PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER II · PDF filePembahasan Soal Ujian Tengah Semester II...
Transcript of PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER II · PDF filePembahasan Soal Ujian Tengah Semester II...
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2013/2014
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 1
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
PEMBAHASAN SOAL UJIAN TENGAH SEMESTER II
TAHUN 2013/2014
MATA KULIAH HUKUM PIDANA
Disusun oleh
MUHAMMAD NUR JAMALUDDIN
NPM. 151000126
KELAS D
UNIVERSITY
Muh_Nur_Jamal
D070AF70
16jamal
muh.jamal08
081223956738
muh.nurjamaluddin
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2013/2014
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 2
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
Silakan follow ya
muhnurjamaluddin.blogspot.co.id
mnurjamaluddin.blogspot.co.id
creativityjamal.blogspot.co.id
SAAT INI
Jalan PH. Hasan Mustapa Nomor 28, Gang Senang Raharja,
RT 02, RW 15, Kelurahan Cikutra, Kecamatan Cibeunying Kidul,
Kode POS 40124, Kota Bandung, Provinsi Jawa Barat, Indonesia
ASAL
Kampung Pasir Galuma, RT 02, RW 06, Desa Neglasari,
Kecamatan Kadungora, Kabupaten Garut,
Provinsi Jawa Barat, Indonesia
Muhammad Nur Jamaluddin
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2013/2014
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 3
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
Renungan
Ya Tuhan, saya lupa
Saya benar-benat lupa, padahal sudah belajar dan menghafalnya
Ingat:
Ingatlah Aku, maka akan Ku ingatkan pula semua yang kamu lupa?
Ya Tuhan, karena saya lupa
Izinkan saya untuk melihat pekerjaan temanku
Izinkan pula saya untuk menyontek melalui Hand Phone
Atau melalui buku yang sudah saya bawa ini
Atau melalui catatan kecil yang sudah saya siapkan ini
Ingat:
Bukankah Aku lebih mengetahui apa yang kamu tidak ketahui?
Bukankah Aku lebih dapat melihat apa yang kamu sembunyikan itu?
Ya Tuhan, karena saya ingin mendapat nilai terbaik
Supaya dapat membanggakan diriku, kelurgaku dan juga yang
lainnya
Izinkan saya mengahalalkan semua cara ini
Ingat:
Bukankah yang memberikan nilai terbaik itu Aku?
Dosen hanyalah sebagai perantara saja dariku?
Jikalau kamu ingin mendapatkan kebahagian di dunia
Dan juga kebahagiaan di akhirat
Jangan pernah menghalalkan semua yang telah Aku haramkan
Ingat:
Kebahagian di dunia itu hanya bersifat sementara bagimu
Aku akan siapkan 99% lagi kebahagiaan untukmu kelak di akhirat
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2013/2014
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 4
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
UNIVERSITAS PASUNDAN BANDUNG
FAKULTAS HUKUM
Jalan Lengkong Besar Nomor 68 Bandung 40261
UJIAN AKHIR SEMESTER TAHUN AKADEMIK 2013/2014
MATA KULIAH : HUKUM PIDANA
HARI, TANGGAL : RABU, 2 APRIL 2014
KELAS/SEMESTER : A-B-C-D-E-F-G-H/II
WAKTU : 90 MENIT
DOSEN : TIM DOSEN
SIFAT UJIAN : CLOSE BOOK
PILIH 5 (LIMA) DARI 9 (SEMBILAN) SOAL YANG DISEDIAKAN
Soal:
1. Soalnya, yaitu:
a. Darimana Anda dapat menyimpulkan bahwa hukum pidana termasuk hukum publik?
Jawaban:
Sebagian besar sarjana hukum melihat hukm pidana sebagai hukum publik yang mempunyai
ciri-ciri:
1) mengatur hubungan antara kepentingan negara atau masyarakat dengan kepentingan
perseorangan;
2) kedudukan penguasa negara lebih tinggi dari perorangan, dengan kata lain orang
perorangan disubordinasikan kepada penguasa;
3) penuntutan seseorang yang telah melakukan tindak pidana(perbuatan pidana) tidak
tergantung orang perseorangan yang dirugikan, tetapi pada kepentingan negara/umum dan
negara melalui alat perlengkapannya wajib menuntut orang tersebut
4) hak subjektif negara terdapat pada alat atau aparat perlengkapan negara ditimbulkan oleh
peraturan dalam hukum pidana obyektif atau pidana positif.
