PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA...

127
PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA TERHADAP PENYELENGGARA PERJALANAN IBADAH UMRAH BERMASALAH (Studi Kasus Pada PT. Pandi Kencana) SKRIPSI Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Syariifah Saniyyah Algadri 11140460000038 PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2018 M/ 1440 H

Transcript of PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA...

Page 1: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA

TERHADAP PENYELENGGARA PERJALANAN IBADAH UMRAH

BERMASALAH (Studi Kasus Pada PT. Pandi Kencana)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (SH)

Syariifah Saniyyah Algadri

11140460000038

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2018 M/ 1440 H

Page 2: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

PENGENIDAIIAIY DAIq PENGAWASAN XEMENIERIAN AGA.WTA

"TffigAT}AP PES{.YELENGGARA PER'AII\NAN IBAI}ATT UEfiftAH

BERIIi/$AIJ\E (Studi KsGFada PT" Paudi 1(sae*E*)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum

Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.$

Oleh:

Syariifah Saniwah Aleadri11140460000038

Pembimbing:

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH

FAI(ULTAS SYARIAH DAI\ HUIruM

UNIVERSITAS ISLANI NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

L440 Hl 2018 M

NrDN.2110068503

Page 3: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

LIINTBAR PENGESAHAN

Skripsi berjudttl "Pengendalian Dan Pengau,asan Kementerizrn ,,\sanra

Terhadap Penyelenggara Irerialanan lbadah Urlrah Bernrasalah (Studi Kasus Pa.la I, IPandi Kencana)", )'ang ditulis oleh Sr.ariifah Sani1,1,ah Algadri. N1N4.

11140460000038. telah diujikan dalan sidang skripsi pada Junrat.0-5 Oktotrer'2018.

Skripsi ini telah diterirna sebagai salah satu syarat untr.rk memperoleh gelar Sarjana

Hukum (S H) pada Program Studi Hukum Ekonomi Svariah (N4tramalat) Fakultas

S).ariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidavatullah Jakarta.

Jakarta, 05 Oktober 201 8

Mengesahkan

Panitia Sidang:

1. Ketua : A.M. Hasan Ali. M.A.NIP. 19751201200501 1 005

2. Sekretaris : Dr. Abdurrauf Lc. M.A.NIP. 19731215200501 |

3. Pembimbing

4. Periguji I A.M. Hasan Ali M.A.NIP 19151201 200501 i 00-s

: Faris Satria Alani N4.H.

Syariah dan Hr-rkunr

6 199603 I 00r

21 10068503

5. Penguji IINIDN. 0325038802

Page 4: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

T.EMBAR PERNYATAN KEASLIAN KARYA ILMIAH

Yang bertanda

Nama

NIM

Program Studi

Fakultas

tangan di bawah ini,

Syariifah S aniyyah Algadri

11140460000038

Hukum Ekonomi Syariah

Syariah dan Hukum

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi

salah satu persyaratan memperoleh gelar strata satu (Sl) di Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penelitian ini telah saya cantumkan

sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah J akarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau

merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima

sanksi di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya.

Jakafta, 24 September 2018

Penulis,

Saniyyah Algadri

IV

Syariifah

Page 5: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

v

v

ABSTRAK

Syariifah Saniyyah Algadri. NIM 11140460000038. PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA TERHADAP PENYELENGGARA PERJALANAN IBADAH UMRAH (Studi Kasus Pada PT. Pandi Kencana). Program Studi Hukum Ekonomi Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 1439/2018. Banyaknya Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang melakukan sebuah penyimpangan mengakibatkan tergeraknya Pemerintah untuk memperketat pengawasan terkait penyelenggaraan ibadah umrah yang dilaksanakan oleh pihak swasta. Adapun kebijakan-kebijakan baru yang diterbitkan oleh Pemerintah agar tercapainya tujuan penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah yaitu para jemaah dapat menajalankan ibadahnya dengan tenang dan nyaman, dengan meminimalisir Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang melakukan pelanggaran yang merugikan jemaah umrah. Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah dengan jenis penelitian hukum normatif-empiris dengan pendekatan hukum statute aproach dan case aproach sumber data didapatkan dari data primer dan data sekunder dan menggunakan teknik pengumpulan data dengan studi pustaka dan studi lapangan. Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman tentang sistem hukum serta langkah-langkah pengawasan oleh George R. Terry. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah adalah kewenangan pihak swasta yaitu Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Kementerian Agama hanya sebagai regulator. Sebagai regulator Kementerian Agama melakukan pengawasan dengan jenis pengawasan preventif dan pengawasan represif untuk mengendalikan dan mengawasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).

Kata Kunci : Pengawasan, Kementerian Agama, Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).

Dosen Pembimbing : Fathudin, S.H.I., S.H., M.A.HUM., M.H.

Daftar Pustaka : 1991 s.d 2018.

Page 6: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

vi

KATA PENGANTAR

حيم حمن الره الره بسم للاه

Dengan menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,

segala puji bagi Allah Tuhan Semesta Alam. Pertama-tama penulis panjatkan puji

syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kesehatan dan melimpahkan

segala karuniaNya sehingga atas seizinNya penulis dapat menyelesaikan skripsi

ini. Shalawat dan Salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad

SAW beserta sahabat dan keluargaNya, semoga dapat menjadi suri tauladan bagi

kita semua umat manusia dan semoga kita mendapatkan syafa‟atnya.

Dalam penulisan skripsi ini penulis sudah melibatkan banyak pihak dalam

proses penyusunannya. Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Civitas

Akademik Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta. Dan secara khusus tak lupa penulis ucapkan banyak

terimakasih kepada:

1. Bapak Asep Saipudin Jahar selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Hasan Ali selaku Ketua Prodi Hukum Ekonomi Syariah dan

Bapak Abdurrauf selaku Sekretaris Prodi Hukum Ekonomi Syariah.

3. Bapak Syahrul A‟dam selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu

memberikan masukkan kepada penulis tentang segala hal mengenai

perkuliahan.

4. Bapak Fathuddin Kalimas selaku Dosen Pembimbing yang telah

meluangkan waktunya dan dengan sabar membimbing penulis dalam

penyusunan skripsi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik.

5. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum, Para Pengurus Fakultas

Syariah dan Hukum, dan para Pengurus Perpustakaan Utama.

6. Bapak Nurcholis, Bapak Dzakaria, dan Bapak Ali Machzumi Direktorat

Bina Umrah dan Haji Khusus Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji

dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia yang sudah bersedia

meluangkan waktunya dan bersedia menjadi narasumber dalam

Page 7: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

vii

penelitian ini sehingga peneliti mendapat data dan dokumen yang penulis

butuhkan.

7. Bapak Mustolih selaku Ketua Komisi Nasional Haji dan Umrah yang

sudah bersedia meluangkan waktunya dan bersedia menjadi narasumber

dalam penelitian ini sehingga penulis mendapat data dan dokumen yang

penulis butuhkan.

8. Bapak Hendri selaku HRD Travel Pandi Kencana dan Ibu Nennah selaku

pihak PT. Alkautsar yang sudah bersedia meluangkan waktunya dan

bersedia menjadi narasumber dalam penelitian ini sehingga peneliti

mendapat data dan dokumen yang penulis butuhkan.

9. Orang tua tercinta Ahmad Muhajir Alqadri dan Nurjehan Alatas yang

tidak pernah lelah membantu, memberikan semangat, mendoakan, dan

memberikan dukungan materil sehingga penulis bisa ditahap ini.

10. Kakak tercinta Ahmad Shofi Alqadri dan adik-adik tercinta Muhammad

Suruur Algadri dan Nuuri Sausan Algadri yang selalu ikut membantu dan

mendoakan penulis.

11. Teman-teman penulis Akbar Ali Yafie yang sudah membantu dan

menyemangati penulis dalam penyusunan skripsi ini, Apriyani dan

Thoivah Nibras yang sudah menjadi sahabat penulis selama masa

perkuliahan dan semoga sampai selamanya.

12. Cucu Umar Zahra, ABO‟s, teman-teman kossan Ibu Jait, dan kawan-

kawan Hukum Ekonomi Syariah 2014 yang sudah selalu memberikan

semangat terbesar, melewati berbagai macam tahap perkuliahan bersama,

dan selalu saling mendo‟akan hingga sampai saat ini.

Terima kasih untuk orang-orang yang pernah hadir dalam hidup penulis, yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Semoga setiap dukungan dan do‟a yang

telah kalian berikan kepada penulis mendapat balasan dan keberkahan dari Allah

SWT. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk penulis khususnya dan untuk

para pembaca umumnya. Semoga Allah SWT selalu memberkahi kita semua.

Amiin Ya Rabbal Alamin

Page 8: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

viii

DAFTAR ISI

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN

LEMBAR PERNYATAAN

ABSTRAK

KATA PENGANTAR ........................................................................................... vi

DAFTAR ISI ...................................................................................................... ..viii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang ....................................................................................................... 1

B. Identifikasi Masalah ............................................................................................... 5

C. Pembatasan Masalah .............................................................................................. 5

D. Rumusan Masalah .................................................................................................. 6

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian .............................................................................. 6

1. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6

2. Manfaat penelitian .................................................................................... 7

F. Kajian Studi Terdahulu .......................................................................................... 7

G. Metode Penelitian .................................................................................................. 9

H. Sistematika penulisan ........................................................................................... 14

BAB II SISTEM PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN DALAM

TINJAUAN TEORITIS ........................................................................................ 16

A. Sistem Hukum dan Efektivitas Hukum ................................................................ 16

B. Pengawasan dan Pengendalian ............................................................................. 18

C. Pengawasan Menurut Pandangan Islam ............................................................... 26

BAB III PENYELENGGARA DAN LEMBAGA PENGAWAS

PENYELENGGARA PERJALANAN IBADAH UMRAH ................................. 28

A. Sejarah Pengaturan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah ............................. 28

1. Periode Orde Lama 1945-1965.......................................................................... 29

2. Periode Orde Baru 1965-1997 ........................................................................... 31

3. Penyelenggaraan Haji Saat Ini ................................................................ 34

B. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) ................................................ 40

1. Syarat Menjadi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) ......... 41

2. Standar Moral Dari Profesionalitas ......................................................... 43

Page 9: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

ix

3. Tugas Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah .............................................. 48

C. Kementerian Agama Sebagai Lembaga Pengawas .............................................. 50

1. Kedudukan dan Kewenangan Kementerian Agama ......................................... 50

2. Tugas Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah ............................. 52

3. Legalitas Kementerian Agama Dalam Penegakan Hukum Terhadap Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) ............................................ 53

4. Dasar Pentingnya Pengawasan Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah 54

D. Mekanisme dan Bentuk-Bentuk Pengawasan ...................................................... 55

1. Mekanisme Pengawasan ................................................................................... 55

2. Bentuk-Bentuk Pengawasan ............................................................................. 56

E. Penanganan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) Bermasalah ........ 61

1. Teguran tertulis ................................................................................................. 61

2. Pembekuan izin ................................................................................................ 65

3. Pencabutan ........................................................................................................ 66

4. Tidak diberikan pengesahan sebagai Provider ................................................. 67

5. Ketentuan Lain ................................................................................................. 68

BAB IV MEKANISME PENYELESAIAN PENYELENGGARA

PERJALANAN IBADAH UMRAH BERMASALAH OLEH KEMENTERIAN

AGAMA ................................................................................................................ 69

A. Potret Kasus Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah Bermasalah ................... 69

1. Kasus PT. Pandi Kencana ................................................................................ 69

B. Langkah-Langkah Kementerian Agama .............................................................. 71

C. Strategi Penyelesaian ........................................................................................... 74

1. Langkah Antisipasi ........................................................................................... 74

D. Pengawasan dan Pengendalian Terhadap Penyelenggara Perjalanan Ibadah

Umrah (PPIU) ...................................................................................................... 75

BAB V ................................................................................................................... 84

PENUTUP ............................................................................................................. 84

A. Simpulan .............................................................................................................. 84

B. Saran..................................................................................................................... 86

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 87

Page 10: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

x

3. Tugas Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah .................................... 48

C. Kementerian Agama Sebagai Lembaga Pengawas .............................................. 50

1. Kedudukan dan Kewenangan Kementerian Agama ............................... 50

2. Tugas Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah .................... 52

3. Legalitas Kementerian Agama Dalam Penegakan Hukum Terhadap Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) ................................... 53

4. Dasar Pentingnya Pengawasan Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah ..................................................................................................... 54

D. Mekanisme dan Bentuk-Bentuk Pengawasan ...................................................... 55

1. Mekanisme Pengawasan ......................................................................... 55

2. Bentuk-Bentuk Pengawasan ................................................................... 56

E. Penanganan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) Bermasalah ........ 61

1. Teguran tertulis ....................................................................................... 61

2. Pembekuan izin ....................................................................................... 65

3. Pencabutan .............................................................................................. 66

4. Tidak diberikan pengesahan sebagai Provider ....................................... 67

5. Ketentuan Lain ........................................................................................ 68

BAB IV MEKANISME PENYELESAIAN PENYELENGGARA

PERJALANAN IBADAH UMRAH BERMASALAH OLEH KEMENTERIAN

AGAMA ................................................................................................................ 69

A. Potret Kasus Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah Bermasalah ................... 69

1. Kasus PT. Pandi Kencana ....................................................................... 69

B. Langkah-Langkah Kementerian Agama .............................................................. 71

C. Strategi Penyelesaian ........................................................................................... 74

1. Langkah Antisipasi ................................................................................. 74

D. Pengawasan dan Pengendalian Terhadap Penyelenggara Perjalanan Ibadah

Umrah (PPIU) ...................................................................................................... 75

BAB V ................................................................................................................... 69

PENUTUP ............................................................................................................. 69

A. Simpulan .............................................................................................................. 69

B. Saran..................................................................................................................... 71

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 87

Page 11: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

xi

LAMPIRAN .......................................................................................................... 87

Page 12: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

xii

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Urutan Regulasi Haji dan Umrah dari Zaman Kolonial Hingga Sekarang

............................................................................................................................... 38

Tabel 3.2 Peraturan Khusus Tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah

............................................................................................................................... 39

Tabel 4.1 Infografis Sanksi Yang Diberikan Kementerian Agama Untuk

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) ................................................. 70

Tabel 4.2 Hasil Analisis Kesesuaian Sistem Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah dengan Peraturan Tentang Penyelenggaraan Umrah yang Berlaku 83

Page 13: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki penduduk muslim

terbanyak di dunia, oleh sebab itu Indonesia menjadi salah satu negara yang

memiliki peminat terbanyak dalam menjalankan ibadah umrah. Hal tersebut

terbukti dari hampir setiap bulannya ada yang diberangkatkan ke tanah suci

Mekkah untuk menjalankan ibadah umrah. Tentunya menunaikan ibadah umrah

merupakan impian bagi setiap umat muslim dan muslimah khususnya di

Indonesia, selain itu umrah juga untuk mengobati rasa rindu terhadap Baitullah.

Jemaah umrah adalah sebutan untuk seseorang yang sudah terdaftar untuk

segera melaksanakan ibadah umrah, dalam Peraturan Menteri Agama Republik

Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 Pasal 1 Ayat 4 tentang Penyelenggaraan

Perjalanan Ibadah Umrah, ditegaskan Jemaah Umrah adalah:

Jemaah Umrah yang selanjutnya disebut Jemaah adalah setiap orang yang beragama Islam dan telah mendaftarkan diri untuk menunaikan Ibadah Umrah sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

Walaupun melaksanakan ibadah umrah tidak terdapat di dalam rukun Islam,

namun masyarakat yang ingin melaksanakan ibadah umrah pun tidak kalah

banyak dari masyarakat yang ingin melaksanakan ibadah haji. Sebagian besar

ulama sepakat menyatakan bahwa ibadah umrah wajib dilaksanakan oleh setiap

muslim dan muslimah sekali seumur hidup selama ia mempunyai kemampuan1,

Ayat Al-Qur‟an tentang ibadah umrah terdapat dalam surat Al-Baqarah Ayat 158,

sebagai berikut:

فا والمروة من شعائر اللو فمن حج الب يت أو اعتمر فال جناح عليو أن يطو ف بما ومن إن الصرا فإن اللو شاكر عليم تطوع خي

Artinya: “Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi‟ar Allah. Maka Barang siapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-umrah,

1 M. Quraish Shihab, Haji dan Umrah bersama M. Quraish Shihab (Uraian Manasik,

Hukum, Hikmah & Panduan Meraih haji Mabrur), (Tangerang: Lentera Hati. 2012), h. 4

Page 14: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

2

Maka tidak ada dosa baginya mengerjakan sa‟i antara keduanya. Dan Barang siapa yang mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha mengetahui”

Ibadah umrah memiliki keistimewaan salah satunya adalah dapat dilakukan

setiap bulan dalam kurun waktu setahun. Namun di Indonesia untuk

melaksanakan ibadah umrah hanya terdapat 8 (delapan) bulan, yang mana 4

(empat) bulan selanjutnya adalah waktu untuk melaksanakan ibadah haji. Ibadah

umrah mirip dengan ibadah haji karena itu ibadah umrah sering disebut sebagai

haji kecil.2

Dikarenakan ibadah umrah yang bisa dilaksanakan kapan pun di dalam satu

tahun memungkinkan meluapnya masyarakat yang ingin pergi ke Baitullah untuk

melaksanakan ibadah umrah. Atas dasar tersebut tidak bisa dipungkiri jika sistem

penyelenggaraan umrah selalu menjadi sorotan bagi masyarakat Indonesia.

Menurut data Direktur Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah

Kementerian Agama pada tahun 2016 tercatat setiap harinya terdapat sekitar

600.000 Jemaah yang diberangkatkan ke Arab Saudi.3 Pada 2017 masyarakat

Indonesia menempati urutan kedua dengan 875.958 Jemaah Umrah yang

merupakan kenaikan dari tahun 2016 lalu.4

Banyaknya peminat umrah tentunya menjadi hal yang tidak mengherankan

jika permasalahan mengenai penyelanggaraan umrah bermunculan setiap

tahunnya bahkan bisa terjadi beberapa kali di dalam satu tahun karena meluapnya

masyarakat yang ingin pergi ke Baitullah. Atas meluapnya masyarakat muslim di

Indonesia yang ingin menunaikan ibadah umrah, maka pelayanan dalam

penyelenggaraan ibadah umrah pun harus terus ditingkatkan dan terus dipantau.

Sebagai mana kita ketahui perjalanan ibadah umrah yang berjalan di

Indonesia ini menyebabkan permintaan penyelenggaraan ibadah umrah sangat

2 “Inilah Sejarah Umroh & Asal Mula Terjadinya”, Alsha Umroh, http:// www.alshaumroh.com/2017/02/inilah-asal-mula-terlaksananya-umroh.html, 02 Februari 2018. 3 Diaz, “Kemenag: Minat Umrah Meningkat Signifikan”, Haji Kemenag, https://haji kemenag .go.id/v3/content/kemenag-minat-umrah-meningkat-signifikan, 13 Februari 2018 4 Muhammad Subarkah, “Jamaah Umrah Naik 6 Persen, Indonesia Terbanyak Kedua”, Republika, https:// www.republika.co.id/berita/jurnal-haji/berita-jurnal-haji/17/06/26/os4u2x385-jamaah-umrah-naik-6-persen-indonesia-terbanyak-kedua, 20 Juli 2018

Page 15: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

3

tinggi sehingga menimbulkan pasar yang sangat besar, pasar yang bermunculan

adalah berupa terbentuknya berbagai macam biro perjalanan umrah atau yang

biasa kita sebut dengan kata „Travel‟. Biro perjalanan menjadi jembatan untuk

seseorang yang ingin melaksanakan ibadah haji, umrah, dan perjalanan

internasional maupun perjalanan domestik.

Pemerintah memang memberikan wewenang kepada agen-agen travel untuk

menyelenggarakan perjalanan ibadah umrah, tentunya biro perjalanan yang dapat

menyelenggarakan ibadah umrah adalah biro perjalanan yang sudah mendapat izin

dari kementerian terkait. Hal tersebut ditegaskan dalam Peraturan Menteri Agama

Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 Pasal 4 Ayat 1 tentang

Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah:

Penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah dapat dilakukan oleh pemerintah dan/atau biro perjalanan wisata yang ditetapkan oleh Menteri.

Agen travel yang sudah mendapat izin dari Kementerian Agama untuk

menyediakan jasa perjalanan ibadah umrah disebut dengan Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang mana memiliki tugas untuk menyediakan

fasilitas bagi calon jemaah, mulai dari mengurus visa di kedutaan, menyediakan

layanan manasik, mengatur jadwal keberangkatan, mengurus administrasi, serta

urusan-urusan lainnya.

Sebagaimana tercantum dalam ketentuan umum Fatwa Dewan Syariah

Nasional Nomor 83 tentang Penjualan Langsung Berjenjang Syariah Jasa

Perjalanan Umrah:

Jasa Perjalanan Umrah adalah jasa penyelenggaraan dan pelayanan ibadah umrah yang meliputi antara lain berupa bimbingan manasik, visa, tiket pesawat, akomodasi (hotel dan catering), muthawwif, ziarah, dan pengurusan administrasi di bandara (handling airport)

Saat ini, ada banyak agen travel umrah yang menawarkan jasanya, seperti di

kota besar Jakarta. Penduduk Jakarta tentunya akan sangat mudah untuk

menemukan sebuah travel umrah jika berkeinginan melaksanakan ibadah umrah,

namun dalam merencanakan perjalanan ibadah umrah tentunya tidak bisa

Page 16: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

4

sembarang pilih agen travel. Tidak sedikit kasus calon jemaah tertipu dengan

pihak travel yang tidak bertanggung jawab.

Setelah ditelusuri, ternyata travel yang menyediakan penyelenggaraan

ibadah umrah tersebut tidak mempunyai izin resmi dan tidak terdaftar di

Kementerian Agama.5 Hal ini merugikan banyak jemaah yang ingin

melaksanakan ibadah umrah baik berupa kerugian dalam hal finansial, penipuan,

gagal menjalankan ibadah umrah dan lain sebagainya.

Tentunya mendirikan agen travel atau biro perjalanan umrah tidaklah

mudah. Agar mendapat kepercayaan dari calon jemaah, perusahaan travel tersebut

harus mengantongi izin dari kementerian terkait.6 Dalam Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji Pasal 44 Ayat a ditegaskan:

Biro perjalanan wisata yang sah adalah biro perjalanan wisata yang telah terdaftar pada lembaga/instansi yang lingkup dan tugasnya di bidang pariwisata.

Sudah cukup jelas atas peraturan yang dicantumkan di atas, bahwa untuk

menjadi sebuah perusahaan biro perjalanan maka harus terdaftar terlebih dahulu di

kementerian yang terkait baik Kementerian Pariwisata maupun Kementerian

Agama, setelah terdaftar barulah biro perjalanan tersebut dianggap sah.

Namun bagaimana jika sebuah pelanggaran dilakukan oleh sebuah biro

perjalanan yang sudah mendapatkan izin secara resmi menjadi Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)? Hampir setiap tahunnya Kementerian Agama

melakukan penjatuhan sanksi kepada sebuah Penyelenggara Perjalanan Ibadah

Umrah (PPIU) yang melanggar dengan berbagai macam alasannya. Dengan ini

tentunya Kementerian Agama akan mengambil langkah tegas untuk menangani

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang melakukan pelanggaran.7

5 “Travel Umroh Yang Terdaftar di Departemen Agama”, Umroh Travel, https://umroh. travel/tag/travel-umroh-yang-terdaftar-di-departemen-agama/, 06 Februari 2018 6 “Cara Mendirikan Travel Haji dan Umroh”, Umroh Travel, https://umroh.travel/cara-mendirikan-travel-haji-dan-umroh/, 09 Februari 2018 7 Salmah Muslimah, “Kemenag Polisikan Travel Umrah Tak Resmi: Cabut Izin Travel Yang Melanggat”, Detik News, https://m.detik.com/news/berita/2920369/kemenag-polisikan-travel-umrah-tak-resmi-cabut-izin-travel-yang-melanggar, 28 Maret 2018

Page 17: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

5

Sedangkan dalam penanganan biro perjalanan yang belum resmi tercatat

sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) menurut Direktorat

Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama menyatakan

bahwa biro perjalanan ibadah umrah yang tidak resmi, penanganannya langsung

di bawah kepolisian dan memiliki unsur pidana karena tidak berizin.8

Berpijak pada permasalahan tersebut, menarik untuk dikaji tentang

bagaimana strategi atau mekanisme yang dilakukan oleh Kementerian Agama

dalam menangani kasus Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang

telah melakukan pelanggaran. Oleh karena itu, tema ini diangkat menjadi sebuah

penelitian yang berjudul:

“Pengendalian Dan Pengawasan Kementerian Agama Terhadap

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah Bermasalah (Studi Kasus Pada PT.

Pandi Kencana)”

B. Identifikasi Masalah

Dari uraian latar belakang masalah yang penulis uraikan di atas maka

terdapat identifikasi masalah di antaranya yaitu:

1. Bagaimana mekanisme pengawasan pemerintah kepada biro travel

perjalanan umrah?

2. Bagaimana ketentuan penyelenggara perjalanan umrah menurut peraturan

perundang-undangan?

3. Bagaimana pelayanan yang semestinya diberikan oleh Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dalam penyelenggaraan ibadah umrah?

C. Pembatasan Masalah

Mengenai penelitian ini tentunya penulis memiliki batasan yang bertujuan

untuk menghindari meluasnya pembahasan. Penulis membatasi penelitian ini

dengan hanya membahas pengendalian dan pengawasan yang dilakukan

Kementerian Agama terhadap Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).

8 Muhammad Subarkah, “Kemenag Cabut Izin Empat Travel Umrah”, Republika, www.republika.co.id/berita /jurnal-haji/18/03/27/p68z6l385-kemenag-cabut-izin-empat-travel-umrah, 03 April 2018

Page 18: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

6

Tentunya pengendalian dan pengawasan yang dilakukan Kementerian

Agama memiliki dasar hukum, di mana penulis juga membahas peraturan-

peraturan yang terkait dengan sistem penyelangaraan ibadah umrah, pengawasan,

dan pengendalian terhadap Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang

melanggar. Adapun penulis membatasi wilayah penelitian dengan hanya meneliti

pada daerah Jakarta khususnya.

Selain itu, penulis membatasi objek penelitian seperti hanya pada biro

perjalanan umrah yang pernah diberikan sanksi oleh Kementerian Agama, biro

perjalanan umrah yang sudah berjalan lama, biro perjalanan yang belum memiliki

izin resmi dari Kementerian Agama, dan adapun Subdirektorat Perizinan,

Akreditasi dan Bina Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah dan Subdirektorat

Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Ibadah Haji Khusus Direktorat

Bina Umrah dan Haji Khusus Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah

Kementerian Agama.

D. Rumusan Masalah

1. Bagaimana sistem penyelenggaraan umrah berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku?

2. Bagaimana mekanisme pengendalian dan pengawasan yang dilakukan

oleh Pemerintah (Kementerian Agama) terhadap Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang melanggar peraturan

perundang-undangan yang berlaku?

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

dan memahami mekanisme pengawasan dan pengendalian

Kementerian Agama terhadap Penyelenggara Perjalanan Ibadah

Umrah (PPIU).

b. Tujuan Khusus

Page 19: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

7

Pada dasarnya penelitian ini memiliki tujuan, di mana

tujuan ini berfokus secara khusus, antara lain:

1) Untuk mengetahui peraturan perundang-undangan yang

terkait sistem penyelenggaraan ibadah umrah:

2) Untuk mengetahui penanganan yang dilakukan oleh

Kementerian Agama untuk Penyelenggara Perjalanan Ibadah

Umrah (PPIU) yang melanggar.

2. Manfaat penelitian

Dalam melakukan penelitian ini penulis berharap terdapat manfaat

yang dapat diperoleh. Maka terdapat manfaat yang penulis harapkan,

yaitu di antaranya:

a. Penulis berharap penelitian ini dapat menjadi acuan untuk

penelitian lain;

b. Penulis berharap penelitian ini bisa dijadikan acuan dalam

pembelajaran mengenai peraturan perundang-undangan terkait

ibadah umrah.

Penelitian ini juga memberikan manfaat kepada penulis yaitu untuk

menambah wawasan penulis mengenai peraturan perundang-undangan

tentang sistem penyelenggaraan ibadah umrah dan juga pengendalian

serta pengawasan Kementerian Agama terhadap Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang melanggar.

F. Kajian Studi Terdahulu

Penelitian mengenai penyelenggaraan ibadah umrah sebelumnya telah

banyak dilakukan penelitian. Maka terdapat beberapa penelitian terdahulu yang

penulis jadikan sebagai acuan dalam penulisan penelitian ini, maka peneliti akan

menjelaskan isi dari penelitian terdahulu tersebut dan penulis akan menjelaskan

titik perbedaan antara penelitian penulis dan penelitian studi terdahulu tersebut.

Pertama, oleh Adhi Pradana Putra S.H., jurnal dengan judul “Pengawasan

Terhadap Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah (Studi Terhadap Kasus

PT. First Anugrah Karya Wisata)”, Mahasiswa Magister Hukum Universitas

Page 20: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

8

Tanjung Pura tahun 2018. Adhi Pradana Putra meneliti tentang sebuah misi dalam

rangka meningkatkan fungsi pengawasan terhadap pelayanan kepada jemaah

umrah tentang pengawasan yang dilakukan oleh Kementerian Agama Republik

Indonesia untuk melindungi para calon jemaah haji maupun jemaah umrah dan

salah satu cara untuk melindungi masyarakat yaitu dengan memberikan sanksi

kepada travel, yang mana yang dijadikan sample adalah PT. First Anugrah Karya

(First Travel). Perbedaan dengan penelitian penulis yaitu penulis membahas

bagaimana pengawasan dalam penjatuhan sanksi yang harus dijalankan oleh

sebuah biro perjalanan umrah yang terkena sanksi dan penulis mengambil sample

terhadap PT. Pandi Kencana.

Kedua, oleh Zaenul Arifin, Sri Endah Wahyuningsih, Sri Kusriyah. Jurnal

dengan judul “Proses Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana

Penipuan Dan Atau Penggelapan Berkedok Biro Jasa Ibadah Umroh Dengan

Biaya Murah (Studi Kasus Pada Penyidik Sat Reskrim Polrestabes Semarang)”

Mahasiswa Magister Ilmu Hukum Universitas Islam Sultan Agung (UNISSULA)

Semarang, dan Dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Sultan Agung

(UNISSULA) Semarang, 2017. Tentang penegakan hukum terhadap tindak pidana

penipuan jemaah umrah pada tahap penyidikan pada penyidik Sat Reskrim

Polrestabes Semarang. Perbedaan dengan penelitian penulis adalah penulis

membahas tentang pengawasan dalam pengenaan sanksi yang akan diterapkan

oleh Kementerian Agama terhadap biro perjalanan yang melanggar.

