Pengelolaan keuangan negara
-
Upload
zaka-firma-aditya -
Category
Law
-
view
216 -
download
7
Transcript of Pengelolaan keuangan negara
Copyright ©2014 zakajustice
PERBAIKAN TRANSPARANSI DAN AKUNTABILITAS PENGELOLAAN
KEUANGAN NEGARA DI PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAH
DAERAH
Oleh
ZAKA FIRMA ADITYA, SH.1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam rangka pencapaian tujuan bernegara sebagaimana tercantum dalam
alinea IV Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dibentuk pemerintahan negara
yang menyelenggarakan fungsi pemerintahan dalam berbagai bidang.
Pembentukan pemerintahan negara tersebut menimbulkan hak dan kewajiban
negara yang dapat dinilai dengan uang yang perlu dikelola dalam suatu sistem
pengelolaan keuangan negara.2
Sebagai suatu negara yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan hukum, dan
menyelenggarakan pemerintahan negara berdasarkan konstitusi, sistem
pengelolaan keuangan negara harus sesuai dengan aturan pokok yang ditetapkan
dalam Undang-Undang Dasar. Dalam Undang-Undang Dasar 1945 Bab VIII Hal
Keuangan, antara lain disebutkan bahwa anggaran pendapatan dan belanja negara
ditetapkan setiap tahun dengan undang-undang, dan ketentuan mengenai pajak
dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara serta macam
dan harga mata uang ditetapkan dengan undang-undang. Hal-hal lain mengenai
keuangan negara sesuai dengan amanat Pasal 23C diatur dengan undang-undang.
Keuangan Negara merupakan hal terpenting dalam suatu Negara yang
berdaulat, tanpa adanya keuangan Negara tidak mungkin suatu Negara yang
berdaulat dapat menjalankan fungsi dan tugasnya sebagai badan hukum yang
1 Email: [email protected]
2 Penjelasan ketentuan umum Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Copyright ©2014 zakajustice
bersifat publik dan semua alat dan kelengkapan Negara dapat berjalan dengan
baik. 3
Awal perkembangan keuangan Negara di mulai pada akhir abad ke dua
puluh ketika Negara mulai ikut campur dalam kepentingan negaranya ini yang
dapat di sebut dengan Negara modern (welfare state modern).4
Munculnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara sangatlah di sambut gembira karena diharapakan dapat mengatur dan
mengelola segala pertanggungjawaban Negara dengan baik dan bijaksana serta
dapat mengakhiri silang pendapat yang sering terjadi selama ini.
Adapun pengertian dari keuangan Negara menurut Undang-Undang
Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UUKN) menyatakan bahwa
semua hak dan kewajiban Negara yang dapat di nilai dengan uang, serta segala
sesuatu yang dapat di nilai dengan barang yang dapat di jadikan milik Negara
yang berkaitan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut.5
Akan tetapi dengan kehadiran Undang-Undan nomor 17 Tahun 2003 ini
tidak serta merta merubah system pengelolaan keuangan Negara menjadi lebih
baik seperti yang diharapkan. Akan tetapi justru menurut hasil temuan BPK tahun
2007 menyebutkan bahwa tingkat kebocoran keuangan Negara baik di
pemerintah pusat maupun di pemerintah daerah. Yang disebabkan oleh buruknya
tingkat transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara.
Perbaikan transparansi dan akuntabilitas fiskal merupakan salah satu kunci
bagi keberhasilan perombakan sistem sosial yang kita lakukan selama era
reformasi sejak krisis ekonomi tahun 1997-1998 yaitu berkaitan dengan
transparansi dan akuntabilitas. Di sektor ekonomi, kita ingin beralih dari sistem
perencanaan terpusat kepada sistem yang lebih banyak menggunakan mekanisme
pasar. Dalam bidang politik, reformasi itu ingin menggantikan sistem politik
otoriter masa lalu dengan sistem demokrasi. Dalam sistem pemerintahan, kita
ingin merombak sistem pemerintahan sentralistis masa lalu diganti dengan
memberikan otonomi yang seluas-luasnya kepada daerah.
