PHC TUBERKULOSIS
-
Upload
agung-saja -
Category
Documents
-
view
75 -
download
0
description
Transcript of PHC TUBERKULOSIS
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang
disebabkan oleh bakteri Mikobakterium tuberkulosa. Penyebab penyakit ini
adalah bakteri kompleks Mycobacterium tuberculosis (Price, 2006).
Tuberkulosis adalah penyakit menular, artinya orang yang tinggal serumah
dengan penderita atau kontak erat dengan penderita yang mempunyai risiko
tinggi untuk tertular. Sumber penularannya adalah pasien TB paru dengan
BTA positif terutama pada waktu batuk atau bersin, dimana pasien
menyebarkan kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei).
Sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak dan umumnya
penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada disitu dalam
waktu yang lama (PDPI, 2013).
Adanya ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara
keberadaan sinar matahari langsung dapat membunuh kuman. Percikan dapat
bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab (Zumla,
2013).
Menurut WHO jumlah kasus terbanyak terjadi di Asia tenggara yaitu
35 % dari seluruh kasus TB di dunia, disusul Afrika dengan 30% dan region
Pasifik Barat 20%. Bila dilihat dari jumlah pendduduk terdapat 350-520 kasus
per 100.000 penduduk (PDPI, 2011). Indonesia masih menempati urutan ke 3
di dunia untuk jumlah kasus TB setelah India dan China. Setiap tahun terdapat
250.000 kasus baru TB dan sekitar 140.000 kematian akibat TB (WHO,
2010).
Dari buku daftar penyakit di Puskesmas Plupuh 1 Kabupaten
Sragen ditemukan bahwa jumlah pasien yang datang ke puskesmas dengan
diagnosa TB dari bulan Februari hingga Agustus 2013 sebanyak 93 kasus
atau menempati 10 besar angka kunjungan kasus. Hal itulah yang mendorong
kami untuk melakukan analisis lebih dalam tentang pengendalian dan
pemecahan masalah jumlah kunjungan kasus TB di masa mendatang di
lingkup Puskesmas Plupuh 1.
B. Tujuan Kegiatan
Mengetahui prioritas masalah dan pemecahan tingginya jumlah angka
kunjungan kasus TB wilayah kerja Puskesmas Plupuh 1.
C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat bagi mahasiswa yaitu mahasiswa mampu dan berpengalaman
dalam menerapkan konsep-konsep pemecahan masalah tentang tingginya
jumlah angka kunjungan kasus TB di Puskesmas Plupuh 1.
2. Manfaat bagi unit kesehatan setempat yaitu dapat memberikan informasi
bagi unit pelayanan kesehatan setempat, mengenai masalah yang ada
dalam pencegahan berkembangnya kasus TB di wilayah kerja Puskesmas
Plupuh 1.
3. Manfaat untuk puskesmas yaitu dapat sebagai bahan informasi di dalam
meningkatkan peran sertanya dalam penanggulangan peningkatan jumlah
angka kunjungan kasus TB Paru di wilayah kerja Puskesmas Plupuh 1.
BAB II
KEADAAN UMUM PUSKESMAS PLUPUH 1 SRAGEN
A. Keadaan Geografi
Puskesmas Plupuh I termasuk wilayah kecamatan Plupuh. Luas
Wilayah kerja Puskesmas Plupuh 1 adalah 59.187 Km². Puskesmas Plupuh 1
terletak 17 Km dari ibu kota kabupaten Sragen ke arah tenggara dengan
batasan:
Sebelah Utara : Kecamatan Tanon
Sebelah Timur : Kecamatan Masaran
Sebelah Selatan : Kecamatan Gondang Rejo Kabupaten
Karanganyar
Sebelah Barat : Kecamatan Gemolong
B. Wilayah Kerja Puskesmas Plupuh 1
Puskesmas Plupuh I membawahi 8 desa, yaitu : Desa Dari, Desa
Karanganyar , Desa Gentanbanaran, Desa Karungan, Desa Karangwaru, Desa
Ngrombo, Desa Sambirejo, dan Desa Somomorodukuh.
