nuri pdf

download nuri pdf

of 10

description

ya

Transcript of nuri pdf

  • 5/26/2018 nuri pdf

    1/10

    Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

    17

    PENINGKATAN KONSUMSI DAGING RUMINANSIA KECIL

    DALAM RANGKA DIVERSIFIKASI PANGAN DAGING

    MENDUKUNG PSDSK 2014

    (Increasing Mutton and Chevon Consumption to Support Beef Self

    Sufficiency Initiative in Production and Consumption by 2014)

    TJEPPY D.SOEDJANA

    Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan

    Jl. Raya Pajajaran Kav. E 59, Bogor 16151

    ABSTRACT

    Food diversification provides the society to expand their choices to consume foods including source ofanimal protein food such as livestock meat. Food supply including meat will continue to be faced by countries

    in the world, including Indonesia coused by growing human population and per capita income. Therefore,animal protein food diversification is among the urgent needs to be implemented. The status of fooddiversification within the society is affected directly by purchasing power, knowledge, availability, policysupport and other social cultural tradidition. Currently total livestock and poultry meat in Indonesia is sharedby poultry meat (65%), beef (20%), mutton and chevon (6%), and other meat (9%). Beef is classified as high

    income elastic goods with income elasticity of demand parameter of 1.64, while some 27 percent of domestic

    beef consumption still relies on imported 500 thousand heads of feeder stocks and 70 thousand tons of beef.Self sufficiency in beef production targeted for the year of 2014 can be achieved by increasing domestic beefcattle as well as sheep and goats production as an element of animal protein food diversification. Increasedmutton and chevon consumption will take advantage of sheep and goats current annual production capability

    to produce equal to 1.6 million head of beef cattle, while improved farmers income. Mutton and chevon areconsidered as meats which have even better nutrition content than beef. Therefore, there is a clear need for the

    government to continue providing reasonable incentive to sheep and goats farmers as they were treated in1990s during which time Indonesia was challenged to export small ruminants to the Middle Eastern countries.

    Key Words:Diversification, Consumption, Animal Protein Food, Sheep, Goats

    ABSTRAK

    Diversifikasi pangan adalah salah satu upaya untuk memperluas pilihan masyarakat dalam mengkonsumsipangan, termasuk pangan sumber protein hewani seperti daging. Penyediaan pangan, termasuk pangan asalhewan akan terus menjadi tantangan bagi Negara manapun di dunia, termasuk Indonesia, terutama karenapertambahan penduduk dan tingkat pendapatan. Dengan demikian, penganekaragaman dan keterjangkauan

    pangan untuk mencukupi kebutuhan gizi masyarakat menjadi sangat penting. Status diversifikasi panganmasyarakat akan sangat dipengaruhi oleh daya beli masyarakat, pengetahuan, ketersediaan, dukungan

    kebijakan, dan faktor sosial budaya atau tradisi. Pangsa produksi daging di Indonesia saat ini terdiri atas

    daging unggas (65%), daging sapi (20%), daging kambing/domba (6%), dan daging lainnya (9%). Dagingsapi termasuk kedalam komoditas high income elastic dengan angka elastisitas permintaan terhadappendapatan masih sebesar 1,64 dan sekitar 27% kebutuhan konsumsi masih mengandalkan sekitar 500 ribu

    ekor sapi bakalan dan 70 ribu ton daging sapi impor. Pencapaian Swasembada Daging Sapi dan Kerbau 2014dapat terwujud melalui peningkatan produksi sapi potong didalam negeri termasuk produksi ternakruminansia kecil seperti kambing dan domba sebagai elemen diversifikasi pangan daging. Peningkatankonsumsi daging kambing dan domba yang memiliki potensi produksi daging setara dengan 1,6 juta ekor sapi

    potong per tahun, juga dapat meningkatkan pendapatan peternak. Daging kambing dan domba merupakan

    komoditas pangan daging yang bahkan memiliki kandungan nutrisi lebih baik dari daging sapi. Dengandemikian, pemerintah perlu melanjutkan berbagai kebijakan dan insentif bagi peternak kambing dan dombapada berbagai sistem budidaya seperti yang pernah dilakukan pada awal tahun 1990an saat meresponpermintaan Timur Tengah.

    Kata Kunci:Diversifikasi, Konsumsi, Pangan Daging, Kambing, Domba

  • 5/26/2018 nuri pdf

    2/10

    Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

    18

    PENDAHULUAN

    Penyediaan pangan, termasuk pangan asal

    hewan akan terus menjadi tantangan bagiNegara manapun di dunia, karena kecepatanperkembangan penduduk dan tingkat

    pendapatan telah menjadi suatu keniscayaan.Pemenuhan kebutuhan pangan sumberkarbohidrat, bahkan sudah menjadi isu penting

    bagi Negara-negara dengan sumberdaya yangterbatas sementara kebutuhan pangan dasarterus meningkat. Disisi lain, bagi Negara-

    negara yang berpendapatan menengah keatas,dimana permintaan pangan asal karbohidrattelah berkurang dan belanja pangan rumah

    tangga telah dialihkan kepada produk panganasal hewan dan komoditas hortikultura, telahmenunjukkan adanya persaingan usaha bagi

    pengembangan kedua komoditas ini yang akansangat ditentukan oleh tingkat efisiensi dalammemproduksi. Namun demikian, pengamatan

