PENGARUH EKSTRAK BUAH LERAK (Sapindus rarak DC.) …digilib.unila.ac.id/49958/6/3. SKRIPSI TANPA...
Transcript of PENGARUH EKSTRAK BUAH LERAK (Sapindus rarak DC.) …digilib.unila.ac.id/49958/6/3. SKRIPSI TANPA...
PENGARUH EKSTRAK BUAH LERAK (Sapindus rarak DC.) SEBAGAI
BIOHERBISIDA PADA PERKECAMBAHAN DAN PERTUMBUHAN
GULMA Asystasia gangetica
(SKRIPSI)
Oleh
RISA APRIANI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
ABSTRAK
PENGARUH EKSTRAK BUAH LERAK (Sapindus rarak DC.) SEBAGAI
BIOHERBISIDA PADA PERKECAMBAHAN DAN PERTUMBUHAN
GULMA Asystasia gangetica
Oleh
Risa Apriani
Gulma merupakan tumbuhan yang merugikan dan mengganggu kepentingan manusia karena
menjadi tumbuhan yang berkompetisi dalam mendapatkan unsur hara, air, cahaya, dan ruang
tumbuh dengan tanaman budidaya sehingga perlu dilakukan pengendalian. Salah satu gulma
yang menjadi perhatian pada saat ini adalah Asystasia gangetica karena penyebarannya yang
cepat. Untuk mengatasi gulma tersebut pada umumnya dilakukan pengendalian secara
kimiawi dengan menggunakan herbisida sintetik. Akan tetapi, penggunaan herbisida sintetik
secara terus menerus dapat mencemari lingkungan, oleh karena itu dicoba dilakukan
pengendalian yang ramah lingkungan dengan menggunakan bioherbisida salah satunya
dengan menggunakan ekstrak buah lerak yang mengandung senyawa alelopati. Tujuan
penelitian ini untuk menguji ekstrak buah lerak dan mendapatkan konsentrasi ekstrak buah
lerak yang efektif dalam menghambat perkecambahan dan pertumbuhan gulma Asystasia
gangetica. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Gulma dan Rumah Kaca Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung, Gedong Meneng, Bandar Lampung dari bulan Januari
hingga Maret 2018. Penelitian disusun menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan
4 perlakuan yang terdiri atas konsentrasi ekstrak buah lerak 0%, 25%, 50%, dan 75%.
Risa Apriani
Penelitian dilakukan pada cawan petri dan pot, setiap perlakuan diulang 4 kali sehingga
didapatkan 32 unit percobaan. Homogenitas ragam diuji dengan uji Barlett dan aditivitas
data diuji dengan uji Tukey, jika asumsi terpenuhi data dianalisis ragam dan perbedaan nilai
tengah diuji dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ekstrak buah lerak mampu menghambat daya perkecambahan dan
pertumbuhan gulma Asystasia gangetica karena adanya senyawa beracun yang terkandung
dalam ekstrak buah lerak yaitu fenol. Ekstrak buah lerak konsentrasi 25%, 50%, dan 75%
mampu menghambat perkecambahan biji gulma Asystasia gangetica, dan pada konsentrasi
50% dan 75% lebih baik menekan pertumbuhan gulma Asystasia gangetica pada pengamatan
tinggi gulma, bobot kering akar gulma, dan bobot kering gulma.
Kata kunci : Asystasia gangetica, ekstrak buah lerak, gulma.
PENGARUH EKSTRAK BUAH LERAK (Sapindus rarak DC.) SEBAGAI
BIOHERBISIDA PADA PERKECAMBAHAN DAN PERTUMBUHAN
GULMA Asystasia gangetica
Oleh
RISA APRIANI
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2018
Judul Skripsi : PENGARUH EKSTRAK BUAH LERAK
(Sapindus rarak DC.) SEBAGAI BIOHERBISIDA
PADA PERKECAMBAHAN DAN
PERTUMBUHAN GULMA Asystasia gangetica
Nama Mahasiswa : Risa Apriani
Nomor Pokok Mahasiswa : 1414121204
Jurusan : Agroteknologi
Fakultas : Pertanian
MENYETUJUI
1. Komisi Pembimbing
Dr. Hidayat Pujisiswanto, S.P., M.P. Ir. Sugiatno, M.S.
NIP 197512172005011004 NIP 196002261986031004
2. Ketua Jurusan Agroteknologi
Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si.
NIP 196305081988112001
MENGESAHKAN
1. Tim Penguji
Ketua : Dr. Hidayat Pujisiswanto, S.P., M.P. …………….
Sekretaris : Ir. Sugiatno, M.S. ....………….
Penguji
Bukan Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Nanik Sriyani, M.Sc. ....…………
2. Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si
NIP 196110201986031002
Tanggal Lulus Ujian Skripsi: 10 Oktober 2018
SURAT PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi saya yang
berjudul “Pengaruh Ekstrak Buah Lerak (Sapindus rarak DC.) Sebagai Bioherbisida
Pada Perkecambahan dan Pertumbuhan Gulma Asystasia gangetica” merupakan hasil
karya saya sendiri dan bukan hasil orang lain. Semua hasil yang tertuang dalam
skripsi ini telah mengikuti kaidah penulisan karya ilmiah Universitas Lampung.
Apabila dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini merupakan hasil salinan atau
dibuat oleh orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan
akademik yang berlaku.
Bandar Lampung, 10 Oktober 2018
Penulis,
Risa Apriani
NPM 1414121204
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bekasi, 06 April 1996. Penulis merupakan anak ketiga dari
empat bersaudara dari pasangan Bapak Piping A. Riva’i dan Ibu Sri Rahayu.
Penulis menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-Kanak YKWI III Pekanbaru Riau
pada tahun 2002, Sekolah Dasar (SD) di SD Negeri 01 Beringin Raya Bandar
Lampung pada tahun 2008, Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Kartika II-2
Bandar Lampung pada tahun 2011, Sekolah Menengah Atas (SMA) di SMA Negeri
02 Bandar Lampung pada tahun 2014. Pada tahun 2014 penulis terdaftar sebagai
Mahasiswa Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui
jalur SNMPTN (Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) undangan.
Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah menjadi Asisten Dosen untuk mata kuliah
Kewirausahaan (2016), Dasar-Dasar Fisiologi Tumbuhan (2016), Ilmu Teknik
Pengendalian Gulma (2017) dan Pengendalian Gulma Perkebunan (2018). Selain itu,
penulis juga aktif sebagai Anggota Bidang Kaderisasi Unit Kegiatan Mahasiswa
Fakultas LS-MATA (UKM-F LS-MATA) (2016-2017) dan Anggota Bidang
Penelitian dan Pengembangan Persatuan Mahasiswa Agroteknologi (2016-2017).
Pada tahun 2017, penulis melaksanakan Praktik Umum (PU) di PT. Mahameru
Aksara Agri, Rancamaya, Bogor dan pada tahun 2017 penulis melaksanakan Kuliah
Kerja Nyata (KKN) di Desa Rantau Jaya Ilir, Kecamatan Putra Rumbia, Lampung
Tengah.
“Menuntut ilmu adalah taqwa. Menyampaikan ilmu adalah ibadah. Mengulang-ulang
ilmu adalah zikir. Mencari ilmu adalah jihad.”
(Imam Al Ghazali)
“Karena sesungguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah
kesulitan ada kemudahan.”
(QS. Al Insyirah: 5-6)
“Karena kita masih bernapas, semoga tidak lupa untuk bersyukur sebelum mengeluh,
memberi sebelum meminta, dan berdoa sebelum berjuang.”
(Fiersa Besari)
SANWANCANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang atas segala rahmat, karunia, dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Pengaruh Ekstrak Buah Lerak (Sapindus
rarak DC.) Sebagai Bioherbisida Pada Perkecambahan dan Pertumbuhan Gulma
Asystasia gangetica”. Melalui tulisan ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah membantu baik dalam pelaksanaan penelitian maupun
dalam penulisan hasil penelitian, khususnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Lampung
2. Ibu Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Sc., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi
Universitas Lampung.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku Ketua Bidang Agronomi
dan Hortikultura atas saran, nasehat, dan pengarahan yang diberikan.
