PHYSIOLOGY OF NAUSEA AND VOMITING

25
R e v i e w A r t i c l e Singapore Med J 2003 Vol 44(7) : 366-374. Postoperative Nausea and Vomiting: a Review of Current Literature C M Ku, B C Ong Mual adalah adanya kesadaran akibat eksitasi pada daerah medulla oblongata yang berhubungan dengan pusat muntah yang memperantarai respon muntah. Pusat muntah terletaj di formation retikularis lateral medulla oblongata dan berakhir pada ventricular keempat. Saraf aferennya berasal dari daerah chemoreceptor trigger zone (CTZ), apparatus vestibularis, serebelum, korteks yang lebih tinggi, pusat batang otak serta traktus nucleus soliter. Struktur-struktur ini kaya akan mediator kimiawi dopaminergik, muskarinik, serotoninergik, histaminik dan reseptor opioid. Blockade reseptor-reseptor ini merupakan mekanisme kerja anti emetik.saraf aferen bekerja melalui saraf kranialis V, VII, IX, X dan XII ke traktus gastrointestinal melaui saraf spinalis menuju otot diafragma dan abdominal sehingga menyebabkan mekanisme aksi muntah.

Transcript of PHYSIOLOGY OF NAUSEA AND VOMITING

Page 1: PHYSIOLOGY OF NAUSEA AND VOMITING

R e v i e w A r t i c l e Singapore Med J 2003 Vol 44(7) : 366-374. Postoperative Nausea and Vomiting:a Review of Current LiteratureC M Ku, B C Ong

Mual adalah adanya kesadaran akibat eksitasi pada daerah medulla oblongata yang berhubungan

dengan pusat muntah yang memperantarai respon muntah. Pusat muntah terletaj di formation

retikularis lateral medulla oblongata dan berakhir pada ventricular keempat. Saraf aferennya

berasal dari daerah chemoreceptor trigger zone (CTZ), apparatus vestibularis, serebelum,

korteks yang lebih tinggi, pusat batang otak serta traktus nucleus soliter. Struktur-struktur ini

kaya akan mediator kimiawi dopaminergik, muskarinik, serotoninergik, histaminik dan reseptor

opioid. Blockade reseptor-reseptor ini merupakan mekanisme kerja anti emetik.saraf aferen

bekerja melalui saraf kranialis V, VII, IX, X dan XII ke traktus gastrointestinal melaui saraf

spinalis menuju otot diafragma dan abdominal sehingga menyebabkan mekanisme aksi muntah.

chemoreceptor trigger zone terletak dekat area postrema, pada dinding lateral ventrikel ke empat

dekat obeks. Termasuk di dalamnya reseptor serotonin, dopamine, histmain, muskarinik dan

opioid. CTZ tidak dilindungi oleh sawar darah otak. Oleh karena itu, CTZ dapat diaktivasi oleh

stimulus kimiawi melalui sirkulasi sistemik melalui stimulus kimiawi melalui sirkulasi sistemik

sebaik cairan serebrospinal. Korteks serebral distimulasi oleh bau dan stress fisiologis. Gerakan

dapat menstimulasi apparatus vestibularis, yang turut menstimulasi CTZ. Sistem neurovegetatif

pada dasarnya menstimulasi gastrointestinal. Blockade rangsangan saraf ini pada CTZ tidak

mencegah muntah akibat stimulasi iritatif dari traktus gastrointestinal.

Page 2: PHYSIOLOGY OF NAUSEA AND VOMITING

Insidensi dan faktor risiko

Anestesi umum menggunakan agen anestesi volatile yang berhubungan dengan rerata insidensi

post operasi mual dan muntah yang berkisar antara 20-30%. Post operasi mual dan muntah

disebabkan oleh multifaktorial termasuk anestesi, pembedahan dan faktor risiko individual.

Hanya beberapa dari faktor-faktor ini dapat dipengaruhi oleh ahli anestesi, dapat dilihat pada

tabel 1.

Page 3: PHYSIOLOGY OF NAUSEA AND VOMITING

Faktor-faktor yang dapat dikontrol ahli anestesi

Page 4: PHYSIOLOGY OF NAUSEA AND VOMITING

Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi insidensi post operasi mual dan muntah termasuk

usia, jenis kelamin, riwayat operasi mual dan muntah sebelumnya atau motion, merokok,

prosedur pembedahan, durasi pembedahan dan anestesi, serta kecemasan pasien dan orang tua.

