POTRET PELAKSANAAN ZAKAT DIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1998/1/Buku Potret...
Transcript of POTRET PELAKSANAAN ZAKAT DIe-repository.perpus.iainsalatiga.ac.id/1998/1/Buku Potret...
0
1
POTRET PELAKSANAAN ZAKAT DI
INDONESIA STUDI KASUS DI
KAWASAN JALUR JOGLOSEMAR
Ahmad Mifdlol Muthohar
Editor: H. Abdul Aziz N.P., S.Ag., M.M.
LP2M IAIN SALATIGA PRESS
2
Potret Pelaksanaan Zakat di Indonesia
Studi Kasus di Kawasan Jalur Joglosemar
Ahmad Mifdlol Muthohar
Editor: H. Abdul Aziz N.P., S.Ag., M.M.
Cetakan Pertama: 2016
14,5 x 20,5 cm; vi+258 hlm.
Penerbit:
LP2M-Press,
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Salatiga
Jl. Tentara Pelajar 02, Kode Pos 50721, Salatiga
Email: [email protected]
ISBN: 978-602-73758-7-1
All Rights reserved. Hak cipta dilindungi undang-undang.
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam
bentuk apapun tanpa ijin tertulis dari penerbit.
3
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur kami
panjatkan ke hadirat Allah ta’ala, karena dengan rahmat,
karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan penulisan buku tentang Potret Pelaksanaan
Zakat di Indonesia ini dengan baik meskipun masih banyak
kekurangan didalamnya. Dan juga kami berterima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu dalam proses
penulisan buku ini sehingga bisa terelesaikan dengan baik.
Kami sangat berharap buku ini dapat bermanfaat
bagi para pembaca dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai potret pelaksanaan zakat di
Indonesia khususnya di jalur sepanjang Yogyakarta, Solo
dan Semarang. Kami menyadari bahwa persoalan zakat
merupakan pembahasan yang sangat penting bagi kita selaku
umat Islam. Karena itulah, buku ini merupakan sekelumit
upaya yang Kami sajikan, untuk memperkaya khazanah
yang telah ada sebelumnya. Sekelumit upaya tersebut tentu
belum seberapa nilainya. Masih banyak dalam buku ini
terdapat kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Kami
berharap adanya saran dan kritik demi perbaikan buku ini di
masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
4
Semoga buku sederhana ini dapat dipahami berguna
bagi Kami sendiri atau siapapun yang membacanya..
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kata-kata
yang kurang berkenan. Semoga keberadaan buku ini
menambah kebaikan bagi umat Islam. Amin.
Salatiga, 1 Desember 2016
Penulis
Dr. Ahmad Mifdlol Muthohar, M.S.I.
5
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ………………………………………….
Daftar Isi …………………………………………………
Daftar Tabel ……………………………………………..
Daftar Gambar …………………………………………..
BAB I: PENDAHULUAN ………….…….…………...
BAB II: ZAKAT DALAM AJARAN ISLAM …...….
A. Pengertian Zakat ………………………………
B. Fungsi Berzakat ..……………………………..
1. Fungsi Personal Zakat ………………………
2. Fungsi Sosial Zakat …………………………
C. Syarat Harta Menjadi Objek Zakat …………….
D. Nisab Zakat .……………………………………
E. Harta-harta yang Diwajibkan Zakat .…………..
F. Strategi Pengembangan Zakat di Indonesia .….
G. Berzakat di Lembaga Zakat …………………..
H. Pelayanan Lembaga Zakat ……………….........
I. Distribusi Konsumtif dan Produktif Dana ……..
Zakat ………………………………..................
J. Potret Hubungan Antara Zakat dan Pajak ……..
BAB III: POTRET PELAKSANAAN ZAKAT
DI KAWASAN JOGLOSEMAR ………………….
A. Kawasan Joglosemar …………………………..
B. Proporsi Pembayaran Zakat di Kawasan
Joglosemar ……………………………………..
C. Kecenderungan Berzakat ke Mustahik
6
Secara Langsung ………………………..
D. Bentuk-bentuk Pelayanan Lembaga Zakat ..
E. Lembaga Zakat di Baitul Mal Wat-Tamwil..
BAB IV: PENUTUP .………………………………
DAFTAR PUSTAKA
……………………………………………………...
7
BAB I:
PENDAHULUAN
Indonesia sebagai negeri muslim terbesar di dunia memiliki potensi dan peluang untuk menjadi negara muslim yang ideal, baik dari sisi sumber daya manusia (SDM) maupun sumber daya alam (SDA). Pengelolaan SDM dan SDA yang optimal dapat meningkatkan secara riil terhadap kesejahteraan mereka. Namun optimalisasi pengelolaan SDM dan SDA tersebut belum dikatakan berhasil menyejahterakan masyarakat tanpa adanya minimalisasi kemiskinan dan kebodohan. Upaya minimalisasi ini, semakin mendekati nilai nol, semakin baik. Sehingga untuk itu, Islam telah menetapkan sebuah kewajiban yang berdimensi vertikal sekaligus horisontal, yakni adanya kewajiban zakat. Konsep zakat secara sederhana menegaskan bahwa di dalam harta orang kaya terdapat hak orang miskin yang harus ditunaikan.1
Kewajiban zakat lebih ditekankan untuk upaya pemerataan pendapatan. Pemerataan pendapatan ini
dianggap penting oleh al-Qur’ an, sehingga muncul
1Lihat Q.S. At-Taubah: 60, 103, juga Q.S. Al-Hasyr: 7.
8
dalam al-Qur’ an bahwa harta tidak boleh beredar hanya di kalangan orang-orang kaya saja.2
Dalam rangka pemerataan pendapatan melalui dana zakat, ada sebuah artikel menarik yang menyebutkan tentang potensi dana zakat di Indonesia yang belum optimal. Bermula dari survey yang digelar oleh PIRAC (Public Interest Research and Advocacy
Center) di 10 kota besar dengan tajuk “Potensi dan
Perilaku Masyarakat dalam Berzakat”, pada akhir tahun 2007, didapati bahwa potensi dana zakat di Indonesia mencapai Rp. 9,09 triliun pada tahun 2007 dengan asumsi terdapat 29,065 juta keluarga sejahtera yang membayar zakat rata-rata Rp. 684.550 per tahun per orang.3
PIRAC juga mendapati tingkat kesadaran muzaki terhadap kewajiban membayar zakat pun meningkat, dari 49,8 % pada tahun 2004, menjadi 55 % pada tahun 2007. Dari angka kesadaran itu, sebagian besar muzaki kemudian membayarkannya, yakni sebesar 95,5 % dari mereka. Jadi, dari 55 % masyarakat yang sadar akan
2Q.S. Al-Hasyr: 7.
3Tim Redaksi, “Potensi Zakat Indonesia Rp. 9 Triliun”, dalam
http://www.antara.co.id, diakses tanggal 12 September 2008.
9
kewajiban zakatnya, 95,5 % kemudian menunaikannya.4 Menurut Eni Suhasti Syafei, ada beberapa kendala yang menyebabkan potensi zakat yang luar biasa tersebut belum termanfaatkan secara signifikan: (1) masih rendahnya tingkat kesadaran masyarakat muslim terhadap penunaian zakat, (2) informasi hal-ihwal zakat yang sampai di masyarakat masih relatif minim dan terbatas, (3) masyarakat kurang mengerti tentang cara menghitung zakat yang seringkali terkait dengan tingkat kejujuran mereka dalam menghitung zakatnya, (4) kepercayaan masyarakat terhadap organisasi pengelola zakat masih rendah, karena dianggap kurang profesional dan kurang transparan, sehingga tidak sedikit para muzaki yang menunaikan atau memberikan zakatnya secara pribadi dan langsung kepada mustahik.5
Paparan riset PIRAC tersebut, menunjukkan masih adanya sebesar 45 % muslim di Indonesia yang berkewajiban menunaikan zakat, tetapi masih belum menunaikan zakat. Angka 45 % ini cukup besar. Seandainya asumsi potensi dana zakat di Indonesia
4Ibid.
5Eni Suhasti Syafei, “Mengoptimalkan Potensi Zakat”, dalam
Prosiding Simposium Nasional Ekonomi Islam 1 (Yogyakarta: Pusat
Kajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) UII, 2002), hlm. 575.
10
sebesar Rp. 9,09 triliun, maka 4,30 triliun di antara mereka masih belum sadar akan kewajiban zakatnya.
Bahkan Hidayat Nurwahid, mengatakan bahwa potensi zakat rakyat Indonesia mencapai Rp 17 triliun. Hampir dua kali lipat dibanding penemuan PIRAC. Namun realisasi yang dapat dihimpun tak sampai 2,5 persen atau hanya Rp 700 miliar. Dengan demikian masih ada 16,5 triliun yang belum terhimpun.6
Beberapa tahun berikutnya, potensi dana zakat di Indonesia melonjak lebih tinggi puluhan kali lipat dari sebelumnya. Menurut Kajian Asian Development Bank (ADB), potensi pengumpulan zakat di Indonesia bisa mencapai Rp 100 triliun per tahun. 7 Bahkan yang terakhir menyebutkan bahwa potensi zakat yang bisa dihimpun di Tanah Air mencapai Rp 217 triliun per tahun, berdasarkan survei yang dilakukan BAZNAS, Institut
6Dari http://www.antara.co.id, diakses tanggal 12 September
2008.
7 Ali Rama, “Ekonomi Syariah dan Outlook 2011” yang
diterbitkan oleh Koran Republika, 29/12/2010, dalam
http://mafiagombak.wordpress.com/2010/12/, diakses tanggal 4
November 2013.
11
Pertanian Bogor (IPB) dan Islamic Development Bank (IDB) pada 2011.8
Padahal itu baru kewajiban zakat dalam Islam. Masih ada kewajiban-kewajiban lainnya. 9 Oleh karenanya, perlu ada penelitian tentang problem penunaian zakat umat Islam yang sesungguhnya akan memiliki dampak yang besar terhadap pengentasan kemiskinan dan keterbelakangan umat.
Di antara problem tersebut adalah minimnya kesadaran mereka dalam berzakat. Lebih khusus lagi minimnya kesadaran mereka untuk memberikan dana
8Republika, “Baznas: Potensi Zakat Nasional Rp 217 Triliun”
dalam http://www.republika.co.id/berita/ramadhan/kabar-
ramadhan/11/08/19/lq6ibr-baznas-potensi-zakat-nasional-rp-217-
triliun, diakses tanggal 4 November 2013. 9Seperti kewajiban harta terhadap orang tua, kerabat dekat,
orang yang tidak memiliki makanan, sandang dan papan tempat tinggal,
hak masyarakat muslim untuk mengatasi bencana-bencana, termasuk
menghadapi serangan musuh, penyelamatan tawanan muslim, mengatasi
wabah penyakit, bencana alam dan lain-lain. Lihat Yusuf al-Qaradhawi,
Fiqhu az-Zakaah, Diraasah Muqaaranah li-Ahkaamihaa wa
Falsafatihaa fii Dhau-i al-Qur’ani wa as-Sunnah (Kairo: Maktabah
Wahbah, 1994), II: 1041-1042. Dalam keterangan yang disampaikan
oleh al-Qaradhawi, baik pendapat yang mengatakan adanya kewajiban
harta lagi selain harta zakat, maupun pendapat yang mengatakan tidak
ada, semuanya sepakat bahwa poin-poin kewajiban di atas itu hukumnya
wajib.
12
zakat ke lembaga-lembaga zakat. Beberapa penelitian sebelumnya telah banyak menyebutkan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi seorang muzaki berzakat di lembaga zakat, di antaranya adalah faktor pendapatan, keagamaan, variabel etos kerja, peran pesantren.10 Ada pula yang menyebutkan bahwa faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat tidak berzakat ke Badan Amil Zakat (BAZ) adalah: (1) Faktor psikologis (kekhawatiran zakat mereka tidak sampai); (2) Faktor Sosiologis (tradisi membayarkan zakat secara langsung kepada mustahik); (3) Faktor Transparansi di BAZ; (4) Faktor promosi yang tidak optimal (5) Faktor Sumber daya manusia, yang mengelola secara khusus terhadap dana-dana zakat. 11 Sedangkan yang lain menyebutkan bahwa keberkahan
10 Erni Suhasti Syafei, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pembayaran Zakat Masyarakat Prenggan-Kotagede Yogyakarta”,
Tesis Program Pascasarjana Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta,
Tahun 2003.
11 Idi Rosadi, “Masyarakat dan Zakat: Respon Masyarakat
terhadap Lembaga Ekonomi Islam (Studi Pengelolaan Zakat di Badan
Amil Zakat Kec. Panjalu Kab. Ciamis Jawa Barat)”, Tesis Program
Pascasarjana Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Tahun 2007.
13
adalah salah satu faktor yang memotivasi para pengusaha kayu untuk menunaikan zakatnya.12
Riset-riset tentang zakat telah banyak dilakukan, baik di dalam maupun di luar negeri. Riset-riset itu mengambil tema yang bermacam-macam pula, di antaranya riset tentang falsafah zakat, teori zakat, aspek sosial zakat, aspek ekonomi zakat, pengelolaan dan penerapan zakat dan hubungan zakat dengan keilmuan lainnya.
Di antara riset-riset di atas, riset yang beririsan dengan yang akan diteliti oleh penulis, adalah riset tentang pengelolaan zakat dan falsafah zakat. Di antaranya adalah riset yang ditulis oleh Erni Suhasti Syafei tahun 2003, berjudul Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembayaran Zakat Masyarakat Prenggan-Kotagede Yogyakarta. 13 Tesis ini menggunakan analisis korelasi ganda, analisis koefisien
12 Hervina, “Implikasi Pembayaran Zakat Penghasilan
terhadap Berkah dalam Berusaha, Studi Kasus Pengusaha Kayu di Kota
Samarinda, Kalimantan Timur”, Tesis Program Pascasarjana Universitas
Islam Negeri Yogyakarta, 2004.
13Erni Suhasti Syafei, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pembayaran Zakat Masyarakat Prenggan-Kotagede Yogyakarta”,
Tesis Program Pascasarjana Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta,
Tahun 2003.
14
determinasi dan analisis koefisien regresi. Adapun variabel independen yang dimunculkan ada empat: variabel pendapatan, variabel keagamaan, variabel etos kerja dan variabel peran pesantren. Dari tesis ini, disimpulkan bahwa ternyata variabel pendapatan memiliki hubungan langsung dan paling berpengaruh terhadap variabel pembayaran zakat, yaitu memiliki sumbangan efektif sebesar 11,47 %. Sedang variabel lain memberi sumbangan tidak langsung terhadap variabel pembayaran zakat, termasuk variabel keagamaan (religiusitas). Selain itu, ditemukan pula bahwa bagi masyarakat yang memiliki pendapatan pas-pasan, nampaknya pembayaran zakat merupakan beban tambahan bagi mereka. Padahal masyarakat yang tergolong berpendapatan pas-pasan di Indonesia tergolong banyak.
Riset lain ditulis oleh Idi Rosadi, 2007, dengan judul Masyarakat dan Zakat: Respon Masyarakat terhadap Lembaga Ekonomi Islam (Studi Pengelolaan Zakat di Badan Amil Zakat Kec. Panjalu Kab. Ciamis Jawa Barat).14 Riset ini mengambil sampel 24 responden dengan obyek berbasis petani dan pengusaha di Kec. Panjalu Kab.
14 Idi Rosadi, “Masyarakat dan Zakat: Respon Masyarakat
terhadap Lembaga Ekonomi Islam (Studi Pengelolaan Zakat di Badan
Amil Zakat Kec. Panjalu Kab. Ciamis Jawa Barat)”, tesis Program
Pascasarjana Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Tahun 2007.
15
Ciamis. Dari riset ini disimpulkan bahwa pengelolaan BAZ di Kec. Panjalu kurang optimal, hanya mengelola dana zakat fitrah saja. Di antara yang harus dibenahi untuk optimalisasi BAZ di Kec. Panjalu adalah mekanisme organisasi BAZ, SDM siap pakai yang secara khusus menangani zakat dan muzaki maupun mustahik zakat yang kurang berperan aktif. Selain itu, riset ini juga menyimpulkan bahwa ada lima faktor yang menyebabkan masyarakat tidak menyalurkan zakatnya di BAZ: (1) Faktor psikologi; Mereka khawatir zakat mereka tidak sampai, karena mereka beranggapan buruknya kinerja pemerintah. (2) Faktor Sosiologis; Mereka memiliki tradisi membayarkan zakat secara langsung kepada mustahik. (3) Faktor Transparansi; Mereka menganggap kurang adanya transparansi di BAZ. Umumnya mereka memberikan laporan secara garis besarnya saja. Tidak secara rinci. (4) Faktor promosi yang tidak optimal (5) Faktor Sumber daya manusia, yang mengelola secara khusus terhadap dana-dana zakat.
Riset yang lain pernah ditulis oleh Bambang Suprobo dengan judul Peran Badan Amil Zakat (BAZ) Kecamatan Ceper terhadap Pengembangan Ekonomi Masyarakat. 15 Menurut riset kualitatif Bambang
15 Bambang Suprobo, “Peran Badan Amil Zakat (BAZ)
Kecamatan Ceper terhadap Pengembangan Ekonomi Masyarakat”, Tesis
16
Suprobo, pengelolaan zakat, infaq dan shadaqah oleh BAZ di Kec. Ceper, tergolong cukup ideal. Dengan model manajemen musyawarah, koordinasi dan transparansi di antara pengurus, petugas zakat, masyarakat, ulama dan pejabat tingkat kecamatan, pengelolaan zakat, infak dan shadaqah dapat menimbulkan kepercayaan masyarakat. Hal itu terbukti dengan semakin meningkatnya jumlah muzaki, munfiq dan mushaddiq setiap tahunnya, sehingga dana-dana yang masuk ke lembaga pun semakin meningkat. Dengan modal kepercayaan yang tinggi dari masyarakat inilah kemudian BAZ dapat berperan aktif dalam mengentaskan kemiskinan melalui pemberian tambahan modal usaha bagi para pedagang kecil, untuk mengembangkan usaha mereka.
Siti Zahrah Sariningrum (2011) juga pernah meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pembayaran zakat di kota Palembang. 16 Dari hasil analisis faktor, menurut Sariningrum, ada empat faktor yang melatarbelakangi seseorang dalam berzakat, yaitu keimanan, sosial, pemahaman agama, dan penghargaan. Faktor utamanya adalah faktor keimanan. Hasil analisis
Program Pascasarjana Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Tahun
2008.
16 Siti Zahrah Sariningrum, “Analisis Faktor-faktor yang
Memengaruhi Pembayaran Zakat di Kota Palembang”, Karya Ilmiah
Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Bogor, 2011.
17
regresi logistik terhadap faktor-faktor yang memengaruhi pilihan organisasi zakat, diperoleh empat variabel yang berpengaruh nyata, dua faktor bersifat internal, yaitu sebagai upaya bersyukur, kesadaran akan adanya hak orang lain, dan dua lainnya bersifat eksternal, yaitu sosialisasi melalui media massa dan media elektronik dan adanya pemotongan gaji langsung.
Lusiana Kanji dkk. (2011) pernah meneliti tentang faktor determinan motivasi membayar zakat. 17 Kanji menyimpulkan bahwa Ibadah, Pengetahuan Zakat, Harta Kekayaan atau Pendapatan, Peran Ulama, Kredibilitas Lembaga Amil Zakat secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi membayar zakat. Sedangkan faktor peran pemerintah tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap motivasi membayar zakat.
Riset lainnya pernah ditulis oleh Hervina dengan judul Implikasi Pembayaran Zakat Penghasilan terhadap Berkah dalam Berusaha, Studi Kasus Pengusaha Kayu di
17Lusiana Kanji, H. Abd. Hamid Habbe dan Mediaty, “Faktor
Determinan Motivasi Membayar Zakat”, dalam
http://pasca.unhas.ac.id/jurnal/files/387a71645e06a7998e64844810f87
d1f.pdf, diakses tanggal 6 November 2013.
18
Kota Samarinda, Kalimantan Timur. 18 Tesis ini membuktikan secara empiris bahwa berkah merupakan salah satu motivasi yang mendorong para pengusaha kayu di Samarinda untuk menunaikan kewajibannya dalam membayar zakat penghasilan mereka. Berkah yang dimaksud ditinjau dari dua hal; Pertama secara transeden, yakni adanya perasaan kedamaian dan ketentraman yang jauh lebih intensif dari apa yang mereka rasakan sebelum berzakat. Kedua secara imanen (ekonomis) berupa peningkatan omzet usaha mereka dari tahun sebelumnya. Dengan menggunakan analisis kuantitatif-SPSS, berkah yang merupakan implikasi pembayaran zakat penghasilan tersebut benar-benar dirasakan oleh para pengusaha kayu di Samarinda, yang dapat dilihat dari tiga indikator: (a). Peningkatan kondisi sosial ekonomi keluarga, baik fisik maupun non-fisik. (b). Peningkatan modal usaha. (c) Peningkatan omzet usaha selanjutnya.
18 Hervina, “Implikasi Pembayaran Zakat Penghasilan
terhadap Berkah dalam Berusaha, Studi Kasus Pengusaha Kayu di Kota
Samarinda, Kalimantan Timur”, Tesis Program Pascasarjana Universitas
Islam Negeri Yogyakarta, 2004.
19
BAB II
ZAKAT DALAM AJARAN ISLAM
A. Pengertian Zakat
Zakat secara etimologi berasal dari kata zakaa
yazkuu, yang berarti pertumbuhan (namaa ’ ), kesucian (thahaarah), keberkahan (barakah) dan kebajikan (ash-shalaahu). 19 Adapun zakat secara
istilah syar ‘ i, meskipun para ulama mengemukakannya dengan redaksi yang agak berbeda antara satu dengan yang lain, akan tetapi pada prinsipnya sama, yaitu bahwa zakat adalah bagian dari harta dengan persyaratan tertentu, yang Allah s.w.t. mewajibkan kepada pemiliknya, untuk diserahkan kepada yang berhak menerimanya, dengan persyaratan tertentu pula.20 Harta itu disebut zakat, karena ia membersihkan orang yang
19 Majma’ Lugah al-‘Arabiyyah, Al-Mu‘jam al-Wasiith
(Mesir: Daaru al-Ma‘aarif, 1972), I: 396.
20Ibid., hlm. 396.
20
mengeluarkannya dari dosa, membuat hartanya berkat dan bertambah banyak.21
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan
hukumnya fardhu ‘ain atas tiap-tiap orang yang cukup syarat-syaratnya. Zakat mulai diwajibkan pada tahun kedua Hijriah.
Menurut Hasbi Ash-Shiddieqy, zakat dinamakan
dengan “zakat”, dilihat dari beberapa sisi.22 Dari sisi muzaki, karena zakat itu mensucikan diri dari kotoran kikir dan dosa. Selain itu, zakat ini merupakan bukti kebenaran iman muzaki, kebenaran tunduk dan patuh serta merupakan bukti ketaatan terhadap perintah Allah. Dari sisi harta yang dizakati, dapat menyuburkan harta tersebut dan menyebabkan pemiliknya memperoleh pahala mengeluarkan zakat. Dari sisi sosial, zakat akan mensucikan masyarakat dan menyuburkannya, melindungi masyarakat dari bencana kemiskinan, kelemahan fisik maupun mental dan menghindarkan dari bencana-bencana kemasyarakatan lainnya.
21Lahmuddin Nasution, Fiqh …, hlm. 145.
22 Hasbi Ash-Shiddieqy, Pedoman Zakat (Jakarta: Bulan
Bintang, 1984), hlm. 29-30.
21
Di antara Firman Allah ta’ala seputar zakat
adalah surat An-Nisa’: 77 sebagai berikut:
وأقيموا الصالة وآتوا الزكاة
Artinya:
“ Dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat
hartamu” (QS. An-Nisa’:77).
Artinya :
“ Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka dan Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui” (QS. At-Taubah : 103).
Firman-nya pula :
22
Artinya:
“ Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan shalat dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. tidak ada kekhawatiran terhadap mereka
dan tidak (pula) mereka bersedih hati” (QS. Al-Baqarah: 277).
Sabda Rasulullah saw:
وسلم عليه هللا صلى هللا رسول قال هريرة أبي عن جهنم نار في عليه أحمى إال زكاته اليؤدى كنز صاحب من ما
مسلم و أحمد رواه وجبهته جنباه بها فتكوى ئح صفا فيجعل
Artinya:
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw. telah berkata, seseorang yang telah menyimpan hartanya, tidak dikeluarkan zakatnya, akan di bakar dalam neraka jahannam, baginya di buatkan setrika dari api,
23
kemudian di setrikakan ke lambung dan dahinya.., (Riwayat Ahmad dan Muslim)23
عليه هللا صلى هللا رسول بعث :قال هريرة بيأ وعن الوليد بن وخالد جميل ابن منع : فقيل الصدقة على عمر وسلم
صلى هللا رسول فقال وسلم عليه هللا صلى هللا رسول عم وعباس .هللا فأغناه فقيرا كان أنه إال جميل ابن ينقم ما وسلم عليه هللا
سبيل في وأعتده أدراعه احتبس قد خالدا، تظلمون فانكم خالد وأما أما عمر، يا : قال ثم معها، مثلها و علي فهي العباس وأما .هللا
مسلم و أحمد رواه صنوأبيه؟ الرجل عم أن شعرت
Artinya : ” Dan dari Abu Hurairah, ia berkata : Rasulullah saw. mengutus Umar untuk (memungut) zakat, lalu dilaporkan kepada Nabi saw, bahwa : Ibnu Jamiel, Khalid bin Walid, dan Abbas paman Nabi saw. semuanya menolak. Lalu Rasulullah saw. bersabda: Ibnu Jamiel tidak ingkar melainkan karena dia itu orang miskin, semoga Allah memberikan kekayaan kepadanya : Adapun Khalid, karena sesungguhnya kamu menganiaya dia. Dia telah mewaqafkan baju besinya dan alat-alat perangnya untuk sabilillah.
23 Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2015), hlm. 193
24
Adapun Abbas, maka zakatnya menjadi tanggunganku, termasuk juga yang seumpama dengan itu. Kemudian ia bersabda: wahai Umar, apakah engkau tidak tahu bahwa paman seseorang itu adalah saudara kandung ayahnya? (HR. Ahmad dan Muslim).24
Al-Qur’an menjelaskan bahwa kesulitan
dalam ma’isyah (sumber penghasilan) disebabkan
oleh kufur terhadap nikmat Allah, keluar dari jalan
Allah, dan terjerumus ke dalam maksiat. Allah swt.
berfirman:
Artinya: “Jikalau Sekiranya penduduk negeri-
negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan
melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan
bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami)
itu, Maka Kami siksa mereka disebabkan
perbuatannya.” (Al-A’raf : 96)
24 Faishal bin Abdul Aziz al-Mubarak, Nailul Authar
(Surabaya: PT. Bina Ilmu, 2009), III: 1178.
25
Artinya: “Dan Sekiranya ahli kitab beriman
dan bertakwa, tentulah Kami tutup (hapus)
kesalahan-kesalahan mereka dan tentulah Kami
masukkan mereka kedalam surga-surga yang penuh
kenikmatan. Dan Sekiranya mereka sungguh-
sungguh menjalankan (hukum) Taurat dan Injil dan
(Al Quran) yang diturunkan kepada mereka dari
Tuhannya, niscaya mereka akan mendapat makanan
dari atas dan dari bawah kaki mereka, di antara
mereka ada golongan yang pertengahan. dan
Alangkah buruknya apa yang dikerjakan oleh
kebanyakan mereka. (Al-Ma’idah : 65-66)
Rasulullah saw. bersabda:
.وإن هللا الرجل ليحرم الرزق بالذنب يصيبه
26
Artinya: “ Sesungguhnya seseorang diharamkan dari rezeki karena dosa yang telah ia
perbuat”.25
Ada perbedaan antara zakat, infaq, dan sedekah. Secara harfiah antara zakat, infaq, dan sedekah dapat dibedakan, tetapi hikmah dan tujuannya relatif sama. Zakat adalah pemberian harta yang dilakukan oleh seorang muslim dengan ketentuan tertentu, baik waktu maupun jumlahnya dan diberikan kepada golongan tertentu. Barang siapa yang melakukannnya, Allah akan memberi pahala yang berlipat ganda. Sebaliknya, jika meninggalkannya maka siksaan Allah akan menanti mereka, baik di dunia maupun di akhirat nanti.
Sedekah dan infaq mempunyai arti yang sama, yaitu ibadah dengan cara memberikan sesuatu yang dimilikinya di jalan Allah. Sedekah dan infak tidak memiliki ketentuan jumlah, waktu, maupun penerimanya. Sedekah dan infaq memiliki nilai yang sangat tinggi dihadapan Allah swt. sehingga sudah sepantasnya apabila dilakukan oleh orang-orang yang beriman.
25Muhammad bin Ahmad As-Shalih, Manajemen Islami Harta
Kekayaan (Solo: Era Intermedia, 1997), hlm. 105.
27
Beda antara sedekah dan infaq adalah sedekah lebih bersifat umum, sedangkan infaq biasaya khusus menyangkut masalah uang atau materi. Untuk istilah kebaikan, misalnya dengan senyum kepada saudaranya disebut sedekah sehingga ada ungkapan Nabi saw. bahwa senyum terhadap saudara adalah sedekah. Kurang tepat jika dikatakan senyum kepada saudara saudara adalah infaq.
Di dalam Al-qur’an terdapat beberapa kata, walaupun mempunyai arti yang berbeda dengan zakat, tetapi kadang kala dipergunakan untuk menunjukkan makna zakat, yaitu infaq, sedekah, dan hak, sebagaimana dinyatakan dalam surah at-Taubah: 34, 60, dan 103 serta surah Al-An’am: 141. Ayat-ayat tersebut memiliki kaitan sangat kuat dengan zakat. Zakat disebut infaq (At-Taubah : 34), karena hakekatnya zakat itu adalah penyerahan harta untuk kebajikan-kebajikan yang diperintahkan Allah. Zakat disebut sedekah (At-Taubah: 60 dan 103), karena salah satu tujuan utama zakat adalah untuk mendekatkan diri (taqarub) kepada Allah swt. Zakat disebut Haq (Al-An’am: 141), oleh karena memang zakat itu merupakan ketetapan yang bersifat pasti dari Allah swt. yang harus diberikan
28
kepada mereka yang berhak menerimanya (mustahik).26
B. Fungsi Berzakat
Para ulama banyak membahas tentang fungsi-fungsi zakat, dengan menggunakan istilah hikmah atau target (maqashid) yang dikehendaki Allah s.w.t. dalam penunaian zakat ini. Fungsi-fungsi menunaikan zakat ada yang dimaksudkan untuk kepentingan personal dan ada pula yang dimaksudkan untuk kepentingan sosial.
1. Fungsi Personal Zakat
Di antara fungsi berzakat untuk kepentingan personal orang yang berzakat (muzaki) adalah sebagai berikut:
a) Zakat membersihkan muzaki dari sifat bakhil
Dengan menunaikan zakat, muzaki dapat terhindar dari sifat bakhil atau kikir, ambisius
26 Didin Hafidhuddin dan Rahmat Pramulya, Kaya Karena
Berzakat (Jakarta: Raih Asa Sukses, 2008), hlm. 35.
29
terhadap harta, 27 kehinaan dan kekakuan (qaswah) terhadap kaum fakir miskin dan orang-orang yang berada dalam kesempitan.28 Sifat kikir merupakan sifat tercela yang merupakan tabiat manusia. Oleh karenanya sebagai rasa sayang-Nya kepada manusia, Allah s.w.t. menanamkan cara-cara untuk menghilangkan sifat-sifat tersebut. Manusia digiringnya untuk bekerja dan meramaikan bumi, sehingga timbullah rasa ingin memiliki, ingin pada sesuatu benda dan memilikinya selama-lamanya. Sebagai akibatnya timbullah rasa kikir pada dirinya, lebih mementingkan diri sendiri daripada orang lain. Sebagaimana firman-Nya:
(100وكان اإلنسان ق تورا )االسراء: Artinya:
Dan adalah manusia itu sangat kikir (Q.S.
al-Israa’: 100).
27Abu Bakar al-Jazairi, Minhaaju al-Muslim (Madinah: Daaru
as-Salaam, 1964), hlm. 220.
28 As-Sayyid as-Sabiq, Fiqhu as-Sunnah (Kairo: Daaru al-
Fikr, 1992), I: 277.
30
Maka bagi manusia yang tinggi nilainya atau manusia mukmin, wajib berusaha mengatasi sifat mementingkan diri sendiri dan sifat keakuannya. Zakat dalam hal ini berfungsi mensucikan si pemilik harta (muzaki) dari keburukan sifat kikir yang merusak.29
b) Zakat adalah sumber kebaikan dan keberkahan
Ketika seorang muzaki menunaikan zakatnya, jiwanya akan dibersihkan dan diangkat derajatnya oleh Allah s.w.t. dengan melalui berbagai kebaikan dan keberkahan yang terpancarkan melalui akhlak maupun perilaku, sehingga ia akan memperoleh kebahagiaan di dunia dan akhirat.30
29Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu az-Zakaah (Beirut: Mu’assasaat
ar-Risaalah, 1973), terj. Salman Harun dkk, dengan judul Hukum
Zakat, terbitan PT. Pustaka Litera Antar Nusa, Jakarta, cet. ke-6, hlm.
848-850.
30As-Sayyid as-Sabiq, Fiqhu as-Sunnah ..., I: 277.
31
c) Zakat menghindarkan muzaki dari kejahatan harta
Seseorang yang menunaikan zakatnya akan dihindarkan Allah s.w.t. dari kejahatan harta tersebut. Sebagaimana yang disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Thabrani sebagai berikut:31
ي : القوم من رجل قال :قال جابر عن زكاة رجل أدى إذا أرأيت ، للا رسول عليه للا صلى للا رسول ف قال ماله؟ ذهب ف قد ماله زكاة أدى من : وسلم
32الطبان رواه شره عنه Artinya:
Dari Jabir, berkata: seseorang yang berasal dari suatu kaum berkata: Wahai Rasulullah, tahukah engkau (balasan) jika
31Ibid., Fiqhu as-Sunnah ..., I: 278.
32Hafizh Abi al-Qasim Sulaiman bin Ahmad At-Thabrani, Al-
Mu‘jam al-Ausath (Kairo: Daaru al-Haramain, 1995) no. hadis 1579, X:
285.
32
seseorang telah menunaikan zakat mal-
nya? Lalu Rasulullah menjawab, “Barang siapa yang telah menunaikan zakat mal-nya, maka sungguh telah sirna
kejahatan harta darinya. ” (HR. Thabrani)
Jadi maksud dari kejahatan harta itu bukan hartanya menjadi jahat, tetapi hartanya menjadi tidak aman dari bahaya-bahaya. Sangat dikhawatirkan harta orang yang belum berzakat itu kemudian dicuri orang, atau hilang dalam perjalanan dan sebagainya. Itulah maksud dari kejahatan harta. Bagi orang yang telah berzakat, kasus seperti itu menjadi minim bahkan tertolak sama sekali, karena bahaya-bahaya tersebut. Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menyebutkan bahwa harta tersebut telah terpagari melalui ibadah zakat, sehingga dengan sendirinya dapat menjaga keamanan muzaki.33
d) Zakat mendidik berinfak dan memberi
33 Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Zaadu al-Ma‘aad fii Hadyi
Khairi al-‘Ibaad (Kairo: Daaru al-Qalam li at-Turaats, 1998), I: 262.
33
Zakat menyebabkan seorang muzaki memiliki rasa ingin memberi, menyerahkan dan berinfak. Di antara masalah yang tidak ada perbedaan di kalangan ulama dalam bidang pendidikan dan akhlak adalah bahwa suatu kebiasaan akan memberikan efek pada akhlak manusia, cara dan pandangan hidupnya. Oleh karenanya, kebiasaan itu mempunyai kekuatan dan kemampuan yang mendekati tabiat dasar yang muncul bersamaan dengan kelahiran manusia. Dengan demikian, berinfak dan memberikan zakat merupakan suatu sifat dan akhlak utama bagi seorang mukmin.34 Akhlak tersebut adalah akhlak pemurah. Ketika akhlak ini dimiliki oleh seorang muslim, itu akan menjadikan ia terbiasa berkorban.35
e) Zakat melatih hemat dan sederhana
Ketika seorang kaya terbiasa menunaikan zakat, maka ia akan terbiasa pula hidup dalam kondisi hemat dan sederhana. Seseorang yang
34 Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu az-Zakaah … terj. Salman
Harun dkk, hlm. 851.
35 Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islaamiy wa Adillatuhu
(Beirut: Daaru al-fikr, 1993), III: 1790-1791.
34
berzakat artinya meyakini bahwa dalam sebagian hartanya terdapat harta orang lain, sehingga harta tersebut harus diberikan kepada orang lain. Dengan demikian orang yang berzakat tersebut tentu tidak akan mempergunakan seluruh hartanya untuk kepentingan pribadi. Ia akan menyisihkan sekian persen dari penghasilannya untuk kepentingan orang lain. Kebiasaan seperti ini dapat melatih seseorang dapat mengendalikan diri terhadap harta, sehingga iapun terbiasa hidup hemat dan sederhana, sebagaimana yang disampaikan Hasan al-Bannaa.36
f) Zakat merupakan manifestasi syukur atas nikmat Allah s.w.t.
Sebagaimana dimaklumi dan dapat diterima oleh akal bahwa mengakui dan mensyukuri terhadap nikmat itu adalah keharusan. Sedangkan zakat akan membangkitkan bagi muzaki makna syukur kepada Allah s.w.t. tersebut. Ibadah badaniah merupakan pembuktian rasa syukur kepada
36Hasan al-Banna, Majmuu‘ah Rasaa-il al-Imam al-Syahid
Hasan al-Banna (Kairo: Daaru at-tauzii‘ wa an-nasyr al-islaamiyyah),
hlm. 78.
35
Allah atas segala nikmat badan. Sedangkan ibadah harta merupakan pembuktian rasa syukur kepada Allah atas nikmat harta. Alangkah ruginya orang kaya yang mengetahui adanya orang fakir yang sempit rezekinya dan sangat membutuhkan, kemudian orang itu tidak menundukkan nafsunya untuk bersyukur kepada Allah dengan memberikan kepada orang tersebut 2,5 % atau 10 % dari hartanya.37
g) Zakat mengobati hati dari cinta dunia
Zakat merupakan suatu peringatan terhadap hati akan kewajibannya kepada Tuhannya, sehingga senantiasa mengingat akhirat. Karena itu, zakat menjadi obat bagi hati agar tidak tenggelam pada kecintaan dunia, karena kecintaan dunia dapat memalingkan jiwa seseorang dari kecintaan kepada Allah s.w.t. dan ketakutan kepada akhirat. Dengan adanya syariat yang memerintahkan pemilik harta untuk mengeluarkan sebagian hartanya, diharapkan pengeluaran itu dapat menahan kecintaan yang berlebihan terhadap harta. Jadi zakat berfungsi sebagai obat buat hati agar
37 Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu az-Zakaah… terj. Salman
Harun dkk, hlm. 857-858.
36
tidak mencintai harta secara berlebihan. 38 Dengan obat tersebut, hati menjadi bersih dari sifat-sifat jahat. 39 Ketika seorang muslim mencintai harta secara berlebihan, akan menyebabkan ia kehilangan akhlak-akhlak mulia yang sangat banyak, sehingga sebaliknya ia akan memiliki sifat-sifat jahat.
h) Zakat menumbuhkan kekayaan batin
Di antara tujuan penyucian jiwa yang dibuktikan melalui zakat adalah tumbuh dan berkembangnya kekayaan batin dan perasaan optimistis. Jiwa orang yang memberi zakat akan menjadi tegar, besar dan lapang, serta dapat merasakan jiwa orang yang yang diberi zakat (mustahiq) seolah-olah berada dalam satu gerakan. Inilah makna dari menumbuhkan dan
38Ibid., hlm. 858.
39Ibnu Qayyim al-Jauziyyah, Zaadu al-Ma‘aad ..., I: 262.
37
mengembangkan jiwa, sehingga yang terjadi adalah munculnya kekayaan batin.40
i) Zakat mengembangkan harta
Hitungan matematika manusia tidak dapat menerima bahwa zakat itu mengembangkan harta, karena harta yang diberikan kepada orang lain, jelaslah berkurang. Sedangkan hitungan matematika Allah s.w.t. menyatakan bahwa zakat itu mengembangkan harta. Zakat yang diberikan kepada orang lain ini sesungguhnya akan kembali kepada orang yang memberinya tadi secara berlipat ganda, baik ia mengetahuinya atau tidak. Bahkan cara mendapatkan balasannya pun dapat melalui beraneka ragam cara, terserah kehendak Allah s.w.t. 41 Demikian Allah s.w.t. menyebutkan
dalam Q.S. Saba’: 39 sebagai berikut:
40 Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu az-Zakaah … terj. Salman
Harun dkk, hlm. 860.
41Ibid., hlm. 865.
38
من يشاء لمن الرز ق ي ب سط رب إن قل در عباده تم وما له وي ق ء من أن فق شي
( 39 الرازقني )سبأ: خي وهو ي لفه ف هو
Artinya:
Katakanlah: "Sesungguhnya
Tuhanku melapangkan rezki bagi siapa
yang dikehendaki-Nya di antara hamba-
hamba-Nya dan menyempitkan bagi
(siapa yang dikehendaki-Nya)". dan
barang apa saja yang kamu nafkahkan,
Maka Allah akan menggantinya dan Dia-
lah pemberi rezki yang sebaik-baiknya
(Q.S. Saba’: 39).
j) Zakat mensucikan harta
Menunaikan zakat berarti mensucikan
harta yang dizakati dari kejahatan harta. Setiap
harta orang kaya itu berhubungan dengan hak
orang lain, sehingga ada harta hak milik orang
lain yang bercampur di dalam hartanya. Oleh
karena itulah Islam memerintahkan supaya
mengeluarkan zakat. Bagi orang kaya
39
mensucikan harta itu sangat penting, apalagi
pada zaman seperti sekarang yang amat banyak
perampokan dan penganiayaan. Keterikatan
antara hak orang lemah dan fakir dengan harta
orang kaya itu sangat kuat, sehingga sebagian
fukaha berpendapat bahwa zakat itu berkaitan
dengan zatnya harta, bukan pada tanggung-
jawab orang kaya, karena sesungguhnya zatnya
harta itu dihadapkan pada kerusakan dan
kekurangan, selama belum dikeluarkan
zakatnya. Bahkan dalam sebuah hadis
diriwayatkan tentang hukuman Allah s.w.t. bagi
kaum yang tidak membayar zakat:42
قال قال أبيه عن ب ريدة بن للا عبد عن منع ما سلم و عليه للا صلى للا رسول
ني للا اب تالهم إال الزكاة ق وم رواه ) بلس (لطبان ا
Artinya:
Dari Abdullah bin Buraidah, dari
ayahnya, berkata, Rasulullah s.a.w.
42 Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu az-Zakaah … terj. Salman
Harun dkk, hlm. 862.
40
bersabda: “ Tidaklah suatu kaum
mencegah (dari kewajiban membayar)
zakat kecuali Allah menguji mereka
dengan paceklik (HR. Thabrani).”43
Proses hukuman Allah s.w.t. terhadap
kaum yang tidak mau membayar zakat tersebut
akan diberikan ganjaran paceklik. Dalam hadis
lain disebutkan hukuman yang sejenis dengan
paceklik untuk kaum yang tidak membayar
zakat, tetapi agak lembut pengungkapan
bahasanya. Rasulullah s.w.t. hanya
menyebutkan tentang hujan yang tidak
diturunkan. Hadisnya sebagai berikut:
الزكاة ق وم منع وما :قال عباس ابن عن )رواه السماء من القطر للا من عهم إال
43Hafizh Abi al-Qasim Sulaiman bin Ahmad at-Thabrani, Al-
Mu‘jam al-Ausath …, hadis no. 6788, VII: 40.
41
هقي ل الب هائم ولوال رواية وف ,الب ي 44ميطروا(
Artinya:
Dari Ibnu Abbas (dalam hadis mauquf yang kedudukannya sejajar
dengan marfu‘ ), berkata: “Tidaklah suatu kaum mencegah (untuk menunaikan) zakat, kecuali Allah mencegah dari mereka (turunnya) tetesan
hujan dari langit.” (HR. Baihaqi, dalam
satu riwayat disebutkan, “Jikalau bukan karena binatang-binatang, niscaya
mereka tidak diberi hujan”).45
44 Ahmad bin Al-Husain bin Ali bin Musa Abu Bakr Al-
Baihaqi, Sunan Al-Baihaqi Al-Kubra (Makkah: Maktabah Daaru al-
Baaz, 1994), tahqiq Muhammad Abdul Qadir Atha’, juz 3, hlm. 346.
Hadis ini menurut al-Albani termasuk hadis yang shahih ligairihi. Lihat
Muhammad Nashiru al-Din al-Albani, Shahiihu at-Targhiib wa at-
Tarhiib (Riyadh: Maktabah al-Ma‘aarif, t.t.), cet. ke-5, II: 256.
45Hhafizh Abi al-Qasim Sulaiman bin Ahmad at-Thabrani, Al-
Mu‘jam al-Ausaath …, hadis no. 6788, VII: 40.
42
Dua hadis di atas semakin memperkuat
kesimpulan bahwa zakat itu akan membersihkan
dan mensucikan harta, sehingga dapat
menanggulangi kejahatan harta tersebut. Jikalau
harta zakat tersebut tidak dikeluarkan, maka
akan merusak harta halal lainnya milik seorang
muslim yang telah berkewajiban zakat.
Kesimpulan seperti ini didukung oleh sebuah
hadis, meskipun hadis tersebut dhaif secara
sanad.46
k) Zakat menyebabkan rasa cinta/simpati
terhadap muzaki
46Hadis tersebut adalah sebagai berikut:
ها للا رضي عائشة عن خالطت ما :سلم و علي ه للا صلى للا رسو ل قال قالت عن لكت ه إل مالا الصدقة هق أه ()رواه الب ي ي
Artinya: Dari Aisyah, ia berkata: Rasulullah s.a.w. bersabda:
Tidaklah suatu shadaqah (maksudnya: zakat) itu bercampur dengan
harta (lain milik muslim kaya yang berkewajiban zakat) kecuali
shadaqah tersebut akan merusak harta tadi (HR. Baihaqi).
Hadis tersebut menurut syeikh Albani termasuk hadis dhaif.
Lihat Ahmad bin al-Husain bin Ali bin Musa Abu Bakr al-Baihaqi,
Sunan …, IV: 159. Lihat pula Muhammad Nashiru al-Din al-AlBani, As-
Silsilah adh-Dha‘iifah (Riyadh: Maktabah al-Ma‘aarif, t.t.), XI: 71.
43
Zakat yang ditunaikan oleh muzaki kepada
orang-orang yang berhak menerimanya akan
mempererat hubungan antarmereka, dengan
penuh kecintaan, persaudaraan dan tolong-
menolong. Secara naluriah apabila seseorang
mengetahui ada orang yang senang memberikan
kemanfaatan kepada mereka, ia akan berusaha
untuk membalasnya dengan kebaikan kepada si
pemberi dan menolak kemudharatan darinya.
Bahkan tidak jarang kecintaan tersebut diiringi
dengan doa untuk si pemberi zakat.47
2. Fungsi Sosial Zakat
Selain berfungsi untuk kepentingan personal muzaki, menunaikan zakat juga bermanfaat untuk kepentingan sosial. Di antara fungsi-fungsi sosial zakat adalah sebagai berikut:
a) Zakat menegakkan kemaslahatan umum
Dengan berzakat, banyak kemaslahatan
umum yang tercapai. Sendi-sendi kehidupan
masyarakat menjadi kokoh, sehingga
kesejahteraan dan kebahagiaan mereka mudah
47 Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu az-Zakaah … terj. Salman
Harun dkk, hlm. 861.
