PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM (Kajian...
Embed Size (px)
Transcript of PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM (Kajian...

PENDIDIKAN TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM
(Kajian Tafsir Tematik)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan untuk Memenuhi
Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.)
Disusun oleh:
Nurul Mahmudah
NIM. 1115011000012
Disusun Oleh:
Nurul Mahmudah
11150110000126
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019/1440 H





i
ABSTRAK
NAMA: NURUL MAHMUDAH, NIM: 11150110000126, PENDIDIKAN
TAUHID DALAM KISAH NABI IBRAHIM (KAJIAN TAFSIR TEMATIK)
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguraikan bagaimana pendidikan tauhid
dalam kisah Nabi Ibrahim yang meliputi: pengertian pendidikan tauhid, tujuan
dari pendidikan tauhid, materi pendidikan tauhid, asas pendidikan tauhid yakni al-
Qur’an, hadits, dan akal atau rayu, dan metode dari pendidikan tauhid pada
penelitian in juga menguraikan aspek-aspek tauhid yang terkandung dalam kisah
Nabi Ibrahim yang terdapat dalam al-Qur’an. Jenis penelitian ini adalah penelitian
kualitatif dengan teknik analisis kajian melalui studi kepustakaan (Library
research). Sumber data yang digunakan adalah al-Qur’an beserta terjemahannya
dan beberapa literatur yang berkaitan dengan tema yang kemudian diuraikan
dengan menggunkan metode maudhu’i atau tematik.
Adapun hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: pendidikan tauhid adalah
pemberian bimbingan kepada anak didik agar ia menjadi jiwa tauhid yang kuat
dan mantap dan memiliki tauhid yang baik dan benar. Bimbingan itu dilakukan
tidak hanya dengan lisan dan tulisan tetapi juga dengan sikap, tingkah laku dan
perbuatan. Materi pendidikan tauhid yang terdapat pada ayat-ayat ini adalah
adanya wujud Allah, dzat yang Maha Esa sebagai Tuhan satu-satunya yang
berhak disembah, pembuktian keEsaan Allah melalui perenungan terhadap alam
semesta. Asas pendidikan Tauhid/ Pendidikan islam mempunyai dua sumber
utama dalam pengajarannya, yaitu al-Qur’an dan Hadits, dan akal/Rayu. Tujuan
Pendidikan tauhid dari pendidikan tauhid adalah membentuk manusia yang
berjiwa tauhid, yang mampu mengaplikasikan ajaran tauhid tersebut dalam
kehidpan sehari-hari. metode dari pendidikan tauhid, yaitu: metode perumpamaan,
metode pemberian contoh, metode kisah atau cerita, metode dialog argumentatif,
metode tanya jawab, metode targhib dan tarhib, metode ceramah, metode hiwar
dan metode diskusi. dan penelitian aspek tauhid terhadap kisah Nabi Ibrahim yang
tekandung dalam al-Qur’an, terdapat seluruh aspek tauhid, dari mulai aspek tauhid
uluhiyah, aspek tauhid rububiyah dan aspek tauhid asma wa sifat.
Kata Kunci: Pendidikan Tauhid, Kisah Nabi Ibrahim.

ii
ABSTRACT
NAME: NURUL MAHMUDAH, NIM: 11150110000126, TAUHID
EDUCATION IN THE STORY OF PROPHET IBRAHIM (THEMATIC
INTERPRETATION STUDY)
The purpose of this research is to describe how the education of Tawhid in
the story of Prophet Ibrahim which includes: understanding of the education of
Tauhid, objectives of the education of Tauhid, education materials Tauhid, the
principle of education Tauhid, Qur'anic, Hadith, and Sense or seduct, and the
method of the education of Tauhid in research in also elaborates the aspects of the
Tawhid contained in the story of the Prophet Ibrahim in the Qur'an.This type of
research is qualitative research with analysis techniques through literature study
(Library research). The source of the data used is the Qur'an and its translation
and some literature related to the theme which is then outlined by using the
method Maudhu'i or thematic.
The results of this research are as follows: The education of Tawhid is the
giving of guidance to the students so that he becomes a strong and steady soul of
Tauhid and has good and true Tauhid. That guidance is done not only with verbal
and written but also with attitudes, behaviour and deeds. The educational material
in these verses is the existence of Allah, the Almighty God as the only one who
has the right to be worshipped, proving the Oneness of God through
contemplation of the universe. Basic education of TAUHID/Islamic education
has two main sources in the teaching, namely Qur'an and Hadith, and
reason/Rayu. The aim of education of the education of Tauhid is to form human
beings who are soulful, who can apply the teaching of the Tauhid in daily
Kehidpan. Methods of education Tauhid, namely: The method of parables,
method of giving examples, methods of story or story, methods of argumentative
dialogue, question and answer methods, Al Targheeb and Tarhib methods, lecture
methods, Hiwar methods and discussion methods. and research aspects of the
tauhid aspect of the Prophet Ibrahim in the Qur'an, there are all aspects of Tawhid,
ranging from the aspect of Tauhid Uluhiyah, aspects of Tauhid Karaamah and the
aspect of the Tauhid of Asthma WA properties.
Keywords: Tauhid education, Story of Prophet Ibrahim.

iii
KATA PENGANTAR
بسم هللا الرحمن الرحيم
Alhamdulillah, tiada sanjungan dan pujian yang berhak diucapkan, selain
hanya kepada Allah, Dzat yang Maha Pengasih dan Penyayang, yang telah
memcurahkan nikmat dan kasih sayang kepada seluruh hamba-Nya untuk
senantiasa mensyukuriny dengan cara melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya
dan menjauhi apa yang dilarang-Nya.
Shalawat dan salam terlimpahkan kepada junjungan kita, kekasih kita, suri
tauladan kita Nabi Muhammad SAW sang penjunjuk jalan, pembawa cahaya
terang, menguluarkan bani Adam dari jalan syirik menuju jalan ketakwaan, serta
kepada keluarga, para sahabat serta segenap pengikutnya yang tetap istiqomah
melaksanakan perintah Allah dan sunnah Rasul-Nya
Skipsi ini penulis susun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Islam pada Jurusan Pendidikan Agama
Islam Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa
adanya dukungan, bantuan dan bimbingan dari semua pihak. Untuk itu penulis
mengucapkan terimakasih kepada:
1. Orang tua tercinta, yaitu: Ibu Rohimah dan Ayahanda Nandang Shobirin
yang telah mendidik putra-putrinya dengan tulus dan ikhlas, memenuhi
kebutuhan moril dan materil, membimbing, memotivasi serta selalu
mendo’akan putra-putrinya, sungguh semua itu merupakan pengorbana
yang tak terhitung dan tak ternilai. Semoga Allah selalu memberi
perlindungan, keridhoan dan keberkahan serta kebahagiaan.
2. Dr. Sururin, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Abdul Haris, M.Ag. dan selaku Ketua Program Studi dan
dosen pembimbing, Bapak Drs. Rusdi Jamil, M.Ag. Sekretaris Program

iv
Studi Pendidikan Agama Islam Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta periode 2019-2024
4. Bapak Ahmad Irfan Mufid, MA. selaku dosen Penasehat Akademik yang
telah melayani dan memberikan arahan konsutasi perkuliahan kepada
penulis Seluruh dosen Fakutlas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan yang telah
memberikan ilmunya, semoga Allah membalas dengan kebaikan yang tak
ternilai
5. Seluruh staf Perpustakaan Utama, Perpustakaan Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan serta Perpustakaan Fakultas Ushuludin yang telah menyediakan
berbagai referensi dan menunjang untuk penulisan skripsi ini
6. Kakak-kakak penulis yang senatiasa memberikan motivasi dan do’a untuk
kelancaran penulisan skripsi ini
7. Keluarga besar Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Himpunan Qari dan
Qari’ah Mahasiswa (HIQMA) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan arti cinta dan pengabdian juga sebagai keluarga serta tempat
penulis untuk belajar berbagai ilmu, diluar ilmu yang penulis dapat dikelas
perkuliahan
8. Divisi Syarhil Qur’an HIQMA UIN Syarif Hidayatullah jakarta yang
menjadi tempat penulis belajar keilmuan mengenai syarhil al-Qur’an
9. Divisi Pengembangan Minat dan Bakat (PMB) Masa bakti 2019: Nida
Ulfah Hasanah dan Febri Handayani, dan termasuk Nida Hanifah yang
selalu membersamai penulis dalam suka dan duka juga teman dalam
melalui perjalan kepengurusan di UKM HIQMA UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
10. Teman-teman seperjuangan: Diah Kurniawati, Pipin Widiyati Putri, Fitri
Lestari, Siti Nurjannah, Rizki Tria Amanda, Atik Nuratikah dan Sri ayu
ninggsih yang selalu memotivasi, serta memberikan dukungan, bantuan
dan memberikan indahnya pertemanan
11. Teman- teman seperjuangan PAI D angkatan 2015 telah memotivasi dan
melakukan canda tawa selama proses perkuliahan sehingga memberikan
pengalaman baru bagi penulis.

v
12. Sahabat-sahabat kukang squad: Risallah Fadhillah, Husnul Khatimah,
Bella Nabila, Risma Hikmiati, Risma Handayani dan Syifa Latifah yang
selalu mendoakan, memberi arahan dan nasihat juga menjadi motivator
bagi penulis
13. Seluruh penghuni kosan abu yang telah memberikan dukungan serta
menjadi tempat untuk bercerita keluh kesah, senang ataupun sedih bagi
penulis
14. Semua pihak yang tidak mungkin penulis sebutkan namanya satu persatu
yang telah ikhlas memberikan bantuan, dukungan, dan hiburan, sehingga
penyusunan tulisan ini dapat diselesaikan tanpa mengalami rintangan yang
banyak dan berarti penulis mengucapkan terimakasih dan semoga Allah
SWT membalas semua kebaikan yang telah kalian berikan. Aamiin...
Senin, 26 Agustus 2019
Nurul Mahmudah

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING SKRIPSI
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASAH
LEMBAR PERNYATAAN KARYA SENDIRI
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR ............................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................1
A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1
B. Identifikasi Masalah.....................................................................................9
C. Pembatasan Masalah....................................................................................9
D. Rumusan Masalah......................................................................................10
E. Tujuan Masalah..........................................................................................10
F. Manfaat Penelitian.....................................................................................10
BAB II KAJIAN TEORI ...................................................................................11
A. Acuan Teori................................................................................................11
1. Pendidikan............................................................................................11
2. Tauhid .................................................................................................15
3. Pendidikan Tauhid ..............................................................................16
4. Kisah ...................................................................................................20
B. Hasil Penelitian yang Relevan ..................................................................25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .........................................................27
A. Objek dan waktu penelitian........................................................................27
B. Jenis penelitian...........................................................................................27

C. Sumber Data ..............................................................................................28
D. Metodologi Penelitian ...............................................................................29
E. Teknik Penelitian.......................................................................................30
F. Teknik Penelitian.......................................................................................31
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...................................32
A. Tafsir dan Analisis Pendidikan Kisah Nabi Ibrahim Menyeru ayahnya
dalam Q.S Al-An’Am 74-83......................................................................32
B. Tafsir dan Analisis Pendidikan Kisah Nabi Ibrahim Menghancurkan
Berhala dan dibakar dalam Q.S al-Anbiya: 52-68, Asy-Syu’ara: 69-
102..............................................................................................................55
C. Tafsir dan Analisis pendidikan Wahyu Allah Kepada Nabi Ibrahim untuk
Menyembih Putranya dalam Q.S. Ash-Shaffat: 100-
110..............................................................................................................87
D. Relevansi Tauhid dalam Kisah Nabi Ibrahim dengan Pendidikan Agama
Islam. .........................................................................................................98
BAB V KESIMPULAN DAN PENUTUP .......................................................101
A. Kesimpulan..............................................................................................101
B. Saran .......................................................................................................102
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................103
LAMPIRAN

1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Manusia memiliki potensi atau fitrah untuk mengetahui, mengarahkan
kepada kebaikan dan keburukan. Kebaikan yang bersumber dari agama
Islam yang dapat menunjuki mereka ke jalan keselamatan. Manusia tidak
dapat dikatakan sebagai makhluk yang selalu taat kepada Allah layaknya
malaikat, juga tidak dapat dikatakan bahwa manusia adalah makhluk yang
selalu salah layaknya syaitan, tetapi manusia adalah makhluk yang netral.
Dari sinilah hendaknya manusia bijaksana dalam memilih potensi yang ada
pada dirinya yaitu dengan mengikuti potensi yang menuntun mereka kepada
kebenaran yakni agama.1
Selama manusia mengikuti fitrah yang benar maka ia berjalan pada
jalan yang lurus. Namun terkadang manusia tidak mengetahui jalan yang di
tempuhnya, sehingga akhirnya menyembah pada apa yang ia takuti, yang
dapat berpengaruh untuk dirinya, dan yang dianggap dapat memberi
manfaat serta memberikan madharat untuknya. Munculnya orang-orang
yang mengaku dirinya sakti, manusia berkata merekalah yang sanggup
berhubungan dengan Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu, merekalah yang
menentukan ibadah dan pemujaan, sehingga fitrah yang benar dan suci itu
telah dikotori oleh manusia itu sendiri.
Allah telah mengutus seorang Rasul pada tiap-tiap umat untuk menyeru
kepada aqidah tauhid dan keimanan. Masih banyak manusia yang hanya
mengikuti hawa nafsunya, yang akhirnya mereka menyimpang dari
ketauhidan menuju pada syirik. Terjadinya penyebaran syirik yang begitu
dahsyat pada saat ini, seperti fenomena yang terjadi di wilayah pantai baru,
Serandakan, Bantul, Yogyakarta, warga setempat menyebutnya dengan
1Syamsu Yusif LN & A. Juntika Nurihsan, Teori Pendidikan, (Bandung: PT Remaja Rosda
Karya, 2011) hal. 213

2
istilah sedekah laut. Warga setempat telah melakukan kegiatan ini hampir
21 tahun, tapi menurut pengakuan warga setempat, mereka tidak
mengetahui tujuan dari kegiatan sedekah laut yang mereka lakukan.2 Selain
itu ada pula fenomena ajaran sesat yaitu penyembah matahari, ajaran ini
dilakukan oleh seorang bernama Misnadi Abdullah yang mengajak umat
muslim untuk menyembah matahari. Fenomena ini terjadi di desa
krobungan, kecamata krucil, kabupaten probolinggo.3
Demikianlah fenomena sejarah umat manusia sampai saat ini,
penyebaran syirik yang sangat dahsyat melanda kaum muslimin, sedikit
sekali diantara mereka yang mengerti tentang tauhid dan bersih dari syirik.
Namun semua ini tidak akan terjadi jika manusia memahami ajaran tiada
Tuhan selain Allah, yang akan membebaskan manusia dari beribadah
kepada sesama makhluk, menjadi ibadah hanya kepada Allah semata.
Manusia tidak akan berserikat satu dengan yang lainnya, manusia tidak akan
berselisih antara kelompok satu dengan kelompok lainnya tentang
kebenaran haq, terbebas dari belenggu perbudakan sesama manusia.
Sisi lain, manusia akan terbebas rasa lebih tinggi dari manusia lainnya.
Tumbuh kesadaran bahwa ia sama dengan manusia lainnya, sesama
manusia tidak ada yang terkuat dan terlemah semua makhluk adalah hamba
Allah. Maka itulah yang dinamakan dengan Tauhid, yaitu menyatukan
kepercayaan, tidak terpecah belah kepada yang lainnya. Tauhid inilah yang
merupakan ruh dan cahaya sebagai pedoman yang hakiki bagi umat
manusia. Tauhid menerangi jalan kepada mereka yang mengikuti ajaran
dengan benar, mengeluarkan mereka dari gelapnya kesyirikan kepada
cahaya iman.
Tauhid terbagi menjadi tiga macam yaitu: pertama, tauhid Rubbubiyah
yang artinya mengesakan Allah dalam hal penciptaan, kepemilikan dan
2Sedekah Laut, Tradisi atau Musyrik?, 2018, (Apa Kabar Indonesia Pagi, TVOne), diakses
pada tangggal 28 Maret 2019 jam 10:22 WIB 3Ajaran sesat, 2017, (Reportase, jawa timur), diakses pada tanggal 02 April 2019 jam 11:22
WIB

3
kepengurusan.4 Kedua, Tauhid Uluhiyah, yang sering kali juga disebut
dengan tauhid ibadah, yaitu pengesaan Allah dalam ibadah, yang berhak
diibadahi hanya Allah. Ketiga, Tauhid Asma’ Wa sifat arinya pengesaaan
Allah Azza wa Jalla dengan Asma dan sifat yang dimiliki-Nya, hal ini
mencakup dua hal, yaitu: penetapan artinya kita harus menetapkan seluruh
asma dan sifat bagi Allah, sebagaimana yang Dia tetapkan bagi diri-Nya
dalam kitab-Nya. Dan penafian pemisalan bahwa kita tidak menjadikan
sesuatu yang semisal dengan Allah dalam Asma dan Sifat-Nya.5
Tauhid memegang peran penting dalam kehidupan manusia, dengan
tauhid manusia akan mengerti dan memahami tujuan dari hidup mereka.
Marilah kita perhatikan, pada zaman yang modern seperti sekarang ini
manusia tidak jelas arah dan tujuan untuk apa ia hidup. Manusia bekerja
banting tulang siang malam mencari apa yang mereka anggap dapat
memuaskan bagi keinginan hawa nafsunya yang tak kunjung puas dengan
apa yang mereka usahakan.
Tauhid ini menjadi sesuatu yang langka yang saat ini tak mudah untuk
didapatkan pada kehidupan masyarakat, tak mudah untuk menemui hal itu,
meskipun mereka mengaku sebagai seorang musliminin, maka perlu untuk
membangkitkan kembali semangat tauhid, mengkaji kembali makna tauhid
yang sesungguhnya, yang kemudian diinterpretasikan pada kehidupan
sehari-hari. Hal ini dapat dilakukan dengan mempelajari ilmu agama yang
benar, dengan mendidik anak sebaik mungkin melalui pendidikan, baik
pendidikan itu yang dilakukan di keluarga oleh orang tua, di sekolah oleh
guru, dan di masyarakat oleh masyarakat itu sendiri,
Pendidikan agama sangat penting bagi manusia, dimana pendidikan
khususnya pendidikan islam diartikan sebagai “usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran
agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
4Dawaris Abu Ubaidah, Pandangan Akidah Ahlu Sunnah Wal Jamaah (Jakarta: Gema Insani
Press, 2002), hal.88
5Syaikh Muhammad Al-Utsmaimin, Syarah Kitab Tauhid (Bekasi: Darul Fallah, 2014), hal.
21-26

4
memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat bangsa dan negara.6
Pendidikan agama yang salah satunya terdiri dari tauhid, fiqih dan
akhlak. Semuanya ini haruslah ditanamkan sejak dini, manusia juga
senantiasa membutuhkan bimbingan agar kebutuhannnya terpenuhi dari
mulai kebutuhan jasmani, seperti makan, minum, pakaian dan sebagainya.
Kebutuhan rohani juga tidak kalah pentingnya seperti keilmuaan dunia
maupun akhirat, pengetahuan akan nilai-nilai kemasyarakatan dan
sebagainya. Di sinilah peran pendidikan agama yang harus dapat
membimbing, menuntun dan memenuhi kebutuhan manusia. Pendidikan
tauhid seharusnya diajarkan di lingkungan keluarga masing masing oleh
orang tua, lingkungan sekolah oleh ibu atau bapak guru, lingkungan
masyarakat oleh masyarakat sekitar. Pendidikan tauhid disini sama-sama
bertujuan menanamkan nilai pendidikan agama kepada anak difokuskan
menjadi perilaku sehari-hari dalam kehidupan.
Pada pendidikan yang terjadi disekolah dimana pengajaran yang
dilakukan oleh guru terhadap peserta didik hendaklah dilakukan dengan
memperhatikan komponen- komponen yang harus ada, benar, tepat dan
harus berkesinambungan. Komponen tersebut ialah materi pembelajaran,
pokok bahasan, metode dan pendekatan pengajaran, media pengajaran,
sumber belajar, pengorganisasian kelas dan penilaian.7
Komponen yang ada haruslah diterapkan oleh guru secara baik, benar
dan juga tepat, karena apabila dari salah satu komponen ini tidak berjalan
dengan baik maka akan mempengaruhi pada kompoenen yang lain.
Misalnya jika meteri yang disampaikan benar namun tidak menggunakan
metode yang benar, maka akan menghambat tercapainya tujuan pendidikan
yang diharapkan. Begitu pun dengan materi yang salah, meskipun metode
6Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS) (Jakarata: Sinargrafika, 2008), hal.
3.
7Suyono & Hariyanto, Belajar dan Pembelajaran (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2013),
hal. 17.

5
yang disampaikan benar tetapi tujuan dari pengajaran menjadi tidak
tersampaikan, Begitupun dengan penelitian ini yang terfokus pada
pendidikan tauhid, jika seorang guru menyampaikan materi pendidikan
tauhid yang salah, akan sangat berpengaruh pada tujuan dari pendidikan
tauhid itu sendiri.
Tujuan dari pendidikan menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik
agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan
menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Lebih
khusus tujuan dari pendidikan islam atau pendidikan tauhid adalah
menanamkan taqwa dan akhlak dan serta menegakan kebenaran dalam
rangka membentuk manusia yang berpribadi, berbudi luhur menurut ajaran
Islam. Tujuan dari pendidikan Islam atau pendidikan tauhid ini tidak akan
tersampaikan kepada siswa apabila materi yang diajarkan salah, bahkan
bertentangan dengan tauhid.
Di antara komponen yang lainnya adalah guru, guru yang baik adalah
guru yang memiliki empat kompetensi dasar, yaitu: kompetensi paedagogik,
kompetensi kepribadian, kompetensi sosial dan kompetensi peofesional.
Guru harus menguasai materi pendidikan dengan benar, jika materi yang
disampaikan salah, akan sangat berpengaruh besar terhadap tujuan dari
pendidikan. Pada penelitian yang terfokus pada pendidikan tauhid ini,
menjadi sangat penting dikarenakan hal ini berkaitang erat dengan aqidah
peserta didik jika materi pendidikan tauhid yang disampaikan salah, maka
akan berpengarauh terhadap aqidah peserta didik.
Belakangan ini muncul kasus di sekolah yaitu gurunya mengajarkan
materi yang salah yakni mengajarakan agar tidak percaya dengan hadits dan
tidak mewajibkan shalat lima waktu, jelas ini merupakan ajaran yang
menyimpang. Hal ini terjadi di Sekolah Bela Allah yang ada di Mataram.
MUI NTB pun angkat bicara bahwa hal demkian adalah sudah jelas sesat.

6
Demikianlah fenomena kesyirikan yang tersebar melalui kegiatan
pendidikan,8 selanjutnya pondok pesantren yang bernama Nurul Ulum
terletak di Rt. 16 kelurahan sumber rejo sejahtera, kabupaten bandar
lampung, ditutup oleh pemerintah kota bandar lampung karena
menagajarakan aliran sesat, pimpinan pondok pesantren yang mengaku
Nabi terakhir setelah Nabi Muhammad SAW, dan melegalkan para santri
berhubungan intim dengan pimpinan pondok pesantren.9
Menyebarnya kesyirikan yang terjadi di masyarakat, salah satu jalannya
ialah dengan jalan pendidikan, maka dari itu seorang pendidik wajiblah
berhati-hati dengan apa yang ia sampaikan, disamping memperhatikan
komponen yang haruslah tepat digunakan dalam pengajarannya, dan juga
harus selektif dalam menyampaikan materi yang ia sampaikan.
Tetapi terkadang orang-orang di lingkungan rumah maupun masyarakat
tidak mendukung pembentukan nilai-nilai pendidikan agama Islam. Hal ini
juga dipengaruhi dengan masuknya budaya luar dan teknologi yang semakin
canggih, terbukti dengan perkembangan budaya barat dan peradaban
jahiliyah yang tidak lagi memperhatikan nilai moral dan agama. Maraknya
penyalahgunaan akun media sosial, yang seharusnya menjadi salah satu
sarana untuk berkomunikasi sekarang malah digunakan untuk saling
menghina, menebara kejahatan, kebencian tanyangan yang tak senonoh
dimunculkan dan banyak lagi yang semisalnya, maka dari itu keluarga
sebagai salah satu sumber pembelajaran seorang anak, sudah semestinya
menjadi pusat pembentukan tauhid melalui al-Qur’an. Lingkungan keluarga
merupakan lingkungan yang sentral dan menjadi lingkungan yang pertama
dikenal oleh seseorang anak.
8Hans Bahanan, Liputatan 6, Wanita Pendiri Sekolah Bela Allah Dinilai Ajarkan Aliran sesat,
(https://m.liputan6.com/regional/read/2841420/wanita-pendiri-sekolah-bela-Allah-dinilai-ajarkan-
aliran-sesat), diakses pada tanggal 6 april 2019.
9Ajarkan Aliran sesat Pondok Pesantren Darul Ulum Ditutup, 2015, (Metro Tv News), diakses
pada tangggal 28 Maret 2019 jam 10:22 WIB

7
Dalam al-Qur’an begitu banyak memuat aspek kehidupan manusia
yang berisi berbagai macam ilmu pengetahuan. Tidak ada rujukan yang
begitu tinggi derajatnya dibandingkan dengan al-Qur’an yang hikmahnya
meliputi seluruh alam dan isinya baik yang tersirat maupun tersurat tidak
akan pernah habis digali dan dipelajari. Sebagai pedoman umat manusia al-
Qur’an banyak menyoroti mengenai masalah ketuhan (tauhid), kepatuhan
dan loyalitas kita sebagai hamba Allah untuk senantiasa mengabdi kepada-
Nya sesuai dengan tujuan yang telah Allah firmankan dalam kitab al-
Qur’an.
Telah diyakini bahwa al-Qur’an berisi petunjuk bagi manusia. Ajaran
ajarannya disampaikan secara variatif serta dikemas sedemikian rupa. Ada
yang berupa informasi, perintah, larangan dan ada yang dimodifikasi dalam
bentuk kisah-kisah yang mengandung ibrah, yang dikenal dengan kisah-
kisah al-Qur’an yang merupakan kisah yang terbaik. Menurut Misri A
Muchsin bahwa Islam menaruh perhatian yang besar terhadap sejarah. “Al-
Qur’an yang merupakan sumber inspirasi, pedoman hidup dan sumber tata
nilai bagi umat Islam. Sekitar dua pertiga dari keseluruhan ayat al-Qur’an
yang terdiri atas 6660 ayat lebih itu, memiliki nilai-nilai atau norma
sejarah.”10
Al-Qur’an datang membawa kisah-kisah yang berguna bagi pembinaan
rohani manusia. Ia diungkapkan dengan susunan bahasa dan kata-kata yang
indah, lebih dari itu al-Qur’an mengandung arti yang sangat dalam dan
sempurna. Dan telah menerangkan betapa pentingnya cerita atau kisah bagi
pendidikan, salah satunya adalah pendidikan tauhid. Sebuah cerita atau
kisah-kisah mengandung unsur hiburan dan manusia membutuhkan hiburan
untuk meringankan kehidupan sehari-hari, selain itu dalam cerita atau kisah
juga terdapat unsur tertentu yang dapat menjadi model dan teladan bagi
pembentukan watak seseorang.
10Misri A. Muchsin, Filsafat Sejarah dalam Islam, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Press, 2002). Cet.1
h.23

8
Di dalam al-Qur’an itu sendiri terdapat kisah-kisah umat terdahulu salah
satu yang dapat diambil ibrah yakni kisah dari bapak tauhid kita Nabi
Ibrahim as yang merupakan salah satu dan rasul yang mendapat amanah dan
mengemban rislah Allah tersebut, metode yang dipakai Nabi Ibrahim adalah
upaya untuk memurnikan akidah umat manusia pada zamannya yang
diabadikan dalam al-Qur’an yang sekaligus dijadikan simbol kepada umat
manusia yang hidup pada zaman saat ini yaitu dalam al-Qur’an surah Al-
An’am ayat 74 – 83 dimana Nabi Ibrahim mengajarkan khususnya kepada
ayahnya yang dalam al-Qur’an bernama azar, dan umumnya kepada
kaumnya, tentang kesesatan menyembah berhala.
Menurut tafsir al-Misbah kandungan singkat surat Al-an’am ayat 72-
83 merupakan ayat ayat yang menuntun Nabi Muhammad saw. dan umat
Islam bagaimana bersikap terhadap orang-orang musyrik yang
mempersekutukan Allah SWT seperti dicontohkan pengalaman Nabi
Ibrahim as. ketika menghadapi persoalan yang sama agar dapat diteladani.11
Dalam surah yang lainnya ialah Q.S. Ash-Shaffat ayat 100-110 dimana
dijelaskan mengenai sifat anaknya yang mempunyai sifat yang sabar, teguh
pada pendirian dan taqwa yang dapat dijadikan contoh, terutama untuk
mendidik anak menjadi anak yang sholeh.
Nabi Ibrahim berhasil mendidik anak menjadi anak yang patuh, tunduk,
sholeh, sabar bukan hanya pada dirinya sendiri melainkan kepada Allah.
Anaknya yaitu Ismail rela menyerahkan nyawanya sekalipun untuk
mematuhi perintah Allah melalui mimpi Ayahnya. Dalam al-Qur’an
dijelaskan pula terdapat dua orang Nabi yang dapat dijadikan suri teladan
yang pertama yaitu Nabi Muhammad dan yang kedua yakni Nabi Ibrahim.
Seperti firman Allah yang berbunyi:
ه ع م ن ي لذي وا م ي هي را إيب في ة ن س ح وة س أ م ك ل ت ن ا د ك ق
11M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an vo. 4, (Jakarta:
Lentera Hati, 2001), hal. 154

