New BAB IV PENDIDIKAN GURU SEKOLAH MENENGAH DAN …repository.unj.ac.id/154/9/11. BAB 4.pdf ·...

30
39 BAB IV PENDIDIKAN GURU SEKOLAH MENENGAH DAN KEJURUAN A. Pendidikan Guru Sekolah Menengah Hingga Tahun 1950 Pada awal tahun 1950, pemerintah Indonesia lebih berfokus kepada peningkatan kegiatan pendidikan pada tingkatan pendidikan rendah. Tujuan utama yang ingin dicapai ialah pelaksanaan wajib belajar enam tahun dan pemberantasan buta huruf dengan segera. dalam kurun waktu lima tahun terjadilah ledakan pendidikan, dimana jumlah partisipasi masyarakat dalam kegiatan pendidikan meningkat drastis. Sistem pendidikan guru untuk sekolah menengah yang dikembangkan oleh Pemerintah Hindia Belanda sungguh tidak berarti. Sistem yang dikembangkan ialah duplikat dari sistem pendidikan guru sekolah menengah yang ada di Belanda, yaitu Kursus untuk memperoleh wewenang mengajar di pendidikan menengah. Sistem ini dikenal sebagai sistem "Kursus MO" (Cursus voor Middelbaar Onderwijs). Yang dikembangkan oleh Pemerintah Hindia Belanda di Indonesia sampai pecahnya Perang Dunia II. Hanya ada satu kursus MO, yaitu Kursus untuk memperoleh Akta MO A dalam mata pelajaran matematika, yang kemudian disusul dengan Kursus untuk memperoleh Akta MO A dalam Bahasa Inggris. 1 Kursus-kursus MO ini mengalami kematian dalam zaman pendudukan Jepang. Dalam periode 1945-1949 Pemerintah RI mencoba menghidupkan kembali kursus-kursus MO ini. Tetapi situasi politik yang dihadapi Pemerintah RI 1 Muhammad Rifa’I, op cit, hal. 167

Transcript of New BAB IV PENDIDIKAN GURU SEKOLAH MENENGAH DAN …repository.unj.ac.id/154/9/11. BAB 4.pdf ·...

  • 39

    BAB IV

    PENDIDIKAN GURU SEKOLAH MENENGAH DAN KEJURUAN

    A. Pendidikan Guru Sekolah Menengah Hingga Tahun 1950

    Pada awal tahun 1950, pemerintah Indonesia lebih berfokus kepada

    peningkatan kegiatan pendidikan pada tingkatan pendidikan rendah. Tujuan utama

    yang ingin dicapai ialah pelaksanaan wajib belajar enam tahun dan pemberantasan

    buta huruf dengan segera. dalam kurun waktu lima tahun terjadilah ledakan

    pendidikan, dimana jumlah partisipasi masyarakat dalam kegiatan pendidikan

    meningkat drastis.

    Sistem pendidikan guru untuk sekolah menengah yang dikembangkan oleh

    Pemerintah Hindia Belanda sungguh tidak berarti. Sistem yang dikembangkan

    ialah duplikat dari sistem pendidikan guru sekolah menengah yang ada di

    Belanda, yaitu Kursus untuk memperoleh wewenang mengajar di pendidikan

    menengah. Sistem ini dikenal sebagai sistem "Kursus MO" (Cursus voor

    Middelbaar Onderwijs). Yang dikembangkan oleh Pemerintah Hindia Belanda di

    Indonesia sampai pecahnya Perang Dunia II. Hanya ada satu kursus MO, yaitu

    Kursus untuk memperoleh Akta MO A dalam mata pelajaran matematika, yang

    kemudian disusul dengan Kursus untuk memperoleh Akta MO A dalam Bahasa

    Inggris.1

    Kursus-kursus MO ini mengalami kematian dalam zaman pendudukan

    Jepang. Dalam periode 1945-1949 Pemerintah RI mencoba menghidupkan

    kembali kursus-kursus MO ini. Tetapi situasi politik yang dihadapi Pemerintah RI

    1 Muhammad Rifa’I, op cit, hal. 167

  • 40

    dalam periode ini tidak memungkinkan terjadinya rehabilitasi yang cukup berarti

    terhadap sistem Kursus MO ini.

    Dalam periode 1950-1965 Pemerintah RI melakukan 2 (dua) langkah

    dasar untuk merehabilitasi dan memperluas (ekspansi) sistem pendidikan guru

    untuk sekolah menengah ini. Kedua langkah dasar ini ialah:

    Menyelenggarakan Kursus-Kursus B-I (mulai 1950) dan Kursus-Kursus

    B-II (mulai tahun 1954).

    Membuka lembaga pendidikan guru baru, yaitu Perguruan Tinggi

    Pendidikan Guru, disingkat PTPG, pada tahun 1954.

    Kebutuhan akan perluasan Sekolah Menengah Pertama (SMP) sudah terasa sejak

    tahun ajar 1950- 1951. Pada waktu itu di seluruh Indonesia hanya terdapat 216

    SMP.

    B. Pendidikan Guru Sekolah Menengah dan Atas

    Sekolah Guru A

    Pada awalnya Sekolah Guru A (SGA) direncanakan sebagai tempat

    sekolah calon guru SR yang baku, tetapi pada tahun 1950 guru SMP masih sangat

    kurang. Oleh sebab itu SGA terpaksa ditempatkan di SMP. Hal ini berjalan

    sampai tahun 1960.2 Setelah tahun 1960 tamatan dari SGA baru ditempatkan di

    Sekolah Rakyat. Guru-guru SMP yang berasal dari SGA ditingkatkan lagi ke

    kursus PGSLP. Lama pendidikan SGA adalah 6 tahun sesudah Sekolah Rakyat.

    2 Suhadi HP, dkk. op cit. hal. 60

  • 41

    Yang dapat diterima menjadi siswa SGA adalah tamatan SMP atau SGB (setelah

    ujian kelas III).

    Perkembangan SGA baru berkembang pesat setelah SGB dihapuskan dan

    SGA merupakan satu-satunya sekolah bagi calon guru Sekolah Rakyat. Jumlah

    SGA pada tahun 1956 hanya 71 buah. Pada tahun 1960, di setiap kabupaten

    terdapat satu SGA, maka diperkirakan jumlahnya sekitar 300 SGA negeri, belum

    terhitung SGA swasta.

    Dalam rangka peningkatan mutu SGA telah dilakukan beberapa usaha,

    diantaranya peningkatan sarana berupa gedung, auditorium, perpustakaan,

    laboratorium, lapangan, dan alat-alat olahraga. Pada bidang kurikulum terjadi

    berbagai macam konfersnsi kepala SGA untuk membahas didaktik-metodik pada

    tahun 1956 dan 1957.

    Kursus Guru A

    Kursus Guru A (KGA) bertujuan untuk memberikan kesempatan kepada

    guru-guru SR yang belum berijazah SGA. Hal ini untuk memenuhi ketentuan

    bahwa guru SR yang baku adalah guru-guru tamatan SGA. Kursus Guru A

    didirikan untuk menggantikan Kursus Lisan Persamaan Guru A (KLPSGA) yang

    dibuka sejak tahun 1954.

    Siswa yang diterima mengikuti Kursus Guru A adalah lulusan SGB atau

    yang sederajat dan harus sudah bekerja sebagai guru. Karena itu kursusnya

    diselenggarakan siang hari, biasanya menempati gedung gedung Sekolah Guru A

    (SGA). Tenaga pengajar yang ada pada KGA juga merupakan guru SGA. Masa

  • 42

    pendidikan KGA ialah tiga tahun yang terdiri atas 3 tingkatan. Tiap-tiap tingkatan

    diakhiri dengan menempuh ujian dalam 5 mata pelajaran.

