PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · 2018. 8. 31. · Jenis Penanda Kekohesian dan...

199
Scanned by CamScanner PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Transcript of PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · 2018. 8. 31. · Jenis Penanda Kekohesian dan...

  • Scanned by CamScanner

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Scanned by CamScanner

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Scanned by CamScanner

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Scanned by CamScanner

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • iv

    MOTTO

    Tuhan itu tidak pernah memberatkan umatnya melampaui batas kemampuannya.

    (Albert Einstein)

    Berperanglah dengan kebiasaan burukmu, berdamailah dengan orang di

    sekitarmu, dan biarkan setiap tahun yang baru menjadikanmu manusia yang lebih

    baik.

    (Benjamin Franklin)

    Kebahagiaan datang saat Anda percaya apa yang Anda lakukan, mengetahui apa

    yang Anda lakukan dan mencintai apa yang Anda lakukan.

    (Brian Tracy)

    Di dalam kesulitan yang amat sangat menyempitkan hati kita, ingatlah bahwa

    masih ada yang lebih menderita daripada kita

    (Merry Riana)

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Scanned by CamScanner

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • vi

    HALAMAN PERSEMBAHAN

    Karya ini saya persembahkan kepada:

    Allah SWT, sebagai rasa syukur atas karunia-Nya sehingga skripsi ini telah

    terselesaikan dengan baik

    Kedua orang tua saya, Sugianto dan Sri Ambarwati

    Kakak sepupu tercinta, Herdiani Ciptomurti yang selalu mendoakan saya,

    memberikan motivasi dan dukungan, serta kasih sayangnya sehinga saya merasa

    yakin atas segala sesuatu yang saya jalani.

    Keluarga saya di Yogyakarta sekaligus teman teristimewa saya, Destiawan

    Gentur yang selalu mendukung saya dalam menyelesaikan skripsi ini.

    Teman terdekat saya di PBSI 2014, Ribkha Yuni Kristinawati, Sirilia Mariani

    Marganingsih Putri, Yenny Silvia Ningrum, Egi Mauliani Harahap, dan Eliana

    Dewi.

    Teman-teman terbaik di PBSI 2014 kelas A.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Scanned by CamScanner

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • viii

    ABSTRAK

    Kusumawati, Dania. 2018. Jenis Penanda Kekohesian dan Kekoherensian

    Karangan Deskripsi Siswa Kelas X SMK Negeri 6 Yogyakarta Tahun

    Ajaran 2017/2018. Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Bahasa dan

    Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

    Universitas Sanata Dharma.

    Penelitian ini menganalisis kohesi dan koherensi dalam karangan deskripsi

    siswa kelas X SMK Negeri 6 Yogyakarta tahun ajaran 2017/2018. Tujuan

    penelitian ini adalah mendeskripsikan penanda kekohesian dan kekoherensian

    karangan deskripsi siswa. Penelitan ini menggunakan teori anlisis wacana, terutama

    aspek kekohesian dan kekoherensian wacana.

    Sumber data penelitian ini adalah hasil karangan yang disusun oleh siswa.

    Data penelitian berupa kalimat-kalimat yang yang diduga mengandung penanda

    kekohesian dan kekoherensian. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara

    penugasan yaitu pemberian tugas kepada siswa untuk menyusun karangan

    deskripsi.

    Berdasarkan hasil analisis data ditemukan beberapa hal sebagai berikut.

    Pertama, penanda kekohesian gramatikal dengan menggunakan penanda referensi,

    substitusi, ellipsis, dan konjungsi. Kedua, penanda kekohesian leksikal yang

    meliputi hiponim, repetisi, sinonim, antonim, dan ekuivalensi. Ketiga, penanda

    kekoherensian ditemukan penanda kekoherensian “berpenanda” dan “tidak

    berpenanda”. Penanda kekoherensian “berpenanda” meliputi koherensi

    temporal/kronologis, koherensi intensitas, koherensi kausalitas, koherensi kontras,

    dan koherensi perurutan. Penanda kekoherensian “tidak berpenanda” berupa

    koherensi perincian.

    Atas dasar hasil analisis data dapat disimpulkan sebagai berikut, Pertama

    penanda kekohesian karangan deskripsi siswa pada umumnya menggunakan

    penanda kekohesian secara eksplisit (penanda tertulis). Kedua, penanda kekohesian

    gramatikal yang digunakan meliputi referensi, substitusi, elipsisi, konjungsi dan

    penanda kekohesian leksikal yang digunakan meliputi hiponim, repetisi, sinonim,

    antonim, dan ekuivalensi. Ketiga, penanda kekoherensian karangan deskipsi siswa

    pada umumnya menggunakan “koherensi berpenanda”, seperti koherensi temporal,

    intensitas, kausalitas, dll, sedangkan “koherensi tidak berpenanda” hanya dapat

    ditemukan satu saja, yaitu perincian.

    Kata kunci: kohesi gramatikal, kohesi leksikal, koherensi berpenanda, koherensi

    tidak berpenanda.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • ix

    ABSTRACT

    Kusumawati, Dania. 2018. The Type of Cohesion and Coherence Marker That Is

    Contained in The Essay Description of Class X SMK N 6 Yogyakarta

    Academic Year 2017/2018. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language

    and Literature Education, Faculty of Teacher Training and Education,

    Sanata Dharma University.

    This study analyzed the cohesion and coherence in the description essay of

    the students of class X of SMK N 6 Yogyakarta academic year 2017/2018. This

    study purpose was to describe the marker of cohesion and coherence essay

    description of students. This research used the discourse analysis theory, especially

    the cohesion and coherence discourse aspects.

    The data source for this research was the essays prepared by the students.

    While the research data in the sentences form that were suspected to contain the

    marker of cohesion and coherence. The collecting data technique was done by

    giving the student an assignment to arrange essay description.

    Based on the data analysis results found some things as follows: First, the

    marker of grammatical cohesion by using reference markers, substitutions, ellipsis,

    and conjunctions. Second, the lexical marker of cohesion that includes hyponym,

    repetition, synonym, antonym, and equivalence, and thirdly, the coherent marker is

    found in "marked" and "non-marked" coherent markers. The coherence marker of

    the mark includes the temporal/chronological coherence, coherence of intensity,

    coherence of causality, contrast coherence, and sequential coherence. While the

    "unmarked" coherence marker in the form of coherence details.

    Based on the data analysis results can be summarized as follows. First marker

    cohesion essay description of students, in general, using explicit cohesion marker

    (written marker). Second, the marker of grammatical cohesion used includes

    reference, substitutions, ellipsis, conjunctions and lexical cohesion used includes

    hyponym, repetition, synonyms, antonyms, and equivalence. Third, the coherence

    marker of students' disposition in general uses "marked coherence", such as

    temporal coherence, intensity, causality, etc. Whereas "no coherence of a star" can

    be found only one, that is the detail.

    Keywords: grammatical cohesion, lexical cohesion, marked coherence,

    undocumented coherence.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • x

    KATA PENGANTAR

    Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang

    senantiasa memberikan berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat

    menyelesaikan skripsi yang berjudul “Jenis Penanda Kekohesian dan

    Kekoherensian Karangan Deskripsi Siswa Kelas X SMK Negeri 6 Yogyakarta

    Tahun Ajaran 2017/2018”. Skripsi ini disusun oleh penulis sebagai syarat untuk

    menyelesaikan studi di Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,

    Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

    Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

    Penulis menyadari bahwa skripsi ini berhasil diselesaikan karena bantuan

    dan dukungan oleh dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima

    kasih kepada:

    1. Allah SWT, atas berkat dan rahmatNya kepada saya.

    2. Dr. Yohanes Haryoso, S. Pd., M. Si, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu

    Pendidikan yang telah memberikan kemudahan adminitrasi dalam selama

    penulisan skripsi ini.

    3. Rishe Purnama Dewi, S. Pd., M. Hum, selaku ketua Progam Studi Pendidikan

    Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan banyak dukungan kepada

    penulis dalam menyelesaikan skripsi.

    4. Prof. Dr. Pranowo, M. Pd., selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan

    bijaksana dalam membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada

    penulis dalam menyelesaikan skripsi.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xi

    5. Danang Satria Nugraha, S.S., M.A, selaku dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra

    Indonesia yang telah bersedia menjadi trianggulator dalam penelitian ini.

    6. Seluruh dosen Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang

    telah mendidik, membimbing, dan mendukung penulis dalam menyelesaikan

    skripsi.

    7. Theresia Rusmiyati, selaku karyawan sekretariat Progam Studi Pendidikan

    Bahasa dan Sastra Indonesia yang dengan sabar membantu penulis dalam

    menyelesaikan berbagai urusan adminitrasi.

    8. Drs. Rustamaji, M. Pd, selaku kepala SMK Negeri 6 Yogayakarta yang telah

    memberikan kesempatan bagi penulis untuk melaksanakan penelitian.

    9. Heisma Arya Demokrawati, S. Pd, selaku guru mata pelajaran Bahasa Indonesia

    kelas X yang telah mendampingi dan membimbing penulis selama

    melaksanakan penelitian.

    10. Semua peserta didik kelas X Kuliner 2 dan X Kuliner 4 SMK Negeri 6

    Yogyakarta tahun ajaran 2017/2018 yang telah bekerja sama dalam proses

    pelaksanaan penelitian.

    11. Kedua orang tua saya, Sugianto dan Sri Ambarwati, kakak sepupu saya

    Herdiani Ciptomurti yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam

    menyelesaikan skripsi.