44
terwujud. 48 Di antara permasalahan yang
dihadapi oleh mayoritas negara-negara muslim
di dunia adalah masalah kesejahteraan sosial di
negara-negara mereka. Dan di antara penyebab
kurang optimalnya kesejahteraan sosial ini
adalah pengumpulan maupun distribusi zakat
yang kurang optimal.
b) Zakat membatasi beredarnya harta hanya di
kalangan agniyaa’
Dengan ditunaikannya zakat, secara
otomatis harta kaum agniyaa ’ baik dari kalangan pengusaha maupun profesional, akan berkurang dan berpindah tangan ke kaum fakir, sehingga akan meningkatkan daya beli masyarakat. 49 Hal ini pada akhirnya akan menyebabkan ekonomi sebuah negara menjadi
dinamis. Adapun seandainya kaum agniyaa’ tidak memberikan zakat, maka sebagian besar harta hanya akan berkutat di kalangan mereka, dan ini pada akhirnya cepat atau lambat akan menyebabkan ekonomi dalam sebuah negara menjadi tidak bergairah, karena daya beli masyarakat rendah dan harta tidak banyak
48Abu Bakar al-Jazairi, Minhaaju ..., hlm. 220.
49Ibid., hlm. 221.
45
beredar di kalangan masyarakat. Jadi secara umum semakin banyak harta beredar di kalangan masyarakat itu semakin baik dan sehat secara ekonomi. Perumpamaan kesehatan ekonomi masyarakat melalui zakat ini dapat diibaratkan dengan air, seandainya ia mengalir terus maka air tersebut secara umum dapat dikategorikan sebagai air bersih. Tetapi seandainya air itu menggenang di suatu tempat dan tidak mengalir, maka air itu biasanya kotor, kecuali jika air tersebut dalam jumlah yang sangat banyak.
c) Zakat melapangkan rezeki kaum tidak mampu secara ekonomi
Seseorang yang berzakat dapat melapangkan rezeki dan menutup kebutuhan kaum fakir, orang-orang yang terkena musibah, orang-orang yang berada dalam kesempitan dan orang-orang yang tidak dapat memperoleh kesempatan bekerja.50 Sebenarnya harta zakat itu adalah hak mereka, yang sasarannya tidak hanya sekadar membantu mereka, tetapi lebih dari itu, agar mereka setelah kebutuhannya tercapai, dapat beribadah dengan baik kepada
50Ibid., hlm. 220.
46
Allah s.w.t. dan terhindar dari bahaya kekufuran.51
d) Zakat memadamkan api permusuhan
Zakat juga memiliki kelebihan dapat memadamkan api permusuhan dan fitnah, terutama antara si miskin dan si kaya. 52 Seandainya kesenjangan ekonomi antara si miskin dan si kaya tidak ada aksi yang dapat menengahinya seperti zakat, maka akan menyebabkan permusuhan dan fitnah yang berbahaya bagi keamanan masyarakat. Bahkan seandainya api permusuhan dan fitnah ini menjadi gejala umum dalam masyarakat, dapat menyebabkan suatu masyarakat memiliki sifat pendendam secara umum, sehingga dapat menghancurkan generasi selanjutnya, dengan akhlak-akhlak yang tidak terpuji.
C. Syarat Harta Menjadi Objek Zakat
51Didin Hafidhuddin, Zakat dalam Pedoman Perekonomian
Modern (Jakarta: Gema Insani, 2007), cet. kelima, hlm. 10.
52Hasan al-Banna, Majmuu‘ah Rasaa-il ..., hlm. 78.
47
Ada beberapa syarat suatu harta menjadi objek zakat, yaitu sebagai berikut:
1) Harta tersebut harus didapatkan melalui cara yang baik dan yang halal. Apabila harta haram, baik substansinya maupun cara mendapatkannya, maka harta itu tidak dikenakan zakat, karena Allah s.w.t. takkan menerima zakat harta tersebut. Hal itu karena bertentangan dengan ayat sebagai berikut:53
ما طي بات من أنفقوا آمنوا الذين يأي هاتم وال الرض من لكم أخرجنا وما كسب إال بخذيه ولستم ت نفقون منه البيث ت يمموا
يد غني الل أن واعلموا فيه ت غمضوا أن ح (267)الب قرة:
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi
53Didin Hafidhuddin, Zakat dalam ..., hlm. 20-21.
48
untuk kamu dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya, dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji (Q.S. al-Baqarah: 267).
2) Harta tersebut berkembang atau berpotensi untuk dikembangkan, seperti melalui kegiatan usaha, perdagangan, melalui pembelian saham atau ditabungkan. 54 Menurut ahli-ahli fikih,
berkembang (namaa’) itu secara etimologi itu artinya bertambah. Sedangkan menurut istilah, artinya adalah bertambah secara kongkrit dan bertambah secara tidak kongkrit. Pertambahan kongkrit misalnya dengan cara dikembang-biakkan, diperdagangkan, diusahakan dan sejenisnya. Sedangkan yang tidak kongkrit maksudnya harta tersebut berpotensi untuk
54Ibid., hlm. 22.
49
dikembangkan, baik melalui tangan pemiliknya maupun tangan orang lain.55
3) Harta tersebut berada dalam kepemilikan penuh sang pemilik atau berada dalam kontrol dan di dalam kekuasaan pemiliknya. Atau seperti yang dinyatakan oleh sebagian ahli fikih, bahwa kekayaan itu harus berada di tangannya, tidak tersangkut dengan hak orang lain, dapat ia pergunakan dan faedahnya dapat dinikmati pemiliknya. Sebagian ahli fikih mensyaratkan adanya kemantapan dalam pemilikan penuh tadi, maksudnya kekayaan itu harus berada di tangan pemiliknya, pemiliknya mengetahui di mana barang itu berada dan tidak ada yang menjadi penghalang ia mengambilnya, atau berada di tangan orang lain dan orang lain itu membenarkannya. Atau barang itu berada dalam status kemantapan yang masih dapat diharapkan kembali.56
4) Harta tersebut menurut jumhur ulama harus mencapai nisab, yaitu jumlah minimal harta wajib
55 Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu az-Zakaah… terj. Salman
Harun dkk, hlm. 138.
56Ibid., hlm. 128-129.
50
dizakati. Contohnya nisab zakat emas adalah 85 gram emas.
5) Sumber-sumber zakat tertentu seperti perdagangan, peternakan, emas dan perak, harus sudah berada atau dimiliki ataupun diusahakan oleh muzaki dalam tenggang waktu satu tahun.
6) Sebagian ulama mazhab Hanafi mensyaratkan kewajiban zakat setelah terpenuhi kebutuhan pokok, dengan kata lain, zakat dikeluarkan setelah terdapat kelebihan dari kebutuhan hidup sehari-hari yang terdiri atas kebutuhan sandang, pangan dan papan. Bagi seseorang yang masih kesulitan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tersebut, menurut mazhab Hanafi, orang tersebut seperti belum memiliki harta.57
D. Nisab Zakat
Zakat diwajibkan atas orang Islam dan merdeka yang memiliki senisab harta secara sempurna (al-milk at-taam). Sebagian ulama mengecualikan anak-anak dan orang gila, dengan alasan bahwa zakat adalah ibadah
57Ibnu ‘Abidin, Radd al-Muhtaar (Kairo: Mushthafa al-Baabi
al-Hallabi, 1966), II: 263.
51
seperti shalat, sedangkan mereka ini bukan ahli
ibadat. Akan tetapi, Syafi’i dan kebanyakan ulama lainnnya berpendapat bahwa harta anak-anak dan orang gila juga dikenai zakat. Alasan yang mereka kemukakan ialah :
a. Yang dimaksud dari zakat itu ialah pahala bagi yang berzakat dan muwaasah (memberi belanja) bagi orang kafir. Anak-anak dan orang gila dapat memperoleh (ahli) pahala, dan termasuk ahli muwaasah, karena itu, harta mereka dikenai zakat.
b. Hadis yang menerangkan bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda :
رواه البيهقي() ابتغوا في أموال اليتامى ال تأكلها الزكاة
Artinya:
“ Gunakanlah untuk berusaha (investasi) pada harta anak yatim, agar harta itu tidak termakan
oleh zakat” (HR Baihaqi).
Hadis ini jelas berbicara tentang zakat yang dikenakan atas harta anak yatim. Anjuran agar harta anak yatim dikembangkan melalui usaha pada hadis ini dikaitkan dengan alasan agar harta mereka jangan habis karena dikeluarkan zakatnya. Bila tidak
52
dikembangkan, tentu zakatnya harus dikeluarkan dari pokok harta itu sendiri, tetapi melalui usaha, pembayaran zakat dapat dikeluarkan dari laba yang diperoleh sehingga harta itu tidak berkurang karenanya.58
Nasution menambahkan bahwa mengenai orang yang memiliki harta senisab, tetapi apabila ia membayar hutang-hutangnya maka hartanya itu akan habis atau menjadi kurang senisab, para ulama berbeda pendapat. Sebagian ulama berpendapat, hartanya tidak dikenai zakat kecuali setelah hutang-hutangnya dikeluarkan, dan jumlah yang tersisa masih mencapai senisab. Abu Hanifah mengatakan, hutang tidak berpengaruh terhadap zakat biji-bijian tetapi harus diperhitungkan terhadap zakat yang lainnya. Menurut Imam Malik hutang hanya berpengaruh terhadap zakat uang tunai (al-naqd) tidak kepada zakat harta lainnya. Akan tetapi menurut Imam Syafi
’ i, hutang sama sekali tidak mempengaruhi kewajiban zakat. Zakat adalah ibadah yang kewajibannya dikaitkan dengan pemilikan senisab harta, bila syarat itu terpenuhi, maka ibadah zakat pun menjadi wajib. Zakat itu terkait dengan harta
58Lahmuddin Nasution, Fiqh …, I: 146.
53
yang ada di tangannya sedangkan hutang terkait dengan tanggung jawab, jadi keduanya tidak saling mempengaruhi.59
Menurut Wahbah az-Zuhaili, ada lima jenis harta yang wajib dizakati, yaitu: a) uang; b) hasil tambang dan barang temuan; c) perdagangan; d) hasil pertanian dan buah-buahan; dan e) binatang ternak, yaitu unta, sapi dan kambing.60
Nisab zakat uang, menurut Zuhaili yang menyitir pendapat mayoritas ulama, 61 adalah 20 mitsqal
emas, atau setara dengan 91 23/25, atau 83,72 gram emas. Sedangkan untuk ukuran perak, nisabnya adalah 642 gram perak. Sedangkan menurut Yusuf al-Qaradhawi, 62 berdasarkan kesimpulan para peneliti
setelah melakukan penelusuran mata uang logam
Islam yang tersimpan di museum-museum London, Paris, Madrid dan Berlin, didapati bahwa 1 Dinar
59Ibid.
60Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islaamiy ..., III: 1819.
61Ibid., hlm. 1820.
62 Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu az-Zakaah … terj. Salman
Harun dkk, hlm. 258-259.
54
beratnya adalah 4,25 gram emas. Sedangkan tentang Dirham, para sejarawan banyak berselisih tentang berapa berat Dirham yang benar. Tetapi mereka bersepakat bahwa perbandingan Dirham dan Dinar adalah 7:10. Oleh karenanya, jika berat 1 Dinar adalah 4,25 gram, maka berat 1 Dirham adalah 4,25 X 7/10 = 2,97 gram. Jadi dapat disimpulkan bahwa nisab emas adalah 20 X 4,25 = 85 gram emas. Sedangkan nisab perak adalah 200 X 2,97 = 595 gram perak.
Menurut Instruksi Menteri Agama Nomor 5 Tahun 1991 dan UU Nomor 38 Tahun 1999, nisab zakat uang adalah 94 gram emas. 63 Meskipun demikian, pendapat mayoritas ulama sebagaimana disebutkan sebelumnya, lebih kuat dan berhati-hati dibandingkan dengan Instruksi tersebut.
Demikian pula dengan nisab barang hasil tambang, untuk emas 20 mitsqal dan dan perak 200 dirham. Zuhaili menambahkan, bahwa barang tambang, penghitungan nisabnya satu sama lain digabung, asal sejenis. Jika tidak sejenis, maka
63Muhammad dan Ridwan Mas‘ud, Zakat dan Kemiskinan
Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat (Yogyakarta: UII Press,
2005), cet. ke-1, hlm. 48.
55
penghitungan nisabnya tidak digabung satu sama lain, kecuali barang tambang emas dan perak.64
Dalam hal hasil perdagangan, para ulama bersepakat bahwa kewajiban zakat untuk harta hasil perdagangan adalah apabila sampai pada nisabnya. Sedangkan nisabnya adalah sama dengan nisab emas dan perak,65 sebagaimana telah disebutkan di atas.
Selanjutnya nisab hasil pertanian adalah 5 wasaq, yang setara dengan 653 kilogram (kg) hasil pertanian.66 Yusuf al-Qaradhawi menjelaskan secara rinci tentang ukuran tersebut, bahwa 1 wasaq sama
dengan 60 sha’. Sedangkan 1 sha’ sama dengan 2176 gram gandum, atau 2,176 kilogram (kg) gandum. Jadi nisab hasil pertanian -biji-bijian dan buah-
64Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islaamiy ..., III: 1863.
65Ibid., hlm. 1866.
66Ibid., hlm. 1890. Hal itu didasarkan pada hadis Rasul s.a.w.,
“Tidak ada kewajiban zakat bagi (hasil pertanian) yang di bawah 5
wasaq (HR. Jama‘ah, dari Abu Sa‘id al-Khudri). Namun demikian,
Abu Hanifah tidak mensyaratkan adanya nisab untuk hasil pertanian,
karena keumuman banyak nas yang memerintahkan untuk berzakat
terhadap semua hasil tanaman, tanpa batasan banyak atau sedikit.
Pendapat Abu Hanifah ini bertentangan dengan mayoritas ulama.
56
buahan- adalah 300 X 2,176 kg gandum= 652,8 kg, atau dibulatkan menjadi 653 kg. 67 Adapun nisab zakat pertanian menurut Instruksi Menteri Agama Nomor 5 Tahun 1991 dan UU Nomor 38 Tahun 1999, adalah 1.350 kg gabah atau 750 kg beras.68 Namun demikian, pendapat yang lebih kuat adalah sebagaimana disebutkan oleh az-Zuhaili dan al-Qaradhawi, yaitu 653 kg.
Para ulama yang mengkiyaskan zakat profesi dengan zakat pertanian, yaitu orang muslim yang mempunyai pendapatan yang mencapai atau senilai dengan 5 (lima) wasaq (50 kail) atau 653 kg bersih, maka wajib dikenakan zakatnya 5% saat memetik atau menerima gaji. Pemungutan zakat dari pendapatan dan gaji bersih dimaksudkan supaya utang bisa dibayar dan biaya hidup terendah (minimal) seseorang dan yang menjadi tanggungannya bisa dikeluarkan, karena biaya terendah kehidupan seseorang merupakan kebutuhan pokok seseorang.
67Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu az-Zakaah… terj. Salman Harun
dkk, hlm. 351.
68Muhammad dan Ridwan Mas‘ud, Zakat ..., hlm. 48.
57
Juga harus dikeluarkan biaya atau ongkos-ongkos yang dikeluarkan untuk pekerjaan tersebut.69
Zakat mal atas penghasilan profesi dikiyaskan/dianalogikan dengan zakat tanam-tanaman karena 4 (empat) hal/alasan sebgai berikut:70
1. Tanaman-tanaman pertanian pada masyarakat agraris merupakan mata pencaharian utama, sedangkan pada masyarakat industri dan jasa, orang tidak lagi bekerja untuk dirinya sendiri, tetapi bekarja untuk badan usaha atau orang lain sehingga yang diperoleh setiap bulan gaji/upah.
2. Gaji dikiyaskan/dianalogikan dengan hasil pertanian karena dibayarkan secara berkala, sama dengan hasil pertanian yang waktu/musim panennya terjadi berkala pula.
3. Karena panennya terjadi berkala, maka ketentuan zakat hasil pertanian hanya menggunakan nisab dan tidak ada haul. Begitu juga dengan zakat dari gaji/penghasilan profesi.
4. Penghasilan/gaji profesi tidak dianalogikan dengan emas, karena biasanya emas sebagai alat
69Yusuf Qardhawi dalam Gustian Djuanda, Pelaporan Zakat
Pengurang Pajak Penghasilan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2006), hlm. 288.
70Ibid., hlm. 289.
58
ukur kekayaan untuk simpanan yang dikumpulkan untuk jangka waktu tertentu, maka qiyas terhadap emas lebih tepat diterapkan pada simpanan/deposit. Penentuan 5% bukan 10% pada zakat dari penghasilan/gaji profesi ini didasarkan atas dua pertimbangan berikut:
1. Bekerja pada sektor industri, jasa dan perkantoran lebih banyak dibutuhkan berbagai persyaratan, seperti pendidikan, ketrampilan dan lain-lain, sehingga biaya yang dibayarkan seseorang untuk bisa bekerja pada salah satu sektor tarsebut, jauh lebih mahal dibanding kalau seseorang bekerja pada sektor pertanian.
2. Gaji/upah yang diterima para pegawai umumnya merupakan penghasilan utama dan satu-satunya. Lain dengan pada pertanian, di samping memperoleh hasil pertanian seperti padi, mereka juga memelihara ikan dan lain-lain, sehingga untuk kebutuhan lauk pauknya tidak perlu diambil dari hasil pertanian.
Kewajiban zakat lainnya adalah zakat hewan. Dalam hal zakat hewan, ada perbedaan antara unta, sapi/kerbau dan kambing. Nisab unta dimulai ketika berjumlah 5 ke atas. Untuk unta 5, zakatnya adalah
59
satu kambing. Itu adalah ijma’ ulama.71 Sedangkan nisab zakat untuk sapi/kerbau adalah apabila telah berjumlah 30 sapi. Jika telah ada 30 sapi, maka yang
dikeluarkan zakatnya adalah satu tabii‘/tabii‘ah (sapi jantan atau betina yang usianya telah sempurna satu tahun dan masuk dua tahun berjalan).72 Adapun untuk kambing/domba, nisab minimal harus dikeluarkan zakatnya adalah ketika telah berjumlah 40 kambing. Jika telah berjumlah 40 kambing/domba, maka wajib dizakati satu kambing.73
Nisab zakat hewan ternak secara lebih rinci dijelaskan sebagai berikut:
1. Zakat Unta;
71Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu az-Zakaah..., hlm. 176. Lihat
pula Lihat Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islaamiy ..., III: 1919.
72Lihat Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islaamiy ..., III: 1925.
Lihat juga Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu..., terj. Salman Harun, hlm. 195,
197-198. Yusuf al-Qaradhawi menyebutkan tentang 3 pendapat seputar
nisab sapi: Pertama, menyatakan bahwa nisab sapi 30 ekor adalah
pendapat masyhur dari 4 mazhab. Sedangkan pendapat kedua, menurut
Ath-Thabari, nisab zakat sapi adalah jika telah sampai 50 ekor sapi. Dan
pendapat ketiga tentang nisab sapi adalah sama dengan nisab unta, 5
ekor. Yang terakhir merupakan pendapat Ibnu al-Musayyab,
Muhammad bin Syihab az-Zuhri dan Abu Qilabah.
73Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islaamiy ..., III: 1926.
60
Nisab awal bagi ternak unta adalah lima ekor. Artinya unta itu baru wajib dizakati apabila telah berjumlah lima ekor. Zakat yang wajib dikeluarkan ditentukan berdasarkan jumlah ternak tersebut, sebagai berikut:
Nisab Zakatnya
Bilangan dan Jenis Zakat
Umur
5 – 9 1 ekor kambing
atau 1 ekor domba
2 tahun lebih
1 tahun lebih
10 – 14 2 ekor kambing
atau 2 ekor domba
2 tahun lebih
1 tahun lebih
15 – 19 3 ekor kambing
Atau 3 ekor domba
2 tahun lebih
1 tahun lebih
20 – 24 4 ekor kambing
Atau 4 ekor domba
2 tahun lebih
1 tahun lebih
25 – 35 1 ekor anak unta 1 tahun lebih
36 – 45 1 ekor anak unta 2 tahun lebih
61
46 – 60 1 ekor anak unta 3 tahun lebih
61 – 75 1 ekor anak unta 4 tahun lebih
76 – 90 2 ekor anak unta 2 tahun lebih
91 – 120 2 ekor anak unta 3 tahun lebih
121 3 ekor anak unta 2 tahun lebih
Tabel 2.1
Nisab Zakat Unta
Mulai dari 121 ini dihitung tiap-tiap 40 ekor unta zakatnya 1 ekor anak unta yang berumur 2 tahun lebih, dan tiap-tiap 50 ekor unta zakatnya 1 ekor unta yang berumur 3 tahun lebih. Jadi, 130 ekor unta zakatnya 2 ekor anak unta umur 2 tahun dan 1 ekor anak unta umur 3 tahun, dan 140 ekor unta zakatnya 1 ekor anak unta umur 2 tahun dan 2 ekor anak unta umur 3 tahun. Kalau 150 ekor unta, zakatnya 3 ekor anak unta umur 3 tahun, dan seterusnya menurut perhitungan di atas. Umur-umur tersebut supaya dilebihkan, walaupun sedikit, seperti yang tersebut dalam daftar. (keterangannnya yaitu surat Abu Bakar
62
(khalifah pertama) kepada penduduk Bahrain). Sabda Rasulullah saw.:
عشر وفى شاة ففيها خمسا تبلغ حتى اإلبل فى شيء وال الشياة من أربع عشرين وفى ثالث عشرة وخمس شاتان
وست لبون بنت وثالثين وست مخاض بنت وعشرين وخمس لبون بنت وسبعين وست جذعة وستين احدى و حقة وأربعين لبون بنات ثالث وعشرين ومائة واحدى حقتان وتسعين واحدى
البخارى رواه (حقة خمسين وكل لبون بنت عينأرب كل فى ثم )أنس عن
Artinya:
“Tidak ada zakat unta sebelum sampai lima ekor. Maka apabila sampai 5 ekor zakatnya satu ekor kambing, 10 ekor zakatnya dua ekor kambing, 15 ekor zakatnya tiga ekor kambing, 20 ekor zakatnya empat ekor kambing, 25 ekor zakatnya seekor anak unta, 36 ekor zakatnya satu anak unta yang lebih besar, 46 ekor zakatnya satu anak unta yang lebih besar, 61 ekor zakatnya satu anak unta yang lebih besar lagi, 76 ekor zakatnya dua ekor anak unta, 91 ekor zakatnya dua ekor anak unta yang lebih besar, 121 ekor zakatnya tiga ekor anak unta, kemudian tiap-tiap 40 ekor zakatnya satu ekor anak unta umur 2 tahun lebih, dan tiap-tiap 50 ekor zakatnya seekor anak unta umur 3 tahun” (Riwayat Bukhari, dari Anas).
63
2. Nisab Zakat Sapi dan Kerbau
Nisab
Zakatnya
Bilangan dan Jenis Zakat
Umurnya
30 – 39 1 ekor anak sapi atau seekor
kerbau
2 tahun lebih
40 – 59 1 ekor anak sapi atau seekor
kerbau
2 tahun lebih
60 – 69 2 ekor anak sapi atau seekor
kerbau
1 tahun
70 - ... 1 ekor anak sapi atau seekor
kerbau
Dan 1 ekor anak sapi atau seekor
kerbau
2 tahun lebih
Tabel 2.2.
Nisab zakat sapi/kerbau
64
Seterusnya tiap-tiap 30 ekor sapi atau kerbau zakatnya 1 ekor anak sapi atau kerbau umur 1 tahun lebih, dan tiap-tiap 40 ekor sapi atau kerbau zakatnya 1 ekor anak sapi atau kerbau umur 2 tahun lebih. Jadi zakat 80 ekor sapi atau kerbau ialah 2 ekor anak sapi umur 1 tahun lebih dan 1 ekor umur 2 tahun.
اليمن إلى م.ص هللا رسول بعثنى قال جبل بن معاذ عن ومن تبيعة أو تبيعا البقر نم ثالثين كل من أخذ أن وأمرنى
الخمسة( )رواه مسنة أربعين كل
Artinya:
Dari Mu’az bin Jabal, ia berkata, “Rasulullah saw., telah mengutusku ke negeri Yaman, dan beliau menyuruhku memungut zakat, dari tiap tiga puluh sapi (atau kerbau) seekor anaknya yang beliau betina atau yang jantan umur 1 tahun, dan dari tiap-tiap empat puluh ekor sapi (atau kerbau) seekor anaknya yang umur 2 tahun (HR. Lima Orang Ahli Hadis).
3. Nisab Zakat Kambing
Nisbah
Zakatnya
Bilangan dan Jenis Zakat
Umurnya
65
40 - 120 1 ekor kambing betina
Atau 1 ekor domba betina
2 tahun lebih
1 tahun lebih
120 – 200
2 ekor kambing betina
Atau 2 ekor domba betina
2 tahun lebih
1 tahun lebih
201 – 399
3 ekor kambing betina
Atau 3 ekor domba betina
2 tahun lebih
1 tahun lebih
400 - ... 4 ekor kambing betina
Atau 4 ekor domba betina
2 tahun lebih
1 tahun lebih
Tabel 2.3.
Nisab zakat kambing
66
Mulai dari 400 ekor kambing, dihitung tiap-tiap 100 ekor kambing zakatnya 1 ekor kambing atau domba umurnya sebagaimana tersebut diatas, dan seterusnya. Jadi, 500-599 ekor kambing zakatnya 5 ekor kambing, 600 ekor kambing zakatnya 6 ekor kambing, dan seterusnya. Sabda Rasulullah saw.:
الى شاة ففيها أربعين كانت اذا سائمتها فى الغنم صدقة وفى ففيها زادت فاذا مائتين الى شاتان ففيها زادت فاذا ومائة عشرين
مائة كل ففى زادت فاذا ثالثمائة الى ثياة ثالث ففيها واحدة والنسائى( والبخارى أحمد )رواه شاة
Artinya: “Tentang zakat kambing yang digembalakan, apabila ada 40 sampai 120 ekor, zakatnya seekor kambing, apabila lebih dari itu sampai 200 ekor, zakatnya 2 ekor kambing, apabila lebih dari 200 sampai 300 ekor, zakatnya tiga ekor kambing, apabila lebih dari 300 ekor, maka tiap-tiap 100 ekor zakatnya seekor kambing”. (Riwayat Ahmad, Bukhari, dan Nasai).74
4. Zakat Ternak Yang Bercampur
Percampuran ternak dapat berpengaruh terhadap masalah zakatnya. Apabila senisab ternak dimiliki secara bersama-sama oleh dua
74Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam, …, hlm. 198
67
orang atau lebih selama satu hawl maka zakat ternak itu dihitung dan dikeluarkan seperti halnya milik satu orang.
Demikian pula apabila dua orang atau lebih pemilik ternak mencampurkan hewan ternak mereka, dan tidak ada perbedaan hitungan hawl di antara keduanya, maka dalam hal zakat, harta mereka yang bercampur itu diperlakukan seperti milik satu orang, dengan syarat ternak harus betul-betul bersatu. Antara kedua kelompoknya tidak dibedakan dalam hal:
a. Kandangnya;
b. Tempat berkumpulnya;
c. Tempat penggembalaanya;
d. Orang yang menggembalakannya;
e. Tempat minumnya;
f. Pejantannya;
g. Tempat pemerahan susunya;
h. Kedua-dua pemiliknya adalah muzakki;
68
i. Jumlah gabungan ternak mereka mencapai senisab;
j. Telah berlangsung satu hawl.
Hukum dan ketentuan zakat ternak gabungan ini di dasarkan pada riwayat Sa’ad ibn Waqqas, Rasulullah saw. bersabda :
والحوض والراعي الفحل على اجتمعا ما والخليطان
Artinya:
Dan yang dinamakan khalith (bercampur) itu ialah yang bersatu pejantannya, penggembalaannya, dan telaga (tempat minumnya).
Jadi, tiga dari syarat yang dikemukakan di atas dinyatakan secara tegas oleh Nabi saw. dalam hadist ini, sedangkan syarat-syarat yang lain dapat dipahami darinya.75
Jenis zakat yang sering dibahas oleh umat Islam pada akhir-akhir ini adalah zakat para profesionalis, seperti dokter, insinyur, pengacara dan lain sebagainya. Menurut Zuhaili, harta yang mereka dapatkan, berdasarkan pendapat empat mazhab fikih, tidak ada zakatnya kecuali setelah mencapai
75Lahmuddin Nasution, Fiqh …, hlm. 153.
69
nisab dan telah berlalu satu tahun. Namun demikian, sebagian kalangan mengharuskan pembayaran zakat ketika seseorang memperoleh harta tersebut, saat itu juga, sebagaimana hasil panen. Para ulama yang
berpendapat seperti itu di antaranya adalah Ibnu ‘
Abbas, Ibnu Mas‘ud, Mu‘awiyah, Az-Zuhri, al-Hasan al-Bashri, Mak-hul, dan lainnya.76 Nisab yang dimaksud adalah nisab zakat uang. Jikalau telah mencapai nisab, maka harus dikeluarkan 2,5 % nya.
Nisab-nisab zakat -khususnya zakat emas (uang), profesi dan pertanian- dengan asumsi harga pada tahun 2010, berdasarkan jenis dan perhitungan zakat mayoritas ulama sebagai berikut:
NO JENIS
HARTA ASUMSI HARGA
NISAB SYAR
‘I
NISAB JADI
1
Zakat Uang (Emas)
Rp. 350.000,00/ gram
85 gram emas
Rp. 29.750.000,00
Jika perbulan, maka
76Ibid., hlm. 1948-1949.
70
menjadi Rp. 2.479.167,00/bulan
2
Zakat perdagangan, profesi, industri, gaji/penghasilan/komisi dan sejenisnya
Rp. 350.000,00/ gram
85 gram emas
Rp. 29.750.000,00
Jika perbulan, maka menjadi Rp. 2.479.167,00/bulan
3
Zakat pertanian
Rp. 5000,00 / kg
653 kg beras
Rp. 3.265.000,00
Sumber: Data Primer diolah (disesuaikan dengan harga pada Tahun 2010)
Tabel 2.4. Jenis dan Nisab Zakat
Nisab agaknya kini sulit untuk disandarkan menjadi parameter atau alat ukur satu-satunya dalam
71
menghitung tarif zakat mal. Parameter nisab perlu didukung oleh parameter Basra yang bertolak dari bilangan KHM. Sehubungan dengan zakat mal hanya akan dikenakan pada bagian surplus dari harta, maka bilangan KHM-yang ditetapkan oleh negara berperan cukup menentukan.
Berikutnya timbul lagi pernyataan tentang cara menentukan salah satu parameter yang perlu dipedomani: nisab ataukah KHM? Dan bagaimana pula hubungannya dengan tarif terendah zakat mal? Parameter 1 nisab/tahun dipilih selama KHM dalam setahun (12 x m) masih berada dibawah bilangan nisab; atau nisab/12 bulan masih lebih tinggi dari angka KHM. Perhitungan tarif minimal zakat harta bertolak dari bilangan nisab sebagai Parameter Primer.
Demikian juga sebaliknya, parameter KHM selama setahun menjadi acuan tarif zakat mal pada waktu dan tempat dimana bilangannya lebih tinggi dari nisab/tahun. Perhitungan tarif terendah zakat mal bertolak pada bilangan parameter sekunder: KHM. Jadi, mana yang lebih tinggi diantara bilangan nisab/12 bulan atau KHM, maka dari sanalah ditetapkan titik tolak perhitungan tarif zakat mal terendah setiap bulannya. Acuan perhitungan
72
semacam ini lebih terjamin dapat membebaskan si miskin dari beban tagihan zakat mal.
12 x KHM <=nisab atau KHM<=nisab/12 bulan (nisab menjadi acuan perhitungan tarif terendah zakat mal).
12 x KHM > nisab atau KHM > nisab/12 bulan (KHM menjadi acuan perhitungan tarif terendah zakat mal).
Dalam kaitannya dengan peran pemerintah, menurut Djuanda, salah satu peran pemerintah dalam mengawasi dan mengendalikan keseimbangan pasar adalah dengan menetapkan batas penghasilan tidak kena pajak. Penduduk yang berada di bawah atau berada pada garis batas penghasilan Tidak Kena Pajak berhak untuk memperoleh subsidi untuk memenuhi kebutuhan hidup yang seimbang. Di lain pihak penduduk yang telah berada di atas batas penghasilan tidak kena pajak, wajib membayar pajak dan zakat. Pemerintah dalam hal ini bertindak sebagai perantara antara unit surplus dengan unit defisit. Peran pemerintah dapat ditunjukkan dengan pola hubungan berikut:77
77 Gustian Djuanda, Pelaporan Zakat Pengurang Pajak
Penghasilan, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 291-292.
73
UNIT SURPLUS
PAJAK DAN ZAKAT
PEMERINTAH
SUBSIDI
UNIT DEFISIT
Gambar 2.1
Pola hubungan unit surplus dan unit defisit
Konsep kebutuhan (hidup) seimbang dapat didefinisikan sebagai kebutuhan hidup normal atau rata-rata dalam wilayah tertentu, yang lebih tinggi posisinya dibanding dengan konsep kebutuhan (hidup) dasar atau minimal, tetapi lebih rendah posisinya dibanding konsep kebutuhan (hidup) ideal. Kebutuhan hidup ideal seseorang adalah kebutuhan hidup sesuai tujuan hidup. Untuk muslim, tujuan hidup adalah kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Pendekatan kebutuhan ideal ini merupakan pendekatan alternatif yang masih memerlukan pengukuran dan pemikiran lebih lanjut.
74
Kebutuhan Hidup Minimal (KHM) telah dihitung oleh pemerintah melalui koordinasi antar-instansi terkait dan telah ditetapkan dalam perhitungan upah minimum provinsi, kabupaten, maupun sektoral. Secara ringkas formula penghitungan kebutuhan hidup seimbang yang akan digunakansebagai batas PTKP dan dapat dirumuskan sebagai berikut:
- Penduduk wajib bayar pajak dan zakat = penduduk dengan penghasilan di atas batas PTKP.
- Penduduk berhak menerima subsidi dan zakat = penduduk dengan penghasilan sama dengan atau di bawah batas PTKP.
- Batas PTKP = Pendapatan rata-rata pr kapita per bulan
- Pendapatan rata-rata per kapita per bulan = (PDRB rata-rata per kapita tanpa migas dikalikan dengan rasio pendapatan nasional terhadap PDB) dibagi 12.
Pada tahun 1999 maka batas PTKP adalah 1,4 juta rupiah perbulan. Bagi penduduk dengan penghasilan di bawah atau sebesar 1,4 juta rupiah berhak menerima subsidi dan zakat. Sementara penduduk yang bayar pajak dan zakat adalah penduduk dengan penghasilan rata-rata per bulan di atas 1,4 juta rupiah. Tentunya untuk mengembangkan lebih lanjut, selain konsep rata-rata dapat pula
75
digunakan konsep standar deviasi dalam penetapan batas PTKP ini.78
Ide parameter sekunder perlu diperhatikan, mengingat bahwa terjadinya inflasi tidak semata-mata karena masih legalnya praktek riba di negara-negara berpenduduk mayoritas muslim. Ormerod menyoroti hubungan antara inflasi dengan ketersediaan SDM menganggur. Angka pengangguran yang tinggi tidak melulu akibat masih mendarah dagingnya ekonomi riba di tengah kaum muslimin. Padahal sistem tersebut nyata-nyata diharamkan oleh syariat Islam.
Jauh sebelum Paul Ormerod, Taqiyuddin Ahmad bin Ali al-Maqrizi (1364-1441M), murid terkemuka Ibn Khaldun, menyatakan bahwa inflasi terbagi menjadi dua. Pertama, berkurangnya persediaan barang (natural Inflation) akibat bencana alam dan kerusuhan sosial (peperangan). Kedua, Inflasi akibat kesalahan manusia. Yang menarik, menurut Al-Maqrizi, adalah merajalelanya korupsi serta sistem administrasi negara yang buruk.
Digagasnya parameter sekunder semoga dapat menjembatani perseteruan pendapat tentang perlu atau tidaknya pergeseran tarif zakat mal
78Ibid.
76
berdasarkan prinsip elastisitas. Mannan, dengan penuh pertimbangan argumentatif, menyarankan perlunya pergeseran tarif zakat mal. Pertimbangannya memang lebih seirama dengan karakter alami pertumbuhan ekonomi. Namun demikian, usulan tersebut akan tetap menyalahi ijma’. Bilangan nisab yang baku tentunya merupakan salah satu ciri khusus syariat zakat mal. Kemapanan parameter nisab itu takkan dapat dikompromikan dengan gejala pergolakan ekonomi seperti halnya perubahan tarif pajak.
Kelebihan pengeluaran konsumtif disimpan berupa tabungan maupun deposito uang tunai. Tabungan dapat disetor dan ditarik setiap hari, sedangkan deposito hanya periode yang disepakati antara si penabung dengan pihak bank. Seandainya zakat mal hanya dihitung dari semata-mata tabungan atau deposito, maka hanya para deposan yang mengendapkan dananya senilai nisab lagi selama setahun penuh saja yang akan terkena kewajiban mengeluarkan zakat mal. Tentu saja mereka akan mudah membebaskan diri dari kewajibannya dengan cara mencairkan sebahagian atau seluruh dana pada akhir bulan deposit ke sebelas. Lalu mereka segera membelanjakannya demi melarikan diri dari kewajiban berzakat mal tersebut.
77
Ajaran Islam memandang bahwa pembelanjaan harta yang melampaui prinsip kebutuhan minimal adalah suatu kemewahan. Berbelanja dengan melangkahi prinsip ini lazimnya dapat ditolerir selama masih berada pada jalur syariat. Segala hal yang di luar rambu-rambu syariat, meski secara pragmatis berguna dan mendatangkan kesenangan, adalah suatu wujud kemewahan. Kebijakan wajib zakat mal berdasarkan pengeluaran, diharapkan dapat mengerem gaya hidup mewah sebahagian umat Islam mulai dari derajat ekonomi Basra. Setiap kali penambahan biaya konsumtif keluarga (K), dengan serta merta menuntut semakin tingginya bilangan zakat mal yang harus mereka keluarkan setelah pengeluaran rutinnya.
Puncak kemewahan tercermin pada perilaku mabuk-mabukkan dan perjudian. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan bilamana al-Qur’an merangkaikan pertanyaan tentang khamr “zat memabukkan”, maysir “spekulasi”, serta infaq “belanja” yang bermakna zakat, di dalam ayat yang sama. Ayat ini seolah-olah mengisyaratkan kepada umat manusia yang sedang bingung ke mana hendak disalurkan kelebihan uangnya yang berlimpah-limpah:
78
يسألونك عن المر والميسر قل فيهما إث كبري ومنافع س وإثهما أكب من ن فعهما ويسألونك ماذا ي نفقون قل العفو للنا
لكم اليت لعلكم ت ت فكرون )البقرة: الل ( 219كذلك ي بي Artinya:
Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang khamr dan maysir. Katakanlah : pada keduanya ada bahaya besar dan manfaat bagi manusia, namun bahayanya jauh lebih besar dari pada manfaatnya. Dan mereka bertanya kepadamu (Muhammad) sesuatu yang perlu mereka infaqkan, katakanlah : yang surplus (lebih dari bawah sejahtera= basra).... (QS. Al-Baqarah : 219)
Predikat terpenuhinya basra, secara fundamental, menggugurkan sebutan the midle class “kelas menengah” sebagaimana digagas oleh para pemikir sosial ekonomi dari luar dunia Islam. Golongan kelas menengah, menurut pola pemikir Barat, ialah warga negara yang sudah mencapai sejahtera minimal namun belum patut disebut sebagai orang kaya. Di sisi lain, khasanah fiqh zakat yang kita warisi tidak kenal istilah “kelas menengah” yang diakui derajat ekonomi aghniyaa “yang hidup berkecukupan” dan dhu’afaa “ekonomi lemah”. Fiqh
79
zakat menekankan bahwa zakat mal diwajibkan hanya kepada para aghniyaa atau high class menurut istilah yang populer di dunia barat.
Sebutan kelas menengah telah melindungi orang-orang muslim pada derajat Basra dari cemoohan kere (miskin). Ironisnya, predikat ini sekaligus menjadi perisai untuk menghindari taklif zakat mal. Pemikiran ekonomi Islam, sesungguhnya memberikan acuan yang tegas bahwa strata Basra sudah termasuk masyarakat mampu. Implikasinya, taklif zakat mal perlu di dakwahkan kepada siapa pun yang belanja keluarganya mencapai bilangan Basra dan mereka mengaku bukan lagi termasuk mustahiq atau kaum yang berkepentingan (disubsidi oleh harta zakat).
Nabi Muhammad saw. malahan menggariskan penghidupan Basra pada derajat yang lebih ekstrim :
يه أو عليه وسلم وما ي غنيه قال ما ي غد قالوا ي رسول الل صلى الليه أحمد( )رواهي عش
Artinya:
Mereka bertanya, ‘Dan seberapakah ukuran kaya itu, ya Rasulullah?’ jawab Nabi saw: “Orang yang (tidak
80
lagi mencemaskan apakah bisa) makan nanti siang atau nanti malam.” (HR. Ahmad)
Pola pemikiran kelas menengah selama ini telah meninabobokkan warga muslim sejahtera minimal akan kewajiban menunaikan zakat mal demi menolong saudara kita kaum dhuafa dari himpitan keterpurukan. Sudah waktunya kita tinggalkan istilah kelas menengah dalam perjuangan membangun dan memulihkan kekuatan ekonomi umat Islam.79
Kemudian yang tidak kalah pentingnya untuk
disebutkan pula di sini adalah terkait dengan hak
keluarga, selain zakat. Pertalian antara suami dengan
istri, serta antara kerabat adalah hubungan yang
didalamnya terdapat hak-hak yang harus terpenuhi
demi untuk memperkuat kekerabatan dan demi
terwujudnya rasa sepenanggungan dalam keluarga
kecil ini seperti rasa sepenanggungan yang ada dalam
sebuah masyarakat muslim.
Jika hubungan kekerabatan dapat
menimbulkan hak-hak yang harus dipenuhi secara
timbal balik tanpa memperhitungkan untung dan rugi,
maka di situlah keadilan syariat Islam telah mengatur
kehidupan keluarga, di mana terjadi saling bantu dalam
pemenuhan kebutuhan. Seorang bapak yang fakir
79Adi Satria Tanjung, Penetapan Wajib Zakat (Tangerang:
Alpabhet Press, 1997), hlm. 36.
81
mempunyai hak mendapatkan jaminan hidup dari
anak-anaknya yang mampu. Seorang anak yang tidak
mempunyai harta kekayaan, maka Islam
mengharuskan kepada orang tuanya yang mampu
untuk menanggungnya. Seorang suami berkewajiban
memberi belanja kepada istrinya.
Orang-orang yang menjadi tanggungan
keluarga atau kerabat mereka seperti yang kita sebut di
atas tidak berhak menerima bagian dari harta zakat
agar tidak mengurangi jatah para fakir miskin yang
tidaka mempunyai pendapatan, kecuali dari zakat.
Kemiskinan adalah fenomena yang tidak bisa
lepas dari sebuah masyarakat manusia meskipun
keadilan sudah merata, ia bagaikan sakit dan kematian.
Walaupun para dokter sudah berusaha mencegahnya
namun penyakit masih tetap datang. Kematian adalah
fenomena yang tidak ada pencegah dan terapinya.
Akan tetapi keduanya bukanlah aib yang menempel
pada orang yang sedang mendapatkannya slama
penyebab keduanya bukanlah kelalaian orang tersebut.
Demikian juga dengan kemiskinan, ia adalah
fenomena sosial yang tidak bisa lepas dari sebuah
masyarakat. Kita akan menjumpai bahwa setiap
undang-undang mempunyai cara tersediri dalam
menanggulangi masalah ini.
Banyak aturan perekonomian yang disyaratkan
oleh Islam untuk menanggulangi kefakiran, tetapi
bukan berarti seorang yang fakir bisa terlepas dari
kefakirannya secara utuh. Selama masyarakat itu dapat
82
mencukupi kebutuhan pokok para fakir miskin, maka
masyarakt tersebut sudah tidak terhitung sebagai
orang-orang yang berbuat zalim.
Ini perlu dikemukakan untuk meluruskan
beberapa kesalah pahaman yang termuaat dalam buku-
buku yang berbicara tentang zakat. Mereka
mengatakan bahwa zakat adalah wasilah untuk
mendekatkan tingkatan perekonomian masyarakat. Ini
adalah sebuah persepsi yang tidak didukung oleh dalil
dan realita sejarah.
Al-Qur’an telah berbicara tentang pendekatan
tingkatan perekonomian masyarakat, yaitu tatkala
berbicara tentang pembagian fai-i, dan dilanjutkan
dengan firman Allah swt.
Artinya:
“Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah
kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang berasal
dari penduduk kota-kota Maka adalah untuk Allah,
untuk rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-
orang miskin dan orang-orang yang dalam
83
perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara
orang-orang kaya saja di antara kamu. apa yang
diberikan Rasul kepadamu, Maka terimalah. dan apa
yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat
keras hukumannya (Al-Hasyr : 7).
Ini berkaitan dengan kas negara yang diperoleh
dari uang damai, pajak atau jizyah, dan tak berkaitan
dengan hak milik pribadi. Harta yang diperoleh dari
fai-i adalah untuk kepentingan kaum muslimin,
sedangkan hak milik perorangan tidak masuk dalam
kategori ini. yang berkaitan dengan hak milik pribadi
adalah zakat dan orang-orang yang sudah kita sebut di
depan. Bukan tugas dan tujuan zakat untuk
mendekatkan tingkatan perekonomian masyarakat.
Zakat hanya untuk memenuhi kebutuhan pokok para
fakir miskin.80
E. Harta-harta yang Diwajibkan Zakat
1. Dua Jenis Uang
Dua jenis uang yaitu meliputi uang emas dan uang perak, serta yang sejenis dapat disertakan dengan keduanya berupa barang-barang perdagangan, yang mengikuti keduanya berupa barang-barang
80Muhammad bin Ahmad As-Shalih, Manajemen …., hlm. 96.
84
tambang dan harta temuan (harta karun), yang menjadi komplemen dari keduanya berupa lembaran uang yang digunakan sekarang ini.81 Hal
tersebut berdasarkan Firman Allah ta’ala:
ر هم وال نزون الذهب وال فضة ول ي ن فقونا ف سبيل الل ف بش ذين يك (34بعذاب أليم )التوبة:
Artinya:
“ Dan orang-orang yang menyimpan emas dan perak dan tidak menafkahkannya pada jalan Allah, Maka beritahukanlah kepada mereka, (bahwa
mereka akan mendapat) siksa yang pedih” (At-Taubah: 34).
Dan dalam sebuah hadis Nabi s.a.w. bersabda :
ما من صاحب ذهب وال فضة اليؤدى حقها إال اذا كان يوم القيامة صفحت
له صفائح من نار فأحمي عليها في نارجهنم فتكوى بها جبهته وجنبه وظهره
ردت أعيدت له )رواه مسلم(كلما ب
81 Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Fiqh Ibadah (Solo: Media
Insani Publishing, 2006), hlm. 255.
85
Artinya:
Tidak ada pemilik emas atau perak yang tidak menunaikan kewajibannya, kecuali apabila telah hari kiamat nanti, dibuatkan baginya lempengan-lempengan dari api, dipanaskan di neraka jahannam, lalu digosokkan ke kening, lambung, dan punggungnya, setiap kali lempengan itu dingin diulangi lagi (HR. Muslim).82
Penjelasan tentang nisab emas dan perak bermula dari hadis Nabi Muhammad saw. yaitu :
وعن على بن أبى طالب عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال:
ففيها خمسة دراهم وليس عليك -الحول وحال عليها-إذا كانت لك مائة درهم
حتى يكون لك عشرون دينارا. فإذا كان لك عشرون -يعني في الذهب-شيء
ففيها نصف دينار )رواه أبو داود(. -وحال عليها الحول -دينارا
Artinya:
Dan dari Ali bin Abi Thalib, dari Nabi saw. beliau bersabda : Apabila engkau mempunyai (perak) 200 dirham -dan sudah sampai satu tahun- maka zakatnya 5 dirham. Dan tidak ada kewajiban zakat -yakni pada emas- sehingga engkau
82Lahmuddin Nasution, Fiqh …, I: 155.
86
mempunyai 20 dinar. Maka apabila engkau mempunyai 20 dinar- dan sudah sampai satu tahun- maka zakatnya setengah dinar (HR. Abu Dawud).
