p1

54
LAPORAN DISKUSI PEMICU 1 Disusun oleh: Kelompok 1 1. Muhammad Arif Tri Hapsoro (I11110019) 2. Citra Kristi Melasari (I11110029) 3. Galih Miawan HS (I11110055) 4. Dyanti Warrahmah Dewi (I11111007) 5. Michael Raja Pradana Sitorus (I11111016) 6. Gama Natakusumawati (I11111017) 7. Scholastyka Febrylla (I11111012) 8. Agnes Widyaningsih Salim (I11111032) 9. Farah Muthia (I11111035) 10. Fina Herlinda Nur (I11111053) 11. Fitrianto Dwi Utomo (I11111064) 12. Apriyan Yudha Putranto (I11111069) 13. Putri Anggana Dewi (I11111078) 1

description

p

Transcript of p1

LAPORAN DISKUSI PEMICU 1

Disusun oleh:

Kelompok 1

1. Muhammad Arif Tri Hapsoro (I11110019)

2. Citra Kristi Melasari (I11110029)

3. Galih Miawan HS (I11110055)

4. Dyanti Warrahmah Dewi (I11111007)

5. Michael Raja Pradana Sitorus (I11111016)

6. Gama Natakusumawati (I11111017)

7. Scholastyka Febrylla (I11111012)

8. Agnes Widyaningsih Salim (I11111032)

9. Farah Muthia (I11111035)

10. Fina Herlinda Nur (I11111053)

11. Fitrianto Dwi Utomo (I11111064)

12. Apriyan Yudha Putranto (I11111069)

13. Putri Anggana Dewi (I11111078)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2012

1

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

rahmat dan karunia-Nyalah kami dapat menyelesaikan laporan pleno ini. Laporan

ini disusun berdasarkan trigger/pemicu tentang multipel malformasi kongenital

pada janin yang diberikan dengan mengacu pada standar kompetensi yang akan

dicapai oleh modul Neurosains. Materi pada laporan ini diuraikan secara rinci

dan sistematis. Melalui laporan ini diharapkan kita semua dapat mengetahui hal-

hal mengenai kelainanan-kelainan pada janin serta hubungan nya dalam bidang

neurosains yang sekarang kita pelajari ini.

Akhirnya kami sebagai penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen-

dosen yang telah membimbing kami dalam diskusi, dan teman-teman angkatan

2011 program studi Pendidikan Dokter yang telah memberi support dalam

penyelesaian laporan ini.

Besar harapan kami agar laporan ini dapat memberikan manfaat bagi

para pembacanya. Namun demikian, kami menyadari bahwa masih ada

beberapa kekurangan dalam makalah ini. Untuk itu, kritik dan saran yang bersifat

membangun sangat kami harapkan.

Pontianak, mei 2012

Kelompok 1

2

DAFTAR ISI

Cover 1

Kata pengantar 2

Daftar isi 3

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA

Pemicu 1 4

Klarifikasi definisi 4

Kata kunci 5

Rumusan masalah 5

Analisis masalah 6

Hipotesis 6

Pertanyaan diskusi 7

BAB II HASIL DAN PEMBAHASAN

Diabetes tipe 1 8

Neuroembriogenesis 13

Faktor yang mempengaruhi neuroembriogenesis 16

Neuroanatomi sistem saraf pusat 21

Multipel malformasi kongenital 24

Manifestasi janin anensefali 29

Penanganan terhadap janin anensefali 30

Pencitraan sistem saraf 32

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

3

BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

Pemicu 1

Nyonya dina, usia 38 tahun menderita penyakit DM tipe 1. Ia sedang hamil untuk

ke-4 kali dan datang ke dokter kandungan untuk konsultasi dan pemeriksaan

kehamilannya. Hasil pemeriksaan dengan ultrasonografi janin dicurigai

anenesefali. Dokter menganjurkan agar janin nyonya dina tersebut segera

diterminasi pada usia kehamilan 20 minggu. Janin berjenis kelamin perempuan

tersebut memperlihatkan beberapa kelainan bawaan (multipel malformasi

kongenital) seperti: aprosensefali (tidak adanya diensefalon dan telensefalon)

tanpa bulbus olfaktori dan kelainan khiasma optik; berat otak 6,8 gram (normal

40 gram); atap tengkorak sangat datar dan kelainan tulang tengkorak lainnya;

bagian ujung rostal mesenfalon terdapat nodul yang membulat. Hasil analisis

kromosom menunjukkan kariotip janin 46 XX.

Klarifikasi dan definisi

1. Ultrasonografi

Pencitraan struktur dengan gama.

2. Anensefali

Tidak adanya rongga kranial secara kongenital.

3. Aprosensefali

Kerusakan sisi saraf yang disebabkan oleh kegagalan pentupan

neuropore arteriol.

4. Khiasma optik

Bagian hipotalamus dibentuk oleh dekusasi atau persilangan serat-serat

saraf optic dari separuh medial tiap-tiap retina, disebut juga optic

decussation.

5. Bulbus olfaktori

Ruang sebesar biji kacang diotak yang berisi saraf penciuman.

6. Diensefalon

Posteriol otak ada di hipothalamus.

7. Terminasi kehamilan

4

mengakhiri kehamilan demi kepentingan ibu dan anak.

8. Mesenfalon

Otak tengah

9. Multipel malformasi kongenital

Kelainan pada bayi yang ditimbulkan sejak pembelahan sel.

10. Telensefalon

Salah satu bagian dari 2 bagian otak.

Kata kunci

Nyonya dina 38th, hamil keempat kalinya, konsultasi dan pemeriksaan

kehamilan, menderita DM tipe 1, pemeriksaan ultrasonografi dicurigai anensefali,

dianjurkan untuk terminasi, multipel malformasi kongenital, aprosensefali tanpa

bulbus olfaktori, kelainan khiasma optik, berat otak 6,8gr (normal 40 gr), kariotip

janin 46 xx.

Rumusan masalah

Diabetes melitus tipe 1 pada nyonya dina dan anensefali pada kehamilannya

yang ke-4.

5

Ny. Dina, 38 th

Analisis masalah

Hipotesis

Diabetes melitus tipe 1 yang di derita nyonya dina mempengaruhi perkembangan

janin yang mengakibatkan anensefali.

6

Konsul dan pemeriksaan

kehamilannya

USG

Janin anensefali

Hasil pemeriksaan

DM tipe 1

Hamil ke-4

Manifestasi Penanganan

Terminasi usia 20minggu

Pertanyaan diskusi

1. Jelaskan tentang diabetes melitus tipe 1!

2. Jelaskan mengenai neuroembriogenesis!

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi neuroembriogenesis!

A. penyakit ibu

B. pengaruh obat

C. nutrisi

4. Jelaskan mengenai neuroanatomi sistem saraf pusat!

5. Jelaskan mengenai multipel malformasi kongenital!

6. Jelaskan manifestasi anensefali serta harapan hidupnya!

7. Penanganan apa saja yang dapat diberikan pada janin anensefali?

8. Apa saja pencitraan sistem saraf?

7

BAB II

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Diabetes Melitus Tipe 1

Definisi

Diabetes melitus adalah gangguan kronis metabolisme karbohidrat,

lemak, dan protein. Insufiensi relatif atau absolut dalam respons sekretorik

insulin, yang diterjemahkan menjadi gangguan pemakaian karbohidrat (glukosa)

merupakan gambaran khas pada diabetes melitus, demikian juga pada

hiperglikemia yang terjadi (Cotran, 2007).

Epidemiologi Diabetes Melitus

Diabetes menegnai sekitar 13 juta orang di Amerika Serikat. Dengan

angka kematian tahunan sekitar 35.000, diabetes adalah penyebab ketujuh

tersering kematian di Amerika Serikat. Risiko seumue hidup mengidap diabetes

tipe 2 bagi populasi dewasa di Amerika Serikat diperkirakan adlah 5% hingga 7%

(Robbins, 2007).

Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan Indonesia menduduki

ranking ke 4 di dunia dalam hal jumlah penderita kencing manis atau diabetes.

Indonesia dengan populasi 230 juta penduduk, merupakan negara ke 4 terbesar

penderita kencing manis – diabetes setelah China, India dan Amerika Serikat

(WHO, 2011).

Patogenesis Diabetes MelitusTipe 1 (diabetes melitus tergantung

insulin)

Ini adalah penyakit yang jarang terjadi, terutama mengenai penduduk

Eropa Utara yang berkulit putih (25/10.000 populasi), di mana gejala timbul pada

usia < 30 tahun, dan terjadi defisiensi insulin absolut setelah sel β pankreas

dihancurkan oleh proses autoimun pada orang-orang yang memiliki predisposisi

secara genetis. Berbagai macam antibodi dapat ditemukan sampai 10 tahun

sebelum timbulnya gejala klinis dan menghilang beberapa tahun kemudian.

