Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

70
Kuliahdaringdikti.go.id Dr. Tri Wiratno, M.A. Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sebelas Maret Email: [email protected]. Ponsel: 081229795656

Transcript of Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

Page 1: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

Kuliahdaringdikti.go.id

Dr. Tri Wiratno, M.A.

Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sebelas Maret

Email: [email protected].

Ponsel: 081229795656

Page 2: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

1

PEDOMAN UMUM EJAAN BAHASA INDONESIA YANG DISEMPURNAKAN (Edisi kedua berdasarkan Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Nomor

0543a/U/1987, tanggal 9 September 1987, dicermatkan pada Rapat Kerja ke-30 Panitia Kerja Sama Kebahasaan di Tugu, tanggal 16-20 Desember 1990 dan diterima pada Sidang Ke-30 Majelis Bahasa Brunei

Darussalam-Indonesia-Malaysia di Bandar Seri Begawan, tanggal 4-6 Maret 1991)

I Pemakaian Huruf A Huruf Abjad Abjad yang digunakan dalam ejaan bahasa Indonesia terdiri atas huruf yang berikut. Nama tiap huruf disertakan di sebelahnya.

Huruf Nama Huruf Nama Huruf Nama

A a B b C c D d E e F f G g H h I i

a be ce de e ef ge ha i

J j K k L l M m N n O o P p Q q R r

je ka el em en o pe ki er

S s T t U u V v W w X x Y y Z z

es te u fe we eks ye zet

B Huruf Vokal

Huruf yang melambangkan vokal dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf a, e, i, o, dan u.

Huruf Vokal

Contoh Pemakaian dalam Kata Di Awal Di Tengah Di Akhir

a e* i o u

api enak emas itu oleh ulang

padi petak kena simpan kota bumi

lusa sore tipe murni radio ibu

* Dalam pengajaran lafal kata, dapat digunakan tanda aksen jika ejaan kata menimbulkan keraguan. Misalnya:

Anak-anak bermain di teras (téras). Upacara itu dihadiri pejabat teras pemerintah. Kami menonton film seri (séri). Pertandingan itu berakhir seri.

C Huruf Konsonan

Huruf yang melambangkan konsonan dalam bahasa Indonesia terdiri atas huruf-huruf b, c, d, f, g, h, j, k, l, m, n, p, q, r, s, t, v, w, x, y, dan z.

Huruf Konsonan

Contoh Pemakaian dalam Kata Di Awal Di Tengah Di Akhir

b c d f g h j k l

m n p

q** r

bahasa cakap dua fakir guna hari jalan kami - lekas maka nama pasang Quran raib

sebut kaca ada kafir tiga saham manja paksa rakyat* alas kami anak apa Furqan bara

adab - abad maaf balig tuah mikraj sesak bapak* kesal diam daun siap - putar

Huruf Konsonan

Contoh Pemakaian dalam Kata Di Awal Di Tengah Di Akhir

s t v w x** y z

sampai tali varia wanita xenon yakin zeni

asli mata lava bawa

- payung lazim

lemas rapat - - - - juz

* Huruf k di sini melambangkan bunyi hamzah. ** Huruf q dan x digunakan khusus untuk nama dan keperluan ilmu.

D Huruf Diftong

Di dalam bahasa Indonesia terdapat diftong yang dilambangkan dengan ai, au, dan oi.

Huruf Diftong

Contoh Pemakaian dalam Kata Di Awal Di Tengah Di Akhir

ai au oi

ain aula -

syaitan saudara boikot

pandai harimau amboi

E Gabungan Huruf Konsonan Di dalam bahasa Indonesia terdapat empat gabungan huruf yang melambangkan konsonan, yaitu kh, ng, ny, dan sy. Gabungan

Huruf Konsonan

Contoh Pemakaian dalam Kata

Di Awal Di Tengah Di Akhir

kh ng ny sy

khusus ngilu nyata syarat

akhir bangun hanyut isyarat

tarikh senang - arasy

F Pemenggalan Kata *)

1 Pemenggalan kata pada kata dasar dilakukan sebagai berikut.

a Jika di tengah kata ada vokal yang berurutan, pemenggalan itu dilakukan di antara kedua huruf vokal itu. Misalnya: ma-in, sa-at, bu-ah Huruf diftong ai, au, dan oi tidak pernah diceraikan sehingga pemenggalan kata tidak dilakukan di antara kedua huruf itu. Misalnya:

au-la sau-da-ra am-boi

bukan bukan bukan

a-u-la sa-u-da-ra am-b-oi

b Jika di tengah kata ada huruf konsonan, termasuk gabungan-huruf konsonan, di antara dua buah huruf vokal, pemenggalan dilakukan sebelum huruf konsonan.

Misalnya:

* Lihat Pedoman Pemenggalan Kata

Page 3: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

2

ba-pak la-wan mu-ta-khir

ba-rang de-ngan

su-lit ke-nyang

c Jika di tengah kata ada dua huruf konsonan yang berurutan, pemenggalan dilakukan di antara kedua huruf konsonan itu. Gabungan huruf konsonan tidak pernah diceraikan. Misalnya:

man-di cap-lok makh-luk

som-bong Ap-ril

swas-ta bang-sa

d Jika di tengah kata ada tiga buah huruf konsonan atau lebih, pemenggalan dilakukan di antara huruf konsonan yang pertama dan huruf konsonan yang kedua. Misalnya:

in-stru-men in-fra ben-trok

ul-tra bang-krut ikh-las

2 Imbuhan akhiran dan imbuhan awalan,

termasuk awalan yang mengalami perubahan bentuk serta partikel yang biasanya ditulis serangkai dengan kata dasarnya, dapat dipenggal pada pergantian baris. Misalnya:

makan-an mem-bantu

me-rasa-kan pergi-lah

Catatan:

a Bentuk dasar pada kata turunan sedapat-dapatnya tidak dipenggal.

b Akhiran –i tidak dipenggal. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 1.)

c Pada kata yang berimbuhan sisipan, pemenggalan kata dilakukan sebagai berikut. Misalnya

te-lun-juk si-nam-bung ge-li-gi

3 Jika suatu kata terdiri atas lebih dari satu unsur

dan salah satu unsur itu dapat bergabung dengan unsur lain, pemenggalan dapat dilakukan (1) di antara unsur-unsur itu atau (2) pada unsur gabungan itu sesuai dengan kaidah 1a, 1b, 1c, dan 1d di atas. Misalnya:

bio-grafi, bi-o-gra-fi foto-grafi, fo-to-gra-fi intro-speksi, in-tro-spek-si kilo-gram, ki-lo-gram kilo-meter, ki-lo-me-ter pasca-panen, pas-ca-pa-nen

Keterangan: Nama orang, badan hukum, dan nama diri yang lain disesuaikan dengan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan kecuali jika ada pertimbangan khusus.

II Pemakaian Huruf Kapital dan Huruf Miring A Huruf Kapital atau Huruf Besar

1 Huruf kapital atau huruf besar dipakai sebagai huruf pertama kata pada awal kalimat. Misalnya:

Dia mengantuk Apa maksudnya? Kita harus bekerja keras. Pekerjaan itu belum selesai.

2 Huruf kapital dipakai sebegai huruf pertama

petikan langsung. Misalnya:

Adik bertanya,”Kapan kita pulang?” Bapak menasihatkan,”Berhati-hatilah, Nak!” “Kemarin engkau terlambat,”katanya. “Besok pagi,” kata Ibu,”dia akan berangkat”.

3 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama

dalam ungkapan yang berhubungan dengan nama, Tuhan dan kitab suci, termasuk kata ganti untuk Tuhan. Misalnya:

Allah Yang Mahakuasa Yang Maha Pengasih

Alkitab Quran Weda

Islam Kristen

Tuhan akan menunjukkan jalan yang benar kepada hamba-Nya. Bimbinglah hama-Mu, ya Tuhan, ke jalan yang Engkau beri rahmat.

4 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama

nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang diikuti nama orang. Misalnya:

Mahaputra Yamin Sultan Hasanuddin Haji Agus Salim Imam Syafii Nabi Ibrahim

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama gelar kehormatan, keturunan, dan keagamaan yang tidak diikuti nama orang. Misalnya:

Dia baru saja diangkat menjadi sultan. Tahun ini ia pergi naik haji.

5 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama

unsur nama jabatan dan pangkat yang diikuti nama orang atau yang dipakai sebagai pengganti nama orang tertentu, nama instansi, atau nama tempat. Misalnya:

Wakil Presiden Adam Malik Perdana Menteri Nehru Profesor Supomo Laksamana Muda Udara Husen Sastranegera Sekretaris Jenderal Departemen Pertanian Gubernur Irian Jaya

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama jabatan dan pangkat yang tidak diikuti nama orang, atau nama tempat.

Page 4: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

3

Misalnya: Siapa gubernur yang baru dilantik itu? Kemarin Brigadir Jenderal Ahmad dilantik menjadi mayor jenderal.

6 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama

unsur-unsur nama orang. Misalnya:

Amir Hamzah Dewi Sartika Wage Rudolf Supratman Halim Perdanakusumah Ampere

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama orang yang digunakan sebagai nama jenis atau satuan ukuran. Misalnya:

Mesin diesel 10 volt 5 ampere

7 Huruf kapital dipakasi sebagai huruf pertama

nama bangsa, suku bangsa, dan bahasa. Misalnya:

bangsa Indonesia suku Sunda bahasa Inggris

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama bangsa, suku, dan bahasa yang dipakai sebagai bentuk dasar kata turunan. Misalnya:

mengindonesiakan kata asing keinggris-inggrisan

8 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama

nama tahun, bulan, hari, hari raya, dan peristiwa sejarah. Misalnya

bulan Agustus bulan Maulid hari Galungan hari Jumat hari Lebaran

hari Natal Perang Candu tahun Hijriah tarikh Masehi

Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama peristiwa sejarah yang tidak dipakai sebagai nama. Misalnya:

Soekarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan bangsanya. Perlombaan senjata membawa risiko pecahnya perang dunia.

9 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama

nama geografi. Misalnya:

Asia Tenggara Banyuwangi Bukit Barisan Cirebon Danau Toba Dataran Tinggi Dieng

Kali Brantas Lembah Baliem Ngarai Sianok Pegunungan Jaya-

wijaya Selat Lombok

Gunung Semeru Jalan Diponegoro Jazirah Arab

Tanjung Harapan Teluk Benggala Terusan Suez

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama istilah geografi yang tidak menjadi unsur nama diri. Misalnya:

berlayar ke teluk mandi di kali menyeberangi selat pergi ke arah tenggara

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama nama geografi yang digunakan sebagai nama jenis. Misalnya:

garam inggris gula jawa kacang bogor pisang ambon

10 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama

semua unsur nama negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta nama dokumen resmi kecuali kata seperti dan. Misalnya

Republik Indonesia Majelis Permusyawaratan Rakyat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Badan Kesejahteraan Ibu dan Anak Keputusan Presiden Republik Indonesia, Nomor 57, Tahun 1972

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata yang bukan nama resmi negara, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan, serta nama dokumen resmi. Misalnya:

Menjadi sebuah republik Beberapa badan hukum Kerja sama antara pemerintah dan rakyat Menurut undang-undang yang berlaku

11 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama

setiap unsur bentuk ulang sempurna yang terdapat pada nama badan, lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, serta dokumen resmi. Misalnya:

Perserikatan Bangsa-Bangsa Yayasan Ilmu-Ilmu Sosial Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Rancangan Undang-Undang Kepegawaian

12 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama

semua kata (termasuk semua unsur kata ulang sempurna) di dalam nama buku, majalah, surat kabar, dan judul karangan, kecuali kata seperti di, ke, dari, dan, yang, dan untuk yang tidak terletak pada posisi awal. Misalnya:

Saya telah membaca buku Dari Ave Maria ke Jalan Lain ke Roma. Bacalah majalah Bahasa dan Sastra.

Page 5: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

4

Dia adalah agen surat kabar Sinar Pembangunan. Ia menyelesaikan makalah “Asas-asas Hukum Perdata”.

13 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama

unsur singkatan nama gelar, pangkat, dan sapaan. Misalnya:

Dr. M.A. S.H. S.S. Prof. Tn. Ny. Sdr.

doktor master of arts

sarjana hukum sarjana sastra profesor tuan nyonya saudara

14 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata

penunjuk hubungan kekerabatan seperti bapak, ibu, saudara, kakak, adik, dan paman yang dipakai dalam penyapaan dan pengacuan. Misalnya:

“Kapan Bapak berangkat?” tanya Harto. Adik bertanya,”Itu apa, Bu?” Surat Saudara sudah saya terima. “Silakan duduk, Dik!” kata Ucok. Besok Paman akan datang. Mereka pergi ke rumah Pak Camat. Para ibu mengunjungi Ibu Hasan.

Huruf kapital tidak dipakai sebagai huruf pertama kata penunjuk hubungan kekerabatan yang tidak dipakai dalam pengacuan atau penyapaan. Misalnya:

Kita harus menghormati bapak dan ibu kita. Semua kakak dan adik saya sudah berkeluarga.

15 Huruf kapital dipakai sebagai huruf pertama kata

ganti Anda. Misalnya:

Sudahkah Anda tahu? Surat Anda telah kami terima.

B Huruf Miring

1 Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk menuliskan nama buku, majalah, dan surat kabar yang dikutip dalam tulisan. Misalnya:

majalah Bahasa dan Kesusastraan buku Negarakertagama karangan Prapanca surat kabar Suara Karya

2 Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk

menegaskan atau mengkhususkan huruf, bagian kata, kata, atau kelompok kata. Misalnya:

Huruf pertama kata abad ialah a. Dia bukan menipu, tetapi ditipu. Bab ini tidak membicarakan penulisan huruf kapital.

Buatlah kalimat dengan berlepas tangan. 3 Huruf miring dalam cetakan dipakai untuk

menuliskan kata nama ilmiah atau ungkapan asing kecuali yang telah disesuaikan ejaannya. Misalnya:

Nama ilmiah buah manggis ialah Garcinia mangostana. Politik devide et impera pernah merajalela di negeri ini. Weltanschauung antara lain diterjemahkan menjadi ‘pandangan dunia’.

Tetapi: Negara itu telah mengalami empat kudeta.

Catatan: Dalam tulisan tangan atau ketikan, huruf atau kata yang akan dicetak miring diberi satu garis di bawahnya.

III Penulisan Kata A Kata Dasar

Kata yang berupa kata dasar ditulis sebagai satu kesatuan. Misalnya:

Ibu percaya bahwa engkau tahu. Kantor pajak penuh sesak. Buku itu sangat tebal.