3 Muhammad Djafar, Hukum Keuangan Negara, Jakarta, Rajawali Press, 2011, hlm. 2.4 Ibid, hlm. 35 Lihat ketentuan umum BAB I Undang-Undang Nomer 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara
Copyright ©2014 zakajustice
Perencanaan terpusat pada masa Orde Baru telah menciptakan kolusi,
korupsi, dan nepotisme. Privatisasi dan deregulasi masa itu juga digunakan untuk
memindahkan hak milik negara kepada kroni penguasa politik. Akibatnya,
produktivitas dan efisiensi perekonomian nasional kita menjadi semakin menurun
dan berakhir pada krisis tahun 1997-1998. Sistem politik yang demokratris
sekarang ini memberikan jaminan kebebasan berserikat dan bersuara termasuk
mendirikan partai politik. Dewasa ini, TNI dan Polri tidak lagi memiliki wakil di
DPR dan menduduki jabatan sipil. Presiden dan wakil presiden serta kepala
daerah kini dipilih langsung oleh rakyat berdasarkan platform atau janji politiknya
dan tidak lagi dipilih oleh MPR atau DPRD. Di masa lalu, MPR sekaligus
menyusun GBHN. Pada gilirannya, sistem ekonomi pasar hanya dapat berjalan
secara efektif dan efisien jika ada perlindungan hak milik individu serta
transformasi informasi pasar yang simetris6. Yang terakhir ini termasuk
transparansi dan akuntabilitas keuangan negara. Sistem politik yang demokratis
dan sistem pemerintahan yang didasarkan pada otonomi daerah juga menuntut
adanya transparansi serta akuntabilitas keuangan negara. Tanpa itu, rakyat tidak
akan mau membayar pajak dan investor tidak mau membeli Surat Utang Negara
(SUN) kecuali dengan tingkat suku bunga yang sangat tinggi. Konflik antar
daerah dapat dipicu oleh perasaan curiga karena tidak transparan dan tidak
akuntabelnya keuangan negara. UUD 1945 dan ketiga UU tentang Keuangan
Negara Tahun 2003-20042 serta UU No. 15 Tahun 2006 tentang BPK
menugaskan BPK sebagai satu-satunya auditor untuk memeriksa laporan
keuangan ketiga lapis pemerintahan di Indonesia baik dipusat, Provinsi dan
Kabupaten/Kota.
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menilai akuntabilitas keuangan daerah
belum menunjukkan perbaikan sama sekali. Selama empat tahun sejak 2004-2007
tidak ada perubahan berarti. Kondisi buruk ini, dapat dilihat dari persentase
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah yang mendapatkan opini Wajar Tanpa
Pengecualian dan Wajar Dengan Pengecualian. Bahkan selama kurun waktu
2004-2007 tersebut nilainya semakin menurun setiap tahun.7 Lebih jauh lagi,
Persentase Laporan Keuangan Pemerintah Daerah 2004 yang mendapat penilaian
6 Muhammad Djafar, Op.cit, hlm. 56.7 Pernyataan ketua BPK, Anwar Nasution dalam situs http://viva.co.id 15 Oktober 2008
Copyright ©2014 zakajustice
Wajar Tanpa Pengecualian, di Balaikota DKI Jakarta turun dari semula 7 persen
menjadi 5 persen pada 2006 dan satu persen pada 2007. Sebaliknya, Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah dengan opini Tidak Memberi Pendapat semakin
meningkat dari 2 persen pada 2004 menjadi 17 persen pada 2007. Untuk periode
yang sama opini Tidak Wajar naik dari 3 persen menjadi 19 persen.
Melihat fenomena ini, Pemerintah Daerah seharusnya bertindak untuk
melakukan perbaikan terhadap laporan keuangan agar bisa mendapat opini Wajar
Tanpa Pengecualian. Sementara itu hasil pemeriksaan atas 275 Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah tahun 2007 menunjukkan hanya 3 laporan yang memperoleh
opini wajar tanpa pengecualian, 173 laporan dengan opini wajar dalam
pengecualian, 48 lapangan dengan opini tanpa memberi pendapat dan 51 laporan
dengan opini tidak wajar. BPK hingga 2007 disebutkan belum menerima laporan
dari 32 Laporan Keuangan Pemerintah Daerah dan sebanyak 161 Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah dalam proses penyelesaian pemeriksaan.
B. Permasalahan
Transparansi dan akuntabilitas merupakan kata kunci untuk mewujudkan
pengelolaan keuangan negara yang bersih (good governance). Untuk
mewujudkannya, pengawasan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK RI) bertujuan untuk memastikan agar uang negara dikelola dengan baik,
transparan, dan akuntabel sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan demi
sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat. Sehingga dengan tidak transparan dan
akuntabelnya suatu pengelolaan keuangan Negara maka dapat dipastikan tidak
akan memberikan kesejahteraan kepada rakyat.