4. Bapak Dr. Hidayat Pujisiswanto, S.P., M.P., selaku Pembimbing Utama
sekaligus Pembimbing Akademik atas bimbingan, arahan, saran, motivasi, dan
ilmu yang diberikan.
5. Bapak Ir. Sugiatno, M.S., selaku Pembimbing Kedua atas arahan, saran,
motivasi, dan ilmu yang diberikan.
6. Ibu Prof. Dr. Ir. Nanik Sriyani, M.Sc., selaku Pembahas atas ilmu, nasehat, saran,
dan pengarahan yang diberikan
7. Bapak Piping A. Riva’i dan Ibu Sri Rahayu atas motivasi, doa, kasih sayang,
bantuan moril dan materi, serta kesabaran dalam memberikan semangat kepada
penulis.
8. Kakak dan adikku tercinta Rismayanti, Resti Desiana Pinasih, dan Riani Puspita
Dewi serta keponakanku El Ghazi Lafatah dan Danendra Naufal Azzamy yang
selalu memberikan motivasi dan semangat untuk penulis.
9. Teman-teman seperjuangan penelitian Rizky Rahmadi, Heppy Kurniati, Kurnia
Oktavia, Romatua Hasiholan Nainggolan, dan Kurnia Ramadhani atas dukungan,
semangat dan kerjasama selama menyelesaikan skripsi.
10. Teman-teman terkasih GGCS (Putri Ulva Priska, Nopa Anggraini, Restu Paresta,
Rafika Restiningtias, Putu Herni Anggraini, Putri Permatasari), Ikrimah, Roby
Januardi, Sevagus Waskita Cahya, Tri Hananto, dan Zerlantio Athena, Yugo
Akbar dan Mira Ismayanti atas bantuan dan semangat serta motivasi untuk
penulis.
11. Teman-teman UKM-F LS-MATA Fakultas Pertanian Universitas Lampung yang
memberikan motivasi.
12. Teman-teman AGT 2014 dan khususnya untuk kelas D yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
13. Penyemangatku, Muhammad Arieya Pratama.
Semoga skripsi ini diridhoi Allah SWT dan bermanfaat bagi kita semua. Aamiin
Bandar Lampung, 10 Oktober 2018
Penulis,
Risa Apriani
Tiada kata yang lebih indah selain mengucapkan syukur kepada Allah SWT dengan
segala kerendahan hati, atas segala rahmat dan nikmat-Nya yang telah diberikan
selama ini. Kupersembahkan karya kecilku ini kepada:
Bapak Piping A.R. dan Ibu Sri Rahayu yang selalu mencurahkan kasih sayang dan
memberiku semangat serta selalu mendoakan keberhasilanku disetiap sujudnya,
kakak dan adik serta saudara-saudariku yang selalu mencurahkan doa-doanya
untukku
Orang terdekat yang selalu memberi dukungan, sahabat, teman seperjuangan yang
selalu memberi semangat
Serta Almamater yang kubanggakan
Agroteknologi, Fakultas Pertamian, Universitas Lampung
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xvi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xx
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................................... 3
1.4 Landasan Teori ......................................................................................... 3
1.5 Kerangka Pemikiran ................................................................................ 7
1.6 Hipotesis ................................................................................................. 8
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Alelopati .................................................................................................. 9
2.2 Buah Lerak .............................................................................................. 11
2.3 Bioherbisida ............................................................................................ 13
2.4 Asystasia gangetica ................................................................................. 15
2.5 Perkecambahan Biji ................................................................................ 16
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................. 18
3.2 Alat dan Bahan ........................................................................................ 18
3.3 Metode Penelitian ................................................................................... 18
3.4 Pelaksanaan Penelitian ............................................................................ 18
3.4.1 Tata Letak Percobaan .................................................................... 19
3.4.2 Gulma Sasaran .............................................................................. 19
3.4.3 Penanaman Gulma ........................................................................ 19
3.4.4 Ekstrak Buah Lerak ....................................................................... 20
3.4.5 Aplikasi ......................................................................................... 20
3.4.6 Pemeliharaan Gulma ..................................................................... 21
xv
3.5 Pengamatan ............................................................................................. 21
3.5.1 Uji Perkecambahan ....................................................................... 21
3.5.2 Uji Pertumbuhan Gulma ............................................................... 22
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gulma Asystasia gangetica di Laboratorium .......................................... 24
4.1.1 Persentase Perkecambahan Gulma ............................................... 24
4.1.2 Kecepatan Perkecambahan Gulma ............................................... 28
4.2 Gulma Asystasia gangetica di Rumah Kaca ........................................... 29
4.2.1 Gejala Keracunan Secara Visual Gulma ....................................... 29
4.2.2 Tinggi Gulma ................................................................................ 33
4.2.3 Panjang Akar dan Bobot Kering Akar Gulma ............................... 34
4.2.4 Bobot Kering Tajuk Gulma ........................................................... 34
4.2.5 Bobot Kering Gulma dan Nisbah Akar Tajuk Gulma ................... 36
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ................................................................................................... 38
5.2 Saran ......................................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 39
LAMPIRAN ........................................................................................................ 43
Tabel 10-46 .......................................................................................................... 44
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Rekapitulasi hasil analisis ragam respons gulma Asystasia gangetica
terhadap aplikasi ekstrak buah lerak ............................................................. 23
2. Pengaruh ekstrak buah lerak terhadap persentase perkecambahan biji
gulma Asystasia gangetica ............................................................................. 24
3. Pengaruh ekstrak buah lerak terhadap kecepatan perkecambahan biji
gulma Asystasia gangetica ............................................................................. 28
4. Pengaruh ekstrak buah lerak terhadap tingkat keracunan gulma secara
visual gulma Asystasia gangetica pada 1 dan 2 MSA .................................. 31
5. Pengaruh ekstrak buah lerak terhadap tingkat keracunan gulma secara
visual gulma Asystasia gangetica pada 3 dan 4 MSA ................................... 31
6. Pengaruh ekstrak buah lerak terhadap tinggi gulma Asystasia
gangetica ........................................................................................................ 33
7. Pengaruh ekstrak buah lerak terhadap bobot kering akar gulma
Asystasia gangetica ....................................................................................... 35
8. Pengaruh ekstrak buah lerak terhadap bobot kering tajuk gulma
Asystasia gangetica ....................................................................................... 35
9. Pengaruh ekstrak buah lerak terhadap bobot kering gulma dan nisbah
akar tajuk gulma Asystasia gangetica ........................................................... 36
10. Daya berkecambah biji gulma Asystasia gangetica pada 1 MSA akibat
perlakuan ekstrak buah lerak ......................................................................... 44
11. Transformasi √(X+0,5) daya berkecambah biji gulma Asystasia
gangetica pada 1 MSA akibat perlakuan ekstrak buah lerak ........................ 44
12. Analisis ragam daya berkecambah biji gulma Asystasia gangetica
pada 1 MSA akibat perlakuan ekstrak buah lerak ......................................... 44
xvii
13. Daya berkecambah biji gulma Asystasia gangetica pada 2 MSA akibat
perlakuan ekstrak buah lerak ......................................................................... 45
14. Analisis ragam daya berkecambah biji gulma Asystasia gangetica pada
2 MSA akibat perlakuan ekstrak buah lerak ................................................. 45
15. Kecepatan perkecambahan biji gulma Asystasia gangetica pada 2 MSA
akibat perlakuan ekstrak buah lerak .............................................................. 46
16. Analisis ragam kecepatan perkecambahan biji gulma Asystasia gangetica
