PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) TERHADAP...
Embed Size (px)
Transcript of PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) TERHADAP...

PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN
BINAHONG (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis)
TERHADAP JUMLAH FIBROBLAS PADA LUKA
BAKAR DERAJAT II TIKUS Sprague dawley
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
SARJANA KEDOKTERAN
Oleh
Wildana Aqila Dzakiy
NIM : 1113103000055
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H / 2016 M

:
-
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berIaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Cinutat.u Oktober 2016o~1
ii

.-
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
PENGARUH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN BINAHONG (Anrederra
cordifolia (Tenore) Steenis) TERHADAP JUMLAH FIBROBLAS PADA
LUKA BAKAR DERAJAT 11TIKUS Sprague Dawley
Laporan PenelitianDiajukan kepada Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Ge1arSarjana Kedokteran (S.Ked)
OlehWildana Aqila DzakiyNIM: 1113103000055
Pembimbing II
Rr. Ayu Fitri apsari, M. BiomedNIP: 197204062003122005
~~.
dr. Dyah Ayu Woro, M. Biomed
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTERFAKULTASKEDOKTERANDANILMUKESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA1438 H/2016 M
iii


v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb
Puji syukur saya panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayahnya sehingga saya dapat menyelesaikan penelitian ini dengan
baik. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW
berserta keluarga dan sahabatnya.
Penelitian berjudul Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Binahong
(Anredera Cordifolia (Tenore) Steenis) Terhadap Jumlah Fibroblas Pada Luka Bakar Derajat II Tikus Sprague Dawley ini disusun untuk memenuhi syarat
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Program Studi Kedokteran dan Profesi
Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Saya menyadari tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak akan
terasa sulit bagi saya untuk menyelesaikan penelitian ini. Oleh karena itu saya
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Achmad Zaki, M. Epid, Sp. OT selaku Ketua Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter dan seluruh dosen yang telah
memberikan ilmunya selama saya menjalani pendidikan di Program
Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.
3. Rr. Ayu Fitri Hapsari, M. Biomed dan dr. Dyah Ayu Woro, M. Biomed
selaku pembimbing yang selalu menyediakan waktu, tenaga dan pikiran
untuk membimbing saya dalam menyelesaikan penelitian ini.
4. Kedua orang tua saya Wiwin Budairy Dimyati dan Siti Mukhayaroh
yang selalu memberikan doa dan dukungan serta kasih sayang selama
hidup saya. Serta adik saya Tsany Rijalu Ahimsa yang senantiasa
memberi semangat dan motivasi.
5. Ibu Nurlaely Mida, M. Biomed, DMS selaku penanggung jawab Lab.
Animal House, Dr. Endah Wulandari, M. Biomed selaku penanggung
jawab Lab. Biokimia, Ibu Silviana Fitria Nasution, M. Biomed selaku

vi
penanggung jawab Lab. Parasitologi dan Rr. Ayu Fitri Hapsari, M.
Biomed selaku penanggung jawab Lab. Histologi yang telah
memberikan izin menggunakan laboratorium dalam penelitian ini.
6. Mas Yoga dari BALITRO Bogor, Bp. Heri dari Lab. Cito Depok, dan
Bp. Erizal dari BATAN Jakarta Selatan yang telah membantu dalam
pembuatan bahan dalam penelitian ini
7. Mbak Din, Mbak Ai, Mbak Novi, Mas Rachmadi, Mbak Rani selaku
laboran yang telah membantu dalam proses penelitian ini
8. Teman-teman penelitian Binahong; Riski Bastanta G, M. Fadli
Fajriansyah, Raissa Pramudya dan Alfi Alfina yang selalu memberikan
waktu, tenaga dan pikirannya untuk menyelesaikan penelitian ini
9. Teman-teman Rumah Mediterania, M. Rizki D.S, Sandy Rahmando,
dan Riski Bastanta yang selalu memberikan semangat dan dukungan
10. Annisa Mardhiyah yang telah membantu dalam pengolahan data
penelitian ini
11. Kak Audi Fikri dan kawan-kawan yang telah memberikan inspirasi dan
bantuan dalam penelitian ini
12. Teman-teman PSKPD 2013, 2014, 2015 dan HMPSPD yang telah
memberikan dukungan
13. Bapak Satpam dan OB FKIK UIN Syarif Hidayatullah yang selalu
membukakan pintu dan pagar untuk saya melakukan penelitian
14. Seluruh pihak yang telah membantu dalam penelitian ini yang tidak
dapat disebutkan namanya satu persatu
Saya menyadari sepenuhnya penelitian ini masih banyak kekurangan dan
kelemahan. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, saya mengharapkan
kritik dan saran untuk penelitian ini agar lebih baik.
Semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan bagi
saya pada khususnya.
Wassalamualaikum Wr. Wb
Ciputat, Oktober 2016
Penulis

vii
ABSTRAK
Wildana Aqila Dzakiy. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Pengaruh Pemberian Ekstrak Daun Binahong (Anredera Cordifolia (Tenore) Steenis) terhadap Jumlah Fibroblas pada Luka Bakar Derajat II Tikus Sprague Dawley. 2016 Latar belakang : Daun Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) diketahui memiliki khasiat dalam penyembuhan luka. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ekstrak Binahong terhadap rata-rata fibroblas pada luka bakar derajat II pada tikus Sprague dawley. Metode : Penelitian ini menggunakan metode analitik eksperimental. Sampel pada penelitian ini adalah 25 ekor tikus Sprague dawley jantan yang dibagi ke dalam lima kelompok dengan masa perlakuan selama lima hari. Kelompok perlakuan terdiri atas kelompok perlakuan 1 (P1) diberikan ekstrak salep daun Binahong 40%, kelompok perlakuan 2 (P2) diberikan ekstrak oral daun Binahong dengan dosis 100mg/kgBB/hari dan kelompok perlakuan 3 (P3) diberikan ekstrak salep daun Binahong 40% dan ekstrak oral daun Binahong 100mg/kgBB/hari. Kelompok perlakuan 4 (P4) diberikan krim Silver sulfadiazine dan kelompok perlakuan 5 (P5) diberikan basis salep. Luka bakar dibuat dengan menempelkan plat besi berukuran 4x2 cm selama 30 detik yang dipanaskan dalam air 100⁰C. Parameter histologi yang dilihat adalah rata-rata fibroblas. Hasil : Diperoleh rata-rata fibroblas pada kelompok P1 sebesar 42.78, kelompok P2 sebesar 32.23, kelompok P3 sebesar 36.24, kelompok P4 sebesar 32.78 dan kelompok P5 sebesar 40.52. Pada uji One Way ANOVA menunjukkan hasil yang tidak berbeda bermakna, p=0.141 (p>0.05). Simpulan : Ekstrak daun Binahong tidak memberikan hasil berbeda bermakna terhadap rata-rata fibroblas pada luka bakar derajat II pada tikus Sprague dawley. Kata kunci : Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) , Luka Bakar, Penyembuhan Luka, Fibroblas,

viii
ABSTRACT
Wildana Aqila Dzakiy. Medicine and Medical Profession Study Program. The Effect Of Binahong Leaf (Anredera Cordifolia (Tenore) Steenis) Extract Administration On Number Of Fibroblast On Second Degree Burn Wound Of Sprague Dawley Rat. 2016 Background : Binahong leaf (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) known to have efficacy in wound healing. This study aim to know the effect of Binahong leaf on number of fibroblast on second-degree burn wound on Sprague dawley rat. Method : This study used an experimental analytical methods. Samples are 25 Sprague dawley rats were divided into five groups with five-day treatment period. The treatment group consist of the treatment group 1 (P1) administered the ointment extract of Binahong leaf 40%, treatment group 2 (P2) administered the oral extract of Binahong leaf 100 mg / kg / day and the treatment group 3 (P3) administered the ointment extract of Binahong leaf 40% and oral extract of Binahong leaf 100mg / kg / day. Treatment group 4 (P4) administerd Silver sulfadiazine and treatment group 5 (P5) administered ointment base. Burns made by exposing a metal plate (4x2 cm) for 30 seconds which has been heated in 100⁰C of water. The obserbed histology parameter is the number of fibroblasts. Results: Obtained an average of fibroblasts in the P1 group is 42.78, P2 group is 32.23, P3 group is 36.24, P4 group is 32.78 and P5 group is 40.52. In One Way ANOVA test showed results that are not significantly different, p = 0,141 (p> 0.05). Conclusion: Binahong leaf extract did not give significantly different results on average of fibroblasts at the second-degree burns on Sprague dawley rats. Key word : Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis) , Burn Wound, Wound Healing, Fibroblast,

ix
DAFTAR ISI Lembar Pernyataan Keaslian Karya........................................................ ii Lembar Persetujuan Pembimbing............................................................ iii Lembar Pengesahan Panitia Ujian........................................................... iv Kata Pengantar........................................................................................... v Abstrak........................................................................................................ vii Daftar Isi...................................................................................................... ix Daftar Gambar............................................................................................ xi Daftar Tabel................................................................................................. xii Daftar Grafik............................................................................................... xiii Daftar Lampiran......................................................................................... xiv BAB 1 Pendahuluan ................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang............................................................................. 1 1.2 Rumusan Masalah........................................................................ 2 1.3 Hipotesis...................................................................................... 2 1.4 Tujuan Penelitian......................................................................... 2 1.4.1 Tujuan Umum............................................................... 2 1.4.2 Tujuan Khusus.............................................................. 3 1.5 Manfaat Penelitian....................................................................... 2 BAB 2 Tinjauan Pustaka............................................................................ 4 2.1 Landasan Teori............................................................................ 4 2.1.1 Tanaman Binahong....................................................... 4 2.1.2 Kulit.............................................................................. 6 2.1.3 Fibroblas................................................................. 8 2.1.4 Luka Bakar.................................................................... 10 2.1.5 Penyembuhan Luka....................................................... 11 2.1.6 Pemberian Ekstrak Binahong........................................ 14 2.1.7 Silver sulfadiazine...... .................................................. 14 2.1.8 Absorbsi Obat secara Topikal dan Oral........................ 14 2.1.9 Tikus Sprague dawley................................................... 16 2.1.10 Kerangka Teori........................................................... 16 2.2 Kerangka Konsep......................................................................... 17 BAB 3 Metodologi Penelitian...................................................................... 18 3.1 Desain Penelitian......................................................................... 18 3.2 Waktu dan Tempat Penelitian...................................................... 18 3.3 Populasi dan Sampel.................................................................... 18 3.3.1 Kriteria Inklusi.............................................................. 18 3.3.2 Kriteria Eksklusi........................................................... 19 3.3.3 Besar Sampel................................................................ 19 3.3.4 Identifikasi Variabel..................................................... 20 3.3.5 Definisi Operasional..................................................... 20 3.4 Alat dan Bahan............................................................................ 21 3.4.1 Alat Penelitian............................................................... 21 3.4.2 Bahan Penelitian........................................................... 21 3.5 Alur Penelitian............................................................................. 22
3.6 Cara Kerja Penelitian................................................................... 23 3.6.1 Pembuatan Sediaan Ekstrak Binahong......................... 23 3.6.2 Pembuatan Luka Bakar................................................. 25

