praktikum farmasi fisika
-
Upload
rahmat-rizaldi -
Category
Documents
-
view
622 -
download
6
description
Transcript of praktikum farmasi fisika
praktikum farmasi fisika
LAPORAN
FARMASI FISIKA
PERCOBAAN III
“KELARUTAN”
OLEH
NAMA : VEBY RIZKY LAPAUGI
NIM : 821309054
KELAS : B
KELOMPOK : II (Dua)
ASISTEN : NURZIAH SUWELEH, S.Si
LABORATORIUM FARMASETIKAJURUSAN FARMASI
UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO2010
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, Allah SWT. Karena hanya dengan kodrat
dan iradat-Nyalah saya dapat menyusun laporan ini dengan sebaik-baiknya.
Adapun isi dari laporan ini adalah tentang Kelarutan. Kelarutan adalah kemampuan suatu
zat telarut melarut pada suatu pelarut. Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai
konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperature tertentu, dan secara kualitatif
didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat untuk membentuk disperse
molekular homogen. Kelarutan suatu senyawa bargantung pada sifat fisika, dan kimia zat terlarut
dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperature, tekanan, pH larutan dan untuk jumlah
yang kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut.
Harapan saya adalah mudah-mudahan dapat berguna, bermanfaat serta mudah dipahami
isi daripada laporan ini. Manakala ada kekurangan dan kesalahan dalam penyusunan laporan ini,
saya mohon maaf. Dan segala kritik-saran yang yang sifatnya membangun guna perbaikan
laporan ini kedepannya. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi saya selaku penyusun pada
khususnya dan pada pembaca pada umumnya. Terima kasih.
Gorontalo, Desember 2010
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................i
DAFTAR ISI.........................................................................................................ii
BAB.I. PENDAHULUAN....................................................................................1
I.1. Latar Belakang................................................................................................1
I.2. Maksud Percobaan..........................................................................................2
I.3. Tujuan Percobaan............................................................................................2
BAB.II. TINJAUAN PUSTAKA..........................................................................3
II.1. Teori...............................................................................................................3
II.2. Uraian Bahan.................................................................................................15
BAB.III. METODE KERJA..................................................................................19
III.1. Alat yang digunakan.....................................................................................19
III.2. Bahan yang digunakan.................................................................................19
III.3. Cara Kerja.....................................................................................................20
BAB.IV. HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................22
IV.1. Hasil pengamatan.........................................................................................22
IV.2. Pembahasan..................................................................................................32
BAB.V. PENUTUP...............................................................................................36
V.1. Kesimpulan....................................................................................................36
V.2. Saran..............................................................................................................36
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dalam bidang farmasi, untuk memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau
kombinasi obat, akan membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada waktu
pembuatan larutan farmasetik, dan lebih jauh lagi dapat bertindak sebagai standar atau uji
kemurnian. Pengetahuan yang lebih mendetail mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang
berhubungan dengan itu juga memberikan informasi mengenai struktur obat dan gaya
antarmolekul obat. Selain itu, pelepasan zat dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat
kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsipnya obat baru dapat diabsorbsi
setelah zat aktifnya telarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk mempertinggi
efek farmakologi dari sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya.
Kelarutan adalah kemampuan suatu zat telarut melarut pada suatu pelarut. Kelarutan
didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada
temperature tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau
lebih zat untuk membentuk disperse molekular homogen. Kelarutan suatu senyawa bargantung
pada sifat fisika, dan kimia zat terlarut dan pelarut, juga bergantung pada faktor temperatur,
tekanan, pH larutan dan untuk jumlah yang kecil, bergantung pada hal terbaginya zat terlarut.
Pada percobaan ini, akan ditentukan kelarutan zat secara kuantitas, pengaruh pelarut
campur yakni air, alkohol, dan gliserin ; dan penambahan surfaktan yakni tween 80 terhadap
kelarutan suatu zat yakni Asam benzoat.
I.2 Maksud Percobaan
Menentukan kelarutan zat secara kuantitas, pengaruh pelarut campur dan penambahan
surfaktan terhadap kelarutan suatu zat.
I.3 Tujuan Percobaan
1. Menentukan kelarutan zat secara kuantitas
2. Menjelaskan pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan suatu zat.
3. Menjelaskan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan suatu zat.
4. Menentukan misel kritik suatu surfaktan dengan metode kelaruta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Teori
Secara kuantitatif, kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai konsentrasi zat terlarut didalam
larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu. Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter
pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat akan larut dalam
500 mL air. Kelarutan juga dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas dan persen (1).
Pelepasan zat aktif dari bentuk sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan
fisika zat tersebut serta formulasinya. Pada prinsinya obat baru dapat di absorpsi setelah zat
aktifnya terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk mempertinggi efek
Farmakologi dari sediaaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya (1).
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia tertentu, zat terlarut (solute),
untuk larut dalam suatu pelarut (solvent). Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat
terlarut yang larut dalam suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh.
Zat-zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu pelarut. Contohnya
adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa Inggris lebih tepatnya disebut miscible.
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat murni ataupun campuran. Zat
yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain, atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut
seperti etanol dalam air, hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut"
(insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun sebenarnya hanya ada
sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi,
titik kesetimbangan kelarutan dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut
lewat jenuh (supersaturated) yang metastabil (5).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain adalah :
pH
temperatur
jenis pelarut
bentuk dan ukuran partilel zat
konstanta dielektrik pelarut
Kelarutan juga tergantung pada struktur zat, seperti perbandingan gugus polar dan non
polar dari suatu molekul. Makin panjang rantai gugus non polar suatu zat makin zat tersebut larut
dalam air. Selain itu, penambahan surfaktan dapat juga ditambahkan zat-zat pembentuk
kompleks untuk menaikkan kelarutan suatu zat, misalnya penambahan uretan dalam pembuatan
injeksi khinin (1).
Larutan adalah campuran yang bersifat homogen antara molekul, atom ataupun ion dari
dua zat atau lebih. Disebut campuran karena susunannya atau komposisinya dapat berubah.
Disebut homogen karena susunanya begitu seragam sehingga tidak dapat diamati adanya bagian-
bagian yang berlainan, bahkan dengan mikroskop optis sekalipun.
Fase larutan dapat berwujud gas, padat ataupun cair. Larutan gas misalnya udara. Larutan
padat misalnya perunggu, amalgam dan paduan logam yang lain. Larutan cair misalnya air laut,
larutan gula dalam air, dan lain-lain. Komponen larutan terdiri dari pelarut (solvent) dan zat
terlarut (solute). Pada bagian ini dibahas larutan cair. Pelarut cair umumnya adalah air. Pelarut
cair yang lain misalnya bensena, kloroform, eter, dan alkohol. Jika pelarutnya bukan air, maka
nama pelarutnya disebutkan. Misalnya larutan garam dalam alkohol disebut larutan garam dalam
alkohol (alkohol disebutkan), tetapi larutan garam dalam air disebut larutan garam (air tidak
disebutkan).
Zat terlarut dapat berupa zat padat, gas atau cair. Zat padat terlarut dalam air misalnya gula
dan garam. Gas terlarut dalam air misalnya amonia, karbon dioksida, dan oksigen. Zat cair
terlarut dalam air misalnya alkohol dan cuka. Umumnya komponen larutan yang jumlahnya lebih
banyak disebut sebagai pelarut. Larutan 40 % alkohol dengan 60 % air disebut larutan alkohol.
Larutan 60 % alkohol dengan 40 % air disebut larutan air dalam alkohol. Larutan 60 % gula
dengan 40 % air disebut larutan gula karena dalam larutan itu air terlihat tidak berubah
sedangkan gula berubah dari padatan (kristal) menjadi terlarut (menyerupai air).
Sebutir kristal gula pasir merupakan gabungan dari beberapa molekul gula. Jika kristal gula
itu dimasukkan ke dalam air, maka molekul-molekul gula akan memisah dari permukaan kristal
gula menuju ke dalam air (disebut melarut). Molekul gula itu bergerak secara acak seperti
gerakan molekul air, sehingga pada suatu saat dapat menumbuk permukaan kristal gula atau
molekul gula yang lain. Sebagian molekul gula akan terikat kembali dengan kristalnya atau
saling bergabung dengan molekul gula yang lain sehingga kembali membentuk kristal
(mengkristal ulang). Jika laju pelarutan gula sama dengan laju pengkristalan ulang, maka proses
itu berada dalam kesetimbangan dan larutannya disebut jenuh.
Kristal gula + air ⇔ larutan gula
Larutan jenuh adalah larutan yang mengandung zat terlarut dalam jumlah yang diperlukan
untuk adanya kesetimbangan antara solute yang terlarut dan yang tak terlarut. Banyaknya solute
yang melarut dalam pelarut yang banyaknya tertentu untuk menghasilkan suatu larutan jenuh
disebut kelarutan (solubility) zat itu. Kelarutan umumnya dinyatakan dalam gram zat terlarut per
100 mL pelarut, atau per 100 gram pelarut pada temperatur yang tertentu. Jika kelarutan zat
kurang dari 0,01 gram per 100 gram pelarut, maka zat itu dikatakan tak larut (insoluble).
Jika jumlah solute yang terlarut kurang dari kelarutannya, maka larutannya disebut tak
jenuh (unsaturated). Larutan tak jenuh lebih encer (kurang pekat) dibandingkan dengan larutan
jenuh. Jika jumlah solute yang terlarut lebih banyak dari kelarutannya.
a. Pengaruh Temperatur pada Kelarutan
Kelarutan gas umumnya berkurang pada temperatur yang lebih tinggi. Misalnya jika air
dipanaskan, maka timbul gelembung-gelembung gas yang keluar dari dalam air, sehingga gas
yang terlarut dalam air tersebut menjadi berkurang. Kebanyakan zat padat kelarutannya lebih
besar pada temperatur yang lebih tinggi. Ada beberapa zat padat yang kelarutannya berkurang
pada temperatur yang lebih tinggi, misalnya natrium sulfat dan serium sulfat. Pada larutan jenuh
terdapat kesetimbangan antara proses pelarutan dan proses pengkristalan kembali. Jika salah satu
proses bersifat endoterm, maka proses sebaliknya bersifat eksoterm. Jika temperatur dinaikkan,
maka sesuai dengan azas Le Chatelier (Henri Louis Le Chatelier: 1850-1936) kesetimbangan itu
bergeser ke arah proses endoterm. Jadi jika proses pelarutan bersifat endoterm, maka
kelarutannya bertambah pada temperatur yang lebih tinggi. Sebaliknya jika proses pelarutan
bersifat eksoterm, maka kelarutannya berkurang pada suhu yang lebih tinggi.
Suhu mempengaruhi kelarutan suatu zat. Bayangkan dalam gedung bioskop yang banyak
penonton sedang asyik menonton film dan tiba-tiba gedung tersebut terbakar. Pasti keadaan
orang-orang tersebut akan berbeda, dari keadaan tenang menjadi saling berdesakan dan
menyebar. Demikian pula pada suhu tinggi partikel-partikel akan bergerak lebih cepat
dibandingkan pada suhu rendah. Akibatnya kontak antara zat terlarut dengan pelarut menjadi
lebih sering dan efektif. Hal ini menyebabkan zat terlarut menjadi lebih mudah larut pada suhu
tinggi.