    Pada Tingkat I yang akan diujikan ialah Bahasa Daerah, Seni Suara,

    Pekerjaan Tangan, Menggambar, Menulis. Tingkat II adalah: Ilmu Hayat, Ilmu

    Alam, Sejarah / Tatanegaraan, Ilmu Bumi,Ilmu Pasti / Berhitung Tingkat III

    adalah : Ilmu Mendidik, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggeris, Pendidikan Jasmani,

    Praktek Mengajar.3

    Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama

    Guna mempersiapkan tenaga-tenaga pengajar bagi pendidikan dasar,

    diadakan sekolah guru yang lama pendidikannya lima tahun, dengan syarat siswa

    harus memiliki ijasah sekolah rakyat, atau pendidikan sekolah guru dua tahun

    untuk mereka yang berijasah sekolah lanjutan pertama. Para pengajar di sekolah

    guru ini harus berusia paling sedikit 18 tahun. Untuk mempersiapkan tenaga

    pendidik bagi sekolah lanjutan pertama dibuka Kursus Pendidikan Sekolah Guru

    Sekolah Lanjutan Pertama. Kursus ini merupakan pendidikan lanjutan bagi

    mereka yang telah mengikuti pendidikan guru sekolah rendah dan telah memiliki

    masa kerja praktik mengajar dua tahun.

    Tamatan SGA yang menurut rencana semula akan ditempatkan sebagai

    guru SR kemudian ditempatkan sebagai guru SMP dan SGB. Hal tersebut

    merupakan tindakan darurat yang diputuskan oleh pemerintah. Kementrian PP dan

    K menyadari, penyelesaian darurat ini tidak dapat dibiarkan berlangsung terlalu

    3 Ibid, hal. 62

  • 43

    lama. Maka pada tahun 1952 dibangun Pendidikan Guru Sekolah Menengah

    Pertama (PGSLP). Lama pendidikan PGSLP mula mula ditetapkan satu tahun

    tetapi mulai 1 september 1958 lama pendidikan ini diperpanjang menjadi dua

    tahun, dan namanya diubah menjadi PGSLA. Mahasiswa yang diterima di PGSLP

    adalah tamatan SMA, SGA, dan guru-guru SMP yang belum memiliki ijazah

    PGSLP. Seperti diketahui bahwa pada waktu itu banyak guru SMP yang hanya

    lulusan SGA. PGSLP terdiri atas jurusan-jurusan yang disesuaikan dengan

    kebutuhan di SMP, di antaranya :

    Jurusan Bahasa Indonesia

    Jurusan Bahasa Inggris

    Jurusan Ilmu Pasti

    Jurusan Ilmu Alam

    Jurusan Sejarah

    Jurusan Ilmu Hayat

    Jurusan Ilmu Bumi

    Jurusan Menggambar

    Jurusan Ilmu Mendidik

    Pada tahun 1957 Pendidikan Guru Sekolah Lanjutan Pertama (PGSLP)

    tercatat terdapat 27 buah. Pada tahun 1960 setelah lama pendidikannya menjadi

    dua tahun jumlah PGSLP menjadi 31 buah dengan berbagai jurusan. Di samping

    itu juga sudah terdapat beberapa PGSLP swasta.

  • 44

    Kursus B I dan B II

    Untuk memenuhi kebutuhan guru-guru SLTA (SMA, SGA, SMEA, dan

    sebagainya), maka pada tahun 1950 didirikan Kursus B I dan B II.4 Lama

    pendidikan Kursus B I ialah selama dua tahun. Peserta didik kursus B I dan B II

    adalah guru-guru yang berijazah SGA atau sederajat serta memiliki masa kerja

    dua tahun ke atas. Mata pelajaran yang diajarkan sesuai dengan pelajaran-

    pelajaran di SLTA. Sampai dengan tahun 1957 telah terdapat 75 Kursus B I negeri

    dan swasta yang tersebar di kota-kota besar di Indonesia.

    Mereka mendapatkan tugas belajar dari Kementerian P.P. dan K untuk

    mengikuti kursus-kursus ini dengan ketentuan, mereka harus tetap melaksanakan

    tugas mengajar mereka dengan mendapatkan keringanan tugas. Kursus pada

    umumnya diselenggarakan di siang hari. Hanya dalam beberapa hal yang

    merupakan perkecualian diselenggarakan kursus atau perkuliahan pada pagi hari.

    Pada tahun ajar 1954 - 1955 di seluruh Indonesia terdapat 102 Kursus B-II dan 3

    Kursus B-II.

    Pada PP No. 41 tahun 1950 disebutkan bahwa lulusan Kursus B I hanya

    berwenang mengajar di kelas I dan II SLTA, maka untuk memenuhi kebutuhan

    guru-guru SLTA yang berhak mengajar pada kelas terakhir (kelas III) maka pada

    tahun 1958 didirikan kursus B II. Lama kursus B II adalah dua tahun sesudah B I.

    Yang dapat mengikuti kursus B II hanya para pemilik ijazah B I.

    4 Ibid, hal. 167

  • 45

    Kursus B II yang ada pada waktu itu baru di tiga kota yaitu : Jakarta

    (Jurusan Sejarah dan Jurusan Ilmu Bumi), Bandung (Jurusan Ilmu Bumi, Jurusan

    Pendidikan, dan Ilmu Pasti), dan Yogyakarta (Jurusan Pendidikan).

    Kursus-kursus B-I dan B-II diselenggarakan untuk menghasilkan guru-guru

    spesialis dalam setiap mata ajaran. Jadi ada Kursus B-I untuk Matematika, Fisika,

    Biologi, Sejarah, Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan sebagainya. Untuk setiap

    bidang pelajaran yang diajarkan di sekolah menengah pertama terdapat Kursus B-

    I. Jadi sifatnya sangat spesialistik. Dengan rancangan seperti ini jelas sekali,

    Kursus-Kursus B-I dan B-II merupakan replika dari Kursus MO A dan MO B dari

    Belanda. Kursus MO sebagai model pendidikan guru sekolah menengah ini

    dimulai di Belanda pada tahun 1912.

    Kelemahan yang terdapat pada pendidikan guru sekolah menengah lewat

    Kursus-Kurus B-I ini ialah adanya perbedaan yang cukup besar dalam

    ketersediaan tenaga pengajar yang memenuhi persyaratan. Untuk kota-kota besar

    seperti Bandung dan Jakarta tidak terlalu sulit untuk mendapatkan "pinjaman"

    tenaga-tenaga pengajar dari universitas. Tetapi untuk kota-kota kecil, seperti

    Semarang, pada waktu itu sungguh sangat sukar untuk mendapatkan tenaga-

    tenaga pengajar dalam bidang-bidang seperti Bahasa Inggris, Biologi, dan Fisika.

    Dengan kondisi-kondisi seperti ini memang sukar diharapkan, pendidikan

    Kursus-Kursus B-I akan dapat dengan cepat memenuhi kebutuhan akan tenaga-

    tenaga pengajar yang cukup bermutu untuk sekolah menengah. Akan tetapi

    dengan segenap kekurangan ini ada satu hal yang terasa menguntungkan, yaitu

    setiap Iulusan B-I memiliki kemampuan mengajar yang tinggi. Sebabnya ialah

  • 46

    karena peserta-peserta Kursus B-I diambil dari kalangan guru yang sudah

    memiliki pengalaman mengajar.

