Resume 7-A1 2009

download Resume 7-A1 2009

of 23

Transcript of Resume 7-A1 2009

RESUMESKENARIO 1 BLOK 7 SESAKOleh : Kelompok A Sakinah Mz Sheila Soraya Choliq Bambang Prabawiguna Erwin Maulana F.P. Elsa Viona Ade Churie Tanjaya Trisukma Arya Mahendra Imas Ayu Arjianti Putri Muhammad Abdul Rozaq Lilis Rahmawati Ferdilla Putri Anindita M. Iqbal Fanani Adhitya Wicaksono I Wayan Eka Putra Prayoga Yan Agus Achtiar Nur Laili Tria Kusuma Anjasti Restuningtyas Kristia Yudha Bayu Mujananta 072010101023 072010101031 092010101002 092010101007 092010101008 092010101016 092010101017 092010101018 092010101020 092010101033 092010101035 092010101055 092010101056 092010101057 092010101063 092010101064 092010101076 092010101077

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS JEMBER 2010

SKENARIO 1 : SESAK Kaka, laki laki 30 tahun, dibawa ke UGD dalam keadaan sadar namun sangat lemahsetelah tertabrak sepeda motor. Pasien hidungnya berdarah hebat, kelihatan sesak, selain itu dia terus mengerang memegang dadanya. Dari pemeriksaan dokter, terjadi deformitas tulang hidung dan tekanan darah 90 / 50 mmHg, nadi 140x/menit, RR36x / menit dan suhu tubuh 37 C. Pada pemeriksaan dada didapatkan nyeri tekan pada dada sebelah dada kanan. Dokter menduga terjadi closed fractured costae 3,4,5 dextra dan pneumothorax. Dokter jaga menginginkan fto x ray Nasal dan thorax PA cito. Sayang sekali setelah selesai difoto pasien atdi meninggal dunia.

KLARIFIKASI ISTILAH Sesak Deformitas Pneumothoraks Closed fracture costae Nyeri tekan : Perasaan tidak nyaman saat bernafas. : Bentuk yang tidak normal. : Udara yang terdapat pada rongga pleura. : Patah tulang kosta tetapi tidak sampai menembus kulit. : Terasa nyeri saat ada tekanan.

TUJUAN BELAJAR 1. Mengetahui anatomi dari hidung 2. Mengetahui penyebab dari epistaksis 3. Mengetahui penyebab dari sesak nafas 4. Mengetahui penyebab dari nyeri dada.

DAFTAR ISI 1. ANATOMI HIDUNG 2. EPISTAKSIS 2.1 DEFINISI 2.2 ETIOLOGI 2.3 GAMBARAN KLINIS DAN PEMERIKSAAN 2.4 PENATA LAKSANAAN 2.5 KOMPLIKASI EPISTAKSIS 3. DEFORMITAS HIDUNG 3.1 ETIOLOGI 3.2 TPENATALAKSANAAN 4. SESAK NAFAS 4.1 DEFINISI 4.2 ETIOLOGI 4.2.1 PNEUMO THORAKS 4.2.1.1 ETIOLOGI 4.2.1.2 TANDA DAN GEJALA 4.2.1.3 PENATALAKSANAAN 4.2.2 OBSTRUKSI 4.2.2.1 ETIOLOGI 4.2.2.2 PENATALAKSANAAN 5. NYERI DADA 5.1 ETIOLOGI 6. KESIMPULAN

1. ANATOMI HIDUNG

Nasus Eksternus Hidung luar , berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah : Pangkal hidung 1. Batang hidung 2. Puncak hidung 3. Ala nasi 4. Kolumela 5. Lubang hidung Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan ikat, dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari : 1. Tulang hidung 2. Prosesus frontalis os maksila 3. Prosesus nasalis os frontal Kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu : a. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior b. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior c. Tepi anterior kartilago septum Kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri.Tiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding : medial, lateral, inferior, dan superior. Dinding medial hidung ialah septum nasi, septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan. Bagian tulangnya adalah : 1. Lamina perpendikularis os etmoid 2. VomerKrista nasalis os maksila 3. Krista nasalis os palatina

Bagian tulang rawannya : 1. Kartilago septum 2. Kolumela

NASUS EXTERNUS

1. Apek nasi 2. Dorsum nasi 3. Radix nasi 4. Kolumela 5. Basis nasi 6. Nares (lubang hidung anterior) 7. Ala nasi Note : choane= lubang hidung posterior