Perhatikan Gambar 6, terlihat kelarutan KNO3 sangat berpengaruh oleh kenaikan suhu,
sedangkan KBr kecil sekali. Jika campuran ini dimasukkan air panas, maka kelarutan KNO3
lebih besar daripada KBr sehingga KBr lebih banyak mengkristal pada suhu tinggi, dan KBr
dapat dipisahkan dengan menyaring dalam keadaan panas.
Jika kelarutan zat padat bertambah dengan kenaikan suhu, maka kelarutan gas berkurang
bila suhu dinaikkan, karena gas menguap dan meninggalkan pelarut. Ikan akan mati dalam air
panas karena kelarutan oksigen berkurang. Minuman akan mengandung CO2 lebih banyak bila
disimpan dalam lemari es dibandingkan di udara terbuka.
b. Pengadukan
Pengadukan juga menentukan kelarutan zat terlarut. Semakin banyak jumlah pengadukan,
maka zat terlarut umumnya menjadi lebih mudah larut.
Luas Permukaan Sentuhan Zat Kecepatan kelarutan dapat dipengaruhi juga oleh luas
permukaan (besar kecilnya partikel zat terlarut). Luas permukaan sentuhan zat terlarut dapat di
diperbesar melalui proses pengadukan atau penggerusan secara mekanis. Gula halus lebih mudah
larut daripada gula pasir. Hal ini karena luas bidang sentuh gula halus lebih luas dari gula pasir,
sehingga gula halus lebih mudah berinteraksi dengan air.
c. Pengaruh tekanan pada kelarutan
Perubahan tekanan pengaruhnya kecil terhadap kelarutan zat cair atau padat. Perubahan
tekanan sebesar 500 atm hanya merubah kelarutan NaCl sekitar 2,3 % dan NH4Cl sekitar 5,1 %.
Kelarutan gas sebanding dengan tekanan partial gas itu. Menurut hukum Henry (William Henry:
1774-1836) massa gas yang melarut dalam sejumlah tertentu cairan (pelarutnya) berbanding
lurus dengan tekanan yang dilakukan oleh gas itu (tekanan partial), yang berada dalam
kesetimbangan dengan larutan itu. Contohnya kelarutan oksigen dalam air bertambah menjadi 5
kali jika tekanan partial-nya dinaikkan 5 kali. Hukum ini tidak berlaku untuk gas yang bereaksi
dengan pelarut, misalnya HCl atau NH3 dalam air.
Konsentrasi larutan menyatakan banyaknya zat terlarut dalam sejumlah tertentu larutan.
Secara fisika konsentrasi dapat dinyatakan dalam % (persen) atau ppm (part per million) = bpj
(bagian per juta). Dalam kimia konsentrasi larutan dinyatakan dalam molar(M), molal (m) atau
normal (N).
a. Molaritas (M)
Molaritas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap liter larutan.
b. Molalitas (m)
Molalitas menyatakan jumlah mol zat terlarut dalam setiap kilo gram (1 000 gram) pelarut.
c. Normalitas (N)
Normalitas menyatakan jumlah ekuivalen zat terlarut dalam setiap liter larutan.
Massa ekuivalen adalah massa zat yang diperlukan untuk menangkap atau melepaskan 1
mol elektron dalam reaksi (reaksi redoks). Partikel-partikel yang ada di dalam larutan adalah
molekul-molekul senyawa CH3COOH yang terlarut dan ion-ion H+ dan CH3COO−. Molekul
senyawa CH3COOH tidak dapat menghantarkan arus listrik, sehinggga akan menjadi
penghambat bagi ion-ion H+ dan CH3COO− untuk menghantarkan arus listrik. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa larutan elektrolit lemah daya hantar listriknya kurang kuat.
Senyawa nonelektrolit adalah senyawa yang di dalam air tidak terion, sehingga partikel-partikel
yang ada di dalam larutan adalah molekul-molekul senyawa yang terlarut. Dalam larutan tidak
terdapat ion, sehingga larutan tersebut tidak dapat menghantarkan arus listrik. Kecuali asam atau
basa, senyawa kovalen adalah senyawa nonelektrolit, misalnya: C6H12O6, CO(NH2)2, CH4,
C3H8, C13H10O.
d. Sifat Koligatif Larutan Non-elektrolit
Sifat larutan berbeda dengan sifat pelarut murninya. Terdapat empat sifat fisika yang
penting yang besarnya bergantung pada banyaknya partikel zat terlarut tetapi tidak bergantung
pada jenis zat terlarutnya. Keempat sifat ini dikenal dengan sifat koligatif larutan. Sifat ini
besarnya berbanding lurus dengan jumlah partikel zat terlarut. Sifat koligatif tersebut adalah
tekanan uap, titik didih, titik beku, dan tekanan osmosis. Menurut hukum sifat koligatif, selisih
tekanan uap, titik beku, dan titik didih suatu larutan dengan tekanan uap, titik beku, dan titik
didih pelarut murninya berbanding langsung dengan konsentrasi molal zat terlarut. Larutan yang
bisa memenuhi hukum sifat koligatif ini disebut larutan ideal. Kebanyakan larutan mendekati
ideal hanya jika sangat encer.
Tekanan Uap Larutan
Tekanan uap larutan lebih rendah dari tekanan uap pelarut murninya. Pada larutan ideal,
menurut hukum Raoult, tiap komponen dalam suatu larutan melakukan tekanan yang sama
dengan fraksi mol kali tekanan uap dari pelarut murni. Dalam larutan yang mengandung zat
terlarut yang tidak mudah menguap (tak-atsiri atau nonvolatile), tekanan uap hanya disebabkan
oleh pelarut, sehingga PA dapat dianggap sebagai tekanan uap pelarut maupun tekanan uap
larutan.
Titik Didih Larutan
Titik didih larutan bergantung pada kemudahan zat terlarutnya menguap. Jika zat
terlarutnya lebih mudah menguap daripada pelarutnya (titik didih zat terlarut lebih rendah), maka
titik didih larutan menjadi lebih rendah dari titik didih pelarutnya atau dikatakan titik didih
larutan turun. Contohnya larutan etil alkohol dalam air titik didihnya lebih rendah dari 100 °C
tetapi lebih tinggi dari 78,3 °C (titik didih etil alkohol 78,3 °C dan titik didih air 100 °C). Jika zat
terlarutnya tidak mudah menguap (tak-atsiri atau nonvolatile) daripada pelarutnya (titik didih zat
terlarut lebih tinggi), maka titik didih larutan menjadi lebih tinggi dari titik didih pelarutnya atau
dikatakan titik didih larutan naik. Pada contoh larutan etil alkohol dalam air tersebut, jika
dianggap pelarutnya adalah etil alkohol, maka titik didih larutan juga naik. Kenaikan titik didih
larutan disebabkan oleh turunnya tekanan uap larutan. Berdasar hukum sifat koligatif larutan,
kenaikan titik didih larutan dari titik didih pelarut murninya berbanding lurus dengan molalitas
larutan.
Titik Beku Larutan
Penurunan tekanan uap larutan menyebabkan titik beku larutan menjadi lebih rendah dari
titik beku pelarut murninya. Hukum sifat koligatif untuk penurunan titik beku larutan berlaku
pada larutan dengan zat terlarut atsiri (volatile) maupun tak-atsiri (nonvolatile). Berdasar hukum
tersebut, penurunan titik beku larutan dari titik beku pelarut murninya berbanding lurus dengan
molalitas larutan (3).
Sifat Larutan.
Sifat fisik zat dapat dikelmpokkan dalam sifat koligatif, aditif dan konstitutif. Dalam
bidang termodinamika, sifat termodinamika dari sistem digolongkan, dalam sifat ekstensif,
bergantung pada jumah zat dalam sistem (misalnya massa dan volume) dan sifat intensif , yang
tidak bergantung jumlah zat dalam sistem (misalnya temperatur, tekanan kerapatan, tegangan
permukaan, dan viskositas dari cairan murni).
Sifat koligatif terutama bergantung pada jumlah partikel dalam larutan. Sifat koligatif
larutan adalah tekanan osmosis, penurunan tekanan uap, penurunan titik beku, dan kenaikan titik
didih. Harga sifat koligatif kira-kira sama untuk konsentrasi yang setara dari berbagai zat
nonelektrolit dalam larutan tanpa mengindahkan jenis atau sifat kimiawi dari konstituen. Dalam
menetapkan sifat koligatif dari larutan zat padat dalam cairan, dianggap zat padat tidak menguap
dan tekanan uap di atas larutan seluruhnya berasal dari pelarut.
Sifat Aditif bergantung pada andil atom total dalam molekul atau pada jumlah sifat
konstituen dalam larutan. Contoh sifat aditif dari suatu senyawa adalah berat molekul, yaitu
jumlah massa atom konstituen. Massa dari komponen suatu larutan juga bersifat aditif, massa
total dari larutan adalah jumlah massa masing-masing komponen.
Sifat Konstitutif bergantung pada penyusunan dan untuk jumlah yang lebih sedikit, pada
jenis dan jumlah atom dalam suatu molekul. Sifat ini memberikan petunjuk terhadap aturan
senyawa tunggal, dan kelompok molekul dalam sistem. Banyak sifat fisik yang sebagian aditif
dan sebagian konstitutif. Pembiasan cahaya, sifat listrik, sifat permukaan dan antarpermukaan
dan kelarutan obat setidak-tidaknya sebagian berupa sifat konstitutif dan sebagian sifat aditif.
Tipe Larutan
Larutan dapat digolongkan sesuai dengan keadaan terjadinya zat terlarut dan pelarut, dan
karena tiga wujud zat (gas, cair, padat kristal), ada sembilan kemungkinan sifat campuran
homogen antara zat terlarut dan pelarut.
Zat Terlarut Pelarut Contoh
Gas Gas Udara
Zat Cair Gas Air dalam oksigen
Zat Padat Gas Uap iodium dalam udara
Gas Zat Cair Air berkarbonat
Zat Cair Zat Cair Alakohol dalam air
Zat Padat Zat Cair Larutan NaCl dalam air
Gas Zat Padat Hidrogen dalam paladium
Zat Cair Zat Padat Minyak mineral dalam parafin
Zat Padat Zat Padat Campuran emas-perak, campuran alum
Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan
dengan fase padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang
mengandung zat terlarut dalam konsentrasi di bawah konsentrasi yang dibutuhkan untuk
penjenuhan sempurna pada temperatur tertentu. Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang
mengandung zat terlarut dalam konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada
temperatur tertentu, terdapat juga zat terlarut yang tidak larut (2).
II.2 Uraian Bahan
1. Aquades (FI III : 96)
Nama Latin : AQUA DESTILLATA
Sinonim : Air Suling, H2O
: Cairan jenih ; tidak berwarna ; tidak berbau ; tidak
mempunyai rasa.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
2. Alkohol (FI III : 65)
Nama Latin : AETHANOLUM
: Etanol, Alkohol
: Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap dan mudah
bergerak ; bau khas ; rasa panas ; mudah terbakar ; dengan memberikan nyala biru yang tidak
berasap
: Sangat mudah larut dalam air ; dalam kloroform P dan eter
P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat, terlindung dari cahaya ; di
tempat sejuk ; jauh dari nyala api
Khasiat dan Penggunaan : Zat tambahan
3. Gliserin (FI III : 271)
Nama Latin : GLYCEROLUM
: Gliserol, Gliserin
Rumus molekul : CH2OH CHOH CH2OH
: Caira seperti sirop ; jernih, tidak berwarna ; tidak berbau ;
manis diikut rasa hangat.