Hadis tersebut menunjukkan wajibnya zakat perak, dan banyaknya 2,5%. Hadis itu juga tidak menunjukkan nisab (ukuran minimum) dalam zakat perak, dan sudah menjadi kesepakatan para ulama. Adapun nisabnya adalah 200 dirham.
Al-Hafidh Ibnu Hajar mengatakan bahwa tidak ada yang menyalahi tentang nisabnya perak itu 200 dirham, melainkan Ibnu Habib Al-Andalusi. Menurut Ibnu Hajar, semua penduduk satu negeri, masing-masing menggunakan mata uang sendiri-
sendiri. Perkataan “Apabila engkau mempunyai
(emas) 20 dinar dan seterusnya”, ini menunjukkan bahwa nisab emas itu 20 dinar. Begitulah pendapat yang paling banyak dari kalangan ulama. Perkataan
“Dan sudah sampai satu tahun”, ini menunjukkan
adanya “haul” dalam zakat emas. Begitu juga dalam zakat perak. Ini adalah merupakan pendapat yang paling banyak dari kalangan ulama. Dan
perkataan “ Zakatnya setengah dinar ” , ini menunjukkan bahwa zakat emas itu adalah 2,5%,
87
dan sampai saat ini belum ada terjadinya perbedaan pendapat.83
2. Binatang Ternak
Jenis binatang yang wajib dikeluarkan zakatnya hanya unta, sapi, kerbau, dan kambing. Karena jenis-jenis hewan ini diternakkan untuk tujuan pengembangan melalui susu dan anaknya, sehingga pantas dikenakan beban tanggungan (muwasah). Hal ini berdasarkan sabda Rasulullah saw. kepada orang yang bertanya tentang hijrah kepada beliau:84
ويحك إن شأنها شديد فهل لك من إبل تؤدي صدقتها قال نعم قال
فاعمل من وراء البحار فإن هللا لن يترك من عملك شيئا
Artinya:
Hai awaslah kamu! Sesungguhnya keadaan hijrah itu sangatlah berat. Apakah kamu mempunyai unta yang sudah harus kau tunaikan zakatnya?. Dia menjawab: Ya. Nabi saw. bersabda, Beramallah kamu di negerimu karena Allah takkan menyia-nyiakan amalmu sedikitpun.
83Faishal bin Abdul Aziz al-Mubarak, Nailul Authar (Surabaya:
PT. Bina Ilmu, 2009), hlm. 1164.
84Lahmuddin Nasution, Fiqh …, hlm. 150.
88
Berikut sabda Rasulullah saw.:
ر أو غنم ال والذي ال إله غيره ما من رجل تكون له إبل أو بق
يؤدي حقها إال أتي بها يوم القيامة أعظم ما تكون وأسمنه تطؤه بأخفافها
وتنطحه بقرونها كلما جازت أخراها ردت عليه أوالها حتى يقضى بين
)رواه البخاري( الناس
Artinya:
Demi Dzat yang tiada sesembahan selain Dia, tiada seorang pun yang mempunyai unta, atau sapi, atau kambing, yang tidak dia bayarkan zakatnya kecuali akan didatangkan pada hari kiamat binatang-binatang yang lebih besar dan lebih gemuk dari pada yang dia punyai di dunia, lalu menginjak-injaknya dan menanduk dia dengan tanduknya secara bergantian. Setiap kali lewat binatang terakhir maka binatang yang pertama sudah kembali lagi melakukannya, sampai diputuskan perkara antara manusia (HR. Bukhari).
Hewan lainnya seperti kuda, keledai, dan khimar tidak dikenakan zakat, sebab hanya dipelihara sebagai hiasan atau untuk digunakan tenaganya. Tampaknya hanya Abu Hanifah yang
berpendapat bahwa kuda yang diternakkan (sa’
89
imah) wajib dizakati, tetapi kedua murid utamanya, Abu Yusuf dan Muhammad bin Hasan sendiri tidak sependapat dengannya dalam hal ini. Menurut keduanya, kuda tidak wajib dizakati, karena jelas dinyatakan oleh Nabi s.a.w. pada hadisnya yang diriwayatkan dari Abu Hurairah:85
ليس على المسلم في عبده وال فرسه صدقة
Artinya:
Tidak ada kewajiban shadaqah (zakat) atas orang muslim pada hamba sahaya dan kudanya.
Syarat wajibnya zakat ternak ialah :
a. Islam
Syarat pertama, calon muzaki haruslah beragama Islam. Abu Bakar ra. berkata:
ه فريضة الصدقة التي فرضها رسول هللا صلى هللا عليه وسلم على المسلمهذ
Artinya:
Inilah kewajiban sadaqah yang diwajibkan oleh Rasulullah saw. atas orang-orang Muslim.
85Lahmuddin Nasution, Fiqh…, I: 150.
90
Walaupun orang kafir akan diazab juga di akhirat karena tidak berzakat, namun mereka tidak dituntut mengeluarkannya. Akan tetapi, orang yang murtad setelah terkena kewajiban zakat, zakatnya diambil dari hartanya, baik dia masuk Islam kembali maupun tidak.
b. Merdeka
Hamba sahaya tidak wajib berzakat sebab mereka tidak memiliki harta atau pemiliknya tidak sempurna. Yang diwajibkan adalah orang yang merdeka. Untuk syarat ini, sekarang tidak ada orang yang berstatus hamba sahaya. Semua orang telah berstatus merdeka semenjak dihapuskannya perbudakan oleh PBB.
c. Milik Sempurna
Harta yang tidak, atau belum menjadi milik sempurna, tidak wajib dizakati. Dalam hal ini harta yang dirampas atau dicuri oleh orang lain, tidak wajib dizakati selama harta itu belum kembali, dengan alasan pemilikan atas harta itu terganggu, dan menjadi tidak sempurnanya sebab pemilik tidak dapat bertasarruf padanya.
91
d. Nisab
Artinya harta itu mencapai batas minimal yang ditentukan bagi setiap jenisnya.
e. Hawl
Yakni harta yang jumlahnya mencapai nisab itu telah dimiliki selama satu tahun penuh, sesuai dengan sabda Nabi saw.:
الزكاة في مال حتى يحول عليه الحول
Artinya: “ Tidak ada kewajiban zakat pada suatu harta sampai beredar atasnya masa satu
tahun” (HR. Abu Daud).
Walaupun hadis ini tidak kuat, tetapi ia ditopang oleh berbagai atsar dari para sahabat, khalifah yang empat dan yang lainnya, serta
kesepakatan para tabi’in. Ternak yang dimiliki selama kurang dari satu tahun, walaupun jumlahnya mencapai senisab, belum wajib di zakati. Akan tetapi, bagi anak-anak yang lahir setelah jumlah ternak itu mencapai senisab berlaku perhitungan hawl induknya. Induk bersama dengan anak-anaknya dizakati sekaligus dengan satu perhitungan. Hawl
92
disyaratkan pada zakat agar ternak itu sempat berkembang sebelum dikeluarkan zakatnya.
f. Sawm.
Artinya ternak itu dilepas untuk makan dari rumput yang mubah tanpa biaya atau dengan biaya yang ringan. Dalam sebuah hadis diterangkan:
إن النبي صلى هللا عليه وسلم قال في اإلبل السائمة كل أربعين بنت
لبون
Artinya:
Bahwasanya Nabi saw. bersabda, “pada unta yang dilepas, tiap empat puluh wajib seekor
bintu labun”.
Menurut pendapat Imam Malik dan Al-Lays as-sawm tidak menjadi syarat bagi wajibnya zakat ternak. Menurut mereka ini, unta, lembu dan kambing wajib dizakati, baik digembalakan maupun diberi makan. Akan
tetapi, Imam Syafi ’ i dan Jumhur ulama, berpendapat bahwa sifat as-sawm itu menjadi syarat bagi wajibnya zakat. Mereka
93
mengemukakan alasan: dengan adanya
sebutan fi al-sa ’ imati, sebagai qayd (pembatasan), di dalam hadis-hadis ini dapat dipahami bahwa as-sawm merupakan syarat bagi wajibnya zakat ternak. Qayd ini harus diberlakukan sama pada setiap hadis yang berbicara tentang zakat ternak tanpa menyebutkan as-sawm.
Jadi dengan demikian, ternak yang tidak lepas di penggembalaan, melainkan diberi makan sepanjang tahun atau pada sebagaian besar darinya, tidak wajib dizakati sebab pemberian makan seperti itu membutuhkan biaya besar. Lagi pula, biasanya hewan yang dipelihara dengan diberi makan, tidak dimaksudkan untuk berkembang biak, sehingga tidak layak dizakati.
Hewan yang dipekerjakan untuk membajak, memutar kincir air atau digunakan untuk pengangkutan tidak wajib dizakati, sekalipun ia dilepas untuk mencari makan sendri, sebab hewan seperti itu dipelihara untuk digunakan, jadi sama dengan pakaian, tidak dizakati.86
86Lahmuddin Nasution, Fiqh…, I: 150.
94
3. Zakat Hasil Bumi
a. Biji dan Buah-buahan
Zakat hasil bumi meliputi biji-bijian adalah semua yang ditanam pada waktu tertentu, seperti gandum, gandum syair, kacang, kacang himash (chick pea), kacang rumput (grass pea), kentang, kacang adas, biji, padi, dan sejenisnya. buah-buahan seperti korma, zaitun dan anggur.87 Berdasarkan firman Allah swt.:
تم وم ا ي أي ها الذين آمنوا أنفقوا من طي بات ما كسب أخرجنا لكم من الرض وال ت يمموا البيث منه ت نفقون ولستم بخذيه إال أن ت غمضوا فيه واعلموا أن الل غني
(267حيد )البقرة: Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami
87 Abu Bakar Jabir Al-Jazairi, Fiqh Ibadah (Solo: Media
Insani Publishing, 2006), hlm. 257.
95
keluarkan dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji (QS. Al-Baqarah : 267)
وهو الذي أنشأ جنات معروشات وغري معروشات والنخل والزرع متلفا أكله والزي تون والرمان متشابا وغري متشابه
رفوا كلوا من ثره إذا أثر وآتوا حقه ي وم حصاده وال تس ( 141إنه ال يب المسرفي )النعام:
Artinya:
Dan Dialah yang menjadikan kebun-kebun yang berjunjung dan yang tidak berjunjung, pohon korma, tanam-tanaman yang bermacam-macam buahnya, zaitun dan delima yang serupa (bentuk dan warnanya) dan tidak sama (rasanya), makanlah dari buahnya (yang bermacam-macam itu) bila ia berbuah, dan tunaikanlah haknya di hari memetik hasilnya (dengan disedekahkan kepada fakir miskin), dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
96
menyukai orang yang berlebih-lebihan (QS. Al-An’am : 141).
Para ulama telah sepakat mewajibkan zakat atas hasil bumi berupa tanaman-tanaman dan buah-buahan, yang sudah mencapai nisabnya (750 kg) pada setiap panen, berdasarkan Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 267 dan Al-An’am ayat 141. Persentase zakatnya ialah 10% bagi tanah yang tadah hujan, dan 5% bagi tanah yang mendapatkan air dengan alat mekanik atau dengan biaya.88
Dan dari riwayat Bukhari, Nabi Muhammad saw. bersabda :
الل صلى الل عليه وسلم أنه عن سال عن أبيه عن رسول سن فيما سقت السماء والعيون أو كان عثريا العشر وفيما
سقي بلنضح نصف العشر
Artinya:
88 Masjfuk Zuhdi, Masail Fiqhiyah (Jakarta: CV Haji
Masagung, 1987), hlm. 210.
97
Dari Salim, dari ayahnya, dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bahwasanya beliau menetapkan pada (hasil bumi) yang disiram oleh langit (hujan), dan mata air, atau diari dengan irigasi, sepersepuluh, dan pada yang disiram dengan menggunakan tenaga hewan (al-nadh) seperduapuluh. (HR. Bukhari)89
Dari dalil-dalil tersebut para ulama sepakat mengatakan wajibnya zakat pada dua jenis biji-bijian, gandum (hinthah) serta sya’ir, dan dua jenis buah-buahan, kurma dan anggur.
Abu Hanifah berpendapat bahwa zakat
wajib pada semua hasil bumi, kecuali rumput,
kayu api (hathab) dan bambu (qashb), dengan
alasan bahwa dalil-dalil, hadis dan ayat, yang
berkenaan dengan zakat bersifat umum,
sedangkan pengecualian ketiga macam ini
didasarkan atas adanya ijma’ bahwa itu tidak
wajib dizakati. Lebih lanjut ia juga berpendapat
bahwa zakat hasil bumi itu tidak terkait dengan
nisab. Jadi setiap hasil pertanian wajib di zakati,
baik sedikit maupun banyak. Ini juga
didasarkannya atas keumuman dalil-dalil
berkenaan.
89Lahmuddin Nasution, Fiqh …, hlm. 159.
98
Berbeda dengan Abu Hanifah, Imam
Malik dan Imam Syafi’ i berpendapat bahwa
selain empat jenis yang disepakati di atas, zakat
juga diwajibkan pada semua jenis hasil bumi yang
dapat dijadikan sebagai makanan pokok (qut) dan
tahan disimpan (yuddakhar) lama. Dalam hal ini
mereka beralasan bahwa kewajiban zakat itu
dikaitkan dengan illat yaitu keadaan hasil bumi itu
dapat dijadikan sebagai makanan pokok. Oleh
karena itu, semua yang bersifat demikian wajib
dizakati. Mereka juga mengemukakan bahwa
kewajiban itu terkait dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan sebagai nisabnya.90
Nisab biji makanan yang mengenyangkan dan
buah-buahan adalah 300 sha’ (lebih kurang 930
liter) bersih dari kulitnya. Sabda Rasulullah saw:
)رواه أوسق خمسة يبلغ حتى صدقة تمر وال حب فى ليس مسلم(
Artinya:
Tidak ada sedekah (zakat) pada biji dan buah-
buahan sehingga mencapai lima wasaq (HR.
Muslim).
90Lahmuddin Nasution, Fiqh …, hlm. 161.
99
صاعا ستون الوسق :قال وسلم عليه هللا صلى النبى أن سعيد أبى عن ماجه( وابن أحمد )رواه
Artinya:
Dari Abu Sa ’ id, sesungguhnya Nabi saw.
berkata:satu wasaq enam puluh sha ’ (HR.
Ahmad dan Ibnu Majah).
1 Wasaq = 60 Sha’
5 Wasaq = 5 x 60 Sha’ = 300 Sha’
1 Sha’ = 3,1 liter.
Jadi, 300 x 3,1 = 930 liter (satu nisab)
Zakatnya kalau yang diairi dengan air
sungai atau air hujan adalah 1/10 (10%). Tetapi
kalau diairi dengan air kincir yang ditarik oleh
binatang, atau disiram dengan alat yang memakai
biaya, zakatnya adalah 1/20 (5%). Sabda Nabi
Muhammad saw:
جابر عن رسول الل صلى الل عليه وسلم قال فيما عن سقت النار والغيم العشور وفيما سقت السانية نصف
)والنسائى مسلم و أحمد رواه(العشور
Artinya:
100
Jabir telah menceritakan hadist berikut yang ia
terima langsung dari Nabi saw. yang telah
bersabda: pada biji yang diairi dengan air sungai
dan hujan, zakatnya sepersepuluh, dan yang
diairi dengan kincir ditarik oleh binatang,
zakatnya seperdua puluh (HR. Ahmad, Muslim
dan Nasa’i)
Selebihnya dari satu nisab (300 Sha’) dihitung zakatnya menurut perbandingan yang tersebut di atas (10% atau 5%). Mulai wajib zakat biji dan buah-buahan ialah bila sudah dimiliki yaitu dari sesudah masak. Zakat itu wajib dikeluarkan tunai apabila sudah terkumpul, dan yang menerimanya sudah ada. Biaya mengurus biji dan buah-buahan, misalnya biaya mengetam, mengeringkan, membersihkan, membawanya, dan sebagainya semua itu wajib dipikul oleh yang punya (pemilik), berarti tidak mengurangi hitungan zakat itu sendiri.91
b. Zakat Hasil Tanah yang Disewakan
Dalam masalah ini ada beberapa pendapat sebagai berikut :
91 Sulaiman Rasjid Fiqh Islam (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2015), hlm. 204.
101
1) Jumhur (kebanyakan) ulama berpendapat, penyewa tanahlah yang wajib menzakatinya, sebab yang wajib di zakati itu adalah hasil tanahnya, bukan tanahnya sendiri. Maka yang memiliki hasil tanahnya itulah yang wajib menzakatinya. Mahmud Syaltut memperkuat pendapat Jumhur dengan alasan, bahwa beban zakat berkaitan dengan hasil tanamannya, sehingga zakatnya itu sebagai pernyataan syukur yang bersangkutan atas hasil tanaman yang baik, selamat dari musibah banjir, hama wereng dan sebagainya.
2) Abu Hanifah berpendapat, pemilik tanahnya yang berkewajiban mengeluarkan zakatnya, sebab tanah itulah asal mula timbulnya kewajiban zakat, tiada tanah tiada pula hasil tanaman.
Ibnu Rasyd menganalisis adanya perbedaan pendapat ulama tersebut adalah disebabkan oleh karena perbedaan sudut pandangannya. Apakah beban zakat itu berkaitan dengan tanahnya, ataukah dengan hasil tanahnya, ataukah dengan kedua-duanya, yakni tanah dengan hasilnya. Tampaknya Jumhur melihat kepada harta benda yang wajib dizakati, ialah berupa hasil tanamannya itu, sedangkan
102
Abu Hanifah melihat kepada harta benda yang menjadi asal mula timbulnya kewajiban zakat.92
4. Zakat Barang Dagangan
Barang dagangan (urudh al-tijarah) wajib dizakati berdasarkan hadis:
صدقتها البر وفي صدقتها الغنم وفي صدقتها بلاإل في
Artinya:
Pada unta ada kewajiban sadaqah, pada kambing ada kewajiban sadaqah, dan pada al-bazz ada kewajiban sadaqahnya (HR. Hakim).
Al-Bass ialah kain yang disiapkan oleh penjual kain untuk dijual. Dari hadist ini dipahami bahwa barang-barang yang disiapkan untuk dijual wajib dizakati. Selain itu, dalam ayat Al-Qur’an ditegaskan:
تم وما أخرجنا ي أي ها الذين آمنوا أنفقوا من طي بات ما كسب (267رض )البقرة: لكم من ال
Artinya:
92Masjfuk Zuhdi, Masail …, hlm. 213
103
Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu (Al-Baqarah: 267).
Menurut Mujahid ayat ini diturunkan berkenaan dengan zakat tijarah, barang-barang dagangan. Alasan lain yang dikemukakan ialah bahwa barang dagangan itu dimaksudkan untuk pengembangan (nama’) sama halnya dengan ternak yang digembalakan, dan oleh karena itu dikenakan zakat. Suatu barang dianggap menjadi barang dagangan bila terpenuhi dua syarat, yaitu:
a. Barang itu dimiliki melalui aqad yang mengandung pertukaran (‘iwad) seperti jual beli, atau sewa menyewa.
b. Pada waktu berakad, diniatkan bahwa barang itu akan diperdagangkan, tetapi niat seperti ini tidak diperlukan lagi pembelian-pembelian selanjutnya.
Nisab awal barang dagangan sama dengan nisab emas dan perak, yaitu 200 dirham atau 20 dinar, menurut nilai harganya pada akhir hawl. Jadi bila perdangan itu telah berlangsung satu hawl maka barang-barang itu wajib
104
diperhitungkan nilai harganya. Apabila pada akhir hawl itu nilainya, ditambah dengan uang yang ada ditangannya mencapai senisab wajiblah dikeluarkan zakatnya. Besarnya zakat yang harus dikeluarkan juga sama dengan emas dan perak, yakni seperempat puluh (2,5%) dari keseluruhan nilai barang serta uang yang dimilikinya, dan dibayarkan dalam bentuk uang, emas atau perak sesuai dengan modalnya.
5. Zakat Profesi
Salah satu sumber zakat kontemporer adalah zakat profesi. Yusuf Al-Qardhawi menyatakan bahwa penghasilan yang didapat dari profesi adalah penghasilan atau pendapatan yang diusahakan melalui keahliannya, baik keahlian yang dilakukan secara sendiri maupun secara bersama-sama. Keahlian yang dilakukan sendiri, misalnya profesi dokter, arsitek, ahli hukum, penjahit, pelukis, seorang da’i atau mubaligh dan lain sebagainya. Sementara keahlian yang dilakukan secara bersama-sama, misalnya pegawai baik pemerintah maupun swasta dengan menggunakan sistem upah atau gaji.
Hal yang menjadi landasan penetapan penghasilan atau pendapatan dari profesi
105
sebagai sumber zakat diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Ayat-ayat al-Qur’an yang bersifat umum mewajibkan semua jenis harta untuk dikeluarkan zakatnya.
b. Berbagai pendapat para ulama menyatakan adanya zakat profesi atau zakat penghasilan, meskipun dengan menggunakan istilah yang berbeda. Sebagian menggunakan istilah umum, al-amwaal atau al-maal, sementara sebagian lagi memberikan istilah khusus dengan istilah al-maal al-mustafaad, seperti terdapat dalam Fiqhus zakat dan al fiqh al islam wa Adillatuhu.
c. Dari sudut keadilan ciri utama ajaran Islam bahwa penetapan kewajiban zakat pada setiap harta yang dimiliki akan terasa sangat jelas, dibandingkan dengan hanya menetapkan kewajiban zakat pada komoditas-komoditas tertentu. Petani yang saat ini kondisinya yang secara umum kurang beruntung harus tetap berzakat, apabila hasil pertaniannya telah mencapai nisab. Oleh karena itu, sangat adil apabila zakat ini pun bersifat wajib pada penghasilan yang
106
didapatkan para dokter, para ahli hukum, konsultan dalam berbagai bidang, para dosen, para pegawai dan karyawan yang memiliki gaji tinggi, dan profesi lain-lainnya.
d. Sejalan perkembangan kehidupan umat manusia, khususnya dalam bidang ekonomi, kegiatan penghasilan melalui keahlian dan profesi ini akan semakin berkembang dari waktu ke waktu. Bahkan, akan menjadi kegiatan ekonomi yang utama, seperti terjadi di negara-negara industri sekarang.
Kalangan umat Islam internasional dalam Muktamar internasional I tentang zakat, di Kuwait (29 Rajab 1404 H bertepatan dengan tanggal 30 April 1984 M) telah menyepakati bahwa wajibnya zakat profesi apabila telah mencapai nisab, meskipun mereka berbeda pendapat dalam cara mengeluarkannya.
Secara nasional, melalui undang-undang No. 38 tentang pengelolaan zakat Bab IV pasal 11 ayat 2 telah dikemukakan bahwa harta yang dikenai zakat adalah emas, perak, dan uang, perdagangan dan perusahaan, hasil pertanian, hasil perkebunan, dan hasil perikanan, hasil pertambangan, hasil
107
peternakan, hasil pendapatn dan jasa, serta jasa. Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia telah memutuskan fatwanya mengenai zakat penghasilan dalam keputusan Fatwa Majelis Ulama Indonesia no. 3 Tahun 2003 tentang zakat penghasilan dengan keputusan sebagai berikut:
a. Ketentuan umum dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan penghasilan adalah setiap pendapatan seperti gaji, honorium, upah, jasa dan lain-lain yang diperoleh dengan cara halal, baik rutin seperti pejabat negara, pegawai atau karyawan, maupun tidak rutin seperti dokter, pengacara, konsultan, dan sejenisnya, serta pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan bebas lainnya.
b. Hukum semua bentuk penghasilan halal wajib dikeluarkan zakatnya dengan syarat telah mencapai nisab dalam satu tahun yakni senilai emas 85 gram.
c. Waktu pengeluaran zakat:
1) Zakat penghasilan dapat dikeluarkan pada saat menerima jika sudah cukup nisab.
2) Jika tidak mencapai nisab maka semua penghasilan dikumpulkan selama satu
108
tahun kemudian zakat dikeluarkan jika penghasilan bersihnya sudah cukup nisab.
d. Kadar zakat
Kadar zakat penghasilan adalah 2,5% dari ketentuan fatwa di atas bahwa semua yang dianggap penghasilan, baik rutin maupun tidak, wajib dikeluarkan zakatnya dengan persentase 2,5%. Pembayaran zakat penghasilan bisa dilakukan pada saat menerima penghasilan tersebut atau diakumulasikan pada akhir tahun.93
Tentunya pada masa sekarang ini
berbeda dengan masa awal Islam. Pada saat
sekarang ini banyak profesi yang bermunculan
yang mendapat rezeki secara gampang dan
melipah, yang kiranya tidak terbayang oleh para
ulama dan intelektual Islam terdahulu.
Pekerjaan-pekerjaan professional tertntu seperti
komisaris pemborong berbagai konstruksi,
bankir, konsulat, analisis, broker, dokter,
sutradara, apoteker, importir, notaris, dosen,
broker, artis, dan berbagai penjualan jasa lainnya
yang amat mudah menghasilkan uang/harta.
93Didin Hafidhuddin dan Rahmat Pramulya, Kaya …, hlm.
106.
109
Bahkan karena kemudahan tersebut,
sebagian cendekiawan seperti M. Amien Rais
malah menawarkan kadar zakat yang harus
dikeluarkan terhadap mereka bukan 2,5% (kadar
zakat emas dan perak) melainkan kadar zakatnya
dianalogikan pada zakat harta temuan yakni 10%
sampai 20% adapun alasan Amien Rais, bahwa
bagi pekerja profesi dengan sangat mudah
mendapatkan harta dan tidak perlu sampai keluar
keringat, sebagaimana petani di sawah.
Selain itu juga argumen sederhana yang
diungkapkan oleh Amien Rais tentang perbedaan
pengeluaran zakat terhadap hasil bumi
(pertanian/perkebunan); jika sawah
menggunakan air hujan maka kadar zakatnya
10% adapun sawah yang air dengan memakai
irigasi (sistem pengairan pompa/diesel), maka
kadar zakatnya lima persen.
Sisi lain bisa diambil suatu bentuk
dengan melihat tingkat usaha yang dilakukan
ketika semakin tinggi peranan pemilik sawah
dalam mendapatkan air untuk mengaliri
tanaman, maka semakin sedikit kadar zakat yang
dikeluarkan.
Berpegang pada ‘illah di atas, wajar jika
Amien Rais memberikan tawaran terhadap zakat
profesi dengan kadar dianalogikan pada zakat
110
harta temuan. 94 Meskipun demikian, itu
hanyalah pendapat cendekiawan, dan masih
perlu ditelaah kembali, terutama kaitannya
dengan dalil-dalilnya.
6. Zakat Hasil Tambang
Bila seseorang muzakki (muslim dan merdeka) menghasilkan senisab emas atau perak dari usaha penambangan yang dilakukan di tanah tak bertuan atau di tanah miliknya sendiri, maka emas atau perak itu menjadi miliknya dan ia wajib mengeluarkan zakatnya. Ini didasarkan atas hadis:
المعادن المزني الحارث بن بالل أقطع وسلم عليه هللا صلى النبى إن الزكاة منه وأخذ القبلية
Artinya:
Bahwa Nabi saw. memberi (iqtha’) bilal ibn al-Harits al-Muzani tanah pertambangan al-Qabliyyah dan beliau mengutip zakat darinya.
Zakat hasil tambang itu wajib dikeluarkan segera, tanpa menunggu berlalunya satu hawl. Jadi dalam hal ini perhitungan nisab tetap
94Muhammad dan Ridwan Mas‘ud, Zakat ..., hlm. 51.
111
disyaratkan karena dalil-dalil tentang persyaratan nisab itu bersifat umum, tidak membedakan antara jenis harta yang satu dengan yang lainnya. Akan tetapi tidak disyaratkan hawl karena persyaratan pada harta yang lainnya hanyalah agar harta itu dapat dikembangkan (nama’) untuk memperoleh keuntungan. Jika jumlah penghasilan tambang tidak mencapai senisab, maka ia tidak dikenakan zakat, sebab tidak memenuhi persyaratan. Akan tetapi, bila usaha penambangan itu dilakukan secara berkelanjutan maka perhitungan nisab dilakukan atas gabungan dari keseluruan pendapatannya. Apabila jumlahnya telah cukup senisab, ia wajib mengeluarkan zakatnya.
Zakat yang wajib dikeluarkan dari hasil tambang ini sama dengan zakat emas dan perak lainnya yaitu seperempat puluh bagian. Pendapat ini dikemukakan oleh Imam Syafi’i dan Imam Malik. Dalam hal ini Abu Hanifah berpendapat lain, menurutnya baik hawl maupun nisab tidak berlaku terhadap hasil tambang, dan jumlah yang wajib dikeluarkan pun bukan seperempat puluh, melainkan seperlima, sama dengan rikaz. Jadi menurutnya, hasil tambang banyak atau sedikit tetap wajib di zakati dan harus segera dikeluarkan seperlimanya.
112
Menurut versi Mas’ud, rincian nisab, haul
dan kadar pengeluaran zakat adalah sebagai
berikut:
No Jenis Harta Nishab Haul Kad
ar
1 2 3 4 5
A.
I
ZAKAT HARTA :
Emas, Perak, dan
Uang:
1. Emas Murni 94 gram
emas
1
Tahun
2,5
%
2. Perhiasan
Wanita,
Peralatan, dan
Perabot dari
emas
Senilai 94
gram
emas
murni
1
Tahun
2,5
%
3. Perak 672 gram 1
Tahun
2,5
%
4. Perhiasan
Wanita,
Peralatan, dan
Perabot dari
Perak
Senilai
672 gram
perak
1
Tahun
2,5
%
5. Logam Mulia
selain emas,
Senilai 94
gram
1
Tahun
2,5
%
113
perak, seperti
platina
emas
murni
6. Batu permata
seperti intan
berlian
Senilai 94
gram
emas
murni
1
Tahun
2,5
%
No Jenis Harta Nishab Haul Kad
ar
1 2 3 4 5
II Perusahaan/Pendapata
n/ Perdagangan
1. Industri seperti
tekstil, batik,
kapur,
tempe/tahu, dll.
Senilai 94
gram
emas
murni
1
Tahun
2,5
%
2. Industri
Pariwisata,
seperti hotel,
restoran,
bioskop, kolam
renang.
Senilai 94
gram
emas
murni
1
Tahun
2,5
%
3. Perdagangan,
seperti ekspor-
impor,
pertokoan,
warung, dll
Senilai 94
gram
emas
murni
1
Tahun
2,5
%
4. Jasa, seperti
notaris,
Senilai 94
gram
1
Tahun
2,5
%
114
akuntan, travel,
designer, dll.
emas
murni
5. Real estate,
seperti
perumahan,
penyewaan
rumah/ tanah
Senilai 94
gram
emas
murni
1
Tahun
2,5
%
6. Pendapatan,
seperti gaji,
honorarium,
komisi,
penghasilan
dokter
Senilai 94
gram
emas
murni
1
Tahun
2,5
%
7. Usaha-usaha
pertanian,
Perkebunan,
Perikanan,
seperti tambak,
kebun teh/kopi,
peternakan
ayam, dll
Senilai 94
gram
emas
murni
1
Tahun
2,5
%
8. Uang
simpanan,
seperti tabnas,
deposito, Uang
tunai
Senilai 94
gram
emas
murni
1
Tahun
2,5
%
III
BINATANG
TERNAK
40-120
ekor
1
Tahun
1
ekor
115
1. Kambing, Biri-
biri, Domba
121-200
ekor
1
Tahun
2
ekor
201-300
ekor
1
Tahun
3
ekor
2. Sapi 30 ekor 1
Tahun
1
ekor
umu
r 1
tahu
n
40 ekor 1
Tahun
1
ekor
umu
r 2
tahu
n
60 ekor 1
Tahun
2
ekor
umu
r 1
tahu
n
70 ekor 1
Tahun
1
ekor
umu
r 1
th
116
dan
1
ekor
umu
r 2
th
dan
1
ekor
umu
r 1
th
Tabel 2.5.
Tabel Nisab, Haul dan Kadar Harta-harta Zakat
Dari tabel di atas disebutkan jenis-jenis usaha
modern yang berkembang dan dapat meningkatkan
perekonomian seseorng yang belum ada pada zakam
Rasulullah saw. yaitu jenis Industri, pertanian dan
perkebunan, perdagangan modern, jasa dan pendapatan.95
F. Strategi Pengembangan Zakat di Indonesia
Walaupun terdapat pokok perbedaan antara zakat dan sumber-sumber modern keuangan negara, namun zakat dapat dihubungankan dengan empat norma perpajakan Adam Smith yaitu: persamaan,
95Muhammad dan Ridwan Mas‘ud, Zakat ..., hlm. 48.
117
kepastian, kemudahan, dan ekonomi. Pertama, menurut norma persamaan,: setiap warga dari suatu negara harus menyumbang untuk menyokong pemerintah, sebanding penghasilan yang mereka peroleh, untuk mendapatkan perlindungan negara. Setiap orang menyumbang guna pemeliharaan negara menurut kemampuannya. Karena itu orang kaya harus membayar lebih banyak dari orang miskin. Hal ini berlaku dalam sistem modern perpajakan yang menentukan pungutan pajak berdasarkan penghasilan seseorang. Sebaliknya, zakat dipungut atas tabungan yang dihimpun dengan tarif seragam yang menjamin pengorbanan yang sama. Di samping itu, zakat tidak dapat digunakan oleh negara sekehendak hatinya. Jelas dinyatakan bahwa tujuan zakat diperuntukkan buat si miskin, dan si kaya hanya sedikit atau secara tidak langsung memperoleh manfaat langsung daripadanya.
Kedua, menurut norma kepastian, ”pajak yang harus dibayar seseorang adalah pasti dan tidak dapat ditetapkan secara sewenang-wenang. Waktu pembayaran, jumlah yang akan dibayar, harus jelas dan nyata bagi si wajib pajak dan orang lain.” Pembayar pajak harus mengetahui jumlah yang harus dibayarkan sehingga ia dapat menyesuaikan pengeluaran dengan pendapatannya. Pembayar pajak juga harus mengetahui bila ia harus membayar
118
dan mengapa ia membayar. Mengenai kepastian zakat, tidak ada perbandingannya, karena ketentuan-ketentuan pokoknya ditetapkan secara pasti dan tidak berubah-ubah berdasarkan ketentuan illahi. Seperti setiap ajakan lainnya, prinsip penaksiran biasa akan memungkinkan negara memastikan jumlah pengahasilan yang data diperoleh dari zakat.
Ketiga, norma kemudahan menyatakan bahwa, ”setiap pajak harus direncanakan sedemikian rupa sehingga hanya mengambil dan menyingkirkan dari kantor rakyat sedikit mungkin, di samping yang dimasukannya ke dalam perbendaharaan negara.” Ketentuan tentang pemungutan zakat pun harus dibuat sesederhana mungkin sehingga tidak diperlukan pengetahuan khusus untuk mengetahuinya, dan karena itu pasti biaya menjadi ekonomis. Demikian pula sedikitnya ada dua puluhan ayat dalam Al Quran yang mempertautkan antara zakat dan shalat. Arti penting inilah yang meyebabkan zakat menjadi suatu ibadah yang sangat tinggi kedudukannya, dan dengan demikian menjadi mudah pelaksanaannya. Juga menjadi tidak mahal, dan dilakukan dengan sukarela.
Perlu dicatat bahwa akhir-akhir ini para ahli
ekonomi telah menambahkan dua norma mengenai
119
zakat yaitu norma produktifitas dan norma elastisitas.
Tidak perlu dikatakan bahwa zakat sangat konsisten
dengan norma produktifitas karena dikenakannya
uang yang menganggur dalam bentuk zakat yang
dengan sendirinya menyalurkan hasil pajak itu ke
bidang produksi, sehingga pada gilirannya dapat
menambah kekayaan nasional suatu negara. Memang
benar bahwa zakat nampaknya tidak elastis dalam arti
istilah modern, tetapi masalah elastisitas kehilangan
kekuatannya, karena dalam rangka menuju
masyarakat islami, seorang kepala negara dapat
membuat dan menetapkan pajak baru menurut
perubahan keadaan.96
Berbicara mengenai pembangunan atau
pengembangan zakat di Indonesia tentu tidak lepas
dari strategi pokok yang menunjang, agar
pembangunan tersebut berjalan baik dan sesuai
dengan harapan. Ada beberapa langkah, yang
menurut penulis, dapat dilakukan dalam rangka
akselerasi pembangunan zakat di Indonesia. Langkah-
langkah tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama, optimalisasi sosialisasi zakat. Perlu
disadari bahwa zakat membutuhkan sosialisasi yang
mendalam. Harus diakui pada satu sisi, kesadaran
masyarakat untuk berzakat semakin meningkat dari
96 M Abdul Manan, Teori dan Praktek Agama Islam
(Yogyakarta,1997), hlm. 264-266.
120
waktu ke waktu. Namun, pada sisi yang lain antara
potensi dana zakat dengan realisasi pengumpulannya
terdapat gap yang sangat besar. Untuk itu, sosialisasi
menjadi sebuah kebutuhan yang tidak dapat di tawar
lagi.
salah satu bentuk sosisalisasi adalah dengan
melakukan kampanye sadar zakat secara terus
menerus. Komponen bangsa, mulai presiden, diminta
untuk turut berpartisipasi dalam kampanye ini dengan
memberi contoh membayar zakat. Bahkan, untuk
mengefektifkan kampanye ini, presiden dan seluruh
kabinet indonesia bersatu di imbau untuk memiliki
NPWZ (nomor pokok wajib zakat) sebagai bukti
keterlibatan mereka di dalam mendukung sosialisasi
zakat ini. pada bulan ramadhan 1427 H, presiden dan
beberapa menteri sudah berzakat melalui BAZNAZ.
Koordinasi dan kerja sama dengan simpul-
simpul masyarakat, baik itu para ulama, ormas-ormas
Islam, cendikiawan, maupun masyarakat awam, harus
lebih diperkuat. Berbagai sarana dan media
komunikasi mulai dari khotbah jumat, pengajian
rutin, majlis taklim, hingga media massa, harus dapat
di manfaatkan secara optimal dalam sosialisasi zakat
ini. diharapkan kesadaran masyarakat akan semakin
tumbuh dan berkembang.
Kedua, membangun citra lembaga zakat yang
amanah dan profesional. Hal ini sangat penting untuk
dilakukan mengingat saat ini telah terjadi krisis
kepercayaan antar sesama komponen masyarakat.
121
Pembangunan citra ini merupakan hal yang sangat
fundamental. Citra yang kuat dan baik akan
mengiring masyarakat yang terkategorikan sebagai
muzakki untuk mau menyalurkan dana zakatnya
melalui amil. Sebaliknya, buruknya pencitraan hanya
akan mengakibatkan rendahnya partisipasi muzakki
untuk menyalurkan dananya melalui lembaga amil.
Dengan demikian, pencitraan amil ini merupakan hal
yang sangat strategis.
Akuntabilitas, transparansi, dan corporate
culture merupakan tiga hal pokok yang menentukan
citra lembaga yang amanah dan profesional. Harus
disadari bahwa profesi amil ini bukan merupakan
profesi sampingan yang di kerjakan dengan tenaga
dan waktu yang sisa. Yang membutuhkan komitmen
dan kesungguhan di dalam praktiknya. Profesi amil
telah tumbuh menjadi profesi baru dalam dunia bisnis
dan industri. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika
profesi amil dewasa ini menuntut profesionalitas
dalam praktiknya. Saat ini, bukan zamannya lagi
mengelola zakat secara asal-asalan. Sebab, tujuan
zakat untuk mengentaskan kemiskinan tidak akan
pernah tercapai bila zakat tersebut tidak di kelola
secara profesional dan transparan.
Ketiga, membangun sumber daya manusia
(SDM) yang siap untuk berjuang dalam
mengembangkan zakat di indonesia. Mungkin, peran
Institut managemen zakat (IMZ) sebagai sentra utama
dalam mencetak SDM-SDM yang siap menjadi
122
praktisi pengelola zakat perlu ditingkatkan. IMZ atau
yang sejenisnya ini sebaliknya dikelola secara
terpusat oleh BAZNAS (Badan Amil Zakat Nasional).
Model IMZ atau AIZ (Akademi Ilmu Zakat) ini
adalah model STAN yang berada dibawah naungan
Departemen Keuangan maupun sekolah-sekolah
tinggi yang berada di bawah naungan departemen-
departemen lainnya. IMZ dan atau AIZ ini, sesuai
dengan namanya, menawarkan program diploma
yang para alumninya akan disalurkan untuk bekerja
pada institusi-institusi zakat, seperti BAZNAS,
BAZDA, maupun LAZ-LAZ yang telah ada. Pada
saat ini, pemerintah (Departemen Agama) telah
menempatkan. PNS-PNS di BAZNAS dan BAZDA-
BAZDA.
Keempat, memperbaiki dan menyempurnakan
perangkat peraturan tentang zakat di Indonesia,
termasuk merevisi undang-undang No. 38/1999. Hal
ini sangat penting mengingat UU tersebut merupakan
landasan legal formal bagi pengelola zakat secara
nasional, termasuk melkukan revisi keppres tentang
BAZNAS.
Kelima, membangun database mustahik dan
muzakki secara nasional sehingga diketahui peta
penyebarannya secara tepat. Indikator seseorang
apakah terkategorikan sebagai mustahik ataupun
muzakki juga harus diatur secara jelas, tepat, dan di
sesuaikan dengan kondisi yang ada.
123
Keenam, menciptakan standarisasi mekanisme
kerja BAZ dan LAZ sebagai parameter kinerja kedua
lembaga tersebut. Selama ini, belum ada standar baku
dalam praktiknya. Oleh karena itu, hal ini telah
menjadi kebutuhan yang sangat mendesak agar
masyarakat memiliki ukuran yang jelas di dalam
mengontrol pengelolaan zakat di tanah air. Kemudian,
standarisasi tersebut juga dimaksudkan sebagai
indikator transparansi dan akuntabilitas institusi
zakat.
Ketujuh, memperkuat sinergi atau ta’awun
antar lembaga zakat, seperti yang sudah dilakukan
antara BAZNAZ dengan Dompet Dhu’afa, maupun
dengan yang lainnya. Sinergi ini diharapkan dapat
lebih meningkatkan pengumpulan dan
pendayagunaan zakat bagi kepentingan mustahik.
Sinergi antara BAZNAS dan FOZ harus lebih
ditingkatkan. Demikian pula dengan oramas-ormas
Islam lainnya.
Kedelapan, membangun sistem zakat nasional
yang mandiri dan prosfessional. Ini adalah ultimate
goal yang harus menjadi target kita bersama.
Perkembangan pengelolaan zakat dalam satu
dasawarsa ini telah menunjukkan hal yang sangat
menggembirakan. Pengelolaan zakat yang dulunya
dilaksanakan secara tradisional dengan zakat fitrah
sebagai sumber utamanya, kini telah mengalami
perubahan signifikan. Sumber-sumber zakat dalam
perekonomian modern dewasa ini semakin bervariasi.
124
Pengelolaan zakat menuntut profesionalisme dan
tanggung jawab lebih.
Zakat pun kini semakin menunjukkan perannya
yang semakin strategis. Bahkan, zakat telah dianggap
sebagai solusi atas permasalahan utama, yang
dihadapi oleh bangsa indonesia, yaitu kemiskinan dan
kesenjangan sosial. untuk itu, dibutuhkan komitmen
kuat dari semua pihak untuk menyukseskan
pembangunan zakat di Tanah Air.
Berdasarkan pada petunjuk syariah dan contoh
pelaksanaan di zaman Nabi Muhammad saw. dan para
sahabatnya serta realitas pengelolaan zakat di
Indonesia maka dalam Musyawarah Nasional Forum
Zakat (Munas FOZ) diusulkan penyusunan cetak biru
zakat Indonesia atau arsitektur perzakatan di
Indonesia, antara lain sebagai berikut.
1. Lima Tahun Pertama (2006-2011)
a. Sosialisasi kepada masyarakat tentang
pentingnya mengeluarkan zakat melalui amil
zakat. Sosialisasi ini dilakukan secara terus-
menerus oleh seluruh badan dan amil zakat
melalui kerja sama dengan semua organisasi
umat, seperti Majlis Ulama Indonesia (MUI),
Organisasi Islam, dan Lembaga-lembaga
Pendidikan Islam. Sosialisasi ini dilakukan
melalui televisi, surat kabar, majalah, radio,
medium khotbah jumat, majlis taklim, bahkan
melalui kurikulum lokal, bersama dengan
ekonomi syariah.
125
b. Sosialisasi ini mutlak dilakukan secara sinergi
antara sesama badan dan amil zakat.
c. Periode lima tahun ini sekaligus untuk melihat
badan dan lembaga amil zakat yang memiliki
kesugguhan untuk melakukan kegiatan kerja
sama, sinergi, dan koordinasi.
d. Pada periode ini, forum zakat (FOZ) diharapkan
menjadi zakat watch dengan anggotanya badan
amil zakat (BAZ) dan lembaga amil zakat
(LAZ) seluruh Indonesia.
2. Lima Tahun Kedua (2011-2017)
a. Menjadikan semua badan dan lembaga amil
zakat di Indonesia di bawah koordinasi/di
bawah payung, juga sebagai perwakilan badan
amil zakat nasional (BAZNAS) dengan
mengupayakan aspek pendayagunaan.
BAZNAS diharapkan menjadi “pusat
perzakatan” di Indonesia.
b. Untuk mengarah pada poin pertama, diperlukan
kegiatan-kegiatan kerja sama, baik yang
menyangkut konsep maupun yang menyangkut
implementasi.
c. Pada periode ini, forum zakat (FOZ) diharapkan
tetap menjadi zakat watch dengan anggotanya
yang bersifat individual (orang-orang yang
memiliki perhatian terhadap masalah zakat).
Pendanaanya dilakukan oleh para muzakki
maupun sumber dana lainnya.
126
Pada periode lima tahun pertama, diharapkan
revisi UU No. 38 Tahun 1999 tentang pengelolaan
zakat sebagai pengurang pajak sambil menyelesaikan
perangkat-perangkat yang berkaitan dengan hal
tersebut.97
Dalam upaya menuju kepada strategi
pengembangan zakat di atas, kondisi penunaian zakat
di Indonesia masih belum dapat dikategorikan
menjadi dua, yakni penunaian zakat ke lembaga zakat
(BAZ dan atau LAZ) dan penunaian zakat ke
mustahik langsung. Masih terdapat banyak kalangan
–pada masa transisi ini- yang menunaikan zakat
mereka, bukan pada kedua-duanya tadi, tapi kepada
lembaga sosial yang tidak secara khusus
menanganinya. Bahkan ada yang lebih khusus lagi,
yaitu dalam rangka untuk pembangunan masjid,
sekolah, rumah sakit dan lain-lain. Sesungguhnya itu
bermula dari penafsiran kata fi sabilillah yang
merupakan salah satu kriteria penerima zakat.
Pada pembagian zakat dalam surat At-Taubah,
Allah menyebut, (فى سبيل هللا). Para ulama salaf
menafsirkan dengan, “para pejuang di medan perang
dan orang-orang yang naik haji, agar terwujud makna
hak milik bagi orang-orang tertentu.” Inilah
penafsiran yang dipahami oleh ulama salaf dan para
fuqaha.
97Didin Hafidhuddin dan Rahmat Pramulya, Kaya …, hlm.
139.
127
Beberapa ulama, termasuk di dalamnya Ar-
Razi, memahami bahwa kata ( فى سبيل
mempunyai arti maknawi yang lebih umum. Jadi (هللا
setiap yang membawa manfaat bagi Islam adalah ( فى
Setelah itu, dewan fatwa Al-Azhar dan .(سبيل هللا
Syaikhul Azhar waktu itu, yaitu Syaikh Mahmud
Syaltut, mengeluarkan fatwa bahwa harta zakat
diperbolehkan untuk membangun masjid, lembaga
pendidikan, rumah sakit, dan yang lain, yang
bermanfaat bagi kaum muslimin.