pada 2 MSA akibat perlakuan ekstrak buah lerak ......................................... 46
17. Gejala keracunan gulma secara visual gulma Asystasia gangetica pada
1 MSA akibat perlakuan ekstrak buah lerak ................................................. 47
18. Transformasi √(X+0,5) gejala keracunan gulma secara visual gulma
Asystasia gangetica pada 1 MSA akibat perlakuan ekstrak buah lerak ........ 47
19. Analisis ragam gejala keracunan gulma secara visual gulma Asystasia
gangetica pada 1 MSA akibat perlakuan ekstrak buah lerak ........................ 47
20. Gejala keracunan secara visual gulma Asystasia gangetica pada 2 MSA
akibat perlakuan ekstrak buah lerak .............................................................. 48
21. Transformasi √(X+0,5) gejala keracunan gulma secara visual gulma
Asystasia gangetica pada 2 MSA akibat perlakuan ekstrak buah lerak ........ 48
22. Analisis ragam gejala keracunan gulma secara visual gulma Asystasia
gangetica pada 2 MSA akibat perlakuan ekstrak buah lerak ........................ 48
23. Gejala keracunan gulma secara visual gulma Asystasia gangetica pada
3 MSA akibat perlakuan ekstrak buah lerak .................................................. 49
24. Transformasi √(X+0,5) gejala keracunan gulma secara visual gulma
Asystasia gangetica pada 3 MSA akibat perlakuan ekstrak buah lerak ........ 49
25. Analisis ragam gejala keracunan gulma secara visual gulma Asystasia
gangetica pada 3 MSA akibat perlakuan ekstrak buah lerak ........................ 49
26. Gejala keracunan gulma secara visual gulma Asystasia gangetica pada
4 MSA akibat perlakuan ekstrak buah lerak ................................................. 50
27. Transformasi √(X+0,5) gejala keracunan gulma secara visual gulma
Asystasia gangetica pada 4 MSA akibat perlakuan ekstrak buah lerak ........ 50
28. Analisis ragam gejala keracunan gulma secara visual gulma Asystasia
gangetica pada 4 MSA akibat perlakuan ekstrak buah lerak ........................ 50
xviii
29. Tinggi tajuk gulma Asystasia gangetica pada 1 MSA akibat perlakuan
ekstrak buah lerak ......................................................................................... 51
30. Analisis ragam tinggi tajuk gulma Asystasia gangetica pada 1 MSA
akibat perlakuan ekstrak buah lerak .............................................................. 51
31. Tinggi tajuk gulma Asystasia gangetica pada 2 MSA akibat perlakuan
ekstrak buah lerak ......................................................................................... 51
32. Analisis ragam tinggi tajuk gulma Asystasia gangetica pada 2 MSA
akibat perlakuan ekstrak buah lerak .............................................................. 51
33. Tinggi tajuk gulma Asystasia gangetica pada 3 MSA akibat perlakuan
ekstrak buah lerak ......................................................................................... 52
34. Analisis ragam tinggi tajuk gulma Asystasia gangetica pada 3 MSA
akibat perlakuan ekstrak buah lerak .............................................................. 52
35. Tinggi tajuk gulma Asystasia gangetica pada 4 MSA akibat perlakuan
ekstrak buah lerak ......................................................................................... 52
36. Analisis ragam tinggi tajuk gulma Asystasia gangetica pada 4 MSA
akibat perlakuan ekstrak buah lerak .............................................................. 52
37. Panjang akar gulma Asystasia gangetica pada 4 MSA akibat perlakuan
ekstrak buah lerak ......................................................................................... 53
38. Analisis ragam panjang akar gulma Asystasia gangetica pada 4 MSA
akibat perlakuan ekstrak buah lerak .............................................................. 53
39. Bobot kering akar gulma Asystasia gangetica pada 4 MSA akibat perlakuan
ekstrak buah lerak ......................................................................................... 54
40. Analisis ragam bobot kering akar gulma Asystasia gangetica pada 4 MSA
akibat perlakuan ekstrak buah lerak .............................................................. 54
41. Bobot kering tajuk gulma Asystasia gangetica pada 4 MSA akibat perlakuan
ekstrak buah lerak .......................................................................................... 55
42. Analisis ragam bobot kering tajuk gulma Asystasia gangetica pada 4 MSA
akibat perlakuan ekstrak buah lerak .............................................................. 55
43. Bobot kering gulma Asystasia gangetica pada 4 MSA akibat perlakuan
ekstrak buah lerak ......................................................................................... 56
44. Analisis ragam bobot kering gulma Asystasia gangetica pada 4 MSA akibat
perlakuan ekstrak buah lerak ......................................................................... 56
xix
45. Nisbah akar tajuk gulma Asystasia gangetica pada 4 MSA akibat perlakuan
ekstrak buah lerak ......................................................................................... 57
46. Analisis ragam nisbah akar tajuk gulma Asystasia gangetica pada 4 MSA
akibat perlakuan ekstrak buah lerak .............................................................. 57
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Buah lerak (Sapindus rarak DC.).................................................................... 11
2. Gulma Asystasia gangetica ............................................................................ 15
3. Tata letak percobaan ...................................................................................... 19
4. Pengaruh ekstrak buah lerak pada biji gulma Asystasia gangetica 1 MSA ... 26
5. Pengaruh ekstrak buah lerak pada biji gulma Asystasia gangetica 2 MSA ... 27
6. Jamur Aspergillus niger yang terdapat pada cawan petri di bawah
mikroskop....................................................................................................... 28
7. Gejala keracunan gulma Asystasia gangetica ................................................ 29
8. Gejala keracunan gulma secara visual gulma Asystasia gangetica pada
pengamatan 4 MSA ....................................................................................... 30
9. Pengaruh ekstrak buah lerak pada tinggi gulma Asystasia gangetica pada
pengamatan 4 MSA ........................................................................................ 34
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gulma merupakan tumbuhan yang secara langsung maupun tidak langsung
keberadaannya merugikan dan mengganggu kepentingan manusia. Selama proses
budidaya tanaman, gulma menjadi tumbuhan yang berkompetisi dalam
mendapatkan unsur hara, air, cahaya, dan ruang tumbuh dengan tanaman yang
dibudidayakan. Kompetisi tersebut dapat mengakibatkan penurunan hasil
tanaman budidaya karena gulma merupakan tumbuhan yang memiliki tingkat
pertumbuhan yang cepat sehingga gulma dapat merugikan manusia secara
ekonomi. Selain itu, gulma juga sebagai inang hama dan penyakit, serta
menyulitkan kegiatan pemupukan dan pemanenan (Pujisiswanto, 2012).
Gulma yang menjadi perhatian pada saat ini adalah Asystasia gangetica karena
penyebarannya yang cepat. Selain itu, gulma Asystasia gangetica merupakan
gulma yang pada saat ini banyak terserbar di Indonesia serta sulit dikendalikan
karena gulma ini tahan terhadap herbisida. Asystasia gangetica termasuk anggota
famili Acanthaceae, dikenal sebagai Violet Cina, Coromandel atau Creeping
foxglove. Di Afrika Selatan gulma ini disebut Asystasia. Gulma jenis ini
memiliki tinggi 600 mm sampai dengan 1 m dan tumbuh menyebar
2
(Groundcover). Buah Asystasia gangetica berupa kapsul yang dapat meletus pada
saat masih berwarna hijau, dan pada saat kering bewarna coklat (Palasta, 2007).
Dalam mengendalikan gulma ada beberapa cara yang dapat dilakukan, yaitu
secara mekanis, kultur teknis, biologis, kimiawi, preventif, dan terpadu. Dari
beberapa cara tersebut, pengendalian secara kimiawi dengan herbisida menjadi
pengendalian yang diminati karena efektif mengendalikan gulma dan efisien
waktu dan biaya sampai saat ini. Akan tetapi, pengendalian dengan menggunakan
herbisida kimia dapat mengakibatkan resistensi gulma apabila dilakukan secara
terus-menerus. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian herbisida berbahan
alami yang dapat mengendalikan gulma dan ramah lingkungan.
Pengendalian gulma dilakukan dengan herbisida yang ramah lingkungan salah
satunya adalah menggunakan bioherbisida. Bioherbisida adalah herbisida
berbahan alami yang mengandung senyawa alelopati yang berpeluang digunakan
sebagai agensia lokal pengendali gulma. Secara positif senyawa alelopati
berpengaruh terhadap gulma untuk dikembangkan sebagai herbisida yang ramah
lingkungan.