Van Hamel mellihat hukum pidana termasuk pidana sebagai hukum publik dikarenakan yang
menjalankan hukum pidan itu sepenuhnya terletak di tangan pemerintah. Kemudian
Simons berpendapat hukum pidana sebagai hukum publik karena hukum pidana tersebut
mengatur hubungan individu dengan masyarakatnya sebagai warga masyarakat.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2013/2014
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 5
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
Hukum pidana dijalankan untuk kepentingan masyarakat dan juga dijalankan hanya dalam hal
kepentingan masyarakat itu benar-benar memerlukannya.
Dalam hal ini, ada perbedaan pendapat yang dikemukakan oleh Utrecht yang menyatakan
bahwa hak negara untuk menghukum (menjatuhkan pidana) yang disebut ius puniendi dari
negara tidak berarti bahwa hukum pidana dengan sendirinya merupakan hukum publik, karena
hukum publik biasa dilukiskan sebagai hukum yang mengatur hubungan antara individu
dengan negaranya. Ada perbedaan penting antara tugas hukum pidana dan hukum publik.
Dengan merujuk pendapat Van Kan, utrecht mengatakan bahwa hukum publik seperti halnya
hukum privet tugasnya membuat kaedah, yaitu membuat petunjuk-petunjuk hidup yang
mengarahkan tingkah laku manusia dalam pergaulannya dengan menusia lainnya dalam
masyarakat. Sedangkan hukum pidana sama sekali tidak bertugas membuat petunjuk-petunjuk
hidup, hukum pidana hanya membuat sanksi yang lebih keras atas pelanggaran petunjuk-
petunjuk hidup yang dibuat oleh hukum privat maupun hukum publik, walaupun sering juga
terjadi bahwa petunjuk-petunjuk hidup tersebut dicantumkan dalam ketentuan-ketentuan
hukum pidana yang bersangkutan.
b. Darimana Anda dapat menemukan hukum pidana materiil?
Jawaban:
Hukum Pidana Materiil ialah semua peraturan-peraturan yang menegaskan:
1) Perbuatan-perbuatan apa yang dapat dihukum.
2) Siapa yang dapat dihukum.
3) Dengan hukuman apa menghukum seseorang.
Singkatnya Hukum Pidana Materiil mengatur tentang apa, siapa, dan bagaimana orang dapat
dihukum. Jadi Hukum Pidana Materiil ialah peraturan-peraturan hukum atau perundang-
undangan yang berisi penetapan mengenai perbuatan-perbuatan apa saja yang dilarang untuk
dilakukan (perbuatan yang berupa kejahatan/pelanggaran), siapa sajakah yang dapat dihukum,
hukuman apa saja yang dapat dijatuhkan terhadap para pelaku kejahatan/pelanggaran tersebut
dan dalam hal apa sajakah terdapat pengecualian dalam penerapan hukum ini sendiri dan
sebagainya yang tercantum dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2013/2014
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 6
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
c. Sebutkan sumber hukum pidana!
Jawaban:
Hukum pidana Indonesia tersusun dalam sistem yang terkodifikasi dan sistem di luar
kodifikasi. Sistem yang terkodifikasi adalah apa yang termuat dalm KUHP. Di dalam KUHP
tersusun berbagai jenis perbuatan yang digolongkan sebagai tindak pidana, perbuatan mana
dapat dihukum. Namun di luar KUHP, masih terdapat pula berbagai pengaturan tentang
perbuatan apa saja yang juga dapat dihukum dengan sanksi pidana. Dalam hal ini,Loebby
Loqman membedakan sumber-sumber hukum pidana tertulis di Indonesia adalah;
1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP);
2) Undang-undang yang merubah/ menambah KUHP;
3) Undang-undang Hukum Pidana Khusus;
4) Aturan-aturan pidana di luar Undang-undang Hukum Pidana.
Hal ini berhubungan dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946. Adapun penjelasannya,
yaitu:
Hubungan Undang-undang Nomor 1 tahun 1946 dengan KUHP yaitu penegasan diadakannya
tentang hukum pidana yang berlaku di Republik Indonesia. Kemudian hubungan Undang-
undang Nomor 73 Tahun 1958 dengan KUHP yaitu menyatakan berlakunya undang-undang
No. 1 Tahun 1946 Republik Indonesia Tentang Peraturan Hukum Pidana Untuk Seluruh
Wilayah Republik Indonesia Dan Mengubah Undang-Undang Hukum Pidana.
2. Soalnya, yaitu:
a. Mengapa perlu dilakukan iterprestasi?