    12. Keluarga saya di Yogyakarta sekaligus teman teristimewa, Destiawan Gentur

    yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • Scanned by CamScanner

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiii

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUl ................................................................................................. i

    HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. ii

    HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii

    MOTTO ................................................................................................................. iv

    PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ v

    HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ vi

    LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................ vii

    ABSTRAK ........................................................................................................... viii

    ABSTRACT ............................................................................................................ ix

    KATA PENGANTAR ............................................................................................ x

    DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii

    DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvi

    BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

    1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1

    1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 5

    1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 5

    1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 5

    1.5 Batasan Istilah ..................................................................................................... 6

    BAB II KAJIAN TEORI ....................................................................................... 8

    2.1 Penelitian yang Relevan ..................................................................................... 8

    2.2 Landasan Teori ................................................................................................. 10

    2.2.1 Analisis Wacana ............................................................................................ 10

    2.2.2 Kohesi dalam Wacana .................................................................................... 11

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xiv

    2.2.3 Koherensi ...................................................................................................... 35

    2.2.4 Perbedaan Kohesi dan Koherensi .................................................................. 42

    2.2.5 Tingkat Kekohesian dan Kekoherensian ....................................................... 43

    2.2.6 Kajian Karangan Deskripsi ........................................................................... 44

    2.3 Kerangka Berpikir ............................................................................................ 49

    BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................ 51

    3.1 Jenis Penelitian ................................................................................................. 51

    3.2 Sumber Data dan Data Penelitian .................................................................... 51

    3.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................... 51

    3.4 Instrumen Penelitian ........................................................................................ 53

    3.5 Teknik Analisis Data ........................................................................................ 53

    BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 55

    4.1 Deskripsi Data .................................................................................................. 55

    4.2 Analisis Data .................................................................................................... 58

    4.2.1 Jenis Kohesi dalam Karangan Deskripsi Siswa Kelas X SMK Negeri 6

    Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018 ……………………………………… 58

    4.2.2 Jenis Koherensi dalam Karangan Deskripsi Siswa Kelas X

    SMK Negeri 6 Yogyakarta …………………………………………………80

    4.3 Pembahasan Hasil Analisis Data ...................................................................... 89

    4.3.1 Penanda Kekohesian Gramatikal dan Leksikal Karangan Deskripsi ………. 89

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xv

    4.3.2 Penanda Kekoherensian Karangan Deskripsi Siswa Kelas X SMK Negeri 6

    Yogyakarta ......................................................................................................... 111

    BAB V SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 122

    5.1 Simpulan ............................................................................................... 122

    5.2 Saran ..................................................................................................... 122

    DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 124

    LAMPIRAN ............................................................................................................... 126

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • xvi

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2.1 Perbedaan Kohesi dan Koherensi ................................................................. 42

    Tabel 2.2 Kerangka Berpikir ......................................................................................... 50

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 1

    BAB I

    PENDAHULAN

    1.1 Latar Belakang

    Menulis adalah salah satu keterampilan berbahasa yang diwariskan secara

    turun menurun. Menyusun suatu gagasan menjadi rangkaian bahasa tulis yang

    teratur, sistematis, dan logis, bukanlah pekerjaan yang mudah, melainkan

    pekerjaan yang memerlukan latihan terus menerus dan berkesinambungan. Dalam

    hubungannya dengan kemampuan berbahasa, menulis merupakan suatu

    ketrampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak

    langsung dan kegiatan yang produktif serta ekspresif. Dalam kegiatan menulis,

    penulis harus teratur memanfaatkan stuktur bahasa dan kosakata. Salah satu cara

    untuk mengukur kemampuan seseorang dalam menulis adalah dengan mengarang.

    Pada dasarnya mengarang adalah penyampaian gagasan melalui tulisan. Tulisan

    atau karangan yang telah ditulis, nantinya untuk dipahami pembaca. Supaya

    pembaca dapat memahami tulisan atau karangan dengan mudah, penulis harus

    pandai-pandainya menyusun kata dan kalimat agar menjadi kalimat yang efektif

    dan mudah di pahami.

    Pemakaian bahasa dalam karangan seringkali didapati kalimat yang tidak

    efektif dan pemilihan diksi yang kurang tepat, sehingga menyebabkan pembaca

    sulit memahami isi karangan tersebut. Sering pula muncul permasalahan yang

    sangat mendasar seperti dua kalimat topik dalam satu paragraf dan hubungan

    antarkalimat, antarparagraf, yang tidak sesuai atau tidak kohesif dan koheren.

    Padahal, keterakaitan yang padu antarkalimat dan antarparagraf merupakan syarat

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 2

    penting dalam pembentukan sebuah wacana, karena dengan keterkaitan yang padu

    itulah wacana akan menjadi utuh.

    Wacana yang utuh adalah wacana yang lengkap, yaitu mengandung aspek-

    aspek yang terpadu dan menyatu. Aspek pengutuh wacana tersebut, yaitu unsur

    kohesi dan unsur koherensi (Mulyana 2005:26). Kohesi dalam wacana pada

    dasarnya mengacu pada hubungan bentuk. Artinya, unsur-unsur wacana (kata atau

    kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan

    secara padu dan utuh. Halliday dan Hassan (dalam Mulyana, 2005:26) membagi

    kohesi menjadi dua jenis, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Hubungan

    kohesif dalam wacana sering ditandai oleh kehadiran pemarkah (penanda) khusus,

    begitu pula untuk kehadiran koherensi. Koherensi berarti hubungan timbal balik

    yang serasi antarunsur dalam kalimat.

    Kohesi dan koherensi berlaku untuk semua jenis wacana. Salah satunya

    adalah karangan deskripsi. Karangan deskripsi adalah karangan yang melukiskan

    sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sehingga pembaca mampu

    merasakan dan melihat apa yang dilukiskan oleh penulisnya. Untuk menulis

    karangan deskripsi, kedua unsur tersebut sangat penting agar pembaca dapat

    memahami isi karangan dengan mudah. Apabila tingkat kekohesian dan

    kekoherensian karangan deskripsi tinggi, maka pembaca mudah merasakan dan

    membayangkan hal yang ditulis penulis serta karangan pun terkesan menarik.

    Oleh karena itu, penulis haruslah memanfaatkan penanda-penanda kohesi dan

    koheren dengan benar. Namun, terkadang beberapa penulis menggunakan salah

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 3

    satu penanda dengan berlebihan. Akibatnya, kalimat menjadi kurang menarik dan

    kurang efektif.

    Penelitian ini secara lebih khusus menganalisis seputar kohesi dan

    koherensi dalam karangan deskripsi siswa yang disusun oleh siswa kelas X SMK

    Negeri 6 Yogyakarta tahun ajaran 2017/2018. Pemilihan lokasi penelitian,

    berdasarkan pengalaman peneliti ketika melaksanakan Progam Pengalaman

    Lapangan di SMK Negeri 6 Yogyakarta pada bulan Juli sampai September 2017.

    Peneliti merasa mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMK tersebut kurang diminati

    oleh siswa. Siswa lebih fokus pada mata pelajaran yang sesuai dengan jurusannya.

    Sebagai contoh, ketika siswa diminta untuk menjawab soal secara tertulis, bahasa

    yang digunakan siswa kurang rapi, bahkan ketika diminta menulis karangan,

    kalimat-kalimat yang digunakan terkadang tidak memiliki keterkaitan yang jelas.

    Selain itu, ketika peneliti melakukan wawancara dengan guru mata pelajaran

    Bahasa Indonesia yang mengampu kelas X, guru tersebut mengatakan jika siswa-

    siswa memang kurang berminat dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia. Mereka

    menyampingkan pelajaran Bahasa Indonesia, walaupun pelajaran Bahasa

    Indonesia termasuk mata pelajaran yang ada di ujian nasional.

    Dengan mengacu pada permasalah di atas, peneliti bermaksud meneliti

    bagamaina penggunaan kohesi dan koherensi dalam karangan siswa. Pemilihan

    topik ini untuk dapat dianalisis dengan memperhatikan penanda kohesi dan

    koherensi. Modus yang sering muncul dalam karangan deskripsi siswa, biasanya

    mereka tidak memperhatikan kalimat penghubungnya, terutama dalam

    penggunaan sarana kohesi yang kurang terjaga sehingga tidak ada keterkaitan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 4

    yang padu. Keterkaitan yang padu dapat dibangun melalui sarana kohesi dan

    koherensi. Siswa hanya menuangkan apa yang ada dalam pikirannya tanpa

    memperhatikan ketepatan susunan kalimat, terutama dalam penggunaan sarana

    kohesi dan koherensi. Selain itu, alasan peneliti memilih karangan deskripsi

    karena dalam menulis karangan deskripsi siswa hanya memindahkan

    pengamatannya dan perasaanya serta kesan-kesan kepada pembaca melalui

    tulisan. Penulis dapat mengingat obyek yang akan mereka tulis. Setelah itu,

    penulis menuliskan secara jelas obyek yang dilihat penulis dan pembaca seolah-

    oleh dapat melihat langsung obyek yang penulis tulis.

    Dengan demikian, peneliti hendak menindaklanjuti lebih mendalam

    mengenai penggunaan sarana kohesi dan koherensi dalam karangan deskripsi

    siswa. Dalam penelitian ini, peneliti juga memberikan tema “Keindahan Kota

    Yogyakarta”. Salah satu pembelajaran yang kondusif dan efeketif adalah

    memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar. Yogyakarta adalah lingkungan

    atau tempat tinggal mereka. Untuk mendeskripsikan keindahannya, mereka tidak

    terlalu sulit, disebabkan Yogyakarta adalah tempat tinggal mereka. Agar karangan

    tidak terlalu luas, peneliti mempersempit tema dengan menggunakan topik-topik

    yang dapat dipih siswa untuk mereka tulis. Berdasarkan paparan yang telah

    peneliti sampaikan, peneliti membuat judul penelitian ini sebagai berikut “Jenis

    Penanda Kekohesian dan Kekoherensian yang Terdapat Dalam Karangan

    Deskripsi Siswa Kelas X SMK Negeri 6 Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018”.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 5

    1.2 Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah utama penelitian ini

    adalah “Apa sajakah penanda kekohesian dan kekoherensian yang terdapat dalam

    karangan deskripsi siswa kelas X SMK Negeri 6 Yogyakarta tahun ajaran

    2017/2018?”

    Berdasarkan rumusan masalah tersebut disusun sub masalah sebagai berikut:

    1. Apa sajakah jenis penanda kekohesian yang terdapat dalam karangan deskripsi

    siswa kelas X SMK Negeri 6 Yogyakarta tahun ajaran 2017/2018?

    2. Apa sajakah jenis penanda kekoherensian yang terdapat dalam karangan

    deskripsi siswa kelas X SMK Negeri 6 Yogyakarta tahun ajaran 2017/2018?

    1.3 Tujuan Penelitian

    Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak di capai dalam

    penelitian ini sebagai berikut:

    1. Mendeskripsikan jenis penanda kekohesian karangan deskrisi siswa kelas X

    SMK Negeri 6 Yogyakarta tahun ajaran 2017/2018.

    2. Mendeskripsikan jenis penanda kekoherensian karangan deskripsi siwa kelas

    X SMK Negeri 6 Yogyakarta tahun ajaran 2017/2018.

    1.4 Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan

    praktis, yaitu bagi guru dan mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.

    1. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengajaran bahasa

    Indonesia supaya lebih tepat dan kreatif. Khususnya untuk pembelajaran

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 6

    menulis, baik menulis karangan, laporan, dan menulis lainnya dengan

    memperhatikan ketepatan kohesi dan koherensi.

    2. Bagi mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, untuk

    memahami pemahaman tentang kohesi dan koherensi dalam suatu wacana.

    1.5 Batasan Istilah

    Peneliti hendak memberikan batasan istilah sehingga beberapa pengertian yang

    terdapat dalam penelitian ini tidak menimbulkan kerancuan makna nantinya.

    1. Wacana

    Wacana adalah kesatuan makna (semantis) antarbagian di dalam suatu bagun

    bahasa. Oleh karena itu, wacana sebagai kesatuan makna dilihat sebagai

    bangun bahasa yang utuh karena setiap bagian di dalam wacana itu

    berhubungan secara padu (Aliah 2014:1).

    2. Kohesi

    Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara

    struktural membentuk ikatan sintaktikal (Mulyana, 2005:26).