C. Demografi
Berikut hasil pendataan penduduk di Puskesmas Plupuh 1:
0-4 th 5-14 th 15-44 th 45-64 th >=65 th 0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
laki-lakiperempuan
Diagram 2.1 Data penduduk di Puskesmas Plupuh 1
D. Keadaan Pendidikan
tdk/blm
pernah
seko
lah
tdk/blm
tamat
sdSD
/MI
SMP/M
TS
SMA/SM
K/MA
AK/DIPLO
MA
UNIVERSIT
AS0
500100015002000250030003500
laki-lakierempuan
Diagram 2.2 Tingkat pendidikan di wilayah kerja Puskesmas Plupuh 1
E. Sarana Fisik
Sarana fisik di wilayah Puskesmas Plupuh I ada terdiri dari 2
Puskesmas Pembantu, 7 Poliklinik Kesehatan Desa, 8 Desa Siaga, 1
Laboratorium Kesehatan, 49 Posyandu , 16 Posyandu Lansia, 2 Apotik, 2
Dokter Praktek Swasta, 8 Bidan Praktek Swasta, dan 1 Balai Pengobatan.
F. Sarana Ketenagakerjaan
Adapun unit kerja di Puskesmas Plupuh 1 tahun 2013 terdiri dari : 2
orang dokter umum, 1 dokter gigi, 1 apoteker, 1orang asisten apoteker, 1
orang perekam medis, 1 Orang Ahli Gizi, 1 Orang Analis Kesehatan
(Laborat), 1 Orang Kesehatan Lingkungan, 1 Orang Perawat Gigi, 18 Orang
Perawat, 20 Orang Bidan, 5 Orang Administrasi, 1 Orang Pengemudi, dan 1
Orang penjaga malam .
G. Visi dan Misi
1. VISI
Puskesmas Plupuh I yang maju, mandiri, berkualitas, serta
mengutamakan kepuasan pelanggan dalam segala Aspek Pelayanan.
2. MISI
a. Memberikan pelayanan prima kepada semua pelanggan.
b. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat
c. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan serta
keterjangkauan pelayanan kesehatan
d. Menjadikan Puskesmas sebagai pusat penggerak pembangunan
berwawasan kesehatan
e. Menjadikan Puskesmas sebagai pusat penunjang pemeriksaan
kesehatan terdepan.
BAB III
PENETAPAN PRIORITAS MASALAH
A. Pengumpulan dan Pengolahan Data
Berdasarkan buku daftar penyakit yang dimiliki Puskesmas Plupuh 1,
berikut ini adalah daftar 10 besar penyakit di Puskesmas Plupuh 1
berdasarkan jumlah kunjungan baik pasien lama maupun pasien baru mulai
Februari-Agustus 2013 :
No Nama Penyakit Bulan TOTAL
2 3 4 6 7 8
1 Infeksi saluran
pernapasan atas
401 314 403 234 326 381 2059
2 Penyakit jaringan ikat dan
otot
209 200 529 197 248 266 1649
3 Hipertensi 105 119 148 70 94 128 664
4 Gastritis 57 64 114 107 135 140 617
5 Laringitis 45 62 184 41 44 78 456
6 Dermatitis 26 23 62 73 61 66 311
7 Diare 26 22 23 27 45 46 189
8 DM 26 7 25 18 26 34 136
9 Konjungtivitis 23 20 26 19 19 16 123
10 TB 13 16 12 15 18 19 93
Tabel 3.1 Daftar 10 besar kunjungan penyakit di Puskesmas Plupuh 1
bulan Februari-Agustus 2013
B. Pemilihan Prioritas Masalah
Untuk mengetahui prioritas masalah digunakan tabel matrikulasi, sebagai
berikut:
N
o Masalah I (IMPORTANCY) T R
IxTx
R
Peringka
t
P S
R
I
D
U
S
B
P
B
P
C
1 ISPA 5 2 4 1 2 2 1 3 3 153 V
2Peny. jaringan ikat &
otot5 2 3 1 1 2 1 2 3 90 VII
3 Hipertensi 5 5 2 2 2 1 2 3 4 228 IV
4 Gastritis 4 2 3 1 1 3 1 2 3 90 VIII
5 Laringitis 4 2 2 1 2 2 1 3 3 126 VI
6 Dermatitis 3 2 2 1 2 2 1 2 2 52 IX
7 Diare 3 3 3 3 1 3 4 3 5 300 III
8 DM 3 5 3 3 5 2 3 3 5 360 II
9 Konjuntivitis 2 2 1 3 1 1 2 2 2 48 X
10 TB 2 5 2 4 3 4 4 3 5 360 I
Tabel 3.2 Matrikulasi prioritas jumlah kunjungan penyakit di Puskesmas Plupuh
1
Bulan Februari-Agustus 2013
Keterangan:
I = importance SB = social benefits
P = prevalence PB = public concern
S = severity PC = political climate
RI = rate of increase T = technology
DU = degree of unmet need R = resources
Kriteria: 1 = sangat rendah; 2 = rendah; 3 = sedang; 4 = tinggi; 5 = sangat
tinggi.
