Pemulihan Tanaman Pasca Erupsi Baru
-
Upload
agustin-poncowati -
Category
Documents
-
view
343 -
download
8
Transcript of Pemulihan Tanaman Pasca Erupsi Baru
-
DAFTAR ISI
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ........................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................................... 1
B. Perumusan Masalah ........................................................................................... 2
C. Batasan Masalah................................................................................................. 2
D. Tujuan Penulisan ................................................................................................ 2
E. Manfaat Penulisan .............................................................................................. 2
BAB II ........................................................................................................................... 3
PEMULIHAN TANAMAN DAN LINGKUNGAN PASCA ERUPSI GUNUNG
MERAPI ........................................................................................................................ 3
A. Kondisi Geografis Gunung Merapi .................................................................... 3
B. Erupsi Gunung Merapi ....................................................................................... 5
C. Dampak Erupsi Gunung Merapi pada Tanaman dan Lingkungan ..................... 7
D. Pemulihan Tanaman dan Lingkungan Pasca Erupsi Gunung Merapi .............. 10
BAB III ....................................................................................................................... 14
PENUTUP ................................................................................................................... 14
A. Kesimpulan ...................................................................................................... 14
B. Saran ................................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 15
-
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perubahan keadaan di alam merupakan serangkaian dari rentetan
proses perubahan yang tidak ada akhirnya. Kerusakan di alam adalah hal yang
sangat wajar terjadi. Hal tersebut bisa terjadi karena aktivitas manusia, ada
pula yang terjadi secara alami. Hal ini pula yang terjadi pada ekosistem di
sekitar wilayah gunung Merapi, sebelah utara kota Yogyakarta, Provinsi
Daerah IstimewaYogyakarta. Kerusakan kawasan ini tentunya disertai dengan
kepunahan ekosistem yang berada di dalamnya, terutama vegetasi yang
menjadi sumber kehidupan.
Erupsi Gunung Merapi telah berdampak luar biasa. Awan panas, hujan
abu, dan hujan kerikil mengakibatkan 356.816 penduduk mengungsi dan 270
lainnya tewas1. Sedangan ekosistem di sekitar gunung merapi mengalami
kerusakan yang sangat parah. Bahkan letusan gunung Merapi yang terjadi
pada 26 Oktober 2010 telah menyebabkan alam di sekitar gunung tersebut
tertutup pasir yang sangat tebal. Tanaman-tanaman mati, dan semua yang
dilewati lava pijar panas dari gunung tersebut terbakar.
Hal ini kemudian menyebabkan pertanyaan, apakah lingkungan di
sekitar Gunung Merapi yang telah mati tersebut dapat kembali seperti semula?
Lalu bagaimanakah proses lingkungan tersebut dapat kembali seperti semula?
Makalah ini akan menjelaskan jawaban dari pertanyaan tersebut.
1Mudrajat Kuncoro Pemulihan pasca erupsi Merapi,
http://cetak.kompas.com/read/2010/12/01/02483657/pemulihan.pascaerupsi.merapi (19 Februari 2014)
-
2
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka yang menjadi permasalahan dan
diungkapkan dalam makalah ini adalah :
a. Apakah ekosistem yang telah mati dapat hidup kembali?
b. Bagaimanakah proses yang terjadi di dalam memulihkan ekosistem pasca
erupsi Merapi?
C. Batasan Masalah
Agar masalah yang dikemukakan terarah pada sasaran maka perlu
dibatasi, yaitu berkaitan dengan kerusakan pasca erupsi Gunung Merapi dan
pemulihan ekosistem pasca erupsi.
D. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
a. Menjelaskan mengenai pemulihan ekosistem yang mati menjadi hidup
kembali
b. Menjelaskan mengenai proses yang terjadi di dalam pemulihan ekosistem
pasca erupsi Gunung Merapi.
E. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang ingin dicapai dalam penulisan ini adalah sebagai
berikut:
a. Menambah pengetahuan mengenai erupsi Gunung Merapi dan proses
pemulihan ekosistem pasca erupsi Gunung Merapi.