Buah lerak merupakan salah satu buah yang memiliki kandungan senyawa yang
bersifat racun yang dapat mengendalikan gulma. Pengujian secara kualitatif
senyawa yang terdapat pada daging buah lerak diantaranya adalah saponin,
triterpen, alkaloid, steroid, antrakinon, tanin, fenol, flavonoid, dan minyak atsiri
(Sunaryadi, 1999). Hasil penelitian Reza (2016) menunjukkan bahwa
penambahan ekstrak buah lerak dengan campuran cuka mampu meningkatkan
efektivitas pengendalian gulma. Pada penelitian kali ini dilakukan untuk
3
mengetahui efektivitas dari penggunaan ekstrak buah lerak (Sapindus rarak DC.)
sebagai bahan aktif utama herbisida alami dengan gulma respon Asystasia
gangetica.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan, maka penelitian ini dilakukan untuk
mendapatkan jawaban dari masalah yang dirumuskan sebagai berikut:
1. Apakah ekstrak buah lerak mampu menghambat perkecambahan dan
pertumbuhan gulma Asystasia gangetica?
2. Pada konsentrasi berapakah ekstrak buah lerak efektif dalam menghambat
perkecambahan dan pertumbuhan gulma Asystasia gangetica?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Untuk menguji ekstrak buah lerak dalam menghambat perkecambahan dan
pertumbuhan gulma Asystasia gangetica.
2. Untuk mendapatkan konsentrasi ekstrak buah lerak yang efektif dalam
menghambat perkecambahan dan pertumbuhan gulma Asystasia gangetica.
1.4 Landasan Teori
Berdasakan rumusan masalah dan tujuan penelitian yang telah dikemukakan,
maka disusun landasan teoritis sebagai berikut:
Pada umumnya, gulma mempunyai beberapa ciri yang khas yaitu
pertumbuhannya cepat, mempunyai daya bersaing yang kuat dalam perebutan
faktor-faktor kebutuhan hidup, mempunyai toleransi yang besar terhadap suasana
4
lingkungan yang ekstrim. Gulma mempunyai daya berkembang biak yang besar
baik secara generatif maupun vegetatif ataupun keduanya, alat perkembangbiakan
mudah tersebar dan bijinya memiliki sifat dormansi yang memungkinkan untuk
bertahan hidup dalam kondisi yang tidak menguntungkan (Nasution, 1986).
Adanya gulma dapat menimbulkan persaingan antara tanaman dengan gulma.
Kompetisi antara gulma dan tanaman pada sistem produksi tanaman budidaya
berhubungan dengan ketersediaan sarana tumbuh yang ada hanya terbatas
jumlahnya, seperti air, hara, cahaya, CO2, dan ruang tumbuh. Kompetisi tersebut
dapat mengakibatkan tanaman tidak optimal dalam pertumbuhannya. Faktor-
faktor yang mempengaruhi tingkat kompetisi adalah jenis gulma, kerapatan
gulma, waktu kehadiran gulma, kultur teknis, dan alelokimia (Sembodo, 2010).
Persaingan antara gulma dan tanaman mengakibatkan perebutan unsur hara, air,
dan cahaya matahari dan menimbulkan kerugian dalam produksi baik kualitas
maupun kuantitas. Kerapatan gulma sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan
tanaman budidaya. Semakin rapat gulma, persaingan yang terjadi antara gulma
dan tanaman pokok semakin hebat, pertumbuhan tanaman pokok semakin
terhambat, dan hasilnya semakin menurun (Moenandir, 1993).
Asystasia gangetica merupakan tumbuhan herba yang tumbuh cepat dan mudah
berkembangbiak. Berbatang lunak, dapat tumbuh dalam keadaan yang kurang
baik. Daun berhadapan, sering berpasangan, berbentuk bulat panjang, pangkal
bulat dan bertangkai. Bunga mengelompok, sedikit berbunga tunggal, berwarna
putih atau ungu, kelopak bunga menutupi ovari. Buah kapsul memiliki panjang 2-
3 cm, berbiji empat atau kurang dalam buah kapsul. Kerugian total yang
5
ditimbulkan oleh Asystasia gangetica dalam nilai uang hampir tidak mungkin
dihitung. Apabila dicoba untuk menghitung juga, maka diperlukan suatu
persamaan yang memerlukan nilai kerugian tanaman budidaya, biaya
pengendalian, kerusakan lingkungan, pengaruh terhadap kesehatan manusia,
kerugian ternak, pengaruh terhadap kualitas kehidupan dan lingkungan dan
banyak lagi faktor (Tjitrosoedirdjo, dkk., 1984).
Apabila biji-biji Asystasia gangetica sudah berkecambah dan mulai muncul maka
akan terdapat populasi gulma tertentu dalam suatu lahan dan gulma tersebut juga
akan menyita hampir semua cadangan yang dapat mendukung pertumbuhan di
lahan tersebut bila penyiangan tidak tepat pada saat periode kritis. Kemudian,
apabila penyiangan tidak dilakukan pada saatnya, maka hasil panen akan
berkurang akibat persaingan dengan gulma tersebut. Kerugian terhadap tanaman
budidaya bervariasi, tergantung dari jenis tanaman budidaya itu sendiri, iklim,
jenis gulma itu sendiri, dan tentu saja praktik pertanian disamping faktor lain.
Secara umum kerugian tanaman budidaya yang disebabkan gulma berkisar ± 28 %
dari kerugian total (Tjitrosoedirdjo, dkk., 1984).
Pengendalian Asystasia gangetica hampir sama dengan pengendalian gulma lain.
Terdapat beberapa metode/cara pengendalian gulma. Teknik pengendalian
meliputi pengendalian dengan upaya preventif (pembuatan peraturan, karantina,
sanitasi, dan peniadaan sumber invasi), pengendalian secara mekanik/fisik
(pengerjaan tanah, penyiangan, pencabutan, pembabatan, penggenangan, dan
pembakaran), pengendalian secara kultur teknis (pengendalian jenis unggul
terhadap gulma, pemilihan waktu tanam, cara tanam-perapatan jarak tanam,
6
tanaman sela, rotasi tanaman, dan penggunaan mulsa), pengendalian secara hayati
(pengadaan musuh alami, manipulasi musuh alami, dan pengelolaan musuh alami
yang ada di suatu daerah), serta pengendalian secara kimiawi (herbisida dengan
berbagai formulasi, surfaktan, alat aplikasi (Sukman dan Yakup, 1995).
Keuntungan pengendalian gulma secara kimiawi adalah cepat dan efektif,
terutama untuk areal yang luas. Beberapa segi negatifnya adalah bahaya
keracunan tanaman, mempunyai efek residu terhadap alam sekitar dan sebagainya.
Sehubungan dengan sifatnya ini maka pengendalian gulma secara kimiawi ini
harus menjadi pilihan terakhir apabila cara-cara pengendalian gulma lainnya tidak
berhasil.
Tanaman lerak atau Sapindus rarak merupakan tanaman yang mampu tumbuh
pada ketinggian 450-1500 m di atas permukaan air laut. Tinggi tanaman dapat
mencapai 15-42 m dan batang kayu yang berwarna putih kusam berbentuk bulat,
keras, dan dapat berukuran 1 m. Buahnya berbentuk bulat, keras, diameter ± 1,5
cm, dan berwarna kuning kecoklatan. Bijinya bundar dan berwarna hitam, daging
buahnya sedikit berlendir, dan mengeluarkan aroma wangi. Famili tanaman lerak
yaitu Sapindaceae dengan nama daerah klerek, lamuran, kalikea, atau kamikia
(Syahroni, dkk., 2013).
Herbisida alami (Bioherbisida) dapat diproduksi dengan mengekstrak tanaman
yang memiliki senyawa alelopati (Sastroutomo, 1990). Alelopati adalah interaksi
antar tumbuhan atau antara tumbuhan dengan mikroorganisme yang bersifat
menguntungkan ataupun merugikan melalui pelepasan senyawa kimia ke
lingkungan (Rice, 1984). Senyawa kimia yang memiliki potensi pada peristiwa
7
alelopati disebut sebagai alelokimia, yang terdapat pada semua bagian organ
tumbuhan seperti akar, rhizoma, batang, daun, buah dan bunga. Alelopati
(alelokimia) merupakan zat kimia yang dihasilkan oleh suatu tanaman untuk
menghambat pertumbuhan tanaman lain di sekitarnya (Sastroutomo, 1990).
Alelokimia merupakan metabolit sekunder, termasuk diantaranya adalah asam
lemak, quinon, terpenoid, flavonoid, tanin, asam sinamat dan derivatnya, asam
benzoat dan derivatnya, cumarin, fenol dan asam fenolat, asam amino non protein,
sulfida serta nukleosida (Raden, dkk., 2008).