9
“Sesungguhnya Telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim
dan orang-orang yang bersama dengan Dia” (QS. Al-Mumtahanah
[60]: 4)
Masih banyak sekali ayat yang mengisahkan tentang kisah Nabi
Ibrahim, tak hanya kedua ayat yang telah disebutkan diatas yang
mempunyai banyak pembelajaran atau pesan yang dapat kita ambil untuk
dijadikan contoh dan teladan bagi kehidupan kita sehari-hari dalam
memberikan pembelajaran dan pendidikan kepada anak sejak dini.
Oleh karena itu, skripsi ini akan mengkaji, menganalisis dan
mempelajari kembali kisah Nabi Ibrahim yang terdapat dalam al-Qur’an
mengenai pembelajaran dan pendidikan yang ditanamkan kepada anaknya
dengan benar dan tepat. Maka, pembahasan pokok pada skripsi ini yaitu
mengenai pendidikan tauhid dalam kisah Nabi Ibrahim dengan mengangkat
judul “Pendidikan Tauhid Dalam Kisah Nabi Ibrahim (Kajian Tafsir
Tematik).”
B. Identifikasi Masalah
1. Banyak terjadinya fenomena kesyirikan yang dipengaruhi oleh
lingkungan pendidikan anak.
2. Urgensi atau pentingnya pendidikan tauhid bagi kehidupan manusia
3. Perlunya penguatan komponen pembelajaran terhadap pendidikan
tauhid yang diberikan kepada anak
4. Faktor penghambat dan pendukung penanaman pendidikan nilai tauhid
kepada anak
C. Pembatasan Masalah
Agar pembahasan penelitian ini lebih terarah dan tidak melebar jauh
dari ruang lingkup penelitian, maka penulis membatasi masalah pada:

10
Perlunya penguatan komponen pembelajaran terhadap pendidikan
tauhid yang diberikan kepada anak berdasarkan Kisah Nabi Ibrahim (Kajian
Tafsir Tematik).
D. Perumusan Masalah
1. Bagaimana pendidikan tauhid yang terkandung dalam kisah Nabi
Ibrahim yang terdapat dalam al-Qur’an
2. Bagaimanakah relevansi tauhid dalam kisah Nabi Ibrahim dengan
Pendidikan Agama Islam.
E. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui pendidikan tauhid yang yang terkandung dalam kisah
Nabi Ibrahim yang terdapat dalam al-Qur’an
2. Untuk mengetahui relevansi tauhid dalam kisah Nabi Ibrahim dengan
Pendidikan Agama Islam
F. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini yaitu:
1. Memberikan khazanah pemikiran atau wawasan bagi ilmu pendidikan
Islam pada umumnya dan terutama mengenai Pendidikan tauhid yang
terkandung dalam kisah nabi Ibrahim yang terdapat dalam al-Qur’an
2. Bagi pendidik khususnya guru dapat mencontoh bagaiman cara
mendidik yang baik yang telah dicontohkan oleh Nabi Ibrahim.
3. Bagi orang tua sebagai bekal pengetahuan untuk menerapkan nilai-nilai
tauhid pada anak sejak dini sebagaimana yang telah dicontohkan oleh
Nabi Ibrahim
4. Bagi peneliti sebagai bahan intropeksi diri, bahwasanya memberikan
pendidikan kepada anak merupakan kewajiban bagi umat Islam

11
BAB II
KAJIAN TEORITIK
A. Acuan Teori
1. Pendidikan
a. Pengertian Pendidikan
Pendidikan merupakan hal yang sangat penting bagi
kehidupan manusia, dengan pendidikan manusia dapat maju dan
berkembang dengan baik, melahirkan kebudayaan dan peradaban
yang positif yang akan membawa kepada kebahagiaan dan
kesejahteraan bagi hidup mereka, hal ini menyebabkan semakin
tinggi pendidikan seseorang, maka semakin tinggi peradaban dan
kebudayannya.
Dalam kamus al-Munawwir “kata pendidikan berasal dari kata
Rabba-yurabbi-tarbiyatan, yang berarti mendidik, mengasuh dan
memelihara”.1 Menurut Muhibin Syah, “kata pendidikan berasal
dari kata didik, atau mendidik, yang secara harfiah berarti
memelihara dan memberi dan memberi latihan”.2
Dalam bahasa Arab, “Pendidikan juga sering diartikan dari kata
‘Allama, dan Adaba. Kata ‘Allama, berarti mengajar
(menyampaikan pengetahuan), memberitahu, mendidik. Sedang
kata adaba, lebih menekankan pada melatih, memperbaiki,
menyempurnakan akhlak (Sopan santun) dan berbudi baik”.3
Namun kedua kata tersebut jarang digunakan untuk diterapkan
sebagai wakil dari kata pendidikan, sebab pendidikan itu harus
mencakup keseluruhan, baik asfek intelektual, moralitas, atau
psikomotorik dan afektif.
1Ahmad Warson Munawwir, Kamus al-Munawir, (Yogyaarta: PP. Al-Munawwir, 1989), hal,
504 2Muhibin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2003) cet-8, hal. 32
3Ahmad Warson Munawwir, Op.cit, hal, 462-1526.

12
Dengan demikian ada tiga istilah pendidikan dalam konteks
islam yang digunakan untuk mewakili kata pendidikan, yaitu
tarbiyah, ta’lim dan ta’dib dalam kaitan dengan hal tersebut, kata
tarbiyah dipandang tepat untuk mewakili kata pendidikan kata
tarbiyah mengandung arti tumbuh, berkembang, memelihara,
merawat, mengatur, dan menjaga eksistentsinya, dan kesemua ini
telah mewakili kata pendidikan secara keseluruhan.
Pengertian pendidikan menurut UU RI. No. 20 tahun 2003
tentang sistem pendidikan nasional, Bab 1, pasal 1 ayat 1
dijelaskan: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki spitual keagamaan, pengembangan diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.4
b. Komponen-komponen Pendidikan
Pendidikan sebagai suatu sitem tentunya memiliki komponen-
komponen yang diperlukan untuk mencapai tujuan dari pendidikan.
Komponen-komponen pendidikan penting penting dalam
pendidikan, yaitu
1) Pesera didik
Peserta didik adalah seorang yang ingin belajar atau
memperoleh pendidikan. Peserta didik adalah seorang yang
memiliki hak untuk memperoleh layanan pendidikan
(pembelajaran). Dari pemerintah atau masyarakat luas sesuai
dengan kebutuhan dan kemampuannya.5
2) Pendidik (Guru)
Pendidik adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan pendidikan peserta didik. Pihak yang bertanggung
jawab pendidikan peserta didik adalah guru di sekolah, orang tua
4Anas Salahudin dan Irwanto Alkirienciehie, Pendidikan Karakter Pendidikan Berbasis Agama
dan Budaya Bangsa, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), cet-1, hal, 80
5Rulam Ahmadi, Pengantar Pendidikan asas & filsafat pendidikan, (Yogyakarta: Ar-ruzz
Media, 2016), hal. 63.

13
dan masyarakat. Pendidik utama dalam konteks rumah tangga
adalah orang tua, sedangkan dalam konteks pendidikan
disekolah menjadi tanggung jawab utama guru.6
3) Kurikulum
Kurikulum adalah suatu alat yang sangat penting dalam
merealisasi dan mencapai tujuan pendidikan sekolah. Dalam arti
luas, kurikulum dapat diartikan sebagai suatu yang dapat
memengaruhi siswa, baik dalam lingkungan sekolah maupun
luar sekolah. Namun, kurikulum haruslah direncanakan agar
pengaruhnya terhadap siswa benar-benar dapat diamati dan
diukur hasilnya.7
4) Metode Pembelajaran
Metode Pembelajaran merupakan cara-cara yang
diguanakan guru untuk menyampaikan bahan pelajaran kepada
siswa dalam mencapai tujuan. Dalam kegiatan mengajar,
semakin tepat metode yang digunakan, semakin efektif dan
efesien kegiatan mengajar yang dilakukan antara guru dan siswa
yang akhirnya akan menunjang dan mengantarkan keberhasilan
belajar siswa dan keberhasilan mengajar yang dilakukan oleh
guru, berarti juga bahwa metode pendidikan adalah cara yang
digunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa
pada saat berlangsungnya pengajaran.8
5) Media Pembelajaran
Media pembelajaran adalah segala sesuatu yang digunakan
untuk menyalurkan pesan serta dapat merangsang pikiran,
perasaan, perhatian, dan kemauan si belajar sehingga dapat
mendorong terjadinya proses belajar yang disengaja, bertujuan
dan terkendali, dengan kata lain, media pembelajaran adalah
6Ibid, hal. 64.
7Oemar Hamalik, kurikulum dan pembelajaran (Jakarta: Bumi Aksara, 2013), hal. 60
8Ibid., hal. 3

14
segela sesuatu yang dapat menyampaikan materi pembelajaran
pada siswa sehingga memungkinkan pembelajaran berlangsung
secara efesien dan efektif.9
c. Tujuan Pendidikan
Suatu usaha dapat terarah dan mencapai sasaran apabila ada
tujuan, begitupula dengan pendidikan, suatu usaha apabila tidak
mempunyai tujuan maka bisa saja dianggap sia-sia belaka, dengan
kata lain tujuan adalah sesuatu yag ingin dicapai setelah usaha
dilakuakan.
Oemar hamalik dalam bukunya yang berjudul “kurikulum dan
pembelajaran” menyebutkan bahwa “tujuan pendidikan ialah
seperangkat hasil pendidikan yang tercapai oleh peserta didik
setelah terselenggaranya kegiatan pendidikan”.10
Sedangakan tujuan pendidikan nasional menurut undang-undang
Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada
Bab II, pasa 3 yang berbunyi: Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdaskan
kehidupan bangsa. Bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa
kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia sehat, berilmu,
cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga megara yang
demokratis serta bertanggung jawab.11
Maka dari itu dapat dikatakan bahwa tujuan pendidikan ialah pada
dasarnya merupakan maksud belajar yang dikomunikasikan secara
jelas, meliputi tingkah laku dan kondisi-kondisi tertentu yang
diharapkan muncul di dalamnya setelah dilakukan proses belajar
mengajar.
9Op. Cit., hal. 77
10Ibid, hal. 3
11Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam, undang-undang dan peraturan pemerintah RI
tentang Pendidikan, (Jakarta: Departemen Agama RI, 2006) hal. 8

15
2. Tauhid
a. Pengertian Tauhid
Kata tauhid berasal dari kata wahhada, yang berati
“mengesakan, menyatakan atau mengikuti Yang Maha Esa.”12.
Syaikh Muhammad Al-Utsmaimin dalam bukunya yang berjudul
“Syarah Kitab Tauhid” juga menjelaskan: “At-tauhid menurut
bahasa merupakan masdhar dari wahada. Jika dikatakan wahada
asy-sya’i, artinnya menjadikan sesuatu itu satu. Adapun menurut
syariat berarti: mengesakan Allah dengan sesuatu yang khusus bagi-
Nya, berupa rububiah, uluhiah, al-asma’ dan sifat”.13
Menurut Muhammad bin Abdul Wahab secara istilah, pengertian
tauhid ialah:
Tauhid adalah meyakini keesaan Tuhan, menganggap hanya ada
satu Tuhan, yaitu Allah Rabbul Alamin, tidak ada yang disebut
Tuhan, atau dianggap Tuhan, atau dinobatkan sebagai Tuhan,
Kecuali Allah SWT. Jadi semua yang ada di semesta ini, adalah
makhluk belaka, tidak lain, tidak boleh ada kepercayaan yang
menyelip dalam hati, bahwa selain-Nya ada yang pantas
dipertuhan. Pula nama Tuhan selain Allah, wajib tidak ada. Jika
masih ada sedikit aja kepercayaan selain-Nya, harus segera
dikikis habis. Inilah yang disebut kepercayaan monoteisme.
Yakni hanya percaya pada satu Tuhan.14
Dari definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa, tauhid
adalah keyakinan tentang satu atau Esanya Zat Allah, tidak hanya
percaya bahwa Allah ada, yang menciptakan alam semesta beserta
pengaturannya, tetapi haruslah percaya kepada Allah dengan segala
ketentuan tentang Allah meliputi sifat, asma’ dan af’al-Nya, Dengan
demikian, Tauhid adalah suatu pengakuan dan penegasan bahwa
Allah adalah Tuhan Yang Maha Esa, Zat yang Maha Suci yang
meliputi sifat, asma’ dan af’al-Nya. .
12Ahmad Warson Munawir, op.cit, hal. 1542
13 Syaikh Muhammad Al-Utsmaimin, Syarah Kitab Tauhid, (Bekasi: Darul Falah, 2014), hal.17
14Moehammad Thahir Badrie, Syarah Kitab al-Tauhid Muhanmmad bin Abdul Wahab, (Jakarta:
PT Pustaka Panjimas, 1484) hal. 24-25

16
3. Pendidikan Tauhid
Setelah terlebih dahulu dijabarkan tentang tauhid beserta macam
macamnya maka disini akan diungkapkan pula pengertian tentang
pendidikan tauhid, materi pendidikan tauhid, asas pendidikan tauhid,
tujuan pendidikan tauhid dan metode pendidikan tauhid.
a. Pengertin Pendidikan Tauhid
Manusia secara kodrati membutuhkan pendidikan, salah satu
kebutuhan dasar anak memperoleh pendidikan adalah pendidikan
Tauhid, aspek tauhid ini adalah:
Aspek pandangan yang mengkui bahwa manusia adalah makhluk
yang berketuhanan. Adapun kemampuan dasar yang
menyebabkan manusia menjadi makhluk berketuhananan atau
agama adalah didalam jiwa manusia terdapat insting yang disebut
insting religius atau garizah diniyah (insting percaya pada
agama). Itulah sebabnya tanpa proses pendidikan insting tersebut
tidak akan mungkin berkembang secara wajar. Dengan demikian
pendidikan keagamaan mutlak diperlukan untuk
mengembangkan insting religius atau gazirah diniyah tersebut.15
Apabila pendidikan tidak ada anak-anak akan berkembang
kearah yang tidak baik/buruk seperti tidak mengakui Tuhan, budi
pekertinya rendah, bodoh dan malas bekerja.
Dengan begitu yang dimaksud dengan pendidikan tauhid adalah
pemberian bimbingan kepada anak didik agar ia menjadi jiwa
tauhid yang kuat dan mantap dan memiliki tauhid yang baik dan
benar. Bimbingan itu dilakukan tidak hanya dengan lisan dan
tulisan tetapi juga dengan sikap, tingkah laku dan perbuatan.
Sedangkan yang dimaksud pendidikan dan pengajaran tauhid
ialah pemberian pengertian tentang ketauhidan, baik sebagai
akidah yang wajib diyakini maupun sebagai filsafat hidup yang
membawa kepada kebahagiaan hidup duniawi dan ukhrawi.16
Islam mengajarkan bahwa proses pendidikan ketauhidan
dimulai sejak anak itu lahir kedunia. Ketika seorang anak dilahirkan,
islam mengajarkan agar orang tuanya mendengungkan azan
15Hamdani Ihsan dan A. Fuad Ihsan, Filsafat Pendidikan Islam, (Bandung: CV. Pustaka
Setia, 2001), Cet-2, h.117 16Yusran Asmuni, Op. cit., hal.43

17
ketelinga anak tersebut. “Dengungan azan ini menunjukkan bahwa
pendidikan tauhid sudah dimulai sebab azan berisi ajaran
ketauhidan. Dengan kata lain, Islam mengajarkan agar suara pertama
yang didengarkan anak begitu ia lahir kedunia adalah suara yang
mengandung pendidikan ketauhidan. Ajaran seperti ini dipraktekkan
langsung oleh Nabi Muhammad SAW”.17
b. Materi Pendidikan Tauhid
Materi pendidikan tauhid pada intinya adalah membahas tentang
adanya wujud Allah yang Maha Esa, untuk meyakini adanya wujud
Allah, akal pikiran hendaknya diarahkan pada fenomena alam,
namun mata hati manusia jauh lebih tajam dan dapat lebih
meyakinkan dari pada pandangan kasat mata, karena dalam jiwa
manusia telah tertanam fitrah mengakui adanya Tuhan, dengan
demikan segala sesuatu itu pasti diciptakan yaitu oleh Allah Yang
Maha Pencipta, Keesaan Dzat Allah menurut Murtadla Mutaharri
“Dia yang tidak memiliki padanan dan sesuatu yang serupa
dengannya, tidak ada sesuatu apapun yang berada pada tingkat zat
Allah SWT”18 dengan demikian yang dinamakan Esa pada ajaran
agama islam adalah tidak atau bukan terdiri dari oknum ganda baik
pada nama, sifat maupun zat Allah.
c. Asas pendidikan Tauhid
Mohammad Daud Ali dalam bukunya Pendidikan Agama
Islam, mengatakan bahwa “Pendidikan islam/ Pendidikan tauhid
mempunyai dua sumber utama dalam pengajarannya, yaitu al-
Qur’an dan Hadits, tetapi untuk pengajaran islam ada sumber
tambahan yaitu akal/Rayu. Dasar pendidikan tauhid juga merupakan
dasar pendidikan islam, karena pendidikan tauhid adalah salah satu
bagian dari pendidikan islam, sehingga dasar pendidikan ini tidak
17Yusran Asmuni, Ibid, hal.43
18Murtadha Muttahari, Keadilan Ilahi Asas Pandangan Dunia Islam, Terj. Dari al-Adl al-Ilahi
(Bandung: Mizan, 1995), hal. 27.

18
lain adalah pendangan hidup yang islami yang pada hakikatnya
merupakan nila-nilai luhur universal.19
d. Tujuan Pendidikan Tauhid
Menurut Dzakiyah daradjat yang dikutip oleh Nur uhbiyati
dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam
Tujuan dari pendidikan islam secara keseluruhan, yaitu
kepribadian seseorang membuatnya menjadi insan kamil, dengan
pola takwa, dapat hidup dan berkembang secara wajar dan normal
karena ketakwaanya kepada Allah SWT. Ini mengandung arti
bahwa pendidikan islam itu diharapkan menghasilkan manusia
yang berguna baginya dan masyarakatnya serta senang dan gemar
melaksanakan dan mengembangkan ajaran islam dalam
hubungannya dengan Allah dan dengan sesamanya, dapat
mengambil manfaat yang semakin meningkat dan alam semesta
ini untuk kepentingan hidup di dunia dan di akhirat.20
Dengan demikian tujuan dari pendidikan tauhid adalah membentuk
manusia yang berjiwa tauhid, yang mampu mengaplikasikan ajaran
tauhid tersebut dalam kehidpan sehari-hari.
e. Metode Pendidikan Tauhid
Terdapat berbagai macam metode yang dapat diterapkan dalam
pengajaran tauhid diantaranya:
1) Metode Tanya Jawab
Penyampaian materi pelajaran dengan cara seorang guru
mengajukan pertanyaan dan murid menjawab pernyataan
tersebut, atau bisa juga dari murid yang bertanya dan guru yang
menjawab. Pada metode ini terdapat kelebihan dan kekurangan,
jadi seorang pendidik wajib mengetahui pengguanaan metede ini
pada waktu yang tepat, tak hanya oada metode ini, namun pada
penggunaan semua metode.21
2) Metode Hiwar
19Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta” Rajawali Press, 2008), hal. 90
20Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), hal. 41.
21Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002),
hal. 140.

19
Adalah metode pendidikan yang dilakukan dengan cara
berdiskusi “betanya lalu menjawab”. Dimana para peserta didik
membuat tulisan atau membaca teks kemudian di hafal atau
dibaca secara bergantian dalam suatu materi tertentu, sehingga
peserta didik mengalami dan meresapi sendiri materi yang
sedang dipelajari.22
3) Metode Kisah
Metode kisah biasa juga disebut dengan metode cerita yakni
cara mendidik dengan mengandalkan bahasa, baik lisan maupun
tertulis, dengan menyampaikan pesan dari pokok sejaran islam,
cara penyampaian metode ini dengan mejelaskan suatu
kronologis terjadinya sebuah peristiwa baik benar atau fiktif
saja.23
4) Metode Perumpamaan
Metode ini biasa disebut dengan metode “Amtsal” yakni
metode yang digunakan oleh pendidik dengan mengambil
perumpamaan-perumpamaan dari al-Qur’an untuk diresapi para
peserta didik.24
5) Metode Targhib Tarhib
Metode ini juga disebut dengan metode pemberian ganjaran
dan hukuman, pemberian ganjaran bagi para peserta didik yang
melaksanakan atau taat, dan pemberian hukuman bagi para
peserta didik yang tidak taat atau malah melakukan apa yang
dilarang.25
6) Metode ceramah
Metode ini dapat diartikan sebagai suatu metode didalam
proses belajar, dimana materi disampaikan kepada peserta didik
22Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Agama Islam, (Malang; UIN Malang Press, 2008)
hal. 144
23Armai Arief, Op. Cit., hal. 163.
24Fatah Yasin, Op. Cit., hal. 144.
25Ibid., hal. 1145

20
dengan cara penuturan/lisan, metode ini mempunyai kelemahan
dan kelebihan, salah satu kelebihan pada metode ini ialah
suasana kelas berjalan dengan tenang, dan salah satu
kekurangannya adalah interaksi cenderung verbalisme, guru
yang lebih aktif, sedangkan murid menjadi lebih pasif.26
7) Metode Diskusi
Metode ini dapat diartikan sebagai jalan untuk memecahkan
suatu permasalahan yang memerlukan beberapa jawaban
alternatif yang dapa mendekati kebenaran dalam proses belajar
mengajar, metode ini dapat menarik murid agar berfikir
sistematis, kritis dan demokratis dalam menyumbangkan
pikiran-pikirannya untuk memecahkan suatu masalah.27
4. Kisah
a. Pengerian dan Macam-macam Kisah
Al-Qur’an telah membicarakan kisah-kisah yang
disebutkannya dari para Nabi dan selainnya. Ia menjelaskan hikmah
dari penyebutannya, manfaat apa yang dapat kita ambil darinya,
episode-episode yang memuat pelajaran hidup, dan konsep
memahaminya. Pengertian kisah secara bahasa kisah/etimologi: al-
Qur’an telah menyebutkan kata qasash dalam beberapa konteks,
pemakaian dan tashrif (konjugasi) nya: dalam bentuk fi‟il madhi
(kata kerja lampau), fi’il mudhari (kata kerja sedang), fi’il amar
(kata kerja perintah), dan dalam bentuk mashdar (kata benda).
Imam ar-Raghib al-Ishfahami mengatakan dalam kitab
Mufradatnya (al-M'ufradat fi Gharib Al-Quran-penj.) tentang
kata ini (qasash), “Al-Qasahu berarti “mengikuti jejak‟.
Dikatakan Qasashtu atsarahu “Saya mengikuti jejaknya.28
26Armai Arief, Op. Cit., hal. 141
27Ibid, hal. 145.
28Shalah Al-Khalidy, Kisah-Kisah al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang Terdahulu jilid-1,
(Jakarta: Gema Insani, 1999), Cet.3, h. 21

21
Al-Qasash ialah berarti jejak”(atsar). Allah ta’ala berfirman:
ءاثارهما قصصا ....فٱرتدا على
....Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. (al-
Kahfi/18: 64)
عرون ش م ل ي ه ب و ن ن ج ه ع ت ب ر بص يه ف ه قص ت خ ت ل ال ق و
Dan berkatalah ibu Musa kepada saudara Musa yang
perempuan, ikutilah dia”... (al-Qasash/28: 11)
Al-Qashash ialah cerita-cerita yang dituturkan (kisah). Allah Ta’ala
berfirman:
حق قصص ال وال ا له ذ إن ه Sesungguhnya ini adalah kisah yang benar (Q.S. Ali
Imran/3:62)
ال ل تخف قصص ق ه ال ي ل قص ع ه و اء ا ج م ل ف
........Maka tatkala musa mendatangi bapaknya (Syu’aib) ia
menceritakan kepadanya cerita (tentang dirinya), Su’aib
berkata “ janganlah kamu takut (al-Qasash: 25).
Qasash al-Qur’an adalah pemberitaan al-Qur’an tentang hal
ihwal umat yang telah lalu, nubuwat (kenabian) yang tedahulu dan
peristiwaperistiwa yang terjadi. Al-Qur’an banyak mengandung
keterangan kejadian masa lalu, sejarah bangsa-bangsa, keadaan
negeri-negeri dan jejak umat. Semua ini diceritakan dengan
menarik dan mempesona.”29
Diantara macam-macam kisah dalam al-Qur’an antara lain sebagai
berikut:
1) Kisah para Nabi. Kisah ini mengandung dakwah mereka kepada
kaumnya, mukjizat-mukjizat yang memperkuat dakwahnya,
sikap-sikap orang yang memusuhinya, tahapan-tahapan dakwah
dan perkembangannnya serta akibat-akibat yang diterima oleh
mereka yang mempercayai dan golongan yang mendustakan.
29Manna’ Khalil al-Qattan, Studi-Stud iIlmu Qur’an, (Bogor: Pustaka Litera Antar Nusa,
2010), Cet. 13, h. 436

22
2) Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada masa lalu dan orang yang tidak dipastikan
kenabiannya. Misalkan kisah orang yang keluar dari kampung
halaman, yang beribu-ribu jumlahnya karena takut mati; kisah
Talut dan Jalut, dua orang purta Adam, penghuni gua dan lain-
lain.
3) Kisah-kisah yang berhubungan dengan peristiwa-peristiwa yang
terjadi pada masa Rasulullah, seperti perang Badar, perang
Uhud dalam surah Ali Imran, perang Hunain dan Tabuk dalm
surat at-Taubah, perang Ahzab dalam surat Ahzab, hijrah, isra
dan lain-lain.30
b. Hikmah Kisah
Dari kisah-kisah yang terdapat dalam al-Qur’an mengandung
beberapa hikmah, antara lain sebagai berikut:
1). Hendaknya ia memahami apa yang ada pada kisah-kisah tersebut
berupa kabar, fakta, makna dan metode dalam pertarungan antara
yang hak dengan yang bathil agar kita dapat mengambil ibrah
(pelajaran) darinya.
2). Dalam kisah alquran terdapat keterangan tentang Sunnah Allah
pada makhuk-Nya, baik berkaitan dengan umat, kelompok
maupun individu.
3). Dalam kisah al-Quran terdapat keterangan tentang manhaj atau
metode para nabi dalam berdakwah kepada Allah, sebgaiman
iltizam (keterangan) dan kesabaran mereka yang memegang
manhaj tersebut dan menjadikan para nabi sebagat tauladan kita.
4). Dalam kisah al-Quran terdapat contoh sikap kaum mukmin yang
sabar dan tegar diatas jalan yang baik.
30Manna’ Khalil al-Qattan, Ibid, hal. 438