B Kata Turunan

1 Imbuhan (awalan, sisipan, akhiran) ditulis serangkai dengan kata dasarnya.

Misalnya: bergeletar dikelola penetapan menengok mempermainkan

2 Jika bentuk dasar berupa gabungan kata, awalan

atau akhiran ditulis serangkai dengan kata yang langsung mengikuti atau mendahuluinya (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.) Misalnya:

bertepuk tangan menganak sungai

garis bawahi sebar luaskan

3 Jika bentuk dasar yang berupa gabungan kata

mendapat awalan dan akhiran sekaligus, unsur gabungan kata itu ditulis serangkai. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.) Misalnya:

mengggarisbawahi dilipatgandakan

menyebarluaskan penghancurleburan

4 Jika salah satu unsur gabungan kata hanya

dipakai dalam kombinasi, gabungan kata itu ditulis serangkai. Misalnya:

adipati aerodinamika

mahasiswa mancanegara

Page 6: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

5

antarkota anumerta audiogram awahama bikarbonat biokimia caturtunggal dasawarsa dekameter demoralisasi dwiwarna ekawarna ekstrakurikuler elektroteknik infrastruktur inkonvensional introspeksi kolonialisme kosponsor

multilateral narapidana nonkolaborasi Pancasila panteisme paripurna poligami pramuniaga prasangka purnawirawan reinkarnasi saptakrida semiprofesional subseksi swadaya telepon transmigrasi tritunggal ultramodern

Catatan:

a Jika bentuk terikat diikuti oleh kata yang huruf awalnya adalah huruf kapital, di antara kedua unsur itu dituliskan tanda hubung (-). Misalnya:

non-indonesia pan-afrikanisme b Jika kata maha sebagai unsur gabungan diikuti

oleh kata esa dan kata yang bukan kata dasar, gabungan itu ditulis terpisah. Misalnya:

Mudah-mudahan Tuhan Yang Maha Esa melindungi kita. Marilah kita bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih.

C Bentuk Ulang

Bentuk ulang ditulis secara lengkat dengan menggunakan tanda hubung. Misalnya:

anak-anak biri-biri buku-buku bumiputra-bumiputra centang-perenang hati-hati hulubalang-hulubalang kuda-kuda kupu-kupu kura-kura laba-laba mata-mata sia-sia undang-undang

gerak-gerik huru-hara lauk- pauk mondar-mandir porak-poranda ramah-tamah sayur-mayur tukar-menukar tunggang-langgang terus-menerus berjalan-jalan menulis-nulis dibesar-besarkan

D Gabungan Kata

1 Gabungan kata yang lazim disebut kata majemuk, termasuk istilah khusus, unsur-unsurnya ditulis terpisah. Misalnya:

duta besar mata pelajaran

orang tua kambing hitam persegi panjang model linear

simpang empat meja tulis kereta api cepat luar biasa rumah sakit umum

2 Gabungan kata, termasuk istilah khusus, yang

mungkin menimbulkan kesalahan pengertian, dapat ditulis dengan tanda hubung untuk menegaskan pertalian di antara unsur yang bersangkutan. Misalnya:

alat pandang-dengar ibu-bapak kami anak-istri saya watt-jam

buku sejarah-baru orang-tua muda mesin-hitung tangan

3 Gabungan kata berikut ditulis serangkai.

Misalnya: acapkali adakalanya akhirulkalam alhamdulillah astagfirullah bagaimana barangkali beasiswa belasungkawa bilamana bismillah bumiputra daripada darmabakti darmasiswa darmawisata dukacita halalbihalal hulubalang kacamata kasatmata kepada keratabasa kilometer

manakala manasuka mangkubumi matahari olahraga padahal paramasastra peribahasa puspawarna radioaktif saptamarga saputangan saripati sebagaimana sediakala segitiga sekalipun silaturahmi sukacita sukarela sukaria syahbandar titimangsa wasalam

E Kata Ganti –ku, kau-, -mu, dan –nya

Kata ganti ku- dan kau- ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya; -ku, -mu, dan –nya ditulis serangkai dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya:

Apa yang kumiliki boleh kauambil. Bukuku, bukumu, dan bukunya tersimpan di perpustakaan.

F Kata Depan di, ke, dan dari

Kata depan di, ke, dan dari ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya kecuali di dalam gabungan kata yang sudah lazim dianggap sebagai satu kata seperti kepada dan daripada. (Lihat juga Bab III, Pasal D, Ayat 3.) Misalnya: Kain itu terletak di dalam lemari. Bermalam semalam di sini.

Page 7: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

6

Di mana Siti sekarang? Mereka ada di rumah. Ia ikut terjun ke tengah kancah perjuangan. Ke mana saja ia selama ini? Kita perlu berpikir sepuluh tahun ke depan. Mari kita berangkat ke pasar. Saya pergi ke sana-sini mencarinya. Ia datang dari Surabaya kemarin.

Catatan: Kata-kata yang dicetak miring di bawah ini ditulis serangkai.

Si Amin lebih tua daripada Si Ahmad. Kami percaya sepenuhnya kepada kakaknya. Kesampingkan saja persoalan yang tidak penting itu. Ia masuk, lalu keluar lagi. Surat perintah itu dikeluarkan di Jakarta pada tanggal 11 Maret 1966. Bawa kemari gambar itu. Kemarikan buku itu. Semua orang terkemuka di desa itu hadir dalam kenduri itu.

G Kata si dan sang

Kata si dan sang ditulis terpisah dari kata yang mengikutinya. Misalnya:

Harimau itu marah sekali kepada sang Kancil. Surat itu dikirimkan kembali kepada si pengirim.

H Partikel 1 Partikel -lah, -kah, dan -tah ditulis serangkai

dengan kata yang mendahuluinya. Misalnya:

Bacalah buku itu baik-baik. Jakarta adalah ibukota Republik Indonesia. Apakah yang tersirat dalam surat itu? Siapakah gerangan dia? Apatah gunanya bersedih hati?

2 Partikel pun ditulis terpisah dari kata yang

mendahuluinya. Misalnya:

Apa pun yang dimakannya, ia tetap kurus. Hendak pulang pun sudah tak ada kendaraan. Jangankan dua kali, satu kali pun engkau belum pernah datang ke rumahku. Jika ayah pergi, adik pun ingin pergi.

Catatan:

Kelompok yang lazim dianggap padu, misalnya adapun, andaipun, ataupun, bagaimanapun, biarpun, kalaupun, kendatipun, maupun, meskipun, sekalipun, sungguhpun, dan walaupun ditulis serangkai. Misalnya:

Adapun sebab-sebabnya belum diketahui. Bagaimanapun juga akan dicobanya menyelesaikan tugas itu.

Baik para mahasiswa maupun mahasiswi ikut berdemonstrasi. Sekalipun belum memuaskan, hasil pekerjaan dapat dijadikan pegangan. Walaupun miskin, ia selalu gembira.

3 Partikel per yang berarti ‘mulai’, ‘demi’, dan ‘tiap’

ditulis terpisah dari bagian kalimat yang mendahului atau mengikutinya. Misalnya:

Pegawai negeri mendapat kenaikan gaji per 1 April. Mereka masuk ke dalam ruangan satu per satu. Harga kain ini Rp2.000,00 per helai.

I Singkatan dan Akronim 1 Singkatan ialah bentuk yang dipendekkan yang

terdiri atas satu huruf atau lebih. a Singkatan nama orang, nama gelar, sapaan,

jabatan, atau pengkat diikuti dengan tanda titik. Misalnya:

A.S. Kramawijaya Muh. Yamin Suman Hs. Sukanto S.A.

M.B.A. M.Sc. S.E. S.Kar S.K.M. Bpk. Sdr. Kol.

master of business administration master of science sarjana ekonomi sarjana karawitan sarjana kesehatan masyarakat Bapak Saudara Kolonel

b Singkatan nama resmi lembaga pemerintah dan ketatanegaraan, badan atau organisasi, serta nama dokumen resmi yang terdiri atas huruf awal kata ditulis dengan huruf kapital dan tidak diikuti dengan tanda titik. Misalnya:

DPR PGRI GBHN SMTP PT KTP

Dewan Perwakilan Rakyat Persatuan Guru Republik Indonesia Garis-Garis Besar Haluan Negara sekolah menengah tingkat pertama perseroan terbatas kartu tanda pengenal

c Singkatan umum yang terdiri atas tiga huruf atau lebih diikuti satu tanda titik. Misalnya

dll. dsb. dst. hlm. sda. yth.

dan lain-lain dan sebagainya dan seterusnya halaman sama dengan atas yang terhormat

Tetapi: a.n. d.a. u.b. u.p.

atas nama dengan alamat untuk beliau untuk perhatian

Page 8: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

7

d Lambang kimia, singkatan satuan ukuran, takaran, timbangan, dan mata uang tidak diikuti tanda titik.

Cu TNT cm kVA l kg Rp

kuprum trinitrotoluena sentimeter kilovolt-ampere liter kilogram rupiah

2 Akronim ialah singkatan yang berupa gabungan

huruf awal, gabungan suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata yang diperlakukan sebagai kata. a Akronim nama diri yang berupa gabungan

huruf awal dari deret kata ditulis seluruhnya dengan huruf kapital. Misalnya:

ABRI LAN PASI IKIP SIM

Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Lembaga Administrasi Negara Persatuan Atletik Seluruh Indonesia Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Surat izin mengemudi

b Akronim nama diri yang berupa gabungan suku kata atau gabungan huruf dan suku kata dari deret kata ditulis denganjuruf awal huruf kapital. Misalnya:

Akabri Bappenas Iwapi Kowani Sespa

Akademi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia Kongres Wanita Indonesia Sekolah Staf Pimpinan Administrasi

c Akronim yang bukan nama diri yang berupa gabungan huruf, suku kata, ataupun gabungan huruf dan suku kata dari deret kata seluruhnya ditulis dengan huruf kecil. Misalnya:

pemilu radar rapim rudal tilang

pemilihan umum radio detecting and ranging rapat pimpinan peluru kendali bukti pelanggaran

Catatan:

Jika dianggap perlu membentuk akronim, hendaknya diperhatikan syarat-syarat berikut. (1) Jumlah suku kata akronim jangan melebihi jumlah suku kata yang lazim pada kata Indonesia. (2) Akronim dibentuk dengan mengindahkan keserasian kombinasi vokal dan konsonan yang sesuai dengan pola kata Indonesia yang lazim.

J Angka dan Lambang Bilangan

1 Angka dipakai untuk menyatakan lambang bilangan atau nomor. Di dalam tulisan lazim digunakan angka Arab atau angka Romawi. Angka Arab Angka Romawi

: 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9 : I, II, III, IV, V, VI, VII, VIII, IX, X, L (50), C (100), D (500), M (1000), V (5 000), M (1.000.000)

Pemakaiannya diatur lebih lanjut dalam pasal-pasal yang berikut ini.

2 Angka digunakan untuk menyatakan (i) ukuran

panjang, bobot, luas, dan isi, (ii) satuan waktu, (iii) nilai uang, dan (iv) kuantitas. Misalnya:

0,5 sentimeter 5 kilogram 4 meter persegi 10 liter Rp5.000,00 US$3.50* $5.10 Y100 2.000 rupiah

1 jam 20 menit pukul 15.00 tahun 1928 17 Agustus 1945 50 dolar Amerika 10 paun Inggris 100 yen 10 persen 27 orang

* Tanda titik di sini merupakan tanda desimal

3 Angka lazim dipakai untuk melambangkan

nomor jalan, rumah, apartemen, atau kamar pada alamat. Misalnya:

Jalan Tanah Abang I No. 15 Hotel Indonesia, Kamar 169

4 Angka dingunakan juga untuk menomori bagian

karangan dan ayat kitab suci. Misalnya:

Bab X, Pasal 5, halaman 252 Surah Yasin: 9

5 Penulisan lambang bilangan dengan huruf

dilakukan sebagai berikut. a Bilangan utuh

Misalnya: dua belas dua puluh dua dua ratus dua puluh dua

12 22 222

b Bilangan pecahan Misalnya:

setengah tiga perempat seperenam belas tiga dua pertiga seperseratus satu persen satu permil satu dua persepuluh

½ ¾ 1/16

3 2/3

1/100

1% 1‰ 1,2

6 Penulisan lambang bilangan tingkat dapat

dilakukan dengan cara yang berikut. Misalnya:

Page 9: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

8

Paku Buwono X Paku Buwono ke-10 Paku Buwono kesepuluh Bab II Bab ke-2 Bab kedua

Abab XX Abad ke-20 Abad kedua puluh

Tingkat V Tingkat ke-5 Tingkat kelima

7 Penulisan lambang bilangan yang mendapat

akhiran -an mengikuti cara yang berikut. (Lihat juga keterangan tentang tanda hubung, Bab V, Pasal E, Ayat 5.) Misalnya:

Tahun ’50-an Uang 5000-an Uang lima 1000-an

atau atau atau

Tahun lima puluhan Uang lima ribuan Uang lima seribuan

8 Lambang bilangan yang dapat dinyatakan

dengan satu atau dua kata ditulis dengan huruf kecuali jika beberapa lambang bilangan dipakai secara berurutan, seperti dalam perincian dan pemaparan. Misalnya:

Amir menonton drama itu sampai tiga kali. Ayah memesan tiga ratus ekor ayam. Di antara 72 anggota yang hadir, 52 orang setuju, 15 orang tidak setuju, dan 5 orang memberikan suara blangko. Kendaraan yang ditempuh untuk pengangkutan umum terdiri atas 50 bus, 100 helicak, 100 bemo.

9 Lambang bilangan pada awal kalimat ditulis

dengan huruf. Jika perlu, susunan kalimat diubah sehingga bilangan yang tidak dapat dinyatakan dengan satu atau dua kata tidak terdapat pada awal kalimat. Misalnya:

Lima belas orang tewas dalam kecelakaan itu. Pak Darmo mengundang 250 orang tamu.

Bukan: 15 orang tewas dalam kecelakaan itu. 250 orang tamu diundang Pak Darmo. Dua ratus lima puluh orang tamu diundang Pak Darmo.

10 Angka yang menunjukkan bilangan utuh yang

besar dapat dieja sebagian supaya lebih mudah dibaca. Misalnya:

Perusahaan itu baru saja mendapat pinjaman 250 juta rupiah. Penduduk Indonesia berjumlah lebih dari 120 juta orang.

11 Bilangan tidak perlu ditulis dengan angka dan huruf sekaligus dalam teks kecuali di dalam dokumen resmi seperti akta dan kuitansi. Misalnya:

Kantor kami mempunyai dua puluh orang pegawai. Di lemari itu tersimpan 805 buku dan majalah.

Bukan: Kantor kami mempunyai 20 (dua puluh) orang pegawai. Di lemari itu tersimpan 805 (delapan ratus lima) buku dan majalah.

12 Jika bilangan dilambangkan dengan angka dan

huruf, penulisannya harus tepat. Misalnya:

Saya lampirkan tanda terima uang sebesar Rp999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus rupiah). Saya lampirkan tanda terima uang sebesar 999,75 (sembilan ratus sembilan puluh sembilan dan tujuh puluh lima perseratus) rupiah.

IV Penulisan Unsur Serapan

Dalam perkembangannya, bahasa Indonesia menyerap unsur dari pelbagai bahasa lain, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing seperti Sanskerta, Arab, Portugis, Belanda, atau Inggris.

Berdasarkan taraf integrasinya unsur pinjaman dalam bahasa Indonesia dapat dibagi atas dua golongan besar.

