penatalaksanaan suara serak
-
Upload
dina-aulia-insani -
Category
Documents
-
view
2.070 -
download
4
Transcript of penatalaksanaan suara serak
Referat
PENATALAKSANAAN SUARA SERAK
Oleh
Deddi Reza Aldiano NIM. I1A003077
Rey Adi Wirawan NIM. I1A001051
Yessie Ingriany NIM. I1A003049
Febiola Jasmine Aseana NIM. I1A003057
Pembimbing:
dr. Hj. Noor Laila Hajati, Sp.THT
SMF/BAGIAN ILMU THTFAKULTAS KEDOKTERAN UNLAM
RSUD ULIN BANJARMASIN
AGUSTUS, 2009
1
BAB I
PENDAHULUAN
Suara serak bukanlah suatu penyakit melainkan gejala dari suatu penyakit, umumnya
berhubungan dengan gangguan pita suara. Gangguan pita suara dapat terjadi karena adanya
infeksi pada tenggorokkan, pemakaian suara yang berlebihan, pertumbuhan tumor pada pita
suara, gangguan saraf pita suara, trauma pada leher akibat benturan dan infeksi paru-paru.
Penyebab paling sering umumnya adalah infeksi pada tenggorokkan, biasanya karena infeksi
saluran nafas atas, lesi jinak pita suara dan gangguan suara funsional. Perlu diwaspadai
apabila suara serak lebih dari 2 minggu harus segera diperiksakan untuk menilai gangguan
pada pita suara. Penyebab lain yang perlu diwaspadai adalah tumor laring.1
Tumor laring dapat ditemukan diberbagai belahan dunia dengan insiden yang
bervariasi. The American Cancer Society melaporkan pada 2006 di Amerika tercatat ada
12.000 kasus baru dengan 4.740 kasus meninggal akibat tumor laring. Laporan dari WHO
menyatakan 1,5 orang dari 100.000 penduduk meninggal karena tumor ganas ini.2
Di Indonesia angka kekerapan tumor laring belum dapat dipastikan, namun diper-
kirakan mencapai 1% dari semua keganasan di bidang THT. Artinya, menempati posisi
ketiga tumor terbanyak di bidang THT, setalah tumor ganas nasofaring, dan tumor ganas
hidung dan sinus paranasal. Data Departemen Patologi Anatomi FKUI/RSCM selama
periode 2000-2005 ditemukan 3.344 kasus tumor ganas di daerah kepala-leher, terbanyak
kasus kanker nasofaring 948 kasus (28,35 %) sedangkan tumor ganas laring sekitar 213 kasus
(6,73%). Sekitar 60 % keganasan laring ditemukan didaerah glotis, ada 35 % di supraglotis,
dan 5 % di subglotis.2
2
Penatalaksanaan suara serak diberikan sesuai dengan diagnosis yang sudah
ditegakkan. Oleh karena itu sangat penting mengetahui penyebab dan gejala-gejala kelainan
laring sehingga penatalaksanaan yang diberikan dapat sesuai.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Laring
Faring, laring, trakea dan paru-paru merupakan derivat foregut embrional yang
terbentuk sekitar 18 hari setelah konsepsi. Kemudian terbentuk alur faring median yang
berisi tanda pertama sistem pernafasan dan benih laring. Sulkus atau alur laringotrakea
menjadi nyata pada sekitar hari ke-21 kehidupan embrio. Perluasan alur kearah kaudal
merupakan primordial paru. Alur menjadi lebih dalam dan berbentuk kantung dan kemudian
menjadi dua lobus pada hari ke-27 atau ke-28. Bagian proksimal dari tuba yang membesar ini
akan menjadi laring. Pembesaran aritenoid dan lamina epitelial dapat dikenali menjelang 33
hari, sedangkan kartilago, otot, dan sebagian besar pita suara terbentuk dalam tiga atau empat
minggu berikutnya. Hanya kartilago epiglotis yang tidak terbentuk hingga masa midfetal.
