PEMBERIAN TOPIKAL EKSTRAK ETANOL BUAH ADAS … · PEMBERIAN TOPIKAL EKSTRAK ETANOL BUAH ADAS...
Transcript of PEMBERIAN TOPIKAL EKSTRAK ETANOL BUAH ADAS … · PEMBERIAN TOPIKAL EKSTRAK ETANOL BUAH ADAS...
TESIS
PEMBERIAN TOPIKAL EKSTRAK ETANOL BUAH
ADAS (Foeniculum vulgare Mill.) KONSENTRASI 50%
LEBIH MENINGKATKAN ANGIOGENESIS DAN
REEPITELIALISASI DARIPADA POVIDONE IODINE
UNTUK PENYEMBUHAN ULKUS TRAUMATIKUS
MUKOSA MULUT TIKUS PUTIH JANTAN
NI KD FIORA RENA PERTIWI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
TESIS
PEMBERIAN TOPIKAL EKSTRAK ETANOL BUAH
ADAS (Foeniculum vulgare Mill.) KONSENTRASI 50%
LEBIH MENINGKATKAN ANGIOGENESIS DAN
REEPITELIALISASI DARIPADA POVIDONE IODINE
UNTUK PENYEMBUHAN ULKUS TRAUMATIKUS
MUKOSA MULUT TIKUS PUTIH JANTAN
NI KD FIORA RENA PERTIWI
1290761002
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
PEMBERIAN TOPIKAL EKSTRAK ETANOL BUAH ADAS
(Foeniculum vulgare Mill.) KONSENTRASI 50% LEBIH
MENINGKATKAN ANGIOGENESIS DAN
REEPITELIALISASI DARIPADA POVIDONE IODINE UNTUK
PENYEMBUHAN ULKUS TRAUMATIKUS MUKOSA MULUT
TIKUS PUTIH JANTAN
Tesis Untuk Memperoleh Gelar Magister
Pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pasca Sarjana Universitas Udayana
NI KD FIORA RENA PERTIWI
1290761002
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2015
LEMBAR PENGESAHAN
TESIS INI TELAH DISETUJUI
PADA TANGGAL 28 JULI 2015
Pembimbing I
Prof. Dr.dr.I Putu Gede Adiatmika, M.Kes
NIP 196603091998021003
Pembimbing II
Prof. Dr. dr. I Nyoman Adiputra, MOH, Sp.Erg
NIP 194712111976021001
Ketua Program Studi Ilmu Biomedik Program
Pascasarjana Universitas Udayana
Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK
NIP. 195805211985031002
Direktur Program Pascasarjana Universitas
Udayana
Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K)
NIP 19590215198510 2001
Mengetahui
Tesis Ini Telah Diuji
Tanggal 28 Juli 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,
No: 1969/UN14.4/HK/2015, Tanggal 1 Juli 2015
Ketua : 1. Prof. Dr.dr.I Putu Gede Adiatmika, M.Kes.
Anggota :
2. Prof. Dr. dr. I Nyoman Adiputra, MOH,Sp.Erg.
3. Prof. Dr. dr. Nyoman Mangku Karmaya, M.Repro
4. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, MSc., Sp.And
5. Dr.dr. I Dewa Made Sukrama, M.Si, Sp.MK(K)
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kami panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa
karena hanya atas asung wara nugraha-Nya, penulis dapat menyelesaikan
penyusunan Tesis yang berjudul “Pemberian Topikal Ekstrak Etanol Buah Adas
(Foenicullum Vulgare Mill) konsentrasi 50% lebih Meningkatkan Angiogenesis
dan Reepitelialisasi daripada Povidone Iodine untuk Penyembuhan Ulkus
Traumatikus Tikus Putih Jantan ” dengan baik.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan Tesis ini tidak akan terwujud
tanpa adanya bantuan, dukungan serta bimbingan dari berbagai pihak. Dalam
kesempatan ini, dengan ketulusan hati dan rasa hormat, penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Prof. Dr.dr. A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K), selaku Direktur Pascasarjana
Universitas Udayana atas segala kesempatan yang telah diberikan,
2. Dr. dr. Gde Ngurah Indraguna Pinatih, M.Sc, Sp.GK, selaku Ketua
Program Studi Magister Ilmu Biomedik Universitas Udayana atas
kesempatan yang telah diberikan kepada penulis untuk mengikuti program
magister,
3. Prof. Dr.dr.I.P.G.Adiatmika, M.Kes., selaku Pembimbing I atas segala
bimbingan, arahan dan semangat yang telah diberikan selama ini,
4. Prof. Dr. dr. I Nyoman Adiputra, MOH,Sp.Erg., selaku Pembimbing II
atas segala bimbingan dan arahan yang telah diberikan,
5. Prof. Dr. dr. Nyoman Mangku Karmaya, M.Repro, Prof. Dr. dr. J. Alex
Pangkahila, MSc., Sp.And, dan Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, M.Si,
Sp,MK(K) Selaku Penguji, tesis yang telah memberikan masukan, saran,
dan koreksi yang sangat membangun sehingga tesis ini dapat ditulis
dengan benar.
6. Dr. dr. Susy Purnawati, selaku Kepala Bagian Fisiologi Fakultas
Kedokteran, Universitas Udayana atas segala kesempatan dan dorongan
yang telah diberikan,
7. Seluruh Dosen dan Staff pengajar pada Program Magister Biomedik
Universitas Udayana,
8. Kepala Bagian dan Staff Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana Denpasar yang telah memberikan kesempatan
mempergunakan fasilitas yang ada sehingga membantu penulis
menyelesaikan penelitian ini,
9. Kepala Bagian dan Staff Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran
Hewan Universitas Udayana Denpasar yang telah memberikan kesempatan
mempergunakan fasilitas yang ada sehingga membantu penulis
menyelesaikan penelitian ini tepat pada waktunya,
10. Dr. dr. I Dewa Made Sukrama, M.Si, Sp,MK(K) Selaku Ketua Program
Studi Pendidikan Dokter Gigi, Universitas Udayana atas segala
kesempatan dan dukungan yang telah diberikan.
11. Ayahanda dan Ibunda terkasih, Made Sudarsana dan Ketut Sari, serta
suami tercinta Wayan Tunas Atmajaya atas segala bimbingan, dukungan
dan doanya,
12. Seluruh Staff Dosen dan Pegawai PSPDG Universitas Udayana yang telah
memberikan bantuan semangat dan doa yang sangat bermanfaat bagi
penulis,
13. Kepada drg. Sartika Putri dan seluruh staff Kuta Raya Klinik 62 yang telah
memberikan doa, motivasi, dan bantuan kepada penulis,
14. Kepada keluarga besar, sahabat dan seluruh teman – teman yang tidak
mungkin disebutkan satu persatu, yang turut membantu terselesaikannya
tesis ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih jauh dari sempurna,
maka penulis berharap kepada semua pihak agar memberi sumbangan pikiran,
kritik maupun saran yang positif demi kesempurnaannya. Penulis berharap
semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi dokter gigi khususnya dan masyarakat
pada umumnya serta berguna bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
Denpasar, 30 Juli 2015
Penulis
ABSTRAK
PEMBERIAN TOPIKAL EKSTRAK ETANOL BUAH ADAS (Foeniculum
vulgare Mill.) KONSENTRASI 50% LEBIH MENINGKATKAN
ANGIOGENESIS DAN REEPITELIALISASI DARIPADA POVIDONE
IODINE UNTUK PENYEMBUHAN ULKUS TRAUMATIKUS MUKOSA
MULUT TIKUS PUTIH JANTAN
Prosedur perawatan gigi terkadang dapat menyebabkan luka pada mukosa
mulut secara sengaja maupun tidak sengaja. Ulkus traumatikus pada mukosa
mulut adalah luka terbuka yang sering ditemukan di dalam rongga mulut.
Gambaran klinis ulkus traumatikus berupa ulkus tunggal pada mukosa yang dapat
disebabkan oleh adanya trauma fisik atau mekanik, perubahan suhu, kimia dan
radiasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuktikan apakah ekstrak
etanol (Foenicullum vulgare Mill.) konsentrasi 50% lebih efektif dalam
meningkatkan angiogenesis dan reepitelialisasi daripada Povidone Iodine untuk
penyembuhan ulkus traumatikus mukosa mulut tikus putih jantan.
Telah dilakukan penelitian eksperimental Randomized Post Test Only
Control Group Design pada 32 ekor tikus putih jantan yang telah diinduksi
dengan H2O2 sehingga terjadi ulkus traumatikus pada mukosa labial bawah, dibagi
menjadi 2 kelompok perlakuan, masing-masing kelompok 16 ekor tikus.
Kelompok Kontrol mendapatkan pemberian Povidone Iodine selama 3 hari, dan
Kelompok Perlakuan diberikan ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50% selama
3 hari. Pada hari ke 7 tikus dieuthanasia untuk pengambilan jaringan mukosa
mulut kemudian dibuat preparat histologi dengan pengecatan HE. Data yang
diperoleh dianalisis, dimana dilakukan uji normalitas dengan Shapiro-wilk dan
dilanjutkan dengan independent T-test.
Rerata neoangiogenesis Kelompok Perlakuan dengan pemberian ekstrak
etanol buah adas konsentrasi 50% (39,19±2,28 unit) lebih tinggi dibandingkan
rerata Kelompok Kontrol yang diberikan Povidone Iodine (16,5+1,63 unit). Rerata
reepitelialisasi yang ditunjukan oleh lebar celah epitel Kelompok Perlakuan
dengan pemberian ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50% (976,88±97,82 μm)
lebih rendah dibandingkan rerata Kelompok Kontrol (Povidone Iodine)
(2031,06±104,70 μm). Hasil rerata neoangiogenesis dan reepitelialisasi ini
berbeda secara bermakna (p<0,05).
Disimpulkan bahwa ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50% yang
memiliki kandungan flavonoid, saponin, tannin dan vitamin C dapat
meningkatkan neoangiogenesis dan reepitelialisasi daripada Povidone Iodine pada
penyembuhan ulkus traumatikus mukosa mulut tikus putih jantan.
Kata Kunci : ekstrak etanol buah adas (Foenicullum vulgare Mill.), Povidone
Iodine, angiogenesis, reepitelialisasi, ulkus traumatikus
ABSTRACT
TOPICALLY ADMINISTRATIONS OF 50% FENNEL’S ETANOL
EXTRACT ENHANCE NEOANGIOGENIS AND REEPHITELIZATION
IN HEALING TRAUMATIC ULCER ON ORAL MUCOSA MALE RAT
Dental procedures can sometimes inadvertently cause traumatic ulcers.
Traumatic ulcer on oral mucosal are open sore that are often found in the oral
cavity. Clinical features such as a single mucosal ulceration that can be caused by
physical or mechanical trauma, temperature changes, chemicals and radiation. The
purpose of this study was to prove whether the 50% of ethanol extract Fennel’s
(Foenicullum vulgare Mill.) more effective in improving angiogenesis and
reepithelialization than Povidone Iodine in healing traumatic ulcer on oral mucosa
male rats.
This study used Randomized Post Test Only Control Group Design and
were done used 32 male rats that had been induced by H2O2, caused traumatic
ulcers in the lower labial mucosa, this animal were divided into two groups, each
group contain 16 rats. Control group get Povidone Iodine administration for 3
days, and the treatment group was given 50% of ethanol extract fennel’s for 3
days. On 7th day, mice euthanized for tissue sampling and histological
preparations were made by HE staining. The data were analyzed using Shapiro-
Wilk for normality test and continued using by independent T-test.
The Mean of neoangiogenesis at treatment group by administration 50%
of ethanol extract fennel’s (39.19 ± 2.28 units) was higher than the average of the
control group was given Povidone Iodine (16.5 + 1.63 units). The mean of
reepithelialization determined by ephitelial cleft at group treated with 50% ethanol
extract of fennel’s (976.88 ± 97.82 m) lower than the control (2031.06 ± 104.70
m). Results The mean of neoangiogenesis and reepitelialisasi significantly
different (p <0.05).
It was concluded that the 50% of ethanol extract fennel’s that contain
flavonoid, saponin, tannin and vitamin C enhance neoangiogenesis and
reepithelialization than Povidone Iodine for healing traumatic ulcer on white male
rats.
Keywords: ethanol extract of fennel’s (Foenicullum vulgare Mill.), Povidone
Iodine, angiogenesis, reepithelialization, traumatic ulcer
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ......................... ............................................................. i
PRASYARAT GELAR ................................................................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... iii
LEMBAR PENETAPAN PANITIA PENGUJI ……….............................. iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT.............................................. v
UCAPAN TERIMA KASIH.......................................................................... vi
ABSTRAK …………………………………………………………………. ix
ABSTRACT………………………………………………………………… x
DAFTAR ISI ................................................................................................. xi
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xiv
DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. xv
DAFTAR SINGKATAN................................................................................ xvi
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................. xvii
BAB I PENDAHULUAN....................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ....................................................................... 9
1.3 Tujuan Penelitian......................................................................... 9
1.3.1 Tujuan umum...................................................................... 9
1.3.2 Tujuan khusus..................................................................... 9
1.4 Manfaat Penelitian...................................................................... 10
1.4.1 Manfaat Teoritis................................................................. 10
1.4.2 Manfaat Praktis .. .............................................................. 10
BAB II KAJIAN PUSTAKA ................................................................... 11
2.1 Ulkus Traumatikus ……………………………………………. 11
2.1.1 Definisi Ulkus Traumatikus ............................................... 11
2.1.2 Insidensi Ulkus Traumatikus …………………………..... 11
2.1.3 Etiologi Ulkus Traumatikus ............................................... 12
2.1.4 Gambaran Klinis Ulkus Traumatikus ............................... 14
2.1.5 Diagnosis Ulkus Traumatikus ........................................... 15
2.2 Kaitan Luka dengan Ulkus .......................................................... 16
2.3 Penyembuhan Luka ..................................................................... 16
2.3.1 Tahapan Penyembuhan Luka............................................. 18
2.3.2 Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Penyembuhan Luka 32
2.4 Peranan Angiogenesis pada Penyembuhan Luka......................... 33
2.5 Reepitelisasi pada Penyembuhan Luka ....................................... 34
2.6 Buah Adas (Foenicullum Vulgare Mill) ....................................... 35
2.6.1 Klasifikasi Ilmiah Buah Adas ....................……………… 36
2.6.2 Kandungan Kimia dan Manfaat Buah Adas.........……...... 37
2.6.3 Penggunaan Adas dalam Bidang Kuliner …….................. 37
2.6.4 Penggunaan Adas dalam Pengobatan Lokal dan Tradisional 38
2.6.5 Fitokimia Buah Adas ……………………………………. 39
2.6.6 Efek Farmakologi Buah Adas …………………………... 43
2.7 Povidone Iodine ......................................................................... 47
2.7.1 Pengertian Povidone Iodine .............................................. 47
2.7.2 Struktur Kimia Povidone Iodine ....................................... 48
2.7.3 Mekanisme Kerja Povidone Iodine .........………………. 49
2.7.4 Keuntungan dan Kerugian Povidone Iodine ……………. 49
2.7.5 Cara Pemakaian Povidone Iodine ……………………….. 49
2.7.6 Manfaat Povidone Iodine ……………………………….. 50
2.8 Tikus Putih (Rattus Norvegicus) ……………………………….. 51
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN
HIPOTESIS PENELITIAN ........................................................... 52
3.1 Kerangka Berpikir ................................................................... 52
3.2 Konsep Penelitian........................................................................ 54
3.2 Hipotesis Penelitian..................................................................... 55
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................ 56
4.1 Rancangan Penelitian .................................................................. 56
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian....................................................... 57
4.3 Sumber Data ................................................................................ 57
4.3.1 Besar sampel ...................................................................... 57
4.3.2 Kriteria sampel................................................................... 58
4.3.2.1 Kriteria inklusi........................................................ 58
4.3.2.2 Kriteria drop out .................................................... 58
4.4 Klasifikasi dan Identifikasi variable…….................................... 58
4.4.1 Variabel Bebas .......................................................... 58
4.4.2 Variabel Tergantung.................................................. 58
4.4.3 Variabel Terkendali................................................... 59
4.4.4 Hubungan Antar Variabel …………………………. 59
4.5 Definisi Operasional.................................................................... 59
4.6 Bahan dan Alat Penelitian ........................................................... 61
4.7 Prosedur Penelitian...................................................................... 62
4.7.1 Pembuatan Ekstrak Etanol Adas konsentrasi 50%............. 62
4.7.2 Perlakuan pada Hewan Percobaan Sebelum Penelitian ..... 63
4.7.3 Selama Penelitian ……....................................................... 63
4.7.4 Setelah Penelitian ……………........................................... 65
4.7.5 Pembuatan sedian mikroskopis dan observasi.................... 65
4.7.6 Alur Penelitian …................................................................ 66
4.8 Analisis Data ......................……………………………………. 66
BAB V HASIL PENELITIAN……………………………………………… 68
5.1 Analisis Deskriptif……………………………………………... 68
5.2 Uji Normalitas Data……………………………………………. 69
5.3 Uji Homogenitas……………………………………………….. 69
5.4 Uji Komparasi………………………………………………….. 70
5.4.1 Neoangiogenesis…………………………………………. 70
5.4.2 Reepitelialisasi (Lebar Celah Epitel) ……………………. 71
BAB VI PEMBAHASAN………………………………………………….. 73
6.1 Subjek Penelitian……………………………………………… 73
6.2 Ekstrak Etanol Meningkatkan Penyembuhan Ulkus
Traumatikus Mukosa Mulut…………………………………. 73
6.2.1 Pembahasan hasil perbandingan rerata neoangiogenesis
antar kelompok ……….……………………………….. 74
6.2.2 Pembahasan hasil perbandingan rerata reepitelialisasi
(lebar celah epitel antar kelompok)……………………. 76
6.3 Mekanisme Ekstrak Etanol Buah Adas (Foenicullum vulgare
Mill.) konsentrasi 50% Meningkatkan Neoangiogenesis
dan Reepitelialisasi…………………………………………… 79
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN……………………………………… 90
7.1 Simpulan……………………………………………………… 90
7.2 Saran …………………………………………………………. 90
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………. 91
LAMPIRAN………………………………………………………………… 101
DAFTAR GAMBAR
2.1 Ulkus Traumatikus pada Mukosa Bibir Bawah .................................. 14
2.2 Gambaran Histologi Ulkus Traumatikus ........................................... 15
2.3 Fase Penyembuhan Luka .................................................................... 17
2.4 Fase Proliferasi ................................................................................... 22
2.5 Buah Adas ( Foeniculum Vulgare Mill ) ............................................ 36
2.6 Struktur Molekul Bioaktif Utama dari Komponen Essensial oil
Foeniculum vulgare .......................................................................... 40
2.7 Struktur Molekuler dari Komponen Bioaktif Ekstrak buah Adas
(Foeniculum vulgare) ....................................................................... 42
2.8 Struktur Kimia Povidone Iodine ......................................................... 48
3.1 Konsep Penelitian ............................................................................... 55
4.1 Rancangan Penelitian ......................................................................... 56
4.2 Hubungan Antar Variabel ................................................................... 59
4.3 Alur Penelitian ................................................................................... 65
6.1 Gambaran Histologi neoangiogenesis hari ke 7 .. …………………… 83
6.2 Gambaran Histologi Reepitelialisasi hari ke 7 .................................... 86
6.3 Mekanisme Ekstrak Etanol Buah Adas ( Foenicullum vulgare Mill.)
Konsentrasi 50% dalam meningkatkan neoangiogenesis dan
Reepitelialisasi pada Penyembuhan Ulkus Traumatikus Mukosa
Mulut Tikus Putih Jantan. ................................................................... 89
DAFTAR TABEL
5.1 Analisis deskriptif neoangiogenesis (unit) dan reepitelialisasi (μm)
mukosa mulut kelompok kontrol dan kelompok ekstrak etanol buah
konsentrasi 50%....................................................... ……………….. 68
5.2 Hasil Uji Normalitas neoangiogenesis (unit) dan reepitelialisasi (μm)
mukosa mulut kelompok kontrol dan kelompok ekstrak etanol buah adas
konsentrasi 50% ……………………………………………………. 69
5.3 Hasil Uji Homogenitas neoangiognesis (unit) dan reepitelialisasi (μm)
mukosa mulut kelompok kontrol dan kelompok ekstrak etanol buah adas
konsentrasi 50% …………………………………………………….. 69
5.4 Rerata Neoangiogenesis (unit) dan Hasil Uji Komparasi Independent
T-test mukosa mulut antar kelompok ................................................ 70
5.5 Rerata Reepitelialisasi (µm) dan Hasil Uji Komparasi Independent
T-test mukosa mulut antar kelompok ................................................. 71
DAFTAR SINGKATAN
ECM : Extra Cellular Matrix
EGF : Epidermal Growth Factor
FGF : Fibroblast Growth Factor
F. vulgare : Foenicullum vulgare
H2O2 : Hidrogen peroksida
HE : Harris Hematoxylin Eosin
IFN : Interferon
IL : Interleukin
MMPs : Matrix Metalloproteinase
MPO : enzim Myeloperoksidase
NOS : Nitric Oxide Synthase
PDGF : Platelet Derived Growth Factor
PMN : Polimorfonuklear
RES : Reticulo Endothelial Cell
TGF α : Transforming Growth Factor α
TGF β : Transforming Growth Factor β
TMJ : Temporo Mandibula Joint
TNF : Tumor Necrosis Factor
VEGF : Vascular Endothelial Growth Factor
uPA : urokinase – Plasminogen Activator
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Keterangan Kelaikan Etik ............................................ 101
Lampiran 2 Gambaran Histologi Penelitian ............................................. 102
Lampiran 3 Data Hasil Penelitian ............................................................. 103
Lampiran 4 Hasil analisis data dengan SPSS ........................................... 104
Lampiran 5 Dokumentasi Saat Penelitian ................................................ 109
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Prosedur perawatan gigi terkadang dapat menyebabkan luka pada mukosa
mulut secara sengaja maupun tidak sengaja. Ulkus traumatikus pada mukosa
mulut adalah luka terbuka yang sering ditemukan di dalam rongga mulut.
Kehadiran ulkus traumatikus pada mukosa mulut terkadang sangat mengganggu
pada saat proses pengunyahan, bicara, dan bahkan menggangu kegiatan
membersihkan rongga mulut, karena menimbulkan rasa tidak nyaman, seperti rasa
sakit dan rasa terbakar pada penderita ulkus traumatikus mukosa mulut.
Ulkus yang terbentuk di mukosa mulut merupakan gambaran lesi oral
yang sangat umum dijumpai pada kebanyakan orang di berbagai usia maupun
jenis kelamin. Ulkus atau ulser adalah suatu kerusakan lapisan epitel yang
berbatas jelas dan membentuk cekungan. Ulkus traumatikus tersebut dapat berupa
ulkus yang berbentuk simetris atau asimetris, ukurannya tergantung dari trauma
yang menjadi penyebab, dan biasanya nyeri (Scully, 2008). Ulkus traumatikus
memiliki karakter adanya kerusakan pada mukosa dengan batas tepi eritema dan
di tengahnya berwarna putih kekuningan, serta menimbulkan rasa nyeri. Pada
umumnya, lesi ini disebabkan oleh trauma mekanis dan hubungan antara
penyebabnya diketahui. Ulkus traumatikus biasanya sering ditemukan pada
mukosa bukal dan labial (Regezi dkk, 2008; Gandolfo dkk., 2006).
Prevalensi terjadinya ulkus pada rongga mulut 25 % dari populasi di
dunia. Salah satu penyebab ulkus yang paling sering yaitu trauma. Prevalensi
ulkus traumatikus cukup tinggi dibandingkan lesi-lesi mulut lainnya. Penelitian
yang dilakukan oleh Castellanos pada tahun 2003 di Meksiko terhadap 1000
orang menunjukkan prevalensi ulkus traumatikus sebesar 40,24% (Castellanos
dkk., 2008). Cebecci, dkk. (2009) dalam penelitiannya di Turki mendapati
prevalensi ulkus traumatik mencapai 30,47%.
