGSLP menjadi 31 buah dengan berbagai jurusan. Di samping
itu juga sudah terdapat beberapa PGSLP swasta.
-
44
Kursus B I dan B II
Untuk memenuhi kebutuhan guru-guru SLTA (SMA, SGA, SMEA, dan
sebagainya), maka pada tahun 1950 didirikan Kursus B I dan B II.4 Lama
pendidikan Kursus B I ialah selama dua tahun. Peserta didik kursus B I dan B II
adalah guru-guru yang berijazah SGA atau sederajat serta memiliki masa kerja
dua tahun ke atas. Mata pelajaran yang diajarkan sesuai dengan pelajaran-
pelajaran di SLTA. Sampai dengan tahun 1957 telah terdapat 75 Kursus B I negeri
dan swasta yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia.
Mereka mendapatkan tugas belajar dari Kementerian P.P. dan K untuk
mengikuti kursus-kursus ini dengan ketentuan, mereka harus tetap melaksanakan
tugas mengajar mereka dengan mendapatkan keringanan tugas. Kursus pada
umumnya diselenggarakan di siang hari. Hanya dalam beberapa hal yang
merupakan perkecualian diselenggarakan kursus atau perkuliahan pada pagi hari.
Pada tahun ajar 1954 - 1955 di seluruh Indonesia terdapat 102 Kursus B-II dan 3
Kursus B-II.
Pada PP No. 41 tahun 1950 disebutkan bahwa lulusan Kursus B I hanya
berwenang mengajar di kelas I dan II SLTA, maka untuk memenuhi kebutuhan
guru-guru SLTA yang berhak mengajar pada kelas terakhir (kelas III) maka pada
tahun 1958 didirikan kursus B II. Lama kursus B II adalah dua tahun sesudah B I.
Yang dapat mengikuti kursus B II hanya para pemilik ijazah B I.
4 Ibid, hal. 167
-
45
Kursus B II yang ada pada waktu itu baru di tiga kota yaitu : Jakarta
(Jurusan Sejarah dan Jurusan Ilmu Bumi), Bandung (Jurusan Ilmu Bumi, Jurusan
Pendidikan, dan Ilmu Pasti), dan Yogyakarta (Jurusan Pendidikan).
Kursus-kursus B-I dan B-II diselenggarakan untuk menghasilkan guru-guru
spesialis dalam setiap mata ajaran. Jadi ada Kursus B-I untuk Matematika, Fisika,
Biologi, Sejarah, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan sebagainya. Untuk setiap
bidang pelajaran yang diajarkan di sekolah menengah pertama terdapat Kursus B-
I. Jadi sifatnya sangat spesialistik. Dengan rancangan seperti ini jelas sekali,
Kursus-Kursus B-I dan B-II merupakan replika dari Kursus MO A dan MO B dari
Belanda. Kursus MO sebagai model pendidikan guru sekolah menengah ini
dimulai di Belanda pada tahun 1912.
Kelemahan yang terdapat pada pendidikan guru sekolah menengah lewat
Kursus-Kurus B-I ini ialah adanya perbedaan yang cukup besar dalam
ketersediaan tenaga pengajar yang memenuhi persyaratan. Untuk kota-kota besar
seperti Bandung dan Jakarta tidak terlalu sulit untuk mendapatkan "pinjaman"
tenaga-tenaga pengajar dari universitas. Tetapi untuk kota-kota kecil, seperti
Semarang, pada waktu itu sungguh sangat sukar untuk mendapatkan tenaga-
tenaga pengajar dalam bidang-bidang seperti Bahasa Inggris, Biologi, dan Fisika.
Dengan kondisi-kondisi seperti ini memang sukar diharapkan, pendidikan
Kursus-Kursus B-I akan dapat dengan cepat memenuhi kebutuhan akan tenaga-
tenaga pengajar yang cukup bermutu untuk sekolah menengah. Akan tetapi
dengan segenap kekurangan ini ada satu hal yang terasa menguntungkan, yaitu
setiap Iulusan B-I memiliki kemampuan mengajar yang tinggi. Sebabnya ialah
-
46
karena peserta-peserta Kursus B-I diambil dari kalangan guru yang sudah
memiliki pengalaman mengajar.
C. Pendidikan Guru Sekolah Kejuruan
Pendidikan Guru Sekolah Taman Kanak-kanak
Pada tahun 1950, melalui UU No. 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar
Pendidikan dan Pengajaran di sekolah keberadaan Taman Kanak-kanak5 resmi
diakui sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Pada tahun yang sama,
tepatnya tanggal 22 Mei 1950 Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia
(IGTKI) berdiri.
Pada periode tahun 1951-1955 pemerintah terus berupaya
mengembangkan kurikulum. Pada tahun 1954 Inspeksi Pendidikan Taman kanak-
Kanak mengadakan pertemuan dengan perkumpulan penyelenggara Sekolah
Taman Kanak-Kanak, dan menghasilkan rencana pelajaran Sekolah Guru Taman
Kanak-Kanak (SGTK).
Sejak Menteri Ali Sastroamidjoyo melalui kementerian Pendidikan
Pengajaran dan Kebudayaan, selalu mengemukakan sifat-sifat budaya nasional.
Untuk melaksanakan sifat-sifat budaya nasional tersebut guru-guru TK perlu
mempelajari tentang :
Kehidupan anak-anak di desa-desa dan di kampung (anak bermain
dengan lingkungannya,yang dikemukakan oleh Frobell)
5 Selanjutnya disebut TK
-
47
Memperbaiki dan menyesuaikan permainan, nyanyian dan cerita-cerita
anak sesuai dengan pronsip Frobel.
Kebudayaan Barat dapat diambil untuk perkembangan dan kekayaan
budaya Indonesia
Pendidikan TK dimaksudkan untuk memelihara tumbuhnya kebudayaan
bangsa yang merdeka, terutama melalui sistem pendidikan dan pengajaran.