ANALISIS
A. Upaya perbaikan sistem pengelolaan keuangan negara
Untuk meningkatkan transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan
negara, pemerintah dalam era reformasi telah melakukan koreksi secara
menyeluruh terhadap system keuangan negara yang dipergunakan pada masa
Copyright ©2014 zakajustice
Pemerintahan Orde Baru. Koreksi pertama adalah degan mengintegrasikan
anggaran negara dengan meniadakan pembedaan antara anggaran rutin dan
anggaran pembangunan yang terpisah di masa Orde Baru. Kontrol atas APBN kini
sepenuhnya berada di tangan Menteri Keuangan. Tadinya anggaran pembangunan
dikendalikan oleh Bappenas. Sementara itu, tahun anggaran kini dirubah sesuai
dengan tahun kalender dari yang tadinya berakhir tanggal 31 Maret.
Administrasi dan pertanggungjawaban keuangan negara dirubah secara
mendasar. Jenis dan format laporan keuangan negara kini memberlakukan sistem
pembukuan berpasangan, menggunakan sistem akuntansi terpadu yang
dikomputerisasi, serta menerapkan desentralisasi pelaksanaan akuntansi secara
berjenjang oleh unit-unit akuntansi baik di kantor pusat maupun di daerah. ICW
yang digunakan selama Orde Baru merupakan warisan kolonial yang
menggunakan single entry account8 dan bukan sistem pembukuan berpasangan,
terpadu, dan berjenjang. Perubahan mendasar atas struktur APBN dan jenis,
format serta cara pelaporannya dimuat dalam ketiga Undang-Undang Keuangan
Negara tahun 2003-2004.
Koreksi yang kedua adalah dengan menyosialisasikan Standar Akuntansi
Pemerintahan (SAP) pada tanggal 13 Juni 20053. SAP ini merupakan yang
pertama dikeluarkan oleh pemerintah setelah enam puluh tahun Republik
Indonesia berdiri. Koreksi yang ketiga adalah dengan menerbitkan UU No. 15
Tahun 20064 yang memulihkan kebebasan dan kemandirian BPK dan sekaligus
memperluas objek pemeriksaannya. Setelah enam puluh tahun kita berbangsa dan
bernegara, pertanggungjawaban keuangan negara yang transparan dan akuntabel
baru dimulai dalam LKPP9 Tahun 2004. Walaupun masih jauh dari sempurna,
LKPP itu memuat rangkaian perubahan system fiskal yang disajikan dalam bentuk
neraca, lebih rinci dan lebih sistematis sehingga lebih mudah dipahami dan
dicerna oleh masyarakat luas. Penyajian keuangan negara dalam bentuk neraca
dan format baru, yang telah diaudit oleh BPK-RI tersebut, merupakan suatu
8 Single entry account, disebut juga sistem tata buku tunggal. Merupakan pencatatan transaksi ekonomi dengan satu kali pencatatan. Transaksi yang berakibat bertambahnya kas dicatatat pada sisi penerimaan dan transaksi yang berakibat kurangnya kas dicatata pada sisi pengeluaran. 9 LKPP merupakan singkatan dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
Copyright ©2014 zakajustice
tonggak sejarah kemajuan dan bagian dari perwujudan demokrasi politik yang
juga menuntut adanya transparansi serta akuntabilitas keuangan negara.10
LKPP yang merupakan pertanggungjawaban keuangan negara dalam
bentuk baru seperti sekarang ini adalah diatur dalam Pasal 30 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Ketentuan peralihan
Pasal 36 ayat (2) UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara itu menyatakan
bahwa ketentuan mengenai LKPP dalam bentuk sekarang ini akan berlaku mulai
APBN Tahun 2006. Namun demikian, UU No. 28 Tahun 2003 tentang APBN
Tahun 2004 telah memajukan awal mulai berlakunya penerapan LKPP format
baru tersebut. Undang-Undang APBN Tahun 2004 menyebutkan bahwa laporan
pertanggungjawaban APBN oleh Presiden sudah berupa LKPP format baru. 11
LKPP format baru sekarang ini berbeda dengan laporan keuangan
Pemerintah Pusat yang disusun berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Sistem