Kemudian datanglah penulis-penulis yang
pendapatnya lebih longgar lagi dan mucullah badan-
badan pengumpul zakat untuk kepentingan umum
tersebut. Namun demikian ada pula sebagian
pendapat yang membatasi pengalokasian harta zakat
pada kolompok-kelompok yang tertera dalam ayat,
dengan beberapa alasan:
Pertama, adalah penafsiran yang maqbul
(diterima). Ibnu Qudamah berkata, “tidak
diperbolehkan menyalurkan zakat pada selain yang
telah ditetapkan oleh Allah dalam firman-nya, seperti
: membangun masjid, jembatan, irigasi, perbaikan
jalan, pengafanan orang mati, penghormatan terhadap
tamu, dan ibadah-ibadah lain yang tidak disebutkan
dalam firmannya.”
Ibnu Hazm berkata, “yang dimaksud dengan
adalah jihad di jalan Allah. Lalu beliau (فى سبيل هللا)
menyebutkan hadist yang diriwayatkan oleh Abu
128
Sa’id, “Zakat itu tidak dihalalkan bagi orang kaya
kecuali lima golongan: Pejuang yang berperang di
jalan Allah, amil zakat, gharim,...” Beliau juga
menyebutkan riwayat Ibnu Abbas yang membolehkan
memberi zakat kepada orang yang naik haji, dengan
maksud sebagai (فى سبيل هللا). Lalu beliau memberi
komentar, “saya setuju, karena setiap perbuatan baik
adalah (فى سبيل هللا). Akan tetapi, semua sepakat bahwa
yang dikehendaki oleh Allah dalam pembagian zakat
adalah tidak semua bentuk kebajikan. Jadi zakat,
menurut pendapat ini, tidak boleh disalurkan kecuali
pada tempat penyaluran yang telah dijelaskan oleh
Allah.”
Kedua, harta zakat hanya sebagian kecil saja
dari harta kekayaan asal. Biasanya 2,5% atau 1/10
atau 1/20 dari hasil tanam. Kelompok yang mendapat
bagian juga terbatas. Jadi apabila zakat disalurkan
pada tempat-tempat lain, itu berarti mengabaikan hak
kelompok-kelompok yang sudah ditentukan oleh
syariat.
Jika negara-negara modern menetapkan anggaran
belanja cadangan dan keperluan lain-lain secara
terpisah agar tidak mengganggu anggaran belanja
yang lain, maka bagaimanakah seorang muslim
diperbolehkan melangkahi orang-orang yang
memerlukan bantuan yang tertera dalam firman Allah
swt.
Ketiga, dalam Islam zakat adalah sarana untuk
memperkuat ikatan kaum muslimin. Jika transparasi
129
dalam pengambilan dan pengalokasian zakat semakin
terlihat, akan semakin kuat rasa cinta dan hubungan
sesama Muslim. Jadi tatkala seorang muslim tergoda
untuk berbuat jahat kepada muslim yang lain, ia akan
teringat dengan kebaikan muslim tersebut.
Keempat, adalah sarana untuk berbuat
kebaikan. Jika ia bersifat umum, maka kewajiban
penguasa untuk melaksanakannya, seperti: perbaikan
jalan, irigasi, dan lainnya. Kita semua ingat akan
perkataan Umar r.a.,”seandainya ada seekor keledai
ditemukan (tersesat) di Irak, maka aku akan ditanya
(bertanggung jawab), ‘kenapa tidak engkau
mudahkan jalannya?” Umar tidak berkata, “Saya akan
bertanya kepada penduduk itu tentang zakat dari
keledai tersebut.”
Peran zakat dalam kehidupan pribadi dan
masyarakat muslim akan semakin terlihat manakala
pengalokasiannya tidak keluar dari kelompok-
kelompok yang telah di-nash (ditetapkan) Allah
dalam ayat-nya. Jika ia berubah menjadi satu
kepentingan umum, maka ikatan antara makna ibadah
yang ada dalam pelaksanaan zakat dengan ukhuwah
yang merupakan hikmah dari pensyariatan zakat akan
terputus.98
Demikian penjelasan dari sebagian kalangan
yang tidak memperkenankan alokasi zakat untuk
kepentingan-kepentingan pembangunan fisik dan
98Muhammad bin Ahmad As-Shalih, Manajemen …., hlm. 99.
130
sejenisnya. Namun demikian, argument yang
disampaikan oleh kalangan yang memperbolehkan
alokasi zakat tersebut untuk hal-hal fisik juga tidak
diragukan keabsahannya. Terlebih bahwa dari 8
ashnaf mustahik zakat, hanya ada satu kelompok yang
tidak menggunakan bentuk subjek, yakni fi sabilillah.
Itu menunjukkan bahwa suatu ketika boleh jadi
alokasi distribusi zakat itu memang lebih mendesak
untuk pembangunan fisik, daripada untuk
kepentingan personal masyarakat muslim. Hanya saja
yang perlu diingat, itu hanyalah satu bagian saja dari
8 kelompok penerima zakat.
G. Berzakat di Lembaga Zakat
Dalil bahwa zakat harus dikelola langsung oleh pemerintah adalah Q.S. At-Taubah ayat 103 sebagai berikut:
Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Mengetahui (Q.S. At-Taubah: 103).
131
Dalam ayat tersebut jelas bahwa perintah Allah s.w.t langsung ditujukan kepada Nabi s.a.w. sebagai penguasa agar memungut harta shadaqah. Jumhur ulama semenjak dahulu sampai sekarang mengatakan bahwa yang dimaksud harta shadaqah dalam ayat tersebut adalah harta zakat.99 Sehingga selain perintah itu ditujukan kepada Nabi s.a.w., juga kepada setiap orang yang mengurus urusan kaum muslimin sesudahnya.
Bahkan khalifah Abu Bakar juga menggunakan ayat ini sebagai dalil, tatkala hendak memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat sepeninggal Rasul s.a.w. Tidak terdapat seorang sahabat pun yang mengatakan bahwa ayat tersebut bukan untuk wajib zakat. Demikian pula ulama-ulama Islam sesudah mereka, dalam rangka menolak segala kesyubhatan itu.
Dalam hadis shahih yang diriwayatkan Bukhari,
Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, an-Nasa’i dan Ibnu Majah, dari Ibnu Abbas bahwa Nabi s.a.w. ketika mengutus Muadz ke Yaman, beliau berkata:
99Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu az-Zakaah… terj. Salman Harun
dkk, hlm. 734.
132
Beritahukanlah kepada mereka, bahwa Allah s.w.t. telah mewajibkan dari sebagian harta-harta mereka, untuk disedekahkan. Diambil dari orang kaya untuk diberikan kepada mereka yang fakir. Apabila mereka mentaatimu dalam hal ini, maka peliharalah kehormatan harta mereka dan takutlah doa orang yang teraniaya. Sungguh tidak ada penghalang antara doa mereka itu dengan Allah s.w.t. (HR. 6 Perawi terkemuka, dari Ibnu Abbas).
Hadis ini menjelaskan bahwa urusan zakat itu diambil oleh petugas untuk dibagikan, tidak dikerjakan sendiri oleh orang yang mengeluarkan
zakat. Al-‘Asqalani menjelaskan bahwa penguasa adalah orang yang bertugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat, baik ia sendiri secara langsung maupun oleh wakilnya yang ditunjuk. Apabila mereka menolak, maka zakat itu akan diambil paksa dari mereka.100 Pendapat yang sama juga dikutip Asy-Syaukani.101 Demikian berat resiko
100Ibnu Hajar al-‘Asqalani, Fathu al-Baary ..., III: 23.
101Asy-Syaukani, Nail al-Authaar …, IV: 124.
133
seorang amil zakat, sehingga wajar jika Rasulullah s.a.w. bersabda:
Orang yang bertugas untuk mengumpulkan zakat dengan benar itu seperti orang yang berperang di jalan Allah.102
Pemaksaan dalam memungut harta zakat dari umat Islam yang telah mencapai nisab, itu sesungguhnya hanya berlaku bagi seorang muslim yang tidak mau berzakat tetapi ia masih meyakini kewajiban berzakat. Adapun jika seorang muslim telah mengingkari kewajiban zakat, maka yang berlaku bagi muslim tersebut adalah hukum yang berlaku pada seorang yang murtad dari agama Islam. Oleh karenanya, Abu Bakar memerangi orang-orang yang tidak mau membayar zakat, dengan perkataan beliau,
Demi Allah sungguh aku akan memerangi orang yang membedakan antara (kewajiban) shalat dan (kewajiban) zakat.103
102 Abu Yusuf, Kitaabu al-Kharaaj (Beirut: Daaru al-
Ma‘rifah, 1979), hlm. 81.
103Ali Abdurrasul, Al-Mabaadi’ …, hlm. 177.
134
Selain dalil-dalil qauli di atas, fakta sejarah juga mencatat bahwa Rasulullah s.a.w. dan khulafaurrasyidin serta para pemimpin sesudah mereka, senantiasa mengangkat petugas untuk mengambil zakat. Yusuf Qaradhawi menerangkan tentang banyak riwayat yang mendukung hal itu.104 Dalam hadis shahih Bukhari-Muslim dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah. s.a.w. telah menjadikan seorang laki-laki dari Azad yang bernama Ibnu Lutbiah sebagai petugas dalam urusan zakat. Dari Abu Dawud, bahwa Nabi s.a.w. telah mengutus
Abu Mas‘ud sebagai petugas zakat. Dalam Musnad Ahmad dikemukakan, bahwa ia telah mengutus Abu Jahm bin Hudzaifah sebagai petugas zakat. Demikian pula beliau juga telah mengutus Amir sebagai petugas zakat. Kemudian diriwayatkan pula dari
hadis Qurrah bin Da ‘ mush, bahwa ia telah
mengutus Qais bin Sa‘d sebagai petugas zakat. Dalam musnad Ahmad disebutkan pula dari hadis Ubadah bin Shamit, bahwa Rasulullah s.a.w. telah mengutusnya untuk mengambil zakat dari orang yang wajib mengeluarkan zakat. Ia pun telah
104Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu az-Zakaah…, II: 736-737.
135
mengutus Wahid bin Uqbah sebagai petugas zakat ke Bani Mushtaliq.
Dari keterangan di atas, Nabi s.a.w. telah memaksimalkan pengelolaan zakat di seluruh jazirah Arab, melalui petugas zakatnya. Petugas tersebut bertugas mengurusi dan mengelola kewajiban zakat dari orang yang wajib mengeluarkannya. Rasulullah s.a.w. membekali para petugas itu dengan nasehat dan petuah dalam rangka bermuamalah dengan pemilik harta dan senantiasa berwasiat, agar mereka memperlihatkan kasih-sayang dan memberikan kemudahan kepada pemilik harta, dengan tanpa meremehkan hak Allah. Para petugas itu sangat takut sekali jika mendapatkan harta umum tanpa hak walaupun sedikit jumlahnya. Ini semua menunjukkan bahwa semenjak zaman Nabi s.a.w. masalah zakat itu adalah urusan dan tugas pemerintah. Atas dasar ini pula Rasulullah s.a.w. merasa perlu untuk menugaskan para petugas zakat pada setiap kaum dan bangsa yang telah masuk Islam. Petugas itu mengambil zakat dari orang kaya dan membagikannya kepada mustahiqnya. Demikian pula yang dilakukan oleh para khalifah sesudahnya.
Fatwa para sahabat juga mengarahkan kepada pengumpulan zakat kepada para penguasa. Di antaranya riwayat dari Sahl bin Abu Waqash (dalam
136
Qaradhawi: 1994), dari ayahnya, ia berkata: Telah terkumpul padaku nafkah yang telah sampai batas nisab zakat, kemudian aku bertanya kepada Saad bin
Abi Waqash, Abu Hurairah, Ibnu ‘Umar dan Abu Said Al-Khudri, apakah aku membagikan sendiri atau menyerahkan kepada penguasa. Mereka semuanya memerintahkan kepadaku untuk menyerahkan zakat pada penguasa, tidak ada seorang pun di antara mereka yang berbeda pendapat tentang urusanku
itu. ” Dalam satu riwayat disebutkan, ” Aku bertanya kepada mereka, apakah penguasa ini melakukannya sesuai dengan apa yang kalian ketahui (ini terjadi di zaman bani Umayyah), sehingga aku
menyerahkan zakatku kepada mereka?” Mereka
semua menjawab, ” Ya serahkanlah zakat itu
kepada mereka”.
Dari keterangan tersebut tampak jelas bahwa sekalipun penguasa itu zalim, tetapi para sahabat tetap memfatwakan agar menyerahkan zakat kepada
mereka. Kata Ibnu ‘Umar, ”Serahkanlah sedekah (zakat) kamu sekalian pada orang yang dijadikan Allah sebagai penguasa urusan kamu sekalian. Barang siapa yang berbuat baik maka akan bermanfaat buat dirinya dan barang siapa yang
berbuat dosa maka akan mudharat bagi dirinya”.
137
Bahkan ada riwayat dari Qaj’ah, budak yang
dimerdekakan Ziad, bahwa Ibnu ‘Umar pernah
berkata, ”Serahkanlah zakat kamu sekalian pada penguasa, walaupun dengan itu mereka
mempergunakannya untuk minum khamr”.
Demikian pula riwayat dari Mughirah bin Syu’bah memperkuat hal ini. Ia berkata kepada budak yang dimerdekakannya yang mengurus hartanya di
Thaif, ” Apa yang kau lakukan terhadap zakat
hartaku?” Ia menjawab, ”Sebagian aku berikan sendiri (kepada mustahiqnya) dan sebagian lagi aku
serahkan kepada para penguasa. ” Mughirah
berkata, ”Atas dasar apa hal itu kamu lakukan?” (Mughirah membencinya karena budaknya itu menyerahkan zakatnya secara langsung kepada
mustahiq) ia menjawab, ” Para penguasa itu mempergunakan harta zakat untuk membeli tanah
dan mengawini wanita.” Mughirah menjawab, ”Serahkanlah harta itu kepada penguasa. Sesungguhnya Rasulullah s.a.w. telah menyuruh kita
untuk menyerahkan zakat kepada mereka.” (Imam Baihaqi: Dalam As-Sunan al-Kabir)
Itulah gambaran para ulama generasi awal (generasi sahabat) dahulu. Sedangkan para ulama
generasi ketiga dan keempat -para fuqaha ’
138
mazhab- memiliki kriteria baru dalam mengklasifikasikan kewajiban zakat pada harta. Mereka membagi harta yang wajib dizakati atas harta zahir dan harta batin. Harta zahir adalah harta yang dimungkinkan mengetahui dan menghitungnya oleh selain pemiliknya, yaitu meliputi hasil bumi, seperti biji-bijian, buah-buahan, dan kekayaan hewan ternak, seperti unta, sapi dan kambing. Sedangkan harta batin adalah uang dan sejenisnya serta harta perdagangan.
Menurut pendapat mazhab Hanafi, tugas pengurusan harta zahir diserahkan kepada para penguasa, bukan dikelola sendiri oleh pemiliknya. Alasannya, karena Abu Bakar memerintahkan mereka untuk mengeluarkan zakat dan memerangi orang yang enggan mengeluarkannya. Selain itu, Imam itu wakil rakyat dengan kekuasaan yang diterimanya, sehingga tidak boleh mengembalikan harta zakat itu kepada orang yang mewakilkannya (rakyat). Adapun harta batin, diserahkan langsung oleh pemiliknya. Memang pada mulanya masalah ini diserahkan pada penguasa, kemudian pada zaman Utsman r.a. pengelolaan dana zakat diserahkan kepada para pemiliknya masing-masing, karena ia melihat adanya kemaslahatan dalam hal ini, serta disepakati oleh para sahabat. Kemaslahatan tersebut disimpulkan setelah Utsman melihat bahwa
139
pemasukan baitul mal pada masanya terdiri dari fai
’ , ganimah, pajak, upeti, zakat perdagangan dan sedekah, itu semua mencapai nilai yang cukup besar, setelah Allah s.w.t. memenuhi janjinya memberikan kemenangan. Wajar jika kemudian Utsman memberikan kepercayaan pembayaran zakat secara langsung oleh setiap muzaki.
Menurut mazhab Maliki, zakat itu wajib diberikan kepada penguasa yang adil untuk kemudan dibagikan, meskipun dia berbuat zalim selain dalam kedua perbuatan itu, dan ini berlaku untuk semua
jenis zakat. Adapun mazhab Syafi ‘ i memperbolehkan untuk membagikan zakatnya secara langsung oleh dirinya sendiri, atas harta batin (emas, perak, harta perdagangan dan zakat fitrah). Sedangkan harta zahir, hasil pertanian dan barang pertambangan, tentang kebolehannya ada dua pendapat. Pendapat yang paling zahir itu boleh (qaul jadiid). Akan tetapi wajib diberikan kepada penguasa apabila adil. Apabila penguasa zalim maka ada dua pendapat. Pertama boleh akan tetapi tidak wajib. Kedua, dan ini yang paling shahih, wajib menyerahkan kepada penguasa, karena untuk melaksanakan aturannya dan tidak menjauhinya.
Menurut pendapat mazhab Hambali, tidak wajib menyerahkan zakat kepada penguasa. Akan
140
tetapi diperbolehkan bagi penguasa mengambilnya. Sama saja apakah penguasa ini adil atau zalim.
Ulama-ulama kontemporer seperti Abdul Wahab Khalaf dan Muhammad Abu Zahrah, sebagaimana dijelaskan al-Qaradhawi (1994), mereka mengatakan bahwa sekarang sudah tentu bahwa yang mengumpulkan zakat dari semua harta, baik zahir maupun batin adalah penguasa. Hal itu dikarenakan banyak orang telah meninggalkan kewajiban zakat atas semua hartanya, baik zahir maupun batin. Mereka tidak melakukan perwakilan sebagaimana yang dilakukan oleh Utsman dan penguasa sesudahnya. Jika penguasa mengetahui bahwa rakyatnya tidak membayarkan zakat, maka hendaklah mereka mengambilnya secara paksa. Selain itu, alasan lain adalah karena secara keseluruhan semua harta itu kurang lebih adalah harta zahir. Harta perdagangan yang bergerak dihitung setiap tahunnya berdasarkan perputaran uang. Demikian pula uang, kebanyakan dititipkan pada bank-bank atau yang sejenis dengan itu.
Fahim Khan menegaskan bahwa institusi zakat memang tampaknya mungkin dianggap bukan merupakan bagian dari sistem finansial sebagaimana layaknya. Akan tetapi institusi zakat memiliki berbagai akibat yang secara langsung dapat
141
dirasakan oleh sistem finansial sebuah negara.105 Hal itu tidak mungkin terlaksana kecuali jika zakat memang dikoordinir oleh sebuah lembaga pengelola tingkat nasional dalam sebuah negara, baik oleh lembaga pemerintah ataupun lembaga swasta.
Walaupun demikian, sebagian ulama seperti Abu Bakar Al-Jazairi tidak memberikan ketegasan tentang keharusan memberikan zakat kepada pemerintah Islam. Al-Jazairi hanya menyebutkan bahwa seorang muslim diperbolehkan memberikan zakatnya kepada pemimpin (imam) muslim meskipun ia berbuat sewenang-wenang. Dengan membayarkan zakat kepadanya, seorang muslim telah dianggap terlepas dari kewajiban berzakat, sebagaimana sabda Nabi s.a.w. tentang kewajiban
berzakat, “Apabila engkau menunaikannya (zakat) kepada utusanku, maka engkau telah terlepas dari kewajiban berzakat, engkau mendapatkan pahalanya dan bagi orang yang merubahnya
mendapatkan dosanya.”106
105Fahim Khan, Essays in Islamic Economics (Leicester: The
Islamic Foundation, 1995), hlm. 79.
106Abu Bakar Jabir al-Jazairi, Minhaaju al-Muslim (Kairo:
Daaru as-Salaam, cet. ke-4, tt.), hlm. 229.
142
Jika diperhatikan dengan seksama, polemik tentang pembolehan membayar zakat kepada selain pemerintah bahkan kepada mustahiq langsung, memang sesuatu yang tidak dapat disepakati oleh para ulama. Namun demikian sebagian pemikir ekonomi Islam telah menganggap itu sebagai sesuatu yang final, sebagaimana yang pernah ditulis oleh F. R. Faridi, yang mengupas tentang kemungkinan kebijakan fiskal negara berbasis zakat. Mayoritas negara-negara muslim gagal menerapkan kebijakan ini. 107 Hal ini tidak terlepas dari polemik berkepanjangan yang mempengaruhi loyalitas setiap muslim dalam membayarkan zakatnya kepada pemerintah, sehingga mereka pun tidak dapat mengawasi secara optimal dan pemerintah muslim pun tidak dapat bekerja secara profesional. Bahkan Faridi juga menyebutkan tentang kemungkinan alokasi dana zakat untuk anggaran publik, dalam rangka meningkatkan kondisi pekerjaan mereka, mengembangkan fasilitas rumah, pelayanan kesehatan, program training, lembaga pendidikan
107F. R. Faridi, “Zakat and Fiscal Policy” dalam Studies in
Islamic Economics, edited by Khurshid Ahmad (Leicester: The Islamic
Foundation, 1976), hlm. 124.
143
dan lain sebagainya.108 Semua target tersebut tidak mungkin berhasil tanpa adanya pengelolaan zakat secara bersama-sama dalam sebuah negara, baik itu oleh pemerintah maupun lainnya.
Sejarah pelaksanaan zakat di Indonesia tidak terlepas dari kebijakan pemerintah Hindia Belanda masa lalu. Pemerintah Hindia Belanda memiliki kebijakan terhadap agama yang dicantumkan dalam beberapa pasal dari indisce Stastsregeling, di antaranya pada pasal 134 ayat 2 yang mengarah pada policy of religion neutrality, yaitu pelumpuhan syariat secara keseluruhan. Politik agama netral tersebut mengakibatkan Pemerintah Hindia Belanda tidak melakukan campur tangan dalam urusan agama, kecuali untuk suatu kepentingan. 109 Sebagaimana tercantum dalam Bijblad Nomor 1892 tanggal 4 Agustus 1893 tentang pengawasan pelaksanaan zakat dan fitrah. Kemudian dalam Bijblad Nomor 6200 tanggal 28 Februari 1905
108Ibid., 128.
109 Kepentingan itu misalnya ketertiban masjid, zakat dan
fitrah, naik haji, nikah, talak, rujuk dan pengajaran agama Islam. Lihat
Amiruddin Inoed dkk., Anatomi Fiqh Zakat, Potret dan Pemahaman
Badan Amil Zakat Sumatera Selatan (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2005), cet. ke-1, hlm. 125-126.
144
menyebutkan tentang larangan bagi segenap pegawai pemerintahan maupun priyayi bumi putra turut campur dalam pelaksanaan zakat fitrah. Hal itu dilakukan, menurut Daud Ali, dalam rangka melemahkan dana kekuatan rakyat yang bersumber dari zakat.110 Bahkan para naib atau penghulu yang bekerja untuk melaksanakan administrasi kekuasaan Pemerintah Belanda, termasuk administrasi zakat, tidak diberi gaji atau tunjangan untuk biaya hidup mereka dan keluarganya.111
Dengan adanya aturan itu, pengelolaan zakat umat Islam di Indonesia berlangsung secara perorangan atau melalui kiyahi, guru-guru ngaji dan lembaga-lembaga keagamaan nonpemerintah. Kondisi pengelolaan zakat seperti itu berlangsung hingga tahun 1968.
Pasca tahun 1968 adalah tahun yang sangat penting bagi sejarah pelaksanaan zakat di Indonesia, karena sejak tahun itu pemerintah mulai ikut serta
110Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam Zakat dan
Wakaf (Jakarta: Penerbit UI, 1988), cet. ke 1, hlm. 33.
111Ibid., hlm. 32.
145
menangani pelaksanaan zakat. 112 Intervensi pemerintah ini bermula dari dikeluarkannya Peraturan Menteri Agama Nomor 4 dan Nomor 5/1968, masing-masing tentang pembentukan Badan Amil Zakat dan pembentukan Baitul Mal (semacam balai harta kekayaan), di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kotamadya.
Beberapa hari setelah peraturan itu keluar, ada seruan Presiden Soeharto dalam pidato peringatan
Isra’ Mi‘ raj tanggal 26 Oktober 1968 tentang anjuran pelaksanaan zakat secara intensif untuk menunjang pembangunan Negara dan Presiden siap menjadi amil zakat nasional. Seruan itu lalu
112Amiruddin Inoed dkk., Anatomi Fiqh Zakat…, hlm. 126.
Tetapi perlu dicatat bahwa meskipun tahun 1968 dianggap sebagai tahun
yang sangat penting dalam hal pelaksanaan zakat di Indonesia,
sesungguhnya cikal bakalnya telah ada semenjak tahun 1967. Saat itu
pemerintah telah menyiapkan Rancangan Undang-Undang (RUU) zakat
yang akan dimajukan ke DPR untuk disahkan menjadi undang-undang.
Rencana Undang-Undang Zakat yang telah disiapkan oleh Menteri
Agama ini, diharapkan akan didukung oleh Menteri Sosial (karena erat
hubungannya dengan pelaksanaan pasal 34 Undang-Undang Dasar
(UUD 1945), dan Menteri Keuangan (karena hubungannya dengan
pajak. Lihat Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam …, hlm. 36.
146
ditindaklanjuti dengan keluarnya Surat Perintah Presiden No. 07/PRIN/1968.113
Perkembangan intervensi pemerintah Indonesia dalam memberikan pendidikan manajemen pengelolaan zakat yang profesional terus dilaksanakan hingga kini. Tercatat beberapa peraturan yang pernah dibuat, di antaranya: 114
1. Undang-Undang Nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat.
2. Keputusan Menteri Agama RI Nomor 373/2003 tentang pelaksanaan UU nomor 38 tahun 1999 tentang pengelolaan zakat sebagai upaya menyadarkan masyarakat muslim untuk menunaikan zakat.
3. Keputusan Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dan Urusan Haji Nomor D/291 tahun 2000 tentang pedoman teknis pengelolaan zakat.
Setelah itu ada kecenderungan baru dalam pelaksanaan zakat di Indonesia. Pada tanggal 29 Mei 2002 Presiden Republik Indonesia meresmikan silaturrahmi dan rapat koordinasi nasional ke 1
113Amiruddin Inoed dkk., Anatomi Fiqh Zakat …, hlm. 126
114Ibid., hlm. 127.
147
Badan Amil Zakat Nasional dan Lembaga Amil Zakat seluruh Indonesia di Istana Negara.
Dalam pidatonya, Presiden menekankan agar Badan Amil Zakat baik di tingkat nasional maupun daearah, ataupun pengurus Lembaga Amil Zakat di tingkat nasional maupun daerah, untuk tidak ragu-ragu bekerjasama dengan Menteri Agama, Menteri Keuangan, Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah maupun menteri terkait lainnya.115
Pasca penekanan poin di atas oleh Presiden, lembaga-lembaga zakat mulai menjamur. Pengertian lembaga-lembaga zakat, dalam hal ini meliputi lembaga-lembaga penghimpun dana zakat yang mendapatkan izin resmi dari pemerintah. Sehingga
meskipun ada sebuah lembaga – seperti masjid, mushalla dan sejenisnya- yang ikut menghimpun dana dan mendistribusikannya, dalam hal ini tidak termasuk ke dalam pengertian lembaga-lembaga zakat. Lembaga-lembaga tidak resmi seperti itu, sebagian besar dibagikan kepada masyarakat secara langsung, sehingga tidak jauh berbeda dengan masyarakat yang membagikan zakatnya secara langsung door to door. Sehingga lebih dekat
115Bagian Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf Jakarta,
Pedoman Zakat 9 Seri (Jakarta: t.p., 2002), hlm. 328.
148
dikategorikan sebagai zakat yang diberikan kepada penerima zakat secara langsung. Namun demikian, agar mendapatkan persepsi yang menyeluruh, dalam riset ini akan diklasifikasikan menjadi 3 jenis muzaki dari sisi penyalurannya kepada obyek penerima zakat; Yaitu kepada lembaga zakat, kepada mustahiq secara langsung dan kepada masjid atau mushalla terdekat.
Ada dua klasifikasi lembaga-lembaga zakat di Indonesia, yaitu Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ). BAZ adalah lembaga zakat resmi milik pemerintah Republik Indonesia, sedangkan LAZ adalah lembaga zakat swasta yang mendapatkan izin resmi dari pemerintah. Dua klasifikasi lembaga zakat inilah yang dimaksud dalam riset ini.
Pemahaman umat Islam tentang lembaga zakat sangat terbatas jika dibandingkan dengan pemahaman mereka tentang shalat dan puasa, misalnya. Ini disebabkan karena pendidikan keagamaan Islam di masa lampau kurang menjelaskan pengertian dan masalah zakat.
149
Akibatnya, karena kurang memahami, pelaksanaan zakat pun menjadi kurang.116
H. Pelayanan Lembaga Zakat
Di antara alasan utama pendirian lembaga zakat adalah untuk menjadikan seseorang memiliki usaha ekonomi secara mandiri, daripada hanya sekedar memberikan dana konsumtif kepada seseorang tanpa adanya perencanaan. Memberikan roti kepada seseorang untuk dimakan tidak lebih baik daripada memberikan kemampuan kepada orang tersebut untuk dapat meraih roti tersebut.117 Atau dalam istilah Perdana Menteri Malaysia Abdullah
Ahmad Badawi, “Jangan beri mereka (kaum miskin papa) ikan, tetapi jadikan mereka mampu untuk
menangkap ikan.”118
Menurut Abdul Haseeb Ansari, sebenarnya lembaga zakat -nonpemerintah- itu tepatnya hanya ada di komunitas muslim yang minoritas, di mana
116Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam ..., hlm. 54.
117Abdul Aziz bin Muhammad, Zakat and Rural Development
in Malaysia (Berita Publishing, 1993), hlm. 32-41.
118New Straits Time, 6/8/2007, diakses tanggal 27 Juli 2012.
150
pemerintah tidak dapat mengelola dana zakat secara langsung. Dalam hal ini Pemerintah di Negara minoritas muslim tersebut cukup sekedar memberikan payung hukum untuk pendirian, fungsi pengelolaan, akuntabilitas dan pembubaran lembaga tersebut.119
Namun demikian, ternyata Negara Indonesia meskipun berpenduduk mayoritas muslim, masih
ada “ lembaga zakat” di kalangan masyarakat. Hal ini tidak dapat dilepaskan dari pemahaman masa lalu umat Islam yang minim tentang zakat ini. Apalagi pengelolaan zakat oleh pemerintahan Islam di Indonesia telah lama absen. Sejarah mencatat bahwa pengelolaan zakat oleh pemerintah Indonesia modern belum pernah terjadi, kecuali hanya melalui Badan Amil Zakat yang tidak sendirian dalam bekerja, karena masih ada lembaga-lembaga zakat milik swasta yang bahkan secara kualitas lebih baik daripada milik pemerintah.
119Abdul Haseeb Ansari dan Ahmad Ibrahim, “Distributive
Justice in Islam: An Expository Study of Zakah for Achieving a
Sustainable Society”, dalam Australian Journal of basic and Applied
Sciences, V, no. 8: 391, 2011.
151
Memang sebelum kemunculan pemerintahan Indonesia modern, dahulu pernah ada pengelolaan zakat oleh pemerintah, yaitu pada masa Kerajaan Islam Pasai dan Kerajaan Islam Demak. Namun itu tidak berlangsung lama, karena era kolonialisme menghapus sistem pengelolaan zakat oleh pemerintah dan menggantinya dengan sistem pajak.120 Semenjak saat itu sampai sekarang -kurang lebih 5 abad, waktu yang sangat lama- pengelolaan zakat di Indonesia diserahkan kepada masyarakat. Hal ini berbeda dengan Negara Malaysia yang pengelolaannya meskipun tidak ditangani Pemerintah Pusat secara langsung, tetapi tetap dapat terfokus menjadi satu di bawah kendali Pemerintah Bagian (Pemerintah Daerah) masing-masing.121
120Fidiana, Iwan Triyuwono dan Akhmad Riduwan, “Zakah
Perspective as a Symbol of Individual and Social Piety” dalam Global
Conference on Business and Finance Proceedings, VII, No. 1, 2012.
121 Pengelolaan dana zakat terbaik di Malaysia adalah di
Pemerintah Bagian Selangor. Pengelolaan zakat di kawasan tersebut
melibatkan beberapa lembaga lain untuk optimalisasi pengelolaan dana
zakat, khususnya zakat produktif. Lembaga-lembaga yang dilibatkan
seperti MARDI (Malaysian Agricultural Research and Development
institute), MARA (Majlis Amanah Rakyat), SMIDEC (Small and
Medium Industries Development Corporations), UPEN (Unit
Perancangan Ekonomi Negeri) dan Pemerintah Negara Selangor (seperti
152
Pelayanan lembaga zakat tidak terlepas dari konsep melayani yang menjadi kewajiban pemerintah terhadap seluruh rakyatnya. Islam selalu menegaskan bahwa pemimpin itu pelayan. Demikian pula ketika lembaga zakat didirikan itu tidak terlepas dari konsep melayani sebagaimana ketika negara melayani umatnya. Pelayanan menurut Batinggi adalah katalisator yang mempercepat apa yang ingin atau seharusnya dicapai.122 Pelayanan tersebut pada saat ini seringkali mengacu pada konsep good governance yang diberlakukan oleh negara-negara maju dalam melihat pemerintah itu baik atau tidak. Good governance bermula dari adanya kepentingan lembaga-lembaga donor seperti Persatuan Bangsa Bangsa (PBB), Asian Development Bank (ADB), Bank Dunia maupun International Monetary Fund (IMF) dalam memberikan bentuk pinjaman modal kepada negara-negara yang sedang berkembang. Good governance ini digunakan sebagai syarat bagi negara yang membutuhkan pinjaman modal dan juga sebagai standar penentu untuk mencapai
Pemda). Lihat Nurul Husna Haron, Hazlina Hassan Nur Syuhada Jasni
dan Rashidah Abdul Rahman, “Zakat for Asnafs’ Business By Lembaga
Zakat Selangor” dalam Malaysian Accounting Review, Special Issue,
No. 2, 2010, IX: 131-135.
122 Batinggi, Materi Pokok Pelayanan Umum (Jakarta:
Universitas Terbuka, 2005), hlm. 1,3.
153
pembangunan yang berkelanjutan dan berkeadilan.123
Menurut Bintoro Tjokroamidjojo, Good Governance memiliki 5 (lima) prinsip utama, yaitu: akuntabilitas (accountability), transparansi (transparency), keterbukaan (openness), penegakan hukum (rule of law), dan jaminan/kewajaran (fairness) atau a level playing field (perlakuan yang adil atau perlakuan kesetaraan).124
Asian Development Bank menyebutkan adanya konsensus umum bahwa good governance dilandasi oleh 4 pilar, yaitu: accountability, transparency, predictability dan participation.125
Menurut United Nation Development Program (UNDP) good governance memiliki 10 prinsip sebagai berikut: 1) Partisipasi; 2) Kepastian aturan hukum (rule of law); 3) Transparansi; 4) Kesetaraan
123 Hafifah Sj. Sumarto, Inovasi, Partisipasi dan Good
Governance (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003), hlm. 5.
124 Bintoro Tjrokroamidjojo, Pengantar Administrasi
Pembangunan (Jakarta: LP3ES, 1985), hlm. 75.
125 Dikutip dari artikel “Public Administration in the 21-st
Century” yang diterbitkan oleh Asian Development Bank, tidak
diterbitkan.
154
(equality); 5) Daya tanggap (responsiveness); 6) Memiliki visi (vission); 7) Akuntabel; 8) Supervisi; 9) efektif dan efisien; 10) Profesionalisme.126
Sepuluh prinsip UNDP tersebut banyak diadopsi oleh pemerintah Indonesia, khususnya terkait dengan kualitas pelayanan publik. Pada hakikatnya, kualitas pelayanan publik merupakan pemberian pelayanan prima kepada masyarakat yang merupakan perwujudan kewajiban aparatur pemerintah sebagai abdi masyarakat. Pelayanan prima ini, berdasarkan Keputusan Menpan No. 63 Tahun 2004 memiliki landasan: 1) Transparansi; 2) Akuntabilitas, dapat dipertanggungjawabkan; 3) Kondisional, sesuai dengan kondisi untuk memenuhi prinsip efektivitas dan efisiensi; 4) Partisipatif, mendorong peran serta masyarakat; 5) Kesamaan hak, tidak diskriminatif; 6) Keseimbangan hak dan
126UNDP/Governance Unit Jakarta, “Introducing Good Local
Governance The Indonesian Experience”, 2002, dalam
http://www.undp.or.id diakses tanggal 10 Mei 2011. Lihat pula Agus
Dwiyanto, Mewujudkan Good Governance melalui Pelayanan Publik
(Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2006), cet. ke-2. Lihat pula
Sedarmayanti, Good Governance (Kepemerintahan yang Baik) dalam
Rangka Otonomi Daerah (Bandung: Mandar Maju, 2003), hlm. 7-8.
Lihat pula Sadu Wasistiono, Kapita Selekta Penyelenggaraan
Pemerintahan Daerah (Bandung: Fokusmedia, 2003), cet. ke-4, hlm. 71.
155
tanggung jawab antara pihak pemberi dan penerima layanan.
Dari pendapat-pendapat di atas, setidak-tidaknya dapat diambil beberapa prinsip good governance yang dapat diterapkan pada lembaga zakat, yaitu prinsip akuntabilitas, transparansi dan profesionalisme. Ketiga hal itu harus dipenuhi oleh sebuah lembaga untuk menuju kepada pelayanan yang baik.
Selain konsep good governance di atas, ada pula konsep kualitas pelayanan yang menurut Zeithaml dan Bitner dapat diukur dengan mempertimbangkan lima faktor: 127 1) Sarana fisik (tangible); 2) Keterandalan dalam menyediakan pelayanan (reliability); 3) Kesanggupan memberikan pelayanan cepat dan tepat (responsiveness); 4) Keramahan dan sopan santun yang meyakinkan kepercayaan pelanggan (assurance); 5) Sikap penuh perhatian terhadap konsumen (empathy).
127 Zeithaml and Bitner, Service Marketing Integrating
Customer across the Firm (Boston: Mc Graw Hill, 2000), 2nd ed.
156
Menurut Gummerson dalam Ratminto, kualitas pelayanan memiliki empat sumber keterkaitan:128 1) Bergantung pada waktu pertama jasa didesain untuk memenuhi kebutuhan pelanggan (design quality); 2) Bergantung pada kerjasama antara bagian produksi dan bagian pemasaran (production quality); 3) Berhubungan dengan janji perusahaan dengan pelanggan (delivery quality); 4) Berkaitan dengan hubungan antara perusahaan dan stakeholder (relationship).
Pendapat Zeithaml dan Bitner, juga Gummerson tentang pelayanan di atas sesungguhnya beberapa hal di antaranya bersinggungan dengan tiga hal yang telah disebutkan sebelumnya, yakni akuntabilitas, transparansi dan profesionalitas. Oleh karenanya pendapat mereka tidak dipergunakan secara keseluruhan dalam tulisan ini. Beberapa hal yang dapat dipergunakan sebagai landasan teori untuk pelayanan lembaga zakat adalah pendapat Zeithaml dan Bitner bahwa di antara cara mengukur kualitas pelayanan adalah melalui sarana fisik (tangible) dan keterandalan dalam menyediakan pelayanan (reliability). Sarana
128Ratminto, Manajemen Pelayanan Pengembangan Model
Konseptual (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), hlm. 98.
157
fisik mengacu kepada sarana fisik (tangible) berbentuk lokasi gedung yang dimiliki oleh lembaga zakat. Sedangkan keterandalan dalam menyediakan pelayanan mengacu kepada kemudahan mengakses lembaga zakat (aksestabilitas).
Dari pendapat Gummerson, ada dua hal yang dapat dipergunakan sebagai landasan teori, yaitu kualitas pelayanan bergantung pada waktu pertama jasa didesain untuk memenuhi kebutuhan pelanggan (design quality) dan berkaitan dengan hubungan antara perusahaan dan stakeholder (relationship). Ketergantungan kualitas pelayanan dengan waktu pertama jasa didesain untuk kebutuhan pelanggan (design quality) menghasruskan lembaga zakat memiliki komunikasi dengan para pelanggan, dalam hal ini adalah masyarakat muslim, khususnya muzaki. Sedangkan keterkaitan kualitas pelayanan dengan hubungan antara perusahaan dan stakeholder, mengharuskan lembaga zakat berusaha untuk mempopulerkan dirinya di tengah-tengah masyarakat.
Dari uraian di atas, pelayanan lembaga zakat memiliki beberapa dimensi yang dijadikan sebagai tolok ukur, yaitu akuntabilitas, transparansi, profesionalitas, aksestabilitas, lokasi, komunikasi dan popularitas.
158
I. Distribusi Konsumtif dan Produktif Dana Zakat
Dana zakat pada awalanya lebih didominasikan oleh pola pendistribusian secara konsumtif, namun demikian dalam pelaksanaan yang lebih mutakhir saat ini, zakat mulai dikembangkan dengan pola distribusi dana zakat secara produktif. Sebagaimana yang telah dicanangkan dalam buku pedoman zakat yang diterbitkan Ditjen Bimas Islam dan Urusan Haji Departemen Agama (2002: 244), untuk pendayagunaan dana zakat, bentuk inovasi distribusi dikategorikan dalam empat bentuk sebagai berikut:
1. Distribusi bersifat konsumtif tradisional yaitu zakat dibagikan kepada mustahik untuk dimanfaatkan secara langsung, seperti zakat Fitrah.
2. Distribusi bersifat konsumtif kreatif yaitu zakat yang diwujudkan dalam bentuk lain dari barangnya semula, seperti zakat yang diberikan dalam bentuk alata sekolah, dll
3. Ditribusi bersifat produktif tradisional yaitu zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barang yang produktif, seperti zakat berupa sapi, kambing dan lain-lain.
159
4. Ditribusi bersifat produkrif kreati yaitu zakat diwujudkan dalam bentuk permodalan baik untuk memebangun proyek sosial atau menambah modal pedagang pengusaha kecil.
Pola yang sangat menarik untuk segera dikembangkan adalah pola menginvestasikan dana zakat. Pola distribusi produktif sangat efektif untuk untuk dapat memproyeksikan perubahan seorang mustahik menjadi muzaki. Sedangkan pola menginvestasikan dana zakat diharapkan dapat efektif memfungsikan sistem zakat sebagai suatu bentuk jaminan sosiokultural masyarakat muslim, terutama untuk kelompok miskin/defisit atau dengan bahasa lain sekuritas sosial.
Mufraini menjelaskan secara rinci terkait dengan pola distribusi konsumtif dan pola distribusi produktif dana zakat, sebagai berikut:129
a. Distribusi Konsumtif Dana Zakat
Biro Pusat Statistik (BPS) mengukur kemiskinan dari ketidakmampuan orang/keluarga
129 M. Arif Mufraini, Akuntansi dan Manajemen Zakat:
Mengomunikasikan Kesadaran dan Membangun Jaringan, Jakarta:
Kencana, 2006, Edisi I, Cet. I, hlm. 146-159.
160
dalam mengkonsumsi kebutuhan dasar (tingkat konsumsi), konsepnya menjadikan konsumsi beras sebagai indikator utama. Sedangkan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) melihatnya dari ketidakmampuan memenuhi kebutuhan dasar dan kebutuhan sosial psikologis (tingkat kesejahteraan). Kemudian United Nation Development Program – Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP-PBB) mengukur berdasarkan ketidakmamapuan orang dalam memperluas pilihan-pilihan hidupnya pada tataran transisi ekonomi dan demokrasi Indonesia (model pembangunan manusia).
Kesemua model pengukuran di atas, jika dikaitkan dengan pengembangan pola distribusi dana zakat secara konsumtif berarti konsep dari pola pendistribusian diarahkan kepada:
1.) Upaya Pemenuhan Kebutuhan Konsumsi Dasar Dari Para Mustahik
Ini sama halnya dengan pola distribusi bersifat konsumtif tradisional yaitu zakat dibagikan kepada mustahik untuk dimanfaatkan secara langsung, dengan begitu realisasinya tidak akan jauh dari pemenuhan sembako bagi kelompok delapan asnaf. Hanya saja yang menjadi persoalan kemudian adalah seberapa besar volume zakat yang bisa
161
diberikan kepada seorang mustahik, apakah untuk kebutuhan konsumtifnya sepanjang tahun (pendapat maksimalis) ataukah hanya untuk memenuhi kebutuhan makan satu hari satu malam (pendapat minimalis). Sebenarnya untuk kedua pendapat di atas, menurut hemat penulis, tidak ada yang bisa diusung sebagai sebuah pola bila melihat kondisi masyarakat Indonesia. Bentuk pendistribusian seperti ini kemungkinan besar akan sangat tidak mendidik jika diberikan sepanjang tahun dan tidak akan berarti apa-apa jika hanya diberikan untuk pemenuhan kebutuhan sehari semalam. Dikhawatirkan pola ini akan membuat tingkat dan perilaku konsumsi mustahik (consumption behavior) akan mempunyai ketergantungan tinggi kepada penyaluran dana zakat, apalagi bila mustahik sangat sadar bahwa dana zakat yang terkumpul tersebut hak mereka.
Untuk itu dalam rangka optimalisasi, dana terkumpul dari instrumen zakat mal sebaiknya tidak diarahkan untuk penyaluran sembako. Biarlah instrumen pemerataan pendapatan islami lainnya yang mengambil alih, seperti dana infak, sedekah dan hasil zakat fitrah. Penerpan instrument ini tidak bisa dilakukan terus-menerusdalam jangka waktu
162
tertentu, akan tetapi berlaku insidental, seperti pada saat umat muslim merayakan idul fitri ataupun pada saat mendapatkan musibah, seperti kebakaran rumah, kecelakaan, sakit atau musibah local/nasional seperti bencana alam.
Dan kalaupun lembaga amil berkehendak untuk melaksanakan secara periodik, pola pendistribusiannya dapat diarahkan kepada pemenuhan kebutuhan pokok yang benar-benar dapat meningkatkan gizi yang dapat meningkatkan pola makan delapan asnaf untuk meningkatkan kualitas kesehatan tubuhnya.
Penyuluhan tembako yang ideal dapat terlaksan, apabila tingkat kesadaran perusahaan-perusahaan yang bergerak di bidang industry pengadaan pangan Indonesia turut serta sebagai pelaku wajib zakat, karena secara teori fikih zakat, kategori aset wajib zakat komoditas perdagangan dapat disalurkan dari komoditas itu sendiri atau dalam bentuk yang setara dengan mata uang. Dengan begini bila peusahaan-perusahan tersebut menyalurkan dalam bentuk komoditas yang menjadi industri mereka di bidang pangan, maka lembaga amil dapat
163
segera menyalurkannya zakat dalam bentuk barang tersebut (pangan sembako) kepada para mustahik.
2.) Upaya Pemenuhan Kebutuhan yang Berkaitan dengan Tingkat Kesejahteraan Sosial dan Psikologis.
Pola konsumtif untuk item kedua ini dapat diarahkan kepada perindistribusian konsumtif non makanan (sembako), walaupun untuk kepentingan konsumtif mustahik. Beberapa hal yang dapat kami contohkan untuk meningkatkan kesejahteran masyarakat mustahik adalah distribusi yang mengupayakan renovasi tempar-tempat pemukiman bagi masyarakat delapan asnaf.
Sedangkan untuk meningkatkan kesejahteraan psikologis, lembaga amil dapat menyalurkannya dalam bentuk bantuan pembiayaan untuk mustahik yang hendak melangsungkan pernikahan atau sunatan missal bagi anak-anak mustahik. Karena penyebab penyimpangan psikologis adalah keterlambatan dalam melaksanakan pernikahan, apalagi hal tersebut disebabkan atas ketidak mampuan mustahik secara materi.