Seiring dengan perkembangan Taman Indria, berkembang pula Taman Kanak-
kanak (TK) yang merupakan adaptasi dari konsep Kindergarten dan Taman
Indria6. Perkembangan TK jauh lebih pesat dari pada Taman Indria. Baik Taman
Indria dan Taman Kanak-kanaksasarannya baru mencakup anak di atas usia 4
tahun sampai memasuki pendidikan dasar. Dengan demikian anak usia 0-4 tahun
belum terlayani program TK dalam bentuk apapun. 7
Penyelenggaraan TK ini diserahkan kepada masyarakat (pihak swasta).
Pemerintah hanya memberikan bimbingan dan bantuan, oleh sebab itu pendidikan
guru TK juga banyak dilakukan oleh pihak swasta. Yayasan Pendidikan Lanjutan
Wanita mendirikan Sekolah Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak (TK) Nasional
di Jakarta dan merupakan gerakan nasional dalam melawan kembalinya Belanda.
Di era ini pemerintah dan swasta mulai membangun banyak TK. Pada tahun 1951
berdiri Yayasan Bersekolah Pada Ibu yang menyumbang pendirian TK hingga
6 Taman Indria adalah sekolah taman kanak-kanak yang ada dalam sistem sekolah Taman Siswa.
Didirikan pertama kali oleh Ki Hadjar Dewantara pada tahun 1922. Sekolah ini menggunakan
metode pengajaran dengan sistem among, sebuah konsep pengajaran dimana pamong/guru
menghamba kepada sang anak. Model pendidikan yang dianggap banyak orang mencampurkan
konsep Frobel dan Montessori di Eropa, namun sebenarnya Ki Hadjar Dewantara menemukan 2
konsep tersebut di dalam seni budaya rakyat yang ada di Indonesia. 7 Suhadi HP, dkk. op cit. hal. 58
-
48
menyebar ke luar pulau Jawa. Tahun 1951-1955, pemerintah berupaya
mengembangkan kurikulum, menyediakan fasilitas, dan mengadakan supervisi ke
TK-TK. Pada periode itu pula didirikan SPG-TK Nasional di Jakarta dengan
pemberian subsidi, dan pengembangannya yang terus berlanjut hingga ke luar
pulau Jawa. Pada tahun 1957 berdiri GOPTKI (Gabungan Organisasi
Penyelenggara TK Indonesia) yang melaksanakan kongres pertamanya pada tahun
1959.
Sampai tahun 1959 pemerintah hanya mempunyai empat SGTK,
sedangkan pihak swasta memiliki 2 SGTK bersubsidi dan 24 SGTK swasta. Jadi,
jumlah seluruhnya hanya 30 sekolah. Pada awal tahun 1960-an, mulai didirikan
TK yang berstatus negeri. Dalam rangka peningkatan mutu pada tahun 1954
diadakan pembaharuan rencana pelajaran 1954. Perubahan itu antara lain
pendidikan anak umur tiga sampai enam tahun agar lebih memntingkan aktivitas
anak. Disamping itu guru lulusan SGTK diperbolehkan pula mengajar pada tiga
kelas pertama SR. 8
Pendidikan Guru Sekolah Luar Biasa
Setelah Indonesia merdeka, sekolah-sekolah khusus atau SLB yang
didirikan oleh pemerintah Belanda masih dilanjutkan oleh bangsa Indonesia
Keberadaan sekolah bagi penyandang disabilitas makin terjamin dengan adanya
UUD 45 yang menyatakan setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
Di samping itu UU Pendidikan No 12 tahun 1954 memuat ketentuan tentang
8 Ibid
-
49
pendidikan dan pengajaran luar biasa Kementerian PP dan K bekerja sama dengan
Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial menyelenggarakan pendidikan
bagi anak-anak penyandang disabilitas, seperti : tunanetra, tunarungu, tunadaksa,
dan lainnya. Pendidikan bagi anak-anak disabilitas itu disebut sebagai Sekolah
Luar Biasa.
Untuk itu, maka pemerintah membuka Sekolah Guru Pendidikan Luar
Biasa. Guru-guru yang akan mengajar di SLB diberikan latihan atau dididik
khusus di Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB). SGPLB dibuka pertama
kali, di Bandung, tahun 1952 dengan masa pendidikan selama 2 tahun setelah
SGB. Kemudian ditingkatkan lagi menjadi 20 bulan setelah SGA. Pada mulanya
SGLPB diperuntukan bagi guru-guru yang telah mengajar, namun dalam
perkembangannya lulusan SLTA darimanapun boleh mengikuti pendidikan. Pada
tahun 1959 SGPLB telah menghasilkan 326 orang guru. Sebagian dari mereka ada
yang dikirim ke luar negeri untuk memperdalam ilmunya.9
Meskipun demikian penyelenggaraan SLB dibina oleh pemerintah yang
mula-mula oleh Seksi Pengajaran Luar Biasa merupakan bagian dari Balai
Pendidikan Guru kemudian oleh Urusan Pendidikan Luar Biasa, bagian dari
Jawatan Pengajaran, selanjutnya oleh Urusan Pendidikan Luar biasa, bagian dari
Jawatan Pendidikan Umum. Sejak tahun 1960 penyiapan guru-guru SLB juga
ditingkatkan dimana mereka dipersiapkan di perguruan tinggi dari Diploma III
hingga Sarjana.10
9 Soegarda Poerbakawatja. op cit. hal. 157 10 Suhadi HP, dkk. op cit. hal. 66 - 67
-
50
Pendidikan Guru Sekolah Kepandaian Putri
Pendidikan wanita pada hakikatnya adalah pendidikan ibu bangsa. Sejak
awal kemerdekaan ahli pendidikan berpendapat bahwa wanita perlu ditingkatkan
pendidikannya. Peningkatan pendidikan bagi wanita akan menciptakan generasi
yang terdidik dengan baik. Pendidikan wanita dapat diselenggarakan dalam
sekolah-sekolah. Sekolah-sekolah ini dapat menerima peserta didik campuran
(laki-laki dan wanita) maupun terpisah. Jenis sekolah terpisah ini ada yang
bersifat umum dan kejuruan. Salah satu jenis kejuruan khusus wanita adalah
pendidikan kepandaian putri. Pendidikan kepandaian putri ini berkaitan dengan
tugas-tugas wanita dalam rumah tangga.
