POHON BIDARA DALAM AL QURANe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/9786/1/skripsi... · 2020. 11....

101
i POHON BIDARA DALAM AL QURAN Studi Penafsiran Term Sidr (Kajian Tematik Tafsīr al-Misbāh dan Tafsīr Ibnu Katṡīr) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag) Disusun Oleh: LATIFATUN NAFISAH NIM. 53020160003 PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN HUMANIORA INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA 2020

Transcript of POHON BIDARA DALAM AL QURANe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/9786/1/skripsi... · 2020. 11....

  • i

    POHON BIDARA DALAM AL QURAN

    Studi Penafsiran Term Sidr

    (Kajian Tematik Tafsīr al-Misbāh dan Tafsīr Ibnu Katṡīr)

    SKRIPSI

    Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

    Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)

    Disusun Oleh:

    LATIFATUN NAFISAH

    NIM. 53020160003

    PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR

    FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN HUMANIORA

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SALATIGA

    2020

  • ii

    PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN

    DAN

    KESEDIAAN DIPUBLIKASI Saya yang bertanda tangan dibawah ini.

    Nama : Latifatun Nafisah

    NIM : 53020160003

    Fakultas : Ushuluddin, Adab dan Humaniora

    Program Studi : Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir

    Judul : Pohon Bidara Dalam Al-Qur’an

    Studi Penafsiran Term Sidr

    (Kajian Tematik Tafsīr Al-Misbāh

    dan Tafsīr Ibnu Katṡīr

    Menyatakan bahwa skripsi yang saya tulis ini benar-benar merupakan hasil

    karya saya sendiri, bukan jiplakan karya tulis orang lain. Pendapat atau temuan orang

    lain yang terdapat dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk berdasarkan kode etik ilmiah.

    Skripsi ini diperbolehkan untuk dipublikasikan oleh perpustakaan IAIN Salatiga.

    Salatiga, 21 September 2020

    Yang menyatakan

    Latifatun Nafisah

    Nim: 53020160003

  • iii

    PERSETUJUAN PEMBIMBING Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi saudari:

    Nama : Latifatun Nafisah

    Nim : 53020160003

    Fakultas : Ushuluddin, Adab dan Humaniora

    Program Studi : Ilmu Al-Qur’an Dan Tafsir

    Judul : Pohon Bidara dalam Al-Qur’an Studi Penafsiran

    Term Sidr (Kajian Tematik Tafsīr Al-Misbāh dan

    Tafsīr Ibnu Katṡīr

    Telah kami setujui untuk dimunaqosyahkan.

    Salatiga, 21 September 2020

    Pembimbing

    Dr. Supardi, S.Ag., M.A.

    NIP.197707142006041002

  • iv

    KEMENTERIAN AGAMA

    INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA

    FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB DAN HUMANIORA Jl. Nakula Sadewa V No. 9, Dukuh, Kembangarum Telp. (0298) 341900 Salatiga

    Website: http://www.ushuluddin.iainsalatiga.ac.id e-mail: [email protected]

    PENGESAHAN KELULUSAN

    Skripsi Saudari Latifatun Nafisah dengan Nomor Induk Mahasiswa 53020160003

    yang berjudul “Pohon Bidara dalam Al-Qur’ān Studi Penafsiran term Sidr

    (Kajian Tematik Tafsīr Al-Misbāh dan Tafsīr Ibnu Katṡīr)” telah dimunaqosyahkan

    dalam sidang Majlis Munaqosyah Fakultas Ushuluddin Adab dan Humaniora, Institut

    Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga pada Rabu, 21 Oktober 2020 dan telah diterima

    sebagai bagian dari syarat-syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pada Program Studi

    Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

    Salatiga, 10 Rabi’ul Awwal 1442 H

    27 Oktober 2020

    Panitia Ujian

    Ketua Sidang Sekretaris Sidang

    Dr. Benny Ridwan, M.Hum. Dr. Supardi, S.Ag., M.A.

    NIP. 19730520 199903 1006 NIP. 19770714 200604 1002

    Penguji I Penguji II

    Dr. Adang Kuswaya, M.Ag. Dr. Muhammad Rikza Muqtada, M.Hum.

    NIP. 19720531 199803 1002 NIP. 19900430 201608 1001

    Dekan Fakultas Ushuluddin,

    Adab dan Humaniora

    Dr. Benny Ridwan, M.Hum.

    NIP. 19730520 199903 1006

    http://www.ushuluddin.iainsalatiga.ac.id/mailto:[email protected]

  • v

    MOTTO

    Memilihlah dengan tanpa penyesalan

    __ Mary Anne Radmacher

    PERSEMBAHAN

    Untuk orang tuaku,

    Para dosenku, saudara-saudaraku,

    dan sahabat-sahabat seperjuangan ku.

  • vi

    ABSTRAK

    Skripsi ini merupakan hasil dari studi kepustakaan dengan judul “ Pohon Bidara

    dalam Al-Qur’an Studi Penafsiran Term Sidr (Kajian Tematik Tafsir Al-Misbāh dan

    Tafsir Ibnu Katṡīr)”. Tujuan penelitian ini adalah Pertama, Bagaimana cara

    mengetahui hakikat as Sidr dalam al-Qur’ān dan pemaknaan nya secara utuh. Kedua,

    Bagaimana mengungkap makna as sidr menurut Quraish Shihab dan Ismā’īl bin katṡīr,

    kemudian menginterpretasikan secara tematik.

    Penelitian skripsi ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif, yakni

    pengumpulan data yang diperoleh melalui kajian teks kemudian dilanjutkan analisis

    menggunakan pola pikir deduktif sesuai kemampuan penulis. Pembahasan tafsir dalam

    penelitian skripsi ini adalah metode maudhū’i. Dalam penelitian ini penulis

    menggunakan Tafsīr al-Misbāh dan Tafsīr Ibnu Katṡīr. Landasan teori yang digunakan

    dalam penelitian adalah teori tafsir maudhū’i.

    Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan Pertama, Hakikat As-Sidr dalam

    al-Qur’an adalah sidrun – sudūrun – sidratun – sidrātun pohon bidara. Dalam Bahasa

    latin disebut Ziziphus mauritiana. Kedua, Min sidrin qalīl yaitu pohon bidara sebagai

    balasan orang-orang yang kufur kepada Allah. Sidrah al-Muntahā maknanya pohon

    raksasa yang ditempati para malaikat. As-sidrata mā yaghsya maknanya pohon raksasa

    yang dahanya ada malaikat yang bertasbih kepada Allah Swt., Sidrin makhḍud adalah

    penggambaran kenikmatan yang diberikan kepada orang yang taat.

    Kata kunci: Bidara, As-Sidr, Tematik (Maudhū’i)

  • vii

    PEDOMAN TRANSLITERASI

    Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan Skripsi ini

    berpedoman pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan

    dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543b/U/1987.

    A. Konsonan Tunggal

    Huruf

    Arab Nama Huruf Latin Nama

    Alif اtidak

    dilambangkan tidak dilambangkan

    ba’ B Be ب

    ta’ T Te ت

    (ṡa ṡ es (dengan titik di atas ث

    Jim J Je ج

    ḥa’ ḥ حha (dengan titik di

    bawah(

    kha’ Kh ka dan ha خ

    Dal D De د

    (Żal Ż zet (dengan titik di atas ذ

  • viii

    ra’ R Er ر

    Zal Z Zet ز

    Sin S Es س

    Syin Sy es dan ye ش

    ṣad ṣ صes (dengan titik di

    bawah)

    ḍad ḍ ضde (dengan titik di

    bawah)

    (ṭa’ ṭ te (dengan titik di bawah ط

    ẓa’ ẓ ظzet (dengan titik di

    bawah)

    (ain ‘ koma terbalik (di atas‘ ع

    Gain G Ge غ

    fa’ F Ef ف

    Qaf Q Qi ق

    Kaf K Ka ك

  • ix

    Lam L El ل

    Mim M Em م

    Nun N En ن

    Wawu W We و

    ha’ H Ha ه

    Hamzah ` Apostrof ء

    ya’ Y Ye ي

    B. Konsonan Rangkap Tunggal karena Syaddah Ditulis Rangkap

    Ditulis Muta’addidah متعددة

    Ditulis ‘iddah عدة

    C. Ta’ Marbuṭah di akhir kata ditulis h

    a. Bila dimatikan ditulis h

    Ditulis Ḥikmah حكمة

  • x

    Ditulis Jizyah جزية

    (ketentuan ini tidak diperlukan kata-kata Arab yang sudah terserap ke dalam bahasa

    Indonesia, seperti zakat, shalat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya)

    b. Bila diikuti kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah, maka ditulis h.

    `Ditulis Karâmah al-auliyā كرمة االولياء

    c. Bila Ta’ Marbuṭah hidup dengan harakat, fatḥah, kasrah, atau ḍammah ditulis t.

    Ditulis Zakat al-fiṭrah زكاة الفطرة

    D. Vokal Pendek

    ___ َ Fatḥah Ditulis A

    ___ َ Kasrah Ditulis I

    ___ َ Ḍammah Ditulis U E. Vokal Panjang

    Fatḥah bertemu Alif

    جاهليةDitulis

    Ā

    Jahiliyyah

    Fatḥah bertemu Alif Layyinah

    تنسىDitulis

    Ā

    Tansa

    Kasrah bertemu ya’ mati

    كريمDitulis

    Ī

    Karīm

  • xi

    Ḍammah bertemu wawu mati

    فروضDitulis

    Ū

    Furūḍ

    F. Vokal Rangkap

    Fatḥah bertemu Ya’ Mati

    بينكمDitulis

    Ai

    Bainakum

    Fatḥah bertemu Wawu Mati

    قولDitulis

    Au

    Qaul

    G. Vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof

    Ditulis A`antum أأنتم

    Ditulis U’iddat أعدت

    شكرتملئن Ditulis La’in syakartum

    H. Kata sandang alif lam yang diikuti huruf Qamariyyah maupun Syamsyiyyah

    ditulis dengan menggunkan “al”

    Ditulis Al-Qiyās القياس

    `Ditulis Al-Samā السماء

    Ditulis Al-Syams الشمس

  • xii

    I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat ditulis menurut bunyi atau

    pengucapannya

    Ditulis Żawi al-furūḍ ذوى الفروض

    Ditulis Ahl al-sunnah اهل السنة

  • xiii

    KATA PENGANTAR

    بسم الله الرحمن الرحيم

    Alhamdulilah, puji syukur atas rahmat Allah Yang Maha Kuasa. Atas berkat

    rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini meskipun harus berjuang keras

    menyelesaikanya. Waktu yang memburu serta semangat dari orang-orang terdekat

    menjadi pemicu semangat penulis untuk segera menyelesaikannya. Sholawat dan

    salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Saw., sang

    manusia sempurna yang jasanya begitu besar bagi umat Islam. Cinta kasih dan

    pengorbanannya begitu besar. Pengorbanan dan perjuangannyalah yang memberi

    semangat kepada penulis untuk tidak menyerah dalam berjuang.

    Selebihnya, dalam menulis skripsi ini penulis mengucapkan banyak

    terimakasih kepada semua pihak yang telah memotivasi, membimbing penulis dengan

    penuh kesabaran dan kasih sayang sehingga skripsi ini terselesaikan. Skripsi ini tidak

    luput dari kesalahan. Meski demikian, semoga karya ini bermanfaat bagi para pembaca

    dan penyusun pribadi. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan

    terimakasih yang tak terhingga kepada:

    1. Bapak dan Ibu tercinta yang telah memberikan kasih sayang, pengorbanan, nasihat

    dan do’a yang tiada henti. Adek Nurul Robi’ah dan adek M. Fuad Fitra Rizki yang

    selalu memberikan semangat dan do’a.

  • xiv

    2. Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga, Bapak Prof. Dr. Zakiyyudin,

    M.Ag. yang telah memberikan kesempatan pada peneliti untuk mengikuti

    pendidikan pada Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir IAIN Salatiga.

