PENGARUH PEMBARIAN EKSTRAK BIJI BENGKUANG …
Transcript of PENGARUH PEMBARIAN EKSTRAK BIJI BENGKUANG …
PENGARUH PEMBARIAN EKSTRAK BIJI BENGKUANG (Pachyrhizus
erosus (L.)Urb) TERHADAP KELIMPAHAN KUTU DAUN
(Aphis gossypii G.) PADA PERTANAMAN MENTIMUN
(Cucumis sativus L.) UNTUK PENUNTUN
PRAKTIKUM ENTOMOLOGI
SKRIPSI
OLEH
EGA HASTUTI NURMA SARI
NIM RRA1C416012
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
JULI, 2021
i
PENGARUH PEMBARIAN EKSTRAK BIJI BENGKUANG (Pachyrhizus
erosus (L.)Urb.) TERHADAP KELIMPAHAN KUTU DAUN
(Aphis gossypii G.) PADA PERTANAMAN MENTIMUN
(Cucumis sativus L.) UNTUK PENUNTUN
PRAKTIKUM ENTOMOLOGI
SKRIPSI
Diajukan Kepada Universitas Jambi
Untuk Memenuhi salah satu Persyaratan dalam Menyelesaikan
Program Sarjana Pendidikan Biologi
OLEH
EGA HASTUTI NURMA SARI
NIM RRA1C416012
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
JULI, 2021
ii
iii
iv
MOTTO
“Habiskan waktu untuk berusaha meraih sesuatu yang orang lain kagumi.”
Kupersembahkan skripsi ini untuk ayahanda dan ibunda tercinta dengan perjuangan
dan kerja kerasnya telah mendoakan saya untuk meraih ilmu dan terimakasih
keluarga serta orang-orang terkasih. Semoga saya menjadi orang yang selalu berbakti
dan rendah hati, sukses dan ilmu yang saya peroleh dapat bermanfaat.
v
vi
vii
ABSTRAK
Sari, Nurma Hastuti Ega 2021. Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji Bengkuang
(Pachyrhizus erosus (L.)Urb) terhadap Kelimpahan Kutu Daun (Aphis gossypii
G.) pada Pertanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) untuk Penuntun
Praktikum Entomologi: Skripsi, Jurusan Pendidikan Matematikan dan Ilmu
Pengetahuan Alam, FKIP Universitas Jambi, Pembimbing: (I) Prof. Dr. Dra.
Hj. Asni Johari, M.Si., (II) Dra. Hj. Muswita, M.Si.
Kata kunci: biji bengkuang, kelimpahan, kutu daun
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak biji
bengkuang terhadap kelimpahan kutu daun (A. gossypii) pada pertanaman mentimun
(C. sativus) dan untuk mengetahui konsentrasi ekstrak biji bengkuang (P. erosus)
yang efektif terhadap kelimpahan hama kutu daun pada pertanaman mentimun (C.
sativus).
Penelitian ini dilakukan di lahan pertanian masyarakat Telanaipura Kota Jambi,
Laboratorium Instrumen dan Tugas Akhir Fakultas Sains dan Teknologi Universitas
Jambi, dan Laboratorium Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian Universitas Jambi.
Data penelitian diperoleh dengan cara mengumpulkan data secara langsung dan
menghitung keseluruhan kutu daun yang didapat pada tanaman yang telah diberikan
perlakuan. Parameter yang diamati ialah kelimpahan kutu daun yang terdapat pada
pertanaman mentimun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian ekstrak biji bengkuang pada
pertanaman mentimun berpengaruh terhadap menurunkan kelimpahan individu A.
gossypii. Jumlah kelimpahan individu hama kutu daun yang didapat pada masing-
masing perlakuan yaitu P0(kontrol) dengan nilai rata-rata sebesar 6,5, P1(2%) 5,67,
P2(4%) 3,5, P3(6%) 3,33, P4(8%) 2,17, P5(10%) 1. Sedangkan ekstrak biji
bengkuang yang efektif terdapat pada konsentrasi 10% (P5) menunjukkan nilai rata-
rata kelimpahan paling rendah dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Penurunan
kelimpahan tersebut dikarenakan insektisida nabati yang digunakan mempunyai
kandungan rotenon, yang bersifat racun tinggi untuk kutu daun, sehingga dapat
menyebabkan kematian karena efek farmakologis dari rotenon.
Dari hasil penelitian ini disarankan agar masyarakat dapat memanfaatkan ekstrak biji
bengkuang sebagai insektisida nabati dalam mengurangi kelimpahan hama tersebut.
Konsentrasi ekstrak biji bengkuang yang disarankan yaitu konsentrasi P5 (10%)
karena pada perlakuan ini sudah menunjukkan pengaruhnya terhadap kelimpahan
individu A. gosyypii. Di samping itu hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai penuntun praktikum pada mata kuliah entomologi.
viii
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah meridhoi
dan melimpahkan rahmat dan karunia-Nya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan
tugas akhir menjadi skripsi yang berjudul “Pengaruh Pemberian Ekstrak Biji
Bengkuang (P. erosus) terhadap Kelimpahan Kutu Daun (A. gossypii) pada
Pertanaman Mentimun (C. sativus) untuk Penuntun Praktikum Entomologi”. Skripsi
ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan
biologi pada program studi pendidikan biologi jurusan PMIPA FKIP Universitas
Jambi.
Pada kesempatan kali ini penulis ucapkan terimakasih tiada terkira kepada Ibu
Prof. Dr. Dra. Hj. Asni Johari, M.Si selaku pembimbing akademik sekaligus
pembimbing I, Ibu Dra. Hj. Muswita, M.Si selaku pembimbing II penulis banyak
mendapat bimbingan, saran dan motivasi dengan penuh perhatian yang luar biasa
serta keikhlasan dan kesabarannya yang telah memberikan arahan untuk
menyelesaikan penulisan skripsi dan pendidikan ini.
Selama perkuliahan penulis banyak mendapat pengalaman berharga. Oleh
karena itu penulis menyampaikan rasa hormat dan mengucapkan terimakasih kepada
semua pihak yang telah membantu penyelesaikan skripsi ini, diantaranya Bapak Prof.
Dr. M. Rusdi, M.Sc., selaku Dekan FKIP Universitas Jambi, Ibu Dr. Dra. M. Dwi
Wiwik Ernawati, M. Kes selaku Ketua Jurusan PMIPA FKIP Unversitas Jambi, Ibu
Dr. Upik Yelianti M.S. selaku Ketua Program Studi Pendidikan Biologi FKIP
Universitas Jambi.
Terimakasih untuk kritik saran dan motivasi yang telah diberikan Ibu Dr.
Upik Yelianti,M.S. selaku penguji I, Ibu Desfaur Natalia, S.Pd., M.Pd selaku penguji
II, dan Ibu Dra. Harlis, M.Si selaku penguji III yang telah memberikan arahan supaya
penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak dan Ibu dosen Program
Studi Pendidikan Biologi yang telah memberikan banyak ilmu, pengalaman serta
mengajarkan banyak hal dalam bidang akademik maupun non akademik kepada
penulis selama menuntut ilmu di FKIP Universitas Jambi.
Teristimewa ucapan terimakasih ini kepada kedua orang tua atas semua cinta,
kasih, dan sayang serta selalu mengirim doa selama penulis berjuang menuntut ilmu
dan menyelesaikan skripsi ini. selanjutnya terimakasih kepada teman-teman yang
ix
x
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL ................................................................................ i
HALAMAN PERSETUJUAN ................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN .................................................................... iii
MOTO ......................................................................................................... iv
ABSTRAK .................................................................................................. v
KATA PENGANTAR ................................................................................ vi
DAFTAR ISI ............................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Identifikasi Masalah ................................................................... 5
1.3 Pembatasan Masalah .................................................................. 5
1.4 Rumusan Masalah ...................................................................... 5
1.5 Tujuan Penelitian ....................................................................... 6
1.6 Manfaat Penelitian ..................................................................... 6
BAB II KAJIAN TEORITIK
2.1 Kajian Teori dan Penelitian yang Relevan ................................. 8
2.1.1 Kutu Daun (Aphis gossypii G.) ......................................... 8
2.1.2 Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) ......................... 11
2.1.3 Insektisida Nabati .............................................................. 13
2.1.4 Tanaman Bengkuang (Pcachyrhizus erosus (L.)Urb.) ....... 14
2.1.5 Entomologi ........................................................................ 15
2.1.6. Penuntun ............................................................................ 18
2.1.7 Penelitian yang Relevan ..................................................... 19
2.2 Kerangka Berfikir ....................................................................... 20
2.3 Hipotesis ..................................................................................... 21
xi
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... 23
3.2 Desain Penelitian ........................................................................ 23
3.3 Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 23
3.4 Teknik Analisis Data .................................................................. 24
3.5 Prosedur Penelitian ..................................................................... 24
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian ........................................................................... 28
4.2 Pembahasan ................................................................................ 36
BAB V KESIMULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan ................................................................................ 42
5.2 Implikasi ..................................................................................... 42
5.3 Saran ........................................................................................... 42
DAFTAR RUJUKAN ................................................................................. 44
LAMPIRAN ................................................................................................ 49
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................... 95
xii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
4.1 Hasil Uji Normalitas ……………………………………………………… 31
4.2 Hasil Uji Homogenitas …………………………………………………… 31
4.3 Hasil Uji ANOVA ……………...……………………………………........ 34
4.4 Hasil Uji DMRT ………………….............................................................. 35
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Morfologi Aphis gossypii G. …………………………………………….. 9
2.2 Serangan Aphis gossypii G. pada Tanaman Mentimun …...………......... 11
2.3 Morfologi Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) …………..………. 13
2.4 Tanaman Bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)Urb.) ………………...…. 17
2.5 Tabel Alur Kerangka Berfikir……………………………………….……. 21
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Dokumentasi Penanaman Mentimun (Cucumis sativus L.) .................... 50
2. Denah Penelitian ...................................................................................... 52
3. Dokumentasi Alat dan bahan untuk Penanaman Mentimun .................... 53
4. Dokumentasi Pembuatan Ekstrak Biji Bengkuang .................................. 54
5. Dokumentasi Alat dan Bahan Pemberian Ektrak biji Bengkuang ........... 56
6. Dokumentasi Alat dan Bahan untuk Pegamatan ...................................... 57
7. Dokumentasi Pembuatan Ekstrak Biji Bengkuang .................................. 58
8. Dokumentasi Pembarian Perlakuan ......................................................... 60
9. Dokumentasi Proses Pengamatan Morfologi Aphis gossypii G. ............. 61
10. Dokumentasi Uji T-Test ......................................................................... 63
10. Dokumentasi Uji ANOVA ..................................................................... 78
11. Dokumentasi Uji Normalitas, Homogenitas, ANOVA, dan Uji DMRT. 81
12. Desain Penuntun Praktikum Entomologi ................................................ 84
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kutu daun (A. gossypii) merupakan serangga kecil penghisap getah tanaman.
Hidupnya secara bergerombol (kelompok) pada permukaan daun bagian bawah.
Serangga ini menyerang dengan cara menghisap jaringan tanaman yang masih
lunak (pucuk dan daun muda). Cairan di dalam tubuh tanaman diserap sehingga
tanaman layu, daun berkerut, pucuk mengeriting ,melingkar dan akhirnya
tanaman tersebut mati. Serangan berat terjadi pada awal musim kemarau, yaitu
saat udara panas, kering dan temperatur tinggi (Cahyono, 2003: 88).
Hama merupakan binatang perusak tanaman budidaya yang berguna untuk
kesejahteraan manusia. Tanaman yang rusak tersebut, diantaranya tanaman kol,
sawi, wortel, selada tomat, terong dan juga mentimun. Sementara itu, binatang
yang merusak atau hama, misalnya penggerek umbu, ulat trip, ulat titik tumbuh,
aphis, ulat jengkal, ulat bulu dan lembing (Pracaya, 2008:22).
Jenis hama yang merusak dan menginfeksi tanaman salah satunya adalah kutu
daun (A. gossypii). Hal ini perlu diwaspadai karena selain menggangu
pertumbuhan, juga dapat menurunkan hasil produksi pada tanaman budidaya
seperti sayuran. Banyak sekali ditemukan oleh petani tanaman sayuran yang
mengalami kerusakan sehingga menyebabkan gagal panen (Cahyono, 2003: 86).
Tanaman yang rentan terinfeksi dan diserang oleh hama salah satunya yaitu
tanaman mentimun (C. sativus). Menururut Nazaruddin, (1994: 148) mentimun
adalah jenis tanaman sayuran yang gampang tumbuh dan tak sulit dirawat. Tak
2
heran bila masyarakat desa banyak yang menanam mentimun dipagar rumah atau
dirambatkan kebatang tanaman lain sebagai tanaman sampingan, tetapi juga
sering ditanam pada lahan pertanian untuk dijadikan tanaman budidaya oleh
masyarakat.
Mentimun merupakan jenis tumbuhan semusim yang bersifat menjalar atau
memanjat dengan perantara pemegang yang berbentuk pilin spiral. Mentimun
adalah jenis tanaman berbunga yang penyerbukannya banyak dibantu oleh
serangga (Alfiah, 2020: 2).
