Pengelolaan Sampah Terpadu

14
Pengelolaan Sampah Terpadu Berbasis Masyarakat : Memanfaatkan Sampah Organik menjadi Kompos, Arang dan Asap Cair Pendahuluan Tentu kita masih ingat dengan berita akhir tahun 2010, akibat dari penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah oleh warga menyebabkan tumpukan sampah yang menggunung, menggangu badan jalan dan mengakibatkan kemacetan serta menimbulkan polusi. Sebenarnya sampah menjadi masalah tapi hampir semua wilayah perkotaan baik di Indonesia maupun kota-kota lain di dunia mengalami hal yang sama. Sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, ekonomi dan pembangunan suatu kota, terjadi peningkatan volume sampah yang dihasilkan. Peningkatan jumlah sampah tanpa diikuti dengan perbaikan sarana dan prasarana pengelolaan sampah mengakibatkan permasalahan sampah menjadi komplek. Permasalahan sampah ini timbul karena tidak seimbangnya produksi sampah dengan pengolahannya dan semakin menurun daya dukung alam sebagai tempat pembuangan sampah. Masalah sampah ini telah mengakibatkan pencemaran lingkungan secara berantai, seperti bau busuk yang menggangu, sumber penularan penyakit serta tersumbatnya drainase dan sungai yang mengakibatkan banjir. Sektor limbah (waste sector) juga turut berkontribusi menyumbang Gas Rumah Kaca ke atmosfer sebesar 3-4% dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang ada. Proses degradasi bahan organic dalam sampah menghasilkan gas berupa metan (CH 4) dan CO 2 , yang merupakan sumber penyebab pemanasan global. Semua hal ini dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan. Pengelolaan dan penanganan sampah secara konvensional yang selama ini dilakukan adalah dengan pewadahan, pengumpulan, pemindahan dan mengangkutnya tempat pembuangan sampah akhir, belum sampai

Transcript of Pengelolaan Sampah Terpadu

Page 1: Pengelolaan  Sampah Terpadu

Pengelolaan Sampah Terpadu Berbasis Masyarakat : Memanfaatkan Sampah Organik menjadi Kompos, Arang dan Asap Cair

Pendahuluan

Tentu kita masih ingat dengan berita akhir tahun 2010, akibat dari penutupan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah oleh warga menyebabkan tumpukan sampah yang menggunung, menggangu badan jalan dan mengakibatkan kemacetan serta menimbulkan polusi. Sebenarnya sampah menjadi masalah tapi hampir semua wilayah perkotaan baik di Indonesia maupun kota-kota lain di dunia mengalami hal yang sama.

Sejalan dengan pertumbuhan jumlah penduduk, ekonomi dan pembangunan suatu kota, terjadi peningkatan volume sampah yang dihasilkan. Peningkatan jumlah sampah tanpa diikuti dengan perbaikan sarana dan prasarana pengelolaan sampah mengakibatkan permasalahan sampah menjadi komplek. Permasalahan sampah ini timbul karena tidak seimbangnya produksi sampah dengan pengolahannya dan semakin menurun daya dukung alam sebagai tempat pembuangan sampah. Masalah sampah ini telah mengakibatkan pencemaran lingkungan secara berantai, seperti bau busuk yang menggangu, sumber penularan penyakit serta tersumbatnya drainase dan sungai yang mengakibatkan banjir. Sektor limbah (waste sector) juga turut berkontribusi menyumbang Gas Rumah Kaca ke atmosfer sebesar 3-4% dari Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah yang ada. Proses degradasi bahan organic dalam sampah menghasilkan gas berupa metan (CH4) dan CO2, yang merupakan sumber penyebab pemanasan global. Semua hal ini dapat menyebabkan penurunan kualitas lingkungan.

Pengelolaan dan penanganan sampah secara konvensional yang selama ini dilakukan adalah dengan pewadahan, pengumpulan, pemindahan dan mengangkutnya tempat pembuangan sampah akhir, belum sampai pada tahap memikirkan proses daur ulang. Masyarakat juga masih memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumber daya yang perlu dimanfaatkan.

