Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

70
PEDOMAN DIAGNOSIS DAN TERAPI THT 1. OTITIS EKSTERNA Sri Rukmini, Soepriyadi, Sri Harmadji BATASAN: Otitis eksterna adalah infeksi pada kulit Meatus Akustikus Eksternus (MAE). Kuman penyebab paling sering adalah S. aureus. Penyebab lain adalah P.aeruginosa, jamur golongan Aspergilus atau Kandida. PATOFISIOLOGI A. Sebagai faktor predisposisi: a. Faktor endogen : Keadaan umum yang buruk akibat anemia, hipovitaminosis, diabetes melitus, atau dermatitis seboroik b. Faktor eksogen : Terlalu sering membersihkan telinga, mengakibatkan serumen yang berfungsi sebagai pertahanan kulit MAE hilang. Trauma karena tindakan mengorek telinga, kuman masuk lewat lesi yang ada. Suasana yang lembab, panas, atau alkalis di dalam MAE menyebabkan meningkatnya pertumbuhan kuman dan jamur. Kelembaban kulit terjadi akibat MAE kemasukan air waktu setelah berenang, mandi atau udara yang terlalu panas / berkeringat. Bentuk MAE yang tidak lurus menyulitkan penguapan dan mengakibatkan kulit MAE lebih sering dalam keadaan lembab. Keadaan tersebut menimbulkan udem di kulit MAE yang dirasa gatal sehingga mendorong penderita mengorek telinga, trauma yang timbul akan memperberat infeksi. Korek-korek telinga juga dapat menyebabkan hilangnya protective lipid layer dan acid mantle. Hal ini menyebabka meningkatnya kelembaban dan suhu di MAE. MAE yang lembab, hangat dan kotor merupakan media

description

tugas

Transcript of Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

Page 1: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

PEDOMAN DIAGNOSIS DAN TERAPI THT

1. OTITIS EKSTERNA

Sri Rukmini, Soepriyadi, Sri Harmadji

BATASAN: Otitis eksterna adalah infeksi pada kulit Meatus AkustikusEksternus (MAE).Kuman penyebab paling sering adalah S. aureus. Penyebab lain adalahP.aeruginosa, jamur golongan Aspergilus atau Kandida.

PATOFISIOLOGIA. Sebagai faktor predisposisi:a. Faktor endogen : Keadaan umum yang buruk akibat anemia,hipovitaminosis, diabetes melitus, atau dermatitis seboroikb. Faktor eksogen : Terlalu sering membersihkan telinga, mengakibatkanserumen yang berfungsi sebagai pertahanan kulit MAE hilang.Trauma karena tindakan mengorek telinga, kuman masuk lewat lesi yang ada.Suasana yang lembab, panas, atau alkalis di dalam MAE menyebabkanmeningkatnya pertumbuhan kuman dan jamur. Kelembaban kulit terjadiakibat MAE kemasukan air waktu setelah berenang, mandi atau udara yangterlalu panas / berkeringat.Bentuk MAE yang tidak lurus menyulitkan penguapan dan mengakibatkankulit MAE lebih sering dalam keadaan lembab.Keadaan tersebut menimbulkan udem di kulit MAE yang dirasa gatalsehingga mendorong penderita mengorek telinga, trauma yang timbul akanmemperberat infeksi.Korek-korek telinga juga dapat menyebabkan hilangnya protective lipidlayer dan acid mantle. Hal ini menyebabka meningkatnya kelembaban dansuhu di MAE. MAE yang lembab, hangat dan kotor merupakan mediapertumbuhan kuman yang baik. Penetrasi kuman lebih mudah terjadi. Padaawalnya terjadi penyumbatan pada apopilosebaseus unit yang dilanjutkandengan terjadinya radang akut yang disebut furunkel.B. Eczomatoid otitis eksterna: Terjadi akibat reaksihhipersensitifitas, misalkan karena obat tetes telinga yang mengandungantibiotik, pemakaian bahan kimia / logam misalkan hairspray,anting-anting (kontak dematitis), reaksi atopik, atau akibatrangsangan sekret dari otitis media. Termasuk golongan ini adalahPsoriasis dan neudermatitis.C. Otitis eksterna seboroik: Merupakan bagian dari dermatitisseboroik. Penyebabnya tidak diketahui, penyakit ini bersifatheriditer. Kelainan berupa sisik-sisik atau lapisan tebal berminyakterutama terdapat pada kulit kepala. Di telinga kelainan dapatditemukan di MAE, konka atau di retro aurikuler.

Page 2: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

DIAGNOSISAnamnesis:- Rasa gatal sampai rasa nyeri di dalam telinga. Rasa gatal dapatdirasakan sampai tenggorok. Kadang-kadang disertai sedikit rasa nyeri.Awalnya sekret encer, bening, tetapi dapaat berubah menjadi sekretkental purulen. Pada bentuk kronik sekret tidak ada atau hanya sedikitatau berupa gumpalan, berbau akibat adanya bakteri saprofit ataupunjamur.- Pendengaran normal atau sedikit berkurang.- Pada furunkel MAE gejala yang paling dominan adalah nyeri telinga(otalgi). Nyeri akan bertambah saat gerakan mengunyah atau bilatelinga disentuh.

Pemeriksaan:- MAE terisi sekret serus (alergi), purulen (infeksi kuman),keabu-abuan atau kehitam-hitaman (jamur).- Kulit MAE udim, hiperemi merata sampai ke membrana timpani.- Pembesaran kelenjar regional: daerah servikal antero superior,parotis atau retro aurikuler. P- ada furunkel didapatkan udim, hiperemi pada pars katrilagenus MAE,nyeri tarik aurikulum dan nyeri tekan tragus. Bila udim hebat membrantimpani dapat tidak tampak

DIAGNOSIS BANDING:- Otitis media akut- Otits eksterna bulosa

PENYULIT:- Perikondritis- Dermatitis aurikularis- Erisipelas

PENATALAKSANAAN:- MAE dibersihkan dengan menggunakan kapas lidi.Pemasangan tampon pita ½ cm x 5 cm yang telah dibasahi dengan larutanBurowi filtrata (3%) pada MAE. Tampon secukupnya, tidak bolehdiletakkan terlalu ke dalam (nyeri/bahaya melukai membran timpani,sulit mengeluarkan).Tampon setiap 2-3 jam sekali ditetsi dengan larutan Burowi agar tetapbasah. Tampon diganti setiap 2 hari sekali. Obat tetes diberikansampai 2-3 hari setelah gejala nyeri/gatal hilang.Larutan Burowi dapat diganti dengan tetes telinga yang mengandungsteroid dan antibiotik.Apabila diduga infeksi kuman Pseudomonas berikan tetes neomisin hidrokortison.Pada infeksi jamur digunakan tetes telinga asam sailisilat 2-5% dalamalkohol 20 %.

Page 3: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

Pada otitis eksterna kronik difus dapat diberikan triamsinolon 0.25%krim/salep atau deksametason 0,1% .Antibiotika oral tidak perlu diberikan.

DAFTAR PUSTAKA:1. Linstrom JL, Lucente FE. Infections of the external ear. In: BaileyBJ and Pillsburry III HC. Eds. Head and Neck Surgery – OtolaryngologyVol. II Philadelphia: JB Lippincott Company. 1993:1542-56.2. Meyerhoff WL, Caruso VG. Trauma and infections of the external ear.In: Paparella NN, Shumrick DD, Stuckman JL, Meyerhoff WL, eds.Otolaryngology 3rd ed. Vol. II. Otology and Neuro-otology.Philadelphia, London, Toronto: WB Saunders, Co, 1991:1227-36.3. Austin DF. Diseases of the external ear. In: Ballenger JJ. Ed.Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck. 14th ed.Philadelphia, London: Lea & Febiger, 1991:1069-80.

2. PERIKONDRITIS AURIKULA

Sri Rukmini, Soepriyadi, Sri Harmadji

BATASANPerikondritis adalah suatu keradangan supuratif pada perikondriumtulang rawan aurikula.

ETIOLOGIKuman penyebab:- Pseudomonas aeroginosa- Stafilococcus aureus

PATOFISIOLOGIMerupakan komplikasi dari:- Trauma- Operasi telinga- OMK, Furunkel MAE, Otitis eksterna.Mula-mula terjadi infiltrat pada perikondrium, kemudian terjadisupurasi, dan selanjutnya dapat terjadi nekrosis tulang rawan yangmengakibatkan terjadinya deformitas daun telinga.

DIAGNOSIS1. Amnesis :- aurikula terasa bengkak, nyeri, dan merah.- kadang-kadang disertai demam

Page 4: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

2. Pemeriksaan:- udim luas pada aurikula dapat meluas keluar aurikula.- Nyeri dan hiperemia- Terdapat fluktuasi bila terjadi supurasi- Terdapat deformitas bila sudah terjadi nekrosis- Pembesaran kelenjar getah bening regional- Suhu tubuh naik, leksoit naik.

TERAPI1. Antibiotik : Untuk yang ringan, diberikan kloksasilin 3 X 500 mgoral/hari.Untuk yang berat diberikan gentamisin intra vena 2 X 80 mg/hari atau aminoglikosida lainnya.2. Anti inflamasi/analgesik : asam mefenamat, piroksikam atau diklofenak3. Insisi bila sudah terjadi supurasi, dilanjutkan dengan eksisi bilasudah terjadi nekrosis tulang rawan.

DAFTAR PUSTAKA1. Linstrom JL, Lucente FE. Infections of the external ear. In: BaileyBJ and Pillsburry III HC. Eds. Head and Neck Surgery – OtolaryngologyVol. II Philadelphia: JB Lippincott Company. 1993:1542-56.2. Meyerhoff WL, Caruso VG. Trauma and infections of the external ear.In: Paparella NN, Shumrick DD, Stuckman JL, Meyerhoff WL, eds.Otolaryngology 3rd ed. Vol. II. Otology and Neuro-otology.Philadelphia, London, Toronto: WB Saunders, Co, 1991:1227-36.3. Austin DF. Diseases of the external ear. In: Ballenger JJ. Ed.Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck. 14th ed.Philadelphia, London: Lea & Febiger, 1991:1069-80.

3. TULI MENDADAK

Sri Soekesi, Adriani Iskandar, Nyilo Purnami

BATASANSuatu ketulian sensorineural yang terjadi secara tiba-tiba dalambeberapa jam atau beberapa hari (5-7 hari), umumnya unilateral, dandapat disertai tinitus atau vertigo.

PATOFISIOLOGI1. Teori infeksi virus- Penyebab: virus campak, parotitis, herpes zoster, varisela,influenza, dan penyakit virus lainnya.- Pada koklea menyebabkan labirintitis endolimfatik, dan pada nervusVIII menyebabkan neuronitis dan ganglionitis.- Virus juga menginvasi endotel vaskular dan melekat pada eritrositsehingga lumen vaskular mengecil akibat pembengkakan endotel dan

Page 5: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

terjadi hemaglutinasi yang pada akhirnya menyebabkan aliran darah kekoklea terganggu.2. Teori vaskular- Fungsi koklea sangat peka terhadap gangguan aliran darah yang dapatmenyebabkan anoksia.- Gangguan aliran darah tersebut dapat disebabkan karena vasospame,trombosis, emboli, hiperkoagulasi, penyakit darah (polisitemia,makroglobulinemia, penyakit sickle cell)- Vasospasme dapat diakibatkan oleh stres, kelelahan, emosi, reaksi alergi.- Trombosis dan emboli berhubungan dengan aterosklerosis.3. Teori ruptur- Terjadi ruptur membran Reissner pada koklea yang mungkin disebabkanbarotrauma mendadak, sehingga terjadi perubahan cairan intrakokleayang mengakibatkan gangguan fungsi koklea.

GEJALA KLINIS:- Tuli mendadak dalam beberapa jam atau hari, umumnya unilateral.- Dapat disertai tinitus atau vertigo- Pada penderita perlu ditanyakan mengenai riwayat penyakit dahulu(DM, hipertensi, dislipidemia, penyakit jantung aterosklerosis),adanya barotrauma, febris.

PEMERIKSAAN:1. Pemeriksaan pendengaran:- Audiometri nada murni : tuli sensorineural, umumnya unilateral- Audiometri tutur : SDS <90%, SRT > 30 dB- Tes SISI : positif (skor 70-100%)- Tes Tone Decay : bisa positif atau negatif2. Pemeriksaan vestibular (bila ada indikasi)- Tes kalori: didapatkan respon abnormal yang bervariasi mulai daritidak ada respon sampai respon yang berbeda sedikit dari yang normal.3. Pemeriksaan laboratorium (bila ada indikasi)- Darah lengkap, gula darah, kolesterol, trigliserida, coagulationstudies, protein darah.

KOMPLIKASI: -

PENATALAKSANAAN:- Tirah baring (bagi yang baru terjadi dan vertigo)- Vasolidator: betahistin 3 x 8 mg/hari, atau vasodilator lainnya.- Kortikosteroid: prednison 40-60 mg/hari, dosis tunggal, pagi hari,selama 1 minggu, selanjutnya dosis diturunkan bertahap- Vitamin neutropik: B1 1 x 100 mg/hari- Koreksi penyakit dasar yang ditemukan- Terapi terhadap vertigo (bila ada vertigo)

Page 6: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

DAFTAR PUSTAKA1. Snow JB, Telian SA. Sudden deafness. In: Paparella NN, Shumrick DD,Stuckman JL, Meyerhoff WL, eds. Otolaryngology 3rd ed. Vol. II.Otology and Neuro-otology. Philadelphia, London, Toronto, WB Saunders,Co, 1991:1619-28.2. Kohut RI, Hinojosa R. Sudden sensory hearing loss. In: Bailey BJand Pillsburry III HC. Eds. Head and Neck Surgery – OtolaryngologyVol. II Philadelphia: JB Lippincott Company. 1993:1820-25.