164
3.) Upaya Pemenuhan Kebutuhan yang Berkaitan dengan Peningkatan Sumber Daya Manusia agar dapat Barsaing Hidup di Alam Transisi Ekonomi dan Demokrasi Indonesia
Untuk poin ketiga, pola distribusi yang harus menjadi primadona adalah penyaluran dana zakat dalam bentuk peningkatan kualitas pendidikan delapan asnaf atau mustahik, untuk itu tidak mesti harus berupa beasiswa untuk sekolah umum. Namun bisa diarahkan untuk penyelengaraan pendidikan dan pelatihan untuk meningkatan ketrampilan nonformal (luar sekolah) yang dapat dimanfaatkan mustahik untuk kelanjutan menjalani hidup dan mengapai kesejahteraannya, seperti jahit menjahit, pelatihan bahasa asing dan pelatihan kerja profesi lainnya. Untuk penyaluran bentuk item ketiga ini lembaga amil ini harus mampu melihat peluang dan tantangan yang ada pada kondisi lokal berkaitan dengan aktivitas perekonomian dan penerapan sistem demokrasi.
Dalam pelaksanaan dan penerapan rencana strategis, lembaga BAZ/LAZ harus mampu melakukan pemantauan yang
165
berkesinambungan, baik kondisi pemetaan delapan asnaf secara umum, dalam jangka pendek pemantauan harus dapat memberikan data dan informasi yang tepat tentang rumah tangga mustahik. Pemantauan harus dilaksanakan berdasarkan indikator-indikator yang mencakup persepsi kesejahteraan menurut masyarakat di kabupaten ditambah dengan prinsip-prinsip umum pembangunan berkelanjutan yang diterapkan pemerintah daerah maupun pusat.
b. Ditribusi Produktif Dana Zakat
Saat ini yang menjadi trend dari Islamisation process yang dikembangkan oleh para pemikir kontemporer ekonomi Islam adalah, pertama: mengganti ekonomi sistem bunga dengan sistem ekonomi bagi hasil (free interest), Kedua: mengoptimalkan system zakat dalam perekonomian (fungsi restribusi Income). untuk trend ini sejumlah pemikiran inovatif mengenai intermediary system dikembangkan oleh para ahli ekonomi Islam. Hal ini tentunya diikuti kesadaran bahwa masyarakat muslim sampai saat ini masih dalam sekatan ekonomi terbelakang, artinya permasalahan pengentasan kemiskinan dan kesenjangan sosial (unequality income) dimiliki
166
oleh sejumlah besar negara yang justru berpenduduk mayoritas Islam.
Belakangan ini, intermediary system yang mengelola investasi dan zakat seperti perbankan Islam dan lembaga pengelola zakat lahi secara menjamur. Lembaga perbankan bergerak dengan proyek investasi non riba, sedangkan lembaga zakat selain mendistribusikan zakat secara konsumtif, saat ini juga telah mengembangkan sistem distribusi dana zakat secara produktif.
Seperti yang disinyalir dalam surat At-Taubah: 60. Artinya, “Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha bijaksana. Maka pola distribusi dana zakat produktif menjadi menarik untuk dibahas mengingat statemen syariah menegaskan bahwa dana zakat yang terkumpul sepenuhnya adalah hak milik dari mustahik delapan asnaf. Hal ini pulalah yang kemudian menjadi salah satui alasan munculnya polemik justifikasi illegal syar’i sejumlah fuqoha untuk pola
167
distribusi produktif pada zakat. Kerenanya konsep ditribusi produktif yang dikedepankan oleh sejumlah lembaga pengumpul zakat, biasanya dipadupadankan dengan dana yang terkumpul lainnya yaitu sedakahdan infaq. Hal ini meminimalisir adanya perbedaan pendapat akan pola produktif dana zakat.
Pemetaan alokasi dana dari hasil zakat, infaq dan sedekah pada praktiknya berbeda satu sama lain, artinya tanggung jawab moral seorang muslim yang diminta peduli kepada pemerataan pendapat, terlebih dahulu diupayakan untuk memenuhi kewajiban zakat, kemudian dialokasikan kepada setiap kategori delapan asnaf adalah 1/8 atau 12,5%. Jika hasil dana zakat tidak memenuhi kebutuhan masyarakat muslim defisit, barulah tanggung jawab moral muslim surplus dialihkan kepada infaq dan sedekah.
Terlepas dari perbedaan pendapat dalam fiqih dan polemik inovasi pendanaan yang diambil dari dana zakat, infaq dan sedekah, skema yang dikedepankan dari pola qardhul hasan sebenanya sudah bagus sekali (brilliant), mengingat:
1. Ukuran keberhasilan sebuah lembaga pengumpul zakat adalah seandainya lembaga
168
tersebut dapat menjadi salah satu elemen dari sekuritas sosial yang mencoba mengangkat derajat kesejahteraan seorang mustahik menjadi muzaki. jika pola konsumtif yang dikedepankan, tampaknya akan sulit tujuan ini bisa tercapai.
2. Modal yang dikembalikan oleh mustahik kepada lembaga zakat, tidak berarti bahwa modal tersebut sudah tidak lagi menjadi haknya si mustahik yang diberikan pinjaman tersebut. Ini artinya bisa saja dana tersebut diproduktifkan kembali dengan memberi balik kepada mustahik tersebut yang akan dimanfaatkan untuk penambahan modal usahanya lebih lanjut. Dan kalaupun tidak, hasil akumulasi dana zakat dari hasil pengembalian modal akan kembali didistribusikan kepada mustahik lain yang juga berhak. Dengan begitu ada harapan lembaga amil dapat benar-benar menjadi partner bagi mustahik untuk pengembangan usahanya sampai terlepas dari batas kemustahikannya.
J. Potret Hubungan Antara Zakat dan Pajak Hubungan antara pajak dan zakat masih
menjadi polemik yang berkepanjangan di kalangan
169
umat Islam hingga saat ini. Banyak versi yang
mencoba memetakan hubungan tersebut secara tepat.
Setidak-tidaknya ada empat pendapat dalam hal ini
yaitu:130
1. Zakat dan pajak adalah dua kewajiban sekaligus
terhadap agama dan negara, yang dikemukakan
oleh Yusuf Qardhawi. Qardhawi memandang
bahwa zakat dan pajak adalah dua kewajiban yang
sama-sama wajib atas diri kaum muslim. Hanya
saja pajak diwajibkan atas kondisi tertentu.
2. Zakat adalah kewajiban terhadap agama dan pajak
adalah kewajiban terhadap negara. Pendapat Gazy
Inayah ini pada prinsipnya memisahkan antara
kekuasaan Tuhan dan Raja/Presiden. Kelompok ini
berpendapat bahwa ada pemisahan antara
kekuasaan Tuhan dan raja, di mana zakat adalah
hak Allah dan pajak merupakan hak raja/kaesar.
Pendapat ini bermula dari paham sekularisme yang
memisahkan antara agama dan negara. Itu
sebagaimana yang diyakini oleh kaum kristiani,
“Give to Caesar what belongs to Caesar, and give
to God what belongs to God.” (Markus 12: 17).
3. Pajak itu adalah zakat, sebagaimana dikemukakan
oleh Masdar F. Mas’udi, artinya kalau seseorang
130 Gusfahmi, Pajak Menurut Syariah (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 2011), cet. ke-2, hlm. 186.
170
telah membayar pajak, maka berarti ia telah
membayar zakat. Mas’udi mengatakan bahwa
zakat adalah roh dan pajak adalah badannya. Roh
dan badan tak mungkin dipisahkan. Artinya kalua
seseorah telah membayar zakat, maka berarti ia
sudah membayar zakat. Zakat merupakan landasan
teorinya sedangkan pajak adalah praktiknya.
4. Pajak tidak wajib, tetapi bahkan hukumnya haram,
sebagaimana dikemukakan oleh Dr. Hasan Turabi
(Sudan). Pendapat ini dilandasi oleh kekhawatiran
ulama, bahwa jika pajak dibolehkan, maka akan
menjadi alat penindas rakyat oleh penguasa.
Dalam perkembangannya, polemik seputar
pajak dan zakat di banyak negara muslim tersebut
kemudian mengerucut pada dominasi pendapat
pertama yang menganggap zakat dan pajak itu adalah
dua kewajiban sekaligus terhadap agama dan negara.
Sedangkan pendapat kedua yang memisahkan antara
kekuasaan Tuhan dan kekuasaan negara
sesungguhnya adalah upaya yang tidak realistis untuk
saat sekarang. Selain itu pendapat kedua ini juga
membuka jalan bagi umat Islam untuk tidak
mengindahkan perintah negara dan tidak
berpartisipasi dalam pemerintahan. Yang terpenting
adalah perintah agama, tidak perlu aktif terlibat dalam
negara. Dengan kata lain, jika tidak membayar pajak
juga tidak dosa. Adapun pendapat ketiga yang
menganggap pajak adalah zakat sebenarnya adalah
171
pendapat yang pragmatis. Afzalur Rahman telah
menepis pendapat yang mengatakan bahwa zakat
adalah pajak, dengan dalih zakat telah memenuhi
persyaratan perpajakan, yaitu: (1) Pembayaran yang
diwajibkan; (2) Tidak ada balasan atau imbalan; (3)
Diwajibkan kepada seluruh masyarakat suatu negara.
Menurut Rahman, dua persyaratan pertama memang
benar, tetapi syarat yang ketiga itu tidak sama antara
zakat dan pajak, karena zakat hanya dikenakan pada
umat Islam saja, tidak pada nonmuslim.131 Selain itu,
pragmatisme pendapat ketiga ini juga karena tidak
ditopang oleh pemahaman fikih secara mendalam.
Terlalu rumit bagi pengusungnya untuk menguraikan
perbedaan antara fai’, ghanimah, dharibah, kharaj,
jizyah, ‘ushur dan pendapatan sekunder lainnya,
sehingga dipadukan istilahnya menjadi “pajak” .
Padahal tidak ada seorang pun ahli fikih yang
mengatakan itu, baik di masa klasik maupun modern.
Sedangkan pendapat keempat yang menyatakan
bahwa pemberlakuan pajak itu haram adalah pendapat
yang kurang realistis pula, karena kebutuhan negara
di zaman modern seperti sekarang tidak mencukupi
jika hanya mengandalkan pada zakat semata, kecuali
131Afzalur Rahman, Economic Doctrines of Islam (Islamic
Publication), edisi terj. berjudul Doktrin Ekonomi Islam (Yogyakarta:
PT. Dana Bhakti Wakaf, 1996), vol. 3. Hlm. 242.
172
jika kehidupan berbangsa dan bernegaranya diformat
sedemikian rupa seperti satu abad yang lalu.
Afzalur Rahman pernah menyebutkan tentang
perbedaan antara konsep zakat dan konsep pajak sebagai
berikut:132
No Uraian Konsep Zakat Konsep Pajak
1 Sifat Kewajiban agama dan suatu
bentuk ibadah
Kebijakan
ekonomi untuk
memperoleh
pendapatan bagi
pemerintah
2 Subjek Diwajibkan pada seluruh
umat Islam di suatu negara
Diwajibkan pada
seluruh
masyarakat tanpa
melihat agama,
kasta dan lainnya
3 Status
kewajiban
Kewajiban yang harus
dibayarkan dalam keadaan
seperti apapun tanpa dapat
dielakkan
Kewajiban yang
dapat
ditangguhkan oleh
pemerintah yang
berkuasa
4 Tarif Sumber dan besarnya
ditentukan oleh Alquran dan
sunnah, tidak boleh diubah
oleh siapapun
Sumber dan besar
pajak dapat diubah
dari waktu ke
waktu sesuai
132Afzalur Rahman, Economic Doctrines…, hlm. 243-245.
173
keperluan
pemerintah
5 Pengguna
dana
Butir-butir pengeluaran dan
mustahik zakat dinyatakan
dalam Alquran dan hadis,
tak seorang pun mempunyai
hak mengubahnya
Pembelanjaan
pajak dapat diubah
atau dimodifikasi
menurut
kebutuhan
pemerintah
6 Penerima
manfaat
Zakat diperoleh dari orang
kaya dan diberikan pada
orang miskin
Pajak memberikan
manfaat kepada
orang kaya dan
orang miskin.
Dalam kondisi
tertentu lebih
menguntungkan
orang kaya
7 Tujuan
perolehan
Zakat dikenakan untuk
mencegah ketidakwajaran
dan ketidakseimbangan
distribusi kekayaan serta
mencegah penumpukan
harta di tangan segelintir
orang
Pajak dikenakan
dengan tujuan
utama untuk
memperoleh
pendapatan atau
pemasukan
Tabel 2.6.
Perbandingan Zakat dan Pajak Menurut Afzalur Rahman
174
Dari uraian Rahman di atas, tampaknya tidak
semua item diamini oleh Gusfahmi. Hal ini disebabkan
oleh banyak hal, di antaranya adalah masa keduanya yang
berbeda, sistem pembanding yang berbeda dan tarjih yang
berbeda terhadap perselisihan di kalangan ulama. Ada
sebagian yang dibenarkan Gusfahmi dan sebagian lain
dikoreksi. Berikut rincian yang disebutkan Gusfahmi
tentang perbedaan antara zakat dan pajak:133
No Uraian Konsep Zakat Konsep Pajak
1 Tarif Ditetapkan
berdasarkan
Alquran dan Hadis
Ditetapkan
berdasarkan ijtihad
ulama
2 Pengguna
dana
Mustahik tertentu Pengeluaran negara
selain mustahik zakat
3 Penerima
manfaat
Hanya 8 golongan
(ashnaf)
Semua golongan,
termasuk orang kaya
4 Tujuan
perolehan
Untuk mencegah
ketidak-wajaran
dan
ketidakseimbanga
n distribusi
kekayaan
Untuk kepentingan
kemaslahatan umat
yang tidak terpenuhi
dari zakat
5 Objek Harta tertentu yang
melebihi nisab
Kelebihan penghasilan,
konsumsi barang
133Gusfahmi, Pajak Menurut …, hlm. 210.
175
bukan kebutuhan
pokok
6 Syarat
Ijab/
Kabul
Disyaratkan Tidak disyaratkan
7 Masa
berlaku
kewajiban
Sepanjang masa
walaupun tidak ada
fakir miskin
Temporer/Situasional
(tidak sepanjang masa)
8 Jumlah
terutang
Minimum
sejumlah yang
ditetapkan
Maksimum sesuai yang
ditetapkan
9 Imbalan Pahala dari Allah
s.w.t.
Tersedianya barang
dan jasa untuk
masyarakat
10 Penentu
kegunaan
dana
Allah s.w.t.
semata, dengan
keharusan
menyesuaikan
dengan ashnaf
yang delapan
Pemerintah, dengan
berdasarkan syariat
11 Saat
terutang
Setelah satu tahun,
kecuali zakat
pertanian
Saat diperoleh
12 Fungsi Ujian keimanan
atas harta
Solusi untuk kondisi
darurat
Tabel 2.7.
176
Perbandingan Zakat dan Pajak Menurut Gusfahmi
Di antara yang dikoreksi oleh Gusfahmi adalah
tentang sifat dan subjek, yang dianggap sama, baik dalam
konsep zakat maupun pajak. Hal itu berbeda dengan yang
disampaikan oleh Rahman. Menurut Gusfahmi sifat zakat
maupun pajak itu sama, yaitu merupakan kewajiban
keagamaan. Sedangkan Rahman tidak secara tegas
mengatakan pajak itu sebagai kewajiban agama, melainkan
hanya sekedar kebijakan ekonomi. Demikian pula subjek
zakat dan pajak, menurut Gusfahmi semuanya adalah
pribadi muslim. Sedangkan Rahman menganggap pajak
lebih umum, meliputi semua warga, tidak hanya warga
muslim.
Adapun Yusuf Qardhawi melihat masalah zakat
dan pajak ini dari beberapa sisi. Menurut Qardhawi, ada
sisi-sisi persamaan antara zakat dan pajak, yaitu:134 (1)
Unsur paksaan; (2) Dibayarkan kepada pemerintah daerah
atau pusat; (3) Tidak adanya kompensasi dari pembayaran
kewajiban (zakat maupun pajak); (4) Ada sasaran sosial,
ekonomi dan politik, di samping sasaran keuangan.
Adapun sisi-sisi perbedaannya, adalah: (1) Nama dan
indikasi makna; zakat lebih tertuju pada makna penyucian,
pertumbuhan dan barakah. Sedangkan pajak lebih tertuju
maknanya pada pemaksaan kewajiban; (2) Substansi dan
134Yusuf al-Qardhawi, Fiqhu az-Zakah, Dirasah Muqaranah li-
Ahkamiha wa Falsafatiha fi Dhau’i al-Qur’ani wa as-Sunnah (Kairo:
Maktabah Wahbah, 1994), II: 997-1004.
177
sasaran; Zakat itu adalah ibadah sebagai bentuk
kesyukuran dan taqarrub pada Allah sedangkan pajak
hanya sekedar kewajiban sipil sebagai seorang warga; (3)
Penentuan nishab atau batas minimal kewajiban dan
besaran yang dikeluarkan; (4) Sifat tetap dan kekekalan;
(5) Objek zakat (mashraf) berbeda dengan pajak; (6)
Hubungan kewajiban; pajak adalah hubungan antara
seorang warga dengan penguasa sedangkan zakat adalah
hubungan antara seorang warga dengan Tuhannya; (7)
Tujuan; Zakat memiliki unsur tujuan ruhiyyah dan moral
(khuluqiyyah) sedangkan pajak tidak memiliki hal
tersebut; (8) Asas hukum; pajak memiliki asas hukum yang
berbeda-beda secara teori, sedangkan zakat jelas, asas
hukumnya adalah bersumber dari Allah semata.
Oleh karena perbedaan-perbedaan yang
signifikan itulah, akhirnya Yusuf Qardhawi, ulama
tersohor yang diakui secara internasional ini, dengan
penuh kehati-hatian, beliau memfatwakan sebagaimana
yang difatwakan oleh Syaikh Syaltut sebelumnya, bahwa
pajak tidak dapat mengganti kewajiban zakat, karena
banyak pertimbangan syariah yang menyebabkannya
berbeda. Qardhawi kemudian menambahkan bahwa
keputusan akhir inilah yang lebih menenangkan seorang
pemberi fatwa maupun orang yang meminta fatwa. 135
Keputusan akhir yang sejenis juga disampaikan oleh
Wahbah Zuhaili, seorang ulama kenamaan yang memiliki
banyak karya ilmiah tingkat internasional. Zuhaili
mengatakan bahwa pajak yang dibayarkan kepada
pemerintah tidak dapat mengganti kewajiban zakat, karena
135Ibid., hlm. 1118.
178
pertimbangan-pertimbangan yang tidak jauh berbeda
dengan yang disampaikan oleh Yusuf Qardhawi.136
Ada upaya internalisasi hubungan antara pajak
dan zakat di Indonesia secara terus-menerus. Proses
tersebut akhirnya membuahkan hasil, dengan
diberlakukannya UU No. 38 Tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat dan UU No. 17 Tahun 2000 tentang
Pajak Penghasilan (PPh), yang keduanya memberi
lampu hijau terhadap zakat sebagai pengurang
penghasilan kena pajak. Dalam UU. No. 36 Tahun 2008
tentang PPh pada pasal 9 ayat (1) juga menyebutkan
tentang zakat yang dapat mengurangi penghasilan kena
pajak, tapi bukan pengurang pajak terutang. Banyak
kalangan memahami bahwa zakat dapat dijadikan
pengurang pajak terutang, padahal bukan demikian. UU
tersebut di tataran realitas memiliki beberapa dampak
sebagai berikut:137
1. Zakat disamakan dengan sumbangan sosial keagamaan;
Artinya zakat tak ubahnya semacam biaya sosial (social
cost) seperti sumbangan kegiatan social, perayaan hari
besar dan sejenisnya. Hal ini sungguh amat
mengecilkan makna zakat itu sendiri sebagai sebuah
136 Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqhu al-Islami wa Adillatuhu
(Beirut: Daru al-fikr, 2004), III: 1979.
137Gusfahmi, Pajak Menurut …, hlm. 192.
179
sumber pendapatan negara (mawarid al-daulah) di
masa Rasulullah s.a.w., para khulafaurrasyidin dan para
khalifah sesudah beliau. Jika zakat hanya dijadikan
sebagai biaya sosial yang sifatnya sukarela, maka hal
ini sungguh menyalahi aturan Allah s.w.t. dan menyia-
nyiakan nasib fakir miskin. Zakat adalah hak negara
yang diwajibkan atas kaum muslim yang mampu,
sebagai bentuk jaminan kehidupan bagi kaum yang
lemah atau dhu’afa’.138
2. Penerimaan zakat tidak tumbuh secara proporsional
dengan penerimaan pajak; Belum ada suatu data
empiris yang menunjukkan bukti bahwa dengan
dijadikannya zakat sebagai pengurang pajak netto,
maka pembayaran zakat oleh masyarakat semakin
meningkat. Menurut Gusfahmi, semenjak adanya
Keputusan Dirjen Pajak Nomor KEP-163/PJ/2003
tentang Perlakuan Zakat atas Penghasilan dalam
Penghitungan Penghasilan Kena Pajak PPh, selama 6
tahun (2003-2009) belum ada suatu laporan bahwa
kenaikan penerimaan zakat meningkat secara
proporsional dengan kenaikan penerimaan pajak,
padahal selama 6 tahun tersebut penerimaan pajak
selalu meningkat.139
3. Masyarakat tidak termotivasi untuk melaporkan zakat
yang sudah dipungut; Sungguh pun belum ada data
berapa jumlah Wajib Pajak (WP) dan berapa jumlah
138Ibid., hlm. 196. 139Ibid., hlm. 198-199.
180
penerimaan zakat dalam Rupiah, dari WP muslim yang
melaporkan pajak sebagai pengurang penghasilan netto
di Direktorat Jendral Pajak (DJP), namun dapat
diperkirakan bahwa tidak banyak WP muslim yang
melaporkan zakat yang sudah dipungut oleh BAZ/LAZ
melalui Surat Setoran Zakat (SSZ) dalam SPT tahunan.
Di antara penyebabnya menurut Gusfahmi, SSZ belum
dianggap sebagai “ Surat Setoran Pajak ” yang
bernilai uang, yang harus disimpan dan akan dapat
dikreditkan dengan pajak terutang pada akhir tahun
pajak. Namun demikian, Gusfahmi juga mengakui
bahwa ada sebagian masyarakat yang meyakini bahwa
zakat itu adalah ibadah mahdhah (seperti shalat, puasa,
haji) yang tidak perlu “ diketahui ” bahkan “
dilaporkan” kepada orang lain, termasuk pemerintah,
karena hal itu bisa dianggap pamer (riya ’ ) bagi
pelakunya.
4. Terjadi inevisiensi dan inefektivitas dalam pemungutan
zakat dan pajak; Ditunjuknya Badan Amil Zakat
Nasional (BAZNAS) sebagai badan yang bertanggung-
jawab mengenai pelaksanaan pengelolaan zakat,
melalui Keputusan Presiden Nomor 8 Tahun 2001
tentang Badan Amil Zakat Nasional, selayaknya
difasilitasi dengan sarana dan prasarana pendukung
sebagaimana halnya Kementerian Keuangan c.q.
Direktorat Jendral Pajak (DJP). BAZ/LAZ seharusnya
bisa mendapatkan fasilitas kantor di gedung Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) yang lengkap dengan sarana
gedung, mobil, komputer dan jaringannya serta personil
yang terdidik.
181
Dari dampak di atas, Gusfahmi memilih solusi
yang tidak banyak menimbulkan konflik di kalangan para
ulama. Pilihan solusi ini bermula dari pendapat mayoritas
ulama -jika tidak dikatakan semua- bahwa pajak itu
berbeda dengan zakat. Tidak dapat disamakan. Sehingga,
alternatif yang paling ideal setelah pilihan tersebut,
menurut Gusfahmi adalah bagaimana umat Islam
mengupayakan zakat dapat menjadi pengurang (kredit)
pajak. Beberapa argumen diajukan oleh Gusfahmi setidak-
tidaknya dari tiga sisi: sisi fiskal, sisi syariah dan sisi
realitas.140
Dari sisi fiskal, seharusnya zakat dapat
disamakan dengan Pajak Terutang di Luar Negeri atau
disamakan seperti Fiskal Luar negeri (FLN). Dalam
formulir 1770 SPT Tahunan PPh dapat diketahui bahwa
kredit pajak pada angka 12 adalah Pajak Terutang di Luar
Negeri, yaitu pajak yang sudah disetor oleh WP di luar
negeri. Pajak yang disetor di Luar Negeri (LN) dalam hal
ini diakui sebagai kredit pajak. Inilah yang dipraktekkan
oleh pemerintah Indonesia, khususnya ketika menghadapi
warga negaranya yang ada di negara muslim lainnya, dan
negara tersebut di antaranya adalah Negara Kuwait. Selain
itu, zakat juga dapat disamakan statusnya seperti Fiskal
Luar Negeri (FLN). Dalam formulir 1770 SPT Tahunan
PPh dapat diketahui bahwa kredit pajak pada angka 14.C
adalah Fiskal Luar Negeri yang dibayar oleh WP ketika
pergi ke luar negeri, baik melalui darat, laut maupun udara.
Seandainya FLN dapat dijadikan sebagai kredit pajak,
maka zakat juga sebenarnya dapat diterapkan hal yang
140Ibid., hlm. 201-203.
182
serupa sebagai kredit pajak, karena keduanya adalah
pembayaran pendahuluan oleh WP, yang dapat
diperhitungkan kembali dengan pajak terutang pada akhir
tahun.
Sedangkan dari sisi syariah, telah jelas bahwa
yang dikenakan kewajiban zakat itu adalah umat Islam,
sedangkan nonmuslim tidak. Adapun dalam UU Nomor 28
Tahun 2007 disebutkan bahwa WP adalah orang pribadi
atau badan, yang mempunyai hak dan kewajiban
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan. Kemudian dalam UU Nomor 38
Tahun 1999, pada pasal 2 disebutkan bahwa setiap warga
negara Indonesia yang beragama Islam dan mampu atau
badan yang dimiliki oleh orang muslim berkewajiban
menunaikan zakat. Kewajiban menunaikan zakat secara
syariah di atas dan kewajiban secara hukum sebagai warga
negara Indonesia untuk membayar zakat, secara jelas
menunjukkan adanya kewajiban ganda bagi umat Islam.
Selain itu, objek zakat dan pajak sebenarnya relatif sama,
yaitu penghasilan. Dalam UU Nomor 36 Tahun 2008
tentang PPh Bab III Pasal 4 Objek zakat, disebutkan bahwa
objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan
ekonomis yang diterima atau diperoleh WP, baik berasal
dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat
dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan
WP yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk
apapun. Sedangkan objek zakat adalah: (a) emas, perak
dan uang; (b) perdagangan dan perusahaan; (c) hasil
pertanian, perkebunan dan perikanan; (d) hasil
pertambangan; (e) hasil peternakan; (f) hasil pendapatan
dan jasa; (g) hasil barang temuan (rikaz). Dari kedua aturan
183
tersebut, sesungguhnya perbedaannya hanya dari sisi
istilah, tetapi pada hakekatnya adalah sama. Karenanya,
pemungutan pajak dan zakat seperti sekarang telah
menimbulkan beban yang berat (over load) pada umat
Islam, karena penghasilan mereka dikenakan beban
berganda (double taxs) yaitu PPh dan zakat penghasilan.
Adapun dari sisi realitas masyarakat muslim,
sesungguhnya Kuwait dan Malaysia telah menerapkan
zakat sebagai kredit pajak dalam perhitungan pajak
penghasilan secara penuh. Bahkan karena UU yang ada di
Kuwait seperti itu, akhirnya bahkan dapat menekan
Indonesia untuk memberlakukan warga negaranya yang
ada di Kuwait juga diberlakukan seperti itu. Artinya
apabila warga negara Indonesia di Kuwait telah
membayarkan zakatnya di Kuwait, maka bukti
pembayaran tersebut dapat dijadikan sebagai kredit pajak
di Indonesia, sehingga ia hanya berkewajiban membayar
pajak sisa dari persentase zakat yang telah ia keluarkan di
Kuwait. Demikian yang pernah ditulis oleh Raisita -
mahasiswa STAN- sebagaimana dituturkan oleh
Gusfahmi. Kemudian Raisita juga menambahkan bahwa
hal yang sama juga terjadi di Malaysia, yang menerapkan
zakat sebagai kredit pajak dalam perhitungan pajak
penghasilan secara penuh. Dalam peraturan perpajakan
negara Malaysia, yaitu Income Tax Act 1967 yang direvisi
terakhir Tahun 2006, pemerintah Malaysia memasukkan
zakat ke dalam Part II Imposition and General
Characteristics of The Tax di bagian Section 6A Subsection
(3) yang berisi tentang Tax Rebate. Pada prinsipnya, dalam
peraturan perpajakan di Malaysia, disebutkan bahwa zakat
adalah diskon atau pengurang terhadap pajak penghasilan
184
yang terutang, bahkan termasuk juga zakat fitrah dan
kewajiban lain yang dibayar oleh umat Islam, asalkan
terdapat bukti yang dikeluarkan oleh lembaga sah yang
khusus menangani tentang zakat tersebut.
Ada dua mekanisme yang harus diperhatikan
sebelum menerapkan zakat sebagai pengurang kredit
pajak.141 Yang pertama adalah bahwa zakat sebagai kredit
pajak selayaknya dibayarkan dahulu sebelum kredit pajak
yang lain. Zakat sebagai kredit pajak paling awal akan
membuat WP dapat mengetahui berapa sisa pajak yang
masih harus dikeluarkan setelah dikurangi zakat. Dengan
demikian, WP bisa mengetahui berapa kelebihan bayar
yang terjadi akibat pengurangan zakat terhadap pajak
terutang. Selain itu, zakat yang ditempatkan sebagai kredit
pajak yang dikurangkan paling awal, juga menjadi solusi
apabila ternyata WP mengalami lebih bayar, dikarenakan
pajak. Kelebihan bayar tersebut, sebagaimana sifat zakat
yang merupakan penyisihan harta untuk memenuhi
perintah Allah swt dan bertujuan untuk mensucikan harta
yang dimiliki, seharusnya tidak boleh diminta kembali
oleh WP.
Mekanisme kedua yang harus diperhatikan
sebelum menerapkan zakat sebagai pengurang kredit pajak
adalah syarat-syarat yang jarus dipenuhi agar zakat bisa
dijadikan sebagai kredit pajak. Syarat-syarat tersebut
adalah syarat yang ada dalam aturan Islam tentang zakat
dan syarat yang ada dalam peraturan perpajakan. Adapun
syarat yang harus dipenuhi dalam aturan Islam adalah
141Ibid., hlm. 204-206.
185
syarat subjek zakat, objek zakat, nisab, haul dan waktu
serta cara pembayaran zakat. Di antara syarat tersebut
adalah bahwa yang harus membayar zakat harus pemeluk
agama Islam, harta yang dibayar haruslah hak milik penuh
(milk tam), harta produktif, memenuhi nisab, harta tersebut
merupakan kelebihan dari kebutuhan primer, tidak terdapat
tanggungan utang yang bisa mengurangi nisab dan haul
yang harus dipenuhi adalah satu tahun.
Sedangkan syarat dalam peraturan perpajakan,
bisa disamakan dengan syarat yang sekarang berlaku untuk
menetapkan zakat sebagai pengurang penghasilan bruto
kena pajak. Syarat-syarat yang ada dalam peraturan
tersebut adalah: (a) Penghasilan atau harta yang dibayar
zakatnya merupakan objek pajak sebagaimana difinisi
objek pajak pada pasal 4 UU Nomor 36 Tahun 2008; (b)
Harta atau penghasilan tersebut dimiliki dan dibayar oleh
pemeluk agama Islam; (c) Dibayar kepada amil zakat yang
disahkan sesuai dengan UU tentang pengelolaan zakat
yang berlaku; (d) Harta atau penghasilan yang merupakan
objek pajak tersebut tidak dikenai pajak yang bersifat final
sebagaimana disebutkan dalam Pasal 16 ayat 1 dan 2 UU
Nomor 36 Tahun 2008; (e) Besarnya persentase yang
boleh dikreditkan adalah sebesar kadar zakat yang berlaku
dalam peraturan agama Islam; (f) Harus ada bukti dari amil
zakat yang di antaranya berisi nama, alamat, NPWP
muzakki, jenis, sumber, bulan.tahun perolehan, dan
besarnya harta atau penghasilan, serta tentu saja besarnya
zakat yang dibayarkan.
Kendala utama yang menghambat penerapan zakat
sebagai kredit pajak adalah adanya UU Nomor 38 Tahun
186
1999 dan UU Nomor 36 Tahun 2008. UU Nomor 38 Tahun
1999 berisi tentang Pengelolaan Zakat yang belum
mendukung untuk pelaksanaan zakat sebagai kredit pajak.
Pasal yang secara jelas menghambat penerapan zakat
sebagai kredit pajak adalah Pasal 14 ayat 3, yang mengatur
mengenai penetapan zakat yang dibayar kea mil zakat, itu
hanya bisa menjadi pengurang laba atau penghasilan sisa
kena pajak. Penafsiran autentik dari peraturan tersebut
menyatakan bahwa zakat hanya bisa dikurangkan sebagai
pengurang laba/penghasilan sisa kena pajak saja. Tidak
bisa dijadikan sebagai pengurang Pajak Penghasilan.
Sedangkan kendala yang kedua adalah Pasal 9
ayat 1 huruf g UU Nomor 36 Tahun 2008, yang
menyatakan bahwa zakat yang dibayar subjek zakat, yang
juga subjek pajak, sesuai dengan penafsiran sistematik,
hanya bisa dijadikan sebagai pengurang penghasilan bruto
untuk menentukan penghasilan kena pajak. Ketetapan
dalam Pasal 9 ayat 1 huruf g UU Nomor 36 Tahun 2008
tersebut perlu diubah agar bisa menerapkan zakat sebagai
kredit pajak. Zakat seharusnya dimasukkan ke dalam Pasal
28 UU Nomor 36 Tahun 2008, menjadi bagian dari kredit
pajak yang bisa dikurangkan terhadap pajak terutang WP
(Pasal 1 angka 22).
Zakat yang ditetapkan negara sebagai kredit pajak,
secara matematis, akan mengurangi penerimaan Negara
dari sektor pajak. Jika seorang WP PPh Orang Pribadi
harus dikenakan pajak 5 %, maka dengan dijadikannya
zakat sebagai kredit (pengurang) pajak, ia hanya wajib
membayar 2,5 %. WP yang memanfaatkan kewajiban ini
akan meningkat dari waktu ke waktu dan menyebabkan
187
penerimaan negara dari sektor pajak, berkurang. Hal ini
tentu akan merugikan negara dan menyulitkan pendanaan
negara.
Dilihat secara matematis memang demikian,
tapi dilihat secara agama, tidak demikian. Penerapan zakat
sebagai kredit pajak akan meningkatkan penerimaan
keduanya, sebagaimana perumpamaan sumur yang digali
dan dibersihkan mata airnya. Zakat dan pajak akan
meningkat, sebagaimana bukti data dari Negara Malaysia
di mana sejak zakat dijadikan sebagai kredit pajak,
penerimaan pajak selalu meningkat.
Seandainya memang ada keraguan seputar
turunnya penerimaan negara sebagaimana dikhawatirkan,
maka sesungguhnya ada solusi alternatif untuk jangka
pendek. Negara dapat menggunakan metode
pemindahan pos penerimaan dengan jalan menetapkan
zakat sebagai salah satu sumber Penerimaan Negara Bukan
Pajak (PNBP). Menetapkan zakat sebagai PNBP akan
memberikan kepastian yang lebih besar pada masyarakat,
karena termasuk sebagai penerimaan negara, yang dapat
dipantau, diawasi dan diketahui jumlah penerimaan serta
distribusi penggunaannya, sebagaimana halnya pajak.
188
BAB III
POTRET PELAKSANAAN ZAKAT DI
KAWASAN JOGLOSEMAR
A. Kawasan Joglosemar
Dalam Perda Provinsi Jawa Tengah No. 21 Tahun 2003
disebutkan bahwa kawasan Joglosemar termasuk
kawasan kerjasama antar-provinsi yang memiliki
kekhususan tertentu. Kekhususan kawasan tersebut
dikarenakan memiliki salah satu kriteria berikut: (1)
Kawasan yang mempunyai kontribusi terhadap
pencapaian sasaran secara nasional; (2) Kawasan yang
tidak masuk dalam delinasi kawasan tertentu dan andalan
tetapi dari dimensi propinsi memiliki peranan untuk
pertumbuhan dan pemerataan yang besar; (3) Kawasan
yang memiliki permasalahan ruang yang harus segera
ditangani. Dalam Perda tersebut, yang dianggap
merupakan kawasan Joglosemar itu meliputi Yogyakarta,
Solo dan Semarang. Oleh karenanya jalur yang melewati
Joglosemar merupakan jalur yang penting dan
189
strategis,142 sehingga ruang lingkup wilayah penelitian
ini meliputi kabupaten/kota sepanjang jalur yang
melewati Joglosemar. Adapun Kabupaten/Kota yang
berada di jalur ini ada 13, yaitu: Yogyakarta, Klaten,
Surakarta (Solo), Sukoharjo, Karanganyar, Boyolali,
Salatiga, Kabupaten Semarang, Kota Semarang,
Temanggung, Kabupaten Magelang, Kota Magelang dan
Sleman.
Alasan pemilihan jalur Joglosemar sebagai obyek
penelitian, karena jalur ini merupakan jalur bisnis
terbesar di wilayah provinsi Jawa Tengah dan
Yogyakarta, yang masyarakatnya merupakan masyarakat
yang heterogen. Masyarakat muslim yang berada di jalur
itu juga merupakan masyarakat muslim yang heterogen.
Ada masyarakat perkotaan dan pedesaan, modern dan
tradisional, kejawen, moderat dan militan, masyarakat
petani, pedagang/pengusaha dan pegawai dan karakter-
karakter heterogen lainnya.
B. Lembaga-lembaga Zakat di Indonesia
Undang-undang no. 38 Tahun 1999 tentang
pengelolaan zakat bab III pasal 6 dan 7 menyatakan
bahwa lembaga pengelola zakat di indonesia terdiri dari
dua macam, yaitu Badan Amil Zakat (BAS) dan Lembaga
Amil Zakat (LAZ). Badan Amil Zakat dibentuk oleh
pemerintah, sedangkan Lembaga Amil Zakat didirikan
142Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 21 Tahun
2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah,
dalam http://docs.google.com/, diakses tanggal 31 Maret 2011.
190
oleh masyarakat. Dalam buku petunjuk teknis
pengelolaan zakat yang dikeluarkan oleh institut
manajemen zakat 2001 dikemukakan susunan organisasi
lembaga pengelola zakat seperti Badan Amil Zakat
sebagai berikut.
1. Susunan Organisasi Badan Amil Zakat
a. Badan Amil Zakat terdiri atas dewan pertimbangan,
komisi pengawas, dan badan pelaksana.
b. Dewan pertimbangan sebagaimana dimaksud
meliputi unsur ketua, sekretaris, dan anggota.
c. Badan pelaksana sebagaimana dimaksud meliputi
unsur ketua, sekretaris, dan anggota.
d. Badan pelaksana sebagaimana dimaksud meliputi
unsur ketua, sekretaris, bagian keuangan, bagian
pengumpulan, bagian pendistribusian dan
pendayagunaan.
e. Anggota pengurus badan amil zakat terdiri atas
unsur masyarakat dan unsur pemerintah. Unsur
masyarakat terdiri atas unsur ulama, kaum cendekia,
tokoh masyarakat, tenaga profesional, dan lembaga
pendidikan yang terkait.
2. Fungsi dan Tugas Pokok Pengurus Badan Amil Zakat
a. Dewan Pertimbangan
i. Fungsi
Memberikan pertimbangan, fatwa, saran dan
rekomendasi kepada badan pelaksana dan komisi
pengawas dalam pengelolaan badan amil zakat.
ii. Tugas Pokok
191
(1) Memberikan garis-garis kebijakan umum
badan amil zakat;
(2) Mengesahkan rencana kerja dari badan
pelaksana dan komisi pengawas;
(3) Mengeluarkan fatwa syariah, baik diminta
maupun tidak berkaitan dengan hukum zakat
yang wajib diikuti oleh pengurus badan amil
zaka;
(4) Memberikan pertimbangan, saran, dan
rekomendasi kepada badan pelaksana dan
kommisi pengawas, baik diminta maupun
tidak;
(5) Memberikan persetujuan atas laporan tahunan
hasil kerja badan pelaksana dan komisi
pengawas;
(6) Menunjuk akuntan publik.
b. Komisi Pengawas
i. Fungsi
Fungsi komisi pengawas sebagai
pengawas internal lembaga lembaga atas
operasional kegiatan yang dilaksanakan badan
pelaksana.
ii. Tugas Pokok
(1) Mengawasi pelaksanaan rencana kerja
yang telah disahkan;
(2) Mengawasi pelaksanaan kebijakan-
kebijakan yang telah ditetapkan dewan
pertimbangan;
192
(3) Mengawasi operasional kegiatan yang
dilaksanakan badan pelaksana yang
mencakup pengumpulan, pendistribusian,
dan pendayagunaan;
(4) Melakukan pemerikasaan operasional dan
pemeriksaan syariah.
c. Badan Pelaksana
i. Fungsi
Badan Pelaksana berfungsi sebagai
pelaksana pengelola zakat.
ii. Tugas Pokok:
(1) Membuat rencana kerja;
(2) Melaksanakan operasional pengelolaan
zakat sesuai rencana kerja yang telah
dsahkan dan sesuai dengan kebijakan
yang telah ditetapkan;
(3) Menyusun laporan tahunan;
(4) Menyampaikan laporan pertanggung
jawaban kepada pemerintah;
(5) Bertindak dan pertanggung jawab untuk
dan atas nama badan amil zakat kedalam
maupun keluar.
Lembaga-lembaga zakat yang ada di Indonesia ada dua jenis, yaitu milik pemerintah yang berada dalam wadah Badan Amil Zakat (BAZ) dan milik lembaga zakat swasta yang tergabung dalam Lembaga Amil Zakat (LAZ). Lembaga-lembaga zakat milik swasta yang ada di Indonesia memiliki jumlah yang sangat
193
banyak. Itulah salah satu factor penyebab kenapa pemberdayaan zakat yang ada di Indonesia tidak dapat terkoordinasikan secara maksimal. Berikut rincian lembaga-lembaga zakat pada tingkat nasional di Indonesia:
1. Badan Amil Zakat Nasional
Badan ini adalah satu-satunya badan amil
resmi yang didirikan oleh pemerintah RI
berdasarkan keputusan Presiden RI no. 8 tahun
2001. Badan ini memiliki tugas dan fungsi yang
sudah ditentukan, yaitu menghimpun dan
menyalurkan zakat, infaq dan sedekah pada tingkat
nasional di Indonesia. Dengan lahirnya UU no. 23
tahun 2011 tentang pengelolaan zakat semakin
mempertegas tugas dari BAZNAS itu sendiri
sebagai lembaga yang berwenang melakukan
pengelolaan zakat secara nasional. Di dalam UU
tersebut disebutkan bahwa BAZNAS sebagai
lembaga pemerintah non struktural yang bersifat
mandiri dan bertanggungjawab kepada Presiden
melalui Menteri Agama. Untuk melaksanakan
tugas dan fungsinya BAZNAS memiliki beberapa
kewenangan yang biasanya dilakukan, yaitu :
a. Menghimpun, mendistribusikan dan
mendayagunakan zakat.
b. Memberikan rekomendasi dalam pembentukan
BAZNAS provinsi, BAZNAS kabupaten/ kota
dan lembaga amil zakat.
194
c. Meminta laporan pelaksanaan pengelolaan
zakat, infaq, sedekah dan dana sosial keagamaan
lainnya kepada BAZNAS provinsi dan LAZ.
Berikut visi dan misi lembaga ini:
Visi :
“Menjadi badan amil zakat nasional yang amanah, transparan dan profesional”.
Misi :
a. Meningkatkan kesadaran umat untuk berzakat
melalui amil zakat.
b. Meningkatkan penghimpunan dan
pendayagunaan zakat nasional sesuai dengan
ketentuan Syari’ah dan prinsip managemen
modern.
c. Menumbuh kembangkan pengelola/amil zakat
yang amanah, transparan, profesional dan
terintegrasi.
d. Mewujudkan pusat data zakat nasional.
e. Memaksimalkan peran zakat dalam
menanggulangi kemiskinan di Indonesia
melalui sinergi dan koordinasi dengan lembaga
terkait.
Dengan menggunakan visi dan misi diatas, telah terbukti bahwa BAZNAS telah menyabet beberapa penghargaan sebagai lembaga sosial nomer satu di Indonesia.
195
Beberapa prestasi yang pernah diperoleh oleh BAZNAS adalah :
a. Mendapat sertifikat ISO 9001:2000 di tahun
2008
b. Mendapat sertifikat ISO 9001:2008 selama tiga
kali berturut-turut dari tahun 2009
c. Mendapat penghargaan “Tha Best Quality
Management” dari Karim Bussines Consulting
d. Mendapat predikat laporan keuangan terbaik
lembaga non departemen dari Departemen
Keuangan RI tahun 2008.
e. Mendapat penghargaan “The Best Innovation
Programme” dan “The Best in Transparency
Management” pada acara IMZ Award 2011.143
2. LAZ Dompet Dhuafa
Sebuah lembaga yang didirikan oleh
masyarakat Indonesia yang berkhidmat untuk
mengangkat harkat dan martabat daripada kaum
dhuafa dengan menggunakan dana zakat, infaq,
shadaqoh dan wakaf (ZISWAF) serta dari dana
lainnya yang halal.
Lembaga ini lahir dengan latar belakang
yang cukup unik, yang mana para pendirinya
empat orang wartawan yang sering bertemu dan
juga berinteraksi dengan orang kaya dan juga
143Pusat.baznas.go.id/profil/, diakses pada 30 Oktober 2016.
196
miskin. Sehingga atas dasar itulah mereka
mendirikan dompet dhuafa republika sebagai
dewan independen. Tepatnya pada tanggal 10
Oktober 2001 Dompet Dhuafa Republika
dikukuhkan sebagai lembaga amil zakat tingkat
nasional oleh Departemen Agama RI, dihadapan
notaris yang diumumkan dalam Berita Negara RI
no. 163/A.YAY.HKM/1996/PNJAKSEL. 144
Bahkan sampai sekarang lembaga ini
diyakini sebagai lembaga yang terbesar swasta dan
sudah sangat terkenal di negeri ini. Dengan
besarnya sebuah lembaga, pastilah tidak terlepas
daripada visi sebagai pandangan jauh kedepan dan
juga misi sebagai langkah untuk mencapai visi
tersebut, visi dan misi dari lembaga tersebut adalah
sebagai berikut :
Visi : “Terwujudnya masyarakat dunia yang
berdaya melalui pelayanan, pembelaan dan
pemberdayaan yang berbasis pada sistem yang
berkeadilan”.
Misi :
a. Menjadi gerakan masyarakat yang
mentransformasikan nilai-nilai kebaikan.
144www.dompetdhuafa.org/about, diakses pada 31 Oktober 2016.
197
b. Mewujudkan masyarakat berdaya melalui
pengembangan ekonomi kerakyatan.
c. Terlibat aktif dalam kegiatan kemanusiaan
dunia melalui penguatan jaringan global.
d. Melahirkan kader pemimpin berkarakter dan
berkompetensi global.
e. Melakukan advokasi kebijakan untuk
mewujudkan sistem yang berkeadilan.
f. Mengembangkan diri sebagai organisasi global
melalui inovasi, kualitas pelayanan,
transparansi, akuntabilitas, independensi dan
kemandirian lembaga.
Selain visi dari Dompet Dhuafa yang mencoba untuk diwujudkan dengan menggunakan misi-misi yang sudah dirancang, ada juga tujuan-tujuan mulia dari organisasi ini :
a. Terwujudnya organisasi Dompet Dhuafa
dengan standar organisasi global.
b. Terwujudnya jaringan dan aliansi strategis
dunia yang kuat.
c. Terwujudnya perubahan sosial melalui advokasi
multi-stakeholder dan program untuk
terciptanya kesejahteraan masyarakat dunia.
d. Menjadi lembaga filantropi Islam Internasional
yang transparan dan akuntabel.
e. Membangun sinergi dan jaringan global.
f. Terwujudnya jaringan dan aliansi strategis
dunia yang kuat.