Jawaban:
Intresptasi terhadp undang-undang diperlukan karena semua undang-undang tidak
memberikan penjelasan secara tegas dari tujuan diberlakukan ketentuan tersebut sehingga
dibutuhkan iterprestasi. Adapun tujuan dari intreprestasi terhadap undang-undang yaitu untuk
menjadikan hukum bersifat dinamis, bisa mengikuti perkembangan zaman.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2013/2014
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 7
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
b. Sebutkan macam-macam interprestasi!
Jawaban:
Macam-macam metode penafsiran, yaitu:
a. Penafsiran gramatikal (gramaticale interpetatie) merupakan penafisiran menurut tata
bahasa, yaitu memberikan arti kepada suatu istilah atau perkataan sesuai dengan tata
bahasa. Contoh bila perumusan berisi kata pegawai negeri meneri suap, maka subjek atau
pelaku disini adalah pegawai negeri, bukan barang siapa atau nahkoda.
b. Penafsiran sistematis merupakan metode yang dihubungkan dengan sistematis dalam
perundang-undangan, apabila suatu istilah atau perkara dicantumkan dua kali dalam satu
pasal atau pada suatu undang-undang, maka pengertiannya harus sama pula. Misalnya,
pasal 302 KUHP dicantumkan dua kali istilah binatang, maka kepada kedua-duanya istilah
harus diberikan pengertiannya yang sama. Contoh lain istilah pencurian yang tercantum
dalam pasal 363 KUHP, harus sama dengan pengertian istilah yang sama tercantum dalam
pasal 362 KUHP.
c. Penafsiran logis yaitu penafsiran suatu istilah atau ketentuan berdasarkan atau sesuai
dengan pengertian logis, wajar atau masuk akal.
d. Penafsiran mempertentangkan (redeneering/argumentum a contrario) adalah penafisiran
yang menemukan kebaikan dari pengertian suatu istilah yang sedang dihadapi. Contoh
kebalikan dari ungkapan tiada pidana tanpa kesalahan adalah pidana hanya dijatuhkan
kepada seorang yang padanya terdapat kesalahan Atau dilarang melakukan sesuatu
tindakan tertentu. Kebalikannya ialah bahwa jika seseorang melakukan suatu tindakan
yang tidk terlarang, tidak tunduk pada ketentuan tersebut.
e. Penafsiran memperluas (extensiieve interpretatie) yaitu memperluas pengertian dari suatu
istilah berbeda dengan pengertiannya yang digunakan sehari-hari.
f. Penafsiran analogi yaitu memperluas cakupan atau pengertian dari ketentuan undang-
undang.
g. Penafsiran historis yaitu menulusuri sejarah terjadinya undang-undang untuk mencar
maksud dari pembentuk undang-undang.
h. Penafisiran teleologis yaitu mencari tujuan atau maksud dari suatu perundang-undangan.
Contoh tujuan dari pembentukan Mahkamah Militer Luar Biasa (Mahmilub, undang-
undang No. 16 Tentang PNPS. Tahun 1963 ialah untuk mempercepat proses penyelesaian
suatu perkara khusus.
i. Penafisran mempersempit (restictive interpretatie) adalah mempersempit pengertian dari
suatu istilah. Contohnya undang-undang dari arti luas yaitu semua produk perundang-
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2013/2014
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 8
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
undangan seperti UUD 1945, Tap MPR, UU/Perppu, Kepres, Peraturan Daerah Provinsi
dan Peraturan Daerah Kota. Kemudian definisi undang-undang menggunakan penafsiran
restriktif (dalam arti sempit) diartikan hanya sebagai undang-undang yang dibuat
Pemerintah bersama DPR.
3. Soalnya, yaitu:
a. Kesimpulan apa yang dapat Anda tarik dari Pasal 1 ayat (1) KUHP?
Jawaban:
Pasal 1 ayat (1) KUHP mengandung beberapa makna/kesimpulan. Berikut adalah
penjelasannya:
Bunyi dari Pasal 1 ayat (1) KUHP, yaitu: “Nullum Delictum Nulla Poena Sine Praevia Lege
Poenali”, artinya: “Tidak ada suatu perbuatan dapat dipidana (dihukum) sebelum ada undang-
undang yang mengatur perbuatan tersebut.” Pasal 1 ayat (1) KUHP lebih dikenal dengan asas
legalitas. Adapun makna yang terkadung dari Pasal 1 ayat (1) KUHP beserta konesekuensi
yuridis dan rasio pemikirannya, yaitu:
a) Tidak ada suatu perbuatan yang dapat dipidana (dihukum) apabila perbuatan tersebut tidak
diatur dalam suatu peraturan perundang-undangan sebelumnya/terlebih dahulu. Jadi,
harus ada aturan yang mengaturnya sebelum orang tersebut melakukan perbuatan ada
sebelum akan dihukum.
b) Untuk menentukan adanya perestiwa pidana (delik/tindak pidana) tidak boleh
menggunakan analogi.
c) Peraturan-peraturan hukum pidana/perundang-undangan tidak boleh berlaku surut.