    3. Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab dan Humaniora (FUADAH), Bapak Dr. Benny

    Ridwan, M.Hum.

    4. Ketua Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Ibunda Tri Wahyu Hidayati,

    M.Ag, atas bantuan sejak persiapan sampai dengan selesainya peneliti ini.

    5. Bapak Farid Hasan, S.TH.I., M.Hum. pembimbing akademik yang telah

    memberikan dorongan selama studi.

    6. Seluruh Dosen Fakuktas Ushuluddin, Adab, dan Humaniora IAIN Salatiga,

    pimpinan dan seluruh karyawan perpustakaan di lingkungan IAIN Salatiga.

    7. Bapak Dr.Supardi, S.Ag., M.A. selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu

    memberikan bimbingan dan arahan dalam menyusun skripsi.

    8. Bapak Kyai Badarudin Mundirin dan Ibunda Nyai Fathimah selaku pengasuh

    Pondok Pesantren Huffadh Darul Falah Salatiga sekaligus orangtua selama berada

    di Salatiga. Terimakasih atas nasehat, arahan, bimbingan dan ilmu yang tidak bisa

    didapatkan dikampus.

    9. Teman-teman santri Pondok Pesantren Huffadh Darul falah Salatiga, terimakasih

    atas kebersamaannya dipondok sekaligus memberikan support dalam mengaji dan

    menuntut ilmu.

    10. Teman-teman seangkatan dan seperjuangan jurusan Ilmu Al-Qur’an dan tafsir

    angkatan 2016 yang sangat mengesankan.

  • xv

    11. Teman-teman KKN seperjuangan, Mba Vina, Fatur, Yani, Santi, Risti, Nita,

    Marwan dan Bayu. Bapak bayan beserta keluarga besar Kopen, Kalangan, Klego,

    Boyolali yang selalu bersedia membantu semasa KKN. Terimakasih untuk

    kebersamaan 45 hari. Semoga kekeluargaan yang terjalin selalu abadi.

    12. Kepada semua pihak yang turut membantu, baik secara langsung maupun tidak

    langsung hingga terselesaikannya skripsi ini. Semoga Allah memberikan membalas

    dengan kebaikan yang berlipat.

    Semoga semua jasa yang terkonstribusi dalam skripsi ini baik langsung maupun

    tidak langsung mendapat ganjaran yang berlipat ganda dari Allah Swt. Penulis

    berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak pada umumnya dan

    bagi mahasiswa Program Studi Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir pada khususnya. Aamīn

    Yā Rabbal ‘Alamin.

    Salatiga, 09 Oktober 2020

    Penulis

    Latifatun Nafisah

    53020160003

  • xvi

    DAFTAR ISI

    Halaman Judul ......................................................................................................................... i

    Pernyataan keaslian tulisan .................................................. Error! Bookmark not defined.

    Persetujuan pembimbing ...................................................... Error! Bookmark not defined.

    Pengesahan kelulusan ............................................................ Error! Bookmark not defined.

    Motto dan Persembahan ........................................................................................................ v

    Abstrak ................................................................................................................................... vi

    PEDOMAN TRANSLITERASI .......................................................................................... vii

    KATA PENGANTAR .......................................................................................................... xiii

    DAFTAR ISI......................................................................................................................... xvi

    BAB I ........................................................................................................................................ 1

    PENDAHULUAN ................................................................................................................... 1

    A. Latar Belakang Masalah ............................................................................................ 1

    B. Rumusan Masalah ...................................................................................................... 7

    C. Tujuan penelitian ........................................................................................................ 8

    D. Signifikansi Penelitian ................................................................................................ 8

    E. Batasan Penelitian ....................................................................................................... 8

    F. Kajian Pustaka ............................................................................................................ 9

    G. Kerangka Teori ........................................................................................................ 11

    H. Metode Penelitian .................................................................................................... 12

    I. Sistematika Penulisan ............................................................................................... 14

    BAB II .................................................................................................................................... 16

    TAFSIR MAUDHŪ’I DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA .................................. 16

    A. Tafsir Maudhū’i dan Bentuk Kajiannya ................................................................ 16

    1. Definisi Tafsir Maudhū’i ...................................................................................... 16

    2. Bentuk Kajian Tafsīr Maudhū’i .......................................................................... 17

    B. Sejarah Perkembangan Tafsir Maudhū’i ............................................................... 19

    Perkembangan Tafsir Maudhū’i dari Masa Kemasa ................................................ 19

    C. Macam-macam Penelitian Maudhū’i (Tematik) .................................................... 23

  • xvii

    D. Alur Metodis Tafsir Maudhū’i ................................................................................ 25

    E. Urgensi Tafsir Maudhū’i .......................................................................................... 26

    BAB III ................................................................................................................................... 29

    AS SIDR DALAM AL QUR’ĀN .......................................................................................... 29

    A. Tumbuhan Dalam Perspektif al-Qurān .................................................................. 29

    B. Pengertian As Sidr .................................................................................................... 35

    C. Derivasi lafad As Sidr dalam Al-Qur’ān serta Analisa Makiyyah-Madaniyah .. 46

    1. MIN SIDRIN QALĪL (Pohon Bidara yang Sedikit) .......................................... 48

    2. SIDRAH AL-MUNTAHĀ (Pohon raksasa yang dihuni seluruh malaikat) .... 52

    3. As-sidrah (Pohon Bidara) ..................................................................................... 52

    4. SIDRIN MAKHḌŪD (Bidara yang Tidak Berduri) .......................................... 53

    BAB IV ................................................................................................................................... 56

    As SIDR MENURUT TAFSĪR AL-MISBĀH DAN IBNU KATṠĪR ............................... 56

    A. Surah saba’ ayat 16-17 ............................................................................................. 56

    1. Tafsir al-Misbāh .................................................................................................... 56

    2. Tafsir Ibnu katṡīr .................................................................................................. 60

    B. Surah an-Najm ayat 13-15 ....................................................................................... 63

    1. Tafsir Al-Misbah ................................................................................................... 63

    2. Tafsir Ibnu Kaṡīr .................................................................................................. 66

    C. Surah An-Najm ayat 16 ............................................................................................ 67

    1. Tafsir Al-Misbah ................................................................................................... 67

    2. Tafsir Ibnu Kaṡīr .................................................................................................. 69

    D. Surah al-Waqi’ah ayat 28......................................................................................... 70

    1. Tafsir Al-Misbah ................................................................................................... 70

    2. Tafsir Ibnu Kaṡīr .................................................................................................. 72

    BAB V .................................................................................................................................... 75

    PENUTUP .............................................................................................................................. 75

    A. Kesimpulan ................................................................................................................ 75

    B. Saran .......................................................................................................................... 78

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 79

    CURICULUM VITAE .......................................................................................................... 84

  • 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Realita menyatakan bahwa al-Qur’an memiliki peran yang sangat

    penting bagi kehidupan umat Islam. Hal ini merupakan fakta yang tidak dapat

    dibantah,1 karena alQur’an dengan tingkat sakralitasnya telah menghadirkan

    pemahaman yang sangat luas. Pemahaman ini bisa dilihat melalui banyaknya

    peristiwa yang berkembang dalam konteks sosial masyarakat, dan konteks

    tersebut tampaknya sudah terbukti melalui tanda-tanda ayat empiris. Bahkan

    tanda-tanda yang dimaksud sudah tertera dalam alquran, dan oleh Allah hal

    tersebut merupakan ungkapan konkret yang bertujuan untuk membimbing

    manusia kejalan yang benar dan bukan sebagai laknat untuk hambanya.2

    Allah menurunkan al-Qur’an ke muka bumi ini sebagai petunjuk umat

    manusia, dalam upaya untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat

    nanti. Oleh karena itu, al quran diturunkan sesuai dengan kebutuhan umat

    manusia di mukabumi serta menjadi rahmat bagi seluruh alam semesta. Untuk

    itu, al Quran ada yang turun tanpa melalui sebab ada juga al Quran turun setelah

    terjadinya suatu peristiwa yang perlu direspon atau persoalan yang perlu

    dijawab. Dalam hal ini, az-Zamakhsari menafsirkan Q.S. al-Anbiya: 107: “Dan

    1 Samsurrohman, Pengantar ilmu Tafsir (Jakarta: Amzah, 2014), 1. 2 Helmy Qadarusman, “Efektifitas Penggunaan Ayat-Ayat Al Quran Sebagai Ruqyah Di

    Ruqyah Bekam Center Klaten” (IAIN Surakarta, 2017), 1.

  • 2

    tidaklah kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan menjadi rahmat bagi

    alam semesta”, mengatakan:

    Allah Swt. Mengutus Nabi Muhammad Saw. Sebagai rahmat lil-

    ‘alamin, karena dia membawa hal-hal yang dapat memberikan

    kebahagiaan kepada mereka jika mereka mengikutinya. Barang siapa

    mengingkarinya dan tidak mengikutinya, maka pengingkarannya itu

    datang dari diri orang tersebut dan terhalang untuk mendapatkan

    rahmat Allah Swt.3

    Tidaklah mengherankan, atas dasar itulah kita selalu mencari

    keterangan dari al-Qur’ān, baik dari makna lahiriyah maupun makna

    bathiniyah. Untuk mendapatkan saripati al-Qur’ān tersebut, banyak kalangan

    yang melakukan kajian dalam berbagai bentuk. Semua itu dilakukan oleh

    mereka dalam rangka untuk menjawab isu-isu yang beredar dalam realita

    kehidupan. Perkara tersebut membuktikan bahwa penafsiran dari masa sahabat

    sampai sekarang tidak pernah berhenti, dibuktikan dengan adanya karya-karya

    tafsir yang ditulis para ulama dan karya-karya tulisan para sarjana.

    Misi kehadiran islam yakni tertuang dalam Maqashid as Syari’ah atau

    sering disebut dengan kulliyat al Khomsah (lima prinsip umum) yaitu: ḥifẓu din

    (melindungi agama), ḥifẓu nafs (melindungi jiwa), ḥifẓu aql (melindungi

    pikiran), ḥifdzu mal (melindungi harta), ḥifdzu nasab (melindungi keturunan).

    Setidaknya ada tiga komponen yang utama, yakni memelihara akal, jasmani dan

    rohani yang sangat erat kajian nya dengan kesehatan. Sudah sangat jelas bahwa

    agama memiliki perhatian khusus untuk masalah kesehatan manusia.

    3 Abdurrahman, et.al., Al Quran Dan Isu-Isu Kontemporer (Yogyakarta: eLSAQ Press, 2011),

    v.

  • 3

    Menurut M. Quraish Shihab dalam kitab tafsirnya beliau menafsirkan

    lafadz Syifa’ yang terdapat dalam surah Yunus ayat 57, bahwa yang dimaksud

    dengan Syifa’ adalah bentuk pengobatan yang ada di dalam dada. Sementara

    pemahaman ulama ayat-ayat al-Qur’an juga bisa digunakan pengobatan

    jasmani. Dalam hal ini menurut Ash-Shabuniy, makna Syifa’ dalam al-Qur’an

    tidak terbatas pada penyakit hati saja, akan tetapi bisa digunakan sebagai obat

    penyakit jasmani dan ketika dibacakan ayat-ayat al Quran akan menimbulkan

    barakah yang dapat menyembuhkan penyakit.4

    Al-Qur’an memang bukan kitab ilmu pengetahuan yang mana didalam

    nya terdapat pelajaran mengenai teori-teori ilmiah seperti: ilmu fisika, biologi,

    kimia, antropologi, geologi, kedokteran dan lain sebagainya. Meskipun

    demikian, tidak bisa mengingkari bahwa didalam kitab al-Qur’ān terdapat

    isyarat tentang dasar-dasar ilmu pengetahuan (sains). Disisi lain, secara khusus

    al-Qur’ān mengajak untuk mempelajari ilmu-ilmu kealaman, seperti:

    matematika, filsafat, sastra dan masih banyak dalam bidang keilmuan yang lain.