23
5). Dalam kisah-kisah alquran terdapat ketengan mengenai tabiat
manusia dan apa yang Allah gariskan padanya berupa sifat-sifat
dan beragam watak.
6). Dalam kisah-kisah alquran terdapat keterangan tentang keadaan
manusia dan kecongkakanya terhadap harta dan kedudukan
7).Dalam kisah-kisah al-quran terdapat hakekat ilmiah yang
berhubungan dengan alam semesta baik itu manusia, flora. Dan
fauna, bum, bintang, langit yang tidak tersingkap kecuali di masa
modern sekarang ini.31
c. Kisah Nabi Ibrahim
Ibrahim adalah salah seorang rasul Allah yang diutus ditengah
umat manusia yang mengajak mereka untuk beriman hanya kepada
Allah. “Ibrahim adalah putra Azar (Tarih) bin Tahur bin Saruj bin
Rau‟ bin Falij bin Abir bin Syalih bin Arfakhsyad bin Saam bin
Nuh As. Ia dilahirkan disebuah tempat bernama “Faddam A‟ram”
dalam kerajaan Babylon yang pada waktu itu diperintah oleh
seorang raja bernama Namrud bin Kan‟aan.”32 Nabi Ibrahim adalah
pembawa agama tauhid seperti halnya Nabi Nuh As dan memiliki
ketulusan hati serta penuh tawakal.
Kisah yang menceritakan perjalanan Ibrahim sebagai rasul Allah
dalam menjalankan dakwahnya dan sebagai hamba Allah yang
beriman dengan tulus ikhlas dan penuh tawakal kepada-Nya.
Sebagaimana halnya para rasul Allah yang lain, Ibrahim banyak
mendapat tantangan dan ancaman dari kaumnya, karena Ibrahim
menyeru mereka untuk meninggalkan sesembahan mereka selama
ini berupa patung yang dianggap sebagai Tuhan nenek moyang
mereka. Ibrahim dengan bijak mengajak kaumnya agar
31Abdul Karim Zaidan, hikmah Kisah-kisah dalam Al-Qur’an (Jakarta: darussunnah press,
2015, hal. 11-13
32M. Ahmad Jadul Mawla & M. Abu al-Fadhl Ibrahim. Kisah-Kisah Al-Qur‟an. (Jakarta:
Zaman, 2009), h. 250

24
meninggalkan sesembahan selain Allah dan menyeru agar
menyembah hanya kepada Allah, Tuhan yang telah menyembah
kepada mereka dan memberi rizki kepada mereka, bukan patung-
patung yang mereka sembah yang tidak bisa memberikan manfaat
dan mudharat apapun kepada mereka. Namun tetap saja kaumnya
tidak mengindahkan Nabi Ibrahim dan berpaling kepadanya.
Hingga pada akhirnya ia (Ibrahim) merencanakan suatu tindakan
dan aksi praktis yang dapat menyadarkan kaumnya, bahwa
persembahan mereka adalah perbuatan batil dan sesat. Ibrahim
menunggu saat yang tepat untuk melancarkan aksinya itu, yakni
pada saat tibanya hari raya tahunan, dimana semua penduduk
beramai-ramai meninggalkan kota dan berpesta ria diluar. Pada saat
itulah Ibrahim memasuki tempat persembahan mereka dan
menghancurkan patung-patung tersebut. Lalu sekembalinya
penyembahpenyembah berhala itu ke kota dan mengetahui
Ibrahimlah yang menghancurkan sesembahan-sesembahan mereka,
beranglah mereka dan bergegas datang kepada Ibrahim untuk
meminta pertanggung jawabannya. Hingga akhirnya, dengan penuh
kemarahan pemuka-pemuka masyarakat penyembah berhala itu
datang, lalu berkata: dirikanlah suatu bangunan untuk membakar
Ibrahim; lalu lemparkanlah ia ke dalam hati yang menyala-nyala.33
Namun mereka tidak berhasil membakar hidup-hidup Nabi Ibrahim
as, bahkan api yang panas yang berpotensi membakar itu berubah
menjadi dingin dan membawa keselamatan untuk Nabi Ibrahim
As.34
Kemudian episode selanjutnya khusus berisi tentang kejadian
mimpi, penyembelihan, dan penggantian kurban yang dikisahkan
dalam QS. Ash- Shaffat ayat 100-110. Dalam ayat ini diceritakan
bahwa suatu ketika Nabi Ibrahim bermimpi, didalam mimpi tersebut
33Ibid, 97 34Ibid , 69

25
ia melihat anak yang sangat ia cintai (Ismail) disembelih. Lalu Nabi
Ibrahim mengutarakan mimpi tersebut kepada anaknya. Dengan
penuh kerelaan anak tersebut menerima perintah ayahnya karena ia
yakin perintah tersebut datangnya dari Allah Swt. Waktu yang
direncanakan telah tiba Nabi Ibrahim beserta anaknya menuju
ketempat penyembelihan. Ditengah-tengah perjalanan ada godaan
syaitan yang terus menganggu agar hati Ismail goyah, namun Ismail
tidak gentar dengan godaan tersebut malah Ismail melemparnya
dengan batu. Lalu setibanya ditempat penyembelihan
dibaringkanlah badan sang anak tersebut dan sang ayah mulai
menjalankan perintah Allah dengan menyembelih putranya . namun
Allah tidak membiarkan saja hambanya yang sabar, Allah
menggantinya dengan sesembelihan yang besar dan kejadian itu
diabadikan sampai sekarang sebagai hari raya Idul Qurban, yang
didalamnya terdapat beberapa pendidikan tauhid. Hal ini merupakan
bentuk ketinggian, ketaatan, pengorbanan, kerendahan hati, dan
penyerahan diri kepada Allah Swt.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
Berdasarkan penelusuran penulis terhadap karya ilmiah
skripsi/tesis/disertasi diperpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bahwa yang membahas tentang pendidikan tauhid dalam dalam kisah Nabi
Ibrahim (kajian tafsir tematik) belum penulis temukan secara khusus.
Namun yang menggunakan istilah nilai-nilai pendidikan, yaitu:
1. Skripsi Saudari Tri Zunaenah (2018), jurusan Pendidikan Agama Islam
Fakultas Tarbiyah, (PAI) IAIN Salatiga, yang berjudul “Konsep
Pendidikan Tauhid dalam Keluarga (Studi Surah al-Ikhlas Menurut
Tafsir al-Misbah Karya M. Quraish Shihab)”, dalam skripsi saudari Tri
Zunaenah menjelaskan tentang pendidikan tauhid yang terbatas pada
Q.S al-Ikhlas dalam penelintiannya, juga keluarga sebagai unsur yang

26
paling penting dalam penerapan tauhid pada anak dengan menggunakan
metode pembiasaa, keteladana, hukuman dan ganjaran.
2. Skripsi saudari Alfrida Dyah Septiani (2017), jurusan Pendidikan
Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, IAIN Salatiga, yang
berjudul “Pendidikan Tauhid (Tela’ah Kisah Nabi Ibrahim Q.S Ibrahim
ayat 74-83”, membahas mengenai bagaimana Pendidikan Tauhid dapat
diterapkan pada anak, dalam penelitiannya saudari alfrida menemukan
tiga tujuan pendidikan tauhid yang diterapkan pada anak
3. Skripsi Rizkah Fadhilah (2018) berjudul “Metode Pendidikan Tauhid
yang Terkandung dalam Q.S al-An’am ayat 74-79”, Jurusan Pendidikan
Agama Islam, Fakutas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, rizkah ini membahas mengenai metode
pendidikan tauhid diantaranya ada ada metode kisah, silogisme,
keteladanan, dan sebagainya yang juga bisa diterapkan untuk
mengajarkan pendidikan agama islam.
Adapun perbedaan penelitian penulis dengan penelitian yang telah
diseutkan diatas dalam penelitian penulis kajian dilakukan secara
umum, dengan mengkaji pembahasan tauhid yang terdapat dalam al-
Qur’an dalam kisah Nabi Ibrahim melalui kajian tematik.

27
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Objek dan Waktu Penelitian
1. Objek Penelitian
Objek dalam penelitian ini adalah mengenai kajian tafsir al-Qur’an
yang terfokus kepada
a. Q.S al-An’am: 74-83 tentang Ibrahim Menyeru Ayahnya (Tujuan,
metode, materi, dan asas pendidikan tauhid).
b. Q.S al-Anbiya: 52-68, Asy-Syu’ara: 69-102 tentang Nabi Ibrahim
Menghancurkan berhala dan dibakar (Metode, asas, dan tujuan
pendidikan tauhid).
a. Q.S ash-Shafat; 100-110 tentang wahyu Allah kepada Nabi Ibrahim
untuk menyembelih putranya yang bernama Ismail (Tujuan dan
metode pendidikan tauhid).
2. Waktu Penelitian
Adapun waktu penelitian yang dilakukan oleh peneliti yaitu:
a. Waktu: 1 Maret 2019 – selesai (± 3 bulan)
b. Tempat: Perpustakaan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
B. Jenis Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan data penelitian kualitatif
dengan menggunakan metode konten analisis dengan menggunakan teknik
analisis kajian melalui kepustakaan (Library Research). Dimana
pengertian kualitatif merupakan proses penelitian yang ingin
menghasilkan data bersifat deskriptif, yaitu berupa hasil ucapan, tulisan,
dan perilaku individu atau kelompok yang dapat diamati berdasarkan
subyek itu sendiri.1
1Sugiyono, Metodologi Kualitatif dan Kuantitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2010), hal.9.

28
Karena penelitian ini menggunakan Library Research, maka sumber
data penelitian ini adalah literatur-literatur yang berkaitan, sebagaimana
yang dikatakan oleh H.M Sayuti: “sumber data penelitian kualitatif adalah
tindakan dan perakataan manusia dalam latar yang bersifat alamiah,
sumber data lainnya ialah bahan-bahan pustaka, seperti: dokumen, arsip,
koran, majalah, jurnal ilmiah, buku, laporan tahunan dan lain
sebagainya”.2, dan pada penelitian ini penulis menggunakan sumber data
kualitatif yaitu berupa bahan-bahan pustaka yakni buku.
C. Sumber Data
Sumber data pada penelitian ini adalah literatur-literatur yang
berkaitan dengan tema dalam penelitian ini, sumber-sumber tersebut
terdiri dari data primer, yaitu al-Qur’an dan kitab- kitab tafsir al-Qur’an
yang menjelaskan ayat-ayat yang yang mengandung pendidikan tauhid
dalam kisah Nabi Ibrahim, diantaranya:
1. Al-Qur’an dan Tejemahannya.
2. Tafsir al-Misbah (M. Quraish Shihab)
3. Tafsir al-Lubab (M. Quraish Shihab)
4. Tafsir al-Azhar (Abdul Malik Abdul Karim Amrullah)
5. Tafsir Nurul Qur’an (Allamah Kamal Faqih)
Sumber Data Sekunder, yaitu sumber data yang mendukung dan
melengkapi sumber data primer, adapun data skunder dalam penulisan
skipsi ini yaitu:
1. Kamus Munawwir
2. Studi-studi Ilmu Al-Qur’an karya Manna’ Khalil al-Qathan,
3. Buku Induk Kisah-Kisah Alqur’an karya M. Ahmad Jadul Mawla &
M. Abu al-Fadl Ibrahim,
4. Membumikan al-Qur’an (M.Quraish Shihab)
2H.M Sayuti Ali, Metodologi Penelitian Agama Teori dan Praktek (Jakarta: Raja Grapindo
Persada press: 2002), hal.63.

29
5. Ilmu Tauhid karya M. Yusran Asmuni,
6. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Armai Arief)
7. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah (Zakiah Daradjat)
8. Ilmu Pendidikan Islam (H.M Arifin)
9. Pendidikan Agama Islam (Mohammad Daud Ali)
10. Sumber-sumber data lain yang yang mengandung keterkaitan dengan
pembahasan penelitian.
D. Metode Penelitian
Adapun analisis yang dugunakan pada dalam penelitian ini adalah
menggunakan analisis metode tafsir maudhu’i atau tafsir tematik, metode
tafsir maudhu’i atau tematik ini mempunyai dua bentuk, yaitu:
1. Membahas ayat-ayat al-Qur’an sesuai dengan tema atau judul yang
telah ditetapkan. Semua ayat yang berkaitan dengan topik tersebut
dihimpun, kemudian dikaji secara mendalam dan tuntas dari segala
aspek-aspeknya, mulai dari aspek asbab an-nuzulnya, kosa katanya,
istinbat (penetapan) hukum, dan lain sebagainya. Semuanya itu
dijelaskan secara rinci dan tuntas, serta didukung oleh dalil-dalil dan
fakta yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, baik argumen
itu berasal dari al-Qur’an dan hadits, maupun pemikiran rasional.3
2. Menghimpun ayat-ayat dari berbagai surat yang sama-sama
membicarakan satu masalah pendidikan tauhid dalam kisah Nabi
Ibrahim, ayat-ayat tersebut disusun sedemikian rupa dan diletakkan di
bawah satu tema bahasan dan selanjutnya dikaji secara maudhi’i.
Dalam aplikasinya penelitian ini mengacu pada langkah-langkah yang
diterapkan al-Farmawi, yaitu :
a. Memilih atau menerapkan masalah Al-Qur’an yang akan dikaji
secara maudhu‟i (tematik).
3Nasarudin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hal.
72

30
b. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah yang telah
ditetapkan.
c. Mengetahui korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut didalam
masing-masing suratnya.
d. Menyusun tema bahasan dalam kerangka yang ideal, sistemtatis,
komprehensif dan original.
e. Melengkapi pembahasan dan uraian dengan hadits, bila dipandang
perlu sehingga pembahasan menjadi semakin sempurna dan jelas.
f. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara keseluruhan dengan jalan
menghimpun ayat-ayat yang mempunyai pengertian yang sama
atau mengkrompomikan antara ‘am dan khos, mutlaq dan
muqoyyad (terikat) atau yang pada lahirnya bertentangan, sehingga
semuanya bertemu pada satu muara, tanpa perbedaan atau
pemaksaan.4
Analisis metode maudhu’i atau tematik yang penulis gunakan
dalam penulisan skripsi ini, yang membahas mengenai ayat-ayat yang
mengandung pendidikan tauhid dalam kisah Nabi Ibrahim, maka
penulis menganalisis penjelasan mengenai ayat-ayat tersebut dengan
mencari sumber-sumber yang dapat menjelaskan makna dan penfsiran
dari ayat-ayat yang menceritakan tentang kisah Nabi Ibrahim.
E. Teknik Analisis
Berikutnya teknik analisis yang peneliti gunakan yaitu metode content
anlisis (analisis isi) Teknik analisis ini merupakan kesimpulan yang benar
dari sebuah buku atau dokumen. Teknik ini juga digunakan untuk
menemukan karakteristik dari sebuah pesan yang penggarapannya
dilakukan secara objektif dan sistematis.5 Dalam penulisan skripsi ini,
penulis akan membahas:
4Farmawi, Abdul Hayy Al. (Terj.) Anwar, Rosihon, Metode Tafsir Maudhu‟i Dan Cara
Penerapannya, Bandung, C.V Pustaka Setia, 2002, hal. 15.
5Lexi J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung : Remaja Rosdakarya, 1991), h. 263.

31
a. Q.S al-An’am: 74-83 tentang Ibrahim Menyeru Ayahnya (Tujuan,
metode, materi, dan asas pendidikan tauhid).
b. Q.S al-Anbiya: 52-68, Asy-Syu’ara: 69-102 tentang Nabi Ibrahim
Menghancurkan berhala dan dibakar (Metode, asas, dan tujuan
pendidikan tauhid).
c. Q.S ash-Shafat; 100-110 tentang wahyu Allah kepada Nabi Ibrahim
untuk menyembelih putranya yang bernama Ismail (Tujuan dan
metode pendidikan tauhid).
Setelah peneleti menuliskan penafsirkan ayat demi ayat yang akan
dibahas, selanjutnya peneliti akan meneliti mengenai bagaimana
pendidikan tauhid yang terkandung dalam kisah Nabi Ibrahim yang
terdapat dalam al-Qur’an secara ayat demi ayat, baik itu mengenai
metode pendidikan tauhid, materi pendidikan tauhid, asas pendidikan
tauhid, tujuan pendidikan tauhid dan sebagainya yang berkaitan
dengan pendidikan tauhid, selanjutnya peneliti akan meneliti dan
menuliskan hasil penelitian mengenai aspek tauhid apa saja yang
terkandung dalam kisah Nabi ibrahim yang terdapat di dalam al-
Qur’an, baik itu aspek tauhid rububiyah, tauhid uluhiyah maupun
tauhid Asma dan sifat-Nya secara satu persatu dari tema bahasan pada
skripsi ini.
F. Teknik Penulisan
Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengacu pada buku pedoman
penulisan skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019.

32
BAB IV
TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Tafsir dan Analisis Pendidikan Kisah Nabi Ibrahim Menyeru ayahnya
dalam Q.S Al-An’Am 74-83
Ayat 74
أرىك رهيم لبيه ءازر أت تخذ أصناما ءالة إن مبي وق ومك ف ضلل وإذ قال إب
“Dan (ingatlah) ketika Ibrahim berkata kepada ayahnya Azar,
”Pantaskah engkau menjadikan berhala-berhala itu sebagai tuhan?
Sesungguhnya aku melihat engkau dan kaummu dalam kesesatan
yang nyata”.
Dalam bukunya tafsir al-Misbah, Quraish Shihab menjelaskan
bahwa: kata “ab” pada ayat ini yang dimaksud bukanlah ayahnya,
melainkan bisa jadi menunjuk pada pamannya, Quraish Shihab
memaknai bahwa kata “ab” bukan berarti ayah, “tercatat dalam kitab-
kitab sejarah bahwa ayah Nabi Ibrahim bernama Tarukh, bukan Azar”.1 Kemudian Quraish shihab juga menyatakan bahwa:
Ia tidak sependapat dengan mereka yang memahami kata Azar
sebagai makian, karena hal ini bertentangan dengan sifat ajaran
islam yang selalu mengajak berdakwah dengan hikmah dan
peringatan yang menyentuh serta diskusi yang sebaik-baiknya.
Bahwa kalimatnya tegas adalah wajar, dan dibenarkan karena ini
adalah masalah akidah, yang merupakan persoalan prinsip.2 Para ulama berbeda pendapat tentang maksud dari lafadz Azar,
sebuah nama atau sifat? Jika Nama maka siapakah yang memeberi nama
demikian? Berikut adalah pendapat-pendapat para ulama mengenai
lafadz azar:
1. Sebagian ulama berpendapat bahwa Azar adalah nama bapaknya,
dengan menyebutkan riwayat, diantaranya: Ibnu Al-Barqi
menceritakan kepadaku, ia berkata Amr bin Abu Salamah
1M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an Vol 4, (jakarta:
Lentera Hati), Cet-1, h. 155 & 157.
2Ibid, hal. 157

33
menceritakan kepada kami, Ia berkata aku mendengar Sa’id bin
Abdil Aziz berkata, “ia adalah Azar, dan ini adalah Tarih, ia
bagaikan Isra dan Ya’kub.
2. Bahwa Azar bukanlah bapak Ibrahim, dengan menyebutkan riwayat
Muhammad bin Humaid dan Sufyan bin Waki menceritakan kepada
kami dari Laits, dari Mujahid, ia berkata, “Azar bukanlah bapak
Ibrahim
3. Berpendapat bahwa Azar merupakan celaan dan aib atas perkataan
mereka, maknanya: yang bengkok, mereka menafsirkan bahwa dia
dicela dengan kebengkokan dan penyimpangan dari kebenaran.
Setelah menyatakan pendapat diatas selanjutnya kita memilih
antara pendapat tersebut, pendapat yang paling tepat menurut kami
adalah yang menyatakan Azar adalah nama bapak dari Nabi Ibrahim,
karena Allah SWT menyatakan “Ia adalah bapaknya.” Jika pun ada
yang bertanya Ulama nasb menisbatkan Ibrahim kepada Tarih, maka
bagaimana bisa namanya menjadi Azar? Jawab: tidak menutup
kemungkinan ia memiliki dua nama seperti yang masyhur dikalangan
manusi sekarang ini, bisa juga merupakan julukan baginya.3
Pada ayat ini, maka Azar bisa berarti ayah Nabi Ibrahim as. Apabila
kita pahami dengan gamblang ayat diatas, agaknya kita akan setuju
bahwa perkataan Nabi Ibrahim kepada ayahnya merupakan perkataan
sindiran. Nabi Ibrahim bertanya sembari menyindir ayahnya yang
dengan bodohnya menyemabah sesuatu yang mustahil dapat
mendatangkan kebaikan ataupun keburukan padanya. Maka dari inilah
jelas bagi kita bahwa ayah Nabi Ibrahim beserta kaumnya telah
melakukan kesalahan dengan menyembah berhala yang derajatnya lebih
rendah dari manusia.
3Abu Ja’far Muammad bin Jari Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari, (Jakarta: Pustaka Azam, 2008),
hal. 148 152

34
Meskipun perkataan tersebut adalah perkataan sindiran, bukan
berarti Nabi Ibrahim telah berbuat tidak sopan atau tidak baik kepada
orang tuanya, namun Nabi Ibrahim telah berbuat benar dengan memberi
tahukan ayanya bahwa ia telah berjalan di jalan yang salah. Maka
menjadi wajar dan wajib bagi Nabi Ibrahim berkata dengan tegas kepada
ayahnya untuk meninggalkan jalannya tersebut sebagai tanda kasih
sayang kepada orang tuanya yang tidak ingin ayahnya berjalan di jalan
yang salah. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Allamah Kamal
Faqih bahwa: dalam menghadapi dan berhubungan dengan orang lain,
patokannya adalah kebenaran, bukan usia, pengalaman, maupun
banyaknya orang.4
Hal ini merupakan pesan kepada seluruh umat manusia bahwa
orang yang melakukan kesalahan haruslah diingatkan, dan dibenarkan,
terlebih dalam masalah akidah, kewajiban bagi kita untuk berani
mengingatkan orang yang berbuat salah, meskipun orang itu adalah
teman, keluarga bahkan orang tua kita sendiri. Sejatinya berdakwah
haruslah kepada kerabat-kerabat terdekat terlebih dahulu, maka apabila
kita mengabaikan kesalahan mereka tersebut, menandakan bahwa kita
ikut menjerumuskan mereka ke jalan yang salah.
Analisis Pendidikan:
Pada ayat ini terdapat percakapan antara Nabi Ibrahim dengan
ayahnya, Nabi Ibrahim menegaskan bahwa dirinya telah melihat
ayahnya beserta kaumnya terjerumus kepada kesesatan yang nyata, jauh
menyimpang dari jalan yang lurus. Perbuatan demikian dikatan dengan
syirik, dimana “syirik adalah mempersembahkan ibadah apapun untuk
selain Allah”.5 dalam hal ini peneliti menemukan bahwa ini
4Allamah Kamal Faqih, Tafsir Nurul Qur’an jilid 5 (Jakarta: Al-Huda, 2004), hal. 218
5Muhammad Ash-Shalabi, Iman Kepada Allah (Jakarta timur: Ummul Qura, 2014) hal. 375

35
bertentangan dengan tujuan dari pendidikan islam. Dimana tujuan dari
pendidikan islam adalah:
Untuk membimbing dan membentuk manusia menjadi hamba Allah
yang shaleh, teguh imannya, taat beribadah, berakhlak terpuji.
Bahkan keseluruhan gerak dalam setiap muslim, mulai dari
pebuatan, perkataan dan tindakan apapun yang dilakukannya dengan
niat mencari ridho Allah, memenuhi segala perintah-Nya, dan
menjauhi segala larangan-Nya, maka untuk melaksanakan semua
itu, perlu dipelajari dan dituntun dengan iman dan akhlak terpuji.6
Tujuan pendidikan Islam tersebut tidak akan tercapai jika
seseorang melakukan syirik pada Allah. Selanjutnya Nabi Ibrahim
menegur dan meluruskan mereka serta mengajak untuk tidak
menyekutukan Allah dengan berhala-berhala yang mereka sembah,
maka dari sinilah peneliti menemukan adanya metode menegur atau
mengajak layaknya dalam pendidikan.
Ayat 75
ت وٱلرض وليكون من ٱلموقني و رهيم ملكوت ٱلسم لك نري إب وكذ
Dan Demikianlah Kami memperlihatkan kepada Ibrahim kekuasaan
(Kami yang terdapat) di langit ddan di bumi, dan agar dia termasuk
orang-orang yang yakin.
Menurut Allamah Kamal Faqih “Istilah Malakut dalam al-Qur’an
merupakan turunan dari kata mulk dimana terdapat dua kata sandang
ditambahakan sebagai penekanan dan pelebihan.7 Sedangkan menurut
M. Ali Ash-Shabuni “Malakut, malak, wawu, dan ta’ berfungsi
mubalaghah (membesar-besarkan) dalam menyifati.8 Maka maksud kata
Malakut pada ayat ini adalah “pemilik sebenarnya dan absolut dari langit
dan bumi. 9 Quraish Shihab melanjutkan penjelasannya:
6Zakiyah Daradjat, Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah (Jakarta: Ruhama, 1995),
hal. 40.
7Ibid., hal. 120
8Muhammad Ali Ash-shabuni, op.cit., hal. 190
9 ibid

36
Apa yang disampaikan Nabi Ibrahim, dan apa yang terdapat dalam
jiwa dan pikirannya menghasilkan keyakinan yang sedemikian kukuh
merupakan hasil bimbingan Allah yang telah memperlihatkam pada
Nabi Ibrahim kepemilikan-Nya di langit dan di bumi. Kepemilikan-Nya
yang amat sempurna dan kukuh tersebut mengarahkan jiwa Nabi
Ibrahim ke arah yang mengantar beliau menyadari seluruh wujud
bersumber dari Allah SWT. 10
Perkataan Nabi Ibrahim kepada pamanya merupakan buah
kereprcayaanya kepada Allah yang telah didapatkan melalui arahan atau
petunjuk Allah kepadanya, petunjuk tersebut adalah segala wujud yang
ada dilangit dan di bumi beserta segala keteraturan dan ketetapan yang
berlaku didalamnya. Seperti beberapa ciptaan yang dibuat berpasang-
pasangan, pria dan wanita, siang dan malam, terang dan gelap, panas
dan dingin dan berbagai hal yang lain yang menandakan bahwa
penciptaan yang dicipta oleh Pencipta ini amat rapih, tidak berdiri
sendiri melengkapi satu sama lainnya, saling berkaitan, dan bekerja
sesuai dengan tugasnya masing-masing.
Lalu kemudian petunjuk-petunjuk tersebut diperlihatkan kepada
Nabi Ibrahim agar termasuk orang-orang yang yakin. Quraish Shihab
menjelaskan “kalaupun ketika itu beliau telah yakin, maka itu baru
sampai pada tingkat ilmu yakin, belum ainul yakin apalagi haqqul
yakin.11 Itu berarti ketika Nabi Ibrahim berkata kepada pamannya ia pun
belum memiliki kepercayaanya tersebut dengan membuat Nabi Ibrahim
melihat kepada penciptan-Nya yang amat indah dan sempurna.
Sehingga Nabi Ibrahim dapat percaya dengan sepenuh hatinya.
Sebagaimana yang dikatakan Quraish Shihab “Allah SWT menjadikan
Nabi Ibrahmi Masuk dalam kelompok almuqinin, yakni orang- orang
yang sangat mantap keyakinannya.12
10 Quraish Shihab, op. Cit., hal 158- 159
11Ibid
12Ibid, hal 160

37
Analisis Pendidikan:
Pada ayat ini peneliti menemukan bahwa: tanda-tanda keagungan
(kami yang terdapat) di langit dan bumi adalah bahan ajar atau objek
yang dijadikan Nabi Ibrahim sebagai pelajaran dalam mendidik
kaumnya, tanda-tanda keaguangan tersebut yang akan menunjukan
kepada kekuasaan Allah, sehingga kepemilikan yang ada dilangit dan
dibumi ini dapat dijadikan sebagai salah satu materi pendidikan tauhid,
diamana ini merupan salah satu aspek dari tauhid itu sendiri, yaitu tauhid
rububiah, yaitu keyakinan seorang muslim bahwa alam semesta ini
diciptakan oleh Allah SWT dan selalu memdapat pengawasan serta
pemeliharaan dari-Nya.13
Selanjutnya pada kata وليكون من الموقني agar Dia termasuk orang
yang yakin merupakan tujuan dari pendidikan tauhd tersebut. Agar
manusia dapat beriman dan bertaqwa hanya kepada Allah sesuai dengan
tujuan pendidikan tauhid, maka manusia harus percaya dan yakin
terlebih dahulu kepada Allah SWT dengan seyakin-yakinnya
kepercayaan, sehingga manusia dapat dengan sebenar-benarnya
beriman dan bertaqwa keada Allah SWT. Karena tujuan dari pendidikan
tauhid adalah tujuan dari pendidikan islam itu sendiri, pendidikan tauhid
mempunyai andil yang sangat penting, dan juga merupakan salah satu
aspek dari pendidikan islam, dimana tujuan dari pendidikan tauhid ialah:
untuk menjadikan manusia menjadi pribadi yang intan kamil dengan
pola taqwa, yaitu manusia yang utuh jasmani dan rohani, dapat
berhubungan dengan Allah karena ketaqwaannya, senang dan gemar
mengamalkan ajaran islam untuk kepentingan hidupnya di dunia dan di
akhirat.14
13Darawis Abu Ubaidah, Pandangan Akidah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah, (Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar,2008), hal. 47
14Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Cv Pustaka Setia, 1999), hal. 41