1. Os nasal 2. Kartilago lateralis nasi 3. Kartilago alaris nasi mayor 4. Kartilago alaris nasi minor 5. Sesamoidea

Cavum Nasi Rongga hidung (cavum nasi) berbentuk terowongan dari depan ke belakang. Lubang depan cavitas nasi disebut nares anteriror dan lubang belakangnya disebut nares posterior (choanae) yang menghubungkan cavitas nasi dengan nasofaring. Tepat di belakang nares anterior terdapat vestibulum yang dilapisi rambut dan kelenjar sebasea. Kavum nasi dibagi 2 kanan kiri oleh septum nasi yang dibentuk oleh : - bag. Superior oleh lamina perpendicularis os. Etmoidalis - bag. Anterior oleh kartil. Quadrangularis (kartil. septi nasi) - bag. Posterior oleh vomer Kavum Nasi merupakan rongga mempunyai : a. atap : dibentuk lam. Kribosa os. Etmoidalis b. dasar : - dibentuk proc. Palatina os. Maksila - dibentuk proc. Horisontalis os. Palatina c. dinding lat : dibentuk konka nasi & meati nasi d. Dinding medial : dibentuk sept. nasi Aliran darah : a. Etmoidalis anterior & posterior b. a. Sfenopalatina c. a. Lateralis nasi d. a. Nasalis posterior septi

Vaskularisasi Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari a.etmoidalis anterior dan posterior yang merupakan cabang dari a.optalmika dari a.karotis interna. Bagian bawah rongga hidung mendapat pendapat pendarahan dari cabang a.maksilaris interna, diantaranya adalah ujung a.palatina mayor an a.sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama n.sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a.faialis. pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a.sfenopalatina, a.etmoidal anterior, a.labialis superior dan a.palatina mayor yang disebut peksus

kiesselbach.Pleksus Kiesselbach letaknya superfacialis dan mudah cedera oleh

trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis (perdarahan hidung) terutama pada anak.

-

Inervasi

-

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persyarafan sensoris dari n.etmoidalis anterior, yang merupakan cabang dari n.nasosiliaris, yang berasal dari n.oftalmikus.

-

Rongga hidung lainnya sebagian besar mendapatkan persyarafan dari n.maksila melalui ganglion sfenofalatina. Selain memberi persyarafan sensoris, ganglion sfenopalatina juga memberikan persyarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut saraf sensoris dari n.maksila, serabut parasimpatis, dan n.pertosus profundus. Ganglion sfenopalatina terletak di balakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media.

-

Fungsi peenghidu berasal dari n.olfaktorius. Saraf ini turun melalui lamina kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemuian berakhir pada sel-sel reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah 1/3 atas hidung.

2. EPITAKSIS

2.1 DEFINISI Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung yang penyebabnya bisa lokal atau sistemik.Perdarahan bisa ringan sampai serius dan bila tidak segera ditolong dapat berakibat fatal. Sumber perdarahan biasanya berasal dari bagian depan atau bagian belakang hidung. Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian posterior.Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari arteri ethmoidalis anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arteri sphenopalatina dan arteri ethmoid posterior

2.2 ETIOLOGI Perdarahan hidung diawali oleh pecahnya pembuluh darah di dalam selaput mukosa hidung. Delapan puluh persen perdarahan berasal dari pembuluh darah Pleksus Kiesselbach (area Little). Pleksus Kiesselbach terletak di septum nasi bagian anterior, di belakang persambungan mukokutaneus tempat pembuluh darah yang kaya anastomosis Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab-sebab lokal dan umum atau kelainan sistemik 1) Lokal a) Trauma Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya mengeluarkan sekret dengan kuat, bersin, mengorek hidung, trauma seperti terpukul, jatuh dan sebagainya.Selain itu iritasi oleh gas yang merangsang dan trauma pada pembedahan dapat juga menyebabkan epistaksis. b) Infeksi Infeksi hidung dan sinus paranasal, rinitis, sinusitis serta granuloma spesifik, seperti lupus, sifilis dan lepra dapat menyebabkan epistaksis. c) Neoplasma Epistaksis yang berhubungan dengan neoplasma biasanya sedikit dan intermiten, kadang-kadang ditandai dengan mukus yang bernoda darah, Hemongioma, karsinoma, serta angio-fibroma dapat menyebabkan epistaksis berat.