1.5 Kerangka Pemikiran
Gulma merupakan tanaman yang tidak dikehendaki karena mengganggu
kepentingan manusia dalam melakukan budidaya tanaman. Gulma memiliki daya
persaingan yang tinggi terhadap tanaman karena adaptasi gulma tinggi serta
gulma dapat bertahan di kondisi yang ekstrim. Salah satu gulma yang penting
pada saat ini yaitu Asystasia gangetica. Seperti sifat gulma secara umum,
Asystasia gangetica merupakan tumbuhan yang memiliki pertumbuhan yang cepat
dan ini menyebar sehingga sangat mengganggu proses budidaya tanaman. Sifat
lain yang dimiliki gulma Asystasia gangetica adalah gulma ini tahan terhadap
herbisida, sehingga perlu dilakukan pengendalian dengan menggunakan herbisida
yang berbahan alami, yaitu bioherbisida dengan salah satu bahan utama ekstrak
buah lerak.
Alelopati merupakan senyawa yang dapat berfungsi sebagai alelokimia yang dapat
menghambat perbanyakan dan pemanjangan sel, laju fotosintesis, dan penahan
pertumbuhan tanaman bahkan menyebabkan kematian tanaman. Senyawa yang
8
terkandung pada senyawa alelopat yaitu fenol, alkaloid, terpenoid, asam lemak,
sterois, dan polycetylene. Pada buah lerak, terdapat beberapa senyawa yang sama
dengan senyawa yang terkandung dalam senyawa alelopati yaitu senyawa
alkaloid, fenol, dan steroid. Selain itu, buah lerak juga mengandung saponin yang
tinggi apabila dalam bentuk ekstraksi.
Pengendalian secara bioherbisida merupakan pengendalian yang menggunakan
bahan-bahan yang alami. Buah lerak merupakan buah memiliki kandungan
senyawa yang bersifat racun yang dapat mengendalikan gulma. Berdasarkan
penelitian sebelumnya, campuran buah lerak lebih mampu mengendalikan gulma,
sehingga diharapkan dapat mengendalikan gulma Asystasia gangetica secara
efektif tanpa campuran karena senyawa yang terkandung di dalam buah tersebut.
1.6 Hipotesis
Menurut kerangka pemikiran yang telah diutarakan, maka hipotesis yang diajukan
pada penelitian ini adalah:
1. Ekstrak buah lerak mampu menghambat perkecambahan dan pertumbuhan
gulma Asystasia gangetica.
2. Pada konsentrasi tertentu dari ekstrak buah lerak efektif menghambat
perkecambahan dan pertumbuhan gulma Asystasia gangetica.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Alelopati
Alelopati merupakan metabolit sekunder yang dihasilkan oleh tanaman, alga,
bakteri dan jamur yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
pertanian dan sistem biologi. Pada tumbuhan senyawa alelopati dapat ditemukan
di seluruh bagian tanaman, tetapi tempat penyimpanan terbesar senyawa ini
biasanya berlokasi di akar dan daun. Senyawa alelopati dilepaskan ke lingkungan
dengan beberapa cara, yaitu melalui penguapan, pencucian, dikeluarkan melalui
akar, dan dekomposisi residu tanaman dalam tanah. Metabolit tersebut dapat
berupa fenolik, flavonoid, alkaloid, terpenoid, dan cyanogenik glikosida, yang
pada umumnya bersifat hidrofilik (Reigosa, dkk., 2006).
Pada suatu agroekosistem, senyawa alelopati kemungkinan dapat dihasilkan oleh
gulma, tanaman pangan, hortikultura (semusim), tanaman berkayu, residu dari
tanaman dan gulma, serta mikroorganisme. Alelopati dari tanaman dan gulma
dapat dikeluarkan dalam bentuk eksudat dari akar dan serbuk sari, luruhan organ
(decomposition), senyawa yang menguap (volatile) dari daun, batang, dan akar,
serta melalui pencucian (leaching) dari organ bagian luar (Reigosa, dkk., 2000).
10
Sumber senyawa alelopati yang bersifat racun tersebut dapat terjadi melalui
beberapa cara yaitu diantaranya eksudasi dari akar, larut dari daun segar melalui
air hujan atau embun, larut dari serasah yang telah terdekomposisi dan
transformasi dari mikroorganisme tanah.
Pada umumnya konsentrasi senyawa alelopati yang berasal dari daun segar jauh
lebih rendah dibandingkan yang berasal dari serasah yang telah terdekomposisi.
Hasil-hasil metabolit sekunder seperti senyawa fenol, alkaloid, terpenoid, asam
lemak, steroid dan polyacetylene dapat berfungsi sebagai alelokimia. Zat-zat
alelopati suatu tanaman paling banyak terlokalisasi di daun. Pelepasan zat
alelopati ke lingkungan secara alamiah terjadi melalui peristiwa eksudasi akar,
basuhan batang dan daun oleh air hujan. Pelepasan atau penarikan zat aktif juga
dapat dilakukan dengan cara ekstraksi, dengan air atau pelarut organik lain yang
sesuai. Teknik paling sederhana adalah dengan cara maserasi (perendaman) atau
dengan pemanasan (Waller, 1987).
Senyawa alelopati dapat menyebabkan gangguan atau hambatan pada
perbanyakan dan perpanjangan sel, aktifitas giberelin dan Indole Acetid Acid
(IAA), penyerapan hara, laju fotosintesis, respirasi, pembukaan mulut daun,
sintesa protein, aktivitas enzim tertentu dan lain-lain. Hambatan alelopati dapat
pula berbentuk pengurangan dan kelambatan perkecambahan biji, penahanan
pertumbuhan tanaman, gangguan sistem perakaran, klorosis, layu,
bahkan kematian tanaman (Tetelay, 2003).
11
2.2 Buah Lerak
Lerak (Sapindus rarak) merupakan jenis tumbuhan yang berasal dari Asia
Tenggara yang dapat tumbuh dengan baik pada hampir semua jenis tanah dan
keadaan iklim, dari daratan rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 450-
1500 m dari permukaan laut. Lerak (Sapindus rarak) diklasifikasikan sebagai
berikut.
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledons
Sub kelas : Rosidae
Bangsa : Sapindales
Suku : Sapindaceae
Marga : Sapindus
Jenis : Sapindus rarak (Plantus, 2008).
Gambar 1. Buah Lerak (Sapindus rarak DC.)
Bentuk daun lerak bundar telur, perbungaan majemuk, malai, terdapat di ujung
batang warna putih kekuningan. Bentuk buah seperti kelereng kalau sudah tua
12
atau masak, warnanya coklat kehitaman, permukaan buah licin atau mengkilat,
bijinya bundar berwarna hitam (Gambar 1). Daging buah sedikit berlendir dan
aromanya wangi (Plantus, 2008). Pengujian secara kualitatif senyawa yang
terdapat pada daging buah diantaranya adalah triterpen, alkaloid, steroid,
antrakinon, tanin, fenol, flavonoid, dan minyak atsiri (Sunaryadi, 1999). Wina,
dkk (2005) menyatakan bahwa kulit buah, biji, kulit batang dan daun lerak
mengandung saponin dan flavonoid, sedangkan kulit buah juga mengandung
alkaloida dan polifenol. Kulit batang dan daun tanaman lerak mengandung tanin.
Senyawa aktif yang telah diketahui dari buah lerak adalah senyawa–senyawa dari
golongan saponin dan sesquiterpen.
Spesies tanaman Sapindus seperti Sapindus saponaria, S. rarak, S. emarginatus,
S. drummonii dan S. delavay pada umumnya mempunyai kandungan saponin yang
tinggi. Salah satu jenis Sapindus yang mempunyai kandungan saponin tinggi dan
dapat dimanfaatkan sebagai imbuhan pakan pada ruminansia adalah Sapindus
rarak (lerak). Buah dalam bentuk hasil ekstraksi dengan metanol telah dilaporkan
mengandung saponin dengan kadar tinggi daripada buahnya yang tanpa diekstrak
(Thalib, 2004). Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian Suharti, dkk. (2009)
yang menggunakan buah lerak (S. rarak) yang diekstraksi dengan air pada
konsentrasi 3 dan 5% kandungan saponinnya dan buah lerak yang diekstraksi
dengan metanol dengan kandungan saponin 81,5%.