Ulkus traumatikus dapat terjadi akibat rangsangan mekanik, seperti kontak
dengan makanan yang tajam, tergigit selama mengunyah, trauma saat menyikat
gigi, dan saat berbicara. Ulkus traumatik tergolong lesi reaktif dengan gambaran
klinis berupa ulkus tunggal pada mukosa yang dapat disebabkan oleh adanya
trauma fisik atau mekanik, perubahan suhu, kimia dan radiasi yang
mengakibatkan kerusakan jaringan (Regezi dkk., 2008). Pengobatan penderita
ulkus traumatikus pada mukosa mulut bersifat simptomatis yang bertujuan
mengurangi inflamasi, menekan rasa sakit di daerah lesi dan mempercepat
penyembuhan (Cawson dan Odel, 2002).
Mukosa mulut terbentuk dari lapisan tipis keratinosit dan di dasarnya
terdapat jaringan penghubung yang kaya akan pembuluh darah. Luka pada
mukosa mulut menunjukkan penutupan yang lebih cepat dengan lebih sedikit
pembentukan jaringan parut dibandingkan dengan luka daerah lain. Mukosa mulut
memiliki sifat yang khas di mana luka terbuka pada mukosa mulut menutup
dengan cepat dan sering kali tanpa bantuan suturing (Puspitawati, 2003).
Adanya perlukaan pada jaringan selalu diikuti proses perbaikan atau
penyembuhan luka. Perlukaan terhadap jaringan umumnya diikuti oleh reaksi
lokal yang akut dan sebagian besar mempunyai karateristik pada rangkaian
perubahan vaskular. Penyembuhan luka dapat mengalami reaksi kemerahan,
panas, atau rasa sakit sebagai proses yang alami. Apabila luka yang bersifat lokal
pada pasien tidak dilakukan upaya penyembuhan, maka luka akan menjadi suatu
permasalahan serta dapat menimbulkan rasa tidak nyaman (Leong dan Phillips,
2012).
Penyembuhan luka adalah suatu proses pergantian jaringan yang rusak
atau mati oleh jaringan baru yang sehat oleh tubuh melalui regenerasi. Tahap awal
proses penyembuhan dari perlukaan akan melibatkan jaringan yang rusak,
selanjutnya jaringan ikat yang sehat akan terlihat dalam setiap tahapan dari proses
penyembuhan. Pada setiap proses penyembuhan luka ditemukan tiga bahan utama
yaitu: (1) bahan dasar jaringan, yang mengandung mukopolisakarida asam, (2)
pembuluh-pembuluh kapiler baru hasil proliferasi endotel,pembuluh-pembuluh
kapiler yang rusak pada waktu terjadinya luka, dan (3) fibroblas yang berperan
menghasilkan serabut kolagen (Pusponegoro, 2005).
Observasi klinis dan studi percobaan pada hewan mengindikasikan bahwa
perluasan jaringan granulasi dan pembentukan jaringan parut pada mukosa mulut
secara umum adalah kecil, dan penyembuhan luka mukosa mulut menunjukkan
hasil yang lebih baik dibandingkan dengan jenis luka yang sama pada kulit. Luka
pada mukosa mulut memiliki urutan proses penyembuhan yang sama dengan
proses penyembuhan luka pada kulit yaitu hemostasis, inflamasi, pembentukan
jaringan granulasi dan remodeling matriks jaringan penghubung (Puspitawati,
2003).
Suplai darah yang cukup dibutuhkan dalam penyembuhan luka untuk
meningkatkan aktivitas seluler selama penyembuhan karena lokasi metabolisme
yang aktif butuh oksigen dan substrat untuk ketersediaan energinya. Sistem
vaskuler dapat membentuk kapiler baru (angiogenesis) dalam pemulihan jaringan
yang cidera untuk menjamin jaringan yang beregenerasi mendapat cukup oksigen.
Para klinisi telah menggunakan berbagai strategi untuk memerangi infeksi luka,
termasuk pemberian antibiotik topikal maupun sistemik, dan berbagai agen
antiseptik seperti hipoklorit dan hidrogen peroksida telah digunakan pada luka
untuk membunuh atau menghambat pertumbuhan bakteri (Moreau, 2003).
Agen antimikroba yang umum digunakan adalah povidone iodine,
kompleks iodine, komponen bakterisida, dengan polivinil (povidone), polimer
sintetik. Bentuk komersial yang paling umum adalah solusi 10% dalam air
menghasilkan 1% iodine yang tersedia Keputusan mengenai pilihan pengobatan
luka melibatkan dua pertimbangan dasar: (1) apakah pengobatan tersebut aman,
dan (2) seberapa efektif pengobatan tersebut. Keamanan pengobatan perawatan
luka dapat dilihat dari, apakah pengobatan tersebut memperlambat kemajuan
tahap penyembuhan luka ( inflamasi, proliferasi / reepitelialisasi, dan remodeling).
Khasiat pengobatan perawatan luka (misalnya, Povidone Iodine) dapat dinilai
secara in vitro oleh kemampuannya untuk membunuh mikroorganisme dan in vivo
dengan menurunnya tingkat atau keparahan infeksi luka. Diperlukan evaluasi
lebih lanjut mengenai pilihan larutan Povidone Iodine untuk pengobatan luka,
terutama luka kronis yang paling sering ditemui dalam praktek (Burks, 2008).
Penyembuhan luka merupakan proses yang kompleks yang melibatkan
banyak peristiwa fisiologis. Sel-sel imunologi ditarik untuk melawan infeksi dan
membuang jaringan yang rusak. Pasokan darah di daerah penyembuhan dibentuk
kembali melalui angiogenesis. Regenerasi jaringan melalui proliferasi sel dan
fibroplasia selanjutnya menggantikan jaringan yang rusak atau hancur. Daerah
luka berkurang melalui kontraksi luka. Penutupan luka dicapai melalui migrasi sel
epitel. Akhirnya, remodeling jaringan parut muncul untuk memperbaiki
penampilan dan fungsi. Sebuah pengobatan yang aman harus mendorong proses
penyembuhan atau setidaknya tidak merusak proses ini (Dealey, 2005).
Larutan Povidone Iodine merupakan pengobatan yang relatif aman untuk
luka akut kecil, tidak ada yang bukti yang cukup untuk menunjukkan efektivitas
dalam mengobati luka kronis. Povidone Iodine digunakan dalam perawatan luka
namun dapat menyebabkan dermatitis kontak pada kulit, mempunyai efek
toksikogenik terhadap fibroblas dan leukosit serta menghambat migrasi netrofil
dan menurunkan sel monosit (Niedner, 2010).
Pengobatan alternatif yang lebih baik untuk penyembuhan luka mungkin
tersedia, banyak zat seperti ekstrak jaringan, vitamin dan mineral serta sejumlah
produk tanaman telah dilaporkan memiliki efek penyembuhan. Agen penyembuh
luka yang berasal dari tanaman obat (herbal) diketahui mampu melawan infeksi
dan mempercepat kesembuhan luka (Ferdinandez dkk., 2013).
Perkembangan ilmu kedokteran di Indonesia dewasa ini menunjukkan
kemajuan yang sangat pesat dengan dilakukannya berbagai macam penelitian
tentang bahan-bahan obat yang bahan dasarnya dari alam, serta pemakaian dan
pendayagunaan obat tradisional. Selain pengembangan obat-obatan kimia, kini
penggunaan obat-obatan herbal sangat populer di kalangan masyarakat. Obat
herbal dipilih masyarakat karena dinilai lebih mudah diperoleh, harganya yang
cukup terjangkau serta minim efek samping jika dibandingkan dengan obat-obatan
kimia. Kemajuan teknologi yang semakin canggih dapat mengolah obat
tradisional lebih praktis, ekonomis, mudah didapat serta mempunyai efektivitas
yang cukup baik dalam mengobati luka Perkembangan ilmu kedokteran di
Indonesia dewasa ini menunjukkan kemajuan yang sangat pesat dengan
dilakukannya berbagai macam penelitian tentang bahan-bahan obat yang bahan
dasarnya dari alam, serta pemakaian dan pendayagunaan obat tradisional. Selain
pengembangan obat-obatan kimia, kini penggunaan obat-obatan herbal sangat
populer di kalangan masyarakat. Obat herbal dipilih masyarakat karena dinilai
lebih mudah diperoleh, harganya yang cukup terjangkau serta minim efek
samping jika dibandingkan dengan obat-obatan kimia. (Santoso, 2008).
Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku bangsa, memiliki
keanekaragaman obat tradisional yang dibuat dari bahan-bahan alami bumi
Indonesia dengan jumlah lebih dari 30.000 spesies tanaman dan 940 spesies di
antaranya diketahui sebagai bahan obat. Salah satu jenis tanaman obat tradisional
yang kini digunakan oleh masyarakat luas digunakan dan dibudidayakan menjadi
salah satu komoditas pertanian adalah tanaman adas (Foeniculum vulgare Mill.).
Adas sebagai tanaman obat digunakan sebagai bahan jamu dan obat saat ini. Di
Indonesia, Adas telah dibudidayakan sebagai tanaman bumbu atau tanaman obat.
Tumbuhan ini dapat hidup dari dataran rendah sampai ketinggian 1.800 m di atas
permukaan laut, namun akan tumbuh lebih baik pada dataran tinggi. Asalnya dari
Eropa Selatan dan Asia, dan karena manfaatnya, tumbuhan ini banyak pula
ditanam di Indonesia, India, Argentina, Eropa, dan Jepang (Maheswari, 2002).
Buah adas di pasaran berbentuk buah kering yang berwarna coklat
kehitaman dan bermanfaat sebagai obat batuk, mulas, sariawan, pelega
tenggorokan. Fungsi buah Adas sebagai tanaman obat berkaitan erat dengan
kandungan kimiawinya yang terdiri atas minyak atsiri, flavonoid, saponin,
glikosidastilben funikulosida I, II, III, IV, stigmasterin, minyak lemak, protein,
asam-asam organik, pentosan, pectin, trigonelin, kolin, dan iodine (Sudarsono
dkk., 2002 ).
Kemampuan ekstrak buah adas konsentrasi 100% dalam menurunkan
tingkat radang pada mukosa mulut tikus wistar telah dibuktikan pada penelitian
Andajani dan Mahardika (Andajani dan Maharddika, 2003). Selain itu, penelitian
Setyaningsih (2006) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak buah adas dengan
konsentrasi 50% pada perlukaan gingiva tikus Spraque dawley mampu
meningkatkan jumlah fibroblast. Dilaporkan juga oleh Mandala (2006) bahwa
ekstrak buah adas mampu menginduksi reepitelialisasi pada luka gingiva sehingga
mempercepat penyembuhan luka gingiva. Berdasarkan penelitian Anton (2007),
ekstrak adas diketahui dapat menurunkan sel leukosit PMN dan meningkatkan
kepadatan angiogenesis pada proses penyembuhan luka gingival labial tikus
Sprague dawley. Suatu penelitian di tahun 2004 menunjukan bahwa buah Adas
mengandung komponen anti-inflamasi, analgesik, dan antioksidan yang
membantu proses penyembuhan, seperti flavonoid, saponin dan asam askorbat
(Gulfraz dkk., 2005).
Penelitian pendahuluan oleh penulis yang telah dilakukan pada bulan
Februari 2015, membuktikan pemberian ekstrak etanol buah adas dengan
kosentrasi 50 % pada ulkus traumatikus mukosa mulut tikus yang terpapar H2O2
dapat meningkatkan angiogenesis dan reepitelialisasi. Hal ini dapat dibuktikan
berdasarkan pada pengamatan mikroskopis didapatkan jumlah pembuluh darah
baru yang lebih banyak dan lebar celah epitel yang lebih kecil pada kelompok
perlakuan dibandingkan kelompok kontrol pada hari ke tujuh (Pertiwi, 2015).
Sampai saat ini sudah dilaporkan berbagai khasiat adas (Foeniculum
vulgare Mill.) terhadap berbagai penyakit dan berperan dalam penyembuhan luka.
Sehubungan dengan hasil penelitian di atas, perlu diteliti lebih dalam tentang
perbedaan pengaruh dari pemberian ekstrak etanol buah adas (Foeniculum vulgare
Mill.) konsentrasi 50% dan Povidone Iodine secara topikal dalam meningkatkan
angiogenesis dan reepitelialisasi pada penyembuhan ulkus traumatikus mukosa
mulut tikus putih jantan. Agar didapatkan obat yang lebih efektif, efisien dan lebih
murah, sehingga buah adas diharapkan memiliki nilai ekonomis dan dapat
bermanfaat bagi masyarakat.
1.2 Rumusan Masalah :
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
1. Apakah pemberian topikal ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50% lebih
meningkatkan angiogenesis daripada Povidone Iodine untuk penyembuhan
ulkus traumatikus mukosa mulut tikus putih jantan ?
2. Apakah pemberian topikal ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50% lebih
meningkatkan reepitelialisasi daripada Povidone Iodine untuk
penyembuhan ulkus traumatikus mukosa mulut putih jantan?
1.3 Tujuan Penelitian :
1.3.1 Tujuan Umum :
Untuk membuktikan pemberian topikal ekstrak etanol buah adas
meningkatkan jumlah angiogenesis dan reepitelialisasi daripada Povidone Iodine
untuk penyembuhan ulkus traumatikus mukosa mulut tikus putih jantan.
1.3.2 Tujuan Khusus :
1. Untuk membuktikan pemberian topikal ekstrak etanol buah adas
konsentrasi 50% lebih meningkatkan jumlah angiogenesis daripada
Povidone Iodine untuk penyembuhan ulkus traumatikus mukosa mulut
tikus putih jantan.
2. Untuk membuktikan pemberian topikal ekstrak etanol buah adas
konsentrasi 50% lebih meningkatkan reepitelialisasi daripada
Povidone Iodine untuk penyembuhan ulkus traumatikus mukosa mulut
tikus putih jantan.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberi manfaat bagi masyarakat pada
umumnya dan peneliti khususnya. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1.4.1 Manfaat teoritis :
1.4.1.1 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi di bidang kesehatan
tentang potensi buah adas sebagai obat tradisional untuk penyembuhan
ulkus traumatikus pada mukosa mulut.
1.4.1.2 Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan masukan bagi
peneliti lain bahwa buah adas dapat meningkatkan angiogenesis dan
reepitelialisasi pada penyembuhan ulkus traumatikus mukosa mulut,
sehingga dapat dijadikan dasar acuan penelitian lebih lanjut.
1.4.2 Manfaat Praktis :
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat
dalam membantu penyembuhan ulkus traumatikus dan ulkus lainnya pada mukosa
mulut, dengan mempergunakan obat tradisional yang murah dan mudah didapat di
lingkungan sekitar kita.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Ulkus Traumatikus
2.1.1 Definisi Ulkus Traumatikus
Ulkus atau ulser adalah suatu kerusakan lapisan epitel yang berbatas
jelas yang membentuk cekungan, ulkus sering ditemukan di rongga mulut (Regezi
dkk., 2008). Namun demikian, kerusakan ulkus dapat dibedakan dengan erosi
karena kerusakan ulkus lebih dalam dari erosi (Gandolfo dkk., 2006). Ulkus
traumatikus didefinisikan sebagai suatu kelainan yang berbentuk ulkus pada
mukosa rongga mulut yang disebabkan oleh paparan trauma (Greenberg, 2008).
Ulkus traumatikus merupakan lesi sekunder yang berbentuk ulkus, yaitu
hilangnya lapisan epitelium hingga melebihi membrana basalis dan mengenai
lamina propria oleh karena trauma (Regezi dkk., 2008). Trauma merupakan
penyebab tersering terjadinya ulkus pada membran mukosa. Biasanya pasien
dapat memperkirakan kejadian yang menimbulkan ulkus. Pada umumnya ulkus
terjadi setelah beberapa kali paparan trauma (Sonis dkk., 2003).
2.1.2 Insidensi Ulkus Traumatikus
Ulkus traumatikus dapat terjadi pada mukosa rongga mulut, antara
lain: pada lidah, bibir, lipatan mukosa bukal (buccal fold), gingiva, palatum,
mukosa labial, mukosa bukal dan dasar mulut, ulkus traumatikus sering terjadi
pada mukosa labial dan bukal karena terletak berdekatan dengan daerah kontak
oklusi geligi sehingga lebih mudah mengalami gigitan pada waktu gerakan
pengunyahan. Hampir setiap orang pernah mengalami insidensi pada mukosa
rongga mulut (83,6%), dan tidak ada perbedaan bermakna yang terjadi baik antara
pria dan wanita. Biasanya pada pria berkisar 81,4% dan pada wanita biasanya
berkisar 85%. Ulkus traumatikus merupakan salah satu dari tiga kondisi yang
paling sering ditemukan dalam rongga mulut (15,6%), setelah varises dasar mulut
(59,6%), dan fissured tongue (28%) (Delong & Burkhart, 2008). Ulkus
traumatikus juga sering dijumpai pada lateral lidah pada pemakaian gigi tiruan
lepasan di mana sayap atau saddle gigi tiruan lepasannya yang terlalu panjang
atau permukaan gigi tiruan yang kasar. Hal ini menjadi alasan ulkus traumatikus
banyak dijumpai pada pasien di bidang kedokteran gigi (Regezi dkk., 2008).
2.1.3 Etiologi Ulkus Traumatikus
Ulkus traumatikus dapat disebabkan oleh (Scully dkk., 2003;
Greenberg, 2008) :
1. Trauma mekanik: makanan yang kasar (tajam), tergigit, terkena sikat gigi, klamer
gigi tiruan lepasan, tepi restorasi yang tajam.
2. Trauma kimia: Aspirin, perak nitrat, H2O2, fenol.
3. Thermal: makanan atau minuman panas, CO2 dingin (dry ice).
4. Elektrik: sengatan listrik.
Trauma mekanik seperti menggigit bibir, pipi atau lidah, mengonsumsi
atau mengunyah makanan keras, gigitan dari tonjolan gigi yang tajam, trauma dari
gigi yang patah dan iritasi gigi tiruan serta tumpatan yang tajam (Delong &
Burkhart, 2008). Selain itu dapat juga berasal dari iritasi akibat pemasangan gigi
tiruan yang tidak stabil, tepi protesa atau klamer gigi tiruan sebagian lepasan
(GTSL), gigi yang tajam atau gigi yang tidak rata, trauma oleh karena benda asing
seperti penggunaan piranti ortodontik ataupun sikat gigi yang digunakan dengan
teknik yang salah sehingga membuat erosi jaringan lunak di sekitarnya, kebiasaan
buruk menusuk gingiva atau mukosa dengan tusuk gigi atau kuku jari, kontak
dengan makanan tajam, tergigitnya mukosa saat mengunyah, bicara ataupun
ketika tidur (Neville dkk., 2002).
Dalam perawatan gigi dapat terjadi trauma pada jaringan lunak secara
tidak sengaja. Ulkus dapat diakibatkan oleh cotton rolls, tekanan saliva ejector
yang tinggi atau instrumen bur yang mengenai jaringan lunak (Regezi dkk., 2008).
Trauma kimia dapat diakibatkan oleh penggunaan sejumlah kecil obat misalnya
aspirin (chemical burn), yang kontak langsung dengan mukosa, iritasi akibat
penggunaan pasta gigi, mouthwash, bahan bleaching dan hidrogen peroksida,
yang digunakan untuk mengobati penyakit gusi, juga mampu menyebabkan
nekrosis epitel (Delong & Burkhart, 2008). Ada pula ulkus traumatikus yang
disebabkan karena thermal. Luka thermal (suhu) disebabkan oleh karena terpapar
atau kontak dengan api, cairan panas atau objek-objek panas lainnya (Regezi dkk.,
2008).
Ulkus pada rongga mulut juga dapat terlihat pada pasien yang
menjalani radiasi untuk kanker pada kepala dan leher. Pada keadaan keganasan
tersebut, biasanya adalah kasus karsinoma sel skuamosa yang membutuhkan
terapi radiasi dosis tinggi (60 Gy-70 Gy). Ulkus sering muncul pada daerah yang
terkena sinar tersebut (Regezi dkk., 2008).
2.1.4 Gambaran Klinis Ulkus Traumatikus
Ulkus traumatikus tersebut dapat berupa ulkus yang tunggal atau
multipel, berbentuk simetris atau asimetris, ukurannya tergantung dari trauma
yang menjadi penyebab, dan biasanya nyeri. Kebanyakan merupakan keadaan
akut, sedangkan lainnya adalah kronis. Ulkus traumatikus akut memiliki karakter
adanya kerusakan pada mukosa dengan batas tepi eritema dan di tengahnya
berwarna putih kekuningan, serta menimbulkan rasa nyeri. Sedangkan ulkus
traumatikus kronis bisa tanpa disertai rasa nyeri dengan dasar induratif dan tepi
yang meninggi. Sehingga ulkus tersebut dapat dibedakan dengan SCC (Squamous
Cell Carcinoma) dari dasar lesinya secara klinis (Scully, 2008).
Gambar 2.1 Ulkus Traumatikus Pada Mukosa Bibir Bawah
( Scully, 2008)
Gambar 2.2 Gambaran histologi ulkus traumatikus (A) Kerusakan lapisan epitel;
(B) Infiltrasi sel-sel radang limfosit, neutrofil, histiosit dan sel plasma (Delong
dan Burkhart, 2008)
2.1.5 Diagnosis Ulkus Traumatikus
Dengan adanya ulseratif yang akut, hubungan antara penyebab dan
akibat dapat terlihat dengan nyata, berdasarkan gambaran klinis dan riwayatnya.
ketika didapatkan adanya etiologi yang jelas, menegakkan diagnosis merupakan
hal yang mudah. Sedangkan pada kasus ulseratif yang kronis, penyebabnya
terkadang tidak dapat diketahui secara pasti. Pada keadaan ini perlu untuk
mengembangkan adanya differential diagnosis. Kondisi yang dapat dijadikan
differential diagnosis adalah suatu infeksi (sifilis, tuberculosis, infeksi jamur) dan
keganasan (malignancy). Jika lesi diduga disebabkan oleh trauma, maka
penyebabnya sebaiknya diamati. Observasi dilakukan selama 2 minggu bersamaan
dengan pemberian mouth rinse seperti larutan sodium bikarbonat. Jika tidak ada
perubahan atau bertambah luas ukurannya, perlu dilakukan biopsi (Regezi dkk.,
2008; Lewis, 2004).
2.2. Kaitan Luka dengan Ulkus
Luka (wound atau vulnus) adalah gangguan kontinuitas struktur
jaringan yang umumnya dihubungkan dengan hilangnya struktur jaringan.
Jaringan yang hilang atau rusak perlu dikembalikan kontinuitasnya lewat proses
perbaikan, baik dengan cara regenerasi sel atau pembentukan jaringan parut atau
sikatrik. Ke dua jenis perbaikan ini bertujuan mengisi daerah yang rusak agar
integritas jaringan kembali normal (Permatasari dkk, 2013). Istilah vulnus
seringkali digunakan oleh para ahli bedah untuk menyebutkan lesi yang
disebabkan oleh trauma mekanik (Perdanakusuma, 2007).
Ulkus dalam bahasa latin pada Kamus Kedokteran disebut dengan
Ulcus merupakan luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lendir atau
mukosa. Proses penyembuhan yang terjadi pada ulkus dan luka memiliki prinsip
yang sama yaitu melalui tahap inflamasi, proliferasi dan remodeling yang akan
dibahas pada subbahasan di bawah (Suryadi dkk, 2013).
