Policy Paper - echelon.com.hk Malaysia/Policy Paper... · 2.4 Pemasangan Kapasitor 9 . 2.5...

30

Transcript of Policy Paper - echelon.com.hk Malaysia/Policy Paper... · 2.4 Pemasangan Kapasitor 9 . 2.5...

Policy Paper

PENGHEMATAN ENERGI DI

PENERANGAN JALAN UMUM

Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (P3TKEBTKE)

Badan Penelitian dan Pengembangan Energi dan Sumber Daya Mineral Kementerian Energi Dan Sumber Daya Mineral

2012

DAFTAR ISI

Halaman Depan i

Daftar Isi ii

Ringkasan Eksekutif iii

1. Pendahuluan 1

2. Dasar Teori 2

2.1 kWh meter 4

2.2 Efisiensi Lampu PJU 5

2.3 Efisiensi Armartur PJU 7

2.4 Pemasangan Kapasitor 9

2.5 Pemasangan Photosel 9

2.6 Penggunaan Dimming Ballast 10

2.7 Pemeliharaan Rutin 13

3. Metoda Pelaksanaan 14

4. Analisis Keekonomian 15

4.1 Pemasangan kWh Meter 15

4.2 Jenis dan Merk Lampu PJU 16

4.3 Dimming Ballast 16

4.4 Capacitor Bank 17

4.5 Penerangan Jalan Umum Berbasis Energi Baru Terbarukan (PJU EBT) 17

5. Kinerja Percontohan Smart Street Lighting System (PJU Cerdas) 18

5.1 Definisi dan Konfigurasi Sistem 18

5.2 Manfaat 22

6. Penutup 24

7. Daftar Pustaka 15

LAMPIRAN HASIL PERCONTOHAN PJU CERDAS

LAMPIRAN MONITORING BERITA MEDIA MASSA TERKAIT PJU CERDAS

Ringkasan Eksekutif

Salah satu potensi penghematan energi berasal dari pemakaian listrik di penerangan jalan umum (PJU). Pemakaian listrik PJU rata-rata di tahun 2010 adalah 2,85% dari konsumsi listrik di tiap provinsi. Namun, permasalahan lain yang lebih penting adalah sifat PJU yang bekerja dimalam hari sehingga menambah beban puncak rata-rata sebesar 4,95%. Pertumbuhan infrastruktur ketenagalistrikan yang tidak mencukupi baik itu pembangkit listrik maupun sistem transmisi dan distribusi membutuhkan langkah penghematan pemakaian energi listrik di PJU agar kehandalan sistem tenaga listrik dapat terjamin. Akan tetapi, pelaksanaan konservasi energi PJU juga mempunyai permasalahan yaitu sistem pembayaran listrik PJU saat ini bersifat multiguna. Hampir seluruh PJU yang ada tidak memiliki alat pencatat dan pengukur listrik (APP) sehingga tagihan listrik dilakukan berdasarkan abonemen perbulan yang bersifat tetap dengan mempertimbangkan jumlah titik lampu, daya lampu dan jam pemakaian tiap hari. Sistem pentarifan dan tagihan yang diberlakukan tersebut menyebabkan pemerintah daerah tidak tertarik untuk melakukan konservasi energi di PJU.

Pemasangan kWh meter merupakan kunci pelaksanaan penghematan energi di PJU. Tanpa pemasangan kWh meter, pemerintah daerah tidak mempunyai benefit dari penghematan energi sebab tagihan listrik selama ini tidak memperhatikan konsumsi daya yang sebenarnya. Perhitungan keekonomiannya adalah bila biaya pemasangan kWh meter diasumsikan Rp 2.000.000,- per sistem PJU maka investasi yang dibutuhkan sebesar 254 miliar rupiah untuk 33 provinsi. Nilai investasi ini akan kembali dalam 1 tahun hanya dari kesalahan pembayaran tagihan listrik dengan asumsi rata-rata kesalahan tagihan listrik PLN sebesar 10,73% lebih tinggi.

Langkah penghematan lain adalah penggunaan lampu yang hemat energi. Tingkat hemat energi dinyatakan dalam efikasi yaitu tingkat cahaya per jumlah daya yang digunakan. Semakin tinggi efikasi maka semakin hemat lampu PJU tersebut. Dari perhitungan keekonomian diperoleh bahwa lampu yang memiliki biaya paling rendah adalah lampu HPS walaupun lampu yang paling hemat energi adalah LPS. Untuk meminimalkan biaya investasi awal, sebaiknya penggantian lampu dilakukan pada saat lampu lama rusak.

Pencahayaan jalan raya selama ini didesain untuk skenario jalan padat, dimana hal ini hanya terjadi untuk periode yang pendek yaitu sekitar jam 18.00 WIB hingga 22.00 WIB dan 04.00 WIB hingga 05.00 WIB. Kemampuan untuk mengurangi level cahaya diluar waktu tersebut akan mengefisiensikan biaya operasi PJU. Perhitungan keekonomian pemasangan dimmer dilakukan dengan skema lampu diredupkan sebesar 70% daya tertera pada periode 23.00 – 05.00 WIB. Skema tersebut akan menurunkan konsumsi daya PJU sebesar 450 GWh dari konsumsi daya PJU total sebesar 3.000 GWh di tahun 2011. Biaya investasi sebesar 28,4 miliar rupiah akan kembali dalam 1 bulan dari penghematan pembayaran konsumsi daya yang didapat.

1

PENGHEMATAN ENERGI DI PENERANGAN JALAN UMUM

1. Pendahuluan

Program konservasi energi saat ini menjadi opsi utama dalam menjamin ketahanan energi nasional. Permintaan energi listrik yang terus naik tidak bisa diimbangi oleh pertumbuhan infrastruktur tenaga listrik. Untuk itu, pemerintah mencanangkan program demand side management yang bertujuan untuk mengefisiensikan pemakaian energi di berbagai sektor. Keberadaan program ini dipertegas dengan Instruksi Presiden yang diterbitkan pada tahun 1982 melalui Inpres No. 8 Tahun 1982 yang kemudian disempurnakan dengan Keppres No. 43 Tahun 1991 tentang Konservasi Energi, Inpres No. 10 Tahun 2005 tentang Penghematan Energi dan Inpres No. 2 Tahun 2008 tentang Penghematan Energi dan Air. Di tahun 2012, pemerintah kembali menyemangatkan konservasi energi melalui Rencana Aksi Penghematan Energi dan Air.

Salah satu potensi penghematan energi berasal dari pemakaian listrik di penerangan jalan umum (PJU). Gambar 1 menunjukkan pemakaian listrik PJU rata-rata di tahun 2010 adalah 2,85% dari konsumsi listrik di tiap provinsi. Namun, permasalahan lain yang lebih penting adalah sifat PJU yang bekerja dimalam hari sehingga menambah beban puncak rata-rata sebesar 4,95% sebagaimana pada Gambar 1. Pertumbuhan infrastruktur ketenagalistrikan yang tidak mencukupi baik itu pembangkit listrik maupun sistem transmisi dan distribusi membutuhkan langkah penghematan pemakaian energi listrik di PJU agar kehandalan sistem tenaga listrik dapat terjamin.

Gambar 1. Persentase konsumsi listrik dan kapasitas PJU di berbagai wilayah

(Sumber : PLN Statistics 2010, 2011)

Penghematan energi di PJU menjadi pilihan yang lebih baik karena tidak hanya mengurangi beban puncak namun juga pelaksanaannya yang lebih mudah dilakukan secara menyeluruh di seluruh Indonesia. Data PLN di 2010, terdapat 127.054 sistem PJU dimana teknologi sistem PJU tersebut relatif sama sehingga langkah penghematan energi yang diperlukan juga sama. Sebaliknya, konservasi energi di industri, yang selama ini selalu menjadi prioritas pemerintah, membutuhkan langkah yang spesifik

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

NAD Riau

Kepr

i (+…

Beng

kulu

Babe

lBa

nten

DKI J

akar

ta…

Jaba

rJa

teng DI

YJa

tim Bali

Kalb

arKa

lteng

Kalse

lKa

ltim

Sulu

tG

oron

talo

Sulte

ngSu

lbar

Sulse

lSu

ltra

NTB NTT

Mal

uku

Mal

utPa

pua

Papu

a Ba

rat

% Konsumsi listrik PJU terhadap konsumsi listrik total% Beban PJU terhadap beban puncak

2

untuk setiap industri sehingga membutuhkan waktu dan biaya yang lebih dalam melakukan audit energi.

