Pelajar Islam Indonesia

download Pelajar Islam Indonesia

of 18

description

bahan kuliah

Transcript of Pelajar Islam Indonesia

  • 5/24/2018 Pelajar Islam Indonesia

    1/18

    PELAJAR ISLAM INDONESIA (PII) didirikan di kota perjuangan Yogyakarta pada tanggal

    4 Mei 1947. Para pendirinya adalah Yoesdi Ghozali, Anton Timur Djaelani, Amien Syahri

    dan Ibrahim Zarkasji.

    Salah satu faktor pendorong terbentuknya PII adalah dualism sistem pendi-dikan di kalangan

    umat Islam Indonesia yang merupakan warisan kolonialisme Belanda, yakni pondokpesantren dan sekolah umum. Masing-masing dinilai memiliki orientasi yang berbeda.

    Pondok pesantren berorientasi ke akhirat sementara sekolah umum berorientasi ke dunia.

    Akibatnya pelajar Islam juga terbelah menjadi dua kekuatan yang satu sama lain saling

    menjatuhkan. Santri pondok pesantren menganggap sekolah umum merupakan sistem

    pendidikan orang kafir karena produk kolonial Belanda. Hal ini membuat para santri

    menjuluki pelajar sekolah umum de-ngan "pelajar kafir". Sementara pelajar sekolah umum

    menilai santri pondok pesantren kolot dan tradisional; mereka menjulukinya dengan sebutan

    "santri kolot" atau santri teklekan".

    Pada masa itu sebenarnya sudah ada organisasi pelajar, yakni Ikatan Pelajar Indonesia (IPI).

    Namun organisasi tersebut dinilai belum bisa menampung aspirasi santri pondok pesantren.Merenungi kondisi tersebut, pada tanggal 25 Februari 1947 ketika Yoesdi Ghozali sedang

    beri'tikaf di Masjid Besar Kauman Yogyakarta, terlintas dalam pikirannya, gagasan untuk

    membentuk suatu organisasi bagi para pelajar Islam yang dapat mewadahi segenap lapisan

    pelajar Islam. Gagasan terse-but kemudian disampaikan dalam pertemuan di gedung SMP

    Negeri 2 Secodining-ratan, Yogyakarta. Kawan-kawannya yang hadir dalam pertemuan

    tersebut, antara lain: Anton Timur Djaelani, Amien Syahri dan Ibrahim Zarkasji, dan semua

    yang hadir kemudian sepakat untuk mendirikan organisasi pelajar Islam.

    Hasil kesepakatan tersebut kemudian disampaikan Yoesdi Ghozali dalam Kongres Gerakan

    Pemuda Islam Indonesia (GPII), 30 Maret-1April 1947. Karena banyak peserta kongres yang

    menyetujui gagasan tersebut, maka kongres kemudi-an memutuskan melepas GPII Bagian

    Pelajar untuk bergabung dengan organisasi pelajar Islam yang akan dibentuk. Utusan kongres

    GPII yang kembali ke daerah-daerah juga diminta untuk memudahkan berdirinya organisasi

    khusus pelajar Islam di daerah masing-masing.

    Menindaklanjuti keputusan kongres, pada Ahad, 4 Mei 1947, diadakanlah per-temuan di

    kantor GPII, Jalan Margomulyo 8 Yogyakarta. Pertemuan itu dihadiri Yoesdi Ghozali, Anton

    Timur Djaelani dan Amien Syahri mewakili Bagian Pelajar GPII yang siap dilebur di

    organisasi pelajar Islam yang akan dibentuk, Ibrahim Zarkasji, Yahya Ubeid dari Persatuan

    Pelajar Islam Surakarta (PPIS), Multazam dan Shawabi dari Pergabungan Kursus Islam

    Sekolah Menengah (PERKISEM) Surakarta serta Dida Gursida dan Supomo NA dariPerhimpunan Pelajar Islam Indonesia (PPII) Yogyakarta. Rapat yang dipimpin oleh Yoesdi

    Ghozali itu kemudian memutuskan berdirinya organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) tepat

    pada pukul 10.00, 4 Mei 1947.

    Untuk memperingati momen pembentukan PII, maka setiap tanggal 4 Mei di-peringati

    sebagai Hari Bangkit PII (HARBA PII). Hal ini karena hari itu dianggap sebagai momen

    kebangkitan dari gagasan yang sebelumnya sudah terakumulasi, sehingga tidak digunakan

    istilah hari lahir atau hari ulang tahun.

    Tujuan

    PADA mulanya tujuan PII adalah, "Kesempurnaan pendidikan dan pengajaran bagi seluruh

  • 5/24/2018 Pelajar Islam Indonesia

    2/18

    anggotanya." Dalam Kongres I PII, 14-16 Juli 1947 di Solo tujuan tersebut diperluas menjadi

    "Kesempurnaan pengajaran dan pendidikan yang sesuai dengan Islam bagi Republik

    Indonesia." Akhirnya tujuan tersebut semakin universal dengan perubahan lagi pada Kongres

    VII tahun 1958 di Palembang menjadi "Kesempurnaan pendidikan dan kebudayaan yang

    sesuai dengan Islam bagi segenap rakyat Indonesia dan umat manusia." Rumusan tujuan PII

    hasil Kongres VII tersebut yang digunakan sampai sekarang ini sebagaimana tercantumdalam Anggaran Dasar (AD) PII Bab IV pasal 4.

    Tugas Pokok, Fungsi dan Usaha

    Pelajar Islam Indonesia mempunyai tugas pokok melaksanakan pelatihan, taklim dan kursus

    bagi para pelajar Islam guna menumbuhkan kader umat dan kader bangsa yang

    berkepribadian muslim, cendekia dan memiliki jiwa kepemimpinan (AD Bab V Pasal 5).

    Sementara itu, organisasi ini berfungsi sebagai wadah pembinaan kepribadian muslim,

    penghantar sukses studi, sarana berlatih dan alat perjuangan bagi pelajar Islam (AD Pasal 6).

    Untuk mewujudkan tujuannya, PII bergerak secara independen di bidang pen-didikan,kebudayaan dan dakwah. Adapun usaha yang dilakukan PII sesuai dengan Bab VI Pasal 7,

    adalah :

    1. 1. Mendidik anggotanya untuk menjadi orang yang bertaqwa kepada Allah SWT.

    2. 2. Mengembangkan kecerdasan, kreativitas, ketrampilan, minat dan bakat anggo-tanya.

    3. 3. Mendidik anggotanya untuk memiliki dan memelihara jiwa independen/mandiridan kesanggupan berdiri sendiri tanpa ketergantungan kepada orang lain.

    4. 4. Membina mental dan menumbuhkan apresiasi keilmuan serta kebudayaan yangsesuai dengan Islam bagi anggotanya.

    5. 5. Membina anggota menjadi pribadi-pribadi yang tangguh dan cakap dalammengelola arus informasi global dunia serta menangkal dampak negatif produk-

    produk budaya asing dan arus informasi global tersebut.

    6. 6. Membantu dalam pemenuhan minat dan kebutuhan serta mengatasi problematikapelajar.

  • 5/24/2018 Pelajar Islam Indonesia

    3/18

    7. 7. Menyelenggarakan kegiatan sosial untuk kepentingan Islam dan umat Islam, sertaumat manusia pada umumnya.

    8. 8. Menumbuhkembangkan semangat dan kemampuan anggota untuk menguasai,memanfaatkan serta mengikuti perkembangan Ilmu Pengetahuan dan teknologi bagi

    kesejahteraan umat manusia.

    9. 9. Mengembangkan dan meningkatkan kemampuan anggota untuk memahami,mengkaji, mengapresiasi dan melaksanakan ajaran serta tuntunan Islam dalam

    kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.

    10.10. Mencetak kader-kader pemimpin yang memiliki pandangan hidup Islami, kelu-asan pandangan dunia global dan kepribadian muslim dalam segala bidang kehidupan.

    Keanggotaan

    PADA awal berdirinya PII, muncul reaksi dari IPI yang menilai kehadiran PII bisa

    menimbulkan perpecahan di kalangan pelajar. Untuk menghindari terjadinya konflik,

    diadakanlah pertemuan PII dengan IPI pada tanggal 9 Juni 1947 di Gedung Asrama TeknikJalan Malioboro, Yogyakarta. Dalam pertemuan tersebut kemudian ditandatangani Piagam

    Malioboro oleh Sekjen PB IPI Busono Wiwoho dan Sekjen PB PII Ibrahim Zarkasji. Salah

    satu butir penting dari piagam tersebut adalah hak hidup PII oleh IPI. Sebagai tindak lanjut

    dari penandatanganan piagam tersebut maka dimana ada IPI akan didirikan PII. Saat itu IPI

    sudah ada di hampir seluruh wilayah Indonesia yanga da sekolah menengahnya. Para pelajar

    Islam yang menjadi anggota IPI pun ikut membantu berdirinya PII. Sebaliknya PII bersedia

    bekerja sama dengan IPI dalam masalah yang bisa dikerjakan bersama dan bersifat nasional.