Akuntansi Pemerintah dan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP)5. LKPP
yang berlaku sekarang ini terdiri dari Laporan Realisasi APBN (LRA) Pemerintah
Pusat yang disusun berdasarkan LRA Kementerian Negara/Lembaga, Neraca,
Laporan Arus Kas (LAK), dan Catatan atas Laporan Keuangan (CALK) yang
dilampiri dengan laporan keuangan perusahaan negara dan badan lainnya. Bagian-
bagian LKPP yang lebih rinci, tertib dan sistematis tersebut merupakan hal yang
sangat penting bagi transparansi fiskal dan peningkatan akuntabilitas publik.12
Anggaran non budjter, yang sangat menonjol dalam masa Orde Baru, kini
semakin ditertibkan dan diintegrasikan dengan APBN/APBD. Kini tidak boleh
lagi menghimpun penerimaan nonbujeter dari mark-up pengadaan barang dan
jasa. Instansi negara tidak boleh lagi mendirikan badan usaha, yayasan dan
koperasi yang marak pada masa Orde Baru danpada hakikatnya merongrong
instansi induknya. Sementara itu, pemungutan Penerimaan Bukan Pajak semakin
ditertibkan.13
B. Temuan pemeriksaan atas LKPP dan opini pemeriksaan BPK
10 Yeni Nuraini, Model Pnegelolaan Keuangan Instansi Negara dalam Mewujudkan Transparansi dan Akuntabilitas Keuangan Negara, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol 11, No. 1 Juni 2012, hlm.611 Ibid, hlm.712 Ibid, hlm.713 Ibid, hl.8
Copyright ©2014 zakajustice
Pemeriksaan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) oleh BPK
selama periode 2004-2006 menemukan bahwa pertanggungjawaban atas
pelaksanaan APBN pada tingkat kementerian negara/lembaga belum seluruhnya
direviu oleh aparat pengawasan internal,sebagaimana diharapkan oleh UU.
Padahal dewasa ini pengawasan internal pemerintah di Indonesia merupakan yang
terumit di dunia dan terdiri dari empat lapis, yakni: BPKP, Irjen/SPI, Bawasda
Provinsi dan Bawasda Kabupaten/Kota. Keempat pengawas internal pemerintah
itu, terutama BPKP, memiliki jumlah sumber daya manusia, jaringan kantor,
peralatan maupun anggaran yang jauh lebih besar daripada BPK-RI. Seharusnya
BPKP itu dapat digunakan oleh pemerintah untuk membangun sistem akuntansi
dan pertanggungjawaban keuangan negara serta mengatasi kelangkaan tenaga
akuntan pada instansi teknis dan Bawasda agar dapat mengimplementasikan Paket
Ketiga UU tentang Keuangan Negara Tahun 2003-2004.
Dari segi teknis, setidaknya ada delapan kelemahan sistem pengendalian
internal keuangan negara yang ditemukan oleh pemeriksaan BPK atas LKPP pada
tahun anggaran 2004, 2005, dan 2006. Kelemahan tersebut yakni:14
pertama adalah masih perlunya perbaikan mendasar tentang sistem
akuntansi keuangan negara agar dapat diseragamkan sesuai dengan sistem yang
ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada tahun 2003 dan 2005.
Kedua, perlunya sinkronisasi sistem komputer instansi pemerintah agar
menjadi terintegrasi dan kompatibel antara satu dengan lainnya. Sebagaimana
telah disebut di atas, bahwa sistem computer pemerintah belum dapat menyamai
sistem komputer perbankan.
Ketiga, perlunya mengimplementasikan sistem perbendaharaan tunggal
agar uang negara tidak lagi tersebar di berbagai rekening, termasuk rekening
individu pejabat Negara yang sudah lama meninggal dunia. Undang-Undang No.
1 Tahun 2004 mengamanatkan perlunya kesatuan rekening Kas Umum Negara
dan Kas Umum Daerah. LKPP tahun 2004 melaporkan bahwa sebanyak 957 dari
rekening rekening pemerintah pada bank-bank senilai Rp20,55 triliun dicatat atas
nama pribadi pejabat negara, termasuk yang sudah lama meninggal dunia. LKPP
14 Mirawati, Sudjono dan Jan Hoesada. 2009. Strategi Penerapan Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2008: Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Majalah Akuntansi Indonesia. Edisi no. 15/tahun III/Maret 2009. Hal 56-61.