38
Ayat 76
ذا قال اف لما جن عليه ٱليل رءا كوكب ي ه ا رب ٱلفلي أحب ل قال أفل ف لم
“Ketika malam telah menjadi gelap, dia (Ibrahim) melihat sebuah
bintang (lalu) dia berkata, “Inilah Tuhanku.” Maka ketika bintang
itu terbenam dia berkata, “Aku tidak suka kepada yang terbenam.”
Menurut al-Wahdi makna janna yang dikutip oleh M.Ali ash-
Shabuni adalah: “Malam telah gelap dan malam telah menjadi gelap,
dan dikatakan segala sesuatu dalam bahasa Arab adalah janna dan
ajanna dari janna terdapat lafadz jannah, jin, janun, dan janain, semua
lafadz ini kembali kepada makna aslinya yaitu tertutup.15
Menurut Quraish Shihab “Proses bimbingan tersebut bermula pada
malam hari.16 Ketika malam tertutupi bumi dan sekitarnya, Nabi ibrahim
melihat keatas (langit) didapatinya suatu bintang kejora atau venus yang
disembah kaumnya itu.17
Namun kemudian bintang itupun tenggelam seiring terbitnya
matahari, yang berarti bintang itu dapat menghilang pada waktunya.
Quraish Shihab melanjutkan penjelasannya “tenggelam dan hilangnya
dari pandangan bintang tersebut lebih menunjukan kelemahan serta
ketiadaan kekuasannya”18. Menurut Allamah Kamal Faqih “sesuatu
yang timbul dan tenggelam adalah objek yang mengikuti beberapa
aturan, dan posisinya pun tergantung kepada yang mengatur mereka
maka sesuatu yang bergerak adalah yang bisa dicipta, dan sesuatu yang
dapat dicipta itu pasti bukanlah Tuhan.19 Dengan demikian, sangat jelas
bahwa bintang yang mereka sembah bukanlah Tuhan Yang
Sesungguhnya. Tuhan pastilah selalu ada dalam keadaan dan situasi
apapun, selalu hadir dalam setiap waktu kapanpun itu. Ia akan selalu
15Muhammd Ali Ash-Shabuni, loc, cit.
16M Quraish Shihab loc. Cit
17Ibid, hal. 161 18Ibid
19Allahmah Kamal Faqih, Op.cit., hal. 212

39
melihat, mengawasi dan menjaga makhluk-Nya siang dan malam, ia
akan ada bersama makhluk-Nya kapanpun dan dimanapun makhluk-
Nya berada.
Bintang adalah adalah benda yang dapat tenggelam atau
menghilang pada waktu tertentu, jika demikian, maka ia tidak tetap,
tidak stabil, dan sesuatu yang tidak stabil maka ia tidak abadi. Nabi
Ibrahim tidak menyukai akan hal itu, seolah-olah ia berkata:
“bagaimana mungkin kita tunduk, menyembah dan mengabdi kepada
sesuatu yang bahkan kita sendiri pun tidak menyukainya, serta tidak
mencintainya”.
Analisis Pendidikan:
Peneliti menemukan bahwa ketika Nabi Ibrahim melihat sebuah
bintang (lalu) dia berkata “inilah Tuhanku”. Hal ini menunjukan bahwa
cara memperoleh pendidikan tauhid dapat dicari sendiri (materi)
dengan mentadaburi akan penciptaan Allah yang ada di alam semesta
ini, dengan cara melihat dan memperhatikan. Penisbatan Nabi Ibrahim
akan Allah terhadap benda-benda langit merupakan salah satu model
amtsal. Atau biasa juga disebut dengan “metode perumpamaan yaitu
dengan cara memberikan perumpamaan-perumpamaan yang ada dalam
al-Qur’an untuk diketahui dan diresapi oleh peserta didik”.20
Ayat 77
ا رءا ٱلقمر بزغ ذا قال اف لم ي ه ا رب لكونن رب ي هدن ل لئن قال أفل ف لم
ٱلضالي ٱلقوم من “Lalu ketika dia melihat bulan terbit dia berkata, “Inilah
Tuhanku.” Tetapi ketika bulan itu terbenam dia berkata,
“Sungguh, jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku,
pastilah aku termasuk orang-orang yang sesat.” 20A. Fatah Yasin, Dimensi-dimensi Pendidikan Islam (Malang: UIN Malang Press, 2008) hal.
145

40
M. Ali Ash-Shabuni mengutip perkataan al-Azhari akan makna
bazigon yang berkata bahwa: “seakan-akan lafadz ini diambil dari بزغ
yaitu ”terbelah”, karena bulan dengan sinarnya dapat memecahkan
kegelapan.21 Sedangkan makna افل menurut M. Ali Shabuni adalah
“menghilang”22
Quraish shihab melanjutkan penjelasannya:
Setelah terbukti bahwa bintang yang cahayanya sangat kecil dalam
mata telanjang manusia di bumi tidak wajar dipertuhan, Nabi
Ibrahim as. Mengahilangkan pandangan kepada yang cahanya
terlihat lebih terang, maka tatkala dia melihat bulan terbit pada awal
terbitnya, bagaikan sesuatu yang membelah kegelapan malam di
berkata “inilah dia Tuhanku yang kucari .” Tetapi setelah bulan itu
terbenam, diapun tidak puas dan menilai bulan tidak wajar
dipertuhankan dengan alasan yang sama.23
Dengan alasan bahwa kaum Nabi Ibrahim menyembah sesuatu
yang bercahaya di langit, maka untuk mengingkari kepercayaan mereka
tersebut Nabi Ibrahim harus menggunakan perumpamaan yang semisal
dengan apa yang mereka sembah, maka nabi Ibrahim menunjuk bulan,
sesuatu yang lebih besar dan lebih terang dibandingkan bintang. Apalagi
menurut mereka Tuhan adalah sesuatu yang bercahaya dilangit, maka
bulan lebih layak dan lebih tepat disebut sebagai Tuhan dibandingkan
dengan bintang yang bentuknya lebih kecil dan cahanya leih redup
bulan.
Menurut Quraish Shihab:
Kata hadza pada ayat ini, ayat lalu, dan yang akan datang bukan saja
untuk menunjuk sesuatu tertentu, tetapi juga mengandung makna
bahwa yang ditunjuk itu adalah sesuatu yang sebelumnya telah
dicari, lalu kini telah ditemukan. Ini serupa dengan ucapan seseorang
apabila mencari sesuatu katakanlah itu tertentu- kemudian
21Muhammad Ali Ash-Shabuni, loc.cit
22Ibid
23Muhammad Ali ash-Shabuni. Loc. It

41
menemukannya maka ketika itu dia akan berkata “ini dia buku saya”
yakni yang saya cari.24
Namun ternyata, bulan yang lebih besar dan lebih terang itupun
sama saja seperti bintang, ia menghilang ketika waktunya telaah habis.
Nabi Ibrahim kembali tidak puas karena tidak kunjung menemukan
jawabannya akan Tuhan
Akhirnya Nabi Ibrahim pun berkata “sesungguhnya jika Tuhanku
tidak memberi petunjuk kepadaku, pastilah aku termasuk orang-orang
yang sesat”. Maksud dari perkatannya ini adalah isyarat penolakan
penyembahan bintang-bintang yang lebih dari ucapan yang lalu. Kalau
dalam ayat yang lalu beliau hanya menyatakan ketidaksukaan, disini
beliau telah menetapkan kesesatan bagi yang menyembah apalagi
bintang-bintang.25
Analisis Pendidikan:
Pada kata ي هدن “memberi petunjuk kepada” merupakan
kerja yang berarti mendapat hidayah (melalui akal) yang berarti
pendidikan tauhid juga bisa berasaskan pada akal. Dengan kata lain
akal memrupakan asas dalam pendidikan tauhid, asas atau dasar
pendikan tauhid, yaitu: al-Qur’an, hadits dan akal/rayu, maka ketika
Allah memberikan hidayah melalui akal Nabi Ibrahim melalui
akalnya, ini menjadi dasar dari pendidikan tauhid.26
Ayat 78
ا رءا ٱلشمس بزغة ذا قال ف لم ذا رب ه إن بريء يقوم قال أف لت ف لما أكبي ه
ا تشركون م
24Ibid., hal. 163
25Ibid
26Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam (jakarta: Rajawali Press, 2008) hal. 90

42
“Kemudian ketika dia melihat matahari terbit, dia berkata, “Inilah
Tuhanku, ini lebih besar.” Tetapi ketika matahari terbenam, dia
berkata, “Wahai kaumku! Sungguh, aku berlepas diri dari apa yang
kamu persekutukan.”
Para ulama berbeda pendapat mengapa Nabi ibrahim menggunakan
kata hadza untuk menunjuk matahari. Sebagaimana yang kita ketahui
bahwa matahari (syams) adalah kelompok kata muannats. Maka kata
yang tepat untuk menyebut “ini” pada ayat diatas adalah dengan
menggunakan kata hadzihi. Menurut Quraish Shihab ada yang
berpendat bahwa ini disebabkan oleh “bahasa masyarakat Nabi Ibrahim
yang tidak mengenal bentuk Mudzakar atau maskulin dan muannats
atau feminim.”27
Setelah bintang dan bulan kini Nabi Ibrahim beralih kepada
matahari yang bentuknya jauh lebih besar dan cahanya jauh lebih terang
dari keduanya. Ia menunjukannya sambil berkata seolah-olah
jawabannya kali ini adalah jawaban yang paling benar. Namun ternyata
jawabannya yang ketiganyaa ini pun masih salah, faktanya matahari
yang paling besar pun sama seperti bintang ada bulan, ia hanya terbit di
pagi hari dan tenggelam di sore hari. Maka Nabi Ibrahim menutup
kesimpulannya dengan berkata: “hai kaumku, sesungguhnya aku
berlepas diri dari penyembahan bintang, bulan, matahari, dan apa saja
yang kamu persekutukan dengan Tuhan Yang Maha Esa, tuhan Yang
Sesungguhnya.28
Inilah akhir kesimpulan Nabi Ibrahim terhadap pencariannya akan
Tuhan Yang Sesungguhnya. Bahwa ia tidak sepakat dengan kaummnya
yang menyatakan bahwa Tuhan adalah benda bercahaya di langit.
Karena benda-benda tersebut hanya mumkinul wujud, maka kesimpulan
Nabi Ibrahim adalah Tuhan bukanlah sesuatu yang ada di langit dan
bercahaya.
27Ibid., hal. 165
28Ibid., hal, 164

43
Analisis Penidikan:
Pada ayat ini peneliti menemukan bahwa, ketika Nabi Ibrahim
berkata “sesungguhnya aku berelepas diri dari apa yang kamu
persekutukan”. Perkataan Nabi Ibrahim kepada kaumnya tersebut
merupakn pernyataan bahwa ia menolak ikut serta dengan kaumya
untuk berbuat syirik. Penolakan Nabi Ibrahim untuk menyetukan Allah
adalah metode dalam menyampaikan pendidikan tauhid, yaitu dengan
cara memberikan contoh yang baik (suri tauladan) bagi kaumnya.
Metode keteladan ialah pemberian contoh hal -hal yang baik kepada
orang lain aatu dalam pendidikan pemberian contoh hal-hal baik kepada
peserta didik.29
Ayat 79
ت وٱلرض حنيف و هت وجهي للذي فطر ٱلسم كي ٱلمشر من أنا وما اي إن وج
“Aku hadapkan wajahku kepada (Allah) yang menciptakan langit
dan bumi dengan penuh kepasrahan (mengikuti) agama yang
benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang musyrik”.
Menurut Quraish Shihab kata حنيف biasa diartikan dengan
“lurus” atau “cenderung kepada sesuatu”.30 Sedang menurut al-Biqa’i
kata hanif berarti “kecenderungan kepada fitrah atas dasar dalil dan
dengan mudah lagi lemah lembut, bukan atas dasar taqlid”.31 Dan
menurut Allamah Kamal Faqih: “hanif, lurus atau teguh, berasal dari
kata hanafa yang artinya sungguh-sunggu dan tanpa sedikitpun
menyimpang.32
Sedangakan istilah fathara menurut Allamah adalah mencipta,
bermakna awal membebaskan, arti ini juga merujuk pada beberapa
makna yang ditemukan di dalam ilmu pengetahuan modern.
29Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metedologi Pendidikan Islam, (Jakarata: Ciputat Press,
2002) hal.177 30Ibid.,
31Ibid
32Allahmah Kamal Faqih . op. Cit.., hal.216

44
Sebagaimana pandangan yang sering dikutip, pada awalnya alam
semesta berbentuk satu massa (single mass). Setelah itu, massa tersebut
terpancar menjadi beberapa bagian dan muncullah bintang-bintang dan
planet-planet satu persatu. 33
Secara singkat Quraish Shihab menjelaskan ayat ini:
Sesungguhnya aku menghadapkan wajahku yakni seluruh jiwa, raga dan
totalitasku kepada yang menciptakan langut dan bumi dengan isinya,
termasuk semua benda-benda angkasa seperti matahari, bintang dan
bulan. Aku menghadapkan wajahku cenderung kepada agama yang
benar, dan aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan
Tuhan, yakni bukan menganut apa yang dianut oleh kaumnya bahkan
oleh siapa pun yang mengakui dalam hati, atau ucapan atau
perbuatannya bahwa ada penguasa atau pemberi pengaruh terhadap
sesuatu selain Allah SWT. 34
Kemudian Nabi Ibrahim berkata bahwasanya ia telah haqqul yakin
(menetapkan kepercayaanya), akan meninggalkan apa yang menjadi
kepercayaann kaumnya dalam menyembah kepada sesuatu yang bukan
semestinya dari berhala dan seluruh benda-benda langit. Ia amat yakin
bahwa Tuhan Yang Sesungguhnya bukanlah seperti apa yang kaumnya
sembah. Quraish Shihab menambahkan bahwa pada saat itulah Nabi
Ibrahim menemukan Allah SWT.35 Maksudnya itu akhirnya ia
menemukan jawaban yang benar mengenai Tuhan Yang Sesungguhnya.
Kepercayaan yang kuat inilah yang akhirnya Nabi Ibrahim
dapatkan setelah bimbingan Allah SAW, pada akhirnya Nabi Ibrahim
berada pada jalannya yang benar, yaitu jalan untuk bertauhid, jalan yang
diridhoi Allah, jalan yang selama ini ia cari, jalan yang akan
menuntunya kepada keselamatan dunia dan akhirat. Maka Nabi Ibrahim
menyatakan dirinya bukanlah lagi bagian dari mereka yang telah
33Ibid
34Ibid
35M.Quraish Shihab, Al-lubab Makna dan Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-surah Al-Qur’an
(Tangerang: Lentera hati, 2012) cet-1, hal. 350.

45
menyekutukan Allah Sang Maha Pencipta. Ia telah menemukan jalan
yang benar, maka sekarang ia akan berjalan di dalan yang benar itu, dan
meninggalkan jalan yang salah yang selama ini ia ketahui.
Analisis Pendidikan:
Pernyataan Nabi Ibrahim sesungguhnya aku menghadapkan diriku
kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung
kepada agama yang benar dan juga merupakan bentuk dalam
mengamalkan ajaran tauhid, yaitu berserah diri hanya kepada Allah
SWT, ini karena sejatinya tujuan dari pendidikan islam itu ialah
pengamalan dari apa yang telah ia pelajari, menjadikan segala
perkataan, perbuatan dan tindakan yang ia lakuakan seseai dengan nilai-
nilai keislaman.36
Selain itu, dalam pernyataan tersebut terkandung metode dalam
proses pendidikan tauhid, yaitu dengan memberi contoh/arahan kepada
jalan yang lurus, yaitu berserah diri sepenuhnya kepada Allah SWT.
Setelah Nabi Ibrahim menolak ajakan perbuatan syirik, kemudian beliau
memberikan arahan pada kaummnya untuk berjalan pada jalan yang
benar yaitu dengan berserah diri dan beribadah kepada Allah SWT,
dalam pendidikan pun terdapat juga metode memberi arahan atau
keteladanan yang baik untuk menyampaikan ajaran tauhid, dimana
metode ini ialah pemberian contoh yang baik kepada peserta didik.37
Ayat 80
هدىن ول أخاف ما تشركون بهۦ إل أن يشاء وحاجهۥ ق ومهۥ قال أتجون ف ٱلل وقد
ت تذكرون أفل علما شيء كل رب وسع ا شي رب
36 Zakiyah Daradjat,op.cit., hal. 40. 37Armai Arief, op.cit., hal. 118

46
“Dan kaumnya membantahnya. Dia (Ibrahim) berkata, “Apakah
kamu hendak membatahku tentang Allah, padahal Dia benar-benar
telah memberi petunjuk kepadaku? Aku tidak takut kepada
(malapetaka dari) apa yang kamu persekutukan dengan Allah,
kecuali Tuhanku menghendaki sesuatu. Ilmu Tuhanku meliputi
segala sesuatu tidakkah kamu dapat mengambil pelajaran?”
Dengan pertanyaan ini Nabi Ibrahim yang tegas tersebut tentunya
setelah menyinggung perasaan kaumnya. Mereka merasa bahwa mereka
yang benar akan menyembah kepada Tuhan mereka. mereka merasa
Nabi Ibrahim yang telah melenceng dari jalan yang lurus, maka mereka
pun tidak tinggal diam, mereka membantah Nabi Ibrahim serta
mengancamnya akan malapetaka yang akan menimpanya apabila ia
bersikeras dengan pendapatnya tersebut.
Quraish Shihab berpendapat bahwa kata “wahajuhu qumuhu”
menunjukan ada dua pihak yang saling beragumentasi untuk
menguatkan pandangannya dan mematahkan pendapat lawannya.38
Disinilah terjadi perdebatan pandangan antara Nabi Ibrahim dan
kaummya. Setelah kaumya yang mengancam Nabi Ibrahim akan
perkataannya itu, Nabi Ibrahim kembali melanjutkan bantahannya
dengan berkata ”apakah kamu menentangku tentang Allah, padahal
sesungguhnya ia telah memberi pentunjuk kepadaku” menurut Quraish
Shihab “kata wa qod haddani merupakan argumentasi tersendiri;
seakan-akan Nabi Ibrahim Berkata: “Allah telah menganugrahkan
aneka petunjuk kepadaku berupa bukti-bukti bahwa Dia Maha Esa.39
Peneliti mengartikan penjelasan Quraish Shihab tersebut seolah-
olah Nabi Ibrahim berkata: apakah kalian akan tetap mengelak kepada
kebenaran yang telah aku sampaikan, kebenaran yang datang melalui
cahaya logika serta bukti-bukti yang amat jelas, bukti yang aku dapatkan
melalui berbagai macam petunjuk yang telah diberikan Allah kepadaku?
Allah Tuhanku, Tuhan kita semua? Petunjuk ini pastinya datang dari-
38 Quraish shihab, op. Cit., hal..167
39 Ibid, hal. 168

47
Nya karena dia yang Maha Kuasa untuk memberiku petunjuk itu. Dialah
Allah Tuhan Yang Mah Esa. Inilah kebenaran yang kita cari-cari itu.
Maka aku tidak akan takut dengan apa yang kalian sembah, apa yang
kalian persekutukan dengan Allah, kecuali jika Tuhanku Menghendaki.
Pada kata illa yang terdapat pada ayat di atas menurut Quraish Shihab
“merupakan salah satu unsur penting dalam keberagamaan, yakni
bahwa seseorang beragama tidak boleh menetapkan sesuatu yang
berkaitan dengan masa depan kecuali dengan mengaitkannya kepada
Allah SWT.40 Orang mukmin yang sesungguhnya tidak akan berkata
mengenai sesuatu di masa depan yang tidak ia ketahui. Cukuplan
pengetahuan itu hanya Allh Yang Tahu. Karena hanya ia-Lah yang
Maha Mengetahui dan Maha Berkehendak. Dia dapat menghendaki
sesuatu yang tidak dapat dikehendaki oleh makhluk-Nya.
Dengan demikian, Nabi Ibrahim telah menyatakan bahwa ia tidak
takut akan sesuatu hal apapun itu, kecuali kehendak Tuhannya. Bahwa
bisa saja dikemudian hari ada malapetaka yang mengenainya akibat dari
perbuatannya tersebut, namun perkara itu bukan datang dari Tuhan yang
kaummya sembah, melainkan datang atas kehendak Allah SWT Yang
Maha Berkehendak
Kemudian Nabi Ibrahim berkata “Afala tatadzakkarun? Apakah
kamu tidak mengingatnya? Maksud dari mengingat disini adalah
mengingat fitrah manusia untuk beragama atau berkepercayaan. Seolah-
olah Nabi Ibrahim berkata: kalian telah memilikinya di dalam diri
kalian, maka mengapa tidak mengingatnya? Sebagaimana Quraish
Shihab katakan bahwa “persoalan-persoalan akidah bersumber dari
fitrah manusia, keterlibatan nafsu dan aneka syahwat itulah yang
mengaburkan fungsi fitrah itu sehingga membelokan mereka dari aqidah
murni dan melupakannya.41
40Ibid
41Ibid., hal. 169

48
Analisis Pendidikan:
Pada ayat ini, peneliti menemukan bahwa adanya percakapan
antara Nabi Ibrahim dengan kaumnya ketika Nabi Ibrahim mengatakan
“Apakah kamu hendak mendebatku?”, Debat merupakan metode dalam
pelaksanaan pendidikan tauhid dengan cara berargumentasi,
selanjutnnya ketika, selanjutnya ketika Nabi Ibrahim berkata “Aku tidak
takut dengan apa yang kamu persekutukan” merupakan materi dari
pendidikan tauhid, materi tersebut menggambarkan pada isi pesan Nabi
Ibrahim yang tersirat dalam ayat ini, yaitu bahwa yang berhak dan layak
diatakuti itu hanya Allah SWT, Kecuali di kala Tuhanku menghendaki
sesuatu (dari mapetaka) itu, setelah takut. Hamba-Nya senantiasa
berserah diri atas segala keputusan apapun yang Allah kehendaki
untuknya,
Selanjutnya pada penghujung ayat ketika Nabi Ibrahim bertanya
“apakah kamu tidak mengingatnya?” Mengingat adalah kata kerja
yang menggunkan akal dalam prosesnya. Kata tanya atau pertanyaan
yang terdapat dalam kalimat doatas dapat dijadikan metode dalam
pendidikan tauhid itu sendiri. Maka dapat disimpulkan bahwa metode
bertanya ini digunakan untuk menyampaikan ajaran tauhid
Ayat 81
م ول تافون أنكم أشركتم بٱلل ما ل ي ن زل بهۦ عليكم وكيف أخاف ما أشركت ت علمون كنتم إن بٱلمني أحق ٱلفريقي فأي ا سلطن
“Bagaimana aku takut kepada apa yang kamu persekutukan
(dengan Allah), padahal kamu tidak takut dengan apa yang Allah
sendiri menurunkan keterangan kepadamu untuk
mempersekutukan-Nya. Manakah dari kedua golongan itu yang
lebih berkehendak mendapatkan keamanan (dari malapetaka), jika
kamu mengetahui?” Bagaimana mungkin aku takut kepada berhala yang kalian
sembah itu? Ia bukanlah Tuhan yang dapat mendatangkan keburukan
kepadaku. Maka untuk apa aku takut kepadanya? Justru kalian yang

49
harus merasa takut, karena sesungguhnya kalian yang telah
menyekutukan Allah. Hanya Allah yang dapat mendatangkan kebaikan
dan keburukan, tetapi kalian malah melalukan hal yang bahkan Allah
pun tidak memerintahkannya. Kalian lah yang terancam akan siksa-
Nya, dan jika seperti ini, beritahu kepadaku siapa diantara kita yang
lebih berhak mendapatkan perlindungan dari Allah? Manakah diantara
kalian yang lebih berhak atas keamanan dan ketenangan?
Quraish Shihab menjelaskan bahwa sikap dan perbuatan mereka
menunjukan bahwa mereka pada hakikatnya tidak mengetahui, maka
langsung saja Nabi Ibrahim melanjutkan dengan menjawab
pertanyaannya itu pada ayat selanjutnya.42
Analisis Pendidikan:
Pada ayat ini peneliti menemukan bahwa ketika Nabi Ibrahim
berekata “bagaimana aku takut kepada sesebahan yang kamu
persekutukan (denganAllah)”. Adalah bentuk keberanian Nabi Ibrahim
menyangkal dan melawan ancaman kaumnya. Sehingga Nabi Ibrahim
mengacam balik pada kaummnya (menakuti) dengan mengatakan
bahwa yang akan mendapatkan malapetaka adalah mereka sendiri.
Keberanian Nabi Ibrahim tersebut dapat dijadikan contoh dalam
menyampaikan ajaran tauhid, yaitu dengan tegas dan berani, selanjutnya
pada kalimat ول تاف ون yang bermakna “padahal kamu tidak takut”
merupakan bagian dari cara Nabi Ibrahim dalam mendidik kaumnya
dengan cara menakuti mereka akan malapetaka yang akan menimpanya
akibat kesyirikan yang mereka perbuat, maka dari inilah peneliti
menemukan adanya metode targhib dan tarhib yang dilakukan Nabi
Ibrahim kepada kaummya, dimana “metode ini disebut pula dengan
istilah “ancaman” atau “intimidasi” yaiu metode pendidikan dan
42Ibid., hal. 171

50
pengajaran dengan cara pendidik memberikan hukuman atas kesalahan
yang dilakuakan oleh peserta didik”.43
Selanjutnya احق بلمن Pada kata yang bermakna “lebih berhak atas
perasaan aman” menunjukan tujuan pendidikan bagi kaum nabi ibrahim
saat itu, tujuan tersebut disampaikan dengan “metode bertanya”
langsung pada kaumnya agar mereka berfikir sendiri sehinnga mereka
mendapat jawaban dengan sendirinya pula. Dalam hal ini metode
bertanya merupakan metode yang dapat digunakan dalam pendidikan.
Metode bertanya ialah penyampaian materi pelajaran dengan cara
memberikan pertanyaan kepada peserta didik.44
Ayat 82
ك لم ٱلمن وهم مهتدون ٱلذين ءامنوا ول ي لبسوا إين هم بظلم أولئ
“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman
mereka dengan syirik, mereka itulah orang-orang yang mendapat
rasa aman dan mereka mendapat petunjuk”.
Menurut pendapat para ahli tafsir dan juga beberapa hadits dan
riwayat yang dikutip oleh Allamah kamal Faqih menyebutkan bahwa
“makna zulmun pada ayat ini berarti “kedzaliman”. Buktinya terdapat
pada surat luqman: 31 ... sesungguhnya kemusyrikan adalah kedzaliman
yang sangat besar.45
Menurut Quraish Shihab kata lam yalbasu pada ayat diatas
mengandung makna: “melakukan dua hal yang serupa tetapi tidak sama
dalam satu waktu. yang pertama mengakui ketuhanan Allah SWT, serta
kewajarannya untuk disembah, dan kedua mengakui kewajaran selain-
Nya untuk disembah.46 Artiya ialah, megakui adanya Allah dan
43A. Fatah Yasin, Op. Cit., hal. 145.
44armai Arief, op.cit.,hal. 140.
45 Allamah Kamal Faqih. Op. Cit., hal. 222
46Qurish Shihab, op. Cit., hal. 172

51
meyakini bahwa ia-Lah yang patut untuk disembah namun disisi yang
lain juga mempercayai ada hal lain yang dapat dipintai pertolongannya,
atau meyakini akan sesuatu yang dapat membawa malapetaka darinya
maka sama saja demikian itu telah mencampur adukan iman.
Sebagaimana pada kasus kaum Nabi Ibrahim ini,
Sebagai contoh fenomena yang ada pada hari belakangan ini,
seorang yang mengaku muslim namun melakukan ziarah kubur pada
makam orang besar dengan tujuan mendapatkan kebrkahan, bukankah
itu sama saja dengan mencampur adukan iman dengan syirik seperti
yang disebutkan pada ayat ini? sejatinya hanya Allah satu-satu-Nya
yang dapat memberikan segaka sesuatu dan mendatangkan segala
sesuatu, jika manusia menginginkan sesuatu, maka yang perlu ia
lakukukan adalah meminta kepada Allah, karena Dia Maha Mendengar
lagi Maha Memberi
Lebih lanjut Quraish Shihab menjelaskan makna ulaika lahumul
amnu: Mengandung makna bahwa:
mereka sangat wajar mendapat rasa aman yang sifatnya istimewa
hanya khusus bagi mereka. seakan-akan segala keamanan dalam
segala asfeknya akan mereka peroleh. Karena itu pakar bahasa
menyatakan bahwa redaksi semacam ini jauh lebih dalam dan
mantap maknanya dari pada seandainya ayat ini menyatakan
ulaikal lahumul aaminun mereka itulan orang-orang yang aman.47
Hanya bagi orang-orang yang percaya kepada Allah sajalah yang
akan mendapatkan keamanan serta hidayat “(petunjuk jalan menuju arah
yang benar dan baik)”48 yaitu orang-orang yang beriman yang meminta
segala sesuatunya hanya kepada Allah, dan ia pun hanya takut kepada
Allah. Tidak ada di dunia ini yang layak diikuti dan layak dimintai
pertolongan kecuali Allah SWT.
47Quraish Shihab, loc. Cit.,
48Ibid, hal. 173

