Pengaruh olah raga terhadap kadar glukosa penderita dm bab 2

33
6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA Diabetes Melitus Definisi Diabetes Melitus Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin (Soegondo dkk, 2009). Diabetes Mellitus adalah kondisi abnormalitas metabolisme karbohidrat yang disebabkan oleh defisiensi (kekurangan) insulin, baik secara absolute (total) maupun sebagian (Hadisaputro. Setiawan, 2007). Diabetes melitus tipe II adalah kombinasi akibat antara jaringan tubuh yang mengalami resistansi terhadap aksi insulin dan ketidakmampuan pankreas untuk menghasilkan cukup insulin ekstra untuk mengatasi kondisi tersebut (Bryer, 2012). Diabetes melitus tipe II merupakan suatu kelainan patofisiologi dari resistensi insulin, dimana terjadi sekresi insulin untuk mengimbangi resistensi jaringan perifer walaupun pada akhirnya mekanisme mengalami kegagalan. Kelainan utama dalam hasil laboratorium berupa kadar gula darah yang tinggi (Berkowtz, 2013). Klasifikasi Diabetes Mellitus

description

proposal

Transcript of Pengaruh olah raga terhadap kadar glukosa penderita dm bab 2

27

BAB IITINJAUAN PUSTAKA2.1 Diabetes Melitus2.1.1 Definisi Diabetes Melitus Diabetes Mellitus adalah suatu kumpulan gejala yang timbul pada seseorang yang disebabkan oleh karena peningkatan kadar glukosa darah akibat penurunan sekresi insulin yang progresif dilatar belakangi oleh resistensi insulin (Soegondo dkk, 2009). Diabetes Mellitus adalah kondisi abnormalitas metabolisme karbohidrat yang disebabkan oleh defisiensi (kekurangan) insulin, baik secara absolute (total) maupun sebagian (Hadisaputro. Setiawan, 2007).Diabetes melitus tipe II adalah kombinasi akibat antara jaringan tubuh yang mengalami resistansi terhadap aksi insulin dan ketidakmampuan pankreas untuk menghasilkan cukup insulin ekstra untuk mengatasi kondisi tersebut (Bryer, 2012). Diabetes melitus tipe II merupakan suatu kelainan patofisiologi dari resistensi insulin, dimana terjadi sekresi insulin untuk mengimbangi resistensi jaringan perifer walaupun pada akhirnya mekanisme mengalami kegagalan. Kelainan utama dalam hasil laboratorium berupa kadar gula darah yang tinggi (Berkowtz, 2013).

2.1.2 Klasifikasi Diabetes MellitusKlasifikasi Diabetes Melitus (DM) menurut American Diabetes Association 2010 (ADA 2010), dibagi dalam 4 jenis yaitu :A. Diabetes Melitus Tipe 1 atau Insulin Dependent Diabetes Mellitus/IDDM DM tipe 1 terjadi karena adanya destruksi sel beta pankreas karena sebab autoimun. Pada DM tipe ini terdapat sedikit atau tidak sama sekali sekresi insulin dapat ditentukan dengan level protein c-peptida yang jumlahnya sedikit atau tidak terdeteksi sama sekali. Manifestasi klinik pertama dari penyakit ini adalah ketoasidosis.B. Diabetes Melitus Tipe 2 atau Insulin Non-dependent Diabetes Mellitus/NIDDM Pada penderita DM tipe ini terjadi hiperinsulinemia tetapi insulin tidak bisa membawa glukosa masuk ke dalam jaringan karena terjadi resistensi insulin yang merupakan turunnya kemampuan insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan untuk menghambat produksi glukosa oleh hati. Oleh karena terjadinya resistensi insulin (reseptor insulin sudah tidak aktif karena dianggap kadarnya masih tinggi dalam darah) akan mengakibatkan defisiensi relatif insulin. Hal tersebut dapat mengakibatkan berkurangnya sekresi insulin pada adanya glukosa bersama bahan sekresi insulin lain sehingga sel beta pankreas akan mengalami desensitisasi terhadap adanya glukosa. Onset DM tipe ini terjadi perlahan-lahan karena itu gejalanya asimtomatik. Adanya resistensi yang terjadi perlahan-lahan akan mengakibatkan sensitivitas reseptor akan glukosa berkurang. DM tipe ini sering terdiagnosis setelah terjadi komplikasi.C. Diabetes Melitus Tipe Lain DM tipe ini terjadi karena etiologi lain, misalnya pada defek genetik fungsi sel beta, defek genetik kerja insulin, penyakit eksokrin pankreas, penyakit metabolik endokrin lain, iatrogenik, infeksi virus, penyakit autoimun dan kelainan genetik lain. Penyebab terjadinya DM tipe lain dapat dilihat pada tabel 1.D. Diabetes Melitus Gestasional DM tipe ini terjadi selama masa kehamilan, dimana intoleransi glukosa didapati pertama kali pada masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua dan ketiga. DM gestasional berhubungan dengan meningkatnya komplikasi perinatal. Penderita DM gestasional memiliki risiko lebih besar untuk menderita DM yang menetap dalam jangka waktu 5-10 tahun setelah melahirkan.

