PELAKSANAAN PERATURAN KAWASAN BEBAS ASAP...
Click here to load reader
Transcript of PELAKSANAAN PERATURAN KAWASAN BEBAS ASAP...
1
PELAKSANAAN PERATURAN KAWASAN BEBAS ASAP ROKOK PADA TEMPAT UMUM SEBAGAI PERWUJUDAN HAK ATAS
KESEHATAN MASYARAKAT
The Implementation of the Free-Smoking Regulation in Public Place as the Realization of the Community’s Right for Health
Zakiah Darajat,1 Razak Thaha,2 Abdul Razak,2
1Bagian Hukum Kesehatan, Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin 2Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin
Alamat Korespondensi:
Zakiah Darajat Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar, 90245 HP : 081342720062 Email: [email protected]
2
Abstrak
Pelaksanaan peraturan kawasan bebas asap rokok di tempat umum sebagai perwujudan hak atas kesehatan masyarakat. Penelitian ini bertujuan mengetahui materi muatan pada Rancangan Peraturan Daerah Kota Makassar tentang kawasan bebas asap rokok, pelaksanaan peraturan kawasan bebas asap rokok pada tempat umum, dan faktor-faktor yang memengaruhi orang untuk menaati peraturan kawasan bebas asap rokok.Peneli tian ini merupakan penel it ian yur idis empiris dengan menggunakan data kuantitatif dan kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah pengamatan kuesioner, dan wawancara. Lokasi penelitian di Makassar pada Mal Panakkukang, Grand Clarion Hotel & Convention, dan Hotel Anging Mammiri. Pengambilan sampel secara purposif dengan jumlah responden/informan sebanyak 145 orang yang terdiri pengunjung/customer mal dan tamu hotel, pengelola termasuk General Manager mal dan hotel, DPRD Kota Makassar, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Makassar, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Makassar, dan Dinas Kesehatan Kota Makassar.Hasil penelitian memperlihatkan bahwa masih terdapat materi muatan Rancangan Peraturan Daerah Kota Makassar tentang kawasan bebas asap rokok yang belum harmonis dengan peraturan perundang-undangan di atasnya, pelaksanaan kawasan bebas asap rokok belum dilaksanakan sesuai dengan peraturan. Namun Grand Clarion Hotel & Convention telah memilah kamar dengan smooking room dan no smooking room serta faktor-faktor yang memengaruhi orang untuk menaati peraturan adalah pengetahuan tentang peraturan isinya dan memahami bahaya merokok dan asap rokok, perilaku hukum dan petugas atau tenaga yang menegakkan aturan. Selain itu, faktor I ingkungan, takut sanksi, memahami tujuan peraturan juga memengaruhi orang untuk menaati peraturan.
Kata kunci: KBAR, tempat umum, kesehatan.
Abstract
The implementation of the free-smoking regulation in public place the realization of the community’s rightfor health This research aims at investigating: the content of the local regulation plan of the city of Makassar about the free cigarette-smoke areas; the implementation of the local regulations in the cigarette-smoke-free public places; and the factors affecting people to obey the regulations about the cigarette-smoke-free areas.The research is an empirical and juridical which makes use of the quantitative and qualitative data. The methods used in collection the data were observation, questionnaire, and interviews. The research locations were Panakkukang Mall, Grand Clarion Hotel & Convention and Hotel Anging Mammiri. The sample were chosen from the visitors/customers of the mall, the hotel guests, and the mall and hotel management including the General Managers of the mall and the hotels, the local parliament members, the staff members of the Trade and industry Service, the staff members of the Tourism and culture Service and the Health Service of Makassar city- totaling 145 respondents. They were chosen using the purposive-random technique.The result of the research revealed that the contents of the Local Regulations of Makassar city about the Cigarette-Smoke-Free areas have not comply with the higher legal regulations. Besides, the implementation of the above regulations has nit been carried out as prescribed. Nevertheless, Grand Clarion Hotel & Convention has taken steps to separate the smoking rooms from the no-smoking rooms. As for the factors influencing people to obey the regulations were their knowledge about the regulations, the understanding about the dangers of smoking cigarette, and the legal behavior of the law-enforcing personnel. Other factors were environment factor, fear of sanctions, understanding the purpose of the regulations.