52
Analisis Pendidikan:
Pada ayat ke 82 ini, peneliti menemukan bahwa ajaran tauhid tidak
hanya diperuntukan bagi mereka yang beriman saja, namun bagi orang
yang beriman dan memcampuradukan keimanan mereka dengan
kedzaliman juga bagi seluruh manusia. juga bagi seluruh manusia, yang
dimana ketauhidan ini menjadi misi diutusnya para Nabi dan Rasul dari
sejak Nabi Adam sampai Nabi Isa.49
Selanjutnya terdapat penegasan bahwa tujuan pendidikan
tauhid adalah untuk memperoleh perasaan aman dan petunjuk dari
Yang Maha Kuasa. Yaitu Allah SWT, “seseorang yang kuat
tauhidnya akan selalu tenang, tidak goncang menghadapi krisis
ekonomi dan moneter serta politik saat ini, karena tauhid dalam
kalbunya telah menyadarkan bahwa hidup ini bukan lamunan dan
angan-angan tetapi penuh realitas ujian dan cobaan”50 maka
tergambarlah bahwa pendidikan tauhid itu memberikan ketenangan
baik dalam urusan dunia maupun akhirat.
Ayat 83
ت رهيم على ق ومهۦ ن رفع درج ها إب ن ت نا ءات ي عليم حكيم ربك إن نشاء من وتلك حج
“Dan itulah keterangan Kami yang Kami berikan kepada Ibrahim
untuk menghadapi kaumnya. Kami tinggikan derajat siapa yang
Kami kehendaki. Sesungguhnya Tuhanmu Mahabijaksana, Maha
Mengetahui”
Pada akhir ayat ini Quraish Shihab menjelaskan: Pertama: tilka
yakni itu ucapan dan penjelasan yang dikemukakan Nabi Ibrahim dalam
rangkaian ayat ini dan selainnya adalah hujjah dalil dan penjelasan yang
amat kokoh lagi sangat tinggi kedudukannya. Kedua: Hajjah yakni bukti
49Suryan A Jamrah, Studi Ilmu Kalam (Jakarta: Prenada media Group, 2015), hal. 45
50Tarmizi Taher, Menyegarkan Akidah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2008), hal. 47

53
yang sangat jelas yang dianugrahkan Allah SWT kepada Nabi Ibrahim
as, menjadikan beliau mampu membungkam lawan-lawan beliau
dengan argumentasi yang jelas
Seluruh bukti-bukti yang yang dikemukakan Nabi Ibrahim itulah
yang menjadi alasan bagi Nabi Ibrahim untuk tidak lagi mengikuti
kaummya dalam menyekutukan Allah. Bukti bukti tersebut datang dari
Yang Maha Kuasa. Allah lah yang telah mengarahkan Nabi Ibrahim
dalam berfikir sehingga ia dapat berdebat dengan tegas, lugas, dan tanpa
keraguan ketika melawan dan mengalahkan kaumnya. Karena bukti-
bukti tersebut datang dari Yang Maha Benar. Tidak akan ada
seorangpun yang melawan dan menandingi kebenaran Allah Yang
Maha Mengetahui segala sesuatu.
Maka dengan ini, atas kebijakan dan kekuasaan Allah, ia telah
menginginkan derajat Nabi Ibrahim, Allah menghendaki bagi siapa saja
yang ia inginkan. Dan Nabi Ibrahim lah orang yang terpilih itu.
Tuhamnu (Tuhan kita semua) itu adalah Tuhan yang Maha Bijaksana
Lagi Maha Mengetahui. Menurut Qurish Shihab penggunaan kata Rabb
dalam kata Rabbaka “biasanya dapat menyentuh yang taat dan yang
durhaka, mukmin dan yang kafir”.51
Dengan ini Allamah Kamal Faqih menyimpulkan bahwa: “orang-
orang yang beriman dan yang zalim tidak akan diberi petunjuk,
demikian pula orang-orang yang adil yang tidak beriman”52 maka orang
mukmin tidaklah cukup hidup dengan imannya saja, namun ia juga
harus berbuat asil dan tidak berbuat zalim karena iman tanpa adil adalah
kosong. Dan adil tanpa beriman adalah bohong.
51Ibid., hal. 174
52Allamah Kamal Faqih, op.cit., hal. 224

54
Analisis Pendidikan:
Pada ayat 84 ini yang merupakan ayat terakhir dari pembahasan
mengenai kisah Nabi Ibrahim menyeru ayahnya yang diambil dari tafsir
Q.S Al-an’am, peneliti menemukan bahwa hujah yang diberikan kepada
Nabi Ibrahim untuk diampaikan kepada kaumnya mengenai Allah yaitu
“hujjah” atau kekuatan argumen yang terdapat pada ayat ayat
sebelumnya, adalah proses pendidikan tauhid nabi ibrahim yang
diperuntukan bagi paman, dan kaummnya yang datangnya dari Allah
SWT.
Pada kata ت ن رفع نشاء من درج yang bermakna “Kami tinggikan siapa
yang kami kehendaki beberapa derajat”. Adalah tujuan dari pendidikan
tauhid. Karena Nabi Ibrahim telah mengamalkan ajaran tauhid, maka
Allah tinggikan derajat baginya, Allah akan meninggikan derajat siapa
saja yang ia kehendaki selama mengamalkan tauhid. Tujuan dari
pendidikan tauhid adalah tujuan dari pendidikan islam itu sendiri,
karena pendidikan tauhid mempunyai andil yang sangat penting, dan
juga merupakan salah satu aspek dari pendidikan islam, dimana tujuan
dari pendidikan tauhid ialah: untuk menjadikan manusia menjadi pribadi
yang intan kamil dengan pola taqwa, yaitu manusia yang utuh jasmani
dan rohani, dapat berhubungan dengan Allah karena ketaqwaannya,
senang dan gemar mengamalkan ajaran islam untuk kepentingan
hidupnya di dunia dan di akhirat.53
Dengan demikian tujuan dari pendidikan tauhid itu ialah untuk
membentuk manusia tauhid, yaitu manisia yang memiliki jiwa tauhid
yang dapat mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari, dan
mengaktualisasikan nila-nilai Uluhiyah dalam kehidupannya.
53Nur Uhbiyati, op.cit., hal. 41

55
B. Kisah Nabi Ibrahim Menghancurkan Berhala dan dibakar Q.S al-
Anbiya: 52-68, Asy-Syu’ara: 69-102.
1. Q.S al-Anbiya: 52-68
Ayat 52
كفون ذه ٱلتماثيل ٱلت أنتم لا ع إذ قال لبيه وق ومهۦ ما ه “(ingatlah) ketika dia (Ibrahim) berkata kepada ayah dan kaumnya,
“patung-patung apakah ini yang kamu tekun menyembahnya?”
Allamah kamal faqih dalam tafsirnya yakni “Tafsir Nurul Qur’an”
menyebutkan: kata “bapak” yang disebutkan pada ayat ini merujuk
kepada paman Nabi Ibrahim, Azar. Sebab dalam bahasa Arab ‘paman’
terkadang juga dipanggil ‘bapak’ (Ab), ucapan Ibrahim ini dalam
kenyataanya merupakan penalaran jernih untuk menjadikan
penyembahan berhala tampak sia-sia. Sebab, apa yang terlihat pada
berhala-berhala adalah keadaan mereka sebagai patung-patung batu,
sedangkan sisanya adalah tipuan dan sangkaan belaka. Kata Arab.
Tamatsil, adalah bentuk jamak dari timtsal, dengan pengertian patung-
patung tak bernyawa.54
Telaahan sekilas mengenai sejarah penyembahan berhala
menunjukan bahwa perbuatan patung pada awalnya dilakukan dengan
tujuan untuk memperingati orang yang dihormati, namum kemudian,
sedikit demi sedikit, hal itu lalu menjadi penyucian dan berubah
menjadi pemujaan.55
Dalam tafsir Al-Azhar, Hamka menyebutkan bahwa ayahnya yang
bernama Azar adalah seorang yang membuat patung-patung berhala,
dan kaumnya adalah penyembah berhala, maka Ibrahim bertanya
kepada meraka “apakah ini patung-patung? Apakah ini kayu? Apakah
ini batu atau Tuhan? Jika kalian katakan ini sebagai Tuhan, apakah
patung-patunng ini mampu menciptakan kalian? Atau tangan-tangan
kalianlah yang telah membuat patung ini? yang kamu sekalian terus-
menerus memujanyanya? Memuja siang-malam, pagi dan petang?
apakah patung yang hina ini yang kalian sembah? Yang kalian puja-
54Allamah Kamal Faqih, Op, cit., hal, 84.
55Ibid.,

56
puja? Patung yang tak bernyawa? Buatan tangan kalian sendiri? Yang
tidak memberi manfaat dan tidak memberi madharat? Jangankan untuk
menolong kalian pindah atau bergeser dari tempatnya saja patung itu
tidak mampu, kecuali kalian yang memindahkannya”.56
Pada kedua tafsir ini terdapat pengertian bahwa kata ‘ab’ bemakna
bapak atau ayah, dan bapak Nabi Ibrahim ialah pembuat patung-patung
yang kaumnya menyembah patung tersebut. Yang pada awalnya
patung-patung itu dibuat untuk penghormatan lalu sedikit demi sedikit
hal itu berubah kepada pemujaan dan akhirnya menjadi pemujian lalu
Nabi Ibrahim mempertanyakan tentang patung-patung yang mereka
sembah setiap waktu, dengan maksud mengingatakan dan menyadarkan
bahwa apa yang mereka perbuat itu adalah suatu kesyirikan.
Analisis Pendidikan:
Pada ayat ini peneliti menemukan bahwa ketika Nabi Ibrahim
menanyakan atas perbuatan mereka yang memuja setiap waktu kepada
berhala-berhala, patung-patung tersebut dengan maksud penyadaran
bahwa apa yang mereka perbuat adalah syirik. Pendidikan tauhid dapat
disampaikan dengan metode bertanya, dimana metode ini merupakan
salah satu teknik mengajar, dari metode ini pengajar dapat memperoleh
gambaran sejauh mana pengetahuan murid, metode ini tidak bisa
dijadikan ukuran bahwa ketika seorang pengejar mengajukan
pertanyaan, lalu pertanyaan tersebut dapat dijawab oleh salah satu
muridnya dan murid yang lainnya tidak bisa menjawab, bukan berarti
murid yang dapat menjawab telah menguasai materi yang telah
disampaikan, karena metode ini memberikan kesempatan yang sama
pada seluruh murid.57
56Abdul Malik Abdul Karim Amrullah (Hamka), Tafsir al-Azhar juz XVII, (Jakarta: Pustaka
Panji Mas, 1994) hal. 59.
57Zakiah Darajat, Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, 1995) hal,
307-308

57
Ayat 53
بدين قالوا وجدن ءابءن لا ع “Mereka menjawab “kami mendapati nenek moyang kami
menyembahnya”.
Ibrahim mengatakan kepada para penyembah berhala itu bahwa
baik mereka maupun bapak-bapak mereka telah berada dalam
kekeliruan yang nyata, dan mereka tidak memiliki jawaban
terhadap logika yang jelas itu, mereka hanya menolak proposisi
tersebut dari diri mereka sendiri dan menghubungkannya kepada
nenek moyang mereka. mereka telah mengatakan bahwa bapak dan
nenek moyang mereka menyembah berhala. Oleh karena itulah
mereka bersetia kepada adat kebiasaan dan tradisi nenek moyang
mereka itu.58
Inipun menjadi suatu tanda akan lemah dan ketidaktahuan
kaummnya akan guna dari penyembahan yang mereka lakukan untuk
patung-patung itu, dan mereka pun mengakui bahwa dasar dari
perbuatan mereka hanyalah mengikuti para leluhur mereka yang
dilakukan secara turun temurun.
Ayat ini mengambarkan betapa lemah dan bersikukuhnya mereka
untuk tetap setia menyebah apa yang bapak dan nenek moyang mereka
sembah, padahal berhala-berhala yang mereka sembah itu pun tidak
layak untuk disembah, ketika Nabi Ibrahim memberi penjelasan
dengan berusah menyadarkan akal mereka, mereka tidak dapat
memberikan jawaban yang sesuai akal, bahkan mereka hanya
menjawab karena kesetian mereka terhadap bapak dan nenek moyang
mereka.59
Analisis Pendidikan:
58Allamah Kamal faqih, op. cit., hal. 85.
59Hamka, op. cit., hal. 59-60

58
Pada ayat ini peneliti menemukan bahwa ayat ini adalah jawaban
dari pertanyaan dari Nabi Ibrahim pada ayat sebelumnya, ini
merupakan pembuktian bahwa dalam dunia pendidikan ketika
melakukan metode tanya jawab, bukan berarti murid yang bisa
menjawab ialah murid yang sudah paham akan materi tetapi metode
ini dilakukan oleh pengajar untuk menetapkan perkiraan secara umum
apakah murid itu telah mehami materi yang disampaikan.60
Ayat 54
مبي قال لقد كنتم أنتم وءابؤكم ف ضلل “Dia (Ibrahim) berkata, “Sesungguhnya kamu dan nenek
moyang kamu berada dalam kesesatan yang nyata”
Karena tidak ada alasan bahwa nenek moyang mereka itu
mungkin lebih bijaksana dan lebih berpengetahuan dari pada anak-
cucunya, dan dalam kebanyakan kasus, anak cucu lah yang lebih
bijakasana dan berilmu, sebab dengan berlalunya waktu, ilmu dan
pengetahuan pun berkembang, maka Ibrahim segera mengatakan
kepada mereka bahwa bukan saja mereka, tapi juga nenek moyang
mereka, secara pasti berada dalam kekeliruan.61
Dengan terus terang Nabi Ibrahim menyadarkan akal murni
mereka akan perbuatan penyembahan terhadap berhal-berhala yang
mereka lakukan adalah benar-benar perbuatan yang sesat, baik mereka
ataupun nenek moyang mereka yang telah menurunkan pemujaan
terhadap berhala-berhala itu, bahwa kamulah yang berakal bukan
patung-patung yang kamu sembah, kamulah yang berkuasa atas
patung-patung itu bukan malah sebaliknya, dan syirik yang turun
temurun ini sama sekali tidak berlandaskan kemampuan berfikir.62
Analisis Pendidikan:
60Zakiah Darajat, op.cit., hal, 307-308. 61Allamah Kamal faqih, op. cit., hal. 86.
62Hamka, op. cit., hal. 60

59
Peneliti menemukan bahwa ketika Nabi Ibrahim bertanya
dengan maksud penyadaran bahwa apa yang dilakukan bapak dan
kaummnya adalah syirik, ini mengambarakan bahwa asas atau dasar
dari pendidikan adalah akal, setelah al-Qur’an dan hadits, Mohammad
ali Daud Mengatakan dalam bukunya “Pendidikan Agama Islam”
bahwa “pendidikan Islam/ tauhid mempunyai dua sumber utam yakni
al-Qur’an dan hadits, tetapi untuk ajaran islam ada sumber tambahan
atau sumber pengembangan yakni akal/ rayu”.63 Pada ayat ini Nabi
Ibrahim berusaha menyadakan akan perbutan yang kaummnya
lakukan artinya penyadaran supaya mereka berfikir dengan
menggunakan akal mereka, bahwa apa yang mereka perbuat
merupakan syirik yang bertentangan dengan akal.
Ayat 55
عبي ت نا بٱلق أم أنت من ٱلل قالوا أجئ
“Mereka berkata, “Apakah engkau datang kepada kami membawa
kebenaran atau engkau main-main?”
Pernyataaan Ibrahim ini, yang disertai penekanan dan diucapkan
dengan kemantapan sempurna, menyebabkan para penyembah
berhala itu sedikit sadar dan mencoba menyelidiki kebenaran apa
yang dikatakan Ibrahim itu. Mereka berpaling kepada Ibrahim dan
menanyakan kepadanya, apakah dia serius ataukah hanya bersenda-
gurau saja.64
Dapatlah kita tinjau perasaan mereka pada saat itu, ketika selama
ini tidak ada yang menegur atas perbuatan mereka, tiba-tiba ada
seseorang dari saudara mereka sendiri bahkan anak dari pembuat
patung-patung yang mereka sembah, yang mereka harapakan orang ini
akan menuruti mereka untuk menyembah dan memuja patung-patung
63Mohammad Ali Daud, Pendidikan Agama Islam (Jakarta: rajawali press, 2008) hal. 90.
64Allamah Kamal faqih, op. cit., hal. 88.

60
itu, tetapi malah sebaliknya, sehingga mereka sampai menanyakan
apakah Ibrahim serius atau hanya bermain-main saja.65
Analisis Pendidikan:
Peneliti menemuka adanya metode tanya jawab dalam hal ini,
ketika kaum Nabi Ibrahim menanyakan kepada beliau apakah Nabi
Ibrahim datang kepada mereka serius atau hanya bermain-main saja,
seperti layaknya dalam pendidikan bahwa metode tanya-jawab
merupakan salah satu dari metode dalam menyampaikan materi,
dalam hal ini penjabaran mengenai metode tanya jawab telah peneliti
cantumkan dalam analisi pendidikan pada ayat sebelumnya.
Ayat 56
لكمقال بل ربكم رب على ذت وٱلرض ٱلذي فطرهن وأنا و هدين ٱلسم ن ٱلش م
“Dia (Ibrahim) menjawab, “Sebenarnya Tuhan kamu ialah
Tuhan (pemilik) langit dan bumi, (Dia-lah) yang menciptakan,
dan aku termasuk orang yang dapat bersaksi atas itu.”
Ibrahim menjawab pertanyaan mereka dengan tegas mengatakan
bahwa apa yang dikatakan itu adalah serius dan merupakan
kenyataan bahwa Tuhan mereka adalah Tuhan langit dan bumi,
itulah Tuhan yang telah menciptakan mereka dan ia adalah dari
hal itu salah seorang saksi, dengan pernyataan yang tajam ini,
Ibrahim menunjukan bahwa Tuhan yang Esa itu patut disembah.
Dia adalah pencipta mereka, sekaligus pencipta langit dan bumi
serta semua makhluk.66
Pada ayat ini merupakan pernayataan yang tegas dari Nabi
Ibrahim bahwa beliau serius dan mejelaskan teguran dan nasihat
beliau yakni penyembahan terhadap patung-patung itu memang tidak
ada gunanya, karena bukan patung-patung itu yang menciptakan alam,
menciptakan tujuh lapis langit, menciptakan bumi yang kita pijak saat
ini, Allah lah sang Maha Pencipta dan Maha Pemelihara, sebab itu
65Hamka, loc. cit., hal. 60
66Allamah Kamal Faqih, op. cit., hal. 89.

61
hanya Allah lah yang patut untuk disembah, selanjutnya Nabi Ibrahim
adalah sebagai pemimpin untuk kaumnya dan Rasul yang telah diutus
Allah untuk memuntaskan tugas menunjukan mereka kepada jalann
yang benar, Ibrahim telah menyatakan kesaksiaannya bahwa Tidak
ada Tuhan melainkan Allah.
Analisis Pendidikan:
Pada ayat ini peneliti menemukan adanya nasihat yang
disampaikan melalui metode ceramah yakini ketika Nabi Ibrahim
menasihati kaumnya dan menyadarakan bahwa apa yang mereka
lakukan adalah suatu perbuatan yang salah. Dalam pendidikan tauhid
pun terdapat metode ceramah untuk menyampaikan meteri
pembahasan, dalam hal ini adalah Tauhid, dimana metode ceramah
ialah “guru memberikan uraian atau penjelasan kepada sejumlah
murid pada waktu tertentu (waktunya terbatas) dan tempat tertentu
pula. Dilaksanakan dengan bahasa lisan untuk memberikan pengertian
terhadap suatu masalah”.67
Ayat 57 & 58
ذا إل كبي .وتٱلل لكيدن أصنمكم ب عد أن ت ولوا مدبرين م افجعلهم جذ لعلهم ل
ي رجعون إليه “Dan demi Allah, sungguh, aku akan melakukan tipu daya
terhadap berhala-berhalamu setelah kamu pergi
meninggalkannya”. “Maka dia (Ibrahim) menghancurkan
(berhala-berhal itu) berkeping-keping, kecuali yang terbesar
(induknya), agar mereka kembali (untuk bertanya) kepadanya.”
Para ahli tafsir berbeda pendapat tantang bagaimana Ibrahim
mengemukakan pernyataannya yang tajam itu. Sebagaian mereka,
seperti pengarang tafsir as-Shafi dan al-Mizan, meyakini bahwa
67Zakiah Darajat, op. cit., hal. 289.

62
kalimat tersebut tidak dinyatakan secara terbuka dan Ibrahim
mengatakannya dengan sembunyi-sembunyi. Alasan pendapat ini
ialah bahwa mereka yakin bahwa pernyataan permusushan secara
terbuka terhadap berhala-berhala yang kecil maupun besar dari satu
kaum, oleh seorang secara sendirian dan pada hari pertama
dakwahnya, berlawanan dengan sikap berhati-hati. Tetapi nampaknya
hal ini tidaklah demikian, sebab ucapan orang-orang saleh dan
bertakwa berbeda dengan ucapan-ucapan orang biasa seperti kita, dan
tidak ada sesuatu pun yang mampu menegah mereka merintis jalannya
yang jelas dan melaksanakan misi Ilahinya.68
Pada ayat ini Nabi Ibrahim telah bersumpah, artinya bahwa
beliau bersungguh-sungguh, jika kalian telah berpaling dari rumah
yang dimana rumah itu adalah tempat mengumpulkan berhala, mana
Ibrahim akan melakukan perbuatan tipu daya terhadap petung-patung
itu, teatapi Ibrahim tidak menyebutkan seperti apa tipu daya yang
akan dilakukan kepada patung-patung itu. Akan tetapi, tanpa rasa
takut akan bahaya yang ditimbulkan tindakannya atau khawatir akan
serangan amarah kaumnya akibat tindakannya, Ibrahim dengan berani
bertindak dan segera mengahancurkan patung-patung yang tidak
berdaya itu, yang memiliki banyak penduduk fanatik dan bodoh
tersebut, dan tujua Ibrahim melakukan itu barangkali adalah agar para
penyembah berhala tersebut datang kepadanya, lalu, ia akan
mengatakan apapun yang perlu dikatakan.69
Analisis Penididikan:
Pada ayat ini peneliti menemukan bahwa kesungguhan Nabi
Ibrahim untuk menyampaikan kebenaran bahwa yang kaumnya
lakukan adalah perbutan yang salah merupakan pembuktian dan
68Allamah Kamal Faqih. Op.cit., hal 90 69Hamka. Op. cit., hal. 63

63
penyadaran terhadap akal murni mereka agar mereka berfikir yang
mereka lalukan ialah syirik, hal ini sebagi asas atau dasar dari
pendidikan yang mana asas pendidikan tauhid itu ialah akal/rayu
setelah al-Qur’an dan as-Sunnah.
Ayat 59-65
ذا ب عنا فت ,التنا إنهۥ لمن ٱلظلمي قالوا من ف عل ه رهيم يذكرهم قالوا س ,ي قال لهۥ إب توا بهۦ على أعي ٱلناس لعلهم يشهدون
ذاب قالوا ءأنت , قالوا فأ رهيم ال ف علت ه ,تنا يب
ذا فس ف رجعواإل أنفسهم ف قالوا إنكم ,هم إن كانوا ينطقون ئ لو قال بل ف علهۥ كبيهم هؤلء ينطقون ,أنتم ٱلظلمون ث نكسوا على رءوسهم لقد علمت ما ه
“Mereka berkata, “Siapakah yang melakukan (perbuatan) itu
terhadap tuhan-tuhan kami? Sungguh, dia termasuk orang yang
zalim, “Mereka (yang lain) berkata, “Kami mendengar ada
seorang pemuda yang mencela (berhala-berhala ini) namanya
Ibrahim, Mereka berkata, “(kalau demikian) bawalah dia dengan
diperlihatkan kepada orang banyak, agar mereka menyaksikan,
Mereka bertanya, “Apakah engkau yang melakukan (perbuatan)
ini terhadap tuhan-tuhan kami, wahai Ibrahim?, “Dan (Ibrahim)
menjawab, “Sebenarnya (patung) besar itu yang melakukannya,
maka tayangkanlah kepada mereka, jika mereka dapat berbicara,
Kemudian mereka menundukan kepala (lalu berkata), “Engkau
(Ibrahim) pasti tahu bahwa (berhala-berhala) itu tidak dapat
berbicara”.
Kebanyakan orang yeng mendengar kata ‘berhala’ maka yang
terlintas dalam benak kita kebanyakan adalah berhala yang terbuat dari
batu atau kayu. Tetapi, ditinjau dari sudut pandang lain, kata ‘berhala’
dan ‘penyembahan berhala’ memiliki makna yang luas dan mencakup
seluruh sesembahan selain Allah SWT, dalam bentuk apapun dan
bagaimana pun keadannya. Menurut sebuah hadits “Apapun yang
membuat manusia sibuk sedmikian rupa hingga membuatnya jauh dari
Allah, itu adalah berhala”.70
70Allamah Kamal Faqih. Op. cit., hal. 94

64
Ketika orang orang tidak sedang menyembah berhala karena
mereka melakukan aktivitas masing-masing, lalu Ibrahim masuk ke
kuil tempat berhala itu dikumpulkan dan dipuja oleh kaumnya, lalu
dicincangnya satu-persatu dari behala tersebut. Kecuali yang besar
dengan masksud agar pemuja berhala itu kembali artinya setelah
mereka melihat kehancuran dari berhala-berhala yang kecil mereka
menuju kepada berhala yang besar. Dalam salah satu riwayat yang
disampaikan oleh as-Suddi dan Mujahid, berhala yang bersar tidak
dirusak oleh Ibrahim, namun ia kalungkan kapak yang ia gunakan untuk
menghancurkan patung-patung yang kecil kepada patung yang besar
itu.71
Setelah itu para penyembah berhala itu masuk ke kuil tempat berhala
berhala tersebut berada dan menjumpai pemandangan yang porak-
poranda. Patung-patung berhala mereka hancur berantakan. Mereka
berteriak-teriak, menanyakan siapa yang telah menghancurkan
patung-patung terbuat, dan mengatakan bahwa siapa pun yang telah
melakukan hal itu, termasuk orang yang zalim.72
mereka menunjukan bahwa orang yang telah menghancurkan
patung-patung mereka itu adalah orang yang berlaku zalim terhadap
dewa-dewa mereka, terhadap masyarakat dan kelompok mereka, serta
pada dirinya sendiri, tetapi sekelompok orang yang telah mendengar
ancaman Ibrahim terhadap patung-patung berhala tersebut, dan
mengetahui perilakunya yang ofensif terhadap patung-patung
sesembahkan mereka itu, menyatakan pendapatnya sebagai berikut
”Mereka (yang lain) berkata, “Kami mendengar ada seorang pemuda
yang mencela (berhala-berhala ini) namanya Ibrahim” menurut
beberapa riyawat, pengahancuran patung-patung itu dilakukan Ibrahim
saat dirinya masih berusia sangat muda, barangkali sekitar enam belas
tahun.73
71Hamka, op. cit., hal. 63
72Allamah Kamal Faqih, loc. Cit., hal. 94.
73Ibid.,

65
Para penuduh lalu mengumumkan ke semua penduduk kota bahwa
barangsiapa yang tahu akan sikap permusuhan dan Ibrahim terhadap
berhala-berhala sesembahan mereka, hendaklah datang untuk bersaksi.
Akhirnya pengadilan memulai sidangnya di hadapan para pemuka
kaum Ibrahim itu, konon, Namrud sendiri ikut dalam sidang itu. Dan
pertanyaan pertama yang dilotarkan pada Ibrahim ialah: “Apakah
engkau yang melakukan (perbuatan) ini terhadap tuhan-tuhan kami,
wahai Ibrahim?, Maka mereka kembali kepada kesadaran mereka dan
berkata, “Sesungguhnya kamulah yang menzalimi (diri sendiri).74
Hal-hal pokok dalam penyelidikan yang dilakukan para ahli
dibidang kejahatan adalah bahwa seseorang yang patut dituduh
sebagai pelaku kejahhatan merupakan seseorang yang padanya
terdapat jejak-jejak kejahatan tersebut. Dalam hal penghancurkan
patung-patung berhala itu, jejak-jejak tersebut ada pada patung yang
paling besar. Ibrahim mengatakan mengapa mereka menuduhnya,
bukannya menuduh patung mereka yang paling besar itu? Dia
menanyakan, apakah mereka tidak berfikir bahwa patung terbesar itu
mungkin telah menganggap patung-patung terbesar itu mungkin
telah menganggap patung-patung yang lain sebagai saingannya di
masa depan, dan karenanya lalu mengahancurkan mereka semua?75
Bagaikan angin badai yang menerbangkan abu dari perapian dan
menjadikan apinya menyala terang, Ibrahim mengungkapkan watak
tauhid mereka yang terselubungi fanatisme dan kebodohan mereka,
selama waktu yang singkat, mereka terbangun dari tidur yang lelap dan
kembali pada kesadaran dan fitrahnya. Lalu, mereka megatakan kepada
dirinya sendiri bahwa mereka telah benar-benar berlaku zalim pada
dirinya sendiri. Mereka zalim tidak saja kepada diri mereka sendiri,
tetapi juga pada masyarakat mereka dan kepada Allah yang Maha Suci,
yang menganugrahkan berbagi nikmat kepada mereka.76
Tetapi, banyaknya karatnya kebodohan, fanatisme, dan taklid buta
kepada nenek moyang mereka lebih banyak dari yang mampu disapu
74Hamka, op. cit., hal. 68
75Allamah Kamal faqih, op. cit., hal.96
76Ibid.,

66
dan disingkirkan oleh seruan pendekar monotheisme ini, Aduhai! Ruh
mereka yang suci itu hanya terangun untuk waktu yang singkat saja,
dan setelah itu muncullak pertentangan terhadap cahaya tauhid ini dari
pihak kekuatan-kekuatan jahat. Dan disebabkan kebodohan yang ada
dalam diri mereka yang kotor dan gelap itu, segala sesuatu lantas
kembali pada keadaannya semula. Alangkah indahnya makna yang
terkandung dalam kalimat al-Qur’an yang singkat, ketika ia
mengatakan, kemudian kepala mereka dijadikan tertunduk. Dan untuk
memberi dalih bagi dewa-dewanya yang tuli dan bisu. Mereka ingin
mengatakan bahwa patung-patung berhala mereka selalu diam dan tak
pernah memecahkan sikap diamnya yang penuh keagungan.
Sesungguhnya para penyembah berhala itu ingin menyembunyikan
kelemahan, kekejian, dan kehinaan patng-patung berhala mereka
dengan dalih yang semacam itu.77
Analisis Pendidikan:
Pada ayat 59-65 ini terdapat dialog atau tanya jawab Ibrahim
dengan kaumnya, peneliti memnenukan bahwasanya teradapat tanya
jawab yang panjang pada peristiwa ini dimana tanya jawab juga
merupakan salah satu dari pengajaran tauhid, “metode tanya jawab ini
merupakan salah satu teknik yang dapat membantu kekurangan-
kekurangang yang terdapat pada metode ceramah. Ini disebabkan
kareab guru dapat memperoleh gambaran, sejauh mana murid dapat
mengerti dan mengungkapakan apa yang telah disampaikan”.78
Selanjutnya peneliti juga menemukan metode lain, yaitu metode hiwar,
metode hiwar ini adalah pendidikan yang dilakuakan secara
diskusi yaitu bertanya dan menjawab. Dialaog ini terbagi kepada 4:
dialog Khitobi dan ta’abudi (bertanya lalu menjawab) dialog
deskriftif dan dialog naratif (menggambarkan lalu mencermati)
dialog argumentatif (berdiskusi lalu mengemukakan alasan) dan
dialog nabawi (menanamkan rasa percaya diri lalu beriman) dialog
77Ibid., hal. 100
78Zakiah, op. cit., hal. 307.

