Revisi Sk 5

46
DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL i KATA PENGANTAR ii DAFTAR ISI 1 STEP 1 2 STEP 2 2 STEP 3 3 STEP 4 7 STEP 5 7 STEP 6 7 STEP 7 8 KESIMPULAN 31 DAFTAR PUSTAKA 32 1

description

ikgk

Transcript of Revisi Sk 5

Page 1: Revisi Sk 5

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

KATA PENGANTAR ii

DAFTAR ISI 1

STEP 1 2

STEP 2 2

STEP 3 3

STEP 4 7

STEP 5 7

STEP 6 7

STEP 7 8

KESIMPULAN 31

DAFTAR PUSTAKA 32

1

Page 2: Revisi Sk 5

STEP 1

1. Restorasi plastis komposit:

Teknik preparasi dan restorasi dengan bahan tumpatan komposit yang

dikerjakan 1 kali kunjungan tidak memakai fasilitas laboratorium. Bahan

dapat dibentuk di dalam kavitas dapat setting di dalam kavitasnya. Biasanya

untuk gigi anterior karena translusensinya hampir sama dengan gigi asli.

2. Karies media kelas III Black:

Karies yang mencapai dentin, karies pada proksimal gigi anterior tanpa

melibatkan insisal.

3. Vitalitester:

Untuk melihat apakah gigi masih vital atau tidak dengan aliran listrik dan

diletakkan pada servikal gigi, sebelumnya diberi pasta untuk melihat reaksi

pulpa.

STEP 2

1. Apa saja macam-macam restorasi resin komposit?

2. Apa indikasi dan kontraindikasi restorasi plastis komposit?

3. Apa kelebihan dan kekurangan restorasi plastis komposit?

4. Bagaimana tahapan preparasi, restorasi, dan polishing?

5. Apa saja yang mempengaruhi keberhasilan pada restorasi komposit?

2

Page 3: Revisi Sk 5

STEP 3

1. Apa saja macam-macam restorasi resin komposit?

a. Berdasarkan ukuran partikelnya :

No Tipe

Ukuran

Partikel

(µm)

% bahan pengisi

(persatuan berat)

1. Konvensional

(large particle)

8-12

15-35

78

2. Partikelkecil

(Fine particle)

1-8 70-86

3. Mikro (mikrofine) 0,04 25-63

4. Hibrid (blended) 0,04 dan 1-5 77-80

b. Berdasarkan bahan pengisinya:

Komposit Konvensional

Bahan pengisinya bubuk quartz. Permukaan menjadi kasar,

disebabkan abrasi selektif dari matriks resin lunak yang mengelilingi partikel

filler yang keras. Sifat-sifat mekanik baik, jarang terjadi fraktur. Permukaan

dapat mengikat plak, sukar dipoles. Mempunyai kecenderungan berubah

warna. Indikasi untuk tumpatan dengan tekanan kunyah besar (kelas IV dan

II)

Komposit Partikel Kecil

3

Page 4: Revisi Sk 5

Pemolesan dan finishing lebih baik dari konvensional. Sifat-sifat mekanik

dan fisik yang paling baik ditemukan pada komposit ini. Pengerutan pada saat

polimerisasi sama atau bahkan lebih kecil disbanding konvensional. Kandungan

bahan pengisinya kaca yang mengandung logam berat-bersifat radiopak.

Permukaan resin menjadi lebih halus karena partikelnya kecil dan termampatkan

dan resistensinya terhadap pengunyahan baik. Indikasi untuk tumpatan pada

daerah yang terkena tekanan besar dari abrasi (kelas IV dan II).

Komposit Hibrid

Mempunyai permukaan halus dan estetik tapi mempunyai kekuatan yang

baik. Komposisi terdiri dari 2 macam bahan pengisi mengandung silica koloidal

dan partikel dari kaca yang mengandung logam berat. Untuk tumpatan anterior

dan gigi posterior.

c. Berdasarkan cara berpolimerasi

1. Dengan bantuan sinar tampak (light cure)

2. Tanpa bantuan sinar dengan cara kimiawi

2. Apa indikasi dan kontraindikasi restorasi plastis komposit?

Indikasi restorasi komposit:

1. Restorasi kelas I, II, III, IV, V dan VI

2. Fondasi atau corebuildups

3. Sealant dan restorasi komposit konservatif (restorasi resin preventif)

4. Prosedur estetis tambahan

a. Partial veneers

b. Full veneers

c. Modifikasi kontur gigi

d. Penutupan/perapatan diastema

4

Page 5: Revisi Sk 5

5. Semen (untuk restorasi tidak langsung)

6. Restorasi sementara

7. Periodontal splinting

Kontraindikasi restorasi komposit:

1. Restorasi posterior dengan beban kunyah besar

2. Insidensi karies tinggi

3. OH buruk

4. Pasien dengan kebiasaan buruk seperti bruxism

3. Apa kelebihan dan kekurangan restorasi plastis komposit?

Kelebihan restorasi komposit:

1. Estetik baik

2. Kekuatan cukup

3. Tidak menimbulkan arus galvanis

4. Biokompatibel

5. Dapat bertahan minimal 3 tahun, sekitar 3-10 tahun

6. Tidak membuang banyak jaringan

Kekurangan restorasi komposit:

1. Pasca restorasi biasanya sensitivitas tinggi

2. Memerlukan kemampuan sensitivitas yang tinggi

3. Mahal

4. Microleage

5. Waktu lebih banyak

6. Menyerap air sehingga harus isolasi dengan baik. Jika terkontaminasi

restorasi mudah lepas

4. Bagaimana tahapan preparasi, restorasi, dan polishing?

5

Page 6: Revisi Sk 5

a. Isolasi

b. Pembersihan permukaan gigi

c. Pemilihan warna komposit

d. Preparasi kavitas

e. Liner/basis

f. Etsa asam pada daerah yang di bevel

g. Bonding

h. Penumpatan resin komposit

i. Polishing

5. Apa saja yang mempengaruhi keberhasilan pada restorasi komposit?

Berikut adalah beberapa faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan

restorasi plastis:

1. Teknik isolasi yang baik

2. Pemilihan bahan tumpatan yang tepat

3. Design kavitas yang sesuai

4. Teknik manipulasi bahan restorasi plastis

5. Proses polishing

6. Teknik finishing

STEP 4

6

Page 7: Revisi Sk 5

Mapping:

STEP 5

Mampu memahami dan menjelaskan klasifikasi resin komposit, indikasi dan

kontraindikasi restorasi komposit, kekurangan dan kelebihan restorasi

komposit,tahapan preparasi restorasi komposit dan langkah-langkah penumpatan

restorasi komposit.

STEP 6 MANDIRI

STEP 7 PEMBAHASAN

7

Karies

Restorasi

Rigid Plastis

Komposit AmalgamGI

Macam-macam

Indikasi dan Kontraindikasi

Aplikasi/tahapan

Faktor-faktor yang

mempengaruhi

+ dan -

Page 8: Revisi Sk 5

7.1 Klasifikasi resin komposit

Lutz dan Phillips (1983) mengklasifikasikan resin komposit berdasarkan

ukuran partikel filler, yaitu

1. Resin Komposit Konvensional

Resin komposit ini umumnya terdiri atas 75%-80% dari berat bahan

pengisi anorganiknya. Resin komposit konvensional kadang-kadang juga disebut

sebagai komposit “tradisional” atau “pasi makro”.Ukuran rata-rata partikel dari

resin komposit konvensional 8-12 um.

Sifat fisik dan mekanik dari komposit konvensional dibandingkan dengan

bahan akrilik nirpasi, jelas bahwa perbaikan-perbaikan yang signifikan telah

didapatkan. Kekuatan kompresif jelas membaik dimana 4-5 kali lebih besar

dibandingkan akrilik nirpasi. Dan juga modulus elastisitasnya 4-6 kali lebih besar.

Kekerasan juga lebih besar daripada akrilik nirpasi, kira-kira 55 KHN (Nomor

kekerasan knop) dibandingkan 15 KHN pada akrilik nirpasi. Akan tetapi

permukaan komposit konvensional cukup kasar, disebabkan abrasi selektif dari

matriks resin lunak yang mengelilingi partikel pasi yang besar. Karena partikel

pengisinya relatif besar dan keras sekali, resin komposit konvensional

memperlihatkan tekstur permukaan yang kasar, sehingga sesuai dengan gigi

posterior. Sayangnya, tipe permukaan yang kasar tersebut menyebabkan restorasi

lebih mudah mengalami perubahan warna akibat adanya ekstrinsik stain.

2. Komposit Berbahan Pengisi Mikro

Dalam mengatasi masalah kasarnya permukaan pada komposit tradisional,

dikembangkan suatu bahan yang menggunkan partikel silika koloidal sebagai

bahan pengisi anorganik. Partikelnya berukuran 0,04 μm; jadi partikel tersebut

lebih kecil 200-300 kali di bandingkan rata-rata partikel quartz pada komposit

tradisional. Komposit ini memiliki permukaan yang halus serupa dengan tambalan

resin akrilik tanpa bahan pengisi. Dari segi estetis resin komposit mikro filler lebih

unggul, tetapi sangat mudah aus karena partikel silika koloidal cenderung

8

Page 9: Revisi Sk 5

menggumpal dengan ukuran 0,04 sampai 0,4 μm. Selama pengadukan sebagian

gumpalan pecah, manyebabkan bahan pengisi terdorong. Menunjukan buruknya

ikatan antara partikel pengisi dengan matriks sekitarnya. Kekuatan konfresif dan

kekuatan tensil menunjukkan nilai sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan resin

komposit konvensionl. Kelemahan dari bahan ini adalah ikatan antara partikel

komposit dan matriks yang dapat mengeras adalah lemah mempermudah pecahnya

suatu restorasi.

3. Resin Komposit Berbahan Pengisi Partikel Kecil

Komposit ini dikembangkan dalam usaha memperoleh kehalusan dari

permukaan komposit berbahan pengisi mikro dengan tetap mempertahankan atau

bahkan meningkatkan sifat mekanis dan fisik komposit tradisional. Untuk

mencapai tujuan ini, bahan pengisi anorganik ditumbuk menjadi ukuran lebih kecil

dibandingkan dengan yang biasa digunakan dalam komposit tradisional.

Rata-rata ukuran bahan pengisi untuk komposit berkisar 1-5 μm tetapi

penyebaran ukuran amat besar. Distribusi ukuran partikel yang luas ini

memungkinkan tingginya muatan bahan pengisi, dan komposit berbahan pengisi

partikel kecil umumnya mengandung bahan pengisi anorganik yang lebih banyak

(80 % berat dan 60-65 % volume). Beberapa bahan pengisi partikel kecil

menggunakan quartz sebagai bahan pengisi, tetapi kebanyakan memakai kaca yang

mengandung logam berat.