Akan tetapi, pelaksanaan konservasi energi PJU juga mempunyai permasalahan yaitu sistem pembayaran listrik PJU saat ini bersifat multiguna. Hampir seluruh PJU yang ada tidak memiliki alat pencatat dan pengukur listrik (APP) sehingga tagihan listrik dilakukan berdasarkan abonemen perbulan yang bersifat tetap dengan mempertimbangkan jumlah titik lampu, daya lampu dan jam pemakaian tiap hari. Sistem pentarifan dan tagihan yang diberlakukan tersebut menyebabkan pemerintah daerah tidak tertarik untuk melakukan konservasi energi di PJU.

Tulisan ini mencoba untuk menganalisis menyelesaikan permasalahan tersebut sehingga konservasi energi PJU menjadi hal yang menguntungkan baik bagi pemerintah daerah maupun pusat. Analisis dibagi menjadi beberapa bagian yaitu kebijakan pengelolaan PJU, jenis PJU yang biasa digunakan, metoda analisis hingga rekomendasi langkah penghematan energi di PJU. Langkah tersebut dilengkapi dengan analisis teknik, ekonomi dan dasar hukum peraturan perundangan.

2. Dasar Teori

Jumlah PJU seringkali digunakan sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan suatu wilayah. Wilayah yang berkembang pesat membutuhkan penerangan di malam hari yang memudahkan warganya untuk kembali ke rumah dari aktivitas ekonominya di siang hari maupun memulai roda perekonomian di malam hari sehingga aktivitas bisnis dan pariwisata dapat berjalan lebih lancar. Namun secara umum, fungsi PJU adalah sebagai berikut:

a. Penerangan

Pengganti cahaya matahari dalam menunjang aktivitas kegiatan perekonomian, sosial dan masyarakat pada malam hari.

b. Keamanan Dan Ketertiban

Menurunkan tingkat kriminalitas. Daerah yang terang akan menimbulkan efek antisipatif terhadap tindakan kriminalitas.

c. Mengurangi Tingkat Kecelakaan Lalu Lintas

Penerangan jalan yang baik dan memadai akan sangat membantu penglihatan pengemudi kendaraan ketika melalui jalan tersebut.

d. Ciri Khas Kota

Penerangan jalan dapat dirancang sebagai ciri khas kota yang unik, misalnya dari desain tiang lampu, armatur, pengaturan tata letak dan sebagainya.

e. Orientasi Rambu Lalu Lintas

Orientasi rancangan penerangan jalan mulai ditambah fungsinya sebagai pemandu untuk pemakai jalan yang kurang paham terhadap daerah tersebut, misalnya jalur jalan protokol, jalur jalan keluar kota dan sebagainya. Disamping itu cahaya penerangan jalan yang memadai membantu masyarakat luar untuk mengenali rambu-rambu lalu lintas.

3

f. Keindahan Kota

Fungsi estetika dari lampu jalan juga diarahkan untuk keindahan kota. Desain-desain tiang dan lampu yang cantik, output cahaya yang bagus serta pengaturan distribusi cahaya yang terkontrol akan menimbulkan efek-efek permainan cahaya yang tentunya akan memperindah kota di malam hari.

g. Pengembangan Kota

Dengan tersedianya fasilitas lampu penerangan, daerah-daerah yang sebelumnya gelap dan sepi dapat berubah menjadi pemukiman baru sehingga penduduk dapat lebih tersebar dan tidak mengelompok dalam suatu kawasan bahkan dapat terciptanya aktivitas kegiatan perekonomian baru.

Untuk memenuhi fungsi PJU tersebut, maka diperlukan suatu sistem PJU yang baik dan terintegrasi dengan pembangunan kota secara keseluruhan. Kriteria dari sistem PJU yang baik tersebut adalah:

a. Hemat Energi (Energy Efficiency)

Salah satu masalah umum yang dihadapi Pemerintah Daerah adalah membengkaknya pembayaran tagihan rekening listrik PJU. Biaya penyediaan listrik yang cenderung terus meningkat sebagai dampak dari sumber energi yang semakin berkurang dan mahal menuntut pengelolaan PJU yang hemat energi.

b. Intensitas Cahaya (Light Intensity)

Setiap jenis jalan membutuhkan intensitas cahaya yang berbeda-beda, jalan protokol memerlukan intensitas cahaya lebih tinggi dibanding jalan lingkungan.

c. Pengendalian Silau (Glare Control)

Lampu jalan yang terang benderang adalah baik, namun bila menimbulkan silau bagi pengemudi, dapat menyebabkan kecelakaan. Lampu yang terang tetapi tidak silau adalah kondisi ideal.

d. Kerataan Cahaya (Uniformity)

Yang dimaksud kerataan cahaya adalah kerataan cahaya yang jatuh di permukaan jalan. Efek gelap terang (zebra effect) di atas permukaan jalan karena ketidakseragaman cahaya dapat mempercepat kelelahan mata pengemudi.

e. Distribusi Cahaya (Light Distribution)

Sering dijumpai cahaya PJU tidak terdistribusikan dengan baik sesuai peruntukannya. Misalnya lampu yang jauh dari jalan justru menerangi pohon, sawah atau pekarangan penduduk. Hal ini sangat merugikan. Penempatan tiang dan pengaturan titik lampu sangat penting dalam merancang PJU.

4

2.1 kWh Meter

Selama ini tagihan daya listrik untuk PJU berdasarkan kontrak tetap atau bersifat abonemen bulanan antara pengelola PJU dan PLN. Sistem ini membuat pengelola PJU tidak mempunyai insentif untuk melakukan penghematan energi di PJU. Secara logika sederhana, walaupun konservasi energi dilakukan, pengelola PJU tetap membayar jumlah tagihan listrik yang sama setiap bulannya. Berdasarkan kesepakatan kontrak juga, rekening tersebut kemudian dinaikkan dari beban daya sebenarnya sebagai kompensasi terjadinya rugi daya jaringan akibat rendahnya faktor daya jaringan PJU, kemungkinan penggantian lampu PJU dengan daya yang lebih besar ataupun adanya penambahan PJU liar dari masyarakat dan sebagainya.

Ketentuan tersebut jelas merugikan masyarakat yang membayar tagihan listrik PJU berdasarkan persentase pemakaian listriknya. Apabila tagihan listrik PJU besar maka persentase iuran yang dikenakan pada masyarakat juga semakin besar sebagaimana di kota Medan yang mencapai 10% sementara yang diklaim lebih besar daripada kota lainnya. Tidak terukurnya pemakaian listrik di PJU tersebut juga merugikan pemerintah daerah dan pusat. Dengan pembayaran rekening tagihan yang lebih besar dari seharusnya, pemerintah daerah kehilangan kesempatan mengelola iuran PJU untuk meningkatkan kualitas pelayanan PJU di daerahnya.

Tabel 1. Perbandingan survei daya 2004 – 2007

Wilayah Daya 2004 (kWh)

Pengukuran 2007 Daya (kWh)

Δ Daya (kWh)

Δ Bayar (Rp)

Δ Daya (%)

Jakarta Pusat 458,30 237,28 221,01 132.609 48,23 Jakarta Utara 92,85 102,05 -9,20 -5.19 -9,91 Jakarta Barat 116,57 104,22 12,35 7.413 10,59 Jakarta Selatan 94,63 115,47 -20,85 -12.510 -22,02 Jakarta Timur 153,55 112,49 41,05 24.633 26,74 Total 915,89 671,51 244,38 146.626 10,73

(Sumber: Dinas PJU DKI Jakarta, 2007)

Tabel 1 memperlihatkan bukti terjadinya selisih pemakaian daya antara yang dibayar pengelola PJU DKI Jakarta dengan penagihan daya oleh PLN. Pada tahun 2004, PLN dan Dinas PJU DKI Jakarta menyepakati pemakaian daya PJU DKI Jakarta berdasarkan survei bersama. Namun, hasil survei Dinas PJU di 2007 menunjukkan telah ada penurunan pemakaian daya akibat peralihan lampu yang lebih hemat energi maupun lampu dengan daya lebih rendah. Walaupun begitu, PLN tetap menggunakan hasil survei 2004 dalam menagih pemakaian listrik PJU di DKI Jakarta.

Survei 2007 mencatat pemakaian daya pada 82 panel yang disurvei mencapai 671,51 kWh, nilai ini lebih rendah 244,38 kWh dari data survei 2004 yang dilakukan oleh PLN. Dengan harga listrik untuk PJU adalah Rp 600,-/kWh sebagaimana Keppres No.104/2003 tentang tarif dasar listrik (TDL) 2004 maka selisih daya ini menyebabkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membayar Rp 52,7 juta/bulan atau 633,4 juta/tahun lebih banyak dari seharusnya. Angka ini hanya untuk panel 82 PJU yang disurvei.