Sinclair dkk melaporkan insidensi post operasi mual dan muntah di bawah usia 50 tahun.

Penurunan usia penderita kejadian ini sekitar 13% setiap 10 tahun dan semakin meningkat per

tahunnya. Meskipun demikian, Koivuranta dkk tidak dapat menemukan hubungan usia untuk

memprediksi faktor mual, kecuali pada pasien dengan usia lebih dari 50 tahun yang menjalani

pembedahan tulang belakang dan penggantian sendi.

Wanita memiliki risiko PONV (post operatif nausea dan vomitus) 3 kali lebih tinggi daripada

pria. Perbedaan kejadian ini berhubungan dengan hormone gonadotropun. Riwayat PONV atau

motion sickness meningkatkan risiko dua hingga tiga kali. Faktor ini dilaporkan merupakan

faktor prediktor kuat dari PONV. Merokok berhubungan dengan penurunan risiko PONV.

Risiko relatif PONV pada perolol adalah 0,6. Sinclair dkk melaporkan penurunan PONV

sebanyak 34%. Beberapa operasi dilaporkan berhubungan dengan tingginya insidensi PONV

dibandingkan yang lain. Hal ini termasuk operasi plastik (pengangkatan payudara), oftalmologik

(perbaikan strabismus), THT-mulut, ginekologi, laparoskopi (sterilisasi), genitourinarius,

pembedahan ortopedi (pembedahan bahu), mastektomi dan lumpektomi. Insidensi PONV

meningkat ddari 2,8% pada pasien dengan operasi kurang dari 30 menit hingga 27,7% pada

pasien bedah dengan durasi operasi 151 hingga 180 menit. Durasi anestesi meningkatkan risiko

PONV hingga 59% selama 30 menit.

Faktor-faktor yang mempengaruhi anestesi

Page 5: PHYSIOLOGY OF NAUSEA AND VOMITING

Beberapa factor yang berhubungan dengan anestesi, misalnya premedikasi,

jenis anestesi, obat anestesi intraoperasi, manajemen paska operasi, dan

obat anti emetic dapat mempengaruhi insidensi PONV.

Premedikasi

Premedikasi digunakan sebagai ankiolisis, sedasi, analgesi, dan untuk

mengurangi sekresi pada jalan nafas, dan respons kardiovaskular selama

induksi. Pada anak-anak ini memfasilitasi pemisahan anak-anak dari orang

tuanya dan pemakaian masker wajah selama induksi. Α-2 agonis klonidin

dapat mengurangi PONV pada anak-anak setelah perbaikan strabismus.

Klonidine dapat menurunkan PONV dengan cara menurunkan kecemasan.

Premedikasi dengan analgesik opioid dapat meningkatkan risiko PONV.

Jenis Anestesi

Menurut penelitian dilaporkan bahwa pasien dengan anestesi umum

memiliki kecendrungan yang lebih tinggi dibandingkan anestesi regional

atau blok nyeri kronis.

Zat anestesi intra operatif

Nitrit Oksida (NO) dilaporkan menyebabkan insidensi PONV lebih tinggi

dibandingkan zat anestesi volatile lainnya. NO dapat menstimulasi sistem

periventrikular medularis dopaminergik, di mana terdapat CTZ, dan

bertanggung jawab terhadap PONV setelah pemberian NO pada manusia.

Harus dibuat peringatan saat pengurangan dosis NO untuk mengurangi

kejadian PONV karena dapat meningkatkan risiko terbangun intra operasi.

Page 6: PHYSIOLOGY OF NAUSEA AND VOMITING

Inhalasi anestesi poten modern berhubungan dengan insidensi PONV yang

rendah dibandingkan eter dan siklopropana. Perbedaan insidensi PONV

dengan pemberian isofluran, desfluran, sevofluran, dan enfluran tidak

terdokumentasi dengan baik. Propofol adalah zat hipnotik intravena yang

berhubungan dengan insidensi PONV yang rendah saat digunakan untuk

induksi anestesi jika dibandingkan dengan tiofenton. Kenyataannya, dosis

sub-hipnotik propofol sangat efektif dalam menurunkan PONV pada anestesi

umum. Mekanisme kerja propofol dalam menurunkan PONV masih belum

diketahui. Tiofenton, etomidate, dan ketamin lebih etomogenik dibandingkan

propofol. Penggunaan pemblok antagonis neuromuskular (antikolinesterase)

seperti neostigmin yang digunakan sebagai antagonis blokade

neuromuskular non-depolarisasi yang dapat meningkatkan insidensi PONV.