: Dapat campur dengan air, dan dengan etanol (95%) P ;
praktis tidak larut dalam kloroform P; dan dalam eter P dan dalam minyak lemak.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat dan Penggunaan : Zat tambahan
4. Asam Benzoat (FI III : 49)
Nama Latin : ACIDUM BENZOICUM
: Asam benzoat
Rumus Struktur :
: Hablur halus dan ringan ; tidak berwarna ; tidak berbau
: Larut dalam lebih kurang 350 bagian air, dalam lebih
kurang 3 bagian etanol (95%) P ; dalam 8 bagian kloroform P dan dalam 3 bagian eter P
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik
Khasiat dan penggunaan : Antiseptikum ekstern ; anti jamur
5. Tween 80 (FI III : 509)
Nama Latin : POLYSORBATUM-80
: Polisorbat-80
Pemerian : Cairan kental seperti minyak ; jernih, kuning ; bau asam
lemak, khas
: Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%) P ; dalam etil
astetat P dan dalam metanol P ; sukar larut dalam parafin cair dan dalam minyak biji kapas P.
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat
Khasiat dan Penggunaan : Zat tambahan
BAB III
METODE KERJA
III.1 Alat Yang Digunakan
Alat-alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu :
1. Mixer
2. Batang pengaduk
3. Kaca Arloji
4. Lap Halus
5. Timbangan Analitik
6. Gelas ukur
7. Gelas kimia
8. Corong plastik
9. Tabung reaksi
III.2 Bahan Yang Digunakan
Bahan – bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu :
1. Air 6. Asam benzoat
2. Kertas saring 7. Penoftalin
3. Alkohol 8. Tween 80
4. Gliserin
III.3 Cara kerja
A. Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Diukur masing-masing bahan yaitu
Air = 12ml, 12ml, 12ml, 12ml, 12ml
Alkohol = 0ml, 2ml, 4ml, 6ml, 8ml
Gliserin = 8ml, 6ml, 4ml, 2ml, 0ml
3. Dimasukkan kedalam gelas kimia untuk masing-masing bahan. Misalnya Air = 12ml, Alkohol
0ml, dan gliserin 8ml. Masing-masing gelas kimia diberi label.
4. Di aduk sampai homogen untuk ketiga zat tersebut.
5. Dilarutkan Asam benzoat sedikit demi sdikit dalam masing-masing campuran pelarut didapat
larutan yang jenuh.
6. Dikocok larutan dengan mixer selama beberapa menit, jika ada endapan yang larut selama
pengocokan,
7. Ditambahkan Asam benzoat lagi jika ada endapan yang larut selama pengocokan, sampai
didapat larutan yang jenuh kembali
8. Disaring menggunakan corong plastik dengan kertas saring.
9. Dititrasi dengan NaOH jika telah di dapatkan hasil filtrasi. Tapi sebelum dititrasi terlebih dahuu
di tetesi indikator yaitu Penoftalin sampai timbul warna merah muda.
10. Dibuat grafik antara kelarutan Asam benzoat dengan % pelarut yang ditambahkan.
B. Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat
1. Disiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
2. Diukur dan ditimbang masing-masing bahan yaitu
Air = 20ml, 20ml, 20ml, 20ml, 20ml
Tween 80 = 0,2 gram; 0,4 gram; 0,6 gram; 0,8 gram; 1 gram
3. Dimasukkan kedalam gelas kimia untuk masing-masing bahan. Misalnya Air = 12ml, Tween 80
= 0,2 gram. Masing-masing gelas kimia diberi label.
4. Di aduk sampai homogen untuk kedua zat tersebut.
5. Dilarutkan Asam benzoat sedikit demi sdikit dalam masing-masing campuran pelarut didapat
larutan yang jenuh.
6. Dikocok larutan dengan mixer selama beberapa menit, jika ada endapan yang larut selama
pengocokan,
7. Ditambahkan Asam benzoat lagi jika ada endapan yang larut selama pengocokan, sampai
didapat larutan yang jenuh kembali
8. Disaring menggunakan corong plastik dengan kertas saring.
9. Dititrasi dengan NaOH 0,1M jika telah di dapatkan hasil filtrasi. Tapi sebelum dititrasi terlebih
dahuu di tetesi indikator yaitu Penoftalin sampai timbul kekeruhan yang stabil.
10. Dibuat grafik antara kelarutan Asam benzoat dengan konsentrasi Tween 80 yang digunakan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Hasil Pengamatan
a.
Data
Caker
A
b.
Data
Caker
B
NO CampuranVolume Titrat
Vol. Titran (ml)Indikator
Perubahan warnaV1 V2 X
11
( 0,2 gr/20ml)5 ml 5 5.5 5.25 Penoftalein
Bening ke merah muda
22
(0,4 gr/20 ml)5 ml 6.9 6.8 6.85 Penoftalein
Bening ke merah muda
33
(0,6 gr/20 ml)5 ml 8 8.2 8.1 Penoftalein
Bening ke merah muda
44
(0,8 gr/20 ml)5 ml 9.4 9,4 9.4 Penoftalein
Bening ke merah muda
55
(1 gr/20 ml)5 ml 10,5 10,5 10,5 Penoftalein
Bening ke merah muda
PERHITUNGAN BAHAN UNTUK CAKER 1Kadar Asam Benzoat
NO CampuranVolume
titrat
Vol. Titran (ml)Indikator
Perubahan warnaV1 V2 X
1
1
(air : alkohol : gliserin)
(60 : 0 : 40)
5 ml 4 4,2 4,1 PenoftaleinBening ke
merah muda
2
2
(air : alkohol : gliserin)
(60 : 0 : 30)
5 ml 5,1 5 5.05 PenoftaleinBening ke
merah muda
3
3
(air : alkohol : gliserin)
(60 : 10 : 30)
5 ml 6.6 6.9 6.75 PenoftaleinBening ke
merah muda
4
4
(air : alkohol : gliserin)
(60 : 20 : 20)
5 ml 7.5 7.5 7.5 PenoftaleinBening ke
merah muda
5
5
(air : alkohol : gliserin)
(60: 40 : 0)
5 ml 9,6 9,3 9,45 PenoftaleinBening ke
merah muda
1) Campuran I
Dik : Volume NaOH = 4.1 ml
Volume Asam Benzoat = 5 ml
M NaOH = 0,1 M
Dit : Molaritas Asam Benzoat ?
Jawab :
V NaOH x M NaOH = V Asam Benzoat x M Asam Benzoat
4,1 ml x 0,1 M = 5 ml x M Asam Benzoat
5 x M Asam Benzoat = 0.41 M
M asam benzoat = 0.41
5
M asam benzoat = 0.082 M
2) Campuran II
Dik : Volume NaOH = 5.05 ml
Molaritas NaOH = 0,1 M
Volume Asam Benzoat = 5 ml
Dit : Molaritas Asam Benzoat ?
Jawab : V NaOH x M NaOH = V Asam Benzoat x M Asam Benzoat
5,05 ml x 0,1 M = 5 ml x M Asam Benzoat
5 x M Asam Benzoat = 0,505 M
M asam benzoat= 0.505
5
M asam benzoat = 0.101 M
3) Campuran III
Dik : V NaOH = 6.75 mL
M NaOH = 0,1 M
V asam benzoat = 5 mL
Dit : Kadar asam benzoat…….?
Peny :
V NaOH x M NaOH = V asam benzoat x M asam benzoat
6.75 mL x 0,1 M = 5 mL x M asam benzoat
5 mL x M asam benzoat = 0,675 M
M asam Benzoat = 0.675
5
M asam benzoat = 0.135 M
4) Campuran IV
Dik : V NaOH = 7.5 mL
M NaOH = 0,1 M
V asam benzoat = 5 mL
Dit : Kadar asam benzoat…….?
Peny :
V NaOH x M NaOH = V asam benzoat x M asam benzoat
7.5 mL x 0,1 M = 5 mL x M asam benzoat
5 mL x M asam benzoate = 0,75 M
M asam benzoat = 0.75
5
M asam benzoat = 0.15 M
5) Campuran V
Dik : V NaOH = 9.45 mL
M NaOH = 0,1 M
V asam benzoat = 5 mL
Dit : Kadar asam benzoat…….?
Peny :
V NaOH x M NaOH = V asam benzoat x M asam benzoat
9.45 mL x 0,1 M = 5 mL x M asam benzoat
5 x M asam benzoat = 0.945 M
M asam benzoat = 0.945
5
M asam benzoat = 0.189 M
Perhitungan bahan untuk caker 2
1. Kelarutan asam asam benzoat
Campuran 1 (Tween 80 0,2 gram : air 20 ml)
Dik : V NaOH = 5.25 mL
M NaOH = 0,1 M
V asam benzoat = 5 mL
Dit : Kadar asam benzoat…….?
Peny :
V NaOH x M NaOH = V asam benzoat x M asam benzoat
5.25 mL x 0,1 M = 5 mL x M asam benzoat
5 x M asam benzoat = 0.525
5
M asam benzoat = 0.105 gr / mL
Campuran 2 (Tween 80 0,4 gram : air 20 ml)
Dik : V NaOH = 6.85 mL
M NaOH = 0,1 M
V asam benzoat = 5 mL
Dit : Kadar asam benzoat…….?
Peny :
V NaOH x M NaOH = V asam benzoat x M asam benzoat
6.85 mL x 0,1 M = 5 mL x M asam benzoat
5 mL x M asam benzoat = 0.685
5
M asam benzoat = 0.137 gr / mL
Campuran 3 (Tween 80 0,6 gram : air 20 ml)
Dik : V NaOH = 8.1 ml
M NaOH = 0,1 M
V asam benzoat = 5 mL
Dit : Kadar asam benzoat…….?
Peny :
V NaOH x M NaOH = V asam benzoat x M asam benzoat
8.1 mL x 0,1 M = 5 mL x M asam benzoat
5 mL x M asam benzoat = 0.81
5
M asam benzoat = 0.162 gr/mL
Campuran 4 (Tween 80 0,8 gram : air 20 ml)
Dik : V NaOH = 9.4 mL
M NaOH = 0,1 M
V asam benzoat = 5 mL
Dit : Kadar asam benzoat…….?
Peny :
V NaOH x M NaOH = V asam benzoat x M asam benzoat
9,4 mL x 0,1 M = 5 mL x M asam benzoat
5 mL x M asam benzoat = 0 .94
5
M asam benzoat = 0.188 gr/ mL
Campuran 5 (Tween 80 1 gram : air 20 ml)
Dik : V NaOH = 10.5 mL
M NaOH = 0,1 M
V asam benzoat = 5 Ml
Dit : Kadar asam benzoat…….?
Peny :
V NaOH x M NaOH = V asam benzoat x M asam benzoat
10,5 ml x 0,1 M = 5 mL x M asam benzoat
5 mL x M asam benzoate = 1.05
M asam benzoat = 1.05
5
M asam benzoat = 0.21 gr / mL
TABEL PERCOBAAN I
NO
Pelarut Campuran
Konsentrasi Asam benzoat
(gr/mL)Air
% v/v
Alkohol
% v/v
Gliserin
% v/v
1. 60 0 40 0.082
2. 60 10 30 0.101
3. 60 20 20 0.135
4. 60 30 10 0.15
5. 60 40 0 0.189
TABEL PERCOBAAN II
IV.2
Pembahasan
A. Pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat
Pada percobaan ini, kita akan melihat pengaruh pelarut campur terhadap kelarutan zat.