2.3 Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka adalah reaksi dari organisme untuk mengembalikan
kontinuitas dan fungsi dari jaringan atau organ yang mengalami jejas (Mackay
dan Miller, 2003; Gottrup dkk., 2007). Penyembuhan luka merupakan proses yang
dinamis, dan melibatkan aktivitas beberapa macam sel dan matriks ekstraseluler di
mana proses ini tergantung pada faktor lokal dan sistemik. Tujuan utama pada
penyembuhan luka setelah terjadi jejas adalah untuk mengembalikan kontinuitas
dan fungsi jaringan. Jejas dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah
dan ekstravasasi sel darah. Proses penyembuhan luka dapat dibagi dalam tiga fase,
yaitu fase inflamasi, fase proliferasi dan fase remodeling (Gottrup dkk., 2007).
Penyembuhan luka merupakan sebuah proses transisi yang merupakan
salah satu proses paling kompleks dalam fisiologi manusia yang melibatkan
serangkaian 18 reaksi dan interaksi kompleks antara sel dan mediator. Fase
inflamasi bertujuan untuk membuang jaringan mati dan mencegah infeksi
(Prasetyono, 2009). Tubuh memiliki respon fisiologis terhadap luka yakni proses
penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka terdiri dari berbagai proses yang
kompleks untuk mengembalikan integritas jaringan. Selama proses ini terjadi
pembekuan darah, respon inflamasi akut dan kronis, neoangiogenesis, proliferasi
sel hingga apoptosis. Proses ini dimediasi oleh berbagai sel, sitokin, matriks, dan
growth factor.
Gambar 2.3 Fase penyembuhan luka. Penyembuhan luka pada kulit orang dewasa
dan sel yang mendominasi pada masing-masing fase (Gurtner, 2007)
2.3.1 Tahapan Penyembuhan Luka
Menurut Eslami dkk., (2009) ada beberapa proses pada penyembuhan
luka (wound healing), yaitu :
A. Fase hemostasis
Kerusakan pada permukaan mukosa seringkali menyebabkan
kerusakan pembuluh darah dan terjadi pendarahan. Hal ini menyebabkan deposisi
fibrin, agregasi platelet dan koagulasi. Sesaat setelah luka, bekuan darah yang
terbentuk merupakan barier yang menghubungkan luka dan melindungi jaringan
yang terbuka. Lingkungan rongga mulut yang lembab dan aliran saliva
menyebabkan koagulan mudah lepas. Beberapa menit kemudian, terjadi
vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas vaskuler yang menyebabkan plasma
protein masuk ke area luka dan memicu migrasi leukosit. Integritas barier proteksi
telah terganggu, mikroorganisme, toksin dan antigen masuk ke dalam jaringan
mukosa, sehingga menimbulkan respon inflamasi (Nanci, 2008).
B. Fase inflamasi
Respon inflamasi ini bertujuan untuk mengeliminasi benda asing dan
mengendapkan matriks ekstra seluler. Pada tahap ini, sel radang akut serta
neutrofil akan menginvasi daerah radang dan menghancurkan semua debris dan
bakteri. Dengan adanya neutrofil maka dimulailah respon keradangan yang
ditandai dengan cardinal symptoms, yaitu tumor, kalor, rubor, dolor dan functio
laesa. Pada ulkus traumatikus, tahap inflamasi ini berlangsung pada hari pertama
sampai hari ke-3 (Gottrup dkk., 2007).
Fase inflamasi terjadi setelah vasokonstriksi dan vasodilatasi pada
daerah luka. Proses ini membantu migrasi sel inflamasi menuju ke daerah luka.
Pada fase ini, terjadi koagulasi sel darah di mana prothrombin berubah menjadi
thrombin, fibrinogen menjadi fibrin, dan clot menjadi fibrin clot. Aktivitas
fibrinolotik terjadi pada fase awal penyembuhan luka. Fibrin memiliki peran
utama dalam dalam mengawali angiogenesis dan mengembalikan struktur
vaskuler. Netrofil, limfosit dan makrofag adalah sel yang pertama kali mencapai
daerah luka. Fungsi utamanya adalah melawan infeksi dan membersihkan debris
matriks seluler dan benda-benda asing (Gottrup dkk., 2007). Fase inflamasi
ditandai dengan terjadinya pembekuan darah (clotting) untuk mempertahankan
hemostasis, pelepasan bermacam-macam faktor untuk menarik sel-sel yang akan
memfagosit debris, bakteri, dan jaringan yang rusak, serta pelepasan faktor yang
akan memulai proliferasi jaringan (Grab dan Smith 2006).
Agen kemotaktik seperti produk bakteri, complement factor, histamin,
prostaglandin, leukotriene dan platelet derived growth factor (PDGF)
menstimulasi leukosit untuk berpindah dari sel endotel. Leukosit yang terdapat
pada luka di dua hari pertama adalah neutrofil. Sel ini membuang jaringan mati
dan bakteri dengan fagositosis. Netrofil juga mengeluarkan protease untuk
mendegradasi matriks ekstraseluler yang tersisa. Setelah melaksanakan fungsi
fagositosis, neutrofil akan difagositosis oleh makrofag atau mati. Meskipun
neutrofil memiliki peran dalam mencegah infeksi, keberadaan neutrofil yang
persisten pada luka dapat menyebabkan luka sulit untuk mengalami proses
penyembuhan. Hal ini bisa menyebabkan luka akut berprogresi menjadi luka
kronis (Pusponegoro, 2005; Webster dkk., 2012).
Pada saat jaringan terluka, maka darah akan kontak dengan kolagen.
Hal ini memacu platelet untuk mensekresi faktor-faktor inflamasi. Platelet atau
dikenal juga dengan trombosit, juga mengekspresi glikoprotein pada membran sel
sehingga platelet tersebut dapat menempel satu sama lain , beragregasi, dan
membentuk massa (Grab dan Smith 2006). Platelet akan melepaskan berbagai
faktor pertumbuhan yang potensial (Transforming Growth Factor-β, Platelet
Derived Growth Factor, Interleukin-1), sitokin dan kemokin. Mediator ini sangat
dibutuhkan pada penyembuhan luka untuk memicu penyembuhan sel, diferensiasi
dan mengawali pemulihan jaringan yang rusak (Nanci, 2008).
Pada hari ke dua – ke tiga luka, monosit / makrofag masuk ke dalam
luka melalui mediasi monocyte chemoattractant protein 1 (MCP-1). Makrofag
sebagai sel yang sangat penting dalam penyembuhan luka memiliki fungsi
fagositosis bakteri dan jaringan mati. Makrofag mensekresi proteinase untuk
mendegradasi matriks ekstraseluler (ECM) dan penting untuk membuang material
asing, merangsang pergerakan sel, dan mengatur pergantian ECM. Makrofag
merupakan penghasil sitokin dan growth factor yang menstimulasi proliferasi
fibroblast, produksi kolagen, pembentukan pembuluh darah baru, dan proses
penyembuhan lainnya (Gurtner, 2007).
Makrofag akan menggantikan peran polimorfonuklear sebagai sel
predominan. Platelet dan faktor-faktor lainnya menarik monosit dari pembuluh
darah. Ketika monosit mencapai lokasi luka, maka ia akan dimatangkan menjadi
makrofag. Peran makrofag adalah (Grab dan Smith 2006):
1. Memfagositosis bakteri dan jaringan yang rusak dengan melepaskan
protease.
2. Melepaskan growth factors dan sitokin yang kemudian menarik sel-sel
yang berperan dalam fase proliferasi ke lokasi luka.
3. Memproduksi faktor yang menginduksi dan mempercepat angiogenesis
4. Memstimulasi sel-sel yang berperan dalam proses reepitelisasi luka,
membuat jaringan granulasi, dan menyusun matriks ekstraseluler.
5. Fase inflamasi sangat penting dalam proses penyembuhan luka karena
berperan melawan infeksi pada awal terjadinya luka serta memulai fase
proliferasi. Walaupun begitu, inflamasi dapat terus berlangsung hingga
terjadi kerusakan jaringan yang kronis.
C. Fase Proliferasi
Fase ini dimulai hari ke dua setelah trauma jaringan dan berlanjut dua
sampai tiga minggu setelah trauma (Gottrup dkk., 2007). Fase proliferasi
ditandai dengan terbentuknya jaringan granulasi yang disertai kekayaan
jaringan pembuluh darah baru, fibroblas, dan makrofag dalam jaringan
penyangga yang longgar (Prasetyono, 2009).
Gambar 2.4 Fase proliferasi (Gurtner dkk., 2007)
Fase ini disebut fase fibroplasia atau fase regenerasi, merupakan
kelanjutan dari fase inflamasi ditandai dengan proliferasi dan migrasi fibroblas,
serta produksi jaringan ikat. Terdapat tiga proses utama dalam fase proliferasi,
antara lain:
a. Neoangiogenesis
Angiogenesis merupakan pertumbuhan pembuluh darah baru yang
terjadi secara alami di dalam tubuh, baik dalam kondisi sehat maupun
patologi (sakit). Kata angiogenesis sendiri berasal dari kata angio yang
berarti pembuluh darah dan genesis yang berarti pembentukan. Pada
keadaan terjadi kerusakan jaringan, proses angiogenesis berperan dalam
mempertahankan kelangsungan fungsi berbagai jaringan dan organ yang
terkena. Terjadinya hal ini melalui terbentuknya pembuluh darah baru
yang menggantikan pembuluh darah yang rusak (Frisca dkk., 2009).
Pada angiogenesis pembentukan pembuluh darah baru berasal dari
kapiler-kapiler yang muncul dari pembuluh darah kecil di sekitarnya
(Kalangi, 2011). Pembuluh darah kapiler terdiri atas sel-sel endotel dan
perisit. Ke dua jenis sel ini memuat seluruh informasi genetik untuk
membentuk pembuluh darah dan cabang-cabangnya serta seluruh jaring-
jaring kapiler. Molekul-molekul angiogenik khas akan mendorong
terjadinya proses ini, tetapi ada pula molekul-molekul penghambat bersifat
khusus untuk menghentikan proses angiogenesis. Molekul-molekul
dengan fungsi yang berlawanan tersebut nampaknya seimbang dan serasi
dalam bekerja terus menerus mempertahankan suatu sistem pembuluh
darah kecil yang konstan (Kalangi, 2011).
Pada proliferasi terjadi angiogenesis disebut juga sebagai
neovaskularisasi, yaitu proses pembentukan pembuluh darah baru,
merupakan hal yang penting sekali dalam langkah-langkah penyembuhan
luka. Jaringan di mana pembentukan pembuluh darah baru terjadi,
biasanya terlihat berwarna merah (eritem) karena terbentuknya kapiler-
kapiler di daerah itu (Grab dan Smith 2006).
Selama angiogenesis, sel endotel memproduksi dan
mengeluarkan sitokin. Beberapa faktor pertumbuhan terlibat dalam
angiogenesis antara lain Vascular Endothelial Growth Factor (VEGF),
angiopoetin, Fibroblast Growth Factor (FGF) dan TGF-β. Setelah
pembentukan jaringan cukup adekuat, migrasi dan proliferasi sel-sel
endotelial menurun, dan sel yang berlebih akan mati dalam dengan proses
apoptosis (Gurtner, 2007).
Pembuluh darah kapiler dibentuk dari penonjolan pembuluh
darah yang ada. Pada awalnya sel-sel endotel berproliferasi dan bermigrasi
membentuk untaian padat sel yang meluas ke lateral dari pembuluh darah
induknya. Penyusunan kembali sel-sel menghasilkan lumen,
memungkinkan sel-sel darah masuk. Arteri dan vena yang kecil dan
sedang mula-mula dibentuk sebagai kapiler, kemudian berkembang
melalui proliferasi sel-sel endotel dan dindingnya menebal dengan
menambah sel otos polos dan berbagai unsur ekstrasel (Bloom dan
Fawcett, 2002). Angiogenesis meliputi urutan peristiwa sebagai berikut
(Bloom dan Fawcett, 2002):
1. Terdapat degradasi lokal dari lamina basal pada kapiler yang
telah ada.
2. Migrasi sel-sel endotel ke tempat pertumbuhan baru.
3. Proliferasi dan diferensiasi untuk membentuk kuncup kapiler.
4. Penyusunan kembali sel-sel endotel untuk membentuk lumen.
5. Anastomosis kuncup-kuncup yang berdekatan untuk membentuk
jalinan pembuluh darah.
6. Pengaliran darah melalui pembuluh darah baru.
Proses Angiogenesis.
Proses angiogenesis tersusun dari beberapa tahapan yang dimulai dari
proses inisiasi yaitu dilepaskannya enzim protease dari sel endotel yang
teraktivasi, pembentukan pembuluh darah vaskular, antara lain terjadinya
degradasi matriks ekstraseluler (Extra Cellular Matrix/ECM), migrasi dan
proliferasi sel endotel, serta pembuatan ECM baru yang kemudian dilanjutkan
dengan maturasi/ stabilisasi pembuluh darah yang terkontrol dan demodulasi
untuk memenuhi kebutuhan jaringan (Plank dan Sleeman, 2004).
Menurut Frisca dkk. (2009), tahapan-tahapan angiogenesis dapat
dijelaskan sebagai berikut :
1. Pelepasan faktor stimulus angiogenik.
Kumpulan sel pada jaringan yang mengalami kerusakan (luka) atau mengalami
hipoksia, akan melepaskan faktor angiogenik (berupa faktor pertumbuhan dan
protein rantai pendek lainnya) yang dapat berdifusi ke sel-sel pada jaringan
sekitarnya. Menyusul proses tersebut, terjadi pula proses inflamasi. Pada proses
inflamasi, pembuluh darah kecil yang terdapat secara lokal memegang peranan
penting dalam proses yang terjadi selanjutnya karena pembuluh darah
merupakan suatu jaringan yang dilapisi oleh sel endotel, yang akan berinteraksi
dengan faktor peradangan dan angiogenik. Faktor-faktor angiogenik ini dapat
menarik dan mendorong proliferasi sel endotel dan sel radang. Menjelang
proses migrasi, sel-sel radang juga mensekresi molekul-molekul yang juga
berperan sebagai stimulus angiogenik.
2. Pelepasan enzim protease dari sel endotel yang teraktivasi.
Faktor angiogenik berupa faktor pertumbuhan kemudian berikatan dengan
reseptor yang spesifik terdapat pada reseptor sel endotel (EC) di sekitar lokasi
pembuluh darah lama. Ketika faktor angiogenik berikatan dengan reseptornya,
sel endotel akan teraktivasi dan menghasilkan signal yang kemudian dikirim
dari permukaan sel ke nukleus. Organel-organel sel endotel kemudian mulai
memproduksi molekul baru antara lain adalah enzim protease yang berperan
penting dalam degradasi matriks ekstraseluler untuk mengakomodasi
percabangan pembuluh darah.
3. Disosiasi sel endotel dan degradasi ECM yang melapisi pembuluh darah lama
Disosiasi sel endotel dari sel-sel di sekitarnya, yang distimulasi oleh faktor
pertumbuhan angiopoetin, serta aktivitas enzim-enzim yang dihasilkan oleh sel
endotel yang teraktivasi, seperti urokinase-plasminogen activator (uPA) dan
matrix metalloproteinase (MMPs), dibutuhkan untuk menginisasi terbentuknya
pembuluh darah baru. Melalui sistem enzimatik tersebut, sel endotel dari
pembuluh darah lama akan mendegradasi ECM dan menginvasi stroma dari
jaringan-jaringan di sekitarnya sehingga sel-sel endotel yang terlepas dari ECM
ini akan sangat responsif terhadap signal angiogenik.
4. Migrasi dan proliferasi sel endotel
Degradasi proteolitik dari ECM segera diikuti dengan migrasinya sel
endotel ke matriks yang terdegradasi. Proses tersebut kemudian diikuti dengan
proliferasi sel endotel yang distimuli oleh faktor angiogenik, yang beberapa di
antaranya dilepaskan dari hasil degradasi ECM, seperti fragmen peptida, fibrin
atau asam hialuronik.
5. Pembentukan lumen dan pembuatan ECM baru.
Sel endotel yang bermigrasi tersebut kemudian mengalami elongasi
dan saling menyejajarkan diri dengan sel endotel lain untuk membuat struktur
percabangan pembuluh darah yang kuat. Proliferasi sel endotel meningkat
sepanjang percabangan vaskular. Lumen kemudian terbentuk dengan
pembengkokan (pelengkungan) dari sel-sel endotel. Pada tahap ini kontak antar
sel endotel mutlak dibutuhkan.
6. Fusi pembuluh darah baru dan inisiasi aliran darah.
Struktur pembuluh darah yang terhubung satu sama lain akan
membentuk rangkaian atau jalinan pembuluh darah untuk memediasi terjadinya
sirkulasi darah. Pada tahap akhir, pembentukan struktur pembuluh darah baru
akan distabilkan oleh sel mural (sel otot polos dan pericytes) sebagai jaringan
penyangga dari pembuluh darah yang baru terbentuk. Tanpa adanya sel mural,
struktur dan jaringan antar pembuluh darah sangat rentan dan mudah rusak.
Faktor-faktor Angiogenesis
Availibilitas sel endotel aktif (hasil degradasi ECM pada pembuluh
darah lama), migrasi dan proliferasi sel endotel merupakan komponen utama
angiogenesis. Interaksi yang terjadi antara faktor-faktor yang berperan dalam
terjadinya angiogenesis sangat kompleks dan hal ini mendorong para peneliti
untuk melakukan pengisolasian dan purifikasi hormon pertumbuhan sel
endotel. Faktor-faktor angiogenik ini memiliki dampak berbeda-beda pada
pergerakan dan proliferasi sel endotel, yang termasuk tahap penting dalam
angiogenesis. Beberapa faktor angiogenik menstimulasi pergerakan atau
proliferasi sel endotel atau ke dua-duanya, bahkan terdapat pula faktor
angiogenik yang tidak memiliki efek atau menghambat proliferasi sel endotel.
Selain memiliki aksi yang berbeda, masing-masing faktor juga memiliki target
sel yang berbeda (Frisca dkk, 2009).
Menurut Frisca dkk (2009), faktor-faktor angiogenik dapat dikategorikan
menjadi 3 kelompok yaitu :
1. Kelompok faktor angiogenik yang memiliki target sel endotel, untuk
menstimulasi proses mitosis. Contohnya faktor angiogenik vaskular
endothelial growth factor (VEGF) dan angiogenin yang dapat
menginduksi pembelahan pada kultur sel endotel.
2. Kelompok ke dua merupakan molekul yang mengaktivasi sel target
secara luas selain sel endotel. Beberapa sitokin, kemokin dan enzim
angiogenik termasuk dalam kelompok ini. Fibroblast growth factor
(FGF)-2 merupakan sitokin kelompok ini yang pertama kali
dikarakterisasi.
3. Kelompok ke tiga merupakan faktor yang bekerja tidak langsung.
Faktor-faktor angiogenik pada kelompok ini dihasilkan dari makrofag,
sel endotel atau sel tumor. Kelompok faktor yang paling banyak
dipelajari adalah tumor necrosis factor alfa (TNF-α) dan transforming
growth factor beta (TGF-β) yang menghambat proliferasi sel endotel
in vitro. Secara in vivo, TGF-β menginduksi angiogenesis dan
menstimuli ekspresi TNF-α, FGF-2, Platelet Derived Growth Factor
(PDGF), dan VEGF dengan menarik sel-sel inflamatori. TNF-α
diketahui meningkatkan ekspresi VEGF dan reseptornya, interleukin-8
dan FGF-2 pada sel endotel. Aktivitas TNF-α ini menjelaskan
peranannya dalam angiogenesis secara in vivo.
Beberapa kemungkinan mekanisme stimulasi angiogenesis oleh faktor angiogenik
tipe ini antara lain :
a Mobilisasi makrofag dan mengaktivasi sel tersebut untuk mensekresi
hormon pertumbuhan atau faktor kemotaktik sel endotel pembuluh
darah, atau bahkan mensekresi keduanya.
b. Menyebabkan terjadinya pelepasan nitrogen sel endotel (contohnya b-
FGF) yang dapat disimpan di ECM.
c. Menstimulasi pelepasan penyimpanan intraseluler faktor pertumbuhan
sel endotel.
b. Reepitelialisasi
Secara simultan, sel-sel basal pada epitelium bergerak menuju
daerah luka dan menutupi daerah luka (Gottrup dkk., 2007). Pada tepi
luka, keratinosit akan berproliferasi setelah kontak dengan ECM dan
kemudian bermigrasi dari membran basal ke permukaan yang baru
terbentuk. Ketika bermigrasi, keratinosit akan menjadi pipih dan panjang
dan juga membentuk tonjolan sitoplasma yang panjang. Pada ECM,
mereka akan berikatan dengan kolagen tipe I dan bermigrasi menggunakan
reseptor spesifik integrin. Kolagenase yang dikeluarkan keratinosit akan
mendisosiasi sel dari matriks dermis dan membantu pergerakan dari
matriks awal. Keratinosit juga mensintesis dan mensekresi
Matrixmetalloproteinase lainnya ketika bermigrasi (Schultz, 2007).
c. Fibroplasia
Fibroblas mulai memasuki daerah luka 2 - 5 hari setelah fase
inflamasi luka berakhir, dan jumlahnya mencapai puncak pada 1 - 2
minggu setelah terjadinya luka. Pada akhir minggu pertama, fibroblas
adalah sel utama dalam luka. Fibroplasia berakhir 2 sampai 4 minggu
setelah luka terjadi (Gurtner, 2007). Fibroblas berproliferasi dan
bermigrasi, sehingga nantinya menjadi sel utama yang menjadi matrix
kolagen di dalam area luka. Fibroblas dari jaringan normal bermigrasi ke
dalam area luka. Awalnya fibroblas menggunakan benang fibrin pada fase
inflamasi untuk bermigrasi, melekat ke fibronektin. Lalu fibroblas
mengendapkan substansi dasar ke dalam area luka yang selanjutnya akan
ditempati oleh kolagen (Grab dan Smith 2006).
D. Fase Maturasi dan Remodeling
Sekitar 1 minggu setelah terjadinya penyembuhan luka, fibroblas
berdiferensiasi menjadi miofibroblas dan luka mulai menyusut. Pada luka
yang dalam puncak penyusutan terjadi dalam 5 - 15 hari setelah terjadinya
luka. penyusutan dapat berakhir dalam beberapa minggu, dan berlanjut bahkan
setelah luka mengalami reepitelisasi. Jika pengerutan berlanjut terlalu lama,
hal ini akan menuju pada kerusakan dan malfungsi. Pengerutan terjadi untuk
mengurangi bentuk yang berlebihan dari penyembuhan luka. Luka yang besar
akan menjadi 40 - 80 % lebih kecil setelah terjadinya pengerutan. Pada
awalnya, pengerutan terjadi tanpa keterlibatan miofibroblas. Miofibroblas
yang mirip sel otot polos bertanggung jawab pada kontraksi. Miofibroblas
mengandung aktin yang serupa ditemukan di dalam sel otot polos (Grab dan
Smith 2006).
Fase ini dimulai 2-3 minggu setelah penutupan luka. Selama fase ini,
jaringan granulasi mengalami remodeling dan maturasi untuk membentuk
jaringan scar, ketika jaringan granulasi telah ditutupi epitelium. Fase ini
ditandai dengan penurunan densitas sel, jumlah kapiler dan aktivitas
metabolik. Fibril kolagen membentuk serabut kolagen yang tebal (Gottrup
dkk., 2007).
Fase terakhir dalam penyembuhan luka merupakan fase maturasi yang
ditandai keseimbangan antara proses pembentukan dan degradasi kolagen.
Setidaknya terdapat tiga prasyarat kondisi lokal agar proses penyembuhan
luka dapat berlangsung dengan normal, yaitu: 1) semua jaringan di area luka
dan sekitarnya harus vital, 2) tidak terdapat benda asing, 3) tidak disertai
kontaminasi eksesif atau infeksi (Prasetyono, 2009). Saat kadar produksi dan
degradasi kolagen mencapai keseimbangan, maka mulailah fase maturasi dari
penyembuhan jaringan luka. Fase ini dapat berlangsung hingga 1 tahun
lamanya atau lebih, tergantung dari ukuran luka dan metode penutupan luka
yang dipakai. Selama proses maturasi, kolagen tipe III yang banyak berperan
saat fase proliferasi akan menurun kadarnya secara bertahap, digantikan
dengan kolagen tipe I yang lebih kuat. Serabut-serabut kolagen ini akan
disusun, dirangkai, dan dirapikan sepanjang garis luka (Grab dan Smith 2006).