    Dalam perjalanan selanjutnya perkembangan PII ternyata jauh lebih pesat dari IPI. Hal itu

    ditunjang dengan bergabungnya organisasi-organisasi pelajar Islam lokal ke tubuh PII. Selain

    PPII (Yogyakarta), PPIS dan PERKISEM (Surakarta) yang ikut mendirikan PII, pada saat

    penyelenggaraan Kongres I PII, 14-16 Juli di Solo, Persa-tuan Pelajar Islam Indonesia(PERPINDO) dari Aceh juga memfusikan diri ke dalam tubuh PII. Perkembangan anggota

    semakin pesat pada tahun 1960-an setelah Masyumi (1960) dan GPII (1963) dibubarkan oleh

    pemerintah. Hal itu mendorong PII mem-buat penafsiran sendiri terhadap kata pelajar. Kalau

    sebelumnya pelajar adalah mereka yang di pesantren dan sekolah, kemudian diperluas

    menjadi minal mahdi ilal lahdi (dari ayunan sampai ke liang lahat), sesuai dengan hadits nabi

    tentang perintah mencari ilmu. Sehingga PII juga menjadi penampung aspirasi mantan-

    mantan anggota Masyumi dan GPII.

    Jumlah anggota PII mulai menyusut di tahun 1980-an seiring dengan mengu-atnya nuansa

    politis dalam aktifitas PII, sementara pemerintah saat itu justru ber-kesan tengah

    mendepolitisir umat Islam. Puncak dari penyusutan itu adalah ketika PII tidak maumenyesuaikan diri dengan UU Keormasan yang disahkan 17 Juni 1985 dan mulai

  • 5/24/2018 Pelajar Islam Indonesia

    4/18

    diberlakukan 17 Juni 1987. Akibatnya kemudian Mendagri mengeluarkan SK Mendagri No.

    120/1987 tertanggal 10 Desember 1987 yang menganggap PII telah membubarkan diri dan

    selanjutnya melarang kegiatan yang mengatasnamakan PII. Ketika SK itu keluar, menurut

    Ketua Umum PB PII saat itu Chalidin Yacobs, jumlah anggota PII mencapai 4 juta orang.

    Namun delapan tahun kemudian, 1995, jumlah anggota PII aktif sepertinya tidak mencapai

    100.000 orang.

    Meski demikian, PII tidak pernah mati. Sadar penyusutan anggota tidak bisa dibiarkan begitu

    saja, maka ihtiar untuk bangkit kembali pun dicanangkan. Momentumnya adalah pada

    Muktamar Nasional XX PII tahun 1995 di Cisalopa, Bogor. Setelah melalui perdebatan

    sengit, diputuskan PII akan melakukan reformalisasi dengan melakukan registrasi ke

    Depdagri. Sejak itu jumlah anggota PII kembali terdongkrak. Hanya karena sistem

    administrasi yang belum rapi sesuai standard administrasi sebuah organisasi formal, jumlah

    secara pasti seluruh anggota PII belum bisa diketahui.

    Untuk penataan kembali administrasi keanggotaan PII, maka ditentukan per-syaratan

    keanggotaan di PII yang meliputi anggota tunas, anggota muda, anggota biasa, anggota luarbiasa dan anggota kehormatan. Anggota tunas, mereka yang duduk dijenjang pendidikan

    dasar (SD/MI), anggota muda, mereka yang duduk di jenjang pendidikan menengah pertama

    (SLTP/MTs), anggota biasa, mereka yang duduk di jenjang pendidikan menengah atas

    (SMU/SMK/MA), anggota luar biasa warga negara asing yang sedang belajar di Indonesia

    atau sebaliknya, dan anggota kehormatan adalah mereka yang memiliki jasa terhadap PII.

    Masa keanggotaan PII akan berakhir secara otomatis, bila yang bersangkutan telah dua tahun

    menyelesaikan pendidikan formalnya.

    Kepengurusan

    KEPENGURUSAN PII terdiri dari empat jenjang institusi. Yang terendah Pengu-rus

    Komisariat (PK), berbasis kecamatan, sekolah atau lembaga pendidikan lainnya. Untuk

    membentuk Pengurus Komisariat, minimal memiliki 25 orang anggota. Peng-urus Daerah

    (PD) sebagai institusi kepengurusan berikutnya, selain berbasis kabu-paten/kotamadya juga

    bisa berbasis pesantren atau perguruan tinggi. Dalam satu kabupaten/kotamadya, jika

    dipandang perlu bisa juga dibentuk lebih dari satu PD, dengan syarat masing-masing

    memiliki mini-mal 100 anggota. Di Kabupaten Brebes, Jawa Tengah misalnya, selain ada PD

    PII Brebes juga ada PD PII Bumiayu (salah satu Kawedanan di Brebes). Pengurus Wilayah

    (PW) berbasis propinsi, namun ada juga yang dalam satu propinsi memiliki dua PW, yakni

    PW PII Maluku serta PW PII Maluku Utara dan Halmahera Tengah. Demikian juga batas

    teritorial PW kadang berbeda dengan batas teritorial propinsi. Misalnya PW PII YogyakartaBesar meliputi DIY dan eks-Karesidenan Kedu dan eks-Karesidenan Banyumas (Jawa

    Tengah). Sedangkan PW PII Jakarta, selain DKI juga ditambah eks Karesidenan Purwakarta.

    Sebagai institusi kepengurusan yang tertinggi adalah Pengurus Besar (PB) yang

    berkedudukan di Jakarta. Di samping kepengurusan badan induk, PII juga memiliki 2 badan

    otonom: Brigade PII dan Korps PII Wati. Brigade PII dibentuk pada 6 Nopember 1947, pada

    masa revolusi fisik mempertahankan kemerdekaan RI. Tujuannya untuk menyalurkan bakat

    kemiliteran anggota-anggota PII. Pembentukannya dilatarbelakangi partisipasi PII dalam

    melawan Agresi Militer I Belanda, 27 Juli 1946, tidak berapa lama setelah Kongres I PII.

    Pada masa sekarang Brigade PII difungsikan sebagai badan inteljen PII untuk memberikan

    masukan-masukan bagi program-program yang disusun PII di semua institusi. Korps PII Watidibentuk pada tanggal 31 Juli 1964, dalam forum Muktamar X PII di Malang.

  • 5/24/2018 Pelajar Islam Indonesia

    5/18

    Dilatarbelakangi adanya krisis

    kader putri di PII, sehingga diharapkan Korps PII Wati bisa melakukan akselerasi proses

    pembinaan kader-kader putri PII yang umumnya masa aktifnya lebih sebentar dibanding

    kader-kader putra.

    Pembinaan Anggota dan Proses Kaderisasi

    PROSES pembinaan anggota kaderisasi pada masa-masa awal PII berdiri dila-kukan di

    pesantren atau madrasah dan sekolah. Pesantren pertama yang dijadikan tempat kegiatan

    kaderisasi adalah Pondok Modern Gontor. Di pesantren tersebut pada masa-masa itu, PII

    menjadi organisasi resmi para santri. Kegiatan kaderisasi yang dilakukan di pesantren berupa

    kursus-kursus, seperti kursus politik, manaje-men organisasi dan kepemimpinan. Sedangkan

    di sekolah umum kegiatannya beru-pa kursus-kursus agama Islam. Karena saat itu di sekolah

    umum tidak ada pendi-dikan agama.

    Latihan kader PII pertama kali diadakan pada tahun 1952 dengan mengun-dang beberapatokoh untuk memberikan ceramah. Proses kaderisasi yang dilaksa-nakan secara sistematis

    baru dimulai pada periode 1956-1958 ketika PB PII dipimpin Wartomo Dwijoyuwono. Ia

    mengadopsi pola kaderisasi pada organisasi yang di-lihatnya di Amerika sewaktu mengikuti

    program Youth Specialist. PB PII mengikuti kegiatan tersebut atas undangan Departemen

    Luar negeri Amerika Serikat.

    Pada tahun 1957 diadakan seminar tentang kaderisasi dan tahun 1958 diter-bitkan Buku

    Sistem Latihan Kepemimpinan Dalam PII yang lebih banyak diintrodusir dari Aloka Training

    dan training-training luar negeri lainnya. Pada tahun 1961 mulai dikembangkan metode

    Group Dynamics (dinamika kelompok) di PII. Dasar teori tentang group dynamics tersebut

    masuk ke PII melalui training-training yang diikuti kader-kader PII pada tahun 50-an yang

    diselenggarakan dalam rangka Colombo Plan. Selanjutnya para intelektual PII seperti Mukti

    Ali (pernah menjadi Menteri Agama), Hariry Hadi dan lain-lain mengembangkannya dengan

    menciptakan Leadership Training, "Mental Training, dan "Student Work Camp.