198
g. Menjadi lembaga rujukan di tingkat global
dalam program kemanusiaan dan
pemberdayaan.
h. Meningkatkan kualitas dan akses masyarakat
terhadap prorgam pelayanan, pembelaan dan
pemberdayaan.
i. Mengokohkan peran advokasi untuk
mewujudkan sistem yang berkeadilan.
j. Menguatkan volunteerism dan kewirausahaan
sosial dimasyarakat.
k. Menumbuhkan kepemilikan asset dimasyarakat
melalui pengembangan industri kerakyatan.
l. Terwujudnya tata kelola organisasi berstandar
internasional.
m. Terwujudnya kemandirian organisasi melalui
intensifikasi, ekstensifikasi dan diversifikasi
sumber daya organisasi.
n. Terpeliharanya independensi lembaga dari
intervensi pihak lain dan conflict of interest
dalam pengelolaan lembaga.
o. Menumbuh kembangkan semangat inklusifitas
dan altruisme.
p. Membangun komunitas berbasis masjid.
q. Melahirkan kader da’wah.
199
r. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
menerapkan nilai dasar Islam dalam kehidupan
sehari-hari. 145
3. LAZ Yayasan Amanah Takaful
Lembaga Amil Zakat yang ini didirikan
pada tanggal 24 Agustus 1998 berdasarkan akta
notaris Yudo Paripurno, SH serta telah
didaftarkan pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat
melalui surat no. AHU-AH.01.08-230 tanggal 23
April 2008. Dalam perjalanannya selama kurang
lebih dua setengah tahun jumlah muzzaki dan
mustahik mengalami peningkatan yang sangat
besar dengan pengelolaannya pun semakin
menunjukan kinerja yang sangat baik, sehingga
tepatnya pada tanggal 8 Oktober 2001 yang
ditetapkan di Jakarta, Yayasan Amanah Takaful
dikukuhkan sebagai lembaga amil zakat yang
berskala nasional melalui Keputusan Menteri
Agama RI no. 440 tahun 2001. Manfaat dari
lembaga amil zakat ini sudah mulai dirasakan di
16 provinsi yang ada di Indonesia, terutama yang
ada di daerah JaBoDeTaBek, yang mana dan ZIS
yang telah disalurkan sudah mencapai milyaran
rupiah, apalagi dengan adanya dukungan dari
145 www.dompetdhuafa.org/about. Diakses pada 31 Oktober
2016.
200
beberapa perusahaan yang ikut mendonasikan
kepada lembaga ini.146
Berikut visi dan misi dari lembaga ini :
Visi :
Menjadi yayasan sosial dan da’wah terkemuka
yang membanggakan dan memberi kontribusi
dalam meningkatkan kualitas sumber daya insani
ummat dan bangsa serta syiar Islam melalui
sinergi dari segala potensi, baik intern maupun
ekstern.
Misi :
Mengajak masyarakat dan ummat untuk bersama-
sama meningkatkan kualitas sumber daya insani
yang komitmen dalam keimanannya, amanah,
berakhlakul karimah dan profesional. 147
4. LAZ Pos Keadilan Peduli Umat
Lembaga amil zakat Pos Keadilan Peduli
Umat lahir dengan adanya krisis yang melanda
dunia, khususnya bangsa dan rakyat Indonesia lah
yang turut merasakanya. Atas dasar itulah pada
tanggal 17 September 1998 beberapa anak muda
146 www.amanahtakaful.org/sample-page/sejarah-yat/, diakses
pada 30 Oktober 2016.
147 www.amanahtakaful.org/sample-page/sejarah-yat/. Diakses
pada 30 Oktober 2016.
201
mulai bergerak dengan melakukan aksi sosial di
sebagian wilayah Indonesia. Setelah mereka
melakukan aksi sosial, ditindaklanjutilah aksi
mereka agar lebih sistematis dalam pergerakannya,
tepatnya pada tanggal 10 Desember 1999 lahirlah
sebuah lembaga yang bernama Pos Keadilan
Peduli Umat. Lembaga ini sudah mendapatkan
pengukuhan sebagai lemaba amil zakat nasional
dengan surat keputusan Menteri Agama RI no.441.
Bahkan lembaga ini juga sudah terdaftar di PBB
sebagai lembaga dengan status “Special
Consultative Status” dari Economic and Social
Council (Ecosoc).148
Menjadi anggota dari beberapa organisasi di dunia adalah sebuah kebanggaan tersendiri, yang mana perjuangan dari lembaga ini juga tidaklah terlepas dari adanya visi dan misi yang jelas dari lembaga ini, berikut ini adalah visi dan misinya :
Visi:
Menjadi lembaga kelas dunia yang terpercaya dalam membangun kemandirian.
148m.pkpu.or.id/about-us/history/, diiakses pada 30 Oktober 2016.
202
Misi :
a. Pendayagunaan : mendayagunakan program kegawatdarurata, recovery, pemberdayaan dalam meningkatkan kualitas hidup dan membangun kemandirian.
b. Kemitraan : menjalin kemitraan dengan masyarakat, dunia usaha, pemerintah, media, dunia akademis dan organisasi masyarakat sipil (civil society organization) lainnya atas dasar keselarasan nilai-nilai yang dianut lembaga.
c. Riset dan Pengebangan : melakukan kegiata studi, riset, pengembangan dan pembangunan kapasitas yang relevan bagi peningkatan efektifitas peran organisasi masyarakat sipil.
d. Kerjasama : berperan aktif dan mendorong terbentuknya berbagai forum kerjasama dan program sosial-kemanusiaan penting lainnya di level nasional, regional dan global. 149
5. LAZ Yayasan Baitulmaal Muamalat
149m.pkpu.or.id/about-us/history/. Diakses pada 30 Oktober 2016.
203
Lembaga amil zakat yang didirikan oleh Bank Muamalat Indonesia pada 16 Juni 2000. Lembaga ini juga menjadi salah satu lembaga yang ditunjuk dan disahkan menjadi lemabag amil zakat nasional oleh Menteri Agama RI. Untuk menjadi lemabaga yang selalu mampu memberikan kebaikan-kebaikan, maka perlu sekali untuk memiliki pandangan-pandangan kedepan yang sangat penting bagi lembaga yang dituangkan dalam bentuk visi dan misi lembaga, yaitu :
Visi :
Menjadi motor penggerak program kemandirian ekonomi umat menuju terwujudnya tatanan masyarakat yang berkarakter, tumbuh dan peduli.
Misi :
a. Melaksanakan program-program pemberdayaan ekonomi dan sosial masyarakat secara integral dan komprehensif.
b. Membangun dan mengembangkan jaringan kerja pemberdayan seluas-luasnya.150
150 desaemas.com/partners. Diakses pada 2 November.
204
6. LAZ Yayasan Dana Sosial Al Falah
Lembaga yang didirikan pada tanggal 1
Maret 1987, yang telah dirasakan manfaat dan juga
kemaslahatannya di lebih dari 25 provinsi yang ada
di Indonesia. Dengan donatur lebih dari 161.000
dengan berbagai latar belakang telah merajut
sebuah dukungan untuk gerakan yang
memperdulikan kaum dhuafa. Lembaga ini
dikukuhkan sebagai lemabaga amil zakat nasional
melalui Menteri Agama dengan Surat Keputusan
no. 523 tanggal 10 Desember 2001 semakin
memperkuat sebuah institusi swasta yang bergerak
pada bidang sosial ini. Beberapa pokok pemikiran
dari lembaga ini adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan kualitas sekolah-sekolah Islam.
b. Menyantuni dan memberdayakan anak yatim,
miskin dan terlantar.
c. Memberdayakan operasional dan fisik masjid,
serta memakmurannya.
d. Membantu usaha-usaha dakwah denagn
memperkuat peranan para dai, khususnya yang
berada di daerah pedesaan atau terpencil.
e. Memberikan bantuan kemanusiaan bagi anggoa
masyarakat yang mengalami musibah.151
151 ysdf.org/tentang-kami/visi-dan-misi, diakses pada 31 Oktober
2016.
205
Langkah-langkah yang dilakukan oleh
lembaga diatas adalah salah satu bentuk
perwujudan perjuangan dari lembaga ini yang
memiliki visi : YSDF Surabaya sebagai lembaga
sosial yang benar-benar amanah serta mampu
berperan serat secara aktif dalam mengangkat
derajat dan martabat umat Islam, khususnya di
Jawa Timur. 152
7. LAZ Baitul Maal Hidayatullah
Sebagaimana lembaga amil zakat lainnya,
lembaga ini juga sudah tersebar di berbagai
wilayah di Indonesia. Laznas ini sudah beredar di
27 provinsi Indonesia. Kiprah dari lembaga ini
sudah terbukti adanya dengan adanya dukungan
untuk eksistensi dalam lembaga pesantren,
pengiriman dai ke berbagai daerah dam
pemberdayaan para keluarga dhuafa selain itu ada
juga anak-anak sekolah yang sudah mendapatkan
pendidikan yang layak. Itu semua adalah beberapa
peyaluran dana sosial yang sudah didistribusikan
oleh lembaga amil ini. Untuk mengukuhkan peran
serta dari lembaga ini, tepatnya pada Desember
2015 lembaga ini dikukuhkan sebagai lembaga
amil zakat nasional oleh Kementerian Agama RI
152Ibid.
206
dengan SK no. 425 tahun 2015 dan sesuai dengan
ketetuan UU Zakat no. 23/2011. Sebagai sebuah
lembaga yang sudah cukup besar dan banyak
memberikan kontribusi kepada Indonesia, sudah
banyak mendapatkan penghargaan-penghargaan
dan juga apresiasi dari berbagai pihak, seperti :
a. Rekor MURI dengan sate qurban terbanyak
tahun 2005.
b. The Best of Growth Fundraising 2010.
c. Pendamping ekonomi terbaik 2012 dari
Carefour
d. Kembali lulus sertifikat ISO 9001:2008 pada
tahun 2013.
e. Penghargaan rekor MURI sebagai pemrakarsa
dan penyelenggara sebar Da’i Ramadhan
terbanyak dan terluas pada tahu 2013.
f. Penghargaan rekor MURI sebagai pemrakarsa
pembagian paket sekolah senyum anak
Indonesia terbanyak dan terluas pada tahu 2014. 153
Berikut visi dan misi lembaga amil zakat Baitul Maal Hidayatullah :
153www.bmh.or.id/tentang.php, diakses pada 31 Oktober 2016.
207
Visi :
Menjadi lembaga amil zakat yang terdepan dan terpercaya dalam memberikan pelayanan kepada ummat.
Misi :
a. Meningkatkan kesadaran umat untuk peduli terhadap sesama.
b. Mengangkat kaum lemah (dhuafa) dari kebodohan dan kemiskinan menuju kemuliaan dan kesejahteraan.
c. Menyebarkan syiar Islam dalam mewujudkan peradaban Islam.
8. LAZ Persatuan Islam
Lembaga zakat ini menjadi lembaga amil zakat nasional melalui SK Menteri Agama RI no. 552 tahun 2001, yag mana lembaga ini mengelola zakat, infaq dan sedekah yang berkhidmat untuk peningkatan kesejahteraan umat dalam bidang pendidikan, kesehatan, da’wah, sosial dan ekonomi yang ada di Indonesia. Lembaga ini juga didukung oleh tenaga amil yang profesional sehingga menjadikannya mudah dalam menghimpun dan penyalurannya. Untuk
208
menjamin keberlangsungan kegiatan sosialnya, lembaga ini memiliki visi dan misi yang diharapkan mampu menjadi penyemangat disetiap perjalanan sosialnya. Visi darilembaga ini adalah “Menjadi lembaga yang amanah, profesional dan transparan”. Untuk mendukung visi tersebut, lembaga ini juga memiliki misi untuk mendukung visinya yaitu dengan :
a. Membangun kesadaran umat untuk membayar zakat, infaq dan sodaqoh melalui lembaga.
b. Mengptimalkan potesi zakat, infaq dan sodaqoh di lingkungan umat Islam yang berorientasi pada pengembangan pengembangan produktivitas pendidikan, ekonomi dan dakwah.
c. Membentuk citra lembaga PZU (penyalur zakat umat) yang amanah, transparan dan profesional.
d. Memberikan karya nyata dalam pembelaan terhadap kaum dhuafa dan mustadh’afin.
Dengan adanya visi dan misi yang ada, diharapkan lembaga amil zakat yang bersakala nasional ini mampu menghimpun dan menyalurkan dana zakat, infaq dan sodhaqoh dengan tepat sasaran. Adapun untuk lebih memaksimalkan kinerjanya, lembaga ini
209
membuat beberapa strategi untuk memaksimalkan kinerjanya, yaitu dengan beberapa prinsip kerja :
a. Perspektif Pembelajaran dan Pertumbuhan, yaitu pemahaman visi dan misis bersama dengan memberikan kepuasan kepada amilin PZU, meningkatkan profesionalisme amilin PZU, serta melakukan perbaikan terus menerus.
b. Perspektif Kegiatan Internal, yaitu semua kegiatan internal diarahkan pada bentuk pertanggungjawaban yang akan memuaskan muzakki dan mustahik melalui program dan produk yang diluncurkan PZU.
c. Perspektif Pelanggan, yaitu memberikan pelayanan terbaik untuk kepuasan da kemudahan kepada muzakki dalam menunaikan kewajibannya membayar zakat, infak dan sodhaqoh dan kepada mustahik dalam memperoleh haknya.
d. Perspektif Hasil Akhir, yaitu pengelolaan zakat, infaq dan sodhaqoh oleh PKU semaksimal mungkin sesuai dengan Al Qur’an dan As
210
Sunnah sehingga tepat niat, tepat kaifiyat dan tepat sasaran.154
9. LAZ Yayasan Bangun Sejahtera Mitra Umat
Lembaga yang mendapatkan Surat
Keputusan Menteri Agama RI no.406 tahun 2002
untuk menjadi lembaga amil zakat nasional.
Lembaga ini adalah lembaga yang didirikan untuk
menyalurkan dana-dana sosial dari perusahaan
Bank Mandiri Syariah. Lembaga ini memiliki visi
dan misi sebagai berikut :
Visi : “ Menjadi pengelola zakat, infaq dan
sodhaqoh yang terpercaya pilihan umat”
Misi :
a. Mewujudkan pengelolaan dana ZIS yang
profesional dan memberi manfaat
berkesinambungan.
b. Mengutamakan penghimpunan dana ZIS
melalui kelembagaan dan penyalurannya
berorientasi kepada pemberdayaan umat.
c. Mengembangkan tenaga amil profesional dalam
lingkungan dan budaya kerja yang sehat.
154 pzu.or.id/?mod=content&cmd=statis&amid=2&catid=1. Diakses
pada 2 November 2016.
211
d. Membangun kerjasama dengan lembaga
pengelola ZIS dan lembaga sosial lainnya.
e. Menyelenggarakan operasional lembaga sesuai
degan standar pengelolaan ZIS yang sehat.
Selain adanya visi dan misi sebagai tujuan dan aktivitas dari organisasi, lembaga ini juga menggunakan nilai-nilai untuk menopang keberlanjutan programnya, yaitu :
a. Usaha yang tidak kenal lelah untuk meraih yang
terbaik dan berguna.
b. Memberikan pelayanan yang terbaik, terbuka,
cepat dan berdaya guna.
c. Aktif mengembangkan diri sebagai organisasi
pembelajar.
d. Teguh berpegang pada Syari’ah Islam sebagai
landasan aktifitasnya.155
10. LAZ Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia
Lembaga yang disingkat namanya dengan
nama “Dewan Dakwah” ini didirikan paa tanggal
26 Februari 1967oleh para ulama pejuang yaitu
Bapak Mohammad Natsir (mantan Perdana
Menteri Indonesia). Organisasi ini telah tersebar
dan berkembang di 30 provinsi dan lebih dari 100
kotamadya dan kabupaten. Lembaga ini
155 www.laznasbsm.or.id/content/visi-misi. Diakses pada 2
November 2016.
212
mempunyai landasan untuk berdakwa pada surat
Ali Imran: 104, yang berbunyi “Kewajiban setiap
Muslim adalah melaksanakan dakwah.”. Lembaga
yang sudah cukup mendunia ini menjadi anggota
di beberapa organisasi dakwah internasional,
antara lain yaitu : anggota Al-Haiah Al-‘ulya
Littansik Al-Munazhomat Al-Islamiyah yang
berpusat di Makkah dan juga angggota
International Islamic Council fo Dakwah and
Relief, sedangkan ditingkat regional menjadi
anggota Regional Islamic Dakwah Council of
Southest Asia and the Pacifik yang berpusat di
Kuala Lumpur.156
Berikut visi dan misi dari lembaga ini :
Visi :
Terwujudnya tatanan kehidupan masyarakat Indonesia yang Islami.
Visi ini merujuk pada anggaran dasar/ anggaran rumah tangga pasal 4 Pengurus Dewan Islamiyah Indonesia.
Misi :
156 dewandakwah.or.id/visi-dan-misi/diiakses pada 31 Oktober
2016.
213
a. Melaksanakan khittah Da’wah, AD/ART Dewan Da’wah guna terwujudnya tatanan kehidupan yang Islami, sengan meningkatkan mutu da’wah di Indonesia yang berasaskan Islam, taqwa dan keridhaan Allah ta’ala.
b. Menanamkan aqidah dan menyebarkan pemikiran Islam yang bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah.
c. Menyiapkan du’at untuk berbagai tingkatan sosial kemasyarakatan dan menyediakan sarana untuk meningkatkan kualitas da’wah.
d. Menyadarkan umat akan kewajiban da’wah dan membina kemandirian mereka.
e. Membendung pemurtadan, ghazwul fikri dan haraqah hadamah.
f. Mengembangkan jaringan kerjasama serta koordinasi kearah realisasi amal jama’i.
g. Memberdayakan hubungan dengan berbagai pihak, pemerintah dan lembaga lainnyabagi kemaslahatan umat dan bangsa.
h. Membangun solidaritas Islam Internasional dalam rangka turut serta mendukung terciptanya perdamaian dunia. 157
157 dewandakwah.or.id/visi-dan-misi/. Diakses pada 31 Oktober
2016.
214
11. LAZ Yayasan Baitul Maal Bank Rakyat
Indonesia
Lembaga ini adalah salah satu lembaga yang mulai berdiri dengan pendanaan dari perusahaan Bank Rakyat Indonesia, yang bertujuan untuk menyalurkan dana-dana sosial dari perusahaan tersebut. Lembaga ini juga telah mendapat Surat Keputusan Menteri Agama RI no 445 tahun 2002 untuk menjadi lembaga amil zakat nasional. Sesuai dengan fungsinya sebagai penghimpun dan juga penyalur dana ZIS, Lembaga ini mempunyai visi dan misi sebagai berikut :
Visi :
Menjadi pengelola ZIS terkemuka di Indonesia yang amanah, profesional dan sesuai dengan syariat Islam.
Misi :
a. Mengoptimalkan pengumpulan dan penyaluran ZIS di lingkungan BRI dan umat Islam pada umumnya.
b. Meningkatkan pemanfaatan ZIS secara tepat guna berhasil guna.
c. Menyelenggarakan kegiatan dengan memperhatikan prinsip-prinsip GCG (Good Corporate Government).
215
Selain menggunakan visi dan misi, lembaga ini juga menggunakan tujuan-tujuan yang jelas sehingga dalam perjalanannya nanti mampu menghasilan program-program yang mampu bermanfaat bagi masyarakat ataupun kaum dhuafa sebagai sasaran program sosialnya. Tujuannya adalah sebagai berikut :
a. Perusahaan dapat berperan serta dalam peningkatan keimanan dan ketaqwaan para karyawan dan masyarakat.
b. Menciptakan harmonisasi hubungan dengan masyarakat sekitar (bentuk nyata kepedulian sosial).
c. Untuk mengoptimalkan potensi ZIS di masyarakat khususnya di lingkungan perusahaan.158
12. LAZ Baituzzakah Pertamina
Lembaga yang dahulu hanya digunakan
untuk menampung dana ZIS dari para pekerja
muslim di perusahaan PERTAMINA, yag
pengoordinasiannya berada di Badan Dakwah
158ybmbri.org/visi-dan-misi/. Diakses pada 2 November 2016.
216
Islam Pertamina. Lalu dengan semakin
membesarnya organisasi ini maka dibentuklah
BAZIS pada tanggal 10 Februaru 1992 yang
dikeluarkan oleh SK pengurus KORPRI no. Skep-
002/K-11/Fuper/1992, yang pada tahun
sebelumnya juga sudah mendapat ijin dari Menteri
Dalam Negeri dan juga Mneteri Agama RI.
Dengan lahirnya surat keputusan bersama dua
Menteri tersebut maka dari para badan usaha milik
negara (BUMN) banyak yang membentuk badan
pengelola zakat di lingkungan perusahaannya. Lalu
pada Mei 2004 LAZ BAZMA mendapat
kepercayaan dari Pemerintah untuk menjadi
lembaga amil zakat nasional melalui SK no. 313
tahun 2004 oleh Menteri Agama RI.159
Berikut ini adalah Visi dan Misi dari lembaga ini :
Visi :
Menjadi Bazma dengan lembaga zakat yang profesional, amanah, jujur serta mampu mensejahterakan masyarakat.
159 bazmapertamina.com/sejarah-lahirnya-bazma-pertamina/,
diakses pada 31 Oktober 2016.
217
Misi :
a. Sebagai penyelenggaraan pengumpul dan penyalur dana ZIS yang efektif, efisien dan tepat sasaran.
b. Memberikan pemahaman dan sosialisasi akan manfaat dan pentingnya dana ZIS demi kemaslahatan umat.
c. Memnfaatkan dana ZIS dan donasi lainnya didalam usaha-usaha pemberdayaan masyarakat yang berorientasi ibadah, sosial, dan produktivitas usaha masyarakat.
d. Sebagai syiar agama Islam. 160
13. LAZ Dompet Peduli Umat Daarut Tauhiid
Lembaga ini didirikan oleh KH. Abdullah
Gymnastiar pada tanggal 16 Juni 1999. Dengan
latar belakang tidak adanya pemikiran kelanjutan
dan keberlangsugan si peerima dana dan belum
optimalnya pengelolaan dana zakat. Selain sebagai
lembaga yang mengelola zakat, lembaga ini juga
160 bazmapertamina.com/sejarah-lahirnya-bazma-pertamina/.
Diakses pada 31 Oktober 2016.
218
berkampaye untuk menguatkan kesadaran
masyarakat untuk berzakat dan juga berusaha
merubah nasib kaum mustahik menjadi kaum
muzaki. Kiprah lemaga ini akhirnya mendapat
perhatian dari Pemerintah RI dan kemudian
ditetapkan menjadi lembaga amil zakat nasional
denga SK no. 257 tahun 2016 dari Menteri Agama
RI. Selain itu lembaga ini juga memiliki beberapa
misi yang harus selalu dijalankan, yaitu :
a. Mengoptimalkan potensi ummat melalui zakat,
infaq dan sedekah.
b. Memberdayakan masyarakat dalam bidang
ekonomi, pendidikan, dakwah dan sosial
menuju masyarakat mandiri.161
14. LAZ Yayasan Rumah Zakat Indonesia
Lembaga Rumah Zakat menjadi sebuah
lembaga amil zakat nasonal berdasarkan
Keputusan Menteri Agama RI no. 421 tahun 2015,
yang mana itu menandakan bahwa Pemerintah RI
melalui Kemenag percaya kepada rumah zakat
untuk bisa menjadi salah satu lembaga amil zakat
amanah dalam pengerjaannya.
Visi dan misi lembaga ini adalah:
Visi:
161 dpu-daaruttauhid.org/web/page/profile, diakses pada 31
Oktober 2016.
219
Menjadi lembaga filantropi Internasional berbasisi pemberdayaan yang profesional
Misi:
a. Berperan aktif dalam membangun jaringan
filantropi internasional.
b. Memfasilitasi kemandirian masyarakat.
c. Mengoptimalkan seluruh aspek sumber daya
melalui keunggulan insani.
Dengan Brand Value nya yaitu Trusted, Progressive dan Humanitarian.162
15. LAZIS Muhammadiyah
Lembaga yang sering disebut sebagai
Lazismu adalah lemabaga yang didirikan oleh
Pengurus Pusat Muhammadiyah pada tahun 2002
yang kemudian dikukuhkan oleh Menteri Agama
RI sebagai lembaga amil zakat nasional melalui SK
no. 457 pada tanggal 21 November 2002. Latar
belakag pendiriannya terdiri dari dua faktor yaitu
Indonesia yang masih banyak diselimuti oleh
kemiskinan, kebdohan dan indek pembangunan
manusianya yang masih rendah dan keyakinan
162www.rumahzakat.org/tentang-kami/visi-dan-misi/, diakses pada
31 Oktober 2016.
220
bahwa zakat diyakini mampu bersumbangsih
dalam mendorong keadilan sosial, pembagunan
manusia dan mampu mengentaskan kemiskinan.163
Untuk memaksimalkan kinerja daripada
lembaga lazismu, maka dibuatlah visi dan misi,
yaitu sebagai berikut :
Visi :
Terciptanya kehidupan sosial ekonomi umat yang
berkualitas sebagai benteng atasproblem
kemiskinan keterbelakangan dan kebodohan pada
masyarakat melalui berbagai program yang
dikembangkan Muhammadiyah.
Misi :
a. Prioritas penerima manfaat adalah kelompok
fakir, miskin dan fisabilillah.
b. Pendistribusian ZIS dilakukan secara
terprogram (terencana dan terukur) sesuai
core gerakan Muhammadiyah, yakni :
pendidikan, ekonomi dan sosial dakwah.
c. Melakukan sinergi dengan majelis, lembaga,
ortom dan amal usaha Muhammadiyah dalam
merealisasikan program.
d. Melakukan sinergi dengan institusi dan
komunitas diluar Muhammadiyah untuk
memperluas domain dakwah sekaligus
163www.lazismu.org/latarbelakang/, diakses pada 31 Oktober 2016.
221
eningkatkan awareness publik kepada
persyarikatan.
e. Meminimalisir bantuan karitas kecuali
bersifat darurat seperti di kawasan timur
Indonesia, daerah yang terpapar bencana dan
upaya-upaya penyelamatan.
f. Intermediasi bagi setiap usaha yang
menciptakan kondisi dan faktor-faktor
pendukung bagi terwujudnya masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya.
g. Memobilisasi pelembagaan gerakan ZIS di
seluruh struktur Muhammadiyah dan amal
usaha.164
16. LAZIS Nahdlatul Ulama
Lembaga yang legalitasnya diberikan oleh
Menteri Agama melalui SK no. 65 tahun 2005
sebagai lembaga amil zakat nasional.
Visi dan misi LAZIS NU sebagai berikut :
Visi :
Bertekad menjadi lembaga pengelola dana masyarakat (ZIS dan CSR) yang didayagunakan
164www.lazismu.org/kebijakan/. Diakses pada 2 November 2016.
222
secara amanah dan profesional untuk pemandirian umat.165
Misi :
a. Mendorong tumbuhnya kesadaran masyarakat
untuk mengeluarkan zakat, infaq dan sedekah
dengan rutin dan tepat.
b. Mengumpulkan/menghimpun dan
mendayagunakan dana ZIS secara profesional,
transparan, tepat guna dan tepat sasaran.
c. Menyelenggarakan program pemberdayan
masyarakat guna mengtasi problem kemiskinan,
pengangguran dan minimnya akses pendidikan
yang layak.166
17. LAZIS Ikatan Persaudaraan Haji Indonesia
LAZIS ini menjadi lembaga amil zakat nasional berdasarkan SK no. 498 tahun 2006 oleh Kementerian Agama RI. 167
165nucarelazisnu.org/sejarah/. Diakses pada 2 November 2016.
166 www.lazisnujateng.org/p/visi-bertekad-menjadi-lembaga-
pegelola.html, diakses pada 31 Oktober 2016.
167 lazisiphidki.blogspot.co.id/2013/03/info-kesekretariatan-lazis-
iphi-dki.html, diakses pada 31 Oktober 2016.
223
Untuk menjadi sebuah lembaga yang bisa berpandangan kedepan, Lazis Ikatan Persaudaraan Muslim Indonesia membuat visi dan misi untuk langkah kedepannya, yaitu :
Visi :
Menjadi lembaga yang amanah dan profesional dalam meningkatkan status sosial, ekonomi dan pendidikan kaum dhuafa dan anak yatim.
Misi :
a. Menggali potensi-potensi ZIS dilingkungan anggota IPHI wilayah provinsi DKI Jakarta khususnya dan masyarakat luas pada umumnya.
b. Menghimpun dan menyalurkan ZISsesuai syari’ah dan akuntabel.
c. Melakukan binaan kepada anak yatim untuk menuju kemandirian.
d. Memberikan bimbingan kepada Muzakki tentang pengeluaran ZIS.
e. Memberikan bimbingan kepada Mustahiq tentang pengeluaran ZIS.
224
f. Membangun kebersamaan dan ukhuwah Islamiyah antara muzakki dan mustahiq.168
18. BAZIS Kabupaten Semarang Lembaga amil yang lahir sebagai
implementasi Peraturan Daerah No. 04 tahun 2008 tentang Pengelolaan Zakat, Infaq dan Shodaqah. Peraturan Daerah yang disusun sebagai tidak lanjut daru Undang-undang No. 38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat. Selain karena adanya amanat dari konstitusi negara melalui Undang-undang, dan juga ditambah dengan adanya Peraturan Daerah tentang Zakat di Kabupaten Semarang, ada juga beberapa faktor yang melatar belakangi lahirnya lembaga ini, yaitu :
a. Mayoritas penduduk Kabupaten Semarang beragama Islam.
b. YAZIS sudah berjalan dengan baik namun belum optimal dalam pengumpulan maupun pendayagunaannya.
c. Komitmen eksekutif dan legislatif serta tokoh masyarakat / Kiai dan Alim Ulama untuk
168 lazisiphidki.blogspot.co.id/2013/03/visi-dan-misi.html. Diakses
pada 2 November 2016.
225
membuat wadah pengelolaan zakat yang amanah dan profesional.
d. Peran serta dunia usaha dan industri (Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah dan Swasta) dengan memberikan dana sosial perusahaan untuk kesejahteraan masyarakat.
Selain karena beberapa latar belakang di atas, ada juga beberapa tantangan yang harus dihadapi oleh lembaga ini di Kabupaten Semarang, yaitu :
a. Kemiskinan mencapai 32% atau kurang lebih 233.000.
b. Dampak krisis ekonomi global mencapai 15.000 orang.
c. Siswa yang membutuhkan bantuan kurang lebih 6.000 siswa.
d. Anak putus sekolah rata-rata 150 siswa / tahun.
e. Sebagian wilayah Kabupaten Semarang sering mengalami bencana alam.
f. Sosialisasi Undang-undang RI No. 38 tahun 1999 dan Perda No. 04 tahun 2008 belum optimal ke seluruh lapisan masyarakat sehingga peraturan perundang-undangan ini belum dipahami dan menjadi kesadaran bagi muzaki untuk melaksanakannya.
226
Lembaga ini mempunyai tekad yang kuat untuk maju kedepannya, sehingga dirasa perlu untuk membuat suatu visi dan misi sebagai pandangan jauh kedepan dan juga penerapan dari pandangan tersebut, yaitu sebagai berikut:
Visi :
Terlaksananya pengelolaan zakat, infaq dan shodaqoh secara optimal dan profesional serta mandiri guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Semarang.
Misi :
a. Mewujudkan pengelolaan Zakat, Infaq dan Shodaqoh secara profesional, amanah dan mandiri sesuai tuntutan agama.
b. Meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menyalurkan zakat,infaq dan shodaqoh.
c. Meningkatkan peran dan hasil guna zakat, infaq dan shodaqoh.
d. Mengubah mustahik menjadi muzakki.169
169 Baziskabsemarang.com/hal-19-latar-belakang-sejarah-
pendirian-bazis.html. Diakses pada 19 November 2016.
227
19. LAZIS Universitas Muhammadiyah Surakarta Lazis ini merupakan salah satu badan amil
yang dibentuk oleh sebuah instansi pendidikan yaitu Universitas Muhammadiyah Surakarta, sebuah universitas swasta dibawah naungan organisasi keagamaan Muhammadiyah. Sejarah lembaga ini dibentuk dari sebuah zakat center di UMS pada bulan Oktober 2016, akan tetapi dengan berjalannya waktu adanya penggabungan dengan pengelolaan infaq dari karyawan UMS, sehingga perubahan nama lembaga pun perlu dilakukan yaitu dengan pembentuka nama menjadi LAZIS UMS pada tanggal 4 Mei 2003. Akantetapi dengan adanya hasil rakornas LAZISMU pada tahun 2012 menetapkan LAZIS UMS masuk pada jejaring lAZISMU pusat dan harus mengubah nama menjadi LAZISMU UMS. Lembaga ini memiliki status yang legal sebagai lembaga yang berbadan hukum berbentuk yayasan, yang mana status ini secara otomatis disandang karena LAZIS UMS berada di bawah LAZISMU yang sudah beroperasi secara nasional dengan SK MENAG No. 457 tahun 2002 tertanggal 21 November 2002.170 Lembaga ini juga memiliki
170 Lazisums.blogspot.co.id/p/profil_7.html?m+1. Diakses pada 19
November 2016.
228
visi dan misi yang digunakan untuk memajukan organisasi ini, antara lain sebagai berikut :
Visi : Menjadi organisasi pengelola Zakat, infaq dan shodaqoh (ZIS) yang amanah dan profesional.
Misi :
a. Menggali dan mengelola ZIS b. Mengembangkan sistem yang
transparan untuk pengelolaan ZIS c. Membangun kemitraan dengan
lembaga yang sejalan
20. Yayasan Solopeduli Ummat Sebuah organisasi yang biasanya disebut
oleh masyarakat dengan sebutan Solo Peduli adalah sebuah lembaga yang bergerak di bidang sosial kemasyarakatan, didirikan di kota Solo yang bertujuan untuk mengangkat nilai-nilai kepedulian masyarakat untuk peduli kepada para kaum dhuafa dengan menggunakan beberapa program, yaitu : Zakat, Infaq, Shodaqoh, Wakaf (ZISWAF), dana sosial lainnya yang halal dan juga
229
legal dari sumber perorangan maupun perusahan/lembaga-lembaga lainnya. Yang mana hasil pengumpulannya diwujudkan dengan dengan menggunakan program sosial yang inovatif dan solutif sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sejarah lembaga ini dimulai dengan adanya keadan krisis moneter yang terjadi pada Indonesia pada tahun 1998, yang menyebabkan ekonomi Indonesia saat itu terpuruk, terjadinya banyak pemutusan hubugan kerja, pengangguran dimana-mana yang menyebabkan angka kemiskinan meningkat. Dengan latar belakang kondisi memperihatinkan seperti itulah, ketiga tokoh penggagasnya mulai membangun lembaga amil ini. Ketiga orang tersebut adalah Danie H. Soe’oed (harian umum Solopos), Erie Sudewo (Dompet Dhuafa) dan Drs. Mulyanto Utomo (harian umum Solopos). Lembaga ini secara resmi berdiri pada tanggal 11 Oktober 1999 dengan pengesahan dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia No. AHU.924.AH.01.04. Tahun 2010 dan lengkap dengan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) : 31.164.613.7-526.000.171
171 Solopeduli.org/tentang-kami/sejarah-solopeduli. Diakses pada
19 November 2016.
230
21. Yayasan Aitam Indonesia Yayasan Aitam Indonesia berdiri atas rasa
keprihatinan para pendirinya terhadap anak-anak yatim yang kurang mampu dalam mengjalani hidupnya dengan umum, seperti dalam mengenyam pendidikan, pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari dan lain sebagainya. Lembaga sosial ini dibentuk pada tanggal 12 September 2011 dengan nama Yayasan Aitam Indonesia. Lembaga ini memilki visi da misi sebagai berikut :
Visi :
Menjadi lembaga fasilitator dan mediator profesional yang mampu memberikan solusi secara totalitas dalam pelaksanaan penyantunan, pembinaan dan pemberdayaan anak yatim Indonesia.
Misi :
a. Bidang Pembinaan dan Bimbingan: menjadi wadah pembinaan dan bimbingan bagi anak yatim piatu.
b. Bidang Bantuan / Sumbangan: menghimpun dan menyalurkan berbagai bantuan / sumbangan kepada anak-anak yatim piatu.
231
c. Bidang Penyelenggaraan Pendidikan: ikut mensukseskan program pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan yang bermutu, khususnya bagi yatim piatu untuk menghasilkan profil anak yatim berkarakter Islami, percaya diri menghadapi masa depan.
d. Bidang Jangkauan Pelayanan: memperluas jangkauan pelayanan di seluruh Indonesia.172
22. BAZNAS Kota Yogyakarta Lembaga amil zakat ini adalah salah satu
lembaga cabang dari BAZNAS nasional yang terdapat di setiap daerah Indonesia dengan tujuan untuk memudahkan dalam hal penghimpunan zakat sehingga terintegrasi dengan nasional. Lembaga amil ini memiliki visi dan misi sebagai berikut :
Visi:
Menjadi BAZNAS Kota Yogyakarta sebagai pusat zakat yang kompeten, terpercaya dan tanggap melayani muzaki dalam mewujudkan mustahik mendiri menuju Yogyakarta berkah.
172 Aitam-indonesia.or.id/sejarah/. Diakses pada 24 November
2016.
232
Misi :
a. Mewujudkan BAZNAS Kota Yogyakarta yang kompeten dalam mengelola ZIS.
b. Mewujudkan BAZNAS Kota Yogyakarta yang terpercaya dan menjadi pilihan umat.
c. Mewujudkan BAZNAS Kota Yogyakarta yang tanggap terhadap permasalahan umat.
d. Mewujudkan BAZNAS Kota Yogyakarta yang mamapu mengubah mustahik menjadi muzaki.
e. Mewujudkan BAZNAS Kota Yogyakarta yang memberi kemaslahatan bagi umat.
Dengan adanya visi dan misi tersebut diharapkan mampu meningkatkan kesejahteraan dalam lingkungan muzaki.173
23. LAZIS Universitas Sebelas September (UNS) Dengan semangat yang didasari dari Al
Qur’an di dalam surat At Taubah: 103 dan juga At Taubah: 60, lembaga ini didirikan pada tanggal 18 September 2004 yang bertepatan pada peringatan Maulid Nabi di Universitas Sebelas Maret (UNS). Kelahiran lembaga ini juga dilatar
173 Baznas,jogjakota.go.id/Home/profil/3. Diakses pada 24
November 2016.
233
belakangi oleh adanya dukungan dari semua civitas akademik Universitas tersbut, mulai dari Rektorat, Karyawan hingga Mahasiswa, yang mana mereka semua menilai bahwa potensi zakat dan infaq harus dikelola secara profesional yang nantinya memiliki fungsi sosial. Dengan telah hadirnya lembaga ini, sudah tepatlah untuk menjadi sebuah lembaga yang resmi beroperasi untuk mengelola zakat dan juga infaq di kalangan UNS dan untuk memuluskan kinerja dr embaga ini, ada beberapa visi dan misi yang telah dibuat, sebagai berikut :
Visi:
Menjadi lembaga yang amanah dan profesional dalam membangun kemandirian ummat.
Misi:
a. Membangun dan memberdayakan masyarakat melalui program layanan sosial.
b. Memberikan dukungan dalam proses mustahik menjadi muzakki.
234
c. Membangun kebersamaan dan kepedulian terhadap sesama.174
24. BAZ Semarang Badan Amil Zakat (BAZ) Kota Semarang
berdiri pada hari jum’at tanggal 13 Juni 2003 dengan surat keputusan Walikota Semarang No. 451.1.05.159 tentang pembentukan badan amil zakat Kota Semarang yang bertujuan untuk mencapai daya guna, hasil guna dan akuntabilitasnya dalam pengelolaan dana zakat, infaq dan sedekah (ZIS) sehingga nantinya mampu meningkatkan peran umat Islam Kota Semarang dalam rangka pembangunan manusia seutuhnya dengan memaksimalkan pengumpulan dan pengelolaan dana ZIS. Salah satu lembaga amil yang ada di wilayah Semarang ini memiliki visi dan misi sebagai berikut :
Visi : Mewujudkan pengelolaan zakat, infaq dan sedekah (ZIS), yang berdayaguna dan berhasilguna berdasarkan asas keadilan dan keterbukaan.
Misi :
174 Lazis.uns.ac.id/?page_id=625#access. Diakses pada 24
November 2016.
235
a. Menumbuhkan kepercayaan masyarakat muslim akan arti pentingnya ZIS.
b. Mengelola dana ZIS secara profesional, berbasis manajemen modern dan syariah.
c. Memberdayakan dan meningkatkan kesejahteraan hidup kaum ekonomi lemah (Dhu’afa).
Selain menggunakan visi dan misi yang ada diatas, lembaga ini juga memiliki mota yang juga akan mendukung kinerja daripada lemabaga ini, yaitu meneguhkan hati, mengikhlaskan amal, berbagi sesama.175
25. Rumah ZIS Universitas Gajah Mada (UGM) Salah satu lembaga amil yang didirikan
oleh sebuah lembaga pendidikan yang ada di wilayah Yogyakarta yang memiliki tujuan :
a. Perwujudan satu pilar Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu pengabdian masyarakat.
b. Mengoptimalkan peran UGM di masyarakat khususnya dalam bidang sosial kemanusiaan, maka dibentuklah Lembaga Amil Zakat
175 Bazsemarang.or.id/visi-dan-misi/read/visi-dan-misi. Diakses
pada 24 November 2016.
236
Nasional (LAZ) yang bernama Rumah ZIS Civitas UGM.
c. Meningkatkan mental solidaritas yang dilandasi oleh niat beribadah dan persaudaraan Islamiyah, kebersamaan, semangat untuk membela kepentingan bersama dari masyarakat kecil bawah setempat.
Selain itu lembaga amil ini juga akan memberikan beberapa manfaat bagi masyarakat, yaitu :
a. Memudahkan penyaluran dana sosial dari civitas akademika muslim UGM dalam rangka perwujudan ibadah mereka.
b. Meningkatkan pemberdayaan umat di lingkungan UGM.
c. Mengurangi gap di antara masyarakat kaya dan miskin.
d. Membantu masyarakat yang belum mampu secara ekonomi, khususnya dalam melancarkan proses pendidikan di UGM.176
26. ZISWAF Center
176 Rumahzis.ugm.ac.id/tujuan-dan-sasaran/. Diakses pada 24
November 2016.
237
Lembaga ini dinamakan dengan nama Indonesia Ziswaf Center yang berada di bawah yayasan Indonesia Sati Hati dengan akta No. 6 tanggal 27 Agustus 2007. Lembaga ini memiliki isi dan Misi, sebagai berikut :
Visi:
Menjadi lembaga sosial dan amil zakat yang besar dan profesional.
Misi :
a. Menjadi pengelola Ziswaf amanah. b. Mendorong aghniya untuk sadar zakat. c. Membantu meningkatkan potensi
perekonomian para mustahiq. d. Mendorong lahirnya SDM yang berkualitas di
masyarakat. e. Mendorong terciptanya kehidupan sosial
ekonomi yang terintegrasi dengan Islam.177
177 Ziswafcenter.org/visi-dan-misi/. Diakses pada 24 November
2016.
238
27. BAZ Temanggung Lembaga ini adalah salah satu pemekaran
dari lembaga zakat nasional yang ada di masing-masing Provinsi di seluruh Indonesia. Lembaga ini memiliki visi dan misi, sebagai berikut :
Visi:
Menjadi badan amil zakat daerah yang amanah, transparan dan profesional.
Misi :
a. Meningkatkan kesadaran umat untuk berzakat melalui amil zakat.
b. Meningkatkan penghimpunan dan pendayagunaan zakat di lingkungan Pemerintah kabupaten Temanggung sesuai dengan ketentuan syariah dan prinsip manajemen modern.
c. Menumbuh kembangkan pengelola/amil zakat yang amanah, transparan, profesional dan terintegrasi dengan Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).
d. Memaksimalkan peran zakat dalam menanggulangi kemiskinan khususnya diwilayah Kabupaten Temanggung melalui
239
sinergi dan koordinasi dengan lembaga terkait.178
28. BAZNAS Karanganyar Lembaga ini didirikan dengan adanya kesadaran antara umat Islam dengan Pemerintah Daerah setempat yang mana, mereka ingin lebih menyempurnakan ajaran agama Islam bagi pemeluk-pemelukya di daerah ini. Dengan sepakat mereka ingin berperan secara aktif memecahkan masalah-masalah kemasyarakatan dan sosial keagamaan. Lalu dengan aanya kepentingan-kepentingan tersebut, dibentuklah sebuah forum komunikasi ulama umaro dan tokoh masyarakat di Kabupaten Karanganyar untuk membantu memecahkan masalah-masalah yang terjadi di masyarakat, seperti sosial keagamaan, kependidikan remaja dan sosial kemasyarakatan. Dari forum inilah digagas adanya Badan Amil Zakat Infaq dan Shodaqoh Kabupaten Karanganyar dan disingkat dengan BAZIS untuk menghimpun dana dari masyarakat, melalui pengumpulan zakat, infaq dan shodaqoh ntuk dikelola dan didayagunakan menggunakan prinsip-prinsip
178 Baztemanggung.org/profil/visi-dan-misi/. Diakses pada 25
November 2016.
240
Islam yang mampu memperbaiki kondisi yang terjadi di masyarakat sehingga kemaslahata umat bisa terangkat. BAZIS ini mendapat izin resmi dari Pemerintah RI melalui Peraturan Pemerintah RI No. 14 Tahun 2014, mengenai pelaksanaan Undang-Undang No. 23 Tahun 2011, BAZIS berubah nama menjadi BAZNAS sesuai dengan Surat Keputusan Dirjen No. Di .II/568 Tahun 2014 Tanggal 5 Juni 2014 ditetapkan sebagai BAZNAS tingkat Kabupaten. Lembaga ini memiliki Visi dan Misi, sebagai berikut :
Visi:
Menjadi badan zakat nasional yang amanah, transpran dan profesional.
Misi :
a. Meningkatkan kesadaran umat untuk berzakat melalui amil zakat.
b. Meningkatkan penghimpunan dan pendayagunaan zakat nasional sesuai dengan ketentuan syariah dan prinsip manajemen modern.
c. Menumbuhkembangkan pengelola/amil zakat yang amanah, transparan, profesional dan terintegrasi.
241
d. Memaksimalkan peran zakat dalam menanggulangi masalah kemiskinan di Indonesia melalui sinergi dan koordinasi dengan lembaga terkait.179
C. Proporsi Pembayaran Zakat di Kawasan Joglosemar
Dari 396 responden muzaki yang diteliti di
kawasan Joglosemar, ada tiga jenis responden yang
menjadi obyek penelitian. Jika responden tersebut hanya
membayarkan zakatnya ke lembaga zakat, maka
persentase pembayaran zakatnya kepada lembaga zakat
berarti 100 %. Jika responden hanya membayarkan
zakatnya kepada mustahiq, maka berarti persentasenya
ditulis 0 %. Sedangkan bagi yang membayarkan zakatnya
kepada mustahiq dan lembaga zakat sekaigus, ada
jawaban yang berbeda-beda sesuai persentase
pembayaran zakat mereka. Berikut sebaran responden
berdasarkan proporsi pembayaran zakat mereka kepada
lembaga zakat:
No
Berzakat ke
Lembaga
Zakat
Frekuen
si Persentase
179 Baznaskaranganyar.com/program-kerja/, diakses pada 25
November 2016.