Keywords: KBAR, Public Places, Health
3
PENDAHULUAN
Hukum harus ditaati, dilaksanakan, dipertahankan dan ditegakkan. Tercapai
tidaknya tujuan hukum terletak pada pelaksanaan hukum itu. (Sukardja, 2012)
Kesehatan adalah hak fundamental setiap warga. Setiap individu, keluarga,
dan masyarakat berhak memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara
bertanggung jawab mengatur agar masyarakat terpenuhi hak hidup sehatnya termasuk
bagi masyarakat miskin dan tak mampu. (Adisasmito, 2010) Hak asasi manusia atas
kesehatan telah diakui di dalam instrumen internasional. Pasal 25 Ayat (1) Deklarasi
Universal Hak Asasi Manusia dan dijamin oleh konstitusi Indonesia. UUD NRI
Tahun 1945 Pasal 28H Ayat (1), UU RI No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia, UU RI No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup Pasal 65 Ayat (1), UU RI No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Menurut Katerina Tomasevski bahwa hak atas kesehatan terkait dengan upaya
minimalisasi dampak lingkungan bagi kehidupan manusia. (Muhtaj, 2008)
Kenyataannya lingkungan yang sehat masih jauh dari harapan. Salah satu perilaku
yang semakin hari berdampak negatif bagi lingkungan adalah merokok. Merokok
merupakan suatu perilaku yang tidak sehat, selain berbahaya bagi diri sendiri terlebih
lagi pada orang lain yang memiliki hak untuk menghirup udara yang bersih dan
terhindar dari segala bahan cemaran yang dikeluarkan oleh asap rokok orang lain.
Merokok telah memberikan implikasi besar terhadap lingkungan yang tidak sehat dan
merokok dapat pula memberikan dampak yang lebih besar terhadap status kesehatan
masyarakat kita secara keseluruhan. (Palutturi, 2010) Merokok merupakan salah satu
kebiasaan yang lazim ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Di mana-mana, mudah
menemui orang merokok. Betapa merokok merupakan bagian hidup masyarakat. Dari
segi kesehatan, tidak ada satu titik yang menyetujui atau melihat manfaat yang
dikandungnya. Namun tidak mudah untuk menurunkan terlebih menghilangkannya.
(Bustan, M.N., 2007) Orang yang merokok butuh untuk dihargai (self esteem) dari
sesama perokok maupun yang bukan perokok, akan tetapi bagi perokok punya
tanggung jawab yang lebih besar untuk menciptakan lingkungan sekitar yang lebih
4
sehat sehingga orang yang tidak merokok masih dapat menghirup dan menikmati
udara segar. (Palutturi, 2010)
Banyak pula yang beranggapan bahwa merokok adalah Hak Asasi Manusia.
Salah kaprah semacam ini menimbulkan hal-hal yang kurang baik di tengah
masyarakat. Hak Asasi Manusia adalah relasi warga negara dengan Pemerintah, di
mana Pemerintah harus memberikan perlindungan, penghormatan dan pemenuhan
hak asasi manusia. Adapun hak-hak asasi tergabung dalam hak sipil politik dan hak
ekonomi, sosial dan budaya. Sementara, merokok bukanlah salah satu bagian dari hak
baik hak sipil politik maupun hak ekonomi, sosial dan budaya. Jadi, merokok sama
sekali bukanlah Hak Asasi Manusia. Merokok adalah pilihan bagi setiap orang.
Namun, meskipun sebuah pilihan, ada konsekuensi lain yang harus dilakukan, yakni
menghormati orang lain agar tidak terkena dampak (asap rokok). Dalam hal ini,
negara selaku pemilik otoritas kebijakan dan hukum, wajib memberikan perlindungan
dan pemenuhan hak atas kesehatan dan lingkungan yang sehat, kepada tiap warga
negara, termasuk bebas dari asap rokok ini. Untuk itu kebijakan seperti Kawasan
Tanpa Rokok dilakukan. (Komnas HAM, 2012)
Sebatang rokok mengandung tidak kurang dari 4.000 jenis zat kimia dimana
69 zat diantaranya bersifat karsinogenik dan bersifat adiktif. Berbagai bahaya
merokok diantaranya penyebab 90% kanker paru pada laki-laki dan 70% pada
perempuan, penyebab 22% dari penyakit jantung dan pembuluh darah, dan penyebab
kematian yang berkembang paling cepat di dunia bersamaan dengan HIV/AIDS.