4. Komposit Hibrid

Kategori bahan komposit ini dikembangkan dalam rangka memperoleh

kehalusan permukaan yang lebih baik dari pada partikel yang lebih kecil,

sementara mempertahankan sifat partikel kecil tersebut. Ukuran partikel kacanya

kira-kira 0,6- 1,0 mm, berat bahan pengisi antara 75-80% berat. Sesuai namanya

ada 2 macam partikel bahan pengisi pada komposit hybrid. Sebagian besar hibrid

yang paling baru pasinya mengandung silica koloidal dan partikel kaca yang

mengandung logam berat. Silica koloidal jumlahnya 10-20% dari seluruh

kandungan pasinya.

9

Page 10: Revisi Sk 5

Sifat fisik dan mekanis dari sitem ini terletak diantara komposit

konvensional dan komposit partikel kecil, bahan ini lebih baik dibandingkan bahan

pengisi pasi-mikro. Karena permukaannya halus dan kekuatannya baik, komposit

ini banyak digunakan untuk tambalan gigi depan, termasuk kelas IV. Walaupun

sifat mekanis umumnya lebih rendah dari komposit partikel kecil, komposit hibrid

ini juga sering digunakan untuk tambalan gigi belakang.

Resin komposit berdasarkan mekanisme polimerisasi atau aktivasinya dapat

dibagi menjadi dua, yaitu: resin komposit diaktivasi kimia dan resin komposit

diaktivasi sinar.

5. Resin Komposit Diaktivasi Kimia

Resin ini dipasarkan dalam bentuk dua pasta. Salah satu pasta berisi

inisiator benzoyl peroxide dan pasta yang lainnya berisi aktivator tertiary amine.

Jika kedua bahan dicampur, amine akan beraksi dengan benzoyl peroxide dan

membentuk radikal bebas sehingga mekanisme pengerasan dimulai.

6. Resin Komposit Diaktivasi Oleh Sinar

Bahan resin komposit yang dipolimerisasi dengan sinar dipasarkan dalam

bentuk satu pasta dan dimasukkan dalam sebuah tube. Sistem pembentuk radikal

bebas yang terdiri atas molekul-molekul fotoinisiator dan aktivator amine terdapat

dalam pasta tersebut. Bila tidak disinari, maka kedua komponen tersebut tidak akan

bereaksi. Sebaliknya, sinar dengan panjang gelombang yang tepat (460-485 nm)

dapat merangsang fotoinisiator bereaksi dengan amine dan membentuk radikal

bebas yang memulai proses polimerisasi.

Resin komposit juga diklasifikasikan berdasarkan persentase muatan filler

nya, yaitu:

7. Resin Komposit Packable

10

Page 11: Revisi Sk 5

Pada akhir tahun 1996 diperkenalkan resin komposit packable. Resin

komposit packable dikenal juga sebagai resin komposit condensable. Resin

komposit packable mempunyai muatan filler berkisar antara 66-70% volume

Komposisi filler yang tinggi dapat menyebabkan kekentalan atau viskositas

menjadi meningkat sehingga sulit untuk mengisi celah kavitas yang kecil. Akan

tetapi, dengan semakin besarnya komposisi filler juga menyebabkan bahan ini

dapat mengurangi pengerutan selama polimerisasi dan adanya perbaikan sifat fisik

terhadap adaptasi marginal. Resin komposit packable diindikasikan untuk restorasi

klas I, klas II dan klas VI (MOD).

8. Resin Komposit Flowable

Resin komposit flowable pertama kali diperkenalkan pada pertengahan

tahun 1990.10,33 Dan pada akhir tahun 1996, resin komposit flowable digunakan

sebagai bahan restorasi alternatif untuk restorasi klas V.34 Resin komposit

flowable mempunyai muatan filler berkisar antara 42-53% volume.31 Komposisi

filler yang rendah dan kemampuan flow yang lebih tinggi menyebabkan resin

komposit tipe ini memiliki viskositas yang lebih rendah sehingga dapat dengan

mudah untuk mengisi atau menutupi celah kavitas yang kecil.31,34 Selain itu,

bahan restorasi ini dapat membentuk suatu lapisan elastis yang dapat mengimbangi

tekanan pengerutan polimerisasi. Indikasi resin komposit flowable ditujukan untuk

restorasi kavitas klas V, restorasi kavitas klas I dan klas II dengan tekanan oklusal

yang minimal, kavitas enamel, dan juga dapat digunakan sebagai pit dan fisur

sealant serta sebagai liner.

Klasifikasi Komposit Berdasarkan Basis Resinnya

9. Resin Komposit Berbasis Methacrylate

11

Page 12: Revisi Sk 5

Resin komposit berbasis methacrylate diperkenalkan sebagai tumpatan

sewarna gigi dalam profesi kedokteran gigi oleh R.L. Bowen pada tahun 1960.

Bahan dasar matriks resin (Gambar 1) yang umum digunakan adalah bisfenol A-

glisidil metachrylate (Bis-GMA), urethan dimetachrylate (UDMA), dan trietilen

glikol dimetachrylate (TEGDMA). Resin komposit mengandung 15% sampai 25%

bahan resin dari keseluruhan bahan. Kedua resin Bis-GMA dan UDMA digunakan

sebagai basis resin sementara TEGDMA digunakan sebagai pengencer untuk

mengurangi kekentalan resin basis, khususnya Bis-GMA. Penambahan TEGDMA

atau dimetakrilat dengan molekul rendah lainnya meningkatkan pengerutan

polimerisasi, suatu faktor yang membatasi jumlah dimetakrilat berat molekul

rendah yang dapat digunakan dalam komposit.