Pertama, unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam bahasa Indonesia, seperti reshuffle, shuttle cock, l’exploitation de l’homme par l’homme. Unsur-unsur ini dipakai dalam konteks bahasa Indonesia, tetapi pengucapannya masih mengikuti cara asing.

Kedua, unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia. Dalam hal ini diusahakan agar ejaannya hanya diubah seperlunya sehingga bentuk Indonesianya masih dapat dibandingkan dengan bentuk asalnya.

Kaidah ejaan yang berlaku bagi unsur serapan itu ialah sebagai berikut.

aa (Belanda) menjadi a paal baal octaaf

pal bal oktaf

ae tetap ae jika tidak bervariasi dengan e aerobe aerrodinamics

aerob aerodinamika

ae, jika bervariasi dengan e, menjadi e haemoglobin haematite

hemoglobin hematit

Page 10: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

9

ai tetap ai trailer caisson

trailer kaison

au tetap au audiogram autotroph tautomer hydraulic caustic

audiogram autotrof tautomer hidraulik kaustik

c di muka a, u, o, dan konsonan menjadi k calomel construction cubic coup classification crystal

kalomel konstruksi kubik kup klasifikasi kristal

c di muka e, i, oe, dan y menjadi s central cent cybernetics circulation cylinder coelom

sentral sen sibernetika sirkulasi silinder selom

cc di muka o, u, dan konsonan menjadi k accomodation acculturation acclimatization accumulation acclamation

akomodasi akulturasi aklimatisasi akumulasi aklamasi

cc di muka e dan i menjadi ks accent accessory vaccine

aksen aksesori vaksin

cch dan ch di muka a, o, dan konsonan menjadi k saccharin charisma cholera chromosome technique

sakarin karisma kolera kromosom teknik

ch yang lafalnya s atau sy menjadi s echelon machine

eselon mesin

ch yang lafalnya c menjadi c check China

cek Cina

ç (sanskerta) menjadi s çabda çastra

sabda sastra

e tetap e effect description synthesis

efek deskripsi sintesis

ea tetap ea idealist habeas

idealis habeas

ee (Belanda) menjadi e stratosfeer systeem

stratosfer sistem

ei tetap ei eicosane eidetic einsteinium

eikosana eidetik einsteinium

eo tetap eo stereo geometry zeolite

stereo geometri zeolit

eu tetap eu neutron eugenol europium

neutron eugenol europium

f tetap f fanatic factor fossil

fanatik faktor fosil

gh menjadi g sorghum sorgum

gue menjadi ge igue gigue

ige gige

i pada awal suku kata di muka vokal, tetap i iambus ion iota

iambus ion iota

ie (Belanda) menjadi i jika lafalnya i politiek tiem

politik tim

ie tetap ie jika lafalnya bukan i variety patient efficient

varietas pasien efisien

kh (Arab) tetap kh khusus akhir

khusus akhir

ng tetap ng contingent congres linguistics

kontingen kongres linguistik

oe (oi Yunani) menjadi e oestrogen oenology foetus

estrogen enology fetus

oo (Belanda) menjadi o komfoor provoost

kompor provos

oo (Inggris) menjadi u cartoon proof pool

kartun pruf pul

oo (vokal ganda) tetap oo zoology coordination

zoologi koordinasi

ou menjadi u jika lafalnya u gouverneur coupon contour

gubernur kupon kontur

ph menjadi f phase physiology spectograph

fase fisiologi spektograf

ps tetap ps pseudo psychiatry psychosomatic

pseudo psikiatri psikosomatik

Page 11: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

10

pt tetap pt pterosaur pteridology ptyalin

pterosaur pteridologi ptialin

q menjadi k

aquarium frequency equator

akuarium frekuensi ekuator

rh menjadi r rhapsody rhombus rhythm rhetoric

rapsodi rombus ritme retorika

sc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi sk scandium scotopia scutella sclerosis scriptie

skandium skotopia skutela sklerosis skripsi

sc di muka e, i, dan y menjadi s scenography scintillation scyphistoma

senografi sintilasi sifistoma

sch di muka vokal menjadi sk schema schizophrenia scholasticism

skema skizofrenia skolastisisme

t di muka i menjadi s jika lafalnya s ratio action patient

rasio aksi pasien

th menjadi t theocracy orthography thiopental thrombosis methode

teokrasi ortografi tiopental trombosis metode

u tetap u unit nucleolus structure institute

unit nukleolus struktur institut

ua tetap ua dualisme aquarium

dualisme akuarium

ue tetap ue suede duet

sued duet

ui tetap ui equinox conduite

equinoks konduite

uo tetap uo fluoresein quorum quota

fluoresein kuorum kuota

uu menjadi u prematuur vacuum

prematur vakum

v tetap v vitamin television

vitamin televisi

cavalry kavaleri x pada awal kata tetap x

xanthate xenon xylophone

xantat xenon xilofon

x pada posisi lain menjadi ks executive taxi exudation latex

eksekutif taksi eksudasi lateks

xc di muka e dan i menjadi ks exception excess excision excitation

eksepsi ekses eksisi eksitasi

xc di muka a, o, u, dan konsonan menjadi ksk excavation excommunication excursive exclusive

ekskavasi ekskomunikasi ekskursif eksklusif

y tetap y jika lafalnya y yakitori yangonin yen yuan

yakitori yangonin yen yuan

y menjadi i jika lafalnya i yttrium dynamo propyl psychology

itrium dinamo propil psikologi

z tetap z zenith zirconium zodiac zygote

zenit zirkonium zodiak zigot

Konsonan ganda mejadi konsonan tunggal kecuali kalau dapat membingungkan. Misalnya:

gabbro accu effect commission ferrum solfeggio

gabro aki efek komisi ferum solfegio

tetapi: mass massa

Catatan:

1 Unsur pungutan yang sudah lazim dieja secara Indonesia tidak perlu lagi diubah. Misalnya:

kabar iklan bengkel

sirsak perlu hadir

2 Sekalipun dalam ejaan yang disempurnakan huruf q dan x diterima sebagai bagian abjad bahasa Indonesia, unsur yang mengandung kedua huruf itu diindonesiakan menurut kaidah yang terurai di atas. Kedua huruf itu dipertahankan dalam penggunaan tertentu saja

Page 12: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

11

seperti dalam pembedaan nama dan istilah khusus.

Di samping pegangan untuk penulisan unsur serapan tersebut di atas, berikut ini didaftarkan juga akhiran-akhiran asing serta penyesuaiannya dalam bahasa Indonesia. Akhiran itu diserap sebagai bagian kata yang utuh. Kata seperti standardisasi, efektif, dan implementasi diserap secara utuh di samping kata standar, efek, dan implemen.

-aat (Belanda) menjadi -at

advocaat plaat tractaat

advokat pelat traktat

-age menjadi -ase percentage etalage

persentase etalase

-al, -eel (Belanda) menjadi -al structural, structureel formal, formeel normal, normaal

struktural formal normal

-ant menjadi -an accountant informant

akuntan informan

-archy,-archie (Belanda) menjadi arki anarchy, anarchie oligarchy, oligarchie

anarki oligarki

-ary, -air (Belanda) menjadi -er complementary, complementair primary, primair secondary, secundair

komplementer primer sekunder

-(a)tion, -(a)tie (Belanda) menjadi -asi, -si action, actie publication, publicatie

aksi publikasi

-eel (Belanda) yang tidak ada padannya dalam bahasa Inggris menjadi -il

materieel moreel principieel

materiil moril prinsipiil

-ein tetap ein casein protein

kasein protein

-ic, -ics, -ique, -iek, -ica (nomina) menjadi –ik, -ika logic, logica phonetics, phonetiek physics, physica dialectics, dialektic technique, techniek

logika fonetik fisika dialektika teknik

-ic (nominaI) menjadi -ik electronic statistic

elektronik statistik

-ic, -ical, -isch (adjektiva) menjadi -is electronic, elektronisch economical, economisch practical, practisch logical, logisch

electronis ekonomis praktis logis

-ile, -iel menjadi -il percentile, percentiel mobile, mobiel

persentil mobil

ism, -isme (Belanda) menjadi -isme modernism, modernisme communism, communisme

modernisme komunisme

-ist menjadi -is publicist egoist

publisis egois

-ive, -ief (Belanda) menjadi -if

descriptive, descriptief demonstratice, demonstratief

deskriptif demonstratif

-logue menjadi -log catalogue dialogue

katalog dialog

-logy, -logie (Belanda) menjadi –logi technology, technologie physiology, physiologie analogy, analogie

teknologi fisiologi analogi

-loog (Belanda) menjadi -log analoog epiloog

analog epilog

-oid, -oide (Belanda) menjadi –oid hominoid, homonoide anthropoid, anthropoide

homonoid antropoid

-oir(e) menjadi -oar trottoir repertoire

trotoar repertoar

-or, -eur (Belanda) menjadi -ur, -ir director, directeur inspector, inspecteur amateur formateur

direktur inspektur amatir formatur

-or tetap -or dictator corrector

diktator korektor

-ty, -teit (Belanda) menjadi -tas university, universiteit quality, kwaliteit

universitas kualitas

-ure, -uur (Belanda) menjadi -ur structure, struktuur premature, prematuur

struktur prematur

V Pemakaian Tanda Baca

A Tanda Titik (.)

1 Tanda titik dipakai pada akhir kalimat yang bukan pertanyaan atau seruan. Misalnya:

Ayahku tinggal di Solo. Biarlah mereka duduk di sana. Dia menanyakan siapa yang akan datang. Hari ini tanggal 6 April 1973. Marilah kita mengheningkan cipta. Sudilah kiranya Saudara mengabulkan permohonan ini.

2 Tanda titik dipakai di belakang angka atau huruf

dalam suatu bagan, ikhtisar, atau daftar. Misalnya:

a III. Departemen Dalam Negeri A. Direktorat Jenderal Pembangunan

Masyarakat Desa B. Direktorat Jenderal Agraria

1. U

Page 13: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

12

b 1. Patokan Umum Isi Karangan Ilustrasi

Gambar Tangan Tabel Grafik

Catatan:

Tanda titik tidak dipakai di belakang angka atau huruf dalam suatu bagan atau ikhtisar jika angka atau huruf itu merupakan yang terakhir dalam deretan angka atau huruf.

3 Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam,

menit, dan detik yang menunjukkan waktu. Misalnya:

pukul 1.35.20 (pukul 1 lewat 35 menit 20 detik) 4 Tanda titik dipakai untuk memisahkan angka jam,

menit, dan detik yang menunjukkan jangka waktu. Misalnya:

1.32.20 jam (1 jam, 35 menit, 20 detik) 0.20.30 jam (20 menit, 30 detik) 0.0.30 jam (30 detik)

5 Tanda titik dipakai di antara nama penulis, judul

tulisan yang tidak berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru, dan tempat terbit dalam daftar pustaka. Misalnya:

Siregar, Merari. 1920. Azab dan Sengsara. Weltervreden: Balai Pustaka.

6a Tanda titik dipakai untuk memisahkan bilangan

ribuan atau kelipatannya. Misalnya:

Desa itu berpenduduk 24.200 orang. Gempa yang terjadi semalam menewaskan 1.231 jiwa.

6b Tanda titik tidak dipakai untuk memisahkan bilangan ribuan atau kelipatannya yang tidak menunjukkan jumlah. Misalnya:

Ia lahir pada tahun 1956 di Bandung. Lihat halaman 2345 dan seterusnya. Nomor gironya 5645678.

7 Tanda titik tidak dipakai pada akhir judul yang

merupakan kepala karangan atau kepala ilustrasi, tabel, dan sebagainya. Misalnya:

Acara Kunjungan Adam Malik Bentuk dan Kebudayaan (Bab I UUD’45) Salah Asuhan

8 Tanda titik tidak dipakai di belakang (1) alamat

pengirim dan tanggal surat atau (2) nama dan alamat pengirim surat. Misalnya:

Jalan Diponegoro 82 Jakarta 1 April 1991

Yth. Sdr. Moh. Hasan Jalan Arif 43 Palembang

Kantor Penempatan Tenaga Jalan Cikini 71 Jakarta

B Tanda Koma (,)

1a Tanda koma dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu perincian atau pembilangan. Misalnya:

Saya membeli kertas, pena, dan tinta. Surat biasa, surat kilat, ataupun surat khusus memerlukan perangko. Satu, dua, U tiga!

2a Tanda koma dipakai untuk memisahkan kalimat

setara yang satu dari kalimat setara berikutnya yang didahului oleh kata seperti tetapi atau melainkan. Misalnya:

Saya ingin datang, tetapi hari hujan. Didi bukan anak saya, melainkan anak Pak Kasim.

3a Tanda koma dipakai untuk memisahkan anak

kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mendahului induk kalimatnya. Misalnya:

Kalau hari hujan, saya tidak akan datang. Karena sibuk, ia lupa akan janjinya.

3b Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan anak kalimat dari induk kalimat jika anak kalimat itu mengiringi induk kalimatnya. Misalnya:

Saya tidak akan datang kalau hari hujan. Dia lupa akan janjinya karena sibuk. Dia tahu bahwa soal itu penting.

4 Tanda koma dipakai di belakang kata atau

ungkapan penghubung antarkalimat yang terdapat pada awal kalimat. Termasuk di dalamnya oleh karena itu, jadi, lagi pula, meskipun begitu, dan akan tetapi. Misalnya:

B Oleh karena itu, kita harus berhati-hati. B Jadi, soalnya tidak semudah itu.

5 Tanda koma dipakai untuk memisahkan kata

seperti o, ya, wah, aduh, kasihan dari kata yang lain yang terdapat di dalam kalimat. Misalnya:

O, begitu? Wah, bukan main! Hati-hati, ya, nanti jatuh.

6 Tanda koma dipakai untuk memisahkan petikan

langsung dari bagian lain dalam kalimat. (Lihat juga pemakaian tanda petik, Bab V, Pasal L dan M.) Misalnya:

Page 14: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

13

Kata Ibu,”Saya gembira sekali.” “Saya gembira sekali,” kata Ibu,”karena kamu lulus.”

7 Tanda koma dipakai di antara (i) nama dan

alamat, (ii) bagian-bagian alamat, (iii) tempat dan tanggal, dan (iv) nama tempat dan wilayah atau negeri yang ditulis berurutan. Misalnya:

Surat-surat ini harap dialamatkan kepada Dekan Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia, Jalan Raya Salemba 6, Jakarta. Sdr. Abdullah, Jalan Pisang Batu 1, Bogor Surabaya, 10 Mei 1960 Kuala Lumpur, Malaysia

8 Tanda koma dipakai untuk menceraikan bagian

nama yang dibalik susunannya dalam daftar pustaka. Misalnya:

Alisjahbana, Sutan Takdir. 1949. Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia, jilid 1 dan 2. Djakarta: PT Pustaka Rakjat.