(Kompas, 2009) Jumlah perokok di kota berjulukuan "anging mammiri" ini mencapai
287.300 orang atau 22,1 persen dari total penduduk Makassar. Sementara rata-rata
konsumsi dari perokok itu adalah 10,6 batang per hari. Sedang dari tingkatan usia,
jumlah perokok usia 5-9 tahun 0,8 persen, 10-14 tahun tercatat 2,2 persen, dan
selebihnya pada kalangan usia dewasa atau produktif. (News, 2012) Rokok
menyebabkan lebih dari 80% laki-laki dan hampir 50% perempuan meninggal karena
kanker paru-paru. Perokok pasif diperkirakan menyebabkan kematian sekitar 600.000
kematian dini setiap tahunnya di dunia. Diperkirakan 700 juta anak-anak di dunia,
5
sekitar 40% dari jumlah keseluruhan anak-anak di dunia terpapar asap rokok orang
lain di dalam rumahnya. Di Indonesia, 85% rumah tangga terpapar dari asap rokok,
estimasinya adalah delapan perokok meninggal karena perokok aktif, satu perokok
pasif meninggal karena terpapar asap rokok orang lain. Berdasarkan perhitungan rasio
ini, maka sedikitnya 25.000 kematian terjadi dikarenakan terpapar asap rokok orang
lain. Bayi yang terpapar asap rokok, baik masih dalam kandungan atau setelah
dilahirkan, ada peningkatan risiko kelahiran bayi premature dan memiliki Berat Bayi
Lahir Rendah (BBLR) serta berlipat ganda risiko untuk sindrom kematian bayi
mendadak. Dihitung berdasarkan anak-anak yang terpapar asap rokok orang lain,
terdapat 50-100% risiko untuk terjangkit penyakit sistem pernafasan dan peningkatan
akibat penyakit infeksi telinga. (Kementerian Kesehatan, 2012)
Sebagai implementasi UU No. 36 tahun 2009, dikeluarkanlah Peraturan
Pemerintah No. 109 tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan Yang Mengandung Zat
Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan. Saat ini beberapa provinsi,
kabupaten/kota, telah memiliki kebijakan Kawasan Tanpa Rokok (KTR), namun
terkadang masih ditemukannya orang merokok pada kawasan tanpa asap rokok.
Pengaturan pembatasan terhadap orang yang merokok adalah kewajiban negara agar
setiap warga negara dapat menikmati udara bersih dan lingkungan yang sehat,
termasuk di tempat umum.
Berdasarkan hasil survei Dinas Kesehatan Kota Makassar pada Agustus 2011
bahwa Sarana Kesehatan, Tempat umum, dan Tempat Kerja merupakan tempat yang
menjadi prioritas tertinggi dengan persentase antara 90-95%. Sedangkan untuk lokasi
lain seperti tempat belajar mengajar (89,3%), Angkutan umum (86,0%), Arena
Bermain Anak (79,0%), Tempat Ibadah (79,1%) dan Sarana olahraga (77,5%).
Tempat umum menempati urutan ke-dua setelah sarana kesehatan mengenai perlunya
pemberlakuan KTR.
Kota Makassar telah mengeluarkan Peraturan Walikota Makassar Nomor 13
tahun 2011 yang mengatur tentang Kawasan Tanpa Rokok. Saat ini pula DPRD Kota
Makassar telah menyusun Rancangan Peraturan Daerah tentang Kawasan Bebas Asap
6
Rokok sehingga diperlukan upaya pengharmonisasian antar peraturan perundang-
undangan yang sesuai dengan asas pembentukan peraturan perundang-undangan,
untuk selanjutnya dilaksanakan dan ditaati oleh seluruh elemen masyarakat.
