PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · 2018. 8. 31. · Jenis Penanda Kekohesian dan...
Transcript of PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI · 2018. 8. 31. · Jenis Penanda Kekohesian dan...
-
Scanned by CamScanner
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
Scanned by CamScanner
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
Scanned by CamScanner
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
Scanned by CamScanner
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
iv
MOTTO
Tuhan itu tidak pernah memberatkan umatnya melampaui batas kemampuannya.
(Albert Einstein)
Berperanglah dengan kebiasaan burukmu, berdamailah dengan orang di
sekitarmu, dan biarkan setiap tahun yang baru menjadikanmu manusia yang lebih
baik.
(Benjamin Franklin)
Kebahagiaan datang saat Anda percaya apa yang Anda lakukan, mengetahui apa
yang Anda lakukan dan mencintai apa yang Anda lakukan.
(Brian Tracy)
Di dalam kesulitan yang amat sangat menyempitkan hati kita, ingatlah bahwa
masih ada yang lebih menderita daripada kita
(Merry Riana)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
Scanned by CamScanner
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
vi
HALAMAN PERSEMBAHAN
Karya ini saya persembahkan kepada:
Allah SWT, sebagai rasa syukur atas karunia-Nya sehingga skripsi ini telah
terselesaikan dengan baik
Kedua orang tua saya, Sugianto dan Sri Ambarwati
Kakak sepupu tercinta, Herdiani Ciptomurti yang selalu mendoakan saya,
memberikan motivasi dan dukungan, serta kasih sayangnya sehinga saya merasa
yakin atas segala sesuatu yang saya jalani.
Keluarga saya di Yogyakarta sekaligus teman teristimewa saya, Destiawan
Gentur yang selalu mendukung saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Teman terdekat saya di PBSI 2014, Ribkha Yuni Kristinawati, Sirilia Mariani
Marganingsih Putri, Yenny Silvia Ningrum, Egi Mauliani Harahap, dan Eliana
Dewi.
Teman-teman terbaik di PBSI 2014 kelas A.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
Scanned by CamScanner
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
viii
ABSTRAK
Kusumawati, Dania. 2018. Jenis Penanda Kekohesian dan Kekoherensian
Karangan Deskripsi Siswa Kelas X SMK Negeri 6 Yogyakarta Tahun
Ajaran 2017/2018. Skripsi. Yogyakarta: Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma.
Penelitian ini menganalisis kohesi dan koherensi dalam karangan deskripsi
siswa kelas X SMK Negeri 6 Yogyakarta tahun ajaran 2017/2018. Tujuan
penelitian ini adalah mendeskripsikan penanda kekohesian dan kekoherensian
karangan deskripsi siswa. Penelitan ini menggunakan teori anlisis wacana, terutama
aspek kekohesian dan kekoherensian wacana.
Sumber data penelitian ini adalah hasil karangan yang disusun oleh siswa.
Data penelitian berupa kalimat-kalimat yang yang diduga mengandung penanda
kekohesian dan kekoherensian. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara
penugasan yaitu pemberian tugas kepada siswa untuk menyusun karangan
deskripsi.
Berdasarkan hasil analisis data ditemukan beberapa hal sebagai berikut.
Pertama, penanda kekohesian gramatikal dengan menggunakan penanda referensi,
substitusi, ellipsis, dan konjungsi. Kedua, penanda kekohesian leksikal yang
meliputi hiponim, repetisi, sinonim, antonim, dan ekuivalensi. Ketiga, penanda
kekoherensian ditemukan penanda kekoherensian “berpenanda” dan “tidak
berpenanda”. Penanda kekoherensian “berpenanda” meliputi koherensi
temporal/kronologis, koherensi intensitas, koherensi kausalitas, koherensi kontras,
dan koherensi perurutan. Penanda kekoherensian “tidak berpenanda” berupa
koherensi perincian.
Atas dasar hasil analisis data dapat disimpulkan sebagai berikut, Pertama
penanda kekohesian karangan deskripsi siswa pada umumnya menggunakan
penanda kekohesian secara eksplisit (penanda tertulis). Kedua, penanda kekohesian
gramatikal yang digunakan meliputi referensi, substitusi, elipsisi, konjungsi dan
penanda kekohesian leksikal yang digunakan meliputi hiponim, repetisi, sinonim,
antonim, dan ekuivalensi. Ketiga, penanda kekoherensian karangan deskipsi siswa
pada umumnya menggunakan “koherensi berpenanda”, seperti koherensi temporal,
intensitas, kausalitas, dll, sedangkan “koherensi tidak berpenanda” hanya dapat
ditemukan satu saja, yaitu perincian.
Kata kunci: kohesi gramatikal, kohesi leksikal, koherensi berpenanda, koherensi
tidak berpenanda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
ix
ABSTRACT
Kusumawati, Dania. 2018. The Type of Cohesion and Coherence Marker That Is
Contained in The Essay Description of Class X SMK N 6 Yogyakarta
Academic Year 2017/2018. Thesis. Yogyakarta: Indonesian Language
and Literature Education, Faculty of Teacher Training and Education,
Sanata Dharma University.
This study analyzed the cohesion and coherence in the description essay of
the students of class X of SMK N 6 Yogyakarta academic year 2017/2018. This
study purpose was to describe the marker of cohesion and coherence essay
description of students. This research used the discourse analysis theory, especially
the cohesion and coherence discourse aspects.
The data source for this research was the essays prepared by the students.
While the research data in the sentences form that were suspected to contain the
marker of cohesion and coherence. The collecting data technique was done by
giving the student an assignment to arrange essay description.
Based on the data analysis results found some things as follows: First, the
marker of grammatical cohesion by using reference markers, substitutions, ellipsis,
and conjunctions. Second, the lexical marker of cohesion that includes hyponym,
repetition, synonym, antonym, and equivalence, and thirdly, the coherent marker is
found in "marked" and "non-marked" coherent markers. The coherence marker of
the mark includes the temporal/chronological coherence, coherence of intensity,
coherence of causality, contrast coherence, and sequential coherence. While the
"unmarked" coherence marker in the form of coherence details.
Based on the data analysis results can be summarized as follows. First marker
cohesion essay description of students, in general, using explicit cohesion marker
(written marker). Second, the marker of grammatical cohesion used includes
reference, substitutions, ellipsis, conjunctions and lexical cohesion used includes
hyponym, repetition, synonyms, antonyms, and equivalence. Third, the coherence
marker of students' disposition in general uses "marked coherence", such as
temporal coherence, intensity, causality, etc. Whereas "no coherence of a star" can
be found only one, that is the detail.
Keywords: grammatical cohesion, lexical cohesion, marked coherence,
undocumented coherence.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
x
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Esa, yang
senantiasa memberikan berkat dan rahmatNya sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Jenis Penanda Kekohesian dan
Kekoherensian Karangan Deskripsi Siswa Kelas X SMK Negeri 6 Yogyakarta
Tahun Ajaran 2017/2018”. Skripsi ini disusun oleh penulis sebagai syarat untuk
menyelesaikan studi di Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini berhasil diselesaikan karena bantuan
dan dukungan oleh dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Allah SWT, atas berkat dan rahmatNya kepada saya.
2. Dr. Yohanes Haryoso, S. Pd., M. Si, selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan yang telah memberikan kemudahan adminitrasi dalam selama
penulisan skripsi ini.
3. Rishe Purnama Dewi, S. Pd., M. Hum, selaku ketua Progam Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia yang telah memberikan banyak dukungan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi.
4. Prof. Dr. Pranowo, M. Pd., selaku dosen pembimbing yang dengan sabar dan
bijaksana dalam membimbing dan memberikan berbagai masukan kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xi
5. Danang Satria Nugraha, S.S., M.A, selaku dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra
Indonesia yang telah bersedia menjadi trianggulator dalam penelitian ini.
6. Seluruh dosen Progam Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang
telah mendidik, membimbing, dan mendukung penulis dalam menyelesaikan
skripsi.
7. Theresia Rusmiyati, selaku karyawan sekretariat Progam Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia yang dengan sabar membantu penulis dalam
menyelesaikan berbagai urusan adminitrasi.
8. Drs. Rustamaji, M. Pd, selaku kepala SMK Negeri 6 Yogayakarta yang telah
memberikan kesempatan bagi penulis untuk melaksanakan penelitian.
9. Heisma Arya Demokrawati, S. Pd, selaku guru mata pelajaran Bahasa Indonesia
kelas X yang telah mendampingi dan membimbing penulis selama
melaksanakan penelitian.
10. Semua peserta didik kelas X Kuliner 2 dan X Kuliner 4 SMK Negeri 6
Yogyakarta tahun ajaran 2017/2018 yang telah bekerja sama dalam proses
pelaksanaan penelitian.
11. Kedua orang tua saya, Sugianto dan Sri Ambarwati, kakak sepupu saya
Herdiani Ciptomurti yang telah memberikan semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi.
12. Keluarga saya di Yogyakarta sekaligus teman teristimewa, Destiawan Gentur
yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
Scanned by CamScanner
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUl ................................................................................................. i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................................ iii
MOTTO ................................................................................................................. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ................................................................ v
HALAMAN PERSEMBAHAN ............................................................................ vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ............................ vii
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
ABSTRACT ............................................................................................................ ix
KATA PENGANTAR ............................................................................................ x
DAFTAR ISI ........................................................................................................ xiii
DAFTAR TABEL ............................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 5
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................... 5
1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................. 5
1.5 Batasan Istilah ..................................................................................................... 6
BAB II KAJIAN TEORI ....................................................................................... 8
2.1 Penelitian yang Relevan ..................................................................................... 8
2.2 Landasan Teori ................................................................................................. 10
2.2.1 Analisis Wacana ............................................................................................ 10
2.2.2 Kohesi dalam Wacana .................................................................................... 11
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xiv
2.2.3 Koherensi ...................................................................................................... 35
2.2.4 Perbedaan Kohesi dan Koherensi .................................................................. 42
2.2.5 Tingkat Kekohesian dan Kekoherensian ....................................................... 43
2.2.6 Kajian Karangan Deskripsi ........................................................................... 44
2.3 Kerangka Berpikir ............................................................................................ 49
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................................ 51
3.1 Jenis Penelitian ................................................................................................. 51
3.2 Sumber Data dan Data Penelitian .................................................................... 51
3.3 Teknik Pengumpulan Data ............................................................................... 51
3.4 Instrumen Penelitian ........................................................................................ 53
3.5 Teknik Analisis Data ........................................................................................ 53
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 55
4.1 Deskripsi Data .................................................................................................. 55
4.2 Analisis Data .................................................................................................... 58
4.2.1 Jenis Kohesi dalam Karangan Deskripsi Siswa Kelas X SMK Negeri 6
Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018 ……………………………………… 58
4.2.2 Jenis Koherensi dalam Karangan Deskripsi Siswa Kelas X
SMK Negeri 6 Yogyakarta …………………………………………………80
4.3 Pembahasan Hasil Analisis Data ...................................................................... 89
4.3.1 Penanda Kekohesian Gramatikal dan Leksikal Karangan Deskripsi ………. 89
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xv
4.3.2 Penanda Kekoherensian Karangan Deskripsi Siswa Kelas X SMK Negeri 6
Yogyakarta ......................................................................................................... 111
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .......................................................................... 122
5.1 Simpulan ............................................................................................... 122
5.2 Saran ..................................................................................................... 122
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 124
LAMPIRAN ............................................................................................................... 126
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Perbedaan Kohesi dan Koherensi ................................................................. 42
Tabel 2.2 Kerangka Berpikir ......................................................................................... 50
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
1
BAB I
PENDAHULAN
1.1 Latar Belakang
Menulis adalah salah satu keterampilan berbahasa yang diwariskan secara
turun menurun. Menyusun suatu gagasan menjadi rangkaian bahasa tulis yang
teratur, sistematis, dan logis, bukanlah pekerjaan yang mudah, melainkan
pekerjaan yang memerlukan latihan terus menerus dan berkesinambungan. Dalam
hubungannya dengan kemampuan berbahasa, menulis merupakan suatu
ketrampilan berbahasa yang digunakan untuk berkomunikasi secara tidak
langsung dan kegiatan yang produktif serta ekspresif. Dalam kegiatan menulis,
penulis harus teratur memanfaatkan stuktur bahasa dan kosakata. Salah satu cara
untuk mengukur kemampuan seseorang dalam menulis adalah dengan mengarang.