9 Tanda koma dipakai di antara bagian-bagian

dalam catatan kaki. Misalnya:

W.J.S. Poerwadarminta, Bahasa Indonesia untuk Karang-mengarang (Yogyakarta: UP Indonesia, 1967), hlm. 4

10 Tanda koma dipakai di antara nama orang dan

gelar akademik yang mengikutinya untuk membedakannya dari singkatan nama diri, keluarga, atau marga. Misalnya:

B. Ratulangi, S.E. Ny. Khadijah, M.A.

11 Tanda koma dipakai di muka angka

persepuluhan atau di antara rupiah dan sen yang dinyatakan dengan angka. Misalnya:

12,5 m Rp12,50

12 Tanda koma dipakai untuk mengapit keterangan

tambahan yang sifatnya tidak membatasi. (Lihat juga pemakaian tanda pisah, bab V, Pasal F.) Misalnya:

Guru saya, Pak Ahmad, pandai sekali. Di daerah kami, misalnya, masih banyak orang laki-laki yang makan sirih. Semua siswa, baik yang laki-laki maupun yang perempuan, mengikuti latihan paduan suara.

Bandingkan dengan keterangan pembatas yang pemakaiannya tidak diapit tanda koma:

Semua siswa yang lulus ujian mendaftarkan namanya pada panitia.

13 Tanda koma dapat dipakai–untuk menghindari salah baca–di belakang keterangan yang terdapat pada awal kalimat. Misalnya:

Dalam pembinaan dan pengembangan bahasa, kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh. Atas bantuan Agus, Karyadi mengucapkan terima kasih.

Bandingkan dengan: Kita memerlukan sikap yang bersungguh-sungguh dalam pembinaan dan pengembangan bahasa. Karyadi mengucapkan terima kasih atas bantuan Agus.

14 Tanda koma tidak dipakai untuk memisahkan

petikan langsung dari bagian lain yang mengiringinya dalam kalimat jika petikan langsung itu berakhir dengan tanda tanya atau tanda seru. Misalnya:

“Di mana Saudara tinggal?” tanya Karim. “Berdiri lurus-lurus!” perintahnya.

C Tanda Titik Koma (;)

1 Tanda titik koma dapat dipakai untuk memisahkan bagian-bagian kalimat yang sejenis dan setara. Misalnya:

Malam makin larut; pekerjaan belum selesai juga.

2 Tanda titik koma dapat dipakai sebagai pengganti

kata penghubung untuk memisahkan kalimat yang setara di dalam kalimat majemuk. Misalnya:

Ayah mengurus tanamannya di kebun itu; Ibu sibuk bekerja di dapur; Adik menghapal nama-nama pahlawan nasional; saya sendiri asyik mendengarkan siaran “Pilihan Pendengar”.

D Tanda Titik Dua

1a Tanda titik dua dapat dipakai pada akhir suatu pernyataan lengkap jika diikuti rangkaian atau pemerian. Misalnya:

Kita sekarang memerlukan perabot rumah tangga: kursi, meja, dan lemari. Hanya ada dua pilihan bagi para pejuang kemerdekaan itu: hidup atau mati.

1b Tanda titik dua tidak dipakai jika rangkaian atau perian itu merupakan pelengkap yang mengakhiri pernyataan. Misalnya:

Kita memerlukan kursi, meja, dan lemari. Fakultas itu mempunyai jurusan ekonomi umum dan jurusan ekonomi perusahaan.

2 Tanda titik dua dipakai sesudah kata atau

ungkapan ayng memerlukan pemerian. Misalnya:

Page 15: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

14

a. Ketua Sekretaris Bendahara

b. Tempat Sidang Pengantar Acara Hari Waktu

: Ahmad Wijaya : S. Handayani : B. Hartawan : Ruang 104 : Bambang S. : Senin : 09.30

3 Tanda titik dua dapat dipakai dalam teks drama

sesudah kata yang menunjukkan pelaku dalam percakapan. Misalnya:

Ibu : (meletakkan beberapa kopor) “Bawa kopor ini, Mir!” Amir : “Baik, Bu.” (mengangkat kopor dan masuk) Ibu : “Jangan lupa. Letakkan baik-baik!” (duduk di kursi besar)

4 Tanda titik dua dipakai (i) di antara jilid atau

nomor dan halaman, (ii) di antara bab dan ayat dalam kitab suci, (iii) di antara judul dan anak judul suatu karangan, serta (iv) nama kota dan penerbit buku acuan dalam karangan. Misalnya:

Tempo, I (1971), 34:7 Surah Yasin:9 Karangan Ali Hakim, Pendidikan Seumur Hidup: Sebuah Studi, sudah terbit. Tjokronegero, Sutomo. 1968. Tjukupkah Saudara Membina Bahasa Persatuan Kita? Djakarta: Eresco.

E Tanda Hubung (-)

1 Tanda hubung menyambung suku-suku kata dasar yang terpisah oleh pergantian baris. Misalnya:

Di samping cara-cara lama itu ada ju- ga cara yang baru.

Suku kata yang berupa satu vokal tidak ditempatkan pada ujung baris atau pangkal baris. Misalnya:

Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan U Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak U

Atau

Beberapa pendapat mengenai masalah itu telah disampaikan U Walaupun sakit, mereka tetap tidak mau beranjak U

Bukan

Beberapa pendapat mengenai masalah i- tu telah disampaikan U Walaupun sakit, mereka tetap tidak ma- u beranjak U

2 Tanda hubung menyambung awalan dengan

bagian kata di belakangnya atau akhiran

dengan bagian kata di depannya pada pergantian baris. Misalnya:

Kini ada cara yang baru untuk meng- ukur panas. Kukuran baru ini memudahkan kita me- ngukur kelapa. Senjata ini merupakan alat pertahan- an yang canggih.

Akhiran -i tidak dipenggal supaya jangan terdapat satu huruf saja pada pangkal baris.

3 Tanda hubung menyambung unsur-unsur kata

ulang. Misalnya:

anak-anak berulang-ulang kemerah-merahan

Angka 2 sebagai tanda ulang hanya digunakan pada tulisan cepat dan notula, dan tidak dipakai pada teks karangan.

4 Tanda hubung menyambung huruf kata yang

dieja satu-satu dan bagian-bagian tanggal. Misalnya:

p-a-n-i-t-i-a 8-4-1973

5 Tanda hubung boleh dipakai untuk memperjelas

(i) hubungan bagian-bagian kata atau ungkap-an, dan (ii) penghilangan bagian kelompok kata. Misalnya:

ber-evolusi dua puluh lima-ribuan (20 5000) tanggung jawab dan kesetiakawanan-sosial

Bandingkan dengan: be-revolusi dua-puluh-lima-ribuan (1 25000) tanggung jawab dan kesetiakawanan sosial

6 Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan (i)

se- dengan kata berikutnya yang dimulai dengan huruf kapital, (ii) ke- dengan angka, (iii) angka dengan -an, dan (iv) singkatan berhuruf kapital dengan imbuhan atau kata, dan (v) nama jabatan rangkap. Misalnya:

se-Indonesia se-Jawa Barat hadiah ke-2 tahun 50-an mem-PHK-kan hari-H sinar-X Menteri-Sekretaris Negara

7 Tanda hubung dipakai untuk merangkaikan

unsur bahasa Indonesia dengan unsur bahasa asing. Misalnya:

di-smash pen-tackle-an

Page 16: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

15

F Tanda Pisah

1 Tanda pisah membatasi penyisipan kata atau kalimat yang memberi penjelasan di luar bangun kalimat. Misalnya:

Kemerdekaan bangsa itu–saya yakin akan tercapai–diperjuangkan oleh bangsa itu sendiri.

2 Tanda pisah menegaskan adanya keterangan

aposisi atau keterangan yang lain sehingga kalimat menjadi lebih jelas. Misalnya:

Rangkaian temuan ini–evolusi, teori kenisbian, dan kini juga pembelahan atom–telah mengubah konsepsi kita tentang alam semesta.

3 Tanda pisah dipakai di antara dua bilangan atau

tanggal dengan arti ‘sampai’. Misalnya:

1910–1945 Tanggal 5–10 April 1970 Jakarta–Bandung

Catatan:

Dalam pengetikan, tanda pisah dinyatakan dengan dua buah tanda hubung tanpa spasi sebelum dan sesudahnya.

G Tanda Elipsis (4)

1 Tanda elipsis dipakai dalam kalimat yang terputus-putus. Misalnya:

Kalau begitu ... ya, marilah kita bergerak. 2 Tanda elipsis menunjukkan bahwa dalam suatu

kalimat atau naskah ada bagian yang dihilangkan. Misalnya:

Sebab-sebab kemerosotan U akan diteliti lebih lanjut.

Catatan:

Jika bagian yang dihilangkan mengakhiri sebuah kalimat, perlu dipakai empat buah titik; tiga buah unuk menandai penghilangan teks dan satu untuk menandai akhir kalimat. Misalnya:

Dalam tulisan, tanda baca harus digunakan dengan hati-hati ....

H Tanda Tanya (?) 1 Tanda tanya dipakai pada akhir kalimat tanya.

Misalnya: Kapan ia berangkat? Saudara tahu, bukan?

2 Tanda tanya dipakai di dalam tanda kurung

untuk menyatakan bagian kalimat yang disangsikan atau yang kurang dapat dibuktikan kebenarannya.

Misalnya: Ia dilahirkan pada tahun 1683. (?) Uangnya sebanyak 10 juta rupiah (?) hilang.

I Tanda Seru (!)

Tanda seru dipakai sesudah ungkapan atau pernyataan yang berupa seruan atau perintah yang menggambarkan kesungguhan, ketidakpercayaan, atau pun rasa emosi yang kuat. Misalnya:

Alangkah seramnya peristiwa itu! Bersihkan kamar itu sekarang juga! Masakan! Sampai hati juga ia meninggalkan anak istrinya. Merdeka!

J Tanda Kurung ((4))

1 Tanda kurung mengapit tambahan keterangan atau penjelasan. Misalnya:

Bagian Perencanaan sudah selesai menyusun DIK (Daftar Isian Kegiatan) kantor itu.

2 Tanda kurung mengapit keterangan atau

penjelasan yang bukan bagian integral pokok pembicaraan. Misalnya:

Sajak Tranggono yang berjudul “Ubud” (nama tempat yang terkenal di Bali) ditulis pada tahun 1962. Keterangan itu (lihat Tabel 10) menunjukkan arus perkembangan baru dalam pasaran dalam negeri.

3 Tanda kurung mengapit huruf atau kata yang

kehadirannya di dalam teks dapat dihilangkan. Misalnya:

Kata cocaine diserap ke dalam bahasa Indonesia menjadi kokain(a). Pejalan kaki itu berasal dari (kota) Surabaya.

4 Tanda kurung mengapit angka atau huruf yang

memerinci satu urutan keterangan. Misalnya:

Faktor produksi menyangkut masalah (a) alam, (b) tenaga kerja, dan (c) modal.

K Tanda Kurung Siku ([4])

1 Tanda kurung siku mengapit huruf, kata, atau kelompok kata sebagai koreksi atau tambahan pada kalimat atau bagian kalimat yang ditulis orang lain. Tanda itu menyatakan bahwa kesalahan atau kekurangan itu memang terdapat di dalam naskah asli. Misalnya:

Sang Sapurba men[d]engar bunyi gemerisik.

Page 17: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

16

2 Tanda kurung siku mengapit keterangan dalam kalimat penjelas yang sudah bertanda kurung. Misalnya:

Persamaan kedua proses ini (perbedaannya [lihat halaman 35–38] tidak dibicarakan) perlu dibentangkan di sini.

L Tanda Petik (“4”)

1 Tanda petik mengapit petikan langsung yang berasal dari pembicaan dan naskah atau bahan tertulis lain. Misalnya:

“Saya belum siap,” kata Mira, “tunggu sebentar!” Pasal 36 UUD 1945 berbunyi, “Bahasa negara ialah bahasa Indonesia.”

2 Tanda petik mengapit judul syair, karangan,

atau bab buku yang dipakai dalam kalimat. Misalnya:

Bacalah ”Bola Lampu” dalam buku Dari Suatu Masa, dari Suatu Tempat. Karangan Andi Hakim Nasoetion yang berjudul “Rapor dan Nilai Prestasi di SMA” diterbitkan dalam Tempo. Sajak “Berdiri Aku” terdapat pada halaman 5 buku itu.

3 Tanda petik mengapit istilah ilmiah yang kurang

dikenal atau kata yang mempunyai arti khusus. Misalnya:

Pekerjaan itu dilaksanakan dengan cara ”coba dan ralat” saja. Ia bercelana panjang yang di kalangan remaja dikenal dengan nama “cutbrai”.

4 Tanda petik penutup mengikuti tanda baca yang

mengakhiri petikan langsung. Misalnya:

Kata Tono, “Saya juga minta satu.” 5 Tanda baca penutup kalimat atau bagian

kalimat ditempatkan di belakang tanda petik yang mengapit kata atau ungkapan yang dipakai dengan arti khusus pada ujung kalimat atau bagian kalimat. Misalnya:

Karena warna kulitnya, Budi mendapat julukan “Si Hitam”. Bang Komar sering disebut “pahlawan”, ia sendiri tidak tahu sebabnya.

Catatan:

Tanda petik pembuka dan tanda petik penutup pada pasangan tanda petik itu ditulis sama tinggi di sebelah atas baris.

M Tanda Petik Tunggal (‘4’)

1 Tanda petik tunggal mengapit petikan yang tersusun dalam petikan lain. Misalnya:

Tanya Basri, “Kau dengar bunyi ‘kring-kring’ tadi?” “Waktu kubuka pintu kamar depan, kudengar teriak anakku,’Ibu, Bapak pulang’, dan rasa letihku lenyap seketika,” ujar Bapak Hamdan.

2 Tanda petik tunggal mengapit makna,

terjemahan, atau penjelasan kata ungkapan asing. (Lihat pemakaian tanda kurung, Bab V, Pasal J). Misalnya:

feed-back ‘balikan’ N Tanda Garis Miring (/)

1 Tanda garis miring dipakai di dalam nomor surat dan nomor pada alamat dan penandaan masa satu tahun yang terbagi dalam dua tahun takwim. Misalnya:

No. 7/PK/1973 Jalan Kramat II/10 tahun anggaran 1985/1986

2 Tanda garis miring dipakai sebagai pengganti

kata dan, atau, atau tiap. Misalnya:

mahasiswa/mahasiswi harganya Rp150,00/lembar

O Tanda Penyingkat atau Apostrof (‘)

Tanda penyingkat atau apostrof menunjukkan penghilangan bagian kata atau bagian angka tahun. Misalnya:

Ali ’kan kusurati. (‘kan = akan) Malam ‘lah tiba. (‘lah = telah) 1 Januari ’88 (’88 = 1988)

-ssa-

Page 18: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

Kuliahdaringdikti.go.id

Dr. Tri Wiratno, M.A.

Fakultas Ilmu Budaya,

Universitas Sebelas Maret

Email: [email protected].