Gangguan perkembangan dapat berakibat berbagai kelainan yang dapat didiagnosis melalui
pemeriksaan laring secara langsung. 3
Laring merupakan struktur kompleks yang telah berevolusi yang menyatukan trakea
dan bronkus dengan faring sebagai jalur aerodigestif umum. Secara umum, laring dibagi
menjadi tiga: supraglotis, glotis dan subglotis. Supraglotis terdiri dari epiglotis, plika
ariepiglotis, kartilago aritenoid, plika vestibular (pita suara palsu) dan ventrikel laringeal.
Glotis terdiri dari pita suara atau plika vokalis. Daerah subglotik memanjang dari permukaan
bawah pita suara hingga kartilago krikoid. Ukuran, lokasi, konfigurasi, dan konsistensi
struktur laringeal, unik pada neonatus. 3
4
Gambar 1. Anatomi laring5
Laring adalah organ khusus yang mempunyai sphincter pelindung pada pintu masuk
jalan nafas dan berfungsi dalam pembentukan suara. Diatas laring terbuka ke dalam
laringopharing dan dibawah laring berlanjut sebagai trakea. Kerangka laring dibentuk oleh
beberapa kartilago, dihubungkan oleh membran, ligamentum, dan digerakkan oleh otot.
Laring dilapisi oleh membran mukosa.6
Batas laring adalah aditus laring, sedangkan batas bawahnya adalah batas kaudal
kartilago krikoid. Bangunan kerangka laring tersusun dari satu tulang yaitu tulang hyoid dan
beberapa buah tulang rawan. Tulang hyoid berbentuk seperti huruf U yang permukaan
atasnya dihubungkan dengan lidah, mandibula dan tengkorak oleh tendo dan otot-otot.
Sewaktu menelan, kontraksi otot-otot ini akan menyebabkan laring tertarik keatas sedangkan
bila laring diam maka otot-otot ini bekerja untuk membuka mulut dan membantu
5
menggerakkan lidah. Tulang rawan yang menyusun laring adalah kartilago epiglottis,
kartilago krikoid, kartilago aritenoid, kartilago kornikulata, dan kartilago tiroid. 6
Gerakan laring dilakukan oleh kelompok otot-otot ekstrinsik dan otot-otot intrinsik.
Otot ekstrinsik laring ada yang terletak suprahioid dan infrahioid. Otot ekstrinsik terutama
bekerja pada laring keseluruhan, sedangkan otot-otot intrinsik menyebabkan gerak bagian-
bagian laring sendiri. Otot-otot ekstrinsik laring yang suprahioid berfungsi menarik laring ke
bawah sedangkan yang infrahioid menarik laring ke atas. 3
Batas atas cavum laring ialah aditus laring, batas bawah ialah bidang yang melalui
pinggir bawah kartilago krikoid. Batas depan ialah permukaan belakang epiglottis,
tuberkulum epiglotik, ligamentum tiroepiglotik, sudut antara keduabelah lamina kartilago
tiroid dan arkus kartilago krikoid. Batas lateral ialah membrane kuadraangularis, kartilago
aritenoid, konus elastikus, dan arkus kartilago krikoid sedangkan batas belakangnya ialah m.
aritenoid transverses dan lamina kartilago krikoid. Adanya lipatan mukosa pada ligamentum
vocal dan ligamentum ventrikulare maka terbentuk plika vokalis dan plika ventrikularis.
Bidang antara plika vokalis kanan dan kiri disebut rima glottis sedangkan antara kedua plika
ventrikularis disebut rima vestibule. Plika vokalis dan plika ventrikularis membagi rongga
laring dalam tiga bagian, yaitu vestibulum laring, glotik dan subglotik. 3
Laring dipersarafi oleh cabang-cabang n. vagus yaitu n. laringis superior dan n.
laringis inferior. Perdarahan laring terdiri dari 2 cabang yaitu a. laringis superior dan a.
