Pengkajian abses
-
Upload
ardi-supartha -
Category
Documents
-
view
31 -
download
0
description
Transcript of Pengkajian abses
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
1. Anamnesis
Keluhan utama yang sering menjadi alas an klien untuk meminta bantuan
pelayanan kesehatan adalah adanya gejala neorologis (kelemahan ekstermitas,
penurunan penglihatan, kejang).
a. Riwayat penyakit sekarang
Faktor penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kuman
penyebab.
b. Riwayan penyakit terdahulu
Pengkajian yang pernah dialami pasien yang memungkinkan adanya huungan
atau menjadi presdiposisikeluhan sekarang meliputi pernahkah klien
mengalami riwayat trauma langsung dari trauma intracranial atau pembedahan
atau infeksi dari daerah lain.
2. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
Pengkajian psikologis klien dengan abses otak meliputi beberapa dimensi yang
memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai status emosi,
kognitif, dan perilaku klien. Malakuakn pengkajian secara menyeluruh dengan
klien,member pertanyaan dan pengawasan untuk menentukan kelayakan emosi dan
pikiran. Sedangkan pengkajian dalam mekanisme koping yang secara sadar biasa
digunakan klien selama masa stress meliputi kemampuan klien untuk mendiskusikan
masalah kesehatan saat ini yang tela diketahui dan perubahan perilaku akibat stress.
Karena klien harus dirawat inap maka keadaan ini juga bisa mempengruhi status
ekonomi klien.
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan sebaiknya sebaiknya dilakuakn persistem (B1-B6) dengan focus
pada pemeriksaan b3 (Brain) yang terarah dihubungkan dengan keluhan dari klien
dimulai dari TTV. Peningkatan suhu pada klien abses otak 38-41 derajat celcius.
Keadaan ini karena terjadinya inflamasi dan proses supurasi di jaringan otak.
Penurunan denyut nadi berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK. Apabila
disertai peningkatan frekuensi pernafasan seing berhubungan dengan peningkatan laju
metabolism dan terjadi infeksi pada system pernfasansebelum mengalami abses otak.
TD normal atau meningkat berhubungan dengan peningkatan TIK.
B1 (Braething)
Inspeksi kemampuan klien batuk, produksi sputum , sesak nafas, penggunaan otot bantu
nafas, dan peningkatan frekuensi pernapasan dan gangguan pada system pernapasan.
Palpasi thoraks untuk menilai taktil primitus, pada efusi pleura atau abses paru taktil
premitus akan menurun pada sisi yang sakit. auskultasi bunyi napas tambahan.
B2 (Blood)
Pengkajian pada system kardiovaskuler terutama dilakuakn pada klien abses otak pada
tahap lanjut apabila klien sudah mengalami syok.
B3 (Brain)
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan focus dan lengkap dibandingkan system ang lain.
Tingkat kesadaran
Kualitas kesadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling penting
yang membutuhkan pengkajian. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien abses otak
biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa. Apabila klien mengalami
koma maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesdaran.
Fungsi serebral
Status mental: observasi penampilan klien dan tingkah lakunya, nilai gaya bicara, dan
observasi ekspresi wajah serta aktivitas motorik yang pada klien bses otak tahap lanjut
mengalami perubahan pada status mental.
Pemeriksaan system cranial
Saraf I, tidak ada klien dan fungsi penciuman
Saraf II, pemeriksaan papiledema mungkin didapatkan terutama pada abses otak supuratif
disertai dengan abses serebri dan efusi subdural yang menyebabkan terjadinya
peningkatan TIK.
Saraf III, IV, VI, pada tahap lanjut abses otak yang mengganggu kesadaran, tanda-tanda
perubahan dari fungsi dan reaksi pupil akan didapatkan ,tanpa alas an yang tidak
diketahui klien biasanya mengalami fotofobia.
Saraf V, VII, VII, IX, X, XI, XII, tida mengalami kelainan ataupun perubahan.
Sistem motorik
Kekuatan menurun, control keseimbangan dan koordinasi pada abses otak tahap lanjut
mengalami perubahan sehingga klien mengalami kelemahan ekstermitas dan mengganggu
aktivitas sehari-hari.
Pemeriksaan refleks
Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, periosteum derajat
refleks respon normal.
Gerakan involunter
Pada keadaan tertentu klien biasanya mengalami kejang umum terutama pada anak
dengan abses otak disertai dengan peningkatan suhu,dan peningkatan TIK.
