PENENTUAN LAJU EROSI DAERAH TANGKAPAN HUJAN …lib.unnes.ac.id/19964/1/3250408061.pdf · bagi...

131
Un U PENENTUAN LAJU WADUK WADASLIN TEKNOLOGI SKRIPSI ntuk memperoleh gelar Sarjana Geografi pada Universitas Negeri Semarang Oleh: ALIF NURSHOLEH 3250408061 JURUSAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG 2012 U EROSI DAERAH TANGKAPAN H NTANG TAHUN 2004 DAN 2008 ME I SISTEM INFORMASI GEOGRAF HUJAN (DTH) ENGGUNAKAN FIS (SIG)

Transcript of PENENTUAN LAJU EROSI DAERAH TANGKAPAN HUJAN …lib.unnes.ac.id/19964/1/3250408061.pdf · bagi...

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Geografipada Universitas Negeri Semarang

Oleh:ALIF NURSHOLEH

3250408061

JURUSAN GEOGRAFIFAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG2012

PENENTUAN LAJU EROSI DAERAH TANGKAPAN HUJAN (DTH)WADUK WADASLINTANG TAHUN 2004 DAN 2008 MENGGUNAKAN

TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Geografipada Universitas Negeri Semarang

Oleh:ALIF NURSHOLEH

3250408061

JURUSAN GEOGRAFIFAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG2012

PENENTUAN LAJU EROSI DAERAH TANGKAPAN HUJAN (DTH)WADUK WADASLINTANG TAHUN 2004 DAN 2008 MENGGUNAKAN

TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

SKRIPSI

Untuk memperoleh gelar Sarjana Geografipada Universitas Negeri Semarang

Oleh:ALIF NURSHOLEH

3250408061

JURUSAN GEOGRAFIFAKULTAS ILMU SOSIAL

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG2012

PENENTUAN LAJU EROSI DAERAH TANGKAPAN HUJAN (DTH)WADUK WADASLINTANG TAHUN 2004 DAN 2008 MENGGUNAKAN

TEKNOLOGI SISTEM INFORMASI GEOGRAFIS (SIG)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke Sidang Panitia

Ujian Skripsi Fakultas Ilmu Sosial Unnes pada:

Hari : Senin

Tanggal : 12 November 2012

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Drs. Suroso, M.Si. Drs. Satyanta Parman, MTNIP. 19600402 1986011 001 NIP. 196112021990021001

Mengetahui:

Ketua Jurusan Geografi

Drs. Apik Budi Santoso, M.Si.NIP. 19620904 1989011 001

iii

PENGESAHAN KELULUSAN

Skripsi ini telah dipertahankan didepan Sidang Panitia Ujian Skripsi Fakultas

Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang pada:

Hari : Senin

Tanggal : 12 November 2012

Penguji Skripsi

Dr. Tjaturahono Budi Sanjoto, M.Si.NIP.196210191988031002

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Drs. Suroso, M.Si. Drs. Satyanta Parman, MTNIP. 19600402 1986011 001 NIP. 196112021990021001

Mengetahui:

Dekan,

Drs. Subagyo, M.Pd.NIP. 19510808 198003 1003

iv

PERNYATAAN

Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil

karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau

seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain yang terdapat dalam skripsi ini

dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

Semarang,12 November 2012

Alif NursholehNIM: 3250408061

v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN

MOTTO

”Tugas kita bukanlah untuk berhasil, Tugas kita adalah untuk mencoba, karena

didalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan

untuk berhasil “ (Mario Teguh).

Janganlah kamu mengatakan telah hilang kesempatan, karena setiap orang yang

berjalan pasti akan sampai pada tujuannnya.

(Dr.Aidh bin Abdullah al-Qarni)

“Bersabarlah kamu dengan cara yang baik “

(QS. Al-Harjj 29:5).

PERSEMBAHAN

Ku persembahkan sebuah karya kecilku

ini untuk:

1. Allah SWT atas kemudahan dan

anugerahnya.

2. Mama dan Papa tercinta yang selalu

memberikan materi, kasihsayang, doa,

dukunganny tanpa mengenal leleah.

3. Kaka tercinta Esti Yuliana dan Imroati

Sholihah, adik tersayang Panji Satrio

Pamungkas segenap keluarga besarku

yang selalu memberikan semangat.

vi

PRAKATA

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa

melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi yang berjudul. ”Prediksi Laju Erosi Daerah Tangkapan

Hujan Waduk Wadaslintang dengan Menggunakan Bantuan Teknologi

Sistem Informasi Geografis (SIG)“. Sebagai salah satu syarat untuk mencapai

gelar sarjana sains di Universitas Negeri Semarang.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak dapat tersusun dengan baik

tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala

kerendahan hati penulis mengucapkan banyak terima kasih. Ungkapan terima

kasih penulis ucapkan kepada:

1. Prof. Dr. Soedijono Sastroatmodjo, M.Si., Rektor Universitas Negeri

Semarang yang telah membantu melancarkan penelitian ini hingga selesai

dan telah mengantarkan UNNES pada kemajuan pesat

2. Dr.Subagyo, M.Pd. Dekan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri

Semarang yang telah mendukung lancarnya penelitian ini hingga selesai

3. Drs. Apik Budi Santoso, M.Si., Ketua Jurusan Geografi Fakultas Ilmu

Sosial Universitas Negeri Semarang yang senantiasa memberikan

motivasi, tenaga , waktu demi tercapainya hasil penelitian ini dengan baik.

4. Drs. Suroso, M.Si., Dosen Pembimbing pertama yang telah memberikan

pengarahan dan bimbingan selama proses penelitian hingga akhir

penulisan skripsi.

5. Drs. Satyanta Parman, M.T., Dosen Pembimbing kedua yang telah

memberikan pengarahan dan bimbingan hingga akhir penulisan skripsi.

6. Dr. Tjaturahono Budi Sanjoto M.Si., Dosen Penguji utama yang telah

memberikan arahan dan bimbingannya hingga akhir penulisan skripsi.

7. Ibu Wahyu Setyaningsih, ST. M.T., Dosen wali yang senantiasa

mengarahkan proses pelaksanaan akademik pada penulis hingga

tercapainya hasil akademik yang memuaskan.

vii

8. Kepala BAPPEDA, BPN, BKPH Kedu Selatan, KESBANG POLINMAS

di Kabupaten Wonosobo, PU Waduk Wadaslintang, PU Waduk Sempor,

dan Dirjen Pengelola Sumberdaya Air DIY, yang telah bersedia membantu

dan memberikan informasi-informasi yang peneliti butuhkan hingga

penelitian ini selesai.

9. Seluruh Staf Pengajar Jurusan Geografi, terima kasih untuk ilmu yang

telah diberikan selama masa perkuliahan.

10. Seluruh Karyawan Jurusan Geografi, untuk kerjasama dan bantuannya

selama ini.

11. Teman-teman Geografi 2008, semangat dan kebersamaan kalian akan

selalu teringat sampai kapanpun.

12. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sampaikan satu per satu,

terimakasih untuk dukungan dan bantuannya.

Semoga segala kebaikan Bapak/Ibu dan rekan-rekan semua mendapatkan

balasan setimpal dari Allah SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat kususnya

bagi pribadi penulis dan para pembaca pada umumnya.

Semarang, 12 November 2012

Penulis

viii

SARI

Nursholeh, Alif. 2012. Penentuan Laju Erosi Daerah Tangkapan Hujan (DTH)Waduk Wadaslintang Tahun 2004 Dan 2008 Menggunakan Teknologi SistemInformasi Geografis (SIG). Skripsi, Jurusan Geografi Fakultas Ilmu Sosial,Universitas Negeri Semarang.

Kata Kunci: Erosi, Lahan Kritis, Daerah Tangkapan Hujan

Erosi adalah proses terlepasnya material batuan pada lapisan permukaantanah oleh tenaga kinetik air, angin, es, dan aktivitas manusia. Erosi terjadi karenapola pengelolaan lahan yang kurang berwawasa seperti penjarahan hutan,pembakaran hutan dan sebagainya. Daerah tangkapan hujan (DTH) merupakanhulu suatu bangunan seperti waduk, bahwa kelangsungan suatu waduk sangattergantung pada kemampuan suatu DTH dalam penyediaan air bagi waduk baikdari segi kualitas maupun kuantitasnya. Erosi merupakan masalah yang besarterutama bagi kelangsungan oprasional suatu daerah tampungan seperti waduk,akibat rusaknya suatu DTH material hasil erosi dapat mengakibatkanpendangkalan pada bangunan waduk sehingga tidak mampu memenuhiperanannya kembali, pada akhirnya manfaat yang dihasilkan tidak berarti besarbagi kemakmuran masyarakat disekitarnya. Daerah tangkapan hujan (DTH)waduk Wadaslintang memiliki curah hujan yang tinggi pada kondisi topografisangat terjal juga tejadi aktivitas pembukaan lahan dan penjarahan hutan, seiringdengan pola perkembangan musim pada wilayah tersebut dapat terjadi aktivitaserosi yang besar, sementara pada wilayah tersebut belum dilakukan penelitiantentang penentuan erosi. Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalahberapa laju erosi di daerah tangkapan hujan (DTH) waduk Wadaslintang padatahun 2004 dan 2008. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan laju erosi didaerah tangkapan hujan waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008.

Variabel dalam penelitian ini adalah kondisi biogeofisik DTH wadukWadaslintang pada tahun 2004 dan 2008 yang terdiri dari Nilai erosivitas hujan(R), Nilai erosivitas tanah (K), Nilai kemiringan dan Panjang lereng (LS) danNilai kondisi tutupan lahan dan pengelolaan tanaman (CP). Variabel tersebutdiperoleh dari berbagai seumber data yaitu: Peta Jenis Tanah hasil RTRWKabupaten Wonosobo Skala 1:300000, Peta lereng Kabupaten Wonosobo Skala1:300000, Data curah hujan DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008 darisetasiun penakar hujan di sekitar Kabupaten Wonosobo, Citra satelit Landsat 7tahun 2004 dan 2008 Path 120/Row 64 WGS 1984 Zona 49 M, jenis data dalampenelitian ini menggunakan tipe data sekunder. Peralatan yang digunakan dalampenelitian ini adalah perangkat komputer, software Er Maper 70, softwareArcView 3.3 dan Software MS ofice 2007, GPS (Global Positioning Syestem),Timbangan, Kaleng 25 cm2 dan sebagainya. Metode analisis yang digunakanadalah metode analisis gabungan antar analisis sistem informasi geografis (SIG)dan analisis universal soile lose equations (USLE).

Hasil penelitian menunjukan bahwa, laju erosi disekitar DTH wadukWadaslintang tahun 2004 adalah 2.452,93 Ton dengan laju erosi mencapai 0,12

ix

Ton/Ha/Th sedangkan pada tahun 2008 erosi cenderung menurun dengan nilaisebesar 1.419,47 Ton pada laju erosi 0,07 Ton/Ha/Th . Secara umum laju erositersebut menghasilkan tingkat erosi mulai dari sangat ringan hingga sangat beratyang tersebar dalam area seluas 19198,05 Ha. Hasil uji validitas data menunjukanperbedaan antar laju erosi yang terjadi di dalam waduk dimana cenderung lebihbesar yaitu mencapai 1,53 ton/Ha/Th dan 1,55 ton/Ha/Th tahun 2004 dan 2008dibandingkan dengan hasil perhitungan persamaan USLE hasil erosi didalamDTH Waduk Wadaslintang jauh lebih kecil yaitu 0,12 Ton/Ha/Th dan 0,07Ton/Ha/Th pada tahun 2004 dan 2008.

Dapat disimpulkan bahwa pada tahun 2004 telah terjadi erosi yang cukupbesar dengan nilai erosi sebesar 2.452,93 Ton dengan laju erosi mencapai 0,12Ton/Ha/Th, sedangkan pada tahun 2008 jumla erosi lebih kecil yaitu sebesar1.419,47 Ton pada laju erosi 0,07 Ton/Ha/Th. Hasil uji validitas menunjukanadanya selisih antar hasil erosi didalam waduk dengan hasil perhitungan USLEdisekitar DTH yaitu, pada tahun 2004 mencapai 1,41 Ton/Ha/Th, sedangkan padatahun 2008 memiliki beda selisih dengan hasil pengukuran sebesar 1,48Ton/Ha/Th. Besarnya nilai selisih tersebut dirasa masih dalam batas toleransiyang wajar selama hasil erosi tidak melebihi laju pembentukan tanah didalamDTH Waduk Wadaslintang. Saran yang disampaikan yaitu 1) Perlu adanyaprogram penaggulangan laju erosi. 2) perlu dukungan pererintah disekitarKabupaten Wonosobo dan pemerintah Kabupaten Kebumen baik dari segipendanaan maupun perangkat kebijakan. 3) dalam penaggulangan laju erosi padaDTH waduk Wadaslintang harus dilakukan secara terpadu meninjau pentingnyawaduk bagi kesejahteraan masyarakat.

x

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................... ii

PENGESAHAN KELULUSAN ................................................................. iii

PERNYATAAN ............................................................................................ iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................. v

PRAKATA .................................................................................................. vi

SARI ............................................................................................................ viii

DAFTAR ISI ............................................................................................... x

DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 1

A. Latar Belakang ................................................................................ 1

B. Perumusan Masalah ....................................................................... 3

C. Tujuan Penelitian ............................................................................ 3

D. Manfaat Penelitin ............................................................................ 3

E. Penegasan Istilah ............................................................................. 4

F. Sistematika Skripsi .......................................................................... 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA ...................................................................... 8

xi

A. Erosi................................................................................................. 8

1. Faktor-faktor penentu erosi ........................................................ 8

2. Menentukan besaran erosi .......................................................... 10

3. Menentukan tingkat erosi ........................................................... 14

B. Daerah tangkapan hujan .................................................................. 15

1. Siklus hidrologi TDH ................................................................. 15

2. Penyebab rusaknya DTH ............................................................ 18

C. Dampak Kerusakan DTH ............................................................... 20

D. Teknologi Sistem Informasi geografis (SIG) ......................... 22

1. Memperoleh data SIG ................................................................. 23

2. Implementasi SIG dalam Teori USLE ...................................... 24

BAB III METODE PENELITIAN ............................................................. 26

A. Populasi dan Sampel Penelitian ...................................................... 26

B. Variabel Penelitian .......................................................................... 26

C. Sumber Data Penelitian ................................................................... 27

D. Peralatan Penelitian ......................................................................... 28

E. Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 28

xii

F. Analisis Data ................................................................................... 30

1. Overlay peta................................................................................. 30

2. Analisis Universal Soile Lose Equations (USLE)...................... 31

3. Perhitungan Nilai Erosi .............................................................. 32

4. Klasifikasi Tingkat Erosi ............................................................ 33

5. Uji Validitas Hasil penelitian ..................................................... 33

G. Tahapan Penelitian .......................................................................... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................ 36

A. Hasil Penelitian ............................................................................. 36

1. Gambaran Umum Daerah Penelitian.......................................... 36

a. Letak, Luas dan Batas Wilayah ............................................. 36

b. Kondisi iklim ......................................................................... 38

c. Kondisi Geologi dan Jenis Tanah .......................................... 40

d. Kondisi Hidrologi (Jaringan Sungai) .................................... 41

e. Kemiringan lereng ................................................................. 41

f. Kondisi Penutup Lahan .......................................................... 42

2. Laju Erosi DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008 .. 44

xiii

a. Nilai R (erosivitas) ................................................................. 44

b. Nilai K (erodibilitas/ketahanan tanah) ................................... 45

c. Nilai LS (panjang lereng) ...................................................... 45

d. Nilai CP (penutup lahan) ....................................................... 46

3. Tingkat Erosi DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008 48

B. Uji Validitas Hasil Penelitian .......................................................... 49

C. Pembahasan ..................................................................................... 52

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................... 55

A. Simpulan ......................................................................................... 55

B. Saran ................................................................................................ 56

DaftarPustaka............................................................................................. 57

Lampiran-Lampiran .................................................................................... 59

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel

Halaman

1. Perkiraan Besarnya Nilai K Untuk Beberapa Jenis Tanah ................ 11

2. Nilai LS untuk Berbagai Kemiringan Lereng ................................... 12

3. Nilai CP untuk Berbagai Jenis Penutup Lahan ................................. 13

4. Kelas Erosi Tanah ............................................................................ 14

5. Tipe Iklim Berdasarkan Curahujan Menurut Schamidt Ferguson .... 38

6. Data Curah hujan DTH Waduk Wadaslintang Menurut Wilayah

Admisnitrasi Kecamatan Tahun 1992-2008 ...................................... 39

7. Kondisi Penutup Lahan (Land Cover) DTH Waduk Wadaslintang .. 43

8. Hasil Perhitungan Erosivitas Hujan DTH 2004 dan 2008 ............... 45

9. Nilai LS DTH Waduk Wadaslintang ................................................ 46

10. Tingkat Erosi DTH Waduk Wadslintang Tahun 2004 dan 2008 ..... 48

11. Hasil Perhitungan Besaran Erosi DTH 2004 ...................................... 67

12. Hasil Perhitungan Besaran Erosi DTH 2008 ...................................... 75

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Siklus Hidrologi DTH ..................................................................... 16

2. Diagram Tahapan Penelitian ........................................................... 35

3. Peta Administrasi DTH Waduk Wadaslintang ................................ 37

4. Persebaran Poligon dan Titik Stasiun Hujan DTH Waduk

Wadaslintang ................................................................................... 60

5. Tampilan Aktifasi Ekstensi Geoprocessing .................................... 61

6. Tampilan Geoprocessing Step 1....................................................... 61

7. Tampilan Geoprocessing Step 2 ...................................................... 62

8. Tampilan Atribut Table ................................................................... 63

9. Tampilan Field Calculator Tampilan Field Calculator ................ 64

10.Tampilan Proses Layout Peta .......................................................... 64

11.Tampilan Aktifasi Ekstensi Graticules And Measured Grid .......... 65

12. Tampilan Proses Graticules And Grid Wizard Step 1 ................... 65

13. Tampilan Proses Graticules And Grid Wizard Step 2 .................. 66

14. Hasil Proses Layout Peta ............................................................... 66

15. Peta Curah Hujan Tahun 2004 ....................................................... 81

16. Peta Curah Hujan Tahun 2008 ....................................................... 82

17. Peta Geologi ................................................................................... 83

18. Peta Jenis Tanah ............................................................................. 84

19. Peta Kemiringan Lereng ................................................................ 85

xvi

20. Peta Penutup Lahan Tahun 2004 ................................................... 86

21. Peta Penutup Lahan Tahun 2008 ................................................... 87

22. Peta Persebaran Tingkat Erosi Tahun 2004 ................................... 88

23. Peta Persebaran Tingkat Erosi Tahun 2008 ................................... 89

24. Kaleng Ukur Hasil Erosi 25 Cm2 Dan Timbangan ........................ 90

25. Lokasi Pengambilan Titik Koordinat Stasiun Penakar Hujan ...... 91

26. Hasil Erosi Kering Oven Seberat 10,5 Kg/ 25 Cm2 ....................... 92

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

Laju erosi adalah tingkat pengikisan tanah dalam satuan waktu tertentu

yang disebabkan oleh aktivitas tenaga alami seperti air, angin, dan es. Erosi

merupakan suatu proses penghancuran tanah (detached) yang berasal dari

tenaga alami seperti air, angin, es, kemudian material terkikis dipindahkan

ketempat lain oleh tenaga tersebut (Setyowati, 2010:29).