Dari hasil matrikulasi prioritas kunjungan penyakit di Puskesmas
Plupuh 1 bulan Februari-Agustus 2013, TB menempati peringkat pertama
dengan total poin 360. Hal ini menunjukkan bahwa TB adalah masalah yang
pertama kali harus diselesaikan walaupun jumlah besarnya kunjungan kasus
TB hanya menempati peringkat ke-10, namun jika dianalisis lebih
menyeluruh, ternyata TB lebih penting dari pada penyakit yang lain.
TB mendapatkan poin 2 untuk prevalensi karena ia hanya menempati
peringkat kesepuluh dengan total kunjungan selama bulan Januari-Juni tahun
2013 sebanyak 93 kunjungan. Untuk severity akibat yang ditimbulkan oleh
masalah, TB mendapat poin 5 karena komplikasinya yang mungkin timbul
seperti batuk darah, pneumothoraks, gagal nafas, dan gagal jantung. Selain itu
untuk penatalaksanaan TB memakan waktu yang lama dan bisa menimbulkan
kejenuhan pada pasien sehingga sangat perlu adanya perhatian dan dukungan
dari keluarganya serta edukasi dari tenaga kesehatan.
Sedangkan untuk rate of increase (kenaikan besarnya masalah), TB
mendapatkan poin 2, karena jumlah peningkatan kasus tiap bulan tidak terlalu
melonjak seperti yang nampak dari tabel 3.1, angka kunjungan TB pada bulan
Februari sebanyak 13 kunjungan, Maret 16 kunjungan, April menurun 12
kunjungan, Juni 15 kunjungan, Juli 18 kunjungan dan Agustus 19 kunjungan.
Hal ini menunjukkan bahwa masih kecilnya angka penemuan kasus baru.
Sedangkan untuk degree of unmet need (derajat keinginan masyarakat untuk
menyelesaikan masalah) TB mendapat poin 4 yang berarti tinggi karena
keinginan yang cukup besar dari pasien untuk menyelesaikan masalah
tersebut, dengan tersedianya obat gratis dari Puskesmas Plupuh 1.
Sosial benefit (atau keuntungan sosial) yang diperoleh bila masalah
tersebut teratasi memiliki nilai sedang (poin 3), karena TB merupakan
penyakit menular yang bila tidak diedukasi dan ditangani dengan baik akan
menular kepada orang disekitarnya. Untuk itu perlu edukasi tentang batuknya
dan lingkungan rumahnya.
Public concern (keprihatinan public) pada kasus TB adalah tinggi
(poin 4), karena seseorang yang menderita TB kebanyakan akan langsung
Angka kunjungan yang tinggi dan Jumlah penemuan kasus baru suspek BTA positif masih kurang1 2
654
3
memeriksakan dirinya karena batuk yang lama dan mengganggu. Gambaran
klinis penderita TB yang khas, meliputi batuk ≥ 2minggu, batuk darah, sesak
napas, keringat malam maupun penurunan berat badan. Sedangkan political
climate (suasana politik) yang mendukung penanganan TB cukup tinggi.
Karena perhatian pemerintah memberikan pengobatan secara gratis dan
dengan adanya iklan layanan kesehatan TB gratis Puskesmas yang muncul di
televisi. Untuk penggunaan teknologi yang tersedia, TB mendapatkan poin
sedang yaitu 3, karena teknologi yang dibutuhkan untuk penegakan TB
seperti pemeriksaan bakteriologi dan radiologi tidak semua Puskesmas
tersedia.
Resource (sumber daya) TB mendapat poin 5, karena puskesmas
Plupuh 1 sudah memiliki satu koordinator khusus TB dengan satu koordinator
promosi kesehatan yang saling bekerjasama. Serta adanya bantuan dari bidan
desa di tiap desa yang bisa memberikan penyuluhan juga. Selain itu untuk
pendanaan program promosi kesehatan TB bisa digabungkan dengan program
yang lain semisal saat ada Posyandu Lansia atau dengan memaksimalkan
peran kader desa di Forum Kesehatan Desa.
C. Diagram Tulang Ikan Penyebab Masalah
Gambar 2.1. Diagram Tulang Ikan
Keterangan:
1. Program TB hanya mengandalkan Passive Case Finding (PCF) untuk
menjaring kasus.