    C. Pendidikan Guru Sekolah Kejuruan

    Pendidikan Guru Sekolah Taman Kanak-kanak

    Pada tahun 1950, melalui UU No. 4 tahun 1950 tentang dasar-dasar

    Pendidikan dan Pengajaran di sekolah keberadaan Taman Kanak-kanak5 resmi

    diakui sebagai bagian dari sistem pendidikan nasional. Pada tahun yang sama,

    tepatnya tanggal 22 Mei 1950 Ikatan Guru Taman Kanak-Kanak Indonesia

    (IGTKI) berdiri.

    Pada periode tahun 1951-1955 pemerintah terus berupaya

    mengembangkan kurikulum. Pada tahun 1954 Inspeksi Pendidikan Taman kanak-

    Kanak mengadakan pertemuan dengan perkumpulan penyelenggara Sekolah

    Taman Kanak-Kanak, dan menghasilkan rencana pelajaran Sekolah Guru Taman

    Kanak-Kanak (SGTK).

    Sejak Menteri Ali Sastroamidjoyo melalui kementerian Pendidikan

    Pengajaran dan Kebudayaan, selalu mengemukakan sifat-sifat budaya nasional.

    Untuk melaksanakan sifat-sifat budaya nasional tersebut guru-guru TK perlu

    mempelajari tentang :

    Kehidupan anak-anak di desa-desa dan di kampung (anak bermain

    dengan lingkungannya,yang dikemukakan oleh Frobell)

    5 Selanjutnya disebut TK

  • 47

    Memperbaiki dan menyesuaikan permainan, nyanyian dan cerita-cerita

    anak sesuai dengan pronsip Frobel.

    Kebudayaan Barat dapat diambil untuk perkembangan dan kekayaan

    budaya Indonesia

    Pendidikan TK dimaksudkan untuk memelihara tumbuhnya kebudayaan

    bangsa yang merdeka, terutama melalui sistem pendidikan dan pengajaran.

    Seiring dengan perkembangan Taman Indria, berkembang pula Taman Kanak-

    kanak (TK) yang merupakan adaptasi dari konsep Kindergarten dan Taman

    Indria6. Perkembangan TK jauh lebih pesat dari pada Taman Indria. Baik Taman

    Indria dan Taman Kanak-kanaksasarannya baru mencakup anak di atas usia 4

    tahun sampai memasuki pendidikan dasar. Dengan demikian anak usia 0-4 tahun

    belum terlayani program TK dalam bentuk apapun. 7

    Penyelenggaraan TK ini diserahkan kepada masyarakat (pihak swasta).

    Pemerintah hanya memberikan bimbingan dan bantuan, oleh sebab itu pendidikan

    guru TK juga banyak dilakukan oleh pihak swasta. Yayasan Pendidikan Lanjutan

    Wanita mendirikan Sekolah Pendidikan Guru Taman Kanak-kanak (TK) Nasional

    di Jakarta dan merupakan gerakan nasional dalam melawan kembalinya Belanda.

    Di era ini pemerintah dan swasta mulai membangun banyak TK. Pada tahun 1951

    berdiri Yayasan Bersekolah Pada Ibu yang menyumbang pendirian TK hingga

    6 Taman Indria adalah sekolah taman kanak-kanak yang ada dalam sistem sekolah Taman Siswa.

    Didirikan pertama kali oleh Ki Hadjar Dewantara pada tahun 1922. Sekolah ini menggunakan

    metode pengajaran dengan sistem among, sebuah konsep pengajaran dimana pamong/guru

    menghamba kepada sang anak. Model pendidikan yang dianggap banyak orang mencampurkan

    konsep Frobel dan Montessori di Eropa, namun sebenarnya Ki Hadjar Dewantara menemukan 2

    konsep tersebut di dalam seni budaya rakyat yang ada di Indonesia. 7 Suhadi HP, dkk. op cit. hal. 58

  • 48

    menyebar ke luar pulau Jawa. Tahun 1951-1955, pemerintah berupaya

    mengembangkan kurikulum, menyediakan fasilitas, dan mengadakan supervisi ke

    TK-TK. Pada periode itu pula didirikan SPG-TK Nasional di Jakarta dengan

    pemberian subsidi, dan pengembangannya yang terus berlanjut hingga ke luar

    pulau Jawa. Pada tahun 1957 berdiri GOPTKI (Gabungan Organisasi

    Penyelenggara TK Indonesia) yang melaksanakan kongres pertamanya pada tahun

    1959.

    Sampai tahun 1959 pemerintah hanya mempunyai empat SGTK,

    sedangkan pihak swasta memiliki 2 SGTK bersubsidi dan 24 SGTK swasta. Jadi,

    jumlah seluruhnya hanya 30 sekolah. Pada awal tahun 1960-an, mulai didirikan

    TK yang berstatus negeri. Dalam rangka peningkatan mutu pada tahun 1954

    diadakan pembaharuan rencana pelajaran 1954. Perubahan itu antara lain

    pendidikan anak umur tiga sampai enam tahun agar lebih memntingkan aktivitas

    anak. Disamping itu guru lulusan SGTK diperbolehkan pula mengajar pada tiga

    kelas pertama SR. 8

    Pendidikan Guru Sekolah Luar Biasa

    Setelah Indonesia merdeka, sekolah-sekolah khusus atau SLB yang

    didirikan oleh pemerintah Belanda masih dilanjutkan oleh bangsa Indonesia

    Keberadaan sekolah bagi penyandang disabilitas makin terjamin dengan adanya

    UUD 45 yang menyatakan setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.

    Di samping itu UU Pendidikan No 12 tahun 1954 memuat ketentuan tentang

    8 Ibid

  • 49

    pendidikan dan pengajaran luar biasa Kementerian PP dan K bekerja sama dengan

    Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial menyelenggarakan pendidikan

    bagi anak-anak penyandang disabilitas, seperti : tunanetra, tunarungu, tunadaksa,

    dan lainnya. Pendidikan bagi anak-anak disabilitas itu disebut sebagai Sekolah

    Luar Biasa.

    Untuk itu, maka pemerintah membuka Sekolah Guru Pendidikan Luar

    Biasa. Guru-guru yang akan mengajar di SLB diberikan latihan atau dididik

    khusus di Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa (SGPLB). SGPLB dibuka pertama

    kali, di Bandung, tahun 1952 dengan masa pendidikan selama 2 tahun setelah

    SGB. Kemudian ditingkatkan lagi menjadi 20 bulan setelah SGA. Pada mulanya

    SGLPB diperuntukan bagi guru-guru yang telah mengajar, namun dalam

    perkembangannya lulusan SLTA darimanapun boleh mengikuti pendidikan. Pada

    tahun 1959 SGPLB telah menghasilkan 326 orang guru. Sebagian dari mereka ada

    yang dikirim ke luar negeri untuk memperdalam ilmunya.9

    Meskipun demikian penyelenggaraan SLB dibina oleh pemerintah yang

    mula-mula oleh Seksi Pengajaran Luar Biasa merupakan bagian dari Balai

    Pendidikan Guru kemudian oleh Urusan Pendidikan Luar Biasa, bagian dari

    Jawatan Pengajaran, selanjutnya oleh Urusan Pendidikan Luar biasa, bagian dari

    Jawatan Pendidikan Umum. Sejak tahun 1960 penyiapan guru-guru SLB juga

    ditingkatkan dimana mereka dipersiapkan di perguruan tinggi dari Diploma III

    hingga Sarjana.10

    9 Soegarda Poerbakawatja. op cit. hal. 157 10 Suhadi HP, dkk. op cit. hal. 66 - 67

  • 50

    Pendidikan Guru Sekolah Kepandaian Putri

    Pendidikan wanita pada hakikatnya adalah pendidikan ibu bangsa. Sejak

    awal kemerdekaan ahli pendidikan berpendapat bahwa wanita perlu ditingkatkan

    pendidikannya. Peningkatan pendidikan bagi wanita akan menciptakan generasi

    yang terdidik dengan baik. Pendidikan wanita dapat diselenggarakan dalam

    sekolah-sekolah. Sekolah-sekolah ini dapat menerima peserta didik campuran

    (laki-laki dan wanita) maupun terpisah. Jenis sekolah terpisah ini ada yang

    bersifat umum dan kejuruan. Salah satu jenis kejuruan khusus wanita adalah

    pendidikan kepandaian putri. Pendidikan kepandaian putri ini berkaitan dengan

    tugas-tugas wanita dalam rumah tangga.