Bahan pengisi (filler) yang ditambahkan ke dalam matriks resin

methacrylate akan meningkatkan sifat bahan matriks bila partikel pengisi benar-

benar berikatan dengan matriks resin. Bila tidak, partikel bahan pengisi dapat

melemahkan bahan. Filler juga berguna untuk mengurangi kontraksi polimerisasi,

mengurangi koefisien muai termis komposit, meningkatkan sifat mekanis komposit

antara lain kekuatan dan kekerasan, mengurangi penyerapan air,. Bahan pengisi

(filler) yang biasa digunakan adalah crystalline quartz, lithium glass ceramic,

borosilicate glass atau lithium alumunium silicate. Ikatan antara kedua fase

komposit inilah yang dibentuk oleh coupling agent. Aplikasi coupling agent yang

tepat (silane), dapat memperbaiki sifat fisik dan mekanis serta memberikan

stabilitas hidrolitik untuk mencegah air berpenetrasi di antara permukaan resin dan

filler.

Resin komposit dengan monomer metachrylate dapat mengeras melalui

mekanisme tambahan yang diawali oleh radikal bebas yang dapat diperoleh

melalui dua cara, yaitu diaktivasi kimiawi dan diaktivasi sinar.

10. Resin Komposit Berbasis Silorane

12

Page 13: Revisi Sk 5

Penelitian yang dilakukan untuk memperbaiki sifat fisik resin komposit

terus berkembang, terutama untuk mengatasi masalah pengerutan yang mendukung

perlekatan yang baik. Silorane diperkenalkan pada kedokteran gigi pada tahun

2007 oleh Weinman. Silorane merupakan resin komposit yang telah terbukti

mampu mengurangi pengerutan. Resin komposit silorane melibatkan mekanisme

resin kimia yang berbeda dari resin komposit metachrylate. Komponen lainnya

terdiri dari komponen yang sama dengan resin komposit methacrylate.

Komposisi resin komposit berbasis silorane terdiri dari partikel filler (76%)

yaitu fine quartz particle dan yttrium fluoride, matriks resin (23%) yaitu siloxane

dan oxirane, komponen initiator (0,9%) yaitu camphorquinone yang dapat

mengaktifkan mekanisme pengerasan dengan spektrum cahaya, komponen

stabilizer (0,13%) pada silorane berupa iodonium salt, dan komponen pigmen

warna (0,005%) pada resin komposit silorane yang dapat menyerupai warna

struktur gigi.

Matriks resin silorane dihasilkan dari reaksi penggabungan monomer

siloxane dan oxirane. Siloxane merupakan bahan yang memiliki sifat hidrofobik

dan oxirane sangat dikenal karena penyusutannya yang rendah dan stabilitasnya

yang sangat baik terhadap pengaruh reaksi fisik dan kimia. Weinmann et al (2005)

menyatakan bahwa silorane merupakan bahan resin berbasis sistem monomer baru

yang sangat menjanjikan. Mekanisme untuk mengurangi stress pada sistem ini

diperoleh dengan terbukanya cincin oxirane selama polimerisasi.

Berdasarkan ukuran partikel filler, silorane termasuk ke dalam kategori

resin komposit microhybrid dengan bahan pengisi dasar berukuran partikel 0,1-1

μm dikombinasikan dengan bahan pengisi mikro 3-5% berat. Keuntungan dari

penambahan partikel bahan pengisi ini adalah dapat menguatkan matriks resin,

mengurangi penyusutan saat polimerisasi, mengurangi thermal ekspansi dan

kontraksi, meningkatkan viskositas, mengurangi reasorbsi air serta meningkatkan

radiopacity.

13

Page 14: Revisi Sk 5

Silorane dapat disinari dengan halogen light curing maupun light-emitting

diode (LED) light curing unit. Proses polimerisasi menggunakan halogen light

curing dengan panjang gelombang 400-500 nm dengan intesitas 500-1400

mW/cm2 selama 40 detik. Proses polimerisasi menggunakan light-emitting diode

(LED) light curing unit dengan panjang gelombang 430-480 nm dengan intesitas

500-1000 mW/cm2 selama 40 detik.

