Pembuatan Contoh Pivotal-Bridging Dalam Interaksi Pembelajaran ...

6
SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015 1131 Pembuatan Contoh Pivotal-Bridging Dalam Interaksi Pembelajaran Matematika Edy Bambang Irawan Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang [email protected] Abstrak: Masalah utama pemberian contoh dalam kerja matematika adalah agar pebelajar dapat menginternalisasi contoh tersebut sebagai alat untuk menyelesaikan masalah. Pemberian contoh seharusnya lebih diarahkan pada pendekatan investigasi, tidak sekedar menggambarkan algoritma atau prosedur dengan hierarki yang sesuai. Ketika seorang guru menyajikan contoh, siswa cenderung memahami algoritma atau prosedur tersebut, dan tidak berpikir apa manfaat selanjutnya dari pemberian contoh. Ide yang disajikan dalam makalah ini menunjuk pada ciri pemberian contoh bagi guru matematika. Terdapat dua ciri penting dalam pemberian contoh bagi guru matematika, yaitu (1) memunculkan konflik kognitif, (2) memungkinkan siswa untuk menyelesaikan konflik kognitif . Contoh yang memiliki ciri tersebut dinamakan contoh pivotal-bridging. Pembuatan contoh pivotal-bridging dalam interaksi pembelajaran cenderung muncul tiba-tiba. Dengan demikian pemberian contoh pivotal-bridging oleh guru matematika dapat digolongkan sebagai pengetahuan tasit, karena munculnya pembuatan contoh pivotal-bridging tersebut sulit dijelaskan secara eksplisit. Kata Kunci: Contoh pivotal-bridging, Konflik kognitif I. PENDAHULUAN Penyusunan makalah ini dilandasi oleh pengalaman penulis dalam memberikan contoh pertanyaan dalam diskusi sebagai bagian proses interaksi kelas matematika program Magister Pendidikan Dasar. Terdapat dua contoh pertanyaan yang menjadi perhatian dalam diskusi. Contoh pertanyaan diangkat dari konsep pecahan dan persegi panjang. Contoh pertanyaan dari konsep pecahan terkait strategi yang digunakan dalam membandingkan dua pecahan, sedangkan contoh pertanyaan konsep persegipanjang terkait banyaknya titik sudut dalam persegipanjang. Pada umumnya peserta didik memahami strategi yang digunakan dalam membandingkan dua pecahan adalah dengan menyamakan penyebut, dan mengalami kesulitan menentukan beragam strategi lain. Pada konsep persegipanjang, peserta didik tidak mampu mengembangkan pertanyaan tentang banyaknya titik sudut dalam persegipanjang. Apabila dalam suatu ruas garis dalam suatu persegipanjang dimunculkan simbol titik, peserta didik mengalami kesulitan dalam menentukan sebagai titik sudut persegipanjang atau bukan titik sudut dari persegipanjang. Pembahasan tentang pembuatan contoh pertanyaan dalam interaksi pembelajaran matematika mempunyai kaitan dengan konflik kognitif. Terdapat sumber yang menolak dan mendukung terkait perlunya pembuatan contoh pertanyaan yang menimbulkan konflik kognitif. Beberapa penelitian menolak keefektifan konflik kognitif pada perubahan konseptual (Limon, 2001; Hewson, Beeth, & Thorley, 1998). Penelitian lain menyatakan bahwa pembelajaran yang mendasarkan pada konflik kognitif tidak selalu memunculkan perubahan konseptual (Dekkers & Thijs, 1998; Elizabeth & Galloway, 1996; Dreyfus, Jungwirth & Eliovitch, 1990). Para siswa sering menolak untuk menerima ide-ide yang memunculkan konflik langsung sebagai konsep alternatif yang dimiliki (Bergquist & Heikkinen, 1990). Walaupuan banyak penelitian yang menolak keefektifan konflik kognitif, penelitian tentang pembelajaran yang memandang pentingnya konflik kognitif mulai banyak dilakukan pada era seputar 1990. Beberapa penelitian metimpulkan bahwa konflik kognitif memiliki dampak positif pada perubahan konseptual (Lee et al., 2003; Kim, Choi, & Kwon, 2002; Stern, 2002; Kwon, 1997; Druyan, 1997; Niaz, 1995; Thorley & Treagust, 1989; Hashweh, 1986; Stavy & Berkovitz, 1980). Adanya perubahan konseptual yang lebih tinggi dari konsepsi yang tidak ilmiah menuju konsepsi ilmiah ditunjukkan oleh Kwon & Lee (1999). Dikatakan bahwa para siswa yang memiliki tingkat konflik lebih tinggi menghasilkan tingkat perubahan konseptual yang lebih tinggi dari konsepsi tidak ilmiah menuju konsepsi yang ilmiah. Pandangan yang mendukung perlunya pembuatan contoh pertanyaan yang menimbulkan konflik kognitif lebih kuat dan bisa diterima dalam konteks interaksi pembelajaran yang berorientasi PM -159