Salah satu kendala pada budidaya mentimun ialah adanya serangan hama
yang dapat menggagalkan panen. Upaya yang dilakukan oleh petani untuk
mengatasinya adalah dengan menggunakan insektisida sintetik. Praktik tersebut
jika terus dibiarkan akan menimbulkan dampak terhadap kesehatan petani,
lingkungan, dan terutama terhadap konsumen yang mengonkonsumsi buah
mentimun segar (Moekasan, 2014: 9). Dampak negative dari penggunaan
insektisida sintetik yang berlebihan dapat menimbulkan berbagai masalah mulai
dari residu, ledakan hama sekunder menjadi primer. Secara akut paparan
insektisida sintetik secara langsung dapat mengakibatkan kematian (Trisyono,
2014 :3).
Kehadiran berbagai jenis hama dan mikroorganisme penyebab penyakit telah
diketahui dapat menimbulkan kerugian secara ekonomis pada usaha tani sayuran.
Oleh karena itu, pemahaman terhadap berbagai hama yang kerap menyerang
pertanaman mentimun perlu dimiliki oleh petani mentimun guna menghindari
hasil yang fatal (Zulkarnain, 2013:150).
3
Menurut Glio, (2017: 8). Insektisida nabati merupakan suatu campuran bahan
alami yang diproses kemudian digunakan untuk mengendalikan dan membunuh
jasad pengganggu (hama/penyakit). Bahan alami tersebut diperoleh dari berbagai
jenis tanaman dan mikroorganisme. Untuk mengurangi timbulnya dampak negatif
penggunaan insektisida sintetik pada budidaya mentimun, maka perlu dicari jenis
insektisida ramah lingkungan dan tidak menimbulkan bahaya terhadap
pertumbuhan tanaman yaitu insektisida nabati. Insektisida ini bahan dasarnya
berasal dari tumbuh-tumbuhanan, mempunyai kandungan bahan aktif yang dapat
mengendalikan serangga hama.
Salah satu jenis tumbuhan yang dapat dijadikan sebagai insektisida nabati
yaitu tanaman bengkuang. Umbinya dapat dimakan karena mengandung banyak
zat gizi dan penting bagi kesehatan terutama vitamin dan mineralnya. Walaupun
bisa dimakan, bagian tanaman bengkuang yang lain mengandung senyawa
rotenon, berbahaya sama seperti tuba. Racun ini sering dipakai untuk dapat
membunuh serangga, terutama pada biji bengkuangnya (Wongsowijoyo, 2014:
4).
Berdasarkan penelitian Rosba dan Catri (2015: 80) menunjukkan pengaruh
ekstrak biji bengkuang terlihat pada rata-rata waktu kematian imago walang
sangit (L.acuta Thunb) tersebut, yaitu pada perlakuan F(30 gr/L) dengan
konsentrasi ekstrak paling tinggi mengakibatkan imago walang sangit matinya
lebih cepat dibandingkan dengan perlakuan lainnya.
Berdasarkan penelitian Aisah, dkk (2013: 6) juga mengemukakan bahwa
Kenaikan konsentrasi ekstrak biji bengkuang diikuti dengan kenaikan jumlah
4
mortalitas larva A. aegypti. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak yang terdapat di
dalam media, maka semakin banyak jumlah larva yang mati. Kematian tertinggi
pada konsentrasi 0,4% dan 0,5% dengan jumlah masing-masing 100%.
Menurut Mustika dkk, (2016: 70) penelitiannya juga menunjukkan bahwa
ekstrak biji bengkuang memiliki aktivitas sebagai larvasida terhadap L1. Ekstrak
dengan konsentrasi 0,25% memiliki aktifitas larvasida paling efektif dalam
membunuh 100% larva dalam waktu kurang dari 24 jam. Pada konsentrasi
lainnya menunjukkan semakin tinggi konsentrasi maka semakin tinggi kematian
larvanya. Ilmu yang mempelajari tetang serangga yaitu entomologi.
Entomologi merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari tentang
serangga. Entomologi adalah salah satu mata kuliah pilihan yang ada pada
Program Studi Pendidikan Biologi Universitas Jambi. Mata kuliah ini mengkaji
secara mendetail yang meliputi tentang cara hidup serangga, morfologi dan
anatomi secara mendalam, serta membahas ekologi, fisiologi dan proses biokimia
serta sistem pada serangga. Dengan demikian, hasil penelitian tentang A.
gossypii G. sangat bermanfaat sebagai bahan penuntun praktikum entomologi.
Penuntun dibuat agar dapat memudahkan mahasiswa dalam memahami materi
mengenai kutu daun pada mata kuliah entomologi.
Bedasarkan latar belakang masalah tersebut peneliti telah melakukan
penelitian yang berjudul ”Pengaruh Ekstrak Biji Bnegkuang (P. erosus)
Terhadap Kelimpahan Kutu Daun (A. gossypii) Pada Pertanaman Mentimun (C.
sativus) Untuk Penuntun Praktikum Entomologi.”
5
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat diidentifikasi beberapa
permasalahan sebagai berikut :
1. Kutu daun (A. gossypii) merupakan hama yang terdapat pada tanaman
mentimun yang dapat menghambat pertumbuhan dan penurunan produksi
tanaman mentimun (C. sativus).
2. Ekstrak biji bengkuag (P. erosus) perlu diujikan terhadap hama kutu
daun.
1.3 Pembatasan Masalah
1. Objek yang diamati adalah individu A. gossypii.
2. Lokasi penelitian di lahan pertanian Telanaipura Kota Jambi.
3. Ekstrak biji bengkuang dibuat dari biji yang telah tua. Biji tersebut diperoleh
dari petani di Kasang Pudak Kabupaten Muara Jambi.
4. Kelimpahan dalam penelitian ini adalah jumlah individu A. gossypii pada
setiap perlakuan.
1.4 Rumusan Masalah
1. Apakah pemberian ekstrak biji (P. erosus) berpengaruh terhadap
kelimpahan kutu daun (A. gossypii) pada pertanaman mentimun (C.
sativus)?
2. Berapakah konsentrasi ekstrak biji bengkuang (P. erosus) yang efektif
terhadap kelimpahan kutu daun (A. gossypii) pada pertanaman mentimun
(C. sativus) ?
6
1.5 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pengaruh pemberian ekstrak biji bengkuang (P. erosus)
terhadap kelimpahan hama kutu daun (A. gossypii) pada pertanaman
mentimun (C. sativus).
2. Untuk mengetahui konsentrasi ekstrak biji bengkuang (P. erosus) yang
efektif terhadap kelimpahan kutu daun (Aphis gossypii G.) pada pertanaman
mentimun (C. sativus).
1.6 Manfaat Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian yang hendak dicapai, maka penelitian ini
diharapkan mempunyai manfaat atau kegunaan dalam penelitian baik secara
langsung maupun tidak langsung. Adapun manfaat penelitian adalah sebagai
berikut :
1. Manfaat Materi
Sebagai tambahan bahan ajar dan penuntun praktikum Entomologi untuk
mahasiswa Pendidikan Biologi.
2. Manfaat Praktis
Sebagai informasi bagi masyrakat untuk mengendalikan hama A. gossypii
G. pada tanaman mentimun.
7
BAB II
KAJIAN TEORITIK
2.1 Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan
2.1.1 Kutu Daun (Aphis gossypii G.)
Kutu daun merupakan insekta yang termasuk kedalam family Aphididae.
Kata aphididae berasal dari bahasa Yunani artinya menghisap cairan. Hal ini
menunjukkan bahwa hama tersebut mempunyai kebiasaan menghisap cairan dari
tanaman untuk makanannya. Umumnya jenis serangga ini tidak bersayap, tetapi
yang dewasa terkadang memiliki sayap transparan (tebus cahaya). (Pracaya, 2008
: 92).
Menurut Utami (2018: 81) kutu daun terdiri atas beberapa spesies, yakni
Toxoptera citri cidus, T. aurantii, Myzus pericae, dan A. gossypii. Kutu daun
emiliki warna bervariasi yaitu hijau, coklat, hitam. Berukuran sangat kecil dan
panjangnya berkisar 1mm-2mm. Berperan ganda dalam ekosistem yaitu sebagai
hama dan vector (perantara) penyakit virus. Berkembangbiak dengan kawin dan
juga secara partenogenesis, sehingga kutu daun tersebut dapat berkembang
dengan pesat. (Rukmana, 2003: 42)
Tanaman yang terserang oleh kutu daun tersebut yaitu pada bagian pucuk
muda dan daun. Cairan pada daun tanaman tersebut dihisap oleh kutu daun
sehingga bagian sehingga mengakibatkan perubahan bentuk pada tumbuhan
tersebut seperti berkerut dan keriting s akhirnya mengering. Keberadaan ini
mudah dilihat karena hidupnya bergerombol dibawah daun (Prihmantoro &
Indriani, 2000: 90).
8
Suklus hidup kutu daun ini stadium imago berlangsung sekitar 2-3 minggu.
Kutu daun betina menuju dewasa berumur sekitar 4-20 hari dan mampu
menghasilkan 20-140 ekor kutu muda. Stadium nimfa sekitar 7 hari berukuran
panjang 3mm dan bergerak lambat. Memiliki imago yang berukuran 3 mm,
berwarna hijau tua hingga kehitaman atau kuning kecoklatan. Hidupnya secara
berkelompok pada permukaan bawah daun. (Soemadi, 1997:27).
Menurut Pracaya, (2008: 93) Kutu daun berwarna hijau tua, hitam atau kuning
kecoklatan. Berkembngbiak secara parthenogenesis dan vivipara di tanaman
dikotil dan tangkai daun tanaman monokotil. Kutu ini sering dikunjungi oleh
semut yang mengharapkan embun madunya.
Ciri-ciri kutu betina memiliki badan yang bulat, transparan dan berwarna
kuning, hijau sampai abu-abu dengan garis tengah kurang lebih 1,8 mm.
Sedangkan yang jantan berbentuk oval dan berukuran lebih kecil dari betina.
Puncak serangan kutu daun (Surachman & Suryanto, 2007: 20). Morfologi A.
gossypii dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Gambar 1. (a) segerombol nimfa A. gossypii berwarna kuning kehijauan dan imago tak
bersayap Warna hijau muda sampai ke abu-abuan, (b) Imago tak bersayap A.
gossypii berwarna hijau tua dan, (c) Imago A. gossypii bersayap berwarna hijau tua
(Dokumentasi pribadi, 2020).
a b
c
9
Klasifikasi kutu daun menurut Lilies, (1991: 89) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Hemiptera
Family : Aphididae
Genus : Aphis
Spesies : Aphis gossypii Glosver.
Gejala serangan A. gossypii ini yaitu tunas atas dan daun-daun muda melilin
(menggulung), bahkan jika menyerang bunga dapat menggagalkan pembuahan.
Kutu ini juga dapat mengeluarkan cairan yang mengandung madu (manis),
sehingga mendatangkan semut dan pertumbuhan kapang jelaga berwarna hitam
menutupi permukaan daun (Rukmana, 2003: 42).
Apabila terjadi serangan dari kutu daun maka bagian tanaman yang terserang
akan layu atau mati. Baik nimfa maupun dewasa menghisap cairan tanaman dari
bagian permukaan bawah daun yang menyebabkan daun mengerut kebawah. bila
populasi tinggi maka daun yang masih muda dan pucuk tanaman akan
dikerumuni kutu daun ini. selain merusak tanaman, hama ini juga menjadi vector
penyakut virus (Sembel, 2018 : 126-128).
Menurut penelitian Anggraini (2018: 116-117) Gejala yang muncul akibat
serangan kutu daun umumnya yaitu pertumbuhan tanaman terganggu. Serangga
ini jenis ini melakukan aksinya dengan menusuk jaringan dan menghisap sel
daun yang ada pada tubuh tanaman. Sehingga mengganggu proses metabolisme
tanaman. Kutu ini tidak hanya menghisap nutrisi tanaman saja, tetapi juga dapat
menyebarkan virus pada tanaman. Tumbuhan yang terinfeksi virus mengalami
10
perubahan bentuk seperti kerdil, daun mengeriting dan menggulung. Tanaman
yang terserang kutu daun dapat dilihat pada Gambar 2.2.
Gambar 2. (a) kutu daun yang menyerang tanaman mentimun , (b) daun yang terserang
(c) bercak kuning sampai daun menguning seluruhnya. pada daun mentimun, (d) bercak
kuning pada daun mentimun akibat serangan kutu daun (Dokumentasi pribadi, 2020).
2.1.2 Tanaman Mentimun (Cucumis sativus L.)
Asal-usul mentimun memiliki nama latin Cucumis sativus dan masuk
kedalam family Curcubitales. Pembudidayaan mentimun meluas di seluruh
dunia, baik daerah iklim tropis maupun beriklim subtropis. Mentimun juga
mempunyai nama khas di tiap daerah. Daerah jawa, mentimun disebut timun dan
bonteng di Jawa Barat. Madura biasa menyebutnya temon atau antemon.
Ktimun/animun di Bali dan hantimun di Lampung (Siti, 2020: 1-3).
Menurut catatan sejarah dijelaskan tanaman mentimun adalah salah jenis
sayuran dari keluarga labu-labuan yang sudah banyak dikenal berbagai Negara.
a a b
c d
11
Selain itu tanaman ini berasal dari benua Asia. Manfaat tanaman mentimun yaitu
apabila mengkonsumsi buahnya selain dapat menambah cita rasa makan juga
mengandung gizi cukup tinggi untuk kesehatan tubuh. Disamping itu buah
mentimun sering dimanfaatkan juga untuk kecantikan, menjaga kesehatan tubuh,
juga dapat mengobati beberapa jenis penyakit. Selanjutnya buah mentimun
mudah dicerna dan memperlancar buang air kecil pada penderita penyakit darah
tinggi, keracunan saat hamil (Amin, 2015: 68).