    yang dilakukan oleh berbagai lembagapenelitian internasional menyimpulkan bahwadisamping memperbaiki konsumsi proteinhewani dan gizi masyarakat, usahaternaktradisional juga telah mendorong pertumbuhanekonomi melalui stabilitas penyediaan uang

    tunai dalam bentuk kolateral dan tabungan

    ternak yang tidak mudah terlanda inflasi.Peningkatan permintaan terhadap produk

    pangan asal hewan akan menyebabkan negara-negara berkembang untuk terus meningkatkanposisi net importer-nya yang saat ini sudah

    cukup tinggi. Sisi positif dari telaahan iniadalah bahwa peningkatan konsumsi produk-produk peternakan juga akan mendorongpeningkatan pendapatan peternakan tradisional.Hal ini ditunjukkan oleh kenyataan bahwapetani miskin yang tidak memiliki tanah dan

    tinggal di perdesaan memiliki kontribusipendapatan usahaternak yang lebih tinggi dari

    dibanding mereka yang lebih sejahtera dipedesaan. Dengan demikian, prevalensiusahaternak tradisional masih akan tetapbertahan dalam beberapa dekade mendatang

    sejalan dengan peningkatan permintaan produkasal hewan.

    Ketahanan Pangan Nasional di Indonesia

    memiliki beberapa karakteristik termasukkeharusan berorientasi kepada kepentingansosial dan ekonomi dan kebutuhan gizi rumah

    tangga, menjamin ketersediaan danaksesibilitas agar hidup sehat dan produktif,

    sesuai dengan Undang-undang No. 7 Tahun1996 tentang Pangan (ANONIMUS, 1996),

    dimana pengertian ketahanan pangan adalahsuatu kondisi terpenuhinya pangan bagi rumahtangga secara cukup, baik dalam jumlah

    maupun mutunya, aman, merata, danterjangkau. Salah satu bahan pangan adalahdagingyangberasaldariternak,seperti sapi dankerbau, kambing dan domba, unggas, dan babi.

    Tulisan ini mencoba untuk menyajikanketerkaitan antara ketahanan pangan daging

    asal ternak dengan kemampuan memproduksiuntuk memenuhi kebutuhan konsumsi didalamnegeri, dengan menampilkan kinerja produksi

    berbagai jenis daging, seperti daging sapi dan

    kerbau, daging unggas, daging babi, dandaging kambing dan domba. Telaahan tersebut

    kemudian digunakan untuk melihat apakahdiversifikasi pangan daging asal ternak dapatdilakukan,bersamaan dengan keinginan

    Indonesia untuk ber swasembada daging sapidan kerbau pada tahun 2014 melalui upayapeningkatan konsumsi daging ternakruminansia kecil, kambing dan domba, dalamrangka substitusi daging sapi dan sapi bakalanimpor.

    KONSUMSI DAGING DI INDONESIA

    Berdasarkan data secara nasional, bahwa

    baik dalam ketersediaan, distribusi dankonsumsi daging sapi dan kerbau belummemenuhi tujuan dari ketahanan pangan secara

    nasional, misalnya Statistik Indonesia yangditerbitkan oleh BPS (2009) menunjukkanbahwa penduduk Indonesia mencapai 219,8

    juta (2005), 228,5 juta (2008), dan 231,4 juta(2009). Apabila disandingkan dengan angkaproduksi daging seperti yang diterbitkan oleh

    Direktorat Jenderal Peternakan (2010) yangmenunjukkan angka produksi daging secaranasional yang baru mencapai 2,062 juta ton

    (2006), 2,069 juta ton (2007), 2,136 juta ton(2008), 2,204 juta ton (2009) dan 2,348 jutaton (2010), maka angka rata-rata konsumsi

    daging keseluruhan per kapita per tahun barumencapai 9,37 kg (2006), 9,35 kg (2008) dan9,52 kg (2009).

    Selanjutnya dapat diuraikan lebih jauhbahwa untuk Indonesia konsumsi daging sapibaru mencapai sekitar 1,90 kg/kapita pada

    tahun 2006; 1,88 kg/kapita tahun 2008; dan

  • 5/26/2018 nuri pdf

    3/10

    Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

    19

    1,92 kg/kapita pada tahun 2009. Sedangkanuntuk daging unggas, yang memiliki pangsa

    terbesar saja baru mencapai 5,84 kg/kapitatahun 2006; 6,04 kg/kapita tahun 2008; dan6,18 kg/kapita pada tahun 2009. Untuk daging

    babi mencapai 0,89 kg/kapita tahun 2006; 0,92kg/kapita tahun 2008; dan 0,86 kg/kapita padatahun 2009; serta daging kambing dan domba

    baru mencapai 0,64 kg/kapita tahun 2006; 0,50kg/kapita tahun 2008; dan 0,55 kg/kapita padatahun 2009. Angka konsumsi daging per kapita

    ini masih jauh lebih rendah dibandingkandengan Negara lain di dunia seperti yangdisajikan pada Tabel 1.