5

Tidak jelas alasan sebenarnya PLN tidak memasang kWh meter. Namun dari diskusi dengan pengelola PJU, salah satu penyebab keengganan PLN adalah tidak seimbangnya beban panel PJU. Ketidakseimbangan beban lebih dari 10% tiap phasanya akan menimbulkan urutan tegangan negatif, arus putar dan menaikkan tegangan dan arus di konduktor netral yang pada akhirnya menimbulkan rugi jaringan yang merugikan PLN. Namun hal ini sebenarnya umum terjadi khususnya di industri dengan beban motor induksi dan PLN telah menerapkan denda kVAR akibat rugi jaringan yang timbul. Sistem ini lebih adil secara bisnis mengingat pelanggan membayar sesuai pemakaiannya dan kesalahannya.

2.2 Efisiensi Lampu PJU

Tabel 2 adalah jenis-jenis lampu jalan yang umum digunakan. Setiap jenis lampu mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing. Beberapa pertimbangan dalam pemilihan lampu adalah hemat energi, warna cahaya dan ketahanan lampu. Tingkat hemat energi dinyatakan dalam efikasi yaitu tingkat cahaya per jumlah daya yang digunakan. Semakin tinggi efikasi maka semakin hemat lampu PJU tersebut. Dengan membandingkan efikasi tersebut, bila lampu jalan pada pemukiman saat ini adalah lampu merkuri 70W maka dapat digantikan dengan lampu metal-halide atau compact fluorescent (swa-balast) 35W ataupun 50/35W Osram Citylight. Dari Tabel 3, nilai lumen tidak berubah akibat penggantian lampu tersebut. Nilai lumen baik pada lampu merkuri 70W maupun lampu compact fluorescent 35W adalah 2450 lumen. Demikian juga untuk lampu pada jalan utama, lampu mercury vapour 400W (14.000 lm) dan 250W (8.750 lm) dapat diganti dengan lampu metal halide 150W (12.750 lm). Penggantian ini akan menghemat daya hingga 100-250W dan bila dibandingkan dengan lampu 250W akan meningkatkan pencahayaan hingga 30%.

Namun efisiensi lampu (efikasi) bukan satu-satunya faktor dalam menentukan lampu yang paling baik. Misal lampu HPS dan LPS mempunyai tingkat hemat energi tetapi mempunyai warna kuning seperti pada Gambar 2, menyebabkan lampu ini tidak sesuai digunakan untuk penerangan pejalan kaki dan jalan kecil. Mata manusia bekerja pada level mesopic yaitu pencahayaan antara 0,1 - 10 lux. Pada level ini, cahaya lampu yang baik adalah warna biru ataupun putih sebagaimana yang disediakan oleh lampu merkuri dan fluorescent (Australian Standard AS/NZS 1158.1.1,1997). Akan tetapi, cahaya lampu berwarna putih sebagaimana pada Gambar 1 mempunyai kelemahan tidak dapat menerangi wilayah yang berkabut. Beberapa standar internasional merekomendasikan penggunaan lampu jalan dengan colour rendering index (Ra) lebih dari 20, sehingga lampu sodium tekanan rendah yang tidak punya colour rendering tidak lagi direkomendasikan.

6

Tabel 2. Karakteristik Jenis Lampu

Lampu Karakteristik Harga (Rp/unit) Mercury Vapour (MV) Murah, pencahayaan warna baik

(putih), usia rendah (12.000 jam), efikasi rendah (35-59), ketahanan lumen rendah, handal, tahan terhadap suhu sekitar. Rentan ketika tegangan turun dibawah 220V.

52.000 (80W)

595.000 (1.000W)

Metal Halide (MH) Mahal, pencahayaan warna baik (putih), usia 10.000 jam, efikasi tinggi (76-95), ketahanan lumen rendah

150.000 (250W) 1,6 juta (2000W)

High Pressure Sodium (HPS)

Harga menengah. Efikasi tinggi. Warna merah-kuning. Semakin tinggi daya semakin tinggi usia. Efisiensi yang tinggi (70-130) sangat sesuai untuk lampu jalan. Teknologi Dual arc menyebabkan usia lebih lama.

44.000 (50W)

400.000 (1000W)

Low Pressure Sodium (LPS) Harga menengah. Efikasi sangat tinggi. Ukuran besar. Usia tinggi. Warna lampu oranye membuat lampu ini tidak sesuai untuk pejalan kaki dan jalan kecil.

202.000 (55W)

501.000 (180W)

Light Emitting Diode (LED) Mahal. Usia panjang 50.000 jam. Pencahayaan warna baik dan efikasi 1.071.

2,5 juta (36W) 11,5 juta (180W)

(a) Lampu sodium (b) Lampu merkuri

Gambar 2. Warna Lampu Jalan

Faktor lain yang harus dipertimbangkan dalam pemilihan lampu PJU adalah usia lampu dan ketahunan lumen. Usia lampu secara sederhana didefenisikan sebagai lama operasi lampu hingga tidak bisa beroperasi kembali. Sedangkan ketahanan lumen diartikan sebagai daya tahan kuat cahaya seiring dengan pertambahan usia lampu. Lampu dengan ketahanan lumen yang baik mempunyai penurunan kuat cahaya yang kecil. Namun lampu dengan ketahanan lumen yang baik belum tentu

7

mempunyai usia yang lama. Gambar 3 menunjukkan lampu dengan ketahanan lumen terbaik adalah Halogen, sedangkan yang terendah adalah MV. Pada 60% usia, lumen lampu MV telah berkurang 30% sedangkan Halogen hanya 5%. Pemilihan lampu berdasarkan ketahanan lumen yang terbaik akan mengurangi biaya pemeliharaan lampu. Lampu yang cepat meredup membutuhkan penggantian lampu yang lebih sering dan akibatnya akan meningkatkan anggaran penggantian lampu.

Gambar 3. Ketahanan Lumen Lampu

2.3 Efisiensi Armartur PJU

Pengertian armarture adalah reflektor, kompartemen (compartment) lampu dan gear, balast, saklar daya, bentuk tiang dan rumah lampu. Penggunaan luminer PJU yang baik akan meningkatkan kualitas pencahayaan sehingga pada akhirnya pengelola PJU dapat menggunakan lampu dengan daya yang lebih rendah.

Gambar 4. Reflektor

Reflektor adalah bagian penting dari pencahayaan yang mempengaruhi kinerja dan ketahanannya. Kualitas permukaan reflektor akan menentukan usia efektif pencahayaan. Pemilihan reflektor yang efisien akan menaikkan tingkat pencahayaan hingga 130% tanpa menaikkan konsumsi daya, atau dengan kata lain konsumsi daya dapat diturunkan sebesar 45% tanpa mengurangi tingkat pencahayaan (mengganti lampu dengan daya yang lebih rendah tanpa mengurangi standar pencahayaan). Lapisan reflektor yang baik mempunyai permukaan halus, tahan terhadap getaran dan panas, mudah dibersihkan dengan air dan deterjen, tahan terhadap perubahan cuaca dan korosi, debu tidak mudah menempel dan efisiensi reflektor yang tinggi.

50

60

70

80

90

100

0 20 40 60 80 100

Persentase Usia Rata-Rata

Per

sent

ase

Lum

en

Halogen T8 (265 mA) Incandescnt T12 (430 mA) HPS Mercury Vapor

8

Beberapa jenis reflektor dapat dilihat pada Gambar 4. Bahan reflektor FERRO -5678WH mempunyai 8% kemampuan reflektansi yang lebih baik dibandingan bahan aluminium putih 90%.

Secara teknis, pengaruh penggunaan reflektor yang berbeda dapat dijelaskan dalam Tabel 3. LOR (light output ratio) adalah indikator tingkat hemat sistem lampu, yaitu persentase cahaya lampu yang keluar dari sistem lampu. Penggunaan reflektor dan lensa yang baik dapat meningkatkan nilai LOR. LOR 60% merupakan sistem konvensional dengan difuser kaca refraktor sedangkan sistem dengan LOR 80% merupakan sistem modern dengan reflektor yang efisien dan lensa yang bening. Perbedaan kuat cahaya diantara dua sistem di Tabel 3 berarti potensi untuk mengganti lampu PJU dengan lampu yang berdaya lebih rendah tanpa mengurangi kuat cahaya.