2. Keakuratan sampel dahak pasien suspek BTA positif yang kurang baik
yang disebabkan karena sarana dan prasarana yang kurang memadai dan
sampel yang kurang baik.
3. Kurangnya informasi dan pengetahuan para kader TB, petugas P2TB, dan
masyarakat mengenai Tuberkulosis.
4. Program Puskesmas yang kurang berjalan.
5. Sistem pendataan dan pelaporan yang masih belum terperinci dan
dimanfaatkan dengan baik untuk perencanaan pemberantasan dan
pencegahan.
6. Kepatuhan para dokter, spesialis, dan RS swasta masih rendah dalam
menerapkan prosedur standar DOTS (Directly Observed Treatment Short-
course) dalam pemeriksaan, diagnosis, maupun pencatatan dan pelaporan
pasien TB.
Berdasarkan diagram tulang ikan yang telah dibuat, diidentifikasi
terjadinya kasus TB paru karena 6 faktor utama di atas. Faktor pertama yaitu
program TB hanya mengandalkan Passive Case Finding (PCF) untuk
menjaring kasus. Upaya aktif untuk lebih banyak mendapatkan pasien suspek
BTA positif masih kurang. Terbukti dengan adanya pasien TB yang ternyata
tidak terdata ataupun kontrol di Puskesmas.
Faktor kedua yaitu keakuratan sampel dahak pasien suspek BTA
positif yang kurang baik yang disebabkan karena sarana dan prasarana di
laboratorium Puskesmas yang kurang memadai dan sampel yang diambil
kurang baik. Faktor ketiga yaitu kurangnya informasi dan pengetahuan baik
itu kader TB, petugas P2TB, maupun masyarakat mengenai Tuberkulosis.
Contohnya pengetahuan mengenai kebersihan dan ventilasi rumah yang baik
masih kurang. Sebenarnya, Puskesmas Plupuh 1 sudah melakukan
penyuluhan mengenai TB melalui petugas Promosi Kesehatan, namun karena
faktor pendidikan dari masyarakat sekitar menyebabkan kurangnya
pemahaman dan pelaksanaan aktif dari masyarakat itu sendiri.
Sistem pendataan pasien TB di wilayah Plupuh 1 masih belum
menjangkau pasien TB yang berobat di wilayah lain, rumah sakit, maupun di
praktik dokter. Sistem pelaporan masih belum tersusun rapi mengenai kondisi
masing-masing pasien. Hal ini perlu untuk mengetahui sejauh mana efek
pengobatan dan risiko penularan.
Kepatuhan para dokter, spesialis, dan RS swasta masih rendah dalam
menerapkan prosedur standar DOTS dalam pemeriksaan, diagnosis, maupun
pencatatan dan pelaporan pasien TB. Masih adanya dokter praktik pribadi
yang belum mendata dan menyerahkan data ke pusat kesehatan pemerintah.
Pada kasus pasien TB yang standard dan tidak ada komplikasi harusnya
diterapi menggunakan obat-obat sesuai program DOTS, akan tetapi hal ini
tidak dapat dinilai karena data yang kurang.
BAB IV
PEMECAHAN MASALAH
Setelah diketahui faktor penyebab masalah, kemudian dibuat alternatif
pemecahan untuk mengatasi faktor penyebab tersebut sebagai berikut:
Tabel 4.1. Alternatif Pemecahan Masalah
Masalah Alternatif pemecahan masalahProgram TB hanya mengandalkan Passive Case Finding (PCF) untuk menjaring kasus
- Petugas P2TB paru dan kader melakukan Active Case Finding (ACF), contoh : Status Posyandu Mandiri ditingkatkan menjadi Posyandu Mandiri Plus Penanggulangan TB untuk meningkatkan penjaringan kasus di tingkat dasar; Tiap kader bertanggung jawab atas sejumlah keluarga tertentu dan melaporkan apabila menjumpai suspek TB paru; dan pemberian reward bagi kader dan petugas puskesmas yang menemukan pasien suspek BTA positif, sehingga mereka berlomba-lomba untuk menemukan pasien suspek BTA postif paru.
Keakuratan sampel dahak pasien suspek BTA positif yang kurang baik yang disebabkan karena sarana dan prasarana yang kurang memadai dan sampel yang kurang baik.
- Pasien diajarkan batuk efektif sehingga bisa mengeluarkan dahak. Bila sulit dapat dibantu dengan pemberian ekspektoran.
- Perbaikan sarana di laboratorium.