System sensorik
Pada system sensorik tidak pengalami perubahan.
4. Pemerikasaan Diagnostik
Menggunakan CT scan sangat baik dalam menentukan letak abses, setelah evolusi dan resolusi
lesi-lesi supuratif, dan dalam menetukan waktu yng optimal untuk dilaksanakan intervensi
pembedahan.
B. Diagnosa keperawatan
1. Infeksi b/d invasi bakteri ke otak, penyabaran infeksi dari daerah lain dan organ lain.
2. Peningkatan tekanan intra kranial b/d desakan otak oleh adanya nanah pada jaringan otak.
3. Perubahan perfusi jaringan otak b/d peradangan dan edema pada otak dan selaput otak.
4. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi secret, kemampuan batuk menurun
akibat penurunan kesadaran.
5. Nyeri kepala b/d iritasi selaput dan jaringan otak.
6. Hipertermi b/d proses infeksi
7. Resiko cedera b/d kejang, perubahan status mental, dan penurunan tingkat kesadaran.
8. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakmampuan menelan, keadaan
hipermetabolik.
9. Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan ekstermitas
10. Gangguan pemenuhan ADL b/d kelemahan ekstremitas
11. Gangguan persepsi sensori b/d penurunan kesadaran (koma)
12. Ansietas pada keluarga b/d kondisi pasien yang memburuk
13. Gangguan integritas kulit b/d bedrest total dalam keadan koma
C. Intervensi
Dx I : infeksi b/d invasi bakteri ke otak, penyabaran infeksi dari daerah lain dan organ lain.
Tujuan : tidak terjadi peningkatan TIK pada klien
Kriteria hasil : -Klien tidak gelisah.
-Klien tidak mengeluh nyeri kepala, mual-mual dan muntah.
-GCS : 4, 5, 6.
-Tidak terdapat papiledema.
-TTV dalam batas normal (Suhu= 36,5-37,40C, Nadi =60-100 x/menit, RR=16-20
x/menit, TD=80/120mmHg).
Intervensi Rasional
DX II: Perubahan perfusi jaringan otak b/d peradangan dan edema pada otak dan selaput otak
.
Tujuan: Dalam waktu 3x 24 jam setelah diberikan intervensi perfusi jaringan otak meningkat.
Kriteria hasil: Tingkat kesadaran meningkat menjadi sadar, dosorientasi negative, konsentrasi baik,
perfusi jaringan dan oksigenasi baik, TTV dalam batas normal, dan syok dapat dihindari.
Intervensi Rasional
1. Monitor klien dengan ketat, terutama
setelah lumbal fungsi. Anjurkan klien
berbaring minimal 4-6 jam setelah
lumbal fungsi.
Mencegah nyeri kepala yang menyertai perubahan
tekanan intracranial.
2. Monitor tanda-tanda peningkatan
tekanan intracranial selama perjalanan
penyakit
Mendeteksi tanda-tanda syok yang harus dilaporkan
kedokter untuk intervensi awal.
3. Monitor tanda-tanda vital dan
neurologis tiap 5-30 menit. Catat dan
laporkan segera perubahan-perubahan
tekanan iintrakranial ke dokter.
Perubahan-perubahan ini menandakan ada
perubahan tekanan intracranial dan penting untuk
intervensi awal.
4. Hindari posisi tungkai ditekuk atau
gerakan-gerakan klien, anjurkan untuk
tirah baring.
Mencegah peningkatan tekanan intracranial
5. Tinggikan sedikit kepala klien dengan
hati-hati, cegah gerakan yang tuba-tiba
serta hindari flexi leher.
Mengurangi tekana intracranial.
6. Bantu seluruh aktifitas dan gerakan-
gerakan klien, beri petunjuk untuk
BAB, anjurkan klien untuk
menghembuskan nafas dalam, cegah
posisi flexi pada lutut.
Mencegah keregangan otot yang dapat menimbulkan
peningkatan tekanan intracranial.
7. Waktu prosedur perawatan
disesuaikan dan diatur tepat waktu
dengan periode relaksasi: hindari
rangsangan lingkungan yang tidak
perlu.
Mencegah eksitasi yang merangsang otak yang
sudah iritasi dan dapat menimbulj\kan kejang.
8. Beri penjelasan kepada keadaan
lingkungan kepada klien.
Mengurangi disorientasi dan untuk klasifikasi
persepsi sensorik yang terganggu.