Tabel 3. Pengaruh penggunaan reflektor berbeda

Kuat cahaya lampu (lm)

Kuat cahaya PJU dengan LOR 60%

Kuat cahaya PJU dengan LOR 80%

Lampu mercury vapour 80W 3.400 2.040 lm 2.550 lm

Aksesoris lain yang mempengaruhi kinerja penerangan jalan umum adalah kompartemen lampu. Faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan kompartemen ini adalah kekedapan atau kerapatannya. Kompartemen dengan indek IP66 mempunyai kerapatan yang baik dan tahan lama. Kompartemen IP66 akan mengendalikan aliran udara yang masuk dan keluar melalui gasket yang bertindak sebagai filter debu ataupun kotoran lainnya. Hal ini akan meminimalkan depresiasi cahaya yang diakibatkan adanya debu pada kompartemen seperti pada Gambar 5. Adapun kerapatan pada kompartemen gear akan mengurangi korosi pada terminal dan arcing pada perlengkapan penyalaan.

Gambar 5. Akibat kompartemen berkualitas rendah

Langkah peningkatan efisiensi sistem luminer lainnya adalah mengganti choke tembaga dengan choke konvensional. Choke tembaga konvensional umumnya mengkonsumsi daya 15W per lampu sebagai bentuk rugi balast, sedangkan choke elektronik hanya membutuhkan daya 2W per lampu. Penggantian dapat dilakukan dengan 2 cara. Pertama, dilakukan pengujian secara acak terhadap choke dan kinerjanya direkam secara terus menerus serta dievaluasi sebagai pertimbangan apakah perlu mengganti semua choke. Tentunya langkah ini akan terhalang oleh besarnya biaya penggantian seluruh choke. Cara kedua, adalah dengan mewajibkan sistem PJU baru untuk menggunakan choke elektronik. Rugi daya pada tiap lampu PJU yang timbul baik dari choke maupun komponen lainnya umumnya dikompensasi menggunakan kapasitor internal yang diletakkan dalam amartur.

9

Kapasitor tersebut terbuat dari dry film metallized polypropylene dengan standar IEC 1048 dan 1049. Nilai kapasitansinya harus membuat faktor daya diatas 0.9.

2.4 Pemasangan Kapasitor

Walaupun setiap lampu telah dipasang kapasitor internal untuk mengurangi rugi daya namun rugi daya tetap timbul akibat tidak optimalnya jaringan PJU. Rendahnya faktor daya pada saluran PJU menyebabkan kenaikan arus yang pada akhirnya menimbulkan rugi-rugi daya saluran berupa panas pada kabel penghantar. Untuk mengatasi hal tersebut maka digunakan kapasitor pengkompensasi faktor daya disetiap panel PJU. Jenis kapasitor eksternal ini ada 2 macam, yaitu:

a. Kapasitor tetap. Rangkaian yang terdiri dari satu atau lebih kapasitor untuk membuat tingkat kompensasi yang tetap. Kapasitor jenis ini sangat baik untuk level beban yang relatif konstan seperti halnya lampu jalan. Selain itu, kapasitor ini sangat direkomendasikan apabila nilai kVar kapasitornya tidak melebihi 15% dari nilai transformernya. Kapasitor jenis ini ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Kapasitor pengkompensasi dengan nilai tetap

b. Automatic capacitor bank. Rangkaian mempunyai pengendalian kompensasi secara otomatis pada tingkat tertentu. Jenis ini sangat sesuai untuk pusat distribusi yang mempunyai daya besar. Bentuk fisik dari kapasitor ini ditunjukkan pada Gambar 7.

Gambar 7. Lemari Kapasitor Otomatis (Automatic Capacitor Bank)

2.5 Pemasangan Photosel

Photosel, sama seperti halnya time switch, merupakan saklar namun bekerja berdasarkan intensitas cahaya yang diterimanya. Saat cahaya disekitarnya rendah

10

(malam hari), maka saklar photosel akan mengaktifkan lampu jalan. Demikian pula, saat cahaya disekitarnya tinggi (siang hari) maka saklar akan mati.

Penggunaan photosel lebih dinamis dibandingkan time switch. Kebutuhan masyarakat terhadap penerangan jalan umum terkadang tidak hanya pada malam hari. Disaat mendung ataupun hujan di siang hari menyebabkan kondisi jalan menjadi gelap dan dapat membahayakan pengguna jalan khususnya kendaraan bermotor. Situasi seperti ini dapat dibantu oleh penerangan jalan umum yang dikendalikan oleh photosel, karena photosel aktif berdasarkan kondisi sekitar dan tidak berdasarkan waktu yang tetap seperti pada time switch. Namun, hal ini menjadi keluhan oleh beberapa pengelola PJU karena usia lampu menjadi lebih cepat karena menyala dan mati beberapa kali dalam sehari akibat merespon perubahan cuaca tersebut.

Penggunaan photosel juga akan menyesuaikan waktu penyalaan lampu berdasarkan musim. Pada musim panas, siang hari menjadi lama sehingga pada jam 6 malam terkadang belum perlu menyalakan lampu PJU. Dengan kelebihannya tersebut, penggunaan photosel dapat menghemat penggunaan energi di PJU dibandingkan penggunaan time switch yang bersifat tetap (kecuali diatur secara manual setiap bulannya).

2.6 Penggunaan Dimming Ballast

Pencahayaan jalan raya selama ini didesain untuk skenario jalan padat, dimana hal ini hanya terjadi untuk periode yang pendek yaitu sekitar jam 18.00 WIB hingga 22.00 WIB dan 04.00 WIB hingga 05.00 WIB. Kemampuan untuk mengurangi level cahaya diluar waktu tersebut akan mengefisiensikan biaya operasi PJU. Pada Gambar 8, seluruh lampu PJU mulai dinyalakan pada jam 17.00 WIB namun pada jam 22.00 WIB diperkirakan lalu lintas jalan telah berkurang sehingga sebagian lampu dimatikan/diredupkan untuk mengurangi konsumsi daya. Pada jam 04.00 WIB lampu akan dinormalkan kembali karena pada saat itu diperkirakan masyarakat sudah memulai aktivitasnya kembali.

Gambar 8. Sistem kerja pengedalian lampu PJU

Teknik pengendalian lampu PJU pada Gambar 8 ada 2 cara yaitu sebagian lampu dimatikan atau semua lampu diredupkan ketika lalu lintas kendaraan berkurang sehingga cahaya yang dihasilkan sesuai dengan keperluan. Pada awalnya, penghematan energi lampu jalan dilakukan dengan mematikan satu diantara dua lampu seperti pada Gambar 9. Cara ini akan menghemat pemakaian energi hingga 50% tapi menyebabkan ketidaknyamanan yang membahayakan bagi pengguna jalan. Hal ini tidak lagi diterima oleh standar internasional. Selain itu pengurangan level cahaya dengan mematikan sebagian lampu akan menghasilkan area gelap

11

yang mengganggu kenyamanan pengguna jalan. Pengurangan tingkat pencahayaan harus memberikan kualitas yang sama atau lebih baik daripada sistem PJU tanpa pengurangan cahaya. Kelemahan ini dapat dihindari dengan menggunakan teknologi dimming.

Cahaya Penuh Satu dari 2 lampu mati

Gambar 9. Sistem kontrol sederhana menggunakan saklar waktu

Sistem dimming mengurangi daya dan cahaya secara bertahap sehingga lebih dapat diterima. Akan tetapi, peralatan dimming lebih mahal daripada pensaklaran dan proses pemasangannya lebih rumit. Sebagai contoh lampu 150W SON/T bekerja pada operasi penuh dengan daya nominal 172 watt. Jika lampu dioperasikan 50% dari maksimumnya, maka daya nominalnya akan menjadi 102 watt atau 60% dari konsumsi energi penuhnya. Ini akan menghemat 70W energi listrik tiap jam operasinya atau Rp 294,- untuk pemakaian 23.00-04.00WIB dan 05.00-06.00 WIB dengan asumsi harga listrik Rp 600,-/kWh. Beberapa teknologi dimming ballast lampu jalan adalah sebagai berikut:

a. Dimming dengan balast elektromagnetik bi-level

Pengurangan daya untuk lampu HPS dan MV dilakukan dengan mengurangi arus lampu dengan menggunakan tapped ballast untuk tiap lampu sebagaimana pada Gambar 10. Balast bi-level dapat mengurangi cahaya lampu saat jalan telah sepi dan dapat menghemat energi hingga 20%. Saat ini produsen balast bi-level untuk lampu pressure sodium dan merkuri sangat banyak seperti Lighting, Thorn Lighting, Vosslosh-Schwable, ATCO, dan BAD. Peralatan ini pun lebih murah dibandingkan balast dimming elektronik atau pengurang daya lainnya.