Maksudnya adalah ketentuan pidana dalam undang-undang tidak boleh berlaku surut
(strafrecht heeftgeen terugwerkende kracht). Seandainya seseorang melakukan suatu
tindak pidana yang baru di kemudian hari terhadap tindakan yang serupa diancam dengan
pidana, pelaku tidak dapat dipidana atas ketentuan yang baru itu. Hal ini untuk menjamin
warga negara dari tindakan sewenang-wenang dari penguasa.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2013/2014
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 9
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
b. Apakah asas teritorial berlaku mutlak?
Jawaban:
Tidak, karena keharusan memperhatikan undang-undang pidana yang berlaku di negara-
negara lain yang ada hubungannya pula dengan perjanjian ekstradisi. Hal ini secara tersirat
terdapat dalam pasal 5 ayat (1) angka ke-2, pasal 6, dan pasal 76 ayat (2) KUHP.
4. Terangkan perkataan di bawah ini:
a. No punishment without fault?
Jawaban:
No punishment without fault artinya tidak ada hukum tanpa ada kesalahan. Maksudanya
adakah bahwa hukum diterapkan kepada orang yang bersalah atau terhadap kepada orang
yang melakukan pelanggaran.
b. Nulla peona sine lege?
Jawaban:
Nulla poena sine leg artinya tiada pidana tanpa undang-undang. Maksudnya adalah dalam
menentukan perbuatan-perbuatan yang dilarang di dalam peraturan bukan saja tentang
macamnya perbuatan yang harus dirumuskan dengan jelas, tetapi juga macamnya pidana yang
diancamkan.
c. Nulla peona sine crime?
Jawaban:
Nulla peona sine crime artinya tiada hukum pidana tanpa ada tindak pidana. Maksudnya
adalah Tidak ada perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana kalau hal itu terlebih
dahulu belum dinyatakan dalam suatu aturan undang-undang. Hal ini dirumuskan dalam Pasal
1 ayat (1) KUHP.
5. Jelaskan apakah KUHP mengenal hukum tidak tertulis, apa dasar hukumnya?
Jawaban:
Mengenal hukum idak tertulis, yakni kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam suatu masyarakat
tertentu sehingga menjadi suatu peraturan hukum pidana adat. Keberadaan hukum pidana adat
diakui dengan masih berlakunya Pasal 5 ayat (3) sub b UU Darurat No. 1 Tahun 1951.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2013/2014
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 10
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
6. Soalnya, yaitu:
a. Jelaskan serta berikan contoh konkret terkait arti perubahan perundang-undangan menurut
Pasal 1 ayat (2) KUHP!
Jawaban:
Aturan pasal 1 ayat (2) KUHP merupakan aturan transitoir/atau aturan peralihan adalah
menjadi pengecualian bagi asas legalitas yang berarti bahwa suatu saat terjadi perubahan
dalam KUHP dan ketentuan perundang-undangan pidana yang lain, ini berarti bahwa dengan
ketentuan pasal tersebut dimungkinkan berlaku surutnya aturan pidana, yang bila mana suatu
ketika ada perkara pidana yang meringankan terdakwa, maka perundang-undangan baru yang
meringankanlah yang berlaku.
b. Jelaskan terkait apa saja ketentuan yang paling menguntungkan atau yang paling
meringankan, berdasarkan pasal 1 ayat (2) KUHP!
Jawaban:
Konsep KUHP lebih memperinci perubahan undang-undang pidana tersebut. Pasal 1 ayat (2)
KUHP merupakan pengecualian terhadap berlaku surut (retroaktif) undang-undang pidana.
Berdasarkan Pasal 1 ayat (2) KUHP dimungkinkan suatu peraturan pidana berlaku surut,
namun demikian aturan undang-undang tersebut haruslah yang paling
ringan atau menguntungkan bagi terdakwa.
Dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP mempunyai 2 ketentuan pokok, yaitu:
1) Sesudah perbuatan dilakukan ada perudahan dalam perundang-undangan.
