Proposal Zha

42
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Gejala klinis penyakit yang disebabkan parasit demikian umumnya, sehingga diagnosis yang didasarkan kepada simtomatologi saja tidaklah cukup. Walaupun seorang ahli klinik yang telah berpengalaman dapat mengenal gejala dan keluhan yang khas dari suatu penyakit parasit, gejala dari kasus yang tidak khas dapat saja membingungkan sehingga tidak cacingmenunjukan gambaran klinis yang jelas. Beberapa infeksi oleh parasit, terutama oleh cacing, dapat menimbulkan gejala ringan atau tidak jelas, sering secara klinis tidak dapat dibedakan. Untuk itu sangat diperlukan diagnose akhir berupa pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi parasit (cacing) yang dimaksud. (Brucker. 1996) 1

description

ok

Transcript of Proposal Zha

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangGejala klinis penyakit yang disebabkan parasit demikian umumnya, sehingga diagnosis yang didasarkan kepada simtomatologi saja tidaklah cukup. Walaupun seorang ahli klinik yang telah berpengalaman dapat mengenal gejala dan keluhan yang khas dari suatu penyakit parasit, gejala dari kasus yang tidak khas dapat saja membingungkan sehingga tidak cacingmenunjukan gambaran klinis yang jelas. Beberapa infeksi oleh parasit, terutama oleh cacing, dapat menimbulkan gejala ringan atau tidak jelas, sering secara klinis tidak dapat dibedakan. Untuk itu sangat diperlukan diagnose akhir berupa pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi parasit (cacing) yang dimaksud. (Brucker. 1996)Beberapa cara yang dilakukan untuk melihat ada atau tidaknya seseorang tersebut terinfeksi adalah dengan melakukan pemeriksaan laboratorium yang dapat dilaksanakan pada laboratorium parasit salah satu pemeriksaannya adalah dengan metode flotasi (pengapungan) di mana prinsipnya adalah mengapungkan telur-telur cacing pada permukaan cairan dari benda-benda, berdasarkan BJ (jenis berat ) dengan larutan NaCl jenuh dengan tujuan untuk mengidentifikasi telur cacing yang terdapat dalam feces. (Tim Parasitologi,2001)Pada infeksi berat oleh cacing, metode pemeriksaan secara langsung sering dipakai yaitu dengan cara letakkan setetes eosin di atas kaca objek, ambil sedikit tinja dengan lidi, hancurkan dan aduk dengan lidi di atas kaca objek sampai homogen, bila terdapat bahan yang kasar harus di keluarkan. (Tim Parasitologi. 2001)Pada kasus infeksi sering diperlukan satu cara konsentrasi. Salah pemeriksaan cara konsentarasi adalah dengan memakai metode flotasi. Teknik flotasi didasarkan pada perbedaan berat jenisnantara larutan kimia tertentu dengan telur atau larva cacing. Larutan yang sering dipakai adalah MgSO, NaCl jenuh (brine) dan ZnSO. Telur cacing akan mengapung di permukaan larutan sedangkan feces tenggelam perlahan-lahan ke dasar. (Brucker. 1996)Pada pemeriksaan telur cacing memakai metode flotasi dengan larutan NaCl jenuh (brine) membutuhkan waktu yang cukup lama untuk inkubasi 45 menit. Tujuan agar pengapungan benar-benar sempurna akan tetapi pada suatu keadaan tertentu di laboratorium, minsalnya dengan jumlah sampel yang banyak, akan sangat merepotkan dan bagi pasien mereka akan menunggu atau membutuhkan waktu yang lama untuk memperoleh kepastian dari suatu hasil pemeriksaan laboratorium. (Brucker. 1996)Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis berminat sekali untuk melakukan penelitian. Adapun judul yang penulis ajukan yaitu MEMBANDINGKAN HASIL PEMERIKSAAN TINJA SECARA LANGSUNG DENGAN METODE FLOTASI NaCl JENUH.1.2. Perumusan MasalahApakah terdapat perbedaan hasil pemeriksaan antara metode pemeriksaan tinja secara langsung dengan metode flotasi NaCl jenuh.1.3. Batasan MasalahPada pelitian ini penulis hanya membandingankan hasil pemeriksaan telur cacing pada tinja secara langsung dengan metode flotasi NaCl jenuh.1.4. Tujuan Penelitian1.4.1 Tujuan UmumUntuk mengetahui perbandingan hasil pemeriksaan telur cacing pada tinja secara langsung dengan metode FlotasiNaCl jenuh.1.4.2 Tujuan Khusus1. Untuk mengetahui gambaran hasil pemeriksaan telur cacing tinja secara langsung.2. Untuk mengetahui gambaran hasil pemeriksaan telur cacing tinja secara Flotasi NaCl Jenuh.