Kelarutan zat yang dimaksud dalam percobaan ini adalah Asam benzoat pada pelarut campur
yakni Air, alkohol dan gliserin. Masing-masing pelarut campur telah ditentukan konsentrasinya,
NoPelarut Campuran Konsentrasi Asam benzoat
(gr / mL)Air (mL) Surfaktan tween 80 (gr)
1. 20 0.2 0.105
2. 20 0.4 0.137
3. 20 0.6 0.162
4. 20 0.8 0.188
5. 20 1 0.21
sebagaimana telah tertera pada hasil pengamatan di atas. Pencampuran pelarut-pelarut tersebut
dilakukan pada gelas kimia yang masing-masing telah diberi label. Kemudian, dilarutkan asam
benzoat sedikit demi sedikit ke dalam masing-masing gelas kimia tersebut. Lalu, dikocok larutan
dengan menggunakan mixer selama beberapa menit, jika ada endapan yang larut selama
pengocokan maka asam benzoat tersebut ditambahkan lagi sampai didapat larutan yang jenuh
kembali. Larutan yang telah jenuh tersebut di saring dengan corong plastik dan kertas saring.
Hasil filtrasi tersebut di titrasi sedangkan residu dibuang.
Filtrat yang telah didapat kemudian dititrasi, dengan cara larutan basa yang akan diteteskan
(titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa panjang berskala) dan jumlah yang terpakai dapat
diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah titrasi. Larutan asam yang dititrasi dimasukkan
kedalam gelas kimia (erlenmeyer) dengan mengukur volumenya terlebih dahulu dengan
memekai pipet gondok. Untuk mengamati titik ekivalen, dipakai indikator yang warnanya
disekitar titik ekivalen. Dalam titrasi yang diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen. Cara ini
digunakan sebagaimana teori (syukri, 1999 : 428) (4). Kemudian pada titrasi percobaan ini
digunakan filtrat masing-masing sebanyak 5ml dan NaOH 0,1 M sebagai larutan basa yang
banyaknya sebagaimana telah diketahui dan tertera pada hasil pengamatan.
Titrasi diberhentikan setelah terjadi perubahan warna yaitu warna merah muda.
Sebagaimana dalam teori disebutkan bahwa Pada proses titrasi ini digunakan suatu indikator
yaitu suatu zat yang ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan
perubahan warna. Perubahan warna menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi (Brady, 1999
: 217-218) (4).
Dari hasil titrasi ini kita dapat menghitung konsentrasi Asam benzoat, yaitu dengan
menghitungnya menggunakan rumus :
V1 x M1 = V2 x M2
Dari masing-masing konsentrasi Asam Benzoat dan % pelarut yang digunakan maka dapat
disimpulkan bahwa semakin banyak % alkohol dan 0% gliserin dengan % air yang konstan maka
konsentrasi Asam benzoat semakin banyak. Namun sebaliknya, jika semakin banyak % gliserin
dan 0% alkohol dengan % air yang konstan maka konsentrasi Asam benzoat semakin sedikit atau
berkurang.
Jadi, pelarut campur sangat mempengaruhi kelarutan suatu zat.
B. Pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat.
Sebagaimana halnya pelarut campur, pada percobaan ini pun kita akan melihat pengaruh
penambahan surfaktan terhadap kelarutan zat. Kelarutan zat yang dimaksud dalam percobaan ini
adalah Asam benzoat pada pelarut air dengan menambahkan surfaktan yakni Tween 80. Masing-
masing konsentrasi Tween 80 telah ditentukan konsentrasinya, yakni 0,2gram : 0,4 gram : 0,6
gram : 0,8 gram: 1 gram dalam 20 ml air. Pencampuran antara air dan Tween 80 tersebut
dilakukan pada gelas kimia yang masing-masing telah diberi label. Kemudian, dilarutkan asam
benzoat sedikit demi sedikit ke dalam masing-masing gelas kimia tersebut. Lalu, dikocok larutan
dengan menggunakan mixer selama beberapa menit, jika ada endapan yang larut selama
pengocokan maka asam benzoat tersebut ditambahkan lagi sampai didapat larutan yang jenuh
kembali. Larutan yang telah jenuh tersebut di saring dengan corong plastik dan kertas saring.
Hasil filtrasi tersebut di titrasi sedangkan residu dibuang.
Filtrat yang telah didapat kemudian dititrasi, dengan cara larutan basa yang akan diteteskan
(titran) dimasukkan ke dalam buret (pipa panjang berskala) dan jumlah yang terpakai dapat
diketahui dari tinggi sebelum dan sesudah titrasi. Larutan asam yang dititrasi dimasukkan
kedalam gelas kimia (erlenmeyer) dengan mengukur volumenya terlebih dahulu dengan
memekai pipet gondok. Untuk mengamati titik ekivalen, dipakai indikator yang warnanya
disekitar titik ekivalen. Dalam titrasi yang diamati adalah titik akhir bukan titik ekivalen. Cara ini
digunakan sebagaimana teori (syukri, 1999 : 428) (4). Kemudian pada titrasi percobaan ini
digunakan filtrat masing-masing sebanyak 5ml dan NaOH 0,1 M sebagai larutan basa yang
banyaknya sebagaimana telah diketahui dan tertera pada hasil pengamatan.
Titrasi diberhentikan setelah terjadi perubahan warna yaitu warna merah muda.
Sebagaimana dalam teori disebutkan bahwa Pada proses titrasi ini digunakan suatu indikator
yaitu suatu zat yang ditambahkan sampai seluruh reaksi selesai yang dinyatakan dengan
perubahan warna. Perubahan warna menandakan telah tercapainya titik akhir titrasi (Brady, 1999
: 217-218) (4).
Dari hasil titrasi ini kita dapat menghitung konsentrasi Asam benzoat, yaitu dengan
menghitungnya menggunakan rumus :
V1 x M1 = V2 x M2
Dari masing-masing konsentrasi Asam Benzoat dan konsentrasi Tween 80 yang digunakan
maka dapat disimpulkan bahwa semakin banyak konsentrasi Tween 80 yang digunakan maka
konsentrasi Asam benzoat semakin banyak yang didapatkan.
Jadi, penambahan surfaktan dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat.
BAB V
PENUTUP
V.1 Kesimpulan
Dari data pengamatan dan pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
Semakin banyak % alkohol dan 0% gliserin dengan % air yang konstan maka konsentrasi Asam
benzoat semakin banyak. Namun sebaliknya, jika semakin banyak % gliserin dan 0% alkohol
dengan % air yang konstan maka konsentrasi Asam benzoat semakin sedikit atau berkurang.
Jadi, pelarut campur sangat mempengaruhi kelarutan suatu zat.
semakin banyak konsentrasi Tween 80 yang digunakan maka konsentrasi Asam benzoat
semakin banyak yang didapatkan. Jadi, penambahan surfaktan dapat mempengaruhi kelarutan
suatu zat.
V.2 Saran
Saran untuk laboratorium, sebaiknya dibangun laboratorium khusus Farmasi Fisika dan
dengan alat-alat yang memadai agar praktikum lebih lancar.
Saran untuk percobaan, sebaiknya percobaan ini digunakan bahan lainnya yang bersifat
asam dan kemudian dititrasi dengan bahan basa lain serta pelarut campuran dan surfaktan yang
berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
1. Tungadi, Robert. (2009).“Penuntun Praktikum Farmasi Fisika“. Jurusan Farmasi Universitas
Negeri Gorontalo. Gorontalo
2. Martin, A., (1990), “Farmasi Fisika”, Buku I, UI Press, Jakarta
3. Atkins' Physical Chemistry, 7th Ed. by Julio De Paula, P.W. Atkins
http://id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan
4. http:////tinz08.wordpress.com/2009/05/02/asidimetri-alkalimetri
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK KE V
KELARUTAN
I. JUDUL
Kelarutan
II. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1. Menjelaskan pengaruh pelarut campuran terhadap kelarutan zat.
2. Menjelaskan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan
zat.
3. Menentukan kelarutan inisel kritik dan surfaktan dengan metode
kelarutan.
III. DASAR TEORI
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia
tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent.
Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam
suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-
zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu
pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa
Inggris lebih tepatnya disebut miscible.
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat
murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain,
atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air,
hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut"
(insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun
sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada
bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan
dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh
(supersaturated) yang metastabil.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan
Secara kuantitatif,kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai suatu konsentrasi
zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu.
Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan
satu gram zat. Misalnya 1 gr asam salisilat akan larut dalam 550 ml air.
Suatu kelarutan juga dapat dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas
dan persen. Pelepasan zat aktif dari suatu bentuk sediaannya sangat
dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain :
· PH
· Temperatur
· Jenis pelarut
· Bentuk dan ukuran partikel zat
· Konstanta dielektrik pelarut
adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks, ion sejenis dll.
1. Pengaruh pH
Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan
umumnya adalah Zat organik yang bersifat asam lemah, dimana
kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam
organik lemah seperti barbiturat dan sulfonamide dalam air akan bertambah
dengan naiknya pH karena terbentuk garam yang mudah larut dalam air.
Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkoholida dan anastetika lokal
pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH larutan diturunkan dengan
penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut
dalam air.
2. Pengaruh temperatur (suhu)
Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada
temperatur, titik leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut.
Kelarutan suatu zat padat dalam air akan semakin tinggi bila suhunya
dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan semakin renggangnya jarak
antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antar molekul zat
padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah
sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air. Berbeda
dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu akan menyebabkan
kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena gas yang
terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat.
3. Pengaruh jenis pelarut
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut
polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula
sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti
perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang
rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air.
Menurut Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan
hydrogen lebih pentig dari pada kemolaran suatu zat. Senyawa polar
(mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar.
Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan senyawa polar
sehingga mudah larut dalam air yang juga merupakan senyawa polar.
Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar,
misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa nonpolar umumnya
tidak larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut dalam minyak
tanah. Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai
berikut :
Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal.
Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini
bersifat amfiprotik.
Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ion-ion
karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat memecahkan
ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen. Pelarut ini
dapat melarutkan zat-zat non polar dengan tekanan internal yang sama
melalui induksi antara aksi dipol. Pelarut semi polar dapat menginduksi
tingkat kepolaran molekul-molekul pelarut non polar. Ia bertindak sebagai
perantara (Intermediete Solvent) untuk mencampurkan pelarut non polar
dengan non polar.
4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel
Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel
suatu zat, sesuai dengan persamaan berikut :
Log S/So = 2 v/2,303 RTr
Keterangan :
S = kelarutan dari partikel halus
So = kelarutan zat padat yang ukuran partikelnya lebih besar
r = Tegangan permukaan partikel zat padat
v = volume partikel dalam cm2 per mol
R = jari-jari akhir partikel dalam cm2
T = temperatur absolut
Konfigurasi molekul dan bentuk susunan kristal juga berpengaruh terhadap
kelarutan zat. Partikel yang bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila
dibandingkan dengan partikel yang bentuknya simetris.
5. Pengaruh konstanta dielektrik
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut
polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat
non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan
dielektrik ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain.
Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan
dari tetapan dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan %
volume masing-masing komponen pelarut. Adakalanya suatu zat lebih
mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan pelarut tunggalnya.
Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency dan pelarut yang mana
dalam bentuk campuran dapat menaikkan kelarutan suatu zat diseut co
solvent. Etanol, gliserin dan propilen glikol adalah co-solvent yang umum
digunakan dalam bidang farmasi untuk pembuatan eliksir.