67
Nabawi ini sering dipraktekan para sahabat Nabi ketika meraka
bertanya kepada rasul
pada ayat ini yang peneliti temukan adalah metode dialog
argumentatif yakni ketika terjadinya tanya jawab antara Ibrahim dan
kaum, Nabi Ibrahim sertakan argumen beliau mengenai berhala yang
tak layak untuk disembah, hal ini pun juga termasuk kepada dasar
tauhid, diman Nabi Ibrahim berusaha mengajak kaummnya untuk
berfikir dengan rasional atau akal murni mereka melalui dialog yang
mereka lakukan, karena dasar atau asas dari pendidikan itu ialah
alqur’an dan hadits dan setelahnya adalah akal/rayu.
Ayat 66
يضركم ول يئاقال أف ت عبدون من دون ٱلل ما ل ينفعكم ش “Dia (Ibrahim berkata, “Mengapa kamu menyembah selain Allah,
sesuatu yang tidak dapat memberi manfaat sedikit pun, dan tidak
(pula) mendatangkan mudarat kepada kamu?”.
mula-mula Ibrahim as pergi menemui paman dan sanak
saudaranya serta mengajak mereka pada tauhid dan kesatuan.
Namun, ketika usahanya tidak memperoleh hasil yang positif,
maka dalam tahap kedua, ia lalu segera menju patung-patung
berhala kaumnya dan menghancurkan mereka. setelah itu, sambil
berbicara kepada hati nurani mereka, ia mencoba menyadarkan
mereka, dan akhirnya ia menyusul nasihat dan celaannya, ia
memaksa mereka merenung. Ia menyerangg mereka dengan
menggunakan kata-kata yang paling keras, serta menempatkan
pikiran mereka dalam nyala api logika yang membangun
kesadaran.79
Maka Nabi Ibrahim berkata kepada kaummnya, kalian sendiri
juga tidak mempercayai bahwa berhala besar mustahil dapat
menghancurkan berhala yang kecil, karena berhala itu tak dapat
bergerak dari tempatnya, dan berhala kecil pun tak mampu
menjawab ditannya, karena berhala adalah benda mati lalu mengapa
kalian masih menyembahnya? Lalu Ibrahim berkata amat buruk dan
79Allamah Kamal Faqih, op. cit., hal 102

68
tercelalah perbuatan kalian dan juga patung-patung itu karena
kebodohan dan buntunya fikiran kalian.80
Analisis Pendidikan:
Pada ayat ini, peneliti menemukan dua metode dalam pengajaran
tauhid: metode bertanya, ketika Nabi Ibrahim mempertanyakan
perbuatan mereka yang salah dan tak ada gunanya yakni ketika
mereka memuja berhala-berhala yang tak mampu mendatangkan
manfaat dan madharat, metode ini dapat digunakan dalam pendidikan,
ialah penyampaian materi pelajaran dengan cara memberikan
pertanyaan kepada peserta didik.81 yang kedua ialah metode hiwar
(dialog argumentatif) yakni Nabi Ibrahim berdialog dengan kaumnya,
melakukan tanya jawab dan Nabi Ibrahim memberikan penjelasan
atau jawaban kepada kaumnya dengan argumen yang jelas.
Ayat 67
ت عقلون أفل ٱلل دون من ت عبدون ولما لكم أف “Celakalah kamu dan apa yang kamu sembah selain Allah!
Tidaklah kamu mengerti?.”
Sekali lagi, guru monoteisme ini melanjutkan perkatannya, lalu
dengan memukulkan cambuk celaan kepada jiwa-jiwa mereka yang
teka merasakan sakit. Akan tetapi dalam menyalahkan dan mencela
mereka, Ibrahim tidak meninggalkan sikap lemah-lembut, agar
mereka tidak semakin keras kepala.82
Nabi Ibrahim berkata kepada kaummnya mengapa kamu tidak
menggunakan akal untuk memecarhakan perkara ini? sekiranya kamu
lakukan demikian, niscaya kamu akan sampai pada kebenaran, Az-
80Hamka. Op. cit., hal. 68
81Armai Arief, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan (Jakarta: Ciputat Press, 2002), hal.
140
82Allamah Kamal faqih. loc. Cit., hal 102

69
Zamakhsyari menyatakan dalam tafsirnya: kata Uffin adalah kalimat
yang menyatakan jengkel, Ibrahim jengkel ketika mereka masih saja
melanjutkan pemujaan mereka terhadap berhala-berhala padahal
alasan mereka sudahsudaj dipatahkan dengan argumentasi yang
disampaikan oleh Nabi Ibrahim.83
Analisis Pendidikan:
Ayat ini pun merupakan dialog percakapan antara Nabi Ibrahim
dengan kaumnya, tanya jawab yang dilakukan dengan
berargumentasi, selanjutnya Nabi Ibrahim menggunakan metode
targhib dan tarhib atau biasa disebut denga metode ancaman, yakni
suatu metode pendidikan dan pengajaran, dimana pendidikan
memberikan ancaman atas kesalahan yang dilakukan oleh peserta
didik, dalam hal ini Nabi Ibrahim mengatakan “Celakalah” karena
perbuatan kaumnya yang menyebah kepada selaian Allah yaitu syirik.
Ayat 68
ما اق لنا ينار كون ب رد ,قالوا حرقوه وٱنصروا ءالتكم إن كنتم فعلي رهيم على وسل ,إب
ه ولوطا إل , ٱلخسرين فجعلنهم اوأرادوا بهۦ كيد ن لمي وني ٱلرض ٱلت بركنا فيها للع “Mereka berkata, “Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan
kamu, jika kamu benar-benar hendak berbuat.”
Berkat penalaran Ibrahim yang praktis dan logis, semua
penyembahan berhala itu tercela, tetapi sikap sikap keras kepala dan
fanatisme mereka yang membandel tetap menghalang mereka
menerima kebenaran. Itulah sebabnya mereka membuat keputusan
yang sangat kasar dan berbahaya sekaitan dengan Ibrahim. Kemudian
serupa dengan itu mereka mengatakan banyak hal sia-sia tentang
Ibrahim, dan megahasut orang banyak untuk melawan Ibrahim dengan
83Hamka, lop. Cit., hal 68

70
cara sedemikian rupa sehingga alih-alih hanya beberapa onggokan
kayu yang cukup untuk membakar beberapa orang, kaummnya itu
malah menumpuk ribuan onggok kayu tinggi bagaikan gunung, dan
konsekuensinya, berkobarlah sebuah lautan api.84
Orang-orang saleh selalu tabah dalam mengejar tujuan-tujuan
sucinya hingga mereka siap menyerahkan nyawanya seklipun.
Membakar orang hidup-hidup adalah jenis pebantaian yang paling
mengerikan, terdapat banyak masalah yang terkandung dalam tarsir-
tafsir mengenai peristiwa dilemparkannya Ibrahim ke dalam api.
Diantaranya kaum musyrik tersebut, dengan bantuan petunjuk setan,
membuat sebuah ketapel raksasa, Ibrahim, dengan sikap tawakalnya
yang tiada tara kepada Allah Swt, tidak meminta pertolongan apapun
kepada malaikat, bahkan tadak kepada Jibril. Saat itu, ia diam-diam
sibuk berdoa kepada Allah Swt dan bershalawat kepada Nabi
Muhammad Saw dan ahlulbaitnya. Akhirnya dengan diiringi teriakan
gembira dan tepuk tangan orang banyak, Ibrahim dilemparkan ke
dalam kobaran api raksasa yang mengerikan itu dengan menggunakan
katapel raksasa. Orang banyak bersorak gembira, seolah-olah si
penghancur berhala sudah binasa selamanya dan menjadi abu.85
Imam Shidiq berkata “ketika Allah memerintahkan kepada api
“menjadi dinginlah kamu...” maka karena dingin yang amat
sangat (ditengah-tengah api buatan Namrud), gigi-gigi Ibrahim
sampai bergemlumuk, hingga datang perintah Allah kepada api,
“.....dan jadilah keselamatan, saat mana rasa dingin itu lalu lenyap
dan berubah menjadi keamanan bagi dirinya.86
Maka, berbagai kesimpulan al-Qur’an suci, dengan kalimat yang
singkat, mengatakan bahwa orang-orang musyrik itu telah
memutuskan untuk melenyapkan Ibrahim dengan makar mereka,
tetapi Allah Swt membuat mereka sebagai pihak yang kalah. Nyata
bahwa tetap amannya Ibrahim dalam kobran api, maka situasi pun
84Allamah Kamal Faqih, loc, cit., hal. 102.
85Ibid.,
86 Ibid.,

71
berubah seratus delapan puluh derajat, teriakan -teriakan gembira pun
berhenti, dan mulut-mulut ternganga keheranan, Namun sikap fanatik
dan keras kepala masih menghalangi mereka untuk menerima
kebenaran dengan sempurna, meskipun hati (pikiranpikiran) yang
terjaga memperoleh manfaat dari kejadian ini dan keimannya kepada
Tuhan Ibrahim makin menjulang. Kerugian yang sangat bagi mereka,
karena gagalnya usaha membakar Ibrahim, dengan disaksikan banyak
orang, kejadian yang luar biasa ini menyebabkan tuah kebesaran
berhala telah habis, dengan demikian wibawa pemerintahan pun
telahhabis, dan rakyat pun telah mengerti bahwa apa yang merea
agung-agungkan selama ini adalah kepalsuan belaka.87
Musuh ingin menghancurkan Ibrahim, tetapi Allah tidak saja
menyelamatkannya, tetapi juga menganugrahkannya satu
generasi yang berbakti serta menjadikan mereka semua orang-
orang yang terpilih. Peristiwa pembakaran Ibrahim hidup-hodup
dalam kobaran api dan keselamatannya yang penuh mukjizat dari
situasi berbahaya ini menyebabkan pemerintahan Namrud
bergetar, mereka menganggap bahwa jika Ibrahim dalam keadaan
seperti itu, tetap tinggal di kota dan negeri mereka, dengan
kefasihan berbicara dan logikanya yang kuat serta keberaniannya
yang tak tetandingi, pasti ia akan menjadi sumber marabahaya
bagi pemerintahan Namrud yang egoisti dan tiranik tersebut.88
Dan di lain pihak, Ibrahim sesungguhnya telah melaksanakan
misinya di wilayah itu dan telah menyamaikan benih keimana dan
kesadaran di negeri itu. Ia harus berhijrah ke bagian lain negara itu
dan mempermaklumkan seruanya disana. Karena itu, ia lalu
memutuskan untuk berhijrah dari negerinya menuju Syam (Suriah)
dengan disertai Luth (anak saudaranya), Sarah (isterinya) dan
mungkin juga dengan sekolompok kecil orang yang beriman.
Analisis Pendidikan:
87Hamka, op. cit., hal. 71
88Allamah Kamal Faqih.loc, cit., hal. 106

72
Pada ayat diatas, peneliti menemukan adanya tujuan dari
pendidikan tauhid itu sendiri, tauhid tidak hanya sekedar
memberikan ketentraman batin dan menyelamatkan manusia dari
kemusyrikan, tetapi juga berpengaruh besar terhadap pembentukan
sikap dan perilaku keseharian seseorang, ia tidak saja berfungsi
sebagai akidah, tetapi juga berfungsi pula sebagai falsafah hidup.
Apabila Tauhid ini tertanam kuat dalam jiwa seseorang, ia akan
menjadi seseuatu kekuatan yang tagguh, ini tergambar pada sikap
Nabi Ibrahim yang bahkan tidak takut untuk dibakar, karean Tauhid
dalam dirinya susah tertanam kuat. Berikutnya ialah penegasan dari
tujuan pendidika tauhid ialah memperoleh rasa aman dan petunjuk
dai Allah SWT, seseorang yang kuat tauhidnya akan selalu tenang
dan tidak tergoncang akan khawatirnya kehidupan dunia, karena
tauhid dalam kalbunya telah menyadarkan hidup ini bukanlah
lamunan dan angan-angan tetapi penuh realitas dan ujian, maka
tergambarlah bahwa pendidikan tauhid memberikan ketenangan,
keamanan, keselamatan, juga petunjuk dari Allah baik dalam urusan
dunia maupun akhirat.
2. Q.S Asy-Syu’ara ayat 69-102
Ayat 69-71
رهيم إذ قال لبيه وق ومهۦ ما ت عبدون قالوا ن عبد أصنام ف نظل اوٱتل عليهم ن بأ إب كفي لا ع
“Dan bacakanlah kepada mereka kisah Ibrahim, ketika (dia
Ibrahim) berkata kepada ayah dan kaumnya, “Apakah yang
kamu sembah?”, mereka menjawab “Kami menyembah
berhala dan kami senantiasa tekun menyembahnya”.
Banyak ayat yang menceritakan kisah ini, karena Tujuan dari
pembacaan dari ayat ini ialah agar kisahnya menjadi contoh atau
tauladan bagi generasi selanjutnya. Kemudian ketika kaum itu
menyembah berhala dengan alasan hanya mengikuti bapak atau

73
nenek moyang mereka, dan Nabi ibrahim mengajak mereka untuk
meninggalkan perbuatan tersebut, dengan argumen-argumen yang
mantap, karena mengajak kepada ketauhidan dan meninggalkan
syirik.89
Pada ayat ini Allah memerintahkan Nabi Ibrahim untuk
menceritakan perjuangan Nabi Ibrahim, Nabi Ibrahim merupakan
nenek-moyang dari dua suku bangsa yang besar, yaitu Bani Israil
dan Bani Ismail, Nabi Ibrahim dengan perjuangan yang hebat dan
luar biasa mengajak kaumnya kepada tauhid, sama halnya dengan
Nabi Muhammad yang mengajak kaumnya yakni kaum Quraisy
khususnya untuk kepada ajaran tauhid, dan keduannya mempunyai
tantangan yang paling besar yakni orang tuanya sendiri, pernah
suau ketika terjadi dialog antara Nabi Ibrahim dengan ayah dan
kaumnya, Nabi Ibrahim yang bertanya kepada mereka tentang apa
yang mereka sembah, lalu mereka menjawab ini adalah berhala
yang kami akan selalu menyembah kepadanya, selalu kami puja,
dan i’tikaf disekelilingnya, dan kami akan lakukan ini selama-
lamanya.90
Ayat ini berbicara tentang sekelumit tentang kisah Nabi Ibrahim,
uraian ini mulai sejak dari perintah membacakan kepada kaum
musyrik Mekkah, bahkan siapa pun, berita yang sangat penting
tentang Nabi Ibrahim as, agar jejak beliau diikuti. Yang digaris
bawahi adalah ketika Nabi Ibrahim bertanya kepada mereka
tentang apa yang mereka sembah? Dan mereka menjawab
dengan bangga “kami menyembah berhala-berhala yang agung
memenuhi segala semestinya, kami lakukan menyangkut
penyembahan itu, dan untuk itu lah sehingga kami senantiasa
dan dengan tekun beribadah kepadanya.91
Analisis Penididikan:
89M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian a-Qur’an (jakarta: Lentera
hati, 2002), hal, 59-62.
90Abdulmalik Abdulmalik Amrullah (HAMKA), op. cit., hal, 97-98.
91M. Quraish Shihab,Op, Cit., hal 215.

74
Pada ayat ini peneliti menemukan bahwa adanya metode kisah
dalam penyampaian materi, seperti alam metode pendidikan, juga
terdapat juga metode tanya jawab, pada ayat ini Nabi Ibrahim
bertanya terlebih dahulu kepada kaum nya tentang apa yang mereka
sembah. Metode kisah biasa juga disebut metode cerita yakni dengan
cara mendidik dengan mengandalkan lisan maupun tulisan dengan
menyampaikan pesan dari sumber pokok sejarah islam, yakni al-
Qur’an dan hadits, pentingnya metode kisah diterapkan dalam dunia
pendidikan karena dengan metode ini akan memberikan kekuatan
psikologis kepada peserta didik.92 Selanjutnya “metode tanya jawab
ialah suatu cara yang menyajikan materi pelajaran dengan jalan guru
mengajukan suatu pertanyaan-pertanyaan kepada siswa untuk
dijawab. Bisa juga terjadi antara siswa dengan siswa”.93
Ayat 72-74.
ءابءن أو ينفعونكم أو يضرون قالوا بل وجدن قال هل يسمعونكم إذ تدعون
لك ي فعلون كذ “Dan (Ibrahim) berkata “Apakah mereka mendengarmu ketika
kamu berdoa (kepadanya)?”, atau (dapatkah), mereka memberi
manfaat atau mencelakakan kamu?”, mereka menjawab
“Tidak, tetapi kami dapat nenek moyang kami berbuat begitu”
Ketika Nabi Ibrahim mengajak supaya menggunakan fikiran
mereka: “ apa yang kamu sembah ini? apa guna dan manafatnya?
Apakah berhala-berhala mendengar ketika kalian menyeru
kepadanya? Apakah berhala-berhala itu memberi manfaat atau
madharat kepada kalian?, dengan begini mereka akan bingung atas
jawabannya, keran patung-patung itu adalah buatan mereka sendiri
kaum Nabi Ibrahim pun bingung karena mereka tidak merasakan
apa manfaat dan madhrat yang mereka rasakan ketika mereka
92A. Fatah Yasin, Op, Cit., hal. 143.
93H. Tayar Yusuf & Syaiful Anwar, Metodologi Pengantaran Agama dan Bahasa Arab,
(Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 1995), hak. 61.

75
menyembah berhala-berhala itu, lalu mereka menjawab pertanyaan
Nabi Ibrahim dengan sederhana saja, mereka menyemabah
berhala-berhala itu karena nenek moyang mereka melakukan yang
demikian, maka mereka menjaga adat-istiadat itu dan dianggapnya
sebagai pusaka yang suci sehingga mereka wajib mengikutinya.94
Nabi Ibrahim berkata: “Apakah mereka mendengar keluhan
dan permohonan saat kamu memohon? Atau kalaula mereka
mendengar, maka apakah mereka dapat memberi manfaat atau
memeberi mudharat jika kamu tekun? Mereke menjawab
setelah menyadari apa yang dipertanyakan Nabi Ibrahim bahwa
“bukan karena itu, tetapi sebenarnya kami mendapati nenek
moyang kami melakukan seperti yang kami lakukan dan hal
demikian senantiasa mereka lakukan sehingga kami pun harus
senantiasa melakukannya.95
Pada ayat ini Nabi Ibrahim berupaya agar menyadarkan akal
mereka bahwa apa yang mereka lakukan selama ini merupakan
kekeliruan, dalam rangka menyampaikan hala ini Nabi Ibrahim
menggunakan metode bertanya agar sedikitnya memnacing
kaumnya untuk berfikir lebih jauh dari itu Nabi Ibrahim mengajak
untuk tidak beribadah kepada sesuatu yang tidak bisa memberi
manfaat atau mudharat.96
Analisis pendidikan:
Pada ayat ini penulis menemukan masih terdapat metode tanya
jawab yang digunakan untuk penyampaian dari ajaran tauhid ini
sama seperti ayat sebelumnya, selanjutnya penulis menemukan
adanya asas pendidikan tauhid yang kegita ialah rayu/ akal setelah
al-Qur’an dan hadits, ini tergambae ketikan Nabi Ibrahim
menyampaikan argumen tentang kesesatan kaumnya yang
menyembah berhala, Nabi Ibrahim menyampaikan hal tersebut
94 Abdulmalik Abdulmalik Amrullah (HAMKA), op. cit., hal, 98.
95M. Quraish Shihab, al-Lubab, op. cit., hal, 102
96M. Quraish Shihab, op. cit., hal, 59-62.

76
dengan cara bertanya dengan maksud mencoba mengajar mereka
berfikir menggunakan akal mereka.
Ayat 75-77
تم ما كنتم ت عبدون م عدو أنتم ,قال أف رءي وءابؤكم ٱلقدمون فإن إل ل
لمي رب ٱلع
“Dia (Ibrahim) berkata, “Apakah kamu memperhatikan apa
yang kamu sembah?”, kamu, dan nenek moyang kamu
terdahulu?, sesungguhnya mereka (apa yang kamu sembah)
itu musuhku, lain halnya Tuhan seluruh alam”.
Dan Nabi Ibrahim as, melanjutnya pertanyaanya: “Berdasar
apa yang kamu katakan itu, maka apakah kamu telah berfikir
tentang hakikat dan kemampuan berhala-berhala yang selalu
kamu sembah, demikian juga nenek moyag kamu yang
dahulu? Jika kamu telah berfikir, maka pasti kamu tidak akan
menyembahnya, jika kamu belum maka berpikirlah!
Sungguh penyembahan itu merugikan sehingga apa yang
kamu sembah itu adalah musuh bagiku dan musuh bagi kamu
juga, karena penyembahan yang mengakibatkan madharat
dan becana. Tetapi kepada Tuhan pemelihara dan pengendali
semesta alam lah saya patuh dan mengikhlaskan ibadah. Lagi
tidak menyekutukan-Nya dengan siapa pun.97
Ketika Nabi Ibrahim melanjutkan pertanyaan dengan
maksud dan tujuan agar mereka berfikir, karena sebelumnya
mereka ketika diajukan pertanyaan oleh Nabi Ibrahim mereka
bukan memberikan jawaban, namun mengalihkan dengan mereka
menjawab kami mengikuti bapak dan nenek moyang kami,
selanjutnya ketika Nabi Ibrahim mengatakan aku bahwa berhala
itu merupakan musuh bagi Nabi Ibrahim ini untuk
mengambarkan bahwa seakan-akan Nabi Ibrahim telah berkata”
Akutelah berfikir tentang diriku, dan kutemukan bahwa kerika
97M. Quraish Shihab, al-Lubab, op. cit., hal, 103

77
ibadah dilakukan untuk berhala-berhala itu, makan itu merupakan
ibadah dan kepatuhan kepada musuh, karena itu aku
menghindarinya dan memilih untuk beribadah kepada siapaa
yang merupakan sumber segala kebajikan” dengan ini belaiu
Nabi Ibrahim telah menasehati diri beliau sendiri lalu Nabi
Ibrahim berusaha menasehati kepada kaumnya dengan metode
bertanya.98
Nabi Ibrahim menegaskan pendiriannya, bahwa Nabi
Ibrahim menetang penyembahan kepada berhala karena
sesungguhnya hal itu bertentangan dengan mereka yang berfikir
sehat, berhala-berhala apa pun yang diciptakan manusia baik itu
dari batu, pasir ataupun yang lainnya tidak pantas untuk disembah
oleh sebab itu segala pertuhanan yang dipersembahkan kepada
benda-benda adalah musuh besar bagi orang yang bertaubat.99
Analisis Pendidikan:
Pada ayat ini Peneliti menemukan bahwa Nabi Ibrahim masih
menggunakan metode bertanya untuk menyampaikan argumtasi
bahwa patung-patung yang mereka sembah sama sekali tidak
layak untuk disembah, selanjutnya peneliti menemukan adanya
metode nasihat pada saat Nabi Ibrahim berfikir dan akhirnya
mengungkapkan bahwa berhala-berhala itu ialah sebagai musuh,
metode nasihat juga merupakan metode pengajaran dalam
pendidikan dimana metode nasihat adalah metode pengajaran
dengan cara pendidik memberikan motivasi, juga sangat efektif
dalam pembentukan anak didik terhadap hakekat sesuatu. Serta
motivasinya untuk bersikap luhur dan mulia dan membekalinya
dengan prinsip-prinsip islam. 100
98 M. Quraish Shihab, op. cit., hal. 64-66 .
99 Abdulmalik Abdulmalik Amrullah (HAMKA), op. cit., hal, 98-99. 100A. Fatah yasin, loc. cit., hal, 143.