1.5 Mamfaat Penelitian1. Sebagai bahan masukan kepada laboratorium parasitologi Stikes Perintis tentang hasil pemeriksaan tinja secara langsung dengan metode flotasi NaCl jenuh.2. Dari penelitian ini di harapkan dapat menambah pengalaman dan pengetahuan bagi penulis.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diagnosa Laboratorium Parasitologi KedokteranUntuk keperluan penegakan diagnose penyakit pada manusia (khususnya yang di sebabkan oleh cacing) maka sifat marfologi maupun fisiologi cacing sangat membantu dalam identifikasi cacing dapat di pelajari dari system telur, larva, maupun tingkat dewasanya. Sedangkan secara fisiologi, cacing dapat di pelajari dari sifat hidup, dan tingkah lakunya di dalam hospes (manusia) yang di hinggapi. (Tim Parasitologi. 2001)Gejala klinis penyakit yang di sebabkan parasit demikian umumnya, sehingga diagnose yang di dasarkan kepada simtomatologi saja tidak cukup. Walaupun seorang ahli klinik yang telah berpengalaman dapat mengenal gejala dan keluhan yang khas dari suatu penyakit parasit, gejala dari kasus yang tidak khas dapat saja sangat membingungkan sehingga tidak menunjukkan gambaran klinis yang jelas. Beberapa infeksi oleh parasit, terutama oleh cacing dapat menimbulkan gejala ringan atau tidak jelas. Sering secara klinis tidak dapat di bedakan. Untuk itu sangat di perlukan diagnosis akhir berupa pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi parasit (cacing) yang dimaksud. Ada beberapa metode pemeriksaan feces yang sudah dikenal salah satunya adalah metode flotasi NaCl jenih (pengapungan). (Tim Parasitologi. 2001)2.2 Pemeriksaan tinja metoda langsung Merupakan metoda yang paling murah, sederhana dan cepat. Metoda ini biasa dilakukan untuk diagnosis rutin di laboratorium klinik. Namun kelemahannya, metoda langsung kurang sensitif mendeteksi keberadaan telur cacing sebab volume tinja yang diperiksa lebih sedikit sehingga terhadap tinja yang mengandung sedikit telur cacing bisa memberi hasil negatif. Pada infeksi berat oleh cacing, metode pemeriksaan secara langsung sering dipakai yaitu dengan cara letakkan setetes eosin di atas kaca objek, ambil sedikit tinja dengan lidi, hancurkan dan aduk dengan lidi di atas kaca objek sampai homogen, bila terdapat bahan yang kasar harus di keluarkan. (Cermin Dunia Kedokteran. 1999)2.3 Pengertian FlotasiFlotasi merupakan salah satu metode pemeriksaan yang digunakan dalam bidang parasitologi. Metode ini sangat efektif digunakan untuk mengidentifikasi telur cacing yang terdapat di dalam feces hal ini dapat terjadi karena Berat Jenis (BJ) dari larutan NaCl jenuh ini dapat mengapungkan telur telur cacing pada permukaan cairan dari benda-benda serta sediaan yang di hasilkanpun menjadi lebih bersih. (Brucker. 1996)2.4 Macam-macam Metode FlotasiFlotasi merupakan salah satu metode pemeriksaan feces yang menggunakan prinsip pengapungan. Bahan yang lazim dipergunakan dalam pemeriksaan feces metode flotasi selain NaCl jenuh adalah seng sulfat (ZnSO), magnesium sulfat (MgSO).2.4.1 Dengan menggunakan larutan NaCl jenuhTeknik flotasi NaCl jenuh berguna untuk menemukan dan mengapungkan telur cacing terutama pada protozoa usus seperti : Ascaris lumbricoides, Trichuris trichiura, Ancylostostoma duodenale.Prosedur :1. Isi tabung reaksi dengan Larutan Brine sampai jenuh2. Ke dalam becker glass masukkan tinja sebanyak 1 gr3. Hancurkan tinja dengan lidi pengaduk sambil menambah Larutan Brine sedikit demi sedikit sehingga homogen, tuangkan seluruh Larutan Brine ke dalam becker glass dan campur dengan baik4. Tuangkan kembali isi becker glass ke dalam tabung reaksi sampai penuh. Bagian-bagian kasar yang terapung pada permukaan larutan di angkat dengan lidi5. Letakkan cover glass di atas tabung sehingga menyentuh permukaan larutan bila demikian larutan harus penuh6. Diamkan 45 menit7. Setelah itu cover glass di ambil dan di letakkan di atas kaca objek8. Periksa di bawah mikroskop lensa objektif 10 x 10. (Tim Parasitologo. 2001)

