NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL RANTAU...
Transcript of NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM DALAM NOVEL RANTAU...
i
ii
NILAI-NILAI PENDIDIKAN ISLAM
DALAM NOVEL RANTAU 1 MUARA KARYA
AHMAD FUADI
SKRIPSI
Diajukan Guna Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S. Pd. I)
Diajukan Oleh:
MUHAMMAD FADHOLI
11110131
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
SALATIGA
2015
iii
iv
v
vi
MOTTO
(Siapa Yang Berjalan di jalan-Nya Akan Sampai di
Tujuan)
Selalu optimis
PERSEMBAHAN
Dengan ketulusan hati dan segenap rasa syukur, skripsi ini saya
persembahkan kepada:
1. ibunda ( Siti Murtofiah ) dan Ayahanda ( Ahmad Adib ) tercinta yang telah
mendidik dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan kasih
sayang serta tidak henti-hentinya mendo‟akan penulis dalam menyelesaikan
studi dan skripsi ini.
2. Saudara-saudaraku ( Muhammad Haris dan M.Lilik Setiawan ) dan calon
belahan jiwaku ( Maftukhatul Munawaroh ) yang telah mendo‟akan penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini dan selalu mendukung penulis dalam segala
hal.
3. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman MAPALA MITAPASA terima
kasih atas dukungan, do‟a motivasi, perhatian dan kasih sayang yang telah
ikut mewarnai perjalanan proses penulisan skripsi ini.
4. Ibu Dra. Siti Asdiqoh,M.Si. yang telah sabar dalam mengarahkan dan
memberikan masukan-masukan dalam menyusun skripsi ini.
5. Seluruh Mahasiswa STAIN Salatiga terutama PAI kelas D angkatan 2010
yang telah memberikan banyak kenangan terindah.
vii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah yang telah melimpahkan
rahmat, taufik, dan hidayah-Nya dalam penyusunan skripsi berjudul Nilai-nilai
Pendidikan Islam dalam Novel Rantau 1 Muara Karya Ahmad Fuadi. Shalawat
dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhamad yang telah
menerangi dunia dengan kesempurnaan agama Islam.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I.) pada Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Penelitian ini merupakan jenis Penelitian kualitatif untuk mengetahui nilai-nilai
pendidikan Islam yang dapat diambil sebagai pelajaran dari Novel Rantau 1
Muara karya Ahmad Fuadi. Keberhasilan penyusunan skripsi ini tidak terlepas
dari bantuan dan dukungan semua pihak yang terkait. Pada kesempatan ini,
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Rahmat Hariadi, M.Pd. selaku Rektor Institut Agama Islam
Negeri (IAIN) Salatiga,
2. Ibu Siti Rukhayati, M.Ag. selaku ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga.
3. Dosen Pembimbing Ibu Dra. Siti Asdiqoh,M.Si. atas bimbingan, arahan, dan
motivasi yang diberikan.
4. Bang Fuadi yang telah menginspirasiku baik dalam perkataan maupun dalam
perbuatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
viii
5. Saudaraku tersayang M.Haris dan M.Lilik Setiawan serta Maftukhatul
Munawaroh yang telah memberikan bantuan dan motivasi dari awal hingga
akhir penulisan skripsi ini.
6. Keluarga besar PAI D 2010 seperjuangan.
7. Semua pihak yang ikut serta memberikan motivasi dan dorongan dalam
penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan,
sehingga kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
semoga skripsi ini bermanfaat bagi para Pembaca dan dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Salatiga, 20 Agustus 2015
Muhammad Fadholi
ix
ABSTRAK
Fadholi, Muhammad. 2015. 11110131. Nilai-nilai Pendidikan Islam
dalam Novel Rantau 1 Muara Karya Ahmad Fuadi.
Skripsi. Jurusan Tarbiyah. Program Studi Pendidikan
Agama Islam Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Pembimbing: Dra. Siti Asdiqoh, M.Si.
Kata Kunci: Nilai-nilai Pendidikan Islam, novel Rantau 1 Muara
Pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang
agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam. Nilai-nilai
pendidikan Islam adalah harga pendidikan menurut ajaran Islam yang
berasal dari perintah Allah SWT yang telah diajarkan kepada seluruh umat
manusia melalui wahyu-Nya dan utusan-Nya (Nabi dan Rosul-Nya). Beralih
ke sastra bahwa salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Novel adalah
karya fiksi yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya.
Demikian, penelitian ini bertujuan untuk meneliti secara mendalam
nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam sebuah novel inspiratif
karya Ahmad Fuadi, Rantau 1 Muara. Penelitian ini menggunakan studi
kepustakaan dengan menerapkan pendekatan deskriptif analisis (descriptive
of analyze research). Metode yang digunakan penulis untuk mengumpulkan
berbagai sumber data dalam penelitian kali ini adalah metode dokumentasi
(documentation research methode). Dalam penelitian ini, penulis mencoba
mengkaji dan melakukan analisis kepustakaan mengenai Novel Rantau 1
Muara karya Ahmad Fuadi. Data primer dalam penelitian adalah Novel
Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi tahun 2013. Sedangkan untuk sumber
data sekunder, penulis mengambil dari kumpulan berbagai artikel, jurnal,
diskusi-diskusi book review dan karya tulis lain yang berkaitan dengan
penelitian ini demi memperkaya khazanah intelektual dalam kajian dan
analisis. Pada akhirnya, dalam proses analisis data, penulis menggunakan
metode deskriptif analisis yang terdiri dari tiga kegiatan, diantaranya adalah
reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi.
Dari penelitian yang dilakukan, ada 2 (dua) garis besar kesimpulan
yaitu: (1) Novel Rantau 1 Muara sarat dengan nilai-nilai pendidikan Islam.
Nilai-nilai pendidikan Islam yang dapat ditemukan di dalam novel Rantau 1
Muara terbagi dalam 3 (tiga) kelompok besar, yaitu: nilai pendidikan
aqidah, nilai pendidikan ibadah, dan nilai pendidikan akhlak. (2) Karakater
utama dalam novel Rantau 1 Muara, Alif Fikri, sangat memegang teguh
nilai-nilai pendidikan Islam
x
DAFTAR ISI
HALAMAN BERLOGO ......................................................................... i
HALAMAN JUDUL ................................................................................ ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................ iii
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN ................................................ v
MOTTO .................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN .................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ............................................................................. viii
ABSTRAK ............................................................................................... ix
DAFTAR ISI ............................................................................................ x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian ............................................................................... 6
D. KegunaanPenelitian ........................................................................... 7
E. Metode Penelitian .............................................................................. 7
1. Jenis Penelitian............................................................................. 7
2. Metode Pengumpulan Data........................................................... 8
3. Teknik Analisis Data...................................................................... 8
F. Penegasan Istilah ............................................................................... 9
1. Nilai Pendidikan Islam .................................................................. 9
2. Novel Rantau 1 Muara .................................................................. 10
G. Sistematika Penulisan Skripsi ............................................................ 10
BAB II BIOGRAFI NASKAH
A. Biografi Naskah ................................................................................. 12
1. Pengertian Novel ........................................................................... 12
2. Unsur-unsur Novel ........................................................................ 14
xi
a. .......................................................................................... Unsur
Instrinsik ................................................................................... 14
b. .......................................................................................... Unsur
Ekstrinsik .................................................................................. 22
3. Jenis-jenis Novel ........................................................................... 25
4. Ciri-ciri Novel ............................................................................... 26
B. Nilai Pendidikan Islam ....................................................................... 26
1. Pengertian Nilai ............................................................................. 26
2. Pengertian Pendidikan Islam ......................................................... 27
3. Landasan Nilai Pendidikan Islam .................................................. 29
4. Tujuan Nilai Pendidikan Islam ...................................................... 34
5. Jenis Nilai-nilai Pendidikan Islam ................................................. 36
C. Biografi Penulis................................................................................... 41
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN
A. Deskripsi Novel Rantau 1 Muara ....................................................... 43
1. Unsur Ekstrinsik Novel Rantau 1 Muara ..................................... 43
2. Unsur Intrinsik Novel Rantau 1 Muara ......................................... 43
3. Sinopsis Novel Rantau 1 Muara .................................................... 65
4. Keunggulan Novel Rantau 1 Muara .............................................. 69
B. Deskripsi Penelitian ........................................................................... 70
1. Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Novel Rantau 1 Muara ......... 70
2. Karakteristik Tokoh Utama dalam Novel Rantau 1 Muara ........... 78
BAB IV PEMBAHASAN
A. Nilai Pendidikan Aqidah .................................................................... 79
1. Iman kepada Qada dan Qadar ...................................................... 79
2. Meyakini Sifat Allah ..................................................................... 80
3. Iman kepada Kiamat Kecil (Kematian) ......................................... 80
4. Iman kepada Alam Ghaib .............................................................. 81
5. Berpegang Teguh kepada Tali Allah ............................................. 81
B. Nilai Pendidikan Ibadah ..................................................................... 81
1. Nilai-nilai Ibadah Vertikal ............................................................ 82
xii
2. Nilai-nilai Ibadah Horizontal ........................................................ 84
C. Nilai Pendidikan Akhlak .................................................................... 85
1. .............................................................................................. Nilai-nilai
Akhlak Mahmudah dalam Novel Rantau 1 Muara ........................ 85
2. .............................................................................................. Nilai-nilai
Akhlak Madzmumah dalam Novel Rantau 1 Muara ..................... 91
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................................ 95
B. Saran .................................................................................................. 96
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Membahas pendidikan tidaklah habis meskipun harus menumpahkan
tinta seluas samudra ke atas kertas seluas langit raya. Karena sejatinya
pendidikan itu akan terus berkembang dan memunculkan diskusi-diskusi
yang berkelanjutan sampai akhir zaman. Namun demikian kiranya penulis
ingin mengutip beberapa definisi pendidikan yang diuraikan oleh beberapa
ahli pendidikan guna mendapat secercah pemahaman tentang makna
pendidikan.
Istilah pendidikan berasal dari bahasa Yunani, yaitu “paedagogie”
yang berarti bimbingan yang diberikan kepada anak. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (Poerwadarminta, 1991: 263) pendidikan adalah “proses
pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan; proses,
cara, perbuatan mendidik.”
Menurut Poerwadarminta (Kamus besar bahasa indonesia, 1991: 916),
pendidikan dari segi bahasa dapat diartikan sebagai perbuatan (hal, cara dan
sebagainya) mendidik; dan berarti pula pengetahuan tentang mendidik, atau
pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya) badan, batin dan sebagainya.
Pada hakekatnya, pendidikan adalah kegiatan formal yang melibatkan guru,
murid, kurikulum, evaluasi, administrasi yang secara simultan memproses
2
peserta didik menjadi bertambah pengetahuan, skill dan nilai kepribadiannya
dalam suatu keteraturan kalender akademik (Jumali, dkk, 2004: 19).
Lebih lanjut pendidikan merupakan usaha seorang pendidik guna
mempersiapkan anak didik agar menjadi pribadi yang mandiri dan bermanfaat
bagi masyarakat. Proses pendidikan dapat berlangsung dalam keluarga,
sekolah dan masyarakat (Zakiah Daradjat, 1995: 35). Sedangkan menurut
Prof. Dr. Azzumardi Azra, MA (dalam Abuddin Nata, 2003: 12) pendidikan
adalah:
“Suatu proses dimana suatu bangsa atau Negara membina dan
mengembangkan kesadaran diri di antara individu-individu. Dengan
kesadaran tersebut suatu bangsa atau negara dapat mewariskan
kekayaan budaya atau pemikiran kepada generasi berikutnya,
sehingga menjadi inspirasi bagi mereka dalam setiap aspek
kehidupan.”
Pengertian para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan
dapat diartikan secara sempit dan dapat pula diartikan secara luas. Secara
sempit dapat diartikan “bimbingan yang diberikan kepada anak-anak sampai
dewasa” (Marribah, 1981: 30).
Adapun pengertian pendidikan secara luas adalah:
“Segala sesuatu yang menyangkut proses perkembangan dan
pengembangan manusia, yaitu upaya menanamkan dan
mengembangkan nilai-nilai bagi anak didik sehingga nilai-nilai yang
terkandung dalam pendidikan menjadi bagian dari kepribadian anak
yang pada gilirannya ia menjadi orang pandai, baik, mampu hidup
dan berguna bagi masyarakat” (Al-Attas, 1984: 60).
Sedangkan kaitannya dengan Islam, maka ada tiga istilah umum yang
sering digunakan dalam pendidikan Islam, yaitu: at-Tarbiyyah (pengetahuan
tentang ar-Rabb), at-Ta’lim (ilmu teoritik, kreativitas, komitmen tinggi dalam
3
mengembangkan ilmu, serta sikap hidup yang menjunjung tinggi nilai-nilai
ilmiah), dan at-Ta’dib (integrasi ilmu dan amal).
Lebih terperinci Syekh A. Naquib al-Attas (1984: 48) memberikan
pengertian bahwa pendidikan Islam adalah:
“Usaha yang dilakukan oleh pendidik terhadap anak didik untuk
pengenalan dan pengakuan tempat-tempat yang benar dari segala
sesuatu dari tatanan penciptaan, sehingga membimbing mereka
kearah pengenalan dan pengakuan akan tempat Tuhan yang tepat di
dalam tatanan wujud dan kepribadian.”
Adapun M. Yusuf Qardhawi sebagaimana dikutip oleh Prof. Dr.
Abuddin Nata, MA. (2003: 60) memberikan pengertian:
“Pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya, rohani dan
jasmaninya, akhlak dan keterampilannya. Karena itu pendidikan
Islam menyiapkan manusia untuk hidup baik dalam keadaan damai
maupun perang, dan menyiapkannya untuk menghadapi masyarakat
dengan segala kebaikan dan kejahatan, manis dan pahit.”
Setidak-tidaknya ada tiga poin yang dapat disimpulkan dari beberapa
pengertian pendidikan Islam di atas, yaitu:
Pertama, pendidikan Islam menyangkut aspek jasmani dan rohani.
Keduanya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Oleh karena
itu pembinaan terhadap keduanya harus seimbang (tawazun).
Kedua, Pendidikan Islam berdasarkan konsepsinya pada nilai-nilai
religius. Ini berarti bahwa pendidikan Islam tidak mengabaikan teologis
sebagai sumber dari ilmu itu sendiri. Sebagaimana firman Allah:
4
“dan Dia mengajarkan kepada Adam Nama-nama (benda-benda) seluruhnya,
kemudian mengemukakannya kepada Para Malaikat lalu berfirman:
"Sebutkanlah kepada-Ku nama benda-benda itu jika kamu mamang benar
orang-orang yang benar!” (Qs. Al-Baqarah [2] : 31)
Ayat di atas menunjukkan adanya epistemologi dalam Islam, yakni
bahwa ilmu pengetahuan bersumber dari yang satu, Allah Subhanahu wa
Ta’ala.
Ketiga, adanya unsur takwa sebagai tujuan yang harus dicapai.
Sebagaimana kita ketahui, bahwa takwa merupakan benteng yang dapat
berfungsi sebagai daya tangkal terhadap pengaruh-pengaruh negatif yang
datang dari luar.
Berdasarkan pengertian dari tiga poin di atas dapat disimpulkan
bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan yang diberikan oleh seseorang
agar ia berkembang secara maksimal sesuai dengan ajaran Islam.
Lebih lanjut, “nilai” sebatas arti denotifnya dapat dimaknai sebagai
harga (Mulayana, 2004: 7). Yakni, “harga yang diberikan seseorang atau
kelompok terhadap sesuatu” (Djahiri, A. 1996: 16). Namun, ketika nilai
dihubungkan dengan suatu objek sudut pandang tertentu, maka, harga yang
terkandung di dalamnya memiliki pemaknaan yang bermacam-macam. Ada
harga menurut ilmu ekonomi, psikologi, sosiologi, antropologi, politik dan
agama.
Dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai pendidikan Islam adalah harga
pendidikan menurut ajaran Islam yang berasal dari perintah Allah SWT yang
telah diajarkan kepada seluruh umat manusia melalui wahyu-Nya dan utusan-
Nya (Nabi dan Rosul-Nya).
5
Salah satu bentuk karya sastra adalah novel. Novel adalah karya fiksi
yang dibangun melalui berbagai unsur intrinsiknya. Menurut Burhan (1988:
3), karya fiksi menceritakan kehidupan manusia dalam interaksi dengan
lingkungan sesama, diri sendiri dan interaksi pengarang dengan Tuhan. Fiksi
merupakan karya imajinatif yang dilandasi kesadaran dan tanggung jawab,
sekaligus cerita yang memberikan hiburan pada pembaca.
Novel Rantau 1 Muara menceritakan tentang Alif Fikri yang
digambarkan sebagai lelaki yang selalu berjuang keras untuk mendapatkan
setiap apa yang menjadi impiannya. Kita bisa mendapatkan apa yang kita
mimpikan bila kita mau berusaha, dan tentu saja bersabar, sembari terus
berdoa kepada Tuhan. Dia juga sosok yang didambakan banyak orang: suka
bekerja keras, pintar, paham agama, dan baik hati.
Kisah novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi ini adalah tentang
pencarian tempat berkaya, pencarian belahan jiwa dan pencarian dimana
hidup akan bermuara. Pada intinya, pengarang hendak menyampaikan pesan
bahwa kita jangan pernah menyerah dan terus berusaha keras dengan begitu
Allah akan memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya. Man Saara Ala Darbi
Washala, siapa yang berjalan di jalannya akan sampai di tujuan adalah mantra
utama dalam novel ini. Dalam novel tersebut banyak nilai-nilai Pendidikan
Agama Islam yang dapat dipetik hikmahnya.
Berdasarkan uaraian latar belakang yang singkat tersebut, penulis
tertarik untuk meneliti dan membahas mengenai nilai-nilai pendidikan Islam
yang terdapat dalam novel Rantau 1 Muara dalam sebuah skripsi yang
6
berjudul “Nilai-nilai Pendidikan Islam dalam Novel Rantau 1 Muara Karya
Ahmad Fuadi.”
B. Rumusan Masalah
Kisah novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi ini adalah tentang
pencarian tempat berkaya, pencarian belahan jiwa dan pencarian dimana
hidup akan bermuara. Pada intinya, pengarang hendak menyampaikan pesan
bahwa kita jangan pernah menyerah dan terus berusaha keras dengan begitu
Allah akan memberikan yang terbaik bagi hamba-Nya.
Berdasarkan latar belakang di atas dan isi novel secara umum, penulis
mengajukan fokus masalah sebagai berikut:
1. Apa sajakah nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung dalam Novel
Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi?
2. Bagaimana karakteristik tokoh utama dalam novel tersebut sesuai dengan
nilai-nilai pendidikan Islam?
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan fokus masalah yang dikemukakan di atas, maka tujuan
dari disusunnya penelitian ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan nilai-nilai pendidikan Islam yang terkandung
dalam Novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi.