laringis inferior. 3
6
Gambar 2. Anatomi pita suara7
2.2 Fisiologi Laring
Laring berfungsi untuk proteksi, batuk, respirasi, sirkulasi, menelan, emosi serta
fonasi. 8
Pembentukan suara merupakan fungsi laring yang paling kompleks. Pemantauan
suara dilakukan melalui umpan balik yang terdiri dari telinga manusia dan suatu sistem
dalam laring sendiri. Fungsi fonasi dengan membuat suara serta menentukan tinggi
rendahnya nada. Tinggi rendahnya nada diatur oleh peregangan plika vokalis. Syarat suara
nyaring yaitu anatomi korda vokalis normal dan rata, fisiologis harus normal dan harus ada
aliran udara yang cukup kuat. 9,10
Terdapat 3 fase dalam berbicara: pulmonal (paru), laringeal (lariynx), dan
supraglotis/oral. Fase pulmonal menghasilkan aliran energi dengan inflasi dan ekspulsi udara.
Aktivitas ini memberikan kolom udara pada laring untuk fase laringeal. Pada fase laringeal,
pita suara bervibrasi pada frekuensi tertentu untuk membentuk suara yang kemudian di
modifikasi pada fase supraglotik/oral. Kata (word) terbentuk sebagai aktivitas faring
7
(tenggorok), lidah, bibir, dan gigi. Disfungsi pada setiap stadium dapat menimbulkan
perubahan suara, yang mungkin saja di interpretasikan sebagai hoarseness oleh
seseorang/penderita. 11
Adapun perbedaan frekuensi suara dihasilkan oleh kombinasi kekuatan ekspirasi paru
dan perubahan panjang, lebar, elastisitas, dan ketegangan pita suara. Otot adduktor laringeal
adalah otot yang bertanggung jawab dalam memodifikasi panjang pita suara. Akibat aktivitas
otot ini, kedua pita suara akan merapat (aproksimasi), dan tekanan dari udara yang bergerak
menyebabkan vibrasi dari pita suara yang elastik. 11
Laring khususnya berperan sebagai penggetar (vibrator). Elemen yang bergetar
adalah pita suara. Pita suara menonjol dari dinding lateral laring ke arah tengah dari glotis.
pita suara ini diregangkan dan diatur posisinya oleh beberapa otot spesifik pada laring itu
sendiri. 12
Gambar 3. Fisiologi suara12
8
Gambar 12 B, menggambarkan pita suara. Selama pernapasan normal, pita akan
terbuka lebar agar aliran udara mudah lewat. Selama fonasi, pita menutup bersama-sama
sehingga aliran udara diantara mereka akan menghasilkan getaran (vibrasi). Kuatnya getaran
terutama ditentukan oleh derajat peregangan pita, juga oleh bagaimana kerapatan pita satu
sama lain dan oleh massa pada tepinya. Gambar 12 A, memperlihatkan irisan pita suara
setelah mengangkat tepi mukosanya. Tepat di sebelah dalam setiap pita terdapat ligamen
elastik yang kuat dan disebut ligamen vokalis. Ligamen ini melekat pada anterior dari
kartilago tiroid yang besar, yaitu kartilago yang menonjol dari permukaan anterior leher dan
(Adam’s Apple”). Di posterior,ligamen vokalis terlekat pada prosessus vokalis dari kedua
kartilago aritenoid. Kartilago tiroid dan kartilago aritenoid ini kemudian berartikulasi pada
bagian bawah dengan kartilago lain, yaitu kartilago krikoid. 12
Pita suara dapat diregangkan oleh rotasi kartilago tiroid ke depan atau oleh rotasi
posterior dari kartilago aritenoid, yang diaktivasi oleh otot- otot dari kartilago tiroid dan
kartilago aritenoid menuju kartilago krikoid. Otot-otot yang terletak di dalam pita suara di
sebelah lateral ligament vokalis, yaitu otot tiroaritenoid, dapat mendorong kartilago aritenoid
ke arah kartilago tiroid dan, oleh karena itu, melonggarkan pita suara. Pemisahan otot-otot ini
juga dapat mengubah bentuk dan massa pada tepi pita suara, menajamkannya untuk
menghasilkan bunyi dengan nada tinggi dan menumpulkannya untuk suara yang lebih rendah
(bass). Akhirnya, masih terdapat beberapa rangkaian lain dari otot laryngeal kecil yang
terletak di antara kartilago aritenoid dan kartilago krikoid, yang dapat merotasikan kartilago
ini ke arah dalam atau ke arah luar atau mendorong dasarnya bersama-sama atau
memisahkannya, untuk menghasilkan berbagai konfigurasi pita suara. 12
9
2.3 Suara serak (hoarseness)
Kelainan yang berasal dari fase oral dan fase paru tidak dianggap sebagai hoarseness.