-
3
BAB II
PEMULIHAN TANAMAN DAN LINGKUNGAN PASCA ERUPSI GUNUNG
MERAPI
A. Kondisi Geografis Gunung Merapi
Gunung Merapi merupakan salah satugunung berapi aktif di Indonesia. Gunung
ini memiliki ketinggian 2.965 m danberlokasi 28 km sebelah utara kota Yogyakarta,
Provinsi Daerah IstimewaYogyakarta.2Gunung Merapi sendiri merupakan satu-
satunya gunung aktif diantara jajaran gunung di pulau Jawa. Letaknya di tengah
pulau, sebagian berada dalam wilayah administrative Propinsi DI Yogyakarta dan
sebagian lagi masuk wilayah Propinsi Jawa Tengah.3
Secara fisik Gunung Merapi mempunyai batas sebagai berikut:
1. Bagian utara dilingkupi oleh pegunungan yang merupakan pertemuan antara
Gunung Merbabu dan Gunung Merapi sendiri. Batas alam ini dibentuk dari
hulu sungai pepe di wilayah timur dan hulu sungai Pabelan di wilayah barat.
Secara adminitratif masuk dalam Kabupaten Boyolali, Propinsi Jawa Tengah.
2. Kaki gunung bagian timur dan selatan merupakan wilayah yang datar dan
merupakan persawahan dengan kesuburan tanah yang tinggi. Bagian timur ini
membentang sampai bertemu dengan sungai Bengawan Solo dan bagian
selatan bertemu dengan hulu sungai Dengkeng.
3. Hulu Sungai Progo menjadikan batas alam gunung di bagian barat.
2Irkhas Aliyah, Paper Irkhas Aliyah Pasca Erupsi Merapi, https://www.facebook.com/notes/irkhas-
aliyah/paper-irkhas-aliyah-pasca-erupsi-merapi/581300095259724 (23 Februari 2014)
3Letak Geografis http://www.tngunungmerapi.org/kondisi-umum/kondisi-fisik/ (23 Februari 2014)
-
4
Gambar 1. Letak Gunung Merapi dalam peta
Secara klimatologis, keberadaan Gunung Merapi masuk wilayah iklim muson
tropis, yang dicirikan hujan dengan intensitas yang tinggi pada musim hujan
(November-April) yang kemudian berganti dengan bulan-bulan kering (April-
Oktober). Hujan tahunannya berkisar antara 2500-3000 mm. Variasi hujan di
sepanjang lereng Gunung Merapi dipengaruhi oleh hujan orografis. Seperti juga
wilayah muson tropis lainnya, variasi suhu dan kelembaban udara pada dasarnya
tidaklah menyolok. Suhu berkisar antara 20-33 C dan kelembaban udara bervariasi
antara 80% 99%.
Kawasan ini berjenis tanah Regosol dan mendominasi kawasan gunung Merapi.
Dengan masih aktifnya gunung Merapi menjadikan material vulkanis merupakan
bahan induk tanah di kawasan ini. Dengan demikian tanahnya merupakan tanah muda
karena belum mengalami perkembangan profil. Tanah di kawasan ini dicirikan oleh
warna kelabu sampai kehitaman dengan tekstur pasiran. Struktur tanah belum
terbentuk sehingga masih merupakan struktur granuler. Dengan struktur ini maka
-
5
kemampuan untuk menyerap air cukup tinggi, namun kandungan bahan organiknya
relatif rendah. Kemasaman tanah pada umumnya netral.
B. Erupsi Gunung Merapi
Erupsi Gunung Merapi di abad ini terjadi 2 kali, yaitu pada tahun 2006 dan tahun
2010. Di bulan April dan Mei 2006, mulai muncul tanda-tanda bahwa Merapi akan
meletus kembali, ditandai dengan gempa-gempa dan deformasi. Pemerintah
daerah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta sudah mempersiapkan upaya-upaya
evakuasi. Instruksi juga sudah dikeluarkan oleh kedua pemda tersebut agar penduduk
yang tinggal di dekat Merapi segera mengungsi ke tempat-tempat yang telah
disediakan.
Pada tanggal 15 Mei 2006 akhirnya Merapi meletus. Lalu pada 4 Juni, dilaporkan
bahwa aktivitas Gunung Merapi telah melampaui status awas. Kepala BPPTK Daerah
Istimewa Yogyakarta, Ratdomo Purbo menjelaskan bahwa sekitar 2-4 Juni volume
lava di kubah Merapi sudah mencapai 4 juta meter kubik - artinya lava telah
memenuhi seluruh kapasitas kubah Merapi sehingga tambahan semburan lava terbaru
akan langsung keluar dari kubah Merapi
1 Juni, Hujan abu vulkanik dari luncuran awan panas Gunung Merapi yang lebat,
tiga hari belakangan ini terjadi di Kota Magelang dan Kabupaten Magelang, Jawa
Tengah. Muntilan sekitar 14 kilometer dari Puncak Merapi, paling merasakan hujan
abu ini.