Buah lerak dalam ekstraksi metanol dapat mematikan hampir seluruh populasi
protozoa uji dalam waktu 30 menit, sedangkan pada konsentrasi 3% ekstrak air
tepung lerak dapat menurunkan populasi protozoa sampai 89%. Namun
13
demikian, ekstrak air tepung lerak dengan konsentrasi 5% sudah efektif
mematikan hampir seluruh protozoa pada waktu 60 menit, hal ini membuktikan
bahwa lerak dalam bentuk ekstrak air tepung lerak dengan konsentrasi 5% dapat
dijadikan agen defaunasi pada protozoa rumen. Menurut Sunaryadi (1999)
kandungan saponin total hasil ekstraksi tanaman lerak banyak terdapat di bagian
daging buah yaitu sekitar 48,87%.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan saponin, alkaloid,
steroid, antikuinon, flavonoid, polifenol, dan tannin terdapat pada lerak di bagian
buah, kulit batang, biji, dan daun tanaman lerak (Fatmawati, 2014). Kandungan
saponin tertinggi terdapat pada bagian buah lerak. Saponin merupakan senyawa
kimia yang berasal dari metabolit sekunder yang banyak diperoleh dari tumbuh-
tumbuhan. Saponin memiliki sifat beracun bagi hewan berdarah dingin, berasa
pahit, berbentuk busa stabil didalam air, dapat menstabilkan emulsi, dan
menyebabkan hemolisis (Syahroni, 2013).
2.3 Bioherbisida
Pengelolaan gulma sudah dikembangkan oleh kontrol biologis dengan
menggunakan organisme hidup, seperti serangga, nematoda, bakteri, jamur, atau
produk alami. Untuk melengkapi metode konvensional, yang membantu
memenuhi strategi pengelolaan gulma yang baru, bioherbisida menawarkan
pendekatan berkelanjutan, berbiaya rendah, dan ramah lingkungan. Ada dua
pendekatan utama pengendalian gulma biologis: pengendalian biologis klasik dan
pendekatan bioherbisida.
14
Pendekatan biologis klasik mengenalkan musuh alami yang menyebar ke seluruh
wilayah dimana terjadi gulma target. Akan tetapi, pendekatan ini memiliki risiko
menyerang tanaman non-target setelah diperkenalkannya agen biokontrol di
daerah baru (Douglas, 2016). Ekstrak dari sumber alami mungkin juga berpotensi
sebagai bioherbisida. Lima dipeptida yang diekstraksi dari CGM yang
terhidrolisis menghambat pertumbuhan akar gulma yang berkecambah. Metabolit
sekunder dari daun Ailanthus altissima memiliki efek penghambatan pada
perkecambahan biji dan pertumbuhan tanaman Medicago saltiva. Ekstrak
lambung beras menunjukkan potensi allelopatik yang signifikan. Meningkatnya
konsentrasi ekstrak Ailanthus altissima hangat dari kultivar padi terpilih
dihidangkan dalam penghambatan perkecambahan Echinochloa crus-galli,
pertumbuhan bibit, dan berat badan.
Nieves, dkk. (2011) dalam Bioherbicides in Organic Horticulture (2016) juga
melaporkan bahwa ekstrak metanol dari Everniastrum sorocheilum, Usnea
roccellina, dan Cladonia confusa menghambat perkecambahan dan pertumbuhan
akar semanggi merah (Trifolium pratense). Phenolicsextracted dari lumut
Cladonia verticillaris menyebabkan perubahan dalam ultrastruktur dari kedua
akar dan daun bibit selada, menunjukkan potensi sebagai bioherbisida yang kuat.
Kacang hitam memiliki efek alelopati dan ekstrak dari kenari telah diformulasikan
secara komersial sebagai bioherbisida. Produk komersial berbasis ekstrak buah
kenari hitam (NatureCur®, Redox Chemicals, LLC, Burley, ID, AS) benar-benar
menghambat pertumbuhan ekor kuda (Conyza canadensis) dan flyabane berbulu
(Conyza bonariensis) pada konsentrasi 33,3%, menunjukkan potensi sebagai pra -
dan pasca-emergentbioherbicide (Douglas, 2016)
15
2.4 Asystasia gangetica
Asystasia gangetica merupakan golongan gulma yang saat ini menjadi gulma
penting. Klasifikasi dari gulma ini yaitu sebagai berikut
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Scrophulariales
Famili : Acanthaceae
Genus : Asystasia
Spesies : Asystasia gangetica
Gambar 2. Gulma Asystasia gangetica
Asystasia gangetica dikenal sebagai Violet Cina, Coromandel atau Creeping
foxglove. Di Afrika Selatan gulma ini hanya dapat disebut Asystasia. Gulma
tumbuh menyebar (Groundcover), dengan tinggi mencapai 600 mm atau sampai
dengan 1 m jika kondisi mendukung. Daun berbentuk sederhana dan dengan
susunan berlawanan. Buah Asystasia gangetica merupakan kapsul yang dapat
16
meletus dengan dalam warna hijau, dan pada saat kering bewarna coklat.
Subspesies Asystasia gangetica, telah lebih besar (30-40 mm) bunga biru atau
ungu muda (Palasta, 2007). Gulma Asystasia gangetica merupakan gulma yang
saat ini menjadi gulma penting karena pertumbuhannya yang pesat akibat
penyebarannya yang cepat, dan gulma yang tahan terhadap herbisida.
2.5 Perkecambahan Biji
Tahap awal pertumbuhan tanaman adalah perkecambahan. Perkecambahan
adalah terbentuknya plumula dan radikula pada biji. Pada tahap-tahap
perkecambahan, embrio yang terdapat didalam biji mengalami perubahan
fisiologis dari masa dorman yang kemudian berkembang menjadi tumbuhan muda
atau biasa disebut kecambah. Proses perkecambahan biji merupakan suatu
rangkaian kompleks dari perubahan-perubahan morfologi, fisiologi, dan biokimia.
Perkecambahan biji dimulai dengan proses imbibisi atau penyerapan air oleh biji
sehingga biji menjadi lunak serta terjadinya hidrasi sitoplasma dan peningkatan
suplai oksigen sehingga menyebabkan peningkatan respirasi dalam biji. Proses
selanjutnya yaitu kegiatan-kegiatan sel dan enzim-enzim dimana terjadi
penguraian bahan-bahan seperti karbohidrat, lemak, dan protein menjadi bentuk-
bentuk yang lebih sederhana dan larut kemudian ditranslokasikan ke titik-titik
tumbuh, kemudian terjadi asimilasi dari bahan-bahan yang telah diuraikan tadi di
daerah meristematik untuk menghasilkan energi baru, pembentukan komponen
dan pertumbuhan sel baru. Proses selanjutnya yaitu pertumbuhan dari kecambah
melalui proses pembelahan, pembesaran dan pembagian sel-sel pada titik-titik
tumbuh (Sutopo, 2002).
17
Menurut Sutopo (2002), perkecambahan biji dapat dihambat oleh beberapa faktor
yaitu sebagai berikut
1. Faktor Luar
Faktor luar yang mempengaruhi terhambatnya perkecambahan biji yaitu air,
suhu, cahaya, dan oksigen.
2. Faktor Dalam
Faktor yang mempengaruhi terhambatnya perkecambahan biji yaitu tingkat
kemasakan biji, ukuran biji, dormansi, dan penghambat perkecambahan. Zat-
zat yang dapat menghambat perkecambahan antara lain larutan dengan tingkat
osmotik tinggi (larutan mannitol dan NaCl), bahan-bahan yang mengganggu
lintasan metabolisme, umumnya menghambat respirasi seperti sianida,
dinitrofenol, azide, fluorida, hydroxylamine, herbisida, coumarin, dan auxin.
