Referat Part 1

31
BAB II Tinjauan Pustaka 2.1. Anatomi Mata 2.1.1. Anatomi umum Mata terdiri dari : Suatu lapisan luar keras yang transparan di anterior (kornea) dan opak di posterior (sklera) Sambungan antara keduanya disebut limbus. Otot- otot ekstraokular melekat pada sklera sementara saraf optik meninggalkan sklera di posterior melalui lempeng kribiformis. 1 Suatu lapisan kaya pembuluh darah (koroid) melapisi segmen posterior mata dan memberi nutrisi pada permukaan dalam retina. 1 Korpus siliaris terletak di anterior. Korpus siliaris mengandung otot siliaris polos yang kontraksinya mengubah bentuk lensa dan memungkinkan fokus mata berubah-ubahh. Epitel siliaris mensekresi akueous humor dan mempertahankan tekanan okular. Korpus siliaris merupakan tempat perlekatan iris. 1 Lensa terletak di belakang iris dan disokong oleh serabut-serabut halus (zonula) yang terbentang di antara lensa dan korpus siliaris. 1 1

Transcript of Referat Part 1

Page 1: Referat Part 1

BAB II

Tinjauan Pustaka

2.1. Anatomi Mata

2.1.1. Anatomi umum

Mata terdiri dari :

Suatu lapisan luar keras yang transparan di anterior (kornea) dan opak di

posterior (sklera) Sambungan antara keduanya disebut limbus. Otot-otot

ekstraokular melekat pada sklera sementara saraf optik meninggalkan

sklera di posterior melalui lempeng kribiformis.1

Suatu lapisan kaya pembuluh darah (koroid) melapisi segmen posterior

mata dan memberi nutrisi pada permukaan dalam retina. 1

Korpus siliaris terletak di anterior. Korpus siliaris mengandung otot

siliaris polos yang kontraksinya mengubah bentuk lensa dan

memungkinkan fokus mata berubah-ubahh. Epitel siliaris mensekresi

akueous humor dan mempertahankan tekanan okular. Korpus siliaris

merupakan tempat perlekatan iris. 1

Lensa terletak di belakang iris dan disokong oleh serabut-serabut halus

(zonula) yang terbentang di antara lensa dan korpus siliaris. 1

Sudut yang dibentuk oleh iris dan kornea (sudut iridokornea) dilapisi oleh

suatu jaringan sel dan kolagen (jalinan trabekula). Pada sklera di luar

jalinan ini, kanal Sclemm mengalirkan akueous humor dari bilik anterior

ke dalam sistem vena, sehingga terjadi drainase akueous. Daerah ini

dinamakan sudut drainase. 1

Gambar. Penampang Bola Mata2

1

Page 2: Referat Part 1

Antara kornea di anterior dan lensa serta iris di posterior terdapat bilik mata

anterior. Di antara iris, lensa, dan korpus siliar terdapat bilik mata posterior (yang

berbeda dari korpus vitreous). Kedua bilik ini terisi oleh akueous humor. Di

antara lensa dan retina terletak korpus vitreous. 1

Di anterior, konjungtiva akan berlanjut dari sklera ke bagian bawah kelopak

mata atas dan bawah. Satu lapis jaringan ikat (kapsul Tenon) memisahkan

konjungtiva dari sklera dan memanjang ke belakang sebagai satu penutup di

sekitar otot-otot rektus. 1

2.1.2 Retina

Retina merupakan bagian mata yang peka terhadap cahaya, mengandung 1)

Sel-sel kerucut, yangg berfungsi untuk penglihatan warna, dan 2) Sel-sel batang

yang terutama berfungsi untuk penglihatan hitam dan putih dan penglihatan di

dalam gelap. Bila sel batang atau pun kerucut terangsang, sinyal akan dijalarkan

melalui lapisan sel saraf yang berurutan dalam retina itu sendiri dan, akhirnya ke

dalam serabut nervus optikus dan korteks serebri. Tujuan bab ini adalah untuk

menjelaskan mengenai mekanisme yang dipakai oleh sel batang dan kerucut

2

Page 3: Referat Part 1

untuk mendeteksi cahaya putih dan cahaya berwarna serta selanjutnya mengubah

bayangan visual menjadi sinyal serabut optik. 3

Gambar. Makula lutea dan fovea sentralis2

Lapisan retina terdiri dari :