4. OTITIS MEDIA SEROSA

Sri Harmadji, Soepriyadi, Wisnubroto

BATASANOtitis media serosa ialah keradangan non bakterial mukosa kavumtimpani yang ditandai dengan terkumpulnya cairan yang tidak purulen(serous atau mukus).Sinonim: otitis media efusa, otitis media sekretoria, otitis mediamusinosa, glue ear.

PATOFISIOLOGIGangguan fungsi tuba Eustakhius merupakan penyebab utama. Gangguantersebut dapat terjadi pada:- Keradangan kronik pada rongga hidung, nasofaring, faring misalnya oleh alergi.- Pembesaran adenoid dan tonsil.- Tumor nasofaring.- Celah langit-langit.

DIAGNOSIS1. Anamnesis:- Telinga terasa penuh, terasa ada cairan (grebeg-grebeg).- Pendengaran menurun.- Terdengar suara dalam telinga sewaktu menelan/menguap.

2. Pemeriksaan :- Pada otoskopi membran timpani berubah warna (kekuning-kuningan)refleks cahaya berubah atau menghilang.- Dapat terlihat "air-fluid level" atau "air bubles".

3. Pemeriksaan tambahan: (bila tersedia sarana).- Audiogram : tuli konduktif.- Timpanogram : tipe B atau C.

DIAGNOSIS BANDINGOtitis media supuratif akut tipe kataral.

Page 7: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

PENYULIT- Otitis media kronik.- Mastoiditis kronik.- Timpanosklerosis.

TERAPI1. Tahap I :- Miringotomi dan pasang "ventilating tube" (Gromet).- Obat-obatan terhadap gangguan fungsi tuba. ((Dekongestan oral ataulokal, lihat terapi Otitis media supuratif akut).2. Tahap II:- Bila ada pembesarantonsil dan/adenoid, dilakukan ddenotonsilektomi.- Bila ada factor alergi dilakukan perawatan alergi.

DAFTAR PUSTAKA1. Kenna MA. Otitis media with effusion. In: Bailey BJ and PillsburryIII HC. Eds. Head and Neck Surgery – Otolaryngology Vol. IIPhiladelphia: JB Lippincott Company. 1993:1592-606.2. Paparella MM, Jung T TK., Goycoolea MV. Otitis media with effusion.In: Paparella NN, Shumrick DD, Stuckman JL, Meyerhoff WL, eds.Otolaryngology 3rd ed. Vol. II. Otology and Neuro-otology.Philadelphia, London, Toronto, WB Saunders, Co, 1991: 1317-42.3. Austin DF. Catarrhal diseases of the middle ear. In: Ballenger JJ.Ed. Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck. 14th ed.Philadelphia, London: Lea & Febiger, 1991:1092-103.

5. OTITIS MEDIA SUPURATIF AKUT

Sri Harmadji, Soepriyadi, Wisnubroto

BATASANOtitis media supuratif akut ialah infeksi akut yang mengenaimukoperiosteum kavum timpani. dengan disertai pembentukan sekretpurulen.

KUMAN PENYEBAB: tersering- S. pneumoniae- H. InfuenzaeKuman lain yang lebih jarang adalah S. aureus, S. pyogenes, B. catarrhalis,

PATOFISIOLOGIBiasanya diawali dengan terjadinya infeksi akut saluran pernafasan

Page 8: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

atas (ISPA). Mukosa saluran pernafasan atas mengalami inflamasi akutberupa hiperemia dan udem, termasuk juga pada mukosa tuba Eustachius.Akibatnya terjadi penyumbatan ostiumnya yang akan diikuti denganterjadinya gangguan fungsi drainase dan ventilasi tuba Eustakhius.Kavum timpani menjadi vakum dan disusul dengan terbentuknya transudathydrops ex vacuo. Adanya infiltrasi kuman patogen ke dalam mukosakavum timpani yang berasal dari hidung dan nasofaring menimbulkansupurasi.

DIAGNOSISCukup dilakukan dengan diagnosis secara klinis, yang meliputianamnesis dan pemeriksaan telinga (cara otoskopi).

Dibagi dalam 4 stadia :

STADIUM ANAMNESIS OTOSKOPI1. KATARAL Diawali dengan ISPA - Membran timpani:akut dan diikuti dengan Retraksi, warna mulaigejala di telinga: hiperemia- terasa penuh - Kadang-kadang tampak- Grebeg-grebeg adanya air-fluid level.- Gangguan pendengaran 2. SUPURASI/BOMBANS - otalgia hebat - Membrana timpani:- Gangguan pendengaran. Bombans dan hiperemia- Febris, Batuk, pilek. - Belum ada sekret di liang- Pada bayi dan anak telinga luarkadang disertai dengan: gelisah, rewel, konvulsi, gastro-entetis - Belum terjadi otore

3. PERFORASI - Otore, mukopurulen - Membran timpani:- Otalgi dan febris mereda perforasi, sentral, kecil di kuadran- Gangguan pendengaran. anteroinferior.- Masih ada batuk dan pilek. - Sekret: mukopurulenkadang tamapak pulsasi- Warna Membran timpani hiperemia4. RESOLUSI Gejala-gejala pada stadium - Membran timpani:sebelumnya sudah banyak mereda sudah pulih menjadi normal kembaliKadang masih ada gejala sisa: - Masih dijumpai lubang perforasiTinitus dan gangguan pendengaran - Tidak dijumpai sekret lagi (telingatelah kering)

DIAGNOSIS BANDING

Page 9: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

1. Furunkel liang telinga2. Otitis eksterna

TERAPI1. AntibiotikaLini I: Amoksisilin: Dewasa 3 x 500 mg/hariBayi/anak: 50 mg/kg BB/hariEritromisin: Dosis dewasa/anak sama dengan dosis amoksisilinCo-trimoksazol: (kombinasi TM 80 mg dan SMZ 400 mg-tablet)Dewasa : 2 x 2 tabletAnak-anak : (TM 40 dan SMZ 200 mg)Suspensi 2 x 1 cth Lini II: Bila ditengarai kuman sudah resisten (infeksi berulang)- Kombinasi amoksisilin dan asam klavulanat:Dewasa : 3 x 625 mg/hariBayi/Anak-anak: disesuaikan dengan berat badan dan usia.Sefalosporin II/III oral (sefuroksim, sefiksim, sefadroksil dsb.)Antibiotik diberikan 7-10 hari. Pemberian yang tidak adekuat dapatmenyebabkan kekambuhan.

2. Memperbaiki fungsi drainase dan ventilasi tuba Eustakhius (bila diperlukan).- Dekongestan: oral/topical.

3. Evakuasi Mukopus (bila diperlukan, pada stadium II).Dilakukan miringotomi (parasintesis) pada kuadran postero inferiormembran timpani dengan menggunakan bius lokal (Larutan Xylocain 8 %)

PENYULIT1. Mastoiditis Koalesen AkutTerjadi empyem di rongga mastoid akibat terjadinya blokade di daerahepirimpanum. Sering diikuti dengan terjadinya abses di belakang dauntelinga (abses subperiostal mastoid). Perlu segera dilakukan evakuasiempiem lewat pendekatan mastoidektomi simpel (Schwartze)2. Komplikasi IntrakranialMastoiditis koalesen akut kalau tidak dapat segera diatasi dapatmeluas ke dalam intrakranial (meningitis dan abses otak).3. Paresis syaraf fasial periferAkumulasi pus di dalam kavum timpani pada otitis media supuratif akutdapat menimbulkan kompresi pada syaraf fasial (kanal Falopi yangmengalami dehisensi – pars horisontalis). Perlu segera dilakukanparasintesis dan diberikan antibiotika yang adekuat.

DAFTAR PUSTAKA1. Austin DF. Acute inflamatory diseases of middle ear. In: Ballenger

Page 10: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

JJ. Ed. Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck. 14th ed.Philadelphia, London: Lea & Febiger, 1991:1104-8.2. Kenna MA. Otitis media with effusion. In: Bailey BJ and PillsburryIII HC. Eds. Head and Neck Surgery – Otolaryngology Vol. IIPhiladelphia: JB Lippincott Company. 1993:1592-606.3. Shambaugh Jr GE, Girgis TF. Acute otitis media and mastoiditis In:Paparella NN, Shumrick DD, Stuckman JL, Meyerhoff WL, eds.Otolaryngology 3rd ed. Vol. II. Otology and Neuro-otology.Philadelphia, London, Toronto, WB Saunders, Co, 1991:1343-48.4. Neely JG. Intratemporal and intracranial complications of otitismedia. In: Bailey BJ and Pillsburry III HC. Eds. Head and Neck Surgery– Otolaryngology Vol. II Philadelphia: JB Lippincott Company.1993:1607-22

6. OTITIS MEDIA SUPURATIF KRONIK

Sri Harmadji, Soepriyadi, Wisnubroto

BATASANOtitis media supuratif kronik ialah keradangan kronik yang mengenaimukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani dan tulang mastoid.

ETIOLOGIKuman aerob:Positif Gram : S. pyogenes, S. albus.Negatif Gram : Proteus spp., Pseudomonas spp., E.coli.Kuman anaerob : Bacteroides spp.

PATOFISIOLOGIOtitis media supuratif kronik timbul dari infeksi yang berulang dariotitis media supuratif akut.Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya infeksi berulang:1. Eksogen : infeksi dari luar melalui perforasi m. Timpani.2. Rinogen : dari penyakit di rongga hidung dan sekitarnya.3. Endogen : alergi, Diabetes melitus, TBC paru.

Klasifikasi :Otitis media supuratif kronik tipe benignaDisebabkan peradangan atau sumbatan tuba Eustachius akibat penyebaraninfeksi darinasofaring, sinus atau hidung. Tipe ini ditandai dengan perforasisentral atau subtotal pada pars tensa., sekret mukoid tidak berbau danganguan pendengaran ringan sampai sedang

Otitis media supuratif kronik tipe malignaDitandai oleh perforasi total, marginal atau perforasi atik dengan

Page 11: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

sekret yang berbau busuk akibat nekrosis tulang. Terdapat kolesteatomdan jaringan granulasi. Gangguan pendengaran bervariasi dari tuliringan sampai tuli total

DIAGNOSIS1. Anamnesis :a. Otorea terus menerus/kumat-kumatan lebih dari 6-8 minggu.b. Pendengaran menurun (tuli).2. Pemeriksaan THT:a. Otoskopi : Melihat tipe perforasi, mukosa kavum timpani, secret.Untuk persiapan operasi diperlukan pemeriksaan dengan mikroskop.b. Pemeriksaan hidung dan tenggorok untuk mencari factor penyebab kronik.3. Pemeriksaan tambahana. Tes fungsi tuba.b. Audiogram nada murni dan nada tutur.c. X-foto mastoid posisi Schuller.

PENYULIT1. Abses retro aurikula.2. Paresis/paralisis syaraf fasialis.3. Labirinitis.4. Komplikasi intrakranial:a. Meninginitis.b. Abses ekstradural.c. Abses otak.

TERAPI1. Tipe benigna yang aktif (eksaserbasi akut)• Antibioik: klindamisin (3 x 150-300 mg oral) per hari selama 5-7 hari.• Pengobatan sumber infeksi di rongga hidung dan sekitarnya.• Perawatan lokal dengan perhidrol 3 % dan tetes telinga (Ofloksasin).• Pengobatan alergi bila ada latar belakang alergi.• Pada stadium tenang (kering) dilakukan timpanoplasti.• Macam teknik pembedahan: atiko-antrotomi dengan miringoplasti.2. Tipe malignaTerapi pembedahan (mastoidektomi radikal, radikal modifikasi, radikaldengan rekonstruksi)

Untuk OMSK dengan penyulit:

Abses retroaurikuler1. Insisi abses2. Antibiotik: Penisilin Prokain 2 x 0.6-1.2 juta IU i.m./hari danMetronidazol 3 x 250-500 mg oral/sup/hari. Bila alergi terhadappenisilin, dapat diganti dengan klindamisin 2 x 300-600 mg i.v/hari,

Page 12: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

atau 3 x 150-300 mg oral, selama 10-14 hari.3. Mastoidektomi urgen.

Paresis/paralisis syaraf fasialis1. Mastoidektomi urgen dan dekompresi syaraf fasialis.2. Rehabilitasi

LabirinitisMastoidektomi urgen.

Meninginitis1. Perawatan bersama dengan bagian syaraf.2. Antibiotik:a. Ampisilin 6 x 2-3 G/hari i.v.ditambahb. Kloramfenikol 4 x 1 G atau seftriakson 1-2 G/hari i.v.3. Bila meningitis sudah tenang segera dilakukanMastoidektomi radikal.

Abses ekstradural/abses otak.1. Antibiotik: ampisilin 4-6 x 2-3 G/hari i.v ditambahmentronidazol 3 x 500 mg Sup/hari.2. Perawatan bersama dengan bagian bedah syaraf.3. Drainase abses oleh bagian bedah syaraf.4. Bila sudah tenang, dilakukan mastoidektomi radikal.

DAFTAR PUSTAKA1. Proctor B. Chronic otitis media and mastoiditis. In: Paparella NN,Shumrick DD, Stuckman JL, Meyerhoff WL, eds. Otolaryngology 3rd ed.Vol. II. Otology and Neuro-otology. Philadelphia, London, Toronto, WBSaunders, Co, 1991:1349-76.2. Austin DF. Chronic ear diseases. In: Ballenger JJ. Ed. Diseases ofthe Nose, Throat, Ear, Head and Neck. 14th ed. Philadelphia, London:Lea & Febiger, 1991:1109-118.3. Strunk CL. Cholesteatoma. In: Bailey BJ and Pillsburry III HC. Eds.Head and Neck Surgery – Otolaryngology Vol. II Philadelphia: JBLippincott Company. 1993:1635-46.4. Goycoolea MV, Jung T TK. Complications of supurative otitis mediaIn: Paparella NN, Shumrick DD, Stuckman JL, Meyerhoff WL, eds.Otolaryngology 3rd ed. Vol. II. Otology and Neuro-otology.Philadelphia, London, Toronto, WB Saunders, Co, 1991:1381-104.5. Neely JG. Intratemporal and intracranial complications of otitismedia. In: Bailey BJ and Pillsburry III HC. Eds. Head and Neck surgery– Otolaryngology Vol. II Philadelphia: JB Lippincott Company.1993:1607-22.6. Shambaugh GE. Surgery of the ear.3th ed. Philadelphia, London,Toronto: WB Saunders & Co, 1980:186-220.