Erosi yang terjadi di daerah tangkapan hujan (DTH) disebabkan oleh

beberpa faktor seperti hilangnya vegetasi penutup tanah yang timbul akibat

kegiatan penebangan hutan, praktek-pertanian, lahan pemukiman dan padang

rumput. Kondisi lereng yang relatif curam dengan puncak-puncak sempit

tersebar di sekitar DTH berpotensi menimbulkan erosi. Intensitas rata-rata

curah hujan di sekitar DTH waduk Wadaslintang tergolong cukup besar antara

2800-3100 mm/tahun selain itu diikuti oleh aktivitas pembersihan vegetasi,

dapat berpotensi meningkatkan air limpasan dan tingginya laju erosi di sekitar

DTH waduk Wadaslintang. Pola aliran sungai yang membawa material tererosi

dari daerah hulu DTH ke dalam waduk Wadaslintang dapat mengakibatkan

penurunan volume efektif sehingga menekan usia oprasional waduk.

Sebagai gambaran kondisi erosi yang terjadi di sekitar DTH waduk

Wadaslintang. Diketahui bahwa total volume sedimen waduk pada awal

pengukuran sebesar 460.037 m3/tahun selama 6 tahun (1987-1992). Pada tahun

(1992-2004) mengalami peningkatan sebesar 1.923.812,09 m3/tahun selama 11

2

tahun. Peningkatan sedimen terjadi akibat aktivitas penjarahan hutan di daerah

hulu yang berlangsung sejak tahun 2000-2004. Setelah dilaksanakan program

reboisasi lahan kritis, pada tahun 2004-2008 total muatan sedimen yang

dihasilkan sebesar 711.247,34 m3/tahun, selama 4 tahun dan sedimentasi

waduk dinyatakan telah menurun (Bina, 2008:25).

Mengingat pentingnya peranan DTH dan waduk Wadaslintang bagi

kesejahteraan masyarakat, upaya reboisasi di sekitar daerah rawan erosi harus

segera dilakukan. Proses penaggulangan erosi diperlukan adanya data dasar

berupa informasi tentang erosi di sekitar wilayah daerah tangkapan hujan.

Untuk memperoleh data dasar dalam penetapan setrategi penaggulangan erosi

lahan di sekitar DTH waduk Wadaslintang, maka perlu adanya penelitian

tentang prediksi erosi.

Prediksi erosi dapat dilakukan dengan pendekatan gabungan. Pendekatan

gabungan merupakan suatu cara untuk memprediksi erosi yang dapat dilakukan

melalui teknik interpretasi data spasial dan satelit yang berlangsung dalam

penginderaan jauh (Remote Sensing) dan Sistem Informasi Geografis (SIG),

dengan data berupa foto udara dan citra satelit, maka penerapan metode

gabungan untuk mengkaji erosi bentang lahan pada area yang luas dapat

dilakukan dengan mudah dan efektif (Rahim, 2003:57). Berdasarkan alasan

tersebut penelitian ini diberi judul Penentuan Laju Erosi Daerh Tangkapan

Hujan (DTH) Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008 Menggunakan

Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG).

3

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang diatas pokok permasalahan yang

dirumuskan dalam penelitian adalah berapakah erosi yang terjadi di daerah

tangkapan hujan (DTH) waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008 ?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan laju erosi di daerah tangkapan

hujan (DTH) waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008.

D. Kegunaan Penelitian

Secara teoritis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan atau

sumber informasi bagi para akademisi dalam menambah ilmu pengetahuan,

atau oleh berbagai fihak seperti: Dirjen Pengelola Sumber Daya Air, Dinas

Pekerja Umum, Dinas Kehutanan, Dinas Pertanian, BAPPEDA, Badan

Lingkungan Hidup dan segenap masyarakat dalam mengatasi permasalahan

erosi di sekitar DTH.

Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam

pelaksanaan program penanggulangan erosi oleh Dinas Kehutanan,

BAPPEDA, Badan Lingkungan Hidup, Dirjen Pengelola Sumber Daya Air

dan segenap masyarakat di sekitar DTH waduk Wadaslintang.

4

E. Batasan Istilah

Agar tidak terjadi salah penafsiran dalam memahami makna judul

penelitian tentang Penentuan Laju Erosi Daerh Tangkapan Hujan (DTH)

Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008 Menggunakan Teknologi Sistem

Informasi Geografis (SIG). maka peneliti tegaskan istilah-istilah dalam judul

penelitian sebagai berikut:

1. Penentuan

Penentuan atau menentuakan umumnya adalah kegiatan yang

serangkaian hasilnya berasal dari hasil perhitungan-perhitungan. Penentuan

yang dimaksud adalah suatu kegiatan untuk menghitun atau gmengetahui

hasil erosi di (DTH) Waduk Wadaslintang pada tahun 2004 dan 2008

melalui perhitungan persamaan USLE.

2. Laju Erosi

Laju erosi adalah tingkat pengikisan tanah dalam satuan waktu tertentu

yang dipengaruhi oleh tenaga air, angin, es, atau mikro organisme.

Maksudnya adalah laju tingkat erosi atau pengikisan tanah di sekitar DTH

waduk Wadaslintang pada tahun 2004 dan 2008 yang dipengaruhi oleh

kondisi biofisik DTH seperti curah hujan, jenis tanah, kemiringan lereng,

tipe penutup lahan.

3. Daerah Tangkapan Hujan (DTH)

Daerah tangkapan hujan (DTH) adalah daerah hulu suatu bangunan

pengairan (misalnya waduk) yang seluruh airnya masuk kedalam tangkapan

bangunan tersebut (Sunaryo, 2004:28).

5

Maksudnya adalah daerah hulu dari bangunan Waduk Wadslinang

lengkap dengan kondisi biogeofisiknya yang terdiri dari lereng, sungai,

iklim, topografi, jenis tanah, dan kondisi penutup lahannya yang secara

keseluruhan berpengaruh terhadap laju erosi di sekitar Waduk Wadaslintang

4. Waduk Wadaslintang

Waduk Wadaslintang merupakan bendungan tertinggi di Indonesia (125

m) pada tahun 1988, kedalaman mencapai (119 m), luas (± 196 km2)

sebagai penampungan air hujan yang berasal dari wilayah tangkapan hujan

di sekitarnya dan dimanfaatkan sebagai saranan PLTA, irigasi pertanian,

perikanan dan sektor pariwisata.

5. Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah sistem yang dirancang kusus

untuk mengumpulkan, memeriksa, mengintegrasikan dan menganalisis

informasi-informasi yang berhubungan dengan permukaan bumi dan di

dalamnya melibatkan teknologi komputer (Kusrini, 2007:7). SIG dalam

penelitan ini adalah alat bantu untuk mengumpulkan, memeriksa,

mengintegrasikan dan menganalisis data berupa peta-peta temtik sekaligus

data citra satelit Landsat menjadi informasi yang akurat tentang kondisi

biofisik DTH waduk Wadaslintang.

6

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Skripsi terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian awal (prawacana), bagian

pokok, dan bagian akhir. Secara sistematis disajikan sebagai berikut:

1. Bagian Awal Skripsi, terdiri atas:

a. Sampul Berjudul

b. Lembar Berlogo (Sebagai halaman pembatas)

c. Halaman Judul Dalam

d. Persetujuan Pembimbing

e. Pengesahan Kelulusan

f. Pernyataan (keaslian karya ilmiah)

g. Motto dan Persembahan

h. Prakata

i. Sari

j. Daftar Isi

k. Daftar Tabel

l. Daftar Gambar

2. Bagian Pokok Skripsi terdiri atas beberapa bagian.

a. BAB I. Pendahuluan yang berisi:

1) Latar Belakang

2) Perumusan Masalah

3) Tujuan Penelitian

4) Kegunaan Penelitian

5) Batasan Istilah

7

b. BAB II. Landasan Teori, Tinjauan Pustaka, Kerangka Teori

c. BAB III Metodelogi Penelitian terdiri atas:

1) Objek penelitian

2) Variabel penelitian,

3) Data dan sumber data penelitian

4) Peralatan penelitian

5) Pengumpulan data

6) Analisis data

7) Cek lapangan

d. BAB IV. Hasil Penelitian dan Pembahasan

Hasil Penelitian merupakan temuan dari hasil penelitian

sedangkan pembahasan menjelaskan tentang hasil penelitian dan

pembahasannya.

e. BAB V. Kesimpulan Dan Saran

3. Bagian Akhir Skripsi, terdiri atas:

a. Daftar Pustaka

b. Lampiran-Lampiran

c. Biografi Penulis

8

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Erosi Tanah

Erosi tanah adalah proses terlepasnya butiran tanah dari induknya di suatu

tempat dan terangkutnya material tersebut oleh gerakan air atau angin

kemudian diikuti dengan pengendapan material yang terdapat di tempat lain

(Sucipto, 2008:19). Erosi dapat diartikan sebagai suatu proses penghancuran

tanah (detached). Kemudian tanah tersebut dipindahkan ketempat lain oleh

kekuatan air, angin, glatser atau es. Pemindahan tanah tersebut terjadi oleh

tenaga alami yaitu berasal dari tenaga air, angin dan glatser. Erosi tanah

merupakan faktor utama ketidak berlanjutan usaha tanai di wilayah hulu,

walaupun masih diperdebatkan, penutup lahan yang intensif di daerah hulu

kususnya untuk kegiatan pertanian telah menyebabkan terjadinya aktifitas

peningkatan erosi yang sangat nyata dari tahun-ketahun. Peningkatan tersebut

terjadi karena petani meningkatkan kegiatan usaha tani secara subsisten dengan

praktek-praktek yang menyebabkan erosi (Setyowati, 2010:29).

1. Faktor-faktor Penentu Erosi

Secara umum faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya erosi di

permukaan tanah yaitu iklim, sifat fisik tanah, dan perilaku manusia dalam

mengelola tanah. Faktor yang mempengaruhi erosi dibagi menjadi tiga

yakni, faktor energi, ketahanan, dan pelindung.

Faktor energi yaitu meliputi erosivitas, hujan, aliran permukaan, angin,

relief, kemiringan lereng, dan panjang lereng. Faktor ketahanan antara lain

9

meliputi erodibilitas tanah, infiltrasi, dan pengolaan tanah. Faktor

pelindung meliputi kepadatan populasi, tanaman penutup, nilai kegunaan

lahan, dan pengelolaan lahan (Setyowati, 2010:29). faktor-faktor penentu

erosi tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

Air hujan merupakan faktor energi sebagai penentu terjadinya erosi,

erosi timbul oleh tenaga kinetik air yang jatuh diatas permukaan tanah,

bahwa erosi percikan dibawah pohon lebih besar daripada erosi percikan air

hujan (Asdak, 2007: 447).

Faktor penentu erosi dari segi ketahanan, misalnya pemanfaatan lahan

untuk pemukiman yang diawali dengan adanya pemadatan tanah meliputi

peristiwa pembersihan tutupan vegetasi, periode konstruksi bangunan, dan

pada fase pertengahan terbangun gedung-gedung dengan permukaan yang

tidak tembus air, akhirnya terjadi erosi yang lebih intensif dengan periode

yang relatif singkat, sedangkan pada fase akhir akan terjadi pengurangan

kapasitas infiltrasi tanah dan terjadilah peningkatan air limpasan yang dapat

menimbulkan erosi sungai di sekitar perkotaan (Rahim, 2003:89).

Faktor pelindung, seperti yang dijelaskan misalnya adanya penutup

lahan seperti vegetasi penutup lahan umumnya berperan dalam melindungi

tanah dari aktivitas erosi diantaranya adalah melindungi pemukaan tanah

dari tumbukan air hujan, menurunkan kecepatan air larian, menahan

partikel-partikel tanah pada tempatnya, mempertahankan kapasitas tanah

dalam menyerap air (Asdak, 2007:447-452).

10

2. Menentukan Besaran Erosi

Untuk menghitung perkiraan besarnya erosi yang terjadi disuatu daerah

tangkapan air dapat digunakan metode USLE , menurut (Asdak, 2007)

dengan formulasi:

A = R . K . LS . CP

dimana :

A = perkiraan besarnya erosi jumlah (ton/Ha/tahun)

R = faktor erosivitas hujan

K = faktor erodibilitas lahan

L.S = faktor panjang – kemiringan lereng

C.P = faktor tanaman penutup lahan – faktor tindakan konservasi.

Adapun masing-masing faktor dapat dijelaskan berikut ini:

a. Erosivitas Hujan (R)

Erosifitas hujan adalah kemampuan air hujan sebagai penyebab

terjadinya erosi yang bersumber dari laju dan distribusi tetesan air hujan,

dimana keduanya mempengaruhi besarnya energi kinetik air hujan.

Berdasarkan data curah hujan bulanan atau tahunan faktor erosivitas

hujan (R) dapat dihitung dengan mempergunakan persamaan sebagai

berikut:

Erosivitas tahunan R = ∑ /100dimana : R : Erosivitas hujan tahunan rata-rata tahunan

n : jumlah kejadian hujan dalam 1 tahun

11

i : intensitas hujan 30 menit

X: jumlah tahun yang digunakan

EI : curah hujan total (mm) (Asdak, 2007:457)

b. Erodibilitas tanah (K)

Nilai erodibilitas tanah (K) ditentukan oleh tekstur, Setruktur,

permeabilitas tanah dan kandungan bahan organik dalam tanah.

Penentuan nilai K dapat ditentukan dengan monograf atau dapat pula

dengan menggunakan ketentuan nilai K untuk beberapa jenis tanah di

Indonesia pada Tabel 1 sebagai berikut:

Tabel 1. Perkiraan Besarnya Nilai K Untuk Beberapa Jenis TanahNo Jenis Tanah Nilai K

Rataan1 Latosol (Haplorthox) 0,092 Latosol merah (Humox) 0,123 Latosol merah kuning (Typic

haplorthox)0,26

4 Latosol coklat (Typic tropodult) 0,235 Latosol (Epiaquic tropodult) 0,316 Regosol (Troporthents) 0,147 Regosol (Oxic dystropept) 0,12-

0,168 Regosol (Typic entropept) 0,299 Regosol (Typic dystropept) 0,3110 Gley humic (Typic tropoquept) 0,1311 Gley humic (Tropaquept) 0,2012 Gley humic (Aquic entropept) 0,2613 Lithosol (Litic eutropept) 0,1614 Lithosol (Orthen) 0,2915 Grumosol (Chromudert) 0,2116 Hydromorf abu-abu

(Tropofluent)0,20

17 Podsolik (Tropudults) 0,1618 Podsolik Merah Kuning

(Tropudults)0,32

19 Mediteran (Tropohumults) 0,10Sumber: Arsyad, 1989 dan Asdak, 1995 dalam (CRMP, 2002).

12

c. Kemiringan Lereng (LS)

Kemiringan lereng dapat diperoleh dari evaluasi garis kontur pada

peta topografi skala 1 : 85.000 dengan sistem proyeksi UTM (Universal

Transver Merkator) pada datum horisontal WGS 84 zona 49 M yang

dibantu dengan menggunakan perangkat lunak. Dalam pembuatan nilai

indeks panjang dan kemiringan lereng (LS) ini haya ditentukan dari

kemiringan lereng saja. Penentuan nilai (LS) untuk berbagai kemiringan

lereng mempergunakan ketentuan pada Tabel 2 sebagai berikut:

Tabel 2. Nilai LS Untuk Berbagai Kemiringan Lereng

No Kemiringan Nilai LS1 0% - 8% 0,42 8% - 15% 1,43 15% - 25% 3,14 25% - 45% 6,85 >45% 9,5

Sumber: Asdak, 1995 dalam (Repository USU, 2011:30)

d. Pengelolaan Tanaman (CP)

Indeks pengelolaan tanaman dapat diartikan sebagai rasio tanah

yang tererosi pada satu jenis pengelolaan tanaman pada sebidang lahan

terhadap tanah. penentuan nilai (CP) ini mengunakan peta penutup lahan

hasil dari klasivikasi citra satelit Landsat 5 dan 7 path 120/row 65 dengan

mengkombinasikan saluran band 753. Saluran band 753 kurang lebihnya

memiliki kepekaan terhadap objek sebagai berikut: Band 3 visible merah

mengandung panjang gelombang (0,63 – 0,69), dapat memperkuat

13

kontras kenampakan vegetasi dan non vegetasi. Band 5 mengandung

panjang gelombang (1,55 – 1,75) mampu menentukan jenis tanaman dan

kandungan air. Band 7 mengandung panjang gelombang (2,09 – 2,35)

dapat membedakan lahan bervegetasi maupun lahan terbuka dan peka

terhadap kondisi lahan.

Dalam penentuan nilai (CP) mempergunakan ketentuan pada

macam penggunaan lahan seperti pada Tabel 3 sebagai berikut:

Tabel 3. Nilai CP Untuk Berbagai Jenis Penutup Lahan.

No Tata Guna Lahan Nilai(CP)

1 Savana dan Praire 0,0102 Rawa 0,0103 Semak/Belukar 0,3004 Pertanian Lahan Kering Campuran 0,1905 Pertanian Lahan Kering 0,2806 Kebun - Pekarangan 0,2007 Kebun Campuran Kerapatan

Sedang0,200

8 Hutan Produksi Tebang Pilih 0,2009 Hutan Tidak Terganggu 0,01010 Hutan Alam Seresah Bayak 0,00111 Hutan Alam Seresah Sedikit 0,00512 Sawah Irigasi 0,02013 Tegalan Tidak Spesifik 0,70014 Tanah Terbuka Untuk Tanaman 1,00015 Tubuh Air 0.001

Sumber: Pengendalian Daerah Aliran Sungai (Asdak, 2007:474)

Erosi yang diperbolehkan secara sederhana dapat dinyatakan

sebagai suatu laju yang tidak boleh melebihi laju pembentukan tanah.

pengikisan dibagian atas akibat erosi selalu diikuti pembentukan tanah

baru pada bagian bawah profil tanah, tetapi laju pembentukanya tidak

mampu mengimbangi hilangnya tanah erosi (Rahim, 2003).

14

3. Menentukan Tingkat Laju Erosi

Bahaya erosi pada dasarnya adalah suatu perkiraan jumlah tanah hilang

maksimum yang akan terjadi pada suatu unit lahan bila pengelolaan

tanaman dan konservasi tanah tidak mengalami perubahan dalam jangka

waktu yang panjang. Erosi tanah akan dipengaruhi oleh beberapa faktor

antaralain curah hujan yang akan berpengaruh terhadap erosivitas hujan,

erodibilitas tanah, kemiringan lereng, atau indeks panjang lereng, indeks

pengelolaan tanaman dan indeks konservasi tanah (Sucipto, 2008:26).

Perhitungan bahaya erosi setiap unit lahan dilakukan dengan cara

melakukan overlay faktor-faktor yang mempengaruhi erosi tersebut diatas,

kemudian besarnya bahaya erosi dikelompokkan seperti pada Tabel 4

sebagai berikut ini:

Tabel 4. Kelas Erosi Tanah

No

Laju erosi(ton/ha/thn)

Keterangan

1 <1,75 SangatRingan

2 1,75 – 17,50 Ringan3 17,50 – 46,25 Sedang4 46,25 - 92,50 Berat5 92,50> Sangat

BeratSumber: Suripin, 2002 dalam (Sucipto, 2008:27).

15

B. Daerah Tangkapan Hujan (DTH)

Dalam kamus istilah penataan ruang dan pengembangan wilayah (Ditjen

Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah,2002) menyebutkan bahwa daerah

tangkapan adalah cakuapn pengaturan suatu sistem aliran sungai (Ilmu

Hidrologi dan Geologi) daerah diantaranya penggunaan yang menampung dan

mengalirkan curahan hujan kesungai dan anak sungainya (Kodoatie, 1996)

Daerah tangkapan hujan (DTH) merupakan suatu ekosistem dengan unsur

utamanya terdiri atas sumber daya alam (tanah, air dan vegetasi) dan sumber

daya manusia sebagai pemanfaat sumber daya alam (Asdak, 2007:4).

