Penemuan Hukum (Rechtsvinding)

16
RECHTSVINDING Interpretasi & Konstruksi

Transcript of Penemuan Hukum (Rechtsvinding)

Page 1: Penemuan Hukum (Rechtsvinding)

RECHTSVINDING Interpretasi & Konstruksi

Page 2: Penemuan Hukum (Rechtsvinding)

Definisi

Penemuan Hukum yang dilakukan dengan cara menafsirkan arti / maksud dari teks undang-undang. Memberi penjelasan mengenai teks Undang - undang agar ruang lingkup kaedah tersebut diterapkan kepada peristiwanya. (Hakim masih tetap berpegang pada bunyi teks itu).

Hakim mempergunakan penalaran logisnya untuk mengembangkan lebih lanjut suatu teks undang- undang, dimana hakim tidak lagi terikat dan berpegang pada bunyi teks itu, tetapi dengan syarat hakim tidak mengabaikan hukum sebagai suatu sistem.

Interpretasi Konstruksi

Page 3: Penemuan Hukum (Rechtsvinding)

Metode-Metode Penafsiran hukum :

1.  Tata Bahasa (Grammatikal)

2.  Sahih (Autentik/Resmi)

3.  Sistematis

4.  Historis

5.  Teleologis/Sosiologis 6.  Ekstensif (Luas)

7.  Restriktif

8.  Futuritis

1.  Argumentum per Analogi 2.  Pengalusan Hukum

(Rechtsverfijning)

3.  Argumentum a Contrario

Interpretasi Konstruksi

Page 4: Penemuan Hukum (Rechtsvinding)

Metode Interpretasi

1. Penafsiran Tata Bahasa (Grammatikal)

Penafsiran yang menafsirkan Undang-Undang menurut arti kata-kata (istilah) yang terdapat pada Undang-Undang.

Contoh :

Pasal 1 Penetapan Presiden No. 2 Tahun 1964 yang mengatur tentang tata cara pelaksanaan hukuman mati di Indonesia. (Hanya menegaskan bahwa pelaksanaan hukuman itu dilakukan dengan cara ditembak). Meskipun demikian, secara gramatikal tentunya dapat ditafsirkan bahwa penembakan tersebut bukanlah asal sembarangan menembak, melainkan penembakan yang menyebabkan kematian si terhukum atau dengan perkataan lain, si terhukum ditembak sampai mati.

Page 5: Penemuan Hukum (Rechtsvinding)

2. Penafsiran Sahih (Autentik/Resmi)

Penafsiran yang didasarkan pada tafsir yang dinyatakan oleh pembuat Undang-Undang.

Contoh :

Penafsiran kata “malam” yang dalam pasal 98 KUHP yang berarti waktu atau masa di antara matahari terbenam dan matahari terbit.

Page 6: Penemuan Hukum (Rechtsvinding)

3. Penafsiran Sistematis

Menafsirakan peraturan perundang-undangan dihubungkan dengan peraturan hukum atau undan-undang lain atau dengan keseluruhan sistem hukum.

Contoh: Pengertian tentang “makar” yang diatur dalam pasal

87 KHUP secara sistematis dapat ditafsirkan sebagai dasar bagi pasal-pasal 104 s.d. 108 KUHP, pasal 130 dan 140 KUHP yang mengatur tentang aneka macam maker beserta sanksi hukumnya masing-masing bagi para pelakunya

Page 7: Penemuan Hukum (Rechtsvinding)

4. Penafsiran Historis Penafsiran Undang-Undang dengan cara melihat sejarah

terjadinya suatu Undang-Undang. 3.1. Penafsiran sejarah hukum, Penafsiran dengan jalan

menyelidiki & mempelajari sejarah perkembangan segala sesuatu yang berhubungan dengan hukum Contoh :

KUHPerdata dikodifikasikan pada tahun 1848, sejarahnya mengikuti civil Perancis dan di Belanda dikodifikasi pada tahun 1838

3.2. Penafsiran sejarah penetapan suatu Undang-Undang

Yakni mencari maksud dari perundang-undangan itu seperti apa yang dilihat oleh pembuat undang-undang ketika undang- undang itu dibentuk dulu, di sini kehendak pembuat undang- undang yang menentukan.

Page 8: Penemuan Hukum (Rechtsvinding)

5. Penafsiran Teleologis/Sosiologis

Penafsiran Undang-Undangmenurut makna/tujuan kemasyarakatan

Contoh:

Didaerah suku Dayak di Kalimantan, tanah dianggap seperti ibu yang dapat dimiliki oleh setiap orang dan harus dijaga layaknya menjagaseorang ibu. Dalam hal ini hakim harus menserasikan pandangan sosial kemasyarakatannya dengan Undang-undang No. 5 tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria

Page 9: Penemuan Hukum (Rechtsvinding)

6. Penafsiran Ekstensif (Luas)

Metode interpretasi ekstentif yaitu penafsiran dengan cara memperluas arti kata-kata yang terdapat dalam undang-undang sehingga suatu peristiwa dapat dimasukkan kedalamnya. Contoh :