2.4.2 Dengan mengunakan larutan seng sulfat (ZnSO)Teknik flotasi seng sulfat berguna untuk menemukan kista protozoa dan telur cacing. Telur trematoda yang besar, beberapa telur cacing pita, dan telur Ascaris lumbricoides belum dibuahi tidak dikonsentrasikan dengan metode ini.Teknik ini juga tidak sesuai untuk specimen feces yang mengadung lemak dalam jumlah besar. Larutan seng sulfat (ZnSO) yang disiapkan berat jenisnya harus 1,18 dan harus diperiksa dengan hydrometer.Berat jenis ini di dapat dengan menambahkan 330 gr Kristal kering ke dalam 670 ml air suling. 30% dari larutan ini biasanya menunjukkan berat jenis yang tepat tetapi dapat disesuaikan sampai 1,18 dengan menambahkan seng sulfat (ZnSO) atau air sulingProsedur:1. Masukkan sedok teh feces (lebih bila feces berserat) dalam tabung pemeriksaan yang telah berisi 1-2 ml air, homogenkan. Kemudian tambahkan air ke dalam tabung sampai 2 mm dari atas tabung.2. Sentrifus 500 rpm selama 1 menit. Buang air suprnatan.3. Di tambahkan 1-2 ml larutan seng sulfat (ZnSO) pada sedimen tersebut dan di larutkan sedimen kembali dengan menjentikkan jari pada bagian bawah tabung, bagian atas di pegang erat-erat dengan tangan lainnya.4. Di tambahkan kembali seng sulfat (ZnSO) melalui dinding tabung sampai 2 mm dari tepi dinding tabung.5. Suspensi tersebut di saring dengan kasa ke dalam gelas kertas. Masukkan kembali suspensi tersebut ke dalam tabung, dan tambahkan seng sulfat hingga 2 mm dari tepi tabung.6. Di sentrifuge dengan kecepatan 500 rpm selama 1 menit.7. Sambil menunggu sentrifuge berhenti letakkan sampai tetes pewarna iodium atau air ke objek glass.8. Tanpa memindahkan tabung dari sentrifuge, dan dengan menggunakan kawat berujung bulat (diameter 5-7 mm) yang telah di lewatkan di atas api dan biarkan dingin dulu. Ambil 1-2 tetes dari bagian tengah lapis permukaan dan letakkan pada iodium atau air yang terdapat pada objek. Jangan masukkan kawat ke bagian bawah dari permukaan suspense di lakukan dengan hati-hati.9. Kaca objek di tutup dengan deck glass dan sediaan di periksa di bawah mikroskop dengan perbesaran 10 x 10. (Chandler. 1994)

2.4.3 Dengan menggunakan larutan magnesium sulfat (MgSO4)Proanalisis dengan berat jenis (BJ) 1,250 sampai 1,270 merupakan bahan mengapung yang paling efektif untuk pemeriksaan metode flotasi.Secara umum efektivitas pemeriksaan feces flotasi di pengaruhi oleh jenis bahan pengapung, berat jenis, waktu apung (periode flotasi), dan homogenitas larutan setelah proses sentrifuge. Waktu apung berhubungan erat dengan periode opsional. Namun pemeriksaan ini memiliki kekurangan yaitu harganya sangat mahal dan sulit mencarinya.Prosedur:1. Di masukkan dalam pot 2 ml bubur feces.2. Di tambahkan 5 ml aquades kemudian dihomogenkan.3. Sentrifuge 2000 rpm selama 2 menit.4. Endapan diambil kemudian sepernatannya di buang.5. Di tambahkan magnesium sulfat (MgSO4) setinggi 3 cm dari dasar tabung.6. Homogenkan secara hati-hati, kemudian diisi tabung dengan larutan yang sama dengan memakai pipet sampai terbentuk level cembung di permukaan tabung.7. Kemudian diletakkan deck glass di atas permukaan tabung hingga tidak ada cairan yang tumpah.8. Deck glass di angkat dan diletakkan di atas objek glass yang telah di beli 1 tetes lugol 1%.9. Siap di baca di bawa mikroskop dengan perbesaran 10 x 10. (Nugraha Ketut. 2007)

2.5 Jenis-jenis Cacing Usus yang dapat Diperiksa dengan Metode Flotasi 2.5.1 Ascaris lumbricoides2.5.1.1 Hospes dan nama penyakitManusia merupakan hospes defenitif Ascaris lumbricoides. Penyakit yang di sebabkan oleh cacing dewasa disebut ascariasis dan disebabkan larvanya bermigrasi ke paru-paru. Pada keadaan luar biasa seperti infeksi yang sangat berat, demam, iritasi karena obat, anestasi dan manipulasi usus pada pembedahan. Cacing mungkin bermigrasi ke tempat-tempat ektopik dan menyebabkan penyumbatan (obstruksi) karena cacing yang menggumpul. (Zaman Keong. 1988)

