PHINISI, Cerminan Kejayaan Maritim Nusantara

4
PHINISI: Simbol Kedigdayaan Maritim Nusantara Nenek moyangku orang pelaut Gemar mengarung luas samudra Menerjang ombak tiada takut Menempuh badai sudah biasa Angin bertiup layar terkembang Ombak berdebur di tepi pantai Pemuda b'rani bangkit sekarang Ke laut kita beramai-ramai Barisan lirik ini pasti membawa kita ke masa kecil masing-masing. Lagu ini begitu populer di kalangan anak-anak. Lagu yang cukup nasionalis menurut saya. Kala itu kelas saya ramai menyanyikan lagu ini. Lagu yang sesungguh-sungguhnya membuat saya begitu penasaran tentang orang-orang yang diceritakan dalam kandungan kalimatnya. Benarkah saya memiliki nenek moyang setangguh itu? Samudera mana yang dengan berani mereka taklukkan? Dan kemanakah saya akan diajak kalau saya pergi beramai-ramai menuju pantai dengan ombaknya yang berdebur? Setelah saya beranjak lebih besar, mulai dapat membaca dan mengumpulkan informasi, saya merasa perlu untuk mencari tahu jati diri dan seluk beluk lagu Nenek Moyangku Pelaut yang tersohor itu. Dari buku-buku perpustakaan, sedikit demi sedikit saya mengetahui perihal sebuah suku di negeri yang jauh, suku Bugis di Sulawesi Selatan sana. Kelompok etnik inilah nampaknya yang diberitakan melalui lirik penggugah semangat di atas. Suku Bugis terkenal akan kepiawaiannya menaklukkan samudera raya. Lantas, dengan apa mereka menaklukkan samudera? Bisakah lautan luas tak berbatas itu diterjang menggunakan kaki telanjang di atas sampan dengan layar terkembang? Suku Bugis merupakan salah satu suku yang sangat mencerminkan kualitas kreativitas, kedisiplinan, dan kerja keras luar biasa. Mereka mengarungi lautan dengan perahu bernama Phinisi. Phinisi yang tangguh itu sudah mulai diciptakan setidaknya sejak abad ke-13 menurut catatan Bugis kuno I La Galigo. Menurut catatan itu, Phinisi adalah perahu yang membawa Sawerigading , sang Raja Luwu berlayar jauh menyeberangi samudera menuju Tiongkok untuk mempersunting

description

Essay mengenai Perahu Phinisi, informasi yang ada didasarkan pada beberapa sumber yang dinilai kredibel.

Transcript of PHINISI, Cerminan Kejayaan Maritim Nusantara

PHINISI: Simbol Kedigdayaan Maritim Nusantara

Nenek moyangku orang pelaut

Gemar mengarung luas samudra

Menerjang ombak tiada takut

Menempuh badai sudah biasa

Angin bertiup layar terkembang

Ombak berdebur di tepi pantai

Pemuda b'rani bangkit sekarang

Ke laut kita beramai-ramaiBarisan lirik ini pasti membawa kita ke masa kecil masing-masing. Lagu ini begitu populer di kalangan anak-anak. Lagu yang cukup nasionalis menurut saya. Kala itu kelas saya ramai menyanyikan lagu ini. Lagu yang sesungguh-sungguhnya membuat saya begitu penasaran tentang orang-orang yang diceritakan dalam kandungan kalimatnya. Benarkah saya memiliki nenek moyang setangguh itu? Samudera mana yang dengan berani mereka taklukkan? Dan kemanakah saya akan diajak kalau saya pergi beramai-ramai menuju pantai dengan ombaknya yang berdebur?

Setelah saya beranjak lebih besar, mulai dapat membaca dan mengumpulkan informasi, saya merasa perlu untuk mencari tahu jati diri dan seluk beluk lagu Nenek Moyangku Pelaut yang tersohor itu. Dari buku-buku perpustakaan, sedikit demi sedikit saya mengetahui perihal sebuah suku di negeri yang jauh, suku Bugis di Sulawesi Selatan sana. Kelompok etnik inilah nampaknya yang diberitakan melalui lirik penggugah semangat di atas. Suku Bugis terkenal akan kepiawaiannya menaklukkan samudera raya.

Lantas, dengan apa mereka menaklukkan samudera? Bisakah lautan luas tak berbatas itu diterjang menggunakan kaki telanjang di atas sampan dengan layar terkembang?

Suku Bugis merupakan salah satu suku yang sangat mencerminkan kualitas kreativitas, kedisiplinan, dan kerja keras luar biasa. Mereka mengarungi lautan dengan perahu bernama Phinisi. Phinisi yang tangguh itu sudah mulai diciptakan setidaknya sejak abad ke-13 menurut catatan Bugis kuno I La Galigo. Menurut catatan itu, Phinisi adalah perahu yang membawa Sawerigading , sang Raja Luwu berlayar jauh menyeberangi samudera menuju Tiongkok untuk mempersunting seorang putri bernama We Cudai. Phinisi berlayar ke Tiongkok hanya dengan menggunakan bantuan angin.

