Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs...

383
iii Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs (Sustainable Development Goals) P e n u l i s Peserta Seminar Nasional E d i t o r Dr. Ari Wahyudi, M.Si. Ali Imron, S.Sos,M.A. Moh. Mudzakkir,S.Sos.,M.A. Arief Sudrajat,S.Ant.,M.Si. Pambudi Handoyo,S.Sos,M.A. Penerbit Unesa University Press

Transcript of Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs...

Page 1: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

iii

Prosiding

Seminar Nasional 2016

Mengawal Pelaksanaan SDGs (Sustainable

Development Goals)

P e n u l i s

Peserta Seminar Nasional

E d i t o r

Dr. Ari Wahyudi, M.Si. Ali Imron, S.Sos,M.A.

Moh. Mudzakkir,S.Sos.,M.A. Arief Sudrajat,S.Ant.,M.Si.

Pambudi Handoyo,S.Sos,M.A.

Penerbit

Unesa University Press

Page 2: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

iv

Prosiding

Seminar Nasional 2016

Mengawal Pelaksanaan SDGs (Sustainable

Development Goals)

Penata Letak : Unesa University Press

Desain Sampul : Unesa University Press

Diterbitkan :

UNESA UNIVERSITY PRESS

Anggota IKAPI No. 060/JTI/97

Anggota APPTI No. 133/KTA/APPTI/X/2015

Kampus Unesa Ketintang

Gedung C-15 Surabaya

Telp. 031 – 8288598; 8280009 ext. 109

Fax. 031 – 8288598

Email: [email protected]

[email protected]

vii, 236 hal., Illus, 21 x 29

ISBN: 978-979-028-859-1

copyright © 2016, Unesa University Press

All right reserved

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang dilarang

mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh

isi buku ini dengan cara apapun baik cetak,

fotoprint, microfilm, dan sebagainya, tanpa izin

tertulis dari penerbit.

Page 3: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

iii

PENGANTAR KETUA PANITIA

Agenda rutin tahunan Forum Pimpinan Fakultas Ilmu Sosial eks-IKIP Negeri seluruh

Indonesia tahun 2016 diselenggarakan di Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum (FISH)

Universitas Surabaya. Pelaksanaannya disimultankan dengan kegiatan seminar nasional yang

diprakarsai oleh prodi sosiologi dengan mengambil tema “Mengawal Pelaksanaan SDGs”.

Agenda Forum Pimpinan secara intensif diselenggarakan di Hotel Ibis pada tanggal 27 Juli

2016 dengan berbagai pembahasan di tingkat pimpinan mulai dari dekan, jurusan, prodi,

laboratorium, dan jurnal. Sedangkan pelaksanaan seminar tanggal 28 Juli 2016 di Bank Jatim.

Wujud tanggung jawab panitia seminar adalah memberikan layanan pada peserta berupa

prosiding.

Prosiding dikemas berdasarkan Tema dan subtema, yang diterbit secara berseri yaitu

seri A diberikan saat seminar karena artikel yang dipresentasikan telah siap sejak awal

sehingga proses edit dan cetak dipenerbitan dengan ber-ISBN dapat dilaksanakan. Namun

panitia masih memberikan kesempatan pada para peserta senimar (termasuk civitas

akademik) yang hanya memiliki gagasan yang dapat dipresentasikan akan diterbitkan pada

seri B dengan syarat melakukan revisi gagasan yang telah dibahas oleh reviewer dalam

bentuk makalah/ artikel.

Prosiding seri B yang diterbitkan ini dimungkinkan masih banyak kekurangan, oleh

karena itu kritik yang konstruktif pada panitia sangat dibutuhkan untuk bahan evaluasi

kegiatan berikutnya. Kami panitia juga menyampaikan ucapan terima kasih pada semua

pihak atas kerjasamanya sehingga seminar dan prosiding dapat diwujudkan.

Demikian pengantar ini saya sisipkan di prosiding agar dapat memotivasi pada semua

pihak untuk dapat berperan aktif dalam forum-forum ilmiah ini. Atas jasanya disampaikan

banyak terima kasih.

Surabaya; 28 Juli 2016

Ttd ketua panitia

Page 4: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

iv

DAFTAR ISI

Kata Pengantar Ketua Panitia iii

Daftar Isi iv

Seri A

SUBTEMA 1 1 AKTUALISASI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER DALAM

TRADISI WIWITAN DI DESA JIPANG

Ulfatun Nafi’ah; Universitas Negeri Malang

1

2 CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY SEBAGAI SARANA

PENINGKATAN PENDIDIKAN DI DAERAH (PENELITIAN

PEMETAAN SOSIAL DI WILAYAH PANTA DEWA, KABUPATEN

PENUKAL ABAB LEMATANG ILIR (PALI)

Nanda Harda P.M.; Universitas Negeri Malang

15

3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA

MENINGKATKAN MINAT BACA ANAK-ANAK DI DESA SLEROK

KECAMATAN LEDOKOMBO KABUPATEN JEMBER

Muhammad Masruro, Fajwatul Khoiriyah, Nikmatul Jazilah,

Widiyatus Zuniarti P. Dewi; Universitas Negeri Malang

23

4 KEMITRAAN PEMERINTAH, PERGURUAN TINGGI,

MASYARAKAT SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN KUALITAS

PELAYANAN PENDIDIKAN DI DAERAH TERTINGGAL

Sri Untari; Universitas Negeri Malang

31

5 KOMPETENSI KEPALA DESA DALAM PENGELOLAAN APBDes

(ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DESA) UNTUK

MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT PADA

BIDANG PENDIDIKAN MENURUT UU No. 6 TAHUN 2014

Parlaungan Gabriel Siahaan; Universitas Negeri Medan

41

6 PENGEMBANGAN KOMPETENSI GURU UNTUK SEKOLAH

DASAR DI DAERAH TERTINGGAL

Muhammad Japar; Universitas Negeri Jakarta

51

7 MEMBANGUN SINERGI DAN KOLEGIALITAS GURU MELALUI

LESSON STUDY GUNA MENINGKATKAN MUTU PENDIDIKAN DI

DAERAH TERTINGGAL

Neni Wahyuningtyas; Universitas Negeri Malang

63

8 PENGEMBANGAN PENDIDIKAN PADA KOMUNITAS ADAT

SENARU, LOMBOK, BERDASAR LATAR BELAKANG

ETNOGRAFINYA

Nur Hadi; Universitas Negeri Malang

73

9 POLA PENGEMBANGAN GURU GARIS DEPAN SEBAGAI

PEMBERDAYA MASYARAKAT DAN BERWAWASAN NASIONAL

PADA DAERAH TERTINGGAL

Arif Purnomo; Universitas Negeri Semarang

83

Page 5: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

v

10 PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI DAERAH MADURA: POTRET

PERMASALAHAN DAN SOLUSI PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

DI MADURA

NettyDyahKurniasari, Sulaiman, Wispandono; UniversitasTrunojoyo

Madura.

89

SUBTEMA 2 11 SUAMI SIAGA: PENGARUSUTAMAAN GENDER DALAM

KAITAN PENURUNAN KEMISKINAN SERTA ANGKA

KEMATIAN IBU DAN BAYI

Titis Puspita Dewi; Magister Penyuluhan dan Komunikasi Pembangunan,

Sekolah Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta

97

SUBTEMA 3 12 MODEL UKM PRODUSEN KRIPIK MELALUI OPTIMALISASI

PEMANFAATAN UMBI INFERIOR

Sukma Perdana Prasetya, Endryansyah, Retnani; Universitas Negeri

Surabaya

109

13 STRATEGI KOMUNIKASI CSR DAN PENINGKATAN

KEMANDIRIAN MASYARAKAT: STUDI DESKRIPTIF

KUALITATIF STRATEGI KOMUNIKASI PROGRAM CSR

KONSERVASI KAWASAN LAUT BADAK LNG DI KOTA

BONTANG

Miftah Faridl Widhagdha; Universitas Gadjah Mada

123

14 MEWUJUDKAN EKOWISATA BERBASIS NELAYAN TANGKAP

Heri Saputro; Perkumpulan Untuk Peningkatan Usaha Kecil (Pupuk)

Surabaya.

133

15 MEMBANGUN DESA INKLUSIF MELALUI TEKNOLOGI

INFORMASI DAN KOMUNIKASISEBAGAI UPAYA MENCAPAI

TUJUAN SDGs

Luhung Achmad Perguna; Universitas Negeri Malang.

143

16 KONTRIBUSI EKOSISTEM MANGROVE DALAM MENDUKUNG

PEMBANGUNAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU KECIL

Heru Setiawan1; Dian Ayu Larasati; Universitas Negeri Surabaya;

153

17 CSR DAN UPAYA PEMBANGUNAN ALTERNATIF: REFLEKSI

ATAS PERATURAN DAERAH NOMOR 4 TAHUN 2011 TENTANG

TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN DI JAWA TIMUR

Abdul Kodir; Universitas Negeri Malang

163

18 MEMBANGUN WISATA PAHLAWAN KOTA SURABAYA

R.N. Bayu Aji, Sumarno; Universitas Negeri Surabaya

171

Page 6: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

vi

19 INDUSTRI BATIK MASYARAKAT ETNIS TIONGHOA

PINGGIRAN DI SOLO

Riyadi,Eko Satriya Hermawan, Agus Trilaksana; Universitas Negeri

Surabaya,

183

SUBTEMA 4 20 PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI WILAYAH PASCA

TAMBANG DENGAN PENGEMBANGAN WISATA BERBASIS

KOMUNITAS

Prof.Dr.Mukhlis R. Luddin, M.Si, dkk; Universitas Negeri Jakarta.

193

21 PEMBERDAYAAN EKONOMI OLEH BERBAGAI AKTOR DAN

PERAN PENTING ORGANISASI PENYANDANG DISABILITAS

Badrudin Kurniawan; Universitas Negeri Surabaya.

203

22 DOMESTIKASI PEREMPUAN DALAM PROGRAM PERCEPATAN

PENGANEKARAGAMAN KONSUMSI PANGAN (P2KP) DI

KABUPATEN SIDOARJO

Munari Kustanto; Peneliti Pertama Bappeda Kab. Sidoarjo.

215

23 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MELALUI KKN TEMATIK

POSDAYA (POS PEMBERDAYAAN KELUARGA) UNTUK

MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA

Dr. Mochamad Muchson, SE. MM; Universitas Nusantara PGRI Kediri.

227

24 OPTIMALISASI MODAL SOSIAL PADA KELUARGA DALAM

PENANGGULANGAN KEMISKINAN PERKOTAAN

Anggaunitakiranantika; Universitas Negeri Malang.

237

25 PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DALAM MENANGGULANGI

KEMISKINAN DI WILAYAH PESISIR UTARA KECAMATAN

TUBAN, KABUPATEN TUBAN

Sri Musrifah, M.IP; Universitas PGRI Ronggolawe Tuban.

249

26 PROGRAM PNPM PERKOTAAN DALAM PENGENTASAN

KEMISKINAN (Studi tentang Partisipasi Masyarakat Nelayan dalam

Pelaksanaan Program PNPM-Perkotaan di Kelurahan Malalayang

Dua Kota Manado)

Ferdinand Kerebungu; Universitas Negeri Manado.

259

27 PEMBERDAYAAN PEREMPUAN MELALUI KOPERASI

WANITA (Identifikasi Potensi dan Permasalahan dan Solusi di

Madura)

Netty Dyah Kurniasari, Moh Djasuli, Eni Sri Rahayu, Djulaeha,

Nikmah Suryandari, Farida Nurul Rahmawati; Universitas

Trunojoyo Madura.

269

Page 7: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

vii

28 KINERJA SATUAN POLISI PAMONG PRAJA DALAM

PENATAAN DAN PEMBERDAYAAN PEDAGANG KAKI LIMA

(PKL) DI KABUPATEN SUMEDANG PROVINSI JAWA BARAT

Fernandes Simangunsong dan Dede Ramadhan Nur

Fathun Alam; Institut Pemerintahan Dalam Negeri

277

29 WANITA DAN PEMBANGUNAN Thomas Nugroho Aji, Artono; Universitas Negeri Surabaya.

293

30 POLITIK KEBIJAKAN SOSIAL PENANGGULANGAN

KEMISKINAN DAN PEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Agus Machfud Fauzi, M.Si.; Universitas Negeri Surabaya

307

31 PERGESERAN RELASI GENDER DAN PENGASUHANA ANAK

BURUH MIGRAN PEREMPUAN PEDESAAN: KASUS PADA

KELUARGA MIGRAN PEREMPUAN KE ARAB SAUDI DI DESA

CIHERANG DAN PANYINGKIRAN JAWA BARAT

(The Shift of Gender Relation and Care of Children of Rural Female

Migrant Labours: The Case of Families of Female Migrants to Saudi

Arabia in Ciherang and Panyingkiran Villages, West Java)

Muhammad Zid; Universitas Negeri Jakarta.

317

32 STUDI PENGUATAN PEMBELAJARAN ‘SISTEM HUKUM

INDONESIA’ PADA JURUSAN PENDIDIKAN IPS DI

PERGURUAN TINGGI KHUSUSNYA DI UNIVERSITAS NEGERI

JAKARTA

Martini, SH.,MH.; Universitas Negeri Jakarta

331

Page 8: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

viii

Seri B

SUBTEMA 1 1 EFISIENSI SUMBER BELAJAR SEBAGAI MEDIA BELAJAR

DI LINGKUNGAN DAERAH TERTINGGAL Septina Alrianingrum, SS, M.Pd; Universitas Negeri Surabaya

343

2 PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN BERBASIS

KKNI DAN BERWAWASAN KEBANGSAAN SEBAGAI

PROGRAM DUKUNGAN PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN DI BIDANG PENDIDIKAN Dr. Deny Setiawan, M.Si; Universitas Negeri Medan

357

3 KURIKULUM 2013 (KURTILAS):

Praksis Kurikulum Emansipatoris, Pembebasan dari Penindasan

dan Penyadaran Diri Agus Suprijono; Universitas Negeri Surabaya

367

4 PENDEKATAN SISTEM AMONG SEBAGAI PEMECAHAN

MASALAH PENDIDIKAN DI DAERAH TERPENCIL DI

INDONESIA Corry Liana & Sri Mastuti P; Universitas Negeri Surabaya

385

5 PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK

SEBAGAI UPAYA MENUMBUHKAN KESADARAN

PENGABDIAN DI DAERAH TERTINGGAL BAGI

MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI

FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI

MALANG Fatiya Rosyida; Universitas Negeri Malang

393

6 PENGUATAN KOMITMEN PENDIDIKAN DI DAERAH

TERTINGGAL SEBAGAI UPAYA PELAKSANAAN

PEMBANGUNAN NASIONAL

Siti Maizul Habibah, S.Pd, MA; Universitas Negeri Surabaya

M. Asif Nur Fauzi, S.Sos, M.Si ; STEBI Syaikhona Kholil Pasuruan

405

7 PENGUATAN NILAI INTEGRITAS DALAM KEGIATAN

KEMAHASISWAAN SEBAGAI WUJUD PENDIDIKAN

KARAKTER BERKESINAMBUNGAN DALAM

MEMBANGUN SDM UNGGUL DAN BERDAYA SAING Sarmini; Universitas Negeri Surabaya

415

8 KAJIAN SOSIO-LEGAL : KEBIJAKAN (LANJUTAN)

SERTIFIKASI DAN PERILAKU HUKUM PENDIDIK

MEMASUKI ERA SUSTAINABLE DEVELOPMENT GOALS

(SDG’s) Tamsil ; Universitas Negeri Surabaya

439

SUBTEMA 2 9 RELASI KUASA PENGETAHUAN DALAM IMPLEMENTASI

JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

445

Page 9: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

ix

Ali Imron & Katon G. Setyawan; Universitas Negeri Surabaya

10 PROBLEMATIKA AKSES KESEHATAN PADA WILAYAH

TERPENCIL (Studi Kasus Kabupaten Kepulauan Mentawai,

Kabupaten Tojo Una-una dan Kabupaten Teluk Wondama FX Sri Sadewo, Martinus Legowo & Farid Pribadi; Universitas Negeri

Surabaya

455

SUBTEMA 3 11 RENCANA AKSI DAERAH PENANGANAN PENYANDANG

MASALAH KESEJAHTERAAN SOSIAL DI KABUPATEN

NGANJUK

Ita Mardiani Zain; Universitas Negeri Surabaya

473

12 PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN BERBASIS

EKOLOGI (EKOWISATA) DALAM RANGKA

IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN Agus Sutedjo; Universitas Negeri Surabaya

483

13 STRATEGI PEMBANGUNAN DESA MENUJU GOOD

VILLAGE GOVERNANCE Meirinawati & Indah Prabawati; Universitas Negeri Surabaya

499

SUBTEMA 4 14 ASPEK HUKUM POLA KEMITRAAN BIDANG EKONOMI

KREATIF GUNA PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Rahmanu Wijaya; Universitas Negeri Surabaya

513

15 BAKUL SEMANGGI GENDONG DALAM PERSPEKTIF

SOSIOLOGI EKONOMI Rindawati; Universitas Negeri Surabaya

525

16 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN

BERBASIS GENDER Refti Handini Listyani & Ari Wahyudi: Universitas

Negeri Surabaya

551

17 KEMISKINAN DI INDONESIA DALAM PERSPEKTIF

PENGEMBANGAN KAWASAN Murtedjo & Suharningsih; Universitas Negeri Surabaya

567

18 PARTISIPASI NELAYAN DALAM PENGEMBANGAN

COMMUNITY BASED TOURISM (CBT) DI PANTAI

PAYANGAN JEMBER Akhmad Ganefo; Universitas Jember

583

16 PEMETAAN SOSIAL UNTUK PERENCANAAN

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DESA KEMANTREN,

LAMONGAN Pambudi Handoyo & Arief Sudrajat; Universitas Negeri Surabaya

595

17 EVALUASI PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN

MILENIUM/MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS TAHUN

2014 DI KABUPATEN NGANJUK Mochamad Arif Affandi & Diyah Utami ; Universitas Negeri Surabaya

613

Page 10: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

x

18 PERLINDUNGAN HUKUM PENGETAHUAN TRADISIONAL

DAN EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL DALAM UPAYA

MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT Indri Fogar Susilowati; Universitas Negeri Surabaya

635

19 MODEL PEMBANGUNAN PARTISIPATIF : PROGRAM

NASIONAL PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI

PERKOTAAN((PNPM MP) STUDI KASUS DI DESA

SEKARJALAK, KECAMATAN MARGOYOSO, KAB. PATI,

JAWA TENGAH Bambang Hariyanto; Universitas Negeri Surabaya

653

20 STRATEGI BERTAHAN HIDUP RUMAHTANGGA MISKIN

DI PERDESAAN Sugeng Harianto; Universitas Negeri Surabaya

669

21 POTENSI DAN HAMBATAN DESA PLUMBON GAMBANG,

GUDO, JOMBANG UNTUK DIKEMBANGKAN MENJADI

DESA WISATA Sri Murtini; Universitas Negeri Surabaya

699

Page 11: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

xi

Page 12: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SUBTEMA

PEMBANGUNAN PENDIDIKAN DI DAERAH

TERTINGGAL

1

Page 13: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SUBTEMA

PEMBANGUNAN KESEHATAN DI DAERAH

TERTINGGAL

2

Page 14: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SUBTEMA

PEMBANGUNAN INDUSTRI, INOVASI DAN

INFRASTRUKTUR DI DAERAH TERTINGGAL

3

Page 15: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SUBTEMA

PENANGGULANGAN KEMISKINAN,

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT DAN EKONOMI

KREATIF

4

Page 16: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |343

EFISIENSI SUMBER BELAJAR SEBAGAI MEDIA BELAJAR

DI LINGKUNGAN DAERAH TERTINGGAL

Septina Alrianingrum, SS, M.Pd

Prodi Pendidikan Sejarah-Jurusan Pendidikan Sejarah-FISH Unesa

[email protected]

Abstrak

Agenda pembangunan SDGs menjadi prioritas pembangunan masa depan.

Pembangunan pendidikan dilakukan dengan berbagai cara seperti (1) peningkatan

kualitas pendidik dan tenaga kependidikan melalui pelatihan dan pendidikan; (2)

penyelesaian masalah-masalah pembelajaran dengan mengoptimalkan sumber belajar; (3)

memanfaatkan secara efisien sumber belajar sebagai media pembelajaran; dan (4)

melakukan efisiensi, pendekatan dan metode belajar sesuai dengan karakteristik peserta

didik. Berkenaan hal tersebut maka muncul suatu pemikiran alternatif untuk bagaimana

mengoptimalkan efisiensi sumber belajar sebagai media belajar di lingkungan daerah 3T.

Efisiensi sumber belajar sebagai media belajar dalam pembelajaran memerlukan

pendekatan pembelajaran, proses pembelajaran, dan kompetensi guru. Pendekatan

pembelajaran berpusat pada student centered approach supaya efisiensi sumber belajar

dapat optimal mendukung media belajar dalam proses pembelajaran. Efisiensi sumber

belajar sebagai previous experience mampu mengembangkan kognitifnya melalui 3

tahap yaitu (1) enaktif (aktivitas memahami lingkungan); (2) ikonik (memahami objek

melalui gambar/visualisasi verbal); dan (3) simbolik (lahir ide abstrak didukung

kemampuan berbahasa dan berlogika yang baik). Berdasarkan konteks belajar, efisiensi

memiliki pengertian untuk meningkatkan kualitas belajar dan penguasaan materi belajar,

walaupun dalam lingkungan belajar yang masih memiliki keterbatasan sarana prasarana.

Kata kunci: sumber belajar, media, efisiensi

PENDAHULUAN

Posisi Indonesia terletak diantara benua Asia dan Australia berbatasan

langsung dengan samudra Hinda dan Pasifik, sehingga menjadi sangat strategis

dalam segala aspek. Posisi silang Indonesia ini menjadikan tantangan untuk

menentukan masa depan bangsanya. Kemajemukan (unitax multipeks) Indonesia

nampak pada strata sosio-kultur, politik, ekonomi, geografis dan topografi alam.

Situasi ini menjadikan Indonesia berusaha memformulasikan pembangunan dari

berbagai aspek, khususnya pembangunan pendidikan.

Page 17: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

344| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Kondisi pendidikan Indonesia masih belum menunjukkan pemerataan

pendidikan. Hal ini terlihat dari segi sumber daya manusia (tenaga pendidik),

sarana dan prasarana, anggaran pendidikan di pusat maupun daerah, khususnya

daerah 3T (terdepan, terluar, dan tertinggal). Political will pemerintah pusat di

bidang pendidikan di daerah 3T perlu dioptimalkan.

Undang-Undang No. 20/2003 menjadi awal perbaikan pendidikan

Indonesia. Kurikulum 2013 menjadi alat operasional untuk penyamaan

keberhasilan pendidikan sehingga tujuan pendidikan nasional akan tercapai.

Tujuan perbaikan ini berbanding terbalik dengan kondisi pendidikan di daerah

tertinggal. Generasi muda di wilayah 3T (terjauh, terdepan, terluar-tertinggal) ini

masih banyak yang belum mengenal abjad. Situasi ini dikuatkan dengan kebijakan

pemerataan kebijakan pendidikan yang belum sempurna pada sistem dan

ketersediaan infrastruktur pendidikan di wilayah 3T. Kurikulum 2013 menjadi

tongkat estafet pembangunan pendidikan ini untuk meningkatkan (1) perubahan

proses pembelajaran peserta didik aktif; dan (2) Guru sebagai fasilitator dan

motivator. Hal ini juga masih ada permasalahan pada keterbatasan sarana

pendidikan di sekolah-sekolah daerah tertinggal yang masih terfokus di pusat

pemerintahan, sehingga membuat peserta didik di wilayah 3T tidak bisa terlibat

langsung dalam proses pendidikan ini dengan baik. Situasi ini ditambah

permasalahan timpangnya rasio kompetensi guru dan peserta didik, sehingga

proses transfer of knowledge dan transfer of value belum optimal dipahami peserta

didik. Rendahnya mutu pendidikan ini disebabkan (1) penyelenggaraan

pendidikan bukan untuk kebutuhan peserta didik; (2) pembelajaran bersifat

content transmission; (3) pengajaran tidak diarahkan kepada partisipasi aktif

peserta didik; (4) aspek afektif terabaikan; (4) diskriminasi penguasaan wawasan

mendorong sistem pendidikan ibarat sebuah bank saja.

Wajah pendidikan di daerah tertinggal masih terlihat suram karena fasilitas

kurang lengkap dan pengajar yang kurang profesional. Semua kekurangan ini

tidak membuat anak bangsa di wilayah 3T pupus harapan untuk belajar. Buktinya,

Page 18: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |345

banyak peserta didik rela berjalan kaki puluhan kilo meter untuk berangkat

menimba ilmu di sekolah. Selain itu juga masih ada beberapa permasalahan

pendidikan di daerah 3T antara lain (1) keterbatasan kompetensi guru profesional;

(2) distribusi tidak merata antara kota dan daerah 3T; (3) insentif rendah; (4)

ketidaksesuaian kualifikasi pendidikan dengan bidangnya; (6) penerapan

kurikulum sekolah belum sesuai dengan mekanisme dan prosedur standar

nasional; dan (7) tingginya angka putus sekolah relatif tinggi karena berbagai hal.

Berangkat dari sejumlah permasalahan ini pendidikan di daerah 3T perlu

ditingkatkan agar sejajar dengan daerah lain. Kebijakan memperioritaskan

wilayah 3T ini mendukung ketahanan pendidikan nasional (www.kompasiana.

com). Hal mendasar peningkatan pendidikan di daerah 3T menurut Bahtiar Ali

Rambangeng adalah pendidikan yang mengarah untuk membuka kesadaran akan

kemajuan dan ketersediaan tenaga terampil dan terdidik untuk maju. Hasil riset di

wilayah 3T seperti di Papua, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, NTT, NTB dan

beberapa daerah tertinggal di Jawa dan Sumatra masih di wilayah 3T masih

kekurangan jumlah, distribusi tak seimbang, kualifikasi di bawah standar, kurang

kompeten, serta ketidaksesuaian antara kualifikasi pendidikan dengan bidang

yang diampu.

Banyaknya problem pendidikan di daerah tertinggal baik kelas, fasilitas

sekolah, buku ajar, kualitas guru, rasio peserta didik dan guru, pemerataan

pembangunan sekolah. Diperlukan langkah konkrit pemerintah daerah, pusat dan

swasta membenahi pendidikan secara terintegrasi. Profesional guru terdidik

menjadi harapan agar proses pendidikan di wilayah 3T berfungsi memberi

perubahan dan inovasi pendidikan. Guru bantu profesional melalui beberapa

program seperti SM3T, Indonesia Mengajar dan Jatim Mengajar dari

kemendikbud/dinas provinsi/yayasan minimal dapat membantu mendukung

pembangunan pendidikan untuk melakukan transformasi pengetahuan,

Page 19: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

346| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

keterampilan, dan sikap sesuai dengan karakteristik peserta didik melalui model

pembelajaran sederhana dan mengoptimalkan sumber belajar yang ada di

sekitarnya sebagai media belajar yang efisien.

Tahun 2015 menjadi tahun transisi berakhirnya Millennium Development

Goals (MDGs) dan tahun 2016 sebagai awal implementasi agenda pembangunan

Sustainable Developmet Goals (SDGs) sesuai kondisi negara masing-masing

secara terukur dan terkomunikasikan. Agenda pembangunan SDGs menjadi

prioritas pembangunan masa depan, khususnya di bidang pembangunan

pendidikan. Hal ini terlihat dari keberhasilan Indonesia mengurai perkembangan

pendidikan yang belum optimal di Indonesia melalui pengentasan buta huruf. Di

sektor pendidikan dasar, Indonesia telah mampu meningkatkan angka partisipasi

murni (APM) SD/MI/sederajat dari 88,70% di tahun 1990 menjadi 95,71% di

tahun 2012. Angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun meningkat menjadi

99,08% di tahun 2012 (http://nasional.sindonews.com). Target pembangunan

universal SDGs membutuhkan dukungan semua elemen yaitu pemerintahan,

LSM, swasta, perguruan tinggi, dan masyarakat.

Upaya peningkatan mutu pendidikan ini diharapkan dapat mengawal SDGs

melalui berbagai cara seperti (1) peningkatan kualitas pendidik dan tenaga

kependidikan melalui pelatihan dan pendidikan; (2) penyelesaian masalah-

masalah pembelajaran dengan mengoptimalkan sumber belajar; (3) memanfaatkan

sumber belajar sebagai media pembelajaran; dan (4) melakukan efisiensi,

pendekatan dan metode belajar sesuai dengan karakteristik peserta didik.

Berkenaan hal tersebut maka disusun suatu pemikiran alternatif yang dapat

membantu menjadi wahana bagaimana mengoptimalkan efisiensi sumber belajar

sebagai media belajar peserta didik di wilayah 3T dengan baik. Sejalan dengan

rumusan ini diperlukan beberapa upaya mengefisiensikan aneka sumber belajar

sebagai faktor-faktor penunjang belajar menjadi media pembelajaran untuk

memahami materi yang sedang dipelajari tersebut.

Page 20: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |347

PEMBAHASAN

Arti penting pendidikan bagi sebuah bangsa adalah untuk memerdekakan

manusia melalui pendidikan berkelanjutan. Indonesia menggunakan 3 indikator

dokumen SDGs sebagai upaya mewujudkan pendidikan sebagai wahana

pembangunan manusia/human development. Pemerataan kualitas pendidikan,

pendidikan inklusif, pembelajaran seumur hidup untuk semua dan kesetaraan

gender merupakan tujuan ke-4 dari SDGs dalam menjamin kualitas pendidikan

yang adil dan inklusif serta meningkatkan kesempatan belajar seumur hidup untuk

semua. Target pembangunan universal SDGs membutuhkan dukungan semua

elemen yaitu pemerintahan, LSM, swasta, perguruan tinggi, dan masyarakat.

Rumusan SDGs merupakan sumber penting untuk menyelaraskan strategi dan

kebijakan demi membuat kehidupan di muka bumi menjadi lebih baik. Hal ini

dapat dilihat dari indikatornya yaitu (1) persentase anak yang mengikuti

pendidikan prasekolah; (2) angka kelulusan SD, SMP dan SMA; dan (3) APK

Pendidikan Tinggi (http://lilimulyatna.com) belum memadai.

Adapun strateginya meliputi upaya (1) melaksanakan wajib belajar 12

tahun; (2) meningkatkan akses layanan pendidikan, pelatihan, keterampilan untuk

meningkatkan kualitas lembaga pendidikan formal; (3) memperkuat quality

assurance melalui pelayanan pendidikan; (4) memperkuat kurikulum dan

pelaksanaannya; (5) memperkuat sistem penilaian pendidikan yang komprehensif

dan kredibel; (6) meningkatkan pengelolaan dan penempatan guru secara tepat;

(7) meningkatkan pemerataan akses pendidikan tinggi; (8) meningkatkan kualitas

pendidikan tinggi; (9) meningkatkan relevansi dan daya saing pendidikan tinggi;

dan (10) meningkatkan tata kelola kelembagaan perguruan tinggi.

Efisiensi sumber belajar sebagai media belajar menjadi salah satu upaya dan

strategi solutif untuk dapat mengawal implementasi SDGs ini agar mutu

pendidikan menjadi lebih baik. Efisiensi sumber belajar dalam pembelajaran

Page 21: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

348| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

memerlukan pendekatan pembelajaran, proses pembelajaran, dan kompetensi guru

yang dapat menjembatani itu semua.

Pendekatan pembelajaran yang berpusat pada student centered approach

perlu dilihat bahwa setiap peserta didik memiliki keunikan yang perlu dipahami

oleh setiap guru profesional. Oleh karena itu, keunikan ini diberi tempat untuk

berkembang optimal dengan memberdayakannya. Dunia peserta didik adalah

dunia bermain, kreatif dan belajar aktif. Belum banyak guru yang mampu

mengaktifkan belajar peserta didiknya dengan memanfaatkan sumber belajar yang

ada di sekitarnya sebagai media belajar dalam proses pembelajaran. Penerapan

pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan perlu dilakukan agar

pengalaman belajar langsung melalui efisiensi dan optimalisasi sumber belajar

sebagai media belajar atau previous experience.

Efisiensi sumber belajar sebagai previous experience menurut Bruner,

mampu mengembangkan kognitifnya melalui 3 tahap proses yaitu (1) enaktif

(aktivitas memahami lingkungan); (2) ikonik (memahami objek melalui

gambar/visualisasi verbal); dan (3) simbolik (lahir ide abstrak didukung

kemampuan berbahasa dan berlogika yang baik). Berdasarkan konteks belajar,

efisiensi memiliki pengertian untuk meningkatkan kualitas belajar dan penguasaan

materi belajar; mempersingkat waktu belajar; meningkatkan kemampuan guru,

mengurangi biaya tanpa mengurangi kualitas belajar mengajar itu sendiri. Guru

menjadi pihak yang aktif dan peserta didik adalah pihak yang melaksanakannya

sebagai bentuk dari usaha belajar.

Konsep pendidikan alternatif seperti yang sudah dilakukan oleh Saur

Marlina “Butet” Manurung adalah salah satu upaya menerapkan efisiensi sumber

belajar sebagai media belajar. Butet Manurung telah memberi manfaat bagi

masyarakat di pedalaman suku kubu/anak dalam di pedalaman Jambi dengan cara

memanfaatkan apapun sumber belajar yang ada sebagai media pemahaman dan

transformasi pengetahuan. Pola pendidikan semacam ini pas untuk anak Indonesia

dan mulai diterapkan oleh sebagian besar guru-guru mengabdi di wilayah 3T

Page 22: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |349

seperti guru SM3T, Indonesia mengajar, GGD, dan lainnya. Pendidikan yang

diterapkan ini mudah dilakukan untuk peserta didik di jenjang sekolah dasar dan

menengah karena bisa memahami dan memanfaatkan ilmu yang telah didapatnya

melalui aneka sumber belajar. Pola pendidikan ini sangat berbeda dengan proses

pembelajaran yang diterapkan guru kebanyakan di tanah air. Pola belajar ala

“Butet” Manurung yang dikembangkan lebih mengikuti mood dan minat peserta

didik sehingga jam belajar tidak terbatas dan tidak melupakan unsur bermain

(SBY, TIME Asia, 3 Oktober 2005). Proses belajar-mengajar sekarang

kebanyakan justru meninggalkan unsur bermain. Banyak pelajaran yang justru

diperoleh dari kearifan lokal ketika memanfaatkan sumber belajar di lingkungan

sekitar seperti bagaimana mengenali jejak, pengobatan tradisional yang tidak

pernah didapat ketika masih sekolah secara konvensional. Misalnya,

menggunakan biji karet untuk belajar berhitung dan mengenalkan huruf per huruf

berdasarkan bentuk dan cara mengeja. Lalu kalau ada peserta didik yang

menjawab benar diberi tepuk tangan, kalau salah didampingi untuk semangat

terus dalam belajar. Esensi pendidikan di Sokola Rimba ala Butet Manurung ini

bukan sekedar untuk mendapatkan nilai/hasil belajar di atas kertas seperti yang

selama ini menjadi tagihan utama belajar di sekolah, tetapi lebih mengacu untuk

memahami ilmu yang dibutuhkan untuk menjaga dan melestarikan budaya yang

dipegang teguh masyarakat sebagai pilar kearifan lokal dan integritas NKRI.

Berkaca pada contoh permasalahan di atas maka efisiensi sumber belajar

menjadi salah satu faktor pendukung keterlaksanaan pembelajaran dari segala

aspek yang menjadi upaya alternatif mencerdaskan anak bangsa di wilayah 3T.

Sumber belajar dan media pembelajaran ibarat 2 sisi mata uang yang saling terkait

untuk menunjang proses pembelajaran formal maupun informal. Media

pembelajaran menjadi salah satu komponen penting memahami proses belajar

mengajar dan media belajar untuk peserta didik. Sedangkan sumber belajar

Page 23: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

350| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

berpengaruh secara langsung dalam proses belajar mengajar dan keberhasilan

pembelajaran.

Dalam upaya mewujudkan masyarakat belajar (learning community) harus

diciptakan kondisi sedemikian rupa yang memungkinkan peserta didik memiliki

pengalaman belajar melalui berbagai sumber belajar, baik yang dirancang (by

design) maupun yang dimanfaatkan (by utilization). Di sisi lain tuntutan

pendidikan seperti kebutuhan akan kurikulum yang berbasis kompetensi, belajar

terbuka, belajar jarak jauh dan belajar secara luwes, mendorong dimanfaatkannya

berbagai sumber belajar secara luas (Wina Senjaya, 2007: 176). Sumber belajar

tidak harus mahal, mewah atau sulit didapat. Akan tetapi lebih kepada sejauhmana

kreativitas dan kemauan para guru berinovasi dan memanfaatkan sumber belajar yang ada

dengan efisien-optimal. Menurut praktisi pendidikan Eric Ashby ada beberapa ciri

sumber belajar yaitu (1) sumber belajar pra-guru, sumber belajar utamanya adalah

orang, lingkungan keluarga/kelompok, benda seperti dedaunan, kulit pohon dsb

agar pengetahuan yang diperoleh peserta didik lebih banyak dengan cara trial and

error. (2) Kedua, lahirnya guru sebagai sumber belajar utama. Perubahan terjadi

pada cara pengelolaan, isi ajaran, peran orang, teknik dan lainnya. (3) Ketiga,

sumber belajar bentuk cetak. Tugas guru relatif lebih ringan karena adanya

sumber belajar cetak. Sumber belajar cetak ini meliputi buku, majalah, modul,

makalah dan lainnya. (4) Keempat, sumber belajar produk teknologi

komunikasi/audio visual aids/AVA yaitu sumber belajar dari bahan audio (suara),

visual (gambar), kombinasi (Eveline Siregar, 11 Februari 2008). Menurut Nana

Sudjana menjelaskan bahwa pengertian sumber belajar juga dapat berupa (1)

sumber belajar tercetak yaitu buku, majalah, brosur, koran, poster, denah,

ensiklopedi, kamus dan booklet; (2) sumber belajar non cetak yaitu film, slides,

video, model, transparansi, objek langsung; (3) sumber belajar berbentuk faslitas

seperti perpustakaan, ruang belajar, studio, lapangan olah raga; (4) sumber belajar

sebagai kegiatan seperti wawancara, kerja kelompok, observasi, simulasi dan

permainan; (5) sumber belajar berupa lingkungan di masyarakat seperti taman,

Page 24: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |351

terminal, pasar, toko, pabrik, museum dan lingkungan situs atau cagar budaya,

tradisi, masyarakat adat. Sedangkan sumber belajar menurut konsep teknologi

pendidikan meliputi (1) Orang (seperti guru, teman, tokoh, artis/selebritis, dll);

(2) Bahan (seperti buku teks, modul, CD-ROM pembelajaran, VCD

Pembelajaran, OHT, dll); (3) Alat (seperti komputer, LCD projector, peralatan

lab, dll); (4) Lingkungan (baik lingkungan fisik seperti tata ruang kelas atau non

fisik seperti nuansa, iklim belajar, hubungan antara guru dan siswa, dll); (5)

Pesan; (6) Tehnik.

Sumber belajar disesuaikan dengan kebutuhan dengan tujuan belajar

(Sutrisno: 2005, 90) meliputi (1) lingkungan alamiah di sekitar kita; (2) koleksi

perpustakaan; (3) media cetak, visual, audio, multimedia; (4) narasumber seperti

pedagang, polisi, militer, dan petani dan profesi lainnya; (5) karya siswa melalu

media belajar yang telah diciptakan peserta didik itu sendiri seperti lukisan, peta,

dsb; (6) media elektronik seperti komputer, radio, TV, dan internet; dan (7) nilai-

nilai budaya setempat.

Sumber belajar yang dirancang lebih eksplisit dan efektif dapat

menunjukkan efisiensi belajar peserta didik karena secara tidak langsung

berfungsi sebagai media belajar. Bentuk, format atau keadaan fisik sumber belajar

menyesuaikan pola dan tujuan pembelajaran sehingga pesan yang disampaikan

sebagai tujuan akhir pembelajaran dapat berlangsung secara optimal dan efisien

meningkatkan hasil belajar peserta didik. Bahan-bahan yang diperlukan sebagai

sumber belajar hendaknya disesuaikan dengan nilai budaya setempat karena

sangat berpengaruh sebagai media belajar. Sumber belajar sebagai media belajar

adalah proses pembelajaran melalui proses observasi, analisis, identifikasi untuk

membantu peserta didik memecahkan materi pelajaran yang dipelajarinya dengan

baik dan efisien serta menunjang penguasaan materi pembelajaran secara efektif

(Munir: 2008, 13). Peranan sumber belajar sangat penting sebagai media belajar

Page 25: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

352| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

dan tranfering pengetahuan baik secara teoritis dan praktis agar pengetahuan yang

didapat bermanfaat secara optimal.

Faktor penunjang efisiensi belajar dalam proses pembelajaran adalah (1)

faktor internal yaitu kondisi jasmani/ fisiologis dan rohani/ psikologis peserta

didik; (2) faktor eksternal yaitu kondisi lingkungan di sekitar peserta didik; dan

(3) materi pelajaran serta pendekatan belajar dengan memanfaatkan sumber

belajar secara efisien. Sumber belajar (learning resources) merupakan semua

sumber baik berupa data, orang dan wujud tertentu yang digunakan peserta didik

dalam proses belajar, baik secara terpisah maupun secara terkombinasi sebagai

media belajar. Seperti yang dilakukan Hariyati melakukan praktek mengajar mata

pelajaran IPS, salah satu kegiatannya adalah peserta didik diajak ke warung dekat

sekolah untuk memahami proses belajar tentang konsep dasar ekonomi yang

mempelajari materi distribusi, konsumsi, interaksi dan produsen. Peserta didik

diberi kebebasan dengan menanyakan berbagai jenis barang, harga beli dan harga

jual. Selain itu, belajar dari sesama peserta didik juga memiliki makna lebih besar

sebab siswa lebih mudah memahami bahasa dan isyarat yang diberikan oleh

temannya. Hal ini dilakukan guru sebagai pendidik yang ingin menyampaikan

materi melalui media belajar “pasar” dengan aneka sumber belajar yang efisien

untuk mengajarkan nilai, proses belajar dan pengalaman untuk menghagai orang

lain, mau menerima, bekerja sama, dan menikmati hidup bersama orang lain.

Taman Bacaan Masyarakat (TBM) sebagai bagian dari layanan inat baca

masyarakat dapat menjadi sumber belajar melalui media belajar “buku” bagi

masyarakat serta informasi lainnya. Dilihat dari sisi pelayanan, TBM masih belum

dikelola profesional, koleksi bahan pustaka terbatas, belum lengkap ragam dan

jenisnya sesuai kebutuhan masyarakat sekitar. Namun, pentingnya keberadaan

TBM dalam menumbuhkan minat baca masyarakat mendorong TBM dapat

mengakomodir dan memfasilitasi kepentingan tersebut sebagai sumber belajar dan

media belajar.

Page 26: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |353

Banyaknya sumber belajar perlu dilestarikan serta dikelola, karena berperan

untuk mendorong efektifitas serta optimalisasi proses pembelajaran. Sumber

belajar berfungsi sebagai media belajar, meningkatkan efektifitas dan efisiensi

belajar. Menurut Ballard & Clanchy bahwa pendekatan belajar pada umumnya

dipengaruhi oleh attitude to knowledge yaitu (1) sikap conserving untuk

menghasilkan kembali fakta dan informasi; dan (2) sikap extending secara analitis

mampu memilah dan menginterpretasikan fakta dan informasi. Pendekatan belajar

ini perlu disesuaikan dengan pemanfaatan sumber belajar sebagai media belajar

agar peserta didik juga dapat memahami materi yang diberikan guru dengan

optimal tanpa merasa terbebani karena proses pembelajarannya disesuaikan.

Peranan sumber belajar sebagai media belajar menjadi sangat penting karena

memerlukan pola komunikasi pembelajaran seperti yang terlihat dalam gambar di

bawah ini:

Belajar sebagai suatu proses usaha untuk memperoleh perubahan tingkah

laku secara keseluruhan didasarkan pada pengalaman belajar dalam interaksinya

dengan lingkungan memerlukan media belajar yang tepat dengan jalan

mengoptimalkan dan mengefisienkan sumber belajar yang ada di sekitar

lingkungan itu sendiri. Fatah Syukur (2008: 94-95) mengemukakan ada 3

pengertian mengenai belajar yaitu “menemukan, mengingat dan menjadi efisien”.

Kegiatan belajar dapat dikatakan efisien, jika usaha belajar dapat memanfaatkan

sumber belajar sebagai media belajar untuk memberikan hasil dan prestasi belajar

Page 27: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

354| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

tinggi pada peserta didiknya sesuai dengan karakteristik lingkungan, budaya dan

kebutuhan belajar itu sendiri.

Pemanfaatan sumber belajar selain guru, sangat selektif di bawah petunjuk

dan kontrol guru. Media pembelajaran juga tidak luput dari wacana sumber

belajar agar pola komunikasi dalam belajar menjadi kunci utama guru sebagai

fasilitator dan motivator belajar. Manfaat dari sumber belajar yang efisien sebagai

media belajar dapat (1) memberi pengalaman belajar secara langsung dan konkrit;

(2) menyajikan sesuatu yang tidak mungkin; (3) menambah dan memperluas

cakrawala media belajar sederhana; (4) memberi informasi sesuai karakteristik

peserta didiknya; (5) memberi motivasi positif; (6) merangsang untuk berfikir,

bersikap dan berkembang. Hal inilah yang perlu kembali dipikirkan untuk

pembangunan pendidikan secara holistik agar mutu pendidikan dan kualitas

masyarakat Indonesia dapat berdaya saing secara global di masa yang akan datang

dengan optimal tanpa meninggalkan nilai budaya dan semangat menjaga NKRI.

SIMPULAN

Efisiensi belajar sebagai sebuah konsep ternyata mencerminkan

perbandingan terbaik antara usaha dengan hasil. Ada 2 macam efisiensi dalam

proses belajar yaitu efisiensi usaha belajar dan efisiensi hasil belajar. Juga ada 3

faktor yang dapat menjadi penunjang efisiensi dalam proses pembelajaran, yaitu

(1) faktor internal; (2) faktor eksternal; dan (3) materi pelajaran dengan

memanfaatkan sumber belajar sebagai media belajar. Efisiensi pemanfaatan

sumber belajar sebagai media belajar ternyata dapat menjadi salah satu solusi pola

pendidikan alternatif untuk menunjang proses transformasi dan transfering

pengetahuan dan pembelajaran bagi peserta didik sesuai dengan karakteristik

peserta didik itu sendiri secara optimal.

Pengalaman Butet Manurung dan sebagian besar guru adalah suatu inspirasi

bagi guru yang lain untuk memberikan suatu bentuk pola pendidikan yang

efisiensi dengan melakukan pendekatan dan metode belajar dan pemanfaatan

Page 28: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |355

sumber belajar sebagai media belajar sesuai dengan potensi dan karakteristik

peserta didiknya.

DAFTAR PUSTAKA

Bruner, J.S. 1962. The Process of Education. Cambridge, MA: Harvard

University Press.

Eveline Siregar. Pengembangan Belajar Berbasis Aneka Sumber (Resources-

based Learning), tanggal 11 Februari 2008.

Fatah Syukur. 2008. Teknologi Pendidikan. Semarang: Rasail.

Munif Chatib. 2013. Gurunya Manusia. Bandung: PT. Mizan Pustaka.

Munif Chatif dan Alamsyah Said. 2014. Sekolah anak-anak Juara. Bandung: PT.

Mizan Pustaka.

Munir.2008. Kurikulum Berbasis Teknologi Informasi dan Komunikasi, Cet.1

Bandung: Penerbit Alfabeta.

Nana Sudjana. 2003. Teknologi Pengajaran. Bandung: Sinar Baru Algesindo.

Sutrisno. 2005. Revolusi Pendidikan di Indonesia, Jogjakarta: Ar-Ruzz.

Soesilo Bambang Yudhoyono. 2005. The Making of a Hero, majalah TIME Asia,

edisi 3 Oktober 2005.

Wina Sanjaya, 2007. Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media

Group.

http://www.koran-sindo.com/news.php?r=0&n=17&date=2016-01-17Edisi 17-01-

2016/Potret Pendidikan di Daerah Tertinggal.

http://www.kompasiana.com/anisasholihat93/wajah-pendidikan-di-daerah terting-

gal_54f679a8a3331184118b4d59.

Page 29: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

356| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Lepas MDGs, Songsong SDGs, Koran SINDO. Senin, 15 Juni 2015 − 07:49

WIB...., http://nasional.sindonews.com/read/1012602/149/lepas-mdgs-song-

song-sdgs-1434329380/2.

http://www.koran-sindo.com/news.php?r=0&n=17&date=2016-01-17Edisi 17-01-

2016/Potret Pendidikan di Daerah Tertinggal.

http://lilimulyatna.com/index.php/2015/12/12/strategi-pencapaian-target-dan-in-

dikator-sustainable-development-goals-sdgs-2030.

Page 30: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |357

PENGEMBANGAN KURIKULUM PENDIDIKAN BERBASIS KKNI DAN

BERWAWASAN KEBANGSAAN SEBAGAI PROGRAM DUKUNGAN

PEMBANGUNAN BERKELANJUTAN DI BIDANG PENDIDIKAN

Dr. Deny Setiawan, M.Si

Dosen Jurusan PPKn FIS UNIMED Jl. Willem Iskandar Psr. V Medan-Estate Medan

20221 Email: [email protected]

Abstrak

Globalisasi yang tengah bergulir membawa sejumlah tuntutan yang perlu di respon

oleh dunia pendidikan, tak terkecuali oleh perguruan tinggi yang

menyelenggarakan pembelajaran untuk hidup dan kehidupan. Dalam rangka

memenuhi tuntutan, yakni menghasilkan lulusan yang memiliki sejumlah

kompetensi untuk dapat berdaya saing dalam kehidupan abad ke-21, diusulkan

adanya upaya revitalisasi LPTK melalui implementasi kurikulum yang berorientasi

KKNI dan berwawasan kebangsaan. Ouput dari pemberlakuan dari kurikulum ini,

diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi personal,

kompetensi sosial, dan kompetensi intelektual dengan karakter berwawasan

kebangsaan. Nation and Character Building tetap dijadikan landasan revitalisasi

untuk menghasilkan lulusan berwawasan kebangsaan dengan ciri memiliki: (1)

pandangan politic of recognition; (2) prinsip human dignity; (3) sense of social

consciousness; dan (4) rasa kebangsaan.

Kata kunci: kurikulum, wawasan kebangsaan, pembangunan keberlanjutan

PENDAHULUAN

Pada prinsipnya globalisasi merupakan suatu proses yang bergerak dengan

kecepatan berbeda di berbagai wilayah dan masyarakat di planet bumi. Sebagai

suatu proses, globalisasi menuntut adanya interaksi antar bangsa yang di

dalamnya terkandung fenomena untuk saling ketergantungan, saling mengisi dan

memberi bahkan persaingan dalam mencapai suatu tujuan. Fenomena ini

menunjukkan, di era global masyarakat dunia dituntut untuk memiliki daya saing

guna meraih berbagai peluang yang ada. Intinya dalam memasuki proses

globalisasi perlu dipersiapkan unsur dari pelaku globalisasi itu sendiri, yakni

manusia dengan pemilikan sumber daya manusia yang unggul (Micklethwait dan

Wooldridge, 2007).

Page 31: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

358| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Masalah pengembangan sumber daya manusia di Indonesia telah menjadi

isu sentral di berbagai lembaga, tak terkecuali dalam lingkungan lembaga

pendidikan sejak beberapa dekade terakhir. Khusus untuk jenjang perguruan

tinggi, pemerintah telah mengeluarkan Kerangka Kulifikasi Nasional Indonesia

(KKNI) sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 8 tahun 2012, sebagai

pernyataan kualitas sumber daya manusia Indonesia yang perjenjangan

kualifikasinya didasarkan pada tingkat kemampuan yang dinyatakan dalam

rumusan capaian pembelajaran (learning outcomes). Perguruan tinggi sebagai

penghasil sumber daya manusia terdidik perlu mengukur kelulusannya, agar

lulusan yang dihasilkan memiliki kompetensi yang setara dengan capaian

pembelajaran yang telah dirumuskan dalam jenjang kualifikasi KKNI dan standar

kompetensi yang ditetapkan.

Rumusan kompetensi oleh pemerintah, juga telah direspon oleh Lembaga

Pendidikan dan Tenaga Kependidikan (LPTK) untuk mendukung tercapainya visi

pendidikan Indonesia tahun 2025. Dalam rangka mewujudkan profil lulusan yang

profesional, LPTK memandang perlunya dirancang sebuah kurikulum yang

menjamin ketercapaian kompetensi lulusan sesuai standar nasional pendidikan

tinggi dengan membuat rencana dan pengaturan mengenai capaian pembelajaran,

bahan kajian, proses dan penilaian. Sekaitan dengan kurikulum, Kementerian

Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi telah meluncurkan program revitalisasi

LPTK pada tahun 2016 ini, dengan tujuan agar proses implementasi kurikulum

yang berbasis KKNI juga dapat diimplementasikan berbasis wawasan

kebangsaan. Program revitalisasi tersebut dinilai urgen agar lulusan tidak hanya

dibekali dengan sejumlah kompetensi baik personal, sosial, dan intelektual,

namun tetap mencirikan lulusan yang dapat menampilkan karakter berwawasan

kebangsaan.

Paparan di atas, menunjukkan pendidikan adalah hal yang mendasar

untuk mencapai tujuan berkelanjutan. Dalam kaitan tersebut, Indonesia seperti

banyak negara lainnya telah memasukkan konsep berkelanjutan sebagai salah satu

Page 32: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |359

prinsip dasar dalam pembangunan pendidikan nasional. Hal ini ditunjukkan pada

Undang-Undang Pendidikan Nasional yang menjadikan pendidikan untuk

perkembangan, pengembangan dan atau pembangunan berkelanjutan sebagai

salah satu paradigma pembangunan pendidikan nasional (Hatzopoulus, 2007).

Dalam upaya tersebut, pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan

mensyaratkan perlunya dilakukan reorientasi terhadap sistem pendidikan saat ini

(UNESCO, 2006). Artinya, para pengambil kebijakan dan pendidik khususnya

pada tingkat pendidikan tinggi harus memahami perubahan-perubahan yang

dipersyaratka. Perubahan-perubahan yang dilakukan diharapkan mampu

membekali lulusannya dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip pendidikan

untuk pembangunan berkelanjutan. Hal ini penting karena lulusan perguruan

tinggi adalah salah satu pemangku kepentingan yang memegang peran penting

dalam upaya tersebut. Begitupun bagi LPTK sebagai bagian dari komunitas

pendidikan di Indonesia, memiliki kewajiban moral dalam mengadopsi prinsip-

prinsip pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan ke dalam sistem

pendidikannya.

PEMBAHASAN

Munculnya istilah pembangunan berkelanjutan adalah akibat dari

tumbuhnya kesadaran terhadap globalisasi. Pembangunan berkelanjutan adalah

pembangunan yang memenuhi kebutuhan generasi saat ini tanpa mengorbankan

kemampuan. World Commission on Environment and Development (dalam

McKoewn, 2002), memberikan deskripsi dari Pembangunan Berkelanjutan

sebagai : “Sustainable development is development that meets the needs of

present generations without compromising the ability of future generations to

meet their own needs“. Praktik-praktik keberlanjutan pada saat ini yang dilakukan

oleh lembaga pendidikan akan berdampak pada kemampuan generasi mendatang

untuk memenuhi kebutuhannya. Oleh karena itu, untuk mengaktualisasi peran

Page 33: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

360| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

pendidikan tinggi dalam mengejar masa depan berkelanjutan, diperlukan perubahan yang

signifikan dalam pendidikan tinggi.

Pandangan dan kepercayaan terhadap masa depan dan berpikir holistik

dengan visi jangka panjang menjadi suatu tuntutan. Tuntutan ini tentu saja juga

menyentuh sumber daya manusia yang disediakan oleh perguruan tinggi.

Perguruan tinggi tidak hanya mencetak mahasiswa yang berhasil dalam

kehidupannya, tetapi juga individu-individu yang dapat berpartisipasi dalam

membangun komunitas dan pembangunan berkelanjutan, dan kelompok-

kelompok profesional di masyarakat di berbagai sektor kehidupan yang tanggap

dan berkontribusi secara efektif pada pembangunan berkelanjutan. Kebutuhan

tersebut menuntut pendidikan tinggi untuk mengakui dan mengembangkan

pemahaman yang lebih baik terhadap praktik-praktik yang dapat menghasilkan

luaran yang terdepan, yang mampu mengupayakan untuk bergerak ke arah

pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan (Depdiknas, 2009). Berdasarkan

pemikiran ini, LPTK sudah saatnya untuk mengedukasi dan melatih mahasiswa

sebagai guru profesional di masa datang dan menjadi warga negara yang

bertanggung jawab untuk berupaya keras memenuhi kebutuhan di atas. Bila

mahasiswa sebagai calon guru memahami paradigm berkelanjutan sebagai suatu

aspek dari tanggung jawab moralnya, mereka akan menjadi warga negara yang

melihat dirinya sebagai bagian dari alam dan manusia lainnya. Dengan demikian,

kelak mereka akan mempunyai kapasitas untuk memfasilitasi pengembangan

aktivitas-aktivitas pendidikan sebagai tanggung jawabya dalam mencerdaskan

kehidupan bangsa.

LPTK dalam mengaktualisasikan pendidikan untuk pembangunan

berkelanjutan, perlu merancang program pembangunan berkelanjutan untuk: (1)

membantu mahasiswa belajar untuk berpartisipasi dalam membangun komunitas

dan pembangunan berkelanjutan; (2) mengambil langkah terbaik yang dapat

mengurangi dampak terhadap lingkungan; dan (3) mengusahakan keterampilan

dan atribut-atribut yang membantu kita berkontribusi pada keadilan sosial

Page 34: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |361

(Cortese, 1999). Terkait dengan hal tersebut, LPTK harus menyiapkan lulusan

yang tidak hanya dengan kompetensi dasar terkait bidang pedagogik, tetapi juga

kompetensi yang berkaitan dengan kemampuan untuk memahami bagaimana

mereka berinteraksi dan bekerja dengan masyarakat dan lingkungan lokal maupun

global dalam upaya untuk mengidentifikasi tantangan, risiko, dan dampak-

dampak potensial dari setiap tindakan manusia. Lulusan LPTK tidak hanya

memahami kontribusi pekerjaannya sebagai pendidik, tetapi juga dapat melakoni

perannya sebagai warga negara dalam berbagai kontek kehidupan budaya, sosial,

dan politik. Untuk itu, lulusan LPTK harus dapat bekerja dengan kompetensi: (1)

dapat bekerja dalam tim multidisiplin untuk mengadaptasikan bidang yang

ditekuni dengan kebutuhan yang berkaitan dengan pembangunan berkelanjutan;

(2) mampu mengaplikasikan pendekatan holistik dan sistemik untuk

menyelesaikan persoalan; (3) dapat mengambil peran serta dalam berbagai

kesempatan yang tersedia terkait pembahasan dan penentuan kebijakan ekonomi,

sosial-budaya, politik dan lingkungan untuk membantu masyarakat dalam

mendukung pembangunan berkelanjutan; (4) dapat mengaplikasikan pengetahuan

profesionalnya dalam kaitannya nilai-nilai lokal (the core values) dan nilai-nilai

universal; dan (5) berwawasan kebangsaan.

Berdasarkan pemikiran di atas, LPTK perlu melakukan reorientasi

kurikulum dengan menekankan pada pengembangan pengetahuan secara nalar,

keterampilan intelektual dan keteramian sosial, perspektif dan nilai-nilai yang

menuntun dan memotivasi mahasiswa sebagai calon guru untuk dapat

berpartisipasi dalam pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, kompetensi

pengetahuan, keterampilan, dan sikap harus ditekankan dalam melakukan re-

orientasi terhadap kurikulum formal dalam menunjang pendidikan untuk

pembangunan berkelanjutan (UNESCO, 2006). Di bidang pengetahuan,

kompetensi difokuskan pada: (1) dimensi sosial dan ekonomi; (2) perlindungan

Page 35: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

362| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

dan pengelolaan sumber daya; (3) mem-perkuat peran kelompok-kelompok

utama; dan (4) cara-cara pengimplementasian pembangunan berkelanjutan

(United Nations, 1992). Sedangkan untuk kompetensi keterampilan menurut

McClaren (1989), jenis-jenis keterampilan yang diperlukan mahasiswa terkait

pembangunan berkelanjutan di antaranya: (1) kemampuan untuk berkomunikasi

secara efektif (baik lisan maupun tulisan); (2) kemampuan untuk berpikir dengan

pendekatan sistem; (3) kemampuan untuk mengelola waktu untuk

memperkirakan, berpikir ke depan, dan untuk merencanakan; (4) kemampuan

untuk berpikir secara kritis tentang isu-isu nilai; (5) kemampuan untuk

memisahkan kuantitas, kualitas, dan nilai; (6) kemampuan untuk bergerak dari

kesadaran ke pengetahuan dan diteruskan ke tindakan; dan (7) kemampuan untuk

bekerja secara kooperatif dengan orang lai. Pada kompetensi yang ketiga

berkaitan dengan sikap, yakni nilai-nilai yang perlu dibangun difokuskan pada

nilai dasar penghormatan, yang meliputi: penghormatan terhadap orang lain,

penghormatan terhadap generasi sekarang dan mendatang, dan penghormatan

terhadap planet dari apa yang disediakan untuk umat manusia (sumber daya,

fauna, dan flora). Oleh karena itu, nilai dan etika merupakan bagian sentral dari

pengajaran pada semua disiplin keilmuan (UNESCO, 2006). Paradigma sekaligus

tuntutan dalam mengaktualisasi pembangunan berkelanjutan sebagaimana

dipaparkan di atas, menjadi tantangan bagi LPTK sebagai lembaga yang

menyelenggarakan pembelajaran untuk hidup dan kehidupan. Untuk memenuhi

tuntutan, terutama dalam menghasilkan lulusan yang adaptif dan partisipatif

dalam kehidupan abad ke-21, LPTK telah mengembangkan kurikulum pendidikan

berbasis KKNI. Standar kompetensi lulusan dalam kurikulum pendidikan

diorientasikan pada rumusan capaian pembelajaran lulusan yang mengacu pada

capaian pembelajaran lulusan KKNI, yang meliputi: (1) standar isi pembelajaran;

(2) standar proses pembelajaran; dan (3) standar penilaian. Bahkan pada program

revitalisasi LPTK yang baru saja diluncurkan, implementasi kurikulum

berorientasi KKNI juga aktualisasikan untuk menghasilkan lulusan berwawasan

Page 36: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |363

kebangsaan (Direktorat Pembelajaran Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan

Kemenristek, 2016). Nation and Character Building tetap dijadikan landasan

revitalisasi untuk menghasilkan lulusan berwawasan kebangsaan dengan ciri

memiliki: (1) pandangan politic of recognition; (2) prinsip human dignity; (3)

sense of social consciousness; dan (4) rasa kebangsaan. Melalui pandangan politic

of recognition, diharapkan akan lahir generasi yang menghargai keperbedaan

dalam keberagaman (Setiawan, 2012). Mereka dapat menghayati, menerima dan

menghormati keperbedaan etnis dan lainnya sebagai anugerah dari Tuhan Yang

Maha Esa, dan menjadikannya sebagai modal kekayaan bangsa. Prinsip human

dignity dikembangkan, agar mereka dapat menghormati harkat dan martabat

manusia dalam berbagai konteks kehidupan. Sedangkan sense of social

consciousness, dihayati sebagai suatu kesadaran untuk dapat berkomunikasi,

berinteraksi dan bekerja sama atas dasar kepedulian dan kepemilikan (having)

bersama nilai-nilai asli (the core values) jatidiri bangsanya.

Terakhir, rasa kebangsaan, dijadikan juga sebagai ranah kompetensi dalam

menghasilkan lulusan berwawasan kebangsaan. Rasa kebangsanaan adalah

kesadaran berbangsa, yakni rasa yang lahir karena adanya kebersamaan sosial

yang tumbuh dari kebudayaan, sejarah, dan aspirasi perjuangan masa lampau,

serta kebersamaan dalam menghadapi tantangan sejarah masa kini dan masa yang

akan dating. Unsur keberlanjutan, yakni dinamisasi rasa kebangsaan dalam

mencapai cita-cita bangsa berkembang menjadi wawasan kebangsaan, yakni

pikiran-pikiran yang bersifat nasional dimana suatu bangsa memiliki cita-cita

kehidupan dan tujuan nasional. Wawasan kebangsaan mengandung pula tuntutan

suatu bangsa untuk mewujudkan jati diri, serta mengembangkan perilaku sebagai

bangsa yang meyakini nilai-nilai budayanya, yang lahir dan tumbuh sebagai

penjelmaan kepribadian bangsa. Dalam kedinamisannya, antar-pandangan

kebangsaan dari suatu bangsa dengan bangsa lainnya saling berinteraksi dan

Page 37: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

364| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

saling mempengaruhi. Dengan benturan budaya dan kemudian bermetamorfosa

dalam campuran budaya dan sintesanya, maka derajat kebangsaan suatu bangsa

menjadi dinamis dan tumbuh kuat dan kemudian terkristalisasi dalam paham

kebangsaan. Atas dasar kedinamisan tersebut, revitalisasi LPTK dalam

mengimplementasikan kurikulum berbasis KKNI, perlu juga diorientasikan pada

basis berwawasan kebangsaan untuk menghasilkan lulusan dengan karakter: (1)

kemandirian (self-reliance), atau menurut istilah Presiden Soekarno adalah

“Berdikari” (Basari, 1987). Dalam konteks aktual saat ini, kemandirian

diharapkan terwujud dalam percaya akan kemampuan manusia dan

penyelenggaraan Republik Indonesia dalam mengatasi krisis-krisis yang

dihadapinya; (2) sikap demokratis, sebagai sikap yang menghormati kedaulatan

rakyat dalam proses politik dan pengambilan keputusan yang berkaitan langsung

dengan kepentingan untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran (Huntington,

1991); (3) mendahulukan Persatuan Nasional (national unity), dalam konteks

aktual dewasa ini diwujudkan dengan kebutuhan untuk terwujudnya kebersamaan

dan toleransi; dan (4) partisipasi warga dalam memperoleh pengakuan martabat

internasional (bargaining positions), sebagai bentuk aktualisasi warga dalam

membangun Indonesia yang bermartabat.

SIMPULAN

Untuk memenuhi tuntutan dan kebutuhan dalam kehidupan abad ke-21, terutama

dalam pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan, LPTK telah

mengembangkan kurikulum pendidikan berorientasi KKNI dengan penetapan

standar baik pada isi pembelajaran, proses pembelajaran dan standar penilaian.

Ouput dari pemberlakuan kurikulum ini, diharapkan dapat menghasilkan lulusan

yang adaptif dan partisipatif dalam proses kehidupan di era global dengan

pemilikan kompetensi pada ranah pengetahuan, keterampilan dan sikap. Bahkan

pada program revitalisasi LPTK yang baru saja diluncurkan, implementasi

kurikulum berorientasi KKNI juga aktualisasikan untuk menghasilkan lulusan

Page 38: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |365

berwawasan kebangsaan. Nation and Character Building tetap dijadikan landasan

revitalisasi untuk menghasilkan lulusan berwawasan kebangsaan dengan ciri

memiliki: (1) pandangan politic of recognition; (2) prinsip human dignity; (3)

sense of social consciousness; dan (4) rasa kebangsaan. Program revitalisasi ini,

sekaligus merupakan aktualisasi LPTK dalam pembekalan lulusan untuk memiliki

life and career skills, learning and innovation skill dan information media and

technology skills. Lulusan LPTK, harus memiliki sejumlah kompetensi yang

dibutuhkan, terutama dalam menghadapi realitas kehidupan abad ke-21. Oleh

karena itu, pendidikan untuk pembangunan berkelanjutan perlu dijadikan isu

bersama bagi lembaga pendidikan tinggi, dikaji secara bersama guna

menghasilkan sejumlah kebijakan yang dapat memberikan kontribusi positif

dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di bidang pendidikan.

DAFTAR PUSTAKA

Basari, H. 1987. Sukarno dan Perjuangan Kemerdekaan. Jakarta : LP3ES. 1987.

Cortese, A. 1999. Education for Sustainability: The Need for a New Human

Perspective. Second Nature Boston. (Online), (http://www. Seconda-

ture.org, diakses pada 9 September 2010).

Direktorat Pembelajaran Ditjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan

Kemenristekdikti. 2016. Panduan Program Revitalisasi Lembaga

Pendidikan Tenaga Kependidikan. Jakarta: Kemenristekdikti.

Depdiknas. 2009. Rencana Strategis Departemen Pendidikan Nasional Tahun

2010-2024. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Gonggong, Anhar dalam “Diskusi Terbatas,” “Perspektif Sejarah atas Demokrasi

Indonesia,” 11 September 2002, di Bappenas, oleh Direktorat Politik,

Komunikasi dan Informasi.

Hatzopoulos, J. N. 2007. Ideals and Modern Tools to Achieve Sustainability in

Higher Education, dalam W. L. Fihlo, E. L. Manolas, M. N. Sotirakou, & G.

A. Boutakis (Eds). Higher Edu-cation and the Challenge of Sustainability:

Problems, Promises and Good Practice. Greece: Environmental Education

Center of Soufli.

Page 39: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

366| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Huntington, Samuel P. Democracy’s Third Wave, dalam Journal of Democracy,

Spring 1991.

McKoewn, R. 2002. Education for Sustainable Development Toolkit. Energy,

Environment and Resources Center University of Tennessee. (Online),

(http://www.esdtoolkit.org, diakses pada 15 Nopember 2010).

Micklethwait, J dan Wooldridge, A. 2007. A Future Perfect (Penerjemah:

Samsudin Berlian) Jakarta: Obor.

Peraturan Presiden No. 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional

Indonesia.

McClaren. 1989. Education for Sustainable Development Toolkit. UNESCO

Education. Centre. (Online), (www.unesco.org/education/ desd, diakses

pada tanggal 2 Oktober 2010).

Setiawan, D. 2012. Integrasi dan Identitas Kebangsaan. Medan: Unimed Press.

United Nations. 1992. Agenda 21. United Nations Conference on Environment &

Development Rio de Janerio, Brazil, 3 to 14 June 1992.

Page 40: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |367

KURIKULUM 2013 (KURTILAS):

Praksis Kurikulum Emansipatoris, Pembebasan dari Penindasan dan

Penyadaran Diri

Agus Suprijono

Jurusan Pendidikan Sejarah FISH Unesa; email:[email protected]

Abstrak

Tulisan ini beraksentuasi pada kajian kurikulum sebagai struktur yang mempengaruhi

proses pembelajaran. Berdasarkan pengalaman sejarah kurikulum di Indonesia mulai

tahun 1968 hingga 2006 pembelajaran sangat diterministik terhadap kurikulum. Pendidik

dan peserta didik sebagai agen-agen pembelajar hanya menduplikasi dan merproduksi

konten, epistimogi pembelajaran, dan penilaian yang telah ditetapkan pemerintah. Praksis

kurikulum terdahulu memperlihatkan pedagogik dogmatis, pengajaran transaksional, dan

instrumental. Seiring dengan penegakan demokrasi pasca runtuhnya orde baru

pengembangan kurikulum pendidikan yang memerdekakan, memberdayakan, dan

menyadarkan tampak pada kurtilas atau Kurikulum 2013. Prinsip pembelajaran yang

diaksentuasikan baik pendidik maupun peserta didik sebagai subjek pembelajaran

menunjukkan praksis kurikulum yang emansipatoris. Begitu pula pendekatan

pembelajaran yang menekankan pada kontekstual, konstruktivistik, penemuan, dan

pembelajaran berbasis masalah memberikan ruang terjadinya proses dialektis antara agen

dan struktur, antara dunia objektif dan subjektif. Dalam proses ini terjadi reflection in

action. Praksis kurtilas merujuk pada pendidikan transformatif, pedagogik kritis sebagai

eksponen pendidikan emansipatoris.

Kata kunci: Praksis, kurikulum emansipatoris, pembebasan, penindasan dan

penyadaran diri

PENDAHULUAN

Kurikulum pendidikan merupakan anasir yang urgen bagi pendidikan

formal. Sekolah adalah institusi yang amat berkepentingan dengan kurikulum.

Kurikulum menjadi serperangkat instruksi bagi kepala sekolah dan guru

mengelola pembelajaran. Kurikulum menjadi pedoman perencanaan, pelaksanaan,

dan penilaian hasil pembelajaran di sekolah. Kurikulum pendidikan menjadi

landasan operasional bagi lembaga pendidikan formal untuk mendukung

tercapaianya tujuan pendidikan.

Page 41: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

368| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Sejarah telah mencatat perkembangan kurikulum pendidikan di Indonesia

tidak pernah lepas dari politik penguasa. Sepanjang rezim Orde Baru berkuasa

kurikulum pendidikan menjadi instrumen hegemoni untuk stabilitas nasional.

Kurikulum pendidikan di jaman itu merupakan kodifikasi tertib sosial. Mulai dari

materi yang dibelajarkan, bagaimana membelajarkan, hingga bagaimana menilai

semua sudah ditentukan pemerintah. Meminjam istilah Freire kurikulum

pendidikan di masa pemerintahan Soeharto adalah praktik pendidikan gaya bank

(banking concept of education).1 Selama hampir 32 tahun berlaku kurikulum

pendidikan transaksional, pembelajaran figuratif dan pembelajaran instrumental.

Seiring dengan runtuhnya rezim orde baru dan kekuasaan berpindah

tangan ke rezim orde reformasi sebagai orde penegakan demokrasi, dunia

pendidikan pun mengalami perubahan. Perubahan dari pendidikan transaksional

ke pendidikan transformatif, pembelajaran figuratif ke pembelajaran operatif, dan

pembelajaran instrumental ke pembelajaran emansipatoris. Responsif pemerintah

terhadap berbagai paradigma itu terformulasikan dalam kebijakan yang telah

diputuskannya yakni pemberlakuan kembali Kurikulum 2013 (Kurtilas) sebagai

Kurikulum Nasional yang sempat mengalami revisi. Kurtilas yang berlaku mulai

tahun ajaran 2016/2017 adalah Kurikulum 2013 versi 2016. Bagaimana praksis

sosial Kurtilas, apakah Kurtilas merupakan kurikulum pembelajaran

emansipatoris ?

PEMBAHASAN

Kegiatan belajar mengajar melibatkan interaksi peran sosial yakni peran

pendidik dan peserta didik. Proses ini dipengaruhi struktur yakni kurikulum.

Kurikulum sebagai aturan-aturan yang terbentuk dan ada dalam suatu ranah

mempengaruhi pembentukan habitus para agen (pendidik dan peserta didik).

Dalam perkembangan sejarah pendidikan di Indonesia, dominasi kurikulum

1 Freire, Paulo, 1999, Politik Pendidikan, Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan, Agung P

dan Fuad (terj), Yogjakarta: Read dan Pustaka Pelajar. h.11

Page 42: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |369

terhadap agen sudah terjadi. Pembelajaran sangat deterministik terhadap

kurikulum yang berlaku pada saat itu. Kurikulum 1975, Kurikulum 1984,

Kurikulum 1994, Kurikulum 2004, dan Kurikulum 2006 melahirkan model

pendidikan berorientasi pada pengenalan realitas diri sendiri para agen dan dunia

sekitarnya. Pengenalan itu hanya bersifat dikotomis objektif atau subjektif, namun

tidak sampai pada praktik dialektik antara keduanya. Agen tidak bisa berperan

dalam mempengaruhi struktur (kurikulum) dalam kemasyarakatan (kegiatan

belajar mengajar). Lahirlah para agen berjiwa nekrofili, bukan berjiwa biofili.

Menurut Fromm nekrofili adalah rasa kecintaan pada segala yang tidak memiliki

jiwa kehidupan, sebaliknya biofili adalah kecintaan kepada segala yang memiliki

jiwa kehidupan yang manawiah.2 Implikasi dari nekrofili adalah baik pendidik

maupun peserta didik hanya menjadi duplikasi pengajar dan akan menjadi

penindas-penindas yang baru. Pendidikan hanya akan menjadi status-quo

sepanjang masa, bukan menjadi kekuatan penggugah (subversive force) ke arah

perubahan dan pembaharuan.

Berpijak pada dialog pemikiran Bourdieu tentang struktur dikatakannya

bahwa dalam kehidupan sosial masyarakat struktur sangat dominan dalam

mempengaruhi agen. Individu pada dasarnya sangat dominan dipengaruhi struktur

dalam kehidupannya. Namun, agen juga bisa berperan mempengaruhi struktur

dalam kemasyarakatan walaupun sepenuhnya tidak bisa lepas dari struktur yang

ada. Jadi adanya hubungan timbal balik yaitu struktur mempengaruhi agen dan

agen mempengaruhi struktur. Pemikiran Bourdieu menjadi pijakan proposisi

bahwa dalam kegiatan belajar mengajar di satu sisi kurikulum mempengaruhi

pendidik dan peserta didik, namun di sisi lain pendidik dan peserta didik dapat

mempengaruhi kurikulum. Ada proses dialektis antara struktur dan agen, antara

kurikulum dan pendidik serta peserta didik. Pembelajaran sebagai salah satu

2 Hall, Calvin dan dkk. 1993. Teori-Teori Psikodinamik (Klinis).Yogyakarta: Kanisius. h.27

Page 43: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

370| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

bentuk dari pendidikan seharusnya berorientasi pada pengenalan dirinya sendiri

dan dunia sekitarnya secara dialektik. Pengenalan itu tidak cukup hanya bersifat

objektif atau subjektif tetapi kedua-duanya. Kebutuhan objektif untuk merubah

keadaan yang tidak manusiawi selalu membutuhkan kemampuan subjektif

(kesadaran subjektif) mengenali terlebih dahulu keadaan yang tidak manusiawi,

yang terjadi senyatanya yang objektif.

Kurtilas yang lahir di era penegakan demokrasi memperlihatkan praksis

sosial dialektika antara struktur dan agen, antara objektif dan subjektif. Setidaknya

hal itu dapat dipahami dari rumusan yang sudah dinyatakan dalam Peraturan

Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2016.

Dari peserta didik diberi tahu menuju peserta didik mencari tahu ; dari guru

sebagai satu-satunya sumber belajar menjadi belajar berbasis aneka sumber

belajar ; dari pembelajaran yang menekankan jawaban tunggal menuju

pembelajaran dengan jawaban yang kebenarannya multi dimensi ; pembelajaran

yang mengutamakan pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik sebagai

pembelajar sepanjang hayat ; pembelajaran yang menerapkan prinsip bahwa siapa

saja adalah guru, siapa saja adalah peserta didik, dan di mana saja adalah kelas3

Kuritilas mengembangkan seluruh potensi kemanusiaan yang mencakup

pengetahuan, sikap, dan keterampilan menjadi suatu kompetensi. Ketiga ranah

kompetensi tersebut memiliki lintasan perolehan (proses psikologis) yang

berbeda. Sikap diperoleh melalui aktivitas “menerima, menjalankan, menghargai,

menghayati, dan mengamalkan”. Pengetahuan diperoleh melalui aktivitas

“mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, mencipta”.

Keterampilan diperoleh melalui aktivitas “mengamati, menanya, mencoba,

menalar, menyaji, dan mencipta”. Karaktersitik kompetensi beserta perbedaan

lintasan perolehan turut serta mempengaruhi karakteristik standar proses. Untuk

memperkuat pendekatan ilmiah (scientific), tematik terpadu (tematik antar

matapelajaran), dan tematik (dalam suatu mata pelajaran) perlu diterapkan

pembelajaran berbasis penyingkapan/penelitian (discovery/inquiry learning).

Untuk mendorong kemampuan peserta didik menghasilkan karya kontekstual,

3 Salinan Lampiran Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016, h.7

Page 44: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |371

baik individual maupun kelompok maka sangat disarankan menggunakan

pendekatan pembelajaran yang menghasilkan karya berbasis pemecahan masalah

(project based learning).

Model-model pembelajaran yang dikembangkan pada Kurtilas

mengarahkan pada proses pembelajaran kritis. Pembelajar ditempatkan pada

subjek yang mengarah pada objek dengan penuh kesadaran. Sartre membedakan

antara kesadaran reflektif dan kesadaran pra‑reflektif. Kesadaran pra‑reflektif

adalah kesadaran yang langsung terarah pada objek yang disadari. Ini berarti

bahwa dalam kesadaran pra-reflektif perhatian kita terarah pada objek (baik objek

dalam kehidupan sehari‑hari kita maupun objek dalam pemikiran kita), tanpa kita

sendiri berusaha untuk merefleksikannya. Misalnya, ketika saya membaca,

kesadaran saya tidak terarah pada perbuatan saya yang sedang membaca,

melainkan pada bahan (huruf, kata, kertas, atau layar komputer) yang sedang saya

baca. Oleh sebab itu, Sartre menyebut kesadaran pra‑reflektif itu sebagai

”kesadaran yang tidak‑disadari” (non‑conscious consciousness). Adapun

kesadaran reflektif adalah kesadaran yang membuat kesadaran pra‑reflektif

menjadi tematik, atau, dengan perkataan lain: kesadaran yang membuat kesadaran

yang tidak‑disadari menjadi ”kesadaran yang disadari”.4 Dalam kesadaran

reflektif kesadaran saya tidak lagi terarah pada bahan yang sedang saya baca,

melainkan pada perbuatan saya ketika saya membaca (kesadaran yang tidak-

disadari). Hidup keseharian kita, eksistensi kita sehari‑hari, adalah hidup dan

eksistensi melalui kesadaran pra‑reflektif. Dalam kesadaran pra‑reflektif, subjek

bukanlah subjek yang mengarahkan kesadarannya pada perbuatan‑perbuatannya

sendiri, melainkan pada sesuatu (objek) yang sedang diperbuatnya. Di samping

itu, kesadaran pra‑reflektif pun menopang kesadaran reflektif. Kesadaran reflektif

4Sartre, J.P. 1965. Being and nothingness. New York: Philosophical Library. (translated and

introduced by Hazel E. Barnes). h. 234

Page 45: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

372| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

tercapai berkat keterarahan kesadaran kita pada perbuatan‑perbuatan kita sendiri,

dalam hubungannya dengan objek (jadi, pada kesadaran pra‑reflektif kita).

Praksis sosial Kurtilas meletakkan kembali fitrah manusia sebagai subjek.

fitrah manusia sejati adalah menjadi pelaku atau subyek, bukan penderita atau

obyek. Panggilan manusia sejati adalah menjadi pelaku yang sadar, yang

bertindak mengatasi dunia serta realitas yang menindas atau yang mungkin

menindasnya. Dunia dan realitas atau realitas dunia ini bukan “sesuatu yang ada

dengan sendirinya”, dan karena itu “harus diterima menurut apa adanya” sebagai

suatu takdir atau semacam nasib yang tak terelakkan, semacam mitos. Manusia

harus menggeluti dunia dan realitas dengan penuh sikap kritis dan daya-cipta, dan

hal itu berarti atau mengandaikan perlunya sikap orientatif yang merupakan

pengembangan bahasa pikiran (thought of language), yakni bahwa pada

hakikatnya manusia mampu memahami keberadaan dirinya dan lingkungan

dunianya yang dengan bekal pikiran dan tindakan “praxis” -nya ia merubah dunia

dan realitas. Karena itulah manusia berbeda dengan binatang yang hanya

digerakkan oleh naluri. Manusia juga memiliki naluri, tetapi juga memiliki

kesadaran (consciousness). Manusia memiliki kepribadian, eksistensi. Ini tidak

berarti manusia tidak memiliki keterbatasan, tetapi dengan fitrah kemanusiaannya

seseorang harus mampu mengatasi situasi-situasi batas (limit-situations) yang

mengekangnya. Jika seseorang yang menyerah pasrah pada situasi batas itu,

apalagi tanpa ikhtiar dan kesadaran sama sekali, maka sesungguhnya ia tidak

manusiawi lagi. Seseorang yang manusiawi harus menjadi pencipta (the creator)

sejarahnya sendiri. Dan, karena seseorang hidup di dunia dengan orang-orang

lain sebagai umat manusia, maka kenyataan “ada bersama” (being together) itu

harus dijalani dalam proses “menjadi” (becoming) yang tak pernah selesai. Ini

bukan sekedar adaptasi, tetapi integrasi untuk menjadi manusia seutuhnya.

Manusia adalah penguasa atas dirinya, menjadi bebas. Ini adalah tujuan

akhir dari upaya humanisasinya yang berarti pemerdekaan atau pembebasan

manusia dari situasi-situasi batas yang menindas di luar kehendaknya. Kaum

Page 46: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |373

tertindas harus memerdekakan dan membebaskan diri mereka sendiri dari

penindasan yang tidak manusiawi sekaligus membebaskan kaum penindas mereka

dari penjara hati nurani yang tidak jujur melakukan penindasan. Jika masih ada

perkecualian, maka kemerdekaan dan kebebasan sejati tidak akan pernah tercapai

secara penuh dan bermakna.

Praksis sosial Kurtilas menunjukan pendidikan untuk pembebasan, bukan

untuk penguasaan (dominasi). Pendidikan memang harus menjadi proses

pemerdekaan, bukan penjinakan sosial-budaya (social and cultural

domestication). Pendidikan bertujuan menggarap realitas manusia, dan karena itu

secara metodologis bertumpu di atas prinsip-prinsip aksi dan refleksi total yakni

prinsip bertindak untuk merubah kenyataan yang menindas dan pada sisi simultan

lainnya secara terus-menerus menumbuhkan kesadaran akan realitas dan hasrat

untuk merubah kenyataan yang menindas itu. Inilah makna dan hakikat praxis

kurtilas itu, yakni:

Dalam perspektif psikologi praksis Kurtilas menekankan pada

pengembangan strategi kognitif hal ini dapat dilihat dari pengembangan

kompetensi pengetahuan metakognitif. Menurut Gagne strategi Kognitif ialah

kemampuan internal yang terorganisasi yang dapat membantu peserta didik dan

pendidik dalam proses belajar, proses berpikir, memecahkan masalah dan

mengambil keputusan.5 Metacognition, yang melandasi strategi kognitif

5 Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan,(Bandung: Remaja

Rosdakarya,

Page 47: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

374| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

merupakan keterampilan peserta didik dalam mengatur dan mengontrol proses

berpikirnya meliputi6 : (1) Keterampilan pemecahan masalah (problem solving),

yaitu keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk

memecahkan masalah melalui pengumpulan fakta, analisis informasi, menyusun

berbagai alternatif pemecahan, dan memilih penyelesaian masalah yang efektif.

(2) Kemampuuan pengambilan keputusan (decision making), yaitu

keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk memilih

suatu keputusan yang terbaik dari beberapa pilihan yang ada melalui

pengumpulan informasi, perbandingan kebaikan dan kekurangan setiap alternatif,

analisis informasi, dan pengambilan keputusan yang terbaik berdasarkan alasan-

alasan yang rasional. (3) Kemampuan berpikir kritis (critical thinking), yaitu

keterampilan individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk menganalisis

argumen dan memberikan interpretasi berdasarkan persepsi yang sahih melalui

“logical reasoning” , analisis asumsi dan bias dari argumen, dan interpretasi logis.

(4) Keterampilan berpikir kreatif (creative thinking), yaiyu keterampilan

individu dalam menggunakan proses berpikirnya untuk menghasilkan suatu ide

yang baru dan konstruktif, berdasarkan konsep-konsep, dan prinsip-prinsip yang

rasional maupun persepsi dan intuisi individu. Keterampilan-Keterampilan

tersebut tidak terpisah melainkan terintegrasi satu dengan yang lain. Jadi pada saat

bersamaan ketika peserta didik menggunakan strategi kognitifnya untuk

memecahkan masalah, dia juga menggunakan keterampilannya untuk mengambil

keputusan, berpikir kritis, dan berpikir kreatif.

Praksis Kurtilas yang menyadarkan, membebaskan, dan memberdayakan

ditempatkan pada penerapan pembelajaran kontekstual dan konstruktivistik.

Dalam pembelajaran berdasarkan Kurtilas berbasis konstruktivistik, siswa belajar

dengan mengembangkan struktur kognitifnya yang kompleks, mengembangkan

skemata berpikir terutama menggunakan informasi dan pengatahuan baru untuk

h.5 6 Preisseisen, B. 1985. Unlearning Lessons: Current and Past Reforms for School Improvement.

Philadelphia: Falmer Press

Page 48: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |375

meraih kemajuan. Siswa belajar berinteraksi dengan lingkungannya. Siswa

menghubungkan pengetahuan yang dimiliki sebelumnya dengan informasi dan

pengetahuan yang sedang dipelajarinya untuk mengkonstruk pemahaman dan

pengetahuan baru.

Menurut Santrock “asumsi pembelajaran konstruktivistik sosial adalah

situated cognition sebagai konsep yang menjelaskan bahwa pemikiran selalu

ditempatkan (disituasikan) dalam konteks sosial dan fisik, bukan dalam pikiran

seseorang”.7 Pembelajaran berbasis konstruktivistik melibatkan siswa dalam

proses sosial yang dijalani dan dialami siswa-siswa untuk memahami dan

merefleksikan diri dan pikirannya pada kehidupan masyarakat di mana siswa

menjadi bagian terintegrasi dari masyarakat melalui upayanya mempelajari secara

langsung kehidupan di masyarakatnya.

Konsep situated cognition yang dikembangkan dalam pembelajaran

konstruktivistik menekankan pengetahuan dilekatkan dan dihubungkan pada

konteks di mana pengetahuan tersebut dikembangkan. Jika demikian maka masuk

akal untuk menciptakan situasi pembelajaran yang semirip mungkin dengan

situasi dunia riil. Hal ini berarti konstruktivistik memberikan arah pemikiran

pentingnya pembelajaran berbasis kontekstual. Suparno menyatakan bahwa

“konstruktivisme bersifat kontekstual”. Siswa selalu membentuk pengetahuannya

dalam situasi dan konteks yang khusus.8

Johnson menyatakan yang dimaksud dengan pengajaran dan pembelajaran

kontekstual (CTL) adalah “…a system of instruction based on the philosophy that

students learn when they see meaning in academic material, and they see

meaning in schoolwork when they can connect new information with prior

7Santrock, John W. 2007, Psikologi Pendidikan. Terj. Tri Wibowo. Jakarta: Kencana Prenada

Media Group. h.391 8 Suparno, Paul, 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Yogjakarta: Kanisius. h.46

Page 49: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

376| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

knowledge and their own experience”.9 CTL adalah suatu sistem belajar yang

didasarkan pada filosofi bahwa siswa mampu menyerap pelajaran apabila siswa

menangkap makna dalam materi akademis yang diterimanya, dan siswa

menangkap makna dalam tugas-tugas sekolah jika siswa mampu menghubungkan

informasi baru dengan pengetahuan dan pengalaman yang sudah dimiliki

sebelumnya.

Pembelajaran kontekstual merupakan konsep yang membantu guru

mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata dan siswa

membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya

dalam kehidupan siswa sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Pembelajaran

kontekstual merupakan prosedur pembelajaran yang bertujuan membantu siswa

memahami makna bahan pelajaran yang dipelajarinya dengan cara

menghubungkannya dengan konteks kehidupan siswa sendiri dalam lingkungan

sosial dan budaya masyarakat. Essensi pembelajaran kontekstual adalah siswa

tidak hanya belajar untuk mendapatkan pengetahuan tetapi siswa juga belajar

mendapatkan pengalaman sebagai pengetahuan bermakna bagi kehidupannya.

Pembelajaran kontekstual merupakan proses belajar yang menekankan pada

penggalian makna maupun aktivitas pemaknaan pengetahuan. Johnson

menyatakan

Contextual teaching and learning enables students to connect the content of

academic subjects with the immediate context of their daily lives to discover

meaning. It enlarges their personal context, furthermore, by providing students

with fresh experiences that stimulate the brain to make new connection and,

consequently, to discover new meaning.10

CTL memungkinkan siswa mampu menghubungkan isi dari pokok-pokok bahasan

yang dipelajarinya dengan konteks kehidupan kesehariannya untuk menemukan

makna. Hal itu memperluas makna konteks pribadinya, kemudian dengan

9Johnson, Elaine B, (2002), Contextual Teaching and Learning, USA: Sage Publication Company.

h. vii

10 Ibid, h,24

Page 50: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |377

memberikan pengalaman-pengalaman baru yang menstimuli otak membuat

hubungan-hubungan baru, guru membantu siswa menemukan makna baru.

Pembelajaran kontekstual melibatkan siswa secara pribadi dalam

pengalaman belajarnya. Dalam pembelajaran kontekstual pengetahuan harus

ditemukan siswa sendiri agar siswa memiliki makna atau dapat membuat distingsi

berbagi perilaku yang dipelajarinya. Dengan pembelajaran kontektual siswa harus

memiliki komitmen terhadap belajar dan berusaha secara aktif untuk

mencapainya.

Pembelajaran kontekstual memungkinkan siswa dalam belajarnya

membuat hubungan bermakna. Siswa mengidentifikasi hubungan yang

menghasilkan pemahaman-pemahaman baru. Siswa dapat mentargetkan

pencapaian standar akademik yang tinggi. Berdasarkan prinsip itu pula siswa

harus bekerjasama menemukan persoalan, merancang rencana, dan mencari

pemecahan masalah. Bekerjasama akan membantu siswa mencapai keberhasilan,

mengingat setiap siswa mempunyai kemampuan berbeda dan unik. Jika hal

tersebut dikolaborasikan dan kooperatif maka akan tersusun menjadi sesuatu yang

lebih besar daripada sekedar penjumlahan dari bagian-bagian itu sendiri.

Pembelajaran kontekstual yang menekankan pada pencarian makna

melalui koneksitas antara materi yang dipelajari dengan kehidupan di sekitarnya

memberikan pengalaman kepada siswa tentang adanya diferensiasi. Diferensiasi

ini merujuk pada entitas-entitas yang beranekaragam dari realitas kehidupan di

sekitar siswa. Keanekaragaman mendorong siswa berpikir kritis menemukan

hubungan di antara entitas-entitas yang beranekaragam itu. Siswa dapat

memahami makna bahwa perbedaan itu rahmat.

Pembelajaran kontekstual juga mencakup aspek pengaturan diri. Hal ini

mendorong pentingnya siswa mengeluarkan seluruh potensi yang dimilikinya.

Ketika siswa menghubungkan materi akademik dengan konteks keadaan

Page 51: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

378| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

pribadinya, siswa terlibat dalam kegiatan yang mengandung prinsip pengaturan

diri. Siswa menerima tanggung jawab atas keputusan dan perilakunya sendiri,

memilih alternatif, membuat pilihan, mengembangkan rencana, menganalisis

informasi dan secara kritis menilai bukti.

Pembelajaran kontekstual memusatkan pada bagaimana siswa mengerti

makna dari apa dipelajarinya, apa manfaatnya, bagaimana mencapainya dan

bagaimana siswa mendemonstrasikan hal yang telah telah dipelajarinya. Hal ini

menunjukkan bahwa pembelajaran kontekstual tidak hanya berorientasi pada

pencapaian standar akademik tetapi pembelajaran tersebut juga beraksentuasi

pada pencapaian standar performa. Mulyasa menyatakan

Standar akademik merefleksikan pengetahuan dan keterampilan essensial setiap

disiplin ilmu yang harus dipelajari oleh seluruh peserta didik. Standar performa

ditunjukkan dalam bentuk proses atau hasil kegiatan yang didemonstrasikan oleh

peserta didik sebagai penerapan dari pengetahuan dan keterampilan yang telah

dipelajarinya.11

Pembelajaran kontekstual merupakan pembelajaran autentik (real world learning,

bukan artifisal. Pembelajaran autentik dimaksudkan sebagai pembelajaran yang

mengutamakan pengalaman nyata, pengetahuan bermakna dalam kehidupan,

dekat dengan kehidupan nyata. Pembelajaran kontekstual merupakan

pembelajaran aktif. Pembelajaran ini berpusat pada keaktifan siswa

mengkonstruksi pengetahuan. Belajar merupakan aktivitas penerapan

pengetahuan, bukan menghafal. Pembelajaran kontekstual adalah pembelajaran

yang mengembangkan level kognitif tingkat tinggi. Pembelajaran ini melatih

siswa berfikir kritis dan kreatif dalam mengumpulkan data, memahami suatu

issue, dan memecahkan masalah. Pembelajaran kontekstual merupakan

pembelajaran yang memusatkan pada proses dan hasil, sehingga assesmen dan

evaluasi memegang peran penting untuk mengetahui pencapaian standar

11Mulyasa, E.2003., Kurikulum Berbasis Kompetensi, Bandung: Remaja Rosdarkarya. h.24

Page 52: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |379

akademik dan standar performa atau kinerja. Berbagai strategi penilaian

dipergunakan untuk merefleksi proses dan hasil pembelajaran.

Strategi pembelajaran merupakan kegiatan yang dipilih yang dapat

memberikan fasilitas atau bantuan kepada siswa untuk mencapai tujuan

pembelajaran. Strategi berupa urut-urutan kegiatan yang dipilih untuk

menyampaikan metode pembelajaran dalam lingkungan tertentu. Strategi

pembelajaran mencakup juga pengaturan materi pembelajaran yang akan

disampaikan kepada siswa. Menurut Center for Occupational Research and

Development (CORD) penerapan strategi pembelajaran kontekstual digambarkan

ebagai berikut:

Relating, belajar dikaitkan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata.

Experiencing, belajar adalah kegiatan ”mengalami”, peserta didik berproses secara

aktif dengan hal yang dipelajari dan melakukan eksplorasi, menemukan dan

menciptakan hal baru dari apa yang dipelajarinya. Applying, belajar

mendemonstrasikan pengetahuan dan pemanfaatannya. Cooperating, belajar

berkelompok. Transferring, belajar menekankan kemampuan memanfaatkan

pengetahuan dalam situasi atau konteks baru.12

Pembelajaran kontruktivistik dan pembelajaran kontekstual memiliki kaitan erat.