2.1.3 EtiologiEtiologi secara umum tergantung dari tipe Diabetes, yaitu :A. Diabetes Tipe I ( Insulin Dependent Diabetes Melitus / IDDM ) Diabetes yang tergantung insulin yang ditandai oleh penghancuran sel-sel beta pankreas disebabkan oleh :a. Faktor genetikPenderita DM tidak mewarisi DM tipe 1 itu sendiri tapi mewarisi suatu predisposisi / kecenderungan genetik ke arah terjadinya DM tipe 1. Ini ditemukan pada individu yang mempunyai tipe antigen HLA ( Human Leucocyte Antigen ) tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen transplatasi dan proses imun lainnya.b. Faktor ImunologiRespon abnormal dimana antibodi terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang dianggap seolah-olah sebagai jaringan asing.c. Faktor lingkunganVirus atau toksin tertentu dapat memicu proses autoimun yang menimbulkan destruksi sel beta.B. Diabetes Tipe II (Non Insulin Dependent Diabetes Melitus / NIDDM )Mekanisme yang tepat yang menyebabkan resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin pada diabetes tipe II belum diketahui. Faktor genetik diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Selain itu terdapat faktor-faktor risiko tertentu yang berhubungan yaitu :a. UsiaUmumnya manusia mengalami penurunan fisiologis yang secara dramatis menurun dengan cepat pada usia setelah 40 tahun. Penurunan ini yang akan beresiko pada penurunan fungsi endokrin pankreas untuk memproduksi insulin. (Sujono & Sukarmin, 2008).b. ObesitasObesitas mengakibatkan sel-sel beta pankreas mengalami hipertropi yang akan berpengaruh terhadap penurunan produksi insulin. Hipertropi pankreas disebabkan karena peningkatan beban metabolisme glukosa pada penderita obesitas untuk mencukupi energi sel yang terlalu banyak. (Sujono & Sukarmin, 2008).c. Riwayat KeluargaPada anggota keluarga dekat pasien diabetes tipe 2 (dan pada kembar non identik), risiko menderita penyakit ini 5 hingga 10 kali lebih besar daripada subjek (dengan usia dan berat yang sama) yang tidak memiliki riwayat penyakit dalam keluarganya. Tidak seperti diabetes tipe 1, penyakit ini tidak berkaitan dengan gen HLA. Penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa diabetes tipe 2 tampaknya terjadi akibat sejumlah defek genetif, masing-masing memberi kontribusi pada risiko dan masing-masing juga dipengaruhi oleh lingkungan. (Robbins, 2007).d. Gaya hidup (stres)Stres kronis cenderung membuat seseorang mencari makanan yang cepat saji yang kaya pengawet, lemak, dan gula. Makanan ini berpengaruh besar terhadap kerja pankreas. Stres juga akan meningkatkan kerja metabolisme dan meningkatkan kebutuhan akan sumber energi yang berakibat pada kenaikan kerja pankreas. Beban yang tinggi membuat pankreas mudah rusak hingga berdampak pada penurunan insulin (Sujono & Sukarmin, 2008).

