Prosedur Dan Penjelasan

59
LAPORAN KETERAMPILAN KLINIS PEMERIKSAAN ABDOMEN-RECTUM & PEMASANGAN NGT MODUL FOUNDATION OF CLINICAL PRACTICE Disusun Oleh : Kelompok Diskusi 3 Eben Heizer I11109055 Bakri Bayquni Nasution I11110010 Fariza Andriyawan I11110036 Ridha Utami I11111003 Mitha Ismaulidia I11111015 Venny Hillery Wahyuni I11111021 Wendy Wongso I11111025 Marta Sonya I11111030 Mario Hedianto Tedjo I11111033 Dinna Hanifah I11111051 Jenny Ismyati I11111066 Dwi Kurniawan I11111076 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER 1

description

prosedur

Transcript of Prosedur Dan Penjelasan

Page 1: Prosedur Dan Penjelasan

LAPORAN KETERAMPILAN KLINIS

PEMERIKSAAN ABDOMEN-RECTUM & PEMASANGAN NGT

MODUL FOUNDATION OF CLINICAL PRACTICE

Disusun Oleh :

Kelompok Diskusi 3

Eben Heizer I11109055

Bakri Bayquni Nasution I11110010

Fariza Andriyawan I11110036

Ridha Utami I11111003

Mitha Ismaulidia I11111015

Venny Hillery Wahyuni I11111021

Wendy Wongso I11111025

Marta Sonya I11111030

Mario Hedianto Tedjo I11111033

Dinna Hanifah I11111051

Jenny Ismyati I11111066

Dwi Kurniawan I11111076

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

PONTIANAK

2014

1

Page 2: Prosedur Dan Penjelasan

DAFTAR ISI

PEMERIKSAAN ABDOMEN........................................................................... 1PEMERIKSAAN RECTAL TOUCHE.............................................................. 17PEMASANGAN NASOGASTRIC TUBE........................................................ 28DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 36

2

Page 3: Prosedur Dan Penjelasan

PEMERIKSAAN ABDOMEN

1. Pendahuluan

a. Indikasi

Indikasi pemeriksaan abdomen adalah pasien dengan keluhan pada sekitar

abdomen atau sistem gastrointestinal seperti adanya nyeri abdomen, disfagia,

konstipasi, diare, feses bercampur darah, inkontinensia uria, benjolan setempat pada

abdomen, dan lain-lain. 1

b. Kontraindikasi

Sampai saat ini tidak ditemukan kontraindikasi pada pemeriksaan abdomen.

2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang diperlukan yaitu1:

Penerangan yang baik

Bantal

Ranjang periksa

3. Cara Kerja

A. Persiapan pasien1

Pasien harus sudah mengosongkan kandung kemihnya

Buat pasien merasa nyaman dalam posisi berbaring telentang dengan sebuah

bantal di bawah kepalanya dan mungkin sebuah lagi di bawah lututnya.

Pasien harus dalam keadaan rileks. Periksa apakah pasien berada dalam keadaan

rileks dan berbaring rata pada ranjang periksa dengan menyisipkan tangan ke

bawah punggungnya.

Minta pasien untuk meletakkan kedua lengannya pada sisi tubuh atau

menyilangkannya di depan dada.

Sebelum mulai palpasi, minta pasien untuk menunjuk setiap daerah nyeri dan

memeriksa daerah tersebut paling akhir.

3

Page 4: Prosedur Dan Penjelasan

B. Prinsip Pemeriksaan

Prinsip pemeriksaan abdomen yaitu inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi.

a. Inspeksi

Mulailah menginspeksi dinding abdomen dari posisi anda berdiri di sebelah

kanan penderita. Apabila anda akan memeriksa gerakan peristaltik, sebaiknya

dilakukan dengan duduk, atau agak membungkuk, sehingga anda dapat melihat

dinding abdomen secara tangensial.2,3 Perhatikanlah:

1) Bentuk dan keadaan secara umum.

2) Perhatikan gerakan kulit sehubungan dengan pernapasan.

3) Perhatikan kulit: apakah ada sikatriks, striae atau vena yang melebar. Secara

normal, mungkin melihat vena-vena kecil. Striae yang berwarna ungu terdapat

pada sindroma Cushing dan vena yang melebar dapat terlihat pada sirosis hepatis

atau bendungan vena cava inferior. Perhatikan pula apakah ada rash atau lesi-lesi

kulit lainnya.

4) Umbilikus: perhatikan bentuk dan lokasinya, dan apakah ada tanda-tanda

inflamasi atau hernia.

5) Perhatikan bentuk permukaan (contour) abdomen termasuk daerah inguinal dan

femoral: datar, bulat, protuberant, atau scaphoid. Bentuk yang cembung mungkin

disebabkan oleh asites, penonjolan suprapubik karena kehamilan atau kandung

kencing yang penuh. Tonjolan asimetri mungkin terjadi karena pembesaran organ

setempat atau massa.

6) Simetrisitas dinding abdomen.

7) Pembesaran organ: mintalah penderita untuk bernafas, perhatikan apakah nampak

adanya hepar atau lien yang menonjol di bawah arcus costa.

8) Massa atau tumor.

9) Peristaltik Apakah anda mencurigai adanya obstruksi usus, amatilah peristaltik

selama beberapa menit. Pada orang yang kurus, kadang-kadang peristaltik normal

dapat terlihat.

10) Pulsasi. Pulsasi aorta yang normal kadang-kadang dapat terlihat di daerah

epigastrium.1,2,3

4

Page 5: Prosedur Dan Penjelasan

Gambar 1. Inspeksi pada pemeriksaan abdomen1

b. Auskultasi

Pemeriksaan auskultasi abdomen berguna untuk memperkirakan gerakan usus,

dan kemungkinan adanya gangguan vaskuler. Anda harus banyak berlatih hingga

betul-betul mengenali keadaan normal dan variasi normal. Auskultasi abdomen

dilakukan sebelum perkusi dan palpasi, karena kedua pemeriksaan tersebut dapat

mempengaruhi frekuensi suara usus. Letakkan diafragma dari stetoskop dengan

lembut pada abdomen. Lakukan auskultasi secara sistematis. Perhatikan, apakah

terdengar bising pembuluh darah? Kenalilah suara usus normal dengan segala

variasinya.4

Masa auskultasi 2 sampai 3 menit. Dengarkanlah suara usus, dan perhatikan

frekuensi dan karakternya, suara yang normal terdiri dari click dan gurgles, dengan

frekuensi kira-kira 5 sampai 35 kali per menit. Kadang-kadang anda dapat mendengar

borborigmi, yaitu gurgles yang panjang. Karena suara usus akan disebarkan ke

seluruh abdomen, maka mendengarkannya pada suatu tempat saja, misalnya kuadran

kanan bawah, biasanya sudah memadai tetapi sebaiknya dilakukan pada seluruh

kuadran. Suara usus ini dapat berubah pada diare, sumbatan usus, ileum paralitikus

dan peritonitis.4,5

Untuk mendengarkan suara dengan nada yang lebih tinggi pergunakan bagian bel

dari stetoskop, misalnya untuk mendengar bunyi metallic sound yang timbul akibat

hiperperistaltik usus karena adanya obstruksi usus akut. Auskultasi juga berguna

untuk menentukan adanya bising. Tiap kuadran harus diperiksa untuk mengetahui

5

Page 6: Prosedur Dan Penjelasan

adanya bising ini. Pada penderita dengan hipertensi, periksalah daerah epigastrium

dan daerah kuadran kanan dan kiri atas, apakah ada bising. Bising pada sistole dan

diastole pada penderita hipertensi menunjukkan adanya stenoso arteria renalis.

Sedangkan bising sistole saja pada epigastrium dapat terdapat pada orang normal.