8

Kondisi autoimun lain yang berhubungan dapat ditemukan pada keluarga

pasien ( Patrick Davey, 2006).

Gambaran klinis: saat datang pasien umumnya kurus dan memiliki gejala-

gejala poliuria, polidipsia, penuruan berat badan, cepat lelah, dan terdapat infeksi

(abses, infeksi jamur, misalnya kandidiasis). Ketoasisdosis dapat terjadi, disertai

gejala mual, muntah, mengantuk, dan takipnea. Pasien membutuhkan insulin

(Patrick Davey, 2006).

Gejala dan Tanda Diabetes Melitus

Diabetes mellitus tipe 1 mempunyai gejala polyuria, polydipsi, polyphagi,

penurunan berat badan, lemah, kulit kering.Gejala ini sering terjadi dan biasanya

disertai ketoasidosis, sedangkan tipe 2 gejalanya bertahap, ada yang tanpa

gejala dan terjadi penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya

(Katzung, 2002).

Diagnosis Diabetes Melitus

Diagnosis bertujuan untuk mengidentifikasi pasien yang mengalami gejala

hiperglikemi maupun yang tanpa gejala. Gejala hiperglikemi yang disertai dengan

resiko ketoasidosis, tanpa diragukan lagi menegakkan suatu diagnosis DM. Pada

pasien asimptomatik, pemeriksaan didasarkan pada kadar glukosa plasma puasa

dan tes toleransi glukosa oral.

Klasifikasi Penyakit dan Tipe Pasien Diabetes Melitus Tipe 1

Diabetes Mellitus tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang

berhubungan dengan terjadinya ketosis apabila tidak diobati dan biasa disebut

diabetes tipe 1 (tergantung insulin). Diabetes tipe 1 ada pada pasien yang

memiliki sedikit atau tidak normalnya fungsi produksi insulin. Oleh sebab itu

pasien membutuhkan penambahan insulin dari luar tubuh. Diabetes tipe 1

tersebut sangat lazim terjadi pada anak remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi

pada orang dewasa, khususnya yang non obesitas dan mereka yang berusia

lanjut tampak. Penyebab timbulnya diabetes tipe 1 ini antara lain karena adanya

infeksi atau toksik lingkungan yang menyerang orang pada sistem imunnya yang

9

secara genetis merupakan predisposisi terjadinya respon autoimun kuat yang

menyerang ß pankreas (Katzung, 2002).

Penatalaksanaan Diabetes Melitus

Penalaksanaan dapat berupa:

1. Edukasi pasien: penting untuk mempunyai perawat pribadi,

edukasi mandiri, dan lain-lain.

2. Penilaian klinis: setelah menegakkan dignosis diabetes melitus,

lakukan terapi komplikasi metabolik akut dan terapi hipoglikemik seumur hidup,

pemeriksaan untuk mencari kerusakan end-organ setiap 6-12 bulan—

penglihatan(retinopati dan katarak), sistem kardiovaskular (denyut nadi perifer,

tanda-tanda gagal jantung, hipertensi), sistem saraf (neuropati sistem saraf

otonom dan/atau saraf sensoris perifer) dan kaki (ulkus, gangren, dan infeksi).

Fungsi ginjal (kreatinin dan albuinuria) harus diperiksa.

3. Terapi harus meminimalkan gejala dan menghindari komplikasi,

dan harus memungkinkan pasien menjalani hidup normal—hal ini membutuhkan

edukasi dan dukungan kepada pasien. Untuk memaksimalkan prognosis

tergantung pada kontrol glukosa darah secara optimal dan menyingkirkan faktor-

faktor risiko kardiovaskular seperti merokok, hipertensi (usahakan tekanan darah

<130/80 mmHg), dan hiperlipidemia. Kontrol kadar glukosa yang optimal dengan

sendirinya dapat memperbaiki kadar kolesterol, namun apabila kadar kolesterol

tetap tinggi setelah ini, terapi penurunan lipid secar agresif dengan statin dapat

dilkukan. Hampir semua orang yang menderita dibetes dan memiliki penyakit

vaskular seharusnya mendapat terapi statin.

Kehamilan dengan Diabetes Melitus

Perubahan hormonal yang luas terjadi pada kehamilan dalam usaha

mempertahankan keadaan metabolisme ibu yang sejalan dengan bertambahnya

usia kehamilan. Hormon-hormon ini mungkin yang bertanggung jawab secara

langsung maupun tidak langsung, menginduksi resistensi insulin periver dan

mengkontribusi terhadap perubahan sel β pancreas. Ovarium, kortek adrenal

janin, plasenta, kortek adrenal ibu dan pancreas terlibat dalam timbulnya

perubahan-perubahan hormonal ini, yang mempunyai pengaruh terhadap

metabolisme karbohidrat. Terutama yang penting adalah peningkatan progresif

10

dari sirkulasi estrogen yang pertama kali dihasilkan oleh ovarium hingga minggu

ke 9 dari kehidupan intra uterine dan setelah itu oleh plasenta. Sebagian besar

estrogen yang dibentuk oleh plasenta adalah dalam bentuk estriol bebas, yang

terkonjugasi dalam hepar menjadi glukoronida dan sulfat yang lebih larut, yang

dieskresikan dalam urine.

Estrogen tidak mempunyai efek dalam transport glukosa, tetapi

meningkatkan peningkatan insulin maksimum ( insulin binding). Progesteron

yang dihasilkan korpus luteum sepanjang kehamilan kususnya selama 6 minggu

pertama. Trofoblas mensintesis progesterone dan kolesterol ibu dan merupakan

penyumbang utama terhadap kadar progesterone plasma yang meningkat

secara secara menetap selama kehamilan. Progesterone juga mengurangi

kemampuan dari insulin untuk menekan produksi glukosa endogen. Lactogen

plasenta manusia (HPL) merupakan hormone plasenta penting lain yang

mempengaruhi metabolisme karbohidrat. Kadarnya dalam darah ibu meningkat

secara berlahan-lahan sepanjang kehamilan, mencapai puncaknya saat aterm.

HPL adalah salah satu dari hormone-hormon utama yang bertanggung jawab

menurunkan sensitivitas insulin sejalan dengan bertambahnya usia kehamilan.

Kadar HPL meningkat pada keadaan hipoglikemia dan menurun pada keadaan

hiperglikemia. Dengan kata lain HPL merupakan antagonis terhadap insulin.

HPL menekan transport glukosa maksimum tetapi tidak mengubah pengikatan

insulin. Setelah melahirkan dan pengeluaran plasenta, kadar HPL ibu cepat

menghilang, pengaturan hormonal kembali normal.

Perubahan pada metabolisme karbohidrat selama kehamilan sebagai

akibat dari perubahan hormonal diatas. Pada beberapa uji toleransi glukosa

didapatkan keadaan antara lain; hipoglikemia ringan pada saat puasa,

hiperglikemia pos prandial dan hiperinsulinemia. Konsentrasi glukosa plasma

selama puasa yang menurun mungkin terjadi akibat peningkatan dari kadar

plasma insulin. Tetapi hal ini tidak dapat dijelaskan dengan perubahan

metabolisme insulin karena waktu paruh insulin selama hamil tidak berubah.

Peningkatan kadar plasma insulin pada kehamilan normal berhubungan

dengan perubahan respon unik terhadap ingestion glukosa. Pengaruh meternal

bisa dibagi lagi selama kehamilan, selama persalinan dan selama nifas.

Pengaruh hiperglikemia terhadap janin, antara lain:

1. Makrosomia

11

Batasan makrosomia adalah bayi yang dilahirkan dengan berat badan

lebih dari 4000 gr. Dari berbagai penelitian didapatkan kesan bahwa

hiperinsulinemia dan peningkatan penggunaan zat makanan bertanggung jawab

pada peningkatan ukuran badan janin, hipotesis perdersen menyebutkan bahwa

hiperglikemia maternal merangsang hiperinsulinemia janin dan makrosomia.

Komplikasi dari persalinan pervaginam pada bayi makrosomia bisa

dihindari bila ukuran janin diketahui lebih dulu dengan pemeriksaan USG.

Persalinan pervaginam harus dipertimbangkan baik-baik mengingat besarnya

resiko terjadinya distosia bahu. Namun demikian bila dipertimbangkan tindakan

seksio kaisar dikerjakan untuk berat janin lebih dari 4000 gram maka angka

seksio kaisar akan mencapai 50% pada ibu diabetes yang tergantung insulin.