Pada dasarnya mengarang adalah penyampaian gagasan melalui tulisan. Tulisan
atau karangan yang telah ditulis, nantinya untuk dipahami pembaca. Supaya
pembaca dapat memahami tulisan atau karangan dengan mudah, penulis harus
pandai-pandainya menyusun kata dan kalimat agar menjadi kalimat yang efektif
dan mudah di pahami.
Pemakaian bahasa dalam karangan seringkali didapati kalimat yang tidak
efektif dan pemilihan diksi yang kurang tepat, sehingga menyebabkan pembaca
sulit memahami isi karangan tersebut. Sering pula muncul permasalahan yang
sangat mendasar seperti dua kalimat topik dalam satu paragraf dan hubungan
antarkalimat, antarparagraf, yang tidak sesuai atau tidak kohesif dan koheren.
Padahal, keterakaitan yang padu antarkalimat dan antarparagraf merupakan syarat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
2
penting dalam pembentukan sebuah wacana, karena dengan keterkaitan yang padu
itulah wacana akan menjadi utuh.
Wacana yang utuh adalah wacana yang lengkap, yaitu mengandung aspek-
aspek yang terpadu dan menyatu. Aspek pengutuh wacana tersebut, yaitu unsur
kohesi dan unsur koherensi (Mulyana 2005:26). Kohesi dalam wacana pada
dasarnya mengacu pada hubungan bentuk. Artinya, unsur-unsur wacana (kata atau
kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu wacana memiliki keterkaitan
secara padu dan utuh. Halliday dan Hassan (dalam Mulyana, 2005:26) membagi
kohesi menjadi dua jenis, yaitu kohesi gramatikal dan kohesi leksikal. Hubungan
kohesif dalam wacana sering ditandai oleh kehadiran pemarkah (penanda) khusus,
begitu pula untuk kehadiran koherensi. Koherensi berarti hubungan timbal balik
yang serasi antarunsur dalam kalimat.
Kohesi dan koherensi berlaku untuk semua jenis wacana. Salah satunya
adalah karangan deskripsi. Karangan deskripsi adalah karangan yang melukiskan
sesuatu sesuai dengan keadaan yang sebenarnya sehingga pembaca mampu
merasakan dan melihat apa yang dilukiskan oleh penulisnya. Untuk menulis
karangan deskripsi, kedua unsur tersebut sangat penting agar pembaca dapat
memahami isi karangan dengan mudah. Apabila tingkat kekohesian dan
kekoherensian karangan deskripsi tinggi, maka pembaca mudah merasakan dan
membayangkan hal yang ditulis penulis serta karangan pun terkesan menarik.
Oleh karena itu, penulis haruslah memanfaatkan penanda-penanda kohesi dan
koheren dengan benar. Namun, terkadang beberapa penulis menggunakan salah
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
3
satu penanda dengan berlebihan. Akibatnya, kalimat menjadi kurang menarik dan
kurang efektif.
Penelitian ini secara lebih khusus menganalisis seputar kohesi dan
koherensi dalam karangan deskripsi siswa yang disusun oleh siswa kelas X SMK
Negeri 6 Yogyakarta tahun ajaran 2017/2018. Pemilihan lokasi penelitian,
berdasarkan pengalaman peneliti ketika melaksanakan Progam Pengalaman
Lapangan di SMK Negeri 6 Yogyakarta pada bulan Juli sampai September 2017.
Peneliti merasa mata pelajaran Bahasa Indonesia di SMK tersebut kurang diminati
oleh siswa. Siswa lebih fokus pada mata pelajaran yang sesuai dengan jurusannya.
Sebagai contoh, ketika siswa diminta untuk menjawab soal secara tertulis, bahasa
yang digunakan siswa kurang rapi, bahkan ketika diminta menulis karangan,
kalimat-kalimat yang digunakan terkadang tidak memiliki keterkaitan yang jelas.
Selain itu, ketika peneliti melakukan wawancara dengan guru mata pelajaran
Bahasa Indonesia yang mengampu kelas X, guru tersebut mengatakan jika siswa-
siswa memang kurang berminat dengan mata pelajaran Bahasa Indonesia. Mereka
menyampingkan pelajaran Bahasa Indonesia, walaupun pelajaran Bahasa
Indonesia termasuk mata pelajaran yang ada di ujian nasional.
Dengan mengacu pada permasalah di atas, peneliti bermaksud meneliti
bagamaina penggunaan kohesi dan koherensi dalam karangan siswa. Pemilihan
topik ini untuk dapat dianalisis dengan memperhatikan penanda kohesi dan
koherensi. Modus yang sering muncul dalam karangan deskripsi siswa, biasanya
mereka tidak memperhatikan kalimat penghubungnya, terutama dalam
penggunaan sarana kohesi yang kurang terjaga sehingga tidak ada keterkaitan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
4
yang padu. Keterkaitan yang padu dapat dibangun melalui sarana kohesi dan
koherensi. Siswa hanya menuangkan apa yang ada dalam pikirannya tanpa
memperhatikan ketepatan susunan kalimat, terutama dalam penggunaan sarana
kohesi dan koherensi. Selain itu, alasan peneliti memilih karangan deskripsi
karena dalam menulis karangan deskripsi siswa hanya memindahkan
pengamatannya dan perasaanya serta kesan-kesan kepada pembaca melalui
tulisan. Penulis dapat mengingat obyek yang akan mereka tulis. Setelah itu,
penulis menuliskan secara jelas obyek yang dilihat penulis dan pembaca seolah-
oleh dapat melihat langsung obyek yang penulis tulis.
Dengan demikian, peneliti hendak menindaklanjuti lebih mendalam
mengenai penggunaan sarana kohesi dan koherensi dalam karangan deskripsi
siswa. Dalam penelitian ini, peneliti juga memberikan tema “Keindahan Kota
Yogyakarta”. Salah satu pembelajaran yang kondusif dan efeketif adalah
memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar. Yogyakarta adalah lingkungan
atau tempat tinggal mereka. Untuk mendeskripsikan keindahannya, mereka tidak
terlalu sulit, disebabkan Yogyakarta adalah tempat tinggal mereka. Agar karangan
tidak terlalu luas, peneliti mempersempit tema dengan menggunakan topik-topik
yang dapat dipih siswa untuk mereka tulis. Berdasarkan paparan yang telah
peneliti sampaikan, peneliti membuat judul penelitian ini sebagai berikut “Jenis
Penanda Kekohesian dan Kekoherensian yang Terdapat Dalam Karangan
Deskripsi Siswa Kelas X SMK Negeri 6 Yogyakarta Tahun Ajaran 2017/2018”.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
5
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah utama penelitian ini
adalah “Apa sajakah penanda kekohesian dan kekoherensian yang terdapat dalam
karangan deskripsi siswa kelas X SMK Negeri 6 Yogyakarta tahun ajaran
2017/2018?”
Berdasarkan rumusan masalah tersebut disusun sub masalah sebagai berikut:
1. Apa sajakah jenis penanda kekohesian yang terdapat dalam karangan deskripsi
siswa kelas X SMK Negeri 6 Yogyakarta tahun ajaran 2017/2018?
2. Apa sajakah jenis penanda kekoherensian yang terdapat dalam karangan
deskripsi siswa kelas X SMK Negeri 6 Yogyakarta tahun ajaran 2017/2018?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan yang hendak di capai dalam
penelitian ini sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan jenis penanda kekohesian karangan deskrisi siswa kelas X
SMK Negeri 6 Yogyakarta tahun ajaran 2017/2018.
2. Mendeskripsikan jenis penanda kekoherensian karangan deskripsi siwa kelas
X SMK Negeri 6 Yogyakarta tahun ajaran 2017/2018.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis dan
praktis, yaitu bagi guru dan mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia.
1. Bagi guru, hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengajaran bahasa
Indonesia supaya lebih tepat dan kreatif. Khususnya untuk pembelajaran
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
6
menulis, baik menulis karangan, laporan, dan menulis lainnya dengan
memperhatikan ketepatan kohesi dan koherensi.
2. Bagi mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, untuk
memahami pemahaman tentang kohesi dan koherensi dalam suatu wacana.
1.5 Batasan Istilah
Peneliti hendak memberikan batasan istilah sehingga beberapa pengertian yang
terdapat dalam penelitian ini tidak menimbulkan kerancuan makna nantinya.
1. Wacana
Wacana adalah kesatuan makna (semantis) antarbagian di dalam suatu bagun
bahasa. Oleh karena itu, wacana sebagai kesatuan makna dilihat sebagai
bangun bahasa yang utuh karena setiap bagian di dalam wacana itu
berhubungan secara padu (Aliah 2014:1).
2. Kohesi
Kohesi dalam wacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara
struktural membentuk ikatan sintaktikal (Mulyana, 2005:26).
3. Kohesi gramatikal
Kohesi gramatikal merupakan piranti atau penanda kohesi yang melibatkan
penggunaan unsur-unsur kaidah bahasa (Nesi, 2012:35).
