Pedagang kaki lima

17
PEDAGANG KAKI LIMA: PERMASALAHAN DAN SOLUSINYA

description

 

Transcript of Pedagang kaki lima

Page 1: Pedagang kaki lima

PEDAGANG KAKI LIMA:PERMASALAHAN DAN

SOLUSINYA

Page 2: Pedagang kaki lima

OLEH: 1. KIKI ANGGITA .S (31132. RISKA AYU .S (3113258)

Page 3: Pedagang kaki lima

●BAB I PENDAHULUAN-Latar Belakang

-Rumusan Masalah -Tujuan Penulisan -Manfaat Penulisan

●BAB II KERANGKA BERPIKIR●BAB III PEMBAHASAN

-Keberadaan Pedagang Kaki Lima - Persoalan yang dihadapi oleh PKL

- Persoalan yang dihadapi oleh Pemkot Surabaya● BAB IV PENUTUP

-Kesimpulan -Saran

●DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR ISI

Page 4: Pedagang kaki lima

A. LATAR BELAKANG Pedagang Kaki Lima merupakan dampak sulitnya perekonomian yang

dialami masyarakat, membuat mereka memilih suatu alternatif usaha di sektor informal dengan modal yang relatif kecil untuk menunjang kebutuhannya.

Kehadiran PKL yang menempati pinggir-pinggir jalan yang sangat menganggu ketertiban lalu lintas dan gangguan pada prasarana jalan tersebut menimbulkan kesemerawutan dan kemacetan kota. Oleh karenanya, pemerintah mengalami kesulitan dalam penataan dan pemberdayaan guna mewujudkan kota yang bersih dan rapi. Tapi di samping itu PKL sebagai bagian dari usaha sektor informal memiliki potensi untuk menciptakan dan memperluas lapangan kerja untuk masyarakat yang kurang memiliki kemampuan dan keahlian yang memadai karena rendahnya tingkat pendidikan.

BAB I PENDAHULUAN

Page 5: Pedagang kaki lima

B. Rumusan Masalah1.Bagaimana persoalan Pedagang Kaki Lima dewasa ini di kota

Surabaya ?

2.Apa dan bagaimana solusi untuk masalah Pedagang Kaki Lima ini?

C. Tujuan Penulisan

1.Untuk memenuhi Tugas Makalah mata kuliah Pengantar Bisnis kami

2. Untuk mengetahui gambaran masalah yang terkait Pedagang Kaki Lima3. Untuk mencari solusi terkait permasalahan Pedagang Kaki Lima

 

D. Manfaat Penulisan

1 .Dapat memberi masukan bagi pemerintah kota Surabaya dalam upaya mengatasi persoalan pedagang kaki lima

2 Memberikan wawasan dan masukan bagi para pedagang kaki lima dalam mengatasi masalah pedagang kaki lima.

 

Page 6: Pedagang kaki lima

Pedagang kaki lima (PKL) merupakan usaha informal yang bergerak dalam distribusi barang dan jasa. PKL, di satu sisi merupakan salah satu penggerak dalam perekonomian masyarakat pinggiran. Hutajulu (1985) memberikan batasan tentang sektor informal, adalah suatu bidang ekonomi yang untuk memasukinya tidak selalu memerlukan pendidikan formal dan keterampilan yang tinggi, dan memerlukan surat-surat izin serta modal yang besar untuk memproduksi barang dan jasa.

Suatu kegiatan informal pada dasarnya harus memiliki suatu lokasi yang tepat agar dapat memperoleh keuntungan (profit) yang lebih banyak dari tempat lain dan untuk mencapai keuntungan yang maksimal, suatu kegiatan harus seefisien mungkin. Richardson (1991) berpendapat bahwa keputusan-keputusan penentuan lokasi yang memaksimumkan penerimaan biasanya diambil bila memenuhi kriteria-kriteria pokok :1. Tempat yang memberi kemungkinan pertumbuhan jangka panjang yang menghasilkan keuntungan yang layak.2. Tempat yang luas lingkupnya untuk kemungkinan perluasan unit produksi.