Ponsel: 081229795656

Page 19: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 24 TAHUN 2009 2009

TENTANG

BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA,

SERTA LAGU KEBANGSAAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : a. bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan sarana pemersatu, identitas, dan wujud eksistensi bangsa yang menjadi simbol kedaulatan dan kehormatan negara sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

b. bahwa bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia merupakan manifestasi kebudayaan yang berakar pada sejarah perjuangan bangsa, kesatuan dalam keragaman budaya, dan kesamaan dalam mewujudkan cita-cita bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

c. bahwa pengaturan tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia belum diatur di dalam bentuk undang-undang;

d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu membentuk Undang-Undang tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan;

Mengingat : Pasal 20, Pasal 21, Pasal 35, Pasal 36, Pasal 36A, Pasal 36B, dan Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan : UNDANG-UNDANG TENTANG BENDERA, BAHASA, DAN

LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN.

BAB I . . .

Page 20: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 2 -

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Bendera Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bendera Negara adalah Sang Merah Putih.

2. Bahasa Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi nasional yang digunakan di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lambang Negara adalah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika.

4. Lagu Kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang selanjutnya disebut Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya.

5. Panji adalah bendera yang dibuat untuk menunjukkan kedudukan dan kebesaran suatu jabatan atau organisasi.

6. Bahasa daerah adalah bahasa yang digunakan secara turun-temurun oleh warga negara Indonesia di daerah-daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

7. Bahasa asing adalah bahasa selain Bahasa Indonesia dan bahasa daerah.

8. Menteri adalah menteri yang menangani urusan pemerintahan di bidang pendidikan.

9. Pemerintah Pusat yang selanjutnya disebut Pemerintah adalah Presiden yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

10. Pemerintah daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.

Pasal 2 . . .

Page 21: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 3 -

Pasal 2

Pengaturan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan sebagai simbol identitas wujud eksistensi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan berdasarkan asas:

a. persatuan; b. kedaulatan; c. kehormatan;

d. kebangsaan; e. kebhinnekatunggalikaan; f. ketertiban;

g. kepastian hukum;

h. keseimbangan;

i. keserasian; dan

j. keselarasan.

Pasal 3

Pengaturan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan bertujuan untuk:

a. memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

b. menjaga kehormatan yang menunjukkan kedaulatan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia; dan

c. menciptakan ketertiban, kepastian, dan standardisasi penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan.

BAB II

BENDERA NEGARA

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 4

(1) Bendera Negara Sang Merah Putih berbentuk empat persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang serta bagian atas berwarna merah dan bagian bawah berwarna putih yang kedua bagiannya berukuran sama.

(2) Bendera . . .

Page 22: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 4 -

(2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dari kain yang warnanya tidak luntur.

(3) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat dengan ketentuan ukuran:

a. 200 cm x 300 cm untuk penggunaan di lapangan istana kepresidenan;

b. 120 cm x 180 cm untuk penggunaan di lapangan umum;

c. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di ruangan;

d. 36 cm x 54 cm untuk penggunaan di mobil Presiden dan Wakil Presiden;

e. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di mobil pejabat negara;

f. 20 cm x 30 cm untuk penggunaan di kendaraan umum;

g. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kapal;

h. 100 cm x 150 cm untuk penggunaan di kereta api;

i. 30 cm x 45 cm untuk penggunaan di pesawat udara; dan

j. 10 cm x 15 cm untuk penggunaan di meja.

(4) Untuk keperluan selain sebagaimana dimaksud pada ayat (3), bendera yang merepresentasikan Bendera Negara dapat dibuat dari bahan yang berbeda dengan bahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ukuran yang berbeda dengan ukuran sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dan bentuk yang berbeda dengan bentuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 5

(1) Bendera Negara yang dikibarkan pada Proklamasi Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur Nomor 56 Jakarta disebut Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih.

(2) Bendera Pusaka Sang Saka Merah Putih disimpan dan dipelihara di Monumen Nasional Jakarta.

Bagian Kedua

Penggunaan Bendera Negara

Pasal 6

Penggunaan Bendera Negara dapat berupa pengibaran dan/atau pemasangan.

Pasal 7 . . .

Page 23: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 5 -

Pasal 7

(1) Pengibaran dan/atau pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dilakukan pada waktu antara matahari terbit hingga matahari terbenam.

(2) Dalam keadaan tertentu pengibaran dan/atau pemasangan Bendera Negara dapat dilakukan pada malam hari.

(3) Bendera Negara wajib dikibarkan pada setiap peringatan Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus oleh warga negara yang menguasai hak penggunaan rumah, gedung atau kantor, satuan pendidikan, transportasi umum, dan transportasi pribadi di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan di kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.

(4) Dalam rangka pengibaran Bendera Negara di rumah sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pemerintah daerah memberikan Bendera Negara kepada warga negara Indonesia yang tidak mampu.

(5) Selain pengibaran pada setiap tanggal 17 Agustus sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Bendera Negara dikibarkan pada waktu peringatan hari-hari besar nasional atau peristiwa lain.

Pasal 8

(1) Pengibaran Bendera Negara pada peristiwa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) secara nasional diatur oleh menteri yang tugas dan tanggung jawabnya berkaitan dengan kesekretariatan negara.

(2) Pengibaran Bendera Negera pada peristiwa lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (5) di daerah, diatur oleh kepala daerah.

Pasal 9

(1) Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib dikibarkan setiap hari di:

a. istana Presiden dan Wakil Presiden;

b. gedung atau kantor lembaga negara;

c. gedung atau kantor lembaga pemerintah; d. gedung atau kantor lembaga pemerintah

nonkementerian; e. gedung atau kantor lembaga pemerintah daerah;

f. gedung . . .

Page 24: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 6 -

f. gedung atau kantor dewan perwakilan rakyat daerah;

g. gedung atau kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri;

h. gedung atau halaman satuan pendidikan;

i. gedung atau kantor swasta;

j. rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden;

k. rumah jabatan pimpinan lembaga negara;

l. rumah jabatan menteri;

m. rumah jabatan pimpinan lembaga pemerintahan nonkementerian;

n. rumah jabatan gubernur, bupati, walikota, dan camat;

o. gedung atau kantor atau rumah jabatan lain;

p. pos perbatasan dan pulau-pulau terluar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

q. lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia; dan

r. taman makam pahlawan nasional.

(2) Penggunaan Bendera Negara di lingkungan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Republik Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf q diatur tersendiri oleh pimpinan institusi dengan berpedoman pada Undang-Undang ini;

(3) Penggunaan Bendera Negara di kantor perwakilan negara Republik Indonesia di luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g dilakukan dengan berpedoman pada Undang-Undang ini.

(4) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g digunakan di luar gedung atau kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri dilakukan sesuai dengan peraturan penggunaan bendera asing yang berlaku di negara yang bersangkutan.

Pasal 10

(1) Bendera Negara wajib dipasang pada:

a. kereta api yang digunakan Presiden atau Wakil Presiden;

b. kapal milik Pemerintah atau kapal yang terdaftar di Indonesia pada waktu berlabuh dan berlayar; atau

c. pesawat terbang milik Pemerintah atau pesawat terbang yang terdaftar di Indonesia.

(2) Pemasangan . . .

Page 25: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 7 -

(2) Pemasangan Bendera Negara di kereta api sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditempatkan di sebelah kanan kabin masinis.

(3) Pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ditempatkan di tengah anjungan kapal.

(4) Pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditempatkan di sebelah kanan ekor pesawat terbang.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemasangan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c diatur dengan Peraturan Presiden.

Pasal 11

(1) Bendera Negara dapat dikibarkan dan/atau dipasang pada:

a. kendaraan atau mobil dinas;

b. pertemuan resmi pemerintah dan/atau organisasi;

c. perayaan agama atau adat;

d. pertandingan olahraga; dan/atau

e. perayaan atau peristiwa lain.

(2) Bendera Negara dipasang pada mobil dinas Presiden, Wakil Presiden, Ketua Majelis Permusyawatan Rakyat, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat, Ketua Dewan Perwakilan Daerah, Ketua Mahkamah Agung, Ketua Mahkamah Konstitusi, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, menteri atau pejabat setingkat menteri, Gubernur Bank Indonesia, mantan Presiden, dan mantan Wakil Presiden sebagai tanda kedudukan.

(3) Bendera Negara sebagai tanda kedudukan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipasang di tengah-tengah pada bagian depan mobil.

(4) Dalam hal pejabat tinggi pemerintah negara asing menggunakan mobil yang disediakan Pemerintah, Bendera Negara dipasang di sisi kiri bagian depan mobil.

Pasal 12

(1) Bendera Negara dapat digunakan sebagai:

a. tanda perdamaian;

b. tanda berkabung; dan/atau

c. penutup peti atau usungan jenazah.

(2) Bendera . . .

Page 26: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 8 -

(2) Bendera Negara sebagai tanda perdamaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a digunakan apabila terjadi konflik horizontal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(3) Dalam hal Bendera Negara sebagai tanda perdamaian dikibarkan pada saat terjadi konflik horizontal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) setiap pihak yang bertikai wajib menghentikan pertikaian.

(4) Bendera Negara digunakan sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b apabila Presiden atau Wakil Presiden, mantan Presiden atau mantan Wakil Presiden, pimpinan atau anggota lembaga negara, menteri atau pejabat setingkat menteri, kepala daerah, dan/atau pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah meninggal dunia.

(5) Bendera Negara sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikibarkan setengah tiang.

(6) Apabila Presiden atau Wakil Presiden sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama tiga hari berturut-turut di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan semua kantor perwakilan Republik Indonesia di luar negeri.

(7) Apabila pimpinan lembaga negara dan menteri atau pejabat setingkat menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama dua hari berturut-turut terbatas pada gedung atau kantor pejabat negara yang bersangkutan.

(8) Apabila anggota lembaga negara, kepala daerah dan/atau pimpinan dewan perwakilan rakyat daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia, pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan selama satu hari, terbatas pada gedung atau kantor pejabat yang bersangkutan.

(9) Dalam hal pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (4) meninggal dunia di luar negeri, pengibaran Bendera Negara setengah tiang dilakukan sejak tanggal kedatangan jenazah di Indonesia.

(10) Pengibaran Bendera Negara setengah tiang sebagaimana dimaksud pada ayat (9) dilakukan sesuai dengan kententuan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), ayat (7), dan ayat (8).

(11) Dalam . . .

Page 27: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 9 -

(11) Dalam hal Bendera Negara sebagai tanda berkabung sebagaimana dimaksud pada ayat (5) bersamaan dengan pengibaran Bendera Negara dalam rangka peringatan hari-hari besar nasional, dua Bendera Negara dikibarkan berdampingan, yang sebelah kiri dipasang setengah tiang dan yang sebelah kanan dipasang penuh.

(12) Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat dipasang pada peti atau usungan jenazah Presiden atau Wakil Presiden, mantan Presiden atau mantan Wakil Presiden, anggota lembaga negara, menteri atau pejabat setingkat menteri, kepala daerah, anggota dewan perwakilan rakyat daerah, kepala perwakilan diplomatik, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Republik Indonesia yang meninggal dalam tugas, dan/atau warga negara Indonesia yang berjasa bagi bangsa dan negara.

(13) Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (12) dipasang lurus memanjang pada peti atau usungan jenazah, bagian yang berwarna merah di atas sebelah kiri badan jenazah.

(14) Bendera Negara sebagai penutup peti atau usungan jenazah sebagaimana dimaksud pada ayat (13) setelah digunakan dapat diberikan kepada pihak keluarga.

Bagian Ketiga

Tata Cara Penggunaan Bendera Negara

Pasal 13

(1) Bendera Negara dikibarkan dan/atau dipasang pada tiang yang besar dan tingginya seimbang dengan ukuran Bendera Negara.

(2) Bendera Negara yang dipasang pada tali diikatkan pada sisi dalam kibaran Bendera Negara.

(3) Bendera Negara yang dipasang pada dinding, dipasang membujur rata.

Pasal 14

(1) Bendera Negara dinaikkan atau diturunkan pada tiang

secara perlahan-lahan, dengan khidmat, dan tidak menyentuh tanah.

(2) Bendera . . .

Page 28: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 10 -

(2) Bendera Negara yang dikibarkan setengah tiang, dinaikkan hingga ke ujung tiang, dihentikan sebentar dan diturunkan tepat setengah tiang.

(3) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hendak diturunkan, dinaikkan terlebih dahulu hingga ujung tiang, dihentikan sebentar, kemudian diturunkan.

Pasal 15

(1) Pada waktu penaikan atau penurunan Bendera Negara,

semua orang yang hadir memberi hormat dengan berdiri tegak dan khidmat sambil menghadapkan muka pada Bendera Negara sampai penaikan atau penurunan Bendera Negara selesai.

(2) Penaikan atau penurunan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diiringi Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.

Pasal 16

(1) Dalam hal Bendera Negara dikibarkan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1), Bendera Negara ditempatkan di halaman depan, di tengah-tengah atau di sebelah kanan gedung atau kantor, rumah, satuan pendidikan, dan taman makam pahlawan.

(2) Dalam pertemuan atau rapat yang menggunakan Bendera Negara: a. apabila dipasang pada dinding, Bendera Negara

ditempatkan rata pada dinding di atas sebelah belakang pimpinan rapat;

b. apabila dipasang pada tiang, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan pimpinan rapat atau mimbar.

Pasal 17

(1) Dalam hal Bendera Negara dikibarkan atau dipasang secara berdampingan dengan bendera negara lain, ukuran bendera seimbang dan ukuran tiang bendera negara sama.

(2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikibarkan sebagai berikut:

a. apabila ada satu bendera negara lain, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan;

b. apabila . . .

Page 29: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 11 -

b. apabila ada sejumlah bendera negara lain, semua bendera ditempatkan pada satu baris dengan kententuan:

1. jumlah semua bendera ganjil, Bendera Negara ditempatkan di tengah; dan

2. apabila jumlah semua bendera genap, Bendera Negara ditempatkan di tengah sebelah kanan.

(3) Penempatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b dalam acara internasional yang dihadiri oleh kepala negara, wakil kepala negara, dan kepala pemerintahan dapat dilakukan menurut kebiasaan internasional.

(4) Penempatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) berlaku untuk Bendera Negara yang dibawa bersama-sama dengan bendera negara lain dalam pawai atau defile.

Pasal 18

Dalam hal penandatanganan perjanjian internasional antara pejabat Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan pejabat negara lain, Bendera Negara ditempatkan dengan ketentuan:

a. apabila di belakang meja pimpinan dipasang dua bendera negara pada dua tiang, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan dan bendera negara lain ditempatkan di sebelah kiri;

b. bendera meja dapat diletakkan di atas meja dengan sistem bersilang atau paralel.

Pasal 19

Dalam hal Bendera Negara dan bendera negara lain dipasang pada tiang yang bersilang, Bendera Negara ditempatkan di sebelah kanan dan tiangnya ditempatkan di depan tiang bendera negara lain.

Pasal 20

Dalam hal Bendera Negara yang berbentuk bendera meja dipasang bersama dengan bendera negara lain pada konferensi internasional, Bendera Negara ditempatkan di depan tempat duduk delegasi Republik Indonesia.

Pasal 21 . . .