Copyright ©2014 zakajustice
tahun 2005 dan 2006 melaporkan adanya peningkatan jumlah rekening seperti itu
dengan jumlah uang yang lebih besar pula.
Karena tersebarnya penyimpanan uang negara yang tidak terintegrasi pada
rekening Bendahara Umum Negara (BUN), Menteri Keuangan tidak mengetahui
posisi keuangan negara dan dana-dana yang tersebar itu tidak segera dapat
dimanfaatkan oleh pemerintah untuk mengatasi kesulitan likuiditasnya. Juga tidak
jelas siapa yang menikmati balas jasa bunga rekening tersebut. Setidaknya alokasi
sebagian dari Rekening Dana Investasi (RDI) merupakan praktik KKN. RDI
menjadi alternatif bagi kredit bank dan diberikan kepada badan usaha yang
sebenarnya mampu meminjam dari industri perbankan (bankable). Alokasi RDI,
yang berbunga rendah dan risiko yang hampir tidak ada dibuat oleh pejabat
Kemkeu dengan cara yang kurang transparan dan penagihannya kembali pun
hampir tidak pernah dilakukan secara serius. Besarnya RDI per 31 Desember
2005 adalah Rp60,5 triliun.
Keempat, perlunya inventarisasi aset negara, baik ditingkat pusat maupun
daerah. Kelima, perlunya penyediaan tenaga administrasi pembukuan pada setiap
unit instansi pemerintahan, mulai dari tingkat pusat hingga daerah. Tenaga-tenaga
BPKP dapat digunakan untuk pembangunan sistem dan mengatasi kekurangan
tenaga administrasi pembukuan itu. Keenam, perlunya transparansi dan
akuntabilitas pemungutan pajak dan penyimpanannya sebelum ditransfer ke kas
negara. Ketujuh, perlunya perbaikan pembukuan BP Migas (Badan Pengelola
Migas) serta sinkronisasi penerimaan dan pengeluaran di sector perminyakan.
Sementara itu, perincian ongkos produksi penambangan migas oleh kontraktor
swasta harus dirasionalisasi dalam perhitungan cost recover agar dapat
mengoptimalkan penerimaan negara. Kedelapan, perlunya penertiban dasar
pemungutan PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), penyimpanan dan
penggunaannya. Kesembilan, terbatasnya informasi tentang penerimaan negara.
Bagian berikut akan membahas larangan Undang-Undang Pajak untuk melakukan
pemeriksaan penerimaan negara dari pajak.
Kesembilan, temuan pemeriksaan di atas telah menyebabkan BPK
memberikan opini disclaimer pada LKPP selama tiga tahun berturut-turut. Yakni
pada tahun 2004, 2005, dan 2006. Pemberian pendapat BPK atas pemeriksaan
Copyright ©2014 zakajustice
LKPP ketiga tahun anggaran itu adalah didasarkan pada ketentuan Pasal 16, Ayat
(1), UU No. 15 Tahun 2004 BPK. Opini pemeriksaan BPK diberikan berdasarkan
tingkat kewajaran informasi yang disajikan dalam laporan keuangan negara
berdasarkan kesesuaiannya dengan Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP),
kecukupan pengungkapan, efektifitas sistem pengendalian internal dan kepatuhan
kepada perundang-undangan yang berlaku.
Pemeriksaan terhadap LKPP selama tiga tahun terakhir ini belum
ditujukan untuk menilai kinerja pemerintahan yang meliputi aspek ekonomi,
efisiensi dan efektifitas. Karena disusun berbasis kas, LKPP tidak
memperhitungkan kewajiban kontijensi pemerintah. LKPP juga tidak
mengungkapkan strategi pemerintah untuk menunda pembayaran kepada kreditur
maupun kontraktornya sebagai cara untuk mengurangi defisit anggaran berbasis
kas itu. Perbaikan kesembilan, kelemahan mendasar administrasi pengendalian
keuangan di atas merupakan upaya preventip bagi penanggulangan KKN. Hanya
orang yang tidak mengerti tata negara dan tidak memahami ilmu akuntansi serta
keuangan negara yang mengatakan bahwa temuan pemeriksaan BPK itu
bernuansa politik. Dengan opini LKPP seperti ini, sulit kiranya bagi pemerintah
untuk meningkatkan peringkat SUN (Surat Utang Negara) yang dijualnya di pasar
dunia sehingga mencapai investment grade agar dapat menurunkan kupon atau
tingkat suku bunganya.