2. Kematian Janin dalam rahim

Kadar glukosa maternal yang tidak stabil bisa menyebabkan terjadinya

janin mati dalam rahim, yang merupakan kejadian khas pada ibu dengan

diabetes. Janin yang terpapar hiperglikemia cendrung mengalami asfiksia dan

sidosis walaupun meknisme yang pasti belum jelas, tetapi diduga keto-asidosis

mempunyai hubungan yang erat dengan matinya janin. Bila kadar glukosa darah

meternal dalam batas normal, kematian janin dalam rahim jarang terjadi.

Hiperinsulinemia yang terjadi pada janin akan meningkatkan kecepatan

metabolisme dan keperluan oksigen untuk menghadapi keadaan-keadaan

seperti hiperglikemia, keto-asidosis, pre-eklampsia dan penyakit vaskuler yang

dapat menurunkan aliran darah utero-plasenter serta oksigenasi janin.

Frekuensi janin mati dalam rahim atau bayi lahir mati berkisar antara 15-

20%. Usaha untuk menghindari kematian janin tiba-tiba dalam rahim yaitu

dengan melakukan terminasi kehamilan beberapa minggu sebelum aterm. Tetapi

tindakan ini sering menimbulkan mortalitas neonatal karena prematuritas

iatrogenik.

Hiperglikemia maternal yang terjadi selama masa kritis dari

organogenesis (usia kehamilan dibawah 9 minggu) dihubungkan dengan adanya

peningkatan frekuensi malformasi. Hemoglobin glikosilat banyak dipakai sebagai

indikator dalam pengawasan hiperglikemia selama organogenesis.

Dari perconaan lainnya di peroleh hasil bahwa hiperglikemia dapat

menyebabkan terjadinya gangguan pada yolk sec, gangguan metabolisme mio-

12

inositol, dan bersama-sama dengan defisiensi asam arakhidonat ditemukan

dapat menyebabkan defek kongenital.

Hipoglikemia pada percobaan binatang mampu menyebabkan terjadinya

dismorfogenesis, tetapi tidak terbukti pada manusia. Demikian juga inhibitor

somatomedin, yang pada percobaan binatang menunjukan efek sinergistik

dengan hiperglikemia dan peningkatan karang keton dalam menyebabkan defek

kongental dan retardasi pertumbuhan, ternyata belum diperoleh data yang sama

pada bayi dari ibu diabetes.

Sementara itu, dilaporkan adanya hubungan antara vaskulopati meternal

dengan anomali kongenital. Molsted-Pedersen dkk melaporkan insidens anomali

sebesar 3,1% pada ibu diabetes tanpa gangguan vaskuler, dan 10,7% pada ibu

diabetes dengan gangguan vaskuler.

2. neuroembriogenesis

Sistem saraf pusat

Sistem saraf pusat (SSP) muncul pada awal minggu ketiga sebagai suatu

lempeng penebalan ectoderm berbentuk sandal, lempeng saraf (neural plate ), di

region middorsal di depan primitive node (nodus primitif). Tepi-tepi lempeng ini

segera membentuk lipatan saraf (neural fold).

Seiring dengan perkembangan lebih lanjut, lipatan saraf tersebut terus

meninggi, saling mendekati di garis tengah, dan akhirnya menyatu membentuk

tabung saraf (neural tube). Penyatuan dimulai di daerah servikal dan berlanjut

kea rah sefalik dan kaudal. Juka penyatuan telah dimulai, ujung-ujung bebas

tabung saraf membentuk neuroporus kranialis dan kaudalis yang berhubungan

dengan rongga amnion di atasnya. Penutupan neuroporus kranialis berlangsung

kea rah cranial dari tempat penutupan awal di region servikal dan dari suatu

tempat di otak depan yang terbentuk belakangan. Tempat yang belakangan ini

berjalan kearah cranial, untuk menutup region paling rostral tabung saraf, dank e

arah kaudal untuk bertemu dengan penutupan dari daerah servikal. Penutupan

akhir neuroporus kranialis terjadi pada stadium -18 sampai -20 somit (hari ke 25);

penutupan neuroporus kaudalis terjadi sekitar 2 hari kemudian.

13

Ujung sefalik tabung saraf memperlihatkan tiga dilatasi, vesikel otak

primer: (a) prosensefalon, atau otak depan (forebrain); (b) mesensefalon, atau

otak tengah (midbrain); dan rombensefalon, atau otak belakang (hindbrain).

Secara bersamaan ujung ini membentuk dua fleksura: (a) fleksura servikalis di

taut otak belakang dan korda spinalis dan (b) fleksura sefalika di region otak

tengah.

Ketika mudigah berusia 5 minggu, prosensefalon terdiri dari dua bagian :

(a) telensefalon yang dibentuk oleh bagian tengah dan dua kantong luar lateral,

hemisferium serebri primitif dan (b) diensefalon yang ditandai oleh pertumbuhan

vesikel mata (vesikula optika). Suatu alur dalam, istmus rombensefalon

memisahkan memisahkan rombensefalon dan mesensefalon .

Rombensefaoln terdiri dari dua bagian ( a) metensefaon yang kemudian

membentuk pons dan serebelum, dan (b) mielensefalon. Batas antara kedua

bagian ini ditandai oleh fleksura pontina.

Lumen korda spinalis, kanalis sentralis, bersambungan dengan lumen

vesikel otak. Rongga rombensefalon adalah ventrikel keempat, rongga

diensefalon adalah ventrikel ke tiga, dan rongga-rongga di hemisferium serebri

adalah ventrikel lateral. Lumen mesensefalon menghubungkan ventrikel ketiga

dan keempat. Lumen ini menjadi sangat sempit dan dikenal sebagai akueduktus

sylvius. Ventrikel lateral berhubungan dengan ventrikel ketiga melalui foramen

interventrikulare monro.

Diferensiasi histologist

1. Sel saraf

Neuroblas, atau sel saraf primitif, muncul secara eksklusif melalui

pembelahan sel neuroepitel.

2. Sel glia

Sebagian besar sel penunjang primitif, gliablas, terbentuk oleh sel

neuroepitel setelah pembentukan neuroblas berhenti.

Jenis lain sel penunjang yang mengkin berasal dari gliablas adalah sel

oligodendroglia.

Pada paruh kedua perkembangan, tipe ketiga sel penunjang, sel

microglia, muncul di SSP. Tipe sel yang sangat fagositik ini berasal dari

mesenkim. Ketika berhenti menghasilkan neuroblas dan gliablas, sel neuroepitel

14

berdiferensiasi menjadi sel ependim yang melapisi kanalis sentralis korda

spinalis.

3. Sel Krista neuralis

Sel-sel Krista neuralis berasal dari ectoderm dan meluas ke seluruh

panjang tabung saraf. Sel-sel Krista bermigrasi ke lateral dan menghasilkan

ganglion sensorik (ganglion radiks dorsal ) saraf spinal dan tipe sel lain.

4. Saraf spinal

Serebut saraf motorik mulai muncul pada minggu keempat, berasal dari

sel saraf di lempeng basal (kornu ventral) korda spinalis. Serabut-serabut ini

menyatu membentuk berkas yang dikenal sebagai radiks saraf ventral. Radiks

saraf dorsal terbentuk sebagai kumpulan serabut yang berasal dari sel di

ganglion radiks dorsal (ganglion spinal).

5. Mielinasi

Sejak bulan keempat kehidupan janin, banyak serabut saraf tampak

keputihan akibat pengendapan myelin yang dibentuk oleh penyelubungan akson

oleh kumparan membrane sel Schwann.

Meskipun mielinasi serabut saraf di korda spinalis berawal pada sekitar

bulan keempat kehidupan intrauterus, sebagian dari serabut motorik yang turun

dari pusat-pusat otak yang lebih tinggi ke korda spinalis tidak mengalami

mielinasi sampai tahun pertama kehidupan pascanatal.

Perubahan posisi korda spinalis

Pada bulan ketiga perkembangan, korda spinalis bertentang di seluruh

panjang mudigah, dan saraf-saraf spinalis berjalan melewati foramen

intervertebrale setinggi tempat asalnya. Namun, seiring dengan bertambahnya

usia kolumna vertebralis dan dura memanjang lebih cepat daripada tabung saraf,

dan ujung terminal korda spinalis secara bertahap bergeser ke level yang lebih

tinggi. Saat lahir, ujung ini berada setinggi vertebra lumbal ke tiga. Akibat

pertumbuhan yang tidak seimbang ini, saraf-saraf spinal berjalan oblik dari

segmen asalnya di korda spinalis ke level kolumna vertebralis yang sesuai. Dura

tetap melekat ke kolumna vertebralis setinggi koksigeus.