    Meskipun al-Qur’ān bukan kitab ilmu pengetahuan, melainkan kitab

    keagamaan. Akan tetapi, di dalam nya terdapat banyak pesan-pesan yang

    merujuk pada fenomena-fenomena kealaman.5

    4 M. Ali Ash Shabuniy, Cahaya Al Quran Tafsir Tematik Surah Hud-Al Isra’ (Jakarta: Pustaka

    Al-Kausar, 1988), 539–540. 5 Muhammad al Fuadi, Ayat-Ayat Pertanian Dalam Al Quran, Skripsi (Semarang: UIN

    Walisongo, 2016), 7–8.

  • 4

    Sebagaian dari gerakan komunitas muslim tradisionalis, ada yang

    menggerakkan penanaman dan budidaya pohon Bidara biasanya mereka

    menyebutnya dengan sebutan program Botani al-Qur’ān.6 Gerakan ini bukan

    hanya sekedar bermotif tentang perekonomian dan bisnis saja, akan tetapi

    mengusung misi pengalaman hadis Nabi. Berdasarkan hadis Nabi mereka

    paham betul bahwa keseluruhan pohon Bidara mempunyai banyak kemanfaatan

    secara syar’i. Salah satu manfaat bidara yaitu untuk mandi wajib setelah haid,

    terdapat dalam hadist ‘Aisyah ra. diriwayatkan oleh Muslim berbunyi:

    ا ف ت ْدل ك ه د لْ ه أْس ْور ث مَّ ت ص بُّ ع ل ى ر ن الطُّه ر ف ت ْحس ه ا ف ت ط هَّ ْدر س ه ا و اء ذ إ ْحد اك نَّ م اك ت أْخ

    ا.ش د ب ه ر سَّك ة ف ت ط هَّ م ة م ذ ف ْرص اء ث مَّ ت أْخ ا اْلم ل ْيه ا ث مَّ ت ص بُّ ع ه أْس ْون ر ت ى ي ْبل غ ش ؤ ْيد ا ح

    ْين ان الله ت ط هَّر ا ؟ ف ق ال : س ْبح ك ْيف أ ت ط هَّر ب ه اء : و ا ت ْخف ى ف ق ال ْت أ ْسم أ نَّه ائ ش ة : ك ا. ع ب ه

    .ذ ْين أ ث ر الدَّم ل ك ت ت بَّع

    “Hendaklah salah seorang di antara kalian mengambil air dan daun bidara kemudian

    bersuci dengan sempurna kemudian menyiram kepalanya dan menyela-nyelanya

    dengan keras sampai ke dasar rambutnya kemudian menyiram kepalanya dengan air.

    Kemudian mengambil sepotong kain (atau yang semisalnya) yang telah diberi wangi-

    wangian kemudian dia bersuci dengannya. Kemudian Asma` bertanya lagi:

    “Bagaimana saya bersuci dengannya?”. Nabi menjawab: “Subhanallah, bersuci

    dengannya”. Kata ‘Aisyah: “Seakan-akan Asma` tidak paham dengan yang demikian,

    maka ikutilah (cucilah) bekas-bekas darah (kemaluan)”. HR. Muslim.

    Dalam al-Qur’ān pun juga di jelaskan bahwasanya Bidara merupakan

    tanaman yang bernilai. Pernyataan ini membuktikan bahwa semua yang

    6 Ahmad ’Ubaydi Hasbillah, Ilmu Living Quran-Hadis (Tangerang Selatan Banten: Yayasan

    Wakaf Darus-Sunnah, 2019), 177.

  • 5

    diciptakan Allah tidak ada yang sia-sia, semua ada manfaat nya dan tidak dapat

    disangkal lagi. Dalam al-Qur’ān pohon Bidara disebutkan beberapa kali, salah

    satunya tertera dalam surah al Waqi’ah yang berbunyi:

    اب اْلي م ا أ ْصح ين م اب اْلي م أ ْصح ْخض ودٍ و ْدٍر م . ف ي س ين

    Dan golongan kanan, alangkah bahagianya golongan kanan itu. Berada diantara

    pohon bidara yang tidak berduri. (Q.S. Al Wāqiah: 27-28)

    Dari ayat diatas dapat diambil kesimpulan bahwasanya ketika Allah

    menggambarkan surga, al-Qur’ān menggunakan istilah aẓ-ẓill al-mamdud

    (naungan yang terbentang). Pada ayat tersebut terdapat isyarat dalam kehidupan

    dunia sebagai salah satu kekuasaan Allah yang tersebar dialam raya untuk

    direnungkan oleh setiap mukmin yang benar, serta mengetahui tujuan dan

    hikmah penciptaan nya.7

    Tumbuhan bidara merupakan salah satu tanaman yang disebutkan

    dalam al Quran, tanaman obat ini sangat jarang dijumpai didaerah perkotaan.

    Bidara atau widara lebih sering hidup di daerah yang tandus. Tumbuhan jenis

    ini memiliki ciri-ciri buah bulat kecil dengan rasa manis dan kesat. Bentuk daun

    dari tanaman ini bulat lonjong dengan tangkai yang rimbun dipenuhi dengan

    duri. Tumbuhan bidara ini memiliki nama latin Ziziphus Mauritana.8 Mengutip

    dari Wikipedia, pohon bidara memiliki beragam nama diberbagai daerah

    7 Ahmad Fuad Pasya, Dimensi Sains Al Quran (Solo: Tiga serangkai, 2004), 128. 8 Dewasasri M Wardani, “Bidara Berpotensi Anti Stres,” Satu Harapan, 2017.

  • 6

    seperti: Widara (Sunda, Jawa), atau sering dikenal dengan sebutan dara (Jawa),

    bukol (Madura), bekul (Bali), ko (Sawu), kok (Rote), kom, kon (Timor), bedara

    (Alor), bidara (Makassar, Bugis), Rangga (Bima), dan kalangga (Sumba).

    Pohon bidara ini mempunyai banyak kemanfaatan mulai dari daun

    sampai ujung akarnya. Komponen-komponen yang terdapat dalam pohon

    bidara salah satunya keunggulan buah bidara dapat dimakan dalam keadaan

    segar atau diperas menjadi minuman penyegar, bisa juga dikeringkan untuk

    dijadikan manisan. Buah bidara yang belum matang bisa dimakan

    menggunakan garam, pernah juga ada yang melaporkan jika buah bidara di

    rebus akan menghasilkan sirop dan masih banyak lagi kemanfaatan dari pohon

    bidara ini.9

    Tanaman bidara dianggap sebagai tumbuhan yang tidak berguna atau

    pun tidak berharga disebabkan tidak mempunyai nilai yang tinggi. Popularitas

    Bidara yang tidak sebanding dengan Anggur, Delima dan Kurma menjadikan

    nya kurang diperhatikan. Umat manusia kurang mengenal, mengkaji dan

    memahami manfaat Bidara, bahkan jarang digunakan. Perlu diketahui, pohon

    Bidara beberapa kali disebut dalam al-Qur’ān dan Hadis-hadis Nabi Saw. Hal

    ini mencerminkan bahwa Bidara mempunyai kegunaan khusus untuk umat

    muslim dan juga bisa digunakan untuk pengobatan.

    9 Muhammad Hatta, Mukjizat Herbal Dalam Al Quran (jakarta Timur: Mirqat, 2016), 176–177.

  • 7

    Pada masa Nabi penelitian dalam bidang sains juga pernah terjadi

    meskipun tidak berlangsung lama. Contohnya Hadis dari Anas r.a. yang

    diriwayatkan oleh Muslim, dalam penyerbukan kurma, saat Nabi melihat

    orang-orang Madinah melakukan penyerbukan kurma, Nabi menawarkan hal

    baru yaitu secara alamiah. Sebagai orang Makkah yang tidak terbiasa melihat

    penyerbukan kurma, Nabi tidak begitu ahli dalam bidang perkebunan kurma.

    Sedangkan orang Madinah yang begitu ahli dalam hal penyerbukan mereka

    mencoba ber-eksperimen dengan yang ditawarkan Nabi. Akan tetapi, apa yang

    ditawarkan Nabi malah menyebabkan buahnya tidak lebat.

    Berangkat dari latar belakang tersebut, Penelitian skripsi ini mencoba

    untuk menggali ayat-ayat al Quran tentang Pohon Bidara melalui lafad Sidr

    agar manusia tahu betapa pentingnya pohon Bidara. Dengan sifatnya yang

    tahan lasak dan kewujudannya dikawasan tandus menjadikannya penting

    sebagai nadi persekitaran.

    B. Rumusan Masalah

    1. Apa hakikat as Sidr dalam al-Qur’ān?

    2. Bagaimana makna as-Sidr menurut Tafsīr Al-Misbāh dan Ibnu katṡīr?

    3. Apa persamaan dan perbedaan penafsiran lafad Sidr pada Tafsīr Al-Misbāh

    dan Ibnu katṡīr?

  • 8

    C. Tujuan penelitian

    1. Mengetahui hakikat as-Sidr dalam al-Qur’ān dan pemaknaan nya secara

    utuh.

    2. Mengungkap makna as-Sidr menurut Tafsīr Al-Misbāh dan Ibnu katṡīr,

    kemudian menginterpretasikan secara tematik.

    3. Mengetahui persamaan dan perbedaan penafsiran lafad Sidr pada Tafsīr Al-

    Misbāh dan Ibnu katṡīr.

    D. Signifikansi Penelitian

    Secara teoritik, penelitian berguna untuk menambah khazanah

    pengetahun tentang makna as-Sidr dalam al-Qur’ān dan pandangan ahli tafsīr

    tentang makna as-sidr. Secara praktis, penelitian ini berguna untuk: Pertama,

    sebagai konstribusi kajian-kajian yang sudah dilakukan sejak dulu. Kedua,

    untuk menjadi salah satu norma bagi masyarakat dalam menjalin hubungan

    yang harmoni dengan alam, sebab masyarakat muslim sangat mengakui bahwa

    al-Qur’ān merupakan petunjuk bagi mereka. memberikan pengetahuan dan

    masukan pada penentu kebijakan tentang pentingnya pohon Bidara dalam

    kehidupan manusia.

    E. Batasan Penelitian

    Batasan penelitian ini adalah tentang penafsiran ayat-ayat al-Qur’ān

    yang terkait dengan persoalan pohon bidara. Dengan menggunakan metode

  • 9

    tematik-semantik. Ayat-ayat yang hendak diteliti adalah khusus ayat-ayat yang

    berbicara tentang pandangan dasar al-Qur’ān mengenai pohon Bidara.

    F. Kajian Pustaka

    Ada beberapa penelitian yang memiliki tema hampir sama persoalan Pohon

    Bidara

    Muhammad Sholikhin, dalam bukunya yang berjudul Berlabuh di

    Sidrotul Muntaha, ia mencoba menguraikan bahwa yang dimaksud Sidrat al-

    Muntahā merupakan kata majemuk. Dari segi Bahasa kata Sidrah adalah

    sejenis pohon yang rindang. Yang mana pohon ini memiliki tiga keistimewaan

    utama yaitu: rindang, lezat, dan beraroma harum.10

    Abdu Muhsin al Muthairi, dalam bukunya yang berjudul Buku Pintar

    Hari Akhir, ia mengungkap makna lafadz sidr (pohon bidara) diriwayatkan

    bahwa Ibnu Abbas dan ulama lainnya berkata, maksud dari lafadz sidr adalah

    pohon yang buahnya melimpah. Di dunia ini pohon Bidara adalah pohon yang

    dikenal memiliki duri yang banyak dan buahnya sedikit. Akan tetapi pohon

    Bidara yang berada di Surga justru sebaliknya; tidak mempunyai duri dan

    buahnya sangat banyak hingga membebani akarnya. Menurut hadis shohih

    yang diriwayatkan oleh al Baihaqi.11

    10 Muhammad Sholikhin, Berlabuh Di Sidratul Muntaha (Jakarta: PT. Gramedia, 2013), 28. 11 Abdu Muhsin al Muthahiri, Buku Pintar Hari Akhir (Jakarta: Zaman, 2012), 603.