x
3.6.3 Perlakuan Pada Hewan Coba........................................ 25 3.6.4 Eksisi Luka....................................................................26 3.6.5 Pembuatan Sediaan Histopatologi................................ 26 3.6.6 Pengamatan Sediaan Histopatologi...............................28 3.6.7 Pengamatan & Penghitungan Fibroblas........................ 28 3.6.8 Menghitung Sel menggunakan ImageJ......................... 29 3.8 Analisis Data................................................................................ 29 3.9 Etika Penelitian............................................................................ 29 BAB 4 Hasil dan Pembahasan.................................................................... 30 BAB 5 Simpulan dan Saran........................................................................ 37 5.1 Simpulan...................................................................................... 37 5.2 Saran............................................................................................ 37 Daftar Pustaka............................................................................................. 38 Lampiran...................................................................................................... 41

xi
DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Daun Binahong..........................................................................4 Gambar 2.2 Potongan Lintang Kulit.............................................................. 6 Gambar 2.3 Fibroblas.....................................................................................9 Gambar 2.4 Proses Penyembuhan Luka.........................................................13 Gambar 4.1 Gambaran Histopatologi Luka Bakar........................................ 30 Gambar 4.2 Gambaran Penghitungan Fibroblas............................................ 31 Gambar 6.1 Ekstrak Kental Daun Binahong..................................................41 Gambar 6.2 Proses Freezedrying................................................................... 41 Gambar 6.3 Ekstrak Kering Daun Binahong................................................. 41 Gambar 6.4 Pembuatan Salep........................................................................ 41 Gambar 6.5 Ekstrak Oral Daun Binahong..................................................... 41 Gambar 6.6 Penimbangan Berat Tikus.......................................................... 41 Gambar 6.7 Proses Pencukuran Bulu Tikus...................................................42 Gambar 6.8 Anestesi Menggunakan Eter...................................................... 42 Gambar 6.9 Pemanasan Plat Besi.................................................................. 42 Gambar 6.10 Pembuatan Luka Bakar............................................................ 42 Gambar 6.11 Pengolesan Salep.................................................................... 42 Gambar 6.12 Pemberian Ekstrak Oral........................................................... 42 Gambar 6.13 Eksisi Luka.............................................................................. 42 Gambar 6.14 Fiksasi Jaringan....................................................................... 43 Gambar 6.15 Preparat Histopatologi............................................................. 43 Gambar 6.16 Pengamatan Preparat Histopatologi........................................ 43 Gambar 6.17 Hasil Determinasi Tumbuhan.................................................. 46 Gambar 6.18 Hasil Ekstraksi Daun Binahong............................................... 47 Gambar 6.19 Surat Keterangan Tikus Sehat.................................................. 48

xii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Rata-rata Jumlah Fibroblas............................................................ 32 Tabel 4.2 Hasil Uji One Way ANOVA......................................................... 34 Tabel 6.1 Hasil Uji Varian............................................................................. 45 Tabel 6.2 Hasil Uji Normalitas...................................................................... 45 Tabel 6.3 Hasil Uji One Way ANOVA......................................................... 45

xiii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 Rata-rata Jumlah Fibroblas..............................................................33

xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Proses Penelitian.............................................................41
Lampiran 2 Perhitungan Dosis Oral.................................................. 44
Lampiran 3 Hasil Analisis Data........................................................ 45
Lampiran 4 Hasil Determinasi Tumbuhan........................................ 46
Lampiran 5 Hasil Ekstraksi Daun Binahong..................................... 47
Lampiran 6 Surat Keterangan Tikus Sehat........................................ 48
Lampiran 7 Riwayat Hidup Penulis................................................... 49

1
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Luka bakar merupakan luka yang sering terjadi pada masyarakat. Menurut
WHO diperkirakan sekitar 265.000 kematian disebabkan karena luka bakar setiap
tahun. Kebanyakan terjadi pada negara dengan pendapatan rendah1. Di Indonesia
terbakar menjadi salah satu penyebab dari cedera yang tidak disengaja. Prevalensi
tertinggi terjadi di Provinsi Papua dan pada umur 1-4 tahun2. Meskipun prevalensi
dari luka bakar tergolong kecil dibanding penyebab cedera lain, namun luka bakar
memiliki angka kematian yang tinggi. Luka bakar menyebabkan morbiditas, seperti
lama rawat di rumah sakit, disabilitas, serta meninggalkan luka fisik dan mental.1,3
Pilihan utama penanganan luka bakar saat ini adalah menggunakan Silver
sulfadiazine, yang juga berfungsi sebagai antibiotik.3
Fibroblas merupakan sel jaringan ikat yang berfungsi mensintesis matriks
ekstra seluler yang berperan penting dalam proses fisiologis jaringan. Sel ini
termasuk dalam komponen jaringan granulasi yang menjadi tanda adanya perbaikan
jaringan. Fibroblas mencapai puncak pada 24-72 jam setelah terjadinya luka yang
distimulasi oleh makrofag melalui sitokin-sitokin inflamasi. 4
Indonesia merupakan negara agraris yang memiliki keanekaragaman hayati
yang besar, salah satu keanekaragamannya adalah tumbuhan. Binahong merupakan
salah satu tumbuhan yang banyak digunakan masyarakat sebagai obat. Binahong
termasuk famili dari Basellaceae, merupakan tanaman menjalar yang sering
digunakan untuk mengobati berbagai penyakit dan mempercepat penyembuhan
luka. Tumbuhan ini memiliki kandungan alkaloid, saponin, polifenol, triterpenoid
dan minyak atsiri yang dapat meningkatkan kemampuan proses penyembuhan
luka.5,6
Dalam penelitian yang dilakukan oleh Aini (2014), menunjukkan bahwa
pemberian ekstrak salep Binahong berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah
fibroblas pada luka bakar derajat II dimana kelompok salep dengan konsentrasi
40% menjadi yang tertinggi memiliki jumlah fibroblas. Selain itu penelitian oleh

2
Sumartiningsih (2009) menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap pemberian
ekstrak oral Binahong terhadap jumlah fibroblas pada hematoma. Dosis
100mg/kgBB ekstrak daun Binahong dalam penelitian Lidinilla (2014) dapat secara
signifikan menurunkan asam urat serta dalam penelitian Salasanti (2014) dosis
tersebut tidak menunjukkan toksisitas pada organ.7,8,9
Berdasarkan uraian di atas penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
pengaruh ekstrak binahong terhadap jumlah fibroblas pada luka bakar derajat II
tikus Sprague dawley.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana pengaruh ekstrak binahong terhadap jumlah fibroblas pada
luka bakar derajat II tikus Sprague dawley?
1.3 Hipotesis
Ekstrak binahong berpengaruh meningkatkan jumlah fibroblas pada luka
bakar derajat II tikus Sprague dawley
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui pengaruh ekstrak salep dan oral binahong terhadap jumlah
fibroblas luka bakar derajat II tikus Sprague dawley.
1.4.2 Tujuan Khusus 1. Mengetahui pengaruh ekstrak binahong terhadap jumlah fibroblas pada
luka bakar derajat II tikus Sprague dawley yang diberikan ekstrak salep
binahong 40%.
2. Mengetahui pengaruh ekstrak binahong terhadap jumlah fibroblas pada
luka bakar derajat II tikus Sprague dawley yang diberikan ekstrak oral
binahong dengan dosis 100mg/kgBB/hari.
3. Mengetahui pengaruh ekstrak binahong terhadap jumlah fibroblas pada
luka bakar derajat II tikus Sprague dawley yang diberikan ekstrak salep
binahong 40% dan ekstrak oral binahong dengan dosis
100mg/kgBB/hari.

3
1.5 Manfaat Penelitian Bagi Peneliti
Sebagai salah satu syarat kelulusan menjadi sarjana kedokteran.
Peneliti mengetahui pengaruh ekstrak binahong terhadap jumlah
fibroblas pada luka bakar derajat II tikus Sprague dawley.
Bagi Institusi
Menjadi salah satu hasil dari penerapan Tri Dharma Perguruan
Tinggi yaitu Penelitian.
Bagi Keilmuan
Menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai
pemanfaatan daun Binahong sebagai terapi luka bakar
Menjadi informasi bagi keilmuan dalam bidang histopatologi,
kedokteran, farmakologi dan ilmu herbal.
Bagi Masyarakat
Menjadi informasi bagi masyarakat tentang pengaruh daun Binahong
terhadap luka bakar.