1. Lapisan pigmen

2. Lapisan batang dan kerucut yang menonjol pada lapisan pigmen

3. Lapisan nukleus luar yang mengandung badan sel batang dan kerucut

4. Lapisan pleksiform luar

5. Lapisan nukleus dalam

6. Lapisan pleksiform dalam

7. Lapisan ganglion

8. Lapisan serabut saraf optik

9. Membran limitan dalam

Sesudah melewati susunan lensa mata dan selanjutnya melalui humor

vitreus, cahaya memasuki retina dari sebelah dalam. Cahaya itu akan

3

Page 4: Referat Part 1

melewati sel-sel ganglion, lapisan pleksiform, dan lapisan nukleus sebelum

akhirnya sampai pada lapisan batang dan kerucut yang terletak di sepanjang

sisi luar retina. Jarak yang ditempuh ini merupakan ketebalan yang besarnya

beberapa ratus mikrometer; tajam penglihatan jelas berkurang karena

perjalanan melalui jaringan non-homogen ini. Namun, di bagian fovea sentral

retina, seperti yang akan di bahas kemudian, lapisan dalam akan ditarik ke

samping guna mengurangi hilangnya tajam penglihatan ini 3

2.1.3 Daerah fovea retina dan peranannya dalam tajam penglihatan

Fovea merupakan suatu daerah yang sangat kecil di bagian tengah retina,

yang menempati suatu daerah yang luasnya kurang dari 1 milimeter persegi;

terutama berfungsi untuk penglihatan cepat dan rinci. Fovea sentralis, dengan

diameter hanya 0,3 milimeter, hampir seluruhnya terdiri atas sel-sel kerucut;

sel-sel kerucut ini mempunyai struktur khusus yang membantu mendeteksi

bayangan penglihatan secara lebih rinci. Sel-sel kerucut yang terletak di fovea

sentralis ini memiliki bentuk yang panjang dan raping, berbeda dengan sel

kerucut yang berbentuk lebih gemuk yang terletak pada retina di bagian yang

lebih perifer. Dalam bagian fovea, pembuluh-pembuluh darah, sel-sel

ganglion, lapisan sel-sel inti dalam, dan lapisan pleksiform terletak lebih

tersebar di satu sisi dan bukannya terletak tepat di puncak konus. Keadaan ini

menyebabkan cahaya tiba di konus tanpa di redam. 3

2.2. Fisiologi Penglihatan

2.2.1. Adaptasi Terang-Gelap

Adaptasi adalah kemampuan mata untuk menyesuaikan diri pada

intensitas cahaya yang berubah-ubah.5 Ada dua tipe adaptasi :

1) Adaptasi terang : sistem visual akan menyesuaikan dalam beberapa

detik terhadap lingkungan yang lebih terang dengan penurunan

sensitivitasnya.