2. Untuk mendeskripsikan karakteristik tokoh utama dalam novel tersebut
sesuai dengan nilai-nilai pendidikan Islam.
7
D. Kegunaan Penelitian
Adapun hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat
antara lain:
1. Manfaat secara teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi dan wawasan
bagi penulis khususnya serta para pelajar atau mahasiswa pada
umumnya,tentang keberadaan karya sastra ( khususnya novel ) yang
memuat nilai – nilai pendidikan agama islam. Selain itu diharapkan dapat
memberikan wacana keilmuan media sebagai sarana pembelajaran
pendidikan agama islam.
2. Manfaat secara praktik
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan contoh – contoh atau
teladan dan pelajaran yang berharga bagi penulis serta para pelajar
atau mahasiswa bgaimana tata cara memahami nilai – nilai atau pesan –
pesan yang terkandung dalam sebuah karya sastra.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dengan
menggunakan pendekatan deskriptif analisis (descriptive of analyze
research). Deskripsi analisis ini mengenai bibiografi yaitu pencarian berupa
fakta, hasil dan ide pemikiran seseorang melalui cara mencari, menganalisis,
membuat interpretasi serta melakukan generalisasi terhadap hasil penelitian
yang dilakukan (Moleong, 2005: 29). Prosedur dari penelitian ini adalah
8
untuk menghasilkan data deskriptif yang berupa data tertulis setelah
dilakukan analisis pemikiran (content analyze) dari suatu teks, (Robert B dan
Steven J, dalam Moleong, 1995: 31).
2. Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan
menggunakan metode dokumentasi (documentation research methode).
Metode dokumentasi yaitu model penelitian dengan mencari data
mengenai hal-hal atau variabel berupa catatan, transkip, buku, surat kabar,
majalah, prasasti, notulen rapat, legger, agenda dan sebagainya (Arikunto,
1998: 233). Dari pencarian data model dokumentasi tersebut, diharapkan
terkumpulnya dokumen atau berkas untuk melengkapi seluruh unit kajian
data yang akan diteliti dan dianalisa lebih lanjut.
Dalam penelitian ini, penulis mencoba mengkaji dan melakukan
analisis kepustakaan mengenai Novel Rantau 1 Muara karya Ahmad
Fuadi. Data primer dalam penelitian adalah Novel Rantau 1 Muara karya
Ahmad Fuadi tahun 2012.
Sedangkan untuk sumber data sekunder, penulis mengambil dari
kumpulan berbagai artikel, jurnal, diskusi-diskusi book review dan karya
tulis lain yang berkaitan dengan penelitian ini demi memperkaya khazanah
intelektual dalam kajian dan analisis.
3. Teknik Analisis Data
Dalam proses analisis data, penulis menggunakan metode
deskriptif analisis yang terdiri dari tiga kegiatan, diantaranya adalah
9
reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan/verifikasi (Milles
dan Huberman, 1992: 16). Pertama, setelah pengumpulan data selesai,
maka tahap selanjutnya adalah mereduksi data yang telah diperoleh, yaitu
dengan menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengorganisasi data, dengan demikian maka dapat ditarik kesimpulan.
F. Penegasan Istilah
Fungsi dari penegasan istilah adalah untuk mempermudah dalam
memahami skripsi ini dan agar terhindar dari kesalah pahaman di dalam
memahami peristilahan yang ada, maka perlu dijelaskan sebagai berikut:
1. Nilai Pendidikan Islam
a. Nilai adalah kadar, mutu, sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi
kemanusiaan. (Poerwadarminta, 1991: 677)
b. Pendidikan Islam adalah pendidikan falsafah, dasar dan tujuan, serta
teori-teori yang dibangun untuk melaksanakan praktek pendidikan
didasarkan pada nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam Al-
Qur‟an dan Hadist Nabi SAW. (Thoha, 1996: 11)
c. Nilai pendidikan Islam adalah proses mengubah tingkah laku
individu peserta didik pada kehidupan pribadi, masyarakat dan alam
sekitarnya. Proses tersebut dilakukan dengan cara pendidikan dan
pengajaran sebagai suatu aktifitas asasi dan profesi diantara sekian
banyak profesi dalam masyarakat. (Al-Syaibany, 1979: 399).
Berdasarkan pengertian dia atas Bahwa nilai pendidikan islam
bimbingan yang diberikan individu agar ia berkembang secara
10
maksimal sesuai profesi masing – masing tanpa mengesampingkan
ajaran agama islam.
2. Novel Rantau 1 Muara
Rantau 1 Muara adalah novel ke-3 dari trilogi Negeri Lima
Menara. Rantau 1 Muara adalah hikayat tentang bagaimana pencarian
misi hidup walau hidup digelung nestapa tak berkesudahan.Siapa yang
berjalan di jalannya akan samapai di tujuan. Jadi yang dimaksud judul
skripsi ini adalah mengangkat sebuah nilai – nilai pendidikan islam yang
terkandung dalam novel tersebut serta mempelajari bagaimana kita hidup
itu harus selalu bekerja keras sesuai di jalan Allah SWT.
G. Sistematika Penulisan Skripsi
Skripsi ini ditulis dengan mengunakan sistematika yang terdiri dari
lima bab yaitu antara lain:
BAB I PENDAHULUAN
Bab ini akan membahas mengenai: latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian, definisi
operasional, kajian pustaka, metode penelitian, dan sistematika
penulisan.
BAB II BIOGRAFI NASKAH
Bab ini akan membahas tentang biografi naskah dan penulis dalam
novel Rantau 1 Muara.
11
BAB III DESKRIPSI PEMIKIRAN
Bab ini akan membahas tentang deskripsi novel Rantau 1 Muara
yaitu unsur ekstrinsik dan unsur intrinsik dalam Novel Rantau 1
Muara serta hasil penelitian dalam novel Rantau 1 Muara.
BAB IV PEMBAHASAN
Dan akhirnya pada bab ini penulis akan memberikan pembahasan
terhadap kandungan nilai-nilai pendidikan Islam yang terdapat
dalam Novel Rantau 1 Muara.
BAB V PENUTUP
Bab terakhir ini akan memuat tentang: kesimpulan, dan saran.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
12
13
BAB II
BIOGRAFI NASKAH
A. Biografi Naskah
1. Pengertian Novel
Secara etimologis, novel berasal dari kata latin novella yang berarti
kabar atau pemberitahuan. Novella diturunkan menjadi kata inovelis yang
berarti baru. Dapat dikatakan baru karena novel hadir sebagai genre sastra
setelah puisi dan drama yang terlebih dahulu ada. Bentuk novel dapat
dikatakan sama dengan roman karena keduanya sama-sama menceritakan
hal-hal yang terjadi pada kehidupan para tokohnya dan perubahan nasib
para tokohnya.
Secara teoritis roman dan novel dipandang sebagai dua genre
sastra. Persamaan dan perbedaan antar keduanya telah banyak dibicarakan
oleh para kritikus sastra. Dapat dikatakan bahwa roman lebih panjang,
hampir berupa biografi tokohnya, sedangkan novel lebih pendek. Novel
hanya mengambil bagian terpenting dari kehidupan tokohnya. Persamaan
antara keduanya adalah sama-sama memungut bahan cerita dari kehidupan
sehari-hari dunia nyata (Watt, 1966: 14-15 dalam Abdullah, 1990: 1).
Dalam kamus istilah sastra, novel diartikan sebagai prosa rekaan
yang panjang yang menyuguhkan tokoh-tokoh dan menampilkan
serangkaian peristiwa dan latar secara tersusun (Sudjiman, 1984: 53).
Sementara itu, Rampan (1984: 17) berpendapat bahwa novel yaitu suatu
14
karya sastra yang panjang dan kompleks sifatnya dalam unsur-unsur
utamanya seperti plot, sudut pandang dan perwatakan. Menurut Sumardjo
(2004: 82), novel adalah cerita fiktif yang panjang. Bukan hanya panjang
dalam arti fisik, tetapi juga isinya. Novel terdiri dari satu cerita yang
pokok, dijalin dengan beberapa cerita sampingan yang lain, banyak tokoh,
banyak kejadian dan terkadang banyak masalah. Semua itu harus
merupakan sebuah kesatuan yang bulat.
Ratna (2004: 314) menyimpulkan bahwa dari segi struktur, sebuah
novel sastra maupun novel populer mengandung unsur-unsur yang paling
lengkap. Novel menyediakan cerita dengan peristiwa, tokoh dan latar,
sehingga menulis dianggap berdialog dengan orang lain. Novel
memanfaatkan bahasa biasa, bahasa sehari-hari, yang juga merupakan
faktor penting dalam kaitannya dengan penulis. Novel juga menyediakan
media yang sangat luas, sehingga pengarang memiliki kemungkinan yang
seluas-luasnya untuk menyampaikan pesan.
Reeve (dalam Wellek dan Warren, 1989: 282) mengungkapkan
bahwa novel adalah gambaran kehidupan dan perilaku yang nyata, dari
jaman pada saat novel itu ditulis. Novel dianggap sebagai dokumen atau
kasus sejarah, sebagai pengakuan (karena ditulis dengan sangat
meyakinkan), sebagai sebuah cerita yang sebenarnya, sebagai sejarah
cerita hidup seseorang pada jamannya.
Nurgiyantoro (2007: 4) menyebutkan bahwa novel sebagai sebuah
karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model kehidupan
15
yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui berbagai unsur
instriksinya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan penokohan), latar dan sudut
pandang yang bersifat imajinatif. Selanjutnya disebutkan bahwa dalam
sebuah cerita novel kehidupan itu sering terasa benar adanya, seolah-olah
terjadi secara kenyataan. Hal ini dikreasikan oleh pengarang, dibuat mirip,
diimitasikan atau dianalogikan dengan dunia nyata, lengkap dengan
peristiwa-peristiwa dan latar aktualnya.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
novel adalah karya fiksi yang memiliki tema, alur, latar, tokoh, dan
gagasan pengarang. Selain itu, novel juga menampilkan rangkaian cerita
kehidupan seseorang yang dilengkapi dengan peristiwa, permasalahan, dan
penonjolan watak setiap tokohnya.
2. Unsur-unsur Novel
a. Unsur Intrinsik
Baik buruk dan menarik tidaknya sebuah cerita rekaan (roman,
cerpen, maupun novel) sangat ditentukan oleh adanya keterkaitan antara
unsur-unsur pembentuk cerita. Unsur-unsur pembentuk cerita dalam
novel berasal dari dalam disebut unsur intrinsik, sedangkan unsur-unsur
pembentuk cerita yang berasal dari luar disebut unsur ekstrinsik.
Manurut Darmono (2000: 10), pendekatan instrinsik dilakukan
jika peneliti memisahkan karya sastra dari lingkungannya. Dalam
pendekatan ini karya sastra dianggap memiliki otonomi dan bisa
dipahami tanpa harus mengaitkannya dengan lingkungan seperti
16
penerbit, pembaca, dan penulisnya. Novel misalnya, merupakan sistem
formal yang analisisnya meliputi tema, alur dan pengaluran, latar, tokoh
dan penokohan, sudut pandang, dan penceritaan. Sedangkan pendekatan
ekstrinsik terhadap karya sastra dilakukan jika penelitian ditujukan
untuk mengungkapkan hubungan-hubungan yang ada antara karya
sastra dengan lingkungannya, antara lain pengarang, pembaca, dan
penerbit.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
pendekatan intrinsik dilakukan jika penelitian menitikberatkan kajian
kepada karya sastra dan memisahkannya dari lingkungan tempat karya
tersebut dilahirkan. Sedangkan pendekatan ekstrinsik dilakukan jika
penelitian lebih menitikberatkan kajian kepada karya sastra dan
hubungannya dengan pengarang, pembaca, lingkungan, peristiwa, dan
sudut pandang.
Berangkat dari uraian di atas, maka unsur-unsur intrinsik novel
adalah sebagai berikut:
1) Tema
Tema merupakan gagasan, ide, ataupun pikiran utama di
dalam karya sastra yang terungkap atau tidak (Sudjiman, 1990: 78).
Santon dan Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2007: 67) menyatakan
bahwa tema (theme) adalah makna yang dikandung oleh sebuah
cerita. Sementara itu, menurut Nurgiyantoro (2007: 74) tema dalam
sebuah karya sastra fiksi hanyalah merupakan salah satu dari
17
sejumlah unsur pembangun cerita yang lain, yang secara bersama
membentuk sebuah kemenyeluruhan.
Ada beberapa macam tema yaitu tema yang sifatnya didaktis,
pertentangan antara baik dan buruk; tema yang eksplisit dan implisit;
cinta, kehidupan keluarga; tema yang biasa dan tidak biasa; dan tema
konflik kejiwaan (Sudjiman, 1988: 50).
Sementara itu, Shipley (dalam Nurgiyantoro, 2007: 80)
mencoba mendefinisikan tingkatan tema, diantaranya: tema tingkat
fisik, tema tingkat organik, tema tingkat sosial, tema tingkat egoik,
dan tema tingkat divine.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa tema adalah ide atau gagasan keseluruhan yang terkandung
dalam sebuah cerita.
2) Alur dan Pengaluran
Alur adalah urutan peristiwa yang dihubungkan secara
kausal. Peristiwa yang satu menyebabkan peristiwa yang lain
(Stanton dalam Sugihastuti, 2000: 46). Nurgiyantoro (2007: 110)
mengungkapkan alur adalah salah satu unsur yang mendukung
terbentuknya sebuah cerita. Kenney (dalam Nurgiyantoro, 2007:
113) mendefinisikan alur adalah peristiwa-peristiwa yang
ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat sederhana, karena
pengarang menyusun peristiwa berdasarkan kaitan sebab akibat.
Foster (dalam Nurgiyantoro, 2007: 113) mendefinisikan alur adalah
18
peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan pada adanya
hubungan kausalitas.
Lebih lanjut, Sumardjono dan Saini (1986: 49) menjabarkan
struktur atau tahapan alur, yaitu:
a) Pengenalan
b) Timbulnya konflik
c) Konflik memuncak
d) Klimaks
e) Pemecahan soal
Sedangkan jenis pengaluran sendiri terbagi atas:
a) Ingatan atau flashback, artinya peristiwa yang ditampilkan adalah
peristiwa yang dialami tokoh pada masa lalu/lampau.
b) Linear atau realitas fiktif, artinya peristiwa yang ditampilkan
adalah peristiwa yang dialami tokoh pada masa kini (dalam teks).
c) Bayangan, artinya peristiwa yang ditampilkan adalah peristiwa
yang belum terjadi. Peristiwa itu hanya ada dalam benak tokoh
cerita, termasuk di dalamnya adalah mimpi yang dialami tokoh
tersebut.
Dari beberapa pendapat mengenai alur, dapat disimpulkan
bahwa alur adalah urutan peristiwa dan konflik-konflik yang
tersusun secara logis. Sedangkan pengaluran adalah satuan urutan
peristiwa dalam sebuah cerita.
19
3) Latar
Latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan
suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra (Sudjiman, 1990: 48).
Menurut Wellek dan Warren (1989: 290), latar didefinisikan sebagai
alam sekitar atau lingkungan, terutama lingkungan dalamnya dapat
dipandang sebagai pengekspresian watak secara metonimik dan
metaforik.
Nurgiyantoro (2007: 227) mengklasifikasikan unsur latar ke
dalam tiga unsur pokok, di antaranya:
a) Latar tempat, yaitu lokasi terjadinya peristiwa yang diceritakan
dalam sebuah karya fiksi.
b) Latar waktu, yaitu berhubungan dengan masalah “kapan”
terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah
karya fiksi.
c) Latar sosial, mengarah pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang
diceritakan dalam karya fiksi.
Sedangkan Hudgon (dalam Sugihastuti, 2002: 54)
membedakan latar menjadi dua, yaitu:
a) Latar fisik atau material, yaitu latar yang meliputi tempat, waktu,
dan alam fisik di sekitar tokoh cerita.
b) Latar sosial, merupakan penggambaran keadaan masyarakat atau
kelompok sosial tertentu, kebiasaan-kebiasaan yang berlaku pada
20
suatu tempat atau waktu tertentu, pandangan hidup, dan adat
istiadat yang melatari sebuah peristiwa.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa latar
adalah penjelasan mengenai suasana, waktu, tempat, dan perilaku
lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa yang ada dalam sebuah
cerita.
4) Tokoh dan Penokohan
Tidak ada cerita yang tidak memiliki tokoh, sekalipun tokoh
tersebut tidak berupa manusia. Tokoh cerita dapat berupa hewan atau
tumbuhan yang dipersonalisasikan. Contoh personalisasi tokoh
hewan dan tumbuhan biasanya muncul dalam sebuah fabel. Tokoh
cerita dapat didefinisikan sebagai subjek sekaligus objek peristiwa
dan pelaku berperan dalam sebuah cerita.
Seperti telah disebutkan di atas bahwa definisi singkat tokoh
merujuk pada pelaku cerita, sedangkan definisi penokohan lebih
merujuk pada penggambaran tokoh-tokoh cerita yang mempunyai
watak-watak tertentu. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro, 2007:
165) tokoh cerita (character) orang-orang yang ditampilkan dalam
suatu karya naratif atau drama, yang oleh pembaca ditafsirkan
memiliki kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang
diekspresikan dalam ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan.
Jones (dalam Nurgiyantoro, 2007: 165) berpendapat bahwa
penokohan adalah pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang
21
yang ditampilkan dalam sebuah cerita. Menurut Nurgiyantoro (2007:
176) tokoh-tokoh cerita dalam sebuah karya fiksi dapat dibedakan ke
dalam beberapa jenis, yaitu:
a) Tokoh utama, yaitu tokoh yang paling banyak diceritakan dan
senantiasa hadir dalam setiap kejadian.
b) Tokoh tambahan, yaitu tokoh yang pemunculannya sedikit, tidak
dipentingkan, dan kehadirannya hanya jika ada keterkaitannya
dengan tokoh utama.
c) Tokoh protagonis, yaitu tokoh yang digambarkan sebagai
pahlawan (hero), yang merupakan pengejawantahan norma, nilai-
nilai yang ideal dan yang sesuai dengan pandangan dan harapan
pembaca.
d) Tokoh antagonis, yaitu tokoh yang menyebabkan konflik dan
beroposisi dengan tokoh protagonis.
e) Tokoh sederhana, yaitu tokoh yang memiliki suatu kualitas
pribadi tertentu yang sifat dan tingkah lakunya bersifat datar dan
monoton.
f) Tokoh bulat, yaitu tokoh yang memiliki watak dan tingkah laku
bermacam-macam.
g) Tokoh statis, yaitu tokoh yang memiliki sifat dan watak yang
relatif tetap, tidak berkembang dari awal hingga akhir cerita.
22
h) Tokoh berkembang, yaitu tokoh yang mengalami perubahan dan
perkembangan watak, sejalan dengan perkembangan peristiwa
dan plot.
i) Tokoh tipikal, yaitu tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan
individualitasnya dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan
atau kebangsaanya.
j) Tokoh netral, yaitu tokoh yang bereksistensi demi cerita itu
sendiri.
Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa
tokoh adalah pelaku cerita yang dimunculkan dalam sebuah karya
naratif. Sedangkan penokohan adalah cara pengarang memberi
gambaran yang sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai tokoh
dan perwatakannya dalam sebuah cerita.
5) Penceritaan
Todorov (dalam Nurgiyantoro, 2007: 94) berpendapat bahwa
penceritaan merupakan peristiwa-peristiwa yang membentuk dunia
fiktif tidak dikemukakan sebagaimana aslinya, akan tetapi menurut
penuturan tertentu. Oleh karena itu penceritaan adalah cara
pengarang menyajikan peristiwa yang ada dalam cerita, serta pikiran
dan perasaan yang dialami oleh tokoh cerita.
23
6) Sudut Pandang
Sudut pandang (point of view) merupakan strategi, teknik,
siasat yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan
gagasan dan ceritanya.
Sudut pandang dibagi menjadi 3 yaitu:
a) Sudut pandang orang pertama “Aku“, yaitu pengarang
menggunakan sudut pandang tokoh dan kata ganti orang pertama,
mengisahkan apa yang terjadi dengan dirinya dan
mengungkapkan perasaannya sendiri dengan kata-katanya sendiri.
b) Sudut pandang orang ketiga “Dia”, pengarang menggunakan
sudut pandang tokoh bawahan, ia lebih banyak mengamati dari
luar daripada terlibat di dalam cerita, pengarang biasanya
menggunakan kata ganti orang ketiga.
c) Sudut pandang campuran, pengarang menggunakan sudut
pandang impersonal, ia sama sekali berdiri di luar cerita, Ia serba
melihat, serba mendengar dan serba tahu. Ia melihat sampai ke
dalam pikiran tokoh dan mampu mengisahkan rahasia batin yang
paling dalam dari tokoh.
b. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik novel adalah unsur pembentuk cerita yang
berasal dari luar karya sastra, seperti karya sastra dengan lingkungan,
pengarang, pembaca, dan penerbitnya. Selain itu, unsur ekstrinsik juga
24
lebih banyak berkonsentrasi pada persitiwa dan sudut pandang
penceritaan.
Menurut Nurgiyantoro (2007: 23), unsur ekstrinsik novel adalah
unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung
mempengaruhi bangunan sistem organisme karya sastra. Sementara itu,
Wellek dan Warren (dalam Nurgiyantoro, 2007: 24) menjelaskan
bahwa unsur yang dimaksud antara lain adalah subjectivitas individu
pengarang yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang
semuanya itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya.
Pendek kata, unsur sosiologi, biografi pengarang, keadaan
lingkungan ekonomi, sosial, dan budaya dapat menentukan ciri karya
sastra yang dihasilkan oleh pengarang. Unsur ekstrinsik yang lain
misalnya pandangan hidup suatu bangsa (Nurgiyantoro, 2007: 24).
Dapat ditarik kesimpulan bahwa unsur ekstrinsik sangat berpengaruh
besar terhadap wujud dan roh cerita yang dihasilkan karena melibatkan
sudut pandang pengarang yang memiliki perbedaan lingkungan
ekonomi, sosial, dan budaya.
3. Jenis-jenis Novel
Novel dapat dibedakan berdasarkan isi cerita dan mutu novel.
Berdasarkan isinya, Mohtar Lubis (dalam Tarigan, 1984: 165) mengatakan
bahwa novel sama dengan roman. Oleh karena itu, roman dibagi menjadi
roman avontur, roman psikologis, roman detektif, roman sosial, roman
kolektif, dan roman politik.
25
Berikut ini adalah pembagian novel menurut Mohtar Lubis (dalam
Tarigan, 1984: 165):
a. Novel Avontur, memusatkan kisahnya pada seorang lakon atau hero
melalui garis cerita yang kronologis dari A sampai Z.
b. Novel Psikologis, ditujukan pada pemeriksaan seluruhnya dari semua
pikiran-pikiran para pelaku.
c. Novel Detektif, memusatkan penceritaannya pada usaha pencarian
tanda bukti, baik berupa seorang pelaku atau tanda-tanda.
d. Novel Sosial Politik, novel ini memberi gambaran antara dua golongan
yang bentrok pada suatu waktu.
e. Novel Kolektif, novel ini novel yang paling sukar dan banyak seluk
beluknya. Individu sebagai pelaku tidak dipentingkan, tetapi lebih
mengutamakan cerita masyarakat sebagai suatu totalitas.
Lebih lanjut, Lukas dan Faruk (1994: 18-19) menjelaskan bahwa
novel terdiri dari tiga jenis, yaitu novel idealis abstrak, novel romantisme
keputusan, dan novel pendidikan. Berikut adalah penjelasannya:
a. Novel idealisme abstrak yaitu novel yang menampilkan tokoh yang
masih ingin bersatu dengan dunia. Novel ini masih memperlihatkan
suatu idealisme. Akan tetapi karena persepsi tokoh itu tentang dunia
bersifat subjektif, didasarkan pada kesadaran yang sempit, idealismenya
menjadi abstrak.
b. Novel romantisme keputusan yaitu novel yang menampilkan kesadaran
hero (lakon) yang terlampau luas. Kesadaran lebih luas dari pada dunia
26
sehingga menjadi berdiri sendiri dan terpisah dari dunia. Itulah
sebabnya sang hero cenderung pasif dan cerita berkembang menjadi
analisis psikologis semata-mata.
c. Novel pendidikan yaitu yang berada di antara kedua jenis tersebut.
Dalam novel ini, sang hero di satu pihak mempunyai interioritas, tetapi
di lain pihak juga ingin bersatu dengan dunia, karena ada interaksi
antara dirinya dengan dunia, hero itu mengalami kegagalan. Oleh
karena mempunyai interioritas, ia menyadari sebab kegagalan itu.
Sedangkan pembagian novel berdasarkan mutunya menurut
Zulfahnur (1996: 72) dapat dibagi menjadi novel populer dan novel literer.
Novel populer adalah novel yang menyuguhkan problematika kehidupan
yang berkisar pada cinta asmara yang sederhana dan bertujuan menghibur.
Sedangkan novel literer disebut juga novel serius karena keseriusan atau
kedalaman masalah-masalah kehidupan kemanusiaan yang diungkapkan
pengarangnya. Dengan demikian, novel ini menyajikan persoalan-
persoalan kehidupan manusia secara serius, filsafat, dan langgeng (abadi)
yang bermanfaat bagi penyempurnaan dan arifnya kehidupan manusia,
disamping pesona hiburan dan nikmatnya cerita semata.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut di atas, maka novel dapat
dibagi berdasarnya isinya, yakni novel petualangan, novel humor, novel
sosial, dan novel psikologi. Sedangkan berdasarkan mutunya dapat dibagi
menjadi novel literer dan novel populer.
27
4. Ciri-ciri Novel
Sebuah novel memiliki beberapa ciri yang dapat dijadikan sebagai
pegangan untuk mengetahui apakah novel atau bukan. Sebagaimana
dikemukakan oleh Tarigan (1984:170) menyebutkan bahwa ciri-ciri novel
antara lain:
a. Jumlah kata lebih dari 35.000 kata;
b. Jumlah waktu rata-rata yang dipergunakan buat membaca novel yang
paling pendek diperlukan waktu minimal 2 jam atau 120 menit;
c. Jumlah halaman novel minimal 100 halaman;
d. Novel bergantung pada pelaku dan mungkin lebih dari satu pelaku;
e. Novel menyajikan lebih dari satu impresi, efek dan emosi;
f. Skala novel luas;
g. Seleksi pada novel lebih luas;
h. Kelajuan pada novel kurang cepat;
i. Unsur-unsur kepadatan dan intensitas dalam novel kurang diutamakan.
B. Nilai Pendidikan Islam
1. Pengertian Nilai
Nilai artinya sifat-sifat (hal-hal) yang penting atau berguna bagi
kemanusiaan (Purwadarminta, 1991: 677). Maksudnya kualitas yang
memang membangkitkan respon penghargaan (Titus, 1984: 122). Nilai itu
praktis dan efektif dalam jiwa dan tindakan manusia dan melembaga
secara obyektif di dalam masyarakat (Muhaimin dan Abdul Mujib, 1993:
110).
28
Menurut Sidi Gazalba yang dikutip Chabib Thoha (1996: 61)
mengartikan nilai sebagai berikut:
“Nilai adalah sesuatu yang bersifat abstrak, ia ideal, nilai bukan
benda konkrit, bukan fakta, tidak hanya persoalan benar dan salah
yang menuntut pembuktian empirik, melainkan penghayatan yang
dikehendaki dan tidak dikehendaki.”
Sedang menurut Chabib Thoha (1996: 60) nilai merupakan sifat
yang melekat pada sesuatu (sistem kepercayaan) yang telah berhubungan
dengan subjek yang memberi arti (manusia yang meyakini). Jadi nilai
adalah sesuatu yang bermanfaat dan berguna bagi manusia sebagai acuan
tingkah laku.
2. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan dalam bahasa Inggris diterjemahkan dengan kata
education. Menurut Frederick J. MC. Donald adalah (1959: 4): “Education
in the sense used here, is a process or an activity which is directed at
producing desirable changes in the behavior of human being”(pendidikan
merupakan arti yang digunakan disini, adalah proses atau kegiatan yang
diarahkan untuk menghasilkan perubahan yang diperlukan dalam tingkah
laku manusia).
Adapun pengertian pendidikan menurut Soegarda Poerbakawatja
(1981: 257) ialah semua perbuatan atau usaha dari generasi tua untuk
mengalihkan pengetahuannya, pengalamannya, kecakapannya, dan
ketrampilannya kepada generasi muda. Sebagai usaha menyiapkan agar
dapat memenuhi fungsi hidupnya baik jasmani maupun rohani.
29
Dari kedua pendapat yang telah diuraikan secara terperinci dapat
disimpulkan bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha
manusia untuk dapat membantu, melatih, dan mengarahkan anak melalui
transmisi pengetahuan, pengalaman, intelektual, dan keberagamaan orang
tua (pendidik) dalam kandungan sesuai dengan fitrah manusia supaya
dapat berkembang sampai pada tujuan yang dicita-citakan yaitu kehidupan
yang sempurna dengan terbentuknya kepribadian yang utama.
Sedang pendidikan Islam menurut Ahmad D Marimba (1989: 23)
adalah bimbingan jasmani maupun rohani berdasarkan hukum-hukum
agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-
ukuran Islam. Senada dengan pendapat di atas, menurut Chabib Thoha
(1996: 99) pendidikan Islam adalah pendidikan yang falsafah dasar dan
tujuan serta teori-teori yang dibangun untuk melaksanakan praktek
pandidikan berdasarkan nilai-nilai dasar Islam yang terkandung dalam Al-
Qur‟an dan Hadits.
Menurut Achmadi (1992: 20) mendefinisikan pendidikan Islam
adalah segala usaha untuk memelihara dan mengembangkan fitrah
manusia serta sumber daya insan yang berada pada subjek didik menuju
terbentuknya manusia seutuhnya (insan kamil) sesuai dengan norma Islam
atau dengan istilah lain yaitu terbentuknya kepribadian muslim.
Masih banyak lagi pengertian pendidikan Islam menurut para ahli,
namun dari sekian banyak pengertian pandidikan Islam yang dapat kita
petik, pada dasarnya pendidikan Islam adalah usaha bimbingan jasmani
30
dan rohani pada tingkat kehidupan individu dan sosial untuk
mengembangkan fitrah manusia berdasarkan hukum-hukum Islam menuju
terbentuknya manusia ideal (insan kamil) yang berkepribadian muslim dan
berakhlak terpuji serta taat pada Islam sehingga dapat mencapai
kebahagiaan di dunia dan di akherat.
Jadi nilai-nilai pendidikan Islam adalah sifat-sifat atau hal-hal yang
melekat pada pendidikan Islam yang digunakan sebagai dasar manusia
untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu mengabdi pada Allah SWT.
Nilai-nilai tersebut perlu ditanamkan pada anak sejak kecil, karena pada
waktu itu adalah masa yang tepat untuk menanamkan kebiasaan yang baik
padanya.
3. Landasan Nilai Pendidikan Islam
Pendidikan Islam sangat memperhatikan penataan individual dan
sosial yang membawa penganutnya pada pengaplikasian Islam dan ajaran-
ajarannya kedalam tingkah laku sehari-hari. Karena itu, keberadaan
sumber dan landasan pendidikan Islam harus sama dengan sumber Islam
itu sendiri, yaitu Al-Qur‟an dan As Sunah (An-Nahlawi, 1995: 28).
Pandangan hidup yang mendasari seluruh kegiatan pendidikan
Islam ialah pandangan hidup muslim yang merupakan nilai-nilai luhur
yang bersifat universal yakni Al-Qur‟an dan As-Sunnah juga pendapat
para sahabat dan ulama sebagai tambahan. Hal ini senada dengan pendapat
Ahmad D. Marimba yang menjelaskan bahwa yang menjadi landasan atau
dasar pendidikan diibaratkan sebagai sebuah bangunan sehingga isi Al-
31
Qur‟an dan Al-Hadits menjadi pondamen, karena menjadi sumber
kekuatan dan keteguhan tetap berdirinya pendidikan (1981: 19).
a. Al-Qur’an
Kedudukan Al-Qur‟an sebagai sumber dapat dilihat dari
kandungan surat Al-Baqarah ayat 2:
“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya, petunjuk bagi
orang yang bertaqwa.” (QS. Al Baqarah : 2)
Selanjutnya firman Allah SWT dalam surat Asy-Syura ayat 17:
“Allah SWT yang telah menurunkan kitab dengan membawa kebenaran
dan menurunkan neraca keadilan.” (QS. Asyuura : 17)
Di dalam Al-Qur‟an terdapat ajaran yang berisi prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan kegiatan atau usaha pendidikan itu. Sebagai
contoh dapat dibaca dalam kisah Luqman yang mengajari anaknya
dalam surat Luqman. (Zakiyah Darajat, 1995: 53)
Al-Qur‟an adalah petunjuk-Nya yang bila dipelajari akan
membantu menemukan nilai-nilai yang dapat dijadikan pedoman
berbagai problem hidup apabila dihayati dan diamalkan menjadi pikiran
rasa dan karsa mengarah pada realitas keimanan yang dibutuhkan bagi
stabilitas dan ketentraman hidup pribadi dan masyarakat. (M. Quraisy
Shihab, 1996: 13)
32
Dari pengertian para ahli diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
Al-Qur‟an dapat diartikan sebagai petunjuk dan pedoman yang
dibutuhkan oleh semua manusia.
b. As-Sunnah
Setelah Al-Qur‟an, pendidikan Islam menjadikan As-Sunnah
sebagai dasar dan sumber kurikulumnya. Secara harfiah sunnah berarti
jalan, metode dan program. Secara istilah sunnah adalah perkara yang
dijelaskan melalui sanad yang shahih baik itu berupa perkataan,
perbuatan atau sifat Nabi Muhammad Saw. (An-Nahlawi, 1995: 31)
Sebagaimana Al-Qur‟an, As-Sunnah berisi petunjuk-petunjuk
untuk kemaslahatan manusia dalam segala aspeknya yang membina
manusia menjadi muslim yang bertaqwa. Dalam dunia pendidikan As-
Sunnah memiliki dua faedah yang sangat besar, yaitu:
1) Menjelaskan sistem pendidikan Islam yang terdapat dalam Al-
Qur‟an atau menerangkan hal-hal yang tidak terdapat di dalamnya.
2) Menyimpulkan metode pendidikan dari kehidupan Rasulullah Saw
bersama anak-anaknya dan penanaman keimanan kedalam jiwa yang
dilakukannya. (An-Nahlawi, 1995: 47)
c. Perkataan, Perbuatan, dan Sikap Para Sahabat Rosulullah SAW
Pada masa Khulafa al-Rasyidin, sumber pendidikan Islam sudah
mengalami perkembangan. Perkataan, sikap, dan perbuatan para
sahabat dapat dijadikan pegangan karena Allah sendiri dalam Al-Qur‟an
33
yang memberikan pernyataan (Ramayulis, 2011: 125). Firman Allah
SWT dalam Al-Qur‟an surat At-Taubah ayat 100:
“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam)
dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti
mereka dengan baik, Allah ridlo kepada mereka dan merekapun ridlo
kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya, mereka kekal di
dalamnya. Itulah kemenangan yang besar.” (QS At-Taubah: 100)
d. Ijtihad
Karena Al-Qur‟an dan Hadits banyak mengandung arti umum,
maka para ahli hukum dalam Islam menggunakan ijtihad untuk
menetapkan hukum tersebut. Munurut Ramayulis (2011: 128), usaha
ijtihad para ahli dalam merumuskan teori pendidikan Islam dipandang
sebagai hal yang sangat penting bagi pengembangan teori pendidikan
pada masa yang akan datang, sehingga pendidikan Islam tidak
melegitimasi status quo serta tidak terjebak dengan ide justifikasi
terhadap khazanah pemikiran para orientalis dan sekularis.
e. Maslahah Mursalah
Menurut Zaid (dalam Ramayulis, 2011: 129), maslahah
mursalah yaitu menetapkan peraturan atau ketetapan undang-undang
yang tidak disebutkan dalam Al-Qur‟an dan Sunnah atas pertimbangan
kebaikan dan menghindarkan kerusakan.
34
Para ahli pendidikan sejak dini harus mempunyai persiapan
untuk merancang dan membuat peraturan sebagai pedoman pokok
dalam proses berlangsungnya pendidikan sehingga pelaksanaan
pendidikan Islam tidak mengalami hambatan. Kegiatan ini tidak
semuanya diterima oleh Islam, dibutuhkan catatan khusus sebagaimana
dikemukakan oleh Abdul Wahab Khallaf (dalam Ramayulis, 2011: 129)
sebagai berikut:
1) Keputusan yang diambil tidak menyalahi keberadaan Al-Qur‟an dan
Sunnah.
2) Apa yang diusahakan benar-benar membawa kemaslahatan dan
menolak kemudhorotan setelah melalui tahapan-tahapan observasi
penganalisaan.
3) Kemaslahatan yang diambil merupakan kemaslahatan yang baru
universal yang mencakup totalitas masyarakat.
f. ‘Urf (Nilai-nilai dan Adat Istiadat Masyarakat)
„Urf adalah sesuatu perbuatan dan perkataan yang menjadikan
jiwa merasa tenang mengerjakan suatu perbuatan, karena sejalan
dengan akal sehat yang diterima oleh tabiat yang sejahtera (Ramayulis,
2011: 130). Namun tidak semua tradisi yang dapat dijelaskan dasar
ideal pendidikan Islam, melainkan setelah melalui seleksi terlebih
dahulu. Mas‟ud Zuhdi (dalam Ramayulis, 2011: 130) mengemukakan
bahwa „urf yang dijadikan dasar pendidikan Islam itu haruslah:
35
1) Tidak bertentangan dengan ketentuan nash baik Al-Qur‟an maupun
Sunnah.