2.5.1.2 EpidemiologiCacing ini merupakan parasit yang sering di temukan baik di daerah beriklim dingin maupun di daerah tropik, tetapi cacing ini lebih umum di temukan di Negara panas dengan sanitasi buruk. Di beberapa daerah tropik derajat infeksi dapat mencapai 100% dari penduduk. (Ganda Husada. 1992)Ascaris lumbricaides di temukkan pada semua umur tetapi sering di temukan pada anak golongan umur 5-9 tahun. Karena anak-anak ini lebih sering berhubungan dengan tanah yang tekontaminasi dari pada orang dewasa. Frekuensinya kira-kira sama pada kedua jenis kelamin. (Brown. 1978)Anak kecil yang mengandung parasit merupakan sumber terpenting untuk terjadi kontaminasi tanah karena mereka sering buang air besar di sembarang tempat. Telur yang terinfeksi terutama dipindahkan dari tangan ke mulut oleh anak-anak yang berhubungan dengan tanah yang terkontaminasi secara langsung melalui mainan atau makanan yang kotor. Penularan pada manusia untuk semua golongan umur dapat melalui sayuran. Telur Ascaris lumbricoides dapat hidup di tanah selama bertahun-tahun. Pencegahan dan pemberantasan di daerah endemik sulit. Kemoterapi misalnya yang di berikan setiap 6 bulan sekali bersama dengan sanitasi lingkungan dapat mematahkan siklus hidup Ascaris lumbricoides. (Djohar. 1982)2.5.1.3 Marfologi dan daur hidupCacing dewasa berbentuk selinder yang mengecil pada kedua ujungnya berwarna putih susu sampai merah muda. Panjang yang betina 20-35 cm dan lebarnya 3-6 mm, mempunyai ekor yang lurus. Cacing jantan lebih kecil, panjang 12-31 cm dan lebarnya 2-4 mm. mempunyai 3 bibir pada ujung anterior dan mempunyai gigi kecil atau dentikel pada pinggirnya. Alat-alat reproduksi dan saluran pencernaan mengapung pada rongga badan atau homosel. Cacing jantan mempunyai 2 buah epikulum yang dapat keluar dari keloaka. Pada cacing betina vulva terbuka, terdapat bagian yang sempit pada sepertiga anterior badan di sebut cincin kopulasi (ring copulataric). (Zaman Keong. 1988)

Telur Ascaris lumbricoides ada 2 macam yaitu dibuahi dan tidak dibuahi. Telur yang di buahi disebut Fertilizer yang terdiri dari 2 bentuk yaitu yang mempunyai kortek disebut decorticated. (Djohar. 1982)Telur ini mempunyai ukuran 45-75 x 35-50 mikro. Pada telur yang corticated bagian luarnya terdapat lapisan albumin yang benjol-benjol kasar dan berfungsi sebagai penambah rintangan dalam proses permeabilitas. Bila lapisan albumin ini sudah terlepas maka disebut telur decorticated. Telur Ascaris lumbricoides yang tidak dibuahi disebut infertilized, yang bentuknya lebih lonjong dan ukurannya 90 x 40 mikro serta mengandung embrio di dalamnya. (Brown. 1978)Cacing dewasa biasanya hidup dalam rongga usus. Cacing ini dapat makan dari makanan hospes yang setengah di cernakan. Seekor cacing yang dewasa makan karbohidrat 0,14 gr dan protein sebanyak 0,035 gr sehari. Seekor cacing betina dapat bertelur sebanyak 100 ribu sampai 200 butir sehari. Telur yang tadi keluar bersama feces hospes belum infektif. Bila keadaan lingkungan sesuai yaitu tanah liat, kelembaban tinggi dan teduh serta suhu berkisar antara 25C-35C maka telur yang dibuahi akan berkembang menjadi bentuk infektif atau matang dalam 3 minggu. Telur-telur ini dapat tahan tehadap berbagai desinfektor dan dapat hidup bertahun-tahun di tanah yang lembab. (Ganda Husada. 1992)Telur infektif ini bila tertelan oleh manusia akan menetas di bagian atas usus halus. Dan keluarnya larva berukuran 250 mikro. Larva ini dapat menembuh dinding usus halus masuk ke pembuluh darah dan saluran limfe, lalu ikut sirkulasi darah dan limfe sampai kejantung melalaui arteri pulmonalis ke paru-paru. Dalam paru-paru larva keluar dari kapiler, masuk ke dalam alveolus dan berganti kulit. Dari paru-paru larva sampai kebergantian kulit. Dari paru-paru larva sampai ke bronkiolus, bronkus, naik ke trakea sampai ke epiglottis. Di sini terjadi rangsangan bentuk dan larva tertelan dan masuk ke traktus digestifus dan sampai di usus halus. Dalam usus halus, larva ini berlangsung selama 2 bulan . cacing dewasa dapat hidup kira-kira 12-18 bulan.