15

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi neuroembriogenesis

A. Penyakit ibu

Seperti yang dinyatakan dalam pemicu, nyonya Dina sedang hamil dan

menderita penyakit diabetes mellitus (DM) tipe 1, atau disebut juga Insulin

Dependent Diabetes Mellitus (IDDM). DM dengan kehamilan dapat

diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu:

a. DM Gestasional¸ yaitu diabetes yang timbul pada waktu hamil dan

menghilang setelah melahirkan.

b. DM Pregestasional, yaitu diabetes mulai sejak sebelum hamil dan

berlanjut setelah hamil.

Berdasarkan klasifikasi di atas, dapat disimpulkan bahwa nyonya Dina

menderita DM pregestasional. Penyakit DM yang diderita nyonya Dina

diketahui dapat menimbulkan masalah bagi janin yang dikandungnya.

Masalah yang mungkin timbul pada janin yang ibunya penderita DM:

a. Abortus

b. Prematur sebelum usia kandungan 36 minggu

c. Kelainan kongenital seperti sacral agenesis, neural tube defek

d. Respiratory distress

e. Neonatal hiperglikemia

f. Makrosomia

g. Hipocalcemia

h. Kematian perinatal akibat diabetik ketoasidosis

i. Hiperbilirubinemia

j. Potensial penyakit saraf dan jiwa

B. Pengaruh obat

Selain ditimbulkan oleh penyakit DM itu sendiri, masalah yang mungkin

dialami janin juga dapat muncul sebagai efek samping obat-obatan yang

diberikan kepada ibu dengan penyakit tersebut. Obat DM antara lain:

a. Meningkatkan jumlah insulin:

16

1) Sulfonilurea (glipizide GITS, glibenclamide, dsb.): kategori C, tidak

disarankan untuk wanita hamil

2) Meglitinide (repaglinide, nateglinide): kategori C, tidak disarankan

untuk wanita hamil

3) Insulin injeksi

b. Meningkatkan sensitivitas insulin:

1) Biguanid/metformin: kategori B, tidak disarankan untuk wanita hamil

2) Thiazolidinedione (pioglitazone, rosiglitazone): kategori C, tidak

disarankan untuk wanita hamil

c. Memengaruhi penyerapan makanan:

1) Acarbose: kategori B (diperkirakan tidak berbahaya terhadap janin),

namun demikian pemakaiannya pada ibu hamil tetap harus berhati-

hati

Obat DM dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu obat hipoglikemik dan

insulin injeksi. Obat hipoglikemik merupakan kontraindikasi bagi wanita hamil,

sementara belum ada bukti yang memperlihatkan bahwa insulin injeksi dapat

menyebabkan masalah/kelainan pada janin.

C. nutrisi

Nutrisi sangat terkait dengan proses perkembangan manusia dari janin

hingga lahir dan tumbuh dewasa. Semakin bertambah usia anak, maka

semakin besar pula kebutuhan nutrisi mereka. Keadaan di mana nutrisi yang

dikonsumsi kurang dari yang dibutuhkan disebut dengan malnutrisi.

Malnutrisi dapat disebabkan oleh kurangnya makanan yang dikonsumsi,

kualitas makanan yang rendah, dan sering mengalami infeksi. Malnutrisi dapat

mengakibatkan gangguan fungsi otak yang timbul menjadi behavior problem.

Masa perkembangan otak terbagi menjadi:

a. Intrauterine: SSP

b. 0-2 tahun

c. 2-5 tahun: 80%

d. 5-12 tahun: 100%

17

e. Seiring meningkatnya usia seseorang hingga mencapai usia tua,

maka otaknya akan mengalami atrofi.

Jika bicara mengenai nutrisi, maka terkait pula dengan energi. Energi

merupakan total kalori dari makanan. Energi sangatlah penting sebab 20-30%

dari energi digunakan otak untuk menjalankan fungsi dan pertumbuhan,

sehingga dibutuhkan terus-menerus oleh tubuh. Karbohidrat dan glukosa

merupakan sumber energi yang utama untuk aktivitas sintesis dan fungsional.

Nutrisi sangat dibutuhkan untuk perkembangan otak terutama pada saat-saat

kehamilan, postnatal (0-36 bulan), dan di atas 36 bulan. Status gizi dapat dilihat

atau diukur dari berat badan dan lingkar kepala bayi atau anak-anak tersebut.

Protein

a. Asam amino yang digunakan untuk energi hanya sebesar 10%.

b. Digunakan untuk sintesis jaringan baru.

c. Harus terus-menerus disupply untuk otak.

d. Asam amino di ASI merupakan sumber utama pertumbuhan otak

dengan kadar yang tepat, sedangkan pada sistein-taurin-triptofan

lebih tinggi.

e. ASI mengandung kadar protein W yang tinggi, mudah diserap dan

diutilisasi oleh tubuh.

Nutrien-nutrien yang penting bagi perkembangan otak, antara lain:

a. Asam lemak

b. Asam folat

c. Zinc

d. Zat besi

e. Vitamin A

f. Iodin

1. Asam lemak esensial

a. Asam lemak esensial: omega-3 dan 6 berperan dalam pembentukan mielin

dan membran lain, penting pada saat masa krisis, bahan utama sintesis

perkembangan anak.

18

b. Keduanya berperan penting bagi kehidupan janin dan tahun pertama atau

kedua pada perkembangan postnatal.

c. DHA (dihommogammalineic acid) dan AA (arachidonic acid) merupakan

turunan dari asam linoleat dan penting untuk struktur dan fungsi dari membrane

cerebral. ASI manusia memberikan AA dalam jumlah yang cukup bagi membran

jaringan.

d. DHA: dari omega-3; berfungsi untuk maturasi retina, diferensiasi fotoreseptor,

penting untuk perkembangan jaringan saraf, banyak terdapat pada substansia

grisea, kebutuhan meningkat saat trimester terakhir kehamilan dan bulan-bulan

pertama kelahiran.

e. AA: dari omega-6; bersama DHA berfungsi penting untuk struktur dan fungsi

membran.

f. Sumber DHA dan AA: intrauterine ditransfer dari ibu ke janin terutama saat

trimester ketiga, setelah kelahiran ASI, suplemen, ikan, daging, telur.

2. Asam folat

a. Merupakan vitamin yang larut air dari kelompok B, terkait dengan sintesis

asam nukleat, penting dalam maturasi sel, sintesis, metilasi, dan repair DNA.

b. Mengonsumsi asam folat 0,4-0,8 mg per hari mengurangi mengurangi resiko

neural tube defect (NTD) pada bayi. Wanita yang pada kehamilan sebelumnya

pernah memiliki bayi dengan NTD, sebaiknya mengonsumsi 4 mg/hari selama 1

bulan sebelum dan 3 bulan setelah mengalami kehamilan.

c. Defisiensi asam folat menyebabkan NTD: spinal bifida yang terjadi karena

neural tube gagal menutup di minggu keempat kehamilan, dan anencephaly di

mana otak depan gagal berkembang.

d. Sumber makanan: gandum, daging-daging organ, bayam, kacang, dan buah.

3. Zinc

a. Defisiensi zinc menyebabkan NTD: unencephalocele tonjolan hernia otak,

dan iniencephaly substansi otak menonjol melalui fisura dari kolom vertebral.

b. Sumber makanan: produk susu, kacang-kacangan, ragi, biji-bijian, sereal

gandum, dan biji labu.

4. Zat besi

19

a. Merupakan komponen utama dari hemoglobin dan enzim yang berperan

dalam metabolisme energi. Ditemukan pula pada mioglobin. Kandungan zat besi

pada perempuan dewasa lebih rendah dibandingkan pada laki-laki.

b. Defisiensi zat besi menyebabkan: gangguan kognitif, gangguan

perkembangan dan fungsi psikomotorik, gangguan pengaturan suhu, dan pica.

c. Pica adalah kelainan di mana seorang anak memiliki kecenderungan untuk

memakan atau memasukkan besi ke dalam mulutnya.

d. Otak akan sensitif terhadap defisiensi zat besi pada saat 2 tahun pertama

kehidupan.

e. Sumber makanan: zat besi heme daging, ikan, unggas; zat besi nonheme

buah-buahan, sayur-sayuran, kacang kering, kacang-kacangan, dan produk biji-

bijian.

f. Zat besi heme lebih mudah diserap dibandingkan zat besi nonheme.

g. Absorpsi zat besi non-heme akan meningkat pada saat mengonsumsi sumber

vitamin C yang baik (jeruk, anggur, tomat, brokoli, strawberry), dimakan bersama

makanan heme, dan dimasak dengan panci dari besi.

h. Absorpsi zat besi non-heme akan menurun jika mengonsumsi makanan

berserat dan suplemen dalam jumlah yang tinggi, minum teh atau kopi ketika

atau persis sesudah makan (polyphenol akan mengikat zat besi), dan saat

mengonsumsi suplemen kalsium (sebaiknya dilakukan ketika perut kosong).