Gambar 10. Prinsip balast elektromagnetik bi-level untuk lampu HID

12

b. Dimming dengan transformer untuk mengurangi amplituda tegangan

Teknologi ini menggunakan pengendali daya luar dan balast standar untuk menurunkan tegangan rangkaian yang masuk ke balast sehingga level cahaya berkurang. Cara ini sesuai untuk panel dengan jumlah lampu besar yang perlu dikurangi cahayanya secara bersamaan. Level dimming dibatasi hingga 40%. Peralatan yang dibutuhkan adalah transformer, unit pensaklaran, pengendali tegangan, pewaktu dan aksesoris lainnya. Prinsip kerja alat ini ditunjukkan pada Gambar 11 dimana tegangan dikurangi hingga level cahaya yang diinginkan.

Gambar 11. Skema pengurangan daya dengan mengurangi amplituda tegangan

c. Dimming dengan rangkaian elektronik pemotong bentuk gelombang.

Pengurang daya tipe ini memotong bentuk gelombang atau Non-Critical Waveform Intersection (CWI), seperti pada Gambar 12, sehingga produk ini sesuai untuk pengendalian lampu jenis discharge. Komponen daya elektronik digunakan untuk memotong gelombang tanpa mengurangi nilai puncak secara signifikan dan pada saat bersamaan memasukkan arus dengan mempertahankan kecilnya aliran elektron yang masuk ke lampu bahkan setelah level tegangan dipotong. Fluk luminous kemudian berkurang tanpa memerlukan pensaklaran tambahan. Lampu tidak akan mati walaupun tegangan jatuh secara tiba-tiba. Rangkaian pengendali mempunyai filter khusus sehingga membuat arus harmonik minimum memenuhi standar EMC dan RFI.

Gambar 12. Prinsip Non-Critical Waveform Intersection

pada pengurang daya Merloni-Progetti

13

d. Dimming menggunakan balast elektronik dengan modem saluran daya.

Pengurangan daya lampu HPS dapat dilakukan dengan dimming balast elektronik (ELGADI) produksi Verdeyen N.V. Balast elektronik seperti pada Gambar 13 mempunyai kelebihan :

• keseragaman faktor daya dan distorsi harmonik yang rendah,

• antarmuka digital untuk dimming lampu dari 100 hingga 50% daya lampu,

• komunikasi melalui saluran daya sehingga memungkinkan untuk pengendalian dan monitoring jarak jauh,

• kemampuan dimming dari 100% hingga 50% akan menghemat energi dan memperpanjang usia lampu.

Gambar 13. Dimming balast elektronik produksi Verdeyen N.V.

2.7 Pemeliharaan Rutin

Pemeliharaan secara rutin secara tidak langsung mendukung kegiatan konservasi energi di PJU. Standar kuat cahaya PJU untuk tiap kelas jalan sebagaimana dalam IEC 60598-2-3 dapat dipenuhi tanpa menggunakan daya lampu yang besar bila PJU terawat dengan baik. Pemeliharaan rutin akan meningkatkan nilai LOR sebagaimana pada Gambar 14 sehingga memenuhi persyaratan minimum kuat cahaya yang keluar dari sistem PJU. Pemeliharaan lampu jalan melingkupi :

a. Membersihkan dan menginspeksi luminer dari debu dan kotoran, masuknya serangga ataupun cairan yang bisa melewati seal. sehingga didapat level pencahayaan yang ditentukan;

b. Penggantian lampu akibat mati ataupun mengalami depresiasi dan lensa yang mengalami korosi dan discoloration disebabkan cahaya matahari, panas dan efek cahaya ultrviolet yang dikeluarkan lampu. Lampu ataupun aksesoris pengganti harus lebih efisien daripada sebelumnya;

c. Pemeliharaan peralatan sistem kontrol dan sistem distribusi listrik termasuk kabel, kolom, sistem pentanahan;

d. Memangkas pohon yang mengganggu distribusi cahaya;

e. Inspeksi, uji, perbaikan dan penggantian peralatan;

f. Pemantauan kondisi PJU;

g. Rekaman pemeliharaan dan analisis kinerja;

h. Modifikasi program pemeliharaan jika diperlukan.

14

Gambar 14. Skenario pemeliharaan dan penggantian lampu

3. Metode Pelaksanaan

Penyusunan rekomendasi penghematan energi di PJU memperhatikan 3 aspek yaitu aspek teknik, ekonomi dan peraturan perundangan untuk mencapai hasil yang dapat layak diterapkan (feasibility). Aspek teknik digunakan untuk mengidentifikasi langkah konservasi energi PJU yang telah dilakukan oleh negara lain maupun oleh pemerintah daerah. Langkah-langkah tersebut kemudian dianalisis lebih lanjut untuk disesuaikan dengan sistem ketenagalistrikan yang berbeda di tiap daerah. Sistem ketenagalistrikan di Jawa yang relatif lebih handal dibandingkan dengan luar Jawa menyebabkan tidak semua peralatan konservasi energi yang diterapkan di Jawa dapat diterapkan di Sumatera. Kualitas tegangan yang naik turun di Sumatera akan berimbas pada pemilihan teknologi yang dapat bekerja pada batas tegangan tersebut.

Pemilihan teknologi kemudian akan dikaji nilai keekonomiannya. Ekonomi konvensional mengenal beberapa metoda analisis kelayakan suatu proyek energi yaitu net present value (NPV), total life cycle cost (TLCC), levelized cost of energy (LCOE), revenue requirements (RR), internal rate of return (IRR), modified internal rate of return (MIRR), simple payback period (SPB), discounted payback period (DPB), benefit to cost ratio (B/C) dan saving to investment ratio (SIR) (Short dkk, 2005). DPB merupakan metoda yang paling mudah untuk mengetahui seberapa cepat investasi akan kembali namun metoda ini tidak bisa menginformasikan berapa total investasi dan berapa total penghematan yang didapat. Kajian ini akan menggabungkan DPB dan TLCC tergantung tujuan analisis tiap rekomendasi. Kedua metoda ini membutuhkan discount rate yang mencerminkan nilai uang di masa depan. Proyek energi merupakan infrastruktur publik yang mempunyai resiko tinggi bagi investasi masyarakat/ swasta sehingga discount rate menjadi tinggi. Sebaliknya, pemerintah mempunyai kewajiban membangun infrastruktur sehingga discount rate menjadi rendah. Amerika Serikat menggunakan discount rate 3% untuk infrastruktur energi (Short dkk, 2005) untuk nilai uang real. Sebaliknya, pembangunan infrastruktur energi di Indonesia khususnya di bidang EBT dan konservasi energi belum se-intensif di Amerika Serikat sehingga diasumsikan nilai discount rate sebesar 5%.

0500

1000150020002500300035004000

80W MV Sebelumdibersihkan

80W MV setelahdibersihkan

Penggantian ke 50WHPS

Lum

en

15

4. Analisis Keekonomian

4.1 Pemasangan kWh Meter

Pemasangan kWh meter merupakan kunci pelaksanaan penghematan energi di PJU. Tanpa pemasangan kWh meter, pemerintah daerah tidak mempunyai benefit dari penghematan energi sebab tagihan listrik selama ini tidak memperhatikan konsumsi daya yang sebenarnya. PLN saat ini umumnya menerapkan tagihan tetap berdasarkan kontrak ketika penyambungan listrik PJU ditambah kemungkinan PJU liar oleh masyarakat. Kondisi ini menyebabkan laporan penjualan listrik PLN untuk PJU di Indonesia salah karena hanya berdasarkan estimasi. Sebagai contoh, beberapa data untuk Gambar 1 telah dibuang akibat tidak realistisnya konsumsi energi PJU di provinsi tersebut. Provinsi Sumatera Utara, Sumatera Selatan dan Lampung dilaporkan PLN mempunyai beban PJU sebesar 414%, 533% dan 1.867% lebih besar daripada beban puncaknya. Bila ini terjadi maka seluruh suplai listrik di provinsi tersebut digunakan hanya untuk PJU dan itu pun belum mencukupi.

Penagihan listrik PJU tanpa berdasarkan pembacaan kWh meter menyalahi Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2011 tentang Tarif Tenaga Listrik yang Disediakan oleh PLN dan Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Pasal 2 dan Lampiran V Perpres 8/2011 menyatakan bahwa PJU termasuk dalam Golongan Tarif P-3/TR dan dikenakan tarif Rp 820,-/kWh. Ketentuan ini berarti penagihan harus berdasarkan pemakaian daya sebenarnya dan bukan berdasarkan perkiraan setiap bulannya. Pelanggaran ini ditegaskan kembali dalam UU 8/1999 dalam Pasal 8 ayat 1 huruf (b) yang menyatakan bahwa pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya. PLN juga melanggar pasal 8 huruf (c) UU 8/1999 karena melakukan diskriminatif terhadap PJU dengan pelanggan lainnya yang menggunakan kWh meter.