2.5.1.3 Patologi dan gejala klinisInfeksi bias dari cacing Ascaris lumbricoides yang mengandung 10-20 ekorcacing sering berlalu tampa di ketahui hospes dan baru di temukan pada pemeriksaan feces rutin atau bila cacing dewasa keluar sendiri dari feces. Gejala yang timbul pada penderita Ascaris dapat di sebabkan oleh larva. Gangguan karena larva biasanya terjadi pada saat larva mengembara di paru-paru. Sejak larva masuk dalam pembuluh darah dan mengadakan migrasi ke dalam paru-paru. Larvanya akan merusak jaringan paru-paru. Kerusakan yang diakibatkannya sebanding dengan jumlah larvaan. Pada orang yang rentan terjadi pendarahan kecil pada dinding alveolus dan timbul gangguan pada paru-paru yang di sertai batuk, demam, gematologis, di jumpai eosinopilia, rontgenologis sering terjadi gambaran infiltrate dalam paru-paru. Keadaan ini di sebut Sindroma leefler yang menghilangkkan spontan biasanya dalam 1-3 minggu. Penyakit di sebut Ascaris pneumoniss. (Hendriman. 1987)Cacing dewasa menimbulkan penyakit yang di sebut Ascariasis. Gangguan yang disebabkan cacing dewasa biasanya ringan seperti mual, nafsu makan berkurang diare, dan konstipasi. Ascaris menjadi berat bila disebabkan oleh migrasi cacing dewasanya ke dalam organ tubuh. Kerena pengembaran ke saluran empedu, opendik atau ke bronkus dan menimbulkan keadaan gawat maka di perlukan tindakan operasi. Cacing ini dapat menembus dinding usus bermigrasi kerongga peritoneum dan menimbulkan peritonitis. Bila cacing menggumpal dalam usus bias terjadi obstruksi usus dan ileus. Pada infeksi berat terutama pada anak-anak karena banyaknya cacing pada usus halus atau kolon menyebabkan iritasi organ tersebut. Akibat hal ini akan terjadi muntah dan diare sehingga menimbulkan melabsorbsi. Bila berlangsung lama dapat menjadi malnutrisi. Cacing dewasa sebanyak 20 ekor makan 2,8 gr karbohidrat dan 0,7 gr protein sehari. (Brown. 1978 dan Depary. 1985)2.5.1.4 DiagnosaDiagnosa Ascaris lumbricoides dibuat dengan menemukan telur yang di buahi dan tidak di buahi dalam feces, kadang-kadang cacing dewasa keluar sendiri baik melalui atau hidung karena muntah maupun bersama feces, dapat juga dengan menemukan larva dalam sputum. (Ganda Husada. 1992)

2.5.1.5 PengobatanBila mungkin semua yang positif ascaris lumbricoides sebaiknya di obat tampa melihat beratnya infeksi. Karena jumlah cacing yang kecilpun dapat menyebabkan migrasi ektopik dengan akibat yang membahayakan. Sebaiknya memilih obat itu adalah yang berspektum luas yaitu dapat membunuh keempat species Soil transmited helminthes. Hal ini disebabkan banyak anak-anak yang mengandung lebih dari satu macam cacing. Obat yang infektif untuk Ascariasis seperti mebendazol (vermax), pirantel pamoat, levamisol hidroklorida dan garam piperazim. (Brown. 1978)2.5.2 Trichuris trichiura2.5.2.1 Hospes dan nama penyakitManusia merupakan hospes definitive Trichuris trichiura dan penyakit yang di sebabkan Trichuriasis. Cacing dewasa berhabitat dalam usus benar terutama caecum. (Djohar. 1982)2.5.2.2 EpidemiologiPenyebaran Trichuris trichiura di seluh dunia dan merupakan nematode intestinal yang terbanyak di daerah-daerah tropik. Penularan sering bersamaan dengan penyebaran Ascaris lumbricoides. Frekuensi tertinggi di temukan di daerah-daerah dengan hujan lebat. Iklan subtropik dan daerah yang banyak kontaminasi tanah dengan peces. Telur tumbuh di tanah liat, tempat lembab, dan teduh dengan suhu optimum kira-kira 30C. Di beberapa Negara pemakai feces sebagai pupuk kebun merupakan sumber infeksi. (Rosdiana Safar. 1999)2.5.2.3 MarfologiCacing ini di kenal sebagai cacing cambuk karena 2/3 bagian anterior memanjang, halus dan meruncing seperti cambuk dan 2/5 bagian posterior berotot seperti gembung berisi usus dan seperangkat alat reproduksi. Panjang cacing jantan 30-45 mm dan yang berinti 35-50 mm. bagian posterior cacing betina tumpyl dan bagian posterior cacing jantan melingkar dengan satu spikulum dan sarung yang retraktif. Jumlah telur yang di hasilkan oleh seekor cacing betina setiap hari diperkirakan 3000-10.000 butir. Telur berbentuk tempayan dengan semacam tutup yang jernih dan menonjol pada kedua kutub. Kulitbagian luarnya berwarna kekunuing-kuningan dan bagian dalamnya jernih. Telur yang dibuahi dikeluarkan dari hospes bersama feses. Telur tersebut menjadi matang dalam wktu 3-6 minggu dalam lingkungan yang sesuai yaitu pada tanah yang lembab dan tempat yang teduh, telur ini di sebut telur infektif. (Brown. 1978)