5. Vitamin A

a. Kelebihan vitamin A dapat menyebabkan abnormalitas mayor dalam

perkembangan janin.

b. Di Inggris, wanita hamil dinasihati untuk mencegah makan makanan yang

mengandung kadar vitamin A yang tinggi.

c. Sumber makanan: daging organ (hati dan jeroan ayam), jus wortel, kentang

manis, labu, bayam, dan sereal-siap-makan.

6. Iodin

a. Defisiensi iodin menyebabkan: kerusakan otak dan gangguan mental.

b. Sumber makanan: asparagus, bawang putih, jamur, seafood, garam laut,

rumput laut, kacang wijen, kacang kedelai, bayam, dan lobak.

20

4. neuroanatomi sistem saraf pusat

Sistem saraf pusat terdiri dari:

1. Otak

Prosencephalon

Cerebrum

Diencephalon (antara otak)

Mesencephalon

Rhombencephalon

Medulla oblongata

Pons

Cerebellum

2. Medullaspinalis

Pars cervicalis

Pars thoracica

Pars lumbalis

Pars sacralis

Parscoccygea

1. Otak

Otak dibagi menjadi:

a. Prosencephalon

Cerebrum dan diencephalon

b. Mesensephalon

c. Rhombencephalon

Pons, medulla oblongata dan cerebellum

Sumber: Atlas Anatomi Manusia Sobotta

Cerebrum

- Terdiri dari 2 hemisfer, dipisahkan oleh fissura longitudinalis, dihubungkan

oleh corpus callosum.

21

- Korteks cerebri yang berlipat-lipat disebut gyrus, yang, dipisahkan oleh

fissura atau sulcus.

- Beberapa sulcus yang besar digunakan untuk membagi masing-masing

permukaan hemispherium menjadi lobus-lobus

Sumber: Atlas Anatomi Manusia Sobotta

Diencephalon

Hampir seluruh bagian diencephalon tertutup dari permukaan otak. Terdiri

dari thalamus di bagian dorsal dan hypothalamus di bagian ventral. Thalamus

merupakan substansia grisea yang berbentuk seperti telur besar dan terletak di

kedua sisi ventriculus tertius. Ujung anterior thalamus membentuk batas posterior

foramen interventriculare, yaitu lubang antara ventriculus tertius dan

ventriculus lateralis. Hypothalamus membentuk bagian bawah dinding lateral dan

lantai ventriculus tertius.

Mesencephalon

Mesencephalon merupakan bagian sempit otak yang menghubungkan

prosencephalon dangan rhombencephalon. Rongga sempit di mesencephalon

adalah aqueductus cerebri yang menghubungkan ventriculus tertius dengan

ventriculus quartus. Mesencephalon terdiri dari banyak nuclei an berkas serabut-

serabut saraf ascendens dan descendens.

Pons

Pons terletak di permukaan anterior cerebellum, inferior dari mesencephalon,

dan superior dari medulla oblongata. Pons atau jembatan dinamakan dari

banyaknya serabut yang berjalan transversal pada permukaan anteriornya yang

menghubungkan kedua hemispherium cerebelli. Pons juga mengandung banyak

nuclei serta serabut-serabut ascendens dan descendens.

Medulla oblongata

Medulla oblongata berbentuk conus, di superior berhubungan dengan pons

dan di bagian inferior berhubungan dengan medulla spinalis. Pada medulla

22

oblongata terdapat banyak kumpulan neuron yang disebut nuclei dan berfungsi

menyalurkan serabut-serabut saraf ascendens dan descendens.

Cerebellum

Cerebellum terletak di dalam fossa cranii posterior, posterior terhadap pons

dan medulla oblongata. Bagian ini terdiri dari dua hemispherium yang

dihubungkan oleh sebuah bagian median, yaitu vermis. Cerebellum

berhubungan dengan mesencephalon melalui pedunculus cerebellaris

superior, dengan pons melalui pedunculus cerebellaris media, dan dengan

medulla oblongata melalui pedunculur cerebellaris inferior. Pedunculus-

pedunculus membentuk berkas-berkas serabut saraf yang besar yang

menghubungkan cerebellum dengan susunan saraf lainnya.

Lapisan permukaan masing-masing hemispherium cerebelli disebut korteks

dan terdiri dari substansia grisea. Korteks cerebelli tersusun dalam lipatan-lipatan

atau folia yang dipisahkan oleh fissura-fissura transversal yang tersusun rapat.

Pada bagian ini terdapat massa substansia grisea di dalam cerebellum yang

tertanam di dalam substansia alba; yang paling besar disebut nucleus dentatus.

Medulla oblongata, pons, dan cerebellum mengelilingi sebuah rongga yang

berisi cairan serebrospinal, disebut ventriculus quartus. Di bagian superior,

rongga ini berhubungan dengan ventriculus tertius melalui aqueductus cerebri,

dan di bagian inferior menyambung dengan canalis centralis medulla spinalis.

Ventriculus quartus berhubungan dengan ruang subarachnoid melalui tiga

lubang yang terdapat di bawah atapnya. Melalui ketiga lubang ini cairan

serebrospinal di dalam susunan saraf pusat dapat masuk ke ruang

subarachnoid.

5. Malformasi kongenital

Kelainan kongenital atau bawaan adalah kelainan yang sudah ada sejak

lahir yang dapat disebabkan oleh faktor genetik maupun non genetik. Ilmu yang

mempelajari kelainan bawaan disebut dismorfologi (Effendi, 2006 dalam

Neonatologi IDAI 2008).

23

Berdasarkan patogenesisnya, Effendi (2006) dalam Neonatologi IDAI (2008)

membedakan kelainan kongenital sebagai berikut:

1. Malformasi

Malformasi adalah suatu proses kelainan yang disebabkan oleh kegagalan atau

ketidaksempurnaan dari satu atau lebih proses embriogenesis. Perkembangan

awal dari suatu jaringan atau organ tersebut berhenti, melambat atau

menyimpang sehingga menyebabkan terjadinya suatu kelainan struktur yang

menetap. Kelainan ini mungkin terbatas hanya pada satu daerah anatomi,

mengenai seluruh organ, atau mengenai berbagai sistem tubuh yang berbeda.

2. Deformasi

Deformasi terbentuk akibat adanya tekanan mekanik yang abnormal sehingga

mengubah bentuk, ukuran atau posisi sebagian dari tubuh yang semula

berkembang normal, misalnya kaki bengkok atau mikrognatia (mandibula

yang kecil). Tekanan ini dapat disebabkan oleh keterbatasan ruang dalam

uterus ataupun faktor ibu seperti primigravida, panggul sempit, abnormalitas

uterus seperti uterus bikornus, kehamilan kembar.

3. Disrupsi

Defek struktur juga dapat disebabkan oleh destruksi pada jaringan yang

semula berkembang normal. Berbeda dengan deformasi yang hanya

disebabkan oleh tekanan mekanik, disrupsi dapat disebabkan oleh iskemia,

perdarahan atau perlekatan. Kelainan akibat disrupsi biasanya mengenai

beberapa jaringan yang berbeda. Perlu ditekankan bahwa bahwa baik

deformasi maupun disrupsi biasanya mengenai struktur yang semula

berkembang normal dan tidak menyebabkan kelainan intrinsik pada jaringan

yang terkena.

4. Displasia

Patogenesis lain yang penting dalam terjadinya kelainan kongenital adalah

displasia. Istilah displasia dimaksudkan dengan kerusakan (kelainan struktur)

akibat fungsi atau organisasi sel abnormal, mengenai satu macam jaringan di

seluruh tubuh. Sebagian kecil dari kelainan ini terdapat penyimpangan biokimia

24

di dalam sel, biasanya mengenai kelainan produksi enzim atau sintesis protein.

Sebagian besar disebabkan oleh mutasi gen. Karena jaringan itu sendiri

abnormal secara intrinsik, efek klinisnya menetap atau semakin buruk. Ini

berbeda dengan ketiga patogenesis terdahulu. Malformasi, deformasi, dan

disrupsi menyebabkan efek dalam kurun waktu yang jelas, meskipun kelainan

yang ditimbulkannya mungkin berlangsung lama, tetapi penyebabnya relatif

berlangsung singkat. Displasia dapat terus menerus menimbulkan perubahan

kelainan seumur hidup (Neonatologi IDAI, 2008).

Malformasi tersering pada sistem saraf adalah defek neural tube. Otak

dan medula spinalis berasal elemen ektoderm yang berdiferensiasi dan

berproliferasi untuk membentuk neural tube. Penyimpangan perkembangan ini,

yang secara luas disebut defek neural tube atau dysraphic state, dapat mengenai

otak atau medula spinalis, atau keduanya.