7.2 Indikasi Dan Kontraindikasi Restorasi Plastis

7.2.1 Indikasi Restorasi Plastis

1. Restorasi kelas I sampai V

2. Sealent dan restorasi konservatif

3. Restorasi sementara

4. Restorasi kavitas kecil dengan kebutuhan estetik yang tinggi, misalnya

sudut insisal

5. Restorasi estetik, misalnya veneer, penutupan diastema, modifikasi

kontur gigi

6. Bahan base lining

7. Splinting

8. Fiber composit untuk pin pasak

9. Semen/luting (dual cure)

7.2.2 Kontraindikasi Restorasi Plastis

1. Gigi yang sudah tidak dapat dipertahankan, misalnya gigi goyang

derajat 3 atau 4, gigi yang tidak mendapat cukup dukungan dari enamel

dan dentin

2. Gigi yang mendapat tekanan besar

14

Page 15: Revisi Sk 5

3. OH buruk

4. Alergi resin komposit

5. Pasien yang mempunyai control cairan yang buruk

6. Lesi distal pada caninus

7. Lesi di proksimal yang terlalu dalam sehingga penyinaran sulit

dilakukan

8. Pasien dengan bruxism

7.3 Kekurangan dan Kelebihan dari Restorasi Resin Komposit

7.3.1 Kelebihan restorasi komposit:

1. Estetik baik

2. Kekuatan cukup

3. Tidak menimbulkan arus galvanis

4. Biokompatibel

5. Dapat bertahan minimal 3 tahun, sekitar 3-10 tahun

6. Tidak membuang banyak jaringan

7.4.2 Kekurangan restorasi komposit:

1. Pasca restorasi biasanya sensitivitas tinggi

2. Memerlukan kemampuan sensitivitas yang tinggi

3. Mahal

4. Microleage

5. Waktu lebih banyak

6. Menyerap air sehingga harus isolasi dengan baik. Jika terkontaminasi

restorasi mudah lepas

7.4 Tahapan Preparasi Restorasi Resin Komposit

15

Page 16: Revisi Sk 5

1. Tahapan Isolasi

Isolasi daerah kerja merupakan suatu keharusan. Gigi yang dibasahi

saliva dan lidah akan menggangu penglihatan. Gingiva yang berdarah adalah

masalah yang harus diatasi sebelum melakukan preparasi. Beberapa metode

tepat digunakan untuk mengisolasi daerah kerja yaitu saliva ejector, gulungan

kapas atau cotton roll, dan isolator karet atau rubber dam (Baum, 1997)

a. Saliva Ejector

Alat ini mempuyani diameter 4 mm. Digunakan untuk menghisap saliva

yang tertumpuk di dalam mulut. Penggunaan saliva ejector adalah ujungnya

dari diletakkan didasar mulut. Pada posisi ini terkadang membuat pasien

tidak nyaman karena diletakkan terus menerus di dasar mulut, di bawah

tekanan negatif yang konstan dapat menarik jaringan lunak dan

menimbulkan lesi jaringan lunak.

Gambar 1. Saliva ejector ( http://www.rushsupplies.com/images/Saliva Ejectors )

16

Page 17: Revisi Sk 5

Gambar 2. Penggunaan Saliva ejector( htpp:// Blog dentalsuction.wordpress.com )

b. Gulungan Kapas atau Cotton Roll

Cotton roll yang digunakan di kedokteran gigi memiliki beberpa

ukuran panjang dan besar. Namun yang sering digunakan adalah cotton roll

nomor 2 dengan panjang inchi dan diameter inchi. Cotton roll dapat

menyerap saliva cukup efektif sehingga menghasilkan isolasi jangka pendek

pada rongga mulut. Biasanya cotton roll harus sering diganti karena akan

sering terbashi oleh saliva. Penggunaan cotton roll bersama saliva ejector

efektif dalam meminimalkan aliran saliva (Roberson dkk, 2002)

c. Isolator karet atau Rubber Dam

Dari semua metode isolasi daerah kerja tidak ada yang seefektif dari

rubber dam. Lembaran karet ini dengan gigi-gigi yang menonjol melalui

lubang pada lembaran itu memnerikan isolasi yang positif dan jangka

panjang pada gigi yang perlu dirawat. Penggunaan dari rubber dam

merupakan keharusan untuk prosedur operatif. Rubber dam terdiri dari 2

bagian yaitu isolator karet dan klem.

17

Page 18: Revisi Sk 5

Gambar 3. Rubber Dam(http:// dentallecnotes.blogspot.com )

2. Pembersihan Gigi

Gigi dibersihkan dengan rubber cups dan pumice yang dicampur

dengan air. Bila ada karang gigi dibersihkan terlebih dahulu.

3. Tahap preparasi

Gigi fraktur Karena trauma dibuat bavel pada seluruh tepi enamel

selebar 2-3 mm dari tepi kavitas dengan diamond fissure bur dengan sudut

450 Gigi dengan karies dibersihkan dengan diamond fissure bur atau

excavator, kemudin dibuat bevel seperti di atas.

Tahap pertama adalah memperoleh akses ke dentin yang terkena karies.

Untuk kasus kelas III akses diperoleh dari pembuangan ridge palatal karena

ridge ini tidak didukung oleh dentin yang sehat. Dinding labial sedapat

mungkin dipertahankan mengingat samapai saat ini tak satupun warna bahan

restorasi yang sama persis dengan warna gigi. Akses dari palatal memang

lebih menyusahkan operator namun akses dari labial jarang sekali dilakukan

karena akan menghasilkan estetika yang tidak begitu baik. Akses langsung

bisa dilakukan jika gigi tetangganya tidak ada.

18

Isolator Klem

Page 19: Revisi Sk 5

Setelah akses tahap selanjutnya adalah pembuatan ragangan kavitas

atau outline form. Ragangan pada kasus ini hanaya dibuat berdasarkan

perluasan kariesnya yang mengenai email dan dentin. Semua email dan dentin

yang sebenarnya tidak terserang kaires tetapi kelihatannya sudah lemah harus

dihilangkan. Perluasan kavitas ini sebagai langkah dari pencegahan atau

extension for prevention.

Untuk kelas III pada tahap resisten yaitu pembuatan bevel tidak perlu

dilakukan karena menghindari jaringan yang terbuang dan menghindari

kontak dengan gigi tetan pada tetangga. Bentuk kavitas biasanya telah

menyediakan retensi yang cukup tanpa membuat alur retensi khusus. Bentuk

retensi pada setiap kasus berbeda tergantung pada besar kavitasnya apakah

kecil atau besar Retensi pada kelas III adalah undercut. Undercut dibuat di

dnding gingival aproksimal dan undercut pendek berupa pit di dinding

insisal. Pada restorasi plastis kommposit proses pengetsaan juga merupakan

suatu retensi mekanis. Setelah preparasi selesai dilakukan tahap selanjutnya

perlu dilakukan pengecekan tepi kavitas agar tidak ada email dan dentin

karies yang tersisa sehingga tidak menyebabkan karies sekunder. Selanjutnya

adalah pembersihan kavitas, semua debris dan sisa preparasi diirigasi dengan

aquadest steril dan kemudian dikeringkan. Terakhir kavitas perlu diperiksa

lagi dari berbagai aspek sebelum dilakukan penumpatan.