Fase remodelling jaringan parut adalah fase terlama dari proses
penyembuhan. Pembentukan kolagen akan mulai menurun dan stabil.
Meskipun jumlah kolagen sudah maksimal, kekuatan tahanan luka hanya 15
% dari kulit normal. Proses remodelling akan meningkatkan kekuatan tahanan
luka secara drastis. Proses ini didasari pergantian dari kolagen tipe III menjadi
kolagen tipe I. Peningkatan kekuatan terjadi secara signifikan pada minggu ke
tiga hingga minggu ke enam setelah luka. Kekuatan tahanan luka maksimal
akan mencapai 90% dari kekuatan kulit normal (Webster dkk., 2012).
2.3.2 Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penyembuhan luka
Faktor-faktor ini secara garis besar dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
faktor lokal dan faktor sistemik. Faktor lokal meliputi besarnya luka, jenis
jaringan yang mengalami luka, lokasi, bersih dan kotornya luka (kontaminasi)
serta kecepatan penatalaksanaannya. Faktor sistemik meliputi keadaan umum
penderita beserta kelainan kronik sebelumya yang telah diderita, keadaan gizi,
penyakit sistem imun dan lain-lain (Cotran dkk., 1999; Grab dan Smith 2006).
Faktor sistemik:
1. Nutrisi, merupakan pengaruh yang cukup menonjol. Kekurangan vitamin
C dan protein akan mempengaruhi sintesis kolagen serta memperpanjang
waktu penyembuhan.
2. Status metabolik, misalnya penyakit diabetes melitus di mana pada
penyakit ini penderita mengalami gangguan metabolik.
3. Status sirkulasi darah.
4. Status imunitas, gangguan dan defisiensi sistem imun menyebabkan luka
mudah terinfeksi dan mengganggu penyembuhan luka.
5. Hormonal, hormon glukokortikoid mempunyai pengaruh sebagai
antiinflamasi, dapat mempengaruhi proses inflamasi dan proliferasi,
sehingga dapat mempengaruhi sintesis kolagen.
Faktor-faktor lokal;
1. Infeksi luka
2. Faktor mekanik, misalnya mobilisasi awal, pergerakan di atas luka akan
proses penyembuhan luka.
3. Benda asing, misalnya benang jahit yang tidak terabsorbsi dan kotoran.
4. Macam, ukuran, dan lokasi luka.
5. Oksigenasi, merupakan faktor terpenting yang berpengaruh pada
kecepatan penyembuhan luka.
2.4 Peranan Angiogenesis pada Penyembuhan Luka
Jaringan pada penyembuhan luka memerlukan suplai oksigen dan nutrisi
supaya dapat berproliferasi dengan baik, oleh karena itu diperlukan suatu proses
yang dapat memfasilitasi hal tersebut yaitu angiogenesis (pembentukan pembuluh
darah baru). Angiogenesis merupakan salah satu proses yang terjadi dalam
penyembuhan luka pada fase proliferasi yaitu antara 2 hari sampai 3 minggu
setelah injuri. Proses ini merupakan proses alami yang penting dan diperlukan
pada penyembuhan luka untuk mengembalikan aliran darah pada jaringan setelah
terjadi injuri, sehingga jaringan-jaringan yang baru mendapatkan suplai nutrisi
yang cukup untuk berproliferasi (Permatasari dkk., 2013).
Proses pada penyembuhan luka, kapiler-kapiler baru membawa
metabolit-metabolit vital seperti asam amino dan oksigen menuju sel-sel luka
yang terlibat dalam suatu rangkaian kompleks dari proses perbaikan luka
tersebut. Unsur pokok sel yang penting dari kapiler-kapiler baru ini adalah sel
endotel. Sel endotel ini berinteraksi dengan zat biokimia cair dan protein
matriks ekstrasel. Pada orang dewasa normal, dalam keadaan non-patologik sel
endotel mengalami pergantian (turn over) dalam waktu bertahun-tahun, namun
sel-sel endotel tersebut berproliferasi dengan cepat (5 hari) pada saat terjadi
rangsangan angiogenesis, misalnya selama regenerasi jaringan pada
penyembuhan luka (Kalangi, 2011).
2.5 Reepitelialisasi pada Penyembuhan Luka
Proses epitelialisasi terjadi selama fase proliferasi. Lapis sel-sel yang
mati karena trauma, melindungi sel-sel hidup di lapisan yang lebih dalam dari
epitel. Lapis-lapis perbaikan luka terbentuk dengan adanya integrasi antara
kolagen yang disintesis oleh fibroblast dengan substansi dasar. Selama
pemulihan luka,sel-sel pada tepian luka menggepang menjadi
lembaran tipis yang menyebar menutupi celah dalam epitel. Sedangkan pada
tepi luka, pembelahan sel dimulai agak belakangan untuk menyediakan sel yang
diperlukan untuk pemulihan epitel sampai tebalnya normal (Martyarini, 2011).
Secara simultan, sel-sel basal pada epitelium bergerak menuju daerah
luka dan menutupi daerah luka (Gottrup dkk., 2007). Pada tepi luka, keratinosit
akan berproliferasi setelah kontak dengan ECM dan kemudian bermigrasi dari
membran basal ke permukaan yang baru terbentuk. Ketika bermigrasi, keratinosit
akan menjadi pipih dan panjang dan juga membentuk tonjolan sitoplasma yang
panjang. Pada ECM, mereka akan berikatan dengan kolagen tipe I dan bermigrasi
menggunakan reseptor spesifik integrin. Kolagenase yang dikeluarkan keratinosit
akan mendisosiasi sel dari matriks dermis dan membantu pergerakan dari matriks
awal. Keratinosit juga mensintesis dan mensekresi Matrixmetalloproteinase
lainnya ketika bermigrasi (Schultz, 2007).
2.6 Buah Adas
Adas (Foenicullum vulgare Mill) suku adas-adasan atau apiaceace
telah lama dikenal sebagai salah satu komponen pengobatan tradisional.
Adas berasal dari daerah laut tengah timur (Italia ke timur hingga Suriah),
tetapi secara luas telah mengalami naturalisasi di banyak belahan dunia
terutama pada tanah kering di dekat pantai laut dan di tepi sungai.
Tumbuhannya berbentuk herba yang berbau harum, berwarna hijau terang,
tegak, dan dapat mencapai dua meter tingginya. Daun tumbuh sehingga 40
sentimeter, panjang berbentuk pita, dengan segmen terakhir dalam bentuk
rambut, kira-kira selebar 0,5 mm. Bunga yang dihasilkan ujung tangkai
adalah bunga majemuk yang berdiameter 5 hingga 15 cm. Setiap bagian
umbel mempunyai 20-50 kuntum bunga kuning yang amat kecil pada
pedikel-pedikel yang pendek. Buahnya adalah biji kering dari 4 hingga 9
milimeter panjangnya, dan mempunyai alur. Bijinya yang dikeringkan
dikenali sebagai biji adas (Sudarsono dkk., 2002 ; Diaaz-Maroto dkk.,
2006).
2.6.1 Klasifikasi Ilmiah Buah Adas
Gambar : 2.5 Buah Adas (Andajani dan Maharddika, 2003).
Klasifikasi ilmiah tanaman adas adalah (Mimica dkk., 2003) :
Kingdom : Plantae ( tumbuhan )
Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh )
Superdivisio : Spermatophyta ( menghasilkan biji )
Divisio : Magnoliophyta ( berbunga )
Kelas : Magnoliopsida ( berkeping dua / dikotil )
Ordo : Apiales
Familia : Apiaceace ( suku bellimbing-belimbingan)
Genus : Foeniculum
Spesies : F. vulgare
2.6.2 Kandungan Kimia dan Manfaat Buah Adas
Buah adas bermanfaat sebagai obat batuk, mulas, sariawan, pelega
tenggorokan, dan penghangat badan (Setyaningsih, 2002). Fungsi buah Adas
sebagai tanaman obat berkaitan erat dengan kandungan kimiawinya yang terdiri
atas minyak atsiri, flavonoid, saponin, glikosidastilben funikulosida I, II, III, IV,
stigmasterin, minyak lemak, protein, asam-asam organik, pentosan, pectin,
trigonelin, kolin, dan iodine. (Sudarsono dkk., 2002). Minyak atsiri memiliki
fungsi sebagai penghambat pertumbuhan mikroba maupun memberikan aroma
harum (Arini dkk., 2003). Flavonoid telah lama diakui memiliki aktivitas
antiinflamasi, antioksidan, antialergi, hepatoprotektif, antitrombotik, antiviral, dan
antikarsinogenik (Nijveldt dkk., 2001). Saponin memiliki fungsi sebagai
antiinflamasi, antibakteri, dan antikarsinogenik (Andajani dan Maharddika, 2003).
Komponen saponin menurut (Froschle dkk., 2004) terbukti mampu menstimulasi
sintesis fibroblast oleh fibronektin (Kanzaki dkk, 1998) menyebutkan bahwa
fungsi saponin berkaitan erat dengan aktivasi TGF-β.
2.6.3. Penggunaan Adas dalam Bidang Kuliner
adas adalah herbal yang sangat aromatik dan memiliki rasa yang kuat,
sering digunakan dalam bidang kuliner dan pengobatan. Biji adas digunakan
sebagai perasa pada makanan yang dipanggang, daging dan ikan, es krim,
minuman beralkohol dan campuran herbal umbi, daun dan biji tanaman adas
banyak digunakan dalam banyak kuliner tradisional dunia. Biji adas kering adalah
bersifat aromatik, adas berwarna coklat atau hijau ketika segar, perlahan-lahan
berubah kusam abu-abu sesuai usia biji.
Biji adas yang berwarna hijau merupakan pilihan terbaik jika digunakan
untuk memasak . umbinya garing, akarnya yg kuat dapat dibuat sayur dan dapat
tumis, direbus, dipanggang atau dimakan mentah. Adas sering digunakan terutama
dalam masakan Mediterania, di mana umbi dan daun yang digunakan, baik
mentah dan dimasak, dalam lauk, salad, pasta, masakan sayuran. Banyak budaya
di anak benua India dan Timur Tengah menggunakan biji adas dalam masakan
mereka. Adas merupakan salah satu rempah-rempah yang paling penting dalam
masakan Kashmiri Pandit dan Gujarati (Diaaz-Maroto dkk., 2005).
2.6.4. Pengunaan Adas dalam Pengobatan Lokal dan Tradisional
Secara medis adas sering digunakan sebagai campuran pencahar untuk
menghilangkan efek sampingnya. campurannya dibuat dlm bentuk bubuk senyawa
manis. Adas dicampur dengan natrium bikarbonat dan sirup digunakan untuk
mengobati perut kembung pada bayi. Teh adas, juga digunakan sebagai
karminatif, dibuat dengan menuangkan air mendidih pada satu sendok teh biji
adas memar. Di anak benua India, biji adas dimakan mentah, kadang-kadang
dengan beberapa pemanis untuk meningkatkan penglihatan. Dalam beberapa
penilitian pada studi hewan ekstrak biji adas terbukti memiliki potensi untuk
digunakan dalam pengobatan glaukoma, sebagai diuretik dan obat yang potensial
untuk pengobatan hipertensi. adas telah digunakan sebagai galactagogue yaitu
meningkatkan pasokan susu ibu menyusui. Hal tersebut disebabkan kehadiran
fitoestrogen yang terkandung dalam adas yang mendorong pertumbuhan jaringan
payudara (Agarwal dkk., 2008).
2.6.5. Fitokimia Buah Adas
F. vulgare telah dilaporkan mengandung 6,3% pelembab, protein 9,5%,
10% lemak, 13,4% mineral, serat 18,5% dan 42,3% karbohidrat. Mineral dan
vitamin yang terkandung dalam F. vulgare adalah kalsium, kalium, natrium, besi,
fosfor, tiamin, riboflavin, niasin, dan vitamin C. Komponen utama dari minyak
essensial dalam biji F. vulgare minyak esensial antara lain : trans-anethole,
fenchone, estragol (methyl chavicol), dan α-phellandrene, struktur molekul
mereka ditunjukkan pada Gambar. 2.6. Konsentrasi relatif senyawa ini bervariasi
tergantung pada negara fonologi dan asal adas (Diaaz-Maroto dkk., 2006).
Komposisi minyak esensial dari F. vulgare menunjukkan chemodiversity
cukup tergantung pada metode ekstraksi dan asal geografis. Akumulasi senyawa
volatil terdapat dalam bagian-bagiannya yaitu. akar, batang, tunas, bunga dan
buah-buahan (Diaaz-Maroto dkk., 2006 dan Gross dkk., 2009). Dalam satu
penelitian dilaporkan bahwa kandungan minyak atsiri dan komposisi bervariasi
selama tahap pematangan berbeda F. vulgare. Kandungan minyak atsiri
dilaporkan menurun dengan tingkat kematangan buah. Kandungan trans-anethole,
komponen utama, bervariasi antara 81,63% dan 87,85% (Telci dkk., 2009).
Studi lain melaporkan bahwa phenylpropenes estragol dan trans-anethole
yang merupakan konstituen utama dari oleoresin dari bagian aerial F. vulgare
bervariasi selama pengembangan tanaman. Efek farmakologis dari buah F.
vulgare umumnya dikaitkan dengan minyak esensial mereka. Sejumlah penelitian
telah menunjukkan bahwa minyak esensial dan konstituen individu menunjukkan
aktivitas farmakologi baru. (+) Fenchone dan P-anisaldehida diidentifikasi
sebagai agen acaricidal besar terhadap Dermatophagoides farinae dan
Dermatoghagoides pteronyssinus. Oleh karena itu senyawa ini dapat digunakan
sebagai agen potensial pengendali tungau pada debu rumah. Dalam studi lain,
anethole telah dilaporkan untuk menjadi agen estrogen aktif. Namun, dalam
beberapa studi telah menunjukkan bahwa polimer anethole yaitu dianethole dan
photoanethole adalah agen estrogenik yang sebenarnya. Anethole telah juga
dilaporkan menjadi agen antitrombotik aman karena aktivitas antiplatelet, efek
destabilisasi gumpalan dan aktivitas vaso-relaksan (Tognolini dkk., 2007).
Gambar 2.6 Struktur Molekul Bioaktif Utama dari Komponen Esesensial Oil
Foeniculum vulgare (Tognolini dkk., 2007).
Kelas-kelas lain dari phytochemical yang terkandung dalam F. vulgare
adalah fenol dan glikosida fenolik. F. vulgare telah dilaporkan mengandung asam
fenolik seperti 3-O-Caffeoylquinic, asam 4-O-caffeoylquinic, 5-O Asam -
caffeoylquinic, 1,3-O-di caffeoylquinic asam, 1,4-O-di caffeoylquinic asam, 1,5-
O-di caffeoylquini. Flavonoid seperti eriodictyol-7-rutinosida, quercetin-3-
rutinosida dan asam rosmarinic juga telah diisolasi dari F. vulgare (Faudale dkk.,
2008).
Quercetin-3-O-galactoside, kaempferol-3-O-rutinosida dan kaempferol-3-
O-glukosida juga telah dilaporkan terdapat di ekstrak air F. vulgare. Quercitin-3-
O-glukuronida, kampferol-3-O-glukuronida, isoquercitin dan isorhamnetin-3-O-
glukosida juga telah diisolasi dari F. vulgare (Parejo dkk., 2004). Senyawa fenolik
hadir dalam F. vulgare dianggap terkait dengan pencegahan penyakit yang
dianggap disebabkan oleh stress oksidatif seperti penyakit jantung, kanker dan
peradangan. Senyawa fenolik ini telah mendapat perhatian luar biasa di kalangan
ahli gizi, ilmuwan makanan dan konsumen karena peran mereka dalam kesehatan
manusia. Diglucoside trimer stilbene dan turunannya benzoisofuranone juga telah
diisolasi dari buah F. vulgare bersama dengan cis-miyabenol C, trans-miyabenol
C, trans-resveratrol-3-O-β-D-glucopyranoside, glukosida sinapyl, syringin-4-O-
β-glukosida, asam oleanolic, 7α-hydroxycampesterol, (3β, 5α, 8α, 22E) 5,8-
epidioxy-ergosta-6,22-dien-3-ol, dan 2,3-dihydropropylheptadec-5-onoate
(Marino dkk., 2007).
Gambar 2.7 Struktur Molekuler dari Komponen Bioaktif Ekstrak Buah
Adas (Foeniculum. Vulgare). (Marino dkk., 2007).
2.6.5 Efek Farmakologis Buah adas
A. Aktivitas antibakteri
Minyak atsiri dari buah F. vulgare menunjukkan efek antibakteri
terhadap patogen bawaan makanan seperti Escherichia coli, Bacillus
megaterium dan Staphylococcus aureus (Mohsenzadeh, 2007), E. coli
0157: H7, Listeria monocytogenes dan S. aureus (Dadalioglu dan
Evrendilek 2004; Cantore dkk., 2004). Ekstrak air dan organik F. vulgare
telah dilaporkan menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap beberapa
strain bakteri (Kaur dan Arora, 2008). Biji minyak atsiri F. vulgare juga
telah dilaporkan memiliki aktivitas antibakteri terhadap beberapa bakteri
patogen manusia. Etanol dan air ekstrak F. vulgare telah menunjukkan
aktivitas terhadap Campylobacter jejuni dan Helicobacter pylori (Mahady
dkk., 2005).
Dalam studi lain, minyak esensial F. vulgare telah menunjukkan
potensi kontrol infeksi multidrug resistant Acinetobacter baumannii.
Beberapa kandungan kimia dari F. vulgare seperti fenil turunan propanoid
– Dillapional telah diidentifikasi sebagai antimikroba aktif. Molekul lain
yaitu Scopoletin yang merupakan turunan kumarin telah diisolasi dari F.
vulgare dan dilaporkan memiliki efek antimikroba marginal (Kwon dkk.,
2002).
B. Efek Anti Jamur
Minyak esensial adas telah dilaporkan menunjukkan efek anti jamur. Adas
minyak esensial dan ekstrak biji yang telah dilaporkan menunjukkan aktivitas
antimycobacterial dan anticandidal (Abed, 2007). Berbagai ekstrak kulit F.
vulgare juga telah dilaporkan memiliki aktivitas anti jamur terhadap Candida
albicans (Pai dkk., 2010). Minyak esensial dari F. vulgare juga telah dilaporkan
untuk mengurangi pertumbuhan miselia dan perkecambahan Sclerotinia
sclerotiorum dan dengan demikian dapat digunakan sebagai alternatif bio
fungisida untuk fungisida sintetik melawan jamur fitopatogenik (Soylu dkk.,
2007).
Minyak esensial dari F. vulgare telah dilaporkan menunjukkan zona
lengkap penghambatan terhadap Aspergilum niger, Aspergilum flavus, Fusarium
graminearum dan Fusarium moniliforme pada 6 dosis ml (Singh dkk., 2006).
C. Aktivitas Antibiotik
Efek aktivitas antioksidan yang kuat, aman dikonsumsi pada negara-
negara Mediterania yang berbeda telah dibuktikan. (Faudale dkk., 2008). Ekstrak
metanol buah F vulgare. juga telah dilaporkan menunjukkan aktivitas antioksidan
dengan menurunkan tingkat malondialdehid pada kelompok ekstrak methanol
buah F. vulgare dibandingkan dengan kelompok kontrol. Minyak dan aseton
ekstrak penting dari F. vulgare telah dilaporkan menunjukkan aktivitas
antioksidan yang kuat dibandingkan dengan Butylated hydroxyanisole (BHA) dan
butylated hydroxytoluene (BHT) (Ruberto dkk., 2000).
Aksi inhibisi minyak dan ekstrak aseton dalam sistem asam linoleat
dipelajari dengan memantau akumulasi peroksida dalam emulsi selama inkubasi
melalui metode tiosianat besi. F. vulgare ekstrak buah dan senyawa murni yaitu
cis-miyabenol C 11a-O-β-D-glucopyranosyl- (1 → 6) -β-d-glucopyranoside, cis-
miyabenol C, trans-miyabenol C, glukosida sinapyl dan syringing 4-O-β-
glukosida telah dilaporkan menunjukkan aktivitas antioksidan. Ekstrak Buah F.
vulgare menunjukkan aktivitas moderat dalam uji peroksidasi lipid tetapi aktivitas
yang kuat pada konsentrasi tinggi. Senyawa murni yang diisolasi dari F. vulgare
menunjukkan aktivitas antioksidan lebih tinggi dari ekstrak kasar (Marino dkk.,
2007).
Senyawa fenolik yang diisolasi dari residu bagian bunga dari adas yang
dihasilkan dari distilasi untuk minyak esensial telah dilaporkan memiliki aktivitas
yang kuat yang dapat memberikan kontribusi pada interpretasi efek farmakologis
dari F. vulgare. Senyawa hasil isolasi dicirikan sebagai 3-caffeoylquinic asam, 4-
caffeoylquinic asam, asam 1,5-O-dicaffeoylquinic, asam rosmarinic, eriodictyol-
7-rutinosida, quercetin-3-O-galactoside, kaempferol-3-O-rutinosida dan
kaempferol-3-O-glukosida. (Parejo dkk., 2004). Dalam ekstrak etanol biji F.
vulgare telah dilaporkan untuk menampilkan aktivitas antioksidan. 100 mg air dan
ekstrak etanol menunjukkan 99,1% dan 77,5% penghambatan peroksidasi dalam
sistem asam linoleat masing-masing dan lebih besar dari dosis yang sama dari α-
tokoferol (36,1%). Kedua ekstrak dilaporkan memiliki kekuatan yang efektif
mengurangi, radikal bebas dan anion radikal superoksida, (Shahat dkk., 2011).
D. Aktivitas Antitrombotik
Minyak esensial dari F. vulgare dan komponen utamanya telah terbukti
memiliki aktivitas antitrombotik aman karena aktivitas antiplatelet spektrum luas ,
efek destabilisasi gumpalan dan aktivitas vasorelaksan. Anethole yang merupakan
salah satu komponen minyak adas diuji dalam guinea plasma babi dapat
menghambat asam arakidonat, kolagen-ADP dan agregasi U46619 diinduksi.
Anethole juga mencegah trombin disebabkan gumpalan reaksi pada konsentrasi
yang mirip dengan minyak adas. Minyak adas telah diuji pada aorta tikus dengan
atau tanpa endotelium dan ditampilkan aktivitas vasorelaksan independen
sebanding dengan konsentrasi antiplatelet yang telah terbukti bebas dari efek
sitotoksik in vitro. Selain itu, minyak esensial F. vulgare dan anethole (100 mg /
kg oral) memberikan perlindungan yang signifikan terhadap lesi lambung pada
tikus (Tognolini dkk., 2007).
E. Aktivitas anti-inflamasi
Ekstrak methanol buah adas yang diberikan secara oral (200 mg / kg)
dilaporkan menunjukkan efek penghambatan terhadap penyakit inflamasi akut dan
subakut dan reaksi alergi tipe IV dan memberikan efek analgesic, serta
meningkatkan dismutase superoksida plasma dan aktivitas katalase serta
meningkatkan densitas kolesterol lipoprotein. Ekstrak methanol buah adas dapat
menurunkan lipid peroksidase secara signifikan dibanding kelompok kontrol,
hasil tersebut menunjukkan bahwa buah adas dapat mengurangi inflamasi. Selain
itu Pemberian secara oral ekstrak kering etanol 80% dari buah adas yang
diberikan secara oral pada dosis 200 mg/kg, menghambat oedem tikus yang
diinduksi oleh carrageenan 69% setelah 3 jam (p<0,05). Dosis ini juga
menghambat oedem pada telinga mencit yang telah diinduksi dengan asam
arakidonat 70 % selama 3 jam (p<0,05) (Choi dan Hwang, 2004).