4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Tanaman Binahong (Anredera cordifolia (Tenore) Steenis)
2.1.1.1 Morfologi dan Klasifikasi Binahong merupakan tanaman menjalar dan berumur panjang. Panjangnya
dapat lebih dari 6 m. Memiliki batang yang lunak, silindris, saling membelit,
berwarna merah, bagian dalam solid, permukaan halus, kadang membentuk
semacam umbi yang melekat di ketiak daun dengan bentuk tak beraturan dan
bertekstur kasar.6
Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Bangsa : Caryophyllales
Suku : Basellaceae
Marga : Anredera
Jenis : Anredera cordifolia (Ten.) Steenis
Gambar 2.1 : Daun binahong
Sumber : Sherley et al, 2008

5
2.1.1.2 Kandungan Kimia Binahong Tumbuhan Binahong mengandung kadar senyawa saponin yang tinggi.
Saponin merupakan senyawa yang sangat bermanfaat bagi kesehatan manusia.
Senyawa ini ditemukan pada seluruh bagian tanaman Binahong. Saponin dapat
menginhibisi pertumbuhan mikroorganisme seperti bakteri dan jamur. Selain itu
saponin juga berfungsi sebagai anti inflamasi dan analgesik, serta dapat
menstimulasi pembentukan kolagen.6,10
Saponin diketahui memiliki efek mengaktifkan transforming growth factor
β (TGFβ) dan modifikasi reseptor TGF-β1 dan TGF-β2 pada fibroblas, yang
penting untuk sistesis kolagen.11 Senyawa asam ursolat yang terkandung dalam
tumbuhan ini berperan dalam diferensiasi keratinosit, melalui peroxisome
proliferator-activated receptor-α.12
Selain saponin terdapat juga senyawa flavonoid dalam tumbuhan binahong.
Flavonoid berperan sebagai antioksidan yang sangat diperlukan oleh tubuh.
Fungsi lainnya yaitu mengurangi peroksidasi lipid dengan memperlambat
nekrosis sel serta meningkatkan vaskularisasi. 13
Salah satu jenis flavonoid yaitu quercetin, terkandung dalam tumbuhan
binahong. Senyawa ini mempunyai efek anti inflamasi dan antioksidan. Efek anti
inflamasi terjadi melalui penghambatan senyawa nitrit oksida (NO) dan
prostaglandin E2 (PGE2) yang diinduksi oleh lipopolisakarida oleh makrofag,
serta melalui penghambatan enzim inducible nitric oxyide synthase (iNOS dan
siklooksigenase-2 (COX-2).14
Quercetin juga bersifat antibakteri, dengan cara menghambat enzim DNA
girase dan ATPase dari bakteri sehingga dapat meningkatkan permeabilitas
membran sel bakteri.14

6
2.1.2 Kulit Kulit merupakan salah satu organ dari tubuh manusia yang masuk dalam
sistem integumen bersama derivat-derivatnya. Kulit membentuk 15-20% dari
seluruh tubuh manusia. Organ ini terdiri atas epidermis, dermis dan hipodermis.
Derivat dari kulit antara lain kuku, rambut dan kelenjar.6,7 Kulit memiliki banyak
fungsi antara lain fungsi protektif, sensori, termoregulatorik, metabolik dan sebagai
sinyal seksual.15
Gambar 2.2: Potongan lintang kulit
Sumber : Kumar et al, 2010
2.1.2.1 Epidermis Epidermis merupakan lapisan kulit yang paling luar, terdiri atas epitel
berlapis gepeng berkeratin yang disebut keratinosit. Selain keratinosit, dalam
lapisan epidermis juga terdapat sel lain yaitu melanosit, sel Langerhans dan sel
Merkel.15
Epidemis memiliki lima lapisan keratinosit yang terus berganti secara
berkesinambungan. Lapisan pertama dan paling bawah yaitu lapisan basal (stratum
Cakram taktil
Epidermis
Dermis
Subkutan
ujung saraf bebas
Korpuskel taktil
Bulbus Krause
Korpuskel ruffini
Pleksus akar rambut
Korpuskel berlamel

7
basale). Lapisan ini terdiri atas selapis sel kubus yang merupakan sel punca yang
bertanggung jawab atas produksi sel epidermis.15
Lapisan yang kedua yaitu lapisan spinosa (stratum spinosum). Lapisan ini
merupakan lapisan paling tebal dari epidermis, terdiri atas sel-sel kuboid hingga
gepeng. Sel-sel di lapisan ini memiliki sitoplasma yang menonjol yang terlihat
seperti duri (spina), hal inilah yang menyebabkan lapisan ini disebut lapisan
spinosum. Gambaran seperti duri tersebut merupakan desmosom yang melekat
pada filamen keratin.15,16
Di atas lapisan spinosum terdapat lapisan yang sel-selnya berisi oleh granul
kerato hialin sehingga lapisan ini disebut lapisan granulosum (stratum granulosum).
Sel-sel yang ada merupakan sel gepeng. Lapisan ini juga memiliki granula
lamellosum yang bermembran lapisan lemak, sehingga menyebabkan kulit relatif
impermeabel terhadap air.
Selanjutnya terdapat lapisan lusidum (stratum granulosum), pada lapisan ini
sel kehilangan inti dan organel, sehingga dalam sediaan histologi terlihat gambaran
sel yang bening. Sel pada lapisan ini mengandung filamen keratin yang padat.16
Lapisan terakhir dan yang paling luar dari epidermis yaitu stratum korneum
yang terdiri atas sel gepeng berkeratin tanpa inti dengan sitoplasma. Sel-sel dalam
lapisan ini akan terlepas secara kontinu.15
2.1.2.2 Dermis Dermis merupakan bagian kulit di bawah epidermis, yang merupakan
jaringan ikat yang menunjang epidermis. Keduanya dipisahkan oleh membran
basalis. Dermis dibagi menjadi dua lapisan yakni lapisan papilaris dan lapisan
retikular.15
Lapisan papilaris terdiri atas jaringan ikat longgar, pertemuan antara dermis
dan epidermis membentuk permukaan yang tidak rata menyerupai papil, sehingga
disebut lapisan papilaris. Terdapat beberapa sel dalam lapisan papilaris yakni
fibroblas, sel mast dan makrofag. Dalam lapisan ini terdapat kolagen tipe IV. Selain
itu dalam stratum papilaris ini banyak ditemukan pembuluh darah.

8
Di bawah lapisan papilaris terdapat lapisan retikularis, namun sebenarnya
tidak ada batas jelas antara kedua lapisan ini. Lapisan ini ditandai dengan jaringan
ikat padat yakni kolagen tipe I.15,16
2.1.2.3 Hipodermis Di bawah dermis terdapat lapisan yang disebut hipodermis. Di dalam
hipodermis terdapat jaringan ikat yang mengikat kulit secara longgar sehingga
dapat bergeser terhadap organ di bawahnya. Selain itu juga banyak adiposit yang
jumlahnya tergantung pada status gizi.15,16
2.1.3 Fibroblas Fibroblas pada kulit berperan sangat penting, baik dalam kulit yang normal
maupun dalam keadaan patologis. Sel ini memproduksi matriks ekstraseluler pada
dermis dan meregulasi aktivitas fisiologis kulit. Matriks ekstraseluler yang
dihasilkan antara lain kolagen, elastin, glikosaminoglikan, proteoglikan dan
glikoprotein multiadhesif.15,17
Fibroblas yang aktif memiliki percabangan sitoplasma yang ireguler,
dengan inti lonjong, besar, terpulas-pucat, kromatin halus dan anak inti yang nyata.
Sitoplasmanya banyak mengandung retikulum endoplasma kasar dan aparatus golgi
yang berkembang baik. Fibroblas pada orang dewasa jarang membelah, kecuali
dalam keadaan yang dibutuhkan seperti pada proses penyembuhan luka.15
Fibroblas sangat berperan penting dalam penyembuhan luka pada kulit. Sel
ini terstimulasi menuju daerah luka oleh pelepasan lokal dari faktor pertumbuhan
atau sitokin seperti platelet-derived growth factor (PDGF). Gelombang pertama
datangnya fibroblas menuju daerah luka adalah melalui pertumbuhan pembuluh
darah baru.
Sel ini kemudian akan berdiferensiasi menjadi miofibroblas yang akan
memproduksi matriks luka sementara, dan kemudian akan hilang oleh apoptosis.
Kemudian, miofibroblas akan digantikan oleh datangnya gelombang kedua dari
fibroblas yang memulai pembentukan matriks kolagen yang merupakan matriks
ekstraseluler paling banyak menyusun jaringan di tubuh manusia.17

9
Gambar 2.3 Fibroblas. Terlihat gambaran sel dengan inti lonjong dan
pucat (atas), terlihat fibroblas yang dapat dibedakan dengan sel jaringan ikat lain
(bawah) Sumber : Mescher et al, 2013,
Victor et al, 2010
Sel Mast
Fibroblas
Serat Kolagen
Sel plasma
Serat Elastin
Limfosit kecil Makrofag
Sel plasma
Serat Elastin
Sel Mast
Limfosit besar
Kapiler

10
2.1.4 Luka Bakar 2.1.4.1 Definisi dan Epidemiologi Luka Bakar
Luka bakar merupakan cedera pada kulit atau organ yang disebabkan oleh
panas atau radiasi, radioaktivitas, kelistrikan, friksi serta kontak dengan bahan
kimia..1,2
Di Indonesia, meskipun luka bakar tidak menempati urutan nomor satu
penyebab cedera, namun kerugian pasca penyembuhan yang mengakibatkan
masalah. Setelah penyembuhan biasanya terbentuk jaringan parut serta disabilitas,
sehingga dapat mengganggu psikologis pasien sehingga menurunkan produktivitas
pasien.1,2
2.1.4.2 Klasifikasi Luka Bakar Luka bakar diklasifikasikan menjadi empat kategori, berdasarkan
kedalaman jejas yang ditimbulkan.
1. Luka bakar derajat I
Merupakan luka bakar derajat paling ringan yang terbatas hanya pada
epidermis yang menghasilkan respons inflamasi yang sederhana. Kulit
mengalami eritema dan nyeri namun tidak ada bula. Bula merupakan
gelembung berisi cairan, beratap, memiliki dasar dan berukuran besar.
Biasanya derajat ini ditimbulkan karena pajanan sinar matahari pada kulit
tanpa pelindung.
2. Luka bakar derajat II
Luka bakar ini terjadi saat kerusakan melebihi epidermis dan mencapai
dermis, namun tidak seluruh elemen kulit rusak. Pasien mengeluh nyeri dan
timbul bula pada luka
3. Luka bakar derajat III
Kerusakan pada seluruh lapisan dermis dan mencapai jaringan subkutan.
Pasien tidak mengeluh nyeri karena sudah hilangnya ujung-ujung saraf
pendeteksi nyeri. Sudah tidak ada bula dengan kulit yang kering dan
berwarna gelap. Derajat ini diperlukan grafting agar kulit didapat hasil yang
maksimal