Transcript of Pembuatan Contoh Pivotal-Bridging Dalam Interaksi Pembelajaran ...

Page 1: Pembuatan Contoh Pivotal-Bridging Dalam Interaksi Pembelajaran ...

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015

1131

Pembuatan Contoh Pivotal-Bridging

Dalam Interaksi Pembelajaran Matematika

Edy Bambang Irawan

Jurusan Matematika FMIPA Universitas Negeri Malang

[email protected]

Abstrak: Masalah utama pemberian contoh dalam kerja matematika adalah agar pebelajar

dapat menginternalisasi contoh tersebut sebagai alat untuk menyelesaikan masalah.

Pemberian contoh seharusnya lebih diarahkan pada pendekatan investigasi, tidak sekedar

menggambarkan algoritma atau prosedur dengan hierarki yang sesuai. Ketika seorang

guru menyajikan contoh, siswa cenderung memahami algoritma atau prosedur tersebut,

dan tidak berpikir apa manfaat selanjutnya dari pemberian contoh. Ide yang disajikan

dalam makalah ini menunjuk pada ciri pemberian contoh bagi guru matematika. Terdapat

dua ciri penting dalam pemberian contoh bagi guru matematika, yaitu (1) memunculkan

konflik kognitif, (2) memungkinkan siswa untuk menyelesaikan konflik kognitif . Contoh

yang memiliki ciri tersebut dinamakan contoh pivotal-bridging. Pembuatan contoh

pivotal-bridging dalam interaksi pembelajaran cenderung muncul tiba-tiba. Dengan

demikian pemberian contoh pivotal-bridging oleh guru matematika dapat digolongkan

sebagai pengetahuan tasit, karena munculnya pembuatan contoh pivotal-bridging tersebut

sulit dijelaskan secara eksplisit.

Kata Kunci: Contoh pivotal-bridging, Konflik kognitif

I. PENDAHULUAN

Penyusunan makalah ini dilandasi oleh pengalaman penulis dalam memberikan contoh pertanyaan

dalam diskusi sebagai bagian proses interaksi kelas matematika program Magister Pendidikan Dasar.

Terdapat dua contoh pertanyaan yang menjadi perhatian dalam diskusi. Contoh pertanyaan diangkat dari

konsep pecahan dan persegi panjang. Contoh pertanyaan dari konsep pecahan terkait strategi yang

digunakan dalam membandingkan dua pecahan, sedangkan contoh pertanyaan konsep persegipanjang

terkait banyaknya titik sudut dalam persegipanjang.

Pada umumnya peserta didik memahami strategi yang digunakan dalam membandingkan dua

pecahan adalah dengan menyamakan penyebut, dan mengalami kesulitan menentukan beragam strategi

lain. Pada konsep persegipanjang, peserta didik tidak mampu mengembangkan pertanyaan tentang

banyaknya titik sudut dalam persegipanjang. Apabila dalam suatu ruas garis dalam suatu persegipanjang

dimunculkan simbol titik, peserta didik mengalami kesulitan dalam menentukan sebagai titik sudut

persegipanjang atau bukan titik sudut dari persegipanjang.

Pembahasan tentang pembuatan contoh pertanyaan dalam interaksi pembelajaran matematika

mempunyai kaitan dengan konflik kognitif. Terdapat sumber yang menolak dan mendukung terkait

perlunya pembuatan contoh pertanyaan yang menimbulkan konflik kognitif. Beberapa penelitian

menolak keefektifan konflik kognitif pada perubahan konseptual (Limon, 2001; Hewson, Beeth, &

Thorley, 1998). Penelitian lain menyatakan bahwa pembelajaran yang mendasarkan pada konflik

kognitif tidak selalu memunculkan perubahan konseptual (Dekkers & Thijs, 1998; Elizabeth &

Galloway, 1996; Dreyfus, Jungwirth & Eliovitch, 1990). Para siswa sering menolak untuk menerima ide-ide

yang memunculkan konflik langsung sebagai konsep alternatif yang dimiliki (Bergquist & Heikkinen,

1990).