d) Kelainan kongenital

Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah perdarahan telangiektasis heriditer (hereditary hemorrhagic telangiectasia/Osler's disease).Pasien ini juga menderita telangiektasis di wajah, tangan atau bahkan di traktus gastrointestinal dan/atau pembuluh darah paru. e) Sebab-sebab lain termasuk benda asing dan perforasi septum. Perforasi septum nasi atau abnormalitas septum dapat menjadi predisposisi perdarahan hidung. Bagian anterior septum nasi, bila mengalami deviasi atau perforasi, akan terpapar aliran udara pernafasan yang cenderung mengeringkan sekresi hidung. Pembentukan krusta yang keras dan usaha melepaskan dengan jari menimbulkan trauma digital. Pengeluaran krusta berulang menyebabkan erosi membrana mukosa septum dan kemudian perdarahan. f) Pengaruh lingkungan Misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara rendah atau lingkungan udaranya sangat kering. 2)Sistemik a) Kelainan darah misalnya trombositopenia, hemofilia dan leukemia. b) Penyakit kardiovaskuler. Hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti pada aterosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis, sifilis, diabetes melitus dapat menyebabkan epistaksis.Epistaksis akibat hipertensi biasanya hebat, sering kambuh dan prognosisnya tidak baik. c) Biasanya infeksi akut pada demam berdarah, influenza, morbili, demam tifoid. d) Gangguan endokrin Pada wanita hamil, menarche dan menopause sering terjadi epistaksis, kadangkadang beberapa wanita mengalami perdarahan persisten dari hidung menyertai fase menstruasi Asal : Lokasi perdarahan : sulit untuk menentukan lokasi perdarahan Anterior kav. Nasi sering pada anak dan dewasa muda Berasal dari plx Kiessel bach / a. etmoidalis ant Posterior kav. Nasi sering pada hipertensi

a. Sfenopalatina a. Etmoidalis post

2.3 GAMBARAN KLINIS DAN PEMERIKSAAN Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan belakang hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya perdarahan atau pada bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah.Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi dan ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja.Harus cukup sesuai untuk mengobservasi atau mengeksplorasi sisi dalam hidung.Dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat pengisap dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik cairan, sekret maupun darah yang sudah membeku; sesudah dibersihkan semua lapangan dalam hidung diobservasi untuk mencari tempat dan faktor-faktor penyebab perdarahan. Setelah hidung dibersihkan, dimasukkan kapas yang dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain 2% atau larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adrenalin 1/1000 ke dalam hidung untuk menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga perdarahan dapat berhenti untuk sementara. Sesudah 10 sampai 15 menit kapas dalam hidung dikeluarkan dan dilakukan evaluasi.Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung yang bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien dengan perdarahan hidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan perdarahan.

Pemeriksaan yang diperlukan berupa: a) Rinoskopi anterior Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior. Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konkhainferior harus diperiksa dengan cermat. b) Rinoskopi posterior Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma. c) Pengukuran tekanan darah Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang. d) Rontgen sinus

Rontgen sinus penting mengenali neoplasma atau infeksi. e) Skrining terhadap koagulopati Tes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu tromboplastin parsial, jumlah platelet dan waktu perdarahan. g) Riwayat penyakit Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan yang mendasari epistaksis.

2.4 PENATALAKSANAAN Tujuan pengobatan epistaksis adalah untuk menghentikan perdarahan.

Hal-hal yang penting adalah 1. Riwayat perdarahan sebelumnya. 2. Lokasi perdarahan. 3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak. 4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya 5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga 6. Hipertensi 7. Diabetes melitus 8. Penyakit hati 9. Gangguan koagulasi 10. Trauma hidung yang belum lama 11. Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon Pengobatan disesuaikan dengan keadaan penderita, apakah dalam keadaan akut atau tidak 2.5 TERAPI

a) Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok. b) Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan ke arah septumselama beberapa menit. c) Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang telah dibasahi dengan adrenalin dan pantokain/ lidokain, serta bantuan alat penghisap untuk membersihkanbekuan darah. d) Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas, dilakukan kaustik dengan larutan nitras argenti 20%-30%, asam trikloroasetat 10% atau dengan elek-trokauter. Sebelum kaustik diberikan analgesia topikal terlebih dahulu. e) Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung, diperlukan pemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin yang dicampur betadin atau zat antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol yang dibuat dari kasa sehingga menyerupai pita dengan lebar kurang cm, diletakkan berlapis-lapis mulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yang dipasang harus menekan tempat asal perdarahan dan dapat dipertahankan selama 1-2 hari. f) Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau tampon Bellocq, dibuat dari kasa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dan mempunyai 3 buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi yang lainnya. Tampon harus menutup koana (nares posterior)