2.1.4 PatogenesisPatogenesis diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan adanya resistensi insulin perifer, gangguan hepatic glucosa production (HGP) dan penurunan fungsi sel , yang akhirnya akan menuju kerusakan total sel . Mula-mula timbul resistensi insulin kemudian disusul oleh peningkatan sekresi insulin, untuk mengkompensasi (mengatasi kekurangan) resistensi insulin agar kadar glukosa darah tetap normal. Lama-kelamaan sel beta tidak sanggup lagi mengkompesasikan resistensi insulin hingga kadar glukosa darah meningkat dan fungsi sel beta semakin menurun saat itulah diagnosa diabetes ditegakkan ternyata penurunan fungsi sel beta berlangsung secara progresif sampai akhirnya sama sekali tidak mampu lagi mengekresi insulin (ADA, 2007).

2.1.5 GejalaGejala awalnya berhubungan dengan efek langsung dari kadar gula darah yang tinggi. Jika kadar gula darah sampai diatas 160-180 mg/dL, maka glukosa akan sampai ke air kemih. Jika kadarnya lebih tinggi lagi, ginjal akan membuang air tambahan untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang. Karena ginjal menghasilkan air kemih dalam jumlah yang berlebihan, maka penderita sering berkemih dalam jumlah yang banyak (poliuri) (Sarwono, 2006).Akibat poliuri maka penderita merasakan haus yang berlebihan sehingga banyak minum (polidipsi). Sejumlah besar kalori hilang ke dalam air kemih, penderita mengalami penurunan berat badan. Untuk mengkompensasikan hal ini penderita seringkali merasakan lapar yang luar biasa sehingga banyak makan (polifagi) (Sarwono, 2006).Dengan memahami proses terjadinya kelainan pada diabetes melitus tersebut diatas, mudah sekali dimengerti bahwa pada penderita diabetes melitus akan terjadi keluhan khas yaitu lemas, banyak makan, (polifagia), tetapi berat badan menurun, sering buang air kecil (poliuria), haus dan banyak minum (polidipsia). Penyandang diabetes melitus keluhannya sangat bervariasi, dari tanpa keluhan sama sekali, sampai keluhan khas diabetes melitus seperti tersebut diatas. Penyandang diabetes melitus sering pula datang dengan keluhan akibat komplikasi seperti kebas, kesemutan akibat komplikasi saraf, gatal dan keputihan akibat rentan infeksi jamur pada kulit dan daerah khusus, serta ada pula yang datang akibat luka yang lama sembuh tidak sembuh (Sarwono, 2006).

2.1.6 KomplikasiDiabetes yang tidak terkontrol dengan baik akan menimbulkan komplikasi akut dan kronis. (Perkeni, 2006) komplikasi DM dapat dibagi menjadi dua kategori, yaitu :A. Komplikasi akuta. Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah seseorang di bawah nilai normal (< 50 mg/dl). Gejala umum hipoglikemia adalah lapar, gemetar, mengeluarkan keringat, berdebar-debar, pusing, pandangan menjadi gelap, gelisah serta bisa koma. Apabila tidak segera ditolong akan terjadi kerusakan otak dan akhirnya kematian. Kadar gula darah yang terlalu rendah menyebabkan sel-sel otak tidak mendapat pasokan energi sehingga tidak berfungsi bahkan dapat mengalami kerusakan. Hipoglikemia lebih sering terjadi pada penderita DM tipe 1 yang dapat dialami 1-2 kali per minggu, survei yang dilakukan di Inggris diperkirakan 2-4% kematian pada penderita DM tipe 1 disebabkan oleh serangan hipoglikemia.b. Hiperglikemia adalah apabila kadar gula darah meningkat secara tiba-tiba. Gejala hiperglikemia adalah poliuria, polidipsia, polifagia, kelelahan yang parah, dan pandangan kabur. Hiperglikemia yang berlangsung lama dapat berkembang menjadi keadaan metabolisme yang berbahaya, antara lain ketoasidosis diabetik, Koma Hiperosmoler Non Ketotik (KHNK) dan kemolakto asidosis. Ketoasidosis diabetik diartikan tubuh sangat kekurangan insulin dan sifatnya mendadak. Akibatnya metabolisme tubuh pun berubah. Kebutuhan tubuh terpenuhi setelah sel lemak pecah dan membentuk senyawa keton, keton akan terbawa dalam urin dan dapat dicium baunya saat bernafas. Akibat akhir adalah darah menjadi asam, jaringan tubuh rusak, tak sadarkan diri dan mengalami koma. Komplikasi KHNK adalah terjadi dehidrasi berat, hipertensi, dan syok. Komplikasi ini diartikan suatu keadaan tubuh tanpa penimbunan lemak, sehingga penderita tidak menunjukkan pernafasan yang cepat dan dalam, sedangkan kemolakto asidosis diartikan sebagai suatu keadaan tubuh dengan asam laktat tidak berubah menjadi karbohidrat. Akibatnya kadar asam laktat dalam darah meningkat (hiperlaktatemia) dan akhirnya menimbulkan koma. b. Komplikasi kronis i. Komplikasi makrovaskuler, komplikasi makrovaskuler yang umum berkembang pada penderita DM adalah trombosit otak (pembekuan darah pada sebagian otak), mengalami penyakit jantung koroner (PJK), gagal jantung kongetif, dan stroke. Pencegahan komplikasi makrovaskuler sangat penting Universitas Sumatera Utara dilakukan, maka penderita harus dengan sadar mengatur gaya hidup termasuk mengupayakan berat badan ideal, diet gizi seimbang, olahraga teratur, tidak merokok, dan mengurangi stress. ii. Komplikasi mikrovaskuler, komplikasi mikrovaskuler terutama terjadi pada penderita DM tipe 1. Hiperglikemia yang persisten dan pembentukan protein yang terglikasi (termasuk HbA1c) menyebabkan dinding pembuluh darah semakin lemah dan menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil, seperti nefropati, diabetik retinopati (kebutaan), neuropati, dan amputasi (Perkeni, 2006).