  • 10

    Ibnul Qayyim al Jauziyah bukunya yang berjudul Surga yang Allah

    Janjikan, menguraikan sedikit tentang pohon bidara, bahwa ada sebagian yang

    berpendapat yang dimaksud dengan Makhdhud artinya Berbuah Lebat, Namun

    ada yang menolak makna ini. Penolakan ini justru keliru, karna pemaknaan

    semacam itu juga benar. Karena Allah Swt. Telah memangkas duri-duri pohon

    bidara yang ada di Surga dan menciptakan buah-buahan ditempat duri tadi.12

    Arif Sadono dalam skripsinya yang berjudul Aktivitas Antioksidan dan

    Analisis Komposisi Senyawa Fenolik dari Pohon Bidara Laut (Strychnos

    ligustrina), tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menentukan aktivitas

    antioksidan pada ekstrak pohon bidara laut, komposisi total fenol, dan analisis

    senyawa bioaktif dengan kromatografi gas-spektrometer massa (GCMS).13

    Dari sekian penelitian yaitu: Muhammad Sholikhin telah meneliti

    tentang sidratul muntaha. Kemudian Abdul Muhsin telah meneliti kajian hadis

    tentang asSidr adalah pohon bidara yang buahnya melimpah. Ibnul Qayyim

    telah meneliti lafad makhḍud dengan mengartikan sebagai pohon yang berbuah

    lebat. Selanjutnya Arif Sadono dalam skripsinya, dia meneliti bidara yaitu

    untuk menentukan aktivitas antioksidan. Berbeda dengan penelitian tersebut,

    penelitian ini menelaah makna as-Sidr dengan metode tafsir tematik.

    12 Ibnul Qayyim al Jauziyah, Surga Yang Di Janjikan Allah (Jakarta: Qisthi Press, 2012), 201. 13 Arif Sadono, “Aktivitas Antioksidan Dan Analisis Komposisi Senyawa Fenolik Dari Pohon

    Bidara Laut (Strychnos Ligustrina” (Institut Pertanian Bogor, 2011).

  • 11

    G. Kerangka Teori

    Teori Tafsir tematik

    Mengutip dari buku pengantar tafsīr maudhū’i, H. Hidayatullah Ismail

    dan H. Ali Akbar mengatakan bahwa Tafsīr Tematik berasal dari Bahasa

    arab yaitu Tafsīr Maudhū’i. Tafsīr Maudhū’i terdiri dari dua suku kata yaitu

    kata Tafsīr dan kata Maudū’i. kata Tafsīr termasuk dalam isim masdar yang

    berarti penjelasan, keterangan, uraian.14

    Kata Maudhū’i merupakan isim maf’ul dari fi’il madhi wadha’a yang

    berarti meletakkan, menjadikan, mendustakan dan membuat-membuat,

    yang dibicarakan topik, tema. Adapun yang dimaksud maudhū’i dalam

    konteks ini ialah yang dibicarakan, judul, topik atau tema, sehingga tafsīr

    maudhū’i berarti penjelasan ayat-ayat al-Qur’ān yang berkaitan dengan satu

    judul atau tema pembicaraan tertentu.

    Dr. Musthafa Muslim mendefinisikan tafsir tematik (maudhū’i) ialah

    tafsir yang membahas tentang masalah-masalah Qur’ān al-Karīm yang

    memiliki kesatuan makna atau tujuan dengan cara menghimpun ayat-ayat

    nya menjadi satu kesatuan, kemudian melakukan analisis terhadap isi

    kandungan nya melalui cara tertentu, dan berdasarkan syarat tertentu untuk

    menjelaskan makna yang dikandung sehingga dapat mengeluarkan unsur-

    14 Ali Akbar Hidayatullah, Pengantar Tafsir Maudu’i (Pekanbaru Riau: Daulat Riau, 2012), 9.

  • 12

    unsur didalamnya, serta menghubungan antara yang satu dan yang lainya

    dengan korelasi yang bersifat komprehensif.15

    H. Metode Penelitian

    1. Jenis Penelitian

    Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (Library Research),

    yaitu penelitian yang berusaha mendapatkan dan mengolah data-data

    kepustakaan untuk mendapatkan jawaban dari masalah pokok yang

    diajukan. Penelitian ini mengambil sumber data dari media cetak maupun

    media elektronik yang berkaitan dengan tema penelitian ini yaitu model

    ayat-ayat tentang bidara dalam al-Qur’an untuk mengetahui hakikat bidara.

    2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data

    Sumber data dari penelitian ini terdiri dari dua sumber yaitu sumber

    primer dan sumber sekunder. Sumber primer penelitian ini adalah al-

    Qur’an. Adapun sumber sekundernya adalah buku-buku, kitab atau artikel

    yang terkait dengan objek penelitian ini dan yang sekiranya dapat

    digunakan untuk menganalisis tema penelitian.

    Adapun teknik pengumpulan data yang dimaksud dalam penelitian ini

    adalah mencari data-data dari sumber primer maupun sekunder tentang

    Hakikat bidara dalam al-Qur’an. Yakni mengemukakan ayat-ayat yang

    berkaitan dengan tema tersebut dalam al-Qur’an.

    15 Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir (Bandung: Tafakur, n.d.), 114.

  • 13

    3. Metode dan Pendekatan

    Peneliti menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan tafsir

    tematik-kontekstual, yakni dengan cara memahami al-Qur’an

    mengumpulkan ayat-ayat setema untuk menekankan kesatuan al-Qur’an

    secara keseluruhan. Metode ini memungkinkan penafsir mengidentifikasi

    semua ayat yang berkaitan dengan tema yang telah ditentukan,

    mengumpulkan ayat-ayatnya kemudian mempelajari dan

    mengkomparasikannya.16

    Adapun metode yang digunakan peneltian sebagaimana yang sudah

    dijelaskan oleh al-Farmawi dalam bukunya yang berjudul “Metode Tafsir

    Maudhū’i dan Cara Penerapan nya” adalah sebagai berikut:

    1. Menetapkan masalah yang akan dibahas, yaitu dengan tema Pohon

    Bidara.

    2. Mengumpulkan ayat-ayat yang berkaitan dengan masalah tersebut.

    3. Menyusun runtutan ayat secara kronologis sesuai dengan urutan

    pewahyuannya serta pemahaman asbabun nuzul nya (jika

    memungkinkan).

    4. Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam surahnya masing-masing.

    Dan disinilah teori ilmu munasabah sangat penting.

    5. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna.

    16 Abdullah Saeed, Pengantar Studi Al Quran, terj. Sahiron Syamsudin dan

    sulkhah(Yogyakarta: Baitul Hikmah Press, 2018), 310.

  • 14

    6. Mencari hadis-hadis terkait yang sesuai dengan tema kajian. Hal ini

    dikarenakan sesungguhnya hadis merupakan salah satu penjelas dari al-

    Qur’an.

    7. Mempelajari keseluruhan ayat tersebut dengan jalan menghimpun ayat-

    ayatnya yang mempunyai pengertian yang sama, atau

    mengkompromikan antara yang ‘amm dan khash, yang mutlaq dengan

    yang muqoyyad atau yang secara lahiriah tampak bertentangan,

    sehingga dapat bertemu dalam satu muara.

    8. Menghubungkan dengan ilmu-ilmu lain yang terkait, sehingga ada

    interkoneksi antara satu ilmu dengan ilmu lain.

    I. Sistematika Penulisan

    Secara keseluruhan, untuk memberi gambaran tentang uraian dari

    pembahasan penelitian ini penulis akan menguraikan rincian pembahasan yang

    akan dikaji.

    Bab pertama, merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang

    masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodologi

    penelitian, teknik analisis data dan sistematika penulisan.

    Bab kedua, penulis akan mendeskripsikan pengertian tafsīr maudū’i dan

    sejarah perkembangannya. Pada bagian pertama akan dipaparkan definisi tafsīr

    maudhū’i dan bentuk kajiannya, kemudian dilanjutkan sejarah tafsīr maudhū’i

    dari masa kemasa, menguraikan macam-macam penelitian maudhū’i (tematik).

  • 15

    Pada penelitian metode tematik ini banyak sekali macam nya yaitu: tematik

    surah, tematik term, tematik konseptual, dan tematik tokoh. Disini penulis

    hanya memfokuskan penelitian tematik term, yaitu term lafad sidr (bidara).

    Kemudian di bagian terakhir dari bab kedua ini berisi tentang cara kerja tafsir

    maudhū’i (tematik).

    Bab ketiga, berisi pemaparan mengenai as Sidr dalam al-Qur’an, yang

    diawali dengan pengertian tumbuhan secara umum menuju tumbuhan yang

    khusus dalam al-Qur’ān. Kemudian dilanjutkan dengan pengertian as Sidr

    (bidara) secara umum dan dilanjutkan memaparkan term ayat-ayat Sidr (bidara)

    dalam al-Qur’ān yang meliputi tentang penafsiran pada setiap masing-masing

    term dengan merujuk pada kitab-kitab tafsir hal ini dimaksudkan untuk

    menyingkap makna dari masing-masing term serta dapat diambil makna as Sidr

    (bidara) yang terkandung dalam term.

    Bab keempat, berbicara tentang penafsiran lafad as Sidr (bidara)

    diberbagai surah dalam al-Qur’ān yang merujuk diberbagai kitab tafsir. Hal ini

    dimaksudkan untuk menyingkap penafsiran lafad as Sidr (bidara) dalam al-

    Qur’ān.

    Bab kelima atau terakhir, merupakan bagian penutup yang berisikan

    kesimpulan dan saran konstruktif bagi penelitian ini dan penelitian yang akan

    datang.

  • 16

    BAB II

    TAFSIR MAUDHŪ’I DAN SEJARAH PERKEMBANGANNYA

    A. Tafsir Maudhū’i dan Bentuk Kajiannya

    1. Definisi Tafsir Maudhū’i

    Istilah tafsir maudhū’i berasal dari dua kata yaitu tafsīr dan

    maudhū’i. Tafsir secara bahasa yaitu al-kasyf atau al-bayan (menyingkap

    atau menjelaskan), menurut istilah tafsir adalah: ilmu yang mengungkap

    tentang makna dari ayat-ayat al-Qur’ān dan menjelaskan apa yang

    dimaksud oleh Allah sesuai dengan keinginan mufassir. Sedangkan kata

    maudhū’i dinisbatkan dari isim maf’ūl maudhū’ yang berasal dari fi’il mādi

    wadha’a mempunyai arti meletakkan sesuatu pada suatu tempat. Secara

    istilah kata maudhū’i mempunyai makna suatu konsep atau segala sesuatu

    perkara yang terkait dengan kehidupan manusia dari segi akidah, perilaku

    sosial kemasyarakatan atau apa saja yang nampak dialam ini yang

    dikemukakan oleh ayat-ayat al-Qur’ān.17 Pengertian tafsir maudhū’i setelah

    berdiri sendiri dan menjadi salah satu corak penafsiran al-Qur’ān yaitu:

    “ilmu yang membahas tentang suatu tema tertentu dalam al-Qur’ān dengan

    cara mengumpulkan beberapa ayat yang terkait dengan tema tersebut

    17 Aisyah, “Signifikansi Tafsir Maudhu’i Dalam Perkembangan Penafsiran Al-Qur’an,” Jurnal

    Tafsere 1, no. 1 (2013): 26–27.