4. Kohesi leksikal
Kohesi leksikal merupakan hubungan leksikal antara bagian-bagian wacana
untuk mendapatkan keserasian struktur secara kohesif (Mulyana, 2005:29).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
7
5. Koherensi
Koherensi adalah keterkaitan semantis antara bagian-bagian wacana (Baryadi,
2002:29).
6. Karangan Deskripsi
Karangan deskripsi merupakan bentuk tulisan yang berusaha memberikan
perincian dari objek yang sedang dibicarakan. Penulis memindahkan kesan-
kesannya, memindahkan hasil pengamatannya dan perasaannya kepada
pembaca melalui tulisan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
8
BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN
Dalam bab tinjauan pustaka ini di paparkan penelitian terdahulu yang
relevan dan landasan teori. Landasan teori berisi tentang teori-teori yang
digunakan untuk memecahkan masalah dalam penelitian. Teori-teori tersebut
seperti teori analisis wacana, kekohesian, kekoherensian, macam-macam penanda
kekohesian dan kekoherensian serta kajian teori karangan deskripsi.
Kerangka berpikir berisi acuan teori yang digunakan dalam penelitian ini.
2.1 Penelitian Terdahulu yang Relevan
Penelitian terdahulu yang relevan digunakan sebagai referensi melengkapi
teori-teori dari para ahli yang sekaligus sebagai pembeda dengan penelitian
sekarang. Penulis mengambil penelitian yang relevan dengan topik penelitian
penulis, yaitu penelitian Derius Tepmul (2017), Dian Andriani Martiani Lova
Aloysia (2017), dan Bangkit Sugeng (2012).
Derius Tepmul (2017) melakukan penelitian dengan judul Kohesi dan
Koherensi Dalam karangan Deskripsi Siswa Kelas X Semester 1 SMA Negeri 1
Oksibil Kabupaten Pegunungan Bintang Papua Tahun Ajaran 2015/2016.
Penelitian ini mengambil data dari karangan deskripsi dengan tema keindahan
alam siswa kelas X semester 1 SMA Negeri 1 Oksibil tahun ajaran 2015/2016.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah dengan metode simak. Hasil
penelitian menunjukan bahwa dalam karangan deskripsi siswa kelas X semester 1
ditemukan adanya kohesi dan koherensi. Kohesi yang teradapat dalam karangan
adalah referensi, substitusi, elipsis, konjungsi, repetisi, hiponimi, kolokasi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
9
sinonimi, antonimi, dan ekuivalesi, sedangkan koherensi yang ditemukan dalam
penelitian ini meliputi adisi, repetisi, pronomina, sinonim, keseluruhan bagian,
penekanan, kelas anggota, paralelisme, hasil, contoh, kontras, komprasi, seri,
waktu, dan tempat.
Hubungan penelitian ini dengan penelitian Derius Tepmul (2017) sama-sama
menganalisis kekohesian dan kekoherensian karangan deskripsi siswa, sedangkan
perbedaannya yaitu penelitian Derius Tepmul hanya meneliti satu kelas saja dan
penelitian ini meneliti dua kelas sekaligus.
Penelitian kedua oleh Dian Andriani Martiani Lova Aloysia (2017) yang
berjudul Analisis Kohesi dan Koherensi Karangan Narasi Siswa Kelas X Semester
1 SMA Gama (Tiga Maret) Yogyakarta Tahun Ajaran 2016/2017. Tenik
pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan penugasan.
Hubungan penelitian ini dengan penelitian Dian Andriani yaitu, penelitian
Dian Andriani menganalisis kohesi dan koherensi karangan narasi siswa kelas X
SMA GAMA (Tiga Maret) Yogyakarta, sedangkan penelitian ini lebih berfokus
pada menganalisis kohesi dan koherensi karangan deskripsi siswa kelas X SMK
Negeri 6 Yogyakarta tahun ajaran 2017/2018.
Bangkit Sugeng Subagyo (2012) melakukan penelitian dengan judul Anlaisis
Kohesi dan Koherensi Rubrik Tajuk Rencana pada Surat Kabar SOLOPOS dan
Relevansinya sebagai Bahan Ajar Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA. Data
penelitian ini adalah surat kabar SOLOPOS dan teknik pengumpulan data
dilakukan dengan studi pustaka. Hasil penelitian menunjukan bahwa tajuk rencana
SOLOPOS menggunakan penanda kohesi leksikal dan kohesi gramatikal.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
10
Hubungan penelitian ini dengan penelitian Bangkit Sugeng Subagyo yaitu,
penelitian Bangkit Sugeng Subagyo menganalisis kohesi dan koherensi rubrik
tajuk rencana pada surat kabar SOLOPOS, sedangkan penelitian ini lebih
berfokus pada menganalisis kohesi dan koherensi karangan deskrispsi siswa kelas
X semester 1 di SMK Negeri 6 Yogyakarta.
2.2 Landasan Teori
Penelitian ini menggunakan sejumlah teori sebagai landasan dalam
mencapai tujuan. Adapun teori-teori yang tersusun adalah (1) analisis wacana (2)
kohesi (3) koheren, (4) perbedaan kohesi dan koheren, dan (5) karangan deskripsi.
2.2.1 Analisis Wacana
Wacana merupakan suatu penggunaan bahasa dalam komunikasi, baik
secara lisan maupun tulisan. Djajasudarma (dalam Alwi, 1999:12) mengatakan
Wacana adalah rentetan kalimat yang berkaitan, yang menghubungkan proposisi
yang satu dengan proposisi yang lain, membentuk satu kesatuan. Proposisi
sebagai isi konsep yang masih kasar yang akan melahirkan pernyataan (statement)
dalam bentuk kalimat atau wacana.
Disiplin ilmu yang berusaha mengkaji penggunaan bahasa yang nyata dalam
tindak komunikasi disebut analisis wacana (Rani, 2006:9). Analisis wacana
merupakan suatu kajian yang meneliti atau menganalisis bahasa yang digunakan
secara alamiah, baik dalam bentuk tulis maupun lisan (Stubbs, dalam Rani,
2006:9). Pada dasarnya analisis wacana ingin menganalisis dan menginterpretasi
pesan yang dimaksud pembicara atau penulis dengan cara merekontruksi teks
sebagai produk ujaran/tulisan kepada proses ujaran/tulisan sehingga diketahui
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
11
segala konteks yang mendukung wacana pada saat diujarkan/dituliskan (Pranowo,
2014:137). Jadi, dapat disimpulkan bahwa analisis wacana merupakan kajian yang
membahas tentang wacana, sedangkan wacana adalah bahasa yang digunakan
untuk berkomunikasi.
2.2.2 Kohesi dalam Wacana
Sebuah teks (terutama teks tertulis) memerlukan unsur pembentuk teks.
Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk teks yang penting. Kohesi
merupakan konsep semantik yang juga merujuk kepada perkaitan kebahasaan
yang didapati pada suatu ujaran yang membetuk wacana. Kohesi merupakan satu
set kemungkinan yang terdapat dalam bahasa untuk menjadikan suatu ‘teks’ itu
memiliki kesatuan. Hal ini berarti bahwa hubungan makna baik makna leksikal
maupun makna gramatikal, perlu diwujudkan secara terpadu dalam kesatuan yang
membentuk teks. Kohesi ialah ikatan-ikatan dan hubungan-hubungan yang ada
dalam teks.
Kohesi merupakan salah satu unsur pembentuk teks yang penting. Unsur
pembentuk teks itu yang membedakan sebuah rangkaian kalimat itu sebagai
sebuah teks atau bukan teks Brown dan Yule (dalam Rani, 2006:87). Kohesi
adalah hubungan antar bagian dalam teks yang ditandai oleh penggunaan unsur
bahasa. Suladi (2000:13) mengatakan bahwa kohesi adalah keserasian hubungan
antara unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana, sehingga tercipta
pengertian yang apik atau koheren. Jadi, pengertian tersebut dapat diartikan
bahwa kohesi suatu wacana yang berupa pertalian unit semantis yang diwujudkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
12
menjadi bentuk gramatikal dan leksikal, selanjutnya diwujudkan menjadi satu
ekspresi dalam bentuk bunyi atau tulisan.
Kohesi dalam waacana diartikan sebagai kepaduan bentuk yang secara
struktural membentuk ikatan sintaktikal. Anton M. Moeliono (dalam Mulyana,
2005:26) menyatakan bahwa wacana yang baik dan utuh mensyaratkan kalimat-
kalimat yang kohesif. Kohesi wacana terbagi dalam dua aspek yaitu kohesi
gramatikal dan kohesi leksikal. Kohesi gramatikal anatara lain referensi,
substitusi, elipsis, konjungsi, sedangkan yang termasuk kohesi leksikal adalah
sinonim, repetisi, kolokasi. Menurut Anton (dalam Mulyana, 2005), untuk
memperoleh wacana yang baik dan utuh, maka kalimat-kalimatnya harus kohesif.
Hanya dengan hubungan kohesif seperti itulah suatu unsur dalam wacana dapat
diinterpretasikan, sesuai dengan ketergantungannya dengan unsur-unsur lainnya.
Hubungan kohesif dalam wacana sering ditandai oleh kehadiran pemarkah
(penanda) khusus yang bersifat lingual-formal.
Konsep kohesi pada dasarnya mengacu pada hubungan bentuk. Artinya,
unsur-unsur wacana (kata atau kalimat) yang digunakan untuk menyusun suatu
wacana memiliki keterkaitan secara padu dan utuh. Wacana yang ideal adalah
wacana yang mengandung seperangkat proposisi yang saling berhubungan untuk
menghasilakn rasa kepaduan atau rasa kohesi. Disamping itu juga butuh
keteraturan atau kerapian susunan yang menumbulkan rasa koherensi. Menurut
Anton (dalam Mulyana, 2005:26) kohesi merupakan keserasian hubungan antara
unsur yang satu dengan unsur yang lain dalam wacana atau paragraph sehingga
tercipta pengertian yang padu dan koheren.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
13
Kohesi dapat juga dipakai sebagai alat interpretasi wacana dari segi struktur
kalimat. Apabila suatu kalimat memiliki keruntutan hubungan struktur
antarkalimat, kalimat tersebut disebut kohesi. Jadi kohesif adalah keruntutan
hubungan antarkalimat (Pranowo, 2014: 147).
Menurut Abidin (dalam Aliah, 2014:52) , paragraf dianggap memiliki kohesi
jika kalimat-kalimat dalam paragraf itu tidak terlepas dari topiknya atau selalu
relevan dengan topiknya. Dengan demikan kohesi dalam sebuah paragraf
dititikberatkan pada huungan antarkalimat. Artinya, paragraf yang baik adalah
paragraf yang dibangun atas kalimat-kalimatnya yang saling berhubungan dengan
satu ide pokok sebagai benang merah penghubungnya.