Penelitian ini secara umum bertujuan untuk mengetahui bagaimana
pelaksanaan peraturan kawasan bebas asap rokok pada tempat umum sebagai
perwujudan hak atas kesehatan masyarakat.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Makassar pada Mal Panakkukang, Grand
Clarion & Convention Hotel, dan Hotel Anging Mammiri. Jenis penelitian ini adalah
hukum empiris/sosiolegal dengan metode pengumpulan data melalui pengamatan,
kuesioner, dan wawancara, kemudian data diolah secara kuantitatif dan kualitatif dan
dianalisis secara deskriptif dan preskriptif.
Populasi dalam penelitian ini adalah tempat umum. Pengambilan sampel mal
dan hotel dengan metode non probability sampling, selanjutnya secara purpossive
sampling dengan kriteria : mal besar dengan jumlah pengunjung yang banyak, yang
memiliki food court, dan memiliki bioskop yaitu: Mall Panakkukang (MP). Hotel
bintang lima yang terpilih adalah Grand Clarion Hotel & Convention (GC) dan hotel
bintang satu adalah Hotel Anging Mammiri (AM), dimana General Managernya
masing-masing adalah Ketua Perhimpunan Hotel dan Restauran Indonesia (PHRI)
Sulawesi Selatan dan Kota Makassar. Jumlah responden/informan sebanyak 145
orang, terdiri dari responden: 60 orang pengunjung mal, 50 orang tamu GC, 20 orang
tamu AM. Informan: 2 orang pengelola mal, 3 orang pengelola GC, 1 orang
pengelola AM beserta 3 orang General Manager, 1 orang Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata, 1 orang Dinas Perindustrian dan Perdagangan, 1 orang pengelola program
dan Kepala Bidang Bina P2PL Dinas Kesehatan dan 2 orang Anggota DPRD.
7
HASIL
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahirnya Rancangan Peraturan Daerah
(Ranperda) Kota Makassar tentang Kawasan Bebas Asap Rokok atas inisiasi dari
KPP (Kaukus Perempuan Parlemen) dan atas dasar diterimanya keluhan-keluhan
masyarakat dan juga keluhan dari anggota dewan perempuan dengan kepulan asap
rokok, dimana prosesnya cukup lama, tarik-tarikan politisnya sangat kuat. Namun
dengan upaya memberikan pemahaman bahwa regulasi ini bukan regulasi ancaman
bagi perokok. sehingga Naskah Akademik dan Ranperda berhasil disusun. Materi
muatannya masih ada yang belum harmonis dengan Peraturan Pemerintah RI No. 109
Tahun 2012, dan Peraturan Bersama Menkes dan Mendagri No. 188/
MENKES/PB/I/2011 dan No. 7 Tahun 2011, yakni materi tempat khusus merokok,
belum termuat pula materi peranserta masyarakat, jenis sanksi, dan penghargaan
(reward). Berdasarkan hasil pengamatan menunjukkan bahwa pelaksanaan Kawasan
Bebas Asap Rokok (KBAR) belum sesuai persyaratan terkait dengan tempat khusus
merokok pada ketiga tempat. Namun ada satu hotel yang telah memilah kamar
Smooking dan No Smooking room. Penerapan sanksi telah diterapkan di MP bagi
karyawan dengan denda Rp. 150.000,- dan di GC dikenakan denda Rp. 1.000.000,-
sedangkan di AM belum diterapkan.
Berdasarkan Pasal 14 UU RI No. 12 Tahun 2011 menyatakan bahwa materi
muatan mengenai ketentuan pidana hanya dapat dimuat dalam UU, Peraturan Daerah
Provinsi atau Peraturan Daerah Kabupaten/Kota berupa ancaman pidana kurungan
paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 50.000.000,- (lima
puluh juta rupiah). Peraturan Daerah Provinsi dan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota
dapat pula memuat ancaman pidana kurungan atau pidana denda sesuai dengan yang
diatur dalam Peraturan Perundang-undangan lainnya. Dalam Ranperda Kota
Makassar memuat sanksi administrasi bagi pimpinan atau penanggung jawab
kawasan dan sanksi perorangan bagi setiap orang yang melanggar peraturan, namun
belum mencantumkan jenis sanksinya. Berdasarkan hasil wawancara terkait saran
sanksi pada Ranperda yakni minimal Rp. 500.000,- dan bahkan ada yang sampai
8
Rp. 5.000.000,- kurungan selama 6 bulan, 7-10 tahun, selain itu ada pula yang
menyarankan bukan berupa uang tetapi berupa kerja sosial.