F. Aktivitas Estrogenik
F. vulgare telah digunakan sebagai agen estrogen selama berabad-abad.
Telah dilaporkan meningkatkan sekresi susu, mendorong menstruasi,
mempermudah kelahiran, meringankan gejala klimakterik laki-laki dan
meningkatkan libido. Bahan utama minyak esensial adas yaitu, anethole telah
dianggap sebagai agen estrogen aktif. (Albert dan Puleo, 2001).
G. Aktivitas hepatoprotektif
Minyak esensial adas telah dilaporkan memiliki aktivitas hepatoprotektif.
Dalam sebuah penelitian, hepatotoksisitas yang dihasilkan oleh administrasi CCl4
akut ditemukan dihambat oleh minyak esensial adas dengan bukti penurunan
kadar serum aspartat aminotransferase (AST), SGPT (ALT), alkaline phosphatase
(ALP) dan bilirubin (Ozbek dkk., 2003).
2.7 Povidone Iodine
2.7.1 Pengertian Povidone Iodine
Povidone iodine ialah suatu iodovor dengan polivinil pirolidon berwarna
coklat gelap dan timbul bau yang tidak menguntungkan. Povidone Iodine
merupakan agens antimikroba yang efektif dalam desinfeksi dan pembersihan
kulit baik pra maupun pascaoperasi, dalam penatalaksanaan luka traumatik yang
kotor pada pasien rawat jalan, dan untuk mengurangi sepsis luka pada luka bakar
(Tjay dan Rahardja, 2002).
Povidone Iodine merupakan salah satu antiseptik dari golongan halogen.
Senyawa ini merupakan kompleks antara iodin dengan polivinilpirolidon. Bentuk
kompleks ini merupakan bentuk iodofor, yaitu campuran iodin dengan surfaktan
yang bekerja sebagai pembawa dan pelarut iodin. Golongan ini berdaya aksi
dengan cara oksidasi, namun tidak efektif untuk membunuh beberapa jenis
bakteri. Povidone Iodine merupakan polimer larut air yang mengandung sekitar
10% Iodine. Povidoen Iodine ditoleransi kulit dengan baik, tidak memperlambat
penyembuhan luka, dan dapat meninggalkan deposit iodin aktif yang dapat
menciptakan efek berkelanjutan. Keuntungan antiseptik berbasis iodin adalah
memiliki cakupan aktivitas antimikroba yang luas. Iodin dapat membunuh semua
patogen utama berikut spora-sporanya, yang sulit diatasi oleh desinfektan dan
antiseptik lain (Sneader, 2005).
2.7.2 Struktur Kimia Povidone Iodine
Povidine Iodine adalah senyawa larut air yang merupakan komplek
senyawa iodine dengan polyvinylpyrrolidone, dengan konsentrasi iodine mulai
dari 9 5 sampai dengan 12 % dihitung berdasarkan berat kering. Povidone Iodine
mempunyai rumus bangun (C6H9NO)n.xl (Kapten, 2013).
Gambar 2.8 Struktur Kimia Povidone Iodine (Kapten, 2013)
2.7.3 Mekanisme Kerja Povidone Iodine
Povidone Iodine bekerja dengan menghancurkan dinding sel Povidone
Iodine bersifat bakteriostatik dengan kadar 640 μg/ml dan bersifat bakterisid pada
kadar 960 μg/ml. Mikobakteria tuberkulosa bersifat resisten terhadap bahan ini.
Povidon Iodine memiliki toksisitas rendah pada jaringan, tetapi detergen dalam
larutan pembersihnya akan lebih meningkat toksisitasnya. Dalam 10% povidone
iodine mengandung 1% iodiyum yang mampu membunuh bakteri dalam 1 menit
dan membunuh spora dam waktu 15 menit (Peter, 2002).
2.7.4 Keuntungan dan Kerugian Povidone Iodine
Povidone Iodine memiliki aktivitas antimikroba yang paling luas karena
dapat membunuh semua pathogen yang penting, bahkan dapat membunuh spora
di mana spora merupakan salah satu bentuk dari mikroorganisme yang paling sulit
dibunuh oleh desinfektan dan antiseptik. Povidone Iodine merupakan antiseptik
golongan Iodine yang menyebabkan sedikit iritasi kulit dan jarang menimbulkan
reaksi alergi jika dibandingkan dengan antiseptik iodine lainnya, namun lebih
sering menyebabkan dermatitis kontak iritan jika digunakan untuk pencuci tangan
(Kapten, 2013).
2.7.5 Cara Pemakaian Povidone Iodine
Povidone Iodine diformulasikan dalam bentuk antiseptik topikal, antara
lain larutan (dengan surfaktan dan atau alcohol), aerosol atau salep pada
konsentrasi mulai 7,5% sampai dengan 10%. Zat tersedia dijual bebas dan
digunakan untuk membersihkan dan desinfektan pada kulit. Menyiapkan kulit
sebelum operasi dan mengobati infeksi yang peka terhadap iodine. Povidone
Iodine harus digunakan secara hati-hati pada penderita yang alergi terhadap
iodine. Jika terjadi iritasi, kemerahan dan bengkak penggunaan zat harus
dihentikan (Kapten, 2013). Larutan Povidone Iodine dapat digunakan beberapa
kali dalam sehari, dan digunakan dengan konsentrasi penuh baik untuk mengoles
maupun kompres (James dan Joise, 2007).
2.7.6 Manfaat Povidone Iodine
Tjay dan Rahardja (2002) berpendapat bahwa :
a. Povidone iodine 10% merupakan antiseptik solution yang digunakan:
1) Untuk pengobatan pertama dan mencegah timbulnya infeksi pada luka-
luka seperti : lecet, terkelupas, tergores, terpotong atau terkoyak.
2) Untuk mencegah timbulnya infeksi pada luka khitan.
3) Untuk melindungi luka-luka operasi terhadap kemungkinan timbulnya
infeksi.
b. Sebagai obat kumur dengan konsentrasi 1%.
c. Sebagai pencuci tangan sebelum operasi 10%, dapat mengurangi populasi
kuman hingga 85% dan kembali ke posisi normal setelah 8jam.
d. Sebagai larutan pembersih 2%, salep 2% , sebagai lotion 0.75%.
2.8 Tikus Putih ( Rattus Norvegicus)
Tikus putih atau mencit adalah tikus rumah adalah binatang asli Asia,
India, dan Eropa Barat. Jenis ini sekarang ditemukan di seluruh dunia karena
pengenalan oleh manusia.
Klasifikasi dari tikus putih (Kusumawati, 2004):
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Subphylum : Vertebrata
Class : Mammalia
Order : Rodentia
Family : Muridae
Genus : Rattus
Species : norvegicus
Tikus laboratorium adalah spesies tikus rattus norvegicus yang dibesarkan
dan disimpan untuk penelitian ilmiah. Tikus laboratorium telah digunakan sebagai
model hewan yang penting untuk penelitian di bidang psikologi, kedokteran dan
bidang lainnya. Selama bertahun-tahun, tikus telah digunakan dalam banyak
penelitian eksperimen, yang telah menambah pemahaman kita tentang genetika,
penyakit, pengaruh obat-obatan dan topik lain dalam kesehatan dan kedokteran.
Para ilmuwan telah memunculkan banyak strain atau galur tikus khusus untuk
eksperimen. Sebagian besar berasal dari tikus Wistar albino, yang masih
digunakan secara luas (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).
BAB III
KERANGKA BERPIKIR , KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Ulkus traumatikus pada mukosa mulut adalah luka terbuka yang sering
ditemukan di dalam rongga mulut. Hampir setiap orang pernah mengalami
insidensi pada mukosa rongga mulut (83,6%). Ulkus traumatikus merupakan salah
satu dari tiga kondisi yang paling sering ditemukan dalam rongga mulut. Ulkus
traumatikus didefinisikan sebagai suatu kelainan yang berbentuk ulkus pada
mukosa rongga mulut yaitu hilangnya lapisan epitelium hingga melebihi
membrana basalis dan mengenai lamina propria oleh karena trauma. Trauma
merupakan penyebab tersering terjadinya ulkus pada membran mukosa. Biasanya
pasien dapat memperkirakan kejadian yang menimbulkan ulkus. Pada umumnya
ulkus terjadi setelah beberapa kali paparan trauma.
Ulkus traumatikus dapat disebabkan oleh trauma mekanik seperti
menggigit bibir, pipi atau lidah, mengonsumsi atau mengunyah makanan keras,
gigitan dari tonjolan gigi yang tajam, trauma dari gigi yang patah dan iritasi gigi
tiruan serta tumpatan yang tajam. Selain itu dapat juga berasal dari iritasi akibat
pemasangan gigi tiruan yang tidak stabil, tepi protesa atau klamer gigi tiruan
sebagian lepasan (GTSL), gigi yang tajam atau gigi yang tidak rata, trauma oleh
karena benda asing seperti penggunaan piranti ortodontik ataupun sikat gigi yang
digunakan dengan teknik yang salah sehingga membuat erosi jaringan lunak
disekitarnya Hal ini menjadi alasan ulkus traumatikus banyak dijumpai pada
pasien di bidang kedokteran gigi.
Penyembuhan ulkus dan luka memiliki prinsip yang sama yaitu
melalui tahap inflamasi, proliferasi dan remodeling. Penyembuhan luka
merupakan proses yang kompleks yang melibatkan banyak peristiwa fisiologis.
Sel-sel imunologi ditarik untuk melawan infeksi dan membuang jaringan yang
rusak. Pasokan darah di daerah penyembuhan dibentuk kembali melalui
angiogenesis. Regenerasi jaringan (proliferasi sel, fibroplasia) selanjutnya
menggantikan jaringan yang rusak atau hancur. Daerah luka berkurang melalui
kontraksi luka. penutupan luka dicapai melalui migrasi sel epitel (reepitelialisasi).
Penyembuhan ulkus traumatikus dapat dipercepat dengan memberikan
obat-obatan baik secara oral maupun secara topikal. Larutan Povidone Iodine
merupakan pengobatan yang relatif aman untuk luka akut kecil. Povidone iodine
digunakan dalam perawatan luka namun dapat menyebabkan dermatitis kontak
pada kulit, mempunyai efek toksikogenik terhadap fibroblas and lekosit,
menghambat migrasi netrofil dan menurunkan sel monosit.
Pengobatan alternatif yang lebih baik untuk penyembuhan luka mungkin
tersedia, Buah adas adalah salah satu jenis tanaman obat, karena dalam buah adas
banyak mengandung bahan aktif yang berkhasiat untuk pengobatan antara lain :
minyak atsiri, flavonoid, saponin, glikosidastilben funikulosida I, II, III, IV,
stigmasterin, minyak lemak, protein, asam asam organik, pentosan, pectin,
trigonelin, kolin, dan iodine.
Zat aktif flavonoid, dan saponin terdapat dalam buah adas mempunyai
khasiat sebagai anti inflamasi, pembunuh kuman, antioksidan dan dapat
menghilangkan rasa sakit, sehingga buah adas dapat digunakan sebagai obat
penyembuhan ulkus traumatikus. Flavonoid mempunyai aktivitas antiinflamasi
karena dapat menghambat beberapa enzim seperti aldose reduktase, xanthine
oxidase, phosphodiesterase, lipooxygenase dan cylooxygenase. Terbentuknya
mediator proses inflamasi difasilitasi melalui jalur enzim cylooxygenase dan
lipooxygenase dari metabolisme asam arakidonat.
Buah adas dapat digunakan sebagai obat ulkus traumatikus karena
mengandung saponin yang mempunyai kemampuan membersihkan dan bersifat
anti-septik, tannin dan flavonoid bersifat sebagai antiinflamasi, alkanoid mampu
menghilangkan rasa nyeri (analgetik) dan vitamin C berperan dalam perbaikan
jaringan mukosa mulut, sehingga dapat membantu proses penyembuhan ulkus
traumatikus.
3.2 Konsep Penelitian
Berdasarkan permasalahan dan kajian pustaka yang telah diuraikan
sebelumnya maka dapat dibuat suatu kerangka konsep yang terkait dengan
masalah penelitian seperti di bawah ini:
Gambar 3.1 Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian
1. Pemberian topikal ekstrak buah adas konsentrasi 50% lebih meningkatkan
angiogenesis daripada Povidone Iodine untuk penyembuhan ulkus
traumatikus tikus putih jantan.
2. Pemberian topikal ekstrak buah adas konsentrasi 50% lebih meningkatkan
reepitelialisasi daripada Povidone Iodine untuk penyembuhan ulkus
traumatikus tikus putih jantan.
Ulkus Traumatikus
Angiogenesis dan Reepitelialisasi
Faktor Eksogen :
- Lingkungan
- Stress
- Infeksi
- obat
Faktor Endogen :
- Hormonal
- Psikologis
- Genetik
- Sistem kekebalan
Pemberian ekstrak etanol buah adas
konsentrasi 50% secara topikal
Pemberian Povidone Iodine secara
topikal
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental dengan
Randomized Post Test Only Control Group Design (Federer, 2008). Skema rancangan
penelitian:
Gambar 4.1 Rancangan Penelitian
Keterangan :
P : Populasi
S : Sampel
RA : Random Alokasi
K : Kelompok kontrol diberikan Povidone Iodine
P : Kelompok perlakuan diberikan estrak adas konsentrasi 50%
O1 : Observasi angiogenesis dan reepitelialisasi kelompok kontrol setelah
diberikan Povidone Iodine
O2 : Observasi angiogenesis dan reepitelialisasi kelompok perlakuan setelah
diberikan ekstrak adas 50%.
K
P
P S RA
O1
O2
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi : Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Unud dan
Fakultas Kedokteran Hewan Unud.
Waktu Penelitian : Februari - Mei 2015
4.3. Sumber Data
Sampel penelitian 32 ekor dan telah diinduksi dengan H2O2 sehingga
terjadi ulkus traumatikus pada mukosa labial bibir bawah. kemudian dibagi dalam
2 kelompok yang tidak berpasangan, yaitu satu kelompok kontrol diberikan
Povidone Iodine, satu kelompok perlakuan diberikan ekstrak etanol buah adas
50%.
4.3.1 Besar Sampel :
Besar sampel diperoleh dari rumus Federer sebagai berikut (Federer,
2008):
(r-1) (t-1) ≥ 15
(r-1) (2-1) ≥ 15
(r-1) ≥ 15
r ≥ 16
Pada rumus tersebut r adalah replikasi dan t adalah jumlah pengamatan atau
intervensi. Pada penelitian ini total sampel yang digunakan adalah 32 ekor tikus putih
jantan (Rattus norvegicus) yang terbagi dalam dua kelompok, sehingga jumlah
sampel 16 ekor per kelompok
4.3.2 Kriteria Sampel
Sampel yang digunakan sebagai objek penelitian adalah tikus putih jantan
(Rattus novergicus) yang memenuhi kriteria sebagai berikut :
4.3.2.1 Kriteria Inklusi :
1. Tikus putih jantan dewasa strain winstar
2. Umur tikus 2 bulan
3. Berat badan 180 – 200 gram
4. Sehat
4.3.2.2 Kriteria Drop out : Tikus mati saat penelitian
4.4 Klasifikasi dan identifikasi variabel
Variabel penelitian adalah semua faktor yang mempengaruhi jumlah
angiogenesis dan reepitelialisasi pada penyembuhan ulkus traumatikus mukosa
mulut tikus putih jantan, antara lain :
4.4.1 Variabel Bebas :
a. Ekstrak etanol buah adas (Foenicullum Vullgare Mill) konsentrasi 50%
b. Povidone Iodine
4.4.2 Variabel Tergantung :
a. Angiogenesis
b. Reepitelialisasi
4.4. 3 Variabel Terkendali :
1. Galur Tikus
2. Umur Tikus
3. Jenis kelamin tikus
Variabel bebas : - Ekstrak Etanol
Buah Adas 50%
- Povidone Iodine
Variabel kendali :
Galur Tikus, Umur Tikus,
Jenis kelamin tikus, Berat
badan tikus, Jenis
Makanan Tikus.
Variabel tergantung
- Angiogenesis
- Reepitelialisasi
4. Berat badan tikus
5. Jenis Makanan Tikus
4.4.4 Hubungan Antar Variabel
Gambar. 4.2 Hubungan Antar Variabel
4.5 Definisi Operasional
1. Ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50%: Ekstrak etanol buah adas
(Foenicullum vulgare Mill.) yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh
dari daerah Singaraja Bali, buah adas yang telah dikeringkan kemudian
digiling halus dan ditambah etanol 70% diaduk selama 30 menit dengan
stirrer magnetic dan didiamkan selama 48 jam. Hasil maserasi disaring
sebanyak 3 kali dengan corong buctner yang dilapisi kertas saring dan
ditampung dengan erlenmeyer. Filtrat hasil penyaringan diuapkan dengan
vacum rotary evaporator. Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan
akuades sehingga mencapai konsentrasi 50%.
2. Povidone Iodine: adalah polimer larut air yang mengandung sekitar 10%
Iodine.
3. Ulkus Traumatikus: adalah suatu kelainan yang berbentuk ulkus pada
mukosa rongga mulut yang disebabkan oleh paparan trauma, merupakan
lesi sekunder yang berbentuk ulkus, dengan lesi berupa bercak putih
kekuningan, bentuk diffuse, dan dikelilingi oleh pinggiran yang
kemerahan. Pada penelitian ini ulkus dibuat dengan pengolesan bahan
hidrogen peroksida (H2O2) 30% menggunakan cottonbud pada bagian
mukosa labial di bawah frenulum insisivus sentral rahang bawah sehingga
terjadi ulkus traumatikus pada mukosa labial tikus dengan ukuran yg
hampir sama.
4. Angiogenesis: jumlah lumen pembuluh darah kapiler, tampak gambaran
berwarna merah dengan pengecatan Harris Hematoxcylin-Eosin. Lumen yang
teridentifikasi berupa gambaran lumen dengan dengan diameter 9-12 μm,
terdapat lapisan endotel pada dinding dan dikelilingi sel perisit (Bloom dan
Fawcett, 2002), kemudian dihitung dalam 4 lapang pandang menggunakan
mikroskop elektrik merk Olympus CX21 dengan pembesaran 400x. Satuan
neoangiogenesis adalah unit per 4 lapang pandang.
5. Reepitelialisasi: jarak celah epitel luka yang masih terbuka. Pengukuran celah
epitel dilakukan menggunakan metoda morfometri dengan satuan mikrometer
dalam 4 lapang pandang menggunakan mikroskop elektrik merk Olympus
CX21 dengan pembesaran 400x (Nanci, 2008).
6. Galur tikus: Hewan coba yang digunakan adalah tikus Wistar yang
merupakan family ratus-ratus berasal dari Benua Amerika, banyak digunakan
sebagai hewan percobaan pada penelitian di bidang kedokteran, pengobatan,
dan kedokteran hewan.
7. Umur tikus: Tikus yang digunakan berumur 2 bulan, dihitung sejak kelahiran,
didapatkan dari pengembangbiakan tikus.
8. Jenis kelamin tikus: Tikus yang digunakan adalah tikus jantan, ditetapkan
berdasarkan fenotipe tikus yang didapatkan dari pemeliharaan Laboratory
Animal Unit Fakultas Kedokteran Udayana Denpasar.
9. Berat badan tikus: Tikus yang digunakan memiliki berat badan 180-200 gram
yang ditimbang menggunakan timbangan khusus merk Shunle tersedia di
Laboratory Animal Unit Fakultas Kedokteran Udayana Denpasar.
10. Jenis makanan tikus: sesuai dengan formula standar berupa konsentrat dengan
kandungan protein 20-25 %, lemak 5%, pati, serat kasar, abu, vitamin dan
mineral. Jenis pakan HPS 594 produksi PT. Charoen Pokphand diberikan 12 –
20 gram per ekor per hari dan diberikan air minum secara ad Libitum. Selama
penelitian tikus memiliki akses yang bebas untuk makan dan minum (Smith
dan Mangkoewidjojo, 1988)
4.6 Bahan dan Alat Penelitian
4.6.1Bahan penelitian
a. Bahan utama :
1. Mukosa labial tikus
2. Povidone Iodine
3. Ekstrak etanol buah adas 50%
b. Bahan penunjang
1. Anastesi (xylazin dan ketamin)
2. Hidrogen Peroksida (H2O2) 30%
3. Cat Harris Hematoxcylin–Eosin
4. Alkohol 70 %
5. Neutral Buffer Formalin (NBF) 10%
4.6.2 Alat penelitian :
1. Mikroskop elektrik(Olympus Type CX 21)
2. Scalpel
3. Pinset
4. Cotton buds
5. Mikro brush ( diameter 2mm)
6. Gunting bedah
7. Stop watch
8. Dan lain-lain.
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Pembuatan Ekstrak Etanol Adas Konsentrasi 50%
Pada penelitian ini, bahan obat yang dipakai adalah ekstrak etanol buah adas
50%. Buah adas yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Singaraja
Bali. Ekstrak buah adas didapat dengan cara menggiling halus buah adas.
Kemudian ditambah etanol 70% diaduk selama 30 menit dengan stirrer magnetic
dan didiamkan selama 48 jam. Hasil maserasi disaring sebanyak 3 kali dengan
corong buctner yang dilapisi kertas saring dan ditampung dengan erlenmeyer.
Filtrat hasil penyaringan diuapkan dengan vacum rotary evaporator. Selanjutnya
dilakukan pengenceran dengan akuades sehingga mencapai konsentrasi 50%
(Voigt, 1994).
4.7.2 Perlakuan pada Hewan Percobaan Sebelum Penelitian
1. Tiga puluh dua ekor tikus putih jantan, diletakkan dalam kandang, masing-
masing kandang berisi 3 ekor tikus.
2. Kandang terbuat dari wadah plastik berukuran 23cm x 17cm x 9,5cm
dengan alas sekam padi dengan tutup dari anyaman kawat yng kuat, tahan
gigitan, tidak mudah rusak, sehingga hewan tidak mudah lepas.
3. Kandang ditempatkan pada ruangan dengan ventilasi baik, cukup cahaya,
tenang, tidak bising, suhu diatur pada suhu kamar 20oC dengan kelembaban
berkisar 50%. Kandang dibersihkan 3 hari sekali.
4. Tikus diadaptasikan selama 7 hari, diberikan air untuk minum dan diet
standar dengan menggunakan makanan merk HPS 594 produksi PT
Charoen Pokphand diberikan 12-20 gram per ekor per hari dan diberikan
minum secara Ad Libitum.
4.7.3 Selama Penelitian
1. Tiga puluh dua ekor tikus yang telah diadaptasikan mendapat pengolesan
hidrogen peroksida 30% dengan menggunakan cottonbud pada jaringan
mukosa labial mulut selama dua menit sehari yang diberikan selama 3 hari
berturut- turut bertujuan untuk membuat ulkus traumatikus karena trauma
kimia.
2. Untuk memudahkan aplikasi bahan, setiap tikus dianastesi menggunakan
kombinasi xylazin (5mg/kg BB) dan ketamin (20mg/kg BB) secara
intraperitoneal (Hajiaghaalipour dkk., 2013).
3. Tikus yang telah dibuat ulkus pada mukosa labial bibir bawah kemudian
dibagi dalam kelompok kontrol (16 ekor) dan kelompok perlakuan (16
ekor). Masing-masing tikus diberi tanda dengan spidol dan label pada
kandang sesuai dengan kelompoknya.