8 Juni, Gunung Merapi pada pukul 09:03 WIB meletus dengan semburan awan
panas yang membuat ribuan warga di wilayah lereng Gunung Merapi panik dan
berusaha melarikan diri ke tempat aman. Pada hari ini tercatat dua letusan Merapi,
letusan kedua terjadi sekitar pukul 09:40 WIB. Semburan awan panas sejauh 5 km
lebih mengarah ke hulu Kali Gendol (lereng selatan) dan menghanguskan sebagian
kawasan hutan di utara Kaliadem di wilayah Kabupaten Sleman.
-
6
Peningkatan status dari "normal aktif" menjadi "waspada" pada tanggal 20
September 2010 direkomendasi oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan
Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta. Setelah sekitar satu bulan, pada
tanggal 21 Oktober status berubah menjadi "siaga" sejak pukul 18.00 WIB. Pada
tingkat ini kegiatan pengungsian sudah harus dipersiapkan. Karena aktivitas yang
semakin meningkat, ditunjukkan dengan tingginya frekuensi gempa multifase dan
gempa vulkanik, sejak pukul 06.00 WIB tangggal 25 Oktober BPPTK Yogyakarta
merekomendasi peningkatan status Gunung Merapi menjadi "awas" dan semua
penghuni wilayah dalam radius 10 km dari puncak harus dievakuasi dan diungsikan
ke wilayah aman.
Erupsi pertama terjadi sekitar pukul 17.02 WIB tanggal 26 Oktober. Sedikitnya
terjadi hingga tiga kali letusan. Letusan menyemburkan material vulkanik setinggi
kurang lebih 1,5 km dan disertai keluarnya awan panas yang menerjang Kaliadem,
Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman. dan menelan korban 43 orang,
ditambah seorang bayi dari Magelang yang tewas karena gangguan pernapasan.
Sejak saat itu mulai terjadi muntahan awan panas secara tidak teratur. Mulai 28
Oktober, Gunung Merapi memuntahkan lava pijar yang muncul hampir bersamaan
dengan keluarnya awan panas pada pukul 19.54 WIB. Selanjutnya mulai teramati titik
api diam di puncak pada tanggal 1 November, menandai fase baru bahwa magma
telah mencapai lubang kawah.
Namun demikian, berbeda dari karakter Merapi biasanya, bukannya terjadi
pembentukan kubah lava baru, malah yang terjadi adalah peningkatan aktivitas
semburan lava dan awan panas sejak 3 November. Erupsi eksplosif berupa letusan
besar diawali pada pagi hari Kamis, 4 November 2010, menghasilkan kolom awan
setinggi 4 km dan semburan awan panas ke berbagai arah di kaki Merapi.
Selanjutnya, sejak sekitar pukul tiga siang hari terjadi letusan yang tidak henti-
hentinya hingga malam hari dan mencapai puncaknya pada dini hari Jumat 5
November 2010. Menjelang tengah malam, radius bahaya untuk semua tempat
diperbesar menjadi 20 km dari puncak. Rangkaian letusan ini serta suara gemuruh
-
7
terdengar hingga Kota Yogyakarta (jarak sekitar 27 km dari puncak), Kota Magelang,
dan pusat Kabupaten Wonosobo (jarak 50 km). Hujan kerikil dan pasir mencapai
Kota Yogyakarta bagian utara, sedangkan hujan abu vulkanik pekat melanda hingga
Purwokerto dan Cilacap. Pada siang harinya, debu vulkanik diketahui telah
mencapai Tasikmalaya, Bandung, dan Bogor.
Bahaya sekunder berupa aliran lahar dingin juga mengancam kawasan lebih
rendah setelah pada tanggal 4 November terjadi hujan deras di sekitar puncak Merapi.
Pada tanggal 5 November Kali Code di kawasan Kota Yogyakarta dinyatakan
berstatus "awas" (red alert).