    3. Kohesi gramatikal

    Kohesi gramatikal merupakan piranti atau penanda kohesi yang melibatkan

    penggunaan unsur-unsur kaidah bahasa (Nesi, 2012:35).

    4. Kohesi leksikal

    Kohesi leksikal merupakan hubungan leksikal antara bagian-bagian wacana

    untuk mendapatkan keserasian struktur secara kohesif (Mulyana, 2005:29).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 7

    5. Koherensi

    Koherensi adalah keterkaitan semantis antara bagian-bagian wacana (Baryadi,

    2002:29).

    6. Karangan Deskripsi

    Karangan deskripsi merupakan bentuk tulisan yang berusaha memberikan

    perincian dari objek yang sedang dibicarakan. Penulis memindahkan kesan-

    kesannya, memindahkan hasil pengamatannya dan perasaannya kepada

    pembaca melalui tulisan.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 8

    BAB II

    STUDI KEPUSTAKAAN

    Dalam bab tinjauan pustaka ini di paparkan penelitian terdahulu yang

    relevan dan landasan teori. Landasan teori berisi tentang teori-teori yang

    digunakan untuk memecahkan masalah dalam penelitian. Teori-teori tersebut

    seperti teori analisis wacana, kekohesian, kekoherensian, macam-macam penanda

    kekohesian dan kekoherensian serta kajian teori karangan deskripsi.

    Kerangka berpikir berisi acuan teori yang digunakan dalam penelitian ini.

    2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan

    Penelitian terdahulu yang relevan digunakan sebagai referensi melengkapi

    teori-teori dari para ahli yang sekaligus sebagai pembeda dengan penelitian

    sekarang. Penulis mengambil penelitian yang relevan dengan topik penelitian

    penulis, yaitu penelitian Derius Tepmul (2017), Dian Andriani Martiani Lova

    Aloysia (2017), dan Bangkit Sugeng (2012).

    Derius Tepmul (2017) melakukan penelitian dengan judul Kohesi dan

    Koherensi Dalam karangan Deskripsi Siswa Kelas X Semester 1 SMA Negeri 1

    Oksibil Kabupaten Pegunungan Bintang Papua Tahun Ajaran 2015/2016.

    Penelitian ini mengambil data dari karangan deskripsi dengan tema keindahan

    alam siswa kelas X semester 1 SMA Negeri 1 Oksibil tahun ajaran 2015/2016.

    Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan metode simak. Hasil

    penelitian menunjukan bahwa dalam karangan deskripsi siswa kelas X semester 1

    ditemukan adanya kohesi dan koherensi. Kohesi yang teradapat dalam karangan

    adalah referensi, substitusi, elipsis, konjungsi, repetisi, hiponimi, kolokasi,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 9

    sinonimi, antonimi, dan ekuivalesi, sedangkan koherensi yang ditemukan dalam

    penelitian ini meliputi adisi, repetisi, pronomina, sinonim, keseluruhan bagian,

    penekanan, kelas anggota, paralelisme, hasil, contoh, kontras, komprasi, seri,

    waktu, dan tempat.

    Hubungan penelitian ini dengan penelitian Derius Tepmul (2017) sama-sama

    menganalisis kekohesian dan kekoherensian karangan deskripsi siswa, sedangkan

    perbedaannya yaitu penelitian Derius Tepmul hanya meneliti satu kelas saja dan

    penelitian ini meneliti dua kelas sekaligus.

    Penelitian kedua oleh Dian Andriani Martiani Lova Aloysia (2017) yang

    berjudul Analisis Kohesi dan Koherensi Karangan Narasi Siswa Kelas X Semester

    1 SMA Gama (Tiga Maret) Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017. Tenik

    pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan penugasan.

    Hubungan penelitian ini dengan penelitian Dian Andriani yaitu, penelitian

    Dian Andriani menganalisis kohesi dan koherensi karangan narasi siswa kelas X

    SMA GAMA (Tiga Maret) Yogyakarta, sedangkan penelitian ini lebih berfokus

    pada menganalisis kohesi dan koherensi karangan deskripsi siswa kelas X SMK

    Negeri 6 Yogyakarta tahun ajaran 2017/2018.

    Bangkit Sugeng Subagyo (2012) melakukan penelitian dengan judul Anlaisis

    Kohesi dan Koherensi Rubrik Tajuk Rencana pada Surat Kabar SOLOPOS dan

    Relevansinya sebagai Bahan Ajar Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA. Data

    penelitian ini adalah surat kabar SOLOPOS dan teknik pengumpulan data

    dilakukan dengan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukan bahwa tajuk rencana

    SOLOPOS menggunakan penanda kohesi leksikal dan kohesi gramatikal.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 10

    Hubungan penelitian ini dengan penelitian Bangkit Sugeng Subagyo yaitu,

    penelitian Bangkit Sugeng Subagyo menganalisis kohesi dan koherensi rubrik

    tajuk rencana pada surat kabar SOLOPOS, sedangkan penelitian ini lebih

    berfokus pada menganalisis kohesi dan koherensi karangan deskrispsi siswa kelas

    X semester 1 di SMK Negeri 6 Yogyakarta.

    2.2 Landasan Teori

    Penelitian ini menggunakan sejumlah teori sebagai landasan dalam

    mencapai tujuan. Adapun teori-teori yang tersusun adalah (1) analisis wacana (2)

    kohesi (3) koheren, (4) perbedaan kohesi dan koheren, dan (5) karangan deskripsi.

    2.2.1 Analisis Wacana

    Wacana merupakan suatu penggunaan bahasa dalam komunikasi, baik

    secara lisan maupun tulisan. Djajasudarma (dalam Alwi, 1999:12) mengatakan

    Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi

    yang satu dengan proposisi yang lain, membentuk satu kesatuan. Proposisi

    sebagai isi konsep yang masih kasar yang akan melahirkan pernyataan (statement)

    dalam bentuk kalimat atau wacana.

    Disiplin ilmu yang berusaha mengkaji penggunaan bahasa yang nyata dalam

    tindak komunikasi disebut analisis wacana (Rani, 2006:9). Analisis wacana

    merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan

    secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan (Stubbs, dalam Rani,

    2006:9). Pada dasarnya analisis wacana ingin menganalisis dan menginterpretasi

    pesan yang dimaksud pembicara atau penulis dengan cara merekontruksi teks

    sebagai produk ujaran/tulisan kepada proses ujaran/tulisan sehingga diketahui

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 11

    segala konteks yang mendukung wacana pada saat diujarkan/dituliskan (Pranowo,

    2014:137). Jadi, dapat disimpulkan bahwa analisis wacana merupakan kajian yang

    membahas tentang wacana, sedangkan wacana adalah bahasa yang digunakan

    untuk berkomunikasi.

    2.2.2 Kohesi dalam Wacana

    Sebuah teks (terutama teks tertulis) memerlukan unsur pembentuk teks.

    Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk teks yang penting. Kohesi

    merupakan konsep semantik yang juga merujuk kepada perkaitan kebahasaan

    yang didapati pada suatu ujaran yang membetuk wacana. Kohesi merupakan satu

    set kemungkinan yang terdapat dalam bahasa untuk menjadikan suatu ‘teks’ itu

    memiliki kesatuan. Hal ini berarti bahwa hubungan makna baik makna leksikal

    maupun makna gramatikal, perlu diwujudkan secara terpadu dalam kesatuan yang

    membentuk teks. Kohesi ialah ikatan-ikatan dan hubungan-hubungan yang ada

    dalam teks.

    Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk teks yang penting. Unsur

    pembentuk teks itu yang membedakan sebuah rangkaian kalimat itu sebagai

    sebuah teks atau bukan teks Brown dan Yule (dalam Rani, 2006:87). Kohesi

    adalah hubungan antar bagian dalam teks yang ditandai oleh penggunaan unsur

    bahasa. Suladi (2000:13) mengatakan bahwa kohesi adalah keserasian hubungan

    antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana, sehingga tercipta

    pengertian yang apik atau koheren. Jadi, pengertian tersebut dapat diartikan

    bahwa kohesi suatu wacana yang berupa pertalian unit semantis yang diwujudkan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 12

    menjadi bentuk gramatikal dan leksikal, selanjutnya diwujudkan menjadi satu

    ekspresi dalam bentuk bunyi atau tulisan.

    Kohesi dalam waacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara

    struktural membentuk ikatan sintaktikal. Anton M. Moeliono (dalam Mulyana,

    2005:26) menyatakan bahwa wacana yang baik dan utuh mensyaratkan kalimat-

    kalimat yang kohesif. Kohesi wacana terbagi dalam dua aspek yaitu kohesi

    gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal anatara lain referensi,

    substitusi, elipsis, konjungsi, sedangkan yang termasuk kohesi leksikal adalah

    sinonim, repetisi, kolokasi. Menurut Anton (dalam Mulyana, 2005), untuk

    memperoleh wacana yang baik dan utuh, maka kalimat-kalimatnya harus kohesif.

    Hanya dengan hubungan kohesif seperti itulah suatu unsur dalam wacana dapat

    diinterpretasikan, sesuai dengan ketergantungannya dengan unsur-unsur lainnya.

    Hubungan kohesif dalam wacana sering ditandai oleh kehadiran pemarkah

    (penanda) khusus yang bersifat lingual-formal.

    Konsep kohesi pada dasarnya mengacu pada hubungan bentuk. Artinya,

    unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu

    wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh. Wacana yang ideal adalah

    wacana yang mengandung seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk

    menghasilakn rasa kepaduan atau rasa kohesi. Disamping itu juga butuh

    keteraturan atau kerapian susunan yang menumbulkan rasa koherensi. Menurut

    Anton (dalam Mulyana, 2005:26) kohesi merupakan keserasian hubungan antara

    unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana atau paragraph sehingga

    tercipta pengertian yang padu dan koheren.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 13

    Kohesi dapat juga dipakai sebagai alat interpretasi wacana dari segi struktur

    kalimat. Apabila suatu kalimat memiliki keruntutan hubungan struktur

    antarkalimat, kalimat tersebut disebut kohesi. Jadi kohesif adalah keruntutan

    hubungan antarkalimat (Pranowo, 2014: 147).

    Menurut Abidin (dalam Aliah, 2014:52) , paragraf dianggap memiliki kohesi

    jika kalimat-kalimat dalam paragraf itu tidak terlepas dari topiknya atau selalu

    relevan dengan topiknya. Dengan demikan kohesi dalam sebuah paragraf

    dititikberatkan pada huungan antarkalimat. Artinya, paragraf yang baik adalah

    paragraf yang dibangun atas kalimat-kalimatnya yang saling berhubungan dengan

    satu ide pokok sebagai benang merah penghubungnya.