C. Tidak transparan dan akuntabelnya Ditjen Pajak
Sebagaimana telah disebutkan di atas, salah satu alasan BPK memberikan
opini disclaimer pada LKPP adalah karena tidak adanya transparansi dan
akuntabilitas penerimaan pajak yang merupakan porsi terbesar dari penerimaan
negara. UU No. 16 Tahun 2000 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 6 Tahun
1983 dan UU No. 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 6 Tahun
1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan bahwa
pemeriksaan pajak oleh BPK hanya boleh dilakukan dengan ijin tertulis dari
Menteri Keuangan. Faktanya, hampir tidak pernah Menteri Keuangan
memberikan ijin untuk melakukan pemeriksaan pajak. Dengan demikian, Ditjen
Copyright ©2014 zakajustice
Pajak merupakan satusatunya instansi negara yang berada di luar jangkauan
pemeriksaan BPK. Dengan demikian BPK merupakan satu-satunya lembaga
pemeriksa keuangan di dunia yang tidak boleh memeriksa Ditjen Pajak negaranya
sendiri.
Walaupun sudah menghabiskan biaya yang sangat besar untuk
pembangunannya, data base Ditjen Pajak sangat buruk. Sementara itu statistik
perpajakan pun hampir tidak ada. Tidak ada informasi mengenai jumlah wajib
pajak yang telah memiliki NPWP dan berapa jumlah yang benar-benar membayar
pajak. Pada tahun 2006, Ditjen Pajak menyebut adanya kenaikan jumlah pemiliki
NPWP sebesar 5 kali lipat dalam masa satu bulan, tapi yang diberikan nomornya
langsung oleh presiden di Istana Negara adalah anggota TNI, PNS maupun
karyawan perusahaan swasta skala besar. Dalam sistem withholding yang
digunakan dewasa ini, pajak mereka itu dipotong langsung oleh kantor di mana
mereka bekerja untuk disetorkan pada Ditjen Pajak. Akibatnya, kenaikan jumlah
pemilik NPWP tersebut belum dapat meningkatkan tax ratio dari tingkat 13,5%
dari PDB15.
Tidak ada informasi distribusi wajib pajak menurut lapis tarif pajak, sektor
ekonomi, skala usaha maupun daerah. Tidak ada informasi mengenai kepatuhan
wajib pajak untuk memenuhi kewajiban pembayaran pajaknya dan apa upaya
Ditjen Pajak untuk menerapkan berlakunya undang-undang pajak untuk
meningkatkan tax ratio tersebut. Pengenaan pajak atas dasar kesadaran sukarela
dari wajib pajak untuk menghitung sendiri kewajibannya (selfassessment)
merupakan lisensi untuk penggelapan pajak jika tidak disertai dengan penegakan
hukum dan audit oleh auditor independen. Lebih dari 70% konsultan pajak
sekarang ini merupakan pensiunan karyawan Ditjen Pajak sendiri yang tidak
pernah diawasi dan direvisi pekerjaannya.
Sebagaimana yang berlaku secara universal, BPK tidak akan melakukan
pemeriksaan atas wajib pajak. Fokus pemeriksaan BPK adalah pada ketertiban
petugas pajak untuk melaksanakan tugasnya melaksanakan Undang-Undang
Perpajakan. Pemeriksaan oleh BPK pun akan dilakukan dengan mengambil
15 Nur Hidayat, Pemeriksaan Pajak, Elex Media Komputindo, Jakarta, 2012, hlm. 20.
Copyright ©2014 zakajustice
sampel yang dipilih secara acak. Setidaknya ada lima aspek perpajakan yang akan
diperiksa oleh BPK yaitu16:
1. Pelaporan mengenai penerimaan pajak menurut daerah, sektor ekonomi,
skala usaha.
2. Menilai kewajaran penetapan perhitungan kewajaran penetapan
perhitungan pajak PPh, PPN, dan Wajib Pajak oleh petugas pajak.
3. Menguji dan menilai penyelesaian keberatan dan peninjauan kembali
penetapan pajak yang dilakukan oleh petugas pajak.
4. Administrasi tunggakan dan penagihan pajak termasuk kewajaran
penghapusan tunggakan pajak.