    Sekolah khusus wanita dan kerumahtanggaan telah ada sejak masa

    penjajahan Belanda. Sekolah Kejuruan Wanita (Meisjes Vakschool) yang berada

    di Wonosari dan Kulonprogo. Sekolah Rumah Tangga (Huishoudschool) juga

    dibuka di Lempuyangan. Pada perkembangan selanjutnya terdapat dalam sebuah

    sekolah yang disebut GOSVO. GOSVO merupakan singkatan dari Gouvernement

    Opleiding School voor Onderwijzeres. GOSVO yang berdiri pada zaman Belanda

    ini mengalami penyesuaian oleh pemerintah Indonesia pada masa awal

    kemerdekaan. Penyesuaian ini menyebabkan GOSVO diubah menjadi SGKP.

    Sebuah Sekolah Guru Tinggi Puteri didirikan pada bulan November tahun

    1942 di Jakarta. SGTP ini masih memakai sistem yang hampir sama dengen

    GOSVO. Sekolah ini mempunyai tiga bagian, yaitu Kerumahtanggaan, Bahasa,

    dan Ilmu Pasti. SGTP dipindahkan ke Yogyakarta pada masa awal kemerdekaan

    karena situasi Jakarta yang sudah tidak aman akibat kedatangan NICA. Sekolah

  • 51

    Guru Kepandaian Putri Negeri didirikan pada 1 Januari 1946, pindahan dari SGTP

    Jakarta.11

    Selama masa agresi militer Belanda, sekolah-sekolah termasuk SGKP

    ditutup sementara. Peserta didik dan guru meninggalkan sekolah karena alasan

    keamanan. Sumbangan guru-guru dan peserta didik SGKP selama masa

    penutupan sekolah adalah mengadakan pelajaran di rumah masing-masing dan

    membantu Palang Merah Indonesia (PMI). Penutupan SGKP pada masa Revolusi

    Fisik ini bersifat sementara karena keadaan yang tidak memungkinkan.

    Wanita sebagai ibu rumah tangga memegang peranan penting dalam

    kesejahteraan rumah tangga. Hal inilah yang mendorong Kementerian PP dan K

    mengeluarkan kebijakan membuka sekolah guru kejuruan rumah tangga yang

    khusus bagi wanita. Kebijakan pemerintah tersebut diwujudkan dalam pendirian

    Sekolah Guru Kepandaian Putri (SGKP). SGKP setingkat dengan sekolah

    menengah atas. SGKP diklasifikasikan dalam pendidikan menengah bagian

    kejuruan. Sekolah ini memberi pendidikan kepada wanita untuk bekerja,

    mendirikan usaha, maupun keahlian yang berkaitan dengan kerumahtanggaan.

    SGKP juga memberi pendidikan dalam berbagai keterampilan untuk calon guru

    Sekolah Kepandaian Putri (SKP).

    SGKP yang memiliki tujuan sebagai sekolah kejuruan dan keguruan

    sangat menarik untuk dikaji lebih lanjut. Sekolah ini memberikan pendidikan

    untuk menjadi guru dan membuka usaha sendiri. Pendidikan dalam kepandaian

    putri juga sangat mendukung pengetahuan wanita dalam aspek rumah tangga.

    11 HM. Nasruddin Anshoriy dan GKR Pembayun. Pendidikan Berwawasan Kebangsaan: Kesadaran Ilmiah Berbasis Multikulturalisme. Yogyakarta: LkiS. 2008. hal. 59

  • 52

    Pendidikan kejuruan atau kepandaian putri memiliki berbagai macam materi.

    Kejuruan tersebut misalnya memasak, menjahit, memimpin rumah tangga,

    mengasuh anak-anak, dan kerajinan. Selain itu terdapat keterampilan untuk

    membuka atau membantu dalam industri. Industri yang dimaksud adalah batik,

    anyaman, dan kerajinan. Pengajar-pengajar untuk pendidikan itu disiapkan di

    SGKP. SGKP menerima siswa dari lulusan SMP dan SKP empat tahun.

    Pendidikan SGKP ialah empat tahun.

    Jumlah SGKP di Indonesia pada masa awal kemerdekaan tidak banyak.

    Pada tahun 1950 terdapat empat buah SGKP. Jumlah SGKP Negeri di seluruh

    Indonesia hingga tahun pelajaran 1954/1955 hanya enam sekolah, sementara

    SGKP swasta berjumlah empat sekolah. Keseluruhan jumlah SGKP di Indonesia

    hingga tahun 1955 hanya ada 10 sekolah. SGKP negeri hanya terdapat di kota

    Jakarta, Bandung, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya, dan Makassar. Sampai

    dengan tahun 1960 jumlah SGKP hanya 13 buah.12

    Bagi calon peserta didik, ada syarat untuk bisa bersekolah di SGKP.

    Syarat tersebut adalah :

    Warga Negara Indonesia

    Berjenis kelamin wanita

    Berijazah SMP Negeri atau SKP Negeri

    Belum mencapai umur 20 tahun

    Berbadan sehat yang harus dinyatakan dengan surat.

    12 Soegarda Poerbakawatja. op cit. hal. 79 - 81

  • 53

    Syarat nilai bagi pendaftar adalah Tamatan SMP dengan nilai 6 untuk mata

    pelajaran Bahasa Indonesia dan Pengetahuan Umum. Pendaftar tamatan SKP,

    pendaftar harus mendapat nilai tujuh untuk Bahasa Indonesia dan Pengetahuan

    Umum.

    Sampai dengan masa awal Indonesia merdeka, kurikulum SGKP dan

    sekolah kepandaian putri lainnya masih berorientasi pada sistem pendidikan

    Belanda. Kurikulum SGKP mengalami perubahan pada tahun pelajaran

    1949/1950. Masa belajar di SGKP dipersingkat menjadi tiga tahun. Tahun 1950,

    waktu belajar siswa SGKP yang tiga tahun itu dipandang kurang dalam

    memberikan bahan pelajaran di sekolah guru. Masa belajar tiga tahun kembali

    berubah menjadi empat tahun atas pertimbangan tersebut. Kurikulum seperti ini

    digunakan sampai dengan periode penutupan SGKP di tahun 1964.

    Pelajaran pada Kelas I bertujuan untuk persiapan ke kelas berikutnya.