Letusan kuat 5 November diikuti oleh aktivitas tinggi selama sekitar seminggu,
sebelum kemudian terjadi sedikit penurunan aktivitas, namun status keamanan tetap
"Awas". Pada tanggal 15 November 2010 batas radius bahaya untuk Kabupaten
Magelang dikurangi menjadi 15 km dan untuk dua kabupaten Jawa Tengah lainnya
menjadi 10 km. Hanya bagi Kab. Sleman yang masih tetap diberlakukan radius
bahaya 20 km.
C. Dampak Erupsi Gunung Merapi pada Tanaman dan Lingkungan
Dalam suatu letusan gunung berapi, beberapa material akan keluar dari kepundan
gunung berapi. Material letusan tersebut antara lain adalah Abu vulkanik, lava, gas
beracun, hingga batuan beku yang terlempar ke atmosfer. Semua material tersebut
memiliki dampak yang berbeda beda terhadap lingkungan hidup, terdapat dampak
negatif dan ada pula dampak positif yang dapat kita ambil dari bencana yang
melanda.
Abu vulkanik adalah bahan material vulkanik jatuhan yang disemburkan ke
udara saat terjadi suatu letusan dan dapat jatuh pada jarak mencapai ratusan bahkan
ribuan kilometer dari kawah karena pengaruh hembusan angin. Dalam jangka pendek,
abu vulkanik memiliki dampak yang buruk bagi lingkungan hidup. Namun dalam
jangka panjang, abu vulkanik memiliki manfaat untuk kehidupan manusia khususnya
-
8
di bidang pertanian. Abu vulkanik memiliki dampak yang buruk dalam jangka
pendek karena di awal keluarnya dari kepundan gunung berapi, material ini memiliki
sifat kimiawi yang akan menurunkan kesuburan tanah. Abu vulkanik memiliki kadar
keasaman (Ph) sekitar 4 4,3. Dengan kadar keasamannya, tanah yang terkena abu
vulkanik akan memiliki kadar keasaman (Ph) tanah sebesar 5 5,5. Padahal
normalnya suatu tanah dikatakan subur jika memiliki tingkat keasaman (Ph) sebesar 6
7. Turunnya kadar keasaman (Ph) tanah ini akan turut menurunkan tingkat
kesuburan tanah. Sehingga tanah yang terkena abu vulkanik, akan mengalami
penurunan produktivitas lahan, jika dimanfaatkan untuk bidang pertanian. Di
samping itu, dalam jangka pendek abu vulkanik dapat mengusir hama serangga atau
gulma yang biasa menjadi musuh petani. Hal ini dikarenakan, makhluk hidup tersebut
tidak dapat hidup dalam suasana terlalu asam, sehingga populasi makhluk tersebut
akan menurun. Dalam jangka panjang, abu vulkanik juga akan memberikan dampak
yang sangat positif bagi peningkatan produktivitas tanah. Saat kadar keasaman dari
abu vulkanik telah dapat dinormalisasi melalui proses alamiah ataupun dengan
bantuan manusia menggunakan dolomit sebagai penetral, maka kandungan mineral
yang tersimpan dalam abu vulkanik akan menjadi pupuk alamiah yang sangat baik
untuk perkembangan tanaman pertanian. Dengan menggunakan metode analisis
aktivitas neutron cepat (AANC) terhadap sampel abu vulkanik, maka didapatkan data
kuantitatif atas kandungan mineral yang terkandung di dalam sampel abu vulkanik.
Terdapat empat buah mineral utama yang terkandung di dalam abu vulkanik,
diantaranya : Besi (Fe), Aluminium (Al), Magnesium (Mg), Silika (Si). Keempat
mineral tersebut adalah zat hara yang dapat membantu menyuburkan tanaman.
Kandungan unsur Fe, Al, Mg dan Si yang terdeteksi pada abu vulkanik
merupakan beberapa unsur logam yang ikut mempengaruhi kondisi kesuburan tanah
di sekitar gunug berapi. Selama kadar masing-masing unsur yang ada pada abu
vulkanik masih berada dalam batas aman, maka abu vulkanik tidak bersifat racun
bagi tanaman.