Page 13: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

7. Chole RA, Brodie HA. Surgery of the mastoid and petrosa. In: BaileyBJ and Pillsburry III HC. Eds. Head and Neck Surgery – OtolaryngologyVol. II Philadelphia: JB Lippincott Company. 1993:1647-65.8. Austin DF. Surgery in chronic ear diseases. In: Ballenger JJ. Ed.Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck. 14th ed.Philadelphia, London: Lea & Febiger, 1991:1119-38.

7. VERTIGO

Sri Soekesi, Adriani Iskandar, Nyilo Purnami

BATASANGangguan keseimbangan tubuh terhadap ruang sekitarnya atauberhalusinasi dari gerakan berputar yang merupakan gejala daribermacam-macam penyebab/penyakit.

PATOFISIOLOGIAdanya gangguan pada input sistem vestibuler (kanalis semi sirkularis,dan organ otolit yaitu utrikulus dan sakulus), input visual danproprioseptif. Vertigo bukan merupakan penyakit tetapi suatu simtomyang dapat disebabkan oleh berbagai penyakit.

ETIOLOGI• Lesi perifer• Lesi sentral• Lesi sistemik• Psikogen

DIAGNOSISAnamnesis: Sifat gangguan keseimbangan: frekwensi, lamanya, faktor pencetus dsb. Adanya gejala yang menyertai: penurunan pendengaran, tinitus,otalgi, telinga terasa penuh, otore diplakusis rekruitmen, fenomenaTullio, mual dan muntah, trauma kepala, paparan bising dsb. Penyakit sitemik: hipotiroid, insufisiensi adrenokortikal, penyakitkardiovaskuler, diabetes melitus, penyakit kolagen, penyakit ginjal,sifilis, gangguan penglihatan, alergi, kelainan darah dan obat-obatyang digunakan dsb.Pemeriksaan: THT rutin, tes fistula, fungsi pendengaran. Adanya nistamus: spontan, posisional, manuver Hallpike, tes kalori. Tes keseimbangan: Romberg, Stepping, dll. Neurologi: saraf kranialis, kekuatan otot, sensibilitas, tes fungsiserebelum, observasi gait (atas indikasi).

Page 14: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

Adanya penyakit sistemik dan vaskuler yang menyertai (sesuai dengan anamnesis) Pemeriksaan psikiatrik: bila diduga ada faktor psikogen.

Pemeriksaan Penunjang: Pemeriksaan audiologi: tes garpu tala, audiometrik nada murni,audiometrik nada tutur, SISI tes, Tone Deccay tes, timpanometri,reflek stapedius, dan apabila ada fasilitas dapat dilakukan BERA (atasindikasi) Tes kalori, elektronistagmografi, posturografi (atas indikasi). Radiologi: X-foto kepala posisi Stenver dan Towne, foto mastoid,foto vertebra servikal, CT scan, MRI dsb (atas indikasi). Pemeriksaan laboratorium dan EKG (atas indikasi).

Penyakit / penyebab:• Penyakit meniere: vertigo hebat dan berulang, penurunan pendengaranyang berfluktuasi, rasa penuh di telinga dan tinitus yang progresif.• Labirintitis bakterial: vertigo hebat dan mendadak, tinitus dan tulipersepsi yang permanen.• Neuronitis vestibuler: serangan vertigo yang berat dan mendadak,seringkali disertai rasa cemas, mual dan muntah tanpa disertaigangguan pendengaran.• Neuroma akustik: penurunan pendengaran, rasa tidak seimbang,gangguan koordinasi, peningkatan tekanan intra kranial, adanya gejalaterkenanya saraf otak yang berbatasan, dan kadang disertai vertigo.• Vertigo posisi jinak berulang ( BPPPV = Benign Paroxysmal PositionalVertigo); vertigo yang timbul akibat perubahan posisi kepala.• Vertigo sentral: umumnya disertai gejala SSP lain (gejala visual,sensoris maupun motoris yang mendahului), vertigo umumnya tidak hebatsekali dan kompensasi relatif lambat.

PENYULITTergantung penyebabnya

PENATALAKSANAANTergantung pada penyebabnya. Namun bila penyebabna belum dapatdiidentifikasi, dapat diberikan terapi non spesifik.1. Medikamentosa: Fase akut: bertujuan untuk menekan mual dan muntah secara sentral,antara lain diazepam 3 x 2-5 mg, meklizine 3 x 25 mg dan prometazine 3x 25-50 mg, kosikosteroid dengan tapering off untuk penyakit Menieredan neuritis vestibuler, diuretik hemat kalium pada penyakit Meniere.Pada kasus berat perlu terapi parenteral: diazepam 5-10 mg i.m,droperidol 2,5 mg i.m atau klorfromazin 25 mg supositoria. Serangan rekuren yang tak terlalu hebat: a.l difenhidrinat,prometasin, sinarisin, flunarisin, betahistin.2. Operatif: hanya sekitar < 5%

Page 15: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

Ablatif: transmastoid labirinthectomy, vestibular nerve section.Pada penyakit Meniere. Non ablatif: endolymphatic sac decompression, endolymphatic sacshunt (penyakit meniere dengan funsi pendengaran yang masih baik) danposterior canal oclussion (BPPV berat yang tak berhasil dengan terapirehabilitatif)3. Rehabilitatif: untuk meningkatkan kompensasi sentral dan habituasiyaitu berupa latihan vestibuler.

DAFTAR PUSTAKA:1. Konrad HR. Peripherial vestibular disorder. In: Bailey BJ andPillsburry III HC. Eds. Head and Neck Surgery – Otolaryngology Vol. IIPhiladelphia: JB Lippincott Company. 1993:1877-81.2. Owen Black F, Grimm RJ, Horak FB, Pesznecker S. Central vestibulardisorders. In: Bailey BJ and Pillsburry III HC. Eds. Head and NeckSurgery – Otolaryngology Vol. II Philadelphia: JB Lippincott Company.1993: 1883-92.

8. RINITIS ALERGI

Roestiniadi Djoko Soemantri, Mulyarjo, Dwi Reno Pawarti

BATASANRinitis alergi secara klinis didefinisikan sebagai gejala rinitis yangtimbul setelah pajanan/paparan alergen yang menyebabkan inflamasimukosa hidung yang diperantarai oleh IgE, dengan gejala bersin-bersinparoksismal, pilek encer, dan buntu hidung.

ETIOLOGIAlergen:- Inhalan: debu rumah, debu kapuk, jamur, bulu hewan, dsb.- Ingestan: buah, susu, telur, ikan laut, kacang-kacangan dsb.

PATOFISIOLOGIGejala rinitis alergi timbul karena paparan alergen hirupan padamukosa hidung yang menyebabkan inflamasi dan menimbulkan gejalabersin, gatal, rinore dan buntu hidung. Segera setelah mukosa terkenapaparan alergen, terjadi reaksi alergi fase cepat dalam beberapa menitdan berlangsung sampai beberapa jam (immediate rhinitis symptoms).Pada sebagian penderita akan terjadi reaksi fase lambat yang terjadibeberapa jam setelah fase cepat dan dapat berlangsung hingga 24 jam.Pada fase ini akan terjadi pengerahan sel-sel radang seperti limfosit,basofil, eosinofil dan netrofil ke mukosa hidung. Akumulasi sel radangini menyebabkan gejala hidung buntu yang merupakan gejala yang lebihdominan pada fase lambat. Gejala ini dapat menetap jangka lama padarinitis yang persisten (chronic ongoing rhinitis).

Page 16: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

GEJALA KLINIK• Serangan timbul bila terjadi kontak dengan alergen penyebab.• Didahului rasa gatal pada hidung, mata, atau kadang-kadang palatum mole.• Bersin-bersin paroksismal, pilek encer, dan buntu hidung.• Gangguan pembauan, mata sembab dan berair, kadang-kadang disertaisakit kepala.• Tidak ada tanda-tanda infeksi (misalnya panas badan).

KLASIFIKASI• Rinitis alergi intermiten : serangan < 4 hari per minggu, atauberlangsung < 4 minggu• Rinitis alergi persisten : serangan > 4 hari per minggu, danberlangsung > 4 minggu.• Rinitis alergi ringan : Tidur normal, aktifitas sehari-hari, saatolah raga dan santai normal, kegiatan bekerja dan sekolah normal, takada keluhan mengganggu• Rinitis alergi sedang berat : Tidur terganggu (tak normal),aktifitas sehari-hari saat olah raga dan santai terganggu, terdapatgangguan saat kerja dan sekolah, adanya keluhan mengganggu.

DIAGNOSIS

Anamnesis yang lengkap dan cermat. Adanya paparan alergen. Mungkin adariwayat alergi pada keluarga, adanya alergi di organ lain (asma,dermatitis)

Pemeriksaan:Rinoskopi anterior: Konka udim dan pucat, sekret seromusinus. Padarinitis alergi persisten rongga hidung sempit, konka udim hebat.

Pemeriksaan tambahan:- Tes kulit:"Prick Test".- Eosinofil sekret hidung. Positif bila > = 25%.- Eosinofil darah. Positif bila >.= 400/mm- Bila diperlukan dapat diperiksa:o IgE total serum (RIST dan PRIST). Positif bila > 200 IU.o IgE spesifik (RAST).- Endoskopi nasal: bila diperlukan dan tersedia sarana.

DIAGNOSIS BANDING

- Rinitis akut: ada keluhan panas badan, mukosa hiperemis, sekret mukopurulen..- Rhinitis medikamentosa (drug induced rhinitis): karena penggunaantetes hidung dalam jangka lama, reserpin, klonidin, alfa metildopa,guanetidin, klorpromasin, dan fenotiasin yang lain.

Page 17: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

- Rhinitis hormonal (hormonally induced rhinitis): Pada penderitahamil, hipertiroid, penggunaan pil KB.- Rinitis vasomator.

PENYULIT- Sinusitis paranasal- Polip hidung.- Otitis media.

TERAPI- Hindari alergen penyebab.- Medikamentosa :o Antihistamin pada saat serangan: dapat dipakai CTM 3 x 2-4 mg. Untukyang non sedatif dapat dipakai: loratadin, setirizin (1X sehari 10mg) atau fleksofenadin (2X sehari 60 mg). Desloratadine adalah turunanbaru loratadine yang punya efek dekongestan. Antihistamin baru nonsedatif cukup aman untuk pemakaian jangka panjang.o Kortikosteroid (deksametason, betametason), untuk serangan akut yangberat. Ingat kontra indikasi. Diberikan dengan tappering off.o Dekongestan lokal: tetes hidung, larutan efedrin ½-1%, atauoksimetazolin 0.025%-0.05%, bila diperlukan, dan tidak boleh lebihdari seminggu.o Dekongestan oral: pseudo-efedrin, 2-3 x 30-60 mg sehari. Dapatdikombinasi dengan antihistamin. (triprolidin + pseudo-efedrin,setirizin + pseudo-efedrin, loratadin + psedo-efedrin)o Steroid semprot hidung untuk rinitis persisten sedang berat.

- Pembedahan: apabila ada kelainan anatomi (deviasi septum nasi),polip hidung, atau komplikasi lain yang memerlukan tindakan bedah.

- Meningkatkan kondisi tubuh:o Olah raga pagi.o Makanan yang baik.o Istirahat yang cukup dan hindari stres.

DAFTAR PUSTAKA

1. International Consensus Report of the Diagnosis and Management ofRhinitis. International Rhinitis Management Working Group. Mechanismeof Rhinitis. Allergy 1994;49(Suppl.)7-9.2. Kopke RD, Jackson RL. Rhinitis. In: Bailey BJ and Pillsburry IIIHC. Eds. Head and Neck Surgery – Otolaryngology Vol. I Philadelphia:JB Lippincott Company. 1993:269-89.3. Mabry RL. Allergic Rhinosinusitis. In: Bailey BJ and Pillsburry IIIHC. Eds. Head and Neck Surgery – Otolaryngology Vol. I Philadelphia:

Page 18: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

JB Lippincott Company. 1993:290-301.4. Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma (ARIA). Executive Summary 2000.5. Gluckman JL, Stegmeyer RJ. Non allergic rhinitis. In: Paparella NN,Shumrick DD, Stuckman JL, Meyerhoff WL, eds. Otolaryngology 3rd ed.Vol. III, Head and Neck.. Philadelphia, London, Toronto, WB Saunders,Co, 1991:1889-98.6. Boyles JH. Allergic rhinosinusitis: Diagnosis and treatment. In:Paparella NN, Shumrick DD, Stuckman JL, Meyerhoff WL, eds.Otolaryngology 3rd ed. Vol. III, Head and Neck.. Philadelphia, London,Toronto, WB Saunders, Co, 1991:1873-88.