Paradigma pengelolaan dan penanganan sampah secara konvensional sudah saatnya ditinggalkan dan diganti dengan paradigm baru dimana sampah merupakan sumber daya yang dapat yang memiliki nilai ekonomi dan dapat dimanfaatkan, misalnya untuk energi, kompos, pupuk, bahan pengawet, dsb. Pengelolaan sampah sudah harus dilakukan sejak dari hulu sampai hilir. Pengelolaan sampah dapat dilakukan dengan pengurangan dan penanganan sampah. Pengurangan dapat dilakukan dengan prinsip 4R (Reduce, Reuse, Recycle, Replant), sedangkan penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir.

Page 2: Pengelolaan  Sampah Terpadu

Sampah

Sampah adalah limbah yang bersifat padat terdiri atas zat organik dan atau zat anorganik, baik benda logam maupun benda non logam, yang dapat terbakar dan yang tidak dapat terbakar, yang dianggap tidak berguna lagi dan harus dikelola agar tidak membahayakan lingkungan. Sampah umumnya dalam bentuk sisa makanan (sampah dapur), daun-daunan, ranting pohon, kertas/karton, plastik, kaleng, dsb.

Sampah pada umumnya dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

1. Sampah organik, yaitu sampah yang mengandung senyawa-senyawa organik, karena itu tersusun dari unsur-unsur seperti C,H,O,N, dll. Umumnya sampah organic dapt terurai secara alami oleh mikroorganisme, contohnya sisa makanan, sisa sayuran dan kulit buah-buahan, sisa ikan dan daging karton, kain, kertas dan sampah kebun (daun-daunan, rumput, dan sampah yang mudah busuk lainnya.

2. Sampah anorganik, yaitu sampah yang bahan kandungannya non organik, umumnya sampah ini sangat sulit terurai oleh mikroorganisme. Contohnya kaca, kaleng, alumunium, debu, dan logam-logam lainnya.

Secara umum kondisi sampah di perkotaan memperlihatkan karakteristik yang khas yaitu sampah kota memiliki komposisi sampah organik sebesar 80 % dan sampah anorganik 20 %. Dengan komposisi sampah organik yang cukup besar tersebut, potensi pemanfaatan sampah organik untuk pembuatan kompos, arang dan asap cair juga cukup besar.

Pengelolaan sampah

Pengelolaan sampah adalah suatu upaya untuk mengurangi volume sampah atau merubah bentuk menjadi lebih bermanfaat, antara lain dengan cara pembakaran, pemgomposan, penghancuran, pengeringan dan pendaur-ulangan. Pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pengelolaan sampah yang dapat menjadi solusi adalah dengan pengelolaan sampah terpadu dengan melibatkan masyarakat.

Teknik operasional pengelolaan sampah

Page 3: Pengelolaan  Sampah Terpadu

Pengelolaan sampah terpadu yang dilakukan dengan membagi area dalam sistem Node, Sub point dan Center point, dimana dalam suatu daerah dibagi menjadi 5 area, yaitu timur, selatan, barat, utara dan tengah. Di setiap area terdapat 2 Sub point, dimana dari tiap sub point terdiri dari banyak node yang merupakan tempat pengumpulan dari pemulung. Di tengah area

terdapat center point yang merupakan tempat pengumpulan hasil pemilihan dari sub point.

Proses ini dilakukan dengan pewadahan sampah dari limbah rumah tangga, bak sampah maupun sumber sampah lainnya. Pada proses pewadahan ini sudah langsung dapat dipisahkan antara sampah organik, maupun sampah anorganik. Kemudian sampah tersebut diangkut menuju node, dimana di node ini dilakukan pemilahan ulang jenis sampah organik dan anorganik. Sampah anorganik dari node-node yang ada di bawa ke sub point, lalu dipisahkan lebih detail lagi. Hasil pemilahan dari sub point kemudian di kirim ke center point. Pemrosesan sampah terpadu dilakukan di center point. Kegiatan dalam sistem ini selain melibatkan masyarakat juga dengan membentuk badan usaha skala mikro untuk mengelola sampah tersebut. Keuntungan yang dapat diperoleh dari konsep ini antara lain :

1. Tidak memerlukan lahan besar untuk TPA.

2. Dapat menghasilkan nilai tambah hasil pemanfaatan sampah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis.

3. Ekonomis dan ekologis

4. Dapat menambah lapangan pekerjaan dengan berdirinya badan usaha yang mengelola sampah menjadi bahan yang lebih bermanfaat.