Tanaman mentimun tergolong salah satu jenis sayuran buah yang sangat
dikenal dan diminati masyarakat. Mentimun dibudidayakan dimana-mana, baik
diladang, halaman rumah, atau rumah kaca. Tanaman ini tidak tahan terhadap
hujan yang terus menerus. Pertumbuhannya memerlukan kelembaban udara yang
tinggi, tanah subuh yang gembur dan mendapat sianar matahari penuh. Sayuran
mentimun adalah banyak dikonsumsi segar oleh masyarakat Indonesia.
Mentimun memiliki nilai gizi cukup baik sebagai mineral dan vitamin.
Kandungan nutrisi per 100 gr berupa 0,5 mg besi, 0,02 IU tiamin, 0,01 IU
riboflavin, 14mg asam, 0,45 IU vitamin A, 0,3 IU vitamin B1, dan 0,2 IU
vitamin B2 (Sutapradja, 2008)
Mentimun merupakan jenis tanaman yang batangnya kecil, lunak dan
menjalar kemana-mana. Penanaman tanaman ini dilakukan menjelang musim
kemarau. Tanaman ini dikembangbiakkan dengan biji. Mentimun merupakan
sayuran buahan yang sangat popular, panjang batang tanaman mentimun ini
0,5m-1,5m. Daunnya lebar berlekuk menjari dan dangkal, berwarna hijau muda
sampai hijau tua. Daunnya beraroma kurang sedap dan langau. Bulu tanaman ini
12
tidak begitu tajam bunganya mentimun berwarna kuning dan berbentuk terompet.
Daun mahkota berwarna kuning menyala. Buah mentimun banyak sekali
mengandung seperti vitamin A, vitamin B, dan vitamin C (Sunarjono, 2004:
109).
Biji mentimun berwarna putih. Bentuk dan ukuran buahnya kerap berubah
menjadi silindris mulanya hijau dan berlilin, kemudian kuning kotor atau oranye,
dengan panjang 10-30cm dan mengandung air. Biasa dipanen ketika belum
masak benar untuk dijadikan sayuran atau penyegar misal sebagai acar,
tergantung jenisnya (Ekasari, 2018: 108). Morfologi tanaman mentimun dapat
dilihat pada gambar 2.3.
Gambar 3. Morfologi tanaman mentimun (a) batang mentimun, (b) bunga dan daun mentimun,
(c) buah mentimun (Dokumentasi pribadi, 2020).
a b c
13
Menurut Tjitrosoepomo (2013: 381) klasifikasi tanaman mentimun (C.
sativus) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Cucurbitales
Family : Cucurbitaceae
Genus : Cucumis
Spesies : Cucumis sativus L.
2.1.3 Insektisida Nabati
Insektisida nabati adalah jenis insektisida yang bahan aktifnya berasal dari
tumbuhan, seperti akar, batang, daun buah, dan biji. Bahan ini termasuk kedalam
insektisida biokimia, karena mengandung bahan kimia alami (ekstrak) yang
brsifat toksik (beracun) yang dapat mengendalikan hama dengancara non toksisk.
(Surahmaida & Umarudin, 2019:6-7).
Insektisida nabati merupakan insektisida alami yang berasal dari bahan–bahan
yang terdapat di alam disebut diekstraksi, diproses, atau dibuat menjadi
konsentrat dengan tidak mengubah struktur kimianya. Berbeda dengan pestisida
sintetis yang umumnya bersumber dari bahan dasar minyak bumi yang diubah
struktur kimianya untuk memperoleh sifat tertentu sesuai dengan keinginginan
(Novizan, 2002:6).
14
2.1.4 Tanaman Bengkuang (Pachyrizhus erosus (L.)Urb.)
2.1.4.1 Morfologi Tanaman Bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)Urb.)
Bengkuang merupakan tanaman semak yang tumbuh membelit. Batang
berbentuk bulat, memiliki rambut akar pada umbi. Daun tunggal dan berbentuk
bulat telur, ujung umbi berbentuk runcing, dan pertulangan daunnya menyirip.
Permukaan daun berbulu, panjang 7-10 cm, lebar 5-9 cm, dan warna hijau.
bunga majemuk berbentuk tandan. Kepala putik berbulu dan mahkota bunga
gundul, warna hijau atau ungu kebiruan. Buah polong, Berbentuk lanset pipih,
warna hijau. Biji keras Berbentuk seperti ginjal, warna kuning kotor. Akar
tunggang berumbi. Kandungan kimia pada daun bengkuang mengandung
saponin dan flavonoid. Biji mengandung saponin, slavonoid, dan minyak astiri.
Umbi mengandung protein, Posfor, besi, vitamin A, B1, dan C (Adi, 2008: 44).
Bengkuang merupakan jenis tanaman yang berasal dari divisi Magnoliophyta
(tumbuhan sekerabat dengan magnolia) adalah kelompok terbesar tumbuhan
yang hidup di dataran. Namanya diambil dari cirinya yang paling khas, yaitu
menghasilkan organ reproduksi dalam bentuk bunga. Bunga sebenarnya adalah
modifikasi daun dan batang untuk mendukung sistem pembuahan tertutup.
Sehinga kelompok ini dikenal pula sebagai Angiospermae (berbiji
terbungkus/tertutup). Ciri yang terakhir ini membedakannya dari kelompok
tumbuhan berbiji (Spermatophyta).
Bengkuang adalah tumbuhan tahunan yang dapat panjangnya sekitar 4-5m,
sedangkan akarnya mencapai 2m. Menurut Wongsowijoyo (2014 : 2) morfologi
tanaman bengkuang yaitu batangnya menjalar dengan rambut-rambut halus yang
15
mengarah kebawah. Daun majemuk menyirip dan beranak daun 3, bertangkai 8,5
hingga 16 cm, anak daun bundar belum melebar, dengan ujung runcing dan
bergigi besar, berambut dikedua belah sisinya, anak daun ujung paling besar,
bentuk belah ketupat, 7-21 x 6-20 cm.
Bunga bengkuang berkumpul diujung ketiak daun, sendiri atau berkelompok
2-4 tandan, panjang hingga 60cm, berambut cokelat. Tabung kelopak bentuk
lonjong, kecoklatan, panjang sekitar 0,5cm, bertajuh hingga 0,5cm. mahkota
putih ungu kebiru-biruan, gundul, panjang lingkar 2cm. Sedangkan tangkai sari
berwarna putih, dengan ujung sedikit menggulung, kepala putik berbentuk bola,
di bawah ujung tangkai putik. Biji berjumlah sekitar 4-12, berwarna coklat,
berdiameter lebih kurang 1cm dan berancun. Umbi bengkuang berdiameter
antara 5-30cm, kulit coklat muda, gading putih, dimakan mentah, berair dan
manis. Akarnya tunggang.
Menurut Gardjito (2015: 49) hasil utama tanaman bengkuang ini yakni umbi
yang berwarna putih berbentuk seperti gasing, berkulit, mudah dikupas, dan
dapat dimakan. Daun dan biji mengandung banyak minyak. Tanaman ini berasal
dari Amerika tropis. Pada abad ke-17 tanaman ini masuk ke Ambon melalui
Manila. Saat ini bengkuang banyak ditanam di Jawa, Madura, dan Padang.
Bengkuang dapat dipanen setelah tanaman berumur 6-11 bulan. Morfologi
tanaman bengkuang dapat dilihat pada Gambar 2.4.
16
Gambar 4. (a). Daun dan bunga tanaman bengkuang, (b). Polong muda tanaman bengkuang,
(c). Biji bengkuang (Dokumentasi pribadi, 2020).
Menurut Plantamor (2018), klasifikasi tanaman bengkuang (P. erosus) adalah
sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Fabales
Ordo : Fabaceae
Family : Faboideae
Genus : Pachyrhizus
Spesies : Pachyrhizus erosus (L.)Urb.
2.1.4.2 Bahan Aktif Biji Bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)Urb.)
Menurut Supari, (2016: 37). biji bengkuang mempunyai kandunga senyawa
aktif yang bersifat antibakteri seperti flavonoid, tanin, kuinon, saponin, alkaloid,
dan triterpenoid. Flavonoid ini merupakan senyawa metabolit sekunder yang
terdapat pada tanaman hijau. Flavonoid juga termasuk senyawa fenolik alam
yang potensial sebagai antioksidan dan mempunyai bioktivitas sebagai obat.
Biji bengkuang juga mengandung pachyrrhizid, pachyrrhizine, saponin, dan
lainnya yang bekerja secara sinergis sebagai insektisida dan juga akarisida.
a\
b\
c\
17
Namun demikian yang banyak digunakan sebagai insektisida nabati adalah
bijinya (Adawiyah dan Pakki, 2018 : 781).
2.1.5 Entomologi
Menurut Busnia (2006 : 2) Entomologi merupakan ilmu yang mempelajari
tentang serangga. Entomologi berasal dari bahasa latin yaitu entomont artinya
serangga dan logos yaitu ilmu. Entomologi adalah bagian dari cabang zoology
(ilmu hewan). Entomologiwan atau entomologist (ahli serangga) adalah orang-
orang yang mempelajari tentang serangga. Di seluruh dunia ada ribuan
entomologiwan yang bekerja dengan serangga, sedangkan di Indonesia mungkin
hanya ada sekitar ratusan yang bekerja dengan serangga mereka terhimpun dalam
Perhimpunan Entomologi Indonesia (PEI).
Entomologi adalah ilmu mempelajari serangga (insekta). Ilmu ini merupakan
suatu studi yang terorganisasi untuk memahami fase kehidupan serangga dan
peranannya di alam. Sedangkan entomologi pertanian adalah ilmu yang
mempelajari serangga yang ada hubungannya dengan pertanian. Hubungan
dengan pertanian dapat bersifat menguntungkan dan sebaliknya, merigikan
(Jumar, 2000: 1).
2.1.6 Penuntun Praktikum
Penuntun praktikum merupakan buku yang memuat topic praktikum, tujuan
praktikum, dasar teori, alat daan bahan, prosedur praktikum, lembaran hasil
pengamatan serta soal-soal evaluasi yang dibuat berdasarkan tujuan praktikum.
Penuntun raktikum adalah salah satu sarana yang diperlukan untuk melancarkan
kegiatan belajar mengajar di laboratorium sehingga dapat memudahkan
18
tercapainya tujuan pembalajaran dan memperkecil resiko kecelakaan. Pentingnya
pengembangan praktikum digunakan untuk mengaktifkan mahasiswa melalui
kegiatan yang ada pad penuntun tersebut yang telah dikembangkan. Penuntun
praktikum juga merupakan fasilitas yang diberikan oleh dosen agar mahasiswa
dapat belajar dan bekerja secara kontinu dan terarah (Prayitno, 2017: 36).
2.1.7 Penelitian yang Relevan
1. Berdasarkan penelitian Rosba dan Catri (2015: 80) menunjukkan bahwa
kematian imago walang sangit (L. Acuta Thunb) dipengaruhi oleh ekstrak
biji bengkuang yang digunakan. Pengaruh pemberian ekstrak biji
bengkuang tersebut terlihat pada rata-rata waktu kematian imago walang
sangit (L.acuta Thunb), yaitu pada perlakuan F (30 gr/L) dengan
konsentrasi ekstrak biji bengkuang paling tinggi mengakibatkan kematian
imago walang sangit (L.acuta Thunb) yang lebih cepat dibandingkan
perlakuan lainnya.
2. Berdasarkan penelitian Mustika, dkk (2016:72) ekstrak etanol biji
bengkuang dengan perlakuan 0,25% mempunyai aktifitas larvasida yang
paling efektif terhadap larva C. bezziana.
3. Berdasarkan penelitian Aisah, dkk (2013: 6) kematian larva A. aegypti
tertinggi terdapat pada konsentrasi 0,4% dan 0,5% dengan jumlah
kematiannya masing-masing 100%. Kenaikan konsentrasi ekstrak biji
bengkuang juga diikuti dengan kenaikan jumlah mortalitas larva A.
aegypti. Semakin tinggi konsentrasi ekstrak biji bengkuang yang
diaplikasikan, maka semakin banyak pula jumlah kematian larva.
19
2.2 Kerangka Berpikir
A. gossypii jenis serangga yang sering terlihat dihelai daun, ranting, cabang,
batang pada tanamn mentimun, dan berbagai jenis sayuran lainnya. Serangga
berwarna tubuh hijau, kuning dan cokelat kehitam, berkembangbiak tanpa kawin
dan biasanya hidup disela-sela daun yang terhindar dari sinar matahari, berkoloni
dibagian pucuk tunas.
Kutu daun menyerang tanaman dengan cara menusukkan stiletnya dan
mengisap cairan pada bagian daun, tangkai daun dan menyebabkan tepi tunas
menggulung dan melengkung, dan merusak pertumbuhan tanaman. Untuk
mengatasi serangan hama tersebut masyarakat banyak menggunakan insektisida
sintetik. Praktik tersebut jika terus dilakukan akan mangakibatkan dampak
negative terhadap kesehatan petani, lingkungan, terutama konsumen yang
mengkonsumsi buah mentimun segar.
Salah satu upaya untuk menguranginya adalah dengan menerapkan
penggunaan insektisida nabati, dimana produk ini adalah salah satu bahan alami
yang diproses dan digunakan untuk mengendalikan bahkan membunuh hama.