9. Evaluasi selama masa penyembuhan
terhadap gangguan motorik, sensorik,
dan intelektual.
Merujuk ke rehabilitasi.
10. Kolaborasi pemberian steroid
osmotik.
Menurunkan tekanan intracranial.
DX I: Ketidakefektifan bersihan jalan nafas b/d akumulasi secret, kemampuan batuk
menurun akibat penurunan kesadaran.
Tujuan: Dalam waktu 3x 24 jam setelah dikasi tindakan, jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil: Secara subyektif sesak nafas (-), frekuensi nafas 16-20x/mnt, tidak menggunakan
otot bantu nafas, retraksi (-), ronki (-/-), dapat mendemontrasikan cara batuk
efektif.
Intervensi Rasional
1. Kaji fungsi paru, adanya bunyi nafas
tambahan, perubahan irama dan
kedalaman, penggunaan otot-otot
aksesori, warna, dan kekentalan
sputum.
Memantau dan mengatasi komplikasi potensial.
Pengkajian fungsi pernafasan dengan interval yang
teratur adalah penting karena pernafasan yang
tidak efektif dan adanya kegagalan akibat adanya
kelemahan atau paralisis pada otot-otot interkostal
dan diafragma berkembang dengan cepat.
2. Atur posisi fowler dan semifowler. Peninggian kepala tempat tidur memudahkan
pernafasan, meningkatkan ekspansi dada, dan
meningkatkan batuk lebih efektif.
3. Ajarkan cara batuk efektif. Klien berada pada resiko tinggi bila tidak
dapat batuk dengan efektif untuk
membersihkan jalan nafas dan mengalami
kesulitan dalam menelan, sehingga
menyebabkan aspirasi saliva dan mencetuskan
gagal nafas akut.
4. Lakukan fisioterapi dada: vibrasi
dada.
Terapi fisik dada membantu meningkatkan
batuk lebih efektif.
5. Penuhi hidrasi cairan via oral, seperti
minum air putih dan opertahankan
asupan cairan 2500 ml/hari.
Pemenuhan cairan dapat mengencerkan mucus
yang kental dan dapat membantu pemenuhan
cairan yang banyak keluar dari tubuh.
6. Lakukan pengisapan lender di jalan
nafas.
Pengisapan mungkin diperlukan untuk
mempertahankan kepatenan jalan nafas
menjadi bersih.
DX III: Nyeri kepala b/d iritasi selaput dan jaringan otak.
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam keluhan nyeri berkurang /rasa sakit terkendali.
Kriteria hasil: Klien dapat tidur dengan tenang, wajah rileks, dan klien memverbalisasikan rasa sakit.
Intervensi Rasional
1. Usahakan membuat lingkungan yang
aman dan tenang.
Menurunkan reaksi terhadap rangsangan eksternal
atau kesensitifan terhadap cahaya dan
menganjurkan klien untuk beristirahat.
2. Kompres dingin (es) pada kepala Dapat menyebabkan vasokontriksi pembuluh
darah otak.
3. Lakukan penatalaksanaan nyeri dengan
metode distraksi dan relaksasi nafas
dalam.
Membantu menurunkan (memutuskan) stimulasi
sensasi nyeri.
4. Lakukan latihan gerak aktif /pasif
sesuai kondisi dengan lembut dan hati-
hati.
Dapat membantu relaksasi otot-otot yang tegang
dan menurunkan nyeri/rasa tidak nyaman.
5. Kolaborasi pemberian analgetik. Mungkin diperlukan untuk menurunkan rasa
sakit. Catatan: Narkotika merupakan
kontraindikasi karena berdampak pada status
neurologis sehingga sukar untuk dikaji
Dx XI : Hipertermi b/d proses infeksi
Tujuan : terjadi penurunan suhu tubuh
Criteria hasil : - TTV Normal
-pasien tidak mengeluh panas
-kulit teraba panas
Intervensi Rasional
1. Observasi TTV Mengetahui perkembangan keadaan pasien
2. Kompres pasien dengan air hangat Menurunkan panas secara konduksi
3. Anjurkan pasien menggunakan pakaian
tipis dan menyerap keringat
Memberi rasa nyaman dan mencegah
dehidrasi
4. Anjurkan pasien minum air putih 2000-
2500 CC
Mencegah terjadinya dehidrasi
5. Kolaborasi pemberian antipiretik dan
antibiotik
Antipiretik sebagai obat penurun panas
dan antibiotik sebagai pencegah infeksi
DX IV: Resiko cedera b/d kejang, perubahan status mental, dan penurunan tingkat kesadaran.