Salah satu yang mengganggu lintasan metabolisme merupakan fenol. Fenol dapat
mengganggu aktivitas hormon giberelin yang menurunkan produksi enzim
amilase yang bekerja di endosperma untuk mengubah pati menjadi gula, sehingga
pati yang diubah menjadi gula menjadi sedikit sehingga pertumbuhan embrio
menjadi terhambat dan biji tersebut tidak berkecambah. Perkecambahan biji
ditandai dengan muncul plumula dan radikula. Terdapat dua tipe perkecambahan
biji yaitu tipe epigeal dan tipe hipogeal. Tipe epigeal adalah tipe perkecambahan
biji dengan kotiledon terangkat ke permukaan tanah, sedangkan tipe hipogeal
adalah tipe perkecambahan biji dengan kotiledon tidak terangkat ke permukaan
tanah.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Ilmu Gulma dan Rumah Kaca
Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Gedong Meneng Bandar Lampung dari
Januari – Maret 2018.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender, neraca/timbangan,
erlenmeyer, gelas ukur, cawan petri, dan pot. Sedangkan bahan-bahan yang
digunakan adalah buah lerak, biji Asystasia gangetica, aquades, kertas merang,
spons, label, dan tanah.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini terdiri atas dua set penelitian yaitu uji di cawan petri dan di pot.
Penelitian menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan
konsentrasi ekstrak buah lerak yang terdiri atas kontrol, 25%, 50%, dan 75%.
Masing-masing perlakuan dilakukan pada cawan petri dan pot diulang sebanyak 4
kali sehingga diperoleh 16 unit percobaan pada cawan petri dan 16 unit percobaan
pada pot. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam yang sebelumnya
telah diuji homogenites ragamnya dengan uji Bartlett dan additivitasnya dengan
uji Tukey dan dilanjutkan dengan Uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%.
19
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Tata letak percobaan
Tata letak cawan petri dan pot diatur dengan jarak yang cukup agar tidak terjadi
kontaminasi antar perlakuan. Tata letak percobaan dapat dilihat pada Gambar 3.
U I U II U III U IV
Kontrol Kontrol Kontrol Kontrol
25% 25% 25% 25%
50% 50% 50% 50%
75% 75% 75% 75%
Gambar 3. Tata letak percobaan
Keterangan
U : Ulangan
3.4.2 Gulma Sasaran
Gulma sasaran yang diuji adalah gulma golongan daun lebar yaitu Asystasia
gangetica. Pada saat ini, gulma tersebut merupakan gulma penting yang
memiliki tingkat penyebaran yang tinggi.
3.4.3 Penanaman Gulma
Penanaman gulma dilakukan dengan menanam biji gulma Asystasia gangetica.
Biji gulma diambil di sekitar Universitas Lampung. Media yang digunakan untuk
20
perkecambahan di cawan petri adalah spons yang dilapisi kertas merang.
Sedangkan media yang digunakan untuk perkecambahan pada percobaan yang
dilakukan di pot yaitu tanah. Tanah yang digunakan untuk perkecambahan biji
Asystasia gangetica merupakan tanah yang cocok untuk gulma tersebut, diambil
di tempat yang menjadi habitat gulma tersebut.
3.4.4 Ekstrak Buah Lerak
Metode ekstraksi buah lerak menurut Cheema dan Khaliq (2000) dengan cara
buah lerak dicincang menjadi potongan 2-3 cm dan direndam 24 jam dalam air
destilasi 1:10 perbandingan lerak 100 g dengan air 1 L pada suhu kamar,
kemudian disaring. Hasil saringan tersebut menjadi 100% ekstrak terkonsentrasi
(larutan stok). Konsentrasi selanjutnya diencerkan dengan air destilasi hingga
konsentrasi ekstrak menjadi 25%, 50%, dan 75%.
Konsentrasi ekstrak 25% didapatkan dengan melakukan pengenceran
menggunakan 25ml larutan stok dicampur 75ml air destilata untuk 100ml larutan
ekstrak. Konsentrasi ekstrak 50% didapatkan dengan melakukan pengenceran
menggunakan 50ml larutan stok dicampur 50ml air destilasi untuk 100ml larutan
ekstrak. Konsentrasi ekstrak 75% didapatkan dengan melakukan pengenceran
menggunakan 75ml larutan stok dicampur 25ml air destilasi untuk 100ml larutan
ekstrak.
3.4.5 Aplikasi
a. Uji Perkecambahan Biji Gulma Asystasia gangetica di Cawan Petri
Penelitian dilakukan pada saat biji gulma Asystasia gangetica belum berkecambah
atau tumbuh (pra-tumbuh). Media tanam berupa kertas merang dan spon yang
21
dimasukkan ke dalam cawan petri ukuran 10 x 5 cm. Biji gulma sebanyak 10 biji
disemai pada setiap cawan petri, biji kemudian disemprot dengan 10 ml larutan
ekstrak buah lerak sesuai dengan perlakuan.
b. Uji Pasca Tumbuh Gulma Asystasia gangetica di Pot
Media tanam berupa tanah yang dimasukkan ke dalam pot ukuran 10 x 15 cm.
Biji gulma sebanyak 10 biji disemai pada setiap pot. Setelah 5 hari, dipilih 5
gulma yang memiliki ukuran yang sama pada masing-masing pot. Perlakuan
dengan penyemprotan 10 ml ekstrak buah lerak sesuai perlakuan diberikan 1 kali
pada hari ke-10 setelah tanam.
3.4.6 Pemeliharaan Gulma
Gulma yang telah dikecambahkan dipelihara dengan dilakukan penyiraman,
penyiangan gulma nontarget, dan pengendalian hama penyakit jika diperlukan.
Penyiraman gulma dilakukan hingga tanah dan spons mengalami kapasitas lapang
dengan tujuan agar gulma dapat berkecambah dan tidak kekurangan air untuk
melakukan perkecambahan. Penyiangan gulma nontarget dilakukan pada
perkecambahan dengan media tanah agar pertumbuhan gulma target tidak
terganggu. Penyiangan dilakukan dengan mencabut gulma nontarget dan
membuangnya.
3.5 Pengamatan
3.5.1 Uji Perkecambahan
Pengamatan dilakukan setiap hari setelah aplikasi sampai 2 minggu setelah
aplikasi. Pengamatan yang dilakukan adalah sebagai berikut.
22
1. Daya berkecambah, yaitu jumlah kecambah normal yang dihasilkan : jumlah
contoh biji yang diuji x 100%
2. Kecepatan perkecambahan biji (KP) , KN = persentae kecambah
normal, ∆KN = KN(t) – KN(t-1) waktu perkecambahan, t = jumlah hari sejak
penanaman biji hingga hari pengamatan ke t (t = 1,2,….n)
3.5.2 Uji Pertumbuhan Gulma
Pengamatan dilakukan setiap minggu sampai akhir minggu ke empat.
1. Tinggi tajuk (cm), diukur dari pangkal batang sampai daun terpanjang
2. Panjang akar (cm), diukur dari pangkal batang yang tumbuh sampai akar
terpanjang
3. Bobot kering akar, bobot kering tajuk, dan bobot kering tanaman diukur setelah
gulma dipanen kemudian dikeringkan dalam oven pada suhu 80ºC sampai
beratnya konstan
4. Nisbah akar tajuk, dihitung dengan membagi bobot kering akar dengan bobot
kering bagian atas tanaman (tajuk) pada masing-masing perlakuan
5. Tingkat keracunan gulma, dilakukan secara visual pada 1,2,3, dan 4 MSA.
Nilai skoring visual sebagai berikut:
0 = Tidak ada keracunan, 0-5% bentuk dan atau warna daun muda tidak normal
1 = Keracunan ringan, >5-10% bentuk dan atau warna daun muda tidak normal
2 = Keracunan sedang, 10-20% bentuk dan atau warna daun muda tidak normal
3 = Keracunan berat, >20-50% bentuk dan atau warna daun muda tidak normal
4 = Keracunan sangat berat, >50% bentuk dan atau warna daun muda tidak
normal hingga mengering dan rontok, tanaman mati.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut
1. Ekstrak buah lerak pada konsentrasi 25 – 75% mampu menghambat
perkecambahan biji dan menekan pertumbuhan gulma Asystasia gangetica.
2. Ekstrak buah lerak pada konsentrasi 50% dan 75% lebih baik menekan
pertumbuhan gulma Asystasia gangetica pada tinggi gulma, bobot kering akar
gulma, dan bobot kering gulma.