Kedunya menekankan pembelajaran bersifat generatif yaitu tindakan menciptakan

suatu makna dari apa yang dipelajari. Beda dengan aliran behavioristik yang

memahami hakikat belajar sebagai kegiatan yang bersifat mekanistik antara

stimulus respon. Kontruktivisme dan kontekstual lebih memahami belajar sebagai

kegiatan manusia membangun atau menciptakan pengetahuan dengan memberi

makna pada pengetahuannya sesuai dengan pengalamanya. Konstruktivisme

sebenarnya bukan merupakan gagasan baru, apa yang dilalui dalam kehidupan

manusia selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi

pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi

12 Depdiknas RI, (2002), Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah: Pembelajaran dan

Pengajaran Kontekstual, Jakarta: Direktorat Jenderal Dikdasmen Direktorat SLTP. h.20

Page 53: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

380| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme dan kontekstual mempunyai beberapa

konsep umum di antaranya adalah siswa aktif membina pengetahuan berasaskan

pengalaman yang sudah ada. Dalam konteks pembelajaran, siswa membina

sendiri pengetahuannya. Pembinaan pengetahuan dilakukan secara aktif oleh

siswa melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan

pembelajaran terbaru. Siswa membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan

cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.

Berkaitan dengan pembelajaran konstruktivistik dan kontekstual sebagai

model pembelajaran yang menekankan hubungan siswa dengan lingkungan

belajarnya, maka model pembelajaran tersebut mempunyai karakteristik sebagai

berikut (1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu yang pasif melainkan memiliki

tujuan, (2) belajar mempertimbangkan seoptimal mungkin proses keterlibatan

siswa, (3) pengetahuan bukan sesuatu yang datang dari luar melainkan

dikonstruksi secara personal, (4) pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan,

melainkan melibatkan pengaturan situasi kelas, (5) kurikulum bukanlah sekedar

dipelajari, melainkan seperangkat pembelajaran, materi, dan sumber. Belajar

merupakan proses aktif untuk mengembangkan skema sehingga pengetahuan

terkait bagaikan jaring laba-laba dan bukan sekedar tersusun secara hirarkis. Dari

pemikiran konstruktivistik dan kontekstual dapat dipahami bahwa belajar adalah

suatu aktivitas yang berlangsung secara interaktif antara faktor intern pada diri

siswa dengan faktor ekstern atau lingkungan, sehingga melahirkan perubahan

tingkah laku.

Prinsip pembelajaran dakan standar proses memberikan suatu deskripsi

praksis Kurtilas. Praksis dalam Kurtilas memperlihatkan penolakan terhadap

dominasi objektif maupun dominasi subjektif. Prinsip pembelajaran yang

dikembangkan pada Kurtilas menunjukkan pendidikan sebagai proses penyadaran

dan pembebasan. Hal ini sebagaimana pemikiran Boudieu tentang praktik sosial.

Bourdieu mengkritik tentang pandangan kaum objektivis yang menekankan

pandangannya bahwa struktur yang paling berkuasa dan menentukan tindakan

Page 54: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |381

aktor dan membentuk lingkungan sehingga tindakan agen tidak bebas melainkan

terbatas. Begitu juga Bourdieu menolak terhadap pandangan kaum subjektivis

yang menekankan bahwa agen dapat bertindak bebas tanpa dipengaruhi oleh

struktur. Menurut Bourdieu, seorang individu atau agen dipengaruhi oleh

strukturnya, tetapi juga agen tersebut bebas bertindak sesuai dengan

keinginannya. Dengan demikian yang menentukan praktek atau tindakan agen

adalah ranah dimana ia berada dan habitus masing-masing individu.13

Epistimologi pembelajaran melalui pendekatan saintifik, discovery.inquiry

learning, problem based learning, project based learning, pembelajaran

konstruktivistik dan kontekstual dalam Kurtilas memperlihatkan suatu proses

pendidikan transformatif14 yang menunjukkan pengembangan skemata atau

habitus. Model pembelajarn tersebut meunjukkan bahwa habitus menghasilkan

dan dihasilkan oleh kehidupan sosial. Di satu pihak, habitus adalah “struktur yang

menstruktur” (strukturing strukture); artinya, habitus adalah sebuah struktur yang

menstruktur kehidupan sosial. Di lain pihak, habitus adalah “struktur yang

terstruktur” (struktured strukture); yakni, habitus adalah struktur yang

distrukturisasi oleh dunia sosial. Dengan kata lain Bourdieu menjelaskan habitus

sebagai dialektika internalisasi dari eksternalitas dan eksternalisasi dari

internalitas.15 Jadi, di satu pihak, habitus diciptakan oleh praktik atau tindakan di

lain pihak, habitus adalah hasil tindakan yang diciptakan kehidupan sosial.

Habitus semata-mata mengusulkan apa yang sebaiknya dipikirkan orang

dan apa yang sebaiknya mereka pilih untuk di lakukan. Dalam menentukan

13 Bourdieu, Pierre. 1990. The Logic of Practice. California: Atanford University Press. h. 89 14 Pendidikan transformative merupakan kegiatan pembelajaran yang diorientasikan pada

perubahan frame of reference di mana frame of reference dipakai sebagai struktur asumi yang

digunakan seseorang untuk memandang, memahami, dan memaknai pengalaman hidup. Melalui

pendidikan transformative peserta didik diarahkan agar memiliki kesadaran kritis terhadap

asumsi dasar, nilai, atu keyikinan yang mendasari cara pandang yang dimiliki. Jack Meiziro

(Hardika), 2012, Pembelajaran Transformatif Berbasis Learning How To Learn. Malang:

UMM Press. h. 10. 15 George Ritzer dan Douglas J Goodman, Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Prenada Media, h. 524

Page 55: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

382| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

pilihan, agen menggunakan pertimbangan mendalam berdasarkan kesadaran,

meski proses pembuatan keputusan ini mencerminkan berperannya habitus.

Habitus menyediakan prinsip-prinsip yang dijadikan sebagai dasar oleh agen

dalam membuat pilihan dan memilih strategi yang akan digunakan dalam

kehidupan sosial, aktor bertindak menurut cara yang masuk akal (reasonable).

Mereka mempunyai perasaan dalam bertindak, ada logikanya untuk apa aktor

bertindak, inilah yang disebut dengan logika tindakan. Logika tindakan Bourdieu

(logika praktis) berbeda dengan rasionalitas (logika formal). Terdapat konsep

relasionalisme dari Bourdieu yang digunakan untuk menuntun individu untuk

mengakui bahwa habitus bukanlah struktur yang tetap, tak dapat berubah, tetapi

diadaptasi oleh individu yang secara konstan berubah di hadapan situasi yang

saling bertentangan di mana mereka berada.

Habitus adalah struktur mental atau kognitif, yang digunakan agen untuk

menghadapi kehidupan sosialnya. Habitus menggambarkan serangkaian

kecenderungan yang mendorong pelaku sosial atau aktor untuk beraksi dan

bereaksi dengan cara-cara tertentu. Habitus merupakan produk dari sejarah,

sebagai warisan dari masa lalu yang di pengaruhi oleh struktur yang ada. Habitus

sebagai produk dari sejarah tersebut, menciptakan tindakan individu dan kolektif

dan karenanya sesuai dengan pola yang ditimbulkan oleh sejarah. Kebiasaan

individu tertentu diperoleh melalui pengalaman hidupnya dan mempunyai fungsi

tertentu dalam sejarah dunia sosial dimana kebiasaan itu terjadi. Pengalaman

hidup individu yang didapat dari hasil sejarah tersebut, kemudian terinternalisasi

dalam dirinya, untuk kemudian mereka gunakan untuk merasakan, memahami,

menyadari dan menilai dunia sosial. Melalui pola-pola itulah individu

memproduksi tindakan mereka dan juga menilainya (habitus mengendalikan

pikiran dan pilihan tindakan individu). Habitus merupakan hasil dari keterampilan

yang menjadi tindakan praktis (tidak harus selalu disadari, etos misalnya), lalu

diterjemahkan menjadi kemampuan yang kellihatannya ilmiah dan berkembang

Page 56: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |383

dalam lingkugan sosial tertentu. Habitus juga berfungsi sebagai prinsip penggerak

dan mengatur praktik-praktik hidup dan merepresentasi masyarakat

Prinsip pembelajaran bahwa siapa saja adalah guru, siapa saja adalah

peserta didik, dan di mana saja adalah kelas menunjukkan suatu lingkungan

sebagai dunia tempat melakukan permainan-permainan atau disebut juga dengan

game. Lingkungan adalah jaringan hubungan antar posisi objektif didalamnya.

Lingkungan atau arena adalah sepotong kecil dunia sosial, sebuah dunia penuh

kesepakatan yang bekerja secara otonom dengan hukum-hukumnya sendiri.

Bourdieu melihat arena sebagai sebuah arena pertarungan dan juga lingkungan

perjuangan, arena adu kekuatan, sebuah medan dominasi dan konflik antar

individu, antarkelompok demi mendapatkan posisinya. Posisi-posisi ini ditentukan

oleh banyaknya kapital atau modal yang mereka miliki. Semakin banyak jumlah

dan jenis modal yang mereka miliki, maka ia akan mendapatkan posisi terbaik

dalam arena tersebut, atau menduduki posisi yang dominan dalam suatu arena.

Dalam ranah pendidikan, pada suatu kelas terjadi sebuah kompetisi antar individu,

yaitu sesama siswa Dalam ranah tersebut, seorang siswa yang memiliki

pengetahuan paling banyak maka ia dapat memenangkan pertarungan dalam ranah

kelas tersebut, ia dapat mengerjakan ujian dengan lancar, dapat menjawab semua

pertanyaan guru, dapat ikut aktif dalam diskusi, dan lain-lain dibanding dengan

siswa lain yang kurang pengetahuannya.

SIMPULAN

Praksis Kurtilas (Kurikulum 2013) sebagai kurikulum nasional

memperlihatkan praktik pedagogik kritis, bukan pedagogik dogmatik. Praksis itu

beraksentuasi pada kesadaran reflektif, bukan sebatas kesadaran pra-reflektif.

Praksis Kurikulum 2013 mengembangkan proses dialektik antara dunia objektif

dan subjektif dan menunjukkan bahwa proses pendidikan tidak beraksentuasi pada

Page 57: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

384| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

pengajaran tetapi pada pembelajaran. Praksis Kurikulum 2013 menekankan pada

keterampilan metakongitif yang meliputi kemampuan berpikir kritis, berpikir

kreatif, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan. Pendekatan saintifik,

pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran berbasis projek maupun penemuan

merupakan epistimologi pembelajaran yang menunjukkan bahwa praksis

kurikulum 2013 adalah emansipatoris atau pemberdayaan.

DAFTAR PUSTAKA

Bourdieu, Pierre. 1990. The Logic of Practice. California: Atanford University Press

Freire, Paulo, 1999, Politik Pendidikan, Kebudayaan, Kekuasaan, dan Pembebasan,

Agung P dan Fuad (terj), Yogjakarta: Read dan Pustaka Pelajar

George Ritzer dan Douglas J Goodman, Teori Sosiologi Modern, Jakarta: Prenada Media

Hall, Calvin dan dkk. 1993. Teori-Teori Psikodinamik (Klinis).Yogyakarta: Kanisius.

Johnson, Elaine B, (2002), Contextual Teaching and Learning, USA: Sage Publication

Company.

Hardika. 2012, Pembelajaran Transformatif Berbasis Learning How To Learn. Malang: UMM Press

Kemdikbud.2016. Permendikbud Nomor 20 Tahun 2016 tentang Standar Proses. Jakarta:

Biro Hukum Kemdikbud.

Mulyasa, E.2003., Kurikulum Berbasis Kompetensi, Bandung: Remaja Rosdarkarya

Nana Syaodih Sukmadinata. 2005. Metodologi Penelitian Pendidikan,Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Preisseisen, B. 1985. Unlearning Lessons: Current and Past Reforms for School

Improvement. Philadelphia: Falmer Press

Santrock, John W. 2007, Psikologi Pendidikan. Terj. Tri Wibowo. Jakarta: Kencana

Prenada Media Group

Sartre, J.P. 1965. Being and nothingness. New York: Philosophical Library. (translated

and introduced by Hazel E. Barnes).

Suparno, Paul, 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan, Yogjakarta: Kanisius.

Page 58: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |385

PENDEKATAN SISTEM AMONG SEBAGAI PEMECAHAN

MASALAH PENDIDIKAN DI DAERAH TERPENCIL DI INDONESIA

Corry Liana & Sri Mastuti P

Dosen Jurusan Pendidikan Sejarah FISH Universitas Negeri Surabaya

Abstrak

Era globalisasi selalu menuntut adanya perubahan, khususnya perubahan dalam bidang

pendidikan. Pendidkan Nasional harus menghasilkan manusia Indonesia menjadi manusia

yang lebih baik dan mampu untuk bersaing dalam segala bidang dan mengharumkan

nama bangsa Indonesia. Cara yang dapat dilakukan bangsa Indonesia untuk menghadapi

perkembangan dunia di era globalisasi agar tidak semakin ketinggalan dari negara-negara

lain adalah dengan meningkatkan mutu dan kualitas pendidikannya terutama di daerah-

daerah terpencil. Sistem among merupakan salah satu solusi yang dapat diterapkan dalam

sistem pendidikan nasional. Sistem among merupakan cara mendidik anak dengan dasar

kemerdekaan dan kebebasan agar anak didik dapat tumbuh sesuai dengan kodratnya.

Sistem ini merupakan hasil pemikiran dari Ki Hadjar Dewantara, yang mengacu pada

menciptakan jiwa merdeka, sehingga menjadikan siswa lebih berani atau percaya diri

dalam menentukan masa depannya.

Kata kunci: Pendekatan, system among, dan daerah terpencil

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan salah satu kebutuhan utama yang wajib dilaksanakan

oleh setiap manusia dimulai dari jenjang dasar, menengah hingga yang tertinggi. Di

Indonesia memang sudah diwajibkan pemerintah untuk wajib pendidikan 12 tahun,

namun tidak ada artinya apabila, mutu pendidikan dan fasilitasnya masih rendah atau

masih belum terlihat perubahan yang signifikan. Pendidikan memiliki peran utama

dalam pembangunan sebuah bangsa, karena dengan tingkat pendidikan yang tinggi,

maka akan semakin baik sumber daya manusia yang ada, dan pada akhirnya akan

semakin tinggi pula daya kreatifitas para pemuda Indonesia, dan akhirnya dapat

memberikan sumbangsih bagi pembangunan Negara Republik Indonesia. Namun di

Indonesia, untuk mewujudkan pendidikan yang baik dan berkualitas sesuai dengan

standar Nasional, masih sangat sulit. Pentingnya pendidikan membuat pemerintah

Page 59: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

386| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

melakukan berbagai cara untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, salah

satu cara nya adalah dengan merevisi Kurikulum 2013.

Di Indonesia tidak sedikit anak-anak Indonesia, yang dapat meraih berbagai

prestasi di Dunia Internasional, sebagai contoh adalah (1) Nadya Almaas

Lutfiahardha Siswi SD Muhammadiyah Manyar Gresik ini, menciptakan gelas yang

berguna bagi para orang yang menyandang keterbatasan dalam penglihatan untuk bisa

membantu mereka saat minum air. Penemuan ini membawa Nadya menang dalam

International Exhibition for Young Inventors (IEYI) ke-12 yang diselenggarakan di

Thailand, (2) Agasha Kareef Ratam, memeangkan medali emas (Kategori tim) dan

perak (kategori individual) dalam 13thPrimary Mathematics World Contest (PMWC)

di Hongkong pada Juli 2010, (3) Melody Grace Natalie dan Mariska Grace,

mengikuti ajang International Conference of Young Scientists (ICYS) 2013 yang

diselenggarakan pada 15-22 April 2013 di Sanur, Denpasar, Bali. Pada ajang

bergengsi untuk ilmuwan muda tersebut, Melody Grace Natalie (Stella Duce I

Yogyakarta) berhasil meraih medali emas dalam kategori Life Science dengan

penelitiannya yang berjudul “Potential of Squid Eye Lenses as UV Absorbe”r.

Sedangkan, Mariska Grace (SMAK Cita Hati) yang sama-sama meraih medali emas

berhasil menjadi pemenang dalam kategori Environmental Science melalui

penelitiannya yang berjudul “A Novel Approach in Using Peanut Shella to Eliminate

Copper Content in Water”, dengan memanfaatkan kulit kacang untuk mengurangi

kadar ion tembaga di dalam air, dan (4) Joey Alexander Sila adalah pianis cilik

berbakat yang telah berhasil menorehkan prestasi InternasionalPrestasi yang berhasil

dia dapatkan juga tak tanggung-tanggung, dia berhasil meraih “Grand Prix 1st

International Festival Contest of Jazz Improvisation Skill” yang diselenggarakan pada

5-8 Juni 2013 di Odessa, Ukraina. Pada festival musik Jazz itu, Joey adalah peserta

termuda, dan berhasil mengalahkan 43 peserta dari berbagai dunia.

Hal ini membuktikan bahwa anak-anak Indonesia mampu bersaing, dengan

anak-anak dari negara maju yang tentu sistem pendidikannya lebih baik dari

Indonesia. Namun sangat disayangkan, dibalik kesuksesan tersebut dunia pendidikan

tercoreng dengan banyaknya pelajar dan para lulusan yang menunjukan sikap tidak

Page 60: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |387

terpuji seperti, terlibat tawuran antar pelajar, terlibat tindakan kriminalitas, dan

penyalahgunaan obat-obat terlarang. Banyak permasalahan-permasalahan pendidikan

yang terjadi di Indonesia, mulai dari fasilitas pendidikan, kualitas pengajar,

kurikulum pendidikan dan biaya pendidikan yang terbilang mahal.

Berbagai permasalahan seperti yang sudah dijelaskan diatas, seringkali

menghambat peningkatkan mutu pendidikan Nasional, khususnya di daerah tertinggal

atau terpencil, yang ada di Indoensia. Di suatu daerah terpencil masih banyak

dijumpai kondisi di mana anak-anak belum terlayani pendidikannya, angka putus

sekolah yang masih tinggi, dan permasalahan kekurangan guru (terjadi pada sebagian

daerah), Berdasarkan Laporan UNESCO dalam Education For All Global

Monitoring Report (EFA-GMR), Indeks Pembangunan Pendidikan Untuk Semua

atau The Education for All Development Index (EDI) Indonesia tahun 2014 berada

pada peringkat 57 dari 115.

Fokus perbaikan mutu pendidikan khususnya di daerah pedalaman, ada pada

pemilihan sistem pembelajaran yang membuat anak merasa sekolah merupakan

sebuah kegiatan yang menyenangkan dan bermanfaat. Pembelajaran yang bermanfaat

dan menyenangkan dapat memperkecil tingkat putus sekolah di daerah pedalaman.

Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk menciptakan pembelajaran yang tidak

terlalu banyak memerlukan fasilitas yang mewah adalah dengan melakukan

pendekatan sistem among yang berasal dari pemikiran Ki Hadjar Dewantara.

PEMBAHASAN

Pendidikan menurut Ki Hajar Dewantara adalah tuntutan di dalam hidup

tumbuhnya anak-anak, menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak,

agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai

keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Jadi, pendidikan adalah segala

upaya yang direncanakan untuk mempengaruhi orang lain baik individu, kelompok,

atau masyarakat sehingga mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku

pendidikan. (Soekidjo Notoatmodjo. 2003 : 16) Sehingga definisi pendidikan adalah

Page 61: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

388| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

proses pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang, dalam usaha

mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan, proses, cara,

perbuatan mendidik. ( ST.Sularto, 2016:81) Among, atau dalam Bahasa Jawa berarti

mengasuh, adalah sebuah sistem pendidikan yang mempercayai siswa didik untuk

bergerak tumbuh secara leluasa, tetapi bukan berarti dibiarkan begitu saja. Seorang

pendidik atau among harus menempatkan dirinya sebagai penuntun, pembimbing,

pengemong yang sepenuh jiwa mengabdikan hidupnya bagi kepentingan anak.

(Gunawan,1989:34)

Menurut Muchamad Tauchid, metode among, mendidik siswa menjadi

masusia merdeka hatinya, merdeka pikirannya, dan merdeka tenaganya. Among

sebagai sistem praksis Perguruan Taman Siswa, berarti pendidik memberikan

kebebasan agar siswa dapat bergerak menurut keinginannya sendiri. (Muchamad

Tauhid, 2015:24-28) Bagaimana caranya? Pertama, dalam konsep pendidikan Ki

Hajar Dewantara, beliau mengganti cara lama seperti perintah, hukuman, dan

paksaan, dengan cara baru yaitu guru atau pendidik berperan sebagai pemimpin yang

berdiri di belakang dengan semboyan Tut Wuri Handayani yaitu tetap mempengaruhi

namun memberi kesempatan kepada anak didik untuk berjalan sendiri.

Page 62: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |389

Dalam memberikan hukuman

kepada siswa, seorang pendidik harus

memperhatikan 3 macam aturan, yaitu :

(1) hukuman harus selaras dengan

kesalahan. Misalnya, kesalahannya

memecah kaca hukumnya mengganti kaca

yang pecah itu saja. Tidak perlu ada

tambahan pukulan atau hujatan yang

menyakitkan hati. Jika datangnya

terlambat 5 menit maka pulangnya ditambah 5 menit, (2) hukuman harus adil. Adil

harus berdasarkan atas rasa obyektif, tidak memihak salah satu dan membuang

perasaan subyektif. Misalnya siswa yang lain membersihkan ruangan kelas, tetapi

ada siswa yang hanya duduk–duduk tak ikut bekerja. Maka hukumannya supaya ikut

bekerja, seluruh siswa diminta untuk membersihkan kelas, dan siswa yang terlambat,

waktunya ditambah sesuai dengan waktu keterlambatannya, dan (3) hukuman harus

segera dijatuhkan. Hal ini bertujuan agar siswa segera paham hubungan dari

kesalahannya, karena Pendidik menjelaskan pelanggaran apa yang diperbuat oleh

siswa, dengan harapan siswa segera tahu dan sadar untuk segera mempersiapkan

perbaikannya. Pendidik tidak diperkenankan asal dalam memberi hukuman sehingga

siswa bingung menanggapinya.

Kedua, adalah memerdekakan cara berpikir siswa. Bukan dengan cara

disuruh, atau mengakui buah pikira orang lain, namun agar anak-anak mencari sendiri

dengan buah pikirannya. Siswa diberi kesempatan untuk mencari sendiri pengetahuan

yang dibutuhkan, sehingga dapat membangun kesadaranya sendiri. Hal tersebut

sangat mungkin dilakukan di daerah pedalaman, karena minimnya fasilitas, dapat

membuat guru mengoptimalkan apa yang ada di lingkungan sekitar. Seperti dalam

pembelajaran sejarah, siswa dapat dibawa ke situs-situs bersejarah yang ada di

lingkungan sekitar, dengan menerapkan model pembelajaran langsung

(Direct Instruction) (Wina Sanjaya,2008:76). Model kedua, pendidik dapat

Gambar 1: Contoh miniature candi di pasir

Page 63: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

390| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

menerapkan model Explicit Instruction, model ini pertama kali diperkenalkan oleh

Rosenshine dan Steven pada tahun1986. Explicit instruction menekankan strategi

demonstrasi oleh guru, strategi latihan terpadu, dan praktek mandiri atau penerapan

strategi belajar. (Abdul Majib,2009:34)

Pembelajaran di daerah pedalaman memang di fokuskan pada kemampuan

guru dalam mengolah pembelajaran dengan memanfaatkan lingkungan sekitar. Guru

memegang peran yang sangat dominan, melalui model ini guru menyampaikan materi

pembelajaran secara terstruktur, dengan harapan materi pelajaran yang disampaikan

dapat dikuasai siswa dengan baik. Dalam model Pengajaran langsung juga dikenal

dengan sebutan whole Class Teaching ( pengajaran seluruh kelas), yaitu mengacu

pada gaya mengajar dimana guru terlibat aktif dalam menjelaskan materi, kepada

muridnya dengan mengajarkan secara langsung kepada seluruh kelas. Pembelajaran

langsung, apabila diterapkan di dalam kelas, memiliki kecenderungan membosankan,

oleh karena itu pembelajaran ini sangat tepat diajarkan di lingkungan terbuka yang

memang cocok untuk kondisi pendidikan di daerah pedalaman yang sangat minim

ruang kelas. Berikut tabel 1 adalah sintak atau langkah-langkah pembelajaran yang

dapat diterapkan di kelas.

Tabel 1. Sintaks Model Pengajaran Langsung

FASE PERAN GURU

1. Menyampaikan tujuan dan

mempersiapkan siswa

Guru menjelaskan tujuan pembelajaran, informasi latar

belakang pelajaran, pentingnya pelajaran,

mempersiapkan siswa untuk belajar

2. Mendemonstrasikan

keterampilan (pengetahuan

prosedural) atau

mempresentasikan pengetahuan

deklaratif

Guru mendemonstrasikan keterampilan dengan benar,

atau menyajikan informasi tahap demi tahap

3. Membimbing pelatihan Guru merencanakan dan memberi bimbingan pelatihan

4. Mengecek pemahaman dan

memberikan umpan balik

Guru mengecek apakah siswa telah berhasil melakukan

tugas dengan baik, memberi umpan balik

5. Memberikan kesempatan untuk

pelatihan lanjutan dan penerapan

Guru mempersiapkan kesempatan melakukan pelatihan

lanjutan, dengan perhatian khusus pada penerapan

kepada situasi lebih kompleks dan kehidupan sehari-hari

Ketiga, adalah peran serta budaya bangsanya. Sekolah diminta untuk dapat

mengidentifikasi kearifan lokal yang ada di daerah, Dibutuhkan orientasi yang

Page 64: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |391

sesuai kodrat, kebutuhan dan budaya bangsanya, bukan budaya asing yang justru

semakin menjauhkan orang-orang terpelajar dari rakyatnya. Contoh implementasi

kecil yang dapat kita realisasikan di sekolah adalah, mengadakan kegiatan-kegiatan

kesiswaan yang menekankan pada pengenalan budaya lokal, seperti bermain peran

dengan cara memilih salah satu peristiwa bersejarah yang ada di daerah tersebut.

Siswa diminta untuk membuat sendiri property yang diperlukan, usahakan property

yang dicari berasal dari daerah tersebut. Selain property, siswa juga akan membuat

scenario, dan dipentaskan.

Pengadaan sanggar seni budaya di sekolah-sekolah sebagai sarana

merealisasikan bakat juga sebagai hiburan para pelajar, juga dipandang perlu untuk

meningkatkan pengetahuan dan kecintaan para pemuda pada kebudayaan lokal di

daerahnya sendiri. Permainan-permainan tradisional yang hampir punah juga

sebaiknya diekspos kembali. Gasing, misalnya. Sebagai permainan tradisional, gasing

dapat membawa banyak manfaat dan perlu dilestarikan karena mengandung nilai

sejarah, dapat dijadikan simbol atau maskot daerah, dijadikan cabang olahraga yang

dapat diukur dengan skor dan prestasi dan mengandung nilai seni. Dan masih banyak

lagi permainan-permainan tradisional yang mengandung unsur kekompakan tim,

kejujuran, dan mengolah otak selain berfungsi sebagai hiburan juga untuk

menanamkan kecintaan pelajar pada budaya lokal di daerah.

Model pembelajaran lain yang juga dapat diterapkan untuk meningkatkan

awareness terhadap budaya, khususnya budaya local adalah dengan meningkatkan

budaya menulis. Siswa dapat diminta untuk membuat esai tentang budaya, kebiasaan

yang ada di daerahnya, sehingga siswa dapat menemukan sendiri bentuk-bentuk

kearifan local yang ada di daerahnya.

PENUTUP

"Mutu dan jenjang pendidikan berdampak besar pada ruang kesempatan

untuk maju dan sejahtera. Maka memastikan setiap manusia Indonesia

Page 65: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

392| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

mendapatkan akses pendidikan yang bermutu sepanjang hidupnya sama dengan

memastikan kejayaan dan keberlangsungan bangsa," (Anis Baswedan) Pidato

yang disampaikan Bapak Anis Baswedan dalam peringatan Hardiknas di jakarta

tanggal 2 mei 2016, merupakan, alarm bagi kita semua, khususnya bagi

pendidik bahwa perbaikan akses pendidikan di daerah pedalaman di Indonesia

merupakan suatu masalah yang harus dicari pemecahannya.

Sistem among yang coba kita uraikan diatas adalah salah satu cara

bagaimana kita, sebagi seorang pendidik memiliki konsep dan memiliki tujuan

dalam mengajar di kelas. Banyak pendidik yang ketika memasuki ruang

kelas,masih belum tahu bahwa tujuan pembelajaran apa yang akan disampaikan

dikelas. Dalam sistem Among terdapat beberapa unsur, yaitu mendidik siswa

menjadi masusia yang merdeka hatinya, memerdekakan cara berpikir siswa, dan

peran serta budaya bangsanya. Ketiga unsur tersebut akan menciptakan rasa merdeka

dan rasa bebas, yang nantinya akan menciptakan generasi muda yang memiliki jiwa

jasmani serta rohani yang merdeka untuk mengembangkan bakat dan kemampuannya.

Apabila metode pembelajaran yang berfokus kepada ketiga hal diatas, maka kita

dapat memastikan bahwa kejayaan dan keberlangsungan bangsa Indonesia akan tetap

ada.

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan. Aktualisasi Konsep Pendidikan Ki Hajar Dewantara dalam Sistem

Pendidikan Nasional Indonesia di Gerbang XXXI, dalam Ki Hadjar

Dewantara dalam pandangan para cantrik dan Mantrinya. MLPTS.

Yogyakarta.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka Cipta.

Jakarta.

Majid, Abdul, Perencanaan Pembelajaran, (Bandung: Rosda Karya, 2009)

Moch Tauhid. 1963. Perjuangan dan Ajaran Hidup Ki Hadjar Dewantara, MLPTS.

Yogyakarta.

Sanjaya, Wina , Strategi Pembelajaran, (Bandung: Kencana Prenada Media Group,

2008)

ST. Sularto. 2016. Inspirasi Kebangsaan Dari Ruang Kelas. PT Kompas Media

Nusantara. Jakarta

Page 66: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |393

PENERAPAN PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK SEBAGAI UPAYA

MENUMBUHKAN KESADARAN PENGABDIAN DI DAERAH

TERTINGGAL BAGI MAHASISWA PROGRAM STUDI PENDIDIKAN

GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL UNIVERSITAS NEGERI

MALANG

Fatiya Rosyida

Jurusan Geografi FIS UM, [email protected], 085646731266

Abstrak

Pembangunan pendidikan di daerah tertinggal memerlukan kontribusi dari segala pihak.

Salah satu masalah besar tidak tercapainya tujuan pembangunan di daerah tertinggal

adalah rendahnya kesediaan guru dan calon guru untuk mengabdi di daerah tersebut.

Salah satu penyebab rendahnya kesediaan guru dan calon guru adalah kurangnya

pemahaman mengenai kondisi sosial dan pendidikan yang ada di daerah tertinggal.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada mahasiswa program studi pendidikan

geografi UM angkatan 2015 off K hanya 5 orang yang bersedia mengabdi di daerah

terpencil, dan sisanya 34 orang tidak bersedia. Kondisi ini sangat memprihatikan karena

jika calon guru, tidak peduli terhadap pembangunan pendidikan di daerah tertinggal maka

pembangunan tersebut akan mengalami hambatan. Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya

menumbuhkan kesediaan mahasiswa dengan pembelajaran berbasis proyek. Metode

dalam penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Action Research).

Subjek penelitian adalah Mahasiswa program studi pendidikan geografi angkatan 2015

off K pada matakuliah geografi sosial. Instrumen penelitian adalah pedoman wawancara

yang kemudian dianalisis secara deskriptif. Hasil dari penelitian ini adalah terdapat

peningkatan jumlah mahasiswa yang bersedia mengabdi di daerah tertinggal. Semula

14,71 % menjadi 44,11% mahasiswa. Kesediaan mahasiswa untuk mengabdi di daerah

tertinggal perlu ditumbuhkan dengan menerapkan pembelajaran yang dapat

meningkatkan motivasi di semua matakuliah yang disajikan.

Kata kunci: Pembelajaran Berbasis Proyek, Kesadaran Pengabdian,

PENDAHULUAN

Salah satu masalah krusial bangsa Indonesia adalah pembangunan daerah

tertinggal. Daerah tertinggal di Indonesia memiliki jumlah cukup besar.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN/Bappenas) dan

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi

melakukan identifikasi bahwa tahun 2004 terdapat 199 kabupaten tergolong

dalam daerah tertinggal. Berdasarkan data tersebut, sebanyak 123 kabupaten

Page 67: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

394| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

(63%) berada di kawasan Timur Indonesia, sebanyak 58 kabupaten (28%) berada

di Pulau Sumatera, dan 18 kabupaten (8%) berada di Pulau Jawa dan Bali. Pada

tahun 2009 jumlah wilayah tergolong daerah tertinggal sebanyak 183 dan tahun

2015 sebanyak 122 kabupaten. Sebaran daerah tertinggal tertinggi tetap berada di

kawasan Timur Indonesia (Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal,

dan Transmigrasi, 2010 dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 131 Tahun

2015).

Meskipun jumlah daerah tertinggal terus berkurang, tetapi masih perlu

dilakukan upaya untuk mengatasinya. Hal tersebut dilakukan karena munculnya

daerah tertinggal berarti menunjukkan bahwa kesenjangan pembangunan wilayah

di Indonesia masih besar. Dalam perspektif ekonomi politik, kesenjangan itu

muncul, sebagai akibat dari kapitalisme global, yang merasuk dan menguasai

hampir seluruh negera berkembang, tak terkecuali Indonesia (Halim, 2013).

Kesenjangan pembangunan yang terjadi berdampak pada tiga realitas yaitu

kemiskinan, pengangguran, dan ketetinggalan. Dampak lain dari ketimpangan yang

ekstrim antara lain inefisiensi ekonomi, melemahkan stabilitas sosial dan solidaritas, serta

ketimpangan yang tinggi pada umumnya dipandang tidak adil (Todaro,2003).

Masalah ketimpangan pembangunan harus segera ditangani. Pemerintah telah

melakukan upaya percepatan pembangunan daerah tertinggal yang tertuang dalam

RPJMN 2015-2019. Upaya tersebut meliputi 11 strategi pembangunan, yaitu:

1)mengembangkan perekonomian masyarakat di daerah

tertinggal; 2) meningkatan aksesibilitas yang menghubungkan

daerah tertinggal dengan pusat pertumbuhan melalui sarana dan

prasarana transportasi; 3) meningkatkan kualitas sumber daya

manusia, ilmu pengetahuan dan teknologi, dan kapasitas tata

kelola kelembagaan pemerintahan daerah tertinggal; 4)

mempercepat pemenuhan Standar Pelayanan Minimal untuk

pelayanan dasar publik di daerah tertinggal; 5) memberikan

tunjangan khusus kepada tenaga kesehatan, pendidikan, dan

penyuluh pertanian serta pendamping desa di daerah tertinggal;

6) melakukan penguatan regulasi terhadap daerah tertinggal dan

pemberian insentif kepada pihak swasta dalam mengemban

iklim usaha di daerah tertinggal; 7) meningkatkan

pembangunan infrastruktur di daerah pinggiran, seperti

Page 68: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |395

kawasan perbatasan; 8) melakukan pembinaan terhadap daerah

tertinggal yang sudah terentaskan melalui penguatan kapasitas

kelembagaan pemerintah daerah dan peningkatan kapasitas

sumber daya manusia; 9) mendukung pengembangan kawasan

perdesaan dan transmigrasi sebagai upaya pengurangan

kesenjangan antar wilayah; 10) meningkatkan koordinasi dan

peran serta lintas sektor dalam upaya mendukung pembangunan

daerah tertinggal; dan 11) mempercepat pembangunan Provinsi

Papua dan Papua Barat.

Salah satu poin pokok dalam strategi tersebut adalah peningkatan kualitas

sumberdaya manusia. Usaha yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas

sumber daya manusia adalah dengan pendidikan.

Pendidikan dapat mensukseskan kegiatan pembanguan di daerah

tertinggal. Pendidikan dapat menjadi indikator suksesnya kegiatan pembangunan

sekaligus sebagai katalisator agar pembangunan dapat berjalan lebih tepat dan

cepat. Pendidikan sebagai indikator pembangunan adalah sesuai dengan tujuan

Millenium Development Goals (MDGs) yang mentargetkan bahwa pendidikan

untuk semua (Education For All, EFA) dimanapun, tanpa mebedakan ras, suku,

agama, dan gender. Indikator yang digunakan tercermin dalam Human

Development Index (HDI). Hal itu berarti bahwa semakin tinggi Indeks

pembangunan manusia maka pembangunan akan semakin baik karena negara

mampu memenuhi hak-hak dasar warga negaranya.

Pendidikan sebagai katalisator pembangunan karena sebagai salah satu

bagian penting dari pembentukan modal manusia (human capital) (Nazamuddin,

2013). Sumber Daya Manusia merupakan faktor utama dalam pembangunan.

Semakin banyak jumlah sumber daya manusia yang dimiliki dalam proses

pembangunan akan mempertinggi tingkat produksi secara keseluruhan yang

selanjutnya juga akan mempertinggi laju pertumbuhan ekonomi. Sumberdaya

manusia yang maju harus memperhatikan faktor kualitas bukan sekedar kuantitas

yang terus dikejar. Di negara-negara maju faktor kualitas sudah menjadi prioritas

Page 69: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

396| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

utama sedangkan pada negara-negara berkembang faktor kuantitas masih menjadi

arah pembangunan manusia (Purwanto, 2006).

Aspek pendidikan dianggap memiliki peranan paling penting dalam

menentukan kualitas manusia. Karena melalui pendidikan, manusia dianggap akan

memperoleh pengetahuan, dan dengan pengetahuannya manusia diharapkan dapat

membangun keberadaan hidupnya dengan lebih baik (life skills). Secara rasional

dapat dikatakan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang maka kualitas

hidup manusia akan semakin baik, karena dengan ilmu pengetahuannya ia dapat

mengelola dirinya sendiri. Dalam lingkup makro ekonomi atau dengan

perekonomian secara umum (nasional), semakin tinggi kualitas hidup suatu

bangsa, semakin tinggi tingkat pertumbuhan dan kesejahteraan bangsa tersebut

(Purwanto, 2006).

Pendidikan dapat mengubah sudut pandang dan perilaku seseorang dalam

menjalani hidupnya. Bahkan pendidikan dapat mengentaskan kemiskinan (Sachs,

2005 dan Sen, 2000). Pendidikan yang diperoleh memberikan bekal pengetahuan

dan keterampilan bagi seseorang. Dengan bekal dan pengetahuan yang dimiliki,

membuat individu tersebut mempunyai pilihan untuk mendapat pekerjaan dan

menjadi lebih produktif sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Dengan

demikian pendidikan dapat memutus mata rantai kemiskinan dan menghilangkan

eksklusi sosial, untuk kemudian meningkatkan kualitas hidup dan mewujudkan

kesejahteraan masyarakat (Ustama, 2009).

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pembangunan pendidikan di

daerah menjadi suatu hal yang mutlak dilakukan agar pembangunan secara

keseluruhan dapat tercapai. Pembangunan pendidikan di daerah tertinggal

memerlukan kontribusi dari segala pihak. Salah satu masalah besar tidak

tercapainya tujuan pembangunan di daerah tertinggal adalah rendahnya kesediaan

guru dan calon guru untuk mengabdi di daerah tersebut. Salah satu penyebab

rendahnya kesediaan guru dan calon guru adalah kurangnya pemahaman

mengenai kondisi sosial dan pendidikan yang ada di daerah tertinggal.

Page 70: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |397

Kondisi tersebut juga terjadi pada calon guru (mahasiswa) prodi

pendidikan geografi FIS UM. Berdasarkan wawancara yang dilakukan pada

mahasiswa angkatan 2015 off K hanya 5 orang yang bersedia mengabdi di daerah

terpencil, dan sisanya 34 orang tidak bersedia. Kondisi ini sangat memprihatikan

karena jika calon guru, tidak peduli terhadap pembangunan pendidikan di daerah

tertinggal maka pembangunan tersebut akan mengalami hambatan. Oleh sebab itu,

perlu dilakukan upaya menumbuhkan kesediaan mahasiswa dengan pembelajaran

berbasis proyek.

Pembelajaran berbasis proyek dianggap dapat menumbuhkan kesadaran

dan kepedulian terhadap pendidikan di daerah tertinggal karena memberikan

kesempatan bagi mahasiwa untuk aktif dalam pembelajaran dan mampu

membangun pengetahuan sehingga dapat menumbuhkan sikap yang diinginkan.

Pembelajaran berbasis proyek melibatkan pebelajar dalam melakukan investigasi

pemecahan masalah, dan kegiatan tugas bermakna yang lain, memberi

kesempatan siswa bekerja secara otonom untuk mengkonstruk pengetahuan

mereka sendiri dan mengkulminasikannya dalam produk nyata (Mahanal, dkk,

2009). Model pembelajaran berbasis proyek melalui enam tahapan pembelajaran

yaitu: (1) start with the essential question, (2) design a plan for the project, (3)

create a schedule (4) monitor the student and the progress of the project (5) asses

the outcome, (6) evaluate the experiences (The George Lucas Educational 2005)

METODE

Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas (Classroom Action

Research). Penelitian Tindakan Kelas (PTK) bertujuan untuk menumbuhkan

kesadaran pengabdian di daerah tertinggal bagi mahasiswa dengan menggunakan

model pembelajaran berbasis proyek. Penelitian Tindakan Kelas (PTK) dilakukan

secara langsung mulai awal hingga akhir penelitian. Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) dilaksanakan dalam dua siklus hingga mencapai hasil yang diinginkan.

Page 71: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

398| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Setiap siklus terdiri atas empat tahapan, yakni: (1) perencanaan, (2) pelaksanaan,

(3) observasi dan (4) refleksi. Keempat tahapan dalam siklus penelitian tindakan

kelas digambarkan spiral sebagai berikut:

Model Visualisasi Bagan Penelitian Tindakan Kelas Kemmis dan Mc Taggart

(dalam Arikunto, 2006:93)

Subjek penelitian adalah mahasiswa off K angkatan 2015 sebanyak 39

mahasiswa yang terdiri 28 perempuan dan 11 siswa laki-laki. Tiga puluh sembilan

mahasiswa tersebut mengikuti matakuliah geografi sosial. Penelitian ini

menggunakan beberapa instrumen untuk memperoleh data yang diperlukan.

Adapun instrumen dalam penelitian ini antara lain: (1) pedoman wawancara,

wawancara dilakukan di akhir perkuliahan. Wawancara ini digunakan untuk

mengetahui kesadaran mahasiswa untuk mengabdi di daerah tertinggal. (2)

Lembar Observasi, pelaksanaan observasi dilakukan sebelum tindakan

berlangsung dan pada saat tindakan berlangsung. Observasi sebelum tindakan

dilakukan untuk mengetahui informasi tentang permasalahan yang dihadapi pada

kegiatan perkuliahan di kelas. Observasi saat tindakan dilakukan untuk

mendapatkan informasi kegiatan perkuliahan yang meliputi kegiatan dosen dan

mahasiswa selama perkuliahan.

Page 72: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |399

Data yang diperoleh dari wawancara dalam penelitian ini akan dianalisis

secara kualitatif yang meliputi tiga alur yaitu reduksi data, penyajian data dan

penarikan kesimpulan. Data ini digunakan untuk menganalisis keberhasilan tujuan

penelitian ini. Keberhasilan penelitian tindakan kelas yang dilakukan jika terdapat

Peningkatan jumlah mahasiswa yang memiliki kesadaran pengabdian di daerah

tertinggal.

PEMBAHASAN

Kesadaran mahasiswa prodi pendidikan geografi dalam kegiatan

pengabdian di daerah tertinggal meningkat setelah diterapkan pembelajaran

berbasis proyek (Project Based Learning). Peningkatan yang terjadi sebesar 29,4

%, dari yang hanya 14,7% hingga mencapai 44,11%. Hal ini menunjukkan bahwa

kegiatan perkuliahan dengan model ini cukup berhasil, meskipun jumlah

mahasiswa yang memiliki kesadaran tidak sampai separuh dari kelas. Kondisi ini

dapat dijelaskan bahwa perubahan sikap seseorang memerlukan waktu lama.

Untuk itu perlu dilakukan upaya yang terus menerus tidak hanya pada matakuliah

geografi sosial ini, tetapi matakuliah yang lain agar tumbuh motivasi sehingga

akan lebih banyak lagi jumlah calon guru yang siap mengabdi di daerah

tertinggal.

Keberhasilan peningkatan jumlah mahasiswa yang bersedia mengabdi dan

mengaplikasikan ilmunya di daerah tertinggal dikarenakan mereka memiliki

informasi baru yang berbeda dari apa yang sebelumnya diyakini. Mereka dahulu

berpikir bahwa hidup di daerah tertinggal akan sulit karena fasilitas terbatas dan

tingkat kesejahteraan guru yang rendah. Selain itu, mereka harus beradaptasi

dengan kondisi lingkungan berbeda baik kondisi fisik maupun sosial budaya.

Kondisi fisik daerah yang terpencil sehingga aksesibilitas rendah sehingga

menyulitkan untuk berinteraksi dengan daerah lainnya. Kondisi sosial budaya

yang berbeda dari tempat asal, seperti perilaku dan bahasa yang dianggap lebih

Page 73: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

400| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

keras dibandingkan suku mereka (jawa). Kekhawatiran mereka dipengaruhi juga

dengan terjadinya perang antar suku, misal di Papua.

Perubahan pandangan mereka terhadap kondisi daerah tertinggal diperoleh

dari pemberian tugas proyek untuk mengkaji masalah pendidikan daerah

tertinggal dan upaya untuk mengatasinya dalam prespektif geografi. Melalui,

model pembelajaran berbasis proyek ini mereka akhirnya mengetahui bahwa

masalah pendidikan daerah tertinggal, seperti terbatasnya fasilitas, minat siswa

untuk sekolah rendah ditandai dengan angka putus sekolah yang tinggi,

aksesibilitas sekolah rendah, rendahnya jumlah guru, kualifikasi pendidikan yang

tidak sesuai, dan rendahnya kesejahteraan guru. ”Pembenaran” atas persepsi yang

selama ini dimiliki oleh mahasiswa membuat mereka yang semula siap mengabdi

di daerah tertinggal menjadi tidak bersedia, Dari jumlah 5 orang menjadi hanya 2

yang bersedia. Ketiga mahasiswa yang tidak bersedia karena mereka merasa

khawatir tidak bisa beradaptasi dengan kondisi tersebut. Kedua mahasiswa yang

tetap bersedia karena mereka memang putra daerah tertinggal tersebut. Akan

tetapi, terdapat 2 mahasiswa yang tersentuh hatinya dan bersedia mengabdi di

daerah tertinggal.

Pengetahuan mereka tentang upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi

masalah tersebut seperti program Indonesia Mengajar, SM3T, dan guru garis

depan. Ketiga program itu yang menginspirasi mereka untuk terlibat langsung

dalam pengabdian di daerah tertinggal. Apalagi dengan informasi tentang

kebijakan tentang pemberian tunjangan guru di daerah khusus Undang-undang

Guru dan Dosen pasal 18, berbunyi:

1) Pemerintah memberikan tunjangan khusus sebagaimana pasal 15

ayat (1) kepada guru yang bertugas didaerah khusus. 2) Tunjangan

khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan setara dengan

1 (satu) kali gaji pokok guru yang diangkat oleh satuan pendidikan

yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah pada

tingkat, masa kerja, dan kualifikasi yang sama. 3) Guru yang dingkat

oleh pemerintah atau pemerintah daerah di daerah khusus, berhak

atas rumah dinas yang disediakan oleh pemerintah daerah sesuai

dengan kewenangan. 4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tunjangan

Page 74: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |401

khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1), (2),dan ayat (3) diatur

dengan peraturan pemerintah.

Informasi tersebut membuat mereka yang semula tidak tertarik menjadi guru di

daerah tertinggal berubah menjadi tertarik. Semula hanya ada 10,26 % menjadi

20,51 %. ketertarikan mereka karena kesejahteraan terjamin, pengamalan

mengajar mungkin mereka dapat, merasa bahwa mereka lebih dibutuhkan, dan

kesempatan eksplorasi wisata yang menarik di daerah tujuan.

Proyek yang dikerjakan sekelompok mahasiswa dan dipaparkan di kelas

tentang kisah tentang keberhasilan beberapa orang untuk mengembangkan desa

terpencil. Setelah melihat tayangan tersebut mereka menjadi termotivasi untuk

mengabdi di daerah terpencil, jumlahnya menjadi 44,11 %. Mahasiswa yang

bersedia mengabdi berpendapat bahwa mereka bisa berkontribusi untuk

pembangunan, tentunya, mahasiswa juga dapat melakukannya. Mahasiswa juga

menyadari bahwa kondisi dan permasalahan adalah sebagai tantangan yang harus

dihadapi.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kondisi riil dan permasalahan

yang dihadapi, upaya yang harus dilakukan, dan kisah inspiratif dapat membuat

mereka mengubah pandangan terhadap kesediaan pengabdian di daerah tertinggal.

Model pembalajaran berbasis proyek yang diterapkan di perkuliahan ini dapat

berhasil karena topik yang disajikan dapat mengubah pandangan atau persepsi

mereka terhadap kondisi pendidikan di Indonesia, khususnya daerah terpencil. Selain itu,

pembelajaran proyek ini memungkinkan mahasiswa menemukan persoalan dan berusaha

untuk mencari solusi pemecahaaannya. Project based learning tidak hanya mengkaji

hubungan antara informasi teoritis dan praktek, tetapi juga memotivasi siswa untuk

merefleksi apa yang mereka pelajari dalam pembelajaran dalam sebuah proyek

nyata (Handayani dkk., 2015).

Project based learning melibatkan mahasiswa dalam pemecahan masalah nyata

yang sedang dihadapi dengan melakukan investigasi secara kolaboratif diyakini relevan

Page 75: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

402| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

dalam upaya pemberdayaan sikap. Hal ini didukung oleh beberapa penemuan yang

menyatakan bahwa pembelajaran berbasis proyek berpengaruh terhadap

perubahan sikap (Mahanal dkk, 2009; Susanti, 2013; Widiarto, 2014; Al- Rawahi

dan Al-Mekhlafi, 2015; dan Adi dkk., 2016). Hal ini berarti bahwa perkuliahan

dengan menggunakan pembelajaran berbasis proyek dapat menumbuhkan sikap

mahasiswa karena melibatkan mereka secara aktif dalam proses kognitif serta memberi

pengalaman langsung. Dengan kata lain, pembelajaran berbasis proyek dapat

memberikan pengaruh terhadap sikap karena memungkinkan mahasiswa

mengkonstruk sendiri penge-tahuannya dan terlibat aktif dalam mencari

informasi. Informasi yang diperolehdapat dimanfaatkan untuk memecahkan

masalah dengan cara menghubungkan teori yang diperoleh dengan realita yang

ada di lingkungannya (Adi, dkk. 2016).

Informasi atau stimulus tersebut diorganisasi dan ditafsirkan dalam proses

kognitif yang kemudian muncul penilaian baik positif maupun negatif terhadap

suatu kondisi. Persepsi yang muncul ini menjadikan dasar seseorang mentukan

sikap dan perilakunya. Hal ini dapat diartikan bahwa persepsi dapat memengaruhi

sikap seseorang (Isyanto dkk., 2012: Kusdani, 2014; Adi dkk., 2016). Persepsi

negatif terhadap kondisi pendidikan di daerah tertingal akan membuat mahasiswa

enggan melakukan pengabdian di sana. Begitu sebaliknya, persepsi positif yang

dimiliki akan memunculkan kesadaran untuk melakukan pengabdian di daerah

tertinggal. Oleh sebab itu, perlu dilakukan upaya menciptakan persepsi positif

terhadap pendidikan di daerah tertinggal sehingga jumlah guru dan calon guru

yang bersedia mengabdi di sana semakin tinggi.

SIMPULAN

Pembelajaran berbasis proyek dapat menumbuhkan kesadaran bagi

mahasiswa untuk pengabdian mengajar di daerah tertinggal. Hal tersebut terbukti

dengan peningkatan jumlah mahasiswa yang bersedia mengabdi di daerah

tertinggal. Semula 14,71 % menjadi 44,11% mahasiswa. Kesediaan mahasiswa

untuk mengabdi di daerah tertinggal perlu ditumbuhkan dengan menerapkan

Page 76: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |403

pembelajaran yang dapat meningkatkan motivasi di semua matakuliah yang

disajikan.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Rawahi, Sulaeman S. dan Abdu Mohammad Al – Mekhlafi. 2015. The effect of

online collaborative project - based learning on English as a Foreign

Language learners' language performance and attitude. Learning and

Teaching in Higher Education: Gulf Perspectives, 12(2).

http://lthe.zu.ac.ae.

Arikunto, Suharsimi. 2006. Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: PT Bumi Akshara

Halim. Abd. 2013. Model Kebijakan Pembangunan Daerah Tertinggal Studi

Kasus di Kabupaten Supiori Provinsi Papua. Jurnal Humanity, ISSN

0216-8995. Volume 8 No2.

Handayani, I Dw A. Trisna, I Wayan Karyasa, dan I Nyoman Suardana. 2015.

Komparasi Peningkatan Pemahaman Konsep dan Sikap Ilmiah Siswa

SMA yang Dibelajarkan dengan Model Pembelajaran Problem Based

Learning dan Project Based Learning. e- Journal Program Pascasarjana

Universitas Pendidikan Ganesha

Program Studi Pendidikan IPA (Volume 5 Tahun 2015).

Isyanto, Puji. Dkk. 2012. Kajian Persepsi dan Perilaku Pembelian Konsumen

pada Aflamart dan Indomart di Kecamatan Teluk Jambe Timur. Majalan

Ilmiah UNSIKA Karawang, ISSN 1412-86676 Vol. 10 No. 21 Ed.

Desember 2011-Februari 2012

Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi. (2010, 1

Februari). Bappenas: RI Punya 183 Kabupaten Daerah Tertinggal.

http://kemendesa.go.id/index.php/view/detil/994/bappenas-ri-punya-183-

kabupaten-daerah-tertinggal

Kusnadi, Dedi, 2014. Persepsi terhadap Sikap Dan Minat Pengguna Layanan

Internet Pada Perusahaan Jasa Asuransi. Jurnal Organisasi dan

Manajemen, Volume 10, Nomor 2, September 2014 ,97-112. Online.

http://jurnal.ut.ac.id/JOM/article/download/121/115

Mahanal, S. Dkk. 2009. Pengaruh Pembelajaran Project Based Learning pada

Materi Ekosistem terhadap Sikap dan Hasil Belajar Siswa SMAN 2

Page 77: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

404| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Malang. Makalah disajikan dalam seminar nasional Pendidikan

Lingkungan Hidup dan Interkonferensi BKPSL. Universitas Negeri

Malang.

Nazamuddin. 2013. Kontribusi Pendidikan terhadap Pembangunan Ekonomi:

Kasus Provinsi Aceh. Jurnal Pencerahan Volume 7, Nomor 2,

(September) 2013 Halaman 90-100. ISSN: 1693 – 7775

Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 131 Tahun 2015 tentang Penetapan

Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019.

Purwanto, Nurtanio Agus. 2006. Kontribusi Pendidikan bagi Pembangunan

Ekonomi Negara. Jurnal Manajemen Pendidikan No. 02/Th

II/Oktober/2006

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019.

Sach, Jeffrey D. 2005. The End of Poverty. New York: Penguin Press.

Sen, Amartya Kumar. 2000. Development as Freedom. New York: Anchor

Books.

Susanti. 2003. Pengaruh Pembelajaran Berbasis Proyek terhadap Kemampuan

Berpikir Kreatif dan Sikap Ilmiah Siswa Pada Materi Nutrisi. Jurnal

Pengajaran MIPA, Volume 18, Nomor 1, April 2013, hlm. 36-42.

The George Lucas Educational Foundation. 2005. Instructional Module Project

Based Learning.

http//www.edutopia.org.modules/PBL/whatpbl.php.2005

Todaro, Michael P, 2003, Economic Development, Eight Edition, Pearson

Education Limited, Eidenburg Gate, Harlow, Essex, England Tarigan, R.

2004. Ekonomi Regional, Teori dan Aplikasi. PT.Bumi Aksara, Jakarta.

Ustama, Dicky Djatnika. 2009. Peranan Pendidikan dalam Pengentasan

Kemiskinan.

”Dialoge” JIAKP, Vol. 6, No. 1, Januari 2009:1-12

Widiharto, Chr. Argo, dkk. 2015. Pembelajaran Berbasis Proyek Pada Mata

Kuliah Psikologi Kewirausahaan dalam Meningkatkan Sikap

Entrepreneur Mahasiswas Emester Vii Prodi BK. http://e-

jurnal.upgrismg.ac.id

Page 78: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |405

PENGUATAN KOMITMEN PENDIDIKAN DI DAERAH TERTINGGAL

SEBAGAI UPAYA PELAKSANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL

Siti Maizul Habibah, S.Pd, MA (Dosen Prodi PKN UNESA) email:

[email protected])

M. Asif Nur Fauzi, S.Sos, M.Si (Dosen STEBI Syaikhona Kholil Pasuruan)

Abstrak

Komitmen dalam pembangunan pendidikan yang berkualitas dalam hal ini ialah

menyambut generasi emas 2035 dimana indonesia akan mendapatkan generasi yang

produktif, berharga dan kompetitif. Apabila pendidikan di daerah tertinggal tidak dapat

dibangun dan ditingkatkan, maka yang terjadi generasi didaerah tersebut tidak akan

mampu bersaing dalam kompetisi pembangunan nasional yang akan berdampak pada

kualitas daerah maupun Sumber Daya manusia yang dimiliki. Komitmen dalam

membangun pendidikan tidak hanya dalam skup kebijakan saja melainkan adanya

perhatian yang menyeluruh seperti infrastruktur, sarana prasarana, jaminan keberlanjutan

pasca pendidikan, accesbilitas masyarakat untuk menunjang perkembangan pendidikan

dan sinkronisasi kepedulian sumberdaya manusia di sekitarnya. Dengan adanya

komitmen bersama yang diharapkan mampu mengangkat derajat daerah tersebut dari

tertinggal menjadi berkembang bahkan maju baik secara sumber daya manusia maupun

pengelolaan sumber daya alamnya. Persoalan yang terjadi diera saat ini

dalampembangunan pendidikan di daerah tertinggal adalah komitmen dalam

membangunnya. Komitmen adalah kemampuan dan kemauan untuk menyelaraskan

perilaku pribadi dengan kebutuhan, prioritas dan tujuan organisasi. Hal ini mencakup

cara-cara mengembangkan tujuan atau memenuhi kebutuhan organisasi yang intinya

mendahulukan misi organisasi dari pada kepentingan pribadi (Soekidjan, 2009).

penguatan komitmen pendidikan di daerah tertinggal sebagai upaya pelaksanaan

pembangunan nasional meliputi : a. Pembangunan infrastruktur, b. Pembangunan

Aksesbilitas, c. Peningkatan Sumber Daya Manusia Lokal

Kata kunci : Komitmen, Infrastruktur, Aksesbilitas, Sumberdaya manusia

PENDAHULUAN

Hakekat pembangunan nasional adalah pembangunan Manusia Indonesia

seutuhnya, dan pembangunan masyarakat Indonesia seluruhnya dengan Pancasila

sebagai dasar, tujuan dan pedoman pembangunan nasional (GBHN 1998:44).

Pembangunan pada sektor pendidikan, merupakan salah satu pnontas dalam

pembangunan nasional untuk meningkatkan kualitas secara menyeluruh dan

Page 79: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

406| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

dalam upaya mewujudkan kualitas manusia Indonesia yang utuh. Hal ini

tercermin pada amanat GBHN yang dengan tegas menyatakan bahwa,

pembangunan pendidikan diarahkan untuk meningkatkan harkat dan martabat

manusia serta kualitas sumber daya manusia Indonesia dan memperluas serta

meningkatkan kesempatan memperoleh pendidikan termasuk di daerah terpencil

(GBHN,1998:73).

Hal ini juga dijelaskan pada pasal 31 UUD 1945 bahwa seluruh warga

Indonesia berhak mendaptkan pendidikan yang layak. Berdasarkan penjelasan

pasal 31 tersebut jika dikaitkan dengan pendidikan yang diterapkan di daerah

tertinggal sangat jauh dari kelayakan. Pendidikan yang belum layak menghambat

motivasi masyarakat tentang pentingnya pendidikan bagi dirinya.

Penyelenggaraan pendidikan sebenarnya telah dicanangkan oleh pemerintah

secara merata baik undang-undang maupun peraturan-peraturannya, akan tetapi

didalam pelaksanaanya kesenjangan masih terjadi khususnya di daerah – daerah

yang tertinggal.

Belum layaknya pendidikan di daerah tertinggal disebabkan beberapa

aspek, diantaranya minimnya jumlah sekolah yang dibangun, tidak layaknya

gedung sekolahan, infrastruktur jalan yang masih rendah, dan aksesbilitas

pendidikan lanjut masyarakat masih belum ada. Berdasarkan UU Nomor 20 tahun

2003 tentang sistem pendidikan nasional bahwa Pendidikan adalah usaha sadar

dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki

kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak

mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara. Berdasarkan beberapa kasus di atas jika diselaraskan dengan undang

sisdiknas, maka pengembangan pendidikan didaerah tertinggal harus mampu

ditingkatkan untuk dapat mewujudkan pendidikan yang merata.

Pendidikan yang merata dan berkelanjutan merupakan impian yang setiap

masyarakat. Apalagi pada masyarakat di daerah yang berkategori tertinggal.

Page 80: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |407

Untuk mewujudkan meratanya pendidikan yang diterima seluruh masyarakat

diperlukan suatu komitmen dari semua stakeholder tidak hanya

menyelenggarakan tanpa ada keberlanjutan dari pendidikan tersebut, namun

diperlukan komitmen yang tegas oleh semua lembaga pelaksana pendidikan.

Komitmen adalah kemampuan dan kemauan untuk menyelaraskan

perilaku pribadi dengan kebutuhan, prioritas dan tujuan organisasi. Hal ini

mencakup cara-cara mengembangkan tujuan atau memenuhi kebutuhan organisasi

yang intinya mendahulukan misi organisasi dari pada kepentingan pribadi

(Soekidjan, 2009). Menurut Meyer dan Allen (1991, dalam Soekidjan, 2009),

komitmen dapat juga berarti penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan

nilai-nilai organisasi, dan individu berupaya serta berkarya dan memiliki hasrat

yang kuat untuk tetap bertahan di organisasi tersebut.

Komitmen dalam pembangunan pendidikan yang berkualitas dalam hal ini

ialah menyambut generasi emas 2035 dimana indonesia akan mendapatkan

generasi yang produktif, berharga dan kompetitif. Apabila pendidikan di daerah

tertinggal tidak dapat dibangun dan ditingkatkan, maka yang terjadi generasi

didaerah tersebut tidak akan mampu bersaing dalam kompetisi pembangunan

nasional yang akan berdampak pada kualitas daerah maupun Sumber Daya

manusia yang dimiliki.

Komitmen dalam membangun pendidikan tidak hanya dalam skup

kebijakan saja melainkan adanya perhatian yang menyeluruh seperti infrastruktur,

sarana prasarana, jaminan keberlanjutan pasca pendidikan, accesbilitas

masyarakat untuk menunjang perkembangan pendidikan dan sinkronisasi

kepedulian sumberdaya manusia di sekitarnya. Dengan adanya komitmen bersama

yang diharapkan mampu mengangkat derajat daerah tersebut dari tertinggal

menjadi berkembang bahkan maju baik secara sumber daya manusia maupun

pengelolaan sumber daya alamnya.

Page 81: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

408| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

PEMBAHASAN

Komitmen adalah kemampuan dan kemauan untuk menyelaraskan perilaku

pribadi dengan kebutuhan, prioritas dan tujuan organisasi. Hal ini mencakup cara-cara

mengembangkan tujuan atau memenuhi kebutuhan organisasi yang intinya

mendahulukan misi organisasi dari pada kepentingan pribadi (Soekidjan, 2009).

Menurut Meyer dan Allen (1991, dalam Soekidjan, 2009), komitmen dapat juga

berarti penerimaan yang kuat individu terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, dan

individu berupaya serta berkarya dan memiliki hasrat yang kuat untuk tetap bertahan

di organisasi tersebut.

Meyer dan Allen (1991 dalam Soekidjan, 2009) membagi komitmen

organisasi menjadi tiga macam atas dasar sumbernya : (a) Affective commitment,

Berkaitan dengan keinginan secara emosional terikat dengan organisasi, identifikasi

serta keterlibatan berdasarkan atas nilai-nilai yang sama. (b) Continuance

Commitment, Komitmen didasari oleh kesadaran akan biaya-biaya yang akan

ditanggung jika tidak bergabung dengan organisasi. Disini juga didasari oleh tidak

adanya alternatif lain. (c) Normative Commitment, Komitmen berdasarkan perasaan

wajib sebagai anggota/karyawan untuk tetap tinggal karena perasaan hutang budi.

Disini terjadi juga internalisasi norma-norma.

Berdasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa komitmen tidak

hanya dapat diselesaikan dengan adanya aturan atau kebijakan tetapi ada komitrmen

keberlanjutan untuk dapat mengukur keberhasilan suatu kebijakan yang telah

diimplementasikan. Komitmen adalah sikap maka diperlukan suatu dorrongan

motivasi untuk dapat mengaplikasikan suatu kebijakan yang telah diimplementasikan.

Di daerah tertinggal terutama pendidikan merupakan hal utama yang harus

ditingkatkan karena keserasian atara pendidikan dengan pembangunan nasional

berbanding lurus beriringan, tanpa pendidikan perkembangan suatu daerah akan

terhambat, maka diawali dari pendidikan maka perkembangan suatu daerah juga akan

cepat kemajuannya. Pendidikan juga merupakan wujud dari membangun kemandirian

Page 82: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |409

suatu daerah. Kemandirian yang dimaksud adalah kemandirian dalam pengelolaan

sumber daya dan keuangan yang dimiliki.

Untuk mewujudkan kemandirian tersebut diperlukan komitmen berbagai

pihak (Stakeholder) dalam membangun dan mengembangkan pendidikan di daerah

tertinggal. Di era saat ini pembangunan pendidikan di daerah tertinggal hanya

mengandalkan kebijakan dan kerelaan pemerintah dalam mengatur kelangsungan

pendidikan selanjutnya. Berdasarkan informasi dari peserta Guru SM3T yang

merupakan tenaga pengajar di daerah tertinggal salah satu kasus pendidikan di daerah

tersebut ialah buku yang digunakan adalah masih buku tahun 1994 atau lebih tua 12

Tahun dari buku yang digunakan di daerah lain serta akses jalan menuju sekolah

masih cukup jauh dan masih jalan swadaya masyarakat. Selain itu kelangkaan listrik

juga menjadi problematika yang sampai saat ini masih ada didaerah tersebut.

Berdasarkan kasus tersebut beberapa hal yang diperlukan dalam komitmen

pendidikan sebai upaya pelaksanaan pembangunan nasional diantaranya infrastruktur,

sarana prasarana, dan accesbilitas serta Sumber Daya Manusia (SDM).

a. Infrastruktur

Pembangunan daerah tertinggal merupakan upaya terencana untuk mengubah

suatu daerah yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial

ekonomi dan keterbatasan fisik, menjadi daerah yang maju dengan komunitas yang

kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat

Indonesia lainnya. Pembangunan daerah tertinggal ini berbeda dengan

penanggulangan kemiskinan dalam hal cakupan pembangunannya. Pembangunan

daerah tertinggal tidak hanya meliputi aspek ekonomi, tetapi juga aspek sosial,

budaya, dan keamanan (bahkan menyangkut hubungan antara daerah tertinggal

dengan daerah maju). Di samping itu kesejahteraan kelompok masyarakat yang hidup

di daerah tertinggal memerlukan perhatian dan keberpihakan yang besar dari

pemerintah.

Berdasarkan hal tersebut di atas, diperlukan program pembangunan daerah

tertinggal yang lebih difokuskan pada percepatan pembangunan di daerah yang

Page 83: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

410| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

kondisi sosial, budaya, ekonomi, keuangan daerah, aksesibilitas, serta ketersediaan

infrastruktur masih tertinggal dibanding dengan daerah lainnya. Kondisi tersebut pada

umumnya terdapat pada daerah yang secara geografis terisolir dan terpencil seperti

daerah perbatasan antarnegara, daerah pulau-pulau kecil, daerah pedalaman, serta

daerah rawan bencana. Di samping itu, perlu perhatian khusus pada daerah yang

secara ekonomi mempunyai potensi untuk maju namun mengalami ketertinggalan

sebagai akibat terjadinya konflik sosial maupun politik.

Pengertian Infrastruktur menurut American Public Works Association (Stone,

1974 Dalam Kodoatie,R.J.,2005), adalah fasilitas-fasilitas fisik yang dikembangkan

atau dibutuhkan oleh agen-agen publik untuk fungsi-fungsi pemerintahan dalam

penyediaan air, tenaga listrik, pembuangan limbah, transportasi dan pelayanan-

pelayanan similar untuk memfasilitasi tujuan-tujuan sosial dan ekonomi. Jadi

infrastruktur merupakan sistem fisik yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

dasar manusia dalam lingkup sosial dan ekonomi.

Dilihat dari input - output bagi penduduk, komponen-komponen tersebut

dapat dikelompokkan menjadi tiga karakteristik, yaitu: (1) Komponen yang memberi

input kepada penduduk. Jenis infrastruktur yang termasuk dalam kategori ini adalah

prasarana air minum dan listrik; (2) Komponen yang mengambil output dari

penduduk. Jenis infrastruktur yang termasuk dalam kelompok ini adalah prasarana

drainase/pengendalian banjir, pembuangan air kotor/sanitasi, dan pembuangan

sampah; (3) Komponen yang dapat dipakai untuk memberi input maupun mengambil

output. Jenis infrastruktur yang termasuk dalam kelompok ini meliputi: prasarana

jalan dan telepon.

Pembangunan pendidikan merupakan proses pembangunan yang tidak hanya

berhenti pada sistemnya karena sistem bersifat umum dan menyeluruh yang digunakan

sebagai acuan seluruh satuan pendidikan di Indonesia. Akan tetapi dalam

implementasinya masih belum menyeluruh dan merata karena beberapa daerah masih

tertinggal dalam kualitas pendidikannya.

Terhambatnya terwujudnya pendidikan berkualitas di daerah tertinggal karena

masih belum terpenuhinya beberapa infrastruktur yang dibangun oleh pemerintah baik

Page 84: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |411

pusat maupun daerah. Infrastruktur yang dimaksud ialah jalan, bangunan sekolah, dan

komunikasi dan informasi serta pemenuhan listrik.

Infrastur jalan merupakan jenis utama yang harus dibangun dan dipenuhi

karena itu bagian dari akses masyarakat menimbah pendidikan karena saat ini jalan di

daerah tersebut masih jauh dari kelayakan sehingga untuk menuju sekolah masih

menyeberang sungai, jembatan yang masih hampir putus sehingga terhambatnya

infrastruktur tersebut masih membutuhkan komitmen dari pemerintah dalam

membangun infrastruktur jalan tersebut.

Komunikasi dan informasi merupakan suatu komitmen yang juga penting

karena menyangkut kualitas pengetahuan masyarakat yang selalu update setiap

menitnya. Di daerah tertinggal masih belum dapat mencapai maksimal pengetahuannya

sehingga kebutuhan akan informasi tersebut masih kurang. Kekurangan informasi

dapat menghambat pembangunan nasional secara khususnya. Pengetahuan yang

terhambat juga mempengarui terhambatnya pendidikan yang saat ini diberikan menjadi

kedaluarsa.

Terhambatnya pembangunan komunikasi dan informasi tersebut tidak lepas

karena masih belum terpenuhinya listrik didaerah tersebut sehingga akses membangun

komunikasi dan informasi tentang pendidikan yang berkualitas menjaditerhambat,

sehingga diperlukan komitmen yang bersifat menyeluruh.

b. Accesbilitas

Pembangunan pendidikan pada daerah tertinggal seharusnya bersifat adil,

partisipatif dan terintegrasi, sehingga kesenjangan mutu yang ada pada daerah

perkotaan dan daerah tertinggal dapat diatasi dengan cepat. Beberapa kebijakan dan

program kerja yang sudah dan sedang diluncurkan pemerintah pusat maupun

pemerintah daerah, semestinya bertujuan pada upaya pencapaian tingkat kualitas

pendidikan. Walaupun pada satu sisi, untuk mengatasi ketertinggalan mutu pendidikan

pada daerah terpencil dan tertinggal menjadi tanggung jawab pemerintah daerah itu

sendiri, namun pemerintah pusat lebih berperan untuk melakukan fasilitasi dan

koordinasi.

Page 85: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

412| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Terbangunnya kemitraan yang solid baik antara pemerintah daerah, pusat,

pihak swasta dan seluruh masyarakat diharapkan mempermudah terwujudnya

pemenuhan aksesibilitas dan pendidikan yang bermutu. Sarana dan prasarana serta

aksesibilitas dalam bentuk fisik dan non fisik minimal tidak lagi menjadi kendala

utama dalam pembangunan pendidikan menuju pendidikan yang maju dan berkualitas.

Blunden dan Black (1984) seperti dikutip Tamin (1997: 52) menyatakan bahwa

“Aksesibilitas adalah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna lahan

secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya.

Aksesibilitas adalah suatu ukuran kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi

tata guna lahan berinteraksi satu sama lain dan ‘mudah’ atau ‘susah’ nya lokasi tersebut

dicapai melalui sistem jaringan transportasi.”

Berdasarkan pengertian di atas menggambarkan bahwa pentingnya membangun

komitmen diantara stakeholder untuk membangun aksesbilitas masyarakat dengan

dunia luar. Pentingnya aksesbilitas ini karena pendidikan tidka hanya berada di kelas

melainkan membutuhkan akses untuk berinteraksi dengandaerah lain. Tetapi hal ini

masih belum dipenuhi oleh pemerintah, terhambatnya akses tersebut menjadikan

masyarakat kurang mendapatkan motivasi untuk membangun pendidikan di daerahnya

sendiri. Ketertinggalan suatu daerah membutuhkan kerjasama masyarakat lokal dan

pemerintah untuk dapat mengelola Sumber daya yang dimiliki termasuk pendidikan

yang harus berkualitas.

c. Sumber Daya Manusia

Kemampuan sumber daya manusia tidak dapat dilihat dari satu sisi saja, namun

harus mencangkup keseluruhan dari daya pikir dan juga daya fisiknya. Sumber Daya

Manusia (SDM) semula merupakan terjemahan dari human recources. Namun ada pula

para ahli yang menyamakan SDM dengan manpower atau tenaga kerja, bahkan

sebagian orang menyetarakan pengertian SDM dengan personnel (personalia,

kepegawaian dan sebagainya).

Menurut Abdurrahmat Fathoni (2006, h 8) Sumber Daya Manusia merupakan

modal dan kekayaan yang terpenting dari setiap kegiatan manusia. Manusia sebagai

unsur terpenting mutlak dianalisis dan dikembangkan dengan cara tersebut. Waktu,

Page 86: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |413

tenaga dan kemampuanya benar-benar dapat dimanfaatkan secara optimal bagi

kepentingan organisasi, maupun bagi kepentingan individu. Sebagai faktor pertama dan

utama dalam proses pembangunan, SDM selalu menjadi subjek dan objek

pembangunan. Proses administrasi pun sangat dipengaruhi oleh manajemen sumber

daya manusia, dan ada empat macam klasifikasi sumber daya manusia sebagaimana

dikemukakan oleh Ermaya (1996 : 2).

Kualitas SDM menyangkut banyak aspek, yaitu aspek sikap mental, perilaku,

aspek kemampuan, aspek intelegensi, aspek agama, aspek hukum, dan aspek

kesehatan. Kesemua aspek ini merupakan dua potensi yang masing-masing dimiliki

oleh tiap individu, yaitu jasmaniah dan ruhaniah. Tidak dapat dipungkiri bahwa aspek

jasmaniah selalu ditentukan oleh ruhaniah yang bertindak sebagai pendorong dari

dalam diri manusia. Untuk mencapai SDM berkualitas, usaha yang paling utama

sebenarnya adalah memperbaiki potensi dari dalam manusia itu sendiri, hal ini dapat

diambil contoh seperti kepatuhan masyarakat terhadap hukum ditentukan oleh aspek

ruhaniyah ini. Dalam hal ini pendidikan Islam memiliki peran utama untuk

mewujudkannya.

Pembangunan sumber daya manusia untuk membangun pendidikan di daerah

tertinggal sebenarnya telah dilakukan pemerintah dengan program SM3T, Indonesia

Mengajar, dan Guru Garda Depan merupakan beberapa solusi yang diberikan

pemerintah untuk kualitas Sumber Daya Manusia. Komitmen membangun pendidikan

di daerah tertinggal tidak hanya bertumpu pada sistem pendidikan saja aspek yang lain

juga membutuhkan komitmen.

SIMPULAN

Komitmen adalah kemampuan dan kemauan untuk menyelaraskan perilaku

pribadi dengan kebutuhan, prioritas dan tujuan organisasi. Hal ini mencakup cara-cara

mengembangkan tujuan atau memenuhi kebutuhan organisasi yang intinya

mendahulukan misi organisasi dari pada kepentingan pribadi (Soekidjan, 2009).

Page 87: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

414| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Penguatan komitmen pendidikan di daerah tertinggal sebagai upaya

pelaksanaan pembangunan nasional meliputi : (a) Pembangunan infrastruktur, (b)

Pembangunan Aksesbilitas, (c) Peningkatan Sumber Daya Manusia Lokal

DAFTAR PUSTAKA

Soekidjan, S., 2009. Komitmen Organisasi Sudahkah Menjadi Bagian Dari Kita. www.kesad.mil.id/category/berita/ditkesad, diakses tanggal 25 Juli 2015.

Kodoatie, Robert J. (2005). Pengantar management infrastruktur. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Fathoni, Abdurrahmat. 2006. Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia.

Jakarta : Rineka Cipta.

Ermaya Suradinata, 1996, Manajemen Sumber Daya Manusia, Ramadan Bandung.

Tamin. Ofyar. 1997. Perencanaan dan Permodelan Transportas. Bandung: Jurusan Teknik Sipil Institut Teknologi Bandung.

Maizir, R. P. (2015). PENGARUH BUDAYA ORGANISASI TERHADAP KOMITMEN KARYAWAN. Jom FISIP Volume 2 No.2 , 3.

Priyanto, C. (2012, 04 06). http://cahyageo.blogspot.co.id. Retrieved Juni 2016, from Cahya Priyanto.

Yanto, B. (2013, 07). http://www.budhii.web.id. Retrieved 06 01, 2016

http://www.radarplanologi.com. (2015). Infrastruktur. Retrieved 2016, from.

Ketetapan MPR No.II/MPR/1998 tentang Garis-garis besar haluan Negara

UU Nomor 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional

Page 88: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |415

PENGUATAN NILAI INTEGRITAS DALAM KEGIATAN

KEMAHASISWAAN SEBAGAI WUJUD PENDIDIKAN KARAKTER

BERKESINAMBUNGAN DALAM MEMBANGUN SDM UNGGUL DAN

BERDAYA SAING

Sarmini

Guru Besar Prodi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn) FISH Unesa

Abstrak

Tulisan ini mengungkapkan implementasi model pendidikan karakter untuk

penguatan nilai integritas melalui kegiatan kemahasiswaan. PKKMB yang

melibatkan semua unsur di fakultas dipilih menjadi subyek kegiatan. Sampel yang

dipilih adalah panitia dari unsur BEM fakultas, DPM, HIMA dan HMJ.

Menggunakan angket dan observasi data ini dikumpulkan. Model Pendekatan yang

dipilih adalah pendekatan komprehensig-integratif dalam kegiatan yang terdiskripsi

dalam jadwal kegiatan. Hasil penelitian ini secara umum menunjukkan bahwa nilai

integritas masih harus terus dipupuk dan diperjuangkan. Implementasi model

pendidikan karakter untuk memperkuat nilai integritas, terus harus diperjuangan.

Hal ini menjadi penting, mengingat penenanaman nilai karakter tidak dapat

diajarkan secara kognitif, tetapi harus dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan

sehingga mampu membangun internalisasi nilai dalam diri mahasiswa. Tulisan ini

menjadi pijakan awal bagi siapa saja yang tertarik mengeksplorasi tentang nilai

integritas.

Kata Kunci: Model Pendidikan Karakter, integritas, PKKMB

PENDAHULUAN

Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang RPJPN Tahun 2005–

2025 mengamanatkan bahwa upaya untuk membangun kualitas manusia tetap

menjadi perhatian penting. Kualitas manusia dalam konteks ini Sumber Daya

Manusia (SDM) merupakan subjek dan sekaligus objek pembangunan, yang

mencakup seluruh siklus hidup manusia sejak di dalam kandungan hinggá akhir

hayat. Berbagai hal menunjukkan bahwa peningkatan SDM melalui bidang

pendidikan memang telah mengalami peningkatan. Meskipun demikian, kondisi

Page 89: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

416| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

tersebut belum memadai untuk menghadapi persaingan global yang makin ketat

pada masa depan (UURI No. 17/2007 Tentang RPJPN 2005–2025, h. 5).

Pentingnya suatu negara memiliki SDM yang unggul dari segi kualitas

sejalan dengan pemikiran Edward Deming dalam buku yang berjudul out of the

Crisis yang menyatakan bahwa kemakmuan suatu bangsa lebih banyak

ditentukan oleh SDM-nya, manajemen, dan pemerintahan daripada oleh

berlimpahnya sumber daya alam. Misalnya, kemajuan negara sebesar Singapura,

yaitu terletak pada faktor sumber daya manusia. Hal ini menjadi penting,

mengingat bagaimana mengelola, menata, mengolah, dan menjalankan negara

adalah tergantung pada sumber daya manusianya.

Di lain sisi, memasuki milenium ketiga yang ditandai dengan semakin

banyaknya kemajuan dalam bidang teknologi dan ilmu pengetahuan menimbulkan

perubahan dan berdampak dalam segala aspek kehidupan. Kemajuan teknologi

dan pengetahuan yang pesat menyebabkan negara dan bangsa yang maju

semakin melesat jauh meninggalkan negara dan bangsa lain. Bangsa-bangsa yang

tidak mampu menyesesuaikan dengan teknologi akan mengalami ketertinggalan

dengan bangsa-bangsa lain. Era baru dalam kehidupan manusia ini ditandai oleh

semakin banyaknya tantangan dan kesempatan untuk bersaing, saling berlomba

untuk mengalahkan pesaingnya.

Tantangan untuk berubah selalu muncul dalam kehidupan sehari-hari.

Perubahan ini menuntut suatu persyaratan tertentu yaitu suatu kualitas yang

superior; dimana kualitas ini merupakan salah satu tuntutan yang harus dipenuhi.

Kualitas superior ini diharapkan dapat memotivasi dan memimpin dalam proses

perubahan disegala sudut kehidupan. Suyono (1996) menyebutnya dengan

revolusi kualitas. Perubahan yang drastis dalam hal kualitas menurutnya dapat

dicapai antara lain dengan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga

pada gilirannya dapat mengembangkan gagasan baru.

Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan jenjang terakhir dari

hirarki pendidikan formal memiliki peranan penting. Usaha pewarisan dan

Page 90: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |417

pengembangan ilmu pengetahuan oleh perguruan tinggi harus senantiasa memiliki

pijakan dan relevansi dengan kondisi masyarakat. Usaha memformulasikan peran

Perguruan Tinggi dalam dinamika masyarakat inilah yang lebih dikenal dengan

nama pengabdian masyarakat. Berdasarkan misi yang diembannya maka dapat

dikatakan bahwa Perguruan Tinggi mempunyai dua peran, yaitu sebagai lembaga

kajian dan sebagai lembaga layanan.

Dalam posisi sebagai lembaga kajian dan lembaga layanan maka

Perguruan Tinggi memiliki tiga fungsi penting, yaitu: (1) sebagai konseptor; (2)

dinamisator; dan (3) evaluator pembangunan masyarakat baik secara langsung

maupun secara tidak langsung. Fungsi konseptor terwujud melalui produk ilmiah

yang dihasilkan, baik melalui kajian maupun penelitian. Melalui serangkaian

tindakan ilmiah yang dilaksanakan, Perguruan Tinggi hendaknya mampu

memprediksi kebutuhan ilmu pengetahuan dan teknologi di masa depan, tetapi

pada saat yang bersamaan juga memiliki kemampuan menyusun teori atau

konsep yang dibutuhkan pada masa kini.

Fungsi dinamisator secara langsung terlihat pada lulusan Perguruan

Tinggi sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan dapat berperan di

masyarakatnya, sebagai dinamisator dalam laju pembangunan masyarakat.

Lulusan Perguruan Tinggi yang terlibat dalam gerak pembangunan

dimungkinkan timbulnya pemikiran-pemikiran baru, langkah-langkah inovatif

yang konsepsional dan lahirnya aspirasi-aspirasi baru.

Selanjutnya fungsi evaluator dilakukan bersama-sama oleh segenap

warga civitas akademika di dalam Perguruan Tinggi, melalui penelitian terhadap

berbagai dampak pembangunan, Ia mampu bertindak sebagai pelopor

pembaharuan dan modernisasi. Kemudian bersamaan dengan itu Perguruan

Tinggi mampu pula bertindak sebagai agen perubahan sosial sekaligus sebagai

Page 91: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

418| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

pengawas sosial, sehingga dapat memberi warna terhadap arah laju perkembangan

dan pembangunan masyarakat.

Untuk dapat melaksanakan fungsi Perguruan Tinggi sebagaimana

tersebut di atas, maka mahasiswa menjadi penting untuk terus menerus

dibangun, diupayakan, dilatih dan dibiasakan proses berpikir kritis, inovatif dan

kreatif, baik dalam dimensi pembelajaran maupun penciptaan atmosfer akademik

di perguruan tinggi. Hal ini dipandang penting, mengingat mahasiswa sebagai

masyarakat intelektual dan sekaligus sebagai warganegara, dituntut bukan hanya

untuk cerdas dalam belajar dan harus kritis terhadap kenyataan sosial yang ada.

Kenyataan inilah yang memberikan label bahwa mahasiswa disebut sebagai agent

of change meminjam istilah Auguste Comte, atau agent of modernization dalam

istilah lain Ali Syariati.

Mahasiswa memiliki peran sebagai agent of change, social control,

dan iron stock. Mahasiswa dihaapkan mampu menjaga kestabilan negara,

membawa inovasi dan perubahan, serta benih pemimpin unggul. Tugas utama

yang sebenarnya dipikulkan kepada mahasiswa yaitu mempelajari bidang ilmu

yang dipilihnya, sehingga harapannya mampu menyelesaikan permasalahan yang

ada pada bangsa ini. Ada lima keunggulan yang dimiliki mahasiswa.

Pertama, deal with complexity. Mahasiswa terbiasa dengan urusan-urusan rumit.

Kedua, berpikir sistematis. Setiap mahasiswa selalu dibiasakan berpikir sistem

hingga memiliki system thinking kuat. Ketiga, kemampuan menghadirkan solusi

numerik, selalu ada bukti-bukti kongkret di lapangan yang mendukung setiap

alasan yang dikemukakan. Dan itu membutuhkan hasil statistik dari penelitian

yang dilakukan. Keempat, kepedulian tinggi. Kelima adalah taat asas dan taat

aturan. Dan Kenam, memiliki karakter kuat. Dengan keenam hal di atas,

mahasiswa akan lebih kuat mempertahankan prinsip idealisme yang dimilikinya.

Berdasarkan uraian di atas, maka sosok mahasiswa ideal secara singkat

dapat dirangkum dalam tiga kata, yaitu berprestasi, berorganisasi, dan berbudi

pekerti. Di luar ketiga hal di atas ada satu hal yang sudah pasti harus dimiliki,

Page 92: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |419

yaitu berpribadi religius. Religiusitas ini tidak perlu disebut lagi, karena

hakikatnya merupakan dasar dari inspirasi dan motivasi ketiga hal tadi. Dengan

kata lain, prestasi, keaktifan dalam organisasi dan budi pekerti tidak akan berarti

tanpa dilandasi oleh nilai-nilai religi. Ketiga kriteria ini hakikatnya tidak

terpisahkan bagi keberhasilan hidup mahasiswa di masa depan. Kaitan ketiga hal

tersebut adalah sebagai berikut: (1) Prestasi mengantarkan lulus seleksi dalam

mendapatkan pekerjaan; (2) Pengalaman organisasi menjadikan sukses

melaksanakan pekerjaan; dan (3) Budi pekerti membuat diterima dalam setiap

pergaulan. Dalam ungkapan lain dinyatakan: Prestasi menjadikan orang bisa

melewati soal ujian; Pengalaman organisasi menjadikan orang bisa melewati

tantangan permasalahan; dan Budi pekerti menjadikan orang bisa melewati

penolakan dan permusuhan.

Inti dari prestasi adalah pencapaian standar nilai yang tinggi dalam

menyelesaikan perkuliahan. Prestasi mencerminkan penguasaan seseorang

terhadap sejumlah pengetahuan dan keterampilan yang diajarkan dan diujikan

kepadanya. Prestasi mahasiswa disimbolkan dengan nilai atau indeks prestasi (IP).

Pengalaman berorganisasi memberikan bekal kepada lulusan perguruan tinggi

dalam berbagai hal, antara lain: kemampuan berinteraksi, kemampuan

berkomunikasi, kemampuan perpikir logis-sistematis, kemampuan menyampaikan

gagasan di muka umum, kemampuan melaksanakan fungsi manajemen:

perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi, kemampuan

memimpin, serta kemampuan memecahkan permasalahan. Dengan budi pekerti

yang baik, simpati teman mudah didapatkan, ketidaksukaan orang dapat

dihapuskan. Dengan budi pekerti yang baik, hati atasan dapat dibuat terkesan,

serta bantuan dan pertolongan orang lain mudah didapatkan.

Budi pekerti secara operasional merupakan suatu perilaku positif yang

dilakukan melalui kebiasaan. Artinya, seseorang diajarkan sesuatu yang baik

Page 93: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

420| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

mulai dari masa kecil sampai dewasa melalui latihan-latihan dan pembiasaan yang

dimulai sejak dalam lingkungan keluarga. Sementara itu Integritas16 dipandang

penting membangun budi pekerti dalam menghadapi persaingan di era global.

Dalam etika, integritas diartikan sebagai kejujuran dan kebenaran dari tindakan

seseorang. Ciri seorang yang berintegritas ditandai oleh satunya kata dan

perbuatan, bukan seorang yang kata-katanya tidak dapat dipegang. Seorang yang

mempunyai integritas bukan tipe manusia dengan banyak wajah dan penampilan

yang disesuaikan dengan motif dan kepentingan pribadinya. Dapat dikatakan

bahwa integritas merupakan kompas yang mengarahkan perilaku seseorang, dan

sekaligus integritas merupakan gambaran keseluruhan pribadi seseorang

(integrity is who you are).

Lebih lanjut nilai yang membangun integritas adalah disiplin, jujur dan

tanggungjawab. Disiplin yakni sikap dan perilaku yang menunjukkan ketertiban

dan kepatuhan terhadap berbagai ketentuan dan peraturan. Jujur yakni sikap dan

perilaku seseorang yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya selalu dapat

dipercaya dalam perkataan dan perbuatannya. Tanggung jawab yakni sikap dan

perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana yang

seharusnya dilakukan, baik terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan, negara,

maupun Tuhan YME. Tulisan ini memfokuskan pada bagaimana membangun

integritas melalui implementasi model penguatan nilai integritas sebagai wujud

pendidikan karakter yang berkesinambungan dalam membangun Sumber Daya

Manusia (SDM) unggul dan berdaya saing.

METODOLOGI PENELITIN

Desain penelitian yang digunakan adalah penelitian pengembangan dan

desain penelitian tindakan. Penelitian pengembangan digunakan untuk

pengembangan model penguatan nilai integritas dalam kegiatan kemahasiswaan.

16 Integritas adalah suatu konsep yang menunjuk konsistensi antara tindakan dengan nilai

dan prinsip

Page 94: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |421

Sedangkan penelitian tindakan digunakan untuk ujicoba model penguatan nilai

integritas dalam kegiatan kemahasiswaa Penelitian pengembangan yang dipilih

mengacu pendapat Borg and Gall (1983:772) mendefinisikan penelitian

pengembangan sebagai berikut:

Educational Research and development (R & D) is a process used to

develop and validate educational products. The steps of this process are

usually referred to as the R & D cycle, which consists of studying research

findings pertinent to the product to be developed, developing the products

based on these findings, field testing it in the setting where it will be used

eventually, and revising it to correct the deficiencies found in the filed-

testing stage. In more rigorous programs of R&D, this cycle is repeated

until the field-test data indicate that the product meets its behaviorally

defined objectives.

Sedangkan penelitian tindakan mengacu Kemmis (1983), menyatakan

bahwa penelitian tindakan merupakan upaya mengujicobakan ide-ide ke dalam

praktek untuk memperbaiki atau mengubah sesuatu agar memperoleh dampak

nyata dari situasi. Kemmis dan Taggar (1988) juga menyatakan bahwa penelitian

tindakan adalah suatu bentuk penelitian reflektif diri yang secara kolektif

dilakukan peneliti dalam situasi sosial untuk meningkatkan penalaran dan

keadilan praktek pendidikan dan sosial mereka, serta pemahaman mereka

mengenai praktek dan terhadap situasi temapat dilakukan praktek-praktek tersebut

(Zuriah, 2003:54).

Sampel dalam tulisan ini Panitia kegiatan PKKMB yang teridiri atas:

Ormawa di tingkat Fakultas adalah Badan Ekesekutif Mahasiswa Fakultas

(BEMF) dan Dewan Perwakilan Mahasiswa Fakultas, sedangkan di tingkat

jurusan/prodi terdapat Himpunan Mahasiswa (HIMA) Jurusan/prodi. Subyek

kegiatan yang digunakan sebagai media ujicoba adalah Pengenalan Kehidupan

Kampus Mahasiswa Baru (PKKMB) 2016. Kegiatan ini dipilih karena

Page 95: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

422| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

melibatkan seluruh mahasiswa baru dan organisasi mahasiswa (ormawa) di

tingkat fakultas. Indikator variabel seperti yang tertera dalam tabel berikut ini.

Tabel 01

Variabel dan Indikator Variabel

Variabel Indikator

Variabel

Sub Indikator Variabel

Integritas

Disiplin Pemahaman Konsep Disiplin

Konstruksi Konsep

Implementasi dalam diri

Implementasi dalam sikap dan perbuatan

Refleksi konsep

Jujur Pemahaman Konsep Jujur

Konstruksi Konsep

Implementasi dalam diri

Implementasi dalam sikap dan perbuatan

Refleksi konsep

Tanggungjawab Pemahaman Konsep Jujur

Konstruksi Konsep

Implementasi dalam diri

Implementasi dalam sikap dan perbuatan

Refleksi konsep

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah kuisioner, wawncara

dan observasi. Sedangkan teknik analisis data yang digunakan mengacu Miles dan

Hubermen (1984), Aktivitas dalam analisis meliputi reduksi data (data

reduction), penyajian data (data display) serta penarikan kesimpulan dan

verifikasi (conclusion drawing / verification).

MODEL PENGUATAN NILAI INTEGRITAS DALAM KEGIATAN

KEMAHASISWAAN

Penguatan nilai integritas menggunakan pendekatan komprehensif dan

integratif. Metode komprehensif meliputi dua metode tradisional, yaitu inkulkasi

(penanaman) nilai dan pemberian teladan serta dua metode kontemporer, yaitu

fasilitasi nilai dan pengembangan keterampilan hidup (soft skills). Inkulkasi

(penanaman) nilai memiliki ciri-ciri berikut ini: (1) mengkomunikasikan

Page 96: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |423

kepercayaan disertai alasan yang mendasarinya; (2) memperlakukan orang lain

secara adil; (3) menghargai pandangan orang lain; (4) mengemukakan keragu-

raguan atau perasaan tidak percaya disertai dengan alasan dan dengan rasa

hormat; (5) tidak sepenuhnya mengontrol lingkungan untuk meningkatkan

kemungkinan penyampaian nilai-nilai yang dikehendaki, dan mencegah

kemungkinan penyampaian nilai-nilai yang tidak dikehendaki; (6) menciptakan

pengalaman sosial dan emosional mengenai nilai-nilai yang dikehendaki, tidak

secara ekstrem; (7) membuat aturan, memberikan penghargaan, dan memberikan

konsekuensi disertai alasan; (8) tetap membuka komunikasi dengan pihak yang

tidak setuju; dan (10) memberikan kebebasan bagi adanya perilaku yang berbeda-

beda, apabila sampai pada tingkat yang tidak dapat diterima, diarahkan untuk

memberikan kemungkinan berubah.

Inkulkasi dan keteladanan mendemonstrasikan kepada subyek didik cara

yang terbaik untuk mengatasi berbagai masalah, sedangkan fasilitasi nilai melatih

subyek didik mengatasi masalah-masalah tersebut. Bagianyang terpenting dalam

metode fasilitasi ini adalah pemberian kesempatan kepada subyek didik.Kegiatan-

kegiatan yang dilakukan oleh subyek didik dalam pelaksanaan metode fasilitasi

nilai membawa dampak positif pada perkembangan kepribadian (Kirschenbaum,

1995: 41).

Model pendidikan karakter dengan pendekatan komprehensif, terintegrasi

dalam kegiatan kemahasiswaan disajikan secara visual dalam gambar 01.

Subyek kegiatan yang digunakan sebagai ujicoba model pendidikan

karakter dalam kegiatan kemahasiswaan adalah kegiatan PKKMB 2016. Kegiatan

ini dipilih dengan pertimbangan, sebagai berikut: (1) kegiatan ini merupakan

kegiatan terbesar yang melibatkan semua mahasiswa baru, pimpinan fakultas dan

jurusan serta organisasi mahasiswa BEM Fakultas, DPM, HIMA dan HMJ; (2)

Kegiatan PKKMB merupakan kegiatan yang relevan dalam menyampaiakan visi

Page 97: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

424| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

misi universitas, fakultas, jurusan dan prodi. Tema PKKMB FISH 2016 adalah

“siap menjadi mahasiswa yang Berkompetensi, Berorganisasi dan Berbudi

Pekerti”.

...