    Tabel 1 menunjukkan bahwa untuk negara-

    negara maju tingkat konsumsi daging per jenisnya saja (sapi, unggas, dan babi) telah jauh

    melebihi konsumsi daging total di Indonesiayang baru mampu mencapai 9,52 kg/kapita/tahun pada tahun 2009. Dengan demikian,

    angka konsumsi daging per kapita secara

    keseluruhan, maupun per jenis daging sapi,unggas, dan babi untuk Indonesia masih jauh

    ketinggalan dibanding dengan angka konsumsidi Negara-negara maju.

    Apabila angka-angka produksi daging di

    Indonesia tersebut diuraikan lebih lanjut sepertiyang tercantum pada Tabel 2 maka dapatdiketahui bahwa pangsa daging sapi dan

    kerbau mencapai sebesar 439.7 ribu ton(21,3%) tahun 2006; 431,5 ribu ton (20,2%)tahun 2008; dan 443,9 ribu ton (20,1%) pada

    tahun 2009. Pangsa daging terbesardisumbangkan oleh daging unggas, yang terdiridari ayam ras pedaging, ayam ras petelur,

    ayam kampung dan itik, yang mencapai

    1.284,7 ribu ton (62,3%) pada tahun 2006;1.380,5 ribu ton (64,6%) tahun 2008; dan

    1.430,4 ribu ton (64,9%) tahun 2009.Sedangkan pangsa daging kambing dan dombabaru mencapai 140,2 ribu ton (6,8%) tahun

    2006; 113 ribu ton (5,3%) tahun 2008; dan 128

    Tabel 1.Konsumsi daging sapi, unggas, dan babi di beberapa Negara (kg/kap/tahun)

    2008 2009 2010Negara

    Sapi Unggas Babi Sapi Unggas Babi Sapi Unggas Babi

    Indonesia*) 1,88 6,04 0,92 1,92 6,18 0,86 n.a n.a n.a

    Argentina 67,50 31,40 6,20 66,70 32,40 6,30 55,80 33,70 6,70USA 41,00 44,20 29,00 39,80 42,10 29,30 38,80 43,40 42,10

    Australia 35,00 34,70 21,70 35,00 35,00 22,00 35,30 35,50 22,50

    Korsel 11,10 12,70 31,40 11,30 14,00 30,50 12,50 15,30 31,60

    Jepang 9,20 15,10 19,50 9,50 15,60 19,40 9,70 16,30 19,60

    Taiwan 4,80 25,70 35,70 5,20 25,20 36,90 6,00 28,00 35,80

    China 4,60 9,00 35,10 4,30 9,10 36,50 4,10 9,20 37,90

    Pilipina 4,00 7,60 n.a 3,50 7,90 n.a 3,70 8,40 n.a

    *DITJENNAK(2010a); BPS (2009); n.a = tidak ada data

    Sumber:USDA (2011)

    Tabel 2.Pangsa produksi daging utama di Indonesia

    Sapi dan kerbau Kambing dan domba Unggas BabiTahun

    ribu ton (%) ribu ton (%) ribu ton (%) ribu ton (%)

    2006 439,7 21,3 140,2 6,8 1.284,7 62,3 196,0 9,5

    2008 431,5 20,2 113,0 5,3 1.380,5 64,6 209,8 9,8

    2009 443,9 20,1 128,0 5,8 1.430,4 64,9 200,1 9,0

    Sumber:DITJENNAK(2010a)

  • 5/26/2018 nuri pdf

    4/10

    Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

    20

    ribu ton (5,8%) tahun 2009. Sementara itupangsa daging babi menunjukkan angka 196

    ribu ton (9,5%) tahun 2006; 209,8 ribu ton(9,8%) tahun 2008; dan 200,1 ribu ton (9,0%)tahun 2009.

    Tingkat konsumsi daging, seperti halnyakonsumsi komoditas lainnya, sangatdipengaruhi oleh preferensi atau cita rasa, dan

    harga komoditi yang bersangkutan. Dagingsapi merupakan komoditas yang bersifat highincome elastic, sehingga tingkat konsumsinya

    berkaitan langsung dengan tingkat pendapatanrumahtangga konsumen. Dengan angkaelastisitas pendapatan terhadap permintaan

    daging sapi sekitar 1,64 pada tahun 2007

    (KUSTIARI et al., 2010), berarti bahwa setiap1% peningkatan pendapatan rumah tangga

    akan terjadi peningkatan sebesar 1,64% belanjarumah tangga terhadap daging sapi.

    Berbeda dengan daging unggas, bersifat

    inelastic, karena memiliki angka elastisitaspendapatan terhadap permintaan yang padatahun 1995 sudah dibawah 1.0 (SUDARYANTOet al., 1995), namun pada tahun 2007 sudahbergeser kearah elastic kembali menjadi 1,92(KUSTIARIet al., 2010). Dengan demikian pada

    tahun 1995 daging unggas sudah sebagaikomoditi yang sangat terjangkau dan

    merupakan pangan yang sudah dapatdikonsumsi dan terjangkau oleh masyarakatluas, walaupun pada kenyataanya dua belastahun kemudian kondisi tersebut sudah tidak

    berlaku lagi.Selain angka elastisitas pendapatan

    terhadap permintaan, dikenal juga istilahelastisitas harga sendiri (own price elasticity)dan elastisitas harga silang (cross priceelasticity). Angka elastisitas harga sendiri

    menunjukan respon volume permintaan suatukomoditi pada saat terjadi perubahan harga.Sedangkan elastisitas harga silang akan

    menunjukkan sifat substitusi, apabila angkaelastisitas bertanda positif (+), ataumenunjukkan sifat komplemen apabila angka

    elastisitas bertanda negatif (-). Dalam kasuspeningkatan harga daging sapi yang diikutidengan peninkatan konsumsi daging unggas

    menunjukkan bahwa daging unggas bersifatsubstitusi terhadap daging sapi, dimanakonsumen akan memilih daging unggas pada

    saat harga daging sapi naik.