Apabila dicurigai adanya insufisiensi arteri pada tungkai, periksalah adanya bising

sistolik dan diastolik pada arteria illaca dan femoralis.1,2,3,4

Gambar 2. Daerah auskultasi pada pemeriksaan abdomen1

c. Perkusi

Perkusi berguna untuk orientasi abdomen, untuk memperkirakan ukuran hepar,

dan kadang-kadang lien, menemukan asites, mengetahui apakah suatu masa padat atau

kistik, dan untuk mengetahui adanya udara pada lambung dan usus.1,2

1) Orientasi Umum

Lakukanlah perkusi pada keempat kuadran untuk memperkirakan distribusi suara

timpani dan redup. Biasanya suara timpanilah yang dominan karena adanya gas pada

saluran gastrointestinal, tetapi cairan dan faeces menghasilkan suara redup. Pada sisi

abdomen perhatikanlah daerah dimana suara timpani berubah menjadi redup.

Periksalah daerah suprapubik untuk mengetahui adanya kandung kencing yang

teregang atau uterus yang membesar.2,4

Perkusilah dada bagian bawah antara paru dan arkus costa, anda akan mendengar

suara redup hepar di sebelah kanan, dan suara timpani di sebelah kiri karena

6

Page 7: Prosedur Dan Penjelasan

gelembung udara pada lambung dan flesura splenikus colon. Suara redup pada kedua

sisi abdomen mungkin menunjukkan adanya asites.2,4

2) Perkusi Hepar

Perkusi pada hepar dilakukan untuk menentukan batas-batas hepar. Lakukanlah

perkusi pada garis midklavikula kanan, mulai dari bawah umbilikus (di daerah

timpani) ke atas, sampai terdengar suara redup yang merupakan batas bawah hepar.

Kemudian, lakukanlah perkusi dari daerah paru ke bawah untuk menentukan batas

atas hepar, bunyi resonan dada menjadi redup ketika mencapai hepar. Sekarang

ukurlah berapa sentimeter tinggi daerah redup hepar tersebut.3

Batas atas dan bawah hati kurang lebih 10 cm. Ukuran ini pada orang yang tinggi,

lebih besar daripada orang yang pendek, dan biasanva pria lebih besar dari wanita.

Pada penderita penyakit obstruksi paru kronik (COPD) batas bawah hepar dapat lebih

ke bawah, tetapi jarak/daerah redup hepar tidak berubah. Apabila hepar tampaknya

membesar, perkusilah daerah lain untuk mengetahui garis batas bawah hepar.

Gambar 3. Perkusi hepar untuk menentukan batas hepar1

3) Perkusi Lien

Lien yang normal terletak pada lengkung diafragma, disebelah posterior garis

midaxiler. Suatu daerah, kecil suara redup dapat ditemukan diantara suara sonora paru

dan suara timpani, tetapi mencari suara redup lien ini tidak banyak gunanya. Perkusi

lien hanya berguna kalau dicurigai atau didapatkan splenomegali. Apabila membesar,

lien akan membesar ke arah depan, ke bawah dan ke medial, mengganti suara timpani

dari lambung dan kolon, menjadi suara redup.1,4

7

Page 8: Prosedur Dan Penjelasan

Gambar 4. Perkusi lien tanpa splenomegali1

Apabila anda mencurigai splenomegali, cobalah pemeriksaan-pemeriksaan

berikut:1,2,3

- Perkusilah daerah spatium intercosta terbawah di garis axilaris anerior kiri. Daerah

ini biasanya timpani. Kemudian mintalah penderita untuk menarik nafas panjang,

dan lakukan perkusi lagi. Apabila lien tidak membesar, suara perkusi tetap timpani.

Apabila suara menjadi redup pada inspirasi, berarti ada pembesarun lien.

Walaupun demikian, kadang-kadang terdapat juga suara redup pada lien normal

(falsely positive splenic percussion sign).

- Perkusilah daerah redup lien dari berbagai arah Apabila ditemukan daerah redup

yang luas, berarti terdapat pembesaran lien. Pemeriksaan perkusi untuk mengetahui

adanya pembesaran lien, dapat terganggu oleh isi lambung dan kolon tetapi

pemeriksann ini dapat menunjukkan adanya pembesaran lien sebelumlien teraba

pada palpasi.

(a) (b)

Gambar 6. (a) Negative splenic percussion sign; (b) Postive splenic percussion sign1

8

Page 9: Prosedur Dan Penjelasan

4) Pemeriksaan Asites

Perkusi dapat dilakukan untuk mengetahui adanya asites pada penderita yang

dicurigai. Perkusi dilakukan secara khusus untuk mengetahui adanya suara redup yang

berpindah (shifting dullness). Sementara pasien berbaring telentang, pemeriksa

menentukan batas timpani dan redup. Batas timpani ada di atas batas redup. Ini

disebabkan oleh gas di dalam usus yang terapung di atas puncak asites. Pasien

kemudian diminta untuk berbaring pada sisi tubuhnya, dan pemeriksa kemudian

menetukan kembali batas-batas bunyi perkusi. Jika ada asites, redup akan berpindah

ke posisi yang lebih rendah; daerah di sekitar umbilikus yang mula-mula timpani

sekarangakan menjadi redup.1,2,3

Gambar 7. Teknik pemeriksaan asites (shifting dullness)

Teknik lain yang dapat digunakan untuk memeriksa asites adalah mendeteksi

adanya gelombang cairan (fluid wave). Tangan pasien diletakkan di bagian tengah

abdomen. Penekanan dinding abdomen akan menghentikan transmisi impuls oleh

jaringan adiposa subkutan. Pemeriksa kemudian mengetuk salah satu sisi pinggang

sementara tangan yang satu mempalpasi sisi pinggang lainnya. Bila terasa adanya

gelombang cairan mengarah kepada adanya asites. Teknik ini merupakan tes

diagnostik fisik yang paling spesifik untuk asites.1,2

Gambar 8. Teknik pemeriksaan asites dengan fluid wave

9

Page 10: Prosedur Dan Penjelasan

d. Palpasi

Palpasi seharusnya dimulai sejauh mungkin dari pusat nyeri. Tempatkan tangan

dengan lembut di atas musculus rectus dan tekan sedikit serta minta pasien menarik

napas dalam. 5 Palpasi pada abdomen biasanya dibagi menjadi:

1) Palpasi ringan

Palpasi ringan (superficial) berguna untuk mengetahui adanya ketegangan otot,

nyeri tekan abdomen, dan beberapa organ dan massa superfisial. Dengan posisi tangan

dan lengan bawah horisontal, dengan menggunakan telapak ujung jari-jari secara

bersama-sama, lakukanlah gerakan menekan yang lembut, dan ringan. Jangan lupa

menghangatkan tangan. Hindarkan suatu gerakan yang mengentak. Lakukan palpasi

superfisial secara menyeluruh dengan sistematis diseluruh permukaan abdomen.1,2

Tentukan tonus otot dan adanya pembengkakan atau tonjolan permukaan

abdomen. Periksalah apakah terdapat nyeri tekan dan nyeri lepas tekan. Carilah

adanya masa satu organ, daerah nyeri tekan atau daerah yang tegangan ototnya lebih

tinggi (spasme). Apabila terdapat tegangan, carilah apakah ini disadari atau tidak,

dengan mencoba cara merelakskan penderita, dan melakukan palpasi pada waktu

ekspirasi. Pada pasien yang mudah geli, mungkin berguna jika tangannya diletakkan

di atas tangan pemeriksa.1

Gambar 9. Palpasi ringan

2) Palpasi dalam

Palpasi dalam biasanya diperlukan untuk menentukan ukuran organ dan

memeriksa masa di abdomen. Dengan menggunakan permukaan palmar dari ujung

jari, lakukan palpasi dalam untuk mengetahui adanya masa, tentukanlah lokasinya,

ukurannya, bentuknya, konsistensinya, mobilitasnya, apakah terasa nyeri pada

tekanan. Apabila palpasi dalam sulit dilakukan (misalnya pada obesitas atau otot yang