    Pada tahun 1962-1964 ketika PB PII dipimpin Ketua Umum Ahmad Djuwaeni, dilakukan

    evaluasi terhadap pelaksanaan training. Evaluasi tersebut memberikan penilaian training yang

    sudah diselenggarakan ternyata baru melahirkan pemimpin-pemimpin yang pandai

    memimpin rapat, pandai berpidato, dan pandai berdiskusi, tetapi ruh Islam, dan ruh jihad

    kurang berkembang. Sebagai tindak lanjutnya, dibentuklan suatu tim untuk memperbaiki

    materi training. Metode yang digunakan tetap dinamika kelompok, tetapi materi-materi, casediskusinya diarahkan pada penanaman aqidah, akhlak, idealisme, dan ruh jihad. Departemen

    Kader, Departemen Pendidikan dan Departemen Sosial, masing-masing menyelenggarakan

    Lokakarya Training, untuk menyempurnakan atau mengadopsi training dengan dasar

    group dynamics dari Kurt Lewin. M. Husni Thamrin dan Hidayat Kusdiman (Departemen

    Kader) mengembangkan Decision Group Dynamics, menjadi Latihan Kader

    Kepemimpinan dalam Lokakarya Kepe-mimpinan di Yogyakarta. Endang Syaifuddin

    Anshari dan Utomo Dananjaya (Departemen Pendidikan) mengembangkan Mental Training

    sebagai Reference Group Dy-namics dalam Lokakarya di Leles, Garut, Jawa Barat.

    Syarifudin Siregar Pahu dan Endang Toharudin (Departemen Sosial) mengembangkan

    Perkampungan Kerja Pelajar, sebagai adaptasi dari Student Work Camp, yang merupakan

    perwujudan dari Task Group Dynamics, dalam Lokakarya di Rancaekek, Bandung.Mungkin ini adalah masa berkembangnya kecendekiawanan di PII, yaitu melakukan

  • 5/24/2018 Pelajar Islam Indonesia

    6/18

    pendekatan intelektual dalam rangka merumuskan program training yang masih mengacu

    pada teori ilmiah, psikologi, dan sosiologi.

    Training-training tersebut merupakan upaya demokratisasi dan bersamaan dengan

    merosotnya demokrasi liberal dan menonjolnya "ancaman" ideologi, sejak tahun 1966, cara

    training demokratisasi di PII berubah menjadi indoktrinasi ideo-logi. Musyawarah Kader danCoaching Instruktur (MUKACI), 20-26 Agustus 1967 di Pekalongan membersitkan

    kekhawatiran bahwa training-training PII terancam oleh kecenderungan "indoktrinasi" dan

    "dominasi" pelatih, ketimbang mengembangkan daya nalar, demokratisasi, tauhid,

    pembebasan, persamaan dan persaudaraan. Sehingga MUKACI mengupayakan untuk

    "membuat proses kegiatan belajar menjadi menyenangkan sekali" dengan membangun

    suasana "fun" dalam pelaksanaan training agar tetap tumbuh semangat demokrasinya.

    Pembenahan proses kaderisasi PII terus berlanjut. Pada tanggal 1-6 April 1979 diadakan

    Pekan Orientasi Instruktur (POIN) di Cibubur, Jakarta. Kegiatan menghasilkan konsep-

    konsep untuk mensistematisir pemahaman training PII. Se-lanjutnya pada tanggal 17-21

    Pebruari 1985 diselenggarakan Musyawarah Instruktur Nasional di Bandar Lampung yangmenghasilkan buku Panduan Training yang materi-materinya sudah diperbaharui lagi,

    meliputi Basic Training, Panduan Mental Training, Panduan Perkampungan Kerja Pelajar

    (PKP), dan Panduan Advanced Training. Selain buku panduan training, juga ditetapkan

    program kaderisasi yang disebut Sebelas Bintang, Satu Matahari, plus Rembulan. Program

    sebelas bintang terdiri dari Training Alternatif yang meliputi Studi Islam Awal Mula

    (SIAM) I, II, III, Bimbingan Keilmuan dan Kepelajaran (BKK) I, II, III, Latihan Hubungan

    Antar Manusia (LABUNSIA) I, II, III, dan Training Konvensional yang meliputi Leadership

    Basic Training (LBT), Mental Training, dan Perkampungan Kerja Pelajar (PKP). Program

    satu matahari adalah Leadership Advanced Training (LAT). Sedangkan program satu

    rembulan akan menyusul kemudian (karena rembulan hanya memantulkan sinar matahari).

    Pelaksanaan Training Konvensional dikoordinasi oleh kepengurusan tingkat wilayah dan

    bisanya diadakan pada saat liburan sekolah, kecuali jika sasaran pe-serta adalah mahasiswa,

    seperti untuk jenjang LAT. Sementara Training Alternatif diselenggarakan oleh

    kepengurusan tingkat daerah untuk menjaring calon anggota dan calon peserta Training

    Konvensional.

    Pada kepengurusan PB PII periode 1989-1992 mulai digulirkan Konsep Ta'dib untuk menjadi

    Sistem Kaderisasi PII. Namun bagaimana penjabarannya, sampai berakhirnya periode

    kepngurusan tersebut belum terwujud. Setelah cukup lama dilakukan pembahasan secara

    informal akhirnya Konsep Ta'dib dibicarakan dan disempurnakan dalam forum PekanOrientasi Takdib nasional (PORTANAS) pada tanggal 1-3 Maret 1997 di GOR Jati Diri

    Semarang. Melalui forum ini Konsep Tadib secara resmi dijadikan sebagai Sistem

    Kaderisasi PII yang meliputi Training, Talim, dan Kursus. Hasil ini kemudiandisahkan

    dalam Muktamar Nasional XXI PII pada tanggal 24-30 Mei 1999 di Jakarta.

    Terakhir Sistem Kaderisasi PII dibahas dalam Lokakarya Instruktur Nasional (LIN), 20-26

    Nopember 1998 di Udiklat PLN Pandaan, Pasuruan. Dalam forum ini ditetapkan Konsep

    Tadib sebagai Sistem Kaderisasi PII yang di dalamnya juga mencakup Pola Kaderisasi di

    badan otonom, yakni Pola Kaderisasi Brigade PII dan Pola Kaderisasi Korps PII Wati

    (Informasi lebih detil tentang Sistem Kaderisasi PII (Tadib), bisa dilihat dalam bagianlain).

    Lambang PII

  • 5/24/2018 Pelajar Islam Indonesia

    7/18

    Ketika mengadakan pertemuan untuk mendirikan organisasi PII, Yoesdi Ghozali juga sudah

    menyiapkan lambang PII sekaligus dengan maknanya, yaitu :

    - Warna Hijau (warna gambar), menunjukkan bahwa PII dalam mencapai cita-citanya

    menjadikan Islam sebagai lambang perdamaian.

    - Warna Biru (warna isi segitiga), melambangkan kesetiaan PII pada cita-cita-nya.- Warna Merah Putih (warna pita), menunjukkan lambang kebangsaan Indone-sia.

    - Bulan Bintang, menunjukkan ketinggian Islam sebagai cita-cita yang diperju-angkan PII.

    - Kubah yang tinggi membubung dengan lengkungan yang membusung, melambangkan

    keagungan dan kebesaran Islam.

    - Bangunan, memberi makna bahwa PII mendirikan organisasi di atas landasan bangunan

    yang kokoh dan kuat.

    - Teratak tangga, menunjukkan bahwa PII dalam mencapai cita-citanya menyu-sun organisasi

    yang teratur rapi dalam melaksanakan perjuangan yang sistema-tis.

    - Jumlah Bangunan (4) dan Teratak Tangga (7), menunjukkan tahun '47 (1947) saat

    berdirinya PII.

    - Alas Segi Lima, berarti bahwa PII senantiasa mengajak anggotanya untuk me-nuntut ilmupengetahuan yang bermanfaat.

    - Buku dan Pena, memberi makna bahwa PII senantiasa mengajak anggotanya untuk

    menuntut ilmu pengetahuan yang bermanfaat.

    - Segi Tiga, menunjukkan bahwa segala usaha yang dilakukan oleh PII memiliki tujuan yang

    satu, yaitu mengabdi kepada Allah SWT untuk mendapat ridha-Nya.

    Kiprah PII

    PII MERUPAKAN gerakan pendidikan, kebudayaan dan dakwah sehingga se-nantiasa

    memiliki perhatian terhadap persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ketiga bidang

    tersebut. Bentuk dari perhatian tersebut tentu saja berbeda dari wak-tu ke waktu, periode ke

    periode. Situasi dan kondisi ikut mempengaruhi respon PII terhadap masalah yang

    melingkupi ketiga bidang tersebut.

    Pengembangan Budaya

    PERHATIAN PII terhadap seni ditunjukkan dengan banyaknya lagu-lagu yang dimiliki PII.

    Selain itu, mulai Kongres VII PII acara tersebut selalu diikuti dengan kegiatan Porseni (Pekan

    Olah raga dan Seni). Demikian pula penyelenggaraan Konferensi-konferensi di tingkat

    wilayah dan daerah. Yang cukup meriah dalam Porseni IV bersamaan dengan Muktamar

    Nasional X PII di Malang pada tahun 1964. Juara umum Porseni direbut kontingen PII JawaTengah yang mengirim kontingen tangguh dengan personalia antara lain GM. Sudharta

    (karikaturis), Arifin C. Noer (alm, sutradara), Dedy Sutomo (aktor), Budiman S. Hartojo,

    Nurul Aini, dan lain-lain.