Kohesi berkenaan dengan hubungan bentuk antara bagian-bagian dalam
suatu wacana. Berdasarkan perwujudan lingualnya, Halliday dan Hassan (dalam
Baryadi, 2002:17) membedakan dua jenis kohesi, yaitu kohesi gramatikal dan
kohesi leksikal. Unsur kohesi gramatikal terdiri dari reference (referensi),
substitution (substitusi), ellipsis (elipsis), dan conjunction (konjungsi), sedangkan
kohesi leksikal terdiri atas reiteration (reiterasi) dan collocation (kolokasi).
Berdasarkan kajian di atas, dapat disimpulkan pengertian kohesi. Kohesi
adalah perpaduan bentuk antara unsur yang satu dengan unsur yang lain sehingga
terciptalah perpaduan yang utuh dan pembaca dapat memahaminya dengan
mudah.
1. Kohesi Gramatikal
Kohesi gramatikal adalah keterkaitan gramatikal antara bagian-bagian wacana
(Baryadi: 2002). Kohesi gramatikal merupakan piranti atau penanda kohesi yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
14
melibatkan penggunaan unsur-unsur kaidah bahasa. Piranti kohesi gramatikal
yang digunakan untuk menghubungkan ide antarkalimat cukup terbatas ragamnya.
Pada umumnya, dalam bahasa Indonesia ragam tulis, digunakan piranti kohesi
gramatikal. Kohesi gramatikal kemudian dapat dirinci menjadi beberapa macam.
Macam-macam kohesi gramatikal akan dijelaskan sebagai berikut:
a. Referensi
Referensi (penunjuk) adalah salah satu jenis kohesi gramatikal yang berupa
satuan lingual tertentu yang menunjuk satuan lingual yang mendahului atau
mengikutinya. Referensi (penunuk) merupakan bagian kohesi gramatikal yang
berkaitan dengan penggunaan kata atau kelompok kata untuk menunjuk kata atau
kelompok kata atau satuan gramatikal lainnya. Perujukan dapat dilihat dari dua
sudut, yaitu perujukam eksoforik dan endoforik (Ramlan, dalam Mulyana,
2005:27).
a) Perujukan Eksoforik
Eksoforik berasal dari kata “ekso” yaitu “keluar” yang berarti apabila kita
tidak dapat menemukan rujukan dalam teks maka kita akan keluar dari teks agar
dapat memahami teks tersebut. Selain itu perujukan eksoforik ini digunakan untuk
merujuk kepada hal-hal yang mempunyai kaitan dengan situasi yang berkembang
di depan penutur ataupun pendengar yang menerima pesan ataupun informasi
yang telah disampaikan kepadanya (Aliah,2014: 55). Halliday dan Hasan (dalam
Aliah, 204:55) mengatakan bahwa perujukan eksoforik ini menerangkan tentang
situasi yang merujuk kepada sesuatu yang telah diidentifikasi dalam sesuatu
konteks bagi sebuah situasi. Perujukan eksoforik ini adalah hal ataupun fungsi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
15
yang menunjukan kembali kepada sesuatu yang ada di luar daripada sebuah
situasi. Hal ini berarti bahwa perujukan eksoforik ini adalah merujuk kepada hal-
hal di luar konteks (Kridalaksana, dalam Aliah, 2014:55). Dalam situasi ini kaidah
perujuk eksoforik itulah yang digunakan bagi merujuk sesuatu yang telah berlaku
pada saat ujuaran itu disampaikan. Perujukan eksoforik ini mengandung tiga
perkara, yaitu konteks segera, pengetahuan bersama, dan pengetahuan dalam satu
wacana (Aliah, 2014: 55). Jadi dapat disimpulkan bahwa perujujukan eksoforik
merupakan perujukan yang menerangkan keadaan di luar teks.
b) Perujukan Endoforik
Menurut Halliday dan Hasan (dalam Aliah, 2014:56) mengatakan bahwa
perujukan endoforik ini merujuk hanya kepada teks, yaitu merujuk semata-mata
hanya kepada teks. Sementara itu, Kridalaksana (dalam Aliah, 2014:56)
memberikan pendapat bahwa perujukan endoforik ini adalah hal atau fungsi yang
menunjukan kembali pada hal-hal yang ada dalam wacana, mencakup perujukan
anaforik dan perujukan kataforik. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perujukan
endoforik adalah merujuk situasi yang ada dalam teks.
1) Referensi Anaforis
Referensi anaforis ditandai oleh adanya konstituen yang menunjuk konstituen
di sebelah kiri (Baryadi, 2002: 18). Dengan kata lain referensi anaforis menunjuk
pada konstituen sebelum kata yang ditunjuk. Referensi anaforis ditunjuk oleh kata
itu, ini, begini, begitu, tersebut, di atas, demikian. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
perujukan anaforik adalah perujukan yang letaknya terdapat dibelakang
penganjur. Contoh referensi anaforis dapat dicermati dalam kalimat berikut ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
16
Ahmad tidak banyak tahu tentang arti bahasa kebangsaan dan sejauh mana
sudah perjuangan hendak mendaulutkan bahasa Melayu sebagai bahasa resmi
negara ini. Tetapi yang ia dapat berfikir mengapa bahasa yang sekian lama
terpakai itu mau diperjuangkan lagi untuk memakainya (Aliah. 2014: 56).
Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda referensi anaforis.
Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kehadiran kata ia di kalimat kedua yang
mengacu kepada Ahmad di kalimat pertama.
2) Referensi Kataforis
Referensi kataforis ditandai oleh adanya konstituen yang mengacu kepada
konstituen yang disebelah kanan (Baryadi, 2002:19). Dengan kata lain referensi
kataforis mengacu pada konstituen sesudah kata yang menunjuk. Referensi
kataforis ditandai oleh kata berikut, berikut ini, yakni, yaitu. Aliah (2014: 56)
mengatakan letak “perujuk” dalam perujukan kataforik adalah di depan
“penganjur”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa perujukan kataforik adalah perujuk
yang terdapat di depan penganjur atau sebelum penganjur. Contoh referensi
kataoris dapat dicermati dalam kalimat berikut ini:
Berdasarkan penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
a. Pupuk menjadi bagian penting dalam bidang pertanian.
b. Pemeliharaan tanaman tergantung banyak faktor. (Mulyana, 2005:
27)
Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda referensi
kataforis. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kehadiran kata berikut yang
merujuk ke unsur di sebelah kanan atau menjelaskan unsur yang mengikutinya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
17
b. Substitusi
Substitusi adalah proses dan hasil penggantian unsur bahasa oleh unsur lain
dalam satuan yang lebih besar. Penggantian dilakukan untuk memperoleh unsur
pembeda atau menjelaskan struktur tertentu (Kridalaksana, dalam Mulyana,
2005:28). Proses substitusi merupakan hubungan gramatikal, dan lebih bersifat
hubungan kata dan makna. Substitusi (penggantian) adalah proses dan hasil
penggantian unsur bahasa oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar.
Penggantian dilakukan untuk memperoleh unsur pembeda atau menjelaskan unsur
tertentu (Mulyana, 2005:28). Substitusi adalah proses atau hasil penggantian
unsur bahasa oleh unsur lain dalam satuan yang lebih besar untuk memperoleh
unsur-unsur pembeda atau untuk menjelaskan unsur tertentu.
Substitusi berwujud pronomina, yang terbagi menjadi dua, yaitu pronomina
persona dan pronomina petunjuk. Pronomina persona adalah pronomina yang
dipakai untuk mengacu pada orang. Misalnya: saya, aku, kami, ia, beliau.
Pronomina penunjuk dalam bahasa Indonesia dibedakan menjadi tiga macam,
yaitu (1) pronomina penunjuk umum, yaitu ini, itu (2) pronomina penunjuk
tempat, yaitu sini, situ, sana (3) pronomina penunjuk ihwal adalah pronomina
yang dipakai sebagai pemarkah pertanyaan. Substitusi atau penggantian adalah
pertukaran bagi suatu segmen kata, frasa, atau klausa oleh kata ganti yang lainnya.
Penggantian ini juga ada penggantian nomina, penggantian verba, dan
penggantian klausa (Aliah, 2014:57). Jadi dapat disimpulkan bahwa substiusi atau
penggantian adalah pertukaran frasa atau klausa dengan kata ganti lainnya.
Contoh penggunaan substitusi dapat dicermatai dalam kalimat berikut ini:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
18
Setelah empat lima kali mendatangi suatu desa, barulah dr. Rien merasa
diterima oleh rakyat setempat. Ia pun merasa berani sedikit-sedikit berbicara
tentang kesehatan, kebersihan, dan keluarga berencana.
Kalimat tersebut berkohesi dengan penanda substitusi. Hal tersebut dapat
dilihat dari penggunaan kata ia di kalimat kedua yang menggantikan dr. Rien di
kalimat pertama atau kalimat sebelumnya.
c. Elipsis
Penghilangan merupakan salah satu kohesi gramatikal yang berupa pelepasan
unsur tertentu yang telah disebutkan. Elipsis adalah proses penghilangan kata atau
satuan kebahasaan-kebahasaan lain (Mulyana, 2005:28). Elipsis juga merupakan
unsur kosong (zero) yaitu suatu unsur yang sebenarnya ada tetapi sengaja
dihilangkan atau disembunyikan. Tujuan pemakaian elipsis ini salah satunya yang
terpenting ialah untuk mendapatkan kepraktikan bahasa, yaitu agar bahasa yang
digunakan menjadi lebih singkat, padat, mudah dimengerti, dengan cepat.
Sejalan dengan pengertian di atas, Lubis (2011:38) mengatakan elipsis yaitu
penghilangan satu bagian dari unsur kalimat itu. Jadi dapat disimpulkan bahwa
elipsis atau pengghilangan adalah pelepasan suatu unsur bahasa dan bertujuan
agar kalimat lebih efektif dan mudah dipahami. Contoh penggunaan elipsis dapat
dicermati dalam kalimat berikut ini:
Kentang dikukus sampai matang, lalu … dikupas kemudian ... dihaluskan.
Setelah ... halus, kentang dicampur susu, pala, lada, keju parut, garam. ...
Dimasak di atas api kecil sampai agak kering (Baryadi, 2002).