    SWASEMBADA DAGING SAPI

    DAN KERBAU

    Program Swasembada Daging Sapi danKerbau 2014 merupakan salah satu dari 5program utama Kementerian Pertanian yaitu

    swasembada beras, jagung, kedelai, gula dandaging sapi dan kerbau dalam mewujudkanketahanan pangan hewani asal ternak berbasis

    sumberdaya domestik. Program ini jugasekaligus menjadi pendorong untukmengembalikan Indonesia sebagai Negara

    eksportir sapi seperti pada tahun 1970an,walaupun peluang itu harus dimanfaatkanmelalui upaya keras, karena pada saat ini

    komponen impor dalam bentuk sapi bakalandan daging sapi masih memiliki pangsa hampir30 persen dari kebutuhan konsumsi nasional.

    Sasaran swasembada daging sapi dan kerbautersebut dapat dicapai pada tingkan komponenimpor hanya tinggal 10 persen.

    Sisi penting lainnya, sejalan dengan upayapencapaian swasembada daging sapi dankerbau adalah ketahanan pangan nasionalberorientasi kepada konsumsi bahan panganoleh masyarakat, dimana salah satunya adalahketahanan pangan daging. Dengan demikian,

    strategi penyediaan bahan pangan daging

    sesuai dengan kebutuhan konsumsi masyarakatmenjadisangatpenting. Salahsatustrategi yangakan diulas pada tulisan ini adalah menjagaketersediaan, distribusi dan konsumsi dagingsapi dan kerbau secara sinergi dengan sumber

    pangan daging lainnya seperti kambing dandomba, unggas, dan babi, dimana diversifikasipangan daging adalah salah satu instrumennya.

    Indonesia melakukan impor sapi bakalanuntuk usaha penggemukan (feedloters) dalamrangka meningkatkan pasokan daging sapi

    yang masih belum sepenuhnya disediakan didalam negeri. Menjadi sebuah tantangan bagi

    industri ini ketika kuantitas impor sapi bakalantersebut sudah menunjukkan peningkatansebesar 82,5 persen pertahun pada kurun waktu1990 1997 saja. Bahkan volume impor sapi

    bakalan (DITJENNAk, 2010a) masihmenunjukkan kecenderungan yang terusmeningkat menjadi 236 ribu ekor (2004), 256

    ribu ekor (2005), 266 ribu ekor (2006), 414ribu ekor (2007), dan 570 ribu ekor (2008),657.000 ekor (2009) dan 650.000 ekor (2010).

  • 5/26/2018 nuri pdf

    5/10

    Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

    21

    Memang pada awalnya upaya tersebutdilakukan untuk mengisi kekurangan pasokan

    daging sapi dalam negeri sambilpenyelamatkan populasi sapi nasional sebagaiakibat dari semakin meningkatnya permintaan.

    Pemahaman seperti ini seharusnya teta dijagadan impor sapi bakalan tidak berubah menjadiandalan utama pemasok daging sapi dimasa

    mendatang, walaupun dari sisi kualitas,kemudahan pengadaan, ketersediaan, sertapotensi keuntungan bagi fihak swasta sangat

    menjanjikan. Tabel 3 menyajikan gambarankinerja produksi daging sapi didalam negeriyang masih harus dibarengi dengan pasokan

    impor, baik dalam bentuk sapi bakalan maupun

    daging beku.Pada sisi lain, dalam rangka memenuhi

    kebutuhan konsumsi daging sapi didalamnegeri, kebijakan impor daging sapi yang padaawalnya ditujukan untuk memasok kebutuhan

    daging berkualitas (prime cut) bagi konsumen

    di hotel-hotel berbintang dan restauran tertentudan daging industri (secondary cut) bagi

    kebutuhan industri daging olahan, jugamenunjukkan pertumbuhan sebesar 39,5persen. Diharapkan kebijakan ini tidak

    berlanjut menjadi andalan utama pasokandaging sapi di dalam negeri seperti halnya sapibakalan. Tabel 4 menunjukkan bahwa volume

    impor daging sapi juga terus meningkat daritahun 2004 sampai 2010.