Undang-undang yang bisa digunakan untuk melindungi para PKL dan masyarakat miskin pada umumnya :

-Pasal 11 UU nomor 39/199 mengenai Hak Asasi Manusia : “ setiap orang berhak atas pemenuhan kebutuhan dasarnya untuk tumbuh dan berkembang secara layak.”

- Pasal 13 UU nomor 09/1995 tentang usaha kecil : “ Pemerintah menumbuhkan iklim usaha dalam aspek perlindungan, dengan menetapkan peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan. Dsb.

Konflik antara pedagang kaki lima dan pemerintah kota Surabaya terjadi karena salah satu pihak memiliki kekuasaan dan perbedaan kepentingan

BAB IITELAAH PUSTAKA

Page 7: Pedagang kaki lima

1. Keberadaan Pedagang Kaki Lima 2. Persoalan yang dihadapi oleh Pedagang kaki lima3. Persoalan yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Surabaya

BAB IVPEMBAHASAN

Page 8: Pedagang kaki lima

Keberadaan pedagang kaki lima bagi masyarakat Surabaya sangat penting sebagai penyediaan barang dagangan yang dibutuhkan oleh masyarakat Surabaya. Pedangan kaki lima sangat mempengaruhi pola pasar dan sosial di Surabaya. Dalam bidang perekonomian pedagang kaki lima hanya berpengaruh sebagai produsen yang penting bagi masyarakat Surabaya mengingat akan banyaknya masyarakat menengah maupun menengah ke bawah. Merekacenderung lebih memilih membeli pada pedagang kaki lima daripada membeli di supermarket, mall atau grosir maupun indogrosir yang banyak tersebar di kota Suarabaya, dikarenakan harga yang mereka tawarkan lebih rendah. Pedagang kaki lima telah menjadi mata pencaharian utama sebagian warga Surabaya. Sehingga pedagang kaki lima telah menjadi salah satu system yang tidak dapat dipinggirkan masalahnya oleh pemerintah kota Surabaya.

Pedagang kaki lima yang telah berada dalam naungan paguyupan pada umumnya telah mentaati peraturan yang di buat oleh pemerintah kota Surabaya. Hal ini dapat dibuktikan dengan :1. Kepemilikan tanda daftar usaha (TDU) dengan ketentuan sebagai berkut (sebagaimana tercantum dalam pasal 5 dan 6, Perda No. 17 Tahun 2003) yakni : Tidak memperjualbelikan tempat usaha atau lokasi kepada orang lain, Tidak memperdagangkan barang ilegal menurut ketentuan undang-undang baik disengaja maupun tidak disengaja., Tidak membangun tempat usaha secara permanen maupun semi permanen., Sanggup mengosongkan, mengembalikan dan menyerahkan kepada pemerintah apabila lokasi yang dimaksud sewaktu-waktu dibutuhkan oleh pemerintah serta tidak akan menuntut apapun pada pemerintah., Sanggup membersihkan lokasi usaha setelah selesai berjualan dan membuang sampah langsung ke tempat pembuangan sampah terdekat., Tidak meninggalkan alat peraga setelah selesai berjualan., Tidak menggunakan tempat usaha sebagai tempat tinggal dan kegiatan terlarang seperti judi dll., Tidak mengalihkan tanda daftar usaha kepada pihak lain dalam bentuk apa pun2. Membayar iuran kebersihan sebesar Rp.1000,-3. Bersedia menyeragamkan tenda sebagai identitas dari paguyupan pedagang kaki lima hanya yang ada di Surabaya.

1. Keberadaan Pedagang Kaki Lima

Page 9: Pedagang kaki lima

● Lokasi pedagang kaki lima

Selama ini lokasi yang menjadi pilihan bagi pedagang kaki lima adalah daerah fasilitas umum padahal tempat tersebut telah dilarang oleh pemkot Surabaya sehingga sering terjadi konflik antara pihak pedagang kaki lima dengan pihak pemkot Surabaya. Pada dasarnya suatu kegiatan sector informal yakni pedagang kaki lima harus memiliki lokasi yang tepat agar dapat memperoleh keuntungan yang maksimal.Sedangkan untuk membeli atau menyewa ruko –roko atau stand-stand di mall pastinya mereka tidak mempunyai modal. Jadi seharusnya Pemerintah harusnya dapat menyediakan ruang kota yang juga tempat umum seperti taman kota, alun alun dsb yang strategis untuk mereka berjualan dan Pemkot dapat menata mereka dengan rapi dan tertib bila perlu ada uang iuran. Karena kejadian selama ini biasanya Pemkot hanya memberikan kompensasi yang kurang untuk mereka mencari tempat lain, atau memindahkan mereka ke tempat yang tidak strategis.