    Pada masa perlawanan terhadap rezim orde lama, PII memang banyak me-nampung pada

    seniman khususnya mereka yang ikut menjadi penandatangan Manikebu. Seperti Taufiq

    Ismail yang baru dipecat dari HMI karena ikut menandatangani Manikebu justru diundang

    hadir pada Konferensi Besar VIII PII tahun 1965 di Yogyakarta bersama Bur Rasuanto.

    Selain itu PB PII juga menerbitkan kumpulan puisi Taufiq Ismail, "Tirani dan Benteng".

    Kepedulian PII terhadap pengembangan seni budaya juga diwujudkan dengan pengembangan

    seni teater. Di beberapa tempat muncul Teater "Empat Mei" yang berkembang dengan baik.Perhatian terhadap masalah seni budaya juga diwujudkan melalui protes PII atas munculnya

  • 5/24/2018 Pelajar Islam Indonesia

    8/18

    "adegan kurang pantas" yang diperankan mendiang aktor S. Bono dalam film yang beredar

    tahun 1960-an.

    Namun seiring dengan menguatnya "nafas politik" dalam gerakan PII, perhatian terhadap

    masalah seni budaya mulai menyurut. Sehingga banyak bakat-bakat seni para aktifis PII yang

    terbengkalai. Ketika berlangsung Muktamar Nasional XXI PII mulai dicoba lagi pementasanseni untuk memeriahkan kegiatan. Delegasi Jawa Barat melalui Teater Cob-cob Gerage yang

    diawaki para aktifis PII Cirebon, menampilkan kisah "Tapak-tapak PII di pentas Perjuangan

    Bangsa".

    Mengingat PII sebagai sebuah gerakan pendidikan, kebudayaan dan dakwah, maka perhatian

    PII terhadap seni budaya memang masih perlu ditingkatkan lagi. Beberapa kali kesempatan

    forum-forum nasional, Peringatan Hari Bangkit, dan sebagainya; apresiasi terhadap seni dan

    budaya ini telah mulai ditempatkan kembali pada proporsinya. Tak heran jika di berbagai

    tempat yang menjadi basis gerakan PII, terdapat kelompok-kelompok seni dan budaya yang

    dimotori oleh para pelajar dan kader-kader PII yang mempunyai minat, bakat dan kepedulian

    dalam bidang seni dan budaya. Di Wilayah Jakarta, misalnya, PD PII Jakarta Pusatmempunyai Kelompok Nasyid. PD PII Jakarta Utara, memiliki Kelompok Teater Lenong

    Bocah, yang kerap melakukan pementasan pada acara-acara seremonial PII maupun lomba-

    lomba. Di komunitas Menteng Raya 58, tempat sekretariat PB PII dan PII Wilayah Jakarta

    berdiam, terdapat Kelompok Musik Jiwa Merdeka yang kerap melantunkan musikalisasi

    puisi dalam setiap pementasannya. Singkatnya, apresiasi terhadap bidang seni dan budaya ini

    telah mulai menemukan bentuknya, diilhami bahwa seni dan budaya dapat dijadikan sarana

    dakwah mensiarkan ajaran Islam dengan sangat estetis.

    Pembinaan Masyarakat Pelajar

    IKHTIAR untuk membina masyarakat pelajar sudah dimulai sejak 1950-an, de-ngan merintis

    yayasan-yayasan yang bersifat kesejahteraan bagi para pelajar. Misalnya PII berpartisipasi

    dalam pendirian Yayasan Asrama Masjid Syuhada (YASMA) di Yogyakarta, Yayasan

    Asrama Pelajar Islam yang mengelola Asrama Pelajar dan Mahasiswa Islam Sunan Gunung

    Jati (di Jalan Bunga) dan Asrama Mahasiswa dan Pelajar Islam Sunan Giri (di daerah

    Rawamangun) di Jakarta. Sampai kini kedua asrama tersebut masih berfungsi dengan baik

    sebagai tempat pembinaan kader, meski tidak langsung ditangani oleh PII.

    Di Yogyakarta pernah juga didirikan Yayasan Bea Siswa Pelajar Islam oleh Cha-mim

    Prawira dan Amir Hamzah Wiryosukarto pada tahun 1957/1958. Kemudian ada juga Yayasan

    Bintang Pelajar yang antara lain menangani pengiriman pelajar SLTA ke luar negeri melaluiAFS (American Field Service). Lembaga ini dirintis oleh PII dan di-pimpin secara bergilir

    oleh mantan aktifis PII seperti Wartomo, Hariry Hadi, M. Harjadi, Taufik Ismail, Arif

    Rahman, Aida Jusuf Ahmad dan Yati Sofiati Mukadi.

    Setelah sempat surut, seiring dengan surutnya aktifitas PII, sekarang PII tengah

    menghidupkan kembali aktifitas pembinaan pelajar. Saat ini ada tiga sayap yang di-gunakan

    PII untuk berhubungan dengan pembinaan masyarakat pelajar. Pertama, Komite Peduli

    Pelajar Pelajar Islam Indonesia (KPP-PII). Komite ini lahir ketika banyak pelajar yang

    terpaksa putus sekolah atau terancam putus sekolah, akibat kri-sis ekonomi yang cukup

    panjang di Indonesia. Salah satu kegiatannya adalah menya-lurkan bea siswa bagi pelajar

    tingkat SD/MI, SLTP/MTs dan SMU/SMK/MA. Di samping itu juga mengadakan kegiatan-kegiatan penunjang seperti Pesantren Kilat Pelajar di masa liburan dan advokasi pelajar.

  • 5/24/2018 Pelajar Islam Indonesia

    9/18

    Kedua, Crisis Centre fo Students (CCS).

    Pelaksanaan kampanye dalam Pemilu 1999 yang banyak melibatkan pelajar, yang di

    antaranya sebenarnya belum memiliki hak pilih mendorong lahirnya CCS. Apalagi

    perkembangan menunjukkan para pelajar kadang menjadi korban dalam insiden-insiden

    selama kampanye. Untuk itu maka CCS berupaya menggalakkan kampanye agar pelajar tidakmenjadi komoditas politik semata, tapi justru para politisi semestinya memiliki perhatian

    serius kepada para pelajar, sebagai aset masa depan bangsa. Ketiga, Kesatuan Aksi Pelajar

    Islam Indonesia (KA-PII). Diilhami pembentukan Kesatuan Aksi Pemuda Pelajar Indonesia

    (KAPPI), PII kemudian membentuk KA-PII untuk mengantisipasi perkembangan situasi

    politik pasca runtuhnya Orde Baru, yang ditandai dengan banyaknya peristiwa kekerasan

    politik. Melalui KA-PII, hendak disuarakan aspirasi politik pelajar secara damai. Misalnya

    agar para politisi dalam suasana krisis ekonomi tidak hanya berebut kursi saja, tapi juga

    memperhatikan masalah pendidikan, serta persoalan penyelesaian kerusuhan di Ambon yang

    harus dilakukan sesegera mungkin, karena telah menyebabkan terlantarnya kegiatan belajar

    mengajar di sana, demikian juga persoalan Aceh yang terus berlarut-larut.

    Belakangan, di era pemerintahan Abdurrahman Wahid, aksi turun jalan PII melalui sayap

    KA-PII tersebut, semakin sering dilakukan seiring dengan kebijakan pemerintah yang tidak

    sejalan dengan amanat reformasi. Beberapa kebijakan pemerintah soal pencabutan Tap

    MPRS No. XXV/1966 tentang Komunisme, kebijakan luar negeri yang pro zionis-kapitalis

    dan mengabaikan solidaritas terhadap negara-negara muslimterutama didalamnya

    persoalan Palestina, kenaikan tarif angkutan umum, sistem pendidikan (kurikulum,

    penunggalan pembinaan lewat OSIS), anggaran pendidikan yang sangat rendah dan

    sebagainya, menjadi persoalan yang disikapi secara kritis oleh aktivis PII melalui jaringan

    aksi KA-PII. Jaringan aksi KA-PII mengoptimalkan partisipasi massa pelajar melalui simpul-

    simpul massa PII yang berada di berbagai lokasi atau basis sekolah dan pondok pesantren di

    Jabotabek. Dengan demikian, pendidikan politik terhadap pelajar telah dilakukan sedari dini

    melalui penyaluran aspirasi kritis mereka kepada pihak-pihak yang berwenang, terkait

    dengan berbagai isu/persoalan yang tengah terjadi di masyarakat.