Page 30: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 12 -

Pasal 21

(1) Dalam hal Bendera Negara dipasang bersama dengan bendera atau panji organisasi, Bendera Negara ditempatkan dengan ketentuan: a. apabila ada sebuah bendera atau panji organisasi,

Bendera Negara dipasang di sebelah kanan; b. apabila ada dua atau lebih bendera atau panji

organisasi dipasang dalam satu baris, Bendera Negara ditempatkan di depan baris bendera atau panji organisasi di posisi tengah;

c. apabila Bendera Negara dibawa dengan tiang bersama dengan bendera atau panji organisasi dalam pawai atau defile, Bendera Negara dibawa di depan rombongan; dan

d. Bendera Negara tidak dipasang bersilang dengan bendera atau panji organisasi.

(2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat lebih besar dan dipasang lebih tinggi daripada bendera atau panji organisasi.

Pasal 22

(1) Bendera Negara yang dipasang berderet pada tali sebagai

hiasan, ukurannya dibuat sama besar dan disusun dengan urutan warna merah putih.

(2) Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipasang berselingan dengan bendera organisasi atau bendera lain.

Pasal 23

Bendera Negara yang digunakan sebagai lencana dipasang pada pakaian di dada sebelah kiri.

Bagian Keempat Larangan

Pasal 24

Setiap orang dilarang: a. merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau

melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara;

b. memakai . . .

Page 31: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 13 -

b. memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial;

c. mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam;

d. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara; dan

e. memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan Bendera Negara.

BAB III

BAHASA NEGARA

Bagian Kesatu

Umum

Pasal 25

(1) Bahasa Indonesia yang dinyatakan sebagai bahasa resmi negara dalam Pasal 36 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 1945 bersumber dari bahasa yang diikrarkan dalam Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 sebagai bahasa persatuan yang dikembangkan sesuai dengan dinamika peradaban bangsa.

(2) Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai jati diri bangsa, kebanggaan nasional, sarana pemersatu berbagai suku bangsa, serta sarana komunikasi antardaerah dan antarbudaya daerah.

(3) Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar pendidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan kebudayaan nasional, transaksi dan dokumentasi niaga, serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan bahasa media massa.

Bagian Kedua Penggunaan Bahasa Indonesia

Pasal 26

Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam peraturan perundang-undangan.

Pasal 27 . . .

Page 32: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 14 -

Pasal 27

Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam dokumen resmi negara.

Pasal 28

Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pidato resmi Presiden, Wakil Presiden, dan pejabat negara yang lain yang disampaikan di dalam atau di luar negeri.

Pasal 29

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan sebagai bahasa pengantar dalam pendidikan nasional.

(2) Bahasa pengantar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa asing untuk tujuan yang mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik.

(3) Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk satuan pendidikan asing atau satuan pendidikan khusus yang mendidik warga negara asing.

Pasal 30

Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam pelayanan administrasi publik di instansi pemerintahan.

Pasal 31

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nota kesepahaman atau perjanjian yang melibatkan lembaga negara, instansi pemerintah Republik Indonesia, lembaga swasta Indonesia atau perseorangan warga negara Indonesia.

(2) Nota kesepahaman atau perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang melibatkan pihak asing ditulis juga dalam bahasa nasional pihak asing tersebut dan/atau bahasa Inggris.

Pasal 32

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam forum yang bersifat nasional atau forum yang bersifat internasional di Indonesia.

(2) Bahasa Indonesia dapat digunakan dalam forum yang bersifat internasional di luar negeri.

Pasal 33 . . .

Page 33: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 15 -

Pasal 33

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam komunikasi resmi di lingkungan kerja pemerintah dan swasta.

(2) Pegawai di lingkungan kerja lembaga pemerintah dan swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum mampu berbahasa Indonesia wajib mengikuti atau diikutsertakan dalam pembelajaran untuk meraih kemampuan berbahasa Indonesia.

Pasal 34

Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam laporan setiap lembaga atau perseorangan kepada instansi pemerintahan.

Pasal 35

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam penulisan karya ilmiah dan publikasi karya ilmiah di Indonesia.

(2) Penulisan dan publikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk tujuan atau bidang kajian khusus dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing.

Pasal 36

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nama geografi di Indonesia.

(2) Nama geografi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya memiliki 1 (satu) nama resmi.

(3) Bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia.

(4) Penamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3) dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing apabila memiliki nilai sejarah, budaya, adat istiadat, dan/atau keagamaan.

Pasal 37

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi

tentang produk barang atau jasa produksi dalam negeri atau luar negeri yang beredar di Indonesia.

(2) Informasi . . .

Page 34: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 16 -

(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilengkapi dengan bahasa daerah atau bahasa asing sesuai dengan keperluan.

Pasal 38

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam rambu umum, penunjuk jalan, fasilitas umum, spanduk, dan alat informasi lain yang merupakan pelayanan umum.

(2) Penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disertai bahasa daerah dan/atau bahasa asing.

Pasal 39

(1) Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam informasi melalui media massa.

(2) Media massa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing yang mempunyai tujuan khusus atau sasaran khusus.

Pasal 40

Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan Bahasa Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 39 diatur dalam Peraturan Presiden.

Bagian Ketiga

Pengembangan, Pembinaan, dan Pelindungan Bahasa Indonesia

Pasal 41

(1) Pemerintah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra Indonesia agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, sesuai dengan perkembangan zaman.

(2) Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh lembaga kebahasaan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 42 . . .

Page 35: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 17 -

Pasal 42

(1) Pemerintah daerah wajib mengembangkan, membina, dan melindungi bahasa dan sastra daerah agar tetap memenuhi kedudukan dan fungsinya dalam kehidupan bermasyarakat sesuai dengan perkembangan zaman dan agar tetap menjadi bagian dari kekayaan budaya Indonesia.

(2) Pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan oleh pemerintah daerah di bawah koordinasi lembaga kebahasaan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengembangan, pembinaan, dan pelindungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Pasal 43

(1) Pemerintah dapat memfasilitasi warga negara Indonesia yang ingin memiliki kompetensi berbahasa asing dalam rangka peningkatan daya saing bangsa.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai fasilitasi untuk meningkatkan kompetensi berbahasa asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Keempat

Peningkatan Fungsi Bahasa Indonesia Menjadi Bahasa Internasional

Pasal 44

(1) Pemerintah meningkatkan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional secara bertahap, sistematis, dan berkelanjutan.

(2) Peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikoordinasi oleh lembaga kebahasaan.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai peningkatan fungsi Bahasa Indonesia menjadi bahasa internasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Pemerintah.

Bagian Kelima . . .

Page 36: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 18 -

Bagian Kelima

Lembaga Kebahasaan

Pasal 45

Lembaga kebahasaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (2), Pasal 42 ayat (2), dan Pasal 44 ayat (2) dibentuk sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dan bertanggung jawab kepada Menteri.

BAB IV

LAMBANG NEGARA

Bagian Kesatu Umum

Pasal 46

Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia berbentuk Garuda Pancasila yang kepalanya menoleh lurus ke sebelah kanan, perisai berupa jantung yang digantung dengan rantai pada leher Garuda, dan semboyan Bhinneka Tunggal Ika ditulis di atas pita yang dicengkeram oleh Garuda.

Pasal 47

(1) Garuda dengan perisai sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 46 memiliki paruh, sayap, ekor, dan cakar yang mewujudkan lambang tenaga pembangunan.

(2) Garuda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki sayap yang masing-masing berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45.

Pasal 48

(1) Di tengah-tengah perisai sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 46 terdapat sebuah garis hitam tebal yang melukiskan katulistiwa.

(2) Pada perisai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 terdapat lima buah ruang yang mewujudkan dasar Pancasila sebagai berikut:

a. dasar Ketuhanan Yang Maha Esa dilambangkan dengan cahaya di bagian tengah perisai berbentuk bintang yang bersudut lima;

b. dasar . . .

Page 37: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 19 -

b. dasar Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dilambangkan dengan tali rantai bermata bulatan dan persegi di bagian kiri bawah perisai;

c. dasar Persatuan Indonesia dilambangkan dengan pohon beringin di bagian kiri atas perisai;

d. dasar Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan dilambangkan dengan kepala banteng di bagian kanan atas perisai; dan

e. dasar Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia dilambangkan dengan kapas dan padi di bagian kanan bawah perisai.

Pasal 49

Lambang Negara menggunakan warna pokok yang terdiri atas: a. warna merah di bagian kanan atas dan kiri bawah

perisai;

b. warna putih di bagian kiri atas dan kanan bawah perisai;

c. warna kuning emas untuk seluruh burung Garuda;

d. warna hitam di tengah-tengah perisai yang berbentuk jantung; dan

e. warna alam untuk seluruh gambar lambang.

Pasal 50

Bentuk, warna, dan perbandingan ukuran Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 sampai dengan Pasal 49 tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

Bagian Kedua

Penggunaan Lambang Negara

Pasal 51

Lambang Negara wajib digunakan di: a. dalam gedung, kantor, atau ruang kelas satuan

pendidikan;

b. luar gedung atau kantor;

c. lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita negara;

d. paspor . . .

Page 38: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 20 -

d. paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah;

e. uang logam dan uang kertas; atau

f. materai.

Pasal 52

Lambang Negara dapat digunakan: a. sebagai cap atau kop surat jabatan;

b. sebagai cap dinas untuk kantor;

c. pada kertas bermaterai;

d. pada surat dan lencana gelar pahlawan, tanda jasa, dan tanda kehormatan;

e. sebagai lencana atau atribut pejabat negara, pejabat pemerintah atau warga negara Indonesia yang sedang mengemban tugas negara di luar negeri;

f. dalam penyelenggaraan peristiwa resmi;

g. dalam buku dan majalah yang diterbitkan oleh Pemerintah;

h. dalam buku kumpulan undang-undang; dan/atau

i. di rumah warga negara Indonesia.

Pasal 53

(1) Penggunaan Lambang Negara di dalam gedung, kantor atau ruang kelas satuan pendidikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a dipasang pada:

a. gedung dan/atau kantor Presiden dan Wakil Presiden;

b. gedung dan/atau kantor lembaga negara;

c. gedung dan/atau kantor instansi pemerintah; dan

d. gedung dan/atau kantor lainnya.

(2) Penggunaan Lambang Negara di luar gedung atau kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf b pada:

a. istana Presiden dan Wakil Presiden;

b. rumah jabatan Presiden dan Wakil Presiden;

c. gedung atau kantor dan rumah jabatan kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri; dan

d. rumah jabatan gubernur, bupati, walikota, dan camat.

(3) Penggunaan Lambang Negara di dalam gedung atau kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf a dan di luar gedung atau kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf b diletakkan pada tempat tertentu.

(4) Penggunaan . . .

Page 39: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 21 -

(4) Penggunaan Lambang Negara pada lembaran negara, tambahan lembaran negara, berita negara, dan tambahan berita negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf c diletakkan di bagian tengah atas halaman pertama dokumen.

(5) Penggunaan Lambang Negara pada paspor, ijazah, dan dokumen resmi yang diterbitkan pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 huruf d diletakkan di bagian tengah halaman dokumen.

Pasal 54

(1) Lambang Negara sebagai cap atau kop surat jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a digunakan oleh:

a. Presiden dan Wakil Presiden;

b. Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Dewan Perwakilan Rakyat; d. Dewan Perwakilan Daerah; e. Mahkamah Agung dan badan peradilan;

f. Badan Pemeriksa Keuangan;

g. menteri dan pejabat setingkat menteri;

h. kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, konsul jenderal, konsul, dan kuasa usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul kehormatan;

i. gubernur, bupati atau walikota;

j. notaris; dan

k. pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang.

(2) Penggunaan Lambang Negara sebagai cap dinas untuk kantor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf b digunakan untuk kantor:

a. Presiden dan Wakil Presiden;

b. Majelis Permusyawaratan Rakyat;

c. Dewan Perwakilan Rakyat; d. Dewan Perwakilan Daerah; e. Mahkamah Agung dan badan peradilan;

f. Badan Pemeriksa Keuangan;

g. menteri dan pejabat setingkat menteri;

h. kepala . . .

Page 40: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 22 -

h. kepala perwakilan Republik Indonesia di luar negeri yang berkedudukan sebagai duta besar luar biasa dan berkuasa penuh, konsul jenderal, konsul, dan kuasa usaha tetap, konsul jenderal kehormatan, dan konsul kehormatan;

i. gubernur, bupati atau walikota;

j. notaris; dan

k. pejabat negara lainnya yang ditentukan oleh undang-undang.

(3) Lambang Negara sebagai lencana atau atribut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf e dipasang pada pakaian di dada sebelah kiri.

(4) Lambang Negara yang digunakan dalam penyelenggaraan peristiwa resmi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf f dipasang pada gapura dan/atau bangunan lain yang pantas.

Pasal 55

(1) Dalam hal Lambang Negara ditempatkan bersama-sama dengan Bendera Negara, gambar Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden, penggunaannya diatur dengan ketentuan:

a. Lambang Negara ditempatkan di sebelah kiri dan lebih tinggi daripada Bendera Negara; dan

b. gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden ditempatkan sejajar dan dipasang lebih rendah daripada Lambang Negara.

(2) Dalam hal Bendera Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dipasang di dinding, Lambang Negara diletakkan di tengah atas antara gambar resmi Presiden dan/atau gambar Wakil Presiden.

Pasal 56

(1) Ukuran Lambang Negara disesuaikan dengan ukuran ruangan dan tempat sebagaimana tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

(2) Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 dibuat dari bahan yang kuat.

Bagian Ketiga . . .

Page 41: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 23 -

Bagian Ketiga

Larangan

Pasal 57

Setiap orang dilarang: a. mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak

Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara;

b. menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;

c. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; dan

d. menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.

BAB V

LAGU KEBANGSAAN

Bagian Kesatu Umum

Pasal 58

(1) Lagu Kebangsaan adalah Indonesia Raya yang digubah

oleh Wage Rudolf Supratman. (2) Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

tercantum dalam lampiran yang tidak terpisahkan dari Undang-Undang ini.

Bagian Kedua

Penggunaan Lagu Kebangsaan

Pasal 59

(1) Lagu Kebangsaan wajib diperdengarkan dan/atau dinyanyikan: a. untuk menghormati Presiden dan/atau Wakil

Presiden;

b. untuk . . .

Page 42: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 24 -

b. untuk menghormati Bendera Negara pada waktu pengibaran atau penurunan Bendera Negara yang diadakan dalam upacara;

c. dalam acara resmi yang diselenggarakan oleh pemerintah;

d. dalam acara pembukaan sidang paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan Dewan Perwakilan Daerah;

e. untuk menghormati kepala negara atau kepala pemerintahan negara sahabat dalam kunjungan resmi;

f. dalam acara atau kegiatan olahraga internasional; dan

g. dalam acara ataupun kompetisi ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni internasional yang diselenggarakan di Indonesia.

(2) Lagu Kebangsaan dapat diperdengarkan dan/atau dinyanyikan:

a. sebagai pernyataan rasa kebangsaan;

b. dalam rangkaian program pendidikan dan pengajaran;

c. dalam acara resmi lainnya yang diselenggarakan oleh organisasi, partai politik, dan kelompok masyarakat lain; dan/atau

d. dalam acara ataupun kompetisi ilmu pengetahuan, teknologi dan seni internasional.