6. Pengaruh penambahan zat-zat lain
Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikan
kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian
polar dan non polar apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang
rendah, akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian
polar ke arah air dan bagian non polar kearah udara, surfaktan mempunyai
kecenderungan berasosiasi membentuk agregat yang dikenal sebagai misel.
Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut konsentrasi misel kritik
(KMK).
http://ahmad-my-farmasi07.blogspot.com/2009/09/laporan-kelarutan-
farfis.html
Theofilin
Pemerian : serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit.
Kelarutan sukar larut dalam larutan alkali dan ammonium hidroksida , agak
sukar larut dalam etanol, dalam kloroform, dan dalam eter.
Stabilitas : stabil di udara
Sterilisasi : otoklaf
http://formulasisteril.blogspot.com/2008/05/preformulasi-ampul.html
IV. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
· Erlen meyer
· Agitator mekanik
· Buret
· Statif
· Gelas Kimia
b. Bahan
· Air
· Alkohol
· Propilenglikol
· Theofilin
· Luminal
· NaOH 0,1 N
· Phenopthalien
V. PROSEDUR
VI. DATA HASIL PRAKTIKUM
DATA HASIL PENGAMATAN
Pembakuan NaOH :
Volume NaOH Volume Titrasi
13 ml 9 ml
12,5 ml 9 ml
Kadar Theofilin :
N
o
Air
(%
v/v)
Alkoho
l
(%
v/v)
Propilenglik
ol
(% v/v)
Volume
NaOH (ml)
Kadar
Theofilin
(N)
1 60 0 40 3 0,025
2 60 5 35 3 0,025
3 60 10 30 3,4 0,029
4 60 15 25 4 0,034
5 60 20 20 5 0,042
6 60 30 10 5,5 0,046
7 60 35 5 7 0,059
8 60 40 0 6,4 0,054
Perhitungan :
1) Pembakuan NaOH
Pembakuan NaOH dengan asam oksalat 62,00 mg
BE Asam oksalat 63,05 mg
N NaOH = Mg Asam oksalat
BE Asam oksalat x V NaOH
N NaOH = 62 mg = 62 = 0,076 N
63,04 x 13 ml 819,52
N NaOH = 62 mg = 62 = 0,079 N
63,04 x 12,5 ml 788
∑ N NaOH = 0,076 N + 0,079 N = 0,0775 N
2
2) Perhitungan kadar Theofilin
1. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin
V Titrasi
= 0,076 x 3 = 0,025 ml
9 ml
2. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin
V Titrasi
= 0,076 x 3 = 0,025 ml
9 ml
3. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin
V Titrasi
= 0,076 x 3,4 = 0,029 ml
9 ml
4. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin
V Titrasi
= 0,076 x 4 = 0,034 ml
9 ml
5. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin
V Titrasi
= 0,076 x 5 = 0,042 ml
9 ml
6. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin
V Titrasi
= 0,076 x 5,5 = 0,046 ml
9 ml
7. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin
V Titrasi
= 0,076 x 7 = 0,059 ml
9 ml
8. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin
V Titrasi
= 0,076 x 6,4 = 0,054 ml
9 ml
VII. PEMBAHASAN
Kelarutan adalah suatu kemampuan suatu zat yang dapat larut
dalam pelarut tertentu. Hasil dari zat yang tersebut ini disebut larutan jenuh.
Suatu zat yang akan mengalami kelarutan harus disesuaikan dengan zat
pelarut yang dapat melarutkan zat yang akan dilarutkan. Pada keadaan ini,
suhu dan ukuran permukaan sangat berpengaruh, semakin tinggi suhu
semakin cepat suatu zat akan larut. Semakin kecil luas permukaan, semakin
cepat pula suatu zat itu larut.
Pada percobaan ini, Theofilin akan dilarutkan dalam volume air,
alkohol dan propilenglikol yang berbeda volume. Pada percobaan pertama,
60 ml air dan 40 ml propilenglikol dicampurkan kemudian ditambahkan
theofilin, semua campuran itu dikocok selama satu jam hingga larutan jenuh
dan timbul endapan, jika campuran setelah dikocok atau dengan
menggunakan agitator mekanik masih berwarna bening, ditambahkan
theofilin terus menerus. Dilakukan juga dengan campuran :
1. Theofilin dan air 60 ml, 5 ml alkohol dan 40 ml propilenglikol.
2. Theofilin dan air 60 ml, 10 ml alkohol dan 35 ml propilenglikol.
3. Theofilin dan air 60 ml, 15 ml alkohol dan 25 ml propilenglikol.
4. Theofilin dan air 60 ml, 20 ml alkohol dan 20 ml propilenglikol.
5. Theofilin dan air 60 ml, 30 ml alkohol dan 10 ml propilenglikol.
6. Theofilin dan air 60 ml, 35 ml alkohol dan 5 ml propilenglikol.
7. Theofilin dan air 60 ml, 40 ml alkohol dan 0 ml propilenglikol.
Sebelum dilakukan titrasi theofilin, lakukan pembakuan NaOH terlebih
dahulu, dengan mentitrasi asam oksalat 63 mg ditambahkan dengan 20 ml
air dan 2 tetes phenofthalien. Pembakuan dilakukan selama dua kali.
Setelah delapan campuran diatas dikocok selama 1 jam, kemudian
disaring dan dilakukan titrasi dengan NaOH, masing-masing campuran
ditambahkan dengan 2 tetes indikator phenofthalien sampai terjadi
perubahan warna merah muda. Pada titik ekivalen atau perubahan warna
dititik akhir titrasi sangat penting untuk diperhatikan, jika sudah timbul
perubahan warna, titrasi harus segera dihentikan, jika tidak, pH dalam
larutan tersebut akan berubah dan melampaui pH yang seharusnya.
VIII. KESIMPULAN
Pada pembakuan NaOH dengan asam oksalat sebanyak 2 kali,
volume NaOH yang dihasilkan adalah sama, yaitu 9 ml. Hal tersebut
menandakan nilai yang stabil. Untuk penentuan kadar theofilin, konsentrasi
terbesar dari kadar theofilin dengan volume titrasi NaOH dengan penyusutan
7 ml adalah dengan konsentrasi 0,059 N, sedangkan untuk kadar terkecil
yaitu dengan penyusutan 3 ml dengan konsentrasi 0,025 N.
IX. DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan
Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 02 WIB
http://ahmad-my-farmasi07.blogspot.com/2009/09/laporan-kelarutan-
farfis.html
Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 05 WIB
http://formulasisteril.blogspot.com/2008/05/preformulasi-ampul.html
Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 08 WIB
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK
PERCOBAAN 5
KELARUTAN
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Farmasi
Fisik
Tanggal Praktikum : 13 Mei 2011
DISUSUN :
Kelompok V :
Dea Garcita (31109043)
Ima Nur Rosmayanti (31109050)
Meti Dusiyani (31109052)
Rika Herlisna (31109057)
Teni Istianah (31109066)
Yoga Kevan Rahmat (31109071)
PRODI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2011LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK KE V
KELARUTAN
I. JUDUL
Kelarutan
II. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1. Menjelaskan pengaruh pelarut campuran terhadap kelarutan zat.
2. Menjelaskan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan
zat.
3. Menentukan kelarutan inisel kritik dan surfaktan dengan metode
kelarutan.
III. DASAR TEORI
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia
tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent.
Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam
suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-
zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu
pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa
Inggris lebih tepatnya disebut miscible.
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat
murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain,
atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air,
hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut"
(insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun
sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada
bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan
dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh
(supersaturated) yang metastabil.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan
Secara kuantitatif,kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai suatu konsentrasi
zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu.
Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan
satu gram zat. Misalnya 1 gr asam salisilat akan larut dalam 550 ml air.
Suatu kelarutan juga dapat dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas
dan persen. Pelepasan zat aktif dari suatu bentuk sediaannya sangat
dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain :
· PH
· Temperatur
· Jenis pelarut
· Bentuk dan ukuran partikel zat
· Konstanta dielektrik pelarut
adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks, ion sejenis dll.
1. Pengaruh pH
Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan
umumnya adalah Zat organik yang bersifat asam lemah, dimana
kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam
organik lemah seperti barbiturat dan sulfonamide dalam air akan bertambah
dengan naiknya pH karena terbentuk garam yang mudah larut dalam air.
Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkoholida dan anastetika lokal
pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH larutan diturunkan dengan
penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut
dalam air.
2. Pengaruh temperatur (suhu)
Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada
temperatur, titik leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut.
Kelarutan suatu zat padat dalam air akan semakin tinggi bila suhunya
dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan semakin renggangnya jarak
antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antar molekul zat
padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah
sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air. Berbeda
dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu akan menyebabkan
kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena gas yang
terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat.
3. Pengaruh jenis pelarut
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut
polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula
sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti
perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang
rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air.
Menurut Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan
hydrogen lebih pentig dari pada kemolaran suatu zat. Senyawa polar
(mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar.
Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan senyawa polar
sehingga mudah larut dalam air yang juga merupakan senyawa polar.
Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar,
misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa nonpolar umumnya
tidak larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut dalam minyak
tanah. Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai
berikut :
Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal.
Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini
bersifat amfiprotik.
Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ion-ion
karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat memecahkan
ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen. Pelarut ini
dapat melarutkan zat-zat non polar dengan tekanan internal yang sama
melalui induksi antara aksi dipol. Pelarut semi polar dapat menginduksi
tingkat kepolaran molekul-molekul pelarut non polar. Ia bertindak sebagai
perantara (Intermediete Solvent) untuk mencampurkan pelarut non polar
dengan non polar.
4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel
Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel
suatu zat, sesuai dengan persamaan berikut :
Log S/So = 2 v/2,303 RTr
Keterangan :
S = kelarutan dari partikel halus
So = kelarutan zat padat yang ukuran partikelnya lebih besar
r = Tegangan permukaan partikel zat padat
v = volume partikel dalam cm2 per mol
R = jari-jari akhir partikel dalam cm2
T = temperatur absolut
Konfigurasi molekul dan bentuk susunan kristal juga berpengaruh terhadap
kelarutan zat. Partikel yang bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila
dibandingkan dengan partikel yang bentuknya simetris.
5. Pengaruh konstanta dielektrik
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut
polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat
non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan
dielektrik ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain.
Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan
dari tetapan dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan %
volume masing-masing komponen pelarut. Adakalanya suatu zat lebih
mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan pelarut tunggalnya.
Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency dan pelarut yang mana
dalam bentuk campuran dapat menaikkan kelarutan suatu zat diseut co
solvent. Etanol, gliserin dan propilen glikol adalah co-solvent yang umum
digunakan dalam bidang farmasi untuk pembuatan eliksir.
6. Pengaruh penambahan zat-zat lain
Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikan
kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian
polar dan non polar apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang
rendah, akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian
polar ke arah air dan bagian non polar kearah udara, surfaktan mempunyai
kecenderungan berasosiasi membentuk agregat yang dikenal sebagai misel.
Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut konsentrasi misel kritik
(KMK).
http://ahmad-my-farmasi07.blogspot.com/2009/09/laporan-kelarutan-
farfis.html
Theofilin
Pemerian : serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit.
Kelarutan sukar larut dalam larutan alkali dan ammonium hidroksida , agak
sukar larut dalam etanol, dalam kloroform, dan dalam eter.