Seiring dengan aksi muskarinik pada traktus gastrointestinal. Pemberian

atropine membarengi neostigmin dapat mengurangi PONV.

Faktor-Faktor Paska Operasi Pemicu PONV

Nyeri dapat meningkatkan insidensi PONV dengan meningkatkan waktu

pengosongan lambung. Opioid dapat digunakan untuk mengurangi nyeri

paska operasi, meskipun penggunaan opioid dapat meningkatkan PONV.

Mekanisme kerja opioid adalah stimulasi langsung CTZ, peningkatan

sensitivitas vestibular, dan penurunan motilitas lambung, usus halus dan

usus besar. Bagaimanapun profil emetogenik tiap orang berbeda. Sangat

mungkin menurunkan PONV akibat opioid dengan memilih analgesia yang

Page 7: PHYSIOLOGY OF NAUSEA AND VOMITING

berbeda. Keseimbangan analgesia menggunakan kombinasi opioid sistemik,

blok saraf regional, anestesi local dan bentuk lain analgesia seperti NSAIDs

(non-steroidal anti-inflammatory drugs) yang dapat digunakan untuk

mengurangi insidensi PONV akibat opioid. Pemilihan anestesi regional

dibanding anestesi umum dapat mengurangi insidensi PONV dengan

mengurangi kebutuhan terhadap anestesi umum dan opioid selama operasi

dan dengan memberikan analgesia residual pada periode awal operasi akan

memicu penurunan penggunaan opioid paska operasi untuk analgesia.

Hipovolemia paska operasi dapat menyebabkan hipotensi, dehidrasi dan

pusing yang semuanya dapat menyebabkan PONV. Pemberian dan

pengelolaan cairan intraoperasi dapat menurunkan PONV selama

pembedahan ambulatoris. Distensi lambung berhubungan dengan

peningkatan PONV. Meskipun, aspirasi lambung melalui pengisap orogaster

dan tidak memberikan efek atau mampu meningkatkan risiko PONV.

Pergerakan awal paska operasi meliputi perawatan, ambulasi dan trasportasi

dengan kursi roda, kendaraan, dan papan dapat meningkatkan PONV,

terutama pada pasien yang mendapat opioid. Asupan oral paska operasi

dapat menyebabkan PONV pula. Van den Berg dkk mengungkapkan bahwa

banyak pasien muntah akibat minum paska operasi. Pasien sebaiknya

makan sesudah mereka benar-benar siap.

Obat Antiemetik

Page 8: PHYSIOLOGY OF NAUSEA AND VOMITING

Terdapat beberapa kelas obat yang digunakan sebagai terapi anti emetik.

Hal ini berlaku pada obat yang tua seperti droperidol, metoklopramid, dan

antagonis 5-HT3 yang telah melalui uji klinis pada tahun 90-an. Terdapat

pula beberapa kelas baru obat antiemetic dengan efek dan keamanan yang

lebih baik dalam menurunkan PONV, yaitu:

Butirofenon

Droperidol adalah obat golongan butirofenon yang paling umum digunakan

sebagai antiemetic. Obat ini merupakan neuroleptik heterosiklik yang

menghambat reseptor dopaminergik pada CTZ di medula oblongata. Efek

samping meliputi sedasi, somnolen (tergantung dosis), disforia, lelah, dan

reaksi ekstrapiramidal. Anak-anak lebih rentan terhadap gejala

ekstrapiramidal. Efek sedasi atau somnolen dari droperidol meningkat pada

dosis di atas 0,625 mg, risiko meningkat dalam 24 jam pada dosis 1 hingga

1,25 mg, hingga 1 dalam 8 jam dengan dosis 2,5 mg. efek anti mualnya

tidak tergantung dosis, efek tersebut lebih kepada efek anti muntah dalam

jangka waktu pendek. Efek anti muntahnya meningkat seiring dengan

pertambahan dosis tidak dibawah 2,5 mg. Dosis rendah droperidol pada

kadar 0,625 atau 1,25 mg diketahui seefektif ondansentron dalam dosis 4

mg tanpa peningkatan efek sedasi, agitasi, kecemasan atau perlambatan.

Ondansentron memiliki efektivitas yang sama untuk mencegah PONV pada

orang dewasa dengan droperidol pada dosis rendah (0,625 mg), efektif pada

orang dewasa dan memiliki efek samping yang rendah.