Untuk perhitungan keekonomiannya, bila biaya pemasangan kWh meter diasumsikan Rp 2.000.000,- per sistem PJU maka investasi yang dibutuhkan sebesar 254 miliar rupiah untuk 33 provinsi. Nilai investasi ini akan kembali dalam 1 tahun hanya dari kesalahan pembayaran tagihan listrik dengan asumsi rata-rata kesalahan tagihan listrik PLN sebesar 10,73% lebih tinggi sebagaimana hasil survei di Tabel 1.

Tabel 4. Cost dan benefit pemasangan kWh meter

Total Investasi (Rp) 254.108.000.000

• Biaya investasi per sistem (Rp) 2.000.000 • Jumlah sistem per Indonesia 127.054

Total Penghematan (Rp/tahun) 263.966.219.828 • Konsumsi listrik (kWh/tahun) 3.000.093.422 • Asumsi kesalahan pembacaan (%) 10,73 • Kesalahan pembacaan (kWh) 321.910.024 • Tarif listrik 2011 (Rp/kWh) 820

Simple payback period (tahun) 0,96

Namun, biaya investasi di Tabel 4 diperkirakan akan meningkat bila melihat lemahnya sistem penagihan PLN saat ini. Sistem PJU terdiri atas panel-panel PJU yang terpisah

16

sehingga pemasangan kWh meter tidak bisa diterapkan per sistem PJU melainkan per panel PJU. Akibatnya, jumlah kWh meter akan menjadi lebih banyak sebagai contoh jumlah panel PJU di DKI Jakarta saja diperkirakan sekitar 250.000 panel.

4.2 Jenis dan Merk Lampu PJU

Analisis keekonomian penggantian lampu dilakukan dengan memperhatikan penghematan energi, harga lampu, usia, kondisi jalan dan kualitas tegangan. Perhitungan pada Gambar 15 dilakukan menggunakan analisis total life cycle cost (TLCC) untuk jalan yang membutuhkan pencahayaan lampu dengan keluaran 22.000 – 25.000 lumen. Analisis mengasumsikan usia lampu 20.000 jam untuk MH250W, 24.000 jam untuk HPS175W dan 12.000 jam untuk MV400W dan LPS135W. Perhitungan TLCC dengan discount rate 5% dilakukan selama 24.000 jam sehingga biaya lampu MV400W dan LPS135W menjadi 2 kali. Dari perhitungan keekonomian diperoleh bahwa lampu yang memiliki TLCC paling rendah adalah lampu HPS walaupun lampu yang paling hemat adalah LPS. Untuk meminimalkan biaya investasi awal, sebaiknya penggantian lampu dilakukan pada saat lampu lama rusak.

Gambar 15. TLCC penggantian lampu jalan dengan tingkat pencahayaan 21.000 –

25.000 lumen

4.3 Dimming Ballast

Tabel 5 Penghematan biaya dari pemasangan dimming ballast

Jam Operasi 18.00 – 23.00 23.00 – 05.00 05.00 – 06.00 Sistem Saat Ini 100% 100% 100% • Konsumsi listrik (kWh) 1.250.038.926 1.500.046.711 250.007.785

Sistem dimming ballast 100% 70% 100% • Konsumsi listrik (kWh) 1.250.038.926 1.050.032.698 250.007.785

Penghematan Biaya (Rp/tahun) - 369.011.490.906 - • Penghematan daya (kWh) - 450.014.013 - • Tarif listrik PJU (Rp/kWh) 820 820 820

Biaya Investasi (Rp) 770.000.000.000 • Harga alat (Rp) 3.500.000 • Jumlah Lampu PJU 220.000

Simple payback period (tahun) 2.09

Tabel 5 merupakan perhitungan keekonomian pemasangan dimming ballast dengan skema lampu akan diredupkan pada periode 23.00 – 05.00 WIB dengan daya yang

-

2,000

4,000

6,000

8,000

MV 400W MH 250W HPS 150W LPS 135W

310 281 80 786

7,872 4,920

2,952

2,657

Tagihan Listrik (ribu Rp) Harga Lampu (ribu Rp)

17

disuplai hanya 70%. Skema tersebut akan menurunkan konsumsi daya PJU sebesar 450 GWh dari konsumsi daya PJU total sebesar 3.000 GWh. Biaya investasi sebesar 770 miliar rupiah akan kembali dalam 2,1 tahun dari penghematan pembayaran konsumsi daya.

4.4 Capacitor Bank

Pemasangan capacitor bank hanya direkomendasikan pada panel yang memiliki faktor daya di bawah 0,8 dan memiliki arus di atas 10A. Pemasangan capacitor bank pada panel dengan faktor daya di atas 0,8 dan atau arus di bawah 10A tidak ekonomis dan cukup menggunakan kapasitor di tiap lampu PJU. Besar penghematan konsumsi listrik dari tiap panel bervariasi terhadap nilai faktor daya dan arus sebelum pemasangan kapasitor. Pemilihan panel PJU yang harus dipasang capacitor bank memerlukan audit energi khusus, tidak seperti rekomendasi lainnya seperti penggantian lampu dan pemasangan dimming ballast yang bisa dilakukan pada setiap sistem PJU.

4.5 Penerangan Jalan Umum Berbasis Energi Baru Terbarukan (PJU EBT)

Pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT) untuk PJU merupakan implementasi dari kebijakan diversifikasi energi. Umumnya EBT yang dimanfaatkan untuk PJU adalah energi surya dan angin seperti yang terlihat pada Gambar 16.

Gambar 16. PJU EBT

Sistem PJU EBT terbagi menjadi 2 jenis yaitu sistem terpisah dan sistem terintegrasi. Sistem terpisah menyatukan teknologi EBT pada satu tempat dan kemudian menyalurkan listrik yang dihasilkan ke panel PJU. Sedangkan sistem terintegrasi memasang peralatan EBT pada setiap tiang PJU. Tabel 6 membandingkan biaya investasi kedua jenis sistem tersebut dan belum termasuk biaya jaringan dan biaya lahan. Biaya-biaya ini tidak ada di PJU EBT sistem terintegrasi sehingga pada akhirnya biaya kedua sistem ini relatif sama.

Tabel 6 Biaya investasi untuk PJU EBT

Energi Alternatif

Terpisah (Rp/kW)

Terintegrasi (per 100W unit)

Energi surya 70 juta 22 juta Energi angin 13 juta 15 juta

(Sumber: Diskusi dengan PT. Surya Energi Indotama)

Dari sisi keekonomian, sistem PJU EBT ini masih belum bisa bersaing dengan listrik PLN. Dengan asumsi biaya pemeliharaan per tahun 2% dari investasi, penghematan yang didapat dari PJU surya 100W selama 25 tahun hanya Rp 262.800,-/tahun. Nilai

18

ini masih di bawah biaya pemeliharaan baterai dan panel surya yang rata-rata setahunnya Rp 440.000,-.

5. Kinerja Percontohan Smart Street Lighting System (PJU Cerdas)

5.1 Definisi dan Konfigurasi Sistem

Smart street lighting system merupakan cara baru dalam pengelolaan PJU secara modern. Sistem ini melengkapi lampu PJU dengan perangkat komunikasi sehingga lampu dapat berkomunikasi baik antar lampu maupun dengan pusat pengendali. Bentuk komunikasi tersebut dapat hanya sekedar memberikan sinyal apakah lampu bekerja dengan baik atau tidak hingga pengendalian jarak jauh menggunakan perangkat portabel seperti smart phone. Berbeda dengan sistem dimming ballast yang memiliki waktu dan besar peredupan yang sudah ditetapkan pabrik, sistem ini dapat mengatur periode dan besarnya peredupan sehingga PJU dapat dikontrol sepenuhnya oleh pengelola.

Gambar 17. Konfigurasi sistem PJU cerdas

Secara umum, konfigurasi sistem PJU cerdas tersebut dapat dilihat pada Gambar 17. Selain dipasang perangkat komunikasi, lampu juga dapat dilengkapi dengan sensor cuaca, sensor udara, sensor-sensor lainnya, smart meter, dan bahkan webcam. Sensor cuaca akan memberikan masukan ke sistem bahwa ketika hujan maka lampu PJU akan diperintahkan secara otomatis untuk bekerja pada daya penuh 100%. Sebaliknya, jika cuaca cerah maka lampu PJU akan diredupkan tanpa melanggar standar penerangan yang berlaku. Webcam juga berfungsi sama yaitu saat lalu lintas masih padat maka penerangan PJU dapat diredupkan dan saat jumlah kendaraan berkurang sehingga kendaraan dapat berjalan pada kecepatan tinggi maka penerangan PJU perlu ditingkatkan. Smart Meter mempunyai fungsi untuk analisa energi dan manajemen

19

energi. Dengan adanya fungsi tersebut maka penggunaan energi seperti arus tegangan antar phasa, daya aktif, daya reaktif, tegangan, arus, faktor daya, THD, kWh dan analisis kVARh dapat dipantau secara langsung dimana saja. Sehingga, bila smart meter dipasang di setiap kotak panel dan ballast lampu maka dapat dilakukan tindakan pencegahan apabila ada permasalahan terhadap PJU termasuk pencurian listrik di jaringan PJU yang menyebabkan rugi daya. Sistem juga dapat dilengkapi webcam untuk memberikan keamanan bagi warga dimalam hari.