Kalimat tersebut, berkohesi dengan penanda elipsis. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan konstituen ... pada kalimat pertama memiliki referensi yang
sama dengan kata kentang yang telah disebut. Konstituen ... pada kalimat kedua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
19
memiliki referensi yang sama dengan hasil dari perbuatan yang dinyatakan oleh
kalimat pertama. Konstituen ... pada kalimat ketiga memiliki referen yang sama
dengan hasil perbuatan yang dinyatakan pada kalimat pertama dan kedua.
d. Konjungsi
Konjungsi adalah bentuk atau satuan kebahasaan yang berfungsi sebagai
penyambung, perangkai, atau penghubung antara kata dengan kata, frasa dengan
frasa, klausa dengan klausa, kalimat dengan kalimat dan seterusnya. Konjungsi
adalah bentuk atau satuan kebahasaan yang berfungsi sebagai penyambung,
perangkai, atau penghubung anatara kata dengan kata, frasa dengan frasa, klausa
dengan klausa, kalimat dengan kalimat, dan seterusnya. konjungsi disebut juga
sarana perangkaian unsur-unsur kewacanaan (Kridalaksana, dalam Mulyana
2014:28).
Konjungsi dapat meliputi hubungan sebab akibat (sebab, karena, makanya,
maka), konjungsi pertentangan (namun, tetapi), konjungsi kelebihan (malah),
konjungsi perkecualian (kecuali), konjungsi konsesif (walaupun, meskipun),
konjungsi tujuan (agar, supaya), konjungsi penambahan (dan, juga, serta),
konjungsi pilihan (atau, apa), konjungsi harapan (semoga), konjungsi waktu
(setelah, selesai, sesudah), konjungsi urutan (apabila, jika), dan konjungsi cara
(dengan). Jadi dapat disimpulkan bahwa konjungsi adalah penghubung antara
kata dengan kata, klausa dengan klausa dan kalimat dengan kalimat. Alwi (1999)
membagi konjungsi menjadi beberapa macam. Konjungsi-konjungsi tersebut akan
dijelaskan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
20
a) Konjungsi Koordinatif
Konjungsi koordinatif merupakan konjungsi yang menghubungkan dua unsur
yang sejajar. Konjungsi yang dimaksud yaitu konjungsi dan, atau, tetapi.
Warisman (2013) yang mengatakan konjungsi koordinatif di samping
menghubungkan klausa juga dapat menghubungkan kata. Sebagai contoh, Adik
tertawa dan kakaknya pun turut terbahak-bahak.
Konjungsi koordinatif berfungsi sebagai penghubung dua buah kalimat
sehingga terpadu dengan erat, sedangkan kedua kalimat berkedudukan setaraf.
Jika dilihat dari segi arti konjungsinya, hubungan semantik antar klausa dalam
kalimat majemuk setara ada tiga macam, yaitu hubungan penjumlahan (aditif),
hubungan perlawanan (adservatif), dan hubungan pemilihan (alternatif).
Hubungan penjumlahan/penambahan (aditif) adalah hubungan yang
menyatakan penjumlahan atau gabungan kegiatan, keadaan, peristiwa, atau proses
(Alwi, 1999:43). Konjungsi dan, kemudian, dan lalu merupakan konjungsi yang
menunjukan hubungan penjumlahan yang menyatakan urutan waktu. Konjungsi
aditif menghubungkan dua unsur bahasa yang mempunyai kedudukan yang sama.
Oleh karena itu, konjungsi aditif termasuk konjungsi yang koordinatif. Contoh
kalimat yang menggunakan penanda aditif sebagai berikut:
Mengomentari tanggapan pemerintah itu, peneliti senior INDEF, Dr Bustanul
Arifin, menilai dampak pernyataan tersebut mungkin tidak terasa dan hanya
terkesan sebagai pembelaan terhadap kelompok Salim.
Hubungan perlawanan (adversatif) adalah hubungan yang menyatakan bahwa
apa yang menyatakan bahwa apa yang dinyatakan dalam klausa pertama
berlawanan atau tidak sama dengan apa yang dinyatakan dalam klausa kedua
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
21
(Alwi, 1999:47). Hubungan perlawana tersebut ditandai dengan adanya konjungsi
tapi atau tetapi, melainkan, dan namun. Contoh kalimat yang menggunakan
penanda adversatif sebagai berikut: Dia terus saja berjalan, namun adiknya
hanya mengikuti saja.
Hubungan alternatif atau pilihan adalah hubungan yang menyatakan pilihan di
antara dua kemungkinan atau lebih yang dinyaakan oleh oleh klausa-klausa yang
dihubungkan (Alwi, 1999:50). Hubungan pemilihan tersebut dilakukan di kedua
kalimat yang berkedudukan setaraf. Konjungsi yang digunakan untuk
menghubungkan dua pernyataan tersebut adalah atau. Berikut ini adalah contoh
pemakaian penanda hubung alternatif: Kau yang pergi atau aku yang
meninggalkan tempat ini.
Dalam hubungan alternatif, dua klausa yang dihubungkan dengan konjungsi
atau merupakan dua hal yang merupakan pilihan. Kedua klausa yang
dihubungkan itu mengandung pernyataan yang berisi pilihan. Dalam hubungan
alternatif itu pernyataan yang dihubungkan dapat pula mengandung pengertian
bahwa kedua pernyataan itu merupakan dua hal yang sama sehingga dapat dipilih
salah satunya.
b) Konjungsi Subordinatif
Konjungsi subordinatif adalah sebuah konjungsi yang menghubungkan dua
klausa atau lebih yang memiliki status sintaksis yang tidak sama (Warsiman,
2013:37). Konjungsi subordinatif dapat juga disebut sebagai kata penghubung
yang tidak setara. Menurut Lubis (2011:41) konjungsi subordinatif terbagi
menjadi 10 bagian. Kesepuluh konjungsi ini akan dijelaskan sebagai berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
22
1) Hubungan Waktu
Suatu tuturan yang diikuti oleh konjungsi penanda hubungan waktu bertujuan
untuk menyatakan waktu terjadinya peristiwa atau keadaan. Hubungan waktu
ini dibedakan menjadi empat, yaitu (1) hubungan batas waktu permulaan, (2)
hubungan waktu bersamaan, (3) hubungan waktu berurutan, (4) waktu batas
akhir terjadinya peristiwa atau keadaan. (Alwi, 1999:52).
a) Hubungan batas waktu permulaan
Hubungan yang menunjukan batas waktu permulaan pada umumnya
menggunakan konjungsi sejak, semenjak, dan sedari (Alwi, 1999:52).
Konjungsi sejak dipakai untuk menunjukukan bahwa peristiwa dimulai
ketika suatu pernyataan yang menyertai konjungsi itu terjadi. Contoh
kalimatnya sebagai berikut:
Menurutnya, akan beda nuansanya jika fungsi transparasi pemerintah
dilakukan sejak kasus ini terungkap dan ditanggapi publik.
Kalimat tersebut berkohesi dengan penanda konjungsi subordinatif
hubungan waktu permulaan. Hal itu dibuktikan dengan kehadiran penanda
hubung sejak sebagai hubungan waktu dan berfungsi menghubungkan
kedua kalimat yang berkedudukan tidak setara.
b) Hubungan batas waktu bersamaan
Hubungan waktu bersamaan menunjukan bahwa peristiwa atau keadaan
yang dinyatakan dalam klausa utama dan klausa subordinatif terjadi pada
waktu yang bersamaan atau hampir bersamaan (Alwi, 1999:53). Konjungsi
yang dipakai dalam hubungan ini adalah ketika, sewaktu, seraya, sambil,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
23
tatkala, selagi, selama dan saat. Contoh kalimat yang menggunakan
konjungsi hubungan waktu bersamaan sebagai berikut:
“Kami membahas nilai tukar rupiah yang tadi siang memanjat sampai
Rp.3000 per dolar AS. Kami tengah memikirkan berbagai langkah
pengetatan lebih lanjut likuiditas perekonomian melalui kebijakan fiksal
dan moneter,” ungkap Menko Ekkuwasbang Saleh Afif, ketika dicegat
wartawan usai pertemuan, kemarin di Jakarta.
Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda konjungsi
subordinatif waktu bersamaan. Hal tersebut dapat dilihat dari kehadiran kata
ketika yang berfungsi sebagai penanda hubung untuk kalimat yang
berkedudukan tidak setara.
c) Hubungan batas waktu berurutan
Hubungan waktu berurutan menunjukan bahwa yang dinyatakan dalam
klausa utama lebih dahulu atau lebih kemudian daripada yang dinyatakan
dalam klausa subordinatifnya (Alwi, 1999:55). Konjungsi yang biasanya
dipakai adalah sebelum, sesudah, setelah, seusai, dan sehabis. Contoh
kalimat yang menggunakan konjungsi hubungan waktu berurutan sebagai
berikut:
Potensi bakal terjadinya perpecahan dan pergulatan kekuatan dalam
kabinet koalisi enam partai yang berkuasa itu sendiri sudah muncul sejak
hari keempat setelah Chavalit disumpah sebagai PM, yakni ketika ia
menunjuk Chatichai Choonhavan sebagai penasehat senior bidang
ekonomi.
Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda konjungsi
subordinatif hubungan waktu berurutan. Hal tersebut dibuktikan dengan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
24
penanda kata setelah yang berfungsi menghubungkan kalimat yang
berkedudukan tidak setara.
d) Waktu batas akhir terjadinya peristiwa
Hubungan waktu batas akhir dipakai untuk menyatakan ujung suatu proses
(Alwi, 1999:57). Konjungsi yang biasanya dipakai dalam hubungan ini
adalah hingga. Contoh kalimat yang menggunakan konjungsi hubungan
waktu batas akhir sebagai berikut:
Sementara dolar Singapura jatuh hingga titik terendah selama 33 bulan ini,
hingga mencapai angka 1,4785.
Kalimat tersebut berkohesi dengan penanda konjungsi subordinatif
hubungan waktu batas akhir. Hal tersebut dibuktikan dengan kehadiran
penanda hubung hingga, yang berfungsi menghubungkan kedua kalimat
yang berkedudukan tidak setara.
2) Hubungan Syarat
Hubungan syarat terjadi dalam kalimat yang klausa subordinatifnya
menyatakan syarat terlaksananya apa yang disebut dalam klausa utama. Untuk
menyatakan hubungan syarat dalam wacana, pada umumnya digunakan
konjungsi jika, jikalau, asal (kan), (apa)bila, dan bilamana. Berikut ini adalah
contoh pemakaian kalimat yang menggunakan konjungsi hubungan syarat:
Mereka tetap harus membayar pungutan tersebut atau menerima sanksi jika
membandel.
Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda konjungsi
subordinatif syarat. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kehadiran kata jika
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
25
yang berfungsi sebagai penanda hubung kalimat yang memiliki kedudukan
tidak setara.
3) Hubungan Tujuan
Menurut Alwi (1999:60), hubungan tujuan adalah kalimat yang klausa
subordinatifnya menyatakan suatu tujuan atau harapan dari apa yang disebut
dalam klausa utama. Konjungsi yang biasa dipakai untuk menyatakan
hubungan itu antara lain: supaya, agar, dan untuk. Berikut ini adalah contoh
kalimat yang menggunakan konjungsi subordinatif hubungan tujuan:
Belajarlah sungguh-sungguh, agar kau berhasil.
Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda konjungsi
subordinatif hubungan tujuan. Hal tersebut dapat dikbuktikan dengan
kehadiran kata agar, yang berfungsi sebagai penanda hubung kedua kalimat
yang berkedudukan tidak setara.
4) Hubungan Konsesif
Konsesif merupakan klausa yang menyatakan keadaan atau kondisi yang
berlawanan dengan sesuatu yang dinyatakan dalam klausa utama. Menurut
Alwi (1999:63), hubungan konsesif terdapat dalam sebuah kalimat yang klausa
subordinatifnya memuat pernyataan yang tidak akan mengubah apa yang
dinyatakan dalam klausa utama. Konjungsi yang biasanya dipakai pada
hubungan ini adalah walau(pun), meski(pun), sekalipun, biar(pun),
kendati(pun), dan sungguh(pun). Berikut ini adalah contoh kalimat yang
menggunakan konjungsi subordinatif hubungan konsesif.
Walaupun prosesi itu gagal, ternyata 55 orang yang mengaku pendukung
Megawati ditangkap petugas. Alasannya, mereka berpawai tanpa izin.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
26
Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda konjungsi
subordinatif hubungan konsesif. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
kehadiran kata walaupun.
5) Hubungan Pengandaian
Dalam konjungsi subordinatif yang menyatakan hubungan pengandaian
terdapat empat macam bentuk kata. Keempat macam bentuk kata itu adalah
andaikan, andaikata, seandainya, dan seumpama (Alwi, 1995:55). Contoh
kalimat yang menggunakan konjungsi subordinatif pengandaian sebagai
berikut:
Pertemuan ini benar-benar meriah andaikan Rudi tidak membatalkan
kedatangannya.
Kalimat tersebut berkohesi dengan penanda konjungsi subordinatif hubungan
pengandaian. Hal ini dapat dibuktikan dengan kehadiran kata andaikan, yang
berfungsi menghubungkan kedua kalimat yang berkedudukan tidak setara.
6) Hubungan Pembandingan
Hubungan pembandingan adalah hubungan yan memperlihatkan kemiripan
antara pernyataan yang diutarakan dalam klausa utama dan klausa subordinatif,
serta anggapan bahwa isi klausa utama lebih baik atau lebih buruk daripada isi
klausa subordinatif (Alwi, 1999:65). Hubungan antar klausa yang menunjukan
makna pembandingan ini biasanya menggunakan kata hubung seperti, laksana,
bak, dan sebagaimana. Contoh kalimat yang menggunakan konjungsi
hubungan pembandingan sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
27
Kita tidak lagi harus menunggu dan berjuang selama bertahun-tahun seperti
yang pernah terjadi pada waktu sebelumnya.
Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda konjungsi
subordinatif pembandingan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kehadiran
kata seperti, dan berfungsi menghubungkan kedua kalimat yang berkedudukan
tidak setara.
7) Hubungan Penyebapan
Dalam hubungan penyebabpan, klausa subordinatifnya menyatakan sebab atau
alasan terjadinya sesuatu yang dinyatakan dalam klausa utama (Alwi,
1999:67). Konjungsi yang biasanya dipakai untuk menandai hubungan
penyebabpan ini antara lain, karena dan sebab. Contoh kalimat yang
menggunakan konjungsi subordinatif penyebapan sebagai berikut:
Dia tidak datang, karena sakit.
Kalimat tersebut berkohesi, dengan penanda konjungsi subordinatif hubungan
cara. Hal ini dapat dibuktikan dengan kehadiran kata karena, yang befungsi
sebagai penanda hubung kedua kalimat yang tidak berkedudukan setara.
8) Hubungan Pengakibatan
Dalam hubungan pengakibatan ini, klausa yang disebutkan setelah konjungsi
menyatakan akibat dari apa yang dinyatakan dalam klausa utama (Alwi,
1999:69). Hubungan pengakibatan merupakan kebalikan dari hubungan
penyebapan. Pada hubungan penyebapan, unsur yang mengikuti konjungsi
penyebapan adalah ‘sebab’. Pada hubungan pengakibatan unsur yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
28
mengikuti yaitu konjungsi pengakibatan, sehingga dan maka. Contoh
pemakaian konjungsi subordinatif hubungan pengakibatan sebagai berikut:
Mereka bekerja sedemikian kerasnya, sehingga mereka tergeletak di
pekarangan itu.
Kalimat tersebut berkohesi dengan penanda konjungsi subordinatif hubungan
pengakibatan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan kehadiran kata sehingga
yang berfungsi sebagai penghubung kedua kalimat yang berkedudukan tidak
setara.
9) Hubungan Penjelasan/Pelengkapan
Dalam hubungan penjelasan atau pelengkapan, klausa kedua menerangkan atau
memberi penjelasan terhadap klausa pertama atau klausa sebelumnya (Alwi,
1999:73). Hubungan tersebut, biasanya ditandai dengan kehadiran konjungsi
bahwa. Contoh pemakaian konjungsi subordinati hubungan penjelasan atau
pelengkapan sebagai berikut:
Para dokter asing itu rupanya tahu bahwa untuk spesialisasi tertentu kita
masih belum banyak punya ahlinya.
Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda konjungsi
hubungan penjelasan/ pelengkapan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
kehadiran kata bahwa, yang berfungsi sebagao penghubung kedua kalimat
yang berkedudukan tidak setara.
10) Hubungan Cara
Hubungan cara terjadi dalam kalimat yang klausa subordinatifnya menyatakan
cara pelaksanaan dari apa yang dinyatakan oleh klausa utama (Alwi, 1999:71).
Dalam hubungan cara ini konjungsi yang digunakan adalah dengan. Contoh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
29
kalimat yang menggunakan konjungsi subordinatif hubungan cara sebagai
berikut:
Mereka tiba-tiba sepakat mengahbisi nyawa Sanusi dengan menghantamkan
besi dan batu ke kepala korban hingga tewas.
Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda konjungsi
subordinatif hubungan cara. Hal ini dapat dibuktikan dengan kehadiran kata
dengan, yang berfungsi menghubungkan kedua kalimat yang berkedudukan
tidak setara.
c) Konjungsi Korelatif
Konjungsi korelatif berfungsi menghubungkan dua kata, frasa, atau klausa
yang memiliki status sintaksis yang sama (Warsiman, 2013:35). Konjungsi
korelatif ini sering dikenal dengan pasangan kata, dan para pemakai bahasa sering
mengacaukan penggunaan kedua pasangan itu. Konjungsi korelatif adalah
konjungsi terbelah, yaitu sebagian terletak di awal kalimat dan sebagian lagi
terletak di tengah seperti: (1) baik. . . maupun (2) tidak hanya. . . tetapi (3)
demikian (rupa). . . sehingga. Contoh pemakaian konjungsi korelatif sebagai
berikut:
Baik dia ataupun saya sama-sama tidak mengerti.
Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda konjungsi
korelatif. Hal ini dapat dibuktikan dengan kehadiran kata baik dan ataupun yang
membuktikan, bahwa kalimat tersebut merupakan kalimat yang terbelah karena
sebagian terletak di awal dan sebagian di tengah.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
30
d) Konjungsi Antarkalimat
Konjungsi antarkalimat berfungsi menghubungkan satu kalimat dengan kalimat
yang lain. Oleh karena itu, konjungsi ini selalu dimulai dengan suatu kalimat yang
baru dan tentu saja huruf pertamanya ditulis dengan huruf kapital, lalu diikuti oleh
tanda koma sebagai pembatas antarunsur penghubung dan unsur kalimat
berikutnya (Warsiman, 2013:38). Konjungsi inilah yang sering digunakan oleh
pemakai bahasa sebagai sarana penghubung antarkalimat yang satu dengan
kalimat yang lain dalam sebuah paragraf.
Konjungsi antarkalimat sebenarnya dapat dilihat pada contoh konjungsi
koordinatif yaitu jika kedua kalimat tersebut dipisahkan dan tidak dijadikan
keduanya menjadi sebuah kalimat. Berikut ini contoh konjungsi antarkalimat:
biarpun demikian/begitu, sekalipun demikian/begitu, walaupun demikian/begitu,
meskipun demikian/begitu. Sungguhan demikan/begitu, kemudian, sesudah itu,
setelah itu, selanjutnya, sebaliknya, sesungguhnya, bahwasanya, malah (an),
bahkan, (akan) tetapi, namun, kecuali itu, dengan demikan, oleh karena itu, oleh
sebab itu, sebelum itu. Contoh kalimat yang menggunakan penanda hubung
konjungsi antarkalimat sebagai berikut:
Sebelum dimasak, telur harus dicuci dulu dengan air bersih. Kemudian, telur
baru bisa dimasak.
Kalimat tersebut berkohesi dengan penanda konjungsi antarkalimat. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan kehadiran kata kemudian dan berfungsi sebagai
kata hubung yang menghubungkan antara kalimat pertama dan kalimat kedua.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
31
2. Kohesi Leksikal
Kohesi leksikal ialah hubungan yang disebabkan oleh adanya kata-kata yang
secara leksikal memiliki pertalian. Menurut Mulayana (2005:29) kohesi leksikal
atau perpaduan leksikal adalah hubungan leksikal antara bagian-bagian wacana
untuk medapatkan keserasian struktur secara kohesif. Kohesi ini berupa kata atau
frasa bebas yang mampu mempertahankan hubungan kohesif dengan kalimat yang
mendahului atau yang mengikuti (Rani, 2006: 129).
Kohesi leksikal atau perpaduan leksikal adalah hubungan leksikal antara
bagian-bagian wacana untuk mendapatkan keserasian struktur secara kohesif.
Unsur kohesi leksikal terdiri dari sinonim (persamaan), antonym (lawan kata),
hiponim (hubungan bagian atau isi), repetisi (pengulangan), kolokasi (sanding
kata), dan ekivalensi. Tujuan digunakan aspek- aspek leksikal itu diantaranya
adalah untuk mendapatkan efek intensitas makna bahasaa, kejelasan informasi,
dan keindahan bahasa lainnya (Mulyana, 2005: 29). Berikut ini penjelasan unsur-
unsur kohesi leksikal.
a. Hiponim
Hiponimi merupakan peranti kohesi leksikal yang makna kata-katanya
merupakan bagian dari makna kata lain. Kata yang mencakup beberapa kata yang
berhiponim disebut hipernim (Tarigan, dalam Aliah, 2014:60). Baryadi (2002:26)
mengungkapkan bahwa hiponim adalah kohesi leksikal berupa relasi makna
leksikal yang bersifat hierarkis antara konstituen yang satu dengan konstituen
yang lain. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa hiponim merupakan
hubungan kata, anggota, atau keluarga kata tertentu, bagian dari kata umum yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
32
lebih spesifik. Jadi dapat disimpulkan hiponim adalah keluarga kata atau
hubungan kata yang lebih spesifik. Contoh penggunaan hiponim dapat dicermati
dalam kalimat berikut ini:
Semua yang ada di desa seperti kambing, biri-biri, kerbau, lembu dan ayam,
harus dibuatkan kandangnya secara teratur. Ketua kampung mengarahkan
penduduk desa membuat kandang ternakan masing-masing”. (Aliah, 2014: 63).