Tanaman alternatif yang dapat dijadikan sebagai bahan dasar insektisida nabati
adalah tanaman bengkuang. Biji bengkuang ini dapat dikembangkan sebagai
insektisida nabati karena mengandung toksik terhadap serangga. Insektisida ini
jika dimanfaatkan dapat membantu mengurangi kelimpahan hama kutu daun
pada suatu tanaman. Hasil penelitian ini akan dimanfaatkan untuk penuntun
praktikum entomologi. Kerangka berpikir yang diterapkan pada penelitian ini
dapat dilihat pada Tabel 2.1.
20
Gambar 5.Tabel Alur Kerangka Berfikir
2.3 Hipotesis
Berdasarkan pembahasan diatas diambil hipotesis untuk pengaruh ekstrak biji
bengkuang terhadap kelimpahan kutu daun.
H0 = Pemberian ekstrak biji bengkuang (P. erosus) tidak berpengaruh nyata
terhadap kelimpahan kutu daun (A. gossypii) pada pertanaman
mentimun (C. sativus).
Tanpa
menggunakan
ekstrak biji
bengkuang
Kondisi
awal
Pemberian ekstrak
biji bengkuang pada
pertanaman
mentimun
Pemberian ekstrak biji bengkuang dengan
konsentrasi 2%, 4%,
6%, 8%, dan 10%.
Terjadinya kelimpahan
hama kutu daun
A.gossypii, tanaman
rusak akibat A. gossypii
Penuntun praktikum
entomologi
Tindakan
Kondisi
akhir
Diduga dengan pemberian
ekstrak biji bengkuang
dapat mengurangi
kelimpahan kutu daun (A.
gossypii) pada
Pertanaman mentimun.
21
H1= Pemberian ekstrak biji bengkuang (P. erosus) berpengaruh nyata
terhadap kelimpahan kutu daun (A. gossypii) pada pertanaman
mentimun.
22
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di lahan pertanian masyarakat Telanaipura Kota
Jambi, Laboratorium Instrumen dan Tugas Akhir Fakultas Sain dan Teknologi
Universitas Jambi, dan Laboratorium Hama dan Penyakit Fakultas Pertanian
Universitas Jambi. Penelitian dilakukan pada bulan Mei – Oktober 2019 dan
mempersiapkan area pengambilan sampel yaitu 4 x 5 meter. Lahan ini dapat
digunakan untuk menumbuhkan tanaman sayur mentimun (Cucumis sativus L.).
3.2 Desain Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif dengan metode
eksperimental dan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri
dari 6 perlakuan dan 6 kali ulangan, sehingga diperoleh 36 unit percobaan.
Perlakuan diberikan ekstrak biji bengkuang dengan berbagai macam konsentrasi
yaitu: P0=kontrol, P1=2%, P2=4%, P3=6%, P4=8%, dan P5=10%. Tata letak
satuan percobaan serta hasil pengacakan dapat dilihat pada Lampiran 2.
3.3.Teknik Pengumpulan Data
Data dikumpul secara langsung dengan menghitung keseluruhan kutu daun
yang didapat pada tanaman mentimun yang telah diberikan perlakuan. Parameter
yang diamati ialah kelimpahan individu A. gossypii pada pertanaman mentimun.
23
3.4 Teknik Analisis Data
Pengaruh pemberian ekstrak biji bengkuang pada masing-masing perlakuan
terhadap kelimpahan kutu daun diketahui dengan menganalisis secara statistik
menggunakan sidik ragam (ANOVA) dengan aplikasi SPSS. Jika terdapat
pengaruh, maka dilanjutkan menggunakan uji Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf α = 5% untuk mengetahui dan membandingkan tingkat
pengaruh tiap perlakuan.
3.5 Prosedur Penelitian
3.5.1 Alat dan Bahan
Alat dan bahan yang digunakan pada penelitian ini yaitu botol specimen, gelas
piala 100 ml, gelas ukur 10 ml, timbangan analitik, rotary evapator, pipet tetes,
botol maserasi, oven, blender, mikroskop stereo, hand spreyer, selang air,
gunting, paku payung, dan alat tulis. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini
yaitu kutu daun, biji bengkuang, aquades, kertas saring, alcohol, pupuk kandang,
pupuk NPK, ajir, tissue, map plastik, 7 liter etanol dan detergen sebagai
pengemulsi.
3.5.2 Pembuatan Ekstrak Biji Bengkuang
Biji bengkuang yang diperoleh dari lapangan sebanyak 7kg dikeringkan
pada suhu 80o
C selama 48 jam. Biji bengkuang dihaluskan menggunakan
grinder namun tekstur biji bengkuang masih kasar. Biji bengkuang dihaluskan
lagi menggunakan blender setelah mendapat tekstur biji yang halus kemudian
diayak, serbuk biji bengkuang dimaserasi dengan methanol selama 48 jam.
Setelah itu disaring dengan kertas saring, ekstrak yang dihasilkan diuapkan
24
dengan rotary evaporator pada suhu 500C sampai methanol benar-benar
menguap, sehingga diperoleh ekstrak kasar. Ekstrak kasar dilarutkan dalam
aquades yang sudah ditambahkan detergen sebanyak 1gram. Kemudian
diperoleh larutan kental. Setelah itu ekstrak di encerkan hingga konsentrasi
2%, 4%, 6%, 8%, dan 10%. Diagram alur pembuatan ekstrak biji bengkuang
dapat dilihat pada Gambar 3.1
Gambar 6. Diagram alur pembuatan ekstrak biji bengkuang
3.5.3 Penanaman Mentimun
Tanah yang digunakan terlebih dahulu dicangkul sedalam 30cm
kemudian diratakan. Kemudian dibuat lubang-lubang tanaman dengan jarak
antar lubang 60cm dan jarak antar bedeng adalah 75cm. Luas lahan percobaan
adalah 20m2 dengan panjang 5m dan lebar 4m. Penanaman ini dilakukan
7 kg Biji Bengkuang
Di oven pada suhu 800 C selama 48 jam
Dihaluskan menggunakan blender dan penggilingan hingga menjadi
serbuk
Di meserasi selama 48 jam
Disaring hasil meserasi menggunakan kertas saring
Diuapkan dengan rotary evaporator
Ekstrak biji bengkuang + aquades + deterjen
Diencerkan ekstrak dengan konsentrasi 2%, 4%, 6%, 8%, 10%
25
secara langsung, masing-masing lubang ditanam 2-3 biji mentimun kemudian
ditutup dengan tanah tipis-tipis.
3.5.4 Penyemprotan Ekstrak Biji Bengkuang
Penyemprotan ekstrak biji bengkuang dilakukan pada pertanaman
mentimun menggunakan hand spayer. Ekstrak biji bengkuang terlebih dahulu
diencerkan menjadi konsentrasi 0%, 2%, 4%, 6%, 8%, dan 10%. Ekstrak
disemprotkan ke tanaman secara merata hingga mengenai semua tanaman.
Penyemprotan dilakukan setiap unit percobaan tiap 2 kali selama tanaman
mentimun tersebut masih dalam fase vegetatif.
3.5.5 Pengamatan kelimpahan dan karakteristik Aphis gossypii G.
Pengamatan dilakukan secara langsung pada tanaman mentimun yang
sudah disemprot ekstrak biji bengkuang. Pengamatan kelimpahan kutu daun
didapatkan dengan cara menghitung individu A. gossypii yang terdapat pada
tanaman mentimun tersebut. Kemudian setelah didapat datanya maka
dilakukannya pengujian statistik diantaranya uji normalitas, uji homogenitas,
uji ANOVA apabila terdapat pengaruh pada pemberian ekstrak biji bengkuang
maka dilakukannya uji lanjut DMRT dengan taraf keparcayaan 5%.
Sampel yang diamati karakteristik kutu daun pada tahap imago. Imago
kutu daun lebih besar dibandingkan pada fase nimfa. Sehingga memudahkan
peneliti untuk mengamati morfologi dari kutu daun tersebut. Pengamatan
yang dilakukan yaitu pada bagian tuberkel antenna, warna tubuh, ruas kaki
kornikel dan kauda. Pengambilan kutu daun yang lebih efektif pada pukul
11.00–14.00WIB.
26
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan mei-oktober 2019. Lahan yang
digunakan terlebih dahulu dibersihkan dan dicangkul. Lalu digemburkan
tanah dan membuat bedeng-bedeng. Lahan yang akan digunakan dipagar
dengan jaring tujuannya agar tidak ada hama lain yang mengganggu tanaman
tersebut untuk tumbuh.
Gambar 7. Lahan Pertanian (a) Lahan yang sudah ditanami mentimun (b) tanaman berumur
1 bulan (c) tanaman mentimun berumur 2,5 bulan.
4.1.2 Variasi Warna dan Karakter Morfologi Aphis gossypii G.
Warna tubuh A. gossypii yang ditemukan di lapangan bervariasi yaitu
mulai dari kuning, hijau, hujau kekuningan, hingga hijau kehitaman. Bentuk
tubuh yang oval. Imago kutu daun ada yang bersayap dan tidak bersayap.
Ukuran antenanya lebih pendek dari panjang tubuh. Imago yang bersayap
memiliki kornikel hitam dari dasar sampai ujung, tuberkel kecil diantara
a
a b c
27
antena dan tidak mempunyai tonjolan tambahan pada sisi dorsal abdomen
(Gambar 4.2).
Gambar 8. Pengamatan variasi warna A. gossypii dari fase nimfa sampai Imago
dengan perbesaran 1600x (a). Nimfa A. gossypii berwarna kuning, scale bar:0,33
mm, (b). Imago berwarna kuning kehijauan, scale bar: 0,46 mm, (c). Imago berwarna
hijau, scale bar:0,48 mm, (d). Imago bersayap warna hijau, scale bar:0,55 mm (e)
nimfa pada daun mentimun, scale bar: 0,32, (f). Imago pada daun mentimun
berwarna kuning dan hijau, scale bar:0,46.
Nimfa kutu daun berwarna kuning, scale bar:0,33 mm. Imago berwarna
kuning kehijauan, scale bar: 0,46 mm. Imago berwarna hijau, scale bar:0,48
mm. Imago bersayap warna hijau, scale bar:0,55 mm. Nimfa pada daun
a b c
d e f
28
mentimun, scale bar: 0,32 mm. Imago pada daun mentimun berwarna kuning
dan hijau, scale bar:0,46.
Kutu daun yang didapatkan dari lapangan kemudian diamati morfologinya
lebih lanjut dengan menggunakan mikroskop fluoresensi. A. gossypii yang
digunakan untuk diamati morfologinya adalah A. gossypii pada tahap imago.
Secara umum morfologi dari A. gossypii yang diamati adalah bentuk
tuberkel, antena, kauda, kornikel dan ruas kaki.
Menurut Maharani (2018: 77) tubuh kutu daun berwarna kehitaman, hijau
gelap atau abu-abu (tidak terlalu kontras dengan warna sifunkuli) dengan
sifunkuli berwarna cokelat gelap atau hitam dan meruncing. Panjang tubuh
berkisar 0,9–1,8mm. Mata berwarna merah, kepala berwarna kuning, hijau
kekuningan sampai hijau gelap. Tuberkula antena tidak tampak jelas. Antena
berwarna kuning pucat dengan pangkal antena ruas terakhir berwarna cokelat
gelap. Kauda memiliki 4–7 helai rambut dan berwarna pucat. Karakter
morfologi kutu daun bagian dorsal dapat dilihat pada (Gambar 4.3).
a b c d
29
Gambar 9. Pengamatan morfologi A. gossypii bagian dorsal dengan menggunakan
miksroskop digital perbesaran 1600x dan miksroskop flouresensi 10x/0.35 , (a).
Individu Aphis gossypii, (b). Ttuberkel antena, (c). Bagian mata, (d). Ruas kaki,
(e). Kauda, (f). Kornikel.
Kutu daun dewasa akan mendapatkan individu baru sampai 50 ekor
perminggu. Nimfa yang baru dilahirkan akan menjadi dewasa setelah berumur
6 hari. Hal ini dapat terjadi karena selama perkembanagan menjadi dewasa,
embrio dalam tubuh nimfa akan ikut berkembang.
Serangan A. gossypii biasanya terjadi pada musim kemarau, yaitu saat
udara kering dan suhu tinggi. Tanaman yang biasanya diserang adalah pucuk
dan daun muda. Serangan hama ini mengakibatkan daun akan melingkar serta
pucuk akan mengering dan sehingga pertumbuhan tanaman menjadi
a b c
d e f
30
terganggu (Setiadi, 2006: 127). Karakter morfologi kutu daun bagian ventral
dapat dilihat pada Gambar 4.4.
Gambar 10. Pengamatan morfologi A. gossypii bagian ventral dengan menggunakan
mikroskop digital dengan perbesaran 1600x (a). Stilet, scale bar: 0,33mm
(b). Tubuh berbentuk oval dengan ukuran 1,8mm.
4.1.3 Pengujian Hipotesis
Pengujian dilakukan menggunakan aplikasi SPSS versi 16, akan tetapi
untuk P4 (8%) data yang didapatkan tidak homogen dengan perlakuan lain
sehingga untuk P4 dianalisis secara deskriptif, dimana nilai rata-rata yang
didapat yaitu 22,17 untuk data tertinggi sebesar 6,5 dan untuk data terendah
yaitu 1.
a. Uji Normalitas
Uji normalitas merupakan suatu prosedur yang digunakan untuk
mengetahui apakah data berasal dari populasi yang normal atau tidak. Data
dikatakan normal jika niai signifikasi ≥ 0,05. Pada penelitian ini uji normalitas
dilakukan dengan uji-ShapiroWilk menggunakan aplikasi Statistical Package
For The Social Sciences (SPSS) versi 16 karena sampel yang digunakan
a a b
31
kurang dari 50. Tabel hasil perhitungan uji normalitas dengan menggunakan
uji ShapiroWilk terhadap data kelimpahan hama A. gossypii dapat dilihat pada
Tabel 4.2.