Stabilitas : stabil di udara
Sterilisasi : otoklaf
http://formulasisteril.blogspot.com/2008/05/preformulasi-ampul.html
IV. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
· Erlen meyer
· Agitator mekanik
· Buret
· Statif
· Gelas Kimia
b. Bahan
· Air
· Alkohol
· Propilenglikol
· Theofilin
· Luminal
· NaOH 0,1 N
· Phenopthalien
V. PROSEDUR
VI. DATA HASIL PRAKTIKUM
DATA HASIL PENGAMATAN
Pembakuan NaOH :
Volume NaOH Volume Titrasi
13 ml 9 ml
12,5 ml 9 ml
Kadar Theofilin :
N
o
Air
(%
v/v)
Alkoho
l
(%
v/v)
Propilenglik
ol
(% v/v)
Volume
NaOH (ml)
Kadar
Theofilin
(N)
1 60 0 40 3 0,025
2 60 5 35 3 0,025
3 60 10 30 3,4 0,029
4 60 15 25 4 0,034
5 60 20 20 5 0,042
6 60 30 10 5,5 0,046
7 60 35 5 7 0,059
8 60 40 0 6,4 0,054
Perhitungan :
1) Pembakuan NaOH
Pembakuan NaOH dengan asam oksalat 62,00 mg
BE Asam oksalat 63,05 mg
N NaOH = Mg Asam oksalat
BE Asam oksalat x V NaOH
N NaOH = 62 mg = 62 = 0,076 N
63,04 x 13 ml 819,52
N NaOH = 62 mg = 62 = 0,079 N
63,04 x 12,5 ml 788
∑ N NaOH = 0,076 N + 0,079 N = 0,0775 N
2
2) Perhitungan kadar Theofilin
1. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin
V Titrasi
= 0,076 x 3 = 0,025 ml
9 ml
2. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin
V Titrasi
= 0,076 x 3 = 0,025 ml
9 ml
3. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin
V Titrasi
= 0,076 x 3,4 = 0,029 ml
9 ml
4. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin
V Titrasi
= 0,076 x 4 = 0,034 ml
9 ml
5. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin
V Titrasi
= 0,076 x 5 = 0,042 ml
9 ml
6. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin
V Titrasi
= 0,076 x 5,5 = 0,046 ml
9 ml
7. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin
V Titrasi
= 0,076 x 7 = 0,059 ml
9 ml
8. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin
V Titrasi
= 0,076 x 6,4 = 0,054 ml
9 ml
VII. PEMBAHASAN
Kelarutan adalah suatu kemampuan suatu zat yang dapat larut
dalam pelarut tertentu. Hasil dari zat yang tersebut ini disebut larutan jenuh.
Suatu zat yang akan mengalami kelarutan harus disesuaikan dengan zat
pelarut yang dapat melarutkan zat yang akan dilarutkan. Pada keadaan ini,
suhu dan ukuran permukaan sangat berpengaruh, semakin tinggi suhu
semakin cepat suatu zat akan larut. Semakin kecil luas permukaan, semakin
cepat pula suatu zat itu larut.
Pada percobaan ini, Theofilin akan dilarutkan dalam volume air,
alkohol dan propilenglikol yang berbeda volume. Pada percobaan pertama,
60 ml air dan 40 ml propilenglikol dicampurkan kemudian ditambahkan
theofilin, semua campuran itu dikocok selama satu jam hingga larutan jenuh
dan timbul endapan, jika campuran setelah dikocok atau dengan
menggunakan agitator mekanik masih berwarna bening, ditambahkan
theofilin terus menerus. Dilakukan juga dengan campuran :
1. Theofilin dan air 60 ml, 5 ml alkohol dan 40 ml propilenglikol.
2. Theofilin dan air 60 ml, 10 ml alkohol dan 35 ml propilenglikol.
3. Theofilin dan air 60 ml, 15 ml alkohol dan 25 ml propilenglikol.
4. Theofilin dan air 60 ml, 20 ml alkohol dan 20 ml propilenglikol.
5. Theofilin dan air 60 ml, 30 ml alkohol dan 10 ml propilenglikol.
6. Theofilin dan air 60 ml, 35 ml alkohol dan 5 ml propilenglikol.
7. Theofilin dan air 60 ml, 40 ml alkohol dan 0 ml propilenglikol.
Sebelum dilakukan titrasi theofilin, lakukan pembakuan NaOH terlebih
dahulu, dengan mentitrasi asam oksalat 63 mg ditambahkan dengan 20 ml
air dan 2 tetes phenofthalien. Pembakuan dilakukan selama dua kali.
Setelah delapan campuran diatas dikocok selama 1 jam, kemudian
disaring dan dilakukan titrasi dengan NaOH, masing-masing campuran
ditambahkan dengan 2 tetes indikator phenofthalien sampai terjadi
perubahan warna merah muda. Pada titik ekivalen atau perubahan warna
dititik akhir titrasi sangat penting untuk diperhatikan, jika sudah timbul
perubahan warna, titrasi harus segera dihentikan, jika tidak, pH dalam
larutan tersebut akan berubah dan melampaui pH yang seharusnya.
VIII. KESIMPULAN
Pada pembakuan NaOH dengan asam oksalat sebanyak 2 kali,
volume NaOH yang dihasilkan adalah sama, yaitu 9 ml. Hal tersebut
menandakan nilai yang stabil. Untuk penentuan kadar theofilin, konsentrasi
terbesar dari kadar theofilin dengan volume titrasi NaOH dengan penyusutan
7 ml adalah dengan konsentrasi 0,059 N, sedangkan untuk kadar terkecil
yaitu dengan penyusutan 3 ml dengan konsentrasi 0,025 N.
IX. DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan
Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 02 WIB
http://ahmad-my-farmasi07.blogspot.com/2009/09/laporan-kelarutan-
farfis.html
Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 05 WIB
http://formulasisteril.blogspot.com/2008/05/preformulasi-ampul.html
Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 08 WIB
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK
PERCOBAAN 5
KELARUTAN
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Farmasi
Fisik
Tanggal Praktikum : 13 Mei 2011
DISUSUN :
Kelompok V :
Dea Garcita (31109043)
Ima Nur Rosmayanti (31109050)
Meti Dusiyani (31109052)
Rika Herlisna (31109057)
Teni Istianah (31109066)
Yoga Kevan Rahmat (31109071)
PRODI S1 FARMASI
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
BAKTI TUNAS HUSADA
TASIKMALAYA
2011LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK KE V
KELARUTAN
I. JUDUL
Kelarutan
II. TUJUAN PERCOBAAN
Setelah mengikuti percobaan ini mahasiswa diharapkan mampu untuk :
1. Menjelaskan pengaruh pelarut campuran terhadap kelarutan zat.
2. Menjelaskan pengaruh penambahan surfaktan terhadap kelarutan
zat.
3. Menentukan kelarutan inisel kritik dan surfaktan dengan metode
kelarutan.
III. DASAR TEORI
Kelarutan atau solubilitas adalah kemampuan suatu zat kimia
tertentu, zat terlarut (solute), untuk larut dalam suatu pelarut (solvent.
Kelarutan dinyatakan dalam jumlah maksimum zat terlarut yang larut dalam
suatu pelarut pada kesetimbangan. Larutan hasil disebut larutan jenuh. Zat-
zat tertentu dapat larut dengan perbandingan apapun terhadap suatu
pelarut. Contohnya adalah etanol di dalam air. Sifat ini lebih dalam bahasa
Inggris lebih tepatnya disebut miscible.
Pelarut umumnya merupakan suatu cairan yang dapat berupa zat
murni ataupun campuran. Zat yang terlarut, dapat berupa gas, cairan lain,
atau padat. Kelarutan bervariasi dari selalu larut seperti etanol dalam air,
hingga sulit terlarut, seperti perak klorida dalam air. Istilah "tak larut"
(insoluble) sering diterapkan pada senyawa yang sulit larut, walaupun
sebenarnya hanya ada sangat sedikit kasus yang benar-benar tidak ada
bahan yang terlarut. Dalam beberapa kondisi, titik kesetimbangan kelarutan
dapat dilampaui untuk menghasilkan suatu larutan yang disebut lewat jenuh
(supersaturated) yang metastabil.
http://id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan
Secara kuantitatif,kelarutan suatu zat dinyatakan sebagai suatu konsentrasi
zat terlarut di dalam larutan jenuhnya pada suhu dan tekanan tertentu.
Kelarutan dinyatakan dalam satuan mililiter pelarut yang dapat melarutkan
satu gram zat. Misalnya 1 gr asam salisilat akan larut dalam 550 ml air.
Suatu kelarutan juga dapat dinyatakan dalam satuan molalitas, molaritas
dan persen. Pelepasan zat aktif dari suatu bentuk sediaannya sangat
dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta formulasinya.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat antara lain :
· PH
· Temperatur
· Jenis pelarut
· Bentuk dan ukuran partikel zat
· Konstanta dielektrik pelarut
adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks, ion sejenis dll.
1. Pengaruh pH
Zat aktif yang sering digunakan di dalam dunia pengobatan
umumnya adalah Zat organik yang bersifat asam lemah, dimana
kelarutannya sangat dipengaruhi oleh pH pelarutnya. Kelarutan asam-asam
organik lemah seperti barbiturat dan sulfonamide dalam air akan bertambah
dengan naiknya pH karena terbentuk garam yang mudah larut dalam air.
Sedangkan basa-basa organik lemah seperti alkoholida dan anastetika lokal
pada umumnya sukar larut dalam air. Bila pH larutan diturunkan dengan
penambahan asam kuat maka akan terbentuk garam yang mudah larut
dalam air.
2. Pengaruh temperatur (suhu)
Kelarutan zat padat dalam larutan ideal tergantung kepada
temperatur, titik leleh zat padat dan panas peleburan molar zat tersebut.
Kelarutan suatu zat padat dalam air akan semakin tinggi bila suhunya
dinaikan. Adanya panas (kalor) mengakibatkan semakin renggangnya jarak
antar molekul zat padat tersebut. Merenggangnya jarak antar molekul zat
padat menjadikan kekuatan gaya antar molekul tersebut menjadi lemah
sehingga mudah terlepas oleh gaya tarik molekul-molekul air. Berbeda
dengan zat padat, adannya pengaruh kenaikan suhu akan menyebabkan
kelarutan gas dalam air berkurang. Hal ini disebabkan karena gas yang
terlarut di dalam air akan terlepas meninggalkan air bila suhu meningkat.
3. Pengaruh jenis pelarut
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut
polar akan melarutkan lebih baik zat-zat polar dan ionik, begitu pula
sebaliknya. Kelarutan juga bergantung pada struktur zat, seperti
perbandingan gugus polar dan non polar dari suatu molekul. Makin panjang
rantai gugus non polar suatu zat, makin sukar zat tersebut larut dalam air.
Menurut Hilderbrane : kemampuan zat terlarut untuk membentuk ikatan
hydrogen lebih pentig dari pada kemolaran suatu zat. Senyawa polar
(mempunyai kutub muatan) akan mudah larut dalam senyawa polar.
Misalnya gula, NaCl, alkohol, dan semua asam merupakan senyawa polar
sehingga mudah larut dalam air yang juga merupakan senyawa polar.
Sedangkan senyawa nonpolar akan mudah larut dalam senyawa nonpolar,
misalnya lemak mudah larut dalam minyak. Senyawa nonpolar umumnya
tidak larut dalam senyawa polar, misalnya NaCl tidak larut dalam minyak
tanah. Pelarut polar bertindak sebagai pelarut dengan mekanisme sebagai
berikut :
Mengurangi gaya tarik antara ion yang berlawanan dalam Kristal.