Teknik Pemasangan Untuk memasang tampon Bellocq, dimasukkan kateter karet melalui nares anterior sampai tampak di orofaring dan kemudian ditarik ke luar melalui mulut. Ujung kateter kemudian diikat pada dua buah benang yang terdapat pada satu sisi tampon Bellocq dan kemudian kateter ditarik keluar hidung. Benang yang telah keluar melalui hidung kemudian ditarik, sedang jari telunjuk tangan yang lain membantu mendorong tampon ini ke arah nasofaring. Jika masih terjadi perdarahan dapat dibantu dengan pemasangan tampon anterior, kemudiandiikat pada sebuah kain kasa yang diletakkan di tempat lubang hidung sehingga tampon posterior terfiksasi. Sehelai benang lagi pada sisi lain tampon

Bellocq dikeluarkan melalui mulut (tidak boleh terlalu kencang ditarik) dan diletakkan pada pipi. Benang ini berguna untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari. Setiap pasien dengan tampon Bellocq harus dirawat Pemasangan tampon posterior (tampon Belloq) dapat menyebabkan laserasi palatum mole atau sudut bibir, jika benang yang keluar dari mulut terlalu ketat dilekatkan pada pipi. Kateter balon atau tampon balon tidak boleh dipompa terlalu keras karena dapat menyebabkan nekrosis mukosa hidung atau septum.

2.6 KOMPLIKASI EPISTAKSIS Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat dari epistaksisnya sendiri atau sebagai akibat dari upaya penanggulangan epistaksis. Akibat perdarahan yang hebat dapat terjadi aspirasi darah ke dalam saluran pernafasan bawah. Juga dapat menyebabkan syok, anemia, dan gagal ginjal. Turunnya tekanan darah secara mendadak mengakibatkan hipotensi, hipoksia, iskemia serebri, insufisiensi koroner sampai infark miokard yang dapat menyebabkan kematian. Untuk itu pemberian infus dan tranfusi darah harus segera dilaksanakan. Pemasangan tampon dapat menyebabkan rino-sinusitis, otitis media, septikemia atau toxic shock syndrome. Oleh karena itu, harus selalu diberikan antibiotik pada setiap pemasangan tampon hidung, dan setelah 2-3 hari tampon harus dicabut. Bila perdarahan masih berlanjut dipasang tampon baru. Dapat juga terjadi hemotimpanum sebagai akibat mengalirnya darah melalui tuba eustachius dan air mata berdarah (bloody tears), akibat mengalirnya darah secara retrograd melalui duktus nasolakrimalis

3. DEFORMITAS HIDUNG

3.1 ETIOLOGI Penyebab yang paling sering adalah trauma.Trauma dapat terjadi sesudah lahir, pada waktu partus atau bahkan pada masa janin intrauterin.Penyebab lainnya adalah ketidakseimbangan pertumbahan.Tulang rawan septum nasi terus tumbuh, meskipun batas superior dan inferior telah menetap.Dengan demikian terjadilah deviasi pada septum nasi itu.

3.2 TERAPI

Bila gejala tidak ada atau keluhan sangat ringan, tidak perlu dilakukan tindakan koreksi septum.Ada 2 jenis tindakan operatif yang dapat dilukan pada pasien dengan keluhan yang nyata yaitu reseksi submukosa dan septoplasti. Reseksi submukosa (submucous septum resection SMR) Pada operasi ini mukoperikondrium pada mukoperiosteum kedua sisi dilepaskan dari tulang rawan dan tulang septum. Bagian tulang atau tulang atau tulang rawan dari septum kemudian diangkat, sehingga muko-perikondrium dan mukoperosteum sisi kiri dan kanan akan langsung bertemu di garis tengah. Septoplasti atau reposisi septum Pada operasi ini tulang rawan yang bengkok direposisi. Hanya bagian yang berlebihan saja yang dikeluarkan. Dengan cara ini dapat dicegah komplikasi yang mungkin timbul pada operasi reseksi submukosa, seperti terjadinya perforasi septum dan hidung pelana. 4. SESAK NAFAS 4.1 PENGERTIAN Sesak nafas atau dispnea adalah keluhan atau gejala yang sering memerlukan pananganan darurat tetapi intensitas dan tingkatannya dapat berupa rasa tidak nyaman di dada yang bisa membaik sendiri: yang membutuhkan bantuan nafas yang serius sampai yang fatal.