True hoarseness atau suara serak yang sebenarnya, berasal dari abnormalitas pada laring dan
umumnya menghasilkan suara yang kasar (raspy voice). 11
Di bawah ini terdapat berbagai istilah untuk mengkarakteristikan hoarseness atau
perubahan kualitas suara: 11
1. Disfonia: digunakan untuk menggambaran perubahan umum kualitas suara
2. Diplofonia: Menggambarkan suara yang dibentuk oleh vibrasi pita suara menghasilkan
2 frekuensi yang berbeda
3. Afonia: Terjadi jika tidak ada suara di hasilkan oleh pita suara. Ini sering terjadi
sekunder terhadap tidak adanya aliran udara melalui pita suara, atau defisiensi dalam
aproksimasi pita suara.
4. Stridor: Mengindikasikan bising yang dihasilkan dari saluran penapasan atas selama
inspirasi dan/atau ekspirasi karena adanya obstruksi. Stridor menandai keadaan
emergensi, dan tidak dipertimbangkan sebagai hoarseness. Artinya mungkin saja
muncul bersamaan dengan hoarseness jika obstruksi terjadi di level pita suara.
Suara serak dapat dibagi ke dalam 2 kategori, yaitu: onset akut dan onset kronis.
Onset akut lebih sering terjadi dan biasanya karena peradangan lokal pada laring. Onset
kronis (Laringitis kronis), dapat disebabkan refluks faringeal, polip jinak, nodul pita suara,
papilomatosis laring, tumor, defisit neurologis, ataupun peradangan kronis sekunder karena
asap rokok atau voice abuse. 11
10
Penyebab suara parau dapat bermacam-macam yang prinsipnya menimpa laring dan
sekitarnya. Penyebab suara serak dapat dibagi atas: 10
1. Anatomi tidak normal
2. Fisiologi tidak normal, dibagi 2 yaitu:
2.1 Korda vokalis tidak dapat bergerak ke medial (paralise, fiksasi aritenoid)
2.2 Korda vokalis tidakdapat merapat ke median (korda vokalis konkaf, adanya
halangan untuk merapat)
Penyebab suara serak tersering, yaitu: 11
Laringitis akut viral
Nodul pita suara, polip, kista, papiloma
Paralisis pita suara
Hipotiroidisme
Rhinosinusitis
Kanker laring
Refluks laringofaringeal
Tindakan Intubasi
Alergi
Penyakit sistemik yang dapat mempengaruhi suara dan menyebabkan suara serak
yaitu Hipotirodisme, Multiple sklerosis, Rematoid arthritis, Penyakit Parkinson, Lupus
sistemik, Wagener's granulomatosis, Miasenia Gravis, Sarkoidosis, dan Amiloidosis. 11
Radang laring dapat akut atau kronik. Radang akut biasanya disertai gejala lain
seperti demam, malaise, nyeri menelan atau nyeri bicara, batuk, disamping suara parau.