Sinyal dari sensor dan webcam tersebut diolah oleh sistem kontrol segmen yang diletakkan di panel PJU. Satu unit sistem kontrol dapat berkomunikasi dengan 250 unit lampu PJU menggunakan teknologi power line communications (PLCs) yang memanfaatkan kabel listrik PJU yang ada sebagai jalur transmisi data. Hal ini berarti pengelola PJU tidak perlu investasi kabel baru. Selanjutnya sistem kontrol segmen berkomunikasi data dengan pengelola PJU melalui jaringan internet. Untuk itu, sistem kontrol segmen dilengkapi dengan kartu global satellite mobile (GSM) dengan biaya langganan Rp 50.000,-/bulan tergantung pada kartu GSM yang digunakan. Karena komunikasi dilakukan melalui jaringan internet, maka pengelola PJU dapat menggunakan komputer khusus yang diletakkan pada pusat pengendali atau lebih fleksibel lagi menggunakan smart device yang portabel.

Dalam rangka membuktikan efektivitas dan kehandalan teknologi ini, Badan Litbang ESDM melalui Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi (P3TKEBTKE) bekerja sama dengan Dinas Perindustrian dan Energi Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memasang 12 unit percontohan PJU cerdas di Jalan Kebon Sirih sebagaimana denah pada Gambar 18. Untuk memaksimalkan penghematan energi, lampu HPS 250 W diganti dengan lampu induksi 150W sedangkan magnetic ballast dengan faktor daya 0,5 – 0,8 diganti dengan dimmable and controllable ballast dengan maksimum peredupan hingga daya 30% daya tertera dan faktor daya 0,95.

Gambar 18. Denah lokasi percontohan PJU cerdas

Gambar 19. Proses pemasangan dan hasil

Pemasangan PJU cerdas tersebut tidak mengurangi tingkat pencahayaan di sekitar jalan walau lampu diganti dengan daya yang lebih rendah dan bahkan diredupkan untuk menekan pemakaian energi. Tingkat penerangan sebelum pemasangan PJU cerdas berkisar antara 3,9 – 33,3 lux sedangkan setelah pemasangan berkisar antara 11,6 –

20

23,2 lux untuk operasi daya lampu 100% dan antara 5,7 - 15 lux untuk operasi daya lampu 50%. Dapat dilihat bahwa pada peredupan energi pada 50%, lux tidak turun secara linear atau sesuai peredupan energi.

Uji coba pemantauan konsumsi daya percontohan PJU cerdas ini dapat dilakukan melalui akses website http://www.greendigitalcity.com/smartgrid/ dengan username: moeuser dan password: q7HcgdhSar. Username untuk otoritas pengendalian hanya dimiliki oleh P3TKEBTKE dan Dinas Perindustrian dan Energi. Tampilan muka dari website pemantauan dapat dilihat pada Gambar 20. Pengelola dapat melihat pemakaian daya secara total dari pilihan yang diberikan pada tampilan ataupun melihat pemakaian daya di tiap lampu dengan memilih lampu yang diinginkan seperti pada Gambar 21. Sistem akan otomatis membandingkan pemakaian daya total dengan penjumlahan pemakaian daya di tiap lampu sehingga apabila nilainya berbeda maka sistem akan memberikan peringatan adanya pencurian listrik ke pengelola PJU. Peringatan tersebut bahkan akan langsung memberi tahu lokasi terjadinya pencurian listrik.

Gambar 20. Tampilan muka website pemantauan PJU cerdas

Peringatan juga akan diberikan sistem kepada pengelola PJU secara otomatis apabila lampu mengalami kerusakan. Informasi pada peringatan tersebut sangat rinci hingga jenis kerusakan apakah itu lampu mati atau kerusakan lainnya sehingga teknisi akan siap dengan peralatan yang dibutuhkan sebelum berangkat ke lapangan. Hal ini berarti sistem akan menghemat biaya pemantauan PJU dan juga sekaligus meningkatkan respon pengelola PJU dalam mengatasi kerusakan.

21

Gambar 20. Tampilan muka website pengunaan daya, analisa pemakaian dan kegagalan

22

5.2 Manfaat

Estimasi penghematan energi dari setiap percontohan PJU cerdas dapat dilihat pada Gambar 21. Dari penggantian lampu saja, konservasi energi yang didapat sudah mencapai 1,2 kWh/ hari atau 0,4 MWh/ tahun per titik lampu. Karena fleksibilitasnya, nilai peredupan dapat diatur sesuai skema yang disepakati atau yang ditetapkan pemerintah. Ini berbeda dengan spesifikasi pabrik pada skema peredupan menggunakan dimming ballast konvensional pada Tabel 5. Dengan asumsi bahwa lalu lintas yang masih sangat padat di Jakarta pada pukul 18.00 – 22.00 WIB sehingga pencahayaan jalan dibantu oleh lampu kendaraan maka lampu PJU dapat diredupkan hingga 50%. Skema ini mendukung program penghematan energi di waktu beban puncak (WBP). Diluar periode tersebut, diasumsikan bahwa kepadatan lalu lintas telah berkurang sehingga diperlukan pencahayaan yang lebih baik dari PJU sehingga tingkat pencahayaan dinaikkan menjadi 70% daya terpasang. Pada periode 05.00 – 06.00 WIB, diasumsikan masyarakat mulai beraktivitas sehingga jumlah kendaraan mulai meningkat dan selain itu matahari mulai terbit sehingga lampu kemabli diredupkan hingga 50%. Skema untuk DKI Jakarta tersebut akan menekan konsumsi daya hingga 63% dari pemakaian daya 1,1 MWh menjadi 0,4 MWh per tahun per titik lampu.

1 hari 1 tahun Lampu HPS 250W 3,0 kWh 1,1 MWh Lampu induksi 150W (100%) 1,8 kWh 0,7 MWh Lampu induksi 150W (70%) 1,3 kWh 0,5 MWh Lampu induksi 150W (50%) 0,9 kWh 0,3 MWh Lampu induksi 150W (18.00 – 22.00: 50%; 22.00 – 05.00: 70%; 05.00 – 06.00: 50%)

1,1 kWh 0,4 MWh

Gambar 21. Penghematan energi dari 1 unit percontohan PJU cerdas

Perhitungan ini belum mempertimbangkan rugi daya di jaringan listrik PJU akibat efisiensi magnetic ballast yang rendah. Uji coba di lapangan mengukur bahwa penghematan yang 34terjadi mencapai 70 – 83% tergantung dari tingkat keredupan yang dipilih. Lampu HPS 250W sebelumnya mengkonsumsi daya 71,5 kWh selama 21 hari sehingga diperkirakan terjadi rugi daya balast sebesar 8,5 kWh, sedangkan lampu induksi 150W hanya mengkonsumsi 11,7 – 22 kWh untuk periode pengukuran yang sama.

Perhitungan keekonomian dari 12 unit percontohan PJU cerdas dapat dilihat pada Tabel 8. Waktu pengembalian biaya investasi mencapai 9 tahun dengan estimasi penghematan seperti pada Gambar 21. Bengkaknya biaya disebabkan karena harus mengganti magnetic ballast, lampu dan amarture sementara biaya sistem kontrol segmen sebesar 50 juta rupiah per unit untuk memonitor 250 titik lampu sehingga jika di levelized harganya menjadi 200 ribu rupiah per unit lampu. Perhitungan pada Tabel 8 belum mempertimbangkan biaya pemeliharaan pada PJU konvensional yang diperlukan untuk operasional memeriksa kondisi PJU setiap harinya. Untuk meningkatkan manfaat

23

ekonominya, PJU cerdas sebaiknya digunakan pada saat pemasangan PJU baru atau penggantian PJU yang telah rusak.