4. Pemberian bahan obat dilakukan mulai pada hari ke empat selama 2 menit
berturut-turut. Kelompok kontrol diolesi Povidone Iodine menggunakan
microbrush (diameter 2mm) selama 2 menit, 3 kali sehari, berturut-turut
selama 3 hari. Kelompok perlakuan diolesi ekstrak etanol buah adas 50%
menggunakan microbrush (diameter 2 mm) selama 2 menit, 3 kali sehari,
berturut-turut selama 3 hari. Pengolesan selama 2 menit karena dengan
waktu tersebut obat sudah dapat berpenetrasi atau meresap ke dalam
jaringan mukosa rongga mulut. Pengobatan dengan bahan ini selama 3 hari
diharapkan peneliti dapat membedakan proses angiogenesis dan reepitelisasi
yang terjadi pada kedua kelompok.
5. Pada hari ke 7 semua hewan percobaan dieutanasia menggunakan eter secara
inhalasi dan diambil jaringan ulkus pada mukosa labial rahang bawah.
4.7.4 Setelah Penelitian
Setelah dilakukan euthanasia dan pengambilan jaringan, tikus yang
digunakan pada penelitian ini segera dikubur dan diperlakukan dengan sebaik-
baiknya.
4.7.5 Pembuatan sediaan mikroskopis dan observasi
Spesimen mukosa labial rahang bawah yang telah diambil, difiksasi
dengan Neutral Buffer Formalin (NBF) 10% dan dibuat sediaan mikroskopis.
Untuk semua spesimen, pemotongan dengan mikrotom dilakukan dengan
ketebalan 5 mikron, diambil untuk diwarnai dengan Harris Hematoxcylin Eosin.
Perbandingan antar kelompok dilakukan dengan pemeriksaan mikroskopik dengan
mengamati neoangiogenesis dan reepitelisasi dilihat pada potongan melintang
ulkus mukosa labial mulut, yang telah dibuat preparat/sediaan mikroskopis dan
dilihat pada 4 lapang pandang menggunakan mikroskop elektrik merk Olympus
CX21 dengan pembesaran 400x.
a. Angiogenesis ditentukan dengan menghitung jumlah pembuluh darah yang
baru terbentuk. Pemotretan menggunakan videophoto dengan tiga kali
pengulangan.
b. Reepitelialisasi ditentukan dengan mengukur lebar celah epitel yang masih
terbuka menggunakan metoda morfometri dengan satuan mikrometer.
Pemotretan menggunakan videophoto dengan tiga kali pengulangan.
4.7.6 Alur Penelitian
Gambar 4.3 Alur penelitian
4.8 Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut :
1. Analisis Deskriptif. Analisis deskriptif dilakukan sebagai dasar untuk analisis
statistik (uji hipotesis) untuk mengetahui karakteristik data yang dimiliki. Fungsi
dari Statistik Deskriptif adalah memberikan gambaran atau deskripsi suatu data
Analisis data
Kelompok kontrol (16 ekor) diolesi
Povidone Iodine 3x2 menit selama
3 hari
Kelompok perlakuan (16 ekor)
diolesi ekstrak 50% sebanyak 3x2
menit selama 3 hari.
Menghitung jumlah pembuluh darah baru
dan pengukuran lebar celah epitel
32 Ekor Tikus
Kelompok Perlakuan Kelompok Kontrol
Dibuat ulkus traumatikus dengan diolesi hidrogen peroksida 30%, 1x2 menit
selama 3 hari.
Euthanasia pada hari ke-7
Randomisasi
Pembuatan preparat dengan pewarnaan
Harris Hematoxcylin Eosin.
yang dilihat dari nilai rata-rata (mean), median dan standar deviasi dari
angiogenesis dan reepitelialisasi.
2. Analisis normalitas data tiap kelompok dengan uji Shapiro-Wilk test karena data
kurang dari 50. angiogenesis dan reepitelialisasi kelompok kontrol dan kelompok
perlakuan ditentukan normalitasnya
3. Analisis homogenitas. Analisis homogenitas varian antar kelompok dengan
Levene's test
4. Analisis komparasi. Pada penelitian ini dibandingkan dua kelompok pada hari yang
sama (kelompok kontrol 7 hari dengan kelompok perlakuan 7 hari). Untuk
membandingkan rerata parameter (angiogenesis dan reepitelialisasi) antara dua
kelompok ini. Karena data yang diperoleh pada penelitian ini berdistribusi normal,
maka digunakan uji statistik parametrik yaitu independent T-test.
BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif kedua sampel menggambarkan rerata, range dan
simpang baku dari distribusi frekuensi neoangiogenesis dan reepitelialisasi
mukosa mulut setelah diberikan perlakuan selama 7 hari. Analisis ini disajikan
pada Tabel 5.1 berikut.
Tabel 5.1
Analisis deskriptif neoangiogenesis (unit) dan reepitelialisasi (μm) mukosa mulut
kelompok kontrol dan kelompok ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50%
Variabel N Minimal Maximal Rerata SD
Neoangiogenesis (unit)
Povidone Iodine 16 14 19 16,50 1,63
Ekstrak Etanol Adas
Konsentrasi 50% 16 36 44 39,19 2,28
Reepitelialisasi (μm)
Povidone Iodine 16 1835 2163 2031,06 104,70
Ekstrak Etanol Adas
konsentrasi 50% 16 831 1174 976,88 97,82
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa rerata neoangiogenesis Kelompok Kontrol
(Povidone Iodine) adalah 16,5±1,63 unit dan rerata Kelompok Perlakuan dengan
pemberian ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50% adalah 39,19±2,28 unit.
Rerata lebar celah epitel kelompok kontrol adalah 2031,06±104,70 μm, rerata
kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50%
adalah 976,88±97,82 μm.
5.2 Uji Normalitas Data
Data neoangiogenesis dan reepitelialisasi pada masing-masing kelompok
diuji normalitasnya dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk. Hasilnya
menunjukkan semua data berdistribusi normal, dengan nilai p>0,05, disajikan
pada Tabel 5.2.
Tabel 5.2
Hasil Uji Normalitas neoangiogenesis (unit) dan reepitelialisasi (μm) mukosa
mulut kelompok kontrol (Povidone Iodine) dan kelompok ekstrak etanol buah
konsentrasi 50%
Variabel Kelompok p Keterangan
Neoangiogenesis
(unit) Povidone Iodine 0,325 Normal
Ekstrak Etanol Adas
Konsentrasi 50%
0,608 Normal
Reepitelialisasi
(μm) Povidone Iodine 0,279
Normal
Ekstrak Etanol Adas
Konsentrasi 50% 0,400 Normal
Seluruh nilai probabilitas yang disajikan melalui Tabel 5.2 lebih besar dari nilai
alpha. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa seluruh kelompok data telah
berdistribusi normal (p > 0,05). Oleh sebab itu, pengujian terhadap data dilakukan
menggunakan metode parametrik, dalam hal ini menggunakan uji independent T-
test.
5.3 Uji Homogenitas
Data neoangiogenesis dan reepitelialisasi pada masing-masing kelompok
diuji homogenitasnya dengan menggunakan Levene's test. Hasilnya menunjukkan
semua data homogen (p>0,05) disajikan pada Tabel 5.3.
Tabel 5.3
Hasil Uji Homogenitas neoangiogenesis (unit) dan reepitelialisasi (μm) mukosa
mulut kelompok kontrol dan kelompok ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50%
Variabel F P Keterangan
Angiogenesis
(unit)
1,488
0,232
Homogen
Reepitelialisasi
(μm)
0,368
0,549
Homogen
Seluruh data yang disajikan melalui Tabel 5.3 lebih besar dari nilai alpha.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa varian data antar kelompok adalah
homogen (p > 0,05).
5.4 Uji Komparasi
5.4.1 Neoangiogenesis
Uji komparasi bertujuan untuk membandingkan rerata neoangiogenesis
antar kelompok. Hasil analisis kemaknaan dengan uji independent T-test disajikan
pada Tabel 5.4 .
Tabel 5.4
Rerata neoangiogenesis (unit) mukosa mulut dan Hasil Uji Komparasi
independent T-test antar kelompok
Kelompok Subjek n Rerata
Neoangiogenesis
(Unit)
SB Beda
Rerata
t P
Povidone Iodine 16 16,5 1,63
-22,68 -32,29 0.000
Ekstrak Etanol
Adas Konsentrasi
50%
16 39,19 2,28
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa rerata neoangiogenesis Kelompok Kontrol
adalah 16,5+1,63 unit dan rerata Kelompok Perlakuan dengan pemberian ekstrak
etanol buah adas konsentrasi 50% adalah 39,19±2,28 unit. Berdasarkan data
tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata neoangiogenesis tertinggi terdapat pada
kelompok perlakuan pemberian pemberian ekstrak etanol buah adas, yaitu 39,19
dengan simpang baku sebesar 2,28, sedangkan rata-rata pada kelompok kontrol
(Povidone Iodine) lebih rendah yaitu sebesar 16,50 dengan simpang baku 1,63.
Analisis kemaknaan dengan uji independent T-test menunjukkan bahwa nilai t
sebesar -32,29 memiliki memiliki p-value yang lebih kecil dari alpha. Dengan
demikian terdapat perbedaan neoangiogenesis yang signifikan di antara dua
Kelompok Perlakuan yang dibandingkan (p < 0,05), yang berarti ekstrak etanol
buah adas konsentrasi 50% lebih meningkatkan angiogenesis dibandingkan
Povidone Iodine pada penyembuhan ulkus traumatikus tikus putih jantan.
5.4.2 Reepitelialisasi (Lebar celah epitel)
Uji komparabilitas bertujuan untuk membandingkan rerata reepitelialisasi
dalam hal ini lebar celah epitel antar kelompok. Hasil analisis kemaknaan dengan
uji independent T-test disajikan pada Tabel 5.5.
Tabel 5.5
Rerata reepitelialisasi (μm) mukosa mulut dan Hasil Uji Komparasi
independent T-test antar kelompok
Kelompok Subjek n Rerata
Reepitelialisasi
(μm)
SB Beda
Rerata
t p
Povidone Iodine 16 2031,06 104,70
1054,18 29,42 0.000
Ekstrak Etanol
Adas Konsentrasi
50%
16 976,88 97,82
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa rerata reepitelialisasi (lebar celah epitel)
Kelompok Kontrol (Povidone Iodine) adalah 2031.06±104.70μm, rerata Kelompok
Perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50% adalah
976,88±97,82 μm. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata lebar
celah epitel tertinggi terdapat pada Kelompok Kontrol (Povidone Iodine) yaitu
2031,06 μm dengan simpang baku sebesar 104,70, sedangkan rata-rata pada
Kelompok Perlakuan pemberian ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50% lebih
rendah yaitu sebesar 976,88 μm dengan simpang baku sebesar 97,82. Analisis
kemaknaan dengan uji independent T-test menunjukkan bahwa nilai t sebesar
29,42 memiliki p-value yang lebih kecil dari alpha. Dengan demikian terdapat
perbedaan reepitelialisasi (lebar celah epitel) yang signifikan di antara dua
kelompok yang dibandingkan (p < 0,05), yang berarti ekstrak etanol buah adas
konsentrasi 50% lebih meningkatkan reepitelialisasi dibandingkan Povidone Iodine
pada penyembuhan ulkus traumatikus tikus putih jantan.
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Subjek Penelitian
Untuk menguji perbedaan efek pemberian ekstrak etanol buah adas
konsentrasi 50% dan Povidone Iodine terhadap peningkatan penyembuhan ulkus
traumatikus mukosa mulut tikus yang terpapar H2O2 30% dengan perubahan yang
signifikan terhadap neoangiogenesis dan reepitelialisasi pada Kelompok
Perlakuan dan Kontrol, digunakan tikus putih (Rattus Novergicus) , sehat, umur 2
bulan, dan berat 180-200 gram sebagai sampel. Sampel ini dibagi menjadi 2
kelompok, yaitu Kelompok Perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol buah adas
konsentrasi 50% dan Kelompok Kontrol dengan pemberian Povidone Iodine,
masing-masing kelompok berjumlah 16 ekor.
6.2 Ekstrak Etanol Meningkatkan Penyembuhan Ulkus Traumatikus Mukosa
Mulut
Pada penelitian ini, pengamatan dilakukan pada hari ke 7, ditentukan
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Mandala 2006; Anton 2007). Pemberian
ekstrak etanol buah adas pada luka gingival selama 3 hari menyebabkan peningkatan
neoangiogenesis dan reepitelialisasi (Rather dkk., 2012). Selain itu, pada penelitian
pendahuluan (Pertiwi, 2015) pengamatan dilakukan pada hari ke 7 menunjukan
adanya peningkatan neoangiogenesis dan reepitelialisasi pada luka mukosa mulut
tikus.
Penentuan konsentrasi ekstrak etanol buah adas (Foenicullum vulgare Mill)
sebesar 50% dilakukan berdasarkan penelitian yang dilakukan Setyaningsih (2006),
di mana aplikasi topikal ekstrak etanol buah adas 50% dapat meningkatkan jumlah
fibroblas. Pada penelitiannya menggunakan model tikus, ekstrak etanol buah adas
dapat meningkatkan penyembuhan luka gingival tikus melalui peningkatan jumlah
fibroblas (Setyaningsih, 2006). Selain itu, pada penelitian pendahuluan (Pertiwi,
2015), konsentrasi 50% paling efektif untuk meningkatkan neoangiogenesis dan
reepitelialisasi pada ulkus traumatikus mukosa mulut tikus.
6.2.1 Perbandingan Rerata Neoangiogenesis
Uji perbandingan rerata neoangiogenesis antar kelompok menggunakan uji
independent T-test, menunjukan terdapat perbedaan neoangiogenesis yang
signifikan pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Perlakuan (p<0,05) yang
disajikan pada Tabel 5.4. Terdapat peningkatan neoangiogenesis yang bermakna
pada Kelompok Perlakuan ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50%
dibandingkan kelompok Povidone Iodine pada pengamatan hari ke 7. Hal ini
mempunyai arti bahwa proses penyembuhan ulkus traumatikus mukosa mulut
lebih cepat terjadi pada kelompok yang diberikan ekstrak etanol buah adas
konsentrasi 50% dibandingkan kelompok Povidone Iodine.
Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Anton
pada tahun 2007 di mana pemberian ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50%
dapat meningkatkan penyembuhan luka gingiva tikus. Pengamatan dilakukan pada
hari ke 7 menunjukan adanya peningkatan poliferasi pembuluh darah dan
kepadatan angiogenesis. Gambaran histopatologi pada penelitian tersebut
menunjukan perbedan yang signifikan antara Kelompok Perlakuan dan Kelompok
Kontrol, di mana Kelompok Perlakuan yang diberikan ekstrak etanol buah adas
konsentrasi 50% menunjukan jumlah pembuluh darah yang baru terbentuk lebih
banyak dibandingkan Kelompok Kontrol (Anton, 2007).
Terjadinya peningkatan neoangiogenesis pada penelitian ini dapat
disebabkan oleh karena ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50% memiliki
potensi antioksidan dan antiinflamasi sehingga berpengaruh dalam proses
penyembuhan luka. Ekstrak etanol buah adas (Foenicullum vulgare Mill)
konsentrasi 50% merupakan antioksidan flavonoid, memiliki potensi mencegah
terbentuknya radikal bebas yang keberadaannya dapat menyebabkan stress
oksidatif dan respon inflamasi berkepanjangan sehingga dapat menunda
dimulainya fase proliferasi penyembuhan luka (McKelvey dkk., 2012). Flavonoid
dapat menurunkan inflamasi dan mencegah kerusakan oksidatif jaringan pada
jaringan lunak rongga mulut (Shahat dkk., 2011).
Peningkatan proses penyembuhan luka setelah diberikan ekstrak buah adas
juga ditemukan dalam penelitian Sahane dkk. (2015), hal tersebut dapat terjadi
akibat efek dari flavonoid, yang terkandung di dalamnya, dapat meningkatkan
ekspresi faktor pertumbuhan yang dibutuhkan dalam proses pembentukan
pembuluh darah baru di area luka. Neoangiogenesis memiliki peran yang penting
dalam penyembuhan jaringan yang rusak dengan membantu menyalurkan nutrisi
dan oksigen. Angiogenesis, diatur oleh faktor pertumbuhan yang bekerja secara
sinergi. VEGF, angiopoietin dan TGF-β merupakan komponen utama pada
angiogenesis.
Angiogenesis pada Kelompok kontrol lebih rendah dari Kelompok
perlakuan ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50%. Brinemark dkk. (2006)
meneliti efek dari pemberian Povidone Iodine pada luka kecil di pipi hamster
menemukan kelompok yang diberi Povidone Iodine selama satu menit terjadi
penghentian aliran darah pada permukaan kapiler dan tidak kembali normal dalam
waktu satu jam. Penelitian Brennan dan Leaper (2005) yang meneliti
mikrosirkulasi pada jaringan granulasi luka di telinga kelinci, setelah luka
tergranulasi sempurna dialiri saline dan Povidone Iodine, mikrosirkulasi diperiksa
dengan mikroskop untuk mengetahui efek dari bahan larutan pada mikrosirkulasi
jaringan granulasi, kelompok yang dialiri Povidone Iodine menunjukkan
penghentian aliran darah pada jaringan granulasi dan tidak mengalami perbaikan
selama 72 jam.
6.2.2 Perbandingan rerata reepitelialisasi (lebar celah epitel) antar kelompok
Untuk melihat peningkatan reepitelialisasi, diukur lebar celah epitel yang
masih ada dengan metode morfometri. Uji perbandingan rerata lebar celah epitel
antar kelompok menggunakan uji independent T-test, menunjukan terdapat
perbedaan lebar celah epitel yang signifikan pada Kelompok Kontrol dan
Kelompok Perlakuan (p<0,05) yang disajikan pada Tabel 5.5. Terdapat
peningkatan repitelialisasi yang bermakna pada kelompok perlakuan ekstrak
etanol buah adas konsentrasi 50% dibandingkan Kelompok pada pengamatan hari
ke 7. Pada Kelompok Perlakuan, celah epitel yang masih terbuka lebih kecil
dibandingkan Kelompok kontrol. Hal ini mempunyai arti bahwa proses
reepitelialisasi pada penyembuhan ulkus traumatikus mukosa mulut lebih cepat
terjadi pada kelompok yang diberikan ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50%
dibandingkan Kelompok Kontrol.
Peningkatan reepitelisasi pada penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Mandala (2006) yang menyimpulkan bahwa pemberian ekstrak
etanol buah adas dapat meningkatkan neoformasi sel epitel pada luka. Pada
penelitiannya, observasi yang dilakukan pada hari ke 7 menunjukan adanya
perbedaan yang signifikan antara Kelompok Kontrol dan Perlakuan di mana lebar
celah epitel pada Kelompok Perlakuan pemberian ekstrak etanol buah adas
konsentrasi 50% lebih pendek dibandingkan Kelompok Kontrol. Meningkatnya
reepitelialisasi akan mempercepat proses penyembuhan luka. Reepitelialisasi yang
baik ditandai dengan celah epitel yang tertutup sempurna akibat migrasi sel epitel
yang terus terjadi sampai luka tertutup.
Meningkatnya reepitelialisasi pada kelompok yang diberikan ekstrak
etanol buah adas konsentrasi 50% dapat disebabkan karena ekstrak etanol buah
adas konsentrasi 50% mampu meningkatkan faktor pertumbuhan yang dibutuhkan
dalam migrasi dan proliferasi sel epitel. Buah adas menunjukkan efek
antiinflamasi dan antioksidan sehingga mampu meningkatkan penyembuhan luka
melalui peningkatan kerja Transforming Growth Factor-beta 1 (TGF- β1). TGF-β
1 menstimulasi migrasi dan meningkatkan kekuatan adhesi sel-sel epitel (Sahane
dkk., 2015), meningkatkan aktivitas enzim, menginduksi sintesis nitric oxide dan
COX-2 yang diperlukan pada proses reepitelisasi luka (Larjava, 2012).
Pada penelitian ini, terdapat peningkatan reepitelialisasi yang signifikan
pada kelompok yang diberikan ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50%. Hal ini
menunjukan hasil yang sama dengan penelitian Sahane dkk., (2015) yang
menyatakan bahwa ekstrak buah adas dapat meningkatkan regenerasi sel epitel
yang signifikan pada Kelompok Perlakuan. Berdasarkan penelitian tersebut,
Sahane dkk., (2015) menyimpulkan bahwa buah adas dapat mempercepat
penyembuhan luka. Peningkatan reepitelialisasi ini dapat disebabkan karena
potensi buah adas sebagai antioksidan dalam mencegah terbentuknya radikal
bebas yang menghambat migrasi sel. Buah adas mencegah terjadinya penundaan
fase proliferasi penyembuhan luka akibat radikal bebas dan meningkatkan
regenerasi jaringan untuk mengembalikan integritasnya. Buah adas juga
mempersingkat proses inflamasi dan mengatur respon seluler terhadap luka
berjalan dengan normal (Keller dkk., 2006).
Celah epitel pada Kelompok Kontrol yang diberikan Povidone Iodine
lebih lebar dibandingkan kelompok perlakuan ekstrak etanol buah adas
konsentrasi 50%, hal tersebut sesuai dengan penelitian Kjolseth dkk. (2004)
penelitiannya menunjukkan kelompok yang diberi Povidone Iodine memerlukan
waktu yang lebih lama untuk epitelialisasi daripada Kelompok Kontrol yang
diberikan saline. Begitu juga penelitian Gruber dkk. (2005) membandingkan
waktu yang dibutuhkan untuk epitelialisasi luka pada luka partial thickness dan
full thickness pada tikus, kemudian diberikan hydrogen peroksida 3%, Povidone
Iodine, acetic acid, saline masing-masing 4 kali sehari. Hasilnya tidak ada
perbedaan waktu epitelialisasi antara Povidone Iodine dan saline.
6.3 Mekanisme Ekstrak Etanol Buah Adas (Foenicullum vulgare Mill)
konsentrasi 50% Meningkatkan Neoangiogenesis dan Reepitelisasi
Buah adas mengandung antioksidan flavonoid yang memiliki aktivitas
antiinflamasi. Zat aktif ini dapat menembus hingga ke dalam sel untuk melindungi
mitokondria dari kerusakan akibat radikal bebas yang sangat reaktif (Lingga,
2012). Antioksidan ini dapat memperbaiki kerusakan sel dan dinding pembuluh
darah akibat radikal bebas (Winarsi, 2007).
Antioksidan dibutuhkan dan sangat penting untuk mencegah terjadinya
kerusakan jaringan. Selain itu, antioksidan mencegah peningkatan produksi
sitokin yang menyebabkan terjadinya proses inflamasi yang berlanjut. Oleh
karena itu, terapi menggunakan antioksidan sangat diperlukan pada inflamasi
kronis seperti penyembuhan luka (Carnelio dkk., 2008).
Flavonoid berfungsi untuk membatasi pelepasan mediator inflamasi.
Flavonoid merupakan golongan senyawa fenol terbesar yang memiliki aktivitas
antiinflamasi melalui penghambatan siklooksigenase dan lipoksigenase sehingga
dapat membatasi jumlah sel inflamasi ke jaringan luka. Hal ini menyebabkan
proses inflamasi berlangsung lebih singkat dan meningkatkan kemampuan
proliferatif dari TGF-β, sehingga proses proliferasi segera terjadi. Aktivitas
flavonoid meningkatkan proses penyembuhan luka melalui mekanisme
antiinflamasi dan antioksidan untuk mencegah kerusakan oksidatif akibat radikal
bebas (McKelvey dkk., 2012).
Pada penelitian ini, dikaji potensi buah adas yang diformulasikan dalam
bentuk ekstrak etanol dalam meningkatkan penyembuhan ulkus traumatikus
mukosa mulut tikus. Reaksi inflamasi yang berlangsung lama dapat menyebabkan
proses penyembuhan luka menjadi terlambat, sehingga diperlukan agen
antiinflamasi untuk mencegah fase inflamasi yang terlalu lama dan antioksidan
untuk menghambat kerusakan jaringan akibat radikal bebas. Pada penelitian ini,
ditemukan bahwa terjadi peningkatan yang signifikan terhadap neoangiogenesis
dan reepitelialisasi ulkus traumatikus mukosa mulut tikus pada kelompok
perlakuan dengan pengolesan ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50%
dibandingkan Kelompok Kontrol.