    Pada tanggal 6 Nopember 1999 bersamaan dengan Peringatan Hari Lahir Briga-de PII (Harla

    Brigade PII) ke-52 diresmikan pembentukan Perguruan Silat Beladiri Pelajar Islam Indonesia

    (PSBD-PII) untuk melatih ketahanan fisik ketrampilan bela diri para pelajar pada umumnya

    dan anggota PII pada khususnya. Dalam pengembangan selanjutnya PSBD-PII berada di

    bawah koordinasi Koordinator Pusat Brigade Pelajar Islam Indonesia (Korpus Brigade PII).

    Hubungan Internasional

    SEGERA setelah berdiri, PII juga membuka perwakilan luar negeri. Mereka yang pernah

    menjadi perwakilan PII di luar negeri adalah Hasan Muhammad (Ame-rika Serikat), S. Arifin

    (Swiss), Shawabi (Mesir), Mukti Ali (Pakistan), Ilyas Ismed (Filipina), dan Emzita (Irak).

    Selain itu PII juga merintis program AFS (American Fields Service) di Indonesia memulai

    tahun 1956 dengan pengiriman tujuh orang pelajar ke Amerika Serikat. Termasuk dalam

    rombongan pertama ini adalah penyair Taufiq Ismail dan Z.A. Maulani. Mereka yang pernah

    mengikuti program ini antara lain Tanri Abeng (Mantan Menteri Negara Pemberdayaan

    BUMN Kabinet Habibie) dan Arief Rahman (Kepala SMU Lab School). Selain itu ada juga

    peserta non PII, yaitu Ariel Haryanto (mantan dosen UKSW Salatiga). Pada masapemerintahan orde lama program ini sempat dilarang oleh Waperdam Subandrio. Sekarang

  • 5/24/2018 Pelajar Islam Indonesia

    10/18

    program ini dilanjutkan oleh Yayasan Bina Antar Budaya.

    Pasang surut PII di tanah air juga mempengaruhi PII di percaturan internasi-onal. Kiprah PII

    di forum internasional menyurut. Baru mulai ada peningkatan aktif-itas di luar negeri pada

    permulaan 1990-an. Pada tahun 1990, PII ikut membidani berdirinya Persekutuan

    Perhimpunan Pelajar-Pelajar Islam Asia Tenggara (PEPIAT) yang berkedudukan diMalaysia. Dan saat ini, mengingat situasi Malaysia yang secara politis belum stabil, maka PII

    hendak mengupayakan agar kedudukan PEPIAT bisa dipindahkan ke Indonesia. Selain itu PII

    juga ikut berpartisipasi dalam Regional Islamic Da'wah of South East Asia And Pacific

    (RISEAP) dan International Islamic Federation of Students Organization (IIFSO). Bahkan

    pada kongres IIFSO di Istambul, 1996, Ketua Umum PB PII periode 1995-1998 A. Hakam

    Naja, terpilih sebagai Financial Secretary.

    Sekarang PII juga mulai merintis lagi pembukaan perwakilan luar negeri, dimulai dari

    Malaysia, Mesir, Australia, dan Yordania. Melalui pengurus perwakilan luar negeri ini PII

    mengusahakan beasiswa bagi anggotanya untuk melanjutkan studi di luar negeri. Yang sudah

    berjalan adalah di International Islamic University (IIU) Malaysia dan Al-Azhar University diKairo, Mesir. ?

    KETUA UMUM PENGURUS BESAR (PB) dari periode ke periode:1. Joesdi Ghazali (1947)

    2. Noersjaf (1947-1948)

    3. Anton Timoer Djailani (1948-1950), (1950-1952)

    4. Ridwan Hasjim (1952-1954)

    5. Amir Hamzah Wirjosoekanto (1954-1956)

    6. Ali Undaja (1956-1958)

    7. Wartomo Dwijuwono (1958-1960)

    8. Thaher Sahabuddin (1960-1962)

    9. Ahmad Djuwaeni (1962-1964)

    10. Syarifuddin Siregar Pahu (1964-1966)

    11. A. Husnie Thamrin (1966)

    12. Utomo Dananjaya (1966-1969)

    13. Hussein Umar (1966-1969), (1969-1973)

    14. Usep Fathuddin (1969-1973)

    15. Yusuf Rahimi (1973-1976)

    16. Ahmad Joenanie Aloetsjah (1976-1973)

    17. Masyhuri Amin Mukhri (1979-1983)

    18. Mutammimul Ula (1983-1986)19. Chalidin Yacobs (1986-1989)

    20. Agus Salim (1989-1992)

    21. Syafunnur Maszah (1992-1995)

    22. Abdul Hakam Naja (1995-1998)

    23. Djayadi Hanan (1998-2000)

    24. Abdi Rahmat (2000-2002)

    25. Zulfikar (2002-2004)

    26. Delianur (2004-2006)

    27. Muh. Zaid Markarma (2006-2008)

    28. Nasrullah (2008-2010)

    29. Muhammad Ridha (2010-2012)30. Randi Muchariman (2012-2015)

  • 5/24/2018 Pelajar Islam Indonesia

    11/18

    PII dan Brigade PII pada saat timbulnya , adalah sebagai salah satu kesatuan yang tidak dapat

    dipisah pisahkan, keduanya adalah anak kembardari pergerakan revolusi 45 dengan

    tugasnya masing masing yang tumbuh dengan sendirinya dan bukan karena dibuat-buat

    apalagi dipaksakan.

    Sebagaimana kita dapat memahami dari namanya, Brigade PII, berbentuk klasykaran /ketentaraan, ia merupakan salah satu dari pasukan rakyat yang berjuang melawan penjajah.

    Brigade PII berjuang saling bahu membahu dengan saudara perjuangan lainnya seperti : TKR

    ( Tentara Keamanan Rakyat ), TRI Hizbullah, BPRI ( Baris dan Pemberontakan RI ), TRIP (

    Tentara Republik Indonesia Pelajar Jawa Timur ) Sabilillah, Tentara pelajar ketentaraan IPPI,

    TPI ( Tentara Pelajar Islam Aceh ), CM Corps Mahasiswa, CP ( Corps Pelajar Solo ) dan

    lain sebagainya.

    Jika melihat saat peresmiannya lahir dari Brigade PII, dibandingkan dari lainnya emang agak

    terlambt secara Administratif lahir tahun 1947, sedangkan oknum-oknumnya sudah berjuang

    jauh sebelumnya, yang menamakan dirinya Pelajar / Brigade Pelajar, tetapi bukan berarti

    semangat jihad dan pejuang pelajar + mahasiswa ketinggalan.

    Brigade PII bukan pahlawan kesiangan, walau peresmian sudah agak terlambat dua tahun,

    sebagai mana telah dilontarkan orang-orang yang ingin menghilangkan hak hidup Brigade PII

    pada waktu itu, berkat pengakuan dari saudarasaudaranya dalam perjuangan fisik Brigade

    PII mempunyai saudara kembarnya yaitu TPI ( Tentara Pelajar Islam Aceh ), dengan

    anggotanya sebanyak 12 000 dan langsung dibawah komando Korpus Brigade PII ( pada

    waktu itu komando dipegang oleh Abdul Fatah Permana ). Diantara pimpinan TPI Aceh ialah

    Hasan Bin Sulaiman, Hamzah SH, Ismail Hasan Matarem SH.

    LATAR BELAKANG

    Pada awalnya gagasan Korps PII Wati lahir di Training Centre Keputerian PII se-Indonesia

    yang dilaksanakan pada tanggal 20-28 Juli 1963 di Surabaya. Suasana duka sangat

    mempengaruhi TC karena GPII baru saja dibubarkan (10 Juli 1963) dan ditambah bayang-

    bayang suram mengenai kemungkinan menyusulnya pembubaran PII. TC Keputerian

    tersebut diikuti oleh peserta dari PB, utusan wilayah-wilayah se-Jawa, Sumatra Selatan,

    Sumatra Utara, Sulawesi Selatan, serta dipandu oleh bagian Kader PB PII (Muhammad Husni

    Thamrin, Hidayat Kusdiman, dan E. Basri Ananda).

    Mengingat latar belakang yang heterogen, peserta training dibagi dalam tiga kelompok/group.

    Dalam TC berkembang kesadaran kuat untuk meningkatkan peranan dan kualitas kader /kepemimpinan PII Wati, serta menghapus citra negatif peran sebagai sekedar etalage atau

    pengelola konsumsi. Sementara fakta dan realita menunjukan bahwa kesempatan bagi

    puteri untuk mengembangkan diri dan berjuang di PII relatif lebih terbatas dan pendek.

    Beberapa peserta dari kelompok I (group Aisyah) yang terdiri dari Sri Samsiar (PB PII),

    Habibah Idris (PB PII), Chaerani Suty (Sumatra Utara), St Robiatun (Jogjakarta), Tuti

    Gitoatmodjo (Jawa Tengah), Nur Zahara Ansori (Sumatra Selatan), merumuskan gagasan

    pembentukan suatu wadah alternatif yang diharapkan mampu memacu / mempercepat proses

    kaderisasi kepemimpinan puteri yang selama ini banyak hambatannya. Inilah embrio gagasan

    mengenai Korps PII Wati, meski wujud konkrit lembaganya belum sempat dibicarakan lebih

    lanjut dalam TC itu. Realisasi gagasan itu kemudian dipelopori oleh bagian keputrian PW PII

    Jogjakarta Besar, yang membentuk Korps PII Wati Jogjakarta Besar pada akhir 1963.