242
1 0 % 109 27,53%
2 5 % 1 0,25%
3 10 % 5 1,26%
4 20 % 12 3,03%
5 25 % 2 0,51%
6 30 % 27 6,82%
7 40 % 14 3,54%
8 50 % 70 17,68%
9 60 % 8 2,02%
10 70 % 42 10,61%
11 75 % 7 1,77%
12 80 % 15 3,79%
13 90 % 10 2,53%
14 100 % 74 18,69%
Total 396 100 %
Sumber: Data Primer Diolah
Tabel 3.1. Sebaran Responden Berdasarkan
Proporsi Pembayaran Zakat
243
Dari data tabel di atas menunjukkan bahwa
responden yang tidak membayarkan zakatnya sama sekali
(0%) ke lembaga zakat jumlahnya ada 109 orang (27,53
%). Sedangkan yang membayarkan zakatnya ke lembaga
zakat sekaligus ke mustahiq langsung, memilih
persentase pembayaran zakat yang berbeda-beda. Ada
yang hanya 5 % ke lembaga zakat, tetapi hanya 1 orang
(0,25 %), 10 % ke lembaga zakat ada 5 orang (1,26 %),
20 % ke lembaga zakat ada 12 orang (3,03 %), 25 % ke
lembaga zakat ada 2 orang (2,51 %), 30 % ke lembaga
zakat ada orang (3,03 %), 10 % ke lembaga zakat ada
orang (1,26 %), 20 % ke lembaga zakat ada 12 orang
(3,03 %), 10 % ke lembaga zakat ada 5 orang (1,26 %),
20 % ke lembaga zakat ada 12 orang (3,03 %), 25 % ke
lembaga zakat ada 2 orang (0,51 %), 30 % ke lembaga
zakat ada 27 orang (6,82 %), 40 % ke lembaga zakat ada
14 orang (3,54 %), 50 % ke lembaga zakat ada 70 orang
(17,68 %), 60 % ke lembaga zakat ada 8 orang (2,02
%), 70 % ke lembaga zakat ada 42 orang (10,61 %), 75 %
ke lembaga zakat ada 7 orang (1,77 %), 80 % ke lembaga
zakat ada 15 orang (3,79 %), 90 % ke lembaga zakat ada
10 orang (2,53 %) dan terakhir 100 % ke lembaga zakat
ada 74 orang (18,69 %).
Responden yang terbanyak dalam kecenderungan
pilihan pembayaran zakat adalah responden yang
membayarkan zakatnya kepada mustahiq sekaligus
kepada lembaga zakat, yaitu berjumlah 213 responden
atau 53,79 %. 213 responden tersebut berbeda-beda
persentase pembayarannya ke lembaga zakat, tetapi yang
244
terbanyak adalah yang membayarkan zakatnya kepada
lembaga zakat dengan persentase 50 %, yaitu berjumlah
70 responden, atau 17,68 %. Selain responden yang
menyalurkan zakatnya kepada dua pihak tadi, ada pula
responden yang hanya memberikan zakatnya kepada
mustahiq langsung, yaitu 109 responden atau 27,53 %.
Dan selebihnya adalh responden yang membayarkan
zakatnya kepada lembaga zakat saja, yaitu sebanyak 74
responden, atau 18,69 %.
Grafik proporsi pembayaran zakat muzaki ke
lembaga zakat dapat dilihat dalam grafik berikut ini:
Sumber: Data primer diolah
Gambar 3.1. Grafik Proporsi Pembayaran Zakat
Responden ke Lembaga Zakat
245
D. Kecenderungan Berzakat ke Mustahik
Secara Langsung Dari penelitian terhadap 396 responden, dapat
diketahui bahwa secara umum mayoritas muzaki tidak
menganggap penting ke mana zakat mereka akan
diberikan. Bagi mereka, tidak ada perbedaan secara
signifikan antara mereka berzakat ke lembaga zakat atau
ke mustahik langsung.
Dari pendalaman melalui data primer yang
ditemukan, ada beberapa faktor yang menyebabkan hal
tersebut, berdasarkan informasi dari para pengelola
lembaga zakat di jalur Joglosemar. Ada sebanyak 20
pengelola lembaga zakat yang diwawancarai oleh
Penulis, menyebutkan bahwa setidak-tidaknya ada tiga
hal yang menyebabkan kondisi tersebut, yaitu faktor
lembaga zakat, faktor muzaki dan faktor pemerintah.
Dari hasil wawancara terhadap 20 pengelola
lembaga zakat di jalur Joglosemar, ada 6 di antara mereka
yang menyebutkan bahwa penyebabnya dari sisi lembaga
zakat dan juga muzaki. Dari 26 jawaban tersebut, 14 di
antaranya mengatakan bahwa faktor penyebab utama itu
bermula dari pengelolaan lembaga zakat yang kurang
memadai. 180 Sedangkan 11 jawaban menyebutkan
180Wawancara dengan Manajer PKPU Boyolali, Taufik Nur
Hidayat (17/02/2014), Manajer BMT UMM, Itoh (18/02/2014), Manajer
DKD Magelang, Rafi (18/02/2014), Manajer LAZ Al-Ihsan Jateng
Cabang Magelang, Yanur Wibowo (18/02/2014), Divisi Keuangan BAZ
Kota Yogyakarta, Tri mursito (18/02/2014), Manajer Umum Lazis UNS,
Catur Wibowo (18/02/2014), Manajer Lazis UMM, Zuhron
246
bahwa faktor penyebab utama adalah bermula dari
muzaki itu sendiri.181 Dan satu jawaban menyebutkan
bahwa faktor utama dan kunci justru bukan berasal dari
lembaga zakat maupun muzaki, akan tetapi bermula dari
pemerintah. 182 Berikut tabel faktor penyebab muzaki
yang semakin merasakan keberkahan berzakat cenderung
berzakat ke mustahik langsung:
(18/02/2014), Manajer RZI Semarang, Ucu Sutrisno (19/02/2014),
Kepala Staf Skretariat Bazda Yogyakarta, Misbahrudin (19/02/2014),
Pengurus harian Yayasan Sosial Aitam Karanganyar, Susmono
(19/02/2014), Sekretaris LAZ Muh Salatiga, Maryo (19/02/2014), Ketua
LZ Yasr Klaten, Yusuf (20/02/2014), Sekretaris LZ masjid Al Kautsar
Mendungan, Drajat (20/02/2014), dan Manajer LAZIS Al-Ihsan Jateng
Surakarta, Sakidi (20/02/2014).
181Wawancara dengan Manajer PKPU Boyolali, Taufik Nur
Hidayat (17/02/2014), Manajer LAZ Al-Ihsan Jateng Cabang Magelang,
Yanur Wibowo (18/02/2014), Divisi Keuangan BAZ Kota Yogyakarta,
Tri mursito (18/02/2014), Manajer Umum Lazis UNS, Catur Wibowo
(18/02/2014), Manajer Lazis UMM, Zuhron (18/02/2014), Manajer
Solopeduli, Supomo (19/2/2014), Manajer RZI Semarang, Ucu Sutrisno
(19/2/2014), Plt manajer Lazis Salatiga sekaligus Pengurus Wilayah
Lazis Jateng bagian marketing, Bagas Laksono (19/2/2014), Ketua
Prozis Ibnu Abbas Klaten, Mukhlis (19/2/2014), Ketua lembaga zakat
Jatisari, Mijen, Semarang, Yasmidi (20/2/2014) dan Kabag.
Penghimpunan/ Marketing PKPU Semarang, Joko Adi Saputro
(20/2/2014).
182Wawancara dengan Manajer RZIS UGM, Taufikurrahman
(18/02/2014).
247
No Faktor Penyebab Jawaban
1 Lembaga zakat 14
2 Muzaki 11
3 Pemerintah 1
Jumlah 26
Sumber: Data primer diolah
Tabel 3.2. Faktor Penyebab Muzaki yang Merasakan
Keberkahan Berzakat
Cenderung Tidak Berzakat ke Lembaga Zakat
Faktor dominan pertama yang menyebabkan
muzaki semakin cenderung tidak memberikan zakatnya
ke lembaga zakat, adalah karena faktor yang bersumber
dari lembaga zakat itu sendiri. Dari data yang ada,
diketahui bahwa titik tekan dari faktor ini adalah masalah
kepercayaan (trust), sosialisasi yang kurang optimal
sehingga lembaga zakat tidak banyak dikenali,
kredibilitas dan profesionalisme kerja para pengelola
zakat, pelayanan secara umum, pelaporan dana zakat,
komunikasi dengan muzaki dan monumen pemberdayaan
dana zakat yang dapat dilihat oleh masyarakat secara
kasat mata.
Masalah kepercayaan (trust), tentu tidak dapat
berdiri sendiri. Trust terkait dengan banyak hal, bisa
karena sosialisasi yang kurang, kredibilitas dan
profesionalisme kerja SDM, pelaporan yang tidak
248
dilakukan, komunikasi dengan dengan muzaki dan
program kerja riil yang dapat dirasakan oleh masyarakat
secara masif.
Sosialisasi lembaga zakat yang kurang
memadai, memang menjadi kendala bagi lembaga zakat
secara umum. Namun demikian, secara umum, lembaga
zakat yang telah lama berdiri akan lebih banyak dikenal
oleh masyarakat daripada yang baru. Sebagaimana
dikatakan oleh Susmono.183 Namun demikian, apa yang
dikatakan Susmono tidak selalu benar. Lembaga zakat
yang lama juga tidak selalu dapat melakukan
penggalangan dana secara optimal dibanding dengan
lembaga zakat yang baru. Masyarakat sekarang secara
umum telah terdidik dengan baik, sehingga mereka akan
melihat kredibilitas dan profesionalisme kerja para
pengelola lembaga zakat. Bahkan eksperimen yang
dilakukan Rafi di Magelang menyebutkan, bahwa jika
seorang muzaki itu telah percaya (trust) terhadap
kredibilitas dan profesionalisme sebuah lembaga zakat,
maka berapapun dana program kerja lembaga zakat, akan
diberikan oleh muzaki tadi.184
Taufikurrahman menyoroti sebagian lembaga
zakat di Indonesia yang ternyata mengambil dana 60 %
183Wawancara dengan Pengurus harian Yayasan Sosial Aitam
Karanganyar, Susmono, dilakukan pada tanggal 19/02/2014.
184Wawancara dengan Manajer DKD Magelang, Rafi tanggal
18/02/2014.
249
untuk amil. Di antara dana tersebut juga untuk biaya iklan
di TV yang menyedot banyak biaya. Inilah yang
mengharuskan pemerintah segera melakukan intervensi
dalam rangka menertibkan LAZ-LAZ seperti itu.185
Apa yang dikatakan Taufikurrahman selaras
dengan makna hadis yang diriwayatkan Bukhari, Muslim
dan Abu Dawud, dari Abu Humaid As-Sa’dy. Kata As-
Sa’dy:186
Nabi telah mengangkat seorang laki-laki dari suku
Azad menjadi amil zakat. Ia disebut orang Ibnu al-
Lutbiah. Satu waktu ia datang menghadap Nabi lalu
berkata, “Ini bagian untukmu, dan ini hadiah untuk
saya.” Kemudian Rasulullah s.a.w. berdiri dan
mengucapkan puji kepada Allah dan selanjutnya beliau
berkata, “Amma ba’du. Aku telah mengangkat dari
kalanganmu orang ini, untuk mengerjakan sesuatu yang
diserahkan Allah kepadaku. Lalu suatu ketika ia datang
dan berkata, ‘Ini untukmu dan ini hadiah untukku.’ Bila
ia jujur apakah jika seandainya ia diam di rumah orang
tuanya, hadiah itu akan datang kepadanya? Demi Allah
jika seseorang dari kalian sesuatu yang bukan haknya,
maka ia akan membawa barang itu di hari Kiamat pada
waktu ia menghadap Allah. Saya tidak tahu apakah di
antaramu di hari Kiamat nanti ada yang membawa unta
185Wawancara dengan Manajer RZIS UGM, Taufikurrahman
tanggal 18/02/2014.
186Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu ..., terj. Salman Harun dkk.,
hlm. 559.
250
sedang menguak, sapi sedang melenguk atau kambing
yang mengembik.” Kemudian Rasulullah s.a.w.
mengangkat kedua tangannya, sampai nampak kedua
ketiaknya yang putih. Lalu beliau berdoa, “Ya Allah,
bukankah semua ini telah aku sampaikan?” (HR.
Bukhari, Muslim dan Abu Dawud).
Pendapat masyarakat secara umum menyatakan
bahwa bagian untuk amil itu 60 % dari dana zakat, tentu
itu terlalu banyak. Jika ditelusuri, hal ini bersumber dari
ketidaktegasan pemerintah dalam mengelola zakat secara
resmi, sebagaimana pengelolaan haji. Jika memang
jumlah 60 % itu terlalu banyak, maka amil pun akan
terancam oleh hadis di atas. Oleh karenanya, wajar jika
para muzaki ketika ditanya tentang pengelolaan zakat di
Indonesia, 46 % dari mereka menjawab bahwa yang
paling ideal adalah dikelola oleh satu pengelola,
walaupun mereka masih belum sepakat bahwa pengelola
tersebut haruslah pemerintah. Sebagaimana ditunjukkan
oleh tabel 33.
Ketidaksepakatan mereka tentang pengelolaan
zakat oleh pemerintah satu-satunya, sesungguhnya
bermula dari ketidakpercayaan mereka terhadap
pemerintah saat ini. Dari data kuesioner yang ditanyakan
oleh Peneliti kepada para muzaki, 85 % muzaki
menyatakan akan menyerahkan zakatnya kepada
pemerintah, apabila pemerintah menurut mereka adil dan
amanah. Sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 34.
Faktor kedua yang menyebabkan para muzaki
cenderung berzakat ke mustahik langsung adalah bermula
251
dari muzaki itu sendiri. Dalam hal ini yang sering terjadi
adalah pemahaman muzaki tentang kewajiban zakat dan
emosional muzaki yang melibatkan perasaan, yaitu
kepuasan dan kemantapan ketika melihat zakatnya secara
langsung diterima atau dimanfaatkan oleh mustahik, serta
faktor kedekatan dan keinginan untuk didoakan oleh
mustahik zakat secara langsung.
Banyak lembaga zakat yang dalam rangka
menjembatani antara idealisme lembaga dalam
pengelolaan dana zakat dan emosional muzaki, kemudian
melakukan penggalangan dana zakat di lembaga
zakatnya, walaupun dana zakat tersebut diintervensi
pengelolaannya oleh muzaki. Langkah tersebut dilakukan
oleh lembaga zakat, ketika ada muzaki yang memesan
dana zakatnya untuk menyantuni warga di kampungnya,
atau kerabatnya, atau kelompok masyarakat miskin
tertentu.187
Keinginan sebagian muzaki agar sebagian
zakatnya dialokasikan untuk warga masyarakat di
sekitarnya, bukan merupakan sesuatu yang keliru.
Bahkan ada kemungkinan mereka mengambil
187Wawancara dengan Manajer PKPU Boyolali, Taufik Nur
Hidayat (17/02/2014), Manajer Umum Lazis UNS, Catur Wibowo
(18/02/2014), Manajer LAZIS Al-Ihsan Jateng Surakarta, Sakidi
(20/02/2014), Manajer RZI Semarang, Ucu Sutrisno (19/02/2014),
Kepala Staf Skretariat Bazda Yogyakarta, Misbahrudin (19/02/2014),
dan Kabag. Penghimpunan/Marketing PKPU Semarang, Joko Adi
Saputro (20/2/2014).
252
kesimpulan dari konsep Rasulullah s.a.w. dalam
pemungutan dan penyaluran dana zakat. Dalam sebuah
hadis yang diriwayatkan Tirmizi dari Abu Juhaifah,
disebutkan bahwa Abu Juhaifah pernah berkata, “Telah
datang kepada kami petugas zakat Rasulullah s.a.w.
kemudian ia mengambil sedekah dari orang kaya kami
dan diberikan pada orang-orang fakir kami. Aku adalah
seorang anak yatim, dan petugas itu memberi zakat
kepadaku seekor unta” (HR. Tirmizi).188
Dari hadis tersebut, jelas disebutkan bahwa
penyaluran dana zakat itu diprioritaskan untuk
masyarakat di sekitar orang kaya berada. Dengan
demikian, muzaki yang merekomendasikan kepada
lembaga zakat supaya memprioritaskan dana zakatnya
untuk orang-orang di sekeliling mereka, justru
berdasarkan hadis ini, dapat dibenarkan. Hal itu
dikarenakan jangkauan lembaga zakat yang terkadang
tidak sampai pada tempat di mana muzaki berada.
Sikap yang diambil oleh banyak lembaga zakat,
apabila ada rekomendasi mustahik yang dilakukan oleh
muzaki, secara umum tidak jauh berbeda. Di antara
lembaga zakat yang berhasil diwawancarai Penulis, ada
yang menyatakan bahwa pengajuan rekomendasi
mustahik yang dilakukan oleh muzaki tertentu, dapat
ditindaklanjuti oleh lembaga zakat, bahkan meskipun
dana zakat dari muzaki tadi 100 % diberikan kepada
188Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu ..., terj. Salman Harun dkk.,
hlm. 799.
253
mustahik tadi, setelah dilakukan survei. 189 Sedangkan
lembaga zakat lainnya, ada yang menindalanjuti dengan
hanya memberikan sebagian dana zakat yang diberikan
muzaki, setelah dilakukan survei terhadap mustahik yang
direkomendasikan.190
Hal-hal lain yang perlu dilakukan lembaga zakat
adalah melakukan edukasi secara masif kepada
masyarakat, tentang kewajiban zakat dan membuat
program kerja riil yang dampaknya dapat dirasakan
masyarakat secara luas. Di antara edukasi tersebut adalah
pemahaman tentang pelaksanaan zakat pada masa
Rasulullah s.a.w. yang semuanya diberikan kepada
pemerintah. Sedangkan program kerja riil yang
dampaknya langsung dapat dirasakan oleh masyarakat
secara luas, itu seperti mendirikan pondok pesantren
yatim,191 sekolah buat anak miskin, rumah sakit dan
sejenisnya. Dalam hal ini pengelolaan dana zakat oleh
189Wawancara dengan Manajer PKPU Boyolali, Taufik Nur
Hidayat (17/02/2014), Manajer Umum Lazis UNS, Catur Wibowo
(18/02/2014), dan Manajer LAZIS Al-Ihsan Jateng Surakarta, Sakidi
(20/02/2014).
190Wawancara dengan Manajer RZI Semarang, Ucu Sutrisno
(19/02/2014), Kepala Staf Skretariat Bazda Yogyakarta, Misbahrudin
(19/02/2014), dan Kabag. Penghimpunan/Marketing PKPU Semarang,
Joko Adi Saputro (20/2/2014).
191 Wawancara dengan Ketua LZ Yasr Klaten, Yusuf
(20/02/2014).
254
Rumah Zakat Indonesia dan Dompet Dhuafa, dengan
pemberdayaannya yang membekas, patut diteladani.192
Faktor ketiga yang menyebabkan para muzaki
cenderung berzakat ke mustahik langsung adalah bermula
dari pemerintah. Pemerintah dianggap tidak tegas dalam
memberlakukan syariat Islam, khususnya kewajiban
zakat. Jika selama ini kewajiban haji telah diatur oleh
pemerintah dengan serius, seharusnya kewajiban zakat
juga diatur pula secara serius. Menurut Taufikurrahman,
adanya kecenderungan muzaki yang merasakan
keberkahan tinggi, justru lebih memilih berzakat ke
mustahik langsung, faktor utama penyebabnya adalah
kealpaan pemerintah dalam pengaturan zakat.
Seandainya variabel pemerintah dimasukkan menjadi
variabel moderating, kemungkinan besar pilihan muzaki
tidak akan besar dalam menyerahkan dana zakatnya ke
mustahik langsung.193
Pendapat Taufikurrahman tersebut diperkuat
dengan data kuesioner yang menyebutkan bahwa 85 %
muzaki menyatakan akan menyerahkan zakatnya kepada
pemerintah, apabila pemerintah menurut mereka adil dan
amanah. Sebagaimana ditunjukkan dalam tabel 30.
Perilaku muzaki di atas, sesuai dengan pendapat
mazhab Maliki, yang menyebutkan bahwa zakat itu wajib
192Wawancara dengan Manajer LAZ Al-Ihsan Jateng Cabang
Magelang, Yanur Wibowo (18/02/2014). 193Wawancara dengan Manajer RZIS UGM, Taufikurrahman
(18/02/2014).
255
diserahkan kepada penguasa yang adil, untuk kemudian
dibagikan, meskipun ia berlaku zalim selain dalam kedua
perbuatan tersebut. 194 Pendapat Maliki ini berbeda
dengan imam-imam mazhab yang lainnya.
Dari ketiga faktor yang disebutkan oleh para
pengelola lembaga zakat di atas, tentang kecenderungan
muzaki untuk berzakat langsung ke mustahik -yakni
faktor yang bermula dari lembaga zakat, muzaki dan
pemerintah-, faktor perilaku muzaki adalah salah satu
faktor yang perlu pendalaman lebih jauh. Hal ini
disebabkan karena pengambil keputusan sesungguhnya
terhadap dana zakat adalah muzaki.
Para pengelola lembaga zakat mengetahui
bahwa banyak muzaki yang ternyata menjadikan
perhatian terhadap warga kurang mampu di sekitarnya
termasuk salah satu alasan penting mereka berpikir ulang
untuk menempatkan dana zakatnya ke lembaga zakat.
Karenanya ada upaya dari lembaga zakat untuk
mengambil jalan tengah terhadap permasalahan yang
dialami para muzaki tadi, yaitu dengan merespon
beberapa rekomendasi daftar mustahik dari para muzaki
untuk kepentingan warga di sekitar muzaki.
Lelaki Cenderung Berzakat ke Lembaga Zakat
194Yusuf al-Qaradhawi, Fiqhu ..., terj. Salman Harun dkk.,
hlm. 746.
256
Secara sederhana ada tiga teori dalam menyikapi peran perempuan dalam sebuah masyarakat: 1) Teori alami (nature) atau teori psikoanalisa; 2) Teori lingkungan (nurture), yaitu teori fungsionalis dan marxis; dan 3) Teori sosiobiologi. Namun dalam penelitian ini, hal itu tidak menjadi penting untuk dibahas manakah yang lebih tepat untuk dijadikan sebuah rujukan. Yang jelas penelitian ilmiah sesungguhnya tidak membedakan antara tingkat kecerdasan kaum laki-laki dan kaum perempuan. Akan tetapi perbedaannya adalah dalam hal cara menggunakan kecerdasan tersebut, yang mengakibatkan kaum laki-laki berpikir lebih rasional daripada kaum perempuan, walaupun tingkat kecerdasan mereka tidak jauh berbeda.
Ternyata hasil penelitian terhadap perilaku muzaki
dalam berzakat ke lembaga zakat juga membenarkan hal
tersebut. Mayoritas laki-laki lebih rasional dalam
menentukan pilihan sasaran objek zakat. Mereka lebih
cenderung memilih dana zakatnya dikelola oleh lembaga
zakat yang secara umum akan berdampak luas
kemanfaatannya. Bahkan sebagian lembaga zakat
menjadikan dana zakat yang dikelolanya untuk
kepentingan produktif yang relatif lebih lama
kemanfaatannya.
Alasan para lelaki ketika memilih berzakat di
lembaga zakat, semuanya berdasarkan alasan rasional,
257
tidak ada satu pun yang memiliki motif emosional.
Berikut alasan-alasan tersebut:195
No Alasan Rasional Frekuensi
Jawaban
1 Praktis, tidak repot 5
2 Lebih adil 1
3 Lebih merata 2
4 Produktif, tidak untuk
konsumtif
1
5 Lebih transparan (jelas) 4
6 Lebih akuntabel 1
7 Bebas riya’ 1
8 Pentasarupan lebih tepat 1
9 Amil lebih tahu tentang
mustahik
1
10 Lebih mudah, tidak berisiko 2
11 Lebih terorganisir 3
12 Lebih banyak variasi
mustahik
2
13 Lebih banyak program 3
14 Faktor kepercayaan (trust) 3
195Hasil wawancara dengan 13 responden lelaki, yaitu pada
tanggal 9 Agustus 2012 dengan Puyawahana dan Mubasirun, dan pada
tanggal 12 Agustus 2012 dengan Sigit, Giyanto, Solikhun, Zamroni,
Muhsin, Abdul Aziz, Ahmadi, Nasrodin, Rohib, Farkhani dan Eko
Purnomo.
258
15 Lebih terencana 1
16 Faktor doktrin ajaran Islam 1
Sumber: Data primer diolah
Tabel 3.3. Alasan Rasional Lelaki Membayar Zakat ke
Lembaga Zakat
Lalu alasan para perempuan ketika mereka
membayarkan zakatnya ke mustahik langsung, ada alasan
yang bersifat rasional, dan ada alasan yang bersifat
emosional. 196 Berikut alasan mereka yang bersifat
rasional:
No Alasan Rasional Frekuensi
Jawaban
1 Lebih tepat sasaran 3
2 Lebih cepat 3
3 Lebih praktis, tidak ribet 2
Sumber: Data primer diolah
Tabel 3.4. Alasan Rasional Perempuan Membayar Zakat
ke Mustahik
196 Hasil wawancara antara tanggal 10-12 Agustus 2012,
dengan 13 para muzaki perempuan yang membayarkan zakatnya
langsung ke mustahik langsung. Mereka adalah Widayati, Win, Nafi‘atul
Birroh, Umi, Ismarmiyati, Lastri, Shol, Nurul, Ida, Syarifah, Aisyah, El
Widuri, Peni Susapti dan ada satu responden lagi yang tidak berkenan
menyebutkan nama.
259
Berikut alasan emosional kaum perempuan dalam
berzakat ke mustahik langsung:
No Alasan Emosional Frekuensi
Jawaban
1 Lebih puas 1
2 Lebih dekat dengan sesama 1
3 Mempererat ukhuwah 1
4 Famili lebih membutuhkan 1
5 Lebih berhati-hati, karena
mustahik sangat membutuhkan
4
6 Lebih tahu tentang keadaan
mustahik
4
Sumber: Data primer diolah
Tabel 3.5. Alasan Emosional Perempuan Membayar
Zakat ke Mustahik
Tentu alasan-alasan di atas masih perlu penelitian
lebih lanjut, tidak dapat disimpulkan bahwa itulah alasan
yang sesungguhnya tentang cara berpikir kaum Hawa dan
kaum Adam.
Pendidikan Tinggi Berdampak Kecenderungan Berzakat ke Lembaga Zakat
Pendapat Lawrence Kohlberg dan William Perry
menegaskan bahwa faktor pengubah perkembangan
intelektual dan etika adalah kognisi. Bertambahnya
260
pengetahuan akan mengubah dimensi persepsi dan
evaluasi dari sikap seseorang.
Ketika jenjang pendidikan seseorang rendah, maka
ia cenderung memiliki persepsi yang sempit terhadap
suatu masalah. Demikian juga sikapnya cenderung
sebatas persepsi yang ia miliki. Hal ini berlaku pula bagi
kondisi muzaki yang menjadi objek penelitian. Semakin
rendah jenjang pendidikan muzaki, ia akan cenderung
memiliki persepsi sempit terhadap mustahik yang
menjadi objek penyaluran zakatnya. Ia tidak berpikir
tentang penggunaan dana zakat yang lebih produktif dan
lebih memberikan kemaslahatan secara makro, sehingga
pilihan objek zakat yang dituju adalah mustahik secara
langsung. Sebaliknya, semakin tinggi jenjang pendidikan
seorang muzaki, maka ia akan semakin memiliki persepsi
dan sikap yang berdimensi luas. Setiap dana zakat yang
ia keluarkan, selalu berbasis optimalisasi penggunaan
untuk masyarakat luas. Muzaki jenis ini kemudian
melihat di lapangan bahwa yang berkompeten memiliki
persepsi dan sikap secara luas seperti itu adalah lembaga
zakat, sehingga ia kemudian menyalurkan dana zakatnya
ke lembaga zakat.
Hasil temuan ini merupakan pengembangan dari
penemuan sebelumnya yang menyimpulkan bahwa
semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka
261
kesadaran untuk membayar zakat juga semakin tinggi.197
Sedangkan dalam temuan riset ini, ternyata semakin
tinggi tingkat pendidikan seseorang, tidak hanya sekedar
menjadikan tingkat kesadaran mereka dalam berzakat
semakin tinggi. Akan tetapi juga menjadikan
kecenderungan mereka untuk berzakat di lembaga zakat
semakin tinggi pula.
Muhibbin Syah merangkum pendapat sekelompok
ahli pendidikan, bahwa seseorang yang telah mengalami
proses pendidikan atau pembelajaran akan mengalami
perwujudan atau manifestasi perilaku berlajar, yang
sering tampak pada perubahan-perubahan tertentu, di
antaranya adalah berpikir rasional dan kritis dalam
memecahkan masalah.198 Artinya semakin tinggi jenjang
pendidikan seseorang, maka akan semakin memiliki pola
berpikir lebih rasional. Ini juga berlaku pada muzaki
setelah diadakan penelitian. Ternyata muzaki yang lebih
tinggi jenjang pendidikannya lebih memiliki pola berpikir
rasional, dengan cara menyalurkan zakat ke lembaga
zakat.
Perbedaan bersikap antara muzaki yang
berpendidikan tinggi dan muzaki yang berpendidikan
197 Baznas dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB,
“Estimasi Potensi Zakat Nasional”, dalam
http://sabili.co.id/lentera/estimasi-potensi-zakat-nasional, tanggal
22/8/2011, diakses pada tanggal 8 Agustus 2012.
198Muhibbin Syah, Psikologi ..., hlm. 108-113.
262
rendah, secara umum sebenarnya telah disebutkan dalam
al-Qur’an surat Az-Zumar ayat 9 sebagai berikut:
قل هل يستوي الذين ي علمون والذين ال ي علمون ا ي تذكر أولوا اللباب )الزمر: (9إن
Artinya:
Katakanlah (Muhammad), “Adakah sama orang-
orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah
yang dapat menerima pelajaran (Q.S. Az-Zumar: 9).
Ayat tersebut secara eksplisit menjelaskan tentang perbedaan orang yang mengetahui dan orang yang tidak mengetahui. Melalui penelitian, perbedaan tersebut disimpulkan oleh para pakar pendidikan, bahwa itu terkait dengan pemikiran rasional dan kritis dalam memecahkan masalah, dan perubahan sikap (pandangan atau kecenderungan mental). Tidak terkecuali dalam hal berzakat, ketika mereka dihadapkan pilihan pada pembayaran zakat ke lembaga zakat dan pembayaran zakat ke mustahik langsung, mereka lebih memilih ke lembaga zakat.
263
E. Lembaga Zakat di Baitul Mal Wat-Tamwil Baitul Mal wat Tamwil (BMT) sebenarnya berasal
dari dua kata, yaitu baitul mal dan baitut tamwil. Istilah baitul mal berasal dari kata bait dan al mal. Bait artinya bangunan atau rumah, sedangkan al mal adalah harta benda atau kekayaan. Jadi, baitul mal dapat diartikan sebagai perbendaharaan (umum atau negara). Sedangkan baitul mal dilihat dari segi istilah fikih adalah suatu lembaga atau badan yang bertugas untuk mengurusi kekayaan negara, terutama keuangan, baik yang berkenaan dengan soal pemasukan dan pengelolaan maupun yang berhubungan dengan masalah pengeluaran dan lain-lain (Lubis, 2000: 114).
Sedangkan baitut tamwil, secara harfiah bait adalah rumah dan at-Tamwil adalah pengembangan harta. Jadi, baitut tamwil adalah suatu lembaga yang melakukan kegiatan pengembangan usaha-usaha produktif dan investasi dalam meningkatkan kesejahteraan pengusaha mikro melalui kegiatan pembiayaan dan menabung (berinvestasi) (Alma dan Priansa, 2008: 18).
BMT adalah lembaga keuangan mikro yang
dioperasikan dengan prinsip bagi hasil (syari ’ ah), menumbuh kembangkan bisnis usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin. Baitul Mal lebih mengarah pada usaha-usaha penghimpunan dan
264
penyaluran dana yang nonprofit, seperti zakat, infaq dan shodaqah. Adapun Baitut tamwil mengarah pada usaha penghimpunan dan penyaluran dana komersial (Sumitra, 2009: 451).
Secara ringkas Pusat Pendidikan dan Pembinaan Usaha Kecil (P3UK) menerangkan produk inti dari Baitul Mal wat Tamwil adalah sebagai berikut (Yunus, 2009: 33-38): a) Produk inti Baitul Mal; Dalam hal ini BMT berperan sebagai sebagai penghimpun dan penyalur dana zakat, infaq, dan shadaqahnya. b) Produk inti Baitut Tamwil; Dalam Baitut Tamwil titik tekannya tidak jauh berbeda dengan prinsip-prinsip yang digunakan Bank Islam. Ada tiga prinsip yang dilaksanakan oleh BMT dalam fungsinya sebagai Baitut Tamwil, yaitu: prinsip bagi hasil, prinsip jual beli dan prinsip nonprofit.
Adapun dari sisi tujuan, BMT bertujuan mewujudkan kehidupan keluarga dan masyarakat di sekitar BMT yang selamat, damai dan sejahtera. Untuk mencapai tujuan tersebut, BMT melakukan usaha-usaha seperti kegiatan simpan pinjam dengan prinsip bagi hasil/syariah (Ridwan, 2004: 127).
Sebagai lembaga keuangan, BMT tentu menjalankan fungsi menghimpun dana dan menyalurkannya. Untuk menambah dana BMT, para anggota diwajibkan membayar simpanan pokok dan simpanan wajib. Selain itu ada pula simpanan sukarela
265
yang semuanya itu akan mendapatkan bagi hasil dari keuntungan BMT. Keuntungan yang diperoleh BMT berasal dari pemasukan hasil usaha pembiayaan berbentuk modal kerja yang diberikan kepada para anggota, kelompok usaha, pedagang ikan, pedagan buah, sayuran dan usaha kecil lainnya (Usman, 2002: 53-57).
Oleh karena itu, pengelolaan BMT harus menjemput bola dalam membina anggota pengguna dana BMT agar mereka beruntung cukup besar, dan karenanya BMT juga akan memperoleh untung yang cukup besar pula. Dari keuntungan itulah BMT dapat menanggung biaya operasional dalam bentuk gaji pengelolaan dan karyawan BMT lainnya, biaya listrik, telepon, air, peralatan komputer, biaya operasi lainya, dan membayar bagi hasil yang memadai dan memuaskan para anggota penyimpan sukarela.
Adapun ciri-ciri utama dari Baitul Mal wat Tamwil (BMT) adalah: 1) Berorientasi bisnis, mencari laba bersama, meningkatkan pemanfaatan ekonomi paling banyak untuk anggota dan masyarakat; 2) Bukan lembaga sosial, tetapi bermanfaat untuk mengefektifkan pengumpulan dan pentasarufan dana zakat, infak dan sedekah bagi kesejahteraan orang banyak; 3) Ditumbuhkan dari bawah berlandaskan peran serta masyarakat di sekitarnya; 4) Milik bersama masyarakat
266
bawah bersama dengan orang kaya di sekitar BMT (Ridwan, 2004: 132).
Prinsip simpanan pada BMT menganut azas wadi’ah dan mudharabah di antaranya adalah: (1) Prinsip wadi
’ah (titipan), terbagi menjadi: a) Wadi’ah amanah;
dan b) Wadi ’ ah yad dhamanah; (2) Prinsip mudharabah (kerja sama modal); Sumber dana mudharabah tersebut pada prinsipnya dikelompokan menjadi 3 bagian, yaitu: a) Dana pihak pertama, yang meliputi: simpanan pokok khusus (modal penyertaan), simpanan pokok, simpanan wajib; b) Dana pihak kedua, yang bersumber dari pinjaman pihak luar, pihak luar yang dimaksud adalah mereka yang memiliki kesamaan sistem yakni bagi hasil, baik bank maupun non bank; c) Dana pihak ketiga, yang merupakan simpanan suka rela atau tabungan dari para anggota bmt baik simpaan lancar (tabungan) ataupun simpanan deposito (Sudarsono, 2008: 93).
Menurut Nurul Huda (2010: 363), BMT setidak-tidaknya memiliki peran yang signifikan bagi masyarakat maupun pemerintah. Adapun fungsi BMT bagi masyarakat, di antaranya: 1) sebagai motor penggerak ekonomi dan sosial masyarakat; 2) sebagai ujung tombak pelaksanaan sistem ekonomi syariah; 3) mengembangkan kesempatan kerja; 4) mengokohkan dan meningkatkan kualitas usaha dan pasar produk-
267
produk anggota; 5) mendorong sikap hemat dan gemar menabung; 6) Menjauhkan masyarakat dari praktek ekonomi non sayriah; 7) Melakukan pembinaan dan pendanaan usaha kecil; 8) Melepaskan jeratan para rentenir; 9) Membantu para pengusaha lemah untuk mendapatkan modal. Sedangkan fungsi BMT bagi pemerintah, di antaranya: 1) Membantu pemerataan pertumbuhan ekonomi; 2) Membantu pemerintah dalam membuka lapangan kerja; dan 3) Menjadi lembaga keuangan alternatif yang dapat menopang percepatan pertumbuhan ekonomi nasional.
Eksistensi BMT yang memiliki dua peran tersebut -bisnis dan sosial- cukup menarik untuk ditelaah secara lebih mendalam. Salah satu BMT yang dapat menjadi representasi dari BMT-BMT yang ada di Joglosemar adalah BMT Tumang. BMT Tumang dapat dikategorikan sebagai BMT rintisan yang telah muncul sejak tahun 1998, pasca pemberlakuaan UU baru yang berpihak pada koperasi syariah. Selain itu, perkembangan BMT Tumang cukup diakui, apalagi manajernya, Bapak Adib, diangkat sebagai ketua asosiasi koperasi syariah se-Jawa Tengah.
1. Gambaran Umum BMT Tumang
Dasar Pemikiran dan Sejarah Perkembangan BMT Tumang Dengan dikeluarkannya UU No. 7 Tahun 1992 yang disempurnakan dengan UU No. 10 Tahun
268
1998 tentang perbankan dengan sistem syariah di Indonesia maka terbuka luas peluang bagi berdirinya
Keuangan atau Perbankan Syari’ah. Dengan lahirnya
Perbankan Syari’ah diharapkan bisnis secara Islami yang menerapkan sistem bagi hasil dan menolak sistem bunga yang tidak lazim diterapkan di Bank Konvensional.
Akan tetapi lembaga keuangan perbankan biasa berada dipusat perkotaan dan bahkan hampir tidak ada lembaga perbankan yang ada di pedesaan. Sehingga putaran uang dan aktivitas ekonomi berpusat di kota. Sementara Lembaga masyarakat desa mengalami kesulitan dan hambatan untuk mengakses lembaga tersebut guna mengembangkan usahanya.
Menyadari akan hal tersebut, beberapa tokoh masyarakat desa Tumang timbul kesadaran untuk mencoba memikirkan bentuk alternatif lain sebagai wujud peran serta dalam pengembangan masyarakat. Akhirnya disepakati untuk merintis berdirinya BMT di Tumang, Cepogo, Boyolali. Pendirian BMT tersebut didasari atas beberapa pemikiran mereka bahwa:
a. Sistem perekonomian dan tatanan kehidupan yang
dikedepankan pada masa Orde Baru, ternyata tidak
269
bisa memberikan jawaban akan harapan
terwujudnya masyarakat adil dan makmur.
b. Sebagian besar dari mereka tinggal di perkotaan,
sehingga putaran uang dan aktivitas petekonomian
berpusat di kota. Sementara masyarakat desa yang
sebagian besar merupakan mayoritas dari penduduk
negeri ini, tidak mendapat kesempatan dan
perhatian yang proporsional, baik dari pemerintah
maupun dari praktisi dunia usaha, sehingga
masyarakat desa hanya ditempatkan sebagai objek
pelengkap dari sistem pembangunan ekonomi
nasional.
c. Lembaga keuangan / perbankan selama ini belum
mampu diakses masyarakat secara luas.
d. Di samping itu belum ada komitmen dari lembaga
perbankan untuk menciptakan usaha yang lebih adil
untuk mensejahterakan masyarakat. Bunga bank
yang menjadi dasar operasional perbankan
(konvensional) juga masih menjadi perdebatan di
kalangan umat Islam.
BMT Tumang yang berada di Tumang,
Cepogo, Boyolali tersebut mulai beroperasi pada
tanggal 1 oktober 1998 dengan modal awal dari
anggota pendiri sebesar Rp. 7.050.000,-. Langkah awal
operasinya yang menjadi prioritas adalah sektor
simpan pinjam, di mana dari sektor ini diharapkan
dapat menyediakan dana atau kebutuhan modal dari
anggota masyarakat, dan juga dapat membuka
270
kesempatan bagi mereka untuk menabung /
menyimpan uangnya di BMT. Uang yang masuk dari
masyarakat dikelola secara profesional sesuai dengan
visi, misi dan tujuan dari pendirian BMT.
Tujuan berdirinya BMT Tumang adalah untuk
membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat,
khususnya dalam pemberdayaan ekonomi umat.
Dengan pembinaan sistem perekonomian yang baik
dan menggunakan sistem syariah diharapkan tidak
hanya meningkatkan kesejahteraan masyarakat namun
juga dapat menciptakan masyarakat yang religius adil
dan makmur, di mana kelompok masyarakat yang
mempunyai status ekonomi yang kuat diarahkan
supaya ikut memikirkan anggota masyarakat yang lain.
Terkait dengan perincian tugas, wewenang dan tanggung jawab dari masing-masing jabatan dalam pelaksanaan kegiatan operasionalnya adalah sebagai berikut:
1) Manajer
Wewenang manajer sebagai berikut:
a) Mengelola secara optimal sumber daya cabang agar dapat mendukung kelancaran operasional BMT.
271
b) Menetapkan dan melaksanakan strategi pemasaran produk, guna mencapai sasaran yang telah ditetapkan baik pembiayaan maupun pendanaan.
c) Memastikan realisasi target operasinal cabang serta menetapkan upaya-upaya pencapaian. Melakukan review terhadap ketajaman dan kedalaman analisis pembiayaan guna antisipasi resiko kredit macet, kesalahan permohonan pembiayaan.
d) Memutuskan pencairan pembiayaan sesuai dengan wewenangnya.
e) Melakukan pembinaan terhadap anggota BMT.
f) Memonitoring pelaksanaan penagihan tunggakan kewajiban.
g) Mengambil keputusan atas semua kegiatan-kegiatan di bidang pemasaran dan operasi sampai dengan batas wewenangnya.
2) Marketing Lending
Wewenang marketing lending sebagai berikut:
a) Memotong realisasi target operasional cabang serta menetapkan upaya-upaya pencapaian.
272
b) Memastikan semua pembiayaan mendapatkan tanda tangan pejabat yang berwenang.
c) Melaksanakan strategi pemasaran guna mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
d) Bersama-sama komite pembiayaan lainnya memutuskan pembiayaan sesuai dengan batas wewenang.
e) Review akad pembiayaan dan surat sanggup sesuai dengan persyaratan.
f) Memonitoring ketertiban nasabah dalam membayar angsuran.
g) Mengkoordinir atau melaksanakan penagihan kewajiban nasabah yang telah jatuh tempo atau menunggak.
3) Marketing Funding
Wewenang marketing funding sebagai berikut:
a) Memonitoring realisasi targetoperasional cabang serta menetapkan upaya-upaya pencapaian.
273
b) Mendatangi nasabah yang menabung maupun membayar angsuran.
c) Melakukan survey ketempat calon anggota.
d) Membuat daftar kunjungan kerja harian dalam sepekan mendatang pada akhir pekan berjalan.
e) Melakukan pembinaan hubungan baik dengan anggota melalui bantuan konsultasi bisnis, diskusi bisnis, diskusi manajemen dan bimbingan pengelolaan keuangan.
4) Costumer Service
Wewenang customer service sebagai berikut:
a) Memberikan informasi kepada nasabah/calon nasabah tentang produk dan persyaratan maupun tata cara prosedur.
b) Mendata dan mengarsipkan data nasabah pembiayaan.
c) Mendata barang jaminan nasabah pembiayaan.
d) Mencapai target pendanaan pada jangka waktu yang ditetapkan.
274
5) Teller
Wewenang teller adalah:
a) Membuka dan menutup brankas.
b) Menghitung seluruh uang yang ada didalam brankas.
c) Melayani penyetoran tunai maupun non tunai secara cepat dan tepat.
d) Melayani penariakan tunai maupun non tunai secara cepat dan tepat.
e) Membuat laporan saldo akhir setiap penutupan kas.
f) Menjaga kerahasiaan tabungan maupun angsuran nasabah.
KSU BMT Tumang merupakan salah satu lembaga keuangan yang ada di Boyolali dengan wilayah kerja di Boyolali. KSU BMT Tumang terletak di Jalan Raya Boyolali-Magelang Km. 10, Cepogo, Boyolali 57362 Telp. (0276) 323 454 E-mail: [email protected].
Alasan pemilihan lokasi penelitan itu dikarenakan letaknya yang cukup strategis,
275
sehingga memudahkan nasabah untuk menabung di BMT. Selain itu, BMT Tumang ini cukup representative untu mewakili semua BMT yang ada di wilayah jalur Joglosemar. Wilayah kerja KSU BMT Tumang kabupaten Boyolali saat ini sudah berdiri lima lokasi, satu di kantor pusat dan empat kantor cabang yaitu:
a. Kantor Pusat : KSU BMT Tumang Pusat Jalan
Boyolali – Tumang Km. 10, Cepogo, Boyolali 57362 Telp. (0276) 323 454, Website: www.bmttumang.com Faks. (0276) 323336,
b. Kantor Cabang:
1. KSU BMT Tumang Cabang Tumang, beralamatkan di Jl. Melati No. 12 Tumang, Cepogo, Telp. (0276) 323 335.
2. KSU BMT Tumang Cabang Cepogo, beralamatkan di Jl. Boyolali Magelang Km. 10, Cepogo, Telp (0276) 323 454.
3. KSU BMT Tumang Cabang Boyolali, beralamatkan di Jl. Pandanaran No. 299 Boyolali, Telp. (0276) 323034.
4. KSU BMT Tumang Cabang Ampel, beralamatkan di Jl. Raya Ampel No. 8, Depan Pasar Ampel, Telp. (0276) 330626.
276
5. KSU BMT Tumang Cabang Andong, beralamatkan di Jl.Raya Kacangan (Barat Pasar Kacangan) Andong, Boyolali, Telp. (0276) 780302536.
6. KSU BMT Tumang Cabang Kartasura, beralamatkan di Jl. Ahmad Yani No.83 (Depan Pasar Kartasura) Kartasura, Sukoharjo, Telp. (0271) 784 385.
7. KSU BMT Tumang Cabang Selo, yang
beralamatkan di Jl. Boyolali – Magelang km. 18 Selo, Boyolali
8. KSU BMT Tumang Cabang Suruh, yang
beralamatkan Jl. Raya Suruh – Karanggede No. 07 (Banggirejo) Kec. Suruh Kab. Semarang.
Keungulan dari BMT Tumang yaitu:
a. Sistem dan kinerja BMT berpegang pada prinsip dasar yang berlandaskan syariah.
b. BMT menjauhkan dari sistem riba, maysir, gharar: yang melanggar prinsip fiqh alghunmu bilghurmi (keuntungan yang muncul bersama resiko) atau al
277
kharaj bi dhaman (hasil muncul bersama beban) yaitu dengan sistem bagi hasil.
c. Dengan menitipkan di BMT Tumang, dana akan aman dan bermanfaat dan insyaallah barokah.
d. Pelayanan maksimal, siap mengambil dan mengantar.
2. Pengelolaan Zakat di BMT Tumang
Salah satu aktifitas yang dilakukan oleh BMT adalah aktifitas dalam bidang sosial (baitul mal). Bidang sosial ini mencakup zakat, infak dan sedekah. Dana sosial ini tidak diperbolehkan sama sekali, mengambil keuntungan darinya. Adapun pemberdayaan dana tersebut adalah untuk pendidikan, pelatihan kemandirian, modal usaha dan pendampingan usaha. Selain itu kelompok masyarakat miskin juga mendapatkan pelayanan kesehatan dan beasiswa pendidikan (Perhimpunan BMT Indonesia, 2012).
Setidak-tidaknya ada dua model pengelolaan zakat yang berlaku pada BMT-BMT di Indonesia. Pertama, pengelolaan zakat yang model pelaporannya masih seatap dengan bisnis yang ada di BMT. Kedua, pengelolaan zakat yang sudah bersifat
278
otonom, memiliki hak penuh dalam pengelolaan dan pelaporan zakat.