2.Persoalan yang dihadapi oleh Pedagang kaki lima

Page 10: Pedagang kaki lima

●Identitas dagang pedagang kaki lima

Identitas dagang pedagang kaki lima yang masih kurang jelas, dikarenakan adanya ketidakpedulian para pedagang kaki lima terhadap pengakuan dagang mereka sehingga tidak adanya kekuatan hukum yang mengikat. Selain itu para pkl yang tidak memiliki identitas dagang yang dibuktikan dengan kepemilikan TDU atau Tanda Daftar Usaha, sering kali dikatakan sebagai pedagang kaki lima liar dan mereka sering digusur oleh satpol PP karena tidak memiliki tanda daftar usaha tersebut. Adanya TDU yang ditentukan oleh pemkot Surabaya dianggap menyulitkan pedagang kaki lima. Hal ini dikarenakan syarat untuk memiliki TDU harus melampirkan Kartu Tanda Penduduk (KTP ) Surabaya serta jangka waktu TDU hanya 6 bulan. Syarat tersebut memberikan ruang gerak yang sempit bagi pedagang kaki lima yang berasal dari luar kota Surabaya, Padahal pedagang kaki lima kebanyakan berasal dari luar kota Surabaya. Selain itu jangka waktu yang ditentukan sangat pendek sebelum mereka harus membokar lagi. Jadi dalam hal ini para PKL sendiri yang harus memiliki kesadaran hukum untuk mematuhi aturan Pemkot Surabaya agar kota Surabaya menjadi kota yang lebih indah , tertata rapi dan tertib, dan Pemkot Surabaya harus terus melakukan sosialisasi agar para PKL semakin perduli dan sadar hukum akan identitas mereka. Pemkot juga harus memikirkan cara caraa seefisien dan efektif mungkin untuk pengurusan Tanda Daftar Usaha ( TDU).

Page 11: Pedagang kaki lima

●Penggusuran Para PKL liar yang tidak memiliki TDU(Tanda Daftar

Usaha) mereka biasanya akan di gusur dengan peringatan sampai di gusur paksa padahal Pedagang kaki lima merupakan salah satu solusi akan masalah tingginya angka pengangguran dan sedikitnya lapangan kerja bagi masyarakat berpendidikan rendah seperti mereka. Pemerintah dalam hal ini tidak dapat menyediakan lahan pengganti bagi mereka untuk melanjutkan usaha mereka , jika pun ada pemerintah menyediakan lahan-lahan yang letaknya kurang strategis yang secara pasti menurunkan dan mematikan profit yang mereka dapatkan dan akhirnya mereka harus gulung tikar dan menjadi pengangguran yang semakin menambah permasalahan bangsa ini. Pemerintah harus mencari cara dan tempat yang baik untuk mereka berdagang ditengah modal mereka yang kecil.

Page 12: Pedagang kaki lima

Persoalan Pemerintah Kota Surabaya dalam menangani PKL di surabaya yakni penertiban dan penataan PKL. Sulitnya penertiban dan penangananyang dilakukan karena kurangnya kesadaran PKL terhadap aturan dan terganggunya fasilitas umum karena adanya aktivitas dagang mereka.Satpol PP Kodya sebagai eksekutor dalam Penertiban dan Penanganan mengaku sangat lelah dalam penertiban secara terus-menerus, yang dilakukan di daerah tersebut. Penertiban dilakukan dengan melalui pemberitahuan kepada PKL terhadap lokasi yang mereka tempati sebagai lokasi sarana umum. Penanganan dengan cara pemberian surat teguran dari Pemkot kepada kecamatan / kelurahan dimana PKL tersebut menempati lokasi dagang mereka namun penaganan dan penertiban tersebut kurang dihiraukan sehingga Pemkot melalui satpol PP Kodya Surabaya melakukan penggusuran secara tegas, yang selanjutnya dibawa ke pengadilan yang mengarah pada denda sesuai dengan Perda No17 Tahun 2003 dan pemberitahuan secara tegas agar tidak berjualan di lokasi tersebut. Namun penaganan dan penertiban tersebut tidak diindahkan oleh para PKL tersebut sehingga alat dagang dan alat peraga dagang PKL dimusnahkan / dibakar oleh Pemkot yang dilakukan oleh satpol PP Kodya Surabaya.