Gambar 01

Pengintegrasian Pendidikan Karakter dalam Kegiatan Kemahasiswaan

Sedangkan orientasi penugasan yang diberikan mengacu kepada

kemampuan mahasiswa dalam menyusun Program Kreativitas Mahasiswa,

Penelitian Mahasiswa dan Penulisan Jurnal. Sedangkan materi PKKMB meliputi:

(1) Penyampaian visi, misi universitas, fakultas, jurusan dan prodi; (2)

Tujuan

kegiatan

kemahasis

waan dan

Nilai-nilai

target yang

diintegrasik

an

Pe

ndi

dik

an

Ka

rak

ter

Metode

Kompreh

ensif

Nilai

karakter

yg

ditanamk

an di

kegiatan

BEM

Nilai

karakter

yang ingin

ditanamk

an dikgt

HIMA

Nilai

karakter

yang ingin

ditanamka

n di kgt

DPM

Kegiatan 1

Kegiatan 2

Kegiatan 3

Kegiatan ..

Kegiatan 1

Kegiatan 2

Kegiatan 3

Kegiatan...

Kegiatan 1

Kegiatan 2

Kegiatan 3

Kegiatan ....

Page 98: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |425

Penyelenggaraan Perguruan Tinggi; (3) Budaya Akademik dan Etika Keilmuan:

Budaya Literasi Kampus; (4) Struktur Kelembagaan, Keuangan (UKT), dan

Sarana Prasarana di Unesa; (5) Pilar-Pilar Kebangsaan. serta hak dan Kewajiban

mahasiswa; (6) Materi lainnya: Materi Antikorupsi, Materi Bahaya

Penyalahgunaan Narkoba (BNN Jatim), materi Motivasi Kuliah, Gerakan Aktivasi

PKM, Pengenalan PMW, Materi Pelestarian Ekosistem di Kampus dan Perekrutan

Eco Campus. Di setiap kegiatan ditanamkan penguatan nilai integritas, etos kerja

dan solidaritas17.

Ada tiga langkah ujicoba Model Pendidikan Karakter dalam

pembelajaran ini, meliputi: (1) Perencanaan; (2) Pelaksanaan; dan (3) Evaluasi.

Pertama, Perencanaan Tindakan. Pada tahap ini dilakukan beberapa hal, yaitu: (1)

Pembentukan panitia PKKMB tingkat fakultas; (2) Penguatan pemahaman tentang

nilai-nilai karakter yang akan diintegrasikan dalam kegiatan pembelajaran, yaitu

(a) integritas (disiplin, jujur dan tanggung jawab; (b) etos kerja, dan; (c)

solidaritas. Penguatan pemahaman dilakukan dengan memahami konsep-konsep

dari nilai karakter tersebut, berikut dengan bentuk-bentuk tindakan yang akan

dijadikan data dalam penelitian ini; (3) mempelajari kurikulum inti kegiatan

PKKMB pusat, yaitu kurikulum inti PKKMB yang ditetapkan oleh Wakil Rektor

Bidang Kemahasiswaan dan Alumni; (4) Penambahan kurikulum inti dengan

kurikulum muatan fakultas, yang terdistribusi dalam bentuk jadwal PKKMB; (5)

Pengintegrasian nilai karakter dalam kurikulum PKKMB; (6) Penyusunan

running sheat kegiatan PKKMB; (7) Penguatan pemahaman running sheat bagi

panitia PKKMB; (8) Sosialisasi running sheat bagi pihak-pihak yang terlibat.

Tahap Pelaksanaan. Pelaksanaan kegiatan PKKMB berpijak pada jadwal

kegiatan dan running sheat yang telah disusun. Kegiatan PKKMB sesungguhnya

17 Namun dalam tulisan ini hanya difokuskan pada nilai integritas.

Page 99: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

426| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

dilaksanakan pada tanggal 15 hingga tanggal 19 Agustus 2016. Namun untuk

mengkondisikan berbagai hal yang harus dipersiapkan dalam pelaksanaan

PKKMB, maka tanggal 12 Agustus 2016 mahasiswa baru hadir untuk melakukan

persamaan persepsi antara pimpinan fakultas, panitia dan peserta (mahasiswa

baru). Hal ini dipandang penting agar mahasiswa baru dapat mempersiapkan

segala sesuatu yang dibutuhkan dalam kegiatan PKKMB. Panitia PKKMB, dalam

hal ini terdiri atas Pimpinan Fakultas, Pimpinan Prodi dan dari unsur ormawa

meliputi BEM Fakultas, DPM dan HIMA maupun HMP, melaksanakan tugas

berdasarkan running sheat dan jadwal yang telah disusun.

Tahap Evaluasi. Tahap evaluasi dilakukan dengan mencermati aspek: (1)

Tingkat keketatan implementasi running seat dalam kegiatan; (2) Gambaran

materi PKKMB dalam setiap siswa; (3) pemahaman visi dan misi oleh setiap

peserta; (4) Implemenatsi tugas dan fungsi kepanitiaan dalam setiap kegiatan; (5)

Penggunaan anggaran; dan (6) Gambaran implementasi nilai integritas, etos kerja

dan solidaritas, dalam setiap kegiatan18.

DISKRIPSI NILAI INTEGRITAS MAHASISWA DALAM KEGIATAN

PKKMB

PKKMB merupakan kegiatan awal bagi setiap peserta didik yang

menempuh jenjang perguruan tinggi. Kegiatan ini merupakan pintu ilmu bagi

mahasiswa-mahasiswi yang akan dibuka dan dicermati atau dipelajari secara

saksama oleh mahasiswa-mahasiswi baru untuk memperdalam ilmunya. Kegiatan

ini merupakan kegiatan institusional yang menjadi tanggung jawab Universitas

untuk mensosialisasikan kehidupan di Perguruan Tinggi dan proses pembelajaran

yang pelaksanaannya melibatkan unsur pimpinan universitas, fakultas, mahasiswa

dan unsur-unsur lainnya yang terkait. Kegiatan ini juga merupakan sarana untuk

mencari bakat-bakat dari para calon mahasiswa yang masih tersembunyi. Selain

18 Gambaran komponen 1 hingga 5 terdapat dalam laporan kegiatan PKKMB.

Page 100: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |427

itu, ospek juga merupakan sarana untuk saling beradaptasi agar bisa mengatur

hidup mereka sendiri.

Ada beberapa tujuan yang akan digapai dari kegiatan ini, yaitu: (1)

Mengenal dan memahami lingkungan kampus sebagai suatu lingkungan akademis

serta memahami mekanisme yang berlaku di dalamnya; (2) Menambah wawasan

mahasiswa baru dalam penggunaan sarana akademik yang tersedia di kampus

secara maksimal; (3) Memberikan pemahaman awal tentang wacana kebangsaan

serta pendidikan yang mencerdaskan berdasarkan pada nilai-nilai kemanusiaan;

(4) Mempersiapkan mahasiswa agar mampu belajar di Perguruan Tinggi serta

mematuhi dan melaksanakan norma-norma yang berlaku di kampus, khususnya

yang terkait dengan Kode Etik dan Tata Tertib Mahasiswa; (5) Menumbuhkan

rasa persaudaraan kemanusiaan di kalangan civitas akademika dalam rangka

menciptakan lingkungan kampus yang nyaman, tertib, dan dinamis; (6)

Menumbuhkan kesadaran mahasiswa baru akan tanggung jawab akademik dan

sosialnya sebagaimana tertuang dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi; dan (7)

Untuk bisa saling beradaptasi antar sesama mahasiswa.

Jika dicermati penyelenggaraan di tingkat fakultas, dari tahun ke tahun

Organisasi mahasiswa dalam hal ini BEM Fakultas, DPM, HIMA dan HMP

memegang peranan penting. Hal ini mengingat kepanitiaan di lapangan

didominasi oleh ormawa tersebut. Oleh karena itu apa yang ditampilkan oleh

panitia sekarang (2016) akan difungsikan sebagai pijakan bagi mahasiswa yang

akan tergabung dalam kepanitiaan yang akan datang (2017). Berikut akan

digambarkan penguatan nilai integritas, yaitu: (1) disiplin; (2) jujur; dan (3)

tanggungjawab.

1. Gambaran Nilai Disiplin dalam kegiatan PKKMB

Keith Davis (1985:366) mengemukakan bahwa “Dicipline is

management action to enforce organization standards”. Keith Davis

Page 101: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

428| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

berpandangan bahwa disiplin kerja diartikan sebagai pelaksanaan manajemen

untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi. Sementara itu, Cascio

(1992:512) menyatakan ”Employee discipline is the final area of contract

administration that we shall consider. Trifically the “management rights” clause

of the collective bargaining agreement retains for management the authority to

impose reasonable rules for workplace conduct and to discipline employees for

just cause.” Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat dikemukakan bahwa

disiplin berarti taat dan patuh terhadap aturan atau norma. Disiplin adalah

kemampuan menyatukan pola pikir dan perilaku dalam kehidupan. Disiplin

merupakan modal utama untuk mencapai tujuan seseorang baik untuk diri sendiri

maupun dalam kelompok organisasi.

Dalam konteks ini disiplin dicermati dari sisi pemahaman konsep,

konstruksi konsep, implementasi dalam diri, implementasi dalam sikap dan

perbuatan dan refleksi konsep. Secara rinci tingkat kedisiplinan panitia kegiatan

PKKMB, tergambar dalam tabel berikut ini.

Tabel 02

Hasil Analisis Nilai Disiplin Panitia Kegitan PKKMB 2016

No. Instrumen Skala (Prosentase) Jumlah

1 2 3 4 5

1. Implementasi kegiatan

PKKMB telah sesuai

dengan running sheat

yang telah disusun

panitia

9% 35% 51% 5% 0% 100%

2. Mentaati substansi isi

dan jadwal PKKMB

yang tertera dalam

running sheat merupakan

langkah awal

keberhasilan PKKMB

28% 30% 42% 0% 0% 100%

3. Sebagai panitia PKKMB

saya telah menjalankan

tugas sesuai diskripsi

tugas yang disampaikan

25% 31% 44% 0% 0% 100%

Page 102: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |429

oleh ketua panitia

4. Saya merasa jengkel jika

ada teman panitia yang

datang terlambat

sehingga tidak dapat

mengawal kegiatan

PKKMB dengan baik

24% 38% 42% 6% 0% 100%

5. Saya mengidolakan

teman-teman panitia

baik dari unsur BEM,

DPM, HIMA dan HMJ

yang datang tepat waktu,

baik pada saat rapat

maupun implementasi

kegiatan PKKMB

45% 21% 29% 5% 0% 100%

6. Menurut pengamatan

saya, smemua peserta

telah mentaati tata-tertib

PKKMB maupun

penugasan yang

diberikan kelompok

kepada mahasiswa baru

5% 10% 45% 40% 0% 100%

Jika dicermati dari tabel di atas, ada beberapa hal yang dapat

disimpulkan. Pertama, Implementasi kegiatan PKKMB telah sesuai dengan

running sheat yang telah disusun panitia. Dari 100 mahasiswa yang menjadi

panitia, maka 51 orang (51%) menyatakan setuju bahwa pelaksanaan PKKMB

telah sesuai dengan running sheat, sedangkan 35 mahasiswa (35%) sangat setuju

dan 9 mahasiswa menyatakan sangat setuju. Tampaknya hal ini sedikit berbeda

dengan data yang observasi berikut ini

“....Secara umum kegiatan PKKMB berjalan lancar, meskipun ada beberapa

kegiatan tambahan yang sebelumnya belum tercatat pada running sheet.

Misalnya pada hari Jumat, atau hari terakhir PKKMB ada tambahan

kegiatan yaitu pengenalan Pedoman Sistem Penilaian Nonakademik (SPN)

dan pengenalan komunitas kemahasiswaan yang ada di FISH. Berikutnya

jadwal inagurasi pada hari terakhir juga molor dari yang dijadwalkan,

Page 103: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

430| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

karena persiapan masing-masing kelompok untuk tampil lebih dari 10

menit...”

Terjadinya ketidaksesuaian ini menununjukkan ada kecenderungan bahwa

running sheat belum dipahami secara baik oleh panitia, baik pada tataran

substansi isi maupun kegunaannya. Pernyataan ini juga ditunjukkan tingkat variasi

jawaban atas instrumen “Mentaati substansi isi dan jadwal PKKMB yang tertera

dalam running sheat merupakan langkah awal keberhasilan PKKMB”, disini

terdapat jawaban yang seragam. Hanya 28 orang (28%) yang menyatakan bahwa

substansi isi dan jadwal PKKMB harus seuai dengan running sheat.

Kedua, terkait dengan implementasi disiplin dalam diri, sikap dan

tindakan. Ketiga komponen ini terdistribusi dalam instrumen nomor 3,4 dan 5.

Pemahaman akan tugas kepanitian menjadi dimensi penting dalam penegakan

disiplin dalam kegiatan. Dari 100 orang hanya 25 orang (2%) yang menyatakan

sangat setuju sekali bahwa panitia harus menjalankan tugasnya, 31 orang (31%)

menyatakan sangat setuju dan 44 orang (44%) setuju. Meski masih bervarian,

paling tidak mahasiswa telah memahami bahwa dalam kepanitiaan terdapat tugas

dan fungsi.

Namun tampaknya nilai disiplin ini belum menginternalisasi dalam diri

mahasiswa. Pernyataan ini didasarkan pada data yang muncul, ketika harus

memberikan sikap pada teman yang datang terlambat, 24 orang (24%)

menyatakan sangat setuju sekali, 38 orang (34%) menyatakan sangat setuju dan

42 % menyatakan setuju. Hal ini dapat diartikan bahwa tingkat kedalaman tingkat

disiplin mahasiswa masih lemah. Mahasiswa ini juga berpandangan bahwa

mahasiswa baru belum mentaati tata tertib maupun menyerahkan tugas, data ini

ditunjukkan dengan 45% mengatakan sudah mentaati dan 40% belum mentaati

tata tertib. Meski begitu mereka tetep mengidolakan bahwa mahasiswa yang tepat

waktu menjadi idola bagi teman-temannya. Pernyataan ini ditunjukkan bahwa

terdapat data 45 orang (45%).

Page 104: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |431

Berdasarkan uraian di atas, ada beberapa yang dapat disimpulkan bahwa

tingkat kedisiplinan mahasiswa (panitia) belum mengalami proses internalisasi

yang baik dalam diri seseorang (meminjam istilah Berger). Kedisiplinan yang

dimiliki baru pada tataran wacana, yang terus dicoba dipahami dan dinnternalisasi

dalam diri mahasiswa. Mahasiswa belum memiliki kesadaran bahwa kedisiplinan

merupakan kunci kesukssan dalam sebuah kegiatan. Mungkin kedisiplinan yang

dibangun, baru dipahami dari sisi ‘takut’ karena ada yang mengawasi.19

2. Gambaran Nilai Jujur dalam PKKMB

Jujur adalah sebuah sikap yang selalu berupaya menyesuaikan atau

mencocokan antara Informasi dengan fenomena atau realitas. Sikap merupakan

konsep yang paling penting dalam psikologi sosial dan yang paling banyak

didefinisikan. Ada yang menganggap sikap hanyalah sejenis motif sosiogenis

yang diperoleh melalui proses belajar (Sherif dan Sheriff, 2011:39). Adapula yang

melihat sikap sebagai kesiapan saraf (neural settings) sebelum memberikan

respons (Allport, 2010:355).

Jujur merupakan salah satu sifat manusia yang cukup sulit untuk

diterapkan. Sifat jujur yang benar-benar jujur biasanya hanya bisa diterapkan oleh

orang-orang yang sudah terlatih sejak kecil untuk menegakkan sifat jujur. Dalam

tulisan ini Jujur dimaknai sikap dan perilaku seseorang yang didasarkan pada

upaya menjadikan dirinya selalu dapat dipercaya dalam perkataan dan

perbuatannya. Sejak kecil telah diperkenalkan sikap ini oleh keluarganya, dalam

perspektif budaya masing-masing. Seperti halnya disiplin, karakter jujur dalam

tulisan ini juga dicermati dari aspek pemahaman konsep jujur, konsruksi konsep

jujur, implementasi jujur dalam diri, sikap dan tindakan serta refleksi konsep

tersebut.

19 Selama kegiatan PKKMB Panitia didampingi oleh Dosen Pendamping, Kajur dan

Kaprodi dan Pimpinan Fakultas

Page 105: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

432| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Ketika instrumen ini diberikan ke 100 mahasiswa yang terlibat

kepanitiaan PKKMB, secara rinci hasilnya dapat dicermati dalam tabel berikut ini.

Tabel 03

Hasil Analisis Nilai Jujur Panitia dalam Kegitan PKKMB 2016

No. Instrumen Skala (Prosentase) Jumlah

1 2 3 4 5

1. Andai saja saya menjadi

panitia bagian konsumsi, saya

akan membeli barang dan

melaporkannya kepada panitia

sebagaimana adanya bukan

sebagaimana mestinya

34% 26% 40% 0% 0% 100%

2. Saya akan marah pada teman

saya yang kedapatan membeli

peralatan atau konsumsi dan

menaikkan harga untuk

keuntungan pribadi

46% 39% 15% 0% 0% 100%

3. Saya setuju ketika panitia

menjatuhi hukuman pada

mahasiswa baru maupun

panitia PKKMB yang datang

terlambat ataupun tidak

mengerjakan tugas sesuai

dengan ketentuan

49% 26% 25% 0% 0% 100%

4. Saya tidak segan-segan

memberikan kritik pada

teman-teman panitia PKKMB

yang tidak menjalankan

tugasnya sesuai dengan

ketentuan

25% 21% 49% 5% 0% 100%

5. Meski saya panitia, jika

melakukan kesalahan saat

menjalankan tugas maka saya

akan meminta maaf pada adik-

adik mahasiswa

39% 46% 15% 0% 0% 100%

6. Saya tidak merasa kesal, jika

ada panitia lain yang

memberikan kritik terhadap

sikap dan perbuatan saya

35% 29% 31% 0% 5% 100%

Jika dicermati dari tabel di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal.

Pertama, jujur dapat dipahami dari aspek sikap. Pencermatan dari aspek ini

menunjukkan bahwa terkait dengan kejujuran dalam penggunaan anggaran

Page 106: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |433

menyatakan bahwa 34% menyatakan sangat setuju sekali, 26% sangat setuju dan

40% setuju, akan melaporkan penngunaan anggaran sebagaimana adanya. Hal

senada juga ditunjukkan pada “Saya akan marah pada teman saya yang kedapatan

membeli peralatan atau konsumsi dan menaikkan harga untuk keuntungan

pribadi”, 46% menyatakan sangat setuju sekali, 39% menyatakan sangat setuju

dan 15% setuju. Kedua hal tersebut memunculkan variasi jawaban, meski masih

dalam kategori “setuju”, hal ini menunjukkan bahwa kedalaman sikap terhadap

aspek jujur masih berada pada tataran permukaan.

Kedua, jujur dicermati dari aspek tindakan. Hal ini terkait dengan

hukuman yang diberikan pada saat tidak disilpin. Dari data menjukkan bahwa

49% menyatakan sangat setuju sekali adanya hukuman, 26% sangat setuju dan

25% menyatakan setuju. Pada tataran ini tampaknya menggembirakan bahwa

perlu ada hukuman bagi yang tidak disiplin. Berikutnya terkait dengan sikap

keterbukaan, baik kritik maupun permohonan maaf, juga memiliki variasi yang

beragam. Panitia yang tidak menjalankan tugas sesuai dengan ketentuan, maka

akan terkena kritik. Dari data yang ada terhadap sikap tersebut, 49% menyatakan

setuju, sedangkan 21 % menyatakan sangat setuju dan 25% menyatakan sangat

setuju sekali. Hal senada juga muncul saat sikap meminta maaf jika melakukan

kesalahan, variasi itu kembali muncul 46% menyatakan sangat setuju, 39% sangat

setuju sekali dan 15 % setuju.

Berdasarkan data di atas, ada beberapa interpretasi terhadap nilai jujur,

yaitu: (1) ada pandangan bahwa nilai jujur itu menjadi dimensi penting dalam

melaksanakan kegiatan; (2) jujur dimaknai beragam, tentu ini sangat diwarnai

dengan pembiasaan dan suri tauladan dari keluarga; (3) nilai jujur yang dimiliki

masih dalam tataran permukaan, belum terinternalisasi dalam diri seseorang; (4)

nilai jujur terus diupayakan dalam pembiasaan dan suri tauladan.

Page 107: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

434| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

3. Diskripsi Nilai Tanggungjawab dalam PKKMB

Tanggung jawab adalah kesadaran manusia akan tingkah laku atau

perbuatannya yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Tanggung jawab juga

berarti berbuat sebagai wuju dan kesadaran akan kewajibannya. Manusia pada

hakikatnya adalah makhluk yang bertanggung jawab. Disebut demikian karena

manusia, selain merupakan makhluk individual dan makhluk sosial, juga

merupakan makhluk ‘I’uhan. Manusia memiliki tuntutan yang besar untuk

bertanggung jawab mengingat ia mementaskan sejumlah peranan dalam konteks

sosial, individual ataupun teologis.

Dalam tulisan ini tanggung jawab dimaknai sebagai sikap dan perilaku

seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagaimana yang

seharusnya dilakukan, baik terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan,

negara, maupun Tuhan YME. Terhadap panitia PKKMB ini, nilai tanggungjawab

dapat dicermati dari sisi pemahaman konsep, konstruksi konsep, implementasi

dalam diri, sikap dan tindakan, maupun refleksi konsep. Pemahaman konsep dan

implementasi tindakan yang mencerminkan nilai tanggungjawab dapat dicermati

dalam tabel berikut ini.

Tabel 04

Hasil Analisis Nilai Tanggungjawab Mahasiswa dalam Kegitan PKKMB

2016

No. Instrumen Skala (Prosentase) Jumlah

1 2 3 4 5

1. Sebagai panitia saya akan

menjalankan tugas sesuai

dengan uraian pekerjaan

yang disepakati

39% 26% 35% 0% 0% 100%

2. Menurut pendapat saya

semua panitia PKKMB ini

telah menjalankan

tugasnya sesuai dengan

kesepakatan

30% 20% 45% 5% 0% 100%

Page 108: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |435

3. Sebagai panitia saya

belum menjalankan tugas

sesuai yang telah

disepakati dengan baik

5% 0% 26% 39% 30

%

100%

4. Tugas saya sebagai panitia

akan saya laksanakan

dengan baik, meski andai

saja kondisi badan saya

saat ini kurang sehat

30% 35% 30% 5% 0% 100%

5. Panitia PKKMB harus

datang ke lokasi kegiatan

paling lambat 15 menit

sebelum mahasiswa baru

30% 35% 36% 9% 0% 100%

6. Saya akan menegur teman-

teman panitia yang tidak

menjalankan tugas dan

tanggungjawabnya

20% 36% 41% 5% 0% 100%

Substansi isi tabel di atas sesungguhnya gambaran pelaksanaan tugas dan

kewajiban sesuai dengan uraian pekerjaan, sebagai panitia yang telah disepakati.

Tingkat kualitas tanggungjawab yang dimiliki oleh panitia, sebagaimana

tercantum dalam tabel di atas, dapat dicermati beberapa hal. Pertama, adanya

kesadaran dalam dirinya tentang tanngungjawab yang dimiliki. Dari data yang ada

39% menyatakan sangat setuju sekali, 26% menyatakan sangat setuju dan 35%

menyatakan setuju. Hal senada juga terjadi saat diminta menilai “apakah panitia

PKKMB menjalankan tugas sesuai kesepakan”, dari 100 mahasiswa menilai

bahwa 30% sangat setuju sekali, bahwa panitia telah melaksanakan tugas sesuai

dengan kesepakatan, 20% sangat setuju dan 45% setuju, dan 5% tidak setuju. Dari

kedua instrumen disini dapat dikatakan bahwa dalam diri mahasiswa belum

terdapat pemahaman yang mutlak akan pentingnya sebuah tanggungjawab.

Kedua, Kualitas tanggungjawab yang dimiliki. Besarnya rasa

tanggungjawab yang dimiliki juga ditunjukkan oleh panitia dalam menjalankan

Page 109: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

436| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

tugas, meski dalam kondisi badan yang kurang sehat. Pernyataan ini didasarkan

pada data 30% menyatakan sangat setuju sekali, 35% menyatakan setuju, dan

36% menyatakan setuju, dan 9 persen menyatakan tidak setuju. Hal ini

menunjukkan masih adanya keinginan dalam dirinya untuk minta pengampunan

tidak melaksanakan tugas, jika dalam kondisi sakit. Memang diakui bahwa dalam

instrumen tersebut tidak dijelaskan jenis sakit yang dialaminya.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan beberapa hal, yaitu: (1)

mahasiswa sadar bahwa perlu ada tanggungjawab yang harus diemban sebagai

panitia; (2) mahasiswa dalam hal ini panitia memiliki tingkat pemahaman berbeda

antara satu dengan yang lain; (3) Mahasiswa masih memiliki tingkat

tanggungjawab pada tataran permukaan, belum sampai mendalam; (4) belum

terjadi internalisasi nilai tanggungjawab pada diri mahasiswa; (5) perlu

pendampingan dan pembiasaan terus-menerus dalam penanaman karakter

tanggungjawab; (6) perlu implementasi model terus-menerus untuk penguatan

nilai tanggungjawab.

SIMPULAN

Ada tiga hal yang dapat disimpulkan terkait dengan implementasi model

dalam penguatan nilai integritas dalam kegiatan kemahasiswaan. Pertama, Nilai

Disiplin. Kedisiplinan mahasiswa (panitia) belum mengalami proses internalisasi

yang baik dalam diri seseorang (meminjam istilah Berger). Kedisiplinan yang

muncul, baru pada tataran wacana, yang terus dicoba dipahami dan perlu

diinternalisasi dalam diri mahasiswa, sehingga lambat laun akan menjadi kebiasan

yang melembaga dalam sebuah kultur.

Kedua, Nilai Jujur. Terkait dengan nilai jujur, ada beberapa hal yang

dapat disimpulkan, yaitu: (1) mahasiswa telah memandang bahwa nilai jujur itu

menjadi dimensi penting dalam melaksanakan kegiatan; (2) mahasiswa

memaknai jujur secara beragam, yang sangat diwarnai perspektif sosial-budaya

yang dimiliki; (3) nilai jujur yang dimiliki masih dalam tataran permukaan, belum

Page 110: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |437

terinternalisasi dalam diri seseorang; (4) nilai jujur terus diupayakan dalam

pembiasaan dan suri tauladan.

Ketiga, Nilai Tanggungjawab. Terkait dengan implementasi model

terhadap nilai tanggungjawab, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan yaitu: (1)

mahasiswa sadar bahwa perlu ada tanggungjawab yang harus diemban sebagai

panitia; (2) mahasiswa dalam hal ini panitia memiliki tingkat pemahaman berbeda

antara satu dengan yang lain; (3) Mahasiswa masih memiliki tingkat

tanggungjawab pada tataran permukaan, belum sampai mendalam; (4) belum

terjadi internalisasi nilai tanggungjawab pada diri mahasiswa; (5) perlu

pendampingan dan pembiasaan terus-menerus dalam penanaman karakter

tanggungjawab; (6) perlu implementasi model terus-menerus untuk penguatan

nilai tanggungjawab.

Berdasarkan ketiga komponen diatas, dapat dikatakan bahwa nilai

integritas masih harus terus dipupuk dan diperjuangkan. Implementasi model

pendidikan karakter untuk memperkuat nilai integritas, terus harus diperjuangan.

Hal ini menjadi penting, mengingat penanaman nilai karakter tidak dapat

diajarkan secara kognitif, tetapi harus dilakukan melalui pembiasaan-pembiasaan

sehingga mampu membangun internalisasi nilai dalam diri mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA

Darmiyati Zuhdi, dkk. 2009. Pendidikan Karakter: Grand desain dan nilai-nilai

Target. Yogyakarta. UNY Press.

Friyatmi. 2011. Faktor-Faktor Penentu Perilaku Mencontek di Kalangan

Mahasiswa Fakultas Ekonomi UNP. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Sosial Budaya

dan Ekoonomi. Padang: Pusat Kajian Sosial Budaya dan Ekonomi-Fakultas

Ilmu-ilmu Sosial Universitas Negeri Padang.

Fukuyama, F. (1995). Trust. The social Virtue and the creation of prosperity.

London: Hamish Hamilton.

Page 111: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

438| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Gagne, F. 1993. Constructs and Models Pertaining to Exceptional Human

Abilities. dalam Heller, K.A., Monks, F.J. and Passow, H.A. (eds).

International Handbook of Research and Development of Giftedness and

Talent. Oxford: Pergamon.

John Jarolimek. 1982. Social Studies In Elementary Education. New York:

Macmillan Publishing Co

Kristin Fink & Linda Mckay.2003. Making Character Education Standart.

Washington,DC. : Jay Gaines@KayJay Publication

Lickona, T. (1991). Educational for Character: How Our Scholl Can Teach

Respect and Responsibility. New York, Toronto, London, Sydney, Aucland:

Bantam Books

--------------. (1993). The Return of Character education. Educational Leadership.

Lickona, T. Eric Schaps, and Catherine Lewis. 2007. Eleven Principles of

Effective Character Education. Washington,DC: Caharacter Education

Partnership

Lin, C. Y. (2009). An empirecal study on organizational determinants of RFID

Adoption in the logistics industry. Journal of Technology Management &

Innovation, 4 (1)

Nucci, Larry P. & Narvaes, D. (2008) Handbook of Moral and Character

Education. New York: Routledge.

Walter C Parker. 2001. Social Studies In Elemtary Education. Washington :

University Of Washiungton

Warsono. 2010. Pramuka Sebagai Alternatif Pendidikan untuk Membangun

Karakter Bangsa. Makalah Seminar. Makasar : Seminar Pendidikan

Karakter di Hotel Clarion Makasar 13-14 Juli 2010.

Page 112: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |439

KAJIAN SOSIO-LEGAL : KEBIJAKAN (LANJUTAN) SERTIFIKASI DAN

PERILAKU HUKUM PENDIDIK MEMASUKI ERA SUSTAINABLE

DEVELOPMENT GOALS (SDG’s)

Tamsil

Dosen Jurusan S-1 Ilmu Hukum FISH Unesa

Abstrak

Belasan item normatif yang dinilai dalam portofolio sebagai Pendidik, juga

belum sepenuhnya berorientasi pada realitas keseharian Pendidik itu sendiri.

Rendahnya apresiasi terhadap jerih payah Pendidik nonstruktural, seperti tugas

menjadi wali kelas atau kepantiaan sekolah, misalnya, tidak mendapat nilai.

Rentang waktu sosialisasi item pun amat singkat.

Kata kunci; Kebijakan, sertifikasi, dan perilaku pendidik

PENGANTAR

Baru-baru ini terdengar kabar bahwa Kemendikbud RI akan melanjutkan

Kebijakan Sertifikasi Pendidik, melalui jalur PLPG (Pendidikan dan Latihan Profesi

Guru). Hampir dapat dipastikan Kebijakan ini disambut dengan antusias oleh para

pendidik diseluruh plosok negeri . Sebagaimana diketahui, pada awal dimulainya

Kebijakan sertifikasi Pendidik, Sertifikasi dapat ditempuh melalui 3 jalur, yaitu Jalur

Portofolio, Jalur PLPG dan terakhir jalur PPG (Pendidikan Profesi Guru). Ketiga jalur

itu memiliki karakter problematiknya masing-masing.

Di Indonesia, pernah begitu marak pemberitaan tentang berbagai temuan

karya ilmiah dan dokumen portofolio para Pendidik yang tengah mengikuti

sertifikasi isinya tidak benar, diada-adakan atau palsu . Bak petir di siang hari,

tanyapun merebak. Bukankah para Pendidik itu sosok panutan yang (seharusnya)

berbudi luhur, bermoral serta perilaku ideal lain? rasanya, tidak mungkin berbohong,

apalagi sampai berbuat jahat (kriminal).

Jika benar, lalu bagaimana nasib dan masa depan anak didik mereka. Betapa

pula cemas para orang tua. Bukankah maksud sertifikasi, -selain meningkatkan

kesejahteraan-, agar pendidik di negeri ini menjadi lebih baik dan lebih bermutu?

Page 113: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

440| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Fakta tidak bisa ditutupi. Beberapa asesor LPTK menemukan, ada Pendidik

yang ‘ndandani’ dan atau ‘meniru’ karya ilmiah orang lain atau karya temannya. Juga

ada yang ‘merubah’ tahun SK, atau mengganti nama di sertifikat agar bisa lulus. Joke

lain, ‘amplop’ berseliweran dalam berkas portofolio. Perilaku menyimpang itu, dalam

kacamata hukum modern dipandang sebagai tindak pidana. Kejahatan! Benarkah

demikian? Tapi, mengapa pelakunya tidak dilaporkan ke Polisi? Berapa banyak

Pendidik yang berbuat sama? Apa motif dibalik perilaku menyimpang itu?

Menggunakan perspektif hukum modern, bagaimana seharusnya perilaku oknum

Pendidik ini diselesaikan ?

HUKUM MODERN DENGAN PENYELESAIAN TRADISIONAL

Hukum modern memiliki Substansi, Struktur dan Kultur yang berbeda dengan

aturan atau kebiasaan yang ada dalam masyarakat ‘tradisional’. Dari segi substansi,

aturan main dalam sertifikasi belum dirumuskan dengan jelas dan pasti. Apa yang

diharuskan dan apa yang dilarang. Apa sanksinya? Memang aturan umum-kodifikatif

sudah ada dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP). Masalahnya, apakah

peristiwa “pemalsuan” berkas oleh oknum Pendidik, dapat dikualifisir sebagai Tindak

Pidana “Memberikan keterangan palsu” seperti dimaksud dalam Pasal 263 KUHP?

Samakah, misalnya, sanksi yang mesti diterima pendidik dibanding pelaku tindak

pidana lain?

Dalam struktur Hukum modern, pelaku tindak pidana diperiksa oleh Polisi,

sebagai aparat penegak hukum. Prosedurnya, diatur dalam KUHAP. Pada tingkat

Penyidikan, tindakan diambil, atas dasar pengaduan/laporan, maupun inisiatif Polisi.

Setelah itu, ada tahap penuntutan (jaksa), dan pemeriksaan pengadilan ( keputusan

Hakim) guna menentukan apakah pelaku bersalah atau tidak.

Apabila perspektif ini dipakai, Polisi adalah aparat yang berwenang untuk

menangani kasus ini. Namun, faktanya oleh LPTK penyelenggara, pelaku dan

berkasnya dikembalikan ke instansi pengirim. Memang ada wacana diknas akan

membentuk tim Monitoring dan evaluasi (Monev) guna memberi sanksi untuk para

Pendidik. Namun hingga sekarang, tidak ada tanda-tanda pihak terkait melaporkan

Page 114: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |441

Pendidik ‘bermasalah’ itu ke Polisi. Sepertinya, mereka dihadapkan pada dilema

bahwa Pendidik itu bukan orang ‘biasa’. Jadi tidak bisa disamakan dengan pelaku

kriminal ‘jalanan’. Padahal semua unsur dalam KUHP terpenuhi. Seolah

membenarkan sinyalemen, ‘strata sosial’ Pendidik mempengaruhi kinerja hukum.

Perilaku yang semula ‘tindak pidana’, nampaknya bergeser menjadi ‘Dilema

‘moralitas’ antara kesejahteraan dan ‘perilaku menyimpang’ Pendidik.

Kultur hukum, dibentuk melalui proses sosialisasi dan edukasi, dalam rentang

waktu yang cukup. Teori fiksi yang menyesatkan bahwa ‘setiap orang dianggap tahu

aturan,’ harus diabaikan. Jika sertifikasi adalah ‘aturan’ baru, dengan seluk-beluk

yang belum dimengerti banyak orang, termasuk para pendidik, adilkah kesalahan

sepenuhnya ditimpakan kepada mereka. Disisi lain, banyak kalangan yang tidak yakin

bahwa Pendidik memiliki ‘niat’ dan sengaja melakukan tindak pidana “pemalsuan”.

Bagi Pendidik, LPTK penyelenggara sertifikasi adalah ‘kalangan’ sendiri.

Tidak akan terlintas di benak mereka diperlakukan seperti seorang kriminal murni.

Nampak jelas, konstruksi yang dipakai untuk menangani kasus Pendidik

agaknya bukanlah hukum modern. Perilaku Pendidik itu dianggap ‘bukan’ tindak

pidana kejahatan (Kriminal) sebagaimana dimaksud dalam KUHP, tetapi ‘hanya’

sekedar perilaku ‘menyimpang’. Padahal, semua tahu, selain Pendidik sebgai pelaku

(dader), ada pihak lain yang turut melakukan (mededader), membantu melakukan

(medeplichtig), menganjurkan melakukan (uitlokker) dan atau menyuruh lakukan

(doenpleger). Jika penyelesaian ditempuh secara ‘tradisional’, bagaimana dengan

para pelaku penyerta (deelneming) ? Jika kepada mereka tidak ada ‘punishment’,

bagaimana menjelaskannya pada kalayak ramai ?

PERILAKU HUKUM ‘MENYIMPANG’ PARA PENDIDIK

Banyak orang membaca aturan dan berpendapat bahwa mereka tahu

tindakannya harus begini dan atau harus begitu. Namun ternyata, yang terjadi tidak

sama atau tidak persis sama dengan yang dibaca dan diketahui orang itu. Itulah yang

terjadi pada para Pendidik. Mereka membuat dan menandatangani pernyataan, bahwa

Page 115: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

442| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

yang mereka nyatakan –termasuk karya ilmiah- adalah benar dan sesuai prosedur.

Tapi, yang terjadi sebaliknya. Temuan seperti pemalsuan dokumen dan karya ilmiah

adalah buktinya. Beberapa teman asesor, membaui bahwa pelanggaran yang sama

juga dilakukan Pendidik lain secara ‘berjamaah’, namun mereka tidak tersentuh.

Van Doorn (dalam Satjipto Rahardjo, 2006) mencoba menjelaskan, bahwa

aturan hukum adalah skema yang sengaja dibuat untuk menata (perilaku) orang. Tapi,

mereka cenderung terjatuh diluar skema yang diperuntukkan baginya, karena

pengalaman, tradisi, pendidikan atau alasan lain yang secara konstruktivis

mempengaruhi dan membentuk perilaku orang itu.

O.W. Holmes mengatakan, bahwa kehidupan hukum itu tidak sekedar hanya

soal Logika, tapi juga soal pengalaman ( the life of the law has not been logic but

experience ) (idem, Satjipto Rahardjo, 2006). Perilaku ‘menyimpang’ Pendidik tidak

datang dari langit atau berasal dari ruang hampa. Bisa saja karena tidak terbiasa

dengan ‘karya ilmiah’, atau karena iming-iming tunjangan satu kali gaji. Hutang

yang menumpuk juga dapat mempengaruhi pilihan tindakan mereka. Atau, boleh jadi

‘bisikan’ atau ‘anjuran’ atasannya untuk segera melengkapi berkas, dimaknai sebagai

sinyal untuk ‘menghalalkan segala cara’, sekaligus ‘tanda’ perlindungan.

Bagi Pendidik, Sertifikasi adalah cara menggapai ‘mimpi’ guna menaikkan

mobilitas sosial (Social mobility) dari Pendidik biasa menjadi Pendidik

‘profesional’. Namun, sebagian dari mereka ‘kalah’ bersaing. Mereka inilah yang

meninggalkan “accepted ways” untuk mencapai tujuan. Ketidak-mampuan

memenuhi aturan main dalam sertifikasi, membuat mereka mengambil jalan pintas.

Meminjam istilah Robert K.Merton : “… its procedures intense pressure for

deviation.”(dalam Satjipto Rahardjo, 2006).

SERTIFIKASI MINUS IDEALITA

Mulanya, sertifikasi Pendidik hendak dilakukan secara ketat untuk mendekati

harapan banyak pihak agar mereka jadi profesional dan memenuhi standar kualifikasi

ideal. Diantaranya, Pendidik harus lulus uji kompetensi dan supervisi kinerja yang

cermat. Selain itu, mereka harus dapat penilaian atasan. Demikian juga bagi LPTK

Page 116: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |443

penyelenggara, calon asesor harus S2-LPTK dan lulus diklat yang diadakan

departemen terkait. Demi obyektivitas, LPTK tidak boleh menugasi asesor, bagi

pendidik yang berasal dari prodi pada LPTK yang sama.

Ditengah jalan, aspek idealita itu ‘terlupakan’. Seperti diketahui, kualifikasi

Pendidik cukup ditentukan dari berkas portofolio. Beberapa asesor yang tidak lulus

atau tidak ikut diklat –dengan alasan jumlah yang tidak mencukupi- tetap dapat

menjadi asesor. Amat mungkin, dengan latar yang beragam antara sesama asesor

menafsirkan fungsi penilaian secara berbeda. Belasan item normatif yang dinilai

dalam portofolio sebagai Pendidik, juga belum sepenuhnya berorientasi pada realitas

keseharian Pendidik itu sendiri. Rendahnya apresiasi terhadap jerih payah Pendidik

nonstruktural, seperti tugas menjadi wali kelas atau kepantiaan sekolah, misalnya,

tidak mendapat nilai. Rentang waktu sosialisasi item pun amat singkat.

Sertifikasi Pendidik sudah lama dimulai. Sekali layar terkembang, sekali

kayuh diayun, pantang surut ke belakang. Kuota mereka yang disertifikasi, harus

tercapai. Dalam dua tahun kedepan, sekian ribu Pendidik di Jawa Timur, terutama di

Kota metropolis Surabaya harus dientas memasuki era sustaible Development

(SDG’s). Gayungpun bersambut. Seakan mengikuti mekanisme ‘pasar’, saat ini

Pendidikan dan Pelatihan (diklat) berbau ‘sertifikasi’ tumbuh bak jamur di musim

hujan.

Hanya sayang, diklat berubah menjadi ajang bertemunya permintaan

(Pendidik/MGMP) dan penawaran (Asesor). Diklat seolah pesanan ‘ekonomis’

tentang kiat atau cara untuk lolos dari portofolio. Padahal, para Pendidik dan

terutama Asesor tahu, bahwa portofolio hanya komponen ‘aanvulent’ dalam hajat

sertifikasi. Seakan semua pihak lupa pada esensi dan filosofi sertifikasi. Jika motif

transaksional itu bermuara pada Pendidik/MGMP dapat dimaklumi, tapi tidak pada

asesor. Asesor adalah parameter fungsional pemenuhan kualifikasi ideal guru, tempat

berhimpun para akademisi yang bergelar magister (S2) dan bahkan Doktor (S3)

bidang pendidikan. Mereka tidak boleh lupa pada aspek idealita sertifikasi. Diklat

harus dijadikan ajang ‘pembelajaran yang sebenarnya’ atau kawah untuk menggagas

Page 117: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

444| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

‘pendidikan yang bermakna’ bagi para Pendidik-Guru (Muchlas Samani, dalam

Martadi dan Syirikit Sah, 2011). Bukan malah menjadikan mereka sebagai ‘korban’

yang terperangkap karena mimpi-mimpi yang hendak digapai. Sebagai proses

pembelajaran sejati, diklat dan juga para Asesor harus mampu ‘mencerahkan’ dan

atau menyadarkan guru-guru bahwa pemenuhan standar kualifikasi ideal, pada

galibnya, adalah entry point upaya memperbaiki mutu Pendidik dan pendidikan kita.

Apabila sebaliknya, dapat dipastikan, bahwa sertifikasi tidak memiliki idealita.

Pendek kata, banyak masalah yang harus diangkat kepermukaan untuk ditangani,

dibalik sertifikasi dan perilaku hukum Pendidik yang ‘menyimpang’ itu. Jika benar

demikian, mengapa hanya mereka yang disalahkan ?

DAFTAR PUSTAKA

Martadi, dan Syirikit Syah, 2011, Bunga Rampai Pendidikan Karakter : Strategi

Mendidik Generasi Masa Depan, Unesa University Press, Surabaya.

Ngani, Nico, 2012, Bahasa Hukum & Perundang-Undangan, Pustaka Yustisia,

Jakarta.

Rahardjo, Satjipto, 1977, Pemanfaatan Ilmu- Ilmu Sosial Bagi Pengembangan Ilmu

Hukum, Alumni, Bandung.

Rahardjo, Satjipto. 2006, Ilmu Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung.

Tanya, Bernard L., 2012, Penegakan Hukum Dalam Terang Etika, Genta

Publishing, Yogyakarta.

Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional

Undang-Undang Nomor 14 Tahun 20105 Tentang Guru dan Dosen.

Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 Tentang Guru dan Pedoman Pelaksanaan Sertifikasi Guru.

Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 35 Tahun 2010Tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.

Peraturan Menteri Negara Penertiban Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi

Nomor 16 Tahun 2009 Tentang Jabatan Fungsional Guru dan Angka Kreditnya.

Surat Edaran Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan Nomor 13471 /B.BI.3/hk/2015 Tentang Linieritas Akademik Dalam Kepangkatan Guru.

Page 118: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |445

RELASI KUASA PENGETAHUAN DALAM IMPLEMENTASI

JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)

Ali Imron & Katon G. Setyawan

Universitas Negeri Surabaya, [email protected], 081233552630

Abstrak

Sistem kesehatan di Indonesia mengalami perubahan mendasar sejak diberlakukannya

Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dengan Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS)

sebagai eksekutornya. Sasarannyapun semakin luas menjangkau seluruh lapisan

masyarakat. Tujuan utama JKN adalah mempermudah masyarakat untuk mengakses

layanan kesehatan yang bermutu menuju Universal Health Coverage. Namun, dalam

implementasinya, memunculkan polemik di masyarakat. Di level grass roots, terjadi

disparitas pengetahuan bahkan relasi kuasa pengetahuan dalam implementasi JKN.

Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi relasi kuasa pengetahuan yang terjadi dalam

implementasi JKN. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan mengambil

lokasi di wilayah kerja Puskesmas Omben, Kabupaten Sampang. Informan dipilih secara

purposive. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan teknik observasi,

wawancara mendalam, dan FGD. Temuan data kemudian dianalisis dengan menggunakan

analisis deskriptif. Implementasi kebijakan jaminan kesehatan melalui skema JKN di

wilayah kerja Puskesmas Omben, Sampang, belum berjalan maksimal. Temuan lapangan

menunjukkan bahwa juknis yang jelas tentang pelaksanaan JKN sampai pada tingkat

puskesmas belum komprehensif. Permasalahan menggejala tidak hanya pada aspek

administrasi yang memunculkan terhambatnya pencairan dana klaim yang diajukan

puskesmas. Permasalahan serius justru mengenai pengetahuan masyarakat tentang JKN

masih kurang. Masyarakat desa belum memahami benar istilah baru yang diterapkan,

seperti JKN, BPJS, atau klaim. Masyarakat hanya sebatas memaknai sebagai pelayanan

kesehatan gratis. Masyarakat juga sering melakukan resistensi kepada petugas kesehatan

di puskesmas manakala dikenai biaya. Disparitas pengetahuan semakin tajam dan

berubah menjadi relasi kuasa pengetahuan ketika terjadi interaksi antara masyarakat

dengan tenaga kesehatan dalam transformasi pengetahuan (sosialisasi). Kekuasaan selalu

terakulasikan lewat pengetahuan, dan pengetahuan selalu mempunyai efek kekuasaan.

Kata-kata Kunci: sistem kesehatan; Universal Health Coverage; disparitas

PENDAHULUAN

Jaminan kesehatan sebenarnya bukanlah barang baru di Indonesia karena

sudah diberlakukan sejak era kolonial (1934) dengan nama Restitutie Regeling.

Pada masa orba (1985-1987) berganti istilah, yakni Asuransi untuk Tenaga Kerja

Page 119: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

446| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

(ASTEK) dengan menggerakkan dana masyarakat melalui mekanisme Dana

Upaya Kesehatan Masyarakat (DUKM). Pada era yang sama pada tahun 1992,

pemerintah menerbitkan UU Nomor 2 tentang Asuransi, UU Nomor 3 tentang

Jamsostek, dan UU Nomor 23 tentang Kesehatan. Ketiga regulasi ini mengatur

tentang adanya jaminan kesehatan dengan mengikuti pola managed care yang

diterapkan di Amerika melalui mekanisme pembayaran prepaid berdasarkan

kapitasi dan pelayanan yang bersifat komprehensif, meliputi preventif, promotif,

kuratif, dan rehabilitatif (Djuhaeni, 2007: 40).

Usaha ke arah progresivitas dalam sistem kesehatan melalui mekanisme

jaminan kesehatan sebenarnya sudah muncul melalui PT. Askes (Persero) dan PT.

Jamsostek (Persero) yang melayani PNS, pensiunan, veteran, dan pegawai swasta.

Bagi kelompok masyarakat miskin juga sudah digulirkan Jamkesmas, Jamkesda,

sampai Jampersal. Pada tahun 2013, sistem kesehatan di Indonesia mengalami

perubahan mendasar sejak diberlakukannya Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)

dengan Badan Pelaksana Jaminan Sosial (BPJS) sebagai eksekutornya melalui

dasar regulasi UU Nomor 40 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN)

yang resmi diimplementasikan pada 1 Januari 2014. Sasarannyapun semakin luas

menjangkau seluruh lapisan masyarakat. Tujuan utama JKN adalah

mempermudah masyarakat untuk mengakses layanan kesehatan yang bermutu

menuju Universal Health Coverage.

Setelah dibentuknya BPJS Kesehatan per tanggal 1 Januari 2014,

diketemukan sejumlah masalah di berbagai daerah. Sampai diresmikannya BPJS

Kesehatan, masih banyak kalangan yang kurang paham dengan program yang

diselenggarakan BPJS Kesehatan, yaitu Program Jaminan Kesehatan Nasional

(JKN). Bukan hanya peserta, pihak pemberi layanan kesehatan juga banyak yang

tidak paham tentang program baru tersebut (Jawa Pos, 2014: 11). Di Sidoarjo,

Jawa Timur, misalnya, muncul masalah terkait pendataan Penerima Bantuan Iuran

(PBI). DPRD Sidoarjo menyebutkan saat ini masih ada 85.707 masyarakat miskin

Page 120: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |447

yang belum diikursertakan asuransi BPJS Kesehatan. Para warga yang masuk

kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) itu luput karena belum masuk data base

jaminan kesehatan masyarakat (Jawa Pos, 2014: 29). Di sisi lain, cakupan

kepesertaan BPJS juga masih rendah. Meskipun sosialisasi tentang BPJS

Kesehatan sudah dilaksanakan sebelum beroperasinya BPJS Kesehatan pada

tanggal 1 Januari 2014, namun masyarakat yang menjadi peserta BPJS masih jauh

dari harapan. Di Kabupaten Minahasa Tenggara, misalnya, masyarakat yang telah

menjadi peserta BPJS Kesehatan sampai bulan Agustus 2014 baru berjumlah

53,215 Jiwa. Jumlah tersebut belum mencapai 50% dari jumlah penduduk yaitu

114,025 jiwa (Rolos, 2014: 3-7).

Beberapa hasil kajian lapangan menunjukkan masih lemahnya implementasi

program JKN dari berbagai lini, antara lain aspek pemenuhan fasilitas kesehatan,

pemerataan pelayanan, SDM (tenaga kesehatan), dan pembiayaan kesehatan.

Kajian Yandrizal et al. (2014), tentang “Analisis Ketersediaan Fasilitas Kesehatan

dan Pemerataan Pelayanan Pada Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional di

Kota Bengkulu, Kebupaten Seluma, dan Kabupaten Kaur”, menemukan fakta

menarik bahwa ketersediaan fasilitas kesehatan tingkat pertama saat ini di Kota

Bengkulu, Kabupaten Seluma, dan Kabupaten Kaur belum mencukupi target yang

diinginkan menurut Peta Jalan Menuju JKN 2019. Fasilitas kesehatan rujukan di

Kabupaten Seluma dan Kabupaten Kaur masih rendah dibandingkan target,

sedangkan Kota Bengkulu telah memenuhi target. Pemanfaatan fasilitas kesehatan

tingkat pertama di Kota Bengkulu, Kabupaten Seluma, dan Kabupaten Kaur

masih rendah. Masih rendahnya pemanfaatan fasilitas kesehatan tingkat pertama

dan rujukan berdampak kepada ketidakadilan akses terhadap pelayanan peserta

BPJS karena ketersediaan fasilitas pelayanan tidak mencukupi. Pemenuhan

fasilitas pelayanan tingkat pertama dan rujukan diperlukan kebijakan bersama

antara BPJS, Pemerintan Kabupaten, Provinsi dan Kementerian Kesehatan untuk

Page 121: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

448| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

memenuhi target peta jalan menuju JKN 2019 yaitu poin (3) paket manfaat medis

dan nonmedis sudah sama untuk seluruh peserta, dan poin (4) fasilitas kesehatan

telah tersebar memadai.

Maman Saputra et al. (2015) menemukan hasil temuan yang berbeda dari

implementasi program JKN di Kabupaten Tabalong. Hasil evaluasi input SDM

pelaksana pelayanan kesehatan, kuantitas SDM (tenaga kesehatan) masih

mengalami kekurangan sebanyak 136 orang. Penilaian kualitas SDM di

Puskesmas Kelua belum menggunakan standar Kepmenkes Nomor 857 Tahun

2009, sedangkan di RSUD H. Badaruddin masih menggunakan penilaian Daftar

Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan (DP3). Hasil evaluasi proses, menunjukkan

kuantitas sudah meningkat namun masih mengalami kekurangan sebanyak 82

orang. Dari aspek distribusi SDM di Puskesmas Kelua tidak ada perubahan,

sedangkan distribusi di RSUD H. Badaruddin mengalami penambahan tenaga

keperawatan. Penilaian kualitas SDM di Puskesmas Kelua tidak ada perubahan,

sedangkan penilaian SDM di RSUD H. Badaruddin menggunakan Penilaian

Prestasi Kerja Pegawai (PKP). Dari sisi evaluasi output, menunjukkan belum ada

perubahan kuantitas, distribusi, dan kualitas dari hasil evaluasi proses.

Dari aspek pembiayaan kesehatan, implementasi program JKN juga masih

berimplikasi pada tingginya biaya kesehatan. Riset Hendarini et al. (2014),

menunjukkan bahwa puskesmas dengan besaran kapitasi

Rp.3.000,00−Rp.4.500,00 sebanyak 51,57% dan Rp.6.000,00 sebanyak 13,3%.

Besaran kapitasi berdampak tidak merata pembiayaan terutama di puskesmas

yang jauh dari perkotaan karena kekurangan tenaga. Nilai kontrak selama satu

tahun jumlah peserta yang memilih Puskesmas sebagai FKTP sebanyak 763.165

jiwa sebesar 82,03% dari nilai maksimal kapitasi Rp.6.000,00 atau kurang 9,87

M. Tarif rerata pada tujuh Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten dan Provinsi

untuk rawat jalan antara Rp.150.000−Rp.640.000,00 dan rawat inap

Rp.1.000.000,00−Rp.3.700.000,00 dibandingkan tarif berdasarkan Peraturan

Page 122: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |449

Menteri Kesehatan RI Nomor 69 Tahun 2013, rata-rata tarif pelayanan rawat jalan

dan rawat inap merupakan tarif tindakan medis sangat sederhana dan penyakit-

penyakit katagori ringan. Dukungan dana Pemerintah Kabupaten/Kota dan

Provinsi dalam bentuk program Jamkesda tahun 2014 sebesar 38,36 M untuk

membayar kapitasi masyarakat miskin bukan penerima bantuan iuran dan

menjamin pengobatan bagi kabupaten/kota yang tidak bekerja sama dengan BPJS.

Insentif dokter spesialis/residen antara 10 juta−30 juta per bulan terutama spesialis

empat besar dari pemerintah daerah kabupaten merupakan ketidakadilan

pembiayaan yang menjadi beban daerah.

Bahkan biaya tambahan harus dikeluarkan oleh pasien dan keluarga pasien

meskipun mereka telah menjadi peserta program JKN. Fenomena tersebut

terungkap melalui survei Novianti Br Gultom et al. (2015). Sebanyak 37

responden dari total 200 responden (18,5%) ditemukan membayar biaya

tambahan. Ironinya, biaya tambahan ini juga terjadi di Rumah Sakit milik

Pemerintah. Semua biaya tambahan di RS Pemerintah merupakan biaya tambahan

obat. Sedangkan biaya tambahan di RS Swasta dialami oleh 25 responden,

meliputi biaya tambahan obat, laboratorium, alat kesehatan, radiologi, tindakan,

dan biaya di poli. Biaya tambahan ini dialami oleh semua jenis kepesertaan,

termasuk peserta PBI, sebanyak 4 peserta PBI membayar biaya tambahan di RS

milik Pemerintah, 3 peserta PBI membayar di RS Swasta. Biaya tambahan pada

rawat inap lebih besar daripada biaya tambahan pada rawat jalan. Peruntukan

terbesar biaya tambahan adalah biaya tambahan obat karena obat tidak ditanggung

BPJS Kesehatan. Hal ini merupakan bumerang yang perlu ditindaklanjuti BPJS

Kesehatan.

Polemik yang muncul di masyarakat, terutama di level grass roots

dipengaruhi karena disparitas pengetahuan bahkan relasi kuasa pengetahuan

dalam implementasi JKN. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi relasi kuasa

Page 123: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

450| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

pengetahuan yang terjadi dalam implementasi JKN, terutama pada pelayanan

Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

METODE

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan mengambil lokasi di

wilayah kerja Puskesmas Omben, Kabupaten Sampang pada bulan Maret-Mei

2015. Informan dipilih secara purposive, antara lain ibu-ibu peserta program JKN

yang memiliki balita minimal berusia 2 (dua) tahun; tenaga kesehatan (bidan dan

dokter); dan pengelola JKN. Data penelitian dikumpulkan dengan menggunakan

teknik observasi, wawancara mendalam, Focus Group Discussion (FGD), dan

penelusuran data sekunder. Temuan data kemudian dianalisis dengan

menggunakan analisis deskriptif.

PEMBAHASAN

Implementasi kebijakan jaminan kesehatan melalui skema JKN, terutama

untuk pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) di wilayah kerja Puskesmas

Omben, belum berjalan maksimal. Berdasarkan hasil wawancara, informan masih

menghendaki sistem lama dalam pelayanan KIA, yakni melalui mekanisme

Jaminan Persalinan (Jampersal). Dimana dalam mekanisme Jampersal, siapapun

warga negara memiliki hak menerima layanan KIA, mulai dari prenatal, natal, dan

neonatus melalui bidan, baik di Polindes, Pustu, maupun Puskesmas terdekat.

Peserta yang melakukan pemeriksaan KIA tidak dipungut biaya (gratis) sesuai

mekanisme, seperti penuturan Fauziah (20) berikut: ”Enak pake Jampersal. Kalo

periksa gratis tidak dipungut biaya. Tidak ada iuran-iuran lain setiap bulan seperti

sekarang ini. Sekarang banyak sekali iuran yang harus dibayar. Sudah setiap bulan

bayar, ketika periksa juga bayar lagi”.

Hal senada juga disampaikan informan yang lain, Maemunah (19) dan

Sulaiha (20). Mereka menyampaikan perbandingan implementasi jaminan

kesehatan dengan sistem Jamkesmas dengan sisten JKN (BPJS). “Lebih enak

Page 124: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |451

menggunakan Jamkesmas seperti yang lalu-lalu. Prosesnya tidak berbelit-belit,

semua gratis tidak dipungut bayaran. Sekarang dengan sistem baru….apa itu

namanya? Ya….BPJS malah tambah ribet pake bayar iuran bulanan juga”.

Informan di lapangan mengeluhkan sistem baru yang diberlakukan

pemerintah dalam implementasi program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN),

terutama yang dialami informan dalam pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).

Bahkan pada awal implementasi program JKN sampai dengan akhir tahun 2014,

informan yang berhasil diwawancarai mengaku sosialisasi yang dilakukan oleh

pihak pengelola JKN di level Puskesmas belum maksimal. Masyarakat masih

kebingungan dengan mekanisme sistem jaminan kesehatan yang baru ini.

Informasi yang diberikan belum sepenuhnya dipahami secara komprehensif.

Bahkan banyak istilah-istilah baru yang sulit dipahami oleh peserta yang notabene

hanya lulusan SD/SMP bahkan ada yang tidak lulus SD/SMP. Ibu-ibu muda di

wilayah Kecamatan Omben, Sampang adalah hasil pernikahan dini oleh

orangtuanya. Mereka rata-rata menikah pada usia 16-18 tahun sehingga pada usia

18-20 tahun sudah memiliki satu bahkan dua orang anak.

Informasi tentang mekanisme JKN (BPJS) yang disampaikan oleh petugas

JKN di level Puskesmas kepada peserta BPJS, menyebabkan masyarakat masih

belum pada satu pemahaman, bahkan untuk membedakan antara JKN dan BPJS

saja masih kesulitan. Masyarakat hanya mengenal istilah BPJS sebagai program

baru jaminan kesehatan ini. Kondisi ini dipengaruhi oleh informasi atau

pengetahuan yang sampai kepada masyarakat adalah BPJS bukan JKN. Padahal

yang benar adalah JKN atau Jaminan Kesehatan Nasional sebagai sebuah

program, sedangkan BPJS atau Badan Penyelenggara Jaminan Sosial adalah

eksekutor atau pelaksananya. Sehingga jelas sekali perbedaan antara JKN dan

BPJS. Apabila membahas tentang bentuk program atau kebijakan, maka yang

tepat adanya JKN bukan BPJS. Namun, karena informasi awal yang disampaikan

Page 125: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

452| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

adalah dengan pengistilahan BPJS dan informasi tersebut disampaikan secara

terus menerus, maka akan muncul habituasi dari masyarakat. Kesadaran kognitif

masyarakat akan tetap pada informasi awal yang masuk karena sudah terbentuk

dalam struktur kognitif.

Ketidakpahaman masyarakat terhadap mekanisme JKN disebabkan karena

kesulitan dalam memahami mekanisme pengetahuan yang dibangun melalui

sistem pengetahuan dan sosialisasi pengetahuan. Kondisi seperti ini akan

memunculkan relasi kekuasaan dalam pengetahuan. Menurut Foucault, saat

pengetahuan bertemu dengan aspek kemanusiaan, maka akan memunculkan dua

kondisi. Pertama, dengan pengetahuannya sendiri, manusia merupakan mahluk

yang dibatasi oleh lingkungan sekitarnya. Kedua, rasionalitas dan kebenaran

selalu berubah sepanjang sejarah. Pengetahuan juga tidak bisa ditemukan

maknanya dalam dirinya sendiri. Pengetahuan baru bisa diketemukan maknanya

apabila berrelasi dengan makna yang lain (Danaher, 2001: 7). Dalam hal ini,

pengetahuan tentang JKN atau BPJS akan memunculkan relasi kuasa pengetahuan

karena ada dua makna pengetahuan, yakni makna yang dibangun oleh peserta

JKN dan makna yang dibangun oleh pengelola JKN.

Temuan lapangan menunjukkan bahwa pada tahun pertama JKN

diimplementasikan, petunjuk teknis yang jelas tentang pelaksanaan JKN sampai

pada tingkat puskesmas belum komprehensif. Kondisi ini diakui oleh pengelola

JKN di level Dinas Kesehatan Kabupaten. “Petunjuk teknis tentang implementasi

JKN di daerah kami belum begitu lengkap. Juknis baru ada setelah ada kasus di

lapangan. Seolah-olah program ini uji coba karena di berbagai lini belum jelas,

terutama tentang mekanisme administratif klaim. Proses pengajuannya juga masih

berbelit-belit”.

Kondisi yang sama juga diakui oleh Kepala Puskesmas Omben. Menurutnya,

sosialisasi yang dilakukan pengelola JKN di tingkat kabupaten belum jelas, proses

administratif yang membingungkan, serta persyaratan klaim yang tidak jelas.

Page 126: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |453

Permasalahan menggejala tidak hanya pada aspek administrasi yang

memunculkan terhambatnya pencairan dana klaim yang diajukan puskesmas.

Permasalahan serius justru mengenai pengetahuan masyarakat tentang JKN masih

kurang. Masyarakat desa belum memahami benar istilah baru yang diterapkan,

seperti JKN, BPJS, atau klaim. Masyarakat hanya sebatas memaknai sebagai

pelayanan kesehatan gratis. Namun, ketika program JKN ini menjadi program

wajib yang dikonstruksi oleh negara (dalam hal ini Pemerintah), maka disitulah

muncul kekuasaan. Kekuasaan adalah sesuatu yang dilegitimasikan secara

metafisis kepada negara yang memungkinkan negara dapat mewajibkan semua

orang untuk mematuhinya, termasuk dalam hal ini setiap warga negara wajib

menjadi peserta JKN. Namun menurut Foucault, kekuasaan bukanlah sesuatu

yang hanya dikuasai oleh negara. Kekuasaan ada di mana-mana, karena

kekuasaan adalah satu dimensi dari relasi. Dimana ada relasi, di sana ada

kekuasaan (Bertens, 2001:307-310).

Menurut Foucault (2000: 144), kuasa itu ada dimana-mana dan muncul dari

relasi-relasi antara pelbagai kekuatan. Kekuasaan terjadi secara mutlak dan tidak

tergantung dari kesadaran manusia. Kekuasaan adalah sebuah strategi yang

berlangsung dimana-mana, di dalamnya terdapat sistem, aturan, susunan, dan

regulasi. Kekuasaan menentukan susunan, aturan, dan hubungan-hubungan dari

dalam sistem. Pengetahuan tentang JKN yang dikonstruksi oleh negara dapat

dimaknai sebagai diskursus. Foucault menunjukkan hubungan antara diskursus

ilmu pengetahuan dengan kekuasaan. Diskursus ilmu pengetahuan hendak

menemukan yang benar dan yang salah pada dasarnya dimotori oleh kehendak

untuk berkuasa. Ilmu pengetahuan dilaksanakan untuk menetapkan apa yang

benar dan mengeliminasi apa yang dipandang salah. Kehendak untuk kebenaran

adalah ungkapan dari kehendak untuk berkuasa. Tidak mungkin pengetahuan itu

netral dan murni karena akan terjadi korelasi (Gutting, 2005: 30).

Page 127: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

454| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

SIMPULAN

Implementasi kebijakan jaminan kesehatan melalui skema JKN di wilayah

kerja Puskesmas Omben, belum berjalan maksimal. Disparitas pengetahuan

semakin tajam dan berubah menjadi relasi kuasa pengetahuan ketika terjadi

interaksi antara masyarakat dengan tenaga kesehatan dalam transformasi

pengetahuan (sosialisasi). Kekuasaan selalu terakulasikan lewat pengetahuan, dan

pengetahuan selalu mempunyai efek kekuasaan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. (2014). Rakyat Miskin Berobat Gratis. Jawa Pos, 1 Januari.

Bertens, K. (2001). Filsafat Barat Kontemporer Prancis. Jakarta: Gramedia, 2001.

Danaher, G. et al. (2001). Understanding Foucault. Delhi: Allen and Unwin.

Djuhaeni, H. (2007). Asuransi dan Managed Care: Modul Program Pascasarjana

Kesehatan Masyarakat. Bandung: Universitas Padjajaran.

Foucault, M. (2000). Seks dan Kekuasaan. Jakarta: Gramedia.

Gutting, G. (2005). The Cambridge Companion to Foucault. New York: Cambridge

University Press.

Hendarini et al. (2014). Analisis Pembiayaan Kesehatan Pada Pelaksanaan Jaminan

Kesehatan Nasional. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia. 03 (04): 219-226.

Maman, S. et al. (2015). Program Jaminan Kesehatan Nasional Dari Aspek Sumber

Daya Manusia Pelaksana Pelayanan Kesehatan. Jurnal Kesehatan Masyarakat.

11 (1): 32-42.

Novianti, Br G. et al. (2015). Survei Pendahuluan Biaya Tambahan Peserta BPJS

Kesehatan Pada Rumah Sakit Faskes BPJS Kesehatan di Jabodetabek. Jurnal

Kebijakan Kesehatan Indonesia. 04 (01): 3-10.

Rolos, W. (2014). Implementasi Program Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS) Kesehatan di Kabupaten Minahasa Tenggara. Makalah. Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado.

Yandrizal et al. (2014). Analisis Ketersediaan Fasilitas Kesehatan dan Pemerataan

Pelayanan Pada Pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional di Kota Bengkulu,

Kebupaten Seluma, dan Kabupaten Kaur. Jurnal Kebijakan Kesehatan

Indonesia. 03 (02): 103-112.

Page 128: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |455

PROBLEMATIKA AKSES KESEHATAN PADA WILAYAH TERPENCIL

Studi Kasus Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Tojo Una-una dan

Kabupaten Teluk Wondama

FX Sri Sadewo, Martinus Legowo & Farid Pribadi

Dosen Prodi Sosiologi Jurusan Ilmu Sosial FISH Unesa

Abstrak

Salah satu kunci keberhasilan pembangunan adalah terbuka akses ke-

sehatan yang merata dan adil bagi warga masyarakat. Pembangunan

akses kesehatan ditandai dengan keberadaan fasilitas kesehatan berikut

sumber daya manusia yang mengembannya. Setelah itu, program-

program kesehatan mengikutinya. Salah satu program adalah promosi

kesehatan. Program ini berguna untuk membentuk kesadaran akan hidup

sehat. Persoalan ini menjadi tidak mudah di Indonesia yang memiliki

wilayah kepulauan dan daratan yang tidak selalu memiliki akses

transportasi. Artikel ini merupakan hasil studi lapangan di tiga Kabupaten

yaitu Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Tojo Una-Una dan

Kabupaten Teluk Wondama. Dari temuan di lapangan, setiap kabupaten

memiliki strategi dalam mengatasi masalah kemampuan akses kesehatan.

Masalahnya, implementasi strategi ini sering memperoleh hambatan,

baik dari provider kesehatan mapun dari masyarakat.

Kata Kunci : Pembangunan, Akses Kesehatan, Wilayah

Terpencil.

PENDAHULUAN

Status kesehatan yang berkualitas pada setiap warga negara menjadi

harapan dalam pembangunan. Status kesehatan ini menjadi salah satu tolok ukur

dari pembangunan. Dalam indeks pembangunan manusia (IPM), status kesehatan

dinilai untuk menunjukkan kualitas pembangunan. Hal itu bisa diukur dalam

Indeks Pembangunan Manusia (IPM).20 Ada tiga indikator dalam indeks tersebut,

yaitu: (1) angka harapan hidup, (2) lama sekolah, dan terakhir (3) pendapatan per

kapita. Angka harapan hidup yang ditandai dari berapa lama perkiraan orang

20 Indeks Pembangunan Manusia dikenal juga sebagai Human Development Index (HDI).

Page 129: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

456| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

hidup mulai dari sejak kelahirannya di wilayah tersebut. BPS menghitung dengan

definisi angka harapan hidup adalah rata-rata tahun hidup yang masih akan

dijalani oleh seseroang yang telah berhasil mencapai umur x, pada suatu tahun

tertentu, dalam situasi mortalitas yang berlaku di lingkungan masyarakatnya.21

Angka harapan hidup menunjukkan status dan kualitas kesehatan warga di

wilayah tersebut. Sementara itu, lama sekolah menunjukkan kualitas pengetahuan

dimiliki warganya. Kualitas itu ditandai dengan angka harapan lama sekolah.22

Indikator terakhir adalah pendapatan per kapita yang menunjukkan standar hidup

layak seorang warga di negara tersebut.

Gambar 1.

Rasio Puskesmas per 30.000 penduduk di Indonesia Tahun 2013 (Kemenkes, 2015: 25)

21 https://sirusa.bps.go.id/index.php?r=indikator/view&id=48 diakses tanggal 24 Juli 2016. 22 Sebelum tahun 2008, kualitas pengetahuan lebih diukur dengan angka melek huruf. Lihat

https://www.bps.go.id/Subjek/view/id/26 diakses tanggal 24 Juli 2016.

Page 130: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |457

Terkait dengan kualitas kesehatan, Balitbang Kementerian Kesehatan tidak

berhenti hanya mengukur angka harapan hidup. Angka harapan hidup memang

menjadi penanda akhir dari proses pembangunan kesehatan. Apabila

pembangunan kesehatan di suatu daerah berkualitas, maka angka harapan hidup

pun akan meningkat. Oleh karena itu, indikator angka harapan hidup ini dirinci

lagi menjadi 24 indikator yang dapat mengukur status kesehatan suatu masyarakat

pada tahun 2007/2008 (Balitbangkes Kemenkes RI, 2010). Tahun 2013 jumlahnya

diperluas menjadi 30 indikator. Ke-30 indikator itu digolongkan menjadi 7

rumpun, yaitu: (1) kesehatan balita, (2) kesehatan reproduksi, (3) pelayanan ke-

sehatan, (4) perilaku, (5) penyakit tidak menular, (6) penyakit menular dan (7)

kesehatan lingkungan (Balitbangkes Kemenkes RI, 2014).

Bila memperhatikan umur harapan hidup di Indonesia, dari tahun ke tahun

umur tersebut terus meningkat. Tahun 1990, umur harapan hidup hanya 63,45

tahun, lima tahun kemudian menjadi 65,47 (1995), begitu pula pada tahun 2000

(67,25 tahun), tahun 2005 (68,85 tahun), tahun 2010 (70,17 tahun) (Bank Dunia,

2012). Bila mencermati per propinsi, maka umur harapan hidup bervariasi.

Dengan IPKM, ketimpangan atau masalah pembangunan kesehatan lebih nampak.

IPM itu seperti orang mencermati dengan mata telanjang, sedangkan IPKM ibarat

sebagai mikroskop yang secara tajam. Melalui IPKM, permasalahan kesehatan

suatu daerah akan nampak. IPKM dihasilkan dari penghitungan hasil survai Riset

Kesehatan Dasar (Riskesdas), Survei Ekonomi Nasional (Susenas) dan Survei

Potensi Desa (Podes) (Balitbang Kementerian Kesehatan, 2014: 2). Terkait

dengan pelayanan kesehatan, penjelasan indikator tersebut menjadi semakin kuat

bila dihubungkan dengan data Riset Fasilitas Kesehatan (Rifaskes).

Pelayanan kesehatan ini menjadi salah satu kunci dalam peningkatan

status atau kualitas kesehatan. Mengikuti teori HL Blum (1981), ada empat hal

yang berpengaruh pada status kesehatan masyarakat dan individu. Keempat itu

Page 131: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

458| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

adalah (1) lingkungan (2) genetik, (3) perilaku (gaya hidup) dan terakhir (4)

pelayanan kesehatan masyarakat. Terkait dengan pelayanan kesehatan, persoalan

sebenarnya tidak saja pada masalah pembangunan fasilitas kesehatan, tetapi lebih

pada akses dan kemampuan untuk menggunakan akses. Akses kesehatan terkait

dengan pemerataan pembangunan fasilitasnya. Dalam pemerataan,

pembangunannya tidak saja menghitung perbandingannya dengan jumlah

penduduk, tetapi juga memperhatikan luas wilayah dan akses transportasinya. Bila

mencermati gambar 1, puskesmas di wilayah Indonesia bagian Timur menangani

lebih dari 30.000 atau lebih dari jumlah penduduk satu kecamatan. Tidak itu saja,

cakupan luas wilayahnya pun lebih besar dibandingkan di Indonesia bagian Barat,

apalagi Pulau Jawa. Belum lagi, sebagian besar wilayah tersebut merupakan

wilayah kepulauan. Oleh karena itu, tidak salah bila ada yang berpendapat bahwa

jumlah puskesmas sebagai fasilitas kesehatan tingkat pertama di Indonesia masih

kurang. Hal itu sudah dinyatakan sejak tahun 201423

Di era otonomi dareah, tanggung jawab pembangunan tidak lagi bertumpu

pada pemerintah pusat. Masalah kesehatan tidak lagi menjadi monopoli urusan

pemerintah pusat. Pemerintah propinsi dan Kabupaten/kota bertanggung jawab

untuk melaksanakan pemerataan akses kesehatan dengan jalan membangun

fasilitas dan menyiapkan segala sumber daya manusia pula. Oleh karena itu,

menjadi menarik untuk mencermati bagaimana masalah akses kesehatan dan

strategi pemerintah Kabupaten dalam meningkatan status kesehatan melalui

pembangunan fasilitasnya. Hal-hal tersebut menarik bila mencermati daerah-

daerah terpencil, baik di Indonesia bagian Barat maupun di bagian TImur.

METODE

Tulisan ini didasarkan dari hasil penelitian lapangan selama tiga tahun

pada tiga kabupaten yaitu Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Tojo Una-

23 Lihat http://indonesia.ucanews/2013/01/23/62-juta-warga-indonesia-tidak-memiliki-akses-

kesehatan diakses tanggal 20 Juli 2016.

Page 132: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |459

una dan Kabupaten Teluk Wondama. Penelitian lapangan di Kabupaten

Kepulauan Mentawai dilakukan pada saat Riskesdas tahun 2013 selama 50 hari.

Penulis waktu itu menjadi penanggung jawab kabupaten (supervisor) yang

membawahi 15 enumerator (pewawancara). Selama penelitian, penulis

mempunyai kesempatan melakukan pengamatan dan wawancara dengan sejumlah

pegawai dinas kesehatan baik di kota kabupaten hingga di pelosok daerah.

Sementara itu, penelitian di Kabupaten Teluk Wondama dilakukan pada

pertengahan tahun 2014. Waktu itu, penulis terlibat dalam penelitian Riset

Etnografi Kesehatan yang didanai oleh Balitbang Kemenkes RI. Riset ini

diinisiasi oleh Pusat Humaniora Balitbang Kemenkes RI. Penelitian dilakukan

selama 2 bulan di salah satu kampung di Distrik Naikere. Jarak kampung tersebut

dengan pusat kabupaten kurang lebih 90 km dengan jalan darat.

Kabupaten Tojo Una-una yang terletak di Sulawesi Tengah ini dikunjungi

dan diteliti pada tahun 2015. Penelitian ini merupakan implikasi dari

penghitungan IPKM. Dari Riskesdas tahun 2010, wilayah ini termasuk daerah

bermasalah kesehatan, sehingga kementerian kesehatan melakukan

pendampingan. Namun demikian, berdasarkan penghitungan IPKM 2013 dengan

sumber data Riskesdas 2013, pendampingan itu tidak memberikan peningkatan

yang berarti. Oleh karena itu, Balibang Kemenkes RI mengkaji persoalan tersebut

secara kualitatif. Penulis merupakan salah satu anggota tim peneliti. Penelitian

dilakukan selama 25 hari. Kajiannya tidak mencakup wilayah daratan, tetapi juga

wilayah kepulauannya. Wawancara dilakukan pada masyarakat, provider

kesehatan dan pejabat dari instansi terkait, seperti Bappeda dan Pemerintah Desa.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tiga Kabupaten dengan Tiga Wajah Senada. Meski berbeda dan

berjauhan, ketiga kabupaten ini memiliki karakteristik yang kurang lebih sama.

Page 133: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

460| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Ketiga kabupaten berdiri sebagai akibat ephoria paska pemerintahan Suharto.

Kabupaten Kepulauan Mentawai berdiri pada tahun 1999 berdasarkan UU No. 49

tahun 1999. Sebelumnya, kabupaten ini merupakan bagian dari Kabupaten

Padang Pariaman. Jarak antara Kabupaten Kepulauan Mentawai dan daratan

kurang lebih 80 mil laut. Dengan kapal fery rutin hampir dua hari sekali dari

Pelabuhan Bungus, waktu tempuhnya sekitar 6 (enam) Jam. Kapal fery “Ambu-

ambu” berangkat pukul 8 malam dan sampai di pelabuhan Tuapejat, kecamatan

kota Kabupaten Mentawai. Saat ini, untuk menuju ke Tuapejat dari Padang dapat

menggunakan pesawat terbang milik maskapai Susi Air. Pesawatnya bermesin

baling-baling dengan kapasitas penumpang 10-15 orang. Dari Tuapejat, mereka,

calon penumpang, diantar dengan perahu boat ke Bandara Krokot. Waktu tempuh

dari Krokot ke Padang tidak lebih dari 30 menit. Untuk naik pesawat, berat pe-

numpang harus ditimbang terlebih dahulu. Setiap kelebihan berat per 10 kg akan

dikenakan biaya tambahan.

Kabupaten ini sempat menjadi pemberitaan nasional karena kasus gempa

bumi yang diikuti oleh tsunami. Kejadian itu terjadi pada tanggal 25 Oktober

2010. Gempa itu berskala 7,7 Richter, pusatnya berada di 150 mil laut (240 km)

di bawah Pulau Pagai Selatan. Setelah gempa, terjadi gelombang tsunami setinggi

3-10 m dan menghancurkan 77 desa. Kurban yang meninggal 286 jiwa dan hilang

252 jiwa.24 Desa-desa yang terkena berada di Pulau Pagai Selatan, salah satunya

Desa Maonai. Di desa itu, separuh lebih warganya meninggal, terutama orang-

orang dewasa. Anak-anak selamat karena telah diajar oleh guru-guru yang telah

dilatih tentang apa yang harus dilakukan bila terjadi gempa. Pelatihan guru

tentang ancaman tsunami dilakukan paska bencana Tsunami Aceh (26 Desember

2004).

Di awal bulan yang sama, tanggal 2 s/d 3 Oktober 2010, Kabupaten Teluk

Wondama mengalami bencana banjir bandang. Banjir bandang diakibatkan oleh

24 https://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_Kepulauan_Mentawai_2010 diakses tanggal 12 Juli

2016.

Page 134: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |461

hujan terus menerus, sehingga sungai Batang Salai yang berhulu di Pegunungan

Wondiboy meluap. Batang kayu dan batu besar pun meluncur dari gunung dan

merusak seluruh pemukiman dan fasilitas umum, termasuk puskesmas Wasior dan

lapangan terbang. Banjir bandang ini menelan kurban 158 orang tewas dan 145

orang masih dinyatakan hilang.25 Hal itu terulang lagi pada 13 November 2013

dengan kurban dua orang tewas.26 Sejumlah pakar menyebut penyebabnya adalah

kerusakan hutan akibat pembalakan liar, tetapi hasil kajian peneliti dari

Universitas Negeri Papua dan UGM menyebutkan bahwa hal itu tidak terlepas

dari struktur tanah pegunungan Wondiboy. Dataran Wasior hingga Raisey

merupakan hasil sendimentasi akibat longsor dari Pegugungan Wasior yang

berlangsung ratusan tahun. Sementara itu, salah seorang kepala suku mengatakan

bahwa dulu ada tradisi membersihkan sungai di hulu, tetapi sudah lama tidak

dilakukan. Dua penjelasan ini saling memperkuat. Akibat peristiwa itu, kabupaten

ini menjadi pembicaraan di tingkat nasional.

Kabupaten Teluk Wondama sebelumnya merupakan bagian dari

Kabupaten Manokwari. Setelah peristiwa berdarah Wasior (2001), berdasarkan

UU No. 26 tahun 2002, Kabupaten Manokwari dimekarkan menjadi 3 (tiga)

Kabupaten, salah satunya Kabupaten Teluk Wondama. Kabupaten ini memiliki

luas 14.953, 80 km2 dengan 26.321 jiwa, sehingga tingkat kepadatan hanya 1,76

jiwa/km2. Kabupaten ini memiliki wilayah kepulauan dan daratan. Di wilayah

daratan, sebagian besar kampung memiliki akses transportasi yang minim,

khususnya di Distrik Naikere yang wilayahnya sangat luas. Di wilayah kepulauan,

seperti Distrik Rumperpon juga mengalami kesulitan. Jaraknya lebih dekat ke

Manokwari daripada ke Wasior. Dari Wasior, ia harus menempuh lebih dari

25 https://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_Wasior_2010 diakses tanggal 12 Juli 2016. 26 http://www.tribunnews.com/regional/2013/11/13/banjir-bandang-terjang-wasior-dua-orang-

hilang diakses tanggal 12 Juli 2016.

Page 135: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

462| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

empat jam lamanya dan harus menyewa perahu bermesin dengan harga yang tidak

murah.

Pola wilayah ini sama seperti di Kabupaten Tojo Una-una. Kabupaten ini

lahir paska kerusuhan Poso. Berdasarkan UU No. 32 tahun 2003, Kabupaten

Poso yang memiliki wilayah yang luas akhirnya dipecah menjadi beberapa

kabupaten, salah satunya Kabupaten Tojo Una-una. Dalam sejarahnya, kabupaten

ini memiliki dua wilayah besar, yaitu: wilayah Tojo di daratan dan kepulauan

Togean dan Walea di Teluk Tomini. Di wilayah daratan, akses transportasinya

mengikuti jalur Trans-Sulawesi. Namun demikian, dari Trans-Sulawesi tidak ada

akses jalan yang layak pada wilayah pedalaman. Sementara itu, di kepulauan

masyarakat mengandalkan kapal motor yang berkeliling seminggu 3 kali dan

kapal fery yang menuju ke Kabupaten Gorontalo. Ada dua kapal fery, pertama

kapal yang menuju ke Utara dengan memotong kepulauan Togean (Ampana-

Wakai-Gorontalo) dan kedua dari Kabupaten Banggai melalui Kepulauan Walea

Besar dan Walea Kepulauan (Ampana-Pasokan-Dolong-Gorontalo).

Pembangunan Fasilitas Kesehatan yang Belum Memadai. Untuk

menuju pemerataan akses, langkah pertama adalah membangun fasilitas

kesehatan. Langkah berikutnya adalah penyediaan tenaga kerja. Dengan kedua hal

ini, promosi kesehatan akan berjalan. Sinergitas antara petugas kesehatan dan

tokoh masyarakat menjadi kunci keberhasilan dari promosi kesehatan. Setiap

masyarakat sudah barang tentu memiliki tokoh masyarakat yang berkedudukan

khusus dalam sistem kebudayaannya terkait masalah kesehatan. Pandangan yang

salah bila berpikir bahwa masalah kesehatan tidak pernah dipikirkan oleh

masyarakat lokal yang sederhana.27 Mereka memiliki dukun (shaman) yang

menangani masalah-masalah kehidupan sehari-hari, termasuk kesehatan di

dalamnya. Ada masyarakat membagi secara khusus berdasarkan fungsinya, ada

pula menjadikan dukun sebagai orang pintar yang serba tahu dan serba bisa.

27 Orang seringkali secara kasar menyebutnya sebagai orang primitif. Pernyataan ini sangat

menghina. Mereka menggunakan teknologi yang sederhana, tetapi tatanan nilai tidak jarang

harus diterapkan oleh masyarakat modern.

Page 136: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |463

Keberhasilan menggandeng tokoh ini menguatkan promosi kesehatan dan

implementasi programnya.

Berdasarkan kriteria dari WHO (World Health Organization), pemerintah

mmiliki patokan dalam pengembangan fasilitas kesehatan, misalnya satu

puskesmas melayani maksimal 30.000 jiwa atau sekitar satu kecamatan. Di dalam

puskesmas tersebut, tenaga kesehatan lengkap, seperti: dokter umum, dokter gigi,

bidan, perawat, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga gizi dan tenaga lingkungan,

serta tenaga farmasi. Puskesmas juga menyediakan kamar rawat inap. Terkait

dengan luas wilayah, di bawah puskesmas ada dua atau tiga puskesmas pembantu

dan puskesmas keliling. Pemerintah juga mengembangkan partisipasi masyarakat

lokal dengan mendirikan UKBM (Usaha Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat),

seperti: posyandu (Pos Pelayanan Terpadu), Polindes (Pos Bersalin Desa) dan

Poskesdes (Pos Kesehatan Desa). Masyarakat loka menyediakan lahan dan

rumah, sedangkan pemerintah menyediakan tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan

juga bisa dilakukan secara berkeliling bertemu masyarakat pada hari-hari tertentu.

Hal itu terjadi pada posyandu.

Bila mencermati tabel 1, maka nampak pembangunan fasilitas kesehatan

di ketiga daerah itu belum maksimal. Ketiga daerah itu memiliki wilayah yang

luas dengan hambatan fisik yang berat. Masyarakat Kabupaten Kepulauan

Mentawai harus menghadapi wilayah kepulauan. Selain itu, ketika di lapangan,

hubungan antar desa di dalam satu kecamatan dalam satu pulau pun bukanlah hal

yang mudah. Orang harus menaiki perahu berjam-jam. Hal yang serupa terjadi

pada wilayah kepulauan di Kabupaten Tojo Una-una dan Kabupaten Teluk

Wondama. Bila dibandingkan dengan jumlah kecamatan, puskesmas didirikan

hampir pada setiap ibukota kecamatan, kecuali di Kabupaten Teluk Wondama.

Kabupaten Teluk Wondama memiliki 13 distrik (setingkat kecamatan). Tahun

2013 data BPS-nya sebenarnya menunjukkan jumlah puskesmas sebanyak 7 buah,

Page 137: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

464| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

dengan demikian hanya 6 distrik tanpa puskesmas. Pada kenyataan di lapangan,

satu puskesmas tidak berfungsi, yaitu di Distrik Naikere (Sadewo, 2014)

Tabel 1

Jumlah Fasilitas dan Tenaga Kesehatan di Tiga Kabupaten

No. Uraian

Kabupaten

Kepulauan

Mentawai

Kabupaten

Tojo Una-una

Kabupaten

Teluk

Wondama

1. Luas Wilayah (km2) 6.011,35 5.726 14.953,80

2. Penduduk (jiwa) 68.807 137.810 26.321

3. Kepadatan (jiwa/km2) 11, 45 24,07 1,76

4. Karakteristik Kepulauan Kepulauan dan

Daratan

Kepulauan dan

Daratan

5. Kualitas Akses Trans. Sulit Sedang Sulit

6. Varian Etnik Rendah Sedang Tinggi

7. Fasilitas Kesehatan

a) Rumah Sakit 1 2 1

b) Puskesmas 10 13 6

1) Rawat Inap 4 6 3

2) Non-Rawat Inap 6 7 3

c) Pus. Pembantu 14 46 33

8. Tenaga Kesehatan

a) Dokter Spesialis 0 0 0

b) Dokter Umum 7 22 1

c) Dokter Gigi 3 5 0

d) Bidan 38 93 10

e) Perawat 187 203 44

f) Tenaga Ahli Gizi 6 7 4

g) Tenaga Ahli Kes.Ling. 4 25 1

Sumber : Kemenkes RI (2014a, 2014b, 2014c)

Tenaga kesehatan, khususnya dokter umum tidak selalu ada di setiap

puskesmas, kecuali di Kabupaten Tojo Una-una. Di Kabupaten Kepulauan

Mentawai, tiga puskesmas tidak ada dokter, sedangkan di Kabupaten Teluk

Wondama dokter hanya ada satu puskesmas saja. Dokter itu pun berada di eks

ibukota kabupaten, yaitu: Distrik Wasior, tetapi hingga tahun 2014 puskesmas

yang dibangun baru paska bencana belum berfungsi. Orang lebih memilih ke

RSUD Kabupaten Teluk Wondama di Distrik Raisei, sekitar 15 km dari Distrik

Page 138: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |465

Wasior. Data BPS Kabupaten Teluk Wondama (2013) menunjukkan bahwa

jumlah dokter sebanyak 9 orang di puskesmas (Sadewo, 2014). Masalahnya,

dokter-dokter itu hanya sebagai tenaga PTT sebagai kewajiban yang harus

dipenuhi. Mereka bertugas selama kurang lebih 2 tahun. Hal serupa juga dialami

oleh Kabupaten Tojo Una-una (Pramono,et.al, 2014).

Tabel 2

Proporsi Jumlah Fasilitas dan Tenaga Kesehatan berdasarkan

Luas Wilayah dan Penduduk di Tiga Kabupaten

No. Uraian

Kabupaten

Kepulauan

Mentawai

Kabupaten Tojo

Una-una

Kabupaten Teluk

Wondama

Wilayah Penduduk Wilayah Penduduk Wilayah Penduduk

1 Rumah

Sakit 6.011,35 68.807,00 2.863,00 68.905,00 14.953,80 26.321,00

2 Puskesmas 601,14 6.880,70 440,46 10.600,77 2.492,30 4.386,83

3 Pus.

Pembantu 429,38 4.914,79 124,48 2.995,87 453,15 797,61

4 Dokter

Spesialis t.a. t.a. t.a. t.a. t.a. t.a.

5 Dokter

Umum 858,76 9.829,57 260,27 6.264,09 14.953,80 26.321,00

6 Dokter

Gigi 2.003,78 22.935,67 1.145,20 27.562,00 t.a. t.a.

7 Bidan 158,19 1.810,71 61,57 1.481,83 1.495,38 2.632,10

8 Perawat 32,15 367,95 28,21 678,87 339,86 598,20

Bila dibandingkan dengan jumlah penduduk, maka pelayanan kesehatan di

ketiga kabupaten belum memadai. Dalam ketentuannya, puskesmas selayaknya

hanya melayani 30.000 jiwa, maka ketiga kabupaten ini sangat rendah. Kabupaten

Tojo Una-una yang tertinggi dibandingkan lainnya, puskesmasnya hanya

melayani 10.600 jiwa. Angka lebih mengerikan bila mencermati jumlah penduduk

yang harus dilayani oleh dokter umum. Seorang dokter seharusnya hanya

melayani 2.500 jiwa atau 500 KK, 5.000 jiwa untuk dokter gigi, dan 1.000 jiwa

untuk bidan dan perawat (lihat Depkes, 2003). Di Kabupaten Kepulauan

Page 139: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

466| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Mentawai, seorang dokter harus melayani hampir 10.000 jiwa dan paling tidak

seimbang di Kabupaten Teluk Wondama hingga lebih dari 25.000 jiwa. Di

kabupaten tersebut, dokter gigi juga tidak ada di puskesmas. Untuk

memeriksakan, pasien harus pergi berobat ke rumah sakit di Distrik Raisei. Yang

memadai, hanya proporsi perawat. Singkat kata, pada setiap puskesmas di ketiga

kabupaten ada perawat. Mereka juga bertindak sebagai “dokter”, mendiagnosa

dan memberi obat (lihat tabel 2).

Kondisinya lebih mengerikan lagi apabila membandingkan dengan luas

wilayahnya. Di Kepulauan Mentawai, seorang dokter memiliki wilayah kerja

9.829,57 km2. Di Kabupaten Teluk Wondama, wilayah kerja dokter lebih luas

lagi. Tidak itu saja, di Kabupaten Kepulauan Mentawai, wilayah kerjanya penuh

resiko. Untuk berangkat bertugas, mereka harus menggunakan perahu motor

untuk mengarungi Samudera Hindia. Resiko paling besar di Puskesmas Betaet,

gelombang lautnya besar, apalagi pada waktu musim badai. Ketinggian

gelombang bisa mencapai lebih dari 2 meter. Kalau sudah demikian, pasokan

barang kebutuhan dari Tuapejat (ibukota kabupaten) terhenti. Harga-harga barang

pun menjadi mahal. Untuk mengunjungi desa-desa, tim puskesmas harus menaiki

perahu kecil (ketinting) menelusuri sungai berjam-jam lamanya. Setelah itu, tim

puskesmas melanjutkan berjalan menembus hutan.

Page 140: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |467

Kondisi yang serupa terjadi di Kabupaten Tojo Una-una. Di wilayah

kepulauan, kunjungan tim puskesmas untuk melakukan pelayanan posyandu,

khususnya imunisasi, harus menggunakan kapal motor. Kapal itu disediakan oleh

pemkab, namun pencairan anggaran bahan bakarnya tidak ajeg setiap tahunnya.

Di wilayah daratan, mereka harus berhadapan dengan kondisi alam pegunungan.

Ketidakadaan jalan yang memadai menyulitkan mereka untuk mencapai daerah-

daerah permukiman. Kualitas jalur jalan buruk, apalagi pada waktu musim hujan,

tidak saja menyulitkan pelayanan kesehatan, tetapi juga menyulitkan mereka,

khususnya para transmigran, menjual hasil panennya. Selain itu, mereka juga

menghadapi suku pedalaman (To Wana) yang masih nomaden. Dinas Sosial telah

berusaha memukimkan secara permanen, namun hal tersebut bukanlah mudah.

Perjuangan tenaga kesehatan lebih berat pada Kabupaten Teluk Wondama,

khususnya bila harus memberikan pelayanan di Distrik Naikere. Distrik ini

merupakan wilayah yang terluas Distrik ini berbatasan dengan Kabupaten Teluk

Bintuni dan Nabire. Beberapa kampung harus ditempuh dengan jalan kaki. Dari

Gambar 1 Di Kabupaten Teluk Wondama, Bidan harus berjalan menembus hutan dan bertemu Ibu

dan Bayi

(Dokumentasi Suster Rita, Dinkes Teluk Wondama)

Page 141: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

468| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Distrik Wasior, orang dapat menempuhnya dengan kendaraan sejah 90 km atau

melalui jalur laut sekitar 1,5 jam lamanya dari Distrik Wondiboi ke Logpon (tempat

penimbunan kayu tebangan). Dari Logpon, bila tidak ada truk perusahaan kayu, maka

harus berjalan ke kampung terdekat, Wosimo (Wombu), sekitar 25 km dan kurang

lebih 100 km ke Kampung Oyaa (terjauh). Sebelum ada jalan, mereka menelusuri

sungai Wosimo hingga ke Kampung Wombu. Untuk kembali ke Wasior, mereka

biasanya harus menyewa helikopter. Sekali terbang, satu jamnya harus membayar Rp.

54 juta dan minimal 3 jam (Sadewo, 2014).

Berbagai Kebijakan untuk Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan.

Bila memperhatikan masing-masing RPJMD, maka pemerintah daerah ketiga

kabupaten tersebut secara kasat mata telah berusaha membangun bidang kesehatan.

Pemerintah Kabupaten Kepulauan Mentawai telah mengusahakan pembangunan

fasilitas kesehatan di setiap kecamatan. Bekerja sama dengan warga masyarakat,

khususnya kepala desa, mereka mengembangkan pustu (puskesmas pembantu).

Rumah Pustu dikerjakan oleh penduduk setiap pustu terdapat seorang perawat. Hal

yang serupa juga dilakukan oleh Dinas Kesehatan Pemkab Tojo Una-una dan Pemkab

Teluk Wondama. Pemerintah Kabupaten Tojo Una-una menempatkan minimal satu

orang perawat setiap pustu dan sebagian besar lainnya telah diisi juga dengan bidan.

Dinas Kesehatan Pemkab Teluk Wondama berkoordinasi dengan kepala-kepala suku

kampung dan kepala suku besar untuk menyiapkan lahan untuk didirikan pustu.