Tabel 2. Hasil Uji Normalistas Pengaruh Konsentrasi Ekstrak Biji Bengkuang terhadap
Kelimpahan individu Aphis gossypii G. pada Pertanaman Mentimun di lahan
Pertanian Telanaipura Kota Jambi.
Perlakuan Shapiro-Wilk
Kelimpahan kutu daun
P0
P1
P2
P3
P5
Statistik Df Sig
.897
.983
.863
.702
.853
6
6
6
6
6
.357
.964
.201
.918
.167
Hasil tersebut membuktikan bahwa nilai signifikasi lebih besar dari 0,05
maka dapat disimpulkan bahwa data hasil kelimpahan hama kutu daun
berdistribusi normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diperoleh
homogen atau tidak. Data dikatakan homogen apabila nilai signifikan lebih
besar dari 0,05. Hasil uji homogenitas data penelitian ditampilkan pada Tabel
4.3 dibawah ini.
Tabel 3. Hasil uji homogenitas pengaruh konsentrasi ekstrak biji bengkuang terhadap
Kelimpahan individu Aphis gossypii G. pada pertanaman mentimun di lahan
pertanian Telanaipura Kota Jambi.
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.764 5 30 .151
32
Pada diatas diperoleh nilai signifikasi sebesar 0,151 hal tersebut
menunjukkan bahwa 0,151 ≥ 0,05 maka dapat dikatakan data berasal dari
populasi yang homogen.
4.1.5 Analysis Of Variance (ANOVA)
Hasil pengujian menunjukkan bahwa data yang digunakan terdistribusi
normal dan homogen, selanjutnya dilakukan analisis statistik ANOVA. Data
hasil uji ANOVA terhadap kelimpahan A. gossypii dapat dilihat pada Tabel 4.4
Tabel 4. Hasil uji ANOVA pengaruh konsentrasi pemberian ekstrak biji bengkuang
terhadap kelimpahan individu Aphis gossypii G. pada pertanaman mentimun di
lahan pertanian Telanaipura Kota Jambi.
Berdasarkan analisi uji ANOVA diperoleh Fhitung sebesar 7,559 dan Ftabel
sebesar 2,53 dengan nilai signifikasi yaitu se 0,000. Maka dapat disimpulkan
bahwa nilai Fhitung > Ftabel sehingga H1 diterima, dengan demikian pemberian
ekstrak biji bengkuang (P. erosus) berpengaruh terhadap kelimpahan individu
A. gossypii pada pertanaman mentimun pada taraf nyata kepercayaan 5%.
Sum of
Squares
Df Mean
Square
Fhitung Ftabel Sig.
Between Groups
Within Groups
Total
129.139
102.500
231. 639
5
30
35
25.828
3.417
7, 559 2,53 .000
33
4.1.6 Perbedaan Beberapa Konsentrasi Ekstrak Biji Bengkuang terhadap
Kelimpahan Aphis gossypii G. pada Pertanaman Mentimun
Berdasarkan hasil analisis menggunakan uji sidik ragam (ANOVA)
menunjukkan nilai Fhitung > Ftabel, sehingga dapat diambil kesimpulan
ekstrak biji bengkuang dinyatakan berpengaruh terhadap menurunkan
kelimpahan A. gossypii pada taraf 5% dan dapat uji lanjut DMRT.
Berdasarkan uji Duncan Mutiple Range Test (DMRT) dapat diketahui
perbedaan beberapa ekstrak biji bengkuang pada masing-masing konsentrasi
terhadap kelimpahan A. gossypii yang dapat dilihat pada Tabel 4.5.
Tabel 5. Hasil uji DMRT perbedaan beberapa konsentrasi ekstrak biji bengkuang
terhadap kelimpahan hama kutu dau (Aphis gossypii G.) pada pertanaman
mentimun dilahan pertanian Telanaipura Kota Jambi.
No Kode Perlakuan Rata-rata Kelimpahan Individu Notasi
1 P5 Ekstrak 8% 1 a
2 P3 Ekstrak 6% 3,33 b
3 P2 Ekstrak 4% 3,5 bc
4 P1 Ekstrak 2% 5,67 cd
5 P0 Kontrol 6,5 d
Hasil uji DMRT pada Table 4.5 menunjukkan bahwa kelimpahan
A.gossyspii pada perlakuan P0 (kontrol) tidak berbeda nyata dengan perlakuan
P1 (2%) namun berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. P2 tidak berbeda
nyata dengan P1 (2%) dan P3 (6%) namun berbeda nyata dengan perlakuan
lainnya. P3(6%) berbeda nyata dengan P0 (kontrol) dan P5 (10%).
34
4.2 Pembahasan
Hasil penelitian ini menujukkan bahwa ekstrak biji bengkuang
berpengaruh nyata terhadap kelimpahan hama kutu daun pada petanaman
mentimun, kemudian berdasarkan uji DMRT menujukkan bahwa nilai rata-rata
kelimpahan A. gossypii disetiap perlakuan menunjukkan hasil yang berbeda-
beda.
Data kelimpahan kutu daun dibuat dalam bentuk grafik agar mudah
melihat perbandingan kelimpahan setiap perlakuannya. Grafik rata-rata
kelimpahan kutu daun pada setiap konsentrasi perlakuan dapat dilihat pada
Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Grafik rata-rata kelimpahan A. gossypii pada tanaman mentimun dengan
masing-masing perlakuan P0(kontrol), P1(2%), P2(4%), P3(6%), P4(8%), dan
P5(10%).
0
1
2
3
4
5
6
7
P0(0%) P1(2%) P2(4%) P3(6%) P5(10%)
rat
a-r
ata
kelim
pah
an A
.go
ssyp
ii
konsentrasi ekstrak biji bengkuang
Kelimpahan Hama Kutu Daun
6,5
5,67
3,5 3,33
1
35
Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa terjadi penurunan
kelimpahan individu A. gossypii hal tersebut dikarenakan insektisida nabati
ekstrak biji bengkuang yang digunakan memiliki kandungan rotenone yang
menyebabkan penurunan kelimpahan kutu daun. Menurut Kardinan, (2004:22)
Rotenon merupakan bahan yang bersifat toksik yang terkandung dalam biji
bengkuang dan merupakan racun yang dapat menghambat metabolisme dan
sistem saraf yang berkerja secara perlahan.
Kelimpahan kutu daun yang paling banyak ditemukan yaitu pada
perlakuan P0(kontrol). Hal tersebut dipengaruhi oleh lingkungan, sumber
pakan maupun sumber daya lain yang tersedia pada lingkungan tersebut. Selain
itu juga diduga tidak ada senyawa aktif yang terkandung pada perlakuan ini.
Menurut Katili, (2020:28) pada penelitiannya menunjukkan bahwa pada
perakuan dengan konsentrasi 0,00% (kontrol) tidak ditemukan adanya kutu
beras yang mengalami kematian. Terjadinya mortalitas pada serangga
menandakan bahwa ekstrak biji bengkuang memiliki kemampuan sebagai
insektisida nabati dalam membunuh kutu beras (Sitophilus oryzae) terlihat
dengan adanya kesinambungan antara pemberian konsentrasi ekstrak dengan
mortalitas kutu beras.
P1 (2%) tidak berbeda nyata dengan P2 (4%) namun berbeda nyata dengan
perlakuan lainnya. Hal tersebut disebabkan senyawa aktif ekstrak biji
bengkuang pada konsentrasi tersebut daya kerjanya lambat dan pada
konsentrasi ini memiliki kandungan rotenon yang sedikit, Sehingga
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata. Menurut penelitian sebelumnya
36
yaitu penelitian yang dilakukan oleh Widia (2019:27). pemberian ekstrak biji
bengkuang pada perlakuan P1 (2%) tidak berbeda nyata dengan perlakuan
P2(4%), P3(6%), dan P4(8%). Hal ini diduga karena pada konsentrasi tersebut
insektisida nabati daya pengaruhnya lambat dan belum bekerja dengan baik,
sehingga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata dalam mengendalikan
kelimpahan A. gossypii.
Menurut Sari, dkk. (2013:563) juga menunjukkan bahwa pada perlakuan
P1 dan P7 yang mengandung senyawa golongan flavonoid menunjukkan hasil
yang tidak berbeda nyata. Hal ini membuktikan bahwa insektisida nabati
belum bekerja secara maksimal daya kerjanya lambat sehingga membutuhkan
waktu untuk menujukkan gejala keracunan.
P3(6%) tidak berbeda nyata dengan P2(4%) dan P1(2%) namun berbeda
nyata dengan perlakuan lainnya. Hal tersebut disebabkan oleh kemampuan A.
gossypii untuk menahan senyawa aktif dalam ekstrak biji bengkuang yang
masuk ke tubuhnya tersebut, sehingga masih dapat beradaptasi dan
menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata pada peningkatan konsentrasi
tersebut. Menurut Syahputra dan Endarto, (2012: 210) menyatakan bahwa
serangga pada fase imago umumya relative lebih tahan terhadap insektisida
dibandingkan dengan tahapan yang lebih muda. Berbagai faktor dapat
mempengaruhi keberhasilan suatu insektisida dalam menyebabkan kematian
serangga sasaran, diantaranya jenis insektisida, konsentrasi dan cara
aplikasinya, jenis serangga, fase perkembangan dan umur serangga serta faktor
lingkungan.
37
Menurut penelitian Fadilah, dkk. (2018:26) juga membuktikan bahwa hasil
uji DMRT pada taraf 5% pengaruh perlakuan aplikasi insektisida nabati
terhadap intensitas serangan hama perusak daun pada tanaman kedelai pada
perlakuan P1 (nilai tengah 0,68) menunjukkan hasil tidak berbeda nyata
dengan perlakuan P2 (nilai tengah 0,59) dan P3 (nilai tengah 0,65). Hal ini
diduga karena kandungan senyawa bioaktif pada insektisida nabati belum
bekerja dengan baik sehingga belum cukup mengendalikan serangan hama
perusak daun pada tanaman kedelai.
Setiap perlakuan mampu mengurangi jumlah individu kutu daun (A.
gossypii) pada pertanaman mentimun namun yang paling efektif yaitu pada
perlakuan P5(10%) karena memiliki notasi yang berbeda dan grafik batang
yang paling rendah dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Perlakuan
P5(10%) berbeda nyata dengan P0(kontrol) dan P3(6%). Hal ini dikarenakan
ekstrak biji bengkuang mampu mengendalikan kelimpahan kutu daun.
Sehingga senyawa rotenon dalam ekstrak tersebut mampu bekerja secara
maksimal. Rotenone juga dapat mengakibatkan mortalitas tinggi dan bersifat
toksik terhadap beberapa jenis serangga (Martono, dkk. 2004:44-46). Menurut
Adawiyah dan Pakki (2018:775) mengatakan bahwa pada biji bengkuang yang
sudah matang, mengandung 30% minyak/lemak, 0,s-1% rotenon dan 0,-1%
rotenoid. Menurut Hutabarat, dkk (2015: 107-108) menyatakan bahwa rotenon
berfungsi sebagai penghambat pernafasan, sebagai antifeedant yang
menyebabkan serangga berhenti makan, dan insect growth regulator
(penghambat perkembangan serangga). Rotenon dapat meningkatkan
38
mortalitas serangga karena memiliki toksisitas yang cukup tinggi. Gejala
keracunan yang disebabkan oleh rotenon adalah mulai tidak agresif, jalannya
melemah, cenderung diam walaupun masih dalam keadaan hidup.
Aplikasi penyemprotan insektisida nabati pada ekstrak biji bengkuang
pada tanaman mentimun berpengaruh terhadap kelimpahan A. gossypii. hal ini
disebabkan karena adanya kandungan rotenone yang bersifat repellent dengan
bau menyengat dan tidak disukai oleh serangga. Kutu daun memiliki organ
antena yang berfungsi untuk menerima setiap rangsangan seperti bau sehingga
tidak akan mendekati tanaman yang telah disempot insektisida. Rotenone juga
berfungsi sebagai antifeedant yang bersifat menghambat aktivitas makan
serangga tetapi tidak membunuh secara langsung. Menurut Shinta, (2012:68)
menyatakan bahwa mekanisme repellent yaitu saat zat kimia menguap, dimana
bau yang dilepaskan akan terdeteksi oleh reseptor kimia (chemoreceptor) yang
terdapat pada antenna serangga, setelah itu dilanjutkan ke implus saraf. Bau ini
tidak disukai serangga hal itulah yang kemudian diterjemahkan kedalam otak
serangga akan memberikan respon agar menghindar dari bau tersebut. Hal
tersebut menunjukkan semakin tinggi konsentrasi ekstrak biji bengkuang maka
semakin besar daya repellent untuk menolak kehadiran A. gossypii pada
tanaman mentimun.
Penyemprotan ekstrak biji bengkuang menyebabkan kematian pada kutu
daun, karena rotenone bekerja sebagai rancun kontak dan racun saraf pada A.
gossypii. Menurut Djojosumarto, (2000:42) mekanisme racun perut yang
masuk melalui saluran pencernaan makanan, kemudian diserap oleh dinding
39
ventrikulus. Selanjutnya insektisida ditranslokasikan menuju pusat saraf
serangga akibatnya sistem saraf terganggu dan dapat menyebabkan kematia.