Penangan dan penertiban tersebut dirasa kurang dapat menyelesaikan permasalahan PKL, karena dengan adanya indikasi PKL tetap kembali pada lokasi yang dilarang untuk dilakukan transaksi jual beli. Dengan adanya hal tersebut pula dapat menimbulkan bertambahnya jumlah PKL mengigat lokasi tersebut padat akan daya beli. Sehingga penanganan dan penertiban PKL yang dilakukan oleh Pemkot kurang dapat memberikan jalan keluar bagi PKL di Surabaya.

Kebijakan Pemkot dalam menangani permasalahan pedagang kaki lima

3. Persoalan yang dihadapi oleh Pemerintah Kota Surabaya

Page 13: Pedagang kaki lima

Pemkot mengambil kebijakan untuk mengeluarkan Perda No 17 Tahun 2003 tentang penataan dan pemberdayaan pedagang kaki lima. Kebijakan ini bertujuan untuk mengembalikan ketertiban dan keindahan kota dengan konsekuensi harus menertibkan pedagang kaki lima, oleh karena itu kebijakan ini cenderung dinilai oleh beberapa pihak sebagai kebijakan yang kontraproduktif dan cenderung sepihak.Pola penanganan pedagang kaki lima yang ada di perkotaan hendaknya tidak menggunakan pola politik karena penanganan pedagang kaki lima ini jika tidak berhasil akan menimbulkan efek yang besar bagi tatanan kota Surabaya.Oleh karena itu pemerintah kota Surabaya dituntut untuk memiliki strategi yang efektif dalam merumuskan kebijakannya agar tidak merugikan semua pihak.

Berikut model-model penanganan yang dilakukan Pemkot dalam upaya menertipkan pedagang kaki lima yaitu sebagai berikut :1. Memberikan penyuluhan atau kampanye penaataan PKL2. Diberi toleransi untuk membereskan dagangannya sampai batas waktu yang ditentukan dan bila tiba waktunya harus dipindah atau penggusuran tiba-tiba.3. Pemindahan atau relokasi pada daerah yang baru.4. Bantuan Dana

Page 14: Pedagang kaki lima

kebijakan publik yang di ambil Pemkot sebaiknya memuat 3 elemen yakni :a. Identifikasi dan tujuan yang ingin dicapaiDalam hal ini identifikasi pada permasalahan PKL dan kepentingan PKL. Dan tujuan yang ingin dicapai adalah menyelesaikan persoalan PKLb. Taktik atau strategi dan berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkanDalam hal ini mengacu pada kesadaran hukum PKL terhadap Perda No.17 Tahun 2003 yang telah dibuat dan diimplementasikan pada mereka. Taktik dan strategi yang digunakan adalah melalui pemberian penyuluhan yang efektif dan menyeluruh bagi para PKL. Pemberian reward bagi PKL yang dalam pola perilakunya mencerminkan kedisiplinan terhadap aturan maupun aturan yang berlaku. Dan penunjukkan leader/agent dari internal kelompok mereka yakni anggota dari paguyuban mereka sendiri yang dibentuk melalui paguyuban PKL yang ada. c. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dan taktik maupun strategi di atas.( Harold dalam Wibowo,2004:25)Dalam penyediaan penyuluhan secara efektif dan menyeluruh, jika pemkot mampu mengakomodasi seluruh PKL yang ada di Surabaya dengan cara pengidentifikasian PKL secara legal sehingga seluruh PKL yang ada mendapatkan penyuluhan tersebut.Dalam pemberian reward disini, diharapkan lebih merangsang PKL untuk lebih berdisiplin diri dalam proses kegiatannya sehari-hari sehingga tujuan PKL dan tujuan Pemkot terhadap lingkungan kota dapat terjaga dengan baik.Dan pemkot juga dapat mengakomodasi komunikatif diantara kedua belah pihak dengan baik melalui peguyuban-paguyuban yang ada.Jadi antara hukum dan kebijakan publik adalah pemahaman bahwa pada dasarnya kebijakan publik umumnya harus didelegasikan dalam bentuk hukum dan pada dasarnya sebuah hukum adalah hasil dari kebijakan publik.