    Kohesi berkenaan dengan hubungan bentuk antara bagian-bagian dalam

    suatu wacana. Berdasarkan perwujudan lingualnya, Halliday dan Hassan (dalam

    Baryadi, 2002:17) membedakan dua jenis kohesi, yaitu kohesi gramatikal dan

    kohesi leksikal. Unsur kohesi gramatikal terdiri dari reference (referensi),

    substitution (substitusi), ellipsis (elipsis), dan conjunction (konjungsi), sedangkan

    kohesi leksikal terdiri atas reiteration (reiterasi) dan collocation (kolokasi).

    Berdasarkan kajian di atas, dapat disimpulkan pengertian kohesi. Kohesi

    adalah perpaduan bentuk antara unsur yang satu dengan unsur yang lain sehingga

    terciptalah perpaduan yang utuh dan pembaca dapat memahaminya dengan

    mudah.

    1. Kohesi Gramatikal

    Kohesi gramatikal adalah keterkaitan gramatikal antara bagian-bagian wacana

    (Baryadi: 2002). Kohesi gramatikal merupakan piranti atau penanda kohesi yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 14

    melibatkan penggunaan unsur-unsur kaidah bahasa. Piranti kohesi gramatikal

    yang digunakan untuk menghubungkan ide antarkalimat cukup terbatas ragamnya.

    Pada umumnya, dalam bahasa Indonesia ragam tulis, digunakan piranti kohesi

    gramatikal. Kohesi gramatikal kemudian dapat dirinci menjadi beberapa macam.

    Macam-macam kohesi gramatikal akan dijelaskan sebagai berikut:

    a. Referensi

    Referensi (penunjuk) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa

    satuan lingual tertentu yang menunjuk satuan lingual yang mendahului atau

    mengikutinya. Referensi (penunuk) merupakan bagian kohesi gramatikal yang

    berkaitan dengan penggunaan kata atau kelompok kata untuk menunjuk kata atau

    kelompok kata atau satuan gramatikal lainnya. Perujukan dapat dilihat dari dua

    sudut, yaitu perujukam eksoforik dan endoforik (Ramlan, dalam Mulyana,

    2005:27).

    a) Perujukan Eksoforik

    Eksoforik berasal dari kata “ekso” yaitu “keluar” yang berarti apabila kita

    tidak dapat menemukan rujukan dalam teks maka kita akan keluar dari teks agar

    dapat memahami teks tersebut. Selain itu perujukan eksoforik ini digunakan untuk

    merujuk kepada hal-hal yang mempunyai kaitan dengan situasi yang berkembang

    di depan penutur ataupun pendengar yang menerima pesan ataupun informasi

    yang telah disampaikan kepadanya (Aliah,2014: 55). Halliday dan Hasan (dalam

    Aliah, 204:55) mengatakan bahwa perujukan eksoforik ini menerangkan tentang

    situasi yang merujuk kepada sesuatu yang telah diidentifikasi dalam sesuatu

    konteks bagi sebuah situasi. Perujukan eksoforik ini adalah hal ataupun fungsi

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 15

    yang menunjukan kembali kepada sesuatu yang ada di luar daripada sebuah

    situasi. Hal ini berarti bahwa perujukan eksoforik ini adalah merujuk kepada hal-

    hal di luar konteks (Kridalaksana, dalam Aliah, 2014:55). Dalam situasi ini kaidah

    perujuk eksoforik itulah yang digunakan bagi merujuk sesuatu yang telah berlaku

    pada saat ujuaran itu disampaikan. Perujukan eksoforik ini mengandung tiga

    perkara, yaitu konteks segera, pengetahuan bersama, dan pengetahuan dalam satu

    wacana (Aliah, 2014: 55). Jadi dapat disimpulkan bahwa perujujukan eksoforik

    merupakan perujukan yang menerangkan keadaan di luar teks.

    b) Perujukan Endoforik

    Menurut Halliday dan Hasan (dalam Aliah, 2014:56) mengatakan bahwa

    perujukan endoforik ini merujuk hanya kepada teks, yaitu merujuk semata-mata

    hanya kepada teks. Sementara itu, Kridalaksana (dalam Aliah, 2014:56)

    memberikan pendapat bahwa perujukan endoforik ini adalah hal atau fungsi yang

    menunjukan kembali pada hal-hal yang ada dalam wacana, mencakup perujukan

    anaforik dan perujukan kataforik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perujukan

    endoforik adalah merujuk situasi yang ada dalam teks.

    1) Referensi Anaforis

    Referensi anaforis ditandai oleh adanya konstituen yang menunjuk konstituen

    di sebelah kiri (Baryadi, 2002: 18). Dengan kata lain referensi anaforis menunjuk

    pada konstituen sebelum kata yang ditunjuk. Referensi anaforis ditunjuk oleh kata

    itu, ini, begini, begitu, tersebut, di atas, demikian. Jadi, dapat disimpulkan bahwa

    perujukan anaforik adalah perujukan yang letaknya terdapat dibelakang

    penganjur. Contoh referensi anaforis dapat dicermati dalam kalimat berikut ini:

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 16

    Ahmad tidak banyak tahu tentang arti bahasa kebangsaan dan sejauh mana

    sudah perjuangan hendak mendaulutkan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi

    negara ini. Tetapi yang ia dapat berfikir mengapa bahasa yang sekian lama

    terpakai itu mau diperjuangkan lagi untuk memakainya (Aliah. 2014: 56).

    Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda referensi anaforis.

    Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kehadiran kata ia di kalimat kedua yang

    mengacu kepada Ahmad di kalimat pertama.

    2) Referensi Kataforis

    Referensi kataforis ditandai oleh adanya konstituen yang mengacu kepada

    konstituen yang disebelah kanan (Baryadi, 2002:19). Dengan kata lain referensi

    kataforis mengacu pada konstituen sesudah kata yang menunjuk. Referensi

    kataforis ditandai oleh kata berikut, berikut ini, yakni, yaitu. Aliah (2014: 56)

    mengatakan letak “perujuk” dalam perujukan kataforik adalah di depan

    “penganjur”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perujukan kataforik adalah perujuk

    yang terdapat di depan penganjur atau sebelum penganjur. Contoh referensi

    kataoris dapat dicermati dalam kalimat berikut ini:

    Berdasarkan penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan

    sebagai berikut:

    a. Pupuk menjadi bagian penting dalam bidang pertanian.

    b. Pemeliharaan tanaman tergantung banyak faktor. (Mulyana, 2005:

    27)

    Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda referensi

    kataforis. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kehadiran kata berikut yang

    merujuk ke unsur di sebelah kanan atau menjelaskan unsur yang mengikutinya.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 17

    b. Substitusi

    Substitusi adalah proses dan hasil penggantian unsur bahasa oleh unsur lain

    dalam satuan yang lebih besar. Penggantian dilakukan untuk memperoleh unsur

    pembeda atau menjelaskan struktur tertentu (Kridalaksana, dalam Mulyana,

    2005:28). Proses substitusi merupakan hubungan gramatikal, dan lebih bersifat

    hubungan kata dan makna. Substitusi (penggantian) adalah proses dan hasil

    penggantian unsur bahasa oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar.

    Penggantian dilakukan untuk memperoleh unsur pembeda atau menjelaskan unsur

    tertentu (Mulyana, 2005:28). Substitusi adalah proses atau hasil penggantian

    unsur bahasa oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar untuk memperoleh

    unsur-unsur pembeda atau untuk menjelaskan unsur tertentu.

    Substitusi berwujud pronomina, yang terbagi menjadi dua, yaitu pronomina

    persona dan pronomina petunjuk. Pronomina persona adalah pronomina yang

    dipakai untuk mengacu pada orang. Misalnya: saya, aku, kami, ia, beliau.

    Pronomina penunjuk dalam bahasa Indonesia dibedakan menjadi tiga macam,

    yaitu (1) pronomina penunjuk umum, yaitu ini, itu (2) pronomina penunjuk

    tempat, yaitu sini, situ, sana (3) pronomina penunjuk ihwal adalah pronomina

    yang dipakai sebagai pemarkah pertanyaan. Substitusi atau penggantian adalah

    pertukaran bagi suatu segmen kata, frasa, atau klausa oleh kata ganti yang lainnya.

    Penggantian ini juga ada penggantian nomina, penggantian verba, dan

    penggantian klausa (Aliah, 2014:57). Jadi dapat disimpulkan bahwa substiusi atau

    penggantian adalah pertukaran frasa atau klausa dengan kata ganti lainnya.

    Contoh penggunaan substitusi dapat dicermatai dalam kalimat berikut ini:

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 18

    Setelah empat lima kali mendatangi suatu desa, barulah dr. Rien merasa

    diterima oleh rakyat setempat. Ia pun merasa berani sedikit-sedikit berbicara

    tentang kesehatan, kebersihan, dan keluarga berencana.

    Kalimat tersebut berkohesi dengan penanda substitusi. Hal tersebut dapat

    dilihat dari penggunaan kata ia di kalimat kedua yang menggantikan dr. Rien di

    kalimat pertama atau kalimat sebelumnya.

    c. Elipsis

    Penghilangan merupakan salah satu kohesi gramatikal yang berupa pelepasan

    unsur tertentu yang telah disebutkan. Elipsis adalah proses penghilangan kata atau

    satuan kebahasaan-kebahasaan lain (Mulyana, 2005:28). Elipsis juga merupakan

    unsur kosong (zero) yaitu suatu unsur yang sebenarnya ada tetapi sengaja

    dihilangkan atau disembunyikan. Tujuan pemakaian elipsis ini salah satunya yang

    terpenting ialah untuk mendapatkan kepraktikan bahasa, yaitu agar bahasa yang

    digunakan menjadi lebih singkat, padat, mudah dimengerti, dengan cepat.

    Sejalan dengan pengertian di atas, Lubis (2011:38) mengatakan elipsis yaitu

    penghilangan satu bagian dari unsur kalimat itu. Jadi dapat disimpulkan bahwa

    elipsis atau pengghilangan adalah pelepasan suatu unsur bahasa dan bertujuan

    agar kalimat lebih efektif dan mudah dipahami. Contoh penggunaan elipsis dapat

    dicermati dalam kalimat berikut ini:

    Kentang dikukus sampai matang, lalu … dikupas kemudian ... dihaluskan.

    Setelah ... halus, kentang dicampur susu, pala, lada, keju parut, garam. ...

    Dimasak di atas api kecil sampai agak kering (Baryadi, 2002).

    Kalimat tersebut, berkohesi dengan penanda elipsis. Hal tersebut dapat

    dibuktikan dengan konstituen ... pada kalimat pertama memiliki referensi yang

    sama dengan kata kentang yang telah disebut. Konstituen ... pada kalimat kedua

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 19

    memiliki referensi yang sama dengan hasil dari perbuatan yang dinyatakan oleh

    kalimat pertama. Konstituen ... pada kalimat ketiga memiliki referen yang sama

    dengan hasil perbuatan yang dinyatakan pada kalimat pertama dan kedua.

    d. Konjungsi

    Konjungsi adalah bentuk atau satuan kebahasaan yang berfungsi sebagai

    penyambung, perangkai, atau penghubung antara kata dengan kata, frasa dengan

    frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat dan seterusnya. Konjungsi

    adalah bentuk atau satuan kebahasaan yang berfungsi sebagai penyambung,

    perangkai, atau penghubung anatara kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa

    dengan klausa, kalimat dengan kalimat, dan seterusnya. konjungsi disebut juga

    sarana perangkaian unsur-unsur kewacanaan (Kridalaksana, dalam Mulyana

    2014:28).