Kadang-kadang dapat terjadi sumbatan laring dengan gejala stridor serta cekungan di
11
epigastrium, sela iga dan sekitar klavikula. Radang kronik tidak spesifik, dapat disebabkan
oleh sinusitis kronik atau bronkitis kronik atau karena penggunaan suara sperti berteriak-
teriak atau biasa bicara keras. Radang kronik spesifik misalnya tuberkulosa dan lues. Gejala
selain suara parau, terdapat juga gejala penyakit penyebab lain atau penyakit yang
menyertainya. 11
Tumor laring dapat jinak atau ganas. Gejala tergantung dari lokasi tumor, misalnya
tumor pita suara segera timbul suara parau dan bila tumor tumbuh menjadi besar
menimbulkan sumbatan jalan nafas. 8
Paralisis otot laring dapat disebabkan oleh gangguan persarafan baik sentral maupun
perifer dan biasanya paralisis motorik bersama dengan paralisis sensorik. Kejadiannya dapat
unilateral atau bilateral. 8
Paralisis pita suara merupakan kelainan otot intrinsik laring yang sering ditemukan
dalam klinik. Tingkat pembukaan rima glottis dibedakan dalam 5 posisi pita suara yaitu
median, para median, intermedian, abduksi ringan, dan abduksi penuh. Menurut jenis otot
yang terkena dikenal paralisis aduktor atau paralisis abduktor atau paralisis tensor.
Sedangkan penggolongan menurut jumlah otot yang terkena dibagi atas paralisis sempurna
atau tidak sempurna. 8
Secara klinik paralisis otot laring dikenal unilateral midline paralisis, unilateral
incomplete paralysis, bilateral midline paralisis, bilateral incomplete paralisis, adductor
paralisis, thyroarythenoid muscle paralysis, dan cricotyroid muscle paralysis. 8
2.4 Diagnosis
12
Setiap keadaan yang menimbulkan gangguan dalam getaran, gangguan dalam
ketegangan serta gangguan dalam pendekatan kedua pita suarakiri dan kanan akan
menimbulkan suara parau. Walaupun suara parau hanya merupakan gejala tetapi bila
prosesnya berlangsung lama (kronik) keadaan ini dapat merupakan tanda awal dari penyakit
yang serius di daerah tenggorok, khususnya laring. 8
Penentuan diagnosis dimulai dari anamnesa yang lengkap. Anamnesa meliputi
keluhan saat ini, riwayat keluhan sebelumnya yang berkaitan dengan keluhan yang dialami
sekarang. Pada disfonia dapat ditanyakan riwayat penggunaan suara berlebih, riwayat
trauma, dan riwayat penyakit sistemik. 13
Pemeriksaan klinik meliputi pemeriksaan umum (status generalis), pemeriksaan THT
termasuk pemeriksaan laring tak laingsung untuk melihat laring melalui kaca laring,
maupun pemeriksaan laring langsung dengan laringoskop (atau dengan mikroskop). 8
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan meliputi pemeriksaan laboratorium klinik,
radiologik, mikrobiologik dan patologi anatomi. Pemeriksaan darah, pemeriksaan
leukositosis pada infeksi akut, BTA pada biakan laryngitis tuberculosis, histopatologi untuk
kasus tumor, dan CT scan pada karsinoma laring. 8,13
2.4 Penatalaksanaan suara serak
Penatalaksanaan suara serak dilakukan setelah penyakit terdiagnosis. Sehingga
penatalaksaan dapat dilakukan secara tepat sesuai diagnosis. Penatalaksanaan suara serak,
yaitu: 13
1. Secara khusus yaitu eradikasi infeksi dan inflamasi
13
Pemberian obat antibiotika, antiinflamasi, anti TB pada laring TB dan antasida
pada penyakit reflux gastro-esofagitis (GERD).
2. Koreksi bedah (phonosurgery)
Mikrolaringoskopi pada tumor jinak laring (vocal nodul, thyroplasty,
arytenoids adduction)
Laringektomi pada karsinoma laring
3. Rehabilitasi
Terapi suara / wicara (oleh unit rehabilitasi medic). Tujuan:
o Memperbaiki kualitas suara (para paresis pita suara)
o Dapat berkomunikasi secara verbal (pada pasien pasca
laringektomi)
LARINGITIS
Penatalaksanaan pada laringitis terbagi atas perawatan umum dan perawatan khusus.