    Berbagai faktor akan turut berperan dalammenentukan apakah swasembada daging sapidan kerbau akan dapat dicapai pada tahun2014, termasuk populasi sapi potong didalamnegeri. Untuk itu Blue Print Swasembada

    Daging Sapi dan Kerbau 2014 telah membuattiga scenario pencapaian swasembada yaitu

    pessimistic(pesimis), most likely(sedang), dan

    optimistic (optimis) seperti yang tercantum

    dalam Tabel 5

    Tabel 3.Pasokan dan konsumsi daging sapi nasional (x 1.000 ton)

    No Uraian 2005 2006 2007 2008 2009

    1 Produksi lokal 217,4 (66%) 259,5 (69%) 210,8 (63%) 233,6 (61%) 250,8 (64%)

    2 Impor 111,3 (34%) 119,2 (31%) 124,8 (37%) 150,4 (39%) 142,8 (36%)

    Sapi bakalan 55,1 57,1 60,8 80,4 72,8

    Daging beku 56,2 62,0 64,0 70,0 70,0

    3 Total pasokan (1 + 2) 328,7 378,7 335,6 384,1 393,6

    4 Konsumsi n.a n.a 314,0 313,3 325,9

    5 Selisih (1 4) n.a n.a (103,2) (79,7) (75,1)

    Sumber:DITJENNAK(2010b); n.a = tidak ada data

    Tabel4.Impor daging sapi dan jeroan (x 1.000 ton)

    No Jenis daging 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010

    Daging sapi 11,8 21,5 25,9 50,2 57,2 64,6 60,3

    Prime cut n.a n.a n.a 11,1 9,6 15,1 17,6Secondary cut n.a n.a n.a 33,6 39,6 42,0 34,4

    1

    Variety meat n.a n.a n.a 5,5 7,9 7,5 8,4

    2 Jeroan sapi 36,5 34,7 36,5 13,8 12,9 10,6 10,1

    Jumlah (1 + 2) 48,3 56,2 62,4 64,0 70,1 75,2 70,5

    Kenaikan (%) n.a 16,4 11,0 2,56 9,53 7,28 (-6,3)

    Rasio Daging : jeroan 1 : 4 1 : 1,6 1 : 1,4 3,6 : 1 4,4 : 1 6,1 : 1 6 : 1

    Sumber:DITJENNAK(2010b); n.a = tidak ada data

  • 5/26/2018 nuri pdf

    6/10

    Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

    22

    Tabel 5.Tiga skenario pencapaian swasembada daging sapi dan kerbau 2014

    Produksi dalam negeri (%) Impor (%)

    Tahun Pesimis Sedang Optimis Pesimis Sedang Optimis

    2011 50,8 75,5 85,9 49,2 24,5 14,1

    2012 49,6 80,5 92,9 50,4 19,5 7,1

    2013 48,6 85,3 100,9 51,4 14,7 (0,9)

    2014 47,6 90,0 110,0 52,4 10,0 (10,0)

    Sumber:DITJENNAK(2010c)

    Data yang terdapat pada Tabel 5 diketahui

    bahwa skenario sedang dapat memenuhirencana menyisakan impor daging dan sapi

    bakalan menjadi hanya tinggal 10% untukmencapai swasembada pada tahun 2014 dariyang sekarang (2011) sekitar 30%.

    POPULASI TERNAK RUMINANSIA

    Ternak ruminansia penghasil daging utama

    di Indonesia terdiri dari sapi perah, sapipotong, kerbau, kambing, domba, dan kuda.Melihat dari perkembangan populasi ternak

    ruminansia, maka hanya ternak kerbau dankuda yang menunjukkan tren penurunan

    selama sepuluh tahun terakhir yaitu dari tahun1998 sampai tahun 2009. Jenis ternak lainnya

    seperti sapi potong, kambing dan domba

    menunjukkan peningkatannya. Namun

    demikian, karena tekanan permintaan dagingsapi di dalam negeri maka pertambahan

    populasi saja masih belum cukup, yangdibuktikan semakin meninkatnya impor sapibakalan untuk digemukkan sejak tahun 1990

    sampai 2010.Dengan menggunakan formula bahwa 1

    Satuan Ternak (ST) adalah setara dengan 1

    ekor sapi potong dewasa, atau setara dengan 10ekor ternak domba atau kambing dewasa, makapopulasi gabungan antara ternak kambing dandomba rata-rata dalam 3 tahun terakhir hampir

    mencapai 28 juta ekor (Tabel 6) sebenarnyasudah mampu mensubstitusi kekurangandaging sapi yang dipenuhi melalui impor sapibakalan dengan volume rata-rata sekitar 500ribu ekor per tahun, atau setara dengan 5 juta

    Tabel 6.Populasi ternak ruminansia di Indonesia 2000 2010 (000 ekor)

    Tahun Sapi perahSapi

    potongImpor*) bakalan

    Kerbau Kambing Domba Kuda

    2000 354 11.008 297 2.405 12.566 7.427 412

    2001 347 11.138 289 2.310 12.323 7.394 402

    2002 358 11.298 430 2.403 12.549 7.641 419

    2003 374 10.504 287 2.459 12.722 7.810 413

    2004 364 10.532 359 2.403 12.780 8.075 397

    2005 361 10.569 257 2.128 13.409 8.327 386

    2006 369 10.875 266 2.166 13.789 8.979 397

    2007 377 11.365 415 2.246 14.873 9.859 412

    2008 457 12.256 570 1.930 15.147 9.605 392

    2009 474 12.759 657 1.932 15.815 10.198 398

    2010 475 13.632 650 2.010 16.841 10.914 409

    *) Angka dibulatkan

    Sumber: DITJENNAK(1999; 2003); DITJENNAK(2007; 2010a)

  • 5/26/2018 nuri pdf

    7/10

    Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

    23

    ekor ternak kambing atau domba. Perhitungantersebut didasarkan kepada parameter

    reproduksi dengan asumsi terdapat 40% indukbetina produktif (11,2 juta ekor) yang denganasumsi kelahiran tunggal per kelahiran dan tiga

    kali melahirkan dalam dua tahun, atausebanyak 33,6 juta anak per dua tahun, atau16,8 juta ekor anak per tahun. Jumlah ini

    setelah menjadi dewasa dalam 18 bulankemudian akan setara dengan 1,68 juta ekorsapi dewasa, masih jauh lebih banyak

    dibandingkan dengan jumlah sapi bakalan yangdi impor sebanyak 500 ribu ekor per tahun.Angka tersebut akan jauh lebih banyak lagi

    seandainya jumlah anak lebih dari satu ekor

    per kelahiran, seperti pada dombaprolificyangmampu beranak sampai 5 ekor per kelahiran.