Untuk melihat pengetahuan responden tentang isi peraturan yang menyangkut
persyaratan tempat merokok, tabel 1 menyatakan bahwa sebagian besar
pengunjung/customer MP (90%), tamu GC (84%), dan tamu AM (80%) tidak
mengetahui persyaratan tempat merokok yang sesuai persyaratan.
Tabel 2 menunjukkan bahwa mayoritas responden pada 3 tempat penelitian
sudah mengetahui akan bahaya penyakit yang ditimbulkan dari asap rokok yang dapat
mengancam kesehatan perokok pasif dengan persentase diatas 80%, bahkan bahaya
penyakit seperti kanker paru, penyakit jantung, stroke impoten, gangguan kehamilan
memberikan jawaban 100% responden mengetahui pada ketiga tempat penelitian.
Namun, ada juga responden yang tidak mengetahui bahaya asap rokok dapat
menyebabkan kematian mendadak dalam kandungan seperti terlihat jawaban
responden di AM (85%), MP (95%), dan GC (90%).
Tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden mendukung penerapan
peraturan yakni 90% di MP, 95% di GC, dan 65% di AM.
Tabel 4, menunjukkan bahwa sebagian kecil perilaku pengunjung yang
melanggar peraturan yakni 23,33% di MP, 16% di GC, dan 40% di AM.
Tabel 5, menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memberi
jawaban bahwa bilamana ada orang yang melanggar, maka petugas langsung
menegur dan mereka berhenti merokok pada tempat dilarang merokok di dalam
gedung/ruangan pada ketiga tempat.
PEMBAHASAN
Penelitian ini memperlihatkan bahwa pelaksanaan peraturan kawasan tanpa
asap rokok pada ketiga tempat belum sesuai peraturan karena pemahaman konsep
KBAR yang belum dipahami oleh pengelola kawasan.
Lahirnya Ranperda sesuai dengan teori bahwa bagaimana proses lahirnya
suatu perundang-undangan, yang tidak boleh dilahirkan secara tergesa-gesa untuk
9
kepentingan instan (sesaat), yang diistilahkan oleh Gunnar Myrdall sebagai sweep
legislation (undang-undang sapu), yang memiliki kualitas buruk dan tidak sesuai
dengan kebutuhan masyarakatnya. (Ali, 2010) Hal ini dapat dilihat dari hasil
wawancara dengan salah seorang Anggota Komisi A DPRD Kota Makassar, Sri
Rahmi mengatakan bahwa lahirnya Ranperda ini karena adanya keluhan dari
masyarakat dan keluhan dari anggota dewan perempuan terhadap kepulan asap rokok
serta prosesnya lama untuk menyusun naskah akademik dan Ranperda.
Secara substansi dengan melakukan pengkajian terhadap produk-produk
hukum yang berhubungan dengan Ranperda KBAR, secara umum dapat dikatakan
harmonis, namun secara spesifik masih ditemukan adanya materi yang belum termuat
dan materi yang masih perlu disinkronkan dan diharmoniskan dengan peraturan yang
lebih tinggi seperti materi tempat khusus merokok belum sesuai, yakni : merupakan
ruang terbuka atau ruang yang berhubungan langsung dengan udara luar sehingga
udara dapat bersirkulasi dengan baik; terpisah dari gedung/tempat/ruang utama dan
ruang lain yang digunakan untuk beraktivitas; jauh dari pintu masuk dan keluar; dan
jauh dari tempat orang berlau-lalang. (Kementerian Kesehatan, 2010) Menurut
peneliti, dengan termuatnya materi peranserta masyarakat, jenis sanksi (punishmen),
dan penghargaan (reward) akan memberikan ruang bagi masyarakat untuk berperan
dan akan memotivasi orang untuk menerapkan KBAR.