  • 5/24/2018 Pelajar Islam Indonesia

    12/18

    Dalam sidang keputerian Muktamar PII X bulan Juli 1964 di Malang, disajikan 2 (dua)

    prasaran yang mengantarkan terbentuknya secara resmi Lembaga Korps PII Wati. Pertama

    dari PB PII oleh Sri Samsiar, dan kedua dari bagian keputerian PW PII Jogjakarta Besar yaitu

    St. Wardanah AR, Masyitoh Sjafei dan Hafsah Said.

    Tujuan Pembentukan

    Apa yang ingin diwujudkan oleh Korps PII Wati dirumuskan dengan singkat dalam

    tujuannya yaitu: Terbentuknya pribadi wanita Islam yang konsekwen terhadap prinsip-

    prinsip Islam (Peraturan Dasar Pasal III).

    Adapun kondisi yang melatarbelakangi lahirnya Korps PII Wati tersirat dalam

    Muqadimah Peraturan Dasar Korps PII Wati :

    Bahwa perkembangan hidup dan prikehidupan umat Islam Indonesia di dalam menuju Izzul

    Islam wal Muslimin telah sampai suatu taraf di mana Pelajar Islam Indonesia (PII) sebagai

    kader Revolusi dan Kader Umat Islam memegang peranan penting dan utama didalamnya.

    Bahwa dalam mengemban amanat tersebut, tidak berbeda tugas dan tanggung jawab antaraPutra dan Puteri, kecuali sesuai dengan fitrahnya masing-masing.

    Bahwa PII di dalam melaksanakan kewajiban tersebut, besarlah peranan PII Wati di

    dalamnya. Peranan ini perlu dipelihara, dikembangkan, dan dikekalkan, dengan menciptakan

    konkritisasi, harmonisasi, dan kristalisasi daripada warganya, (Prt Dasar Korps PII Wati,

    1964).

    Pembentukan Korps PII Wati tidaklah dimaksudkan untuk memisahkan diri dari PII atau

    memisahkan PII-wan dan PII-wati secara organisatoris, seperti yang terjadi antara IPNU dan

    IPPNU. Hal ini ditegaskan dalam memori Penjelasan :

    Dengan terbentuknya lembaga baru ini yang anggota dan pengurusnya adalah

    Khusus Puteri, sama sekali bukan untuk memisahkan diri dari anggota PII pun lebih dari

    organisasi PII secara keseluruhan. Tetapi dalam hal ini hanya terbatas akan spesialisasi

    penggarapan anggota. Diharapkan dengan adanya lembaga ini PII Wati akan mendapatkan

    kesempatan yang cukup banyak, kesempatan untuk mengembangkan bakat, kesempatan

    untuk berlatih, merasakan dan melaksanakan tanggungjawab, kesempatan untuk berdiri

    sendiri tanpa pengharapkan bantuan orang lain, sehingga dari wadah ini akan menghasilkan

    puteri-puteri Islam yang militan dan konsekwen terhadap prinsip-prinsip Islam.(Memori

    Penjelasan Peraturan Dasar Korps PII Wati, 1964).

    Status Korps PII Wati adalah merupakan Badan Otonom dari bagian keputerian dalam

    kepengurusan PII, dan Ketua Bagian Keputerian langsung menjadi Ketua Korps PII Wati.Masa jabatan Korps PII Wati sesuai dengan masa jabatan pengurus PII yang setara (Prt Dasar

    Pasal IV dan IX). Selanjutnya, lembaga Korps PII Wati mempunyai kekuasaan penuh

    kedalam, sedang ke luar dilakukan oleh pengurus PII Bagian Keputerian. Di tiap-tiap kota

    hanya diperkenankan adanya Korps PII Wati yang dibentuk oleh instansi tertinggi yang ada

    di kota tersebut. (Memori Penjelasan Pasal IV dan V).

    Rapat Pleno PB PII pertama periode 1964-1966 yang dilangsungkan pada tanggal 6

    September 1964, selain menetapkan Program Umum PII, antara lain juga menugaskan Sri

    Samsiar selaku Ketua IV untuk mengkoordinir Bagian Keputerian PB PII dan

    menindaklanjuti pembentukan Korps PII Wati sebagai Keputusan Muktamar X.

    Susunan Personalia Bagian Keputerian PB PII Periode (1964-1966) pada awalnya

  • 5/24/2018 Pelajar Islam Indonesia

    13/18

    terdiri dari:

    Ketua : St Habibah Idris

    Wakil Ketua : Mismar Chatib Salami BA (kemudian menikah dan mengundurkan diri)

    Banyak sekali kendala dalam proses pembentukan Korps PII Wati di ibukota, karena sulitnya

    mengakomodasi semua potensi PII Wati di DKI Jakarta, baik PB, Wilayah maupun Cabang,sementara kondisi di ibukota sendiri sangat kompleks. Namun akhirnya Korps PII Wati Jaya

    berhasil dibentuk dengan ketua yang pertama St. Habibah Idris (Ketua Bagian Keputerian PB

    PII), dan dilantik oleh PB PII pada tanggal 15 November 1964.

    Langkah Keluar Pertama

    Mengawali kiprahnya keluar, Korps PII Wati Jaya aktif dalam kepanitiaan

    MUNAS GEMUIS (Generasi Muda Islam) yang berlangsung 19-26 Desember 1964 dan

    diwakili oleh Atifah Thaha, Sri Samsiar, Titi Djunaedi ( kemudian Ny. Titi Gomsoni), Tita

    Djunaedi (Kemudian Ny Husin Umar S). Munas Gemuis didukung oleh 20 Organisasi

    pemuda, pelajar dan Mahasiswa Islam dari seluruh Tanah Air. Hampir dalam setiap delegasidaerah yang hadir, terdapat fungsionaris PW PII. MUNAS GEMUIS menghasilkan kebulatan

    tekad dari seluruh ormas pemuda, pelajar dan mahasiswa Islam.

    Korps PII Wati juga turut mensukseskan Pawai akbar ormas-ormas Islam 26

    Desember 1964 dalam rangka penutupan MUNAS GEMUIS.

    MOBILISASI PII WATI MENJELANG GESTAPU/ 1965

    Tidak berselang lama setelah TC/Up Grading PB PII usai, Bagian Keputerian PB

    PII menyelenggarakan kegiatan Basic Training dan Advance Training Puteri Nasional yang

    berlangsung pada tanggal 10-17 Januari 1965 di Tasikmalaya (Jawa Barat), yang diikuti oleh

    60 peserta dari 8 Wilayah. Instruktur dari PB PII adalah : Sri Sjamsiar, St. Habibah Idris, St.

    Rabiatun dan Mismar Chatib. Utusan dari Jakarta adalah Nurhaida Hasan, Endang

    Kartiningsih, dan Ruminah. Pada saat training berlangsung terjadi devaluasi rupiah, yang

    mengakibatkan banyak utusan peserta yang nyaris tidak dapat pulang karena bekalnya tidak

    mencukupi.

    Bersamaan dengan berlangsungnya Training di Tasikmalaya tersebut, terjadi

    peristiwa Kanigoro, yaitu terror PKI terhadap kegiatan Mental Training PII di Kanigoro,

    Kediri, Jawa Timur (13 Januari 1965). Mental Training yang dipimpin oleh Anis Abiyoso itu

    diserbu PKI pada malam hari. Para pesertanya dipukuli dan kemudian diarak keliling desadengan iringan caci maki. Peristiwa semacam itu terjadi di beberapa tempat. Agaknya

    merupakan semacam ajang test case bagi PKI untuk persiapan gerakan kudeta yang

    sebenarnya. Praktis sejak awal tahun 1965, suhu politik yang didominasi PKI semakin

    membara dan aksi-aksi komunis makin brutal. Konflik dan benturan fisik PII dengan

    golongan komunis dibeberapa tempat sering terjadi.

    Pada tanggal 26-28 Februari 1965, Korps PII Wati Jaya melakukan konsolidasi

    dengan melaksanakan TC dan Up Grading kepengurusan di desa Jati, Tangerang. Dalam TC

    kepengurusan tersebut Menko Hankam / Kasab Jendral Nasution memberikan amanat

    tertulis, yang dibacakan oleh Letkol Isa Idris. Selain pembahasan Program Kerja, juga

    dibahas masalah pengunduran diri St. Habibah Idris selaku Ketua Umum Korps PII Wati Jaya/ Ketua Keputerian PB PII, yang kemudian digantikan oleh Wifra Ilyas BA semula adalah

  • 5/24/2018 Pelajar Islam Indonesia

    14/18

    aktifis PW PII Sumbar. Setelah Muktamar PII yang ke X 1964 di Malang, Ia pindah ke

    Jakarta karena SK penempatan sebagai Guru di Jakarta. Kemudian Ia ditarik dalam formasi

    kepengurusan Korps PII Wati Jaya yang pertama.