Sekolah khusus wanita dan kerumahtanggaan telah ada sejak masa
penjajahan Belanda. Sekolah Kejuruan Wanita (Meisjes Vakschool) yang berada
di Wonosari dan Kulonprogo. Sekolah Rumah Tangga (Huishoudschool) juga
dibuka di Lempuyangan. Pada perkembangan selanjutnya terdapat dalam sebuah
sekolah yang disebut GOSVO. GOSVO merupakan singkatan dari Gouvernement
Opleiding School voor Onderwijzeres. GOSVO yang berdiri pada zaman Belanda
ini mengalami penyesuaian oleh pemerintah Indonesia pada masa awal
kemerdekaan. Penyesuaian ini menyebabkan GOSVO diubah menjadi SGKP.
Sebuah Sekolah Guru Tinggi Puteri didirikan pada bulan November tahun
1942 di Jakarta. SGTP ini masih memakai sistem yang hampir sama dengen
GOSVO. Sekolah ini mempunyai tiga bagian, yaitu Kerumahtanggaan, Bahasa,
dan Ilmu Pasti. SGTP dipindahkan ke Yogyakarta pada masa awal kemerdekaan
karena situasi Jakarta yang sudah tidak aman akibat kedatangan NICA. Sekolah
-
51
Guru Kepandaian Putri Negeri didirikan pada 1 Januari 1946, pindahan dari SGTP
Jakarta.11
Selama masa agresi militer Belanda, sekolah-sekolah termasuk SGKP
ditutup sementara. Peserta didik dan guru meninggalkan sekolah karena alasan
keamanan. Sumbangan guru-guru dan peserta didik SGKP selama masa
penutupan sekolah adalah mengadakan pelajaran di rumah masing-masing dan
membantu Palang Merah Indonesia (PMI). Penutupan SGKP pada masa Revolusi
Fisik ini bersifat sementara karena keadaan yang tidak memungkinkan.
Wanita sebagai ibu rumah tangga memegang peranan penting dalam
kesejahteraan rumah tangga. Hal inilah yang mendorong Kementerian PP dan K
mengeluarkan kebijakan membuka sekolah guru kejuruan rumah tangga yang
khusus bagi wanita. Kebijakan pemerintah tersebut diwujudkan dalam pendirian
Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP). SGKP setingkat dengan sekolah
menengah atas. SGKP diklasifikasikan dalam pendidikan menengah bagian
kejuruan. Sekolah ini memberi pendidikan kepada wanita untuk bekerja,
mendirikan usaha, maupun keahlian yang berkaitan dengan kerumahtanggaan.
SGKP juga memberi pendidikan dalam berbagai keterampilan untuk calon guru
Sekolah Kepandaian Putri (SKP).
SGKP yang memiliki tujuan sebagai sekolah kejuruan dan keguruan
sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut. Sekolah ini memberikan pendidikan
untuk menjadi guru dan membuka usaha sendiri. Pendidikan dalam kepandaian
putri juga sangat mendukung pengetahuan wanita dalam aspek rumah tangga.
11 HM. Nasruddin Anshoriy dan GKR Pembayun. Pendidikan Berwawasan Kebangsaan: Kesadaran Ilmiah Berbasis Multikulturalisme. Yogyakarta: LkiS. 2008. hal. 59
-
52
Pendidikan kejuruan atau kepandaian putri memiliki berbagai macam materi.
Kejuruan tersebut misalnya memasak, menjahit, memimpin rumah tangga,
mengasuh anak-anak, dan kerajinan. Selain itu terdapat keterampilan untuk
membuka atau membantu dalam industri. Industri yang dimaksud adalah batik,
anyaman, dan kerajinan. Pengajar-pengajar untuk pendidikan itu disiapkan di
SGKP. SGKP menerima siswa dari lulusan SMP dan SKP empat tahun.
Pendidikan SGKP ialah empat tahun.
Jumlah SGKP di Indonesia pada masa awal kemerdekaan tidak banyak.
Pada tahun 1950 terdapat empat buah SGKP. Jumlah SGKP Negeri di seluruh
Indonesia hingga tahun pelajaran 1954/1955 hanya enam sekolah, sementara
SGKP swasta berjumlah empat sekolah. Keseluruhan jumlah SGKP di Indonesia
hingga tahun 1955 hanya ada 10 sekolah. SGKP negeri hanya terdapat di kota
Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, dan Makassar. Sampai
dengan tahun 1960 jumlah SGKP hanya 13 buah.12
Bagi calon peserta didik, ada syarat untuk bisa bersekolah di SGKP.
Syarat tersebut adalah :
Warga Negara Indonesia
Berjenis kelamin wanita
Berijazah SMP Negeri atau SKP Negeri
Belum mencapai umur 20 tahun
Berbadan sehat yang harus dinyatakan dengan surat.
12 Soegarda Poerbakawatja. op cit. hal. 79 - 81
-
53
Syarat nilai bagi pendaftar adalah Tamatan SMP dengan nilai 6 untuk mata
pelajaran Bahasa Indonesia dan Pengetahuan Umum. Pendaftar tamatan SKP,
pendaftar harus mendapat nilai tujuh untuk Bahasa Indonesia dan Pengetahuan
Umum.
Sampai dengan masa awal Indonesia merdeka, kurikulum SGKP dan
sekolah kepandaian putri lainnya masih berorientasi pada sistem pendidikan
Belanda. Kurikulum SGKP mengalami perubahan pada tahun pelajaran
1949/1950. Masa belajar di SGKP dipersingkat menjadi tiga tahun. Tahun 1950,
waktu belajar siswa SGKP yang tiga tahun itu dipandang kurang dalam
memberikan bahan pelajaran di sekolah guru. Masa belajar tiga tahun kembali
berubah menjadi empat tahun atas pertimbangan tersebut. Kurikulum seperti ini
digunakan sampai dengan periode penutupan SGKP di tahun 1964.