19

Page 20: Revisi Sk 5

4. Pemberian Liner/ Basis

Basis adalah lapisan tipis yang diletakkan antara dentin dan atau pulpa

dengan restorasi. Perbedaan antara basis dan liner adalah ketebalan dan hal

yang mampu ditahannya. Jika basis dengan ketebalan yang lebih daripada

liner mampu menahan tekanan mekanik dari bahan restorasi selain juga

sebagai penahan termal, listrik dan kimiawi.

Pada restorasi resin komposit, perlu diplikasikan basis atau liner karena

sifat dari resin itu sendiri yang iritan terhadap pulpa sehingga perlu adanya

perlindungan sehingga bahan restorasi resin komposit ini tidak secara

langsung mengenai struktur gigi. Bahan basis atau liner yang biasanya

digunakan adalah kalsium hidroksida, terutama karies yang hampir mencapai

pulpa, karena sifatnya yang mampu merangsang pembentukan dentin

sekunder. Kalsium hidroksida (Ca(OH)2) sebagai liner berbentuk suspensi

20

Page 21: Revisi Sk 5

dalam liquid organik seperti methyl ethyl ketone atau ether alcohol atau dapat

juga dalam larutan encer seperti methyl cellusose yang berfungsi sebagai

bahan pengental.

Liner ini diaplikasikan dalam konsistensi encer yang mengalir sehingga

mudah diaplikasikan ke permukaan dentin. Larutan tersebut menguap

meninggalkan sebuah lapisa tipis yang berfungsi memberikan proteksi pada

pulpa di bawahnya.Selain liner, perlindungan lain dapat berupa basis. Basis

yang dapat digunakan adalah basis dari kalsium hidroksida, semen ionomer

kaca, dan seng fosfat. Sebagai basis, kalsium hidroksida berbentuk pasta yang

terdiri dari basis dan katalis. Basisnya terdiri dari calcium tungstate, tribasic

calcium phosphate, dan zinc oxide dalam glycol salycilate. Katalisnya terdiri

dari calcium hydroxide, zinc oxide, dan zinc stearate dalam ethylene toluene

sulfonamide. Basis kalsium hidroksida yang diaktivasi dengan sinar biasanya

mengandung calcium hydroxide dan barium sulfate yang terdispersi dalam

resin urethane dimethacrylate. Kalsium hidroksida sebagai basis mempunyai

kekuatan tensile dan kompresi yang rendah . dibandingkan dengan basis

dengan kekuatan dan rigiditas yang tinggi. Karena itulah, kalsium hidroksida

tidak diperuntukkan untuk menahan kekuatan mekanik yang besar, biasanya

jika digunakan untuk memberikan tahanan terhadap tekanan mekanik, harus

didukung oleh dentin yang kuat. Untuk memberikan perlindungan terhadap

termis, ketebalan lapisan yang dianjurka tidak lebih dari 0,5 mm. keuntungan

dari penggunaan kalsium hidroksida adalah sifat terapeutiknya yang mampu

merangsang pembentukan dentin sekunder.

5. Tahap etsa asam

1) Ulaskan bahan etsa (asam phospat 30%-50%) dalam bentuk gel/cairan

dengan pinset dan gulungan kapas kecil (cutton pellet) pada permukaan

enamel sebatas 2-3 mm dari tepi kavitas (pada bagian bevel).

2) Pengulasan dilakukan selama 30 detik dan jangan sampai mengenai

gusi.

3) Dilakukan pencucian dengan air sebanyak 20 cc, menggunakan syiring.

21

Page 22: Revisi Sk 5

4) Air ditampung dengan tampon atau cotton roll.

5) Setelah pencucian gigi dikeringkan dengan semprotan udara sehingga

permukaan tampak putih buram.

6. Tahap bonding

Ulaskan bahan bonding menggunakan spon kecil atau kuas / brush kecil

pada permukaan yang telah di etsa . Ditunggu ± 10 detik sambil di semprot

udara ringan di sekitar kavitas (tidak langsung mengenai kavitas) .Kemudian

dilakukan penyinaran selama 20 detik.

Saat ini, pemakaian bahan adhesif pada dentin telah meluas ke seluruh

dunia dan perkembangannya pun bervariasi didasarkan pada tahun

pembuatan, jumlah kemasan dan sistem etsa. Berdasarkan tahun pembuatan,

bahan adhesif dibagi mulai dari generasi I sampai pada generasi VII.

Generasi I dan II mulai diperkenalkan pada tahun 1960-an dan 1970-an

yang tanpa melakukan pengetsaan pada enamel, bahan bonding yang dipakai

berikatan dengan smear layer yang ada. Ikatan bahan adhesif yang dihasilkan

sangat lemah (2 MPa-6MPa) dan smear layer yang ada dapat menyebabkan

celah yang dapat terlihat dengan pewarnaan pada tepi restorasi.

Generasi III mulai diperkenalkan pada tahun 1980-an, mulai

diperkenalkan pengetsaan pada dentin dan mulai dipakai bahan primer yang

dibuat untuk dapat mempenetrasi ke dalam tubulus dentin dengan demikian

22

Page 23: Revisi Sk 5

diharapkan kekuatan ikatan bahan adhesif tersebut menjadi lebih baik.

