Resume Isu Kontemporer

14
RESUME ISU-ISU KONTEMPORER OLEH: ROHMAD ADI SIAMAN KELAS DOUBLE DEGREE BPKP MAGISTER EKONOMIKA PEMBANGUNAN UNIVERSITAS GADJAH MADA 2012

description

Resume I Indikator Pendapatan Nasional dan Pertumbuhan EkonomiResume II Kondisi Ekonomi Makro Dunia dan IndonesiaResume III Kebijakan Bank Sentral dan Perbankan di IndonesiaResume IV Desentralisasi Fiskal IResume V Kebijakan Fiskal dan Moneter IndonesiaResume VI Problema Implementasi Perundangundangan Keuangan Pusat- Daerah

Transcript of Resume Isu Kontemporer

Page 1: Resume Isu Kontemporer

RESUME ISU-ISU KONTEMPORER

OLEH:

ROHMAD ADI SIAMAN

KELAS DOUBLE DEGREE BPKP

MAGISTER EKONOMIKA PEMBANGUNAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

2012

Page 2: Resume Isu Kontemporer

1

DAFTAR ISI

halaman

Resume I Indikator Pendapatan Nasional dan Pertumbuhan Ekonomi 2

Resume II Kondisi Ekonomi Makro Dunia dan Indonesia 4

Resume III Kebijakan Bank Sentral dan Perbankan di Indonesia 6

Resume IV Desentralisasi Fiskal I 8

Resume V Kebijakan Fiskal dan Moneter Indonesia 10

Resume VI Problema Implementasi Perundangundangan Keuangan Pusat- Daerah 12

Page 3: Resume Isu Kontemporer

2

RESUME I

Indikator Pendapatan Nasional dan Pertumbuhan Ekonomi

Oleh : Prof. Catur Sugiyanto

Pendahuluan

Pertumbuhan ekonomi di Indonesia berbasis pada Sumber Daya Alam, dengan kegiatan

perekonomian sebagian besar berada di Pulau Jawa. Pulau Jawa dengan penduduk

mencapai 60% dari total penduduk Indonesia, menghasilkan 60% produksi nasional, padahal

luas wilayahnya hanya mencapai 13% dari luas Indonesia. Hal ini membuktikan bahwa

pertumbuhan ekonomi di Indonesia tidak merata.

Namun fakta lain mengungkapkan bahwa PDB Indonesia naik dari angka 1.656 trilyun rupiah

di tahun 2004, menjadi 2.221 trilyun rupiah di tahun 2010. Dari total PDB tersebut,

digunakan untuk pengeluaran sebesar 56,7% bagi konsumsi rumah tangga. Dan dari

konsumsi rumah tangga tersebut ternyata tidak lagi didominasi untuk pengeluaran

makanan. Hal ini menandakan bahwa rumah tangga Indonesia mulai terentaskan dari

kemiskinan.

Dalam sejumlah penelitian, ditunjukkan bahwa terdapat beberapa variabel yang

mempengaruhi tingkat pertumbuhan ekonomi. Berikut hasil penelitian tersebut :

Pertumbuhan dan Pemerataan

Dari studi literatur seperti Alesina dan Rodrik (1994) dan Perroti (1993) dapat disimpulkan

bahwa pertumbuhan ekonomi memiliki hubungan dengan tingkat pendapatan, dan

distribusi pendapatan. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi cenderung diikuti dengan

distribusi pendapatan yang tidak merata (kesenjangan pendapatan yang tinggi) dan tingkat

pendapatan yang tidak adil antar sektor produksi.

Ada tiga alasan penting mengapa terdapat perbedaan pola hubungan antara pertumbuhan

ekonomi dengan pemerataan, yaitu: satu, perbedaan titik start sejarah dan pertumbuhan

ekonomi dalam menciptakan efisiensi, dua, perbedaan struktur ekonomi, terutama yang

disokong dengan pertanian dan industri. Yang terakhir, pilihan sistem ekonomi yang

berlaku, karena sistem ekonomi memberi pengaruh pada aspek pasar.

Pertumbuhan dan Peran Pemerintah

Pertumbuhan ekonomi tidak lepas dari peran pemerintah yang tercermin dari keputusan

pembelanjaan dan investasi melalui pengendalian kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.

Page 4: Resume Isu Kontemporer

3

Seberapa besar peran pemerintah dapat diukur menggunakan metode unbalanced panel

dengan simpulan di antaranya terdapat missalocation dari pengeluaran pemerintah, dan

koefisien dari penerimaan pajak serta pertumbuhan investasi modal adalah positif terhadap

pertumbuhan ekonomi.

Pertumbuhan dan Infrastruktur

Penelitian terhadap pengaruh infrastruktur terhadap pertumbuhan ekonomi menyimpulkan

bahwa pembangunan infrastruktur akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi,

menurunkan ketidakmerataan distribusi pendapatan dan menurunkan tingkat kemiskinan.

Pertumbuhan dan Kualitas Pemerintah

Penelitian dengan tema pengaruh kualitas pemerintahan dengan income per kapita

menyimpulkan bahwa kedua variabel di atas tidak sepenuhnya terdapat hubungan

kausalitas. Kemajuan kualitas pemerintahan mungkin tidak bukan hanya konsekuensi dari

pertumbuhan ekonomi. Perbaikan kualitas pemerintahan tidak secara otomatis terjadi

ketika proses pembangunan berlangsung, sehingga perlu intervensi untuk memperbaiki

pemerintahan.

Defisit Anggaran dan Pertumbuhan Ekonomi

Studi literatur mengenai hal ini menyimpulkan bahwa defisit anggaran akan mendorong

penyerapan domestik sehingga menyebabkan ekspansi impor yang akhirnya menyebabkan

defisit perdagangan, dan keduanya akan mengakibatkan terganggunya pertumbuhan

ekonomi jangka panjang.

Remittance dan Pertumbuhan Ekonomi

Kemudian penelitian mengenai dampak remittance terhadap pertumbuhan ekonomi

menyimpulkan bahwa Remittance memberikan dampak positif yang kecil terhadap

pertumbuhan ekonomi Negara-negara Asia Pasifik. Namun Remittance memberikan dampak

signifikan terhadap pengurangan kemiskinan dengan meningkatkan pendapatan,

memperlancar konsumsi dan mengurangi hambatan modal bagi kaum miskin.

Kekuatan Politik Pemerintah Daerah dan Pertumbuhan Ekonomi Daerah 2004 – 2009

Penelitian ini ingin menunjukkan seberapa pengaruh komposisi kekuatan partai politik di

daerah terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi. Dan hasil dari penelitian menunjukkan

bahwa pada daerah dengan satu partai penguasa atau koalisi beberapa partai yang menjadi

mayoritas cenderung memiliki tingkat pertumbuhan yang tidak lebih tinggi dibanding pada

daerah dengan kekuatan politik yang merata.

Page 5: Resume Isu Kontemporer

4

RESUME II

Kondisi Ekonomi Makro Dunia dan Indonesia

Oleh: A. Tony Prasetiantono Ph.D

Pendahuluan

Beberapa pekan terakhir, Rupiah mengalami tekanan karena dampak ekonomi global.

Investor cenderung menyimpan Dollar Amerika, dari pada Yuan China yang jumlahnya

terbatas ataupun Euro yang cukup riskan. Target pertumbuhan ekonomi 6,5% menjadi berat

seiring fakta bahwa kuartal I 2012 pertumbuhan hanya mencapai 6,3% meskipun Bank

Indonesia menahan ratenya pada tingkat yang rendah dan kenaikan status rating Indonesia

menjadi Investment Grade.

Update Ekonomi Global

Keadaan Indonesia masih lebih baik dibanding Eropa. Italia dengan beban hutang terbesar

(€ 1,8 trilyun atau mencapai 100% dari GDPnya) di antara negara-negara Euro menjadi

perhatian dunia mengingat negara ini menjadi tonggak perekonomian ketiga terbesar Euro.

Kombinasi antara kegagalan sistem perekonomian Welfare State dan kepemimpinan

Berlusconi diduga menjadi penyebab utama. Beruntunglah Italia memiliki tingkat simpanan

yang tinggi, sehingga persediaan modal masih mencukupi untuk mendanai investasi yang

diharapkan menjadi kunci keluar dari krisis.

Sementara itu, Yunani yang beban hutangnya tidak sebesar Italia (“hanya” € 300 milyar atau

penghutang terbesar ketiga di Eropa), terancam bangkrut. Dugaan bahwa kebangkrutan

Yunani bisa memicu resiko sistemik yang dapat menyeret negara Euro yang lain ke jurang

yang sama, membuat Jerman dan Perancis bahu-membahu memberikan dana talangan

kepada Yunani sebagai bagian dari solusi jangka pendek. Dan sebagai solusi jangka panjang,

disiplin fiskal serta penghematan fiskal diharapkan mampu menjadi jamu yang ampuh.

Diluar zona Euro, terdapat China yang bersiap menjadi raksasa ekonomi dunia menyaingi

USA. Menurut Profesor Justin Lin, kunci keberhasilan China adalah liberalisasi

perekonomian, pembangunan infrastruktur yang masif dan kebijakan pemerintahannya

membatasi pencetakan Yuan yang berakibat pada peningkatan ekspor. Meskipun begitu

China tidak bisa menghindar dari terpaan badai krisis global. Pertumbuhan ekonomi pada

kuartal I yang “hanya” mencapai 8,5% membuat pemerintahan merevisi target

perekonomian tahun 2012 menjadi 7,5%. Bahkan Huang Ping, ekonom Citi Bank, menduga

Page 6: Resume Isu Kontemporer

5

China akan mengalami hard landing di masa mendatang dengan setidaknya dua penyebab

yaitu: satu, kesenjangan perekonomian yang tinggi antara daerah East Coast yang kaya-raya

dengan daerah Middle dan West yang didominasi gurun pasir. Dan dua, Provinsi Tibet yang

selalu menjadi ganjalan sepatu bagi China karena keinginannya untuk menjadi negara

sendiri.

Terakhir, yang terkait dengan krisis global adalah krisis minyak. Harga minyak yang fluktuatif

di dunia disebabkan tipisnya perbedaan jumlah supply dan demand. Gangguan dari supply

seperti ketegangan di Iran dan pemberontakan di Sudan Selatan dapat mendongkrak harga

minyak. Sebaliknya, krisis global membuat demand minyak dari industri dunia melemah,

sehingga harga minyak bisa kembali diredam.

Update Ekonomi Indonesia

Pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah yang tertinggi di Asia Tenggara, karena fenomena

konsumsi middle-class yang tidak terpengaruh krisis, komoditas primer yang menjadi

unggulan saat krisis, rendahnya ketergantungan terhadap perekonomian global dan

sehatnya sektor finansial. Selain itu, Pemerintah Indonesia sangat berhati-hati dalam

pengelolaan fiskal, terutama dalam hal utang, dimana rasio utang pemerintah terhadap PDB

hanya 25,7%.

Sisi negatifnya, meskipun neraca perdagangan masih surplus, namun mengalami tekanan

sehingga ekspor Indonesia tahun 2012 ini diduga akan turun dikarenakan krisis yang

melanda Eropa. Untuk itu eksportir harus kreatif untuk mencari pasar baru (seperti Afrika,

Rusia dan Eropa Timur) dan Pemerintah harus menjaga Rupiah tidak terlalu kuat agar daya

saing bisa terjaga. Sementara itu, problem internal Indonesia adalah infrastruktur yang tidak

memadai, birokrasi yang tidak mampu menyerap anggaran secara efektif dan korupsi.

Outlook 2012

Dari dataran Eropa, kondisi ketidakpastian masih menghantui terutama kesangsian dunia

bahwa Yunani mampu melakukan “diet ketat”. Selain itu, bukan tidak mungkin krisis Yunani

akan merembet ke Italia, Spanyol dan Portugal sehingga menimbulkan ide pembubaran

Euro. Akibatnya volatilitas mata uang Euro akan mempengaruhi USD dan akhirnya Rupiah

pun akan cenderung melemah.

Di Indonesia, untuk meredam pengaruh krisis global para pelaku ekonomi hendaknya

memvariasikan komposisi ekspor, lebih menggali potensi pasar domestik dan sektor

finansial harus dijaga agar tetap kuat.

Page 7: Resume Isu Kontemporer

6

RESUME III

Kebijakan Bank Sentral dan Perbankan di Indonesia

Oleh : DR. Sri Adiningsih MSc.

Pendahuluan

Bank adalah bidang usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan

dan menyalurkan dana tersebut kepada masyarakat dalam bentuk kredit atau bentuk-

bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.

Bank di Indonesia dapat dibedakan menurut beberapa indikator, yaitu :

1. Menurut sistem yang dijalankan : Bank Konvensional dan Bank Syariah

2. Menurut UU No. 10 1998: Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat

3. Menurut pemilik: Bank Milik Pemerintah, Bank Milik Pemda, Bank Asing, Bank Swasta

Nasional dan Bank Campuan

4. Menurut lingkup operasi: Bank Devisa dan Bank Non Devisa

Konsep Bank Sentral

Konsep bank sentral adalah menjadi pilar utama dalam dunia perbankan dengan lima

tanggung jawab utama yaitu sebagai pencetak uang, stabilisator moneter, stabilisator

finansial, sistem pembayaran yang efisien dan sebagai bankir pemerintah.

Bank Indonesia sebagai bank sentral di Indonesia telah mengalami beberapa masa

perubahan, sebagai berikut :

1. Periode 1945-1952: Pada masa ini belum ada bank sentral. Pencetakan dan peredaran

uang dilakukan oleh BNI dan De Javasche Bank.

2. Periode 1953-1967: Pada masa ini diberlakukan Undang Undang No 11 tahun 1953 yang

mengamanatkan pendirian Bank Indonesia sebagai bank sentral menggantikan BNI dan

De Javasche Bank. UU ini juga memperkenalkan adanya Dewan Moneter.

3. Periode 1968-1998: Pada masa ini diberlakukan Undang Undang No 13 tahun 1968 yang

menghilangkan fungsi komersial dari Bank Indonesia.

4. Periode 1999-sekarang: Pada masa ini diberlakukan Undang Undang No 23 tahun 1999

yang meniadakan Dewan Moneter, sehingga Bank Indonesia bersifat independen. Bank

Indonesia dalam hukum ketatanegaraan indonesia adalah lembaga tinggi negara yang

mempunyai kedudukan yang sejajar dengan Presiden dan DPR.

Page 8: Resume Isu Kontemporer

7

Tugas Bank Indonesia

Menurut Undang-undang Nomor 6 tahun 2009 Bank Indonesia memiliki tugas mencapai dan

memelihara kestabilan nilai rupiah, mengatur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran,

menetapkan dan melaksanakan kebijakan moneter serta mengatur dan mengawasi bank

baik makro dan mikro.

Konsep Bank Pengawasan

Dalam melakukan pengawasan perbankan, Bank Indonesia mewajibkan dunia perbankan

menggunakan Bassel II Accord untuk bank konvensional dan Islamic Financial Service Board

untuk bank syariah. Bassel II Accord memiliki tiga pilar sebagai berikut :

1. Persyaratan Modal Minimum, yaitu CAR (Capital Adequate Ratio) minimum 8 persen,

Perhitungan ATMR dilakukan terhadap 3 jenis resiko: resiko kredit, resiko pasar, dan

resiko operasional.

2. Proses reviu dan pengawasan, yaitu Bank wajib memiliki proses/strategi utk menilai

kecukupan modal utk mempertahankn Internal Capital Adequacy Assessment Process

(ICAAP), Pengawas wajib mereview internal capital adequacy assessment process,

Pengawas wajib meminta bank beroperasi diatas rasio minimum dan Pengawas wajib

melakukan intervensi secepat mungkin utk mencegah penurunan modal.

3. Market Discipline, yaitu Mendorong peran publik untuk turut mengawasi bank,

Tersedianya informasi yg cukup bagi publik mengenai kondisi bank dan Kemampuan

publik dalam menilai kondisi bank

Arsitektur Perbankan Indonesia

Arsitektur Perbankan Indonesia diluncurkan tanggal 9 Januari 2004 sebagai kerangka dasar

(blue print) pengembangan perbankan sampai dengan tahun 2014. API mempunyai tujuan

membentuk sistem perbankan yang sehat, kuat dan efisien guna menciptakan kestabilan

sistem keuangan dalam rangka membantu pertumbuhan ekonomi nasional.

Guna mencapai tujuan tersebut, terdapat enam pilar yang harus diraih, yaitu :

1. Struktur Perbankan yang sehat

2. Sistem Pengaturan yang Efektif

3. Fungsi Pengawasan yang efektif

4. Industri perbankan yang kuat

5. Infrastruktur Perbankan yang Memadai

6. Perlindungan Konsumen

Page 9: Resume Isu Kontemporer

8

RESUME IV

Desentralisasi Fiskal I

Oleh : Prof. Wihana Kirana Jaya Ph.D

Pendahuluan

Banyak pemerintahan di dunia melakukan desentralisasi ─dalam bidang politik,

administratif, fiskal dan ekonomi─ termasuk Indonesia. Laporan Bank Dunia (2000:107)

menyatakan bahwa desentralisasi yang sukses mampu mengembangkan efisiensi dan

pertanggungjawaban dalam sektor publik sekaligus mencegah kekuatan politik yang

berpotensi negatif. Sementara, desentralisasi yang gagal akan mengancam kestabilan

ekonomi dan politik serta mengacaukan jangkauan pelayanan publik.

Desentralisasi Fiskal menurut Litvack dan Seddon (1999: 3) dapat memiliki beberapa bentuk,

seperti : pembiayaan sendiri, pembiayaan bersama, pengembangan pendapatan daerah,

transfer antar pemerintah dan otorisasi dalam melakukan pinjaman.

Keuntungan dan Kerugian Desentralisasi

Menurut Ebel dan Yilmaz (2002: 7) keuntungan dan kerugian desentralisasi adalah sebagai

berikut :

Keuntungan Kerugian

Berpotensi mampu mengembangkan keadaan ekonomi

makro pemerintahan

Terjadi kemunduran

Membatasi ukuran sektor publik Tidak ada hubungan signifikan

antara desentralisasi fiskal dan

ukuran sektor publik

Diasosiasikan dengan

pertumbuhan yang lambat

Pemerintah daerah berada di bawah tekanan konstituen

dalam mengatur submer daya dan memberikan pelayanan

secara efektif

Penelitian publik memaksa pejabat yang terpilih untuk

menunjuk staf yang kompeten

Desentralisasi fiskal mempertinggi otonomi politik dimana

dapat memotivasi tingkat partisipasi daerah

Sistem desentralisasi lebih responsif terhadap keinginan

masyarakat

Pemerintah daerah cenderung

lebih korup

Efek Desentralisasi Terhadap Korupsi

Dalam penelitian Huther dan Shah pada tahun 1996, ditemukan bahwa pada negara yang

menganut desentralisasi memiliki tata pemerintahan yang lebih baik dari pada negara yang

sentralistik. Mereka menegaskan bahwa tingkat partisipasi daerah dan akuntabilitas sektor

Page 10: Resume Isu Kontemporer

9

publik lebih berkembang pada pengambilan keputusan yang terdesentralisasi. Mereka juga

mengungkapkan bahwa negara yang desentralisasi lebih responsif terhadap keinginan

masyarakat daerah terutama dalam pelayanan publik.

Namun di sisi lain, hasil penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat–Fakultas

Ekonomi Universitas Indonesia (LPEM-FEUI) terhadap iklim bisnis di 60 kota di Indonesia

dengan melakukan wawancara terhadap pemilik dan manajer dari 1736 perusahaan

menengah dan besar menyimpulkan bahwa reformasi tahun 1999 (yang menjadi pemicu

munculnya ide desentralisasi) justru membuat penyuapan kepada pejabat pemerintah

meningkat. Hal ini membuktikan bahwa transfer kekuasaan juga bisa diikuti oleh transfer

penyalahgunaan wewenang ke pemerintah daerah.

Dari berbagai sudut pandang yang ada pada beberapa penelitian yang lain, ditemukan

bahwa reformasi desentralisasi yang ideal membutuhkan waktu yang panjang untuk diraih.

Pelayanan sektor publik sebagai bagian dari hasil perangkat institusi tidak bisa otomatis

berubah pada jangka pendek sebagai hasil dari reformasi.

Efek Desentralisasi Terhadap Pendapatan Asli Daerah

Davoodi dan Zou (1998) berpendapat bahwa desentralisasi fiskal mempunyai efek negatif

terhadap pertumbuhan ekonomi. Menggunakan data dari 46 negara selama kurun waktu

1970-1989, mereka menganalisis efek desentralisasi terhadap pertumbuhan ekonomi, dan

menemukan hubungan negatif diantara keduanya pada negara berkembang, tapi tidak pada

negara maju.

Sementara itu, pada tahun 2001 USAID/PEG melakukan survey di Yogyakarta, Bantul dan

Makasar tentang respon daerah atas desentralisasi dan efeknya terhadap iklim bisnis UKM.

Hasilnya bahwa desentralisasi bertendensi meningkatkan pajak dan retribusi daerah dengan

cara membebankan biaya tambahan pada perekonomian daerah. Studi ini membuktikan

terdapat satu efek positif desentralisasi yaitu simplifikasi prosedur perijinan di daerah

dengan didirikannya layanan perijinan satu pintu (SAMSAT). Namun di sisi lain, praktek

perijinan lain di pemerintah daerah malah menjadi lebih buruk.

Dalam diskusi selanjutnya, banyak penelitian yang menolak adanya hubungan antara

desentralisasi, pendapatan daerah dan pertumbuhan ekonomi. Tapi dalam kasus Indonesia,

desentralisasi tidak secara otomatis mendukung iklim bisnis di daerah dan dalam jangka

panjang cenderung memiliki efek yang negatif.

Page 11: Resume Isu Kontemporer

10

RESUME V

Kebijakan Fiskal dan Moneter

Oleh : Anggito Abimanyu

Tujuan Kebijakan Fiskal dan Moneter

Kebijakan Fiskal dan Moneter adalah kewenangan yang dipegang oleh pemilik kekuasaan

yang memiliki tujuan untuk :

1. Mendorong Pertumbuhan Ekonomi

2. Stabilitas Ekonomi (harga-harga dan nilai tukar)

3. Kesejahteraan Masyarakat.

Di setiap negara di dunia, pemegang kewenangan atas kebijakan fiskal dan moneter bisa

berbeda-beda. Ada negara yang memisahkan secara ketat pemegang kebijakan fiskal dan

moneter, contohnya India. Namun ada juga negara yang memberikan kedua kewenangan

tersebut kepada satu instansi yaitu bank sentral, contohnya Singapura. Indonesia termasuk

negara yang memisahkan pemegang kewenangan kebijakan fiskal dan moneter. Kebijakan

fiskal menjadi wewenang Pemerintah, sedangkan kebijakan moneter menjadi wewenang

Bank Indonesia.

Cakupan Kebijakan Moneter

Kebijakan moneter yang dipegang oleh Bank Indonesia memiliki tujuan stabilisasi harga-

harga (inflasi) dalam perekonomian melalui kebijakan suku bunga. Selain itu, Bank Indonesia

juga memiliki tugas antara yaitu stabilitas nilai tukar, pengelolaan kecukupan cadangan

devisa dan melakukan regulasi serta supervisi perbankan.

Dampak dari kebijakan moneter bersifat instan. Contohnya ketika terjadi inflasi, Bank

Indonesia akan segera menaikkan suku bunga, yang kemudian akan diikuti oleh kenaikan

bunga di bank-bank umum, dan dalam waktu singkat dana masyarakat akan banyak

terkumpul di bank, akibatnya nilai uang kembali terangkat dan inflasi turun.

Pokok-pokok Kebijakan Fiskal

Pemerintah sebagai pemegang wewenang kebijakan fiskal mempunyai hak untuk menarik

dana dari masyarakat dalam bentuk pajak, cukai, retribusi dan lain-lain. Selain itu

pemerintah juga mempunyai kewajiban untuk membelanjakan hasil penarikan dana

tersebut untuk kesejahteraan masyarakat, seperti yang tertuang dalam tujuan bernegara.

Page 12: Resume Isu Kontemporer

11

Berbeda dengan kebijakan moneter, kebijakan fiskal tidak memiliki dampak yang instan.

Ketika terjadi krisis ekonomi di suatu negara, maka kebijakan fiskal tidak bisa banyak

diharapkan untuk pemulihan perekonomian dalam jangka pendek.

Namun di sisi lain, kebijakan moneter memiliki dampak yang bersifat jangka panjang dan

dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat dalam waktu yang lama. Sebagai contoh,

pembangunan Jembatan Suramadu yang dibiayai oleh pemerintah dari pinjaman China

sebesar U$700 juta, membutuhkan waktu pembangunan bertahun-tahun, dan masyarakat

baru merasakan manfaatnya setelah jembatan selesai dibangun sampai waktu yang lama.

Pembangunan jembatan ini dalam jangka panjang akan memberikan tingkat multiplier

perekonomian yang tinggi bagi perekonomian Jawa maupun Madura.

Bauran Kebijakan Fiskal dan Moneter

Pada prakteknya di lapangan, jarang suatu peristiwa ekonomi hanya disikapi dengan satu

kebijakan fiskal atau moneter. Mix policy antara kebijakan fiskal dan moneter dipercaya

membuat perbaikan perekonomian berjalan lebih cepat dan efektif. Dalam hal ini

pemerintah dan Bank Indonesia akan senantiasa berkoordinasi untuk memilih kebijakan

yang tepat dalam rangka mengatasi kondisi ekonomi yang tidak diinginkan, meskipun Bank

Indonesia tetap harus menjaga keindependensiannya.

Sebagai contoh ketika pada kuartal II dan III tahun 2009 pertumbuhan ekonomi Indonesia

mengalami penurunan tajam hingga hanya mencapai 4,08% pertahun, Bank Indonesia

bersama pemerintah mengeluarkan bauran kebijakan yang diharapkan mampu

mendongkrak kembali pertumbuhan ekonomi sesuai yang ditargetkan dalam Undang-

undang APBN. Bank Indonesia berusaha menambah jumlah uang yang beredar di

masyarakat dengan menurunkan suku bunga, menambah cadangan devisa, mempermudah

ijin pendirian bank dan mendorong pasar modal.

Sementara itu pemerintah berusaha meningkatkan iklim investasi dengan cara

mengeluarkan belanja modal terutama belanja infrastruktur, menurunkan tarif pajak badan

dan menambah defisit dengan cara melakukan pinjaman luar negeri untuk ekspansi.

Page 13: Resume Isu Kontemporer

12

RESUME VI

Problema Implementasi Perundang-undangan Keuangan Pusat- Daerah

Oleh : Abdul Halim

NKRI dan Sistem Pemerintahan

Republik Indonesia sesuai yang tercantum dalam Pasal 1 Undang-undang Dasar Negara

Republik Indonesia tahun 1945 adalah ialah negara kesatuan dan negara hukum yang berbentuk

Republik dengan Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Negara

Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu

dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai

pemerintahan daerah.

Hubungan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah digambarkan dalam tiga asas

pemerintahan, yaitu Desentralisasi, Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. Desentralisasi yaitu

penyerahan wewenang pemerintahan oleh pemerintah pusat kepada daerah otonom untuk

mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem NKRI. Sedangkan Dekonsentrasi adalah

pelimpahan wewenang pemerintahan dari pemerintah pusat kepada Gubernur sebagai wakil

pemerintah pusat dan/atau kepada instansi vertikal di wilayah tertentu. Dan Tugas Pembantuan

ialah penugasan dari pemerintah pusat kepada daerah dan/atau Desa, dan dari pemerintah provinsi

kepada kabupaten/kota dan/atau desa serta dari pemerintah kab/kota kepada desa untuk

melaksanakan tugas tertentu.

Desentralisasi

Sebagai akibat dari pelaksanaan desentralisasi, maka penyelenggaraan urusan pemerintah

yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban APBD, meskipun pemerintah

masih memberikan bantuan dana yang dalam APBN dikelompokkan dalam pos Transfer ke

Daerah dan Hibah Daerah. Pos ini terdiri dari Dana Perimbangan dan Dana Otonomi Khusus

(untuk pemerintah daerah di Provinsi Papua, Papua Barat dan Nanggroe Aceh Darussalam)

serta Dana Penyesuaian.

Besarnya dana Transfer ke Daerah jika dibandingkan dengan total pendapatan pada APBN

memiliki rasio rata-rata 34% pada kurun waktu 2001 hingga 2011. Dan pada tahun anggaran

2011 besar dana Transfer ke Daerah adalah sebesar Rp 392,9 T dari total pendapatan negara

sebesar Rp 1100 T.

Page 14: Resume Isu Kontemporer

13

Sistem Keuangan dan Hubungan Keuangan Negara (Pusat-Daerah)

Keuangan Daerah adalah semua hak dan kewajiban daerah dlm rangka penyelenggaraan

pemerintah daerah yang dapat dinilai dengan uang, termasuk didalamnya segala bentuk

kekayaan yang berhubungan dengan hak dan kewajiban daerah. Dalam hal ini Presiden

selaku Kepala Pemerintahan pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara

menyerahkan pengelolaan keuangan daerah kepada Gubernur, Bupati atau Walikota.

Pemerintah Daerah melalui kekuasaan yang dimiliki dalam mengelola keuangan daerah

harus membantu Pemerintah Pusat dalam mencapai tujuan bernegara seperti yang tersurat

dalam Pembukaan UUD 1945. Tujuan bernegara itu kemudian di drop down ke dalam

lingkup Pemerintah Daerah menjadi tujuan Pemerintahan Daerah, yaitu :

1. Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat

2. Meningkatkan Pelayanan Umum

3. Meningkatkan Daya Saing Daerah (dalam bidang Ekonomi)

Problema Perimbangan dan Pengelolaan Keuangan (Pusat-Daerah)

Pengelolaan keuangan di indonesia adalah sesuatu yang komplek dan tidak sederhana

karena menyangkut banyak aspek yang saling terkait, yaitu aspek hukum, politik dan

ekonomi. Ketiga aspek tersebut merujuk terutama pada aspek kepentingan atau

kewenangan siapa dan bagaimana dalam menafsirkan perimbangan keuangan pusat dan

daerah. Sebagai contoh, penghitungan jumlah Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus

setiap tahun, meskipun telah dirumuskan dengan berusaha mengakomodasi rasa keadilan

dan keselarasan, masih saja terdapat daerah yang kurang setuju dengan hasil pembagian

yang ada.

Di sisi lain, dampak negatif dari reformasi-demokratisasi menghasilkan kendala kebablasan

atas euforia kebebasan mengungkapkan pendapat. Kendala utama ini membuat

implementasi yang ideal dari Undang-undang nomor 32 dan 33 tahun 2004 tentang

Pemerintah Daerah menjadi sulit dicapai.