-
9
Selain abu vulkanik, sebuah gunung pasti mengeluarkan magma yang terkandung
di dalamnya. Magma yang keluar ini dinamakan lava. Pada jangka pendek daerah
yang dilalui oleh lava akan terkesan sangat gersang dan tidak ada kehidupan, hal ini
dikarenakan lava adalah benda cair panas yang memiliki temperature hingga 1.200
C. Makhluk apapun yang dilalui oleh lava akan musnah, karena panasnya.
Namun, pada jangka panjang daerah yang dilalui oleh lava akan menjadi daerah
yang kaya mineral. Banyak mineral yang dapat kita temukan dalam magma yang
telah membeku.
Kerusakan sumberdaya lahan yang terjadi akibat letusan Gunung Merapi adalah
erupsi abu dan pasir yang menutupi lahan pertanian dengan ketebalan abu dan pasir
yang bervariasi untuk setiap lokasi tergantung jarak dari pusat letusan dan arah serta
kecepatan angin. Kerusakan lahan mencakup 2 Propinsi yaitu Jawa`Tengah dan
Provinsi DI. Yogyakarta. Provinsi Jawa Tengah mencakup Kabupaten Magelang,
Boyolali, dan Klaten, sedangkan Provinsi DI. Yogyakarta hanya kabupaten Sleman.
Dampak yang langsung terhadap lahan adalah penutupan lapisan olah bagian atas
tanah oleh abu dan rusaknya tanaman yang tumbuh diatasnya. Kerusakan tanaman
tergantung dari jenis, dan umur tanaman. seperti untuk tanaman sayuran lebih peka
dibandingkan dengan tanaman padi.4
Bencana yang ditimbulkan oleh letusan Gunung Merapi pada tahun 2010 ini
sangat dahsyat. Tidak saja letusannya me-muntahkan material yang diperkirakan
sekitar 410 juta meter kubik, namun juga bencana tersebut mengakibatkan bencana
ikutan berupa lahar dingin yang menghantam banyak permukiman penduduk,
menghancurkan berbagai prasarana / infrastruktur vital yang berdampak
terganggunya roda per-ekonomian daerah bahkan nasional. Lebih dari 199 penduduk
tewas akibat awan panas maupun oleh lahar dingin dan sekitar 275 ribu lebih warga
mengungsi. Letusan pertama yang terjadi pada tanggal 26 Oktober 2010, kemudian
disusul oleh beberapa letusan lainnya dan yang paling besar adalah letusan pada
4Balai Penelitian Tanah, IDENTIFIKASI SIFAT KIMIA ABU VOLKAN, TANAH DAN AIR DI
LOKASI DAMPAKLETUSAN GUNUNG MERAPI, (Bogor, 2012)
-
10
tanggal 5 November 2010 yang memuntahkan material yang besar volumenya, dan
kemudian ditambah dengan lahar dingin yang mengalirkan sekitar 20% material yang
masih tertahan di Gunung Merapi melalui Kali Putih, Kali Gendol, Kali Adem dan
Kali Code yang melewati Kota Yogyakarta.5
Perubahan ekstrim berupa rusak atau bahkan hilangnya vegetasi berakibat
terjadinya ketidak seimbangan ekosistem. Ketiadaan vegetasi tentu menghilangkan
fungsi ekologi produksi gas oksigen bagi wilayah hilir Gunung Merapi dan ini tentu
memberi dampak bagi kehidupan yang ada di sana.6 Dengan kata lain, siklus daur
biogeokimia, khususnya daur oksigen dan nitrogen tentu akan mengalami perubahan.
D. Pemulihan Tanaman dan Lingkungan Pasca Erupsi Gunung Merapi
Jika habitat menjadi ekstrem tidak memenuhi syarat untuk tumbuhnya tanaman-
tanaman maka timbul tanaman dari komunitas berikutnya yang sesuai dengan
lingkungan yang baru, kemudian tanaman ini menjadi dominan. Setelah beberapa kali
mengalami pergantian semacam itu,suatu saat habitat akan terisi oleh spesies-spesies
yang sesuai dan mampu bereproduksi dengan baik. Sehingga proses ini mencapai
Komunitas Klimaks yang matang, dominan, dapat memelihara dirinya sendiri dan
selanjutnya bila ada pergantian, maka pergantian itu relatif sangat lambat.
Perubahan ekstrim berupa rusak atau bahkan hilangnya vegetasi berakibat
terjadinya ketidak seimbangan ekosistem. Ketiadaan vegetasi tentu menghilangkan
fungsi ekologi produksi gas oksigen bagi wilayah hilir Gunung Merapi dan ini tentu
memberi dampak bagi kehidupan yang ada di sana. Dengan kata lain, siklus daur
biogeokimia, khususnya daur oksigen dan nitrogen tentu akan mengalami perubahan.