Ketiga, oleh Beben Saputra, Thesis dengan judul “Penegakan Hukum

Terhadap Biro Perjalanan Haji Dan Umrah Pada PT. Andalan Insani Tour And

Travel Kota Padang” Mahasiswa Universitas Andalas, 2015. Penelitian ini

menjelaskan tentang penegakan hukum terhadap biro perjalanan ibadah haji dan

umrah. Sedangkan penulis hanya membahas penegakan hukum terhadap biro

perjalanan ibadah umrah saja.

Keempat, oleh Komisi VIII, Naskah Akademis dengan judul “Rancangan

Undang-Undang Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah” Dewan

Perwakilan Rakyat (DPR) Republik Indonesia Jakarta, 2016. Penelitian ini lebih

kepada mengevaluasi segala hal titik kelemahan dalam penyelenggaraan ibadah

Page 21: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

9

haji baik mengevaluasi peraturan terkait maupun mengevaluasi operasionalnya.

Sedangkan penulis melihat bagaimana sistem penyelenggaraan umrah yang

terdapat di peraturan terkait dan melihat bagaimana pengimplementasiannya pada

biro perjalanan umrah.

Kelima, oleh Bevi Septriana, skripsi dengan judul“Penegakan Hukum

Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Calon Jemaah Umroh Pada Tahap

Penyidikan (Studi Kasus di Polresta Bandar Lampung)” Mahasiswa Fakultas

Hukum Universitas Lampung, 2017. Penelitian ini membahas tentang penegakan

hukum terhadap para biro perjalanan ditahap penyidikan di Polresta Bandar

Lampung. Sedangkan penulis membahas prosedur penjatuhan sanksi yang

dilakukan Kementerian Agama untuk menangani biro perjalanan yang melanggar.

G. Metode Penelitian

Terdapat metode penelitian hukum yang penulis gunakan dalam penelitian

ini di antaranya adalah:

1. Jenis Penelitian

Dalam penelitian ini jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian

hukum normatif-empiris. Jenis penelitian hukum normatif empiris ini pada

dasarnya merupakan penggabungan antara jenis penelitian hukum normatif

dengan adanya penambahan berbagai unsur empiris. Metode penelitian normatif-

empiris adalah sebuah implementasi ketentuan hukum normatif (undang-undang)

dalam aksinya pada setiap peristiwa hukum tertentu yang terjadi dalam suatu

masyarakat.

Mengenai penelitian normatif hanya ditujukan pada peraturan-peraturan

tertulis sehingga penelitian ini sangat erat hubungannya pada perpustakaan karena

akan membutuhkan data-data yang bersifat sekunder pada perpustakaan. Dalam

penelitian hukum normatif hukum yang tertulis dikaji dari berbagai aspek seperti

teori, filosofi, perbandingan, struktur atau komposisi, konsistensi, penjelasan

Page 22: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

10

umum dan penjelasan pada tiap pasal, formalitas dan kekuatan mengikat suatu

undang-undang serta bahasa yang digunakan adalah bahasa hukum.9

Sedangkan penelitian empiris yang menjadikan hukum sebagai refleksi

pengalaman manusia yang mana penelitian empiris memperhatikan orang-orang

yang terlibat, lokasi suatu kasus terjadi, dan waktu penelitian. Penelitian empiris

merupakan penelitian yang bergerak dari teori ke fakta atau pengalaman untuk

menguji kebenaran teori atau teori sebagai pintu masuk ke permasalahan. Model

penelitian ini disebut dengan aliran deduktif.

Dengan penelitian empiris, penulis akan melihat ke dalam sistem

penyelenggaraan umrah yang terdapat di peraturan perundang-undangan terkait

penyelenggaraan ibadah umrah, mendapatkan data secara langsung dari

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang penulis libatkan, mendapat

data secara langsung dari Subdirektorat Perizinan, Akreditasi dan Bina

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah dan Subdirektorat Pemantauan dan

Pengawasan Ibadah Umrah dan Ibadah Haji Khusus Direktorat Bina Umrah dan

Haji Khusus Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah Kementerian

Agama.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan hukum Statute

Aproach atau pendekatan perundang-undangan yang mana pendekatan ini

dilakukan dengan menelaah semua peraturan perundang-undangan yang

bersangkutan dengan permasalahan penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah

sebagai topik permasalahan yang sedang penulis bahas.

Penulis juga menggunakan pendekatan case approach atau pendekatan

kasus, pendekatan ini dilakukan dengan melakukan telaah pada kasus-kasus yang

berkaitan dengan penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah. Kasus-kasus yang

ditelaah merupakan kasus yang telah diselesaikan oleh Kementerian Agama dalam

hal pemberian sanksi kepada sebuah biro perjalanan umrah yang mana akan

9 “Metode Penelitian Hukum Empiris dan Normatif”, ID tesis, https://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan-normatif/, 14 April 2018

Page 23: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

11

digunakan sebagai argumentasi dalam memecahkan permasalahan yang sedang

diteliti.10

3. Sumber data

Sumber data dapat dibedakan antara data yang akan diperoleh langsung dari

masyarakat dan data yang diperoleh dari bahan pustaka. Sumber data yang

dipergunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder.11

a. Data primer adalah data yang harus dicari dan/atau didapatkan langsung dari

objek penelitian dalam penelitian ini penulis menggunakan data wawancara

yang mana penulis mewawancarai Subdirektorat Perizinan, Akreditasi dan

Bina Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah dan Subdirektorat

Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Ibadah Haji Khusus

Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus Direktorat Jenderal Penyelenggara

Haji dan Umrah Kementerian Agama, PT. Pandi Kencana, PT. Al-Kautsar,

dan PT. Al-Kautsri. Bahan hukum primer yang penulis gunakan adalah

peraturan yang terkait dengan pengawasan dan pengendalian dalam hal

penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah yaitu:

1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan

Ibadah Haji;

2) Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan

Ibadah Haji;

3) Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015

Pasal 4 Ayat 1 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah;

4) Peraturan Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2018 tentang

Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah; dan

10 “Pendekatan Dalam Penelitian Hukum”, Ngobrolin Hukum, https://www.google.co.id/ amp/s/ngobrolinhukum.wordpress.com/2013/12/16/pendekatan-dalam-penelitian-hukum/amp/, 01 Agustus 2018 11 Bevi Septriana, “Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Calon Jamaah Umrah Pada Tahap Penyidikan (Studi Kasus diPolresta Bandar Lampung)”, (Lampung: Skripsi Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2017), h. 52

Page 24: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

12

5) Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor 83 tentang Penjualan Langsung

Berjenjang Syariah Jasa Perjalanan Umrah.

b. Data sekunder adalah data yang sudah tersedia di studi kepustakaan. Bahan

hukum sekunder adalah bahan-bahan yang erat hubungannya dengan bahan

hukum primer yang penulis gunakan untuk membantu menganalisis, bahan-

bahan tersebut berupa jurnal hukum, penelitian terdahulu, makalah, surat

kabar, buku12, artikel, media internet, dan data-data yang dikeluarkan oleh

Kementerian Agama.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam

penelitian, karena tujuan utama penelitian adalah menemukan data. Tanpa

mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data

yang memenuhi standar data yang ditetapkan.13 Adapun teknik pengumpulan data

yang penulis gunakan di penelitian ini, di antaranya adalah:

a. Studi Pustaka.

Kegiatannya dilakukan dengan mengumpulkan data dari berbagai

literatur, baik dari perpustakaan maupun tempat lain.14 Studi pustaka

digunakan untuk melengkapi data-data yang bisa didapat di perpustakaan

maupun tempat lain, yang mana data tersebut didapat dengan cara membaca

mempelajari buku-buku, jurnal, majalah, undang-undang dan lain

sebagainya yang berkaitan dengan penelitian ini. Hal ini penulis lakukan

agar mendapatkan data penelitian yang relevan.

b. Studi lapangan.

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara mewawancarai

beberapa biro perjalanan dan Subdirektorat Perizinan, Akreditasi dan Bina

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah dan Subdirektorat Pemantauan dan

12 Zik611, “Metode Penulisan Hukum”, Wonkder Mayu, https://wonkdermayu.wordpress .com/kuliah-hukum/metode-penulisan-hukum/, 01 Agustus 2018 13 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta, 2009), h. 224 14 Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 10

Page 25: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

13

Pengawasan Ibadah Umrah dan Ibadah Haji Khusus Direktorat Bina Umrah

dan Haji Khusus Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah

Kementerian Agama. Kegiatan penelitian ini dilakukan di lingkungan

masyarakat tertentu15.

Wawancara adalah alat pengumpulan data untuk memperoleh informasi

langsung dari sumbernya. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi arus

informasi dalam wawancara, yaitu: pewawancara, responden, pedoman

wawancara, dan situasi wawancara.

Pewawancara adalah pengumpul informasi. Oleh karena itu,

pewawancara diharapkan dapat menyampaikan semua pertanyaan dengan

jelas, merangsang responden untuk menjawab semua pertanyaan, dan

mencatat semua informasi yang dibutuhkan dengan benar.

Responden merupakan pemberi informasi yang diharapkan dapat

menjawab semua pertanyaan dengan jelas dan lengkap. Untuk itu

diperlukan motivasi atau kesediaan responden menjawab pertanyaan dan

hubungan selaras antara responden dan pewawancara. Pedoman wawancara

yang digunakan pewawancara adalah menguraikan masalah penelitian yang

dituangkan dalam bentuk daftar pertanyaan. Isi pertanyaan yang peka atau

sulit dapat menghambat jalannya wawancara.

Situasi wawancara berkaitan dengan waktu, tempat, kehadiran orang

ketiga, dan sikap masyarakat umumnya. Waktu dan tempat yang tidak

sesuai dapat menjadikan pewawancara canggung dan responden enggan

menjawab pertanyaan. Adanya orang ketiga dapat mempengaruhi responden

dalam mejawab, demikian pula dengan sikap masyarakat sekitar.16

5. Teknik Pengelolaan Data

Data yang telah terkumpul dalam tahap pengumpulan data, perlu diolah

dahulu. Tujuannya adalah menyederhanakan seluruh data yang terkumpul,

menyajikannya dalam susunan yang baik dan rapih, untuk kemudian dianalisis.

15 Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian, h. 10 16 Ibid, h. 71-72

Page 26: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

14

Dalam tahap pengolahan data ini, ada 3 (tiga) kegiatan yang dilakukan di

antaranya:17

a. Pengecekkan data, kegiatan yang dilakukan adalah mengecek apakah data

yang dibutuhkan sudah lengkap dan mengecek kembali apakah ada data

yang tidak dibutuhkan, sehingga hanya terdapat data-data yang relevan saja.

Dalam kegiatan pengecekkan data dilakukan dengan cara membaca ulang

dan memperhatikan secara teliti data-data yang sudah dimiliki;

b. Penyuntingan, kegiatan yang dilakukan dalam penyuntingan ini adalah

menghapus data-data yang tidak diperlukan dan menambahkan data-data

yang dianggap perlu untuk kelengkapan penelitian serta membenarkan apa

yang dianggap kurang pas atau salah. Dalam kegiatan penyuntingan data ini

dilakukan dengan cara menghapus dan menambahkan data;

c. Korelasi, kegiatan yang dilakukan dalam korelasi adalah menggabungkan

data-data yang ada. Seperti menggabungkan data lapangan, dokumen

maupun pustaka yang sudah penulis dapatkan yang mana akan disatukan

dan/atau dihubungkan satu sama lainnya. Yang mana penulis akan

menghubungkan hasil wawancara dan peraturan perundang-undangan yang

terkait dengan penyelenggaraan ibadah umrah.

6. Metode Penulisan Skripsi

Dalam penyusunan penelitian ini, penulis menggunakan dan mengacu pada

metode penulisan Buku Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum,

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2017.

H. Sistematika penulisan

Penelitian ini terdiri dari lima bab, yang mana terdiri dari:

BAB 1 : Pendahuluan

Bab ini terdiri dari latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah,

pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, kajian studi terdahulu,

metode penelitian dan sistematika penelitian.

17 Hermawan Wasito, Pengantar Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1993), h. 87

Page 27: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

15

BAB II: Tinjauan Teoritis

Bab ini penulis menulis tentang tinjauan teoritis tentang teori sistem hukum

dan teori pengawasan dan pengendalian.

BAB III: Gambaran Umum

Bab ini penulis membahas tentang sejarah pengawasan dan pengendalian

dalam hal ibadah umrah dari zaman kolonial hingga sekarang, membahas tentang

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan membahas tentang lembaga

Kementerian Agama dalam melakukan pengawasan dan pengendalian terhadap

biro perjalanan ibadah umrah berdasarkan peraturan perundang-undangan.

BAB IV: Implementasi Penelitian

Bab ini penulis fokus pada potret kasus biro perjalanan ibadah umrah yang

pernah melakukan pelanggaran dan menjelaskan prosedur penanganan sanksi

yang dilakukan oleh Kementerian Agama terhadap kasus-kasus umrah tersebut

baik langkah yang sudah dilakukan maupun langkah antisipasi Kementerian

Agama dalam menanggulangi maraknya biro perjalanan umrah yang melanggar.

BAB V: Penutup

Bab ini berisi tentang kesimpulan yang penulis dapat dari penelitian ini serta

akan terdapat saran yang membangun untuk menutup penelitian ini.

Page 28: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

16

BAB II

SISTEM PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN DALAM TINJAUAN

TEORITIS

A. Sistem Hukum dan Efektivitas Hukum

Lawrence M. Friedman mengemukakan bahwa efektif dan berhasil tidaknya

penegakan hukum tergantung 3 (tiga) unsur sistem hukum, yakni struktur hukum

(struktur of law), substansi hukum (substance of the law) dan budaya hukum

(legal culture). Struktur hukum menyangkut aparat penegak hukum,1 substansi

hukum meliputi perangkat perundang-undangan dan budaya hukum merupakan

hukum yang hidup (living law) yang dianut dalam suatu masyarakat2. Tentang

struktur hukum Friedman menjelaskan:

“To begin with, the legal sytem has the structure of a legal system consist of

elements of this kind: the number and size of courts; their jurisdiction

Strukture also means how the legislature is organized what procedures the

police department follow, and so on. Strukture, in way, is a kind of crosss

section of the legal system a kind of still photograph, with freezes the action.”

Struktur dari sistem hukum terdiri atas unsur berikut ini: jumlah dan ukuran

pengadilan, yurisdiksinnya (termasuk jenis kasus yang berwenang mereka

periksa), dan tata cara naik banding dari pengadilan ke pengadilan lainnya.

Struktur juga berarti bagaimana badan legislatif ditata, apa yang boleh dan tidak

boleh dilakukan oleh Presiden, prosedur ada yang diikuti oleh kepolisian dan

sebagainya.

Jadi struktur (legal struktur) terdiri dari lembaga hukum yang ada

dimaksudkan untuk menjalankan perangkat hukum yang ada. Struktur adalah Pola

yang menunjukkan tentang bagaimana hukum dijalankan menurut ketentuan-

ketentuan formalnya. Struktur ini menunjukkan bagaimana pengadilan, pembuat

hukum dan badan, serta proses hukum itu berjalan dan dijalankan.

1 Kurniawan Hermawanto dkk, “Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman”

(Academia Edu: makalah Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Surabaya, 2017) 2 Ibid

Page 29: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

17

Misalnya, jika kita berbicara tentang struktur sistem hukum Indonesia, maka

termasuk di dalamnya struktur institusi-institusi penegakan hukum seperti

kepolisian, kejaksaan dan pengadilan.

Substansi hukum menurut Friedman adalah:

“Another aspect of the legal system is its substance. By this is meant the

actual rules, norm, and behavioral patterns of people inside the system the

stress here is on living law, not just rules in law books”.

Aspek lain dari sistem hukum adalah substansinya. Yang dimaksud dengan

substansinya adalah aturan, norma, dan pola perilaku nyata manusia yang berada

dalam sistem itu. Jadi substansi hukum menyangkut peraturan perundang-

undangan yang berlaku yang memiliki kekuatan yang mengikat dan menjadi

pedoman bagi aparat penegak hukum.

Sedangkan mengenai budaya hukum, Friedman berpendapat:

“The third component of legal system, of legal culture. By this we mean

people’s attitudes toward law and legal system their belief in other word, is

the climinate of social thought and social force wicch determines how law is

used, avoided, or abused”.

Kultur hukum menyangkut budaya hukum yang merupakan sikap manusia

(termasuk budaya hukum aparat penegak hukumnya) terhadap hukum dan sistem

hukum. Sebaik apapun penataan struktur hukum untuk menjalankan aturan hukum

yang ditetapkan dan sebaik apapun kualitas substansi hukum yang dibuat tanpa

didukung budaya hukum oleh orang-orang yang terlibat dalam sistem dan

masyarakat maka penegakan hukum tidak akan berjalan secara efektif.3

Hukum sebagai alat untuk mengubah masyarakat atau rekayasa sosial tidak

lain hanya merupakan ide-ide yang ingin diwujudkan oleh hukum itu. Untuk

menjamin tercapainya fungsi hukum sebagai rekayasa masyarakat ke arah yang

lebih baik.

3 Kurniawan Hermawanto dkk “Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman” (Academia Edu: makalah Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Surabaya, 2017)

Page 30: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

18

Jadi bukan hanya dibutuhkan ketersediaan hukum dalam arti kaidah atau

peraturan, melainkan juga adanya jaminan atas perwujudan kaidah hukum

tersebut ke dalam praktek hukum, atau dengan kata lain jaminan akan adanya

penegakan hukum (law enforcement) yang baik. Jadi bekerjanya hukum bukan

hanya merupakan fungsi perundang-undangannya belaka, melainkan aktifitas

birokrasi pelaksananya.4

Dapat dipahami jika teori ini diaplikasikan dalam sistem hukum di

Kementerian Agama, bahwa Kementerian Agama adalah struktur hukum itu

sendiri yang mana struktur hukum itu memiliki berbagai macam direktorat dan

bekerja sama dengan berbagai macam lembaga kemasyarakatan. Substansi hukum

adalah peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk dijalani Kementerian

Agama, lembaga kemasyarakatan maupun masyarakat itu sendiri.

Sedangkan kultur hukum adalah budaya hukum yang berlaku di Kementerian

Agama dan masyarakat. Misalnya, Direktorat Penyelenggara Haji dan Umrah

sebagai salah satu struktur dalam Kementerian Agama memberikan sanksi kepada

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang melanggar ketentuan

perundang-undangan yang berlaku.

B. Pengawasan dan Pengendalian

Terdapat banyak sebutan bagi fungsi pengawasan (controlling), antara lain

evaluating, appraising, atau correcting. Sebutan controlling lebih banyak

digunakan karena lebih mengandung konotasi yang mencakup penetapan standar,

pengukuran kegiatan, dan pengambilan kegiatan korektif.5 Jimly Assidiqie

mengemukakan bahwa salah satu prinsip negara modern adalah kontrol sosial.6 4 Kurniawan Hermawanto dkk “Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman” (Academia Edu: makalah Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Surabaya, 2017) 5 Raudotul Jannah, “Sistem Pengawasan Pelayanan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) Pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia”, (Repository UIN Jakarta: Skripsi Universitas Islama Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016), h. 15 6 Galuh Hayu Nastiti, “Pengawasan Komisi Kejaksaan Terhadap Kinerja Jaksa Pengadilan Tinggi Jakarta Tahun 2013-2014, (Repository UIN Jakarta: Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), h. 14

Page 31: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

19

Kamus besar Bahasa Indonesia mendefinisikan istilah pengawasan berasal

dari kata “awas” yang artinya memperhatikan baik-baik, dalam arti melihat

sesuatu dengan cermat dan seksama, tidak ada lagi kegiatan kecuali memberi

laporan berdasarkan kenyataan yang sebenarnya dari apa yang diawasi.7

Akan tetapi, kalau diterjemahkan begitu saja istilah controlling dari bahasa

Inggris, maka pengertiannya lebih luas dari pengawasan yaitu dapat diartikan

sebagai pengendalian, padahal kedua istilah ini berbeda karena dalam

pengendalian terdapat unsur korektif.8 Dalam kaitannya dengan pengertian

pengendalian dan pengawasan terdapat berbagai pengertian di antaranya:

Robert N. Anthony dalam bukunya Management Accounting Principles

menegaskan bahwa

Management control is the process by which managers assure that resources

are obtained and used effectively and eficiently in the accomplishment of the

organization 's goals

Secara garis besar proses pengendalian manajemen akan meliputi 2 (dua)

aktivitas yang terpisah tetapi saling berhubungan yaitu perencanaan dan

pengawasan. Kedua aktivitas tersebut berlaku untuk setiap tingkatan manajemen

dalam perusahaan, dan sangat diperlukan bagi manajemen untuk memastikan

apakah performance yang dicapai pada saat ini (aktual) telah sesuai dengan

tujuan/sasaran perusahaan yang telah ditentukan sebelumnya (perencanaan).

Dari uraian di atas jelas bahwa pengendalian manajemen mempunyai

pengertian yang lebih luas dari sekedar "mengawasi" tetapi juga mencakup

penentuan sasaran yang ingin dicapai perusahaan.9

Menurut T. Hani Handoko, pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses

untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai.10

7 Ammar Saudi, Sistem Pengawasan Badan Peradilan Di Indonesia, (PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta 2014), h. 15 8 Galuh Hayu Nastiti, “Pengawasan Komisi Kejaksaan Terhadap Kinerja Jaksa Pengadilan Tinggi Jakarta Tahun 2013-2014, (Repository UIN Jakarta: Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), h. 17 9 Muqodim, “Hubungan Sistem Pengendalian Manajemen Dengan Pelaksanaan Fungsi Perencanaan dan Pengawasan”, (Jurnal Universitas Islam Indonesia, 1991), h. 73

Page 32: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

20

Menurut George R. Terry, pengawasan dapat didefinisikan sebagai proses

penentuan, apa yang harus dicapai mengenai standar apa yang sedang dilakukan

yaitu pelaksanaan, menilai pelaksanaan dan apabila perlu dilakukan perbaikan-

perbaikan, sehingga pelaksanaan sesuai dengan rencana yaitu selaras dengan

standar.11

Ini berkenaan dengan cara-cara membuat kegiatan-kegiatan sesuai yang

direncanakan. Pengertian ini menunjukkan adanya hubungan yang sangat erat

antara perencanaan dan pengawasan. Langkah awal proses pengawasan adalah

sebenarnya langkah perencanaan, penetapan tujuan, standar atau sasaran

pelaksanaan suatu kegiatan, dan mengoreksi atas apa yang sudah dilaksanakan

untuk penyempurnaan kegiatan.

Kemudian menurut Harold Konntz dan Cyril O‟donnel, mereka berpandangan

lebih mengedepankan koreksi yang dilakukan ketika pelaksanaan kegiatan dengan

maksud untuk mendapatkan keyakinan atau menjamin bahwa tujuan-tujuan

perusahaan dan rencana-rencana yang digunakan untuk mencapainya telah

terlaksanakan.12

Inti dari definisi yang telah dikemukakan oleh para ahli di atas adalah bahwa

di dalam pengendalian terdapat rencana dan pengawasan yang pada dasarnya

diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan

atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai.13

Pengawasan merupakan sebuah proses akhir dari fungsi-fungsi manajemen

yang menjamin perencanaan kegiatan dengan suatu tahapan-tahapan yaitu

penetapan standar, penilaian kinerja dengan standar serta perbaikan terhadap

10 Raudotul Jannah, “Sistem Pengawasan Pelayanan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) Pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia”, (Repository UIN Jakarta: Skripsi Universitas Islama Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016), h. 16 11 Etty Etriana, “Implementasi Fungsi Pengawasan Kepada Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) Oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama D.I Yogyakarta, (Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2018), h. 14 12 Raudotul Jannah, “Sistem Pengawasan Pelayanan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) Pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia”, h. 16-17 13 Ammar Saudi, Sistem Pengawasan Badan Peradilan Di Indonesia, (PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta 2014), h. 16

Page 33: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

21

penyimpangan yang terjadi untuk mencapai tujuan-tujuan perusahaan yang telah

direncanakan secara efektif dan efisien.14 Pengawasan juga dapat mendeteksi

sampai sejauh mana penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja

tersebut.15

Oleh karena itu dalam setiap perusahaan mutlak, bahkan rutin adanya sistem

pengawasan dan pengendalian. Dengan demikian pengawasan merupakan

instrument pengendalian yang melekat pada setiap tahapan operasional

perusahaan.16

1. Tujuan Pengawasan

Tujuan utama dari pengawasan itu sendiri adalah mengusahakan agar apa

yang direncanakan mejadi kenyataan. Agar suatu sistem pengawasan dapat

dengan efektif merealisasikan tujuannya, maka suatu sistem pengawasan setidak-

tidaknya harus dengan segera melaporkan adanya penyimpangan-penyimpangan

dari rencana, agar dapat diambil tindakan untuk pelaksanaan selanjutnya. Dengan

ini pelaksanaan keseluruhan benar-benar dapat sesuai atau mendekati apa yang

direncanakan sebelumnya.

Titik berat pengawasan sesungguhnya berkisar pada manusia, sebab manusia

itulah yang melakukan kegiatan-kegiatan badan usaha atau organisasi

bersangkutan. Hakikat pengawasan mencegah sedini mungkin terjadinya

penyimpangan, pemborosan, penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan

dalam mencapai tujuan dan pelaksanaan tugas-tugas organisasi.17

2. Fungsi Pengawasan

Fungsi pengawasan meliputi beberapa hal berikut ini:

14 Raudotul Jannah, “Sistem Pengawasan Pelayanan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) Pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia”, (Repository UIN Jakarta: skripsi Universitas Islama Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016), h. 17 15 Ammar Saudi, Sistem Pengawasan Badan Peradilan Di Indonesia, (PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta 2014), h. 16 16 Damang Averroes Al-Khawarizmi, “Teori Pengawasan”, Negara Hukum, http://www.negarahukum.com/hukum/teori-pengawasan.html, 07 Agustus 2018 17 Raudotul Jannah, “Sistem Pengawasan Pelayanan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) Pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia”, h. 17-18

Page 34: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

22

a. Mempertebal rasa dan tanggung jawab terhadap pejabat yang diserahi tugas

dan wewenang dalam melaksanakan pekerjaan;

b. Mendidik para pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaan sesuai prosedur

yang telah ditentukan;

c. Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, penyelewengan, kelalaian, dan

kelemahan agar tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan;

d. Untuk memperbaiki kesalahan dan penyelewengan agar pelaksanaan

pekerjaan tidak mengalami hambatan dan pemborosan.18

3. Karakteristik dari Sistem Pengendalian Manajemen.

Beberapa karakteristik sistem pengendalian manajemen yang perlu diketahui

adalah bahwa:

a. Sistem ini harus diarahkan pada penentuan program dan pusat pertanggungan

jawab (responsibility centers);

b. Informasi dalam sistem ini harus meliputi 2 (dua) jenis informasi yaitu:

1) Data perencanaan, seperti : program, budget dan standar; dan

2) Data sesungguhnya, yaitu informasi mengenai kejadian-kejadian yang

sesungguhnya.

c. Sistem ini harus merupakan sistem yang menyeluruh, karena fungsi

pengawasan manajemen adalah untuk keseluruhan bagian perusahaan;

d. Sistem ini difokuskan kepada struktur keuangan (financial structure)

sehingga baik sumber dana atau daya (resources) maupun pendapatan perlu

dinyatakan dalam nilai atau satuan mata uang. Walaupun demikian, informasi

non financial seperti menit, ton, dan unit tetap diperlukan untuk kelengkapan

dari sistem ini;

e. Sistem ini harus merupakan sistem yang terkoordinir dan terpadu.19

18 Raudotul Jannah, “Sistem Pengawasan Pelayanan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) Pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia”, (Repository UIN Jakarta: skripsi Universitas Islama Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016), h. 19 19 Muqodim, “Hubungan Sistem Pengendalian Manajemen Dengan Pelaksanaan Fungsi Perencanaan dan Pengawasan”, (Jurnal Universitas Islam Indonesia, 1991), h. 73-74

Page 35: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

23

4. Prinsip Pengawasan

Prinsip pengawasan sangatlah penting, karena merupakan standar atau alat

pengukur dari pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan. Rencana tersebut bisa

menjadi petunjuk apakah suatu pelaksanaan pekerjaan berhasil atau tidak. George

R. Dalam Winardi mengemukakan bahwa prinsip pengawasan yang efektif

membantu usaha-usaha kita untuk mengatur pekerjaan tersebut berlangsung sesuai

dengan rencana. Sedangkan menurut Ulbert Silalahi prinsip-prinsip pengawasan

adalah:

a. Pengawasan harus berlangsung terus-menerus bersamaan dengan pelaksanaan

kegiatan atau pekerjaan;

b. Pengawasan harus menemukan, menilai, dan menganalisis data tentang

pelaksanaan pekerjaan secara objektif;

c. Pengawasan harus memberi bimbingan dan mengarahkan untuk

mempermudah pelaksanaan pekerjaan dalam pencapaian tujuan;

d. Pengawasan tidak menghambat pelaksanaan pekerjaan tetapi harus

menciptakan efisiensi (hasil guna);

e. Pengawasan harus berorientasi pada rencana dan tujuan yang telah ditetapkan

(Plan and Objective Oriented);

f. Pengawasan dilakukan terutama pada tempat-tempat strategis atau kegiatan-

kegiatan yang sangat menentukan atau control by exception;

g. Pengawasan harus membawa dan mempermudah melakukan tindakan

perbaikan (Corrective Action).20

5. Jenis Pengawasan

Pengawasan terdiri dari beberapa jenis, jenis-jenis pengawasan dapat

dibedakan berdasarkan fungsi ataupun tempatnya. Saiful Anwar menyebutkan

bahwa berdasarkan bentuknya pengawasan dapat dibedakan menjadi:

a. Pengawasan Internal, yaitu pengawasan yang dilakukan oleh suatu badan

atau organ yang secara organisatoris/ struktural termasuk dalam lingkungan

20 Ammar Saudi, Sistem Pengawasan Badan Peradilan Di Indonesia, (PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta 2014), h. 19-20

Page 36: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

24

pemerintahan itu sendiri.21 Dalam penelitian ini yang melakukan pengawasan

internal adalah Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang mana

hanya melakukan pengawasan untuk perusahaannya sendiri dan tidak

melakukan pengawasan kepada lembaga lain.

b. Pengawasan external, yaitu yang dilakukan oleh organ atau lembaga-lembaga

yang secara organisatoris/ struktural berada di luar pemerintah dalam arti

eksekutif.22 Pihak external adalah Kementerian Agama Republik Indonesia

Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah Bina Umrah dan Haji Khusus

yang melakukan pengawasan terhadap Penyelenggara Perjalanan Ibadah

Umrah (PPIU) di Jakarta.