Pelajaran pada Kelas I bertujuan untuk persiapan ke kelas berikutnya.
Pembagian jurusan untuk peserta didik di SGKP Negeri dilaksanakan pada tahun
kedua. Pembagian jurusan SGKP terdiri dari bagian A dan bagian B. Peserta didik
kelas III akan melaksanakan ujian praktek. Tahun keempat atau kelas IV
merupakan bagian pendidikan praktek mengajar di sekolah dan bekerja. Siswa
SGKP Negeri Yogyakarta kelas IV juga melaksanakan ujian akhir. Mata pelajaran
bagian rumah tangga terdiri dari 10 mata pelajaran. Kelompok mata pelajaran
yang berkaitan dengan makanan adalah Memasak, Pengetahuan Resep, Ilmu Gizi,
Pegetahuan Barang Makanan Dapur. Selain itu terdapat mata pelajaran Ilmu
Mengajar Memasak. Terdapat lima mata pelajaran yang berkaitan dengan rumah
tangga selain bidang memasak. Pelajaran-pelajaran tersebut adalah Pemeliharaan
-
54
Rumah Tangga, Pengetahuan Alat-Alat Rumah Tangga, Mencuci/Menyeterika,
dan Pengetahuan Alat-alat mencuci Barang Tekstil, dan Ilmu Mengajar Rumah
Tangga Mencuci. Mata pelajaran bagian menjahit dan kerajinan tangan terdiri dari
9 mata pelajaran. Mata pelajaran tersebut adalah Menjahit Pakaian Luar, Menjahit
Pakaian Dalam, Menghitung Merancang, Bahan/Harga, Menerika, Menggambar
Pola, Menghias/Teknik Membuat Kain, Menisip/Menampal, Pengetahuan Barang
Tekstil, Sejarah Pakaian, Ilmu Mengajar Menjahit serta Membatik/Menenun.
Mata pelajaran umum di SGKP terdiri dari 13 mata pelajaran.mata
pelajaran tersebut adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Ilmu Pendidikan Ilmu
Jiwa, Ilmu Kesehatan, Membimbing Mendidik Anak-anak, Administrasi,
Menggambar/Menggambar di papan tulis, Ilmu Kimia/Ilmu Alam, Ilmu
Kemasyarakatan, Sejarah Kebudayaan, Mengajar di sekolah Latihan/pekerjaan di
luar sekolah, Gerak Badan, dan Agama.
D. Perguruan Tinggi Pendidikan Guru sampai Intitut Keguruan Ilmu
Pendidikan
Usaha-usaha untuk meningkatkan mutu dan jumlah guru terus dilakukan
melalui pendirian Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) oleh pemerintah
melalui Keputusan Menteri P dan K No. 382/Kab tahun 1954. Pada bulan
Oktober 1954 Menteri P.P. dan K Prof. Mr. Moh. Yamin - meresmikan berdirinya
lembaga pendidikan guru pada tingkat perguruan tinggi di 3 (tiga) tempat: Malang,
Bandung, dan Batu Sangkar, Sumatera Barat. Lembaga ini diberi nama Perguruan
Tinggi Pendidikan Guru, juga dikenal dengan nama singkatannya PTPG.
-
55
Dalam pidato peresmian PTPG Bandung pada 20 Oktober 1954, dikatakan oleh
Menteri Moh. Yamin, tujuan pendirian PTPG ialah ”melengkapi sekolah
menengah dengan tenaga akademisi yang berhubungan langsung dengan
memperbanyak dan mempertinggi mutu sekolah lanjutan.“Dikatakannya pula,
pendidikan guru tingkat universiter sangat mendesak, karena mutu pandidikan di
universitas yang pada waktu itu dirasakan cukup tinggi, tidak akan dapat
dipertahankan, apabila mutu sekolah menengah atas tidak ditingkatkan dengan
segera. Pada tahun 1954 itu sudah dirasakan kehadiran mahasiswa-mahasiswa
yang nampak mengalami kesukaran dalam mengikuti perkuliahan di perguruan
tinggi.
Perguruan Tinggi Pendidikan Guru yang konsepnya disiapkan oleh Djawatan
Pengadjaran untuk menghasilkan tenaga-tenaga guru berwenang penuh untuk
sekolah-sekolah lanjutan dari berbagai jenis, disamping Perguruan Tinggi itu akan
membuka jalan guna menempatkan “pendidik” pada tempatnya yang terhormat di
lingkungan masyarakat. Lembaga pendidikan guru ini akan menghasilkan sarjana-
sarjana yang bersama-sama dengan sarjana-sarjana lain menduduki tempat dalam
masyarakat yang sama, dimana mereka diharapkan dapat menggalang kepentingan
nasional.
Lama pendidikan PTPG ialah 4 tahun dengan terbagi kepada dua tingkatan.
Dua tahun pertama adalah pendidikan Bakaloreat dan dua tahun terakhir disebut
sebagai pendidikan doktoral. Lulusan Bakaloreat ini akan menjadi guru sekolah
-
56
menengah tingkat pertama. Sedangkan yang mencapai pendidikan doktoral,
lulusannya akan menjadi guru Sekolah Menengah Atas.13
Mahasiswa PTPG adalah lulusan-lulusan SMA atau SGA yang belajar secara
penuh waktu. Pada umumnya mereka mempunyai sumber keuangan mereka
sendiri, jadi bebas dari keharusan mencari nafkah. Mereka yang sebelumnya
pernah menjadi anggota Tentara Pelajar (TP),atau Tentara Republik Indonesia
Pelajar (TRIP) mendapat tunjangan demobilisasi pelajar yang memungkinkan
mereka belajar secara penuh waktu. Juga terdapat cukup banyak mahasiswa yang
sebelum masuk PTPG adalah mahasiswa-mahasiswa yang mengikuti usaha
Pengerahan Tenaga Mahasiswa sebagai tenaga pengajar di daerah terpencil di
Indonesia. Mereka ini masuk PTPG sebagai guru sekolah yang diberi tugas belajar
secara penuh. Jadi berbeda dari peserta Kursus-Kursus B-I dan B-II, mereka lebih
beruntung, karena mereka dapat memusatkan seluruh energi mereka pada usaha
menguasai bidang studi yang mereka pilih.14
PTPG terdiri dari berbagai jurusan, sama halnya dengan Kursus-Kursus B-I
dan B-II. Tetapi karena waktu belajar besifat penuh, maka mereka mendapatkan
perkuliahan yang lebih luas dan lebih intensif daripada para peserta Kursus-Kursus
B-I dan B-II. Berdirinya PTPG ini sampai batas tertentu telah menimbulkan rasa
cemburu di sementara kalangan peserta dan tamatan Kursus - Kursus B-I dan B-II.