2.1.7 DiagnosisDiagnosis diabetes melitus harus berdasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Dalam menentukan diagnosis diabetes melitus harus diperhatikan asal bahan darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis diabetes melitus, pemeriksaan glukosa darah sebaiknya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya. Walaupun demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh, vena maupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda sesuai pembakuan WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa glukosa darah kapiler (Sudoyo,Aru W, 2006).Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini (PERKENI, 2006) :1. Keluhan klasik DM berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya.2. Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.Jika keluhan khas khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah cukup untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl juga digunakan untuk acuan diagnosis diabetes melitus. Untuk kelompok tanpa keluhan khas diabetes melitus, hasil pemeriksaan glukosa darah yang baru satu kali saja abnormal, belum cukup kuat untuk menegakkan diagnosis diabetes melitus. Diperlukan pemastian lebih lanjut dengan mendapat sekali lagi angka abnormal, baik kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl, kadar glukosa sewaktu 200 mg/dl pada hari yang lain, atau dari hasil tes toleransi glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan 200 mg/dl (Sudoyo,Aru W, 2006).

Tabel 1. Kriteria diagnosis diabetes melitus (PERKENI, 2006).

Ada perbedaan antara uji diagnostik diabetes melitus dengan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik diabetes melitus dilakukan pada mereka yang menunjukkan gejala atau tanda diabetes melitus, sedangkan pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasikan mereka yang tidak bergejala, yang mempunyai resiko diabetes melitus. Serangkaian uji diagnostik akan dilakukan kemudian pada mereka yang hasil pemeriksaan penyaringnya positif, untuk memastikan diagnosis definitif (Sudoyo,Aru W, 2006).Pemeriksaan penyaring bertujuan untuk menemukan pasien dengan Dibetes melitus, toleransi glukosa terganggu (TGT) maupun glukosa darah puasa terganggu (GDPT), sehingga dapat ditangani lebih dini secara tepat. Pasien dengan TGT dan GDPT juga disebut sebagai intoleransi glukosa, merupakan tahapan sementara menuju diabetes melitus. Kedua keadaan tersebut merupakan faktor risiko untuk terjadinya diabetes melitus dan penyakit kardiovaskular di kemudian hari (PERKENI, 2006).Pemeriksaan penyaring dapat dilakukan melalui pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu atau kadar glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO) standar (Sudoyo,Ari W, 2006).

Tabel 2. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan diagnosis diabetes melitus (PERKENI, 2006).

Diperlukan anamnesis yang cermat serta pemeriksaan yang baik untuk menentukan diagnosis diabetes melitus, toleransi glukosa terganggu dan glukosa darah puasa tergagnggu. Berikut adalah langkah-langkah penegakkan diagnosis diabetes melitus, TGT, dan GDPT.