    Namun demikian, kesetaraan itu baru darisisi volume dan harus dibarengi juga dengankesetaraan dalam hal preferensi, citarasa, harga

    dan kandungan nutrisi, disamping persepsipsikologis masyarakat yang percaya bahwadaging kambing atau domba dapatmenyebabkan gangguan kesehatan, kolesteroltinggi dan dapat menyebabkan penyakitjantung. Hasil penelitian ELIDAR (1991) dan

    AUSTRALIANMEATASSOCIATION(2008)yang

    disitasi oleh DISNAK PROV. JAWA BARAT

    (2009) menunjukkan bahwa kandungan nutrisidaging kambing dan domba bahkan lebih baik

    dibandingkan dengan daging sapi, seperti yangtercantum pada Tabel 7.

    Memperhatikan Tabel 7, sebenarnyamasyarakat tidak perlu khawatir untukmengkonsumsi daging kambing atau domba

    dibandingkan dengan daging sapi karenadilihat kandungan proteinnya dapat dikatakansama (23,2 vs 22 24 g/100 g) walaupun

    kandungan energinya sedikit lebih tinggi (498vs 477 546 KJ/100 g). Daging kambing dandomba ternyata menjadi sumber vitamin A,

    vitamin B6, dan beberapa kondisi vitamin B12yang lebih baik dibandingkan dengan dagingsapi, demikian pula halnya dengan kandungan

    riboflavin, niacin dan kalcium. Demikian pula

    halnya dengan kandungan iron, sodium danphosphor, yang terdapat lebih banyak

    terkandung dalam daging kambing atau dombadibandingkan dengan daging sapi.

    Opini masyarakat yang mengatakan bahwa

    daging kambing atau domba mengandungkolesterol yang tinggi ternyata berbeda dengandata yang ditampilkan pada Tabel 7 tersebutkarena angka kolesterol pada daging kambingdan domba lebih rendah (41 53 mg/100 g)dibandingkan daging sapi (55 66 mg/100 g).

    Kenyataan ini memberikan pandangan bahwadaging kambing atau daging domba dapat

    dijadikan sebagai sumber pangan daging yangkandungan gizi dan manfaatnya sama atau

    Tabel 7.Komposisi kandungan gizi daging sapi dan daging domba/kambing

    Komponen gizi Daging sapi Daging domba/kambing

    Kolesterol (mg/100 g) 55 66 41 53

    Protein (g/100 g) 23,2 22 24

    Lemak (g/100 g) 2,8 1,5 4,7

    Energi (KJ/100 g) 498 477 546

    Vitamin A (mcg/100 g) < 5,0 5,0 8,6

    Vitamin B6 (mg/100 g) 0,52 0,1 0,8

    Vitamin B12 (mcg/100 g) 2,5 1,0 2,8

    Riboflavin (mg/100 g) 0,18 0,20 0,28

    Niacin (mg/100 g) 5,0 5,0 16,0

    Calcium (mg/100 g) 4,5 6,5 7,2

    Iron (mg/100 g) 1,8 1,1 3,3

    Phospor (mg/100 g) 215 194 290

    Sodium (mg/100 g) 51,0 51 71

    Sumber:DISNAK PROV.JAWA BARAT(2009)

  • 5/26/2018 nuri pdf

    8/10

    Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

    24

    lebih baik dari daging sapi. Dengan melihatstatistik populasi gabungan antara ternak

    kambing dan domba selama 3 tahun terakhiryang mencapai sekitar 20 juta ekor dapatmenggantikan sebahagian atau seluruhnya sapi

    bakalan impor yang berjumlah 500 ribu ekorper tahun yang setara dengan 5 juta ekorkambing atau domba.

    DIVERSIFIKASI KONSUMSIPANGAN DAGING

    Pada dasarnya pengertian ketahananpangan, termasuk pangan daging, difokuskanpada pentingnya akses setiap orang setiap saat

    secara cukup baik dari jumlah maupunmutunya, aman, sehat, merata, dan terjangkau.Pangan asal ternak berupa daging, telur dansusu di Indonesia pada saat ini telah memilikikeragaman sumbernya yang sudah tersebarmerata diseluruh pelosok. Sumber utama

    pangan daging dapat berasal dari beberapajenis ternak seperti sapi potong, kerbau,kambing, domba, unggas dan babi yang selama

    sepuluh tahun terakhir menunjukkan potensiproduksinya yang cukup tinggi dilihat dari trenpeningkatan populasi. Pada saat ini pangsa

    produksi daging unggas merupakan yang

    terbesar (65%) dibanding daging sapi (20%)dan daging kambing dan domba (6%). Daging

    unggas, dalam beberapa periode telahmemenuhi persyaratan ketahanan pangan darisisi produksi, akses, kualitas, keterjangkauan

    dan daya beli masyarakat yang juga dibuktikanmemiliki angka elastisitas pendapatan terhadappermintaan yang lebih kecil dari 1.0, namun

    KUSTIARIet al.(2010) memberikan angka 1,91yang menunjukkan bahwa daging aya jugasudah menjadi komoditas yang bersifat highincome elastic.