5. Dapat lebih memberdayakan masyarakat dalam mengelola kebersihan.

pengelolaan sampah terpadu ini dikembangkan dengan konsep community based development, dengan melibatkan swadaya masyarakat. Peran serta masyarakat dapat secara pasif maupun secara aktif. Peran serta pasif dapat dilakukan dengan kesadaran akan kebersihan terhadap lingkungan, serta kesadaran akan kewajiban membayar retribusi. Sementara peran serta aktif,

Pengelolaan sampah terpadu sistem Node, Sub point dan Center point

Page 4: Pengelolaan  Sampah Terpadu

misalnya dengan pengumpulan sampah baik secara individu maupun komunal, kontrol sosial

untuk saling mengingatkan, ikut serta dalam kegiatan gotong royong. Konsep ini bisa diterapkan mulai dari node yang ada. Node yang dibuat dapat merupakan kompleks perumahan atau kampung atau skala yang lebih besar di tingkat desa atau kelurahan. Prinsip pengelolaan sampah berbasis masyarakat ini adalah partisipasi masyarakat, kemandirian, efisiensi, perlindungan lingkungan dan keterpaduan.

Pengelolaan sampah terpadu tersebut dilakukan dengan pemilahan menjadi sampah organik, anorganik, campuran dan residu yang tak terolah. Sampah organik yang ada masih dibagi lagi menjadi sampah organik yang mudah dikomposkan, misal daun, sisa sayuran dan sampah organik yang sukar dikomposkan (digunakan untuk bahan arang), misal kayu. Sampah anorganik seperti botol plastik, kaleng bekas dapat dimanfaatkan ulang sebagai hand made. Residu yang tak terolah dapat dibakar di insenerator, dimana abu hasil pembakaran dapat digunakan untuk campuran kompos atau campuran pembuatan paving block. Sementara uap air yang dihasilkan digunakan sebagai penggerak turbin untuk Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTS).

Kompos

Kompos adalah bentuk akhir dari bahan organik setelah mengalami pembusukan,dekomposisi melalui proses biologis yang dapat berlangsung secara aerobik dan anaerobik. Sedang proses pengomposan sendiri adalah suatu cara untuk menghancurkan sampah secara biologis menjadi pupuk alami sehingga dapat mengembalikan sampah ke tanah dimana telah terdegradasi oleh mikroorganisme pengurai dan hasilnya tidak berbahaya bagi lingkungan. Proses pengomposan bisa terjadi dengan sendirinya lewat proses alami, rumput, daun-daunan dan kotoran hewan serta sampah lainnya lama-kelamaan membusuk karena adanya kerjasama antara mikroorganisme pengurai dengan cuaca.

pengomposan

Pemilihan

Daur ulang

sortir

Arang Asap cair

Briket Arang Arang aktifKompos

Mesin pencacah

Reaktor pirolisis

Sampah

Organik Anorganik Campuran Residu tak terolah

Insenerator

Abu Uap air

Produk solidifikasi

Campuran kompos

Penggerak turbin

Paving block Listrik

Page 5: Pengelolaan  Sampah Terpadu

Kompos memiliki karakteristik, antara lain : (1) mengandung unsur hara dalam jenis dan jumlah bervariasi tergantung bahan asal, (2) menyediakan unsur hara secara lambat (slow release) dan dalam jumlah terbatas, (3) mempunyai fungsi utama memperbaiki kesuburan dan kesehatan tanah, (4) memperbaiki drainase dan tata udara dalam tanah, (5) memperbaiki struktur tanah padat menjadi gembur sehingga mempermudah pengolahan tanah.

Proses pengomposan merupakan proses perombakan bahan organik yang terjadi secara biofisika-kimia, melibatkan aktivitas biologi mikroba dan mesofauna. Proses peruraian tersebut biisa dalam keadaan aerob (dengan O2) maupun anaerob (tanpa O2). Proses tersebut adalah sebagai berikut :

Mikroba aerob

Bahan organik + O2 ----------------------- H2O + CO2 + hara + humus + energi

N, P, K

Mikroba anaerob

Bahan Organik --------------------- CH4 + hara + humus

N, P, K

Pada kondisi alami, perombakan/pembusukan bahan organik dapat terjadi, namun memerlukan waktu yang lama. Untuk mempercepat proses pembusukan bahan organik ini, dapat digunakan biodekomposer yang sudah banyak dipasaran. Biodekomposer itu antara lain : Effective microorganism-4 (EM-4), Orgadec dan Biodec. Dalam pembuatannya, kompos ini dapat ditambahkan arang untuk menambah daya serap air. Salah satu contoh pembuatan kompos ini adalah sebagai berikut :

Page 6: Pengelolaan  Sampah Terpadu

Arang

Sampah yang berupa bahan padat yang berukuran

besar dan relatif susah untuk dikomposkan (kayu,

bambu, kulit buah-buahan, dsb) dapat dilakukan

pembakaran secara terkontrol menjadi arang. Arang

merupakan bahan padat berpori hasil pembakaran

kayu atau limbah kayu pada kondisi yang terkontrol.