  • 17

    diberbagai surah dalam al-Qur’ān atau dalam satu surah saja”. Definisi

    tersebut merupakan salah satu yang dikemukakan oleh para ahli tafsir.18

    Tafsir tematik merupakan penafsiran al-Qur’ān dengan metode

    menyusun ayat-ayat al-Qur’ān yang mempunyai maksud yang sama, dalam

    artian sama-sama membicarakan satu topik masalah dengan cara melihat

    berdasarkan kronologi dan asbāb an nuzūl nya ayat-ayat tersebut.19 Metode

    maudhū’i adalah suatu metode yang mengarahkan pandangan kepada satu

    tema tertentu, kemudian mencari pandangan al-Qur’ān tentang tema

    tersebut dengan jalan menghimpun semua ayat yang dibicarakan nya,

    menganalisis dan memhami ayat demi ayat, kemudian menghimpun dari

    ayat yang bersifat umum dikaitkan dengan yang khusus, muthlaq

    digandengankan dengan yang muqoyyad, dan lain sebagainya. Perlu juga

    menambahkan hadis-hadis yang berkaitan dengan tema pembahasan untuk

    memperkaya uraian, kemudian disimpulkan dalam satu tulisan dengan

    pandangan secara menyeluruh dan tuntas menyangkut tema yang dibahas

    tersebut.20

    2. Bentuk Kajian Tafsīr Maudhū’i

    Dilihat dari berbagai uraian diatas, tafsīr maudhuū’i mempunyai dua

    macam bentuk kajian, yang sama-sama bertujuan menggali hukum yang

    18 Ibid., 27 19 Abdul Hayy Al-Farmawi, Metode Tafsir Maudhu’i, terj. Suryan A. Jamrah (Jakarta: Raja

    Grafindo Persada, 1994), 36. 20 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tangerang: lentera hati, 2013), 385.

  • 18

    terdapat dalam al-Qur’ān, mengetahui korelasi diantara ayat-ayat, dan

    untuk membantah dari tuduhan bahwa didalam al-Qur’ān itu sering terjadi

    pengulangan, dan juga untuk menepis tuduhan lainya yang dilontarkan oleh

    sebagian orientalis dan pemikir barat.21

    Kedua bentuk kajian yang dimaksud dalam tafsīr maudhū’i yaitu:

    Pertama: pembahasan mengenai satu surah secara utuh dan menyeluruh

    dengan menjelaskan maksud ayat tersebut yang bersifat umum dan juga

    khusus, menjelaskan hubungan anatara berbagai permasalahan yang

    dikandungnya, sehingga surah itu terlihat bentuknya benar-benar secara

    utuh dan cermat. Kedua: menghimpun beberapa ayat dari berbagai surah

    yang sama-sama membicarakan permasalahan tertentu, ayat-ayat tersebut

    disusun dan diletakkan dibawah satu tema bahasan, selanjutnya ditafsirkan

    secara maudhū’i.22

    Berkenaan dengan model tafsīr maudhū’i, Quraish Shihab

    mengambil dua bentuk penyajian dalam perkembangannya: pertama,

    penyajian kotak yang berisi pesan-pesan Al-Qur’an yang terdapat pada

    ayat-ayat Al-Qur’an yang terangkum pada surat. Misalnya, isi pesan dalam

    surah Al-Baqarah, Ali Imran atau Yasin. Biasanya, kandungan pesan

    tersebut diisyaratkan oleh nama surat yang pesannya dirangkum selama

    informasi tersebut berasal dari Rasulluah. Kedua, metode maudhū’i mulai

    21 Abdul Hayy Al-Farmawi, Dari uraian…,35 22 Ibid., 35-36.

  • 19

    berkembang pada tahun 60-an yang dilatarbelakangi oleh kesadaran para

    pakar, bahwa menghimpun pesan-pesan Al-Qur’an yang terdapat pada satu

    surat belum menuntaskan persoalan. Menurut Quraish Shihab, salah satu

    penyebab yang telah mendorong lahirnya bentuk kedua ini adalah semakin

    meluas dan mendalamnya perkembangan aneka ilmu yang diikuti persoalan

    yang memerlukan bimbingan Al-Qur’an.23

    B. Sejarah Perkembangan Tafsir Maudhū’i

    Perkembangan Tafsir Maudhū’i dari Masa Kemasa

    Sejarah tafsir maudhū’i, dalam prakteknya sesunggunya sudah ada

    sejak zaman Nabi Saw sendiri ketika menafsirkan ayat dengan ayat yang

    kemudian dikenal dengan sebutan tafsir bi al-ma’ṡur.24 Diperkirakan,

    istilah tafsir maudhū’i baru lahir sekitar abad ke-14 H/19 M, tepatnya ketika

    tafsir maudhū’i ditetapkan sebagai matakuliah jurusan Tafsir Fakultas

    Ushuludin di Jami’iyah al-Azhar (Universitas al-Azhar) yang diprakarsai

    oleh ‘Abd al-Hayy al-Farmawi, ketua jurusan Tafsir Hadis Fakultas itu. Di

    Indonesia, yang memperkenalkan tafsir tematik adalah M. Quraish Shihab.

    Menurut beliau, metode maudhū’i walaupun benihnya telah dikenal sejak

    zaman Rasulluah Saw., namun baru berkembang jauh setelah masa beliau.25

    23 Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir (Bandung: Tafakur, n.d.). 24 Aisyah, Dasar-dasar…, 27. 25 Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir.

  • 20

    Contoh penafsiran dengan menggunakan metode maudū’i pada masa Nabi

    Muhammad Saw., beliau menafsirkan lafad ظ ْلم dalam Q.S al-An’ām, 6:82.

    Yang berbunyi

    ْهت د ون ه ْم م م اْْل ْمن و ْلٍم أ ول ئ ك ل ه ْم ب ظ ان ه ل ْم ي ْلب س وا إ يم ن وا و ين آ م الَّذ

    “orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka

    dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan

    mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk” (Q.S al-An’ām

    6: 82)

    Lafad ظ ْلم pada surah al-An’ām ayat 82 diatas, dimaknai dengan الشرك

    yang terdapat pada ayat ْر يم الش ك ل ظ ْلم ع ظ dengan penafsiran tersebut Nabi telah

    menanamkan tafsir maudhū’i dan memberi pelajaran pada sahabat bahwa

    lafal-lafal yang sukar diketahui maksudnya dalam suatu ayat perlu dicari

    penjelasannya pada lafal-lafal yang terdapat pada ayat lain. Dengan cara

    tindakan menghimpun ayat-ayat mutasyabihat itu dapat memperjelas pokok

    masalah dan akan menghilangkan keraguan serta kerancauan.26 Dalam hal

    ini al-Farmawi mengatakan bahwa semua ayat yang ditafsirkan dengan ayat

    al-Qur’ān adalah termasuk tafsir maudhū’i sekaligus merupakan permulaan

    lahirnya tafsir maudhū’i.27

    26 Abdul Hayy al-Farmawi, Pada Uraian…, 38 27 Ibid., 38

  • 21

    Menurut Quraish Shihab, tafsir tematik berdasarkan surah digagas

    pertamakali oleh guru besar Syeikh Mahmud Syaltut pada januari 1960,

    beliau menyusun kitab tafsir al-Qur’an dengan metode maudhū’i (tematik).

    Beliau membahas surat demi surat, atau bagian tertentu yang berada dalam

    satu surat, kemudian merangkainya dengan tema sentral yang terdapat dalam

    surat tersebut. Karya beliau yang termuat dalam kitabnya adalah Tafsir al-

    Qur’ān al-karim. Sedangkan tafsir maudhū’i berdasarkan subjek digagas

    oleh Prof. Dr. Ahmad Sayyid Al-Kumiy, beliau merupakan ketua jurusan

    Tafsir fakultas Ushuluddin Universitas Al-Azhar pada tahun 1981. Beliau

    mencetuskan ide metode tafsir dengan jalan menghimpun seluruh atau

    sebagian ayat-ayat, dari beberapa surat yang membicarakan suatu topik,

    kemudian dikaitkan ayat satu dengan ayat yang lainya sehingga dapat

    diambil kesimpulan secara keseluruhan tentang masalah tersebut menurut

    pandangan Al-Qur’ān.28 Menurut Quraish Shihab, hasil dari penafsiran

    model ini diantaranya adalah: karya-karya Abbas Mahmud al-Aqqad seperti:

    al-insān fī al-Qur’ān, al-Mar’ah fī al-Qur’ān, dan karya Abul A’la al-

    Maududi, al-Ribā fī al-Qur’ān. Kemudian model tafsir seperti ini

    dikembangkan dan disempurnakan oleh al-Farmawi pada tahun 1977, dalam

    kitabnya yang berjudul al-Bidayah fi al-Tafsir al-Maudhū’i.

    28 Abu Nizhan, Buku Pintar Al-Qur’an (Jakarta Selatan: Qultum Media, 2008), 52.

  • 22

    Dalam perkembangan tafsir di era modern-kontemporer ini, Model

    penelitian tematik merupakan salah satu model yang digandrungi oleh

    kalangan mufassir. Oleh sebab itu, tugas peneliti adalah bagaimana

    mengumpulkan dan memahmi ayat-ayat yang terkait dengan tema tersebut.

    Hal ini berangkat dari asumsi bahwa dalam al-Qur’an terdapat berbagai

    tema atau topik, baik dalam persoalan teologi, gender, fikih, etika,

    pendidikan, politik, sosial, ekologi, filsafat, seni dan budaya dan masih

    banyak lagi. Namun disisi lain, ayat-ayat yang terkait dengan tema tersebut,

    biasanya tersebar diberbagai ayat dan surat.29

    Setelah itu tumbuh perkembangan berikutnya, farmawi menemukan

    benih-benih tafsir lebih banyak lagi yang bertebarang dikitab-kitab tafsir,

    hanya saja masih dalam bentuk yang sederhana. Belum mengambil lebih

    tegas yang dapat dikatakan sebagai metode yang berdiri sendiri, terkadang

    juga masih dalam keadaan yang ringkas. Seperti yang terdapat dalam kitab

    tafsir karya al-Fakhr al-Razi, karya al-Qurthuby, dan karya Ibn al-Arabi.30

    Bersamaan dengan hal itu, farmawi juga menemukan sebagian

    karangan dari ulama tafsir tertentu, dalam tafsiran nya mereka

    menggunakan metode yang dekat dengan maudhū’i. Mereka yang

    dimaksud adalah Ibn Qayyim dalam kitab tafsirnya al-Bayān Fi Aqsām al-

    29 Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an Dan Tafsir (Yogyakarta: Idea Press, 2014),

    57. 30 Ibid., 39.