2) Dipakai aturan yang paling menguntungkan atau meringankan.
Menurut Bambang Poernomo, 2 (dua) ketentuan dalam Pasal 1 ayat (2) KUHP itu
menimbulkan pandangan dan masalah, sehingga perlu ditinjau kembali atas kemanfaatan dari
hukum peralihan yang peru-musannya seperti itu akan ditiadakan sama sekali dengan
pertimbangan sebagai berikut:
1) Tidak ada hukum yang berdiri sendiri tanpa pengaruh dari lapangan hukum yang lain
sehingga hukum pidana akan tetap memperhatikan perkembangan lapangan hukum yang
lain.
2) Dasar perubahan undang-undang yang baru adalah karena bahan perasaan/keyakinan/
kesadaran hukum rakyat, yang melalui badan pembentuk undang-undang membentuk
undang-undang baru, untuk perbuatan pidana yang terjadi kemudian, sehingga perubahan
undang-undang yang karena sifatnya berlaku sementara tidak termasuk perubahan di sini
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2013/2014
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 11
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
3) Perubahan undang-undang yang menyangkut berat atau ringannya ancaman pidana tidak
akan mempunyai arti, karena di dalam prakteknya hakim tetap memegang asas kebebasan
di dalam menjatuhkan pidana yang diancam.
4) Asas lex temporis delicti yang berlaku secara tertulis maupun tidak tertulis adalah asas
yang menjamin kepastian hukum serta keadilan hukum.
c. Jelaskan apakah pasal 1 ayat (2) KUHP berlaku bagi terpidana!
Jawaban:
“Jika sesudah perbuatan dilakukan ada perubahan dalam Peraturan Perundang-Undangan,
maka yang dipakai adalah aturan yang paling ringan sanksinya bagi terdakwa.” (Pasal 1 Ayat
(2) KUHP)
Berdasarkan bunyi pasal tersebut, makan pasal 1 ayat (2) hanya berlaku bagi terdakwa.
7. Soalnya, yaitu:
a. Sebutkan, jelaskan serta berikan contoh konkret penerapan asas ruang lingkup berlakunya
perundang-undangan menurut tempat!
Jawaban:
Asas-asas yang mendasari ruang berlakunya KUHP, yaitu:
1) Asas Teritorial
Asas teritorial terdapat dalam pasal 2 KUHP yang berbunyi: “Aturan pidana dalam
perundang-undandan Indonesia berlaku bagi setiap orang yang melakukan perbuatan
pidana di Indonesia.”
Artinya undang-undang pidana di Indonesia bukan saja yang diberlakukan terhadap warga
negara Indonesia (WNI), melainkan juga terhadap setiap warga negara asing (WNA) yang
di dalam wilayah negara Indonesia diketahui telah melakukan suatu tindak pidana.
Contohnya:
A seorang WNI melakukan pencurian di Jakarta. Ia A atau perbuatannya akan menghadapi
suatu penuntutan atau penghukuman menurut perundang-undangan pidana yang berlaku
di negara Indonesia.
2) Asas Personalitas/Asas Nasional Aktif
Asas personalitas/asas nasional aktif terdapat dalam pasal 5 KUHP yang berbunyi:
Pasal 5 ayat (1)
Ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia berlaku bagi warga Negara Indonesia
yang melakukan di luar Indonesia:
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2013/2014
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 12
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
Ke-1. Salah satu kejahatan yang tersebut dalam Bab I dan II buku kedua, dan dalam pasal
160, 161, 240, 279, 450 dan 451.
Ke-2. Suatu perbuatan yang dipandang sebagai kejahatan
menurut ketentuan pidana dalam undang-undang Indonesia dan boleh dihukum
menurut pidana dalam undang-undang Indonesia dan boleh dihukum menurut undang-
undang negeri, tempat perbuatan itu dilakukan.
Pasal 5 ayat (2)
Penuntutan terhadap suatu perbuatan yang dimaksudkan pada ke-2 boleh juga dilakukan,
jika tersangka.
Pasal 5 ini tentang asas kebangsaan disebut juga sebagai asas nasional aktif atau asas
personalitas. Menurut asas ini, udang-undang pidana suatu negara dapat diberlakukan
terhadap warga negaranya dimana pun mereka ini berada, bahkan juga seandainya jika
mereka itu berada di luar negeri.