2) Tradisi yang berlaku tidak bertentangan dengan akal sehat dan tabiat
yang sejahtera, serta tidak mengakibatkan kedurhakaan, kerusakan,
dan kemudlorotan.
Jadi pada intinya, landasan nilai pendidikan yang mendasari
seluruh kegiatan di muka bumi ini adalah nilai-nilai luhur yang bersifat
universal yang bersumber dari Al-Qur‟an dan As-Sunnah (nilai yang
Illahi). Selain nilai-nilai yang bersumber Ilahiyah, juga terdapat nilai
yang bersumber dari duniawi yang berupa pemikiran, adat istiadat, dan
kekayaan alam. Sumber nilai duniawi tersebut bisa digunakan oleh
manusia sepanjang tidak menyimpang dari sistem nilai yang bersumber
dari Al-Qur‟an dan As-Sunnah.
4. Tujuan Nilai Pendidikan Islam
Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan tercapai setelah kegiatan
selesai dan memerlukan usaha dalam meraih tujuan tersebut. Pengertian
tujuan pendidikan adalah perubahan yang diharapkan pada subjek didik
setelah mengalami proses pendidikan baik pada tingkah laku individu dan
kehidupan pribadinya maupun kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya
dimana individu hidup. (Zuhairini, 1995: 159)
Adapun tujuan pendidikan Islam ini tidak jauh berbeda dengan
yang dikemukakan para ahli. Menurut Ahmadi (1992: 63) tujuan
pendidikan Islam adalah sejalan dengan pendidikan hidup manusia dan
36
peranannya sebagai makhluk Allah SWT yaitu semata-mata hanya
beribadah kepada-Nya. Firman Allah SWT dalam Al-Qur‟an:
“Dan tidaklah aku menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka menyembahku.” (QS. Adz-Dzariyat : 56)
Yusuf Amir Faisal (1995: 96) merinci tujuan pendidikan Islam
sebagai berikut:
a. Membentuk manusia muslim yang dapat melaksanakan ibadah
mahdloh.
b. Membentuk manusia muslim disamping dapat melaksanakan ibadah
mahdlah dapat juga melaksanakan ibadah muamalah dalam
kedudukannya sebagai orang per orang atau sebagai anggota
masyarakat dalam lingkungan tertentu.
c. Membentuk warga negara yang bertanggungjawab pada Allah SWT
sebagai pencipta-Nya.
d. Membentuk dan mengembangkan tenaga professional yang siap dan
terampil atau tenaga setengah terampil untuk memungkinkan memasuki
masyarakat.
e. Mengembangkan tenaga ahli dibidang ilmu agama dan ilmu -ilmu Islam
yang lainnya.
Berdasarkan penjelasan dan rincian tentang tujuan pendidikan
maka dapat diambil kesimpulan bahwa tujuan nilai pendidikan Islam
adalah sebagai berikut:
37
a. Tujuan pertama adalah menumbuhkan dan mengembangkan ketakwaan
kepada Allah SWT.
b. Tujuan pendidikan Islam adalah menumbuhkan sikap dan jiwa yang
selalu beribadah kepada Allah SWT.
c. Tujuan pendidikan Islam adalah membina dan memupuk akhlakul
karimah.
d. Memperluas pandangan hidup dan wawasan keilmuan sebagai makhluk
individu dan sosial.
5. Jenis Nilai-Nilai Pendidikan Islam
Banyak pendapat para ahli tentang jenis dan nilai-nilai pendidikan
Islam. Menurut Ramayulis (dalam Fauziah, 2011: 40), nilai-nilai
pendidikan Islam dibagi menjadi tiga, yaitu: nilai aqidah (keyakinan) yang
berhubungan secara vertikal dengan Allah SWT (hablun minallah); nilai
syari‟ah (pengalaman) implementasi dari aqidah hubungan horizontal
dengan manusia (hablun minannas); dan nilai akhlak (etika vertikal
horizontal). Sementara itu menurut Zulkarnain (2008: 26), nilai-nilai
pendidikan Islam terbagi menjadi empat, yaitu nilai tauhid/aqidah, nilai
ibadah („ubudiyah), nilai akhlak, dan nilai kemasyarakatan.
Untuk lebih detailnya, maka di bawah ini adalah penjabaran tiap-
tiap nilai pendidikan Islam yang diutarakan di atas.
a. Nilai Pendidikan Tauhid/Aqidah/Religius
Secara etimologi akidah berasal dari kata “aqaid” jamak dari
“aqidah” yang artinya kepercayaan. Sedangkan menurut terminologi
38
Afriatin dkk (1997: 94) mendefinisikan sebagai “sesuatu yang
mengharuskan hati membenarkannya, membuat jiwa tenang, dan
menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan.”
Menurut Zulkarnain (2008: 27), aspek pengajaran tauhid/aqidah
dalam dunia pendidikan Islam pada dasarnya merupakan proses
pemenuhan fitrah bertauhid. Fitrah bertauhid merupakan unsur hakiki
yang melekat pada diri manusia sejak penciptaannya. Ketika berada di
dalam arwah, manusia telah mengikrarkan ketauhidannya itu,
sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah QS. Al-A‟raf ayat 172:
“Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak
Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa
mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka
menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami
lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak
mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang
yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)" (QS. Al-A‟raf: 172)
b. Nilai Pendidikan Syari’ah
Pengertian syari‟ah secara etimologi menurut Ali (dalam
Fauziah, 2011: 42) adalah jalan ke sumber (mata) air karena dahulu (di
Arab) orang mempergunakan kata syari‟ah untuk sebutan jalan setapak
menuju ke sumber (mata) air yang diperlukan manusia untuk minum
dan membersihkan diri. Sedangkan secara terminologi, Tim Dosen
39
Pendidikan Agama Islam (2009: 64) mengemukakan bahwa dalam
istilah Islam, syari‟ah berarti jalan besar untuk kehidupan yang baik,
yakni nilai-nilai agama yang dapat memberi petunjuk bagi setiap
manusia.
Dari definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa syari‟ah
erat kaitannya dengan ibadah karena syari‟ah merupakan petunjuk bagi
seseorang dalam melaksanakan tugas pokoknya yaitu beribadah. Dalam
pembagiannya, ibadah memiliki dua jalur, yaitu jalur vertikal dan jalur
horizontal.
1) Jalur vertikal, yaitu aspek ibadah yang menjalin hubungan utuh dan
langsung dengan Allah (hablun minallah), dan juga merupakan bukti
dari kepatuhan manusia memenuhi perintah Allah (Zulkarnain, 2008:
28). Manusia sebagai makhluk cipataan Allah mempunyai kewajiban
beribadah kepada Allah, sebagaimana tercantum dalam firman Allah
QS. Az-Zariyat ayat 56:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya
mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Az-Zariyat: 56)
2) Jalur horizontal, yaitu dimana manusia dalam menjalani
kehidupannya akan senantiasa bergantung pada manusia lainnya,
maka dikatakan makhluk sosial. Hal ini disebabkan manusia dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya tidak dapat memenuhinya sendiri, ia
akan bergabung dengan manusia lain dalam rangka pemenuhan
kebutuhan dan tujuan hidup (Herimanto dan Winarno, 2008: 43).
40
Dalam syari‟ah Islam, hal ini merupakan ibadah dalam rangka
menjaga hubungan dengan sesama manusia (hablun minannas).
Allah menciptakan manusia dengan beraneka ragam ras dan
suku bangsa dengan tujuan supaya manusia-manusia tersebut saling
mengenal, sebagaimana firman Allah dalam QS. Al-Hujurat ayat 13:
“Hai manusia, Sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang
laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa -
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah
ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah
Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS. Al-Hujurat: 13)
c. Nilai Pendidikan Akhlak
Akhlak menjadi masalah yang penting dalam perjalanan hidup
manusia. Secara etimologi akhlak berasal dari bahasa Arab jama‟ dari
bentuk tunggalnya “khuluqun” yang menurut logat berarti: budi pekerti,
perangai, tingkah laku atau tabiat (Zahruddin dan Sinaga, 2004: 1).
Sedangkan secara terminologi, Imam Al-Ghazali (dalam Zahruddin dan
Sinaga, 2004: 4) menyatakan bahwa akhlak ialah suatu sifat yang
tertanam dalam jiwa yang daripadanya timbul perbuatan-perbuatan
dengan mudah, dengan tidak memerlukan pertimbangan pikiran terlebih
dahulu.
Melihat pengertian akhlak di atas, maka istilah akhlak bisa
disamakan dengan istilah moral. Hal ini melihat kepada pendapat yang
41
diungkapkan oleh Atkinson (dalam Darmadi, 2009: 30) yang
menyatakan bahwa moral adalah “views about good and bad, right and
wrong, what ought or ought not to do” (pandangan tentang baik dan
buruk, benar dan salah, apa yang seharusnya atau tidak seharusnya
dilakukan).
Nilai pendidikan akhlak yang dimaksud tentu saja haruslah
sesuai dengan ajaran Islam. Dalam akhlak Islam, norma-norma baik dan
buruk telah ditentukan oleh Al-Qur‟an dan Hadits. Oleh karena itu,
Islam tidak merekomendasikan kebebasan manusia untuk menentukan
norma-norma akhlak secara otonom (Zulkarnain, 2008: 29).
Bagi umat Islam, panutan akhlak dalam kehidupan sehari-hari
tentu saja akhlak Rosulullah SAW. Hal tersebut diungkapkan dalam
firman Allah QS. Al-Ahzab ayat 21:
“Sesungguhnya Telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang
baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-
Ahzab: 21)
Menurut Zulakarnain (2008: 29), puncak dari akhlak itu adalah
pencapaian prestasi berupa:
1) Irsyad, yakni kemampuan membedakan antara amal yang baik dan
buruk.
42
2) Taufiq, yaitu perbuatan yang sesuai dengan tuntunan Rosulullah
SAW dengan akal sehat.
3) Hidayah, yakni gemar melakukan perbuatan baik dan terpuji serta
menghindari yang buruk dan tercela.
C. Biografi Penulis
Ahmad Fuadi lahir di Bayur, kampung kecil di pinggir Danau
Maninjau tahun 1972, tidak jauh dari kampung Buya Hamka. Fuadi
merantau ke Jawa, mematuhi permintaan ibunya untuk masuk sekolah
agama. Di Pondok Modern Gontor dia bertemu dengan kiai dan ustadz
yang diberkahi keikhlasan mengajarkan ilmu hidup dan ilmu akhirat.
Gontor pula yang mengajarkan kepadanya “mantra” sederhana yang sangat
kuat, man jadda wajada, siapa yang bersungguh-sungguh akan sukses.
Setelah lulus Hubungan Internasional, UNPAD, dia menjadi
wartawan majalah Tempo. Kelas jurnalistik pertamanya dijalani dalam
tugas-tugas reportase di bawah bimbingan para wartawan senior Tempo.
Pada tahun 1999, dia mendapat beasiswa Fulbright untuk kuliah S-2 di
School of Media and Public Affairs, George Washington University, USA.
Merantau ke Washington DC bersama Yayi, istrinya yang juga wartawan
Tempo. Sambil kuliah, mereka menjadi koresponden Tempo dan wartawan
Voice of America (VOA). Berita bersejarah seperti tragedi 11 September
dilaporkan mereka berdua langsung dari Pentagon, White House dan
Capitol Hill. Tahun 2004, jendela dunia lain terbuka lagi ketika dia
mendapatkan beasiswa Chevening Award untuk belajar di Royal
Holloway, University of London untuk bidang film dokumenter. Seorang
43
scholarship hunter, Fuadi selalu bersemangat melanjutkan sekolah dengan
mencari beasiswa. Sampai sekarang, Fuadi telah mendapatkan 8 beasiswa
untuk belajar di luar negeri. Dia telah mendapatkan kesempatan tinggal
dan belajar di Kanada, Singapura, Amerika Serikat dan Inggris. Penyuka
forografi ini pernah menjadi Direktur Komunikasi The Nature Conservacy,
sebuah NGO konservasi internasional. Kini, Fuadi sibuk menulis, jadi
pembicara dan motivator, mulai menggarap film, serta membangun
yayasan sosial untuk membantu pendidikan orang yang tidak mampu –
Komunitas Menara.
Negeri 5 Menara, karya pertama Fuadi, telah mendapatkan
beberapa penghargaan, antara lain nominasi Khatulistiwa Literary Award
2010, Penulis dan Buku Fiksi Terfavorit 2010 versi Anugerah Pembaca
Indonesia. Sedangkan tahun 2011, Fuadi dianugerahi Liputan 6 Award,
SCTV untuk kategori Motivasi dan Pendidikan.
Lewat latar belakang pendidikan pesantren, Ahmad Fuadi
telah berkarya nyata untuk masyarakat melalui pemikiran dan
aktivitasnya bersama Komunitas 5 Menara. Karena pesantrenlah
yang sangat memengaruhi hidup Ahmad Fuadi. Pesan dari peraih
penghargaan Liputan6 Award, SCTV untuk Kategori Pendidikan dan
Motivasi 2011 ini adalah:
“Menulis itu lebih kuat dari peluru. Misalnya kalau orang ditembak,
kemungkinan besar orang itu mati, tapi pelurunya hanya
tinggal di kepala orang itu saja. Tapi kalau orang menulis
tulisan yang kuat, satu tulisan atau satu kalimat atau satu kata
itu akan menembus tak cuma satu kepala orang, bisa ratusan,
bisa ribuan, bisa jutaan orang. Dan itu luar bisa pengaruhnya
bisa menggerakkan”
44
BAB III
DESKRIPSI PEMIKIRAN
A. Deskripsi Novel RANTAU 1 MUARA
1. Unsur Ekstrinsik Novel Rantau 1 Muara
Unsur ekstrinsik yang terkandung dalam novel Rantau 1 Muara adalah
sebagai berikut:
1. Nilai Budaya
2. Nilai moral
3. Nilai agama
2. Unsur Intrinsik Novel Rantau 1 Muara
1. Tema Novel
Tema yang diambil dalam novel Rantau 1 Muara karya
Ahmad Fuadi yaitu bertema “perjuangan dan cinta”. Novel ini
menceritakan perjalanan hidup Alif Fikri dalam mencapai
tujuannya untuk sekolah di Amerika dan menikah dengan seorang
gadis yang sangat dikaguminya. Tujuan sang tokoh untuk belajar di
Amerika tampak pada penggalan novel sebagai beriku : “ keajaiban
injury time terjadi hanya dalam hitungan seminggu. Hari ini aku
mendapat e-mail resmi dari dua fakultas komunikasi yang bagus di
East Coast. Boston University dan George Washington DC.
Mereka telah menyetujui aplikasi S-2ku “.(Ahmad Fuadi, 2013:
186)
45
Selain itu Alif fikri juga memiliki tujuan untuk menikahi
pujaan hatinya yang telah ditaksirnya saat awal bertemu yaitu
Dinara yang merupakan teman sekantor hal tersebut tampak dalam
penggalan dalam novel sebagai berikut : “ pokok masalah yang
membebaniku adalah cara mempercepat lamaran, pernikahan, dan
memboyong Dinara ke Washington DC. Waktu kami hanya 2 bulan
lebih. Tapi bagaimana aku melakukan lamaran dari negeri yang
jauh ini ? “.(Ahmad Fuadi, 2013: 242)
Satu “mantra” yang menjiwai perjuangan tokoh utama
dalam novel ini adalah “man saara ala darbi washala ” (siapa yang
berjalan di jalannya akan sampai ditujuan).
2. Alur Cerita
Dalam novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi, terdapat
alur maju dan mundur. Salah satu bukti dari adanya alur maju
adalah sebagai berikut:
“Sebentar lagi ada sambutan dari pimpinan redaksi.Silahkan
gabung dengan semua wartawan baru di lantai tiga.” (Ahmad
Fuadi, 2013: 48)
Alur mundur yang membuat Alif bernostalgia waktu
mengaji di Surau di kampung.
“ Waktu aden mengaji di Surau di kampung dulu,angku guru
selalu bilang ayat innamal yusry yusro. Bersama setiap kesulitan
itu ada kemudahan .” (Ahmad Fuadi, 2013: 45)
46
3. Tokoh dan Penokohan
Tokoh utama dalam novel Rantau 1 Muara adalah Alif
yang pekerja keras. Terbukti pada cuplikan novel sebagai berikut.
“tentulah aku beruntung seandainya dia tahu dan merasakan
bagaimana aku mengorbankan kenikmatan – kenikmatan sesaat
untuk bisa sampai “beruntung“. Berapa ratus malam sepi yang aku
habiskan sampai dini hari untuk mengasah
kemampuan,belajar,membaca,menulis,dan berlatih tanpa henti.
Melebihkan usaha di atas rata – rata orang lain agar aku bisa
meningkatkan harkat diriku ” (Ahmad Fuadi, 2013: 25)
Selain itu Alif juga orang yang bertanggung jawab.
Terbukti pada cuplikan novel berikut.
“Aku berbisik sendiri.”tenang adiak – adiak kanduang,abang kalian
ini sekarang sudah dapat pekerjaan. Tenang-tenang saja kalian dalam
bersekolah, Abang akan bantu. Kita akan punya rezeki, insya Allah
tanggal muda bulan depan.”(Ahmad Fuadi, 2013: 64)
Penakut, terbukti pada cuplikan di dalam
novel sebagai berikut.
Dengan was-was aku berjalan maju. Aku rapal doa-doa dan
bacaan suci lainya. Aku tidak takut makhluk halus, tapi kalau
ketemu, aku tidak mau. Jadi wahai para jin dan setan,
menyingkirlah jauh.
Kemudian tokoh tambahan dalam novel ini antara lain:
47
1. Dinara
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Dinara
memiliki watak sebagai berikut.
a. Ceria, percaya diri dan waspada, terbukti pada cuplikan di
dalam novel sebagai berikut : Anak baru ini tertawa
ramah. “Baru dari mana dulu ini kantor kedua saya dan
sudah beberapa hari masuk untuk tugas orientasi di lantai
bawah,” katanya. Wajahnya ceria, percaya diri dan juga
agak waspada. Jawabanya berlogika dan lengkap
informasi. (Ahmad Fuadi, 2013: 122)
b. Pintar dan manja, terbukti pada cuplikan di dalam novel
sebagai berikut : Satu bulan sejak pertama mengenalnya,
aku habiskan untuk menerka-nerka dia dari jauh. Bahkan
tidak kuanggap dia di level yang serius, sekadar anak kota
pintar yang manja saja. Boleh jadi dari keluarga kaya
karena warisan turun-temurun. (Ahmad Fuadi, 2013: 128).