Secara struktur dengan melihat kesiapan Pemerintah Kota Makassar bahwa
sejauh ini Pemkot masih sebatas koordinasi, advokasi, sosialisasi, belum ke tahap
pengawasan karena menunggu keluarnya peraturan daerah. Terkait pelaksanaan
KBAR, ketiga tempat belum menerapkan peraturan khususnya pada tempat merokok.
Hal ini disebabkan karena belum dipahaminya konsep KBAR, dimana Peraturan
Walikota Makassar masih berumur lebih satu tahun yang masih memerlukan upaya
sosialisasi secara kontinyu agar semua orang dapat mengetahuinya, secara perlahan
akan menerapkannya sehingga dapat terwujud hak atas kesehatan masyarakat. Kita
tidak boleh menyakini fiksi umum yang menyatakan bahwa semua penduduk yang
ada dalam wilayah suatu negara, dianggap mengetahui seluruh aturan hukum yang
10
berlaku di negaranya. Tidak mungkin penduduk atau warga masyarakat secara umum,
mampu mengetahui keberadaan suatu aturan hukum dan substansinya, jika aturan
hukum tersebut tidak disosialisasikan secara optimal. (Ruslan, 2011) Namun ketiga
General Manager mempunyai komitmen untuk menyesuaikan secara perlahan dengan
peraturan ketika peraturan daerah terkait kawasan tanpa asap rokok telah ada.
Terkait penerapan sanksi, menurut Webber bahwa untuk adanya hukum
dibutuhkan paksaan menuju terciptanya suatu pola perilaku (conformity) dengan
menghukum perilaku menyimpang. (Rahardjo, 2010) Dari ketiga tempat penelitian,
hanya Hotel Anging Mammiri yang belum menerapkan karena perda belum ada.
Beberapa kota di Indonesia seperti Kota Bogor memberikan ancaman kurungan
paling lama 3 hari atau denda paling banyak Rp 1 juta rupiah bagi pelanggaran KTR.
Sanksinya ini jauh lebih ringan dibandingkan di Kota Surabaya yang mencapai denda
paling banyak Rp 5 juta atau kurungan paling lama 3 bulan. (Komnas HAM, 2012)
A.V. Dicey mengatakan bahwa peraturan tidak dapat dilihat sebagai satu-
satunya faktor, melainkan juga ditentukan oleh bagaimana sikap masyarakat
menanggapi hukum yang ditujukan kepadanya itu. (Rahardjo, 2010) Pada ketiga
tempat penelitian, sebagian besar responden tidak mengetahui persyaratan tempat
merokok dan masih banyak responden yang belum mengetahui jenis-jenis penyakit
yang ditimbulkan oleh asap rokok seperti kanker mulut dan kematian mendadak bayi
dalam kandungan sehingga penyebaran informasi tentang bahaya asap rokok harus
dilakukan secara kontinyu agar dapat diketahui oleh seluruh masyarakat, dimana
pengetahuan tentang isi peraturan akan memengaruhi ketaatan.
Indikator perilaku hukum menunjukkan bahwa masih ada responden yang
tidak mendukung peraturan dengan alasan karena kebebasan mereka atau hak mereka
dibatasi, terutama bagi mereka yang perokok berat. Ada juga responden yang
berpendapat bahwa agak sulit atau merasa terbebani untuk keluar dari gedung ketika
ingin merokok. Masih rendahnya perilaku pengunjung dan tamu hotel dalam menaati
peraturan mungkin karena masalah merokok adalah masalah perilaku sehingga perlu
waktu dan proses untuk mengubahnya. Alasan yang membuat mereka melanggar
11
peraturan dimungkinkan karena watak masyarakat yang ingin mencoba-coba
melanggar atau rasa ego yang memicu untuk melanggar peraturan. Bilamana
peraturan ditaati maka banyak manfaat yang akan kita terima. Peraturan itu efektif
apabila para pemegang peran berperilaku positif yaitu berperilaku yang tidak
menimbulkan masalah, (Ruslan, 2011) dimana faktor perilaku dapat memengaruhi
orang untuk menaati peraturan.
Sehubungan dengan tindakan petugas terhadap orang yang melanggar,
sebagian besar responden yang memberi jawaban bahwa petugas langsung menegur
dan mereka berhenti merokok pada tempat dilarang merokok. Ini menunjukaan
bahwa petugas telah menjalankan fungsinya dengan baik.