4

Page 5: Referat Part 1

2) Adaptasi gelap : sistem visual akan meneyesuaikan dengan

peningkatan sensitivitas secara lambat atau beberapa menit.5

Ketika seseorang berada di tempat terang dalam waktu yang lama,

makafotokimiawi yang ada di sel batang maupun sel kerucutnya akan

berkurang akibat diubahmenjadi retinal dan opsin, dan retinal sendiri akan

diubah menjadi vitamin A. Hal inimenyebabkan penurunan sensitifitas mata

di tempat yang terang, atau disebut adaptasiterang.3

Sebaliknya, ketika seseorang berada di tempat gelap dalam waktu yang

lama, makaretinal dan opsin yang ada akan diubah lagi menjadi pigmen peka

cahaya, dan vitamin Ayang tersimpan diubah menjadi retinal untuk makin

meningkatkan jumlah pigmentersebut. Batas akhirnya ditentukan oleh jumlah

opsin yang ada di dalam sel batang dankerucut untuk bergabung dengan

retinal. Proses ini akan kembali meningkatkansensitivitas mata akan cahaya,

bahkan hingga 60.000 kali lipat, dalam kurun waktutertentu.3

Untuk sensitivitas mata di tempat gelap, awalnya dapat diperankan oleh

sel kerucut.Namun karena sifat alamiahnya yang lebih peka pada cahaya

terang, maka lambat launsensitivitasnya akan melemah dan menjadi tidak

berespon terhadap jumlah cahaya yangsedikit. Saat itulah sel batang akan

mengambil peranan, untuk jangka waktu yang lebihlama, dari hitungan menit

hingga berjam-jam, seperti yang digambarkan pada kurva dibawah ini.3

Gambar. Adaptasi Gelap6

5

Page 6: Referat Part 1

Selain peranan konsentrasi rodopsin tersebut, mekanisme lainnya untuk

kondisiterang dan gelap adalah dengan perubahan pada ukuran pupil

serta adaptasi saraf. Perubahan ukuran pupil dapat memberi pengaruh hingga

30 kali lipat dalam sepersekiandetik karena akan berefek pada jumlah cahaya

yang diterima mata. Sedangkan untuk adaptasi saraf, diperankan oleh jalinan-

jalinan sel yang berperan dalam jaras penglihatan,yang menurunkan besar

rangsangan visual dari sel-sel yang berada di lapisan retina.Meski

pengaruhnya kecil, namun mekanisme ini berjalan lebih cepat, yaitu

dalamsepersekian detik.3

2.3 Night Blindness

2.3.1 Definisi

6

Page 7: Referat Part 1

Night blindness atau rabun senja/rabun ayam/niktalopia merupakan sebuah

penyakit mata yang menyebabkan penderitanya kesulitan atau gagal melihat jika

kekurangan sumber cahaya (pada malam hari atau cahaya redup).7,8

2.3.2 Epidemiologi

Di Indonesia, night blindness sering dianggap remeh oleh masyarakat, tidak

perlu ditindak lanjuti dan akan sembuh sendiri. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh

tingkat pendidikan masyarakat yang rendah.9

Rabun senja salah satunya disebabkan oleh kekurangan vitamin A (KVA) atau

xeroftalmia. Berdasarkan hasil survey xeroftalmia (1992) menurut kriteria WHO,

KVA di Indonesia sudah tidak menjadi masalah kesehatan masyarakat (< 0,5%),

namun pada survey tersebut, 50% balita masih menderita KVA subklinis (serum

retinol <20 µg/dL).9

2.3.3 Pemeriksaan Penunjang

2.3.3.1 Elektroretinografi (ERG)

Tujuan

Pemeriksaan ERG berguna untuk mengetahhui apakah

gangguan fungsi retina teretak pada sel kerucut dan batang atau pada

sel bipolar.10

Dasar

Elektrode yang diletakkan pada kornea memberi reaksi identik

di permukaan retina. Elektroda ini dihubungkan dengan alat pencatat.

ERG terdiri atas gelombang defleksi negatif kornea pada permukaan

(gelombang a), disusul gelombang tinggi yang merupakan defleksi

positif kornea (gelombang b) dan kemudian disusul gelombang lebih

rendah yang merupakan respons positif yang panjang (gelombang c).

Gelombang a berasal dari fotoreseptor retina, gelombang b berasal dari

sel bipolar, terutama sel muller, dan gelombang c berasal dari sel

pigmen epitel retina.10

Alat

7

Page 8: Referat Part 1

Alat ERG

Teknik

1) Diberikan anastesi lokal pada mata yang akan diperiksa

2) Lensa kontak dengan eektrode dipasang pada mata tersebut

3) Elektroda diletakkan di dahi dan di daun telinga

4) Elektroda di dahi berfungsi sebagai pola negatif

5) Dari lensa kontak kornea potensi listrik akan keluar, diteruskan

pada alat preamplifier, dan layar

6) Dilakukan rangsangan

Nilai

- Terdapat periode laten sebuah rangsangan sampai timbulnya

gelombang a kira-kira 0.2 m detik

- Terdapat periode implisit antara rangsangan dengan puncak

gelombang b

- Gelombang hilang pada gangguan retina (retinopatidan

hipoksia)