    Susunan Bagian Keputerian PB PII berubah menjadi sebagaimana berikut :

    Ketua : Wifra Ilyas BAWakil Ketua : Mismar Chatib

    Arifah Thaha

    Perubahan Personalia Bag. Keputerian PB PII dengan sendirinya menyebabkan

    perubahan susunan kepengurusan Korps PII Wati Jaya, dengan Wifra Ilyas sebagai Ketua

    Umum yang kedua.

    Pembentukan dan mobilisasi Korps PII Wati digiatkan di Wilayah-Wilayah,

    khususnya Wilayah Jakarta dan sekitarnya (Ibukota, Bekasi, Krawang). Korps PII Wati Jaya

    (masih di bawah keputerian PB PII) berpartisipasi aktif dalam berbagai aktifitas dan

    penggalangan potensi massa Ibukota. Korps Genderang Puteri PII dibentuk dengan PimpinanRuminah dari PGAA Mampang Prapatan (April 1965). Di samping itu Korps PII Wati aktif

    dalam peringatan Hari Kartini, peringatan ke-18 HUT PII (Mei 1965), maupun dalam pawai

    besar Peringatan Ulang Tahun Divisi Siliwangi di Karawang ( 12 Mei 1965).

    Sejak peristiwa Kanigoro di awal 1965, PII sering melakukan pengerahan massa

    yang melibatkan ribuan anggota / kader PII yang militan dari seluruh pelosok Jakarta dan

    sekitarnya. Untuk pengadaan konsumsinya dengan dirintisnya Dapur Umum Menteng Raya

    dengan mula-mula menyediakan air minum untuk massa PII yang tidak terhitung jumlahnya.

    Kemudian dilanjutkan dengan pengadaan makanan sederhana bagi aktifis PB PII di Menteng

    Raya 58, dengan bantuan aktivis Korps PII Wati seperti Arifah Thaha, Fauziah, Nurhaida

    Hasan, Ruminah dan lain-lain. Kegiatan itu kemudian berkembang menjadi dapur umum

    yang menyediakan nasi bungkus untuk menopang perjuangan menumbangkan Rezim Orde

    Lama.

    Korps PII Wati Jaya (masih dibawah PB PII) turut membantu terlaksananya

    Konferensi Wilayah Jakarta pada 15 Maret 1965 dan Ketua Umum Terpilih Gomsoni Yasin

    dari Cabang Tanggerang. Dalam Personalia PW PII Jakarta periode 1965-1967 tersebut,

    kader-kader PII Wati hasil penggodokan PII Wati Jaya mengisi berbagai posisi, mulai staf

    Ketua PW (Nuraeni), Sekertaris (Endang Kartiningsih) bahkan di setiap bagian ada PII

    Watinya.

    Training Keputerian sudah banyak diadakan diantaranya : Training Keputerian

    Tingkat Dasar di Jombang Jawa Timur, di Bangkalan Madura, Kediri, Gresik dan Surabaya.

    Kurang dari dua bulan sebelum meletusnya Peristiwa G-30-S/PKI, PII

    menyelenggarakan Konferensi Besar VIII pada tanggal 28 Juli s.d 3 Agustus 1965 di Kota

    perjuangan Jogjakarta. Tema dari Konbes VIII adalah Tandang Ke Gelanggang Meski

    Seorang. Konbes PII tersebut jadi ajang Show of force PII dengan menggelar sekaligus 7

    aktifitas simultan PII. Ketujuh aktifitas tersebut adalah: Konferensi Luar Biasa Korps PII

    Wati, Musyawarah Kerja Majlis Dakwah, Latihan Kader Nasional, Seminar Nasional Brigade

    Serba Guna PII, Up grading / Humas PII serta apel Siaga dan Pawai Akbar.

    Dalam Konferensi Luar Biasa PII Wati diputuskan beberapa usulan

  • 5/24/2018 Pelajar Islam Indonesia

    15/18

    penyempurnaan Peraturan Dasar (Pasal III dan IX) serta Memori Penjelasan (Pasal II dan IX)

    Korps PII Wati untuk diajukan pada forum Mubes Korps PII Wati mendatang (1966), serta

    beberapa ketentuan lain, antara lain:

    Mengenai status Korps PII Wati dalam Memori Penjelasan ditegaskan bahwa :

    Lembaga ini memiliki kekuasaan penuh di dalam batas lingkungan kota / daerah setempat.

    Hubungan hirarki kepengurusan dalam PII diadakan melalui Bagian Keputerian PII.

    Dalam Ketentuan lain ditegaskan bahwa :

    Tiap pengurus Korps PII Wati diperkenankan membuat Stempel sendiri yang berlaku dalam

    batas lingkungan kota / daerah setempat.

    Bila dianggap perlu oleh pengurus setempat, maka Korps PII Wati sebagai Lembaga otonom

    dapat mewakili PII dalam hubungan dengan organisasi luar / lembaga resmi.

    Disamping itu juga ditetapkan Program Umum Korps PII Wati sebagai berikut :

    Membentuk serta memelihara kader-kader wanita Islam.

    Mempertinggi mutu kepemimpinan PII Wati sebagai kader umat.

    Mempertinggi / meningkatkan keinsyafan akan fungsi wanita Islam yang sebenarnya.Memelihara ukhuwah Islamiyah di kalangan generasi muda Wanita Islam pada umumnya.

    Mengintensifkan usaha-usaha bagian Keputerian.

    Sedangkan usul-usul penting yang diajukan dalam Konferensi Luar biasa antara

    lain agar Korps PII Wati mempelopori terbentuknya Badan Kerjasama Wanita Islam dan

    terselenggaranya Musyawarah Wanita Islam Se-Indonesia.

    REORGANISASI PII WATI DI IBUKOTA

    Sebagai tindak lanjut dari keputusan Konferensi Luar Biasa Korps PII Wati di Jogjakarta dan

    menghadapi situasi setelah meletusnya G-30-S/PKI (1965), Struktur Korps PII Wati di

    Jakarta mengalami reorganisasi dan dipecah dua menjadi :

    Koordinator Pusat Korps PII Wati Pusat (PB PII)

    Korps PII Wati Jaya (Wilayah Jakarta)

    Pemecahan Struktur Korps PII Wati Pusat di Jakarta tersebut dimaksudkan untuk

    menghindari benturan program dan agar penggarapan operasional Korps PII Wati di Ibukota

    lebih efisien, serta supaya jelas apa yang menjadi tanggung jawab masing-masing.

    Bagian Keputerian PB PII membentuk Koordinator Pusat Korps PII Wati yang berfungsi

    sebagai Tim Pemikir Nasional dengan susunan ( sampai Muktamar PII XI/ 1966):

    Ketua : Wifra Ilyas BASekertaris : St Habibah Idris

    Bendahara : Fauziah

    Pendidikan : Mismar Chatib

    Kesejahteraan : Arifah Thaha

    Kerumahtanggaan : Fauziah

    Penerangan/Humas : St. Habibah Idris

    Kader : Sri Sjamsiar

    St. Rabiatun ( di Jogja )

    Anggota (unsur PII Wati DKI): Titi Nurhayati Djunaedi

    Nurhaida Hasan

    Wilfa

  • 5/24/2018 Pelajar Islam Indonesia

    16/18

    Sedang bagian Keputerian PW PII Jakarta untuk pertama kali membentuk kepengurusan

    Korps PII Wati Jaya periode 1965-1967, yang dilantik oleh PW Jakarta pada 22 November

    1965 (bersama dengan peringatan Isra Miraj), dengan susunan sebagai berikut :

    Ketua Umum : Titi Nurhayati Djunaedi BA

    Ketua I : Nurhaida Hasan

    Ketua II : WilfaSekertaris I : Endang Kartiningsih

    Sekertaris II : Eneng Nawiroh

    Sekertaris III : St. Aisyah

    Bendahara : Nurhayati Ibrahim

    Usaha Keuangan : Umainah Siddiq

    Kader : Ruminah E.R

    Maknum

    Rosna

    Kerumahtanggaan : Farida Hanim

    : Maryati Nasution

    Kesejahteraan : AinurrokhmahAmanah

    Kesenian : Armillah Windawati

    Fadwa Bakri

    Olahraga : Ramlah

    Sjamsiah

    Pendidikan/Dakwah : Umainah Siddiq

    Henny

    Pengerahan Massa : Nuraini Yusuf

    Sumaryati

    Pengurus Korps PII Wati Jaya (PW Jakarta) kemudian menyelenggarakan TC Kepengurusan

    pada tanggal 16-19 Desember 1965 di Desa Lengkong Tanggerang. Kegiatan Korps PII Wati

    Jaya selanjutnya berpusat di kamar 4, yang sejak pertengahan 1965 di tempati oleh Enen

    Nawiroh (adik dari Nurhasanah, Ketua Umum Panitia Pembangunan Gedung Pertemuan

    Pemuda Islam Menteng Raya 58), kemudian oleh Ny. M.S. Hidajat (aktifis PII Wati Bekasi

    yang melanjutkan studi di Jakarta).