Page 9: PHYSIOLOGY OF NAUSEA AND VOMITING

Benzamida

Metoklopramid merupakan anti emetic dengan dosis paling efektif dan

digunakan lebih dari 40 tahun. Obat ini merupakan antagonis dopamine,

strukturnya mirip dengan prokainamid. Efek anti emetiknya dihasilkan oleh

efek antagonis dopamine dalam CTZ. Pada dosis tinggi , obat ini merupakan

antagonis reseptor 5-HT3. Penambahan efek anti emetik bersamaan dengan

efek dopaminergik dan aksi kolinergiknya pada traktus gastrointestinal

dengan peningkatan tonus spinkter esophageal bawah dan memfasilitasi

pengosongan lambung ke dalam usus halus.

Hal ini nantinya, akan memberikan efek melawan imobilitas lambung dan

peristaltic sefalik yang menyebabkan reflex muntah. PONV yang disebabkan

opioid dapat diterapi dengan metoklopramide karena dia dapat melawan

stasis lambung yang diinduksi morfin. Dosis intravena yang diberikan adalah

10 mg pada orang dewasa dan 0,25 mg/kgBB pada anak-anak. Efek samping

sedasi, pusing, reaksi ekstrapiramidal distonik yang jarang (perut kram,

menangis, oculogirik krises, opistotonus, trismus, tortikolis) dan disritmia

jantung. Metoklopramid dilaporkan oleh sebuah penelitian metaanalisis tidak

seefektif ondansentron dan droperidol dalam mencegah PONV. Sebuah

penelitian mengemukakan bahwa metoklopramide kurang memberikan efek

antiemetik selama anestesi dikarenakan dosis harian selama ini sangat kecil.

Antagonis Reseptor Histamin

Page 10: PHYSIOLOGY OF NAUSEA AND VOMITING

Yang dapat digunakan sebagai PONV yaitu antagonis reseptor H1, dan yang

paling sering digunakan adalah dimenhidrinate. Antagonis reseptor H1

merupakan antagonis kompetitif histamine dengan mengkopi reseptor H1

pada membrane sel efektor. Hal ini menghambat aktivitas pengikatan

histamine. Obat ini memiliki efek sedasi, terutama generasi pertama.

Dimenhidrinate memiliki efek yang bagus dalam gangguan pergerakan dan

penyakit telinga dalam dengan cara menghambat fungsi integrasi nucleus

vestibularis dengan penurunan vestibular dan input visual. Pemberian

dimenhidrinate 20 mg intravena menurunkan PONV pada pasien dewasa.

Pada anak-anak diberikan pemberian dimenhidrinate intravena dengan dosis

0,5 mg/kgBB.

Antagonis Reseptor Muskarinik

Morfin dan opioid sintetis meningkatkan sensitivitas vestibular. Apparatus

vestibular pada telinga dalam ddan nukleus traktus solitaries kaya akan

reseptor muskarinik dan histamine. Efek ini dikarenakan kemampuan

scopolamine, salah satu antagonis reseptor muskarinik dalam blockade

transmisi impuls ke medula oblongata yang meningkat melalui stimulasi

berlebihan dari apparatus vestibularis. Pemberian scopolamine sebelum

induksi anestesi melindungi PONV setelah pembedahan telinga dalam yang

menyebabkan gangguan fungsi apparatus vestibularis. Scopolamine

transdermal dapat mengurangi PONV pada pasien yang mendapat morfin

Page 11: PHYSIOLOGY OF NAUSEA AND VOMITING

epidural. Efek sampingnya meliputi sedasi, mulut kering dan gangguan

penglihatan.

Antagonis Reseptor 5-HT3

Obat-obat ini menghasilkan antagonis murni pada reseptor 5-HT3.

Pengenalan kelas obat ini pada awal 90-an memberikan kemajuan yang baik

dalam farmakoterapi dan radioterapi yang menginduksi mual muntah. Obat

ini juga telah terbukti sangat efektif mencegah dan menerapi PONV. Obat ini

tidak efektif sebagai terapi pergerakan yang menginduksi mual dan muntah.

Ondansentron, adalah antagonis reseptor 5-HT3 pertama yang

diperkenalkan, dan merupakan obat golongan ini yang paling sering

digunakan. Kelas lainnya meliputi granisetron, tropisetron dan dolasetron.