6. Proses Pengawasan dan pengendalian

Proses pengawasan terdiri dari beberapa tindakan (langkah pokok) tertentu

yang bersifat fundamental bagi seluruh pengawasan manajerial, langkah-langkah

pokok ini menurut George R. Terry sebagai berikut:

a. Menetapkan Standar Pengawasan

Standar pengawasan adalah suatu standar (tolak ukur) yang merupakan

patokan bagi pengawas dalam menilai apakah objek atau pekerjaan yang

diawasi berjalan dengan semestinya atau tidak. Standar pengawasan

mengandung 3 (tiga) aspek, yaitu:

1) Rencana yang telah ditetapkan, mencakup kualitas dan kuantitas hasil

pekerjaan yang hendak dicapai, sasaran-sasaran fungsional yang

dikehendaki, faktor waktu penyelesaian pekerjaan;

2) Ketentuan serta kebijaksanaan yang berlaku, mencakup ketentuan

tentang tata kerja, ketentuan tentang prosedur kerja (tata cara kerja),

peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pekerjaan,

kebijaksanaan resmi yang berlaku dan lain-lain;

3) Prinsip-prinsip daya guna dan hasil guna dalam melaksanakan pekerjaan

mencakup aspek rencana dan ketentuan serta kebijaksanaan telah

21 Ammar Saudi, Sistem Pengawasan Badan Peradilan Di Indonesia, (PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta 2014), h. 20 22 ibid, h. 20

Page 37: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

25

terpenuhi, pekerjaan belum dapat dikatakan berjalan sesuai rencana

apabila efesien dan efektivitasnya diabaikan, artinya penghematan dalam

penggunaan dana, tenaga, material, dan waktu.23

b. Mengukur pelaksanaan pekerjaan

Penilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah atau

senyatanya dikerjakan dapat dilakukan melalui antara lain:

1) Laporan (lisan dan tertulis);

2) Buku catatan harian;

3) Jadwal atau grafik produksi/ hasil kerja; dan

4) Inspeksi atau pengawasan langsung, pertemuan atau konferensi dengan

petugas-petugas yang bersangkutan dan survey yang dilakukan oleh tenaga

staf atau melalui penggunaan alat teknik.

c. Membandingkan Standar Pengawasan dengan Hasil Pelaksanaan Pekerjaan

Aktivitas tersebut di atas merupakan kegiatan yang dilakukan

pembandingan antara hasil pengukuran dengan standar. Maksudnya, untuk

mengetahui apakah di antaranya terdapat perbedaan dan jika ada maka

seberapa besarnya perbedaan tersebut kemudian untuk menentukan perbedaan

itu perlu diperbaiki atau tidak.

d. Tindakan koreksi (Corrective Action)

Apabila diketahui adanya perbedaan, sebab-sebab perbedaan, dan letak

sumber perbedaan. Maka langkah terakhir adalah mengusahakan dan

melaksanakan tindakan perbaikannya. Dari kegiatan tersebut di atas ada

perbaikan yang mudah dilakukan tetapi ada juga yang tidak mungkin untuk

diperbaiki dalam waktu rencana yang telah ditentukan.

Untuk solusinya maka perbaikan dilaksanakan pada periode berikutnya

dengan cara penyusunan rencana/ standar baru, di samping membereskan

faktor lain yang menyangkut penyimpangan tersebut. Yaitu reorganisasi,

peringatan bagi pelaksana yang bersangkutan dan sebagainya.24

23 Ammar Saudi, Sistem Pengawasan Badan Peradilan Di Indonesia, (PT. Raja Grafindo

Persada: Jakarta 2014), h. 25-26 24 Ammar Saudi, Sistem Pengawasan Badan Peradilan Di Indonesia, (PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta 2014), h. 26-27

Page 38: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

26

C. Pengawasan Menurut Pandangan Islam

Pada dasarnya Islam belum merumuskan kaidah pengawasan yang baku dan

detail serta bentuk-bentuk pengawasan yang harus dijalankan. Dengan ini, Islam

memberikan kebebasan setiap individu muslim untuk menjalankan pengawasan

sesuai dengan pengalaman, kondisi sosial atau manajemen yang terdapat dalam

masyarakat atau organisasi.25

Pengawasan dalam pandangan Islam dilakukan untuk meluruskan yang tidak

lurus, mengoreksi yang salah dan membenarkan yang hak. Pengawasan (control)

dalam ajakan Islam adalah kontrol yang berasal dari diri sendiri yang bersumber

dari tauhid dan keimanan kepada Allah SWT.26 Islam memerintahkan setiap

individu untuk menyampaikan amanah yang diberikan kepadanya baik berupa

jabatan maupun titipan merupakan bentuk amanah yang harus dijalankan dan

disampaikan.27

Seseorang yang yakin bahwa Allah SWT pasti mengawasi hambanya, maka

ia akan bertindak hati-hati. Ketika sendiri, ia yakin bahwa Allah adalah yang

kedua dan ketika berdua ia yakin bahwa Allah yang ketiga. Seperti yang diungkap

dalam Al-Qur‟an Surat Al-Mujadalah Ayat 7:

ماوات وما ف الرض مايكون من نجوى ثالثة إل ىو را ول بعهم أل ت ر أن اهلل ي علم ما ف السءىم با ع خسة إل ى ملوا و سادسهم ول أدن من ذالك ول أكث ر إل ىو معهم أين ما كانوا ث ي نب

يوم القيامة إن اهلل بكل شيء عليم Artinya: “Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa

yang ada di langit dan di bumi? tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka

25 Shinta Rahmani, “Pengawasan dan Pengendalian Dalam Manajemen Syariah”, (Scribd: Power Point) 26 Galuh Hayu Nastiti, “Pengawasan Komisi Kejaksaan Terhadap Kinerja Jaksa Pengadilan Tinggi Jakarta Tahun 2013-2014, (Repository UIN Jakarta: Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), h. 16 27 Shinta Rahmani, “Pengawasan dan Pengendalian Dalam Manajemen Syariah”, (Scribd: Power Point)

Page 39: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

27

kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu. (Q.S Al Mujadallah :7)

Ini adalah kontrol yang paling efektif yang berasal dari dalam diri sendiri.28

28 Galuh Hayu Nastiti, “Pengawasan Komisi Kejaksaan Terhadap Kinerja Jaksa Pengadilan Tinggi Jakarta Tahun 2013-2014, (Repository UIN Jakarta: Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), h. 16-17

Page 40: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

28

BAB III

PENYELENGGARA DAN LEMBAGA PENGAWAS PENYELENGGARA

PERJALANAN IBADAH UMRAH

A. Sejarah Pengaturan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah

Penyelenggaraan haji Indonesia pada masa kolonial dan paska Indonesia

merdeka yang dilaksanakan mulai dari tahun 1949/ 1950 hingga sampai sekarang.

Penyelenggaraan haji Indonesia harus menata dari permulaan. Karena pelaksanaan

ibadah haji zaman kolonial Belanda tidak diperhatikan tetapi haji itu dipolitisir,

didiskriditkan dan dieksploitasi serta dibiarkan tidak terurus demi kepentingan

kolonialnya.

Pemerintah Belanda membiarkan situasi perhajian di Indonesia kurang

terjamin baik pelayanan maupun ketertiban dalam perjalanannya agar orang

enggan berpergian ke luar negeri menunaikan ibadah haji.

Pemerintah Belanda mengontrol dan mempersulit pelaksanaan haji Indonesia

karena pemerintah Belanda melihat, bahwa ibadah haji menjadi sarana

penyadaran penduduk Indonesia tentang kemerdekaan bangsanya, menimbulkan

patriotisme, dan Belanda pula melihat dan ketakutan bahwa dari pelaksanaan haji

melahirkan gerakan politik Pan Islamisme yang membahayakan kolonialisme.1

Karena besarnya keterlibatan para haji dalam melakukan perlawanan di

Nusantara pada akhir abad ke 19 (sembilan belas), Pemerintah Kolonial Belanda

pada tahun 1825, 1827, 1831, dan 1859 mengeluarkan resolusi (ordonnatie) yang

ditujukan untuk pembatasan ibadah haji dan memantau aktivitas mereka

sekembalinya ke Tanah Air.

Volksraad (semacam dewan perwakilan rakyat Hindia-Belanda) mengadakan

perubahan dalam ordonansi (semacam peraturan pemerintah) haji yang dikenal

dengan Pilgrim Ordonansi 1922. Ordonasi ini menyebutkan bahwa bangsa

pribumi dapat mengusahakan pengangkutan calon haji. Beberapa ordonansi yang

dikeluarkan Volksraad, antara lain: Pilgrims Ordonnantie Staatsblad 1922 Nomor

1 Sumuran Harahap, Kamus Istilah Haji dan Umrah, (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2008), h. 505-506

Page 41: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

29

698, Staatsblad 1927 Nomor 508, Staatsblad 1931 Nomor 44 tentang Pass

Perjalanan Haji, dan Staatsblad 1947 Nomor 50.2

Pada zaman Jepang pengorganisasian negara ternyata bertentangan dengan

sikap dan perbuatan yang ditunjukkan Belanda di Indonesia. Jika dalam

pemerintahan Belanda soal haji mendapat perlakuan dan sikap yang kurang dan

tidak terpuji, maka dalam pemerintahan Jepang penanganan atau urusan haji tidak

mendapat perhatian sama sekali.3

Perlakuan Hindia Belanda dan Jepang yang mengeksploitasi bangsa

Indonesia ini untuk kepentingan kolonialnya mengakibatkan tidak ada orang

Indonesia yang menunaikan ibadah haji dalam beberapa tahun setelah merdeka

dan tidak ada pedoman dan pegangan yang dapat dijadikan untuk mengatur dan

menangani haji.

Bangsa Indonesia dalam penyelenggaraan hajinya harus menata dari awal

yang berdampak tidak hanya di dalam pengorganisasian penyelenggaraanya tetapi

juga kebijakannya sering mengalami perubahan dan penyempurnaan. Yang secara

garis besar dibagi kepada 3 (tiga) bagian yaitu masa orde lama, masa orde baru

dan masa reformasi.

Dalam ketiga bagian tersebut upaya-upaya dan langkah-langkah yang

dilakukan serta peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam penyelenggaraan haji dari

setiap periode tersebut adalah:

1. Periode Orde Lama 1945-1965

a. Tahun 1945-1949/ 1950

Dalam periode ini, karena faktor ekonomi, politik, saran dan prasarana

termasuk keamanan yang belum mendukung karena agresi Belanda yang

pertama dan kedua tahun 1947 dan 1948 sehingga secara formal baik

terorganisir maupun terkoordinir belum ada orang Indonesia yang

2 Agung Sasongko, “Catatan Perjalanan Haji Sebelum Kemerdekaan”, Republika, https://www.republika.co.id/berita/jurnal-haji/berita-jurnal-haji/15/04/19/nn1fmm-catatan-perjalanan-haji-sebelum-kemerdekaan, 06 Juli 2018 3 Sumuran Harahap, Kamus Istilah Haji dan Umrah, (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2008), h. 507

Page 42: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

30

menunaikan ibadah haji.4 Menghadapi situasi yang genting itu umat Islam

merasa resah dan gelisah karena tidak dapat melaksanakan ibadah haji.

Menteri Agama Republik Indonesia mengeluarkan Maklumat Menteri

Agama Nomor 4 Tahun 1947 yang menyatakan ibadah haji dihentikan

selama dalam keadaan genting. Maklumat ini berdasarkan pada Fatwa

Masyumi yang dipimpin oleh KH. Hasyim Asy‟ari dan menyatakan ibadah

haji di masa perang hukumnya tidak wajib.5

b. Tahun 1949/ 1950-1962

Penyelenggaraan haji yang pertama setelah Indonesia merdeka. Pada

saat dan masa-masa ini penyelenggaraan haji Indonesia dilaksanakan

secara bersama-sama oleh Pemerintah dan Yayasan Perjalanan Haji

Indonesia (YPHI) dan badan-badan lainnya.

Karena sebagai bangsa yang baru merdeka harus menggunakan

seluruh potensi yang ada sesuai dengan fungsi dan kedudukan masing-

masing pemerintah sebagai pengawas dan persatuan haji Indonesia

detailiring teknik pelaksanaan di lapangan.

Namun pada masa ini negara dalam peralihan dan belum

berpengalaman. Penyelenggaraannya masih meraba-raba, dipengaruhi oleh

badal-badal syekh, broker atau tengkulak haji, bermunculan usaha-usaha

perorangan dan panitia-panitia penyokong haji yang banyak melibatkan

pihak swasta dalam jasa haji.

Namun pihak-pihak swasta tidak dapat menjalankan tanggung

jawabnya dengan baik pada masa ini banyak jemaah haji yang tertipu dan

akhirnya semua tidak berjalan seperti yang diharapkan.6 Maka Keputusan

Presiden Nomor 53 Tahun 1951, menghentikan keterlibatan pihak swasta

4 Sumuran Harahap, Kamus Istilah Haji dan Umrah, (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2008), h. 509-510 5 Affan Rangkuti, “Rekam Jejak Perjalanan Pelaksanaan Ibadah Haji di Indonesia”, Haji

Kemenag, https://haji.kemenag.go.id/v3/blog/affan-rangkuti/rekam-jejak-perjalanan-pelaksanaan-ibadah-haji-di-indonesia, 01 Juli 2018 6 Sumuran Harahap, Kamus Istilah Haji dan Umrah, h. 510-511

Page 43: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

31

dalam penyelenggaraan ibadah haji dan mengambil alih seluruh

penyelenggaraan haji oleh pemerintah.

Menteri Agama mengeluarkan Surat Keputusan Menteri Agama

Nomor 3170 tanggal 6 Februari 1950 dan Surat Edaran Menteri Agama di

Yogyakarta Nomor A.III/648 tanggal 9 Februari 1959 yang menyatakan

bahwa satu-satunya badan yang ditunjuk secara resmi untuk

menyelenggarakan perjalanan haji adalah Yayasan Penyelenggaraan Haji

Indonesia (YPHI).

Tahun 1960 keluarnya peraturan pertama tentang penyelenggara

ibadah haji melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 3

Tahun 1960 Tentang Penyelenggaraan Urusan Haji. Hal pertama sekali

terbentuk Panitia Negara Urusan Haji, yang selanjutnya disebutkan

PANUHAD yang sekarang disebut PPIH (Panitia Penyelenggaraan Ibadah

Haji).7

c. Tahun 1962-1964

Pada masa ini dibentuk dan menyerahkan wewenang urusan haji

kepada suatu Panitia Perbaikan Perjalanan Haji (PPPH) Tahun 1962 dan

selanjutnya dibubarkan pada tahun 1964, panitia ini walaupun tidak

berumur panjang tetapi waktu inilah dimulai penyelenggaraan haji dengan

suatu panitia yang bersifat “interdepartmental” ditambah wakil-wakil dari

badan/ lembaga non department.

Kemudian oleh pemerintah ditingkatkan lagi menjadi tugas nasional

yang dimasukkan ke dalam tugas dan wewenang Menko Kompartemen

Kesejahteraan dan kewenangan penyelenggaraan haji diambil alih oleh

pemerintah melalui Dirjen Urusan Haji (DUHA).

2. Periode Orde Baru 1965-1997

Salah satu tugas utama pemerintah Orde Baru sejak naik ke puncak

kekuasaan pada 1966 adalah membenahi dan menormalkan sistem

7 Affan Rangkuti, “Rekam Jejak Perjalanan Pelaksanaan Ibadah Haji di Indonesia”, Haji

Kemenag, https://haji.kemenag.go.id/v3/blog/affan-rangkuti/rekam-jejak-perjalanan-pelaksanaan-ibadah-haji-di-indonesia, 01 Juli 2018

Page 44: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

32

kenegaraan yang porak-poranda akibat G-30S PKI dan kekuasaan Orde

Lama. Pembenahan sistem pemerintahan ini berpengaruh pula terhadap

penyelenggaraan haji, seiring dengan perubahan struktur dan tata kerja

organisasi Menteri Urusan Haji yang dialihkan menjadi wewenang Direktur

Jenderal Urusan Haji.8

Sejalan dengan sistem politik Orde Baru yang sentralistik, dikeluarkan

Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1969, yang mana Pemerintah

mengeluarkan kebijaksanaan mengambil alih semua proses penyelenggaraan

perjalanan haji oleh pemerintah. Hal ini disebabkan karena banyaknya calon

jemaah haji yang gagal diberangkatkan oleh orang-orang atau badan-badan

swasta, bahkan calon-calon yang mengadakan kegiatan usaha

penyelenggaraan perjalanan haji.9

Sejak saat itu, pemerintah bertanggung jawab secara penuh dalam

penyelenggaraan ibadah haji, sejak penentuan biaya hingga pelaksanaan serta

hubungan dengan negara Arab Saudi. Dengan keputusan tersebut, masyarakat

merasa diperhatikan langsung oleh Pemerintah. Pada saat yang sama

Pemerintah masih memberikan kewenangan kepada pihak swasta untuk

mengelola penyelenggaraan haji, waktu itu diberikan kepada PT. Arafat.

Namun, karena dihadapkan pada kesulitan-kesulitan finansial dan pada

tahun 1976 gagal memberangkatan haji karena pailit. Perusahaan swasta

tersebut tidak bisa menjalankan fungsinya secara optimal. Maka pada saat itu

ditandai dengan adanya perubahan tata kerja dan struktur organisasi

penyelenggaraan ibadah haji yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal

Bimas Islam dan Urusan Haji (Dirjen BIUH).

Sebagai panitia pusat, Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Urusan Haji

(Dirjen BIUH) melaksanakan koordinasi ke tiap-tiap daerah tingkat I dan II di

seluruh Indonesia. Beberapa panitia penyelenggara di daerah juga menjalin

8 A. Chunaini Saleh, Penyelenggaraan Haji Era Reformasi (Analisis Internal Kebijakan

Publik Departemen Agama), (Tanggerang: Pustaka Alvabet, 2008), h. 43 9 Affan Rangkuti, “Rekam Jejak Perjalanan Pelaksanaan Ibadah Haji di Indonesia”, Haji

Kemenag, https://haji.kemenag.go.id/v3/blog/affan-rangkuti/rekam-jejak-perjalanan-pelaksanaan-ibadah-haji-di-indonesia, 02 Juli 2018

Page 45: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

33

koordinasi dengan Badan Koordinator Urusan Haji (BAKUH) ABRI. Hal ini

dikarenakan Badan Koordinator Urusan Haji (BAKUH) ABRI memiliki

lembaga tersendiri untuk pelaksanaan operasional penyelenggaraan ibadah

haji.

Setelah 1976, semua pelaksanaan operasional perjalanan ibadah haji

dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Bimas Islam dan Urusan Haji (Dirjen

BIUH).10 Sekitar tahun 1985, pemerintah kembali mengikut sertakan pihak

swasta dalam penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Mulai tahun 1991

pemerintah menyempurnakan peraturan tentang penyelenggaraan haji, yang

menuangkan penekanan pada pemberian sanksi yang jelas kepada swasta

yang tidak melaksanakan tugas sebagaimana ketentuan yang berlaku.11

Penyelenggaraan ibadah haji yag dilakukan oleh Pemerintah harus ditata

secara lebih profesional dengan menerapkan unsur-unsur manajemen modern.

Dalam kerangka itu, pemerintah banyak mengeluarkan keputusan tentang

penyelenggaraan ibadah haji dan umrah, yang bertujuan untuk meningkatkan

profesionalisme dalam penyelenggaraan ibadah haji sesuai dengan prinsip-

prinsip manajemen modern.

Tahun 1993 Pemerintah mecoba mengadopsi manajemen modern dan

pengedepan koordinasi antara lain:

a. Penyempurnaan penyelenggaraan haji, baik di dalam maupun di luar

negeri, di bawah koordinasi Departemen Agama;

b. Meningkatkan keterpaduan dan koordinasi antar instansi yang terkait

dalam pelayanan ibadah haji baik di dalam maupun di luar negeri;

c. Meningkatkan fungsi dan peran posko haji di Departemen Agama

sebagai pusat koordinasi dan pengendalian perhajian;

d. Menyusun jaringan kerja penyelenggaraan haji; dan

e. Menyempurnakan pengaturan yang baku pada semua bentuk jenis

pelayanan ibadah haji.

10 A. Chunaini Saleh, Penyelenggaraan Haji Era Reformasi (Analisis Internal Kebijakan

Publik Departemen Agama), (Tanggerang: Pustaka Alvabet, 2008), h. 43-44 11 Achmad Zannuwar, “Sejarah Haji dan Umroh”, (Makalah).

Page 46: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

34

Pola-pola peningkatan yang dilakukan oleh Pemerintah hampir

seluruhnya terkonsentrasi pada koordinasi yang dipandang sebagai salah satu

alternatif jalan keluar terbaik yang tidak menyentuh sumber daya manusia.

Meskipun pola peningkatan tersebut mengarah kepada semua jajaran

penyelenggaraan haji agar dapat menggunakan pemikiran-pemikiran kinerja

yang lebih baik namun dalam implementasinya tidak sesuai dengan

kenyataan.

Berbekal pengalaman tersebut, pemerintah melakukan kajian ulang pada

sistem penyelenggaraan haji secara keseluruhan, baik dari aspek perencanaan,

operasional, dan manajerial sumber daya manusia dan perkembangan

teknologi informasi.

Salah satu aspek dalam penempatan teknologi informasi adalah sistem

komputerisasi yang beroperasi secara online, walaupun pada saat itu belum

dapat dimanfaatkan secara optimal karena kurangnya sumber daya manusia

yang memenuhi kualifikasi sebagai pengelola sebuah divisi sistem

informasi.12

Sebelum era tahun 1995-an, penjualan jasa Umrah dilakukan secara

konvensional yaitu konsumen mendatangi sebuah biro perjalanan Umrah dan

mengisi formulir pendaftaran serta menyetorkan sejumlah uang sebagai biaya

pendaftaran umrah sesuai dengan paket perjalanan yang diinginkan oleh

konsumen beserta persyaratan administrasi lainnya13.

3. Penyelenggaraan Haji Saat Ini

Sejak era reformasi, setiap bentuk kebijakan harus memenuhi aspek-

aspek ini yaitu Pemeritah dituntut untuk terus menyempurnakan sistem

penyelenggaraan haji dengan lebih menekankan pada pelayanan,

perlindungan, dan pembinaan secara optimal. Kendala yang ditimbulkan oleh

sistem dan prosedur yang terlalu rumit, semaksimal mungkin diupayakan

12 A. Chunaini Saleh, Penyelenggaraan Haji Era Reformasi (Analisis Internal Kebijakan

Publik Departemen Agama, (Tanggerang: Pustaka Alvabet, 2008), h. 45-47 13 Adhi Pradana Putra, “Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah (Studi Terhadap Kasusu PT. First Anugrah Karya Wisata)”, (tesis, 2015), h. 5

Page 47: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

35

untuk dipangkas, dan respons dari masyarakat langsung ditanggapi dengan

penuh kesungguhan.

Perubahan-perubahan di atas telah memacu pemerintah melakukan

perubahan dalam manajemen haji dengan memasukkan unsur manajemen

modern ke dalam manajemen birokrasi haji, seperti penerapan sistem

komputerisasi haji-pendaftaran online dan real time, dan informasi yang telah

memanfaatkan media internet.

Selain itu, pemberdayaan sumber daya manusia akan memberikan

kontribusi yang besar dalam penyempurnaan sistem dan kehidupan organisasi

yang pada akhirnya memberikan keluaran optimal dalam kegiatan operasional

organisasi.

Momentum reformasi memberikan ruang gerak lebih luas dalam

membahas undang-undang haji. Sekian lama pemerintah mengkaji ulang

segala kendala dan kekurangan dalam penyelenggaraan ibadah haji serta perlu

diefektifkan dan diefisiensi. Setelah 54 (lima puluh empat) tahun di bawah

payung hukum tertinggi. Keputusan Presiden, pada 1999 ditetapkan Undang-

Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Haji.

Materi yang tertuang dalam naskah undang-undang tersebut menekankan

pada pelayanan, pembinaan, dan perlindungan kepada jemaah haji serta

mengarah kepada sistem yang lebih profesional. Di samping itu, menurut tata

hukum kenegaraan, undang-undang tersebut memberikan legitimasi yang

kuat bagi Kementerian Agama dalam menjalankan wewenangnya guna

menyatukan langkah dalam penyelenggaraan ibadah haji.

Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 menyatakan

sekaligus bahwa Ordinansi Haji (pilgrims Ordonantine Tahun 1992 Nomor

698) yang menjadi dasar hukum penyelenggaraan haji selama kurang lebih 7

(tujuh) tahun dinyatakan tidak berlaku lagi.14 Meskipun semangat dalam

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 merupakan era baru penegasan peran

14 A. Chunaini Saleh, Penyelenggaraan Haji Era Reformasi (Analisis Internal Kebijakan

Publik Departemen Agama), (Tanggerang: Pustaka Alvabet, 2008), h. 50-51

Page 48: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

36

dan fungsi negara dalam proses penyelenggaraan haji, akan tetapi undang-

undang tersebut bukanlah tanpa kekurangan.

Dari sudut pandang legalitas dan administratif, kelemahan mendasar

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 terdapat pada pasal-pasal yang

berkaitan dengan hak dan kewenangan ruang publik sebagai pusat kontrol

penyelenggaraan haji. Hal ini terlihat karena produk hukum turunannya

setelah Undang-Undang Nomor 17 disahkan adalah hampir semua diatur oleh

Menteri Agama secara langsung.

Artinya, produk ini gagal dalam mengikut sertakan aturan tambahan yang

lebih kuat dan lebih besar seperti Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden

dan/atau Keputusan Presiden. Ketiadaan produk turunan berupa Peraturan

Pemerintah dan sebagainya menyebabkan Menteri Agama dapat melakukan

pengaturan apa saja yang berkaitan dengan pelaksanaan operasional haji.

Jelas hal ini meskipun tidak melanggar tata aturan perundangan yang

berlaku, namun terasa sangat janggal karena Menteri secara subjektif dapat

mengatur langsung hal-hal yang berkaitan dengan pelaksanaan operasional

haji tanpa berkonsultasi dulu dengan publik, DPR, dan Presiden.

Kelemahan mendasar inilah yang disadari oleh Menteri Agama yang baru

untuk segera menyiapkan paket revisi Undang-Undang Haji yang baru dan

lebih mengakomodasi keinginan masyarakat untuk menegakkan keadilan

dalam berhaji serta peningkatan upaya pembinaan, pelayanan, dan

perlindungan jemaah haji. Dalam perjalanannya dan perlindungan jemaah

haji.

Dalam perjalananya selama masa proses pembahasan dan dengan

pendapat serta uji materi selama lebih kurang 2 (dua) tahun setengah, usulan

revisi tersebut kemudian disepakati untuk diundangkan secara sah mulai 28

April 2008, di mana Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Ibadah Haji diganti dengan Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.15

15 A. Chunaini Saleh, Penyelenggaraan Haji Era Reformasi (Analisis Internal Kebijakan

Publik Departemen Agama), h. 63-65

Page 49: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

37

Sebagai sebuah penyelenggaraan dari undang-undang sebelumnya,

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 mempunyai beberapa modifikasi

rancangan penyelenggaraan haji yang mengedepankan asas keadilan,

profesionalitas, dan akuntabilitas dengan prinsip nirlaba.

Tuntutan akan asas keadilan, profesionalitas, dan akuntabilitas tentu saja

harus dirumuskan dalam suatu peraturan baik Peraturan Pemerintah maupun

Peraturan Menteri Agama yang sahih, terukur, serta dapat dievaluasi secara

transparan dan terbuka.

Seperti diketahui, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 berisi 17 Bab

dengan 69 pasal, sedangkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 berisi 16

Bab dengan 30 pasal. Identifikasi terhadap beberapa perbedaan antara

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 dengan Nomor 17 Tahun 1999 harus

disusun dan disosialisasikan dengan mengikuti pola perubahan dimaksud.

Misalnya, terdapat 7 pasal yang harus diterjemahkan dalam bentuk

Peraturan Pemerintah, 1 pasal ke dalam Peraturan Presiden, 14 pasal ke dalam

bentuk Peraturan Menteri Agama, serta 1 pasal ke dalam skema Peraturan

Daerah.

Dengan keterbatasan waktu yang diamanatkan Undang-Undang, yaitu

hanya 6 (enam) bulan setelah disahkannya, maka semua konsep tentang

Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Menteri Agama, dan

Peraturan Daerah diharapkan dapat terealisasi.16

Selain itu dalam rangka menjawab peran sentral Kementerian Agama

sebagai regulator sekaligus operator penyelenggaraan haji, dalam Undang-

Undang yang baru ini dibutuhkan satu pasal tentang Komisi Pengawas Haji

Indonesia sebagai lembaga independen dan mandiri. Lembaga ini nantinya

akan diangkat oleh Presiden dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR), serta bekerja secara penuh untuk malakukan fungsi-fungsi

pengawasan seperti monitoring, evaluasi, dan pendampingan teknis.

16 A. Chunaini Saleh, Penyelenggaraan Haji Era Reformasi (Analisis Internal Kebijakan

Publik Departemen Agama), h. 108-109

Page 50: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

38

Peran Kementerian Agama dalam menyusun dan merumuskan fungsi dan

tugas Komisi ini kelak akan mencerminkan apakah Kementerian Agama pro

pada reformasi dan perubahan seperti diamanatkan dalam undang-undang

yang baru atau tidak.

Tugas dan fungsi Kementerian Agama Masih sama seperti ketentuan

dalam undang-undang yang lama. Akan tetapi karena haji merupakan tugas

nasional yang melibatkan banyak pihak terkait baik di dalam maupun luar

negeri, maka tanggung jawab penyelenggaraannya dibebankan kepada

Menteri Agama.17

Kementerian Agama telah menerbitkan regulasi terkait penyelenggaraan

ibadah umrah. Regulasi ini tertuang dalam Peraturan Menteri Agama (PMA)

Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah.

Terbitnya Peraturan Menteri Agama ini menggantikan aturan sebelumnya

yakni Peraturan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 2015.

Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU)

Kementerian Agama mengatakan regulasi baru ini diberlakukan untuk

membenahi insdustri umrah. Sebab saat ini umrah diminati umat Islam

sehingga berkembang menjadi bisnis yang besar. Dia memaparkan dalam

setahun rata-rata jemaah umrah dari Indonesia mencapai hampir 1.000.000

orang. Maka dari itu, Kementerian Agama menerbitkan regulasi untuk

mencegah biro travel umrah yang nakal.18

Tabel 3.1 Urutan Regulasi Haji dan Umrah dari

Zaman Kolonial Hingga Sekarang

Nomor Regulasi

1. Staattsblad Nomor 698 Tahun 1922 tentang Pilgrims

Ordonnantie

2. Pilgrims Verordening Tahun 1938

17 A. Chunaini Saleh, Penyelenggaraan Haji Era Reformasi (Analisis Internal Kebijakan

Publik Departemen Agama), h. 110 18 Muhammad Genanta Saputra, “Aturan Baru Penyelenggaraan Umroh”, Merdeka, https://m.merdeka.com/peristiwa/ini-aturan-baru-penyelenggaraan-umroh.html, 07 Juli 2018

Page 51: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

39

3. Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1969

4. Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 1969

5. Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1981

6. Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 1995 jo

Keputusan Presiden Nomor 81 Tahun 1995 jo

Keputusan Presiden Nomor 119 Tahun 1998

7. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang

Penyelenggaraan Haji

8. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang

Penyelenggaraan Haji19

Tabel 3.2 Peraturan Khusus Tentang

Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah

Nomor Regulasi

1.

Peraturan Menteri Agama Nomor 18 Tahun 2015 tentang

Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah

2. Peraturan Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2018 tentang

Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah

3. Ketentuan Menteri Agama Nomor 221 Tahun 2018 tentang

Biaya Penyelenggaraan Ibadah Umrah Referensi

4. Keputusan Direktorat Jenderal Nomor 121 Tahun 2018

Tentang Akreditasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah

Umrah20

19 Muhammad M. Basyuni, Reformasi Manajemen Haji, (Jakarta: FDK Press, 2008), h. 89 20 Zakaria Anshori, Kepala Seksi Subdirektorat Perizinan, Akreditasi, dan Bina Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Wawancara Pribadi, Jakarta 09 Juli 2018

Page 52: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

40

B. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) adalah pemerintah atau biro

perjalanan wisata yang ditetapkan oleh Menteri Agama, perjalanan ibadah umrah

yang dilakukan oleh biro perjalanan wisata wajib mendapat izin operasional

sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)21, yang ditetapkan oleh

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah22. Yang mana hal tersebut

tercatat dalam Peraturan Menteri Agama tentang Penyelenggaraan Perjalanan

Ibadah Umrah Nomor 8 Tahun 2018 Pasal 1 Ayat 2 ditegaskan bahwa

Perjalanan Ibadah Umrah yang selanjutnya disingkat PPIU adalah biro perjalanan wisata yang telah mendapat izin dari Menteri untuk menyelenggarakan perjalanan Ibadah Umrah.

Oleh karena ketentuan di atas maka penyelenggaraan umrah dilakukan oleh

biro-biro perjalanan swasta yang telah menerima izin resmi dari Pemerintah

Indonesia.23

Biro perjalanan umrah merupakan suatu badan usaha yang dapat memberikan

jasa pelayanan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan dunia perjalanan

wisata termasuk perjalanan ibadah umrah. Keberadaan biro perjalanan akan lebih

memudahkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan yang diinginkan. Biro

perjalanan umrah memberikan jasa dengan tanggung jawab penuh terhadap

pengguna jasa apabila terjadi sesuatu kejadian yang tidak diinginkan.24

Penyelenggaraan adalah pelaksanaan sesuatu sebagai perwujudan

kewenangan atau tugas.25 Sedangkan pihak yang menyelenggarakan perjalanan

21 “Ketentuan Penyelenggara Perjalanan”, Kemenag Karimun Blogspot, https://kemenag karimun.blogspot.co.id/2015/11/ini-ketentuan-penyelenggara-perjalanan.html, 28 Mei 2018 22 Sumuran Harahap, Kamus Istilah Haji dan Umrah, (Jakarta: Mitra Abadi Press, 2008), h. 497 23 Mudatsir Muslim, Panduan Lengkap Ibadah Haji dan Umrah, (Surakarta: Borobudur Inspira Nusantara), h. 38 24 Zaenul Arifin, Sri Endah Wahyuningsih & Sri Kusriyah, “Proses Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Dan Atau Penggelapan Berkedok Biro Jasa Ibadah Umroh Dengan Biaya Murah (Studi Kasus Pada Penyidik Sat Reskrim Polrestabes Semarang)”,

(Semarang: Jurnal Universitas Islam Sultan Agung), h. 778 25 Sumuran Harahap, Kamus Istilah Haji dan Umrah, h. 498

Page 53: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

41

ibadah umrah itu dapat dilakukan oleh Pemerintah dan/atau Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).

Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah dilaksanakan berdasarkan prinsip

profesionalitas, transparansi, akuntabilitas, dan syariat.26 Sedangkan devinisi

penyelenggaraan umrah di dalam Peraturan Menteri Agama tentang

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah Nomor 8 Tahun 2018 Pasal 1 Ayat 1

adalah

Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah adalah rangkaian kegiatan perjalanan Ibadah Umrah di luar musim haji yang meliputi pembinaan, pelayanan, dan perlindungan Jemaah, yang dilaksanakan oleh pemerintah dan/atau penyelenggara perjalanan ibadah umrah

Tujuan dari adanya penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah itu sendiri

terdapat di dalam Pasal 1 Peraturan Menteri Agama tentang Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah Nomor 8 Tahun 2018 yaitu:

Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah bertujuan memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada Jemaah, sehingga Jemaah dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan syariat.

1. Syarat Menjadi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)

Perlu diketahui memang benar bahwa untuk menyelenggarakan Perjalanan

Ibadah Umrah yang dilaksanakan oleh biro perjalanan wisata harus memiliki izin

operasional sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)27, izin

operasional tersebut sebagai bukti bahwa sebuah biro perjalanan memiliki

legalitas untuk memberangkatkan jemaah umrah. Legalitas usaha adalah syarat

mutlak karena menyangkut kreditibilitas dan tanggung jawab sebagai

penyelenggara pelayanan ibadah haji dan umrah.

26 “Syarat Menyelenggarakan Usaha Biro Perjalanan Ibadah Umrah”, Hukum Online, http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5adeeaa03d248/syarat-menyelenggarakan-usaha-biro-perjalanan-ibadah-umrah, 30 Mei 2018 27 “Syarat Menyelenggarakan Usaha Biro Perjalanan Ibadah Umrah”, Hukum Online, http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5adeeaa03d248/syarat-menyelenggarakan-usaha-biro-perjalanan-ibadah-umrah, 30 Mei 2018

Page 54: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

42

Namun Baru-baru ini Kementerian Agama mengeluarkan kebijakan baru

mengenai persyaratan untuk menjadi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah

(PPIU) resmi, alasan Kementerian Agama mengeluarkan kebijakan baru adalah

karena maraknya biro perjalanan ibadah umrah yang melakukan pelanggaran

dengan berbagai macam kasus.

Kebijakan baru mengenai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)

tersebut dituangkan dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2018

tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah yang mana ditegaskan:

Untuk memiliki izin operasional sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU), biro perjalanan wisata harus memenuhi persyaratan:

a. Memiliki akta notaris pendirian perseroan terbatas dan/atau perubahannya sebagai biro perjalanan wisata yang memiliki salah satu kegiatan usahanya di bidang keagamaan/ perjalanan ibadah yang telah mendapat pengesahan dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia;

b. Pemilik saham, komisaris, dan direksi yang tercantum dalam akta notaris perseroan terbatas merupakan warga negara Indonesia yang beragama Islam;

c. Pemilik saham, komisaris, dan direksi tidak pernah atau sedang dikenai sanksi atas pelanggaran Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah;

d. Memiliki kantor pelayanan yang dibuktikan dengan surat keterangan domisili perusahaan dari pemerintah daerah dan melampirkan bukti kepemilikan atau sewa menyewa paling singkat 4 (empat) tahun yang dibuktikan dengan pengesahan atau legalisasi dari Notaris;

e. Memiliki tanda daftar usaha pariwisata; f. Telah beroperasi paling singkat 2 (dua) tahun sebagai biro perjalanan

wisata yang dibuktikan dengan laporan kegiatan usaha; g. Memiliki sertifikat usaha jasa perjalanan wisata dengan kategori biro

perjalanan wisata yang masih berlaku; h. Memiliki kemampuan teknis untuk menyelenggarakan perjalanan Ibadah

Umrah yang meliputi kemampuan sumber daya manusia, manajemen, serta sarana dan prasarana;

i. Memiliki laporan keuangan perusahaan 2 (dua) tahun terakhir dan telah diaudit akuntan publik yang terdaftar di Kementerian Keuangan dengan opini wajar tanpa pengecualian;

j. Melampirkan surat keterangan fiskal dan fotokopi nomor pokok wajib pajak atas nama perusahaan dan pimpinan perusahaan;

k. Memiliki surat rekomendasi asli dari Kantor Wilayah dengan masa berlaku 3 (tiga) bulan; dan

l. Menyerahkan jaminan dalam bentuk deposito/ bank garansi atas nama biro perjalanan wisata yang diterbitkan oleh bank syariah dan/atau bank

Page 55: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

43

umum nasional yang memiliki layanan syariah dengan masa berlaku 4 (empat) tahun.

Di dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan

Perjalanan Ibadah Haji Pasal 44 ditegaskan:

Biro perjalanan wisata dapat ditetapkan sebagai penyelenggara perjalanan Ibadah Umrah setelah memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Terdaftar sebagai biro perjalanan wisata yang sah; b. Memiliki kemampuan teknis dan finansial untuk menyelenggarakan perjalanan Ibadah Umrah; dan c. Memiliki komitmen untuk meningkatkan kualitas Ibadah Umrah.

2. Standar Moral Dari Profesionalitas

Penyelenggaraan haji dan umrah akan menjadi baik, sangat tergantung dari

penyelenggara, pengelola, dan panitia penyelenggara ibadah haji dan umrah. Oleh

karena itu, Pemerintah terus menerus melakukan pembinaan kepada para petugas

haji yang memberikan pelayanan kepada jemaah haji reguler dan jemaah haji

khusus, serta travel penyelenggara ibadah umrah.

Secara umum penyelenggara memegang penting dalam keberhasilan

penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Mereka ditunjuk untuk memberikan

pelayanan kepada jemaah haji dari aspek bimbingan manasik, pelayanan

pemondokan, katering, dan transportasi serta perlindungan dan keamanannya.

Kriteria dan persyaratan yang diperlukan meliputi: pengetahuan, kemampuan

(ability), keterampilan bahasa dan penguasaan lokasi kerja.28

Penyelenggara atau petugas haji melayani jemaah yang sedang beribadah,

perlu memperhatikan sifat-sifat mulia untuk bisa memberikan pelayanan ibadah

karena ibadah haji dan umrah bukan semata-mata traveling. Sifat dimaksud

sebagaimana dicontohkan Nabi Muhammad SAW, yaitu: shiddiq, amanah,

tabligh dan fathanah. Sifat Rasul itu menjadi sebuah prototype dan prinsip yang

harus diikuti para penyelenggara atau petugas haji dengan penuh tanggung jawab.

28 Ali Rokhmad dan Abdul Choliq, Haji (Transformasi Profetik Menuju Revolusi

Mental), (Jakarta : Media Dakwah, 2015), h: 89

Page 56: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

44

Maka sebuah Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) harus

menerapkan prinsip:

a. Prinsip Kejujuran (Shiddiq)

Kejujuran merupakan faktor utama seseorang dipercaya orang lain.

Kejujuran akan melahirkan kepercayaan (trust) bagi orang lain. Sekali tidak

jujur akan suit menumbuhkan rasa percaya orang lain. Dengan kejujuran

penyelenggara atau petugas haji akan dapat memberikan pelayanan kepada

jemaah secara maksimal.

Selanjutnya, dalam memberikan pelayanan perlu dibangun sikap terbuka

(transparansi) dalam menetapkan prinsip-prinsip pelayanan yang mudah,

murah dan berstandar. Keterbukaan memiliki dampak positif menumbuhkan

kedekatan emosional dan peduli petugas kepada jemaah haji dan umrah.

Prinsip kejujuran dan transparansi harus dijunjung tinggi oleh

penyelenggara, pengelola, dan petugas haji maupun umrah. Apalagi yang

dilayani adalah tamu-tamu Allah SWT. Kejujuran di sini tidak sebatas

berkata dan berbuat benar, juga kejujuran dalam menyampaikan paket

program pelayanan kepada jemaah haji khusus dan pelayanan umrah.29

Penyelenggara, pengelola, dan petugas haji maupun umrah yang baik

selalu mengedepankan prinsip kejujuran yang dapat melahirkan sifat

ketakwaan, sebagaimana ditemukan pada diri Nabi Muhammad SAW Yang

terkenal kejujurannya. Dari ketakwaan itu melahirkan jiwa Penyelenggara,

pengelola, dan petugas haji maupun umrah Indonesia yang bermoral dan

berakhlak, sebagaimana firman Allah SWT dalam QS. Az-Zumar [39]: 32-33:

ه ء ا ج ذ إ ق د ص ل ا ب ب ذ وك و ل ل ا ى ل ع ب ذ من ك م ل ظ أ ن م فق د وص ق د ص ل ا ب ء ا ج ي لذ وا . ن ري ف ا ك ل ل وى ث م نم ه ج ف س ي ل أ

ون ق ت م ل ا م ى ك ئ ول أ و ب

Artinya: “Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah dan mendustakan kebenaran ketika

29 Ali Rokhmad dan Abdul Choliq, Haji (Transformasi Profetik Menuju Revolusi

Mental), (Jakarta : Media Dakwah, 2015), h: 90-91

Page 57: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

45

datang kepadanya? Bukankah di neraka Jahannam tersedia tempat tinggal bagi orang-orang yang kafir? Dan orang yang membawa kebenaran (Muhammad) dan membenarkannya, mereka itulah orang-orang yang bertakwa.”

b. Prinsip Dapat Dipercaya (Amanah)

Sikap amanah merupakan bagian yang harus dimiliki penyelenggara/

pengelola haji/ petugas haji. Amanah diartikan sebagai sikap percaya pada

diri sendiri dan dapat dipercaya orang lain.

Sikap dapat dipercaya (kredibel), menghormati, dan dihormati

(honorable) akan tumbuh dalam diri seseorang keyakinan akan sesuatu yang

dianggap benar dan prinsip kebenaran itu tidak dapat diganggu gugat,

penyelenggara, pengelola, dan petugas haji maupun umrah yang amanah

selalu mempercayai orang lain dan memiliki kepercayaan diri. Maka patut

disebut sebagai penyelenggara, pengelola, dan petugas haji maupun umrah

yang bertanggung jawab.

Pelayanan kepada jemaah haji dan umrah akan berjalan efektif, mana

kala penyelenggara, pengelola, dan petugas haji maupun umrah bersikap

saling percaya dan saling menghormati antara hak dan kewajiban masing-

masing. Pendekatan dan kebersamaan dalam mewujudkan tujuan

penyelenggaraan ibadah haji dan umrah selalu diupayakan dalam kegiatan

apa pun selama pelaksanaan ibadah haji dan umrah.30

Setiap amanah menuntut pertanggung jawaban, sekecil apapun amanah

harus dipertanggung jawabkan oleh pemegangnya. Sungguh menjadi berdosa

jika penyelenggara haji ataupun penyelenggara umrah menelentarkan

jemaahnya, kurang memperhatikan jemaah yang sakit dan lansia.

Apalagi sebagai penyelenggara haji atau umrah membatalkan atau tidak

memberangkatkan jemaahnya. Sungguh hal tersebut membuat kecewa

jemaah, sehingga harus mendapatkan sanksi, sebagaimana Firman Allah

SWT dalam QS. An-Nisa [4]: 58 :

30 Ali Rokhmad dan Abdul Choliq, Haji (Transformasi Profetik Menuju Revolusi

Mental), (Jakarta : Media Dakwah, 2015), h: 92-94

Page 58: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

46

ن أ س نا ل ا ي ب م ت م ك ح ا ذ إ و ا ه ل ى أ ل إ ت ا ن ا لم ا وا ؤدج ت ن أ م رك م أ ي لو ل ا ن إي ص ب ا ع ي س ن ا لو ك ل ا ن إ و ب م ك ظ ع ي ا م ع ن لو ل ا ن إ ل د ع ل ا ب وا م ك ت

Artinya: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat”

Ayat di atas menunjukkan pentingnya menjaga amanat, amanat yang

berhubungan dengan penyelenggara, pengelola, dan petugas haji maupun

umrah yaitu membimbing jemaah, melayani jemaah, dan melindungi jemaah

berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008. Atas dasar inilah, baik

oleh pemerintah maupun swasta harus menunaikan tugas dan tanggung jawab

sesuai posisi, kedudukan, dan kewenangan yang diembannya. c. Prinsip Komunikatif (Tabligh)

Komunikasi sangat berperan dalam keberhasilann tugas penyelengara/

pengelola/ petugas haji dan umrah. Dalam melaksanakan tugas seorang

dikatakan sukses, apabila mampu membangun komunikasi yang efektif

dengan jemaah.31

Dalam penyelenggaraan ibadah haji maupun ibadah umrah antara

penyelenggara, pengelola, petugas haji, dan jemaah haji saling membutuhkan

satu dengan yang lain. Petugas memiliki kewajiban memberikan pelayanan,

sedangkan jemaah memiliki hak untuk dilayani.

Di sinilah peran pentingnya komunikasi khususnya dalam menggalang

matual understanding (saling pengertian) menjadi dasar untuk saling

menumbuhkan sanse of belonging (rasa memiliki), bahwa masing-masing

memiliki tugas yang berbeda. Sekali pun jemaah memiliki hak untuk dilayani

tetapi penyelenggara, pengelola, dan petugas haji maupun umrah tetap

memiliki keterbatasan-keterbatasan yang dapat atau tidak dapat dipenuhi.

31 Ali Rokhmad dan Abdul Choliq, Haji (Transformasi Profetik Menuju Revolusi

Mental), (Jakarta : Media Dakwah, 2015), h: 95

Page 59: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

47

Tentu saja, hal ini perlu dikomunikasikan dengan baik. Dalam

penyelenggaraan ibadah haji maupun ibadah umrah, diharapkan

penyelenggara, pengelola, dan petugas haji maupun umrah dapat

berkomunikasi dan menyampaikan informasi, gagasan, pesan, dan sebagainya

dengan baik tanpa menimbulkan banyak presepsi dari jemaah.

Sehingga kesulitan yang dihadapi, baik karena kondisi yang timbul dan

kebijakan yang mendadak di Arab Saudi dapat diatasi dan tidak menimbulkan

konflik dengan penyelenggara, pengelola, dan petugas haji maupun umrah.

d. Prinsip Intelegensi (Fathanah)32

Kecerdasan itu menjadi sifat penting bagi penyelenggara, pengelola, dan

petugas haji maupun umrah agar pelaksanaan tugas berjalan sesuai rencana

dan kebajikan yang ditetapkan. Seorang penyelenggara, pengelola, dan

petugas haji maupun umrah tidak cukup hanya memiliki pengalaman dan

kemampuan manajerial. Akan tetapi, memahami seluruh aspek yang

dikelolanya, termasuk pemahaman tugas dan fungsi secara detail.

Penyelenggara, pengelola, dan petugas haji maupun umrah harus mau

belajar, sehingga mampu memberikan bimbingan, pelayanan, dan

perlindungan bagi jemaah haji dan umrah sesuai dengan prosedur kerja dan

standar yang ditetapkan.

Tahap berikutnya penyelenggara, pengelola, dan petugas haji maupun

umrah harus juga memiliki kemampuan untuk melakukan pengawasan

(kontrol) terhadap tugasnya secara efektif. Pengelola yang cerdas tidak

sekedar menguasai seluk beluk penyelenggaraan haji atau umrah saja, namun

lebih jauh memiliki kemampuan pengetahuan ibadah haji atau umrah yang

baik.

Keputusan-keputusan yang ditetapkan harus menunjukkan

kemampuannya mengelola umrah maupun haji secara profesional dan di

dasarkan pada sikap moral atau akhlakul karimah. Penyelenggara, pengelola,

32 Ali Rokhmad dan Abdul Choliq, Haji (Transformasi Profetik Menuju Revolusi

Mental), (Jakarta : Media Dakwah, 2015), h: 95-96

Page 60: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

48

dan petugas haji maupun umrah yang fathanah tidak saja bekerja cerdas

melainkan memiliki kemampuan, kearifan dalam bertindak.

Selain keempat sifat di atas, ada sifat yang perlu dimiliki penyelenggara haji

dan umrah, yaitu ikhlas. Pemahaman ikhlas di sini bukan saja menerima ketentuan

yang ada nemun lebih pada menerima dengan baik tugas pengelolaan haji dan

umrah. Berbagai macam tantangan dan godaan selalu menghampiri para

penyelenggara, pengelola, dan petugas haji maupun umrah dengan berbagai

macam modusnya.

Oleh karena itu, perlu upaya yang sungguh-sungguh untuk meredam nafsu.

Ikhlas beramal merupakan kunci keberhasilan tugas penyelenggara, pengelola,

dan petugas haji maupun umrah.33

3. Tugas Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah

Tugas utama dari Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) adalah

memberikan pelayanan. Pelayanan adalah usaha melayani kebutuhan orang lain.

Pelayanan pada dasarnya, kegiatan yang ditawarkan kepada konsumen atau

pelanggan yang dilayani.

Pelayanan kepada jemaah umrah menjadi tugas dan kewajiban Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Yaitu memberikan pelayanan kepada jemaah

umrah sejak di Tanah Air, selanjutnya memberikan pelayanan di Arab Saudi

sesuai dengan kebijakan dan ketentuan peraturan tentang umrah. Besarnya resiko

ini memerlukan sistem yang terkoordinasi, maka diperlukan manajemen

operasional. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) harus

melaksanakan tugasnya dengan sungguh-sungguh dan harus profesional.

Beberapa kewajiban Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dalam

memberikan pelayanan jemaah umrah, meliputi antara lain: pendaftaran,

pelayanan pemberangkatan dan pemulangan jemaah umrah dari dan ke Indonesia,

33 Ali Rokhmad dan Abdul Choliq, Haji (Transformasi Profetik Menuju Revolusi

Mental), (Jakarta : Media Dakwah, 2015), h: 96-97

Page 61: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

49

pelayanan bimbingan ibadah, pelayanan dokumen, pemondokan, transportasi,

katering, keamanan, dan kesehatan jemaah.34

Secara garis besar, pengelolaan penyelenggaraan umrah dihadapkan pada 4

(empat) tugas utama, yaitu:

a. Melakukan hubungan kenegaraan dalam tataran diplomatik dengan negara

tujuan, yaitu Kerajaan Arab Saudi;

b. Menyusun rencana dan program agar dapat dicapai tujuan penyelenggaraan

ibadah umrah dengan tertib, aman, dan lancar;

c. Bertanggung jawab atas keseluruhan aspek penyelenggaraan umrah meliputi:

pelayanan bidang umum, bimbingan ibadah, dan kesehatan jemaah umrah;

dan

d. Menyelenggarakan operasional umrah baik di Tanah Air maupun Arab Saudi

dengan aman, nyaman, tertib, adil, transparan, dan akuntabel.35

Adapun ketentuan yang wajib dipatuhi oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah

Umrah (PPIU) yaitu ditegaskan di dalam Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Nomor

13 Tahun 2008 tentang Penyelenggara Perjalanan Ibadah Haji bahwa:

Penyelenggara perjalanan Ibadah Umrah wajib memenuhi ketentuan sebagai berikut:

a. Menyediakan pembimbing ibadah dan petugas kesehatan; b. Memberangkatkan dan memulangkan jemaah sesuai dengan masa berlaku

visa umrah di Arab Saudi dan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. Memberikan pelayanan kepada jemaah sesuai dengan perjanjian tertulis

yang disepakati antara penyelenggara dan jemaah; dan d. Melapor kepada Perwakilan Republik Indonesia di Arab Saudi dan pada

saat akan kembali ke Indonesia.”

Setidak-tidaknya, ada 3 (tiga) acuan kriteria utama untuk mengukur sukses

tidaknya sebuah pelayanan. Hal ini tentu ada kaitannya dengan sertifikat

International Standard Operational (pelayanan standard international)/ ISO

9000:2001 yaitu: Pertama, profesional. Kedua, mengacu kepada Standar

34 Ali Rokhmad dan Abdul Choliq, Haji (Transformasi Profetik Menuju Revolusi

Mental), (Jakarta : Media Dakwah, 2015), h: 125-126 35 Ibid, h: 88

Page 62: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

50

Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditetapkan. Ketiga, berorientasi pada

kepentingan dan kebutuhan masyarakat, khususnya jemaah haji dan umrah.

Bertugas dalam pelayanan haji dan umrah tidak lain dari beribadah dan

menjalankan amanah. Dalam kondisi ini, yang diperlukan bagi seorang

penyelenggara bukan hanya sekedar penguasaan terhadap tugas dan fungsi di

lapangan tetapi juga komitmen dan kesadaran untuk memberikan pelayanan yang

terbaik kepada umat.36

C. Kementerian Agama Sebagai Lembaga Pengawas

1. Kedudukan dan Kewenangan Kementerian Agama

Penegakan hukum adalah proses dilakukannya upaya untuk tegaknya

atau berfungsinya norma-norma hukum secara nyata sebagai pedoman

perilaku dalam lalu lintas atau hubungan-hubungan hukum dalam kehidupan

bermasyarakat dan bernegara.

Menurut Satjipto Raharjo, menjelaskan bahwa hakekat dari penegakan

hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan atau ide-

ide hukum menjadi kenyataan. Keinginan hukum adalah pikiran badan

pembentuk Undang-Undang yang berupa ide atau konsep-konsep tentang

keadilan, kepastian hukum dan kemanfaatan sosial yang dirumuskan dalam

peraturan hukum.37

Dalam hal penegakan hukum terhadap para Penyelenggara Perjalanan

Ibadah Umrah (PPIU) adalah wewenang Kementerian Agama Republik

Indonesia yang merupakan kementerian dalam Pemerintah Indonesia yang

membidangi urusan agama. Kementerian Agama dipimpin oleh

seorang Menteri Agama yang sejak tanggal 9 Juni 2014 dijabat oleh Lukman

Hakim Saifuddin.

36 Kementerian Agama RI Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Dinamika dan Prespektif Haji Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama RI, 2012), h: 212 37 Bevi Septriana, “Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Calon Jamaah Umrah Pada Tahap Penyidikan (Studi Kasus di Polresta Bandar Lampung)”, (Bandar Lampung: Skripsi Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2017), h: 6-7

Page 63: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

51

Terdapat Susunan organisasi di Kementerian Agama yang terdiri atas 11

(sebelas) unit kerja38, salah satu di antaranya adalah Direktorat Jenderal

Penyelenggaraan Haji dan Umrah adalah unsur pelaksana yang berada di

bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri Agama. Direktorat Jenderal

Penyelenggaraan Haji dan Umrah dipimpin oleh seorang Direktur

Jenderal yang saat ini dijabat oleh Prof. Dr. Nizar, M.Ag.39

Direktorat jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah yang secara khusus

dibentuk untuk menangani berbagai macam urusan haji dan umrah termasuk

mengurus penegakan hukum terhadap Penyelenggara Perjalanan Ibadah

Umrah (PPIU). Dalam rangka meningkatkan pembinaan, pengawasan dan

penegakan hukum terhadap Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)

dan Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK).

Kementerian Agama dan Kepolisian Republik Indonesia sepakat untuk

mengadakan kerja sama. Kerja sama yang disepakati adalah dalam rangka

pengawasan dan penegakan hukum terhadap Penyelenggara Ibadah Haji

Khusus (PIHK) dan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) melalui

Nota Kesepahaman.

Maksud dan tujuan Nota Kesepahaman ditegaskan dalam Pasal 1 Nota

Kesepahaman Antara Kementerian Agama Republik Indonesia Dengan

Kepolisian Negara Republik Indonesia Tentang Pengawasan Dan Penegakan

Hukum Terhadap Penyelenggaraan Ibadah Haji Khusus Dan Umrah

dinyatakan:

a. Maksud Nota Kesepahaman ini adalah sebagai pedoman bagi para pihak untuk melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap perorangan dan korporasi yang melakukan penyelenggaraan ibadah haji khusus dan penyelenggara perjalanan ibadah umrah yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan;

b. Tujuan Nota Kesepahaman ini adalah agar dapat terwujud kerjasama yang erat antara Para Pihak demi terlaksananya upaya pengawasan dan penegakan hukum terhadap penyelenggaraan haji dan umrah;

38 Kementerian Agama Republik Indonesia, Wikipedia, https://id.wikipedia.org/wiki/ Kementerian_Agama_Republik_Indonesia, 27 Mei 2018 39 Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Wikipedia, https://id.wikipedia. org/wiki/Direktorat_Jenderal_Penyelenggaraan_Haji_dan_Umrah, 27 Mei 2018

Page 64: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

52

Menurut Direktur Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah 2013,

penandatanganan MoU ini merupakan salah satu langkah Kementerian

Agama dalam membantu menyelesaikan persoalan yang sering menimpa

Jemaah ibadah Umrah.40 Kementerian Agama dengan Kepolisian Republik

Indonesia telah melakukan penandatangan MoU atau Nota Kesepahaman41

pada tahun 2013.

2. Tugas Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah

Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah mempunyai tugas

merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang

penyelenggaraan haji dan umrah. Dalam melaksanakan tugas, Direktorat

Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan kebijakan di bidang penyelenggaraan haji dan umrah;

b. Pelaksanaan kebijakan di bidang penyelenggaraan haji dan umrah;

c. Penyusunan norma, standar, prosedur, kriteria di bidang penyelenggaraan

haji dan umrah;

d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi penyelenggaraan haji dan

umrah;

e. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan

Umrah;42 dan

f. Pengawasan dalam hal penyelenggaraan haji dan umrah.

Penyelenggaraan umrah yang melibatkan banyak instansi dan lembaga

sudah saatnya dikelola secara professional. Pemerintah harus terus melakukan

usaha untuk memperbaiki kualitas pelayanan untuk mencapai kepuasan

jemaah. Setidaknya ada 3 (tiga) kunci utamanya, yaitu: perbaikan secara terus

menerus (continous improvement), keterlibatan semua anggota organisasi dan

40Kemenag Buat MoU Penyelenggaraan Umrah dan Haji Khusus Dengan Polri, Kemenag, https://www2.kemenag.go.id/berita/121181/kemenag-buat-mou-penyelenggaran-umrah-dan-haji-khusus-dengan-polri, 28 Mei 2018 41 Ibid, pada 27 Mei 2018 42 Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Wikipedia, https://id.wikipedia. org/wiki/Direktorat_Jenderal_Penyelenggaraan_Haji_dan_Umrah, 27 Mei 2018

Page 65: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

53

usaha memenuhi bahkan melebihi ekspektasi dari pengguna jasa

(stakeholders).43

Untuk mewujudkan petugas umrah yang kompeten serta memiliki

dedikasi, maka dilakukan seleksi44 oleh Direktorat Jenderal Penyelenggaraan

Haji dan Umrah yaitu berupa berbagai macam persyaratan untuk menjadi

sebuah Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).