9. RINITIS NON ALERGI

Roestiniadi Djoko Soemantri, Mulyarjo, Dwi Reno Pawarti

BATASANRinitis gejala-gejala kronik yang tidak disebabkan oleh latar belakang alergi.Termasuk dalam klasifikasi ini:1. Rinitis vasomotor (RV)2. Rinitis medikamentosa3. Rinitis hormonal4. NARES (non alergic rhinitis with eosinophilia syndrome)

PATOFISIOLOGI / ETIOLOGI- RV : Etiologi pasti belum diketahui, ada ketidakseimbangan sistemsaraf otonom.Biasanya ada hubungan dengan kelembaban udara yang tinggidan udara dingin.- Rhinitis medikamentosa (drug Induced rhinitis): karena penggunaantetes hidung dalam jangka lama, reserpin, klonidin, alfa metildopa,guanetidin, klorpromasin, dan fenotiasin yang lain.- Rhinitis hormonal (hormonally induced rhinitis): Pada penderitahamil, hipertiroid, penggunaan pil KB.- NARES : Eosinofilia sekret hidung dengan tes kulit negatif. Penyebabbelum jelas

GEJALA KLINIK• RV : Pilek encer. Bersin-bersin paroksismal. Buntu hidung. Biasanya kambuh waktu pagi (dingin), mendung (kelembaban tinggi).• Rinitis medikamentosa dan rinitis hormonal : gejala utama adalahbuntu hidung, terutama waktu berbaring.• NARES : rinore kronik, bersin dan buntu jarang.

Page 19: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

DIAGNOSIS1. Anamnesis yang cermat dan lengkap2. Pemeriksaan fisik- Rinoskopi anterior:Pada RVPada saat serangan:- Konka udim- Sekret serokumukus- Warna mukosa tidak khasPada Rinitis hormonal dan Rinitis medikamentosa : Konka udim, ronggahidung sempit, sekret sedikit.Pada NARES, sekret seromukus, konka udim.3. Pemeriksaan tambahanTes kulit, untuk menyingkirkan adanya alergi.

DIAGNOSIS BANDING- Rinitis alergi- Rinitis akut

PENYULIT- Sinusitis paranasal- Polip hidung- Otitis media

TERAPITerapi kausal tidak ada; dapat dilakukan terapi simtomatik:Untuk RV :Kombinasi antistamin dan dekongestan oral sebelum tidur malam/saatserangan. Antihistamin: CTM, (2-4 mg) pada saat serangan.dekongestan oral: pseudo-efedrin (30-60 mg) pada saat serangan.- Meningkatkan kondisi badan.- Olah raga pagi, gizi cukup, istirahat cukup.- Kalau buntu dapat dilakukan/diberi:• Tetes hidung (waktu serangan akut).• Kaustik konka inferior, atau kalau lebih berat,• Konkotomi konka inferior.Untuk rinitis hormonal dan medikamentosa : hentikan penggunaan obatpenyebab (bila memungkinkan). Kaustik atau konkotomi dapat dicoba.

DAFTAR PUSTAKA1. International Consensus Report of the Diagnosis and Management ofRhinitis. International Rhinitis Management Working Group.Allergy1994;49(Suppl.):5-30.2. Kopke RD, Jackson RL. Rhinitis. In: Bailey BJ and Pillsburry IIIHC. Eds. Head and Neck Surgery – Otolaryngology Vol. I Philadelphia:JB Lippincott Company. 1993:269-89.

Page 20: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

3. Gluckman JL, Stegmeyer RJ. Non allergic rhinitis. In: Paparella NN,Shumrick DD, Stuckman JL, Meyerhoff WL, eds. Otolaryngology 3rd ed.Vol. III, Head and Neck.. Philadelphia, Londom, Toronto, WB Saunders,Co, 1991:1889-98.4. Marshall KG, Attia EL. Disorder of the nose and paranasal sinus.Massachusetts: PSG Publishing Company, Inc, 1987:195-98.

10. SINUSITIS AKUT BAKTERIAL

Siswantoro, Dwi Reno Pawarti, Bakti Soerarso

BATASANSinusitis paranasal akut merupakan proses infeksi dari mukosa sinusmaksilaris yang akut yaitu kurang dari 4 minggu yang disebabkan olehmikroorganisme.Catatan: 4 minggu – 3 bulan maksilaris sub akut> 3 bulan sinus maksilaris kronis

PATOFISIOLOGI/ETIOLOGIDidahului oleh infeksi virus pada rinitis akut, terjadi udim mukosapada dan disekitar ostium sinus, diikuti oleh obstruksi ostium yangakan menyebabkan hipoksi pada rongga sinus. Selanjutnya disfungsisilia, kemudian terjadi pengentalan dan penumpukan sekret.Pada skema di bawah ini akan lebih jelas menggambarkan kondisi tersebut:

Sumbatan ostium

Hipoksia

Vasodilatasi Disfungsi silia Disfungsi kelenjar mukus

Transudasi Stagnasi sekret Sekret mengental

Penumpukan Sekret Kental

Pada permulaan terjadi kenaikan tekanan intra sinus yang kemudiandiikuti terjadinya tekanan negatif. Pada saat bersin, mengeluarkaningus atau menghirup udara kuman dapat masuk ke dalam sinus yangkemudian terjadi sinusitis bakterial.Faktor penyebab yang lain adalah infeksi apeks gigi geraham atas,atresia koane, baro trauma, polip hidung, benda asing atau tampon

Page 21: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

hidung yang lama.Kuman penyebab yang sering di dapatkan adalah: S. pneumoniae, H.Influenzae dan B. catarrhalis. Kuman lain yang lebih jarang adalah:S. aureus dan kuman anaerob.

GEJALA KLINIK- Nyeri pada daerah hidung, pipi atau dahi (tergantung lokasi sinus),dan dapat terjadi pada gigi atas(pada sinusitis maksila)Gejala lainnya:- Dapat terjadi buntu hidung, pilek, nafas berbau, panas badan,malaise dan kelesuan.- Pilek berbau busuk pada sinusitis maksila dentogen.- Sekret mukopurulen, dapat terjadi periorbital udim pada infeksi yang berat.

DIAGNOSIS

Anamnesis: seperti diatasPemeriksaan:- Nyeri tekan daerah fosa kanina dan sulkus gingivobukalis (padasinusitis maksila), nyeri tekan supra orbita (pada sinusitis frontal).- Rinoskopi anterior:* Mukosa udim + hiperemi* Sekret muko purulen, terutama di meatus medius- Rinoskopi Posterior: post anal sekret purulen- Transiluminasi: pada sinus yang terkena gelap (sinus maksila).Pemeriksaan radiologi:- Plain foto sinus (posisi Water): penebalan mukosa, air fluid levelatau perselubungan.- CT scan: walaupun dapat memberi gambaran yang lebih jelas, tetapitidak diperlukan sebagai penentu diagnosis.

PENYULIT- Selulitis orbital- Abses orbital.- Osteomielitis.- Abses epidural / subdural- Meningitis- Abses otak- Trombosis sinus kavernosus

PENATALAKSANAANAntibiotik:Lini pertama:Amoksisilin, trimetoprim sulfametoksazol(kotrimoksazol), atau eritromisin.Lini kedua:Bila ditengarai kuman menghasilkan enzim beta-laktamase diberikan

Page 22: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

kombinasi amoksisilin + asam klavulanat, sefaklor, atau sefalosporingenerasi II atau III oral.Antibiotik diberikan minimal 2 minggu.Dekongestan:* Topikal: sol efedrin 1% tetes hidung, oksimetazolin 0,025% teteshidung untuk anak atau 0,050% semprot hidung. Jangan digunakan lebihdari 5 hari.* Sistemik: fenil propanolamin, pseudo-efedrin.Mukolitik: asetil sistein, bromheksinAnalgesik/antipiretik bila perluAntihistamin: diberikan pada penderita dengan latar belakang alergi.Irigasi sinus maksila : bila resorpsi sekret sinus maksila tidak adekuat.Perawatan gigi bila diketahui penyebab dentogen.

DAFTAR PUSTAKA1. White JA. Paranasal sinus infections. In: Ballenger JJ. Ed.Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck. 14th ed.Philadelphia, London: Lea & Febiger, 1991: 184-202.2. Facer GW, Kern EB. Sinusitis: Current concepts and management. In:Bailey BJ and Pillsburry III HC. Eds. Head and Neck Surgery –Otolaryngology Vol. I Philadelphia: JB Lippincott Company.1993:366-76.3. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL.Infections of the upper respiratory Tract. In: Harrison's Manual ofMedicine. 15th ed. Boston: McGraw Hill International Edition,2002:213-5.4. Wilson WR, Montgomery WW. Infectious diseases of the paranasalsinuses. In: Paparella NN, Shumrick DD, Stuckman JL, Meyerhoff WL,eds. Otolaryngology 3rd ed. Vol. III, Head and Neck.. Philadelphia,London, Toronto, WB Saunders, Co, 1991:1843-61.5. Slavin RG. Rhinosinusitis: Epidemilogy and pathology. Fam PractRecertification 2002:24:1-7.6. Blair PA, Miller RH. Surgical treatment of paranasal sinusinfections. In: Ballenger JJ. Ed. Diseases of the Nose, Throat, Ear,Head and Neck. 14th ed. Philadelphia, London: Lea & Febiger, 1991:220-32.

11. SINUSITIS PARANASAL KRONIK

Siswantoro, Dwi Reno Pawarti, Bakti Soerarso

BATASANSinusitis paranasal kronik adalah proses keradangan dari mukosa sinusparanasal yang kronis, yaitu lebih dari 3 bulan.

Page 23: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

PATOFISIOLOGI / ETIOLOGI:Sinusitis paranasal akut dapat menjadi kronik oleh berbagai faktoryakni faktor alergi, faktor gangguan pada komplek ostio meatal (KOM)yang mengganggu patensi ostium (deviasi septum nasi, polip nasi, konkabulosa dan sebagainya). Terjadi perubahan mukosa sinus (penebalan,degenarasi polip, kista, mukokel). Batasan infeksi dan non infkasisering tidak jelas.Kuman penyebab: Campuran kuman aerob dan anaerob. Kuman dominan adalahP. aeruginosa dan kuman anaerob. Pada sinusitis maksiladentogen kuman anaerob sangat dominan.

GEJALA KLINIKGejala utama adalah rinore yang kronik dengan sekret mukopurulen.Kadang-kadang terjadi sakit kepala. Gejala lainnya adalah buntuhidung, kadang-kadang terjadi penurunan penciuman dan pengecapan.Dapat terjadi sekret bercampur darah dari hidung atau sekret yangturun ke faring (postnasal drip).

DIAGNOSIS1 Anamnesis seperti di atas.2 Pemeriksaana) Rinoskopi anterior:(a) Dapat ada sekret muko purulen/kekuningan yang kadang-kadangbercampur darah, terutama pada meatus medius.(b) Dapat terjadi polip yang tampak pada meatus medius.(c) Dapat juga terlihat deviasi septum nasib) Rinoskopi posterior: post nasal drip dengan sekret muko purulen,kadang-kadang bercampur darah.c) Transiluminasi: pada sinus yang terkena gelap (hanya untuk sinusmaksila dan sinus frontal).d) Evaluasi untuk adanya latar belakang alergi

Pemeriksaan tambahan:- Plain foto sinus: penebalan mukosa, perselubungan, atau bentukanpolip/mukokel.- Nasal endoskopi : melihat rongga hidung dan meatus medius lebihjelas. Kondisi KOM dapat dievaluasi lebih cermat.- CT Scan kadang-kadang diperlukan khususnya pada yang unilateraluntuk menyingkirkan kemungkinan malignansi atau bila disiapkan untuktindakan pembedahan.- Pemeriksaan gigi atas untuk mencari kemungkinan penyebab dari gigi (dentogen).

DIAGNOSIS BANDING- Keganasan- Sinusitis karena jamur

Page 24: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

PENYULIT- Selulitis orbita- Abses orbita- Osteo mielitis- Abses epidural / subdural- Meningitis- Abses otak- Trombosis sinus kavernosus

PENATALAKSANAAN:- Terutama menghilangkan faktor penyebab. Untuk patologi di KOM perlupembedahan.- Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF) untuk mengembalikan fungsidrainase dan ventilasi sinus.- Irigasi sinus maksila (untuk sinusitis maksila).- Caldwell – Luc untuk sinusitis maksila kronik.- Pemberian antibiotik disesuaikan dengan kuman penyebab, terutamajuga untuk eradikasi kuman penghasil β laktamase dan kuman anaerob.Dapat diberikan amoksisilin, amoksisilin + asam klavulanat,sefalosporin generasi II/III oral, klindamisin. Bila diperlukanpenambahan metronidazol untuk infeksi kuman anaerob.Perawatan gigi bila ada penyebab dentogen.

DAFTAR PUSTAKA

1. White JA. Paranasal sinus infections. In: Ballenger JJ. Ed.Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck. 14th ed.Philadelphia, London: Lea & Febiger, 1991: 184-202.2. Facer GW, Kern EB. Sinusitis: Current concepts and management. In:Bailey BJ and Pillsburry III HC. Eds. Head and Neck Surgery –Otolaryngology Vol. I Philadelphia: JB Lippincott Company.1993:366-76.3. Gustafson RO, Bansberg SF. Sinus surgery. In: Bailey BJ andPillsburry III HC. Eds. Head and Neck Surgery – Otolaryngology Vol. IPhiladelphia: JB Lippincott Company. 1993:377-87.4. Braunwald E, Fauci AS, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL.Infections of the upper respiratory Tract. In: Harrison's Manual ofMedicine. 15th ed. Boston: McGraw Hill International Edition,2002:213-5.5. Wilson WR, Montgomery WW. Infectious diseases of the paranasalsinuses. In: Paparella NN, Shumrick DD, Stuckman JL, Meyerhoff WL,eds. Otolaryngology 3rd ed. Vol. III, Head and Neck. Philadelphia,London, Toronto, WB Saunders, Co, 1991:1843-61.6. Kennedy DW, Zinreich SJ. Endoscopic sinus surgery. In: PaparellaNN, Shumrick DD, Stuckman JL, Meyerhoff WL, eds. Otolaryngology 3rded. Vol. III, Head and Neck.. Philadelphia, London, Toronto, WB

Page 25: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

Saunders, Co, 19917. Blair PA, Miller RH. Surgical treatment of paranasal sinusinfections. In: Ballenger JJ. Ed. Diseases of the Nose, Throat, Ear,Head and Neck. 14th ed. Philadelphia, London: Lea & Febiger, 1991:220-32.