Daerah tangkapan air hujan (DTH) merupakan daerah hulu dari suatu

bangunan pengairan (misalnya waduk) yang seluruh airnya masuk dalam

tangkapan bangunan tersebut. Istilah tersebut banyak dipakai dalam sektor

hidrologi irigasi, irigasi dan persungaian (Sunaryo 2004:28).

1. Siklus Hidrologi DTH

Daerah Tangkapan Hujan memiliki peranan dalam mengendalikan

sirkulai hidrologi yang mencakup aktifitas didalamnya yaitu seperti

menampung, menyimpan, mngeluarkan air dalam kapasitasnya. Sebagai

daerah tangkapan hujan (DTH) yang terorganisir dan unsur-unsur kehidupan

16

seperti manusia, hewan, tumbuhan sekaligus interaksi didalamya,

memungkinkan adanya ketimpangan dari salah-satu atau beberapa unsur

didalamya. Sebagai bentuk adanya permulaan munculnya kerusakan daerah

tangkapan hujan (DTH).

Siklus hidrologis didalam daerah tangkapan hujan (DTH) tidaklah jauh

berbeda dengan unsur-unsur hidrologis pada suatu DAS. Siklus hidrologi

dapat dijelaskan dalam gambar 1. tentang sebuah tangkapan hujan dengan

berbagai input, proses dan output hidrologinya.

Gambar 1. Siklus Hidrologi DTH (Fahmudin, 2004:9)

a. Input Daerah Tangkapan Hujan

16

seperti manusia, hewan, tumbuhan sekaligus interaksi didalamya,

memungkinkan adanya ketimpangan dari salah-satu atau beberapa unsur

didalamya. Sebagai bentuk adanya permulaan munculnya kerusakan daerah

tangkapan hujan (DTH).

Siklus hidrologis didalam daerah tangkapan hujan (DTH) tidaklah jauh

berbeda dengan unsur-unsur hidrologis pada suatu DAS. Siklus hidrologi

dapat dijelaskan dalam gambar 1. tentang sebuah tangkapan hujan dengan

berbagai input, proses dan output hidrologinya.

Gambar 1. Siklus Hidrologi DTH (Fahmudin, 2004:9)

a. Input Daerah Tangkapan Hujan

16

seperti manusia, hewan, tumbuhan sekaligus interaksi didalamya,

memungkinkan adanya ketimpangan dari salah-satu atau beberapa unsur

didalamya. Sebagai bentuk adanya permulaan munculnya kerusakan daerah

tangkapan hujan (DTH).

Siklus hidrologis didalam daerah tangkapan hujan (DTH) tidaklah jauh

berbeda dengan unsur-unsur hidrologis pada suatu DAS. Siklus hidrologi

dapat dijelaskan dalam gambar 1. tentang sebuah tangkapan hujan dengan

berbagai input, proses dan output hidrologinya.

Gambar 1. Siklus Hidrologi DTH (Fahmudin, 2004:9)

a. Input Daerah Tangkapan Hujan

17

Air hujan memberikan peranan yang sangat penting bagi kehidupan

di suatu wilayah, yaitu sebagai sumber air dalam memenuhi kebutuhan

hidup. Karakter dan luasan suatu DTH sebagai penentu besar-kecilnya

kapasitas air yang diterima. semakin luas suatu DTH maka kapasitas

kemampuan dalam menerima air hujan akan semakin besar. Sebaliknya

semakin sempit cakupan suatu DTH maka kapasitas dalam menerima

curahan air hujan akan semakin kecil. Besar-kecil kapasitas air dalam

suatu DTH tidak sertamerta hanya dipengaruhi oleh luasannya saja.

Namun karakteristik suatu DTH didalamya juga memberikan pengaruh

terhadap besar-keclnya kapasitas air yang diterimanya.

b. Daerah Tangkapan Hujan (DTH) sebagai proses

DTH sebagai pemroses, memiliki peranan seperti: menyediakan,

mengendalikan, menyimpan air dapat dijelaskan sebagai berikut:

1) Proses penyimpanan air, bahwa air yang diterima akan diproses untuk

disimpan sebagai cadangan air di dalam permukaan tanah, diatas

permukaan tanah atau tumbuhan, manusia dan hewan.

2) Proses mengalirkan air, bahwa dalam suatu DTH, air yang diterima

akan dialirkan dari hulu ke hilir melalui proses yang unik atau

beragam seperti aliaran air permukaan atau surface Run off, proses

aliran air didalam tanah dan proses aliran air pada daun atau batang

presipitasi dan sebagainya, termasuk proses mengalirkan air dari atap

bangunan, selokan, dan sugai-sungai.

18

3) Proses penampungan air, bahwa air selain disimpan didalam

permukaan tanah, tumbuhan, dan hewan serta di alirkan diatas

permukaan juga akan ditampung dalam suatu daerah cekungan yang

ada di dalam suatu DTH seperti rawa, danau dan suatu waduk sebagai

peranannya dalam menyediakan air bagi kehidupan.

c. Output Daerah Tangkaan Hujan

Daerah Tangkapan Hujan dalam sistem hidrologis terpengaruh oleh

berbagai unsur-unsur seperti iklim, jenis tanah, kemiringan, bentuk lahan,

vegetasi, dan manusia. Didalamnya terdapat perbedaan sebagai wujud

keragaman fungsi atau peranan dari karakter suatu DTH. Berdasarkan

input dan proses didalamnya akan menghasilkan output berupa aliran air

baik didalam tanah maupun di atas permukaan tanah meliputi aliran air

pada sungai, rawa, danau dan air dalam suatu bendungan. Sedangkan air

dalam suatu DTH mengalir sambil membawa material-material endapan

berupa pasir, sampah, lumpur dan sebagainya dalam ukuran dan

kapasitas tertentu yang biasanya material-material tersebut dinamakan

sedimen.

2. Penyebab Rusaknya DTH

Daerah tangkapan hujan (DTH) disuatu wilayah akhir-akhir ini telah

mengalami kerusakan yang ditandai dengan munculnya penurunan kualitas

lingkungan. Penurunan kualitas lingkungan disebabkan oleh beberapa faktor

seperti: pertambahan penduduk, kegagalan bidang industrialisasi yang

menimbulkan PHK karyawan, meningkatnya penganguran dan jumlah

19

penduduk miskin, serta pencemaran lingkungan. Akibat lemahnya

penegakan hukum atau peraturan yang bergerak dibidang penegakan

lingkungan hidup. Adapun faktor yang menyebabkan kerusakan suatu DTH

adalah sebagai berikut:

a. Kebutuhan Manusia

Kebutuhan manusia selalu mangalami peningkatan baik jumlah

maupun kualitas, sedangkan sumber daya alam sebagai media untuk

memenuhi kebutuhan terbatas. Dengan keterbatasan SDA yang ada,

manusia sering tidak berpikir panjang dalam memenuhi kebutuhannya,

sehingga mangabaikan prinsip-prinsip keberlangsungan atau kelestarian

SDA dalam lingkungan wilayah DTH.

b. Lemahnya Kesadaran Hukum

Lemahnya penegakan hukum lingkungan, merupakan wujud

gagalnya pemerintah dalam menegakan hukum lingkungan. Sehingga

memicu terjadinya eksploitasi SDA yang tidak terkendali. Sehingga

berdampak pada pencemaran limbah industri, rusaknya tanah akibat

pegeboran atau penggalian diatas tanah dan adanya ekstensifikasi lahan

pertanian ilegal yang relatif besar diberbagai wilayah DTH.

c. Pertumbuhan penduduk

Pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali dalam suatu DTH akan

meningkatkan aktifitas pembangunan permukiman, sehingga dapat

mengurangi tingkat kerapatan vegetasi dan menurunkan kemampuan

20

infiltrasi air kedalam tanah dan waktu debit puncak banjir pada DTH

menurun. Dampak yang timbul adalah terjadinya banjir besar disertai

erosi besar atau dikenal dengan istilah banjir bandang.

d. Praktik pertanian dan konservasi tanah

Pembukaan, pembakaran dan pembalakan hutan atau illegal logging

untuk menambah pendapatan dan memperluas areal pertanian.

Menimbulkan jumlah luasan daerah lahan terbuka meningkat, sehingga

aliaran air permukaan meningkat. Maka terjadi banjir bandang, tanah

longsor yang disertai aktifitas erosi, sediemntasi dan meningkatkan lahan

kritis dalam suatu DTH (Setyowati, 2010).

3. Dampak Kerusakan DTH

Penurunan kualitas lingkungan akibat rusaknya suatu DTH pada suatu

wilayah, dapat mengakibatkan dampak kerugian multi dimensi yang sangat

besar meliputi: pemiskinan lahan (melalui erosi), sumber air tanah menipis,

menghilangnya habitat alami dan perubahan pola iklim setempat baik (iklim

mikro) maupun iklim global (iklim makro). Tanpa upaya yang konsepsional

sejumlah dampak negatif tersebut diatas, akan berjalan bersamaan sinergis

sehingga menimbulkan bencana alam yang dahsyat dan akan berjalan secara

akseleratif atau berlipat ganda semakin cepat, terjadinya kerusakan

lingkungan disuatu wilayah dapat menyebabkan faktor-faktor sebagai

berikut yaitu:

21

a. Menurunnya sumber daya lahan

1) Lubang-lubang bekas galian mineral tambang atau bekas galian tanah

untuk pembuatan batu bata dan genting, yang didiamkan tanpa upaya

reklamasi.

2) Areal semak belukar dan tanah gundul akibat sisa pembalakan hutan

illegal loging dan peladangan bakar yang tidak dihijaukan kembali

semakin meluas.

3) Tingkat kesuburan tanah dan lahan untuk budidaya pertanian, karena

siklus pemanfaatan lahan yang terlalu intensif tanpa upaya

penyuburan kembali refertilization semakin menurun.

4) Semakin sering terjadi tanah longsor diwilayah pegunungan atau

perbukitan, dan tanah terbuka bekas penggalian tambang seperti

tambang emas, timah, batubara, dan lail-lain.

5) Areal lahan kritis akibat di diamkan begitu saja dan terbakar setiap

tahun semakin meluas.

b. Menurunya sumber daya air

1) Semakin kecilnya catchment water areas, (daya serap lahan terhadap

curahan air hujan).

2) Semakin menurunya debit air sungai dari tahun-ketahun.

3) Semakin besar perbedaan debit rasio air sungai pada musim hujan

dengan musim kemarau.

4) Semakin dalamnya permukaan air tanah dan mengeringnya sumur

penduduk didaerah ketinggian.

22

5) Adanya penetrasi air asin pada sumur penduduk di beberapa kota,

pantai dan pesisir.

6) Semakin tingginya pencemaran air sungai terutama sungai-sungai di

pulau jawa.

c. Musnahnya sumber daya flora dan fauna

1) Semakin menyempitnya luas areal hutan/lindung atau hutan alami

sebagai akibat illegal logging, (pencurian kayu) terutama di pulau

jawa.

2) Semakin luas HPH dan HTI yang kurang diimbangi dengan upaya

reboisasi yang berhasil (karena seringnya dimanipulasi).

3) Semakin maraknya pertanian illegal dikawasan tanah atau hutan

negara akibat desakan kebutuhan penduduk miskin, terutama dipulau

jawa.

4) Semakin berkurangnya keragaman dan jumlah species tumbuhan dan

hewan liar, karena banyak yang telah punah sebagai akibat kebakaran

hutan dan perburuan hewan yang sering terjadi (Setyowati, 2010:3).

C. Teknologi Sistem Informasi Geografis (SIG)

Sistem informasi geografis (SIG) meningkat tajam sejak tahun 1980-an.

Peningkatan pemakaian sistem ini terjadi di kalangan pemerintah, militer,

akademisi, atau bisnis terutama di negara-negara maju. Perkembangan

teknologi digital sangat besar peranannya dalam perkembangan penggunaan

23

SIG di berbagai bidang. Hal ini dikarenakan teknologi SIG banyak

mendasarkan pada teknologi digital sebagai alat analisis (Budiyanto, 2002:2).

SIG Merupakan sebuah sistem yang saling berangkaian satu dengan yang

lain. BAKOSURTANAL menjabarkan SIG sebagai kumpulan yang

terorganisir dari perangkat keras komputer, perangkat lunak, data geografi, dan

personel yang didesain untuk memperoleh, menyimpan, memperbaiki,

memanipulasi, menganalisis, dan menampilkan semua bentuk informasi yang

berreferensi geografi. Dengan demikian, basis analisis dari SIG adalah data

spasial dalam bentuk digital yang diperoleh melalui data satelit atau data lain

terdigitasi (Budiyanto, 2002:3).

1. Memperoleh Data (SIG)

Data sistem informasi geografis (SIG) berupa data digital yang

berformat raster dan vektor. Vektor menyimpan data digital dalam bentuk

rangkaian koordinat (x,y). Titik disimpan sebagai sepasang angka koordinat

dan poligon sebagai rangkaian koordinat yang mem-bentuk garis tertutup.

Resulusi dari data vektor tergantung dari jumlah titik yang membentuk

garis. Raster menyatakan data garis dalam bentuk rangakaina bujursangkar

yang disimpan sebgai pasangan angka menyatakan baris dan kolom dalam

suatu matriks. Titik dinyatakan dalam dalam suatu grid-cell, garis

dinyatakan sebagai rangkaian grid-cells bersampbung di suatu sisi, dan

poligon dinyatakan sebagai gabungan grid-cell yang bersambung di semua

sisi (Budiyanto, 2002:5). Sistem informasi geografis dapat digunakan untuk

mendeskripsikan obyek, fenomena atau proses yang terjadi dipermukaan

24

bumi prinsip dasar sistem informasi geografis (SIG) adalah setiap data

spasial/geografis berkaitan dengan letak (positions) dan atribut. Data yang

berkaitan dengan letak geografis digambarkan sebagai titik (point), garis

(arc) dan area (poligon). Sedangkan atribut menerangkan fenomena yang

menyertai titik, garis dan poligon tersebut (Harjadi, 2010:9).

2. Implementasi SIG Dalam Teori USLE

Pemanfaatan SIG untuk menghitung besaran erosi USLE tidak hanya

sebatas dalam penentuan faktor (LS) saja, dalam hal ini juga dilakukan

untuk penentuan faktor-faktor nilai dalam parameter USLE seperti faktor

penutup lahan dan tindakan konservasi (CP), faktor tersebut umunya dapat

diperoleh dari data peta maupun data citra satelit yang juga di proses dan

diolah dengan teknologi SIG, teknologi SIG merupakan wujud kemudahan

dalam menentukan jenis tataguna lahan pada areal yang luas. SIG dengan

data berupa foto udara dan citra satelit, maka penerapan metode gabungan

untuk mengkaji erosi bentang lahan pada area yang luas dapat dilakukan

dengan mudah dan efektif (Rahim, 2003:57).

Sistem Informasi Geografis (SIG) umumnya memanfatkan teknologi

digital untuk melakukan analisis spasial baik ditinjau dari segi perolehan

dan verifikasi, kompilasi, penyimpanan, pembaruan dan perubahan,

manajemen dan pertukaran, manipulasi, penyajian sekaligus analisis

(Budiyanto, 2002:3).

25

Teknologi SIG menggunakan data hasil pengukuran lapangan,

diantaranya sebagai alat untuk mengolah data hujan menjadi peta hujan

yang mengandung unsur geografis, sehingga nilai erosivitas (R) dapat

dengan mudah dilakukan perhitungan bersama faktor-faktor lain seperti

faktor jenis tanah (K). Contoh yang lain SIG digunakan dalam menghitung

faktor panjang lereng (L) menggunakan data panjang lereng hasil observasi

lapangan dan sangat tidak mungkin menghitung seluruh panjang lereng pada

setiap bentuk lereng di daerah tangkapan air, berbeda dengan faktor

kemiringan lereng (S) yang bisa diperoleh dengan mudah melalui data SIG

(Rahman, 2008:2).

Dengan memanfaatkan SIG, hasil dari perhitungan nilai erosi dapat

ditampilkan secara grafis dalam bentuk tampilan peta DTH. Tampilan grafis

tersebut dapat dilengkapi dengan berbagai info yang berkaitan dengan DTH

tersebut seperti nama jalan, nama suatu daerah, batas wilayah, luas wilayah,

dan berbagai data atribut lainnya. Untuk merubah dan memasukan sekaligus

menambah data masukan baru dari data-data USLE, SIG ini sangat mudah.

Terdapat beberapa yang menarik mengapa konsep SIG tersebut digunakan,

bahkan diberbagai disiplin ilmu dikarenakan kemampuan SIG untuk

menguraikan entitas yang ada di permukaan bumi pada format layer data

spasial. Dengan demikian permukaan tersebut dapat direkonstruksi kembali

atau dimodelkan dalam bentuk nyata dengan menggunakan data ketinggian

dan layer tematik termasuk hasil data-data USLE yang juga dapat disajikan

dalam bentuk layer sehingga erosi dapat ditampilkan dalam peta DTH.

26

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Data Penelitian

Data yang digunakan dalam penelitian ini melibatkan data-data yang

berhubungan langsung dengan proses terjadinya erosi tanah yaitu data curah

hujan, data jenis tanah, data kemiringan lereng dan data penutup lahan yang

tersebar di seluruh kawasan DTH Waduk Wadaslintang dan data hasil rekaman

sedimen Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008.

B. Variabel Penelitian

Berdasarkan data penelitian tersebut, maka untuk menentukan laju erosi

DTH Waduk Wadaslintang digunakan beberapa variabel penelitian diantaranya

adalah sebagai berikuit:

1. Kondisi tipe jenis tanah yang tersebar diseluruh DTH

2. Kondisi kelas kemiringan lereng yang terdapat diseluruh DTH

3. Kondisi kelas tipe penutup lahan diseluruh DTH tahun 2004 dan 2008

4. Kondisi kelas rata-rata curah hujan tahunan yang terjadi disekitar DTH

tahun 2004 dan 2008.

27

C. Sumber Data Penelitian

Data penelitian ini diperoleh dari berbagai sumber diantaranya adalah sebagai

berikut:

1. Peta jenis tanah Skala 1:300000 (Sumber: RTRW BAPEDA Kabupaten

Wonosobo tahun 2007)

2. Peta geologi Skala 1:300000 (Sumber: RTRW BAPEDA Kabupaten

Wonosobo tahun 2007)

3. Peta Sub-DAS Kabupaten Wonosobo 1:300000 (Sumber: RTRW BAPEDA

Kabupaten Wonosobo tahun 2007)

4. Peta kemiringan lereng Sub-DAS Kabupaten Wonosobo 1:300000 Skala

1:300000 (Sumber: RTRW BAPEDA Kabupaten Wonosobo tahun 2007)

5. Citra Landsat Provinsi Jawa Tengah (PAT 120/ROW 64) (Sumber http//:

www.usgsglovis.gov)

6. Peta Tata Guna lahan Skala 1:300000 (Sumber: RTRW BAPEDA

Kabupaten Wonosobo tahun 2007)

7. Setasiun penakar hujan atau BMKG Provinsi Jawa Tengah.

Berdasarkan sumber data diatas maka penelitian ini mengunakan jenis data

sekunder kondisi biogeofisik DTH Waduk Wadaslintang sedangkan data yang

diperlukan adalah sebagai berikut:

1. Data jenis tanah

2. Data kemiringan lereng

3. Data curah hujan tahun 2004 dan 2008

4. Data penutup lahan tahun 2004 dan 2008

28

D. Peralatan Penelitian

Adapun berbagai peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Perangkat Komputer

2. Software ER Mapper 7.0

3. Software ArcView 3.3

4. Software MS Ofice 2007

5. GPS (Global Positioning Syestem)

6. Pengukur berat sedimen (timbangan)

7. Alat pengukur volume sedimen 25cm2

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan teknik

dokumentasi, Perhitungan dan interpretasi. Dokumentasi adalah cara untuk

meperoleh informasi tampa terlibat langsung dilapangan, dokumentasi ini

dilakukan untuk mengumpulkan data-data penelitian diantaranya adalah data

citra Landsat 7 Pat 120/Row 64 tahun 2004 dan 2008, Peta Lereng Kabupaten

Wonosobo Skala 1:300000, Peta Jenis Tanah Kabupaten Wonosobo Skala

1:300000, Peta Batas Sub-DAS Kabupaten Wonosobo Skala 1:300000. Data

curah hujan yang diperoleh dari stasiun penakar hujan yang tersebar di sekitar

DTH Waduk Wadaslintang dan Data sedimentasi hasil pengukuran di dalam

Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008, adapun instansi penyedia sumber

data penelitian seperti: BAPPEDA Kabupaten Wonosobo, BPN Kabupaten

Wonosobo, Dit Jend PSDA BBWSSO Yogya Karta dan sebagainya.