11
4. Luka bakar derajat IV
Jaringan di bawah kulit misalnya otot sudah ikut hancur pada luka derajat
IV. 18,19,20
2.1.4.3 Penanganan Luka Bakar Penganganan luka bakar menurut WHO dimulai dengan penilaian
airway, breathing, circulation, disability, dan exposure. Airway dinilai
dengan ada tidaknya gangguan aliran udara pada jalan napas pasien, seperti
adanya benda asing. Breathing dinilai dengan laju pernapasan dari pasien,
kemudian ciculation diperiksa dengan laju nadi pasien. Disability diperiksa
ada tidaknya ketidakmampuan fungsi tubuh dari pasien. Sementara
exposure dinilai persentase luas luka bakar.21
Pada trauma luka bakar minor atau lokal, luka dibersihkan dengan
larutan Chlorhexidine 0,25%. Kemudian berikan Silver sulfadiazine secara
topikal sebagai anti inflamasi dan juga anti mikroba. Lalu dressing luka
dengan Petroleum gauze dan dry gauze dengan cukup tebal untuk
menghindari kebocoran ke lapisan luar. Ganti dressing satu kali sehari dan
oleskan juga Silver sulfadiazine.19,21
2.1.5 Penyembuhan Luka Penyembuhan luka merupakan mekanisme tubuh untuk mengembalikan
integritas bagian tubuh yang rusak akibat luka. Pada penyembuhan luka terdapat
beberapa fase antara lain:
1. Fase inflamasi
Fase inflamasi terjadi setelah terbentuknya luka hingga 2-3 hari
setelahnya. Saat jaringan terkena jejas maka akan terjadi perdarahan,
perdarahan ini akan memicu vasokonstriksi dan pembentukan trombus agar
tidak banyak darah yang keluar. Platelet akan menempel pada dinding
pembuluh darah yang rusak dan melepaskan adenosin difosfat (ADP) yang
akan menstimulasi agregasi trombosit yang akan menutup pembuluh darah.
Saat perdarahan berhenti platelet akan melepaskan platelet-derived growth

12
factor (PDGF), platelet factor IV dan transforming growth factor β (TGFβ)
yang akan menarik sel-sel inflamasi seperti PMN dan makrofag.
Platelet dan jaringan yang terkena jejas akan melepaskan vasoamin
seperti histamin, serotonin dan prostaglandin yang akan meningkatkan
permeabilitas vaskular dan membantu infiltrasi sel inflamasi. Makrofag
akan menghancurkan jaringan yang sudah mati dan mikroorganisme pada
jaringan yang terkena jejas. Platelet juga mulai meregulasi aktivitas
fibroblas untuk fase selanjutnya. Pada fase ini dikenal lima tanda inflamasi
antara lain rubor (kemerahan) yang disebabkan vasodilatasi, tumor
(bengkak) karena peningkatan permeabilitas cairan, kalor (panas) karena
panas yang terkumpul dari vasodilatasi, dan dolor (nyeri) akibat stimulasi
ujung saraf bebas oleh sitokin-sitokin inflamasi.19
2. Fase Proliferasi
Pada fase ini dimulai dengan pembentukan jaringan granulasi, dimana
fibroblas sudah aktif dan berproliferasi bersamaan dengan endotel
pembuluh darah. Fibroblas yang matur akan mensintesis kolagen sebagai
matriks ekstraseluler utama dalam penyembuhan luka ini. Selain itu juga
diproduksi senyawa dasar seperti glikosaminoglikan dan proteoglikan. Pada
fase ini juga didapatkan pembentukan pembuluh darah baru
(neovaskularisasi) dimana pembuluh darah yang terbentuk sangat
permeabel sehingga protein plasma dan cairan akan mudah menuju ruang
antar sel. 4,19
Setelah fibroblas mensintesis kolagen dan pembuluh darah baru
terbentuk, makrofag akan menstimulasi fibroblas untuk mengeluarkan FGF-
7 (keratinocyte-growth factor) dan IL-6 yang akan merangsang migrasi dan
proliferasi keratinosit. Sehingga akan terbentuk re-epitelisasi jaringan.
Bersamaan dengan epitelisasi, kolagen akan mengisi dan membuat
jembatan antara sisi jaringan yang terbuka sehingga jaringan dapat menyatu
kembali. Jaringan akan kembali integritasnya dan terlindung oleh
keratinisasi.4

13
3. Fase maturasi
Fase ini ditandai dengan pematangan kolagen, dimana kolagen tipe
I akan menggantikan kolagen tipe III hingga rasionya 4:1. Terdapat
penataan kembali serat kolagen di sepanjang garis ketegangan, penurunan
pembuluh darah luka dan kontraksi luka karena fibroblas dan aktivitas
miofibroblas sehingga luka tertutup sempurna.19
Gambar 2.4 : Proses penyembuhan luka
Sumber : Kumar et al, 2010

14
2.1.6 Pemberian Ekstrak Binahong Penelitian yang dilakukan oleh Aini (2014) menunjukkan bahwa
ekstrak daun Binahong memiliki pengaruh terhadap penyembuhan luka
bakar derajat II. Terdapat peningkatan signifikan terhadap fibroblas dan
kepadatan kolagen. Ekstrak binahong diberikan secara topikal selama lima
hari pada tikus.7
Dalam bentuk oral maupun topikal ekstrak daun binahong dapat
meningkatkan jumlah fibroblas berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
Sumartiningsih (2009).8
2.1.7 Silver sulfadiazine Silver sulfadiazine merupakan obat antibiotik golongan sulfonamid
yang secara in vitro dapat menghambat pertumbuhan bakteri dan jamur.
Obat ini digunakan untuk mengurang koloni bakteri pada luka bakar, namun
tidak dianjurkan untuk pemakaian pada luka yang besar dan dalam. Silver
sulfadiazine menjadi obat pilihan pada luka bakar. 22
Perak dalam obat ini sedikit diserap, namun sulfadiazine dapat
mencapai kadar toksik yang selektif untuk mikroba. Efek samping obat ini
jarang terjadi namun gejala yang dapat muncul antara lain rasa terbakar,
gatal dan erupsi kulit. Obat ini tersedia dalam sediaan krim yang diberikan
1-2 kali sehari.22
2.18 Absrobsi Obat Secara Topikal dan Oral Absorbsi obat melalui saluran gastrointestinal dipengaruhi oleh
banyak faktor seperti luas permukaan penyerapan, aliran darah menuju
daerah penyerapan, bentuk fisik obat, kelarutan dalam air dan konsentrasi
obat. Sebagian besar obat diserap secara pasif namun, absorbsi dapat terjadi
jika obat tidak terionisasi atau memiliki sifat lipofilik.
Berdasarkan pH, obat yang memiliki pH lebih rendah lebih baik
diserap di lambung daripada di usus halus, namun secara luas permukaan
lambung memiliki luas permukaan penyerapan lebih sempit daripada usus
halus. Dengan demikian penyerapan obat lebih besar di usus halus meskipun

15
sebagian besar obat terionisasi di usus halus dan tidak terionisasi di
lambung.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pengosongan lambung
akan meningkatkan penyerapan begitu juga sebaliknya. Aktivitas motorik
dan pengosongan lambung diatur oleh umpan balik saraf dan hormon dari
reseptor otot lambung dan usus halus proksimal. Pada orang sehat
pengosongan lambung dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain;
volume, osmolaritas, suhu, pH, dari makanan yang dimakan, serta variasi
individu. Pada wanita pengosongan lambung dipengaruhi oleh hormon
estrogen.
Obat yang diberikan secara topikal akan bekerja secara lokal pada
tempat dimana obat tersebut diberikan. Namun beberapa obat topikal
diserap secara cepat sehingga dapat bekerja secara sistemik dan
mengakibatkan toksisitas sistemik. 23
Obat topikal adalah obat yang mengandung dua komponen dasar
yaitu bahan aktif dan bahan pembawa. Bahan pembawa yang banyak
dipakai antara lain; lanolin, paraben, petrolatum dan gliserin. Salep
merupakan salah satu jenis obat dengan pemberian topikal dengan bahan
dasar lemak yang ditujukan untuk kulit dan mukosa. Terdapat empat jenis
dasar salep yang digunakan yaitu; dasar salep hidrokarbon, dasar salep
serap, dasar salep yang bisa dicuci dengan air dan dasar salep yang larut
dalam air.
Salep dengan bahan dasar hidrokarbon seperti vaselin, berada lama
di atas pemukaan kulit lalu diserap sehingga salep seperti ini cocok untuk
dressing. Salep yang berbahan dasar salep serap digunakan untuk
mempercepat penetrasi. Sedangkan dasar salep yang mudah dicuci dengan
air dan dasar salep yang larut dalam air berpenetrasi jauh ke hipodermis. 24

16
2.1.9 Tikus Sprague dawley Tikus telah digunakan secara luas pada penelitian tentang luka dan
modalitas pengobatannya. Hewan ini dipilih karena ketersediaannya, harganya
yang tidak mahal dan ukurannya yang kecil sehingga mudah dipelihara. Selain itu
tikus dan manusia memiliki lapisan-lapisan kulit yang sama, meskipun ada
beberapa perbedaan yang ada.
Tikus dibedakan menjadi dua kelompok dasar yaitu inbred dan outbred.
Kelompok inbred digunakan untuk penelitian dimana faktor genetik menjadi sangat
penting. Karena dalam tikus inbred diperlukan hingga 20 generasi perkawinan
sedarah. Sementara tikus outbred sebaliknya, tidak terlalu dipentingkan akan faktor
genetik di dalamnya.
Tikus strain Sprague dawley termasuk dari kelompok outbred, tikus outbred
lain yaitu tikus Wistar. Sprague dawley lebih banyak digunakan dan dipilih karena
ketenangan dan kejinakannya.
Pada penelitian penyembuhan luka, dipilih tikus Sprague dawley jantang
karena tidak terdapat pengaruh hormonal yang dapat mengganggu proses
penyembuhan luka. Dalam suatu penelitian diketahui bahwa defisiensi estrogen
berkaitan dengan gangguan penyembuhan luka di kulit.25
2.1.10 Kerangka Teori
Peningkatan jumlah
fibroblas
Penyembuhan luka
bakar lebih cepat
Peningkatan
angiogenesis dan
vaskularisasi Antimikroba
Stimulasi proliferasi
fibroblas
Ekstrak daun
Binahong
Saponin Flavonoid