- Prosedur ini berguna untuk membedakan berbagai kelainan

retina seperti distrofi kerucut dan retinitis pigmentosa10

Catatan

- Amplitudo tergantung pada lama dan intensitas adaptasi sebelum tes

dilakukan sehingga nilai setiap pemeriksaan dapat berbeda10

- Hasil dari pemeriksaan ERG pada pasien buta senja : gelombang a

menghilang dan pada keadaan lanjut gelombang ERG menghilang sama

sekali11

2.3.3.2 Uji Adaptasi Gelap

Tujuan

8

Page 9: Referat Part 1

Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat fungsi sel batang retina pada

pasien yang mengeluh buta senja.10

Dasar

Mengukur pertambahan sensitivitas visual pada mata dari tempat

terang ke gelap.10

Alat

Adaptometer (Goldmann Weeker).10

Teknik

1) Pasien disinari dengan sinar terang standar dari alat adaptometer

selama 10 menit

2) Kemudian seluruh ampu digelapkan, pasien diminta fiksasi pada

target berwwarna merah daam alat

3) Dalam waktu 30 detik dicari ambang rangsang sinar pada satu

daerah lapang pandangan dengan menaikkan intensitas sinar

dengan lens fillter yang dinaikkan perlahan-lahan sampai terlihat

oeh pasien

4) Dibuat grafik timbulnya rangsangan dibanding dengan waktu pada

satu daerah lapang pandangan 10

Nilai

- Grafik menurunnya ambang retina dibanding dengan waktu

menunjukkan telah terjadinya adaptasi kerucut

- Gelombang menaik menunjukkan adaptasi gelap sudah

terjadi atau adaptasi batang yang sudah berfungsi di tempat

gelap tersebut

- Merupakan ambang kerucut yang terlihat sesudah 5 menit

dan

- Merupakan ambang batang yang terlihat sesudah 30 menit10

9

Page 10: Referat Part 1

Catatan

Alat ini dapat dipakai pada keadaan tertentu seperti ambang rangsang rendah,

pada berbagai macam tajam penglihatan dan ambang terhadap warna tertentu.

Walaupun tes ini tes subyektif, simulasi dan pasien tidak kooperatif cepat

diketahui. Regenerasi pigmen dan adaptasi gelap berupa reaksi fotokimia yang

berjalan lebih lambat dibandingkan dengan adaptasi terang. Alat ini dapat

dipergunakan pada setiap pasien yang mengeluh buta hitam.10 Tes ini mungkin

dapat membantu diagnosis walaupun pada anak-anak kurang dapat dipercaya

hasilnya.11

2.3.3.3. Pemeriksaan Kadar Vitamin A Dalam Darah

Apabila terdapat kadar vitamin A lebih kecil dari 20 mcg/100 ml dalam

plasma menunjukkan kurangnya pemasukkan vitamin A. Kadar normal vitamin

vitamin A di dalam darah 20-50 mcg/100 ml.11

2.3.4 Etiologi dan Terapi

Night blindness merupakan gejala dari beberapa penyakit mata. Kondisi ini

dapat muncul sejak lahir (herediter), trauma maupun malnutrisi, misalnya

defisiensi vitamin A, (didapat).12 Berikut adalah penyakit dengan keluhan night

blindness.

2.3.4.1 Retinitis pigmentosa

Retinitis pigmentosa merupakan kelainan genetik dengan gejala buta

senja, perubahan pigmen retina dan menyempitnya lapang pandangan dan

berakhir dengan hilangnya penglihatan. Kelainan yang diturunkan adalah pada

fotoreseptor kerucut dan batang atau sel pigmen epitel retina, mulai dengan

degenerasi sel batang.13

Gejalanya adalah buta senja didahului penglihatan terowong untuk

beberapa tahun. Disusul dengan berkurangnya penglihatan perifer yang

berakhir dengan penglihatan sentral. Gambaran potongan histologik ‘tulang

10

Page 11: Referat Part 1

berwarna hitam’, terdapat sekeliling ekuator dengan ora serata, degenerasi

kisi-kisi pada bilateral, papil pucat seperti lilin, pembuluh darah mengecil

(edema makula kistik) dan katarak subkapsular. Biasanya buta setelah usia 40

tahun.13

Gambar. Retinitis pigmentosa14

Saat ini belum ada terapi definitif untuk retinitis pigmentosa. Namun

vitamin A palmitat 15.000 IU diketahui bermanfaat tetapi terbatas untuk

pasien yang tidak hamil, usia lebih dari 21 tahun dengan monitor fungsi hati

dan level vitamin A serum. Bedah katarak dapat meningkatkan ketajaman

visual sentral.14

2.3.4.2. Gyrate atrophy

Gyrate atrophy adalah kelainan herediter resesif autosom yang

dikarakteristikan dengan atrofi korioretinal progresif yang mengakibatkan

deteriorasi progresif pada penglihatan perifer dan malam yang mengarah pada

kebutaan. Pada kondisi ini terjadi defisiensi aminotransferase ornitin,

mengakibatkan peningkatan ornitin plasma 10 – 20 kali lipat.15

Terapi yang dapat dilakukan adalah

Mengurangi konsumsi protein dieteri.