Walaupuan banyak penelitian yang menolak keefektifan konflik kognitif, penelitian tentang

pembelajaran yang memandang pentingnya konflik kognitif mulai banyak dilakukan pada era seputar 1990.

Beberapa penelitian metimpulkan bahwa konflik kognitif memiliki dampak positif pada perubahan

konseptual (Lee et al., 2003; Kim, Choi, & Kwon, 2002; Stern, 2002; Kwon, 1997; Druyan, 1997; Niaz,

1995; Thorley & Treagust, 1989; Hashweh, 1986; Stavy & Berkovitz, 1980). Adanya perubahan

konseptual yang lebih tinggi dari konsepsi yang tidak ilmiah menuju konsepsi ilmiah ditunjukkan oleh

Kwon & Lee (1999). Dikatakan bahwa para siswa yang memiliki tingkat konflik lebih tinggi

menghasilkan tingkat perubahan konseptual yang lebih tinggi dari konsepsi tidak ilmiah menuju konsepsi

yang ilmiah. Pandangan yang mendukung perlunya pembuatan contoh pertanyaan yang menimbulkan

konflik kognitif lebih kuat dan bisa diterima dalam konteks interaksi pembelajaran yang berorientasi

PM -159

Page 2: Pembuatan Contoh Pivotal-Bridging Dalam Interaksi Pembelajaran ...

ISBN. 978-602-73403-0-5

1132

pada perubahan konseptual. Istilah perubahan konseptual digunakan untuk mengkarakterisasi jenis

belajar yang diperlukan ketika informasi baru diperoleh dalam bentuk konflik (Vosniadou &

Verschafel, 2004)

II. KAJIAN TEORI

Dalam disiplin ilmu bidang matematika, istilah “contoh” dalam matematika dapat diwujudkan

dalam berbagai bentuk. Ilustrasi sederhana tentang contoh dalam matematika adalah contoh

penyelesaian suatu soal matematika (Leindhardt 2001). Berkaitan dengan istilah contoh, terdapat tiga

istilah yang dikenal, yaitu: contoh generik, contoh penyangkal, dan bukan contoh (Bills,

Dreyfus,Tsamir,Watson,Zaslavsky, 2006). Contoh generik merupakan contoh dari suatu konsep atau

prosedur. Penafsiran terhadap istilah contoh sering menunjuk pada contoh generik. Contoh penyangkal

perlu menunjukkan pernyataan penyangkal, dalam hal ini dapat berupa pernyataan penyangkal terhadap

konsep atau prosedur. Bukan contoh menyediakan batasan yang jelas antara suatu konsep dan bukan

konsep, serta dapat digunakan untuk menunjukkan kegagalan dalam mendapatkan hasil dari prosedur

yang diharapkan.

Ide-ide matematika seringkali bisa berkembang melalui pembuatan contoh. Para

matematikawan tidak meragukan lagi pentingnya contoh dalam memahami ide-ide matematika, serta

dalam menyelesaikan masalah matematika. Setiap orang yang belajar matematika apabila menghadapi

pernyataan yang tidak jelas akan mencari contoh melalui pengalaman yang dimiliki untuk memahami

pernyataan tersebut (Courant 1981). Siswa dapat memahami suatu konsep matematika melalui contoh

yang diberikan guru tanpa mengalami konflik kognitif. Dalam proses belajar matematika, pemberian

contoh bagi guru tidak sekedar digunakan untuk mengetahui konsep atau prosedur matematika, tetapi

perlu memunculkan konflik kognitif. Gagasan memunculkan konflik kognitif dalam proses belajar

merupakan strategi pedagogik penting untuk memperbaiki kekeliruan siswa dalam memahami suatu

konsep (Ernest 1996).