12. POLIP HIDUNG

Siswantoro, Bakti Surarso, Dwi Reno Pawarti

BATASANPolip hidung adalah pengertian morfologis (bentuk) yang berartipenonjolan mukosa kavum nasi yang panjang dan bertangkai. Polip bukanneoplasma, tetapi pseudo-tumor.

PATOFISIOLOGIPenyebab pasti belum diketahui. Yang masih dianggap sebagai faktorpenyebab adalah alergi dan radang kronik yang berlangsung lama danberulang-ulang, menimbulkan hambatan aliran kembali cairaninterstisial dan seterusnya secara berturut-turut timbul udim,penonjolan mukosa, panjang dan bertangkai, maka terbentuklah polip.Derajat kepadatan jaringan ikat dan pembuluh darah menentukan derajatudim, sehingga menentukan timbulmnya polip. Karena konka nasi inferiordan septum nasi mengandung banyak jaringan ikat padat, maka polopjarang ditemui pada organ-organ tersebut. Stroma mengandung jaringanikat yang terenggang oleh cairan interstisial, mengandung banyaksaluran limfe yang melebar, tetapi sedikit pembuluh darah dan syaraf.Didapat tumpukan limfosit, sel plasma dan eosinofil dalam jumlah yangbervariasi.

Polip hidung dibedakan:- Multipel, sering dijumpai, biasanya berasal dari sel-sel etmoid.- Soliter berasal dari sinus maksilaris dan tumbuh kearah koane (polip koanal).

Polip lebih banyak dijumpai pada laki-laki daripada wanita, banyakpada usia muda dan jarang pada anak-anak.

GEJALA KLINIK- Buntu hidung, bisa parsial atau total tergantung besar atau banyaknya polip.- Gejala-gejala lain adalah akibat buntu hidung, misalnya: suarabindeng, batuk, sakit kepala, hiposmia.- Rinorea/pilek yang terus menerus, sekret mukus. Pilek bertambahhebat dan sekret menjadi encer kalau penderita terserang rinitis akutatau serangan alergi.- Semua gejala-gejala ini bertambah secara lambat tetapi progresif.

Page 26: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

DIAGNOSIS1 Anamnesis yang cermat dan teliti.2 Pemeriksaan fisiki) Inspeksi: dapat dijumpai pelebaran kavum nasi terutama pada polipyang berasal dari sel-sel etmoid.ii) Rinoskopi anterior: tampak sekret mukus dan polip multipel atausoliter. Polip kecil sering tak terlihat.iii) Rinoskopi posterior: kadang-kadang dapat dijumpai polip koanal.3 Pemeriksaan tambahani) Naso-endoskopi untuk melihat KOM secara cermat, polip kecil dapat terlihat.

DIAGNOSIS BANDING- Angiofibroma nasofaring juvenilis: tampak seperti polip koanal,tetapi relatif mudah berdarah.- Inverted Cell Papilloma: tampak seperti polip multipel, tetapibiasanya unilateral dan banyak pada orang berusia lanjut.- Meningokel: biasanya pada bayi atau anak-anak. Polip jarang dijumpaipada anak-anak maupun bayi.

PENYULITJarang terjadi; kalau ada sebagai akibat tertutupnya ostium sinusparanasal atau ostium tuba yakni polip dalam sinus paranasal,sinusitis paranasal atau otitis media.

TERAPITerapi kausal belum ada.

Yang dilakukan adalah:Untuk polip kecil dapat diberikan terapi medikamentosa dulu:antibiotik, steroid oral atau intra-nasal.Untuk polip yang besar/multipel- Ekstraksi polip intranasal- Terapi dari sudut alergi kalau ada latar belakang alergi.(lihatRinitis alergi).- Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF)- Operasi Caldwell-Luc kalau polip mengisi sinus maksilaris- Semprot hidung steroid intranasal (Mometason, Triamsinolon,Flutikason, dsb) pasca bedah.

DAFTAR PUSTAKA1. Kopke RD, Jackson RL. Rhinitis. In: Bailey BJ and Pillsburry IIIHC. Eds. Head and Neck Surgery – Otolaryngology Vol. I Philadelphia:JB Lippincott Company. 1993:269-89.2. Miller RH. Neoplasms of the nose and paranasal sinuses. In:Ballenger JJ. Ed. Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck.14th ed. Philadelphia, London: Lea & Febiger, 1991: 109-18.

Page 27: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

3. Drake-Lee AB. Nasal polyps. In: Ballantyne J, Groves J, eds.Scott-Brown's diseases of the ear, nose, throat. 5th ed. London:Butterwoths, 1987:142-53.4. Wood II RP, Javek BW, Eberhard R. Nasal obstruction. In: Bailey BJand Pillsburry III HC. Eds. Head and Neck surgery – OtolaryngologyVol. I Philadelphia: JB Lippincott Company. 1993:302-28.5. Holmberg K, Karlsson G. Nasal polyps: medical or surgicaltreatment? Clin Exper Allergy 1998;26(suppl. 3):23-30

13. TUMOR RONGGA HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

Bakti Soerarso,Mulyarjo, Widodo Ario Kentjono, Haryono Kusuma

BATASANSemua tumor jinak maupun ganas yang berasal dari rongga hidungdan/atau sinus paranasal.

PATOLOGIUrutan asal tumor menurut kekerapan:1. Sinus maksila2. Rongga hidung3. Sel-sel etmoid4. Sinus frontal5. Sinus sfenoid

Pembagian menurut hispatologi:- Tumor jinak Dari jinak lunak: fibroma, neurofibroma, meningioma. Dari jaringan tulang: osteoma, giant cell tumor, dispasia fibrosa,ossifying fibrome. Odontogenik: kista-kista gigi, ameloblastoma.

- Tumor pra ganas:Inverted papilloma.

- Tumor ganas Dari epitel: karsinoma sel skuamosa, limfoepitelioma, karsinoma selbasal, silindroma, dsb. Dari jaringan ikat: fibrosarkoma, rabdomiosarkoma. Dari jaringan tulang/tulang rawan: osteosarkoma, kondrosarkoma.

GEJALA KLINIKGejala dini tidak khas, pada stadium lanjut tergantung asal tumor danarah perluasannya.

Page 28: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

- Gejala hidungBuntu hidung unilateral dan progresif, terutama pada tumor di ronggahidung. Buntu bilateral bila terjadi pendesakan ke sisi lainnya.Sekret hidung bervariasi. Purulen dan berbau bila ada infeksi. Sekretyang bercampur darah atau adanya epistaksis menunjukkan kemungkinankeganasan. Rasa nyeri di sekitar hidung dapat diakibatkan olehgangguan ventilasi sinus. Sedangkan rasa nyeri terus-menerus danprogresif umumnya akibat infiltrasi tumor ganas.

- Gejala lokal masing-masing sinus

Sinus maksilaPertumbuhan tumor lebih lanjut dapat menyebabkan:- Pembengkakan pipi.- Pembengkakan palatum durum.- Geraham ataas goyah, maloklusi gigi.- Gangguan mata bila tumor masuk orbita.

Sel-sel etmoid.- Masuk ke orbita melalui lamina papirasea, mendesak bola mata, terjdidiplopi, dan penurunan visus.- Pendesakan ke arah depan menyebabkan benjolan pada pangkal hidung.

Sinus frontal- Pendesakan ke depan menyebabkan benjolan pada dahi.- Ke orbita menyebabkan diplopi, gangguan visus.

Sinus sfenoid- Pertumbuhan ke arah nasofaring, benjolan terlihat pada rinoskopiposterior (RP).- Pendesakan ke retrobulbair, menyebabkan prostrusio bulbi danpenurunan visus, dan gangguan gerakan bola mata.

DIAGNOSIS- Anamnesis yang cermat terhadap keluhan-keluhan di atas.- Pemeriksaan Inspeksi terhadap dahi, mata, pipi, geraham dan palatum. Palpasi terhadap tumor yang tampak dan kelenjar leher (bila ada). Rinoskopi anterior untuk mengevaluasi tumor di dalam rongga hidung. Rinoskopi posterior untuk melihat ekstensi ke nasofaring. Pemeriksaan THT lainnya menurut keperluan.- Pemeriksaan tambahan Pemeriksaan radiologi :X-foto posisi Water: untuk melihat perluasan tumor di dalam sinusmaksilaris, dan sinus frontal. Kranium lateral : untuk melihatekstensi ke fosa kranii anterior/media.

Page 29: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

CT SCAN: untuk mengetahui lebih tepat perluasan tumor. Biopsi:Biopsi dengan forsep Blakesley dilakukan pada tumor yang tampak.Tumor di dalam sinus maksilaris dibiopsi dengan pungsi melalui meatusnas inferior. Untuk tumor kecil di dalam rongga sinus maksila ataurongga hidung dapat dilakukan menggunakan antroskopi ataunaso-endoskopi. Tumor jinak langsung dilakukan operasi. Untukkecurigaan terhadap keganasan, bila perlu dapat dilakukan potong beku.

TERAPITumor jinak: Terapi pembedahan.Beberapa macam pembedahan antara lain:- Rinotomi lateral- Caldwell-Luc- Pendekatan trans paltalTumor ganas:Pembedahan: Reseksi:- Rinotomi lateral- Maksilektomi partial/total- Dapat dengan kombinasi eksenterasi orbita Paliatif: mengurangi besar tumor (debulking), sebelum radiasi.

Radiasi:- Dilakukan bila operasi kurang radikal atau residif.- Pra bedah pada tumor yang radio sensitif (misal: tumor sangatbesar/inoperable, metastasis jauh, kombinasi dengan radiasi).

Kemoterapi: sebagai terapi tambahan pada pembedahan dan radiasi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Miller RH. Neoplasms of the nose and paranasal sinuses. In:Ballenger JJ. Ed. Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck.14th ed. Philadelphia, London: Lea & Febiger, 1991: 109-18.2. Krespi YP, Levine TM. Tumors of the nose and paranasal sinuses. In:Paparella NN, Shumrick DD, Stuckman JL, Meyerhoff WL, eds.Otolaryngology 3rd ed. Vol. III, Head and Neck.. Philadelphia, London,Toronto, WB Saunders, Co, 1991:1938-58.3. Myers EN, Carrau RL. Neoplasms of the nose and paranasal sinuses.In: Bailey BJ and Pillsburry III HC. Eds. Head and Neck surgery –Otolaryngology Vol. II Philadelphia: JB Lippincott Company.1993:1091-109.4. Lane M, Donovan DT. Neoplasms of the head and neck. In: Calabresi

Page 30: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

P, Schein PS. Eds. Medical Oncology. 2nd ed New York: Mc Graw Hill,Inc. 1993:565-92.

15. FARINGITIS AKUT

Hoetomo, Sri Roekmini, Dwi Reno Pawarti

BATASANRadang akut yang mengenai mukosa faring dan jaringan limfonodular didinding faring.

PATOFISIOLOGIPenularan secara droplet infection. Penyebab utama adalah virus, dapatdiikuti oleh infeksi bakterial. Jarang sekali primer akibat infeksibakteri. Kebanyakan infeksi oleh kuman gram positif atau kadanginfeksi campuran gram positif dan gram negatif, kadang-kadang golongananaerob. Dapat sebagai permulaan dari penyakit lain misalnya: morbili,influenza, rubela, pnemoni, parotitis, dsb. Seringkali bersama-samadengan penyakit saluran napas atas lainnya yakni: rinitis akut,nasofaringitis, laringitis, dsb. Kebanyakan dimulai dari infeksihidung dan sinus paranasal lewat post nasal drip. Masa inkubasi 12 jam– 4 hari.

DIAGNOSISTenggorok rasa kering dan panas, kemudian timbul nyeri menelan dibagian tengah tenggorok.Demam, sakit kepala, malaise.Mukosa faring tampak merah dan udim, terutama di daerah lateral band,kadang-kadang terdapat eksudat. Sekret yang terbentuk awalnya bening,lama kelamaan kental berwarna kuning.Granula tampak lebih besar dan merah.

DIAGNOSIS BANDINGTonsilitis akut.

PENYULITBila daya tahan tubuh baik, jarang terjadi penyulit. Dapat terjadipenyebaran ke bawah, seperti: laringitis, trakeitis, bronkitis,pnemoni, atau ke atas melewati tuba Eustakhius menimbulkan otitismedia akut. Bila penyebabnya Streptococcus β-Haemoliticus, dapatterjadi komplikasi seperti pada Tonsilitis akutPenatalaksanaan:Istirahat, banyak minum hangat.Analgestik/antipiretik: parasetamol 3-4 x 500 mg, 3-5 hari.Obat kumur Gargarisma Kan.Tidak diperlukan antibiotika, kecuali untuk infeksi berat.

Page 31: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

DAFTAR PUSTAKA

1. Ballenger JJ. Diseases of the oropharynx. In: Ballenger JJ. Ed.Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck. 14th ed.Philadelphia, London: Lea & Febiger, 1991:243-58.2. Wenig BM, Kornblut AD. Pharyngitis. Bailey BJ and Pillsburry IIIHC. Eds. Head and Neck Surgery – Otolaryngology Vol. I Philadelphia:JB Lippincott Company. 1993:551-67.