Tamatan PTPG dibenarkan untuk menggunakan gelar kesarjanaan (Sarjana Muda
dan Dotorandus), sedangkan tamatan Kursus B-I dan B-II tidak berhak
13 Keputusan Menteri P. P. dan K No. 38742/Kab tanggal 1 September 1954 tentang
Perguruan Tinggi Pendidikan Guru 14 Muchtar Buchori. op cit. hal. 104- 107
-
57
menyandang gelar yang mentereng ini. Pada hal mereka merasa, kemampuan
akademik mereka tidak lebih rendah, dan di samping itu mereka merasa memiliki
satu kelebihan, yaitu pengalaman mengajar. Dualisma pendidikan. guru sekolah
menengah seperti ini dirasakan tidak sehat, dan pada tahun 1961 diputuskan,
pendidikan Kursus-Kursus B-I dan B-II diintegrasikan ke dalam pendidikan FKIP.
Mulai tahun 1955 PTPG Bandung dan Malang mendapat bantuan yang sangat
besar dari The Ford Foundation, Dengan bantuan ini sejumlah tenaga pengajar dan
calon pengajar PTPG dikirimkan ke Amerika Serikat untuk mendapatkan
pendidikan lanjutan di tingkat graduate school dalam jurusan mereka masing-
masing. Bentuk bantuan lainnya ialah kehadiran tenaga-tenaga pengajar dari
Amerika Serikat di PTPG Malang dan Bandung. Di samping itu, kedua PTPG ini
juga mendapatkan perpustakaan yang sangat memadai, bahkan kadang-kadang
terlampau berlebihan. Berkat bantuan yang besar ini, maka kedua PTPG di Malang
dan Bandung tadi mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.15
PTPG ini pada tahun 1961 diubah statusnya, dari sebuah perguruan tinggi yang
berdiri sendiri, menjadi bagian dari universitas yang terdekat. Kerja sama antara
Departemen Pendidikan Dasar dan Kebudayaan dan Departemen Perguruan Tinggi
dan Ilmu Pengetahuan memasukkan pendidikan Guru dalam Universitas dengsn
membentuk Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Dengan demikian hanya ada
satu pendidikan guru untuk sekolah lanjutan yaitu FKIP. Dan untuk sekolah rakyat
direncanakan hanya satu pendidikan guru yaitu SGA. Sekolah Guru B (SGB) akan
15 Soegarda Poerbakawatja, op cit, hal. 168
-
58
dihapuskan secara perlahan hingga kebutuhan guru sekolah rakyat dapat dipenuhi
secara normal.
Pada tahun 1963, oleh Kementerian Pendidikan Dasar didirikan Institut
Pendidikan Guru (IPG) untuk menghasilkan guru sekolah menengah; sementara
berdasarkan Keputusan Menteri P dan K No. 6 dan 7, tanggal 8 Pebruari 1961
Kursus B-I dan B-II diintegrasikan ke dalam FKIP (Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan) di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi yang juga
menghasilkan guru sekolah menengah. Dualisme ini dirasakan kurang efektif
dan mengganggu manajemen pendidikan guru.
Dalam perkembangannya, pada tahun 1963 FKIP ternyata mampu
berkembang secara pesat. FKIP dipersatukan dengan lembaga pendidikan guru
sekolah menengah saingannya, yaitu IPG (Institut Pendidikan Guru) menjadi
institut yang berdiri sendiri lagi, yaitu Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan atau
IKIP. Beberapa FKIP yang kecil menjadi cabang dari pada IKIP yang terdekat atau
yang secara histori sudah lebih dahulu mempunyai hubungan kerjasama, misalnya
FKIP di Jayapura yang mempunyai mempunyai hubungan kerjasama dengan IKIP
Jakarta. Dalam bentuknya sebagai sebuah institut, IKIP ditata-ulang menjadi
Fakultas-Fakultas, dan dalam setiap Fakultas terdapat beberapa Jurusan.16
Beberapa IKIP yang muncul setelah tahun 1964 :
IKIP Yogyakarta
IKIP Yogyakarta berawal dari Fakultas Pedagogik (FP) Universitas Gajah
Mada yang didirikan pada tanggal 19 September !955. pada waktu itu FP UGM
16 Ibid
-
59
memiliki dua bagian, yaitu Bagian Pendidikan dan Bagian Pendidikan Jasmani.
Pada tanggal 2 Februari 1962, Fakultas Pedagogik dipecah menjadi tiga fakultas,
yaitu Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Fakultas Pendidikan Djasmani (FPD), dan
Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan (FKIP). Namun pada 1963 FPD
dimasukan kedalam lingkungan Departemen Olahraga dan dijadikan Sekolah
Tinggi Olahraga (STO).17
Pada awal tahun 1960 tuntutan terhadap dunia pendidikan semakin tinggi
sehingga permintaan tenaga pengajar juga tinggi. FKIP UGM begitu digemari
sehingga jumlah mahasiswa pada tahun 1962 mencapai 1469 orang. Untuk
mengatasi hal itu maka kemudian muncul Surat Keputusan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan No. 92 th 1962 tentang didirikannya Institut Pendidikan Guru
(IPG).
Pada 3 Januari 1963 diterapkan penyatuan antara FKIP dan IPG menjadi IKIP.