Contoh penerapan pasal 5 ayat (1) angka ke-1 KUHP:
A seorang warga negara Indonesia yang telah menikah di Indonesia dan baginya berlaku
ketentuan pasal 27 BW. Pasal 27 BW menentukan: “Pada suatu saat yang sama seorang
laki-laki itu hanya dapat terikat dalam suatu perkawinan dengan seorang wanita, dan
seorang wanita itu pada saat yang sama hanya dapat terikat dalam suatu perkawinan
dengan seorang laki-laki.” Oleh karena pekerjaannya, ia A dikirim ke Arab Saudi untuk
waktu 3 tahun. Setalah 1 tahun berada di sana, A menikah kembali dengan seorang B
seorang warga negara Saudi Arabia. Setelah menikah, B kemudian mengubah
kewarganegaraan menjadi WNI.
Menurut pasal 5 ayat (1) angka ke-1 KUHP, perbuatan A dapat dituntut hukum dan
dihukum menurut undang-undang pidana yang berlaku di Indonesia yang didasarkan pula
dalam pasal 279 ayat (1) KUHP walaupun perbuatan A dilakukan di luar negeri.
Contoh penerapan pasal 5 ayat (1) angka ke-2 KUHP:
Apakah terhadap B dapat diberlakukan ketentuan pidana menurut undang-undang yang
berlaku di Indonesia?
Menurut ketentuan pasal 284 ayat (1) angka ke-2 huruf b KUHP perbuatan wanita tersebut
juga dapat dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9 bulan, apabila ada
pengaduan dari istri pertama A bahwa telah dilakukan tindak pidana seperti yang telah
dirumuskan dalam pasal 279 ayat (1) angka ke-1 KUHP.
Akan tetapi karena menurut ketentuan pasal 5 ayat (1) angka ke-2 KUHP telah ditentukan
bahwa terhadap B itu hanya dapat diberlakukan ketentuan pidana menurut undang-undang
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2013/2014
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 13
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
Indonesia, apabila perbuatan B itu di Idnoensia dianggap sebagai kejahatan dan di negara
dimana B telah melakukan perbuatannya itu diancam dengan suatu hukuman (double
criminality harus terpenuhi). Kenyataannya perbuatan B di dilakukan di Saudi Arabia
tidak diancam dengan suatu hukuman. Maka pasal 284 ayat (1) angka ke-2 huruf b KUHP,
tidak dapat diberlakukan terhadap B walaupun rumusan ketentuan pasal 5 ayat (2) KUHP
telah terpenuhi.
3) Asas Perlindungan/Asas Nasional Pasif
Dalam undang-undang pidana Indonesia, asas perlindungan/asas nasional pasif ini
terdapat dalam pasal 4 dan pasal 8 KUHP.
Contohnya:
A seorang mahasiswa WNI yang sedang menuntut ilmu di Jepang telah dibunuh oleh B
seorang warga negara Jepang. Untuk menghindarkan diri dari kemungkinan dituntut
menurut undang-undang Jepang, B melarikan dri dari Jepang ke Indonesia dan menyamar
sebagai turis. Kemudia ia B diketahui oleh aparat kepolisian Indonesia sebagai pelaku
pembunuhan terhadap A.
Terhadap B tidak dapat dituntut atau dihukum menurut undang-undang pidana Indonesia,
karena pertama pembunuhan bukanlah salah satu kejahatan yang disebutkan dalam pasal
4 KUHP. Keuda, karena ketentuan pidana menurut undang-undang Indonesia tidak dapat
diberlakukan terhadap B. B hanya dapat dituntut dan dihukum menurut undang-undang
Jepang. Selama ia B berada di Indonesia, jika pemerintah Jepang tidak meminta kepada
pemerintah Indonesia untuk menyerahkan B guna dituntut dan di hukum di Jepang, maka
ia B bebas pergi kemana saja di Indonesia tanpa Indonesia tidak dapat berbuat apa-apa.
4) Asas Universal
Menurut asas universal atau asas persamaan, setiap negara mempunyai kewajiban untuk
turut serta dalam usaha memelihara keamanan dan ketertiban dunia dengan negara-negara
lain, walaupun dengan sangat terbatas. Asas universal terdapat dalam pasal 4 ke-2 dan
pasal 4 KUHP.
b. Jelaskan apa yang dimaksud dengan Double Criminality dan hak ekstra teriteorial, apa dasar
hukumnya, terdapat dalam asas apa, serta kepada siapa peruntukannya!