Bila telur infektif ini tertelan oleh hospes, maka telur menetas di usus halus dan keluarlah larva, lalu masuk kedalam usus halus bagian proksimal, menetapa di situ selama 3-10 hari. Sesudah menjadi dewasa cacing turun keusus bagian distal dan masuk kedaerah colon terutama coecum. Jadi cacing ini tidak mempunyai siklus paru. Struktur anterior cacing yang halus dan lurus menembus mukosa hospes, tempat cacing ini mengambil makanannya. Untuk tumbuh cacing ini daerah hospesnya kira-kira 0,005 ml setiap hari. Masa pertumbuhan mulai dari telur cacing dewasa betina bertelur kira- kiara 30-90 hari. (Ganda Husada. 1992 dan Zaman Keong. 1988)

2.5.2.4 patologi dan gejala klinik Trichuris trichura terutama hidup di coecum, akan tetapi dapat juga ditemukan dalam apendiks dan ileum bagian distal. Pada orang yang infeksi berat cacing ini tersebar diseluruh colon dan rectum. Penyakit yang ditimbulkan disebut Trichuriasis. Infeksi ringan tidak menimbulkan gejala yang jelas. Cacing ini memasukkan bagian anterior atau kepalanya ke dalam mukosa usus, pada tempat perlengketannya dapat terjadi perdarahan, disamping itu cacing ini mengisap darah hospes kira-kira 0,005 ml darah setiap hari. Infeksi ringan biasanya tidak menunjukkan gejala dan ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan feces. Infeksi Trichuris trichura yang berat dan menahun menujukan gejala seperti diare yang sering diselingi sindroma disentri, anemia, sakit perut, mual dan muntah, berat badan menurun dan kadang- kadang prolopsusrekti. Prolopsusrekti disebabkan iritasi terus menerus oleh cacing dan kelemahan otot telur ini. (Depary. 1985 dan Hendriman. 1987)

2.5.2.5 Diagnosa Diagnosis Trichuris trichura berdasarkan penemuan telur yang khas seperti tempayan di dalam feces. Pada sigmoidos kopi dapat dilihat cacing yang melekat pada mukos usus dan cacing utuh dapat ditemukan bila terjadi prolapsusrecti dikeluarkan bersama feces. (Zaman Keong. 1988)

2.5.2.6 Pengobatan Diagnosis Trichuris trichura diberikan mebendazol. Kombinasi di sampel dan pirantel pamoat. Pada infeksi berat pengobatan dapat di ulang 2-3x. penderita dengan keadaan gizi buruk yang lebih atau anemia harus di berikan diet dengan kadar protein tinggi, vitamin dan besi. (Zaman Keong. 1988 dan Brown. 1978)2.5.3 Ancylostoma duodenale 2.5.3.1 Hospes dan nama penyakit Cacing ini disebut cacing tambang karena zaman dahulu cacing ini ditemukan di Eropa pada pekerja tambang yang belum mempunyai hygiene dan sanitasi yang memadai. Telur dari cacing ini dapat dibedakan, maka spesies ini, lebih sering disebut cacing tambang. Cacing tambang dewasa dapat dibedakan dari bentuk, ukuran dan morfologi serta mulut. Hospes devinitif spesies ini adalah manusia. Cacing ini menyebabkan Ancylostomiasis. Cacing dewasa melekatkan dirinya pada mukosa usus halus terutama di yeyunum, beberapa di duodenum dan jarang dan ileum dengan 2 pasang gigi pada Ancylostoma duodenale. (Ganda Husada. 1992 dan Zaman Keong. 1988)