2.1.8 PenatalaksanaanKasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes melitus tipe 2, yang umumnya mempunyai latar belakang kelainan yang diawali dengan terjadinya resistensi insulin. Awalnya resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes secara klinis. Pada saat tersebut sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi keadaan ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pankreas, baru akan terjadi diabetes melitus secara klinis, yang ditandai dengan terjadinya peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi kriteria diagnosis diabetes melitus (Sudoyo, Aru W, 2006).Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus secara umum adalah meningkatnya kualitas hidup penyandang diabetes. Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu (PERKENI, 2006):1. Jangka pendek, hilangnya keluhan dan tanda diabetes melitus, mempertahankan rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah.2. Jangka panjang, tercegah dan terhambatnya progresifitas penyulit mikroangiopati, makroangiopati, dan neyropati.Tujuan akhir pengelolaan diabetes melitus adalah turunnya morbiditas dan mortalitas diabetes melitus. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan darah, berat badan dan profil lipid, melalu pengelolaan pasien secara holistik dengan mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan tingkah laku (PERKENI, 2006).Langkah pertama dalam mengelola diabetes melitus selalu dimulai dengan pendekatan non farmakologis, yaitu berupa perencanaan makan atau terapi nutrisi medik, kegiatan jasmani dan penurunan berat badan bila didapat berat badan lebih atau obesitas. Bila dengan langkah-langkah tesebut sasaran pengendalian belum tercapai, maka dilanjutkan dengan penggunaan obat atau intervensi farmakologis. Dalam melakukan pemilihan obat perlu diperhatikan titik kerja obat sesuai dengan macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia seperti yang tertera pada gambar 2.

Gambar 1. Sarana farmakologis dan titik kerja obat untuk pengendalian kadar glukosa(Sudoyo, Aru W, 2006).

Untuk penatalaksanaan diabetes melitus di Indonesia, pendekatan yang digunakan adalah berdasarkan dari pilar penatalaksanaan diabetes melitus yang sesuai dengan konsensus penatalaksanaan diabetes melitus menurut PERKENI tahun 2006. Adapun pilar penatalaksanaan diabetes melitus sebagai berikut :A. Edukasi.Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlikan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai keberhasilan perubahan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya peningkatan motivasi.Tujuan dari perubahan perilaku adalah agar penyandang diabetes dapat menjalani pola hidup sehat. Perilaku yang diharapkan adalah (PERKENI, 2006) :1. Mengikuti pola makan sehat2. Meningkatkan kegiatan jasmani3. Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman, teratur4. Melakukan Pementauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM) dan memanfaatkan data yang ada5. Melakukan perawatan kaki secara berkala6. Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi sakit akut dengan tepat7. Mempunyai ketrampilan mengatasi masalah yang sederhana, dan mau bergabung dengan kelompok penyandang diabetes serta mengajak keluarga untuk mengerti pengelolaan penyandang diabetes.8. Mampu memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan yang ada.B. Terapi Gizi Medis Terapi Gizi Medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan diabetes secara total. Kunci keberhasilan TGM adalah keterlibatan secara menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan pasien itu sendiri). Setiap penyandang diabetes sebaiknya mendapat TGM sesuai dengan kebutuhannya guna mencapai sasaran terapi. Prinsip pengaturan makan pada penyandang diabetes hampir sama dengan anjuran makan untuk masyarakat umum yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Pada penyandang diabetes perlu ditekankan pentingnya keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama pada mereka yang menggunakan obat penurun glukosa darah atau insulin (PERKENI, 2006)Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain (Sudoyo, Aru w, 2006) :1. Menurunkan berat badan2. Menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik3. Menurunkan kadar glukosa darah4. Memperbaiki profil lipid5. Meningkatkan sensitifitas reseptor insulin6. Memperbaiki sistem koagulasi darahAdapun tujuan dari terapi medis ini adalah untuk mencapai dan mempertahankan (Sudoyo, Aru w, 2006) :1. Kadar glukosa darah mendekati normal Glukosa puasa berkisar 90-130 mg/dl Glukosa darah 2jam setelah makan 40 mg/dl Trigliserida < 150 mg/dl4. Berat badan senormal mungkinKomposisi bahan makanan terdiri dari makronutrien yang meliputi kerbohidrat, protein dan lemak, serta mikronutrien yang meliputi vitamin dan mineral, harus diatur sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan diabetisi secara tepat (Sudoyo, Aru w, 2006).