Jawaban:
Asas Double Criminality atau kriminalitas ganda,( Pasal 2 ayat 1 ) yaitu penjatuhan pidana
yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia atau diluar wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia yang perbuatan tersebut merupakan tindak pidana dalam hukum
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2013/2014
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 14
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
Indonesia, sehingga perbuatan apapun yang melanggar hukum di tempat manapun yang
dilakukan oleh warga Indonesia maka tetap harus dipidana menurut hukum yang berlaku.
Contoh seseorang melakukan perjudian di Negara yang mlegalkan judi, kemudian hasil
judinya dibawah ke Indonesia dan digunakan untuk berbagai hal, maka dapat dilakukan
penuntutan Tindak Pidana Pencucian Uang. Meskipun judi tersebut tidak dilakukan di
Indonesia tetapi UU TPPU ini menganut asas Double Criminality sehingga dapat menjerat
perbuatan tersebut.
Kemudian hak ekstratorial adalah hak kebebasan diplomat terhadap daerah perwakilannya
termasuk bangunan serta perlengkapannya seperti benera, lambang negara, surat-surat dan
dokumen bebas sensor. Dalam hal ini polisi dan aparat keamanan tidak boleh masuk tanpa
ada izin pihak perwakilan yang bersangkutan.
8. Jelaskan pemahaman saudara perihal tindak pidana dari sudut pandang monistis dan dualistis,
serta apa konsekuensi dua pandangan tersebut bagi pelaku tindak pidana yang tidak mampu
bertanggung jawab!
Jawaban:
Pandangan monistis adalah suatu pandangan yang melihat keseluruhan syarat untuk adanya
pidana itu kesemuanya merupakan sifat dari perbuatan. Pandangan ini memberikan prinsip-
prinsip pemahaman, bahwa didalam pengertian perbuatan atau tindak pidana sudah tercakup
didalamnya perbuatan yang dilarang (criminal act) dan pertanggung-jawaban pidana atau
kesalahan (Criminal responbility).
Pada dasarnya pandangan ini tidak memisahkan antara unsur-unsur mengenai perbuatan dengan
unsur-unsur mengenai orangnya. Ada beberapa batasan atau pengertian tidak pidana dari para
sarjana yang menganut pandangan Monistis. Misalnya menurut Simon. Dimana menurutnya
tindak pidana adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun
tidak dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakanya dan yang
oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu tindakan yang dapat dihukum.
Dengan batasan seperti ini, maka menurut Simon, untuk adanya suatu tindak pidana harus
dipenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1) perbuatan manusia, baik dalam arti perbuatan positif (berbuat) maupun perbuatan Negatif
(tidak beruat);
2) diancam dengan pidana;
3) melawan hukum;
4) dilakukan dengan kesalahan;
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2013/2014
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 15
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
5) oleh orang yang mampu bertanggungjawab.
Dengan penjelasan seperti tersebut diatas, maka tersimpul, bahwa keseluruhan syarat adanya
pidana telah melekat pada perbuatan pidana. Simon tidak memisahkan antara criminal act dan
Criminal responbility.
Berbeda dengan pandangan Monistis yang melihat kesalahan syarat adanya pidana telah
melekat pada perbuatan pidana, pandangan dualistis memisahkan antara perbuatan pidana dan
pertanggungjawaban pidana. Apabila menurut pandangan Monistis dalam pengertian tindak
pidana sudah tercakup di dalamnya baik usur perbuatan maupun unsur orangnya. Menurut
pandangan dualistis dalam tindak pidana hanya mencakup perbuatannya saja. Sedangkan
pertanggung jawaban pidana tidak menjadi unsur tindak pidana. Menurut pandangan dualistis,
untuk adanya pidana tidak cukup hanya apabila telah terjadi perbuatan pidana, tetapi
dipersyaratkan juga adanya kesalahan atau pertanggungjawab pidana. Gambaran tentang
bagaimana pandangan dualistis dapat terlihat dari pandangan Moeljatno yang menyatakan
perbuatan pidana adalah perbuatan yang diancam dengan pidana, barangsiapa melanggar larangan
tersebut, Dengan penjelan untuk terjadinya perbuatan atau tindak pidana harus dipenuhi unsur-
unsur sebagai berikut:
1) Adanya perbuatan (manusia) yang memenuhi rumusana dalam undang-undang (hal ini
merupakan syarat formil, terkait dengan berlakunya pasal 1 (1) KUHP ).
2) Bersifat melawan hukum (hal ini merupakan syarat materiil, terkait dengan ikutnya ajaran
sifat melawan hukum materiil dalam fungsinya yang negatif).