78
Ayat 78-82
ٱلذي خلقن ف هو ي هدين وٱلذي هو يطعمن ويسقي وإذا مرضت ف هو يشفي
يي وٱلذي أطمع أن ي غفر ل خطي ت ي وم ٱلدين ئ وٱلذي ييتن ث ي
“Yaitu yang telah menciptakan aku, Maka Dia yang memberi
petunjuk tepadaku, dan yang memberi makan dan memberi
minum kepada ku, dan apabila aku sakit, Dialah yang
menyembuhkanku, dan yang akan memetikan aku, kemudian
akan menghidupkan aku kembali, dan yang sangat
kuinginkan akan mengampuni kesalahanku pada hari
kiamat.”
Nabi Ibrahim berkata: “Allah SWT yang telah menciptakan
aku dengan kadar dan ukuran yang sangat tepat, lalu hanya
Dia yang menunjuki aku aneka petunjuk yang kuperlukan
sepanjang hidupku, hanya Dia Yang Maha Esa itu yang
memberi aku makan dan minum hingga tanpa bantuan-Nya
pastilah aku binasa, disamping itu, apabila aku sakit, maka
hanya Dia lah yang menyembuhkan aku, lebih jauh Nabi
ibrahim menegaskan bahwa seluruh alam yang kusembah
dan yang ku ajak kamu menyembah-Nya itu adalah Dia yang
mematikanku, sebagaimana akan mematikan kamu semua
dan seluruh makhluk hidup, jika ajal yang ditentukan-Nya
tiba, kemudiaan akan menghidupkan aku kembali dan juga
semua untuk mempertanggung jawabakan amal-amal kita,
setelah kematian itu, dan Dia juga yang amat aku harapkan
mengampuni kesalahanku nanti pada Hari pembalasan.101
Kalimat-kalimat yang diungkapkan Nabi Ibrahim pada ayat
diatas, memberi kesan kepada kita betapa dalam pengetahuan
beliau tentang Tuhan dan betapa dekat beliau dengan Allah,
begitu rinci dan teliti beliau melukiskan keagungan dan kasih
sayang-Nya, dan begitu halus perasaan dan luhur tata krama
beliau terhadap-Nya, tidak heran jika beliau diberi gelar Khalil
Allah? Teman akrab Allah yang persahabatn dan kedekatannya
dengan-Nya telah masuk ke relung hati, dan itulah agaknya yang
101 M. Quraish Shihab, al-Lubab, op. cit., hal, 104-106

79
mengantar beliau mampu melukiskan keyakinan dan
perasaannya.102
Analisis Pendidikan:
Pada ayat ini peneliti menemukan adanya tujuan dari
pendidikan tauhid itu sendiri yakni keyakian kepada Allah bahwa
Allah lah sang maha pemeliha, dan ini merupak salah satu aspek
dari tauhid, yaitu tauhid Rububiyah, seseorang yang telah
meyakini akan tauhid ini akan senantiasa berharap kepada Allah,
karena dia tau bahwa yang Maha Pemelihara adalah Allah semata,
dia akan menggantungkan harapan kepada Allas saja, tidak
kepada yang lainnya, pada ayat ini Nabi Ibrahim telah
merealisasikan ketauhidan dalam dirinya, karena seseorang yang
telah tertanam matap ketauhidan telah dalam dirinya akan
mempengaruhi terhadap pembentukan sikap perilaku keseharian
seseorang, tauhid tidak hanya berfungsi sebagai akidah, tetapi
berfungsi juga sebagai falasafah hidup.103
Ayat 83-87
لحي وٱجعل ل لسان صدق رب هب ل حكم ف ٱلخرين ا وألقن بٱلصزن وٱجعلن من ورثة جنة ٱلنعيم وٱغفر لب إنهۥ كان من ٱلضالي ول ت
عثون ي وم ي ب “(Ibrahim) berdo’a “Ya tuhanku, berikanlah kepadaku ilmu
dan masukannlah aku ke dalam golongan orang-orang yang
shaleh, dan jadikanlah aku buah tutur yang baik bagi orang-
orang (yang datang) kemudian, dan jadikanlah aku termasuk
orang yang mewarisi syurga yang penuh kenikmatan, dan
ampunilah ayahku, sesungguhnya dia termasuk orang yang
sesat, dan janganlah Engkau hinakan aku pada hari mereka
sibangkitkan.”
102 M. Quraish Shihab, op. cit. hal. 72-73
103Yusran Asmuni, Ilmu Tauhid, (Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 2000), hal. 7

80
Setelah Nabi Ibrahim menyebut segala kenikamatan yang
berasal dari Allah, selanjtnya Nabi Ibrahim memohon doa kepada
Allah yang tergambar pada ayat ini, Kemudian Nabi Ibrahim
menyebut nikmat beserta doa yang dipanjatkan kepada Allah yakni
mengenai penciptaan, Hidayah, pemenuhan kebutuhan jasmani,
pemeliharaan dan pengampunan dosa pada hari kiamat kemudian
permohonan Nabii Ibrahim ialah penganugrahan amal ilmiah atau
hikmah kenabian, dan yang dimohonkan adalah bergabung dengan
kelompok orang yang shaleh, , yang Nabi Ibrahim mohonkan ialah
Nama baik dan kelanjutan dakwahnya, pewarisan syurga serta
pengampuan bagi orang tuanya.104
Setelah menyebut aneka nikmat, pada ayat selebelumnya, Nabi
Ibrahim megajukan permohonan: “Tuhan pemelihara dan
pembimbingku, anugrahkanlah untukku, yakni demi
kemaslahatan wujudku hukum yakni pengetahuan dan hikmah,
dan masukanlah aku kedalam kelompok orang-orang yang
shaleh, yakni dengan melakukan aktivitas yangg Engkau ridhoi,
juga jadikanlah buat diriku secara khusus buah tutur yang baik
ditengah orang-orang yang datang kemudian, yakni agar mereka
meneladani apa yang aku lakukan, selanjutnya beliau bermohon
anugrah ukhrowi yang tanpa anugrah ini, tidak ada arti seluruh
hidup, beliau bermohon: “ ampunilah orang tuaku. Karena
sesungguhgnya ia termasuk golongan orang-orang yang sesat.
Dan janganlah Engkau mempermalukan aku di hadapan
khalayak pada hari mereka, yakni manusia seluruhnya, di
bangkitkan dialam kubur.105
Analisis Pendidikan:
Pada ayat ini peneliti menemukan adanya tujuan dari
pendidikan tauhid yang tergambar pada perilaku sehari-hari, ketika
seseorang telah mempunyai jiwa tauhid yang mantap dalam
dirinya, ia akan menjadi sesuatu kekuatan batin yang tangguh,
kekuatan itu akan melahirkan sikap positif dalam menghadapi
masa depan, tidak takut terhadap apapun dan siapapun kecuali
104 M. Quraish Shihab, op. cit. hal. 73-80.
105 M. Quraish Shihab, al-Lubab, op. cit., hal, 106-112

81
kepada Tuhan, dan berharap hanya kepada Allah, hal ini tergambar
Nabi Ibrahim bermohon hanya kepada Allah semata.106
Begitu berat tanggung jawab Nabi Ibrahim, begitu pula Nabi
Muhammad SAW mereka terikat keras dengan disiplin yang
ditentukan Tuhan, sehingga walaupun Ayah kandung (Nabi
Ibrahim), Ibu kandung dan paman yang amat dicintai (Nabi
Muhammad) anak kandung (Nabi Nuh) istreri (Nabi Luth) jika
mereka tidak menuruti jalan Ilahi yang ditentukan, tidaklah Nabi-
nabi dan Rasul-rasul itu diperbolehkan menggunakan kedudukanya
dekat dengan Tuhan untuk meloloskan orang-orang yang
dicintainya dari pada azab ilahi dengan memohonkan ampun untuk
mereka, maka sungguh berat tanggung jawab seorang Rasul.107
Ayat 88-91.
ٱلنة وأزلفت سليم بقلب ٱلل أتى من إل ب نون ول ي وم ل ينفع مال للغاوين ٱلحيم وب رزت للمتقي
“(Yaitu) pada hari (ketika) harta dan anak-anak tidak berguna,
kecuali orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang
bersih, dan syurga didekatkan kepada orang-orang yang
bertakwa, dan nereka jahim diperlihatkan dengan jelas kepada
orang-orang yang sesat”.
Sebagian ulama menilai ayat 88-89 bukan merupakan lanjutan
doa Nabi Ibrahim as., tetapi lebih merupakan berita tentang hari
kebangkitan yang disinggung sebelumnya oleh Nabi Ibrahim
dalam doanya pada akhir ayat yang lalu. Kedua ayat tersebut
menyatakan bahwa: pada hari kebangkitan itu harta sebanyak apa
pun yang diajdikan tebusan, demikian juga anak-anak kandung,
semuanya tidak berguna kecuali orang-orang yang menghadap
Allah Swt dengan hati yang selamat, yakni hati yang bersih dari
106Yusran Asmuni, loc, cit., hal, 7
107 Abdulmalik Abdulmalik Amrullah (HAMKA), op. cit., hal, 103-105.

82
kemusyrikan, sikap pamrih, dan kedurhakaan, ayat selanjutnya
menjelaskan apa yang mereka raih, bermula dipadang Mahsyar
sebelum setiap orang menerima ganjaran dan balasannya. Ayat
yang menyatakan bahwa pada hari itu pasti akan didekatkan syurga
buat mereka yang mantap ketakwaanya, dan yang datang kepada
Allah Swt, dengan hati yang pasti dan hati yang bersih.
Ditampakan dengan jelas neraka jahim dengan anek siksanuya bagi
orang-orang yang sesat, dan dikatakan kepada mereka berbagai
macam ancaman dan ejekan.108
Pada ayat ini Nabi Ibrahim mengingatkan akan arah yang
dituju, yaitu akhirat, maka pada ayat ini beliau menegaskan
tentang perlunya sifat zuhud, tidak memberi perhatian besar
terhadap kenikamatan duniawi, menginformasikan bahwa semua
sebab dan faktor biasa diandalkan dalah kehidupan ini, tidak akan
berdampak positif di hari kemudian, keahlian, ilmu pengetahuan,
kecantikan, kedudukan sosial dan apapun semua tida bermanfaat,
ini karena manusia datang sendiri-sendiri meninggalkan segala
atributnny kecuali dirinya sendiri, ketika manusi dikumpulkan di
padang mahsyar sebelum semua orang menerima ganjaran dan
balasannya, syurga diperuntukan bagi orang mukmi yang mantap
ketakwaanya dan datang kepada Allah dengan hati yang bersih, dan
diperlihatkan pula neraka jahim dengan siksaannya bagi mereka
yang sesat.109
Dalam rangka peringatan kisah Nabi Ibrahim yang berlainan
kepercayaan dengan ayahnya yang akhinya mengakibatkan kelak
diakhirat mereka akan bersimpang jalan, dan tidaklah berfaedah
do’an Nabi ibrahim untuk ayahnya, walaupun Nabi Ibrahim
mendoakan dan memohonkan ampun untuk ayahnya sendiri, maka
dijelaskan pada ayat selanjutnya bahwa harta maupun anak tidak
108M. Quraish Shihab, al-Lubab, op. cit., hal, 112-113 109 M. Quraish Shihab, op. cit. hal. 80-83.

83
akan bisa menolong sekalipun anak kandung, pada ayat selanjutnya
dijelaskan, yang selamat pada hari itu ialah yang kembali kepada
Allah dengan hati yang salim, hati yang bersih yang tiada syirik
padanya, hati yangg tempatnya bergantung kepada Allah Yang
Maha Esa. Pada ayat selanjutnya diterangkan lah apa yang akan
dihadapi pada hari kiamat, hanya satu diantara dua, yaitu surga dan
neraka, bagi orang yang muttaqin yaitu orang yang bertakwa, dan
orang yang ghawin yaitu orang-orang yang salah langkah.110
Analisis Pendidikan:
Pada ayat ini peneleti menemukan adanya dua metode yakni
ketika Nabi Ibrahim menjelaskan tentang adanya surga dan neraka
yang diperuntukan bagi manusia untuk sebagai ancaman bagi
mereka yang sesat dan ganjaran bagi mereka yang datang kepada
Allah dengan hati yang selamat, menggunakan metode targhib wa
tarhib, yaitu suatu metode pengaran dimana seorang pendidik
menghukum murid karena kesalahan yang telah dilakukannya.111
Ayat 92-96.
وقيل لم أين ما كنتم ت عبدون من دون ٱلل هل ينصرونكم أو ينتصرون تصمون فكبكبوا فيها هم وٱلغاوۥن وجنود إبليس أجعون قالوا وهم فيها ي
“dan dikatakan kepada mereka, “Dimana berhala-berhala
yang dahulu kamu sembah?, Selain Allah, dapatkan mereka
menolong diri mereka sendiri?, “Maka (mereka) sesembahan
itu dijungkirkan kedalam neraka bersama orang-orang yang
sesat, dan bala tentara iblis semuanya, maka mereka berkata
sambil bertengkar di dalamnya (neraka).”
“Dimana berhala-berhala yang dahulu kamu sembah, selain
Allah Swt? Dapatkah mereka menolong kamu atau menolong diri
mereka sendiri sehingga tidak dijadikan Allah swt, bahan bakar
110 Abdulmalik Abdulmalik Amrullah (HAMKA), op. cit., hal, 107-108.
111A. Fatah Yasin, op. cit., hal. 145.

84
nereka?, Untuk menampakan ketidakberdayaan berhala yang
disembah itu, menyatatakan bahwa berhala-berhala itu
dijungkirbalikan berulang kali ke dalam neraka bersama orang-
orang sesat, demikian juga, menurut ayat 95 bala tentara, yakni
pengikut-pengikut serta iblis yang selalu menyertai mereka yang
sesat sehingga menjadi bagaikan bayangannya. Ketiga kelompok
yang dijungkir balikan itu, lanjut ayat-ayat berikut, saling
mempersalahkan. Mereka yang sesat belaka, saat mereka dalam
neral sambil bersungguh-sungguh bertengkar112
Cobalah fikirkan dan gambarkan ketika membaca ayat ini, api
neraka yang berkobar-kobar dan menyala-nyala senantiasa
ditampakan, lalu pertanyaan yang bertubi-tubi ditanyakan kepada
mereka “sekarang mereka sudah nampak dihadapanmu, dahuluu di
waktu di dunia kamu menyembah berhala-berhala itu sekarang
diamanakah sesembahanmu itu? Apakah mereka bisa menolong
mu. Jangankan untuk menolong kamu, menolonhg dirinya saja
tidak bisa.113
Ketiga kelompok yang dilemparkan ke dalam neraka dan
terjatuh atas wajahnya, yang disinggung oleh ayat diatas ialah:
berhala-berhala, al-ghowin yakni pengikut iblis dan bala tentara
iblis yakni yang selalu menyertai para pendurhaka sehingga
menjadi bagaikan bayangannya.114
Analisis Penididikan:
Pada ayat ini peneliti menemukan adanya metode tanya jawab
dalam pengajaran tauhid, diamana ketika Nabi ibrahim bertanya
tentang berhala-berhala yang mereka sembah selama ini, kemudia
asas pendidikan tauhid yakni dengan akal/rayu yakni benar-benar
112M. Quraish Shihab, al-Lubab, op. cit., hal, 113-115 113 Abdulmalik Abdulmalik Amrullah (HAMKA), op. cit., hal, 109. 114M. Quraish Shihab, op. cit., hal, 82-85,

85
pembuktian dengan akal mereka bahwa apa yang mereka sembah
itu bukanlak apa apa melainkan hanya benda mati yang tidak dapat
menolong sama sekali.
Ayat 97-102
لمي برب نسويكم إذ مبي تٱلل إن كنا لفي ضلل ٱلمجرمون إل أضلنا وما ٱلعيم فعي ول صديق ح كرة لنا أن ف لو وما أضلنا إل ٱلمجرمون فما لنا من ش
ٱلمؤمني من ف نكون “Demi Allah, sesungguhnya kita dahulu di dunia dalam
kesesatan yang nyata, karena kita mempersamakan kamu
(berhala-berhala) dengan Tuhan seluruh alam. Dan tidak ada
yang menyesatkan kita kecuali orang-orang yang berdosa.
Maka (Sekarang) kita tidak mempunyai seorang pun pemberi
syafa’at (penolong), dan tidak ada pula teman yang akrab,
Maka seandainya kita dapat kembali (ke dunia) niscaya kita
menjadi orang-orang yang beriman”.
Demi Allah, sungguh kami dahulu sewaktu hidup di dunia
dalam kesesatan yang nyata, karena kami mempersamakan kamu,
wahai para berhala, dengan Tuhan Pemelihara dan Pengendali
seluruh alam, dan tidak ada yang menyesatkan kami, kecuali para
pendurhaka, yaitu pengikut-pengikut setia iblis itu, Maka
akibatnya menurut ayat 100 dan 101 tidak ada satupun pemberi
syafa’at bagi kami dalam menghadapi aneka bencana ukhrawi dan
tiada juga teman yang akrab yang dapat ikut merasakan kepedihan
kami, karena kami semua sendiri-sendiri. Selanjtnya gambaran
penyesalan mereka dengan berkata: “Sekiranya kami dapat
kembali sekali lagi ke dunia, niscaya kami menjadi manusia-
manusia yang termasuk dalam kelompok orang-orang yang
mukmin yang mantap imannya.115
Tergamabarlan penyelasan mereka didalam neraka, meohon
agar kembalai lagi ke dunia suapaya dapat menempuh dan bejalan
115 M. Quraish Shihab, al-Lubab, op. cit., hal, 116.

86
apada jalan yang lurus, kalau Tuhan berkenan mengembalikan
mereka ke dunia untuk hidup sekali lagi, mereka berjanji hendak
menjadi orang yang beriaman. Dalam Bahasa Arab keinginan yang
tidak dapat terlaksana dinamai Tamanni, orang yang telah
menempuh kelanjutan hidup di akhirat, tidak bisa lagi hidup ke
dunia untuk mengulangi hidup yang fana, sebagaimana orang yang
mengeluh di hari tua tidaklah bisa kembali ke masa muda, dan
orang yang terhadap masa muda nya tidak bisa kembali berulang
ke dalam perut ibunya.116
Pada ayat-ayat diatas berbicara denga singkat tentang ganjaran
orang-orang yang bertakwa, tetapi dengan cukup rinci menyangkut
balasan bagi mereka yang sesat, hal ini agaknya karena konteks
pembicaraan Nabi Ibrahim direkam oleh ayat-ayat diatas dan lebih
banyak ditujukan kepada para pendurhaka.117
Analisis Pendidikan:
Pada akhir ayat dalam pembahasan ini peneliti juga
menemukan adanya metode targhib wa tahrib, yakni ketika Nabi
Ibrahim menjelaskan tentang adanya syurga dan neraka yang
diperuntukan bagi manusia untuk sebagai ancaman bagi mereka
yang sesat dan ganjaran bagi mereka yang datang kepada Allah
dengan hati yang selamat, menggunakan metode targhib wa
tarhib, yaitu suatu metode pengaran dimana seorang pendidik
menghukum murid karena kesalahan yang telah dilakukannya.118
Ini merupak jawaban tadi metode targhin dan tarhib karena ayat
ini merupakan pembuktian dari ayat sebelumnya, ketika kaum
Nabi ibrahim tetap dengan pendirian mereka untuk menyembah
berhala, lalu diingatkan oleh nabi Ibrahim dan diberikan
116 Abdulmalik Abdulmalik Amrullah (HAMKA), op. cit., hal, 111. 117 M. Quraish Shihab, op. cit., hal, 87. 118A. Fatah Yasin, op. cit., hal. 145.

87
peringatan akhirnya tergambar hanya penyelasanlah yang ada
pada diri mereka setelah mereka berada di nerakan jahim.
C. Wahyu Allah Kepada Nabi Ibrahim untuk Menyembih Putranya
dalam Q.S Ash-Shaffat: 100-110
Ayat 100
ني لح هب ل من ٱلص رب
“Ya Tuhanku, kurniailah aku dari keturunan yang baik-baik”
Nabi Ibrahim sangat mengharapkan agar Allah memberinya
keturunan, karena setelah sekian lama Nabi Ibrahim menikah namun tak
kunjung diberi keturunan,, ternyata isteri Nabi Ibrahim yang bernama
Siti Sarah dalam keadaan mandul, lalu Siti Sarah menganjurkan dan
memberi ijin kepada Nabi Ibrahim untuk menikah lagi dengan
mengharapkan keturunan, pada usia 86 tahun barulah harapan itu
terkabul, karena Isteri Nabi Ibrahim yang bernama Siti Hajar melahirkan
seorang putera yang ia beri nama Ismail.119
Sayyid Al-Qurthubi dalam tafsir Al-Qurthubi menambahkan,
Ibrahim meminta kepada Allah seorang anak untuk menemani dalam
keterasingannya lalu Allah mengabulkan doa Ibrahim dalam
firmannya فبشسوه بعلم حلم maksudnya ketika menjadi besar anak itu
memiliki sifat sabar. Ini merupakan kabar gembira bahwa anak itu
akan hidup sampai besar, karena anak kecil belum bisa dikatakan
mempunyai sifat sabar.120
Quraish Shihab menyebutkan bahwa pada ayat ini adalah episode
lain dari Kisah Nabi Ibrahim, ketika Nabi Ibrahim hendak dibakar oleh
kaumm penyembah berhala tetapi Allah selamatkan Nabi Ibrahim, Lalu
Nabi Ibrhaim memutuskan untuk berhijrah, ini merupakan dasar bagi
pelaksanaan hijrah, dimana Nabi Ibrahim as, merupakan orang pertama
yang berhijrah meninggalkan kampung halaman menuju tempat yang
119Hamka, Tafsir Al-Azhar juz XXIII, (Jakarta: Pustaka Panji Mas, 1994), hal. 141.
120Al-Qurthubi, Tafsir Al-Qurthubi jilid 15, Ter. Dari Al Jami’ li Ahkam Al Qur’an oleh
Muhyidin Mas Rida dkk, (Jakarta: Pustaka Azzam, 2009), h. 232

88
sesuai dengan keyakinan agamanya beliau tidak menemukan seseorang
yang dapat beliau andalkan sebagai penerus kecuali Luth as. Maka beliau
berdoa tanpa menggunkan panggilan “Ya/Wahai” untuk mengisyaratkan
kedekatan beliau kepada Allah “Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku
seorang anak yang termasuk kelompok orang-orang yang shaleh. Maka
Kami memberinya kabar gembira bahwa dia akan diangrahi dengan
seorang anak yang amat penyantun.121
Analisis Pendidikan:
Pada ayat ini peneliti menemukan bahwa ketika Nabi Ibrahim
memohon dan meminta serta mengantungkan harapannya hanya kepada
Allah, disini terdapat Misi atau tujuan dari pendidikan Tauhid, dimana
tujuan dari pendidikan tauhid adalah salah satunya memohon kepada
Allah semata.
Suryan bin Jamrah dalam bukunya “Studi Ilmu Kalam”
menyebutkan bahwa Akidah Tauhid ini adalah ajaran inti Agama Allah,
tidak hanya bagi agama islam yang di bawa oleh Nabi Muhammad
SAW, melainkan juga bagi semua agama wahyu atau agama samawi,
yang diturunkan oleh Allah sebelum islam. Semua para nabi dan rasul
sebelum Nabi Muhammad SAW. Dari Nabi adam sampai kepada nabi
Isa a.s, mengemban misi menyampaikan akidah tauhidiah. Semua
berseru kepada kaumnya agar mengimani keberadaan Allah yang Maha
Esa, menyembah dan memohon kepada-Nya.122
Ayat 101
رنه بغلم حليم ف بش “Maka Kami gembirakanlah dia dengan seorang anak yang sangat
penyabar”
Lebih dari itu terdapat tiga kabar gembira dalam malimat ini,
pertama, kabar gembira prihal kelahiran seorangg anak laki-laki.
Kedua, kabar gembira mengenai usia anak tersebut yang mencapai
121M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah, (Tangerang, Lentera hati: 2007), hal. 60-61.
122Suryan A. Jamrah, Studi Ilmu Kalam, (Jakarta: Prenadamedia Group, 2015), hal. 45

89
remaja, dan ketiga, kabar gembira mengenai sifat mulia si anak yang
amat penyebar. Berkenaan dengan penafsiran kata Arab, halim,
disebutkan bahwa halim adalah orang yng tidak ragu-ragu dalam
melakukan setiap perbuatan pada waktu yang tepat, sementara siriya
memiliki kemampuan, juga tidak ragu-ragu untuk menghukum
orang yang bersalah. Orang semacam ini memiliki ruh yang agung,
yang mampu mengendalikan emosinya. Dalam al-mufradat-Nya,
Raghib ishfani mengatakan bahwa istiah halim bermakna sabar pada
saat kemarahan memuncak. Mengingat kondisi ini bersumber dari
kebijaksanaan, kata tersebut adakalanya juga digunakan dalam arti
kecerdasan, penertian lain halim adalah hal sama yang dikatakan
sebelumnya. Dengan cara itu, dapat dipahami dari kualitas ini bahwa
Allah Swt telah menyampaikan kabar gembira perihal keberadaan
anak ini hingga mencapai tahap usia dirinya dapat disebut oraang
penyabar.123
Maka dapatlah kita bayangkan betapa hebatnya Nabi Ibrahim
menghapi ujian hidup, setelah Nabi Ibrahim mengembara berpuluh-
puluh tahun lamanya meninggalkan kampung halaman, hijrah, semakin
bertambahlah usia Nabi Ibrahim, dan Nabi Ibrahim pun diberi putra laki-
laki oleh Allah, dan putra Nabi Ibrahim itu mempunyai sifat yang halim,
yang artinya sangat penyabar. “Perbdaan diantara Shabir (Penyabar)
dengan Halim ialah, bahwa hilm ialah menjadi tabi’at atau bawaan
hidup, sedang sabar ialah sebagai prisai menangkis gelisah jika
percobaan datang dengan tiba-tiba, sedang halim ialah apabila
kesabaran itu sujuad menjadi sikap hidup”.124
Analisis Pendidikan:
Pada ayat ini penulis menemukan ketika tujuan tauhid itu telah
tercapai, yakni semua aspek tauhid, dari mulai Rububiyah, Uluhiyah,
Asma wa sifat, seseorang akan senantiasa mengharap hanya kepada
Allah semata, pada ayat ini merupakan balasan kepada Nabi Ibrahim
atas doa dan harapan yang Nabi Ibrahim tidak gantungkan harapan
tersebut kecuali kepada Allah.
123Allamah Kamal Faqih Imani, Ibid, hal 542.
124Hamka, Op, Cit., hal. 142.