29

1. Mengolah data curah hujan

Data curah hujan dari setasiun yang berada di sekitar DTH Waduk

Wadslintang belum diketahui nilai rata-rata curah hujannya, untuk

menentukan rata-rata curah hujan, data hujan di olah dengan cara (Thiessen

Polygon) kemudian disajikan dalam bentuk peta curah hujan.

Menghitung rata-rata curah hujan dengan cara Thiessen Polygon

melalui persamaan sebagai berikut:

= ∑ .∑dimana : P : Curah hujan rata-rata yang jatuh dalam DTH

Ai : Luas poligon pada stasiun i

Pi : Curah hujan pada stasiun ke i

∑ Ai : Luas DTH

Hasil perhitungan tersebut dikemas dalam sajian peta rata-rata curah

hujan DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008 yang diolah

menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3.

2. Interpretasi adalah teknik pengumpulan data dengan cara mendelineasi,

interpolasi, digitasi melalui Sistem Informasi Geografis (SIG) dan bjuga

bisa melalui teknik penginderaan jauh (Remote Sensing).

a. Interpretasi citra satelit Landsat 7 Pat 120/Row 64 untuk memperoleh

data penutup lahan DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008,

pada kanal band 753 dari masing-masing citra, kemudian ditentukan

melalui proses klasifikasi (Supervised) dengan di bantu dengan

menggunakan perangkat lunak ER Mapper 70.

30

b. Digitasi peta jenis tanah Kabupaten Wonosobo Skala 1:300000,

merupakan teknik untuk memperoleh informasi jenis tanah dan

menentukan nilai erosivitas tanah (K) pada DTH Waduk Wadaslintang

dengan menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3.

c. Digitasi peta kemiringan lereng Kabupaten Wonosobo Skala 1:300000

untuk memperoleh kelas kemiringan lereng dan menentukan nilai

panjang dan gardien kemiringan lereng (LS) DTH Waduk Wadaslintang

menggunakan perangkat lunak ArcView GIS 3.3

F. Analisis Data

Metode analisis dalam penelitian ini adalah menggunakan metode

gabungan antara Analisis overlay peta, Analisis USLE, Analisis perhitungan

laju erosi dengan Analisis tingkat erosi dan Uji validitas laju erosi, untuk lebih

jelasnya adalah sebagai berikut:

1. Overlay Peta

Overlay digunakan untuk menentukan besaran erosi tiap unit lahan

(Land Unit) di sekitar Daerah Tangkapan Hujan DTH Waduk Wadaslintang

yang berlangsung pada tahun 2004 dan 2008. Overlay adalah Metode

tumpang susun untuk mengklasifikasi data dengan cara otomatis melalui

aplikasi SIG dalam perangkat lunak ArcView GIS 3.3. Maksudnya adalah

melakukan overlay tumpang susun dengan menggabungkan beberapa

komponen biogeofisik seperti nilai erosivitas curah hujan (R), nilai

erosivitas tanah (K), nilai erosivitas panjang dan kemiringan lereng (LS) dan

nilai erosivitas kondisi penutup lahan dan faktor pengelolaan tanaman (CP).

31

hasil tumpang tindih (Overlapping) ke-empat faktor akan di peroleh peta

unit satuan lahan yang didalamnya mengandung unsur nilai besaran erosi

tiap unit satuan pemetaan (Land Unit) yang di peroleh melalui persamaan

USLE.

2. Analisis Universal Soil Loss Equation (USLE)

Analisis USLE digunkan untuk memperoleh nilai total erosi di sekitar

DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008. Telah dijelaskan dimuka

bahwa dalam menghitung laju erosi tanah digunakan pendekatan persamaan

Universal Soil Loss Equation (USLE) yang dikembangkan oleh Wischmeier

dan Smith (1978) dengan rumus sebagai berikut(Asdak, 2007):

[ A = R x K x L.S x C.P ]

Dimana :

A = perkiraan besarnya erosi jumlah (ton/ha/tahun)

R = faktor erosivitas hujan

K = faktor erodibilitas lahan

L.S = faktor panjang – kemiringan lereng

C = faktor tanaman penutup lahan atau pengelolaan tanaman

P = faktor tindakan konservasi lahan

Penentuan nilai erosivitas (R) dengan melihat keadaan curahujan yang

terjadi pada DTH Waduk Wadaslintang data hujan yang ada diambil rata-

ratanya dan nilai R dihitung dengan menggunakan ketentuan-ketentuan

yang pernah dilakukan oleh (Asdak, 2007). Telah dijabarkan dimuka pada

tinjauan pustaka, bahwa untuk menentukan faktor erodibilitas tanah (K)

32

dilakukan dengan melihat peta jenis tanah DTH Waduk Wadaslintang dan

untuk menentukan nilai (K) berpedoman pada Arsyad, (1989) dalam

(Sucipto, 2008).

Penentuan faktor panjang dan kemiringan lereng (LS) di tentukan

dengan melihat peta lereng DTH Waduk Wadaslintang maka dapat

diperoleh daerah sebaran tingkat kemiringan yang ditunjukan dalam satuan

(%), kemudian untuk mengetahui nilai (LS) berpedoman pada Asdak (1995)

dalam (Sucipto, 2008). Peta penutup lahan hasil interpretasi citra Landsat

dengan berpedoman pada peta Tata Guna Lahan dan peta Tata Guna Hutan

(RTRW) Kabupaten Wonosobo tahun 2007 sebagai dasar dalam

menentukan penutup lahan dan tindakan konservasi lahan (CP) pada DTH

Waduk Wadaslintang, sementara itu nilai (CP) diperoleh berdasarkan pada

ketentuan Asdak, 2007 dan Suripin, 2002 dalam (Sucipto, 2008).

3. Perhitungan Nilai Erosi

Perhitungan nilai erosi maksudnya adalah menjumlah hasil erosi dari

hasil perkalian antar variabel R, K, LS dan CP dalam rumus USLE di atas,

tujuanya adalah untuk memperoleh nilai erosi total DTH Waduk

Wadaslintang tahun 2004 dan 2008. Setelah dilakukan pernjumlahan dan

diperoleh nilai total, kemudian nilai total ersi dari masing-masing tahun

dibagi dengan luas DTH Waduk Wadaslintang, tujunaya adalah untuk

memperoleh nilai laju erosi tahun 2004 dan 2008 dalam satuan Ton/Ha/Th.

33

4. Klasifikasi Tingkat Erosi

Kalsifikasi tingkat erosi dilakukan pada nilai hasil perhitungan besaran

erosi dari hasil perkalian variabel R, K, LS dan CP yang berlangsung dalam

proses overlay masing-masing variabel atribut data USLE. Klasifikasi

merupakan proses pengelompokan data berdasarkan tipe dan tingkatanan

tertentu, dimana data-data hasil erosi yang memiliki karakter tertentu

dikelompokan pada kelas tertentu. Klasifikasi data nilai erosi dilakukan

dengan menggunakan ketentuan kelas erosi tanah (Suripin, 2002 dalam

Sucipto, 2008). Berdasarkan kalsifikasi tersebut akan dihasilkan peta tingkat

erosi tanah DTH waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008.

5. Uji Validitas Hasil Penelitian

Uji hasil penelitian digunakan untuk menentukan besarnya perbedaan

nilai hasil erosi berdasarkan perhitungan rumus USLE dengan hasil

pengukuran besaran erosi didalam Waduk Wadaslintang yang telah di ukur

dengan menggunakan teknologi Echo Shounder pada tahun 2004 dan 2008

oleh fihak pengelola waduk, sementara terdapat perbedaan dimana hasil

erosi USEL dinyatakan dalam satuan (Ton/Ha/Th) sedangkan hasil

pengukuran langsung dalam waduk dinyatakan dalam satuan meter kubik

(m3/Th).

Uji hasil penelitian ini perlu dilakukan konversi nilai satuan hasil erosi

dari hasil pengukuran langsung didalam waduk dengan ketentuan USLE

dengan cara merubah nilai satuan meter kubik (m3/Th) kedalam nilai satuan

berta (Ton/Ha/Th). Untuk menentukan hasil konversi nilai satuan dari meter

34

kubik (m3) kedalam satuan berat maka dilakukan dengan menimbang berat

sedimen pada sebuah tempat dengan ukuran 25 cm3, kemudian hasilnya

merupakan berat sedimen kering 25 cm3/kg, kemudian berat sedimen

tersebut digunakan untuk melakukan perhitungan nilai berat sedimen dalam

satuan m3/kg.

Selajutnya untuk menentukan berapa besar laju erosi DTH dari hasil

sedimen didalam waduk maka data hasil kaliberasi sedimen dalam satuan

m3/kg,Ton tersebut dibagi dengan luasnya Daerah Tangkapan Hujan Waduk

Wadaslintang dalam satuan Hektar (Ha) Dengan demikian nilai erosi hasil

pengukuran didalam waduk yang semula hanya diketahui dalam satuan m3

akan diketahui jumlahnya dalam satuan berat (Ton/Ha/Th).

Hasil uji validitas data tahun 2004 dan 2008 diatas akan diketahui

besarnya perbedaan nilai laju erosi hasil perhitungan menggunakan metode

USLE dengan hasil perhihitungan menggunakan data dari pengukuran hasil

erosi di dalam waduk Wadaslintang. Berdasarkan besarnya perbedaan nilai

laju erosi tersebut maka validitas data hasil perhitungan diatas dapat di

gunakan untuk melakukan pertimbangan-pertimbangan dalam pelaksanaan

perencanaan pembangunan.

Untuk lebih jelasnya mengenai alur pemikiran dalam pelaksanna

penelitian tentang perhitungan laju erosi DTH Waduk Wadaslintang tahun

2004 dan 2008 dengan menggunakan teknologi SIG secara singkat dari

masing-masing penjelasan diatas dapat di ringkas secara singakat dalam

diagram alir penelitian, kurang lebinya adalah sebagai berikut:

35

G. Tahapan Penelitian

Gambar 2. Diagram Tahapan Penelitian

Data Citra Landsat 7tahun 2004 dan 2008

Peta Penutup lahan2004 dan 2008

Peta TanahPeta Lereng Peta Curah Hujan2004 dan 2008

Peta Tingkat Erosi2004 dan 2008

Laju Erosi USLE2004 dan 2008

Uji validitasnilai erosi

START

Nilai (R)2004 dan 2008

Nilai (K)Nilai (LS)Nilai (CP)

2004 dan 2008

Peta Kemiringan Lereng KabupatenWonosobo Skala 1:300000

Data Curah Hujantahun 2004 dan 2008

Peta Jenis Tanah KabupatenWonosobo Skala 1:300000

Digitasi peta menggunakansoftware ArcView Gis 3.3

Digitasi peta menggunakansoftware ArcView Gis 3.3

Interpretasi Citra menggunakansoftware ErMaper 70

Analisis Poligon Thiessendengan software ArcViewGis 3.3

MENGUMPULKAN DATA PENELITIAN

Kesimpulan

FINISH

Penyusunan Laporan

Penimbangan hasilerosi di lapangan

Data Laju erosi wadukpengukuran 2004 dan 2008

Nilai Erosi Unit LahanTahun 2004 dan 2008

Analisis USLE

Overlay

Klasifikasitingkat erosi

Perhitungannilai erosi

36

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Bab ini mengungkap tentang hasil penelitian yang meliputi gambaran

umum daerah penelitian dan hasil perhitungan erosi pada Daerah Tangkapan

Huajn DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004 dan 2008.

1. Gambaran Umum Daerah Penelitian

a. Letak, Luas, Batas Wilayah

Berdasarkan pembagian wilayah dalam administrasi pemerintah, DTH

waduk Wadaslintang berada di wliayah pemerintahan Kabupaten Wonosobo

yang menempati tiga wilayah administrasi pemerintah kecamatan sebagian

besar meliputi, Kecamatan Kaliwiro, Kecamatan Wadaslintang, dan

sebagian kecil menempati wilayah Kecamatan Selomerto. Secara astronomi

DTH waduk Wadaslintang terletak diantara 70 26’ 33’’ LS - 70 36’ 40” LS

dan 1090 47’ 07’’ BT – 1090 51’ 19’’ BT.

Berdasarkan penelusuran kartografis, keseluruhan DTH menempati area

seluas (19198,05 H), pada administrasi Kecamatan Kliwiro seluas

(7546,432 H), Kecamatan Wadaslintang seluas (11643,023 H) dan sisanya

(8,596 H) masuk dalam Kecamatan Selomerto, untuk lebih jelasnya

disajikan dalam Gambar 3 sebagai berikut:

37

Gambar 3. Peta administrai DTH waduk Wadaslintang

38

b. Curah Hujan dan Iklim

Kondisi iklim DTH waduk Wadaslintang ditentukan melalui data

hujan tiap setasiun pada tahun 1992-2008, kemudian berdasarkan data

hujan tersebut iklim ditentukan berdasarkan pada teori klasifikasi iklim

Schmidt dan Ferguson melalui persamaan sebagai berikut:

= −− %Schmidt-Ferguson membagi tipe hujan di Indonesia menjadi delapan

tipe iklim, seperti dapat dilihat pada Tabel 6 sebagai berikut.

Tabel 5. Tipe Iklim Berdasarkan Curah Hujan Menurut Schmidt-Ferguson.

No Tipe Iklim Nilai Q Keterangan1. Tipe iklim A 0%≤ Q ,< 14,3% Bulan sangat basah, hutan

hujan tropis2. Tipe iklim B 14,3%≤Q<33,3% Basah, hutan hujan tropis3. Tipe iklim C 33,3%≤ Q<60% Agak Basah, hutan musim4. Tipe iklim D 60%≤Q<100% Sedang, hutan musim5. Tipe iklim E 100%≤Q<167% Agak kering, terdapat hutan

belantara6. Tipe iklim F 167%≤Q<300% Kering, ilalang7. Tipe iklim G 300%≤Q<700% Sangat Kering8. Tipe iklim H ≤700% ≤Q Luar biasa Kering

Sumber: Meteorologi dan Klimatologi (Tukidi, 2004:15)

39

Tabel 6. Data Curah hujan DTH Waduk Wadaslintang Menurut Wilayah

Setasiun Hujan Tahun 1992-2008.

TH(Year)

Setasiun Bulan (Mounth)1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1992Selomerto 264 300 310 537 291 300 45 44 144 8 343 749Kaliwiro 534 448 727 497 213 219 2 43 0 15 556 538Wadaslintang 543 445 757 488 146 168 0 2 0 46 514 719

1993 Selomerto 616 169 135 124 82 52 0 0 0 75 271 392Kaliwiro 489 458 683 418 69 18 0 190 0 75 419 433Wadaslintang 365 362 722 324 100 5 0 0 0 34 363 503

1994 Selomerto 452 725 870 511 317 181 52 0 0 116 996 449Kaliwiro 547 776 465 343 194 135 156 0 0 205 720 334Wadaslintang 449 722 572 270 213 211 123 0 0 467 1086 339

1995 Selomerto 560 741 183 353 90 43 31 93 18 0 505 352Kaliwiro 388 575 0 424 23 97 0 0 0 663 159 317Wadaslintang 628 624 452 203 66 117 68 0 7 908 884 380

1996Selomerto 292 209 132 153 184 0 0 0 0 88 106 402Kaliwiro 359 506 635 65 40 0 0 0 0 0 33 415Wadaslintang 274 465 162 222 166 31 0 0 0 0 168 409

1997 Selomerto 96 1074 546 686 318 480 247 247 150 375 534 364Kaliwiro 385 589 650 748 218 427 213 31 197 477 527 512Wadaslintang 262 583 600 911 177 448 246 115 168 751 582 511

1998 Selomerto 404 418 295 504 228 139 47 0 18 617 578 771Kaliwiro 653 620 382 413 154 51 0 28 0 355 640 519Wadaslintang 826 333 0 330 228 14 0 26 37 288 702 529

1999 Selomerto 528 472 366 617 368 168 84 45 83 190 651 507Kaliwiro 479 407 0 368 146 0 0 31 0 0 493 396Wadaslintang 445 387 739 381 287 113 24 5 42 470 0 400

2000Selomerto 668 385 452 399 132 0 0 0 0 0 454 290Kaliwiro 500 369 914 227 107 67 0 0 0 548 466 175Wadaslintang 503 380 699 0 141 171 206 0 7 1076 857 279

2001 Selomerto 287 187 663 412 132 66 0 4 21 0 611 942Kaliwiro 249 111 396 132 34 20 0 0 0 0 383 408Wadaslintang 383 115 543 233 102 0 0 0 72 7 956 1064

TotalBulan basah 29 30 27 28 25 14 6 3 4 15 28 30Bulan kering 0 0 3 1 2 13 22 26 25 12 2 0Bulan lemban 1 0 0 1 3 3 2 1 1 3 0 0Jumlah bulan basah = 239. Jumlah bulan kering = 106

2004Selomerto 277 320 350 433 135 273 70 37 145 106 208 791Kaliwiro 409 511 469 273 46 160 128 0 197 292 176 954Wadaslintang 0 597 284 274 52 144 106 94 229 179 306 778

2008Selomerto 812 513 415 464 117 113 29 0 3 228 418 245Kaliwiro 699 414 632 525 417 63 8 0 44 187 497 141Wadaslintang 725 430 0 0 0 28 18 0 30 17 384 0

Sumber: Data curah hujan Kabupaten Wonosobo tahun 1992-2008

40

Berdasarkan data hujan diatas maka dapat diketahui banyaknya bulan

basah dan bulan kering sebagai syarat perhitungan iklim. Bulan basah

adalah bulan dengan curah hujan diatas 100 mm atau curah hujan lebih

besar daripada penguapan. Bulan kering adalah suatu bulan dimana curah

hujan lebih kecil daripada 60 mm. Curah hujan lebih kecil daripada

penguapan. Bulan lembab adalah suatu bulan pada kondisi curah hujan lebih

besar dari 60 mm tetapi lebih kecil dari 100 mm. Curah hujan sama dengan

penguapan (Tukidi 2004). Hasil perhitungan diperoleh bulan basah

sebanyak 239 dan bulan kering sebanyak 106 sehingga DTH waduk

Wadaslintang memiliki nilai Q sebesar 0,44 %. Nilai Q sebesar 0,44%

mengindikasikan bahwa DTH waduk Wadaslintang memiliki iklim tipe A

(Sangat Basah) hutan hujan tropis.

c. Kondisi Geologi dan Jenis Tanah

Berdasarkan peta geologi Kabupaten Wonosobo Lampiran 5 Gambar

17, geologi DTH waduk Wadaslintang digolongkan kedalam 6 (enam)

formasi geologi yaitu: formasi Halang seluas 54,69 H, pada formasi tersebut

merupakan daerah berbatu lempung, serpih dan batu pasir. Formasi

Waturondo seluas 463,25 H, pada formasi tersebut merupakan daerah

Breksi, batu pasir dan lava. Formasi Ligung seluas 431,44 H, pada formasi

tersebut merupakan daerah Breksi dan Tuva. Formasi Peniron seluas 365,09

H, pada formasi tersebut merupakan daerah Breksi dan Tuva. Formasi

Penosogan seluas 465,96 H, pada formasi tersebut merupakan daerah Napal,

Tuva dan Batu pasir.