Karena lahan milik suku, bukanlah hal yang mudah untuk memperolehnya, apalagi

dengan dana terbatas. Kesadaran akan arti kesehatan kepala suku telah

memudahkannya.

Untuk penyediaan dokter, ada beberapa strategi yang berbeda pada ketiga

pemKabupaten Karena otonomi daerah, Pemkab Kabupaten Kepulauan Mentawai

berani mengkontrak dokter di luar program PTT dari Kementerian Kesehatan,

terutama dokter spesialis. Pada tahun 2013, dokter spesialis dikontrak dengan gaji di

atas 15 juta dan 10 juta untuk dokter umum. Untuk memotivasi pelayanan, pemkab

membuat standar perjalanan dinas yang berbeda. Mengingat resiko yang harus

ditanggung, maka lumpsum bisa mencapai 500 ribu per hari. Hal ini tidak dilakukan

Page 142: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |469

oleh Pemkab Tojo Una-una dan Pemkab Teluk Wondama. Kedua pemkab ini lebih

bergantung pada program PTT. Pemkab Teluk Wondama juga memberikan tunjangan

kemahalan pada petugas di wilayah terpencil.

Persoalan transportasi diatasi dengan berbagai strategi. Pemkab Kepulauan

Mentawai memberikan subsidi pada kapal motor yang melayani transportasi antar

pulau secara massal. Hal itu juga dilakukan pada pemkab Teluk Wondama. Hal yang

berbeda bahwa kapal motor di Kepulauan Mentawai berjalan secara ajeg, tidak

demikian di Kabupaten Teluk Wondama. Akibat bencana alam, kedua kabupaten

(Mentawai dan Teluk Wondama) memperoleh bantuan kapal layanan Puskesmas

yang canggih. Sayang, di Kabupaten Teluk Wondama hal itu tidak bisa dioperasikan

karena ketidakadaan dana pendamping dari pemKabupaten Untuk jalur darat, ketiga

pemkab hingga saat ini masih belum bisa mengatasinya.

Namun demikian, ada beberapa kebijakan yang kurang tepat. Dalam rangka

peningkatan kualitas tenaga kesehatan, Pemkab Kepulauan Mentawai memberikan

beasiswa bagi tenaga kesehatan atau pemuda-pemudi untuk bersekolah di Kota

Padang. Kenyataannya, informasi ini hanya diterima oleh orang-orang pendatang

(sasareu), hanya sedikit penduduk asli Mentawai. Akibatnya, anak-anak pendatang

pula yang menikmati. Celakanya, setelah lulus, mereka tidak kembali mengabdi di

Kepulauan Mentawai, tetapi memilih kembali ke wilayah daratan. Sementara itu,

tenaga kesehatan yang berasal dari penduduk asli enggan berdinas di permukiman

perdalaman. Mereka lebih suka tinggal di pusat kecamatan yang lebih ramai. Selain

itu, kebijakan peningkatan biaya perjalanan lebih digunakan untuk meningkatkan

kesejahteraan keluarga daripada untuk menjalankan tugas dengan penuh tanggung

jawab. Perjalanan yang sehari sering ditulis beberapa hari dan selebihnya beristirahat

di rumah. Pada awal bulan, ketika menerima gaji mereka lebih memilih untuk pergi

ke Padang. Ada satu pengalaman yang tidak menyenangkan dari peneliti. Ketika

salah satu jari tangan terkena abses (infeksi), ia tidak bisa berobat dan harus menahan

rasa sakit karena bidan pergi ke Padang selama lebih dari satu minggu.

Page 143: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

470| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Kebijakan yang tidak tepat juga terjadi pada Kabupaten Tojo Una-una.

Rekruitmen tenaga kesehatan yang sebagian besar dari luar propinsi, khususnya dari

Sulawesi Selatan, mengakibatkan kesulitan pemenuhannya. Para bidan dan perawat

yang berasal dari Sulsel itu sering mengajukan pindah mengikuti suami setelah

menjadi pegawai negeri. Di pihak lain, ketika bekerja, mereka tidak bisa menjalankan

fungsinya secara maksimal karena berbeda secara budaya, khususnya dalam bahasa.

Kesulitan berkomunikasi juga dialami oleh para dokter yang mengikuti program PTT

di kabupaten tersebut. Untuk mengatasi itu, lima tahun terakhir ini pemkab

memberikan beasiswa pada pemuda-pemudi penduduk asli, meski belum

memberikan hasil senyatanya. Hal itu terjadi karena mereka lebih memilih tinggal di

Ampana, pusat kabupaten daripada ke wilayah kepulauan atau pedalaman.

Kesulitan-kesulitan ini juga dialami oleh pemkab Teluk Wondama. Kualitas

pendidikan yang rendah menyulitkan mengirim tenaga asli untuk mengikuti

pendidikan kesehatan. Sama seperti Kabupaten Kepulauan Mentawai dan Kabupaten

Tojo Una-una, setelah selesai pun mereka lebih memilih bertugas di pusat kabupaten

daripada berdinas di tempat asalnya. Kesulitan kedua adalah terkait dengan budaya.

Apabila tenaga kesehatan merupakan orang pendatang, maka akan terkait dengan

budaya. Apabila merupakan orang pendatang, maka pada beberapa kampung

kehadirannya dianggap sebagai bencana dan harus mengganti sanksi adat bila terjadi

kematian. Oleh kepala suku, mereka biasanya diminta untuk keluar. Terakhir, ketika

tidak melakukan musyawarah dengan kepala-kepala suku setempat, pembangunan

fasilitas kesehatan menjadi sia-sia. Kasus pembangunan puskesmas di Distrik Naikere

merupakan contoh yang baik. Kepala-kepala suku kampung telah mengingatkan

bahwa tempat tersebut bukan hal yang tepat untuk pusat pelayanan kesehatan karena

jauh dari kampung. Hal itu diabaikan karena pertimbangan harga tanah yang lebih

murah. Akibatnya, hingga saat ini tempat tersebut tidak berfungsi.

PENUTUP

Ketiga kabupaten yakni Kabupaten Kepulauan Mentawai, Kabupaten Tojo

Una-una dan Kabupaten Teluk Wondama memiliki karakteristik yang kurang lebih

Page 144: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |471

sama. Diantarannya terbentuk akibat peristiwa politik seperti akibat ephoria paska

pemerintahan Suharto dan kerusuhan akibat suhu politik di daerah.

Sementara itu pembangunan fasilitas kesehatan di tiga kabupaten belum

memadai sehingga dibutuhkan upaya membangun fasilitas kesehatan. Berikutnya

adalah penyediaan tenaga kerja. Dengan kedua hal ini, promosi kesehatan akan

berjalan. Sinergitas antara petugas kesehatan dan tokoh masyarakat menjadi kunci ke-

berhasilan dari promosi kesehatan dengan cara menjalin sinergitas dengan tokoh

masyarakat yang berkedudukan khusus dalam sistem kebudayaannya terkait masalah

kesehatan.

Berbagai kebijakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan terus

diupayakan oleh pemerintah daerah setempat. Diantaranya pemerintah daerah ketiga

kabupaten tersebut telah berusaha membangun bidang kesehatan. Pemerintah

Kabupaten Kepulauan Mentawai telah mengusahakan pembangunan fasilitas

kesehatan di setiap kecamatan. Bekerja sama dengan warga masyarakat, khususnya

kepala desa, mereka mengembangkan pustu (puskesmas pembantu). Rumah Pustu

dikerjakan oleh penduduk setiap pustu terdapat seorang perawat. Hal yang serupa

juga dilakukan oleh Dinas Kesehatan Pemkab Tojo Una-una dan Pemkab Teluk

Wondama.

Untuk penyediaan dokter, ada beberapa strategi yang berbeda pada ketiga

pemerintah kabupaten karena otonomi daerah, Pemkab Kabupaten Kepulauan

Mentawai berani mengkontrak dokter di luar program PTT dari Kementerian

Kesehatan, terutama dokter spesialis.

Meski demikian, kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaan program kesehatan di

tiga kabupaten tersebut tentu ada diantaranya adalah persoalan transportasi, kualitas

pendidikan tenaga kesehatan dan budaya.

Page 145: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

472| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

DAFTAR PUSTAKA

Indikator Indonesia Sehat.2010. Jakarta : Kemenkes RI

Indikator Indonesia Sehat. 2014. Jakarta : Kemenkes RI

Profil Dinas Kesehatan Kabupaten Kepulauan Mentawai. 2013. Kepulauan Mentawai

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI

Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2010. 2011. Jakarta: Kementerian Kesehatan

Rasio Puskesmas di Indonesia Tahun 2013. 2015. Jakarta: Kementerian Kesehatan

RI.

Survei Potensi Desa (Podes). 2014. Jakarta : Kemenkes RI

https://sirusa.bps.go.ig/imdex.php?r=indikator/view&id=48 diakses tanggal 24 Juli

2016

https://www.bps.go.id/Subjek/view/id/26 diakses tanggal 24 Juli 2016

http://indonesia.ucanews/2013/01/23/62-juta-warga-indonesia-tidak-memiliki-akses-

kesehatan diakses tanggal 20 Juli 2016

https://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_Kepulauan_Mnetawai_2010 diakses

tanggal 12 Juli 2016

https://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_Wasior_2010 diakses tanggal 12 Juli 2016

https://www.tribunnews.com/regional/2013/11/13/banjir-bandang-terjang-wasior-

dua-orang-hilang diakses tanggal 12 Juli 2016

http://indonesia.ucanews/2013/01/23/62-juta-warga-indonesia-tidak-memiliki-akses-

kesehatan diakses 20 Juli 2016

https://id.wikipedia.org/wiki/Gempa_bumi_Kepulauan_Mentawai_2010 diakses 12

Juli 2016

https://id.wikipedia.org/wiki/Banjir_Wasior_2010 diakses 12 Juli 2016

Page 146: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |473

RENCANA AKSI DAERAH PENANGANAN PENYANDANG MASALAH

KESEJAHTERAAN SOSIAL DI KABUPATEN NGANJUK

Ita Mardiani Zain

Dosen Jurusan Pendidikan Geografi, Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Universitas

Negeri Surabaya

Abstrak

Rencana aksi daerah diharapkan terjaminnya suatu perlindungan sosial bagi kelompok

yang rentan dan kurang beruntung atau PMKS. Metode yang digunakan dalam penelitian

ini adalah dengan cara survey primer dan survey sekunder. Kondisi masyarakat yang

masih banyak tergolong pada PMKS mengharuskan negara hadir ke tengah-tengah

masyarakat untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi. Stakeholder harus dilibatkan

semua untuk menangani PMKS. Kegiatan yang dihadirkan juga harus mendapatkan

monitoring dan evaluasi yang berkala sehingga ada pelaporan kemajuan setiap saat.

Kata kunci: PMKS, kesejahteraan, kemiskinan

PENDAHULUAN

Sebagaimana Undang-undang No.11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan

Sosial, menyatakan bahwa pembangunan kesejahteraan sosial merupakan usaha

berbagai bentuk intervensi dan pelayanan sosial untuk memenuhi kebutuhan

manusia dalam mencegah dan mengatasi permasalahan sosial serta memperkuat

institusi-institusi yang bergerak dibidang kesejahteraan sosial. Pembangunan

kesejahteraan sosial lebih menekankan pada keberfungsian sosial manusia dengan

focus utama pada kelompok yang kurang beruntung atau mengalami masalah

sosial dalam kehidupan masyarakatnya.

Beberapa permasalahan penyandang masalah sosial di Kabupaten Nganjuk

seperti fakir miskin, lanjut usia, penyandang disabilitas, anak terlantar, korban

bencana alam, pengemis, gelandangan, anak jalanan dll masih memerlukan

pendekatan secara struktural dan model penanganan masalah kesejahteran sosial

yang situasional, parsial, residual yang dilakukan oleh organisasi – organisasi

Page 147: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

474| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

sosial selama ini masih diperlukan akan tetapi masih belum memenuhi

harapan/belum memadai. Terhadap permasalahan tersebut diatas, diperlukan

pemahaman yang mendalam terhadap (1) perkembangan situasi lingkungan

strategis baik lokal, nasional, regional, maupun global, (2) kondisi dan

permasalahan sosial yang dihadapi (3) kemampuan dan realisasi pembangunan

kesejahteraan sosial, serta (4) tantangan ke depan dan tindak lanjut yang harus

dilakukan.

Pembangunan kesejahteraan sosial di Kabupaten Nganjuk dipandang

sebagai bagian tidak terlepaskan dari komitmen pemerintah daerah dalam rangka

implementasi Visi dan Misi Kabupaten Nganjuk sebagaimana tertuang dalam

RPJMD Kabupaten Nganjuk Tahun 2014-2018 masih cukup tingginya angka

penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dimana pembangunan

kesejahteraan sosial merupakan agenda penting di dalam pembangunan di

Kabupaten Nganjuk.Oleh karena itu Pemerintah Kabupaten Nganjuk harus terus

berupaya memacu pembangunan kesejahteraan sosial dengan sasaran

meningkatkan kualitas dan jangkauan palayanan sosial melalui berbagai program

yang benar-benar mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Pembangunan kesejahteraan sosial dapat terlaksana dengan efektif jika memiliki

arah yang jelas dan terukur kinerjanya. Oleh karena itu dipandang perlu menyusun

Rencana Aksi Daerah Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Kabupaten

Nganjuk 2016-2018.

Penyusunan RAD-PMKS akan dijadikan dokumen operasional yang

menyatukan pembangunan kesejahteraan sosial dalam rangka mewujudkan SDM

berkualitas sebagai modal sosial pembangunan. Selanjutnya dokumen ini

diharapkan dapat menjadikan panduan dan acuan bagi para pemangku

kepentingan baik instansi pemerintah di Kabupaten Nganjuk, swasta,

BUMN/BUMD, perguruan tinggi, serta masyarakat.

A. PMKS dan Pembangunan di Kabupaten Nganjuk

Page 148: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |475

Menurut Permensos No. 08 tahun 2012 tentang Pedoman pendataan dan

pengelolaan data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan

Sumber Kesejahteraan, Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS)

adalah perseorangan, keluarga, kelompok, dan/atau masyarakat yang karena suatu

hambatan, kesulitan, atau gangguan, tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya,

sehingga tidak dapat terpenuhi kebutuhan hidupnya baik jasmani, rohani, maupun

sosial secara memadai dan wajar.

PMKS juga mendapat perhatian khusus untuk penanggulangannya dalam

program PBB yang disebutMillenium Development Goals (MDGs). Program

MDGs merekomendasikan adanya hak-hakdasar manusia yang harus terpenuhi

secara layak untuk menempuh dan mengembangkan kehidupan yang bermartabat.

Hal ini juga sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai MDG’s yaitu:

1. Memberantas kemiskinan dan kelaparan

2. Mewujudkan pendidikan dasar bagi semua

3. Mendorong kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan

4. Mengurangi tingkat kematian anak

5. Meningkatkan kesehatan ibu

6. Memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit lain

7. Menjamin kelestraian lingkungan

8. Mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan

Pembangunan Kabupaten Nganjuk Tahun Anggaran 2016 -2018, pada

bidang sosial diprioritaskan untuk peningkatan kualitas SDM dan aparat bidang

kesejahteraan kemandirian para PMKS, peningkatan profesionalisme pembinaan

potensi dan sumber kesejahteraan sosial, peningkatan pengetahuan dan

keterampilan penanganan masalah kesejahteraan sosial, serta peningkatan

kepedulian sosial.

Page 149: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

476| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Pada bidang tenaga kerja di prioritaskan untuk perluasan kesempatan kerja

melalui penyebaran informasi dan perencanaan tenaga kerja, penempatan tenaga

kerja, perluasan kesempatan berusaha, pemagangan dan pelatihan, kelembagaan,

pengawasan dan perlindungan serta peningkatan kesejahteraan tenaga kerja.

Pelaksanaan pembangunan di bidang sosial tenaga kerja dan transmigrasi di

daerah disesuaikan dengan sumberdaya serta kondisi lingkungan setempat secara

terpadu sehingga dari hasil pembangunan dapat meningkatkan kesejahteraan

sosial, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan kuantitas dan kualitas

dalam rangka pengembangan kegiatan ekonomi di Kabupaten Nganjuk.

METODE

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan cara survey

primer yaitu diskusi terfokus dan penyebaran form masalah PMKS bersama

SKPD terkait dan diskusi bersama tim teknis yang sudah terbentuk. Yang kedua

adalah survei sekunder dilakukan untuk mendapatkan data dan informasi yang

tidak dapat diperoleh dengan menggunakan survey primer. Sumber data berasal

dari literature berupa buku, jurnal, maupun artikel pada internet yang dapat

dipercaya. Sedangkan sumber data dan survey intansi diperlukan untuk

mendapatkan data mengenai kondisi wilayah studi.

Metode analisis data menggunakan analisis kependudukan, analisis rasio

sumber daya manusia dalam penanganan PMKS, analisis peningkatan kualitas

hidup dan perlindungan bagi PMKS, analisis peningkatan sarana dan prasarana

pelayanan kesejahteraan sosial, analisis pemberdayaan usaha ekonomi produktif

bagi PMKS, analisis manajemen modal penanganan PMKS, analisis pelayanan

bantuan dasar dan pemberdayaan PMKS, analisis SWOT penyandang masalah

kesejahteraan sosial di Kabupaten Nganjuk, analisis IFAS-EFAS PMKS

Kabupaten Nganjuk.

PEMBAHASAN

Page 150: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |477

Kondisi masyarakat Kabupaten Nganjuk yang sebgaian besar

bermatapencaharian petani masih banyak yang tergolong sebgai masyarakat

miskin. Pengentasan hal tersebut diperlukan adanya komitmen pemerintah untuk

membantu memberdayakan secra ekonomi masyarakat miskin, penyandang cacat,

fakir miskin, anak terlantar, anak jalanan dan kelompok rentan sosial lainnya dan

meningkatkan prakarsa dan peran aktif masyraakat termasuk masyrakat mamapu,

dunia usaha, perguruan tinggi dan organisasi sosial/LSM dengan memberikan

bantuan sosial, bantuan permodalan dan bantuan pendidikan dan pelatihan

ketrampilan agar mampu dan mandiri. Indikator yang dapat digunakan untuk

melihat kondisi sosial masyarakat salah satunya adalah keberadaan sarana sosial

dan PMKS (penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial).

Populasi Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) di

Kabupaten Nganjuk Tahun 2013 berjumlah 84.531 jiwa. Berdasarkan data Dinas

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Nganjuk persentase penyandang

masalah kesejahteraan masyarakat terus mengalami peningkatan sejak tahun

2008-2012. Jenis PMKS dengan populasi terbanyak yaitu fakir miskin sebanyak

63.657 jiwa, lanjut usia terlantar sebnayak 9.829 jiwa. Berikut tabel 1 jenis PMKS

di Kabupaten Ngajuk Tahun 2013.

Upaya penanggulangan kemiskinan dan pengangguran akan lebih

mempunyai kemampuan untuk optimal dan lestari apabila stakeholder ditingkat

basis dilibatkan secara optimal. Pelibatan stakeholder ini sangat penting untuk

memberikan keterjaniman ketepatan sasaran dan kontrol pelaksanaan program

sekaligus optimalisasi sumber-sumber lokal. Pelembagaan dalam arti yang lebih

dalam adalah diperlukanya suatu pihak yang merupakan kelompok peduli yang

terdiri dari berbagai pihak mewakili unsur pemerintah (kelurahan) tokoh

masyarakat dan lembaga masyarakat (LPMK/PKK dan lembaga keagamaan atau

sosial) dan pelaku usaha yang memdudukan diri sebagai pihak peduli dalam

Page 151: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

478| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

rangka penangglangan kemiskinan dan penganguran. Fungsi kelembagaan

ditingkat basis ini idengtik dengan kelembagaan TKPK ditingkat Kabupaten

Nganjuk.

Tabel 1. Jenis PMKS di Kabupaten Ngajuk Tahun 2013

Pelembagaan kelompok keluarga atau penduduk miskin dengan

ikatankebersamaan usaha merupakan syarat mutlak untuk pemberdayaan ekonomi

No. Jenis PMKS Jumlah

1 Anak balita terlantar 708

2 Anak terlantar 1605

3 Anak yang berhadapan dengan hukum 4

4 Anka jalanan 23

5 Anak dengan kedisabilitas 742

6

Anak yang menjadi korban tindak kekerasan /

perlakuan salah 9

7 Anak yang memerlukan perlindungan khusus 12

8 Lanjut usia terlanatar 9829

9 Penyandang disabilitas 4347

10 Tuna susuila 53

11 Gelandangan 65

12 Pengemis 96

13 Pemulung 47

14 Kelompok minoritas 4

15 Bekas warga binaan lemabga pemasyarakatan 188

16 Orang dengan HIV/AIDS 5

17 Korban penyalahgunaan NAPZA 30

18 Korban trafficking 0

19 Korban tindak kekerasan 23

20 Pekerja migran bermasalah sosial 3

21 Korban bencana alam 24

22 Fakir miskin 122

23 Perempuan Rawan Sosial Ekonomi 2786

24 Fakir miskin 63657

25 Keluarag bermasalah sosial psikologis 149

26 Komunitas adat terpencil 0

Jumlah 84531

Page 152: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |479

keluarga miskin. Kelompok-kelompok ditumbuhkan dalam basis komunitas

sehingga dalam masing-masing kelurahan dimungkinkan ditumbuhkan beberapa

kelompok usaha.

Bagan 1. Kerangka Penyebab PMKS

Untuk menanggulangi berbagai PMKS yang terjadi di Kabupaten Nganjuk

tersebut maka perlu adanya mekanisme pelaksanaan rencana aksi daerah.

Pelaksanaan kegiatan RAD-PMKS di Kabupaten Nganjuk didasarkan atas adanya

kerjasama antara stageholder antara pemangku kebijakan, instansi terkait, dan

partisiasi dari masyarakat. Unsur yang terpenting dalam mekanisme pelaksanaan

adalah hubungan kerjasama, koordinasi, serta intergrasi pada setiap elemen

terkait. Secara umum mekanisme kerja adalah sebagai berikut.

Page 153: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

480| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

1. Dilakukan pertemuan koodinasi perencanaan sebagai awal dari pelaksanaan;

2. Dilakukan pertemuan penentuan prioritas baik prioritas daerah, sasaran,

maupun jenis kegiatan; dan

3. Dilakukan pertemuan koordinasi untuk membahas tantangan, proses, dan

sebagi factor yang terjadi pada saat pelaksanaan.

Berikut merupakan peran serta tugas yang digunakan sebagai acuan bagi

SKPD dalam pelaksanaan tugasnya.

Tabel 2. Logical Framework RAD PMKS Kabupaten Nganjuk

No. Pelaksanan Input Output

1. Dinas Kependudukan

dan Pencatatan Sipil

Pendataan penyandang masalah kesejahteraan social Tersedianya informasi dan teknologi

bagi Dinas Sosial Kependudukan dan

Catatan Sipil, memudahkan

memperoleh akses terhadap informasi

global.

2. Dinas Sosial, Tenaga

Kerja, dan Transmigrasi

Pembinaan organisasi social Adanya sarana, prasarana serta

anggaran honor pendamping

sehingga memudahkan pelaksananaan

pemberian pelayanan kepada PMKS

Pemberdayaan karang taruna

Pemantapan Pekerja Sosial Masyarakat (PSM)

Pemberdayaan kelembagaan sosial atau tenaga

kesejahteraan social

Program kemsyarakatan produktif melalui

peningkatan pelayanan panti sosial

3. Dinas Perindustrian,

Perdagangan, dan

Koperasi

Pelaksanaan kelompok usaha bersama(KUBE)

Peningkatan kemitraan antara

pemerintah dengan swasta,

masysrakat dalam pelayanan

sosialkelompok sosial ekonomi Memberikan sarana informasi seluas-luasnya bagi

pendamping untuk mitra kerjasama/pelatihan

teknis/pembinaan dari dinas/instansi terkait

Menggerakkkan kegiatan ekonomi yang berpeluang

menciptakan lapangan kerja baru

4. Dinas Kesehatan,

Badan Pemberdayaan

Perempuan dan

Perlindungan Anak

Jumlah anak balita terlantar yang medapatkan

bantuan kesehatan

Pengoptimalan kualitas hidup

masyarakat penyandang masalah

social mealui peningkatan kualitas

hidup selaras dengan kebijakan

pemerintah terkait ketentuan pokok

ksejahteraan sosial

Jumlah anak terlantar , anak yang berhdapan dengan

hokum, anak jalanan, anak tindak kekerasan, dan

anak yang memerlukan perlindungan khusus yang

mendapatkan pembinaan dan pendidikan

Jumlah masyarakat penyandang disabilitas yang

mendapatkan bantuan kesehan dan alat bantu

kecacatan

Jumlah gelandangan, pengemis, pemulung,

kelompok minoritas, lanjut usia terlantar yang

mendpaatkan bantuan

Jumlah masyarakat ODHA dan korban

penyalahgunaan NAPZA yang mendapatkan

bimbingnan dan penyuluhan

Jumlah korban bencana alam yang mendapatkan

bahan makanan

Jumlah korban trafficking, tindak kekerasan, dan

Page 154: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |481

No. Pelaksanan Input Output

pekerja migran bermasalah social yang mendapatkan

bantuan

Jumlah fakir miskin dan perempuan rawan social

ekonomi yang mendapatkan bantuan

Jumlah warga binaan lembaga kemasyarakatan,

kelurga bermasalah social psikologis, dan komunitas

adat terpencil yang mendapatkan pembinaan

Jumlah panti asuhan yang mendapatkan pembinaan

(18 panti asuhan)

Jumlah kecamatan yang akan dikembangkan

kelembagaan pada Kabupaten Nganjuk

5. Dinas Koperasi dan

UKM

Jumlah masyarakat yang menjadi sasaran usaha

ekonomi produktif

Peningkatan pemberdayaan

perekonomian masyarakat kecil

menegah dalam rangka peningkatan

kulitas hidup masyarakat sesuai

ketentuan peraturan perundang

undangan terkait kesejahteraan sosial

Jumlah masyarakat dalam mengikuti pelatihan

ketrampilan pengrajin

Jumlah IKM yang mendapatkan pembinaan

Jumlah masyarakat yang mendapatkan pelatihan

dalam bidang kemasan produksi

Jumlah masyarakat yang mengikuti pelatihan

pembenahan

Untuk menjamin tercapainya target kinerja yang akan ditetapkan dalam

RAD-PMKS 2016-2018 Kabupaten Nganjuk, maka perlu dilakukan pemantau dan

evaluasi. Pemantauan difokuskan pada kegiatan yang sedang dilaksanakan agar

secepatnya dapat diketahui kelemahan untuk segera diantisipasi. Sedangkan

evaluasi dilakukan untuk melihat hasil yang dicapai dengan rencana target yang

telah ditentukan.

Tujuan pemantauan dan evaluasi sebagai berikut: (1) Memberikan masukan

terhadap pelaksana untuk mengatasi hambatan yang dihadapi oleh pelaksana kegiatan; (2)

Menyediakan sumber informasi tentang pelaksanaan pencapaian target PMKS; dan (3)

Sebagai salah satu dasar dalam perumusan kebijakan dibidang PMKS.

Pemantauan dan evaluasi merupakan kegiatan rutin dan dapat dilakukan

secara berjenjang dan terjadwal oleh tim khusus.Pemantauan dan evaluasi internal

dilaksanakan melalu pendekatan partisipatif berbasiskan program dan kegiatan

untuk menilai perkembangan dan capaian pelaksanaan kegiatan

Page 155: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

482| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Indikator utama yang dikukur adalah indicator yang telah dihasilkan dari

tahap awal perencanaan dan menjadi tolak ukur efektifitas pelaksanaan kegiatan.

Pelaksanaan dan evaluasi dapat berjalan sesuai dengan tujuannya, bilaman asetia

SKPD hendaknya menyiapkan beberapa kelengkapan yaitu evaluasi SKPD,

Rencana Strategis (Renstra), rencana program, kegiatan, dan anggaran, serta

pelaporan hasil kegiatan selama satu periode tertentu.

PENUTUP

Rencana Aksi Daerah (RAD) ini disusun sebagai acuan dalam rangka

melaksanakan penangulangan PMKS yang diharapkan dapat menjadi panduan

bagi para pengelola dan pelaksana program dengan instansi terkait yang dilakukan

secara bersama dan berkesinambungan untuk kurun waktu yang telah ditentukan.

Berhasilnya penanggulangan PMKS di Kabupaten Nganjuk diperlukan

komitmen yang kuat konsisten dan konsekuen dari semua pihak baik dari unsur

Pemerintah, Swasta dan Masyarakat. Rencana Aksi Daerah PMKS ini akan

dijabarkan dan dilaksanakan melaui program dan kegiatan tahunan dari masing-

masing SKPD.

DAFTAR PUSTAKA

Kabupaten Nganjuk Dalam Angka 2015

Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 111 / HUK / 2009 Tentang

Indikator Kinerja Pembangunan Kesejahteraan Sosial

Pola Dasar Pembangunan Kesejahteraan Sosial Jawa Timur

Policy Brief Standar SDM Kesos-Staf Ahli Bidang Dampak Sosial

Profil Daerah di Jawa Timur 2007-2011

Rekapitulasi Jumlah Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Kabupaten

Nganjuk Tahaun 2013

RPJMD Kabupaten Nganjuk 2014-2018

RPJMD Provinsi Jawa Timur

Page 156: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |483

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN BERBASIS EKOLOGI

(EKOWISATA) DALAM RANGKA IMPLEMENTASI PEMBANGUNAN

BERKELANJUTAN

Agus Sutedjo

Dosen ProdiPendidikan Geografi FISH Universitas Negeri Surabaya

Abstrak

Objek-objek wisata yang mempunyai daya tarik tinggi dengan segenap potensinya perlu

dikembangkan lebih lanjut dalam rangka peningkatan aktivitas ekonomi yang selanjutnya

untuk meningkatkan kesejahtaraan masyarakat. Dalam pengembangannya, diperlukan

langkah-langkah tertentu untuk mempertahankan kondisi objek wisata agar tetap lestari

keberadaannya. Kondisi yang tetap lestari berdampak pada kelangsungan kesejahteraan

masyarakat yang berkesinambungan pula.Kepariwisataan yang berkembang dapat

dipastikan akan berdampak positip ataupun negatip pada lingkunganya baik fisik

maupun non fisik sebagai akibat dari perubahan lingkungan, aktivitas wisatawan

maupun interaksi antara wisatawan dengan masyarakat lokal. Dampak negatip sedapat

mungkin diperkecil agar supaya kerusakan lingkungan yang terjadi tidak bertambah

parah. Setelah tahap pembangunan diperlukan pengelolaan yang tepat dan selalu

dilakukan evaluasi secara rutin mengingat situasi dan kondisi yang terus berkembang.

Pengembangan kepariwisataan meliputi berbagai aspek dengan menggunakan model

tertentu dan sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Untuk pengembangan dengan tujuan

kelestarian lingkungan objek wisata yang berkelanjutan sangat tepat apabila

pengembangannya berbasis ekologi, atau sering dinamakan ekowisata. Pengembangan

ekowisata pada prinsipnya menerapkan konservasi untuk meminimalkan kerusakan

lingkungan, membatasi jumlah wisatawan yang berkunjung pada suatu periode tertentu

dan adanya pelibatan masyarakat lokal.

Kata Kunci: Ekowisata, Daya Dukung, Pengembangan, Masyarakat Lokal

PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN

Pariwisata sebagai industri memerlukan arah pengembangan yang tepat

agar supaya tidak menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Objek wisata

sebagai modal utama dalam pengembangan industri pariwisata perlu dijaga

kelestariannya. Kerusakan yang terjadi pada objek wisata akan mengurangi

dayatarik wisatanya sehingga dapat berpengaruh negatip terhadap jumlah

wisatawan yang berkunjung.

Page 157: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

484| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Unsur paling mendasar dalam pengembangan kepariwisataan adalah

Daerah Tujuan Wisata (DTW) yaitu lokasi objek wisata dengan segala

pendukungnya juga sumberdaya manusia sebagai pelaku. Banyak sekali definisi

tentang DTW namun dari banyak definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa DTW

merupakan suatu tempat yang dijadikan oleh wisatawan untuk melakukan

kegiatan wisatanya dan dapat memberi kepuasan, kesenangan, dan kegembiraan.

DTW merupakan lokasi yang cukup menarik karena situasinya, atraksinya dan

hubungannya dengan lalulintas dan fasilitas kepariwisataannya sehingga

menyebabkan lokasi tersebut menjadi kebutuhan wisatawan.

Pengembangan kepariwisataan dalam hal ini dapat diartikan untuk

meningkatkan aspek kualitas maupun kuantitas atraksi dengan segala

pendukungnya baik faktor potensi fisik, sosial, ekonomi, dan budaya yang ada di

sekitar DTW. Umumnya faktor-faktor tersebut merupakan kondisi dan atraksi di

suatu daerah tujuan wisata, sementara itu terdapat hal lain yang masih diperlukan

untuk pengembangannya yakni sarana akomodasi dan transportasi. Pendit (2006)

menjelaskan bahwa terdapat 3 kebutuhan utama yang harus dipenuhi oleh suatu

daerah untuk menjadi Daerah Tujuan Wisata, yaitu: 1) memiliki atraksi dan objek

wisata yang menarik, 2) mudah dicapai dengan alat-alat kendaraan, dan 3)

tersedianya tempat untuk tinggal sementara.

Model pengembangan kepariwisataan bermacam-macam, dan untuk

memilih salah satu model merupakan pilihan yang tidak mudah untuk

menentukannya. Apabila menginginkan pengembangan kepariwisataan dengan

tujuan mendatangkan wisatawan sebanyak-banyaknya dengan memperoleh

keuntungan besar biasanya berisiko tinggi terhadap kerusakan lingkungan atau

sebaliknya dengan membatasi jumlah kunjungan wisatawan sehingga keuntungan

terbatas tetapi kondisi objek wisata akan tetap lestari. Berbagai pertimbangan

diperlukan untuk memilih salah satu model pengembangan kepariwisataan yang

diinginkan.

Page 158: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |485

DAMPAK PENGEMBANGAN KEPARIWISATAAN

Seiring dengan kepariwisataan yang berkembang di suatu lokasi kawasan

objek wisata, yang berarti manusia telah mengubah lingkungan yang ada

sebelumnya, maka perlu dipelajari segala macam akibat terjadinya perubahan

lingkungan tersebut. Hal itu dimaksudkan untuk menghasilkan langkah-langkah

tertentu, selanjutnya untuk memperkecil dampak negatip yang muncul. Akan

tetapi sebelum dikembangkan dapat dipelajari dampak yang mungkin timbul

akibat perlakuan yang direncanakan terhadap alam.

Tidak dapat dipungkiri bahwa sesuai dengan usaha pengembangan

kepariwisataan di suatu lokasi kawasan objek wisata, sedikit atau banyak akan

timbul dampak terhadap alam dan atau penduduk di sekitarnya. Dampak yang

timbul bersifat positip atau negatip, berskala besar atau kecil akibat adanya suatu

kegiatan dan kontak langsung atau tidak langsung antar wisatawan dengan

masyarakat yang menjadi mitra wisatawan. Dengan adanya kegiatan dan kontak

tersebut dapat menimbulkan perubahan terhadap lingkungan alam dan sosial

budaya masyarakat setempat akibat pengaruh wisatawan.

Kegiatan atau usaha baru yang muncul, akan membuka lapangan kerja

baru pula, dan memerlukan tenaga kerja untuk mengisi peluang tersebut. Kegiatan

ini merupakan hal yang baik apabila dapat dipenuhi oleh masyarakat setempat,

dan berakibat sebaliknya apabila tidak dapat memenuhinya. Dampak negatip yang

mungkin timbul misalnya keresahan dan kecemburuan masyarakat akibat

masyarakat hanya menjadi penonton dan memungkinkan memicu timbulnya

gangguan keamanan yang berakibat lebih lanjut terhadap kelangsungan kegiatan

kepariwisataan di suatu tempat.

Bagi masyarakat yang bersikap positip, peluang kerja ada di berbagai

sektor maupun pada berbagai tingkat kualifikasi, akan disikapi dengan cara

menambah maupun meningkatkan keahliannya dengan berbagai cara untuk

Page 159: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

486| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

menangkap peluang yang ada. Jika hal ini terjadi, di satu sisi dapat meningkatkan

kesejahteraan mereka dengan bekerja di sektor pelayanan pariwisata, namun di

sisi lain dapat meninggalkan pekerjaan sebelumnya karena kemungkinan tidak

cukup menjanjikan hasilnya. Dengan berpindahnya pekerjaan yang lebih banyak

ke sektor pariwisata, dimungkinkan terjadi persaingan usaha yang menjurus tidak

sehat dan akan merugikan mereka. Sementara bidang pekerjaan yang ditinggalkan

mereka makin tidak diminati. Hal ini sangat merugikan apabila pekerjaan yang

ditinggalkan adalah bidang penghasil bahan pokok yang berdampak pada

ketergantungan mereka pada daerah lain.

Seni tradisional, musik tradisional, adat kebiasaan maupun adat istiadat

dapat berkembang apabila masyarakat mampu berperan dalam kegiatan industri

pariwisata untuk menjadikan atraksi yang lebih menarik bagi wisatawan.

Sebaliknya akan terjadi kepunahan apabila masyarakat setempat tidak mampu

mengembangkan menjadi hal yang menarik justru tertarik pada sesuatu yang

berasal dari luar lingkup mereka.

Pariwisata telah berkembang menjadi salah satu kegiatan yang cukup

besar karena melibatkan industri pariwisata, seperti perusahaan transportasi,

akomodasi, katering, jasa, dsb. Perkembangan yang cukup pesat sering

menimbulkan masalah dengan munculnya dampak negatip secara ekologis, sosial

ekonomi dan budaya yang disebabkan karena pariwisata yang berkembang lebih

bersifat masal, tidak ramah lingkungan dan tidak melibatkan penduduk lokal.

Ditinjau dari aspek ekologi, dampak negatip yang mungkin timbul adalah

kerusakan atau perubahan bentang darat (landscape), perubahan ekosistem

maupun keanekaragaman hayati karena hanya menitikberatkan pada keuntungan

ekonomi. Hal ini terjadi pada pariwisata masal (konvensional), yakni terjadi

peningkatan jumlah kedatangan wisatawan yang berarti peningkatan keuntungan

ekonomi sehingga mendorong pembangunan fasilitas wisata untuk memenuhi

kebutuhan wisatawan yang selelu meningkat. Namun kadang-kadang

Page 160: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |487

pembangunan tidak ramah terhadap lingkungan penduduk lokal dan dapat

menimbulkan tekanan yang berat bagi lingkungan di lokasi wisata (Fennel,1999).

Pada lokasi objek wisata yang berkembang, transportasi dan jumlah

wisatawan akan meningkat sehingga dapat menimbulkan perubahan kualitas

udara, tanah, air, maupun kesehatan manusia melalui polusi yang terjadi. Aktivitas

wisatawan dapat mempengaruhi tanah dan tanaman sehingga terjadi perubahan

habitat dan populasi jenis kehidupan. Dimungkinkan pula terjadi proses urbanisasi

yang akan merubah struktur penduduk di tempat tersebut yang berakibat daya

dukung lingkungan terlampaui sehingga memerlukan berbagai tambahan sumber

energi, pangan, air, maupun tanah. Dengan demikian, industri pariwisata yang

melibatkan banyak aspek kegiatan dapat menimbulkan dampak negatip terhadap

lingkungan, baik lingkungan biotik mapupun abiotik. Untuk mengatasi hal itu

diperlukan langkah-langkah tertentu dalam pengembangan kepariwisataannya.

Aktivitas dari wisatawan yang berjumlah banyak seringkali melebihi

kapasitas daya dukung lingkungan sehingga menimbulkan kerusakan lingkungan,

terlebih lagi dengan adanya polusi udara, air dan tanah akibat sampah dan

transportasi. Kerusakan lingkungan ini akan menurunkan keindahan objek wisata

yang akhirnya akan mengurangi kemampuan lokasi wisata dalam memberikan

keuntungan ekonomi melalui berkurangnya wisatawan yang berkunjung

(Lindberg, 2002).

Pada aspek ekonomi, banyak devisa yang digunakan untuk pengembangan

pariwisata dengan mengimport berbagai kebutuhan untuk fasilitas wisata bagi

keperluan wisatawan asing, ini banyak terjadi di negara berkembang. Namun

secara makro, keuntungan yang diterima hanya semu karena valuta asing yang

masuk dan belanja wisatawan asing lebih kecil daripada untuk mengimpor

barang-barang kebutuhan wistawan (Hitchcock, 1999).

Page 161: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

488| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Penyerapan tenaga kerja tidak menguntungkan bagi penduduk lokal,

karena ketidak sesuaian antara kebutuhan dengan persediaan. Sektor pariwisata

lebih mengutamakan tenaga kerja siap pakai dengan standar pendidikan,

ketrampilan dan pekerjaan tertentu. Akibatnya masyarakat lokal akan sulit terlibat

dalam kegiatan pariwisata (Pearche & Buttler, 1999).

Hilangnya mata pencaharian penduduk lokal secara permanen akibat

lahan-lahan yang sebelumnya digunakan untuk bekerja beralih fungsi untuk

kegiatan wisata dan hal itu tidak mutlak bagi penduduk lokal untuk beralih

pekerjaan. Sektor pariwisata hanya aktif pada musim liburan, hal ini membuat

penduduk lokal menganggur pada musim sepi pengunjung (bukan musim liburan).

Pada aspek sosial budaya, terjadi pengaruh budaya asing ke dalam budaya

lokal yang kadang-kadang tidak sesuai sehingga terjadi perubahan kebiasaan

hidup masyarakat yang buruk akibat interaksi antara penduduk lokal dengan

wisatawan.

EKOWISATA

Akhir-akhir ini telah berkembang dan banyak dikaji dalam dunia

kepariwisataan yaitu ekowisata. Pada dasarnya ekowisata merupakan kegiatan

wisata yang berhubungan dengan alam namun berbeda dengan wisata alam,

sifatnya juga berbeda dengan jenis pariwisata yang lain yaitu pariwisata yang

bersifat tidak masal. Aktivitas pada ekowisata hanya melibatkan wisatawan dalam

jumlah terbatas dengan maksud untuk menghindari dampak negatip dari aktivitas

wisatawan terhadap lingkungan objek wisata.

Wisata alam pada dasarnya merupakan kegiatan pariwisata yang

atraksinya adalah alam, dalam hal ini wisatawan melakukan sesuatu maupun

menyaksikan sesuatu terhadap alam tanpa memperhatikan akibat yang mungkin

timbul dari kegiatannya. Untuk dapat membedakan wisatawan alam dengan

ekowisata dapat diketahui dari karakteristik ekowisatanya, yakni: 1) memberikan

dampak negatif yang paling minimum bagi lingkungan dan masyarakat lokal, 2)

Page 162: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |489

meningkatkan kesadaran dan pengetahuan baik pada pengunjung maupun

penduduk lokal, 3) berfungsi sebagai lahan untuk pendidikan dan penelitian baik

untuk penduduk lokal maupun pengunjung, 4) semua elemen yang terlibat harus

memberi dampak positip berupa konstribusi langsung untuk kegiatan konservasi,

5) memaksimalkan partisipasi masyarakat local dalam pengelolaannya, 6)

memberi manfaat ekonomi bagi penduduk lokal berupa kegiatan ekonomi

tradisional.

Ekowisata sebagai wisata berbasis alam yang berkelanjutan dengan fokus

pada pengalaman pendidikan tentang alam, dikelola dengan sistem pengelolaan

tertentu dan memberikan dampak negatip paling rendah pada lingkungannya,

tidak konservatif dan berorientasi lokal (Fennel, 1999).

PENGEMBANGAN EKOWISATA.

Sehubungan dengan dampak negatip yang muncul, perlu diciptakan

pariwisata yang dapat memberi manfaat kepada penduduk lokal. Pengembangan

wisata alternatif yang dapat memenuhi tuntutan secara ekonomis, sosiokultural

pada penduduk lokal maupun tuntutan secara ekologis adalah kegiatan pariwisata

berkelanjutan.

Konsep pariwisata berkelanjutan menurut World Tourism Organization

(2002) memfokuskan sebagai kegiatan wisata yang mempertemukan kepentingan

pengunjung dan penerima dengan menjaga kesempatan bagi generasi mendatang

untuk dapat pula menikmati wisata ini. Untuk itu diperlukan adanya sebuah

pengelolaan tertentu atas lingkungan dan sumberdaya yang tersedia agar dapat

memenuhi kepentingan ekonomi, sosial dan estetika dan tetap menjaga integritas

budaya, proses ekologis yang penting, keanekaragaman hayati dan sistem

pendukung kehidupan.

Page 163: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

490| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Didapati banyak konsep tentang pariwisata berkelanjutan dan secara

umum mempunyai kesamaan. Hidayati (2003) menjelaskan bahwa kegiatan

wisata dianggap berkelanjutan apabila memenuhi syarat: 1) Secara ekologis

berkelanjutan, yakni pembangunan pariwisata tidak menimbulkan efek negatip

bagi ekosistem setempat. Selain itu, konservasi merupakan kebutuhan yang harus

diupayakan untuk melindungi sumberdaya alam dan lingkungan dari efek negatip

kegiatan wisata. 2) Secara sosial dapat diterima yaitu mengacu pada kemampuan

penduduk lokal untuk usaha pariwisata tanpa menimbulkan konflik sosial. 3)

Secara kebudayaan dapat diterima, yakni masyarakat lokal mampu beradaptasi

dengan budaya wisatawan yang berbeda. 4) Secara ekonomis menguntungkan,

yaitu keuntungan yang didapat dari kegiatan pariwisata dapat meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

Pengembangan atau pembangunan kawasan wisata berwawasan

lingkungan adalah aspek lain yang memperhatikan pengembangan berkelanjutan.

Cara tersebut sering dinamakan pengembangan ekowisata. Pada prinsipnya,

pengembangan ekowisata memperhatikan kelestarian lingkungan dan berorientasi

pada masyarakat lokal, atau memperkecil efek negatip dari kegiatan wisata baik

secara ekologis maupun yang berkaitan dengan partisipasi masyarakat lokal,

selain itu juga tidak mengurangi atau merusak sumberdaya alam.

Untuk pengembangan ekowisata yang berkelanjutan dan berbasis

masyarakat diperlukan adanya sistem pengelolaan terpadu. Sistem ini melibatkan

adanya sistem perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan evaluasi yang mampu

mengintegrasikan semua kepentingan stake holders seperti pemerintah,

masyarakat lokal, pelaku bisnis pariwisata, peneliti, akademisi, wisatawan,

Lembaga Swadaya Masyarakat, dan sebagainya.

Pada sistem pengelolaan terpadu diperlukan sinergi antara pengelola

wisata dengan wisatawan (Fennel, 1999). Sisi pengelola terdiri dari operator

wisata, pengelola sumberdaya dan pemberdayaan masyarakat, sedangkan dari sisi

wisatawan meliputi pemasaran, pengelolaan wisatawan dan perilaku wisatawan.

Page 164: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |491

Selanjutnya Fennel (1999) menjelaskan bahwa operator wisata harus

menyediakan semua keperluan wisatawan dan menyampaikan semua informasi

yang berkaitan dengan kegiatan ekowisata, memastikan terdapat kegiatan

konservasi yang dapat dilakukan wisatawan. Pengelola sumberdaya bertugas

mengelola secara profesional atas sumberdaya yang ada di kawasan wisata

sehingga lingkungan alam dan budaya terlindungi, memperkecil dampak negatif

dalam pengembangannya. Pemberdayaan masyarakat yang merupakan pengelola

wisata bertujuan meningkatkan kualitas sumberdaya masyarakat lokal melalui

berbagai cara sehingga masyarakat lokal mampu membuat keputusan sendiri

dalam pengembangan ekowisata.

Dari sisi wisatawan, pemasaran kepada wisatawan perlu menyampaikan

informasi secara tegas bahwa kawasan wisata yang disampaikan merupakan

kawasan ekowisata yang berbeda dengan kawasan wisata konvensional. Hal ini

otomatis dapat digunakan sebagai filter bagi wisatawan yang datang, yakni hanya

wisatawan yang peduli pada kelestarian lingkungan sehingga lingkungan dapat

terjaga kelestariannya. Pengelolaan wisatawan dimaksudkan untuk membatasi

jumlah wisatawan sehingga tidak melampaui daya dukung lingkungannya.

Mengingat pola jumlah kunjungan wisatawan yang bersifat musiman, maka perlu

pengelolaan sumberdaya masyarakat perlu dilakukan. Pada saat liburan dapat

disajikan atraksi budaya lebih sering, namun pada saat itu pembatasan jumlah

wisatawan tetap dilakukan. Dengan pengaturan seperti itu masyarakat lokal dapat

bekerja di sektor lain di luar bidang kepariwisataan pada saat sepi pengunjung.

Perilaku wisatawan dapat berpengaruh terhadap kelestarian lokasi ekowisata,

dalam pengelolaannya perlu ditekankan kepada wisatawan bahwa kegiatan wisata

yang dilakukan hanya kegiatan yang telah ditentukan dalam paket kegiatan

ekowisata yakni mencintai dan melindungi lingkungan serta memperhatikan

kesejahteraan masyarakat lokal. Perilaku positip wisatawan pada lingkungan

Page 165: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

492| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

berpengaruh terhadap pemahaman penduduk lokal karena dalam kegiatan

ekowisata akan terjadi interaksi antara wisatawan denga masyarakat lokal.

Pengembangan ekowisata akan memberdayakan masyarakat lokal melalui

kegiatan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja yang ditimbulkan oleh aktivitas

ekowisata. Pola ekowisata akan secara simultan melestarikan flora, fauna, sosial

budaya masyarakat lokal dan secara ekonomi sangat menguntungkan. Dari sisi

ekonomi kekayaan flora dan fauna serta keberadaan kawasan konservasi akan

menciptakan kegiatan ekonomi dan lapangan kerja. Keuntungan ekonomi yang

besar dapat digunakan untuk upaya konservasi sumberdaya alam. Sedangkan

keterlibatan masyarakat dalam aktivitas ekowisata akan menjamin keamanan dan

keberadaan sumberdaya alam tersebut.

Wood (2002) mengatakan bahwa pengembangan lokasi kawasan wisata

menjadi lokasi kawasan ekowisata dikatakan berhasil apabila masih menunjukkan

karakter : 1) keaslian alam terpelihara dengan pemanfaatan yang terjaga, 2)

pengembangan landscape tidak mendominasi, 3) pemanfaatan bisnis lokal dalam

skala kecil (warung makanan atau kerajinan tangan), 4) pembuatan zonasi untuk

kegiatan rekreasi dapat dimanfaatkan oleh penduduk lokal dan wisatawan, 5)

pengembangan berbagai events dan atrkasi yang menampilkan budaya lokal, 6)

pembanguan fasililitas umum yang bersih dan terjaga baik yang dapat

dimanfaatkan oleh penduduk lokal dan wisatawan, 7) interaksi bersahabat antara

pengunjung dan penduduk lokal di lokasi wisata.

Untuk melaksanakan pengembangan ekowisata diperlukan adanya

operator wisata yang harus memastikan bahwa terdapat kegiatan konservasi baik

langsung maupun tidak langsung yang dilakukan wisatawan dan pemerintah.

Wisatawan dapat melakukan kegiatan konservasi langsung seperti penanaman

pohon atau penyebaran bibit di lokasi ekowisata, sedangkan secara tidak langsung

dapat dilakukan dengan membayar tiket masuk yang telah ditetapkan atau

memberi sumbangan /donasi yang dipergunakan untuk konservasi di lokasi

tersebut. Pemerintah sebagai otoritas pemegang kebijakan menyediakan dana

Page 166: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |493

konservasi untuk kelangsungan pengembangan ekowisata, karena kadang-kadang

dalam jangka waktu lama merupakan usaha yang belum ekonomis atau belum

menguntungkan.

Keberhasilan pengembangan ekowisata tergantung pada beberapa hal yang

dapat dibagi menjadi 3 faktor utama, yaitu faktor internal, faktor eksternal, dan

factor struktural. Faktor internal dapat diklasifikasikan seperti potensi untuk

pengembangan ekowisata, pengetahuan operator tentang pelestarian lingkungan,

partisipasi penduduk lokal. Faktor eksternal merupakan faktor kunci yang berasal

dari luar lokasi ekowisata seperti kesadaran wisatawan akan kelestarian

lingkungan dan masyarakat lokal. Faktor struktural adalah faktor yang

berhubungan dengan kelembagaan, kebijakan regulasi pengeloaan kawasan wisata

tingkat lokal, regional, nasional/internasional (Hidayati, 2013).

Berhubung dalam pengembangan ekowisata melibatkan banyak pihak,

kemungkinan terjadi kendala amatlah besar, kerjasama yang baik dari ke 3 faktor

utama di atas merupakan kunci keberhasilan pengembangannya. Pada satu sisi ke

3 faktor tersebut dapat menunjang keberhasilan, pada sisi yang lain dapat

menghambat pengembangan ekowisata sehubungan dengan kendala-kendala yang

muncul sehubungan dengan kondisi masing-masing faktor.

TANTANGAN DAN STRATEGI PENGEMBANGAN EKOWISATA.

Potensi sumberdaya yang sangat besar, yakni potensi alam dan budaya,

merupakan peluang yang sangat prospektif untuk pengembangan ekowisata,

namun kemampuan untuk merubah potensi yang dimiliki tersebut menjadi potensi

ekonomi belum dapat dilakukan secara optimal. Tantangan yang dihadapi adalah

bagaimana merubah keunggulan komparatif ekologis (dan politis) tersebut

menjadi keunggulan kompetitif di pasar bebas.

Page 167: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

494| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Tantangan lainnya dalam pengembangan ekowisata adalah lemahnya

kemampuan dalam pengelolaan data dan informasi sumberdaya alam hayati dan

ekosistemnya. Data dan informasi tentang jumlah, jenis, perilaku serta ekosistem

flora dan fauna masih sangat terbatas. Padahal data tersebut merupakan dasar

untuk merancang dan menyususn program ekowisata di suatu kawasan. Selain itu

sarana dan prasarana yang dapat menunjang kegiatan ekowisata juga masih

terbatas, sementara masih rendahnya Sumberdaya Manusia dari segi pendidikan

masih merupakan kenyataan yang masih harus dihadapi.

Kondisi sosial ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan masih

sangat tertingal juga merupakan kendala tersendiri dalam pengembangan

ekowisata. Masyarakat di dalam dan sekitar kawasan umumnya terbelakang dalam

pendidikan dan ekonominya, sehingga mereka tidak atau kurang paham terhadap

kaidah konservasi.

Potensi keanekaragaman hayati beserta ekosistemnya, sebagai tempat

kegiatan ekowisata, akan lestari jika dapat mengatasi berbagai kendala yang

terjadi di lapangan. Sementara itu secara kelembagaan yang ada sebagai alat

manajemen belum efektif. Selain itu penanganannya masih bersifat sentralistik

sementara pada setiap kawasan ekowisata sangat spesifik sifatnya. Hal ini

menyebabkan manajemen pengelolaan tidak akan berfungsi secara efektif.

Mengingat masih besarnya kendala dalam pelaksanaannya di lapangan,

maka peran berbagai stake holder, dan semua pihak yang terkait harus bekerja

secara sinergis untuk menyelesaikan permasalahan tersebut di atas. Pembangunan

sistem informasi manajemen konservasi sumberdaya alam merupakan suatu hal

yang sangat diperlukan. Secara makro diperlukan tindakan penyempurnaan

kebijakan dan institusi, serta penguatan institusi.

Pengembangan suatu kawasan menjadi tujuan ekowisata memerlukan

perencanaan yang matang, waktu yang cukup lama dan upaya kerja keras agar

tujuan ekowisata dapat terpenuhi. Mengembangkan kegiatan ekowisata memang

bukan kegiatan yang mudah, memerlukan keahlian dari berbagai disiplin ilmu dan

Page 168: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |495

melibatkan berbagai stake holder. Hal itu disebabkan karena kegiatan ekowisata

yang tidak terencana dengan baik akan mempunyai resiko besar, bukan saja

mengakibatkan kegagalan tetapi yang lebih berbahaya adalah dampak negatip

yang ditimbulkannya justru lebih besar daripada dampak positipnya, berupa

rusaknya sumberdaya tersebut.

CARYING CAPASITY

Untuk mengatasi dampak negatip yang ditimbulkan, maka sejak awal

proses perencanaan, penerapan dan pengelolaannya harus mempertimbangkan

aspek lingkungan, sosial budaya, dan ekonomi. Secara strategik carrying capasity

(daya dukung) harus menjadi ukuran baku dalam mengukur jumlah pengunjung,

jenis kegiatan, dan waktu kunjungan serta pembanguna fasilitas wisata.

Akibat kepariwisataan yang berkembang, dampak negatip pasti muncul

dan tidak dapat dihilangkan, namun dengan berbagai usaha dapat diperkecil.

Dengan memperkecil dampak negatip yang timbul akibat kegiatan industri

pariwisata dan menyesuaikan dengan daya dukung lingkungan, maka

pengembangan lokasi objek wisata tidak akan menimbulkan banyak kerugian atau

kerusakan yang besar di masa mendatang. Dengan demikian ada hubungan timbal

balik yang serasi antara manusia dengan lingkungan dan kelestarian lingkungan

dapat terjagadengan baik secara terus menerus.

Daya dukung lingkungan didefinisikan sebagai tingkat kehadiran

wisatawan yang membawa dampak terhadap masyarakat lokal, lingkungan dan

ekonomi yang masih dapat di toleransi oleh wisatawan dan masyarakat dan

menjamin kelestarian untuk periode yang akan datang. Disini pentingnya

mengatur jumlah kehadiran wisatawan pada periode waktu tertentu yang

ditentukan oleh beberapa faktor yaitu lamanya tinggal, karakteristik wisatawan,

konsentrasi wisatawan saat berkunjung, dan musim-musim liburan.

Page 169: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

496| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Konsep daya dukung disamping dapat mencegah kerusakan lingkungan

juga dapat mencegah penurunan nilai ekonomi dari lokasi wisata. Dengan konsep

daya dukung kondisi lingkungan kawasan wisata akan lestari sehingga keunikan

dan keindahan alam sebagai daya tarik wisata akan tetap terjaga. Dengan

demikian akan menjamin kelestarian untuk periode yang akan datang.

Daya dukung mempertimbangkan aspek fisik, ekologi, psikologi dan

sosial sehingga dalam penerapannya bervariasi menurut tempat dan kondisi yang

berbeda pula, artinya setiap nilai daya dukung lingkungan di suatu tempat tidak

dapat diterapkan di tempat lain. Dengan demikian daya dukung bukan konsep

yang tetap tetapi keputusan manajemen yang bersifat spesifik dan dinamis.

Untuk pengembangan lokasi objek wisata, kajian daya dukung lingkungan

belum banyak dikembangkan karena tidak mudah mengingat unsur-unsur

lingkungan dari satu tempat dengan tempat lain tidak sama. Pada dasarnya daya

dukung lingkungan digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu kawasan

objek wisata untuk menampung sejumlah wisatawan dalam jangka waktu tertentu

dan wisatawan memperoleh apa yang menjadi tujuan melakukan wisata dengan

perasaan senang, puas dan nyaman. Kondisi tersebut akan akan tercapai apabila

lokasi objek wisata dalam kondisi tetap baik atau tidak mengalami kerusakan.

Kemampuan kawasan objek wisata untuk menampung sejumlah

wisatawan ada batasnya, pada kondisi sedikit wisatawan kawasan objek wisata

masih mampu memberi rasa senang, puas dan nyaman terhadap wisatawan.

Dalam jangka waktu tertentu, apabila jumlah wisatawan bertambah terus, pada

saat tertentu dimana jumlah wisatawan terlalu banyak, maka rasa senang, puas

dan nyaman tidak akan diperoleh wisatawan. Hal ini merupakan reaksi yang

diberikan oleh lingkungan wisata terhadap wisatawan karena adanya perubahan

situasi akibat kepadatan wisatawan, bahkan aksi wisatawan yang sulit dikontrol

sehingga merusak lingkungan.

Tidak mudah untuk mengetahui daya dukung lingkungan di suatu kawasan

objek wisata, dan dimungkinkan akan diperoleh angka yang berbeda untuk setiap

Page 170: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |497

jenis objek wisata yang sama. Hal itu dapat terjadi karena lingkungan lokasi objek

wisata berbeda ditambah dengan karakter wisatawan yang berbeda pula, unsur-

unsur lingkungan yang membentuknya berbeda maka hasil interaksi antara

manusia dengan lingkungannya berbeda antara lokasi kawasan wisata yang satu

denga lainnya.

PENUTUP

Keparwisataan dengan segala aspeknya merupakan salah satu sektor

unggulan dalam meningkatkan perekonomian suatu negara, oleh karena itu

pembangunan dan pengembangan kepariwisataan perlu diupayakan.

Pembangunan kepariwisataan dikembangkan untuk dijadikan sarana menciptakan

kesadaran akan identitas nasional dan kebersamaan dalam keragaman disamping

untuk memperluas kesempatan kerja dan kesempatan berusaha, meningkatkan

penerimaan devisa, serta memperkenalkan alam dan budaya bangsa.

Pengembangan kepariwisataan meliputi banyak aspek yaitu atraksi atau

objek wisata, akomodasi, infrastruktur, transportasi, fasilitas penunjang

kepariwisataan, sumberdaya manusia, dan wisatawan sebagai konsumen objek

wisata. Salah satu model pengembangan kepariwisataan dapat diterapkan dari

beberapa model yang sudah dikembangkan tergantung dari potensi dan tujuan

yang diinginkan. Kerjasama dari semua pihak akan mempengaruhi tingkat

keberhasilan pengembangan kepariwisataan yang ingin dicapai.

Pembangunan dan pengembangan kepariwisataan memerlukan arah yang

benar agar tidak menimbulkan dampak yang merugikan terhadap budaya bangsa

maupun kondisi alam di sekitar objek wisata. Pengembangan ekowisata

merupakan arah yang tepat, pengembangan ini pada dasarnya akan mengurangi

dampak negatip yang mungkin muncul dan mempertahankan kondisi alam dan

masyarakat agar tettap lestari. Pembatasan jumlah wisatawan yang berkunjung

Page 171: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

498| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

sesuai dengan daya dukung lingkungannya dan pelibatan masyarakat lokal

merupakan hal yang utyama dalam pengembangan ekowisata ini.

DAFTAR PUSTAKA

Darsoprajitno, H.S., 2012. Ekologi Pariwisata. Tatalaksana Pengelolaan Objek

dan Daya Tarik Wisata. Bandung: Angkasa

Fennel, D.A., 1999. Ecotourism: An Introduction. London: Rouledge

Hall, L.M., and Page, S.J., 1999. The Geography of Tourism and Recreation

Environtment, Place and Space. London: Routledge

Hidayati, D., 2013. Ekowisata. Pembelajaran Dari Kalimantan Timur. Jakarta:

Pustaka Sinar Harapan.

Hitchcock, R.K., 1999. Toward Self-sufficiency. Cultural Survival Quarterly.

17(2):51-52

Karsidi, A., 2012. Informasi Geospasial Mangrove Di Indonesia. Jakarta: Pusat

Pemetaan dan Integrasi Tematik Badan Informasi Geospasial.

Lindberg, K., 2002. Policies for Maximising NatureTourism's Ecological and

Economic Benefits. Washingtin DC: World Resources Institute.

Pendit, N.S., 2006. Ilmu Pariwisata. Sebuah Pengantar Perdana. Jakarta: PT

Pradnya Paramita.

Sumarmi dan Amirudin., 2014. Pengelolaan Lingkungan Berbasis Kearifan

Lokal. Malang: Aditya Media Publishing

Sutedjo, A., Murtini, S., 2007. Geografi Pariwisata. Surabaya: Unesa University

Press .

Gunn, C.A., 2012. Tourism Planning. Basics, Concepts, Cases. New York:

Routledge

Wood, M.E., 2002. Ecotourism: Principles, Practices, and Policies for

Sustainability. UNEP

WTO (World Tourism Organization), 2002. Sustainable Development of

Ecotourism. Web Conference.

Page 172: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |499

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA

Meirinawati, Indah Prabawati

Jurusan Administrasi Publik Universitas Negeri Surabaya

[email protected]

[email protected]

Abstrak

Pembangunan desa merupakan seluruh kegiatan yang berlangsung di pedesaan,

meliputi seluruh aspek kehidupan masyarakat, dilaksanakan secara terpadu dengan

mengembangkan swadaya gotong-royong masyarakat. Dalam rangka pembangunan desa,

diperlukan pengorganisasian yang dapat menggerakkan masyarakat untuk berpartisipasi

dalam pembangunan desa, serta melaksanakan administrasi pemerintahan desa

Dalam penyelenggaraan pembangunan desa, masyarakat memiliki hak untuk

berpartisipasi. Partisipasi merupakan peran serta warga desa baik dalam merencanakan,

melaksanakan, mempertanggungjawabkan maupun dalam menerima hasil-hasil

pembangunan Partisipasi merupakan peran serta warga desa baik dalam merencanakan,

melaksanakan, mempertanggungjawabkan maupun dalam menerima hasil-hasil

pembangunan. Partisipasi masyarakat bisa juga dianggap sebagai tolok ukur dalam

menilai apakah proyek yang bersangkutan merupakan proyek pembangunan desa atau

bukan.

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan oleh tiga unsur

utama, yaitu 1). Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk ikut

berpartisipasai,2). Adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi, 3) Adanya

kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi. Adapun bentuk partisipasi masyarakat

dalam sebagai berikut : 1)Partisipasi dalam bentuk pengambilan keputusan, 2).

Partisipasi dalam bentuk pelaksanaan kegiatan, 3). Partisipasi dalam bentuk

pemanfaatan hasil, 4) Partisipasi dalam bentuk penilaian atau evaluasi.

Kata Kunci: partisipasi masyarakat, pembangunan desa

PENDAHULUAN

Pembangunan pedesaan dewasa ini mampu membawa Bangsa

Indonesia meraih keberhasilan dalam pembangunan fisik.. Dalam

penyelenggaraan pembangunan desa, masyarakat memiliki hak untuk

berpartisipasi. Masyarakat dapat memanfaatkan potensi desa maupun peluang

Page 173: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

500| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

yang ada di sekitar tempat tinggalnya. Masyarakat desa dianggap dapat

memahami permasalahan dan kebutuhan mereka. Akan tetapi seringkali yang

terjadi masyarakat kurang peduli terhadap pembangunan desanya. Selain itu,

pembangunan pedesaan di Indonesia dipandang kurang didasarkan pada upaya

untuk mengembangkan kapasitas penduduk sebagai individu dan bagian dari

suatu komunitas.

Kondisi masyarakat pedesaan yang semakin berkembang seperti

sekarang ini, pemerintah desa merupakan penggerak utama pembangunan

pedesaan. Dalam rangka mempercepat pembangunan pedesaan, tidak hanya

mengandalkan peran pemerintah desa tetapi juga dibutuhkan kerjasama

dengan masyarakat. Dengan partisipasi aktif masyarakat desa, pembangunan

desa di Indonesia dapat dilakukan secara optimal

PARTISIPASI MASYARAKAT

Perkembangan kehidupan manusia yang makin meningkat membawa

akibat berkembangnya pembangunan yang merupakan sarana manusia untuk

mencapai tujuan hidupnya. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa

pembangunan bersifat berhubungan satu sama lain sebagai satu kesatuan.

Untuk itu perlu diusahakan oleh pemerintah bagaimana mengupayakan dan

mengembangkan suatu pola pembangunan daerah yang makin meluas dan

melibatkan semua kekuatan yang ada dalam masyarakat, karena potensi-

potensi yang ada dalam masyrakat tersebut akan merupakan salah satu

kekuatan yang dapat menunjang keberhasilan pembangunan di era otonomi ini.

Istilah partisipasi menurut Mardikanto dan Poerwoko Soebiato (2013)

adalah keikutsertaan seseorang atau sekelompok anggota masyarakat dalam

suatu kegiatan. Keikutsertaan tersebut dilaksanakan sebagai akibat adanya

interaksi sosial antara individu dengan anggota masyarakat yang lain (Raharjo,

2004). Sebagai suatu kegiatan, menurut Verhangen dalam Mardikanto dan

Page 174: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |501

Poerwoko Soebiato (2013) partisipasi merupakan suatu bentuk khusus dari

interaksi dan komunikasi yang berhubungan dengan pembagian kewenangan,

tanggung jawab dan manfaat. Adanya interaksi dan komunikasi didasarkan

pada kesadaran yang dipunyai yang bersangkutan tentang :

1. Kondisi yang tidak memuaskan yang harus diperbaiki

2. Perbaikan kondisi tersebut melalyu kegiatan manusia atau masyarakat

sendiri

3. Kemampuan berpartisipasi dalam kegiatan yang bisa dilaksanakan

4. Adanya kepercayaan diri, bahwa ia dapat memberikan bantuan yang

berguna untuk kegiatan yang bersangkutan

Sedangkan Hoofsteede dalam Khairuddin (2003) menjelaskan bahwa

partisipasi didefinisikan ambil bagian dalam satu tahap atau lebih dari suatu

proses pembangunan. Hal ini berarti bahwa terdapat tiga hal pokok, yaitu:

1. Partisipasi merupakan keterlibatan mental emosional;

2. Partisipasi menghendaki adanya konstribusi terhadap kepentingan atau

tujuan kelompok;

3. Partisipasi merupakan tanggungjawab terhadap kelompok.

Berdasarkan pendapat diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

partisipasi merupakan peran serta warga desa baik dalam merencanakan,

melaksanakan, mempertanggungjawabkan maupun dalam menerima hasil-

hasil pembangunan. Partisipasi masyrakat bisa juga dianggap sebagai tolok

ukur dalam menilai apakah proyek yang bersangkutan merupakan proyek

pembangunan desa atau bukan.

Page 175: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

502| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Wilcox dalam Mardikanto dan Soebiato (2013) mengemukakan tentang

tingkatan atau tahapan partisipasi masyarakat, yang terdiri dari:

1. Memberikan informasi (information)

2. Konsultasi (consultation), yaitu menawarkan pendapat sebagai pendengar

yang baik untuk memberikan umpan balik tetapi tidak terlibat dalam

implementasi ide dan gagasan tersebut.

3. Pengambilan Keputusan bersama (deciding together) dalam arti

memberikan dukungan terhadap ide, gagasan, pilihan-pilihan serta

mengembangkan peluang yang diperlukan guna pengambilan keputusan.

4. Bertindak bersama (acting together), hal ini tidak sekedar ikut dalam

pengambilan keputusan tetapi juga terlibat dan menjalin kemitraan dalam

pelaksanaan kegiatannya.

5. Memberikan dukungan (supporting independent community interest),

dalam hal ini kelompok-kelompok lokal menawarkan pendanaan, nasehat,

dan dukungan lain untuk mengembangkan agenda kegiatan.

Keterlibatan masyarakat dalam berpartisipasi dalam pembangunan,

terdapat kseukarelaan masyarakat untuk melibatkan diri dalam pembangunan.

Dusseldorp dalam Mardikanto dan Soebiato (2013) membedakan beberapa

jenjang kesukarelaan yaitu:

1. Partisipasi spontan, ialah peran serta yang tumbuh karena motivasi

intrinsik berupa pemahaman, penghayatan, dan keyakinan sendiri

2. Partisipasi terinduksi, ialah peran serta yang tumbuh karena terinduksi

oleh adanya motivasi ekstrinsik, yang berupa bujukasn, pengaruh,

dorongan dari luar, walaupun mempunyai kebebasan untuk berpartisipasi

3. Partisipasi tertekan oleh kebiasaan, yaitu peran serta yang tumbuh karena

adanya tekanan yang dirasakan masyarakat pada umumnya, atau peran

sera dalam mematuhi kebiasaan, nilai dan norma yang dianut dalam suatu

masyarakat

Page 176: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |503

4. Partisipasi tertekan oleh alasan sosial ekonomi ialah peran serta yang

dilaksanakan karena takut akan kehilangan status social atau menerima

kerugian

5. Partisipasi tertekan oileh peraturan, adalah peran serta yang dilaksanakan

karena takut mendapat hukuman atas peraturan yang berlaku

Pendapat lain dikemukakan oleh Raharjo (2004) yang mengatakan bagwa

ada tiga variasi bentuk partisipasi, adalah sebagai berikut :

1. Partisipasi terbatas adalah partisipasi yang hanya digerakkan untuk

kegiatan tertentu yang dianggap menimbulkan kerawanan bagi stabilitas

nasional dan kalangan pembangunan

2. Partisipasi penuh, yaitu partisipasi seluas-luasnya dalam aspek kegiatan

pembangunan.

3. Mobilisasi tanpa partisipasi, artinya partisipasi yang dibangkitkan oleh

pemerintah tetapi masyarakat tidak diberi kesempatan untuk

mempertimbangkan kepentingan pribadi dan tidak diberi kesempatan turut

mengajukan tuntutan maupun mempengaruhi penyelenggaraan kebijakan

PEMBANGUNAN DESA

Berjalannya suatu kegiatan sangat dipengaruhi oleh pengorganisasian,

sistem kerja, dan unsur-unsur pendukungnya, termasuk personilnya baik

secara kuantitas maupun kualitasnya.serta sarana dan prasarana yang

diperlukan. Bila hal tersebut dapat dipenuhi maka akan dapat tercapai

penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan secara efektif dan efisian.

Pembangunan mempunyai tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan

manusia. Hal ini seperti pendapat Kartasasmita dalam Mardikanto dan

Poerwoko Soebiato (2013) yang mengatakan bahwa pembangunan pada

Page 177: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

504| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

dasarnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan manusia dalam arti

yang luas. Pendapat lain menurut Raharjo (2004) mengungkapkan bahwa

pembangunan mempunyai arti perubahan yang disengaja atau direncakan

dengan tujuan untuk merubah keadaan yang tidak dikehendaki menjadi

keadaan yang dikehendaki.

Tidak berbeda dengan pembangunan desa yang berdasar dari, oleh dan

untuk seluruh masyarakat desa dengan melibatkan masyarakat desa. Menurut

pendapat Sumpeno (2011) pendekatan menyeluruh yang dipakai dalam

pelaksanaan pembangunan , meliputi :

1. Perumusan kebijakan dan pendekatan pembangunan yang berupaya

untuk meletakkan kembali format, tatanan serta kelembagaan

masyarakat desa.

2. Menggunakan pengalaman pembangunan dimasa lalu untuk

memaksimalkan upaya menyelesaikan masalah pembangunan melalui

penyusunan suatu kebijakan perencanaan yang bersdifat umum serta

dilaksanakan seraca sama.

Menurut Nasikun (2000) prinsip dalam pembangunan yang utama

dilaksanakan atas dasar inisiatif dan dorongan kepentingan masyarakat, dalam

hal ini masyarakat harus diberi kesempatan untuk terlibat didalam

pembangunan.Pendapat Tjokrowinoto dalam Mardikanto dan Poerwoko

Soebiato (2013) mengatakan ciri-ciri pembangunan yang berpusat pada rakyat

yaitu :

1. Prakarsa dan proses pengambilan kjeputusan untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat tahap demi tahap harus diletakkan

padamasyarakat sendiri

Page 178: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |505

2. Fokus utama adalah meningkatkan kemampuan masyarakat untuk

mengelola dan memobilisasi sumber-sumber yang terdapat di

komunitas untuk memenuhi kebutuhan mereka

3. Mentoleransi variasi lokal dan bersigat fleksibel menyesuaikan dengan

komndisi local

4. Menekankan proses social learning yang di dalamnya terdapat interaksi

kolaboratif antara birokrasi dan komunitas mulai dari proses

perencanaan sampai evaluasi proyek dengan berdasar pada saling

belajar.

5. Proses pembentukan jejaring (networking) antara birokrasi dan lembaga

swadaya masyarakat, satuan-satuan organisasi tradisional yang

mandiri, merupakan basgian integral dari pendekatan ini, baik untuk

meningkatkan kemampuan mereka menbgidentifikassi danmengelola

perbagai sumber maupun untuk menjaga keseimbangan antara struktur

vertical maupun horizontal.

Menurut Marbun (2002) bahwa pembangunan desa adalah seluruh

kegiatan yang berlangsung di pedesaan dan meliputi seluruh aspek kehidupan

masyarakat, dilaksanakan secara terpadu dengan mengembangkan swadaya

gotong-royong masyarakat. Dalam konteks pembangunan desa, diperlukan

pula pengorganisasian yang nantinya dapat menggerakkan masyarakat untuk

berpartisipasi dalam pembangunan desa, serta melaksanakan administrasi

pemerintahan desa

Pembanguan desa merupakan upaya mempercepat pembangunan

pedesaan melalui penyediaan sarana dan prasarana dalam rangka

pemberdayaan masyarakat desa serta mempercepat pembangunan

Page 179: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

506| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

perekonomian daerah yang efektif dan kokoh (Adisasmita, 2006). Pendapat

Adisasmita (2006) menjelaskan prinsip-prinsip pokok dalam pembangunan

desa, adalah sebagai berikut :

1. Kebijakan dan langkah-langkah pembangunan disetiap desa mengacu

pada pencapaian sasaran pembangunan berdasarkan trilogi

pembangunan. Trilogi pembanguan tersebut yaitu :

a. Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya

b. Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi

c. Stabilitas yang sehat dan dinamis diterapkan disektor termasuk desa

dasn kota. Di setiap wilayah dan antar wilayah secara saling terkait,

serta dikembangkan secara selaras dan terpadu

2. Pembangunan desa dilaksanakan dengan prinsip-prinsip berkelanjutan.

Penerapan prinsip berkelanjutan mensyaratkan setiap daerah lebih

mengutamakan sumber-sumber alam yang terbaharui sebagai sumber

pertumbuhan. Setiap desa menggunakan sumber daya manusia secara

luas, memanfaatkan modal fisik, prasarana mesin-mesin dan peralatan

dengan secara efisien.

3. Meningkatkan efisiensi masyarakat melalui kebijakan deregulasi,

debirokratisasi dan desentralisasi dengan sebaik-baiknya.

Penyelenggaraan pembangunan desa diarahkan untuk menggunakan

secara optimal sumber daya manusia maupun sumber daya alam yang tersedia.

Potensi sumber daya alam merupakan kekayaan alam yang terdapat di lokasi

dimana desa tersebut berada sedangkan pemanfaatan potensi sumber daya

manusia dapat dikembangkan melalui peningkatan kualitas hidup,

peningkatan keterampilan, peningkatan prakarsa, dengan mendapatkan

bimbingan dan bantuan dari pemerintah, sesuai dengan bidang tugasnya

masing-masing.

Page 180: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |507

Penerapan pembangunan desa dibutuhkan kerjasama yang erat antar

daerah satu dengan daerah lainnya dalam satu wilayah dan antar satu wilayah.

Pembangunan desa dilaksanakan dengan pendekatan secara multisektoral,

partisipatif, berkelanjutan serta melakukan pemanfaatan sumber daya

pembangunan secara serasi dan selaras serta sinergis yang akan tercapai

optimalisasi.

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN DESA

Partisipasi masyarakat merupakan sesuatu yang harus ditumbuhkan

dalam proses pembangunan desa. Agar tercipta partisipasi masyarakat maka

pemerintah dalam hal ini harus memberikan kepercayaan kepada

masyarakatnya untuk terlibat secara aktif dalam proses pembangunan desa.

Menurut pendapat Slamet dalam Mardikanto dan Poerwoko Soebiato (2013)

mengatakan bahwa untuk tumbuh dan berkembangnya partisipasi masyarakat

dalam pembangunan, sangat ditentukan oleh tiga unsur utama, yaitu :

1. Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk ikut

berpartisipasai

Berbicara kesempatan adalah sebagai berikut :

a. Kemauan politik dari penguasauntuk mengikutsertakan masyarakat

dalam pembangunan

b. Kesempatan untuk mendapatkan informasi pembvangunan

c. Kesempatan menggunakan seumber daya untuk pelaksanaan

pembangunan

d. Kesemptana mendapat dan memakai teknologi yang sesuai

e. Kesempatan berorganisasi

Page 181: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

508| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

f. Kesempatan mengembangkan kepemimpinan yang dapat

menumbuhkan, menggerakkan dan mengembangkan serta

memelihara partisipasi masyarakat

2. Adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi

Kemauan merujuk pada pada :

a. Sikap untuk meniunggalkan nilai-nilai yang menghambat

pembangunan

b. Sikap terhadap penguasa atau pelaksana pembangunan pada

umumnya

c. Sikap untuk sekaku ingin memperbaiki kualitas hidup serta tidap[

cepat puas diri

d. Sikap kebersamaan untukn memecahkan masalah dan tercapainya

tujuan pembangunan

e. Sikap mandiri atau percaya diri atas kemampuan untuk

memperbaiki kualitas hidupnya

3. Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi

Kemampuan mengandung arti :

a. Kemampuan untuk menemukan dan memahami kesempatan untuk

membangun atau mempunyai pengetahuan untuk memperbaiki

kualkitas hidup)

b. Kemampuan untuk melaksanakan pembangunan

c. Kemampuan untuk memecahkan persoalan yang dihadapi dengan

memanfaatkan sumberdaya dan peluang yang tersedia secara

optimal

Page 182: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |509

Berdasarkan pendapat diatas maka menurut Mardikanto dan Poerwoko

Soebiato (2013) upaya yang dilakukan dalam tumbuh dan berkembangnya

partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah sebagai berikut :

1. Pemberian kesempatan yang dilandasi pengertian bahwa masyarakat

memiliki kemampuan dan kearifan tradisional berkaitan dengan

pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidupnya

2. Penyuluhan yang intensif dan berkelanjutan

3. Penjelasan kepada masyarakat tentang besarnya manfaat ekonomi dan

non ekonomi yang dapat dinikmati oleh masyarakat secara langsung

maupun tidak langsung.

Ndraha (2002) menyebutkan terdapat beberapa bentuk partisipasi

dalam pembangunan, yaitu:

1. Partisipasi dalam/melalui kontak dengan pihak lain sebagai salah satu

titik awal perubahan sosial;

2. Partisipasi dalam memperhatikan/menyerap dan memberi tanggapan

terhadap informasi, baik dalam arti menerima (mentaati, memenuhi,

melaksanakan), mengiakan, menerima dengan syarat, maupun dalam

arti menolaknya;

3. Partisipasi dalam perencanaan pembangunan, termasuk pengambilan

keputusan. Perasaan terlibat dalam perencanaan perlu ditumbuhkan

sedini mungkin di dalam masyarakat;

4. Partisipasi dalam pelaksanaan operasional pembangunan;

5. Partisipasi dalam menerima, memelihara dan mengembangkan hasil

pembangunan

Page 183: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

510| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

6. Partisipasi dalam menilai pembangunan, yaitu keterlibatan masyarakat

dalam menilai sejauhmana pelaksanaan pembangunan sesuai rencana

dan sejauhmana hasilnya dapat memenuhi kebutuhan masyarakat

Sementara itu menurut Uphoff et al dalam Nasution (2009),

menjelaskan bentuk partisipasi sebagai berikut :

1. Partisipasi dalam bentuk pengambilan keputusan.

Partisipasi masyrakat dalam pengambilan keputusan dimaksudkan

untuk keputusan yang menyangkut rencana desa yang dapat dilihgat

dalam empat aspek, yaitu :

a. Frekuensi menghadiri rapat desa yang khususnya membicarakan

masalah rencana pembangunan masyarakat desa.

b. Tindakan yang dilakukan masyarakat dalam rapat-rapat desa, yang

dapat berwujud mengikuti jalannya rapat dengan baik,

menyumbangkan ide, gagasan, mengajukan usul atau saran dalam

rapat desa, memberi tanggapan atau kritik terhadap masalah yang

dibicarakan serta ikut memberikan suaranya dalam pengambilan

keputusan.

c. Memberikan data atau informasi dalam setiap pertemuan rapat

pembangunan.

d. Keikutsertaan msyarakat dalam proses atau rumusan pembuatan

keputusan.

1. Partisipasi dalam benrtuk pelaksanaan kegiatan.

Partisipasi dalam bentuk pelaksanaan kegiatan ini dapat dilihat dalam

dua aspek, yaitu:

a. Keikutsertaan secara langsung dalam pelaksanaan pembangunan.

Page 184: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |511

b. Keikutsertaan secara tidak langsung tetapi membantu secara

sepenuhnya dalam pelaksanaan pembangunan melalui sumbangan

material, dan sumbangan dana atau biaya.

2. Partisipasi dalam bentuk pemanfaatan hasil.

Partisipasi masyarakat dalam memanfaatkan serta menikmati hasil

pembangunan desa, yakni:

a. Ikut serta dalam memanfaatkan fasilitas umum seperti fasilitas

sekolah, fasilitas klinik dan lain sebagainya.

b. Ikut serta dalam menikmati manfaat secara pribadi seperti merasa

puas terhadap hasil pembangunan yang telah tercapai, merasa aman

didalam hidup bermasyarakat, serta memperoleh kehidupan masa

depan yang lebih baik.

3. Partisipasi dalam bentuk penilaian atau evaluasi.

Partisipasi dalam bentuk penilaian hasil pembangunan desa dapat

dilihat dalam tiga aspek, yaitu :

a. Tanggapan masyarakat terhadap tindakan hasil-hasil pelaksanaan

pembangunan dan rumusan keputusan desa.

b. Tanggapan masyarakat terhadap tindakan pembangunan dengan

rencana yang telah ditentukan baik dari segi waktu, biaya dan

tempat.

c. Keterlibatan dalam menangani sesuai kebutuhan masyarakat desa.

KESIMPULAN

Dalam pembangunan desa, partisipasi masyarakat merupakan

perwujudan dari adanya kesadaran dan kepedulian serta tanggung jawab

Page 185: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

512| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

masyarakat terhadap pentingnya pembangunan desa. Tujuan pembangunan

desa tersebut untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat desa dalam arti

masyarakat mempunyai kesadaran bahwa kegiatan pembangunan bukan hanya

kewajiban dari pemerintah saja tetapi juga dituntut keterlibatan masyarakat

untuk perbaikan kualitas hidupnya. Partisipasi masyarakat bisa juga dianggap

sebagai tolok ukur dalam menilai apakah proyek yang bersangkutan

merupakan proyek pembangunan desa atau bukan.

DAFTAR PUSTAKA

Adisasmita, Rahardjo. 2006. Pembangunan Pedesaan dan Perkotaan.

Yogyakarta. Graha Ilmu

Khairuddin. 2003. Pembangunan Masyarakat.Yogyakarta. Liberty

Marbun, B.N. 2002. Proses Pembangunan Desa. Jakarta. Erlangga

Mardikanto, Totok dan Poerwoko Soebiato. 2013. Pemberdayaan Masyarakat

Dalam Perspektif Kebijakan Publik. Bandung. AlfaBeta

Nasikun. 2000. Globalisasi dan Paradigma Baru Pembangunan Pariwisata

Berbasis Komunitas dalam Fandell, C dan Mukhlison (eds),

Pengusahaan Ekowisata, FakultasKehutanan UGM dan Pustaka Pelajar

Nasution, M. 2009. Sistem Ekonomi Kerakyatan. Jakarta. Sajadah Net

Ndraha, Taliziduhu. 2002. Pembangunan Masyarakat. Jakarta. Rineka Cipta

Rahardjo. 2004. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Perkotaan. Yogyakarta.

Gajah Mada University Press

Sumpeno, Wahjudin. 2011. Rencana Pembangunan Jangka Menengah. Aceh.

The World Bank

Sumpeno, Wahjudin. 2011. Perencanaan Desa Terpadu. Aceh. Read

Widjaja, HAW. 2003. Otonomi Desa. Jakarta. PT Raja Grafinda Persada

Page 186: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |513

ASPEK HUKUM POLA KEMITRAAN BIDANG EKONOMI KREATIF

GUNA PENANGGULANGAN KEMISKINAN

Rahmanu Wijaya

Dosen PPKn Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum, Unesa. [email protected]

Abstrak

Beragam penelitian menunjukkan bahwa kemiskinan di Indonesia merupakan

permasalahan yang belum dapat diselesaikan secara menyeluruh. Negara selaku aktor

yang memiliki kewajiban untuk mengentaskan kemiskinan telah banyak melaksanakan

program-program, diantaranya : Jaring Pengaman Sosial (JPS), Program Penanganan

Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM), Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program

Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM Mandiri). Pada prinsipnya karakter

beragam program tersebut adalah sebagai bantuan atau sebagai kredit usaha kepada

masyarakat, dimana menyisakan hambatan baik dari segi hukum maupun pada

keberhasilan terhadap pengentasan kemiskinan.

Ekonomi kreatif merupakan bidang usaha yang relatif mampu bertahan dengan stabil,

karenanya perlu mendapat dukungan dalam perkembangannya. Berkaitan dengan

kedudukannya sebagai pelaku usaha mikro, maka bentuk dukungan untuk

mengembangkan ekonomi kreatif adalah melalui kemitraan dengan pelaku usaha

menengah dan besar. Agenda selain modal yang dapat diperoleh dengan adanya

kemitraan adalah akses terhadap sumber daya alam di Indonesia pada umumnya selalu

dapat dijangkau oleh pelaku usaha besar, sehingga agar pelaku usaha mikro dapat

menikmati sumber daya alam maka penting untuk dikembangkan kemitraan. Bila

ekonomi kreatif berkembang, maka dapat linear dengan penanggulangan kemiskinan.

Kata kunci : Pelaku usaha, Ekonomi kreatif, Kemitraan.

PENDAHULUAN

Pembahasan tentang kemiskinan di Indonesia baik mengenai definisi maupun

upaya-upaya penanggulangan atau pengentasannya telah banyak dilakukan, dan

seolah menjadi pembahasan yang sulit untuk berakhir. Hal ini tidak lepas dari

kedudukan Indonesia sebagai bagian dari negara dunia ketiga, dalam sejarah dan

proses pembangunannya belum pernah bebas dari persoalan kemiskinan (Muslim

Kasim, 2006:26). Pembahasan tersebut selama ini menjadi lebih semarak misalnya

ketika masa pemilihan umum dan kepentingan-kepentingan lainnya, banyak pihak

Page 187: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

514| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

yang seolah menjadi ahli dalam bidang pengentasan atau penanggulangan

kemiskinan. Oleh karena korelasi antara kepentingan dan pembahasan tersebut, maka

kemiskinan seakan menjadi suatu komoditas yang justru penting untuk dipertahankan

keberadaannya. Tanpa ada kemiskinan maka tidak akan ada pembahasan, bila tidak

ada pembahasan maka kepentingan yang diantaranya adalah bagi calon dalam

pemilihan umum menjadi terkendala. Bila sudah menjadi demikian, maka mengenai

definisi serta upaya penanggulangan atau pengentasan kemiskinan hanya akan

menjadi pembahasan menarik tanpa menimbulkan dampak yang signifikan terhadap

berkurangnya angka kemiskinan. Sehingga berbicara mengenai pengentasan

kemiskinan diperlukan kesamaan persepsi yaitu dalam hal mengurangi angka

kemiskinan, dan bukan hanya sekedar menjadikan kemiskinan sebagai komoditas

pembahasan yang tidak kunjung berakhir.

Beragam upaya penanggulangan atau pengentasan kemiskinan baik dengan

model pemberdayaan atau model bantuan telah dilakukan, diantaranya adalah

Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) dan melalui Lembaga

Keuangan Non Bank (LKNB). Namun upaya tersebut belum cukup mampu untuk

menanggulangi atau mengentaskan kemiskinan, bahkan sebagaimana pengalaman

pribadi penulis ketika menjadi penasihat hukum perkara dugaan tindak pidana korupsi

atas Program Penanganan Sosial Ekonomi Masyarakat (P2SEM) maka cukup

membuktikan bahwa program-program penanggulangan atau pengentasan kemiskinan

selama ini memiliki potensi terjadinya pelanggaran hukum. Sehingga justru jauh dari

semangat untuk menghilangkan adanya kemiskinan.

Beranjak dari kelemahan-kelemahan upaya penanggulangan atau pengentasan

kemiskinan tersebut, maka perlu ditelusuri upaya lain yang tepat secara hukum.

Upaya tersebut adalah tidak lepas dari model pemberdayaan yang merupakan salah

satu tipe penanggulangan kemiskinan selain model pemberian bantuan. Model

pemberdayaan pada intinya adalah memiliki langkah berupa pemberian sesuatu

kepada orang miskin dengan tujuan agar menjadi berdaya atau tidak lagi miskin.

Sesuatu yang diberikan tersebut adalah dapat berupa modal bagi pelaku usaha mikro,

sehingga orang miskin didorong menjadi pelaku usaha mikro kemudian diberi modal.

Page 188: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |515

Selama ini model pemberdayaan dengan pemberian modal sebagaimana telah

disebutkan sebelumnya adalah bukan tanpa memiliki persoalan, diantaranya adalah

persoalan dalam pengembalian serta kemajuan usaha. Maka pemberian modal sebagai

kunci pemberdayaan guna penanggulangan kemiskinan tersebut dapat berbentuk lain

yaitu dilakukan dengan pola kemitraan, yaitu serupa namun tidak identik dengan

pemberian modal. Oleh karenanya rumusan masalah dalam penulisan ini adalah

“Apakah bentuk dan karakter pola kemitraan terhadap pelaku usaha ekonomi kreatif

telah sesuai dengan hukum ?”

Kemiskinan dan Penelitian Terdahulu Terhadap Upaya Penanggulangannya

Beragam definisi mengenai kemiskinan telah banyak dikemukakan dalam

masyarakat, dengan kata lain setiap orang dapat dengan mudah memunculkan

pendapat yang berbeda untuk menjelaskan mengenai definisi kemiskinan. Bahkan

lebih lanjut untuk menentukan parameter siapa yang dapat dikatakan miskin juga

tidak kalah beragamnya. Beberapa ahli juga mengemukakan pandangan yang

bermacam-macam tentang kemiskinan, dimana perbedaan pandangan tersebut adalah

terkait dengan luasnya parameter untuk dapat dikualifikasikan miskin. Soekanto

mendefinisikan kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak sanggup

memelihara dirinya sendiri sesuai dengan taraf kehidupan dan juga tidak mampu

memanfaatkan tenaga mental maupun fisiknya dalam kelompok tersebut (Soerjono

Soekanto, 1987:349). Sedangkan Suryawati memberikan definisi mengenai

kemiskinan yang umum yaitu sebagai kondisi ketidakmampuan pendapatan dalam

mencukupi kebutuhan pokok, sehingga kurang mampu untuk menjamin kelangsungan

hidup (Suryawati, 2005:122). Sehingga makna kemiskinan menurut Suryawati secara

sederhana adalah memiliki relasi dengan pendapatan yang rendah, dimana ukuran

pendapatan tersebut adalah berfungsi guna mencukupi kebutuhan pokok berdasarkan

ukuran tertentu. Memahami definisi kemiskinan yang demikian sederhana, maka

berdampak pada sederhananya pula dalam menentukan siapa yang dikatagorikan

miskin. Mengukur kemiskinan yaitu dengan menentukan nilai kebutuhan pokok,

kemudian bila seseorang memiliki pendapatan yang kurang dari nilai kebutuhan

Page 189: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

516| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

pokok tersebut maka terkualifikasi miskin. Ukuran kemiskinan menurut Suryawati

tersebut adalah bersesuaian dengan pola yang digunakan Badan Pusat Statistik (BPS)

(sebagaimana dimuat dalam https://www.bps.go.id/ Subjek/view/id/23) dimana untuk

mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan

dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai

ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan

bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Jadi penduduk miskin adalah

penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis

kemiskinan. Sedangkan yang dimaksud dengan garis kemiskinan mengandung

konsep yaitu :

1. Garis kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan

(GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki

rata-rata pengeluaran perkapita perbulan dibawah Garis kemiskinan dikatagorikan

sebagai penduduk miskin;

2. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran minimum

makanan yang disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari. Paket

komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian,

umbi-umbian, ikan, daging, telur, susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan,

minyak, lemak, dan lainnya);

3. Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan untuk perumahan,

sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non

makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di

pedesaan.

Kriteria garis kemiskinan menurut BPS ini adalah lebih rendah dari kriteria menurut

Bank Dunia yang menentukan US$2 per kapita per hari, namun lebih tinggi dari

ukuran menurut Sajogyo yaitu 320 kg beras per kapita per tahun. Perbedaan dalam

penentuan ukuran tersebut menyebabkan terjadinya yang disebut oleh Ali Khomsan,

dkk. sebagai misklasifikasi orang miskin (Ali Khomsan, dkk, 2015:7).

Kemiskinan dapat dimaknai secara kualitatif dan kuantitatif, secara kualitatif

kemiskinan adalah suatu kondisi yang di dalamnya hidup manusia tidak layak sebagai

Page 190: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |517

manusia. Sedangkan secara kuantitatif, kemiskinan adalah suatu keadaan dimana

hidup manusia serba kekurangan atau dengan bahasa yang tidak lazim “tidak berharta

benda” (Mardimin, 1996:20). Beranjak dari pembidangan kemiskinan secara

kualitatif dan kuantitatif ini kemudian memunculkan paradigma bahwa kemiskinan

tidak hanya dipandang dari aspek ekonomi berupa pendapatan semata, namun lebih

luas adalah ukuran yang dikatakan layak sebagai manusia. Luasnya parameter

kemiskinan dari sekedar kuantitatif ini yang disebut oleh Cahyat bahwa muncul

pengertian terbaru yaitu kemiskinan berwajah majemuk atau bersifat multi dimensi.

Maknanya adalah kemiskinan juga mencakup dimensi kerentanan, ketidakberdayaan,

dan ketidakmampuan untuk menyampaikan aspirasi (voicelessness), hal ini sehingga

lekat dengan dimensi pengambilan keputusan publik (Cahyat, 2004:2). Selanjutnya

menggali luasnya aspek kualitatif dari kemiskinan adalah dapat ditelusuri dari

pendapat Edi Suharto dalam Abdul Hakim (2002:219), dimana kemiskinan adalah

ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasi basis kekuasaan sosial yaitu

meliputi :

1. Sumber keuangan (mata pencaharian, kredit, modal);

2. Modal produktif atau asset (tanah, perumahan, kesehatan, alat produksi);

3. Jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang, dan jasa;

4. Organisasi sosial dan politik yang digunakan untuk mencapai kepentingan

bersama;

5. Informasi yang berguna untuk kemajuan hidup;

6. Pengetahuan dan ketrampilan.

Selanjutnya Supriatna (1997:90) menyatakan bahwa kemiskinan adalah situasi yang

serba terbatas dan terjadi bukan atas kehendak orang yang bersangkutan. Suatu

penduduk dikatakan miskin bila ditandai oleh rendahnya tingkat pendidikan,

produktivitas kerja, pendapatan, kesehatan, dan gizi serta kesejahteraan hidupnya,

yang menunjukkan lingkaran ketidakberdayaan.