Contoh masalah matematika yang dibuat guru yang dapat menimbulkan konflik kognitif dan

mengarah pada perubahan konseptual dinamakan contoh pivotal ( Tiros and Tsamir, 2004 ; Vosniadou &

Verschafel, 2004). Namun demikian, pembuatan contoh yang dapat menimbulkan konflik kognitif belum

tentu dapat membantu siswa melakukan resolusi konflik. Pembuatan contoh yang dapat menimbulkan

konflik kognitif dan dapat membantu siswa melakukan resolusi konflik dinamakan contoh pivotal-

bridging (Zazkis & Chernoff. 2008).

III. DISKUSI DAN PEMBAHASAN

Dalam kerja matematika, pemberian contoh bertujuan agar siswa dapat menginternalisasi contoh

sebagai alat untuk menyelesaikan masalah. Pemberian contoh seharusnya lebih diarahkan pada

pendekatan investigasi, tidak sekedar menggambarkan algoritma atau prosedur dengan hierarki yang

sesuai (Rissland 1991). Ketika guru menyajikan contoh kepada siswa, respon siswa cenderung

memahami contoh tersebut sebagai algoritma atau prosedur, dan tidak berpikir apa manfaat selanjutnya

dari pemberian contoh tersebut (Mason dan Pimm 1984).

Manfaat lain dalam pemberian contoh adalah adanya perubahan konseptual dalam pikiran siswa.

Beragam contoh yang diberikan kepada siswa dalam belajar matematika dapat membantu siswa

menyelesaikan berbagai pendekatan dalam menyelesaikan masalah. Contoh penyangkal berperan

membantu siswa dalam membangun persepsi dan belief dari konsep yang dipelajari. Contoh penyangkal

telah diakui memberikan peran penting dalam memunculkan konflik kognitif (Klymchuk 2001; Peled

dan Zaslavsky 1997). Namun demikian, belum cukup bagi guru memberikan contoh yang memunculkan

konflik kognitif, namun perlu mencari contoh strategis yang tidak sekedear memunculkan konflik,

namun memungkinkan siswa untuk menyelesaikan konflik kognitif tersebut. Contoh penyangkal yang

memunculkan konflik kognitif dinamakan contoh pivotal (Zaskis dan Chernoff (2008)

Para matematikawan yang mendukung pentingnya contoh dalam memahami ide-ide matematka dan

manfaat dalam menyelesaikan masalah antara lain Polya, Hilbert, Halmos, Davis, Feynman (Bills

Dreyfus,Tsamir,Watson, Zaslavsky, 2006). Ketika matematikawan menghadapi pernyataan yang tidak

segera diketahui kejelasannya, maka secara alamiah mereka akan mencari contoh secara teliti melalui

pengalaman yang dimiliki (Courant 1981). Ketika dugaan terhadap kejelasan pernyataan melalui

contoh yang dicari mulai muncul, biasanya langsung mencari contoh penyangkal untuk menunjukkan

bahwa dugaannya adalah benar (Davis & Hersh 1981).

Upaya meningkatkan kemampuan tasit guru muda matematika dapat dilakukan melalui beratih

mengembangkan kemampuan mengidentifikasi konsep. Kemampuan mengidentifikasi konsep yang

Page 3: Pembuatan Contoh Pivotal-Bridging Dalam Interaksi Pembelajaran ...

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015

1133

dimaksudkan dihubungkan dengan dua hal, yaitu menyusun karakteristik konsep dan kemampuan

memberikan contoh dan contoh penyangkal (counterexampels). Menyusun karakteristik konsep berarti

melakukan analisis sifat-sifat terhadap konsep. Proses mengenal pola merupakan unsur penting dalam

belajar matematika (Burger & Murser, 1991, h. 11).

Kemampuan guru dalam mengidentifikasi konsep akan mendukung kelancaran proses

pembelajaran, khususnya dalam membantu anak memahami konsep. Dalam proses pembelajaran, siswa

akan memahami konsep dengan baik bila konsep tersebut disajikan secara bermakna. Hal tersebut

mendukung prinsip self-reflexivity dari Stilerr. Prinsip self-reflexivity dari Stiler (1995, dalam Voight,

1996) berpandangan bahwa model belajar matematika perlu dibangun dengan menghubungkan antar

makna matematika dengan konteks yang dihadapi pebelajar.