Kurangnya informasi dan pengetahuan para kader TB, petugas P2TB, dan masyarakat mengenai Tuberkulosis.
- Mencari dan menambah kader baru dan membekalinya dengan pengetahuan dan pelatihan tentang tuberkulosis.
- Penyuluhan rutin di daerah dengan penderita TB yang sering.
Program Puskesmas yang kurang berjalan.
- Evaluasi kendala yang mungkin dihadapi Puskesmas maupun koordinator P2TB.
- Peningkatan koordinasi antar bagian di Puskesmas
Sistem pendataan dan pelaporan yang masih belum terperinci dan dimanfaatkan dengan baik untuk perencanaan pemberantasan dan pencegahan.
- Memperbaiki rekam medis pasien dengan cara menambahkan poin-poin penting yang harus dicatat
Kepatuhan para dokter, spesialis, dan RS
swasta masih rendah dalam menerapkan
prosedur standar DOTS dalam
pemeriksaan, diagnosis, maupun
pencatatan dan pelaporan pasien TB.
- Kerjasama yang baik antara dokter, spesialis, dan
RS swasta dalam koordinasi mengenai data jumlah
pasien
- Kesadaran masing-masing petugas medis untuk
memberikan terapi yang tepat dan efisien.
Alternatif pemecahan masalah diatas apabila dilaksanakan dengan tepat
diharapkan dapat menyelesaikan permasalahan. Namun, untuk melaksanakan
pemecahan masalah tersebut secara bersamaan akan sangat sulit. Untuk itu
perlu dipilih prioritas pemecahan masalah yang paling sesuai untuk
Puskesmas Plupuh 1. Olehkarena itu dilakukan scoring dengan metode
matrikulasi dengan kriteria sebagai berikut:
a) Efektivitas pemecahan masalah
Untuk menentukan efektivitas pemecahan masalah digunakan kriteria:
Magnitude (M) yaitu besarnya masalah
Importance (I) yaitu pentingnya pemecahan masalah
Vulnerability (V) yaitu sensitifitas dalam mengatasi masalah yang
dihadapi
Nilai efektivitas untuk setiap alternatif pemecahan masalah adalah mulai
dari angka 1 (paling tidak efektif) sampai dengan angka 5 (paling efektif)
b) Efisiensi pemecahan masalah
Efisiensi ini dikaitkan dengan biaya (Cost, C) yang diperlukan untuk
melaksanakan pemecahan masalah. Nilai efisiensi yakni angka 5 (paling
efisien) sampai angka 1 (paling tidak efisien).
Menghitung nilai prioritas (P) untuk setiap alternatif pemecahan
masalah, dengan mengalikan nilai M x I x V x C. Pemecahan masalah dengan
nilai P tertinggi adalah prioritas pemecahan masalah terpilih.
Tabel 4.2. Matrikulasi Alternatif Pemecahan Masalah
NO. ALTERNATIF PEMECAHAN MASALAH Pentingnya Masalah
TOTAL
(Prioritas)
Mag
nit
ud
e
Imp
orta
ncy
Vu
lner
abil
ity
Eff
ecti
ve c
ost
1 Petugas P2TB paru dan kader melakukan Active Case Finding (ACF)
4 4 3 3 144
2 Pasien diajarkan batuk efektif sehingga bisa mengeluarkan dahak. Bila sulit dapat dibantu dengan pemberian ekspektoran. Serta Perbaikan sarana di laboratorium.
3 4 3 2 72
3 Mencari dan menambah kader baru dan membekalinya dengan pengetahuan dan pelatihan tentang tuberkulosis.Penyuluhan rutin di daerah dengan penderita TB yang sering.
3 2 2 2 24
4 Evaluasi kendala yang mungkin dihadapi Puskesmas maupun koordinator P2TB.Peningkatan koordinasi antar bagian di Puskesmas
2 2 3 4 48
5 Memperbaiki rekam medis pasien dengan cara menambahkan poin-poin penting yang harus dicatat 3 3 2 3 54
6 Kerjasama yang baik antara dokter, spesialis, dan RS swasta dalam koordinasi mengenai data jumlah pasienKesadaran masing-masing petugas medis untuk memberikan terapi yang tepat dan efisien.
2 2 2 2 16
Berdasarkan matriks di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Active
Case Finding (ACF) dapat menjadi solusi yang paling efektif dalam
meningkatkan angka penjaringan kasus (CDR) agar mencapai target dan
mengurangi jumlah kasus TB. Namun demikian, keenam alternatif pemecahan
di atas harus dilakukan secara simultan agar tercapai hasil yang optimal.