C. Latihan jasmaniPengelolaan diabetes yang meliputi empat pilar, aktivitas fisik merpakan salah satu dari keempat pilar tersebut. Aktivitas minimal otot skeletal lebih dari sekedar yang diperlukan untuk ventilasi basal paru, dibutuhkan untuk semua orang termasuk diabetisi sebagai kegiatan sehari-hari (Sudoyo, Aru w, 2006). Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang. Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi. Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan (PERKENI,2006).Tabel 3. Aktifitas fisik sehari-hari (PERKENI, 2006)

Intervensi FarmakologisIntervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (PERKENI, 2006). Dalam melakukan pemilihan intervensi farmakologis perlu diperhatikan titik kerja obat sesuai dengan macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia (Sudoyo, Aru W, 2006).

B. Farmakologi1. Obat Hipoglikemik Oral (OHO)Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan (PERKENI, 2006) :1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinidSulfonilurea, obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepatsetelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.2. Penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindionTiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala.3. Penghambat glukoneogenesis: metforminMetformin, obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin di kontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin> 1,5 mg/dL) dan hati, serta pasien-pasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro- vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan.4. penghambat glukosidase alfa (acarbose)Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens. Cara Pemberian OHO, terdiri dari (PERKENI, 2006) :1. OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal2. Sulfonilurea generasi I & II : 15 30 menit sebelum makan3. Glimepirid : sebelum/sesaat sebelum makan4. Repaglinid, Nateglinid : sesaat/ sebelum makan5. Metformin : sebelum /pada saat / sesudah makan6. Penghambat glukosidase (Acarbose) : bersama makansuapan pertama7. Tiazolidindion : tidak bergantung pada jadwal makan.

2.2 Olah Raga2.2.1 Definisi Olah RagaMenurut Gale Encyclopedia of Medicine (2008), olahraga adalah aktivitas fisik yang direncanakan, terstruktur, dan dikerjakan secara berulang dan bertujuan memperbaiki atau menjaga kesegaran jasmani. Sedangkan menurut Mosbys Medical Universitas Sumatera Utara Dictionary (2009), olahraga adalah aktivitas fisik yang bertujuan untuk meningkatkan kesehatan, atau memelihara kesegaran jasmani (fitness) atau sebagai terapi untuk memperbaiki kelainan atau mengembalikan fungsi organ dan fungsi fisiologis tubuh.2.2.2 Peran Olah Raga Bagi Penderita Diabetes MelitusDalam pengelolaan penderita DM (Mardi, 2008). Olahraga teratur untuk program pengobatan DM, terutama tipe II sudah dikenal sejak lama selain diet dan obat-obatan. Menyatakan bahwa manfaat olahraga ditentukan oleh tipe penyakit DM, tipe I atau tipe II.A. Tipe IPeran olahraga yang teratur pada penurunan kadar gula darah DM tipe I masih kontroversial. Perbedaan DM tipe I dan DM tipe II adalah pada DM tipe I mempunyai kadar insulin darah yang rendah akibat kurang atau tidak adanya produksi insulin oleh pankreas. Pada DM tipe I mudah mengalami hipoglikemia selama dan segera sesudah berolahraga. Meskipun olahraga pada DM tipe I tidak mempengaruhi pengaturan kadar gula darah, namun mempunyai beberapa keuntungan, seperti dapat mengurangi resiko penyakit jantung, gangguan pembuluh darah dan saraf.B. Tipe IIOlahraga pada DM tipe II berperan utama dalam pengaturan kadar gula darah. Pada tipe ini produksi insulin umumnya tidak terganggu terutama pada awal menderita penyakit ini. Masalah utama adalah kurangnya respons reseptor insulin terhadap insulin, sehingga insulin tidak dapat masuk ke dalam sel-sel tubuh kecuali otak. Otot yang berkontraksi atau aktif tidak memerlukan insulin untuk memasukkan glukosa ke dalam sel, karena pada otot yang aktif sensitivitas reseptor insulin meningkat. Oleh karena itu olahraga pada DM tipe II akan menyebabkan berkurangnya kebutuhan insulin eksogen. Selain bermanfaat dalam mengontrol kadar gula darah, olahraga pada DM tipe II diharapkan dapat menurunkan BB dan ini merupakan salah satu sasaran yang ingin dicapai, bahkan sebagian ahli menganggap bahwa manfaat olahraga bagi DM tipe II akan lebih jelas bila disertai dengan penurunan BB.Dengan demikian DM tipe II tidak disebabkan kurang atau tidak adanya produksi insulin tetapi disebabkan karena kurangnya respons reseptor insulin terhadap insulin. Berdasarkan penemuan baru dinyatakan bahwa kepekaan insulin berkurang sangat besar bila didapatkan lemak di dalam darah, juga didapatkan tanda khusus bahwa penderita DM mempunyai kadar lemak yang tinggi dalam darah. Dengan demikian sangat jelas bahwa diabetes disebabkan bukan ketidak hadiran insulin, tetapi akibat berkurangnya daya guna dari insulin yang disebabkan oleh kehadiran lemak tersebut.Dengan melihat penemuan tersebut, diabetes disebabkan karena kurang berdayagunanya insulin dalam tubuh yang disebabkan kehadiran lemak, maka kita dapat melihat peranan olah raga dalam penyembuhan penderita diabetes. Bila seorang penderita diabetes berolah raga ia akan menggunakan lemak yang berada dalam darah. Dengan olah raga yang terus menerus kadar lemak dalam darah akan berkurang, sementara kadar lemak makin menurun, insulin dalam tubuhnya makin bertambah peka, dan akhirnya kadar gulanya akan menurun.