2. Mas Budi atau Mas Garuda
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh mas Budi atau
mas Garuda memiliki watak sebagai berikut.
a. Suka menolong atau ringan tangan, terbukti pada
cuplikan di dalam novel sebagai berikut: Dengan mulut
diperban, Mas Nanda mencoba bicara susah payah.
“Garuda...ingin bantu bayi kecil di warung gyro itu abis
48
memapah saya ke sini dia pergi lagi” Bicaranya tidak
lurus. Bibirnya baru dijahit karena robek kena pecahan
kaca.Hanya soal waktu saja. Kalaupun dia telah mati,
aku yakin dia mati tidak dengan sia-sia. Mas Garuda
yang selalu ringan tangan membantu orang lain.
Semoga dia mendapatkan husnul khatimah, akhir yang
baik. (Ahmad Fuadi, 2013: 250-251)
b. Ramah, terbukti pada cuplikan di dalam novel sebagai
berikut: “Baru datang ya Mas? Saya belum pernah lihat
sampeyan sebelumnya, katanya ramah. Aku
mengangguk mengiyakan. (Ahmad Fuadi, 2013: 202)
3. Ibu Odah atau Ibu kos
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh ibu Odah
memiliki watak pecinta daster, terbukti pada cuplikan
di dalam novel sebagai berikut: Sebagai imbalan, aku
imingi sesuatu yang Ibu Kos tidak akan bisa tolak.
“Nanti saya akan cariin Ibu daster di luar negeri.” Dia
memang tipe ibu-ibu separuh umur yang selalu
berbaju daster kembang segala rupa. (Ahmad Fuadi,
2013: 2)
4. Bang Togar
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Bang Togar
memiliki watak suka mengintimidasi di awal, terbukti
49
pada cuplikan di dalam novel sebagai berikut:
Mungkin memang adat Bang Togar saja yang suka
mengintimidasi di awal. Selanjutnya dia bilang,
“Ingat kau selama di Kanada mengirimkan artikel ke
koran di Bandung? Aku lihat banyak artikel kau
dimuat selama kau tak ada di Indonesia. Duit kau
semua itu.” (Ahmad Fuadi, 2013: 6)
5. Pak Wangsa
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh pak Wangsa
memiliki watak disiplin, terbukti pada cuplikan di
dalam novel sebagai berikut: Dengan dompet sesak
menyembul dari saku belakangku, aku melangkah
pasti ke Kantor Fakultas. Selama ini, Pak Wangsa
yang kurus tinggi menjaga meja administrasi dengan
disiplin dan lurus. Terlambat sedikit mengurus daftar
ulang semesteran, dia akan marah. Aku berharap
semoga kali ini dia mau sedikit fleksibel. (Ahmad
Fuadi, 2013: 7)
6. Kang Maman
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Kang Maman
memiliki watak baik hati, terbukti pada cuplikan di
dalam novel sebagai berikut: Pusat kerumunan itu
adalah Warung 1 Meter Kang Maman yang kami
50
gelari the Savior from Cimahi, sang penyelamat dari
Cimahi. Dialah penyelamat mahasiswa yang
kelaparan dan kehausan di sela-sela kelas. Lalu dia
menjelma menjadi penyantun kami ditanggal tua
karena dia mau diutangi sampai bulan depan. (Ahmad
Fuadi, 2013: 8)
7. Pak Endang
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Pak Endang
memiliki watak aneh dan suka bermain TTS. Hal ini
terbukti pada cuplikan di dalam novel sebagai
berikut.
Hari ini aku mampir ke koran Suara Bandung untuk
mengambil honor dari tulisan bulan lalu. Untuk
sampai ke ruang kasir, aku harus melintas di depan
ruangan Pak Endang, redaktur pelaksana yang
eksentrik. Dia suka memberi teka-teki yang aneh-
aneh kepada stafnya, yang jawabanya hanya dia dan
Tuhan yang tahu. Aku selalu menghindar agar tidak
sampai tersandera di ruanganya dengan teka-teki
aneh. Tapi aku terlambat, kepalanya sudah
mencongok dari balik pintu ruanganya. Dia
tersenyum lebar bagai anak yang baru dapet mainan
baru. Kena deh! (Ahmad Fuadi, 2013: 14)
51
8. Randai
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Randai
memiliki watak yang senang membanggakan diri
sendiri atau sombong. Hal ini terbukti pada cuplikan
di dalam novel sebagai berikut: Tidak begitu lama,
Randai seperti biasa mulai membuka konflik. “Aden
sekarang sedang mengurus tugas belajar di IPTN.
Kemungkinan aden akan belajar di Eropa atau
Amerika, atau ikut training di markas Airbus atau
Boeing,” katanya seperti membanggakan diri. Aku
tahu gaya dia selalu berusaha memancing kompetisi.
(Ahmad Fuadi, 2013: 27)
9. Pak Imin
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Pak Imin
merupakan tukang pos. Hal ini terbukti pada cuplikan
di dalam novel sebagai berikut: Tanganku baru
mengeratkan ikatan tali rafia di dus terakhir ketika
sebuah motor berhenti di depan pagar. Aku sudah
hafal, bunyi motor Pak Imin si tukang pos. Tangan
Pak Imin tenggelam ke dalam tas cokelat tuanya yang
tersampir di motor bagian belakang. “Kilat khusus
buat Alif Fikri.” (Ahmad Fuadi, 2013: 31)
10. Ustad Salman
52
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Uatad Salman
memiliki watak penyemangat dengan ceritanya. Hal
ini terbukti pada cuplikan di dalam novel sebagai
berikut: Coba kalian dengar baik-baik. Ibnu Rusyd itu
adalah seorang laki-laki ajaib, salah satu orang paling
jenius yang pernah lahir di peradaban muslim. Dia
lahir di Cordoba, Spanyol, pada tahun 1126 dan
meninggal tahun 1198 di Marrakesh, Maroko,katanya
bersemangat. Seperti biasa Ustad Salman selalu
menceritakan sejarah dengan detail sampai tahun dan
tempat. Dia selalu bilang, untuk menulis yang baik
harus ditopang riset dan data yang lengkap. (Ahmad
Fuadi, 2013: 40)
11. Mba Eva
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Mba Eva
memiliki watak ramah. Hal itu terbukti pada cuplikan
di dalam novel sebagai berikut: Sebentar lagi ada
sambutan dari pemimpin redaksi. Silakan gabung
dengan semua wartawan baru di lantai tiga. Ini hari
pertama kita beroperasi sebagai sebuah majalah
lagi,kata Mbak Eva tersnyum melihat tingkahku bagai
seseorang yang akan mendapat makan siang gratis.
(Ahmad Fuadi, 2013: 48)
53
12. Uda Ramon
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Uda Ramon
berwatak baik, terbukti pada cuplikan di dalam novel
sebagai berikut: Rupanya rantau membuatnya insaf.
Dia kini anak muda yang rajin salat, pekerja keras,
dan sering berkirim wesel ke amaknya. Konon ibu-
ibu di kampung kini memujinya sebagai anak yang
tahu diuntuang, dan mereka mulai berbisik-bisik
membicarakan kemungkinan menjodohkan anak
gadis mereka dengan Uda Ramon. (Ahmad Fuadi,
2013: 44)
13. Pasus Warta
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Pasus Warta
memiliki watak sebagai berikut:
a. Egois, terbukti pada cuplikan di dalam novel sebagai
berikut: Doktor? Doktor apa? Aku bingung, menurutku
tidak ada yang lucu sama sekali. Mungkin selera
humoranya kelas rendah. Selain itu, dia memang suka
egois menikmati humornya sendiri. Tidak peduli orang
lain merasa lucu atau tidak. Aku coba juga bertanya,
“Hoi, kenapa kau ketawa?” (Ahmad Fuadi, 2013: 68)
b. Memiliki tekad yang kuat, terbukti pada cuplikan di
dalam novel sebagai berikut: Karena ditolak oleh
54
satpam yang berjaga di rumah konglomerat ini, ia
bertekad melawan dengan cara paling sederhana.
Menginap di taman kecil pas di depan rumah
konglomerat itu. Benar-benar menginap. Dia sampai
membawa tenda dan tikar untuk tidur melingkar di
sana. Dia juga membawa kertas bertuliskan spidol,
“Mohon wawancara 5 menit saja.” Satpam telah
berkali-kali mengusirnya tapi Pasus membela diri
bahwa dia berhak tidur di lahan publik. Mungkin
karena bosan melihat muka Pasus selalu ada di depan
rumahnya, konglomerat ini menyerah juga. (Ahmad
Fuadi, 2013: 99)
c. Sombong, terbukti pada cuplikan di dalam novel
sebagai berikut: Dia terkekeh sendiri, tapi tidak
keberatan untuk ikut. “Little little I can speak-speak
lah,” katanya. Aku amati rasa percaya diri Pasus
meroket tajam sejak dia bisa menaklukan Om Chen
tempo hari.Kadar kesombonganya juga naik beberapa
kali lipat. (Ahmad Fuadi, 2013: 105)
14. Mas Aji
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, mas Aji memiliki
watak seperti penyair dalam tulisanya. Hal ini
terbukti pada cuplikan di dalam novel sebagai
55
berikut: Di kalangan aktivis kampus dulu, dia
menjadi simbol suara perlawanan yang ditakuti rezim
Orde Baru. Bukan karena dia punya pasukan, tapi
karena syair dan tulisan kritisnya dibaca jutaan orang.
Kabarnya, dia pernah beberapa kali diculik serta
diinterogasi agar mau melinakkan tulisan-tulisannya.
Beberapa hari saja setelah dilepas, dia menulis lebih
tajam lagi. Dan dia diculik lagi dan begitu
selanjutnya. Anehnya, bagai kucing bernyawa
sembilan, dia masih hidup. Mungkin
“menghilangkannya” sangat beresiko buat pamor
Pemerintah. Namanya Sang Aji, atau akrab dipanggil
Mas Aji atau dengan inisialnya SA. (Ahmad Fuadi,
2013: 51)
15. Mas Malaka
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh mas Malaka
memiliki watak sebagai berikut.
a. Santai dan apa adanya, terbukti pada cuplikan di dalam
novel sebagai berikut:“Sersan” serius tapi santai.
Nikmati kerja kita, terang dia.Bahkan di sini rapat
boleh pakai apa saja, layaknya di rumah sendiri. Pakai
sarung saja boleh. Karena kami tidak melihat sarung,
56
tapi melihat isi laporan kalian, katanya. (Ahmad Fuadi,
2013: 454)
b. Tegas, terbukti pada cuplikan di dalam novel sebagai
berikut: Dia melirikku tajam sekilas. “Sejak kapan aku
bercanda kalau bagi tugas. Kita sersan kan? Serius
dulu, santai belakangan.” (Ahmad Fuadi, 2013: 90)
16. Dida
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Dida memiliki
watak suka bercanda. Hal ini terbukti pada cuplikan
di dalam novel sebagai berikut:“Wah belum kenal,
udah naksir aja.” Dida cengar-cengir sambil
menjulurkan lidahnya. (Ahmad Fuadi, 2013: 88)
57
17. Mbak Risa
Dalam novel “Rantau 1 Muara:, tokoh Mbak
Risa memiliki sifat yang sedikit cuek atau tidak
peduli. Hal ini terbukti pada cuplikan di dalam novel
sebagai berikut:Yak, tanda tangani tanda
terimanya,kata Mbak Risa seperti tidak peduli dan
menyodorkan sebongkah tumpukan uang yang
harum. Pasus membagi dua uang itu dan
menyodorkan separuhnya ke aku.
18. Pak Garda
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Pak Garda
mengagumi wartawan Derap. Hal ini terbukti pada
cuplikan di dalam novel sebagai berikut.
Selain mendapatkan wawancara yang bagus,
kami berhasil membuat Pak Garda kaget, karena
Pasus merebut bon restoran dari tangannya dan
membayar lunas harga makanan yang mencapai
sejuta rupiah dengan uang tunai yang kami tumpuk di
meja. Pak Garda menggeleng-geleng. “Baru kali ini
saya ditraktir wartawan. Padahal selama ini wartawan
meminta saya yang nraktir.” (Ahmad Fuadi, 2013:
82-83)
19. Om Chen
58
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Om Chen
memiliki watak pecinta burung. Hal ini terbukti pada
cuplikan di dalam novel sebagai berikut:
Gampang,kata Pasus menjentikkan jari. Aku riset
kalau dia adalah penggemar burung dan ayam pelung.
Dia punya burung cucakrowo, kacer, cendet,
gletekan, kenari, dan banyak lagi. Di kampungku
dulu, bapakku punya beberapa burung kicau juara
kecamatan dan aku yang mengururs mereka. Jadi aku
mengerti sekali kualitas dan cara mengurus burung.
Begitu aku memuji kolksi burung Om Chen, kami
langsung akrab. Bahkan aku cerita makanan khusus
burungku di kampung sono. Dia mau mesen supaya
burung-burung piaraannya lebih bagus suaranya.
Diplomasi burung, kawan. (Ahmad Fuadi, 2013: 100)
20. Sutan Rangkayo Basa
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Sutan
Rangkayo Basa memiliki watak sebagai berikut.
a. Memperhatikan kesopanan, terbukti pada cuplikan di
dalam novel sebagai berikut: Tidak ada jalan lain selain
aku harus bicara dengan orangtua Dinara secepatnya.
Dan yang aku hadapi adalah seorang calon bapak
mertua bersuku Minang yang pasti sangat
59
memperhatikan kesopanan dan adat dalam masalah
pinang-meminang. Pengalamanku terakhir bicara
dengan dia tidak begitu mengesankan. (Ahmad Fuadi,
2013: 2)
b. Keras dan egois, terbukti pada cuplikan di dalam novel
sebagai berikut: “Papanya Dinara orangnya keras dan
punya ego yang besar. Harus pelan-pelan masuknya.
Gini aja. Ibu akan pelan-pelan mulai bicara sama
papanya Dinara minggu ini. Minggu depan, kamu
telepon Ibu lagi untuk membicarakan bagaimana
situasinya.” Seperti kata Dinara, Ibu Utami memberi
lampu hijau kepadaku dan Dinara. (Ahmad Fuadi,
2013: 243)
21. Jenderal Broto
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Jenderal Broto
memiliki watak Anti wartawan, arogan dan kaku,
terbukti pada cuplikan di dalam novel sebagai
berikut: Siapa tidak kenal jenderal tinggi besar
dengan temperamen keras ini. Sangat antiwartawan,
gayanya arogan dan kaku. Dia kini konon dituntut di
luar negeri karena dianggap melanggar HAM di Irian
Jaya. Di mana aku harus mencari Pak Jenderal?
“Tentu saja di Mabes-lah,” kata Pasus tersenyum jahil
60
melihat aku berkeringat dingin mendapat tugas yang
aku “minta” sendiri ini. (Ahmad Fuadi, 2013: 114)
22. Ibu Utami
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh ibu Utami
watak Ramah, terbukti pada cuplikan di dalam novel
sebagai berikut: “Lewat sini saja. Jangan sungkan,
saya masih sambil kerja kok,” kata ibunya. (Ahmad
Fuadi, 2013: 143)
23. Amak
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Amak
memiliki watak bijaksana. Hal ini terbukti pada
cuplikan di dalam novel sebagai berikut: Begitu
Amak mendengar akau akan merantau setidaknya
selama dua tahun tanpa pulang, mukanya tampak
berkabut. Aku duduk bersimpuh di depan Amak dan
tidak berani beringsut sampai mendengar
jawabannya. Setelah beberapa saat diam, Amak
mengulang lagi nasihatnya, “Ke mana pun dan apa
pun yang wa’ang lakukann, selalu perbarui niat,
bahwa hidup singkat kita ini hanya karena Allah dan
untuk membawa manfaat. Jangan berorientasi pada
materi. Kalau memang sekolah jauh itu membawa
61
manfaat dan wa’ang niatkan sebagai ibadah, pailah,
pergilah.” (Ahmad Fuadi, 2013: 174)
24. Mbak Hilda
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh mbak Hilda
memiliki watak ramah. Hal ini terbukti pada cuplikan
di dalam novel sebagai berikut: Begitu Mas Garuda
menguak pintu, hidungku diambut bau yang sangat
Indonesia. Ada bau sambal terasi yang menusuk
nikmat. Kepala seorang perempuan muncul dari
dapur sambil berteriak, “Wah ada tamu. Halo selamat
datang, saya Hilda.” Kepalanya diikat kain putih
seperti koki dan senyumnya selebar mukanya. Aku
tersenyum menyambut salamnya yang riang. (Ahmad
Fuadi, 2013: 205)
25. Mas Nanda
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh mas Nanda
memiliki watak suka membantu. Hal ini terbukti pada
cuplikan di dalam novel sebagai berikut:“Rumah ini
milik Mas Nanda dan istrinya Mbak Hilda, yang
sudah lama tinggal di sini. Dari Mas Nanda, saya
belajar bisnis kurir ini. Lumayan buat nabung modal
untuk saya pulang selamanya ke Indonesia tahun
depan,” katanya. (Ahmad Fuadi, 2013: 205)
62
26. Prof. Deutsch
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Prof. Deutsch
memiliki watak yang senang menuntut ilmu. Hal ini
terbukti pada cuplikan di dalam novel sebagai
berikut:“I always a student at heart. My main interest
is research and the history of knowledge,” katanya
ketika aku tanya bagaimana dia bisa tahu begitu
banyak hal. Seorang profesor yang selalu merasa
dirinya seorang murid. (Ahmad Fuadi, 2013: 212)
27. Ustad Fariz
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Ustad Fariz
memiliki watak suka menasehati. Hal ini terbukti
pada cuplikan di dalam novel sebagai berikut:
Kepada Ustad Fariz aku berkeluh kesah. Dia menasehati,
“Kehilangan memang memilukan. Tapi kehilangan
hanya ada ketika kita sudah merasa memiliki.
Bagaimana kalau kita tidak pernah merasa memiliki?
Dan sebaiknya kita jangan terlalu merasa memiliki.
Sebaliknya, kita malah yang harus merasa dimiliki.
Oleh Sang Maha Pemilik.” (Ahmad Fuadi, 2013: 357)
1. Tom Watson
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Tom memiliki sikap
percaya terhadap tokoh Aku dan Dinara. Hal ini
63
terbukti pada cuplikan di dalam novel sebagai
berikut: Tom Watson yang mengenal baik reputasi
Derap, memberi aku dan Dinara kepercayaan besar
untuk mengembangkan gaya liputan ala Derap
yang selalu ditopang riset dan perencanaan matang.
(Ahmad Fuadi, 2013: 312).
28. Mas Rama
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Mas Rama
memiliki watak putus asa. Hal ini terbukti pada
cuplikan di dalam novel sebagai berikut: Setiap dua
hari-kadang setiap hari-aku menelepon mas Rama.