Jika makna kemiskinan adalah ketidakberdayaan terhadap dimensi-dimensi di

atas, maka penanggulangan atau pengentasan kemiskinan adalah dapat dilakukan

Page 191: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

518| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

dengan pemberdayaan. Secara sederhana pemberdayaan tersebut dikenali dari

program Pemerintah Kota Surabaya yaitu ditujukan terhadap warga masyarakat

kampung setempat agar dapat meningkatkan kondisi sosial ekonomi dan

lingkungannya secara mandiri dan berkelanjutan (Suhartini, 2005:13). Selanjutnya

terkait dengan sasaran penanggulangan ditujukkan terhadap orang miskin yang

mempunyai usaha ekonomi, maka dapat ditentukan bahwa permasalahan utama bagi

pengusaha mikro menurut Ismawan (2003:103) adalah persoalan permodalan. Oleh

karena itu pemberian permodalan berupa kredit pada orang miskin yang mempunyai

usaha ekonomi menjadi perlu keberadaannya guna menanggulangi kemiskinan.

Namun pemberdayaan dengan pola pemberian pinjaman tersebut telah banyak

dilakukan oleh pemerintah, dan banyak pula menyisakan permasalahan yang

utamanya adalah penyaluran dan pengembalian pinjaman. Hal ini sebagaimana

dikemukakan Oksiana Jatiningsih dalam kesimpulan penelitiannya tentang Lembaga

Keuangan Non Bank (LKNB) yaitu : kelemahan pelaksanaan LKNB diantaranya

adalah ketidaktegasan aturan pengembalian dana, penggunaan dana yang tidak sesuai

(Oksiana Jatiningsih, 2015:148). Pengembalian dana tersebut dapat menjadi salah

satu parameter untuk menilai keberhasilan program, maknanya adalah bila debitur/

debitor yang menerima fasilitas kredit dari LKNB tidak mengembalikan dana

pinjaman maka patut diduga bahwa usaha orang tersebut belum berhasil atau orang

tersebut masih dalam kemiskinan. Bila usahanya belum berhasil, maka secara

sederhana dikualifikasikan bahwa orang miskin tersebut belum berdaya dan

karenanya sasaran program belum tercapai. Lebih lanjut Oksiana Jatiningsih

menyebutkan dalam saran penelitiannya yaitu secara sederhana agar pemberdayaan

masyarakat melalui LKNB berhasil maka perlu pendampingan yang tidak saja

berhenti pada saat awal, tetapi juga dilanjutkan pada saat menerima dan

mengimplementasi bantuan. Hal itu dapat berbentuk pelatihan mulai dari produksi

hingga pemasaran (Oksiana Jatiningsih, 2015:150).

Page 192: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |519

Pelaku Usaha Ekonomi Kreatif

Berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 3 UU RI No. 8 Tahun 1999 Tentang

Perlindungan Konsumen, disebutkan jika pelaku usaha adalah setiap orang

perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan

badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam

wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama

melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam bidang ekonomi.

Mencermati pengertian dalam Ketentuan Umum Undang-undang tersebut, maka

dapat dikenali bahwa subyek hukum yang dapat menyelenggarakan kegiatan usaha

dalam bidang ekonomi adalah naturlijke persoon dan recht persoon (R. Subekti,

2003:14). Guna melakukan kegiatan usaha dalam bidang ekonomi tidak harus

berbentuk badan hukum, namun dapat berupa perorangan pribadi maupun kumpulan

orang-perorangan yang disebut sebagai badan usaha non badan hukum. Oleh karena

tidak ada keharusan mengenai bentuk subyek hukumnya, maka masyarakat yang

hendak melakukan kegiatan usaha dalam bidang ekonomi dapat memilih salah satu

bentuk yaitu dapat melakukan usaha sendiri atau berkumpul dengan orang lain atau

menjadikan kumpulan tersebut sebagai sebuah badan hukum. Perbedaan dalam

bentuk-bentuk tersebut sesungguhnya adalah memiliki akibat hukum pada perbedaan

pertanggungan jawab, dimana pada intinya bentuk usaha yang berbadan hukum

memiliki pertanggungan jawab yang terbatas (Abdulkadir Muhammad, 1993:28).

Makna terbatas dalam pertanggungan jawab oleh badan usaha yang berbentuk badan

hukum tersebut adalah bagi organ badan hukum tidak akan dikenakan pertanggungan

jawab pribadi sepanjang melaksanakan usaha sesuai dengan anggaran dasarnya. Hal

ini tidak terlepas adanya pemisahan harta kekayaan, yaitu antara harta sebagai pribadi

organ-organ badan hukum dengan harta badan hukum. Konkritnya bila dalam

menyelenggarakan usaha kemudian menimbulkan resiko terhadap pihak ketiga, maka

dilihat bentuk subyek hukum usahanya. Bila usaha tersebut dilakukan oleh

perseorangan atau kumpulan orang-orang dan tidak berbadan hukum, maka nilai

penggantian resiko adalah hingga pada harta pribadinya. Namun bila usaha ekonomi

Page 193: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

520| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

tersebut adalah berbentuk badan hukum, maka nilai penggantian resiko adalah

terbatas hanya pada harta atau kekayaan badan hukum.

Selanjutnya berkaitan dengan harta atau kekayaan pelaku usaha, dapat

diadakan klasifikasi berdasarkan jumlah atau besarnya. Dimana berdasarkan

ketentuan Pasal 6 UU RI Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah (selanjutnya disingkat UU Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah), klasifikasi

tersebut adalah :

1. Usaha mikro: memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,. (lima

puluh juta rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;

2. Usaha kecil : memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,. (lima puluh

juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,. (lima ratus juta

rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha;

3. Usaha menengah: memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,. (lima

ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,. (sepuluh

milyar rupiah), tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

Sedangkan klasifikasi yang dimaksud dengan usaha besar dijelaskan dalam

ketentuan Pasal 1 angka 4 UU Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yaitu usaha

ekonomi produktif yang dilakukan oleh badan usaha dengan jumlah kekayaan bersih

atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari usaha menengah, yang meliputi usaha

nasional milik negara atau swasta, usaha patungan, dan usaha asing yang melakukan

kegiatan ekonomi di Indonesia. Makna lebih besar dalam Udang-undang tersebut

kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Menteri Perdagangan Republik

Indonesia Nomor 46/ M-DAG/PER/9/2009 Tentang Surat Izin Usaha Perdagangan,

pada intinya makna lebih besar dari usaha menengah adalah memiliki kekayaan bersih

lebih dari Rp. 10.000.000.000,. (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan

bangunan tempat usaha. Hal ini bersesuian dengan batas atas kekayaan bersih yang

dikatagorikan sebagai usaha menengah dalam UU Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah

yaitu paling banyak Rp. 10.000.000.000,. (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah

dan bangunan tempat usaha. Sehingga dimaknai bila dalam Pasal 1 angka 4 UU Usaha

Page 194: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |521

Mikro, Kecil, dan Menengah bahwa yang dimaksud usaha besar adalah lebih besar dari

usaha menengah, maka angkanya adalah lebih dari yang ditentukan dalam Pasal 6.

Sementara berkaitan dengan macam kegiatan usaha dalam bidang ekonomi

yang dapat dilakukan oleh pelaku usaha pada intinya adalah setiap kegiatan atau

aktivitas dengan orientasi pada hasil berupa keuntungan (profit oriented). Sehingga

tidak terdapat ketentuan mengenai kegiatan usaha apa saja yang harus dilakukan oleh

setiap pelaku usaha baik perorangan maupun berkelompok yang berbadan hukum dan

tidak berbadan hukum, ketentuan hukum hanya membatasi barang dan jasa yang

dilarang diperdagangkan serta larangan dalam perbuatan tertentu dalam perdagangan

atau usaha. Sebagai contoh mengenai kegiatan usaha apa yang dapat dilakukan oleh

pelaku usaha, dikenal adanya kegiatan usaha yang disebut sebagai ekonomi kreatif.

Berdasarkan ketentuan Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2015 Tentang

Perubahan Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 Tentang Badan Ekonomi Kreatif,

bidang ekonomi kreatif adalah terdiri dari; (1) Bidang aplikasi dan game developer; (2)

Bidang arsitektur; (3) Bidang desain interior; (4) Bidang desain komunikasi visual; (5)

Bidang desain produk; (6) Bidang fashion; (7) Bidang film; (8) Bidang animasi dan

video; (9) Bidang fotografi; (10) Bidang kriya; (11) Bidang kuliner; (12) Bidang

musik; (13) Bidang penerbitan; (14) Bidang periklanan; (15) Bidang seni pertunjukan;

(16) Bidang seni rupa; (17) Bidang televisi dan radio.

Memang ketentuan Pasal tersebut adalah mengenai tugas Badan Ekonomi Kreatif,

yaitu membantu Presiden dalam merumuskan, menetapkan, mengoordinasikan, dan

sinkronisasi kebijakan ekonomi kreatif. Namun penelusuran terhadap macam ekonomi

kreatif adalah dapat diperoleh dari bidang-bidang mengenai kebijakan ekonomi kreatif

di atas.

Pemberdayaan Pelaku Usaha Mikro Bidang Ekonomi Kreatif Melalui Pola

Kemitraan

Pemberdayaan merupakan tema besar dalam UU Usaha Mikro, Kecil, dan

Menengah, hal ini sebagaimana ditegaskan Ketentuan Penjelasan Umum UU tersebut

Page 195: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

522| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

yaitu usaha mikro, kecil, dan menengah perlu diberdayakan dengan cara : (1)

Penumbuhan iklim usaha yang mendukung pengembangan usaha mikro, kecil, dan

menengah; dan, (2) Pengembangan dan pembinaan usaha mikro, kecil, dan menengah.

Sedangkan tujuan dari pemberdayaan usaha mikro, kecil, dan menengah ditegaskan

dalam ketentuan Pasal 5 UU Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah yaitu: (1)

Mewujudkan struktur perekonomian nasional yang seimbang, berkembang, dan

berkeadilan; (2) Menumbuhkan dan mengembangkan kemampuan usaha mikro, kecil,

dan menengah menjadi usaha yang tangguh dan mandiri; dan, (3) Meningkatkan peran

usaha mikro, kecil, dan menengah dalam pembangunan daerah, penciptaan lapangan

kerja, pemerataan pendapatan, pertumbuhan ekonomi, dan pengentasan rakyat dari

kemiskinan.

Hal ini membuktikan bahwa pemberdayaan terhadap usaha mikro salah satunya adalah

secara hukum berkorelasi terhadap pengentasan kemiskinan, sehingga tepat bila

sasaran subyek yang diberdayakan demi penanggulangan atau pengentasan kemiskinan

adalah pelaku usaha kecil termasuk yang memiliki kegiatan usaha bidang ekonomi

kreatif.

Selanjutnya teknis memberdayakan usaha mikro, berdasarkan ketentuan

Pasal 25 UU Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah adalah dengan pola kemitraan.

Dimana dapat dipahami pada intinya kemitraan tersebut adalah didasarkan pada

kondisi dimana terdapat ketimpangan antar pelaku usaha. Macam ketimpanganya

disebutkan dalam Pasal 25 ayat (2) UU, yaitu dalam hal; (1) Proses alih keterampilan

di bidang produksi dan pengolahan; (2) Pemasaran; (3) Permodalan; (4) Sumber daya

manusia; dan (5) Teknologi.

Maknanya adalah pelaku usaha tingkat di atasnya selalu lebih unggul dalam lima

macam jenis di atas dibandingkan dengan pelaku usaha tingkat di bawahnya, contoh :

pelaku usaha besar akan lebih menguasai atau unggul dalamm hal permodalan

dibandingkan dengan usaha kecil bahkan usaha mikro. Karakteristik pola kemitraan

secara sederhana adalah adanya pola hubungan adanya pelaku usaha antar tingkat,

misalnya antara pelaku usaha mikro dengan pelaku usaha besar. Targetnya adalah

pelaku usaha mikro dapat berdaya dengan cara menyerap keunggulan pelaku usaha

Page 196: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |523

besar. Maka kemitraan tersebut berdasarkan ketentuan Pasal 26 UU Usaha Mikro,

Kecil, dan Menengah adalah dapat dilaksanakan dengan pola : (1) Inti plasma; (2)

Subkontrak; (3) Waralaba; (4) Perdagangan umum; (5) Distribusi dan keagenan; (6)

Bentuk-bentuk kemitraan lain, seperti : bagi hasil, kerjasama operasional, usaha

patungan (joint venture), dan penyumberluaran (outsourching).

Pola inti plasma pada intinya adalah hubungan kemitraan antara usaha kecil dengan di

atasnya yang usaha di atasnya tersebut bertindak sebagai inti, dan usaha kecil selaku

plasma. Usaha inti melaksanakan pembinaan mulai dari penyediaan sarana produksi

hingga pemasaran hasil produksi. Sedangkan pola subkontrak adalah hubungan

kemitraan dimana usaha mikro memproduksi komponen yang diperlukan usaha tingkat

di atasnya sebagai bagian dari inti produksinya. Kemudian waralaba yaitu usaha mikro

menerima hak penggunaan lisensi, merek dagang, dan saluran distribusi pelaku usaha

tingkat di atasnya dengan disertai bantuan bimbingan manajemen. Pola perdagangan

umum adalah hubungan kemitraan dimana usaha besar memasarkan hasil produksi

usaha mikro atau usaha mikro memasok kebutuhan yang diperlukan pelaku usaha

tingkat di atasnya. Selanjutnya pola distribusi dan keagenan pada intinya pelaku usaha

mikro atau lainnya diberi hak khusus untuk memasarkan barang dan/ atau jasa usaha

besar.

SIMPULAN

Sasaran tepat dalam model pemberdayaan guna penanggulangan atau

pengentasan kemiskinan adalah pelaku usaha mikro, kemudian pemberdayaan dapat

dilakukan dengan pola kemitraan sebagaimana telah sesuai dengan UU Usaha Mikro,

Kecil, dan Menengah.

Page 197: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

524| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Mardimin, Yohanes, Kritis Protes Pembangunan di Indonesia, Yogyakarta:Kanisius,

1996

Kasim, Muslim, Karakteristik Kemiskinan di Indonesia dan Strategi

Penanggulangannya, Jakarta : Indomedia, 2006

Soekanto, Soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta:Rajawali Pers, 1987

Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perdata Indonesia, Bandung:Citra Aditya Bakti,

1993

Subekti, R., Pokok-pokok Hukum Perdata, Jakarta:Intermasa, 2003

Khomsan, Ali, Dkk., Indikator Kemiskinan dan Misklasifikasi Orang Miskin,

Jakarta:Pustaka Obor Indonesia, 2015

Mardimin, Johanes, Dimensi Kritis Proses Pembangunan di Indonesia,

Yogyakarta:Kanisius, 1996

Halim, Abdul, Akuntansi Sektor Publik Akuntansi Keuangan Daerah,

Jakarta:Salemba Empat, 2002

Supriatna, T., Birokrasi Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan,

Bandung:Humaniora Utama Press, 1997

A., Suhartini, Dkk., Model-model Pemberdayaan Masyarakat, Yogyakarta:Pustaka

Pesatren, 2005

Jurnal, Penelitian

“Memahami Kemiskinan Secara Multidimensional”, Suryawati, Chriswardani, Jurnal

Manajemen Pembangunan dan Kebijakan, Volume 08, No. 03, Edisi

September 2005

“Bagaimana Kemiskinan Diukur ? Beberapa Model Penghitungan Kemiskinan di

Indonesia”, Cahyat, A., CIFOR-BMZ, November 2004

“Peran Lembaga Keuangan Mikro”, Ismawan, Bambang, Journal of Indonesian

Economy and Business, FE UGM, 2003

“Penanggulangan Feminisasi Kemiskinan Dalam Menghadapi Masyarakat Ekonomi

ASEAN: Model Pengembangan Lembaga Keuangan Non Bank Sebagai

Pendukung Usaha Ekonomi Perempuan di Perdesaan Jawa Timur”, Oksiana

Jatiningsih, Dkk., Laporan Akhir Penelitian, Balitbang Prov. Jawa Timur

dengan Universitas Negeri Surabaya, 2015

Page 198: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |525

BAKUL SEMANGGI GENDONG DALAM PERSPEKTIF SOSIOLOGI

EKONOMI

Rindawati

Dosen pada Departemen Pendidikan Geografi, FISH, Universitas Negeri Surabaya

(UNESA); email :[email protected], [email protected]

Abstrak

Studi ini mengangkat tentang realitas bakul semanggi gendong di Kota Surabaya yang

tetap eksis di tengah menjamurnya selera kuliner global. Eksistensi bakul semanggi

gendong tersebut didukung adanya keterlekatan kelembagaan baik dari internal bakul

semanggi gendong sendiri maupun eksternal lingkungan dan pelanggan, salah satunya

adalah dengan melakukan migrasi khas untuk menjajakan kuliner semanggi. Penelitian

ini menggunakan pendekatan kualitatif. Metode yang digunakan adalah metode

fenomenologi. Subjek penelitiannya adalah bakul semanggi gendong dan pelanggannya.

Temuan penelitian ini adalah: Terdapat konstruksi sosial bakul semanggi gendong bahwa

menjadi bakul semanggi gendong itu merupakan pilihan bagi perempuan di kampung

Kendung untuk melanjutkan tradisi keluarganya, dan harus melakukan migrasi sirkuler

karena pelanggannya. Implikasi temuan penelitian ini adalah: pertama, eksistensi bakul

semanggi gendong didukung oleh proses pelembagaan bakul semanggi gendong sendiri;

kedua, proses pelembagaan yang terjadi pada bakul semanggi gendong di antaranya:

budaya genetik, dan melakukan migrasi sirkuler untuk menjajakan semanggi ke Kota

Surabaya; ketiga, bakul semanggi gendong dimaknai oleh pelanggan sebagai suatu

budaya kuliner yang harus dipertahankan yang dikaitkan dengan orientasi masa lampau,

sekarang dan masa depan.

Kata-kata Kunci : bakul semanggi gendong, sosiologi ekonomi dan makna sosial.

PENDAHULUAN

Latar Belakang Penelitian

Bakul semanggi gendong dan kuliner semanggi adalah salah satu pedagang

dan kuliner khas Kota Surabaya. Keberadaannya pada jaman modern ini sudah

jarang ditemui, namun masih ada yang tetap bertahan dengan tidak merubah

sama sekali dari cara bakul semanggi gendong yang sudah dilakukan oleh

generasi pendahulunya.

Page 199: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

526| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Kata bakul (dalam bahasa Jawa) artinya pedagang, sedangkan semanggi

adalah sekelompok paku air (Salviniales dari marga Marsilea), yang di Indonesia

mudah ditemukan di pematang sawah atau tepi saluran irigasi. Secara morfologi

bentuk tumbuhan ini sangat khas, karena bentuk daunnya menyerupai payung,

tersusun dari empat kelopak anak daun yang berhadapan. Kuliner khas kota

Surabaya ini disajikan di atas wadah yang terbuat dari daun pisang (pincuk),

terdiri dari beberapa jenis sayuran seperti daun semanggi dan kecambah, ditaburi

bumbu yang terbuat dari ubi jalar dan kacang tanah, serta sambal yang terbuat

dari gula jawa, terasi, petis udang, dan cabe. Ini merupakan cara kearifan lokal

yang dikedepankan oleh bakul semanggi dengan kuliner semangginya.

Bakul semanggi gendong artinya pedagang atau penjaja semanggi yang

memasarkan kuliner semanggi dengan cara menggendong. Istilah penjaja

diartikan sebagai pedagang atau bakul (Bahasa Jawa). Bedanya dengan pedagang

yang lain adalah, istilah penjaja bagi bakul semanggi gendong karena

memasarkannya dengan cara berjalan kaki, berkeliling, menggendong semanggi

yang ditempatkan pada wadah yang terbuat dari anyaman bambu, yang biasa

disebut besek (Bahasa Jawa). Dalam menjajakan juga sambil berteriak menyebut

nama “semanggi”, “semanggi”, di setiap perjalanan kelilingnya. Oleh karena

itulah masyarakat Kota Surabaya banyak menyebutnya sebagai penjaja semanggi,

selain bakul semanggi gendong.

Keberadaannya di Kota Surabaya yang metropolis, karena bakul dan kuliner

semanggi tersebut hanya ditemui di Kota ini. Oleh karena itu kuliner yang unik

dan langka itu merupakan kuliner khas yang harus dilestarikan. Keunikan bakul

semanggi gendong dapat dicirikan, antara lain:1). Semua bakul semanggi gendong

adalah seorang perempuan yang rata-rata berusia paroh baya sampai tua. 2).

Pakaian yang dikenakannya adalah dengan memakai kain batik bermotif pesisir,

baju kebaya, selendang untuk menggendong semanggi dan setumpuk krupuk puli.

3). Cara menjajaknnya berjalan kaki, berkeliling dari kampung satu ke kampung

Page 200: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |527

yang lain dengan meneriakkan kata semanggi, semanggi.4). Dijajakan hanya di

Kota Surabaya dengan melakukan migrasi sirkuler.

Melihat ciri-ciri bakul semanggi gendong tersebut, maka eksistensi bakul

semanggi gendong merupakan fenomena sosial ekonomi yang langka dan belum

terkontaminasi pengaruh kuliner lain. Walau jaman sekarang ini begitu beragam

kuliner yang ada, baik modern maupun tradisional yang berusaha menampilkan

kreativitas baru dan menarik, namun kuliner semanggi masih tetap sama seperti

dahulu sejak pertama kali dikenal (1950), tanpa ada perubahan apapun.

Eksistensi bakul semanggi gendong juga didukung oleh hubungan baik

yang terjalin antara bakul semanggi dengan pelanggan di kota Surabaya. Bakul

semanggi gendong dan kuliner semanggi sebagai bagian dari romantisme masa

lalu, sehingga masih ada keseimbangan antara bakul semanggi gendong sebagai

supplyer dan pelanggan sebagai demand/pasar.

Dilihat dari aspek sosial dan ekonomi, bakul semanggi gendong melakukan

mobilitas keluar dari desa mereka yang berada di Kendung, Kecamatan Benowo,

Kota Surabaya, yaitu suatu kampung yang terletak di wilayah Kecamatan

Benowo, Surabaya Barat, dan berbatasan dengan Kabupaten Gersik. Mereka

setiap hari menjajakan kuliner semanggi menuju ke kota Surabaya, yang berjarak

antara 25-45 km, dengan cara sirkuler, sehingga peneliti sebut sebagai migrasi

sirkuler.

Berdasarkan latar belakang tersebut, dapat dikemukakan bahwa fenomena

bakul semanggi gendong Surabaya yang unik dan tradisional sangat layak untuk

diteliti. Demi mengembangkan khasanah dan wawasan budaya daerah, khususnya

budaya kuliner Kota Surabaya yang tradisional, semakin langka, tetapi masih

tetap eksis di tengah maraknya kuliner yang modern saat ini, tidak menyurutkan

semangat bakul gendong semanggi tetap menjajakan dagangannya ke Kota

Surabaya. Bagaimana mereka masih tetap eksis, makna apa dibalik yang

Page 201: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

528| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

dilakoninya (bakul semanggi gendong) serta bagaimana para pelanggan di Kota

Surabaya memaknainya.

Permasalahan yang dikemukakan tersebut semakin menguatkan peneliti

untuk mengungkap makna bakul semanggi gendong di Kota Surabaya dengan

berbagai simbol yang disandangnya.

Tinjauan Pustaka

Kajian Sosiologi Ekonomi

Sosiologi ekonomi sebagai sebuah kajian yang mempelajari hubungan

antara masyarakat, yang didalamnya terjadi interaksi sosial dengan ekonomi.

Sosiologi ekonomi mengkaji masyarakat, yang didalamnya terdapat proses dan

pola interaksi sosial, dalam hubungannya dengan ekonomi. Hubungan dilihat dari

sisi saling pengaruh-mempengaruhi. Masyarakat sebagai realitas eksternal-

objektif akan menuntun individu melakukan kegiatan ekonomi sesuai dengan apa

yang dimiliki atau diproduksi.

Sosiologi ekonomi mempelajari berbagai macam kegiatan yang sifatnya

kompleks dan melibatkan produksi, distribusi, pertukaran dan jasa yang bersifat

langka dalam masyarakat. Jadi, fokus analisis untuk sosiologi ekonomi adalah

pada kegiatan ekonomi, dan mengenai hubungan antara variabel-variabel

sosiologi yang terlihat dalam konteks non-ekonomis.

Konsep keterlekatan diajukan oleh Granovetter (1985) untuk menjelaskan

perilaku ekonomi dalam hubungan sosial. Konsep keterlekatan merupakan

tindakan ekonomi yang disituasikan secara sosial dan melekat dalam jaringan

sosial personal yang sedang berlangsung di antara para aktor. Adapun yang

dimaksud dengan jaringan hubungan sosial ialah sebagai “suatu rangkaian

hubungan yang teratur atau hubungan sosial yang sama di antara individu atau

kelompok”(Granovetter dan Swedberg,1992:9).

Tindakan yang dilakukan oleh anggota jaringan adalah “terlekat” karena ia

diekspresikan dalam interaksi dengan orang lain. Ini tidak hanya terbatas pada

Page 202: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |529

tindakan aktor individual sendiri tetapi juga mencakup perilaku yang lebih luas,

seperti penetapan harga dan institusi-institusi ekonomi yang lebih luas, yang

semuanya terpendam dalam suatu jaringan sosial.

Cara seorang terlekat dalam jaringan hubungan sosial adalah penting dalam

penentuan banyaknya tindakan sosial dan jumlah dari hasil institusional. Misalnya

apa yang terjadi dalam produksi, distribusi dan konsumsi sangat banyak

dipengaruhi oleh keterlekatan orang dalam hubungan sosial. Tindakan ekonomi

menurut ahli sosiologi dan ekonomi umumnya oversocialized-undersocialized,

nilai dan norma tindakan ekonomi keuntungan pribadi.

Granovetter melihat bahwa dikothomi oversocialized-undersocialized

bukanlah suatu penggambaran yang tepat terhadap realitas tindakan ekonomi.

Kenyataannya, tindakan ekonomi melekat pada setiap jaringan hubungan sosial

baik tindakan ekonomi yang termasuk dalam oversocialized-undersocialized.

Orang yang berorientasi pada self interest pada kenyataanya juga mengantisipasi

tindakan orang lain. Misalnya seorang pedagang akan mempertimbangkan

pengambilan tingkat keuntungan yang berbeda terhadap pembeli yang menjadi

langganan dengan yang tidak langganan. Apabila pedagang tidak melakukan hal

tersebut maka ia akan kehilangan pelanggan.

Penerapan Konsep Keterlekatan

Dalam perilaku ekonomi telah melekat konsep kepercayaan (trust).

Pendekatan aktor teratomisasi yang berakar dari pendekatan ekonomi neo-klasik

yakin bahwa kepercayaan merupakan institusi sosial yang berakar dari hasil

evolusi kekuatan-kekuatan politik, sosial, sejarah, dan hukum, dipandang sebagai

solusi yang efisien terhadap fenomena ekonomi tertentu.

Pendekatan aktor yang lebih tersosialisasi memandang bahwa

kepercayaan merupakan moralitas umum dalam perilaku ekonomi. Oleh karena

Page 203: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

530| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

itu semua tindakan actor haruslah merujuk, tunduk dan patuh secara otomatis

terhadap moralitas tersebut, dalam hal itu menjunjung tinggi nilai-nilai

kepercayaan.

Pendekatan sosiologi ekonomi baru atau juga sering disebut pendekatan

“keterlekatan” mengajukan pandangan yang lebih dinamis, yaitu bahwa

kepercayaan tidak muncul dengan seketika tetapi dari proses hubungan antar

pribadi dari aktor-aktor yang sudah lama terlibat dalam perilaku ekonomi secara

bersama. Kepercayaan bukanlah barang baku (tidak berubah), tetapi sebaliknya, ia

terus menerus ditafsirkan dan dinilai oleh para aktor yang terlibat dalam hubungan

perilaku ekonomi.

Granovetter telah menegaskan bahwa keterlekatan perilaku ekonomi

dalam hubungan sosial dapat dijelaskan melalui jaringan sosial yang terjadi dalam

kehidupan ekonomi. Bagi sosiolog, studi tentang jaringan sosial dihubungkan

dengan bagaimana individu terkait antara satu dengan lainnya dan bagaimana

ikatan afiliasi melayani baik sebagai pelicin untuk memperoleh sesuatu yang

dikerjakan maupun sebagai perekat yang memberikan tatanan dan makna pada

kehidupan sosial.

Keterlekatan Kelembagaan Bakul Semanggi Gendong

Teori Granoveter yang telah dijabarkan tersebut di depan bertolak

belakang dengan keterlekatan bakul semanggi gendong yang sedang penulis teliti

kali ini. Dengan demikian penelitian yang dilakukan oleh Granovetter dan

penelitian yang penulis lakukan walaupun terkait dengan

embeddednes/keterlekatan, namun terdapat perbedaan yang mendasar, terutama

pada kondisi sosial ekonomi dan budaya masyarakat yang berbeda.

Perbedaan kondisi masyarakat di negara yang sudah maju dan negara

berkembang tentulah tidak sama, namun meminjam logika Granovetter tentang

embedednes, penulis ingin menggali keterlekatan kelembagaan dari fenomena

bakul semanggi gendong yang konsisten dan eksis dengan pilihannya. Kenapa

Page 204: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |531

mereka masih mau menjual dan menjajakan semanggi, padahal kuliner ini tidak

semua orang mengetahui dan menggemari, terutama generasi muda, ditambah

lagi harus bersaing dengan kuliner-kuliner lain yang lebih modern. Menurut

penulis, bakul semanggi gendong memiliki keterlekatan kelembagaan terhadap

eksistensi dan konsistensinya menjadi bakul semanggi.

Keterlekatan relasional merupakan tindakan ekonomi yang disituasikan

secara sosial dan melekat dalam jaringan sosial personal yang sedang berlangsung

diantara para aktor dalam suatu aktifitas ekonomi yang berhubungan dengan

orang lain dikaitkan dengan individu lain.Tindakan ekonomi dalam hubungan

pelanggan dengan bakul semanggi gendong merupakan suatu bentuk keterlekatan

relasional. Dalam hubungan tersebut terjadi hubungan interpersonal antara bakul

semanggi gendong sebagai penjual dan pelanggan sebagai pembeli yang

melibatkan berbagai aspek.

Hubungan langganan bermula dari pencaríannya terhadap kepastian dan

keakuratan informasi kuliner semanggi. Proses itu berlangsunng terus menerus

sampai ada kepastian dan kepercayaan dari kedua belah pihak bahwa berbagi

informasi itu telah terjadi dan telah menguntungkan kedua belah pihak. Hubungan

yang saling menguntungkan tersebut akan melekat, hingga terjalin romantisme

masa lalu tentang kuliner khas semanggi Surabaya. Hubungan antara bakul

semanggi gendong dan pelanggan tidak hanya meliputi tindakan ekonomi, tetapi

juga bisa meluas kedalam aspek sosial, budaya, bahkan politik.

Selain keterlekatan relasional, bakul semanggi gendong juga terlekat pada

kelembagaan struktural. Menurut penulis, keterlekatan kelembagaan bakul

semanggi gendong antara lain:

1. Keterlekatan yang berasal dari diri bakul gendong sendiri, diantaranya:

Makanan/ kuliner semanggi itu sendiri, bahan-bahan, cita rasa, dan

pengemasannya.

Page 205: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

532| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Cara memperoleh bahan-bahan semanggi

Cara berpakaian bakul semanggi.

Cara memasarkan kuliner semanggi

2 Keterlekatan antara bakul semanggi gendong dan pelanggan – bermigrasi

sirkuler

3. Keterlekatan antara bakul semanggi gendong dengan juragan

Menurut pendapat Soeratmo (1995), bahwa aspek kehidupan sosial

ekonomi meliputi antara lain: Aspek sosial demografi, yaitu: pembaharuan sosial,

tingkah laku, motivasi masyarakat, serta kependudukan dan migrasi. Aspek

ekonomi meliputi antara lain: kesempatan kerja, tingkat pendapatan dan pemilikan

barang. Aspek pelayanan sosial meliputi antara lain: sarana pendidikan, sarana

kesehatan, sarana olahraga dan sarana transportasi. Dalam strategi penjualan yang

dilakukan oleh bakul semanggi gendong agar bisa tetap bertahan diwujudkan

dalam tindakan social oleh bakul sendiri. Menurut Weber, tindakan sosial adalah

tindakan individu sepanjang tindakan tersebut mempunyai makna atau arti bagi

dirinya.

Memahami tindakan ekonomi sebagai bentuk dari tindakan sosial menurut

konsep tindakan sosial dari Weber, bahwa tindakan ekonomi dapat dipandang

sebagai suatu tindakan sosial sejauh tindakan tersebut memperhatikan tingkah

laku orang lain. Weber berpendapat bahwa individu melakukan suatu tindakan

berdasarkan atas pengalaman, pemahaman, persepsi atas suatu objek stimulus dan

situasi tertentu. Tindakan individu merupakan tindakan sosial yang rasional yaitu

untuk mencapai tujuan atau sarana-sarana yang paling tepat (Ritzer, 1983).

Weber (Doyle, 1986:131), menyatakan bahwa tindakan sosial berkaitan

dengan interaksi sosial, suatu tindakan dikatakan tindakan sosial jika individu

tersebut mempunyai tujuan dalam melakukan tindakannya. Weber menggunakan

konsep rasionalitas dalam klasifikasinya mengenai tipe-tipe tindakan sosial.

Tindakan Sosial Weber di sini yaitu tindakan yang melibatkan orang

lain atau tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang

Page 206: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |533

lain. Tindakan sosial merupakan tindakan individu sepanjang tindakan itu

mempunyai makna bagi dirinya sendiri dan diarahkan kepada orang lain.

Tindakan yang dilakukan para perempuan bakul semanggi gendong disini

merupakan tindakan ekonomi dan sosiologi, karena dalam tindakan ekonomi

bakul semanggi gendong tersebut terdapat hubungan saling ketergantungan antara

bakul semanggi sebagai supplier (pedagang) dan masyarakat pelanggan sebagai

demand (pembeli). Tindakannya tidak hanya untuk kepentingan dirinya sendiri,

tetapi juga ditujukan kepada orang lain yaitu kelembagaan keluarga bakul

semanggi gendong sendiri dan pelanggannya. Dengan demikian tindakan

ekonomi bakul semanggi gen d o n g tersebut dikategorikan dalam kajian

sosiologi ekonomi.

Keberadaan bakul semanggi gendong di Kota Surabaya merupakan sebuah

fenomena sosial yang langka dan masih dibutuhkan oleh sekelompok masyarakat

Kota Surabaya, penggemar kuliner tradisional. Konsistensi dan eksistensi mereka

mencerminkan kemandirian dari seorang bakul semanggi gendong. Kenyataan

bahwa keberadaan mereka sampai sekarang masih bisa bertahan juga sangat

bergantung dari strategi adaptif yang dilakukan dan tetap menjaga hubungan baik

dengan pelanggannya. Masing-masing berfungsi untuk memenuhi kebutuhan,

baik dari sisi bakul semanggi gendong sebagai supplayer/penjual yang bertujuan

untuk mendapatkan hasil dan pelanggan sebagai demand/pembeli untuk

memenuhi seleranya.

Setiap orang sesungguhnya dapat menemukan cara untuk menghadapi

tantangan agar tetap bertahan hidup. Hal ini berkaiatan dengan strategi bertahan,

sebagaimana dikutip oleh Ibrahim dan Murni Baheram, (2009), menyebutkan tiga

jenis strategi bertahan, yaitu:1). Strategi bertahan sebagai strategi untuk

memenuhi kebutuhan hidup pada tingkat minimum agar dapat bertahan hidup;2).

Strategi konsolidasi yaitu strategi untuk memenuhi hidup, yang dicerminkan dari

Page 207: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

534| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

pemenuhan kebutuhan pokok dan sosial;3). Strategi akumulasi, yaitu strategi

pemenuhan kebutuhan hidup untuk mencapai kebutuhan pokok, sosial, dan

pemupukan modal.

Strategi yang dilakukan oleh bakul semanggi gendong merupakan strategi

ke tiga-tiganya, alasannya adalah bahwa dilihat dari kacamata ekonomi, bakul

semanggi gendong tetap bertahan sampai saat ini berarti mereka sudah bisa

memenuhi kebutuhan hidupnya, tidak semata-mata mencari keuntungan tetapi

dari sisi sosial budaya mereka juga menjalin dan menjaga hubungan baik dengan

pelanggannya, sehingga terjalin suasana keakraban diantara ke duanya yang

peneliti sebut sebagai romantisme masa lalu.

Transaksi pertukaran yang dilakukan oleh bakul semanggi gendong

dengan pelanggannya merupakan kerjasama yang saling menguntungkan karena

merupakan bagian dari romantisme masa lalu yang ingin dikenang kembali.

Ketika jalinan tersebut sudah berlangsung lama, maka diantara mereka selalu ada

hadiah/ganjaran yang diberikan agar kerjasama tersebut terus berlanjut.

Ganjaran itu bisa berupa perlakuan tersendiri kepada pelanggan yang

sudah lama berlangganan dengan memberi harga lebih rendah dibanding dengan

pembeli yang baru. Selain itu ganjaran diberikan kepada pelanggan yang lama

dengan memberi tambahan kerupuk puli, demikian sebaliknya terkadang

pelanggan memberikan hadiah berupa pakaian bekas atau makanan, bahkan ada

yang memberi saat lebaran. Inilah yang terjadi pada bakul semanggi gendong di

Kota Surabaya dan pelanggannya, yang rata- rata mereka sudah berusia tua.

Bakul semanggi gendong tidak hanya terjalin hubungan baik dengan

pelanggan, tetapi juga terjalin keterlekatan dengan juragan. Dalam jaringan sosial

terdapat kelompok sosial yang terbentuk secara tradisional berdasarkan garis

keturunan (lineage). Pengalaman sosial secara turun-temurun (repoted social

experiences) dan kesamaan kepercayaan pada dimensi ke Tuhanan (religius

belief) cenderung memiliki kohesifitas yang tinggi (Hasbullah, 2006:63), seperti

yang terjadi pada bakul semanggi gendong.

Page 208: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |535

Jaringan sosial juga berperan penting dalam pemasaran. Jaringan tersebut

merupakan ikatan antar pribadi bakul semanggi gendong dengan juragan. Melalui

ikatan kekerabatan, persahabatan dan komunitas yang sama, jaringan sosial

membantu bakul semanggi gendong tetap eksis di tengah globalisasi. Jaringan

sosial yang dimaksud adalah dalam bentuk pertukaran informasi, dan penyediaan

bahan baku semanggi.

Kajian Terdahulu Yang Relavan

Kajian terdahulu yang berkaitan dengan eksistensi atau mekanisme

survival yang ditemukan dari hasil penelitian terdahulu diantaranya:

Penelitian oleh Wiyono, (2010), menyimpulkan, meski di tengah era

globalisasi ini telah muncul banyak varian makanan-makanan modern yang

menarik tetapi tidak mampu mengurangi rasa kerinduan masyarakat kota

Surabaya untuk menikmati makanan tradisional yang ada utamanya adalah

semanggi. Hampir di setiap event kuliner yang diselenggarakan, semanggi dan

makanan tradisional Surabaya merupakan menu wajib untuk ditampilkan dan

dihidangkan kepada masyarakat kota. Hal ini ditunjukkan dalam upaya pelestarian

budaya-budaya tradisional, sebab jika tidak dilindungi, maka budaya tersebut

akan hilang atau punah.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Granovetter (Damsar,1997:48),

memperlihatkan bahwa kuatnya suatu ikatan jaringan memudahkan seseorang

untuk mengetahui ketersediaan pekerjaan. Dalam hal ini, jaringan sosial juga

memai nkan peranan penti ng dalam berimi grasi dan kewiraswastaan imi gran.

Jaringan tersebut merupakan ikatan antar pribadi yang mengikat para migran

melalui kekerabatan, persahabatan, komunitas asal yang sama.

Septiarti. Usman, dan Sutrisno (1996), tertarik untuk meneliti strategi

kelangsungan hidup dari kelompok petani miskin desa berlahan kering yang

Page 209: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

536| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

bergelut dengan kondisi subsistensi dan terbelit kebutuhan hidup secara social

ekonomi. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan bahwa strategi kelangsungan

hidup yang ditempuh petani miskin di Desa Girirejo, Kecamatan Imogiri, Bantul,

Yogyakarta dikategorikan sebagai desa tertinggal. Diungkapkan pula bahwa

bentuk dan strategi kelangsungan hidup tersebut sangat dipengaruhi oleh struktur

kelas dan pola stratifikasi masyarakat pedesaan, artinya strategi kelangsungan

hidup rumah tangga petani miskin cenderung dipengaruhi oleh luas tidaknya

penguasaan lahan garapan.

Penelitian- penelitian yang telah dikemukakan di muka menunjukkan

bahwa berbagai cara individu atau masyarakat untuk bertahan hidup dan

menghidupi keluarganya dengan situasional, artinya pada situasi yang berbeda,

dapat ditemukan strategi bertahan yang berbeda pula. Dengan strategi yang tepat,

diharapkan mereka bisa tetap mempertahankan eksistensinya.

Penelitian-penelitian terdahulu yang telah disebutkan di muka akan

berbeda dengan penelitian pada bakul semanggi gendong kali ini. Perbedaan

tersebut terletak pada kelerlekatan kelembagaan baik internal maupun ekternal,

yang belum diteliti oleh penelitian terdahulu di muka. Dibuktikan dalam

penelitian ini, bahwa dengan adanya keterlekatan secara sosial ekonomi antara

bakul semanggi gendong, tradisi, pelanggan dan juragan semanggi, maka bakul

semanggi gendong mampu eksis di tengah maraknya kuliner global di Kota

Surabaya.

Eksistensi Bakul Semanggi Gendong

Terdapat paradigma yang tidak terbantahkan bahwa antara masyarakat

pelanggan dan bakul semanggi gendong ada ketergantungan romantisme masa

lalu secara ekonomi dan sosial yang mengarah pada selera kuliner khas semanggi

Surabaya. Mengapa masyarakat pelanggan semanggi masih menyukai makan

semanggi gendong yang notabene tidak ada yang berubah, baik cara berpakaian

bakul/penjualnya masih tetap dan tidak pernah ada perubahan apapun, cara

menjajakan, cita rasa, maupun kemasannya yang dipincuk, dan lain-lainnya.

Page 210: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |537

Selain itu mengapa bakul semanggi gendong masih mau menjajakan semanggi

seperti itu, padahal juga dihadapkan pada gempuran kuliner modern, seperti Pizza

Hut, Mac Donald, KFC, Hokben, dan yang lainnya.

Mempertahankan suatu nilai-nilai budaya tidak mudah ketika masuk di era

globalisasi sekarang ini, namun kenyataan tersebut tidak berlaku bagi bakul

semanggi gendong. Dengan bertahannya mereka sampai saat ini, menurut penulis

pasti ada nilai-nilai sosial ekonomi dan budaya yang masih melekat pada bakul

semanggi. Nilai-nilai tersebut telah berlangsung lama dan diturunkan dari generasi

ke generasi berikutnya.

Bakul semanggi gendong selama ini sering dipandang sebagai kelompok

yang terpinggirkan dalam kehidupan sosial ekonomi perkotaan. Mereka ada dari

suatu budaya yang tumbuh dan tetap bertahan di era modern sekarang ini.

Walaupun dengan jumlah yang terbilang sedikit bila dibandingkan dengan

penjual kuliner lain, keberadaannya akan sangat membantu masyarakat kota

Surabaya akan romantisme masa lalu atas kuliner khas Surabaya tersebut

yaitu semanggi Surabaya.

Penelitian lain yang juga meneliti tentang budaya adalah budaya

acung di Denpasar Bali, yang menemukan bahwa, terdapat pandangan miring

sebagian masyarakat yang menganggap pedagang acung yang selalu bertindak

memaksa dalam menjual barang dagangan sehingga terkesan memperburuk citra

pariwisata.

Bila pedagang acung yang mendapat cibiran dari sebagian masyarakat

di Denpasar, Bali, maka berbeda terhadap penelitian bakul semanggi gendong,

yang mana mereka amat dinantikan oleh masyarakat pelanggan, karena ada

keterlekatan selera, apalagi semanggi merupakan Ikon kota Surabaya yang perlu

dijaga dan dilestarikan, sehingga harus diperkenalkan pada pariwisata kota

Surabaya, khususnya budaya kulinernya.

Page 211: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

538| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

METODE

Penelitian yang dilakukan oleh penulis terhadap bakul semanggi gendong

menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode fenomenologi. Alasan penulis

menggunakan pendekatan ini karena penelitian kualitatif lebih cocok digunakan

untuk penelitian yang berkaitan dengan kehidupan manusia yang senantiasa

mengalami perubahan. Selain menggunakan pendekatan kualitatif, juga

menggunakan metode fenomenologi. Alasan penulis menggunakan metode

fenomenologi karena penulis berusaha mencari pemahaman tentang makna dari

sebuah realitas berdasarkan pengalaman yang dilalui oleh manusia. Realitas yang

dimaksud oleh penulis adalah pemaknaan realitas bakul semanggi gendong

terhadap dirinya sendiri dan oleh pelanggannya.

Setting (Lokasi) Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kota Surabaya, tepatnya di desa Kendung,

Kecamatan Benowo, Kota Surabaya. Penelitian ini tergolong studi kasus, karena

hanya meneliti individu-individu bakul semanggi gendong dan pelanggannya.

Dalam konteks ini studi kasus harus dilihat dari asumsi-asumsi dasarnya. Kasus

merupakan bagian dari yang lain, untuk itu harus dapat dilihat sebagai dirinya

sendiri di mana ia merupakan satu sistem organisasi yang memiliki fungsi. Kasus

merupakan bagian dari kasus-kasus lain atau bagian sistem sosial yang jauh lebih

besar (Abdullah,1997: 6).

Studi kasus bukan mengarah pada usaha generalisasi (Abdullah,1997:7).

Menurut pendapat Maxfiled (dalam Nasir,1985), penelitian kasus adalah

penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenaan dengan suatu fase

spesifik atau kekhasan. Teknik analisis data yang digunakan adalah model

interaktif. Alasan penulis menggunakan metode pengolahan data ini karena

penulis memperoleh data dan informasi yang berbentuk naratif, penjelasan, dan

penafsiran terhadap gambaran dari situasi sosial. Teknik analisis data model

interaktif ini dikembangkan oleh Miles dan Huberman. Mereka menjelaskan

bahwa analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan secara interaktif dan

Page 212: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |539

berlangsung secara terus-menerus hingga tuntas, sehingga data yang diperoleh

bersifat jenuh. Oleh karena data yang diperoleh berbentuk tindakan nonverbal

yang berupa deskripsi kalimat, tulisan, atau gambar, maka aktivitas analisis data

yang dilakukan terbagi ke dalam tiga bentuk, yaitu data reduction, data display,

dan conclusion drawing / verification.

Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Teknik pemeriksaan keabsahan data merupakan teknik yang digunakan

oleh peneliti untuk menguji kebenaran data yang diperoleh dan dilaporkan dalam

hasil penelitian dengan keadaan objek di lapangan sesungguhnya. Penulis

menggunakan teknik triangulasi untuk melakukan uji keabsahan data dari hasil

penelitian yang telah diperoleh. Teknik triangulasi yang digunakan oleh penulis

yaitu dengan cara membandingkan data yang telah dikumpulkan dari berbagai

metode pengumpulan data, yakni wawancara, telaah dokumen atau dokumentasi,

dan observasi. Teknik triangulasi sumber data digunakan oleh penulis dan

dilakukan dengan cara menggunakan berbagai sumber data, Teknik triangulasi

waktu yang dilakukan oleh penulis adalah dengan cara membandingkan hasil

wawancara dengan subyek penelitian pada waktu yang berbeda.

Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dengan wawancara dilakukan untuk studi

pendahuluan dalam menemukan gambaran dari objek yang diteliti, juga untuk

memperoleh data dan informasi secara mendalam dari narasumber. Penulis

menggunakan teknik wawancara untuk menggali pandangan subjektif dan

pengalaman dari bakul semanggi gendong sendiri dan pelanggannya.

Pendapat Esterberg yang disadur oleh Sugiyono mendefinisikan

wawancara sebagai berikut:

“’A meeting two persons to exchange information and idea through question and

responses, resulting in communication and joint construction of meaning about a

Page 213: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

540| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

particular topic’, wawancara merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar

informasi dan ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna

dalam suatu topik tertentu”(Sugiyono 2010:231)

Penulis menggunakan pedoman pertanyaan wawancara yang berupa garis-

garis besar pertanyaan wawancara yang telah dibuat sebelumnya, kemudian

mengingat dan mencatat data dari pernyataan narasumber yang dianggap penting

dan diperlukan untuk penelitian ini ke dalam catatan harian untuk disusun dan

dianalisis secara sistematis.

Telaah Dokumen

Teknik pengumpulan data dengan dokumentasi atau telaah dokumen

dilakukan oleh penulis untuk memperoleh data tambahan. Teknik ini dilakukan

oleh penulis sebelum terjun ke lapangan, ketika proses penelitian di lapangan, dan

setelah penelitian dilakukan.

Penulis mengumpulkan data dan informasi dari berbagai sumber tertulis

yang dapat membantu dalam melakukan penelitian ini. Bogdan menyatakan “in

most tradition of qualitative research, the phrase personal documentation is used

broadly to refer to any forst person narative produced by an individual which

describes his or her own actions, experience and belief”

Penulis mengumpulkan, membaca, dan menelaah data yang berbentuk

tulisan dan gambar dari berbagai sumber tertulis dan jurnal elektronik mengenai

bakul semanggi gendong.

Observasi

Pada penelitian kualitatif, teknik pengumpulan data dengan observasi

merupakan teknik untuk memperoleh data pelengkap dengan mengamati secara

langsung fenomena di lapangan yang kemudian dapat dibandingkan dengan

teknik-teknik lainnya.

Teknik pengumpulan data ini dimaksudkan untuk memperoleh data

pelengkap yang dibutuhkan dalam penyusunan karya ilmiah dengan cara terjun

secara langsung ke lapangan (field research). Maksud penulis terjun ke lapangan

Page 214: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |541

adalah melakukan kunjungan ke lokasi tempat asal dan tempat komunitas bakul

semanggi gendong.

Subyek Penelitian

Bakul semanggi gendong dan pelanggannya adalah merupakan subyek

dalam penelitian ini. Eksistensi bakul semanggi gendong yang sudah ada dan

dikenal sejak tahun 1950 hingga sekarang menjadi daya tarik tersendiri untuk

dilakukan penelitian. Sudah 64 tahun lamanya keberadaan kuliner dan bakul

semanggi gendong tersebut masih tetap sama tidak berubah.

Selain bakul semanggi gendong, yang tidak kalah menarik pula adalah

pelanggannya, karena ini juga khas dan menarik. Dikatakan menarik karena

pelanggan semanggi Surabaya adalah pelanggan yang sudah lama hingga terjalin

keterlekatan dengan bakul semanggi gendong itu sendiri.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan wawancara yang dilakukan penulis dan merujuk pada konsep

fenomenologi Alfred Schutz, secara because motives penulis mendiskripsikan

tentang faktor-faktor yang mendukung eksistensi bakul semanggi gendong tetap

menjajakan kuliner semanggi ke Kota Surabaya, yaitu, karena adanya keterlekatan

internal. Maksudnya adalah faktor-faktor yang menjadi motivasi bagi bakul

semanggi gendong untuk menjajakan kuliner semanggi di kota Surabaya.

Motivasi internal tersebut antara lain: ada keterlekatan internal sebagai

motivasi internal dan keterlekatan eksternal yang telah terjalin lama. Motivasi

internal yang dimaksud di sini adalah timbulnya rasa suka, senang, dan ingin

mendapatkan hasil sendiri untuk mencukupi kebutuhan keluarga dan

mempertahankan tradisi turun temurun dari keluarga bakul semanggi gendong

sendiri.

Selain itu rasa suka bakul semanggi gendong tetap eksis karena setiap hari

mempunyai pengasilan sendiri dari hasil jerih payahnya menjajakan semanggi di

Page 215: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

542| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Kota Surabaya. Dengan penghasilan tersebut, maka bakul semanggi gendong

dapat mencukupi kebutuhan keluarganya, baik kebutuhan pokok, seperti: makan,

minum, rumah dan sekolah anak-anak nya, maupun kebutuhan sosial, seperti:

kumpulan pengajian, menghadiri kondangan kerabat, tetangga dan kebutuhan

sosial lainnya.

Rasa senang dan suka dari bakul semanggi gendong juga ditunjukkan

ketika ada acara baik di tingkat Kelurahan yaitu Kelurahan Sememi, maupun di

tingkat Kecamatan Benowo, sering kali diminta untuk menyuguhkan kuliner khas

semanggi Surabaya. Demikian juga pada acara peringatan HUT Kota Surabaya

setiap tahunnya, tepatnya setiap tanggal 31 Mei, kuliner semanggi Surabaya selalu

diikutsertakan dalam ajang makan gratis bagi masyarakat Kota Surabaya

sekaligus memopulerkan kuliner tersebut kepada masyarakat.

Disamping rasa suka atau senang, ada rasa sengsara karena sebagai bakul

semanggi gendong harus bekerja keras dengan melakukan migrasi ke kota

Surabaya untuk menjajakan kuliner semanggi dari pagi hingga sore hari untuk

mencukupi kebutuhan keluarga.

Motivasi eksternal yang mengkonstruksikan makna bakul semanggi

gendong adalah lingkungan, yaitu lingkungan keluarga, teman-teman, dan

masyarakat, khususnya pelanggannya. Tujuannya, secara in order to motives

adalah ingin memasyarakatkan kuliner semanggi dan membuktikan bahwa stigma

yang melekat pada bakul semanggi gendong bergantung dari konteks dan sudut

pandang tertentu.

Keterampilan yang dimiliki bakul semanggi memberi kontribusi terhadap

pemaknaan bakul semanggi itu sendiri. Satu dari subyek penelitian yang penulis

wawancarai mengatakan bahwa keterlibatannya menjadi bakul semanggi gendong

adalah juga melestarikan budaya kuliner tradisional daerah yaitu kuliner Surabaya

yang unik dan langka. Sedangkan subyek penelitian lainnya mengatakan bahwa

keterampilannya dalam memasak dan menjajakan semanggi diperolehnya secara

turun temurun dari orang tuanya (ibu) dan neneknya atau keluarganya.

Page 216: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |543

Berger dan Luckmann menjelaskan bahwa pembentukan dunia dan

realitas sosial melalui tahapan yang simultan, yakni eksternalisasi, objektivasi,

dan internalisasi. Dalam tahapan tersebut, terdapat realitas yang dipandang secara

subjektif, objektif, dan simbolik. Masyarakat menurut Berger dan Luckmann

dapat dipandang sebagai realitas subjektif maupun realitas objektif.

Gambar Realitas Konstruksi Sosial Bakul Semanggi Gendong

Bakul semanggi gendong melaksanakan aktivitas komunikasi internal dalam

bentuk saling bertukar informasi mengenai hal-hal yang menyangkut ketersediaan

bahan baku kelengkapan semanggi, harga, maupun transportasi yang membawa

mereka ke Kota Surabaya, sebelum menjajakannya dengan berjalan kali sesuai

Page 217: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

544| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

rute yang sehari-hari dilakukan. Dari uraian mengenai realitas bakul semanggi

gendong dan faktor-faktor pendukungnya hingga bermigrasi sirkuler ke Kota

Surabaya untuk menemui pelanggannya, penulis menggambarkan konstruksi

makna bakul semanggi gendong pada bakul semanggi gendong sendiri dan

pelanggannya ke dalam sebuah diagram yang bertujuan untuk lebih menjelaskan

dan memvisualisasikan dengan gambar sebagai berikut:

Gambar Model Konstruksi Makna Bakul Semanggi Gendong Pada Bakul

Semanggi Dan Pelanggan

Melalui gambar di atas, penulis memvisualisasikan bagaimana proses

konstruksi makna bakul semanggi gendong bagi dirinya sendiri dan juga bagi

pelanggannya di Kota Surabaya. Makna bakul semanggi gendong dihasilkan

melalui konstruksi dalam ranah kognitif individu dan ranah kelembagaan bakul

Page 218: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |545

semanggi gendong, serta pelanggannya. Dalam ranah individu, konstruksi makna

bakul gendong melibatkan faktor internal, faktor eksternal, keterampilan, dan

tujuan. Faktor internal yang dimaksud penulis adalah perasaan senang dan

sengsara terhadap eksistensinya menjadi bakul semanggi gendong.

Perasaan senang dan sengsara terhadap suatu hal merupakan bentuk dari

kesadaran individu dalam melakukan kesengajaan. Sama dengan perasaan senang

yang dimiliki oleh masyarakat pelanggan semanggi gendong di Kota Surabaya

terhadap kuliner semanggi, dengan kesadaran dan kesengajaan sebagai salah satu

bentuk memenuhi selera makan. Perasaan senang juga dapat menimbulkan

romantisme masa lalu yang tetap dikenang.

Keterlekatan mereka terhadap kuliner semanggi disebabkan pula oleh

pengaruh dari lingkungan. Di antaranya adalah anggota keluarga yang sering

membeli semanggi memberikan pengaruh secara tidak langsung kepada individu

untuk melakukan hal yang sama. Selain keluarga, lingkungan pergaulan pun

mempengaruhi ketertarikan individu terhadap kuliner tradisional semanggi.

Kategori pertama adalah orientasi terdahulu, yaitu pemahaman dan

pengalaman yang pelanggan miliki terkait dengan kuliner semanggi yang

merupakan kuliner khas Surabaya. Kategori waktu berikutnya adalah orientasi

terhadap masa sekarang, artinya pelanggan memahami akan romantisme masa

lalu terhadap kuliner semanggi yang unik dan semakin langka. Orientasi masa

yang akan datang memiliki arti bahwa pelanggan berharap dapat memberi

kontribusi untuk memasyarakatkan kuliner semanggi Surabaya agar tidak cepat

hilang.

Dari uraian di atas, penulis menuangkan analisis konstruksi makna dan

realitas sosial bakul semanggi gendong dan kuliner semanggi yang dijajakannya

ke dalam model konstruksi makna. Penulis menggunakan konsep fenomenologi

transedental Husserl untuk melakukan analisis terhadap pembentukan makna

Page 219: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

546| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

secara mental pada ranah individu. Penulis menggunakan fenomenologi Alfred

Schutz untuk melakukan analisis terhadap faktor-faktor yang mendukung

eksistensi bakul semanggi gendong. Sedangkan untuk proses konstruksi makna

dan realitas bakul semanggi gendong, serta keterlekatan kelembagaan, penulis

menggunakan konsep Berger dan Luckmann tentang konstruksi realitas secara

sosial.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka kesimpulan dari

penelitian ini adalah:

1. Pemahaman realitas makna bakul semanggi gendong khususnya tentang

eksistensinya, dilihat dari because motives atau motif sebab, didukung oleh

motivasi internal dan eksternal bakul semanggi gendong.

Secara in order to motives atau motif supaya, bakul semanggi gendong tetap

eksis, agar dapat memenuhi kebutuhan hidup dirinya dan keluarganya, serta

mempertahankan tradisi keluarganya. Dengan demikian secara in order to

motives, eksistensi bakul semanggi gendong Surabaya disebabkan oleh “faktor

ekonomi dan ekonomi tradisi”.

2. Realitas makna bakul semanggi gendong menurut pemahaman bakul semanggi

gendong adalah senang dan sengsara. Makna senang karena bakul semanggi

gendong setiap hari bisa mendapatkan penghasilan sendiri sehingga bisa

mencukupi kebutuhan keluarganya baik kebutuhan pokok, seperti makan,

minum dan sekolah anak-anaknya serta kebutuhan sosial, mengikuti pengajian,

undangan kerabat atau tetangga dan amal lainnya. Makna bakul semanggi

gendong yang sengsara karena harus berjuang keras menjajakan kuliner

semanggi ke Kota Surabaya yang harus ditempuhnya dengan berjalan kaki,

Page 220: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |547

berkeliling dari kampung satu ke kampung yang lain sejak pagi hingga sore

hari demi keluarganya.

3. Stigma yang melekat pada diri bakul semanggi gendong telah terkonstruksi

bahwa seorang perempuan harus malakukan produksi untuk menghidupkan

rumah tangga sebagai kegiatan ekonomi dan menggerakkan kehidupannya.

Keterlekatan ini merupakan yang eksis antara rasionalitas pemikiran ekonomi

dan hubungan sosial. (hubungan keluarga, pertemanan, lingkungan, termasuk

pelanggan. Bakul semanggi gendong terinstitusi dalam keluarga dan

lingkungan, bahkan lingkungan yang lebih luas, yaitu dusun untuk melanjutkan

tradisi keluarga menjadi bakul semanggi gendong Ini merupakan institusi

turun temurun dari norma-norma dan tingkah laku yang terus bertahan seiring

dengan waktu, juga terkait dengan pelembagaan ekonomi dan sosial keluarga

bakul semanggi gendong itu sendiri dalam menyikapi perkembangan

masyarakat.

Saran

1. Kepada para peneliti sosial, khususnya peneliti yang ingin berkonsentrasi

pada kajian sosial budaya dan ekonomi, untuk dapat mempertimbangkan

kajiannya pada proses dan makna yang harus dilihat sebagai realitas subjektif,

seperti yang terjadi pada bakul semanggi gendong yang penulis teliti, ternyata

eksistensi bakul semanggi gendong di Kota Surabaya tidak sekedar karena

motif ekonomi semata, tetapi didukung oleh motif-motif sosial budaya yang

bermakna.

2. Penelitian terhadap bakul semanggi gendong ini masih jauh dari apa yang

seharusnya digali lebih dalam lagi, misalnya tentang bagaiman pola pemasaran

yang efektif tetapi tidak menghilangkan ciri khas yang sudah kental dengan

bakul gendong dan kuliner semangginya. Untuk itu diperlukan penelitian lebih

Page 221: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

548| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

lanjut agar kuliner semanggi Surabaya lebih dikenal dan digemari oleh

masyarakat.

3. Kepada Pemkot Surabaya, disarankan agar ada kebijakan untuk menfasilitasi

lebih dari sekedar mengadakan acara kuliner hanya satu tahun sekali, namun

fasilitas itu bisa membantu bakul semanggi gendong terus eksis dan dapat

memenuhi standart hidup layak bagi keluarganya, misalnya; perbankan

(koperasi simpan pinjam dengan bunga yang ringan), asuransi jaminan sosial,

alat transportasi atau fasilitas lain yang bisa meringankan beban bakul

semanggi gendong.

DAFTAR PUSTAKA

Berger, P. and T. Luckmann, 1967, The Social Construction of Reality, London,

Allen Lane.

__________, 1990, Tafsir Sosial atas Kenyataan, Risalah Tentang Sosiologi

Pengetahuan, Jakarta, LP3ES.

Bogdan, CR., Knopp B., 1982, Qualitative Research for Education: A

Introduction to Theory and Method, Boston: Ally and Bacon, Inc.

Burhan Bungin, 2009, Sosiologi Komunikasi Teori, Paradigma dan Diskursus

Teknologi Komunikasi di Masyarakat, Kencana Prenada Goup,

Jakarta.

Bogdan RC and Biklen SK, 1990, Riset Kualitatif Untuk Pendidikan : Pengantar

ke Teori dan Metode, Alih Bahasa : Munandir; Jakarta : PAU, Dirjen

Dikti, Dep. Dik.

Berger, Peter L. dan Luckman, Thomas, 1990, Tafsir Sosial atas Kenyataan,

Risalah Tentang Sosiologi Pengetahuan, Jakarta, LP3ES.

Craib I., 1994, Teori-Teory Sosial Modern dari Parsons Sampai Habermes,

Jakarta, Raja Grafindo Persada.

Damsar, Indrayanti, 2013, Pengantar Sosiologi Ekonomi, Kencana Prenada Media

Group, Jakarta

Daeng H.. 1992. Teori Migrasi, terjamahan A Theory of Migration. Yogyakarta:

Pusat Penelitian Kependudukan, UGM.

Dorleans, Bernard. 1994. "Perencanaan Kota dan Spekulasi Tanah di Jabotabek",

dalam: Prisma No. 2 Tahun XXIII Pebruari 1994.

Effendi S, 1981. Unsur-unsur Penelitian Ilmiah ; dalam Singarimbun M dan

Effendi S (ed.): Metode Penelitian Survai, Edisi kedua. Yogyakarta:

Pusat Penelitian dan Studi Kependudukan UGM.

Page 222: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |549

Engkus Kurwarno. 2009,. Metode Penelitian Fenomenologi Konsepsi pedoman

dan Contoh Penelitiannya. Bandung: Widya Padjadjaran

Ferguson, H.. 2001. “Phenomenology and Social Theory, dalam George Ritzer

dan Barry Smart.”, in Hand Book of Social Theory. London: SAGE

Publication

Granovetter, Mark. 1990 "The Old dan Ekonomi Sosiologi Baru: Sejarah dan

Agenda" Pp 89-112 di R. Friedland dan AF Robertson, editor, Beyond

the Marketplace:.. Rethinking Ekonomi dan Masyarakat New York:.

Aldine.

_______, Departemen Sosiologi Universitas Stanford , diedit oleh Mauro F.

Guillen, Randall Collins, Paula Inggris, dan Marshall Meyer (New York:

Russell Sage Foundation, 2002).

Gana, K, Judistira. 1999. Metode Penelitian Pendekatan Kualitatif. Bandung:

Garna Primaco Akademika

Gambetta, Diego, editor. 1988. Trust Oxford: Blackwell.

Geertz, Cliford. 1992. Tafsir Kebudayaan (diterjemahkan oleh Francisco Budi

Hardiman. Yogyakarta: Kanisius

Gilbert, Alan & Josef Gugler. 1996. Urbanisasi dan Kemiskinan di Dunia Ketiga.

Yogyakarta: Tiara Wacana.

Goldthorpe, J.E.. 1992. Sosiologi Dunia Ketiga, Kesenjangan dan Pembangunan.

Jakarta: Gramedia.

Hauser, Phlilip M. 1985. Penduduk dan Masa Depan Perkotaan, Studi Kasus di

Beberapa Daerah Perkotaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Harsojo, 1970. “Kebudayaan Sunda”, dalam Koentjaraningrat, Manusia dan

Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Djambatan.

----------, (1988). Pengantar Antropologi. Bandung: Binacipta.

Horton, Paul B dan Chester L. Hunt. 1996. Sosiologi. Jakarta: Penerbit Erlangga

Kuswarno, Engkus. 2008. Etnografi Komunikasi. Bandung: Widya Padjadjaran.

_______ . 2009. Fenomenologi. Bandung: Widya Padjadjaran.

Liliweri, Alo. 2007. Makna Budaya Dalam Komunikasi Antarbudaya.

Yogyakarta: LKiS.

Mulyana, Deddy. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja

Rosdakarya.

Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja

Rosdkarya.

Severin, Werner J. and James W. Tankard. 2008. Teori Komunikasi: Sejarah,

Metode, Dan Terapan Di Dalam Media Massa. 5th ed. Jakarta: Kencana.

Soekanto, Soerjono. 1975. Sosiologi: Suatu Pengantar. Jakarta: Yayasan Penerbit

Universitas Indonesia.

Sugiharto, Bambang. 1996. Postmodernisme. Yogyakarta: Kanisius.

Page 223: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

550| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:

Alfabeta.

Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme Dalam Pendidikan,Yogyakarta:

Kanisius.

Thoha, Miftah. 1998. Perilaku Organisasi. Jakarta: PT RajaGrafindo persada.

Jurnal Elektronik:

Departemen Sosiologi FISIP UNAIR. n.d. “Teori Interaksi Simbolik mead.”

(http://sosiologi.fisip.unair.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&i

d=74:teori-interaksi-simbolik-mead&catid=34:informasi).

Jurnal SDM. 2009. “Komunikasi antar Budaya ; Definisi, dan Hambatannya.”

(http://jurnal-sdm.blogspot.com/2009/05/komunikasi-antar-budaya-

definisi-dan.html).

Manuaba, Putera, 2010,“Memahami Teori Konstruksi Sosial.”Masyarakat

Kebudayaan Dan Politik. Retrieved 2012

(http://mkp.fisip.unair.ac.id/index.php?option=com_content&view=articl

e&id=119:memahami-teori-konstruksi-

Page 224: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |551

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN BERBASIS GENDER

Refti Handini Listyani & Ari Wahyudi

Dosen Prodi Sosiologi Jurusan Ilmu Sosial FISH Universitas Negeri Surabaya

Abstrak; Berpikir tentang perempuan dalam pembangunan berarti membayangkan keadaan di

mana penyakit-penyakit sekarang ini ditransformasi. Proses perencanaan kebutuhan

gender strategis perempuan semuanya berkisar pada penciptaan model perubahan.

Pendekatan pemberdayaan mengandung makna bahwa model perubahan harus

dihasilkan oleh perempuan sendiri. Dalam mempertimbangkan bagaimana bersikap

terhadap perempuan dalam proses pembangunan yang telah dan sedang berubah,

tampak jelas bahwa pelbagai pendekatan selama bertahun-tahun merefleksikan

pandangan yang berbeda secara mendasar tentang paradigma pembangunan yang

tepat maupun peran ekonomi dan sosial perempuan. Ketidakberhasilan

mempertimbangkan perempuan sebagai individu dengan kebutuhan, hak dan

kemampuan khusus, hanya akan mengakibatkan peningkatan beban kerja dan tingkat

ketegangan perempuan, dan bukannya perbaikan status dan pilihan mereka. Penting

mengakui bahwa, jika sebab-sebab utama subordinasi perempuan tidak diperhatikan,

dan kebutuhannnya yang dijanjikan tidak diprioritaskan, projek dan program

pembangunan yang melibatkan perempuan tidak akan menghasilkan perbaikan

berarti dan abadi dalam hidup mereka.

Kata kunci: Perempuan, pembangunan, dan kemiskinan

KONSEPTUALISASI KEMISKINAN

Kemiskinan memiliki wajah perempuan. Ini merupakan kesimpulan

dalam banyak literature pembangunan yang melihatan bagaimana perempuan

tidak terwakili secara professional di antara kelompok miskin dan tak punya

kekuasaan di dunia, sebagai akibat langsung dari model pembangunan dominan

yang dipromosikan di seluruh kawasan selatan. Kehancuran perekonomian selatan

yang disebabkan oleh pinjaman yang diinvestasikan secara tidak bijaksana dan tak

mampu dibayar, krisis ekonomi berikutnya serta program penyesuaian structural

yang mengikutinya benar-benar menambah beban kerja reproduktiff dan

produuktif bagi jutaan perempuan miskin. Hasilnya, ketika kaum perempuan

Page 225: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

552| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

membentuk dan bergabung dengan organisasi baru guna mengatasi krisis yang

membentang dihadapannya, banyak isu yang sebelumnya dilihat sebagai

kepedulian pribadi dan domestic, seperti kesehatan, pendidikan, pendapatan

keluarga dan gizi, menjadi isu public dan politik. Singkatnya, manakala mulai

terjadi konflik antara organisasi ini dengan pranata yang didominasi laki-laki,

feminisasi kemiskinan juga memiliki wajah yang lebih publik.

Krisis ekonomi dan penyesuaian struktural merupakan salah satu segi

dari krisis global yang memperburuk keadaan perempuan. Segi lainnya adalah

proses komoditisasi dan perkembangan perekonomian uang tunai, yang cenderung

memarginalkan kerja perempuan. Proses ini tampak jelas dalam produksi pangan,

khususnya ketika proses tersebut mempengaruhi bagian terbesar Afrika.

Kegagalan kebijakan pembangunan untuk memusatkan perhatian kepada

ketidakadilan di dalam dan antarnegara, yang mellahirkan distribusi sumber daya

yang tidak adil, ikut berperan mempertinggi ketegangan dan meningkatkan

pembelanjaan senjata baik untuk maksud penindasan di dalam negeri maupun

konfflik regional, nasional dan internasional.

FAKTOR-FAKTOR PENYEBAB KEMISKINAN

Julia Cleves Mosse (2007) menyatakan bahwa kemiskinan perempuan

disebabkan oleh rendahnya kualitas sumberdaya manusia perempuan sendiri, dan

hal itu mengakibatkan ketidakmampuan kaum perempuan bersaing dengan laki-

laki dalam pembangunan. Secara rinci Mosse memberikan gambaran bahwa

pandangan perempuan miskin menyatakan bahwa kemiskinan disebabkan:

1. Projek itu gagal menyentuh kaum perempuan yang berpendapatan rendah. Hal

ini sebagian besar memperkirakan bahwa ada “bias laki-laki” dalam projek itu,

karena perempuan adalah anggota rumah tangga yang didominasi laki-laki,

maka dinilai kepentingan mereka tercermin dalam kepentingan suami atau

ayahnya. Sebagaimana akan menjadi jelas bahwa persepsi tentang “komunitas”

sebagai satu unit dengan sejumlah persatuan konsensual adalah keliru dengan

Page 226: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |553

kegagalannya memahami kelompok sosio ekonomi yang berbeda di dalam

suatu kawasan geografi. Demikian pula, akan menjadi jelas bahwa perempuan

sering luput dari pertimbangan dan terlupakan, bahkan di dalam kelompok

yang tidak beruntung dalam suatu masyarakat. Akibatnya, perempuan

mengalami kemiskinan yang lebih parah disbanding laki-laki yang

berpenghasilan rendah dalam komunitasnya, khususnya perempuan yang

mengepalai rumah tangganya sendiri. Walaupun petani laki-laki miskin,

penyewa tanah, dan laki-laki yang tidak memiliki tanah secara geografis, sosial

dan cultural seringkali terisolasi dari upaya pembangunan, perempuan dari

kelompok sosio-ekonomi yang sama cenderung masih lebih buruk keadaannya,

dan terjauhkan dari peluang memperbaiki basis mata pencariannya. Mereka

tidak memiliki akses terhadap sumber pembangunan, misalnya, terhadap kredit

atau perhatian para pekerja secara luas; kesenjangan gender melahirkan

kendala bagi partisipasi social mereka yang setara, dan ketiadaan organisasi

yang kokoh untuk mewakili kepentingannya membuat membuat mereka tidak

mampu membangun suara atau menjadikannya didengar. Alasan lain untuk

memulai dari sudut

2. Alasan lain adalah resesi dahsyat mengakibatkan lebih rendahnya standar

hidup dan tingginya tingkat pengangguran. GNP (Gross National Product) per

kapita sedikitnya 10 persen lebih rendah di tahun 1986 dibanding tahun 1981;

tujuh Negara kehilangan pendapatan lebih dari 15 persen dan empat Negara

kehilangan lebih dari 20 persen. Sembilan belas dari 23 negara menunjukkan

angka pertumbuhan negatif dalam periode 16 tahun dari tahun 1970 hingga

1986. Sementara resesi menghantam setiap orang, kaum perempuan miskinlah

yang paling terhempas, karena mereka adalah orang yang bertanggungjawab

member makan, pakaian dan mendidik anak-anak, dengan sumber daya yang

terus terpuruk. Ketika pemerintah tengah berjuang dengan IMF melalui

Page 227: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

554| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

penghematan anggaran belanja yang memotong pelayanan kesejahteraan, kaum

perempuan yang harus menanggung beban kerja lebih banyak. Selama tugas

mempertahankan keluarga tetap jadi tanggung jawab perempuan, kaum

perempuan akan terus memikul beban yang tidak seimbang akibat kerugian

karena gagalnya pembangunan. Kerja perempuan di dunia ketiga sangat vital

bagi kelangsungan hidup keluarga miskin, dan bagi kelangsungan

masyarakatnya secara keseluruhan. Perempuan berada di pusat reproduksi

kehidupan dan masyarakat, tidak hanya dalam pengertian biologis, tetapi

melalui peran mereka sebagai produsen pangan dan petani, pengumpul kayu

bakar dan air, pemasak, pengawal kultur, guru bagi anak-anaknya, dan

penyembuh penyakit.

3. Banyak kekeliruan projek pembangunan yang mendasarkan pada gagasan

steteotipe perempuan sebagai istri. Setidaknya ada empat hal yang

mengilustrasikan pelbagai konsekuensi tentang kekeliruan tersebut, yaitu:

Pertama; projek tersebut didasarkan kepada apa yang dilihat sebagai

kemampuan khas “perempuan”, pembordiran. Banyak projek pembangunan

bagi perempuan didasarkan atas gagasan tradisional tentang apa yang paling

baik dilakukan perempuan- membuat selai dan acar, menjahit, merajut, atau

membuat kuue. Sekalipun mungkin benar bahwa banyak perempuan memiliki

keterampilan dalam bidang ini, tetapi membuat projek untuk mereka berarti

gagal mengembangkan keterampilan baru. Kedua; projek tersebut dikelola dari

luar tanpa melibatkan perempuan dalam perencanaan projek itu. Pihak

perempuan diajak berembug hingga tahap mengidentifikasi kebutuhannya

sebagai uang tunai, tetapi diasumsikan bahwa perempuan tidak memiliki

kemampuan merencanakan dan melaksanakan projek. Jika perempuan mampu

bekerja sama merancang projek sendiri, menghasilkan sesuatu yang mungkin

memenuhi kebutuhan nyata dalam komunitas itu, dengan mana hanya mereka

yang memiliki kualifikasi menilai –buku-buku sekolah yang murah atau

perabotn sekolah perawat, untuk menyebut dua contoh saja dari projek yang

Page 228: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |555

berhasil—projek itu mungkin tidak akan lumpuh. Projek yang mengasumsikan

bahwa perempuan “hanyalah ibu rumah tangga”, berarti gagal

memperhitungkan keterampilan manajemen yang dimiliki dan dikembangkan

perempuan selama menjalankan roda rumah tangga yang senantiasa sibuk ddan

dengan sumber daya yang amat terbatas. Ketiga, projek itu gagal memahami

betapa sudah sibuknya perempuan itu sebelumnya. Sebagian besar hanya

memiliki sedikit sekali waktu luang untuk menjahit sarung bantal. Tak heran

bila mereka melibatkan anak perempuannya. Kesalahan mengasumsikan bahwa

perempuan memiliki semacam system pendukung rumah tangga yang

memungkinkan mereka mengambil bagian dalam projek yang mendatangkan

penghasilan berarti tidak peka terhadap kebutuhan mereka sekaligus

ketidakpekaan terhadap kesalahan yang sebaiknya bahwa perempuan tidak

tertarik dengan program ekonomi. Jika perencanaan projek memperbolehkan

perempuan merencanakan system kerja sama untuk memecahkan persoalan

tanggung jawab rumah tangganya (misalnya saja, dengan cara penggabungan

tempat penitipan anak dan makan siang ke dalam projek itu), tidak saja

perempuan akan lebih punya banyak keuntungan dan kontribusi, tetapi

stereotype gender lainnya akan ditolak; bahwa perempuan cukup dibatasi, atau

lebih suka, di dalam rumahnya sendiri. Dengan mengumpulkan perempuan

dalam satu tempat, projek itu membuka peluang kepada kaum perempuan

untuk membahas pengalamannya dan mulai mengatasi persoalan yang sama-

sama dihadapinya. Keempat; perencana projek memperkirakan bahwa uang

yang dihasilkan dari perbuatan sarung bantal merupakan upah subside,

penghasilan kedua. Karena itu, mereka secara khusus tidak memprihatinkan

tingkat upah yang rendah karena diasumsikan bahwa telah ada pencari nafkah

laki-laki di setiap rumah tangga. Tetapi tidak demikian kenyataannya bagi

beberapa perempuan dan mewakili stereotype gender lainnya. Projek seperti ini

Page 229: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

556| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

tidak melakukan apa-apa untuk menolak pandangan yang menganggap bahwa

pada dasarnya perempuan adalah ibu rumah tangga, pasif, tergantung dan tanpa

kerja nyata (sehingga mereka bisa mempunyai kegiatan tambahan). Dengan

pemikiran dan imajinasi lebih, projek itu bisa menolak semua stereotype ini

dan memungkinkan perempuan membuat dan turut mengawasi projek yang

berhasil.

MODEL PEMBERDAYAAN PEREMPUAN

Di seluruh dunia, kerja perempuan dinilai rendah. Jika petugas sensus

diinstruksikan untuk tidak memasukkan kerja rumah tangga perempuan dalam

formulir sensusnya, pesannya jelas “ jangan menghitung kerja perempuan karena

kerja perempuan tidak dipertimbangkan”. Jika pekerjaan rumah tangga

ditambahkan ke dalam angka-angka bagi GNP global, diperkirakan bahwa angka

GNP global akan meningkat setidak-tidaknya sepertiga. Kerja yang dilakukan

perempuan kadang-kadang dilukiskan sebagai “tidak tampak” karena kerja itu

tidak terekam secara statistik. Kerja perempuan lebih dipandang sebagai

menghidupi ketimbang mendapatkan penghasilan. Di seluruh dunia, tetapi secara

khusus bagi perempuan berpenghasilan rendah di selatan, keberagaman tindakan

keseharian inilah yang menghidupi, yang mempertahankan kelangsungan hidup

rumah tangga yang tak terhitung jumlahnya.

Esther Boserup (1970) melihat kembali proses pembangunan tahun 1950

an dan 1960 an dengan pandangan yang peka gender. Bukannya beranggapan

bahwa perempuan hanya dibatasi oleh peran reproduktifnya sebagai istri dan ibu.

Boserup malahan melihat produktivitas mereka, dan menekankan peran vital

perempuan dalam ekonomi pertanian. Karya Boserup dikritik karena kesetiaannya

kepada pendekatan ekonomi yang dominnan pada masa itu, modernisasi. Penulis

berikutnya berpendapat bahwa bukunya juga gagal memberikan perhatian kepada

kerja perempuan dalam rumah tangga sebagai dasar subordinasi, dan kepada

pengaruh akumulasi modal dalam setting colonial, dua tema terpenting bagi

teoritis WID (Women in Develompment) selanjutnya.

Page 230: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |557

Dasawarsa perempuan internasional menjadi pemacu utama bagi

kegiatan penelitian dan pembahasan mengenai perempuan dalam proses

pembangunan. Gagasan tentang persamaan menjadi kreteria penting bagi

pemikiran tentang apa yang dibutuhkan perempuan dari pembangunan. Menurut

Caroline Moser (1986), pendekatan kebijakan terhadap perempuan dan

pembangunan (women and development) yang berkembang dari kepedulian

terhadap persamaan ini –pendekatan persamaan –adalah pendekatan yang

mengakui bahwa:

“ perempuan merupakan partisipan aktif dalam proses pembangunan, yang

melalui peran produktif dan reproduktifnya memberikan kontribusi kritis,

meski tidak diakui terhadap pertumbuhan ekonomi. Pendekatan tersebut

dimulai dengan asumsi dasar bahwa strategi ekonomi seringkali

berdampak negatif kepada perempuan, dan mengakui bahwa mereka

harrus dibawa ke dalam proses pembangunan melalui akses terhadap

pekerjaan dan pasar …Namun, pendekatan keadilan juga terkait dengan

masalah mendasar tentang persamaan yang mentransendenkan bidang

pembangunan…yang kepedulian utamanya adalah ketidakadilan antara

laki-laki dan perempuan, baik dalam lingkup kehidupan publik maupun

privat…Pendekatan ini mengiddentifikasi asal usul subordinasi perempuan

yang berada tidak hanya dalam konteks keluarga, melainkan pula dalam

hubungan antara laki-laki dan perempuan di pasar”.

Ada tiga unsur penting di sini. Pertama, pengakuan terhadap nilai

ekonomi kerja perempuan yang dibayar dan tidak dibayar (yang bernilai sepertiga

dari produk ekonomi global tahunan, atau 4.000 milyar dolar dalam tahun 1985).

Kedua; ada pengakuan bahwa sebagian besar pembangunan berpengaruh

merugikan kepada perempuan. Ketiga; ada argument bahwa pengejaran

persamaan, di pasar dan di rumah, akan menyelesaikan masalah ini. Namun, di

sinilah pendekatan persamaan memunculkan kritiknya, baik sebagai pendekatan

yang lebih dari atas ke bawah (top down) dan sebagai refleksi kesuntukan feminis

dunia pertama terhadap keadilan.

Page 231: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

558| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Pendekatan persamaan terhadap perempuan dalam pembangunan mulai

kehilangan pamornya di kalangan banyak lembaga bantuan, dan dipandang

dengan kecurigaan oleh banyak pemerintah Dunia ketiga. Dalam kasus lembaga

bantuan, redistribusi kekuasaan implisit yang diterapkan dilihat sebagai intervensi

yang tidak bisa diterima dalam tradisi suatu Negara. Beberapa pemerintah dunia

ketiga, walaupun mereka menandatangani Forward Looking Strategies for

Advancement of Women (Strategi Jangka Panjjang bagi Kemajuan Perempuan)

yang dirumuskan di Nairobi, merasa bahwa seruan akan persamaan merupakan

pengabsahan terhadap feminism yang diekspor oleh Barat. Namun begitu, Strategi

itu memberikan kerangka kerja penting bagi mereka yang bekerja dalam

pemerintahan untuk memperbaiki status perempuan melalui perundang-undangan

resmi.

IMPLEMENTASI STRATEGI DAN PROGRAM PEMBERDAYAAN

Tiga pendekatan terhadap peran perempuan dalam pembangunan ditandai

oleh Moser sebagai “pendekatan antikemiskinan (anti-poverty approach)”,

“pendekatan efisiensi (efficiency approach), dan “pendekatan pemberdayaan

(empowerment approach)”. Para penulis lain memberi sifat evolusi pendekatan

sebagai beralih dari WID (Women in Development—Perempuan dalam

Pembangunan), ke WAD (Women and Development—Perempuan dan

Pembangunan), kemudian ke GAD (Gender and Development—Gender dan

Pembangunan). Selanjutnya akan diuraikan secara singkat masing-masing

pendekatan ini. Pendekatan tersebut tidak “dicoba” secara berurutan dan masih

mungkin menemukan contoh tentang projek dan program yang mencirikan semua

pendekatan ini, dan banyak projek serta program lainnya yang tampaknya

menggabungkan beberapa unsur.

Pendekatan Antikemiskinan

Sejak akhir tahun 1960-an, tampak jelas bahwa kelompok termiskin dari

kelompok miskin tetap miskin, dan kebanyakan dari mereka adalah perempuan.

Page 232: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |559

Pun mulai menjadi jelas bahwa pendidikan dan pelatihan kejuruan paling-paling

hanya menguntungkan segelintir perempuan. Pendekatan antikemiskinan terhadap

perempuan dalam pembangunan lebih mengambil kemiskinan sebagai pangkal

tolaknya ketimbang subordinasi sebagai sumber ketidakadilan antara perempuan

dan laki-laki, dan dibangun untuk memperbaiki pendapatan kaum perempuan

miskin. Di sini, pendekatan ini mencerminkan prioritas Bank dunia dan ILO

maupun “Strategi kebutuhan pokok”, dengan tujuan utamanya memenuhi

kebutuhan pokok berupa makanan, pakaian, tempat berteduh dan bahan bakar.

Perempuan yang berpendapatan rendah diidentifikasi sebagai kelompok sasaran

khusus, setidaknya bukan dikarenakan peran sentralnya dalam menyediakan

kebutuhan pokok ini bagi keluarganya.

Perempuan dalam Pembangunan (WID)

Ungkapan “Perempuan dalam Pembangunan” dan singkatannya yang diterima,

WID, sedikit banyak menyimpulkan ungkapan pemikiran pertama mengenai

peran perempuan dalam pembangunan dan pendekatan yang telah kita cakup

sebegitu jauh. Uangkapan itu dicipttakan pada awal 1970-an oleh Women’s

Committee of the Washington D.C. Chapter of the Society for International

Developmen sebagai bagian dari strategi cermat untuk membawa pemikiran baru

Boserup dan lain-lainnya agar menjadi perhatian para pembuat kebijakan

Amerika. Sejak itu, WID digunakan sebagai steno bagi pendekatan terhadap isu

perempuan dan pembangunan yang sebagian besar didasarkan kepada paradigma

modernisasi. Pendekatan WID difokuskan kepada inisiatif seperti pengembangan

teknologi yang lebih baik, yang tepat, yang akan meringankan beban kerja

perempuan. WID bertujuan untuk benar-benar menekankan sisi produktif kerja

dan tenaga perempuan—khususnya penghasilan pendapatan –dengan

mengabaikan sisi reproduktifnya, dan di sini pendekatan itu memperlihatkan

asalnya dari kaum liberal Utara pada 1970-an dan 1980-an.

Page 233: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

560| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Pendekatan Efisiensi

Pendekatan efisiensi terhadap perempuan dalam pembangunan

digambarkan dengan baik oleh dua dokumen mutakhir, satu dari Bank Dunia dan

satu lagi dari ODA Inggris. Dalam sebuah penerbitan tahun 1987 yang berjudul

“pendekatan Baru Bank Dunia terhadap Perempuan dalam Pembangunan”,

Kepala unit Women and Development, Barbara Herz menulis sebagai berikut:

Kami ingin memperlihatkan apa yang sebenarnya bisa dilakukan untuk

memasukkan perempuan dalam program-program pembangunan dan

bagaimana hal itu bisa memberikan sumbangan kepada kinerja ekonomi,

mengurangi kemiskinan dan tujuan-tujuan pembangunan lainnya—Bank

memakai pendekatan baru, pendekatan yang lebih operasional, terhadap

perempuan dalam pembangunan—pendekatan ini menekankan hasil dalam

produktivitas ekonomi yang bisa diperoleh melalui keterlibatan perempuan

secara lebih efektif dan menitikberatkan kepada cara-cara praktis untuk

melibatkan perempuan dalam operasi-operasi normal di bidang pertanian,

pendidikan dan PHN (Primary Health and Nutrition).

Pernyataan kebijakan ODA tercatat tahun 1989 dan berbunyi:

Untuk mencapai perlakuan yang lebih baik bagi perempuan, sekaligus dan

pada saat yang sama, merupakan langkah utama menuju kea rah

penghapusan kemiskinan, perluasan kesempatan social dan rangsangan

bagi pembangunan ekonomi. Perempuan merupakan bagian yang lebih

besar dari kelompok termiskin dari yang miskin. Membantu mereka berarti

bisa member sumbangan besar guna mengurangi kemiskinan. Perempuan

memegang kunci bagi masyarakat yang lebih produktif dan dinamis. Jika

mereka sendiri sehat dan berpengetahuan, serta memiliki akses yang lebih

besar terhadap pengetahuan, keterampilan dan kredit, meraka akan lebih

produktif secara ekonomis. Selain itu, perempuan memiliki pengaruh

dominan terhaddap generasi yang akan dating melalui sikap, pendidikan

dan kesehatan mereka. Persamaan dan pertumbuhan ekonomi berjalan

bersama. Jika tantangan terhadap keberanian berusaha ini cukup hebat,

maka akan membuahkan keberhasilan.

Kedua pernyataan ini mengandung satu hal penting: keyakinan bahwa

pembangunan hanya akan efisien bila perempuan dilibatkan. Pengakuan bahwa “

50 persen sumber daya manusia bagi pembangunan disia-siakan atau tidak

dimanfaatkan sepenuhnya”, mewakili perubahan penekanan dari perempuan

Page 234: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |561

sendiri sebagai focus kepedulian, ke kontribusi mereka memanfaatkan

pembangunan untuk bekerja. Kecemasan di kalangan perencana pembangunan

bahwa banyak sekali uang dan sumber daya lainnya tidak berhasil membuat

dampak penting apa pun, menurut Moser, menjadikan pendekatan efisiensi

dengan cepat diambil sebagai model bagi WAD.

Perempuan dan Pembangunan (WAD)

Perempuan dan Pembangunan (WAD) merupakan satu pendekatan

feminis neo-Marxis, yang muncul dalam paruh terakhir 1970-an yang berasal dari

suatu kepedulian terhadap keterbatasan teori modernisasi. Bukannya menitik

beratkan kepada strategi untuk “mengintegrasikan perempuan dalam

pembangunan”, pendekatan ini justru menunjukkan bahwa perempuan selalu

penting secara ekonomi, dan kerja yang dilakukannya dalam rumah tangga dan

komunitasnya sangat mendasar untuk mempertahankan masyarakat mereka. WAD

mengakui bahwa laki-laki miskin juga menjadi korban dari proses pembangunan

yang mengabaikan mereka, tetapi prose situ cenderung mengelompokkan

perempuan tanpa menganalisis pembagian kelas, ras dan etnis di antara mereka

secara memadai. Pendekatan WAD berasumsi bahwa posisi perempuan akan lebih

baik selama dan ketika struktur internasional menjadi lebih adil, dan dalam hal ini,

pendekatan ini cenderung kurang mengindahkan sifat penindasan gender khusus

perempuan. Posisi perempuan dilihat sebagai bagian dari struktur internasional

dan ketidakadilan kelas, ketimbbang sebagai akibat dari ideology dan struktur

patriarki. Pendekatan WAD cenderung menitikberatkan kepada kegiatan yang

mendatangkan pendapatan dan kurang mengindahkan tenaga perempuan yang

disumbangkan dalam mempertahankan keluarga dan rumah tangga.

Pendekatan Pemberdayaan atau Gender dan Pembangunan (GAD)

Satu-satunya pendekatan terhadap perempuan dalam pembangunan yang

melihat semua aspek kehidupan perempuan dan semua kerja yang dilakukan

Page 235: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

562| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

perempuan—kerja produktif, reproduktif, privat dan publik –dan menolak upaya

apa pun untuk menilai rendah pekerjaan mempertahankan keluarga ddan rumah

tangga, mulai dikenal sebagai “pemberdayaan”, atau secara lebih umum,

pendekatan “Gender dan Pembangunan” (Gender and Development – GAD)

terhadap perempuan dalam pembangunan.

Pemberdayaan lebih terkait dengan pendekatan dari bawah ke atas

(bottom-up) ketimbang pendekatan dari atas ke wabah (top-down), dan

kebanyakan pemikiran tentang pemberdayaan dating dari tulisan feminis dan

gerakan perempuan yang muncul di selatan. Sesungguhnya pendekatan ini lebih

merupakan pendekatan perempuan selatan terhadap pembangunan, ketimbang

pendekatan laki-laki kulit putih Utara. Pendekatan ini melacak akar-akar

subordinasi dalam ras, kelas, sejarah colonial, dan posisi Negara-negara selatan

dalam tata ekonomi internasional. Pendekatan ini memahami tujuan pembangunan

bagi perempuan dalam pengertian kemandirian dan kekuatan internal, dan sedikit

banyak lebih menekankan pada pembuatan undang-undang yang berkenaan

dengan kesamaan antara laki-laki dan perempuan ketimbang pemberdayaan

perempuan itu sendiri untuk berusaha mengubah dan mentransformasikan struktur

yang sangat bertentangan dengan mereka—seperi undang-undang perburuhan,

control laki-laki atas tubuh dan hak reproduktif perempuan, undang-undang sipil,

dan hak atas kekayaan.

Sementara pendekatan persamaan juga melihat perlunya melakukan

reformasi struktur-struktur ini, pendekatan ini berbeda dari pemberdayaan dalam

hal keyakinannya bahwa perubahan yang dipaksanakan dari atas itu lebih efektif.

Pendekatan pemberdayaan, seraya mengakui perlunya pembuatan undang-undang

yang bersifat mendukung, berpendapat bahwa perkembangan organisasi

perempuan, yang mengarah kepada mobilisasi politik, peningkatan kesadaran dan

pendidikan rakyat, merupakan syarat penting bagi perubahan social yang

berkelanjutan. Organisasi perempuan menawarkan kemungkinan pemberdayaan

dan perubahan pribadi, dan juga memberikan konteks bagi transformasi pribadi

Page 236: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |563

ini menuju aksi politik. Kelompok perempuan yang paling berhasil adalah

kelompok-kelompok yang bergerak di sekitar kebutuhan khusus, misalnya dalam

bidang kesehatan atau pekerjaan, dan kemudian terus berjuang demi isu-isu

jangka panjang.

EVALUASI

Salah satu cara yang paling bermanfaat dalam melihat kepentingan

gender perempuan adalah dengan melakukan pembedaan antara memperbaiki

sulitnya kondisi yang setiap hari dihadapi oleh sebagian perempuan miskin di

selatan –yang menitikberatkan kebutuhan gender praktis mereka –dan

menyelesaikan masalah struktural mendasar yang menyebabkan kondisi ini.

DAWN berpendapat bahwa banyak “studi memperlihatkan bahwa bukannya

semakin membaik, status sosio-ekonomi kebanyakan perempuan Dunia Ketiga

malah semakin buruk sepanjang dasawarsa ini. Laporan dan statistik lainnya

menunjukkan perbaikan tingkat pemberantasan buta huruf, kematian anak dan

pertumbuhan pendapatan perkapita setidak-tidaknya di beberapa Negara selatan.

Kontradiksinya bisa jadi dijelaskan oleh kenyataan bahwa sebagian besar

keuntungan pembangunan tidak dinikmati secara merata antara laki-laki dan

perempuan atau antar perempuan dari kelas yang berbeda. Akses relatif

perempuan terhadap sumberdaya ekonomi dan pekerjaan makin buruk, kendati

“kue” sumber daya meningkat. Perbaikan dalam bidang kesehatan, perumahan

dan pendidikan tidak pernah menjangkau orang-orang yang merupakan focus

nyata dalam literature WID, kelompok termiskin dari perempuan miskin.

Jelaslah bahwa hanya dua macam pendekatan terhadap perempuan dalam

pembangunan yang kita lihat bakal bekerja demi kepentingan strategis jangka

panjang perempuan—pendekatan persamaan dan pendekatan pemberdayaan. Dari

keduanya, pemberdayaan mungkin yang paling efektif dalam mewujudkan

pelbagai macam transformasi yang diinginkan.