10

Page 11: Prosedur Dan Penjelasan

tegang), gunakan dua tangan, satu di atas yang lain. Selama palpasi dalam, pasien

harus disuruh untuk bernafas perlahan-lahan melalui mulutnya dan meletakkan kedua

lengannya pada sisi tubuhnya. Meminta pasien untuk membuka mulutnya selama

bernapas agaknya membantu relaksasi otot secara umum.1,4

Gambar 10. Palpasi dalam

Untuk merelaksasikan otot perut dapat juga dilakukan dengan menyuruh pasien

memfleksikan kedua lututnya. Mengetahui adanya iritasi peritoneal. Nyeri abdomen

dan nyeri tekan abdomen, lebih-lebih bila disertai spasme otot, menunjukkan adanya

inflamasi dari peritoneum periatale. Temukanlah daerah ini setepatnya.Sebelum

melakukan palpasi, mintalah penderita untuk batuk, dan temukanlah letak rasa

sakitnya. Kemudian, lakukan palpasi secara lembut dengan satu jari untuk

menentukan daerah nyeri. Atau, lakukanlah pemeriksaan untuk mengetahui adanya

nyeri lepas. Tekan jari andapelan-pelan dengan kuat, kemudian tiba-tiba lepaskan

tekanan anda. Apabila pada pelepasan tekanan juga timbul rasa sakit (tidak hanya

pada penekanan), dikatakan bahwa nyeri lepas tekan positif. Oleh karena nyeri

generalisata akan timbul pada pasien dengan peritonitis, maka pemeriksaan ini

sebaiknya dilakukan pada akhir pemeriksaan abdomen.1,5

3) Palpasi hepar

Palpasi pada hepar dilakukan dengan meletakkan tangan kiri di belakang

penderita, menyangga costa ke-11 dan ke-12 dengan posisi sejajar pada costa.

Mintalah penderita untuk relaks. Dengan mendorong hepar ke depan, hepar akan lebih

mudah teraba dari depan. Tempatkan tangan kanan anda pada abdomen penderita

pada kuadran kanan atas, di sebelah lateral otot rektus dengan ujung jari ditempatkan

di bawah batas bawah daerah redup hepar. Dengan posisi jari tangan menunjuk ke

atas, obliq, tekanlah dengan lembut ke arah dalam dan ke atas.Mintalah penderita

11

Page 12: Prosedur Dan Penjelasan

untuk bernafas dalam-dalam bersamaan dengan tangan kanan menekan dalam dan

tangan kiri menarik ke atas. 1,2

Cobalah merasakan sentuhan hepar pada jari anda pada waktu hepar bergerak ke

bawah, dan menyentuh jari anda. Apabila anda merasakannya, kendorkanlah tekanan

jari anda, sehingga hepar dapat meluncur di bawah jari anda, dan anda dapat meraba

permukaan anterior hepar penderita. Apabila anda dapat merasakannya, batas hepar

normal adalah lunak, tegas dan tidak berbenjol-benjol. Besarnya tekanan pada dinding

abdomen pada pemeriksaan hepar tergantung pada tebal tipisnya otot rektum. Apabila

anda susah merabanya, pindahlah palpasi pada daerah yang lebih dekat ke arcus costa.

Pemeriksaan dapat juga dilakukan dengan teknik mengait.1,4

Gambar 11. Palpasi hepar

Pemeriksa berdiri didekat kepala di sebelah kanan penderita. Letakkanlah kedua

tangan kanan anda bersebelahan di bawah margo kosta kanan dan batas bawah redup

hepar. Mintalah penderita untuk menarik nafas dalam-dalam dengan nafas perut,

sehingga pada inspirasi dalam hepar akan berada pada posisi. Nyeri tekan hepar

diperiksa dengan meletakkan telapak tangan kiri di atas kuadran kanan atas dan

dengan lembut mengetuknya dengan permukaan ulnar kepalan tinju tangan kanan.

4) Palpasi lien

Palpasi lien lebih sulit ketimbang palpasi hepar dan biasanya tidak teraba pada

keadaan normal. Pasien berbaring telentang, dengan pemeriksa pada sisi kanan pasien.

Pemeriksa meletakkan tangan kirinya di atas dada pasien dan mengangkat iga kiri

pasien. Tangan kanan diletakkan mendatar di bawah margo kosta kiri dan menekan ke

dalam dan ke atas ke arah garis aksila anterior. Tangan kiri mendorong ke anterior

12

Page 13: Prosedur Dan Penjelasan

untuk memindahkan lien ke anterior. Pasien disuruh untuk menarik nafas dalam-

dalam ketika pemeriksa menekan ke dalam dengan tangan kanannya.1

Gambar 12. Palpasi Lien

Teknik pemeriksaan lain yang dapat dilakukan untuk mempalpasi lien dengan

cara membaringkan pasien pada sisi kanan tubuhnya. Posisi ini akan menyebabkan

lien tertarik ke arah anterior bawah oleh pengaruh gaya gravitasi. Pemeriksa

meletakkan tangan kirinya pada margo kosta kiri, sementara tangan kanan melakukan

palpasi pada kuadran kiri atas. Karena lien membesar secara diagonal di dalam

abdomen dari kuadran kiri atas ke arah umbilikus, sehingga palpasi selalu dilakukan

dari arah umbilikus yang secara berangsur-angsur bergerak ke arah kuadran kiri

atas.1,2,3

Gambar 13.Palpasi lien dengan posisi badan berbaring ke kanan

13

Page 14: Prosedur Dan Penjelasan

5) Palpasi ginjal

Palpasi ginjal kanan dilakukan dengan palpasi dalam di bawah margo kosta

kanan. Pemeriksa berdiri di sisi kanan pasien dan meletakkan tangan kirinya

dibelakang pinggul kanan pasien, di antara margo kosta dan krista iliaka. Tangan

kanan diletakkan tepat dibawah margo kosta dengan ujung jari mengarah ke kiri. Pada

saat melakukan palpasi pasien disuruh menarik nafas dalam.1

Gambar 14. Palpasi ginjal

Palpasi yang sangat dalam dapat meraba kutub bawah ginjal kanan ketika ia turun

selama inspirasi dalam. Kutub bawah tersebut akan teraba sebagai massa lembut

bulat. Palpasi ginjal kiri dilakukan dengan posisi pemeriksa di sebelah kiri dengan

prosedur yangsama pada palpasi ginjal kanan. Karena ginjal kiri terletak lebih

superior dari ginjal kanan, sehingga kutub bawah ginjal kiri normal jarang dapat

dipalpasi. Kedua ginjal normal sering tidak dapat dipalpasi pada orang dewasa.1,2

C. Tes Khusus dan Tanda

Dua tes penting dalam mengkonfirmasi diagnosis yang telah dibuat yaitu tes

iliopsoas dan tes obturator. Tes iliopsoas digunakan untuk mengkonfirmasi adanya

fokus peradangan dalam berhubungan dengan musculus psoas. Pasien ditempatkan

dengan sisi tak nyeri di bawah serta dengan satu tangan menstabilkan pelvis dan

tangan lain ditempatkan pada lutut; tungkai pada sisi yang nyeri digerakkan dalam

arah anteroposterior. Nyeri akan timbul jika musculus psoas kaku akibat refles atau

iritasi langsung. Tes ini tidak bermanfaat jika telah ada rigiditas abdomen.5

14

Page 15: Prosedur Dan Penjelasan

Gambar 15 Tes iliopspoas bisa mengkonfirmasi adanya proses peradangan dekat musculus

psoas

Dengan tes obturator, pasien ditempatkan dalam posisi terlentang dengan lutut

difleksikan dan articulatio coxae ditempatkan dalam rotasi interna dan kemudian

externa. (gambar 16). Jika tes ini positif, maka rotasi eksterna akan menyebabkan

nyeri hypogastrium. Tanda positif menyertai appendix vermiformis perforata, abses

lokalisata atau adanya hernia obturator.5

Gambar 16 Tahapan dalam melakukan tes obturator

Ada tiga tanda yang lazim menyertai pemeriksaan abdomen akut:5

1. Tanda Cullen merupakan pewarnaan periumbilicus, yang ada pada pasien

hemoperitoneum luas. Walaupun tanda ini dramatis bila ada, sering tidak terbukti

walaupun ada perdarahan intraperitoneum yang serius

2. Tanda Murphy bermanfaat dalam mendiagnosis radang akut vesica biliaris.

Pemeriksa menekan pada kuadran kanan atas dan pasien diminta menginhalasi

dalam. Inspirasi menyebabkan hati turun, yang menyebabkan radang pada vesica

biliaris terkena jari tangan pemeriksa. Akibatnya pasien mengalami nyeri dan

usaha inspirasi terhenti.