  • 23

    Qur’ān, Al-Raghib al-Ishfahani dalam kitab tafsirnya Mufrādat al-Qur’ān,

    al-Jashshās dalam tafsirnya yang berjudul Ahkām al-Qur’ān.31 Dan lain

    sebagainya

    Metode tafsir maudhū’i sudah ada sejak zaman dahulu, akan tetapi

    secara khusus kitab-kitab tafsir tersebut belum termasuk sebagai tafsir

    maudhū’i yang berdiri sendiri. Meskipun demikian setidaknya dapat

    dikatakan bahwa corak dan metode tafsir maudhū’i bukan merupakan suatu

    hal yang baru dalam sejarah studi al-Qur’ān. Yang baru bukan metodenya,

    akan tetapi perhatian para ulama mufassir terhadap penggunaan metode

    tersebut. Yang dapat membedakan dengan metode penafsiran yang lain dan

    betul-betul sebagai metode tersendiri yang berdiri sendiri.32

    C. Macam-macam Penelitian Maudhū’i (Tematik)

    Pertama, Tematik surah; yaitu model kajian tematik dengan fokus

    meneliti surah-surah tertentu. Misanya, meneliti surah al-Ma’un dengan tema

    “penafsiran surah al-Ma’un: kajian tentang pesan-pesan moral dalam surah

    al-Ma’un”. Sebagai peneliti tugasnya dalam hal ini adalah bagaimana

    menjelaskan penafsiran ayat-ayat surah al-Ma’un, dimana ayat itu turun (asbab

    an nuzūl), bagaimana situasi dan kondisi yang melingkupi saat ayat itu turun,

    31 Ibid., 39. 32 Ibid., 40

  • 24

    mengetahui isi pokok pikian yang terkandung dalam surah al-Ma’un dan

    bagaimana pesan-pesan moral yang terkandung didalamnya.33

    Kedua, Tematik term; yaitu model penelitian tematik dengan fokus pada

    istilah-istilah tertentu dalam al-Qurān. Contohnya “penafsiran term fitnah

    dalam al-Qur’ān”. Seorang peneliti harus mengetahui berapa kali kata fitnah

    disebut dalam al-Qur’ān, apa saja maknanya dan dalam konteks apa saja kata

    fitnah disebutkan dalam al-Qur’ān. Perkara seperti itulah yang seharusnya

    dicermati dan diuraikan agar mampu menangkap world view (pandangan secara

    menyeluruh) al-Qur’ān tentang term fitnah.34

    Ketiga, Tematik konseptual; yaitu penelitian yang menggunakan

    konsep tertentu secara eksplisit tidak disebutkan dalam al-Qur’ān, akan tetapi

    secara substansial ide tentang konsep itu disebutkan dalam al-Qur’ān. Misanya

    tema tentang “Difable dalam persepektif al-Qur’ān”. Secara eksplisit term

    “Difable” tidak ditemukan di berbagai ayat al-Qur’ān. Seorang peneliti bisa

    mecari melalui term al-shumm (tuli), al-bukm (bisu), al-a’mā (orang buta).35

    Keempat, Tematik tokoh, yaitu penelitian tematik yang dilakukan

    melalui tokoh. Misanya ada seorang tokoh yang mempunyai pemikiran tentang

    konsep-konsep tertentu dalam al-Qur’ān. Contoh nya, misal seorang peneliti

    mengambil tema “konsep poligami menurut Fakhruddin al-Razi dalam Tafsir

    33 Abdul Mustaqim, Tematik…, 61. 34 Ibid., 62. 35 Ibid., 62.

  • 25

    al-Kabir”. Ada juga tokoh-tokoh yang disebut dalam al-Qur’ān yang biasanya

    diungkap dalam ayat-ayat kisah, seperti tokoh Lukman al-Hakim, Ẓul Qarnain,

    Abu Lahab dll. Hal tersebut juga bisa diteliti untuk melihat bagaimana peran

    tokoh tersebut dan apa saja pesan-pesan moral yang dapat diambil dibalik kisah

    tokoh itu.36

    D. Alur Metodis Tafsir Maudhū’i

    Sejak dulu benih metode Tafsir Maudhū’i memang sudah ada, namun

    waktu itu cara kerjanya belum ditetapkan secara jelas. Mengenai metode Tafsir

    Maudhū’i secara jelas dan rinci, metode Tafsir Maudhū’i muncul pada periode

    belakangan yaitu oleh ustadz Dr. Ahmad al-Sayyid al-Kumiy bersama beberapa

    teman beliau dari para dosen dan juga murid-murid mereka diberbagai

    perguruan tinggi.37

    Cara kerja metode Tafsir Maudhū’i dapat dirinci sebagai berikut:

    1. Memilih atau menetapkan masalah al-Qur’ān yang akan dikaji secara

    tematik.

    2. Melacak dan menghimpun ayat-ayat yang telah berkaitan dengan masalah

    yang telah ditetapkan, ayat makiyyah dan madaniyyah.

    3. Menyusun ayat-ayat tersebut secara urut menurut kronologis turunnya, dan

    disertai pengetahuan asbāb an-nuzūl nya ayat.

    36 Ibid., 63. 37 Abdul Hayy Al-Farmawi, meskipun…, 45.

  • 26

    4. Mengetahui korelasi (munasabah) ayat-ayat tersebut didalam masing-

    masing suratnya.

    5. Menyusun tema bahasan didalam kerangka yang pas, sistematis, sempurna

    dan utuh (outline).

    6. Melengkapi pembahasan dan uraian dengan hadis jika perlu, sehingga

    pembahasan menjadi sempurna dan semakin jelas.

    7. Mempelajari ayat-ayat tersebut secara tematik dan menyeluruh dengan cara

    menghimpun ayat-ayat yang mengandung pengertian serupa,

    mengkompromikan antara yang ‘am dan khash, yang mutlhlaq dan

    muqayyad, mensinkronkan ayat-ayat yang lahirnya tampak kontradiktif,

    menjelaskan ayat nasikh dan Mansukh, sehingga semua ayat dapat bertemu

    dalam satu muara, tanpa adanya perbedaan dan kontradiksi atau tindakan

    pemaksaan terhadap sebagian ayat kepada makna-makna yang sebenarnya

    tidak tepat.38

    E. Urgensi Tafsir Maudhū’i

    Untuk mengenal lebih jauh betapa pentingnya metode Tafsir Maudhū’i

    ini, selain penjelasan yang telah disampaikan, berikut ini akan dikemukakan

    beberapa faedah dan keistimewaan metode maudhū’i yang dimaksud sebagai

    berikut:

    38 Ibid., 46.

  • 27

    1. Menghimpun dari berbagai ayat yang berkaitan dengan satu topik masalah,

    menjelaskan sebagian ayat dengan ayat yang lain. Sehingga satu ayat

    menjadi penafsir bagi ayat lain. Hal tersebut menjadikan corak Tafsir

    Maudhū’i sebagai Tafsir bi al-Ma’tsur, yang merupakan suatu metode tafsir

    yang jauh dari kesalahan dan dekat dengan kebenaran.

    2. Dengan menghimpun beberapa ayat tersebut, seorang mufasir akan

    mengetahui adanya keteratuan, keserasian serta korelasi antara ayat-ayat

    tersebut. Oleh karena itu, penafsir akan menjelaskan makna-makna al-

    Qur’ān serta petunjuk-petunjuknya dan juga mengemukakan kelugasan

    keindahan bahasanya.

    3. Metode tafsir Maudhū’i ini memungkinkan seseorang untuk mengetahui

    inti masalah dan segala aspeknya, sehingga ia mampu mengeluarkan

    argumen yang kuat, jelas serta memuaskan. Dengan hal ini pula

    memungkinkan bagi penafsir untuk mengungkap segala rahasia al-Qur’ān,

    sehingga hati dan akal manusia tergerak untuk mensucikan Allah dan

    mengakui segala rahmatNya yang terdapat didalam ajaran yang Ia

    peruntukkan kepada hamba-hambaNya.

    4. Dengan menggunakan metode Maudhū’i memungkinkan seseorang segera

    sampai kepada inti persoalanyang dimaksud, tanpa harus mengemukakan

    pembahasan dan uraian kebahasaan atau fikih dan lain sebagainya.

    5. Untuk yang terakhir, seperti yang telah diungkapkan oleh Ahmad Sayyid

    al-Kumy, sesungguhnya zaman modern seperti sekarang ini sangat

  • 28

    membutuhkan kehadiran corak dan metode tafsir Maudhū’i ini. Dengan

    cara kerja yang sedemikian rupa, metode ini memungkinkan memahami

    masalah yang dibahas dan segera sampai pada hakikat masalah dengan jalan

    yang singkat dan cara yang mudah atau praktis.

    Tidak ada kekuatan yang mampu menghadapi situasi yang sedemikian

    rumitnya kecuali senjata yang kuat, jelas dan mudah. Yang memungkinkan

    tokoh-tokoh agama untuk membela dan mempertahankan sendi-sendi

    agama. Senjata ampuh yang dimaksud adalah Tafsir Maudhū’i, yaitu

    metode penafsiran yang mampu menghimpun dan menguasai berbagai

    aspek permasalahan dalam al-Qur’ān.39

    39 Ibid., 54.

  • 29

    BAB III

    AS SIDR DALAM AL QUR’ĀN

    A. Tumbuhan Dalam Perspektif al-Qurān

    Tumbuhan merupakan salah satu makhluk hidup berada disekitar

    manusia yang memiliki banyak manfaat. Salah satu manfaat dari tumbuhan

    adalah adanya beberapa zat yang dapat dimanfaatkan oleh manusia maupun

    hewan untuk menjaga kesehatan nya. Hal ini dikarenakan dalam tumbuhan

    mengandung zat makanan yang dibutuhkan dalam jumlah banyak oleh tubuh

    seperti karbohidrat, protein dan lemak (Makronutrien) dan zat yang sangat

    penting bagi tubuh, meskipun tubuh membutuhkan nya sedikit seperti vitamin

    dan mineral (Mikronutrien).40

    Dalam firman Allah surah al-An’ām ayat 99 yang berbunyi:

    ا ر ض ْنه خ ْجن ا م ْجن ا ب ه ن ب ات ك ل ش ْيٍء ف أ ْخر اء ف أ ْخر اء م ن السَّم ل م ي أ ْنز ه و الَّذ و

    ن م ب ا و اك ت ر بًّا م ْنه ح ج م ْن أ ْعن اٍب ن ْخر نَّاٍت م ج ان د ان ي ة و ا ق ْنو ه ْن ط ْلع النَّْخل م

    ْيت و الزَّ ه إ نَّ ف ي و ي ْنع ر و ه إ ذ ا أ ثْم ر وا إ ل ى ث م ت ش اب ٍه اْنظ ر غ ْير م ا و ْشت ب ه ان م مَّ الرُّ ن و

    ن ون ذ ل ك ْم َل ي اٍت ل ق ْوٍم ي ْؤم

    “Dan Dialah yang menurunkan air dari langit, lalu kami tumbuhkan dengan air

    itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka kami keluarkan dari tumbuh-

    tumbuhan itu tanaman yang menghijau, kami keluarkan dari tanaman yang

    40 Raden Ajeng Zalihana Putri, “Uji Aktivitas Daun Bidara Arab Sebagai Anti Kanker Pada Sel

    Kanker Kolon (Widara) Melalui Metode MTT Dan Identifikasi Senyawa Aktif Dengan Metode LC-MS”

    (UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2017), 8.

  • 30

    menghijau itu butir yang banyak; dan dari mayang kurma, mengurai tangkai-

    tangkai yang menjulai, dan kebun-kebun anggur, dan (kami keluarkan pula)

    zaitun dan delima yang serupa dan yang tidak serupa. Perhatikanlah buahnya

    pada waktu berbuah, dan menjadi masak. Sungguh, pada yang demikian itu ada

    tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang yang beriman” (Q.S al-An’ām 6:99)

    ن السَّ ل م ي أ ْنز ه و الَّذ او ر ض ْنه خ ْجن ا م ْجن ا ب ه ن ب ات ك ل ش ْيٍء ف أ ْخر اء ف أ ْخر اء م م

    ب ا اك ت ر بًّا م ْنه ح ج م ن ْخر

    Artinya: “Dan Dialah yang menurunkan air hujan dari langit, lalu kami

    tumbuhkan dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan, maka kami

    keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman yang menghijau. Kami keluarkan

    dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak”.

    Dalam kitab tafsir at-Athobari, Abu Ja’far mengatakan: bahwasanya

    Allah menyatakan, “Dialah Allah yang berhak disembah, tidak ada sekutu

    bagi-Nya. Dialah Allah yang telah menurunkan air dari langit.41

    Dalam ayat ini dibahas tujuh masalah, yaitu:42

    Pertama, Firman Allah, اء اء م ن السَّم ل م ي أ ْنز ه و الَّذ artinya: “Dan و

    Dialah yang menurunkan air hujan dari langit,” maksud dari lafad اء māan م

    adalah air hujan. ْجن ا ب ه ن ب ات ك ل ش ْيٍء artinya: “lalu kami tumbuhka ف أ ْخر

    dengan air itu segala macam tumbuh-tumbuhan,” maksud dari lafad ini adalah

    Allah menumbuhkan berbagai jenis tumbuhan, ada juga yang mengatakan

    41 Abu Ja’far Muhammad Ath-Thabari, Tafsir Ath-Thabari (Jakarta: pustaka azzam, 2007), 316. 42 syaikh imam al qurthubi, Tafsir Al Qurthubi, 2009th ed. (jakarta: pustaka azzam, 2009), 120–

    29.

  • 31

    bahwa yang dimaksud ayat ini adalah rezeki setiap binatang. ْنه ْجن ا م ف أ ْخر

    ا ر ض artinya; “maka kami keluarkan dari tumbuh-tumbuhan itu tanaman خ

    yang menghijau,” lafald ا ر ض ب ا .mempunyai arti hijau خ اك ت ر بًّا م ْنه ح ج م ن ْخر

    artinya: “kami keluarkan dari tanaman yang menghijau itu butir yang banyak”

    lafald ب ا اك ت ر mempunyai makna sebagian tanaman tersebut muncul diatas م

    sebagian lainya, seperti halnya padi.