Kalimat tersebut berkohesi dengan penanda hiponim. Dibuktikan dengan
munculnya kata kambing, biri-biri, kerbau, lembu, ayam yang merupakan
hiponim dari hipernim ternakan.
b. Repetisi
Pengulangan atau repitisi adalah kohesi leksikal berupa pengulangan
konstituen yang telah disebutkan (Baryadi, 2002:25). Rani (2006:130)
menyatakan bahwa repitesi digunakan untuk mempertahankan hubungan
antarkalimat dengan cara mengulang kata atau bagian tertentu dalam sebuah
wacana. Pengulangan ini dapat dilakukan dengan (a) pengulangan penuh, yaitu
mengulang salah satu fungsi dalam kalimat secara utuh atau penuh, (b)
pengulangan dengan bentuk lain, yaitu mengulang salah satu fungsi kalimat
dengan bentuk yang lain tetapi berasal dari bentuk dasar yang sama, (c)
pengulangan dengan peggantian yaitu pengulangan dengan substitusi. Jadi dapat
disimpulkan bahwa repepisi adalah pengulangan kembali suatu unsur yang telah
disebutkan sebelumnya. Contoh penggunaan repetisi dapat dicermati dalam
kalimat berikut ini:
Kami beritahukan kepada saudara bahwa akhir-akhir ini para tamu perpustakaan
Balai Penelitian Bahasa di Yogyakarta banyak yang memesan fotokopi buku-
buku kebahasaan dan kesusastraan yang ada (1). Untuk melayani mereka, kami
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
33
harus memfotokopikan buku-buku di luar lingkungan Balai Penelitian Bahasa
(2). Mereka belum dapat kami layani dengan sebaik-baiknya (3)” (Aliah, 2014:
60).
Kalimat tersebut berkohesi dengan penanda repetisi. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan kehadiran kata buku-buku yang ada di kalimat pertama diulang
kembali di kalimat sesudahnya.
c. Kolokasi
Kohesi kolokasi adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna yang
berdekatan antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain (Baryadi,
2002:28). Rani (2006:133) menambahkan bahwa kolokasi adalah suatu hal yang
selalu berdekatan atau berdampingan dengan yang lain, biasanya diasosiasikan
sebagai satu kesatuan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kolokasi merupakan
hubungan kata, untuk memahami sebuah kata atau banyak kata sebagai kolokasi
harus memahami konteksnya. Contoh penggunaan kolokasi dapat dicermati dalam
kalimat berikut ini:
Aku membeli sepucuk bunga mawar untuk kekasihku.
Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda kolokasi. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan kehadiran kata sepucuk yang hanya dapat
digunakan untuk kata-kata tertentu.
d. Sinonimi
Sinonimi adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang mirip
antara konstituen yang satu dengan konstituen yang lain (Baryadi, 2002: 27).
Sinonimi dapat disebut sebagai persamaan kata, maksudnya memiliki makna yang
sama atau mirip dan dapat saling menggantikan tanpa mengubah makna
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
34
sebelumnya. Penggunaan sinonimi harus sesuai konteks, meskipun bersinonim,
namun tetap ada perbedaan. Jadi, dapat disimpulkan bahwa sinonimi adalah
persamaan kata yang memilki maksud yang sama. Berikut ini contoh penggunaan
sinonimi. Contoh penggunaan sinonimi dapat dicermati dalam kalimat berikut
ini:
Jumlah orang Jawa perantauan ini selalu cenderung naik. Sensus yang
dilakukan di Inggris di tahun-tahun mereka berkuasa menunjukan peningkatan
itu (Baryadi, 2002: 27)
Kalimat tersebut berkohesi dengan penanda sinonimi. Hal tersebut dapat
dibuktikan dengan kehadiran kata naik dan peningkatan. Kedua kata tersebut
dapat dikatakan bersinonim karena memiliki makna yang sama.
e. Antonimi
Antonimi adalah kohesi leksikal yang berupa relasi makna leksikal yang
bersiat kontras atau berlawanan antara konstituen yang satu dengan konstituen
yang lain (Baryadi, 2002:28). Hal tersebut juga ditegaskan oleh Lubis (2011:46)
bahwa antonimi adalah cara mengemukakan kalimat-kalimat dengan cara
mempertentangkan kata-kata. Jadi, antonimi adalah perlawanan kata. Maksudnya
kata tersebut memiliki makna yang bertentangan. Berikut ini contoh penggunaan
antonimi. Contoh penggunaan antonimi dapat dicermati dalam kalimat berikut ini:
Laki-laki lebih rasional, lebih aktif, lebih agresif. Wanita sebaliknya lebih
emosional, lebih pasif, lebih submisif (Baryadi, 2002:28).
Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda antonimi. Hal
tersebut dapat dibuktikan dari pasagan kata yang saling berlawanan makna yaitu:
rasioal x emosional, aktif x pasif, dan agresif x submisif.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
35
f. Ekuivalensi
Ekuivalensi ialah jenis kohesi leksikal yang berupa sejumlah kata sebagai
hasil proses afiksasi dengan morfem asal yang sama (Nesi, 2012:42). Ekuivalensi
dapat dikatakan sebagai kata yang memiliki kedekatan hubungan karena berasal
dari kata dasar yang sama. Penggunaan ekuivalensi dalam tulisan akan membuat
semakin kohesif dan hubungannya tampak jelas. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
ekuivalensi adalah kata yang berasal dari kata dasar yang sama. Contoh
penggunaan ekuivalensi dapat dicermati dalam kalimat berikut ini:
Mereka adalah seorang pelajar. Merka belajar mati-matian agar lulus
dengan nilai yang memuaskan.
Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi dengan penanda ekuivalensi. Hal
tersebut dapat dibuktikan dengan kehadiran kata pelajar dan belajar yang berasal
dari kata dasar yang sama.
2.2.3 Koherensi
Brown dan Yule (dalam Mulyana, 2005:30) mengatakan, koherensi adalah
kepaduan dan keterpahaman antarsatuan dalam suatu teks atau tuturan. Sejalan
dengan itu, Wahjudi (dalam Mulyana, 2005:30) berpendapat bahwa hubungan
koherensi ialah keterkaitan antara bagian yang satu dengan bagian yang lainnya,
sehingga kalimat memiliki kesatuan makna yang utuh. Wacana yang koheren
memiliki ciri-ciri: susunannya teratur dan amanatnya terjalin rapi, sehingga
mudah diinterpretasikan (Samiati, dalam Mulyana, 2005:30). Eriyanto (2001:242)
mengatakan koherensi adalah pertalian atau jalinan antarkata atau kalimat dalam
teks. Dua buah kalimat dapat yang menggambarkan fakta yang berbeda dapat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
36
dihubungkan sehingga tampak koheren. Fakta yang tidak behubungan sekalipun
dapat menjadi berhubungan ketika seseorang menghubungkannya.
Sebuah paragraph yang koheren menitikberatkan pada kalimat-kalimat
dalam paragraaf yang saling berhubungan membentuk untaian yang serasi.
Pembaca akan lebih mudah mengikuti hubungan antarkalimat sebagai satu
kesatuan unit dan bukan kumpulan kalimat dari informasi yang terpisah. Dalam
struktur wacana, aspek koherensi sangat diperlukan keberadaanya untuk manata
pertalian batin antara proposisi yang satu dengan yang lainnya untuk mendapatkan
keutuhan. Keutuhan yang koheren tersebut dijabarkan oleh adanya hubungan-
hubungan makna yang terjadi antar unsur (bagian) secara semantis. Hubungan
tersebut kadang terjadi melalui alat bantu kohesi, namun kadang-kadang dapat
terjadi tanpa bantuan alat kohesi. Secara keseluruhan hubungan makna yang
bersifat koheren menjadi bagian dari organisasi semantis (Mulyana, 2005:30).
Jadi, kebermaknaan unsur koherensi sesungguhnya bergantung kepada
kelengkapan yang serasi antara teks (wacana) dengan pemahaman penutur atau
pembaca.
Adapun kriteria tingkat kekohesian meliputi, (1) hubungan antarkalimat
yang baik (2) kalimatnya efektif (3) urutan kalimat runtut dan menggunakan
penanda hubungan koherensi yang tepat dan (4) pemilihan pengungkapan
kosakata tepat. Wacana yang koheren memiliki ciri-ciri, susunannya teratur dan
amanatnya terjalin rapi, sehingga mudah diinterpretasikan (Samiyati, dalam
Mulyana 2005:30).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
37
Untuk membentuk keutuhan wacana, idealnya bagian-bagian wacana itu
bersifat kohesif dan koheren. Namun, bila mencari faktor mana yang lebih
mendasar dalam menciptakan keutuhan wacana, kekoherensilah yang lebih
mendasar daripada kohesi. Bagian-bagian wacana yang koheren, meskipun tidak
kohesif, dapat membangun wacana yang utuh. Sebaliknya, bagian-bagian yang
tidak koheren, meskipun kohesif, tidak dapat membentuk keutuhan wacana.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
koherensi merupakan pertalian makna sehingga memiliki kesatuan gagasan.
Struktur wacana yang teratur mempermudah pembaca atau pendengar untuk
memahami isi bacaan
1. Koherensi Berpenanda
Koherensi berpenanda ialah keterkaitan semantis antara bagian-bagian
wacana yang pengungkapannya ditandai dengan konjungsi. Koherensi berpenanda
terdiri atas: (a) koherensi temporal/ kronologis, (b) koherensi intensitas, (c)
koherensi kausalitas, (d) koherensi kontras, (e) koherensi aditif, dan (f) koherensi
perurutan (Sumadi, dalam Nesi 2012).
a. Koherensi Temporal/Kronologis
Menurut Sumadi (dalam Nesi, 2012:83) koherensi temporal, yaitu koherensi
yang menyatakan hubungan makna waktu antara kalimat yang satu dengan
kalimat yang lain. Misalnya kata setaun lalu, seminggu sekali, dua minggu,
sekarang, dan sebulan. Contoh penggunaan koherensi temporal/kronologis dapat
dicermati dalam kalimat berikut ini:
“Setahun lalu saya karyawati umur 45, pernah menjalani operasi kanker
payudara. Tadinya seminggu sekali, lalu dua minggu, dan sekarang sebulan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
38
sekali. Selalin mahal, juga melelahkan. Tetapi sampai sekarang, tidak ada
kepastian apakah payudara saya sudah sehat atau ini akan berlangsung abadi
(Minggu pagi dalam Puspitasari)”.