Begitu juga dengan FIP yang kemudian juga disatukan kedalam IKIP.
Saat awal pertumbuhannya dibulan September 1965, IKIP Yogyakarta memiliki
lima fakultas, yakni Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Fakultas Keguruan Ilmu
Eksata (FKIE), Fakultas Keguruan Sastra dan Seni (FKSS), Fakultas Keguruan
Ilmu Sosial (FKIS), dan Fakultas Keguruan Teknik (FKT). IKIP Yogyakarta juga
belum memiliki gedung sendiri. Kegiatan perkuliahan masih menumpang di
gedung milik UGM, berbagai sekolah negeri (SD, SMP,dan SMA) di
Yogyakarta, dan gedung gedung milik Kraton Kesultanan Yogyakarta.
17 https://www.uny.ac.id/profil/sejarah-uny diakses 16 November 2017 pukul 00.26
https://www.uny.ac.id/profil/sejarah-uny
-
60
IKIP Padang
IKIP Padang bermula dari PTPG Batusangkar (1954 - 1956) yang mulai berdiri
dengan enam jurusan, yaitu Jurusan Bahasa Indonesia, Jurusan Sejarah, Jurusan
Bahasa Inggris, Jurusan Ekonomi, Jurusan Ilmu Pasti, dan Jurusan Biologi.
18Tetapi, banyak mahasiswa angkatan pertama pindah ke PTPG Bandung dan ke
PTPG Malang karena perkuliahan belum berjalan menurut semestinya. Akibatnya,
sedikit sekali mahasiswa yang bertahan. Karena itu, jurusan yang semula
berjumlah enam berkurang menjadi empat jurusan yang masih ada mahasiswanya,
yakni Jurusan Bahasa Indonesia, Jurusan Sejarah, Jurusan Ekonomi. dan Jurusan
Matematika. Namun, pada tahun 1955 dibuka lagi sebuah jurusan baru yaitu
Jurusan Hukum yang kemudian tercatat sebagai jurusan yang pertama
menghasilkan sarjana pendidikan pada tahun 1964.
Pada tahun 1956 PTPG di seluruh Indonesia diintegrasikan ke universitas
setempat. Walaupun pengintegrasian itu merupakan perubahan status, bagi PTPG
Batusangkar yang diintegrasikan ke dalam Universitas Andalas Bukittinggi,
kebijakan itu hampir tidak mempengaruhi program-program sebelumnya.
Pergolakan daerah yang terjadi waktu itu menyebabkan sedikit kemacetan dalam
pelaksanaan program perkuliahan selama satu tahun, yaitu selama tahun 1957
sampai awal 1958.
Setelah mengalami kemacetan hingga awal 1958, FKIP Unand diaktifkan
kembali pada tanggal 10 Juni 1958 dan pada tanggal 1 September dalam tahun
yang sama kedudukannya dipindahkan dari Batusangkar ke Padang. Barulah
18 http://www.unp.ac.id/id/hal/sejarah diakses 16 November 2017 pukul 00.26
http://www.unp.ac.id/id/hal/sejarah
-
61
sesudah tahun 1958 FKIP Unand berkembang lebih mantap. Pada tahun 1961,
semua kursus B1 di seluruh Sumatra Barat diintegrasikan ke dalam FKIP, yaitu
kursus‑kursus B1 Bahasa Inggris dan Kursus B1 Sejarah di Bukittinggi dan
Kursus-kursus B1 Bahasa Indonesia, Ilmu Pasti, Perniagaan, dan Pendidikan
Jasmani di Padang. Perkembangan seterusnya terjadi dengan dibukanya beberapa
jurusan yang baru, yaitu Jurusan Pembimbing Pendidikan, Jurusan Ilmu Hayat,
Jurusan Pendidikan Sosial, dan Jurusan Seni Rupa. Hampir semua jurusan baru
mengembangkan program Sarjana Muda. Pada periode ini baru jurusan
Civics/Hukum dan Jurusan Ekonomi/ Koperasi yang telah merintis
pengembangan program Sarjana.
Pada tahun 1964, FKIP Unand Padang terlepas dari Universitas Andalas dan
menjadi IKIP Jakarta Cabang Padang. Dengan mengorganisasikan jurusan-jurusan
yang ada, muncullah empat fakultas, yaitu Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP),
Fakultas Keguruan Ilmu Eksakta (FKIE), Fakultas Keguruan Pengetahuan Sosial
(FKPS), dan Fakultas Keguruan Sastra Seni (FKSS). Pada periode ini, Jurusan
Pendidikan Jasmani FKIP yang pada mulanya adalah B1 Pendidikan Jasmani
Padang berubah status menjadi Sekolah Tinggi Olah Raga (STO) Jakarta Cabang
Padang, di bawah Departemen Olah Raga. Pada akhir tahun 1964 dibentuk sebuah
fakultas baru, yaitu Fakultas Keguruan Teknik (FKT), dari lembaga berstatus
swasta yang dibina oleh Yayasan Pembangunan dan Kesejahteraan IKIP Padang.
Dengan demikian, IKIP Jakarta Cabang Padang mem-punyai lima fakultas
sehingga memenuhi syarat untuk mendapatkan status sebagai IKIP yang berdiri
sendiri.