Selain harus membentuk sel-sel jaringan yang baru untuk menggantikan
jaringan yang rusak, tubuh juga harus menghilangkan mikroba karena adanya
infeksi pada luka insisi. Marzoeki (2003) berpendapat bahwa luka terbuka
memudahkan bakteri dalam mengkontaminasi luka. Bakteri masuk dan
mengadakan invasi ke dalam jaringan sehingga timbul infeksi. Adanya mikroba
ini menghambat proses pembentukan jaringan yang baru, hal ini sesuai dengan
pendapat Jawetz dkk. (2004) yang menyatakan bahwa mikroba dalam perkem-
bangannya memerlukan faktor-faktor pertumbuhan yaitu air, karbon, nitrogen,
mineral, vitamin B, purine, pyrimidine sebagai sumber energi serta suhu yang
optimal. Untuk memenuhi kebutuhan akan zat nutrisi ini mikroba yang
menginvasi lokasi daerah luka mengambil nutrient dari hasil metabolisme tubuh
penderita, yang dibawa oleh darah kapiler di sekitar daerah luka sehingga energi
metabolisme untuk pembentukan jaringan tubuh akan berkurang yang akhirnya
menghambat proses pembentukan jaringan yang baru.
Buah adas mengandung antiseptik yang mempunyai daya bunuh kuman
dan mempunyai aktivitas antibakteri (Setiadi dkk., 2005). Penelitian ini dapat
membuktikan bahwa ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50% lebih
meningkatkan neoangiogenesis dan reepitelialisasi dibandingkan kelompok
kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa zat-zat berkhasiat Saponin, Tannin,
Flavanoid, vitamin C, dan kalsium yang terdapat dalam buah adas konsentrasi
50% dapat menekan infeksi dan dapat mempercepat proses penyembuhan ulkus
traumatikus pada mukosa mulut tikus putih jantan.
Saponin merupakan triterpena atau steroid, terutama terdapat sebagai
glikosida yang menyebabkan rasa pahit tumbuhan (Harborne, 2007). Menurut
aktivitasnya tirterpen dapat berfungsi sebagai sitotoksik, sitostatik, antimikroba,
antiinflamasi dan spermisida serta berpengaruh pada metabolisme dan biosintesis
(Das dan Mahato, 2003). Flavonoid bekerja memperbaiki kerapuhan kapiler dan
dapat bersifat desinfektan (Robinson, 2001). Selain itu flavonoid berfungsi
sebagai antiseptik dan antiinflamasi. Sebagai antiinflamasi flavonoid bekerja
dengan cara menekan pembengkakan lokal sehingga suplai darah ke daerah luka
tidak terganggu. Defisiensi suplai darah ke daerah luka meyebabkan hambatan
pada penyembuhan luka (Price dan Wilson, 2008).
Vitamin C pada luka akan meningkatkan terbentuknya hydroxyproline
yang merupakan salah satu penyusun kolagen. Semakin banyak hidroxyproline
maka jumlah kolagen akan semakin banyak yang terbentuk. Sabut kolagen
merupakan protein fibrose yang berfungsi untuk memberikan kekuatan pada luka
sehingga mempercepat proses pengatupan ujung-ujung luka. Selanjutnya Parker
(2001) menyatakan bahwa pemberian vitamin C mampu meningkatkan aktivitas
dan jumlah fibroblast. Peningkatan jumlah sel ini akan merangsang peningkatan
jumlah sabut-sabut kolagen, elastis dan glikosaminoglikan. Glikosaminoglikan
merupakan substansi dasar yang berfungsi sebagai penahan terhadap penetrasi
bakteri sehingga vitamin C yang dikandung buah adas (Foenicullum vulgare
Mill.) dapat mempercepat proses penyembuhan luka. Vitamin C mempunyai
peran fisiologis yang penting untuk pertumbuhan epitel kulit, melindung mukosa
dan sel epitel dari proses keratinisasi dan meningkatkan daya tahan mukosa
terhadap infeksi dengan menutup epitel (Mustschler, 2001). Aplikasi obat secara
topikal dilakukan supaya penetrasi obat pada mukosa cepat dan segera mencapai
target. Kegunaan dan khasiat pengobatan secara topikal didapat dari pengaruh
fisik dan kimiawi obat yang diaplikasikan diatas ulkus traumatikus mukosa mulut.
Perbedaan yang signifikan terhadap neoangiogenesis pada Kelompok
Perlakuan dan Kelompok Kontrol dibuktikan berdasarkan uji komparasi terhadap
dua kelompok dimana rerata neoangiogenesis Kelompok adalah 16,50±1,63 unit
dan rerata kelompok perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol buah adas
konsentrasi 50% adalah 39.19±2,28 unit, dengan nilai p< 0,05. Hal ini dapat
terjadi akibat kemampuan ekstak etanol buah adas konsentrasi 50% meningkatkan
proses angiogenesis dengan meningkatkan ekspresi mediator yang diperlukan
pada proses tersebut.
Angiogenesis Kelompok Kontrol
(Povidone Iodine)
Angiogenesis Kelompok Ekstak Etanol Buah Adas
(Foenicullum vulgare Mill) konsentrasi 50%
Gambar 6.1 Gambaran histologi neoangiogenesis hari ke 7. Tanda panah
menunjukkan pembuluh darah yang terbentuk (Pengecatan
Hematoxcylin Eosin. Pengambilan gambar dilakukan dengan
penggunaan mikroskop elektrik Olympus CX21 pembesaran
400x).
Pada penelitian ini didapatkan hasil bahwa jumlah pembuluh darah baru
yang terbentuk lebih banyak pada kelompok perlakuan ekstak etanol buah adas
konsentrasi 50% dibandingkan kelompok kontrol. Hasil penelitian ini dapat
dijelaskan oleh Sahane dkk. (2015) pada penelitiannya pemberian salep ekstrak
buah adas secara topikal pada luka eksisi dapat meningkatkan ekspresi VEGF dan
mempercepat angiogenesis. Pada penelitian tersebut dibuktikan bahwa pemberian
ekstak etanol buah adas pada luka dapat meningkatkan pembentukan jaringan
granulasi, neoangiogenesis dan reepitelisasi secara signifikan.
Peningkatan neoangiogenesis pada penelitian ini dapat terjadi akibat
kemampuan ekstak etanol buah adas sebagai senyawa flavonoid dalam
meningkatkan pelepasan faktor pertumbuhan yang diperlukan dalam
angiogenesis. Hipoksia yang terjadi pada jaringan luka akan memicu makrofag
melepaskan VEGF yang akan merangsang pembentukan pembuluh darah baru.
Neoangiogenesis terjadi akibat proses angiogenesis, dimana sel-sel angioblas akan
berproliferasi dan berdiferensiasi menjadi sel-sel endotel, perisit serta sel-sel otot
polos vaskular. Sel-sel ini berfungsi untuk membentuk pembuluh darah yang baru
pada jaringan luka.
Angiogenesis diatur oleh faktor pertumbuhan yang bekerja secara sinergi
di antaranya VEGF, angiopoietin dan TGF-β. Pemberian ekstrak etanol buah adas
konsentrasi 50% secara topikal, dapat meningkatkan ekspresi VEGF dan
angiopoietin-1 yang berperan dalam pembentukan pembuluh darah baru
(Hajiaghaalipour dkk., 2013). Angiogenesis berlangsung secara bertahap, yaitu:
dilatasi pembuluh darah yang sudah ada oleh nitrogen oksida, VEGF menginduksi
peningkatan permeabilitas, sel-sel endotel berproliferasi dan bermigrasi ke arah
stimulus angiogenik, terjadi maturasi sel endotel, dan perekrutan sel-sel
periendotel (sel-sel perisit dan otot polos) (Gruendemann dan Fernsebner, 2005).
Pada penelitian ini, kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak etanol
buah adas konsentrasi 50% secara topikal memiliki jumlah pembuluh darah yang
lebih banyak dibandingkan kelompok kontrol yang diberikan povidone iodine.
Hal ini dapat disebabkan oleh karena ekstrak etanol buah konsentrasi 50% secara
topikal mampu meningkatkan faktor pertumbuhan Vascular endothelial growth
factor (VEGF) yang merupakan glikoprotein proangiogenik, berfungsi
meningkatkan proliferasi, migrasi, pertahanan pada sel endotel serta meningkatkan
permeabilitas kapiler. Tingkat ekspresi molekul VEGF meningkat pada masa
penyembuhan luka terutama dalam fase granulasi. Meningkatnya ekspresi VEGF
akan meningkatkan proliferasi sel endotel pada arteri, vena dan kapiler dan
merangsang angiogenesis baik in vitro ataupun in vivo (Larjava, 2012).
VEGF merangsang migrasi monosit dan makrofag yang mempunyai
reseptor VEGFR-1 di permukaannya. Kerja VEGF dimediasi melalui pengikatan
dua reseptor tirosin kinase yaitu VEGFR-1 dan VEGFR-2. Reseptor-reseptor
tersebut diaktivasi oleh VEGF dengan mencetuskan fosforilasi berbagai protein
yang aktif dalam kaskade transduksi sinyal. Angiopoietin dibutuhkan untuk
pematangan pembuluh darah, meningkatkan ekspresi dan fungsi VEGF (Larjava,
2012; Hajiaghaalipour et al., 2013). Dalam penelitian ini, ekstrak etanol buah adas
konsentrasi 50% menunjukan efek antiinflamasi dengan meningkatkan
neoangiogenesis melalui peningkatan kerja TGF-β. TGF-β merupakan salah satu
mediator yang menstimulus neoangiogenesis sehingga terbentuk pembuluh darah
baru (Larjava, 2012).
Penelitian yang telah dilakukan oleh penulis menunjukan adanya
perbedaan reepitelialisasi yang signifikan antara Kelompok Kontrol dan
Kelompok Perlakuan pemberiaan ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50%
(p<0,05). Hal ini dapat dibuktikan berdasarkan uji komparasi yang dilakukan di
mana rerata reepitelialisasi melalui pengukuran lebar celah epitel yang tertinggi
pada Kelompok Kontrol dengan rerata 2031,06±104,70 μm dan rerata Kelompok
Perlakuan dengan pemberian ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50% adalah
976.88±97,82 μm. Lebar celah epitel pada Kelompok Perlakuan lebih sempit
dibandingkan Kelompok Kontrol, artinya proses reepitelialisasi pada kelompok
pemberian ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50% meningkat secara signifikan
dibandingkan Kelompok Kontrol yang diberikan Povidone Iodine. Hal ini dapat
terjadi akibat kemampuan ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50%
meningkatkan proses reepitelialisasi pada ulkus traumatikus mukosa mulut
dengan meningkatkan faktor-faktor yang diperlukan.
Reepitelialisasi Kelompok Kontrol
(Povidone Iodine)
Reepitelialisasi Kelompok Ekstak Etanol Buah Adas
(Foenicullum vulgare Mill) konsentrasi 50%
Gambar 6.2 Gambaran histologi reepitelialisasi hari ke 7, dilakukan pengukuran
lebar celah epitel dengan metode morfometri (μm) (Pengecatan
Hematoxcylin Eosin. Pengambilan gambar dilakukan dengan
penggunaan mikroskop elektrik Olympus CX21 pembesaran 400x).
Kerusakan jaringan menyebabkan pergerakan dan migrasi sel-sel epitel ke
daerah luka. Pada awalnya, sel-sel epitel tersebut kehilangan perlekatannya
dengan jaringan ikat di bawahnya (Nanci, 2008). Regenerasi jaringan dimulai
setelah fase inflamasi, pada awalnya terjadi regenerasi pada epitel kemudian
jaringan ikat (Schultz, 2007). Pada fase proliferasi terjadi reepitelialisasi yaitu
proses pembentukan kembali lapisan epitel yang rusak. ekstrak etanol buah adas
konsentrasi 50% mampu menurunkan respon inflamasi oleh karena kandungan
flavonoid yang terdapat di dalamnya selain itu ekstrak etanol buah adas
(Foenicullum vulgare Mill.) konsentrasi 50% juga meningkatkan faktor
pertumbuhan yang diperlukan dalam reepitelialisasi.
Lebih lanjut, hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Sahane dkk. (2015) di mana ekstrak etanol buah adas
(Foenicullum vulgare Mill.) yang mengandung minyak atsiri, flavonoid, tannin,
alkanoid, saponin, vitamin C, kalsium, menunjukkan efek antiinflamasi,
antioksidan, serta memiliki potensi untuk meningkatkan penyembuhan luka
melalui peningkatan kerja Transforming Growth Factor-beta 1 (TGF- β1). TGF-β
1 menstimulasi migrasi dan meningkatkan kekuatan adhesi sel-sel epitel (Larjava,
2012).
Pada penelitian ini, kelompok perlakuan ekstrak etanol buah adas
konsentrasi 50% memiliki lebar celah epitel yang lebih kecil dibandingkan
kelompok kontrol. Hal ini menunjukan bahwa reepitelialisasi kelompok perlakuan
lebih baik dibandingkan kelompok kontrol. Meningkatnya reepitelisasi ini dapat
disebabkan oleh karena ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50% mampu
meningkatkan penyembuhan luka dengan meningkatkan Transforming Growth
Factor-beta 1 (TGF- β1) yang menyebabkan peningkatan migrasi sel-sel epitel.
Migrasi dan proliferasi sel-sel epitel ini akan berhenti ketika luka sudah tertutup
sempurna.
Pada reepitelialisasi, pembelahan sel dimulai di lapisan basal, kemudian
sel-sel epitel dengan cepat saling berdekatan sehingga jarak antar tepi luka
membentuk celah epitel yang lebih pendek (Nanci, 2008). Sel-sel epitel di daerah
tepi luka melepaskan perlekatannya dengan hemidesmosom dan memulai migrasi
24 jam pertama setelah luka. Proliferasi dimulai pada leading edge kemudian sel-
sel epitel mulai menyebar ke daerah luka (Larjava, 2012). Sel-sel epitel pada
mukosa mulut terus bermigrasi sampai mencapai tepi luka sisi lainnya, pada
proses reepitelialisasi terjadi peningkatan pembelahan sel menyebabkan
stratifikasi, diferensiasi, dan terbentuk jaringan epitel normal (Nanci, 2008).
Penelitian ini memiliki keterbatasan yaitu penulis memakai ekstrak buah
adas secara keseluruhan bukan zat aktifnya sehingga tidak mengetahui zat mana
yang lebih dominan mempercepat penyembuhan ulkus traumatikus. Disamping itu
adas yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari daerah Singaraja Bali
dimana kandungan zat aktif yang terkandung di dalam penelitian ini belum tentu
sama dengan kandungan zat aktif buah adas yang digunakan dalam penelitian-
penelitian lainnya. Kandungan zat aktif buah adas berbeda-beda tergantung
wilayah tempat tumbuhnya tanaman adas, hal tersebut dapat terjadi karena
pengaruh kadar mineral dan zat hara yang terdapat di dalam tanah tempat
tumbuhnya pohon adas. Begitu pula cara mengeringkan dan penyimpanan buah
adas juga dapat mempengaruhi kandungan zat aktif di dalamnya.
Mekanisme ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50% dalam
penyembuhan ulkus traumatikus mukosa mulut tikus dapat dijelaskan pada
Gambar 6.3 berikut:
Gambar 6.3 Mekanisme Ekstrak Etanol Buah Adas Konsentrasi 50% dalam
Meningkatkan Neoangiogenesis dan Reepitelialisasi untuk
Penyembuhan Ulkus Traumatikus Mukosa Mulut Tikus Putih
Jantan
Angiogenesis ↑
Reepitelialisasi ↑
Penyembuhan Ulkus
Traumatikus
Angiogenesis ↑
Reepitelialisasi ↑
Reepitelialisasi ↑
Ekstrak Etanol
(Foenicullum
vulgare Mill)
konsentrasi 50%
Flavonoid Saponin Vitamin C
Antiinflamasi
aaadAAntiinfl
amasi
Antimikroba,
Antiinflamasi Hidroxyproline ↑
Angiopoietin-1
↑
TGF-β ↑,
VEGF ↑
Aktifasi TGF-β 1 Kolagen ↑
Fibroblast ↑
Glikosaminoglikan
↑
Tannin
Antibakteri
Alkanoid
Analgesik
Antioksidan
Makrofag ↓,
Neutrofil ↓,
Limfosit ↓
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa:
1. Pemberian topikal ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50% lebih
meningkatkan angiogenesis daripada Povidone Iodine untuk penyembuhan
ulkus traumatikus mukosa mulut tikus.
2. Pemberian topikal ekstrak etanol buah adas konsentrasi 50% lebih
meningkatkan reepitelialisasi daripada Povidone Iodine untuk
penyembuhan ulkus traumatikus mukosa mulut tikus.
7.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengidentifikasi zat aktif
yang paling berperan pada buah adas dalam meningkatkan angiogenesis
dan reepitelialisasi untuk penyembuhan ulkus traumatikus mukosa mulut.
2. Diperlukan penelitian lebih lanjut secara in vivo untuk menentukan
konsentrasi optimal serta formulasi yang tepat dari buah adas untuk
penyembuhan ulkus traumatikus.
3. Disarankan untuk melakukan clinical trial, agar kemudian buah adas dapat
dimanfaatkan kegunaannya bagi proses penyembuhan ulkus di dalam rongga
mulut dan ulkus-ulkus lainnya di berbagai bagian tubuh pada manusia.
DAFTAR PUSTAKA
Abed K.F, 2007. Antimicrobial activity of essential oils of some medicinal plants
from Saudi Arabia Saudi J. Biol. Sci., 14 , pp. 53–60
Agarwal, S.K. Gupta, S.S. Agarwal, S. Srivastava, R. Saxena.
2008.Oculohypotensive effects of Foeniculum vulgare in experimental
models of glaucomaIndian J. Physiol. Pharmacol., 52 (2008), pp. 77–83
Albert M, Puleo. 2001. Fennel and anise as estrogen agents. J. Ethnopharmacol.,
2 pp. 337–344
Andajani TW, Maharddika D. 2003. Perbandingan Efek Aplikasi Adas Manis
Segar Tumbuk dan Adas Manis Segar Destilasi Pada Mukosa Mulut Tikus
Wistar Strain LMR yang Mengalami Peradangan (Penelitian Laboratorik).
JKGUI ;10 (Edisi Khusus): 478 -80.
Anton S. 2007. Pemberian ekstrak Ekstrak Buah Adas (Foeniculum vulgare
Mill.) menurunkan PMN dan Meningkatkan Angiogenesis Pada
Penyembuhan Luka Gingiva Tikus Sprague dawley. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada. 2007.
Arini S, Nurmawan D, Alfiani F, Hertiani T. 2003. Daya Antioksidan dan Kadar
Flavonoid Hasil Ekstraksi Etanol-Air Daging Buah Mahkota Dewa
(Phaleria macrocappa (Scheff) Boerl.). Buletin Penalaran Mahasiswa.
UGM. 2003;10(1):2-5.
Bloom, .W., Fawcett, D. W. 2002. Buku Ajar Histologi. Edisi 12. Terjemahan Jan
Tambayong. Jakarta: ECG.
Brennan SS, Leaper DJ. 2005. The effect of antiseptics on the healing wound: a
study using the rabbit ear chamber. Br J Susg. 2005;72: 780-782.
Brinemark PI, Albrektsson B, Lindstr6m J, Lundborg G. 2006. Local tissue
effects of wound disinfectants. Acta Chir Scand. 2006;357(suppl): 166-
176.
Burks, Robert I. 2008. Povidone-Iodine Solution in Wound Treatment. Journal of
the American Physical Therapy Association. PHYS THER 78: pp. 212-
218
Cantore P.L., Iacobelli N.S., Marco A.D., Capasso F, Senatore F. 2004.
Antibacterial activity of Coriandrum sativum L. and Foeniculum vulgare
Miller Var. vulgare (Miller). Essential oils J. Agric. Food Chem., 52
(2004), pp. 7862–7866
Carnelio, S., Khan, S. A., Rodrigues, A. 2008. Definite, probable or dubious:
Antioxidants trilogy in clinical dentistry. British Dental Journal. 204(1):
29-32.
Castellanos, J. L., Guzman, L. D., Guanajuato. 2008. Lesions of the oral mucosa:
an epidemiological study of 23785 Mexican patiens. Mosby. (serial
online), [cited 2013 May 20]. Available from: URL:
http://oralpathol.dlearn.kmu.edu.tw/case/Journal%20reading-intern-08-
03/oral%20mucosa%20lesion-epidemiological%20study-OOOE-
2008.pdf
Cawson, R.A. dan Odell, E.W. 2002.Disease Of the Oral Mucosa: Non-infective
stomatitis, Oral Patologi and Oral Medicine, Churchill Livingstone 192-
195.
Cebeci ARI, Gulsahi A, Kamburoglu K, Orhan BK, Oztas B. Prevalence and
distribution of oral mucosal lesions in an adult turkish population. Med
Oral Patol Oral Cir Bucal [serial online] 2009 [cited-2013 May 20];
14(6): 272-7. Available from URL:
http://www.medicinaoral.com/medoralfree01/v14i6/medoralv14i6p272.p
df
Choi E.M, Hwang J.K. 2004. Anti-inflammatory, analgesic and antioxidant
activities of the fruit of Foeniculum vulgare. Fitoterapia, 75 pp. 557–565
Cotran R.S., Kumar V., Collins T. (1999): Robbins Pathologic Basis of
Disease. 6thed. WB Saunders Co., Philadelphia, PA. 251–259
Dadalioglu I., Evrendilek G.A. 2004. Chemical compositions and antibacterial
effects of essential oils of Turkish oregano (Origanum minutiflorum),
bay laurel (Laurus nobilis), Spanish lavender (Lavandula stoechas L.),
and fennel (Foeniculum vulgare) on common foodborne pathogens. J.
Agric. Food Chem., 52 (2004), pp. 8255–8260
Das, M.C. dan Mahato, S.B. 2003. Triterpenoids. Phytochemistry 22: 1071 –
1095.
Dealey C, 2005. The Care of Wounds. A Guide for Nurses. Oxford: Blackwell
Science Ltd. Pp 1-12
De Long L, Burkhat N. 2008. General and Oral Pathology for The Dental
Hygienist. Philadelphia, US: Lippincott Williams and Wilkins, p. 295 –
297.
Diaaz-Maroto M.C, Pea rez-Coello M.S, Esteban J, Sanz J. 2006. Comparison of
the volatile composition of wild fennel samples (Foeniculum vulgare
Mill.) from Central Spain. J. Agric. Food Chem. pp. 6814–6818.
Diaaz-Maroto.M.C., Hidalgo I.J.D, Saa nchez-Palomo E., Peä rez-Coello M.S.
2005. Volatile components and key odorants of fennel (Foeniculum
vulgare Mill.) and thyme (Thymus vulgaris L.) Oil extracts obtained by
simultaneous distillation–extraction and supercritical fluid extraction J.
Agric. Food Chem., 53 (2005), pp. 5385–5389
Eslami, A., Gallant-Beh, C. L., Hart, D.A., Wiebe, C., Honardoust, D., Gardner,
H. 2009. Expression of Integrin αvβ6 and TGF-β in Scarless vs Scar-
forming Wound Healing. J Histochem Cytochem. 57:543–57.
Faudale M, Viladomat F, Bastida J, Poli F, Codina C. 2008. Antioxidant activity
and phenolic composition of wild, edible, and medicinal fennel from
different mediterranean countries. Agric. Food Chem., 56 , pp. 1912–1920
Federer, W. 2008. Statistics and society: data collection and interpretation. Edisi
ke-2. New York: Markel Deker.
Ferdinandez, M.K., Dada, I.K.T., Damriyasa, I.M. 2013. Bioaktivitas Ekstrak
Daun Tapak Dara (Catharantus dalam roseus) Terhadap Kecepatan
Angiogenesis dalam Proses Penyembuhan Luka pada Tikus Wistar.