2.5.3.2 EpidemiologiPenyebaran cacing tambang seluruh daerah khatulistiwa dan subtropik di antara garis litang 450 C utara dan 300 C selatan yang kelembaban dan temperaturnya menguntungkan untuk perkembangan larva di tanah pasir atau campuran tanah liat dan pasir merupakan tempat pembiakan yang baik untuk larva cacing tambang. Suhu optimum untuk Ancylostoma duodenale adalah 230 C dan 250.(Brown. 1978)2.5.3.3 Marfologi dan daur hidupAncylostoma duodenale dewasa adalah nematode kecil berbentuk silinder dengan kepala membengkak tajam ke belakang berwarna putih keabu-abuan. Cacing betina 1 cm, cacing jantan 0.8 cm. species cacing tambang dapat di bedakan terutama karena rongga mulutnya dan susunan rusuk pada bursa copulatrik, namun telur-telurnya tadak dapat di bedakan.Ancylostoma duodenale ukurannya besar, bentuk bandannya menyerupai huruf C, sedangkan pada mulutnya ada 2 pasang gigi. Cacing jantan mempunyai bursa capulatrics bursa ini di gunakan unruk memegang cacing betina selama kopulasi. (Hendriman. 1987)Telur cacing tambang berbentuk ovoid dengan kulit yang jernih dan berukuran 74-76 x 36-40 mikron. Seekor cacing betina Ancylostoma duodenale mengeluarkan telur sehari kira-kira 10.000 butir. Bila baru di keluarkan di dalam usus telurnya mengandung satu sel, tetapi bila di keluarkan bersama feces sering sudah mengandung 4-8 sel. (Ganda Husad. 1992 dan Zaman Keong. 1988)Telur yang dikeluarkan bersama feces di tanah akan menetes dan mengeluarkan larva rabditiform (stadium satu). Keadaan yang paling baik untuk cacing ini adalah dengan kelembaban tinggi, teduh, dengan suhu optimum 230 C - 330 C dan tanah yang lepas berpasir. Larva stadium satu secara aktif makan bahan organic dari feces manusia dan mengalami pergantian kulit dua kali, yang pertama pada hari ketiga menjadi stadium II dan sekali lagi pada hari kelima menjadi stadium III. Larva stadium III di sebut larva filariform yang terbungkus dalam sarung dan larva ini tidak makan tetapi bergerak aktif dengan mulut yang runcing. Larva filariform adalah bentuk infektif parasit yang dapat memulai infeksi dengan menembus kulit melalui folikel rambut dan pori-pori. Larva masuk ke dalam saluran limfe atau vena kecil dan dibawa aliran darah melalui jantung ke paru-paru. Di dalam paru-paru larva tumbuh dan menembus alveolus, masuk ke dalam saluran pernafasan. Larva tumbuh ke trakea dan tertelan bersama-sama ludah, masuk ke dalam pencernaan yang melekat pada mukosa usus halus. Cacing betina mulai bertelur dan menjadi dewasa dalam waktu 5-7 minggu, cacing dewas dapat hidup kira-kira 1-14 tahun. (Ganda Husada. 1992)2.5.3.4 Patologi dan gejala klinikBila larva filariform Ancylostoma duodenale menembus kulit terbentuk mencula, papula dan eritem ini disebut Ground Itch. Larva ini akan ikut aliran darah ke jantung lalu ke paru-paru. Bila larva jumlah besar sekali bermigrasi melalui paru-paru atau pada orang yang telah peka mungkin timbul bronchitis atau aneumpnitis, tetapi biasanya lebih ringan dari sindroma loeffler yang terjadi karena migrasi larva Ancylostoma duodenale. (Brown. 1978)Gejala yang di sebabkan cacing dewasa baru timbul sampai terjadi gejala anemia. Infeksi dengan Ancylostoma duodenale sangat berat oleh karena anvylostoma duodenale menyebabkan kehilangan darah 008 0,34 CC sehari. Sifat infeksi cacing menahun, yang sedang, dan berat ada anemia yang progresif, mikrositik hipokrom. Anemia terjadi karena cacing menghisap darah sehingga terjadi pendarahan yang berlanjut pada tempat melekatnya cacing, karena cacing ini mengekspresi zat anti pembekuan darah. Beratnya infeksi tergantung species dan jumlah cacing serta keadaan gizi penderita. Infeksi dengan 50 ekor cacing memberikan gejala subklinik. Infeksi dengan 50 120 ekor cacing adalah infeksi yang menimbulkan gejala klinis dengan 500 ekor menyebabkan kelainan berat. Anemia kronis dan berat tanpa pengobatan akan dapat berakibat decompensation cordis2.5.3.5 Diagnosa Diagnosa cacing tambang di tegakkan dengan menemukan telur didalam feces segar. Dan feces yang lama mungkin ditemukan larva. Untuk membedakan dapat di lakukan pemeriksaan feces dengan menemukan larva. (Brown. 1978)