    Kedua, Firman Allah, ان د ا ا ق ْنو ه ْن ط ْلع ن النَّْخل م م ن ي ة و artinya: “dan

    dari mayang kurma mengurai tangkai-tangkai dan menjulai” lafald الطَّْلع

    adalah daun sebelum terbelah dari mayang, akan tetapi mayang sendiri juga

    disebut thol’u. Jadi lafald الطَّْلع adalah apa yang terlihat dari tandan kurma.

    Bentuk jamak dari lafald ق ْنو adalah ان sedangkan bentuk mutsanna-nya اْلق ْنو

    adalah ٍان ْنو sama halnya seperti lafald ق ْنو انٍ dan ص ْنو yaitu dengan huruf ,ص

    nun berharakat kasrah, dan bentuk jamaknya sama dengan bentuk mutsanna-

    nya.

    Dalam kamus lisān al-‘arob alJauhari dan lain nya berkata, bentuk

    mutsanna dari lafald ْنو انٍ adalah ص ْنو sedangkan bentuk jamaknya adalah ,ص

    ان ْنو ْذق bermakna اْلق ْنو yakni huruf nun berharakat dhommah. Lafald ص اْلع

  • 32

    (tandan), sedangkan bentuk jamaknya adalah ان Sementara .اْل ْقن اء dan اْلق ْنو

    yang lain berkata, bahwasanya lafald ا ْقن اء adalah bentuk jamak qillah yaitu

    jamak yang bermakna sedikit. Jika huruf qaf berharakat dhammah maka ia

    adalah bentuk jamak dari lafald ق ْنو, yaitu ْذق yakni dengan huruf ‘ain اْلع

    berharakat kasroh mempunyai arti tangkai pohon kurma. Sedangkan jika lafald

    yakni huruf ‘ain berharakat fatkhah mempunyai arti pohon kurma itu اْلع ْذق

    sendiri. Ada yang mengatakan bahwa lafald ان artinya daging kurma yang اْلق ْنو

    paling lunak.

    Seperti yang telah diriwayatkan dari Ibnu Abbas ra, al-Barra’ bin Azib

    dan lainya, lafald د ان ي ة mempunyai arti dekat, maksudnya adalah dapat dicapai

    oleh orang yang berdiri maupun orang yang duduk.

    Ketiga, Firman Allah ٍْن أ ْعن اب نَّاٍت م ج artinya: “dan kebun-kebun و

    anggur” maksud dari lafald tersebut adalah Allah mengeluarkan kebun-kebun

    anggur. Firman Allah Swt غ ْير ا و ْشت ب ه ان م مَّ الرُّ ْيت ون و الزَّ ْن أ ْعن اٍب و نَّاٍت م ج و

    ت ش اب هٍ artinya: “Dan (kami keluarkan pula) zaitun dan delima yang serupa dan م

    yang tidak serupa” maksudnya, seperti yang diriwayatkan dari qatadah

    bahwasanya daun-daunnya yang serupa, serupa yang dimaksud disini adalah

    daun zaitun dan daun delima serupa dalam hal kelebatan dan ukuran daun, akan

  • 33

    tetapi tidak serupa dalam hal rasa. Dalam perkataan Ibnu Juraij, maksud lafald

    ا ْشت ب ه serupa) adalah kemiripan yang terlihat dari penampilan, sedangkan) م

    lafald ٍت ش اب ه tidak serupa) maksudnya adalah tidaksama dalam hal cita) غ ْير م

    rasa. Sama halnya dua jenis delima yang warnanya sama akan tetapi rasanya

    berbeda.

    Keempat, Firman Allah وا ه اْنظ ر ر إ ل ى ث م ر :artinya إ ذ ا أ ثْم

    “perhatikanlah buahnya di waktu pohonya berbuah,” maksud dari ayat tersebut

    adalah dengan pandangan penuh perenungan, bukan pandangan kosong dari

    perenungan. Lafald ار .secara Bahasa mempunyai arti buah pohon الثَّم

    Kelima, Firman Allah ه ي ْنع (artinya: “dan (perhatikan pulalah و

    kematangannya” menurut al-Farra’, lafald ا ْين ع lebih banyak digunakan

    daripada lafald ي ن ع yang mempunyai arti merah (ر Maksud dari ayat ini .(ا ْحم

    yaitu, menunjukkan kepada orang yang mentadabburi dan memandang dengan

    mata kepala juga mata hatinya menyadari bahwa segala sesuatu yang berubah

    pasti ada yang merubahnya. Seperti firman Allah ر ه إ ذ ا أ ثْم ر وا إ ل ى ث م اْنظ ر

    “perhatikanlah buahnya dan (perhatikan pulalah) kematangannya”. Ayat ini

    menunjukkan bahwasanya Allah menunjukkan adanya perpindahan dari satu

    keadaan kepada keadaan yang lain, dan juga adanya sesuatu setelah tidak

  • 34

    adanya keesaan dan kekuasaan-Nya sebagai bukti bahwa semua itu ada yang

    membuat yaitu Allah yang maha kuasa dan maha mengetahui.

    Keenam, Dalam kitab Ahkam al Qur’an Ibnu al Arabi berkata, lafadz

    ْين اع mempunyai arti sesuatu yang bagus tanpa ada cacat kerusakan dan اإل

    goresan, kemudian malik menjelaskan makna dari kata goresan adalah yang

    biasa dilakukan oleh penduduk Bashrah pada buah hingga menjadi basah.

    Maksudnya adalah melubangi pada buah sehingga angin cepat masuk kedalam

    buah dan mengakibatkan buah menjadicepat basah (masak).

    Ketujuh, Mereka yang menggugurkan buah-buahan yang terkena wabah

    atau rusak mengikuti dasar pendapat mereka, dengan melalui atsar-atsar

    riwayat-riwayat seumpama yang menyatakan larangan Rasulluah Saw menjual

    buah hingga nampak layak dijual dan ketika menjual buah maka buah yang

    rusak harus dibuang.

    Surah al-an’ām ayat 99 ini menegaskan, bahwasanya Allah Swt yang

    menurunkan air yakni, dalam bentuk hujan dari langit, lalu dia menumbuhkan

    sebagai dampak turunnya air itu segala macam tumbuh-tumbuhan. Kemudian

    dari tumbuh-tumbuhan itu tercipta tanaman yang menghijau. Lebih jauh, ayat

    ini menyatakan bahwa dari tanaman yang hijau itu Allah mengeluarkan butir

  • 35

    yang banyak sehingga saling menumpuk, padahal sebelumnya ia hanya satu biji

    atau satu benih.43

    B. Pengertian As Sidr

    ْدر ة -س د ور -س ْدر ات –س ْدر س sidrun – sudūrun – sidratun – sidrātun

    yang mempunyai arti pohon bidara.44 Dalam Bahasa latin Bidara disebut

    dengan istilah Ziziphus mauritiana, selain disebutkan dalam Al Quran pohon

    ini juga disebutkan dalam Hadis untuk anjuran penggunaan dalam prosesi

    ibadah. ْدر mempunyai arti daun bidara, bisa dikatakan daun untuk س

    memandikan orang mati juga bisa dikatakan daun untuk obat-obatan.45

    Misalnya daun bidara digunakan untuk memandikan jenazah disarankan

    dimandikan dengan air yang dicampur dengan daun bidara,46 digunakan untuk

    mandi wajib bagi wanita yang baru suci dari haid, dan terkadang daun bidara

    juga digunakan dalam proses ruqyah untuk mengobati orang yang kesurupan.

    Pohon bidara merupakan salah satu pohon popular di Jazirah Arab

    dikarenakan banyak manfaatnya. Pohon Bidara tersebut tumbuh menjulang

    tinggi beberapa meter dari permukaan tanah dan dapat menaungi siapa saja

    yang duduk dibawahnya dari panas nya terik matahari yang membakar. Pohon

    43 M. Quraish Shihab, Al-Lubāb (Tangerang: Lentera Hati, 2012), 362. 44 Mahmud Yunus, Qamus 'Araby Indunisiyya (Jakarta: PT. Hidakarya Agung, 1989), 166. 45 Muḥammad Al-Murtaḍā al-Husainī al-Zabīdī, Tāj Al-’Arūs Min Jawāhir Al-Qāmūs (Kuwait:

    Pemerintah Kuwait, 1972), 526. 46 Muhammad Fu'ād 'Abd al-Baqī, Al-Lu’lu’u Wal Marjan (Shahih Bukhari Muslim) (Jakarta:

    PT. Gramedia, 2017), 311.

  • 36

    bidara ini memiliki akar yang kuat dan menancap dalam tanah, sehingga ia tidak

    membutuhkan siraman air. Pohon ini menghasilkan buah, dan daunnya dapat

    digunakan sebagai sabun untuk membersihkan badan.47

    Tumbuh-tumbuhan seperti bidara dapat tumbuh menjulang tinggi dan

    dapat pula memberikan naungan. Oleh karena itu, pohon ini membawa banyak

    manfaat untuk penduduk negeri yang mempunyai iklim kering. Bahkan, tidak

    ada yang dapat mengukur seberapa penting dan manfaat nya tumbuhan bidara

    ini kecuali mereka yang mengarungi panasnya padang pasir. Mereka yang

    berhenti dan duduk dibawah naungan pohon bidara dari terik matahari seakan-

    akan berada di Surga. Jadi tak heran jika sebagian bangsa Arab dan Semit

    menyembah pohon bidara dengan bernazar dan bertawasul kepadanya, mereka

    juga menganggap pohon bidara ini sebagai pohon suci yang membawa

    keberkahan dan kebaikan yang dijanjikan kepada orang yang bertaqwa di

    Surga.48

    Masyarakat Ibrani Kuno menyembah sebagian pohon yang

    menghasilkan buah dan menganggapnya sebagai tuhan perempuan tidak ada

    tuhan laki-laki. Mereka mengatakan, bulan berperan penting dalam

    menghasilkan buah dari pohon itu.49

    47 Jawwad Ali, Sejarah Arab Sebelum Islam, terj. Khalifurrahman Fath (Tangerang Selatan: PT

    PustakaAlvabet, 2018), 201. 48 Ibid., 201. 49 Ibid,. 202.

  • 37

    Perjanjian hudaibiyah juga pernah dilakukan dibawah pohon bidara

    yang dinamakan dengan Bai’atur Tahtasy Syajarah (perjanjian dibawah

    sebatang pohon). Yang dimaksud dengan sebatang pohon adalah pohon kayu

    dan menurut penjelasan para ahli, yang dimaksud dengan sebatang pohon

    sebagian ada yang mengatakan pohon kurma (tamr) dan ada juga yang

    mengatakan pohon bidara (sidr). Pada masa Umar bin Khathab menjadi

    khalifah, beliau mendengar bahwa pohon ini digunakan sebagai tempat keramat

    dan tempat suci oleh orang-orang yang kurang pengertian dalam hal ilmu

    tauhid, seperti mereka mengerjakan sholat dibawahnya, thawaf disekelilingnya,

    dan bernazar kepadanya, yang dapat membawa mereka kearah jurang

    kemusyrikan kepada Allah. Dikhawatirkan menjadi amal perbuatan bid’ah

    yang sesat dan menjadi berhala yang menimbulkan fitnah yang besar bagi kaum

    muslimin, maka atas perintah khalifah Umar bin Khathab ditebanglah pohon

    itu.50

    Bidara atau sering disebut dengan widara tumbuh di Indonesia dikenal

    dengan berbagai nama daerah seperti: Jawa; widara atau dipendekkan menjadi

    dara, Madura; bukol, Bali; bekul, NTT; sawu, rote, kom, kon, Makassar;

    bidara, Bima; rangga, Sumba; kalangga.51

    50 Moenawar Chalil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW. Jilid 4 (Jakarta: Gema Insani

    Press, 2001), 63. 51 Fauziah Nugrahwati, Uji Aktivitas Anti Piretik Ekstrak Daun Bidara Terhadap Mencit Jantan

    (UIN Alauddin Makassar, 2016), 8.