Alkisah dalam mitologi Tanah Beru, nenek moyang mereka menciptakan sebuah perahu yang lebih besar untuk mengarungi lautan dengan membawa barang dagangan sekaligus menangkap ikan. Sayang seribu sayang, saat pelayaran pertama dilakukan, kapal tersebut dihantam ombak dan badai dan pecah menjadi beberapa bagian. Badan perahunya terdampar di dusun Ara, layarnya mendarat di Tanjung Bira, dan isinya ditemukan di Tanah Lemo. Peristiwa itu menjadi isyarat simbolis bagi masyarakat. Mereka merasa harus menaklukkan lautan dengan kerja sama. Sejak kejadian naas itu, orang Ara memfokuskan diri pada pembuatan perahu. Orang Bira yang memperoleh layar mengkhususkan diri mempelajari perbintangan dan tanda-tanda alam. Orang-orang Lemo sendiri adalah pengusaha yang memodali dan menggunakan perahu tersebut. Tradisi pembagian tugas tersebut berlangsung bertahun tahun dan berujung pada pembuatan sebuah perahu tradisional bernama Phinisi.

Segala teknik turun temurun rakyat Bugis masih dipertahankan untuk menghasilkan kapal Phinisi yang terbukti sangat tangguh di lautan. Kehebatan para perancang dan pembuat kapal Phinisi dapat dibuktikan dengan proses pembuatan kapal mulai dari nol hingga selesai yang tidak memerlukan gambar rancang kerja yang dibuat oleh para arsitek, seperti halnya yang dibutuhkan dalam pembuatan kapal modern. Para pembuat kapal Phinisi dapat membuat kapal dengan bermodalkan insting, kemahiran dan kecermatan tingkat tinggi yang hanya dapat dilakukan oleh orang yang sudah sangat berpengalaman serta diturunkan secara turun-temurun. Sama halnya dengan bahan perekat, mereka menggunakan bahan perekat khusus dengan ramuan alami yang hanya diketahui oleh para suku pembuat kapal ini.

Pembangunan kapal Phinisi dilakukan berdasarkan kepercayaan sakral, yaitu hanya dilakukan pada waktuwaktu tertentu, yaitu pada tanggal 5 atau 7 setiap awal bulan. Adapun pada tanggal tersebut diyakini mengandung rezeki yang telah digenggam dan akan terus mengalir. Selain itu, proses pembuatan Phinisi juga diiringi oleh sejumlah upacara sakral yang dipercaya oleh suku setempat. Upacara tersebut umumnya dipimpin oleh pimpinan spiritual yang dipercaya memiliki kapasitas untuk melakukannya atau yang disebut denganPanrita Lopi. Kegiatan upacara sakral untuk memulai sesuatu memang masih menjadi ciri khas dan kepercayaan turuntemurun yang unik.

Pembuatan Phinisi terbilang tidak mudah karena memerlukan waktu hampir 1 tahun untuk merampungkannya (9 bulan), mulai dari proses penghitungan, perancangan, pembentukan, pemolesan, hingga pemeriksaan keseluruhan sampai perahu Phinisi siap digunakan. Secara keseluruhan, Phinisi merupakan pengejawantahan dari intelektualitas tinggi yang dimiliki Suku Bugis. Hampir semua bagian Phinisi terbuat dari kayu. Terlebih model Phinisi yang artistik mengundang decak kagum orang yang melihatnya. Phinisi kayu ini membuktikan ketangguhannya di era modern dengan melakukan perjalanan panjang spektakuler dari Jakarta ke Vancouver, Kanada pada 1986. Perjalanan itu sempat diragukan banyak orang, namun kepercayaan pada kemampuan diri menghantarkan pembuktian manis yang menuai ucapan selamat dari berbagai pihak. Expo 86, tujuan pelayaran Phinisi di Vancouver, adalah event internasional dengan fokus transportasi dan komunikasi. Expo tersebut memiliki 54 partisipan. Stand Indonesia berhasil meraih satu dari tiga paku rel kereta api yang secara khusus diberikan pada tiga partisipan paling spektakuler. Kedatangan Phinisi di Vancouver kala itu benar-benar melambungkan nama Indonesia di mata internasional. Menilik hikayat Tanah Beru, masyarakat di sana melakukan pembagian tugas yang rapi demi penciptaan Phinisi. Pada masa sekarang, masa di mana spesifikasi pekerjaan makin mengerucut pada ujung-ujung yang berlainan dan beragam, kita bisa mengambil nilai dari hikayat Tanah Beru tersebut. Bolehlah keahlian kita berbeda, akan tetapi kerjasama yang baik dan saling dukung antara berbagai sektor akan berujung pada keberhasilan. Sebagian fokus bekerja keras di sektor pariwisata, sektor ekonomi makro, keteknikan dan rekayasa, dan sebagainya, demi mewujudkan Indonesia yang kuat dan digdaya. Seperti membuat Phinisi, Phinisi yang lain.Phinisi merupakan produk asli putra bangsa, simbol intelektualitas tinggi dan semangat pantang menyerah yang terwakili melalui kerja keras masyarakat Bugis. Pada akhirnya Phinisi menjadi simbol kekuatan maritim bangsa Indonesia. Phinisi menunjukkan bahwa bangsa kita memiliki kualitas dalam keaslian. Quality in originality. Secara wujud, kita bersama memiliki Phinisi. Akan tetapi, jauh lebih dalam, kita bersama patut berbangga karena memiliki nyawa dan filosofi tinggi yang terkandung dan tersampaikan melalui sudut-sudut dan layar-layar kokoh perahu Phinisi!Rujukan:

http://en.wikipedia.org/wiki/Expo_86http://artikelbahasaindonesia.org/ http://pelayaran.net/