15

Page 16: Prosedur Dan Penjelasan

3. Tanda Rovsing ada bila nyeri kuadran kanan bawah disebabkan palpasi kuadran

kiri bawah. Biasanya terjadi pada apendisitis.

Gambar 17 Tanda Rovsing, suatu tes untuk iritasi peritoneum yang menyertai

apendisitis

4. Interpretasi hasil

Inspeksi:

1. Jaringan Parut ditemukan jika pasien pernah mengalami luka terbuka sebelumnya.

2. Striae berwarna perak merupakan keadaaan normal, sedangkan striae bewarna merah

muda-ungu akan terlihat pada sindrom Cushing.

3. Dilatasi vena kecil mungkin terjadi pada keadaan normal, selain itu vena berdilatasi

ditemukan ada sirosis hepatis atau obstruksi vena kava inferior.1

4. Pulsasi aorta normal sering terlihat di daerah epigastrium, akan tetapi juga

menunjukkan penyakit aneurisma.5

5. Benjolan setempat pada dinding abdomenberupa hernia ventralisseperti hernia

umbilikalis, hernia insisional dan hernia epigastrium dan tumor subkutan seperti

lipoma.

6. Pinggang yang membenjol ditemukan pada asites; benjol suprapubik dijumpai pada

kandung kemih yang mengalami distensi atau uterus yang hamil; pemeriksaan daerah

inguinalis dan femoralis untuk menemukan hernia.

7. Ketidaksimetrisan abdomen disebabkan oleh organ yang membesar atau massa.

8. Abdomen yang buncit ditemukan pada orang-orang obesitas disebabkan oleh lemak.

Sedangkan jikadisebabkan oleh gas dapat dikarenakan jenis makanan atau obstruksi

intestinal atau ileus paralitik. Dapatditemukan pula pada kehamilan.

9. Massa di daerah abdomen bawah menunjukkan tumor ovarium atau uterus.

10. Peristaltis dapat terlihat secara normal pada orang yang sangat kurus. Peningkatan

gelombang peristaltik pada obstruksi intestinal.1

16

Page 17: Prosedur Dan Penjelasan

Auskultasi1

1. Bunyi normal ususterdiridaridentigan (click) dangemiricik (gurgles) yang

terdengardenganfrekuensi 5-34 kali per menit.

2. Borborigini merupakan bunyi gemericik (gurgles) yang panjangdan lama karena

hiperperistalsis (bunyi ini sering kita namakan sebagai "bunyi perut yang kosong").

Karena bising usus menjalar secara meluas keseluruh abdomen, biasanya auskultasi

dengan mendengarkan bunyi tersebut pada satu titik saja seperti pada kuadran kanan

bawah, sudah cukup.

3. Bunyi usus dapat berkurang atau tidak terdegar pada ileus paralitikdan peritonitis.

4. Bruits merupakan bunyi vaskular yang menyerupai bising jantung di daerah aorta atau

Pembuluh arteri lainnya pada abdomen, dengan adanya bunyi ini menunjukkan

adanya penyumbatan dalam pembuluh darah. Hepatic bruit menunjukkan karsinoma

hati atau hepatis alkoholik.

5. Venous Hum adalah dengung vena yang jarang terdengar, dimana menunjukkan

peningkatan sirkulasi kolateral antara sistem vena portal dan vena sistemik seperti

pada sirosis hepatis.

6. Friction Rubs adalah bunyi gesekan yang menunjukkan inflamasi pada permukaan

peritonial suatu organ intraabdominal seperti pada tumor hati.

Perkusi1

Nilai distribusi timpani dan redup:

1. Jika abdomen buncit dan mengeluarkan bunyi timpani pada seluruh kuadran

menunjukkan obstruksi intestinal.

2. Daerah bunyi redup yang luas mungkin menunjukkan adanya massa atau pembesaran

organ.

3. Daerah dada anterior-bawah kanan akan ditemukan pekak hati (liver dullness).

4. Bunyi redup pada perkusi kedua pinggang merupakan kemungkinan asites.

Palpasi1

1. Dapat ditemukan organ/massa yang letaknya superfisial.

2. Rigiditas involunter (defens muskuler) menunjukkan inflamasi peritoneum.

3. Nyeri lepas (rebound tenderness) menunjukkan inflamasi peritoneum.

17

Page 18: Prosedur Dan Penjelasan

5. Rangkuman

No. JENIS KEGIATAN Nilai

1. Memperkenalkan diri dan memastikan identitas pasien

2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan kepada pasien

3. Mempersilakan pasien berbaring

4. Meminta pasien untuk membuka baju seperlunya agar daerah pemeriksaan

terbuka

5. Meminta pasien memfleksikan lutut dan berusaha membuat pasien relaks

6. Selama melakukan pemeriksaan, wajah pasien diperhatikan adanya tanda

kesakitan dan meminta pasien memberikan respon terhada ppemeriksaan

7. Pemeriksa berdiri disebelah kanan pasien

8. Inspeksi

- Melihat kulit abdomen dan diperhatikan adanya jaringan parut, striae, dilatasi

vena, rash, tanda inflamasi,

9. - Melihat kontur abdomen (flat, rounded, protuberant, scaphoid) dan adakah

gambaran peristaltic atau pulsasi

10. Auskultasi:

- Melakukan auskultasi sebelum perkusi dan palpasi

11. - Melakukan auskultasi pada 4 kuadran

12. - Mendengarkan suara usus dan mencatat frekuensi dan karakternya

13. Perkusi:

- Melakukan perkusi pada keempat kuadran

14. - Melakukan perkusi untuk menentukan batas atas hepar pada garis midklavikula

15. - Melakukan perkusi untuk menentukan batas bawah hepar pada garis

midklavikula

16. - Mengukur daerah redup hepar pada garis midklavikula

17. Palpasi:

- Melakukan palpasi ringan/superficial secara menyeluruh

18. - Melakukan palpasi dalam dan memperhatikan

19. - Identifikasi adanya massa dan catat lokasi, ukuran, bentuk, konsistensi, nyeri

tekan, pulsasi, dan mobilitas

20. Melaporkan hasil pemeriksaan

21. Mempersilahkan pasien memakai pakaiannya dan berterimakasih

18

Page 19: Prosedur Dan Penjelasan

Pemeriksaan Rectal touché

1. Pendahuluan

Pemeriksaan colok dubur dapat menjangkau struktur yang penting dan memudahkan

klinisi untuk mengidentifikasi beberapa penyakit di rectum, anus, prostat, vesika seminalis,

kandung kemih, dan perineum. Pada wanita pemeriksaan ini dapat dilakukan bersamaan

dengan pemeriksaan pelvic.6

a) Indikasi

Indikasi dari pemeriksaan colok dubur sebagai bagian dari pemeriksaan fisik lengkap dan

sering berhubungan dengan pemeriksaan urologi ginekologi gastrointestinal dan

neurologi. Penyakit yang dapat diidentifikasi melalui colok dubur termasuk:6

1. Hemoroid

2. Prostatitis

3. Kanker prostat

4. BPH

5. Kanker anal dan rectal

6. Kondiloma anal

7. Konstipasi

8. Inkontinensia fecal

9. Inflammatory Bowel Disease, termasuk colitis ulseratif dan crohn disease

10. Defisit neurologi

b) Kontraindikasi

Satu-satunya alasan colok dubur tidak dilakukan adalah pasien tanpa anus atau

pemeriksa tidak memiliki jari-jari tangan.6

2. Alat Bahan

Alat dan bahan yang diperlukan yaitu:1

1. Sarung tangan

2. Kasa bersih

3. Pelumas

3. Cara Kerja

Persiapan pasien:

Anus dan rektum dapat diperiksa saat pasien dalam salah satu dari beberapa posisi

19

Page 20: Prosedur Dan Penjelasan

1. Posisi pasien berbaring, miring

2. Posisi pasien litotomi

3. Posisi pasien berdiri dengan kedua sendi pangkal difleksikan dan tubuh bagian atasnya

ditempatkan pada meja periksa

Tahapan pemeriksaan rectal touché yaitu:

1. Minta pasien untuk berbaring miring pada sisi kiri tubuhnya dengan gluteusnya berada

dekat dengan pinggir meja periksa di dekat Anda.1

2. Fleksikan sendi pangkal paha dan lutut pasien, khususnya pada tungkai yang berada di

sebelah atas, tindakan ini akan menstabilkan posisi tubuhnya dan memperjelas

pandangan pada daerah yang diperiksa.1

3. Tutupi tubuh pasien dengan kain penutup dan atur lampu penerangan untuk

menghasilkan pandangan yang paling jelas.1

4. Kenakan sarung tangan karet, kemudian pisahkan kedua gluteus pasien, kemudian

lakukan:1

a. Lakukan inspeksi daerah sakrokoksigeal dan perianal

Tindakan ini untuk menemukan benjolan, ulkus, inflamasi, ruam atau

eksoriasi. Kulit perianal pada orang dewasa normalnya lebih berpigmen dan sedikit

lebih kasar daripada kulit yang menutupi gluteus. Lakukan palpasi pada setiap

daerah yang abnormal dengan memperhatikan ada atau tidaknya benjolan dan nyeri

tekan.1

b. Lakukan pemeriksaan anus dan rektum.

Lumasi jari telunjuk yang telah bersarung tangan, kemudian jelaskan kepada

pasien apa yang akan Anda lakukan dan beri tahukan bahwa pemeriksaan ini akan

membuatnya merasa seperti ingin buang air besar, tetapi sebenarnya defekasi tidak

akan terjadi.1

20

Page 21: Prosedur Dan Penjelasan

Minta pasien untuk mengejan, letakkan permukaan ventral jari telunjuk yang

telah dikenakan sarung tangan dan berpelumas di daerah sekitar anus.1

a) Periksa kekuatan tonus sfinter ani.

Ketika otot sfingternya melemas, masukkan ujung jari dengan hati-

hati ke dalam kanalis ani dengan arah yang menuju umbilikus, rasakan

tonus sfingter ani, nilai kekuatannya. Normalnya, otot-otot pada sfingter

ani akan mengatup dengan erat di sekeliling jari tangan Anda.1

b) Masukkan ujung jari lebih dalam.

Lakukan rotasi jari tersebut searah jarum jam untuk mempalpasi

permukaan rektum seluas mungkin pada sisi kanan pasien; kemudian

rotasikan jari tangan berlawanan arah jarum jam untuk mempalpasi

permukaan rektum di sebelah posterior dari pada sisi kiri tubuh pasien.

Dinilai keadaan mukosa apakah teraba massa. Bila teraba massa deskripsi

sebagai palpasi benjolan.1

c) Pada pasien pria, periksa juga permukaan posterior kelenjar prostat.

21

Page 22: Prosedur Dan Penjelasan

Beritahukan kepada pasien bahwa Anda akan meraba kelenjar

prostatnya. Usapkan jari tangan Anda dengan hati-hati pada kelenjar

prostat, kenali kedua lobus lateralisnya dan sulkus medialis yang berada

diantaranya. Perhatikan ukuran, bentuk serta konsistensi prostat, dan

kenali setiap nodulus atau nyeri tekan. Prostat normal akan teraba seperti

karet dan tidak ada nyeri tekan.1

d) Dengan perlahan, tarik keluar jari tangan Anda, perhatikan warna setiap

material feses pada sarung tangan Anda, lihat apakah terdapat darah, lendir

dan pus.1

e) Usap anus pasien dengan tissue. Minta pasien menggunakan celana

kembali.1

f) Lepas sarung tangan dan rendam pada cairan desinfektan.1

4. Interpretasi Hasil

1. Kista dan sinus pilonidalis

Kista pilonidalis cukup sering dijumpai dan kemungkinan merupakan

kelainan kongenital yang terletak pada garis tengah di sebelah superfisial os koksigeus

atau bagian bawah sakrum. Secara klinis, kelainan ini dikenali berdasarkan lubang

pada saluran sinus. Lubang ini dapat memperlihatkan segumpal kecil rambut dan

dikelilingi oleh lingkaran (halo) eritema. Meskipun kista pilonidalis umumnya

asimtomatik kecuali mungkin pengeluaran sedikit sekret, pembentukan abses dan

saluran sinus sekunder dapat memperumit gambarnya.1

22

Page 23: Prosedur Dan Penjelasan

2. Fistula Anorektal

Fisura anorektal merupakan saluran atau traktus yang mengalami inflamasi

dan salah satu ujungnya bermuara ke dalam anus atau rektum sementara ujung lainnya

bermuara pada permukaan kulit (seperti terlihat di sini) atau ke dalam viskus lain.

Biasanya sebelum terjadi fistula terdapat abses yang mendahuluinya. Cari lubang

fistula di setiap tempat pada kulit di sekeliling anus. 1

3. Fisura Ani

Fisura ani merupakan ulserasi berbentuk oval yang sangat nyeri pada kanalis

ani dan paling sering ditemukan pada garis tengah di sebelah posterior. Lokasi fisura

ani yang lebih jarang ditemukan adalah pada garis tengah di sebelah anterior. Sumbu

memanjangnya terletak secara longitudinal. Inspeksi dapat memperlihatkan tonjolan

kulit “tambahan” yang membengkak tepat di bawahnya, dan pemisahan tepi anus

dengan perlahan-lahan dapat memperlihatkan tepi bawah fisura tersebut. Sfingter ani

teraba spastik; pemeriksaan anus akan menimbulkan nyeri. Pada keadaan ini mungkin

diperlukan anastesia lokal. 1

23

Page 24: Prosedur Dan Penjelasan

4. Hemoroid Eksterna (Trombosis)

Hemoroid eksterna merupakan dilatasi vena hemoroidalis yang muncul di

bawah linea pektinata dan ditutupi oleh kuliat. Keadaan ini jarang menimbulkan

gejala kecuali jika terjadi trombosis. Hemoroid eksterna menyebabkan nyeri lokal

akut yang akan bertambah berat pada saat defekasi dan duduk. Tampak massa

berbentuk ovoid yang berwarna kebiruan, bengkak, dan nyeri ketika disentuh pada

tepi anus. 1

5. Hemoroid Interna (Prolapsus)

Hemoroid interna merupakan pelebaran bantalan vaskular normal yang berada

di atas linea pektinata. Di sini biasanya massa hemoroid tidak dapat diraba. Kadang-

kadang, khususnya pada saat defekasi, hemoroid interna dapat menyebabkan

perdarahan yang berwarna merah segar. Hemoroid interna dapat pula mengalami

prolaps melalui kanalis ani dan tampat sebagai massa yang menonjol, berwarna merah

serta lembap, dan secara tipikal terletak pada satu atau lebih posisi yang diilustrasikan. 1