5Suhadi Hadiwinoto, Catrini Pratihari Kubontubuh, Selalu Ada Semangat dan Jalan Padat Karya
Pemulihan Pasca Merapi PNPMMandiri (Jakarta: Kementerian Koordinator Bidang Kesejahteraan
Rakyat Republik Indonesia dan PNPM Support Facility ,2011), hal. 9 6Irkhas Aliyah, Paper Irkhas Aliyah Pasca Erupsi Merapi, https://www.facebook.com/notes/irkhas-
aliyah/paper-irkhas-aliyah-pasca-erupsi-merapi/581300095259724 (23 Februari 2014)
-
11
Setelah letusan Gunung Merapi itu terjadi dan mengakibatkan ekosistem yang
ada pada hutan-hutan di daerah sekitar gunung merapi hangus maka mula-mula
terdapat tumbuhan tingkat rendah, seperti lumut dan paku-pakuan. Kemudian
tumbuhan tingkat tinggi. Proses ini disebut suksesi. Suksesi adalah suatu cara umum
perubahan progresif dalam komposisi spesies suatu komunitas yang sedang
berkembang. Hal ini secara bertahap disebabkan oleh reaksi biotik dan berlangsung
melalui sederetan tahapan dari tahapan pelopor menuju tahapan klimaks.
Pada awalnya suatu daerah yang tidak tetap untuk waktu yang lama, tumbuh
tumbuhan-tumbuhan perintis ataupun tumbuh-tumbuhan sisa dari yang lolos dari
kerusakan alam kemudian segera dihuni oleh beragam spesies tumbuhan atau
hewan.Organisme-organisme ini mengubah habitat sehingga sesuai bagi spesies lain.
Masa pendewasaan perkembangan suatu daerah seringkali mencapai suatu keadaan
relatif stabil yang diberikan sebagai tahapan klimaks. Selama masa perkembangan
ini,penghunian suatu daerah baru, pertama-tama oleh tumbuhan melandasi jalan bagi
hewan-hewan untuk tinggal di dalamnya.
Vegetasi yang dibiarkan demikian saja, menunjukkan kecenderungan untuk
berubah ke suatu arah tertentu. Biasanya dari komunitas yang tidak begitu rumit yang
terdiri atas tumbuh-tumbuhan kecil menjadi komunitas yang lebih kompleks yang di
dominasi oleh tumbuh-tumbuhan yang lebih besar (atau bagaimanapun menimbulkan
kesanadanya kompetisi yang lebih besar). Perubahan itu bersifat kontinyu, tahap-
tahap yang dikenal hanya merupakan ruas-ruas ungkapan vegetasi.
Pasca erupsi, secara alamiah hutan di lereng selatan Merapi yang
mengalami kerusakan akan kembali menuju ke kesetimbangan ekosistem yang baru
melalui proses suksesi. Fakta suksesi ini sebelumnya telah ditemukan pasca erupsi
tahun 2006 (Rio, 2008). Fakta ini juga dapat ditemukan pada situs pasca erupsi tahun
2010. Proses suksesi yang terjadi di Merapi termasuk dalam kategori suksesi primer,
akibat dari tidak tersisanya vegetasi di area yang terkena langsung dampak semburan
-
12
produk vulkaniknya. Kecepatan suksesi dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti
luasan daerah komunitas awal yang rusak, spesies tumbuhan yang muncul atau
terdapat di lingkungan sekitar area tersuksesi, jenis substrat baru yang terbentuk dan
kondisi iklim.
Persoalan jangka panjang dampak persitiwa erupsi Merapi adalah konservasi.
Perubahan keseimbangan ekosistem dan determinasi faktor waktu pada proses
suksesi jelas memberi dampak besar bagi kehidupan manusia yang bergantung dari
ekosistem Merapi. Oleh sebab itu, upaya percepatan pemulihan kondisi ekosistem
Gunung Merapi perlu dikaji dan dilakukan melalui upaya konservasi.