    Konjungsi dapat meliputi hubungan sebab akibat (sebab, karena, makanya,

    maka), konjungsi pertentangan (namun, tetapi), konjungsi kelebihan (malah),

    konjungsi perkecualian (kecuali), konjungsi konsesif (walaupun, meskipun),

    konjungsi tujuan (agar, supaya), konjungsi penambahan (dan, juga, serta),

    konjungsi pilihan (atau, apa), konjungsi harapan (semoga), konjungsi waktu

    (setelah, selesai, sesudah), konjungsi urutan (apabila, jika), dan konjungsi cara

    (dengan). Jadi dapat disimpulkan bahwa konjungsi adalah penghubung antara

    kata dengan kata, klausa dengan klausa dan kalimat dengan kalimat. Alwi (1999)

    membagi konjungsi menjadi beberapa macam. Konjungsi-konjungsi tersebut akan

    dijelaskan sebagai berikut:

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 20

    a) Konjungsi Koordinatif

    Konjungsi koordinatif merupakan konjungsi yang menghubungkan dua unsur

    yang sejajar. Konjungsi yang dimaksud yaitu konjungsi dan, atau, tetapi.

    Warisman (2013) yang mengatakan konjungsi koordinatif di samping

    menghubungkan klausa juga dapat menghubungkan kata. Sebagai contoh, Adik

    tertawa dan kakaknya pun turut terbahak-bahak.

    Konjungsi koordinatif berfungsi sebagai penghubung dua buah kalimat

    sehingga terpadu dengan erat, sedangkan kedua kalimat berkedudukan setaraf.

    Jika dilihat dari segi arti konjungsinya, hubungan semantik antar klausa dalam

    kalimat majemuk setara ada tiga macam, yaitu hubungan penjumlahan (aditif),

    hubungan perlawanan (adservatif), dan hubungan pemilihan (alternatif).

    Hubungan penjumlahan/penambahan (aditif) adalah hubungan yang

    menyatakan penjumlahan atau gabungan kegiatan, keadaan, peristiwa, atau proses

    (Alwi, 1999:43). Konjungsi dan, kemudian, dan lalu merupakan konjungsi yang

    menunjukan hubungan penjumlahan yang menyatakan urutan waktu. Konjungsi

    aditif menghubungkan dua unsur bahasa yang mempunyai kedudukan yang sama.

    Oleh karena itu, konjungsi aditif termasuk konjungsi yang koordinatif. Contoh

    kalimat yang menggunakan penanda aditif sebagai berikut:

    Mengomentari tanggapan pemerintah itu, peneliti senior INDEF, Dr Bustanul

    Arifin, menilai dampak pernyataan tersebut mungkin tidak terasa dan hanya

    terkesan sebagai pembelaan terhadap kelompok Salim.

    Hubungan perlawanan (adversatif) adalah hubungan yang menyatakan bahwa

    apa yang menyatakan bahwa apa yang dinyatakan dalam klausa pertama

    berlawanan atau tidak sama dengan apa yang dinyatakan dalam klausa kedua

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 21

    (Alwi, 1999:47). Hubungan perlawana tersebut ditandai dengan adanya konjungsi

    tapi atau tetapi, melainkan, dan namun. Contoh kalimat yang menggunakan

    penanda adversatif sebagai berikut: Dia terus saja berjalan, namun adiknya

    hanya mengikuti saja.

    Hubungan alternatif atau pilihan adalah hubungan yang menyatakan pilihan di

    antara dua kemungkinan atau lebih yang dinyaakan oleh oleh klausa-klausa yang

    dihubungkan (Alwi, 1999:50). Hubungan pemilihan tersebut dilakukan di kedua

    kalimat yang berkedudukan setaraf. Konjungsi yang digunakan untuk

    menghubungkan dua pernyataan tersebut adalah atau. Berikut ini adalah contoh

    pemakaian penanda hubung alternatif: Kau yang pergi atau aku yang

    meninggalkan tempat ini.

    Dalam hubungan alternatif, dua klausa yang dihubungkan dengan konjungsi

    atau merupakan dua hal yang merupakan pilihan. Kedua klausa yang

    dihubungkan itu mengandung pernyataan yang berisi pilihan. Dalam hubungan

    alternatif itu pernyataan yang dihubungkan dapat pula mengandung pengertian

    bahwa kedua pernyataan itu merupakan dua hal yang sama sehingga dapat dipilih

    salah satunya.

    b) Konjungsi Subordinatif

    Konjungsi subordinatif adalah sebuah konjungsi yang menghubungkan dua

    klausa atau lebih yang memiliki status sintaksis yang tidak sama (Warsiman,

    2013:37). Konjungsi subordinatif dapat juga disebut sebagai kata penghubung

    yang tidak setara. Menurut Lubis (2011:41) konjungsi subordinatif terbagi

    menjadi 10 bagian. Kesepuluh konjungsi ini akan dijelaskan sebagai berikut.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 22

    1) Hubungan Waktu

    Suatu tuturan yang diikuti oleh konjungsi penanda hubungan waktu bertujuan

    untuk menyatakan waktu terjadinya peristiwa atau keadaan. Hubungan waktu

    ini dibedakan menjadi empat, yaitu (1) hubungan batas waktu permulaan, (2)

    hubungan waktu bersamaan, (3) hubungan waktu berurutan, (4) waktu batas

    akhir terjadinya peristiwa atau keadaan. (Alwi, 1999:52).

    a) Hubungan batas waktu permulaan

    Hubungan yang menunjukan batas waktu permulaan pada umumnya

    menggunakan konjungsi sejak, semenjak, dan sedari (Alwi, 1999:52).

    Konjungsi sejak dipakai untuk menunjukukan bahwa peristiwa dimulai

    ketika suatu pernyataan yang menyertai konjungsi itu terjadi. Contoh

    kalimatnya sebagai berikut:

    Menurutnya, akan beda nuansanya jika fungsi transparasi pemerintah

    dilakukan sejak kasus ini terungkap dan ditanggapi publik.

    Kalimat tersebut berkohesi dengan penanda konjungsi subordinatif

    hubungan waktu permulaan. Hal itu dibuktikan dengan kehadiran penanda

    hubung sejak sebagai hubungan waktu dan berfungsi menghubungkan

    kedua kalimat yang berkedudukan tidak setara.

    b) Hubungan batas waktu bersamaan

    Hubungan waktu bersamaan menunjukan bahwa peristiwa atau keadaan

    yang dinyatakan dalam klausa utama dan klausa subordinatif terjadi pada

    waktu yang bersamaan atau hampir bersamaan (Alwi, 1999:53). Konjungsi

    yang dipakai dalam hubungan ini adalah ketika, sewaktu, seraya, sambil,

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 23

    tatkala, selagi, selama dan saat. Contoh kalimat yang menggunakan

    konjungsi hubungan waktu bersamaan sebagai berikut:

    “Kami membahas nilai tukar rupiah yang tadi siang memanjat sampai

    Rp.3000 per dolar AS. Kami tengah memikirkan berbagai langkah

    pengetatan lebih lanjut likuiditas perekonomian melalui kebijakan fiksal

    dan moneter,” ungkap Menko Ekkuwasbang Saleh Afif, ketika dicegat

    wartawan usai pertemuan, kemarin di Jakarta.

    Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda konjungsi

    subordinatif waktu bersamaan. Hal tersebut dapat dilihat dari kehadiran kata

    ketika yang berfungsi sebagai penanda hubung untuk kalimat yang

    berkedudukan tidak setara.

    c) Hubungan batas waktu berurutan

    Hubungan waktu berurutan menunjukan bahwa yang dinyatakan dalam

    klausa utama lebih dahulu atau lebih kemudian daripada yang dinyatakan

    dalam klausa subordinatifnya (Alwi, 1999:55). Konjungsi yang biasanya

    dipakai adalah sebelum, sesudah, setelah, seusai, dan sehabis. Contoh

    kalimat yang menggunakan konjungsi hubungan waktu berurutan sebagai

    berikut:

    Potensi bakal terjadinya perpecahan dan pergulatan kekuatan dalam

    kabinet koalisi enam partai yang berkuasa itu sendiri sudah muncul sejak

    hari keempat setelah Chavalit disumpah sebagai PM, yakni ketika ia

    menunjuk Chatichai Choonhavan sebagai penasehat senior bidang

    ekonomi.

    Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda konjungsi

    subordinatif hubungan waktu berurutan. Hal tersebut dibuktikan dengan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 24

    penanda kata setelah yang berfungsi menghubungkan kalimat yang

    berkedudukan tidak setara.

    d) Waktu batas akhir terjadinya peristiwa

    Hubungan waktu batas akhir dipakai untuk menyatakan ujung suatu proses

    (Alwi, 1999:57). Konjungsi yang biasanya dipakai dalam hubungan ini

    adalah hingga. Contoh kalimat yang menggunakan konjungsi hubungan

    waktu batas akhir sebagai berikut:

    Sementara dolar Singapura jatuh hingga titik terendah selama 33 bulan ini,

    hingga mencapai angka 1,4785.

    Kalimat tersebut berkohesi dengan penanda konjungsi subordinatif

    hubungan waktu batas akhir. Hal tersebut dibuktikan dengan kehadiran

    penanda hubung hingga, yang berfungsi menghubungkan kedua kalimat

    yang berkedudukan tidak setara.

    2) Hubungan Syarat

    Hubungan syarat terjadi dalam kalimat yang klausa subordinatifnya

    menyatakan syarat terlaksananya apa yang disebut dalam klausa utama. Untuk

    menyatakan hubungan syarat dalam wacana, pada umumnya digunakan

    konjungsi jika, jikalau, asal (kan), (apa)bila, dan bilamana. Berikut ini adalah

    contoh pemakaian kalimat yang menggunakan konjungsi hubungan syarat:

    Mereka tetap harus membayar pungutan tersebut atau menerima sanksi jika

    membandel.

    Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda konjungsi

    subordinatif syarat. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kehadiran kata jika

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 25

    yang berfungsi sebagai penanda hubung kalimat yang memiliki kedudukan

    tidak setara.

    3) Hubungan Tujuan

    Menurut Alwi (1999:60), hubungan tujuan adalah kalimat yang klausa

    subordinatifnya menyatakan suatu tujuan atau harapan dari apa yang disebut

    dalam klausa utama. Konjungsi yang biasa dipakai untuk menyatakan

    hubungan itu antara lain: supaya, agar, dan untuk. Berikut ini adalah contoh

    kalimat yang menggunakan konjungsi subordinatif hubungan tujuan:

    Belajarlah sungguh-sungguh, agar kau berhasil.

    Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda konjungsi

    subordinatif hubungan tujuan. Hal tersebut dapat dikbuktikan dengan

    kehadiran kata agar, yang berfungsi sebagai penanda hubung kedua kalimat

    yang berkedudukan tidak setara.

    4) Hubungan Konsesif

    Konsesif merupakan klausa yang menyatakan keadaan atau kondisi yang

    berlawanan dengan sesuatu yang dinyatakan dalam klausa utama. Menurut

    Alwi (1999:63), hubungan konsesif terdapat dalam sebuah kalimat yang klausa

    subordinatifnya memuat pernyataan yang tidak akan mengubah apa yang

    dinyatakan dalam klausa utama. Konjungsi yang biasanya dipakai pada

    hubungan ini adalah walau(pun), meski(pun), sekalipun, biar(pun),

    kendati(pun), dan sungguh(pun). Berikut ini adalah contoh kalimat yang

    menggunakan konjungsi subordinatif hubungan konsesif.

    Walaupun prosesi itu gagal, ternyata 55 orang yang mengaku pendukung

    Megawati ditangkap petugas. Alasannya, mereka berpawai tanpa izin.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 26

    Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda konjungsi

    subordinatif hubungan konsesif. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan

    kehadiran kata walaupun.

    5) Hubungan Pengandaian

    Dalam konjungsi subordinatif yang menyatakan hubungan pengandaian

    terdapat empat macam bentuk kata. Keempat macam bentuk kata itu adalah

    andaikan, andaikata, seandainya, dan seumpama (Alwi, 1995:55). Contoh

    kalimat yang menggunakan konjungsi subordinatif pengandaian sebagai

    berikut:

    Pertemuan ini benar-benar meriah andaikan Rudi tidak membatalkan

    kedatangannya.

    Kalimat tersebut berkohesi dengan penanda konjungsi subordinatif hubungan

    pengandaian. Hal ini dapat dibuktikan dengan kehadiran kata andaikan, yang

    berfungsi menghubungkan kedua kalimat yang berkedudukan tidak setara.

    6) Hubungan Pembandingan

    Hubungan pembandingan adalah hubungan yan memperlihatkan kemiripan

    antara pernyataan yang diutarakan dalam klausa utama dan klausa subordinatif,

    serta anggapan bahwa isi klausa utama lebih baik atau lebih buruk daripada isi

    klausa subordinatif (Alwi, 1999:65). Hubungan antar klausa yang menunjukan

    makna pembandingan ini biasanya menggunakan kata hubung seperti, laksana,

    bak, dan sebagaimana. Contoh kalimat yang menggunakan konjungsi

    hubungan pembandingan sebagai berikut:

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 27

    Kita tidak lagi harus menunggu dan berjuang selama bertahun-tahun seperti

    yang pernah terjadi pada waktu sebelumnya.

    Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda konjungsi

    subordinatif pembandingan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kehadiran

    kata seperti, dan berfungsi menghubungkan kedua kalimat yang berkedudukan

    tidak setara.

    7) Hubungan Penyebapan

    Dalam hubungan penyebabpan, klausa subordinatifnya menyatakan sebab atau

    alasan terjadinya sesuatu yang dinyatakan dalam klausa utama (Alwi,

    1999:67). Konjungsi yang biasanya dipakai untuk menandai hubungan

    penyebabpan ini antara lain, karena dan sebab. Contoh kalimat yang

    menggunakan konjungsi subordinatif penyebapan sebagai berikut:

    Dia tidak datang, karena sakit.

    Kalimat tersebut berkohesi, dengan penanda konjungsi subordinatif hubungan

    cara. Hal ini dapat dibuktikan dengan kehadiran kata karena, yang befungsi

    sebagai penanda hubung kedua kalimat yang tidak berkedudukan setara.

    8) Hubungan Pengakibatan

    Dalam hubungan pengakibatan ini, klausa yang disebutkan setelah konjungsi

    menyatakan akibat dari apa yang dinyatakan dalam klausa utama (Alwi,

    1999:69). Hubungan pengakibatan merupakan kebalikan dari hubungan

    penyebapan. Pada hubungan penyebapan, unsur yang mengikuti konjungsi

    penyebapan adalah ‘sebab’. Pada hubungan pengakibatan unsur yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 28

    mengikuti yaitu konjungsi pengakibatan, sehingga dan maka. Contoh

    pemakaian konjungsi subordinatif hubungan pengakibatan sebagai berikut:

    Mereka bekerja sedemikian kerasnya, sehingga mereka tergeletak di

    pekarangan itu.

    Kalimat tersebut berkohesi dengan penanda konjungsi subordinatif hubungan

    pengakibatan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kehadiran kata sehingga

    yang berfungsi sebagai penghubung kedua kalimat yang berkedudukan tidak

    setara.

    9) Hubungan Penjelasan/Pelengkapan

    Dalam hubungan penjelasan atau pelengkapan, klausa kedua menerangkan atau

    memberi penjelasan terhadap klausa pertama atau klausa sebelumnya (Alwi,

    1999:73). Hubungan tersebut, biasanya ditandai dengan kehadiran konjungsi

    bahwa. Contoh pemakaian konjungsi subordinati hubungan penjelasan atau

    pelengkapan sebagai berikut:

    Para dokter asing itu rupanya tahu bahwa untuk spesialisasi tertentu kita

    masih belum banyak punya ahlinya.

    Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda konjungsi

    hubungan penjelasan/ pelengkapan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan

    kehadiran kata bahwa, yang berfungsi sebagao penghubung kedua kalimat

    yang berkedudukan tidak setara.

    10) Hubungan Cara

    Hubungan cara terjadi dalam kalimat yang klausa subordinatifnya menyatakan

    cara pelaksanaan dari apa yang dinyatakan oleh klausa utama (Alwi, 1999:71).

    Dalam hubungan cara ini konjungsi yang digunakan adalah dengan. Contoh

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 29

    kalimat yang menggunakan konjungsi subordinatif hubungan cara sebagai

    berikut:

    Mereka tiba-tiba sepakat mengahbisi nyawa Sanusi dengan menghantamkan

    besi dan batu ke kepala korban hingga tewas.

    Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda konjungsi

    subordinatif hubungan cara. Hal ini dapat dibuktikan dengan kehadiran kata

    dengan, yang berfungsi menghubungkan kedua kalimat yang berkedudukan

    tidak setara.

    c) Konjungsi Korelatif

    Konjungsi korelatif berfungsi menghubungkan dua kata, frasa, atau klausa

    yang memiliki status sintaksis yang sama (Warsiman, 2013:35). Konjungsi

    korelatif ini sering dikenal dengan pasangan kata, dan para pemakai bahasa sering

    mengacaukan penggunaan kedua pasangan itu. Konjungsi korelatif adalah

    konjungsi terbelah, yaitu sebagian terletak di awal kalimat dan sebagian lagi

    terletak di tengah seperti: (1) baik. . . maupun (2) tidak hanya. . . tetapi (3)

    demikian (rupa). . . sehingga. Contoh pemakaian konjungsi korelatif sebagai

    berikut:

    Baik dia ataupun saya sama-sama tidak mengerti.

    Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda konjungsi

    korelatif. Hal ini dapat dibuktikan dengan kehadiran kata baik dan ataupun yang

    membuktikan, bahwa kalimat tersebut merupakan kalimat yang terbelah karena

    sebagian terletak di awal dan sebagian di tengah.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 30

    d) Konjungsi Antarkalimat

    Konjungsi antarkalimat berfungsi menghubungkan satu kalimat dengan kalimat

    yang lain. Oleh karena itu, konjungsi ini selalu dimulai dengan suatu kalimat yang

    baru dan tentu saja huruf pertamanya ditulis dengan huruf kapital, lalu diikuti oleh

    tanda koma sebagai pembatas antarunsur penghubung dan unsur kalimat

    berikutnya (Warsiman, 2013:38). Konjungsi inilah yang sering digunakan oleh

    pemakai bahasa sebagai sarana penghubung antarkalimat yang satu dengan

    kalimat yang lain dalam sebuah paragraf.

    Konjungsi antarkalimat sebenarnya dapat dilihat pada contoh konjungsi

    koordinatif yaitu jika kedua kalimat tersebut dipisahkan dan tidak dijadikan

    keduanya menjadi sebuah kalimat. Berikut ini contoh konjungsi antarkalimat:

    biarpun demikian/begitu, sekalipun demikian/begitu, walaupun demikian/begitu,

    meskipun demikian/begitu. Sungguhan demikan/begitu, kemudian, sesudah itu,

    setelah itu, selanjutnya, sebaliknya, sesungguhnya, bahwasanya, malah (an),

    bahkan, (akan) tetapi, namun, kecuali itu, dengan demikan, oleh karena itu, oleh

    sebab itu, sebelum itu. Contoh kalimat yang menggunakan penanda hubung

    konjungsi antarkalimat sebagai berikut:

    Sebelum dimasak, telur harus dicuci dulu dengan air bersih. Kemudian, telur

    baru bisa dimasak.

    Kalimat tersebut berkohesi dengan penanda konjungsi antarkalimat. Hal

    tersebut dapat dibuktikan dengan kehadiran kata kemudian dan berfungsi sebagai

    kata hubung yang menghubungkan antara kalimat pertama dan kalimat kedua.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 31

    2. Kohesi Leksikal

    Kohesi leksikal ialah hubungan yang disebabkan oleh adanya kata-kata yang

    secara leksikal memiliki pertalian. Menurut Mulayana (2005:29) kohesi leksikal

    atau perpaduan leksikal adalah hubungan leksikal antara bagian-bagian wacana

    untuk medapatkan keserasian struktur secara kohesif. Kohesi ini berupa kata atau

    frasa bebas yang mampu mempertahankan hubungan kohesif dengan kalimat yang

    mendahului atau yang mengikuti (Rani, 2006: 129).

    Kohesi leksikal atau perpaduan leksikal adalah hubungan leksikal antara

    bagian-bagian wacana untuk mendapatkan keserasian struktur secara kohesif.

    Unsur kohesi leksikal terdiri dari sinonim (persamaan), antonym (lawan kata),

    hiponim (hubungan bagian atau isi), repetisi (pengulangan), kolokasi (sanding

    kata), dan ekivalensi. Tujuan digunakan aspek- aspek leksikal itu diantaranya

    adalah untuk mendapatkan efek intensitas makna bahasaa, kejelasan informasi,

    dan keindahan bahasa lainnya (Mulyana, 2005: 29). Berikut ini penjelasan unsur-

    unsur kohesi leksikal.

    a. Hiponim

    Hiponimi merupakan peranti kohesi leksikal yang makna kata-katanya

    merupakan bagian dari makna kata lain. Kata yang mencakup beberapa kata yang

    berhiponim disebut hipernim (Tarigan, dalam Aliah, 2014:60). Baryadi (2002:26)

    mengungkapkan bahwa hiponim adalah kohesi leksikal berupa relasi makna

    leksikal yang bersifat hierarkis antara konstituen yang satu dengan konstituen

    yang lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hiponim merupakan

    hubungan kata, anggota, atau keluarga kata tertentu, bagian dari kata umum yang

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 32

    lebih spesifik. Jadi dapat disimpulkan hiponim adalah keluarga kata atau

    hubungan kata yang lebih spesifik. Contoh penggunaan hiponim dapat dicermati

    dalam kalimat berikut ini:

    Semua yang ada di desa seperti kambing, biri-biri, kerbau, lembu dan ayam,

    harus dibuatkan kandangnya secara teratur. Ketua kampung mengarahkan

    penduduk desa membuat kandang ternakan masing-masing”. (Aliah, 2014: 63).