24

Page 25: Prosedur Dan Penjelasan

6. Prolapsus Rekti

Pada saat mengejan untuk defekasi, mukos rektal dengan atau tanpa dinding

muskularnya dapat mengalami prolaps lewat anus sehingga terlihat sebagai daging

berwarna merah dengan bentuk seperti donat atau roset. Prolaps yang hanya meliputi

mukosa rektal relatif berukuran kecil dan memperlihatkan lipatan yang memancar

seperti yang diilustrasikan. Jika seluruh dinding usus mengalami prolaps, ukurannya

akan lebih besar dan jaringan prolaps ditutupi oleh lipatan sirkular yang konsentris. 1

7. Polip Rekti

Polip pada rektum cukup sering ditemukan. Polip dengan ukuran dan jumlah

yang bisa bervariasi ini dapat memiliki tangkat (pedunkulasi) atau terletak pada

permukaan mukosa (sesile). Polip teraba lunak dan bisa sulit atau tidak mungkin

diraba kendati terjangkau oleh jari tangan pemeriksa. Biasanya untuk penegakan

diagnosis diperluka proktoskopi, seperti halnya biopsi untuk membedakan antara lesi

yang benigna dan maligna. 1

8. Kanker Rektum

25

Page 26: Prosedur Dan Penjelasan

Karsinoma rekti (kanker rektum) yang asimtomatik menyebabkan pemeriksaan

rektal rutin sangat penting bagi orang dewasa. Di sini, yang diilustrasikan adalah

sebuah kanker yang mengalami ulserasi dengan tepi yang kenyal, noduler, dan

tergulung. Sebagaimana disebutkan di atas, polip dapat pula merupakan kelainan

malignan. 1

9. Rectal shelf

Metastase peritoneal yang menyebar luas dari sumber manapun dapat terjadi di

daerah pelipatan balik peritoneum di sebelah anterior rektum. Rectal shelf yang

noduler dengan konsistensi kenyal hingga keras dapat diraba oleh ujung jari tangan

pemeriksa. Pada wanita, shelf (tekukan) jaringan metastatik terjadi dalam kavum

rektouterina di belakang serviks dan uterus. 1

10. Kelenjar Prostat yang Normal

Sebagaimana teraba melalui palpasi dinding anterior rektum, prostat yang

normal memiliki sktruktur yang bulat dan berbentuk seperti jantung dengan panjang

sekitar 2,5 cm. sulkus medialis dapat diraba di antara kedua lobus lateralis. Bagian

prostat yang dapat diraba hanya permukaan posterior prostat. Lesi di sebelah anterior,

termasuk lesi yang menimbulkan obstruksi uretra, tidak dapat terdeteksi melalui

pemeriksaan fisik. 1

26

Page 27: Prosedur Dan Penjelasan

11. Hiperplasia Prostat Benigna (BPH; Benign Prostate Hyperplasia)

Prevalensi hiperplasia prostat benigna menjadi semakin meningkat mulai usia

50 tahun. Biasanya kelenjar prostat yang terkena, teraba membesar secara simetris,

licin, dan kenyal, tetapi sedikit elastis. Kelenjar tersebut tampak lebih menonjol ke

dalam lumen rektum. Sulkus medialisnya dapat menutup. Kendati demikian, hasil

palpasi yang menunjukkan ukuran prostat yang normal tidak menyingkirkan

kemungkinan diagnosis BPH. Hiperplasia prostat dapat mengakibatkan obstruksi

aliran urin sehingga timbul gejala, padahal kelenjar prostatnya tidak dapat diraba. 1

12. Kanker Prostat

Kemungkinan kanker prostat ditunjukkan oleh terabanya bagian yang keras

pada kelenjar tersebut. Nodul keras yang nyata dan mengubah kontur kelenjar prostat

dapat teraba atau tidak teraba. Ketika kanker tersebut semakin membesar, bentuknya

teraba tidak teratur dan dapat membesar sampai di luar batas-batas kelenjar tersebut.

Sulkus medialis dapat tidak jelas. Bagian-bagian yang keras pada prostat tidak selalu

merupakan kelainan malignan. Bagian yang keras tersebut dapat pula terjadi karena

batu prostat, inflamasi kronis, dan beberapa keadan lainnya. 1

27

Page 28: Prosedur Dan Penjelasan

13. Prostatitis

Prostatitis akut (pada gambar) merupakan keadaan akut yang ditandai dengan

adanya demam akibat infeksi bakterial. Kelenjar yang meradang ini terasa sangat

nyeri ketika disentuh, membengkak, kenyal, dan hangat. Pemeriksaan prostat pada

prostatitis akut harus dilakukan dengan hati-hati dan tidak kasar.

Prostatitis kronis tidak memberikan hasil pemeriksaan fisik yang konsisten dan

harus dievaluasi dengan cara-cara lain. 1

5. Rangkuman

No. JENIS KEGIATAN

1. Memperkenalkan diri

2. Menjelaskan tujuan dan prosedur pemeriksaan kepada pasien

3. Mempersilakan pasien membuka celana dan berbaring miring pada sisi kiri

4. Meminta pasien memfleksikan lutut dan berusaha membuat pasien relaks

5. Memakai sarung tangan lateks

6. Pisahkan kedua gluteus pasien

7.

Inspeksi

- Perhatikan daerah anus dan peri anal adanya skin tags, fisura ani, fisura in ano,

kondiloma, pile hemoroid, pruritus, inflamasi, dan adanya benjolan lain

8. - Pasien diminta mengejan, perhatikan kemungkinan adanya prolap rectum

9.Palpasi:

- Lumasi jari telunjuk yang telah bersarung tangan dengan pelumas

10.- Menekan ujung telunjuk pada daerah sekitar anus dan memberitahu pasien bahwa

pemeriksa akan memasukkan jari ke dalam anus

11.- Masukkan ujung ruas jari telunjuk dalam anus, rasakan tonus spincter anus dinilai

kekuatannya

28

Page 29: Prosedur Dan Penjelasan

12. - Masukkan jari lebih dalam, palpasi dinding anterior, posterior, dan lateral rectum

13.- Identifikasi adanya massa dan catat lokasi, ukuran, bentuk, konsistensi, nyeri

tekan, pulsasi, dan mobilitas

14.Keluarkan jari, dilihat sarung tangan apakah terdapat feses (warna feses), adanya

darah (darah segar, melena), lendir, dan pus

15. Bersihkan anus pasien menggunakan kasa bersih

16. Lepas sarung tangan dan menjelaskan kepada pasien bahwa pemeriksaan telah selesai

17. Laporkan hasil pemeriksaan

29

Page 30: Prosedur Dan Penjelasan

NASOGASTRIC TUBE

1. Pendahuluan

Pemasangan nasogastric tubes (NGT) adalah pemasangan selang (tube) dari rongga

hidung ke dalam lambung (gaster). Prosedur ini bermanfat untuk tujuan diagnosis

maupun terapi. Dua indikasi yang sering yaitu untuk akses pemberian nutrisi bagi pasien

yang tidak mampu makan melalui mulut dan untuk mengevaluasi isi lambung bagi pasien

yang dicurigai mengalami perdarahan gastrointestinal.7,8

Pemasangan NGT lebih dipilh karena lebih sederhana, aman, dan jarang menyebabkan

trauma pada pasien dibandingkan dengan pipa orogastrik. Meskipun demikian

kemungkinan terjadinya komplikasi yang serius seperti aspirasi isi lambung dapat terjadi.