5.2 Saran
Perlu dilakukannya penelitian lanjutan dengan melakukan aplikasi ekstrak buah lerak
di lapang agar diketahui apakah perkecambahan gulma terhambat dan pertumbuhan
gulma tertekan dalam kondisi lapang.
DAFTAR PUSTAKA
Cheema, Z.A. dan Khaliq, A. (2000). Use of sorghum allelopathic properties to
control weeds in irrigated wheat in a semi arid region of Punjab. Agriculture,
Ecosystem and Environment. 79: 105-112.
Douglas, D., Archbold. 2016. Bioherbicides in Organic Horticulture. Jurnal
Horticulturae 2, 3: doi:10.3390.
Fitri, R., Mayta Novaliza, dan Siti Fatonah. 2013. Uji Ekstrak Daun Gulma
Babadotan (Ageratum conyzoides L.) terhadap Perkecambahan dan
Pertumbuhan Gulma Chromolaena odorata L. Skripsi. Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau. Riau.
Hafsah, S., M. Abduh U., dan Cut Mutia. 2012. Efek Alelopati Ageratum
conyzoides terhadap Pertumbuhan Sawi. Jurnal Floratek. 8: 18-24
Hamdi, M., Abdelkader K., dan Jean-Louis Garcia. 1991. The Use of Aspergillus
niger fot the Bioconversion of Olove Mill Waste-Waters. Appl Microbiol
Biotechnol. 34: 828-831.
Khotib, M. 2002. Potensi Alelokimia Daun Jati untuk Mengendalikan
Echinochloa cusgalli. Program Studi Kimia Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kristato. 2006. Perubahan Karakter Tanaman Jgung (Zea mays L.) Akibat
Alelopati dan Persaingan Teki (Cyperus rotundus L.). Jurnal Indon. Trop.
Anim. Agric. 31 (3): 189-194
Kuiters, A. T. 1989. Effects of Phenolic Acids on Germination and Early Growth
of Herbaceous Woodland Plants. Journal of Chemical Ecplogy. 15 : 2.
Moenandir, J. 1993. Pengantar Ilmu dan pengendalian Gulma.Buku Edisi I. PT
Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Nasution, U. 1986. Gulma dan Pengendalianya di Perkebunan Karet Sumatera
Utara dan Aceh. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Tanjung
Morawa (P4TM). Medan.
40
Nurtjahyani, S. N. dan I. Murtini. 2015. Karakteristik Tanaman Cabai yang
Terserang Hama Kutu Kebul (Bemisia tabaci). University Research
Colloquium.
Palasta, R. 2007. Efisikasi Beberapa Formulasi Herbisida Glifosat terhadap
Beberapa Spesies Rumput, Teki, dan Daun Lebar. Skripsi Kompetisi
Beberapa Jenis dan Populasi Gulma Terhadap Pertumbuhan Awal Tanaman
Tebu (Saccharum officinarum L.). Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Bandar Lampung. 93 hlm.
Pebriani, Riza L, Mukarlina. 2013. Potensi Ekstrak Daun Sembung Rambat
(Mikania micrantha H. B. K) Sebagai Bioherbisida terhadap Gulma Maman
Ungu (Cleome rutidosperma DC.) dan Rumput Bahia (Paspalum notatum
Flugge). Protobiont. 2(2): 32-38
Plantus. 2008. Anekaplantasia. Plants clipping infomations from all over media in
Indonesia.
Pujisiswanto, H. 2012. Kajian Daya Racun Cuka (Asam Asetat) Terhadap
Pertumbuhan Gulma Pada Persiapan Lahan. Agrin. 16 : 1.
Pujisiswanto, H., Nanik S., dan Erni M. 2018. Potensi Alelopati Buah Lerak
(Sapindus Rarak) Sebagai Bioherbisida Pratumbuh Terhadap
Perkecambahan Gulma Asystasia gangetica dan Eleusine indica.
Makalah Himpunan Ilmu Gulma Indonesia. 7 hlm.
Raden I, Purwoko, Bambang S, Santosa E, dan Ghulamahdi M. 2008. Pengaruh
Alelopati Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) terhadap Perkecambahan Benih
Jagung, Tomat dan Padi Gogo. Bul. Agron. 36(1): 78–83.
Rahmawati, V., Sumarsono dan W. Slamet. 2013. Nisbah Daun Batang, Nisbah
Tajuk Akar dan Kadar Serat Kasar Alfalfa (Medicago sativa) pada Pemupukan
Nitrogen dan Tinggi Defoliasi Berbeda. Animal Agriculture Jurnal, 2 (1): 1-8.
Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro. Semarang
Reigosa MS, Gonzalezy L, Soute XC et al. 2000. Allelopathy in forest ecosystems,
allelopathy in ecological agricultural and forestry. Proceedings III.
International Congress Allelopathy in Ecological Agricultural and Forestry.
Reigosa MJ, Pedrol N, Gonzales L. 2006. Allelopathy: A Physiological process
with ecological implications. Springer, Dordrecht.
Reza, M. G. 2015. Peningkatan Efektivitas Cuka sebagai Herbisida dengan
Penambahan Larutan Buah Lerak Terhadap Beberapa Jenis Gulma. Skripsi.
Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 111 hlm.
Rice, E.L. 1984. Allelopathy 2. London. Academic Press.
41
Sastroutomo, S. 1990. Ekologi Gulma. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sembodo, D. R. J. 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta.
168 hlm.
Sinaga, R., 2008. Keterkaitan Nisbah Tajuk Akar dan Efisiensi Penggunaan Air
pada Rumput Gajah dan Rumput Raja Akibat Penurunan Ketersediaan Air
Tanah. Jurnal Biologi Sumatera,3 (1) : 29 -35
Sjahril, R. dan Syam’un, E. 2011. Herbisida dan Aplikasinya. Makasar.
Suharti, S., Astuti, D.A., Wina, E., 2009. Kecernaan nutrien dan performa
produksi sapi potong Peranakan Ongole (PO) yang diberi tepung lerak
(Sapindus rarak) dalam ransum. JITV 14: 200-207.
Sukman, Y. dan Yakup. 1995. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. PT Raja
Grafindo Persada. Jakarta. 159 hlm.
Sukman, Y. dan Yakup. 1991. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Rajawali
Pers. Jakarta. 157 hlm.
Sunaryadi, 1999, Ekstraksi dan isolasi buah lerak (Sapindus rarak) serta pengujian
daya defaunasinya, Tesis, Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Sutopo, Lita. 2002. Teknologi Benih. Jakarta. Raja Grafindo Persada
Syahroni, Yan Yanuar dan Djoko Prijono. 2013. Aktivitas Insektisida Ekstrak
Buah Piper aduncum L. (Piperaceae) dan Sapindus rarak DC. (Sapindaceae)
serta Campurannya Terhadap Larva Crocidolomia pavonana (F.)
(Lepidoptera : Crambidae). Jurnal Entomologi Indonesia 10 (1) : 39 – 50.
Tetelay, F. 2003. Pengaruh Alelopati Acacia mangium Wild. terhadap
Perkecambahan Benih Kacang Hijau (Phaseolus radiatus. L) dan Jagung (Zea
mays). Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan, 4(1), 41-49.
Thalib. 2004. Uji Efektivitas Saponin Buah Sapindus rarak sebagai Inhibitor
Metanogenesis secara In Vitro. J. Ilmu Ternak dan Veteriner 9 (3): 164-171.
Tjitrosoedirjo, S., I. H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di
Perkebunan. Gramedia. Jakarta. 210 hlm
Umeda, P., G., Marli A. R., Sonia C. J. G., dan Denise, G. S. 2012. Allelopathic
Potential of Sapindus saponaria L. Leaves in the Control of Weeds. Acta
Scientiarum Agronomy. 34: 1-9.
Waller, G. R. 1987. Allelochemical: Role in Agriculture and Forestry. ACS
Symposium Series No. 330. Washington DC. American Chemical Society.
42
Wina, E., S. Muetzel, E.M. Hoffmann, H.P.S. Makkar & K. Becker. 2005.
Saponin containing methanol extract of Sapindus rarak affect microbial
fermentation, microbial activity and microbial community structure in vitro.
Anim. Feed. Sci. Technol. 121: 59-174.