11

Page 12: Referat Part 1

Suplementasi vitamin B6 (piridoksin), dengan dosis awal 50 mg/hari per

oral dan ditingkatkan sampai 500 mg/hari. Follow up level ornitin serum

(o,15 – 0,20 mmol/L adalah optimal).14

2.3.4.3. Koroideremia

Koroideremia merupakan kondisi dimana terjadi kehilangan penglihatan

progresif yang umumnya menyerang laki-laki.16 Gejala awalnya adalah

niktalopia, diikuti dengan kehilangan penglihatan perifer secara tersembunyi.

Selanjutnya terjadi penurunan penglihatan sentral dan kebutaan pada usia

lebih lanjut.14

Belum ada penanganan efektif yang tersedia unutk koroideremia, tapi

kacamata gelap berwarna dapat membantu memperbaiki gejala. Sedangkan

untuk kelainan X-resesif, konseling genetik dapat menjadi pertimbangan.14

2.3.4.4 Congenital stationary night blindness

Congenital stationary night blindness merupakan rabun senja yang

muncul sejak lahir yang dicirikan dengan dengan lapang pandangan yang

masih normal, fundus dapat normal atau tidak, tidak progresif. Salah satu

variannya adalah Oguchi disease, dicirikan dengan fenomena Mizuo, yaitu

fundus yang memperlihatkan gambaran tapetum pada kondisi adaptasi-terang

tapi terlihat berwarna pada kondisi adaptasi-gelap.14

Gambar. Oguchi disease14

2.3.4.5 Defisiensi vitamin A

12

Page 13: Referat Part 1

Pada mata normal terdapat pigmen yang dikenal bernama rodopsin

atau visual purple. Pigmen tersebut mengandung vitamin A yang terikat pada

protein. Jika mata menerima cahaya, maka akan terjadi

konversi rodopsin menjadi visual yellow dan kemudian visual white. Pada

konversi tersebut, dibutuhkan vitamin A. sementara regenerasi visual purple

hanya akan terjadi bila tersedia vitamin A tanpa regenerasi, maka penglihatan

pada cahaya remang setelah mata menerima cahaya terganggu.1 Pada tahap

awal terapinya yaitu dengan menjalani diet sehat yang mengandung kaya

vitamin A (seperti hati, wortel, susu, kuning telur) atau suplemen oral vitamin

A.17

Tanda-tanda dan gejala klinis KVA pada mata menurut klasifikasi

WHO/USAID

UNICEF/HKI/ IVACG, 1996 sebagai berikut 11

XN : buta senja (hemeralopia, nyctalopia)

XIA : xerosis konjungtiva

XIB : xerosis konjungtiva disertai bercak bitot

X2 : xerosis kornea

X3A : keratomalasia atau ulserasi kornea kurang dari 1/3 permukaan

kornea.

X3B : keratomalasia atau ulserasi sama atau lebih dari 1/3

permukaan kornea

XS : jaringan parut kornea (sikatriks/scar)

XF : fundus xeroftalmia, dengan gambaran seperti cendol.

XN, XIA, XIB, X2 biasanya dapat sembuh kembali normal dengan

pengobatan

yang baik. Pada stadium X2 merupakan keadaan gawat darurat yang harus

segera diobati karena dalam beberapa hari bisa berubah menjadi X3. X3A dan

13

Page 14: Referat Part 1

X3B bila diobati dapat sembuh tetapi dengan meninggalkan cacat yang

bahkan dapat menyebabkan kebutaan total bila lesi (kelainan) pada kornea

cukup luas sehingga menutupi seluruh kornea (optic zone cornea). 11

1. Buta senja = Rabun Senja = Rabun Ayam= XN

Tanda-tanda :

Buta senja terjadi akibat gangguan pada sel batang retina.

Pada keadaan ringan, sel batang retina sulit beradaptasi di ruang yang

remang-remang setelah lama berada di cahaya terang.