Disamping pengertian tersebut, Moelyatno juga menegaskan bahwa untuk adanya pidana tidak
cukup hanya dengan telah terjadinya tindak pidana, tanpa mempersoalkan apakah orang yang
melakukan perbuatan itu mampu bertanggungjawab atau tidak. Jadi peristiwanya adalah tindak
pidana, tetapi apakah orang yang telah melakukan perbuatan itu benar-benar dipidana atau tidak,
akan dilihat bagaimana keadaan bathin orang itu dan bagaimana hubungan bathin antara
perbuatan yang terjadi dengan orang itu.
Apabila perbuatan yang terjadi itu dapat dicelakan kepada orang itu, yang berarti dalam hal ini
ada kesalahan dalam diri orang itu, maka orang itu dapat dijatuhi pidana, demikian sebaliknya.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2013/2014
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 16
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
9. Jelaskan oleh saudara ajaran sifat melawan hukum materil bai dalam fungsi positif dan negatif!
Jawaban:
Suatu perbuatan itu melawan hukum atau tidak, tidak hanya yang terdapat dalam undang-undang
(yang tertulis) saja, akan tetapis harus dilihat berlakunya azas-azas hukum yang tidak tertulis.
Sifat melawan hukumnya perbuatan yang nyata-nyata masuk dalam rumusan delik itu dapat hapus
berdasarkan ketentuan undang-undang dan juga berdasarkan aturan-aturan yang tidak tertulis
(uber gezetzlich). Jadi menurut ajaran ini melawan hukum sama dengan bertentangan dengan
undang-undang (hukum tertulis) dan juga bertentangan dengan hukum yang tidak tertulis
termasuk tata susila
Dalam sifat melawan hukum yang materiil itu perlu dibedakan:
1) Fungsi Negatif
Ajaran sifat melawan hukum yang materiil dalam fungsinya yang negatif mengakui
kemungkinan adanya hal-hal yang ada di luar undang-undang melawan hukumnya perbuatan
yang memenuhi rumusan undang-undang, jadi hal tersebut sebagai alasan penghapus sifat
melawan hukum.
Contoh:
Kasus pencurian nasi bungkus seharga Rp 1.500,- oleh seorang ibu yang karena keadaan
terpaksa melakukan perbuatan tersebut dengan alasan anaknya sudah tidak makan dalam 3
hari dan anaknya itu sedang sakit. Perbuatan ibu tersebut secara formil memenuhi unsur pasal
362 KUHP (WvS) tantang pencurian, namun ibu tersebut dapat dibebaskan dari jeratan pasal
tersebut karena adanya alasan pembenaran dari hukum yang tidak tertulis yang bersifat
materiil. Karena dalam situasi dan kondisi tersebut, jika ibu tersebut tidak melakukan
perbuatan melawan hukum, dapat berakibat hilangnya nyawa anak dari ibu tersebut. Yang
berhak menentukan alasan pembenaran diluar peraturan perundang-undangan adalah Hakim,
namun aparat penegak hukum lainnya juga harus memperhatikan dan mempertimbangkan
adanya fungsi negatif dari sifat melawan hukum materiil ini.
Pembahasan Soal Ujian Tengah Semester II Tahun 2013/2014
Mata Kuliah Hukum Pidana
Halaman 17
Muhammad Nur Jamaluddin (MNJ) www.mnj.my.id
2) Fungsi Positif
Pengertian sifat melawan hukum yang materiil dalam fungsinya yang positif menganggap
sesuatu perbuatan tetap sebagai sesuatu delik, meskipun tidak nyata diancam dengan pidana
dalam undang-undang, apabila bertentangan dengan hukum atau ukuran-ukuran lain yang ada
di luar undang-undang. Jadi disini diakui hukum yang tak tertulis sebagai sumber hukum yang
positif.
Contoh:
Peristiwa adat carok di Madura, yang merupakan jalan terakhir penyelesaian konflik antar
warga Madura dengan cara bertarung saling membunuh dengan menggunakan alat sabit,
dianggap sebagai perbuatan yang wajar dilakukan untuk di lingkungan masyarakat Madura.
Peristiwa ini pasti akan membawa kematian bagi salah satu pihak yang bersengketa, meski
perbuatan membunuh dibenarkan oleh masyarakat setempat, namun orang yang melakukan
pembunuhan tersebut tetap dapat dijerat dengan pasal 338 KUHP (WvS). Dilain sisi, hukum
carok yang berlaku di masyarakat tersebut hanya dapat sebagai alas an pembenaran untuk
mendapatkan keringanan.