    Pembagian jurusan untuk peserta didik di SGKP Negeri dilaksanakan pada tahun

    kedua. Pembagian jurusan SGKP terdiri dari bagian A dan bagian B. Peserta didik

    kelas III akan melaksanakan ujian praktek. Tahun keempat atau kelas IV

    merupakan bagian pendidikan praktek mengajar di sekolah dan bekerja. Siswa

    SGKP Negeri Yogyakarta kelas IV juga melaksanakan ujian akhir. Mata pelajaran

    bagian rumah tangga terdiri dari 10 mata pelajaran. Kelompok mata pelajaran

    yang berkaitan dengan makanan adalah Memasak, Pengetahuan Resep, Ilmu Gizi,

    Pegetahuan Barang Makanan Dapur. Selain itu terdapat mata pelajaran Ilmu

    Mengajar Memasak. Terdapat lima mata pelajaran yang berkaitan dengan rumah

    tangga selain bidang memasak. Pelajaran-pelajaran tersebut adalah Pemeliharaan

  • 54

    Rumah Tangga, Pengetahuan Alat-Alat Rumah Tangga, Mencuci/Menyeterika,

    dan Pengetahuan Alat-alat mencuci Barang Tekstil, dan Ilmu Mengajar Rumah

    Tangga Mencuci. Mata pelajaran bagian menjahit dan kerajinan tangan terdiri dari

    9 mata pelajaran. Mata pelajaran tersebut adalah Menjahit Pakaian Luar, Menjahit

    Pakaian Dalam, Menghitung Merancang, Bahan/Harga, Menerika, Menggambar

    Pola, Menghias/Teknik Membuat Kain, Menisip/Menampal, Pengetahuan Barang

    Tekstil, Sejarah Pakaian, Ilmu Mengajar Menjahit serta Membatik/Menenun.

    Mata pelajaran umum di SGKP terdiri dari 13 mata pelajaran.mata

    pelajaran tersebut adalah Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Ilmu Pendidikan Ilmu

    Jiwa, Ilmu Kesehatan, Membimbing Mendidik Anak-anak, Administrasi,

    Menggambar/Menggambar di papan tulis, Ilmu Kimia/Ilmu Alam, Ilmu

    Kemasyarakatan, Sejarah Kebudayaan, Mengajar di sekolah Latihan/pekerjaan di

    luar sekolah, Gerak Badan, dan Agama.

    D. Perguruan Tinggi Pendidikan Guru sampai Intitut Keguruan Ilmu

    Pendidikan

    Usaha-usaha untuk meningkatkan mutu dan jumlah guru terus dilakukan

    melalui pendirian Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) oleh pemerintah

    melalui Keputusan Menteri P dan K No. 382/Kab tahun 1954. Pada bulan

    Oktober 1954 Menteri P.P. dan K Prof. Mr. Moh. Yamin - meresmikan berdirinya

    lembaga pendidikan guru pada tingkat perguruan tinggi di 3 (tiga) tempat: Malang,

    Bandung, dan Batu Sangkar, Sumatera Barat. Lembaga ini diberi nama Perguruan

    Tinggi Pendidikan Guru, juga dikenal dengan nama singkatannya PTPG.

  • 55

    Dalam pidato peresmian PTPG Bandung pada 20 Oktober 1954, dikatakan oleh

    Menteri Moh. Yamin, tujuan pendirian PTPG ialah ”melengkapi sekolah

    menengah dengan tenaga akademisi yang berhubungan langsung dengan

    memperbanyak dan mempertinggi mutu sekolah lanjutan.“Dikatakannya pula,

    pendidikan guru tingkat universiter sangat mendesak, karena mutu pandidikan di

    universitas yang pada waktu itu dirasakan cukup tinggi, tidak akan dapat

    dipertahankan, apabila mutu sekolah menengah atas tidak ditingkatkan dengan

    segera. Pada tahun 1954 itu sudah dirasakan kehadiran mahasiswa-mahasiswa

    yang nampak mengalami kesukaran dalam mengikuti perkuliahan di perguruan

    tinggi.

    Perguruan Tinggi Pendidikan Guru yang konsepnya disiapkan oleh Djawatan

    Pengadjaran untuk menghasilkan tenaga-tenaga guru berwenang penuh untuk

    sekolah-sekolah lanjutan dari berbagai jenis, disamping Perguruan Tinggi itu akan

    membuka jalan guna menempatkan “pendidik” pada tempatnya yang terhormat di

    lingkungan masyarakat. Lembaga pendidikan guru ini akan menghasilkan sarjana-

    sarjana yang bersama-sama dengan sarjana-sarjana lain menduduki tempat dalam

    masyarakat yang sama, dimana mereka diharapkan dapat menggalang kepentingan

    nasional.

    Lama pendidikan PTPG ialah 4 tahun dengan terbagi kepada dua tingkatan.

    Dua tahun pertama adalah pendidikan Bakaloreat dan dua tahun terakhir disebut

    sebagai pendidikan doktoral. Lulusan Bakaloreat ini akan menjadi guru sekolah

  • 56

    menengah tingkat pertama. Sedangkan yang mencapai pendidikan doktoral,

    lulusannya akan menjadi guru Sekolah Menengah Atas.13

    Mahasiswa PTPG adalah lulusan-lulusan SMA atau SGA yang belajar secara

    penuh waktu. Pada umumnya mereka mempunyai sumber keuangan mereka

    sendiri, jadi bebas dari keharusan mencari nafkah. Mereka yang sebelumnya

    pernah menjadi anggota Tentara Pelajar (TP),atau Tentara Republik Indonesia

    Pelajar (TRIP) mendapat tunjangan demobilisasi pelajar yang memungkinkan

    mereka belajar secara penuh waktu. Juga terdapat cukup banyak mahasiswa yang

    sebelum masuk PTPG adalah mahasiswa-mahasiswa yang mengikuti usaha

    Pengerahan Tenaga Mahasiswa sebagai tenaga pengajar di daerah terpencil di

    Indonesia. Mereka ini masuk PTPG sebagai guru sekolah yang diberi tugas belajar

    secara penuh. Jadi berbeda dari peserta Kursus-Kursus B-I dan B-II, mereka lebih

    beruntung, karena mereka dapat memusatkan seluruh energi mereka pada usaha

    menguasai bidang studi yang mereka pilih.14

    PTPG terdiri dari berbagai jurusan, sama halnya dengan Kursus-Kursus B-I

    dan B-II. Tetapi karena waktu belajar besifat penuh, maka mereka mendapatkan

    perkuliahan yang lebih luas dan lebih intensif daripada para peserta Kursus-Kursus

    B-I dan B-II. Berdirinya PTPG ini sampai batas tertentu telah menimbulkan rasa

    cemburu di sementara kalangan peserta dan tamatan Kursus - Kursus B-I dan B-II.

    Tamatan PTPG dibenarkan untuk menggunakan gelar kesarjanaan (Sarjana Muda

    dan Dotorandus), sedangkan tamatan Kursus B-I dan B-II tidak berhak

    13 Keputusan Menteri P. P. dan K No. 38742/Kab tanggal 1 September 1954 tentang

    Perguruan Tinggi Pendidikan Guru 14 Muchtar Buchori. op cit. hal. 104- 107

  • 57

    menyandang gelar yang mentereng ini. Pada hal mereka merasa, kemampuan

    akademik mereka tidak lebih rendah, dan di samping itu mereka merasa memiliki

    satu kelebihan, yaitu pengalaman mengajar. Dualisma pendidikan. guru sekolah

    menengah seperti ini dirasakan tidak sehat, dan pada tahun 1961 diputuskan,

    pendidikan Kursus-Kursus B-I dan B-II diintegrasikan ke dalam pendidikan FKIP.