2.2.3 Manfaat Olah Raga terhadap Diabetes melitusMenyatakan bahwa olahraga secara umum bermanfaat bagi penderita DM, manfaat tersebut adalah sebagai berikut: (Mardi, 2008)1. Mengontrol gula darah, terutama pada DM tipe II, sedangkan bagi DM tipe I masih merupakan problematik.2. Menghambat dan memperbaiki faktor resiko penyakit kardiovaskuler yang banyak terjadi pada penderita DM.3. Menurunkan berat badan.4. Memperbaiki gejala-gejala muskuloskeletal otot, tulang sendi, yaitu gejala-gejala neuropati perifer dan osteoartrosis.5. Memberikan keuntungan psikologis.6. Mencegah terjadinya DM yang dini, terutama bagi orang-orang dengan riwayat keluarga DM tipe II dan diabetes kehamilan atau predicable test.7. Mengurangi kebutuhan pemakaian obat oral dan insulin.

2.2.4 Porsi LatihanPorsi latihan harus ditentukan supaya maksud dan tujuan latihan oleh penderita DM memberikan manfaat yang baik. Latihan yang berlebihan akan merugikan kesehatan, sedangkan latihan yang terlalu sedikit tidak begitu bermanfaat. Penentuan porsi latihan harus memperhatikan intensitas latihan, lama latihan, dan frekuensi latihan.a. Intensitas latihanUntuk mencapai kesegaran kardiovaskuler yang optimal, maka idealnya latihan berada pada VO2 max, berkisar antara 50 - 85 % ternyata tidak memperburuk komplikasi DM dan tidak menaikkan tekanan darah sampai 180 mmHg. Intensitas latihan dapat dinilai dengan:1) Target nadi/area latihan.Penderita dapat menghitung denyut nadi maksimal yang harus dicapai selama latihan. Meskipun perhitungan ini agak kasar tapi dapat digunakan rumus denyut nadi maksimal = 220 umur penderita. Denyut nadi yang harus dicapai antara 60 - 79 % adalah target nadi/zone latihan yang diperbolehkan. Bila lebih dari 79 %, maka dapat membahayakan kesehatan penderita, apabila nadi tidak mencapai target atau kurang dari 60 % kurang bermanfaat. Area latihan adalah interval nadi yang ditargetkan dicapai selama latihan/segera setelah latihan maksimum, yaitu antara 60 sampai 79 % dari denyut nadi maksimal. Sebagai contoh penderita DM tidak tergantung insulin umur 40 tahun, interval nadi yang diperbolehkan adalah 60 % kali (220 40) dan 79 % kali (220 - 40) dan hasilnya interval nadi antara 108 sampai dengan 142 permenit. Jadi area latihan antara 108 142 denyut nadi permenit.2) Kadar gula darahSesudah latihan jasmani kadar gula darah 140 180 mg% pada usia lanjut dianggap cukup baik, sedang usia muda sampai 140 mg%.3) Tekanan darah sebelum dan sesudah latihan.Sebelum latihan tekanan tidak melebihi 140 mmHg dan setelah latihan maksimal tidak lebih dari 180 mmHg.b. Lama latihanUntuk mencapai efek metabolik, maka latihan inti berkisar antara 30-40menit dengan pemanasan dan pendinginan masing-masing 5 - 10 menit. Bilakurang, maka efek metabolik sangat rendah, sebaliknya bila berlebihanmenimbulkan