Intisari dari tugas nasional yang menjadi tanggung jawab Direktorat

Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah adalah aspek pembinaan,

pelayanan, dan perlindungan kepada jemaah haji maupun jemaah umrah sejak

mulai pendaftaran dan tercatat di Siskohat Kementerian Agama secara online

dan real-time, masa tunggu (Waiting list), keberangkatan dari Tanah Air ke

Arab Saudi, selama di Tanah Suci, sampai akhirnya kembali lagi ke Tanah

Air.45

Dalam hal ibadah umrah Kementerian Agama khususnya Direktorat

Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah sebagai regulator sedangkan

operator sepenuhnya diserahkan kepada swasta.46 Fungsi Kementerian

Agama mengarah lebih kepada kebijakan mendasar.47

3. Legalitas Kementerian Agama Dalam Penegakan Hukum Terhadap

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)

Dalam perkembangan bisnis modern telah banyak mengubah agen

perjalanan ibadah umrah, sering kali antara pelayanan yang diberikan dengan

dan keuntungan yang diambil tidak seimbang. Bahkan sebagian di antaranya

memberikan pelayanan di bawah standar. Tidak jarang Penyelenggara

43 Ali Rokhmad, Abdul Choliq, Haji (Transformasi Profetik Menuju Revolusi Mental), (Jakarta : Media Dakwah, 2015), h: 89 44 Ibid, h: 90 45 Kementerian Agama RI Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Dinamika dan Prespektif Haji Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama RI, 2012), h: 232 46 Muhammad M. Basyuni, Reformasi Manajemen Haji, (Jakarta: FDK Press, 2008), h: 81 47 A. Chunaini Saleh, Penyelenggaraan Haji Era Reformasi (Analisis Internal Kebijakan

Publik Departemen Agama), (Tanggerang: Pustaka Alvabet, 2008), h: 40

Page 66: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

54

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) swasta tidak menyediakan pelayanan sesuai

dengan perjanjian.

Dalam kaitan ini, adalah legalitas Kementerian Agama khususnya

Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah untuk menjatuhkan

sanksi kepada para Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) nakal.

Selain itu Kementerian Agama juga memiliki legalitas untuk

mengeluarkan kebijakan serta keputusan tentang penyelenggara perjalanan

ibadah umrah, yang bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme dalam

penyelenggaraan ibadah umrah sesuai dengan prinsip-prinsip menejemen

modern.48

4. Dasar Pentingnya Pengawasan Direktorat Penyelenggaraan Haji dan

Umrah

Kementerian Agama Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan

Umrah sering kali mendapat berbagai opini penilaian terhadap berhasil dan

tidaknya penyelenggaraan pada jemaah. Hal ini sangatlah wajar karena

beberapa hal, antara lain:

a. Penyelenggaraan ibadah haji dan umrah merupakan kegiatan rutin dan

menjadi pekerjaan yang sangat besar yang melibatkan banyak pihak;

b. Banyak pihak yang melakukan monitoring dan pengawasan, di antaranya

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Dewan Perwakilan

Daerah Republik Indonesia, Komisi Pemberantas Komisi, Badan

Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia, Badan Pengawasan Keuangan

Pembangunan, Pers, Lembaga Swadaya Masyarakat, Inspektorat Jenderal

Kementerian Kesehatan dan juga Kementerian Agama yang melakukan

pengawasan dan monitoring;

c. Tidak hanya persepsi yang sama yang dapat dijadikan ukuran

keberhasilan atau kegagalan penyelenggaraan haji maupun umrah dengan

memakai tolak ukur masing-masing; dan

48 Muhammad M. Basyuni, Reformasi Manajemen Haji, (Jakarta: FDK Press, 2008), h: 63-64

Page 67: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

55

d. Setiap pergantian tahun, selalu saja ada permasalahan yang muncul.49

Maka atas dasar tersebut lah mengapa adanya pengawasan dan

pengendalian dalam ruang lingkup penyelenggaraan haji dan umrah, bisa kita

lihat bahwa point ke empat menegaskan bahwa selalu ada permasalahan yang

muncul dan harus Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah

Kementerian Agama yang turun tangan untuk menindaklanjuti, oleh karena

itu adanya pengawasan serta pengendalian yang tugasnya menindaklanjuti

setiap permasalahan yang timbul tersebut.

D. Mekanisme dan Bentuk-Bentuk Pengawasan

1. Mekanisme Pengawasan

Mekanisme pengawasan yang kini diterapkan oleh pemerintah dilakukan

oleh Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Dalam hal

pengawasan Direktur Jenderal dibantu oleh Kepala Kantor Wilayah, Kepala

Kantor Kementerian Agama Kabupaten atau Kota, dan Staf Teknis Haji

Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Jeddah dan dapat bekerja sama

dengan lembaga instansi pemerintah atau lembaga terkait.

Pengawasan yang dimaksud ditegaskan dalam Pasal 32 Ayat 3 Peraturan

Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan

Ibadah Umrah yaitu:

Pengawasan terhadap:

a. Pendaftaran; b. Pengelolaan keuangan; c. Rencana perjalanan; d. Kegiatan operasional pelayanan Jemaah; e. Pengurusan dan penggunaan visa; f. Indikasi penyimpangan dan/atau kasus tertentu; dan g. Ketaatan terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan.

Mengenai pengawasan yang diwakilkan oleh Kepala Kantor Wilayah,

Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/ Kota, dan Staf Teknis Haji

49 Kementerian Agama RI Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah, Dinamika dan Prespektif Haji Indonesia, (Jakarta: Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama RI, 2012), h: 213

Page 68: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

56

Konsulat Jenderal Republik Indonesia di Jeddah akan melakukan pengawasan

sendiri dan setelah itu dilaporkan kepada Direktur Jenderal Haji dan Umrah.

Dalam hal melaksanakan pengawasan ditegaskan di dalam Pasal 33

Peraturan Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan

Perjalanan Ibadah Umrah yaitu:

Pengawasan dilakukan secara: 1) Terprogram dan berkala; 2) Sewaktu-waktu sesuai dengan kebutuhan; dan/atau 3) terpadu dengan instansi pemerintah/ lembaga terkait.

2. Bentuk-Bentuk Pengawasan

Pengawasan adalah salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh

Pemerintah selaku regulator, kewajiban pemerintah ditegaskan di dalam

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji

yaitu:

Pemerintah berkewajiban melakukan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan dengan menyediakan layanan administrasi, bimbingan Ibadah Haji, Akomodasi, Transportasi, Pelayanan Kesehatan, keamanan, dan hal-hal lain yang diperlukan oleh Jemaah Haji.

Yang mana hal tersebut juga diberlakukan Pemerintah dalam hal

penyelenggaraan ibadah umrah. Bentuk pengawasan yang digunakan oleh

Kementerian Agama terdiri dari 2 (dua) bentuk, yaitu:

a. Pengawasan Preventif

Pengawasan yang dilakukan sebelum pelaksanaan, yakni

pengawasan yang dilakukan terhadap sesuatu yang bersifat rencana.50

Pengawasan yang didirikan sebagai upaya pencegahan yang mana

Kementerian Agama mencegah dan mengendalikan melalui51:

50 Putu Yasa, “Jenis-Jenis Pengawasan”, Inspektorat Daerah, https://inspektoratdaerah. bulelengkab. go.id/artikel/jenis-jenis-pengawasan-76, 15 Juli 2018 51 Ali Machzumi, Kepala Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah Ibadah Umrah pada Subdirektorat Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Ibadah Haji Khusus Direktorat Bina Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 Juli 2018

Page 69: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

57

1) Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji

(SIPATUH).

Layanan berbasisi elektronik (web dan mobile) yang

dikembangkan Kementerian Agama sejak April 2018. Keberadaan

Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji

(SIPATUH) diharapkan dapat meningkatkan pengawasan terhadap

penyelenggara perjalanan ibadah umrah dan haji khusus.

Prinsip dasar kerja Sistem Informasi Pengawasan Terpadu

Umrah dan Haji (SIPATUH) adalah memberikan ruang bagi

jemaah untuk dapat memantau rencana perjalanan ibadah

umrahnya, sejak mendaftar hingga sampai pulang kembali ke

Tanah Air.52

Aplikasi berbasis elektronik ini berfungsi untuk mengawasi

semua Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang

sedang memberangkatkan jemaahnya, termasuk soal mekanisme

pelayanan sebuah travel53.

Melalui sistem ini, akan saling terkoneksi antara calon jemaah

umrah, Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU),

Kementerian Agama, dan Kedutaan Besar Saudi Arabia (KBSA).

Ini dilakukan agar monitoring penyelenggaraan umrah tidak hanya

dilakukan oleh Kementerian Agama, tapi juga masyarakat.54

Sebelum ada Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan

Haji (SIPATUH), ada sistem Kementerian Agama yang bernama

Laporan Rencana Perjalanan Umrah (LRPU) yang mana sebelum

jemaah diberangkatkan ke Arab Saudi, Penyelenggara Perjalanan

52 Kontri, “Benahi Insdustri Umrah: Kemenag Terbitkan Regulasi Baru”, Kemenag, https://kemenag.go.id/berita/read/507294/benahi----industri----umrah--kemenag-terbitkan-regul asi-baru, 16 Juli 2018 53 “Buntut Maraknya Travel Nakal di 2017: Kemenag Berbenah, Republika, https://www. republika.co.id/berita/jurnal-haji/berita-jurnal-haji/18/01/03/p1ynz9335-buntut-maraknya-travel-nakal-di-2017-kemenag-mulai-berbenah, 15 Juli 2018 54 Khoiron, “Ini Terobosan Pembenahan Penyelenggaraan Umrah di Indonesia”, Kemenag, https://kemenag.go.id/berita/read/507876, 16 Juli 2018

Page 70: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

58

Ibadah Umrah (PPIU) akan meng-input data jemaah yang

berangkat umrah dahulu dengan sistem inilah Kementerian Agama

mengontrol perjalanan umrah.

Tapi kini ada Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan

Haji (SIPATUH) yang lebih detail dari Laporan Rencana

Perjalanan Umrah (LRPU)55. Dengan aplikasi Sistem Informasi

Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji (SIPATUH) ini Kementerian

Agama dapat mengkontrol kapan sebuah travel memberangkatkan

jemaahnya, jumlah dari jemaah yang diberangkatkan, hotel yang

disewa, kapan jemaah akan pulang, visanya dan lain-lain56.

Semua hal tersebut akan terkontrol karena Sistem Informasi

Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji (SIPATUH) memuat

sejumlah informasi di antaranya:

a) Pendaftaran jemaah umrah;

b) Paket perjalanan yang ditawarkan PPIU;

c) Harga paket;

d) Pemantauan penyediaan tiket yang terintegrasi dengan maskapai

penerbangan;

e) Pemantauan akomodasi yang terintegrasi dengan sistem

muassasah di Arab Saudi;

f) Alur pemesanan visa yang terintegrasi dengan Kedutaan Besar

Saudi Arabia (KBSA);

g) Validasi identitas jemaah yang terintegrasi dengan Dukcapil;

dan

h) Pemantauan keberangkatan dan kepulangan yang terintegrasi

dengan imigrasi.

55 Nennah, Pihak Al-Kautsar Travel Haji dan Umrah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 27 April 2018 56 Ali Machzumi, Kepala Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah Ibadah Umrah pada Subdirektorat Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Ibadah Haji Khusus Direktorat Bina Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 Juli 2018

Page 71: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

59

Melalui Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji

(SIPATUH), jemaah akan memperoleh nomor registrasi

pendaftaran sebagai bukti proses pendaftaran yang dilakukan sesuai

peraturan. Artinya, proses akhir pendaftaran adalah keluarnya

nomor registrasi umrah.57

2) Sistem Akreditasi.

Kementerian Agama menerapkan sistem akreditasi terhadap

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tujuannya, untuk

meningkatkan kualitas Manajemen Penyelenggara Perjalanan

Ibadah Umrah (PPIU).58

Direktorat Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah telah

menjalin kerjasama dengan Komite Akreditasi Nasional (KAN)

Badan Standarisasi Nasional (BSN) untuk menjalin sinergi dalam

menilai akreditasi Lembaga Sertifikasi Usaha (LSU) yang

melakukan sertifikasi usaha terhadap Penyelenggara Perjalanan

Ibadah Umrah (PPIU) ini harus diakreditasi oleh Komite

Akreditasi Nasional (KAN).

Harapannya agar sistem kontrol kualitas menjadi lebih kuat

sehingga potensi masalah Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah

(PPIU) bisa diminimalisir.59

3) Pembinaan60 dan sosialisasi.

Pembinaan dan sosialisasi merupakan tanggung jawab

pemerintah untuk mewujudkan Penyelenggara Perjalanan Ibadah

57 “Benahi Insdustri Umrah Kemenag Terbitkan Regulasi Baru”, Kemenag, https:// kemenag.go.id/berita/read/507294/benahi----industri----umrah--kemenag-terbitkan-regulasi-baru, 16 Juli 2018 58 Faisal Abdallah, “Penyelenggara Umrah Perlu Diakreditasi”, Metro News, https://www.google.co.id/ amp/www.metrotvnews.com/amp/GKdWnDAk-penyelenggara-umrah-perlu-diakreditasi, 16 Juli 2018 59 “Ini Terobosan Pembenahan Penyelenggaraan Umrah di Indonesia”, Kemenag, https:// kemenag.go.id/berita/read/507876, 16 Juli 2018 60 Ali Machzumi, Kepala Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah Ibadah Umrah pada Subdirektorat Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Ibadah Haji Khusus Direktorat Bina Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 Juli 2018

Page 72: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

60

Umrah (PPIU) yang profesional, amanah, dan bertanggung jawab

terhadap tugas dan kewajibannya.61

Ditegaskan dalam Pasal 36 Peraturan Menteri Agama Nomor 8

Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah

bahwa pembinaan terhadap Penyelenggara Perjalanan Ibadah

Umrah (PPIU) dilakukan oleh Direktorat Jenderal Penyelenggara

Haji dan Umrah (Dirjen PHU) yang dibantu oleh Kepala Kantor

Wilayah dan Kepala Kantor Kementerian Agama Kabupaten/ Kota.

Direktur Jenderal dapat bekerja sama dengan Asosiasi

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dalam melakukan

pembinaan terhadap Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah

(PPIU) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

b. Pengawasan Represif

Pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan atau kegiatan

dilaksanakan. Dapat pula dikatakan bahwa pengawasan represif sebagai

salah satu bentuk pengawasan atas jalannya pemerintahan.62 Jika sudah

dilakukan upaya pengawasan preventif dan masih ada Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang melanggar tentu harus dilakukan

represif yang akan ditindak sesuai dengan ketentuan yang ada.63

Penindakkan yang dilakukan oleh Kementerian Agama adalah

menjatuhkan sanksi kepada Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah

(PPIU) yang melanggar.

61 Asep Awaludin, “Kemenag Bentuk Forum PPIU”, Gala Media News, http://www.galamedianews. com/haji/187198/kemenag-bentuk-forum-ppiu.html pada 16 Juli 2018 62 Putu Yasa, “Jenis-Jenis Pengawasan”, Inspektorat Daerah, https://inspektoratdaerah. bulelengkab. go.id/artikel/jenis-jenis-pengawasan-76, 15 Juli 2018 63 Ali Machzumi, Kepala Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah Ibadah Umrah pada Subdirektorat Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Ibadah Haji Khusus Direktorat Bina Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 Juli 2018

Page 73: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

61

E. Penanganan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)

Bermasalah

Penanganan yang dilakukan oleh Kementerian Agama dalam menghadapi

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang bermasalah adalah dengan

menjatuhkannya sanksi kepada Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)

tersebut. Ada 4 (empat) jenis sanksi yang akan dijatuhkan untuk Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang melanggar, yaitu:

1. Teguran tertulis64

Sanksi peringatan yang diberikan kepada Penyelenggara Perjalanan Ibadah

Umrah (PPIU) yang melakukan kesalahan manajemen yang dapat merusak citra

Kementerian Agama.65 Dalam Pasal 41 Ayat 1 Peraturan Menteri Agama Nomor

8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah, Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) akan dikenakan sanksi teguran tertulis apabila

melakukan hal-hal di bawah ini:

a. Tidak melaporkan perubahan susunan pemilik saham, direksi, dan komisaris

dan/atau tempat atau domisili perusahaan kepada Menteri melalui Direktur

Jenderal paling lama 3 (tiga) bulan setelah terjadi perubahan;

b. Tidak memperoleh pengesahan dari Kepala Kantor Wilayah terkait

pembukaan kantor cabang di luar domisili perusahaan Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU);

c. Pimpinan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tidak melaporkan

pembukaan kantor cabang di luar domisili Penyelenggara Perjalanan Ibadah

Umrah (PPIU) kepada Direktur Jenderal;

d. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tidak melaporkan secara

tertulis kepada Direktur Jenderal, dalam hal Penyelenggara Perjalanan Ibadah

Umrah (PPIU) menetapkan Biaya Perjalanan Ibadah Umrah (BPIU) di bawah

Biaya Perjalanan Ibadah Umrah (BPIU) Referensi;

64 Ali Machzumi, Kepala Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah Ibadah Umrah pada Subdirektorat Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Ibadah Haji Khusus Direktorat Bina Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 Juli 2018 65 Muhammad M Basyuni, Reformasi Manajemen Haji, (Jakarta: FDK Press, 2008), h: 175

Page 74: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

62

e. Pendaftaran Jemaah yang dilakukan oleh calon jemaah yang bersangkutan

pada Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tidak sesuai dengan

format pendaftaran dan perjanjian yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal;

f. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tidak menjelaskan isi

perjanjian yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal kepada calon jemaah;

g. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tidak memberangkatkan

Jemaah paling lambat 6 (enam) bulan setelah pendaftaran;

h. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tidak memberikan informasi

mengenai paket umrah kepada calon jemaah;

i. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tidak melaporkan Jemaah

yang telah terdaftar kepada Direktorat Jenderal melalui Sistem Informasi

Pengawasan Terpadu Umrah (SIPATUH);

j. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tidak memberikan dokumen

perjanjian kepada Jemaah segera setelah ditanda tangani kedua belah pihak;

k. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) memfasilitasi keberangkatan

Jemaah menggunakan Biaya Perjalanan Ibadah Umrah (BPIU) yang berasal

dari dana talangan;

l. Tidak memberikan bimbingan ibadah umrah kepada jemaah sebelum

keberangkatan ke Arab Saudi;

m. Pembimbing ibadah yang diangkat oleh pimpinan Penyelenggara Perjalanan

Ibadah Umrah (PPIU) belum pernah melaksanakan ibadah haji atau umrah;

n. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tidak memberikan buku

paket atau buku pedoman materi bimbingan manasik dan perjalanan umrah

kepada jemaah umrah;

o. Pemberangkatan ke dan dari Arab Saudi tidak dilaksanakan oleh

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) sesuai dengan jadwal yang

tertera dalam perjanjian yang telah disepakati dengan calon jemaah;

p. Jadwal pemberangkatan ke dan dari Arab Saudi tidak dibuktikan dengan tiket

pesawat ke dan dari Arab Saudi;

Page 75: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

63

q. Transportasi udara dari Indonesia ke Arab Saudi dan dari Arab Saudi ke

Indonesia lebih dari 1 (satu) kali transit dan/atau dengan lebih dari 2 (dua)

maskapai penerbangan yang digunakan;

r. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tidak menyediakan tempat

yang layak dan nyaman bagi Jemaah selama berada di bandara;

s. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tidak memfasilitasi Jemaah

yang mengalami keterlambatan penerbangan sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan;

t. Transportasi darat selama di Arab Saudi tidak menggunakan kendaraan yang

layak, nyaman, sesuai dengan perjanjian yang disepakati, dan/atau tidak

memenuhi standar kelayakan dan kenyamanan, yang mana standar kelayakan

dan kenyamanan kendaraan selama di Arab Saudi adalah:

1) Usia bus paling lama 5 (lima) tahun;

2) Kapasitas bus paling banyak 50 (lima puluh) seat setiap bus; dan

3) Memiliki air condition, sabuk pengaman, tombol manual darurat

pembuka pintu, alat pemecah kaca, alat pemadam kebakaran, bagasi yang

terletak di bawah, ban cadangan atau ban anti bocor, kotak pertolongan

pertama pada kecelakaan lengkap dengan obat-obatan, pengeras suara,

toilet, dan kulkas yang seluruhnya dalam kondisi baik dan berfungsi.

u. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tidak menyediakan

akomodasi, untuk Jemaah yang diharuskan menginap sebelum keberangkatan

ke Arab Saudi;

v. Jemaah yang ditempatkan lebih dari 1.000 (seribu) meter dari Masjidil Haram

di Makkah, Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tidak

menyediakan transportasi selama 24 (dua puluh empat) jam, dan

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) menempatkan pada hotel

yang lebih rendah dari bintang 3 (tiga);

w. Pelayanan konsumsi selama di Arab Saudi tidak memenuhi persyaratan

sebagai berikut:

1) Pelayanan dengan sistem penyajian secara prasmanan sebanyak 3 (tiga)

kali sehari;

Page 76: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

64

2) Beberapa pilihan menu, termasuk menu Indonesia;

3) Segala bentuk konsumsi yang disajikan harus memenuhi standar

higienitas dan kesehatan.

x. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tidak memberikan

pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kesehatan bagi Jemaah sebelum

pemberangkatan ke dan dari Arab Saudi dan selama di Arab Saudi. Pelayanan

kesehatan tersebut mencakup:

1) Penyediaan petugas kesehatan;

2) Penyediaan obat-obatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-

undangan;

3) Pemeriksaan kondisi kesehatan awal Jemaah sebelum keberangkatan;

4) Pengurusan bagi Jemaah yang sakit selama di perjalanan dan di Arab

Saudi;

5) Pengurusan Jemaah yang meninggal dunia; dan

6) Bimbingan kesehatan Jemaah diberikan sebelum pemberangkatan ke dan

dari Arab Saudi dan selama di Arab Saudi.

y. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tidak memastikan Jemaah

telah mendapatkan vaksinasi meningitis sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan;

z. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tidak bertanggung jawab

terhadap perawatan dan pemulangan jemaah yang dirawat inap di Arab Saudi

dan negara transit;

aa. Pelayanan perlindungan Jemaah dan petugas umrah tidak mencakup:

1) Asuransi jiwa, kesehatan, dan kecelakaan;

2) Pengurusan dokumen Jemaah yang hilang selama perjalanan ibadah; dan

3) Pengurusan Jemaah yang terpisah dan/atau hilang selama dalam

perjalanan dan di Arab Saudi.

bb. Besaran pertanggungan asuransi/ nilai manfaat tidak sesuai dengan ketentuan

dalam asuransi perjalanan;

cc. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tidak menyediakan petugas

untuk mendampingi jemaah;

Page 77: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

65

dd. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tidak menyediakan 1 (satu)

orang tenaga kesehatan untuk rombongan jemaah yang berjumlah lebih dari

90 (sembilan puluh) orang;

ee. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tidak menyediakan kartu

tanda pengenal yang memuat nama Jemaah, nomor paspor, nama

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU), penanggung jawab dan

nomor kontak di Arab Saudi, nama muassasah, nama dan alamat hotel;

ff. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tidak mendaftarkan 1 (satu)

orang perwakilan resmi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) di

Arab Saudi kepada teknis urusan haji pada Konsulat Jenderal Republik

Indonesia di Jeddah;

gg. Pelayanan administrasi dan dokumen umrah tidak mencakup:

1) Pengurusan dokumen perjalanan umrah dan visa bagi Jemaah;

2) Pengurusan dokumen jemaah sakit, meninggal, dan ghaib/ hilang; dan

3) Pengurusan dokumen lain yang dianggap perlu.

hh. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tidak melaporkan

Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah kepada Direktur Jenderal yang

meliputi rencana perjalanan umrah, pemberangkatan, pemulangan, dan

permasalahan khusus;

2. Pembekuan izin

Travel yang terkena sanksi pembekuan tidak dapat lagi menjalankan

penyelenggaraan umrah selama maksimal 2 (dua) tahun dan Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) wajib mengembalikan Biaya Perjalanan Ibadah

Umrah (BPIU) kepada Jemaah. Dalam Pasal 41 Ayat 2 Peraturan Menteri Agama

Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah,

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dapat dijatuhkan sanksi

pembekuan izin dikarenakan telah melakukan pelanggaran sebagai berikut:

a. Melakukan pelanggaran penyalahgunaan dokumen pasport;

b. Melakukan kesalahan manajemen yang berakibat jamaah tidak terurus dengan

baik;

Page 78: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

66

c. Melakukan kelalaian manajemen pendaftaran dan keuangan yang berakibat

tidak mendapatkan ber-code sehingga jemaah gagal berangkat;

d. Melakukan kesalahan manajemen dengan manyamarkan identitas untuk

kepentingan rekruitment jemaah umrah66; dan

e. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang melakukan

pengulangan pelanggaran pada hal-hal yang dapat dikenakan sanksi

peringatan tertulis atau mengenai pelanggaran-pelanggaran yang terkait

dengan layanan kepada jemaah.

3. Pencabutan

Jika travel dicabut izinnya, izin sebagai penyelenggara umrah tersebut dicabut

selama-lamanya termasuk orangnya tidak akan bisa lagi berganti nama perusahaan

lain67. Apabila dikenakan sanksi pencabutan, Penyelenggara Perjalanan Ibadah

Umrah (PPIU) wajib mengembalikan Biaya Perjalanan Ibadah Umrah (BPIU)

kepada Jemaah. Dalam Pasal 41 Ayat 1 Peraturan Menteri Agama Nomor 8

Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah, Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dikenakan sanksi pencabutan izin atas

pelanggaran sebagai berikut:

a. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) menelantarkan jemaah

umrah yang mengakibatkan jemaah umrah:

1) Gagal berangkat ke Arab Saudi;

2) Melanggar masa berlaku visa; atau

3) Terancam keamanan dan keselamatannya.

b. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tidak memastikan/

mengecek masa tinggal Jemaah di Arab Saudi sesuai atau tidak dengan masa

berlaku visa. Sehingga masa tinggal Jemaah di Arab Saudi tidak sesuai

dengan masa berlaku visa, dalam artian masa berlaku visa sudah habis namun

jemaah belum kembai ke Indonesia68; dan

66 Muhammad M Basyuni, Reformasi Manajemen Haji, h: 175 67 Ibid, h: 175 68 Nurchalis, Kepala Subdirektorat Perizinan, Akreditasi dan Bina Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus Direktorat Jenderal

Page 79: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

67

c. Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang meminjamkan legalitas

perizinan umrah kepada pihak lain untuk menyelenggarakan perjalanan

ibadah umrah;

d. Apabila izin operasional sebagai biro perjalanan wisata dicabut oleh Menteri

yang menyelenggarakan urusan di bidang pariwisata, Gubernur, Bupati

dan/atau Wali Kota maka izin penyelenggaraan umrah dicabut; dan

e. Apabila nilai akreditasi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) di

bawah C.

4. Tidak diberikan pengesahan sebagai Provider

Provider visa yang melanggar ketentuan dikenakan sanksi tidak dapat

diberikan pengesahan kontrak sebagai syarat menjadi provider visa untuk paling

lama 2 (dua) kali musim umrah, sehingga mereka ke depannya tidak sebagai

provider tetapi sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) biasa.69

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang berstatus sebagai provider

visa dapat dikenakan sanksi dikarenakan tidak melakukan kewajiban sebagaimana

berikut:

a. Menaati ketentuan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan oleh

Pemerintah Indonesia dan Pemerintah Arab Saudi;

b. Memastikan pelayanan administrasi akomodasi, konsumsi, dan transportasi di

Arab Saudi;

c. Memastikan pengurusan visa Jemaah hanya kepada Penyelenggara Perjalanan

Ibadah Umrah (PPIU);

d. Memastikan pengurusan Jemaah yang meninggal dan/atau mengalami sakit dan

dirawat di Arab Saudi dan/atau di negara transit, dan sampai kembali ke Tanah

Air;

e. Memastikan tiket Jemaah ke dan dari Arab Saudi;

Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia, Wawancara Pribadi, Jakarta, 23 Maret 2018 69 Ali Machzumi, Kepala Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah Ibadah Umrah pada Subdirektorat Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Ibadah Haji Khusus Direktorat Bina Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 Juli 2018

Page 80: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

68

f. Memastikan asuransi perjalanan Jemaah; dan

g. Melaporkan pengurusan visa kepada Direktur Jenderal paling lama 10

(sepuluh) hari sejak visa diterbitkan.

5. Ketentuan Lain

Ketentuan lain yang ada di dalam Pasal 45 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji ditegaskan bahwa

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) wajib memenuhi ketentuan

sebagai berikut:

a. Menyediakan pembimbing ibadah dan petugas kesehatan; b. Memberangkatkan dan memulangkan jemaah sesuai dengan masa berlaku visa umrah di Arab Saudi dan ketentuan peraturan perundang-undangan; c. Memberikan pelayanan kepada jemaah sesuai dengan perjanjian tertulis yang disepakati antara penyelenggara dan jemaah; dan d. Melapor kepada Perwakilan Republik Indonesia di Arab Saudi pada saat datang di Arab Saudi dan pada saat akan kembali ke Indonesia.

Apabila Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tidak melaksanakan

ketentuan di atas maka akan dikenakan sanksi yang ditegaskan dalam Pasal 64

Ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah

Haji yaitu akan dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun

dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Page 81: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

69

BAB IV

MEKANISME PENYELESAIAN PENYELENGGARA PERJALANAN

IBADAH UMRAH BERMASALAH OLEH KEMENTERIAN AGAMA

A. Potret Kasus Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah Bermasalah

1. Kasus PT. Pandi Kencana

Pada tahun 2014 terdapat sebuah kesalahan yang dilakukan oleh PT.

Pandi Kencana dalam melayani jemaah umrah yaitu adanya sejumlah jemaah

umrah yang tertunda waktu pemulangannya ke Indonesia dari Arab Saudi

selama 3 (tiga) hari. Hal ini dikarenakan pesawat yang dipesan oleh PT. Pandi

Kencana untuk menjemput jemaah umrah tidak kunjung datang, dan

menyebabkan jemaah tertunda pemulangannya selama 3 (tiga) hari di

Madinah.

Kemudian terdapat petugas Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI)

di Arab Saudi yang melihat kondisi tersebut dan melaporkannya ke

Kementerian Agama dan mereka di tegur, yang melaporkan adalah orang

Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) yang melihat kondisi tersebut.

Kementerian Agama pun langsung memanggil Direktur utama PT. Pandi

Kencana untuk meminta klarifikasi terkait kasus ini, namun Direkturnya ada

di Makassar.