    Mulai tahun 1955 PTPG Bandung dan Malang mendapat bantuan yang sangat

    besar dari The Ford Foundation, Dengan bantuan ini sejumlah tenaga pengajar dan

    calon pengajar PTPG dikirimkan ke Amerika Serikat untuk mendapatkan

    pendidikan lanjutan di tingkat graduate school dalam jurusan mereka masing-

    masing. Bentuk bantuan lainnya ialah kehadiran tenaga-tenaga pengajar dari

    Amerika Serikat di PTPG Malang dan Bandung. Di samping itu, kedua PTPG ini

    juga mendapatkan perpustakaan yang sangat memadai, bahkan kadang-kadang

    terlampau berlebihan. Berkat bantuan yang besar ini, maka kedua PTPG di Malang

    dan Bandung tadi mengalami pertumbuhan yang sangat pesat.15

    PTPG ini pada tahun 1961 diubah statusnya, dari sebuah perguruan tinggi yang

    berdiri sendiri, menjadi bagian dari universitas yang terdekat. Kerja sama antara

    Departemen Pendidikan Dasar dan Kebudayaan dan Departemen Perguruan Tinggi

    dan Ilmu Pengetahuan memasukkan pendidikan Guru dalam Universitas dengsn

    membentuk Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Dengan demikian hanya ada

    satu pendidikan guru untuk sekolah lanjutan yaitu FKIP. Dan untuk sekolah rakyat

    direncanakan hanya satu pendidikan guru yaitu SGA. Sekolah Guru B (SGB) akan

    15 Soegarda Poerbakawatja, op cit, hal. 168

  • 58

    dihapuskan secara perlahan hingga kebutuhan guru sekolah rakyat dapat dipenuhi

    secara normal.

    Pada tahun 1963, oleh Kementerian Pendidikan Dasar didirikan Institut

    Pendidikan Guru (IPG) untuk menghasilkan guru sekolah menengah; sementara

    berdasarkan Keputusan Menteri P dan K No. 6 dan 7, tanggal 8 Pebruari 1961

    Kursus B-I dan B-II diintegrasikan ke dalam FKIP (Fakultas Keguruan dan

    Ilmu Pendidikan) di bawah Kementerian Pendidikan Tinggi yang juga

    menghasilkan guru sekolah menengah. Dualisme ini dirasakan kurang efektif

    dan mengganggu manajemen pendidikan guru.

    Dalam perkembangannya, pada tahun 1963 FKIP ternyata mampu

    berkembang secara pesat. FKIP dipersatukan dengan lembaga pendidikan guru

    sekolah menengah saingannya, yaitu IPG (Institut Pendidikan Guru) menjadi

    institut yang berdiri sendiri lagi, yaitu Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan atau

    IKIP. Beberapa FKIP yang kecil menjadi cabang dari pada IKIP yang terdekat atau

    yang secara histori sudah lebih dahulu mempunyai hubungan kerjasama, misalnya

    FKIP di Jayapura yang mempunyai mempunyai hubungan kerjasama dengan IKIP

    Jakarta. Dalam bentuknya sebagai sebuah institut, IKIP ditata-ulang menjadi

    Fakultas-Fakultas, dan dalam setiap Fakultas terdapat beberapa Jurusan.16

    Beberapa IKIP yang muncul setelah tahun 1964 :

    IKIP Yogyakarta

    IKIP Yogyakarta berawal dari Fakultas Pedagogik (FP) Universitas Gajah

    Mada yang didirikan pada tanggal 19 September !955. pada waktu itu FP UGM

    16 Ibid

  • 59

    memiliki dua bagian, yaitu Bagian Pendidikan dan Bagian Pendidikan Jasmani.

    Pada tanggal 2 Februari 1962, Fakultas Pedagogik dipecah menjadi tiga fakultas,

    yaitu Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Fakultas Pendidikan Djasmani (FPD), dan

    Fakultas Keguruan dan ilmu Pendidikan (FKIP). Namun pada 1963 FPD

    dimasukan kedalam lingkungan Departemen Olahraga dan dijadikan Sekolah

    Tinggi Olahraga (STO).17

    Pada awal tahun 1960 tuntutan terhadap dunia pendidikan semakin tinggi

    sehingga permintaan tenaga pengajar juga tinggi. FKIP UGM begitu digemari

    sehingga jumlah mahasiswa pada tahun 1962 mencapai 1469 orang. Untuk

    mengatasi hal itu maka kemudian muncul Surat Keputusan Menteri Pendidikan

    dan Kebudayaan No. 92 th 1962 tentang didirikannya Institut Pendidikan Guru

    (IPG).

    Pada 3 Januari 1963 diterapkan penyatuan antara FKIP dan IPG menjadi IKIP.

    Begitu juga dengan FIP yang kemudian juga disatukan kedalam IKIP.

    Saat awal pertumbuhannya dibulan September 1965, IKIP Yogyakarta memiliki

    lima fakultas, yakni Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), Fakultas Keguruan Ilmu

    Eksata (FKIE), Fakultas Keguruan Sastra dan Seni (FKSS), Fakultas Keguruan

    Ilmu Sosial (FKIS), dan Fakultas Keguruan Teknik (FKT). IKIP Yogyakarta juga

    belum memiliki gedung sendiri. Kegiatan perkuliahan masih menumpang di

    gedung milik UGM, berbagai sekolah negeri (SD, SMP,dan SMA) di

    Yogyakarta, dan gedung gedung milik Kraton Kesultanan Yogyakarta.

    17 https://www.uny.ac.id/profil/sejarah-uny diakses 16 November 2017 pukul 00.26

    https://www.uny.ac.id/profil/sejarah-uny

  • 60

    IKIP Padang

    IKIP Padang bermula dari PTPG Batusangkar (1954 - 1956) yang mulai berdiri

    dengan enam jurusan, yaitu Jurusan Bahasa Indonesia, Jurusan Sejarah, Jurusan

    Bahasa Inggris, Jurusan Ekonomi, Jurusan Ilmu Pasti, dan Jurusan Biologi.

    18Tetapi, banyak mahasiswa angkatan pertama pindah ke PTPG Bandung dan ke

    PTPG Malang karena perkuliahan belum berjalan menurut semestinya. Akibatnya,

    sedikit sekali mahasiswa yang bertahan. Karena itu, jurusan yang semula

    berjumlah enam berkurang menjadi empat jurusan yang masih ada mahasiswanya,

    yakni Jurusan Bahasa Indonesia, Jurusan Sejarah, Jurusan Ekonomi. dan Jurusan

    Matematika. Namun, pada tahun 1955 dibuka lagi sebuah jurusan baru yaitu

    Jurusan Hukum yang kemudian tercatat sebagai jurusan yang pertama

    menghasilkan sarjana pendidikan pada tahun 1964.

    Pada tahun 1956 PTPG di seluruh Indonesia diintegrasikan ke universitas

    setempat. Walaupun pengintegrasian itu merupakan perubahan status, bagi PTPG

    Batusangkar yang diintegrasikan ke dalam Universitas Andalas Bukittinggi,

    kebijakan itu hampir tidak mempengaruhi program-program sebelumnya.

    Pergolakan daerah yang terjadi waktu itu menyebabkan sedikit kemacetan dalam

    pelaksanaan program perkuliahan selama satu tahun, yaitu selama tahun 1957

    sampai awal 1958.

    Setelah mengalami kemacetan hingga awal 1958, FKIP Unand diaktifkan

    kembali pada tanggal 10 Juni 1958 dan pada tanggal 1 September dalam tahun

    yang sama kedudukannya dipindahkan dari Batusangkar ke Padang. Barulah

    18 http://www.unp.ac.id/id/hal/sejarah diakses 16 November 2017 pukul 00.26

    http://www.unp.ac.id/id/hal/sejarah

  • 61

    sesudah tahun 1958 FKIP Unand berkembang lebih mantap. Pada tahun 1961,

    semua kursus B1 di seluruh Sumatra Barat diintegrasikan ke dalam FKIP, yaitu

    kursus‑kursus B1 Bahasa Inggris dan Kursus B1 Sejarah di Bukittinggi dan

    Kursus-kursus B1 Bahasa Indonesia, Ilmu Pasti, Perniagaan, dan Pendidikan

    Jasmani di Padang. Perkembangan seterusnya terjadi dengan dibukanya beberapa

    jurusan yang baru, yaitu Jurusan Pembimbing Pendidikan, Jurusan Ilmu Hayat,

    Jurusan Pendidikan Sosial, dan Jurusan Seni Rupa. Hampir semua jurusan baru

    mengembangkan program Sarjana Muda. Pada periode ini baru jurusan

    Civics/Hukum dan Jurusan Ekonomi/ Koperasi yang telah merintis

    pengembangan program Sarjana.