Pembuatan arang ini dapat mengutungkan karena

bisa mengurangi volume sampah, sekaligus dapat dijadikan sumber energi. Kebutuhan energi

yang semakin meningkat pada saat ini, ditambah dengan pertumbuhan penduduk dunia yang

terus meningkat, mendorong manusia untuk mencari alternatif sumber energi baru dengan

memanfaatkan sumber-sumber energi yang telah ada secara baik. Pemanfaatan limbah organik

ini merupakan alternatif sumber energi yang potensial.

Arang mempunyai keuntungan dibandingkan dengan kayu bakar, karena memiliki nilai kalor

yang lebih tinggi, selain tiu asap yang dihasilkan juga lebih sedikit. Dari proses pembuatan arang

ini juga dapat dikembangkan produk lain seperti briket arang yang memiliki nilai kalor lebih

tinggi dibandingkan dengan produk arang biasa. Selain itu, arang tersebut juga dapat diaktifkan

sehingga mempunyai daya serap yang lebih tinggi. Produk lain yang dapat dihasilkan dari proses

pembuatan arang ini adalah cuka kayu yang dapat digunakan sebagai biopestisida maupun

pengawet makanan.

Proses pembuatan arang ini juga relatif mudah dengan bahan yang digunakan pun banyak

terdapat disekitar kita, misalnya dengan drum bekas.

Bahan baku yang digunakan adalah sisa potongan cabang dan ranting atau kulit buah (durian,

tempurung kelapa). Bahan baku dimasukkan ke dalam tungku setelah pada bagian dasar tungku

diberi potongan kayu bakar atau sisa sabut kelapa sebagai umpan bakar. dibawah tungku diberi

kayu bakar yang agak kering sebagai umpan, kemudian diberi minyak tanah, lalu diberi api

sampai nyala bara api sampai merembet ke dalam melalui lubang udara sehingga bahan yang

terdapat dalam tungku dapat terbakar. Proses pengarangan biasanya kalau kayu agak basah ± 7 –

9 jam, pendinginan ± 4 - 5 jam, setelah dingin tutup dibuka dan arang dikeluarkan, selesai.

Page 7: Pengelolaan  Sampah Terpadu

Selain arang kayu, serbuk dari hasil pembakaran ini atau arang berukuran kecil dapat ditumbuk

dan dimanfaatkan untuk pembuatan briket arang. Namun juga, serbuk ini dapat dibuat secara

khusus dari serbuk gergaji atau sekam padi. Briket arang merupakan arang yang dibentuk

kembali menjadi bentuk dan ukuran sesuai keinginan, yang terlebih dahulu dicampur bahan

perekat. Perekat yang digunakan adalah kanji tapioka.

Proses pembuatan briket ini relatif mudah, dimana limbah dari proses pembuatan arang yang

berukuran kecil (tidak laku dijual), digiling kemudian diayak hingga didapat serbuk arang.

Arang serbuk dicampur dengan perekat kanji tapioka (2,5 – 5 % b/b) kemudian diaduk sampai

rata. Dimasukan ke dalam lubang cetakan briket dan dikempa. Briket arang yang masih basah

dikeringkan dengan cara dijemur di bawah panas matahari selama 2 – 3 hari.

Dibandingkan dengan arang kayu biasa, briket arang memiliki keunggulan, antara lain : Bersih

dan tidak berdebu, mengeluarkan sedikit asap dan tidak berbau, abu sisa pembakaran kecil,

menghasilkan kalor panas yang tinggi dan konstan, menyala terus tanpa dikipas.

Cuka Kayu

Page 8: Pengelolaan  Sampah Terpadu

Cuka kayu adalah cairan organik berwarna kuning

sampai hitam, baunya menyengat, diproduksi dari limbah

uap/gas proses pembuatan arang dengan cara

mengkondensasikan/mendinginkan uap/gas tersebut

dengan alat pendingin dalam satu proses dengan produksi

arang. Pada proses ini akan dihasilkan campuran cuka

kayu dan ter.