4.2 ETIOLOGI Sesak nafas bisa diakibatkan oleh trauma maupun non trauma. Yang disebabkan oleh trauma yaitu pada kasus obstruksi jalan nafas karena benda asing, fraktur tulang costae sehingga mengakibatkan pneumothorax, efusi pleura maupun hemotoraks. Penyebab lain dari sesak nafas non trauma yaitu misalnya asma, bronchitis, emfisema, emboli paru, pneumonia, dan penyakit jantung seperti gagal jantung kongestif.

4.2.1 PNEUMOTHORAKS adanya udara dalam rongga pleura akibat robeknya pleura

4.2.1.1 ETIOLOGI 1. Pneumothoraks spontan Terjadi karena sebab yang tidak jelas. Pneumo thoraks spontan ada dua,yaitu primer dan sekunder. Penumothoraks spontan primer terjadi jika pada penderita tidak ditemukan penyakit paru sedangkan pada pneumothoraks spontan sekunder ditemukan komplikasi dari penyakit paru paru. 2. Pneumothoraks traumatik Terjadi akibat cidera traumatik pada dada bisa berupa trauma tumpul ataupun trauma tajam. 3. Pneumothoraks karena tekanan Terjadi karena jika paru paru mendapatkan tekanan berlebihan sehinnga menjadi kolaps.

Tanda dan gejala Pneumotoraks Dyspnea (jika luas) Nyeri pleuritk yang hebat Trakea bergeser menjauhi sisi yang pneumotoraks Takikardi Sianosis (jika luas) Pergerakan dada terhambat dan kurang pada bagian yang terkena Perkusi hipersonor Perkusi meredup pada paru yang kolaps Suara napas berkurang Fremitus vocal dan raba berkurang

4.2.1.2 PENATALAKSANAAN Pneumothorax membutuhkan dekompresi segera dan penanggulangan awal dengan cepat berupa: insersi jarum yang berukuran besar pada ICS 2 mid clavicula line pada hemithorax yang terkena. Tujuan dari insersi jarum ini adalah untuk mengeluarkan udara yang masuk ke dalam rongga pleura agar paru tidak

kolaps.Evaluasi ulang perlu dilakukan.Terapi definitif selalu dibutuhkan dengan pemasangan chest tube pada ICS 5 anterior dari midaxilla line.

1. Pneumotaraks tertutup hebat a. Istirahat di rumah sakit b. Diet c. Medika mentosa d. Tindakam khusus 2. Pneumotoraks terbuka a. Pengisapan udara dan terus menerus b. Meletakkan kedua pleura dengan menyuntikkan larutan glucose 40-50A%, 4050 cc 3. Pneumotoraks ventil a. Pasang WSDBila fistel sudah tertutup, dihisap dengan pompa b. Bila diluar rumah sakit, tusukkan jarum yang besar pada ICS 2 Tindakan operasi Torakotomi dilakukan jika: a. Pneumotraks yang kambuh b. Pneumotoraks satu sisi, satu sisi pernah pneumotoraks spontan c. Paru tidak mau mengembang setelah 5-7 hari d. Gagal dengan WSDHemopneumotoraks yang masiff

Tindakan

pengobatan

pneumothorax

tergantung

dri

luasnya

pneumothorax.Tujuan dari penatalaksanaan tersebut yaiut untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.British thoracic society dan American collage of chase physician telah memberikan rekomendasi untuk penanganan pneumothorax.

Prinsip-prinsip penanganan pneumothorax adalah: Observasi dan pemberian tambahan oksigen Tindakan ini dilakukan apabila luas pneumothorax kurang dari 15% dari hemithorax. Apabila fistula dari alveoli ke rongga pleura telah menutup, udara dalam rongga pleura perlahan-lahan akan diresorbsi. Laju resepsinya diperkirakan 1.25% dari sisi pneumothorax per hari. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dgn foto

dad sereal tiap 12-24 jam selama 2 haribisa dilakukan dengan atau tanpa dirawat di rumah sakit pasien dengan luas pneumothorax kecil unilateral dan stail, tapa gejala diperboehkan beobat jalan dan 2-3 hari pasien harus control.

Aspirasi sederhana dengan jarum Segera dilakukan dekompresi dengan pemasangan jarum di sela iga II mid clavicula, yang disusul dengan WSD.Penanganan ini tidak boleh terhambat oleh karena menunggu foto toraks.Setelah WSD terpasang, cabut jarumnya dari ICS II.

Torakoskopi Adalah suatu tindakan untuk melihat langsung kedalam rongga dada dengan alat bantu torakoskope.tindakan ini dilakukn apabila: a. Tindakan aspirasi maupun WSD gagal. b. Paru tidak mngembang setelah 3 hari pemasangan tube torakostomi. c. Terjadinya fistula bronkopleura. d. Timbulnya kembali pneumothorax stelah tindakan pleuradesis. e. Pada pasien yg berkaitan dengan pekerjaannya agar tidak mudah kambuh lagi seperti pada pilot dan penyelam.

4.2.2 OBSTRUKSI

4.2.2.1 ETIOLOGI OBSTRUKSI Obstruksi hidung a. Kelainan bawaan misalnya atresia koane ( tertutupnya coane ) b. Peradangan misalnya rhinitis akut c. Kelainan anatomis misalnya deviasi septum d. Massa atau tumor dalam rongga hidung misalnya polip e. Benda asing Obstruksi faring a. Peradangan misalnya faryngitis b. Benda asing

Obstruksi laring a. Peradangan misalnya laryngitis b. Aspirasi lendir, darah c. Benda asing Obstruksi bronkus, bronkiolus a. Aspirasi lendir mukosa dr saluran pernafasan di atasnya b. Peradangan misalnya bronchitis c. Benda asing

4.2.2.2 PENATALAKSANAAN Jika pasien tidak sadar. Jika saluran pernapasan atas tersumbat oleh lidah pada pasien yang tidak sadar, laringoskopi direk dapat dilakukan untuk melihat sesuatu yang menyebabkan sumbatan supraglotik dan intubasi endotrakhea dapat juga dilakukan. Intubasi dapat dilakukan dengan : 1. Intubasi fiber optik 2. Intubasi retroged 3. Intubasi nasotrakheal 4. Intubasi laringoskopi direk dengan anastesi umum Bronkhoskopi. Pada umumnya bronkhoskopi dilakukan untuk mengambil benda asing, pada pasien yang mengalami aspirasi benda asing.Pada anak-anak atau orang dewasa dengan proporsi tubuh yang kecil, aspirasi benda asing yang berupa biji-bijian, bronkhoskopi bisa dilakukan dengan posisi tertentu (lateral decubitus atau tredelenburgh). Kedua posisi ini memungkinkan akan menyebabkan keluarnya benda asing secara spontan atau benda asing tersebut akan berpindah ke posisi yang lebih proksimal. Trakheostomi. Merupakan tindakan pembedahan yang dilakukan apabila benda asing tidak dapat keluar dengan cara tindakan non bedah.

5. NYERI DADA

5.1 ETIOLOGI Nyeri dada dapat digolongkan sesuai etiologinya: 1.Trauma, misalnya: pneumothorax, hemothorax, flail chest, tamponade jantung, dll. 2.Non trauma, misalny: A. Penyakit jantung --> angina pectoris B. Penyakit non jantung --> edema paru

Fraktur costae depat menyebabkan kematian apabila terjadi pneumonia tension. Fraktur ini biasa terjadi pada cosate 3,4,5. Hal ini terjadi karena ketika terjadi luka pada thoraks yang nantinya dapat menyebabkan pneumonia tension akan menyebabkan hipoksia pada jantung dan otak. Mekanismenya : 1. fraktur pada thorak dextra. 2. Terjadi pneumonia tension. 3. Organ-organ yang sakit (pulmo dextra akan mendekat ke arah organ yang lebih sehat; pulmo sinistra). 4. Menyebabkan terdesaknya jantung dan terlipatnya vena cava dan aorta. 5. Darah gagal kembali ke jantung. 6. Terjadi penumpukan darah. 7. Emboli darah. 8. Sehingga menyebabkan kematian.

KESIMPULAN

Trauma pada dada dapat menyebabkan penumothoraks karena adanya fraktur kosta. Kemudian pneumothoraks dapat menimbulkan sesak nafas, nyeri dada hingga kematian. Karena saat terjadi pneumothoraks rongga pleura yang seharusnya berisi cairan, penuh terisi udara akibat fraktur kosta yang merobek pleura parietal dan menyebabkan paru paru tidak dapat mengembang dengan sempurna. Sebagai pertolongan pertama pada kasus pneumothoraks adalah mengeluarkan udara yang terdapat pada rongga pleura. Pada kasus pneumothoraks berat penderita akan kesulitan bernafas hingga menyebabkan kematian.