efek buruk terhadap sistem muskuloskeletal dan kardiovaskulerserta sistem respirasi.c. FrekuensiFrekuensi olahraga berkaitan erat dengan intensitas dan lamanya berolahraga, Menurut hasil penelitian, ternyata yang paling baik adalah 5 kali seminggu. Tiga kali seminngu sudah cukup baik, dengan catatan lama latihan harus diperpanjang 5 sampai 10 menit lagi. Jangan sampai 7 kali seminggu, karena tidak ada hari untuk istirahat, lagipula kurang baik untuk metabolisme tubuh (Mardi, 2008).2.2.5 Latihan KakiUntuk mencegah atau menghambat dan memperbaiki neuropati perifer pada umumnya dan pada orang tua yang sudah menderita osteoartrosis dan neuropati, maka latihan kaki harus lebih intensif. Tujuan latihan kaki adalah untuk memperbaiki sirkulasi darah tungkai bawah pergelangan kaki, telapak kaki dan jari-jari. Latihan kaki sebaiknya dilakukan sebelum latihan jasmani sebenarnya (jalan, jogging dan sebagainya) atau diluar hari-hari latihan dan dapat dilakukan dimana saja. Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum latihan menurut (Mardi, 2008) adalah sebagai berikut:1. Berkonsultasilah dengan dokter yang menangani DM anda.2. Sesuaikan obat-obat yang anda pakai dengan latihan-latihan olah raganya.3. Kalau perlu, masukkan karbohidrat bisa ditambah.4. Bila anda berlatih dengan seorang instruktur, katakan kepada pelatih anda itu bahwa anda adalah seorang penderita DM.5. Bawalah serta coklat yang dapat segera digunakan, seandainya terjadi hipoglikemi ntuk menanggulanginya.6. Sebaiknya berlatih bersama teman yang sewaktu-waktu bisa menolong anda apabila terjadi hal-hal yang tak terduga.Beberapa Catatan1. Memakai pakaian olahraga, kaos kaki yang nyaman dan biasanya dari katun cukup baik.2. Hindarkan latihan di udara terlalu panas atau terlalu dingin.3. Pada keadaan gula sangat tinggi sebaiknya latihan dihindarkan.4. Minum harus cukup pada saat dan sesudah olahraga.5. Kaki harus diperhatikan setiap selesai latihan ada lecet/luka?6. Penderita yang mendapat terapi insulin dan obat penurun gula darah (OHO) sebaiknya pasien diperiksa gula darah sebelum, selama, dan sesudah latihan, terutama pasien DM tipe I dan DM tipe II yang mendapat insulin.

2.3 Kerangka TeoriKERANGKA TEORI, KERANGKA KONSEP, DAN HIPOTESIS

Olah ragabersepedaKadar glukosa sewaktuDiabetes Melitus(DM)Resistensi InsulinUsiaRiwayat keluargaObesitasKurang aktivitasOlah raga tidak teratur

Skema 1. Kerangka Teori

2.4 Kerangka Konsep

Variabel Terikat :Kadar glukosa pada penderita DMVariabel Bebas :Olah raga bersepeda

Skema 2. Kerangka Konsep

2.5 HipotesisBerdasarkan tinjauan pustaka diatas maka peneliti memiliki hipotesis terkait variabelvariabel yang akan diteliti, yaitu:1. H0 : Olah raga bersepeda tidak mempengaruhi terhadap kadar glukosa2. H1 : Olah raga bersepeda mempengaruhi terhadap kadar glukosa