2.5.3.6 Pengobatan Bila pada anemia pada infeksi cacing tambang, pengobatan alternative di berikan setelah keadaan memungkinkan yang ditandai dengan hemoglobin 7 gr/dl ditambahkan pemberian zat besi dan asam folat. Obat antihelmintes yang efektif digunakan untuk obat cacing tambang adalah tetracloroetilen, depenium, vidroksinaftoat, pirantel pamoat, mebendazol, thiobendazol. Di daerah endemik, infeksi multiple sering terjadi terutama ascaris lumbricoides dengan trichuris trichura bahkan dapat terjadi infeksi keempat spesies sekaligus. Infeksi multiple ini efektif diobat dengan mebendazol dan virantelpamoat. Sebab obat ini berspektrum luas. (Hendriman. 1987)BAB IIIMETODELOGI PENELITIAN

2.1 Jenis Pemeriksaan Penelitian yang dilakukan bersifat analitis, yaitu membandingkan hasil pemeriksaan tinja secara langsung dengan metode flotasi NaCl jenuh.

2.2 Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian di rencanakan akan dilakukan pada bulan Mai-Juli tahun 2012 di laboratorium patologi klinik Stikes Perintis Padang.2.3 Sampel Sebagai sampel dalam penelitian ini adalah masyarakat sekitar kampus Stikes Perintis Padang yang terinfeksi cacing Soil Transmitted Helminth sebanyak 30 orang.2.4 Alat Dan Bahan 2.4.1 alat Mikroskop, Objek glass, Cover glass, Tabung reaksi, Beaker glass 250 ml, Lidi steril, Batang pengaduk dan Neraca analitik, sendok zat, dan kertas perkamen.2.4.2 Bahan Aquades, NaCl jenuh, Eosin 2%, Nacl dan Feces.

2.5 Prosedur Kerja 2.5.1 Prinsip Flotasi Mengapungkan telur-telur cacing pada permukaan cairan dari benda-benda berdasarkan berat jenis dengan larutan NaCl jenuh2.5.2 Pembuatan NaCl jenuh Timbang NaCl sebanyak 500 gr, kemudian dilarutkan dalam 500 ml aquadest. Kemudian homogenkan sampai NaCl tidak dapat larut lagi atau telah sampai batas jenuh.

2.5.3 Pembuatan Eosin 2 %Timbang eosin sebanyak 2 gr, kemudian dilarutkan dalam 100 ml aquades, sampai tanda batas.

2.5.4 Pengambilan Tinja 1. Disiapkan beberapa botol film dalam keadaan bersih dan tertutup2. Diberikan kepada beberapa orang masyarakat disekitar Stikes Perintis Padang.3. Diberikan petunjuk dan cara pengambilan sampel serta hal- hal yang harus di perhatikan seperti dinding tabung bagian luar harus terjaga kebersihannya.4. 4.5.6 Cara Kerja Secara Langsung dengan Caver Glass1. Di letakkan setetes eosin diatas kaca objek 2. Di ambil sedikit tinja dengan lidi di atas kaca objek sampai homogen, bila terdapat bahan yang kasar harus dikeluarkan 3. Dengan cover glass Suspense sediaan tersebut, ditutup dengan cover glass, usahakan agar cairan merta dan tidak ada gelumbung udara Sediaan diperiksa dengan mikroskop dengan perbesaran 10x10. Di lihat berapa jumlah telur cacing yang di temukan.

4.5.7 Cara Kerja Flotasi 1. Di isi tabung reaksi dengan Larutan Brine sampai jenuh2. Ke dalam becker glass masukkan tinja sebanyak 1 gr3. Hancurkan tinja dengan lidi pengaduk sambil menambah Larutan Brine sedikit demi sedikit sehingga homogen, tuangkan seluruh Larutan Brine ke dalam becker glass dan campur dengan baik5. Tuangkan kembali isi becker glass ke dalam tabung reaksi sampai penuh. Bagian-bagian kasar yang terapung pada permukaan larutan di angkat dengan lidi6. Letakkan cover glass di atas tabung sehingga menyentuh permukaan larutan bila demikian larutan harus penuh7. Diamkan 45 menit8. Setelah itu cover glass di ambil dan di letakkan di atas kaca objek9. Periksa di bawah mikroskop lensa objektif 10 x 10. 10.Di hitung berapa jumlah telur cacing yang di temukan.

1. 22