Penglihatan menurun pada senja hari, dimana penderita tak dapat

melihat di lingkungan yang kurang cahaya, sehingga disebut buta

senja.. 11

Gambar. Rabun Senja11

Untuk mendeteksi apakah anak menderita buta senja dengan cara :

a) Bila anak sudah dapat berjalan, anak tersebut akan

membentur/ menabrak

benda didepannya, karena tidak dapat melihat.

b) Bila anak belum dapat berjalan, agak sulit untuk

mengatakan anak tersebut

14

Page 15: Referat Part 1

buta senja. Dalam keadaan ini biasanya anak diam memojok bila di

dudukkan ditempat kurang cahaya karena tidak dapat melihat benda

atau makanan di depannya. 11

2. Xerosis konjungtiva = XIA

Gambar. Xerosis Konjungtiva11

Tanda-tanda :

Selaput lendir bola mata tampak kurang mengkilat atau terlihat sedikit

kering, berkeriput, dan berpigmentasi dengan permukaan kasar dan

kusam.

Orang tua sering mengeluh mata anak tampak kering atau berubah

warna kecoklatan. 11

3. Xerosis konjungtiva dan bercak bitot = X1B.

Tanda-tanda :

Tanda-tanda xerosis kojungtiva (X1A) ditambah bercak bitot yaitu

bercak putih seperti busa sabun atau keju terutama di daerah celah

mata sisi luar.

Bercak ini merupakan penumpukan keratin dan sel epitel yang

merupakan tanda khas pada penderita xeroftalmia, sehingga dipakai

sebagai kriteria penentuan prevalensi kurang vitamin A dalam

masyarakat. 11

15

Page 16: Referat Part 1

Gambar. Xerosis konjungtiva dan bercak bitot11

Dalam keadaan berat :

Tampak kekeringan meliputi seluruh permukaan konjungtiva.

Konjungtiva tampak menebal, berlipat-lipat dan berkerut.

Orang tua mengeluh mata anaknya tampak bersisik11

4. Xerosis kornea = X2

Tanda-tanda :

Kekeringan pada konjungtiva berlanjut sampai kornea.

Kornea tampak suram dan kering dengan permukaan tampak kasar.

Keadaan umum anak biasanya buruk (gizi buruk dan menderita,

penyakit infeksi dan sistemik lain). 11

Gambar. Xerosis kornea11

5. Keratomalasia dan ulcus kornea = X3A, X3B

Tanda-tanda :

Kornea melunak seperti bubur dan dapat terjadi ulkus.

Tahap X3A : bila kelainan mengenai kurang dari 1/3 permukaan

kornea.

16

Page 17: Referat Part 1

Tahap X3B : Bila kelainan mengenai semua atau lebih dari 1/3

permukaan kornea.

Keadaan umum penderita sangat buruk.

Pada tahap ini dapat terjadi perforasi kornea (kornea pecah) 11

Gambar. Keratomalasia dan ulkus kornea11

6. Xeroftalmia scar (XS) = sikatriks (jaringan parut) kornea

Kornea mata tampak menjadi putih atau bola mata tampak mengecil. Bila luka

pada kornea telah sembuh akan meninggalkan bekas berupa sikatrik atau

jaringan

parut. Penderita menjadi buta yang sudah tidak dapat disembuhkan walaupun

dengan operasi cangkok kornea. 11

Gambar. Sikatriks kornea11

7. Xeroftalmia Fundus (XF)

Dengan opthalmoscope pada fundus tampak gambar seperti cendol. 11

17

Page 18: Referat Part 1

Gambar. Xeroftalmia fundus11

2.3.4.6 Defisiensi zink

Defisiensi zink dapat menyebabkan abnormalitas adaptasi gelap. Hal

ini dikarenakan zink dibutuhkan dalam metabolisme vitamin A.14

2.3.4.7 Miopi yang tidak dikoreksi

Miopi yang tidak dikoreksi dapat menjadi penyebab tersering penglihatan

malam yang buruk.14

2.3.5 Komplikasi

Komplikasi

Jangka

Waktu Kemungkinan

Cystoid macula edema

Pembengkakan retina di makula dapat

terjadi dalam kasus-kasus lanjut retinitis

pigmentosa.17

Jangka

panjang

medium

Kehilangan lapangan pandang

Penyempitan bidang visual perifer dapat

terjadi pada sejumlah dystrophies

chorioretinal dan retinitis

pigmentosa. Tingkat kehilangan

Variabel tinggi

18

Page 19: Referat Part 1

lapangan tergantung pada kelainan

genetik yang mendasari.17

Katarak (subcapsular posterior)