Page 15: Pedagang kaki lima

A. Kesimpulan

Pada umumnya kendala-kendala yang ditemui oleh pihak PKL yang ada di Surabaya yakni sebagai berikut :1. Modal bagi usaha mereka.2. Tempat Usaha (Lokasi PKL) yang sesuai dengan daya pembeli sehingga PKL meraut keuntungan yang sesuai.3. Identitas Dagang PKL sebagai perdagangan yang harus dikembangkan dan diberdayakan dalam sektor informal yang tumbuh kembang di Kota Surabaya.

Dan pada umumnya pula kendala-kendala yang dihadapi oleh pihak Pemerintah Kota Surabaya yakni sebagai berikut :1. Pemberian penyuluhan atau kampanye penaataan PKL yang kurang efektif.2. Pemberikan toleransi untuk membereskan dagangannya sampai batas waktu yang ditentukan dan bila tiba waktunya harus dipindah atau penggusuran tiba-tiba.3. Pemindahan atau relokasi pada daerah yang baru, yang mengalami misscominication dengan pihak PKL.

Guna menangani kendala-kendala tersebut perlu dilakukan suatu upaya dalam menangani persoalan PKL dan Pemkot Surabaya, yakni dengan cara sebagai berikut :1. Memberikan penyuluhan atau kampanye penaataan PKL2. Diberi toleransi untuk membereskan dagangannya sampai batas waktu yang ditentukan dan bila tiba waktunya harus dipindah atau penggusuran tiba-tiba.3. Pemindahan atau relokasi pada daerah yang baru yang juga dapat tetap mendukung usaha dari pedagang kaki lima tersebut yakni daerah daerah yang strategis. 

Page 16: Pedagang kaki lima

B. Saran

Pemerintah Kota Surabaya dalam membuat kebijakan tentang penataan dan pemberdayaan Pedagnag Kaki Lima diharapkan lebih memahami persoalan Pedagang Kaki Lima sehingga dalam kebijakannnya bersifat adil. Selain itu PKL dan Pemkot dapat menfungsikan komunikasi diantara mereka melalui lembaga PKL yakni paguyuban PKL secara keseluruhan.Masalah PKL bukan hanya menjadi masalah bangsa Indonesia saja tapi juga Negara berkembang lainnya. Masalah PKL juga telah coba diatasi oleh kota-kota di negara berkembang yang berniat mengubah kebijakan terhadap sektor informal dari yang sifatnya “melecehkan” (harassment) kepada “penerimaan” (acceptance). Pemerintah Kota Cebu di Filipina, misalnya, secara informal menerapkan “Maximum Tolerance Policy” terhadap PKL, organisasi PKL pun mulai mengubah strateginya dari politik konfrontasi menjadi strategi lobbying dan keterlibatan. Pemerintah Kota Cebu mengizinkan PKL berjualan di satu sisi jalan di area-area tertentu; atau mengizinkan PKL beroperasi pada jam-jam tertentu; menyeragamkan ukuran, warna, dan bentuk lapak PKL sehingga terlihat rapih; tidak menerapkan kebijakan penggusuran kecuali jika ada keluhan yang disampaikan secara resmi ke kantor walikota atau instansi pemerintah lainnya; menjaga agar kebersihan dan sanitasi terjaga baik; serta menerapkan transparansi dalam penarikan retribusi. Dan tidak ada salahnya Indonesia belajar dari Negara-negara berkembang lainnya.

Page 17: Pedagang kaki lima

SEKIAN DAN TERIMA KASIH