16. TONSILITIS AKUT

Hoetomo, Sri Roekmini, Dwi Reno Pawarti

BATASANInfeksi akut pada jaringan tonsil

PATOFISIOLOGIBanyak terjadi pada anak. Infeksi disebabkan oleh kuman Streptococcusβ-haemoliticus grup A (S. pyogenes), Staphylococcus, Pneumococcus,Haemophilus influenza, E. Colli, dan virus. Pada anak kebanyakanvirus, sedangkan pada dewasa akibat bakteri. Terjadi radang padafolikel tonsil, timbul udim dan eksudasi. Eksudat keluar ke permukaan,sehingga terjadi penumpukan pada kripte yang disebut detritus.

DIAGNOSISGejala klinik:Mula-mula tenggorok rasa panas dan kering.Disusul timbulnya nyeri telan yang makin hebat.Anak tidak mau makan.Nyeri menjalar ke telinga (referred pain)Demam (dapat sangat tinggi), nyeri kepala, malaise.

Pemeriksaan faring :Suara penderita seperti mulut penuh makanan (plummy voice).Mulut berbau busuk (foetor ex ore).Ptialismus.Tonsil hiperemi dan membengkak, banyak detritus.Ismus fausium menyempit.Palatum mole, arkus anterior dan posterior tonsil udim dan hiperemi.Kelenjar getah bening jugulodigastrikus membesar dan nyeri tekan.

DIAGNOSIS BANDINGDifteri tonsil: pseudo membran putih keabuan, melekat, bila dilepastimbul pendarahan, meluas keluar dari tonsil. Didapati udim perifokal

Page 32: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

kelenjar leher (Bull Neck)Leukemia, agranulositosis, mononukleosis

PENYULITLokal: Peritonsilitis, abses peritonsil, abses parafaring, otitismedia akut, laring, rinosinusitis, infeksi leher dalamSistemik: Bila penyebabnya S. pyogenes, dapat terjadiglomerulonefritis akut, demam rematik, rematoid artritis, endokarditisbakterial subakut, septikimia

Penatalaksanaan:Istirahat, makan lunak, minum hangatObat kumur (Gargarisma Kan)Analgesik/antipiretik: parasetamol 3-4 x 500 mg, 3-5 hari(anak-anak: 10 mg/kg BB/dosis, 3-4 x sehari)Antibiotika (pada tonsilitis karena Streptococcus):fenoksimetil penisilin 4 x 500 mg/hari, 5-10 hari(anak-anak: 7,5-12,5 mg/kg BB/dosis, 4 x sehari)Bila alergi terhadap penisilin dapat diganti makrolid (eritromisin,spiramisin, azitromisin). Eritromisin 4 x 500 mg/hari, 5-10 hari(anak-anak: 12,5 mg/kg BB/dosis, 4 x sehari)Penyembuhan: 5-7 hari.

Pada Penyulit abses peritonsil:Pungsi, insisi dan pemberian antibiotik seperti di atas.

DAFTAR PUSTAKA1. Ballenger JJ. Diseases of the oropharynx. In: Ballenger JJ, ed.Diseases of the nose, throat, ear and neck. 14th ed. Philadelphia,London: Lea & Febiger, 1991:243-58.2. Brodsky L. Tonsillitis, tonsillectomy and adenotonsillectomy. In:Bailey BJ and Pillsburry III HC. Eds. Head and Neck Surgery –Otolaryngology Vol. I Philadelphia: JB Lippincott Company.1993:833-47.3. Kornblut AD. Non-neoplastic disease of the tonsils and adenoids.In: Paparella NN, Shumrick DD, Stuckman JL, Meyerhoff WL, eds.Otolaryngology 3rd ed. Vol. III, Head and Neck. Philadelphia, London,Toronto, WB Saunders, Co, 1991:2129-47.

17. LARINGITIS AKUT NON SPESIFIK

Sardjono Soedjak, Sri Herawati, Siswantoro

BATASAN

Page 33: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

Laringitis akut adalah infeksi akut pada mukosa laring. Infeksi inipada umumnya merupakan kelanjutan dari rhinitis akut ataunasofaringitis akut.Walaupun epiglotis termasuk laring, batasan ini tidak untuk epiglotitis akut.

ETIOLOGIPenyebab utama adalah: VirusKuman penyebab infeksi sekunder: H influenzae, S. pneumoniae, S.aureus dan Pneumococcus.

PATOFISIOLOGILaringitis akut ini sering terjadi pada anak usia di bawah 5 tahun dansering menyebabkan sumbatan jalan napas atas.Terjadi dilatasi kapiler, infiltrasi lekosit pada mukosa dan submukosadengan lebih banyak sel mononuklear pada awal infeksi tetapi bilaterjadi infeksi sekunder akan lebih banyak sel polimorfonuklear.Mukosa laring tampak hipermi dan udim.

DIAGNOSIS- Didapatkan gejala panas badan (subferil: 38,5oC), malaise, batuk dan pilek.- Kemudian diikuti suara membesar, kemudian parau sampai afoni (tidakada suara sama sekali)- Nyeri menelan atau berbicara- Gejala sumbatan jalan napas atas, terutama pada anak.

PEMERIKSAAN FISIK- Suara parau sampai afoni- Panas badan subfebril- Gejala sumbatan jalan napas atas:* Stridor inspirasi* Sesak saat inspirasi* Retraksi supravikula, interkostal, epigastrial- Pemeriksaan laringoskopi indirekta / direkta didapatkan* Mukosa laring dan korda voklais hiperemi dan udim* Rima glotis sempit (terutama pada anak)

PENYULITLebih sering terjadi pada anak, dapat berupa:Sumbatan jalan napas atas- Trakeitis- Bronkitis- Pneumoni

TERAPI- Istirahat, khususnya istirahat bicara- Terapi simptomatis analgetik-antipiretik untuk panas badan dan nyeri menelan

Page 34: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

- Ekspektoran untuk batuk dan mengencerkan lendir- Humidifikasi dalam ruangan yang sejuk . dingin- Amoksisilin diberikan untuk mencegah infeksi sekunder.

Laringittis Akut Non Spesifik Pada Anak

Sering menyebabkan sumbatan jalan napas atas dan dapat berakibat fatal, karena:- Rima glotis "sempit", bila korda vokalis udim, rima glotismenjadi lebih sempit- Banyak jaringan ikat kendor pada daerah supra/subglotis.

TERAPI- Kortikosteroid: deksametason 0,1-0,2 mg/kgBB/hr p.o- Amoksisilin 4 x 25 mg/kgBB/hr p.o- Obat diberikan selama 5 – 10 hari

Bila ada gejala sumbatan jalan napas atas:- Berikan oksigen- Kortikosteroid: deksametason 0,3 mg/KgBB i.m.- Kalau masih sesak diulang 1 jam kemudian berturut-turut sampai3kali. Kalau tidak ada kemajuan dilakukan trakeotomi.- Stoom uap air untuk mengencerkan lendir dengan kelembaban tinggi.- Infus dan antibiotika.

DAFTAR PUSTAKA1. Bastian RW. Acute inflamatory diseases of the larynx. In: BallengerJJ. Ed. Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck. 14th ed.Philadelphia, London: Lea & Febiger, 1991:605-15.2. Fried MP, Shapiro J. Acute and chronic laryngeal infections. in:Paparella NN, Shumrick DD, Stuckman JL, Meyerhoff WL, eds.Otolaryngology 3rd ed. Vol. III, Head and Neck. Philadelphia, London,Toronto, WB Saunders, Co, 1991:2245-56.3. Feehs RS, Koufman JA. Laryngitis. In: Bailey BJ and Pillsburry IIIHC. Eds. Head and Neck Surgery – Otolaryngology Vol. I Philadelphia:JB Lippincott Company. 1993:612-19.4. Pedoman diagnosis dan terapi Lab / UPF Ilmu Penyakit Telinga,Hidung dan Tenggorok 1994. RSUD Dr. Soetomo Surabaya.

18. NODUL VOKAL

Sardjono Soedjak, Sri Herawati, Siswantoro

BATASANNodul vokal ("vocal nodule, chorditis nodosa") adalah benjolan kecil(nodul), bilateral, simetris, yang timbul pada perbatasan 1/3 anterior

Page 35: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

dan 1/3 tengah dari bagian medial korda vokalis. Dapat terjadi padaanak-anak dan dewasa. Sering terjadi pada guru.

PATOFISIOLOGINodul vokal disebabkan oleh penggunaan suara yang salah ("misuse ofthe voice"/"vocal abuse"), yaitu berbicara terlalu keras, terlalu lamaatau dengan nada terlalu tinggi. Lesi terjadi pada perbatasan 1/3anterior dan 1/3 tengah dari bagian medikal korda vokalis, yangmerupakan pusat getaran (vibrasi) korda vokalis. Sebagai akibatterjadinya trauma mekanis ini, akan timbul reaksi radang yang berupaudim pada stroma di bawah epitel dan peningkatan vaskularisasi.Selanjutnya timbul penebalan, pengerasan setempat dan akhirnyaterbentuk nodul. Nodul inilah yang akan menghalangi kedua pita suarasaling merapat pada waktu fonasi, sehingga akibatnya timbul parau.

GEJALA KLINIKMula-mula penderita mengeluh suara pecah pada nada tinggi, gagalmempertahankan nada suara, bicara terasa cepat lelah, tidak mampuberbicara lama dan kemudian suara menjadi parau.Pada awalnya, suara parau timbul pada sore hari dan membaik keesokanharinya, serta akhirnya menetap.

CARA PEMERIKSAANPada pemeriksaan laringoskopia indirekta, direkta atau fiberopticlaryngoscope (FOL), tampak adanya benjolan kecil pada titik pertemuan1/3 anterior dan 1/3 tengah dari bagian medial korda vokalis, danbiasanya bilateral simetris.

DIAGNOSA BANDING- Kista korda vokalis.- Polip korda vokalis.- Papiloma korda vokalis.- Karsinoma korda vokalis stadium dini.

PENATALAKSANAAN- Istirahat suara 1-2 minggu.- Re-edukasi suara yang dilakukan oleh bina wicara selama kurang lebih 3 bulan.- Kemudian dilakukan kontrol pemeriksaan laring dengan laringoskopiaindirekta/direkta/FOL. Bila ada kemajuan secara subyektif dan obyektif re-edukasi suaradapat diteruskan sampai suara menjadi normal kembali. Bila tak ada kemajuan atau nodul bertambah besar, dilakukanekstirpasi nodul melalui BLM dan pasca bedah segera diikuti denganre-edukasi suara.- Pada anak-anak, tidak dilakukan operasi, karena:

Page 36: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

Hampir selalu terjadi kekambuhan, karena vocal abuse. Hampir semua lesi akan menghilang waktu pubertas.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaiser TN, Spector GJ. Tumor of the larynx and laryngopharynx. In:Ballenger JJ. Ed. Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck.14th ed. Philadelphia, London: Lea & Febiger, 1991: 682-746.2. Shapshay SM, Rebeiz EE. Benign lesions of the larynx In: Bailey BJand Pillsburry III HC. Eds. Head and Neck Surgery – OtolaryngologyVol. I Philadelphia: JB Lippincott Company. 1993:630-43.3. Thawley SE. Cyst and tumor of the larynx. In: Paparella NN,Shumrick DD, Stuckman JL, Meyerhoff WL, eds. Otolaryngology 3rd ed.Vol. III, Head and Neck. Philadelphia, London, Toronto, WB Saunders,Co, 1991: 2307-70.

19. PAPILOMA LARING

Sardjono Soedjak, Sri Herawati, Siswantoro

BATASANPapiloma laring adalah tumor jinak yang pada umumnya terdapat dilaring walaupun dapat juga tumbuh di trakea/bronkus dan sifatnyaresidif.Umumnya pada anak-anak dibawah usia 10 tahun. Pada dewasa sangat jarang.

PATOFISIOLOGITumor jinak ini tumbuh secara perlahan-lahan di laring, terutama kordavokalis, sehingga menyebabkan suara parau. Pada tingkat lanjut, tumordapat meluas ke supraglotik dan subglotik sehingga dapat menutup jalannapas dan menimbulkan sesak napas.

GEJALA KLINIKSuara parau yang progresif tetapi secara perlahan-lahan (berminggu-inggu).Pada keadaan lanjut, terjadi sumbatan jalan nafas atas dengantanda-tanda: sesak nafas inspirasi dan retraksi pada epigastrium,interkostal dan supraklavikular.

CARA PEMERIKSAANPada pemeriksaan laring melalui laringoskopiaindirekta/direkta/fiberoptic laryngoscope (FOL), tampak tumor kecilberdungkul-dungkul warna pucat kemerahan.

DIAGNOSIS BANDINGNodul vokal

Page 37: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

PENATALAKSANAAN:- Dalam keadaan sesak, dilakukan trakeotomi.- Ekstraksi tumor melalui Bedah Laring Mikroskopik (BLM).- Kanul trakea dipakai terus sampai pertumbuhan berhenti minimal 6bulan atau bila anak telah berusia lebih dari 8 tahun karena hampirselalu residif.- Kontrol setiap 1-2 bulan secara teratur.- Bila residif, dilakukan ekstraksi lagi melalui BLM.- Keluarga dilatih dalam perawatan kanul dan disadarkan pentingkontrol secara teratur.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaiser TN, Spector GJ. Tumor of the larynx and laryngopharynx. In:Ballenger JJ. Ed. Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck.14th ed. Philadelphia, London: Lea & Febiger, 1991: 682-746.2. Shapshay SM, Rebeiz EE. Benign lesions of the larynx In: Bailey BJand Pillsburry III HC. Eds. Head and Neck Surgery – OtolaryngologyVol. I Philadelphia: JB Lippincott Company. 1993:630-43.3. Thawley SE. Cyst and tumor of the larynx. in: Paparella NN,Shumrick DD, Stuckman JL, Meyerhoff WL, eds. Otolaryngology 3rd ed.Vol. III, Head and Neck. Philadelphia, London, Toronto, WB Saunders,Co, 1991: 2307-70.