5. Dasar pemberian restitusi pajak yang dilakukan oleh petugas pajak. Pada
gilirannya, hasil pemeriksaan BPK itu wajib untuk dilaporkannya kepada
DPR sebagai pemegang hak budjet.
D. Peranan DPR dan DPRD untuk menindaklajuti temuan BPK
Peranan DPR dan DPRD perlu ditingkatkan untuk dapat mewujudkan
transparansi dan akuntabilitas keuangan negara maupun untuk membangun
kemampuan institusional Pemda. Peranan DPR itu, disatu pihak, dapat dilakukan
dengan melakukan sinkronisasi undang-undang agar jangan bertentangan antara
satu dengan lainnya. Contoh pertentangan antara undang-undang itu adalah UU
Perpajakan yang bertentangan dengan UUD 1945 dan Paket tiga UU Keuangan
Negara Tahun 2003-2004. Peranan DPR dan DPRD juga dalam meningkatkan
transparansi dan akuntabilitas fiskal dapat diwujudkan melalui tindak lanjut
temuan BPK untuk menyempurnakan sistem pengendalian internal keuangan
negara.
Untuk dapat menindaklanjuti perbaikan kelemahan mendasar administrasi
keuangan negara dan daerah tersebut, BPK telah menyarankan kepada DPR dan
DPRD untuk dapat membentuk suatu Panitia Akuntabilitas Publik (PAP). Di
parlemen negara asing PAP itu disebut sebagai Public Account Committee (PAC).
Di negara lain itu, PAP diketuai oleh anggota DPR dan DPRD dari partai oposisi
16 Muhammad Djafar, Op.Cit, hlm. 104.
Copyright ©2014 zakajustice
untuk menjaga check and balance. PAP merupakan perwujudan dari kekuasaan
DPR dan DPRD sebagai pemegang hak budjet. DPR dan DPRD di Indonesia
sudah memiliki Panitia Anggaran untuk membahas rencana anggaran negara
tingkat pusat dan daerah17.
DPR dan DPRD juga sudah memiliki komisi-komisi yang mengawasi
penggunaan anggaran dan kinerja sektoral departemen teknis. Namun, DPR dan
DPRD kita belum memiliki PAP yang memantau pelaksanaan RAPBN dan
RAPBD secara keseluruhan. Misalnya, tidak pernah dilakukan pengecekan oleh
DPR dan DPRD bagaimana suatu instansi negara membelanjai dirinya, berapa
dari sumber APBN/APBD dan berapa dari sumber lainnya. DPR, DPRD dan
pemerintah seharusnya dapat melakukan restrukturalisasi berbagai organisasi
badan layanan umum setelah era reformasi. Otonomi daerah yang menyerahkan
pengurusan sekolah dasar dan menengah, rumah sakit, dan sebagian dari
infrastruktur kepada daerah menuntut cara pengorganisasian dan pembelanjaan
yang berbeda daripada pada masa pemerintahan yang sentralistis di masa lalu.
Sementara itu, dasar pemungutan PNBP dari segi tarifnya, cara penyimpanan serta
penggunaannya perlu diatur dan diawasi oleh DPR dan DPRD agar tidak menjadi
liar seperti Pungutan Departemen Kelautan dan Perikanan serta pungutan
Mahkamah Agung yang terjadi dewasa ini. Pada hakikatnya, PNBP merupakan
user charge atau pungutan biaya penggunaan jasa publik yang jelas dapat
diidentikasikan konsumennya.18
E. Perbaikan Secara Total
Menyikapi buruknya laporan keuangan daerah, BPK mempersiapkan enam
bidang perbaikan atau action plan. BPK berharap dengan langkah ini buruknya
transparansi keuangan dan akuntabilitas daerah dapat meningkat dengan peluang
kebocoran yang lebih kecil. Karena dengan laporan yang lebih baik maka kinerja
pemerintah daerah bisa lebih cepat, tidak terhambat dan bisa memberikan
pelayanan dan kesejahteraan pada rakyat.
17 Yeni Nuraini, Op.Cit, hlm. 8.18 Yeni Nuraini, OP.Cit, hlm. 11.
Copyright ©2014 zakajustice
Enam bidang perbaikan ini mencakup sistem pembukuan, sistem aplikasi
teknologi komputer, inventarisasi aset dan utang, jadwal waktu penyusunan
laporan keuangan dan pemeriksaan serta pertanggungjawaban anggaran, quality
assurance atas Laporan Keuangan Pemerintah Daerah oleh pengawas intern dan
sumber daya manusia19.