DEFEK NEURAL TUBE

Medulla spinalis berasal dari elemen ektoderm yang berdifrensiasi dan

berproliferasi untuk membentuk neural tube. Penutupan neural tube berawal

pada sekitar hari ke-22 gestasi dan tuntas antara hari ke-26 hingga ke-28.

Gangguan yang berkaitan dengan kelainan penutupan neural tube adalah

sebagian dari malformasi SSP yang paling sering terjadi. Penyimpangan

perkembangan ini, yang secara luas disebut sebagai defek neural tube atasu

dysraphic state, dapat mengenai otak atau medula spinalis, atau keduanya.

Contohnya adalah anensefalus, meningokel dan ensefalokel cranium, dan

berbagai bentuk spina bifida.

Anensefalus, dengan atau tanpa kelainan tulang belakang, adalah bentuk

defek neural tube yang paling parah dan merupakan malformasi SSP tersering

yang diidentifikasi pada janin manusia. Kejadian anensefaluls sekitar 1 dalam

500 kelahiran dan ditemukan di seluruh dunia, meskupun dengan variasi

frekuensi regional. Seperti pada semua defek neural tube, malformasi ini lebih

sering terjadi pada kelompok sosio ekonomi rendah dan pada bayi dari

perempuan yang usianya lebih dari 40 tahun. Penelitian epidemiologic

memperlihatkan keterkaitan yang cukup meyakinkan antara defisiensi folat dalam

25

makanan dan peningkatan risiko anensefalus. Atas alasan yang belum jelas,

janin perempuan lebih sering terkena daripada janin laki-laki.

Morfologi anensefalus kubah cranium pada janin anensefalus mengalami

hypoplasia atau tidak ada, dan tulang di dasar tengkorak menebal. Orbita

dangkal, sehingga mata menonjol dan menimbulkan penampakan wajah “seperti

kodok”. Neurohipofisis tidak ditemukan, dan hipofisis anterior lebih kecil daripada

normal, mencerminkan tidak adanya hormone trofik dari hipotalamus. Juga

mungkin terdapat kelainan di korpus vertebra atau medulla spinalis. Organ lain ,

termasuk paru dan kelenjar adrenal, mengalami hypoplasia.

Anensefalus tidak memungkinkan kehidupan di luar uterus, dan sebagian

besar janin meninggal dalam beberapa menit sampai jam setelah lahir. Diagnosis

anensefalusa dapat ditegakkan pada masa prenatal. Hidramnion sering terjadi

pada gestasi anensefalik, serta konsentrasi α-fetoprotein dan asetilkolinestrase

meningkat dalam cairan amnion. Ultrasonografi dapat mendeteksi adanya

anensefalus pada akhir trimester pertama.

ENSEFALOKEL

Ensefalokel dan meningokel kranuim, yang mencerminkan defek neural

tube yang lebih ringan, mungkin terjadi lebih belakangan selama gestasi

daripada anensefalus. Ensefalokel merupakan tersering di antara keduanya dan

ditandai dengan menonjolnya meningen dan perenkim otaka dalam jumlah

bervariasi melalui suatu defek di tulang cranium. Hal ini paling sering terjadi di

region oksipital meskipun semua bagian tengkorak dapat terkena. Ensefalokel

anterior terutama banuak terjadi di Asia Tenggara. Meningokel cranium jarang

terjadi dan dibedakan dengan ensefalokel oleh hanya adanya meningen dan

CSS di jaringan yang mengalami herniasi.

SPINA BIFIDA

Defek neural tube spinalis (spina bifida)dapat terjadi di semua tingkatan

tetapi paling sering di region lumbosacral. Pada semua kasus, terjadi hypoplasia

atau kehilangan satu atau lebih arkus vertebra, dengan berbagai kelainan

meningen dan atau medula spinalis di bawahnya. Dua varian tersering adalah

meningokel mmielokel dan spina bifida okulta.

26

Meningomielokel atau mielomeningokel, ditandai dengan herniasi

meningen spinal dan medula spinalis melalui suatu defek di vertebra posterior

untuk membentuk suatu kantong mirip kista. Meningen mungkin terpajan

lingkungan luar atau tertutup oleh kulit. Meningomielokel sering berkaitan denga

hidrosefalus dan malformasi Arnold Chiari. Medula biasanya abnormal pada

malformasi ini, dan manifestasi utama defek ini, seperti dapat diperkirakan,

adalah infeksi, paralisis ekstremitas bawah, dan gangguan pengendalian

kandung kemih dan buang air besar. Kata meningokel menandakan jenis defek

spinal yang mirip, tetapi lebih ringan dan hanya meningen yang mengalami

herniasi melalui arkus vertebra yang berbentuk abnormal.

Spina bifida okulta adalah bentuk paling ringan pada defek neural tube.

Kelainan ini ditandai dengan gangguan penutupan arkus vertebra posterior,

dengan meningen dan medula spinalis intak. Letak defek kadang ditandai

dengan adanya cekungan kecil di kulit atau sejumput rambut. Kelainan ini , yang

terjadi pada sekitar 20% populasi umum, tidak menimbulkan gejala.

MALFORMASI YANG BERKAITAN DENGAN HIDROSEFALUS

Banyak gangguan berbeda yang dihubungkan dengan adanya

hidrosefalus. Pada didapat (missal, tumor, pendarahan, dan proses peradangan)

yang menggangu aliran normal dan resorpsi CSS. Pada kasus yang lain,

kelainan perkembangan primer dapat menyebabkan terjadinya hidrosefalus.

Malformasi primer terkait hidrosefalus yang sering ditemukan adalah yang

mengenai serebellum dan dicontohkan oleh malformasi Arnold-Chiari dan

malformasi Dandy-Walker.

MALFORMASI ARNOLD-CHIARI

Kadang disebut malformasi Chiari II ditandai dengan fosa kranialis

posterior yang dangkal disertai ekstensi kaudal medulla oblongata dan sebagian

vermis serebelum melalui foramen magnum. Batang otak bagian bawah tampak

memanjang dan tertekan, dengan suatu lapisan tipis parenkim serebelum gliotik

yang mengalami herniasi dan menutupi permukaan dorsal medulla. Akuaduktus

serebri sering menyempit, dan bagian dorsal otak tengah biasanya mengalami

malformasi. Biasanya ditemukan kelainan lain di kubah tengkorak, termasuk

27

penipisan fokal tulang tengkorak, yang mencerminkan hubungan embriologik

yang erat antara otak yang sedang berkembang dan wadahnya. Hamper selalu

terdpat meningoieilokel di bagian kaudal medula. Malformasi ini biasanya disertai

oleh hidrosefalus. Meskipun pathogenesis hidrosefalus pada malformasi Arnold-

Chiari belum sepenuhnya dipahami, saat ii sudah cukup jelas bahwa hidrosefalus

merupakan perubahan sekunder dan bukan penyebab defek Arnold-Chiari,

seperti yang diperkirakan sebelumnya.

MALFORMASI DANDY-WALKER

Malformasi Dandy-Walker terdiri atas aplasia atau hypoplasia vermis

serebelum, disertai oleh dilatasi mirip-balon ventrikel keempat dan membesarnya

fosa posterior. Lesi biasanya disertai oleh hidrosefalus. Kelainan lain, termasuk

agenesis korpus kalosum, meningokel oksipital, dan lesi yang disebabkan oleh

migrasi neuron abnormal selama embryogenesis, juga mungkin ditemukan.

6. Manisfestasi anensefali dan harapan hidupnya

Manifestasi klinis:

1. Yang pasti terjadi

Pada penderita anensefali, terdapat gangguan atau defek yang besar

pada bagian otak yang dasar. Mereka mengalami defek pada kalfarium,

meninges dan scalp. Hal ini dikarenakan neuroporus rostralis yang

merupakan neural tube bagian atas, tidak menutup dengan sempurna.

Penutupan neural tube terjadi pada saat janin berusia 21 sampai 26 hari.

Sehingga pada penderita anensefali, terdapat gangguan pada proses

penutupan neural tube.

2. Gambaran klinis yang umum terjadi

Penderita anensefali biasanya tidak mempunyai hemisfer cerebri dan

cerebellum. Hal ini menyebabkan janin tersebut hanya memiliki sisa

batang otak. Selain itu tidak adanya traktus pyramidal pada medula

spinalis. Manifestasi klinis yang biasa terjadi juga adalah kelenjar pituitary

mengalami hipoplastik yang merupakan penurunan kemampuan dalam

membelah. Hal ini menyebabkan adanya defek pada neuroendokrin.