Memecah ikatan kovalen elektrolit-elektrolit kuat, karena pelarut ini
bersifat amfiprotik.
Membentuk ikatan hidrogen dengan zat terlarut.
Pelarut non polar tidak dapat mengurangi daya tarik-menarik antara ion-ion
karena konstanta dielektiknya yang rendah. Iapun tidak dapat memecahkan
ikatan kovalen dan tidak dapat membentuk jembatan hidrogen. Pelarut ini
dapat melarutkan zat-zat non polar dengan tekanan internal yang sama
melalui induksi antara aksi dipol. Pelarut semi polar dapat menginduksi
tingkat kepolaran molekul-molekul pelarut non polar. Ia bertindak sebagai
perantara (Intermediete Solvent) untuk mencampurkan pelarut non polar
dengan non polar.
4. Pengaruh bentuk dan ukuran partikel
Kelarutan suatu zat akan naik dengan berkurangnya ukuran partikel
suatu zat, sesuai dengan persamaan berikut :
Log S/So = 2 v/2,303 RTr
Keterangan :
S = kelarutan dari partikel halus
So = kelarutan zat padat yang ukuran partikelnya lebih besar
r = Tegangan permukaan partikel zat padat
v = volume partikel dalam cm2 per mol
R = jari-jari akhir partikel dalam cm2
T = temperatur absolut
Konfigurasi molekul dan bentuk susunan kristal juga berpengaruh terhadap
kelarutan zat. Partikel yang bentuknya tidak simetris lebih mudah larut bila
dibandingkan dengan partikel yang bentuknya simetris.
5. Pengaruh konstanta dielektrik
Kelarutan suatu zat sangat dipengaruhi oleh polaritas pelarut. Pelarut
polar mempunyai konstanta dielektrik yang tinggi dapat melarutkan zat-zat
non polar sukar larut di dalamnya, begitu pula sebaliknya. Besarnya tetapan
dielektrik ini menurut moore dapat diatur dengan penambahan pelarut lain.
Tetapan dielektrik suatu campuran pelarut merupakan hasil penjumlahan
dari tetapan dielektrik masing-masing yang sudah dikalikan dengan %
volume masing-masing komponen pelarut. Adakalanya suatu zat lebih
mudah larut dalam pelarut campuran dibandingkan pelarut tunggalnya.
Fenomena ini dikenal dengan istilah co-solvency dan pelarut yang mana
dalam bentuk campuran dapat menaikkan kelarutan suatu zat diseut co
solvent. Etanol, gliserin dan propilen glikol adalah co-solvent yang umum
digunakan dalam bidang farmasi untuk pembuatan eliksir.
6. Pengaruh penambahan zat-zat lain
Surfaktan adalah suatu zat yang sering digunakan untuk menaikan
kelarutan suatu zat. Molekul surfaktan terdiri atas dua bagian yaitu bagian
polar dan non polar apabila didispersikan dalam air pada konsentrasi yang
rendah, akan berkumpul pada permukaan dengan mengorientasikan bagian
polar ke arah air dan bagian non polar kearah udara, surfaktan mempunyai
kecenderungan berasosiasi membentuk agregat yang dikenal sebagai misel.
Konsentrasi pada saat misel mulai terbentuk disebut konsentrasi misel kritik
(KMK).
http://ahmad-my-farmasi07.blogspot.com/2009/09/laporan-kelarutan-
farfis.html
Theofilin
Pemerian : serbuk hablur putih, tidak berbau, rasa pahit.
Kelarutan sukar larut dalam larutan alkali dan ammonium hidroksida , agak
sukar larut dalam etanol, dalam kloroform, dan dalam eter.
Stabilitas : stabil di udara
Sterilisasi : otoklaf
http://formulasisteril.blogspot.com/2008/05/preformulasi-ampul.html
IV. ALAT DAN BAHAN
a. Alat
· Erlen meyer
· Agitator mekanik
· Buret
· Statif
· Gelas Kimia
b. Bahan
· Air
· Alkohol
· Propilenglikol
· Theofilin
· Luminal
· NaOH 0,1 N
· Phenopthalien
V. PROSEDUR
VI. DATA HASIL PRAKTIKUM
DATA HASIL PENGAMATAN
Pembakuan NaOH :
Volume NaOH Volume Titrasi
13 ml 9 ml
12,5 ml 9 ml
Kadar Theofilin :
N
o
Air
(%
v/v)
Alkoho
l
(%
v/v)
Propilenglik
ol
(% v/v)
Volume
NaOH (ml)
Kadar
Theofilin
(N)
1 60 0 40 3 0,025
2 60 5 35 3 0,025
3 60 10 30 3,4 0,029
4 60 15 25 4 0,034
5 60 20 20 5 0,042
6 60 30 10 5,5 0,046
7 60 35 5 7 0,059
8 60 40 0 6,4 0,054
Perhitungan :
1) Pembakuan NaOH
Pembakuan NaOH dengan asam oksalat 62,00 mg
BE Asam oksalat 63,05 mg
N NaOH = Mg Asam oksalat
BE Asam oksalat x V NaOH
N NaOH = 62 mg = 62 = 0,076 N
63,04 x 13 ml 819,52
N NaOH = 62 mg = 62 = 0,079 N
63,04 x 12,5 ml 788
∑ N NaOH = 0,076 N + 0,079 N = 0,0775 N
2
2) Perhitungan kadar Theofilin
1. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin
V Titrasi
= 0,076 x 3 = 0,025 ml
9 ml
2. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin
V Titrasi
= 0,076 x 3 = 0,025 ml
9 ml
3. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin
V Titrasi
= 0,076 x 3,4 = 0,029 ml
9 ml
4. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin
V Titrasi
= 0,076 x 4 = 0,034 ml
9 ml
5. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin
V Titrasi
= 0,076 x 5 = 0,042 ml
9 ml
6. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin
V Titrasi
= 0,076 x 5,5 = 0,046 ml
9 ml
7. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin
V Titrasi
= 0,076 x 7 = 0,059 ml
9 ml
8. N Theofilin = N NaOH x V Theofilin
V Titrasi
= 0,076 x 6,4 = 0,054 ml
9 ml
VII. PEMBAHASAN
Kelarutan adalah suatu kemampuan suatu zat yang dapat larut
dalam pelarut tertentu. Hasil dari zat yang tersebut ini disebut larutan jenuh.
Suatu zat yang akan mengalami kelarutan harus disesuaikan dengan zat
pelarut yang dapat melarutkan zat yang akan dilarutkan. Pada keadaan ini,
suhu dan ukuran permukaan sangat berpengaruh, semakin tinggi suhu
semakin cepat suatu zat akan larut. Semakin kecil luas permukaan, semakin
cepat pula suatu zat itu larut.
Pada percobaan ini, Theofilin akan dilarutkan dalam volume air,
alkohol dan propilenglikol yang berbeda volume. Pada percobaan pertama,
60 ml air dan 40 ml propilenglikol dicampurkan kemudian ditambahkan
theofilin, semua campuran itu dikocok selama satu jam hingga larutan jenuh
dan timbul endapan, jika campuran setelah dikocok atau dengan
menggunakan agitator mekanik masih berwarna bening, ditambahkan
theofilin terus menerus. Dilakukan juga dengan campuran :
1. Theofilin dan air 60 ml, 5 ml alkohol dan 40 ml propilenglikol.
2. Theofilin dan air 60 ml, 10 ml alkohol dan 35 ml propilenglikol.
3. Theofilin dan air 60 ml, 15 ml alkohol dan 25 ml propilenglikol.
4. Theofilin dan air 60 ml, 20 ml alkohol dan 20 ml propilenglikol.
5. Theofilin dan air 60 ml, 30 ml alkohol dan 10 ml propilenglikol.
6. Theofilin dan air 60 ml, 35 ml alkohol dan 5 ml propilenglikol.
7. Theofilin dan air 60 ml, 40 ml alkohol dan 0 ml propilenglikol.
Sebelum dilakukan titrasi theofilin, lakukan pembakuan NaOH terlebih
dahulu, dengan mentitrasi asam oksalat 63 mg ditambahkan dengan 20 ml
air dan 2 tetes phenofthalien. Pembakuan dilakukan selama dua kali.
Setelah delapan campuran diatas dikocok selama 1 jam, kemudian
disaring dan dilakukan titrasi dengan NaOH, masing-masing campuran
ditambahkan dengan 2 tetes indikator phenofthalien sampai terjadi
perubahan warna merah muda. Pada titik ekivalen atau perubahan warna
dititik akhir titrasi sangat penting untuk diperhatikan, jika sudah timbul
perubahan warna, titrasi harus segera dihentikan, jika tidak, pH dalam
larutan tersebut akan berubah dan melampaui pH yang seharusnya.
VIII. KESIMPULAN
Pada pembakuan NaOH dengan asam oksalat sebanyak 2 kali,
volume NaOH yang dihasilkan adalah sama, yaitu 9 ml. Hal tersebut
menandakan nilai yang stabil. Untuk penentuan kadar theofilin, konsentrasi
terbesar dari kadar theofilin dengan volume titrasi NaOH dengan penyusutan
7 ml adalah dengan konsentrasi 0,059 N, sedangkan untuk kadar terkecil
yaitu dengan penyusutan 3 ml dengan konsentrasi 0,025 N.
IX. DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Kelarutan
Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 02 WIB
http://ahmad-my-farmasi07.blogspot.com/2009/09/laporan-kelarutan-
farfis.html
Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 05 WIB
http://formulasisteril.blogspot.com/2008/05/preformulasi-ampul.html
Diaskes 19 Mei 2011 Pukul. 22 : 08 WIB
LAPORAN PRAKTIKUM FARMASI FISIK "KELARUTAN INTRISTIK OBAT"
I. JUDUL
Kelarutan Intristik Obat
II. TUJUAN
Memperkenalkan konsep dan proses pendukung sistem kelarutan obat dan menentukan parameter
kelarutan zat
III. DASAR TEORI
Mempelajari mengenai kelarutan intristik obat merupakan suatu hal penting bagi ahli farmasi,
sebab dapat membantu dalam memilih medium pelarut yang paling baik untuk obat atau kombinasi
obat, membantu mengatasi kesulitan-kesulitan tertentu yang timbul pada saat pembuatan larutan
farmasetis, dan lebih jauh lagi, dapat bertindak sebagai standar atau uji kemurnian. Pengetahuan yang
lebih mendetail mengenai kelarutan dan sifat-sifat yang berhubungan dengan kelarutan juga
memberikan informasi mengenai struktur obat dan gaya antar molekul obat.
Kelarutan suatu senyawa bergantung pada sifat fisika dan sifat kimia zat terlarut dan pelarut, juga
bergantung pada faktor temperatur, tekanan, pH larutan.
Larutan jenuh adalah suatu larutan dimana zat terlarut berada dalam kesetimbangan dengan fase
padat (zat terlarut). Larutan tidak jenuh atau hampir jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat
terlarut dalam konsentrasi dibawah konsentrasi yang dibutuhkanuntuk penjenuhan sempurna pada
temperatur tertentu. Larutan lewat jenuh adalah suatu larutan yang mengandung zat terlarut dalam
konsentrasi lebih banyak daripada yang seharusnya ada pada temperatur tertentu.
Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan
jenuh pada temperatur tertentu, dan secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua
atau lebih zat untuk membentuk dispersi molekuler yang homogen.