  • 38

    Ciri-ciri pohon bidara yang sering dilihat biasanya tinggi hingga 15m,

    daun-daun penumpu berupa duri dan terletak berseling. Helai daun berbentuk

    bulatan telur menjorong lonjong 2-9 cm x 1,5-5 cm, tepinya rata terkadang

    sedikit menginggit gundul dan mengkilap disisi atas dan daun tnaman ini

    termasuk daun tunggal yang letaknya berseling. Tanaman ini sejenis pohon

    kecil berduri dan penghasil buah yang tumbuh didaerah kering. Kandungan

    gula dalam daun bidara yaitu laktosa, glukosa, galaktosa, arabinose, xilosa dan

    rhamnosa, juga mempunyai kandungan empat glikosida saponin.52

    Oleh karena itu, sangat disayangkan jika tidak mengetahui jenis-jenis bidara

    tersebut, dan seperti apa saja manfaatnya, berikut sedikit penjelasan nya:

    1. Bidara laut (Strychnos ligustrina BI)

    52 Ofir Tangkelangi, “Pengaruh Ekstrak Daun Bidara (Ziziphus Mauritiana Lam) Terhadap

    Kualitas Semen Segar Sapi Bali” (Universitas Hasanudin Makassar, 2017), 12.

    Gambar 1.2: Biji Bidara Laut Gambar 1.1: Pohon Bidara Laut

  • 39

    Bidara laut seperti pada gambar 1.1 dalam dunia perdagangan sering

    disebut kayu bidara laut dan dijual dalam bentuk serutan kayu. Jenis bidara laut

    ini memiliki beberapa nama local seperti di Bima dan Dompu (NTB) dikenal

    dengan nama kayu songga, sedangkan di Bali lebih dikenal dengan sebutan

    kayu pait.53 Bidara laut sering digunakan dalam ramuan karena dia

    mengandung strikhin dan brusin dengan cara diseduh, biasanya digunakan

    untuk mengobati malaria, demam, sakit kulit, rematik, sariawan dan cuci

    darah.54

    Penyebaran jenis bidara laut cukup luas, dari Australia sampai dengan

    Asia Tenggara serta daerah-daerah yang merupakan penyebaran flora

    malesiana. Saat ini kelestarian bidara laut sangat terancam, hal ini dikarenakan

    perminatan bidara laut untuk keperluan baik yang bersifat subsisten maupun

    komersil relatif tinggi. Sama halnya seperti tanaman obat lain dihutan

    Indonesia, ketersediaan jenis bidara laut semakin menurun karena adanya

    penebangan pohon secara terus-menerus dan konversi hutan.55

    53 Ogi Setiawan, et.al. Bidara Laut (Strychnos Lingustrina Blume) Syn. S. Lucida R. Br: Sumber

    Bahan Obat Potensial Di Nusa Tenggara Barat Dan Bali (Jawa Barat: Forda Press, 2014), 5. 54 Suharmiati, Sehat Dengan Ramuan Tradisional (Menguak Tabir Dan Potensi Jamu

    Gendong) (Agromedia Pustaka, n.d.), 8. 55 Ogi Setiawan dan Budi Hadi Narenda, “Sistem Perakaran Bidara Laut Untuk Pengendalian

    Tanah Longsor,” Penelitian Kehutanan Wallacea 1, no. 1 (Agustus 2012): 52.

  • 40

    Bidara laut mempunyai potensi untuk dimanfaatkan dalam kegiatan

    rehabilitasi pada daerah yang beriklim kering. Hal ini disebabkan pada kondisi

    tempat tumbuhnya yang hampir sama dengan kondisi lahan-lahan marjinal

    didaerah kering, serta adanya peluang pasar yang cukup menjanjikan. Disisi

    lain, kayu bidara laut untuk berbagai keperluan relatif tinggi, sementara

    kegiatan budidaya dimasyarakat masih terbatas. Tanaman yang akan digunakan

    pada kegiatan rehabilitasi selain mempunyai manfaat secara ekologi, tanaman

    itu juga dapat melindungi lahan dari tanah longsor.56

    Ciri-ciri botani bidara laut sebagai berikut57:

    a. Pohon kecil yang berdiameter batang mencapai 30 cm dengan tinggi

    rata-rata 12 m.

    b. Bidara laut yang masih muda mempuntai duri dan terkadang batangnya

    bengkok.

    c. Kayunya keras, berwarna kuning pucat dan kuat.

    d. Seluruh bagian dari tumbuhan bidara laut ini pahit dan yang paling pahit

    adalah akarnya.

    e. Daun pohon ini mempunyai ukuran sekitar 2,6-6,1 cm x 1,7-3,7 cm dan

    warna daun bagian bawah biasanya lebih pucat daripada warna daun

    bagian atas.

    56 Ibid,. 52. 57 Ogi Setiawan, et.al., Ciri-ciri…, 9.

  • 41

    f. Bunga mempunyai kelopak antara 1-1,3 mm, sedangkan mahkotanya

    mempunyai panjang 10-15 mm dan tabungnya sekitar 7-12 mm.

    g. Benihnya berukuran 12-15 mm x 10-12 mm.

    2. Bidara arab (Ziziphus spina Christi L)

    Gambar 1.3: Pohon Bidara Arab Gambar 1.4: Buah Bidara Arab

    secara umum tanaman ini sangat kaya akan manfaatnya sehingga sering

    disebut tanaman serbaguna. Misalnya daun tanaman ini digunakan untuk

    makanan hewan, ranting nya digunakan untuk pagar, dan kayu nya digunakan

    untuk konstruksi dan kerajinan mebel. Tidak hanya itu buah, daun, dan akar,

    kulit kayunya juga banyak digunakan untuk obat-obatan tradisional.58 Obat-

    obatan tradisional ini juga dijadikan pasta dari akarnya, orang badui

    menggunakan nya untuk pengobatan gusi. Orang badui juga menggunakan teh

    dari buahnya untuk meningkatkan produksi ASI dan juga untuk mengobati hati.

    58 Raden Ajeng Zalihana Putri, “Uji Aktivitas Daun Bidara Arab Sebagai Anti Kanker Pada Sel

    Kanker Kolon (WiDr) Melalui Metode MTT Dan Identifikasi Senyawa Aktif Dengan Metode LC-MS”

    (UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, 2017).

  • 42

    Selain itu dinegara Uni Emirat Arab menggunakan air rebusan daun bidara

    untuk mengatasi rambut rontok.59 Bidara arab ini sering dicari untuk

    penyembuhan dari gangguan jin dengan cara ruqyah, daun bidara ini juga bisa

    digunakan untuk menggantikan sabun karena memang bagus untuk

    mempercantik dan menghaluskan kulit.

    3. Bidara Upas

    59 Raden Ajeng Zaliha Putri,11

    Gambar 1.6: Umbi Bidara Upas Gambar 1.5: Bidara Upas

  • 43

    mempunyai beberapa sinonim yaitu Ipomoea mammosa Chois, Battana

    mammosa Rumph dan Convolvulus mammosa Hall.f.60 Merupakan salah satu

    tanaman yang dijadikan obat. Tanaman ini bukan tanaman asli Indonesia,

    melainkan berasal dari wilayah India, pulau Andaman dan Indo-China seperti

    di Papua Nugini dan Filipina. Di Indonesia tanaman ini dibudidayakan di Pulau

    Jawa, Bali, Maluku dan Madura karena akarnya yang bisa dimakan. Bidara

    Upas tumbuh di Pulau Jawa dengan ketinggian kurang lebih 500 diatas

    permukaan laut. Rata-rata masyarakat memanen umbinya setelah tumbuhan

    bidara tersebut kering atau setahun setelah ditanam. Diwilayah Indonesia dan

    Malaysia tanaman ini dimanfaatkan untuk mengatasi berbagai gangguan

    kesehatan, diantaranya yaitu; untuk mengobati gangguan pernafasan,

    60 Trifonia Rosa Kurniasih, “Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Umbi Bidara Upas (Merremia

    Mammosa Hall.f.) Secara Topikal Pada Mencit Betina Galur Swiss Terinduksi Karagenin” (Universitas

    Sanata Dharma Yogyakarta, 2014), 7.

    Gambar 1.8: Umbi Kering Gambar 1.7: Umbi Basah

  • 44

    pencernaan, luka akibat gigitan ular atau luka bakar, bahkan juga bisa

    mengatasi diabetes. Senyawa aktif yang terkandung pada ekstraknya secara

    nyata dapat mengatasi bakteri penyebab demam tifoid yaitu bakteri Salmonella

    typhimurium.61 Ciri-ciri yang menonjol dari bidara upas adalah daun ini

    berbentuk lebar seperti pangkal hati, berwarna hijau tua dan tanaman ini

    memiliki umbi yang dapat dimakan. Ciri lain bidara upas adalah warna bunga

    umum nya berwarna putih dan warna umbinya kuning kecoklatan. Tinggi

    tanaman ini bisa mencapai 5 meter, bidara ini memiliki batang yang kecil dan

    tumbuh secara menjalar.

    4. Bidara China (Ziziphus jujuba atau ziziphus zizyphus)

    61 Dwi Setyo Rini Gono Semiadi, Atit Kanti, Siti Sundari, Kartika Dewi, “Perbanyakan

    Vegetatif Bidara Upas (Merremia Mammosa (Lour) Hallier F) Kebun Raya Bogor,” Berita Biologi Ilmu-

    Ilmu Hayati 16, no. 2 (2017): 167.

    Gambar 1.9: Pohon Bidara cina

    Gambar 1.10: Buah Bidara Cina

  • 45

    Gambar 1.8 dan 1.9 dinamakan bidara china karena dibudidayakan di

    China bagian utara. Tanaman semak ini ketinggian nya mencapai 5-12 meter

    (16-39 kaki). Buahnya berbentuk oval drupe ketika belum matang berwarna

    hijau kehijauan, ketika buahnya sudah matang berwarna coklat hingga hitam

    keunguan dan akhirnya berkerut seperti kurma kecil. Di China Jujube juga

    dikenal dengan sebutan Angco yang mempunyai sifat hangat dan mempunyai

    rasa manis. Di China Angco merupakan salah satu makanan yang digunakan

    untuk terapi yaitu sebagai berikut: meningkatkan fungsi limpa dan perut,

    menggantikan chi, meningkatkan produksi cairan tubuh, meningkatkan

    imunitas, dan menurunkan kolesterol darah. Juga dapat digunakan untuk

    mengatasi fatigue (kelelahan), diare, insomnia, haus, anemia, sel-sel darah

    putih rendah, dan jumlah platelet didalam darah.62

    5. Bidara Putsa (apel india)

    62 Redaksi Health Secret, Awet Muda Ala China (Jakarta: PT. Gramedia, 2013), 45.

    Gambar 1.12: Buah Bidara Putsa Gambar 1.11: Pohon Bidara Putsa

  • 46

    Ziziphus mauritiana tanaman ini berasal dari India, dia bisa hidup

    walaupun hanya dengan seutas akar.63 Putsa termasuk tanaman yang mudah

    beradaptasi diberbagai kondisi dan lingkungan, dia juga mampu bertahan pada

    kondisi kering dengan curah hujn hanya 150-2.500 mm pertahun.64 Manfaat

    dari buah putsa sebagai berikut: 1) Alkaloid pada Putsa memiliki efek

    menenangkan saraf dan mengurangi kecemasan seseorang, 2) Mengkonsumsi

    putsa secara rutin bisa mencegah dari terserangnya pilek dan juga influenza, 3)

    Mengkonsumsi satu buah putsa sebelum makan dapat diyakini menambah

    nafsu makan.65 Perbedaan yang menonjol dari bidara putsa dengan bidara yang

    lainnya yaitu: Pertama, pohon bidara lain lebih banyak durinya daripada pohon

    putsa yang cendrung tidak berduri