    Kalimat tersebut berkohesi dengan penanda hiponim. Dibuktikan dengan

    munculnya kata kambing, biri-biri, kerbau, lembu, ayam yang merupakan

    hiponim dari hipernim ternakan.

    b. Repetisi

    Pengulangan atau repitisi adalah kohesi leksikal berupa pengulangan

    konstituen yang telah disebutkan (Baryadi, 2002:25). Rani (2006:130)

    menyatakan bahwa repitesi digunakan untuk mempertahankan hubungan

    antarkalimat dengan cara mengulang kata atau bagian tertentu dalam sebuah

    wacana. Pengulangan ini dapat dilakukan dengan (a) pengulangan penuh, yaitu

    mengulang salah satu fungsi dalam kalimat secara utuh atau penuh, (b)

    pengulangan dengan bentuk lain, yaitu mengulang salah satu fungsi kalimat

    dengan bentuk yang lain tetapi berasal dari bentuk dasar yang sama, (c)

    pengulangan dengan peggantian yaitu pengulangan dengan substitusi. Jadi dapat

    disimpulkan bahwa repepisi adalah pengulangan kembali suatu unsur yang telah

    disebutkan sebelumnya. Contoh penggunaan repetisi dapat dicermati dalam

    kalimat berikut ini:

    Kami beritahukan kepada saudara bahwa akhir-akhir ini para tamu perpustakaan

    Balai Penelitian Bahasa di Yogyakarta banyak yang memesan fotokopi buku-

    buku kebahasaan dan kesusastraan yang ada (1). Untuk melayani mereka, kami

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 33

    harus memfotokopikan buku-buku di luar lingkungan Balai Penelitian Bahasa

    (2). Mereka belum dapat kami layani dengan sebaik-baiknya (3)” (Aliah, 2014:

    60).

    Kalimat tersebut berkohesi dengan penanda repetisi. Hal tersebut dapat

    dibuktikan dengan kehadiran kata buku-buku yang ada di kalimat pertama diulang

    kembali di kalimat sesudahnya.

    c. Kolokasi

    Kohesi kolokasi adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna yang

    berdekatan antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain (Baryadi,

    2002:28). Rani (2006:133) menambahkan bahwa kolokasi adalah suatu hal yang

    selalu berdekatan atau berdampingan dengan yang lain, biasanya diasosiasikan

    sebagai satu kesatuan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kolokasi merupakan

    hubungan kata, untuk memahami sebuah kata atau banyak kata sebagai kolokasi

    harus memahami konteksnya. Contoh penggunaan kolokasi dapat dicermati dalam

    kalimat berikut ini:

    Aku membeli sepucuk bunga mawar untuk kekasihku.

    Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda kolokasi. Hal

    tersebut dapat dibuktikan dengan kehadiran kata sepucuk yang hanya dapat

    digunakan untuk kata-kata tertentu.

    d. Sinonimi

    Sinonimi adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang mirip

    antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain (Baryadi, 2002: 27).

    Sinonimi dapat disebut sebagai persamaan kata, maksudnya memiliki makna yang

    sama atau mirip dan dapat saling menggantikan tanpa mengubah makna

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 34

    sebelumnya. Penggunaan sinonimi harus sesuai konteks, meskipun bersinonim,

    namun tetap ada perbedaan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sinonimi adalah

    persamaan kata yang memilki maksud yang sama. Berikut ini contoh penggunaan

    sinonimi. Contoh penggunaan sinonimi dapat dicermati dalam kalimat berikut

    ini:

    Jumlah orang Jawa perantauan ini selalu cenderung naik. Sensus yang

    dilakukan di Inggris di tahun-tahun mereka berkuasa menunjukan peningkatan

    itu (Baryadi, 2002: 27)

    Kalimat tersebut berkohesi dengan penanda sinonimi. Hal tersebut dapat

    dibuktikan dengan kehadiran kata naik dan peningkatan. Kedua kata tersebut

    dapat dikatakan bersinonim karena memiliki makna yang sama.

    e. Antonimi

    Antonimi adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang

    bersiat kontras atau berlawanan antara konstituen yang satu dengan konstituen

    yang lain (Baryadi, 2002:28). Hal tersebut juga ditegaskan oleh Lubis (2011:46)

    bahwa antonimi adalah cara mengemukakan kalimat-kalimat dengan cara

    mempertentangkan kata-kata. Jadi, antonimi adalah perlawanan kata. Maksudnya

    kata tersebut memiliki makna yang bertentangan. Berikut ini contoh penggunaan

    antonimi. Contoh penggunaan antonimi dapat dicermati dalam kalimat berikut ini:

    Laki-laki lebih rasional, lebih aktif, lebih agresif. Wanita sebaliknya lebih

    emosional, lebih pasif, lebih submisif (Baryadi, 2002:28).

    Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda antonimi. Hal

    tersebut dapat dibuktikan dari pasagan kata yang saling berlawanan makna yaitu:

    rasioal x emosional, aktif x pasif, dan agresif x submisif.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 35

    f. Ekuivalensi

    Ekuivalensi ialah jenis kohesi leksikal yang berupa sejumlah kata sebagai

    hasil proses afiksasi dengan morfem asal yang sama (Nesi, 2012:42). Ekuivalensi

    dapat dikatakan sebagai kata yang memiliki kedekatan hubungan karena berasal

    dari kata dasar yang sama. Penggunaan ekuivalensi dalam tulisan akan membuat

    semakin kohesif dan hubungannya tampak jelas. Jadi, dapat disimpulkan bahwa

    ekuivalensi adalah kata yang berasal dari kata dasar yang sama. Contoh

    penggunaan ekuivalensi dapat dicermati dalam kalimat berikut ini:

    Mereka adalah seorang pelajar. Merka belajar mati-matian agar lulus

    dengan nilai yang memuaskan.

    Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda ekuivalensi. Hal

    tersebut dapat dibuktikan dengan kehadiran kata pelajar dan belajar yang berasal

    dari kata dasar yang sama.

    2.2.3 Koherensi

    Brown dan Yule (dalam Mulyana, 2005:30) mengatakan, koherensi adalah

    kepaduan dan keterpahaman antarsatuan dalam suatu teks atau tuturan. Sejalan

    dengan itu, Wahjudi (dalam Mulyana, 2005:30) berpendapat bahwa hubungan

    koherensi ialah keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya,

    sehingga kalimat memiliki kesatuan makna yang utuh. Wacana yang koheren

    memiliki ciri-ciri: susunannya teratur dan amanatnya terjalin rapi, sehingga

    mudah diinterpretasikan (Samiati, dalam Mulyana, 2005:30). Eriyanto (2001:242)

    mengatakan koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata atau kalimat dalam

    teks. Dua buah kalimat dapat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 36

    dihubungkan sehingga tampak koheren. Fakta yang tidak behubungan sekalipun

    dapat menjadi berhubungan ketika seseorang menghubungkannya.

    Sebuah paragraph yang koheren menitikberatkan pada kalimat-kalimat

    dalam paragraaf yang saling berhubungan membentuk untaian yang serasi.

    Pembaca akan lebih mudah mengikuti hubungan antarkalimat sebagai satu

    kesatuan unit dan bukan kumpulan kalimat dari informasi yang terpisah. Dalam

    struktur wacana, aspek koherensi sangat diperlukan keberadaanya untuk manata

    pertalian batin antara proposisi yang satu dengan yang lainnya untuk mendapatkan

    keutuhan. Keutuhan yang koheren tersebut dijabarkan oleh adanya hubungan-

    hubungan makna yang terjadi antar unsur (bagian) secara semantis. Hubungan

    tersebut kadang terjadi melalui alat bantu kohesi, namun kadang-kadang dapat

    terjadi tanpa bantuan alat kohesi. Secara keseluruhan hubungan makna yang

    bersifat koheren menjadi bagian dari organisasi semantis (Mulyana, 2005:30).

    Jadi, kebermaknaan unsur koherensi sesungguhnya bergantung kepada

    kelengkapan yang serasi antara teks (wacana) dengan pemahaman penutur atau

    pembaca.

    Adapun kriteria tingkat kekohesian meliputi, (1) hubungan antarkalimat

    yang baik (2) kalimatnya efektif (3) urutan kalimat runtut dan menggunakan

    penanda hubungan koherensi yang tepat dan (4) pemilihan pengungkapan

    kosakata tepat. Wacana yang koheren memiliki ciri-ciri, susunannya teratur dan

    amanatnya terjalin rapi, sehingga mudah diinterpretasikan (Samiyati, dalam

    Mulyana 2005:30).

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 37

    Untuk membentuk keutuhan wacana, idealnya bagian-bagian wacana itu

    bersifat kohesif dan koheren. Namun, bila mencari faktor mana yang lebih

    mendasar dalam menciptakan keutuhan wacana, kekoherensilah yang lebih

    mendasar daripada kohesi. Bagian-bagian wacana yang koheren, meskipun tidak

    kohesif, dapat membangun wacana yang utuh. Sebaliknya, bagian-bagian yang

    tidak koheren, meskipun kohesif, tidak dapat membentuk keutuhan wacana.

    Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

    koherensi merupakan pertalian makna sehingga memiliki kesatuan gagasan.

    Struktur wacana yang teratur mempermudah pembaca atau pendengar untuk

    memahami isi bacaan

    1. Koherensi Berpenanda

    Koherensi berpenanda ialah keterkaitan semantis antara bagian-bagian

    wacana yang pengungkapannya ditandai dengan konjungsi. Koherensi berpenanda

    terdiri atas: (a) koherensi temporal/ kronologis, (b) koherensi intensitas, (c)

    koherensi kausalitas, (d) koherensi kontras, (e) koherensi aditif, dan (f) koherensi

    perurutan (Sumadi, dalam Nesi 2012).

    a. Koherensi Temporal/Kronologis

    Menurut Sumadi (dalam Nesi, 2012:83) koherensi temporal, yaitu koherensi

    yang menyatakan hubungan makna waktu antara kalimat yang satu dengan

    kalimat yang lain. Misalnya kata setaun lalu, seminggu sekali, dua minggu,

    sekarang, dan sebulan. Contoh penggunaan koherensi temporal/kronologis dapat

    dicermati dalam kalimat berikut ini:

    “Setahun lalu saya karyawati umur 45, pernah menjalani operasi kanker

    payudara. Tadinya seminggu sekali, lalu dua minggu, dan sekarang sebulan

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 38

    sekali. Selalin mahal, juga melelahkan. Tetapi sampai sekarang, tidak ada

    kepastian apakah payudara saya sudah sehat atau ini akan berlangsung abadi

    (Minggu pagi dalam Puspitasari)”.