Maka PT. Pandi Kencana menghadirkan perwakilan dari Jakarta yaitu

Direksi PT. Pandi Kencana yang kebetulan berada di kantor PT. Pandi

Kencana yang di Jakarta. Direksi PT. Pandi Kencana yang datang ke

Kementerian Agama pun, menjelaskan kronologisnya, mereka membawa

semua invoice airland, tiket, invoice hotel, termasuk tambahan 3 (tiga) malam

di Madinah semuanya mereka bawa sebagai bukti bahwa tidak terjadi

penelantaran jemaah dan membawa bukti kelalaian dari pihak airland.

Mereka membuktikan ke Kementerian Agama mereka tidak

menelantarkan jemaah dan semua jemaah juga tidak terlantar semua masuk di

dalam hotel. Namun kesalahannya adalah bahwa PT. Pandi Kencana telah

mengambil airland yang tidak memiliki kantor cabang di Indonesia. Dalam

Page 82: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

70

proses klarifikasi diketahui bahwa pesawat yang digunakan oleh pihak PT.

Pandi Kencana bukan pesawat regular. 1

Setelah proses klarifikasi, biasanya Kementerian Agama menelaah hasil

dari klarifikasi untuk menentukan ketentuan-ketentuan di Peraturan Menteri

Agama Nomor 8 tahun 2018 hal apa yang telah dilanggar dan/atau yang tidak

sesuai dengan perilaku sebuah Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah

(PPIU) tersebut.2 Maka dalam waktu seminggu setelah proses klarifikasi

Kementerian Agama memberikan sanksi kepada PT. Pandi Kencana berupa

surat teguran.3

Tabel 4.1 Infografis Sanksi Yang Diberikan Kementerian Agama Untuk

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)

Tahun Pencabutan Izin Tidak dapat diperpanjang

berdasarkan akreditasi

Tidak dapat diperpanjang

2015

1. PT. Medterrania Travel

2. PT. Mustaqbal Lima

3. PT. Ronalditya 4. PT. Kopindo

Wisata

1. PT. Catur Dayaa Utama

2. PT. Huli Saqdah 3. PT. Maccadina 4. PT. Gema Arofah

2016 1. PT. Timur Sarana Tour & Travel

2. PT. Diva Sakinah 3. PT. Hikmah Sakti

Perdana

1. PT. Wisata Pesona Nugraha

2. PT. Assuryaniyah Cipta Prima

3. PT. Maulana

2017 1. PT. First Anugrah 1. PT. Hodhod Azza 1. PT. Al-Maha Tour

1 Hendry, kepala cabang dan Direktur HRD PT. Pandi Kencana Cabang, Wawancara

Pribadi, Jakarta, 05 April 2018 2 Ali Machzumi, Kepala Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah Ibadah Umrah pada Subdirektorat Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Ibadah Haji Khusus Direktorat Bina Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 Juli 2018 3 Hendry, kepala cabang dan Direktur HRD PT. Pandi Kencana Cabang, Wawancara

Pribadi, Jakarta, 05 April 2018

Page 83: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

71

Karya Wisata 2. PT. Biro

Perjalanan Wisata Al-Utswaniyah Tours

Amra Wisata & Travel 2. PT. Assyifa Mandiri

Wisata 3. PT. Raudah

Kharisma Wisata 4. PT. Habab Al

Hannaya Tour & Travel

5. PT. Erni Pancaeajati 2018 1. PT. Interculture

Tourindo 2. PT. Amanah

Bersama Umat 3. PT. Solusi Balad

Lumampah 4. PT. Mustaqbal

Wisata Prima4

B. Langkah-Langkah Kementerian Agama

Pada pengawasan Direktur Jenderal Penyelenggara Haji dan Umrah

melakukan tindakan koreksi terhadap Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah

(PPIU) jika adanya hal-hal yang menyimpang terhadap program perjalanan umrah

yang sudah ditentukan oleh Kementerian Agama, maka Penyelenggara Perjalanan

Ibadah Umrah (PPIU) harus dikenakan sanksi administratif.5

Berikut merupakan langkah-langkah Kementerian Agama dalam memberikan

sanksi atau peringatan bagi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang

melanggar ketentuan Undang-Undang maupun peraturan terkait Penyelenggaraan

Ibadah Umrah:

1. Pengenaan sanksi administratif dilakukan berdasarkan pengaduan

masyarakat, hasil akreditasi, dan/atau hasil pengawasan terhadap

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang disampaikan kepada

4 Ali Machzumi, Kepala Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah Ibadah Umrah pada Subdirektorat Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Ibadah Haji Khusus Direktorat Bina Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 Juli 2018 5 Roudatul Jannah, “Sistem Pengawasan Pelayanan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) Pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia”, (Repository UIN Jakarta: Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta, 2016), h. 66

Page 84: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

72

Direktur Jenderal yang mendapat informasi dari teman-teman di Konsulat

Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Jeddah maupun dari pemberitaan media6.

Pengaduan disampaikan secara tertulis dengan melampirkan identitas diri

pelapor dan bukti pelanggaran;

2. Direktur Jenderal membuat berita acara untuk Penyelenggara Perjalanan

Ibadah Umrah (PPIU) mengklarifikasi atau permintaan keterangan atas berita

dan/atau laporan yang ada;

3. Direktur Jenderal melakukan klarifikasi terhadap pemilik izin Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang dilaporkan telah melakukan

pelanggaran terhadap Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Yang mana sebelumnya

pihak Kementerian Agama sudah menggali data-data yang terkait atas kasus

tersebut, maka di saat memanggil Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah

(PPIU) untuk klarifikasi Kementerian Agama sudah mempunyai data-data

dan informasi terkait permasalahan7;

4. Dalam hal diperlukan Direktur Jenderal dapat menugaskan Kepala Kantor

Wilayah untuk melakukan klarifikasi. Hasil klarifikasi oleh Kepala Kantor

Wilayah disampaikan kepada Direktur Jenderal sebagai dasar pengenaan

sanksi administratif terhadap pelanggaran yang telah dilakukan oleh

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU);

5. Dalam hal diperlukan, Direktur Jenderal membentuk tim untuk menelaah

hasil klarifikasi. Tim itu terdiri adanya komponen dari Inspektorat Jenderal

Kementerian Agama, Biro hukum dari Sekretaris Jenderal Kementerian

Agama, dan kementerian lembaga terkait;

6. Tim menelaah bersama di Subdirektorat Pemantauan dan Pengawasan Ibadah

Umrah dan Ibadah Haji Khusus Kementerian Agama, untuk menentukan

ketentuan-ketentuan di Peraturan Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2018 hal

6 Ali Machzumi, Kepala Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah Ibadah Umrah pada Subdirektorat Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Ibadah Haji Khusus Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 Juli 2018 7 Ibid

Page 85: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

73

apa yang telah dilanggar dan/atau yang tidak sesuai dengan perilaku

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tersebut8;

7. Tim dapat melakukan pemanggilan terhadap pelapor, jemaah, Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU), dan/atau pihak terkait lainnya untuk

melengkapi penelaahan terhadap laporan terjadinya pelanggaran dalam

penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah;

8. Jika tim sudah menentukan pasal yang dilanggar Penyelenggara Perjalanan

Ibadah Umrah (PPIU), maka tim akan melakukan rekomendasi terkait dengan

sanksi apa yang harus dijatuhkan9;

9. Hasil telaahan tim disampaikan kepada Direktur Jenderal sebagai dasar

pengenaan sanksi administratif terhadap pelanggaran yang telah dilakukan

oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU);

10. Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan sanksi administrasi terhadap

pemegang izin Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang terbukti

melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan;

11. Direktur Jenderal atas nama Menteri menetapkan pemegang saham,

komisaris, dan direksi yang pernah atau sedang mendapat sanksi atas

pelanggaran Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah;

12. Penetapan sanksi administrasi disampaikan kepada pimpinan Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan ditembuskan kepada Kepala Kantor

Wilayah;

13. Direktur Jenderal mengumumkan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah

(PPIU) yang dikenakan sanksi administratif di media massa.

8 Ali Machzumi, Kepala Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah Ibadah Umrah pada Subdirektorat Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Ibadah Haji Khusus Direktorat Bina Umrah dan Haji KhususDirektorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 Juli 2018 9 Ibid

Page 86: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

74

C. Strategi Penyelesaian

1. Langkah Antisipasi

Berikut langkah antisipasi yang dilakukan Pemerintah untuk menimilisir

terjadinya penyalahgunaan bisnis umrah oleh Penyelenggara Perjalanan

Ibadah Umrah (PPIU) yang tidak bertanggung jawab:

a. Melalui program Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah

(SIPATUH), melalui sistem berbasis elektronik ini semua travel bisa

menggunakan aplikasi Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah

(SIPATUH), ini adalah bagian dari penyelenggaraan untuk mengontrol,

Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah (SIPATUH) memang

diterbitkan agar tidak ada lagi pelanggaran yang dilakukan oleh

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)10;

b. Selain Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah (SIPATUH)

tentunya dengan melakukan pembinaan, sosialisasi kepada para

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) sehingga mereka bisa

memenuhi ketentuan dan pelayanan yang harus mereka berikan11;

c. Kementerian Agama akan lebih meningkatkan sosialisasi kepada

masyarakat terkait pentingnya memilih travel perjalanan haji atau umrah

yang resmi. 12 Untuk menjadikan masyarakat yang cermat dan cerdas

dalam memilih Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU), dan

agar masyarakat dapat lebih berani untuk mengkritisi Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang mulai melakukan hal-hal yang

menyimpang13;

d. Selain memberikan sosialisasi kepada travel dan masyarakat yang perlu

dilakukan oleh Direktorat Jenderal Haji dan Umrah adalah merivisi atau 10 Ali Machzumi, Kepala Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah Ibadah Umrah pada Subdirektorat Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Ibadah Haji Khusus Direktorat Bina Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 Juli 2018 11 Ibid 12 Antisipasi Travel Umrah Bermasalah Kemenag Sosialisasi ke Masjid-Masjid, Thayiba Tora, http://www.thayiba-tora.co.id/antisipasi-travel-umrah-bermasalah-kemenag-sosialisasi-ke-masjid-masjid, 20 Juli 2018

13 Mustolih, Ketua Komisi Nasional Haji dan Umrah, Wawancara Pribadi, Ciputat, 24

Juli 2018

Page 87: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

75

mengoreksi standar. Karena bisa jadi penyimpangan yang terjadi akibat

standar yang tidak relevan. Bukan mutlak kesalahan Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).14

D. Pengawasan dan Pengendalian Terhadap Penyelenggara Perjalanan

Ibadah Umrah (PPIU)

Dalam teori sistem hukum yang dikemukakan oleh Lawrence M. Friedman

berhasilnya sebuah penegakan hukum tergantung 3 (tiga) unsur sistem hukum,

yakni struktur hukum, substansi hukum, dan budaya hukum. Struktur hukum

terdiri dari lembaga hukum yang ada untuk menunjukkan bagaimana hukum

dijalankan menurut Undang-Undang yang berlaku.15

Dalam penelitian ini, struktur hukum yang menjalankan adalah Kementerian

Agama Republik Indonesia yang di dalam struktur keorganisasiannya terdapat

Direktorat Penyelenggaraan Haji dan Umrah Bina Umrah dan Haji Khusus

sebagai instansi pemerintah yang berwenang mengawasi serta mengendalikan

para Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) sesuai dengan Undang-

Undang yang berlaku.

Substansi hukum adalah perangkat perundang-undangan yang berlaku16 untuk

mengawasi dan mengendalikan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).

Dalam penelitian ini penulis mengacu pada:

1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah

Haji;

2. Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 Tentang Pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2008 Tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji;

3. Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2015 Pasal 4

Ayat 1 tentang Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah;

14 Roudatul Jannah, “Sistem Pengawasan Pelayanan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) Pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia”, (Repository UIN Jakarta: Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatulah Jakarta, 2016), h. 70 15 Kurniawan Hermawanto dkk, “Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman” (Academia Edu: makalah Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Surabaya, 2017) 16 Ibid

Page 88: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

76

4. Peraturan Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah.

Budaya hukum adalah sikap manusia (termasuk budaya hukum aparat

penegak hukumnya) terhadap hukum dan sistem hukum.17 Dalam penelitian ini

budaya hukum yang penulis jadikan acuan adalah budaya hukum instansi yang

berwenang (Kementerian Agama) dalam pengawasan dan pengendalian dalam

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).

Jadi Kementerian Agama Republik Indonesia yaitu Direktorat

Penyelenggaraan Haji dan Umrah Bina Haji Khusus dan Umrah adalah sebuah

instansi yang mengatur serta mengawasi jalannya penyelenggaraan perjalanan

ibadah umrah agar tetap sesuai dengan peraturan yang terkait. Yang mana setiap

tahunnya jika adanya penyimpangan yang dilakukan oleh Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) maka Kementerian Agama akan memberikan

penindakan berupa sanksi atas penyimpangan yang terjadi, agar berjalan secara

efektif penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah setiap tahunnya.

Menurut Saiful Anwar terdapat 2 (dua) bentuk pengawasan yaitu pengawasan

internal dan pengawasan external. Pengawasan internal adalah pengawasan yang

dilakukan oleh suatu struktur atau organisatoris yang melakukan pengawasan di

dalam lingkungan struktur atau organisasinya sendiri.18 Menurut penulis bentuk

pengawasan internal adalah pihak Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah

(PPIU) yang mana tidak melakukan pengawasan untuk lembaga lain selain

pengawasan kepada perusahaannya sendiri.

Pengawasan external adalah pengawasan yang dilakukan oleh sebuah struktur

untuk mengawasi sebuah struktural lain yang berada di luar lingkungan struktur

yang melakukan pengawasan.19 Menurut penulis bentuk pengawasan external ini

adalah Kementerian Agama Republik Indonesia Direktorat Penyelenggara Haji

dan Umrah Bina Umrah dan Haji Khusus yang melakukan pengawasan di luar

17 Kurniawan Hermawanto dkk, “Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman” (Academia Edu: makalah Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Surabaya, 2017) 18 Ammar Saudi, Sistem Pengawasan Badan Peradilan di Indonesia, (PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2014), h. 20 19 Ibid, h. 20

Page 89: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

77

struktural Kementerian Agama yaitu kepada Penyelenggara Perjalanan Ibadah

Umrah (PPIU) yang merupakan lembaga swasta.

Tujuan utama dari sebuah pengawasan adalah agar apa yang sudah

direncanakan berjalan dengan baik sehingga sampai pada tujuan.20 Dalam Pasal 3

Peraturan Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2018 tentang penyelenggaraan

perjalanan ibadah umrah ditegaskan:

Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah bertujuan memberikan pembinaan, pelayanan, dan perlindungan kepada Jemaah, sehingga Jemaah dapat menunaikan ibadahnya sesuai dengan ketentuan syariat Berdasarkan ketentuan di atas, Pemerintah menginginkan agar para jemaah

umrah dalam penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah dapat menunaikan

ibadahnya dengan tenang dan nyaman. Maka tujuan utama adanya pengawasan

dan pengendalian adalah agar para Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah

(PPIU) tidak melakukan penyimpangan yang mengakibatkan para jemaah umrah

merasa tidak tenang dan nyaman pada saat di Arab Saudi maupun di Tanah Air.

Tahun 1991 penyempurnaan kebijakan tentang penyelenggaraan umrah

ditekankan, untuk menjadikan sistem operasional yang semakin modern21 kini di

tahun 2018 operasional mengenai penyelenggaraan ibadah umrah sudah semakin

mengikuti perkembangan zaman bahwa Kementerian Agama mengeluarkan

sistem pengawasan berbasis elektronik yang dinamakan dengan Sistem Informasi

Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji (SIPATUH).

Dengan adanya sistem ini, akan saling terkoneksi antara calon jemaah umrah,

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU), Kementerian Agama, dan

Kedutaan Besar Saudi Arabia (KBSA) agar setiap pihak dapat mengontrol

dan/atau me-monitoring penyelenggaraan umrah.22

20 Galuh Hayu Nastiti, “Pengawasan Komisi Kejaksaan Terhadap Kinerja Jaksa Pengadilan Tinggi Jakarta Tahun 2013-2014”, (Repository UIN Jakarta: skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015), h. 17 21 A. Chunaini Saleh, Penyelenggaraan Haji Era Reformasi (Analisis Internal Kebijakan

Publik Departemen Agama, (Tanggerang: Pustaka Alvabet, 2008), h. 45 22 Khoiron, “Ini Terobosan Pembenahan Penyelenggaraan Umrah di Indonesia”, Kemenag, https://kemenag.go.id/berita/read/507876, 16 Juli 2018

Page 90: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

78

Selain itu, menurut penulis Kementerian Agama sudah hampir memenuhi

prinsip-prinsip pengawasan yang dikemukakan oleh Ulbert Silalahi yaitu:

Pertama, sebuah pengawasan harus berlangsung terus menerus bersamaan dengan

pelaksanaan kegiatan atau pekerjaan23. Dalam hal ini dengan adanya Sistem

Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji (SIPATUH) dan lembaga-

lembaga yang bekerja sama dengan Kementerian Agama, dapat selalu mengontrol

jalannya penyelenggaraan umrah baik secara langsung maupun tidak langsung.

Kedua, pengawasan harus menemukan, menilai, dan menganalisis data

tentang pelaksanaan pekerjaan secara objektif. Direktorat Jenderal

Penyelenggaraan Haji dan Umrah telah menjalin kerjasama dengan Komite

Akreditasi Nasional (KAN) dan Badan Standarisasi Nasional (BSN) untuk

menjalin sinergi dalam menilai akreditasi terhadap Penyelenggara Perjalanan

Ibadah Umrah (PPIU), tujuannya untuk meningkatkan kualitas manajemen

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).24

Ketiga, pengawasan memberi bimbingan dan mengarahkan untuk

mempermudah pelaksanaan pekerjaan dalam pencapaian tujuan. Kementerian

Agama melakukan pembinaan-pembinaan kepada Penyelenggara Perjalanan

Ibadah Umrah (PPIU) sebagai salah satu pengawasan preventif.25 Keempat,

pengawasan tidak menghambat pelaksanaan pekerjaan tetapi harus menciptakan

efisiensi (hasil guna).

Adanya Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji (SIPATUH)

ini tidak akan menghambat atau menyulitkan Penyelenggara Perjalanan Ibadah

Umrah (PPIU) dalam pelaksanaan penyelenggaraan ibadah umrah dikarenakan

23 Ammar Saudi, Sistem Pengawasan Badan Peradilan Di Indonesia, (PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta, 2014), h. 19 24 Khoiton, “Ini Terobosan Pembenahan Penyelenggaraan Umrah di Indonesia”, Kemenag, https://kemenag.go.id/berita/read/507876, pada 16 Juli 2018 25 Ali Machzumi, Kepala Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah Ibadah Umrah pada Subdirektorat Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Ibadah Haji Khusus Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 Juli 2018

Page 91: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

79

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) harus meng-input data sebelum

jemaah diberangkatkan26 maka tidak akan menganggu pelaksanaannya.

Kelima, pengawasan harus berorientasi pada rencana dan tujuan yang telah

ditetapkan. Adanya Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji

(SIPATUH), sistem akreditasi, dan pembaharuan Peraturan Menteri Agama

Nomor 18 Tahun 2015 menjadi Peraturan Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2018.

Merupakan upaya pemerintah untuk menimalisir adanya penyimpangan yang

dilakukan oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) agar tujuan

pemerintah tercapai yaitu jemaah umrah dapat melaksanakan ibadahnya dengan

tenang dan nyaman. Keenam, pengawasan dilakukan terutama pada tempat-

tempat strategis. Kementerian Agama melakukan penanganan atas sebuah kasus

biasanya dilakukan setelah Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)

tersebut sudah kembali ke Indonesia.

Ketujuh, pengawasan harus membawa dan mempermudah melakukan

tindakan perbaikan. Dalam hal ini penulis menganalisa bahwa tindakan perbaikan

tidak mempermudah Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) karena di

Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji (SIPATUH) data yang

harus di-input lebih banyak sehingga menambah kewajiban Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).27

Selain itu di dalam Peraturan Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2018 untuk

mendapatkan izin menjadi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)

persyaratannya banyak dan prosesnya lama karena harus melewati beberapa

prosedur terlebih dahulu.28

Jika kita melihat atas setiap revisi yang diterbitkan oleh Kementerian Agama

sejak 2018 ini adalah berupa jenis-jenis pengawasan preventif. Pengawasan

preventif adalah pengawasan yang dilakukan terhadap sesuatu yang bersifat

26 Nennah, Pihak Al-Kautsar Travel Haji dan Umrah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 27 April 2018 27 Nennah, Pihak Al-Kautsar Travel Haji dan Umrah, Wawancara Pribadi, Jakarta, 27 April 2018 28 Ibid

Page 92: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

80

rencana29, yang didirikan sebagai upaya pencegahan dan pengendalian oleh

Kementerian Agama melalui:

Pertama, dahulu Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) harus

meng-input data jemaah umrah melalui Laporan Rencana Perjalanan Umrah

(LRPU), kini Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) harus meng-input

data calon jemaah umrah di Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan

Haji (SIPATUH) yang mana Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)

harus meng-input data jemaah maupun data perusahaan dengan lebih detail

dibanding dengan sistem Laporan Rencana Perjalanan Umrah (LRPU).

Kedua, Di tahun 2018 Kementerian Agama menerbitkan Peraturan Menteri

Agama Nomor 8 Tahun 2018 dengan 13 (tiga belas) bab dan berjumlah 50 (lima

puluh) pasal sebagai hasil revisi dari Peraturan Menteri Agama Nomor 18 tahun

2015 dengan 9 (sembilan) bab dan berjumlah 30 (tiga puluh) pasal. Ini

menunjukkan bahwa Kementerian Agama menambah dan memperketat Peraturan

Menteri Agama agar para Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dapat

memahami lebih detail dan lebih berhati-hati dalam menjalankan usahanya.

Ketiga, Kementerian Agama bekerja sama dengan Komite Akreditasi

Nasional (KAN) untuk melakukan penilaian akreditas kepada Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU). Maka Kementerian Agama sudah memenuhi

proses pengawasan dan pengendalian dalam teori yang dikemukakan oleh George

R. Terry yaitu menetapkan standar pengawasan, mengukur pelaksanaan pekerjaan,

membandingkan standar pengawasan dengan hasil pelaksanaan pekerjaan, dan

tindakan koreksi.

Langkah terakhir proses pengawasan dan pengendalian dalam teori yang

dikemukakan oleh George R. Terry adalah mengusahakan dan melaksanakan

tindakan perbaikannya.30 Langkah perbaikan yang diterapkan oleh Kementerian

Agama adalah berupa jenis pengawasan represif yaitu pengawasan yang dilakukan

setelah pekerjaan atau kegiatan dilaksanakan.

29 Putu Yasa, “Jenis-Jenis Pengawasan”, Inspektorat Daerah, https://inspektoratdaerah. bulelengkab. go.id/artikel/jenis-jenis-pengawasan-76, 15 Juli 2018

30 Ammar Saudi, Sistem Pengawasan Badan Peradilan Di Indonesia, (PT. Raja Grafindo

Persada: Jakarta 2014), h. 26-27

Page 93: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

81

Maka jika sudah dilakukan upaya pengawasan preventif dan masih ada

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang melanggar maka

Kementerian Agama akan melakukan pengawasan represif berupa penjatuhan

sanksi31, yaitu terdapat 4 (empat) sanksi administrasi yang diterapkan

Kementerian Agama dalam menindaklanjuti Penyelenggara Perjalanan Ibadah

Umrah (PPIU) yang melanggar yaitu berupa peringatan tertulis, pembekuan izin,

pencabutan izin, dan tidak diberikan pengesahan sebagai Provider.

Mengenai penjatuhan sanksi oleh Kementerian Agama hanya dijatuhkan

kepada Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) resmi saja dan apabila

terdapat biro perjalanan non-Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)

yang melakukan penyelenggaraan ibadah umrah dan melakukan hal-hal yang

menyimpang itu adalah ranah kepolisian.32

Menurut analisis penulis mengenai langkah-langkah Kementerian Agama

dalam menjatuhkan sanksi kepada PT. Pandi Kencana sudah sangat sesuai dengan

tata cara pengenaan sanksi administratif berdasarkan Peraturan Menteri Agama

Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Perjalananan Ibadah Umrah.

Namun sangat disayangkan Kementerian Agama tidak memiliki batasan waktu

kapan suatu kasus harus sudah diberi keputusan mengenai sanksi yang akan

dijatuhkan kepada sebuah Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU).33

Kasus Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang dibawa ke

dalam ranah pengadilan batasan waktu penjatuhan sanksinya mengikuti sistem

pengadilan. Mengenai penyimpangan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah

(PPIU) yang ditindak lanjuti sampai tahap pengadilan adalah jika hasil klarifikasi

31 Ali Machzumi, Kepala Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah Ibadah Umrah pada Subdirektorat Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Ibadah Haji Khusus Direktorat Bina Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia, Wawancara Pribadi, Jakarta, 13 Juli 2018 32 Nurchalis, Kepala Subdirektorat Perizinan, Akreditasi dan Bina Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia, Wawancara pribadi, Jakarta, 23 Maret 2018 33 Mustolih, Ketua Komisi Nasional Haji dan Umrah, Wawancara Pribadi, Ciputat, 24 Juli 2018

Page 94: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

82

ternyata mengandung pelanggaran pidana terhadap jemaah umrah maka

Kementerian Agama akan membawa kasus ini ke dalam ranah pengadilan.34

Kasus yang diselesaikan dalam ranah pengadilan, Kementerian Agama harus

mendampingi dan mengikuti proses pengadilan35 sampai hakim memutuskan hasil

dari kasus tersebut, setelah itu maka menjadi kewajiban Kementerian Agama

untuk menentukan pencabutan izin dari Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah

(PPIU) tersebut. Apabila tidak adanya kasus pidana dari hasil klarifikasi maka

tidak ada keterlibatan kepolisian maupun pengadilan.36

Maka Kementerian Agama sudah hampir memenuhi teori pengawasan dan

pengendalian menurut beberapa pakar yang penulis gunakan dalam penelitian ini

yaitu yang mana pengendalian dan pengawasan yang direncanakan oleh

Kementerian Agama bertujuan agar Jemaah umrah dapat menyelenggarakan

perjalanan ibadah umrah dengan nyaman dan tenang, serta penyimpangan yang

dilakukan oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dapat

terminimalisir.

Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa biro perjalanan umrah maka

berikut analisis kepatuhan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)

terhadap Peraturan Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2008 tentang

Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah:

34 Nurchalis, Kepala Subdirektorat Perizinan, Akreditasi dan Bina Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia, Wawancara Pribadi, Jakarta, 23 Maret 2018 35 Adhi Pradana Putra, Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah (Studi Terhadap Kasus PT. First Anugrah Karya Wisata), (tesis, 2015), h. 8 36 Nurchalis, Kepala Subdirektorat Perizinan, Akreditasi dan Bina Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia, Wawancara Pribadi, Jakarta, 23 Maret 2018

Page 95: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

83

Tabel 4.2 Hasil Analisis Kesesuaian Sistem Penyelenggaraan Perjalanan

Ibadah Umrah dengan Peraturan Tentang Penyelenggaraan Umrah yang

Berlaku

No. Permasalahan Peraturan Keterangan

1. Legalitas Perusahaan Terdaftar sebagai Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU)

Sudah sesuai

2. Kesesuaian

Ketentuan yang

Wajib dipenuhi

Menyediakan pembimbing ibadah

dan petugas kesehatan

Sudah sesuai

Memberangkatkan dan

memulangkan jemaah sesuai

dengan masa berlaku visa umrah di

Arab Saudi

Belum Sesuai

Memberikan pelayanan kepada

jemaah sesuai dengan perjanjian

tertulis yang disepakati antara

penyelenggara dan jemaah

Belum sesuai

Melapor kepada perwakilan

Republik Indonesia di Arab Saudi

dan pada saat akan kembali ke

Indonesia

Sudah sesuai

3. Kesesuaian

Penetapan Biaya

Minimal

Penyelenggaraan

Perjalanan Ibadah

Umrah

Biaya Perjalanan Ibadah Umrah

Referensi adalah Rp. 20.000.000.,

Sudah sesuai

Page 96: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

84

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan rumusan masalah dan pembahasan yang sudah penulis

kemukakan dalam penulisan skripsi ini, baik berdasarkan teori-teori, data-data

wawancara, maupun studi kepustakaan. Maka penulis memiliki kesimpulan untuk

penelitian ini yaitu:

1. Sistem penyelenggaraan umrah adalah penyelenggaraan yang dijalankan oleh

perusahaan swasta atau biro perjalanan wisata yang mendapat izin resmi dari

Kementerian Agama sebagai Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU),

penyelenggaraannya dilakukan di luar musim haji berdasarkan prinsip

profesionalitas, transparansi, akuntabilitas, dan syariat. Sebelum

pemberangkatan ke Arab Saudi Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah

(PPIU) berkewajiban untuk meng-input data calon jemaah umrah yang akan

diberangkatkan ke dalam Sistem Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan

Haji (SIPATUH), yang mana setelah peng-input-an berhasil visa jemaah akan

terbit. Dalam hal penyelenggaraan perjalanan ibadah umrah Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) diwajibkan untuk melakukan 4 (empat hal)

yaitu: pertama, melakukan hubungan kenegaraan dalam tataran diplomatik

dengan negara Arab Saudi. Kedua, menyusun rencana perjalanan agar dapat

tercapai tujuan penyelenggaraan ibadah umrah dengan tenang dan nyaman.

Ketiga, bertanggung jawab atas semua aspek penyelenggaraan umrah yang

meliputi: pelayanan bidang umum, bimbingan ibadah, dan kesehatan jemaah

umrah. Kelima, menyelenggarakan operasional umrah baik di Tanah Air

maupun Arab Saudi dengan aman, nyaman, tertib, adil, transparan, dan

akuntabel.

2. Mekanisme pengendalian dan pengawasan Kementerian Agama terhadap

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang melanggar,

Kementerian Agama menggunakan 2 (dua) pengawasan yaitu:

Page 97: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

85

a. Pengawasan Preventif, ialah pengawasan yang dilakukan terhadap sesuatu

yang berencana dan merupakan upaya pencegahan. Dalam pengawasan

preventif yang diterapkan Kementerian Agama ini terdapat Sistem

Informasi Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji (SIPATUH) yang mana

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) harus meng-input data-

data calon jemaah umrah dan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah

(PPIU). Selain itu Kementerian Agama menerapkan sistem akreditasi

terhadap Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) tujuannya untuk

meningkatkan kualitas manajemen Penyelenggara Perjalanan Ibadah

Umrah (PPIU). Dan merevisi Peraturan Menteri Agama Nomor 18 Tahun

2015 menjadi Peraturan Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2018. Serta

melakukan pembinaan dan sosialisasi kepada para Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) untuk mewujudkan Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang profesional, amanah, dan

bertanggung jawab terhadap tugas, dan kewajibannya.

b. Pengawasan Represif, ialah jika upaya pengawasan preventif masih

terdapat Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang melanggar,

maka pengawasan represif akan melakukan penindakan atas penyimpangan

yang dilakukan oleh Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU),

tindakan Kementerian Agama berupa 4 (empat) jenis sanksi, di antaranya:

pertama, teguran tertulis ialah sanksi peringatan yang diberikan kepada

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) yang melakukan

kesalahan manajemen yang dapat merusak citra Kementerian Agama.