Serangga akan mati bersinggungan (kontak langsung) dengan insektisida
nabati. Menurut Hasibuan, (2015 : 34) juga mengemukakan bahwa racun
pernafasan insektisida yang masuk melalui sistem pernafasan serangga.
Insektisida pernafasan diformulasikan sedemikian rupa sehingga memiliki
bentuk partikel mikro yang melayang di udara. Serangga akan mati bila
menghirup partikel mikro insektisida tersebut dalam jumlah yang cukup.
Insektisida nabati ekstrak biji bengkuang tidak menyebabkan pencemaran
lingkungan karena paparan sinar matahari dapat merusak rotenone pada
ekstrak biji bengkuang sehingga aktifitas insektisida akan berkurang. Menurut
Hien, dkk. (2003:86) rotenone dapat didegradasi oleh tanah dan air dengan
demikian toksik rotenone kan hilang setelah 2-3 hari setelah kena sinar
matahari dan udara sehingga baik untuk lingkungan.
Tanaman mentimun yang terserang A. gossypii menyebabkan berbagai
kerusakan pada tanaman. Menurut zulkarnain (2016:16) tanaman yang
terserang menimbulkan daun berwarna kuning dan tanaman mengeriting,
batang berpilin, pertumbuhan tanaman tersebut tehambat sehingga tanaman
menjadi kerdil. Meilin (2014:9) menyatakan bahwa kutu daun ini dapat
mengeluarkan cairan manis. Sehingga menarik datangnya cendawan jelaga dan
semut. Adanya cendawa pada buah dapat menurunkan kualitas buah.
40
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Pemberian ekstrak biji bengkuang (P. erosus) berpengaruh terhadap
menurunkan kelimpahan kutu daun (A. gossypii) pada tanaman mentimun
(C. sativus) di lahan pertanian Telanaipura Kota Jambi.
2. konsentrasi ekstrak biji bengkuang yang efektif pada pertanaman mentimun
untuk menekan kelimpahan hama kutu daun yaitu konsentrasi P5(10%).
5.2 Implikasi
a. Implikasi teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai
penuntun praktikum pada matakuliah entomologi untuk mahasiswa
pendidikan biologi.
b. Implikasi praktis, hasil dari penelitian ini dapat memberi informasi bagi
institusi maupun masyarakat untuk mengendalikan hama kutu daun pada
pertanaman mentimun menggunakan insektisida nabati.
5.3 Saran
1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai penuntun praktikum pada mata
kuliah entomologi.
2. Ekstrak biji bengkuang dapat digunakan sebagai insektisida nabati untuk
mengurangi kelimpahan kutu daun.
3. Konsentrasi yang efektif untuk mengurangi kelimpahan kutu daun adalah
konsentrasi P5(10%). Oleh karena itu perlu dilakukannya penelitian yang
lebih lanjut mengenai ekstrak biji bengkuang terhadap kelimpahan hama
41
lainnya dengan menggunakan konsentrasi yang lebih tinggi.
42
DAFTAR RUJUKAN
Adi, TL. 2008. Tanaman Obat & Jus Untuk mengatasi Penyakit Jantung, Hipertensi,
Kolestrol, dan Stroke. Jakarta. Penerbit: PT. AgroMedia Pustaka.
Aisah, S, Sulistyowati, E, Sari, A.D.Y. 2013. Potensi Ekstrak Biji Bnegkuang
(Pachyrhizus erosus (L.)Urb.) Sebagai Larvasida Aedes aegypti L. Instar III.
Jurnal Kaunia, Vol. IX, No. 1.
Anggraini, K, Yuliadhi, A.K, Widianingsih, D. 2018. Pengaruh Pupulasi Kutu daun
pada Tanaman Cabai Besar (Capsicum annum L.) terhadap Hasil Panen. E-
Jurnal Agroekoteknologi Tropika, Vol. 7, No.1.
Adawiyah, R & Pakki,T. 2018. Peranan Tanaman Bengkuang ( Pachyrhizus erosus
(L.)Urb.) Dalam Mendukung Sistem Pertanian Organik. Jurnal Biowallacea,
Vol. 5, No. 2.
Amin, R, A. 2015. Mengenal Budidaya Mentimun Melalui Pemanfaatan Media Informasi. Jurnal Andi Rusdayani Amin/Jupiter. Vol. XIV. No.1.
Allifah, AF. N.A, Bahalwan, F, Natsir, A.N. 2020. Keanekaragaman dan Kelimpahan
Serangga Polinator pada Perkebunan Mentimun ( Cucumis sativus L.) Desa
Waiheru Ambon. Jurnal Biologi Science & Education, V0l. 9, No. 1.
Busnia, M. 2006. Entomologi. Padang. Andalas University Press Kampus UNAND
Limau Manis.
Cahyono, B. 2003. Cabai Paprika Tekhnik Budidaya dan Analisis Usaha Tani.
Yogyakarta. Penerbit Kanisius.
Djojosumarto, P. 2000. Teknik Aplikasi Pestisida Pertanian. Yogyakarta. Kanisius.
Ekasari, W. 2018. Tanaman dan Kesehatan Terapi Alternatif 3 Penyakit Utama
dengan Bukti Ilmiah. Sudiarjo. Indonesia Pustaka.
Fadillah, A, Jumar, Aidawati, N. 2018. Pengaruh Pemberian Pestisida Nabati
Terhadap Serangga Hama Perusak Daun Tanaman Kedelai (Glycine max L
Merill) Dilapangan. Jurnal Proteksi Tanaman Tropika. Vol.1. No.2
Glio, T.M. 2017. Membuat Pestisida Nabati untuk Hidroponik, Akuaponik,
Vertikultur & Sayuran Organik. Jakarta Selatan. Penerbit: PT. AgroMedia
Pustaka.
Gardjito, M, Handayani, W, & Salfarino, R. 2015, Penanganan Segar Hortikultura
untuk Penyimpanan & Pemasaran. Jakarta. Penerbit: PrenadaMedia Group.
43
Hasibuan, R. 2015. Insektisida Organik Sintetik dan Biorasional. Yogyakarta.
Penertbit: Plantaxia.
Hasnah, & Nasril. 2009. Efektivitas Ekstrak Buah Mengkudu (Morinda citrifolia L.)
Terhadap Mortalitas Plutella xylostella L. Pada Tanaman Sawi. Jurnal
Floratek. Vol.4. No.29-40.
Haryuningtyas, D, Yuningsih & Estuningsih,E.S. 2011. Efektitivitas Ekstrak Biji
Bengkuang (Pachyrhizus erosus) Dengan Pelarut Air dan Aseton Terhadap
Tungau (Sarcoptes scabiei) Secara Invitro. Jurnal Seminar Nasional
Teknologi Perternakan dan Veteriner.
Hutabarat, N.K., Oemry, S., Pinem, M.I. 2015. Uji Efektifitas Termisida Nabati
Terhadap Mortalitas Rayap (Coptotermes curvinagthus Holmgren) (Isoptera:
Rhinotermitidae) di Laboratorium. Jurnal Online Agroekoteknologi. 3 (1):
103-111.
Hien, PP., Gortnizka, H., dan Kraemer, R. 2003. Rotenon – Potential And Propect
For Suntainable Agricultur. Omonrice. 1 (1): 83-92.
Jumar. 2000. Entomologi Pertanian. Jakarta. Penerbit PT Rineka Cipta.
Kanisius, 1992. Sayuran. Yogyakarta. Penerbit:Kanisius.
Katili, A.T. 2020. Uji Efektivitas Ekstrak Biji Bengkuang (Pachyrizus erosus (L.)
(Urb) Sebagai Insektisida Nabati Terhadap Mortalitas Kutu Beras
(Sitophilus oryzae). Jurnal Ilmu Kesehatan. Vol.1, No.1.
Kardinan, A. 2004. Pestisida Nabati: ramuan dan aplikasi. Jakarta: Penebar
Swadaya.
Lillies, 1991. Kunci Determinasi Serangga. Jakarta. Penerbit:Kanisius.
Lestari, F , & Rahmanto, B. 2020. Toksisitas Ekstrak Bahan Nabati Dalam
Pengendalian Hama Achatina fulica (Ferussac, 1821) Pada Tanaman Nyawai
(Fucus variegate (Blume)). Jurnal Wasian. Vol.7. No.1.
Moekesan, K.T , Prabaningrum, L , Adiyoga, W , Putter, D.H. 2014. Panduan Praktis
Budidaya Mentimun Berdasarkan Konsepsi Pengendalian Hama Terpadu
(PHT). Lembang. Projek Leader Knowledge Transfer vegIMPACT.
Mustika, A.A, Hadi, K.U, Wardhana, K.A, Rahminawati, M, Wientarsih, L. 2016.
Aktivitas Larvasida Biji Bengkuang Sebagai Insektisida Nabati terhadap
44
Larva Lalat Crysomya Bezziana. Jurnal Acta Veterinaria Indonesia. Vol. 4.
No.2.
Meilin, A. 2014. Hama dan Penyakit Pada Tanaman Cabai dan Cara
Pengendaliannya. Jambi. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi.
Martono, B. 2004. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Jakarta: Penebar Swadaya.
Nazarudin, 1994. Pengaturan Panen Sayur Dataran Rendah. Jakarta. Penebar
Swadaya.
Nugrahaeni, F, Wijayanti, R & Notosandjojo, P.Y.V. 2012. Efektivitas Ekstrak Biji
Mahkota Dewa (Phaleria macrocarpa) dan Biji Bengkuang (Pachyrhizus
erosus) Dalam Pengendalian Hama Buah Kakao. Jurnal Biofarmasi. Vol. 11.
No.1.
Pracaya, 2008. Hama & Penyakit Tanaman. Jakarta. Penebar Swadaya.
Prihmantoro, H, & Indriani, H.Y. 2000. Paprika Hidroponik dan Non Hidroponik.
Jakarta. Penebar Swadaya.
Plantamor. 2018. Plantamor Situs Dunia Tumbuhan. Informasi Spesies Bengkuang
http://plantamor.com/species/info/pachyrhizus/erosus. Diakses tanggal 20
Juni 2020.
Prayitno, TA. 2017. Pengembangan Petunjuk Praktikum Mikrobiologi Program Studi
Pendidikan Biologi. Jurnal.3(1) : 31-37.
Rosba, E, Catri, M. 2015. Pengaruh Ekstrak Biji Bengkuang Terhadap Walang Sengit
(Leptocorisa acuta Thunb.) Pada Tanaman Padi. e-Journal Penelitan
Pendidikan IPA. Vol. 1, No.2.
Rukmana, R, & Oesman, Y.Y. 2003. Usaha Tani Jeruk Purut dalam Pot dan di
Kebun. Yogyakarta. Penerbit Kanisius.
Sari, M., Lubis, L., dan Pangestiningsih, Y. 2013. Uji Efektivitas Beberapa
Insektisida Nabati Untuk Mengendalikan Ulat Grayak (Spodoptera litura F.)
(Lepidoptera:Noctuidae) Di Laboratorium. Jurnal Online Agroekoteknologi. 1
(3): 560-569.
Syahputra, E., dan Endarto, O. 2012. Aktifitas Insektisida Ekstrak Tumbuhan
terhadap Diaphorina citri dan Toxoptera citricidus serta pengaruhnya
terhadap tanaman dan predator. Jurnal ilmu-ilmu Hayati dan Fisik. 14(3):
207-2014.
45
Soemadi, W. 1997. Hama Tanaman Pangan dengan Mengenari Jenis Serangga
Hama, dll. Solo. Penerbit CV. Aneka (Anggota IKAPI).
Sembel, T.D. 2018. Hama-Hama Tanaman Hortikultura. Yogyakarta. Penerbit
LilyPublisher.
Shinta. 2012. Potensi Minyak Atsiri Daun Nilam (Pogostemon cablin B.), Daun
Babadotan (Ageratum conyzoides L), Bunga Kenanga (Cananga odorata hook
F & Thoms) dan Daun Rosemarry (Rosmarinus officinalis L) Sebagai
Repelan Terhadap Nyamuk Aedes aegypti L. Artikel Media Litbang
Kesehatan. 22 (2): 61-69.
Siti, N.A. & Tim Penerbit KBM Indonesia. 2020. Ensiklopedi Bengkuang (Deskripsi,
Filosofi, Manfaat, Budidaya, dan Peluang Bisnisnya). Penerbit Karya Bakti
Makmur (KBM) Indonesia.
Sunarjono, H. 2004. Bertanam 30 Jenis Sayur. Jakarta. Penebar Swadaya.
Soedarmo, S, & Mulyaningsih, S. 2014. Mudah Membuat Pestisida Nabati. Jakarta
Selatan. Penerbit: PT AgroMedia Pustaka.
Supari, H.I, Leman, A.M, Zuliari, K. 2016. Efektivitas Anti Bakteri Ekstrak Biji
Bengkuang (Pachyrrhizus erosus L. (Urb.) Terhadap Pertumbuhan
Streptococcuas mutans Secara In Vitro. Jurnal Ilmiah Farmasi. Vo. 5, No.3.
Setiawan, I.A. 1994. Sayuran Dataran Tinggi Budidaya Dan Pengaturan Panen.
Jakarta. Penerbit: PT Penebar Swadaya (Anggota IKAPI).
Sudarmo,S. 2005.Pestisida Nabati Pembuatan dan Pemanfaatan. Yogyakarta.
Penerbit: Kanisius (Anggota IKAPI).