Kelarutan dapat digambarkan secara benar dengan menggunakan aturan fase Gibbs yaitu F = C –
P + 2
F = jumlah derajat kebebasan
C = jumlah komponen
P = jumlah fase
Berdasarkan U.S Pharmacopeia dan National Formulary, kelarutan obat adalah jumlah ml pelarut
dimana akan larut 1 gram zat terlarut. Kelarutan secara kuantitatif juga dinyatakan dalam molalitas,
molaritas dan presentase.
Kelarutan gas dalam cairan
Kelarutan gas dalam cairan adalah konsentrasi gas terlarut apabila berada dalam kesetmbangan
dengan gas murni diatas larutan. Kelarutan terutama bergantung pada tekanan, temperatur, adanya
garam, dan reaksi kimia yang kadang-kadang terjadi antara gas dan pelarut.
Pengaruh tekanan pada kelarutan gas dinyatakan oleh Hukum Henry yang menyatakan bahwa
dalam larutan yang sangat encer, pada temperatur konstan, konsentrasi gas terlarut sebanding dengan
tekanan parsial gas diatas larutan pada kesetimbangan. Tekanan parsial gas diperolah dengan
mengurangi tekanan uap pelarut dari tekanan uap total diatas larutan pada kesetimbangan.
Temperatur juga mempunyai pengaruh yang nyata pada kelarutan gas dalam cairan. Apabila
temperatur naik, kelarutan gas umumnya turun, disebabkan karena kecenderungan gas yang besar
untuk berekspansi.
Pengusiran garam (salting out) merupakan gejala dimana gas dibebaskan dari larutan dimana gas
tersebut terlarut, karena adanya pemasukan suatu elektrolit kedalamnya.
Reaksi kimia antara gas dan pelarut, umumnya dapat meningkatkan kelarutan. Hal ini
menyebabnkan Hukum Henry hanya berlaku untuk gas-gas yang hanya larut sedikit dalam larutan dan
tidak bereaksi didalam pelarut.
Kelarutan cairan dalam cairan
Kelarutan cairan dapat digolongkan menjadi dua, atas dasar ada atau tidaknya penyimpangan
terhadap Hukum Raoult. Disebut larutan ideal apabila kedua komponen larutan biner mengikuti Hukum
Raoult untuk semua komposisi, dan disebut larutan non ideal apabila kedua komponen larutan biner
mempunyai penyimpangan terhadap Hukum Raoult.
Penyimpangan negatif mengakibatkan kenaikan kelarutan, dan penyimpangan positif
menyebabkan penurunan kelarutan.
Kelarutan zat padat dalam cairan
Kelarutan zat padat dalam cairan merupakan masalah yang lebih komplek tetapi paling banyak
dijumpai dalam kefarmasian. Asumsi dasar untuk kelarutan zat padat dalam (sebagai) larutan ideal
adalah tergantung pada suhu percobaan (proses larut), titik lebur solut, dan beda entalpi peleburan
molar (△Hf) solut (yang dianggap sama dengan panas pelarutan molar solut). Hubungan tersebut yang
diturunkan dari hukum-hukum termodinamika dirumuskan oleh Hildebrand dan Scott sebagai berikut:
-log = ( )
= kelarutan ideal zat dalam fraksi mol
△Hf = beda entalpi peleburan
To = suhu leburT = suhu percobaanR = tetapan gas Tetapi type larutan ideal ini jarang sekali dijumpai dalam praktek. Untuk larutan non ideal harus diperhitungkan pula faktor-faktor aktifitas solute yang koefisienya sebanding dengan volume molar solut dan fraksi volume solven, parameter kelarutan yang besarnya sama dengan harga akar tekanan dalam solute dan interaksi antara solven-solut. Dengan demikian persamaan yang paling sederhana untuk larutan non-ideal, dinyatakan sebagai kelarutan regular oleh Scatchard-Hildebrand sebagai berikut :-log = ( ) +
= volume molar solut
= parameter kelarutan solven
= parameter kelarutan solut
= fraksi mol solven
keterbatasan persamaan ini ialah tidak cocok untuk proses-proses yang didalamnya terjadi solvasi
dan asosiasi antara solut dan solven, demikian pula untuk larutan elektrolit. Persamaan tersebut hanya
berlaku apabila dalam larutan tidak terdapat ikatan lain selain ikatan Van Der Waals.
IV. ALAT
1. Neraca elektrik
2. Labu takar
3. Pipet ukur
4. siring
5. Pipet tetes
6. Spektrofotometer UV-VIS
7. Disolusi tester
8. Gelas ukur
9. Beker gelas
V. BAHAN
1. Acidum acetyl slicylicum (asetosal)
2. Aquadest
3. Natrium asetat
4. Asam asetat
5. Alkohol 96%
VI. CARA KERJA
1. Membuat larutan dapar asetat ph 4,5 konsentrasi 0,05 M dengan cara =
Menimbang natrium asetat sebanyak 5,98 gram
Mengambil asam asetat glasial sebanyak 3,32 ml dengan gelas ukur
Memasukan natrium asetat kedalam labu takar 2 liter, ditambah asam asetat glasial, kocok larut,
kemudian cukupkan dengan aquadest sampai 2 liter
2. Membuat kurva baku dengan cara =
Menimbang asetosal sebanyak 140 mg
Memasukan asetosal kedalam labu takar kemudian menambahkan alkohol 96% secukupnya, kocok
sampai asetosal larut
Cukupkan dengan aquadest sampai 50 ml
Mengambil larutan stok masing-masing sebanyak 1 ml ; 1,5 ml ; 2 ml ; 2,5 ml ; 3 ml ; 3,5 ml
Mengencerkan masing-masing stok dengan larutan dapar asetat ph 4,5 sampai 50 ml
Menghitung konsentrasi dari masing-masing stok dengan rumus . = .
Mencari absorbansi masing-masing stok dengan menggunakan alat spektrofotometer UV-VIS
Memasukan data konsentrasi dan absorbansi dari masing-masing larutan stok kedalam tabel kurva baku
3. Menimbang asetosal untuk sample sebanyak 500 mg
4. Memanaskan media dapar sampai suhu 27°C
5. Memasukan acetosal kedalam media dapar setelah suhu yang dimaksudkan untuk percobaan tercapai
6. Mengaktifkan pengaduk pada kecepatan 50 rpm selama 15 menit
7. Mengambil sample pada bagian atas dengan pipet tetes sebanyak 2 ml
8. Melakukan pengenceran yang pertama dengan cara memasukan 2 ml sample ke dalam labu takar 10 ml,
cukupkan dengan dapar asetat ph 4,5 sampai 10 ml, kocok homogen, ambil sebanyak 2 ml (hasil
pengenceran 1)
9. Melakukan pengenceran yang kedua dengan cara memasukan 2 ml hasil pengenceran 1 kedalam labu
takar 10 ml, cukupkan dengan dapar asetat ph 4,5 sampai 10 ml (hasil pengenceran 2)
10. Mencari absorbansi pada λ = 265 dari larutan sample (hasil pengenceran 2) menggunakkan
spektrofotometer UV-VIS
11. Menghitung konsentrasi dari sample
12. Mengulangi tahap 3-11 pada suhu percobaan 32°C dan 37°C
VII. HASIL PRAKTIKUM
A. DATA DAN PERHITUNGAN
=
=
=
= 0,28 %
Konsentrasi larutan stok 1 ml
. = .
1.0,28 = 50.
= 0,0056
Konsentrasi larutan stok 1,5 ml
. = .
1,5.0,28 = 50.
= 0,0084
Konsentrasi larutan stok 2 ml
. = .
2.0,28 = 50.
= 0,0112
Konsentrasi larutan stok 2,5 ml
. = .
2,5.0,28 = 50.
= 0,014
Konsentrasi larutan stok 3 ml
. = .
3.0,28 = 50.
= 0,0168
Konsentrasi larutan stok 3,5 ml
. = .
3,5.0,28 = 50.
= 0,0196
Tabel kurva baku
konsentrasi absorbansi
0,0056 0,321
0,0084 0,394
0,0112 0,557
0,014 0,699
0,0168 0,842
0,0196 1,048
A = - 0,0149
B = 52,255
R = 0,994
Persamaan => y = -0,0149 + 52,255 x
Diketahui absorbansi sample pada suhu 27°C = 0,190
Konsentrasi sample pada suhu 27°C
y = -0,0149 + 52,255 x
0,190 = -0,0149 + 52,255 x
0,190 + 0,0149 = 52,255 x
X = = 0,00392
Tabel hasil percobaan
suhu Konsentrasi / kadar absorbansi
27°C 0,00392 0,190
32°C 0,00157 0,068
37°C 0,000821 0,028
B. GRAFIK
VIII. PEMBAHASAN
Acidum acetyl salicylicum atau sering di sebut asetosal merupakan bahan obat yang mempunyai
khasiat analgetikum antipiretikum, dan juga kardiovaskuler dalam dosis rendah. Asetosal mengandung
tidak kurang dari 99.5% (BM : 180,2), dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Kelarutanya agak
sukar larut dalam air (10 mg/mL (20 °C)), mudah larut dalam etanol 95% P, larut dalam kloroform P dan
eter P. Asetosal memiliki titik didih 140 °C, titik lebur 138 0C – 140 0C, dan berat jenis 1.40 g/cm³.
Pemerian asetosal berupa hablur putih, umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun, atau serbuk
hablur putih; tidak berbau atau berbau lemah. Stabil di udara kering; di dalam udara lembab secara
bertahap terhidrolisa menjadi asam salisilat dan asam asetat. Berdasarkan hasil percobaan, menunjukan
bahwa asetosal merupakan zat padat yang bersifat eksoterm yaitu zat padat yang berkurang
kelarutannya jika suhunya dinaikan.
Karena suatu larutan jenuh yang berhubungan dengan kelebihan solut membentuk
kesetimbangan dinamik, maka bilamana sistem tersebut di ganggu, efek gangguan tersebut dapat
diramalkan berdasarkan kaidah le chatelier. Perubahan temperatur merupakan salah satu gangguan.
Kita tahu bahwa kenaikan temperatur menyebabkan posisi kesetimbangan bergeser kearah yang akan
mengabsorbsi panas.karena, kalau solut tambahan yang ingin melarut dalam larutan jenuh harus
mengabsorbsi energi, maka kelarutan zat tersebut akan bertambah jika temperatur dinaikan
(endoterm). Sebaliknya, jika solut tambahan yang dimasukkan ke dalam larutan jenuh menimbulkan
proses eksotermik, maka solut akan menjadi kurang larut jika temperatur dinaikkan (eksoterm).
IX. KESIMPULAN
Temperatur / suhu merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi kelarutan instristik obat.
Untuk zat yang bersifat endoterm, kelarutan akan naik jika suhu dinaikan, dan untuk zat yang bersifat
eksoterm, kelarutan akan turun jika suhu dinaikan.
X. DAFTAR PUSTAKA
“Farmakope Indonesia Edisi II” Departemen kesehatan RI tahun 1979
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008, Ilmu Resep untuk sekolah menengah farmasi,Jakarta
Ekowati Dewi, dan Dzakwan Muhammad, 2011, Petunjuk Praktikum Farmasi Fisik I, Universitas Setia Budi: Surakarta
Martin Alfred, Swarbrick James, dan Cammarata Arthur,1990, Farmasi Fisik, Penerbit Universitas Indonesia : Jakarta
Moechtar, 1989, farmasi fisik, jogjakarta : UGM press