90
Ayat 102
أذبك فٱنظر ماذا ت رى أرى ف ٱلمنام أن عي قال يبن إن ا ب لغ معه ٱلس ف لمبين من ٱلص ستجدن إن شاء ٱلل
عل ما ت ؤمري بت ٱف قال ي “Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha
bersamanya, Ibrahim berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku
bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah
bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab “Wahai
ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu,
Insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang
sabar.”
Ayat diatas menggunkan bentuk kata kerja mudhari’ (masa kini
dan datang) pada kata-kata (أزى) saya melihat dan (أذبك) saya
menyembelihmu. Demikian juga kata (توٴمس) diperintahkan. Ini untuk
mengisyaratkan bahwa apa yang beliau lihat itu seakan-akan masih
terlihat hingga saat penympaiannya itu. Sedang penggunaan bentuk
tersebut untuk kata menyembelihmu untuk mengisyaratkan bahwa
perintah Allah yang dikandung mimpi itu belum selesai dilaksanakan,
tetapi hendaknya segera dilaksanakan. Karena itu pula jawaban sang
anak menggunakan kata kerja masa kini juga untuk mengisyaratkan
bahwa ia siap, dan bahwa hendaknya sang ayah melaksanakan perintah
Allah yang sedang maupun yang akan diterimanya.125
saat itu putra Nabi Ibrahim as masih berusia 13 tahun Nabi
Ibrahim as mengalami mimpi yang luar biasa yang mengisyaratakan
dimulainya ujian besar lain sekaitan dengan status dirinya dengan nabi.
Dalam mimpinya, beliau menyaksikan dirinya diperintahkan di sisi
Allah Awt untuk mengorbankan putranya melalui tangannya sendiri,
yakni dengan cara disembelih. Merasa ngeri. Ibraim as kontan
terbangun. Beliau as tahu, mimpi para Nabi benar adanya dan jauh dari
godaan setan. Namun mimpi yang sama berualang lebih dari dua kali,
ini merupakan sebuah penekakanan pada kemestian melakukan
tindakan itu. Konon, pada kali yang pertama, Nabi Ibrahim as
125 M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-Quran volume
12, (Jakarta: Lentera Hati, 2002), Cet. VIII, h. 62

91
menyaksikan mimpinya pada malam Tarwiyah (malam ke -8 Zulhijah).
Pada malam Arafah dan malam Idul Adha (tanggal 9 dan 10 Zulhijah),
mimpi itu kembali terulang, akiranya Beliau as tidak lagi merasa ragu
bahwa itu merupakan perintah Allah Swt. Nabi Ibrahaim as, yang
berkali-kali lulus ujian dari Allah Swt, kali ini harus kembali mematuhi
perintah Allah Swt. Beliau as harus membunuh putranya yang telah ia
nantikan sepanjang hidupnya dan kini telah menjadi remaja yang
tampan dengan tangannya sendiri. Akan tetapi, sebelum segala
sesuatunya, Beliau as harus mempersiapkan putranya untuk melakukan
tindakan tersebut. Maka, Nabi Ibrahim as lantas memberitahunya
sebagai berikut.126
Ucapan sang anak laksanakanlah apa yang diperintahkan
kepadamu, bukan berkata: “Sembelihlah aku”, mengisyaratkan sebab
kepatuhannya, yakni karena hal tersebut adalah perintah Allah swt.
Bagaimanapun bentuk, cara dan kandungan apa yang diperintahkan-
Nya, maka ia sepenuhnya pasrah. Kalimat ini juga dapat merupakan
obat pelipur lara bagi keduanya dalam menghadapi ujian berat itu.
Ucapan sang anak ( مه الصابس يه ستجد وي إن شاءهلل ) engkau akan
mendapatiku Insya Allah termasuk para penyabar, dengan
mengaitkan kesabarannya dengan kehendak Allah, sambil menyebut
terlebih dahulu kehendak-Nya, menunjukkan betapa tinggi akhlak
dan sopan santun sang anak kepada Allah SWT . Tidak dapat
diragukan bahwa jauh sebelum peristiwa ini pastilah sang ayah telah
menanamkan dalam hati dan benak anaknya tentang keesaan Allah
dan sifat-sifat-Nya yang indah serta bagaimana seharusnya bersikap
kepada-Nya. Sikap dan ucapan sang anak yang direkam oleh ayat ini
adalah buah pendidikan tersebut.127
Analisis Pendidikan:
Pada ayat ini peneliti menemukan adanya diskusi atau musyawarah
antara Nabi Ibrahim dengan putranya, dalam hal ini sdiskusi pun menjadi
salah satu metode pengajaran, dimana “metode diskusi ialah salah satu
126 Allamah Kamal Faqih Imani, Ibid, hal. 543-544 127Ibid., h. 62-63

92
cara yang dapat digunakan dalam menyelesaikan masalah atau persoalan,
yang mungkin menyangkut kepentingan bersama dengan jalan
musyawarah atau mufakat memperluas pengetahuan dan cakrawala
pemikiran”.128
Ayat 103
ا أسلما وت لهۥ للجبي ف لم “Maka Ketika keduanya telah berserah diri dan dia (Ibrahim)
membaringkan anaknya atas pelipisnya. (untuk melaksanakan
perintah Allah).”
Alangkah mengharukan jawaban dari putra Nabi Ibrahim itu, do’a
dan harapan agar Nabi Ibrahim supaya diberi keturunan anak yang
shalih dikabulkan oleh Allah, putra Nabi Ibrahim yang bernama Ismail
itu percaya bahwa apa yang dikatakan ayahnya untuk dirinya adalah
benar wahyu dari Allah, bukan hanya sekedar mimpi biasa, oleh karena
itu Ismail membenarkan akan hal itu, setalah keduanya benar-benar
berserah diri, artinya benar-benar iman dan yakin untuk menyerahkan
diri atas dasar ridho kepada Allah, selanjutnya dibaringkanlah Ismail
dibumi dengan tujuan agar memudahkan pisau yang digunakan Nabi
Ibrahim itu untuk menyembelihnya.129
Perintah-peritntah Allah Swt adakalanya dimaksudkan sebagai
ujian. Dalam pada itu, Allah Swt menginginkan agar Nabi Ibrahim
as membebaskan hatinya, bukan {menginginkan} darah putranya,
Ismail as, ditumpahkan, dalam ayat-ayat suci ini, Al-Qur’an
mengatakan.Tatkala keduanya telah berserah diri (Kepada perintah
kami) dan Ibrahim membaringkan putranya atas pelipis(nya)
(nyatalah kesabaran keduanya) (untuk pengorbanan) Disini kembali
Al-Qur’an ringkas dan membiarkan para pembaca mengikuti kisah
tersebut dengan gelombang-gelombang perhatiannya. Sejumlah
mufasir atau ahli tafsir mengatakan bahwa pengertian objektif dari
frase al-Quran tallahu lil-jaba’in adalah bahwa Nabi Ibrahim as
meletakan dahi Ismail di atas pasir, menuruti saran anaknya sendiri,
agar Nabi Ibrahim as tidak sampaii menatap wajah putranya, Ismaail
128Tayar Yusuf & Syaiful Anwar, Metodologi Pengajaran Agama dan Bahasa Arab (Jakarta:
PT Raja Grapindo Persada, 1995), hal. 44
129 Hamka, Op, Cit., hal. 144.

93
as, yaang boleh jadi akan menjadikan beliau as tidak bertegar hati
melakukannya, dan pada gilirannya akan mengurungkan niatnya
untuk menaati perintah Allah Swt (yakni menyembelih putranya).
Nabi Ibrahim as terkejut bukan main. Beliau as kembali mencoba
menusukan pisaunya berkali-kali, namun tetap tidak mempan, Nabi
Ibrahim al-Khalil (salam atasnya) mengatakan “potonglah!” Namun
Allah Swt berfirman “Jangan potong!” jelas, pisau tersebut hanya
menaati perintah Allah.130
Analisis Pendidikan:
Pada ayat ini peneliti menemukan adanya tujuan dari pendidikan
tauhid yang berdampak pada perilaku orang tersebut, dimana ketika
seseorang yang mempunyai ketuhidan dalam hatinya ia tidak takut oleh
apapun dan siapun kecuali kepada Allah Swt, karena sesungguhnya
tauhid memberikan kedamaian dan ketenangan kedalam jiwa manusia
yang beriman, jiwa itu tidak akan dimasuki oleh tindakan
kesewenangan yang telah dimasuki orang musyrik, dia menutup pintu
ketakutan yang telah dibukan oleh manusia itu sendiri, yakni
ketakuakan tentang rizki, ketakutan tentang ajal, ketakutan terhadap diri
sendiri, keluarga dan anak, ketakutan dari manusia lain , ketakutan
terhadap jin, dan ketakutan terhadap kebangkitan setelah kematian.131
dalam hal ini penulis menyoroti ketika Nabi Ibrahim berani
mengorbankan anaknya didasari oleh perintah Allah.
Ayat 104-106 زي ٱلمحسني لك ن قت ٱلرءي إن كذ رهيم قد صد ه أن يب ن ذا لو ,وندي إن ه
ؤا ٱلمبي ٱلب ل “Lalu Kami panggil dia “Wahai Ibrahim!. Sungguh, engkau telah
membenarkan mimpi itu, sungguh, demikianlah kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik, Sesungguhnya ini
benar-benar suatu ujian yang nyata”
130 Allamah Kamal Faqih Imani, Ibid, hal 545-546 131 Yusuf al-Qhardawi, Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan (Surabaya: Pustaka Progresif,
2002), hal. 126.

94
Maksudnya kami menganugrahkan mereka dua hal: keberhasilan
menenpuh ujian dan Kami tidak membiarkan putra kesayangannya
terlepas darinya. Benar, dia sepenuhnya tunduk kepada-Nya dan
tidak memndapatkan balasan apa pun selain kebajikan pada
tingkatnnya yang paling puncak.”Ayat berikutnya kemudian
mengatakan Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata.
Mengorbankan seorang anak ditangannyasendiri, bagi seorang ayah
yang telah sekian lama mengharapkannya, bukanlah tindakan yang
mudah, bagaimana mungkin dia mampu menguras habis endapan
rasa cinta yang sangat dalam lubuk hatinya pada sang anak (yang
sangat didambanya itu)? Namun bukan hanya mampu melakukan
itu, beliau a.s malah bergegas melaksanakan perintah sakral itu
dengan penuh taat dan keridhaan sempurna. Tidak tampak sedikitpin
kerisauan di wajahnya. Beliau a.s merangkan sekuruh potensi agung
itu hingga tahap akhir, mulai dari kondisi psikologis hinga
persiapan-persiapan praktisnya. Lebih menakjubkan lagi, putra sang
Nabi yang telah tumbuh menjadi sosok pemuda yang gagah ini
sedemikian tunduk di hadapan perinta Allah SWT. Dengan
komitmen penuh dan antusiasme yang meledak-ledak berkat karunia
Allah SWT dan ketundukan pada kehendak-Nya, beliauas dengan
sukarela menerima perintah untuk mengorbankan dirinya..132
Artinya bahwa sepanjang yang Kami perintahkan kepadamu dalam
mimpi telah engkat benarkan, engkau tidak ragu-ragu bahwa itu
memang perintah dari Allah, maka akan Allah akan memberi ganjaran
kepada orang-orang yang berbuat kebajikan, ganjaran itu ialah
kemuliaan yang tertinggi disisi Allah, sampai Nabi Ibrahim mendapat
pujian “Khalil Alla” yaitu orang yang dekat kepada Allah, laksana
sahabatnya.133
Memanglah suatu percobaan yang nyata, kalau seseorang sangat
mengharapkan keturunan yang shalih, setelah usia 86 tahun keinginan
itu baru disampaikan tuhan, sedang anak ketika itu masih satu-satunya
itu disuruh kurbankan pula dalam mimpi. “Namun perintah itu
dilaksanakan juga dengan tidak ada keraguan sedikitpun, baik pada si
ayah maupun si anak. Lantaran Ibrahim dan putranya sama-sama
132Allamah Kamal Faqih Imani, Ibid, hal 546-547 133Hamka, Op, Cit., hal. 144.

95
menyerah (aslama), tidak takut maut, bahwa pantaslah jika Tuhan
menjelaskan keduanya “minal muhsiin”, termasuk orang-orang yang
didalam hidupnya berbuat kebajikan, maka pantas mendapat
penghargaan disisi Allah.”134
Analisis Pendidikan:
Pada ayat ini penulis menemukan ketika tujuan tauhid itu telah
tercapai, yakni semua aspek tauhid, dari mulai Rububiyah, Uluhiyah,
Asma wa sifat, seseorang akan senantiasa mengharap hanya kepada
Allah semata, karena damapak dari tauhd selain itu adalah
mengaanugrahkan kekuatan jiwa yang besar kepada orang yang
menyandangnya, karena jiwanya telah diisi dengan pengharapan
kepada Allah, dengan keyakinan dan tawakal kepada Allah, rela dengan
qadha-Nya, sabar dengan ujian-Nya dan tidak berharap kepada
makhluk-Nya.135 pada ayat ini merupakan balasan kepada Nabi Ibrahim
atas doa dan harapan yang Nabi Ibrahim tidak gantungkan harapan
tersebut kecuali kepada Allah
Ayat 107-110.
ه بذبح عظيم ن ر ,وفدي زي, هيموت ركنا عليه ف ٱلخرين سلم على إب لك ن كذ ٱلمحسني
“Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar, Dan
kami abadikan untuk Ibrahim (pujian) dikalangan orang-orang
yang datang kemudian, Selamat sejahtera bagi Ibrahim,
Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang
berbuat baik”.
Terdapat perbedaan pendapat dikalangan ahli tafsir islam
menyangkut keagungan (hewan) sembelihan ini dikirim kepada Nabi
Ibrahim a.s. dai sisi Allah Swt? Namun demikian, tentunya tidak
134Ibid., hal. 144.
135Yusuf Al-Qhardawi, op. cit. Hal. 128.

96
masalah jika seluruh asfek ini dapat dijumpai dalam “(hewan)
sembelihan yang besar.” Maksudnya (hewan) sembelihan itu memang
memiliki kebesaran dari berbagai persfektif dan dan asumsi. Salah satu
tanda kebesaran sembelihan ini adalah sejak awal sampai sekarang,
ruang lingkupnya terus bertambah setiap tahunnya, ini menandakan,
ingatan tentangnya tetap lekang sepanjang masa.136
Frase fadaynah diturunkan di fada yang semula berarti “menunjuk
sesuatu sebagai sedekah dan dirancang untuk memcegah kejahatan
dari seseorang atau sesuatu yang lain.” Itulah sebabnya mengapa
jumlah (uang atau benda) yang dibayarkan demi membersihkan seorang
tawanan disebut fidyah (tebusan). Tebusan yang dibayarkan orang-
orang yang jatuh sakit sebagai ganti berpuasa juga diistilahkan dengan
sebutan lain. Bagaimana cara domba besar ini diberikan kepada Nabi
Ibrahim as? Cukup banyak ahli tafsir yang percaya bahwa hewan itu di
bawa jibril as. Sementara sebagian lagi percaya bahwa hewan itu turun
dari pinggiran bukit Mina. Bagaimanapun, ini dilakukan atas perintah
dan kehendak Allah swt. Ayat suci berikut menyiaratkan bahwa Allah
swt tidak hanya memuji kebrhasilan Nabi Ibrahim as yang lebih tulus
dalam ujian besar hari itu, melainkan juga menjadikam memori
terhadapnya abadi sepanjang masa. Ayat Mengatakan, “Kami abadikan
untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) dikalangan orang-orang yang
datang kemudian.”Nabi ibrahim menjadi teladan bagi semua generasi
mendatanng dan sabagai paradigma bagi seluruh pencinta Allah swt.
Allah Swt menjadikan programnya abadi, yakni dengan salah satu
bagian dari ritual haji selama masa-masa berikutnya hingga akhir masa.
Beliau as adalah bapak para nabi dan umat islam, juga ayahanda Nabi
Islam shalawat dan salam Allah semoga tercurahkan atas keduaya.
Selanjutnya dalam ayat ketiga dan keempat, alquran mengatakan
136Allamah Kamal Faqih Imani, Ibid, hal. 548-549

97
“(yaitu) kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.” Demikian Kami
memberikan balasan kepada orang-orang yang berbuat baik” Itu
merupakan balasan sebentang dunia, sebentang balasan nan abadi
sepanjang masa, sebuah balasan yang besar dan agung dari Allah yang
Mahakuasa137
Menarik untuk menelaah ungkapan “demikianlah Kami memberi
balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” Kalimat ini kembali
dikemukakan dalam ayat ini sebagaimana sebelumnya dalam ayat yang
lain, pengulangan ini jelas melindungi makna yang tepat. Alasannya,
boleh jadi dalam hal ini, pada tahap pertama Allah swt ,mengevaluasi
keberhasilan Nabi Ibrahim as dalam melewati ujian besar dan Dia
merestui keberhasilannya. Ini merupakan pahala dan balasan yang
agung, ini juga berita gembira paling signifikan yang disampaikan
Allah Swt kepada Nabi Ibrahim as. Kemudia, terdapat subjek
“sembelihan besar” yang namanya tetap abadi. Salam Allah Swt
kepadanya yang merupakan kebaikan besar yang lai, dan Allah Swt
memperkenalkannya sebagai balasan bagi orang yang berbuat baik.
Analisis Pendidikan:
Pada ayat ini penulis menemukan ketika tujuan tauhid itu telah
tercapai, seseorang akan senantiasa mengharap hanya kepada Allah
semata, karena damapak dari tauhd selain itu adalah mengaanugrahkan
kekuatan jiwa yang besar kepada orang yang menyandangnya, karena
jiwanya telah diisi dengan pengharapan kepada Allah, dengan
keyakinan dan tawakal kepada Allah, rela dengan qadha-Nya, sabar
dengan ujian-Nya dan tidak berharap kepada makhluk-Nya.138 pada
ayat ini merupakan balasan kepada Nabi Ibrahim atas doa dan harapan
yang Nabi Ibrahim tidak gantungkan harapan tersebut kecuali kepada
137Allamah Kamal Faqih Imani, Ibid, hal 550-551 138Yusuf Al-Qhardawi, op. cit. Hal. 128.

98
Allah, selain itu ketika kisah ini dijadikan sebagai contoh dan tauladan
bagi generasi selanjutnya, dengan menggunakan metode kisah,
layaknya dalam pendidikan pengajaran pun bisa disampainkan dengan
metode teladan atau uswatun hasanah yaitu dengan cara pendidik
memberi contoh baik kepada peserta didik, juga metode kisah atau biasa
juga metode cerita yakni dengan mengandalkan bahasa lisan mauoun
tulisan dengan menyampaikan pesan pokok dari ajaran islam.139
D. Relevansi Tauhid dalam Kisah Nabi Ibrahim dengan Pendidikan
Agama Islam.
Dalam al-Qur’an begitu banyak memuat aspek kehidupan manusia
yang berisi berbagai macam ilmu pengetahuan. Tidak ada rujukan yang
begitu tinggi derajatnya dibandingkan dengan al-Qur’an yang hikmahnya
meliputi seluruh alam dan isinya baik yang tersirat maupun tersurat tidak
akan pernah habis digali dan dipelajari. Sebagai pedoman umat manusia al-
Qur’an banyak menyoroti mengenai masalah ketuhan (tauhid), kepatuhan
dan loyalitas kita sebagai hamba Allah untuk senantiasa mengabdi kepada-
Nya sesuai dengan tujuan yang telah Allah firmankan dalam kitab al-
Qur’an.
Al-Qur’an dijadikan pedoman atau rujukan dalam membangun
pemikiran pendidikan pendidikan islam yakni pada
1. Tujuan
Dalam pembahasan skripsi ini terfokus pada tiga tema bahasan
mengenai kisah Nabi Ibrahim yang terdapat dalam al-Qur’an, yaitu
ketika Nabi Ibrahim menyeru kepada ayahnya pada Q.S al-An’am ayat
74-83, Nabi Ibrahim menghancurkan berhala dan dibakar Q.S Asy-
Syu’ara 69-102 dan Q.S Al-Anbiya 52-62, wahyu Allah kepada Nabi
Ibrahim untuk menyembelih putranya Nabi Ismail Q.S Ash-Shaffat 100-
110. Ketiga tema diatas semuanya mengandung aspek tauhid, dari mulai
139A. Fatah Yasin. Op. cit, hal 142-145.

99
tauhid rububiyah, uluhiyah, asma wa sifat, terdapat tujuan dari
pendidikan tauhid, yaitu untuk yaitu kepribadian seseorang
membuatnya menjadi insan kamil, dengan pola takwa, dapat hidup dan
berkembang secara wajar dan normal karena ketakwaanya kepada Allah
SWT. Ini mengandung arti bahwa pendidikan islam itu diharapkan
menghasilkan manusia yang berguna baginya dan masyarakatnya serta
senang dan gemar melaksanakan dan mengembangkan ajaran islam
dalam hubungannya dengan Allah dan dengan sesamanya, dapat
mengambil manfaat yang semakin meningkat dan alam semesta ini
untuk kepentingan hidup di dunia dan di akhirat.140
2. Materi
Dalam surah-surah yang telah penulis bahas terdapat materi dari
pendidikan tauhid yang intinya adalah membahas tentang adanya wujud
Allah yang Maha Esa, untuk meyakini adanya wujud Allah, akal pikiran
hendaknya diarahkan pada fenomena alam, namun mata hati manusia
jauh lebih tajam dan dapat lebih meyakinkan dari pada pandangan kasat
mata, karena dalam jiwa manusia telah tertanam fitrah mengakui adanya
Tuhan, dengan demikan segala sesuatu itu pasti diciptakan yaitu oleh
Allah Yang Maha Pencipta
3. Asas
Asas pendidikan yang terkandung dalam tema bahasan pada kisah
Nabi Ibrahim ini terdapat tiga asas. Mohammad Daud Ali dalam
bukunya Pendidikan Agama Islam, mengatakan bahwa “Pendidikan
islam/ Pendidikan tauhid mempunyai dua sumber utama dalam
pengajarannya, yaitu al-Qur’an dan Hadits, tetapi untuk pengajaran
islam ada sumber tambahan yaitu akal/Rayu. Dasar pendidikan tauhid
juga merupakan dasar pendidikan islam, karena pendidikan tauhid
adalah salah satu bagian dari pendidikan islam, sehingga dasar
140Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), hal. 41.

100
pendidikan ini tidak lain adalah pendangan hidup yang islami yang pada
hakikatnya merupakan nila-nilai luhur universal.141
4. Metode
Pada pembahan kisah Nabi Ibrahim yang terdapat dalam al-Qur’an
ini mengandung beberapa metode dalam pendidikan islam yaitu:
a. Metode Tanya Jawab
b. Metode Hiwar
c. Metode Kisah
d. Metode Perumpamaan
e. Metode Targhib dan Tarhib
f. Metode Ceramah
g. Metode Diskusi
Nilai-nilai pendidikan tauhid yang terdapat dalam kisah Nabi
Ibrahim yang terdapat dalam al-qur’an yang pada penelitian ini terfokus
pada tiga tema, menjadi dasar bagi pemikiran pendidikan agama islam
yang harus diaplikasikan, di berbagai lingkungan pendidikan sehingga
tujuan dari pendidikan yang didasari oleh tauhid akan tercarai.
141Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, (Jakarta” Rajawali Press, 2008), hal. 90

101
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan pada analisis penulis pada bab-bab sebelumnya, maka
penulis menyimpulkan bahwa Pendidikan Tauhid dalam Kisah Nabi
Ibrahim (kajian tafsir tematik) adalah sebagai berikut:
1. Pendidikan tauhid dalam kisah Nabi Ibrahim yang terdapat dalam tiga
tema yang telah penulis cantumkan. penulis menemukan adanya tujuan
dari pendidikan tauhid. Materi pendidikan tauhid, yang meliputi marifat
dzat Allah, sebagai satu-satunya yang berhak disembah, pembuktian ke-
Esa-an Allah dengan perenungan melalui alam semseta, dan
menumbuhkan taqwa kepada Allah dengan menjalankan segala
perintahn-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Asas pendidikan
tauhid yakni al-Qur’an, hadits, dan akal atau rayu, dan metode dari
pendidikan tauhid, yaitu: metode perumpamaan, metode pemberian
contoh, metode kisah atau cerita, metode dialog argumentatif, metode
tanya jawab, metode targhib dan tarhib, metode ceramah, metode hiwar
dan metode diskusi.
2. Pada seluruh tema yang telah penulis jelaskan dari kisah Nabi Ibrahim
yang terdapat dalam al-Qur’an, mengandung nilai pendidikan tauhid
yang menjadi landasan bagi pemikiran pendidikan agama islam, yaitu
dalam tujuan, materi, asas dan metode pendidikan agama islam.
B. Saran
Berdasarkan penelitian dan kesimpulan yang telah penulis paparkan
tentang Pendidikan Tauhid dalam Kisah Nabi Ibrahim (Kajian Tafsir
Tematik) maka penulis akan memberikan saran dan masukan khususnya
kepada orang tua juga diri pribadi dan umumnya kepada para pembaca
1. Hendaknya orang tua menanamkan pendidikan tauhid kepada anak-
anak sejak dini bahkan ketika anak itu baru lahir dengan cara

102
mengumandangkan adzan ke telinga anak seperti yang telah Nabi
perintahkan
2. Hendaknya orang tua sadar betul bahwa dengan ia mengajarkan tauhid
kepada anak-anaknya, dengan begitu anak-anak akan paham tentang
tujuan hidupnya dan tidak menjadikan hidupnya sia-sia
3. Orang tua hendaknya memiliki kepatuhan dan ketaatan kepada Allah
agar anak-anaknya mengikuti apa yang orang tua lakukan, kerena
pendidikan tauhid sejatinya tidak hanya sekedar diajarkan kepada anak,
namun dicontohkan oleh orang tua kepada anak-anaknya.
4. Para pendidikan hendaknya lebih memperhatikan komponen-komponen
pendidikan dan menggunakannya dengan benar, tepat dan
berkesinambungan agar tujuan yang diharapkan dari proses pendidikan
dapat tercapai
5. Pendidikan tauhid tidaklah tertuju atau difokuskan pada umat muslim
saja, namun pada seluruh umat manusia, oleh karena itulah kita sebagai
umat muslim wajib saling mengingatkan atau menyeru kepada tauhid.

103
DAFTAR PUSTAKA
Ali, H.M Sayuti. Metodologi Penelitian Agama Teori dan Praktek. Jakarta: Raja
Grapindo Persada Press: 2002.
Ali, Mohammad Daud. Pendidikan Agama Islam. Jakarta. Rajawali Press, 2008.
Al-Khalidy, Shalah. Kisah-Kisah al-Quran Pelajaran Dari Orang-Orang
Terdahulu jilid-1. Jakarta: Gema Insani, 1999.
Al-Qattan, Manna’ Khalil. Studi-Stud iIlmu Qur’an. Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2010.
Al-Qhardawi, Yusuf. Tauhidullah dan Fenomena Kemusyrikan. Surabata: Pustaka
Progresif, 2002.
Al-Utsmaimin, Syaikh Muhammad. Syarah Kitab Tauhid. Bekasi: Darul Fallah,
2014.
Ahmadi, Rulam. Pengantar Pendidikan Asas & Filsafat Pendidikan. Yogyakarta:
Ar-Ruzz Media, 2016
Amrullah, Abdul Malik Abdul Karim.Tafsir al-Azhar juz XVII. Jakarta: Pustaka
Panji Mas, 1994.
Arief, Armai. Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam. Jakarta: Ciputat
Pers, 2002.
Ash-Shalabi, Muhammad. Iman Kepada Allah. Jakarta timur: Ummul Qura, 2014.
Asmuni, Yusran.Ilmu Tauhid. Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996.
Ath-Thabari, Abu Ja’far Muammad bin Jari. Tafsir Ath-Thabari. Jakarta: Pustaka
Azam, 2008.
Badrie, Moehammad Thahir. Syarah Kitab al-Tauhid Muhanmmad bin Abdul
Wahab. Jakarta: PT Pustaka Panjimas, 1484.
Baidan, Nasarudin. Metode Penafsiran al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2002.
Daradjat, Zakiyah. Pendidikan Islam dalam Keluarga dan Sekolah. Jakarta:
Ruhama, 1995.
Direktorat Jenderal Pendidikan Agama Islam, Undang-Undang dan Peraturan
Pemerintah RI tentang Pendidikan. Jakarta: Departemen Agama RI, 2006.

104
Faqih, Allamah Kamal. Tafsir Nurul Qur’an jilid 5. Jakarta: Al-Huda, 2004.
Hamalik, Oemar. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara, 2013.
Hayy, Farmawi. Abdul (Terj.) Anwar, Rosihon. Metode Tafsir Maudhu‟i Dan Cara
Penerapannya. Bandung, C.V Pustaka Setia, 2002.
Ihsan, Hamdani dan A. Fuad Ihsan. Filsafat Pendidikan Islam. Bandung: CV.
Pustaka Setia, 200.
Jamrah, Suryan A. Studi Ilmu Kalam. Jakarta: Prenada Media Group, 2015.
Majid, Abdul. Belajar dan Pembelajan Pendididkan Agama Islam. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya: 2012
Mawla, M. Ahmad Jadul & M. Abu al-Fadhl Ibrahim. Kisah-Kisah Al-Qur’an.
Jakarta: Zaman, 2009.
Muchsin, Misri A. Filsafat Sejarah dalam Islam. Jogjakarta: Ar-Ruzz Press, 2002.
Munawwir, Ahmad Warson. Kamus al-Munawir. Yogyaarta: PP. Al-Munawwir,
1989.
Muttahari, Murtadha. Keadilan Ilahi Asas Pandangan Dunia Islam, Terj. Dari al-
Adl al-Ilah. Bandung: Mizan, 1995.
Qalyubi, Syihabudin. Stilistika Al-Qur’an Makna dibalik Kisah Nabi Ibrahim.
Yogyakarta: PT LkiS Printing Cemerlang, 2009.
Salahudin, Anas dan Irwanto Alkirienciehie. Pendidikan Karakter Pendidikan
Berbasis Agama dan Budaya Bangsa. Bandung: Pustaka Setia, 2013.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an.
jakarta: Lentera Hati, 2002..
--------, Tafsir Al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian A-Qur’an vol. 4. Jakarta:
Lentera Hati, 2001
-------, Al-lubab Makna dan Tujuan, dan Pelajaran dari Surah-surah Al-Qur’an.
Tangerang: Lentera Hati, 2012.
Sugiyono. Metodologi Kualitatif dan Kuantitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2010.
Syah, Muhibin. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2003.

105
Taher, Tarmizi. Menyegarkan Akidah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Jakarta: Pustaka
Al-Kautsar, 2008.
Ubaidah, Darawis Abu. Pandangan Akidah Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. Jakarta:
Pustaka Al-Kautsar, 2008.
Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 1999.
Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (SISDIKNAS). Jakarata:
Sinargrafika, 2008.
Yasin, Fatah. Dimensi-dimensi Pendidikan Agama Islam. Malang; UIN Malang
Press, 2008.
Yusuf , H. Tayar & Syaiful Anwar. Metodologi Pengantaran Agama dan Bahasa
Arab. Jakarta: PT Raja Grapindo Persada, 1995.
Zaidan, Abdul Karim. Hikmah Kisah-Kisah dalam Al-Qur’an. Jakarta:
Darussunnah Press, 2015.