Tabel 8 Perhitungan keekonomian 12 unit PJU cerdas

No Deskripsi Unit

WATT RATA2 HANYA HANYA PJU

PINTAR +

LAMPU DKI 2012

LAMPU INDUKSI

120 W

PJU PINTAR

LAMPU INDUKSI

120 W 1 Ballast Type - Magnetic Electronic Electronic Electronic

2 Jumlah lampu PJU DKI Jakarta Lampu 220,000 220,000 220,000 220,000

3 Rata-rata daya aktual lampu per tiang W 268 130 268 130

4 Jumlah Operasi perhari Jam 12 12 12 12

5 Jumlah Jam operasi 1 tahun 12 jam/hari Jam 4,380 4,380 4,380 4,380

6 Skenario Peredupan

Presentase Energi dari Jam 18.00 - 22.00 70% 173,342 84,084

Presentase Energi dari Jam 22.00- 24.00 50% 86,671 30,030

Presentase Energi dari Jam 24.00 - 06.00 50% 260,014 90,090

7 Total Daya terpakai perhari kWh 707,520 343,200 520,027 204,204

8 Jumlah hari per tahun Hari 365 365 365 365

9 Jumlah Riil Energi terpakai dlm 1 thn GWh 258.24 125.27 189.81 74.53

10 Penghematan Energi dlm 1 thn GWh - 132.98 68.43 183.71

% - 51.49% 26.50% 71.14% 11 TDL Januari - Maret 2013 Rp/kWh 861.00 861.00 861.00 861.00

Biaya listrik Januari - Maret 2013 Juta Rp 74,116.26 35,951.92 54,475.45 21,391.39

12 TDL April - Juni 2013 Rp/kWh 904.00 904.00 904.00 904.00

Biaya Listrik April - Juni 2013 Juta Rp 77,817.77 37,747.42 57,196.06 22,459.72

13 TDL Juli - September 2013 Rp/kWh 949.00 949.00 949.00 949.00

Biaya Listrik Juli - September 2013 Juta Rp 81,691.44 39,626.44 60,043.21 23,577.73

14 TDL Oktober - Desember 2013 Rp/kWh 997.00 997.00 997.00 997.00

Biaya Listrik Oktober - Desember 2013 Juta Rp 85,823.36 41,630.73 63,080.17 24,770.29

15 Total biaya listrik thn 2013 Miliar Rp 319.45 154.96 234.79 92.20

16 Penghematan biaya listrik thn 2013 Miliar Rp - 164.49 84.65 227.25

17 Biaya Investasi Rp/unit 3,500,000 4,500,000 1,700,000 5,500,000 Miliar Rp 990 374 1,210

18 Simple Payback Period Thn 6.02 4.42 5.32

Penghematan energi di PJU mempunyai 2 manfaat yaitu manfaat ekonomi dan manfaat sosial. Manfaat ekonomi kemudian terbagi lagi menjadi penurunan biaya operasional PJU yang harus disediakan pemerintah daerah dan penurunan subsidi listrik yang

24

harus disediakan pemerintah pusat. Manfaat sosial yang didapat adalah penghematan listrik yang didapat dari PJU akan menjadi tambahan suplai tenaga listrik bagi masyarakat/ daerah di wilayah tersebut khususnya pada waktu beban puncak.

Estimasi penghematan subsidi dan penurunan beban puncak dari penggunaan PJU cerdas diseluruh Indonesia ditunjukkan pada Gambar 22. Subsidi listrik yang dapat dikurangi mencapai 30,1 miliar per tahun dengan kontributor utama adalah wilayah DKI Jakarta, Jatim dan Jabar mengingat besarnya konsumsi listrik untuk PJU di wilayah tersebut. Wilayah Indonesia timur memang memiliki biaya pokok penyediaan (BPP) tenaga listrik yang besar namun konsumsi listrik untuk PJU tidak terlalu besar yaitu hanya sekitar 0,5 – 1,4% konsumsi listrik di DKI Jakarta. Akan tetapi manfaat sosial di luar DKI Jakarta lebih besar khususnya dalam mendukung ketahanan suplai tenaga listrik. Wilayah Aceh, Riau, dan Bengkulu dapat signifikan menurunkan beban puncak yaitu berkisar 10 – 14%.

Gambar 22 Estimasi manfaat PJU cerdas

6. Penutup

Penghematan energi di penerangan jalan umum (PJU) perlu dilakukan karena 2,85% konsumsi listrik di daerah diperuntukkan bagi PJU. Namun, permasalahan lain yang lebih penting adalah sifat PJU yang bekerja dimalam hari sehingga menambah beban puncak rata-rata sebesar 4,95%. Perbandingan dari berbagai alternatif penghematan energi di PJU dapat dilihat pada Tabel 7. Pemasangan kWh meter secara teknis tidak masalah, namun akan menimbulkan resistansi dari PLN yang akan kesulitan mencatat pemakaian daya pada ribuan panel PJU. Alasan lain adalah buruknya kondisi PJU seperti phase yang tidak seimbang menyebabkan rugi daya jaringan yang merugikan PLN walau hal ini dapat diatasi dengan penerapan denda daya reaktif (kVar) dan perbaikan panel.

- 2.00 4.00 6.00 8.00

10.00 12.00 14.00 16.00

NAD Riau

Kepr

i (+…

Beng

kulu

Babe

lBa

nten

DKI J

akar

ta…

Jaba

rJa

teng DI

YJa

tim Bali

Kalb

arKa

lteng

Kalse

lKa

ltim

Sulu

tG

oron

talo

Sulte

ngSu

lbar

Sulse

lSu

ltra

NTB NTT

Mal

uku

Mal

utPa

pua

Papu

a Ba

rat

Penghematan subsidi (miliar Rp)

Penurunan beban puncak (%)

25

Tabel 7. Perbandingan langkah penghematan energi di PJU

Investasi Murah Investasi Mahal

Mudah dalam pelaksanaan Lampu hemat energi Dimming Ballast

PJU EBT PJU cerdas

Sulit dalam pelaksanaan kWh meter Capacitor bank

Penggantian lampu hemat energi, pemasangan dimming ballast dan penggunaan PJU EBT lebih mudah dilakukan karena tidak memerlukan kesepakatan dengan PLN. Namun tanpa adanya kWh meter, pemerintah daerah tidak mempunyai manfaat dalam melakukan langkah-langkah tersebut. Sebagai jalan tengah, Kementerian ESDM melalui Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan perlu membuat aturan bahwa PLN harus melakukan audit energi ulang setiap tahunnya mengenai jumlah konsumsi daya di tiap kontrak sistem PJU. Walaupun cara ini masih tidak tepat, tetapi cukup memberikan insentif kepada pemerintah daerah untuk melakukan konservasi energi di PJU.

PJU EBT walau mudah dilakukan namun tidak layak secara ekonomis untuk dilakukan. Konsumsi daya dari PLN memang menurun dari penggunaan PJU EBT, namun pemerintah daerah harus menyediakan dana pemeliharaan PJU EBT baik untuk penggantian baterai, panel surya maupun lampu LED yang belum tahan terhadap cuaca ekstrim.

Pemasangan capacitor bank memerlukan audit energi khusus mengenai panel yang layak secara ekonomis dipasang capacitor bank. Keekonomian capacitor bank juga tidak sebagus dimming ballast dan penggantian lampu. Misal salah satu panel di Jakarta mempunyai beban terpasang 18 kVA dengan faktor daya 0,47 membutuhkan capacitor bank 12 kVar seharga 6 juta rupiah. Investasinya tersebut relatif mahal dibandingkan dengan penggunaan lampu hemat energi dan dimming ballast, walaupun investasi akan kembali dalam 1 tahun akibat penurunan rugi daya yang terjadi di jaringan PJU. Pilihan lain adalah teknologi PJU cerdas. Fungsi teknologi ini hampir sama dengan dimming ballast namun dilengkapi dengan fitur komunikasi sehingga PJU dapat dimonitor dan dikendalikan dari jarak jauh. Selain tingkat dan periode peredupan yang dapat diatur, PJU cerdas juga akan memberitahu secara otomatis bila terjadi kerusakan di PJU termasuk adanya pencurian listrik di jaringan PJU dan daya antar phasa yang tidak seimbang.

7. Daftar Pustaka

Dinas Perindustrian dan Energi DKI Jakarta. 2007. Penelitian dan Evaluasi Pemanfaatan Energi Penerangan Jalan Umum (PJU) di DKI Jakarta. Laporan Akhir Kegiatan, Jakarta.

PT PLN (Persero). 2011. PLN Statistics 2010. Jakarta.

Short, W., Packey, D.J., dan Holt, T. 1995. A Manual for the Economic Evaluation of Energy Efficiency and Renewable Energy Technologies, National Renewable Energy Laboratory, Colorado.