41

Berdasarkan peta jenis tanah Kabupaten Wonosobo Lampiran 6

Gambar 18, jenis tanah yang terdapat pada DTH waduk Wadaslintang

didefinisikan kedalam tiga tipe jenis tanah dan secara umum didominasi

oleh komplek tanah Latosol Merah Kekuningan, Latosol Coklat, Podsolik

Merah Kekuningan, dan Litosol pada area lahan seluas 949,71 H, kemudian

jenis tanah Latosol Coklat Tua Kemerahan seluas 686,47 H, dan komplek

jenis tanah Podsolik Merah Kekuningan, Regosol seluas 147,40 H.

d. Kondisi Hidrologi (Jaringan Sungai)

Berdasarkan kondisi hidrologi saluran-saluran sungai pada DTH waduk

Wadaslintang saling berkesinambungan dari daerah hulu menuju daerah

hilir dan menyatu bermuara kedalam bangunan waduk Wadaslintang

dengan membentuk pola aliran (Drainage Pattren) menyerupai bentuk

cabang ranting pohon (dendritic pattren). Pola tersebut bila dikaitkan

dengan sistem aliran sungai (drainage system) dapat mempercepat gerakan

limpasan air dan mempermudah terjadinya erosi tanah pada DTH waduk

Wadaslintang.

e. Kemiringan Lereng

Berdasarkan peta kemiringan lereng Lampiran 7 Gambar 19. DTH

waduk Wadaslintang dibagi menjadi 5 (lima) kelas kemiringan, yaitu: kelas

kemiringan 0-8 % merupakan daerah landai, kelas kemiringan 8-15%

merupakan daerah berlereng agak curam, kelas kemiringan 15-25%

42

merupakan daerah berlereng curam, kelas kemiringan 25-40% merupakan

daerah berlereng terjal, sedangakan kelas kemiringan >40% merupakan

daerah berlereng sangat terjal.

f. Kondisi Penutup Lahan (Land Cover)

Penutup lahan DTH Waduk Wadaslintang berdasarkan hasil interpretasi

citra Landsat 7 tahun 2004 dan 2008 digolongkan pada 7 jenis tipe penutup

lahan diantaranya: Hutan, Kebun campuran, Persawaha, Semak/Belukar,

Lahan Terbuka, Permukiman dan Tubuh Air Lampiran 8-9 Gambar 20-21.

Hutan pada DTH Waduk Wadaslintang berdasarkan peta Kawasan Hutan

(RTRW) Kabupaten Wonosobo tahun 2007, merupakan hutan produksi

terbatas yaitu dengan penerapan sistem tanam dan tebang pilih.

Kebun campuran DTH Waduk Wadaslintang berdasarkan peta

Tanaman Lahan Kering (RTRW) Kabupaten Wonosobo tahun 2007,

diartikan sebagai kebun pertanian lahan kering campuran (RTRW

Kabupaten Wonosobo, 2007). Kondisi penutup lahan DTH Waduk

Wadaslintang memiliki kecenderungan sering terjadi konversian lahan

berhutan menjadi kawasan budidaya non hutan, untuk lebih jelasnya

disajikan pada Tabel 7 sebagi berikut:

43

Tabel 7. Kondisi Penutup Lahan (Land Cover) DTH Waduk WadaslintangTahun 2004 dan 2008.

Sumber. Hasil Identifikasi Penutup Lahan tahun 2004 dan 2008.

Berdasarkan Tabel 7, bahwa dari tahun 2004-2008 terjadi perubahan

luas tipe penutup lahan seperti areal pemukiman mengalami peningkatan

sebesar 216,07 hektar, sedangkan areal hutan mengalami penurunan sebesar

675,58 hektar, sehingga meningkatkan areal lahan terbuka sebesar 308,97

hektar, sementara kebun pertanian campuran meningkat sebesar 1.045,37

hektar, areal semak-semak mengalami peningkatan sebesar 661,97 hektar,

areal persawahan meningkat sebesar 82,26 hektar dan kenampakan tubuh air

seperti waduk, rawa, dan sungai mengalami penurunan sebesar 257,22

hektar.

Kondisi Penutup Lahan DTH Waduk

Wadaslintang

No Jenis 2004 2008

1 Hutan 2988,58 2313,00

2 Kebun 8193,01 9238,383 Semak-semak 2564,32 3226,294 sawah 740,58 822,845 Tubuh air 951,39 694,176 Tanah terbuka 1531,48 1222,517 pemukiman 811,46 1027,53

44

2. Laju Erosi DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008

Laju besaran erosi DTH waduk Wadaslintang diketahui melalui

persamaan Universal Soil Lose Equations (USLE). Persamaan USLE

mengunakan variabel hujan (R), tanah (K), kemiringan dan panjang lereng

(LS) dan penutup lahan (CP), selanjutnya masing-masing variabel tersebut

dilakukan penilaian dan perhitungan menggunakan persamaan sebagai

berikut:

USLE { A= RxKxLSxCP}.

a. Nilai erosivitas (R)

Nilai erosivitas hujan merupakan kemampuan air hujan sebagai

penyebab terjadinya erosi yang bersumber dari laju dan distribusi tetesan

air hujan, dimana keduanya mempengaruhi besarnya energi kinetik air

hujan. Nilai erosivitas diketahui melalui data hujan DTH waduk

Wadaslintang tahun 2004 dan 2008 yang tersebar di beberapa setasiun,

kemudian dilakukan perhitungan dengan menggunakan rumus:

R = ∑ /100 rumus tersebut digunakan untuk menentukan nilai

R rata-rata dalam satu tahun, sedangkan dalam penelitian ini R adalah nilai

kejadian erosivitas pada tahun 2004 bukan nilai rata-rata sehingga

dilakukan modivikasi rumus tersebut menjadi: R = sedangkan EI

proporsional dengan total curah hujan tahunan. Sebagai contoh

perhitungan digunakan data hujan total tahun 2004 dari stasiun pencatat

hujan Kecamatan Alian adalah sebagai berikut:

45

R = 3443/100 1 = 34,43 jadi nilai R pada setasiun pencatat hujan

Kecamatan Alian adalah sebesar 34,43. Nilai erosivitas (R) dari hasil

perhitungan pada masing-masing setasiun hujan yang ada didalam DTH

waduk wadaslintang adalah sebagai berikut:

Tabel 8. Hasil perhitungan erosivitas hujan DTH 2004-2008.

SetasiunHujan

Tahun 2004 Tahun 2008C h Hari R C h Hari R

Alian 3443 101 34.43 2103 98 21,03Kaliwiro 3300 137 33.00 2521 137 25,21Sadang 3834 135 38.34 2774 113 27,74Sapuran 3753 144 37.53 2818 139 28,18Wadaslintang 2989 80 29.89 3305 142 33,05

Sumber: Data Curah Hujan Kabupaten Wonosobo, Purworejo danKebumen Tahun 2004 dan 2008.

b. Nilai erodibilitas tanah / nilai ketahanan tanah (K)

Nilai tingkat erodibilitas tanah pada DTH waduk Wadaslintang

mengacu pada Tabel 1, tentang perkiraan besarnya nilai K untuk beberapa

jenis tanah Asdak, (1995) dalam (CRMP, 2002), kemudian diterapkan

kedalam peta jenis tanah DTH waduk Wadaslintang bahwa didalamnya

terdapat tiga tipe jenis tanah yaitu jenis tanah Latosol Merah Kuning

mengandung nilai (K) 0,26 kemudian jenis tanah podzolik merah kuning

0,32 dan jenis tanah Latosol coklat merah tua 0,23.

c. Panjang dan Gradien Kemiringan Lereng (LS)

Nilai LS yaitu mengacu pada penentuan nilai LS dari (Asdak, 1995)

dalam (Repository USU, 2011). Hasilnya kemudian diterapkan pada peta

kemiringan lereng DTH waduk Wadaslintang Lampiran 7 Gambar 19,

bahwa didalam DTH terdiri dari lima tipe kemiringan yang msing-masing

46

tersebar diberbagai ketinggian pada wilayah yang berbeda sehingga nilai

LS secara keseluruhan disajikan dalam Tabel 9 sebagai berikut:

Tabel 9. Nilai LS DTH Waduk Wadaslintang.

No Kemiringan Keterangan Nilai LS1 0% - 8% Landai 0,42 8% - 15% Agak Curam 1,43 15% - 25% Curam 3,14 25% - 40% Terjal 6,85 >40% Sangat Terjal 9,5

Sumber: Asdak, 1995 dalam (Repository USU, 2011:30)

d. Faktor penutup lahan dan pengelolaan lahan (CP)

Nilai CP DTH waduk Wadaslintang diperoleh dengan menggunakan

ketentuan dari Asdak, (2007) dan Suripin, (2002) dalam (Sucipto, 2008),

kemudian diterapkan pada kondisi penutup lahan tahun 2004 dan 2008

dengan mengacu pada peta Tata Guna Lahan DTH waduk Wadaslintang

tahun 2007.

Nilai CP untuk tipe jenis hutan produksi dengan sistem tebang pilih

sebesar 0,200, kemudian kebun - pekarangan sebesar 0,200, tanah terbuka

sebesar 1,000, sawah irigasi sebesar 0,020, kebun campuran kerapatan

sedang sebesar 0,300 sedangkan rawa atau waduk sebesar 0,001.

Berdasarkan variabel USLE yaitu RKLSCP masing-masing diatas

selanjutnya di overlay dan dilakukan perhitungan dengan cara mengalikan

keseluruan variabel pada masing-masing tahun Lampiran 2 Tabel 11 dan

12, sehingga diperoleh data besaran erosi tiap unit satuan lahan. Hasil

penjumlahan besaran erosi tiap unit satuan lahan merupakan nilai total

besaran erosi yang terjadi pada DTH seluas 19198,05 Ha terhitung pada

47

tahun 2004 dan 2008. Total besarnya erosi yang telah terjadi pada tahun

2004 adalah sebesar 2.452,93 Ton, sedangkan erosi yang terjadi pada

tahun 2008 haya sebesar 1.419,47 Ton.

Berdasarkan jumlah total erosi diatas maka dapat dihitung laju erosi

DTH Waduk Wadaslintang pada tahun 2004 dan 2008 dengan cara sebagai

berikut:

Laju Erosi =∑ ( ) ( )

Diketahui :

Erosi total tahun 2004 = 2.452,93 Ton

Erosi total tahun 2008 = 1.419,47 Ton

Luas keseluruhan DTH = 19198,05 Ha

Ditanyakan : Berapakah laju erosi DTH Waduk Wadaslintang tahun 2004

dan 2008 ?

Dijawab :

Laju Erosi tahun 2004 =∑2.452,93 ( ) 19198,05 ( )

= 0,12 Ton/Ha.

Laju Erosi tahun 2008 =∑1.419,47 ( ) 19198,05 ( )

= 0,07 Ton/Ha.

48

3. Tingkat Erosi DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2004 dan 2008

Berdasarkan hasil perhitungan besaran erosi tiap unit satuan lahan

tersebut diatas selanjutnya dilakukan klasifikasi tingkat erosi yang dilakukan

dengan ketentuan kelas erosi tanah Suripin (2002) dalam (Sucipto, 2008:27).

Hasilnya disajikan dalam peta tingkat erosi DTH waduk Wadaslintang tahun

2004 dan 2008 Lampiran 10-11 Gambar 22-23, dan secara singkat dapat

disajikan dalam Tabel 10 sebagai berikut:

Tabel 10. Tingkat Erosi DTH Waduk Wadslintang Tahun 2004 dan 2008.

No Tahun TingkatErosi

Luas (H)

1 2004 SangatRingan

5102,415

Ringan 12131,277Sedang 431,798Berat 87,280Sangat Berat 1,264

2 2008 SangatRingan

6906,736

Ringan 11310,965Sedang 258,304Berat 40,022

Sumber: Hasil Klasifikasi Tingkat Erosi DTH tahun 2004 dan 2008

B. Uji Validitas Hasil Penelitian

Uji validitas hasil penelitian perlu dilakukan karena hasil penelitian dapat

digunakan sebagai pertimbangan dalam menentukan suatu kebijakan terkait

dengan masalha perencanaan upaya penanggulangan daerah rawan erosi

sekaligus perencanaan pembangunan secara menyeluruh yang lokasi

pelaksanaannya berada disekitar DTH waduk Wadaslintang.

49

Berdasarkan hasil perhitungan laju erosi mengunakan metode empiris

dengan menerapkan rumus USLE diatas, diketahui bahwa jumlah erosi pada

tahun 2004 sebesar 2.452,93 Ton dan laju erosi mencapai 0,12 Ton/Ha/Th

sedangkan pada tahun 2008 jumlah erosi sebesar 1.419,47 Ton dan laju erosi

mencapai 0,07 Ton/Ha/Th dengan masing-masing erosi berada didalam DTH

seluas 19198,05 Hektar.

Untuk menguji hasil perhitungan erosi dari metode empiris melalui

persamaan USLE diatas, maka dilakukan pengecekan dengan menggunakan

data pengukuran hasil erosi didalam Waduk Wadaslintang pada periode 1993-

2004 yang berlangsung selama 11 tahun, dan juga digunakan hasil pengukuran

pada periode 2004-2008 selama 4 tahun. Diketahui bahwa hasil pengukuran

laju erosi di dalam waduk pada periode 1993-2004 sebesar 1.923.812,09 m3

selama 11 tahun, sementara hasil pengukuran laju erosi periode 2004-2008

sebesar 711.247,34 m3 selama 4 tahun (Bina, 2008:25).

Berdasarkan besarnya laju erosi diatas baik yang diperoleh melalui

perhitungan secara empiris maupun data hasil pengukuran tampak

menggunakan nilai satuan yang berbeda, diketahui bahwa perhitungan empiris

dari penenrapan rumus USLE hasil perhitungan eroisi dinyatakan dalam satuan

berat (Ton,/Ha/Th), sementara hasil perhitungan erosi di lapangan

menggunakan satuan volume (m3) sehingga perlu dilakukan konversi nilai

satuan, yaitu merubah nilai satuan volume kedalam satuan berat (m3 ke Ton/

Ha/Th).

50

Sebelumnya dilakukan pengambilan tanah hasil erosi di sekitar DTH

Waduk Wadaslintang, sebagai acuan dalam melakukan konversi nilai satuan

m3 kedalam Ton, yaitu dengan cara sebagai berikut:

1. Mengambil tanah hasil erosi, kemudian dikeringkan menggunakan oven

pada suhu 115o celcius selama 12 jam atau hingga tanah dalam kondisi

kering.

2. Megukur volume tanah hasil erosi dengan kaleng ukuran 25 cm3

3. Menimbang tanah kering hasil erosi dalam ukuran volume tersebut, dan

telah diketahui bahwa setiap 25 cm3 tanah kering memiliki berat sebayak

10,5 kg.

4. Merubah ukuran volume cm3 kedalam satuan m3 kemudian hasilnya

diketahui bahwa setiap 1 m3 terdapat 16 kaleng ukuran 25 cm3, artinya

dalam 1m3 = 16 x 10,5 kg tanah kering hasil erosi, maka hasilnya = 168 kg

atau 1,68 Kwintal / 1m3 tanah hasil erosi.

Hasil dari perhitungan berat tanah kering hasil erosi tersebut digunakan

sebagai nilai baku untuk mengetahui berapa jumlah berat erosi dari masing-

masing periode yang diperoleh melalui pengukuran didalam waduk, kemudian

akan diperoleh hasil erosi dalam satuan berat (Ton) kemudian dibagi dengan

luas DTH (Ha) sebagai berikut:

Menghitung laju erosi tanah hasil pengukuran didalam waduk periode

tahun 1993-2004 dan periode 2004-2008.1993 − 2004 = 1.923.812,09 m3 x 168 kg= 323.200.431,12 kg / 1.000

51

= 323.200,43 Ton / 19198,05 Ha (Luas DTH)

= 16,83 Ton selama 11 tahun

= 1,53 Ton/Ha /Th

2004 − 2008 = 711.247,34 m3 x 168 kg= 119.489.553,12 kg / 1.000

= 119.489,55 Ton / 19198,05 Ha (Luas DTH)

= 6,22 Ton selama 4 tahun

= 1,55 Ton/Ha/Th

Berdasarkan perhitungan diatas, bahwa hasil erosi dengan cara empiris

melalui persamaan USLE baik tahun 2004 dan 2008 memiliki nilai yang lebih

kecil yaitu 0,12 Ton/Ha/Th dan 0,07 Ton/Ha/Th sedangkan hasil pengukuran

didalam waduk lebih besar yaitu mencapai 1,53 Ton/Ha/Th dan 1,55

Ton/Ha/Th.

C. Pembahasan

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, nilai total besaran erosi DTH waduk

Wadaslintang tahun 2004 adalah sebesar 2.452,93 Ton dengan laju erosi

mencapai 0,12 Ton/HaTh sehingga terdapat kelas erosi sedang 431,798 Ha,

berat 87,280 Ha dan sangat berat1,264 Ha. Timbulnya laju erosi tersebut di

karenakan pada tahun 2004 DTH Waduk Wadaslintang telah mengalami

kondisi biofisik sebagai berikut:

1) Kondisi curah hujan yang tercatat dalam lima buah setasiun hujan di

sekitarnya pada tahun 2004 berkisar antara 2989-3834 mm dan berdasarkan

perhitungan nilai R menurut (Asdak, 2007), menghasilkan nilai erosivitas

52

hujan R antara 29,89-38,34 yang tersebar dalam lima zona wilayah

jangkauan setasiun hujan.

2) Nilai erodibilitas tanah (K) antar (0.23-0.32) tersebar dalam tiga wilayah

tipe jenis tanah yaitu tanah Latosol Merah Kuning, podzolik merah kuning,

litosol merah coklat menurut Asdak, 1995 dalam (CRMP, 2002).

3) Nilai panjang dan gardien kemiringan LS antar (0,4-95), tersebar pada lima

wilayah kemiringan mulai (0%-40%) seperti pada Tabel 9.

4) Nilai tipe penutup lahan (CP) relatif sama dalam kondisi luas tipe penutup

lahan yang berkembang untuk tipe jenis hutan produksi dengan sistem

tebang pilih sebesar 0,200, kemudian kebun - pekarangan sebesar 0,200,

tanah terbuka sebesar 1,000, sawah irigasi sebesar 0,020, kebun campuran

kerapatan sedang sebesar 0,300 sedangkan rawa atau waduk sebesar 0,001.

Pada tahun 2008 laju erosi sedikit berbeda, bahwa nilai total besaran erosi

haya mencapai 1.419,47 Ton dengan laju erosi mencapai 0,07 Ton/Ha/Th

sehingga haya terdapat kelas erosi sedang 258,304 Ha dan berat 40,022 Ha.

Timbulnya gejala laju erosi tersebut dikarenakan tahun 2008 DTH Waduk

Wadaslintang telah mengalami kondisi biofisik sebagai berikut:

1) Kondisi curahujan yang tercatat dalam lima buah setasiun hujan di

sekitarnya pada tahun 2008 berkisar antara 2103-3305 mm dan berdasarkan

perhitungan nilai R menurut (Asdak, 2007), menghasilkan nilai erosivitas

hujan R antara 21,03-33,05 yang tersebar dalam lima zona wilayah

jangkauan setasiun hujan.

53

2) Nilai erodibilitas tanah (K) antar (0.23-0.32) tersebar dalam tiga wilayah

tipe jenis tanah yaitu tanah Latosol Merah Kuning, podzolik merah kuning,

litosol merah coklat menurut Asdak, 1995 dalam (CRMP, 2002).

3) Nilai panjang dan gardien kemiringan LS antar (0,4-95), tersebar pada lima

wilayah kemiringan mulai (0%-40%).