“Jejaknya masih nihil,” begitu umumnya dia
menjawab. Dia mungkin juga sudah bosan ditanya
dan tidak tau harus memberikan jawaban apa lagi
kepadaku. Suaranya saat berbicara bernada frustasi
yang sama dengan nada bertanyaku. (Ahmad Fuadi,
2013: 353)
29. Rio
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Rio memiliki
watak baik. Hal ini terbukti pada cuplikan di dalam
novel sebagai berikut: Di ABN, kami mendapat
teman-teman baru yang tidak kalah seru, walau tak
ada yang seantik Pasus. Rekan kerja pertama yang
64
aku kenal adalah Rio. Ketika jam makan siang, dia
mengetuk-ngetuk kubikelku. “Mas, yuk makan siang
bareng di meja rapat. Ntar coba ya green curry
Thailand yang gue masak sendiri.” Selain Rio sudah
memiliki jam terbang tinggi di dunia radio
broadcasting dan videography dia pintar memasak
dan membuat aku terus menambah nasi. (Ahmad
Fuadi, 2013: 315)
30. Arum
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Arum
memiliki watak suka bercanda dan tomboi. Hal ini
terbukti pada cuplikan di dalam novel sebagai
berikut: Arum yang tomboi, suka bercelana jeans dan
berjaket kulit, memakai jam sebesar jengkol dan
mengidolakan pria macho seperti Vin Diesel.
Sepanjang perjalanan ke DC, tak habis-habisnya aku
diledek. “Lif, bagi-bagi dong cokelatnya? Pekerja
pabrik pasti dapat gratis dong,” seloroh Arum.
(Ahmad Fuadi, 2013: 318)
31. Tere
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Tere memiliki
penampilan yang girly. Hal ini terbukti pada cuplikan
di dalam novel sebagai berikut: Sedangkan Tere yang
65
girly, suka bergaun modis berwarna pastel, kerap
meneneteng kamera Nikon manual dan menyukai
cowok akademisi. (Ahmad Fuadi, 2013: 316)
32. Mas Tegal
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh mas Tegal
memiliki watak ramah. Hal ini terbukti pada cuplikan
di dalam novel sebagai berikut: Mas Tegal
mendekatiku. Giman Mas jadinya, dapat kerjaan di
pabrik coklat atau botol? Nanti kita kos bareng aja.
Biar hemat. Jadi kita bisa cepat nabung buat pulang
kampung. (Ahmad Fuadi, 2013: 317)
33. Atang
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Atang
memiliki kebiasaan mencatat alamat semua teman-
teman. Hal itu terbukti dari cuplikan di dalam novel
sebagai berikut: Malam kami habiskan bernostalgia
dan bercerita tiada henti tentang apa yang kami jalani
setelah tamat di PM. Atang, kawanku yang dulu
selalu rajin mencatat alamat orang, mempunyai
informasi lengkap tentang Sahibul Menara yang lain.
(Ahmad Fuadi, 2013: 373)
34. Raja
66
Dalam novel “Rantau 1 Muara”, tokoh Raja memiliki
watak cinta kampung halaman. Hal itu terbukti dari
cuplikan di dalam novel sebagai berikut: Sebuah
sekolah di Medan sudah minta aku pulang untuk
membuat sistem sekolah Islam modern. Kampungku
lebih membutuhkan kami. (Ahmad Fuadi, 2013: 357)
4. Latar
Novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi berlatar tempat
pada negara Indonesia yaitu Bandung tempat Alif kuliah di
UNPAD, dan kemudian Jakarta tempat alif berkerja di kantor
Derap, kemudian ketika akan menuju Amerika. Tempat terakhir
dari cerita ini adalah Amerika.
Sedangkan dari segi latar waktu, novel ini berlatar pada tiga
konteks waktu yang berbeda, yaitu: masa akhir kuliah di UNPAD
Bandung, masa kerja di kantor Derap dan ketika masa perjuangan
pencarian cinta atau pendamping hidup.
5. Sudut Pandang
Secara gamblang novel Rantau 1 Muara ini menggunakan
sudut orang pertama tunggal (aku/saya/awak/aden) sebagai tokoh
utamanya pada novel ini. “semoga kali ini aku lulus,kataku
membatin sambil melangkah ke pinggir jalan untuk menyetop
angkot” (Ahmad Fuadi 2013:26)
6. Gaya Bahasa
67
a. Hiperbola
“Tiga hari tiga malam kita mendayung kano ini,ceritanya gak
akan selesai. Panjang Lif” (Ahmad Fuadi 2013:216)
b. Personifikasi
“mobil carry tua itu terkentut-kentut melarikan aku ke Jakarta”
(Ahmad Fuadi 2013:43)
c. Aximoron
“Biasanya menuliskan masalah bisa menenangkanku. Tapi mala m
ini bahkan aku tak bisa memincingkan mata” (Ahmad
Fuadi 2013:110)
7. Amanat
Amanat yang terdapat dalam novel Rantau satu muara
sebagai berikut:
a. Kita harus berusaha keras untuk meraih cita-cita
b. Tidak putus asa dan patah semangat
3. Sinopsis Novel Ranah 3 Warna
Rantau 1 Muara merupakan trilogi dari novel Negri 5 Menara dan
Ranah 3 Warna. Alif lulus dari Universitas Padjajaran Bandung
dengan nilai yang sangat memuaskan. Tentunya ia yakin perusahaan
akan berlomba mendapatkannya. Namun, ia di wisuda di waktu yang
kurang tepat. Pada saat itu, di akhir tahun 90-an, Indonesia mengalami
krisis moneter sehingga ia kesulitan mencari pekerjaan. Berkali-kali ia
mengirim lamaran pekerjaan, namun hasilnya nihil. Ia mengalami
68
kegalauan yang sangat hebat. Di sisi lain ia juga harus membiayai
amak dan adiknya.
Dimulai dengan mulai mengirimkan surat lamaran pekerjaan,
kemudian menerima juga surat balasan yang ternyata isinya adalah
penolakan hingga sampai juga akhirnya ia merima surat yang
membawa angin segar bahwa ia diterima bekerja. Di Jakarta. Ketika ia
bersiap untuk pindah dari Bandung ke Jakarta, ada satu surat yang
datang membuatnya kembali limbung. Surat yang mengabarkan
bahwa penerimaannya oleh perusahaan dibatalkan.
Setitik sinar muncul ketika Alif diterima menjadi wartawan di
sebuah majalah terkenal di Jakarta. Di sana, ia bertemu dengan
seorang gadis yang dulu pernah dia curigai. Gadis itu bernama Dinara
yang ternyata adalah temannya Raisa. Lambat laun hatinya tertarik
pada Dinara.
Dari Jakarta, terbuka cakrawala baru. Alif meraih beasiswa
keWashington DC, dia kuliah sambil bekerja menjual tiket. Di sana ia
bertemu dengan Garuda, ia orang Indonesia asli orang Jawa.
Bersamanya ia tinggal di Amerika. Dia sangat menyayangi alif
layaknya adik sendiri. Cerita-ceritanya sangat menginspirasi Alif.
Baik itu cerita tentang keluarganya ataupun tentang calon istrinya.
Dari situ akhirnya alif mulai berfikiran untuk melamar gadis pujaan
hatinya, Dinara. Proses pendekatan kepada papa nya Dinara, itu yang
paling sulit. Karena awalnya papa nya Dinara tak merestui hubungan
69
mereka. Namun Alif tak pernah menyerah, ia terus berusaha menarik
hati papanya. Yang pada akhirnya merestuinya. Dengan penuh
semangat, Alif terbang dari Amerika menuju Indonesia. Hal yang
paling dinantinya akhirnya tiba juga. Ia menikah dengan Dinara.
Usai pernikahan, mereka terbang lagi ke Amerika, dari situ mereka
menjalani hidup yang penuh luka-liku di Amerika. Dinara menjadi
wartawan di sebuah majalah terkemuka di Amerika, lalu setelah lulus
kkuliah Alif menyusul Dinara. Mereka hidup bahagia, gaji yang besar
membuat mereka mudah melakukan apapun di Amerika. Pun cita-
citanya untuk membantu Amak dan adik-adiknya di kampung tercapai
jua. Mereka jujga mampu menjadi wartawan yang paling berprestasi,
mampu menjadi wartawan teladan bagi semua wartawan di majalah
tersebut. Sampai terjadi peristiwa 11 September 2001 di World Trade
Center, New York, yang menggoyahkan jiwanya. Garuda, yang sudah
ia anggap sebagai kakak sendiri menjadi korban peristiwa tersebut.
Alif dipaksa memikirkan ulang misi hidupnya. Mantra ketiga “man
saara ala darbi washala” ( siapa yang berjalan di jalannya akan
sampai pada tujuan ) menuntun perjalanan pencarian misi hidup Alif.
Hidup hakikatnya adalah perantauan “Hidupku kini ibarat mengayuh
biduk membelah samudera hidup. Selamanya akan naik turun dilamun
gelombang dan ditampar badai. Tapi aku tidak akan merengek pada
air, pada angin, dan pada tanah. Yang membuat aku kukuh adalah aku
tahu kemana tujuan akhirku di ujung cakrawala.” ( hal.395 ).
70
Rantau 1 Muara bercerita tentang konsistensi untuk terus berkayuh
menuju tujuan, tentang pencarian belahan jiwa, dan menemukan
tempat bermuara. Muara segala muara. “Muara manusia adalah
menjadi hamba sekaligus khalifah di muka bumi. Sebagai hamba,
tugas kita mengabdi. Sebagai khalifah, tugas kita bermanfaat. Hidup
adalah pengabdian dan kebermanfaatan”. Dalam hal ini, pembaca
diajarkan untuk memahami salah satu makna “man saara ala darbi
washala” yang sebenarnya bermuara pada satu tujuan, yakni menuju
kepada sang khaliq. Dalam novel ini juga, Ahmad Fuadi lewat trilogi
novel Negeri 5 Menara ingin mengajak para pembaca untuk tidak
takut bermimpi besar, berpetualang sejauh mata memandang,
mengayuh sejauh lautan terbentang, dan berguru sejauh alam
terkembang. Sesungguhnya Tuhan maha mendengar atas segala
harapan hamba-Nya.
Man Jadda Wajada! Bertualanglah sejauh mata memandang.
Mengayuhlah sejauh lautan terbentang. Bergurulah sejauh alam
terkembang.
Di dalam novel ini juga terdapat kelemahan yaitu penggunaan bahasa
minang yang tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia,
membuat imajinasi pembaca terhambat akibat tidak memahami
percakapan tersebut. Di dalam buku ini juga tersirat mendiskreditkan
pekerjaan seseorang, yakni penjual cokelat yang diulang dalam
beberapa bab. Terlalu banyak percakapan yang kurang penting, seperti
71
contohnya di Bab Setan Merah yang kurang menarik dan bertele-tele.
Penulis tampaknya terlalu banyak memainkan kata-kata hingga
maknanya yang kental menjadi cair.
Untuk dapat memahami novel ini, setidaknya kita telah mengetahui
setting dalam cerita ini. Bagi pengarang, sebaiknya meletakan catatan
kaki untuk bahasa daerah agar tidak mengurangi persepsi pembaca.
Saya bisa memberi kesimpulan dari Novel yang dibuat oleh Ahmad
Fuadi ini, saya dapat mengambil beberapa pelajaran hidup yang
penting, seperti mantra-mantra yang diucapkan penulis. Man Jadda
Wa jada, siapa yang bersungguh-sungguh pasti akan berhasil. Man
shabara zhafira (siapa yang bersabar akan beruntung), dan man saara
ala darbi washala (siapa yang berjalannya akan sampai ke tujuan).
Dalam buku ini dijelaskan betapa pentingnya merantau di negeri
orang, selain dapat melihat dunia, juga dapat mengeluarkan kita dari
zona nyaman. Dengan merantau Alif berhasil mendapatkan pekerjaan,
istri, dan juga jati dirinya. Bukan hanya tujuan kebahagiaan dan
keberhasilan dunia tapi juga tujuan hakiki. Ke tempat kita dulu
berasal. Ke Sang Pencipta (hal 359). Membuat kita sadar bahwa
kehidupan tidak kekal, dan sesukses apapun kita di dunia akan
kembali ke kehidupan yang abadi, apakah akan suskes juga di akhirat
kelak tergantung bekal kita di dunia.
4. Keunggulan Novel Rantau Satu muara Karya Ahmad Fuadi
72
Buku ini mampu membuat pergolakan batin ketika tragedi 11
September 01 terjadi, dimana Kakak angkat Alif, Garuda
menjadi korban dari pengeboman WTC. Buku ini mengupas
sepak terjang Alif dan awak media dalam mengupas dinamika
Jurnalis, sehingga bermanfaat bagi pembaca yang ingin
berkecimpung di dunia pers. Melihat kegigihan Alif dan teman-
temannya mendapatkan narasumber penting, hingga
pengalamannya meliput kamar Jenazah RSCM. Man Jadda
Wajada!. Dan yang paling terpenting buku ini menyelipkan
mantra yang amat penting yang dapat mengubah pola pikir
pembaca. Seperti mantra yang terucap dalam buku ini, “Man
Saara Ala Darbi Washala”, siapa yang berjalan di jalannya akan
sampai di tujuan. Buku ini mengajarkan kita untuk berani
mencari jati diri dalam mengambil sebuah keputusan yang akan
berdampak ke kehidupan kita selanjutnya. Di buku ini terselip
beberapa pepatah arab, contohnya fastabiqul khairat, berlomba-
lomba menuju kebaikan (Ahmad Fuadi 2013: 28) yang dapat
memotivasi pembaca.
B. Deskripsi Penelitian
1. Nilai-nilai Pendidikan Islam Dalam Novel RANTAU 1 MUARA Karya
Ahmad Fuadi
a. Nilai pendidikan aqidah
Nilai pendidikan Kutipan
73
Aqidah
Iman kepada Qada
dan
Qadar
Laporan dari kantor medical examiner New
York menyebutkan sekitar 3.000 jiwa
melayang saat peristiwa 9/11. Kebanyakan
korban terkubur di reruntuhan Twin Tower
WTC dan tidak pernah ditemukan.(Ahmad
Fuadi, 2013: 354)
Meyakini Sifat Allah Alhamdulillah,doa dan usaha itu memang
selalu didengar-Nya. (Ahmad Fuadi, 2013:
31)
Iman kepada Kiamat
Kecil
(Kemat
ian)
Laporan dari kantor medical examiner New
York menyebutkan sekitar 3.000 jiwa
melayang saat peristiwa 9/11. Kebanyakan
korban terkubur di reruntuhan Twin Tower
WTC dan tidak pernah ditemukan.(Ahmad
Fuadi, 2013: 354)
Iman kepada Alam
Ghaib
Dengan was-was aku berjalan maju.
Aku rapal doa-doa dan
bacaan suci lainya. Aku
tidak takut makhluk
halus, tapi kalau ketemu,
aku tidak mau. Jadi
wahai para jin dan setan,
menyingkirlah
jauh.(Ahmad fuadi,
2013:91)
Berpegang Teguh
kepada
Tali
Kemana pun dan apa pun yang wa‟ang
lakukan, selalu perbaharui niat, bahwa hidup
singkat kita ini hanya karena Allah dan untuk
74
Allah membawa manfaat.(Ahmad Fuadi, 2013:
174)
b. Nilai Pendidikan Ibadah
1) Nilai-nilai Ibadah Vertikal
Nilai-nilai Ibadah Vertikal Kutipan
Berdoa Ya Allah, tunjukilah kami jalan untuk
menemukan mereka.(Ahmad Fuadi, 2013:
347)
Doa utamaku tetap berharap akan
keselamatan Mas Garuda. (Ahmad Fuadi,
2013: 356)
Salat Azan dari masjid di belakang kantor lamat-
lamat mengaliri udara senja.Aku meluruskan
badanku yang pegal karena duduk hampir dua
jam di depan komputer untuk menuntaskan
transkrip wawancara denagan saksi mata
kerusuhan Mei 1998. Laporan yang
menyeretku ke kenangan ketika aku melihat
Jakarta dibakar dan bergolak. Ujung jari
kakiku mengail-ngail sandal jepit di bawah
mejaku. Sambil menyeret kaki ke Mushola
(Ahmad Fuadi, 2013: 147-148)
Menuntut Ilmu ...Tidak lama lagi aku disekolahkan pula ke
Jerman... (Ahmad Fuadi, 2013: 152)
Salat Sunnah Cinta, kita salat Istikharah yuk(Ahmad Fuadi,
2013: 385)
Berzikir Aku kuatkan lafaz takbirku agar tidak kentara
75
getar suaraku (Ahmad Fuadi, 2013: 148-149)
2) Nilai-nilai Ibadah Horizontal
Nilai-nilai Ibadah
Horizontal
Kutipan
Mengamalkan Ilmu Menjelang pengujungng Ramadan, aku
diminta Ustadz Fariz ikut menjadi juri lomba
azan dan mengaji, serta pernah pula jadi
imam salat tarawih.(Ahmad Fuadi, 2013:
362)
Menafkahi Keluarga Aku berbisik sendiri.”tenang adiak – adiak
kanduang,abang kalian ini sekarang sudah
dapat pekerjaan. Tenang-tenang saja kalian
dalam bersekolah, Abang akan bantu. Kita akan
punya rezeki, insya Allah tanggal muda bulan
depan.(Ahmad Fuadi, 2013: 64)
c. Nilai Pendidikan Akhlak
1) Nilai-nilai Akhlak Mahmudah
Nilai-nilai Akhlak
Mahmudah
Kutipan
Sabar Tiada teka teki lagi dari dia. Kali ini cukup
terang dan jelas. Tulisanku tidak akan
dimuatuntuk waktu yang tidak ditentukan.