Komplikasi ini dapat dicegah bila pasien kooperatif, diposisikan secara benar, serta

persiapan peosedur dilakukan dengan baik serta observasi yang tepat selama prosedur

dilakukan dan memastikan posisi pipa sudah tepat.7 Selain itu teknik melepaskan pipa

yang benar juga dapat mengurangi terjadinya komplikasi berupa trauma mukosa dan

aspirasi.8

Adapun tujuan pemasangan selang nasogastrik adalah sebagai berikut:7,9

1. Memasukkan makanan cair atau obat-obatan cair

2. Mengeluarkan cairan/isi lambung dan gas yang terdapat di dalam lambung

3. Menirigasi karena perdarahan atau keracunan dalam lambung

4. Mencegah atau mengurang nausea dan vomiting setelah pembedahan atau trauma

5. Mengambil spesimen pada lambung untuk pemeriksaan diagnostik

Adapun indikasi pemasangan selang nasogastrik diantaranya:10

1. Pasien dengan distensi abdomen karena gas,darah dan cairan

2. Keracunan makanan atau minuman

3. Pasien yang membutuhkan nutrisi melalui NGT

4. Pasien yang memerlukan NGT untuk diagnosa atau analisa isi lambung

5. Pasien yang tidak dapat makan , menelan , atau pasien tidak sadar .

6. Pasien yang muntah terus menerus

Adapun kontraindikasi pemasangan selang nasogastrik diantaranya:11

1. Pasien dengan cedera kepala, maxillofacial injury, atau anterior fossa skull fracture.

Memasukan NGT begitu saja melalui hidung maka potensial akan melewati criboform

plate, ini akan menimbulkan penetrasi intracranial.

30

Page 31: Prosedur Dan Penjelasan

2. Pasien dengan riwayat abnormalitas esophagus seperti: striktur esofagus, tumor

esophagus, atau trauma esophagus.

3. Pasien dengan koma juga potensial vomiting dan aspirasi sewaktu memasukan NGT,

pada tindakan ini diperlukan tindakan proteksi seperti airway dipasang terlebih dahulu

sebelum NGT .

2. Alat dan bahan

Alat dan bahan yang diperlukan dalam pemasangan selang nasogastrik diantaranya:12

1. Selang nasogastrik (Nasogastric tube) dengan nomor sesuai usia pasien

2. Lubrikan (lidokain) yang larut dalam air

3. Stetoskop

4. Plester

5. Segelas air dan sedotan

6. Sarung tangan

7. Pinset

8. Spuit ukuran 50-100 cc

9. Senter

10. Kertas indicator pH

11. Handuk

12. Tisu

13. Bengkok

3. Persiapan pasien

Menjelaskan prosedur untuk pasien, dan memperoleh informed consent. Untuk memilih

sisi hidung yang tepat untuk penyisipan selang nasogastrik, pertama menilai patensi dan

simetri dari nares dengan meminta pasien untuk menghirup secara bergantian melalui

setiap lubang hidung, mencatat sisi mana memberikan aliran yang lebih baik. 12,13

Pasien diposisikan dalam posisi Fowler dengan tujuan memudahkan pasien saat menelan

dan dengan bantuan gaya gravitasi akan memudahkan masuknya pipa dan tutupi pakaian

dengan handuk.13

4. Prosedur Pemasangan NGT

Tindakan pemasangan nasogatric tube diantaranya adalah berikut ini:13,14,15

Tindakan Penjelasan

Menjelaskan prosedur pemasangan NGT kepada

pasien.

Mengurangi kecemasan, memastikan

bahwa pasien mengerti tujuan

pemasangan NGT dan mendapatkan

31

Page 32: Prosedur Dan Penjelasan

persetujuan dari pasien untuk

pemasangan NGT.

Tempatkan pasien dalam posisi tegak dengan kepala

tertekuk sedikit ke depan. Atau posisikan pasien

pada posisi Fowler

Untuk meningkatkan kemungkinan

proses intubasi pada oesofagus.

Ilustrasi disamping menunjukan posisi

yang benar saat NGT dimasukan

dengan posisi kepala pasien sedikit

tertekuk.

Letakan handuk atau duk pada dada pasien Untuk melindungi pakaian ataupun

linen tempat tidur dari tumpahan

(muntahan, air, dll.)

Periksa pasien dari sisi kanan bila bertangan

dominan kanan atau sebaliknya

Untuk memudahkan proses insersi

Menyepakati sinyal yang akan pasien berikan jika

prosedur ingin dihentikan. Contoh: mengangkat

tangan.

Untuk memungkinkan pasien

memberhentikan prosedur jika mereka

menginginkan.

Praktisi mencuci tangan kemudian menggunakan

sarung tangan.

Mengurangi resiko terjadinya infeksi.

Menahan ujung selang NGT pada hidung pasien,

kemudian bentangkan bagian selang yang lain ke

cuping telinga pasien, dan kemudian turun ke

processus xiphoideus. Lihat tanda pada selang NGT,

atau bila tidak ada tanda, berikan tanda pada bagian

selang yang mencapai processus xiphoideus.

Untuk memastikan panjang yang tepat

dari selang NGT untuk memasuki

lambung. Jika selang terlalu panjang

dapat menyebabkan selang terhambat

atau terlilit (kusut). Jika selang terlalu

pendek, ada kemungkinan selang hanya

mencapai daerah oesophagus dan akan

terjadi aspirasi bahan makanan.

32

Page 33: Prosedur Dan Penjelasan

Mengecek lubang hidung pasien apakah ada deviasi

septum atau polip nasal.

Memastikan tidak adanya obstruksi.

Meminta pasien untuk menghembuskan nafas

melalui hidung jika dimungkinkan. Prosedur

dilakukan dengan menekan atau menutup salah satu

lubang hidung, dan pada saat yang bersamaan

hembuskan nafas melalui hidung. Lakukan hal

serupa pada lubang hidung yang lain.

Memastikan saluran pada lubang hidung

pasien bersih.

Menanyakan pada pasien lubang hidung mana yang

pasien inginkan untuk diinsersi selang NGT

Memastikan kenyamanan pasien.

Lubrikasi ujung selang dengan jel anastesi atau

lubrikan larut air kurang lebih 3” (7,6cm).

Mengurangi cedera saat melakukan

insersi dan juga memudahkan proses

insersi.

Memasukan selang ke lubang hidung, arahkan selang

secara horizontal dan posterior sepanjang dasar dari

rongga hidung. Jika dirasakan adanya obstruksi, tarik

selang dan coba lagi pada sudut yang sedikit

berbeda.

Untuk memfasilitasi jalur masuk pada

selang dengan mengikut anatomi dari

hidung, dan menghindari terjadinya

trauma pada rongga hidung.

Jangan dipaksakan mendorong selang NGT bila ada

tahanan terutama di nasofaring minta pasien untuk

menurunkan kepalanya untuk menutup akses ke

trakea serta membuka akses ke esofagus. Ketika

selang telah mencapai nasofaring, akan terasa sedikit

tahanan, minta pasien untuk meminum air (kecuali

dikontraindikasikan) atau meminta pasien untuk

Untuk membantu ujung selang masuk

kedalam oesophagus. Ketika menelan

atau minum air akan membantu

menutup epiglotis.

33

Page 34: Prosedur Dan Penjelasan

menelan, sambil melanjutkan mendorong selang.

Jika pasien mulai batuk atau ingin muntah ketika

selang mencapai orofaring, hentikan proses insersi

selang sampai batuknya hilang, atau menarik pipa

beberapa sentimeter, putar sedikit, kemudian dorong

secara perlahan-lahan, dan minta pasien untuk

menelan kembali.

Jika pasien mulai kesulitan (merasa menderita atau

agitasi), menarik kembali selang secara perahan dan

menghentikan sementara prosedur.

Menginformasikan kepada staff medis yang lain atau

bagian nutrisi.

Mengurangi distres (penderitaan) pada

pasien.

Jika pasien mulai sesak nafas, sianosis atau

merasakan nyeri dada, tarik kembali selang secara

perlahan dan cari bantuan medis

Hal ini dapat terjadi jika selang masuk

kedalam trakea dan menyebabkan

trauma pada paru-paru.

Jika penanda pada selang NGT telah sampai,

hentikan proses insersi.

Pada keadaan ini ujung selang

seharusnya telah mencapai lambung.