4) Nilai tipe penutup lahan (CP) relatif sama dalam kondisi luas tipe penutup

lahan yang berkembang untuk tipe jenis hutan produksi dengan sistem

tebang pilih sebesar 0,200, kemudian kebun - pekarangan sebesar 0,200,

tanah terbuka sebesar 1,000, sawah irigasi sebesar 0,020, kebun campuran

kerapatan sedang sebesar 0,300 sedangkan rawa atau waduk sebesar 0,001.

Dari penjelasan diatas, bahwa laju erosi pada tahun 2004 cenderung lebih

besar mencapai 0,12 Ton/Ha, dibanding laju erosi yang terjadi pada tahun

2008 yang tampak lebih kecil hanya mencapai 0,07 Ton/Ha. Tampaknya

kondisi erosi yang demikian ini dipengaruhi oleh perubahan kondisi biofisik

yang cukup dinamis seperti yang telah dijabarkan di atas.

Kondisi biofisik DTH ditinjau dari segi banyaknya curah hujan dan pola

sebaranya, perubahan penutup lahan dengan pola pemanfaatanya, juga kondisi

fisiografis yang terdapat di sekitar DTH secara umum dapat memicu proses

terjadinya erosi, meskipun terdapat beberapa faktor yang memiliki

perkembangan relatif lambat misalnya kondisi jenis tanah, sedangkan kondisi

jaringan dan pola aliran sungai yang ada disekitarnya berperan besar terhadap

terjadinya proses erosi tanah.

54

Mengenai permasalahan yang diambil dalam penelitian ini tentang

berapakah erosi yang terjadi di daerah tangkapan hujan DTH waduk

Wadaslintang tahun 2004 dan 2008 telah menemukan jawabanya, yaitu erosi

yang terjadi pada tahun 2004 adalah sebesar 2.452,93 Ton dengan memiliki

laju erosi sebesar 0,12 Ton/Ha/Th, sementara erosi yang terjadi pada tahun

2008 adalah 1.419,47 Ton dengan laju erosi sebesar 0,07 Ton/Ha/Th.

Hasil uji validitas data perhitungan hasil erosi dengan menggunakan data

pengukuran waduk secara langsung menunjukan bahwa laju erosi yang terjadi

didalam waduk cenderung lebih besar yaitu mencapai 1,53 Ton/Ha/Th dan 1,55

Ton/Ha/Th pada tahun 2004 dan 2008. Sementara hasil perhitungan secara

empiris dengan menggunakan persamaan USLE hasil erosi didalam DTH

Waduk Wadaslintang jauh lebih kecil yaitu 0,12 Ton/Ha/Th dan 0,07

Ton/Ha/Th pada tahun 2004 dan 2008. Perbedaan selisih nilai pada tahun 2004

mencapai 1,41 Ton/Ha/Th sedangkan pada tahun 2008 memiliki beda selisih

sebesar 1,48 Ton/Ha/Th. Besarnya nilai selisih tersebut dirasa masih dalam

batas toleransi yang wajar selama hasil erosi tidak melebihi laju pembentukan

tanah didalam DTH Waduk Wadaslintang.

55

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dimuka dapat disimpulkan

bahwa pada tahun 2004 telah terjadi erosi yang cukup besar dengan nilai erosi

sebesar 2.452,93 Ton dengan laju erosi mencapai 0,12 Ton/Ha/Th, sedangkan

pada tahun 2008 jumla erosi lebih kecil yaitu sebesar 1.419,47 Ton pada laju

erosi 0,07 Ton/Ha/Ha, secara umum laju erosi tersebut menghasilkan tingkat

erosi mulai dari sangat ringan hingga sangat berat yang tersebar dalam area

seluas 19198,05 Ha.

Hasil uji validitas data menunjukan terdapat perbedaan antar laju erosi

yang terjadi didalam waduk pada tahun 2004 dan 2008 yaitu cenderung lebih

besar mencapai 1,53 Ton/Ha/Th dan 1,55 Ton/Ha/Th, dibandingkan dengan

hasil perhitungan persamaan USLE hasil erosi didalam DTH Waduk

Wadaslintang tahun 2004 dan 2008 jauh lebih kecil yaitu sebesar 0,12

Ton/Ha/Th dan 0,07 Ton/Ha/Th. Selisih antar hasil erosi didalam waduk

dengan hasil perhitungan USLE disekitar DTH pada tahun 2004 mencapai 1,41

Ton/Ha/Th, sedangkan pada tahun 2008 memiliki beda selisih sebesar 1,48

Ton/Ha/Th. Besarnya nilai selisih tersebut dirasa masih dalam batas toleransi

yang wajar selama hasil erosi tidak melebihi laju pembentukan tanah didalam

DTH Waduk Wadaslintang.

56

B. Saran

1. Mengingat besarnya laju erosi dan meningkatnya luas area wilayah tererosi

denga predikat sangat berat pada DTH waduk Wadaslintang dari tahun

2004 dan 2008, dikhawatirkan dapat mengakibatkan pendangkalan waduk

Wadaslintang yang berdampak pada waktu oprasional waduk yang tidak

lama, untuk itu perlu diadakan rehabilitasi lahan disekitar sekitar wilayah

DTH waduk Wadaslintang kususnya pada wialayah yang memiliki tingkat

erosi mulai dari sedang hingga sangat berat

2. Diperlukan dukungan pemerintah disekitar Kabupaten Wonosobo dan

Kabupaten Kebumen dalam upaya pengendalian laju erosi tanah disekitar

DTH waduk Wadaslintang baik dalam bidang pendanaan maupun

perangkat kebijakan peratuaran daerah (PERDA).

3. Sebaiknya dalam proses penanggulangan laju erosi dan rehabilitasi lahan

tererosi disekitar DTH waduk Wadaslintang dilakukan berdasarkan pada

wilayah yang mengalami erosi pada tingkat yang berat terlebih dahulu agar

hasil penanganan benar-benar dapat evektiv dan efisien.

4. Meninjau bahwa waduk Wadaslintang memiliki potensi yang sangat besar

terhadap keberlangsungan energi listrik dan sarana irigasi bagi wilayah

disekitarnya kemudian baik keuntungan dan kerugian yang muncul tidak

hanya dinikmati oleh salah satu wilayah saja, maka diharuskan dalam

penanggulangan laju erosi pada DTH waduk Wadaslintang melibatkan

segenap masyarakat dan melalui prosedur yang benar-benar terpadu.

57

DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C. 2007. Hidrologi dan Pengendalian Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta:

Gadjah Mada University Press.

Budiyanto Eko. 2002. Sistem Informasi Geografis Menggunakan ArcView GIS:

Yogyakarta: Andi.

Bina, Consultant. 2008. Laporan Pengukuran Echosounding Waduk

Wadaslintang. Yogyakarta: Ditjen SDA BWSSO.

___ ___2008. Ringkasan Kerangka Acuan Kerja (RKA), disajikan dalam

presentasi RMK Waduk Wadaslintang. Yogyakarta: Ditjen SDA BWSSO

CRMP, Kelompok Kerja Erosi Sedimentasi. 2002. Kajian Erosi dan Sedimentasi

Pada DAS Teluk Balikpapan Kalimantan Timur. Laporan Teknis Proyek

Pesisir. Jakarta: TE-02/13-I, CRC/URI.

Fahmudin, Agus. 2004. Dampak Hidrologi Hutan Agroforestry Pertanian Lahan

Kering Sebagai Dasar Pemberian Imbalan Kepada Penghasil Jasa

Lingkungan di Indonesia. Prosiding Lokakarya. Padang, Sumatra Barat,

Indonesia: Penerbit World Agroforestry Center (ICRAFT).

Harjadi Beny, 2010. Analisis Sumber Erosi dan Sedimentasi Di DTW Kedung

Ombo Dengan Citra Satelit Dan Sistem Informasi Geografis. Kartasura :

Kementrian Kehutanan Badan Penelitian Hutan dan Pengembangan

Kehutanan Balai Kehutanan Solo.

Kodoatie, Robert J. 1996. Pengantar Hidrogeologi. Yogyakarta: Andi.

__ __ _ 2008 a. Pengelolaan Sumberdaya Air Terpdu. Yogyakarta: Andi

Kusrini. 2007. Evaluasi Kemampuan Lahan Dengan Menggunakan Sistem

Informsi Geografis Di Sub DAS Kreo DAS Garang Provinsi Jawa Tengah.

Dalam SKRIPSI: Universitas Negeri Semarang

Rahman As, 2008. Prediksi Erosi Dengan Metode USLE Menggunakan Sistem

Informasi Geografis Berbasis Piksel Di Daerah Tangkapan Danau

Buyan. Pusat Penelitian Lingkungan Hidup : Bandung

Rahim, Efendi. 2003. Pengendalian Erosi Tanah Dalam Rangka Pelestarian

Lingkungan Hidup. Jakarta: Bumi Aksara.

58

Setyowati, Dewi Liesnoor. 2010. Erosi Dan Mitigasi Bencana. Geografi,

Universitas Negeri Semarang.

___ ___ 2010 a. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS). Geografi Universitas

Negeri Semarang.

Sucipto, 2008. Kajian Sedimentasi Di Sungai Kaligarang Dalam Upaya

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Kaligarang-Semarang. Dalam

TESIS .UNDIP Semarang.

Sunaryo, 2004. Pengelolaan Sumber Daya Air Konsep Dan Penerapannya.Malang: Bayumedia Publishing.

Tukidi, 2004. Meteorologi Dan Klimatologi. Proyek SP4 Jurusan GeografiFakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32971/4/Chapter%20II.pdf.(05Ag.2012)

59

Lampiran 1

CARA PENGOLAHAN DATA

Cara pengolahan data dan analisis data sebagian telah di sampaikan pada

bagian metode dan pembahasan untuk lebih jelasnya secara singkat mengenai cara

pengolahan data dapat di sampaikan sebagai berikut:

1. Menghitung Rata-Rata Curah Hujan

Menghitung rata-rata curahujan dialkukan dengan cara Poligon thiessen

dengan mengikuti tahap-tahap sebagai berikut:

a. Mengumpulkan data curahujan dari setasiun hujan yang ada

didalam dan diluar DTH yang terdekat.

b. Menentukan titik koordinta lokasi stasiun penakar hujan untuk

mengetahui titik sebaran lokasi setasiun hujan disekitar DTH.

c. Cara ini tidak memperhatikan kondisi topografi atau ketinggian

daerah.

d. Daerah didalam poligon, curah hujannya dianggap sama dengan

curahujan yang tercatat pada setasiun dalam poligon

Menghitung rata-rata curah hujan dengan cara Thiessen Polygon

melalui persamaan sebagai berikut:

= ∑ .∑dimana : P : Curah hujan rata-rata yang jatuh dalam (DTH)

60

Ai : Luas poligon pada stasiun i

Pi : Curah hujan pada stasiun ke i

∑ Ai : Luas DTH

Membuat garis-garis polyon seperti yang terdapat pada gambar peta

curah hujan Poligon Thiessen berikut ini.

Gambar lampiran 4. Persebaran poligon dan titik setasiun hujan DTH

Waduk Wadaslintang.

2. Overlay Peta

Untuk memulai overlay peta dilakukan dengan langkah-langkah sebagai

beriukut:

Buka aplikasi ArcView 3.3 dengan memilih menu; Start-all Program-

ESRI-ArcView GIS 33.

60

Ai : Luas poligon pada stasiun i

Pi : Curah hujan pada stasiun ke i

∑ Ai : Luas DTH

Membuat garis-garis polyon seperti yang terdapat pada gambar peta

curah hujan Poligon Thiessen berikut ini.

Gambar lampiran 4. Persebaran poligon dan titik setasiun hujan DTH

Waduk Wadaslintang.

2. Overlay Peta

Untuk memulai overlay peta dilakukan dengan langkah-langkah sebagai

beriukut:

Buka aplikasi ArcView 3.3 dengan memilih menu; Start-all Program-

ESRI-ArcView GIS 33.

60

Ai : Luas poligon pada stasiun i

Pi : Curah hujan pada stasiun ke i

∑ Ai : Luas DTH

Membuat garis-garis polyon seperti yang terdapat pada gambar peta

curah hujan Poligon Thiessen berikut ini.

Gambar lampiran 4. Persebaran poligon dan titik setasiun hujan DTH

Waduk Wadaslintang.

2. Overlay Peta

Untuk memulai overlay peta dilakukan dengan langkah-langkah sebagai

beriukut:

Buka aplikasi ArcView 3.3 dengan memilih menu; Start-all Program-

ESRI-ArcView GIS 33.

61

Setelah jendela kerja Arcview muncul kemudian panggil data yang akan

di overlay melalui menu Add Theme seperti pada tampilan berikuit.

Kemudian cari direktori penyimpanan datanya, pilih semua data yang

diperlukan.

Namun sebelumnya perlu mengaktifkan ekstensi untuk proses overlay

melalui menu; file-extension-geoprosesing-ok seperti pada tampilan

berikut :

Gambar lampiran 5. Tampilan aktifasi ekstensi geoprocessing

Kemudian data yang telah dipangil siap untuk dioverlay dengan memilih

menu view-geoprossesing wizard kemudian akan muncul tampilan

sebagai berikut:

Gambar lampiran 6. Tampilan geoprocessing step 1

62

Aktifkan point intersec two themes-Next selanjutnya akan muncul

tampilan seperti dibawah ini:

Gambar lampiran 7. Tampilan geoprocessing step 2

Pada select input theme to ontersect diisikan data yang akan dioverlay

dalam kategori ini adalah data ketinggian.shp.

Pada Select an overlay theme diisikan data yang akan dioverlay dlam

kategori ini adalah data Dth_hujan.shp

Untuk specify the output file merupakan tempat dimana data disimpan

sebagai contohnya adalah D:data skripsi\data

biofisik\intersec_hujan_ketinggian.shp dan pilih menu finish.

untuk memanggil hasil overlay dilakukan dengan memilih menu Add

Theme kemudian pilih alamat penyimpanan dimana data disimpan

D:dataskripsi\databiofisik\intersec_hujan_ketinggian.shp

63

Proses overlay tersebut diterapkan pada masing-masing data yang akan

dioverlay kan. Selanjutnya overlay akan menambahkan data atribut secara

otomatis sesuai dengan masing-masing data petanya.

3. Mengolah Atribut Hasil Overlay

Atribut data peta hasil overlay disajikan pada menu Tabels pada

tampilan ArcView dapat langsung memilih menu seperti berikut:

Setelah memilih menu Open Theme Tabel maka akan muncul tampilan

tabel atribut seperti berikut ini:

Gambar lampiran 8. Tampilan atribut table

Untuk menambah kolom tabel dapat dilakukan melalui menu adit-Add

Fild.

Untuk melakukan proses klasifikasi data tabel menggunakan menu

Calculate seperti berikut ini.

63

Proses overlay tersebut diterapkan pada masing-masing data yang akan

dioverlay kan. Selanjutnya overlay akan menambahkan data atribut secara

otomatis sesuai dengan masing-masing data petanya.

3. Mengolah Atribut Hasil Overlay

Atribut data peta hasil overlay disajikan pada menu Tabels pada

tampilan ArcView dapat langsung memilih menu seperti berikut:

Setelah memilih menu Open Theme Tabel maka akan muncul tampilan

tabel atribut seperti berikut ini:

Gambar lampiran 8. Tampilan atribut table

Untuk menambah kolom tabel dapat dilakukan melalui menu adit-Add

Fild.

Untuk melakukan proses klasifikasi data tabel menggunakan menu

Calculate seperti berikut ini.

63

Proses overlay tersebut diterapkan pada masing-masing data yang akan

dioverlay kan. Selanjutnya overlay akan menambahkan data atribut secara

otomatis sesuai dengan masing-masing data petanya.

3. Mengolah Atribut Hasil Overlay

Atribut data peta hasil overlay disajikan pada menu Tabels pada

tampilan ArcView dapat langsung memilih menu seperti berikut:

Setelah memilih menu Open Theme Tabel maka akan muncul tampilan

tabel atribut seperti berikut ini:

Gambar lampiran 8. Tampilan atribut table

Untuk menambah kolom tabel dapat dilakukan melalui menu adit-Add

Fild.

Untuk melakukan proses klasifikasi data tabel menggunakan menu

Calculate seperti berikut ini.

64

Gambar lampiran 9. Tampilan field calculator

4. Melayout Peta

Melayout peta dapat dilakukan dengan memilih menu layout pada menu

Acview seperti dibawah ini.

Gambar lampiran 10. Tampilan proses layout peta

Untuk mengisi atribut peta seperti simbol, orientasi, sumber, skala dapat

menggunakan menu View Frame berikut ini.

64

Gambar lampiran 9. Tampilan field calculator

4. Melayout Peta

Melayout peta dapat dilakukan dengan memilih menu layout pada menu

Acview seperti dibawah ini.

Gambar lampiran 10. Tampilan proses layout peta

Untuk mengisi atribut peta seperti simbol, orientasi, sumber, skala dapat

menggunakan menu View Frame berikut ini.

64

Gambar lampiran 9. Tampilan field calculator

4. Melayout Peta

Melayout peta dapat dilakukan dengan memilih menu layout pada menu

Acview seperti dibawah ini.

Gambar lampiran 10. Tampilan proses layout peta

Untuk mengisi atribut peta seperti simbol, orientasi, sumber, skala dapat

menggunakan menu View Frame berikut ini.

65

Untuk memberi koordinat dapat dilakukan dengan memilih menu

Graticule grid namun terlebih dahulu mengaktifkan ekstensi graticules

measure grid seperti berikut ini.

Gambar lampiran 11. Tampilan aktifasi ekstensi Graticules and Measured Grid

Kemudian aktifkan menu sehingga akan muncul

tampilan berikut ini.

Gambar lampiran 12. Tampilan proses Graticules and Grid Wizard Step 1

66

dari tampilan diatas pilih Create a measured grid kemudian pilih Next

sehingga muncul tampilan seperti berikut ini.

Gambar lampiran 13. Tampilan proses Graticules and Grid Wizard Step 2

Kemudian sesuaikan tampilan layout dengan deinginan, untuk melihat

tampilan klik Preview jika tampilan layout sudah sesuai klik Finish/

Close window.

Sebagai contoh hasil penerapan langkah-lanhkah diatas dapat disajikan

pada tampilan berikut ini.

Gambar lampiran 14. Hasil proses Layout peta

Kemudian agar peta hasil layout dapat diprint makan pilih menu file-

export-jpg-simpan file dalam direktori yang diinginkan.

66

dari tampilan diatas pilih Create a measured grid kemudian pilih Next

sehingga muncul tampilan seperti berikut ini.

Gambar lampiran 13. Tampilan proses Graticules and Grid Wizard Step 2

Kemudian sesuaikan tampilan layout dengan deinginan, untuk melihat

tampilan klik Preview jika tampilan layout sudah sesuai klik Finish/

Close window.

Sebagai contoh hasil penerapan langkah-lanhkah diatas dapat disajikan

pada tampilan berikut ini.

Gambar lampiran 14. Hasil proses Layout peta

Kemudian agar peta hasil layout dapat diprint makan pilih menu file-

export-jpg-simpan file dalam direktori yang diinginkan.

66

dari tampilan diatas pilih Create a measured grid kemudian pilih Next

sehingga muncul tampilan seperti berikut ini.

Gambar lampiran 13. Tampilan proses Graticules and Grid Wizard Step 2

Kemudian sesuaikan tampilan layout dengan deinginan, untuk melihat

tampilan klik Preview jika tampilan layout sudah sesuai klik Finish/

Close window.

Sebagai contoh hasil penerapan langkah-lanhkah diatas dapat disajikan

pada tampilan berikut ini.

Gambar lampiran 14. Hasil proses Layout peta

Kemudian agar peta hasil layout dapat diprint makan pilih menu file-

export-jpg-simpan file dalam direktori yang diinginkan.