Aku Cuma mengangguk – angguk seperti
burung beo. Dia menjulurkan tangannya
menyalamiku. “semoga harga kertas segera
stabil Lif,jadi kami bisa memuat tulisan
bermutu dari kamu lagi.”(Ahmad Fuadi,
76
2013: 17)
Pantang Menyerah tentulah aku beruntung seandainya dia tahu
dan merasakan bagaimana aku mengorbankan
kenikmatan – kenikmatan sesaat untuk bisa
sampai “beruntung“. Berapa ratus malam sepi
yang aku habiskan sampai dini hari untuk
mengasah
kemampuan,belajar,membaca,menulis,dan
berlatih tanpa henti. Melebihkan usaha di atas
rata – rata orang lain agar aku bisa
meningkatkan harkat diriku ” (Ahmad Fuadi,
2013: 25
Bersyukur Alhamdulillah Bapak senang sekali dapat
kiriman kamu. (Ahmad Fuadi, 2013: 244)
Tawakal “Berusahalah untuk mencapai sesuatu yang
luar biasa dalam hidup kalian setiap tiga
sampai lima tahun. Konsistenlah selama
itu,maka Allah akan ada terobosan prestasi
yang tercapai.” (Ahmad Fuadi, 2013: 29)
Hidupku kini ibarat mengayuh biduk
membelah samudra hidup. Selamanya akan
naik turun dilamun gelombang dan ditampar
badai. Tapi aku tidak akan merengek pada air,
pada angin dan pada tanah. Yang membuat
aku kukuh adalah aku tahu kemana tujuan
akhirku di ujung cakrawala. (Ahmad Fuadi,
2013: 394-395)
Ikhlas Aku duduk bersimpuh di depan Amak dan
tidak berani beringsut sampai
77
mendengar jawabannya. Setelah
beberapa saat diam, Amak
mengulang lagi nasihatnya, “Ke
mana pun dan apa pun yang
wa’ang lakukann, selalu
perbarui niat, bahwa hidup
singkat kita ini hanya karena
Allah dan untuk membawa
manfaat. Jangan berorientasi
pada materi. Kalau memang
sekolah jauh itu membawa
manfaat dan wa’ang niatkan
sebagai ibadah, pailah,
pergilah.” (Ahmadi Fuadi, 2013:
174)
Ramah Baru datang ya Mas? Saya belum
pernah lihat sampeyan
sebelumnya, katanya
ramah. Aku mengangguk
mengiyakan. (Ahmad
Fuadi, 2013: 202)
Penolong Jam 12 malam berdentang,saatnya kami boleh
pulang. Melihat dia harus naik taksi sendiri
ditengah hujan di malam buta, aku
menawarkan diri untuk naik taksi
menemaninya pulang. (Ahmad Fuadi, 2013:
142)
Dengan mulut diperban, Mas Nanda
mencoba bicara susah
payah. “Garuda...ingin
78
bantu bayi kecil di
warung gyro itu abis
memapah saya ke sini dia
pergi lagi” Bicaranya
tidak lurus. Bibirnya baru
dijahit karena robek kena
pecahan kaca.Hanya soal
waktu saja. Kalaupun dia
telah mati, aku yakin dia
mati tidak dengan sia-sia.
Mas Garuda yang selalu
ringan tangan membantu
orang lain. Semoga dia
mendapatkan husnul
khatimah, akhir yang
baik. (Ahmad Fuadi,
2013: 250-251)
Pemaaf Dari belakang, aku sentuh pundaknya dan aku
dekap dia. “Maafkan abang, Cinta,”bisikku di
telinganya. Aku seka sebutir air mata yang
menggantung di dagu lonjongnya dengan
ujung ibu jariku. Lalu aku kecup keningnya.
Dia tidak bergerak dan tidak menjawab.
Namun pelan-pelan isak tangisnya susut dan
bahunya tenang. “Maafkan Dinara juga,
Abang. (Ahmad Fuadi, 2013: 294-295)
Hormat kepada Guru Tapi hatiku mencoba menenangkan
perasaanku yang panas. Mungkin ini bagian
dari perjuangan menuntut ilmu. Bukankah
Imam Syafi‟i pernah menasihati bahwa
79
menuntut ilmu itu perlu banyak hal, termasuk
tamak dengan ilmu, waktu yang panjang, dan
menghormati guru. Kalau dia guruku, aku
harus hormat padanya dan bersabar menuntut
ilmu darinya… (Ahmad Fuadi, 2011: 76)
Berbakti kepada Orang Tua “Tarimo kasi, Yah. Berkat doa Ayah juga,”
kataku sambil menunduk mencium tangannya
dengan haru. (Ahmad Fuadi, 2011: 91)
Niat Lurus Waktu aden mengaji di Surau di kampung
dulu,angku guru selalu bilang ayat innamal
yusry yusro. Bersama setiap kesulitan itu ada
kemudahan .(Ahmad Fuadi, 2013: 45)
Pekerja Keras Berapa ratus malam sepi yang aku habiskan
sampai dini hari untuk mengasah
kemampuanku,belajar,membaca,menulis,dan
berlatih tanpa henti. Melebihkan usaha di atas
rata – rata orang lain agar aku bisa
meningkatkan harkat diriku.(Ahmad Fuadi,
2013: 8)
Dermawan Syaratnya, paling tidak aku harus punya uang
15 ribu dolar. Mana aku punya uang sebanyak
itu? Tiba-tiba,tanpa aku minta,Mas Garuda
sudah menuliskan cek 15 ribu dolar dan
menyerahkan ke tanganku.(Ahmad Fuadi,
2013: 265)
Berprasangka Baik
(Khusnudzon)
Aku malah berfikir sebaliknya, kalau aku
bercerita, mungkin aku mendapatkan banyak
80
doa dan dukungan dari yang mendengarkan.
(Ahmad Fuadi, 2013: 156)
2) Nilai-Nilai Akhlak Madzmumah
Nilai-nilai Akhlak
Madzmumah
Kutipan
Sombong a. Dia terkekeh sendiri, tapi tidak keberatan
untuk ikut. “Little little I can speak-
speak lah,” katanya. Aku amati rasa
percaya diri Pasus meroket tajam sejak
dia bisa menaklukan Om Chen tempo
hari.Kadar kesombonganya juga naik
beberapa kali lipat. (Ahmad Fuadi, 2013:
105)
Emosi Dinara kesal dan emosi, aku lebih-lebih lagi.
(Ahmad Fuadi, 2013: 292)
Berbohong Jadi ini juga bisa dokumen bohongansemua?
Tentu tidak semualah mas. (Ahmad Fuadi,
2013: 288)
Iri Aku kadang menghujat diriku karena
gampang iri dan selalu melihat ke atas.
(Ahmad Fuadi, 2013: 152)
Mengeluh terhadap Cobaan
Tuhan (Al-Jaz’u)
…Kenapa semuanya datang bertubi-tubi? Ya
Tuhan, aku tahu harus sabar dan berusaha,
tapi sampai kapan? Sampai kapan? Gugatan
ini terngiang-ngiang terus… (Ahmad Fuadi,
2011: 102)
Kufur Nikmat Sampai di tempat kos, yang pertama aku
lakukan adalah salat dan melekatkan
keningku lama-lama dan kuat-kuat di kepala
81
sajadah. Rasanya inilah sujudku yang paling
berarti selama ini. Betapa banyak nikmat
yang aku lupakan dan aku anggap wajar dan
biasa. Seakan-akan aku berhak mendapat
nikmat itu tanpa usaha. Karena itu betapa
sesatnya aku kalau sampai bermalas-malasan.
Setiap kemalasan artinya memboroskan
waktu sekarang, hari ini, detik ini… (Ahmad
Fuadi, 2011: 164)
Berprasangka Buruk
(Su’udzon)
Bagaimana mungkin gadis ibu kota yang
sekolah di SMA 6 dan masuk Komunikasi UI
serta bergaya gaul ini hafal yasin.(Ahmad
Fuadi, 2013: 150)
2. Karakteristik Tokoh Utama dalam Novel RANTAU 1 MUARA
Karya Ahmad Fuadi
Karakater utama dalam novel Rantau 1 Muara, Alif Fikri, sangat
memegang teguh nilai-nilai pendidikan Islam. Tergambar pada tabel
diatas yang berisi nilai pendidikan aqidah, nilai pendidikan ibadah dan
nilai pendidikan akhlak.
82
BAB IV
PEMBAHASAN
Seperti yang telah dibahas pada Bab III bahwa nilai-nilai pendidikan
Islam adalah sifat-sifat atau hal-hal yang melekat pada pendidikan Islam yang
digunakan sebagai dasar manusia untuk mencapai tujuan hidup manusia yaitu
mengabdi pada Allah SWT. Lebih lanjut, penulis akan menganalisa nilai-nilai
pendidikan Islam dalam novel Rantau 1 Muara dengan berdasarkan pada tiga
cakupan besar macam pendidikan Islam, yaitu: nilai pendidikan aqidah, nilai
pendidikan ibadah, dan nilai pendidikan akhlak.
A. Nilai Pendidikan Aqidah
Menurut Zulkarnain, aspek pengajaran tauhid/aqidah dalam dunia
pendidikan Islam pada dasarnya merupakan proses pemenuhan fitrah
bertauhid. Dalam hal ini pemenuhan fitrah bertauhid adalah dengan meyakini
dalam hati, mengikrarkan dengan lisan, dan merepresentasikan dalam
perbuatan. (Zulkarnain, 2008: 27)
Demikian nilai-nilai pendidikan aqidah yang dapat penulis temukan
dalam novel Rantau 1 Muara antara lain:
1. Iman kepada Qada dan Qadar
Iman kepada Qada dan Qadar merupakan rukun iman yang
keenam. Secara singkat Qada dapat diartikan sebagai rencana Allah yang
akan terjadi, sedangkan Qadar adalah rencana yang sudah terjadi menjadi
kenyataan pada diri makhluk. Lebih lanjut, Qadar beserta semua usaha
manusia biasa disebut Takdir. Takdir sendiri dibagi menjadi dua, yaitu
83
takdir mubram (ketetapan Allah yang tidak dapat berubah) dan takdir
muallaq (ketetapan Allah yang bisa berubah dengan usaha manusia).
(Awang, 2008: 2)
Di dalam novel Rantau 1 Muara, penggambaran dari iman kepada
takdir muallaq ini digambarkan dengan baik oleh tokoh utamanya, Alif
Fikri, dalam mengejar S2 di luar negeri.
Lebih lanjut, dalam menyikapi takdir muallaq ini, bolehlah
manusia berusaha, tetapi hasil dari usaha tetaplah Allah yang menentukan.
Hal tersebut tercermin saat Alif teringat pesan Kiai Rais waktu di Pondok
Madani. Dan janji Alif Fikri untuk mengubah takdirnya pada saat keadaan
kuliah dengan keinginan mencari kerja. Kemudian, penggambaran dari
Qada di dalam novel ini pada saat mas Garuda meninggal.
2. Meyakini Sifat Allah
Islam meyakini bahwa Allah SWT memiliki sifat-sifat yang
membedakan-Nya dari makhluk. Sifat-sifat Allah itu berjumlah 20. Di
antara sifat-sifat Allah yang disebutkan di dalam novel ini adalah bahwa
Allah Maha Mendengar.
3. Iman kepada Kiamat Kecil (Kematian)
Kematian merupakan hal yang paling pasti dari Allah. Kematian ini
juga merupakan kepastian dari Qada Allah, tidak ada satupun manusia
yang bisa menghindari ataupun menundanya. Allah berfirman:
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati.” (QS. Al-Imran: 15)
84
Gambaran kematian dalam novel ini adalah ketika teman Alif Fikri
meninggal dunia.
4. Iman kepada Alam Ghaib
Alif Fikri juga percaya bahwa akan ada alam ghaib setelah alam
dunia yang fana ini. Hal ini sejalan dengan firman Allah:
“(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan
shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan
kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah: 3)
Kepercayaan Alif Fikri akan alam ghaib ini tercemin pada saat
mendapat tugas mewawancarai mayat di rumah sakit.
5. Berpegang Teguh kepada Tali Allah
Dalam mengarungi kehidupan di dunia ini, manusia diperintahkan
untuk selalu berpegang pada tali Allah yaitu dengan beriman atas semua
ketetapannya. Hal ini pula yang dipetuahkan oleh Kiai Rais, guru dari Alif
Fikri untuk selalu berpegang teguh kepada tali Allah dengan beriman
kepada Allah dan bersabar.
B. Nilai Pendidikan Ibadah
Menurut Zulkarnaen, nilai pendidikan ibadah dalam Islam dapat
dikelompokkan dalam dua jalur, yaitu ibadah secara vertikal (hablun
minallah), dan ibadah secara horizontal (hablun minannas).
(Zulkarnaen,2008: 28)
85
Dalam kaitannya dengan kedua jalur ibadah tersebut, penulis berhasil
menganalisa nilai-nilai pendidikan ibadah dalam novel Rantau 1 Muara
sebagai berikut:
1. Nilai-nilai Ibadah Vertikal
Nilai-nilai ibadah vertikal dalam novel Rantau 1 Muara antara lain:
a. Berdoa
Dalam Islam, berdoa secara etimologis adalah “meminta kepada
Allah”. Doa mempunyai tujuan-tujuan yang bukan saja bersifat
ukhrawi, melainkan juga bersifat duniawi, karena doa bukanlah untuk
kepentingan Allah melainkan untuk kepentingan manusia itu sendiri.
Doa merupakan pengejawantahan yang paling nyata tentang ibadah
vertikal (langsung kepada Allah). Allah berfirman:
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku,
Maka (jawablah), bahwasanya aku adalah dekat. aku mengabulkan
permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, Maka
hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah
mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam
kebenaran.” (QS. Al-Baqarah: 186)
Demikian, di dalam novel Rantau 1 Muara ini banyak sekali
doa-doa yang diucapkan guna beribadah dan memohon langsung
kepada Allah SWT untuk limpahan rizki dan rahmat-Nya. Seperti
Amak Alif Fikri yang mendoakan untuk keberhasilan anaknya.
Kemudian doa Alif Fikri ketika bimbang menentukan pilihan antara
86
pulang ke Indonesia atau menerima tawaran kerja. Dan Alif Fikri
berdoa ketika ia resah.
b. Salat
Salat merupakan rukun Islam yang kedua. Salat merupakan
tiang agama dan amal yang pertama kali dihisab (dihitung). Salat
merupakan representasi ibadah langsung kepada Allah. Salat juga
ekspresi paling nyata iman kepada Allah.
“(yaitu) mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan
shalat, dan menafkahkan sebahagian rezki yang Kami anugerahkan
kepada mereka.” (QS. Al-Baqarah: 3)
Penulis novel Rantau 1 Muara banyak sekali menyebutkan
gambaran salat, pada saat Alif sholat magrib dikantor derap bersama
Dinara. Serta pada saat sholat istikharah bersama Dinara.
c. Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu itu juga merupakan sebuah bentuk ibadah. Setiap
muslim laki-laki dan perempuan diwajibkan untuk menuntut ilmu dari
mulai buaian sampai ke liang lahat. Rosulullah SAW bersabda:
عليه وسلهم طل رسول عن أنس بن مالك قال قال صلهى الله ب العلم فريضة على الله
كل مسلم. )ابن ماجه وغيره( “Dari Anas bin Malik r.a., katanya: Rasulullah s.a.w. bersabda:
"Menuntut ilmu adalah satu fardu yang wajib atas tiap-tiap seorang
Islam.” (Ibnu Majah dan Lain-lainnya).
Semangat menuntut ilmu sebagai sebuah ibadah ditampilkan
oleh penulis ketika Alif menyelesaikan S2 nya.
87
d. Berzikir
Umat Islam dianjurkan untuk memperbanyak zikir (mengingat)
kepada Allah. Berzikir dengan mengucapkan kalimat-kalimat thayyibah
(baik). Keutamaan berzikir adalah untuk menentramkan hati. Allah
berfirman:
“Hai orang-orang yang beriman, berzdikirlah (dengan menyebut nama)
Allah, zikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya
diwaktu pagi dan petang.” (QS. Al-Ahzab: 41-42)
Cerminan berzikir dalam novel ini adalah ketika Alif Fikri
membaca zikir.
2. Nilai-nilai Ibadah Horizontal
Nilai-nilai ibadah horizontal dalam novel Rantau 1 Muara antara
lain:
a. Mengamalkan Ilmu
Sebuah syair Arab mengatakan, “Ilmu yang tidak diamalkan
adalah bagai pohon yang tak berbuah.” Mengamalkan ilmu merupakan
sebuah ibadah yang mulia, yang tidak hanya memberi manfaat bagi
pengajarnya tapi juga kepada umat manusia. Bahkan lebih jauh, Imam
Ahmad mengatakan, “Menuntut ilmu dan mengajarkannya lebih utama
daripada berjihad dan amal sunnah lainnya.” (Gibb, 1986: 272)
Demikian, mengingat pentingnya mengamalkan ilmu, penulis
novel memberikan gambaran keutamaan mengamalkan ilmu ketika
ustadz Fariz menjadi imam masjid dan mengajar ngaji.
88
b. Menafkahi Keluarga
Memberi nafkah kepada keluarga merupakan sebuah ibadah
yang mulia. Juga termasuk kedalam golongan ibadah ghoiru mahdhoh.
Rosulullah SAW bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh
Muslim, Ahmad, dan Baihaqi:
“Dinar yang engkau infakkan di jalan Allah, dinar yang engkau
infakkan untuk membebaskan budak, dinar yang engkau
sedekahkan kepada orang miskin, dan dinar yang engkau
nafkahkan kepada keluargamu, pahala yang paling besar adalah
dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu.” (Al-Asyqari,
1980, 280)
Representasi menafkahi keluarga dalam novel ini adalah Alif
berkerja untuk menghidupi keluarga dan membiayai kuliahnya.
C. Nilai Pendidikan Akhlak
Ibnu Maskawaih dalam kitab Tahdzibul Akhlak menyatakan bahwa:
“Akhlak ialah keadaan gerak jiwa yang mendorong ke arah melakukan
perbuatan dengan tidak menghajatkan pemikiran”. (Ibnu Maskawaih dalam
Mujiono, 2002: 86). Lebih lanjut, di dalam Islam telah dijelaskan panjang
lebar bahwa akhlak pada dasarnya terbagi menjadi dua, yaitu akhlak
mahmudah (terpuji), dan aklak madzmumah (tercela) (Barmawi, 1995: 5).
Demikian nilai-nilai akhlak yang terdapat dalam novel Rantau 1
Muara karya Ahmad Fuadi terbagi dalam dua klasifikasi yaitu nilai akhlak
mahmudah dan nilai akhlak madzmumah.
1. Nilai-nilai Akhlak Mahmudah dalam Novel Rantau 1 Muara
Nilai-nilai akhlak mahmudah yang dapat penulis temukan dalam
novel Rantau 1 Muara antara lain:
89
a. Sabar
Kata “sabar” secara bahasa berarti menahan. Al-Qahthany
mendefinisikan sabar sebagai akhlak jiwa yang mampu menahan
pemiliknya dari perbuatan yang tidak baik dan tidak senonoh. (Al-
Qahthany 2004: 3)
Sabar merupakan kekuatan jiwa yang dengannya jiwa menjadi
baik dan tingkah laku menjadi lurus. Dan kekuatan ini menjadikan
manusia mampu menahan jiwanya untuk memikul berbagai bentuk
kelelahan, kesulitan dan penderitaan. Lebih lanjut, Allah SWT telah
menganjurkan hambanya untuk bersabar dan tak kurang dari 90 ayat di
dalam Al-Qur‟an menerangkan tentang anjuran untuk bersabar.
Sabar dalam novel ini adalah ketika Alif mendapat kesulitan
dalam hidupnya.
b. Pantang Menyerah
Sikap pantang menyerah merupakan sikap di mana manusia
dianjurkan untuk terus berjuang dalam memperjuangkan hidup sesuai
dengan kemampuannya. Allah SWT juga menganjurkan hambanya
untuk tidak menyerah mendapatkan rahmat-Nya seperti dalam firman-
Nya:
“Hai anak-anakku, Pergilah kamu, Maka carilah berita tentang Yusuf
dan saudaranya dan jangan kamu berputus asa dari rahmat Allah.