Ondansetron

Ondansetron adalah derivat karbazalone yang strukturnya mirip dengan

serotonin dan memiliki antagonis reseptor 5-HT3 yang spesifik tanpa

menghambat aktivitas reseptor dopamine, histamine, adrenergic dan

kolinergik. Efek samping yang jarang terjadi adalah reaksi hipersensitivitas.

Efek samping lainnya adalah sakit kepala, pusing, ruam merah, nyeri kepala

ringan, pada pemberian intravena dapay menyebabkan peningkatan

konsentrasi plasma khusnya enzim liver transaminase, sensasi epigastrik

yang hangat dan konstipasi. Disritmia jantung diberikan sesudah pemberian

ondansentron dan metoklopramide. Pada pemberian dosis klinik

Page 12: PHYSIOLOGY OF NAUSEA AND VOMITING

ondansentron (4-8 mg), droperidol (0.625 - 1.25 mg) dan metoklopramide

(10 mg) memberikan efek yang sama.

Efek optimal ondansentron adalah 8 mg untuk efek jangka panjang. Efek anti

emetik ondansentron secara konsisten lebih baik daripada efek anti

nauseanya. Ondansentron yang diberikan mendekati akhir pembedahan

lebih bermanfaat dibandingkan yang diberikan di awal pembedahan. Domino

dkk menjelaskan bahwa ondansentron dan droperidol lebih efektif

dibandingkan metoklopramid dalam mencegah PONV.

.

Granisetron

Adalah antagonis reseptor selektif 6-IV3 yang lebih selektif dibandingkan

ondansentron. Pemberian intravena granisetron hanya memerlukan dosis

yang rendah, yaitu 0,04 mg/kgbb dibandingkan ondansentron. Eliminasi

paruh waktu granisetron (9 jam) 2,5 kali lebih lama dibandingkan

ondansentron yang mungkin memerlukan dosis dengan frekuensi yang lebih

rendah. Biaya granisetron yang tinggi menyebabkan keterbatasan

penggunaan obat ini.

Dolasetron

Dolasetron adalah obat yang sangat poten dan selektif untuk antagonis

reseptor 5-IVT3. Dosis profilaksis optimal adalah 50 mg jika diberikan

sebagai induksi anestesi. Meningkatkan PONV secara efektif pada dosis

dolasetron intra vena sebesar 12,5 mg. dolasetron dimetabolisme menjadi

Page 13: PHYSIOLOGY OF NAUSEA AND VOMITING

hidrodolasetron yang bertanggung jawab antiemetik. Hidrodolasetron

memiliki waktu paruh sekitar 8 jam dan zat ini 100 kali lebih poten

dibandingkan antagonis serotonin.

Tropisetron

Tropisetron adalah asam indoleasetat ester dari tropin yang mempengaruhi

aktivitas antagonis reseptor 5-HT3. Dosis tropisetron intravena adalah 2 mg

pada dewasa atau 0,1 mg/kgBB pada anak-anak efektif untuk pasien PONV.

Obat ini memiliki waktu paruh yang panjang dibandingkan ondansentron

namun manfaat klinisnya masih belum jelas.

Obat lainnya

Mekanisme antiemetic glukokortikoid (dexametason dan metil prednisolon)

tidak diketahui, kecuali kemampuannya sebagai anti emesis pada

kemoterapi. Obat ini telah digunakan sebagai profilaksis PONV. Dosis tunggal

PONV diberikan sebanyak 8-10 mg, Efek anti emetiknya lebih baik apabila

dikombinasikan dengan obat anti emetic lain dibandingkan digunakan

sendiri. Antagonis reseptor NK1 terletak pada area medula oblongata dimana

input emetik dimasukkan. Antagonis Reseptor NK1 berperan secara luas

pada aktivitas antiemetik. Obat ini dilaporkan memiliki efektivitas yang baik

sebagai profilaksis dibandingkan ondansentron PONV.

Meskipun banyak obat yang tersedia untuk mengatasi PONV, namun hanya

satu obat tunggal yang dipercayai sebagai obat ajaib yang mampu

Page 14: PHYSIOLOGY OF NAUSEA AND VOMITING

mengatasinya. Terapi obat kombinasi merupakan terapi yang dapat dipakai

untuk kepentingan ini dengan berbagai mekanisme kerja. Pemberian obat

kombinasi lebih efektif dibandingkan obat tunggal dalam menghambat

refleks anti emetik.