    Pada tahun 1964, FKIP Unand Padang terlepas dari Universitas Andalas dan

    menjadi IKIP Jakarta Cabang Padang. Dengan mengorganisasikan jurusan-jurusan

    yang ada, muncullah empat fakultas, yaitu Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP),

    Fakultas Keguruan Ilmu Eksakta (FKIE), Fakultas Keguruan Pengetahuan Sosial

    (FKPS), dan Fakultas Keguruan Sastra Seni (FKSS). Pada periode ini, Jurusan

    Pendidikan Jasmani FKIP yang pada mulanya adalah B1 Pendidikan Jasmani

    Padang berubah status menjadi Sekolah Tinggi Olah Raga (STO) Jakarta Cabang

    Padang, di bawah Departemen Olah Raga. Pada akhir tahun 1964 dibentuk sebuah

    fakultas baru, yaitu Fakultas Keguruan Teknik (FKT), dari lembaga berstatus

    swasta yang dibina oleh Yayasan Pembangunan dan Kesejahteraan IKIP Padang.

    Dengan demikian, IKIP Jakarta Cabang Padang mem-punyai lima fakultas

    sehingga memenuhi syarat untuk mendapatkan status sebagai IKIP yang berdiri

    sendiri.

  • 62

    IKIP Surabaya

    IKIP Surabaya yang dimulai sekitar tahun 1950. Berawal dari kursus B-I dan

    B-II bidang Ilmu Kimia dan Ilmu Pasti yang memanfaatkan sarana dan prasarana

    berupa ruang kelas dan laboratorium dari pendidikan Belanda, Hoogere Burger

    Schol (HBS). Kursus-kursus tersebut diselenggarakan di Surabaya untuk

    memenuhi kebutuhan tenaga guru setingkat SLTP dan SLTA. Kursus-kursus

    tersebut meliputi: (a) B-I dan B-II Kimia, (b) B-I dan BII Ilmu Pasti, (c) B-I

    Bahasa Inggris, (d) B-I Bahasa Jerman, (e) B-I Teknik, (f) B-I Pendidikan

    Jasmani, (g) B-I Ekonomi, (h) B-I Perniagaan, dan (i) B-I Ilmu Pesawat. Pada

    tahun 1957, kursus-kursus B-I dikelompokkan menjadi dua, yaitu (1) Kursus B-I

    Umum, yang meliputi Bahasa Inggris dan bahasa Jerman, dan (2) Kursus B-I

    Kejuruan, yang meliputi Kimia, Ilmu Pasti, Ekonomi, Perniagaan, Teknik,

    Pendidikan Jasmani, dan Ilmu Pesawat. Kursus-kursus tersebut berlangsung

    sampai tahun 1960.19

    Untuk menghilangkan dualisme kursus B-I dan B-II dengan lulusan yang tidak

    bergelar, dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) yang menghasilkan

    lulusan bergelar, dengan Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 kedua kursus

    tersebut diintegrasikan ke dalam Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP)

    yang mencetak guru sekolah lanjutan. Selanjutnya lembaga tersebut, berdasarkan

    SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 6/1961 tertanggal 7 Februari

    1961, diintegrasikan menjadi salah satu fakultas dalam FKIP Universitas

    19 https://www.unesa.ac.id/page/tentang-unesa/sejarah diakses 16 November 2017 pukul 00.26

    https://www.unesa.ac.id/page/tentang-unesa/sejarah

  • 63

    Airlangga Cabang Malang dan bernama FKIP Universitas Airlangga Cabang

    Surabaya.

    Pada tahun 1962 dengan berdirinya Akademi Pendidikan Guru (APG), yang

    kemudian menjadi Institut Pendidikan Guru (IPG), dualisme muncul kembali.

    Untuk menghilangkan dualisme tersebut, berdasarkan Surat Keputusan Presiden

    nomor 1/1963 tertanggal 3 Januari 1963 dilakukan integrasi IPG dengan FKIP

    menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP). Dengan integrasi ini FKIP

    Universitas Airlangga di Malang, pada tanggal 20 Mei 1964, statusnya diubah

    menjadi IKIP Malang Pusat dan FKIP Universitas Airlangga Cabang Surabaya

    berubah menjadi IKIP Malang Cabang Surabaya. Keadaan semacam itu

    berlangsung sampai tanggal 19 Desember 1964.

    Berdasarkan SK Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu Pengetahuan nomor

    182/1964 tertanggal 19 Desember 1964, secara resmi IKIP Surabaya berdiri

    sendiri dengan pimpinan suatu presidium Tanggal tersebut ditetapkan sebagai

    tanggal kelahiran IKIP Surabaya yang setiap tahun diperingati sebagai dies natalis

    IKIP Surabaya. Pada tahun 1964, IKIP Surabaya mempunyai lima fakultas, yaitu

    (1) Fakultas Ilmu Pendidikan (FIP), (2) Fakultas Keguruan Ilmu Sosial (FKIS),

    Fakultas Keguruan Sastra Seni (FKSS), (4) Fakultas Keguruan Ilmu Eksakta

    (FKIE), dan (5) Fakultas Keguruan Ilmu Teknik (FKIT).

    IKIP Bandung

    IKIP bandung bermula dengan berdirinya PTPG di Bandung sesuai dengan

    Keputusan Menteri Pendidikan Pengajaran dan Kebudayaan Republik

  • 64

    Indonesia (Nomor 35742 tanggal 1 September 1954 tentang pendirian

    PTPG/Perguruan Tinggi Pendidikan Guru).20 Sejalan dengan Surat Keputusan

    Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan No. 40718/S pada waktu itu,

    yang menyatakan bahwa PTPG dapat berdiri sendiri menjadi perguruan tinggi

    atau perguruan tinggi dalam universitas, maka seiring dengan

    berdirinya Universitas Padjadjaran (UNPAD), pada tanggal 25 November 1958

    PTPG diintegrasikan menjadi fakultas utama Universitas Padjadjaran dengan

    nama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP).

    Untuk memantapkan sistem pengadaan tenaga guru dan tenaga kependidikan,

    berbagai kursus yang ada pada waktu itu, yaitu pendidikan guru B I dan B II,

    diintegrasikan ke dalam FKIP melalui Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan

    Kebudayaan Nomor 6 Tahun 1961. Selanjutnya FKIP berkembang menjadi FKIP

    A dan FKIP B. Pada saat yang sama, berdiri pula Institut Pendidikan Guru (IPG),

    yang mengakibatkan adanya dualisme dalam lembaga pendidikan guru. Untuk

    menghilangkan dualisme tersebut, pada tanggal 1 Mei 1963 dikeluarkan

    Keputusan Presiden Nomor 1 tahun 1963, yang melebur FKIP dan IPG menjadi

    Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) sebagai satu satunya lembaga

    pendidikan guru tingkat universitas. FKIP A/FKIP B dan IPG yang ada di

    Bandung akhirnya menjadi Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Bandung

    (IKIP Bandung).