17
2.2 Kerangka Konsep
Peningkatan jumlah
fibroblas
Salep Ekstrak daun
binahong
konsentrasi 40%
Ekstrak Oral Daun
Binahong
100mg/KgBB/hari
Salep Ekstrak daun
binahong konsentrasi
40% dan Ekstrak Oral
Daun Binahong
100mg/KgBB/hari
Luka Bakar Derajat
II pada Tikus
Sprague dawley
Peningkatan Pembentukan
Jaringan Granulasi

18
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
1.1 Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian analitik eksperimental.
1.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan dilakukan dari bulan Maret hingga Mei 2016 di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Tumbuhan Binahong didapatkan dari petani Binahong di Desa Kopo, Bogor. Proses identifikasi dan determinasi tumbuhan Binahong dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Bogor, sementara ekstraksi dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO) Bogor dan Badan Tenaga Nuklir Indonesia (BATAN), Jakarta Selatan.
Pembuatan sediaan oral dan salep ekstrak Binahong dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pemeliharaan dan perlakuan pada tikus dilakukan di Laboratorium Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Pembuatan sediaan histopatologi dilakukan di Laboratorium Cito, Depok sementara proses pengamatan, penghitungan dan analisis sediaan histopatologi dilakukan di Laboratorium Histologi dan Laboratorium Parasitologi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.3 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah tikus strain Sprague dawley yang
didapatkan dari penyedia fasilitas dan model hewan coba iRATco, Bogor yang
disertai surat keterangan sehat hewan. Sampel yang diambil memiliki kriteria
sebagai berikut :
1.3.1 Kriteria Inklusi Tikus Sprague dawley jantan dengan kondisi sehat. Usia tikus antara 12-16 minggu
dengan berat antara 150-250 gram.

19
3.3.2 Kriteria Eksklusi Tikus Sprague dawley dengan luka ataupun bekas luka serta memiliki
kelainan di bagian punggung tikus.
3.3.3 Besar Sampel Jumlah sampel dihitung menggunakan rumus Federer :
(n-1) (t-1) ≥ 15 ,
dengan n = Jumlah sampel dan t = jumlah kelompok
Dalam penelitian ini terdapat 5 kelompok perlakuan sehingga perhitungannya
adalah :
(n-1) (t-1) ≥ 15
(n-1) (5-1) ≥ 15
(n-1) (4) ≥ 15
(n-1) ≥ 15/4
n-1 ≥ 3.75
n ≥ 3.75 + 1
≥ 4.75 dibulatkan menjadi 5
Berdasarkan perhitungan di atas, maka untuk setiap kelompok
dibutuhkan minimal 5 sampel yaitu 5 ekor tikus Sprague dawley. Dengan
demikian jumlah seluruh sampel adalah 25 ekor tikus Sprague dawley.
Secara random, sampel dibagi menjadi 5 kelompok perlakuan yaitu
Kelompok Perlakuan 1 (P1) yang diberikan salep ekstrak
Binahong 40% dua kali sehari
Kelompok Perlakuan 2 (P2) yang diberikan ekstrak oral
Binahong 100mg/KgBB/hari
Kelompok Perlakuan 3 yang diberikan salep ekstrak
Binahong 40% dua kali sehari dan ekstrak oral Binahong
100mg/KgBB/hari
Kelompok Perlakuan 4 (P4) yang diberikan krim Silver
sulfadiazine
Kelompok Perlakuan 5 (P5) yang diberikan basis salep

20
3.3.4 Identifikasi variabel 3.3.4.1 Variabel Bebas
Salep ekstrak daun Binahong dengan konsentrasi 40% dan ekstrak
oral daun binahong dengan dosis 100mg/KgBB/hari
3.3.4.2 Variabel Terikat Jumlah fibroblas
3.3.5 Definisi Operasional
No Variabel Definisi
opersional
Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
1 Jumlah
fibroblas
Fibroblas adalah
sel yang memiliki
inti lonjong pada
potongan
memanjang dan
berwarna pucat
Mikroskop
Olympus
BX41
Jumlah
fibroblas
Numerik
2 Salep
Ekstrak
Binahong
40%
Salep yang terbuat
dari ekstrak etanol
96% daun
Binahong dengan
konsentrasi 40 %
Timbangan
analitik
Jumlah salep
ekstrak daun
binahong
Kategorik
3
Ekstrak Oral
Binahong
100mg/kgBB
Ekstrak etanol
96% daun
Binahong dengan
dosis 100mg/kgBB
yang dilarutkan
dalam Na-CMC
Timbangan
analitik
Jumlah
Ekstrak oral
daun Binahong
Kategorik
4 Perlakuan 4 Salep Silver
sulfadiazine
-
- Kategorik
5 Perlakuan 5 Basis salep - - Kategorik

21
3.4 Alat dan Bahan 3.4.1 Alat Penelitian
Plat Besi ukuran 4x2
cm
Gunting & Pinset
Mesin Cukur
Busa Cukur
Sonde dan spuit
Collar neck
Karton
Spidol
Toples
Kapas
Zipper bag
Kandang hewan coba
Tempat makan dan
minum hewan coba
Timbangan
elektronik
Timbangan analitik
Termometer
Lumpang & alu
Oven
Spatula
Stopwatch
Minor set
Mikroskop
Sarung tangan dan
masker
3.4.2 Bahan Penelitian
Ekstrak etanol 96% daun Binahong
Adeps Lanae
Vaseline album
Aquades
Na-CMC
Formalin
Eter
Makanan dan minuman tikus

22
3.5 Alur Penelitian
Persiapan
Penelitian Aklimatisasi
Sampel 1 minggu
Pembuatan
Luka Bakar
pada Tikus
Perlakuan
Selama 5 hari
Eksisi Luka
pada Hari ke-6
Pembuatan
Sediaan
Histopatologi
Pengamatan
Sediaan Histologi
Analisis Data Pembuatan
Laporan Penelitian
Identifikasi
Tanaman
Pembuatan
Ekstrak Oral dan
Salep
v
v

23
3.6 Cara Kerja Penelitian 3.6.1 Pembuatan Sediaan Ekstrak Binahong
3.6.1.1 Persiapan Daun Binahong segar didapatkan dari petani daun Binahong di
Desa Kopo, Bogor. Kemudian daun tersebut dikeringkan selama 3 hari.
Daun binahong kering yang digunakan sebanyak 600 g
3.6.1.2 Determinasi Tumbuhan Determinasi dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
(LIPI), Bogor.
3.6.1.3 Ekstraksi Bahan yang dibuat ekstrak adalah daun Binahong (Anredera
cordifolia (Teenore) Steenis yang sudah dideterminasi di Lembaga Ilmu
pengetahuan Indonesia (LIPI), Bogor..
Daun Binahong kering dilakukan ekstraksi di Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat (BALITRO). Daun Binahong kering
dihaluskan dan direndam dalam larutan etanol 96%, kemudian dikocok 2-
3 jam. Selanjutnya didiamkan selama 24 jam kemudian disaring dengan
kertas saring. Hasil filtrat penyaringan dilakukan rotavapor, pelarut etanol
divakum dan di destilasi hingga cair. Cairan pelarut hasil destilasi
ditampung dan setelah menguap semua didapatkan ekstrak kental daun
Binahong.
Ekstrak kental daun Binahong kemudian dilakukan freezedrying di
Badan Tenaga Nuklir Indonesia (BATAN), Jakarta Selatan. Freezedrying
merupakan salah satu teknik pengeringan pangan.
Ekstrak kental daun Binahong dibekukan pada suhu -40⁰C . Setelah
beku, dilakukan proses pengeringan, proses pengeringan dilakukan di
dalam ruangan vakum yang dijaga tekanannya sekitar 0,036 psi. Kemudian
suhu di ruangan vakum di naikkan secara terkontrol hingga suhu sekitar
38⁰C sehingga terjadi proses sublimasi. Proses sublimasi ini akan
menghasilkan uap air yang akan disedot dan dikondensasikan sehingga
tidak membasahi ekstrak. Setelah air sudah tidak berada dalam ekstrak
maka terbentuklah ekstrak kering daun Binahong. 26

24
3.6.1.4 Pembuatan Sediaan Salep Ekstrak Binahong
Sebelum pembuatan salep hitung formula sediaan salep.
Formula standar basis salep yang digunakan adalah27 : R/ Adeps Lanae 7.5g
Vaseline album 42.5g
m.f ung 50g
Formulasi salep ekstrak binahong 40% sebanyak 37.5g
R/ Ekstrak daun Binahong 15g
Basis salep 22.5g
m.f ung 37.5g
Timbang bahan-bahan salep sesuai formula yang sudah
dihitung menggunakan timbangan analitik
Bahan-bahan salep dicampurkan secara homogen
dengan lumpang dan alu yang telah dipanaskan dalam
oven.
Uji homogenitas salep dengan mengoleskannya pada
kaca, salep yang homogen tidak menggumpal pada kaca.
3.6.1.5 Pemberian Sediaan Oral Ekstrak Binahong
Pertama hitung dosis pembuatan sediaan oral ekstrak
daun Binahong
Timbang ekstrak daun Binahong sesuai dengan dosis
yang dibutuhkan
Suspensikan ekstrak daun Binahong dengan larutan Na-
CMC 1% dengan perbandingan 0.1 ml Na-CMC untuk
10mg ekstrak
Larutan Na-CMC 1% dibuat dengan melarutkan 1 gram
Na-CMC dengan 100ml aquades menggunakan
magnetic stirrer