Untuk mengetahui berbagai kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman
rencana melakukan Active Case Finding (ACF) dilakukan analisis SWOT
sebagai berikut:
Tabel 4.3 Analisis SWOT Puskesmas Plupuh 1
Kekuatan (S)
Adanya kader kesehatan khusus untuk penanganan TB
Kepercayaan terhadap puskesmas Adanya fasilitas penunjang puskesmas
(ranap dan laboratorium) Adanya OAT gratis Tersedianya dana (APBD) Terjangkaunya pelayanan kesehatan (pustu)
Kelemahan (W)
Survailans TB belum optimal Tidak adanya tenaga profesional
Peluang (O)
Adanya kerjasama dengan DPS/RS
Komitmen yang tinggi dari kader kesehatan dalam hal pemberantasan TB
Adanya kader di setiap desa yang bisa disuluh
Strategi SO
Meningkatkan kerjasama dengan RS / DPS Optimalkan tenaga yang ada sesuai dengan
tugas pokok Penggunaan dana secara optimal
Strategi WO
Terus memberikan pembekalan dan pelatihan bagi para kader
Meningkatkan hubungan kerjasama dengan tokoh masyarakat setempat melalui promosi kesehatan lewat penyuluhan TBC rutin
Meningkatkan peran serta kader dalam mendukung program P2TB
Ancaman (T)
Adanya stigma di masyarakat tentang penyakit TBC
Tingkat sosial ekonomi masyarakat yang rendah dimana masih ada rumah yang tidak sehat
Strategi ST
Melakukan survei sejauh mana pengetahuan masyarakat tentang penyakit TB
Pendekatan secara personal melalui kader-kader desa agar kader dapat memberi penyuluhan saat ada kegiatan-kegiatan masyarakat (misal rapat karang taruna, rapat PKK, rapat ketua RT, dsb)
Meningkatkan penyuluhan di kantong-kantong TB
Strategi WT
Memperbaiki perencanaan dan strategi program penyuluhan
Meningkatkan komunikasi dan koordinasi yang jelas dengan pelayanan kesehatan swasta di wilayah binaan Puskesmas Plupuh 1
Adanya penyuluhan rutin
OT
SW
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan matrikulasi masalah, prioritas masalah pertama di
Puskesmas Plupuh 1 adalah tuberculosis. Sedangkan prioritas utama
pemecahan masalah adalah melakukan Active Case Finding (ACF).
B. Saran
1. Meningkatkan komunikasi dan koordinasi yang jelas dengan pelayanan
kesehatan swasta di wilayah Puskesmas Plupuh 1.
2. Mengoptimalkan tenaga yang ada sesuai dengan tugas pokok
3. Penggunaan dana yang ada di puskesmas secara optimal
4. Terus memberikan pembekalan dan pelatihan bagi para kader
5. Pendekatan secara personal melalui kader-kader desa agar dapat memberi
penyuluhan saat ada kegiatan-kegiatan masyarakat (misal rapat karang
taruna, rapat PKK, rapat ketua RT, dsb)
6. Memotivasi perangkat desa agar mengembangkan Forum Kesehatan
Desa di desa masing-masing
7. Meningkatkan kerja sama dengan RSUD maupun rumah sakit swasta di
wilayah kerja Puskesmas dalam sistem pencatatan dan pelaporan pasien
TB.
8. Melakukan survey sejauh mana pengetahuan masyarakat tentang
penyakit TB serta meningkatkan kegiatan-kegiatan promosi kesehatan
9. Melakukan screening pemeriksaan dahak pada suspek BTA (+) dan
kelompok berisiko.
10. Hendaknya pelayanan kesehatan meningkatkan pelayanan
kunjungan rumah (home visit) kepada pasien agar kondisi dan
pemulihan pasien selalu terpantau.
DAFTAR PUSTAKA
PDPI, 2013. Tuberculosis. http://www.klikpdpi.com/konsensus/tb/tb.html
(diakses 8 Juli 2013)
PDPI. 2011. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di
Indonesia. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Hal 1-2
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit
ed.6. Jakarta : EGC.
WHO, 2010. Guidelines for Treatment of Tuberculosis, Fourth Edition.
http://www.who.int/tb/publications/2010/9789241547833/en/index.
html (diakse 7 Juli 2013)
WHO. 2010. Tuberculosis Control as an Integral Part of Primary Health.
Geneva : WHO. 16-17.