Perawatan umum, yaitu: 14
1. Istirahat bicara dan bersuara selama 2-3 hari
2. Dianjurkan menghirup udara lembab
3. Menghindari iritasi pada faring dan laring, misalnya merokok, makan pedas atau
minum dingin
4. Penderita dapat berobat jalan. Bila ada sumbatan jalan nafas, penderita harus
dirawat terutama anak-anak
Perawatan khusus, yaitu: 14
- Terapi merikamentosa
1. Antibiotika golongan penisilin14
Anak 50 mg/kgBB dibagi dalam 3 dosis
Dewasa 3x500 mg /hari
Bila alergi terhadap penisilin dapat diberikan eritromisin atau bactrim
2. Kortikosteroid dapat diberikan untuk mengatasi edem laring
- Terapi bedah
Tergantung pada stadium sumbatan laring. Pada anak bila terjadi gejala sumbatan
jalan nafas menurut klasifikasi Jackson, dilakukan terapi sebagai berikut:
Stadium I : Rawat, observasi, pemberian oksigen dan terapi adekuat
Stadium II-III : Trakheostomi
Stadium IV : Intubasi dan oksigenasi, kemudian dilanjutkan dengan
trakeostomi
Pada laringitis kronis penatalaksanaan yaitu menghindari dan mengobati faktor-faktor
penyebab dengan: 15
1. Istirahat bersuara (vocal rest), tidak banyak bicara atau bersuara keras
2. Antibiotika, bila terdapat tanda infeksi
3. Ekspektoran
Dapat pula dilakukan pengangkatan jaringan yang menebal dan polipoid serta
pemeriksaan patologi anatomik untuk menyingkirkan kemungkinan proses spesifik dan
keganasan. 14
Penatalaksanaan laringitis tuberkulosa, yaitu: 15
1. Anti-TB seperti streptomisin , asam paraamino salisilat dan rifampisin. Jika
timbul keluhan tinnitus atau vertigo, waspada terhadapat kemungkinan intoksikasi
obat
15
2. Istirahat suara
3. Trakeostomi bila timbul sumbatan jalan nafas
Penatalaksanaan laringitis sifilis yaitu dengan pemberian penisilin dosis tinggi dalam
jangka waktu lama.
NODUL VOKAL
Penanganan nodul vocal adalah istirahat suara dan tidak merokok. Pada kasus yang
persisten dapat dilakukan pengangkatan nodul dengan mikrolaringoskopi. Setelah
pengangkatan nodul, pasien harus istirahat suara paling kurang 14 hari dan setelah itu terapi
wicara untuk mencegah kekambuhan. 15
TUMOR LARING
Secara umum ada 3 jenis penanggulangan karsinoma laring yaitu pembedahan,
radiasi dan sitostatika, ataupun kombinasi daripadanya. 16
1. Pembedahan16
Tindakan operasi untuk keganasan laring terdiri dari :
a. Laringektomi
1. Laringektomi parsial
Laringektomi parsial diindikasikan untuk karsinoma laring stadium I yang tidak
memungkinkan dilakukan radiasi, dan tumor stadium II.
2. Laringektomi total
Tindakan pengangkatan seluruh struktur laring mulai dari batas atas (epiglotis dan
os hioid) sampai batas bawah cincin trakea.
16
b. Diseksi leher radikal
Tidak dilakukan pada tumor glotis stadium dini (T1 – T2) karena kemungkinan
metastase ke kelenjar limfe leher sangat rendah. Sedangkan tumor supraglotis,
subglotis dan tumor glotis stadium lanjut sering kali mengadakan metastase ke
kelenjar limfe leher sehingga perlu dilakukan tindakan diseksi leher. Pembedahan
ini tidak disarankan bila telah terdapat metastase jauh.
Perawatan pasca operatif, yaitu: 17
- Penderita makan melalui pipa hidung lambung selama 2 minggu, dilarang menelan
ludah
- Pemberikan antibiotika
o Garamycin 80 mg IV/2x perhari selama 7 hari atau kedacillin atau clafucillin
o Metronidazol 3 x 500 mg
- Perawatan luka operasi dengan disertai balut tekan
2. Radioterapi16
Radioterapi digunakan untuk mengobati tumor glotis dan supraglotis T1 dan
T2 dengan hasil yang baik (angka kesembuhannya 90%). Keuntungan dengan cara
ini adalah laring tidak cedera sehingga suara masih dapat dipertahankan. Dosis yang
dianjurkan adalah 200 rad perhari sampai dosis total 6000 – 7000 rad.