Adanya hipoplastik pada kelenjar pituitary bagian posterior, bisa

28

menyebabkan adanya kelainan diabetes insidipus. 50% kasus anensefali

juga ditemukan adanya polyhydramnios.

3. Gambaran klinis tambahan

Para penderita anensefali juga bisa menunjukkan beberapa manifestsai

klinis tambahan, seperti melipatnya bagian telingan dan adanya celah

pada langit-langit mulutnya. Selain itu, pada 20% kasus anensefali, juga

ditemukan adanya defek pada jantungnya.

4. Gambaran klinis tambahan pada bayi yang sudah dilahirkan

Secara definisi, seorang bayi yang dilahirkan dalam keadaan anensefali,

tidak bisa sadar secara permanen. Tapi beberapa penelitian

menerangkan bahwa bayi dengan anensefali masih bisa sadar. Hal ini

dikarenakan batang otak yang masihn ada mengandung neuron,

percabanngana neuron, traktus serat dan lainnya, yang bisa mendorong

adnaya kesadaran.

Harapan hidup penderita anensefali:

Anensefalus tidak memungkinkan kehidupan diluar uterus dan sebagian

besar janin meninggal dalam beberapa menit sampai jam setelah lahir.

Anensefali total tidak dapat bertahan hidup; sebagian anensefali diaborsi

atau tetap dilahirkan; bayi yang masih hidup biasanya hanya bertahan

beberapa jam.

Sekitar 25% bayi dengan anensefali yang mampu bertahan hidup hingga

akhir masa kehamilan, meninggal saat kelahiran. Dan 50% mampu

bertahan hidup mulai dari beberapa menit hingga 24 jam. Sementara 25%

lainnya mampu bertahan antara 1 hingga 10 hari.

7. Penanganan janin anensefali

Definisi

Terminasi kehamilan adalah mengakhiri kehamilan dengan sengaja

sehingga tidak sampai ke kelahiran. baik janin dalam keadaan hidup atau mati.

Sejarah terminasi kehamilan dalam ilmu falsafah

29

Pada dasarnya wanita telah melakukan terminasi kehamilannya sejak

permulaan sejarah tercatat. Dalam sejarah Yunani dan Romawi, terminasi

kehamilan diselenggarakan untuk mengontrol populasi. Dewa-dewa tidak

melarangnya dan tidak terdapat hukum negara yang berhubungan dengan hal

itu, ahli-ahli falsafa yunani bahkan menganjurkan terminasi atau tidak

melarangnya, tetapi Phytagoras tidak menyetujui terminasi kehamilan ini, karena

ia berpendapat bahwa pada saat fertilisasi, telah masuk suatu Roh. Hipocrates

adalah salah seorang pengikutnya, sehingga dalam Sumpah Hipocrates terdapat

sanksi terhadap perbuatan abortus / terminasi kehamilan. Hal tersebut tidak

dilaksanakan dan ajaran Hipocrates diabaikan, dokter-dokter Yunani dan

Romawi tetap melaksanakan terminasi kehamilan atas perminataan para wanita.

Di dalam ajaran Islam terdapat pula macam-macam aliran, tetapi dengan indikasi

medis, baik yang berasal dari ibu maupun yang berasal dari janin, terutama

sebagai hasil dari kemajuan subspesialisasi fetomaternal berupa imunologi,

amniocentesis, USG dan lain-lain, maka indikasi adalah jelas dan terminasi dapat

dilaksanakan. Pengontrolan reproduksi, sebenarnya harus diselenggarakan

sebelum terjadinya pembuahan. Menurut pandangan Islam, untuk mencegah

kelahiran seorang anak yang cacat, sebaiknya digunakan cara-cara kontrasepsi

daripada memilih terminasi kehamilan. Dalam suatu debat mengenai terminasi

kehamilan ada sebuah kata yang dianggap sangat penting. Kehidupan (life),

kehidupan potensial (potential life) dan hidup (alive). Ada yang berpendapat

bahwa embrio atau janin adalah hidup (alive) atau memiliki kehidupan manusia

yang hidup.

Terminasi kehamilan dipandang dari segi hukum

Definisi legal paling umum tantang abortus terapeutik sampai saat itu

adalah terminasi kehamilan sebelum janin mampu hidup dengan tujuan

menyelamatkan nyawa ibu. Beberapa Negara memperluas hukum mereka

menjadi “untuk mencegah cidera tubuh yang serius atau permanen pada ibu atau

mempertahankan kehidupan atau kesehatan ibu. Beberapa Negara bagian

mengijinkan abortus apa bila kehamilan kemungkinan besar melahirkan bayi

dengan malpormasi berat.Hukum abortus ketat yang berlaku hingga tahun 1973

sebenarnya belum lama diundangkan. Abortus sebelum adanya gerkan janin

30

pertama kali (quickenling) yang umunya terjadi pada usia gestasi antara 16

sampai 12 minggu, sah atau ditoleransi secara luas diamerika serikat dan inggris

sampai tahun 1973. pada tahun ini diperlakukan undang-undang yang

menyebabkan abortus sebelum adanya gerakan janin .

pengakhiran kehamilan > 12 minggu sampai 20 minggu

1. misoprostol 200 ug intravaginal, yang dapat diulangi 1 kali 6 jam sesudah

pemberian pertama

2. pemasangan batang laminaria 12 jam sebelumnya

3. kombinasi pemasangan batang laminaria dengan misoprostol atau

pemberian tetes oksitosin 10 IU dalam 500 cc Dekstrose 5% mulai 20

tetes per menit sampai maksimal 60 tetes per menit

8. pencitraan

Dalam bidang radiologi, ada beberapa pencitraan diagnostik yang perlu kita

ketahui :

a. X-ray atau sinar X

b. Ultra Sound – menggunakan gelombang suara

c. Computerized Tomography (CT Scan) – hampir sama seperti X-ray, tetapi

CT Scan menggunakan komputer sehingga kita dapat memperoleh pencitraan

dari berbagai sudut dan potongan

d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

SKULL X RAY

Fungsi dari sinar X yang paling penting dalam bidang neuroscience adalah untuk

mengetahui bentuk tulang kepala. Sinar X juga digunakan untuk mengetahui

kelainan-kelainan pada tulang kepala, seperti :

- kalsifikasi

- fraktur (patah tulang)

- erosi tulang (destruksi, kerusakan tulang)

- hyperostosis tulang (penebalan tulang)

31

- kalsifikasi yang lain (seperti pengapuran karena tumor otak)

- adanya pergeseran garis tengah (midline shift)

- adanya tanda-tanda peningkatan tekanan intracranial, contohnya sella turcica

menjadi melebar, yang merupakan salah satu tanda dari penyakit hidrosefalus

- konfigurasi-konfigurasi lainnya

Ada beberapa foto sinar X yang harus kita ketahui, yakni foto kepala yang

khusus, selain AP (arah sinar dari anterior ke posterior), PA (kebalikan dari AP),

dan lateral. Foto kepala yang khusus ini misalnya adalah foto basis cranii (dasar

tengkorak), terutama pada pasien-pasien dengan fraktur atau kecelakaan pada

bagian kepala. Posisi seperti ini disebut submentovertical position.

Selain itu kita juga dapat melihat kelainan lain, seperti misalnya kelainan pada

nervus optikus (II), diketahui dengan melakukan foto yang disebut optic

foramina view. Kita juga dapat melihat foto-foto lain dengan fokus ke sella

turcica (tempat kelenjar hipofisis), petrosus/ internal auditory meatus, dan

lainnya.

COMPUTERIZED TOMOGRAPHY (CT) SCAN

Pada dasarnya, prinsip yang digunakan dengan sinar X, tetapi perbedaannya,

sinar X yang digunakan itu berputar. Jadi misalnya ada seorang pasien yang

akan diperiksa kepalanya dengan CT Scan. Kemudian kepala pasien tersebut

disinari dengan sinar X yang berputar (berputar mengelilingi kepala pasien) dan

sinar tersebut ditangkap oleh detektor yang ada di sekeliling kepala pasien.

Akibatnya, kita dapat memperoleh gambar berupa potongan-potongan (baik

sagital, axial, maupun koronal) dari kepala pasien yang seolah-olah pasien

tersebut dipotong-potong.