20. BENDA ASING JALAN NAPAS(Laring, Trakea, Bronkus)

Sardjono Soedjak, Sri Herawati, Siswantoro

BATASANBenda asing jalan napas adalah benda asing yang secara tidak sengajaterhirup masuk ke jalan napas (laring, trakea, bronkus).

PATOFISIOLOGISering terjadi pada anak-anak dibawah 6 tahun yang pertumbuhangerahamnya belum terbentuk sempurna.Jenis benda asing: kacang, kecik, sempritan mainan dll.Masuknya benda asing ke dalam laring/trakea/bronkus terjadi ketikabenda berada di dalam mulut penderita, penderita menghirup napas(inspirasi) dengan mulut terbuka (waktu tertawa atau menangis),sehingga benda tersebut terhisap masuk kedalam laring/trakea/bronkus.

DIAGNOSIS1. Anamnesis:- Pada awalnya timbul batuk mendadak, hebat, bertubi-tubi dan dapat

Page 38: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

sampai biru (sianosis). Kemudian diikuti dengan fase tenang, tidakbatuk, sebab benda asing berhenti pada salah satu cabang bronkus. Bila"lepas", dapat timbul batuk-batuk lagi.- Sesak napas terjadi bila ada penyumbatan pada laring atau trakea.- Anamnesis yang cermat, sangat penting dalam menegakkan diagnosis.

2. Pemeriksaan fisik:- Kadang-kadang tidak dapat ditemukan gejala yang jelas.- Bila ada penyumbatan jalan napas atas, tampak:• Gelisah• Sesak• Stridor inspirasi • Retraksi supraklavikuler, interkostal, epigastrial, supra sternal.• Biru (sianosis).- Bila benda asing berhenti pada salah satu cabang bronkus:• Gerak napas satu sisi berkurang• Suara napas satu sisi berkurang- Pada fase tenang, mungkin gejala tersebut di atas tidak ada.

3. Pemeriksaan tambahan:- X-foto dada, hanya dikerjakan pada kasus-kasus tertentu, karena bilamasih baru dan bendanya non radio opaque, sering tidak tampakkelainan.

DIAGNOSIS BANDING- Laringitis akut.- Trakeitis- Bronkitis- Pneumoni- Asma bronkial: didapatkan stridor ekspiratoir, wheezing.

PENYULIT- meninggalPenyumbatan total laring/trakea - Bronkitis- Pneumoni- Emfisema, terjadi bila timbul check valve mechanism, di mana udaradapat masuk tetapi tidak dapat keluar.- Atelektasis, terjadi bila timbul penyumbatan total pada salah satucabang bronkus.

TERAPI- Ekstraksi benda asing melalui bronkoskopi. Bila tidak tersediafasilitas, kirim segera, sebaiknya dengan ambulans dan persediaanoksigen yang cukup. Di daerah, bila sesak dapat dilakukan trakeotomi.

Page 39: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

Cara-cara pengiriman penderita:- Duduk, miring ke sisi obstruksi (anak dipangku ibunya).- Jangan banyak bergerak atau menangis, sebab benda asing dapat"terlepas", dibatukkan dan mungkin dapat terjepit pada rima glotissehingga menimbulkan penyumbatan jalan napas yang fatal.- Diberikan oksigen.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mohz RM. Endoscopy and foreign body removal. In: Paparella NN,Shumrick DD, Stuckman JL, Meyerhoff WL, eds. Otolaryngology 3rd ed.Vol. III, Head and Neck.. Philadelphia, London, Toronto, WB Saunders,Co, 1991:2399-428.2. Snow JB. Bronchology. In: Ballenger JJ. Ed. Diseases of the Nose,Throat, Ear, Head and Neck. 14th ed. Philadelphia, London: Lea &Febiger, 1991: 1278-96.3. Jackson C, Jackson CL. Diseases of the nose, throat, and ear. 2nded. Philadelphia, London: WB Saunders Co, 1963:842-55.4. Thompson JN, Browne JD. Caustic ingestion and foreign bodies in theaero digestive tract. In: Bailey BJ and Pillsburry III HC. Eds. Headand Neck Surgery – Otolaryngology Vol. I. Philadelphia: JB LippincottCompany. 1993:725-37.

21. BENDA ASING DALAM ESOFAGUS

Sardjono Soedjak, Sri Herawati, Siswantoro

BATASANBenda asing dalam espfagus adalah terhentinya benda asing dalam esofagus.

PATOFISIOLOGISering terjadi pada anak-anak berusia < 6 tahun.Jenis benda asing:- Pada anak-anak yang tersering uang logam.- Pada dewasa/orang tua yang sering: daging, gigi palsu.Pada anak-anak, biasanya karena secara naluriah memasukkan segalasesuatu ke dalam mulut dan ditambah pula karena kelalaian orang tuayang meletakkan sesuatu secara sembarangan sehingga mudah dicapaianak.Pada orang dewasa/orang tua, sebagai akibat mengunyah makanan dengankurang sempurna karena gigi geligi yang kurang baik/lengkap (memakaigigi palsu/ompong).

DIAGNOSIS

Page 40: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

1. Anamnesis- Tertelan sesuatu- Terasa ngganjel pada tenggorok- Sakit/sulit waktu menelan- Muntah bila ada obstruksi total

2. Pemeriksaan fisik:- Pada pemeriksaan telinga, hidung, tenggorok, tak ditemukan kelainan yang khas.

3. Pemeriksaan tambahan:- Tes minum:Obstruksi total (biasanya pada benda asing daging): muntah.Sebagian (biasanya benda asing uang logam): masih dapat minum sedikit-sedikit.- Pemeriksaan X-foto:• Dibuat foto leher-toraks-abdomen AP (anak-anak) atau foto leherAP/lateral (dewasa/orang tua) bila benda asing radio-opaque. Fotoleher ini harus dibuat sebab sebagian besar (>90%) benda asingberhenti pada daerah krikofaring (just bellow cricopharynx).• Dibuat foto esofagus dengan kontras (barium + kapas), bila bendaasing tidak radio-opaque dan kecil.• Untuk benda asing daging, tidak perlu dibuat foto.

DIAGNOSIS BANDING- Faringitis akut.- Esofagitis.

PENYULIT- Dehidrasi.- Lesi esofagus.- Perforasi esofagus, dengan tanda-tanda: pendarahan, nyeri dadakrepitasi dan febris.- Infeksi, sepsis, terutama pada penderita diabetes melitus.

TERAPI- Dipersiapkan esofagoskopi yang bersifat urgent dengan pembiusan umumuntuk diagnosis pasti dan sekaligus ekstraksi benda asing.

DAFTAR PUSTAKA.

1. Thompson JN, Browne JD. Caustic ingestion and foreign bodies in theaerodigestive tract. In: Bailey BJ and Pillsburry III HC. Eds. Headand Neck Surgery – Otolaryngology Vol. I. Philadelphia: JB LippincottCompany. 1993:725-37.2. McNab Jones RF. Foreign bodies in esophagus. In: Ballantyne J,Groves J, eds. Scott-Brown's diseases of the ear, nose, throat. 4th

Page 41: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

ed. Vol IV. The pharynx and larynx. London: Butterwoths, 1979:237-43.3. Snow JB. Esophagology. In: Ballenger JJ. Ed. Diseases of the Nose,Throat, Ear, Head and Neck. 14th ed. Philadelphia, London: Lea &Febiger, 1991: 1297-321.4. Mohz RM. Endoscopy and foreign body removal. In: Paparella NN,Shumrick DD, Stuckman JL, Meyerhoff WL, eds. Otolaryngology 3rd ed.Vol. III, Head and Neck.. Philadelphia, London, Toronto, WB Saunders,Co, 1991:2399-428.

22. ANGIOFIBROMA NASOFARING JUVENILIS

Mulyarjo, Widodo Ario Kentjono, Haryono Kusuma, Bakti Soerarso

BATASANSuatu tumor pembuluh darah yang berasal dari dinding posterolateralnasofaring. Secara hispatologi jinak, namun secara klinis ganas karenamempunyai sifat ekspansi kuat dan progresif sehingga menekan tulangdan jaringan sekitarnya.

PATOFISIOLOGIPenyebab terjadinya angiofibroma nasofaring juvenilis (ANJ) masihbelum jelas, diduga terbentuknya berkaitan dengan ketidakseimbanganhormonal.Pada awalnya tumor tumbuh pada mukosa bagian postero lateralnasofaring; bila perluasan ke arah depan membentuk tonjolan ke ronggahidung; perluasan ke arah lateral menuju ke fossa spenopalatina masukke fisura pterigomaksilaris dan akan mendesak dinding belakang sinusmaksila, bila berkembang akan memasuki fossa intra temporalis sehinggaterjadi benjolan di pipi. Perluasan ke intrakranial biasa terjadimelalui intra temporalis atau fissura pterigomaksila menuju ke fosamedia, sedangkan bila melalui sinus ethmoid menuju fosa anterior.Secara makroskopis ANJ berupa tumor berbentuk oval / bulat, padatkenyal, berwarna merah ke abu-abuan atau merah keunguan. Gambaranmikroskopis terbentuk dari pembuluh darah dan jaringan ikat fibrous,dimana pembuluh darah tersebut berdinding tipis tanpa lapisan otot.

GEJALA KLINIS- Gejala khas adalah adnya epistaksis yang hebat dan berulang karenatumor kaya pembuluh darah.- Gejala akibat tumor yang progresif ke anterior, dengan masuk kerongga hidung menimbulkan buntu hidung unilateral/bilateral.- Mendesak dorsum nasi menimbulkan frog face.- Masuk ke orbita menimubulkan protusio bulbi.- Ke lateral menutup tuba Eustachius menyebabkan otitis media.- Bila masuk ke fisura pterigomaksilaris, fossa temporalis timbulbenjolan di pipi.

Page 42: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

- Ke inferior: mendesak palatum mole, menyebabkan bombans, dan bilamasuk ke orofaring menyebabkan gangguan menelan dan sesak nafas.- Perluasan ke superior: mendesak dasar tengkorak dan masuk ke ronggatengkorak mendesak otak.

DIAGNOSIS1. Anamnesis:- Laki-laki, usia muda (pubertas).- Sering epistaksis.- Gejala-gejala yang berhubungan dengan pertumbuhan tumor.2. Pemeriksaan fisik:- Inspeksi: tampak mata menonjol dan bentuk muka frog face.- Rinoskopi anterior: Didapatkan tumor di bagian posterior rongga hidung, Fenomena palatum mole negatif.- Rinoskpoi posterior: tampak tumor di nasofaring yang berwarna merah keunguan.3. Pemeriksaan tambahan: - Foto Water's dan tengkorak lateral untuk mengetahui perluasan tumor.- Perlu dilakukan CT-Scan untuk melihat perluasan tumor pada tumor yang besar.- Angiografi untuk melihat vaskularisasi tumor.Biopsi tidak dianjurkan mengingat bahaya pendarahan, sehingga diagnosaangiofibroma nasofaring juvenilis dapat ditegakkan secara klinis.

Untuk menentukan derajat perluasan tumor:T1 = Terbatas di nasofaring.T2 = Tumor meluas ke rongga hidung atau ke sinus sfenoid.T3 = Tumor meluas ke satu atau lebih jaringan sekitar a.l.:Antrum, etmoid, fosa pterigomaksilaris, fosa intra temporal,orbita dan atau pipi.T4 = Tumor meluas ke intra cranial.

DIAGNOSIS BANDING- Polip koanal: permukaan rata, pucat mengkilap.- Adenoid: permukaan tak rata, posisi di tengah, tak ada keluhan epistaksis.- Karsinoma nasofaring: usia 30-50 tahun. Sering disertai pembesarankelenjar leher.

TERAPI1. Operatif; dengan pendekatan Ekstraksi melalui mulut dengan kabel. (khusus tumor yang bertangkai). Transpalatal. Rinotomi lateral. Mid facial degloving.2. Radiasi Untuk tumor yang besar (T4) atau untuk tumor yang residif, sisatumor setelah operasi.3. Hormonal

Page 43: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

Pemberian hormon estrogen, bertujuan untuk mengecilkan tumor danmengurangi risiko pendarahan sehingga pembedahan lebih mudah dilakukan

DAFTAR PUSTAKA

1. Ballenger JJ. The Nasopharynx. In: Ballenger JJ. Diseases of thenose, throat, ear, head and neck. 14th ed Lea & Febiger PhiladelphiaLondon, 1991:294-282. Krespi JP, Sevine TM, Tumours of the nose and paranasal sinuses. InPaparella MM, Shumrick DA, Gluckman JL, Meyerhoff WL. OtolaryngologyWB Saunders. Co. 3rd ed. 11. Philadelphia, London Toronto MontrealSydney Tokyo, 1991:1935-58.3. Maves MD. Vascular tumors of the head and neck. In: Bailey BJ andPillsburry III HC. Eds. Head and Neck Surgery – Otolaryngology Vol. IIJ.B. Lippincot Co. Philadelphia. 1993. 1399-400.

24. KARSINOMA LARINGMulyarjo, Widodo Ario Kentjono, Haryono Kusuma, Bakti Soerarso

BATASANKarsinoma yang mengenai laring (supraglotik, glotik, subglotik).

ETIOLOGIDiperkirakan rokok dan alkohol berpengaruh besar terhadap timbulnyakarsinoma laring.Merupakan 2,5% keganasan daerah kepala dan leher.Umum tersering 40-50 tahun, laki-laki lebih banyak daripada wanitadengan perbandingan 10:1.