-
62
IKIP Surabaya
IKIP Surabaya yang dimulai sekitar tahun 1950. Berawal dari kursus B-I dan
B-II bidang Ilmu Kimia dan Ilmu Pasti yang memanfaatkan sarana dan prasarana
berupa ruang kelas dan laboratorium dari pendidikan Belanda, Hoogere Burger
Schol (HBS). Kursus-kursus tersebut diselenggarakan di Surabaya untuk
memenuhi kebutuhan tenaga guru setingkat SLTP dan SLTA. Kursus-kursus
tersebut meliputi: (a) B-I dan B-II Kimia, (b) B-I dan BII Ilmu Pasti, (c) B-I
Bahasa Inggris, (d) B-I Bahasa Jerman, (e) B-I Teknik, (f) B-I Pendidikan
Jasmani, (g) B-I Ekonomi, (h) B-I Perniagaan, dan (i) B-I Ilmu Pesawat. Pada
tahun 1957, kursus-kursus B-I dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) Kursus B-I
Umum, yang meliputi Bahasa Inggris dan bahasa Jerman, dan (2) Kursus B-I
Kejuruan, yang meliputi Kimia, Ilmu Pasti, Ekonomi, Perniagaan, Teknik,
Pendidikan Jasmani, dan Ilmu Pesawat. Kursus-kursus tersebut berlangsung
sampai tahun 1960.19
Untuk menghilangkan dualisme kursus B-I dan B-II dengan lulusan yang tidak
bergelar, dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang menghasilkan
lulusan bergelar, dengan Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 kedua kursus
tersebut diintegrasikan ke dalam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)
yang mencetak guru sekolah lanjutan. Selanjutnya lembaga tersebut, berdasarkan
SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 6/1961 tertanggal 7 Februari
1961, diintegrasikan menjadi salah satu fakultas dalam FKIP Universitas
19 https://www.unesa.ac.id/page/tentang-unesa/sejarah diakses 16 November 2017 pukul 00.26
https://www.unesa.ac.id/page/tentang-unesa/sejarah
-
63
Airlangga Cabang Malang dan bernama FKIP Universitas Airlangga Cabang
Surabaya.
Pada tahun 1962 dengan berdirinya Akademi Pendidikan Guru (APG), yang
kemudian menjadi Institut Pendidikan Guru (IPG), dualisme muncul kembali.
Untuk menghilangkan dualisme tersebut, berdasarkan Surat Keputusan Presiden
nomor 1/1963 tertanggal 3 Januari 1963 dilakukan integrasi IPG dengan FKIP
menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP). Dengan integrasi ini FKIP
Universitas Airlangga di Malang, pada tanggal 20 Mei 1964, statusnya diubah
menjadi IKIP Malang Pusat dan FKIP Universitas Airlangga Cabang Surabaya
berubah menjadi IKIP Malang Cabang Surabaya. Keadaan semacam itu
berlangsung sampai tanggal 19 Desember 1964.
Berdasarkan SK Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan nomor
182/1964 tertanggal 19 Desember 1964, secara resmi IKIP Surabaya berdiri
sendiri dengan pimpinan suatu presidium Tanggal tersebut ditetapkan sebagai
tanggal kelahiran IKIP Surabaya yang setiap tahun diperingati sebagai dies natalis
IKIP Surabaya. Pada tahun 1964, IKIP Surabaya mempunyai lima fakultas, yaitu
(1) Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), (2) Fakultas Keguruan Ilmu Sosial (FKIS),
Fakultas Keguruan Sastra Seni (FKSS), (4) Fakultas Keguruan Ilmu Eksakta
(FKIE), dan (5) Fakultas Keguruan Ilmu Teknik (FKIT).
IKIP Bandung
IKIP bandung bermula dengan berdirinya PTPG di Bandung sesuai dengan
Keputusan Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Republik
-
64
Indonesia (Nomor 35742 tanggal 1 September 1954 tentang pendirian
PTPG/Perguruan Tinggi Pendidikan Guru).20 Sejalan dengan Surat Keputusan
Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan No. 40718/S pada waktu itu,
yang menyatakan bahwa PTPG dapat berdiri sendiri menjadi perguruan tinggi
atau perguruan tinggi dalam universitas, maka seiring dengan
berdirinya Universitas Padjadjaran (UNPAD), pada tanggal 25 November 1958
PTPG diintegrasikan menjadi fakultas utama Universitas Padjadjaran dengan
nama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP).
Untuk memantapkan sistem pengadaan tenaga guru dan tenaga kependidikan,
berbagai kursus yang ada pada waktu itu, yaitu pendidikan guru B I dan B II,
diintegrasikan ke dalam FKIP melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Nomor 6 Tahun 1961. Selanjutnya FKIP berkembang menjadi FKIP
A dan FKIP B. Pada saat yang sama, berdiri pula Institut Pendidikan Guru (IPG),
yang mengakibatkan adanya dualisme dalam lembaga pendidikan guru. Untuk
menghilangkan dualisme tersebut, pada tanggal 1 Mei 1963 dikeluarkan
Keputusan Presiden Nomor 1 tahun 1963, yang melebur FKIP dan IPG menjadi
Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) sebagai satu satunya lembaga
pendidikan guru tingkat universitas. FKIP A/FKIP B dan IPG yang ada di
Bandung akhirnya menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung
(IKIP Bandung).
20 http://www.upi.edu/tentang/sejarah diakses 16 November 2017 pukul 00.26
http://www.upi.edu/tentang/sejarah
-
65
IKIP Bandung saat itu telah memiliki lima fakultas, yaitu Fakultas Ilmu
Pendidikan, Fakultas Keguruan Ilmu Sosial, Fakultas Keguruan Sastra dan Seni,
Fakultas Keguruan Ilmu Eksakta, dan Fakultas Keguruan Ilmu Teknik. Peranan
IKIP Bandung di tingkat nasional semakin menonjol, setelah pemerintah
menetapkan bahwa IKIP Bandung menjadi IKIP Pembina yang diserahi tugas
membina beberapa IKIP di luar Pulau Jawa, yaitu IKIP Bandung Cabang
Banda Aceh, Palembang, Palangkaraya, dan Banjarmasin.
IKIP Malang
IKIP Malang berasal dari Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) yang
diresmikan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, Prof. Mr.
Muhammad Yamin pada tanggal 18 Oktober 1954 berdasarkan surat keputusan
nomor 38742/Kab tanggal 1 September 1954. Bersamaan itu pula ditugaskan Prof.
Sutan Adam Bachtiar sebagai Rektor PTPG Malang yang pertama.21
Pada awal berdirinya, PTPG Malang mempunyai 5 jurusan, 127 mahasiswa,
dan 37 dosen. Jurusan perintis ini meliputi jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia
(20 mahasiswa), Bahasa dan Sastra Inggris (25 mahasiswa), Sejarah dan Budaya
(19 mahasiswa), Ilmu Ekonomi (35 mahasiswa), dan Pasti Alam (28 mahasiswa).