Dengan merujuk pada unsur sistem hukum yang telah dikemukakan oleh
Friedman, apabila dihubungkan antarmasing-masing unsur sistem hukum dimaksud,
M. Laica Marzuki menjelaskan bahwa:
“... acapkali diabaikan, betapapun ideal suatu produk substansi hukum kelak didukung struktur aparatur hukum, namun kedua komponen dimaksud tidak lebih dari sekadar “blueprint” atau “design” hukum manakala tidak didukung oleh budaya hukum (legal culture) para warga masyarakat. Kesadaran para warga (burgers) merupakan salah satu pencerminan budaya hukum (legal culture) masyarakat.” (Yuliandri, 2010) Dari uraian tersebut, dapatlah diketahui bahwa petugas dapat memainkan
peranan yang sangat penting, karena walaupun peraturannya sudah baik, tetapi
petugas penegak hukum kurang baik maka akan timbul masalah. Selain ketiga faktor
tersebut, faktor lingkungan, takut sanksi, memahami tujuan peraturan yang
memengaruhi orang untuk menaati peraturan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Materi muatan Ranperda Kota Makassar masih terdapat materi yang belum
harmonis sehingga perlu diharmoniskan dan ditambahkan materi tentang peranserta
masyarakat, pembatasan iklan rokok, penghargaan (reward), tempat khusus merokok.
Selain itu, sangat diharapkan para anggota legislatif untuk memasukkan Ranperda
12
tersebut dalam Program Legislasi Daerah (Prolegda) agar dapat segera disahkan
menjadi Perda.
Pelaksanaan Kawasan Bebas Asap Rokok pada ketiga tempat belum sesuai
peraturan, seyogyanya menyesuaikan dengan peraturan terutama setelah keluarnya
Perda dan penataannya secara bertahap dengan memperhatikan kultur masyarakat dan
Pemerintah Kota Makassar seyogyanya memberikan penghargaan (reward) kepada
pimpinan atau penanggung jawab kawasan atau institusi yang telah menerapkan
Kawasan Bebas Asap Rokok dan dapat dijadikan contoh bagi kawasan yang lain.
Faktor-faktor yang memengaruhi orang untuk menaati peraturan adalah
pengetahuan tentang peraturan, isinya dan memahami bahaya asap rokok, perilaku
hukum dan petugas atau tenaga yang menegakkan aturan. Selain itu faktor
lingkungan, takut sanksi, memahami tujuan peraturan sehingga upaya penyebaran
informasi secara persuasif ditingkatkan agar terwujud hak atas kesehatan masyarakat.
13
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Achmad. (2010). Menguak Teori Hukum (Legal Theory) dan Teori Peradilan (Judicial Prudence), Cet. Ke-3, Jakarta, Kencana Prenada Media Group.
Adisasmito, Wiku. (2010). Sistem Kesehatan, Cet. 3, RajaGrafindo Persada, Jakarta. Bustan, M.N. (2007) Epidemologi: penyakit tidak menular, Rinneka Cipta, Jakarta. Kompas. (2009). versi online di
http://www.kompas.com/read/xml2009/01/21/20145028/prevalensi.merokok.pada.anak.terus.meningkat, diakses 10 Nopember 2010.
http://makassar.antaranews.com/berita/28840/larangan-merokok-masih-sebatas-imbauan-moril, 11/6/2011, diakses 26 Desember 2012.
Kementerian Kesehatan. (2012). Pengendalian Tembakau, Selamatkan Nyawa Selamatkan Uang, Advocacy Tool, Direktorat Pengendalian Penyakit Tidak Menular, Ditjen PP & PL.
Kementerian Kesehatan. (2010). Pedoman Teknis Pengembangan Kawasan Tanpa Rokok
Komnas HAM. (2012). Naskah Akademik RUU Pengesahan Framework Convention on Tobacco Control
Muhtaj, Majda, El. (2008). Dimensi-dimensi HAM : Mengurai hak ekonomi, sosial, dan Budaya, Ed. 1, RajaGrafindo Persada, Jakarta
Palutturi, Sukri. (2010). Kesehatan Itu Politik, Ed. 1, Cet.1, Semarang, Karya Aksara. Rahardjo, Satjipto (2010) Sosiologi Hukum Perkembangan Metode dan Masalah, Cet.