    Dalam upaya membangun diversifikasi

    konsumsi pangan daging, maka selain diartikansebagai penganekaragaman pangan dagingsesuai sumber komoditas ternaknya juga harusdiartikan sebagai upaya untuk memenuhi

    perbaikan gizi dalam rangka meningkatkankualitas sumberdaya manusia masyarakatIndonesia. Ternak kambing dan domba dengan

    populasi sekitar 20 juta ekor dan tersebar didaerah-daerah padat penduduk seperti di pulauJawa akan dapat memenuhi harapan tersebut.

    KNIPSCHEER et al. (1983) menunjukkan haltersebut pada kasus di Jawa Barat dimana

    hampir seluruh pelosok propinsi ini terdapatternak kambing dan domba yang dipelihara

    dengan cara dikandangkan untuk datarantinggi, kombinasi antara dikandangkan dandigembalakan di dataran sedang dan daerah

    perkebunan, dan digembalakan sepenuhnyaseperti didaerah pesisir atau pantai. Bagikawasan yang didominasi oleh perkebunan

    seperti perkebunan karet di Sumatera Utara,ternak domba dapat menjadi salah satu sumberpendapatan bagi para pekebun dan berperan

    sebagai penyangga risiko hilangnyapendapatan terutama pada saat terjadiperemajaan kebun karet (SOEDJANA et al.,

    1990). Ternak kambing dan domba juga dapat

    dipelihara dengan nilai input terutama pakanyang rendah dan terjangkau, serta dapat

    merespon input produksi yang lebih tinggimelaluipeningkatanproduksi dan produktivitasper kelompok ternak (SOEDJANA, 1996).

    Dengan demikian, ternak kambing dandomba dapat dijadikan sebagai sumberpenyedia pangan daging yang tidak kalahpentingnya dari sisi kandungan gizi,keterjangkauan, penyebaran populasi dankecepatan reproduksinya dibanding sapi

    potong, sehingga dapat mensubstitusikebutuhan daging sapi yang sampai saat ini

    masih disediakan melalui impor sapi bakalan.Pertimbangan ini tentunya tidak akanmenggeser peran daging unggas yang sudahsangat ideal sebagai penyedia pangan daging

    bagi kebutuhan konsumsi masyarakat karenaadanya perbedaan citarasa dan preferensi.

    REKOMENDASI KEBIJAKAN

    Upaya peningkatan konsumsi dagingruminansia kecil, kambing dan domba, sebagai

    salah satu strategi dalam penganekaragamansumber pangan daging dan perbaikan gizi

    masyarakat, terutama dalam kerangkapencapaian Swasembada Daging Sapi danKerbau 2014, maka beberapa rekomendasikebijakan berikut ini perlu dipertimbangkan

    dalam rangka diversifikasi pangan daging.1. Disamping upaya peningkatan efisiensi

    produksi daging sapi dan kerbau didalam

    negeri, harus disediakan sistem insentifbagi para peternak kambing dan dombadalam meningkatkan skala usaha dan

    standar serta kualitas produk daging ataukarkasnya sambil dilakukan kampanye

  • 5/26/2018 nuri pdf

    9/10

    Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

    25

    makan daging kambing dan domba denganpilihan menu daging sapi yang juga dapat

    dikemas menggunakan daging kambing dandomba.

    2. Melanjutkan sukses kampanye peningkatanproduksi kambing dan domba seperti yangpernah dilakukan pada awal tahun 1990andimana tantangan ekspor ke Timur Tengah

    sebanyak 3 juta ekor per tahun telahmemunculkan banyak pengusaha daneksportir, yang telah mendorong insentif

    ditingkat petani untuk memelihara dombaatau kambing secara lebih intensif.

    3. Dalam rangka meningkatkan nilai tambahper satuan luas arela perkebunan, analog

    dengan upaya mendorong implementasisistem integrasi ternak sapi dan perkebunan

    kelapa sawit, maka dorongan serupa perludilanjutkan untuk lebih intensif lagi dalamimplementasi integrasi ternak kambing dan

    perkebunan kakao serta integrasi ternakdomba dengan perkebunan karet.

    4. Mengantisipasi akan berkembang denganpesatnya respon peternak kambing dandomba karena berbagai insentif danfasilitasi dari pemerintah, maka perlu

    dilanjutkan upaya pelestarian plasma nutfahkambing dan domba lokal kita yang

    terkenal sangat prolific denganmemperbanyak kelompok-kelompokpembibitan di perdesaan baik berupa bibitkambing dan domba lokal maupun

    perilangannya yang telah dihasilkan padatahun 1990an.

    DAFTAR PUSTAKA

    ANONIMUS. 1996. Undang-Undang Negara Republik

    Indonesia Undang-undang No. 7 Tahun 1996tentang Pangan.