Sedikit mentep (memplester) selang pada pipi pasien Untuk menahan selang ketika posisi

selang akan dikonfirmasi

Konfirmasi penempatan NGT dengan memeriksa

mulut dan tenggorokan

pasien, pastikan NGT tidak melengkung terutama

pada pasien yang tidak sadar. Selama pemasangan

evaluasi tanda tanda distres nafas yang menunjukan

Memastikan selang NGT telah berada

pada posisi yang tepat dilambung

sebelum memasukan makanan untuk

menghindari masuknya makanan ke

34

Page 35: Prosedur Dan Penjelasan

bahwa pipa berada di bronkus sehingga harus segera

ditarik. Konfirmasi dilakukan dengan

menginjeksikan 30 ml udara pada spuit dan pada saat

yang bersamaan auskultasi pada daerah epigastrium

untuk mendengarkan bubbling. Dan mengaspirasi

kandungan lambung (1-2 ml), kemudian menguji

keasamannya dengan menggunakan kertas lakmus.

Jika posisi selang tidak dapat dikonfirmasi dengan

kertas pH atau jika ada keraguan tentang posisi

selang, dapat dilakukan xray untuk konfirmasi.

intrapulmoner.

Jika konfirmasi telah selesai, fiksasi selang dengan

plester. Pastikan fiksasi selang tidak mengganggu

lapang pandang pasien.

Untuk memastikan selang nasogastric

tetap kuat pada posisi tersebut, untuk

mengurangi risiko aspirasi pulmoner

dan memaksimalkan kenyamanan

pasien.

35

Page 36: Prosedur Dan Penjelasan

5. Checklist Pemasangan NGT

No. Perlakuan

1 Menjelaskan prosedur pemasangan NGT kepada pasien.

2 Tempatkan pasien dalam posisi tegak dengan kepala tertekuk sedikit ke depan. Atau

posisikan pasien pada posisi Fowler

3 Letakan handuk atau duk pada dada pasien

4 Periksa pasien dari sisi kanan bila bertangan dominan kanan atau sebaliknya

5 Menyepakati sinyal yang akan pasien berikan jika prosedur ingin dihentikan. Contoh:

mengangkat tangan.

6 Praktisi mencuci tangan kemudian menggunakan sarung tangan.

7 Menahan ujung selang NGT pada hidung pasien, kemudian bentangkan bagian selang

yang lain ke cuping telinga pasien, dan kemudian turun ke processus xiphoideus.

Lihat tanda pada selang NGT, atau bila tidak ada tanda, berikan tanda pada bagian

selang yang mencapai processus xiphoideus.

8 Mengecek lubang hidung pasien apakah ada deviasi septum atau polip nasal.

9 Meminta pasien untuk menghembuskan nafas melalui hidung jika dimungkinkan.

Prosedur dilakukan dengan menekan atau menutup salah satu lubang hidung, dan pada

saat yang bersamaan hembuskan nafas melalui hidung. Lakukan hal serupa pada

lubang hidung yang lain.

10 Menanyakan pada pasien lubang hidung mana yang pasien inginkan untuk diinsersi

selang NGT

11 Lubrikasi ujung selang dengan jel anastesi atau lubrikan larut air kurang lebih 3”

(7,6cm).

12 Memasukan selang ke lubang hidung, arahkan selang secara horizontal dan posterior

sepanjang dasar dari rongga hidung. Jika dirasakan adanya obstruksi, tarik selang dan

coba lagi pada sudut yang sedikit berbeda.

13 Jangan dipaksakan mendorong selang NGT bila ada tahanan terutama di nasofaring

minta pasien untuk menurunkan kepalanya untuk menutup akses ke trakea serta

membuka akses ke esofagus. Ketika selang telah mencapai nasofaring, akan terasa

sedikit tahanan, minta pasien untuk meminum air (kecuali dikontraindikasikan) atau

meminta pasien untuk menelan, sambil melanjutkan mendorong selang. Jika pasien

mulai batuk atau ingin muntah ketika selang mencapai orofaring, hentikan proses

insersi selang sampai batuknya hilang, atau menarik pipa beberapa sentimeter, putar

sedikit, kemudian dorong secara perlahan-lahan, dan minta pasien untuk menelan

36

Page 37: Prosedur Dan Penjelasan

kembali.

14 Jika pasien mulai kesulitan (merasa menderita atau agitasi), menarik kembali selang

secara perahan dan menghentikan sementara prosedur. Menginformasikan kepada staff

medis yang lain atau bagian nutrisi.

15 Jika pasien mulai sesak nafas, sianosis atau merasakan nyeri dada, tarik kembali

selang secara perlahan dan cari bantuan medis

16 Jika penanda pada selang NGT telah sampai, hentikan proses insersi.

17 Sedikit mentep (memplester) selang pada pipi pasien

18 Konfirmasi penempatan NGT dengan memeriksa mulut dan tenggorokan pasien,

pastikan NGT tidak melengkung terutama pada pasien yang tidak sadar. Selama

pemasangan evaluasi tanda tanda distres nafas yang menunjukan bahwa pipa berada di

bronkus sehingga harus segera ditarik.

19 Konfirmasi dilakukan dengan menginjeksikan 30 ml udara pada spuit dan pada saat

yang bersamaan auskultasi pada daerah epigastrium untuk mendengarkan bubbling.

Dan mengaspirasi kandungan lambung (1-2 ml), kemudian menguji keasamannya

dengan menggunakan kertas lakmus. Jika posisi selang tidak dapat dikonfirmasi

dengan kertas pH atau jika ada keraguan tentang posisi selang, dapat dilakukan xray

untuk konfirmasi.

20 Jika konfirmasi telah selesai, fiksasi selang dengan plester. Pastikan fiksasi selang

tidak mengganggu lapang pandang pasien.

21 Beri tahu pasien bahwa pemasangan NGT telah selesai.

37

Page 38: Prosedur Dan Penjelasan

DAFTAR PUSTAKA

1. Bickley, LS. Bates Buku Ajar Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan. Edisi 8.

Jakarta:EGC. 2009.

2. Douglas, G,. Nicol, F,. and Robertson, C. Macleod’s Clinical Examination. Eleventh

Edition. Limited. UK. Harcourt Publishers Limited. 2006.

3. Ford, J.M,. Hennessey, I,. and Japp, A. Introduction to Clinical Examination.Eight

Edition. Elsevier Limited. UK. Harcourt Publishers Limited. 2005.

4. Goldberg and Thompson, J. Exam of The Abdomen In A Practical Guide to Clinical

Medicine. UCSD School of Medicine and VA Medical Center. University of

California. San Diego. 2005.

5. Sabiston J. Sabiston’s textbook of surgery. 19th ed. Philadelphia: Elsevier. 2012.

6. Adam Warren Ylitalo. 2013. Digital Rectal Examination . tersedia dari

http://emedicine.medscape.com

7. Asmadi. Teknik procedural keperawatan konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien.

Jakarta: Salemba medika. 2008

8. Lippincott Williams & Wilkins. Nasogastric Tube Insertion and Removal. Nursing

Prosedures Fourth ed. A Wolters Kluwer Company 2004;10:544-64.

9. Practical Aspects of Nutritional Supports: an Advanced Practice Guide. Saunders,

2004.

10. Metheny, N A. & Titler, M. Assessing Placement of Feeding Tubes. American

Journal of Nursing 101(5). 2001

11. Departemen Kesehatan RI. Teknis perawatan dasar. Bandung : PT Granesia. 1985

12. Asmadi. Teknik procedural keperawatan konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien.

Jakarta: Salemba medika. 2008

13. NHS. Guidance on the insertion of Nasogastric (NG) tubes, management of feeds and

administration of medicines via an NG tube or via a Percutaneous Endoscopic

Gastric tube (PEG) in adults. Worcestershire Health and Care NHS. 2012. p. 9-11

14. Cuschieri, A; et al. Clinical Surgery, 2nd Edition. Italy: Blackwell Science. 2003. p. 47

15. Thomsen Todd W, Shaffer Robert W and Setnik Gary S. Nasogastric Intubation. The

New England Journal of Medicine. 2006;354:e16.

38