Kemampuan memberikan contoh dan contoh penyangkal terhadap suatu konsep penting dimiliki

oleh seorang guru, untuk membantu siswa agar siswa memahami secara mendalam dari konsep yang

dipelajari. Kebiasaan guru dalam menyusun contoh dan contoh penyangkal dapat menciptakan aktivitas

matematika di kelas. Booler (Lester, 2007) memandang bahwa pemberian contoh dan contoh penyangkal

sebagai aktivitas di kelas dapat memberi inspirasi dalam melakukan reformasi pembelajaran. Menurut

Booler, belajar matematika di kelas secara aktif tidak sekedar hanya memiliki pengetahuan prosedural,

tetapi akan mampu mengembangkan conceptual understanding.

Peled & Zaslavsky (1997) membedakan 3 tipe contoh, yaitu spesifik, semi umum dan contoh

penyangkal umum. Apabila guru memberikan sebuah contoh persegipanjang memiliki panjang diagonal

sama panjang, contoh tersebut merupakan contoh spesifik. Apabila guru memberikan beragam contoh

persegipanjang dengan ukuran yang berbeda dapat memiliki diagonal sama, contoh tersebut merupakan

semi umum. Contoh umum dapat digunakan dasar untuk menunjukkan dugaan yang keliru terhadap

contoh spesifik tertentu. Dugaan bahwa dua persegipanjang yang diagonalnya sama maka kedua

persegipanjang tersebut kongruen adalah tidak benar. Selanjutnya guru dapat memberikan ilustrasi

dengan memberikan gambar berikut.

Pada gambar tersebut, dua persegipanjang yang titik-titik sudutnya terletak pada lingkaran mempunyai

panjang diagonal sama. Mason dan Pimm (1994) menggunakan istilah kasus di atas dengan contoh

generik. Contoh generik dapat digunakan untuk menunjukkan suatu kasus umum dapat diterima oleh

siswa melalui ilustrasi spesifik.

Ciri penting dalam membuat contoh adalah kejelasan (transparency), sehingga contoh tersebut

dapat memberi kesempatan siswa memahami dalam berbagai konteks. Zaslavsky & Lavie (2005)

menjelaskan ciri kejelasan dengan memberikan contoh dari fungsi kuadrat dalam 3 bentuk berikut:

y = (x+1)(x-3) y = (x-1)2 – 4 y = x

2 -2x -3

Contoh tersebut merupakan tiga representasi dari fungsi yang sama. Para siswa dapat melihat bahwa

contoh fungsi kuadrat tidak selalu memiliki bentuk kuadrat pada variabel yang ditunjukkan pada contoh

persamaan fungsi yang diberikan.

Pembuatan contoh oleh guru dalam pembelajaran perlu memperhatikan pentingnya konflik kognitif. Zaskis & Chernoff (2008) menggunakan istilah contoh pivotal sebagai contoh yang dibuat guru sehingga dapat memunculkan konflik kognitif bagi siswa. Ernest (1996) berpandangan bahwa pentingnya memunculkan konflik kognitif merupakan strategi penting dalam memperbaiki miskonsepsi siswa. Melalui konflik kognitif, siswa akan mempermasalahkan pemikirannya sendiri sehingga dapat memberi baru dari yang dipahami sebelumnya. Selain Ernest, yang menyampaikan gagasan tentang pentingnya konflik kognitif adalah Tall (1997), Tirosh dan Greber (1990), Tsamir dan Tirosh (1999) dan Watson (2002).

Page 4: Pembuatan Contoh Pivotal-Bridging Dalam Interaksi Pembelajaran ...