67

Lampiran 2

PERHITUNGAN BESARAN EROSI MENGGUNAKAN RUMUS USLE

DTH WADUK WADASLINTANG TAHUN 2004 DAN 2008

Erosi = RxKxLSxCP

Tabel 11. Hasil Erosi DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2004R K LS CP =

Erosi

Keterangan

0.26

1.40

0.200

33.00

2.402

Ringan

0.26

1.40

0.200

33.00

2.402

Ringan

0.26

1.40

1.000

33.00

12.012

Ringan

0.26

1.40

0.020

33.00

0.240

SangatRingan

0.26

1.40

0.300

33.00

3.604

Ringan

0.26

1.40

0.190

33.00

2.282

Ringan

0.26

3.10

0.200

33.00

5.320

Ringan

0.26

3.10

0.200

33.00

5.320

Ringan

0.26

3.10

1.000

33.00

26.598

Sedang

0.26

3.10

0.300

33.00

7.979

Ringan

0.26

3.10

0.190

33.00

5.054

Ringan

0.2

6.8

0.200

33.00

11.669

Ringan

68

6 00.26

6.80

0.200

33.00

11.669

Ringan

0.26

6.80

1.000

33.00

58.344

Berat

0.26

6.80

0.300

33.00

17.503

Ringan

0.26

6.80

0.190

33.00

11.085

Ringan

0.26

9.50

0.200

33.00

16.302

Ringan

0.26

9.50

0.200

33.00

16.302

Ringan

0.26

9.50

1.000

33.00

81.510

Berat

0.26

9.50

0.020

33.00

1.630

SangatRingan

0.26

9.50

0.300

33.00

24.453

Sedang

0.26

9.50

0.190

33.00

15.487

Ringan

0.26

9.50

0.200

29.89

14.766

Ringan

0.26

9.50

0.200

29.89

14.766

Ringan

0.26

9.50

1.000

29.89

73.828

Berat

0.26

9.50

0.300

29.89

22.148

Sedang

0.26

9.50

0.190

29.89

14.027

Ringan

0. 3. 0.2 34. 5.55 Ringan

69

26

10

00 43 0

0.26

3.10

0.200

34.43

5.550

Ringan

0.26

3.10

1.000

34.43

27.751

Sedang

0.26

3.10

0.300

34.43

8.325

Ringan

0.26

3.10

0.190

34.43

5.273

Ringan

0.26

1.40

0.200

34.43

2.507

Ringan

(Lanjutan Tabel 11)

R K LS CP =Erosi

Keterangan

0.26

1.40

0.200

34.43

2.507

Ringan

0.26

1.40

1.000

34.43

12.533

Ringan

0.26

1.40

0.020

34.43

0.251

SangatRingan

0.26

1.40

0.300

34.43

3.760

Ringan

0.26

1.40

0.190

34.43

2.381

Ringan

0.26

1.40

0.001

34.43

0.013

SangatRingan

0.26

1.40

0.200

29.89

2.176

Ringan

0.26

1.40

0.200

29.89

2.176

Ringan

0. 1. 1.0 29. 10.8 Ringan

70

26

40

00 89 80

0.26

1.40

0.020

29.89

0.218

SangatRingan

0.26

1.40

0.300

29.89

3.264

Ringan

0.26

1.40

0.190

29.89

2.067

Ringan

0.26

1.40

0.001

29.89

0.011

SangatRingan

0.26

3.10

0.200

34.43

5.550

Ringan

0.26

3.10

0.200

34.43

5.550

Ringan

0.26

3.10

1.000

34.43

27.751

Sedang

0.26

3.10

0.020

34.43

0.555

SangatRingan

0.26

3.10

0.300

34.43

8.325

Ringan

0.26

3.10

0.190

34.43

5.273

Ringan

0.26

3.10

0.200

38.34

6.180

Ringan

0.26

3.10

0.200

38.34

6.180

Ringan

0.26

3.10

1.000

38.34

30.902

Sedang

0.26

3.10

0.020

38.34

0.618

SangatRingan

0.26

3.10

0.300

38.34

9.271

Ringan

71

0.26

3.10

0.190

38.34

5.871

Ringan

0.26

3.10

0.200

29.89

4.818

Ringan

0.26

3.10

0.200

29.89

4.818

Ringan

0.26

3.10

1.000

29.89

24.091

Sedang

0.26

3.10

0.020

29.89

0.482

SangatRingan

0.26

3.10

0.300

29.89

7.227

Ringan

0.26

3.10

0.190

29.89

4.577

Ringan

0.26

3.10

0.001

29.89

0.024

SangatRingan

0.26

9.50

0.200

38.34

18.940

Sedang

0.26

9.50

1.000

38.34

94.700

SangatBerat

0.26

9.50

0.300

38.34

28.410

Sedang

0.26

9.50

0.190

38.34

17.993

Sedang

0.26

9.50

0.200

38.34

18.940

Sedang

0.26

9.50

1.000

38.34

94.700

SangatBerat

(Lanjutan Tabel 11)

R K LS CP = Keteran

72

Erosi

gan

0.26

9.50

0.300

38.34

28.410

Sedang

0.26

9.50

0.190

38.34

17.993

Sedang

0.26

0.40

0.200

33.00

0.686

SangatRingan

0.26

0.40

0.200

33.00

0.686

SangatRingan

0.26

0.40

1.000

33.00

3.432

Ringan

0.26

0.40

0.020

33.00

0.069

SangatRingan

0.26

0.40

0.300

33.00

1.030

SangatRingan

0.26

0.40

0.190

33.00

0.652

SangatRingan

0.26

0.40

0.200

29.89

0.622

SangatRingan

0.26

0.40

0.200

29.89

0.622

SangatRingan

0.26

0.40

1.000

29.89

3.109

Ringan

0.26

0.40

0.020

29.89

0.062

SangatRingan

0.26

0.40

0.300

29.89

0.933

SangatRingan

0.26

0.40

0.190

29.89

0.591

SangatRingan

0.26

1.40

0.200

33.00

2.402

Ringan

73

0.26

1.40

0.200

33.00

2.402

Ringan

0.26

1.40

1.000

33.00

12.012

Ringan

0.26

1.40

0.020

33.00

0.240

SangatRingan

0.26

1.40

0.300

33.00

3.604

Ringan

0.26

1.40

0.190

33.00

2.282

Ringan

0.26

1.40

0.200

33.00

2.402

Ringan

0.26

1.40

0.200

33.00

2.402

Ringan

0.26

1.40

1.000

33.00

12.012

Ringan

0.26

1.40

0.020

33.00

0.240

SangatRingan

0.26

1.40

0.300

33.00

3.604

Ringan

0.26

1.40

0.190

33.00

2.282

Ringan

0.26

1.40

0.200

38.34

2.791

Ringan

0.26

1.40

0.200

38.34

2.791

Ringan

0.26

1.40

1.000

38.34

13.956

Ringan

0.26

1.40

0.020

38.34

0.279

SangatRingan

0.2

1.4

0.300

38.34

4.187

Ringan

74

6 00.26

1.40

0.190

38.34

2.652

Ringan

0.26

1.40

0.200

29.89

2.176

Ringan

0.26

1.40

0.200

29.89

2.176

Ringan

0.26

1.40

1.000

29.89

10.880

Ringan

0.26

1.40

0.020

29.89

0.218

SangatRingan

0.26

1.40

0.300

29.89

3.264

Ringan

0.26

1.40

0.190

29.89

2.067

Ringan

0.26

1.40

0.001

29.89

0.011

SangatRingan

0.26

0.40

0.200

34.43

0.716

SangatRingan

(Lanjutan Tabel 11)

R K LS CP =Erosi

Keterangan

0.26

0.40

1.000

34.43

3.581

Ringan

0.26

0.40

0.020

34.43

0.072

SangatRingan

0.26

0.40

0.300

34.43

1.074

SangatRingan

0.26

0.40

0.190

34.43

0.680

SangatRingan

0.2

0.4

0.001

34.43

0.004

SangatRingan

75

6 00.26

0.40

0.200

29.89

0.622

SangatRingan

0.26

0.40

0.200

29.89

0.622

SangatRingan

0.26

0.40

1.000

29.89

3.109

Ringan

0.26

0.40

0.020

29.89

0.062

SangatRingan

0.26

0.40

0.300

29.89

0.933

SangatRingan

0.26

0.40

0.190

29.89

0.591

SangatRingan

0.26

0.40

0.001

29.89

0.003

SangatRingan

0.26

3.10

0.200

33.00

5.320

Ringan

0.26

3.10

0.200

33.00

5.320

Ringan

0.26

3.10

1.000

33.00

26.598

Sedang

0.26

3.10

0.300

33.00

7.979

Ringan

0.26

3.10

0.190

33.00

5.054

Ringan

0.26

3.10

0.200

29.89

4.818

Ringan

0.26

3.10

0.200

29.89

4.818

Ringan

0.26

3.10

1.000

29.89

24.091

Sedang

0. 3. 0.0 29. 0.48 Sangat

76

26

10

20 89 2 Ringan

0.26

3.10

0.300

29.89

7.227

Ringan

0.26

3.10

0.190

29.89

4.577

Ringan

0.26

9.50

0.200

29.89

14.766

Ringan

0.26

9.50

1.000

29.89

73.828

Berat

0.26

9.50

0.300

29.89

22.148

Sedang

0.26

9.50

0.190

29.89

14.027

Ringan

0.32

3.10

0.200

34.43

6.831

Ringan

0.32

3.10

0.200

34.43

6.831

Ringan

0.32

3.10

1.000

34.43

34.155

Sedang

0.32

3.10

0.300

34.43

10.246

Ringan

0.32

3.10

0.190

34.43

6.489

Ringan

0.32

3.10

0.001

34.43

0.034

SangatRingan

0.32

1.40

0.200

29.89

2.678

Ringan

0.32

1.40

0.200

29.89

2.678

Ringan

0.32

1.40

1.000

29.89

13.391

Ringan

77

0.32

1.40

0.020

29.89

0.268

SangatRingan

0.32

1.40

0.300

29.89

4.017

Ringan

0.32

1.40

0.190

29.89

2.544

Ringan

0.32

1.40

0.001

29.89

0.013

SangatRingan

(Lanjutan Tabel 11)

R K LS CP =Erosi

Keterangan

0.32

3.10

0.200

34.43

6.831

Ringan

0.32

3.10

0.200

34.43

6.831

Ringan

0.32

3.10

1.000

34.43

34.155

Sedang

0.32

3.10

0.300

34.43

10.246

Ringan

0.32

3.10

0.190

34.43

6.489

Ringan

0.32

3.10

0.200

38.34

7.607

Ringan

0.32

3.10

0.190

38.34

7.226

Ringan

0.32

3.10

0.200

29.89

5.930

Ringan

0.32

3.10

1.000

29.89

29.651

Sedang

0.32

3.10

0.300

29.89

8.895

Ringan

78

0.32

3.10

0.190

29.89

5.634

Ringan

0.32

1.40

0.200

34.43

3.085

Ringan

0.32

1.40

0.200

34.43

3.085

Ringan

0.32

1.40

1.000

34.43

15.425

Ringan

0.32

1.40

0.020

34.43

0.308

SangatRingan

0.32

1.40

0.300

34.43

4.627

Ringan

0.32

1.40

0.190

34.43

2.931

Ringan

0.32

1.40

0.001

34.43

0.015

SangatRingan

0.32

1.40

0.200

29.89

2.678

Ringan

0.32

1.40

0.200

29.89

2.678

Ringan

0.32

1.40

1.000

29.89

13.391

Ringan

0.32

1.40

0.020

29.89

0.268

SangatRingan

0.32

1.40

0.300

29.89

4.017

Ringan

0.32

1.40

0.190

29.89

2.544

Ringan

0.32

1.40

0.001

29.89

0.013

SangatRingan

0.3

0.4

0.200

34.43

0.881

SangatRingan

79

2 00.32

0.40

0.200

34.43

0.881

SangatRingan

0.32

0.40

1.000

34.43

4.407

Ringan

0.32

0.40

0.300

34.43

1.322

SangatRingan

0.32

0.40

0.190

34.43

0.837

SangatRingan

0.32

0.40

0.001

34.43

0.004

SangatRingan

0.32

0.40

0.200

29.89

0.765

SangatRingan

0.32

0.40

0.200

29.89

0.765

SangatRingan

0.32

0.40

1.000

29.89

3.826

Ringan

0.32

0.40

0.020

29.89

0.077

SangatRingan

0.32

0.40

0.300

29.89

1.148

SangatRingan

0.32

0.40

0.190

29.89

0.727

SangatRingan

0.32

0.40

0.001

29.89

0.004

SangatRingan

0.32

3.10

0.200

29.89

5.930

Ringan

0.32

3.10

0.200

29.89

5.930

Ringan

(Lanjutan Tabel 11)

R K LS CP =Ero

Keterangan

80

si0.32

3.10

1.000

29.89

29.651

Sedang

0.32

3.10

0.020

29.89

0.593

SangatRingan

0.32

3.10

0.300

29.89

8.895

Ringan

0.32

3.10

0.190

29.89

5.634

Ringan

0.23

1.40

0.200

33.00

2.125

Ringan

0.23

1.40

0.200

33.00

2.125

Ringan

0.23

1.40

1.000

33.00

10.626

Ringan

0.23

1.40

0.020

33.00

0.213

SangatRingan

0.23

1.40

0.300

33.00

3.188

Ringan

0.23

1.40

0.190

33.00

2.019

Ringan

0.23

1.40

0.200

37.53

2.417

Ringan

0.23

1.40

0.200

37.53

2.417

Ringan

0.23

1.40

1.000

37.53

12.085

Ringan

0.23

1.40

0.300

37.53

3.625

Ringan

0.23

1.40

0.190

37.53

2.296

Ringan

0. 3. 0.2 33. 4.70 Ringan

81

23

10

00 00 6

0.23

3.10

0.200

33.00

4.706

Ringan

0.23

3.10

1.000

33.00

23.529

Sedang

0.23

3.10

0.020

33.00

0.471

SangatRingan

0.23

3.10

0.300

33.00

7.059

Ringan

0.23

3.10

0.190

33.00

4.471

Ringan

0.23

3.10

0.200

33.00

4.706

Ringan

0.23

3.10

1.000

33.00

23.529

Sedang

0.23

3.10

0.300

33.00

7.059

Ringan

0.23

3.10

0.190

33.00

4.471

Ringan

0.23

6.80

0.200

33.00

10.322

Ringan

0.23

6.80

0.200

33.00

10.322

Ringan

0.23

6.80

1.000

33.00

51.612

Berat

0.23

6.80

0.020

33.00

1.032

SangatRingan

0.23

6.80

0.300

33.00

15.484

Ringan

0.23

6.80

0.190

33.00

9.806

Ringan

82

0.23

9.50

0.200

33.00

14.421

Ringan

0.23

9.50

0.200

33.00

14.421

Ringan

0.23

9.50

1.000

33.00

72.105

Berat

0.23

9.50

0.020

33.00

1.442

SangatRingan

0.23

9.50

0.300

33.00

21.631

Sedang

0.23

9.50

0.190

33.00

13.700

Ringan

0.23

9.50

0.200

29.89

13.062

Ringan

0.23

9.50

0.200

29.89

13.062

Ringan

0.23

9.50

1.000

29.89

65.310

Berat

(Lanjutan Tabel 11)

R K LS CP =Erosi

Keterangan

0.23

9.50

0.020

29.89

1.306

SangatRingan

0.23

9.50

0.300

29.89

19.593

Sedang

0.23

9.50

0.190

29.89

12.409

Ringan

0.23

0.40

0.200

33.00

0.607

SangatRingan

0.23

0.40

0.200

33.00

0.607

SangatRingan

83

0.23

0.40

1.000

33.00

3.036

Ringan

0.23

0.40

0.020

33.00

0.061

SangatRingan

0.23

0.40

0.300

33.00

0.911

SangatRingan

0.23

0.40

0.190

33.00

0.577

SangatRingan

0.23

0.40

0.001

33.00

0.003

SangatRingan

0.23

0.40

0.200

29.89

0.550

SangatRingan

0.23

0.40

0.200

29.89

0.550

SangatRingan

0.23

0.40

1.000

29.89

2.750

Ringan

0.23

0.40

0.020

29.89

0.055

SangatRingan

0.23

0.40

0.300

29.89

0.825

SangatRingan

0.23

0.40

0.190

29.89

0.522

SangatRingan

0.23

1.40

0.300

33.00

3.188

Ringan

0.23

1.40

0.200

33.00

2.125

Ringan

0.23

1.40

0.200

33.00

2.125

Ringan

0.23

1.40

1.000

33.00

10.626

Ringan

0.2

1.4

0.020

33.00

0.213

SangatRingan

84

3 00.23

1.40

0.300

33.00

3.188

Ringan

0.23

1.40

0.190

33.00

2.019

Ringan

0.23

1.40

0.200

29.89

1.925

Ringan

0.23

1.40

0.200

29.89

1.925

Ringan

0.23

1.40

1.000

29.89

9.625

Ringan

0.23

1.40

0.020

29.89

0.192

SangatRingan

0.23

1.40

0.300

29.89

2.887

Ringan

0.23

1.40

0.190

29.89

1.829

Ringan

0.23

3.10

0.200

33.00

4.706

Ringan

0.23

3.10

1.000

33.00

23.529

Sedang

0.23

3.10

0.300

33.00

7.059

Ringan

0.23

3.10

0.190

33.00

4.471

Ringan

0.23

3.10

0.200

29.89

4.262

Ringan

0.23

3.10

0.200

29.89

4.262

Ringan

0.23

3.10

1.000

29.89

21.312

Sedang

0. 3. 0.0 29. 0.42 Sangat

85

23

10

20 89 6 Ringan

0.23

3.10

0.300

29.89

6.393

Ringan

0.23

3.10

0.190

29.89

4.049

Ringan

0.26

3.10

0.200

34.43

5.550

Ringan

(Lanjutan Tabel 11)

R K LS

CP

=Erosi

Keterangan

0.32

3.10

0.200

34.43

6.831 Ringan

0.26

3.10

0.200

34.43

5.550 Ringan

0.32

3.10

0.200

34.43

6.831 Ringan

0.26

3.10

1.000

34.43

27.751 Sedang

0.32

3.10

1.000

34.43

34.155 Sedang

0.26

3.10

0.300

34.43

8.325 Ringan

0.32

3.10

0.300

34.43

10.246 Ringan

0.26

3.10

0.190

34.43

5.273 Ringan

0.32

3.10

0.190

34.43

6.489 Ringan

Total Nilai Erosi 2004 = 2.452.932

Sumber: Hasil Perhitungan Data Skunder DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2008

86

Erosi = RxKxLSxCP

Tabel 12. Hasil Erosi DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2008R K L