Bagian Ketiga

Tata Cara Penggunaan Lagu Kebangsaan

Pasal 60

(1) Lagu Kebangsaan dapat dinyanyikan dengan diiringi alat musik, tanpa diiringi alat musik, ataupun diperdengarkan secara instrumental.

(2) Lagu Kebangsaan yang diiringi alat musik, dinyanyikan lengkap satu strofe, dengan satu kali ulangan pada refrein.

(3) Lagu . . .

Page 43: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 25 -

(3) Lagu Kebangsaan yang tidak diiringi alat musik, dinyanyikan lengkap satu stanza pertama, dengan satu kali ulangan pada bait ketiga stanza pertama.

Pasal 61

Apabila Lagu Kebangsaan dinyanyikan lengkap tiga stanza, bait ketiga pada stanza kedua dan stanza ketiga dinyanyikan ulang satu kali.

Pasal 62

Setiap orang yang hadir pada saat Lagu Kebangsaan diperdengarkan dan/atau dinyanyikan, wajib berdiri tegak dengan sikap hormat.

Pasal 63

(1) Dalam hal Presiden atau Wakil Presiden Republik Indonesia menerima kunjungan kepala negara atau kepala pemerintahan negara lain, lagu kebangsaan negara lain diperdengarkan lebih dahulu, selanjutnya Lagu Kebangsaan Indonesia Raya.

(2) Dalam hal Presiden Republik Indonesia menerima duta besar negara lain dalam upacara penyerahan surat kepercayaan, lagu kebangsaan negara lain diperdengarkan pada saat duta besar negara lain tiba, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya diperdengarkan pada saat duta besar negara lain akan meninggalkan istana.

Bagian Keempat

Larangan

Pasal 64

Setiap orang dilarang:

a. mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada, irama, kata-kata, dan gubahan lain dengan maksud untuk menghina atau merendahkan kehormatan Lagu Kebangsaan;

b. memperdengarkan . . .

Page 44: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 26 -

b. memperdengarkan, menyanyikan, ataupun menyebarluaskan hasil ubahan Lagu Kebangsaan dengan maksud untuk tujuan komersial; atau

c. menggunakan Lagu Kebangsaan untuk iklan dengan maksud untuk tujuan komersial.

BAB VI

HAK DAN KEWAJIBAN WARGA NEGARA

Pasal 65

Warga Negara Indonesia berhak dan wajib memelihara, menjaga, dan menggunakan Bendera Negara, Bahasa Indonesia, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan untuk kehormatan dan kedaulatan bangsa dan negara sesuai dengan Undang-Undang ini.

BAB VII

KETENTUAN PIDANA

Pasal 66

Setiap orang yang merusak, merobek, menginjak-injak, membakar, atau melakukan perbuatan lain dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 67

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), setiap orang yang:

a. dengan sengaja memakai Bendera Negara untuk reklame atau iklan komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf b;

b. dengan . . .

Page 45: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 27 -

b. dengan sengaja mengibarkan Bendera Negara yang rusak, robek, luntur, kusut, atau kusam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf c;

c. mencetak, menyulam, dan menulis huruf, angka, gambar atau tanda lain dan memasang lencana atau benda apapun pada Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf d;

d. dengan sengaja memakai Bendera Negara untuk langit-langit, atap, pembungkus barang, dan tutup barang yang dapat menurunkan kehormatan Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 huruf e.

Pasal 68

Setiap orang yang mencoret, menulisi, menggambari, atau membuat rusak Lambang Negara dengan maksud menodai, menghina, atau merendahkan kehormatan Lambang Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 57 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 69

Dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah), setiap orang yang:

a. dengan sengaja menggunakan Lambang Negara yang rusak dan tidak sesuai dengan bentuk, warna, dan perbandingan ukuran;

b. membuat lambang untuk perseorangan, partai politik, perkumpulan, organisasi dan/atau perusahaan yang sama atau menyerupai Lambang Negara; atau

c. dengan sengaja menggunakan Lambang Negara untuk keperluan selain yang diatur dalam Undang-Undang ini.

Pasal 70

Setiap orang yang mengubah Lagu Kebangsaan dengan nada, irama, kata-kata, dan gubahan lain dengan maksud untuk menghina atau merendahkan kehormatan Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf a, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 71 . . .

Page 46: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 28 -

Pasal 71

(1) Setiap orang yang dengan sengaja memperdengarkan, menyanyikan, ataupun menyebarluaskan hasil ubahan Lagu Kebangsaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf b, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(2) Ketentuan ancaman pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi setiap orang yang dengan sengaja menggunakan Lagu Kebangsaan untuk iklan komersial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 64 huruf c.

BAB VIII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 72

Pada saat Undang-Undang ini berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang mengatur bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum diganti dengan peraturan baru berdasarkan Undang-Undang ini.

BAB IX

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 73

Peraturan pelaksana yang diperlukan untuk melaksanakan Undang-Undang ini diselesaikan paling lama 2 (dua) tahun sejak Undang-Undang ini diundangkan.

Pasal 74

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar . . .

Page 47: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 29 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Disahkan di Jakarta

pada tanggal 9 Juli 2009

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta pada tanggal 9 Juli 2009 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd ANDI MATTALATTA LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2009 NOMOR 109

Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT NEGARA RI

Kepala Biro Peraturan Perundang-undangan Bidang Politik dan Kesejahteraan Rakyat,

ttd.

Wisnu Setiawan

sesuai dengan aslinya

Page 48: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

PENJELASAN

ATAS

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 24 TAHUN 2009 2009

TENTANG

BENDERA, BAHASA, DAN LAMBANG NEGARA, SERTA LAGU KEBANGSAAN

I. Umum

Bendera Negara Sang Merah Putih, Bahasa Indonesia, Lambang Negara Garuda Pancasila, dan Lagu Kebangsaan Indonesia Raya merupakan jati diri bangsa dan identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Keempat simbol tersebut menjadi cerminan kedaulatan negara di dalam tata pergaulan dengan negara-negara lain dan menjadi cerminan kemandirian dan eksistensi negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Dengan demikian, bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia bukan hanya sekadar merupakan pengakuan atas Indonesia sebagai bangsa dan negara, melainkan menjadi simbol atau lambang negara yang dihormati dan dibanggakan warga negara Indonesia. Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan Indonesia menjadi kekuatan yang sanggup menghimpun serpihan sejarah Nusantara yang beragam sebagai bangsa besar dan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Bahasa Indonesia bahkan cenderung berkembang menjadi bahasa perhubungan luas. Penggunaannya oleh bangsa lain yang cenderung meningkat dari waktu ke waktu menjadi kebanggaan bangsa Indonesia.

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 sudah mengatur berbagai hal yang menyangkut tentang bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan. Dalam Pasal 35 disebutkan bahwa Bendera Negara Indonesia ialah Sang Merah Putih. Pasal 36 menyebutkan bahwa Bahasa Negara ialah bahasa Indonesia. Pasal 36A menyebutkan bahwa Lambang Negara ialah Garuda Pancasila dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika. Selanjutnya Pasal 36B menyebutkan bahwa Lagu Kebangsaan ialah Indonesia Raya. Pasal-pasal tersebut merupakan pengakuan sekaligus penegasan secara resmi oleh Negara tentang penggunaan simbol-simbol tersebut sebagai jati diri bangsa dan identitas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Seluruh bentuk simbol kedaulatan negara dan identitas nasional harus diatur dan dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Bendera . . .

Page 49: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 2 -

Bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan hingga kini belum diatur secara lengkap dalam sebuah peraturan perundang-undangan. Pada saat Undang-Undang ini dibentuk, bendera, lambang negara, dan lagu kebangsaan Indonesia diatur dengan Peraturan Pemerintah yang merupakan produk hukum berdasarkan amanat Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia Tahun 1950. Secara parsial, bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan menurut kebutuhan isinya. Bahkan, pembinaan, pengembangan, dan pelindungan bahasa dan sastra hanya didasarkan pada hasil rumusan seminar politik bahasa nasional tahun 1974 dan tahun 1999, yang dikenal sebagai Politik Bahasa Nasional.

Peraturan perundang-undangan yang selama ini mengatur tentang bendera, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan, antara lain:

1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang hanya mengatur tentang kejahatan (tindak pidana) yang menggunakan Bendera Sang Merah Putih; penodaan terhadap bendera negara sahabat; penodaan terhadap Bendera Sang Merah Putih dan Lambang Negara Garuda Pancasila; serta pemakaian Bendera Sang Merah Putih oleh mereka yang tidak memiliki hak menggunakannya seperti terdapat pada Pasal 52a; Pasal 142a; Pasal 154a; dan Pasal 473.

2. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di sekolah (Lembaran Negara Tahun 1950 Nomor 550), Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1954 tentang Pernyataan Berlakunya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1950 dari Republik Indonesia dahulu tentang Dasar-dasar Pendidikan dan Pengajaran di Sekolah Untuk Seluruh Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1954 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 550), Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1961 tentang Perguruan Tinggi (Lembaran Negara Tahun 1961 Nomor 302, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2361), Undang-Undang Nomor 14 PRPS Tahun 1965 Nomor 80), Undang-Undang Nomor 19 PNPS Tahun 1965 tentang Pokok-Pokok Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 81), Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Tahun 1989 Nomor 6, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3390) jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Lembaran Negara Kesatuan Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4301);

3. Peraturan Pemerintah Nomor 66 Tahun 1951 tentang Lambang Negara;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1958 tentang Bendera Kebangsaan Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1958 No.68);

5. Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1958 tentang Penggunaan Bendera Kebangsaan Asing (Lembaran Negara Tahun 1958 No.69);

6. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 1958 tentang Panji dan Bendera Jabatan;

7. Peraturan . . .

Page 50: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 3 -

7. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1958 tentang Penggunaan Lambang Negara;

8. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1958 tentang Lagu Kebangsaan Indonesia Raya; dan

9. Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 1990 tentang Ketentuan Keprotokolan Mengenai Tata Tempat, Tata Upacara, dan Tata Penghormatan.

Pengaturan perihal bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan dalam bentuk undang-undang sebagaimana diamanatkan Pasal 36C Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 perlu segera direalisasikan. Undang-Undang tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan mampu mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan praktik penetapan dan tata cara penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan yang selama ini masih berpedoman kepada peraturan perundang-undangan produk Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950.

Undang-Undang tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan merupakan jaminan kepastian hukum, keselarasan, keserasian, standardisasi, dan ketertiban di dalam penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan. Undang-Undang ini mengatur tentang berbagai hal yang terkait dengan penetapan dan tata cara penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan, termasuk di dalamnya diatur tentang ketentuan pidana bagi siapa saja yang secara sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan yang terdapat di dalam Undang-Undang ini.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Huruf a

Yang dimaksud dengan “asas persatuan” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan sebagai sarana pemersatu bangsa dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “asas kedaulatan” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan merupakan simbol yang menunjukkan kekuasaan tertinggi pada negara.

Huruf c . . .

Page 51: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 4 -

Huruf c

Yang dimaksud dengan “asas kehormatan” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan sebagai jati diri yang menunjukkan harga diri, dan kebesaran bangsa dan negara.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “asas kebangsaan” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan harus mencerminkan sifat patriotisme, kepahlawanan, dan nasionalisme yang tinggi untuk tetap setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “asas kebhinnekatunggalikaan” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan mencerminkan kesatuan dalam keberagaman penduduk, agama, suku, dan golongan, kondisi khusus daerah dan budaya bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Huruf f

Yang dimaksud dengan “asas ketertiban” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan harus dapat mewujudkan ketertiban dalam penggunaannya.

Huruf g

Yang dimaksud dengan “asas kepastian hukum” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan harus dapat memberikan kepastian hukum dalam penggunaannya.

Huruf h

Yang dimaksud dengan “asas keseimbangan” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan harus mencerminkan keseimbangan dalam hal pengadaan, penetapan, dan penggunaannya.

Huruf i

Yang dimaksud dengan “asas keserasian” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan harus mencerminkan keserasian dalam hal pengadaan, penetapan, dan penggunaannya.

Huruf j . . .

Page 52: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 5 -

Huruf j

Yang dimaksud dengan “asas keselarasan” adalah bahwa penggunaan bendera, bahasa, dan lambang negara, serta lagu kebangsaan harus mencerminkan keselarasan dalam hal pengadaan, penetapan, dan penggunaannya.

Pasal 3

Cukup jelas.

Pasal 4

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “warna merah” adalah warna merah jernih yang secara digital mempunyai kadar MHB (Merah Hijau Biru) atau RGB (Red Green Blue): merah 255, hijau 0, dan biru 0. Warna merah telah lama dikenal dalam mitologi, kesusasteraan, dan sejarah Nusantara. Warna ini melambangkan keberanian.

Yang dimaksud dengan “warna putih” adalah warna putih tanpa gradasi secara digital mempunyai kadar MHB: merah 255, hijau 255, dan biru 255. Warna putih telah lama dikenal dalam mitologi, kesusasteraan, dan sejarah Nusantara. Warna ini melambangkan kesucian.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Yang dimaksud dengan “bahan yang berbeda” misalnya kertas, plastik, dan alumunium.

Yang dimaksud dengan ”ukuran yang berbeda” adalah besar kecilnya bendera.

Yang dimaksud dengan ”bentuk yang berbeda” adalah bentuk bendera yang tidak mengikuti bentuk persegi panjang dengan ukuran lebar 2/3 (dua-pertiga) dari panjang, misalnya bentuk segitiga, bujur sangkar, trapesium, jajaran genjang, dan lingkaran.

Pasal 5

Cukup jelas.

Pasal 6

Yang dimaksud dengan “pengibaran” adalah penaikan dan penurunan bendera.

Pasal 7 . . .

Page 53: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 6 -

Pasal 7

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dalam “keadaan tertentu” adalah:

a. keadaan mengobarkan semangat patriotisme membela tanah air;

b. keadaan menghormati kunjungan kepala negara atau pemerintahan negara lain;

c. darurat perang;

d. perlombaan olah raga;

e. renungan suci;

f. keadaan sangat bersuka cita; atau

g. keadaan sangat berduka cita.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia” adalah termasuk wilayah yurisdiksi alat transportasi udara, laut, dan darat milik pemerintah ataupun warga Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sedang di luar negeri.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Yang dimaksud dengan “hari-hari besar nasional di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia” antara lain:

a. tanggal 2 Mei, hari Pendidikan Nasional;

b. tanggal 20 Mei, hari Kebangkitan Nasional;

c. tanggal 1 Oktober, hari Kesaktian Pancasila;

d. tanggal 28 Oktober, hari Sumpah Pemuda;

e. tanggal 10 November, hari Pahlawan.

Yang dimaksud dengan “peristiwa lain” adalah peristiwa besar atau kejadian luar biasa yang dialami oleh bangsa Indonesia, misalnya kunjungan Presiden atau Wakil Presiden ke daerah dan pada perayaan dirgahayu daerah.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9 . . .

Page 54: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 7 -

Pasal 9

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “lembaga negara” adalah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan peraturan perundang-undangan.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Cukup jelas.