with different mechanisms of action, in combinationshould be more effective than single drugs alone ininhibiting the complex emetic reflex. Moreover, anyenhanced antiemetic efficacy of combination drugtherapy could result in the reduction of the dosing ofthe respective drugs, hence improving the side effectprofile. Many combinations of antiemetic drugs havebeen tested with varying efficacy. The combination ofdexamethasone with a serotonin receptor antagonistis superior to a serotonin receptor antagonist alonein preventing PONV(64,65). The combination of

Page 15: PHYSIOLOGY OF NAUSEA AND VOMITING

droperidol with ondansetron has been reported to bemore effective than either drug alone in preventingPONV(68-70) but some authors believe there is a lackof evidence to support this(71). Other combinations likeondansetron and cyclizine(72), ondansetron andpromethazine(73), droperidol and metoclopramide(74),dimenhydrinate and metoclopramide(75), dimenhydrinateand droperidol(76), have been tried with varying efficacyin preventing PONV.NON-PHARMACOLOGIC METHODSNon-pharmacologic methods have also been studiedfor their efficacy in PONV prevention. These includeacupuncture, electroacupuncture, transcutaneouselectrical nerve stimulation, acupoint stimulation, and

Page 16: PHYSIOLOGY OF NAUSEA AND VOMITING

acupressure. Lee and Done, in their meta-analysis,showed that nonpharmacologic techniques wereequivalent to commonly used antiemetic drugs inpreventing PONV in adults but not in children(77).Supplemental oxygen has also been shown to have aprotective effect against PONV(53,78). The cost of newerantiemetic drugs and their possible side effects maywarrant renewed interest and research in this area.COST-EFFECTIVE MANAGEMENT OF PONVWith escalating health care costs and faced with a myriadof antiemetic drugs in use today, the anaesthetist’s choiceof antiemetic drug depends not only on its efficacy andsafety profile, but also on its cost-effectiveness(79).The cost-effectiveness of antiemetics depends on

Page 17: PHYSIOLOGY OF NAUSEA AND VOMITING

the effectiveness and cost of the drug, incidence ofPONV in the hospital’s population and whether theantiemetic is used for prophylaxis or treatment ofestablished PONV. Some authors advocate theuse of prophylactic antiemetic while others reportthat it does not improve outcome or patientsatisfaction(46,49,68,80-85). As the frequency of PONVdecreases, it becomes less cost-effective to useprophylactic antiemetics. Prophylaxis with ondansetronhas been reported to be cost-effective if the incidenceof PONV exceeds 30 to 33%. Prophylactic droperidolis cost-effective if the incidence of PONV exceeds10 to 13%(84,86). Prophylaxis versus treatment withantiemetics remains controversial at present.STRATEGY FOR EFFECTIVE MANAGEMENTOF PONV

Page 18: PHYSIOLOGY OF NAUSEA AND VOMITING

Several authors have attempted to quantify the relativeimpact of risk factors on PONV(26,87,88) and set up riskmodels for its prediction(5-7,12,88). Recently, risk scoresfor predicting PONV have been developed(6,7,12) andattempts made at cross-validation between centres totest their general applicability(7). Apfel and Koivurantaeach independently developed risk scores basedmainly upon patient-related risk factors as the strongestpredictors(6,12). They then collaborated in a study oftheir risk scores by cross-validations between twocentres and reported that risk scores derived from onecentre were valid in the other, and could be simplifiedwithout significant loss of discriminating power. The

Page 19: PHYSIOLOGY OF NAUSEA AND VOMITING

four most important predictors of PONV included intheir final simple risk score were female gender, priorhistory of PONV or motion sickness, non-smoking,and the use of postoperative opioids. If no or only onerisk factor is present, the incidence of PONV may varybetween 10% and 21%. If at least two risk factors arepresent, the incidence may rise to between 39% and78%. They suggested that prophylactic antiemetictherapy be considered for patients with at least twoout of four risk factors(7). In their risk model, whichincluded patient-, anaesthesia-, and surgery-relatedfactors, Sinclair et al reported that patients’ risk forPONV could be predicted according to their gender,

Page 20: PHYSIOLOGY OF NAUSEA AND VOMITING

age, smoking status, previous history of PONV ormotion sickness, duration of anaesthesia, anaesthetictechnique, and type of surgery(5).Watcha proposed the following guidelines forthe prophylaxis and therapy of PONV(85). A low, mild,moderate, high, and extremely high risk for PONV isdetermined by the presence of none, one, two, three, orfour of the following factors respectively: female gender,nonsmoker status, previous PONV or motion sickness,and opioid use(7). For patients with a low risk for