Journal of Indonesia Medicus Veterinus. 180-190
Frisca., Sardjono, C.T., Sandra, F. 2009. Angiogenesis : Patofisiologi Dan
Aplikasi Klinis. JKM. 8 (2): 174-188.
Froschle M, Pluss, Peter A, Etzweiler E, Ruegg D. 2004. Phytosteroid for Skin
Care. Personal Care.; 55-8.
Gandolfo, Scully C, Carrozzo. 2006. Oral Medicine. Published by Unione
Tipografico - Editrice Torinse. Hal 44-56.
Gottrup, F., Jensen, S. S., Andreasen, J. O. 2007. Wound Healing Subssequent to
Injury. In: Gottrup, F., Jensen, S. S., Andreasen, J. O., editors. Textbook
and Color Atlas of Traumatic injuries to the teeth. Fourth Edition.
Oxford: Blackwell Munksgaard. p.1-44.
Grabb, W. C., Smith, J.W. 2006. Basic technique of plastic surgery. 6th edition.
Boston: Little Brown company.
Greenberg MS. 2008. Ulcerative, Vesicular and Bulous Lesion in Burket’s Oral
Medicine Diagnosis and Treatment, 11th edition. New York: BC Decker
Inc. p. 57, 63 – 65.
Gross, E. Lewinsohn, Y. Tadmor, E. Bar, N. Dudai, y. Cohen, J. Friedma. 2009.
The inheritance of volatile phenylpropenes in bitter fennel (Foeniculum
vulgare Mill. var. vulgare Apiaceae) chemotypes and their distribution
within the plantBiochem. Syst. Ecol., 37 (2009), pp. 308–316
Gruber RP, Vistnes L, Pardoe R. 2005. The effect of commonly used antiseptics
on wound healing. Plast Reconrts SUT. 2005;55:472-476.
Gruendemann, B. J., and Fernsebner, B. 2005. Keperawatan Perioperatif. Editor:
Egi Komara Yudha dan Siti Aminah. Jakarta: EGC.
Gulfraz M, Waheed A, Mehmood S, Ihtisham M. 2005. Extraction and
Purification of Various Organic Compounds in selected Medicinal Plants
of Kotli Sattian, DistrictRawalpindi, Pakistan, Department of
Biochemistry, Department of Botany,University of Arid Agriculture,
Rawalpindi, Pakistan. 2005.http://www.siu.edu/~ebl/leaflets/kotli.html.
Gurtner GC, 2007. Wound Healing: Normal and Abnormal: Grabb and Smith’s
Plastic Surgery. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
p. 15-22.
Hajiaghaalipour, F., Kanthimathi, M. S., Abdulla, M. A., dan Junedah, S. 2013.
The Effect of Camellia sinensis on Wound Healing Potential in an
Animal Model, Evidence-Based Complementary and Alternative
Medicine. 7: 1-8.
Harborne, J.B. 2007. Metode Fitokimia. Penuntun Cara Modern Meng-analisis
Tumbuhan. Penerbit ITB, Bandung.
James G W, Josie C. The efficacy and risks of using povidone-iodine irrigation to
prevent surgical site infection: an evidence-based review. Can J Surg.
2007 December; 50(6): 473–481.
Jawetz, E.J.L, Melnick and E.A. Adelberg. 2004. Medical Micro-biology. 16th Ed.
Large Medical Publication. Loss Allos, Califoria.
Kalangi, S.J.R. 2011. Peran Integrin Pada Angiogenesis Penyembuhan Luka.
CDK 184. 38: 177-181.
Kanzaki T, Moraski N, Shiina R, Saito Y.1998. Role of Transforming Growth
Factor – β Pathway in The Mechanisme of Wound Healing By Saponin
from Ginseng Radix Rubra. Br. J. Pharmacol ;125: 255-62
Kapten. 2013. Tindakan Antiseptik. Available from.
http://bedahminor.com/index.php/main/show_page/217#. Last Update :
29 Maret 2015.
Kaur G.J, Arora D.S, 2008. In-vitro antibacterial activity of three plants
belonging to the family Umbelliferae Int. J. Antimicrob. Agents, 31
(2008), pp. 393–395
Keller, U., Kumin, A., Braun, S., Werner, S. 2006. Reactive Oxygen Species and
Their Detoxification in Healing Skin Wounds. Journal of Investigative
Dermatology Symposium Proceedings. 11.
Kjolseth D, Frank JM, Barker JH. 2004. Comparison of the effects of commonly
used wound agents on epithelialization and neovascularization.J Am Coll
Surg. 2004;179:305-312.
Kusumawati, D. 2004. Bersahabat Dengan Hewan Coba. Yogyakarta: UGM
Press.
Kwon Y.S, Choi W.G, W.J. Kim, W.K. Kim, M.J. Kim, W.H. Kang, C.M. Kim
Antimicrobial constituents of Foeniculum vulgare Arch. Pharmacal Res.,
25 (2002), pp. 154–157
Larjava, Hannu. 2012. Oral Wound Healing: Cell Biology And Clinical
Management. Oxford: John Wiley & Sons.
Leong M, Phillips LG, 2012. Wound Healing. Sabiston Textbook of Surgery Ed.
19. Amsterdam: Elsevier Saunders; h. 984-92
Lewis, A.O. 2004. Clinical Oral Medicine. Butterworth-Heinemann Ltd. Hal 47-
51.
Lingga, Lanny. 2012. The Healing Power of Antioxidant. Jakarta: Elexmedia.
Mackay, D., Miller, A. L. 2003. Nutrutional Support for Wound Healing.
Alternative Medicine Review. 8(4): 359-77.
Mahady G.B, Pendland S.L, Stoia A, Hamill F.A, D. Fabricant, B.M. Dietz, L.R.
Chadwick In-vitro susceptibility of Helicobacter pylori to botanical
extracts used traditionally for the treatment of gastro-intestinal disorders
Phytother. Res., 19 (2005), pp. 988–999
Maheswari S. 2002. Pemanfaatan Obat Alami Potensi dan Prospek
Pengembangannya, Bogor: Program Pasca Sarjana.
Mandala V. Skripsi: Re-epitelisasi Pada Penyembuhan Luka Gingiva Tikus
Sprague dawley Setelah Aplikasi Ekstrak Buah Adas (Foeniculum vulgare
Mill.) 50% invivo. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada. 2006.
Marino. S.D, Gala F, Borbone N, F. Zollo, S. Vitalini, F. Visioli, M. Iorizzi
Phenolic glycosides from Foeniculum vulgare fruit and evaluation of
antioxidative activity Phytochemistry, 68 (2007), pp. 1805–1812
Martyarini, S.A. 2011. Efek Madu Dalam Proses Epitelisasi Luka Bakar Derajat
Dua Dangkal. Skripsi Universitas Diponegoro
Marzoeki, D. 2003. Ilmu Bedah. Luka dan Peralatan Luka Asepsis/ Antisepsis dan
Desinfektan, Luka Bakar. Airlangga University Press, Surabaya.
McKelvey, K., Xue, M., Whitmont, K., Shen, K., Cooper, A., Jacson, C. 2012.
Potential anti-inflamatory treatments for chronic wounds. Wound practice
and research. 20(2): 86-89.
Mimica-Dukic N, Kujundzic S, Sokovic M, Couladis M. 2003. Essential Oil
Composition and Antifungal Activity of Foeniculum vulgare Mill.
Obtained by Different Distilation Conditions. J. Phytother. Res ;17: 368-
71
Mohsenzadeh M. 2007. Evaluation of antibacterial activity of selected Iranian
essential oils against Staphylococcus aureus and Escherichia coli in
nutrient broth medium. Pak. J. Biol. Sci., 10 (2007), pp. 3693–3697
Moreau D, 2003. Wound care. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkin
Mustschler, E. 2001. Dinamika Obat. Terjemahan M.B Widianto dan A.S Ranti.
Penerbit ITB, Bandung.
Nanci, A. 2008. Ten Cates Oral Histology: Development, Structure, and
Function. St. Louis: Mosby Inc.
Neville BD, Damm DD, Boquot JE. 2002. Oral and Maxillofacial Pathology, 2nd
edition. Philadelphia: WB Saunders, p 56-64. Niedner R. 2010. Cytotoxicity and sensitization of povidone iodine and other
frequently used anti infective agents. Dermatology (Serial on Internet) 1997
(cited 2010 Dec 27); 195 (2) : 89–92. Available from :
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/9403263
Nijveldt R.J, Van Nood E, Van Hoorn E, Boelens PG, Van Norren K, Van
Leeuwen. 2001. Flavonoids: a review of probable mechanisms of action
and potential application. Am. J. Clin. Nutr;74: 418-25.
Ozbek H., S. Ugras S., H. Dulger H., I. Bayram I., I. Tuncer I, G. Ozturk G., A.
Ozturk A. 2003. Hepatoprotective effect of Foeniculum vulgare essential
oil Fitoterapia, 74 (2003), pp. 317–319
Pai M.B., Prashant G.M, Murlikrishna K.S.,. Shivakumar K.M,. Chandu G.N.
2010 Antifungal efficacy of Punica granatum, Acacia nilotica,
Cuminum cyminum and Foeniculum vulgare on Candida albicans: an in
vitro study Indian J. Dental Res., 21 (3) (2010), pp. 334–336
Parejo I, Viladomat F, Bastida J,.Schmeda-Hirschmann G, J. Burillo J, C. Codina
. 2004. Bioguided isolation and identification of the nonvolatile
antioxidant compounds from Fennel (Foeniculum vulgare Mill.) waste J.
Agric. Food Chem., 52 , pp. 1890–1897
Parker, F. 2001. Structured Function of Skin. In : M. Orken, H.I. Maibach, and M.V.
Dahl. Dermatologi istrukturalis. Edition. Prentice-hall International inc.
Appleton and large. Connecticut, p. 1-8.
Perdanakusuma, D.S. 2007. Anatomi Fisiologi Kulit dan Penyembuhan Luka.
[cited 2013 dec 8]. Available from http://www.fk.unair.ac.idPermatasari,
N., Prasetyaningrum, N., Genna, Y. 2013. Efek Pemberian Jus Buah
Belimbing Manis (Averrhoa carambola L) Terhadap Peningkatan
Jumlah Sel Makrofag Pada Soket Gigi Tikus (Rattus novergicus) Strain
Wistar Pasca Pencabutan. Majalah Kesehatan FKUB.
Permatasari, N., Prasetyaningrum, N., Genna, Y. 2013. Efek Pemberian Jus Buah
Belimbing Manis (Averrhoa carambola L) Terhadap Peningkatan Jumlah
Sel Makrofag Pada Soket Gigi Tikus (Rattus novergicus) Strain Wistar
Pasca Pencabutan. Majalah Kesehatan FKUB.
Pertiwi, F R. 2015. Penelitian Pendahuluan Efektifitas Ekstrak Etanol Buah Adas
(Foenicullum vulgare Mill.) Konsentrasi 25%, 50% dan 75% dalam
Meningkatkan Angiogenesis dan Reepititelialisasi pada Penyembuhan
Ulkus Traumatikus Mukosa Mulut Tikus Putih Jantan. (Unpublished)
Peter JO, Robson M.C, Heggers J.P. 2002. Comparison of silver , povidone-
iodine, and physiologic saline in the treatment of chronic prcssure
ulccrs. JAm Cm'atr Soc. 29:232-235.
Plank, M.J., Sleeman, B.D. 2004. Tumour-induced Angiogenesis : a review. J.
Theo. Med. 5: 137-153.
Prasetyono, T. O. H. 2009. General concept of wound healing. Med J Indonesia.
18: 206-14.
Price, S.A., and C.M.C Wilson.2008. Patofisiology (Terjemahan). Edisi kedua.
ECG. Jakarta.
Puspitawati R. 2003. Struktur makroskopik dan Mikroskopik Jaringan Lunak
Mulut. Jurnal Kedokteran Gigi Universitas Indonesia ;10 (edisi khusus):
462–7
Pusponegoro, A. D. 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat, R., De Jong, W, editor.
Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC. p. 66-88.
Rather, M.A, Dar, B.A, Sofi, S.N, Bhat, B.A, Qurishi, M.A. 2012. Foeniculum
vulgare: A comprehensive review of its traditional use, phytochemistry,
pharmacology, and safety. Arabian Journal of Chemistry. Available at
http://dx.doi.org/10.1016/j.arabjc.2012.04.011
Regezi, J. A., Sciubba, J. J., Jordan, R. C. K. 2008. Oral Pathologic Clinical
Pathologic Correlations, 5th edition. St. Louis: WB Saunders. p: 21-4.
Robinson, T. 2001. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi (Terjemahan K.
Padmawinata). ITB Bandung.
Ruberto G, M.T. Baratta M.T, S.G. Deans S.G, H.J.D. Dorman H.J.D. 2000.
Antioxidant and antimicrobial activity of Foeniculum vulgare and
Crithmum maritimum essential oils Planta J. Med., 66, pp. 687–693
Sahane, Rajkumari. Gokhale, Mitali. Nalawade, Priyanka. 2015. Wound Healing
Activity of Foenicullum Vulgare in Sprague Dawley Rats. World Journal
of Pharmaceutical Researched. Volume 4, Issue 3, 1802-1807.
Santoso,H.B. 2008. Ragam dan Khasiat Tanaman Obat. Cet.1.-Jakarta: Agro
Media Pustaka.Hal 71-78.
Schultz, G. S. 2007. The Physiology of Wound Bed Preparation. Dalam: Granick
MS, Gamelli RL, penyunting. Surgical Wound Healing and Management.
Switzerland: Informa Healthcare. p. 1-16.
Scully, C. Sudbo, J. Speight, P,M. 2003. Progress in determining the malignant
potential of oral lesions. Journal of Oral Pathology & Medicine 251–256
Scully, Crispian. 2008. Oral and maxillofacial medicine : the basis of diagnosis
and treatment (2nd ed.). "Chapter 14: Soreness and ulcers". Edinburgh:
Churchill Livingstone. pp. 131–139. ISBN 978-0-443-06818-8
Setiadi, Sandjaya, Sudomodan Mursico dan Carvallo. 2005. Daftar Obat
Indonesia. Grafidian Jaya. Jakarta.
Setyaningsih W. 2006. Kepadatan Fibroblast Pada Penyembuhan Luka Gingiva
Tikus Sprague dawley Setelah Aplikasi Ekstrak Buah Adas (Foeniculum
vulgare Mill.) 50% in vivo. Yogyakarta: Bagian Biologi Mulut.
Universitas Gadjah Mada.
Shahat A.A, Ibrahim A.Y, Hendawy S.F, Omer E.A, Hammouda F.M, Rahman
F.H.A , Saleh M.A. 2011. Chemical composition, antimicrobial and
antioxidant activities of essential oils from organically cultivated fennel
cultivars Molecules, J. Biochemistry, pp. 1366–1377
Singh G, Maurya S, de Lampasona M.P, Catalan C. 2006. Chemical constituents,
antifungal and antioxidative potential of Foeniculum vulgare volatile oil
and its acetone extract J. Food Control, 17, pp. 745–752
Smith J,B dan Mangkoewidjojo, S.1988. Pemeliharaan, Pembiakan Dan
Penggunaan Hewan Percobaan Di Daerah Tropis, DGHE-
IDP,Universitas Indonesia, Hal 37-39.
Sneader, Walter. 2005. Drug Discovery: A History, p 68. New York: John Wiley
& Sons.
Sonis, S.T. Facio, R.C, Fang, L. 2003.Oral Ulcerative Disease, Principles and
Practice of Oral Medicine, 2nd Ed. WB Saunders Co. 345-349
Soylu S, Yigitbas H, Soylu E.M, Kurt S. 2007. Antifungal effects of essential oils
from oregano and fennel on Sclerotinia sclerotiorum J. Appl. Microbiol.,
103, pp. 1021–1030
Sudarsono PN. Gunawan D. Wahyuono S. Donatus IA. Purnomo.
2002.Tumbuhan Obat II (Hasil Penelitian, Sifat - Sifat, dan
Penggunaan).Yogyakarta: Pusat Studi Obat Tradisional Universitas
Gadjah Mada ;85 - 9.
Suryadi, I.A., Asmarajaya, A.A.G.N., Maliawan, S. 2013. Proses Penyembuhan
dan Penanganan Luka. SMF Ilmu Penyakit Bedah FK Universitas
Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar
Telci, I. Demirtas, A. Sachin. 2009.Variation in plant properties and essential oil
composition of sweet fennel (Foeniculum vulgare Mill.) fruit during
stages of maturity Ind. J Crops Prod., 30, pp. 126–130
Tjay, T.H., Rahardja, K. (2002). Obat-obat Penting : Khasiat, Penggunaan, dan
Efek-Efek Sampingnya. Edisi VI. Jakarta: Penerbit PT. Elex Media
Komputindo. Halaman 540-541.
Tognolini. M. , Ballabeni. V, S. Bertoni.S., Bruni.R,, Impicciatore M., Barocelli
E. 2007. Protective effect of Foeniculum vulgare essential oil and anethole
in an experimental model of thrombosis J harmacol. Res., 56 pp. 254–260
Voigt, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi, diterjemahkan Noerono, S.,
edisi V. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta. Hal 551-564.
Webster, J., Scuffham, P., Sherriff, K. L., Stankiewicz, M., Chaboyer, W. P. 2012.
Negative pressure wound therapy for skin grafts and surgical wounds
healing by primary intention. J. Cochrane Database of Systematic
Reviews. 4:1-45.
Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas: Potensi dan Aplikasinya
dalam Kesehatan. Yogyakarta: Kanisius. p.153.
Lampiran 2 Gambaran histologi peningkatan neoangiogenesis dan reepitelialisasi
pada ulkus traumatikus mukosa mulut tikus putih jantan.
Angiogenesis Kelompok Kontrol
(Povidone Iodine)
Angiogenesis Kelompok Ekstak Etanol Buah
Adas (Foenicullum vulgare Mill) konsentrasi
50%
Reepitelialisasi Kelompok Kontrol
(Povidone Iodine)
Reepitelialisasi Kelompok Ekstak Etanol
Buah Adas (Foenicullum vulgare Mill)
konsentrasi 50%
Keterangan: Pada gambaran histologis (Gambar A, B,C, D) tampak peningkatan
angiogenesis dan reepitelisasi pada kelompok Perlakuan ekstrak
etanol adas (Foeniculum Vulgare) konsentrasi 50% (pengecatan
Hematoxcylin Eosin. Pengambilan gambar dengan penggunaan
mikroskop elektrik Olympus CX21 pembesaran 400x).
Lampiran 3. Data Hasil Penelitian
NO Perlakuan Data kuantitatif angiogenesis dan
repitelialisasi mukosa mulut tikus putih
Povidone Iodine Angiogenesis
(unit)
Reepitelialisasi
(μm)
1 17 2131
2 19 2056
3 18 2097
4 19 2082
5 16 1835
6 17 2163
7 15 1938
8 14 2129
9 16 2012
10 18 1892
11 15 2138
12 16 2035
13 17 1937
14 14 2160
15 18 1917
16 15 1975
Ekstrak Etanol Buah Adas
(Foenicullum vulgare Mill.)
Konsentrasi 50%
Angiogenesis
(unit)
Reepitelialisasi
(μm)
1 40 831
2 39 1042
3 40 949
4 37 1015
5 37 997
6 42 935
7 38 887
8 36 1017
9 41 894
10 39 975
11 44 938
12 38 1057
13 40 879
14 36 1174
15 38 884
16 42 1156
Lampiran 4. Hasil analisis data dengan SPSS
Descriptives
Kelompok Statistic Std. Error
Angiogenesis Kontrol Povidone
Iodine
Mean 16.5000 .40825
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 15.6298
Upper Bound 17.3702
5% Trimmed Mean 16.5000
Median 16.5000
Variance 2.667
Std. Deviation 1.63299
Minimum 14.00
Maximum 19.00
Range 5.00
Interquartile Range 3.00
Skewness .000 .564
Kurtosis -1.089 1.091
Ekstrak Adas
Foenicullum vulgare
Mill konsentrasi 50%
Mean 39.1875 .57168
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 37.9690
Upper Bound 40.4060
5% Trimmed Mean 39.0972
Median 39.0000
Variance 5.229
Std. Deviation 2.28674
Minimum 36.00
Maximum 44.00
Range 8.00
Interquartile Range 3.50
Skewness .464 .564
Kurtosis -.313 1.091
Case Processing Summary
Kelompok
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Angiogenesis Kontrol Povidone Iodine 16 100.0% 0 .0% 16 100.0%
Ekstrak Adas
Foenicullum vulgare Mill
konsentrasi 50%
16 100.0% 0 .0% 16 100.0%
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Angiogenesis Kontrol Povidone Iodine .133 16 .200* .938 16 .325
Ekstrak Adas
Foenicullum vulgare Mill
konsentrasi 50%
.136 16 .200* .957 16 .608
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differen
ce
Std.
Error
Differen
ce
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Angioge
nesis
Equal
variances
assumed
1.488 .232
-
32.29
6
30 .000
-
22.6875
0
.70249
-
24.1221
7
-
21.2528
3
Equal
variances not
assumed
-
32.29
6
27.14
1 .000
-
22.6875
0
.70249
-
24.1285
4
-
21.2464
6
Descriptives
Kelompok Statistic Std. Error
Reepitelialisasi kontrol Povidone Iodine Mean 2031.06 26.175
95% Confidence
Interval for Mean
Lower Bound 1975.27
Upper Bound 2086.85
5% Trimmed Mean 2034.62
Median 2045.50
Variance 1.096E4
Std. Deviation 104.700
Minimum 1835
Maximum 2163
Range 328
Interquartile Range 193
Skewness -.365 .564
Kurtosis -1.128 1.091
Ekstrak Buah Adas
Foenicullum vulgare
Mean 976.88 24.457
95% Confidence Lower Bound 924.75
Mill Konsentrasi 50% Interval for Mean Upper Bound 1029.00
5% Trimmed Mean 974.03
Median 962.00
Variance 9.570E3
Std. Deviation 97.826
Minimum 831
Maximum 1174
Range 343
Interquartile Range 147
Skewness .654 .564
Kurtosis -.074 1.091
Tests of Normality
Kelompok
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Reepitelialisasi kontrol Povidone Iodine .138 16 .200* .934 16 .279
Ekstrak Buah Adas
Foenicullum vulgare Mill
Konsentrasi 50%
.114 16 .200* .944 16 .400
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Case Processing Summary
Kelompok
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Reepitelialisasi kontrol Povidone Iodine 16 100.0% 0 .0% 16 100.0%
Ekstrak Buah Adas
Foenicullum vulgare Mill
Konsentrasi 50%
16 100.0% 0 .0% 16 100.0%
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differen
ce
Std.
Error
Differen
ce
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
Reepiteli
alisasi
Equal
variances
assumed
.368 .549 29.42
8 30 .000
1054.18
8 35.823 981.028
1127.34
7
Equal
variances not
assumed
29.42
8
29.86
3 .000
1054.18
8 35.823 981.014
1127.36
1
Lampiran 5. Dokumentasi Saat Penelitian
Gambar 1. Buah Adas
Foenicullum vulgare Mill.
Gambar 2. Penyaringan dengan tabung
Erlenmeyer
Gambar 3. Filtrat diuapkan dengan
vacum rotary evaporator
Gambar 4. Ekstrak Etanol Buah Adas
Foenicullum vulgare Mill.
Gambar 5. Pengolesan H2O2 30% pada
Gambar 6. Ulkus Traumatikus pada
mukosa bibir bawah
Gambar 7. Pengolesan Povidone Iodine
pada Ulkus Traumatikus
Mukosa Labial Bawah
Gambar 8. Pengolesan Ekstrak Etanol
Buah Adas (Foenicullum vulgare Mill).
konsentrasi 50%
Gambar 7. Preparat Histologis
Gambar 8. mikroskop elektrik
Olympus CX21