    Pada contoh di atas terlihat bahwa terdapat empat kalimat. Diantara kalimat-

    kalimat tersebut terdapat hubungan makna waktu yang dinyatakan dengan setahun

    lalu, seminggu sekali, dua minggu, sebulan sekali, sekarang.

    b. Koherensi Intensitas

    Koherensi intensitas, yaitu koherensi yang menyatakan hubungan

    kesungguhan atau penyangatan yang terdapat dalam sejumlah penanda alam

    fungsinya sebagai penghubung antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain

    (Sumadi, dalam Nesi, 2012:84). Contoh penggunaan koherensi intensitas dapat

    dicermati dalam kalimat berikut ini:

    ”Eksistensi pers berada di antara perangkat hukum yang melindungi

    kebebasan pers dan yang mengancamnya. Ironisnya, antara perangkat hukum

    yang melindungi dengan yang mengancamnya justeru lebih banyak yang

    mengancam kebebasan pers. Padahal, jika pemerintah berkomitmen

    menegakkan pemerintahan yang bersih, seyogyanya melindungi dan

    mengfungsikan pers”.

    Contoh di atas terdiri atas tiga kalimat. Di antara kalimat-kalimatnya terdapat

    penyanggatan yang ditunjukan dengan konjungsi padahal). Jadi kalimat tersebut

    dapat dikatakan berkoherensi intensitas.

    c. Koherensi Kausalitas

    Koherensi kausalitas, yaitu koherensi yang menytakan hubungan sebab-akibat

    antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain (Sumadi, dalam Nesi,

    2012:84). Misalnya kata oleh karena itu atau oleh sebab itu. Contoh penggunaan

    koherensi kausalitas sebagai berikut:

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 39

    “Kira-kira mulai tahun 1980-an kajian bahasa Indonesia cenderung

    mengarah ke bidang analisis wacana. Namun, perkembangan tersebut

    mengahdapi kendala, yaitu masih langkanya literatur berbasa Indonesia

    mengenai wacana, baik mengenai teori maupun model analisisnya. Oleh

    sebab itu, penyusunan buku ini dimaksudkan untuk mengisi kerumpangan

    tersebut (Baryadi, 2002: 29-30)”.

    Pada contoh di atas, kalimat terakhir berkoherensi kausalitas. Hal tersebut

    ditandai dengan konjungsi oleh sebab itu pada kalimat ketiga.

    d. Koherensi Kontras

    Sumadi, (dalam Nesi, 2012:85) menyatakan koherensi kontras yaitu

    koherensi yang menyatakan hubungan pertentangan atau perlawanan antara

    kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Misalnya kata namun untuk

    menyatakan hubungan perlawanan. Contoh penggunaan koherensi kontras dapat

    dicermati dalam kalimat berikut ini:

    “Sepintas tampaknya ini menguntungkan karena dapat mengimbangi

    terjadinya pemanasan global. Tetapi, juga menimbulkan kekuatiran baru,

    yaitu bahwa kita telah memperkirakan terlalu rendah (underestimate) efek

    GRK pada peningkatan suhu permukaan bumi (Kompas, melalui Ernawati,

    2007: 57)”.

    Pada contoh di atas terdapat dua kalimat. Kalimat kedua berkoherensi

    pertentangan dengan kalimat pertama. Hal tersebut ditandai konjungsi tetapi yang

    terdapat dalam kalimat kedua.

    e. Koherensi Aditif

    Koherensi aditif, yaitu koherensi yang menyatakn makna penambahan antara

    kalimat yang satu dengan kalimat yang lain, yang ditandai konjungsi tertentu,

    misalnya di samping itu, lagi pula, dan berikutnya (Nesi, 2012:85). Contoh

    penggunaan koherensi aditif sebagai berikut:

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 40

    “Agar badan tetap sehat, ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Pertama-tama

    kita harus makan makanan bergizi. Berikutnya kita harus berolah raga

    secara teratur. Di samping itu, kita harus memiliki cukup waktu untuk

    beristirahat”.

    Pada contoh di atas terlihat bahwa kalimat pertama berkoherensi aditif dengan

    kalimat kedua dan kalimat ketiga yang ditandai dengan konjungsi berikutnya dan

    di samping itu mengajak pembaca untuk melakukan ketiga hal yang disampaikan.

    f. Koherensi Perurutan

    Koherensi perurutan, yaitu koherensi yang menyatakan hubungan perbuatan

    yang harus dilakukan secara berurutan (Baryadi, 2002:46). Misalnya kata pertama

    kali, dan dua hari kemudian. Contoh penggunaan koherensi perurutan dapat

    dicermati dalam kalimat berikut ini:

    “Saat pertama kali diketahui, bunga yang mekar itu berwarna merah darah

    seperti pisang. Dua hari kemudian, makhkotanya mrmbuka, sementara bau

    busuknya, berangsur-angsur hilang”

    Pada contoh di atas terdiri dari dua buah kalimat. Kalimat pertama dan

    kalimat kedua terdapat koherensi perurutan yang ditandai dengan pertama kali,

    dan dua hari kemudian.

    2. Koherensi Tak Berpenanda

    Koherensi tidak berpenanda ialah pertalian semantik antara bagian-bagian

    wacana yang secara tekstual tidak ditandai konjungsi namun dapat dipahami dari

    hubungan antarunsur-unusurnya (Baryadi, 2002: 34). Koherensi tidak berpenanda

    terdiri atas (a) koherensi perincian dan (b) koherensi wacana dialog. Berikut ini

    akan diuraikan tentang koherensi tidak berpenanda.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 41

    a. Koherensi Perincian

    Baryadi (2002: 32) mengatakan bahwa koherensi perincian adalah koherensi

    yang mengatakan hubungan makna rincian penjelasan sesuatu hal secara

    sistematis. Contoh penggunaan koherensi perincian dapat dicermati dalam kalimat

    berikut ini:

    “Burung walet hitam berukuran lebih besar (14 cm) dengan sayap panjang

    dan ekor tercelah dalam (menggarpu). Warna tungginya bervariasi antara

    abu-abu sampai hitam gelap seperti punggungnya. Kakinya tidak berbulu

    atau hanya sedikit berbulu (Makckinnon, 1990 melalui Baryadi, 2002: 32)”.

    Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi perincian. Hal tersebut dapat

    dilihat dari penjelasan tentang burung walet yang dijelaskan secara rinci.

    b. Koherensi Wacana Dialog

    Koherensi wacana dialog adalah koherensi yang didominasi oleh adanya

    stimulus-respon. Koherensi wacana dialog untuk diwujudkan dalam bentuk

    penanda sehingga harus dipahami dari hubungan antarkalimatnya. Contoh

    penggunaan koherensi wacana dialog dapat dicermati dalam kalimat beikut ini:

    A: Berapa harga buah durian ini, Bu?

    B: Cuma dua puluh lima rbu rupiah

    A: Boleh kurang, Bu?

    B: Kurang sedikit lah!

    A: Lima belas ribu ya, Bu?

    B: Belum bisa, naik sedikit, lah! (Baryadi, 2002: 35).

    Pada contoh di atas wacana yang kalimat-kalimatnya berfungsi untuk

    menyampaikan negosiasi atau tawar menawar. Oleh karena itu, kalimat-kalimat

    tersebut dapat dikatakan berkoherensi wacana dialog.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 42

    2.2.4 Perbedaan Kohesi Dan Koherensi

    Sebagaimana disebutkan di bagian depan, kohesi dan koherensi

    sebenarnya hampir sama. Bahkan, beberapa penanda aspek kohesi juga

    merupakan penanda koherensi. Demikian pula sebaliknya. Jadi, terdapat hal-hal

    yang tumpeng tindih di antara kedua aspek wacana tersebut. Meski demikian,

    bukan berarti keduanya tidak dapat dibedakan.

    Tabel 2.1 Perbedaan Kohesi dan Koherensi

    Perbedaan kohesi dan koherensi

    Kohesi Koherensi

    Kepaduan Kerapian

    Keutuhan Kesinambungan

    Aspek bentuk (form) Aspek makna (meaning)

    Aspek lahirlah Aspek batiniah

    Aspek formal Aspek ujaran

    Organisasi sintaktik Organisasi semantic

    Unsur internal Unsur eksternal

    Jadi perbedaan di antara kedua aspek tersebut ialah pada sisi titik dukung

    terhadap struktur wacana. Artinya, dari arah mana aspek itu mendukung keutuhan

    wacana. Bila dari dalam (internal), maka disebut sebagai aspek kohesi.

    Sebaliknya, bila aspek itu berasal dari luar, maka disebut sebagai koherensi.

    PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

  • 43

    2.2.5 Tingkat Kekohesian dan Kekoherensian

    Tingkat kekohesian itu kadar hubungan yang menggunakan penanda

    eksplisit struktur-struktur kalimat yang mencerminkan hubungan struktur bentuk.

    Untuk memperoleh wacana yang baik dan utuh, maka kalimat-kalimatnya harus

    kohesif. Hanya dalam hubungan kohesif itulah suatu unsur dalam wacana dapat di

    interpretasikan. Adapun tingkat kekoherensian adalah hubungan kalimat yang

    menggambarkan satuan makna, baik menggunakan penanda kekoherensian

    ataupun tidak menggunakan penanda kekoherensian, tetapi terdapat kepaduan

    makna. Contoh penerapan kalimat yang berkohesi juga berkoherensi sebagai

    berikut, (1) kelinci makan wortel dengan lahapnya. Kalimat tersebut berkohesi

    juga berkoherensi. Kalimat tersebut dapat dikatakan kohesi karena memiliki

    kesatuan bentuk dan dibuktikan dengan penanda konjungsi subordinatif yaitu kata

    dengan. Selain berkohesi, kalimat tersebut juga berkoherensi karena membentuk

    satuan makna. (2) wortel itu makan kelinci dengan lahapnya. Kalimat tersebut

    dapat dikatakan berkohesi, tetapi tidak koherensi. Kekohesian kalimat tersebut

    dibuktikan dengan konjungsi dengan. Walaupun demikan, kalimat tersebut tidak

    dapat dikatakan berkoherensi, karena makna dari kalimat tersebut tidak muncul.

    (3) Aduh. Kata tersebut tidak berkohesi, tetapi berkoheren. Kata aduh memiliki

    makna sebagai kata seru untuk menyatakan rasa heram, sakit, dan sebagainya.

    Kalimat yang berkoheren tidak harus kohesi. Namun, kalimat yang kohesif

    haruslah koheren, agar kalimat tersebut mengandung makna yang jelas dan mudah