Perkuliahan diselenggarakan di gedung SMA Alun-alun Bunder. Setahun
kemudian, tepatnya sejak tanggal 20 Juni 1955, PTPG memiliki gedung sendiri
yang semula adalah "Hotel Splendid" di Jl. Tumapel 1, Malang.
21 http://www.um.ac.id/page/sejarah diakses tanggal 28 Nopember 2017 pukul 20.00
-
66
Pada tanggal 10 Nopember 1954, didirikan suatu universitas baru di Jatim yaitu
Universitas Airlangga (Unair) di Surabaya. Pendirian Unair mempunyai dampak
pada status PTPG. Mulai saat itu, PTPG di Malang menjadi salah satu fakultas
dari empat fakultas yang ada. Sebagai konsekuensinya, berdasarkan Peraturan
Pemerintah No. 71 Tahun 1958 PTPG secara formal berubah status dan namanya
menjadi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Airlangga.
Dengan demikian, sejarah dan kegiatan PTPG Malang berada di bawah nama
Unair.
Pada tahun 1958, atas jasa bapak Sarjono mantan Walikota Malang, lembaga
ini mendapatkan sebidang tanah, yang kemudian dibangun kompleks kampus
yang berada di Jl. Semarang 5. Pembangunan kampus baru ini didorong oleh
pertumbuhan FKIP Unair yang pesat. Gedung kuliah "Splendid Building" di Jl.
Tumapel 1 tidak mampu lagi menampung seluruh kegiatannya.
Pada masa awalnya lembaga ini sangat memerlukan bantuan dari pihak luar
untuk melengkapi sarana dan prasarananya. Sumbangan yang patut dicatat pada
masa itu antara lain dari Ford Foundation yang berupa beasiswa pengiriman
dosen ke luar negeri, beberapa fasilitas laboratorium, dan buku perpustakaan, serta
dari pemerintah Jepang melalui Colombo Plan. Kemudian juga bantuan Sie Twam
Tjing (Samsi), pemilik pabrik rokok Bentoel Malang, yang memberikan bantuan
kafetaria modern pada waktu itu.
Dalam Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 ditegaskan bahwa FKIP
merupakan satu-satunya lembaga pendidikan guru untuk sekolah lanjutan. Guna
-
67
melaksanakan Ketetapan itu, tanggal 7 Pebruari 1961 dan berdasar S.K. Menteri
PP dan K RI No. 6 Tahun 1961, kursus-kursus B-I dan B-II diintegrasikan
kedalam FKIP yang ada dalam lingkungan Departemen Perguruan Tinggi dan
Ilmu Pendidikan (PTIP). Berkaitan dengan itu di Jawa Timur terdapat FKIP
Universitas Airlangga di Malang dan FIP Universitas Brawijaya di Jember. Seri
No. 92 Tahun 1962 Departemen Pendidikan Dasar dan Kebudayaan (PDK)
mendirikan Institut Pendidikan Guru (IPG), yang di Jawa Timur berkedudukan di
Madiun. Dengan demikian sejak tahun 1962 terdapat dualisme dalam pendidikan
guru sekolah menengah.
Pada tahun 1963 dikeluarkan suatu kebijakan untuk menyatukan beberapa
FKIP dan Institut Pendidikan Guru (IPG) di Madiun menjadi Institut Keguruan
dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Malang. Keputusan ini bertujuan untuk mengakhiri
kerancuan yang terjadi dalam penyiapan tenaga kependidikan saat itu. Kebijakan
ini sekaligus memberikan ketegasan dan wewenang dalam penyiapan dan
pengelolaan tenaga kependidikan. Dengan kebijakan ini maka penyiapan tenaga
kependidikan ditangani oleh satu lembaga dan di bawah satu kementerian saja.
Dengan demikian, diharapkan sumberdaya dan dana yang tersedia bisa lebih
dimanfaatkan seoptimal mungkin.
Pada tanggal 3 Januari 1963, Presiden mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1
Tahun 1963 yang berisi penyatuan FKIP dan IPG menjadi IKIP. Kemudian
tanggal 4 Mei 1964 keluar Keputusan Bersama antara Menteri PTIP dan Menteri
PDK No. 34 dan 32 Tahun 1964 tentang cara mempersatukan FKIP dan IPG
menjadi IKIP. Kemudian ditetapkan FKIP di Malang/ Yogyakarta disatukan
-
68
dengan IPG di Madiun/Yogyakarta menjadi IKIP di Malang/Yogyakarta.
Bersamaan dengan itu keluar Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu
Pengetahuan No. 35 Tahun 1964 yang menetapkan bahwa IKIP Malang memiliki
cabang-cabang sebagai berikut: (a) di Surabaya (berasal dari cabang FKIP
Universitas Airlangga), (b) di Madiun (berasal dari Cabang FKIP Universitas
Airlangga), (c) di Singaraja (dari FKIP Universitas Udayana), (d) di
Kupang/Endeh (dari FKIP Universitas Nusa Cendana). Berdasar Surat Keputusan
Menteri PTIP No. 36 Tahun 1964, FIP Jember dipisahkan dari Universitas
Brawijaya dan menjadi cabang dari IKIP Malang. Dengan demikian dualisme di
bidang Pendidikan Tinggi berakhir.
Pada hari Selasa, 20 Mei 1964 bertempat di gedung SKMA Negeri Malang
dilangsungkan upacara peresmian IKIP Malang yang berarti pula terlepas dari
Universitas Airlangga. Perubahan status yang mendasar ini memberikan
konsekuensi pembentukan fakultas-fakultas yang ada di dalamnya. Dari hasil
reorganisasi, IKIP MALANG memiliki empat fakultas yang meliputi: Fakultas
Ilmu Pendidikan (FIP), Fakultas Keguruan Sastra dan Seni (FKSS), Fakultas
keguruan Ilmu Sosial (FKIS), dan Fakultas Keguruan Ilmu Eksakta (FKIE), yang
lahir bersama.