Surachman, E, Suryanto, A.W. 2007. Hama Tanaman Pangan, Horikultura, dan
Perkebunan Masalah dan Solusinya. Yogyakarta. Penerbit Kanisius (Anggot
IKAPI).
Setiadi, 2006. Bertanam Cabai. Jakarta. Penerbit: Penebar Swadaya (Anggota
IKAPI).
Suyanto, A. 1994. Hama Sayur dan Buah. Jakarta. Penerbit: PT Penebar Swadaya
(Anggota IKAPI).
Tjitrosoepomo, G. 2007. Taksonomo Tumbuhan (Spermatophyta). Jakarta. PT Bumi
Aksara.
46
Tuhuteru, S, Mahanani, U.A, Rumbiak, Y.E.R. 2019. Pembuatan Pestisida Nabati
Untuk Mengendalikan Hama dan Penyakit Pada Tanaman Sayuran di Distrik
Siepkosi Kabupaten Jawa Wijaya. Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat.
Vol. 25, No.3.
Trisyono, 2014. Insektisida Pengganggu Pertumbuhan dan Perkembangan Serangga.
Yogyakarta. Penertbit: Gajah Mada University Press.
Utami, R, Pornomo, H, & Purwatiningsih. 2014. Keanekaragaman Hayati Serangga
Parasitoid Kutu Kebul (Bemisia Tabaci Genn) dan Kutu Daun (Aphid sp.)
pada Tanaman Kedelai. Jurnal Ilmu Dasar. Vol.15, No.2.
Wongsowijoyo, S. 2014. Umbu-Umbi Berkhasiat Obat. Yogyakarta. Penerbit: PT
Leutika Nouvalitera.
Zulkarnain, 2013. Budidaya Sayuran Tropis. Jakarta. Penerbit PT Bumi Aksara.
47
Lampiran 1. Dokumentasi Penanaman Mentimun (Cucumis sativus L.)
Gambar 1. Dokumentasi penelitian. (a). Proses penanaman mentimun, (b). Lahan pertanaman
mentimun, (c). Benih mentimun mulai muncul, (d. Penyiraman tanaman mentimun setelah
penanaman, (e). Tanaman mentimun berumur 3minggu , (f). Tanaman timun yang berumur
2bulan.
a f b c
d ed
fd
48
Lampiran 2. Denah Penelitian
49
Gambar 2. denah penelitian
Keterang: n =1,2,3…6
P0n =Ekstrak biji bengkuang 0% tanaman ke-n
P2n = Ekstrak biji bengkuang 2% tanaman ke-n
P3n = Ekstrak biji bengkuang 4% tanaman ke-n
P4n = Ekstrak biji bengkuang 6% tanaman ke-n
P5n = Ekstrak biji bengkuang 10% tanaman ke-n
50
Lampiran 3. Dokumentasi Alat dan Bahan yang digunakan untuk Penanaman
Mentimun (Cucumis sativus L.).
Gambar 3. (a). Cangkul, (b). Selang, (c). Paku paying, (d). Ember, (e). Gayung, (f). Biji
mentimun.
a b d e
a b c
d c e
51
Lampiran 4. Dokumentasi Alat dan Bahan Yang Digunakan untuk Pembuatan
Ekstrak Biji Bengkuang (Pachyrhizus erosus (L)Urb).
a
e
b
c d
e f
52
Gambar 4. (a). Mesin penggiling biji, (b). Timbangan analitik, (c). Gelas ukur dan
gelas piala, (d). Kertas saring, (e). Biji bengkuang, (f). Blender , (g).
Detergen, (h) . Rotary evavorator, (i). Metanol dan corong , (j). Oven.
g h
i j
53
a
Lampiran 5. Dokumentasi Alat dan Bahan yang Digunakan pada Saat
Perlakuan Pemberian Ekstrak Biji Bengkuang.
Gambar 5. (a). Botol specimen, (b). Alat tulis, (c). Kertas label, (d). Botol spayer, (e). Camera, dan (f).
Ekstrak biji bengkuang dalam beberapa konsentrasi.
b ca
d f
b
d e f
54
Lampiran 6. Dokumentasi Alat dan Bahan yang Digunakan untuk pengamatan
Aphis gossypii G.
Gambar 6. (a). Kaca objek. (b). Objek glass, (c). Pipet tetes, (d). Mikroskop fluorensensi, €. Mikroskop digital.
a b b
e
c
a b c
d e
55
a
Lampiran 7 : Pembuatan Ekstrak Biji Bengkuang (Pachyrhizus erosus (L.)Urb.)
b c
d e f
g h i
56
Gambar 7. (a). Biji bengkuang, (b). Pengovenan biji bengkuang (c). Penghalusan
biji bengkuang menggunakan blender, (d) biji bengkuang yang telah
dihaluskan, (e). Proses maserasi menggunakan metanol selama 48
jam, (f). Penyaringan setelah maserasi, (g). Hasil maserasi (h). Proses
evaporasi, (i). Ekstrak kasar dari hasil evaporasi, (k). Ekstrak halus
biji bengkuang dalam beberapa konsentrasi.
h
j
j
57
Lampiran 8. Dokumentasi Pemberian perlakuan Ekstrak Biji Bnegkuang
Gambar 8. (a). Proses penyemprotan ekstrak biji bengkuang, (b). Tanaman yang telah disemprot
ekstrak biji bengkuang, (c). Contoh tanaman yang diberi tanda perlakuan
P0(control), (d). Contoh tanaman yang diberi tanda perlakuan P2 (4%).
a b
c d
58
Lampiran 9. Dokumentasi Proses Pengamatan Morfologi Aphis gossypii G.
59
Gambar 9. (a) – (b) Proses pengamatan A. gossypii pada miksroskop fluoresensi, (c). Mikroskop
fluoresensi. (e) - (h). Tubuh A. gossypii yang di amati di mikroskop fluoresensi.
e
60
Lampiran 10. Uji T- Test
Group Statistics
perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
data 1 6 6.50 2.739 1.118
2 6 5.67 2.160 .882
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.
(2-
taile
d)
Mean
Diffe
rence
Std.
Error
Differ
ence
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Up
per
dat
a
Equal
variances
assumed
.469 .509 .585 10 .571 .833 1.424 -2.340 4.0
06
Equal
variances not
assumed
.585 9.48
6
.572 .833 1.424 -2.363 4.0
30
61
Group Statistics
perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
data 1 6 6.50 2.739 1.118
3 6 3.50 1.643 .671
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.
(2-
tailed)
Mean
Differe
nce
Std.
Error
Differe
nce
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
da
ta
Equal
variances
assumed
1.712 .220 2.3
01
10 .044 3.000 1.304 .095 5.905
Equal
variances not
assumed
2.3
01
8.1
87
.050 3.000 1.304 .005 5.995
62
Group Statistics
perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
data 1 6 6.50 2.739 1.118
4 6 3.33 1.751 .715
Independent Samples Test
Levene's Test
for Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.
(2-
tailed
)
Mean
Differ
ence
Std.
Error
Differ
ence
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
d
at
a
Equal
variances
assumed
1.488 .251 2.3
86
10 .038 3.167 1.327 .210 6.124
Equal
variances not
assumed
2.3
86
8.5
03
.042 3.167 1.327 .138 6.196
63
Group Statistics
perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
data 1 6 6.50 2.739 1.118
5 6 2.17 1.329 .543
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.
(2-
tailed
)
Mean
Differ
ence
Std.
Error
Differ
ence
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lowe
r
Uppe
r
d
at
a
Equal
variances
assumed
3.107 .108 3.4
87
10 .006 4.333 1.243 1.564 7.102
Equal
variances
not assumed
3.4
87
7.2
32
.010 4.333 1.243 1.414 7.253
64
Group Statistics
perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
data 1 6 6.50 2.739 1.118
6 6 1.00 .894 .365
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.
(2-
tailed
)
Mean
Differ
ence
Std.
Error
Differ
ence
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lower Uppe
r
d
at
a
Equal
variances
assumed
6.328 .031 4.6
76
10 .001 5.500 1.176 2.879 8.121
Equal
variances
not assumed
4.6
76
6.0
55
.003 5.500 1.176 2.628 8.372
65
Group Statistics
perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
data 2 6 5.67 2.160 .882
3 6 3.50 1.643 .671
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.
(2-
tailed
)
Mean
Differ
ence
Std.
Error
Differ
ence
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lower Uppe
r
d
at
a
Equal
variances
assumed
.351 .567 1.9
55
10 .079 2.167 1.108 -.302 4.636
Equal
variances
not assumed
1.9
55
9.3
35
.081 2.167 1.108 -.326 4.660
66
Group Statistics
perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
data 2 6 5.67 2.160 .882
4 6 3.33 1.751 .751
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.
(2-
tailed
)
Mean
Differ
ence
Std.
Error
Differ
ence
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lower Uppe
r
d
at
a
Equal
variances
assumed
.294 .599 2.0
55
10 .067 2.333 1.135 -.196 4.863
Equal
variances
not assumed
2.0
55
9.5
90
.068 2.333 1.135 -.211 4.878
67
Group Statistics
perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
data 2 6 5.67 2.160 .882
5 6 2.17 1.329 .543
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.
(2-
tailed
)
Mean
Differ
ence
Std.
Error
Differ
ence
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lowe
r
Uppe
r
d
at
a
Equal
variances
assumed
1.144 .310 3.3
80
10 .007 3.500 1.035 1.193 5.807
Equal
variances
not assumed
3.3
80
8.3
11
.009 3.500 1.035 1.128 5.872
68
Group Statistics
perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
data 2 6 5.67 2.160 .882
6 6 1.00 .894 .365
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.
(2-
tailed
)
Mean
Differ
ence
Std.
Error
Differ
ence
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lowe
r
Uppe
r
d
at
a
Equal
variances
assumed
3.750 .082 4.8
89
10 .001 4.667 .955 2.540 6.793
Equal
variances
not assumed
4.8
89
6.6
65
.002 4.667 .955 2.386 6.947
69
Group Statistics
perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
data 3 6 3.50 1.643 .671
4 6 3.33 1.751 .715
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.
(2-
tailed
)
Mean
Differ
ence
Std.
Error
Differ
ence
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lower Uppe
r
d
at
a
Equal
variances
assumed
.000 1.000 .17
0
10 .868 .167 .980 -
2.018
2.351
Equal
variances
not assumed
.17
0
9.9
60
.868 .167 .980 -
2.019
2.352
70
Group Statistics
perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
data 3 6 3.50 1.643 .671
5 6 2.17 1.329 .543
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.
(2-
tailed
)
Mean
Differ
ence
Std.
Error
Differ
ence
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lowe
r
Uppe
r
d
at
a
Equal
variances
assumed
.348 .568 1.5
45
10 .153 1.333 .863 -.589 3.256
Equal
variances
not assumed
1.5
45
9.5
82
.155 1.333 .863 -.601 3.267
71
Group Statistics
perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
data 3 6 3.50 1.643 .671
6 6 1.00 .894 .365
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.
(2-
tailed
)
Mean
Differ
ence
Std.
Error
Differ
ence
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lowe
r
Uppe
r
d
at
a
Equal
variances
assumed
3.200 .104 3.2
73
10 .008 2.500 .764 .798 4.202
Equal
variances
not assumed
3.2
73
7.7
24
.012 2.500 .764 .728 4.272
72
Group Statistics
perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
data 4 6 3.33 1.751 .715
5 6 2.17 1.329 .543
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.
(2-
tailed
)
Mean
Differ
ence
Std.
Error
Differ
ence
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lower Uppe
r
d
at
a
Equal
variances
assumed
.243 .633 1.3
00
10 .223 1.167 .898 -.833 3.166
Equal
variances
not assumed
1.3
00
9.3
25
.225 1.167 .898 -.853 3.186
73
Group Statistics
perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
data 4 6 3.33 1.751 .715
6 6 1.00 .894 .365
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.
(2-
tailed
)
Mean
Differ
ence
Std.
Error
Differ
ence
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lowe
r
Uppe
r
d
at
a
Equal
variances
assumed
2.222 .167 2.9
07
10 .016 2.333 .803 .545 4.122
Equal
variances
not assumed
2.9
07
7.4
42
.021 2.333 .803 .458 4.209
74
Group Statistics
perlakuan N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
data 5 6 2.17 1.329 .543
6 6 1.00 .894 .365
Independent Samples Test
Levene's
Test for
Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig.
(2-
tailed
)
Mean
Differ
ence
Std.