Namun,kecenderungan yang terjadi adalah upaya konservasi ini dilakukan tanpa
strategi dan mempertimbangkan kebutuhan ekologik secara baik. Penanaman bibit
pohon yang bukan endemik hutan Merapi, adalah satu contoh upaya konservasi yang
dapat menimbulkan masalah baru. Persoalan konservasi lain yang juga penting adalah
konservasi sumber daya air yang amat dibutuhkan baik oleh masyarakat hulu maupun
hilir Gunung Merapi
Terlepas dari keuntungan materi (pasir, wisata) setelah erupsi, erupsi
Gunung Merapi telah merusak ribuah hektar kawasan hutan, terutama kawasan hutan
yang berada di wilayah Taman Nasional Gunung Merapi. Kerusakan kawasan ini
tentunya disertai dengan kepunahan ekosistem yang ada di dalamnya,terutama
vegetasi yang menjadi sumber kehidupan. Melalui tahapan prosessuksesi, lahan yang
rusak sebetulnya bisa pulih kembali dengan sendirinya, akantetapi memerlukan waktu
yang sangat lama. Penelitian Suksesi alami dan Revegetasi lahan bekas erupsi
Gunung Merapi bertujuan untuk mengetahuivegetasi yang ada setelah 2 tahun paska
erupsi dan mempercepat revegetasi dilahan terkena dampak erupsi.
Untuk menghijaukan kembali lahan yang terkena tumpahan lahar diperlukan
teknologi revegetasi dan pengelolaan yang sesuai dengan tuntutan ekologi dan
kebutuhan hidup masyarakat sekitar letusan, antara lain dengan memilih jenis-jenis
-
13
tanaman yang dapat beradaptasi dengan kondisi paska letusan, cepat tumbuh dan
mempunyai karakteristik menguntungkan bagi ekologi dan kehidupan masyarakat.
Untuk mendukung keberhasilan revegetasi, pola tanam yang diterapkan harus sesuai
dengan karakteristik/kondisi alami. Perbaikan kondisi lahan dilakukan dengan
menggunakan emulsi yang dapat menjaga kelembaban tanah, sekaligus sebagai
ameliorant dan bahan-bahan lainnya yang dapat menstimulir pertumbuhan pohon.7
7Ibid.
-
14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Ekosistem Gunung Merapi yang telah mati dapat kembali hidup. Hal ini
dinamakan suksesi primer. Diawali dengan tumbuhan perintis, lalu kemudian memicu
tumbuhan-tumbuhan lain untuk tumbuh. Kegiatan suksesi ini memerlukan waktu
yang sangat panjang. Maka, untuk lebih mempercepatnya, dapat digunakan teknologi
revegetasi dan pengelolaan yang sesuai dengan tuntutan ekologi dan kebutuhanhidup
masyarakat sekitar letusan. Sedangkan untuk daerah yang tidak terlalu parah
kerusakan ekosistemnya, abu vulkanik Gunung Merapi justru memberikan kesuburan
bagi tanah.
B. Saran
Untuk dapat memulihkan kembali ekosistem Gunung Merapi yang telah mati,
perlu campur tangan pemerintah agar dapat terlaksana dengan baik. Sedangkan untuk
pelaksanaannya diperlukan dukungan dan bantuan dari masyarakat agar dapat cepat
dan mudah terlaksana.
-
15
DAFTAR PUSTAKA
Mudrajat Kuncoro Pemulihan pasca erupsi Merapi,
http://cetak.kompas.com/read/2010/12/01/02483657/pemulihan.pascaerupsi.merapi.
Diakses pada 19 Februari 2014.
Irkhas Aliyah, Paper Irkhas Aliyah Pasca Erupsi Merapi,
https://www.facebook.com/notes/irkhas-aliyah/paper-irkhas-aliyah-pasca-erupsi-
merapi/581300095259724. Diakses pada 23 Februari 2014.
Letak Geografis http://www.tngunungmerapi.org/kondisi-umum/kondisi-fisik/.
Diakes pada 23 Februari 2014.
Balai Penelitian Tanah.IDENTIFIKASI SIFAT KIMIA ABU VOLKAN, TANAH
DAN AIR DI LOKASI DAMPAK LETUSAN GUNUNG MERAPI.Bogor: 2012.
HadiwinotoSuhadi, KubontubuhCatrini Pratihari, Selalu Ada Semangat dan Jalan
Padat Karya Pemulihan Pasca Merapi PNPM Mandiri. Jakarta: Kementerian
Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Republik Indonesia dan PNPM Support
Facility. 2011.