ISBN. 978-602-73403-0-5

1134

Zaskis dan Chernoff (2008) memberikan pengalaman guru pemberian contoh pivotal dalam bentuk episode interaksi pembelajaran. Apabila merujuk pada Mason (2006), episode interaksi pembelajaran tersebut dipandang sebagai metode pengamatan dari suatu studi kasus. Zaskis dan Chernoff (2008) memberikan pengalaman pembuatan contoh pivotal-bridging dalam bentuk episode interaksi pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan kepekaan dan kesadaran siswa terhadap yang sudah dipelajari. Pengalaman tersebut dipandang sebagai bentuk studi kasus , dan hasilnya tidak untuk digeneralisasi. Berikut ini , penulis memberikan ilustrasi berdasarkan pengalaman mengajar tentang pemberian contoh pivotal-bridging dalam dua episode interaksi pembelajaran antara penulis sebagai pembina matakuliah (G) dan mahasiswa (S). Episode pertama mengangkat masalah tentang membandingkan dua pecahan, masalah kedua mengangkat masalah tentang banyaknya titik sudut dalam persegi panjang. Episode 1: Masalah membandingkan dua pecahan [1] G: Strategi apa saja yang bisa digunakan untuk mengetahui bilangan yang lebih besar daridua pecahan berikut: 4/9 dan 5/7? S1: Menyamakan penyebut. [2] G : Baik, apa strategi yang lain ? S2: Dengan perkalian silang. [3] G : Baik, apa strategi yang lain lagi ? Semua siswa di kelas diam sejenak , sehingga guru membuat pertanyaan berikut: [4] G : Mungkinkah menggunakan strategi menyamakan pembilang ? S3: Mungkin pak. [5] G : Bagimana caranya ? S3: Apabila pembilangnya sama, pecahan yang lebih besar adalah pecahan yang memiliki penyebut lebih kecil. [6] G: Ya…., apa stretagi yang lain lagi? S4: Dengan batuan gambar [7] G: Bagus…., masih ada strategi yang lain lagi, apa ada yang tahu ? Semua siswa di kelas diam lama, sehingga guru membuat pertanyaan berikut: [8] G: Pada garis bilangan, dimana posisi kedua pecahan tersebut terhadap pecahan 1/2 ? Dalam interaksi pembelajaran di atas, setelah guru memberikan pertanyaan [3], semua mahasiswa (S) di kelas diam sejenak. Dalam situasi tersebut tampak para siswa mengalami stuck , situasi ini dapat dikatakan para siswa mengalami konflik kognitif, dan mahasiswa tidak dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi. Selanjutnya pembina matakuliah memunculkan pertanyaan [4]. Hal serupa terjadi ketika guru memunculkan pertanyaan [7] , tampak para siswa mengalami stuck kembali . Pada pertanyaan [8], guru G memberikan pertanyaan dengan meminta siswa untuk mengamati posisi dua pecahan 4/9 dan 5/7 terhadap pecahan 1/2 pada garis bilangan. Selanjutnya para siswa menyadari bahwa pada garis bilangan, posisi pecahan 4/9 terletak di kiri dari pecahan 5/7. Contoh pertanyaan yang ditunjukkan pada interaksi diatas merupakan contoh pivotal-bridging, sedangkan contoh yang menimbulkan stuck sehingga mahasiswa tidak dapat menyelesaikan masalah dinamakan contoh pivotal.

Episode 2: Masalah banyaknya titik sudut dalam persegipanjang

[1] G: Perhatikan gambar persegipanjang ABCD

berikut.

A B

C D

Page 5: Pembuatan Contoh Pivotal-Bridging Dalam Interaksi Pembelajaran ...

SEMINAR NASIONAL MATEMATIKA DAN PENDIDIKAN MATEMATIKA UNY 2015

1135

Ada berapa titik sudut ?

S1 : empat

[2] G : Baik, selanjutnya perhatikan gambar

persegipanjang berikut

Ada berapa titik sudut pada

persegipanjang di atas?

S2 : lima

[3] G : Baik, memperhatikan gambar tersebut,

apakah dapat dikatakan bahwa

persegipanjang memiliki lima titik

sudut ?

S3 : Tidak

[4] G : Mengapa ?

Selanjutnya, semua siswa di kelas diam lama, tidak ada siswa yang merespon pertanyaan

terakhir guru. Pada pertanyaan [4] terjadi stuck , dapat diprediksi bahwa siswa mengalami konflik

kognitif, dan tidak dapat memberikan argumentasi terhadap jawab pertanyaan tersebut. Pemahaman

yang dimiki selama ini adalah persegipanjang memiliki 4 titik sudut, pada kasus di atas, gambar

persegipanjang menunjukkan adanya 5 titik sudut, dengan salah satu sudutnya 1800

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

Dua episode interaksi pembelajaran antara guru dan siswa pada pengalaman di atas

memberi gambaran tentang pembuatan contoh pertanyaan pivotal-bridging yang dibuat

guru. Pemberian

contoh pivotal-bridging memiliki manfaat terhadap adanya perubahan konseptual pada

diri siswa. Munculnya pemberian contoh pivotal-bridging yang dibuat guru sulit untuk

direncanakan sebelumnya, sehingga pertanyaan pivotal-bridging cenderung muncul

secara tiba-tiba. Dapat dikatakan bahwa pemberian contoh pivotal-bridging oleh guru

matematika dapat digolongkan sebagai pengetahuan tasit, karena munculnya pembuatan

contoh pivotal tersebut sulit dijelaskan secara eksplisit. DAFTAR PUSTAKA :

[1] Bills, Dreyfus, Mason, Tsamir, Watson, Zalavsky. 2006. Exemplification in mathematics education. In J. Novotna, H.