Selain itu BPK juga telah mengambil enam bentuk inisiatif untuk
mendorong percepatan pembangunan sistem pembukuan dan manajemen
keuangan negara. Keenam bentuk inisiatif itu merupakan beyond the call of duty
bagi BPK yang mempengaruhi baik eksekutif maupun legeslatif20.
1. Pertama, pemerintah daerah menandatangani management representatif
letter dalam setiap pemeriksaan BPK RI untuk menunjukkan komitmen
dan tanggung jawabnya terhadap upaya perbaikan sistem keuangan daerah.
2. Kedua, pemerintah daerah menentukan kapan mencapai opini wajar tanpa
pengecualian dengan menyusun action plan yang memuat apa yang harus
dilakukan, aspek atau bidang apa yang perlu diperbaiki, bagaimana
caranya, siapa yang melakukannya dan kapan atau jadwal kegiatannya.
3. Ketiga, pemerintah daerah menggunakan universitas setempat dan BPKP
untuk memperbaiki sistem keuangan daerah dan aplikasi komputernya,
serta meningkatkan sumber daya manusia melalui pelatihan akuntansi
keuangan daerah, dan penyediaan tenaga pembukuan yang trampil.
4. Keempat, mendorong perombakan struktural Badan Layanan Umum,
BUMN dan BUMD agar menjadi lebih mandiri dan korporatis. BLU
termasuk sekolah hingga universitas dan rumah sakit pemerintah pusat dan
daerah.
5. Kelima, DPR membentuk panitia akuntabilitas publik untuk
menindaklanjuti temuan BPK-RI dan mendorong pemerintah daerah untuk
perbaikan sistem pengendalian intern dan percepatan pembangunan sistem
keuangan daerah, termasuk penyusunan peraturan daerah terkait.
6. Keenam, dalam lingkungan makro, ditingkat departemen, Depdagri,
Depkeu, dan Departemen Teknis berkoordinasi untuk menyusun suatu
19 Diambil dari website resmi BPK, http://bpk.go.id20 Diambil dari situs http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/2808-akuntabilitas_keuangan_daerah_masih_buruk edisi 15 Oktober 2008
Copyright ©2014 zakajustice
desain yang jelas dalam melaksanakan paket tiga UU Keuangan Negara
Tahun 2003-2004 dalam kaitannya dengan otonomi daerah untuk
meniadakan serangkaian peraturan yang tidak jelas, multi tafsir, rumit,
tidak stabil dan sering berubah
SIMPULAN
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan pengelolaan
keuangan Negara di Indonesia saat ini masih terjadi berbagai macam masalah,
salah satunya adalah berkaitan dengan proses transparansi dan akuntabilitas
keuangan Negara yang masih sangat lemah. Adanya kewenanan dari Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) yang diamanatkan oleh UUD 1945 untuk mengawasi
jalannya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan Negara baik oleh
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah menjadikan penggunaan keuangan
Negara sangat diperketat, meskipun masih juga terdapat kelemahan dan lubang
yang dapat dimanfaatkan oleh oknum tertentu dalam menguntungkan dirinya
sendiri dan merugikan negara.
Ketidakharmonisan antar lembaga dipemerintahan disinyalir menjadi
penyebab dari lemahnya transaparansi penggunaan keuangan Negara.
Ketidakharmonisan tersebut adalah anatara BPK , Dirjen Pajak dengan
DPR/DPRD.
DAFTAR REFERENSI
Djafar, Muhammad. 2011. Hukum Keuangan Negara. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Mirawati, Sudjono dan Jan Hoesada. 2009. Strategi Penerapan Peraturan Pemerintah nomor 60 tahun 2008: Sistem Pengendalian Intern Pemerintah. Majalah Akuntansi Indonesia. Edisi no. 15/tahun III/Maret 2009
Nur Hidayat,. 2012. Pemeriksaan Pajak. Jakarta: Elex Media Komputindo.Yeni Nuraini, Model Pengelolaan Keuangan Instansi Negara dalam Mewujudkan
Transparansi dan Akuntabilitas Keuangan Negara, Jurnal Ekonomi dan Bisnis, Vol 11, No. 1 Juni 2012