Ke-II, Yogyakarta, Genta Publishing. Ruslan, Achmad. (2011) Teori dan panduan praktik pembentukan peraturan
perundang-undangan di Indonesia, Rangkang Education, Yogyakarta. Sukardja, Ahmad. (2012) Hukum Tata Negara dan Administrasi Negara Dalam
Perspektif Fikih Siyasah, Cet. Ke-I, Jakarta, Sinar Grafika. Yuliandri. (2010). Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Yang
Baik, Gagasan Pembentukan Undang-Undang Berkelanjutan, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada.
14
Tabel 1:Pengetahuan Responden tentang Persyaratan Tempat Merokok di Lingkungan Gedung Mal Panakkukang, Grand Clarion Hotel & Convention, dan Hotel Anging Mammiri
No Jawaban MP GC AM Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. Mengetahui 6 10 8 16 4 20 2. Tidak Mengetahui 54 90 42 84 16 80 Total 60 100 50 100 20 100
Sumber : Data Primer diolah 2013 Tabel 2: Pengetahuan Responden tentang Bahaya Asap Rokok Terhadap Kesehatan
Bagi Perokok Pasif di Mal Panakkukang, Grand Clarion Hotel & Convention, dan Hotel Anging Mammiri
No Jenis Penyakit MP GC AM
Jumlah (n=60) % Jumlah
(n=50) % Jumlah (n=20) %
1. Kanker Paru:
- Mengetahui - Tidak Mengetahui
60 0
100 0
50 0
100 0
20 0
100 0
2. Kanker Mulut:
- Mengetahui - Tidak Mengetahui
49 11
81,7 18,3
46 4
92 8
12 8
60 40
3. Penyakit Jantung:
- Mengetahui - Tidak Mengetahui
60 0
100 0
50 0
100 0
20 0
100 0
4. Stroke:
- Mengetahui - Tidak Mengetahui
60 0
100 0
50 0
100 0
20 0
100 0
5. Impoten:
- Mengetahui - Tidak Mengetahui
60 0
100 0
50 0
100 0
20 0
100 0
6.
Gangguan Kehamilan:
- Mengetahui - Tidak Mengetahui
60 0
100 0
50 0
100 0
20 0
100 0
7.
Kematian mendadak bayi dalam Kandungan:
- Mengetahui - Tidak Mengetahui
3 57
5 95
5 45
10 90
3 17
15 85
Sumber : Data Primer diolah 2013
15
Tabel 3: Tanggapan Responden atas Dukungan Penerapan Peraturan Kawasan Bebas Asap Rokok di Mal Panakkukang, Grand Clarion Hotel & Convention, dan Hotel Anging Mammiri
No Jawaban MP GC AM Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. Ya, Mendukung 54 90 47 94 13 65 2. Tidak Mendukung 6 10 3 6 7 35 Total 60 100 50 100 20 100
Sumber : Data Primer diolah 2013
Tabel 4: Pendapat Responden tentang Perilaku Pengunjung yang melanggar Peraturan Kawasan Bebas Asap Rokok di Mal Panakkukang, Grand Clarion Hotel & Convention, dan Hotel Anging Mammiri dalam Gedung/Ruangan Mal Panakkukang, Grand Clarion Hotel & Convention, dan Hotel Anging Mammiri
No Perilaku MP GC AM Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. Merokok 14 23,33 8 16 8 40 2. Tidak Merokok 46 76,67 42 84 12 60 Total 60 100 50 100 20 100
Sumber : Data Primer diolah 2013
Tabel 5: Pendapat Responden tentang Tindakan Petugas terhadap Orang yang Melanggar Peraturan Kawasan Bebas Asap Rokok di Mal Panakkukang, Grand Clarion Hotel & Convention, dan Hotel Anging Mammiri
No. Tindakan Petugas MP GC AM Jumlah % Jumlah % Jumlah %
1. Menegur 54 90 50 100 14 70 2. Acuh 6 10 0 0 6 30 Total 60 100 50 100 20 100
Sumber : Data Primer diolah 2013