    BPS. 2009. Statistik Indonesia. Badan PusatStatistik, Jakarta.

    DISNAKProv. Jawa Barat. 2009. Daging Domba dan

    Kambing. Kegiatan Distribusi dan PemasaranHasil Peternakan Dana APBD. DinasPeternakan Provinsi Jawa Barat, Bandung.

    DITJENNAK 2010a. Statistik Peternakan. Direktorat

    Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian,Jakarta.

    DITJENNAK. 1999. Peternakan Dalam Angka.

    Direktorat Jenderal Peternakan KementerianPertanian, Jakarta.

    DITJENNAK. 2003. Peternakan Dalam Angka.Direktorat Jenderal Peternakan KementerianPertanian, Jakarta.

    DITJENNAK. 2007. Statistik Peternakan. DirektoratJenderal Peternakan Kementerian Pertanian,Jakarta.

    DITJENNAK. 2010b. Bahan Rakor MenkoPerekonomian Bulan Juni. DirektoratKesmavet Direktorat Jenderal PeternakanKementerian Pertanian, Jakarta.

    DITJENNAK. 2010c. Blue Print ProgramSwasembada Daging Sapi 2014. Direktorat

    Jenderal Peternakan Kementerian Pertanian,Jakarta.

    KNIPSCHEER, H. C., M. SABRANI, A. J. DE BOERand

    T. D. SOEDJANA. 1983. The economic role ofsheep and goats in Indonesia: A case study ofWest Java". BIES XIX(3). December. ANU.Canberra, Australia.

    KUSTIARI, R., D.K.S. SWASTIKA, WAHIDA, P.SIMATUPANG, A. PURWOTO dan T. NURASA.2009. Model Proyeksi Jangka Pendek

    Permintaan dan Penawaran Komoditas

    Pertanian Utama. Laporan akhir. PusatAnalisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan

    Pertanian, Bogor.

    SOEDJANA, T.D. 1996. Economics analyses of smallruminant production for low and high inputsystems. Off. Res. Dev. Bureau Sci. Tech.USAID.

    SOEDJANA, T.D., S. KARO KARO and H.C.KNIPSCHEER, 1990. A Risk EfficientProduction Plans Approach for an Integrated

    Small Ruminant-Tree Cropping ProductionSystems. Proc. Indigenous ProductionSystems workshop. Medan, North Sumatra.September.

    T. SUDARYANTO, R. SAYUTI dan T. D. SOEDJANA.1995. Estimasi Parameter Permintaan Produk

    Peternakan di Beberapa Propinsi di Luar Jawa.J. Penelitian Peternakan Indonesia. No. 2,

    Februari 1995. Puslitbang Peternakan, Bogor.

    USDA. 2011. Livestock and Poultry: World Markets

    and Trade. Office of Global Analysis. UnitedStatesDepartmentofAgriculture, Washington.

  • 5/26/2018 nuri pdf

    10/10

    Workshop Nasional Diversifikasi Pangan Daging Ruminansia Kecil 2011

    26

    DISKUSI

    Pertanyaan/Saran:

    1. Untuk mendukung sosialisasi merubah opini publik terhadap karakteristik daging kambing/domba perlu dikaji lebih mendalam terhadap parameter tersebut. Pihak akademisi (IPB)

    mengapresiasi penelitian tersebut dan perlu diciptakan kerjasama yang baik untuk

    mendapatkan rekomendasi yang valid akan karakteristik produk daging tersebut.

    2. Pascapanen mendukung penuh terhadap terciptanya produk pascapanen dari dagingkambing/domba.

    3. BPTP Jakarta memerlukan dukungan dengan prioritas penyebaran bibit ternak unggul untukwilayah Jakarta, mengingat peluang pengembangan pada tingkat peternak kecil yang terbuka

    luas dan peluang pasar yang besar.

    4. Perlu optimis dalam mencanangkan program/kegiatan utama yang berprioritas padakomoditas daging domba/kambing. Hal ini mengingat data populasi mendukung dan secara

    ilmiah produk aman, yang harus dipikirkan adalah langkah-langkah bagaimana mengeleminir

    dari issue tentang kelemahan-kelemahan yang ada pada daging kambing/domba saat ini.

    Jawaban:

    1. Flavour (bau) adalah tantangan semua pihak termasuk pihak pascapanen, karena umumnyakonsumen kurang suka pada bau khas kambing/domba pada produk pangan kambing/domba

    tersebut.

    2. Pasar tentang produk daging akan berbeda tergantung umur ternak juga.3. Untuk Jakarta sebagai provinsi Kota DKI maka tentu saja pasar bagi produk daging kambing

    dan domba cukup terbuka lebar. Hanya bagi pengembangan peternakan kambing dan domba

    sebaiknya BPTP diskusikan dengan Pemprov DKI untuk penetapan kawasan seperti yang saat

    ini telah diadakan untuk sapi perah di Pondok Rangon.

    4. Untuk mengeliminir issue-issue negatif sebagai dampak konsumsi produk daging kambing/domba yang selama ini dipercayai masyarakat, maka tentulah perlu ditempuh sosialisasi yang

    intensif secara terus menerus dan demo makan produk daging kambing/domba pada even-even

    tertentu.