    20 http://www.upi.edu/tentang/sejarah diakses 16 November 2017 pukul 00.26

    http://www.upi.edu/tentang/sejarah

  • 65

    IKIP Bandung saat itu telah memiliki lima fakultas, yaitu Fakultas Ilmu

    Pendidikan, Fakultas Keguruan Ilmu Sosial, Fakultas Keguruan Sastra dan Seni,

    Fakultas Keguruan Ilmu Eksakta, dan Fakultas Keguruan Ilmu Teknik. Peranan

    IKIP Bandung di tingkat nasional semakin menonjol, setelah pemerintah

    menetapkan bahwa IKIP Bandung menjadi IKIP Pembina yang diserahi tugas

    membina beberapa IKIP di luar Pulau Jawa, yaitu IKIP Bandung Cabang

    Banda Aceh, Palembang, Palangkaraya, dan Banjarmasin.

    IKIP Malang

    IKIP Malang berasal dari Perguruan Tinggi Pendidikan Guru (PTPG) yang

    diresmikan oleh Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, Prof. Mr.

    Muhammad Yamin pada tanggal 18 Oktober 1954 berdasarkan surat keputusan

    nomor 38742/Kab tanggal 1 September 1954. Bersamaan itu pula ditugaskan Prof.

    Sutan Adam Bachtiar sebagai Rektor PTPG Malang yang pertama.21

    Pada awal berdirinya, PTPG Malang mempunyai 5 jurusan, 127 mahasiswa,

    dan 37 dosen. Jurusan perintis ini meliputi jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

    (20 mahasiswa), Bahasa dan Sastra Inggris (25 mahasiswa), Sejarah dan Budaya

    (19 mahasiswa), Ilmu Ekonomi (35 mahasiswa), dan Pasti Alam (28 mahasiswa).

    Perkuliahan diselenggarakan di gedung SMA Alun-alun Bunder. Setahun

    kemudian, tepatnya sejak tanggal 20 Juni 1955, PTPG memiliki gedung sendiri

    yang semula adalah "Hotel Splendid" di Jl. Tumapel 1, Malang.

    21 http://www.um.ac.id/page/sejarah diakses tanggal 28 Nopember 2017 pukul 20.00

  • 66

    Pada tanggal 10 Nopember 1954, didirikan suatu universitas baru di Jatim yaitu

    Universitas Airlangga (Unair) di Surabaya. Pendirian Unair mempunyai dampak

    pada status PTPG. Mulai saat itu, PTPG di Malang menjadi salah satu fakultas

    dari empat fakultas yang ada. Sebagai konsekuensinya, berdasarkan Peraturan

    Pemerintah No. 71 Tahun 1958 PTPG secara formal berubah status dan namanya

    menjadi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Airlangga.

    Dengan demikian, sejarah dan kegiatan PTPG Malang berada di bawah nama

    Unair.

    Pada tahun 1958, atas jasa bapak Sarjono mantan Walikota Malang, lembaga

    ini mendapatkan sebidang tanah, yang kemudian dibangun kompleks kampus

    yang berada di Jl. Semarang 5. Pembangunan kampus baru ini didorong oleh

    pertumbuhan FKIP Unair yang pesat. Gedung kuliah "Splendid Building" di Jl.

    Tumapel 1 tidak mampu lagi menampung seluruh kegiatannya.

    Pada masa awalnya lembaga ini sangat memerlukan bantuan dari pihak luar

    untuk melengkapi sarana dan prasarananya. Sumbangan yang patut dicatat pada

    masa itu antara lain dari Ford Foundation yang berupa beasiswa pengiriman

    dosen ke luar negeri, beberapa fasilitas laboratorium, dan buku perpustakaan, serta

    dari pemerintah Jepang melalui Colombo Plan. Kemudian juga bantuan Sie Twam

    Tjing (Samsi), pemilik pabrik rokok Bentoel Malang, yang memberikan bantuan

    kafetaria modern pada waktu itu.

    Dalam Ketetapan MPRS No. 11/MPRS/1960 ditegaskan bahwa FKIP

    merupakan satu-satunya lembaga pendidikan guru untuk sekolah lanjutan. Guna

  • 67

    melaksanakan Ketetapan itu, tanggal 7 Pebruari 1961 dan berdasar S.K. Menteri

    PP dan K RI No. 6 Tahun 1961, kursus-kursus B-I dan B-II diintegrasikan

    kedalam FKIP yang ada dalam lingkungan Departemen Perguruan Tinggi dan

    Ilmu Pendidikan (PTIP). Berkaitan dengan itu di Jawa Timur terdapat FKIP

    Universitas Airlangga di Malang dan FIP Universitas Brawijaya di Jember. Seri

    No. 92 Tahun 1962 Departemen Pendidikan Dasar dan Kebudayaan (PDK)

    mendirikan Institut Pendidikan Guru (IPG), yang di Jawa Timur berkedudukan di

    Madiun. Dengan demikian sejak tahun 1962 terdapat dualisme dalam pendidikan

    guru sekolah menengah.

    Pada tahun 1963 dikeluarkan suatu kebijakan untuk menyatukan beberapa

    FKIP dan Institut Pendidikan Guru (IPG) di Madiun menjadi Institut Keguruan

    dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Malang. Keputusan ini bertujuan untuk mengakhiri

    kerancuan yang terjadi dalam penyiapan tenaga kependidikan saat itu. Kebijakan

    ini sekaligus memberikan ketegasan dan wewenang dalam penyiapan dan

    pengelolaan tenaga kependidikan. Dengan kebijakan ini maka penyiapan tenaga

    kependidikan ditangani oleh satu lembaga dan di bawah satu kementerian saja.

    Dengan demikian, diharapkan sumberdaya dan dana yang tersedia bisa lebih

    dimanfaatkan seoptimal mungkin.

    Pada tanggal 3 Januari 1963, Presiden mengeluarkan Surat Keputusan Nomor 1

    Tahun 1963 yang berisi penyatuan FKIP dan IPG menjadi IKIP. Kemudian

    tanggal 4 Mei 1964 keluar Keputusan Bersama antara Menteri PTIP dan Menteri

    PDK No. 34 dan 32 Tahun 1964 tentang cara mempersatukan FKIP dan IPG

    menjadi IKIP. Kemudian ditetapkan FKIP di Malang/ Yogyakarta disatukan

  • 68

    dengan IPG di Madiun/Yogyakarta menjadi IKIP di Malang/Yogyakarta.

    Bersamaan dengan itu keluar Keputusan Menteri Perguruan Tinggi dan Ilmu

    Pengetahuan No. 35 Tahun 1964 yang menetapkan bahwa IKIP Malang memiliki

    cabang-cabang sebagai berikut: (a) di Surabaya (berasal dari cabang FKIP

    Universitas Airlangga), (b) di Madiun (berasal dari Cabang FKIP Universitas

    Airlangga), (c) di Singaraja (dari FKIP Universitas Udayana), (d) di

    Kupang/Endeh (dari FKIP Universitas Nusa Cendana). Berdasar Surat Keputusan

    Menteri PTIP No. 36 Tahun 1964, FIP Jember dipisahkan dari Universitas

    Brawijaya dan menjadi cabang dari IKIP Malang. Dengan demikian dualisme di

    bidang Pendidikan Tinggi berakhir.

    Pada hari Selasa, 20 Mei 1964 bertempat di gedung SKMA Negeri Malang

    dilangsungkan upacara peresmian IKIP Malang yang berarti pula terlepas dari

    Universitas Airlangga. Perubahan status yang mendasar ini memberikan

    konsekuensi pembentukan fakultas-fakultas yang ada di dalamnya. Dari hasil

    reorganisasi, IKIP MALANG memiliki empat fakultas yang meliputi: Fakultas

    Ilmu Pendidikan (FIP), Fakultas Keguruan Sastra dan Seni (FKSS), Fakultas

    keguruan Ilmu Sosial (FKIS), dan Fakultas Keguruan Ilmu Eksakta (FKIE), yang

    lahir bersama.