Dalam hal ini, BMT Tumang, yang memiliki
kantor utama di jalur Joglosemar, termasuk model
BMT yang memiliki model pelaporan yang kedua,
yakni pelaporan yang bersifat otonom, oleh divisi
lembaga zakat sendiri, tanpa diintervensi oleh
kebijakan manajer BMT.
a. Sikap BMT terhadap pemberlakuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat
Menurut Adib, Manajer Umum BMT Tumang (10/11/2015), sentralisasi pengelolaan zakat pada satu lembaga, itu tidak perlu. Tetapi prinsipnya apakah di pusat ataupun daerah, itu adalah bisa dipercaya, bisa dipertanggung-jawabkan, sesuai dengan aturan perundang-undangan dan aturan syariah. Hanya saja, memang dalam hal ini dibutuhkan lembaga pengawasan, semacam auditor. Hal itu dikarenakan, masing-masing daerah itu memiliki potensi. Selain itu, sentralisasi juga ada dampak negatifnya, misalkan untuk kepentingan tertentu. Kearifan lokal dan kepentingan daerah tertentu tidak dapat tercapai seandainya difokuskan pada satu lembaga. Sebenarnya yang terpenting kan sebenarnya adalah lembaga zakat ini tidak merugikan
279
masyarakat, tidak digunakan untuk kepentingan sepihak. Itu semacam MUI yang mengeluarkan sertifikat halal, kan itu ada beberapa kriteria yang melibatkan masyarakat sekitar. Demikian paparan Adib.
b. Upaya Riil Menuju Lembaga Amil Zakat (LAZ)
dan berinteraksi dengan Badan Amal Zakat
(BAZ)
Bagaimanakah upaya-upaya riil yang
dilakukan oleh lembaga zakat yang dikelola BMT
Tumang untuk menyesuaikan diri dengan UU baru
yang mengarahkan pada pemusatan pengelolaan
zakat di bawah koordinasi BAZNAS. Dalam hal ini,
BMT Tumang, sebagaimana dikatakan oleh Adib,
Manajer BMT Tumang (10/11/2015) memiliki dua
kepentingan, jangka pendek dan jangka panjang.
Kepentingan jangka pendek, karena satu-satunya
yang dapat dilakukan oleh lembaga zakat BMT
Tumang adalah menjadi Mitra Pengelola Zakat
(MPZ), dan dalam hal ini mitra yang dipilih oleh
BMT Tumang adalah Dompet Dhuafa (DD). Ini
adalah upaya jangka pendek. Adapun jangka
panjangnya, adalah membentuk lembaga zakat
mandiri. Ini yang lebih ideal. BMT itu kan baitul
mal dan baitut-tamwil, sosial dan bisnis. Ibarat dua
sisi mata uang, dua-duanya harus ada. Kalau baitut-
280
tamwilnya kita sudah memiliki ijin resmi dari Dinas
Koperasi, maka sisi satunya (zakat) juga harus
memiliki ijin/legalitas yang sama juga.
Apa yang disampaikan oleh Adib di atas,
dibenarkan oleh Jumali, manajer baitul mal di BMT
Tumang (24/10/2015), pimpinan Baitul Mal/ZIS
BMT Tumang. Jumali yang waktu itu mewakili
BMT ketika diundang di Jakarta, disarankan agar
lembaga zakat yang ada di BMT diubah menjadi
MPZ. Seluruh anggota asosiasi perhimpunan BMT,
menurut Jumali, telah sepakat untuk menjadi
lembaga mitra (MPZ) dari Dompet Dhuafa (DD).
Secara teknis, menurut Adib, pengelolaan
bisnis (pembiayaan) dan sosial (ZIS) ini dapat
dikelola oleh dua lembaga hukum, yang dikelola
oleh BMT Tumang. Menurut Adib, pemberdayaan
ekonomi masyarakat dapat melalui bisnis (melalui
pembiayaan) dan sosial .
c. Strategi optimalisasi penggalangan dana zakat di
BMT Tumang Cepogo
Penggalangan dana, menurut Adib, berasal
dari karyawan dan tabungan anggota. 2,5 % dari
pendapatan dan tabungan mereka, dipungut untuk
dana zakat ini. Setiap tahun dana zakat yang
diterima BMT Tumang mencapai sekitar Rp.
500.000.000. Namun demikian, menurut Adib, jika
suatu ketika telah mendapat ijin secara legal formal,
281
maka nanti akan ada upaya untuk penggalangan
dana.
Dengan demikian, sesungguhnya tidak
optimalnya penggalangan dana zakat oleh BMT
Tumang, bukan karena ketiadaan perhatian terhadap
sisi sosial (mal) yang ada. Namun lebih karena
belum adanya ijin secara resmi dari pemerintah,
terkait dengan penggalangan dana zakat, sesuai
aturan Undang-undang baru. Seandainya telah ada
ijin tersebut, optimalisasi penggalangan dana zakat,
menurut Adib, akan diupayakan lebih baik.
d. Strategi optimalisasi distribusi dana zakat di
BMT Tumang Cepogo
Pemberdayaan ekonomi dari dana zakat BMT
Tumang, saat ini mencapai 80 %. Adapun
selebihnya adalah untuk masjid dan sejenisnya,
termasuk untuk fakir miskin dan juga beasiswa
pendidikan, tetap masih ada. Demikian papar Adib
(10/11/2015)
Target berikutnya, menurut Adib, yang akan
dilakukan oleh lembaga zakat BMT Tumang adalah
membuat semacam lembaga pendidikan yang
memiliki ciri khas kemandirian, dengan sentuhan-
sentuhan yang diberikan oleh para pengelola BMT
Tumang.
Selain itu, ada pula kelompok-kelompok
binaan yang saat ini, mencapai sekitar 14 kelompok
282
binaan pemberdayaan ekonomi. Adapun kesehatan,
memang masih belum mendapat prioritas di
lembaga zakat BMT Tumang.
Dengan demikian, sesungguhnya jika
disimpulkan, prioritas distribusi dana lembaga zakat
BMT Tumang, selama ini, masih difokuskan pada
pemberdayaan ekonomi dan penguatan pendidikan.
Dua aktifitas tersebut pada hakekatnya mengarah
pada pengentasan kemiskinan.
Beberapa kegiatan yang dilakukan oleh
BMT Tumang, sebagaimana disebutkan dalam
website resmi BMT Tumang, di antaranya:199
1. Melakukan kegiatan sosial pengajian keluarga
SAMARA
Tidak mudah membangun rumah tangga yang samara (sakinah mawadah warohmah). Dibutuhkan visi yang jelas dan kebersamaan antara suami dan istri. Sebab, jika ada ketidaksesuaian visi diantara keduanya, maka biduk rumah tangga akan dilanda kegoyahan.
Visi tersebut bukanlah berdimensi duniawi semata, namun yang lebih penting ialah berdimensi akhirat. Pasalnya, akhir dari
kehidupan di dunia ini ialah di akhirat. “
199www.bmttumang.com, diakses pada tanggal 11 November
2016.
283
Rumah” yang kekal yang bakal menjadi hunian selamanya. Untuk itu, suami istri wajib memiliki visi akhirat, yang melintasi urusan dunia. Salah satu bentuk visi itu ialah menjaga sholat. Sholat inilah yang
sesungguhnya menjadi ‘pintu’ komunikasi manusia dengan Allah SWT. Komunikasi antara hamba dengan Sang Kholiq inilah yang diharapkan akan menuntun manusia selalu berada di jalan yang benar dan lurus. Termasuk dalam hal ini urusan dalam membina rumah tangga.
Demikianlah setidaknya pesan yang tersampaikan dalam Pengajian Membangun Keluarga Utama (MKU) yang diselenggarakan BMT TUMANG beberapa waktu lalu di kediaman Wiwin Damayanti, Dk. Karanglor, Desa Jurug, Kecamatan Mojosongo.
Adapun pengajian tersebut merupakan agenda rutin dua bulanan yang diselenggarakan BMT TUMANG dengan peserta pengajian keluarga besar pengurus, pengawas, pengelola BMT TUMANG dengan mengundang warga sekitar. Dalam pengajian tersebut juga diisi dengan pemberian santunan bagi para dhuafa.
284
Sebanyak 10 warga dhuafa mendapatkan santunan dari BMT TUMANG.
2. Kepedulian terhadap kaum dhuafa
BMT Tumang berkomitmen bukan sekadar
berjuang memasyarakatkan sistem syariah ke
tengah-tengah masyarakat. Atau dalam bahasa
lain, bukan sekadar fokus pada kepentingan
bisnis semata. Namun, berdasarkan nama BMT
(Baitul Maal wa Tamwil), maka gerakan yang
dikembangkan juga berdimensi sosial,
keagamaan dan kemanusiaan.
Salah satu wujud gerakan kemanusiaan,
sosial dan keagamaan ialah mealalui kepedulian
kepada masyarakat yang kurang mampu, dhuafa,
korban bencana, hingga bantuan untuk
pemberdayaan perekonomian mereka.
Salah satu wujud dari gerakan sosial ialah
manakala BMT Tumang memberikan santunan
kepada para dhuafa. Seperti halnya yang
dilakukan beberapa waktu lalu. BMT Tumang
memberikan santunan kepada para dhuafa di
Dukuh Karanglor, Desa Jurug, Kecamatan
Mojosongo, Boyolali.
Santunan yang diserahkan dari perwakilan
pengurus BMT Tumang, dalam hal ini oleh H.
Ali Syakni tersebut merupakan sedikit dari
sekian bentuk perhatian dan komitmen BMT
285
Tumang terhadap warga yang secara sosial
kehidupan mereka kurang.
3. Pemberian bantuan untuk Mushalla
Gerakan dakwah BMT bukan sekadar di ranah ekonomi syariah. Namun juga sosial keagamaan. BMT mengambil peran penting terhadap penguatan dakwah agama di tengah-tengah masyarakat. Wujud penguatan dakwah tersebut diantaranya ialah membantu pembanguna sarana ibadah.
Seperti yang dilakukan BMT Tumang beberapa waktu lalu. BMT Tumang melalui Divisi Maal memberikan bantuan terhadap pembangunan mushola di daerah Pondok, Butuh, Mojosongo, Boyolali.
Sejauh ini, BMT Tumang sendiri telah menggulirkan bantuan tunai untuk pembangunan atau rehap masjid atau mushola di daerah Boyolali dan sekitarnya. Bukan hanya itu, BMT Tumang juga secara rutin menyalurkan bantuan terhadap setiap kegiatan sosial keagamaan. Semisal, festival anak saleh, beasiswa dhuafa, santunan fakir miskin dan sejenisnya.
4. Pengajian Bisnis Pengusaha Muslim Boyolali
286
Pengajian bisnis pengusaha muslim Boyolali yang diselenggarakan BMT Tumang pada 30 Mei 2016 lalu, menghadirkan motivator nasional Bambang Nugroho. Pengajian tersebut lebih menekankan bagaimana seorang yang ingin terjun di dunia bisnis haruslah menyiapkan beberapa hal. Di antaranya soal pola fikir atau mindset.
Di hadapan ratusan jamaah dari kalangan pebisnis di Kota Boyolali dan sekitarnya, Bambang menambahkan bahwa tidak mudah untuk mengubah pola fikir. Terlebih jika selama ini kita sudah merasa nyaman dengan keadaan yang dimiliki. Menurut Bambang, sulit bagi kita untuk keluar dari zona nyaman yang selama ini kita rasakan. Butuh usaha keras. Namun, mengubah pola fikir itu adalah hal pokok dan utama sebelum kita bisa memulai sebuah bisnis.
Di samping itu, pengajian yang bertempat di Aula Lantai 3 Kantor Pusat BMT Tumang tersebut juga memiliki misi agar para pebisnis memiliki kepedulian terhadap sesama. Rencananya, pengajian tersebut akan bergulir secara rutin dua pekanan dengan sistem coaching langsung dengan Bambang Nugroho.
5. Tarhib Ramadhan 1437 H
287
Dalam rangka menyambut Bulan Suci Ramadhan 1437 Hijriah, BMT Tumang menyelenggarakan tahrib bersama yang diselenggarakan pada 2 Juni 2016 lalu. Acara yang digelar di Aula Lantai 3 Kantor Pusat BMT Tumang tersebut dihadiri seluruh jajaran direksi dan pengelola BMT Tumang.
Ustadz Muhajir selaku pemateri utama di acara tarhib Ramadhan lebih menekankan pada pentingnya mempersiapkan mental, hati dan fisik. Sebab, puasa Ramadhan berbeda dengan puasa sunnah. Lebih lanjut Muhajir menerangkan bahwa puasa Ramdhan memiliki bobot kulitas amal yang jauh lebih tinggi
dibanding dengan puasa sunnah lainnya. “Karenanya kita harus sungguh-sungguh dalam menyambut bulan suci Ramdhan kali ini. Kita tidak tahu jangan-jangan inilah Ramadhan
terakhir untuk kita,” tandasnya.
6. Safari Ramadhan BMT Tumang
Safari Ramadhan BMT Tumang ini diadakan di SD Islam Al Uswah Gatak Baru, Sribit, Delanggu. Acara diadakan dalam bentuk buka puasa bersama yang dihadiri dari pihak BMT
288
Tumang, kepala sekolah dan staf, serta siswa-siswi.
Dalam sambutannya, kepala sekolah SD Islam Al Uswah, Basyaril Mahmud menyampaikan terima kasihnya kepada BMT Tumang yang sudah berkenan menggelar acara buka puasa bersama dalam Safari Ramadhan. Selain itu, Mahmud juga berharap agar jalinan kerja sama tidak hanya sebatas di acara Safari Ramadhan saja.
Sementara itu, Dwi Rochmiathy selaku Ketua Pengurus BMT Tumang dalam sambutannya menyampaikan bahwa kegiatan Safari Ramadhan BMT Tumang merupakan kegiatan rutin tahunan. Di samping itu, Dwi Rochmiathy juga menyampaikan bahwa jalinan silaturahim dengan SD Islam Al Uswah berharap bisa terus berlanjut.
Sebagai acara puncak, Harun Santoso sebagai pengisi pengajian lebih mengajak siswa-siswi untuk menghafal surat-surat pendek dan doa harian yang disampaikan dengan cara permainan.
289
Adapun dalam kegiatan tersebut BMT Tumang menyerahkan bantuan beras dan beragam doorprise bagi anak-anak.
7. Pelaksanaan Workshop Enterprise
Dalam upaya memahami konsep bisnis dan sosial dengan lebih mengedepankan nilai sosial- pemberdayaannya, BMT Tumang telah menyelenggarakan Workshop Social Enterprise pada 20 Januari 2016 lalu. Acara yang
mengundang para manager – termasuk manager dari BMT-BMT perhimpunan se-Boyolali
tersebut– dilaksanakan di Aula BMT Tumang lantai 3 dengan menghadirkan Jamil Abbas selaku GM PBMT Social Ventures dari Jakarta.
Acara Worshop Social Enterprise sengaja diselenggarakan lantaran BMT Tumang ingin masing-masing manager memiliki kepekaan sosial yang lebih. Artinya, bobot perhatian mereka bukan saja untuk kepentingan bisnis semata. Namun juga dalam bidang sosial.
Sebanyak 30-an peserta yang mengikuti acara workshop tersebut tampak antusias. Pasalnya dalam kesempatan tersebut Jamil Abbas menyampaikan beberapa materi yang selama ini terbilang baru bagi para peserta.
290
Misalnya, pada materi “Meningkatkan Impact
Social Enterprise”. Di materi ini, Jamil sengaja menerangkan bagaimana BMT menjalankan sebuah bisnis untuk membiayai program sosial. Dalam workshop tersebut juga dijelaskan bagaimana sebuah pelayanan yang sempurna dan paripurna bagi sebuah perusahaan.
8. Pelatihan Intensif Metode Membaca Al-Qur’an Burhany
Metode membaca Al-Qur’an Burhany
bertujuan untuk memudahkan bacaan Al-Qur’an. Jika dijalankan secara serius dan fokus, maka hanya butuh 9 jam seseorang bisa membaca Al-
qur’an.
Berkenaan dengan hal itu pada tanggal 1-2 Juni 2015 lalu BMT Tumang menyelenggarakan pelatihan intensif kepada 20 ustadz-ustadzah TPQ di wilayah Boyolali. Pelatihan intensif tersebut dalam rangka mendidik ustadz-ustadzah tersebut menjadi trainer yang pada gilirannya nanti akan menularkan dan menerapkan metode tersebut untuk dakwah di tengah-tengah masyarakat.
291
Acara yang diselenggarakan di Aula Gedung NU Center, Boyolali tersebut menghadirkan langsung penemu Metode Burhany, Ahmad Ghozali Fadli dari Surabaya. Selama dua hari, peserta mendapatkan materi pembelajaran Metode Burhany hingga tuntas. Termasuk kurikulum dan bagaimana cara mengelola santri.
e. Pola ideal optimalisasi pengelolaan dana zakat di
BMT Tumang Cepogo
Telah disebutkan di atas, bahwa BMT memiliki sisi bisnis dan sisi sosial. Seharusnya di masa mendatang, peran dua sisi itu sama-sama kuat. Pola optimalisasi pengelolaan dana zakat, yang merupakan sisi sosial BMT, menurut Adib, sesungguhnya dapat disinergikan dengan sisi bisnisnya. Pola interaksinya, jika seseorang datang kepada BMT dengan tidak memiliki apa-apa, lalu BMT Tumang memberikan dana zakatnya pada orang tersebut, ketika kemudian usahanya berhasil dan menuju pada kemapanan, maka harapannya nasabah tersebut kemudian menuju kepada BMT kembali untuk mengajukan pendanaan bisnis.
BMT Tumang, adalah bagian dari elemen masyarakat yang kemudian juga akan kembali pada
292
masyarakat. Jika selama ini masyarakat banyak yang telah merasakan keberadaan lembaga-lembaga milik umat Islam yang telah ada, seperti rumah tahfizh, pendidikan dan lain sebagainya, maka BMT Tumang, menurut Adib (10/11/2015), akan berupaya untuk menutupi pos-pos lain umat Islam yang belum tergarap.
Dari paparan tersebut, ternyata pola ideal
optimalisasi pengelolaan dana zakat di BMT
Tumang Cepogo, diharapkan dapat menjadikan para
mustahik semakin maju perekonomiannya,
sehingga ketika kemajuan tersebut mereka rasakan,
mereka akan tertarik kembali untuk berbisnis lebih
lanjut, lalu mereka memanfaatkan kembali BMT
Tumang, melalui pengajuan pembiayaan ekonomi.
Berikut skema yang dapat disimpulkan terkait
dengan pola ideal optimalisasi pengelolaan dana
zakat di BMT Tumang Cepogo:
Gambar 3.2. Skema optimalisasi pengelolaan dana
zakat di BMT Tumang
Mustahik Ajukanpembiayaan barudi BMT Tumang
Usaha mustahiksemakin majudari modal zakat
Mustahikmenerima
zakat
Lembaga
Zakat BMTTumang
293
BAB IV
PENUTUP
Dari penelitian ini, dapat disimpulkan beberapa rekomendasi untuk meningkatkan upaya-upaya mobilitas zakat di kawasan Joglosemar. Di antara upaya-upaya tersebut adalah:
1. Memberikan Edukasi kepada Masyarakat tentang Nilai-nilai Religiusitas
Yang dimaksud edukasi tentang religiusitas adalah memberikan pemahaman lebih mendalam kepada masyarakat tentang nilai-nilai religiusitas. Nilai-nilai religiusitas tersebut adalah sebagaimana yang ditulis oleh Glock dan Stark tentang lima dimensi religiusitas, sehingga seseorang layak dikatakan sebagai religius. Namun agar kereligiusan seseorang tidak kehilangan makna, maka dalam penelitian ini seseorang dikatakan religius dilihat dari 69 aspek
keimanan yang dikatakan oleh Ibnu Hajar al- ‘Asqalani. Salah satu poin penting dalam edukasi ini adalah memberi motivasi mereka untuk berzakat ke lembaga zakat, sebagai kompensasi dari ketidakhadiran pemerintah muslim dalam pengelolaan zakat secara kenegaraan.
294
Pilihan memberikan edukasi kepada masyarakat bukanlah sesuatu yang mengada-ada, karena dari hasil penelitian yang melibatkan 396 responden muzaki ini, ternyata jika mereka semakin religius justru hasilnya adalah mereka semakin mengurangi dana zakatnya untuk lembaga zakat.
Walaupun ini adalah hasil penelitian yang berdasarkan data riil di lapangan, tetapi masih ada kemungkinan bahwa penyimpulan seperti ini adalah kurang tepat. Artinya tidak benar jika dikatakan bahwa responden muzaki, jika mereka memiliki tingkat religiusitas yang tinggi, maka kecenderungan mereka untuk berzakat ke lembaga zakat semakin rendah.
Untuk mengatakan bahwa penyimpulan seperti itu sudah tepat atau kurang tepat, maka diperlukan penelitian kualitatif lanjutan. Tetapi yang jelas dari konfirmasi lanjutan sederhana yang dilakukan oleh penulis pasca pengolahan data kuantitatif, ada kemungkinan bahwa tingginya respon muzaki untuk berzakat ke lembaga zakat, boleh jadi itu karena kurangnya sosialisasi (edukasi) dan minimnya eksistensi lembaga zakat di jalur Joglosemar.
2. Sosialisasi tentang Pelayanan Lembaga Zakat
295
Data yang ada membuktikan bahwa pelayanan lembaga zakat berpengaruh positif terhadap kecenderungan berzakat ke lembaga zakat. Artinya menurut persepsi para muzaki, adanya pelayanan yang baik oleh lembaga-lembaga zakat itu memberikan pengaruh yang dahsyat bagi mereka untuk meningkatkan kecenderungan minat mereka dalam berzakat ke lembaga zakat.
Sebagai konsekuensi logis dari kecenderungan tersebut, perlu adanya sosialisasi secara lebih merata kepada masyarakat tentang adanya pelayanan lembaga zakat. Pelayanan sebaiknya tidak hanya di tingkat perkotaan, tetapi sampai juga ke daerah-daerah, khususnya daerah-daerah yang banyak memiliki potensi penggalian dana dari muzaki.
Jika penelitian Syaparuddin sebelumnya telah merekomendasikan tentang pentingnya sosialisasi lembaga zakat, maka dalam penelitian ini lebih dijelaskan lagi sisi mana yang terpenting dari sosialisasi tersebut. Sisi itu adalah pelayanan lembaga zakat, yang meliputi akuntabilitas, transparansi, profesionalitas, kemudahan, kedekatan lokasi dan komunikasi.
3. Meningkatkan Strata Pendidikan Masyarakat
296
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa tingkat pendidikan muzaki berpengaruh positif terhadap kecenderungan mereka memilih berzakat ke lembaga zakat. Oleh karenanya, jika pemerintah melalui BAZ ataupun lembaga zakat lainnya (LAZ) menghendaki adanya perubahan signifikan tentang jumlah muzaki yang siap menyalurkan dana zakatnya kepada lembaga-lembaga mereka, maka salah satu langkah penting adalah dengan mengupayakan pendidikan formal yang setinggi-tingginya untuk mereka.
Alasan para muzaki yang berpendidikan tinggi dalam menentukan kecenderungan mereka untuk memilih lembaga zakat, tidaklah menjadi persoalan penting. Apakah kecenderungan mereka memilih lembaga zakat itu dikarenakan alasan rasional atau pun karena alasan lebih praktis, itu menjadi tidak penting. Akan tetapi jika suatu saat perlu adanya pemetaan yang lebih mendalam, maka perlu ada penelitian lanjutan secara kualitatif tentang faktor riil yang menyebabkan seorang muzaki yang berpendidikan tinggi lebih cenderung memilih berzakat ke lembaga zakat.
4. Peningkatan Sosialisasi Lembaga Zakat pada Laki-laki
Lembaga zakat yang ada saat ini hendaknya memaksimalkan sosialisasi lembaga zakat masing-
297
masing, khususnya kepada responden muzaki yang laki-laki. Pada mulanya ada asumsi bahwa laki-laki memiliki kecenderungan mampu berpikir lebih rasional dalam menentukan setiap pilihan kebijakan. Setelah data yang ada diuji regresi, ternyata memang benar, bahwa laki-laki memiliki kecenderungan untuk berzakat di lembaga zakat.
Namun demikian, ada kemungkinan alasan mereka bukan karena berpikir lebih rasional. Dari beberapa wawancara tambahan, menegaskan bahwa ternyata mereka memilih lembaga zakat karena alasan praktis, tidak bertele-tele, dan ribet. Sebaliknya jika mereka memberikan dana zakatnya ke mustahik langsung, memerlukan pemikiran-pemikiran yang panjang tentang siapa saja yang paling berhak diberikan, bagaimana cara memberinya, kapan waktu longgar untuk member, dan seterusnya. Bagi lelaki, hal seperti ini cukup melelahkan.
Namun bagi kaum hawa, ada masalah lain yang menyebabkan mereka lebih tertarik untuk memberikan dana zakat ke mustahik langsung, di antaranya adalah masalah prestis atau harga diri. Mereka lebih memiliki harga diri ketika langsung memberikan dana zakatnya ke mustahik. Walaupun pernyataan ini masih perlu diteliti lebih mendalam.
298
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Al-Jazairi, Abu Bakar Jabir, Fiqh Ibadah, Solo: Media
Insani Publishing, 2006.
Asian Development Bank, “Public Administration in the 21-
st Century” dalam Artikel yang tidak diterbitkan.
Arifin, Sirajul, ”Zakat dan Pemberdayaan Ekonomi Umat: Relasi antara Zakat PKPU Jatim dengan
Pemberdayaan Pengungsi Sampit di Pandeyangan”, Tesis Program Pascasarjana IAIN Sunan Ampel Surabaya, 2002.
Asnaini, ”Pendistribusian Zakat Produktif (Studi terhadap Pendistribusian Zakat Dompet Dhu'afa Republika
Jakarta” , Tesis Program Pascasarjana IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2003.
Azwar, Saifuddin, Penyusunan Skala Psikologi,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007, cet. ke-9.
Bagian Proyek Peningkatan Zakat dan Wakaf Jakarta, Pedoman Zakat 9 Seri, Jakarta: t.p., 2002.
Baidhawi al-, Nashiruddin Abi Sa’id Abdullah bin ‘Umar
bin Muhammad asy-Syairazi (w. 791 H), Tafsir al-
Baidhawi al-Musamma Anwaaru at-Tanziil wa
299
Asraaru at-Ta’wiil, Beirut: Daaru al-Kutub al-
‘Ilmiyyah, 1988, I.
_______, Anwaar at-Tanziil wa Asraar at-Ta’wiil, Istanbul:
Maktabah al-Haqiiqah, 1998, I.
Baidan, Yasin, ” Zakat dan Perubahan Sosial: Telaah terhadap Interpretasi dan Mekanisme Alokasi Dana Zakat oleh Rumah Zakat Indonesia DSUQ (RSI-DSUQ)
Yogyakarta”, Tesis Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005.
Baihaqi al-, Ahmad bin Al-Husain bin Ali bin Musa Abu
Bakr, Sunan al-Baihaqi al-Kubraa, Makkah:
Maktabah Daaru al-Baaz, 1994, tahqiiq Muhammad
Abdul Qadiir Atha’, III.
_______, Syu‘abu al-Iimaan, Beirut: Daru al-Kutub al-
‘Ilmiyyah, 1990, cet. ke-1, 7 Vol.
Banna al-, Hasan, Majmuu’ah Rasaa-il al-Imaam asy-
Syahiid Hasan al-Banna, Kairo: Daaru at-Tauzii’ wa
an-Nasyr al-Islaamiyyah.
Batinggi, Materi Pokok Pelayanan Umum, Jakarta: Universitas Terbuka, 2005.
Baznas dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB,
“Estimasi Potensi Zakat Nasional”, dalam
http://sabili.co.id/lentera/estimasi-potensi-zakat-
nasional, tanggal 22/8/2011. Akses tanggal 8 Agustus
2012.
Bertens, K., Filsafat Barat Abad XX: Inggris-Jerman,
Jakarta: Gramedia, 1981.
300
Bisri, A. Zaini, “Zakat, Program Besar yang Terbengkalai”
dalam Suara Merdeka, 12/8/2012.
Calhoun, Craig, dan kolega (eds.), Bourdieu: Critical
Perspective, Great Britain: The University of Chicago
Press, 1993.
Cott, Nancy F., The Grounding of Modern Feminism, New
Haven: Yale University Press, 1987.
Creswell, John W., Educational Research Planning,
Conducting and Evaluating Quantitative and
Qualitative Research (New Jersey: Pearson Education
International, 2008), Third Edition
_______, Research Design: Qualitative and Quantitative
Approaches, London: Sage Publications, 1994.
Davis, James A, Tom W. Smith, and Peter V. Marsden,
General Social Surveys, 1972–1988 Cumulative
Codebook, Chicago: National Opinion Research
Center, University of Chicago,1999. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 2002, Edisi
ketiga.
Dwiyanto, Agus, Mewujudkan Good Governance melalui
Pelayanan Publik, Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2006, cet. ke-2.
Elias, Elias A. dan Elias, Ed. E., Qaamuus Elyas al-‘Ashry
‘Araby-Injliizy, Kairo: Syirkah Daaru Elyas al-
‘Ashriyyah, 1979.
Fairuzabaadii, Majdu ad-Din Muhammad bin Ya’qub, Al-
Qaamuus al-Muhiith, Beirut: Daaru al-Fikr, 1995.
301
Fakih, Mansour, Analisis Gender dan Transformasi Sosial,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1997.
Faridi, F. R., “Zakat and Fiscal Policy” dalam Studies in
Islamic Economics, edited by Khurshid Ahmad,
Leicester: The Islamic Foundation, 1976.
Gamidy al-, Ahmad bin Athiyyah bin Ali, Al-Iimaan baina
as-Salaf wa al-Mutakallimin, Madinah: Maktabah al-
‘Uluum wa al-Hikam, 2002, cet. ke-1.
Gandhi, Mahatma, Kaum Perempuan dan Ketidakadilan
Sosial, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002, terj. Siti
Farida, cet. ke-1, Judul asli Woman and Social Justice.
Geertz, Clifford, “Religion as a Culture System” dalam
Clifford Geertz, Interpretation of Cultures Selected
Essays, New York: Basic Books, 1973.
_____________, The Religion of Java, New York: The
Free Press, 1969.
Gunawan, Wawan, “Reinterpretasi Fiqih Zakat: Analisis Maslahah Konversi Zakat Fitrah untuk Dana
Pendidikan Orang Muslim ” , Tesis Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005.
Hafidhuddin, Didin, Zakat dalam Pedoman Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani, 2002, cet. ke-5, 2007.
Harahap, Syahrin, dkk., Ensiklopedi Aqidah Islam, Jakarta: Prenada Media, 2003, cet. ke-1.
Hasibuan, Malayu. S.P., Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta: Bumi Aksara. 2010.
302
Hervina, “ Implikasi Pembayaran Zakat Penghasilan terhadap Berkah dalam Berusaha: Studi Kasus Pengusaha Kayu di Kota Samarinda Propinsi
Kalimantan Timur”, Tesis Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2004.
Holsti, Ole R., Content Analysis for the Social Sciences and
Humanities California: Addision-Wesley Publishing
Company.
Humm, Maggie, Ensiklopedia Feminisme, Yogyakarta:
Fajar Pustaka Baru, 2007, terj. Mundi Rahayu.
Husserl, Edmund, Cartesian Meditation an Introduction to
Phenomenology, The Hague: Martinus Nijhoff, 1966. Inoed, Amiruddin, dkk., Anatomi Fiqh Zakat, Potret dan
Pemahaman Badan Amil Zakat Sumatera Selatan,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005, cet. ke-1.
Iqbal, Zamir and Abbas Mirakhor, An Introduction to
Islamic Finance Theory and Practice, Singapore: John
Wiley and Sons Pte Ltd, 2007.
Jauziyyah al-, Ibnu Qayyim, Zaadu al-Ma'asd fii Hadyi
Khairil 'Ibaad, Kairo: Daarul Qalam li at-turaats,
1998, vol. 1.
Karl, Katherine A., and Cynthia L. Sutton, “Job Values in Today's Workforce: A Comparison of Public and
Private Sector Employees ” in Public Personnel
Management, 1998, 27 (4): 515–527.
Khan, Fahim, Essays in Islamic Economics, Leicester: The Islamic Foundation, 1995.
303
Kilpatrick, Franklin P., Cummings Milton C., and M. Kent Jennings, The Image of the Federal Service, Washington, DC: Brookings Institution, 1964.
Majma’ Lugah al-‘Arabiyyah, Al-Mu‘jam al-Wasiith,
Mesir: Daaru al-Ma‘aarif, 1972, I.
Muhadjir, Noeng, Ilmu Pendidikan dan Perubahan Sosial Teori Pendidikan Pelaku Sosial Kreatif, Yogyakarta: Penerbit Rake Sarasin, 2000, edisi V cet. ke-1.
Muhammad, Abdul Aziz bin, Zakat and Rural Development in Malaysia, Berita Publishing, 1993.
Muhammad Ali, Nuruddin, “ Zakat (Pajak) sebagai
Instrumen dalam Kebijakan Fiskal”, Tesis Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2003.
Muhammad dan Ridwan Mas’ud, Zakat dan Kemiskinan Instrumen Pemberdayaan Ekonomi Umat, Yogyakarta: UII Press, 2005, cet. ke-1.
Muhtada, Dani, “Zakat Add Peasant Empowerment: Case Study of The Rumah Zakat Indonesia Dana Sosial
Ummul Quro (RZI-DSUQ) Yogyakarta ” , Tesis Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005.
Muhammad Muslih, Filsafat Ilmu, Yogyakarta: Belukar,
2006.
304
Nashori, Fuat dan Rachmy Diana Mucharam,
Mengembangkan Kreativitas dalam Perspektif
Psikologi Islam, Yogyakarta: Menara Kudus, 2002.
Nawawi, Imam, Syarh Shahiih Muslim, Tnk: Maktabah
Dahlan, tt.
Pasiak, Taufik, Manajemen Kecerdasan: Memberdayakan
IQ, EQ dan SQ untuk Kesuksesan Hidup, Bandung:
Penerbit Mizan, 2007, cet. ke-3.
Qaradhawi al-, Yusuf, Fiqhu az-Zakaah, Beirut: Mu ’assasatu ar-Risaalah, 1973, terj. Salman Harun dkk, dengan judul Hukum Zakat, terbitan PT. Pustaka Litera AntarNusa, Jakarta, cet. ke-6.
_______, Kaifa Nata’aamalu ma’a al-Qur’ani, Kairo: Daru asy-Syuruuq, 2000, cet. ke-2.
Ratminto, Manajemen Pelayanan Pengembangan Model
Konseptual, Jakarta: Rineka Cipta, 2006. Robbins, Stephen P., Perilaku Organisasi, Jakarta: PT.
Indeks Kelompok Gramedia, 2001, Jilid I.
Rosadi, Idi, “Masyarakat dan Zakat: Respon Masyarakat
terhadap Lembaga Ekonomi Islam Studi Pengelolaan
Zakat di Badan Amil Zakat Kec. Panjalu Kab.Ciamis
Jawa Barat”, Tesis Program Pascasarjana Universitas
Islam Indonesia, Yogyakarta, Tahun 2007.
Sabeth, Abilawa, M., “ Gelombang Ketiga Peradaban
Zakat” dalam Republika, 6 Januari 2010.
305
Salahuddin, Muh., “Zakat dan Pemberdayaan Ekonomi
Umat (Studi Pengelolaan Zakat di BAZDA Kab. Bima”, Tesis Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2002.
Salima, Siti, “ Zakat: Sarana Pengentasan Kemiskinan:
Studi Kasus Pengelolaan Zakat BAZ kab. Lumajang”, Tesis Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2003.
Sariningrum, Siti Zahrah “Analisis Faktor-faktor yang
Memengaruhi Pembayaran Zakat di Kota Palembang”,
Karya Ilmiah Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB
Bogor, 2011.
Sastriyani, Siti Hariti, Gender and Politics, Yogyakarta:
Penerbit Tiara Wacana, 2009, cet. ke-1.
Sekaran, Uma, Research Methods for Business: A Skill
Building Approach, New York: John Willey and Sons,
Inc, 2000, Third Edition.
Setiawan, Boenyamin, dkk., Ensiklopedi Nasional
Indonesia, Jakarta: PT. Cipta Adi Pustaka, 1988, cet.
ke-1, III.
Setyawan, Palgunadi T, Daun Berserakan Sebuah Renungan
Hati, Jakarta: Gema Insani, 2004, cet. ke-3.
Shabir, Muslich, “Kitab az-Zakah dalam Naskah Sabil al
Muhtadin Karya Syekh Muhammad Arsyad al-
Banjari: Analisis Intelektual dan Suntingan Teks”,
Disertasi Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta, 2004.
306
Shadily, Hassan, dkk., Ensiklopedi Indonesia, Jakarta: PT. Ichtiar Baru-Van Hoeve, t.t., edisi khusus, I.
Sumarto, Hafifah Sj., Inovasi, Partisipasi dan Good Governance, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2003.
Supardi, Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis, Yogyakarta: UII Press, 2005, cet. ke-1.
Supardi, “Zakat and Poverty Alleviation: A Case Study of
Zakat –funded CED Program in Java PKPU (Macro Social Work and CED Theoritical Perspectives), Tesis Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2005.
Supranto, Metode Riset Aplikasinya dalam Pemasaran,
Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002, edisi VII.
Suprobo, Bambang, ”Peran Badan Amil Zakat (BAZ)
Kecamatan Ceper terhadap Pengembangan
Ekonomi Masyarakat”, Tesis Program Pascasarjana
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Tahun 2008.
Sutrisno, Edi, Manajemen Sumber Daya Manusia, Jakarta:
Prenada Media Group, 2009. Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT.
RajaGrafindo Persada, 2009.
Syafei, Erni Suhasti, “Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Pembayaran Zakat Masyarakat Prenggan-Kotagede
Yogyakarta”, Tesis Program Pascasarjana Universitas
Islam Indonesia, Yogyakarta, Tahun 2003.
307
Syah, Muhibbin, Psikologi Belajar, Jakarta: Logos, 1999,
cet. ke-1.
_________, “Mengoptimalkan Potensi Zakat”, dalam
Prosiding Simposium Nasional Ekonomi Islam 1,
Yogyakarta: Pusat Kajian dan Pengembangan
Ekonomi Islam (P3EI) UII, 2002.
Tim Ahli Tauhid, Terjemahan Kitab Tauhid 2, Jakarta:
Darul Haq, 2002, cet. ke-4.
Tjrokroamidjojo, Bintoro, Pengantar Administrasi Pembangunan, Jakarta: LP3ES, 1985.
Yunus, Mahmud, Qaamuus ‘ Arabiy-Indunisiy, Jakarta: Hida Karya Agung, 1990, cet. ke-8.
Zeithaml and Bitner, Service Marketing Integrating Customer across the Firm, Boston: Mc Graw Hill, 2000, 2nd ed.
Zuhaili al-, Wahbah, Al-Fiqhu al-Islaamiy wa Adillatuhu, Beirut: Daaru al-Fikr, 1993, III.
Zuhri, Saifudin, “Konsep Alquran tentang Kesejahteraan Masyarakat Melalui Zakat, Infaq dan Shadaqah dan Implementasinya pada BAZIS dan Konsepsi Baitul Mu'amanah di Desa Salam Kanci Kecamatan
Bandongan Kabupaten Magelang” , Tesis Program Pascasarjana IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 1994.
308
JURNAL
Ansari, Abdul Haseeb dan Ahmad Ibrahim, “Distributive Justice in Islam: An Expository Study of Zakah for
Achieving a Sustainable Society”, dalam Australian Journal of basic and Applied Sciences, V, no. 8: 391, 2011.
Aslim, “Gender dalam Pemikiran Islam dan Kenyataan
Sosial” dalam jurnal SELAMI IPS Edisi No. 21, Tahun ke-12, 2007, II: 188-189.
Baldwin, J. Norman, “Public versus Private Employees:
Debunking Stereotypes” in Review of Public
Personnel Administration, 1991, 11 (1/2): 1–27. Bellante, Don, and Albert N. Link, “Are Public Sector
Workers More Risk Averse than Private Sector
Workers?” in Industrial and Labor Relations Review,
1981, 34 (3): 408–412.
Fidiana, Iwan Triyuwono dan Akhmad Riduwan, “Zakah
Perspective as a Symbol of Individual and Social
Piety” dalam Global Conference on Business and
Finance Proceedings, VII, No. 1, 2012. Frank, Sue A., “Who Wants to Work for Government” in
Public Administration Review, 2002, No. 64, LXII: 396.
Haron, Nurul Husna, Hazlina Hassan Nur Syuhada Jasni dan
Rashidah Abdul Rahman, “ Zakat for Asnafs ’
Business By Lembaga Zakat Selangor ” dalam
309
Malaysian Accounting Review, Special Issue, No. 2, 2010, IX: 131-135.
Majma’ Lugah al-‘Arabiyyah, Al-Mu‘jam al-Wasiith,
Mesir: Daaru al-Ma‘aarif, 1972, I.
Nasution, Lahmuddin, Fiqh, TK, Logos, I, 1995.
Newstrom, John W, William E. Reif, and Robert M.
Monckza, “Motivating the Public Employee: Fact vs.
Fiction” in Public Personnel Management, 1976, 5
(1).Rainey, Hal, “Reward Preferences Among Public
and Private Managers: In Search of the Service Ethic
” in American Review of Public Administration,
1982, 16 (4): 288–302.
Rahman, Afzalur, Economic Doctrines of Islam (Islamic
Publication), edisi terj. berjudul Doktrin Ekonomi
Islam, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti Wakaf, 1996, vol.
3.
WEB
Materi-materi Pendidikan 1, “Hakikat Manajemen” dalam
http://www.geocities.com. Akses tanggal 23
Oktober 2008.
New Straits Time, 6/8/2007. Akses tanggal 27 Juli 2012.
310
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 21 Tahun
2003 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Jawa Tengah, dalam http://docs.google.com/. Akses
tanggal 31 Maret 2011.
Rama, Ali, “Ekonomi Syariah dan Outlook 2011”
diterbitkan oleh Koran Republika, 29/12/2010, dalam
http://mafiagombak.wordpress.com/2010/12/,
diunduh pada tanggal 4 November 2013.
Republika, “Baznas: Potensi Zakat Nasional Rp 217 Triliun”
dalam
http://www.republika.co.id/berita/ramadhan/kabar-
ramadhan/11/08/19/lq6ibr-baznas-potensi-zakat-
nasional-rp-217-triliun, diunduh pada tanggal 4
November 2013.
Sudrajat, Akhmad, “ Teori-teori Motivasi ” , dalam http://www.akhmadsudrajat.wordpress.com, diakses tanggal 23 Oktober 2008.
Syam, Nur, “Mixed Methodology” dalam
http://nursyam.sunanampel.ac.id/?p=35. Akses
tanggal 11 November 2011.
Tim Redaksi, “Potensi Zakat Indonesia Rp. 9 Triliun” , dalam http://www.antara.co.id.
UNDP/Governance Unit Jakarta, “Introducing Good Local
Governance The Indonesian Experience ” , 2002, dalam http://www.undp.or.id. Akses tanggal 10 Mei 2011.
311
www.aitam-indonesia.or.id/sejarah/, diakses pada 24 November 2016.
www.amanahtakaful.org/sample-page/sejarah-yat/, diakses pada 30 Oktober 2016.
www.baziskabsemarang.com. diakses pada 19 November 2016.
www.bazmapertamina.com/sejarah-lahirnya-bazma-pertamina/, diakses pada 31 Oktober 2016.
www.baznas,jogjakota.go.id/Home/profil/3, diakses pada 24 November 2016.
www.baznaskaranganyar.com/program-kerja/, diakses pada 25 November 2016.
www.bazsemarang.or.id/visi-dan-misi/read/visi-dan-misi, diakses pada 24 November 2016.
www.baztemanggung.org/profil/visi-dan-misi/, diakses pada 25 November 2016.
www.bmh.or.id/tentang.php, diakses pada 31 Oktober 2016.
www.dewandakwah.or.id/visi-dan-misi/, diakses pada 31 Oktober 2016.
www.desaemas.com/partners, diakses pada 2 November 2016.
312
www.dompetdhuafa.org/about, diakses pada 30 Oktober 2016.
www.dpu-daaruttauhid.org/web/page/profile, diakses pada 31 Oktober 2016.
www.lazismu.org/latarbelakang/, diakses pada 31 Oktober 2016.
www.lazisnujateng.org/p/visi-bertekad-menjadi-lembaga-pegelola.html.Diakses pada 31 Oktober 2016.
www.lazisiphidki.blogspot.co.id/2013/03/info-kesekretariatan-lazis-iphi-dki.html, diakses pada 31 Oktober 2016.
www.lazisums.blogspot.co.id/p/profil_7.html?m+1, diakses pada 19 November 2016.
www.lazis.uns.ac.id/?page_id=625#access, diakses pada 24 November 2016.
www.laznasbsm.or.id/content/visi-misi, diakses pada 2 November 2016.
www.m.pkpu.or.id/about-us/history/, diakses pada 30 Oktober 2016.
www.nucarelazisnu.org/sejarah/. Diakses pada 2 November 2016.
www.pusat.baznas.go.id/profil/, diakses pada 30 Oktober 2016.
313
www.pzu.or.id/?mod=content&cmd=statis&amid=2&catid=1, diakses pada 2 November 2016.
www.rumahzakat.org/tentang-kami/visi-dan-misi/, diakses pada 31 Oktober 2016.
www.rumahzis.ugm.ac.id/tujuan-dan-sasaran/, diakses pada 24 November 2016.
www.solopeduli.org/tentang-kami/sejarah-solopeduli. Diakses pada 19 November 2016.
www.ybmbri.org/visi-dan-misi/, diakses pada 2 November 2016.
www.ysdf.org/tentang-kami/visi-dan-misi, diakses pada 31 Oktober 2016.
www.ziswafcenter.org/visi-dan-misi/, diakses pada 24 November 2016.
WAWANCARA
Wawancara dengan 2 responden muzaki laki-laki, yaitu
dengan Puyawahana dan Mubasirun, pada tanggal 9
Agustus 2012.
314
Wawancara dengan 11 responden muzaki laki-laki, Sigit,
Giyanto, Solikhun, Zamroni, Muhsin, Abdul Aziz,
Ahmadi, Nasrodin, Rohib, Farkhani dan Eko Purnomo
pada tanggal 12 Agustus 2012.
Wawancara dengan 14 responden muzaki perempuan yang
membayarkan zakatnya langsung ke mustahik
langsung, yaitu Widayati, Win, Nafi’atul Birroh, Umi,
Ismarmiyati, Lastri, Shol, Nurul, Ida, Syarifah,
Aisyah, El Widuri, Peni Susapti dan ada satu
responden lagi yang tidak berkenan menyebutkan
nama, antara tanggal 10-12 Agustus 2012.
Wawancara dengan 20 reponden pengelola lembaga zakat
dari kawasan jalur Joglosemar, yaitu: Manajer PKPU
Boyolali, Taufik Nur Hidayat, Manajer BMT UMM,
Itoh, Manajer DKD Magelang, Rafi, Manajer LAZ Al-
Ihsan Jateng Cabang Magelang, Yanur Wibowo,
Divisi Keuangan BAZ Kota Yogyakarta, Tri mursito,
Manajer Umum Lazis UNS, Catur Wibowo, Manajer
Lazis UMM, Zuhron, Manajer RZI Semarang, Ucu
Sutrisno, Kepala Staf Sekretariat Bazda Yogyakarta,
Misbahrudin, Pengurus harian Yayasan Sosial Aitam
Karanganyar, Susmono, Sekretaris LAZ Muh Salatiga,
Maryo, Ketua LZ Yasr Klaten, Yusuf, Sekretaris LZ
masjid Al Kautsar Mendungan, Drajat, Manajer
LAZIS Al-Ihsan Jateng Surakarta, Sakidi, Manajer
RZIS UGM, Taufikurrahman, Manajer Solopeduli,
Supomo, Plt manajer Lazis Salatiga sekaligus
315
Pengurus Wilayah Lazis Jateng, bagian marketing,
Bagas Laksono, Ketua Prozis Ibnu Abbas Klaten,
Mukhlis, Ketua Pengelola lembaga zakat Jatisari Kec.
Mijen, Semarang, Yasmidi, Kabag.
Penghimpunan/Marketing PKPU Semarang, Joko Adi
Saputro pada tanggal 17-20 Februari 2014.