Error
Differ
ence
95%
Confidence
Interval of the
Difference
Lower Uppe
r
d
at
a
Equal
variances
assumed
2.148 .174 1.7
84
10 .105 1.167 .654 -.291 2.624
Equal
variances
not assumed
1.7
84
8.7
58
.109 1.167 .654 -.319 2.652
75
Lampiran 11. Uji ANOVA
UJI ANOVA
1. Derajat bebas (Db)
Db total = N – 1
= 36 – 1
= 35
Db perlakuan = k – 1
= 6 – 1
= 5
Db galat = k (r –s)
= 6 (6 -1)
= 36 - 6
Ulangan Kelimpahan Kutu Daun Pada Masing-masing konsentrasi Total
P0
0%
P1
2%
P2
4%
P3
6%
P4
8%
P5
10%
1 4 9 5 6 3 2
2 4 6 6 4 3 2
3 11 5 3 4 1 1
4 5 4 3 2 3 1
5 7 7 2 3 3 0
6 8 3 2 1 0 0
Jumlah 39 34 21 20 13 6 133
Kuadrat 1.521 1.156 441 400 169 36 3.723
Rata-rata 6,5 5,67 3,5 3,33 2,17 1 22,17
Ulangan Jumlah Kuadrat
Total
P0 P1 P2 P3 P4 P5
1 16 81 25 36 9 4
2 16 36 36 16 9 4
3 121 25 9 16 1 1
4 25 16 9 4 9 1
5 49 49 4 9 9 0
6 64 9 4 1 0 0
Jumlah 291 216 87 82 37 10 723
76
= 30
1. Faktor koreksi (Fk)
( )
( )
( )
2. Jumlah Kuadrat Total (JKT)
JKT = ( ) – FK = 723 – 491,361 = 231,639
3. Jumlah Kuadarat Perlakuan (JKP)
JKP = (
)
=
( )
4. Jumlah Kuadrat Galat (JKG)
JKG = JKT – JKP
= 231,639 – 490.750,5
= 259.111,5
5. Kuadrat Tengah Perlakuan (KTP)
KTP =
=
6. Kuadrat Tengah Galat (KTG)
KTG =
7. Fhitung =
8. Kesimpulan
Ftabel = 0,731
Karena Fhitung > Ftabel, maka H0 ditolak. Dapat ditarik kesimpulan bahwa
terdapat pengaruh ekstrak biji bengkuang terhadap kelimphana hama kutu
daun pada pertanaman terung pada taraf kepercayaan 5%.
77
9. Rangkuman
Uji ANOVA pengaruh ekstrak biji begkuang terhadap
kelimpahan kutu daun pada pertanaman mentimun.
Keragaman DB JK KT Fhitung Ftabel KET
Total 35 - - - - H1
DITERIMA Perlakuan 5 11,36 0,731
Galat 30 - -
78
Lampiran 12. Uji Normalitas, Homogenitas, ANOVA, dan Uji
Lanjut DMRT.
Uji Normalitas
Perlakuan Shapiro-Wilk
Kelimpahan kutu daun
P0
P1
P2
P3
P5
Statistik Df Sig
.897
.983
.863
.702
.853
6
6
6
6
6
.357
.964
.201
.918
.167
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Uji Homogenitas
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.764 5 30 .151
79
Uji ANOVA
Uji DMRT
KELIMPAHAN
Duncana
PERLAKUAN N Subset for alpha = 0.05
1 2 3 4
6.00 6 1.0000
5.00 6 2.1667 2.1667
4.00 6 3.3333
3.00 6 3.5000 3.5000
2.00 6 5.6667 5.6667
1.00 6 6.5000
Sig. .283 .248 .051 .441
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.
a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 6.000.
Sum of
Squares
Df Mean
Square
Fhitung Ftabel Sig.
Between Groups
Within Groups
Total
129.139
102.500
231. 639
5
30
35
25.828
3.417
7, 559 2,53 .000
80
Lampiran 14. Desain Penuntun Praktikum Entomologi
81
82
A. TUJUAN PENELITIAN
1. Untuk menganalisis pengaruh setiap pemberian ekstrak biji bengkuang
0%, 2%,
4%, 6%, 8%, 10%., terhadap kelimpahan hama kutu daun pada
pertanaman mentimun (Cucumis sativus L.).
2. Untuk menganalisis konsentrasi ekstrak biji bengkuang ( Pachyrhizus
erosus Urb.) yang efektif terhadap kelimpahan hama kutu daun pada
tanaman mentimun (Cucumis sativis L.).
B. DASAR TEORI
Aphis gossypii G.
1. Pengenalan Aphis gossypii G.
Aphis gossypii G. merupakan jenis serangga kecil pemakan
getah tanaman. Kutu daun hidup secara bergerombol (kelompok) pada
permukaan daun bagian bawah. Aphis gossypii G. menyerang jaringan
tanaman yang masih lunak (pucuk tanaman dan daun muda). Cairan di
dalam tubuh tanaman diserap oleh kutu daun sehingga tanaman layu,
daun keriting dan berkerut, pucuk mengeriting dan melingkar, dan
akhirnya tanaman mati. Serangan berat hama kutu daun terjadi pada
awal musim kemarau, yaitu pada saat udara kering dan temperatur
tinggi (Cahyono, 2003: 88).
83
Aphis gossypii G. termasuk kedalam famili Aphididae. Kata aphididae
berasal dari bahasa Yunani yang artinya menghisap cairan. Hal ini
menunjukkan bahwa hama ini mempunyai kebiasaan menghisap cairan dari
tanaman untuk makanannya. Umumnya Aphis gossypii G. tidak bersayap,
tetapi kadang yang dewasa mempunyai sayap yang transparan (tebus cahaya).
Perkembangbiakannya bisa dikatakan tidak dengan perkawinan
(parthenogenesis). Telurnya menetas didalam badan (vivipar=ovovipar). Ada
juga fase seksual yang membentuk jantan dan betina, sedangkan telurnya
menetas diluar badan (ovipar) (Pracaya, 2008 : 92).
1. Biologi Aphis gossypii G.
Aphis gossypii G. ini hampir sama dengan A. glycines. Warna imago hijau
pucat. Hama ini tersebar luas di Indonesia. Akibat dari serangan hama A.
gossypii ini adalah tanaman menjadi kerdil karena nimfa dan imago
menghisap cairan tanaman sehingga pertumbuhan tanaman terhambat
(Sembel, 2018 : 101).
2. Morfologi Aphis gossypii G.
Aphis gossypii G. berwarna hijau tua sampai hitam atau kuning kecoklatan.
Perkembangbiakannya dengan cara parthenogenesis dan vivipara di
tanaman dikotil dan tangkai daun tanaman monokotil. A. gossypii jarang
dijumpai berkembang biak atau menyerang tanaman rumput. A. gossypii
betina menjadi dewasa setelah berumur 4-20 hari dan menghasilkan aphis
muda sejumlah 20-140 aphis muda) hari. Hama ini sering dikunjungi
84
bermacam-macam semut yang mengharapkan embun madunya (Pracaya,
2008: 93).
Ciri-ciri hama kutu daun (Aphis gossypii G.) ini adalah kutu betina bulat
datar, transparan dan berwarna putih sampai abu-abu dengan garis tengah
kurang lebih 1,8 mm. Kutu jantan berbentuk oval dan lebih kecil dari pada
yang betina. Kutu betina dapat menghasilkan telur 20-50 butir. Aktivitas
puncak dari hama Aphis gossypii ini terjadi pada musim kering ( Surachman
& Suryanto, 2007: 20).
85
3. Klasifikasi Aphis gossypii G.
Menurut Lilies (1991: 89) Klasifikasi kutu daun adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Phylum : Arthropoda
Kelas : Insekta
Ordo : Hemiptera
Family : Aphididae
Genus : Aphis
Spesies : Aphis gossypii Glosver.
4. Siklus Hidup Kutu Daun
Menurut Utami (2018: 81) Aphis gossypii G. berkembang biak secara
kawin maupun partenogenesis, sehingga dalam waktu singkat Aphis gossypii
G. dapat berkembang secara pesat. Aphis gossypii G. banyak ditemukan
menyerang tanaman kedelai di Indonesia. Menurut Utami (2018: 81) Aphis
gossypii G. berkembang biak secara kawin maupun partenogenesis, sehingga
dalam waktu singkat Aphis gossypii G. dapat berkembang secara pesat. Aphis
gossypii G. banyak ditemukan menyerang tanaman kedelai di Indonesia.
5. Gejala serangan Aphis gossypii G.
Gejala serangan Aphis gossypii G. ini yaitu tunas atas dan daun-daun
muda melilin (menggulung), bahkan jika menyerang bunga dapat
menggagalkan pembuahan. Kutu daun juga mengeluarkan cairan yang
mengandung madu (manis), sehingga mengandung datangnnya semut dan
pertumbuhan kapang jelaga berwarna hitam menutupi permukaan daun
(Rukmana, 2003: 42).
86
Menurut penelitian Anggraini (2018: 116-117) bahwa gejala yang
muncul akibat serangan Aphis gossypii G. umumnya dapat menyebabkan
pertumbuhan tanaman terganggu. Aphis gossypii menghisap cairan yang
terdapat pada tubuh tanaman, akibatnya metabolisme tanaman terganggu.
Aphis gossypii tidak hanya menghisap nutrisi tanaman, namun Aphis gossypii
G. juga dapat menyebarkan virus ke tanaman. Tanaman yang terinfeksi virus
dapat menunjukkan gejala seperti kerdil. Serangan Aphis gossypii G. dapat
mengakibatkan perubahan bentuk pada tanaman seperti pengurangan ukuran
bagian tumbuhan yaitu daun mengeriting dan menggulung. Pertumbuhan
tinggi tanaman salah satunya dipengaruhi oleh banyaknya populasi yang
menyerang tanaman.
A. ALAT DAN BAHAN
Alat yang dapat digunakan untuk pembuatan ekstrak biji bengkuang
adalah oven, timbangan analitik, blender, botol maserasi, rotary evaporator,
gelas ukur 10 ml, gelas piala 50 ml, dan corong. Dalam proses pengamatan
dapat digunakan botol specimen, mikroskop digital, kamera handphone,
mikroskop fluorensensi, kaca objek, cover glas, dan cawan petri.
Bahan untuk pembuatan ekstrak yaitu biji bengkuang yang telah tua
sebanyak 7 kg, metanol, kertas saring. Untuk pengamatan dibutuhkan
tanaman mentimun, hama kutu daun dan alkohol 70%.
87
B. PROSEDUR KERJA
1. Penyiapan biji bengkuang yang akan dijadikan ekstrak
2. Pembuatan ekstrak biji bengkuang
3. Ekstrak yang telah jadi kemudian dibuat beberapa konsentrasi yaitu
2,4,6,8,dan 10%
4. Pengujian ekstrak biji bengkuang terhadap kelimpahan hama Kutu daun
dilakukan dengan menyemprot tanaman mentimun setiap 2 x seminggu
selama 1,2 bulan atau 6 x ulangan.
5. Kemudian penangkapan hama kutu daun dilakukan dalam 1 minggu
sekali disetiap 2 x penyemprotan ekstrak biji bengkuang terhadap
tanaman
6. Penangkapan kutu daun ini menggunakan botol specimen dan alkohol
7. Kutu daun yang sudah ditangkap dihitung dan diidentifikasi dibawah
mikroskop untuk dilihat morfologinya.
88
C. HASIL PENELITIAN
Tabel Rata-rata kelimpahan hama kutu daun
No. Kode Perlakuan Rata-rata kelimpahan
spesies
1. P5 10%
2. P4 8%
3. P3 6%
4. P2 4%
5. P1 2%
6. P0 Kontrol
89
C. PERTANYAAN
1. Bagaimana pengaruh setiap konsentrasi ekstrak biji bengkuang 0%, 2%,
4%, 6%, 8%, 10%, terhadap kelimpahan hama kutu daun pada pertanaman
mentimun (Cucumis sativus L.)?
2. Berapakah konsentrasi ekstrak biji bengkuang (Pachyrhizus erosus U.)
yang efektif terhadap kelimpahan hama kutu daun pada pertanaman
mentimun (Cucumis sativus L.)?
90
91
DAFTAR PUSTAKA
Anggraini, K, Yuliadhii, A,K, Widianingsih, D. 2018. Pengaruh Pupulasi Kutu daun
pada Tanaman Cabai Besar (Capsicum annum L.) terhadap Hasil Panen. E-
Jurnal Agroekoteknologi Tropika, Vol. 7, No.1.
Cahyono, B. 2003. Cabai Paprika Tekhnik Budidaya dan Analisis Usaha Tani.
Yogyakarta. Penerbit Kanisius.
Lillies, 1991. Kunci Determinasi Serangga. Jakarta. Penerbit:Kanisius.
Pracaya, 2008. Hama & Penyakit Tanaman. Jakarta. Penebar Swadaya.
Rukmana, R, & Oesman, Y.Y. 2003. Usaha Tani Jeruk Purut dalam Pot dan di
Kebun. Yogyakarta. Penerbit Kanisius.
Sembel, T.D. 2018. Hama-Hama Tanaman Hortikultura. Yogyakarta. Penerbit
LilyPublisher.Surachman & Suryanto, 2007: 2
Utami, R, Pornomo, H, & Purwatiningsih. 2014. Keanekaragaman Hayati Serangga
Parasitoid Kutu Kebul (Bemisia Tabaci Genn) dan Kutu Daun (Aphid sp.)
pada Tanaman Kedelai. Jurnal Ilmu Dasar. Vol.15, No.2.
92
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Ega Hastuti Nurma Sari, lahir di Kabupaten Tanjung Jabung
Barat Provinsi Jambi pada 03 Maret 1999. Penulis merupakan
anak bungsu dari empat bersaudara dari pasangan Bapak
Syahrul Yasid dan Ibu Hafasah. Penulis menyelesaikan
pendidikan Sekolah Dasar di SDN 167/V Tanjung Tayas pada
tahun 2010 kemudian lanjut Sekolah Menengah Pertama di SMPN 1 Atap Satu
Tungkal Ulu pada tahun 2011, Setelah itu melanjutkan sekolah di SMAN 1 Tungkal
Ulu yang kemudian pindah saat kenaikan kelas sebelas ke SMAN 11 Kota Jambi
hingga tamat pada tahun 2016. Pada tahun 2016 penulis mendaftar kuliah dan
kemudian diterima di Program Studi Pendidikan Biologi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universtas Jambi. Penulis telah melaksanakan Program Pengenalan
Lapangan Persekolahan (PLP) di SMAN 12 Kota Jambi pada September-November
2019 dengan nilai yang baik.