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam perawatan, klien bebas dari cedera yang disebabkan oleh kejang
dan penurunan kesadaran.
Kriteria hasil: Klien tidak mengalami cedera apabila ada cedera berulang.
Intervensi Rasional
1. Monitor kejang pada tangan, kaki,
mulut, dan otot-otot muka lainnya.
Gambaran iritabilitas system saraf pusat
memerlukan evaluasi yang sesuai dengan
intervensi yang tepat untuk mencegah terjadinya
komplikasi.
2. Persiapkan lingkungan yang aman
seperti batasan ranjang, papan
pengaman, dan alat suction selalu
berada dekat klien.
Melindungi klien bila kejang terjadi.
3. Pertahankan bedrest total selama fase
akut.
Mengurangi resiko jatuh/cedera jika terjadi
vertigo dan ataksia.
4. Kolaborasi pemberian terapi:
diazepam, fenobarbital.
Mencegah atau mengurangi kejang. Catatan:
fenobarbital dapat menyebabkan depresi
pernafasan dan sendasi.
DX V: Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d ketidakmampuan menelan, keadaan
hipermetabolik
Tujuan: Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dalam waktu 5x 24 jam.
Kriteria hasil: Turgor baik, asupan dapat masuk sesuai kebutuhan, terdapat kemampuan menelan,
sonde dilepas, berat badan meningkat 1kg, Hb dan albumin dalam batas normal.
Intervensi Rasional
1. Observasi tekstur dan turgor kulit. Mengetahui status nutrisi klien.
2. Lakukan oral higiene. Kebersihan mulut merangsang nafsu makan.
3. Observasi asupan dan keluhan Mengetahui keseimbangan nutrisi klien.
4. Observasi posisi dan keberhasilan
sonde.
Menghindari resiko infeksi/indikasi.
5. Tentukan kemampuan klien dalam
mengunyah, menelan, dan refleksi
batuk.
Menetapkan jenis makanan yang akan
diberikan pada klien.
6. Kaji kemampuan klien dalam
menelan, batuk, dan adanya secret.
Dengan mengkaji factor-faktor tersebut dapat
menentukan kemampuan menelan klien dan
mencegah rsiko aspirasi.
7. Auskiltasi bising usus, amati
penurunan, atau hiperaktivitas
bising usus.
Fungsi gastrointestinal bergantung pada
kerusakan otak. Bising usus menentukan
respon pemberian makanan atau terjadinya
komplikasi, misalnya pada ileus..
8. Timbang berat badan sesuai
indikasi.
Mengevaluasi efektivitas dari asupan
makanan.
9. Berikan makanan dengan cara
meninggikan kepala.
Menurunkan resiko regurgitasi atau aspirasi.
10. Letakkan posisi kepala lebih tinggi
pada waktu, selama, dan sesudah
Untuk klien lebih mudah untuk menelan
karena gaya gravitasi.
makan.
11. Stimulasi bibir untuk menutup dan
membuka mulut secara manual
dengan menekan ringan diatas
bibir/di bawah dagu jika
diperlukan.
Membantu dalam melatih kembali sensorik
dan meningkatkan control muscular.
12. Letakkan makanan pada daerah
mulut yang tidak terganggu.
Memberiakn stimulasi sensorik (termasuk
rasa kecap) yang dapat mencetuskan usaha
untuk menelan dan meningkatkan masukan.
13. Berikan makanan dengan perlahan
pada lingkungan yang tenang.
Klien dapat berkonsentrasi pada mekanisme
makanan tanpa adanya distraksi dari luar.
14. Anjurkan klien menggunakan
sedotan untuk minum.
Makanan lunak/cair mudah untuk
dikendalikan di dalam mulut dan
menurunkan resiko terjadinya
tersedak.
15. Anjurkan klien untuk
berpartisipasi dalam program
latihan/kegiatan.
Dapat meningkatkan pelepasan
endifrin dalam otak yang
meningkatkan nafsu makan.
16. Kolaborasi dengan tim dokter
untuk member cairan melalui IV
atau makanan melalui selang.
Mungkin diperlukan untuk
memberikan cairan pengganti dan
jyuga makanan jika klien tidak mampu
untuk memasukkan segala sesuatu
melalui mulut.