Page 237: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

564| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Analisis ini memunculkan beberapa pertanyaan penting tentang hakikat

proses pembangunan itu sendiri; yang terpenting, pertanyaan tentang apakah arti

pembangunan sebenarnya bagi perempuan. Dalam menjawab masalah ini akan

muncul satu dilema dan menggemakan tema yang berulang-ulang muncul dalam

perdebatan feminis sejak abad ke-19. Ini merupakan pertanyaan tentang apakah

perempuan telah mencapai pembebasan –atau dalam istilah pembahasan ini,

pembangunan –atas dasar kesamaan mereka dengan laki-laki, atau perbedaan

mereka dari laki-laki. Pendekatan persamaan, seperti kita lihat, menekankan

bahwa jalan ke depan adalah dengan membolehkan keterlibatan perempuan

berdasarkan kesamaan dengan laki-laki, dengan cara mempertinggi keterampilan

perempuan sehingga mereka bisa mengangkat diri mereka keluar dari sektor

informal, dan menjadi bagian dari perekonomian yang mendapatkan upah.

Menurut pandangan ini, perempuan belum berada di pusat pembangunan, tetapi

pinggiran. Dengan cara degendering (melepaskan gender—pen) mereka, kaum

perempuan bisa menjadi “seperti laki-laki” dalam proses pembangunan.

Pandangan yang bertolak belakang, yang menegaskan sentralitas

perempuan bagi pembangunan, membutuhkan pengakuan dan penilaian yang

tepat mengenai kerja tradisional perempuan (dengan memasukkannya ke dalam

angka-angka untuk GNP, misalnya). Dalam bentuknya yang paling radikal,

pandangan ini mendesak pemulihan “prinsip feminine” dalam pembangunan.

Dalam peran gender tradisionalnya, perempuan mengejar bentuk pembangunan

yang peka lingkungan, kuat secara ekologis, berkelanjutan, memperbaiki

kehidupan, dan adil. Pandangan tentang pembangunan perempuan ini menuntut

kebangkitan kembali cara-cara mempertahankan dan melindungi kerja itu, dan

bukan menolaknya.

Konflik antara kedua model ini tampaknya tak bisa didamaikan. Di satu

sisi, kita memiliki satu gambaran tentang kemajuan perempuan di mana,

misalnya, para kontraktor perempuan yang terdidik mendapat gaji yang baik,

dengan mengikuti kebijakan pemerintah yang diputuskan oleh perempuan dan

Page 238: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |565

laki-laki, yang bekerja di satu projek bubur kayu komersial untuk meningkatkan

konsumsi kertas perkapita—keadaan ini terkadang dilihat sebagai satu indikasi

pembangunan. Pada sisi lain, kita mendapati kaum perempuan desa sedang

mendekap pohon-pohon “miliknya” untuk menunjukkan kepada para kontraktor

laki-laki tentang arti penting pohon bagi komunitas mereka. Mereka yang

menjunjung tinggi sentralitas peran perempuan dalam pembangunan yang “baik”

mungkin akan berpendapat bahwa bagi perempuan menebang pohon atau

membangun bendungan akan menjadi contoh dari pilihan perempuan masuk ke

“pembangunan keliru” yang didasarkan kepada prinsip ekspansionisme ekonomi,

eksploitasi ekologi dan neokolonialisme. Kontra argumennya adalah perempuan

telah begitu lama tidak menikmati penghargaan material dari pembangunan, dan

tetap bertahan pada kemurnian ideologinya yang bekerja secara efektif sebagai

cara lain untuk mengghetokan mereka –manifestasi lain dari paternalism.

Bukan hanya penulis selatan yang mengejar gagasan penilaian kembali

peran gender tradisional perempuan sebagai dasar bagi jenis pembangunan yang

lebih baik. Kate Young (1989), misalnya, berpendapat bahwa kegiatan perempuan

di seputar melahirkan dan membesarkan anak “di mana-mana tidak diakui sebagai

golongan yang sama dengan kegiatan yang bertujuan menghasilkan barang –jadi

pangkal tolak bagi kritik feminis terhadap pembangunan haruslah produksi atau

pemeliharaan barang dalam cara apapun seharusnya mengambil preseden dari

produksi dan pemeliharaan orang. Dan perencanaan bagi pertumbuhan ekonomi

harus memberi bobot yang sama kepada produksi dan pemeliharaan manusia serta

pemeliharaan hubungan sosial seperti kepada produksi dan distribusi barang dan

jasa.

Berpikir tentang perempuan dalam pembangunan berarti membayangkan

keadaan di mana penyakit-penyakit sekarang ini ditransformasi. Proses

perencanaan kebutuhan gender strategis perempuan semuanya berkisar pada

Page 239: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

566| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

penciptaan model perubahan. Pendekatan pemberdayaan mengandung makna

bahwa model perubahan harus dihasilkan oleh perempuan sendiri. (Misalnya,

bukan lembaga dana luar negeri yang mendiktekan jenis perubahan yang

diperlukan oleh pemulung kertas di Ahmedabad untuk memulai proses

pemberdayaan). Dalam mempertimbangkan bagaimana bersikap terhadap

perempuan dalam proses pembangunan yang telah dan sedang berubah, tampak

jelas bahwa pelbagai pendekatan selama bertahun-tahun merefleksikan pandangan

yang berbeda secara mendasar tentang paradigma pembangunan yang tepat

maupun peran ekonomi dan sosial perempuan. Ketidakberhasilan

mempertimbangkan perempuan sebagai individu dengan kebutuhan, hak dan

kemampuan khusus, hanya akan mengakibatkan peningkatan beban kerja dan

tingkat ketegangan perempuan, dan bukannya perbaikan status dan pilihan

mereka. Penting mengakui bahwa, jika sebab-sebab utama subordinasi perempuan

tidak diperhatikan, dan kebutuhannnya yang dijanjikan tidak diprioritaskan,

projek dan program pembangunan yang melibatkan perempuan tidak akan

menghasilkan perbaikan berarti dan abadi dalam hidup mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Boserup,E. 1970. Women’s Role in Economic Development, New York: St.

Martins. Hal. 5.

Moser, C.On. dan Levy, C. 1986. A Theory and Methodology of Gender.

University of London: DPU Gender and Plsnning Working Paper11, hal 3.

Mosse, Julia Cleves. 2007. Gender & Pembangunan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

bekerjasama dengan Rifka Annisa Women’s Crisis Centre.

Oakley,P dan Marsden.D. 1984. Approaches to Participation in Rural

Development. Geneva: ILO, hal. 5.

Young,K.1989. Serving Two Masters, Ahmedabad: Allied Publishers Ltd, hal.

Xiv

War on Want.1987.”Women, food, and famine”, dalam Women for a Change.

London: War on Want.

Page 240: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |567

KEMISKINAN DI INDONESIA

DALAM PERSPEKTIF PENGEMBANGAN KAWASAN

Murtedjo* & Suharningsih**

*) Jurusan Pendidikan Geografi FIS-H Unesa dan **)Jurusan PMP-KN

FISH Unesa

Abstrak

Pembangunan kawasan dianggap sebagai program pembanguanan yang efektif

dalam menanggulangi kemiskinan. Pembangunan kawasan bertujuan untuk

mencapai pertumbuhan ekonomi melalui pembentukan focal point.

Implementasi pembentukan focal ponit dilakukan dengan pendekatan langsung

(direct attact) maupun tidak langsung (tricle -down effect). Melalui

pembangunan kawasan dengan menggunakan pendekatan tersebut proses

akselerasi industrialisasi berdampak pada pertumbuhan ekonomi dan

pemerataan serta pemberdayaan masyarakat khususnya masyarakat miskin.

Hasil konkrit pembangunan kawasan yang dilaksanakan pemerintah, secara

perlahan lahan namun pasti dapat menurunkan kemiskinan baik absolut

maupun relatif.

Kata kunci: kemiskinan, pengembangan wilayah

PENDAHULUAN

Tulisan ini dimaksutkan untuk membahas pergeseran pembangunan

nasional yang terjadi di Indonesia. Meskipun tujuan pembangunan telah

dirumuskan denganjelas, namun secara garis besar mempunyai kecenderungan

yang selalu berubah ubah dengan maksud menyesuaikan dengan

perkembangan situasi dan kondisi pembanguan yaitu pergeseran dari

pembangunan ekonomi semata, menuju pembangunan yang merefleksikan

komplementaritas antara pembangunan ekonomi dan pembangunan sosial

dalam menghapus kemiskinan. (Tjokrowinoto, 1996).

Kemajuan negara negara sedang berkembang melalui dekolonisasi

menimbulkan tantangan baru bagi negara negara tersebut, yaitu bagaimana

Page 241: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

568| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

mewujutkan masyarakat yang dicita-citakan. Mewujutkan masyarakat yang

dicita-citakan tidak dapat diserahkan begitu saja pada proses evolosioner,

spontan, dan alami, sebagaimana proses sosio-historis yang telah dialami oleh

negara negara maju.

Tuntutan sosio-historis bagi negara negara baru mendorong

melakukan proses perubahan sosial yang terencana untuk mewujudkan model

masyarakat tersebut. Proses perubahan sosial yang terencana itu disebut

“pembangunan”, dan merupakan fenomena sosial yang menonjol yang terjadi

di negara negara berkembang. Karenanya secara periodik PBB sejak tahun

tujuh puluhan mencanangkan United Nations Decade of Development (Esman,

1991) sampai dengan tahun 2016 muncul sustainable development Goals.

Namun apapun corak dan strategi pembangunan yang dilaksanakan oleh

negara negara berkembang, masih belum dapat menghapus kemiskinan.

Suatu dilema klasik yang selalu menjadi tantangan bagi negara negara

berkembang adalah antara menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai orientasi

pembangunan nasional disatu fihak, atau menjadikan pemerataan dan

pengentasan kemiskinan sebagai acuan pembangunan nasional dilain fihak.

Dikutub yang satu ada kinerja mereka yang gagal mewujutkan pertumbuhan

ekonomi yang tinggi, dan gagal pula dalam penanggulangan kemiskinan dan

pemerataan dan ada negara-negara yang secara relatif berhasil mewujudkan

petumbuhan ekonomi, akan tetapi gagal dalam melaksanakan pemerataan dan

penanggulangan kemiskinan, dan dikutub lain ada negara negara yang berhasil

mewjudkan pertumbuhan ekonomi, sekaligus berhasil dalam pemerataan

pembangunan dan penanggulangan kemiskinan (Jazairy, et, all, 1992).

Kemiskinan merupakan fenomena sosial yang bersifat lokus dan

kondisinya nyata dan selalu ada dalam kehidupan masyarakat dinegara negara

berkembang. Konteks Indonesia, kemiskinan merupakan masalah sosial yang

Page 242: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |569

bersifat laten dan selalu relevan untuk dibahas dan dikaji secara serius dan

terus menerus.

Pengkajian kemiskinan di Indonesia bukan karena kemiskinan telah

ada sejak lama, melainkan karena kemiskinan dapat mempengaruhi

pembangunan yang sedang dilaksanakan oleh pemerintah. Selain itu karena

gejala kemiskinan semakin meningkat sejalan dengan terjadinya krisi

multidemensional, terutama terjadinya krisis ekonomi tahun 1998, selain itu

menyebabkan jumlah penduduk miskin kembali meninggkat. Dalam kontek

penanggulangan terjadinya kemiskinan, berbagai program pengentasan

kemiskinan yang dilakukan oleh pemerintah seperti tricle-down effect, disatu

fihak, dan kebijakan penanggulangan langsung (direct attack) dengan strategi

karitas (charity strategy) pada fihak yang lain, dalam konteks delivered

development maupun melalui strategi pemberdayaan dan pemampuan

nampaknya belum sepenuhnya berhasil.

Terdapat beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya kemiskinan

yaitu kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif, serta kemiskinan struktural ,

kemiskinan situasional dan kemiskinan kultural (Mardimin, 1996). Dampak

dari situasi kemiskinan ini serta kurangnya kompetensi dalam liadership dan

manajerial para birokrat mengakibatkan sulitnya keluar dari situasi kemiskinan

tersebut.

Permasalahan

Persoalan yang ingin dijawab dalam tulisan ini adalah seberapa jauh

pengembangan kawasan dapat memberikan kontribusi pada penanggulangan

kemiskinan, melampaui peranan konvensionalnya sebagai pemicu

pertumbuhan?

Page 243: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

570| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

PEMBAHASAN.

Konsep Kemiskinan di Indonesia.

Konsep pengembangan kawasan yang konvensional bertumpu pada

sejumlah asumsi bahwa : tingkat hidup masyarakat akan meningkat dengan

adanya pertumbuhan ekonomi; bahwa pertumbuhan ekonomi akan tercapai

melalui akselerasi industrialisasi; bahwa akselerasi industrialisasi ini akan

terjadi di urban- metropolitan economy yang menjadi focal point hubungan

ekonomi; bahwa dari urban-metropolitan economy ini buah pembangunan

akan menebar pada bagian lain dari suatu negara; bahwa proses globalisasi dan

liberalisasi akan menghubungkan urban-metropolitan economy ini pada pusat

pusat pertumbuhan tingkat global dan akan mempercepat pertumbuhan

ekonomi; dan karenanya perlu perencanaan pengembangan kawasan yang

tersentralisasi untuk mendorong pertumbuhan, industrialisasi dan urbanisasi.

Pergeseran paradigma pembanunan dari paradigma yang beranggapan

bahwa pemerataan dan penanggulangan kemiskinan akan tercapai melalui efek

tetesan dari pertumbuhan, menuju paradigma pembangunan yang ingin

mewujudkan pertumbuhan ekonomi melalui kontribusi, partisipasi dan

peningkatan produktifitas setiap pelaku ekonomi, menuntut konsep

pengembangan kawasan yang berbeda. Paradigma yang demikian menuntut

kerangka spatial bagi perencanaan pengembangan kawasan. Kebijakan

pengembangan kawasan dalam hal ini harus dapat menjawab beberapa

persoalan mendasar berkaitan dengan peningkatan kontribusi, partisipasi dan

produktifitas penduduk dari lapisan sosial bawah (Tjokrowinoto, 1996).

Selanjutnya Tjokrowinoto (1996) menjelaskan bahwa dalam sejarah

pembangunan nasional Indonesia, pernah dikenal pembangunan unit spatial

supra desa yang dikenal dengan Unit Daerah Kerja Pembangunan (UDKP).

Namun dalam perkembangannya konsep UDKP mengalami pergeseran makna

dan peranan sehingga tidak efektif dalam peningkatan pertumbuhan ekonomi

Page 244: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |571

dan penanggulangan kemiskinan. Maka perlu reinterpretasi dan

refungsionalisasi UDKP, sehingga dapat meningkatkan peran dan fungsinya

dalam pembangunan kawasan dalam rangka menanggulangi kemiskinan

(Friedman dan Douglas, 1975).

Secara harfiah, miskin berarti tidak berharta benda. Miskin juga

berarti tidak mempunyai kemampuan untuk mengimbangi tingkat kebutuhan

hidup standar dan tingkat penghasilan serta ekonominya rendah.

Secara singkat kemiskinan dapat didefinisikan sebagai suatu standar

tingkat hidup yang rendah yaitu adanya kekurangan materi pada sejumlah

orang dibandingkan dengan standar hidup yang berlaku dalam masyarakat

yang bersangkutan (wikipedia http://id.wikipedia.org/wiki/ekonomi,12/13/09).

Sedangkan secara umum kemiskinan diartikan kurangnya pendapatan

untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok/dasar. Mereka yang dikatakan berada

pada garis kemiskinan apabila tidak mampu mencukupi kebutuhan hidup

pokok.

Biro Pusat Statistik (BPS-2015), mendefinisikan kemiskinan

dipandang sebagai ketidak mampuan dari aspek ekonomi untuk memenuhi

kebutuhan dasar, yang meliputi makanan dan bukan makanan atau

pengeluaran. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata rata

pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.

Kemiskinan dapat dikelompokan kedalam dua katagori yaitu

kemiskinan absolut dan kemiskinan relatif

(http://id.wikipedia.org/w/index.php? Title= kemiskinan relatif & actions=edit

& redlink=1). Kemiskinan absolut mengacu kepada situasi standar yang

konsisten, tidak terpengaruh oleh waktu dan tempat/negara. Sebuah contoh

dari pengukuran absolut adalah sejumlah populasi yang makan dibawah

Page 245: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

572| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

jumlah yang cukup menopang kebutuhan tubuh manusia (kira-kira 2000- 2500

kalori untuk laki-laki dewasa).

Bank Dunia (World Bank) (http://id.wikipedia.org/wiki/World Bank

Group), mendefinisikan kemiskinan absolut adalah sebagai hidup dengan

pendapatan dibawah USD 1/hari dan kemiskinan menengah untuk pendapatan

USD 2 perhari. Sedang kemiskinan relatif merupakan kondisi masyarakat

karena kebijakan pembangunan yang belum mampu mejangkau seluruh

lapisan masyarakat sehingga menimbulkan ketimpangan distribusi pendapatan.

Kemiskinan absolut ditentukan berdasarkan ketidakmampuan untuk

mencukupi kebutuhan pokok minimum. Kemiskinan struktural dan kultural

merupakan kemiskinan yang disebabkan oleh kondisi struktural dan faktor

faktor adat bagi suatu daerah tertentu yang membelenggu seseorang atau

kelompok orang.

Faktor Faktor Yang Melatarbelakangi Terjadinya Kemiskinan

Pada negara negara berkembang seperti Indonesia, istilah kemiskinan

selalu melekat dan populer. Istilah kemiskinan sangat mudah diucapkan, akan

tetapi begitu sulit untuk menentukan yang miskin itu yang bagaimana, siapa

yang tergolong miskin?

Laju pertumbuhan penduduk

Pertumbuhan penduduk Indonesia terus mengalami peningkatan yang

signifikan. Tingkat pertumbuhan penduduk yang tinggi, yakni 1,98% pertahun

menyebabkan jumlah penduduk absolut sebesar 24,9 juta jiwa (BPS 2015).

Laju pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,3% sehingga setiap tahun

jumlah penduduk Indonesia secara absolut bertambah 3 juta jiwa. Dari tingkat

pertumbuhan tersebut terselip masalah: (1) Pada bulan Maret 2015 jumlah

penduduk miskin Indonesia mencapai 28,5 juta jiwa (11,22%), bertambah

sebesar 0,86% dibanding dengan kondisi September 2014 yang sebesar 27,73

Page 246: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |573

juta jiwa (10,96). (2) Persentase penduduk miskin daerah perkotaan pada 2014

sebesar 8,16%, naik menjadi 8,29% pada 2015. Sementara penduduk miskin

pedesaan naik dari 13,76% pada 2014 menjadi 14,21% pada 2015. (3) Selama

periode September 2014 – Maret 2015 jumlah penduduk miskin perkotaan

naik sebanyak 029%. Sementara di daerah pedesaan naik sebanyak 057%.

Di samping pertumbuhan penduduk yang masih relatif tinggi,

kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) juga masih relatif rendah. Perspektif

SDM Indonesia dalam konteks pembangunan manusia yang di gambarkan oleh

Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indonesia menempati peringkat ke 110

dari 187 negara, dengan nilai indeks 0,684 (Wardah, 2015).

Selanjutnya, Direktur UNDP Indonesia Christophe Bahuet (2015)

mengatakan ada empat indikator yang digunakan untuk mengukur IPM

Indonesia tahun 2014, yakni angka harapan hidup (sebesar 68,9), harapan tidak

bersekolah (130), rata-rata waktu sekolah yang sudah dijalani oleh orang

berusia 25 tahun ke atas (7,6) sedangkan pendapatan nasional Bruto per kapita

(9.288).

Dicontohkan bagaimana indikator harapan hidup tahun 1986 yang

berada di bawah 60 tahun, kini mencapai 68,9. Sementara pendapatan nasional

bruto meningkat dari 3000$ Amerika perkapita menjadi 9.788$ Amerika

perkapita.

Dari beberapa kenyataan tersebut ternyata masih belum dapat

mengurangi terjadinya kemiskinan.

1. Angkatan Kerja dan Pengangguran

Dari sisi lain ketenagakerjaan secara garis besar penduduk suatu negara

digolongkan sebagai tenaga kerja dan bukan tenaga kerja.

Page 247: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

574| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Tabel 1. Tenaga kerja Indonesia menurut BPS (2016) adalah sebagai

berikut:

Dalam Juta 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016

Tenaga kerja 116.5 119.4 120.3 120.2 121.9 122.4 127.8

Bekerja 108.2 111.3 113.0 112.8 114.6 114.8 120.8

Menganggur 8.3 8.1 7.3 7.4 7.2 7.6 7.0

Sumber: BPS 2016

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa pertahun jumlah pengangguran

masih cukup tinggi. Contoh pada tahun 2016 jumlah pengangguran sebesar

7 juta jiwa.

2. Tingkat Pendidikan yang Rendah

Jumlah penduduk Indonesia sangat besar. Jumlah penduduk terus

bertambah yang menuntut ketersediaan pangan dan lapangan kerja.

Lapangan kerja memberi peluang kepada penduduk berdasarkan tingkat

pendidikan.

Gambaran tentang komposisi penduduk Indonesia berdasarkan tingkat

pendidikan adalah sebagai berikut:

Tabel 2. Komponen penduduk Indonesia berdasarkan tingkat pendidikan

No Tingkat Pendidikan yang

ditamatkan

Populasi (jiwa)

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Tidak/belum sekolah

Tidak/belum tamat SD

SD/M1/sederajat

SLTP/MTs/sederajat

SLTA/MA/sederajat

SMK

D1/D2/D3/D4/S1

S2/S3

Tidak terjawab

19.861.216

41.451.552

65.661.314

36.304.128

36.375.380

4.075.007

10.718.888

512.002

214.962.624

Sumber: BPS 2010

Tabel 2 komposisi penduduk Indonesia menunjukkan bahwa sebagian

besar penduduk Indonesia berpendidikan SD/M1/sederajat. Karena itu

Page 248: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |575

secara umum tingkat pendidikan penduduk Indonesia masih tergolong

rendah.

Tingkat pendidikan penduduk yang dicapai oleh suatu negara memberikan

gambaran/petunjuk tentang kualitas sumber daya manusia yang ada di

negara tersebut. Negara-negara berkembang adalah negara yang memiliki

tingkat pendidikan penduduknya relatif rendah.

Terdapat beberapa ukuran untuk melihat tingkat pendidikan suatu

daerah/negara sebagai berikut: (1) Rata-rata lama sekolah, angka melek

huruf (AMH). Rata-rata lama sekolah adalah jumlah tahun pelajaran

penduduk usia 15 tahun ke atas yang telah diselesaikan dalam pendidikan

formal. (2) Angka Partisipasi Sekolah (APS), Angka Melek Huruf adalah

persentase penduduk usia 15 tahun ke atas yang bisa membaca dan

menulis dan memiliki kalimat sederhana dalam hidup sehari-hari. (3)

Angka Partisipasi Sekolah merupakan ukuran daya serap sistem

pendidikan terhadap penduduk usia sekolah

KEMISKINAN DALAM PERSPEKTIF PENGEMBANGAN WILAYAH

Satu dilema klasik yang selalu menjadi tantangan bagi negara

berkembang adalah antara menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai orientasi

pembangunan nasional di satu pihak, atau menjadikan pemerataan dan

pengentasan kemiskinan sebagai acuan pembangunan nasional di lain pihak.

Respon setiap negara bervariasi meskipun tetap terletak diantara

kedua kontinum bipolar. Di kutub yang satu ada negara-negara yang gagal

mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan gagal pula dalam

melaksanakan penanggulangan kemiskinan dan pemerataan dan ada negara-

negara yang secara relatif berhasil mewujudkan pertumbuhan ekonomi, akan

Page 249: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

576| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

tetapi gagal dalam melaksanakan pemerataan dan penanggulangan kemiskinan

(Tjokrowinoto, 1996), dan di kutub yang lain ada negara yang berhasil

mewujudkan pertumbuhan ekonomi dan sekaligus berhasil dalam pemerataan

dan penanggulangan kemiskinan (Jazairy, et.al, 1992).

Banyak faktor yang menentukan kinerja suatu negara dalam mencapai

pertumbuhan ekonomi, pemerataan pendapatan dan menanggulangi

kemiskinan. Namun ada salah satu faktor yang dominan dalam menentukan

kinerja ini adalah kebijakan yang di pilih (policy choice) dan strategi yang

diterapkan (Tjokrowinoto, 1996).

Pada prinsipnya pilihan kebijakan merentang di antara dua kutub yaitu

kebijakan ekonomi makro yang berorientasi pada pertumbuhan yang

mewujudkan pemerataan dan penanggulangan kemiskinan melalui efek tetesan

(tricle down effect), serta kebijakan penanggulangan (direct attack) terhadap

masalah kemiskinan dalam konteks delivered development maupun melalui

strategi pemberdayaan dan pemampuan.

Indonesia sejak awal pembangunan menganut strategi pertumbuhan

dan sekaligus pemerataan dan penanggulangan kemiskinan (growth-cum-

poverty allevation and social equity) (Friedman, 1975).

Setelah melalui tahap-tahap konsolidasi, rehabilitasi, dan stabilisasi

ekonomi, kebijakan pertumbuhan, penanggulangan kemiskinan dan

pemerataan semakin meningkat melalui efek tetesan dan intervensi langsung

agaknya telah memberikan kontribusi pada pencapaian kinerja.

Kebijakan makro yang berorientasi pada pertumbuhan mencakup (a)

kebijakan nilai tukar secara aktif, (b) sistem anggaran berimbang, (c) berbagai

kebijakan fiskal yang bertujuan untuk mengendalikan pengeluaran negara, (d)

pengelolaan hutang secara sehat, (e) referensi perpajakan dari perdagangan, (f)

deregulasi untuk meningkatkan efisiensi memperbesar daya saing, dan

memobilisasi sumber-sumber daya (Syahrir, 1992, World Bank 1989)

Page 250: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |577

Kebijakan penanggulangan kemiskinan secara langsung dilakukan

melalui (1) pembangunan infrastruktur ekonomi pedesaan, (2) perluasan

berbagai layanan publik, (3) perluasan jangkauan perkreditan, dll.

Melalui kebijakan growth-cum poverly induction, Indonesia sudah

mampu membatasi perkembangan penduduk yang berada di bawah garis

kemiskinan.

Tabel 3. memperlihatkan angka kemiskinan di Indonesia, baik relatif maupun

absolut

Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014

Kemiskinan

relatif (%) 17,8 16,6 15,4 14,2 13,3 12,5 11,7 11,5 11,0

Kemiskinan

absolut

(dalam juta)

39 37 35 33 31 30 29 29 28

Sumber: Bank Dunia dan BPS 2015

Tabel di atas menunjukkan penurunan kemiskinan secara perlahan namun

pasti. Penurunan ini merupakan hasil jangka panjang dari upaya pemerintah

dalam menurunkan kemiskinan baik melalui pendekatan tidak langsung (tricle

down -effect) maupun pendekatan langsung (direct attact).

UPAYA PEMERINTAH DALAM MENANGGULANGI KEMISKINAN.

Komitmen dan Kompetensi strategis dalam pengembangan kawasan

pada hakekatnya adalah mengimplemetasikan pembangunan kawasan melalui

dua pendekatan yaitu efek tetesan pembangunan dan pembangunan secara

langsung. Hal tersebut merupakan upaya pemerintah dalam menanggulangi

kemiskinan.

Berdasarkan uraian dalam JOKBAGIN.COM 2016, dijelaskan bahwa

beberapa yang dilakukan pemerintah dalam menanggulangi kemiskinan antara

Page 251: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

578| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

lain dengan memfokuskan arah pembangnan pada tahun 2008 pada

pengentasan kemiskinan. Fokus program tersebut meliputi 5 hal antara lain;

(1) Menjaga stabilitas harga bahan kebutuhan pokok, (2) Mendorong

pertumbuhan yang berfihak kepada rakyat miskin, (3) Menyempurnakan dan

memperluas cakupan program pembangunan yang berbasis masyarakat, (4)

Meningkatkan akses masyarakat miskin pada pelayanan dasar, (5) Membangun

dan menyempernakan sistem perlindingan sosial bagi masyarakat miskin

Dari lima fokus program pemerintah tersebut, diharapkan jumlah

rakyat miskin yang ada dapat tertanggulangi sedikit demi sedikit. Beberapa

langkah teknis yang strategis dilakukan oleh pemerintah terkait lima program

tersebut antara lain: (a) Menjaga stabilitas harga kebutuhan pokok. Program ini

ditujukan untuk menjamin daya beli masyarakat miskin atau keluarga miskin

untuk memenuhi kebutuhan pokok terutama dan kebutuhan pokok utama lainya.

Program yang berkaitan dangan fokus ini seperti : penyediaan cadangan beras

pemerintah 1 juta ton dan stabilisasi harga komoditas primer. (b) Mendorong

pertumbuhan yang berpihak kepada rakyat miskin. Program ini bertujuan

mendorong terciptanya dan terfasilitasinya kesempatan berusaha yang lebih luas

dan berkualitas bagi masyarakat atau keluarga miskin. Beberapa program yang

berkaitan dengan fokus ini: penyediaan dan bergulir untuk kegiatan produktif

skala micro dengan pola bagi hasil/syariah dan konvensional, bimbingan

teknis/pendampingan dan pelatihan pengelolaan Lembaga Keuangan Mikro

(LKM)dan Koperasi Simpan Pinjam (KSP), pelatihan budaya, motivasi usaha

dan teknis manajemen usaha mikro, pembinaan sentra sentra prodksi didaerah

terisolir dan tertinggal, fasilitas sarana prasarana usaha mikro, pemberdayaan

ekonomi masyarakat pesisir, pengembangan usaha perikanan tangkap skala

kecil, peningkatkan akses informasi dan pelayanan pendampingan

pemberdayaan dan ketahanan keluarga, percepatan pelaksanaan pendaftaran

tanah, peningkatan koordinasi penanggulangan kemiskinan berbasis kesempatan

Page 252: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |579

usaha bagi masyarakat miskin. (c) Menyempurnakan dan memperluas cakupan

program pembangunan berbasis masyarakat. Program ini bertujuan untuk

meningkatkan sinergi dan optimalisasi pemberdayaan masyarakat didaerah

pedesaan dan perkotaan serta memperkuat penyediaan dukungan pengembangan

kesempatan berusaha bagi penduduk miskin. Program yang berkaitan dengan

fokus ini adalah: program pemerintah pemberdayaan masyarakat (PNPM) di

daerah pedesaan dan perkotaan, program pengembangan infrastruktur sosial

ekonomi wilayah, program pembangunan daerah tertinggal dan khusus,

penyempurnaan dan pemantapan program pembangunan berbasis masyarakat.

(d) Meningkatkan akses masyarakat miskin kepada pelayanan dasar. Fokus pada

program ini adalah : meningkatkan akses penduduk miskin memenuhi

kebutuhan pendidikan, kesehatan dan prasarana dasar. Beberapa program

berkaitan dengan fokus ini antara lain : penyediaan beasiswa bagi siswa miskin

bagi pendidikan dasar di sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah dan SMP/MTs,

beasiswa siswa miskin jenjang SMA/MA/SMK, beasiswa untuk mahasiswa

miskin dan berprestasi, pelayanan kesehatan rujukan bagi keluarga miskin

secara Cuma Cuma di kelas III rumah sakit. ( e) Membangun dan

penyempurnaan sistem perlindungan sosial bagi masyarakat miskin. Fokus ini

bertujuan untuk melindungi penduduk miskin dari kemungkinan ketidak

mampuan dalam menghadapi goncangan sosial dan ekonomi. Program teknis

yang dibuat oleh pemerintah seperti: meningkatkan kapasitas kelembagaan

pengarusutamaan gender (PUG) dan anak (PUA), pemberdayaan sosial

keluarga, fakir miskin, komunitas adat terpencil dan penyandang masalah

kesejahteraan sosial dan lainya, bantuan sosial untuk masyarakat rentan, korban

bencana alam, dan korban bencana sosial, penyediaan bantuan tunai bagi rumah

tangga sangat miskin (RTSM) yang memenuhu persaratan (pemeriksaan

Page 253: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

580| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

kehamilan ibu, imunisasi dan pemeriksaan rutin BALITA menjamin keberadaan

anak usia sekolah di SD/MI dan SMP/MTs dan penyempurnaan pelaksanaan

pemberian bantuan sosial bagi keluarga miskin, melalui program keluarga

harapan (PKH) dan pendataan pelaksanaan PKH.

Untuk mendukung upaya pemerintah dalam menanggulangi

kemiskinan, dilaksanakan program program pembangunan sebagai berikut : (1)

Anggaran untuk program program yang berkaitan langsung maupun tidak

langsung dengan penanggulangan kemiskinan dan pengangguran dilaksanakan

dengan pendekatan pemberdayaan berbasis komunitas dan kegiatan padat karya,

(2) Mendorong APBD Provinsi, Kabupaten dan Kota pada tahun tahun

selanjutnya untuk meningkatkan anggaran bagi penanggulangan kemiskinan dan

perluasan kesempatan kerja, (3) Tetap mempertahankan program program

seperti:( a) bantuan operasional sekolah; (b) bantuan raskin; (c) bantuan tunai

langsung; (d) asuransi miskin. (4) Akselerasi pertumuhan ekonomi dan stabilitas

harga khususnya harga beras, tidak lebih dari Rp.5000,-/kg. (5) Memberikan

kewenangan yang lebih luas kepada masyarakat dalam pengambilan keputusan

pembangunan. (6) Sinergi masyarakat dengan dalam penanggulangan

kemiskinan. (7) Mendayagunakan potensi dan sumber daya lokal sesuai dengan

karakteristik lokal. (8) Menerapkan pendekatan budaya lokal dalam proses

pembangunan. (9) Priritas kelompok masyarakat paling miskin dan rentan pada

desa desa dan kampung kampung paling miskin. (10) Kelompok masyarakat

dapat menentukan sendiri kegiatan pembangunan yang dipilih tetapi tidak

tercantum dalam negative list. (11) Kompetitif desa desa dalam kecamatan harus

berkompetisi untuk untuk memperbaiki kualitas kegiatan dan cost effectivenees.

(12) Program keluar harapan (PKH) berupa bantuan husus untuk pendidikan dan

kesehatan. (13) Program pemerintah lain yang bertujuan untuk meningkatkan

akses masarakat miskin kepada sumber permodalan usaha mikro dan kecil

Page 254: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |581

listrik pedesaan sertifikasi tanah dan kredit mikro. (14) Program penembangan

bahan bakar nabati (EBN) Program ini dimaksudkan untuk mendorong

kemandirian penyediaan energi terbarukan dengan menumbuhkan desa mandiri

energi. (15) Penegakan hukum dan ham perberantasan korupsi dan reformasi

birokrasi. (16) Percepatan pembangunan infrastruktur. (17) Pembangunan

daerah perbatasan dan daerah terisolir. (18) Revitalisasi pertanian, perikanan,

kehutanan, dan pedesaan. (19) Peningkatan kemampuan pertahanan pemantaban

keamanan dan ketertiban serta penyelesaian konflik. (20) Peningkatan

aksesibilitas dan kualitaspendidikan dan kesehatan. (21) Program Nasional

Pemberdayaan Masyarakat-Mandiri (PNPM-Mandiri).

KESIMPULAN

Penanggulangan kemiskinan sebagaimana masyarakat yang dicita

citakan tidak dapat begitu saja diserahkan pada proses evolusioner, spontan

dan alami. Tuntutan sosio-historis bagi negara negara baru adalah melakukan

proses perubahan sosial terencana melalui pembangunan kawasan yang disebut

dengan pembangunan.

Pembangunan pada hakekatnya peningkatan nilai nilai sosio-ekonomis

melalui program program pembangnan baik secara langsung maupun secara

tidak langsung. Implementasi pendekatan tersebut dilaksanakan oleh

pemerintah melalui beberapa program pembangunan yang bertujuan untuk

pengentasan kemiskinan, pemerataan dan pemberdayaan.

Dengan upaya tersebut diharapkan dapat menanggulangi sekaligus

menghapus kemiskinan seraya melaksanakan pemerataan hasil hasil

pembangunan dan pemberdayaan masyarakat miskin, membuka akses yang

seluas luasnya bagi masyarakat dan keluarga miskin.

Page 255: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

582| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

DAFTAR PUSTAKA

Bachuet, Christophe. 2015. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia

Mengalami Kemajuan, UNDP, 2015.

Biro Pusat Statistik, 2010. Komposisi Penduduk Berdasarkan Pendidikan.

Nanang Ajim, Posted on 1: 59 PM

BPS ,2015.(http://www.ndonesia.invesment.com/id/keuangan/angka-ekonomi-

macro/pengangguran

Esman, Melton,J. 1972. The Elements of Institution Building dalam Eaton,

Joseph, W. 1972. Institution Building and Development : From Concept

to Aplication, Beverly Hills, California, Sage Publication.

Friedmann, John, 1993. Empowerment: The Politic of Alternative

Development, Cambridge, Mass: Black Well Publisher.

Friedman, John dan Mike Douglas, 1995. Agropolitan Development : Toward

a News Strategy for Regional Planning in Asia, dalam buku UNCRD,

Op. Cit. Nagoya UNCRD.JOGBAGIN. 2016

Jazairy, Idris, Mohinudin Alangir, Theresie Panuccio, 1992. The State of

World Rural Poverty : An Inquiry into the Couse and Consequences

New York : New York University Press.

Mardini,1996.DalamWikipedia,http://id.wikipedia.org/wiki/Ekonomi,12/03/09

Syahrir, 1992. Refleksi PembangunanEkonomi Indonesia 1968-1992, Jakarta,

Gramedia Pustaka Utama.

Tjokrowinoto, Muljarto, 1996. Pembangunan Dilema dan Tantangan,

Yogyakarta, Pustaka Pelajar.

Wardah, Fatiyah, 2015. Indeks Pembangunan Manusia Indonesia, VOA

Indonesia.

World Bank (http://id.wikipedia.org/wiki/World Bank Group.

http://id.wikipedia.org/wiki/ekonomi,12/13/09

http://id.wikipedia.org/w/index.php? Title=absolut dan

kemiskinan relatif & action=edit & redlink=1

Page 256: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |583

PARTISIPASI NELAYAN DALAM PENGEMBANGAN COMMUNITY

BASED TOURISM (CBT) DI PANTAI PAYANGAN JEMBER

Akhmad Ganefo

Program Studi Sosiologi FISIP UNEJ, E-mail: [email protected], Nomor HP:

085236310622

Abstrak

Tidak seperti nelayan di daerah lain yang mengalami kesulitan ekonomi pada musim

paceklik ikan, nelayan di Payangan memiliki alternatif pendapatan dari menangkap benih

udang yang tersedia pada semua musim. Benih udang yang memiliki nilai ekonomi tinggi

menjadi menjadi penyelamat ekonomi nelayan pada musim paceklik. Disamping itu,

nelayan juga mampu berpartisipasi dalam pariwisata Pantai Payangan yang tiba-tiba

muncul wilayah mereka dalam beberapa tahun belakangan ini. Oleh katena itu menarik

untuk diteliti mengapa dan bagaimana bentuk partisipasi nelayan dalam pengembangan

community based tourism di Pantai Payangan?. Untuk menjawab permasalahan tersebut,

peneliti melakukan penelitian terhadap kasus tersebut dengan metode kualitatif. Data

dalam penelitian ini dikumpulkan melalui wawancara secara tidak terstruktur kepada

beberapa informan, yakni tokoh masyarakat, nelayan dan aparat dusun. Data-data tersebut

kemudian diolah dan dianaisis secara kualitatif. Hasil menelitian ini menunjukkan bahwa

partisipasi nelayan dalam pariwisata Pantai Payangan didorong untuk meningkatkan

pendapatan dengan cara berperan menyediakan berbagai kebutuhan wisatawan. Akan

tetapi partisipasi nelayan dalam pengembangan community based tourism dapat

terkendala oleh tidak adanya koordinasi dan perencanaan wisata di kalangan nelayan dan

resistensi nelayan terhadap peran pemerintah sebagai regulator dan fasilitator pariwisata

di Pantai Payangan.

Kata Kunci: partisipasi, jasa dan produk wisata, peningkatan kesejahteraan, kemandirian

nelayan.

PENDAHULUAN

Wisata bahari di pantai Payangan, Dusun Watu Ulo, Desa Sumberejo,

Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember merupakan obyek wisata yang ”baru”.

Sebelum pantai Payangan diminati wisatawan, wisata bahari yang terkenal di

Desa Sumberejo, Kecamatan Ambulu, Kabupaten Jember adalah Pantai

Watuulo dan Papuma (Pasir Putih Malikan). Kedua pantai yang terakhir

tersebut menjadi kurang populer sejak Pantai Payangan menjadi destinasi

wisata. Pantai Payangan sebenarnya berada di sebelah timur Pantai Watuulo

Page 257: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

584| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

dan Papuma. Sebelum menjadi desinasi wisata, Pantai Payangan tidak pernah

dipromosikan oleh Dinas Pariwisata Kabupaten Jember. Waktu itu Dinas

Pariwisata lebih fokus pada pengelolaan Pantai Watuulo dan Papuma.

Asal-usul Pantai Payangan menjadi destinasi wisata ketika

diperkenalkan oleh para pecinta alam atau wisatawan petualangan yang

menjelajah pantai dan bukit di pantai selatan Jember melalui media sosial.

Setiap kali mereka naik bukit di sekitar Pantai Payangan mereka mengupload

foto-foto di media sosial. Sharing foto-foto di pantai dan bukit di Payangan

menarik perhatian dan mendorong pencita alam lain untuk mengunjungi pantai

Payangan. Semenjak itu wisatawan mengunjungi Pantai Payangan sebagai

destinasi wisata yang baru.

Sebagai destinasi wisata bahari yang baru, pantai Payangan memiliki

keunggulan obyek wisata berupa 3 bukit dengan pepohonan hijau, panorama

matahari terbenam dilihat dari atas bukit dan pantai karang, wisata perahu

diteluk love (teluk yang bentuknya seperti daun waru) dan wisata kuliner.

Semua obyek wisata tersebut memiliki daya tarik yang luar biasa pada

wisatawan dan masyarakat pesisir setempat (nelayan) untuk berpartisasipasi

dan berperan dalam pariwisata Pantai Payangan.

Partisipasi nelayan pada pariwisata diharapkan merupakan inisiatif

murni dari kalangan mereka sendiri dalam pengembangan maupun

pengelolaan wisata. Pengembangan wisata di banyak daerah kebanyakan

masyarakatnya cenderung pasif. Justru Pemerintah Daerah melalui Dinas

Pariwisata setempatlah yang aktif mengelola dan mendorong peran masyarakat

mengelola pariwisata. Pengembangan wisata di Indonesia lebih banyak

difasilitasi negara. Akibatnya, kapasitas lokal di dalam merespon

pengembangan yang dimotori oleh negara dengan konsep pengembangan

wisata berbasis komunitas, masih menghadapi banyak persoalan di masyarakat

(Damanik, 2009:130-134).

Page 258: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |585

Secara konseptual, community based tourism (CBT), menuntut

partisipasi yang tinggi dari warga masyarakat untuk mengembangkan dan

mengelola destinasi wisata. Partisipasi masyarakat dalam kerangka CBT dalam

bentuk penyediaan produksi barang dan jasa wisata, adat-istiadat dan budaya

lokal dan pelestarian lingkungan, merupakan proses pemberdayaan untuk

meningkatkan kesejahteraan sosial dan ekonomi masyarakat lokal. Menurut

Murphy, pariwisata harus melibatkan masyarakat lokal, sebagai bagian dari

produk turisme, kalangan industri juga harus melibatkan masyarakat lokal

dalam pengambilan keputusan untuk pengembangan wisata. Sebab,

masyarakat lokallah yang harus menanggung dampak kumulatif dari

perkembangan wisata dan mereka butuh untuk memiliki input yang lebih

besar. Masyarakat harus bisa dikemas dan dijual sebagai produk pariwisata

(Murphy, 1985: 16)

Secara sosiologis, lingkungan memberikan ruang bagi individu dan

populasi untuk bekerja secara aktif memodifikasi perilaku mereka dalam

rangka memelihara kondisi tertentu, menanggulangi resiko tertentu pada suatu

kondisi yang baru, atau mengimprovisiasi kondisi yang ada. Proses adaptif

yang aktual tersebut merupakan kombinasi dari ketiga mekanisme tersebut

diatas (memelihara, menanggulangi, improvisasi). Oleh karena itu, variasi

dalam praktek kultural mungkin meningkat karena kesempatan/ tekanan pada

sumber-sumber daya /group. Sehingga adaptasi bisa kita sebut sebagai sebuah

strategi aktif manusia dalam menghadapi lingkungannya. Adaptasi dapat

dilihat sebagai usaha untuk memelihara kondisi kehidupan dalam menghadapi

perubahan. Oleh karena itu dalam hal ini, partisipasi nelayan dalam pariwisata

merupakan salah satu bentuk adaptasi nelayan terhadap lingkungan alam dan

Page 259: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

586| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

sosial yang berubah. Proses adaptasi tersebut bisa berdampak pada mobilitas

nelayan secara horisontal maupun vertikal (Satria, 2001 & 2002).

Partisipasi masyarakat dapat dipahami sebagai bentuk keterlibatan

secara mental sekaligus emosional warga masyarakat dalam situasi kelompok

yang mendorongnya untuk ikut serta menyumbangkan kemampuan dalam

mencapai tujuan kelompok dan ikut bertanggung jawab atas tujuan kelompok,

termasuk dalam pelaksanaan program. Pelibatan ini membuat masyarakat

merasa memiliki dan bertanggung jawab terhadap proses keberlanjutan

program tertentu. Pendekatan partisipatif yang dilaksanakan diharapkan akan

memberikan ruang bagi perkembangan aktivitas yang berorientasi kompetisi

dan tanggung jawab sosial oleh anggota komunitas itu sendiri. Pentingnya

partisipasi dalam pengembangan program menimbulkan kosekwensi bahwa

segala hal yang berkaitan dengan pengambilan kebijakan ekonomi, seperti

menarik investor luar, maka harus melibatkan warga (Bryson, 1995;2007).

Berdasarkan uraian di bagian awal, pariwisata di Pantai Payangan

menarik perhatian wisatawan maupun nelayan setempat. Jika ketertarikan

wisatawan pada Pantai Payangan didasarkan pada aspek keindahannya sebagai

obyek wisata, nelayan tertarik untuk berpartisipasi dalam pariwisata di Pantai

Payangan karena sebab-sebab tertentu. Oleh karena itu, dalam artikel ini akan

dijawab rumusan masalah sebagai berikut. Pertama, mengapa nelayan

berpartisipasi dalam pariwisata Pantai Payangan? Kedua, bagaimana bentuk

partisipasi nelayan pada pariwisata tersebut?

Jawaban terhadap masalah-masalah tersebut diharapkan dapat

menjelaskan sebab-sebab maupun bentuk-bentuk partisipsi nelayan serta

dampak dari partisipasi nelayan tersebut. Tentu saja hasil penelitian ini dapat

dijadikan bahan pertimbangan yang bermanfaat bagi Pemerintah maupun

Page 260: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |587

swasta dalam melibatkan maupun dalam melakukan pembinaan terhadap

masyarakat dalam pengelolaan pariwisata.

METODE

Penulisan artikel ini merupakan hasil studi kasus. Fokus studi kasus

adalah spesifikasi kasus dalam suatu kejadian baik itu yang mencakup

individu, kelompok budaya ataupun suatu potret kehidupan (Creswell, 1988).

Penelitian ini dilakukan dengan metode dan analisis kualitatif. Peneliti

mengumpulkan data dengan cara wawancara pada beberapa informan yang

banyak mengetahui informasi tentang wisata Pantai Payangan. Para informan

tersbut adalah Pak Munif (tokoh pemuda), Pak Ahmad (tokoh nelayan), Pak

Satrudin (tokoh masyarakat) dan Pak Ngadi (Kepala Dusun Watuulo).

Wawancara pada tokoh-tokoh masyarkat tersebut dilakukan secara

tidak terstruktur untuk menggali data selengkap mungkin. Informasi dari hasil

wawancara dengan tokoh tertentu kemudian penulis kroscek dengan informsi

dari tokoh lain untuk memastikan validitasnya. Setelah itu data-data dianalisis

secara kulitatif.

PEMBAHASAN

Nelayan Payangan

Payangan secara administratif sebagai salah satu RW di Dusun

Watuulo, Desa Sumberrejo, Kecamatan Ambulu Kabupaten Jember. Payangan

sebagai wilayah pesisir menjadi tempat pemukiman penduduk yang sebagian

besar nelayan. Menurut Pak Ngadi (Kepala Dusun Watuulo), jumlah nelayan

dari Payangan tidak diketahui dengan pasti karena dokumen kependudukan di

Dusun Watuulo tidak ada perincian tentang jumlah nelayan dari tiap RW di

Page 261: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

588| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Dusun Watuulo. Jumlah nelayan di Dusun Watuulo adalah 783 orang dari

3.502 jiwa penduduk Dusun Watuulo. Menurut Pak Ngadi, diperkirakan 30%

tinggal di Payangan. Diperkirakan hampir semua nelayan Payangan memiliki

perahu kecil (Perahu Jukung), sedangkan nelayan yang mempunyai perahu

besar puluhan orang. Perahu-perahu nelayan Payangan (perahu besar atau

kecil) tidak selalu bersandar di Pantai Payangan. Sebagian perahu-perahu

tersebut bersandar di Pantai Watuulo, Papuma atau di Puger. Pada musim ikan,

perahu-perahu tersebut dipakai melaut, menangkap ikan diperairan yang tidak

terlalu jauh dari Payangan. Jika pada sore hari nelayan berangkat melaut, pada

pagi hari mereka mendarat di pantai yang sudah menjadi kebiasaan mereka.

Pada musim paceklik ikan, kebanyakan nelayan Payangan memarkir perahu

mereka di Payangan, dekat dengan pemukinan mereka.

Nelayan Payangan dan Watuulo pada umumnya tidak hanya

menangkap ikan besar yang lokasinya agak jauh dari pantai, tetapi nelayan

juga memancing ikan di laut dalam di sekitar bukit karang. Di samping itu

nelayan juga biasa menangkap bibit udang yang adanya pada semua waktu.

Setiap hari ada bibit udang yang bisa ditangkap. Bibit udang yang harganya

mahal tersebut (Rp 30.000,-/ekor) menjadi primadona tangkapan nelayan di

Pantai Payangan. Nelayan Payangan mulai banyak yang enggan melaut untuk

menangkap ikan, karena ada alternatif komoditas yang bisa diambil yakni bibit

udang. Oleh karena itu sebenarnya nelayan Payangan atau Watuulo tidak

mengenal musim paceklik. Jika pada bulan purnama (musim paceklik ikan)

tiba, nelayan payangan memiliki alternatif pendapatan dari benih udang. Jika

secara fisik nelayan masih punya tenaga dari menangkap ikan pada pagi hari,

mereka bisa kerja lagi setngah hari untuk mencari bibit udang. Setelah itu,

pada sore harinya mereka melaut lagi.

Partisipasi Nelayan dalam Pariwisata

Page 262: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |589

Suatu partisipasi individu atau kelompok dalam kegiatan tertentu

idealnya mulai dari tahap awal (misal perencanaan) sampai dengan

pemanfaatan hasil kegiatan, karena ecara teoritis partisipasi mencakup

keseluruhan tahap tersebut. Partisipasi masyarakat dirasa penting untuk

mengambil keputusan (dalam proses perencanaan) dalam pembangunan

kepariwisataan maupun manfaat yang akan diterima sebagai implikasi

berlangsungnya aktivitas wisata di kawasan pedesaan (Tosun, 1999).

Di Pantai Payangan, nelayan berpartisipasi dalam pariwisata secara

spontan, mengikuti peningkatan kunjungan wisatawan ke Pantai Payangan.

Menurut Pak Ahmad (tokoh nelayan), nelayan tidak menduka kalau ternyata

Pantai Payangan diminati wisatawan. Tiba-tiba saja wisatawan datang. “Kita

tidak promosi ke wisatawan”, kata Pak Ahmad. Nelayan hanya berfikir bahwa

ini ada peluang untuk menambah pendapatan, cari rejeki dari wisata. Yang bisa

dagang, ya jualan minuman, yang punya halaman di rumah, ya menawarkan

parkir. Menurut Pak Ahmad, wisatawan yang suka naik bukit dibantu nelayan

dengan cara meminjamkan tongkat atau memandu jalan ke atas bukit.

Selanjutnya nelayan meratakan jalan setapak, melebarkan, dan memberi

batuan supaya tidak licin. Di pihak lain, ketika wisatawan ingin diantar pergi

mancing ikan di laut, nelayan membantu dengan mengantar pakai perahu,

begitu seterusnya. Jadi awalnya semua kegiatan nelayan pada sektor pariwisata

awalnya hanya sekedar memenuhi kebutuhan wisatawan.

Bentuk partisipasi nelayan dalam pariwisata di Pantai Payangan sesuai

dengan kebutuhan wisatawan. Oleh karena itu, dalam pariwisata Pantai

Payangan, nelayan berparisipasi dalam hal: (a) Penyediaan tempat parkir.

Tempat parkir yang disediakan oleh nelayan berada di sekitar rumah mereka,

yang kebetulan berada di sekitar pantai. Sebagian tempat parkir lainnya berada

Page 263: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

590| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

di sekitar warung-warung. Jasa parkir baik yang ada di sekitar rumah maupun

warung tersebut untuk parkir sepeda motor, sedangkan parkir mobil

menempati kanan-kiri jalan di sepanjang lokasi pemukiman warga dan

beberapa lapangan yang cukup luas. Tarif parkir sepeda motor Rp 5.000,- dan

tarif parkir mobil Rp 10.000,-. Menurut pengamatan peneliti, tempat parkir

motor maupun mobil setiap hari libur (Sabtu-Minggu) selalu dipenuhi

kendaraan. Oleh karena itu pendapatan dari parkir cukup besar. Menurut

Batrudin (tokoh masyarakat), pendapatan dari parkir tiap hari libur bisa

mencapai jutaan rupiah untuk tiap petak parkir. (b) Warung kuliner. Warung

kuliner di Pantai Payangan terdapat di sekitar pantai, mulai dari pemukiman

sampai di sekitar pantai. Warung-warung tersebut menyediakan makanan

berupa ikan bakar dan makanan lain yang khas Jawa Timur, misalnya nasi

Pecel, Rawon, Soto, Bakso dan lain-lain. Sedangkan minumannya berupa

aneka minuman kemasan dalam botol dan aneka es (es Campur, Buah, Degan)

dan lain-lain. Makanan dan minuman favorit di Pantai Payangan adalah Ikan

Bakar dan Es Degan, dengan harga yang tidak terlalu mahal (Rp 25.000,-

/paket), cukup terjangkau oleh wisatawan lokal. Oleh karena itu mulai tengah

hari hingga menjelang sore, wisatawan banyak memenuhi warung untuk

makan. (c) Penyewaan perahu di muara sungai. Perahu-perahu nelayan yang

disediakan untuk wisatawan sebenarnya bukanlah perahu yang dirancang

khusus untuk wisata, melainkan perahu jukung yang biasa dipakai untuk

menangkap ikan. Perahu nelayan yang sedang sandar di tepi pantai, sewaktu-

waktu bisa dipakai mengantar wisatawan yang membutuhkan, atau sebaliknya

nelayanlah yang menawarkan jasa angkutan perahu kepada wisatawan dengan

tarif Rp 10.000,-/orang sekali jalan mengitari muara sungai di sekitar pantai.

Rute lain yang acapkali diinginkan wisatawan adalah menyeberang laut

menuju pantai atau bukit lainnya. Tarif penyeberangan ini tergantung

kesepakatan hasil tawar-menawar antara wisatawan dengan nelayan. (d)

Page 264: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |591

Penyediaan sarana jalan setapak menuju puncak bukit. Pemandangan pantai

atau laut dari atas bukit merupakan menu yang unik Pantai Payangan. Di atas

bukit-bukit yang ada (bukit Domba/Kambing, bukit Samboja dan bukit

Seroya), wisatawan bisa menyaksikan panorama matahari terbenam yang

indah. Semula jalan menuju puncak beberapa bukit tersebut berupa jalan

setapak yang sempit. Dengan banyaknya wisatawan yang naik ke atas bukit,

maka nelayan setempat melebarkan dan meratakan jalan naik ke puncak bukit

tersebut. Sekarang tidak hanya jalan yang bisa dimanfaatkan wisatawan,

melainkan juga lokasi untuk berkemah (camping ground) dan tempat

peristirahatan. Di lereng bukit juga dibangun mushola untuk ibadah bagi

wisatawan muslim.

Sekelompok nelayan yang menyediakan fasilitas di bukit-bukit

Payangan tersebut kemudian menguasai bukit tertentu dan menarik biaya naik

bukit sebesar Rp 5.000,-/orang. Hasil dari kutipan biaya tersebut sebagian

dipergunakan untuk pemeliharaan dan penghijauan bukit. Menurut Pak Munif,

hasil dari bukit-bukit tersebut sangat besar sehingga sempat membuat iri warga

masyarakat lainnya. Banyak warga Payangan yang merasa berhak atas bukit-

bukit itu, karena bukit-bukit itu sebenarnya milik negara, bukan milik

perorangan atau kelompok. Oleh karena itu, hasil dari pengelolaan bukit-bukit

tersebut seharusnya dibagi secara merata kepada masyarakat. Di pihak lain,

Pak Ahmad sebagai salah seorang tokoh nelayan dan pengelola salah satu

bukit, menyatakan bahwa semua kegaiatan nelayan dalam pariwisata

sebenarnya menempati tanah negara. Baik itu bukit, lahan parkir, warung dan

bahkan tanah yang dibagun rumah oleh penduduk di sekitar pantai, semuanya

milik negara. Oleh karena itu masyarakat di Payangan sebenarnya sudah

mendapat bagian sesuai dengan peran masing-masing. Dengan peran tersebut,

Page 265: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

592| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

warga masyarakat makin meningkat kesejahteraannya, sehingga mereka akan

berusaha mempertahankan apa saja yang sudah diperoleh selama ini.

Bentuk-bentuk partisipasi nelayan tersebut dilakukan nelayan secara

mandiri, dalam pengertian tanpa koordininasi di antara kelompok-kelompok

yang menyediakan jasa atau produk wisata. Jasa parkir, kuliner, perahu dan

bukit berjalan sendiri-sendir sesuai dengan kemauan masing-masing. Dengan

demikian, di dalam pariwisata Pantai Payangan sebenarnya tidak ada proses

perencanaan maupun koordinasi dalam menjalankan peran dalam pariwisata.

Pemerintah Kabupaten atau Desa yang berwenang atas wilayah Pantai

Payangan tidak menjalankan peran sebagai regulator atau fasilitator di

Payangan. Sebenarnya ada keinginan dari Pemda untuk mengelola Pantai

Payangan sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, akan tetapi masyarakat

nelayan Payangan dengan tegas menolak kehadiran Pemerintah Kabupaten

Jember ataupun Pemerintah Desa Ambulu. Menurut Pak Suto Wijoyo (tokoh

Masyarakat), tidak selayaknya Pemerintah mengambil-alih wisata Payangan,

karena wisata di Payangan sudah berkembang atas usaha masyarakat, kok tiba-

tiba Pemerintah mau mengabil alih pengelolaannya, kan tidak bijaksana itu”,

kata Pak Suto (www.majalah-gempur.com).

Dalam konteks community based tourism (CBT), nelayan di Payangan

sebenarnya agen utama wisata di Payangan tersebut. Justru masyarakat

nelayanlah yang berinisiatif untuk berperan menyediakan jasa dan produk

wisata lainnya (misalnya kuliner). Pelibatan nelayan dalam kegiatan pariwisata

justru menjadi proses yang memberdayakan mereka, untuk meningkatkan

pendapatan dan kesejahteraan sosial-ekonomi nelayan. Nelayan menjadi

semakin mandiri secara ekonomi dan politis. Indikasi ini terbukti dengan

keberanian mereka menolak kehadiran Pemerintah dalam pariwisata Payangan.

Menurut Pak Ahmad, “kita siap mempertaruhkan apa saja untuk

Page 266: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |593

mempertahankan peran nelayan di sini, tidak bisa kita serahkan begitu saja

kepada Pemerintah”.

Walau begitu, sebenarnya masyarakat Payangan belum memiliki

pemikiran atau rencana untuk pengembangan wisata, karena mereka berjalan

sendiri-sendiri sesuai dengan kemampuan dan kebiasaan berperan dalam

pariwisata. Belum ada perencanaan secara terintegrasi tentang bagaimana

menjamin keamanan di pantai, bukit atau laut (yang menggunakan perahu),

meningkatkan kepuasan wisatawan, promosi dan sebagainya.

Resistensi nelayan terhadap Pemerintah sebagai regulator dan fasilitator

wisata di Payangan akan berlanjut jika Pemerintah Kabupaten Jember tetap

membiarkan nelayan menguasai pariwisata Pantai Payangan dan tidak

mempunyai kebijakan wisata yang bisa diterima oleh masyarakat Payangan.

SIMPULAN

Berdasar informasi yang diperoleh sebagai mana tersebut di atas, dapat

disimpulkan bahwa partisipasi nelayan dalam pariwisata di Payangan bersifat

spontalitas sesuai dengan kemampuan dan minat nelayan. Setiap kelompok

nelayan merespon banyaknya wisatawan di Pantai Payangan dengan

menyediakan segala sesuai yang dibutuhkan oleh wisatawan. Dengan cara

seperti itu, nelayan memperoleh tambahan pendapatan untuk peningkatan

kesejahteraan mereka. Pengembangan community based tourism (CBT) di

Payangan sangat tergantung pada masyarakat nelayan, karena Pemerintah atau

pun swasta tidak hadir dan menjalankan wewenangnya di Payangan. Akan

Page 267: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

594| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

tetapi peran nelayan untuk mengembangkan pariwisata terkendala oleh tidak

adanya koordinisasi dan perencaaan wisata di antara mereka.

DAFTAR PUSTAKA

Bryson, J. M, 2007, Perencanaan Strategis bagi Organisasi Sosial

(terj),Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Bryson, J. M., 1995, Strategic Planning for Public and Non Pro_ t

Organizations : A guide to Strengthening and Sustaining

Organizational Achievement, Jossey-Bass Publishers: San Francisco.

Creswell, John W, 1998. Qualitative Inquiry and Research Design: Choosing

Among Five Tradition. London: SAGE Publications.

Damanik, J., 2009. “Isu-Isu Krusial Dalam Pengelolaan Desa Wisata Dewasa

Ini”, Jurnal Kepariwisataan Indonesia 5 (3).

Murphy, 1985. Tourism: A Community Approach. Publisher Methuen.

Satria, 2001. Dinamika Modernisasi Perikanan Formasi Sosial dan Mobilitas

Nelayan. Humaniora Utama Press, Bandung.

Satria, 2002. Pengantar Sosiologi Masyarakat Pesisir. Cidesindo, Jakarta.

Tosun C, 1999, “Towards a typology of community participation in the

tourism development Process”, International Journal of Tourism and

Hospitality 10.

www.majalah-gempur.com

Page 268: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |595

PEMETAAN SOSIAL UNTUK PERENCANAAN PEMBERDAYAAN

MASYARAKAT DESA KEMANTREN, LAMONGAN

Pambudi Handoyo & Arief Sudrajat

[email protected], [email protected]

Abstrak

Pemetaan sosial merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk memahami kondisi sosial

masyarakat local. Pemetaan sosial dilakukan dalam rangka perencanaan model

pemberdayaan masyarakat untuk memberikan gambaran menyeluruh dari lokasi yang

dipetakan, meliputi aktor yang berperan dalam proses relasi sosial, jaringan sosial,

kekuatan dan kepentingan masing-masing aktor dalam kehidupan masyarakat terutama

dalam peningkatan kondisi kehidupan masyarakat, masalah sosial yang ada termasuk

keberadaan kelompok rentan, serta potensi yang tersedia, baik alam, manusia, finansial,

dan infrastruktur maupun modal sosial.

Kata kunci :pemetaan sosial, perencanaan, pemberdayaan masyarakat

PENDAHULUAN

Tanggung jawab sosial perusahaan adalah tanggung jawab yang melekat

pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan

yang serasi, seimbang, dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma, dan budaya

masyarakat setempat.

Sebelum melakukan implementasi tanggung jawab sosial perusahaan dan

perencanaan pengembangan masyarakat, maka diawali melalui pemetaan sosial

(Social Mapping).Pemetaan sosial merupakan kegiatan yang dilaksanakan untuk

memahami kondisi sosial masyarakat lokal. Kegiatan ini penting untuk dilakukan

oleh perusahaan karena setiap masyarakat memiliki kondisi sosial berbeda yang

akan menyebabkan masyarakat memiliki masalah dan kebutuhan yang berbeda

pula. Pemetaan sosial selain untuk mengetahui kebutuhan dasar masyarakat,

potensi sumber daya dan modal sosial masyarakat, juga dilakukan untuk

mengenal stakeholder dalam kaitannya dengan keberadaan dan aktivitas pelaku

dalam program, mengidentifikasi akar permasalahan yang dirasakan komuniti

Page 269: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

596| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

dalam meningkatkan kesejahteraan hidupnya serta menganalisis potensi konflik

yang terdapat di masyarakat.

Sebagaimana tertuang dalam Buku Indikator Proper Hijau Kementerian

Lingkungan Hidup, tentang Aspek pengembangan Masyarakat ( Community

Development) dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia

No 6 Tahun 2013 tentang Proper, bahwa Social Mapping memberikan gambaran

menyeluruh dari lokasi yang dipetakan, meliputi aktor yang berperan dalam

proses relasi sosial, jaringan sosial, kekuatan dan kepentingan masing-masing

aktor dalam kehidupan masyarakat terutama dalam peningkatan kondisi

kehidupan masyarakat, masalah sosial yang ada termasuk keberadaan kelompok

rentan, serta potensi yang tersedia, baik alam, manusia, finansial, dan infrastruktur

maupun modal sosial.

PT Pertamina EP adalah perusahaan yang menyelenggarakan kegiatan usaha

di sektor hulu bidang minyak dan gas bumi, meliputi eksplorasi dan eksploitasi.

Di samping itu, Pertamina EP juga melaksanakan kegiatan usaha penunjang lain

yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung bidang kegiatan usaha

utama.Wilayah Kerja Pertamina EP terbagi ke dalam lima asset. Operasi kelima

asset terbagi ke dalam 19 Field, yakni Rantau, Pangkalan Susu, Lirik, Jambi, dan

Ramba di Asset 1, Prabumulih, Pendopo, Limau dan Adera di Asset2 , Subang,

Jatibarang dan Tambun di Asset 3, Cepu dan Poleng di Asset 4 serta Sangatta,

Bunyu, Tanjung, Sangasanga, Tarakan dan Papua di Asset 5.

PT Pertamina EP memiliki komitmen tinggi dalam membina hubungan

dengan masyarakat, mencakup diantaranya membina hubungan baik dengan

masyarakat, program Community Development (CD) serta proaktif dalam

antisipasi dampak operasional. Maka Sosial Mapping sebagai proses pemahaman

kondisi sosial masyarakat menjadi hal yang penting untuk dilaksanakan dalam

rangka penyusunan program CSR. Tujuan Penelitianya adalah; (1)

Mengidentifikasi aktor sosial yang memiliki peranan penting dalam kehidupan

Page 270: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |597

sosial di wilayah Ring I; (2) Mengidentifikasi kepentingan yang dimiliki para

aktor sosial di wilayah Ring I; (3) Menganalisis jaringan sosial yang dimiliki oleh

para aktor sosial di wilayah Ring I; (4) Menganalisis posisi sosial para aktor di

tengah masyarakat yang berada di wilayah Ring I; (5) Mengidenifikasi masalah

sosial yang dimiliki masyarakat yang berada di wilayah Ring I.; (6) Menganalisis

pengembangan potensi yang dimiliki masyarakat di wilayah Ring I.

METODE

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif karena dalam penelitian ini

mendeskripsikan data pemetaan sosial masyarakat desa yang akan menerima dan

melaksanakan program CSR. Ruang lingkup penelitian ini mencakup pemetaan

sosial dalam rangka memperoleh program CSR PT Pertamina EP Field Poleng.

Pemetaan sosial dilaksanakan di desa Kemantren yang merupakan wilayah Ring-

1, yaitu area geografis yang berpotensi terkena dampak kegiatan operasi

perusahaan dengan radius kurang lebih 0-5 km.

Data yang diperoleh dalam penelitian ini meliputi : (1) Profil desa meliputi :

Demografi, statistik mengenai komposisi penduduk (jenis kelamin,

ketenagakerjaan, tingkat kemiskinan, tingkat pendidikan, tingkat kesejahteraan,

dsb). Sosial ekonomi, budaya, norma dan nilai masyarakat,struktur masyarakat,

hubungan sosial, mobilitas sosial, kepemimpinan masyarakat, adat istiadat dan

kebiasaan. Geografis, meliputi lokasi masyarakat, lokasi-lokasi fasilitas, akses

jalan, penggunaan lahan, dan aspek geografis lainnya.(2) Pemetaan Jaringan

Sosial mencakup : Hubungan antar aktor, baik individu maupun institusi

beserta sifat hubungannya, baik positif maupun negatif yang dituangkan dalam

bentuk skema. Forum-forum yang digunakan masyarakat untuk membahas

kepentingan public. Potensi yang berada dalam masyarakat yang mungkin bisa

dikembangkan: potensi alam, potensi sumberdaya manusia, potensi finansial,

Page 271: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

598| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

potensi fisik/infrastruktur, potensi modal sosial. Masalah-masalah sosial yang

menjadi kendala atau sering muncul sehingga menjadi penghambat

berkembangnya masyarakat. Pertama melihat masalah sosial pada satuan individu

atau person. Kedua melihat masalah sosial yang terjadi pada level sistem dan

struktur masyarakatnya. Dalam pendekatan pertama fokus yang diamati adalah

kondisi atau perilaku dari orang perorang sebagai warga masyarakat. Dalam

identifikasi dengan pendekatan kedua, fokus perhatian kepada sistem atau struktur

sosialnya.

Untuk itu teknik pengumpulan data dalam pelaksanaan penelitian ini dengan

cara Observasi yang bertujuan untuk memperoleh data tentang geografis,

orbitasi, sosial ekonomi, interaksi sosial dan potensi. Selain itu, observasi

dilaksanakan untuk memperoleh data tentang pelaksanaan program CSR dan

manfaatnya bagi masyarakat. Wawancara dilaksanakan di desa sasaran secara

terstruktur untuk memperoleh data tentang pemetaan sosial dengan menggunakan

instrumen pedoman wawancara. Subyek yang diwawancara meliputi kepala

desa/lurah, perangkat desa, serta tokoh informal seperti tokoh agama, gapoktan,

tokoh pemuda, tokoh wanita serta masyarakat desa seperti petani, nelayan, buruh

pelabuhan. Wawancara ini dilaksanakan secara terpisah dan cross check melalui

Focus Group Discussion (FGD).Selain itu FGD dimanfaatkan untuk melengkapi

data profil desa yang kurang saat survey atau wawancara. Focus Group

Discussiondilakukan di balai desa dengan membentuk tiga kelompok kecil yang

membahas tentang aktor, forum, masalah desa, kelompok rentan, potensi desa dan

pengembangan potensi. Adapun yang terlibat di FGD adalah perangkat desa,

gapoktan, karang taruna, BPD,tokoh agama, kepala dusun, ketua RW, ketua RT,

posyandu, ketua penggerak PKK. Dokumentasi, yang digunakan untuk

memperoleh data tentang pemetaan sosial dan pelaksanaan CSR melalui kamera,

voice order dan surat-surat, atau dokumen lain yang mendudung terlaksananya

CSR.

Page 272: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |599

Secara diagramatik kerangka kerja penelitian pemetaan sosial sebagai

evaluasi tanggung jawab sosial PT Pertamina EP Poleng sebagai berikut :

Analisis Data sekunder terhadap Wilayah dan Kelompok Sasaran CSR

di lokasi Ring 1

Studi Literatur tentang Aktor, Kepentingan,

Jaringan sosial dan IKM

Pembuatan laporan pendahuluan

Pengumpulan data tentang Aktor, kepentingan, jaringan, posisi sosial,

masalah sosial, potensi wilayah Dan IKM

Analisis Hasil Penelitian

Jenis & Peran Aktor

KepentinganAktor

Jaringan Aktor

Posisi Sosial Aktor

Masalah Sosial

Potensi & Pengembangan

Nilai Capaian IKM

Penyusunan Laporan Antara

Seminar

Revisi dan Penyusunan Laporan Akhir

Penyerahan Laporan akhir

LaporanPendahuluan

LaporanAntara

LaporanAkhir

Gambar 3.1.Kerangka Kerja Penelitian

Page 273: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

600| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

PEMBAHASAN

Pemetaan Sosial

Desa Kemantren terletak di kecamatan Paciran Kabupaten Lamongan. Desa ini

memiliki karakter yang berbeda meskipun dari segi mata pencaharian keduanya

mayoritas adalah petani.

Tabel 1

MatrikProfil Desa Kemantren

No Profil Desa Kemantren

1 Letak geografis 3,8 meter di atas permukaan

laut

2 Pemerintahan Terdiri dari 5 RW, 30 RT

3 Pendidikan Mayoritas tamatan SD dan

SMP

4 Pekerjaan Petani

5 Agama Mayoritas Islam

6 Budaya Budaya bernuansa Islami,

tradisi sudah hilag

Sumber: diolah dari Monografi desa Kemantren

Pemetaan sosial (social mapping) sebagai proses penggambaran masyarakat

yang sistematik serta melibatkan pengumpulan data dan informasi mengenai

masyarakat termasuk di dalamnya profil dan masalah sosial yang ada pada

masyarakat tersebut. Netting et al (1993), menyebutkan bahwa pemetaan sosial

dapat disebut juga sebagai social profiling atau “pembuatan profile suatu

masyarakat”. Social mapping memberikan gambaran yang menyeluruh dari

lokasi yang dipetakan, meliputi aktor-aktor yang berperan dalam proses relasi

sosial, jaringan sosial dari aktor tersebut, kekuatan dan kepentingan masing

masing aktor dalam kehidupan masyarakat terutama dalam upaya peningkatan

kondisi kehidupan masyarakat, masalah sosial yang ada termasuk keberadaan

Page 274: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |601

kelompok rentan, serta potensi yang tersedia baik potensi alam, manusia,

finansial, infrastruktur maupun modal sosial. (Bahruddin dkk,2013)

Desa Kemantren, kecamatan Paciran, kabupaten Lamongan

1. Peta Jaringan Aktor dalam Program CSR yang sudah berjalan

Di desa Kemantren dan Sidokelar, kecamatan paciran, lamongan, terdapat

beberapa perusahaan besar antara lain ; PT Lamongan Shorebase, PT DOC, dan

PT Lamongan Marine Industries (LMI). Keberadaan beberapa perusahaan besar

tersebut ternyata berdampak positif terhadap masyarakat desa Kemantren dan

Sidokelar, salah satunya adalah mengurangi jumlah pengangguran yang ada di

desa Kemantren. Disamping itu juga dengan adanya dana Corporate Social

Responsibility (CSR), maka sedikit banyak desa juga diuntungkan. Bantuan dana

CSR perusahaan di sekitanya yang salama ini sudah berjalan antara lain:

a. Pemberian bantuan untuk pelaksanaan acara-acara desa, seperti kegiatan Hari

ulang tahun kemerdekaan Indonesia.

b. Program pembangunan infrastruktur seperti : mushola dan masjid, lampu

penerangan jalan, pavingisasi jalan desa.

c. Pemberian santunan untuk warga tidak mampu.

d. Pemberian bantuan ketika acara Buka bersama di bulan Romadlon, pemberian

bantuan untuk peringatan Hari ulang tahun (Haul) Maulana Ishak, pemberian

bantuan dalam rangka peringatan hari besar agama.

Tetapi dari program-program CSR yang ada, sampai saat ini belum ada program

pengembangan dan pemberdayaan masyarakat desa. Pengucuran dana CSR bagi

desa ini juga tergantung pada jaringan aktor dalam program CSR ini. Ada

beberapa orang pejabat desa yang berkaitan dengan pelaksanaan program CSR

yang sudah ada, berikut adalah peta jaringan aktor, posisi sosial dan perannya

dalam program CSR yang sudah berjalan :

Page 275: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

602| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Tabel 2

Peta Jaringan Aktor dalam Program CSR yang sudah berjalan di Desa

Kemantren.

Posisi Sosial Peran dalam Program CSR

Kepala Desa Legitimasi usulan program CSR

Sekretaris Desa Pelaksana administratif program

CSR

Ketua BPD (Badan Perwakilan Desa) Pengawas pelaksanaan program

CSR

Sumber : diolah dari data primer

2. Peta Aktor, Jaringan & Sosial Mapping Desa

Disamping jaringan aktor dalam program CSR yang sudah berjalan, desa

kemantren juga mempunyai beberapa orang yang dianggap mempunyai posisi

sosial yang baik dan sangat berpengaruh dalam masyarakat, terutama dalam

proses pengambilan kebijakan yang menyangkut kepentingan desa. Orang-orang

tersebut dianggap oleh masyarakat sangat menentukan arah kebijakan desa

terutama peran dan kontribusinya terhadap pembangunan di desa. Orang-orang

tersebut berasal dari tokoh elit desa/pejabat desa, tokoh masyarakat, dan tokoh

agama. Keberadaan mereka sesuai dengan perannya sangat disegani oleh

masyarakat. Berikut adalah posisi sosial di kedua desa tersebut dan peran dalam

pembangunan.

Tabel 3

Aktor, Posisi Sosial, Kepentingan & Peran dalam Pembangunan di desa

Kemantren

Posisi

Sosial

Pengaruh

dalam masy

(Kuat/tidak)

Kepentingan Peran dalam

pembangunan

Tokoh

Masyarakat

Kuat Berkepentingan dalam

memberi pertimbangan

pelaksanaan program

desa.

Mendorong dan

memberikan

masukan/usulan tentang

program desa.

Page 276: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |603

Posisi

Sosial

Pengaruh

dalam masy

(Kuat/tidak)

Kepentingan Peran dalam

pembangunan

Mediator antara desa dan

masyarakat

Memberi penguatan nilai-

nilai budaya desa

Kepala

Desa

Kuat Mengayomi warga desa Legitimasi setiap program

desa

Sekretaris

Desa

Kuat Melaksanakan fungsi

administrasi desa

Pelaksana administratif

program desa

Ketua BPD

(Badan

Perwakilan

Desa)

Kuat Pengawasan pelaksanaan

program desa

Mengawasi pelaksanaan

peraturan desa,

menyalurkan aspirasi

masyarakat.

Gabungan

Kelompok

tan

Kuat Membina kelompok tani Membina petani serta

menumbuhkembangkan

kerjasama antar petani

dan pihak lain terkait

Lembaga

Keswadaya

an

Masyarakat

(LKM)

Kuat Penggerak agar

masyarakat berdaya menjadi penggerak

masyarakat agar

dapat berdaya dalam

mengatasi masalah

kemiskinan.

memperjuangkan

aspirasi dan

kebutuhan

masyarakat miskin,

agar terlibat secara

aktif dan intensif

dalam setiap

pengambil keputusan

Tokoh

Agama

Kuat Membina pemeluk

agama

Membina

kerukunan umat

beragama desa.

Mediator

pemerintahan desa

dan masyarakat.

Sumber : diolah dari data primer

Page 277: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

604| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Disamping posisi aktor seperti pada tabel di atas, di kedua desa tersebut juga ada

institusi yang keberadaan dan perannya memang sangat penting dalam masyarakat

desa Kemantren, seperti Lembaga Keswadayaan Masyarakat (LKM), Badan

Perwakilan Desa (BPD), Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), dan Gabungan

Kelompok Nelayan. Institusi ini dianggap perlu karena masing-masing

mempunyai peran dalam menampung aspirasi masyarakat, baik petani maupun

nelayan, dan menyalurkan aspirasi masyarakat kedua Desa tersebut. Berikut

adalah tabel tentang institusi sosial, pengaruh, kepentingan dan perannya dalam

pembangunan desa.

Tabel 4

Institusi sosial, Pengaruh, Kepentingan dan Perannya dalam Pembangunan desa

Kemantren dan Sidokelar

Aktor

(Institusi)

Posisi Sosial Pengaruh

dalam

masy

(Kuat/tida

k)

Kepentingan Peran dalam

pembangunan

Lembaga

Keswadayaan

Masyarakat

(LKM)

Lembaga

penggerak

swadaya

Masyarakat

Kuat Menumbuhkan

keswadayaan

masyarakat

Menggerakkan

masyarakat dalam

mengatasi kemiskinan

Badan

Perwakilan Desa

(BPD)

Lembaga

perwakilan

masyarakat

Kuat Menyalurkan

aspirasi

masyarakat desa

Mengawasi pelaksanaan

program desa

Gabungan

Kelompok Tani

(Gapoktan)

Kelompok

Tani

Kuat Saluran aspirasi

kelompok tani

Menyalurkan aspirasi

kelompok tani

Gabungan

Kelompok

Nelayan

Kelompok

nelayan

Kuat Saluran aspirasi

kelompok

nelayan

Menyalurkan aspirasi

kelompok nelayan

Sumber : diolah dari data primer

3. Forum/ Media yang Digunakan untuk Pembahasan Masalah Publik

Disamping aktor dan institusi yang ada di desa, ada forum atau media yang

penting yang biasanya digunakan masyarakat desa Kemantren untuk membahas

masalah-masalah bersama, baik masalah di tingkat desa, di tingkat RW, maupun

Page 278: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |605

masalah yang berkaitan dengan keagamaan maupun kesehatan. Forum ini juga

merupakan ajang silaturahmi warga kedua desa. Berikut adalah forum atau media

yang digunakan masyarakat kemantren untuk membahas masalah publik.

Tabel 5

Forum/ Media yang Digunakan Masyarakat Kemantren untuk Pembahasan

Masalah Publik

Nama Forum Keaggotaan

(terbuka/tertutup)

Jadwal Pertemuan

Rapat Desa Terbuka Setiap akan ada kegiatan, atau

ada masalah desa ( sifatnya

insidentil)

Rapat RW Terbuka Insidentil

PKK Terbuka Sebulan sekali

Gapoktan khusus petani insidentil

Kelompok

Nelayan

Khusus nelayan insidentil

Karang Taruna Terbuka insidentil

Keagamaan:

Tahlil dan

yasin,

Istigoshah,

diba’,

Fatayat,

Muslimat

Terbuka untuk semua umat

islam

Seminggu sekali

Posyandu balita Terbuka untuk keluarga

yang mempunyai balita

Sebulan sekali

Posyandu lansia Terbuka untuk lansia Sebulan sekali

Sumber : diolah dari data primer

4. Permasalahan Desa Kemantren

Pemetaan permasalahan desa adalah hal yang penting dalam rangka mengetahui

permasalahan yang ada di desa dalam kurun waktu tertentu. Desa Kemantren

meskipun secara umum masyarakatnya kelihatan makmur dan damai tetapi

masih juga menyimpan permasalahan desa. Permasalahan inilah merupakan

Page 279: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

606| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

pekerjaan rumah bagi kedua desa yang harus dicarikan solusi. Permasalahan

tersebut meliputi permasalahan sosial-budaya, seperti masih adanya

pengangguran meskipun di sekitarnya terdapat beberapa perusahaan besar,

konflik remaja antar desa, pudarnya semangat kegotong-royongan warga akibat

masuknya industri di wilayah tersebut sehingga merubah dari masyarakat

tradisional menuju masyarakat industri, memudarnya tradisi “Petik Laut” akibat

berkembangnya nilai-nilai agama yang semakin kuat pada masyarakat desa

Kemantren, tingkat pendidikan masyarakat Kematren yang masih rendah (tamatan

SD 909 orang, Tamat SMP 618 Orang, tamat SMA 428 Orang). Masalah

ekonomi seperti adanya shorebase yang menutup akses jalan nelayan setempat,

dan pertanian tadah hujan sehingga pada musim kemarau mengalami paceklik.

Masalah infrastruktur seperti lampu penerangan jalan desa mati dan fasilitas

olahraga yang kurang mendukung.

Tabel 6

Pemetaan Permasalahan desa Kematren

Sosial-budaya Ekonomi Infrastruktur

Pengangguran, Pemuda

kurang skill karena

mayoritas tamatan SMU

Adanya shorebase yang

menutup akses jalan

nelayan setempat sehingga

berpengaruh terhadap hasil

nelayan.

Fasilitas olahraga kurang

mendukung

Konflik remaja Pertanian tadah hujan,

sehingga pada musim

kemarau mengalami

paceklik.

Sebagian lampu penerangan

jalan desa mati

Gotong-royong pudar

Budaya adat hilang (petik

laut, sedekah bumi)

Tingkat Pendidikan yang

Page 280: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |607

Sosial-budaya Ekonomi Infrastruktur

masih rendah (tamatan SD

909 orang, Tamat SMP

618 Orang, tamat SMA

428 Orang)

Sumber : diolah dari data primer dan profil desa Kemantren 2014

5. Kelompok Rentan Masalah

Disamping pemetaan permasalahan desa Kemantren seperti di atas, juga ada

kelompok-kelompok rentan masalah. Kelompok rentan masalah ini adalah

kelompok yang harus mendapat perhatian di desa Kemantren, baik warga miskin,

remaja, penyandang cacat, kelompok petani maupun nelayan. Berikut adalah

golongan rentan masalah yang ada di desa Kemantren.

Tabel 7

Kelompok Rentan Masalah di desa Kemantren

Kelompok Masalah Kebutuhan Intervensi

Warga Miskin pekerjaan tidak tetap,

penghasilan tidak

cukup

Bantuan untuk

pemberdayaan warga dalam

rangka pengentasan

kemiskinanseperti

pemberian pelatihan

ketrampilan.

Remaja Warga usia 7-18 tahun

yang tidak pernah

sekolah (25 orang)

Pengangguran

Perlu penyelenggaraan

kejar paket A,B,C.

Remaja perlu diisi

dengan kegiatan

berguna seperti :olah

raga.

Pengangguran perlu

adanya pelatihan

ketrampilan

Penyandang Disabilitas Ada penyandang Pemberdayaan penyandang

Page 281: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

608| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

disabilitas disabilitas, berupa

pemberian pelatihan

ketrampilan.

Petani Pengiriman bibit selalu

telat, pupuk sering telat dan

tidak tepat musim.

Proses pengiriman bibit dan

pupuk perlu diperhatikan

dan diprioritaskan bagi

petani.

Nelayan

Tertutupnya jalan nelayan

akibat pembangunan

Shorebase

Perlu penyelesaian dari

pihak terkait

Sumber : diolah dari data primer dan profil desa Kemantren 2014

6. Potensi Desa Kemantren

Desa kemantren mempunyai berbagai potensi. Potensi tersebut mencakup potensi

alam, sumber daya manusia, finansial, infrastruktur, modal sosial dan potensi lain

yang ada. Berikut adalah potensi yang dimiliki desa Kemantren.

Tabel 8

Potensi desa Kemantren

Potensi

Alam

Potensi

SDM

Potensi

Financial

Potensi

Infrastruktur

Potensi

Modal

Sosial

Potensi

Lainnya

Laut (ikan

dan hasil

laut, seperti

rajungan)

Nelayan Anggaran desa

dari

pemerintah

Tempat ibadah Jaringan

sosial (relasi)

dengan

perusahaan

sekitar dalam

rangka

rekrutmen

tenaga kerja

Wisata

religi

makam

Maulana

Ishak.

pertanian Pertanian

tadah hujan

Donatur

pribadi

(terutama

untuk

pembangunan

masjid)

Lapangan

olahraga, tetapi

berada di luar

desa kemantren

Membangun

relasi dengan

perusahaan

sekitar

terutama bila

desa

mempunyai

hajat, seperti

agustusan,

tradisi

keagamaan

Page 282: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |609

Potensi

Alam

Potensi

SDM

Potensi

Financial

Potensi

Infrastruktur

Potensi

Modal

Sosial

Potensi

Lainnya

yang

berkembag.

Peternakan

(sapi, ayam

kampung,

ayam

broiler,

bebek,

kambing)

Tingkat

pendidikan

masyarakat

mayoritas

tamat SMU

Dana dari

perusahaan

sekitar( PT.

DOC, LMI)

Jalan desa

aspal (+/- 10

Km), jalan

paving((+/- 22

Km)

Gabungan

Kelompok

Tani

100% etnis

Jawa

Pungutan

Pajak

Lampu

penerangan

jalan

Gabungan

kelompok

nelayan

Penduduk

yang cacat

mental dan

fisik

sebanyak

27 orang

Tanah Kas

Desa

Prasarana

kesehatan

:Posyandu ada

3

Koperasi

Wanita

(Kopwan)

Prasarana

Kebersihan :

TPS :1, TPA

:1, tong

sampah: 679,

mobil sampah:

1, satgas

kebersihan :2

orang.

Sumber : diolah dari data primer dan profil desa Kemantren 2014

Page 283: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

610| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

7. Pengembangan Potensi

Berdasarkan potensi yang dimiliki oleh desa Kemantren seperti disebut di atas,

maka menjadi perlu untuk mengetahui kondisi potensi tersebut pada saat sekarang

serta peluang pengembangan potensi tersebut. Berikut disajikan tentang peluang

pengembangan potensi yang ada di desa Kemantren.

Tabel 8

Peluang Pengembangan Potensi desa Kemantren

Potensi Kondisi Saat ini Peluang Pengembangan

Potensi Alam Tanah kering Ditanami palawija

Potensi SDM Petani mengalami

kekeringan, nelayan

merasa jalannya tertutup

shorebase

Harus ada upaya di bidang

pertanian supaya tidak hanya

menggantungkan hujan, perlu

dipikirkan masalah akses jalan

nelayan.

Potensi Finansial dana desa,

tanah kas desa

dana CSR

pungutan Pajak

donatur pribadi

koperasi wanita

Pengelolaan finansial

(dana desa, tanah kas desa,

dana CSR, pungutan

pajak) disesuaikan dengan

kebutuhan desa saat ini.

Koperasi Wanita,

pengembangan modal

untuk memperbesar

pinjaman yang diberikan

ke anggota.

Potensi Infrastruktur Tempat ibadah

memadai

Jalan desa paving

Lampu penerangan

Perlu perbaikan ataupun

penggantian lampu jalan yang

mati.

Page 284: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |611

Potensi Kondisi Saat ini Peluang Pengembangan

jalan sebagian ada

yang mati

Lapangan desa berada

di luar desa

Kemantren

Potensi Modal Sosial Kerjasama dengan

perusahaan sekitar

berjalan baik.

Gabungan kelompok

tani (Gapoktan)

Kelompok Nelayan

Kerjasama dalam hal

pemberdayaan

masyarakat sesuai

dengan potensi

masyarakat

Menumbuhkembangkan

kerjasama antar petani

dan pihak lain terkait

pengembangan usaha

tani, peningkatan

kemampuan kelompok

tani, penguatan

kelompok tani menjadi

kuat dan mandiri.

Menumbuh kembangkan

kerjasama antar nelayan

dan pihak lain terkait

pengembangan usaha,

peningkatan kemampuan

kelompok nelayan,

penguatan kelompok

nelayan menjadi kuat dan

mandiri.

Potensi Lain (wisata

religi makam Maulana

Ishak)

Makam selalu dikunjungi

peziarah terutama pada

hari-hari tertentu.

Wisata religi perlu

dikembangkan lagi dengan

perbaikan sarana prasarana.

Sumber : diolah dari data primer

Page 285: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

612| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

SIMPULAN

Berdasarkan data yang diperoleh dari lapangan, maka pengembangan

program CSR akan memberikan manfaat optimal jika melibatkan aktor dan

institusi yang berpengaruh di desa. Pelibatan aktor tidak saja pada tahap

pelaksanaan tetapi juga diharapkan dimulai pada tahap penentuan program CSR.

Program- Program CSR yang dapat dikembangkan di desa Kemantren dapat

meliputi: Pembangunan sarana dan prasarana untuk pertanian di musim kemarau.

Kedua, potensi finansial, koperasi wanita perlu pengembangan modal untuk

memperbesar pinjaman yang diberikan ke anggota. Ketiga, potensi SDM, perlu

pengembangan dengan pelatihan ketrampilan kerja bagi pengangguran yang ada,

seperti pelatihan ketrampilan mengelas. Peningkatan kemampuan kelompok

nelayan, penguatan kelompok nelayan menjadi kuat dan mandiri melalui

pembentukan kelompok usaha nelayan. Potensi Infrastruktur dan potensi wisata

religi perlu adanya pengembangan lebih lanjut dalam rangka pemberdayaan

masyarakat.

DAFTAR PUSTAKA

Bahruddin, Krisdyatmiko, Danang Arif Darmawan dan Soetomo, 2013.

Indikator Proper Hijau: Aspek pengembangan Masyarakat (Community

Development).Deputi Pengendalian dan Pencemaran Kementerian

Lingkungan Hidup Republik Indonesia.

Miles, MB dan Huberman, AM, 1992, Analisis data Kualitatif, Penerbit

Universitas Indonesia, Jakarta

Netting, F Ellen, Peter M. Kettner dan Steven L. McMurty. 1993. Social Work

Macro Practice, New York: Longman

Profil Desa Kemantren, 2014.

Wibisono, Yusuf.2007. Membedah Konsep dan Aplikasi CSR. Gresik: Fascho

Publishing

Page 286: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |613

EVALUASI PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN MILENIUM/

MILLENIUM DEVELOPMENT GOALS TAHUN 2014

DI KABUPATEN NGANJUK28

Mochamad Arif Affandi & Diyah Utami

Dosen Prodi Sosiologi Jurusan Ilmu Sosial FISH Universitas Negeri Surabaya

ABSTRAK

Pengarusutamaan Millenium Development Goals (MDGs) di Indonesia salah satunya

diwujudkan melalui upaya sinkronisasi MDGs dengan dokumen perencanaan

pembangunan, mulai dari tingkat pusat hingga daerah (kabupaten/kota). Kabupaten

Nganjuk dalam hal ini telah mengintegrasikan target-target MDGs ke dalam RPJMD

Kabupaten Nganjuk Tahun 2009-2013, yang kemudian dirumuskan dalam Roadmap

Percepatan Pencapaian MDG’s Tahun 2013-2015. Roadmap tersebut terwujud dalam

berbagai program dan kegiatan pemerintah daerah sejak tahun 2009 hingga 2013.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui evaluasi publik terhadap pelaksanaan MDGs di

Kabupaten Nganjuk. Melalui pendekatan survey dan perhitungan indeks kepuasan publik,

evaluasi pencapaian MDG’s di Kabupaten Nganjuk masuk dalam kategori “BAIK”,

dengan nilai indeks sebesar 2,51 atau 62,78.

Kata kunci: MDGs, Evaluasi, Kepuasan Publik

LATAR BELAKANG

Komitmen Indonesia untuk mencapai MDG's mencerminkan komitmen

Indonesia untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dan memberikan

kontribusi kepada peningkatan kesejahteraan masyarakat dunia. Oleh karena itu,

MDG's merupakan acuan penting dalam penyusunan Dokumen Perencanaan

Pembangunan Nasional. Pemerintah Indonesia telah mengarusutamakan MDG's

dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN 2005–2025),

Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN 2004-2009 dan

28 Hasil penelitian bekerjasama dengan Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten

Nganjuk Tahun 2014

Page 287: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

614| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

RPJMN 2009–2014), Rencana Kerja Program Tahunan (RKP), serta Dokumen

Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Keberhasilan dalam pencapaian MDG's di Indonesia tergantung pada

pencapaian tata pemerintahan yang baik, kemitraan yang produktif pada semua

tingkat masyarakat dan penerapan pendekatan yang komrehensif untuk mencapai

pertumbuhan yang pro–masyarakat miskin, meningkatkan pelayanan publik,

memperbaiki koordinasi antar pemangku kepentingan, meningkatkan alokasi

sumber daya, pendekatan desentralisasi untuk mengurangi disparitas serta

memberdayakan masyarakat di seluruh wilayah Indonesia.

Kemampuan Pemerintah dalam melaksanakan percepatan pencapaian

target Tujuan Pembangunan Milenium (MDG's) didasarkan pada amanah dari

Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Percepatan Pembangunan

Nasional, Indonesia sebagai salah satu Negara yang ikut mengadopsi kesepakatan

MDG's juga menetapkan target-target tujuan MDGs di tahun 2015 sebagai

berikut:

1. Penghapusan kemiskinan :

Target 1A : Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat

pendapatannya di bawah $ 1 perhari menjadi setengahnya antara tahun

1990-2015;

Target 1B : Menciptakan kesempatan kerja penuh dan produktif serta

pekerjaan yang layak untuk semua, termasuk perempuan dan kaum muda;

Target 1C : Merupakan proporsi penduduk yang menderita kelaparan

menjadi setengahnya antara tahun 1990-2015.

2. Pencapaian pendidikan dasar untuk semua :

Target 2A : Memastikan pada tahun 2015 semua anak dimanapun, laki-

laki maupun perempuan, dapat menyelesaikan pendidikan dasar.

3. Kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan :

Page 288: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |615

Target 3A : Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan

dasar dan lanjutan pada tahun 2005 dan di semua jenjang pendidikan tidak

lebih dari tahun 2015.

4. Penurunan angka kematian anak :

Target 4A : Menurukan angka kematian balita sebesar dua pertiganya

antara tahun 1990-2015.

5. Meningkatkan kesehatan ibu :

Target 5A : Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya

antara tahun 1990-2015;

Target 5B : Mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua pada

tahun 2015;

6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya :

Target 6A : Mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan mulai

menurunnya jumlah kasus baru pada tahun 2015;

Target 6B : Mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV/AIDS bagi

semua yang membutuhkan sampai dengan tahun 2010;

Target 6C : Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya

jumlah malaria dan penyakit hingga tahun 2015.