Generasi III ini dapat meningkatkan ikatan terhadap dentin 12MPa–15MPa

dan dapat menurunkan kemungkinan terjadinya kegagalan batas tepi bahan

adhesif dan dentin (marginal failure). Tetapi seiring waktu tetap terjadi juga

kegagalan tersebut.

Generasi IV mulai diperkenalkan awal tahun 1990-an. Mulai dipakai

bahan yang dapat mempenetrasi baik itu tubulus dentin yang terbuka dengan

pengetsaan maupun yang telah mengalami dekalsifikasi dan juga berikatan

dengan substrat dentin, membentuk lapisan “hybrid”. Fusayama dan

Nakabayashi menyatakan bahwa adanya penetrasi resin akan memberikan

kekuatan ikatan yang lebih tinggi dan juga dapat membentuk lapisan pada

permukaan dentin. Kekuatan ikatan bahan adhesif ini rendah sampai dengan

sedang sampai dengan 20 MPa dan secara signifikan dapat menurunkan

kemungkinan terjadinya celah marginal yang lebih baik daripada sistem

adhesif sebelumnya. Sistem ini memerlukan teknik pemakaian yang sensitif

dan memerlukan keahlian untuk dapat mengontrol pengetsaan pada enamel

dan dentin. Cara pemakaiannya cukup rumit dengan beberapa botol sediaan

bahan dan beberapa langkah-langkah yang harus dilakukan.

Generasi V mulai berkembang pada tahun 1990-an. Pada generasi ini

bahan primer dan bonding telah dikombinasikan dalam satu kemasan. Pada

generasi ini juga mulai diperkenalkan pemakaian bahan adhesif sekali pakai.

Generasi VI mulai berkembang pada akhir tahun 1990-an awal tahun 2000,

pada generasi ini mulai dikenal pemakaian “self etching” yang merupakan

suatu terobosan baru pada sistem adhesif.

Pada generasi VI ini tahap pengetsaan tidak lagi memerlukan pembilasan

karena pada generasi ini telah dipakai acidic primer, yaiu bahan etsa dan

primer yang dikombinasikan dalam satu kemasan.

23

Page 24: Revisi Sk 5

Generasi VII mulai berkembang sekitar tahun 2002, generasi ini juga

dikenal sebagai generasi ”all in one” adhesif, dikatakan demikian karena pada

generasi VII ini bahan etsa, primer dan bonding telah dikombinasikan dalam

satu kemasan saja, sehingga waktu pemakaian bahan adhesif generasi VII ini

menjadi lebih singkat.

Berdasarkan jumlah kemasan atau tempat penyimpanan, bahan adhesif

dibagi menjadi tiga yakni sistem tiga botol, dua botol dan satu botol. Pada

sistem tiga botol, bahan adhesif terdiri dari tiga botol bahan yang terpisah

yakni etsa, primer dan bonding. Sistem ini diperkenalkan pertama kali tahun

1990-an. Sistem ini menghasilkan kekuatan ikatan yang baik dan efektif.

Namun, kekurangan sistem ini adalah banyaknya kemasan yang ada di meja

unit dan waktu pemakaian yang lama dikarenakan sistem ini yang terdiri dari

tiga botol dan tidak praktis.

Sistem bahan adhesif lainnya yakni sistem dua botol yang terdiri dari dua

botol bahan yang terpisah yakni satu botol bahan etsa dan satu botol yang

merupakan gabungan antara primer dan bonding. Saat ini, sistem in

merupakan bahan adhesif yang paling banyak digunakan di praktek dokter

gigi. Hal ini dikarenakan sistem ini lebih simpel dan waktu pemakaiannya

lebih cepat. Disamping itu, ikatan yang dihasilkan cukup kuat.

Sistem bahan adhesif terakhir yakni sistem satu botol yang hanya terdiri

satu botol yang merupakan gabungan etsa, primer dan bonding. Sistem ini

merupakan sistem bahan adhesif yang terakhir kali keluar. Kelebihan sistem

ini adalah waktu pemakaian yang lebih cepat dan mudah pengaplikasiannya

dibandingkan dengan sistem bahan adhesif lainnya. Namun, kekurangan

sistem ini adalah kekuatan ikatan yang dihasilkan lebih rendah.

24

Page 25: Revisi Sk 5

7. Tumpatan Resin Komposit

Cara penumpatan kavitas di servikal gigi serupa dengan penumpatan

kavias oklusal. Walaupun tumpatannya nanti tidak akan menerima tekanan

kunyah oklusal, tekanan kondensasi tetap harus memadai agar alur-alur

retensi terisi dengan baik, sehingga tumpatan dapat bertahan lama.

Pengukiran pada tahap yang dini dapat dilakukan dengan sonde, kalau sudah

terlambat dengan alat Ward atau Hollenbach.

Hendaknya bentuk anatomi permukaan servikal dapat dikembalikan, dan

untuk itu dapat degunakan dengan pengukir dengan bilah cembung misalnya

pengukir Ward atau Hollenbach. Pengukiran dilakukan dengan jalan

mengukir tepi oklusal dan tepi gingival sendiri-sendiri sehingga terbentuknya

permukaan yang cekung dapat dicegah. Tumpatan lebih baik dibuat sedikit

cekung daripada overkontur kea rah gingival sebab hal ini akan menyebabkan

akumulasi plak dan merangsang timbulnya gingivitis.