DX VII: Gangguan mobilitas fisik b/d kelemahan ekstermitas
Tujuan : klien dapat melakukan aktivitas secara bertahap sesuai batas kemampuannya
Criteria hasil : - pasien dapat meningkatkan mobilitas fisik
-pasien dapat meningkatkan fungsi yang lemah
-pasien data menunjukkan teknik yang mampu melkukan aktivitas
Intervensi Rasional
1. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh
cedera atu pengobatan dan perhatikan persepsi
pasien terhadap imobilisasi.
1. Pasien mungkin dibatasi oleh
pandangan diri persepsi diri tentang
keterbatasan fisik actual,memerlukan
informasi atau intervensi untuk
meningkatkan kesehatan.
2. Instruksikan pasien untuk bantu dalam rentang
gerak pasien atau aktif ada ekstremitas yang
lemah dan tak lemah.
2. Meningkatkan aliran ke otot dan
tulanguntuk meningkatkan tonus otot,
mempertahankan gerak sendi,
mencegah konstraktur/atropi dan
resorbsi kalsium karena tidak
digunakan.
3. Awasi tekanan darah dngan melakuakn
aktifitas dan perhatikan keluhan pusing
3. Hipotensi postural adalah masalah
umum untuk menyertai tirah baring
lama dan dapat memerlukan
intervensi khusus.
4. Auskultasi bising usus awasi kebiasaan
eliminasi dan berikan keteraturan defekasi rutin.
Tempatkan pada pispot,bila mungkin berikan
privasi.
4. Tirah baring, pengunaan analgesic,
dan perubahan dalm kebiasaan diet
dapat memperlambat peristaltic dan
menghasilkan konstipasi.
Dx : Gangguan pemenuhan ADL b/d kelemahan ekstremitas
Tujuan :
Kriteria hasil :
Dx : Gangguan persepsi sensori b/d penurunan kesadaran (koma)
Tujuan :
Kriteria hasil :
DX XIII: Ansietas pada keluarga b/d kondisi pasien yang memburuk
Tujuan : Kecemasan keluarga berkurang
Criteria hasil : -Keluarga tampak lebih tenang
-Keluarga mengatakan cemas sudah berkurang
Intervensi Rasional
1. kaji status mental dan tingkat ansietas
dari keluarga
1. Gngguan tingkat kesadaran dapat
mempengaruhi ekspresi rasa takut tetapi tidak
menyangkal keberadaanya.
2. Berikan penjelasan hubungan antara
proses penyakit dan gejalanya
2. Meningkatkan pemahaman, mengurangi rasa
takut karena ketidaktahuan dan data membantu
menurunkan ansietas.
3. Jelaskan dan persiapkan untuk tindakan
prosedur sebelum dilakukan.
3. Dapat meringankan ansietas terutama ketika
pemeriksaan tesebut melibatkan otak.
DX X : Gangguan integritas kulit b/d bedrest total dalam keadan koma
Tujuan : klien dapat sembuh tanpa komplikasi
Criteria hasil : -kulit bersih dan kelembaban cukup
-Kulit tidak berwarna merah
-Kulit pada bokong tidak terasa ngilu
Intervensi Rasional
1. kerjasama dengn keluarga untuk sabun
mandi saat mandi.
1. Sabun mengandung antiseptic yang dapat
menghilangkan kuman dan kotoran pada kulit
sehingga kulit bersih dan tetap lembab.
2. Pelihara kebersihan dan kerapian linen
setiap hari.
2. Linen yang bersih dan rapi mengurangi resiko
kerusakan kulit dan mencegah masuknya
mikroorganisme
3. Merubah posisi pasien setiap 3-4 jam sekali 3. Mencegah penekanan yang terlalu lama yang
dapat menyebabkan iritasi.
D. Implementasi
Merupakan penerapan dari rencana kegiatan yamng telah ditetapkan pada intervensi diatas
yang diarahkan untuk mengatasi masalah klien.
Untuk mencapai satu keberhasilan tindakan yang diberikan harus berorientasi pada standard
an prinsip perawatan yaitu : Pemenuhan rasa nyaman ,aman, selamat dan ekonomis
E. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pencapaian terhadap tujuan apakah
masalah teratasi atau tidak, dan apabila tidak berhasil perlu dikaji, direncanakan dan
dilaksanakan dalam jangka waktu panjang dan pendek tergantung respon dalam keefektifan
intervensi.