Moraova, M.Kratka.&Stehlikova (Eds). Procedeedings of the 30th conference of the international group for the psychology of mathematics education, v.1. Prague, Czech Republic.

[2] Burger, W.F. & Murser, G.L. 2006. Mathematics for elementary teachers. Contemporary Approach. USA: Macmillan

[3] Courant, R. 1981. Reminiscences from Hilbert’s Gottingen. Mathematical Intelligencer. [4.] Davis & Hersh ( 1981 ). The Mathematical Experience. Brighton UK: Harvester

[5] Ernest, P. 1996. Varieties of constructivism: A framework for comparison. In L. P. Steffe, P. Nesher, P. Cobb, G. A.

Goldin, & B. Greer (Eds.), Theories of mathematical learning. Mahwah, NJ: Lawrence Erlbaum [6] Evans & Smith .2000. ‘The dynamics of power and knowledge during a corporate acquisition’. British Academy of Management

2000 Conference Proceedings.

[7] Klymchuk, S. (2001). Counter examples and conflicts as a remedy to eliminate misconceptions and mistakes. A case study. In M. van den Heuvel-Panhuizen (Ed.), Proceedings of the 25th international conference for the

psychology in mathematics education, v. 1, (p. 326). Utrecht, The Netherlands.

[8] Leindhardt .2001. Instructional explanation: A commonplace for teaching and location for contrast, In V. Richardson (Ed), Handbook of Research on Teaching (4th edition. Washington DC, USA: American Education Research Association.

A B

C D E •

Page 6: Pembuatan Contoh Pivotal-Bridging Dalam Interaksi Pembelajaran ...

ISBN. 978-602-73403-0-5

1136

[9] Mason & Pimm .1984. Generic examples: Seeing the general in the particular. Educational Studies in Mathematics.

[10] Peled, I., & Awawdy-Shahbari, J. (2003). Improving decimal number conception by transfer from fractions to decimals. Proceedings of

the 27th International Conference for the Psychology of Mathematics Education (Vol. 4, pp. 1-6). Honolulu, USA: PME

[11] Peled, I., & Zaslavsky, O. (1997). Counter-examples that (only) prove and counter-examples that (also) explain. FOCUS on Learning Problems in Mathematics..

[12] Rissland, E. 1991. Example - based reasoning. In J. F. Voss, D. N. Parkins, & J. W. Segal (Eds.), Informal reasoning in education (pp.

187-208). Hillsdale, NJ, USA: Lawrence Erlbaum Associates.

[13] Socket H. 2008. The moral and epistemic purposes of teacher education. In Cochran M-Smith etc. Handbook of Research on Teacher Education. Enduring Question in Changing Contexts. 3th Eds. Routledge.

[14] Tall, D. (1977). Cognitive conflict and the learning of mathematics. Paper presented at the first conference of the international

group for the psychology of mathematics education. Utrecht, Netherlands. retrieved on [date] from www.warwick.ac.uk/staff/David.Tall/ pdfs/dot1977a-cog-confl-pme.pdf.

[15] Tirosh, D., & Graeber, A. O. (1990). Evoking cognitive conflict to explore preservice teachers’ thinking about division.

Journal for Research in Mathematics Education. [16] Tsamir, P., & Tirosh, D. (1999). Consistency and representations: The case of actual infinity. Journal for Research in

Mathematics Education.

[17] Voight, J. (1996). Negotiation of mathe-matical meaning in classroom processes: social interaction and learning mathematics. Theories of Mathematical Learning. New-Jersey:LEA

[18] Watson, J. M. (2002). Inferential reasoning and the influence of cognitive conflict. Educational Studies in Mathematics.

[19] Zaslavsky, O. (1997). Conceptual obstacles in the learning of quadratic functions. FOCUS on Learning Problems in Mathematics, 19(1), 20-4

[20] Zazkis & Chernoff. 2008. What makes a counterexamples exemplary. Education Study Mathematics.