Proses produksi cuka kayu juga relatif sederhana, karena

merupakan satu kesatuan dengan proses produksi arang.

Batang bambu berukuran sedang yang masih hijau dan

basah, dipotong dengan panjang kira-kira 3 meter. Kemudian hilangkan buku pembatas pada

bagian dalam bambu dan dibersihkan. Batang bambu yang sudah dipotong dan dilubangi

dipasangkan pada bagian atas cerobong asap, serta diusahakan agar sebagian besar asap masuk

melewati batang bambu. Asap yang melewati bambu tersebut akan terkondensasi menjadi

campuran cuka kayu dan ter. Campuran ini masih berbahaya karena ter yang dihasilkan bersifat

kasrinogen. Untuk memisahkan antara cuka kayu dan ter tersebut dapat dilakukan kembali

dengan pengendapan alami, penyaringan dan redestilasi. Penyaringan dapat dilakukan dengan

melewatkan campuran cuka kayu dan ter dalam zeolit atau karbon aktif. Redestilasi dilakukan

dengan memanaskan campuran ter dan cuka kayu tersebut kemudian uap yang keluar

dikondensasikan atau didinginkan kembali.

Cuka kayu ini masih relatif baru dan belum banyak dikenal oleh masyarakat, meski secara

manfaat, banyak hal yang bisa di dapat. Manfaat dari cuka kayu ini antara lain : Menghilangkan

bau tidak sedap, mampu menolak kehadiran binatang kecil (kucing, tikus, rayap), mempercepat

pertumbuhan tanaman, mengatasi pertumbuhan tanaman liar / gulma, sebagai pengawet kayu,

sebagai pengawet makanan (ikan, bakso, tahu, tempe, mie).

Penutup

Pengelolaan sampah terpadu berbasis masyarakat dengan memanfaatkannya menjadi arang,

briket dan cuka kayu seperti apa yang disampaikan di atas merupakan kumpulan dari berbagai

Page 9: Pengelolaan  Sampah Terpadu

sumber bacaan yang dapat dijadikan sebagai salah satu alternatif yang dapat dilakukan dalam

rangka mengurangi permasalahan sampah beserta dampak yang ditimbulkannya. Untuk

menerapkannya perlu koordinasi dan sinergisitas secara terpadu berbagai pihak yang terkait, baik

pemerintah, swasta maupun masyarakat itu sendiri. Peran serta yang dapat dilakukan oleh

pemerintah atau swasta adalah dengan penyuluhan intensif dalam pengelolaan dan teknologi

pengolahan sampah. Selain itu juga dapat dilakukan dengan pemberiaan reward terhadap

masyarakat yang telah melakukan pengelolaan dan pengolahan sampah dan punishment bagi

masyarakat yang sembarangan atau melanggar peraturan terkait dengan sampah.

Referensi

Anonim, 2008 . Undang-Undang RI Nomor 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah.

Murbandono, L. 2000. Membuat Kompos (edisi revisi) . Jakarta : Penebar Swadaya .

Nisandi, 2007 . Pengolahan dan Pemanfaatan Sampah Organik Menjadi Briket Arang dan Asap

Cair. Diunduh dari http://p3m.amikom.ac.id/p3m/82%20-%20PENGOLAHAN%20DAN

%20PEMANFAATAN%20SAMPAH%20ORGANIK%20MENJADI%20BRIKET%20ARANG

%20DAN%20ASAP%20CAIR.pdf pada 28 oktober 2010

Pratmaja, Wahyu Adi . 2008. Pengelolaan Sampah Secara Terpadu di Dusun Karang Bendo

Banguntapan Bantul Yogyakarta (Tugas Akhir). Diunduh dari

http://rac.uii.ac.id/server/document/Public/20080605111807SKRIPSI%2002513052.pdf pada 21

November 2010.

Purwendro, Setyo dan Nurhidayat . Mengolah Kompos untuk Pupuk dan Pestisida Organik .

Jakarta : Penebar Swadaya.

Sejati, Kuncoro . 2009. Pengolahan Sampah Terpadu dengan Sistem Node, Sub Point dan

Center Point. Jogjakarta : Penerbit Kanisius.