Radioterapi dengan dosis menengah telah pula dilakukan oleh Ogura, Som,
Wang, dkk, untuk tumor-tumor tertentu. Konsepnya adalah untuk memperoleh
kerusakan maksimal dari tumor tanpa kerusakan yang tidak dapat disembuhkan
17
pada jaringan yang melapisinya. Wang dan Schulz memberikan 4500–5000 rad
selama 4–6 minggu diikuti dengan laringektomi total.
3. Kemoterapi16
Diberikan pada tumor stadium lanjut, sebagai terapi adjuvant ataupun
paliativ. Obat yang diberikan adalah cisplatinum 80–120 mg/m2
dan 5 FU 800–1000 mg/m2.
4. Rehabilitasi16
Rehabilitasi setelah operasi sangat penting karena telah diketahui bahwa
tumor ganas laring yang diterapi dengan seksama memiliki prognosis yang baik.
rehabilitasi mencakup : “Vocal Rehabilitation, Vocational Rehabilitation dan Social
Rehabilitation”.
PARALISIS KORDA VOKALIS
Penatalaksanaan paralisis korda vokalis sensorik biasanya tidak ada. Penderita dapat
diberikan obat neurotika atau methylcobalamin. 18
Penatalaksanaan paralisis korda vokalis motorik, terdiri dari pembedahan dan terapi
suara. Pada beberapa kasus, suara dapat kembali normal dalam satu tahun tanpa pengobatan
apapun. Oleh karena itu pada beberapa kasus, terapi pembedahan ditunda selama satu tahun
untuk memastikan suara dapat kembali secara spontan atau tidak. Untuk sementara dilakukan
terapi suara dengan tujuan untuk memperkuat koda vokalis atau mengendalikan udara yang
keluar saat bicara.19
18
Penatalaksanaan paralisis unilateral korda vokalis dengan tujuan membuat korda yang
paralisis ke tengah dan mengurangi jarak antara kedua korda sehingga suara dapat keluar.
Terdapat 3 prosedur pembedahan yang sering digunakan, yaitu: 19,20,21
1. Medialisasi tiroplasty
Biasa dilakukan dengan local anastesi dan sedasi sehingga saat pembedahan dapat
mendapatkan suara pasien. Insisi dilakukan dileher dan diperdalam sampai
kartilago tiroid. Prostesis yang sering digunakan menggunakan bahan silikon.
Prostesis ini dimasukkan dan mendorong korda yang paralisis ke tengah sehingga
mengurangi jarak antara kedua korda vokalis.
2. Aduksi arytenoids
Aduksi aritenoid yaitu dengan reposisi korda vokalis dan kartilago.
3. Injeksi korda vokalis
Dilakukan penyuntikan bahan pada korda vokalis. Bahan yang paling seing
digunakan disuntikkan yaitu Teflon. Bahan lain yaitu kolagen, silikon, atau lemak
tubuh. Penambahan materi ini dengan tujuan untuk mengurangi jarak antara korda
vokalis sehingga korda yang normal dapat mendekati korda vokalis yang
paralisis.
Pada umumnya, bilateral midline paralisis terjadi setelah operasi tiroid akibat cedera
nervus laringeus rekuren pada operasi tiroid dan bermanifestasi sebagai paralisis plika
vokalis bilateral yang berada pada linea mediana. Awalnya, pita suara terletak pada posisi
paramedian, sehingga terjadi gejala disfoni berat walaupun tanpa obstruksi saluran napas.
Setelah beberapa lama, pita suara berpindah perlahan-lahan ke garis tengah dengan akibat
perbaikan suara namun terjadi sesak napas. Pada laringoskopi tidak langsung dan langsung
19
dapat terlihat kelumpuhan bilateral pita suara. Pada kasus yang bukan disebabkan oleh
trauma, fungsi satu atau kedua pita suara mungkin dapat membaik secara spontan.