CT Scan ada beberapa jenis, yaitu :

a. Conventional CT : Merupakan CT Scan model lama. Prinsipnya adalah

mejanya berjalan step-by-step. Ketika dilakukan penyinaran, meja yang

digunakan untuk pasien berbaring itu tidak bergerak. Oleh karena itu, setiap kali

sinar X berputar untuk memperoleh gambar, yang diperoleh hanya 1

slice(potongan) saja. Untuk memperoleh potongan berikutnya, meja tersebut

32

harus bergeser sedikit kemudian dilakukan penyinaran dengan sinar X lagi, dan

begitulah seterusnya. Karena setiap penyinaran hanya diperoleh satu potongan,

jadi conventional CT juga merupakan single-slice CT.

b. High Resolution CT : CT dengan resolusi tinggi

c. Multislice CT : hasil yang diperoleh dari CT Scan tidak hanya satu slice

(potongan), tetapi beberapa slice sekaligus dalam sekali penyinaran.

d. Helical/Spiral CT : dalam helical CT, meja yang digunakan itu berjalan secara

kontinu. Jadi ketika tabung sinar Xnya berputar, meja tempat pasien berbaring

pun juga berjalan sehingga seolah-olah tabung sinar Xnya itu berjalan dengan

lintasan helix/spiral (Gambar 1). Terdapat 2 jenis helical CT, yaitu helical single-

slice CT dan helical multi-slice CT. Dengan menggunakan helical multi-slice CT,

kita dapat memperoleh resolusi yang lebih tinggi dan juga dapat melihat anatomi

yang lebih luas. Selain itu, kita dapat melihat gambar secara volumetrik (3

dimensi).

Ada juga yang disebut dengan CT Angiography, yakni CT yang digunakan untuk

melihat pembuluh darah dengan menyuntikkan kontras terlebih dahulu.

Kontras (iodium) juga bermanfaat untuk melihat kelainan. Misalnya otak normal

diberi kontras, tidak akan terlihat kelainan atau pun menjadi lebih putih. Namun,

begitu ada infeksi atau tumor terhadap otak tersebut maka akan terlihat suatu

perbedaan kontras, yang disebut dengan penyangatan (enhancement).

Misalnya dalam kasus AVM (Arteriovenous malformation).

Adanya CT Scan sangatlah menggebrak dunia kedokteran, terutama dalam

bidang diagnostic. Apalagi terhadap kelainan-kelainan yang ada di dalam otak.

Dahulu ketika hanya terdapat sinar X, kita hanya dapat menggunakan foto polos.

Untuk melihat kelainan tersebut, cukup sulit jika hanya dengan foto polos karena

kita tidak dapat melihat bagian dalam otak dengan menggunakan sinar X biasa.

Namun dengan menggunakan CT Scan, kita bisa melihat struktur anatomi dalam

otak, misalnya ventrikel.

Dengan menggunakan CT Scan, kita dapat melihat berbagai macam hal, baik

anatomi normal maupun kelainan-kelainan. Contoh : jika terjadi tumor, maka

akan terlihat low density (hipodense, disebut juga radiolucent, yakni tampilannya

33

lebih hitam). Sementara itu, pada lesi lain, jika terlihat lebih putih, maka disebut

hiperdense atau radioopaque.

MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI)

Sesuai dengan namanya, prinsip dasar MRI adalah dengan menggunakan

medan magnet. Dengan menggunakan MRI, kita dapat melihat :

a. Morfologi dari suatu objek

b. Fungsi (faal) dari suatu objek (Functional MR) – misalnya memeriksa pasien

psikiatri dengan gangguan kejiwaan, menggunakan functional MR

c. Pembuluh darah (MR Angiography)

d. Chemical content (MR Spectroscopy)

Prinsip dasar MRI : ketika pasien masuk ke dalam tabung MRI, proton-proton

yang terdapat di dalam tubuhnya (hidrogen, yang berasal dari air yang ada di

dalam tubuh) dibuat menjadi searah oleh medan magnet yang sangat kuat

(sekitar 10 kali gravitasi bumi). Setelah itu akan ada bunyi (yang merupakan

gelombang radiofrequency (rf)) yang mengganggu proton-proton itu. Kemudian,

setelah diganggu oleh bunyi tersebut, air di dalam tubuh yang letaknya berbeda-

beda (di dalam lemak, tulang, cairan tubuh, dll), akan berbeda getarannya.

Kemudian ketika gelombang rf dimatikan, proton tersebut kembali ke posisi

normal (waktu relaksasi). Akibatnya, mereka akan mengeluarkan energi yang

berbeda-beda. Nah, energi-energi yang berbeda itulah yang ditangkap oleh

komputer yang kemudian diolah menjadi gambar. Kedua dokter yang

menemukan prinsip kerja dari MRI ini, yakni Felix Bloch dan Edward Purcell,

kemudian memperoleh nobel atas penemuan mereka yang luar biasa ini.

Kelebihan MRI dibandingkan CT Scan :

a. Bisa multiplanar – bisa mendapatkan gambar potongan-potongan pasien dari

berbagai arah (atas ke bawah, kanan ke kiri, depan ke belakang)

b. Tidak ada radiasi

c. Sangat baik untuk melihat kontras jaringan lunak (perubahan terhadap

jaringan lunak), terutama otak dan sumsum tulang

d. Tidak menimbulkan artefak (gangguan gambar) pada tulang

34

Kekurangan MRI dibandingkan CT Scan :

a. Potongannya tidak bisa lebih tipis dibanding CT Scan (CT Scan bisa

memotong hingga 0,5 mm, sementara MRI hanya bisa 3 mm paling kecil)

b. Sulit melihat kelainan tulang

c. Claustrophobia – pasien yang takut ruangan tertutup

d. Tidak bisa untuk pasien yang menggunakan pacu jantung

ULTRASOUND

Prinsip dari ultrasound adalah menggunakan gelombang suara dengan frekuensi

tinggi (lebih dari 20kHz, bahkan dapat mencapai 5-10 MHz) untuk menghasilkan

gambar. Ultrasound dapat dilakukan untuk pemeriksaan extracranial dan

intrakranial

a. Extra cranial (5-10 MHz)

Untuk melakukan pemeriksaan ultrasound terhadap extracranial carotid dan juga

arteri vertebralis, dapat digunakan metode :

a. B-mode (brightness mode – gambar yang dihasilkan hitam dan putih saja)

b. Doppler – bisa melihat aliran pembuluh darahnya

b. Intra cranial (2 MHz)

Misalnya untuk mendeteksi adanya penyempitan pembuluh darah (stenosis) atau

mendeteksi terjadinya vasospasme (kontraksi otot polos pada dinding pembuluh

darah yang menyebabkan vasokonstriksi) pada pendarahan subarachnoid.

ANGIOGRAPHY

Merupakan suatu teknik untuk menggambarkan isi (bagian dalam) dari pembuluh

darah. Sebagai contoh, pada coronary angiography, catheter dimasukkan ke

dalam pembuluh darah melalui arteri femoralis dan kemudian diinjeksikan

kontras dengan pompa bertekanan tinggi agar dapat divisualisasikan dengan

menggunakan sinar X.

Ada juga yang disebut Digital Subtraction Angiography (DSA), yakni sebuah

teknik angiography dengan menggunakan sebuah peralatan x ray yang

dikomputerisasi dengan kompleks. Angiography dapat juga digunakan untuk

mengetahui keadaan arteri karotis (carotid angiography) dan arteri vertebral

35

(vertebral angiography). Dengan menggunakan teknik angiografi tersebut, kita

dapat mengetahui apabila terdapat :

a. Vessel occlusion (penghambatan pembuluh darah), stenosis atau

terbentuknya plak pada pembuluh darah

b. Aneurysms – terbentuknya suatu kantong yang berisi darah yang membeku

akibat dilatasi arteri atau vena

c. Arterio-venous malformations

d. Abnormal tumour circulation

e. Vessel displacement or compression

36

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Diabetes melitus tipe 1 yang diderita ny.dina, faktor umur serta kurangnya

asupan asam folat dapat mempengaruhi perkembangan janin yang

mengakibatkan anensefali.

37

Daftar pustaka

Behrman RE, Kliergmean RM, Jenson HB, Stanton B. Nelson textbook of

Pediatric, 18th. Philadelphia Elsevier; 2007.p, 2046.

Levene MI, Chervenark FA. Fetal and Neonatal Neurology and Neurosurgery, 4th

edition. China: Elsevier United; 2009.p. 235.

Muscari, Mary E. 2001. Keperawatan Pediatric, ed. 3. Jakarta: EGC.

Pabst R, R Putz. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta, Ed. 22, jilid 1. Jakarta:

EGC. Hal. 284, 285, 288, 304.

Robbins, Kumar, Cotran. 2004. Buku Ajar Patologi, Ed. 7, jilid 2. Jakarta: EGC.

Hal. 918.

Snell, Ricard S. 2002. Neuroanatomi Klinik, Ed. 5. Jakarta: EGC. Hal. 6-14, 493,

494.

Jaquier M, Klein A, Boltshauser E., 2006. Spontaneous pregnancy outcome after

prenatal diagnosis of anencephaly, BJOG 2006; 113:951-953.

38