Yurisprudensi di Belanda : “Menyambung” atau “menyadap” aliran listrik dapat dikenakan pasal 362 KUHP sehingga Yurisprudensi memperluas pengertian unsur barang (benda), dalam pasal 362 KUHP

Page 10: Penemuan Hukum (Rechtsvinding)

7. Penafsiran Restriktif Metode Interpretasi restriktif yaitu penafsiran yang

membatasi/mempersempit maksud suatu pasal dalam undang-undang. Contoh :

Putusan Hoge Road Belanda tentang kasus Per Kereta Api “Linden Baum” bahwa kerugian yang dimaksud pasal 1365 KUHPerdata juga termasuk kerugian immateril yaitu pejalan kaki harus bersikap hati-hati sehingga pejalan kaki juga harus menanggung tuntutan ganti rugi separuhnya (orang yang dirugikan juga ada kesalahannya). Kerugian tidak termasuk kerugian yang tak berwujud seperti sakit, cacat dan sebagainya.

Page 11: Penemuan Hukum (Rechtsvinding)

8. Penafsiran Futuristis

Interprestasi futuristis adalah penafsiran undang- undang yang bersifat antisipasi dengan berpedoman kepada undang-undang yang belum mempunyai kekuatan hukum (ius constituendum). Contoh : Suatu rancangan undang-undang yang masih dalam proses perundangan, tetapi pasti akan diundangkan.

.

Page 12: Penemuan Hukum (Rechtsvinding)

Metode konstruksi

1. Argumentum Per Analogi

Memberi penafsiran pada sesuatu peraturan hukum dengan memberi kias pada kata-kata dalam peraturan tersebut sesuai dengan azas hukumnya sehingga suatu peristiwa yang sebenarnya tidak termasuk kedalamnya dianggap sesuai dengan bunyi peraturan tersebut karena ada kesamaan illat.

Contoh :

Dalam pasal 1576 ayat (1) KUH Perdata pengertian kalimat “koop breekt geen huur” pada kata “koop” yang dimaksud dan artinya apabila barang dijual. Kata “koop” atau barang dijual;barang itu dihibahkan , sehingga pasal 1576 ayat (1) KUH Perdata pengertian “koop breekt geen huur” setelah dilakukan secara analogi rumusnya menjadi “levering breekt geen huur”, artinya setiap pemindahtanganan suatu barang yang dalam perjanjian sewa menyewa, maka perjanjian sewa menyewa tidak gugur.

Page 13: Penemuan Hukum (Rechtsvinding)

2. Pengalusan Hukum (Rechtsverfijning) Mengkonstruksi hukum dari aturan hukum yang sudah ada dan

masih bersifat umum, untuk suatu  fakta yang khusus yang tidak secara  jelas tertera dalam aturan tersebut.   Contoh :

Pasal 362 KUHP tentang pencurian yang berbunyi: Barangsiapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau melawan hak, dihukum, karena pencurian, dengan hukuman penjara selama-lamanya lima tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp.900 .

Dari pasal tersebut kalimat yang menyatakan bahwa “Barangsiapa mengambil sesuatu barang, yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain”, masih bersifat sangat umum karena pada faktanya tindakan pencurian itu di latar belakangi dan bertujuan oleh dan untuk hal-hal yang bermacam-macam

Page 14: Penemuan Hukum (Rechtsvinding)

3. Argumentum a Contrario

Penafsiran Undang-undang yang didasarkan atas pengingkaran artinya berlawanan pengertian antara soal yang dihadapi dengan soal yang diatur dalam suatu pasal dalam Undang-undang.

Contoh :

Pasal 34 KUH Perdata menyatakan bahwa seorang wanita tidak diperbolehkan kawin lagi sebelum lewat waktu 300 hari sejak saat perceraian .

Dalam pasal 39 Peraturan Pemerintah No.9/1975 sebagai pelaksana UU No.1/1974 tentang Perkawinan disebutkan bahwa waktu tunggu bagi seorang janda sebagai dimaksud dalam pasal 11 ayat (2) UU Perkawinan karena kematian, 3 kali suci dengan sekurang-kurangnya 90 hari apabila putus karena perceraian.

Page 15: Penemuan Hukum (Rechtsvinding)

Terimakasih ¨  Siti Rosidah H. (B1A012303) ¨  Pradithitya Krisniadi (B1A012115) ¨  Esika Anugrah P. (B1A012315) ¨  Kevien Johardo (B1A012157) ¨  Gusti Maulidta M. (B1A012023) ¨  M. Kembarrul Yaqin (B1A012052)

Page 16: Penemuan Hukum (Rechtsvinding)

Daftar Pustaka

Lena Hanifah SH,LLM, “Kekosongan Hukum”, Lenamaya.edublogs.org

Muh. Nashirudin, “Interpretas Hukum (Menuju Penafsiran Hukum yang Berkeadilan)”, Sofiansma.wordpress.com

Icang Wahyudin, “Rechtsvinding (Penemuan Hukum), Icangwahyudin.blogspot.com

Prima Jayatri, SH, “Jenis-jenis Metode dan Konstruksi Hukum”, Logikahukum.wordpress.com

Rigo Risto, “Interpretasi Undang-Undang”, rigoristo.blogspot.com