Katarak subcapsular posterior dapat

terjadi pada semua bentuk retinitis

pigmentosa.17

Variabel tinggi

Mengurangi ketajaman visual

Ketika fungsi retina di daerah makula

terpengaruh, ketajaman visual

memburuk. Jangka waktu tergantung

pada kondisi yang mendasari dan

kelainan genetik.17

Variabel medium

BAB III

19

Page 20: Referat Part 1

Penutup

3.1 Kesimpulan

Night blindness atau rabun senja/rabun ayam/niktalopia merupakan sebuah

penyakit mata yang menyebabkan penderitanya kesulitan atau gagal melihat jika

kekurangan sumber cahaya (pada malam hari atau cahaya redup).

Penyebab dari night blindness itu sendiri adalah herediter (sejak lahir),

defisiensi vitamin A, defisiensi zink dan miopi ang tidak terkoreksi.

Night blindness selain herediter (sejak lahir) atau pun di dapat biasanya

merupakan suatu gejala dari penyakit mata lainnya seperti retinitis pigmentosa, gyrate

atrophy, koroider emia, dan congenital stationary night blindness.

Night blindness harus diterapi karena jika tidak akan menimbulkan

komplikasi, yaitu :

- Cystoid makula edema

- Kehilangan lapangan pandang

- Katarak (subcapsular posterior)

- Mengurangi ketajaman visual

20

Page 21: Referat Part 1

Daftar Pustaka

1. James,. Bruce,. Chew,. Bron. 2006. Lecture Notes Oftalmologi Edisi

Kesembilan. Jakarta : Penerbit Erlangga

2. Drake, R.L., Vogl, W., Mitchell, A.W.M. 2007. Gray’s Anatomy for Students.

US: Elsevier Inc.

3. Guyton, A.C., Hall, J.E. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta :

EGC.`

4. Ilyas, S. 2003. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

5. Tortora,. Gerard, J., Bryan, H. 2009. Principles of Anatomy and Physiology

12th Edition Volume 1. Asia : John Wiley & Sons.

6. Guyton, A.C., Hall, J.E. 2006. Textbook of Medical Physiology 11th Edition.

Philadelphia: Elsevier Inc.

7. Agusyanti. 2012. Rabun Senja atau Rabun Ayam (Nyctalopia).

Sulawesi Selatan: Dinas Kesehatan Sulawesi Selatan. Diunduh dari

http://dinkes-sulsel.go.id/new/index.php?

option=com_content&task=view&id=1075&Itemid=102 pada 28 Desember

2012 pukul 19:06 wib.

8. Kumala, P. Komala S., et al. 1998. Kamus Saku Kedokteran

Dorland Edisi 25. Jakarta: EGC.

9. Untoro, R. 2003. Deteksi Dini Tatalaksana Kasus Xeroftalmia:

Panduan bagi Tenaga Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI.

10. Ilyas, Sidarta. 2003. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata

Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.

11. Ilyas, Sidarta, dkk. 2003. Sari Ilmu Penyakit Mata. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI.

12. Editor. 2012. Nyctalopia. Available at http://en.wikipedia.org/wiki/Nyctalopia

diakses pada 28 Desember 2012 pukul 19:10 wib

21

Page 22: Referat Part 1

13. Ilyas, S. 2009. Ikhtisar Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia.

14. Gesternblith, A.T., Rabinowitz, M.P., et al. 2012. The Wills Eye Manual:

Office and Emergency Room Diagnosis and Treatment of Eye Diseases 6th

Edition. Phipadelphia: Lippincott Williams & Wilkins.

15. Javadzadeh, A., Gharabaghi, D. 2007. Gyrate atrophy of the choroid and

retina with hyper-ornithinemia responsive to vitamin B6: a case report. Iran:

BioMed Central Journal of Medical Case Reports.

16. Editor. 2012. Choroideremia. United States: US National Library of Medicine.

Available at http://ghr.nlm.nih.gov/condition/choroideremia diakses pada

28 Desember 2012 pukul 19:19 wib.

17. BMJ Editors. 2012. Night Blindness. UK: BMJ Publishing Group: Best

Practice BMJ.

22