Huruf j

Cukup jelas

Huruf k

Cukup jelas.

Huruf l

Cukup jelas

Huruf m

Cukup jelas

Huruf n

Cukup jelas

Huruf o . . .

Page 55: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 8 -

Huruf o

Yang dimaksud dengan “gedung atau kantor atau rumah jabatan lain” adalah gedung atau kantor atau rumah jabatan yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Huruf p

Cukup jelas.

Huruf q

Cukup jelas

Huruf r

Cukup jelas

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 10

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan penggunaan bendera pada kapal-kapal adalah sebagai tanda kehormatan untuk menyatakan kebangsaan dan identitas kapal-kapal tersebut.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b . . .

Page 56: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 9 -

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “perayaan atau peristiwa lain” adalah perayaan atau peristiwa yang digunakan sebagai tanda pernyataan kebangsaan dan kegembiraan umum.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 12

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Pengibaran Bendera di Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dilakukan di halaman rumah seluruh warga negara Indonesia, kantor/gedung pemerintah maupun swasta, satuan pendidikan, dan seluruh wilayah yurisdiksi Indonesia di luar negeri.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8) . . .

Page 57: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 10 -

Ayat (8)

Cukup jelas.

Ayat (9)

Cukup jelas.

Ayat (10)

Cukup jelas.

Ayat (11)

Cukup jelas.

Ayat (12)

Cukup jelas.

Ayat (13)

Cukup jelas.

Ayat (14)

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Cukup jelas.

Pasal 15

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “kebiasaan internasional” adalah segala sesuatu mengenai prosedur atau tata cara dalam praktek pergaulan internasional.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 18 . . .

Page 58: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 11 -

Pasal 18

Cukup jelas.

Pasal 19

Cukup jelas.

Pasal 20

Cukup jelas.

Pasal 21

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “panji organisasi” termasuk panji kebesaran TNI dan POLRI.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “baris” adalah deretan bendera yang sejajar dengan satu baris.

Huruf c

Bendera Negara dibawa di depan rombongan pawai/defile untuk menghormati Bendera Negara.

Huruf d

Bendera Negara tidak disilangkan dengan panji organisasi karena tidak sederajat.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 22

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Bendera Negara dalam ketentuan ini termasuk representasi Bendera Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4).

Pasal 25

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas.

Pasal 27 . . .

Page 59: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 12 -

Pasal 27

Yang dimaksud “dokumen resmi negara” adalah antara lain surat keputusan, surat berharga, ijazah, surat keterangan, surat identitas diri, akta jual beli, surat perjanjian, putusan pengadilan.

Pasal 28

Yang dimaksud dengan “pidato resmi” adalah pidato yang disampaikan dalam forum resmi oleh pejabat negara atau pemerintahan, kecuali forum resmi internasional di luar negeri yang menetapkan penggunaan bahasa tertentu.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Cukup jelas.

Pasal 31

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “perjanjian” adalah termasuk perjanjian internasional, yaitu setiap perjanjian di bidang hukum publik yang diatur oleh hukum internasional, dan dibuat oleh pemerintah dan negara, organisasi internasional, atau subjek hukum internasional lain. Perjanjian internasional ditulis dalam bahasa Indonesia, bahasa negara lain, dan/atau bahasa Inggris.

Khusus dalam perjanjian dengan organisasi internasional yang digunakan adalah bahasa-bahasa organisasi internasional.

Ayat (2)

Dalam perjanjian bilateral, naskah perjanjian ditulis dalam bahasa Indonesia, bahasa nasional negara lain tersebut, dan/atau bahasa Inggris, dan semua naskah itu sama aslinya.

Pasal 32

Ayat (1)

Yang dimaksud “bersifat nasional” adalah berskala antardaerah dan berdampak nasional.

Ayat (2)

Yang dimaksud “bersifat internasional” adalah berskala antarbangsa dan berdampak internasional.

Pasal 33

Yang dimaksud dengan “lingkungan kerja swasta” adalah mencakup perusahaan yang berbadan hukum Indonesia dan perusahaan asing yang beroperasi di Indonesia.

Pasal 34 . . .

Page 60: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 13 -

Pasal 34

Cukup jelas.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Cukup jelas.

Pasal 40

Cukup jelas.

Pasal 41

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “pengembangan bahasa” adalah upaya memodernkan bahasa melalui pemerkayaan kosakata, pemantapan dan pembakuan sistem bahasa, pengembangan laras bahasa, serta mengupayakan peningkatan fungsi bahasa Indonesia sebagai bahasa internasional.

Yang dimaksud dengan “pembinaan bahasa” adalah upaya meningkatkan mutu penggunaan bahasa melalui pembelajaran bahasa di semua jenis dan jenjang pendidikan serta pemasyarakatan bahasa ke berbagai lapisan masyarakat. Selain itu, pembinaan bahasa juga dimaksudkan untuk meningkatkan kedisiplinan, keteladanan, dan sikap positif masyarakat terhadap bahasa Indonesia.

Yang dimaksud dengan “pelindungan bahasa” adalah upaya menjaga dan memelihara kelestarian bahasa melalui penelitian, pengembangan, pembinaan, dan pengajarannya.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 42 . . .

Page 61: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 14 -

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Cukup jelas.

Pasal 44

Yang dimaksud “bahasa internasional” adalah bahasa yang digunakan sebagai sarana komunikasi antarbangsa.

Pasal 45

Cukup jelas.

Pasal 46

Yang dimaksud dengan “Garuda Pancasila” adalah lambang berupa burung garuda yang sudah dikenal melalui mitologi kuno yaitu burung yang menyerupai burung elang rajawali.

Garuda digunakan sebagai Lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk menggambarkan bahwa Indonesia adalah bangsa yang besar dan negara yang kuat.

Yang dimaksud dengan “perisai” adalah tameng yang telah dikenal lama dalam kebudayaan dan peradaban asli Indonesia sebagai bagian senjata yang melambangkan perjuangan dan perlindungan diri untuk mencapai tujuan.

Yang dimaksud dengan “semboyan Bhinneka Tunggal Ika” adalah pepatah lama yang pernah dipakai oleh pujangga ternama Mpu Tantular. Kata bhinneka merupakan gabungan dua kata: bhinna dan ika diartikan berbeda-beda tetapi tetap satu dan kata tunggal ika diartikan bahwa di antara pusparagam bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Semboyan ini digunakan menggambarkan persatuan dan kesatuan bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Pasal 47

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “sayap garuda berbulu 17, ekor berbulu 8, pangkal ekor berbulu 19, dan leher berbulu 45” adalah lambang tanggal 17 Agustus 1945 yang merupakan waktu pengumandangan proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia.

Pasal 48 . . .

Page 62: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 15 -

Pasal 48

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “garis hitam tebal yang melukiskan katulistiwa” adalah garis untuk melambangkan bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan negara merdeka dan berdaulat yang dilintasi garis katulistiwa.

Ayat (2)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Mata rantai bulat yang berjumlah 9 melambangkan unsur perempuan, mata rantai persegi yang berjumlah 8 melambangkan unsur laki-laki. Ketujuh belas mata rantai itu sambung menyambung tidak terputus yang melambangkan unsur generasi penerus yang turun temurun.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Kedua tumbuhan kapas dan padi sesuai dengan hymne yang menempatkan pakaian (sandang) dan makanan (pangan) sebagai simbol tujuan kemakmuran dan kesejahteraan.

Pasal 49

Huruf a

Cukup jelas

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “warna kuning emas” adalah warna kuning keemasan secara digital memunyai kadar MHB: merah 255, hijau 255, dan biru 0. Warna kuning emas melambangkan keagungan bangsa atau keluhuran Negara.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “warna hitam” adalah warna hitam yang secara digital mempunyai kadar MHB: merah 0, hijau 0, biru 0.

Warna . . .

Page 63: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 16 -

Warna hitam menggambarkan siklus dan jalinan kehidupan umat manusia dari awal mula penciptaan hingga akhir kehidupan.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “warna alam” adalah warna-warna yang menyerupai warna benda dan makhluk hidup yang ada di alam. Warna-warna itu menggambarkan semangat dan dinamika kehidupan di alam semesta ini.

Pasal 50

Cukup jelas.

Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52

Cukup jelas.

Pasal 53

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “penggunaan Lambang Negara di dalam gedung atau kantor” adalah untuk menunjukkan kewibawaan negara yang penggunaannya dibatasi hanya pada kantor dinas.

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “lembaga negara” antara lain: Presiden dan Wakil Presiden, Menteri dan pejabat setingkat menteri, Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Yang dimaksud dengan “gedung atau kantor lain” adalah gedung sekolah, kantor perusahaan swasta, organisasi dan lembaga-lembaga.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “penggunaan Lambang Negara di luar gedung atau kantor” adalah penggunaan Lambang Negara sebagai lambang keistimewaan yang penggunaannya ditempatkan di muka sebelah luar pada rumah jabatan (ambtswoning) yang disediakan khusus untuk pejabat negara.

Ayat (3) . . .

Page 64: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 17 -

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “tempat tertentu” adalah tempat yang pantas, menarik perhatian orang, mudah dilihat, dan tampak baik bagi pandangan mata semua orang yang datang dan berada di gedung atau kantor tersebut.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 54

Ayat (1)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Yang dimaksud dengan “badan peradilan” antara lain Mahkamah Konstitusi

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Cukup jelas.

Huruf i

Cukup jelas.

Huruf j

Cukup jelas.

Huruf k

Cukup jelas.

Ayat (2) . . .

Page 65: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 18 -

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 55

Cukup jelas.

Pasal 56

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “Lambang Negara dibuat dari bahan yang kuat” adalah bahwa Lambang Negara harus dibuat dari bahan cor semen, metal, campuran besi atau campuran bahan lain yang liat dan kuat, sehingga bentuk Lambang Negara terlihat kokoh dan kuat, dapat digunakan untuk waktu yang lama, tidak mudah patah, hancur ataupun tidak cepat rusak.

Pasal 57

Cukup jelas.

Pasal 58

Cukup jelas.

Pasal 59

Cukup jelas.

Pasal 60

Ayat (1)

Cukup Jelas

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan ”strofe” adalah stanza dalam musik.

Ayat (3)

Stanza dalam lagu Indonesia Raya terdiri atas tiga bait. Bait ketiga biasa dikenal dengan refrein.

Pasal 61 . . .

Page 66: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 19 -

Pasal 61

Cukup jelas.

Pasal 62

Yang dimaksud dengan ”berdiri tegak dengan sikap hormat” pada waktu lagu kebangsaan diperdengarkan/dinyanyikan adalah berdiri tegak di tempat masing-masing dengan sikap sempurna, meluruskan lengan ke bawah, mengepalkan telapak tangan, dan ibu jari menghadap ke depan merapat pada paha disertai pandangan lurus ke depan.

Pasal 63

Cukup jelas.

Pasal 64

Yang dimaksud dengan “dilarang memperdengarkan atau menyanyikan Lagu Kebangsaan dengan nada-nada, irama, iringan, kata-kata dan gubahan-gubahan lain” adalah agar Lagu Kebangsaan tidak dinyanyikan secara sembarangan dan keluar dari derajat dan kedudukannya sebagai Lagu Kebangsaan. Sedangkan yang dimaksud dilarang memperdengarkan, menyanyikan, dan menggunakan Lagu Kebangsaan untuk bahan dan alat reklame dan/atau kegiatan komersial dalam bentuk apapun adalah agar Lagu Kebangsaan tidak digunakan untuk meraih keuntungan komersial tertentu yang melecehkan kedudukan Lagu Kebangsaan tersebut.

Pasal 65

Cukup jelas.

Pasal 66

Cukup jelas.

Pasal 67

Cukup jelas.

Pasal 68

Cukup jelas.

Pasal 69

Cukup jelas.

Pasal 70

Cukup jelas.

Pasal 71

Cukup jelas.

Pasal 72 . . .

Page 67: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 20 -

Pasal 72

Cukup jelas.

Pasal 73

Cukup jelas.

Pasal 74

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 5035

Page 68: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

Warna: Warna Merah : MHB (RGB) : merah 255, hijau 000, dan biru 000 Warna Putih : MHB (RGB) : merah 255, hijau 255, dan biru 255 Warna Kuning Emas : MHB (RGB) : merah 255, hijau 255, dan biru 000 Warna Hitam : MHB (RGB) : merah 000, hijau 000, dan biru 000

Perbandingan Ukuran: Jarak A – B = 12 Jarak C – D = 13 ½ Jarak E – F = 16 Jarak G –H = 15 ½ Jarak I – J = 17

LAMPIRAN

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR : 24 Tahun 2009 2009

TANGGAL : 9 Juli 2009

Page 69: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 2 -

LIRIK LAGU KEBANGSAAN INDONESIA RAYA

VERSI ASLI DENGAN TIGA STANZA

Stanza 1:

Indonesia Tanah Airkoe Tanah Toempah Darahkoe

Di sanalah Akoe Berdiri Djadi Pandoe Iboekoe

Indonesia Kebangsaankoe Bangsa Dan Tanah Airkoe

Marilah Kita Berseroe Indonesia Bersatoe

Hidoeplah Tanahkoe Hidoeplah Negrikoe

Bangsakoe Ra'jatkoe Sem'wanja

Bangoenlah Djiwanja Bangoenlah Badannja

Oentoek Indonesia Raja

(Reff: Diulang 2 kali, red)

Indonesia Raja Merdeka Merdeka Tanahkoe Negrikoe Jang Koetjinta

Indonesia Raja Merdeka Merdeka Hidoeplah Indonesia Raja

Stanza 2:

Indonesia Tanah Jang Moelia Tanah Kita Jang Kaja

Di sanalah Akoe Berdiri Oentoek Slama-Lamanja

Indonesia Tanah Poesaka P'saka Kita Semoeanja

Marilah Kita Mendo'a Indonesia Bahagia

Soeboerlah Tanahnja Soeboerlah Djiwanja

Bangsanja Ra'jatnja Sem'wanja

Sadarlah Hatinja Sadarlah Boedinja

Oentoek Indonesia Raja

(Reff: Diulang 2 kali, red)

Indonesia Raja Merdeka Merdeka Tanahkoe Negrikoe Jang Koetjinta

Indonesia Raja Merdeka Merdeka Hidoeplah Indonesia Raja

Page 70: Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan

- 3 -

Stanza 3:

Indonesia Tanah Jang Seotji Tanah Kita Jang Sakti

Di sanalah Akoe Berdiri 'Njaga Iboe Sedjati

Indonesia Tanah Berseri Tanah Jang Akoe Sajangi

Marilah Kita Berdjandji Indonesia Abadi

S'lamatlah Ra'jatnja S'lamatlah Poetranja

Poelaoenja Laoetnja Sem'wanja

Madjoelah Negrinja Madjoelah Pandoenja

Oentoek Indonesia Raja

(Reff: Diulang 2 kali, red)

Indonesia Raja Merdeka Merdeka Tanahkoe Negrikoe Jang Koetjinta

Indonesia Raja Merdeka Merdeka Hidoeplah Indonesia Raja