25
3.6.2 Pembuatan Luka Bakar
Panaskan plat besi ukuran 4x2 cm dalam air yang
bersuhu 100⁰C
Lakukan anastesi pada tikus dengan memasukkan tikus
ke dalam toples yang berisi eter, lalu tutup rapat.
Tunggu hingga tikus teranastesi, pastikan denyut nadi
tikus tetap teraba
Setelah teranastesi, keluarkan tikus dari toples dan cukur
rambut tikus dengan mesin pencukur rambut, kemudian
oleskan krim penghilang rambut. Pencukuran dan
pengolesan dilakukan pada punggung tikus, dengan luas
lebih dari 4x2 cm
Tempelkan plat besi yang sudah panas pada daerah yang
sudah dicukur selama 30 detik.
Berikan perlakuan sesuai kelompok tikus.
3.6.3 Perlakuan Pada Hewan Coba Hewan coba sebelum diberikan perlakuan dilakukan
aklimatisasi selama 1 minggu di Laboratorium Animal House Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Perlakuan dilakukan selama 5 hari untuk setiap
kelompok perlakuan. Hewan coba dibagi menjadi lima kelompok
perlakuan dengan masing-masing kelompok sebanyak lima ekor tikus.
Kelompok Perlakuan 1 : 5 ekor tikus dengan pemberian
salep ekstrak Binahong dengan konsentrasi 40%, dua
kali sehari
Kelompok Perlakuan 2 : 5 ekor tikus dengan pemberian
ekstrak oral Binahong dengan dosis 100mg/KgBB/hari
Kelompok Perlakuan 3 : 5 ekor tikus dengan pemberian
salep ekstrak Binahong dengan konsentrasi 40% dua kali
sehari dan ekstrak oral Binahong dengan dosis
100mg/KgBB/hari

26
Kelompok Perlakuan 4 : 5 ekor tikus dengan pemberian
basis salep
Kelompok Perlakuan 5 : 5 ekor tikus dengan pemberian
krim Silver sulfadiazine dua kali sehari
Pada kelompok perlakuan II dan III pemberian oral dilakukan
menggunakan sonde tikus.
3.6.4 Eksisi Luka Eksisi luka dilakukan pada hari keenam dengan melakukan
pembedahan menggunakan minor set yang di telah didisinfeksi dan
sterilisasi sebelum dan setelah penggunaan. Disinfeksi menggunakan
larutan hipoklorit sementara sterilisasi menggunakan metode
pemanasan dengan air bersuhu 100⁰C.
Sebelum dilakukan eksisi hewan coba diberikan anastesi dengan
menggunakan eter. Hasil eksisi masukkan ke dalam larutan formalin
10%.
3.6.5 Pembuatan Sediaan Histopatologi Pembuatan sediaan histopatologi dilakukan di
Laboratorium Cito, Depok dengan menggunakan pewarnaan
Hematoxylin Eosin (HE). Pewarnaan HE dilakukan untuk
melihat jumlah fibroblas. Jaringan yang akan dibuat sediaan
terlebih dahulu direndam di dalam larutan formalin 10% selama
24 jam, proses ini disebut proses fiksasi.
Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi, untuk
menghilangkan kandungan air dan larutan fiksasi yang ada di
dalam jaringan. Proses ini dilakukan dengan merendam jaringan
secara berseri dalam urutan sebagai berikut :
Etanol 70% selama 2 jam
Etanol 80% selama 2 jam
Etanol 90% selama 2 jam

27
Etanol absolut selama 2 jam
Etanol absolut selama 2 jam
Xylol selama 2 jam
Xylol selama 2 jam
Setelah proses dehidrasi selesai, selanjutnya dilakukan
proses embedding yaitu dengan merendam jaringan di dalam parafin
cair dengan suhu 60⁰C di dalam tempat cetakan. Posisikan jaringan
sedemikian rupa sehingga seluruh bagian jaringan terendam oleh
parafin. Parafin yang merendam jaringan dibiarkan membeku lalu
keluarkan dari cetakan sehingga membentuk blok parafin. Blok
parafin kemudian disimpan dalam suhu -20⁰C sebelum dilakukan
pemotongan.
Pemotongan blok parafin dilakukan dengan alat pemotong
mekanis yaitu mikrotom dengan ketebalan 3-4 μm. Irisan blok
parafin tersebut kemudian diletakkan di atas permukaan air di dalam
waterbath dengan suhu 46⁰C. Irisan tersebut selanjutnya
ditempelkan pada kaca objek yang telah diolesi albumin kemudian
tempatkan kaca objek pada suhu 60⁰C.
Selanjutnya kaca objek yang berisi jaringan dilakukan proses
pewarnaan. Proses pewarnaan dilakukan dengan merendam kaca
objek dalam larutan secara berseri dengan urutan sebagai berikut :
Xylol selama 3 menit
Xylol selama 3 menit
Etanol absolut selama 3 menit
Etanol absolut selama 3 menit
Etanol 90% selama 3 menit
Etanol 80% selama 3 menit
Bilas dengan aquades selama 1 menit
Larutan hematoksilin selama 6-7 menit
Bilas dengan aquades selama 1 menit
Alkaline selama 1 menit
Aquades selama 1 menit

28
Larutan eosin selama 1-5 menit
Bilas dengan aquades selama 1 menit
Etanol 80% sebanyak 10 celupan
Etanol 90% sebanyak 10 celupan
Etanol absolut pertama sebanyak 10 celupan
Etanol absolut kedua selama 1 menit
Xylol selama 3 menit
Xylol selama 3 menit
Xylol selama 3 menit
Kemudian kaca objek diangkat dalam keadaan basah
kemudian diteteskan Canada Balsom dan ditutup dengan
kaca penutup. Selanjutnya sediaan sudah dapat diamati pada
mikroskop. 28,29
3.6.6 Pengamatan Sediaan Histopatologi Pengamatan dan analisis sediaan histopatologi dilakukan di
Laboratorium Histologi dan Laboratorium Parasitologi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta. Sediaan dilihat menggunakan
Mikroskop Olympus BX41 dengan perangkat lunak DP2-BSW
dengan perbesaran 400x.
3.6.7 Pengamatan dan Penghitungan Fibroblas Pengamatan fibroblas dilakukan dengan membuat foto
sediaan dan menghitung fibroblas secara kuantitatif dengan
bantuan perangkat lunak ImageJ sebanyak 10 lapang pandang
pada tiap sediaan, kemudian dirata-rata. Fibroblas yang dihitung
adalah fibroblas yang memiliki gambaran lonjong pada sediaan.

29
3.6.8 Menghitung Sel Menggunakan Perangkat Lunak ImageJ 1. Buka perangkat lunak ImageJ
2. Buka gambar yang akan dihitung jumlah sel nya, klik File,
lalu pilih Open, pilih gambar yang akan dihitung.
3. Klik Plugins, sorot pada Analyze, pilih Grid, atur Grid line
sesuai kebutuhan dan klik OK. Akan muncul grid line
sebagai garis bantu untuk meminimalisir kesalahan 4. Double Klik Multipoint tool pada toolbar
5. Arahkan kursor ke inti sel yang akan dihitung lalu klik
kursor. Akan muncul titik yang menandakan bahwa sel
tersebut sudah dihitung. Ulangi hingga seluruh sel terhitung 6. Jumlah sel akan ditampilkan pada kotak Configure
3.7 Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian analitik numerik yang tidak
berpasangan, selain itu jumlah kelompok lebih dari dua kelompok, karena itu
digunakan uji One Way ANOVA jika distribusi dan varian data normal. Distribusi
data diuji dengan uji homogenitas Levene sedangkan varian data diuji dengan Uji
Shapiro-Wilk . Jika distribusi data tidak normal maka digunakan uji Kruskall-
Wallis.30
3.8 Etika Penelitian Penelitian ini disetujui oleh Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. Hewan coba ditempatkan pada kandang yang
sesuai dan tidak menyakiti hewan coba. Makanan dan minuman diberikan ad
libitum. Terminasi hewan coba menggunakan eter agar hewan coba tidak
menderita. Bagian tubuh hewan coba yang tidak diambil dikuburkan dengan layak.

30
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Luka bakar dalam penelitian ini diperoleh dengan menempelkan plat besi
yang dipanaskan di dalam air bersuhu 95-100⁰C ke kulit punggung tikus. Kulit
punggung tikus sebelumnya telah dicukur dan dibersihkan rambutnya
menggunakan alat cukur rambut dan krim penghilang rambut. Paparan plat besi ke
kulit selama 30 detik, dan dari hasil pengamatan histopatologi didapatkan
kerusakan jaringan kulit hingga mencapai lapisan dermis. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa luka yang dibuat merupakan luka bakar derajat II.
Gambar 4.1 : Gambaran histopatologi pada kulit tikus setelah pajanan plat besi 30
detik. Terdapat diskontinuitas epidermis dan kerusakan dermis (panah)
Dari penelitian yang dilakukan pada 25 ekor tikus Sprague dawley yang
diberikan ekstrak daun Binahong dibuat sediaan histopatologi menggunakan
pewarnaan HE dan didapatkan hasil rata-rata jumlah fibroblas yang di hitung
menggunakan piranti lunak ImageJ ditunjukkan pada gambar 4.2 dan diuraikan
pada tabel 4.1 dan grafik 4.1.