Penyembuhan spontan lebih sulit jika kelumpuhan disebabkan oleh trauma bedah atau cedera
leher berat. Waktu yang diperlukan sampai terjadinya peralihan sesak napas berat bervariasi
antara beberapa hari sampai 20 tahun. 20
Penanganan bervariasi tergantung pada gejala namun tujuan utamanya adalah untuk
menghilangkan sesak napas.Penatalaksanaan bilateral paralisis harus dilakukan trakeotomi
untuk membantu pernafasan. 19,22
20
BAB III
PENUTUP
Suara serak berasal dari abnormalitas pada laring dan umumnya menghasilkan suara
yang kasar. Suara serak dapat dibagi ke dalam 2 kategori, yaitu: onset akut dan onset kronis.
Onset akut lebih sering terjadi dan biasanya karena peradangan lokal pada laring. Onset
kronis, dapat disebabkan refluks faringeal, polip jinak, nodul pita suara, papilomatosis
laring, tumor, defisit neurologis, ataupun peradangan kronis sekunder karena asap rokok.
Beberapa penatalaksanaan suara serak, adalah secara khusus yaitu eradikasi infeksi dan
inflamasi, koreksi bedah (phonosurgery), atau rehabilitasi. Penatalaksanaan suara serak
dilakukan setelah penyakit terdiagnosis. Sehingga penatalaksaan dapat dilakukan secara
tepat sesuai diagnosis.
21
DAFTAR PUSTAKA
1. Diza, Miralza. Suara serak. [online] 2008. Available from: http://d132a.wordpress.com
2. Hermani, Bambang. Keganasan laring [online] Desember 2007. Available from: www.majalah- farmacia .com
3. Banvetz JD. Gangguan laring jinak Dalam BOIES buku ajar penyakit TH edisi 6. Jakarta: EGC, 1994
4. Ryan,Matthew. Surgical Treatment of Laringomalacia. University of Texas Medical Branch. 2005
5. Anonymous. Laryng (online) Available at www.academic kellog.cc.mi.us
6. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran edisi 6. Jakarta: EGC, 2006
7. Anonymous. Normal laryng (online) Available at www.voiceandswallowing.com
8. Hermani B, Kartosoediro S. Suara parau dalam buku ajar ilmu penyakit THT edisi ketiga. Jakarta: FKUI, 1997
9. Cohen JI. Anatomi dan fisiologi laring dalam BOIES buku ajar penyakit THT edisi . Jakarta: EGC, 1994
10. Hajati, NL. Bahan kuliah laring. Banjarmasin: Bagian THT FK UNLAM/RSUD Ulin
11. Megantara, Imam. Suara serak [online] Agustus 2008. Available from: http://imammegantara.blogspot.com
12. Anonymous. Fisiologi pengunyahan, penelanan dan bicara [online]. Available from: http://www.scribd.com
13. Hermani, Bambang. Disfonia. Jakarta: Sub Divisi Laring Faring Departemen THT FKUI/RSCM
22
14. Hermani, Bambang. Laringitis akut dalam penatalaksanaan penyakit dan kelainan THT edisi ketiga. Jakarta: FKUI
15. Hadiwikarta, A. Laringitis kronis dalam penatalaksanaan penyakit dan kelainan THT edisi ketiga. Jakarta: FKUI
16. Haryuna TSH. Tumor ganas laring. Sumatera Utara: Bagian PA FK USU17. Munir M, Abdurrachman H. Tumor ganas laring dalam penatalaksanaan penyakit dan
kelainan THT edisi ketiga. Jakarta: FKUI
18. Abdurrachman, Hartono. Paralisis laring dalam penatalaksanaan penyakit dan kelainan THT edisi ketiga. Jakarta: FKUI
19. NIDCD. Vocal cord paralysis [online]. Available from: http://www.nidcd.nih.gov
20. Anonymous. Vocal fold paralysis [online]. Available from: http://www.ent.ufl.edu
21. Mayo clinic. Treatment of vocal cord paralysis www.mayoclinic.com 22. Perkasa, FM. The management of bilateral midline. Departement THT FK
Universitas Hasanuddin Makassar [online]. Available from: http://www. med.unhas.ac.id
23