Kedua, pembekuan izin, yaitu Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah

(PPIU) tidak dapat menyelenggarakan perjalanan ibadah umrah selama

maksimal 2 (dua) tahun. Ketiga, pencabutan izin yang mana izin sebagai

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) akan dicabut selama-

lamanya. Dan Keempat, tidak diberikan pengesahan sebagai Provider yaitu

jika Provider visa melanggar ketentuan maka tidak dapat menjadi Provider

visa maksimal selama 2 (dua) kali musim umrah.

Page 98: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

86

B. Saran

1. Lebih baik jika Kementerian Agama memiliki jangka waktu dalam

proses penyelesaian sebuah kasus Penyelenggara Perjalanan Ibadah

Umrah (PPIU) agar semua pihak dapat lebih mempersiapkan langkah

apa yang akan diambil selanjutnya dan tidak adanya pihak yang merasa

tidak mendapat kepastian hukum.

2. Menerbitan kebijakan yang lebih mudah dijalani untuk para

Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) baik dalam SOP

(Standar Operasional Prosedur) maupun dalam Sistem Informasi

Pengawasan Terpadu Umrah dan Haji (SIPATUH)

3. Mengumpulkan dan/atau membukukan sejarah tentang awal mula

penyelenggaraan ibadah umrah dari jaman kolonial hingga jaman

sekarang ini. Dikarenakan informasi mengenai sejarah perjalanan

ibadah umrah sangat sedikit dibandingkan dengan sejarah perjalanan

ibadah haji.

Page 99: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

87

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Basyuni, Muhammad M. Reformasi Manajemen Haji. Jakarta: FDK Press, 2008. Harahap, Sumuran. Kamus Istilah Haji dan Umrah. Jakarta: Mitra Abadi Press, 2008. Kementerian Agama RI Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah. Dinamika dan Prespektif Haji Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama RI, 2012. Muslim, Mudatsir. Panduan Lengkap Ibadah Haji dan Umrah. Surakarta: Borobudur Inspira Nusantara. Rokhmad, Ali dan Abdul Choliq. Haji (Transformasi Profetik Menuju Revolusi

Mental). Jakarta : Media Dakwah, 2015. Saleh, A. Chunaini. Penyelenggaraan Haji Era Reformasi (Analisis Internal

Kebijakan Publik Departemen Agama). Tanggerang: Pustaka Alvabet, 2008. Saudi, Ammar. Sistem Pengawasan Badan Peradilan Di Indonesia. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada: 2014.

Shihab, Quraish. Haji dan Umrah bersama M. Quraish Shihab (Uraian Manasik,

Hukum, Hikmah & Panduan Meraih haji Mabrur). Tangerang: Lentera Hati, 2012.

Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2009. Wasito, Hermawan. Pengantar Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1993.

Jurnal, Makalah, Skripsi dan Tesis

Arifin, Zaenul dkk. “Proses Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Dan Atau Penggelapan Berkedok Biro Jasa Ibadah Umroh Dengan Biaya Murah (Studi Kasus Pada Penyidik Sat Reskrim Polrestabes Semarang)”. Semarang: Jurnal Universitas Islam Sultan Agung.

Page 100: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

88

Etriana, Etty. “Implementasi Fungsi Pengawasan Kepada Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) Oleh Kantor Wilayah Kementerian Agama D.I Yogyakarta, (Skripsi Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2018). Hermawanto, Kurniawan dkk. “Teori Sistem Hukum Lawrence M. Friedman” (Academia Edu: makalah Program Studi Magister Kenotariatan Universitas Surabaya, 2017) Jannah, Raudotul. “Sistem Pengawasan Pelayanan Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) Pada Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia”, (Repository UIN Jakarta: Skripsi Universitas Islama Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2016) Muqodim. “Hubungan Sistem Pengendalian Manajemen Dengan Pelaksanaan Fungsi Perencanaan dan Pengawasan”, (Jurnal Universitas Islam Indonesia, 1991). Nastiti, Galuh Hayu. “Pengawasan Komisi Kejaksaan Terhadap Kinerja Jaksa Pengadilan Tinggi Jakarta Tahun 2013-2014, (Repository UIN Jakarta: Skripsi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2015). Putra, Adhi Pradana. “Pengawasan Terhadap Penyelenggaraan Perjalanan Ibadah Umrah (Studi Terhadap Kasusu PT. First Anugrah Karya Wisata)”, (tesis, 2015). Rahmani, Shinta. “Pengawasan dan Pengendalian Dalam Manajemen Syariah”. (Scribd: Power Point). Septriana, Bevi. “Penegakan Hukum Terhadap Pelaku Tindak Pidana Penipuan Calon Jamaah Umrah Pada Tahap Penyidikan (Studi Kasus diPolresta Bandar Lampung)”, (Lampung: Skripsi Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2017). Zannuwar, Achmad. “Sejarah Haji dan Umroh”. (Makalah).

Wawancara

Machzumi, Ali. Kepala Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah Ibadah Umrah pada Subdirektorat Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Ibadah Haji Khusus Direktorat Bina Ibadah Umrah dan Ibadah Haji Khusus Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia. Wawancara Pribadi. Jakarta, 13 Juli 2018.

Page 101: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

89

Nennah. Pihak Al-Kautsar Travel Haji dan Umrah. Wawancara Pribadi, Jakarta, 27 April 2018 Nurchalis. Kepala Subdirektorat Perizinan, Akreditasi dan Bina Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Republik Indonesia, Wawancara Pribadi, Jakarta, 23 Maret 2018

Mustholis. Ketua Komisi Nasional Haji dan Umrah, Wawancara Pribadi, Ciputat, 24 Juli 2018

Hendry. Kepala cabang dan Direktur HRD PT. Pandi Kencana Cabang, Wawancara Pribadi, Jakarta, 05 April 2018

Anshori, Zakaria. Kepala Seksi Subdirektorat Perizinan, Akreditasi, dan Bina Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama, Wawancara Pribadi, Jakarta 09 Juli 2018

Website

“Antisipasi Travel Umrah Bermasalah Kemenag Sosialisasi ke Masjid-Masjid”. Thayiba Tora. Diakses pada 20 Juli 2018 dari http://www.thayibatora.co. id/antisipasi-travel-umrah-bermasalah-kemenag-sosialisasi-ke-masjid- masjid.

“Buntut Maraknya Travel Nakal di 2017: Kemenag Berbenah”. Republika. Diakses pada 15 Juli 2018 dari https://www.republika.co.id/berita/jurnal- haji/berita-jurnal-haji/18/01/03/p1ynz 9335-buntut-maraknya-travel-nakal- di-2017-kemenag-mulai-berbenah. “Cara Mendirikan Travel Haji dan Umroh”. Umroh Travel. Diakses pada 09 Februari 2018 dari https://umroh.travel/cara-mendirikan-travel-haji-dan- umroh/. “Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah”. Wikipedia. Diakses pada 27 Mei 2018 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Direktorat_Jenderal_ Penyelenggaraan_Haji_dan_ Umrah. “Inilah Sejarah Umroh & Asal Mula Terjadinya”. Alsha Umroh. Diakses pada 02 Februari 2018 dari http://www.alshaumroh.com/2017/02/inilah-asal-mula- terlaksananya-umroh.html. “Kemenag Buat MoU Penyelenggaraan Umrah dan Haji Khusus Dengan Polri”. Kemenag. diakses pada 28 Mei 2018 dari https://www2.kemenag.

Page 102: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

90

go.id/berita/121181/kemenag-buat-mou-penyelenggaran-umrah-dan-haji- khusus-dengan-polri. “Kementerian Agama Republik Indonesia”. Wikipedia. Diakses pada 27 Mei 2018 dari https://id.wikipedia.org/wiki/Kementerian_Agama_Republik_Indones ia. “Ketentuan Penyelenggara Perjalanan”. Kemenag Karimun Blogspot. diakses pada 28 Mei 2018 dari https://kemenagkarimun.blogspot.co.id/2015/ 11/ini-ketentuan-penyelenggara-perjalanan.html. “Metode Penelitian Hukum Empiris dan Normatif”. ID tesis. Diakses pada 14 April 2018 dari https://idtesis.com/metode-penelitian-hukum-empiris-dan- normatif/. “Pendekatan Dalam Penelitian Hukum”. Ngobrolin Hukum. Diakses pada 01 Agustus 2018 dari https://www.google.co.id/amp/s/ngobrolinhukum. wordpress.com/2013/12/16/pendekatan- dalam-penelitian- hukum/amp/ “Syarat Menyelenggarakan Usaha Biro Perjalanan Ibadah Umrah”. Hukum

Online. Diakses pada 30 Mei 2018 dari http://www.hukumonline.com/ klinik/detail/lt5adeeaa03d248/syarat- menyelenggarakan-usaha-biro- perjalanan-ibadah-umrah. “Travel Umroh Yang Terdaftar di Departemen Agama”. Umroh Travel. Diakses pada 06 Februari 2018 dari https://umroh.travel/tag/travel-umroh-yang- terdaftar-di-departemen-agama/. Abdallah, Faisal. “Penyelenggara Umrah Perlu Diakreditasi”. Metro News. Diakses pada 16 Juli 2018 dari https://www.google.co.id/amp/www.metro tvnews.com/amp/GKdWnDAk-penyelenggara-umrah-perlu-diakreditasi. Al-Khawarizmi, Damang Averroes. “Teori Pengawasan”. Negara Hukum. Diakses pada 07 Agustus 2018 dari http://www.negarahukum.com/hukum/ teori-pengawasan.html. Awaludin, Asep. “Kemenag Bentuk Forum PPIU”. Gala Media News. Diakses pada 16 Juli 2018 dari http://www.galamedianews.com/haji/187198 /kemenag-bentuk-forum-ppiu.html.

Page 103: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

91

Diaz.“Kemenag: Minat Umrah Meningkat Signifikan. Haji Kemenag. Diakses pada 13 Februari 2018 dari https://haji.kemenag.go.id/v3/content/kemenag -minat-umrah-meningkat-signifikan. Khoiron. “Ini Terobosan Pembenahan Penyelenggaraan Umrah di Indonesia”. Kemenag. diakses pada 16 Juli 2018 dari https://kemenag.go.id/berita/read /507876. Kontri. “Benahi “Insdustri” Umrah, Kemenag Terbitkan Regulasi Baru”. Kemenag. diakses pada 16 Juli 2018 dari https://kemenag.go.id/berita /read/507294/benahi----industri----umrah-- kemenag-terbitkan-regulasi- baru. Muslimah, Salmah. “Kemenag Polisikan Travel Umrah Tak Resmi: Cabut Izin Travel Yang Melanggar”. Detik News. Diakses pada 28 Maret 2018 dari https://m.detik.com/news/ berita/2920369/kemenag- polisikan-travel- umrah-tak-resmi-cabut-izin-travel-yang-melanggar. Rangkuti, Affan. “Rekam Jejak Perjalanan Pelaksanaan Ibadah Haji di Indonesia”. Haji Kemenag. diakses pada 01 Juli 2018 dari https://haji.kemenag. go.id/v3/blog/affan-rangkuti/rekam-jejak-perjalanan-pelaksanaan-ibadah- haji-di-indonesia. Saputra, Muhammad Genanta. “Aturan Baru Penyelenggaraan Umroh”. Merdeka. Diakses pada 07 Juli 2018 dari https://m.merdeka.com/peristiwa/ini- aturan-baru-penyelenggaraan-umroh.html. Sasongko, Agung. “Catatan Perjalanan Haji Sebelum Kemerdekaan”. Republika. Diakses pada 06 Juli 2018 pada https://www.republika.co.id/berita/jurnal- haji/berita-jurnal-haji/15/04/19/nn1fmm-catatan-perjalanan-haji-sebelum- kemerdekaan. Subarkah, Muhammad. “Jamaah Umrah Naik 6 Persen, Indonesia Terbanyak Kedua”. Republika. Diakses pada, 20 Juli 2018 pada https://www. republika.co.id/berita/jurnal-haji/berita-jurnal-haji/17/06/26/os4u2x385- jamaah-umrah-naik-6-persen-indonesia-terbanyak-kedua. Subarkah, Muhammad. “Kemenag Cabut Izin Empat Travel Umrah”. Republika. Diakses pada 03 April 2018 dari www.republika.co.id/berita /jurnal- haji/18/03/27/p68z6l385-kemenag-cabut-izin-empat-travel-umrah.

Page 104: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

92

Yasa, Putu. “Jenis-Jenis Pengawasan”. Inspektorat Daerah. Diakses pada 15 Juli 2018 dari https://inspektoratdaerah.bulelengkab. go.id/artikel/jenis-jenis- pengawasan-76, Zelthauzallam, Dedet. “Jenis-Jenis Pengawasan”. Inspektorat Daerah. Diakses pada 16 Juli 2018 dari https://inspektoratdaerah.bulelengkab.go.id/artikel/ jenis-jenis-pengawasan-76. Zik611. “Metode Penulisan Hukum”, Wonkder Mayu, diakses pada 1 Agustus 2018 dari https://wonkdermayu.wordpress.com/ kuliahhukum/metod- penulisan-hukum/

Page 105: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

LAMPIRAN

Page 106: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

HASIL WAWANCARA

Nama : Ali Machzumi, S.Pd.I, M.Pd

Jabatan: Kepala Seksi Identifikasi dan Penanganan Masalah Ibadah Umrah pada

Subdirektorat Pemantauan dan Pengawasan Ibadah Umrah dan Ibadah

Haji Khusus Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus Direktorat Jenderal

Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama

1. Bagaimana prosedur penjatuhan sanksi kepada travel yang berstatus

sebagai PPIU?

Jawab: Pertama, Adanya Pengaduan dari masyarakat, informasi dari teman-teman

di KJRI Jeddah, maupun dari pemberitaan media. Kedua, Memanggil travel untuk

melakukan klarifikasi atas informasi permasalahan tersebut. Yang mana

sebelumnya kita sudah menggali data-data yang terkait, di saat kita memanggil itu

kami sudah mempunyai data-data dan informasi terkait permasalahan. Ketiga, Ada

berita acaranya kemenag yang membuatnya, untuk klarifikasi atau permintaan

keterangan atas berita yang ada. Keempat, Kita telaah bersama dengan tim kecil di

subdit pengawasan ini, kira-kira ketentuan-ketentuan di PMA Nomor 8 tahun 2018

mana yang dilanggar, mana yang tidak sesuai dengan perilaku travel tersebut.

Kelima, Jika sudah ketemu pasal terkait mana yang dilanggar maka kita akan

melakukan rekomendasi terkait dengan sanksi apa yang harus dijatuhkan. Mulai

dari teguran tertulis bagi PPIU, Kalau PPIU menggulangi lagi ada pembekuan

izinnya, apabila travel melakukan pelanggaran yang sama dalam dua kali maka

akan dikenakan pembekuan izin, itu mengenai pelanggaran-pelanggaran yang

terkait dengan layanan kepada jemaah. Tapi kalo pelanggarannya itu masuk ranah

berat seperti penelantaran jemaah di Arab Saudi atau tidak memberangkatkan

jemaah saat di Tanah Air maka kita akan jatuhkan sanksi pencabutan izin

penyelenggaraan. Seperti pada kasus-kasus yang sudah ada mereka gagal

memberangkatkan jemaah ke Arab Saudi. Keenam, Setelah kita lakukan beberapa

rangkaian tadi maka kita akan mengajukan rekomendasi untuk penjatuhan sanksi

pencabutan izin. Ketujuh, Setelah kita rekomendasi nanti ada tim penanganan

masalah haji khusus dan umrah, tim itu yang akan menyetujui kira-kira “oke

Page 107: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

jatuhkan sanksi” tim itu terdiri adanya komponen dari Inspektorat Jenderal

Kementerian Agama, dari biro hukum dari sekjen kemenag, dari kementerian

lembaga terkait.

2. Apakah komisi pengawas haji Indonesia (KPHI) ikut Dalam penanganan

kasus terhadap PPIU ?

Jawab: kita kan terkait haji bukan terkait umrah, jadi kalo terkait umrah memang

belum ada komisi pengawas terkait umrah.

3. Saya baca di PMA Nomor 8 tahun 2018 bahwa pengenaan sanksi itu

juga bisa dari akreditasi, itu biasanya akreditasi yang seperti apa yang

akan dikenakan sanksi?

Jawab: Nanti akan dilakukan akreditasi kepada seluruh travel yang memiliki izin

kalo nanti nilainya di bawah C, maka akan dicabut izinnya.

4. Sanksi itu ada berapa sebenarnya?

Jawab: Ada 4 yaitu: Teguran tertulis, pembekuan izin, pencabutan, dan tidak

memberikan pengesahan sebagai Provider.

5. Provider itu apa?

Jawab: Provider adalah biro travel yang berizin umrah itu ada kontrak dengan

penguasa Arab Saudi untuk menerbitkan visa umrah. Kalo mereka melanggar

ketentuan sebagai Provider maka akan tidak diberikah pengesahan sebagai

Provider sehingga mereka kedepannya tidak sebagai Provider tetapi sebagai travel

biasa.

6. Sanksi pembekuan izin itu berapa lama?

Jawab: Maksimalnya 2 (dua) tahun, kita lihat kesalahannya seperti apa kalau

memang kesalahannya berat ya 2 (dua) tahun, nantikan kita lihat tingkat

korporatifnya dan pertanggung jawaban dia kepada masalah yang ia lakukan atau

yang terjadi. Melihat pertanggung jawabannya, seperti bagaimana mereka berupaya

untuk pertanggung jawab menyelesaikan masalah tersebut. Misalnya ada layanan

yang tidak terpenuhi di sana lalu dia beritikad baik untuk mengganti atau

melengkapi kekurangan yang ada tentu itu menjadi bagian dari pertimbangan. Tetap

terkena sanksi tapi jangka sanksi itu setahun atau dua tahunnya kan tergantung itu

tadi, makanya tim itu menjadi penting.

Page 108: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

7. Jika travel yang melanggar belum punya izin bagaimana?

Jawab: Kementerian Agama wewenang pengawasannya kepada travel yang punya

izin, kalau travel yang tidak memiliki izin tentunya itu menajdi wewenangnya pihak

yang berwajib. Nanti kepolisian yang nantinya akan menindak, karnakan tidak

boleh travel yang tidak memiliki izin menyelenggarakan umrah dan itu hukumnya

pidana.

8. Apa diperbolehkan jika ada travel yang tidak punya izin lalu mereka

nitip jemaah ke travel yang punya izin?

Jawab: Kalau dia melimpahkan ke yang berizin ya silahkan, tapikan nanti harus

yang memiliki jemaah itu jadinya yang berizin, atas nama yang punya izin termasuk

atribut-atributnya. Nanti bagaimana mekanisme antara PPIU dan non PPIU itulah

yang mengatur kesepakatan di situ. Tapi yang jelas tidak boleh yang tidak berizin

umrah menyelenggarakan umrah.

9. Jika yang nggak berizin ini memberangkatkan kira-kira ketahuan atau

tidak ?

Jawab: Kalau kita sedang melakukan monitor di bandara itu ketahuan. Tapi kalo

kemenag ranahnya kan yang berizin, kalau yang tidak berizin kita menyampaikan

kepada yang berwajib untuk menindak itu. karna kita tidak memperbolehkan.

Nantinya kan rangkaiannya dari pihak imigrasi dan sebagainya. Kalau yang tidak

berizin kan tidak bisa beli visa harus pakai Provider, Provider-kan pasti berizin

nanti provider-nya kita mintai keterangan klarifikasi kenapa mengeluarkan visa

kepada yang tidak berizin itukan tidak boleh. Nanti provider ini kena sanksi. Jadi

kita mengawasinya yang berizin, dan sebenernya yang non-PPIU tidak bisa

memberangkatkan, karna kan dapat visanya kan harus yang berizin. Dan kalau

ternyata ada non-PPIU ada yang nyolong-nyolong untuk mendapatkan visa, maka

yang kita akan meminta pertanggung jawaban dari si provider ini.

10. SIPATUH itu sebagai langkah apa?

Jawab: Kalau SIPATUH itu bagaimana kita melakukan pengawasan berbasis

elektronik terkait dengan penyelenggaraan ibadah umrah yang dilaksanakan oleh

travel-travel tersebut jadi itu bagian dari pengendalian dan pengawasan dari

kemenag, nantikan ketahuan itu mana-mana yang tidak memiliki tiket, tidak

Page 109: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

memiliki paket perjalanan, jemaahnya sudah balik apa belum. Kalau dia di

daftarkan melalui sipatuh maka akan ketahuan nomor polisinya seperti apa. Jadi itu

bagian dari pengawasan karna didatanya dengan SIPATUH maka akan terkontrol

posisi jemaah dimana, kapan dia pulang dan lain-lain. Tapi kalau tidak melalui

SIPATUH maka pengawasannya provider atau PPIU tidak input ke SIPATUH

maka itu bagian dari pelanggaran harus diberikan peringatan untuk meng-input itu,

karna ketika itu ada masalah ada ketentuan yang dilanggar. Maka kita akan panggil

dan akan melakukan mekanisme yang sama melakukan klarifikasi dan kalau

ternyata dia melanggar ketentuan, ya akan kita kenakan sanksi.

11. Kalo pengawasan yang menurut kemenag paling efektif untuk sekarang

ini apa?

Jawab: Tentunya penggabungan, penyelesaian melalui priventif, melalui

SIPATUH itu kan termasuk pengawasan dari priventif dan pengawasan melalui

represif, represif itu ketika mereka mau melanggar ya kita sanksi. Makanya

SIPATUH itu bagian dari priventif kan, pembinaan-pembinaan bagian priventif

karna kita bukan penyelenggara tapi jika sudah dilakukan priventif seperti itu dia

masih melanggar tentu harus dilakukan represif yang akan kita tindak sesuai dengan

ketentuan yang ada.

12. Jika preventif itu apa pak?

Jawab: Pencegahan, jadi kita mencegah, mengendalikan, pengendalian yang

dicegah itu kan melalui sistem sipatuh kan. Biar kita tetap mengkontrol, akan

ketahuan travel ini membahayakan jemaah berapa, kapan, hotelnya dimana, kapan

pulangnya, visanya dan lain-lain nanti akan ketahuan terkontrol.

13. Jika represif itu apa pak?

Jawab: Penindakkan, kalau yang sudah sanksi itu sudah kita tindakan, kalau sanksi

masuknya kepenindakan

14. Apa langkah antisipasi terkait untuk menimilisir adanya travel-travel

nakal?

Jawab: Langkah antisipasinya tentu pertama, Melalui program SIPATUH itu jadi

semua travel bisa menggunakan applikasi SIPATUH ini untuk penyelenggaraan.

Selain SIPATUH tentunya dengan melakukan pembinaan, sosialisasi kepada para

Page 110: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

travel sehingga mereka bisa memenuhi ketentuan dan pelayanan yang harus mereka

berikan. Dari situ kalau ada yang melanggar ya kita sanksi. Dan SIPATUH memang

diterbitkan agar tidak ada lagi pelanggaran yang dilakukan oleh travel dan

merupakan bagian dari penyelenggaraan untuk mengontrol.

15. Apakah saya boleh lihat contoh surat teguran sanksinya?

Jawab: Kalau sanksi menjadi rahasia, kita berikan kepada yang kena aja. Karna itu

kan takutnya disalah gunakan orang.

Page 111: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

HASIL WAWANCARA

Nama : H. Nurchalis ST, MM

Jabatan: Kepala Subdirektorat Perizinan, Akreditasi, dan Bina Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus

Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian

Agama

1. Bagaimana kemenag bisa mengetahui apabila ada travel yang melanggar?

Jawab: Melanggar itukan pertama di pengawasan, kebetulan di sana ada subdit

pengawasan. Mereka mengawasi mulai dari pendaftaran, ada 7 (tujuh) point yang

harus di awasi menurut PMA No 8 Tahun 2018, yang harus di awasi itu ada:

pendaftaran, pengelolaan keuangan, rencana perjalanan, kegiatan operasional,

pelayanan, jemaah, pengurusan visa dan ketaatan kepada ketentuan- ketentuan

perundang-undangan.

2. Bagaimana terhadap travel-travel yang punya izin tapi melanggar? Mana

yang akan sanksinya di cabut dan mana yang pelanggarannya hanya

diberi teguran?

Jawab: Yang akan dicabut adalah yang melanggar Pasal 24 dan Pasal 25 itu akan

dikenakan pencabutan. Yang isinya, masa tinggal jemaah di Arab Saudi tidak sesuai

dengan masa visa artinya visanya mati sedangkan jemaah masih di sana belum

balik, salah satunya begitu.

3. Jika sebuah travel belum tercatat sebagai PPIU tapi travel tersebut

melanggar itu bagaimana sanksinya?

Jawab: Itu urusannya langsung dengan polisi, Kemenag hanya mengurus yang

sudah berizin yang tidak berizin urusannya langsung dengan kepolisian. Karna di

Undang-Undang Nomor 13 yang melakukan penyelenggaraan umrah tanpa izin itu

akan dikenakan denda 500.000.000, kalau tidak salah di Undang-Undang Nomor

13 juga sudah ada

4. Sebelum PPIU dikenakan sanksi apa prosedur yang harus dijalaninya?

Jawab: Banyak, First Travel kemarin itu kita butuh waktu 6 (enam) bulan baru

dikenakan sanksi sudah melalui berbagai macam proses. Begitu juga Abu Tours,

jadi ketika laporan masuk tidak langsung dikenakan sanksi banyak prosesnya. Kita

Page 112: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

kerjasama dengan polisi juga, First Travel kita cabut izinnya juga baru orangnya

ditangkap, kalo Abu Tours ditangkap dulu baru dicabut. Pengalamannya di First

Travel kita nyabut izinnya dulu baru polisi nangkap pemiliknya, itu asetnya

(buktinya) hilang. Sehingga pas Abu Tours kita suruh polisi nangkap dulu baru kita

cabut sehingga mereka tidak sempet menghilangkan aset-asetnya. Jadi pengalaman

yang membuat kita menjadi lebih baik.

5. Siapa saja yang akan terlibat jika kemenag menjatuhkan sanksi?

Jawab: Kementerian agama dengan kepolisian saja itupun kalau ada tindak pidana

di dalamnya, kalau biasa saja ya cabut-cabut saja. Misalnya: ada beberapa travel

yang tidak melakukan perpanjangan izin karna mereka tidak mengurus lagi, maka

akan selesai begitu saja.

6. Apakah ada faktor yang menghambat Kemeterian Agama untuk

mejatuhkan sanksi?

Jawab: Tidak ada, kalau bermasalah kita klarifikasi dan benar bersalah ya kita

cabut

7. Untuk sekarang ini apa strategi yang paling ampuh untuk menghindari

terjadinya travel nakal ?

Jawab: Pengawasan menggunakan sistem, jadi kita kerjasama dengan imigrasi dan

picapil untuk mengantisipasi, sebenernya kan yang banyak bermasalah itu adalah

travel yang tidak punya izin, itu sebenernya banyak bermasalah. Mereka terkadang

bekerja sama dengan yang punya izin untuk visa itu. Kita sekarang sedang mencari

bagaimana bisa yang berangkat itu yang punya izin aja, salah satunya itu SIPATUH

yaitu pengawasan dengan sistem.

Page 113: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

HASIL WAWANCARA

Nama : H. Zakaria Anshori, S.Ag

Jabatan:Kepala Seksi Subdirektorat Perizinan, Akreditasi, dan Bina Penyelenggara

Perjalanan Ibadah Umrah Direktorat Bina Umrah dan Haji Khusus

Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian

Agama

1. Apa saja peraturan tentang penyelenggaraan ibadah umrah itu?

Jawab: Ketentuan Menteri Agama Nomor 221 Tahun 2018 tentang Biaya

Penyelenggaraan Ibadah Umrah Referensi, Kepdirjen Nomor 121 tahun 2018

tentang Akreditasi PPIU, Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2012 tentang

Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan

Ibadah Haji, Peraturan Menteri Agama Nomor 8 Tahun 2018 tentang

Penyelenggaraan Ibadah Umrah dan Haji Khusus, dan Undang-Undang Nomor 13

Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji.

2. Untuk mendapatkan izin sebagai PPIU itu memangnya harus menjalani

selama dua tahun terlebih dahulu?

Jawab: Sebagai biro perjalanan wisata, bukan sebagai umrah logika hukumnya

masa belum punya izin tapi sudah harus menjalankan.

3. Berarti jika mereka ingin menjalankan jemaah umrah itu bagaimana

pak? Apa mereka tidak memberangkatkannya terlebih dahulu atau

bagaimana?

Jawab: Seharusnya itu tidak boleh, jika memberangkatkan maka ya harus buat izin

dulu. Di dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Ayat 63 tercantum bahwa

mereka akan dikenakan sanksi pidana. Tapi bagaimana kalau mereka ingin

memberangkatkan maka harus diberikan kepada travel yang memiliki izin sebagai

PPIU dan atas nama yang punya izin memberangkatkannya pun.

4. Jika memberikan sanksi pencabutan izin itu, itu wewenangnya siapa?

Jawab: Wewenangnya kemenag, berdasarkan laporan dari bagian pengawasan.

5. Jika ingin membuat izin itu apa ada kerja sama dengan imigrasi terlebih

dahulu?

Page 114: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

Jawab: Tidak ada, hanya ada izin yang dikeluarkan izin dari pariwisata. Jadi jika

ingin membuat izin umrah maka dilampirkan saja izin dari pariwisatanya diberkasi

dan lain-lain sebagainya.

6. Jika pembuatan izin tidak ada biayanya ya pak?

Jawab: Sampai saat ini tidak ada.

7. Berarti Cuma bank garansi saja ya pak?

Jawab: Iya itu salah satu syarat, tapi bukan untuk kemenag uangnya itu kembali

lagi untuk mereka.

8. Lalu kalau sanksi administratif itu apa ya pak?

Jawab: Sanksi itukan ada dua, sanksi pidana dan sanksi perdata. Kalau pidana itu

kan melibatkan kepolisian. Dan kalau di kita itu sanksi administratif, terdapat tiga

sanksi administratif berupa peringatan tertulis, pembekuan izin dan pencabutan

izin.

9. Kalau sanksi pidana itu berarti langsung ke kepolisian?

Jawab: Langsung ke kepolisian jika mereka melakukan penipuan.