31
P1
P2
P3

32
Gambar 4.2 : Penghitungan Fibroblas pada kelompok P1, P2, P3, P4 dan P5
dengan ImageJ. Fibroblas yang telah dihitung ditandai dengan titik berwarna
merah.
Tabel 4.1 : Rata-rata jumlah fibroblas
Kelompok N Rata-rata Fibroblas Perlakuan 1 5 42.78 Perlakuan 2 5 32.12 Perlakuan 3 5 36.24 Perlakuan 4 5 32.78 Perlakuan 5 5 40.52
P4
P5

33
Grafik 4.1: Rata-rata jumlah fibroblas
Berdasarkan hasil tersebut diketahui bahwa rata-rata jumlah fibroblas yang
paling tinggi terdapat pada kelompok perlakuan I yaitu pemberian salep ekstrak
Binahong dengan konsentrasi 40%, yang diikuti oleh kelompok Perlakuan 5 yaitu
pemberian basis salep. Kelompok perlakuan III (pemberian oral dan salep ekstrak
daun Binahong), Perlakuan 4 (pemberian krim Silver sulfadiazine) dan perlakuan
II (pemberian oral ekstrak daun Binahong) berada pada urutan ketiga, keempat dan
kelima.
Selanjutnya dari hasil data tersebut dilakukan uji normalitas dengan
menggunakan uji Shapiro – Wilk dan uji homogenitas varians. Uji Shapiro - Wilk
digunakan karena dalam penelitian ini jumlah sampel kurang dari lima puluh.
Dalam uji Shapiro - Wilk didapatkan nilai p = 0.818 (p>0.05) sehingga
disimpulkan bahwa distribusi data dalam penelitian ini normal. Sementara pada uji
homogenitas varians didapatkan p = 0.676 (p>0.05) menunjukkan bahwa data pada
penelitian ini memiliki varians yang identik. Karena distribusi data yang normal
dan varians yang identik ini maka data dapat diuji dengan uji One Way ANOVA.29
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Perlakuan 1 Perlakuan 2 Perlakuan 3 Perlakuan 4 Perlakuan 5

34
Tabel 4.2 : Hasil Uji One Way ANOVA
Kelompok N Mean SD Nilai P
Perlakuan 1 5 42.78 8.4851 0.141
Perlakuan 2 5 32.12 5.8649
Perlakuan 3 5 36.24 7.5368
Perlakuan 4 5 32.78 5.3588
Perlakuan 5 5 40.52 9.4819
Pada uji One Way ANOVA didapatkan nilai p = 0.141 (p>0.05) yang
menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna rata-rata jumlah fibroblas pada
semua kelompok dan tidak dapat dilakukan uji Post Hoc. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa perbedaan sediaan ekstrak daun Binahong tidak berpengaruh
terhadap rata-rata jumlah fibroblas pada luka bakar derajat II tikus Sprague dawley. 30
Berdasarkan data rata-rata jumlah fibroblas, kelompok perlakuan I yaitu
pemberian salep ekstrak Binahong dengan konsentrasi 40% memiliki rata-rata
jumlah fibroblas yang paling tinggi yaitu sebesar 42.78. Hasil ini sesuai dengan
penelitian Aini (2014) bahwa salep ekstrak binahong dengan konsentrasi 40% dapat
meningkatkan rata-rata jumlah fibroblas pada luka bakar pada tikus Sprague
dawley.
Salah satu kandungan yang ada di dalam daun Binahong adalah Saponin.
Saponin merupakan golongan steroid yang dapat mengaktifkan TGF-β, selain itu
saponin juga mempengaruhi reseptor TGF-β pada fibroblas. TGF-β berperan
penting dalam proliferasi fibroblas pada penyembuhan luka yaitu dengan
menstimulasi migrasi dan proliferasi fibroblas.
Selain saponin terdapat pula flavonoid dan vitamin C yang bersifat sebagai
antioksidan. Antioksidan ini akan mengurangi peroksidasi lipid yang akan
memperlambat nekrosis sel serta meningkatkan vaskularisasi.31 Pada perlakuan II dan III didapatkan rata-rata jumlah fibroblas yang lebih
rendah dari perlakuan I, yaitu sebesar 32.12 dan 36.24 . Selain itu juga tidak ada
perbedaan yang signifikan antara pemberian sediaan salep, oral dan oral + salep.

35
Pemberian obat secara oral melalui saluran pencernaan memiliki banyak
faktor yang mempengaruhi, seperti makanan, pH lambung, motilitas saluran cerna
dan lain-lain. Faktor-faktor tersebut mempengaruhi bioavailabilitas obat. Hal ini
yang diduga berpengaruh terhadap pemberian ekstrak binahong secara oral.22
Salep merupakan salah satu rute pemberian obat secara topikal. Pemberian
obat secara topikal dipengaruhi oleh luas permukaan kulit yang terpajan oleh obat
dan kelarutan obat dalam lemak. Salep terdiri dari bahan aktif salep dan basis salep,
basis salep yang bahan dasarnya terbuat dari lemak. Dalam penelitian ini digunakan
vaseline album dan adeps lanae yang keduanya berbahan dasar lemak. Basis salep
yang berbahan dasar lemak ini yang membuat kelarutan ekstrak daun Binahong
terhadap lemak menjadi tinggi sehingga absorbsi pada jaringan baik. Sehingga
pemberian secara topikal lebih baik dibandingkan dengan oral, ditunjukkan dengan
lebih tingginya rata-rata jumlah fibroblas pada perlakuan I dibandingkan dengan
perlakuan II dan III. 22
Pada kelompok Perlakuan 5, menunjukkan hasil yang cukup tinggi, yakni
40.52, berada di bawah perlakuan I. Pemberian basis salep yakni vaseline album
dan adeps lanae berperan penting dalam peningkatan ini. Kelompok Perlakuan 5
dalam penelitian ini merupakan perlakuan yang mengandung bahan dasar lemak
yang paling tinggi di antara perlakuan yang lain. Vaseline album dan adeps lanae
yang berbahan dasar lemak mengakibatkan penurunan evaporasi air keluar tubuh
sehingga kelembaban menjadi tinggi. Kelembaban yang tinggi ini yang
meningkatkan proses penyembuhan luka sesuai dengan konsep Winter. Tingginya
kelembaban menurunkan dehidrasi dan nekrosis sel, serta meningkatkan
neovaskularisasi dan epitelisasi.32
Kelompok Perlakuan 4 yang diberikan Silver sulfadiazine memiliki hasil
32.78, menunjukkan rata-rata jumlah fibroblas yang cukup rendah dibanding yang
lain, hampir sama dengan kelompok perlakuan II. Silver sulfadiazine merupakan
antibiotik golongan sulfonamid yang menjadi obat pilihan utama pada luka bakar.
Obat ini bekerja dengan menghambat kolonisasi bakteri, dilaporkan juga obat ini
bersifat antiinflamasi.

36
Banyak perdebatan tentang pemakaian Silver sulfadiazine ini sebagai obat
pilihan utama luka bakar. Banyak penelitian yang menunjukkan bertambah
lamanya waktu penyembuhan luka yang diberikan Silver sulfadiazine. Dilaporkan
kandungan perak pada Silver sulfadiazine menyebabkan sitotoksisitas pada
fibroblas dan keratinosit. Kadar sitotoksisitas dari kandungan perak tersebut
bergantung pada dosis dan lama pemakaian Silver sulfadiazine serta luas dari luka
yang diberikan Silver sulfadiazine. Selain itu dilaporkan kandungan perak pada
Silver sulfadiazine dapat menstimulasi eksudasi neutrofil dan aktivitas protease
yang akan menunda penyembuhan luka.33
Dalam penelitian ini didapatkan nilai p yang tidak signifikan, hal ini berbeda
dengan penelitian Aini (2014) yang meneliti efek ekstrak salep Binahong terhadap
jaringan granulasi pada luka bakar derajat II. Dalam penelitian tersebut didapatkan
hasil yang signifikan pada jumlah rata-rata fibroblas yang diberikan salep ekstrak
Binahong dengan masing-masing konsenstrasi sebesar 10%, 20% dan 40%. Dimana
pada kelompok 40% menunjukkan hasil jumlah fibroblas yang paling tinggi.7
Sementara pada penelitian yang dilakukan oleh Sumartiningsih (2009) juga
menunjukkan hasil yang berbeda dengan penelitian ini. Penelitian tersebut meneliti
pengaruh ekstrak oral dan salep Binahong terhadap jumlah fibroblas dan sel radang.
Jumlah sel fibroblas menunjukkan hasil yang signifikan pada permberian oral dan
salep.8 Selain itu penelitian yang dilakukan Lidinilla (2014) menunjukkan
penurunan kadar asam urat yang signifikan ekstrak oral daun Binahong pada dosis
100 mg/kgBB. 9
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak daun Binahong
meningkatkan sel fibroblas jika dibandingkan dengan pemberian Silver
sulfadiazine dan basis salep namun dari hasil statistik menunjukkan hasil yang tidak
signifikan. Hal ini mungkin disebabkan karena dalam penelitian ini terdapat
beberapa hambatan. Penghitungan fibroblas yang mengandalkan penghitungan
manual, dapat menurunkan keakuratan penghitungan. Selain itu kondisi perawatan
hewan coba yang tidak sepenuhnya steril meningkatkan risiko infeksi yang dapat
berpengaruh terhadap hasil penelitian. Kelembaban kandang hewan yang tidak
terjaga juga dapat mempengaruhi proses penyembuhan luka.