Pada contoh di atas terlihat bahwa terdapat empat kalimat. Diantara kalimat-
kalimat tersebut terdapat hubungan makna waktu yang dinyatakan dengan setahun
lalu, seminggu sekali, dua minggu, sebulan sekali, sekarang.
b. Koherensi Intensitas
Koherensi intensitas, yaitu koherensi yang menyatakan hubungan
kesungguhan atau penyangatan yang terdapat dalam sejumlah penanda alam
fungsinya sebagai penghubung antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain
(Sumadi, dalam Nesi, 2012:84). Contoh penggunaan koherensi intensitas dapat
dicermati dalam kalimat berikut ini:
”Eksistensi pers berada di antara perangkat hukum yang melindungi
kebebasan pers dan yang mengancamnya. Ironisnya, antara perangkat hukum
yang melindungi dengan yang mengancamnya justeru lebih banyak yang
mengancam kebebasan pers. Padahal, jika pemerintah berkomitmen
menegakkan pemerintahan yang bersih, seyogyanya melindungi dan
mengfungsikan pers”.
Contoh di atas terdiri atas tiga kalimat. Di antara kalimat-kalimatnya terdapat
penyanggatan yang ditunjukan dengan konjungsi padahal). Jadi kalimat tersebut
dapat dikatakan berkoherensi intensitas.
c. Koherensi Kausalitas
Koherensi kausalitas, yaitu koherensi yang menytakan hubungan sebab-akibat
antara kalimat yang satu dengan kalimat yang lain (Sumadi, dalam Nesi,
2012:84). Misalnya kata oleh karena itu atau oleh sebab itu. Contoh penggunaan
koherensi kausalitas sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
39
“Kira-kira mulai tahun 1980-an kajian bahasa Indonesia cenderung
mengarah ke bidang analisis wacana. Namun, perkembangan tersebut
mengahdapi kendala, yaitu masih langkanya literatur berbasa Indonesia
mengenai wacana, baik mengenai teori maupun model analisisnya. Oleh
sebab itu, penyusunan buku ini dimaksudkan untuk mengisi kerumpangan
tersebut (Baryadi, 2002: 29-30)”.
Pada contoh di atas, kalimat terakhir berkoherensi kausalitas. Hal tersebut
ditandai dengan konjungsi oleh sebab itu pada kalimat ketiga.
d. Koherensi Kontras
Sumadi, (dalam Nesi, 2012:85) menyatakan koherensi kontras yaitu
koherensi yang menyatakan hubungan pertentangan atau perlawanan antara
kalimat yang satu dengan kalimat yang lain. Misalnya kata namun untuk
menyatakan hubungan perlawanan. Contoh penggunaan koherensi kontras dapat
dicermati dalam kalimat berikut ini:
“Sepintas tampaknya ini menguntungkan karena dapat mengimbangi
terjadinya pemanasan global. Tetapi, juga menimbulkan kekuatiran baru,
yaitu bahwa kita telah memperkirakan terlalu rendah (underestimate) efek
GRK pada peningkatan suhu permukaan bumi (Kompas, melalui Ernawati,
2007: 57)”.
Pada contoh di atas terdapat dua kalimat. Kalimat kedua berkoherensi
pertentangan dengan kalimat pertama. Hal tersebut ditandai konjungsi tetapi yang
terdapat dalam kalimat kedua.
e. Koherensi Aditif
Koherensi aditif, yaitu koherensi yang menyatakn makna penambahan antara
kalimat yang satu dengan kalimat yang lain, yang ditandai konjungsi tertentu,
misalnya di samping itu, lagi pula, dan berikutnya (Nesi, 2012:85). Contoh
penggunaan koherensi aditif sebagai berikut:
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
40
“Agar badan tetap sehat, ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Pertama-tama
kita harus makan makanan bergizi. Berikutnya kita harus berolah raga
secara teratur. Di samping itu, kita harus memiliki cukup waktu untuk
beristirahat”.
Pada contoh di atas terlihat bahwa kalimat pertama berkoherensi aditif dengan
kalimat kedua dan kalimat ketiga yang ditandai dengan konjungsi berikutnya dan
di samping itu mengajak pembaca untuk melakukan ketiga hal yang disampaikan.
f. Koherensi Perurutan
Koherensi perurutan, yaitu koherensi yang menyatakan hubungan perbuatan
yang harus dilakukan secara berurutan (Baryadi, 2002:46). Misalnya kata pertama
kali, dan dua hari kemudian. Contoh penggunaan koherensi perurutan dapat
dicermati dalam kalimat berikut ini:
“Saat pertama kali diketahui, bunga yang mekar itu berwarna merah darah
seperti pisang. Dua hari kemudian, makhkotanya mrmbuka, sementara bau
busuknya, berangsur-angsur hilang”
Pada contoh di atas terdiri dari dua buah kalimat. Kalimat pertama dan
kalimat kedua terdapat koherensi perurutan yang ditandai dengan pertama kali,
dan dua hari kemudian.
2. Koherensi Tak Berpenanda
Koherensi tidak berpenanda ialah pertalian semantik antara bagian-bagian
wacana yang secara tekstual tidak ditandai konjungsi namun dapat dipahami dari
hubungan antarunsur-unusurnya (Baryadi, 2002: 34). Koherensi tidak berpenanda
terdiri atas (a) koherensi perincian dan (b) koherensi wacana dialog. Berikut ini
akan diuraikan tentang koherensi tidak berpenanda.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
41
a. Koherensi Perincian
Baryadi (2002: 32) mengatakan bahwa koherensi perincian adalah koherensi
yang mengatakan hubungan makna rincian penjelasan sesuatu hal secara
sistematis. Contoh penggunaan koherensi perincian dapat dicermati dalam kalimat
berikut ini:
“Burung walet hitam berukuran lebih besar (14 cm) dengan sayap panjang
dan ekor tercelah dalam (menggarpu). Warna tungginya bervariasi antara
abu-abu sampai hitam gelap seperti punggungnya. Kakinya tidak berbulu
atau hanya sedikit berbulu (Makckinnon, 1990 melalui Baryadi, 2002: 32)”.
Kalimat tersebut dapat dikatakan berkohesi perincian. Hal tersebut dapat
dilihat dari penjelasan tentang burung walet yang dijelaskan secara rinci.
b. Koherensi Wacana Dialog
Koherensi wacana dialog adalah koherensi yang didominasi oleh adanya
stimulus-respon. Koherensi wacana dialog untuk diwujudkan dalam bentuk
penanda sehingga harus dipahami dari hubungan antarkalimatnya. Contoh
penggunaan koherensi wacana dialog dapat dicermati dalam kalimat beikut ini:
A: Berapa harga buah durian ini, Bu?
B: Cuma dua puluh lima rbu rupiah
A: Boleh kurang, Bu?
B: Kurang sedikit lah!
A: Lima belas ribu ya, Bu?
B: Belum bisa, naik sedikit, lah! (Baryadi, 2002: 35).
Pada contoh di atas wacana yang kalimat-kalimatnya berfungsi untuk
menyampaikan negosiasi atau tawar menawar. Oleh karena itu, kalimat-kalimat
tersebut dapat dikatakan berkoherensi wacana dialog.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
42
2.2.4 Perbedaan Kohesi Dan Koherensi
Sebagaimana disebutkan di bagian depan, kohesi dan koherensi
sebenarnya hampir sama. Bahkan, beberapa penanda aspek kohesi juga
merupakan penanda koherensi. Demikian pula sebaliknya. Jadi, terdapat hal-hal
yang tumpeng tindih di antara kedua aspek wacana tersebut. Meski demikian,
bukan berarti keduanya tidak dapat dibedakan.
Tabel 2.1 Perbedaan Kohesi dan Koherensi
Perbedaan kohesi dan koherensi
Kohesi Koherensi
Kepaduan Kerapian
Keutuhan Kesinambungan
Aspek bentuk (form) Aspek makna (meaning)
Aspek lahirlah Aspek batiniah
Aspek formal Aspek ujaran
Organisasi sintaktik Organisasi semantic
Unsur internal Unsur eksternal
Jadi perbedaan di antara kedua aspek tersebut ialah pada sisi titik dukung
terhadap struktur wacana. Artinya, dari arah mana aspek itu mendukung keutuhan
wacana. Bila dari dalam (internal), maka disebut sebagai aspek kohesi.
Sebaliknya, bila aspek itu berasal dari luar, maka disebut sebagai koherensi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
-
43
2.2.5 Tingkat Kekohesian dan Kekoherensian
Tingkat kekohesian itu kadar hubungan yang menggunakan penanda
eksplisit struktur-struktur kalimat yang mencerminkan hubungan struktur bentuk.
Untuk memperoleh wacana yang baik dan utuh, maka kalimat-kalimatnya harus
kohesif. Hanya dalam hubungan kohesif itulah suatu unsur dalam wacana dapat di
interpretasikan. Adapun tingkat kekoherensian adalah hubungan kalimat yang
menggambarkan satuan makna, baik menggunakan penanda kekoherensian
ataupun tidak menggunakan penanda kekoherensian, tetapi terdapat kepaduan
makna. Contoh penerapan kalimat yang berkohesi juga berkoherensi sebagai
berikut, (1) kelinci makan wortel dengan lahapnya. Kalimat tersebut berkohesi
juga berkoherensi. Kalimat tersebut dapat dikatakan kohesi karena memiliki
kesatuan bentuk dan dibuktikan dengan penanda konjungsi subordinatif yaitu kata
dengan. Selain berkohesi, kalimat tersebut juga berkoherensi karena membentuk
satuan makna. (2) wortel itu makan kelinci dengan lahapnya. Kalimat tersebut
dapat dikatakan berkohesi, tetapi tidak koherensi. Kekohesian kalimat tersebut
dibuktikan dengan konjungsi dengan. Walaupun demikan, kalimat tersebut tidak
dapat dikatakan berkoherensi, karena makna dari kalimat tersebut tidak muncul.
(3) Aduh. Kata tersebut tidak berkohesi, tetapi berkoheren. Kata aduh memiliki
makna sebagai kata seru untuk menyatakan rasa heram, sakit, dan sebagainya.
Kalimat yang berkoheren tidak harus kohesi. Namun, kalimat yang kohesif
haruslah koheren, agar kalimat tersebut mengandung makna yang jelas dan mudah