10. Jadi jika ada masyarakat yang melaporkan ke kemenag tapi tentang

melakukan tindak pidana, berarti kemenag langsung mengalihkan ke

kepolisian?

Jawab: Iya kita sarankan ke kepolisian, tapi kalau pengaduannya tentang pelayanan

tentang wanprestasi ya kita yang menjalankan.

Page 115: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

HASIL WAWANCARA

Nama : Pak Hendry

Jabatan: Kepala cabang sekaligus Direktur HRD PT. Pandi Kencana

1. Apa visi dan misi travel ini?

Jawab: Misinya memberangkatkan jemaah umrah secara amanah dan inovatif,

Visinya menjadi travel terpercaya di Indonesia. Tujuannya juga untuk membantu

umat muslim mempermudah ibadah ke tanah suci.

2. Sejak kapan travel ini didirikan?

Jawab: Berdiri tahun 1996, tapi yang dipegang oleh manajemen yang sekarang itu

sejak 2009 hingga sekarang. Sebelumnya milik orang, manajemen yang dulu dapet

izin PPIU tahun 2007, sebelum dipegang memang sudah ada izinnya. Selama

manajemen yang sekarang sudah 4x perpanjangan.

3. Apa saja pelayanan yang disediakan di travel ini?

Jawab: Haji dan umrah, ticketing, tour domestik, paket outbond inbond, dan karbo

(pengiriman barang)

4. Setiap tahunnya memberangkatkan berapa jemaah umrah ?

Jawab: Jemaah umrah setiap tahunnya 1500 dari seluruh kantor cabang di

Indonesia.

5. Apakah PT. Pandi Kencana ini pernah kena teguran dari Kementerian

Agama?

Jawab: Tahun 2014 kena teguran sebenernya kesalahan dari air land pada waktu

itu lagi musim liburan Desember, mereka tidak pakai air land yang tidak berbasis

di Indonesia namanya United Air land dari Daka Banglades karena sudah tidak

dapat sit dari Indonesia akhirnya kami ambil dari Kuala Lumpur tapi dia pesawat

dari Banglades. Jadi udah beli tiket itu riter sesuai dengan standar SOP, ternyata

pas waktu kepulangan pesawatnya gak ada yang terbang. Jadi sekitar 3 (tiga) hari

jemaah di Madinah ketahan. Terus ada yang lapor ke KJRI, KJRI lapor ke kemenag

dan mereka ditegur, yang melaporkan adalah orang KJRI yang melihat kondisi

tersebut. Kemenag langsung buat surat teguran, ini pada kasus umrah. Dan baru

sekali itu aja kena teguran, itupun bukan kesalahan mereka karena mereka sudah

penuhi semua SOPnya, itu kesalahan dari air land yang tidak ada air land

Page 116: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

kembalinya. Sudah kita klarifikasi tapi memang harus ditegur, jadi ada surat

teguran. Tapi hanya surat teguran aja si.

6. Bagaimana prosesnya penjatuhan sanksi surat teguran tersebut?

Jawab: pertama yaitu Dipanggil, otomatis kemenag waktu dapet laporan dari KJRI

di Jeddah langsung memanggil direktur pertama di sini, tapikan direkturnya ada di

Makassar. Jadi perwakilan dari Jakarta direksi yang maju. Namanya pak Karun

datang ke kemenag, menjelaskan kronologisnya, kami bawa semua invoice air land

, tiket, invoice hotel termasuk tambahan 3 (tiga) malam di Madinah semuanya kami

bawa semua. Jadi kami buktikan ke Kemenag kami tidak menelantarkan dan semua

jemaah juga tidak terlantar semua masuk di hotel. Kedua, Mereka sudah klarifikasi

ke Kuala Lumpur, mereka tekan air land-nya bahwa mereka menuntut akan

melaporkan ke segala pihak yang bersangkutan dan akhirnya 3 (tiga) hari kemudian

ada pesawatnya. Jadi memang pesawat tersebut bukan pesawat regular. Ketiga,

Keluarlah surat SK teguran. Sekitar semingguan baru muncul Sk-nya. Jadi maksud

teguran itu kesalahannya adalah bahwa kami telah menggambil air land yang tidak

memiliki kantor cabang di Indonesia.

7. Apa jemaah ada yang meminta ganti rugi atas insiden tersebut?

Jawab: Jemaah ngeluh karena ada yang mengambil izin kerja di kantornya, mereka

menekan kami kapan pulang tetapi tidak memiliki kerugian dalam bentuk finansial.

8. Apakah Ada beberapa travel yang jemaahnya yang waktu itu ikut

tertahan?

Jawab: ada beberapa travel, Waktu kena teguran pun tidak sendiri tetapi ada travel

lain juga, tapi masing-masing ada tingkat pelanggarannya, dan kami termasuk yang

tidak berat. Ada juga yang izinnya dicabut jadi biasanya menelantarkan jemaah,

jadi di sana jemaah tidak diberikan fasilitas hotel dalam artian ditelantarkan atau

ditinggalkan.

9. Yang bapak tahu, sanksi pecabutan karna izin itu apa pak?

Jawab: Ada Izin yang tidak diperpanjang termasuk pelanggaran karena fakum/

tidak berjalan, jadi keluar izin tapi gak berjalan gak ada jemaahnya. Karena kalau

mau perpanjang itu minimum harus memberangkatkan 200 (dua ratus) jemaah

umrah dalam setahun. Jika yang fakum tersebut ingin memperpanjang izinnya,

Page 117: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

harus membuat izin baru lagi, travel lamanya tidak bisa diperpanjang. Ini termasuk

pencabutan kalau masa berlakunya sudah habis maka otomatis dicabut.

10. Persyaratan menjadi PPIU itu apa pak?

Jawab: Sebelum jadi PPIU, Harus punya PT dulu, terdaftar di pariwisata, punya

PBB dan lain-lain, harus beroperasi minimum 2 (dua) tahun, dan memberangkatkan

jadi dia harus nempel (nitip jemaah) oleh travel yang sudah jadi PPIU, nanti

pengajuan ke kemenag langsung di verifikasi layak atau tidak dapet izin. Ada bank

garansi di bank, jika ada pelanggaran bank garansi itu akan dicairkan oleh kemenag

11. Apakah non--PPIU boleh memberangkatkan jemaah umrah?

Jawab: Tidak boleh non-PPIU memberangkatkan sendiri, oleh karenanya lagi

diperketat. Salah satunya aplikasi SIPATUH, jadi setiap pemberangkatan akan

dicek ada izinnya atau tidak.

12. Apakah ada campur tangan Kementerian Agama dalam penyelenggaraan

umrah?

Jawab: Kalau umrah murni swasta langsung tidak melalui ke kemenag

Page 118: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

HASIL WAWANCARA

Nama : Ibu Nennah

Jabatan: PT. Al-Kautsar dan PT. Al-Kutsri

1. Sudah berapa lama travel ini beroperasi?

Jawab: Dulu namanya adalah Al-Kutsri sudah ada izin PPIUnya. Tapi sudah

sekitar 2 (dua) tahun lebih ini diteruskan oleh Al-Kautsar dan lagi proses kemenag.

2. Apa saja program perjalanan yang ada di travel ini?

Jawab: Al-Kautsar wisata lebih ke wisata muslim, tapi kalo untuk perjalanan

umrahnya masih menggunakan PT. Al-Kutsri. Al-Kautsar dan Al-Kutsri satu

manajemen, dua nama dalam satu manajemen

3. Apa yang membuat pembuatan izin menjadi sulit?

Jawab: Pertama, kemenag memang memperketat karena banyak travel bermasalah,

sehingga banyak persyaratan, kita mengurus mulai dari domisili sampai BPW

kanwil, bank garansi dan lain-lain.

4. Jika tidak ada permasalahan PPIU yang lagi sedang ditangani kemenag,

berarti izinnya kira-kira keluarnya berapa lama?

Jawab: Sebenernya paling 1 (satu) bulan, setiap pembuatan izin kan seperti BPW

datang ke sini terus ajak kita bicara atau interview juga ada jadi mereka lihat

akreditas kita. Bener atau tidak ini adalah orang-orang yang ngerti tentang

penyelengaraan umrah atau bukan, karna ada orang yang membuka travel tanpa

tahu bagaimana seharusnya di sana jadi main berangkatin-berangkatin aja ternyata

di sana penuh masalah orang tidak bisa pulang atau segala macem.

5. Salah satu syarat membuat izin PPIU adalah harus berjalan 3 (tiga)

tahun, apa travel ini sudah memenuhi syarat?

Jawab: Iya betul, Kautsar sama Kutsri udah memenuhi syarat semua

6. Untuk mendapatkan izin PPIU itu harus ngeberangkatin berapa jamaah?

Jawab: minimal 200 (dua ratus) dalam satu tahun

7. Apakah untuk membuat izin PPIU ada biayanya?

Jawab: Jadi ada semacam bank garansi, kalau gak salah umrah 200.000.000. Jadi

kita dapat card sejenis deposito gitu, nanti kemenag melihat bahwa PPIU ini sudah

Page 119: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

ada bank garansi. Mungkin maksudnya kemenag kalo terjadi sesuatu kan bisa di

cover dengan uang itu. Dan cukup sekali aja, begitu perpanjang setiap 2 (dua) tahun

sekali itu diperbaharui lagi bank garansi.

8. Tetapi travel ini belum ada ya yang bermasalah dengan kemenag?

Jawab : Belum ada, bahkan Al-Kutsri itu sama orang kemenag sudah dalam

tingkatan A. Bahkan kemenag bilang “mau lanjut buat izin haji ga?” hajikan

berdasarkan kuota, jadi kita belum berani ambil yang haji.

9. Belum pernah juga ada masalah sama konsumen?

Jawab: Alhamdulillah belum, karena saya lebih baik gak punya duit yang penting

hidup tenang dan tidur enak.

10. Apa memberangkatkan jemaah umrah perlu koordinasi dengan

kemenag?

Jawab: Koordinasi, sekarang dengan mengeluarkan SIPATUH jadi bahkan KTP

jemaah yang berangkat KTPnya hrus kita masukkan ke kemenag. Jadi sekarang

kemenag tahu siapa saja jemaah yang berangkat. Sebelum ada SIPATUH kita

membuat laporan namanya LRPU, jadi setiap ada jemaah yang berangkat kita kasih

tahu nama, no passport, brapa jumlah jamaah, hotelnya di sana apa aja, paket

pesawatnya apa, tiketnya, busnya pake apa, perjalanannya kemana aja itu semua

hrus dilaporin sebelum jamaah berangkat. Jadi sebelum jemaah berangkat saya

sudah masuk di sistem kemenag, kemenag ada sistemnya dulu jadi kita masukin

semua data, begitu udah masuk depag acc ok baru kita print, jadi semua jemaah

datanya ada dan semua harus diasuransikan. Sekarang ada SIPATUH lebih detail,

jadi harga jual kita berapa, jamaah ini sudah DPnya berapa. Itu semua ada di sistem

kemenag, kita tinggal isi semua

11. SIPATUH ini ada dari tahun berapa?

Jawab: Baru bulan ini (april) dan ini belum maksimal, saya lihat kemenag ada

bagusnya juga jadi orang travel nakal tidak sembarangan. Dengan adanya

SIPATUH open banget, karna kemenag akhirnya tahu harga jualnya sekian harga

untungnya sekian. Jadi kurang privasi juga, tapi ada bagusnya mungkin dari

penipuan itu.

Page 120: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

12. Dalam menjalani SIPATUH, selain lebih banyak yang harus di-input,

adakah perbedaan lain dengan sistem yang dulu ?

Jawab: dengan SIPATUH data yang harus diisi jadi banyak, dulu sebelum ada

SIPATUH hanya laporan keberangkatan aja, kita laporan tanggal berangkat,

pesawat yang digunakan, siapa saja jamaahnya, tour leader-nya siapa, hotel yang

digunakan, bus digunakan dan nomor telepon yang di Saudi.

13. Sistem LRPU itu laporannya dlm bntuk apa ?

Jawab: Sistem, jadi setiap PPIU diberikan password dan webside-nya. Jadi

kemenag tahu kalau kita udah memasukkan password dan nama id kita.

14. Apakah SIPATUH termasuk salah satu pengawasan dari kemenag ya?

Jawab: Iya salah satu cara kemenag mengawasi travel umrah, PPIU ada 900 travel

di indonesia. Jadi bagaimana kemenag bisa memantau kalau sebanyak itu jadi

kemenag mengeluarkan SIPATUH. Jadi kalau ada yang tidak meng-input

SIPATUH kemungkinan sama kemenag dipermasalahkan

15. Apa yang PPIU anggap sulit dari peraturan kemenag?

Jawab: Jadi nambah kerjaanya aja dari SIPATUH ini, sebenernya tidak ada yang

benar-benar sulit karna yang diminta kemenag memang apa yang kita kerjakan.

16. Kalau dari peraturan perizinan juga tidak merasa berat?

Jawab: Perizinan saya merasa berat bukan dari kemenagnya justru dari bawahnya

karna hrus ada domisili dan lain-lain. Sedangkan sitemnya satu pintu ke kelurahan

atau ke kecamatan, nah itu adanya halangan syaratnya banyak. Jadi jalurnya

Kemenag itu paling akhir.

17. Berarti lama juga karna banyak melewati proses?

Jawab: Iya karna sekarang ke semuanya sistemnya online, jadi nunggu sampai kita

dipanggil terus mereka survey baru keluar izinnya dari bawah.

18. Apa strategi kemenag udah cukup bagus dengan mengeluarkan

SIPATUH?

Jawab: Bagus banget, untuk mengecilkan kesempatan travel-travel yang nakal.

Page 121: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

HASIL WAWANCARA

Nama : Mustolih, M.H., CLA

Jabatan : Ketua Komisi Nasional Haji dan Umrah

1. Apa Visi dan Misi dari KOMNAS Haji dan Umrah itu?

Jawab: Sebetulnya banyak yang mengira kalau KOMNAS itu lembaga negara, tapi

kita sebetulnya civil sociaty yang kemudian bergerak dalam 2 (dua) poros utama:

(1) Melakukan advokasi, advokasinya kita bagi menjadi 2 (dua) tema besar:

pertama, advokasi dibidang kebijakan yang terkait dengan penyelenggaraan dan

tata kelola penyelenggaraan ibadah haji dan umrah. Kedua, advokasi yang

berpaparan litigasi dalam arti kita juga mengawal kasus yang menyangkut advokasi

terhadap jemaah haji dan umrah. Karna kita kebanyakan juga berlatar belakang

akademisi dan advokasi, jadi seandainya ada kasus, kita bisa mengawal sampai

dengan proses litigasi yaitu bersengketa dipengadilan. Tentu visi besar kita adalah

untuk penyelenggaraan ibadah haji dan umrah betul-betul berpihak dan melindungi

jemaah.

2. Sejauh ini lebih banyak mendapat pengaduan masyarakat yang sedang

dalam kasus haji atau kasus umrah?

Jawab: Sejauh ini sebetulnya tentang umrah, karna kita tahu bahwa pada media

2017-2018 ini terjadi rentetan peristiwa yang menimpah kepada jemaah umrah.

Banyak kasus, yang meledak itukan ada First Travel, SBL (solusi balad lumampah)

di Bandung dan kasus Abu Tours, dan sekarang on the way sedang mengalami kasus

travel yang menelantarkan jemaah 35 (tiga puluh lima) orang bahkan sudah dibawa

ke Malaysia dipulangkan lagi sampai saat ini belum diberangkatkan juga. Ini

sedang kita laporkan ke Kementerian Agama. Kemungkinan akhir bulan ini kita

dipanggil untuk klarifikasi.

3. Sejauh ini kira-kira untuk tahun 2018 ini sudah berapa banyak konsumen

yang menggunakan jasa KOMNAS haji dan umrah ini?

Jawab: Banyak tentu, kira-kira 400an dalam jangka 2 (dua) tahun. Kebanyakan

umrah, kalau ditotal dengan konsultasi udah 500an. Karna yang banyak itu kasus

Page 122: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

Firts Travel dan sampai sekarang masih ada pendampingan karna memang belum

selesai proses hukumnya.

4. Apakah KOMNAS memiliki tim khusus untuk menyelesaikan

permasalah-permasalahan umrah?

Jawab: Tentu ada tim, kita di hulu dan hilir monitoring dan tim advokasi.

Kalau monitoring misalnya, secara sederhana kasus apa yang sedang meresahkan

masyarakat terutama kalangan jemaah, seperti kemarin soal SBL dan Abu Tours.

Kalau kemudian kita langsung turun ya kita langsung turun. Baru kemudian

melakukan advokasi, kayak First Travel itu dari mediasi, klarifikasi dengan

kemenag sampai dengan gugat menggugat kita lakukan.

5. Untuk penanganan masalah umrah, kasus yang seperti apa yang paling

sering diadukan oleh konsumen?

Jawab: Yang sering itu, jadi penyelenggaraan hubungan hukum antara calon

jemaah dan travel itu kan terjadi ketika ada transaksi, maka harus dibaca sebagai

suatu proses bisnis. Artinya ada 800an travel yang memiliki izin umrah mereka

tentu berlomba-lomba melakukan promosi dan mencari jemaah dalam arti mencari

konsumen. Nah ketika jemaah datang ditawari dengan harga dan fasilitas dengan

hotel bintang 4 (empat) dan lain-lain, semua itu sah-sah saja. Bahkan ada yang

mengiming-imingi dengan artis atau ustadz terkenal. Nah setelah terjadi transaksi,

jemaah tertarik kemudian mereka setor uang maka terjadilah hubungan hukum

kontraktual. Sebagai penyelenggara jasa perjalanan umrah, dan jemaah sebagai

pengguna jasa yaitu berstatus konsumen. Maka sebenarnya di situ berlakulah

Undang-Undang konsumen, walaupun sebenarnya aturannya itu Undang-Undang

No 13 Tahun 2008 dalam ibadah haji. Karna urusan umrah itu masih diatur dalam

Undang-Undang penyelenggaraan haji. Kemudian pada 2017-2018 yang sering

muncul adalah terjadinya travel yang kemudian tidak komitmen dengan apa yang

sudah dijanjikan mereka. Misalnya sebelumnya mereka menawarkan paket harga

super murah ada yang 12.000.000 (dua belas juta) dan lain-lain. Yang akhirnya

menimbulkan masalah tidak terpenuhinya hak-hak konsumen, padahal bisa saja

kalau mau dicicil. Contoh: dari mulai yang kecil-kecil itu haknya jamaah. Misalnya

sebelum berangkat umrah dia harus megikuti manasik untuk belajar dan diajari tata

Page 123: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

cara umrah. Kemudian dokumen, dokumen itu ada pasport ada visa. Belum lagi ada

mercendise ada macem-macam ada koper, tas, goodie bag, suntik miningitis kalau

tidak suntik berbahaya dan lain-lain. Nah ini saja sudah memakan biaya belum lagi

biaya terbesar yang merenggut biaya umrah adalah tiket pesawat satu kali terbang

sekarang itu 7-8 juta bulak balik sekitar 16 juta. Pertanyaannya bagaimana mungkin

kemudian, tiket saja 16-15 juta kemudian ada travel yang menawarkan promo

16,200 juta seperti First Travel dan sejenisnya lah. Nah ini jemaah udah setor

tinggal berangkat akhirnya. Belum lagi cerita-cerita yang di sana, janjinya hotelnya

bintang 3 (tiga) padahal di sana cuma rumah biasa. Dekat dengan Masjidil Haram

ternyata lebih dari 2 (dua) kilo, belum lagi ketering atau makan. Ibadah umrah

adalah ibadah fisik, fisik itu maksudnya tawwaf atau sa’i. Tapi kan menjalankannya

butuh stamina, kalau bicara stamina butuh asupan gizi. Artinya berapa kali makan

akan menentukan stamina dari seorang jemaah. Kalau janjinya 4 (empat) atau 3

(tiga) kali sehari ternyata diberikannya hanya 1 (satu) atau 2 (dua) kali, ya bisa

tepar. Belum lagi setelah sampai sana ternyata tiket pulangnya belum disediakan

dan lain-lain. Itu kan persoalan yang menurut saya konteksialnya tinggi karna

umrah itu diselengarakan di negara lain sehingga butuh berbagai macam aspek. Ini

menjadi penting, bagaimana kemudian penyelenggaraan umrah ini butuh diawasi

dari sisi regulatornya maupun sisi travelnya.

6. Lalu setelah KOMNAS mengetahui detail permasalahan yang diadukan

oleh konsumen, hal-hal apa saja yang akan dilakukan oleh KOMNAS?

Jawab: Pertama kita klarifikasi, jadi tidak semua yang datang ke kita itu kita akan

wawancara dan verifikasi. Dilapangan juga ternyata ada orang yang mengaku

jemaah tapi ternyata adalah agen dan dia juga dikejar oleh jamaah juga. Nah ini,

harus kita bedakan. Karna niatnya KOMNAS ini adalah untuk mengadvokasi

jemaah. Kalau ada jemaah yang tidak berdaya, beda lagi dengan penyelenggara

yang bisa sewa lawyer. Tapi kalau jemaah uang segitu-gitunya kemudian ditipu

pula. Jika diverifikasi, yang biasanya kita minta sederhana kalau dia mengaku

jemaah maka akan kita minta bukti setornya kalau misalnya adalah transfer kita

minta bukti transfernya. Karna itulah yang kemudian menentukan kita mau

advokasi atau tidak. Kalau clien misalnya menunjukkan buktinya bahwa dia adalah

Page 124: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

jemaah dengan bukti jemaah transferan, kalau tidak ada ya suruh cari dulu bila

hilang secara fisiknya itu dan terkait ini kita tidak melakukan pembebanan biaya

jadi kita advokasi aja. Setelah verifikasi, kita perlu surat kuasa, kita akan tanya ke

clien ini mau minta pengembalian uang atau mau berangkat. Karna ini penting, agar

nanti ditakutkan ekspetasinya berbeda. Dia maunya berangkat kita maunya

dikembalikan uangnya. Kemudian kita mengirim surat ke kemenag atau kita riset

dahulu apakah travel yang dilaporkan berizin atau tidak, karna kemenag biasanya

tidak menerima yang tidak memiliki izin. Bila travel yang berstatus PPIU itu kita

langsung bersurat dan melaporkan maka nanti travelnya ditegur dan dimediasi,

untuk mencari jalan keluarnya. Ada juga yang kemudian kita langsung surati

travelnya, ada beberapa travel besar bahkan jemaah ini dari luar Jakarta ini kita

langsung surati karna kita sudah memegang bukti otentiknya jadi dia tidak bisa

menghindar. Biasanya bila kita bersurat ke sebuah travel tidak dibales maka kita

baru laporan ke kemenag. Kita lihat dulu, ada travel yang memang sudah punya

masalah dimana-mana tapi ada juga travel yang memang mungkin karna kesalah

pahaman manajeman tapi kemampuan keuangannya sudah bagus kita suratin dan

minta uangnya.

7. Jika KOMNAS tidak melibatkan kemenag berarti hanya mengatasi

travel-travel yang tidak punya izin?

Jawab: Iya, karna travel ini tidak punya jadi kita harus tempur lebih dulu dan tidak

melibatkan kemenag, artinya bisa jadi litigasinya di kepolisian. Tapi sejauh ini yang

datang ke kita itu adalah travel-travel yang beriizin.

8. Jika KOMNAS langsung ke pengadilan itu jalurnya seperti alur

pengadilan ?

Jawab: Iya pengadilan. Tapi biasanya kalau sudah pengadilan maka sudah

melewati fase-fase somasi, sudah bersurat dan lain-lain.

9. Bila permasalahan tersebut diadukan kembali ke Kemenag, Biasanya

berapa lama pihak KOMNAS mendapat respon dari Kemenag untuk

penanganan permasalahan yang diadukan?

Jawab: Kalau dengan sekarang sampai hari ini saya melaporkan masalah travel, itu

tidak ada standarisasi bagaimana alur dan waktu timing ini bisa diselesaikan.

Page 125: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

Misalnya, kalau lapor hari ini akan diurus nya kapan dan bisa di follow up itu kapan.

Nah itu yang belum dibenahi karna ini sangat penting bagi para pencari keadilan ini

yang di advokasi sama KOMNAS haji dan umrah bagaimana dengan orang-orang

yang Travelnya di Jakarta tapi jemaahnya orang Padang nah ini kan akan memakan

waktu, dia memperjuangkan 25 jt bulak balik ke Jakarta berapa ongkosnya. Nah

yang saya kira bagaimana pihak kemenag perlu merevisi. Harusnya munculnya

kasus First Travel, Abu Tours, SBL dan lain-lain itu menjadi pelajaran untuk

kemenag agar punya tindak lanjutnya. Kalau tidak seperti itu maka tidak ada

kepastian hukum. Karna jemaah umrah itu kan banyak sekali ada 8 (delapan) bulan

untuk musim umrah dan 8 (delapan) bulan ini ada 850.000 jemaah umrah yang

berangkat kalau dikali rata-rata 20 jt perjamaah berarti ada putaran uang 17 T

permusim. Ini artinya sangat penting umrah ini ditata diawasi dan direvilisasi.

10. Ini kan tidak ada kepastian jangka waktu dalam penyelesaian maslaah,

lalu selama ini bagaimana komnas menjalankannya jika ada travel yang

diadvokasi melibatkan kemenag?

Jawab: Ya kita follow up terus kapan kita akan dipanggil.

11. Kemudian seperti apa proses penyelesaiannya bila KOMNAS mengadu

kepada Kementerian Agama? Mohon dijelaskan proses penyelesaian

dari pengaduan sampai putusan akhir

Jawab: Pertama klarifikasi, biasanya kita lebih suka dengan dipertemukan dengan

PPIUnya karna kalau PPIUnya juga dipanggil jadi langsung ada tidak lanjut. Tapi

hal-hal seperti itu bisa dilakukan bisa juga tidak, kadang kala kita datang tapi

PPIUnya tidak datang. Kedua ditanya kemauan dari masing-masing pihak, Kalau

tidak ada penyelesain biasanya kemenag juga mempersilahkan diproses kejenjang

berikutnya. Jika kita yang mengadvokasi mau menggugat dipersilahkan oleh

kemenag tapi yang melelahkan dari kemenag adalah kalau kemudian menabrak

aturan-aturan yang diatur oleh regulasi, kemenag juga minta ditindak itu. Misalnya,

yang menelantarkan jemaah itu di cabut izinnya kecuali mereka mengembalikan

dan mereka mengalah. Tapi kalau PPIU itu bandel kita menuntut ke kemenag agar

pelanggaran itu diberi sanksi sesuai dengan pelanggaran yang dilakukan. Nah saya

kira untuk sekarang mendapatkan izin itu tidak gampang maka jika izinnya dicabut

Page 126: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

maka menjadi tantangan sendiri untuk PPIU, siapa yang ingin izinnya dicabut

padahal untuk membuatnya sudah susah.

12. Untuk para konsumen yang dirugikan oleh beberapa travel nakal, apa

saja dampak ekonomi yang terjadi pada konsumen-konsumen tersebut?

Jawab: Sebenernya ada jemaah yang dalam ekonominya mampu, sedang atau yang

lainnya. Nah dikasus First Travel kebanyakan jemaah yang kalangan ekonomi

kebawah. Tapi yang kalangan atas juga banyak misalnya mereka sudah umrah

karna menemukan harga murah maka ingin membawa keluarganya umrah. tapi

kebanyakan yang kami temukan mereka menabungnya juga bertahun-tahun.

13. Apakah pengawasan Kemenag saat ini sudah cukup baik untuk

mencegah adanya travel-travel nakal lagi?

Jawab: Niat untuk perbaikan ada, dengan merevisi PMA dan SIPATUH. Tapi

sejauh yang kita telusuri, SIPATUH sendiri masih belum optimal dan masih belum

bisa berjalan optimal. Paling akan berjalan setelah musim haji usai. Karna dengan

yang alami itu masih perlu di revisi buktinya saya sedang menangani PPIU yang

punya izin tapi ya dengan alasan misalnya SDM terserap untuk persiapan haji dan

lain-lain. Mestinya harus tetap optimal, namun menurut saya keseriusan kemenag

untuk memperbaiki belum optimal.

14. Apakah strategi yang menurut KOMNAS cukup ampuh untuk

menghindari adanya travel nakal lagi?

Jawab: Kita selalu mengedukasi kepada jemaah untuk menjadi jemaah yang cerdas

dan cermad. Maksudnya jadi ada banyak travel yang menjanjikan tapi tidak

tercapai, maka kita lihat bagaimana cara travel ini merespon biasanya menggunakan

bahasa keagamaan, mereka berlindung dibalik bahasa agama. Misalnya, kalau hotel

yang dijanjikan bintang 4 (empat) ternyata dapatnya bintang 5 (lima) mereka

biasanya akan meredam bahwa ini adalah cobaan dalam beribadah padahal ini

adalah tips ketidak mampuan travel. Karna saya kira jemaah perlu mengkritisi,

kadang kala mereka pasrah dan tidak berani. Kedua, mendorong regulator agar

lebih tegas atas pelanggaran apapun, untuk tidak mentoleransi kesalahan sekecil

apapun dari travel nakal karna di kasus SBL, Abu Tours dan First Travel, kemenag

jelas-jelas teledor. Karna kasusnya sesungguhnya sudah lampau dan isu-isu nya

Page 127: PENGENDALIAN DAN PENGAWASAN KEMENTERIAN AGAMA …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/43041/1... · Pembahasan pada skripsi ini menggunakan teori Loerand M. Friedman

sudah tersebar masa tidak tahu, padahal mereka punya kaki tangan seperti kanwil

dan lain-lain. Ketiga, terhadap pelanggaran terhadap konsumen, kita juga biasanya

mengadakan ekspose. Ketika kasus muncul itu harus diawasi publik agar tidak

hilang begitu saja.

15. Apakah perlindungan hukum untuk para calon jemaah umrah maupun

jemaah umrah untuk sekarang ini sudah cukup baik?

Jawab: Perlindungan hukum jemaah akan berkait dengan regulator. Kalau seperti

sekarang laporan jemaah tidak diseriusi maka bagaimana mau melakukan

perlindungan. Karna tahap awal perlindungan jemaah umrah sebetulnya adalah

bagaimana action konkrit dari pada regulator. Sebelum masuk ke wilayah pidana

dan pengadilan. Mestinya sebagai regulator pengawas mengawasi, mengklarifikasi

dan bagaimana tindakannya. Tapi kalau ada konstitensi dari regulator untuk

mengawasi itu kan pasti perlindungannya berjalan. Memang kemenag adalah

wilayah administratif tapi akan menjadi penting, contoh misalnya OJK menjadi

berwibawa karna tidak mentoleransi pelanggaran sekecil apapun.