37
BAB 5 SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
Ekstrak Binahong tidak berpengaruh secara bermakna terhadap luka
bakar derajat II pada tikus Sprague dawley dengan pemberian oral,
salep maupun kombinasi salep dan oral (p>0.05)
Perlakuan ekstrak salep Binahong dengan konsentrasi 40%
menunjukkan hasil rata-rata jumlah fibroblas sebesar 42.78
Perlakuan ekstrak oral Binahong dengan dosis 100mg/kgBB/hari
menunjukkan hasil rata-rata jumlah fibroblas sebesar 32.12
Perlakuan ekstrak salep Binahong dengan konsentrasi 40% dan
ekstrak oral Binahong dengan dosis 100mg/kgBB/hari menunjukkan
hasil rata-rata jumlah fibroblas sebesar 36.24
5.2 Saran
Peneliti menyarankan untuk penelitian lebih lanjut tentang efek
ekstrak oral Binahong dengan dosis yang beragam dan dengan
jumlah sampel yang lebih besar
Peneliti menyarankan untuk penelitian lebih lanjut tentang toksisitas
ekstrak Binahong
Peneliti menyarankan untuk penelitian lebih lanjut tentang efek
ekstrak topikal Binahong dengan bahan dasar basis yang berbeda

38
Daftar Pustaka
1. Burns [Internet]. World Health Organization. 2016 [diakses 2 April 2016].
Available from: http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs365/en/
2. Kemenkes. Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia ;
2013
3. Dissanaike S, Rahimi M. Epidemiology of Burn Injuries: Highlighting
Cultural and Socio-demographic Aspects. International Review of
Psychiatry. 2009;21(6):505-511.
4. Kumar, V et all . Robbins and Cotran Pathologic Basicof Disease 8th ed.
Philadelphia : Saunders ; 2010
5. Sherley, dkk. Taksonomi Koleksi Tanaman Obat Kebun Tanaman Obat
Citeureup. Jakarta : BPOM RI . 2008
6. Yuziani et al . Evaluation of Analgesic Activities of Ethanolic Extract of
Anredera Cordifolia (Ten) Steenis Leaf. Int.J. PharmTech Res.2014,6(5),pp
1608-1610
7. Aini, SQ . Pengaruh Salep Ekstrak Daun Binahong (Anredera cordifolia
(Tenore) Steenis) Terhadap Pembentukan Jaringan Granulasi Pada Luka
Bakar Tikus Sprague dawley. Jakarta : FKIK UIN SH Jakarta ; 2014
8. Sumartiningsih. Pengaruh Pemberian Binahong (Anredera cordifolia)
Terhadap Sel Radang dan Fibroblas Pada Hematoma Regio Femoris
Ventralis Rattus norvegicus Strain Wistar Jantan. International Journal of
Medical, Health, Biomedical, Bioengineering and Pharmaceutical
Engineering Vol:5, No:6, 2011
9. Lidinilla NG. Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Binahong (Anredera
Cordifolia (Ten) Steenis) terhadap Penurunan Kadar Asam Urat dalam
Darah Tikus Putih Jantan yang Diinduksi dengan Kafeina. Jakarta : FKIK
UIN SH ; 2014
10. Astuti S, Sakinah A.M M, Andayani B.M R, Risch A. Determination of
Saponin Compound from Anredera cordifolia (Ten) Steenis Plant

39
(Binahong) to Potential Treatment for Several Diseases. Journal of
Agricultural Science. 2011;3(4).
11. Gurwinder Kaur, Novi Vicahyani Utami, Hermin Aminah Usman: Topical
Application of Binahong (Anredera cordifolia (Ten.) Steenis) Leaf Paste for
Wound Healing Process in Mice .Althea Medical Journal, 2014;1(1)
12. Sri hartati Yuliani . Physical Properties Of Wound Healing Gel Of Ethanolic
Extract Of Binahong (Anredera Cordifolia (Ten) Steenis) During Storage.
Indonesian J. Pharm. Vol. 23 No. 4 : 203 – 208
13. Ratna D. Antioxidant Activity of Flavonoid from Anrederra Cordifolia
(Ten) Steenis Leaves. IRJP. 2012;3(9)
14. Zulfitri et al . Efek Gel Ekstrak Daun Binahong ( Anredera cordifolia)
terhadap Jumlah Fibroblas dan Pembuluh Darah Kapiler pada Luka Pasca
Pencabutan Gigi Marmut (Cavia cobaya). Oral Biology Dental Journal Vol
. 4 No. 2 Juli-Desember 2012: 51 -55
15. Mescher A, Junqueira L. Junqueira's Basic Histology. New York: McGraw-
Hill Medical; 2013.
16. Victor P. Eroschenko. Atlas Histologi Difiore: Dengan Korelasi Fungsional
Edisi 11. Jakarta : EGC; 2010
17. Sorrell J. Fibroblast Heterogeneity: More than Skin Deep. Journal of Cell
Science. 2004;117(5):667-675.
18. WHO. World Report on Child Injury Prevention. Switzerland: WHOpress;
2008
19. Williams N, Bulstrode C, O'Connell P, Bailey H, Love R. Bailey & Love's
Short Practice of Surgery. London: Hodder Arnold; 2008.
20. Djuanda A. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia; 2010
21. WHO . Surgical Care at The District Hospital . Malta : WHO ; 2003
22. Gunawan SG . Farmakologi dan Terapi edisi 5. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI ; 2007
23. Goodman LS, Gilman A, Brunton LL, Lazo JS, Parker KL. Goodman & Gilman's the Pharmacological Basis of Therapeutics. New York: McGraw-Hill; 2011.

40
24. Yanhendri, SWY . Berbagai Bentuk Sediaan Topikal dalam Dermatologi.
CDK-194 2012 vol. 39 no. 6
25. Conn P. Sourcebook of Models for Biomedical Research. Totowa, N.J.:
Humana Press; 2008.
26. Hariyadi P. Freeze Drying Technology : for Better Quality & Flavor of
Dried Product. Foodreview Indonesia Vol: VIII, No. 2, Februari 2013
27. Agoes, Goeswin. Pengembangan Sediaan Farmasi, Edisi Revisi dan
Perluasan. Bandung : ITB ; 2008
28. Muntiha M. Teknik Pembuatan Preparat Histopatologi dari Jaringan Hewan
dengan Pewarnaan Hematoksilin dan Eosin (H&E). Temu Teknis
Fungsional Non Peneliti 2001.
29. Waheed U. Histotechniques. Saarbrucken : Lap Lambert Academic Publ;
2012.
30. Dahlan MS . Statistik untuk Kedokteran Kesehatan . Jakarta : Epidemiologi
Indonesia; 2014
31. Pakyari M, Farrokhi A, Maharlooei MK, Ghahary A. Critical Role of
Transforming Growth Factor Beta in Different Phases of Wound Healing.
Advances in Wound Care 2013;2:215–24
32. Rippon M, Ousey K, Cutting K. Wound Healing and Hyper-hydration: a
Counterintuitive Model. Journal Of Wound Care 2016;25:68-75.
33. Atiyeh B, Costagliola M, Hayek S, Dibo S. Effect of Silver on Burn Wound
Infection Control and Healing: Review of the Literature. Burns
2007;33:139-148.

41
LAMPIRAN 1 Proses Penelitian
Gambar 6.1 Ekstrak Kental Daun
Binahong
Gambar 6.2 Proses Freezedrying
Gambar 6.3 : Ekstrak kering daun
Binahong
Gambar 6.4 : Pembuatan Salep
Gambar 6.5 : Ekstrak oral daun
Binahong
Gambar 6.6 : Penimbangan berat
tikus

42
Gambar 6.7 Proses Pencukuran Bulu
tikus
Gambar 6.8 : Anastesi menggunakan
eter
Gambar 6.9 : Pemanasan plat besi
Gambar 6.10 : Pembuatan Luka
Bakar
Gambar 6.11 : Pengolesan Salep
Gambar 6.12 : Proses pemberian
ekstral oral
Gambar 6.13 : Eksisi luka

43
Gambar 6.14 : Fiksasi jaringan
dengan larutan formalin 10%
Gambar 6.15 : Preparat Histopatologi
Gambar 6.16 : Pengamatan Preparat
Histopatologi

44
LAMPIRAN 2 Penghitungan Dosis Sediaan Oral
1. Kelompok Perlakuan II
Dosis = 100mg/kgBB/hari
= 100mg/1000gramBB/hari
= 1mg/10gram BB/hari
Rata-rata BB tikus = 160,18 gram
Jumlah ekstrak yang dibutuhkan = Dosis x Rata-rata BB tikus
= 1mg/10gramBB/hari x 160,18 gram
= 16, 018 mg/hari
Jadi, pada kelompok 2 dalam satu hari dibutuhkan 16,018mg ekstrak untuk
satu ekor tikus.
2. Kelompok Perlakuan III
Dosis = 100mg/kgBB/hari
= 100mg/1000gramBB/hari
= 1mg/10gram BB/hari
Rata-rata BB tikus = 172,59 gram
Jumlah ekstrak yang dibutuhkan = Dosis x Rata-rata BB tikus
= 1mg/10gramBB/hari x 172,59 gram
= 17, 259 mg/hari
Jadi, pada kelompok 3 dalam satu hari dibutuhkan 17,259 mg ekstrak untuk
satu ekor tikus.

45
LAMPIRAN 3 Hasil Analisis Data
Test of Homogeneity of Variances
Jumlah Fibroblas
Levene Statistic df1 df2 Sig.
.587 4 20 .676
Tabel 6.1 : Hasil Uji Varians
Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk
Statistic df Sig. Statistic df Sig.
Rerata Fibroblas .080 25 .200* .977 25 .818
a. Lilliefors Significance Correction
*. This is a lower bound of the true significance.
Tabel 6.2 : Hasil Uji Normalitas
ANOVA
Jumlah Fibroblas
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 439.682 4 109.921 1.950 .141
Within Groups 1127.284 20 56.364
Total 1566.966 24
Tabel 6.3: Hasil Uji One Way ANOVA

46
LAMPIRAN 4 Hasil Identifikasi/Determinasi Tumbuhan
Gambar 6.17 : Hasil determinasi tumbuhan

47
LAMPIRAN 5 Hasil Ekstraksi Daun Binahong
Gambar 6.18 : Hasil Ekstraksi Daun Binahong

48
LAMPIRAN 6 Surat Keterangan Tikus Sehat
Gambar 6.19 Surat Keterangan Tikus Sehat

49
LAMPIRAN 7 Riwayat Hidup Penulis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Identitas: Nama : Wildana Aqila Dzakiy
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Tanggal Lahir : Semarang, 7 April 1995
Agama : Islam
Alamat : Jl. Selomulyo Mukti Barat VI/104 A
Perum Graha Mukti Utama Kota Semarang
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan 1999 : TK Sari Budi
2000 : TK Wijaya Kusuma II
2001 : SD N Katonsari 03 Kabupaten Demak
2001 – 2007 : SD N Palebon 03 Kota Semarang
2007 – 2010 : SMP N 9 Semarang
2010 – 2013 : SMA N 3 Semarang
2013 – sekarang : Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta