Retorika haraki

6
Intisari Buku Retorika Haraki Bersama Dakwah

description

serial 100 buku pengokoh tarbiyah (Intisari)

Transcript of Retorika haraki

Page 1: Retorika haraki

Intisari Buku Retorika Haraki

Bersama Dakwah

Page 2: Retorika haraki

Intisari Buku Retorika Haraki

Retorika HarakiJudul Buku : Retorika HarakiPenulis : Amirudin RahimPenerbit : Era Adicitra Intermedia, SoloCetakan Ke : 1Tahun Terbit : Jumadil Ula 1431 H/April 2010Tebal Buku : xxviii + 236 halaman Berbicara itu mudah. Namun berbicara dengan tepat memerlukan ilmu dan ketrampilan. Retorika Haraki, yang merupakan buku kelima 100 buku pengokohan tarbiyah ini berupaya membekali aktifis dakwah dengan seni berbicara yang tepat sehingga amanah dakwah dapat ditunaikan. Sebagaimana kita ketahui bersama, aktifitas dakwah dan tarbiyah, banyak membutuhkan kemampuan bicara. Mulai dari tabligh, taklim, orasi, khutbah hingga halaqah, dan dakwah fardiyah. Seringkali dai dan mubaligh tidak menyampaikan dakwahnya dengan baik bahkan ngelantur, dan seringkali pula muwajjih atau murabbi yang sebenarnya luas ilmunya namun cara penyampaiannya tidak menarik. Seni berbicara yang dijelaskan Amirudin Rahim dalam buku Retorika Haraki ini diharapkan bisa mengeliminir kelemahan-kelemahan itu menuju dakwah Islam yang memikat; dengan retorika yang memukau, sikap yang santun, konten yang berkualitas, berbobot dan efektif. Dimulai dari Hakikat dan Prinsip Umum Berbicara pada Bab I, Retorika Haraki menyadarkan kita bahwa berbicara adalah nikmat yang juga mengandung potensi fitnah. Sikap seorang

Bersama Dakwah

Page 3: Retorika haraki

Intisari Buku Retorika Haraki

muslim pada nikmat berbicara ini adalah mensyukurinya dengan memuji Allah, berbicara untuk menyebar kebaikan, menggunakannya untuk kemaslahatan umat manusia, dan tidak menyalahgunakannya untuk kezaliman, kerusakan, permusuhan, dan kemaksiatan. Mensyukuri nikmat berbicara dengan demikian adalah mentaati prinsip-prinsip berbicara Islami. Prinsip berbicara yang islami ini ada 6 poin:1. Berbicara yang baik atau diam2. Berbicara sesuai kadar pemahaman akal pendengar3. Berbicara yang sederhana dan tidak berbelit-belit4. Tidak berbicara tentang hal yang tidak berguna (sia-sia)5. Menghindari kata atau istilah yang berkonotasi negatif

yang sengaja diciptakan musuh-musuh kebenaran6. Berbicara dengan bahasa audensi Dari enam prinsip itu, mungkin poin kelima dan keenam yang belum terlalu akrab bagi kita. Kata atau istilah yang berkonotasi negatif di sini merupakan "penerjemahan" dari QS. Al-Baqarah ayat 104. Bahwa Allah memerintahkan memakai kata unzhurna sebagai ganti raa'ina. Di zaman sekarang, raa'ina itu semakin banyak dengan adanya semantic game (permainan makna) yang diciptakan Barat, misalnya. Kata "fundamental", "teroris", "garis keras", dan "bom bunuh diri" adalah sedikit contoh semantic itu. Jika aktifis dakwah memakainya secara mentah, ia sudah terjebak pada bias makna. Sedangkan berbicara dengan bahasa audensi artinya berbicara dengan bahasa yang dimengerti audien, istilah yang dipahami audien, dan kaidah komunikasi yang mudah diserap audien. Intinya pembicaraan kita secara

Bersama Dakwah

Page 4: Retorika haraki

Intisari Buku Retorika Haraki

efektfi bisa ditangkap audien sesuai makna yang kita kehendaki.

Dalam berbicara, kita juga harus menghindari penyakit lisan. Ini dibahas dalam bab kedua; Penyakit-penyakit Lisan dalam Berbicara. Amirudin Rahim menjelaskan 10 penyakit lisan sebagai berikut:1. Ucapan yang tidak berguna (Al-Kalam fima la ya'ni)2. Berbicara yang berlebihan (Fudhulul kalam)3. Ungkapan yang mendekati kebatilan dan maksiat (Al-

Khaudh fil bathil)4. Berbantahan, bertengkar, dan debat kusir (Al-Mira' wal

jadal)5. Banyak bercanda dan sendau gurau (Al-muzah)6. Ungkapan yang menyakitkan, jorok dan caci maki

(badza'atul lisan wal qaul al-fahisy was sabb)7. Melaknat (Al-La'nu)8. Berfasih-fasih dalam berbicara untuk menarik perhatian

(At-Taqa'ur fil kalam)9. Menyebutkan hal yang memalukan atau kejelekan untuk

ditertawakan atau bahan olok-olok (As-Sukriyah wal istihza')

10. Berbohong dalam perkataan, janji dan sumpah (Al-kadzibu)

Karakteristik Retorika HarakiPada Bab 3: Retorika Haraki, dibahas karakteristik retorika haraki. Namun sebelum itu, dijelaskan dulu definisi retorika haraki. Bahwa retorika haraki adalah penjelasan ajaran dan nilai-nilai Islam oleh para aktifis harakah dakwah yang

Bersama Dakwah

Page 5: Retorika haraki

Intisari Buku Retorika Haraki

disampaikan atas nama Islam kepada sekalian manusia, muslim atau non muslim, untuk mengajak mereka kepada Islam atau mengajarkan keislaman dengan cara-cara yang islami, beramal makruf dengan cara yang makruf, dan bernahi mungkar bukan dengan cara yang mungkar. Lebih dari itu, retorika haraki memandu aktifis dakwah untuk memadukan akal, hati, dan amal demi meraih kesuksesan dakwah dan keridhaan Allah SWT. Karakteristik retorika haraki meliputi 15 karakter yaitu:1. Yakin kepada Pencipta dan tidak mengingkari keberadaan

dan kreatifitas manusia2. Menjaga keseimbangan antara wahyu dan akal3. Menyeru kepada spiritual dan tidak meremehkan materiil4. Memperhatikan ibadah dan tidak melupakan nilai-nilai

moral5. Mengagungkan akidah dan menebarkan toleransi dan

kasih sayang6. Memikat dengan hal-hal ideal dan peduli terhadap

realitas7. Mengajak kepada keseriusan dan konsistensi dan tidak

melupakan berhidur dan istirahat8. Berorientasi global dan tidak melupakan aksi lokal9. Semangat kepada modernitas dan berpegang teguh

kepada orisinalitas10. Bersifat futuristik dan tidak mengingkari masa lalu11. Memudahkan urusan dan menggembirakan perasaan12. Berpikir luas dan tidak melampaui batasan permanen13. Menolak kekerasan dan terorisme dan mendukung

perjuangan suci (jihad fi sabilillah)14. Mengukuhkan eksistensi wanita dan tidak mengikis

Bersama Dakwah

Page 6: Retorika haraki

Intisari Buku Retorika Haraki

martabat laki-laki15. Melindungi hak-hak minoritas dan menolak arogansi

mayoritas Teknik Retorika HarakiPada bab 4 sampai bab 9 (terakhir) Amirudin Rahim membahas hal-hal penting seputar retorika haraki. Mulai seni mengorganisasi dan menyampaikan pesan ada bab 4, seni berbicara dalam pidato dan khutbah pada bab 5, seni berbicara dalam kampanye politik pada bab 6, seni bertanya pada bab 7, seni memberi nasihat pada bab 8, dan sampai seni berbicara dalam dialog, diskusi, dan debat pada bab terakhir (bab 9). Sangat banyak teknik yang disampaikan dalam buku ini dan perlu dikuasai oleh aktifis dakwah. Tidak mungkin semuanya bisa dijabarkan dalam halaman terbatas ini. Karenanya, buku ini perlu dibaca oleh aktifis dakwah. Sehingga para aktifis dakwah menguasai retorika haraki dengan baik, dan dengannya ia menyebarluaskan dakwah Islam demi terwujudnya negeri yang baldatun thayyibatun wa Rabbun ghafur, tegaknya Islam rahmatan lil 'alamin, dan terealisasinya maratibul amal ustadziyatul alam. Amin.

Bersama Dakwah