    Pada waktu dilangsungkannya Musyawarah Kerja Sekber Golkar bulan Desember 1965, di

    Cibogo, selain hadir utusan PB PII (Husni Thamrin dan Utomo Dananjaya) juga hadir wakil-

    wakil dari Korps PII Wati, yang terdiri dari Wifra Ilyas, Habibah Idris, Arifah Thaha, dan

    Mismar Chatib.

    Dalam susunan aksi-aksi awal Orde Baru / 1966, Bagian Keputerian PB PII / Korpus Korps

    PII Wati tetap melakukan Konsolidasi Intern, antara lain melaksanakan kegiatan nasional

    Training Center / Briefing Korps PII Wati se-Indonesia di Bayongbong Garut, Jawa Barat,

    Tanggal 1-7 Januari 1966. Kegiatan tersebut dilaksanakan bersamaan dengan Briefing

    Nasional Brigade PII.

    Dalam Briefing tersebut disampaikan prasaran Ibu St. Rogayah Buchari tentang Pedoman

    Korps PII Wati dalam media Dakwah Islam. Briefing juga berusaha merumuskan usulan

    tentang Kriteria Pimpinan Wanita Islam.

    Semenjak Briefing Nasional Korps PII Wati di Bayongbong Garut, seirama dengan

  • 5/24/2018 Pelajar Islam Indonesia

    17/18

    Konsolidasi KAPPI yang dimotori oleh PB PII. Pembentukan PII Wati digiatkan di Cabang-

    cabang. Setiap kepengurusan PII Wati terbentuk, dianjurkan mengadakan Training Centre.

    PARTISIPASI PENEGAKAN ORDE BARU

    Pada mulanya PII Wati lebih banyak berfungsi mendampingi dan aktif digaris belakang.Namun kemudian kami merasa ditantang oleh kawan-kawan putra untuk lebih banyak

    berperan aktif ke muka. Pada 30 Oktober 1965, Korps PII Wati menghubungi HMI Wati

    untuk mengadakan pertemuan dengan ormas-ormas wanita Islam dalam rangka penggalangan

    aksi di kalangan Wanita. Selanjutnya sebagai hasil loby kami, Rapat KAP Gestapu 3

    November 1965 memutuskan penyelenggaran demonstrasi kaum wanita ibu kota dan

    meminta Korps PII Wati dan HMI Wati sebagai pelaksananya.

    Pada 5 November 1965 diadakan pertemuan ormas-ormas Wanita di kantor PMKRI

    (Persatuan Mahasiswa Katolik Indonesia) di jalan. DR.Sam Ratulangi 1, yang dihadiri oleh

    Muslimat NU, Wanita Islam, Wanita Katolik, Wanita Marhaenis (Osa-Usep), Aisyiyah,

    Gerwapsi, Wanita Perti, Korps PII Wati, dan HMI Wati. Dibentuk Panitia PelaksanaDemonstrasi wanita Ibukota, dengan Ketua Ny. H. Asmah Syahroni (Muslimat NU) dan

    Sekertaris Sri Sjamsiar (Korps PII Wati)

    Apel dan demonstrasi wanita Ibukota dilaksanakan 8 November 1965, dan diikuti 25.000

    masa wanita / pemudi / pelajar puteri / mahasiswi. Menurut catatan Korps PII Wati Jaya.

    Massa terbanyak dari PII Wati diiringi Drumband PII Wati. Mula-mula diadakan apel di

    lapangan Banteng dengan tiga pembicara, yaitu : Wakil golongan Agama (Ny. Asmah

    Syahroni), Wakil golongan Nasionalis (Ny Gani Suryo Kusumo) dan Wakil Pemudi (Nn

    Anieswati). Massa kemudian bergerak menuju Markas KOSTRAD di Jl Merdeka Timur,

    dengan didahului Korps Genderang PII Wati Jakarta Raya.

    Sejak KAPPI terbentuk, Korps PII Wati selalu berpartisipasi dalam setiap aktivitas KAPPI.

    Dalam Pleno Pusat KAPPI, PII diwakili oleh Husin Umar Sastranegara, sedangkan PII Wati

    oleh Sri Sjamsiar. Dengan cepat di beberapa daerah dibentuk KAPPI. Dari Korpus PII Wati

    Jaya Fungsionaris Korpus Korps PII Wati yang aktif membina Brigade Ade Irma adalah

    Habibah Idris dan Arifah Thaha.

    Ketika aksi penentangan terhadap orde lama meningkat, berbekal pengalaman di KAP

    Gestapu dalam mengkoordinir wanita, Korps PII Wati mengambil inisiatif untuk

    mengundang organisasi-organisasi wanita untuk bergabung membentuk KAWI (Kesatuan

    Aksi Wanita Indonesia). Undangan pertemuan pendahuluannya (6 dan 9 Maret 1966)ditandatangani oleh Ketua IV Sri Sjamsiar dan Ketua Keputerian PB PII Wifra Ilyas. KAWI

    berhasil dibentuk pada tanggal 9 Maret 1966, bertempat di Sekertariat PB PII Jl. Menteng

    Raya 58, dengan titik tolak antara lainMendampingi secara aktif setiap aksi pemuda, pelajar,

    dan Mahasiswa dengan jiwa keibuan dan kasih sayang bimbingan dan tuntunan serta

    Berusaha mengajak seluruh Wanita Indonesia, untuk bersama-sama melaksanakan tugas

    dalam segala bidang, guna terwujudnya keadilan, kebenaran dan kemakmuran yang diridhai

    oleh Allah SWT. KAWI dipimpin oleh Presidium dan sebagai Sekertaris Umum

    dipercayakan pada Wifra Ilyas dari Korps PII Wati.

    MUSYAWARAH BESAR KORPS PII WATI (1966)

    Musyawarah Besar Korps PII Wati I dihadiri oleh peserta dari hampir seluruh Wilayah /

  • 5/24/2018 Pelajar Islam Indonesia

    18/18

    Cabang PII, meskipun belum semua daerah membentuk Korps PII Wati. Beberapa keputusan

    penting yang dihasilkan, antara lain: Dalam bidang organisasi disyahkan penyempurnaan

    Peraturan Dasar Memori Penjelasan Korps PII Wati (yang sebagian besar merupakan usulan

    dari Konferensi Luar Biasa Korps PII Wati 1965 di Jogja). Dan Krtiteria Pimpinan Wanita

    Islam. Lembaga Korps PII Wati berbentuk horizontal dan Lokal (Prt Dasar Pasal III), dan

    hanya didirikan PW dan PC (Memori Penjelasan Pasal III)

    Mengenai Program ditetapkan Program Kerja Nasional, dan program minimal untuk

    keputerian tingkat PB dan PW. Disamping itu Mubes mengamanatkan kepada departemen

    Keputerian PB PII untuk segera menyelenggarakan Seminar Sistem dan Metode Training

    Keputerian pada Periode 1966-1969, mengusulkan pembentukan Tim Mubaligah Puteri,

    memperbanyak Training khusus puteri, mempelopori Muktamar Wanita Islam, mendorong

    partisipasi aktif PII Wati dalam KAPPI dan Brigade PII. Kepada Pemerintah antara lain

    dihimbau agar mengintensifkan Pendidikan Agama, menetapkan Pakaian Olah raga puteri

    yang sesuai dengan kepribadian Bangsa Indonesia dan Agama, segera terciptanya UU

    Perkawinan, bertindak tegas terhadap mereka yang menyalahgunakan arti dan pengertian

    Poligami dalam Agama Islam.

    KHATIMAH

    Gagasan Korps PII Wati pada awalnya lahir di TC Keputerian PII (1963) di Surabaya, dan

    kemudian terealisasikan menjadi Keputusan Muktamar PII X (1964) di Malang, sebagai

    Badan Otonom Bagian Keputerian PII dengan Tujuan : Terbentuknya Pribadi Wanita Islam

    yang konsekwen terhadap Prinsip-prinsip Islam. Korps PII Wati bangkit sebagai upaya

    menjawab tantangan situasi, didorong oleh kesadaran dan tanggung jawab, serta hasrat untuk

    meningkatkan partisipasi dan peranan PII Wati dalam proses perjuangan PII dan Umat Islam.

    Setiap zaman menghadirkan tantangan yang berbeda, tantangan yang dihadapi PII

    pada masa dulu berbeda dengan tantangan sekarang dan masa depan. Apa yang akan dan

    harus dilakukan generasi masa kini, erat kaitannya dengan apa yang menjadi tantangan masa

    sekarang dan masa depan. Namun pemahaman secara proporsional terhadap masa silam dan

    sejarah yang mempunyai fungsi pendidikan, rujukan, serta inspirasi akan membuat orang

    lebih arif dan bijak menentukan arah menghadapi tantangan masa depan.

    Mudah-mudahan tulisan ini bermanfaat dan semoga semangat dan idealisme dalam

    memperjuangkan Izzul Islam Wal Muslimin berkesinambungan dari masa ke masa. Amin.