7. Menjamin kelestarian lingkungan berkelanjutan :

Target 7A : Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan

dengan kebijakan dan program nasional;

Target 7B : Mengurangi laju kehilangan keanekaragaman hayati, dan

mencapai pengurangan yang signifikan pada 2015;

Target 7C : Penurunan sebesar separuh, proporsi penduduk tanpa akses

terhadap sumber air minun yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas

dasar pada 2015;

Page 289: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

616| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Target 7D : Mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan

penduduk miskin di pemukiman kumuh pada tahun 2020;

8. Membangun kemitraan global untuk pembangunan MDG's dan Pembangunan

Daerah

Target 8A : Mengembangkan Sistem Keuangan dan Perdagangan yang

Terbuka, Berbasis Peraturan, Dapat Diprediksi, dan Tidak Diskriminatif;

Target 8B : Menangani Utang Negara Berkelanjutan Melalui Upaya

Nasional Maupun Internasional untuk Dapat Mengelola Utang dalam

Jangka Panjang;

Target 8C : Bekerjasama dengan Swasta dalam Memanfaatkan

Teknologi Baru, Terutama Teknologi Informasi dan Komunikasi;

Tujuan Pembangunan milenium telah diintegrasikan ke dalam RPJMD

Kabupaten Nganjuk (Tahun 2009-2013 dan Tahun 2014-2018), hal ini terlihat

dalam tujuan dan sasaran pembangunan dalam RPJMD Kabupaten Nganjuk. Pada

Tahun 2012, Pemerintah Kabupaten Nganjuk telah menyusun Roadmap

Percepatan Pencapaian MDG’s Tahun 2013-2015 dengan gambaran masing-

masing tujuan MDGs sebagai berikut:

Tujuan 1 MDG’s (menghapuskan kemiskinan dan kelaparan); masih

memerlukan upaya keras, karena masih banyaknya jumlah masyarakat miskin

yang tersebar di semua kecamatan. Bahkan masih banyak pula kelompok

miskin yang masuk golongan pra sejahtera.

Tujuan 2 MDG’s (Mewujudkan pendidikan dasar untuk semua); secara

umum kabupaten Nganjuk sudah bisa mencapai target.

Tingkat APM yang tinggi didukung adanya fasilitas pendidikan yang

terjangkau di semua wilayah.

Tujuan 3 MDG’s (mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan

perempuan); capaian untuk sektor pendidikan sudah baik, tidak ada

ketimpangan gender. Untuk sektor tenaga kerja, pencari pekerjaan masih

Page 290: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |617

didominasi perempuan dari pada laki-laki. Hal ini merupakan tantangan bagi

pemerintah Kabupaten Nganjuk untuk melakukan pengarustamaan gender di

bidang penambahan lapangan pekerjaan dan pemberdayan perempuan. Begitu

pula, untuk partisipasi perempuan di lembaga legislatif juga masih sangat

minim.

Tujuan 4 MDG’s (menurunkan angka kematian anak); masih memerlukan

upaya serius, karena masih ada bayi dengan gizi buruk di Kabupaten

Nganjuk.

Tujuan 5 MDG’s (meningkatkan kesehatan ibu); capaian untuk indikator ini

sudah cukup baik, termasuk layanan kesehatan untuk ibu hamil.

Tujuan 6 MDG’s (memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular

lainnya) ; untuk memerangi HIV/AIDS, pemerintah Kabupaten Nganjuk

masih memerlukan kerja keras, karena jumlah penerita HIV/AIDS cukup

banyak, mencapai angka 305 orang Sedangkan penderita HIV lanjut sejumlah

156, dan yang bisa mengakses obat antiretroval hanya sekitar 68 orang saja.

Bicara masalah penyakit menular, Kabupaten Nganjuk juga memiliki masalah

serius karena tingginya penderita tuberculosis, dan hanya sebagian kecil saja

yang bisa terdetaksi dan diobati melalui program DOTS

Tujuan 7 (memastikan kesehatan lingkungan hidup); masih memerlukan

perhatian serius karena minimnya data menyebabkan sulitnya menentukan

metode penanganan yang sesuai.

Sesuai dengan target waktu pencapaian MDGs di Kabupten Nganjuk pada

tahun 2015, maka diperlukan kajian untuk mengetahui sampai sejauhmana

pencapaian yang sudah dilaksanakan hingga tahun 2014. Kajian juga diperlukan

untuk merumuskan kebijakan yang dapat dilakukan dalam kurun waktu 2015

sehingga dapat mencapai target yang sudah ditetapkan. Berdasarkan latar belakang

Page 291: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

618| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

permasalahan yang diuraikan sebelumnya, penelitian ini akan menjawab rumusan-

rumusan masalah sebagai berikut: (1) Bagaimana pencapaian target 1 MDG’s Kabupaten

Nganjuk tentang penghapusan kemiskinan dan kelaparan?, (2) Bagaimana pencapaian

tujuan 2 MDG’s Kabupaten Nganjuk tentang mewujudkan pendidikan dasar untuk

semua?, (3) Bagaimana pencapaian tujuan 3 MDG’s Kabupaten Nganjuk tentang

mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan?, (4) Bagaimana pencapaian

tujuan 4 MDG’s Kabupaten Nganjuk tentang penurunan angka kematian anak?, (5)

Bagaimana pencapaian tujuan 5 MDG’s Kabupaten Nganjuk tentang peningkatan

kesehatan ibu?, (6) Bagaimana pencapaian tujuan 6 MDG’s Kabupaten Nganjuk

tentang memerangi HIV/AIDS, malaria, dan penyakit menular lainnya?, (7)

Bagaimana pencapaian tujuan 7 MDG’s Kabupaten Nganjuk tentang jaminan

kelestarian lingkungan hidup?, (8) Faktor-faktor apa saja yang mendorong dan

menghambat pencapaian MDG’s di Kabupaten Nganjuk?, (9) Alternatif-alternatif

kebijakan apa saja yang perlu dikeluarkan Pemerintah Kabupaten Nganjuk untuk

mencapai target MDG’s 2015 dan mengeliminasi hambatan-hambatan pencapaian

target MDG’s 2015?

TUJUAN PENELITIAN

Maksud diadakannya kegiatan Evaluasi Pencapaian Tujuan Pembangunan

Millenium di Kabupaten adalah untuk menggambarkan pencapaian target MDG's

yang telah ditetapkan sampai tahun 2014. Termasuk mengidentifikasi faktor-

faktor pendorong dan penghambat pencapaian MDG’s di Kabupaten Nganjuk

serta perumusan alternatif kebijakan yang akan dilaksanakan pada tahun 2015.

METODE PENELITIAN

Jenis dan Pendekatan Penelitian

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kuantitatif

melalui survey opini publik dan observasi, sedangkan kualitatif melalui indepth

interview kepada elit masyarakat (stakeholder) dan Dinas/SKPD yang terkait

Page 292: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |619

dengan penelitian. Pendekatan survey opini publik dilakukan untuk mengetahui

persepsi dan evaluasi publik terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam rangka

pencapaian MDG’s.

Skema Penelitian

Lokasi Penelitian dan Penentuan Responden/Informan

Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Nganjuk, dengan mengambil lokasi

penelitian di seluruh kecamatan (20 kecamatan). Oleh karena penelitian

menggunakan pendekatan mix methodology, maka terdapat dua sumber data

primer, yaitu responden masyarakat umum (penerima dan pemanfaat program)

dan subyek elit (stakeholder) baik dari instansi maupun masyarakat. Jumlah

responden yang diambil dalam penelitian ini adalah 1000 orang, ditentukan

dengan teknik sampel acak bertahap (multistage random sampling).

Dengan jumlah responden sebanyak 1000 orang, maka perhitungan margin of

error adalah sebagai berikut.

Roadmap

Pencapaian

MDG’s

Kab.

Nganjuk

7 Target MDG’s

Kab. Nganjuk

SKPD/ Dinas/

Instansi

Masyarakat/

User

Program dan

Kegiatan

Capaian, Persepsi dan Evaluasi Publik

Page 293: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

620| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Margin of error dari sampel :

n* = 2

2 **

e

qpZ

Dimana :

n* : jumlah sampel yang diambil

Z : Nilai distribusi normal, jika = 5% maka Z = 1.96

p : proporsi laki-laki, diperkirakan p = 0.5

q : proporsi perempuan, diperkirakan q = 0.5

e : margin of error

Maka besarnya margin of error sebagai berikut:

1000 = (1.962 * 0.5 * 0.5) / e2

= 3.84. 0.25/ e2

= 0.96/e2

e2 = 0.96/1000

= 0.0096

e = 0.0309

e = 3.09 %

Maka margin of error dari penelitian ini ditetapkan sebesar 3.09%.

Teknik Pengumpulan dan Analisis Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terstruktur

dengan kuesioner kepada masyarakat Setelah data terkumpul, dilakukan editing

(penyuntingan), hal ini untuk menghindari terjadinya kesalahan. Setelah itu

dilakukan koding (penandaan) serta entry data sesuai dengan keperluan dan tujuan

penelitian sehingga mempermudah untuk analisis. Data dianalisis dengan bantuan

perangkat computer program SPSS. Sedangkan penghitungan evaluasi publik

dilakukan dengan menggunakan nilai rata-rata tertimbang dari beberapa target

MDG’s. Dalam penghitungan evaluasi MDG’s terdapat 11 target yang memiliki

angka penimbang yang sama dengan rumus,

Jumlah Bobot 1 Bobot nilai rata-rata tertimbang = = = 0.09 Jumlah Target 11

Page 294: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |621

Selanjutnya untuk memperoleh nilai Indeks Evaluasi MDG’s digunakan

pendekatan nilai rata-rata tertimbang dengan rumus sebagai berikut:

Untuk memudahkan interpretasi terhadap penilaian Indeks Evaluasi MDG’s yaitu

antara 25 sampai dengan 100 maka hasil penilaian tersebut diatas dikonversikan

dengan nilai dasar 25 dengan rumus sebagai berikut:

Kemudian dari hasil perhitungan yang telah didapat, dikatagorikan sebagai berikut

: Nilai Persepsi, Interval Indeks, Interval Konversi Indeks, Nilai Indeks dan

Evaluasi Masyarakat.

SKOR

PERSEPSI

INTERVAL

INDEKS INTERVAL INDEKS

NILAI

INDEKS

EVALUASI

MASYARAKAT

1 1,00 – 1,75 25 – 43,75 D Tidak baik

2 1,76 – 2,50 43,76 – 62,50 C Kurang baik

3 2,51 – 3,25 62,51 – 81,25 B Baik

4 3,26 – 4,00 81,26 – 100,00 A Sangat baik

KAJIAN PUSTAKA

Millenium Development Goals (MDG’s)

MDGs adalah singkatan dari Millennium Development Goals yang dalam

bahasa Indonesia disebut Tujuan Pembangunan Milenium. Pada Konferensi

Total Nilai Persepsi Per Target Indeks MDG’s = X Nilai Penimbang Total Target yang Terisi

Indeks MDG’s X 25

Page 295: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

622| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Tingkat Tinggi (KTT) Milenium Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) bulan

September 2000, sebanyak 189 negara anggota PBB, termasuk Indonesia, yang

sebagian besar diwakili oleh kepala pemerintahan sepakat untuk mengadopsi

Deklarasi Milenium. Dalam konteks inilah, negara-negara anggota PBB

kemudian mengadopsi MDGs dengan 8 Tujuan. Setiap tujuan memiliki satu atau

beberapa target beserta indikatornya. MDGs menempatkan pembangunan

manusia sebagai fokus utama pembangunan, memiliki tenggat waktu dan

kemajuan yang terukur. MDGs didasarkan pada konsensus dan kemitraan global,

sambil menekankan tanggung jawab negara berkembang untuk melaksanakan

pekerjaan rumah mereka, sedangkan negara maju berkewajiban mendukung

upaya tersebut.

Beberapa hal penting yang perlu mendapat perhatian berkaitan dengan MDG

adalah sebagai berikut:

Pertama, MDG bukan tujuan PBB, sekalipun PBB merupakan lembaga yang aktif

terlibat dalam promosi global untuk merealisasikannya. MDG adalah tujuan dan

tanggung jawab dari semua negara yang berpartisipasi dalam KTT Milenium, baik

pada rakyatnya maupun secara bersama antar pemerintahan.

Kedua, tujuh dari delapan tujuan telah dikuantitatifkan sebagai target dengan

waktu pencapaian yang jelas, hingga memungkinkan pengukuran dan pelaporan

kemajuan secara obyektif dengan indikator yang sebagian besar secara

internasional dapat diperbandingkan.

Ketiga, tujuan-tujuan dalam MDG saling terkait satu dengan yang lain. Misalnya,

Tujuan 1—menanggulangi kemiskinan dan kelaparan yang parah—adalah kondisi

yang perlu tapi belum cukup bagi pencapaian Tujuan 2 hingga Tujuan 7.

Demikian juga, tanpa kemitraan dan kerja sama antara negara miskin dan negara

maju, seperti yang disebut pada Tujuan 8, negara-negara miskin akan sulit

mewujudkan ketujuh tujuan lainnya. Keempat, dengan dukungan PBB, terjadi

upaya global untuk memantau kemajuan, meningkatkan perhatian, mendorong

tindakan dan penelitian yang akan menjadi landasan intelektual bagi reformasi

Page 296: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |623

kebijakan, pembangunan kapasitas dan memobilisasi sumber daya yang

dibutuhkan untuk mencapai semua target. Kelima, 18 belas target dan lebih dari

40 indikator terkait ditetapkan untuk dapat dicapai dalam jangka waktu 25 tahun

antara 1990 dan 2015. Masing-masing indikator digunakan untuk memonitor

perkembangan pencapaian setiap tujuan dan target.

Indonesia ikut mengadopsi kesepakatan MDG's juga menetapkan target-target

tujuan MDGs di tahun 2015 sebagai berikut:

1. Penghapusan kemiskinan :

Target 1A : Menurunkan proporsi penduduk yang tingkat

pendapatannya di bawah $ 1 perhari menjadi setengahnya antara tahun

1990-2015;

Target 1B : Menciptakan kesempatan kerja penuh dan produktif serta

pekerjaan yang layak untuk semua, termasuk perempuan dan kaum muda;

Target 1C : Merupakan proporsi penduduk yang menderita kelaparan

menjadi setengahnya antara tahun 1990-2015.

2. Pencapaian pendidikan dasar untuk semua :

Target 2A : Memastikan pada tahun 2015 semua anak dimanapun, laki-

laki maupun perempuan, dapat menyelesaikan pendidikan dasar.

3. Kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan :

Target 3A : Menghilangkan ketimpangan gender di tingkat pendidikan

dasar dan lanjutan pada tahun 2005 dan di semua jenjang pendidikan tidak

lebih dari tahun 2015.

4. Penurunan angka kematian anak :

Target 4A : Menurukan angka kematian balita sebesar dua pertiganya

antara tahun 1990-2015.

5. Meningkatkan kesehatan ibu :

Target 5A : Menurunkan angka kematian ibu sebesar tiga perempatnya

antara tahun 1990-2015;

Target 5B : Mewujudkan akses kesehatan reproduksi bagi semua pada

tahun 2015;

6. Memerangi HIV/AIDS, malaria dan penyakit lainnya :

Target 6A : Mengendalikan penyebaran HIV/AIDS dan mulai

menurunnya jumlah kasus baru pada tahun 2015;

Target 6B : Mewujudkan akses terhadap pengobatan HIV/AIDS bagi

semua yang membutuhkan sampai dengan tahun 2010;

Target 6C : Mengendalikan penyakit malaria dan mulai menurunnya

jumlah malaria dan penyakit hingga tahun 2015.

Page 297: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

624| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

7. Menjamin kelestarian lingkungan berkelanjutan :

Target 7A : Memadukan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan

dengan kebijakan dan program nasional;

Target 7B : Mengurangi laju kehilangan keanekaragaman hayati, dan

mencapai pengurangan yang signifikan pada 2015;

Target 7C : Penurunan sebesar separuh, proporsi penduduk tanpa akses

terhadap sumber air minun yang aman dan berkelanjutan serta fasilitas

dasar pada 2015;

Target 7D : Mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan

penduduk miskin di pemukiman kumuh pada tahun 2020;

8. Membangun kemitraan global untuk pembangunan MDG's dan Pembangunan

Daerah

Target 8A : Mengembangkan Sistem Keuangan dan Perdagangan yang

Terbuka, Berbasis Peraturan, Dapat Diprediksi, dan Tidak Diskriminatif;

Target 8B : Menangani Utang Negara Berkelanjutan Melalui Upaya

Nasional Maupun Internasional untuk Dapat Mengelola Utang dalam

Jangka Panjang;

Target 8C : Bekerjasama dengan Swasta dalam Memanfaatkan

Teknologi Baru, Terutama Teknologi Informasi dan Komunikasi;

Kebijakan Publik

Kebijakan publik yang menurut Thomas R. Dye adalah apapun yang dipilih

oleh pemerintah untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam

menghadapi dan menyelesaikan suatu permasalahan public (Winarno, 2002).

Dan ini dapat dijadikan sebagai isu-isu politik yang digunakan seseorang

sebagai pertimbangan dalam perilaku memilih.

The Changing American Voter challanged this claim, however, arguing that

voters in more recent years had become more sophisticated about issues and

better able to use policy position to gauge alternative.

Kebijakan Publik adalah out put dari suatu sistem politik dimana didalam

suatu sistem politik terjadi dengan apa yang disebut sebagai proses politik.

Yaitu segala kegiatan dan interaksi manusia yang berkaitan dengan proses

pembuatan dan pelaksanaan keputusan yang mengikat masyarakat umum

(Surbakti, 1988). Walaupun kebijakan publik adalah merupakan hasil dari

suatu proses politik yang melibatkan banyak pihak dan implementasinya

mengikat masyarakat secara keseluruhan, namun kebijakan publik bukanlah

sesuatu yang free value (bebas nilai). Konsekwensi dari tidak demokratisnya

suatu proses kebijakan publik akan berakibat pada rendahnya partisipasi dan

terjadinya multi interpretasi dalam implementasinya.

Page 298: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |625

Dalam implemetasinya kebijakan publik merupakan alat administrasi hukum

dimana berbagai aktor, oganisasi, prosedur dan teknik yang bekerja bersama-

sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang

dinginkan (Winarno, 2002). Menurut Van Horn dan Van Meter, struktur

birokrasi tidak dapat dilepaskan dari struktur birokrasi yang diartikan sebagai

karakteristik-karakteristik, norma-norma dan pola-pola hubungan yang terjadi

berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang mempunyai hubungan,

baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka miliki dengan

menjalankan kebijakan. Van Horn dan Van Meter mengetengahkan beberapa

unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu organisasi dalam

mengimplementasikan kebijakan: (1) Kompetensi dan ukuran staf suatu

badan, (2) Tingkat pengawasan hirearkis terhadap putusan-putusan sub unit

dan proses-proses dalam badan pelaksana, (3) Sumber-sumber politik suatu

organisasi, (4) Vitalitas suatu organisasi, (5) Tingkat komunikasi-komunikasi

“terbuka”, yang didefinisikan sebagai jaringan kerja komunikasi horisontal

dan vertikal secara bebas serta tingkat kebebasan yang secara relatif tinggi

dalam komunikasi dengan individu diluar organisasi, (6) Kaitan formal dan

informal suatu badan dengan badan “pembuat keputusan” dan “pelaksana

keputusan”. Ketika suatu kebijakan tidak dapat di implementasikan sesuai

dengan tujuan utamanya yaitu untuk menyelesaikan suatu permasalahan

publik tetapi dikemudian hari cenderung menciptakan permasalahan baru

karena ketidakmampuan pelaksana keputusan dalam

mengimplementasikannya maka secara langsung akan menimbulkan apa yang

dinamakan oleh Ted Robert Gurr, Denton E. Morrison dan James Davis

sebagai deprivasi dimasyarakat.

Kepuasan Masyarakat Sebagai Bentuk Evaluasi Pelayananan Publik

Sebagaimana amanat yang termuat dalam Peraturan Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara No 16 tahun 2014, salah satu upaya yang harus

dilakukan dalam perbaikan pelayanan publik adalah melakukan kajian Survei

Kepuasan Masyarakat. Pengukuran terhadap kepuasan masyarakat menjadi sangat

penting terutama di era keterbukaan dan meluasnya teknologi infornasi.

Munculnya berbagai keluhan masyarakat yang disampaikan melalui media masa

dan jaringan sosial, dapat memberikan dampak buruk terhadap pelayanan

Page 299: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

626| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

pemerintah, yang pada akhirnya dapat menimbulkan ketidakpercayaan

masyarakat.

Konsep kepuasan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepuasan yang bersifat

perseptual. Persepsi sendiri merupakan suatu proses dimana seseorang melakukan

pemilihan, penerimaan, pengorganisasian, dan penginterpretasian atas informasi yang

diterimanya dari lingkungan. Persepsi merupakan suatu proses kognitif yang dialami

oleh setiap orang dalam memahami informasi tentang lingkungannya.

Persepsi dipengaruhi oleh tiga faktor: karakteristik yang mempersepsikan,

meliputi kebutuhan, pengalaman, norma-norma yang melingkupi, sikap dan

kepribadian; karakrteristik yang dipersepsikan meliputi: penampakan dan

perilaku; dan konteks situasi meliputi: setting fisik, setting budaya dan sosial,

setting organisasi.

Hanya saja, ada beberapa distorsi dalam persepsi. Pertama, stereotip:

menggeneralisasi persepsi atas dasar informasi umum. Kedua, efek halo:

kecenderungan hanya menggunakan satu informasi saja untuk mempersepsikan

sesuatu. Ketiga, seleksi : hanya memperhatikan informasi-informasi tertentu.

Keempat, Proyeksi : menggunakan atribut pribadi (self concept) sebagai dasar

persepsi. Dan kelima, harapan : menggunakan harapan pribadi sebagai dasar

persepsi.

Kepuasan sendiri menurut Kotler (2000) adalah tingkat perasaan seseorang

setelah membandingkan kinerja atau hasil yang ia rasakan dibandingkan dengan

harapannya. Sedangkan Wilkie mendefinisikan kepuasan pelanggan sebagai suatu

tanggapan emosial pada evaluasi terhadap pengalaman konsumsi suatu produk

atau jasa.

Dalam khasanah ilmu ekonomi, menurut Kotler kepuasan yang ada pada

konsumen atas suatu produk atau jasa akan : pertama, melakukan pembelian

ulang. Kedua, mengatakan hal-hal yang baik tentang perusahaan kepada orang

lain. Ketiga, kurang memperhatikan mereka atau iklan dari produk pesaing. Dan

keempat akan membeli produk yang lain dari perusahaan yang sama.

Page 300: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |627

TEMUAN DATA DAN ANALISIS

Evaluasi masyarakat terhadap pelaksanaan MDG’s di Kabupaten Nganjuk

dihitung dengan menggunakan nilai rata-rata tertimbang dari beberapa target

MDG’s. Berikut disajikan perhitungan skor dan evaluasi masyarakat untuk

masing-masing target.

Tabel. 1

Skor Persepsi, Nilai Indeks dan Evaluasi Masyarakat

Terhadap 11 Target MDG’s

Skor Persepsi Nilai Indeks

Evaluasi

Masyarakat

Target 1. Evaluasi penanggulangan

kemiskinan 2.36 58.975 Kurang Baik

Target 2. Evaluasi penanggulangan

kerawanan pangan/kelaparan 2.46 61.525 Kurang Baik

Target 3. Evaluasi pemberian akses

pendidikan untuk semua 2.75 68.7 Baik

Target 4. Evaluasi penghapusan

ketimpangan gender diberbagai tingkat

pendidikan 2.74 68.425 Baik

Target 5. Evaluasi penurunan Angka

Kematian Balita (AKB) 2.81 70.175 Baik

Target 6. Evaluasi penurunan Angka

Kematian Ibu (AKI) 2.72 67.95 Baik

Target 7. Evaluasi pengendalian

HIV/AIDS serta penurunan angka

kejadian 2.52 63 Baik

Target 8. Evaluasi pengendalian

malaria serta penurunan angka kejadian 2.60 64.95 Baik

Target 9. Evaluasi pelestarian

lingkungan dan pengembalian

sumberdaya lingkungan yang hilang 2.29 57.275 Kurang Baik

Target 10. Evaluasi penyediaan

fasilitas/sumber air minum dan sanitasi

dasar 2.34 58.525 Kurang Baik

Target 11. Evaluasi peningkatan

kualitas rumah sehat dan layak huni 2.33 58.15 Kurang Baik

Page 301: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

628| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Tabel 1 menunjukkan hasil perhitungan Indeks evaluasi masyarakat

terhadap 11 target Tujuan Pembangunan Millenium yang dilaksanakan di

Kabupaten Nganjuk hingga tahun 2014.

Dari 11(sebelas) target yang ingin dicapai, terdapat 5 target yang masih

mendapat penilaian kurang baik, yaitu: target 1 (penanggulangan kemiskinan),

target 2 (penanggulangan kelaparan), target 9 (pengembalian sumberdaya

lingkungan yang hilang), target 10 (penyediaan fasilitas/sumber air minum dan

sanitasi dasar) dan target 11 (peningkatan kualitas rumah sehat dan layak

huni).

Sedangkan 6 target MDG’s yang dinilai baik hingga kurun waktu 2014

adalah sebagai berikut: target 3 (penyediaan akses pendidikan untuk semua),

target 4 (penghapusan ketimpangan gender diberbagai tingkat pendidikan),

target 5 (penurunan Angka Kematian Balita), target 6 (penurunan Angka

Kematian Ibu), target 7 (pengendalian HIV-AIDS dan penurunan angka

kejadian), target 8 (pengendalian malaria dan penurunan angka kejadian.

Penilaian masyarakat terhadap 11 target secara jelas ditampilkan dalam

gambar 1

Page 302: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |629

Gambar 1

Skor Indeks Evaluasi 11 Target MDG’s

Jika perhitungan indeks evaluasi masyarakat diturunkan dalam rangkaian

7 tujuan utama MDG’s diperoleh perhitungan sebagaimana disajikan pada tabel 2.

Tabel. 2

Skor Persepsi, Nilai Indeks dan Evaluasi Masyarakat

Terhadap 7 Tujuan MDG’s

Skor

Persepsi

Nilai

Indeks

Evaluasi

Masyarakat

Tujuan 1. Menanggulangi Kemiskinan

dan Kelaparan 2.41 60.25 Kurang Baik

Tujuan 2. Mencapai Pendidikan Dasar

Untuk Semua 2.75

68.75 Baik

Tujuan 3. Mendorong Kesetaraan

Gender dan Pemberdayaan Kaum

Perempuan

2.74

68.5 Baik

Tujuan 4. Menurunkan Angka 2.81 70.25 Baik

Page 303: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

630| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Kematian Anak

Tujuan 5. Meningkatkan Kesehatan

Ibu 2.72

68 Baik

Tujuan 6. Memerangi HIV/AIDS,

Malaria dan Penyakit Menular

Lainnya

2.56

64 Baik

Tujuan 7. Memastikan Kelestarian

Lingkungan Hidup 2.32

58 Kurang Baik

Tabel 2 menunjukkan hasil perhitungan Indeks evaluasi masyarakat

terhadap 7 tujuan MDG’s yang dilaksanakan di Kabupaten Nganjuk hingga tahun

2014.

Dari tujuh tujuan yang ingin dicapai, terdapat 2 tujuan yang masih

mendapat penilaian kurang baik, yaitu: tujuan 1 (Menanggulangi Kemiskinan dan

Kelaparan) dan tujuan 7 (Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup)

Sedangkan 5 tujuan MDG’s yang dinilai baik hingga kurun waktu 2014

adalah sebagai berikut: tujuan 2 (mencapai pendidikan dasar untuk semua), tujuan

3 (Mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan), tujuan 4

(menurunkan Angka Kematian Anak), tujuan 5 (meningkatkan kesehatan ibu),

dan tujuan 6 (Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya)

Penilaian masyarakat terhadap 7 tujuan MDG’s secara jelas ditampilkan

dalam gambar 4.2

Page 304: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |631

Gambar 2

Skor Indeks Evaluasi 6 Tujuan MDG’s

Berdasarkan nilai dari 7 tujuan MDG’s tersebut, secara keseluruhan Indeks

Evaluasi MDG’s Kabupaten Nganjuk adalah sebesar 2,51 atau 62,78 (setelah

dikonversi). Skor ini menunjukkan bahwa mayarakat menilai upaya pencapaian

MDG’s yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Nganjuk masuk dalam

kategori “BAIK”.

PENUTUP

Kesimpulan

Pertama, berdasarkan persepsi masyarakat Indeks Evaluasi Pencapaian

MDG’s di Kabupaten Nganjuk masuk dalam kategori “BAIK”, dengan nilai

indeks sebesar 2,51 atau 62,78 (setelah dikonversi); Kedua, dari 7 (tujuh)

tujuan yang ingin dicapai, terdapat 2 tujuan yang masih mendapat penilaian

kurang baik, yaitu: tujuan 1 (Menanggulangi Kemiskinan dan Kelaparan) dan

Page 305: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

632| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

tujuan 7 (Memastikan Kelestarian Lingkungan Hidup); Ketiga, terdapat 5

(lima) tujuan MDG’s yang dinilai baik hingga kurun waktu 2014 yaitu: tujuan

2 (mencapai pendidikan dasar untuk semua), tujuan 3 (Mendorong kesetaraan

gender dan pemberdayaan perempuan), tujuan 4 (menurunkan Angka

Kematian Anak), tujuan 5 (meningkatkan kesehatan ibu), dan tujuan 6

(Memerangi HIV/AIDS, Malaria dan Penyakit Menular Lainnya); Keempat,

Dari 11 (sebelas) target yang ingin dicapai, terdapat 5 target yang masih

mendapat penilaian kurang baik, yaitu: target 1 (penanggulangan kemiskinan),

target 2 (penanggulangan kelaparan), target 9 (pengembalian sumberdaya

lingkungan yang hilang), target 10 (penyediaan fasilitas/sumber air minum dan

sanitasi dasar) dan target 11 (peningkatan kualitas rumah sehat dan layak

huni).; Kelima, Sedangkan 6 target MDG’s yang dinilai baik hingga kurun

waktu 2014 adalah sebagai berikut: target 3 (penyediaan akses pendidikan

untuk semua), target 4 (penghapusan ketimpangan gender diberbagai tingkat

pendidikan), target 5 (penurunan Angka Kematian Balita), target 6 (penurunan

Angka Kematian Ibu), target 7 (pengendalian HIV-AIDS dan penurunan angka

kejadian), target 8 (pengendalian malaria dan penurunan angka kejadian.

Rekomendasi

Pertama, dalam upaya pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium tahun

2015, tujuan dan target MDG’s harus secara tegas masuk dalam dokumen

perencanaan pembangunan tidak hanya di tingkatan RPJMD tetapi masuk

dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dengan durasi satu tahunan; Kedua,

agar memiliki dampak yang signifikan terhadap masyarakat, upaya pencapaian

tujuan MDG’s perlu didesain menjadi sebuah gerakan. Sehingga dapat

mengoptimalkan sekaligus menyatukan semua potensi daerah, bukan hanya di

tingkatan Dinas/SKPD/Instansi tetapi juga menjadi gerakan bersama seluruh

stakeholders di Kabupaten Nganjuk; Ketiga, untuk semakin mengefektifkan

Page 306: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |633

pelaksanaan MDG’s dalam bentuk gerakan perlu diperkuat dengan landasan

hukum, misalnya dalam bentuk Peraturan Daerah atau Peraturan Bupati;

Keempat, perlu adanya desain sosialisasi/pemasyarakatan yang lebih optimal

tentang Tujuan Pembangunan Millenium kepada masyarakat. Sehingga dapat

mendorong masyarakat untuk ikut berpartisipasi aktif dalam berbagai program

dan kegiatan yang didesain oleh pemerintah daerah. Misalnya dengan

melakukan kerjasama penyiaran iklan layanan masyarakat di media cetak dan

elektronik; Kelima, peningkatan koordinasi antara Dinas, SKPD, Badan dan

Lembaga yang ada di pemerintahan daerah untuk menunjang pelaksanaan

MDG’s. Bila dimungkinkan dapat dibentuk Task Force (gugus tugas) yang

terdiri dari gabungan instansi dan sektoral yang terkait, untuk semakin

memudahkan koordinasi dan efektifitas pencapaian MDG’s; Keenam,

membangun sinergitas dengan kabupaten/kota di sekitar Nganjuk, serta

koordinasi dan sinergi yang terus menerus dengan pemerintah provinsi bahkan

hingga pemerintah pusat untuk mempercepat pencapaian target MDG’s di

tahun 2015; Ketujuh, membangun komunikasi dan kerjasama dengan pihak-

pihak diluar pemerintahan yang memiliki kompetensi dan keahlian untuk

mendorong tercapainya target MDG’s di tahun 2015, diantaranya dengan

lembaga pendidikan (Universitas, Institut dll) dan Lembaga Swadaya

Masyarakat (LSM)

DAFTAR PUSTAKA

Al Husin, Syahri. Aplikasi Statistik Praktis Dengan SPSS 9. Jakarta : Elex

Media Komputindo, 2001.

Azwar, Azrul, Menjaga Mutu Pelayanan Kesehatan, , Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan,1996

Page 307: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

634| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Bovaird, Tony and Loffler, Elke. 2003. Publik Management and Governance.

New York: Routledge,

Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Sosial: Format-format

Kuantitatif/kualitatif. Surabaya ; Airlangga University Press, 2001

Denhardt, Janet and Denhardt, Robert B. 2003. The New Publik Service:

Serving, not Steering. New York: M.E. Sharpe.

Islamy, M. Irfan. 2005. Teori Administrasi Publik. Malang: Universitas

Brawijaya.

Keraf, Gorys. Komposisi. Ende ; Nusa Indah. 1997

Kotler, Phillip. Marketing Management, The Millenium Edition. New Jersey :

Prentice- Hall, 2000.

Lovelock, Christopher H. Sevices Marketing : Text, Cases, and Reading, . New

Jersey : Prentice- Hall, 1984.

Mahmudi. 2005. Manajemen Kinerja Sektor Publik. Yogyakarta: UPP AMP

YKPN

Mudie, Peter and Angela Cottam, The Management and Marketing of Services,

Butterworth-Heinemann Ltd, Oxford, 1993.

Marijan, Kacung. Demokratisasi di Daerah : Pelajaran Dari Pilkada Secara

Langsung. Pustaka Eureka&PusDeHAM : Surabaya 2006.

Robbins, Stephen P. 1994. Teori Organisasi: Struktur, Desain dan Aplikasi

(Edisi 3) (Terj). Jakarta: Penerbit Arcan

Sugiyono. Statistik untuk Penelitian. Alfabeta ; Bandung, 2003

Surbakti, Ramlan. Memahami Ilmu Politik. Grasindo, Jakarta 1998.

Tjiptono, Fandy., Manajemen Jasa, Penerbit Andi , Yogyakarta, 2000.

W. Finifter, Ada. (ed) Political Science : The State of the dicipline II.

American Political Science Association :Washington. 1993.

Winarno, Budi. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta ; Media

Pressindo, 2002.

Zeithaml, Valarie A., A. Parasuraman, and Leonard L. Barry, “Communication

and Control Processes in the Delivery of Service Quality”, Journal of

Marketing,American Marketing Association, April, 1988.

Page 308: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |635

PERLINDUNGAN HUKUM PENGETAHUAN TRADISIONAL DAN

EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL DALAM UPAYA

MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

Indri Fogar Susilowati

Dosen Prodi Ilmu Hukum FISH Universitas Negeri Surabaya

Abstrak

Indonesia negara yang kaya akan pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya

tradisional yang merupakan aset bagi negara yang diharapkan dapat meningkatkan

kesejahteraan masyarakat Indonesia. Kasus-kasus klaim pengetahuan tradisional dan

ekspresi budaya tradisional menunjukan bahwa sistem HAKI di Indonesia belum

sepenuhnya memberikan perlindungan. Pendaftaran hak kekeyaan intelektual yang

berkaitan dengan pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradsional berpontensi

pelanggaran HAM masyarakat Indonesia pada umumny dan msyarakat adat pada

khususnya. Oleh karena itu perlu keseungguhan pemerintah untuk memberikan

perlindungan terhadap pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional

Indonesia yang sudah berkembang secara turun temurun.

Kata Kunci ; Perlindungan Hukum, Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi

Budaya Tradisional, Kesejahteraan Masyarakat

LATAR BELAKANG

Indonesia adalah negara kepulauan, terbentang dari sabang sampai

merauke. Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, ras, dan agama.

Keberagaman Negara Indonesia seperti tergambar dalam semboyan nasional,

yaitu Bhinneka Tunggal Ika yang artinya berbeda-beda namun tetap satu.

Keberagaman Indonesia menjadikan Indonesia negara yang kaya akan kekyaan

alam dan budayanya. Kekayaan-kekayaan yang dimiliki Indonesia harus

dilindungi oleh negara karena mempunyai nilai ekonomi yang sangat tinggi,

sehingga dapat bermanfaat mensejahterakan masyarakat Indonesia. Perlindungan

hak terhadap kekayaan-kekayaan budaya menjadi keharusan agar memberikan

kemanfaatan secara ekonomi bagi masyarakat.

Page 309: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

636| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Hak kekayaan intelektual yang dicetuskan pada masa revolusi industri,

merupakan hak yang memberikan penghargaan terhadap hasil olah pikiran

manusia. Konsep kekayaan intelektual yang mendapat perlindungan hukum

merupakan konsep yang relatif lama bagi sebagaian besar negara-negara di dunia,

tetapi untuk negara-negara berkembang baru dipenghujung abad ke-20 yang lalu

tercapai kesepakatan global negara-negara yang memasukkan konsep kekayaan-

keyaan intelektual diindungi menjadi Hak Kekayaan Intelektual (HAKI)

dikaiatkan denga tata niaga dan perdagangan internasional.29 Oleh karena itu

memunculkan sistem hukum Hak atas Kekayaan Intelektual (Intellectual Property

Rights) yang telah dibangun oleh negara-negara maju dan menjadi perjanjian

internasional melalui Agreement on Trade Related Aspects of Intellectual

Property Rights (selanjutnya disingkat TRIPs Agreement) telah menimbulkan

pertentangan kepentingan antara negara maju (developed country) dengan

kepentingan negara berkembang (developing country).

Pertentangan kepentingan timbul sebagai akibat adanya globalisasi

ekonomi mliberalisasi perdagangan dan keuangan yang tidak selalu memberikan

keuntungan bagi semua pihak. Globalisasi yang timbul tidak bisa dibendung,

tetapi perlu ada strategi dalam menghadapi globalisasi ekonomi agar tidak

berdampak buruk bagi keadilan itu sendiri. Dampak buruk bagi keadilan ini

berkembang dari adanya pandangan kaum neoliberal yang berpendapat bahwa

hanya pelaku swasta yang dapat menikmati Hak atas Kekayaan Intelektual

(selanjutnya disingkat HAKI).Dengan demikian, kepemilikan HAKI harus

dimiliki secara individual, baik orang pribadi maupun perusahaan. Hal ini

didasarkan pada alasan bahwa bila HAKI mereka tidak dilindungi, maka kegiatan

inovasi, investasi dan pengembangan teknologi akan terhambat karena tidak

adanya kesempatan memperoleh keuntungan finansial yang lahir dari adanya hak

tersebut. Pandangan di atas sepertinya menafikan kemungkinan keuntungan sosial

29 Badan Penelitian dan Pengembangan HAM Kementerian Hukum dan HAM RI. 2013.

Perlindungan Kekayaan Intelektual Atas Pengetahuan Tradisional & Ekspresi Budaya Tradisional.

Bandung: Alumni. Hal 1

Page 310: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |637

dapat menjadi pendorong inovasi, bahkan pemerintah bisa saja memiliki HAKI

tertentu.

Perkembangan pengaturan HAKI yang tertuang dalam Agreement on

Trade Relaed Aspect of Intelektual Property Rights (TRIPs Agreement) ,

mencakup : (a) Hak cipta dan Hak terkait, (b) Merek dagang, (3) Indikasi

geografis, (4) Desain industri, (5) Paten, (6) Desain tata letak sirkuit terpadu, (7)

Perlindungan rahasia dagang, (8) Kontrol praktik-praktik monopoli didalam

perjanjian-perjanjian lisensi30

Saat ini hukum HAKI belum mengatur tentang Pengetahuan Tradisional

dan Ekspresi Budaya Tradisional (selanjutnya disingkat PTEBT) dalam

internasional legislation. Konsep HAKI dewasa ini menimbulkan berbagai isu

strategis yang bermuara pada kepentingan negara-negara berkembang termasuk

Indonesia.31Adapun salah satu isu yang terjadi di Indonesia adalah klaim

pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional Indonesia oleh Malaysia.

Dalam sebuah iklan di Discovery Channel dalam enigmatic Malaysia.

Ditayangkan tari pendet, wayang, dan reog Ponorogo dikalim merupakam

kekayaan tradisional Malaysia. Padahal, sejatinya ketiganya merupakan ekspresi

budaya tradisional Indonesia. Selain itu, pengetahuan pengobatan tradisional

masyarakat Jawa, telah dipatenkan oleh pengusaha-pengusaha Jepang, dan

jumlahnya tidak sedikit, yaitu sekitar 39 pendaftran paten telah diterbitkan oleh

Japan Patent Office (JPO).32 Artinya pengusaha-pengusaha Jepang telah berhasil

mengembangkan bahan dan pengetahuan trdisional Indonesia menjadi temuan

mereka sendiri yang banyak keuntungan dari paten yang didaftarkan, sementara

pemerintah Indonesia maupun puhak-pihak yang berkompten tidak mendapatkan

benefit sharing dari Jepang.

30 Ibid. Hal 2 31 Tim Lindsey.et.al. 2001. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Bandung: Alumni. hal

259 32 Ibid. Hal 3

Page 311: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

638| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Kasus-kasus yang diuraikan diatas merupakan sebagaian kasus HAKI

yang ada di Indonesia, dengan karakter budaya orang Indonesia dimana gagasan

dan kreatifitas yang mereka kembangkan tanpa memikirkan keuntungan secara

ekonomi saja. Hal ini sesuai hasil penelitian yang dilakukan penulis tentang HAKI

pada Perajin Batik Di Kampung Batik Jetis Sidoarjo, bahwa para perajin

beranggapan persoalan ekonomi tidak secara langsung membatasi orang lain

memakai desain batik yang dibuat para perajin lain. Desain yang mereka buat

dapat dinikmati oleh perajin lain karena mereka beranggapan bahwa desain batik

tersebut merupakan bagian dari budaya mereka. Oleh karena itu, Indonesia

sebagai negara yang sangat kaya dengan keanekaragaman etnik dan budaya yang

berasal dari pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional, maka

dipertimbangkan tentang HAKI yang berorientasi pada kepemilikan publik atau

komunal di Indonesia. Masyarakat lokal harus mampu memanfaatkan

perlindungan yang diberikan dalam sistem Hukum HAKI guna meningkatkan

kesejahteraan dari masyarakat.

Perlindungan HAKI terhadap Pengetahuan tradisional dan ekspresi

budaya tradisional Indonesia menjadi sangat penting untuk menggairahkan laju

perekonomian Indonesia pada khususnya dan dunia pada umumnya, akhirnya

membawa kesejahteraan pada umat manusia. Pengetahuan tradisional adalah

istilah umum yang mencakup ekspresi kreatif, informasi dan know how yang

secara khusus mempunyai ciri-ciri sendiri dan dapat mengidentifikasi unit sosial.33

Pengetahuan tradisional merujuk pada pengetahuan, inovasi, dan praktik dari

masyarakat asli dan lokal di seluruh dunia. Dikembangkan dari pengalaman oleh

negara-negara dan diadaptasi ke budaya lokal dan lingkungan masyrakat

tradisional mereka dan menjadi bagian dari kehidupam mereka, pengetahuan

tradisional ditransmisikan secara lisan dari generasi ke generasi. Pengetahuan

tradisional tersebut menjadi kepemilikan secara kolektif dan mengambil bentuk

33 Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin. 2006. Hak Kekayaan Intelektual dan Budaya

Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Hal 26

Page 312: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |639

cerita, lagu, foklore, peribahasa, nilai-nilai budaya, keyakinan, ritual, hukum

masyarakat, bahasa daerah dan praktek pertanian, mencakup pengembangan

spesies tumbuhan dan keturunan binatang. Pengetahuan tradisional utamanya

merupakan praktik alamiah, secara khusus seperti dalam wilayah pertanian,

perikanan, kesehatan, hortikultural dan kehutanan.34 Sejalan dengan hal tersebut

pengetahuan tradisional sangat dibutuhkan untuk dijadikan nilai tambah bagi

setiap daerah di Indonesia, yaitu dengan memanfaatkan pengetahuan tradisional

dari masyarakat tradisional/ asli yang meliputi:35 (1) Obat-obatan tradisional yang

proses pembuatannya didasarkan pada pengetahuan umum atau kebiasaan

masyarakat setempat. (2) Karya-karya budaya: hasil tenun, songket, anyaman, dan

kerajinan tangan. (3) Karya-karya seni: seni tari, seni ukir, dan seni suara.

Pengetahuan tradisional Indonesia di manca negara telah dikenal

memiliki beragam karya seni, mulai dari patung Bali, tenunan, batik, dan

anyaman dll. Namun, sayangnya produk pengetahuan tradisional tersebut tidak

sedikit telah dinyatakan sebagai milik asing, antara lain produk kerajinan rotan

yang terdaftar di lembaga paten AS atas nama orang Amerika.36 Dengan

merebaknya industrialisasi di seluruh dunia, terjadi benturan kepentingan antara

pemilik pengetahuan tradisional dengan pengusaha yang sebagian besar penganut

HAKI. Negara-negara maju menuduh bahwa negara berkembang melakukan

pembajakan HAKI secara besar-besaran. Benturan kepentingan juga disebabkan

bahwa di satu sisi masyarakat pemilik pengetahuan tradisional menganggap

34 Article 8J Traditional Knowledge, Innovationss, and Practices Introduction

(dalam artikel Yeni Eta yang berjudul Rancangan Undang-Undang

Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisonal ditinjau dari

Aspek Benefit Pasal 8J UNCBD) 35 Nina Nuraini, Wewenang Daerah Otonom dalam Meningkatkan Pembangaunan Daerah

melalui Pemanfaatan HaKI Bidang Pengetahuan Tradisional dalam Jurnal Hukum,

Manajemen dan Ekonomi, Volume 7, No. 3, Februari 2006 36 Adrian Sutedi. 2009. Hak atas Kekayaan Intelektual. Jakarta:Sinar Grafika. Hal 6

Page 313: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

640| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

bahwa seharusnya dalam pemanfaatan pengetahuan tradisional dan sumber

genetik, negara industri maju tidak mengabaikan kepentingan komunitas pemilik

pengetahuan tradisional. Namun pada sisi yang lain negara industri maju

menganggap sumber hayati dan pengetahuan tradisional sebagai warisan leluhur

(common heritage of mankind) sehingga bebas dimanfaatkan oleh siapapun juga.37

Oleh karena itu terjadi ketidakcocokan pengaturan pengetahuan tradisional dalam

sistem hukum HAKI sehingga diperlukan suatu aturan hukum yang sui generis.

Berdasar hal tersebut diatas jelas bahwa pentingnya perlindungan hukum terhadap

pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional bagi Indonesia, karena

memiliki nilai yang sangat strategis. Nilai strategis tersebut dapat dilihat dari segi

budaya, ekonomi, dan sosial. Dari segi budaya, tampak sekali bahwa dengan

adanya perlindungan terhadap pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya

tradisional maka budaya-budaya Indonesia akan tetap lestari. Segi sosial, dengan

perlindungan terhadap pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional

maka pelestarian nilai-nilai social akan terjaga dan terpelihara. Nilai sosial adalah

nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan

apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Sebagai contoh, orang menanggap

menolong memiliki nilai baik, sedangkan mencuri bernilai buruk. Woods

mendefinisikan nilai sosial sebagai petunjuk umum yang telah berlangsung lama,

yang mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan nilai budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam

dalam suatu masyarakat, lingkup organisasi, lingkungan masyarakat, yang

mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe), simbol-simbol, dengan

karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai acuan prilaku

dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi. Oleh karena itu

pemerintah tidak lagi bisa mengabaikan pengetahuan tradisional yang dimiliki

37 Perlindungan Hak atas Kekayaan Intelektual terhadap Pengetahuan

Tradisional, www.alsaindonesia.org, diakses 27 Agustus 2016 pukul

22.00 WIB.

Page 314: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |641

oleh masyarakat Indonesia. Terakhir dari segi ekonomi, yaitu dengan

dilakukannya perlindungan terhadap pengetahuan tradisional maka nilai ekonomi

yang akan dihasilkan dari pengetahuan tradisional akan memiliki nilai tambah,

artinya devisa negara dapat ditingkatkan. Hal ini menjadi logis mengingat selama

ini eksploitasi terhadap pengetahuan tradisional hanya sebatas pemanfaatan secara

konvensional, tetapi belum dikembangkan sehingga menjadi sesuatu yang sangat

bernilai.38 Perlindungan Hukum terhadap pengetahuan tradisional dan ekspresi

budaya tradisional merupakan solusi terbaik dalam mengoptimalkan perlindungan

pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional dari pihak asing. Konsep

perlindungan HAKI yang bersifat individual memang tidak sepenuhnya bisa

diterapkan dan digeneralisasi terhadap HAKI yang bersifat komunal. Pembagian

keuntungan maupun pembagian manfaat terhadap HAKI secara komunal, kecil

kemungkinan diterapkan dalam perlindungan HAKI secara individual. Yang

perlundiperhatiakn dan diimplementasikan dalam memberikan perlindungan

kepada dua jenis HAKI baru ini oleh Negara cq. Pemerintah Indonesia adalah

perlu menggunakan pendekatan Hak Asasi Manusia yang bukan sekedar konsep

belas kasihan semata atau pembangunan ekonomi semata tetappi berdasarkan

sebuah proses utuh menyeluruh yang menguatkan dan memberdayakan

masyarakat Indonesia umumnya dan masyarakat adat pada khususnya yang belum

menikmati hak-hak komunalnya atas pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya

tradisional.39

METODOLOGI

Metodologi yang digunakan dalam penulisan ini dengan menggunakan

Jenis Penelitian hukum normatif yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan

meneliti bahan pustaka atau disebut juga penelitian hukum studi kepustakaan.

38 Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, Op.cit., hal.. 39-40 39 Badan Penelitian dan Pengembangan HAM Kementerian Hukum dan HAM RI. Op.cit. hal. 7

Page 315: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

642| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Penelitian ini menggunakan kajian yuridis normatif yaitu dengan mengkaji dan

menganalisis bahan hukum, berupa bahan hukum primer dan sekunder yang

terkait dengan pengetahuan tradisional. Penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan pendekatan peraturan perundang-undangan (statute approach) yaitu

meneliti peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang menjadi landasan

pengaturan pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional. Statute

approach adalah pendekatan yang menggunakan peraturan perundang-undangan,

karena yang diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus penelitian.

Penelitian normatif dapat dan harus memanfaatkan hasil penelitian empiris,

namun ilmu empiris itu berstatus sebagai ilmu bantu, sehingga tidak merubah

hakikat ilmu hukum sebagai ilmu normatif.

Bahan Hukum yang digunakan dalam penelitian normatif yaitu bahan

hukum primer yang berupa undang-unadang yang berkaitan dengan pengetahuan

tradisional dan ekspresi budaya tradisional yang ada di Indonesia , sedangkan

bahan hukum sekunder yang dibutuhkan berupa buku-buku tentang HAKI, jurnal

dll.

Teknik Pengumpulan Bahan Hukum, Data yang digunakan dalam

penelitian ini diperoleh dari penelusuran melalui kegiatan studi kepustakaan, yaitu

mengumpulkan berbagai bahan hukum baik yang berupa tulisan, dan sebagainya

yang terkait dengan pengetahuan tradisional.

Teknik Analisis Bahan Hukum Data penelitian ini dianalisis dengan

menggunakan teknik analisis preskriptif untuk memperoleh informasi apakah

pengaturan HAKI sekarang sudah dapat memberikan perlindungan hukum

terhadap pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional.

Page 316: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |643

PERLINDUNGAN HUKUM PENGETAHUAN TRADISONAL DAN

EKSPRESI BUDAYA TRADISIONAL DAN KESEJAHTERAAN

MASYARAKAT

1. Pengetahuan Tradisional

Pengertian pengetahuan tradisonal menurut Johnson dalam buku Badan

Penelitian dan pengembangan HAM yaitu :

A body of knowledge built by a group of people through generation living in close contact

with nature. It includes a system of clasification, a set of empirical observation about the

local enviroments, and a system of selfmanagement that governs resourse use.

Convention on Biological Diversity 1992, mendefinikan pengetahuan

tradisonal sebagai berikut :

Traditional knowledge refers to the knowledge, innovations and practices of indigenous

and local communities around the world. Developed from experience gained over the

centuries and adapted to the local culture and environment, traditional knowledge is

transmitted rally from generation to generation. It tend to he collectivelyowned and takes

the form of stories, song, folklore, proverbs, cultural values, beliefs, rituals, community

laws, plant species and animal breeds traditional knowledge is mainly of a practical

nature in such fields as agriculture, fisheries, health, horticulture, and forestry.40

Beberapa pengertian diatas dapat dilihat bahwa pengetahuan tradisional

memiliki karakteristik khusus, yaitu : (1) Merupakan sebuah pengetahuan yang

dipraktekkan secara turun temurun; (2) Kepemilikan dari pengetahuan tradisional

bersifat komunal; (3) Pengetahuan tradisional merupkan hasil interaksi antara

penemu dan alamnya.41

Dari uraian diatas jelas yang dimaksud dengan pengetahuan tradisional

merupakan pengrtahaun yang secara turun temurun telah dipraktekkan dalam

kehidupan masyarakat di Indonesia, yang dimiliki secara komunal dan

40 Badan Penelitian dan Pengembangan HAM Kementerian Hukum dan HAM RI. Op.cit. hal. 22

41 Loc.cit

Page 317: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

644| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

pengetahuan tersebut merupak hasil interaksi dengan alamnya. Wilayah Indonesia

yang kepulauan dimungkinkan banyak terdapat pengetahuan tradisional yang

berkembang. Perbedaan karakteristik dan bentuk-bentuknya dari pengatahuan

tradisional antara tenpat satu dengan yang lain, kebudayaan yang satu dengan

yang lain, tidak memungkinkan untuk dirangkum dalam sebuah kalimat yang

dapat diterima baik secara hukum ataupun teknis oleh seluruh pihak. Hingga saat

ini terminologi pengetahuan tradisional yang digunakan di seluruh dunia

merupakan salah satu upaya untuk memudahkan dllam penyebutan mengenai

suatu hal yang sama, yaitu segala sesuatu yang terkait ataupun hasil karya yang

biasanya didasarkan pada suatu kebudayaan tertentu.42 Dengan adanya pluralitas

golongan etnik yang luar biasa di Indonesia, maka dengan sendirinya Pengetahuan

Tradisional bervariasi dalam berbagai bidang kehidupan. Bidang-bidang yang

dapat disebutkan adalah misalnya : kesenian, landasan pengetahuan dalam sistem

kepercayaan, sistem penyembuhan, penyiapan makanan, praktek pertanian dalam

arti luas, transportasi, arsitektur, serta pembuatan berbagai benda yang digunakan

dalam kehidupan. Di dalam cakupan seluruh pengetahuan itu termasuk berbagai

teknologi maupun berbagai nilai, kaidah, dan aturan sebagian pengetahuan

tradisional masih berfungsi penuh di dalam suku bangsa atau komunitas pemilik

aslinya. Faktor yang menyebabkan kondisi tersebut kemungkinan adalah : (1)

Penggunaan Pengetahuan Tradisional tersebut masih dirasakan sebagai penanda

jati diri budaya yang dianggap dan dirasakan perlu dipertahankan; atau (2) Aspek

tertentu dari Pengetahuan Tradisional itu dapat diintegrasikan ke dalam segi-segi

kehidupan yang dipandu oleh nilai-nilai modern (keterbukaan, keilmiahan,

keadilan demokratik).

42 Afrillyanna Purba. 2012. Pemberdayaan Perlindungan Hukum Pengetahuan Tradisional dan

Ekspresi Budaya Tradisional sebagai Sarana Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Bandung: Alumni.

hal 91

Page 318: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |645

Contoh dari yang pertama, yaitu Pengetahuan Tradisional sebagai penanda

jati diri budaya diperlihatkan oleh penggunaannya dalam kaitan dengan busana,

boga, kaida-kaida estetik, penggunaan bahasa, dan lain-lain. Adapun hal yang

disebutkan terakhir itu dapat dicontohkan oleh penggunaan Pengetahuan

Tradisional dalam industri farmasi, kosmetika, pertekstilan dan lain-lain,

disamping juga pengkajian Pengetahuan Tradisional dalam rangka upaya

pengembangan ilmu. Dengan kata lain, kegunaan Pengetahuan Tradisional dalam

kehidupan di masa kini berada dalam dua ranah pengelolaan yaitu: pengelolaan

yaitu: (a) Pelestarian dalam arti pemertahanan eksistensinya, baik dalam

keseluruhan format aslinya maupun dalam format-format dan atau pengembangan

baru, mengikuti gagasan-gagasan kreatif pemiliknya; atau, (b) Pemanfaatan untuk

dikembangkan dalam upaya ekonomi/industrial, di mana terkait hak-hak atas

kekayaan intelektual dari kelompok/ komuniti/suku bangsa sebagai pemilik asal

dari Pengetahuan Tradisional (PT) yang dimanfaatkan itu.

Adapun teknologi tradisi khususnya dapat dipilah ke dalam: (1) Teknik-

teknik produksi barang (dalam berbagai bahan, misalnya logam, tekstil, kayu,

keramik, rempah, dan lain-lain); (2) Teknik-teknik melakukan sesuatu, seperti :

mengenakan busana, melaksanakan gerakan-gerakan dalam tarian, memainkan

instrumen-instrumen musik, memasak, dan lain-lain; dan (3) Teknik-teknik

penataan lingkungan (terkait dengan tata permukiman, pengendalian air,

pengunaan hutan, dan lain-lain).

2. Ekspresi Budaya Tradisional

Ekspresi Budaya Tradisional (EBT), atau di dalam wacana di tingkat

internasional seringkali digunakan istilah expressions of folklore, adalah segala

sesuatu yang dianggap milik bersama suatu komunitas atau suatu masyarakat, dan

penciptaannya anonim. Secara garis besar Ekspresi Budaya Tradisional (EBT),

Page 319: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

646| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

sebagaimana karya budaya pada umumnya, dapat digolongkan atas yang tangible

(dapat disentuh, berupa benda padat) dan yang intangble (termasuk ke dalamnya

nilai-nilai, konsep, dan juga tata tindakan seperti upacara, teater, tari, serta musik

dan sastra)43 Ungkapan-ungkapan seni tradisional ini dapat mengandung di

dalamnya terdapat : (1) Nilai-nilai estetik, dan ini pada gilirannya terkait dengan

teknik-teknik berungkap (para pelakunya) maupun teknik-teknik dalam membuat

peralatan pendukungnya (instrumen dan properti); (2) Nilai-nilai simbolik, yang

dapat terkait dengan pandangan dunia serta sistem kepercayaan pada kebudayaan

yang bersangkutan; dan Fungsi dalam peneguhan sistem kepercayaan dan atau

sistem sosial dalam masyarakat pendukung kebudayaan yang bersangkutan.44

Penjelasan pasal 38 ayat (1) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014

tentang Hak Cipta dijelaskan mengenai hal-hal yang mencakup Ekspresi Budaya

Tradisional. Yang dimaksud dengan “ ekspresi budaya tradisional” mencakup

salah satu atau kombinasi bentuk ekspresi sebagai berikut : (a) Verbal tekstual,

baik lisan maupun tulisan, yang berbentuk prosa maupun puisi, dalam berbagai

tema dan kandungan isi pesan, yang dapat berupa karya sastra ataupun narasi

informative; Music, mencakup antara lain vocal, instrumental, atau kombinasinya;

(b) Gerak, mencakup antara lain tarian; (c) Teater, mencakup antara lain

pertunjukan wayang dan sandiwara rakyat; (d) Seni rupa, baik dalam bentuk dua

dimensi maupun 3 dimensi yang terbuat dari berbagai macam bahan seperti kulit,

kayu, bamboo, logam, batu, keramik, kertas, tekstil dan lain-lain atau

kombinasinya; dan ( e) Upacara adat.

3. Perlindungan Hukum Pengetahuan Tradisional dan Ekspresi Budaya

Tradisional di Indonesia

Isu mengenai perlindungan pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya

tradisional muncul akhir tahun 2010 an. Penyebutan secara konvensional yang

43 Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, Op.cit., hal.29

44 Ibid

Page 320: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |647

digunakan adalah ekspresi folklor. Pada tahun 1982 WIPO bersama UNESCO

mengambil langkah untuk mengatasi masalah ini dengan mengundangkan Model

Ketentuan Bagi Perundang-undangan Nasional tentang Perlindungsn Espresi

Folklore. Dua dasawarsa setelah dikeluarkan model ini, penggunaan floklore

sering menuai kritik, seolah-olah melambangkan mentalitas kolonial yang

merendahkan produk yang dihasilkan masyarakat setempat atau masayarakat asli

pribumi atau indigenous.45 Menurut WIPO ekspresi budaya tradisional

(Traditional Cultural Expressions), yaitu:

.........bentuk apapun,kasat mata atau tak kasat mata, dimana pengetahuan dan

budaya tradisional diekspresikan, tampil atau manifestasikan dan mencakup

bentuk-bentuk ekspresi atau kombinasi berikut ini.......

Ekspresi budaya tradisional meliputi ekspresi lisan, sepeti legenda, epik, puisi, dll,

ekpresi gerak meliputi tarian, drama, upacara, ritual. Sedangkan ekspresi yang

kasat mata sperti produk seni. Gambar, desain dll.

Pembahasan HAKI tidak hanya berkaitan dengan Paten, Hak Cipta dan

Merk Dagang saja karena konsep kekayaan intelektual yangdimaksudkan WIPO

adalah konsep kekayaan intelektual secara luas, yaitu : mencakup pelbagai karya

intelektual manusia. Pasal 2 WIPO kekayaan-kekayaan intelektual berupa :...from

intellectual property activity in industrial, scientific, literary or artictic field....

Adanya pasal ini bermakna bahwa kekayaan intelektual, setelah adanya WIPO

bersifat evolusioner dan adaptif (mudah menyesuaikan).46 Artinya proses

penciptaan hasil karya intelektual manusia tidak hanya ada pada masa sekarang

saja, Proses tersebut telah berkembang lama dalam masyarakat Indonesia secara

turun temurun. Setiap masyarakat memiliki suatu kebudayaan yaitu hasil cipta dan

45 Badan Penelitian dan Pengembangan HAM Kementerian Hukum dan HAM RI. Op.cit. hal. 25 46 Afrillyanna Purba. Op.cit. hal 1

Page 321: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

648| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

rasa manusia yang berfugsi sebagai sarana untuk memprtahankan hidup dalam

lingkungan sosialnya. Salah satu unsur dalam kebudayaan adalah karya,

pengetahuan dan teknologi yang diartikan kemampuan masyarakat untuk

memanfaatkan kekuatan-kekuatan alam untuk mensejahterakan kehidupannya.47

Perlindungan HAKI sebagai sebuah Hak yang menjadi bagian aktivitas

perekonomian atau dengan kata lain HAKI tidak bisa dilepaskan dari persoalan

ekonomi. Hal ini disebabkan HAKI identitik dengan komersialisai karya

iltelektual.48 Fase adanya TRIPs Agreement merupakan fase dimana perdagangan

internasional memunculkan pembicaraan tentang pentingnya perlindungan HAKI.

Kesepakatan internasional ini secara lengkap memberikan perlindungan terhadap

HAKI. TRIPs Agreement yang dimotori oleh negara-negara maju tujuannya untuk

melindungi kepentingan negara-negara maju di negara berkembang. Isu-isu

bahwa negara berkembang harus memberikan perlindungan HAKI jika mereka

menanamkan modalnya di negara berkembang. Permsalahan yang dihadapi

negara berkembang adalah alih teknologi yang dicanangkan oleh negara-negara

maju menjadu beban bagi negara-negara berkembang, selain itu negara-negara

berkembang harus menyesuai pekembangan teknologi dengan mereka.

Wacana atau isu penerapan konsep kepemilikan bersama atas

pengetahauan tradisional dan ekspresi budaya tradisional Indonesia sangat

bertentang dengan sistem HAKI itu sendiri, walaupun kreativitas dan inovasi

berkaitan dengan bagian dari kekayaan intelektual yang bersifat tradisi (common

heritage)49 Jika pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional

merupakan hasil karya manusia harusnya mendapat perlindungan HAKI, namun

pada akhirnya pelindungan hukum terhadap HAKI di Indonesia belum menyentuh

tentang hal tersebut. Misalnya HAKI yang dekat dengan pengetahuan tradisional

47 Suyud Mergono. 2015. Hukum Hak Kekayaan Intektual (HKI).Bandung: Pustaka Reka Cipta.

Hal3 48 Ibid. Ha. 5 49 Ibid. Hal. 7

Page 322: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |649

di Indonesia hanya dilindungi oleh UU No. 19 Tahun 2002 sebagaimana yang

telah dipebaharui oleh UU No.28 Tahun 2014 tentang HAK Cipta. Dalam UU

Hak Cipta tahun 2002 tidak disebutkan tentang perlindungan pengtehauan

tradisional dan ekspresi budaya tradisional, Pasal 10 menjelaskan bahwa “

memegang hak cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah dan benda budaya

nasional lainnya berupa folklor dan hasil kebudayaan rakyat yang menjadi milik

bersama seperti cerita, hikayat, dogeng, legenda, babad, lagu, kerajinan tangan,

koreografi, tarian, kaligrafi, dan karya seni lainnya”. Namun Pasal 10 ini

mengandung banyak kelemahan diantaranya yaitu tidak jelasnya siapa yang

menjadi subyek pemegang hak cipta atas berbagai ciptaan komunal. Kewenangan,

prosedur dan substansi yang mengatur pemegang hak belum diatur secara jelas.

Negara sebagai pihak yang memberikan ijin penggunaan hak cipta yang

dimaksudkan dalam pasal 10, diartikan bahwa negara memberikan perlindungan

terhadap komersialisai terhadap hak cipta tanpa ijin. Namun disisi lain

pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional ada “pemiliknya”, konsep

negara yang menberikan ijin dapat diartikan bahwa negara sebagai pihak yang

paling berkepentingan terhadap pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya

tradisional tersebut, sehingga “pemilik” tidak mendapatkan hak unyuk menikmati

keuntungan dari hasil karya mereka.

Penyelenggataan pemerintah daerah yang diatur dalam UU No. 32 Tahun

2004 secara rinci mengatur pembagian kewenangan pemda secara teknis diatur

dalam PP No. 38 Tahun 2008 tentang pembagian urusan Pemerintahan Daerah

Kabupaten/Kota dengan pemerintah pusat. Perturan perundang-undangan tentang

otonomi daerah tidak secara langsung memberikan penjelasan tentang keterkaitan

antara pemerintah daerah dengan sistem HAKI Nasional. Penyelenggaraan sistem

HAKI diatur berdasarkan Keputusan Presiden No. 189/1998 bahwa

penyelenggaraan Sistem HAKI dipercayakan kepada Kementerian Hukum dan

Page 323: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

650| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

HAM cq. Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual dengan visi

mengembangkan sistem HAKI yang efektif dan kompetitif secara internasional

dan menopang pembangunan nasional. Penyelenggaan sistem HAKI dalm konteks

otonomi daerah diberikan secara delegatif oleh Departemen Kehakiman yang

mencakup beberapa kewenangan dalam kaitannnya dengan pendaftaran HAKI,

dengan tujuan pokok memudahkan masyarakat mendapatkan hak atas karya

intelektual mereka.50 UU No. 28 Tahun 2014 juga tidak spesifik menyebutkan

tentang pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional. Dalam Pasal 38

menyebutkan bahwa ekpresi budaya tradisional dan ciptaan yang dilindungi

adalah : (a) Hak Cipta atas ekspresi budaya tradisional dipegang oleh Negara. (b)

Negara wajib menginventarisasi, menjaga, dan memelihara ekspresi budaya

tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1). (c) Penggunaan ekspresi budaya

tradisional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan nilai-nilai

yang hidup dalam masyarakat pengembannya. (d) .Ketentuan lebih lanjut

mengenai Hak Cipta yang dipegang oleh Negara atas ekspresi budaya tradisional

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 38 UU No 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta tidak berbeda jauh

dengan UU Hak cipta sebelumnya, negara pemegang hak cipta tersebut jika

memang tidak jelas siapa pemiliknya, sehingga kedua UU Hak Cipta ini tidak bisa

memberikan perlindungan hukum terhadap pengetahuan dan ekpresi budaya

tradisional yang dimilik oleh masyarakat.

Belum memadainya pengaturan tentang pengetahuantradisonal dan

ekspresi budaya tradisional menimbulkan tuntutan dari masyarakat adanya

perlindungan hukum menganai hal ini. Pembahasan mengenai perlindungan

pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional sangat penting setidak-

tidaknya karena tiga alasan, yaitu : (1) adanya potensi keuntungan ekonomi yang

dihasilkan dari pemanfaatan pengetahuan tradisional, (2) keadilan dalam sistem

50 Badan Penelitian dan Pengembangan HAM Kementerian Hukum dan HAM RI. Op.cit. hal. 27

Page 324: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |651

perdagangan dunia, dan (3) perlunya perlindungan hak masyarakat terutama

masyarakat adat.51 Perlindungan hukum terhadap pengetahuan tradisional dan

ekpresi budaya tradisional menjadi isu yang harus diperhatikan oleh negara-

negara berkembang. Karena negara-negara berkembang yang kaya akan

pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional seringkali menjadi korban

dari pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab yang ingin mengambil keuntungan

atas pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional masyarakat lokal.

Perlunya ada pengaturan tersendiri tentang pengetahuan tradisional dan ekspresi

budaya tradisional lebih memberikan perlindungan yang tidak dapat dilindungan

oleh UU HAKI yang lain. Pengaturan tentang pengetahuan tradisional dan ekpresi

budaya tradisonal ini selain memberikan perlindungan terhadap hak pemilik

pengetahuan dan ekspresi budaya tradisional juga dpat meningkatkan

perekonomian masyarakat/masyarakat lokal dengan benefit sharing dari

penggunaan pengetahuan tradisional dan ekspresi budaya tradisional. Masyarakat

yang sejahtera segaera dapat terwujud.

DAFTAR PUSTAKA

Adrian Sutedi, 2009, Hak Atas Kekayaan Intelektual, Sinar Grafika, Jakarta.

Agus Sardjono.2010. Hak Kekayaan Intelektual dan Pengetahuan Tradisional.

Bandung: Alumni

Afrillyanna Purba. 2012. Pemberdayaan Perlindungan Hukum Pengetahuan

Tradisional dan Ekspresi Budaya Tradisional sebagai Sarana Pertumbuhan

Ekonomi Indonesia. Bandung

Badan Penelitian dan Pengembangan HAM Kementerian Hukum dan HAM RI.

2013. Perlindungan Kekayaan Intelektual Atas Pengetahuan Tradisional &

Ekspresi Budaya Tradisional. Bandung: Alumni

51 Ibid. Hal 28

Page 325: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

652| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Budi Agus Riswandi dan M. Syamsudin, 2005, Hak Kekayan Intelektual dan

Budaya Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta

Suyud Mergono. 2015. Hukum Hak Kekayaan Intektual (HKI).Bandung: Pustaka

Reka Cipta.

Tim Lindsey.et.all.2006. Hak Kekayaan Intelektual Suatu Pengantar. Bandung:

Alumni.

Peraturan Perundang-undangan

UU Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta

UU Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta

Page 326: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |653

MODEL PEMBANGUNAN PARTISIPATIF: PROGRAM NASIONAL

PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MANDIRI PERKOTAAN((PNPM

MP) STUDI KASUS DI DESA SEKARJALAK, KECAMATAN

MARGOYOSO, KAB. PATI, JAWA TENGAH

Bambang Hariyanto

Pengajar di Jurusan Pend. Geografi FISH UNESA Surabaya

Abstak

Sekarjalak adalah yang secara administrative dikelompokan sebagai sebuah desa namun

status dalam program PNPM dikelompokan dalam daerah perkotaan, maka program

nasional PNPM yang ada di Sekarjalak termasuk dalam PNPM Mandiri Perkotaan.

PNPM-Mandiri Perkotaan atau Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP)

merupakan upaya pemerintah untuk membangun kemandirian masyarakat dan

Pemerintah Daerah dalam menanggulangi kemiskinan di perkotaan secara mandiri.

Program penanggulangan kemiskinanan yang dibiayai. Fokus penelitian adalah ;1).

Pembentukan organisasi pengelola program 2). Penentuan kelompok sasaran pengentasan

kemiskinan. 3). Tingkat partisipasi masyarakat sasaran dan masyarakat bukan kelompok

sasaran dalam pelaksanaan program. Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan besifat

kualitatif fenomenologi. Dalam pelaksanaan pengumpulan informasi/data dilakukan

dengan grounded dan peneliti terlibat langsung dalam jalannya program ini. Hasil

penelitian dapat disimpulkan: 1). Pembentukan organisasi pengelola program dilakukan

dengan musyawarah untuk menentukan pimpinan sidang. 2). Penentuan kelompok

sasaran pengentasan kemiskinan didasarkan dengan criteria local yaitu : rumah yang

paling jelek di lingkungan yaitu rumah ukuran dibawah 6 x 6 m2 , dinding Gedeg (

bambu ) atau semi permanen, dan pengangguran atau semi pengangguran. 3).Tingkat

partisipasi masyarakat sasaran dan masyarakat bukan kelompok sasaran dalam

pelaksanaan program secara kualitatif partisipasi masyarakat pada awal program sangat

aktif, seiring berjalannya waktu makin mengendur... Motif mengingkari kesepakatan dari

kelompok sasaran ada dua, yaitu tidak punya uang seperti pada kelompok WC dan

Listrik. Sedangkan untuk kelompok bedah rumah motif yang dipakai adalah “jahat”

dengan alas an bahwa bedah rumah harus dibiayai uang negara dan kepentingan negara.

Kata Kunci : Partisipatif, Swadaya, BKM, KSM

PENDAHULUAN

Latar Belakang/kontek penelitian

PNPM adalah program nasional dalam wujud kerangka sebagai dasar

dan acuan pelaksanaan program – program penanggulangan kemiskinan berbasis

Page 327: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

654| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

pemberdayaan masyarakat. Program PNPM Mandiri terdiri dari berbagai

program, yaitu: (1) PNPM Mandiri Perdesaan, (2) PNPM Perdesaan R2PN

(Rehabilitasi dan Rekonstruksi Pulau Nias), (3) PNPM Mandiri Agribisnis/SADI

(Smallholder Agribusiness Development Initiative), (4) PNPM Generasi Sehat

Dan Cerdas). (5) PNPM Lingkungan Mandiri Perdesaan (PNPM- LMP), (6)

Program Pengembangan Sistem Pembangunan Partisipatif (P2SPP), (7) PNPM

Mandiri Respek (RenStra Pengembangan Kampung) Bagi Masyarakat Papua, (8)

PNPM Mandiri Perkotaan, (9) PNPM Mandiri Infrastruktur Perdesaan, (10)

Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (PISEW). (11) Program

Penyediaan Air Minum Berbasis Masyarakat (PAMSIMAS)

Program WSLIC-3/PAMSIMAS merupakan program dan aksi nyata

pemerintahpusat, (12) PNPM-Mandiri Daerah Tertinggal Dan Khusus/ Percepatan

Pembangunan Daerah Tertinggal Dan Khusus (P2DTK). (13) PNPM Mandiri

Kelautan Dan Perikanan (PNPM Mandiri-KP)

penerima PNPM Mandiri-KP. Mereka adalah warga yang tinggal di wilayah

pesisir atau di luar pesisir yang memiliki kegiatan di bidang kelautan dan

perikanan.(14) PNPM-Mandiri Pariwisata.(15) PNPM-Mandiri Perumahan dan

Permukiman (PNPM-Mandiri Perkim)

Sekarjalak adalah yang secara administrative dikelompokan sebagai

sebuah desa namun status dalam program PNPM dikelompokan dalam daerah

perkotaan, maka program nasional PNPM yang ada di Sekarjalak termasuk dalam

PNPM Mandiri Perkotaan.PNPM-Mandiri Perkotaan atau Program

Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan (P2KP) merupakan upaya pemerintah

untuk membangun kemandirian masyarakat dan Pemerintah Daerah dalam

menanggulangi kemiskinan di perkotaan secara mandiri. Dengan Tujuan : a.

Terbangunnya lembaga masyarakat berbasis nilai-nilai universal kemanusiaan,

prinsip- prinsip kemasyarakatan dan berorientasi pembangunan berkelanjutan,

yang aspiratif, representatif, mengakar, mampu memberikan pelayanan kepada

masyarakat miskin, mampu memperkuat aspirasi/ suara masyarakat miskin dalam

Page 328: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |655

proses pengambilan keputusan lokal, dan mampu menjadi wadah sinergi

masyarakat dalam penyelesaian permasalahan yang ada di wilayahnya;

b.Meningkatnya akses bagi masyarakat miskin perkotaan kepelayanan sosial,

prasarana dan sarana serta pendanaan (modal), termasuk membangun kerjasama

dan kemitraan sinergi ke berbagai pihak terkait, dengan menciptakan kepercayaan

pihak- pihak terkait tersebut terhadap lembaga masyarakat; c. Mengedepankan

peran Pemerinatah Kota / Kabupaten agar mereka makin mampu memenuhi

kebutuhan masyarakat miskin, baik melalui pengokohan Komite Penanggulangan

Kemiskinan (KPK) di wilayahnya, maupun kemitraan dengan masyarakat serta

kelompok peduli setempat.

Program penanggulangan kemiskinanan yang dibiayaai oleh World Bank

bersifat jangka menengah sehingga dalam pelaksanaanya betul betul terencana

dan bersifat partisipatif. Konsep pembangunan yang dilakukan adalah with

community bukan for community. Berdasarkan hal di atas maka penelitian ini

dilakukan dengan judul : MODEL PEMBANGUNAN PARTISIPATIF :

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri ((PNPM Mandiri)

Studi Kasus Di Desa Sekarjalak, Kecamatan Margoyoso, Kab. Pati, Jawa

Tengah. Fokus penelitian yang dilakukan adalah ; (1) Pembentukan organisasi

pengelola program, (2) Penentuan kelompok sasaran pengentasan kemiskinan, (3)

Tingkat partisipasi masyarakat sasaran dan masyarakat bukan kelompok sasaran

dalam pelaksanaan program

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan secara kualitatif dan besifat kualitatif

fenomenologi. Dalam pelaksanaan pengumpulan informasi/data dilakukan dengan

grounded dan peneliti terlibat langsung dalam jalannya program ini. Dalam

programini peneliti terlibat sebagai Koordinator Program tingkat desa yaitu

Page 329: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

656| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

jabatan yang mempunyai tugas mengkordinasi perencanaan dalam bentuk RPJM

dan sebagai Koordinator pembentukan tim pelaksana pembangunan yang disebut

sebagai KSM ( Kelompok Swadaya Masyarakat ).

KAJIAN TEORETIS

Fungsi dari pemerintahan yaitu mensejahterakan masyarakat secara

berkeadilan. Untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat tersebut, pemerintah

harus melaksanakan pembangunan. Untuk meperoleh hasil guna yang optimal ,

pertama : perlu aspiratif terhadap aspirasi-aspirasi yang disampaikan oleh

masyarakatnya, dan peka terhadap kebutuhan rakyatnya. Kedua : pemerintah

perlu melibatkan segenap kemauan dan kemampuan yang dimiliki oleh

masyarakat dalam melaksanakan pembangunan. Dengan demikian pemerintah

perlu menempatkan rakyat sebagai subjek pembangunan, bukan hanya sebagai

objek pembangunan. Keberhasilan pelaksanaan pembangunan

masyarakat/Community development sangat bergantung kepada peranan

pemerintah dan masyarakatnya. Keduanya harus mampu menciptakan sinegri.

Dalam UU No. 22 / 1999, perencanaan pembangunan dan

pelaksanaannya harus berorientasi ke bawah dan melibatkan masyarakat luas,

melalui pemberian wewenang perencanaan dan pelaksanaan pembangunan di

tingkat daerah. Dengan cara ini pemerintah makin mampu menyerap aspirasi

masyarakat banyak, sehingga pembangunan yang dilaksanakan dapat

memberdayakan dan memenuhi kebutuhan rakyat banyak. Rakyat harus menjadi

pelaku dalam pembangunan, masyarakat perlu dibina dan dipersiapkan untuk

dapat merumuskan sendiri permasalahan yang dihadapi, merencanakan langkah-

langkah yang diperlukan, melaksanakan rencana yang telah diprogramkan,

menikmati produk yang dihasilkan dan melestarikan program yang telah

dirumuskan dan dilaksanakan.

1. Pengertian Perencanaan dan Perencanaan Pembangunan Masyarakat

Page 330: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |657

Pengertian atau batasan perencanaan tersebut antara lain sebagai berikut : (a)

Perencanaan adalah suatu proses mempersiapkan secara sistematis kegiatan-

kegiatan yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Oleh karena itu

pada hakekatnya terdapat pada setiap jenis usaha manusia (Khairuddin, 1992 :

47). (b) Perencanaan adalah merupakan suatu upaya penyusunan program baik

program yang sifatnya umum maupun yang spesifik, baik jangka pendek maupun

jangka panjang (Sa’id & Intan, 2001 : 44 ). (c) Perencanaan sebagai Analisis

Kebijakan (Planning as Policy Analysis) yaitu, merupakan tradisi yang diilhami

oleh logika-logika berpikir ilmu manajemen, administrasi publik, kebangkitan

kembali ekonomi neoklasik, dan teknologi informasi yang disebut sibernetika

(Aristo, 2004).

Mosher (1965 : 191) menyatakan bahwa, seringkali perencanaan hanya

meliputi kegiatan-kegiatan baru, atau alokasi keuangan untuk kegiatan-kegiatan

lama, tanpa menilai kembali kualitasnya secara kritis. Perencanaan pada dasarnya

adalah penetapan prioritas, yaitu menentukan bidang-bidang dan langkah-langkah

perencanaan yang akan dilakukan terlebih dahulu dari berbagai kemungkinan

bidang dan langkah yang ada.. Oleh sebab itu, dalam penentuannya timbul

berbagai bentuk perencanaan yang merupakan alternatif-alternatif ditinjau dari

berbagai sudut, seperti yang dijelaskan oleh Westra (1980) dalam Khairuddin

(1992 : 48), antara lain :

a) Dari segi jangka waktu, perencanaan dapat dibedakan : (1) perencanaan

jangka pendek (1 tahun), dan (2) perencanaan jangka panjang (lebih dari 1

tahun).

b) Dari segi luas lingkupnya, perencanaan dapat dibedakan : (1) perencanaan

nasional (umumnya untuk mengejar keterbelakangan suatu bangsa dalam

berbagai bidang), (2) perencanaan regional (untuk menggali potensi suatu

wilayah dan mengembangkan kehidupan masyarakat wilayah itu), dan (3)

Page 331: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

658| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

perencanaan lokal, misalnya; perencanaan kota (untuk mengatur pertumbuhan

kota, menertibkan penggunaan tempat dan memperindah corak kota) dan

perencanaan desa (untuk menggali potensi suatu desa serta mengembangkan

masyarakat desa tersebut).

c) Dari segi bidang kerja yang dicakup, dapat dikemukakan antara lain :

industrialisasi, agraria (pertanahan), pendidikan, kesehatan, pertanian,

pertahanan dan keamanan, dan lain sebagainya.

d) Dari segi tata jenjang organisasi dan tingkat kedudukan menejer, perencanaan

dapat dibedakan : (1) perencanaan haluan policy planning, (2) perencanaan

program (program planning) dan (3) perencanaan langkah operational

planning.

Pengembangan masyarakat / community development yang dilakukan

harus secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk memperbesar akses

masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan yang

lebih baik. Dengan dasar itulah maka pembangunan masyarakat dapat dibagi

menjadi beberapa kategori sebagai berikut : (1) community service, (2) community

empowering, dan (3) community relation (Rudito & Budimanta, 2003 : 29, 33).

2. Perencanaan Pembangunan Partisipasi

a. Pengertian Partisipasi

Parisipasi adalah peran serta, dan menurut Asngari (2001: 29)

menyatakan bahwa, penggalangan partisipasi itu dilandasi oleh pengertian

bersama dan adanya pengertian tersebut karena diantara orang-orang itu saling

berkomunikasi dan berinteraksi sesamanya. Dalam menggalang peran serta semua

pihak dibutuhkan : (1)suasana yang bebas atau demokratis, dan (2) terbinanya

kebersamaan. Gaventa dan Valderama (1999) dalam Arsito (2004), mencatat ada

tiga tradisi konsep partisipasi terutama bila dikaitkan dengan pembangunan

masyarakat yang demokratis yaitu: 1) partisipasi politik Political Participation, 2)

Page 332: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |659

partisipasi sosial Social Participation dan 3) partisipasi warga Citizen

Participation/Citizenship.

b. Proses Perencanaan Pembangunan Partisipasi

Ndraha (1990 : 104) menyatakan bahwa, dalam menggerakkan

perbaikan kondisi dan peningkatan taraf hidup masyarakat, maka perencanaan

partisipasi harus dilakukan dengan usaha : (1) perencanaan harus disesuaikan

dengan kebutuhan masyarakat yang nyata (felt need), (2) dijadikan stimulasi

terhadap masyarakat, yang berfungsi mendorong timbulnya jawaban (response),

dan (3) dijadikan motivasi terhadap masyarakat, yang berfungsi membangkitkan

tingkah laku (behavior). Dalam perencanaan yang partisipatif (participatory

planning), masyarakat didorong untuk merencanakan, melaksanakan dan

bertanggungjawab atas pembangunan yang akan dilaksanakan.

Dalam pembangunan partisipasi perlu memperhatikan antara lain : (1)

perencanaan program harus berdasarkan fakta dan kenyataan dimasyarakat, (2)

Program harus memperhitungkan kemampuan masyarakat dari segi teknik,

ekonomi dan sosialnya, (3) Program harus memperhatikan unsur kepentingan

kelompok dalam masyarakat, (4) Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan

program (5) Pelibatan sejauh mungkin organisasi-organisasi yang ada (6) Program

hendaknya memuat program jangka pendek dan jangka panjang, (7) Memberi

kemudahan untuk evaluasi, (8) Program harus memperhitungkan kondisi, uang,

waktu, alat dan tenaga (KUWAT) yang tersedia, Cahyono (2006)

Community Development dengan segala kegiatannya dalam

pembangunan sebaiknya menghindari metode kerja "doing for the community",

tetapi mengadopsi metode kerja "doing with the community".Metode kerja doing

with, mendorong masyarakat menjadi aktif dan dinamis serta mampu

mengidentifikasi mana kebutuhan yang sifatnya - real needs, felt needs dan

expected need . Tehnik untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam

Page 333: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

660| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

pembangunan diantaranya adalah dengan pendekatan, metode dan teknik PRA

(Participatory Rural Appraisal) Teknik-teknik PRA antara lain : (1) Secondary

Data Review (SDR) – Review Data Sekunder. Merupakan cara mengumpulkan

sumber-sumber informasi yang telah diterbitkan maupun yang belum disebarkan.

Tujuan dari usaha ini adalah untuk mengetahui data yang telah ada. (2) Direct

Observation – Observasi Langsung adalah kegiatan observasi langsung pada

obyek-obyek tertentu, kejadian, proses, hubungan-hubungan masyarakat dan

mencatatnya. Tujuannya adalah untuk melakukan cross-check terhadap jawaban-

jawaban masyarakat. (3) Semi-Structured Interviewing (SSI) – Wawancara Semi

Terstruktur adalah wawancara yang mempergunakan panduan pertanyaan

sistematis yang terbuka dan dapat berkembang selama interview dilaksanakan.

SSI dapat dilakukan pada informan dianggap mewakili informasi, misalnya

wanita, pria, anak-anak, pemuda, petani, pejabat lokal. (4) Focus Group

Discussion – Diskusi Kelompok Terfokus adalah diskusi antara beberapa orang

untuk membicarakan hal-hal bersifat khusus secara mendalam. Tujuannya untuk

memperoleh gambaran terhadap suatu masalah dengan lebih rinci. (5) Preference

Ranking and Scoring. Adalah teknik untuk menentukan secara tepat problem-

problem utama dan pilihan-pilihan masyarakat. Tujuannya adalah untuk

memahami prioritas-prioritas kehidupan masyarakat sehingga mudah untuk

diperbandingkan. (6) Direct Matrix Ranking. Adalah sebuah bentuk ranking yang

mengidentifikasi daftar criteria obyek tertentu. Tujuannya untuk memahami

alasan terhadap pilihan-pilihan masyarakat. (7) Peringkat Kesejahteraan.

Tujuannya untuk memperoleh gambaran profil kondisi sosio-ekonomis dengan

cara menggali persepsi perbedaan-perbedaan kesejahteraan antara satu keluarga

dan keluarga yang lainnya, serta menemukan indikator-indikator lokal mengenai

kesejahteraan. (8) Pemetaan Sosial. Teknik ini adalah suatu cara untuk membuat

gambaran kondisi sosial-ekonomi masyarakat, misalnya gambar posisi

pemukiman, sumber-sumber mata pencaharian, peternakan, jalan, dan sarana-

sarana umum. Hasil gambaran ini merupakan peta umum sebuah lokasi yang

Page 334: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |661

menggambarkan keadaan masyarakat maupun lingkungan fisik. (9) Transek

(Penelusuran). Transek merupakan teknik penggalian informasi dan media

pemahaman daerah melalui penelusuran dengan berjalan mengikuti garis yang

membujur dari suatu sudut ke sudut lain di wilayah tertentu. (10) Kalender

Musim. Adalah penelusuran kegiatan musiman tentang keadaan-keadaan dan

permasalahan yang berulang-ulang dalam kurun waktu tertentu (musiman) di

masyarakat. Tujuannya untuk memahami pola kehidupan masyarakat, kegiatan,

masalah-masalah, fokus masyarakat terhadap suatu tema tertentu, mengkaji pola

pemanfaatan waktu. (11) Alur Sejarah. Tujuannya dari teknik ini adalah untuk

memperoleh gambaran mengenai topik-topik penting di masyarakat. (12) Analisa

Mata Pencaharian. Masyarakat akan terpandu untuk mendiskusikan kehidupan

mereka dari aspek mata pencaharian. Tujuan dari teknik ini yaitu memfasilitasi

pengenalan dan analisa terhadap jenis pekerjaan, pembagian kerja pria dan wanita,

potensi dan kesempatan, hambatan. (13) Diagram Venn. Teknik ini adalah untuk

mengetahui hubungan institusional dengan masyarakat. Tujuannya untuk

mengetahui pengaruh masing-masing institusi dalam kehidupan masyarakat serta

untuk mengetahui harapan-harapan dari masyarakat terhadap institusi-institusi

tersebut. (14) Kecenderungan dan Perubahan. Adalah teknik untuk

mengungkapkan kecenderungan dan perubahan yang terjadi di masyarakat dan

daerahnya dalam jangka waktu tertentu. Tujuannya untuk memahami

perkembangan bidang-bidang tertentu dan perubahan-perubahan apa yang terjadi

di masyarakat dan daerahnya.

Pendekatan lain untuk membangun partisipasi masyarakat adalah yang

disebutkan oleh Agusta (2005) menyatakan bahwa Kaji-Tindak Partisipatif (KTP)

adalah belajar dari bertindak secara partisipatif; belajar dan bertindak bersama,

aksi-refleksi partisipatif. Kaji-Tindak Partisipatif, dan nama kegiatan

Page 335: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

662| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

mencerminkan suatu dialektika yang dinamis antara kajian dan tindakan secara

tak terpisahkan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Pembentukan organisasi pengelola program

Pada pembentukan awal organisasi BKM awalnya dipadu oleh fasilitator

yaitu pendamping program yang merupakan professional dari luar desa yang

disediakan oleh pemerintah. Tugas fasilitator adalah sebagai pengarah tehnis.

Pada tahap ini arahan dari fasilitator menjadi pedoman seluruh peserta inisiator

pengelola program pada tingkat desa. Proses pembentukan dilakukan dengan

musyawarah untuk menentukan pimpinan sidang. Selanjutnya pimpinan sidang

yang memimpin pemilihan Badan Keswadayaan Masyarakat yang merupakan

Badan tertinggi Desa dalam Proyek PNPM. Partisipasi masyarakat Dlam

pembentukan organisasi adalah dengan mengusulkan perwakilan yang akan duduk

di BKM. Dasar perwakilan adalah keterwakilan RT. Dan ini sedikit berbeda

dengan arahan Fasilitator yang mendasarkan pada demokrasi langsung. Dan

semua yang ditunjukyang berjumlah 11 orang tidak ada satupun yang mengajukan

diri sebagai calon melainkan berdasarkan usulan peserta rapat. Partisipasi ini

termasuk partisipasi social daripada partisipasi politik ataupun parisipasi warga,

sebagaimana yang dikemukan oleh Gaventa dan Valderama (1999) dalam Arsito

(2004).

2. Penentuan kelompok sasaran pengentasan kemiskinan.

Pembangunan yang dilakukan pemerintah melalui PNPM adalah lam

pembiapembangunan yang bersifat partisipatif dengan melibatkan msyarakat

sebagai perencana dan pelaksana pembangunan. Sementara pembiayaan diperoleh

dari pemerintah dan swadaya masyarakat. Pelaksana ditentukan bersama dalam

rapat koordinasi BKM dengan RT dimana proyek akan dilaksanakan. Pelaksana

proyek yang disebut sebagai BKM adalah tim yang menyusun Proposal dan RAB

serta melaksanakan, tapi pada prakteknya pekerjaan ini masih tergantung pada

Page 336: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |663

Fasilitator dan UPL yaitu sub lembaga di bawah BKM. UPL ( Unit Pengelola

Lingkungan ) adalah pendamping KSM yang merupakan kepanjangan dari

BKM. Sasaran pembangunan adalah Kelompok Prasejahtera 2, namun criteria

kelompok sasaran ditentukan oleh warga masyarakat itu sendiri. Di desa

Sekarjalak yang disebut kelompok miskin bukan seperti yang ditentukan oleh

BKKBN dengan 14 kririanya namun hanya dengan criteria rumah yang paling

jelek di lingkungan yaitu rumah ukuran dibawah 6 x 6 m2 , dinding Gedeg (

bambu ) atau semi permanen, dan pengangguran atau semi pengangguran.

Sementara yang menjadi masalah sampai berakhirnya program ini adalah tentang

persaratan memiliki tanah bagi penerima manfaat langsung. Sarat ini adalah sarat

yang diharuskan oleh pemerintah,sebagimana yang disampaikan oleh fasilitator

yang menjadikan ada beberapa warga miskin tidak tercakup dalam program ini.

3. Tingkat partisipasi masyarakat sasaran dan masyarakat bukan kelompok

sasaran dalam pelaksanaan program

Dalam pelaksanaan program PNPM-MP di desa sekarjalak diharapkan

dapat menggairahkan kembali semangat gotong royong oelh karena itu didalam

pembiayaan program direncanakan adanya swadaya dari masyarakat sasaran

maupun yang bukan sasaran sebesar 30 %. Adapun proyek pembangunan yang

dilaksanakan oleh ProgramPNPM-MP di Desa Sekarjalak ada 4 macam ( lihat

table 1).

Tabel 1. Proyek Pembangunan Program PNPM-MP di Desa Sekarjalak

Nomer Jenis Program Keterangan

Sasaran

Volume

1. Pembangunan Jalan Masyarakat Umum 500 m2

2. Saluran air Masyarakat Umum 600 m

3. WC Perorangan Warga Miskin 65

4. Listrik Warga Miskin 59

5. Bedah Rumah Warga Miskin 4

Sumber : Data Primer

Page 337: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

664| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Berdasarkan manfaat proyek maka proyek tersebut dapat digolongkan

menjadi dua kelompok penerima manfaat yaitu kelompok dan individu. Apabila

sasarannya adalah kelompok maka penerima manfaat tidak hanya warga miskin

sebagaimana tujuan dari program ini, karena tentu ada warga mampu yang

memanfaakan fasilitas yang dibangun tersebut. Sedangkan bila sasaran program

adalah warga miskin yang terpilih sasaran program akan langsung diterima oleh

sasaran program.

Sedangkan tingkat partisipasi masyarakat dapat dilihat dari dalam

pertemuan, keaktifan dalam ikut kerja bakti, sumbangan yang diberikan. Secara

kualitatif partisipasi masyarakat pada awal program sangat aktif, seiring

berjalannya waktu keaktifan masyarakat bila diukur dari yang hadir dalam

bertemuan makin mengendur. Namun bila dilihat dari respon masyarakat ketika

dimintai komentarnya pada saat rapat warga tahunan jawaban yang diperoleh

selalu puas dengan pekerjaan BKM, masyarakat menganggap bahwa pekerjaan ini

adalah pekerjaan rutin dan pada saat rapat tidak ada pembagian uang rapat

sebagaimana yang lakukan forum lain seperti forum rembug desa maupun rapat

partai .

.Partisipasi masyarakat juga bisa dilihat dari besarnya sumbangan. Bila

ditelusur lebih jauh berdasarkan penyumbang maka terdapat dua kelompok yaitu

penyumbang dari masyarakat yang bukan sasaran program dan dari masyarakat

penerima manfaat. Bentuk sumbangan dan jumlah penyumbang dari sasaran dapat

dilihat pada table berikut :

Tabel 2. Partisipasi Masyarakat Desa Sekarjalak Pada Program PNPM-MP

No. Jenis

Program

Sasaran Volume Bentuk

Swadaya

Jlm.

Penyumbang

1. Pembangunan

Jalan

Masy.

Umum

500 m2 Konsumsi Semua yg

diminta

2. Saluran air Masy.

Umum

600 m Konsumsi Semua yg

diminta

3. WC Warga 65 Konsumsi 63

Page 338: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |665

Perorangan Miskin +1Jt

4. Listrik Warga

Miskin

59 Konsumsi

+300 rb

57

5. Bedah Rumah Warga

Miskin

4 Konsumsi +

1,2Jt

2

Sumber : Data Primer

Pada program yang yang kelompok sasarannya adalah komunitas,

partisipasi dalam bentuk uang tidak ada sama sekali, partisipasi hanya dalam

bentuk konsumsi untuk pekerja. Pekerja umumnya berasal dari masyarakat

setempat yang tidak semuanya professional. Yang tenaga trampil umumnya

hanya kepala tukang.