90
Sesungguhnya tiada berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum
yang kafir”. (QS. Yusuf: 87)
Sifat pantang menyerah yang diperlihatkan oleh Alif Fikri ini
tercermin seperti saat dia mencari temannya yang hilang karna tragedi
11 September 2001 yang tak kenal lelah untuk mencari keberadaan
temannya yang hilang entah kemana. Bahkan di saat Alif Fikri lelah
dalam pencariannya, dia selalu berusaha untuk membuang rasa lelah
itu.
c. Bersyukur
Syukur menurut arti bahasa adalah pujian atas kebaikan.
Sedangkan menurut istilah, Imam Al-Qusyairi (dalam Abdul Karim,
1994: 34) memaknai syukur sebagai, “Mengungkapkan pujian kepada
Allah dengan mengakui dengan hati akan nikmat Allah, dan
menggunakan nikmat tersebut sesuai dengan kehendak Allah”.
Tokoh Alif Fikri digambarkan sebagai seseorang yang banyak
bersyukur atas nikmat Allah. Seperti saat dia mendapatkan pendamping
hidup,mendapat pekerjaan, dan mendapatkan pekerjaan.
d. Tawakal
Tawakal atau tawakkul berarti mewakilkan atau menyerahkan.
Dalam agama Islam, tawakal berarti berserah diri sepenuhnya kepada
Allah dalam menghadapi atau menunggu hasil suatu pekerjaan, atau
menanti akibat dari suatu keadaan.
91
Berikut adalah nilai ketawakalan yang tercermin ketika Alif
telah mencoba berkali-kali untuk memasukkan lamaran pekerjaan saat
lulus kuliah S1.
e. Ikhlas
Ikhlas berasal dari kata akhlasha yang berarti, murni, bersih,
jernih, tanpa campuran. Secara umum, ikhlas adalah melakukan amal
perbuatan syariat yang ditujukan hanya kepada Allah secara murni atau
tidak mengharapkan imbalan dari orang lain.
Sejalan dengan arti kata ikhlas di atas, berikut ini adalah
gambaran tindakan ikhlas yang terdapat di dalam novel Ranah 3
Warna.
Alif Fikri mengikhlaskan hasil upaya kerja kerasnya dalam
pencarian temannya yang hilang. Dan ketika Alif mengikhlaskan
dirinya dipecat karna krisis moneter yang menimpa Indonesia.
f. Sopan Santun
Islam mengajarkan agar setiap muslim menjaga sopan santun
dan kehormatan dirinya dan keluarganya, agar bersopan santun kepada
orang lain, kepada orang yang lebih tua, dan kepada siapa saja.
Nilai sopan santun yang dipesankan oleh Amak Alif Fikri
kepada anaknya.
g. Mencari Ilmu
Rosulullah SAW pernah bersabda, “Carilah ilmu sampai ke
negeri China.” (Al-„Azizi: 231). Hadits ini secara umum mengandung
92
makna bahwa umat Islam sangat dianjurkan untuk selalu haus ilmu, dan
mencari ilmu sampai ke berbagai pelosok dunia.
Demikian, makna dari nilai haus akan ilmu ini direpresentasikan
oleh Prof. Duch yang merasa dirinya selalu menjadi murid.
h. Pemaaf
Memaafkan merupakan salah satu sifat ihsan yang juga sangat
dianjurkan dalam Islam. Di dalam Al-Qur‟an, Allah SWT
menggambarkan diri-Nya sebagai Maha Pemaaf.
“Demikianlah, dan Barangsiapa membalas seimbang dengan
penganiayaan yang pernah ia derita kemudian ia dianiaya (lagi), pasti
Allah akan menolongnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha
Pema'af lagi Maha Pengampun.” (QS. Al-Hajj: 60)
Dan begitulah Alif Fikri dan Dinara yang saling memaafkan
ketika mereka saling bertengkar.
i. Hormat kepada Guru
Hormat (ta’dzim) merupakan suatu perbuatan atau sikap di mana
sikap ini mencerminkan perilaku sopan dan menghormati pada orang
lain terlebih pada orang yang lebih tua darinya atau pada seorang kyai,
guru dan orang yang di anggap dimulyakan olehnya. Hormat kepada
guru sangat ditekankan dalam Islam karena adanya kepercayaan bahwa
ilmu murid akan berkah (baca: bermanfat) dengan ridlo dari gurunya.
(As‟ad, 1995: 2)
93
Hormat Alif kepada dosen ketika Alif menjalani kuliah S2 di
Amerika.
j. Berbakti kepada Orang Tua
Perintah berbakti kepada orang tua menempati rangking ke-2
setelah beribadah kepada Allah. Begitu pentingnya menghormati orang
tua sampai-sampai Allah berfirman:
“Sembahlah Allah dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan
sesuatupun. dan berbuat baiklah kepada dua orang ibu-bapak.” (QS.
An-Nisa: 36)
Kejadian-kejadian yang menggambarkan bakti Alif Fikri kepada
kedua orang tuanya ketika Alif berterima kasih kepada ibunya dengan
menunduk dan mencium tangannya. Alif mendo‟akan ayahnya yang
meninggal dunia sebagai wujud hormatnya. Alif memberi kiriman uang
kepada ibunya walau tak seberapa.
k. Niat Lurus
Niat yang lurus merupakan kunci dari kesuksesan. Dalam Hadits
Arba‟in, tema niat berada di posisi nomer satu. Hal ini dikarenakan niat
menjadi dasar dikerjakannya berbagai hal seperti ibadah, usaha,
perbuatan, dan seterusnya.
Cerminan niat lurus yang membawa Alif Fikri kepada
kesuksesan. Dengan selalu mengingat mantra yang diajarkan di pondok
Madani dulu.
94
l. Bekerja Keras
Bekerja keras hampir sama dengan pantang menyerah, yaitu
sikap totalitas yang disertai dengan fokus dalam mengejar tujuan.
Penulis novel Rantau 1 Muara menggambarkan semangat kerja
keras Alif Fikri dalam memperjuangkan cita-citanya.
m. Berprasangka Baik (Khusnudzon)
Khusnudzon adalah suatu akhlak terpuji yang mengandung arti
berbaik sangka dan lawannya adalah su’udzon yang artinya berburuk
sangka. Jadi setiap apa yang terjadi akan ditafsirkan secara baik oleh
seseorang apabila mempunyai sikap khusnudzon (berbaik sangka).
Rosulullah bersabda dalam Hadits Qudsi bahwa, “Allah berfirman:
„Aku tergantung pada prasangka hamba-Ku”.
Demikian, Alif mencoba untuk berprasangka baik ketika tragedi
11 September.
2. Nilai-nilai Akhlak Madzmumah dalam Novel Rantau 1 Muara
Nilai-nilai akhlak madzmumah yang dapat penulis temukan dalam
novel Rantau 1 Muara antara lain:
a. Sombong
Sombong yang dalam istilah Islam adalah takabur adalah sifat
yang tidak terpuji di mana seseorang merasa paling hebat dan
mengingkari rasa syukur kepada Allah. Allah menghukum orang-orang
yang sombung seperti dalam berfirman-Nya:
95
“Dan berapa banyaknya (penduduk) negeri yang telah Kami binasakan,
yang sudah bersenang-senang dalam kehidupannya; Maka Itulah
tempat kediaman mereka yang tiada di diami (lagi) sesudah mereka,
kecuali sebahagian kecil. dan Kami adalah Pewaris(nya).” (QS. Al-
Qashas: 58)
Gambaran rasa sombong yang menghinggapi hati Alif Fikri
ketika menjadi salah satu lulusan terbaik yang bisa menjelajahi separuh
dunia tanpan membayar sepeser pun.
b. Emosi
Akhlak yang tidak terpuji selanjutnya adalah gampang emosi.
Perilaku gampang emosi ini menunjukkan bahwa seseorang kurang bisa
menahan rasa sabarnya.
Gambaran emosi Alif Fikri saat bertengkar pada istrinya di
Apartemenya.
c. Iri
Sifat iri merupakan salah satu penyakit hati yang perlu dihindari.
Sifat ini timbul manakala seseorang merasa tidak senang melihat orang
lain mendapat nikmat dan rizki. Islam melarang umatnya untuk
bersikap iri karena hal tersebut akan menimbulkan terjadinya
permusuhan. Rasa iri juga menjadi tanda mengingkari nikmat Tuhan.
Lebih lanjut, ternyata Alif Fikri juga sempat memendam rasa iri
atas kebahagiaan teman-temannya.
96
d. Mengeluh terhadap Cobaan Tuhan (Al-Jaz’u)
Mengeluh merupakan sifat dasar manusia. Akan tetapi terus-
menerus mengeluh terhadap cobaan Allah merupakan tanda
ketidaksabaran dan hilangnya keikhlasan. Allah berfirman:
“Sesungguhnya manusia diciptakan bersifat keluh kesah lagi kikir.
Apabila ia ditimpa kesusahan ia berkeluh kesah.” (QS. Al-Ma‟arij: 19-
20)
Gambaran mengeluh terhadap cobaan Tuhan ketika keluhan Alif
Fikri atas ujian yang ditimpakan kepadanya yaitu pada saat usahanya
mencari kerja terasa sulit.
e. Kufur Nikmat
Kufur nikmat berarti mengingkari kenikmatan yang telah
dianugerahkan oleh Allah SWT. Gambaran kufur nikmat ini dijelaskan
dalam Al-Qur‟an surat Al-A‟raf ayat 10:
“Sesungguhnya Kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi
dan Kami adakan bagimu di muka bumi (sumber) penghidupan. Amat
sedikitlah kamu bersyukur.” (QS. Al-A‟raf: 10)
Gambaran penyesalan dari kufur nikmat tercermin ketika rasa
malas menghinggapi badan Alif.
97
f. Berprasangka Buruk (Su’udzon)
Berperasangka buruk adalah kebalikan dari sifat berperasangka
baik. Sifat ini kalau terus menerus mengendap akan mengakibatkan
seseorang kehilangan kepercayaan terhadap orang lain di sekelilingnya.
Bahanya, sifat su‟udzon yang akut akan menggiring pada fitnah yang
sangat dibenci dalam Islam.
Gambaran berprasangka buruk tercermin ketika Alif Fikri
melihat berita TV kepada temennya yang terkena tragedi 11 September.
98
99
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Setelah menganalisis novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi,
maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut:
1. Novel Rantau 1 Muara sarat dengan nilai-nilai pendidikan Islam. Nilai-
nilai pendidikan Islam yang dapat ditemukan di dalam novel Rantau 1
Muara terbagi dalam 3 kelompok besar, yaitu: nilai pendidikan aqidah
antara lain: iman kepada Qada dan Qadar, meyakini sifat-sifat Allah, iman
kepada kematian, iman kepada alam ghaib, dan berpegang teguh pada tali
Allah. Nilai pendidikan ibadah terbagi 2, yaitu: ibadah vertikal dan ibadah
horizontal. Yang termasuk ke dalam nilai ibadah vertikal antara lain:
berdoa, salat, menuntut ilmu, dan berzikir. Sedangkan yang termasuk ke
dalam ibadah horizontal antara lain: mengamalkan ilmu dan menafkahi
keluarga. Dan nilai pendidikan akhlak juga terbagi ke dalam 2 kelompok,
yaitu: nilai akhlak mahmudah (baik) dan nilai ibadah madzmumah (buruk).
Yang termasuk nilai akhlak mahmudah antara lain: sabar, pantang
menyerah, bersyukur, tawakal, ikhlas, sopan santun, mencari ilmu sampai
ke ujung dunia, pemaaf, hormat kepada guru, berbakti kepada orang tua,
niat lurus, bekerja keras, dan berprasangka baik. Sedangkan yang termasuk
ke dalam nilai akhlak madzmumah antara lain: sombong, emosi,
berbohong, iri, mengeluh terhadap cobaan Tuhan, pendendam, dan
berprasangka buruk.
100
2. Karakater utama dalam novel Rantau 1 Muara, Alif Fikri, sangat
memegang teguh nilai-nilai pendidikan Islam. Hal ini dikarenakan Alif
Fikri merupakan lulusan Pondok Madani. Dari Pondok Madani inilah Alif
Fikri menerima tempaan yang keras untuk selalu berpegang teguh dengan
nilai-nilai pendidikan Islam dalam mengarungi ujian dan cobaan. Salah
satu nilai pendidikan Islam yang ia pegang teguh sampai mengantarkannya
merengguk madu kesuksesan yang luar biasa adalah mantra “man saara
ala darbi washala ” (siapa yang berjalan di jalannya akan sampai
ditujuan).
B. Saran
Berkaca pada hasil analisis novel Rantau 1 Muara karya Ahmad Fuadi
yang fenomenal ini, maka penulis berkenan untuk memberikan sedikit saran
untuk pembaca antara lain:
1. Nilai-nilai pendidikan Islam sangat penting untuk diajarkan kepada
generasi muda guna memberikan mereka bekal benteng agama dalam
mengarungi mimpi, cita-cita, serta ujian hidup yang mendera.
2. Agar para pembaca berani untuk bermimpi dan bercita-cita yang tinggi,
tentunya dengan disertai dengan usaha yang keras dan kesabaran yang
seluas samudra.
3. Bahwa membaca karya-karya sastra seperti novel yang berkualitas ini
perlu untuk dikembangkan guna mengambil manfaat pesan-pesan dan
hikmah kehidupan.
DAFTAR PUSTAKA
Achmadi. 1992. Islam Sebagai Paradigma Ilmu Pendidikan. Yogyakarta: Aditya
Media
Al-Attas, Syed Muhammad al-Naquib. 1984. Konsep Pendidikan dalam Islam.
Bandung: Mizan
Al-'Azizi, Syekh Ali. 1980. As-Sirajul Munir. Beirut: Dar An-Nufasa‟
Al-Asyqari, Dr. Umar Sulaiman. 2006. Ahkamuz Zawaj. Beirut: Dar An-Nufasa‟
Al-Qahthany, Sa‟id bin Ali bin Wahf. 2004. Indahnya Kesabaran. Solo: At-
Tibyan
Al-Qusyairy, Abdul Karim ibnu Hawazin. 1994. Risalah Sufi Al-Qusyairi.
Terjemahan. NJ: Crown Publisher
Al-Syaibany. 1979. Falsafah Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang
Amir Faisal, Yusuf. 1995. Reorientasi Pendidikan Islam. Jakarta: Gema Insani
Press
An-Nahlawi, Abdurrahman. 1995. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah dan
Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press
Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek.
Jakarta: Rineka Cipta. Cet. Ke-4
As‟ad, Aliy. 1995. Terjemah Ta’limul Muta’allim. Kudus: Menara Kudus
Daradjat, Zakiah. 1995. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah.
Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Fuadi, Ahmad. 2011. Rantau 1 Muara. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Gibb, H. A. R. et al. 1986. Aḥmad B. Ḥanbal: Encyclopaedia of Islam. Leiden: Brill
Academic Publishers
Hafizh, M. Nur Abdul. 1997. Manhaj Tarbiyah Al Nabawiyyah Li Al-Thifl.
Terjemahan. Bandung: Al Bayan Cet. I
Halim, M. Nippan Abdul. 2001. Anak Shaleh Dambaan Keluarga. Yogyakarta:
Mitra Pustaka
H. Titus, M.S, et al. 1984. Persoalan-persoalan Filsafat. Jakarta: Bulan Bintang
Jumali, dkk. 2004. Landasan Pendidikan. Surakarta: Muhammadiyah University
Press
Kosasih Djahiri, A. 1996. Menelusuri Dunia Efektif – Nilai Moral dan
Pendidikan Nilai Moral Norma. Bandung: Lab. PPKN FPIPS IKIP
Bandung
Makluf, Luis. 1986. Al-Mujid fi al-Lughat wa al-A’lam. Beirut: Dar al-Masyriq
Marimba, Ahmad D. 1981. Pengantar Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: Al-
Ma‟arif
MC. Donald, Frederick J. 1959. 1959. Educational Psychology. Tokyo: Overseas
Publication LTD
Miles, M.B. dan Huberman, A.M. 1992. Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber
Tentang Metode-metode Baru. Jakarta: UI Press
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Mujiono, Imam et.Al. 2002. Ibadah dan Akhlak dalam Islam. Yogyakarta: UII
Press Indonesia. Cet II
Mulayana, Deddy. 2004. Ilmu Komunikasi; Suatu Pengantar. Bandung:
Rosdakarya
Nata, Abuddin. 2003. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Bandung: Angkasa
Nurgiantoro, Burhan. 1988. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press
Poerbakawatja, Soegarda, et. al. 1981. Ensiklopedi Pendidikan. Jakarta: Gunung
Agung
Poerwadarminta, W.J.S. 1991. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka
Qardawi, Yusuf. 2000. Merasakan Kehadiran Tuhan. Yogyakarta: Mitra Pustaka
Ramayulis. 2011. Sejarah Pendidikan Islam: Napaktilas Perubahan Konsep,
Filsafat, dan Metodologi Pendidikan Islam dari Era Nabi SAW sampai
Ulama Nusantara. Jakarta: Kalam Mulia
Shihab, M. Quraish. 1996. Wawasan Al-Qur’an. Bandung: Mizan
Syuhud, Fatih. 2012. Dermawan dalam Islam. PP Al-Khoirot Malang.
http://www.fatihsyuhud.net/2012/08/dermawan-dalam-islam/ diakses pada
10 Februari 2013
Thoha, Chabib. 1996. Kapita Selekta Pendidikan Islam. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Umari, Barmawi. 1995. Materi Akhlak. Solo: Ramadhani
Zuhairini, et. al. 1995. Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bina Aksara
LAMPIRAN
CURRICULUM VITAE
Muhammad Fadholi lahir 03 Juni 1992 di Dusun Karangguli, Desa Padaan,
Kecamatan Pabelan, Kab. Semarang. Pendidikan formal RA Rodhotul Alfa
Karangguli Padaan (1996-1998) MI Falahul Mu‟minin 01 (1998-2004) Mts.
Tarqiyatul Himmah (2004-2007) MAN Salatiga 01 (2004-2007). Pendidikan
terakhir adalah IAIN Salatiga dengan program studi Pendidikan Agama Islam
(PAI) pada fakultas Tarbiyah. Anggota Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Mapala
Mitapasa.
PRESTASI
Juara Jenis Prestasi Tempat Tingkat
a. 3 ( pertama )
PL2M Tahun
2011
Olahraga
Orientasi Medan
IAIN Cirebon Nasional
( se-Indonesia)
KEGIATAN DILUAR STUDI
Organisasi Kota Bidang
Pekerjaan Jabatan
Lama
Kerja/
Aktifitas
Status
Pegawai
(Kontrak
/ Tetap) Tgl
masuk
Tgl
berhenti
a. Mapala
MITAPASA
IAIN
Salatiga
Divisi
Logistik
dan
Sekretaris
Anggota
b.
FPTI
(Federasi
Panjat
Tebing
Indonesia)
Kota
Salatiga
Salatiga Humas
2013 Anggota