SCP

=Erosi

Keterangan

21.03

0.26

3.10

0.200

3.390

Ringan

21.03

0.32

3.10

0.200

4.172

Ringan

21.03

0.26

1.40

0.200

1.531

SangatRingan

25.21

0.26

9.50

0.200

12.454

Ringan

25.21

0.23

9.50

0.200

11.017

Ringan

25.21

0.26

0.40

0.200

0.524

SangatRingan

25.21

0.23

0.40

0.200

0.464

SangatRingan

25.21

0.26

3.10

0.200

4.064

Ringan

25.21

0.23

3.10

0.200

3.595

Ringan

25.21

0.26

6.80

0.200

8.914

Ringan

25.21

0.23

6.80

0.200

7.886

Ringan

25.21

0.26

1.40

0.200

1.835

Ringan

25.21

0.23

1.40

0.200

1.624

SangatRingan

27.74

0.2

9.5

0.200

13.704

Ringan

87

6 027.74

0.26

3.10

0.200

4.472

Ringan

27.74

0.32

3.10

0.200

5.504

Ringan

27.74

0.26

1.40

0.200

2.019

Ringan

28.18

0.23

1.40

0.200

1.815

Ringan

33.05

0.26

9.50

0.200

16.327

Ringan

33.05

0.23

9.50

0.200

14.443

Ringan

33.05

0.26

0.40

0.200

0.687

SangatRingan

33.05

0.23

0.40

0.200

0.608

SangatRingan

33.05

0.26

3.10

0.200

5.328

Ringan

33.05

0.32

3.10

0.200

6.557

Ringan

33.05

0.23

3.10

0.200

4.713

Ringan

33.05

0.26

1.40

0.200

2.406

Ringan

33.05

0.32

1.40

0.200

2.961

Ringan

33.05

0.23

1.40

0.200

2.128

Ringan

33.05

0.26

0.40

0.200

0.687

SangatRingan

33. 0. 0. 0.2 0.84 Sangat

88

05 32

40

00 6 Ringan

21.03

0.26

3.10

0.200

3.390

Ringan

21.03

0.32

3.10

0.200

4.172

Ringan

21.03

0.26

1.40

0.200

1.531

SangatRingan

21.03

0.32

1.40

0.200

1.884

Ringan

(Lanjutan Tabel 12)

R K LS

CP

=Erosi

Keterangan

21.03

0.26

0.40

0.200

0.437

SangatRingan

21.03

0.32

0.40

0.200

0.538

SangatRingan

25.21

0.26

9.50

0.200

12.454

Ringan

25.21

0.23

9.50

0.200

11.017

Ringan

25.21

0.26

0.40

0.200

0.524

SangatRingan

25.21

0.23

0.40

0.200

0.464

SangatRingan

25.21

0.26

3.10

0.200

4.064

Ringan

25. 0. 3. 0.2 3.59 Ringan

89

21 23

10

00 5

25.21

0.26

6.80

0.200

8.914

Ringan

25.21

0.23

6.80

0.200

7.886

Ringan

25.21

0.26

1.40

0.200

1.835

Ringan

25.21

0.23

1.40

0.200

1.624

SangatRingan

27.74

0.26

9.50

0.200

13.704

Ringan

27.74

0.26

3.10

0.200

4.472

Ringan

27.74

0.26

1.40

0.200

2.019

Ringan

28.18

0.23

1.40

0.200

1.815

Ringan

33.05

0.26

9.50

0.200

16.327

Ringan

33.05

0.23

9.50

0.200

14.443

Ringan

33.05

0.26

0.40

0.200

0.687

SangatRingan

33.05

0.23

0.40

0.200

0.608

SangatRingan

33.05

0.26

3.10

0.200

5.328

Ringan

33.05

0.32

3.10

0.200

6.557

Ringan

33.05

0.23

3.10

0.200

4.713

Ringan

90

33.05

0.26

1.40

0.200

2.406

Ringan

33.05

0.32

1.40

0.200

2.961

Ringan

33.05

0.23

1.40

0.200

2.128

Ringan

33.05

0.26

0.40

0.200

0.687

SangatRingan

33.05

0.32

0.40

0.200

0.846

SangatRingan

21.03

0.26

3.10

1.000

16.950

Sedang

21.03

0.32

3.10

1.000

20.862

Sedang

21.03

0.26

1.40

1.000

7.655

Ringan

21.03

0.32

1.40

1.000

9.421

Ringan

21.03

0.26

0.40

1.000

2.187

Ringan

21.03

0.32

0.40

1.000

2.692

Ringan

25.21

0.26

9.50

1.000

62.269

Berat

25.21

0.23

9.50

1.000

55.084

Berat

25.21

0.26

0.40

1.000

2.622

Ringan

25.21

0.23

0.40

1.000

2.319

Ringan

25.21

0.2

3.1

1.000

20.319

Sedang

91

6 025.21

0.23

3.10

1.000

17.975

Sedang

(Lanjutan Tabel 12)

R K LS

CP

=Erosi

Keterangan

25.21

0.26

6.80

1.000

44.571

Sedang

25.21

0.23

6.80

1.000

39.428

Sedang

25.21

0.26

1.40

1.000

9.176

Ringan

25.21

0.23

1.40

1.000

8.118

Ringan

27.74

0.26

9.50

1.000

68.518

Berat

27.74

0.26

3.10

1.000

22.358

Sedang

27.74

0.26

1.40

1.000

10.097

Ringan

28.18

0.23

1.40

1.000

9.074

Ringan

33.05

0.26

9.50

1.000

81.633

Berat

33.05

0.23

9.50

1.000

72.214

Berat

33.05

0.26

0.40

1.000

3.437

Ringan

33.05

0.23

0.40

1.000

3.041

Ringan

33.05

0.2

3.1

1.000

26.638

Sedang

92

6 033.05

0.32

3.10

1.000

32.786

Sedang

33.05

0.23

3.10

1.000

23.565

Sedang

33.05

0.26

1.40

1.000

12.030

Ringan

33.05

0.32

1.40

1.000

14.806

Ringan

33.05

0.23

1.40

1.000

10.642

Ringan

33.05

0.26

0.40

1.000

3.437

Ringan

33.05

0.32

0.40

1.000

4.230

Ringan

21.03

0.26

3.10

0.020

0.339

SangatRingan

21.03

0.32

3.10

0.020

0.417

SangatRingan

21.03

0.26

1.40

0.020

0.153

SangatRingan

21.03

0.26

0.40

0.020

0.044

SangatRingan

21.03

0.32

0.40

0.020

0.054

SangatRingan

25.21

0.26

9.50

0.020

1.245

SangatRingan

25.21

0.23

9.50

0.020

1.102

SangatRingan

25.21

0.26

0.40

0.020

0.052

SangatRingan

25. 0. 0. 0.0 0.04 Sangat

93

21 23

40

20 6 Ringan

25.21

0.26

3.10

0.020

0.406

SangatRingan

25.21

0.23

3.10

0.020

0.359

SangatRingan

25.21

0.26

6.80

0.020

0.891

SangatRingan

25.21

0.23

6.80

0.020

0.789

SangatRingan

25.21

0.26

1.40

0.020

0.184

SangatRingan

25.21

0.23

1.40

0.020

0.162

SangatRingan

27.74

0.26

3.10

0.020

0.447

SangatRingan

27.74

0.26

1.40

0.020

0.202

SangatRingan

28.18

0.23

1.40

0.020

0.181

SangatRingan

33.05

0.26

9.50

0.020

1.633

SangatRingan

(Lanjutan Tabel 12)

R K LS

CP

=Erosi

Keterangan

33.05

0.23

9.50

0.020

1.444

SangatRingan

33.05

0.26

0.40

0.020

0.069

SangatRingan

33.05

0.2

0.4

0.020

0.061

SangatRingan

94

3 033.05

0.26

3.10

0.020

0.533

SangatRingan

33.05

0.32

3.10

0.020

0.656

SangatRingan

33.05

0.23

3.10

0.020

0.471

SangatRingan

33.05

0.26

1.40

0.020

0.241

SangatRingan

33.05

0.32

1.40

0.020

0.296

SangatRingan

33.05

0.23

1.40

0.020

0.213

SangatRingan

33.05

0.26

0.40

0.020

0.069

SangatRingan

33.05

0.32

0.40

0.020

0.085

SangatRingan

21.03

0.26

3.10

0.300

5.085

Ringan

21.03

0.32

3.10

0.300

6.259

Ringan

21.03

0.26

1.40

0.300

2.296

Ringan

21.03

0.32

1.40

0.300

2.826

Ringan

21.03

0.26

0.40

0.300

0.656

SangatRingan

21.03

0.32

0.40

0.300

0.808

SangatRingan

25.21

0.26

9.50

0.300

18.681

Sedang

25. 0. 9. 0.3 16.5 Ringan

95

21 23

50

00 25

25.21

0.26

0.40

0.300

0.787

SangatRingan

25.21

0.23

0.40

0.300

0.696

SangatRingan

25.21

0.26

3.10

0.300

6.096

Ringan

25.21

0.23

3.10

0.300

5.392

Ringan

25.21

0.26

6.80

0.300

13.371

Ringan

25.21

0.23

6.80

0.300

11.829

Ringan

25.21

0.26

1.40

0.300

2.753

Ringan

25.21

0.23

1.40

0.300

2.435

Ringan

27.74

0.26

9.50

0.300

20.555

Sedang

27.74

0.26

3.10

0.300

6.708

Ringan

27.74

0.26

1.40

0.300

3.029

Ringan

28.18

0.23

1.40

0.300

2.722

Ringan

33.05

0.26

9.50

0.300

24.490

Sedang

33.05

0.23

9.50

0.300

21.664

Sedang

33.05

0.26

0.40

0.300

1.031

SangatRingan

96

33.05

0.23

0.40

0.300

0.912

SangatRingan

33.05

0.26

3.10

0.300

7.991

Ringan

33.05

0.32

3.10

0.300

9.836

Ringan

33.05

0.23

3.10

0.300

7.069

Ringan

33.05

0.26

1.40

0.300

3.609

Ringan

(Lanjutan Tabel 12)

R K LS

CP

=Erosi

Keterangan

33.05

0.32

1.40

0.300

4.442

Ringan

33.05

0.23

1.40

0.300

3.193

Ringan

33.05

0.26

0.40

0.300

1.031

SangatRingan

33.05

0.32

0.40

0.300

1.269

SangatRingan

21.03

0.26

3.10

0.190

3.221

Ringan

21.03

0.32

3.10

0.190

3.964

Ringan

21.03

0.26

1.40

0.190

1.454

SangatRingan

21.03

0.26

0.40

0.190

0.416

SangatRingan

25. 0. 9. 0.1 11.8 Ringan

97

21 26

50

90 31

25.21

0.23

9.50

0.190

10.466

Ringan

25.21

0.26

0.40

0.190

0.498

SangatRingan

25.21

0.23

0.40

0.190

0.441

SangatRingan

25.21

0.26

3.10

0.190

3.861

Ringan

25.21

0.23

3.10

0.190

3.415

Ringan

25.21

0.26

6.80

0.190

8.469

Ringan

25.21

0.23

6.80

0.190

7.491

Ringan

25.21

0.26

1.40

0.190

1.744

SangatRingan

25.21

0.23

1.40

0.190

1.542

SangatRingan

27.74

0.26

9.50

0.190

13.018

Ringan

27.74

0.26

3.10

0.190

4.248

Ringan

27.74

0.32

3.10

0.190

5.228

Ringan

27.74

0.26

1.40

0.190

1.918

Ringan

28.18

0.23

1.40

0.190

1.724

SangatRingan

33.05

0.26

9.50

0.190

15.510

Ringan

98

33.05

0.23

9.50

0.190

13.721

Ringan

33.05

0.26

0.40

0.190

0.653

SangatRingan

33.05

0.23

0.40

0.190

0.578

SangatRingan

33.05

0.26

3.10

0.190

5.061

Ringan

33.05

0.32

3.10

0.190

6.229

Ringan

33.05

0.23

3.10

0.190

4.477

Ringan

33.05

0.26

1.40

0.190

2.286

Ringan

33.05

0.32

1.40

0.190

2.813

Ringan

33.05

0.23

1.40

0.190

2.022

Ringan

33.05

0.26

0.40

0.190

0.653

SangatRingan

33.05

0.32

0.40

0.190

0.804

SangatRingan

21.03

0.32

3.10

0.001

0.021

SangatRingan

21.03

0.26

0.40

0.001

0.002

SangatRingan

21.03

0.32

0.40

0.001

0.003

SangatRingan

25.21

0.26

9.50

0.001

0.062

SangatRingan

99

(Lanjutan Tabel 12)

R K LS

CP

=Erosi

Keterangan

25.21

0.23

9.50

0.001

0.055 SangatRingan

25.21

0.23

3.10

0.001

0.018 SangatRingan

25.21

0.23

1.40

0.001

0.008 SangatRingan

33.05

0.26

3.10

0.001

0.027 SangatRingan

33.05

0.23

3.10

0.001

0.024 SangatRingan

33.05

0.26

1.40

0.001

0.012 SangatRingan

33.05

0.32

1.40

0.001

0.015 SangatRingan

33.05

0.26

0.40

0.001

0.003 SangatRingan

33.05

0.32

0.40

0.001

0.004 SangatRingan

21.03

0.26

3.10

0.200

3.390 Ringan

21.03

0.3

3.1

0.200

4.172 Ringan

100

2 021.03

0.26

3.10

1.000

16.950 Sedang

21.03

0.32

3.10

1.000

20.862 Sedang

21.03

0.26

3.10

0.020

0.339 SangatRingan

21.03

0.32

3.10

0.020

0.417 SangatRingan

21.03

0.26

3.10

0.300

5.085 Ringan

21.03

0.32

3.10

0.300

6.259 Ringan

21.03

0.26

3.10

0.190

3.221 Ringan

21.03

0.32

3.10

0.190

3.964 Ringan

Total Nilai Erosi 2008 = 1.419,479

Sumber: Hasil Perhitungan Data Skunder DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2008

101

Lampiran 3

Gambar 15. Peta Curah hujan DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2

101

Lampiran 3

Gambar 15. Peta Curah hujan DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2

101

Lampiran 3

Gambar 15. Peta Curah hujan DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2

102

Lampiran 4

Gambar 16. Peta Curah hujan DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2008

102

Lampiran 4

Gambar 16. Peta Curah hujan DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2008

102

Lampiran 4

Gambar 16. Peta Curah hujan DTH Waduk Wadaslintang Tahun 2008

103

Lampiran 5

Gambar 17. Peta Geologi DTH Waduk Wadaslintang

103

Lampiran 5

Gambar 17. Peta Geologi DTH Waduk Wadaslintang

103

Lampiran 5

Gambar 17. Peta Geologi DTH Waduk Wadaslintang

104

Lampiran 6

Gambar 18. Peta Jenis Tanah DTH Waduk Wadaslintang

104

Lampiran 6

Gambar 18. Peta Jenis Tanah DTH Waduk Wadaslintang

104

Lampiran 6

Gambar 18. Peta Jenis Tanah DTH Waduk Wadaslintang

105

Lampiran 7

Gambar 19. Peta Kemiringan Lereng DTH Waduk Wadaslintang

105

Lampiran 7

Gambar 19. Peta Kemiringan Lereng DTH Waduk Wadaslintang

105

Lampiran 7

Gambar 19. Peta Kemiringan Lereng DTH Waduk Wadaslintang

106

Lampiran 8

Gambar 20. Peta Penutup Lahan Tahun 2004

106

Lampiran 8

Gambar 20. Peta Penutup Lahan Tahun 2004

106

Lampiran 8

Gambar 20. Peta Penutup Lahan Tahun 2004

107

Lampiran 9

Gambar 21. Peta Penutup Lahan Tahun 2008

107

Lampiran 9

Gambar 21. Peta Penutup Lahan Tahun 2008

107

Lampiran 9

Gambar 21. Peta Penutup Lahan Tahun 2008

108

Lampiran 10

Gambar 22. Peta Persebaran Tingkat Erosi tahun 2004

108

Lampiran 10

Gambar 22. Peta Persebaran Tingkat Erosi tahun 2004

108

Lampiran 10

Gambar 22. Peta Persebaran Tingkat Erosi tahun 2004

109

Lampiran 11

Gambar 23. Peta Persebaran Tingkat Erosi tahun 2008

109

Lampiran 11

Gambar 23. Peta Persebaran Tingkat Erosi tahun 2008

109

Lampiran 11

Gambar 23. Peta Persebaran Tingkat Erosi tahun 2008

110

Lampiran 12

Gambar 24. Kaleng Ukur Hasil Erosi 25 cm2 dan Timbangan.

20/11/2012 09:30 20/11/2012 09:40

110

Lampiran 12

Gambar 24. Kaleng Ukur Hasil Erosi 25 cm2 dan Timbangan.

20/11/2012 09:30 20/11/2012 09:40

110

Lampiran 12

Gambar 24. Kaleng Ukur Hasil Erosi 25 cm2 dan Timbangan.

20/11/2012 09:30 20/11/2012 09:40

111

Lampiran 13

Gambar 25. Contoh Lokasi Pengambilan Titik Koordinat Stasiun Penakar Hujan

17/11/2012 /09:39/Sukoharjo

17/11/2012/13:33/Sapuran 20/11/2012/15:43/Kaliwiro

17/11/2012/10:21/Selometro

111

Lampiran 13

Gambar 25. Contoh Lokasi Pengambilan Titik Koordinat Stasiun Penakar Hujan

17/11/2012 /09:39/Sukoharjo

17/11/2012/13:33/Sapuran 20/11/2012/15:43/Kaliwiro

17/11/2012/10:21/Selometro

111

Lampiran 13

Gambar 25. Contoh Lokasi Pengambilan Titik Koordinat Stasiun Penakar Hujan

17/11/2012 /09:39/Sukoharjo

17/11/2012/13:33/Sapuran 20/11/2012/15:43/Kaliwiro

17/11/2012/10:21/Selometro

112

Lampiran 14

Gambar 26. Hasil Erosi Kering Oven Seberat 10,5 Kg/ 25 cm2

28/11/2012/14:22

112

Lampiran 14

Gambar 26. Hasil Erosi Kering Oven Seberat 10,5 Kg/ 25 cm2

28/11/2012/14:22

112

Lampiran 14

Gambar 26. Hasil Erosi Kering Oven Seberat 10,5 Kg/ 25 cm2

28/11/2012/14:22

113

Lampiran 15.

Tabel 13. Data Cerah Hujan Setasiun Pengamatan Hujan Kecamatan PituruhKabupaten Purworejo.

BulanTahun 2004 Tahun 2008

CurahHujan

HariHujan

CurahHujan

HariHujan

Januari 370 15 184 17Februari 422 18 281 16Maret 527 21 251 19April 88 5 159 11Mei 231 4 55 5Juni 26 2 - -Juli 87 1 - -Agustus - - - -September

2 1 - -

Oktober 8 - 249 15November 566 14 721 22Desember 671 20 328 24

Sumber: Dinas Pengairan Kabupaten Purworejo Tahun 2008.

Tabel 14. Data Cerah Hujan Setasiun Pengamatan Hujan Kecamatan BrunoKabupaten Purworejo.

BulanTahun 2004 Tahun 2008

CurahHujan

HariHujan

CurahHujan

HariHujan

Januari 409 18 384 16Februari 452 14 370 10Maret 547 23 467 25April 168 4 300 7Mei 165 8 92 3Juni 42 3 - -Juli 97 4 - -Agustus - - - -September

27 1 - -

Oktober - - 72 8November 986 15 851 23Desember 902 21 232 16

114

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Purworejo Tahun 2004.

Lampiran 16.

Tabel 15. Data Cerah Hujan Setasiun Pengamatan Hujan Kecamatan AlianKabupaten Kebumen.

BulanTahun 2004 Tahun 2008

CurahHujan

HariHujan

CurahHujan

HariHujan

Januari 568 18 261 -Februari 190 10 251 -Maret 586 14 341 -April 110 6 301 -Mei 153 6 50 -Juni 49 2 - -Juli 183 4 - -Agustus - - - -September

- - - -

Oktober 51 1 263 -November

767 17 750 -

Desember 786 23 123 Jumlah 93 h

Sumber: PU Kecamatan Sadang Tahun 2004.

Tabel 16. Data Cerah Hujan Setasiun Pengamatan Hujan Kecamatan SadangKabupaten Kebumen .

BulanTahun 2004 Tahun 2008

CurahHujan

HariHujan

CurahHujan

HariHujan

Januari 275 14 32 12

115

Februari 441 14 363 14Maret 575 23 263 12April 168 9 264 11Mei 441 10 35 2Juni 55 5 136 6Juli 74 5 155 6Agustus 13 2 30 1September

12 1 155 6

Oktober 70 4 349 12November 722 25 432 12Desember 984 23 562 19

Sumber: Dinas Pertanian Kabupaten Purworejo Tahun 2004.