Sementara RAB-nya mencantumkan 30 % biaya dari masyarakat

namun sesungguhnya dana tersebut tidak pernah ada. Untuk anggota KSM

yang semestinya tanpa bayaran biasanya mengambil uang jamu dari dana

yang disediakan pemerintah. Akibat dari kejadian yang demikian maka

kualitas proyek diturunkan untuk menutup pengeluaran tersebut.

Kelompok penerima manfaat pada program WC, Listrik dan Bedah

rumah yang tidak memberi sumbangan masing masing 2 orang, padahal

berdasarkan kesepakatan warga sasaran dengan KSM selaku pelaksana proyek

telah sepakat akan berswadaya sejumlah yang telah disepakati. Kenyataan ini

menyebabkan KSM harus mencari dana dari sumber lain. Berdasarkan temuan

di lapangan ternyata yang menutup kekurang akibat dari pengingkaran

terhadap kesepakatan tersebut adalah pimpinan KSM untuk kelompok listrik

dan WC, Kas BKM untuk bedah rumah. Motif mengingkari kesepakatan dari

kelompok sasaran ada dua, yaitu tidak punya uang seperti pada kelompok WC

dan Listrik. Sedangkan untuk kelompok bedah rumah motif yang dipakai

adalah “jahat” dengan alas an bahwa bedah rumah harus dibiayai uang negara

dan kepentingan negara.

Page 339: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

666| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Motif dari penyumbang program WC dan Listrik yang bukan dari

kelompok sasaran bila ditelusuri adalah adanya kewajiban social dan rasa

malu bila gagal karena penyumbang adalah ketua RT dan juga Ketua KSM.

sementara bagi BKM motif utamanya agar proyek tidak terbengkalai dan

dinyatakan gagal bila di audit.

SIMPULAN

Dari uraian diatas maka dapat ditarik kesimpulah bahwa :

1. Pembentukan organisasi pengelola program dilakukan dengan musyawarah

untuk menentukan pimpinan sidang. Partisipasi masyarakat dalam

pembentukan organisasi adalah dengan mengusulkan perwakilan yang akan

duduk di BKM. Dasar perwakilan adalah keterwakilan RT. Dan ini sedikit

berbeda dengan arahan Fasilitator yang mendasarkan pada demokrasi

langsung. Partisipasi ini termasuk partisipasi social daripada partisipasi politik

ataupun parisipasi warga.

2. Penentuan kelompok sasaran pengentasan kemiskinan didasarkan dengan

criteria local yaitu : rumah yang paling jelek di lingkungan yaitu rumah

ukuran dibawah 6 x 6 m2 , dinding Gedeg ( bambu ) atau semi permanen, dan

pengangguran atau semi pengangguran.

3. Tingkat partisipasi masyarakat sasaran dan masyarakat bukan kelompok

sasaran dalam pelaksanaan program secara kualitatif partisipasi masyarakat

pada awal program sangat aktif, seiring berjalannya waktu keaktifan

masyarakat bila diukur dari yang hadir dalam bertemuan makin

mengendur..Partisipasi masyarakat berdasarkan besarnya sumbangan maka

terdapat dua kelompok yaitu penyumbang dari masyarakat yang bukan sasaran

program dan dari masyarakat penerima manfaat. Motif dari penyumbang

program WC dan Listrik yang bukan dari kelompok sasaran adalah merasa

adanya kewajiban social dan rasa malu bila gagal,sementara bagi BKM motif

utamanya agar proyek tidak terbengkalai dan dinyatakan gagal bila di audit..

Page 340: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |667

Motif mengingkari kesepakatan dari kelompok sasaran ada dua, yaitu tidak

punya uang seperti pada kelompok WC dan Listrik. Sedangkan untuk

kelompok bedah rumah motif yang dipakai adalah “jahat” dengan alas an

bahwa bedah rumah harus dibiayai uang negara dan kepentingan negara.

DAFTAR PUSTAKA

Agusta, I. 2007. Aneka Metode Partisipasi Untuk Pembangunan Desa. Blogspot

http://iagusta.blogspot.com/. Sosiolog Pedesaan Institut Pertanian Bogor.

Di akses, 2 November 2007.

Asngari, P.S. 2001. Perenan Agen Pembaruan/Penyuluh Dalam Usaha

Memberdayakan (Empowerment) Sumberdaya Manusia Pengelola

Agribisnis. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Ilmu Sosial Ekonomi.

Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.

Aristo, D.A. 2004. Rejuvinasi Peran Perencana Dalam Menghadapi Era

Perencanaan Partisipatif “Sebuah Tahapan Awal dalam Pembentukan

Kultur Masyarakat Partisipatif”. Disampaikan Dalam : Seminar

Tahunan ASPI (Asosiasi Sekolah Perencana Indonesia) Universitas

Brawijaya, Malang Juli 2004. Teknik Planologi ITB.

Cahyono. B.Y. 2006. Metode Pendekatan Sosial Dalam Pembangunan

Partisipatif. lppm.petra.ac.id/ppm/COP//download. Di akses, 2

November 2007.

Dayal. R. Christine van Wijk, and Nilanjana Mukherjee. 2000. Methodology for

Participatory Assessments with Communities, Institutions and Policy

Makers. Website. http://www.waspola.org/default/policy/web. Di akses,

2 November 2007.

Khairuddin. 1992. Pembangunan Masyarakat. Tinjauan Aspek; Sosiologi,

Ekonomi, dan Perencanaan. Liberty. Yogyakarta.

Mahmudi, A. 2004. Metode Penelitian Kritis dan Prinsip-prinsip Participatory

Action Research (PAR). Jurnal Inovasi Pendidikan Tinggi Agama Islam

Swara Ditpertais: No. 19 Th. II, 15 November 2004.

http://www.ditpertais.net/swara . Di akses, 2 November 2007.

Mosher, A.T. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Syarat-Syarat Mutlak

Pembangunan dan Modernisasi. Disadur oleh : Ir. S. Krisnandhi dan

Bahrin Samad. C.V. Yasaguna. Jakarta.

Page 341: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

668| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Ndraha, T. 1990. Membangun Masyarakat Mempersiapkan Masyarakat Tinggal

Landas. Rineka Cipta. Jakarta.

Rudito, B. dan Budimanta, A. 2003. Pengelolaan Community Development.

Indonesia Center For Sustainable Development. Jakarta.

Slamet, M. 2003. Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan. IPB. Press.

Bogor.

Solihin, D. 2006. Perencanaan Pembangunan Partisipatif. Makalah disampaikan

pada Pelatihan Aparatur Pemerintahan Daerah. Jakarta, 27 Desember

2006. Sekolah Tinggi Pemerintahan Abdi Negara.

Soetomo, 2006. Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat. Pustaka Pelajar.

Yogyakarta.

Tampobulon, M. 2006. Pendidikan Pola Pemberdayaan Masyarakat

Dan Pemberdayaan Partisipasi Masyarakat Dalam Pembangunan

Sesuai Tuntutan Otonomi Daerah. Fakultas Ilmu Pendidikan.

Universitas Negeri Medan. Sumatera Utara.

Suharto, E. 2002. Metodologi Pengembangan Masyarakat. Community work in

New Zealand. http://www.policy.hu/suharto/modul_a/makindo_19.htmn

. Di akses, 3 November 2007.

Suzetta, P. 2007. Perencanaan Pembangunan Indonesia. Menteri Negara

Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS.

www.bappenas.go.id. (pdf) Di akses, 3 November 2007.

Saharia. 2003. Pemberdayaan Masayarakat Di Pedesaan Sebagai Salah Satu

Upaya Pemanfaatan Potensi Sumberdaya Manusia Secara Optimal.

Makalah Individu Pengantar Falsafah Sains (PPS702). Sekolah

Pascasarjana / S3 Institut Pertanian Bogor. E-mail:

[email protected]. Di akses, 3 November 2007.

Thoyib, M. 2007. Model pembelajaran partisipatif. Website. Departemen Sosial

RI. http://www.mirror.depsos.go.id/, Di akses, 3 November 2007.

Page 342: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |669

STRATEGI BERTAHAN HIDUP RUMAHTANGGA MISKIN

DI PERDESAAN

Sugeng Harianto

Program Studi Sosiologi Jurusan Ilmu Sosial FISH Universitas Negeri Surabaya

[email protected]

Abstrak

Pemerintah Indonesia telah mengadopsi MDGs (Milenium Development Goals) dalam

menanggulangi kemiskinan. Namun, program penanggulangan kemiskinan yang

dirancang dan dilaksanakan pemerintah gagal mengentaskan rumahtangga miskin dari

perangkap kemiskinan. Program penanggulangan kemiskinan hanya mampu meringankan

beban rumahtangga miskin. Ditemukan kelemahan-kelemahan seperti bersifat langsung,

top down, populis, karitatif, dan salah dalam menggunakan paradigma. Akibatnya

rumahtangga miskin berupaya sendiri agar mampu bertahan hidup. Dengan metode

penelitian kualitatif, penelitian ini secara empiris menjawab fokus tentang strategi

bertahan hidup apa yang dikembangkan rumahtangga miskin di perdesaan. Penelitian ini

menemukan bahwa rumahtangga miskin mengembangkan strategi bertahan hidup yang

dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu: mengatur pola makan,

mengembangkan ekonomi/produksi subsisten, gali lubang tutup lubang, mengandalkan

bantuan pemerintah dan dermawan, dan menitipkan anak di pondok pesantren.

Kata kunci: kemiskinan, strategi bertahan hidup, ekonomi/produksi subsisten

PENDAHULUAN

Angka kemiskinan di Desa Mulyodadi Kecamatan Wonoayu Kabapaten

Sidoarjo Jawa Timur pada tahun 2009 masih menunjukkan angka cukup besar.

Terbukti keluarga yang masuk kategori Pra Sejahtera sebanyak 57 keluarga atau

9,42 persen dan Keluarga Sejahtera I sebesar 152 keluarga atau 25,12% dari

keseluruhan 605 keluarga yang ada di desa itu atau jumlah keseluruhan 34,55%.

Desa ini juga dikenal sebagai desa termiskin di Kecamatan Wonoayu.

Berkaitan dengan fenomena kemiskinan di wilayah pedesaan ini, James C.

Scott (1989) dengan meminjam metafora Tawney menggambarkan “ada daerah-

daerah di mana posisi penduduk pesedaan ibarat orang yang selamanya berdiri

terendam dalam air sampai leher, sehingga ombak yang kecil sekalipun sudah

Page 343: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

670| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

cukup menenggelamkannya.” Metafora ini menggambarkan bahwa masyarakat

desa hidup dalam kondisi kemiskinan. Kemiskinan masyarakat terlihat dari

kehidupannya yang subsisten. Clifford Geertz (1983) menggambarkan

kemiskinan masyarakat pedesaan di Jawa sebagai masyarakat mengalami

pertumbuhan yang bersifat involutif. Jumlah penduduk di wilayah pedesaan yang

terus meningkat menimbulkan kerumitan dan penyambungan mekanisme yang

dilalui oleh produk pertanian tersebar luas ke segenap manusia yang harus hidup

dari produk pertanian itu secara merata. Namun, dibawah tekanan jumlah

penduduk yang terus meningkat dan sumberdaya yang terbatas itu, masyarakat

desa di Jawa tetap mempertahankan tingkat homogenitas sosial dan ekonomi

cukup tinggi dengan membagi-bagi kemiskinan (shared poverty).

Dalam mengatasi masalah kemiskinan ini pemerintah Indonesia telah

mengadopsi MDGs. Untuk mengimplementasikan program MDGs itu pemerintah

telah melaksanakan program penanggulangan kemiskinan. Berbagai upaya

penanggulangan kemiskinan sebenarnya telah lama dilakukan oleh pemerintah.

Pemerintah Orde Baru, misalnya, telah menjalankan program penanggulangan

kemiskinan seperti Inpres Desa Tertinggal (IDT) dan beras untuk rakyat miskin

(Raskin). Namun hasil penelitian Harianto, dkk, (2001, 2002, 2003, dan 2004)

menunjukan bahwa program penanggulangan kemiskinan alih-alih

menanggulangi kemiskinan, justru menimbulkan kecemburuan sosial di kalangan

masyarakat dan tidak mampu menurunkan angka kemiskinan secara signifikan.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mentargetkan pengentasan kemiskinan

akan dicapai pada 2015. Pada 2015 jumlah penduduk miskin diharapkan akan

berkurang separoh dari jumlah penduduk miskin yang ada. Untuk mencapai

tujuan itu sejak 2005 pemerintah mengembangkan model penanggulangan

kemiskinan melalui empat klaster (cluster).

Meskipun pemerintah telah menjalankan berbagai program untuk

menanggulangi kemiskinan, namun tidak berdampak pada penurunan angka

kemiskinan. Terlepas dari pengaruh resesi ekonomi global, program

Page 344: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |671

penanggulangan kemiskinan tidak cukup efektif untuk mereduksi angka

kemiskinan, apalagi mengentaskannya. Kemiskinan tetap menjadi masalah

penting yang dihadapi Indonesia pada masa mendatang.

Salah satu penyebab kegagalan itu antara lain dikemukakan oleh Robert

Sparrow, dkk. (2010), yang melakukan kajian tentang Askeskin yang hasilnya

menunjukkan bahwa program itu hanya jangka pendek. Untuk efektivitas

program Raskin, Olken, dkk. (2001) dan Harianto, dkk. (2001, 2002, 2003, dan

2004), melakukan penelitian di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Secara

umum dapat disimpulkan bahwa penyaluran Raskin di wilayah pedesaan

menimbulkan banyak masalah diantaranya banyak orang miskin tidak menerima

bantuan, sementara orang yang tidak miskin justru menerima bantuan. David T.

Ellwood (Kompas, 16 September 2010), Bagong Suyanto (Kompas, 18

September 2010), Wagle (2008), Nolan dan Whelan (2007), Nasikun (1993), dan

Andre Bayo Ala (1981) melihat kelemahan-kelemahan itu disebabkan karena

program-program penanggulangan kemiskinan bersifat karitatif dan populis, serta

adanya kesalahan penggunaan paradigma dalam memandang kemiskinan itu

sendiri.

Di tingkat lokal, meskipun rumahtangga miskin telah tersentuh berbagai

macam program penanggulangan kemiskinan, seperti Raskin, Jamkesmas, BLT,

BOS, dan PKH, namun program-program itu gagal mengentaskan kemiskinan

mereka. Mereka tetap saja tidak dapat melepaskan diri dari perangkat kemiskinan.

Akibat kegagalan pemerintah dalam mengentaskan kemiskinannya, terpaksa

mereka harus berupaya sendiri, baik secara individual maupun berkeompok, agar

bisa bertahan hidup.

Penelitian ini secara empiris menjawab fokus penelitian setiap masyarakat

yang mengalami kemiskinan akan berupaya untuk melepaskan diri, paling tidak

Page 345: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

672| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

meringankan beban hidup, dari perangkap kemiskinan melalui berbagai stratagi

agar rumahtangga miskin bisa bertahan hidup.

METODE PENELITIAN

Fokus penelitian di atas dijawab secara empiris dengan menggunakan

metode penelitian kualitatif. Unit analisis penelitian ini adalah rumahtangga

miskin, sementara yang menjadi subjek penelitian adalah penduduk miskin (suami

dan istri). Data primer yang bersumber dari subjek penelitian dikumpulkan

melalui observasi dan wawancara mendalam. Data yang telah dikumpulkan

dianalisis dengan menggunakan model analisis data yang dikembangkan oleh

Miles dan Huberman. Pertama, analisis data dimulai ketika peneliti menyusun

catatan-catatan lapangan (fieldmotes). Kedua, peneliti kemudian melakukan telaah

secara menyeluruh terhadap data yang diperoleh dari lapangan yang merupakan

hasil pengamatan dan wawancara mendalam yang sudah tersaji dalam catatan-

catatan lapangan (fieldnotes). Ketiga, setelah ditelaah secara menyeluruh, langkah

berikutnya adalah mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan

membuat abstraksi. Abstraksi merupakan usaha membuat rangkuman yang inti,

proses, dan pernyataan-pernyataan yang perlu dijaga sehingga tetap berada di

dalamnya. Keempat, peneliti melakukan pemrosesan satuan (unityzing). Dalam

melakukan pemrosesan satuan ini, ada dua langkah yang dilakukan peneliti, yaitu

menyusun tipologi satuan dan penyusunan satuan. Kelima, setelah pemrosesan

satuan selesai dilakukan, peneliti kemudian menemukan dan menyusun

kategorisasi. Keenam, setelah berhasil menemukan dan menyusun kategorisasi,

peneliti melakukan penafsiran data.

TEMUAN DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan temuan data, strategi bertahan hidup rumahtangga miskin

dapat dikelompokkan ke dalam lima kategori, yaitu:

1. Mengatur Pola Makan

Page 346: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |673

Alih-alih memenuhi paradigma empat sehat lima sempurna dan yang

sudah disempurnakan oleh Kementerian Kesehatan menjadi paradigma gizi

seimbang, rumahtangga miskin di Desa Mulyodadi tidak mampu memenuhi

standar minimum ketercukupan kalori berdasarkan paradigma empat sehat lima

sempurna. Bahkan yang lebih memprihatinkan, tidak satu pun rumahtangga

miskin yang memikirkan paradigma gizi seimbang itu. Rumahtangga miskin

berargumentasi paradigma gizi seimbang bagi mereka adalah sebuah mimpi, yang

mereka tidak mengetahui kapan akan menjadi kenyataan. Mereka pun tidak

pernah mengenal istilah paradigma gizi seimbang dan tidak pernah memikirkan

pola konsumsi yang memenuhi paradigma itu.

Hal ini menunjukkan bahwa pola konsumsi dengan menggunakan

paradigma gizi seimbang masih sebatas konsepsi ideal, yang tidak pernah

menyentuh masyarakat strata sosial bawah, terutama rumahtangga miskin.

Paradigma gizi seimbang itu hanya menyentuh masyarakat strata sosial menengah

dan atas, yang memiliki tingkat literasi tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa

sosialisasi tentang paradigma gizi seimbang tidak sampai menyentuh masyarakat

strata sosial bawah. Pemerintah pusat hingga pemerintah desa tidak menjalankan

fungsi sosialisasi paradigma gizi seimbang kepada penduduk di wilayah pedesaan.

Dalam melakukan konsumsi mereka tidak pernah menjadikan paradigma

gizi seimbang sebagai rujukan. Mereka mengembangkan konsumsi berorientasi

pada kemampuan finansialnya pada hari itu. Dalam banyak kasus, rumahtangga

miskin sehari-hari lebih disibukkan oleh upaya mereka mencari pendapatan untuk

memenuhi kebutuhan hari itu. Karena rumahtangga miskin ini, oleh Harold dan

Domar (Budiman, 1995), dicirikan oleh tiadanya tabungan atau investasi, maka

pola konsumsi yang mereka kembangkan berdasarkan penghasilan yang mereka

peroleh saat itu. Mereka tidak mempunyai preferensi untuk mengembangkan pola

Page 347: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

674| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

konsumsi untuk hari esok dan seterusnya. Seperti dijelaskan oleh Chambers

(1988), pendapatan yang diperoleh habis dipakai untuk konsumsi hari itu.

Temuan ini mencabar tesis Harold dan Domar (Budiman, 1995),

menunjukkan bahwa kondisi kehidupan subsisten dengan pendapatan rendah,

bahkan tidak mempunyai pendapatan, justru menjadi salah satu penyebab

rumahtangga miskin tidak mempunyai tabungan dan investasi. Rumahtangga

miskin bukan tidak mempunyai keinginan untuk menabung atau investasi, namun

penghasilan yang rendah memaksa mereka tidak mampu melakukan hal itu.

Temuan ini mendukung tesis Chambers (1988: 137) yang menyatakan bahwa

perilaku tidak menabung atau investasi ini merupakan pencerminan dari tuntutan

hidup rumahtangga miskin yang sangat mendesak, untuk konsumsi, jaminan

kebutuhan pokok, menutupi keperluan karena ketidakpastian, karena rongrongan

keluarga yang memerlukan bantuan dan pertolongan. Penghasilan rumahtangga

miskin hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar pangan yang

paling minimum.

Karena pendapatan rendah, rumahtangga miskin mengembangkan strategi

pola konsumsi dengan jalan menekan konsumsi. Mereka mengatur pola konsumsi

pangan sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kemampuan mereka

menghasilkan uang. Mereka membatasi masukan (asupan) kalori pada jenis-jenis

makanan yang paling pokok saja. Mereka menekan belanjanya di pasar dengan

hanya membeli beberapa jenis barang yang dianggap esensial saja. Meskipun di

pasar ditawarkan berbagai macam barang konsumsi, namun rumahtangga miskin

hanya memilih bahan-bahan makanan yang mereka mampu membelinya.

Data menunjukkan bahwa mengatur pola konsumsi pangan ini dilakukan

semua rumahtangga miskin baik berusia tidak produktif maupun berusia

produktif. Pengaturan pola konsumsi pangan berkaitan dengan dua hal, yaitu:

berkaitan dengan frekuensi konsumsi dan kualitas makanan yang dikonsumsi.

Rumahtangga miskin menggunakan strategi utama menjarangkan frekuensi

makan untuk meringankan beban dalam memenuhi kebutuhan dasar pangan, yang

Page 348: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |675

memang tidak bisa ditunda pemenuhannya. Bagi mereka frekuensi makan tiga

kali sehari merupakan sesuatu yang mewah. Kecuali anak-anaknya, mereka

makan dalam sehari rata-rata dua kali. Tidak ditemukan keajegan dalam frekuensi

makan ini, hal ini sangat tergantung pada ketersediaan makanan. Temuan ini

memperkuat temuan Kenji (1994), Beneria (1992), Rocha (1995), Annelet (1997),

Lingam (2005), dan Florence (1996) yang menunjukkan bahwa salah satu

mekanisme bertahan hidup rumahtanga miskin adalah dengan memotong atau

mengurangi pengeluaran untuk konsumsi makanan.

Bagi yang bekerja di luar rumah, mereka menggunakan strategi membawa

makanan dan minuman dari rumah (mbontot). Mereka mengaku harga makanan

di sekitar pabrik sangat mahal, sementara mereka tidak mampu membelinya.

Makanan dan minuman yang dibawa pun juga sederhana berupa nasi putih, tahu

goreng atau tempe goreng, atau tahu dan tempe yang dimasak tumis, dan air putih

yang sudah direbus. Bontotan ini dikonsumsi pada istirahat siang atau malam.

Bagi mereka jenis makanan yang paling pokok adalah beras. Mereka

merasa aman bila mempunyai persediaan nutrisi yang mengandung karbohidrat

tinggi itu. Mereka merasakan selain harga beras di pasar sangat mahal, beras juga

merupakan kebutuhan utama dalam pola konsumsi sehari-hari. Meskipun

mendapatkan bantuan beras melalui program penanggulangan kemiskinan, namun

bantuan yang volumenya hanya 5 kg memaksa mereka harus mengeluarkan uang

untuk membeli beras di pasar. Bahkan beras yang dibeli di pasar, volumenya jauh

lebih banyak dibandingkan dengan bantuan Raskin.

Mereka mengkonsumsi makanan yang hanya mampu mereka beli.

Pendapatan rendah memaksa mereka membeli bahan makanan yang harganya

murah dan terjangkau. Untuk memenuhi kebutuhan protein, mereka membeli

bahan makanan yang juga menjadi sumber protein seperti tahu, tempe, telor dan

ikan asin. Kebutuhan jenis nutrisi lain dipenuhi dari bahan makanan seperti sayur-

Page 349: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

676| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

sayuran. Untuk memenuhi kebutuhan sayuran ini, mereka memenuhi dengan cara

membeli di pasar atau mengembangkan ekonomi subsisten dengan memanfaatkan

sayuran yang ada di sekitar rumah. Pola konsumsi seperti ini dilakukan oleh

semua rumahtangga miskin.

Jenis makanan daging, baik ayam, sapi, maupun kambing, merupakan

makanan kategori mewah. Pendapatan rendah menyebabkan daya beli mereka

terhadap jenis makanan ini juga rendah. Terjadinya fluktuasi harga daging di

pasar, yang cenderung mahal, lebih memperparah rendahnya daya beli mereka.

Data menunjukkan bahwa mereka jarang mengkonsumsi daging. Mereka jarang

mengeluarkan uang untuk membeli daging di pasar. Mereka menganggap bahwa

selain harganya mahal dan tidak terjangkau, daging merupakan makanan mewah.

Mereka mengkonsumsi daging bila menghadiri acara hajatan seperti

pernikahan, kitanan, selamatan, dan jamaah tahlil. Mereka memfungsikan

lembaga-lembaga sosial itu sebagai substitusi untuk memenuhi kebutuhan protein

yang dibutuhkan oleh tubuhnya. Dalam perspektif fungsionalisme struktural

Robert K. Merton, lembaga-lembaga sosial itu selain mempunyai fungsi manifes,

juga mempunyai fungsi laten bagi mereka, yaitu mereka dapat memenuhi

kebutuhan protein yang bersumber dari daging.

Pola konsumsi pangan yang tidak memenuhi standar minimum

Kementerian Kesehatan mempengaruhi kondisi jasmaninya. Menurut Chambers

(1988: 146), pola konsumsi pangan seperti itu mengakibatkan mereka mengalami

kelemahan jasmani. Temuan ini memperkuat tesis Chambers (1988: 146) yang

menyatakan bahwa kelemahan jasmani mendorong rumahtangga miskin ke arah

kemiskinan yang lebih parah seperti tingkat produktivitas tenaga kerja yang lebih

rendah, tidak mampu bekerja lebih lama, upah yang lebih rendah, bahkan

berhenti bekerja karena menderita penyakit. Jasmani yang lemah menjadikan

mereka tidak berdaya, karena kekurangan tenaga dan waktu. Bahkan orang yang

sakit-sakitan menyebabkan orang itu tidak berani berbuat macam-macam.

Page 350: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |677

Kelamahan jasmani juga menyebabkan mereka terisolasi karena tidak kuat

mengikuti pertemuan-pertemuan.

Temuan ini sesuai dengan temuan Scott (1989), Beneria (1992), Rodrigues

(1994), Rocha (1995), Florence, (1996), Annelet (1997), Lingam (2005), Shariff

dan Khor (2008) yang menunjukkan kemiskinan yang dialami oleh rumahtangga

mamaksa rumahtangga itu mengurangi kualitas makanan yang dikonsumsi.

Temuan Rocha (1995), Beneria (1992), Mupedziswa dan Gumbo (1998), dan

Rodrigues menunjukkan bahwa rumahtangga miskin telah mengurangi

mengkonsumi daging, susu, roti, dan buah-buahan. Temuan Scott (1989)

menunjukkan bahwa pada saat krisis rumahtangga miskin beralih mengkonsumsi

makanan yang lebih rendah. Rumahtangga miskin yang mengembangkan strategi

mengatur pola makan agar bisa bertahan hidup dapat dijelaskan dalam gambar di

bawah ini:

Gambar 1 Mekanisme Bertahan Hidup Rumahtangga Miskin dengan Mengatur Pola

Makan

K E M I S K

I

N

A

N

MENGURANGI KUALITAS MAKANAN

TIDAK MAMPU

BEKERJA LAMA

BERHENTI BEKERJA

PRODUKTIVITAS

RENDAH KELEMAHAN JASMANI

KELEMAHAN JASMANI

MENGATUR FREKUENSI MAKAN

BERTAM

BAH

MISKIN

Page 351: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

678| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

2. Mengembangkan Ekonomi Subsisten

Menurut Hans-Dieter Evers (1995), untuk menutupi kekurangan

pendapatan yang diterima dari pekerjaan utama banyak rumahtangga yang harus

bertopang pada pinjaman. Namun terdapat satu sumber untuk pemenuhan

kebutuhan dasar yang acapkali diabaikan yaitu produksi barang dan jasa dalam

rumahtangga itu. Evers menyebut produksi barang dan jasa dalam rumahtangga

itu sebagai produksi subsisten atau perekonomian subsisten. Dalam perekonomian

seperti ini produsen sekaligus merupakan konsumen dan interaksi pasar tidak

terjadi. Jika nilai-nilai produksi subsisten dihitung dengan harga pasar, maka nilai

produksi subsisten itu sangat tinggi.

Kata Evers (1995: 16-17), yang sering terlibat dalam produksi subsisten

adalah ibu rumahtangga. Kerja produksi subsisten dijalankan oleh tenaga kerja

keluarga yang tidak dibayar, terutama perempuan, yang dalam proses produksi

bekerja sampai tingkat sibsistensi tanpa upah. Proses ini oleh Evers disebut

sebagai produksi subsisten rumahtangga (household subsistence production).

Penelitian ini menemukan cukup banyak bentuk-bentuk produksi subsisten

rumahtangga (household subsistence production). Bila dihitung dengan nilai

Rupiah, produksi subsisten rumahtangga ini mempunyai kontribusi cukup besar

dalam pendapatan rumahtangga. Namun, para ahli ekonomi pun tidak pernah

memasukkan produksi subsisten rumahtangga ini menjadi salah satu komponen

pendapatan rumahtangga dan pendapatan nasional. Anggota rumahtangga yang

paling banyak terlibat dalam produksi subsisten rumahtangga ini adalah

perempuan. Kaum perempuan, dalam hal ini istri, terlibat dalam pekerjaan-

pekerjaan di sektor domestik. Pekerjaan di sektor ini lebih banyak berbentuk

produksi subsisten mulai dari memasak, mencuci pakaian, membersihkan rumah,

merawat dan mendidik anak, melayani suami, dan sebagainya. Dengan demikian,

bila dihitung dengan menggunakan nilai Rupiah dan dimasukkan ke dalam

Page 352: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |679

komponen pendapatan rumahtangga, sebenarnya perempuan mempunyai

kontribusi sangat besar dalam pendapatan rumahtangga dibandingkan laki-laki

(suami). Budaya patriarkhi yang menghasilkan ketidakadilan gender tidak pernah

menganggap penting kontribusi perempuan dalam kegiatan produksi subsisten.

Data menunjukkan bahwa produksi subsisten rumahtangga mempunyai

kontribusi cukup penting. Konversi bahan bakar minyak (BBM) menjadi bahan

bakar gas berupa penggantian penggunaan BBM menjadi gas LPG tidak

mempunyai dampak signifikan pada rumahtangga miskin. Pada program koversi

ini pemerintah memberikan bantuan berupa kompor gas dan tabung LPG ukuran 3

kg kepada setiap rumahtangga. Namun, pada kelompok rumahtangga miskin,

program konversi itu tidak mempunyai dampak siginifikan. Rumahtangga miskin

memang tidak lagi menggunakan minyak tanah, namun juga tidak menggunakan

kompor gas dan tabung LPG untuk memasak, mereka justru lebih memilih

menggunakan kayu bakar yang tersedia cukup banyak di sekitar rumah. Mereka

justru menyimpan kompor gas dan tabung LPG-nya.

Bagi mereka pemakaian kompor gas berbahan bakar gas LPG bermakna

biaya sangat besar yang harus dikeluarkan. Harga gas LPG ukuran tabung 3 kg di

pasar sekitar Rp 14.500. Bila dalam satu bulan membutuhkan 3 tabung maka

mereka harus mengeluarkan biaya sebesar Rp 43.500. Bagi mereka uang sebesar

itu dapat membebani anggaran rumahtangga. Merespon harga gas LPG terus naik,

mereka secara rasional memilih mengembangkan produksi subsisten rumahtangga

berupa penggunaan kayu bakar.

Air bersih merupakan kebutuhan sangat vital bagi manusia. Demikian juga

mereka sangat membutuhkan air bersih untuk memenuhi berbagai kebutuhan

seperti memasak, air minum, mandi, mencuci, dan sebagainya. Bila rumahtangga

di wilayah perkotaan memenuhi kebutuhan air dari jaringan pipa dari PDAM

(Perusahaan Daerah Air Minum) dan air kemasan, tidak demikian dengan

Page 353: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

680| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

rumahtangga miskin di Desa Mulyodadi. Mereka memanfaatkan air tanah dari

sumur. Mereka menggunakan air sumur untuk memenuhi kebutuhan air minum,

memasak, mandi, dan mencuci. Pengambilan air sumur dilakukan melalui dua

cara, yaitu: dengan menggunakan timba dan mesin pompa. Mereka yang

menggunakan timba menganggap cara itu lebih hemat karena tidak membutuhkan

biaya untuk membayar rekening listrik. Sementara itu, mereka yang menggunakan

mesin pompa di rumahnya sudah terpasang aliran listrik dari PLN, walaupun

dayanya masih 450 watt.

Mereka menilai kualitas air sumur baik. Meskipun dinding sumur terbuat

dari batu bata yang ditata melingkar, air sumur berwarna jernih dan tidak bau.

Namun kualitas air sumur yang dipergunakan untuk memenuhi berbagai macam

kebutuhan ini belum pernah diuji kualitasnya di laboratorium. Meskipun

demikian, mereka tidak mengkonsumsi langsung air sumur itu untuk minum.

Mereka terlebih dahulu merebusnya.

Bila fungsi sosialisasi dan pengasuhan anak-anak dari rumahtangga strata

sosial menengah dan atas banyak diambil alih oleh lembaga subtitusi seperti

pembantu rumahtangga, baby sister, dan tempat penitipan anak, maka pada

rumahtangga miskin melakukan sendiri fungsi-fungsi itu. Penghasilan rendah

tidak memungkinkan mereka membeli jasa lembaga-lembaga subtitusi itu. Selain

itu mereka mempunyai waktu luang cukup untuk menjalankan fungsi-fungsi itu.

Dalam perspektif Scottian (1989) perilaku seperti itu disebut sebagai

ekonomi susbsisten. Dalam ekonomi subsisten rumahtangga miskin dipandang

sebagai unit produksi, sekaligus juga sebagai unit konsumsi. Untuk memenuhi

kebutuhan dasar, mereka memaksimumkan sumber-sumber daya, baik berupa

tanah maupun tenaga kerja, seperti menanam sayuran di pekarangan,

memperbaiki rumah, merawat dan membesarkan anak, mencuci, memasak, dan

sebagainya.

Usaha-usaha seperti itu untuk menyesuaikan pengeluaran kepada

penghasilan dengan jalan mengurangi konsumsi, untuk sebagian besar dapat

Page 354: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |681

menjelaskan apa sebabnya mereka cenderung terus melekat pada cara hidupnya

yang tradisional dan takut pada hal-hal baru. Menurut Scott (1989), setiap hal

yang baru dapat membahayakan keseimbangan yang rapuh itu. Hal yang baru itu

ibarat riak gelombang, meskipun kecil, namun sudah cukup menenggelamkan

kehidupan rumahtangga miskin yang subsisten. Pada waktu bersamaan

rumahtangga miskin mendukung usaha mempertahankan hubungan social yang

tradisional dan pengeluaran dana seremonial yang diperlukan untuk menopang

hubungan social itu. Selama hubungan social itu dapat dipertahankan, suatu

komunitas rumahtangga miskin dapat menolak penetrasi lebih lanjut oleh

tuntutan dan tekanan dari luar, sementara komunitas memaksa anggotanya yang

lebih beruntung untuk membagi sebagian dari kerja dan barang mereka dengan

tetangga mereka yang kurang beruntung (Wolf, 1985: 25 – 26).

Krisis apapun bentuknya memang dipahami sebagai suatu ketidakpastian,

terutama bagi rumahtangga miskin. Scott (1989) menganalogikan dengan orang

berada di dalam air di panati sebatas leher, krisis dianggapnya sebagai gelombang

air yang sudah cukup menenggelamkan dirinya. Di dalam situasi krisis, mereka

akan benar-benar mengalami kesulitan bila terjadi (1) erosi hubungan sebagian

rumahtangga miskin, nilai desa dan kelompok kerabat sebagai pemberi

perlindungan dan pemikul resiko, dan (2) berkurang atau hilang sama sekali

berbagai katup penyelamat (safety valve) subsistensi tradisional atau pekerjaan

tambahan untuk menyambung hidup, meskipun strataginya tetap sama, yaitu

safety first (mendahulukan selamat), atau dengan kata lain menghindari resiko

(risk aversee). Untuk meratakan riak gelombang itu rumahtangga miskin

mengembangkan pengaturan-pengaturan pola makan. Rumahtangga miskin

berupaya agar tetap bertahan hidup atau tetap selamat, meskipun harus melakukan

seperti apa yang digambarkan oleh Wolf (1985) dengan mengatur pola

konsumsinya.

Page 355: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

682| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Temuan di atas juga mendukung bentuk-bentuk produksi subsisten yang

diidentifikasi oleh Hans-Dieter Evers. Evers (1995) mengidentifikasi bentuk-

bentuk produksi subsisten antara lain: mananam sayur-sayuran untuk dikonsumsi

sendiri, berternak ayam atau bebek, membangun atau memperbaiki sumah sendiri,

mengambil air dari sumur, penyiapan makanan sehari-hari, mengajar sendiri anak-

anaknya, atau merawat anak yang sakit, dan sebagainya.

Temuan penelitian ini juga memperkuat tesis Dubihlela (2010), Shariff

dan Khor (2008), Scott (1989), dan Evers (1995). Penelitian Dubihlela (2010)

menunjukkan bahwa perempuan yang menjadi kepala rumahtangga sehari-hari

terlibat berjuang untuk bertahan hidup. Rumahtangga ini telah menyusun berbagai

cara untuk bertahan hidup, di antaranya mencari buah-buahan liar di daerah

terdekat. Temuan Shariff dan Khor (2008) menunjukkan bahwa rumahtangga

rawan pangan yang hidup dibawah garis kemiskinan dengan ukuran rumahtangga

besar dan memiliki banyak anak sekolah serta istri sebagai ibu rumahtangga

berupaya untuk bertahan hidup dengan mengembangkan ekonomi subsisten.

Kemiskinan memaksa rumahtangga memasak makanan apapun yang tersedia di

rumah untuk makanan mereka.

Mereka selain mengembangkan produksi subsisten rumahtangga, juga

terlibat dalam produksi subsisten lingkungan (habitat subsistence production)

(Evers, 1995). Pembangunan rumah, seperti rumah Kasmi, dilakukan sendiri oleh

masyarakat lokal. Pembangunan rumah seperti itu tidak melibatkan kontraktor

bangunan dengan buruh yang diupah. Pembangunan rumah itu tidak melibatkan

produksi kapitalis murni. Kasmi tidak perlu mengeluarkan uang untuk memberi

upah pendududk yang terlibat dalam pembangunan rumahnya, karena

keterlibatan penduduk merupakan kerja sosial.

Di desa Mulyodadi, pembangunan rumah dengan menggunakan sistem

produksi subsisten lingkungan disebut sambatan. Dalam sistem sambatan ini,

penduduk lokal dengan sukarela membantu pelaksanaan pembangunan rumah.

Pemilik rumah tidak perlu meminta tolong kepada penduduk lokal untuk menjadi

Page 356: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |683

tenaga kerja. Tanpa dimintai tolong pun penduduk lokal dengan sukarela

memberikan bantuan tenaga. Pemilik rumah hanya menyediakan makanan dan

minuman serta rokok. Namun mereka yang pernah mendapatkan bantuan dari

tetangga mempunyai kewajiban sosial dan moral untuk memberikan bantuan

serupa pada saat tetangganya mempunyai kegiatan yang sama. Mereka menyadari

mempunyai hutang budi dan harus membayar yang sepadan dengan tenaga.

Produksi subsisten lingkungan seperti itu, kata Scott (1989: 255),

mendasarkan diri pada prinsip moral, yang dia sebut sebagai resiprositas. Prinsip

ini, kata Scott, sangat sederhana, yaitu orang harus membantu mereka yang

pernah membantunya, atau setidak-tidaknya jangan merugikan mereka yang

pernah membantunya. Atau, satu hadiah atau jasa yang diterima seseorang

menciptakan, bagi si penerima, satu kewajiban timbal balik untuk membalas

dengan hadaiah atau jasa dengan nilai yang setidak-tidaknya sebanding di

kemudian hari.

Selain sambatan, ditemukan kegiatan-kegiatan yang menganut prinsip

moral resiprositas, yang di dalamnya melibatkan penduduk miskin. Kegiatan

seperti selamatan, gotongroyong, pesta pernikahan atau kitanan, jamaah tahlil

menganut prinsip moral resiprositas. Mereka terlibat dalam kegiatan ini

mempunyai hak dan kewajiban moral untuk memperoleh bantuan dari

tetangganya yang dahulu pernah dia bantu, dan memberikan bantuan kepada

tetangga yang pernah membantunya. Namun tidak semua dari mereka mampu

memenuhi kewajiban moral itu. Merespon kewajiban moral itu, mereka

mengembangkan strategi yang berbeda-beda tergantung dari kewajiban moral

yang dihadapi.

Page 357: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

684| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Gambar 2 Mekanisme Bertahan Hidup dengan Mengembangkan Ekonomi

Subsisten

Gambar 2 Mekanisme Bertahan Hidup dengan Mengembangkan Ekonomi

Subsisten

Banyak ekonom berpandangan bahwa tenaga kerja yang memasuki

produksi subsisten tidak produktif karena tidak dapat dipasarkan. Namun,

pandangan para ekonom itu tidak sepenuhnya tepat, karena tanpa tenaga kerja

produktif sistem ekonomi apapun akan ambruk. Temuan ini juga menunjukkan

bahwa produksi subsisten, baik rumatangga maupun lingkungan, mempunyai

USIA

PRODUKTIF

USIA TIDAK

PRODUKTIF

PEMANFAATAN KAYU

BAKAR

PEMANFAATAN AIR

SUMUR

PEMANFAATAN SAYURAN

DI SEKITAR RUMAH

PRODUKSI

SUBSISTEN

LINGKUNGAN

PRODUKSI

SUBSISTEN

RUMAHTANG

GA

PENDA

PATAN

RUMAH

TANGGA

R

U

M

A

H

T

A

N

G

G

A

M

I

S

K

I

N

MENGERJAKAN

PEKERJAAN DOMESTIK

MEMBANGUN RUMAH

SENDIRI

PEMBANGUNAN RUMAH:

SISTEM SAMBATAN

PESTA PERNIKAHAN

/KITANAN

SELAMATAN/JAMAAH

TAHLIL

Page 358: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |685

kontribusi cukup penting dalam ekonomi rumahtangga miskin. Meskipun

penelitian ini secara khusus tidak memfokuskan untuk menghitung nilai Rupiah

produksi subsisten, namun temuan ini menunjukkan pentingnya kontribusi

produksi subsisten dalam ekonomi rumahtangga miskin.

3. Gali Lubang Tutup Lubang

Rumahtangga miskin juga memilih utang menjadi salah satu mekanisme

bertahan hidup. Mereka menganggap utang sebagai mekanisme yang rasional

untuk memenuhi kebutuhan dasar di tengah-tengah kekurangan pendapatan.

Meskipun menjadi pilihan rasional, namun tidak semua dari mereka memilih

utang. Yang memilih utang adalah meraka yang berusia produktif yang

mempunyai pekerjaan dan pendapatan. Sementara itu, mereka yang berusia tidak

produktif, yang sehari-hari hidup tanpa pekerjaan dan pendapatan, tidak memilih

mekanisme utang.

Bagi mereka yang berusia tidak produktif, utang bukan pilihan rasional.

Mereka melakukan kalkulasi secara rasional sebelum melakukan utang. Dalam

kalkulasinya, mereka menganggap bahwa utang bukan pilihan yang rasional.

Mereka tidak mempunyai pendapatan atau aset yang dapat dipakai untuk

mengembalikan utang. Di lain pihak, mereka hidup di daerah perdesaan sangat

kuat terikat oleh nilai-nilai sosial. Salah satu nilai sosial itu adalah kepercayaan

dan kejujuran. Kepercayaan dan kejujuran inilah yang menjadi modal sosial

(social capital) mereka. Mereka memang tidak mempunyai modal ekonomi

(economic capital) dan modal manusia (human capital), namun mereka masih

mempunyai modal sosial itu. Meskipun mereka miskin, dua modal sosial itu

masih mereka pegang teguh. Mereka menyadari bahwa pelanggaran atau

pengingkaran terhadap dua modal sosial itu akan mendatangkan sanksi sosial.

Page 359: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

686| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Masyarakat di wilayah pedesaan akan menjatuhkan sanksi sosial berupa gossip

bagi individu yang melanggar atau mengingkari dua modal sosial itu.

Sebaliknya mereka yang berusia produktif memilih utang sebagai salah

satu mekanisme bertahan hidup. Pilihan utang ini pun juga didasarkan pada

kalkulasi rasional berdasarkan kemampuan mereka mengembalikan utang itu.

Mereka mempunyai pekerjaan dan pendapatan, yang menjadi modal ekonomi.

Selain itu, mereka juga mempunyai modal manusia berupa tenaga kerja yang

secara fisik masih mempunyai kemampuan untuk bekerja, meskipun mereka

bukan tenaga kerja terampil. Mereka adalah tenaga kerja kategori tidak terampil.

Karena tidak mempunyai keterampilan, mereka hanya bekerja sebagai buruh tani,

buruh pabrik, dan pedagang. Meskipun demikian, setidaknya mereka mempunyai

pendapatan yang bisa dipakai sebagai agunan untuk mengembalikan utang.

Meskipun memilih utang, etika moral mendahulukan selamat (safety first)

masih cukup kuat tergambar dalam setiap pengambilan keputusan berkaitan

dengan jumlah, tempat, dan jangka waktu utang. Sebagai warga masyarakat

pedesaan, seperti digambar oleh Scott (1989), dalam mengambil keputusan untuk

utang, mereka mempertimbangkan resiko. Bagi mereka memilih utang sama

menghadapi riak gelombang yang jika tidak dipertimbangkan resikonya maka

dapat menenggelamkan kehidupan mereka.

Sikap mendahulukan selamat tergambar dari pilihan jumlah, tempat, dan

jangka waktu pengembalian utang. Mereka lebih memilih utang dengan jumlah

uang relatif kecil. Mereka menyesuaikan jumlah utang dengan kebutuhan dasar.

Mereka hidup seperti “besar pasak daripada tiang (pengeluaran lebih besar

daripada pendapatan).” Mereka selalu dalam kondisi kekurangan. Mereka

mempunyai pendapatan lebih kecil dibandingkan biaya yang harus dikeluarkan

untuk kebutuhan dasar.

Mereka tidak mengenal institusi perbankan dan keuangan. Mereka lebih

memilih meminjam ke toko di sekitar rumah atau pedagang keliling, yang tidak

membutuhkan prosedur yang rumit dan tidak meminta agunan. Mereka hanya

Page 360: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |687

mengagunkan modal sosial berupa kepercayaan dan kejujuran. Agunan ini

terlihat dari ketaatan dan kedisiplinan dalam mengembalikan utang. Mereka

mengembalikan utang selalu tepat waktu. Bagi mereka kepercayaan dan kejujuran

merupakan modal sosial penting. Mereka tidak ingin akses kredit ke toko dan

pedagang keliling tertutup akibat dari pelanggaran terhadap dua modal social itu.

Temuan ini mencabar sebagian tesis Chambers (1988: 141) yang

menyatakan bahwa rumahtangga miskin selalu dalam keadaan berhutang kepada

tetangga, sanak saudara, dan pedagang, baik utang jangka pendek maupun jangka

panjang. Temuan ini menunjukkan bahwa kehidupan yang subsisten

menyebabkan mereka hanya mempunyai keberanian utang dengan pengembalian

jangka pendek. Mereka yang hidup tanpa pekerjaan dan pendapatan tetap serta

tidak mempunyai tabungan dan aset berharga menjadi faktor determinan

ketidakberanian berhutang dalam jangka panjang.

Temuan ini juga menunjukkan bahwa tesis Chambers itu tidak selamanya

ditemukan di lapangan. Temuan ini justru menunjukkan bahwa tidak semua

rumahtangga miskin berani utang, meskipun kepada saudaranya. Realitas ini

ditemukan pada rumahtangga tangga miskin dari kelompok usia tidak produktif.

Kelompok ini tidak berani berutang karena: pertama, mereka tidak mempunyai

pekerjaan dan penghasilan tetap, dan kedua, mereka tidak mempunyai aset yang

bisa diagunkan. Sementara itu, keberanian utang ditemukan pada rumahtangga

miskin usia produktif. Temuan ini menolak sebagian dari tesis Chambers di atas.

Jasmani yang lemah tidak saja mendorong orang ke arah kemiskinan, terisolasi

dari informasi dan pengetahuan, memperpanjang kerentanan, serta merasa tidak

berdaya seperti yang digambarkan (Chambers, 1988: 146), melainkan juga

mempengaruhi keberanian untuk mengambil keputusan melakukan utang.

Meskipun terkategori usia produktif, karena mengalami kelemahan jasmani,

sebagian dari mereka tidak berani utang.

Page 361: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

688| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Gambar 3 Mekanisme Bertahan Hidup dengan Mengembangkan Gali Lubang Tutup Lubang

4. Ketergantungan pada Bantuan

Orang-orang miskin sebenarnya tidak pernah merasa pensiun dari

pekerjaannya, karena sejak masih muda, mereka pun hanya bekerja di sektor

informal seperti pedagang keliling, buruh tani dan buruh di perkebunan tebu. Pada

saat masih muda dan produktif, mereka pun sebenarnya juga masuk kategori

penduduk tidak produktif karena hanya mampu menghasilkan uang tidak lebih

sekedar untuk memenuhi kebutuhan dasar. Mereka mengaku hingga sekarang

tidak pernah mempunyai tabungan atau investasi. Bila mempunyai tabungan atau

investasi pun dalam jumlah kecil. Bila memiliki kelebihan penghasilan, mereka

menyimpannya dalam bentuk barang, ternak, atau uang. Tabungan itu pun tidak

berjangka panjang. Dalam jangka pendek mereka menggunakannya kembali

RUMA

HTANG

GA

MISKIN

USIA PRODUKTIF

PEDAGANG

KELILING

TIDAK

BERANI UTANG

TIDAK MEMPUNYAI PEKERJAAN DAN PENGHASILAN

MEMPUNYAI PEKERJAAN DAN PENGHASILAN

BERANI

UTANG

LEMAH

JASMANI

USIA TIDAK PRODUK TIF

BERTAHAN HIDUP

TOKO

TEMAN

BANTUAN

PEMERINTAH

BANTUAN

DERMAWAN

IKUT ANAK

Page 362: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |689

tabungan itu untuk memenuhi kebutuhan dasar yang mendadak dan mendesak,

seperti anggota keluarga sakit, biaya sekolah, memenuhi kewajiban adat, biaya

pendidikan anak, dan sebagainya.

Mereka sebenarnya bukan tidak ingin menabung atau berinvestasi, namun

bekerja sebagai buruh tani dan buruh di perkebunan tebu tidak memberikan

penghasilan yang besar. Dari sektor pekerjaan itu, mereka memperoleh

penghasilan sangat kecil, bahkan bila dibandingkan dengan UMR (upah minimum

regional), penghasilannya di bawah UMR.

Realitas di atas menunjukkan adanya kehidupan rumahtangga yang

menjalani kehidupan tanpa pekerjaan dan penghasilan tetap. Chambers (1988:

141-143) menggambarkan kondisi seperti itu sebagai perangkap kemiskinan.

Menurut Chambers (1988: 141-143), rumahtangga seperti itu selain miskin, juga

mengalami lemah jasmani, rentan, dan tidak berdaya. Rumahtangga seperti itu

hidup tanpa pekerjaan tetap dengan produktivitas tenaga kerja rendah, penghasilan

kecil, tidak mempunyai kekayaan, kekayaan produktif satu-satunya adalah tenaga

kerja anggota keluarga, persediaan dan arus makanan atau uang dalam keluarga

sedikit sekali. Rumahtangga ini sangat tergantung dari orang lain yang

memberinya pekerjaan. Hasilnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar

sehari-hari. Pada musim-musim tertentu mereka mengalami kekurangan pangan

sehingga mengakibatkan kelemahan jasmani. Karena penghasilan kecil, mereka

tidak memiliki penyangga untuk menghadapi kebutuhan yang mendesak. Mereka

biasanya juga tidak berdaya, misalnya di pasar tenaga kerja, mereka tidak

mempunyai posisi yang kuat.

Mereka mengalami kemiskinan absolut. Data peneliian ini menunjukkan

bahwa mereka berpenghasilan rendah, bahkan tidak mempunyai penghasilan.

Oleh karena itu, mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya. Untuk

Page 363: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

690| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

memenuhi kebutuhan dasar, mereka sangat tergantung pada program-program

penanggulangan kemiskinan dan bantuan dari orang lain.

a. Bantuan Pemerintah

Semua rumahtangga, baik miskin maupun tidak miskin, ingin

mendapatkan program penanggulangan kemiskinan. Mereka menganggap penting

program seperti Raskin (beras untuk rumahtangga miskin), BLT (bantuan

langsung tunai), PKH (program keluarga harapan), dan Jamkesmas (Jaminan

Kesehatan Masyarakat). Yang membedakan di antara mereka adalah kontribusi

bantuan terhadap perekonomian rumahtangga dan tingkat ketergantungan

terhadap program-program itu. Rumahtangga miskin pun ternyata tidaklah

tunggal, terpolarisasi ke dalam berusia tidak produktif dan berusia produktif.

Rumahtangga miskin usia tidak produktif adalah rumahtangga yang kepala

keluarga berusia di atas 60 tahun, untuk ukuran masyarakat Indonesia sudah

memasuki masa pension, namun tidak memiliki pensiunan atau jaminan hari tua.

Mereka adalah penduduk yang pada masa muda hingga usia pensiun bekerja di

sektor informal. Pada saat penelitian ini dilaksanakan, mereka menganggur dan

tidak mempunyai penghasilan. Bagi mereka, program Raskin, BLT, dan PKH

mempunyai kontribusi penting dalam pendapatan. Mereka sangat menunggu

pencairan bantuan-bantuan itu. Keterlambatan atau penghentian bantuan-bantuan

itu dapat mengganggu keseimbangan perekonomian rumahtangga itu.

Dalam perspektif Scott (1989), keterlambatan atau penghentian bantuan-

bantuan itu dapat menjadi riak gelombang yang sudah cukup menenggelamkan

kehidupan mereka yang sudah subsisten. Realitas ini menunjukkan adanya

ketergantungan sangat kuat terhadap program-program penanggulangan

kemiskinan dari pemerintah. Dalam posisi seperti itu, mereka memaknai setiap

program penanggulangan kemiskinan merupakan program yang sangat baik dan

dapat membantu mempertahankan kehidupan sehari-hari.

Realitas itu juga menunukkan bahwa rumahtangga miskin dalam posisi

tidak berdaya lebih memilih strategi mendahulukan selamat (safety first) demi

Page 364: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |691

untuk menjaga kelangsungan hidupnya yang sudah subsisten. Mereka lebih

memilih menghindari resiko (risk averse). Resiko dianggapnya sebagai riak

gelombang. Oleh karena itu, mereka memilih meratakan riak gelombang itu

dengan bersikap memberikan penilaian baik terhadap semua program

penanggulangan kemiskinan. Dengan meratakan riak gelombang itu, rumahtangga

miskin minimum dapat tetap berdiri sebatas leher di pantai.

Tindakan safety firts seperti itu oleh Giddens (2003: 58) dianggap sebagai

tindakan yang berorientasi rutin-praktis. Mereka secara psikologis hanya mencari

rasa aman ontologis untuk menghindari resiko dari tindakan-tindakannya yang

tidak disadari atau yang belum dibayangkan. Dengan menilai semua program

penanggulangan kemiskinan itu baik dapat memberikan rasa aman. Dengan

penilaian seperti itu mereka terhindar dari resiko seperti tidak diberi bantuan lagi.

Mereka menganggap program penanggulangan kemiskinan harus diterima apa

adanya tanpa harus mempertanyakan lebih lanjut hakikat, tujuan, dan

pelaksanaannya. Dalam terminologi Giddens (2003; Priyono, 2002: 29), orientasi

tindakan seperti itu akan menghasilkan gugus pengetahuan yang sudah diandaikan

(taken for granted knowledge). Giddens (Priyono, 2002: 29) menyebutnya

sebagai rasa aman ontologis (ontological security) atau John Kenneth Galbraith

menyebutnya mereka telah berdamai dengan keadaan. Jika tidak begitu, sungguh

ini suatu yang ajaib. Mereka tidak bisa ulet berusaha, generasi demi generasi,

abad demi abad, untuk mengatasi keadaan yang sudah kuasa menghancurkannya.

Mereka nrimo (menerima). Sikap menerima ini bukan pertanda dari kelemahan

watak. Sebaliknya, kata Galbraith, ia merupakan jawaban yang sangat rasional,

penyesuaian diri adalah pilihan terbaik. Sifat penyesuaian diri yang rasional ini

berasaldari ajaran-ajaran pokok agama penting di dunia.

Mereka yang usia produktif menganggap program Raskin, BLT, dan PKH

bukan menjadi komponen pendapatan yang utama. Meskipun mereka

Page 365: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

692| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

memasukkan bantuan menjadi salah satu komponen pendapatan, namun

komponen ini sifatnya membantu meringankan beban. Mereka tidak terlalu

tergantung pada program-program itu, karena masih mampu bekerja dan

mempunyai pendapatan.

Kurangnya ketergantungan ini menyebabkan mereka mempunyai

kemampuan mempertanyakan hakikat, tujuan, dan pelaksanaan program

penanggulangan kemiskinan. Dalam konteks ini, kata Giddens (2003), mereka

sebagai pelaku tindakan mempunyai kemampuan untuk instropeksi dan mawas

diri (reflective monitoring of conduct). Mereka mengembangkan kesadaran

diskursif. Dalam kesadaran ini, mereka mempunyia kapasitas untuk merefleksikan

dan memberikan penjelasan rinci serta eksplisit atas tindakannya. Mereka mampu

memberikan penjelasan secara rinci tentang program Raskin, BLT, dan

Jamkesmas. Bagi mereka, program-program itu adalah untuk orang miskin

dengan tujuan untuk meringankan beban. Mereka mengetahui bahwa orang dari

strata social menengah dan atas tidak berhak atas program-program itu. Mereka

juga mampu memberikan penilaian bahwa pelaksanaan program-program itu

menyimpang dari aturan dengan adanya praktik KKN (Kolusi, Korupsi, dan

Nepotisme), seperti dipraktikkan oleh perangkat desa.

Temuan ini sekaligus juga menjadi catatan untuk Giddens bahwa ternyata

bukan hanya orang yang mengusai sumberdaya, baik materi maupun non materi,

yang mempunyai kemampuan untuk mentransformasikan (kekuasaan) dalam

memberikan respon kritis terhadap program-program penanggulangan

kemiskinan. Penduduk miskin pun, walaupun tidak mengusai sumberdaya,

mereka mempunyai kemampuan memberikan respon secara kritis terhadap

program-program penanggulangan kemiskinan.

b. Bantuan Dermawan

Rumahtangga miskin usia tidak produktif bukan hanya memiliki

ketergantungan terhadap program-program penanggulangan kemiskinan dari

pemerintah, mereka juga mengharapkan dan memiliki ketergantungan pada

Page 366: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |693

bantuan para dermawan. Meskipun mereka tidak “meminta-minta”, namun

mereka sangat berharap ada dermawan yang memberikan bantuan baik dalam

bentuk uang maupun makanan. Perilaku mereka seperti itu, kata Lewis (1993),

sebagai kebudayaan kemiskinan. Orang miskin mempunyai cara hidup tertentu

untuk mengatasi kesulitan-kesulitan kehidupannya. Salah satu cara hidup yang

dikembangkan adalah “meminta-minta.” Kebudayaan ‘meminta-minta” ini

merupakan suatu adaptasi atau penyesuaian, dan sekaligus juga merupakan reaksi

terhadap kedudukan marjinal mereka dalam masyarakat. Kebudayaan “meminta-

minta” itu juga merupakan perwujudan dari upaya pemecahan masyarakat

setempat atas masalah-masalah yang tak teratasi karena tak terpenuhinya syarat-

syarat tertentu dari lembaga-lembaga yang ada, atau karena ketidaksanggupan

atau ketidakpedulian dan kecurigaan terhadap lembaga-lembaga itu. Mereka yang

tidak sanggup memperoleh kredit bank terpaksa harus mencari sumber lain dari

kalangan mereka sendiri dengan mengharapkan bantuan dari orang lain.

Temuan ini sekaligus mencabar sebagian tesis Lewis (1993) yang

menyatakan, sebagai respon terhadap masalah terdapat praktik gadai-menggadai

barang, hidup dibelit utang kepada lintah darat atau rentenir dengan bungan sangat

tinggi, dan munculnya kredit informal. Temuan ini menunjukkan, strategi-strategi

itu tidak ditemukan di rumahtangga miskin, disebabkan oleh beberapa hal:

pertama, mereka tidak mempunyai aset berharga yang dapat digadaikan; kedua,

adanya intervensi pemerintah melalui program penanggulangan kemiskinan, yang

telah memutus mata rantai institusi lembaga keuangan non formal seperti lintah

darat dan rentenir yang mengenakan bunga tinggi pada peminjamnya. Sebelum

ada intervensi pemerintah, mereka memfungsikan rentenir sebagai salah satu

strategi untuk memecahkan masalah kekurangan penghasilan.

Page 367: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

694| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

5. Pondok Pesantren sebagai Institusi Penitipan Anak

Pendapatan yang rendah di kalangan rumahtangga miskin tidak berarti

bahwa anggota keluarganya akan mati kelaparan. Mereka bisa betahan hidup. Selain

mereka mengatur pola makan, mengembangkan ekonomi subsisten, gali lubang tutup

lubang, tergantung pada bantuan pemerintah dan dermawan, ada yang menggunakan

mekanisme menitipkan anak-anaknya ke institusi penitipan anak. Dengan menitipkan

anak-anaknya ke institusi penitipan anak dapat mengurangi beban yang harus

ditanggung. Mereka paling tidak dapat mengurangi pengeluaran untuk kebutuhan

makan dan pendidikan. Selain itu, mereka mempunyai waktu dan kekebasan untuk

mencari pendapatan. Salah satu institusi penitipan anak yang dipilih adalah pondok

R

U

M

A

H

T

A

N

G

G

A

SECARA

EKONOMI

MAMPU

MISKIN USIA

PRODUKTIF

MISKIN USIA

TIDAK

PRODUKTIF

BANTUAN PEMERINTAH:

- RASKIN - BLT - PKH - PNPM

MANDIRI - JAMKESMAS

BANTUAN DERMAWAN:

- UANG - BARANG

BERTAHAN

HIDUP

BANTUAN PEMERINTAH: - RASKIN - BLT - PKH - PNPM MANDIRI - JAMKESMAS

KESEIMBANGAN HAK DAN KEWAJIBAN

Gambar 4 Strategi Bertahan Hidup Rumahtangga Miskin Melalui Bantuan

Page 368: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |695

pesantren. Pondok pesantren merupakan institusi pendidikan keagamaan yang

mengasramakan peserta didiknya.

Pondok pesantren merupakan salah satu institusi yang membantu

rumahtangga miskin untuk tetap bertahan hidup di tengah-tengah minimumnya

pendapatan dan bahkan ketika menghadapi krisis subsistensi. Temuan ini sesuai

dengan tesis Scott (1989: 25) yang menyatakan bahwa krisis subsistensi sudah tentu

tidak berarti bahwa keluarga-keluarga petani yang hasil panennya di bawah tingkat

subsistensi secara otomatis mati kelaparan. Dalam praktiknya, petani-petani itu akan

beralih makan jawawut atau umbi-umbian, anak-anak mereka mungkin dititipkan

untuk sementara waktu kepada kerabat-kerabat mereka, mungkin pula ternak atau

tanah terpaksa dijual, atau mungkin seluruh keluarga bermigrasi.

SIMPULAN

Kehidupan yang subsisten dan menghadapi berbagai macam kebutuhan pokok

memaksa rumahtangga miskin harus bertahan hidup. Rumahtangga miskin

mengembangkan pola yang tidak seragam sebagai mekanisme bertahan hidup

(survival mechanism). Mekanisme bertahan yang dikembangkan antara lain:

mengatur pola makan dalam hal kualitas dan kuantitas; mengembangkan ekonomi

atau produksi subsisten, baik ekonomi subsisten rumahtangga maupun ekonomi

subsisten lingkungan; mengembangkan strategi utang (strategi gali lubang tutup

lubang); ketergantungan pada bantuan pemerintah; dan menjadikan institusi

pendidikan sebagai penitipan anak.

Berkaitan dengan mekanisme ekonomi atau produsksi subsisten, rumahtangga

yang miskin memposisikan diri selain sebagai unit produksi, sekaligus juga sebagai

unit konsumsi. Terdapat dua bentuk produksi subsisten, yaitu: produksi subsisten

rumahtangga (household subsistence production) dan produksi subsisten lingkungan

(habitat subsistence production). Dalam produksi subsisten rumahtangga, anggota

yang sering terlibat adalah ibu rumahtangga. Ibu rumahtangga merupakan tenaga

kerja tidak dibayar. Ibu rumahtangga mengerjakan pekerjaan-pekerjaan domestik.

Page 369: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

696| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Selain bersumber dari pekerjaan-pekerjaan domestik, rumahtangga miskin juga

memanfaatkan sayuran yang tumbuh di sekitar rumah sebagai sumber pangan.

Rumahtangga miskin juga memanfaatkan sumur sebagai sumber air bersih.

Sementara itu, produksi subsisten lingkungan berupa keikutsertaan anggota

rumahtangga miskin dalam kegiatan pengajian rutin, khitanan, pernikahan, dan

selamatan. Rumahtangga miskin juga menerima pembagian zakat dan daging kurban

setiap tahun pada perayaan hari besar Idul Fitri dan Idul Adha.

Meskipun mengalami kemiskinan, tidak semua rumahtangga miskin

mempunyai keberanian berhutang. Temuan penelitian menunjukkan bahwa hanya

rumahtangga miskin yang mempunyai pekerjaan dan pendapatan yang mempunyai

keberanian berhutang, sementara rumahtangga miskin yang tidak mempunyai

pekerjaan dan pendapatan tidak mempunyai keberanian utang. Rumahtangga miskin

yang mempunyai keberanian, hanya berani berhutang dalam jangka pendek. Mereka

tidak berani berhutang dalam jangka penjang, karena tidak mempunyai barang yang

bisa diagunkan dan tidak bisa menjamin bisa mengembalikan utang.

Berkaitan dengan ketergantungan pada bantuan pemerintah, temuan

penelitian ini menunjukkan bahwa kemiskinan yang dialami rumahtangga miskin

merupakan perangkap kemiskinan. Rumahtangga seperti itu selain miskin, juga

merupakan rumahtangga yang lemah jasmani, rumahtangga yang rentan, dan

rumahtangga yang tidak berdaya. Rumahtangga seperti itu hidup tanpa pekerjaan

tetap dengan produktivitas tenaga kerja rendah, penghasilan kecil, tidak mempunyai

kekayaan, kekayaan produktif satu-satunya adalah tenaga kerja anggota keluarga,

persediaan dan arus makanan atau uang dalam keluarga sedikit sekali. Rumahtangga

ini sangat tergantung dari pemerintah. Mereka sangat mengharapkan mendapatkan

bantuan dari pemerintah, bahkan rumahtangga usia tidak produktif memasukkan

bantuan pemerintah sebagai salah satu komponen pendapatan.

Page 370: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |697

DAFTAR PUSTAKA

Ala, Andre Bayo. 1981. Kemiskinan dan Strategi Memerangi Kemiskinan.

Yogyakarta: Liberty.

Annele, Harts-Broekhuis .1997. “How to Sustain a Living? Urban Households and

Poverty in the Sahelian Town of Mopti”. Africa, Vol. 67, No 1, pp. 106-129.

Beneria, Lourdes. 1992. "The Mexican Debt Crisis: Restructuring the Economy and

the Household". In Lourdes Beneria & Shelley Feldman. Ed. Unequal

Burden: Economic Crises, Persistent Poverty and Women's Work. Westveiw

Press, USA.

Budiman, Arief. 1995. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.

Chambers, Robert. 1988. Membangun Desa Dari Belakang. Terjemahan. Jakarta:

LP3ES.

De la Rocha, Gonzalez. at all. 1995. “The Urban Family and Poverty in Latin

America”. Latin American Perspectives, Vol. 22, Issue 2, pp. 12-31.

Dubihlela, Dorah. 2010. Socio-economic Challanges and the Survival Mechanism for

the Female-Heads Households in the Bophelong Township. Dissertation.

Vandrbijlpark: the Nort-West University in the School of Economic Sciences.

Evers, Hans-Dieter. 1995. Sosiologi Perkotaan. Urbanisasi dan Sengketa Tanah di

Indonesia dan Malaysia. Jakarta: LP3ES.

Florence, Babb E.. 1996. “After the Revolution: Neo-liberal Policy and Gender in

Nicaragua”. Latin American Perspectives, Vol. 23, Issue 1, 1996, pp. 27-48.

Geertz, Clifford. 1983. Involusi Pertanian. Terjemahan.

Giddens, Anthony. 2003. The Constitution of Society: Teori Strukturasi untuk

Analisis Sosial. Terjemahan. Pasuruan: Pedati.

Harianto, Sugeng. 2002. Evaluasi Pelaksanaan Program Beras Untuk Keluarga

Miskin Tahun Anggaran 2002. Surabaya: Lembaga Penelitian Universitas

Negeri Surabaya.

Harianto, Sugeng. 2003. Evaluasi Pelaksanaan Program Beras Untuk Keluarga

Miskin Tahun Anggaran 2003. Surabaya: Lembaga Penelitian Universitas

Negeri Surabaya.

Harianto, Sugeng. 2004. Evaluasi Pelaksanaan Program Beras Untuk Keluarga

Miskin Tahun Anggaran 2004. Surabaya: Lembaga Penelitian Universitas

Negeri Surabaya.

Kementerian Kesehatan. 2008. Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan

Masyarakat (Jamkesmas) Tahun 2008. Jakarta: Kementerian Kesehatan.

Page 371: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

698| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

Lewis, Oscar. 1993. “Kebudayaan Kemiskinan.” Dalam Parsudi Suparlan.

Kemiskinan di Perkotaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Lingam, Lakshmi. 2005. Structural Adjustment, Gender and Household Survival

Strategies: Review of Evidences and Concerns. Liberty St. Ann Arbor :

Center for the Education of Women The University of Michigan.

Mupedziswa, Rodrick & Perpetua Gumbo. 1998. Structural Adjustment and Women

Informal Sector Traders in Harare, Zimbabwe. Research Report No.106,

Nordiska, Africans, Uppsala, Sweden.

Nasikun. 1993. “Redifinisi Kriteria Batas Ambang Kemiskinan Berwawasan

Martabat Manusia.” Makalah disampaikan pada Seminar Bulanan Pusat

Penelitian Pembangunan Pedesaan dan Kawasan (P3PK), tanggal 7 Juni,

Yogyakarta: UGM.

Nolan, Brian and Christopher T. Whelan. “On the Multidimensionality of Poverty

and Social Exclusion.” Dalam Stephen P. Jenkins and John Micklewright. (

2007) Inequality and Poverty Re-Examined. New York: Oxford University

Press.

Olken, Benjamin A.. Et.Al. 2001. Sharing the Wealth: How Villages Decide to

Distribute OPK Rice. Research Report. Jakarta: SMERU Research Instutute.

Priyono, B. Herry. 2002. Anthony Giddens Suatu Pengantar. Jakarta: Kepustakaan

Populer Gramedia (KPG).

Rodriguez, Lilia. 1994. “Housing and Household Survival Strategies in Urban Areas:

A Case study of the Solanda Settlement, Quito, Ecuador”. In Meer Fatima.

ed.. Poverty in the 1990s: The Responses of Urban Women. Paris: UNESCO

and International Social Science Council.

Shariff, Zalilah Mohd and Geok Lin Khor. 2008. “Household Food Insecurity and

Coping Strategies in A Poor Rural Community in Malaysia”. Nutrition

Research and Practice (2008), 2(1), 26-34

http://search.webssearches.com/search/web?fcoid=417&fcop=topnav&fpid=2

&q=poor+household%27s+survival+mechanism+pdf&ql= Accessed:

18/07/2014 08:20

Scott, James C.. 1993. Perlawanan Kaum Tani. Terjemahan. Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Scott, James C.. 1989. Moral Ekonomi Petani Pergolakan dan Subsistensi di Asia

Tenggara. Terjemahan. Jakarta: LP3ES.

Sparrow, Robert. Et.Al. 2010. Social Health Insurance for the Poor: Targeting and

Impact of Indonesia’s Askeskin Program. Research Report. Jakarta: SMERU

Research Institute.

Wolf, Erick R.. 1985. Petani:Suatu Tinjauan Antropologis. Diterjemahkan oleh

Yayasan Ilmu-ilmu Sosial. Jakarta: Rajawali Press.

Page 372: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |699

POTENSI DAN HAMBATAN DESA PLUMBON GAMBANG, GUDO,

JOMBANG UNTUK DIKEMBANGKAN MENJADI DESA WISATA

Sri Murtini

Dosen Pendidikan Geografi FISH Universitas Negeri Surabaya

email:[email protected]

Abstrak

Pariwisata telah menjadi trend kehidupan manusia modern karena aktivitas manusia ini

memiliki dimensi yang luas, tidak sekedar untuk memenuhi kebutuhan bersenang-senang

untuk menikmati perjalanan, namun aktivitas ini banyak menimbulkan aktivitas ekonomi,

sosial dan budaya. Aktivitas ekonomi masyarakat di Desa Plumbon Gambang, Gudo

Jombang telah berlangsung cukup lama yang mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai

desa wisata karena mempunyai karakteristik yang khas dibandingkan desa yang lain. Di

sanping memiliki potensi juga memiliki hambatan.Tujuan penelitian ini adalah untuk

mengetahui potensi dan hambatan desa Plumbon Gambang, Gudo, Jombang untuk

dijadikan sebagai desa wisata. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan

cara mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dari informan. Informan adalah orang

yang mempunyai kemampuan memberikan semua data yang dibutuhkan. Teknik

pengumpulan data menggunakan snowball. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya

potensi yang dimiliki desa Plumbon Gambang antara lain: 1) satu-satunnya desa yang

masyaraknya banyak yang mempunyai ketrampilan mengolah pecahan kaca untuk

dijadikan manik-manik 2) letak desa yang strategis karena dekat dengan jalan raya

sehingga mudah untuk dijangkau, 3) pasar baik lokal, regional maupun internasional, 4)

perkembangan daerah karena adanya industri, obyek wisata dan pendidikan. Sedangkan

hambatan yang dialami desa Plumbon Gambang untuk dijadikan sebagai desa wisata

antara lain: 1) Bahan baku yang semakin sulit diperoleh sehingga meningkatkan biaya

operasional produksi seperti tempat yang jauh, waktu yang lama dan bertambahnya biaya,

2) peralatan yang digunakan masih sederhana atau dibuat sendiri, 3) peran pemerintah

sangat kecil dalam upaya memberikan pelatihan inovasi produk, membantu mencari

bahan baku, membantu memperluas pasar dan membantu mencari tambahan modal

maupun promosi.

Kata Kunci: potensi, hambatan, desa wisata

PENDAHULUAN

Pariwisata telah menjadi trend kehidupan manusia modern karena aktivitas

manusia ini memiliki dimensi yang luas, tidak sekedar untuk memenuhi

kebutuhan untuk bersenang-senang, untuk menikmati perjalanan namun aktivitas

Page 373: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

700| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

ini banyak menimbulkan aktivitas ekonomi, seni dan budaya. Pariwisata memiliki

dampak yang luas membangun dalam pembangunan ekonomi, sosial dan budaya,

kegiatan pendidikan, kegiatan agama, olahraga dan kegiatan ilmiah. Pariwisata

menjadi program pribadi ketika orang merencanakan melakukan perjalanan untuk

menikmati perjalanannya ke suatu wilayah destinasi dan menjadi program

pemerintah daerah dan pemerintah pusat atau bahkan badan swasta ketika

melakukan pengelolaan dan mengorganisasikannya sehingga dapat memetik nilai

eknomi maupun nilai budaya dari kegiatannya itu (Arjana, 2005)

Pentingnya peranan dalam pembangunan ekonomi di berbagai negara

sudah tidak diragukan lagi. Banyak negara sejak beberapa tahun terakhir

menggarap pariwisata dengan serius dan menjadikan pariwisata sebagai sektor

unggulan di dalam perolehan devisa, penciptaan lapangan kerja maupun

pengentasan kemiskinan. Pariwisata dengan berbagai aspek positifnya, dipandang

sebagai passport to development, new kind of sugar, tool for regional

development, invisible export, non-polluting industry, dan sebagainya (Pitana,

2002)

Aspek positif tersebut akan diperoleh karena adanya kekayaan alam dan

keberagaman bangsa Indonesia yang menyimpan banyak potensi sekaligus

peluang berharga untuk membangun kepariwisataan Indonesia agar lebih

bergairah di mata dunia serta memiliki karakteristik berdasarkan kearifan lokal.

Oleh karena itu, pemerintah memiliki peranan penting dalam menggali potensi

dan membuat kebijakan terhadap pengembangan kepariwisataan, sehingga

masyarakat lokal tergugah kesadarannya untuk menggali potensi dan bergerak

membangun desa maupun kota masing-masing.

Menurut Yoeti (2008) prospek industri pariwisata di Indonesia sangat

besar dan menggembirakan mengingat pariwisata dianggap sebagai ‘ penyelamat’

sekaligus ‘primadona” penghasil devisa bagi negara. Di samping itu,

pertumbuhan sektor pariwisata sebesar 15 persen setiap tahunnya, sehingga

Page 374: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |701

pariwisata mampu mempercepat pemerataan pembangunan daerah urban,

membuka lapangan pekerjaan baru, meningkatkan produk hasil kesenian dan

kebudayaan serta memperluas pasar produk kecil ke dunia internasional.

Menurut Mubyarto sewaktu menjabat di kementerian Bappenas tahun

1993 mengungkapkan bahwa pariwisata merupakan suatu sektor ekonomi yang

terbukti mampu mengentaskan kemiskinan pada suatu daerah, karena di dalam

pengelolaan pariwisata pasti akan memiliki dampak trickle down effect bagi

masyarakat lokal baik kecil maupun yang besar.

Kepedulian dan komitmen serta peran pemerintah dalam upaya

pemberdayaan masyarakat di bidang kepariwisataan telah diatur dan tertuang

dalam UU No.10 Tahun 2009 pengganti UU No.9 tahun 1990 tentang

kepariwisataan yang menyebabkan bahwa dampak yang diakibatkan dari

pengembangan kepariwisataan berupa peningkatan kesejahteraan masyarakat,

pengurangan angka kemiskinan dan pengangguran serta pelestarian lingkungan.

Sebagai upaya nyata pada tahun 2007, pemerintah Indonesia giat

mencanangkan visit Indonesian sebagai upaya mempromosikan destinasi

pariwisata Indonesia kepada wisatawan mancanegara maupun lokal. Tahun

kunjungan tersebut mampu menarik wisatawan mancanegara maupun lokal untuk

berwisata di Indonesia.

Sejak adanya kebijakan tentang kepariwisataan itulah, pengembangan

desa-desa wisata di Indonesia mulai bermunculan. Desa wisata muncul di setiap

daerah. Daerah menggali semua potensi yang dimiliki oleh setiap desa untuk

dijadikan sebagai desa wisata. Salah satu desa di Kabupaten Jombang memiliki

potensi untuk dijadikan sebagai desa wisata.

Desa wisata adalah sebuah kawasan pedesaan yang memiliki beberapa

karakteristik khusus untuk menjadi daerah tujuan wisata. Di kawasan desa wisata,

Page 375: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

702| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

penduduknya masih memiliki tradisi dan budaya yang relatif masih asli. Di

samping itu, beberapa faktor pendukung seperti makanan khas, sistem pertanian

dan sistem sosial turut mewarnai sebuah kawasan desa wisata. Di luar faktor-

faktor tersebut, alam dan lingkungan yang masih asli dan terjaga merupakan salah

satu faktor terpenting dari sebuah kawasan tujuan wisata.

Selain berbagai keunikan, kawasan desa wisata juga harus memiliki

berbagai fasilitas untuk menunjangnya sebagai kawasan tujuan wisata. Berbagai

fasilitas ini akan memudahkan para pengunjung desa wisata dalam melakukan

kegiatan wisata. Fasilitas-fasilitas yang sebaiknya dimilki oleh kawasan desa

wisata antara lain adalah sarana transportasi, telekomunikasi, kesehatan dan

akomodasi. Khusus untuk sarana akomodasi, desa wisata menyediakan sarana

penginapan berupa pondok wisata (homestay) sehingga para pengunjung turut

merasakan suasana pedesaan yang masih asli.

Desa Plumbon Gambang merupakan salah satu desa di Kecamatan Gudo

Kabupaten Jombang. Desa Plumbon Gambang adalah desa yang mayoritas

masyarakatnya memiliki ketrampilan mengolah pecahan kaca untuk dijadikan

manik-manik. Ketrampilan mengolah limbah pecahan kaca diperoleh dari salah

seorang warga yang mempunyai bakat luar biasa untuk memanfaatkan pecahan

kaca menjadi barang yang mempunyai nilai ekonomi. Sekitar tahun 1977-an,

menjadi awal kegiatan usaha pengolahan pecahan kaca menjadi berbagai jenis

manik-manik yang mempunyai nilai ekonomi. Seiring berjalannya waktu, banyak

warga masyarakat yang tertarik untuk belajar mengolah pecahan kaca dan

akhirnya semakin bertambah banyak masyarakat yang terlibat pada kegiatan ini.

Ketrampilan masayarakat dalam mengolah limbah pecahan kaca ini tidak

sekedar ketrampilan saja namun sudah dapat dijadikan sebagai mata pencaharaian

bagi sebagian masyarakat di desa Plumbon Gambang. Namun seiring dengan

kemajuan dibidang teknologi yang masuk ke segala aspek kehidupan, masyarakat

mulai merasa kesulitan utk mendapatkan limbah pecahan kaca karena salah satu

Page 376: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |703

alasan masyarakat lebih memilih barang berbahan plastik yang lebih praktis. Di

samping itu juga ada beberapa kesulitan lain yang dihadapi oleh para pengrajin

manik-manik ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) potensi desa

Plumbon Gambang untuk dijadikan sebagai desa wisata, 2) hambatan desa

Plumbon Gambang untuk dijadikan sebagai desa wisata.

METODE

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang bertujuan untuk

menggambarkan data melalui kata-kata atau uraian penjelasan yang bersumber

dari hasil wawancara dengan informan, observasi partisan dan dokumentasi.

Peneliti memberikan beberapa batasan yang gunanya untuk merangkai data yang

diperlukan sesuai dengan kebutuhan dan tidak bias menjangkau masalah-masalah

lainnya (Miles & Hubberman, 1992). Subyek penelitian adalah masyarakat yang

mempunyai ketrampilan mengolah bahan pecahan kaca yang kemudian dijadikan

sebagai mata pencaharian. Teknik pengumpulan data menggunakan snowball

untuk mendapatkan data yang akurat dari informan. Melalui teknik pengumpulan

informan tersebut, didapatkan beberapa informan kunci yang menjelaskan dan

menjabarkan permasalahan yang ada di Desa Plumbon Gambang, Gudo,

Jombang. Dipilihnya desa Plumbon Gambang karena desa ini satu-satunya desa

yang masyarakatnya mampu mengolah bahan pecahan kaca untuk dijadikan

barang yang mempunyai nilai ekonomi lebih di Jombang.

PEMBAHASAN

Potensi Desa Plumbon Gambang

Potensi desa adalah segenap sumber daya alam dan sumber daya manusia

yang dimiliki desa sebagai modal dasar yang perlu dikelola dan dikembangkan

bagi kelangsungan dan perkembangan desa. Desa wisata adalah suatu

Page 377: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

704| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

bentuk integrasi antara atraksi, akomodasi dan fasilitas pendukung yang disajikan

dalam suatu struktur kehidupan masyarakat yang menyatu dengan tata cara dan

tradisi yang berlaku.(Nuryanti, 1993). Desa Plumbon Gambang merupakan desa

yang memiliki potensi untuk menjadi desa wisata karena desa Plumbon Gambang

memiliki:

1. Karakteristik yang khas dan unik, yaitu banyak warga masyarakat yang

memiliki ketrampilan mengolah pecahan kaca untuk menjadi manik-manik

yang memiliki keunikan, kekhasan dan ramah lingkungan. Dikatakan ramah

lingkungan karena bahan baku yang menjadi dasar pembuatan manik-manik

berasal dari pecahan kaca yang dianggap sebagai sampah. Pengolahan barang

yang sudah tidak terpakai (recycle) ini memiliki makna membantu

menciptakan lingkungan yang bersih.. Ketrampilan mengolah pecahan kaca

hanya dimiliki oleh masyarakat di desa Plumbon Gambang. Karena satu-

satunya desa yang memiliki ketrampilan membuat manik-manik tentunya

memiliki tingkat daya saing yang tinggi. Ketrampilan yang dimiliki dapat

dijadikan sebagai mata pencaharian. Dengan adanya mata pencaharian ini

maka akan berpengaruh pada kesejahteraan hidup masyarakat yang terlibat

sebagai pembuat manik-manik. Banyak manfaat yang diperoleh antara lain

menyerap pengangguran, memberikan kesempatan kerja, menambah

penghasilan keluarga dan mengasah kreativitas. Kreativitas merupakan

kemampuan individu untuk menciptakan sesuatu yang bermanfaat. Di dunia,

bangsa yang kreatif menjadi negara industri maju, seperti negara industri di

Eropa, Amerika, Jepang, Korea dan Tiongkok. Kreativitas berkorelasi dengan

produktivitas, yang merupakan hasil pergumulan ide, gagasan yang mampu

diwujudkan, Modal kreatif dimiliki oleh salah seorang warga masyarakat desa

Plumbon Gambang yaitu Bapak Sugiyo yang kemudian menularkan

ketrampilannya kepada warga masyarakat yang lain yang jumlahnya banyak.

2. Pasar produk manik-manik yang dihasilkan masyarakat desa Plumbon

Gambang tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan masyakalat lokal tetapi

Page 378: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |705

sudah sampai ke wilayah luar Jombang seperti Malang, Surabaya, Yogyakarta

dan Bali. Di samping itu produk manik-manik juga sudah mampu menembus

pasar luar negeri seperti Malaysia, Thailand, Jepang, Belanda, Australia dan

Jerman. Dengan banyaknya pasar yang terbentuk menandakan sudah ada

kepercayaan masyarakat akan sebuah produk. Pasar tersebut merupakan

potensi untuk dijaga dan atau dikembangkan lebih luas agar memberikan

dampak yang lebih banyak seperti: produktivitas semakin meningkat,

kesempatan kerja semakin terbuka dan penghasilan masyarakat juga semakin

bertambah.

3. Ketrampilan yang dimiliki oleh masyarakat desa Plumbon Gambang

memungkinkan untuk diketahui dan ditularkan kepada masyarakat luas. Jadi

penting kiranya untuk membuat bentuk wisata edukasi yang mengajarkan

bagaimana proses pembuatan manik-manik mulai tahap awal sampai tahap

akhir. Jenis wisata ini memiliki nilai lebih dibandingkan wisata yang lain.

Kelebihannya ini antara lain, dari aspek lingkungan mulai dari mengasah

kepekaan melihat lingkungan dimana terdapat banyak sampah yang bermacam-

macam seperti pecahan kaca, plastik, barang elektronik serta yang lainnya dan

kebersihan lingkungan. Di samping itu juga mengasah kreativitas karena

kreativitas dapat diperoleh dari melihat, meniru kemudian

mempraktekkan/mencoba. Jadi proses pembuatan produk manik-manik di desa

Plumbon Gambang memberikan nilai edukasi sehingga memungkinkan untuk

dikemas dalam paket wisata edukasi.

4. Letak desa Plumbon Gambang berada dekat jalan raya arah Nganjuk Kediri,

dengan kondisi jalan yang bagus dan masih baru diperbaiki. Letak yang

strategis menjadi modal dasar pengembangan desa Plumbon Gambang untuk

menjadi desa wisata. Dengan letak yang strategis akan memudahkan distribusi

Page 379: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

706| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

barang dan akan memberikan kemudahan konsumen menjangkau desa

Plumbon Gambang.

5. Jombang merupakan daerah yang mulai berkembang yang ditandai dengan

semakin berkembangnya berbagai macam industri, berkembangnya tingkat

pendidikan dari pendidikan tingkat rendah sampai pendidikan tingkat tinggi

baik swasta maupun negeri, berkembangnya sektor jasa, berkembangnya jenis

obyek wisata baik wisata alam, buatan, budaya dan kuliner. Faktor- faktor

tersebut menjadi pendukung untuk meningkatkan produktivitas masyarakat.

Dengan melihat potensi yang dimiliki desa Plumbon Gambang seperti

tersebut di atas maka perlu dukungan dan perhatian dari berbagai pihak.

Pemerintah memiliki peran paling besar untuk membantu mengoptimalkan

potensi desa Pengembangan potensi desa wisata membutuhkan partisipasi dari

seluruh masyarakat dari hanya sebagai obyek menjadi subyek pembangunan

dan karenanya harus menguntungkan masyarakat. Bilamana desa wisata

dikembangkan, maka desa wisata harus memiliki manfaat terhadap

pemberdayaan ekonomi rakyat. Desa wisata perlu dukungan melalui

kelancaran dan efektivitas pemberdayaan ekonomi rakyat, terutama untuk

mengembangkan Usaha Mikro Kecil dan Koperasi (UMKK) dan Lembaga

Keuangan Mikro (LKM) agar masyarakat desa mendapatkan pekerjaan yang

layak, untuk itu perlu adanya pengembangan usaha ekonomi dan mata

pencaharian berkelanjutan yang dapat ditempuh dengan cara: (1) Usaha

Ekonomi Rakyat (usaha kecil, mikro dan koperasi) yang memanfaatkan sumber

daya lokal secara optimal dan lestari, (2) dikembangkan badan usaha milik

rakyat yang dapat berdampingan, kemitraan dengan Koperasi, (3)

pengembangan klaster-klaster usaha ekonomi rakyat yang menampilkan

produk-produk unggulan bernilai tambah tinggi sebagai sentra-sentra

kemandirian ekonomi rakyat.

Page 380: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |707

Tujuan pengembangan kawasan desa wisata antara: 1) Mengenali jenis

wisata yang sesuai dan melengkapi gaya hidup yang disukai penduduk

setempat. 2) Memberdayakan masyarakat setempat agar bertanggung jawab

terhadap perencanaan dan pengelolaan lingkungannya. 3) Mengupayakan agar

masyarakat setempat dapat berperan aktif dalam pembuatan keputusan tentang

bentuk pariwisata yang memanfaatkan kawasan lingkungannya, dan agar

mereka mendapat jaminan memperoleh bagian pendapatan yang pantas dari

kegiatan pariwisata. 4) Mendorong kewirausahaan masyarakat setempat. 5)

Mengembangkan produk wisata desa.

Salah satu tujuan pengembangan kawasan desa wisata adalah

mengembangkan produk wisata desa. Produk wisata desa Plumbon ini

memiliki kekhasan, keunikan dan tidak ditemui di daerah lain sehingga

dijadikan produk unggulan dan ikon dari kota Jombang. Kegiatan pengolahan

pecahan kaca ini melibatkan banyak masyarakat sehingga mampu memberikan

lapangan pekerjaan, menambah penghasilan, mengurangi kemiskinan,

meningkatkan pendapatan daerah, memperkenalkan kota Jombang sehingga

dampak yang ditimbulkan tidak hanya berdimensi ekonomi saja tetapi sosial

dan lingkungan. Dimensi ekonomi antara lain berkaitan dengan upaya

meningkatkan pertumbuhan ekonomi, memerangi kemiskinan, serta merubah

pola produksi dan konsumsi ke arah yang seimbang, sedangkan dimensi sosial

bersangkutan dengan upaya pemecahan masalah kependudukan perbaikan

pelayanan masyarakat, peningkatan pendidikan dan lain-lain. Adapun dimensi

lingkungan, diantaranya mengenai upaya pengurangan dan pencegahan

terhadap polusi pengelolaan limbah serta konservasi/preservasi sumber daya

alam.

Dalam rangka pengendalian dampak sosial ekonomi dan budaya,

pengembangan kawasan desa wisata harus ditujukan kepada upaya

Page 381: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

708| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

meningkatkan pemerataan kesempatan, pendapatan, peran serta dan tanggung

jawab masyarakat setempat yang terpadu dengan upaya pemerintah (daerah)

dan dunia usaha yang relevan. Pengembangan kawasan desa wisata tidak dapat

dilepaskan dari desa pusat, pemerintah desa, desa tempat masyarakat desa

sebagai tempat hidup mereka dan desa tempat berekreasi masyarakat, hal ini

penting untuk mencegah beralihnya aset desa dan kepemilikan lahan

masyarakat desa kepada pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab serta

tersisihkannya masyarakat oleh berkembangnya pendatang. Sejalan dengan

strategi tersebut di atas maka dalam pengelolaan sumber daya alam pedesaan

melalui pelibatan masyarakat desa dalam mengelola dan memanfaatkan sumber

daya alam di pedesaan adalah mencakup peningkatan efisiensi dan

produktivitas, pemerataan hasil dan kesejahteraan secara profesional dan

pencapaian sumber daya berkelanjutan. Ke-tiga tujuan ini merupakan tiga pilar

yang secara bersama dan seimbang mendukung, keberadaan satu sumber daya

alam bagi kepentingan masyarakat di desa.

Dari gambaran kondisi desa Plumbon Gambang maka dapat dikatakan

bahwa desa Plumbon Gambang dapat dijadikan sebagai desa wisata dengan

pendekatan pasar. Pasar yang dimaksud disini adalah calon konsumen yang

menjadi sasaran untuk datang berkunjung ke desa Plumbon Gambang.

Sementara itu untuk pengembangan desa wisata dengan menggunakan

interaksi setengah langsung. Maksud dari interaksi setengah langsung ini

adalah suatu bentuk interaksi yang dilakukan antara masyarakat dengan

wisatawan dalam bentuk one day trip, dimana wisatawan berkegiatan untuk

melihat proses pembuatan manik-manik dari mulai tahap awal sampai

menghasilkan produk jadi dengan hanya singgah dan tidak tinggal bersama

dengan penduduk

Page 382: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa |709

Hambatan Desa Plumbon Gambang

1. Bahan baku yang semakin sulit diperoleh menjadi hambatan dalam melakukan

produksi sementara itu bahan baku merupakan salah satu faktor yang harus ada

dalam proses produksi. Kesulitan dalam mendapatkan bahan baku akan

menghambat proses produksi. Kurun waktu lima tahun terakhir merupakan

waktu yang terasa sulit bagi masyarakat yang terlibat pada kegiatan ini. Bahan

baku yang awalnya mudah diperoleh lewat pengepul atau mencari sendiri di

sekitar desa, tempat yang dekat sekarang tidak demikian. Bahan baku semakin

langka diperoleh. Masyarakat untuk mendapatkan bahan baku harus

menempuh jarak yang cukup jauh, waktu yang lebih lama dengan biaya yang

relatif lebih banyak. Meskipun dengan pengorbanan yang cukup besar

seringkali masyarakat hanya mendapatkan bahan baku yang jauh dari harapan.

Masalah kesulitan memperoleh bahan baku mempengaruhi minat masyarakat

untuk tetap menggeluti kegiatan ini sehingga semakin berkurang masyarakat

yang masih bertahan. Kesulitan memperoleh bahan baku dipengaruhi oleh

peralihan penggunaan barang berbahan non kaca seperti plastik.

2. Peran Pemerintah kecil dalam membantu usaha masyarakat desa Plumbon

Gambang baik pemodalan, pemasaran lewat berbagai macam promosi baik

cetak, elektonik atau berbagai event penting. Promosi dianggap mempunyai

pengaruh yang luar biasa dalam rangka memperkenalkan suatu produk. Saat ini

promosi dapat dilakukan di berbagai media sosial seperti facebook, path,

instagram. Di samping promosi, pemerintah harus membantu kesulitan yang

lain terkait dengan perolehan bahan baku, penggunaan teknologi dan pelatihan

untuk meningkatkan inovasi agar diperoleh produk yang variatif dan sesuai

dengan kondisi saat ini. Peran pemerintah saat ini harus ditingkatkan dalam

rangka untuk mengembangkan potensi desa untuk dijadikan desa-desa wisata

Page 383: Prosiding Seminar Nasional 2016 Mengawal Pelaksanaan SDGs ...fish.unesa.ac.id/download/Prosiding-Seminar-Nasional-Mengawal... · 3 GUBUK PUSTAKA SISWA PINTAR SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN

710| SeNaRi “Mengawal Pelaksanaan SDGs”28 Juli 2016-Prodi Sosiologi FISH Unesa

agar pendapatan masyarakat meningkat, pengangguran menurun, kemiskinan

menurun dan pendapatan daerah juga meningkat.

3. Teknologi yang dimiliki rata-rata masih menggunakan teknologi yang

tradisional dengan alat yang sederhana dengan cara membuat sendiri dan

membeli di toko terdekat.

SIMPULAN

1. Desa Plumbon Gambang mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai desa

wisata karena memiliki karakateristik produk unik, khas yaitu manik-manik

yang tidak ditemukan di daerah lain sehingga dapat memiliki daya saing tinggi.

Kekahasan dan keunikan produk yang dihasilkan sehingga dijadikan sebagai

produk unggulan dan ikon kota Jombang.

2. Produk manik-manik sudah mempunyai pasar yang bagus baik lokal, regional

maupun mancanegara dan masih banyak kemungkinan untuk dapat diperluas

lagi

3. Faktor pendukung yang lain adalah lokasi yang strategis, dekat jalan raya,

banyak obyek wisata, semakin berkembangnya industri dan banyaknya

pendidikan memberikan peluang untuk meningkatkan produksi.

DAFTAR PUSTAKA

Arjana, Ida Bagus. Geografi Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Raja Grafindo

Persada. Jakarta.

Huberman & Miles. 1990. Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta. UIN

Nuryanti, Wiendu. 1993. Concept, Perspective and Challenges, makalah bagian

dari Laporan Konferensi Internasional mengenai Pariwisata

Budaya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Hal. 2-3)

Undang Undang No.10 Tahun 2009. Bab II, pasal 4.

Pitana, 2002. Pariwisata, Wahana Pelestarian Kebudayaan dan Dinamika

Masyarakat Bali. Denpasar Bali. Universitas Udayana.

Pitana, 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata. Andi Offset. Yogyakarta.

Yoeti, Oka. 2008. Ekonomi Pariwisata: Intruduksi, Informasi dan Implementasi.

Jakarta: Kompas