DIAGNOSIS1. Anamnesis:Gejala dini: suara parau. Suara parau pada orang tua lebih dari 2minggu perlu pemeriksaan laring yang seksama.Gejala lanjut: sesak napas dan stridor inspirasi, sedikit demisedikit, progresif. Kesulitan menelan terjadi pada tumor supraglotik,atau apabila tumor sudah meluas ke faring atau esofagus.Pembesaran kelenjar leher (kadang-kadang).2. Pemeriksaan fisik:- Pemeriksaan THT: pada laringoskopi indirekta (LI) dan laringoskopidirekta (LD) atau laringoskopi serat optik(LSO) dapat diketahui adanyatumor di laring.- Pemeriksaan leher:• Inspeksi: teutama untuk melihat pembesaran kelenjar leher, laring dan tiroid.

Page 44: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

• Palpasi: untuk memeriksa pembesaran pada membran krikotiroid atautirohioid, yang merupakan tanda ekstensi tumor ke ekstra laringeal.Infiltrasi tumor ke kelenjar tiroid menyebabkan tiroid membesar dankeras. Memeriksa ada tidaknya pembesaran kelenjar getah bening leher.3. Pemeriksaan tambahan:Pemeriksaan radiologik:- X-foto leher AP dan Lateral (jaringan lunak).- Tomogram laring atau CT Scan (bila tersedia fasilitas).Biopsi:Biopsi dilakukan dengan LI, LD, atau melalui bedah laring mikroskopik (BLM).

PENENTUAN STADIUMTumor supraglotikT1 = Tumor terbatas di supraglotik, gerakan pita suara normal.T2 = Tumor keluar dari supraglotik, tanpa fiksasi.T3 = Tumor masih terbatas di laring dengan fiksasi dan/atau ekstensitumor ke pos-krikoid, sinus piriformis atau daerah epiglotis.T4 = Tumor sudah keluar laring, mengenai orofaring, jaringan lunakleher, atau merusak tulang rawan tiroid.Tumor glotikT1 = Tumor terbatas di korda vokalis, gerakan normal.T2 = Ekstensi ke supraglotik/subglotik dengan gerakan normal, atausedikit terganggu.T3 = Tumor terbatas di laring dengan fiksasi korda vokalis.T4 = Tumor masif dengan kerusakan tulang rawan tiroid dan/atauekstensi keluar laring.Tumor subglotikT1 = Tumor terbatas di daerah subglotik.T2 = Mengenai korda vokalis dengan gerakan normal atau sedikit terganggu.T3 = Tumor terbatas pada laring, dengan fiksasi korda vokalis.T4 = Tumor masif dengan kerusakan pada tulang rawan atau ekstensi keluar laring.

M0 = Belum ada metastasis jauh.M1 = Metastasis jauh.

Stadium I T1 N0 M0Stadium II T2 N0 M0Stadium III T3 N0 M0T1-3 N1 M0 Stadium IV T4 N0 M0T1-4 N2-3 M0T1-4 N0-3 M0T1-4 N0-3 M1

DIAGNOSIS BANDINGTuberkulosis laring

Page 45: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

Tumor jinak laring (papiloma, kista, polip).Nodul vokal.

TERAPITrakeotomi:Dilakukan pada penderita yang mengalami sesak napas.

Pembedahan:- Laringektomi parsial (LP- Laringektomi total (LT)Dapat dikombinasi dengan: Deseksi leher fungsional (DLF). Deseksi leher radikal (DLR).

Radioterapi dan kemoterapi:Stadium I : Radiasi, bila gagal, diteruskan dengan tindakanpembedahan (LP/LT).Stadium II : LP/LT.Stadium III: dengan/tanpa N1: LT dengan/tanpa DLF/DLR, diikuti radiasi.Stadium IV: tanpa N/M: LT + DLF diikuti radiasiStadium IV lainnya: radioterapi dan kemoterapi.

DAFTAR PUSTAKA1. Lane M, Donovan DT. Neoplasms of the head and neck. In: CalabresiP, Schein PS. Eds. Medical Oncology. 2nd ed New York: Mc Graw Hill,Inc. 1993:565-92.2. Thawley SE. Cyst and tumours of the larynx. I2307-70n: PaparellaNN, Shumrick DD, Stuckman JL, Meyerhoff WL, eds. Otolaryngology 3rded. Vol. III, Head and Neck. Philadelphia, London, Toronto, WBSaunders, Co, 1991: 2307-70.3. Kaiser TN, Spector GJ. Tumor of the larynx and laryngopharynx. In:Ballenger JJ. Ed. Diseases of the Nose, Throat, Ear, Head and Neck.14th ed. Philadelphia, London: Lea & Febiger, 1991: 682-746.4. Fried MP, Girdhar-Gopal HV. Advance cancer of the larynx. In:Bailey BJ and Pillsburry III HC. Eds. Head and Neck Surgery –Otolaryngology Vol. I Philadelphia: JB Lippincott Company.1993:1347-60.5. DeSanto LW. Supraglottic laryngectomy. In: Bailey BJ and PillsburryIII HC. Eds. Head and Neck Surgery – Otolaryngology Vol. IPhiladelphia: JB Lippincott Company. 1993:1334-46.

23. KARSINOMA NASOFARING

Mulyarjo, Widodo Ario Kentjono, Haryono Kusuma, Bakti Soerarso

Page 46: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

BATASANKarsinoma nasofaring adalah tumor ganas yang berasal dari epitelmukosa nasofaring atau kelenjar yang terdapat di nasofaring.

ETIOLOGIPenyebab timbulnya karsinoma nasofaring masih belum jelas. Namunbanyak yang berpendapat bahwa berdasarkan penelitian-penelitianepidiomologik dan eksperimental, ada tiga faktor yang berpengaruh,yakni:- Faktor genetik (ras mongolid)- Faktor virus (virus EIPSTEIN BARR)- Faktor lingkungan (polusi asap kayu bakar, bahan karsinogenik, dll).

Banyak ditemukan pada usia 40-50 tahun, laki-laki lebih banyakdaripada wanita dengan perbandingan 3:1.

HISTOPATOLOGIKlasifikasi histopatologi menurut WHO (1982).

Tipe WHO 1:- Termasuk disini karsinoma sel skuamosa (KSS).- Diferensiasi baik sampai sedang.- Sering eksofitik (tumbuh di permukaan).

Tipe WHO 2:- Termasuk disini karsinoma non keratinisasi (KNK).- Paling banyak variasinya.- Menyerupai karsinoma transisional.

Tipe WHO 3:- Karsinoma tanpa diferensiasi (KTD).- Termasuk disini antara lain: limfoepitelioma, karsinoma anaplastik,clear cell carcinoma, varian sel spindel.- Lebih radiosensitif, prognosis lebih baik.

Indonesia Cina

Tipe WHO 1 29% 35%2 14% 23%3 57% 42%

- Klasifikasi TNM

Page 47: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

T menggambarkan keadaan tumor primer, besar dan perluasannya.T1 : Tumor terbatas pada nasofaringT2 : Tumor meluas ke orofaring dan/atau fosa nasal.T2a : tanpa perluasan ke parafaringT2b : dengan perluasan ke parafaringT3 : Invasi ke struktur tulang dan/atau sinus paranasal.T4 : Tumor meluas ke intrakranial dan/atau mengenai saraf otak, fosainfratemporal, hipofaring atau orbita

N menggambarkan keadaan kelenjar limfe regionalN0 : Tidak ada pembesaran kelenjarN1 : Terdapat pembesaran kelenjar ipsilateral < 6cm.N2 : Terdapat pembesaran kelenjar bilateral < 6 cmN3 : Terdapat pembesaran kelenjar > 6cm atau ekstensi ke supraklavikular.

M menggambarkan metastasis jauh.M0 : Tidak ada metastasis jauhM1 : Terdapat mertastasis jauh

Berdasarkan TNM tersebut diatas, stadium penyakit dapat ditentukan :Stadium I : T1, N0, M0Stadium IIA : T2a, N0, M0Stadium IIB : T1, N1, M0, T2a, N1, M0, atau T2b, N0-1, M0 Stadium III : T1-2, N2, M0, atau T3, N0-2, M0.Stadium IVA : T4, N0-2, M0Stadium IVB : Tiap T, N3, M0Stadium IVC : Tiap T, Tiap N, M1

GEJALA KLINIK1 Gejala dini: merupakan gejala pada saat tumor masih terbatas pada nasofaring.i) Telinga: tinitus, pendengaran berkurang, grebek-grebek.ii) Hidung: pilek lronik, ingus/dahak bercampur darah.2 Gejala lanjut: merupakan gejala yang timbul oleh penyebaran tumorsecara ekspansif, iniltratif, dan metastasis.

- Ekspansif Ke muka: menyumbat koane, terjadi buntu hidung. Ke bawah: mendesak palatum mole("bombans"). Terjadi gangguan menelan/sesak.- Iniltratif Ke atas: masuk ke foramen laserum, menyebabkan sakit kepala,paresis/paralisis N III, IV, V, VI secara sendiri atau bersama-sama,menyebabkan gangguan pada mata (ptosis, diplopi, oftalmoplegi,neuralgi trigeminal). Ke samping: Menekan N IX, X: paresis palatum mole, faring, gangguan menelan.

Page 48: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

Menekan N XI: gangguan fungsi otot sternokleido-mastoideus dan otot trapezius. Menekan N XII: deviasi lidah.

- Metastasis Melalui aliran getah bening, menyebabkan pembesaran kelenjar getahbening leher. (kaudal dari ujung mastoid, dorsal dari angulusmandibula, medial dari otot sternokleiodo-mastoideus). Metastasis jauh ke: hati, paru, ginjal, limpa, tulang dan sebagainya.

DIAGNOSIS- Anamnesis yang cermat.dan lengkap.

- Pemeriksaan fisik: Inspeksi luar: wajah, mata, rongga mulut, leher. Pemeriksaan THT- Otoskopi: liang telinga, membran timpani.- Rinoskopi anterior:Pada tumor endofitik tak jelas kelainan di rongga hidung, mungkinhanya banyak sekret.Pada tumor eksofitik, tampak tumor di bagian belakang ringga hidung,tertutup sekret mukopurulen, fenomena palatum mole negatif.- Rinoskopi Posterior:Pada tumor endofitik tak terlihat masa, mukosa nasofaring tampak agakmenonjol, tak rata dan vaskularisasi meningkat.Tumor eksofitik tampak masa kemerahan.Bila perlu rinoskopi posterior dilakukan dengan menarik palatum moleke depan dengan kateter Nelaton.- Faringoskopi dan Laringoskopi:Kadang-kadang faring menyempit karena penebalan jaringan retrofaring.Refleks muntah dapat menghilang (negatif).Dapat dijumpai kelainan fungsi laring.

- Pemeriksaan tambahan Biopsi:Biopsi sedapat mungkin diarahkan pada tumor/daerah yang dicurigai.Dilakukan dengan anestesi lokal.Biopsi minimal dilakukan pada dua tempat (kiri dan kanan), melaluirinoskopi anterior, bila perlu dengan bantuan cermin melalui rinoskopiposterior. Bila perlu biopsi dapat diulang sampai tiga kali.Bila tiga kali biopsi hasil negatif, sedang secara klinis mencurigakanadanya karsinoma nasofaring, biopsi dapat diulangi dengan anestesiumum.Biopsi melalui nasofaringoskopi dilakukan bila penderita trismus, ataukeadaan umum kurang baik.Biopsi kelenjar getah bening leher dengan aspirasi jarum halusdilakukan untuk konfirmasi.

Page 49: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

X-foto: "CT scan". Untuk melihat perluasan tumor serta untukkepentingan pemberian radiasi.

DIAGNOSIS BANDING- TBC nasofaring- Adenoid persisten (pada anak)- Angiofibroma nasofaring juvenilis (pada laki-laki muda).

TERAPI- Terapi utama: radiasi (4000-6000 R).- Terapi ad juvan: kemoterapi

Empat minggu setelah radiasi selesai dilakukan evaluasi klinis, danbiopsi. Bila hasil biopsi negatif dan klinis membaik, dilakukanpemeriksaan fisik serta biopsi ulang setiap bulan (pada tahunpertama). Bila hasil biopsi positif, radiasi ditambah (booster).Setelah dosis radiasi penuh, biopsi tetap positif diberikankemoterapi. Dapat dilakukan CT-scan untuk konfirmasi.Bila tetap negatif, pada tahun kedua pemeriksaan ulang dilakuaknsetiap 3 bulankemudianpada tahun ketiga setiap 6 bulan, seterusnyasetiap tahun sampai 5 tahun.

PROGNOSISKarena umumnya penderita datang pada stadium III/IV, prognosis biasanya jelek.

DAFTAR PUSTAKA1. Neel III HB, Slavit DH. Nasopharyngeal Cancer. In: Bailey BJ andPillsburry III HC. Eds. Head and Neck Surgery – Otolaryngology Vol. IPhiladelphia: JB Lippincott Company. 1993:1257-73.2. Skinner DW, Van Hasselt CA, Tsao SY. Nasopharyngeal carcinoma: Modeof presentation. Ann Otol Rhinol Laryngol 1991;100:544-51.3. Tamori AT, Yoshizaki T, Miwa T, Furukawa M. Clinical evaluationstaging system for nasopharyngeal carcinoma: comparison of fourth andfifth editions of UICC TNM classification. Ann Otol Rhinol Laryngol2000;109:1125-9.4. Prasad U. Current status of combination chemotherapy andradiotherapy in the treatment of advanced nasopharyngeal carcinoma.Medical Progress 2000;17:8-10.5. Pathmanathan R. Pathology. In: Chong VFH and Tsao SY, Eds.Nasopharyngeal Carcinoma. Singapore: Armour Publishimg Pte Ltd1997:6-136. Stanley RE, Fong KW. Clinical presentation and diagnosis. In: ChongVFH and Tsao SY, Eds. Nasopharyngeal Carcinoma. Singapore: ArmourPublishimg Pte Ltd 1997:29-41

Page 50: Pedoman Diagnosis Dan Terapi Tht

-- Shigenoi Haruki