8. Tahap finishing dan polishing komposit

Finishing meliputi shaping, contouring, dan penghalusan restorasi.

Sedangkan polishing digunakan untuk membuat permukaan restorasi

mengkilat. Finishing dapat dilakukan segera setelah komposit aktivasi sinar

telahmengalami polimerisaasi atau sekitar 3 menit setelah pengerasan awal.

Alat-alat yang biasa digunakan antara lain :

1. Alat untuk shaping : sharp amalgam carvers dan scalpel blades, seperti 12

atau12b atau specific resin carving instrument yang terbuat dari carbide,

anodized aluminium, atau nikel titanium.

2. Alat untuk finishing dan polishing : diamond dan carbide burs, berbagai

tipe dari flexibe disks, abrasive impregnated rubber point dan cups, metal

dan plastic finishing strips, dan pasta polishing.

25

Page 26: Revisi Sk 5

a. Diamond dan carbide burs

Digunakan untuk menghaluskan ekses-ekses yang besar pada resin

komposit dan dapat digunakan untuk membentuk anatomi pada permukaan

restorasi.

b. Discs

Digunakan untuk menghaluskan permukaan restorasi. Bagian yang abrasive

dari disk dapat mencapai bagian embrasure dan area interproksimal. Disk

terdiri dari beberapa jenis dari yang kasar sampai yang halus yang bisa

digunakan secara berurutan saat melakukan finishing dan polishing.

c. Impregnated rubber points dan cups

Digunakan secara berurutan seperti disk. Untuk jenis yang paling kasar

digunakan untuk mengurangi ekses-ekses yang yang besar sedangkan yang

halus efektif untuk membuat permukaan menjadi halus dan berkilau.

Keuntungan yang utama dari penggunaan alat ini adalah dapat membuat

permukaan yang terdapat ekses membentuk groove, membentuk bentuk

permukaan yang diinginkan serta membentuk permukaan yang konkaf pada

lingual gigi anterior

d. Finishing stips

Digunakan untuk mengcontur dan memolish permukaan proksimal margin

gingival untuk membuat kontak interproksimal. Tersedia dalam bentuk

metal dan plastik. Untuk metal biasa digunakan untuk mengurangi ekses

yang besar namun dalam menggunakan alat ini kita harus berhati-hati

karena jika tidak dapat memotong enamel, cementum, dan dentin.

Sedangkan plastic strips dapat digunakan untuk finishing dan polishing.

Juga tersedia dalam beberapa jenis dari yang kasar sampai halus yang dapat

digunakan secara berurutan (wordpress, 2009).

Prosedur finishing dan polishing resin komposit:

26

Page 27: Revisi Sk 5

1. sharp-edge hand instrument digunakan untuk menghilangkan ekses-ekses

di area proksimal, dan margin gingival dan untuk membentuk permukaan

proksimal dari resin komposit.

2. 12b scalpel blade digunakan untuk menghilangkan flash dari resin

komposit pada aspek distal

3. alumunium oxide disk digunakan untuk membentu kontur dan untuk

polishing permukaan proksimal dari restorasi resin komposit.

4. finishing diamond digunakan untuk membentuk anatomi oklusal

5. Impregnated rubber points dengan aluminium oxide digunakan untuk

menghaluskan permukaan oklusal restorasi

6. Aluminum oxide finishing strips untuk conturing atau finishing atau

polishing permukaan proksimal untuk membuat kontak proksimal.

7.5 Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah :

1. Untuk membuat contur yang baik, kita harus menyesuaikan bentuk

restorasi sesuai dengan anatomi gigi yang benar dan tepat agar diperoleh

hasil yang maksimal.

27

Page 28: Revisi Sk 5

2. Kita harus berhati-hati dan senantiasa memperhatikan hal-hal seperti taktil,

kontak dengan gigi di samping nya, serta kontak oklusal dengan gigi

antagonisnya.

Finishing dan polishing sangatlah mempengaruhi hasil akhir restorasi seperti

warna permukaan, akumulasi plak, dan karakteristik resin komposit.

7.6 Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari tindakan

penumpatan

Berikut adalah beberapa factor yang berpengaruh terhadap keberhasilan

Restorasi plastis, diantaranya yaitu:

1. Teknik isolasi yang baik.

Teknik isolasi yang baik akan dapat membantu terciptanya

keberhasilan restorasi yang dilakukan. Isolasi yang baik akan memberikan

wilayah kerja yang tepat, tanpa mengganggu daerah gigi tetangga, dan

memberikan batas yang baik agar daerah yang dipreparasi tidak

terkontaminasi dengan saliva. Bila terdapat kontaminasi air sebelum

setting pada bahan yang mengandung zinc, akan timbul reaksi antara zinc

(anoda) dan bahan logam lain yang bersifat katoda dan air sebagai

elektrolit, hydrogen terlepas sebagai hasil reaksi ini serta tekanan uap

hydrogen dapat menyebabkan pergeseran amalagam sehingga terjadi

ekspansi yang mungkin tidak kelihatan dalam 24 jam tetapi dapat muncul

beberapa hari setelah penambalan.

2. Pemilihan bahan tumpatan yang tepat.

Bahan tumpatan dipilih berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan

yang melibatkan posisi restorasi. Apabila bahan tumpat yang biasa

digunakan untuk restorasi kavitas di bagian anterior dipakai untuk

restorasi kavitas posterior, maka, tentunya bahan tersebut tidak akan

mampu menahan beban mastikasi di bagian posterior dan sebaliknya.

28

Page 29: Revisi Sk 5

3. Design kavitas yang sesuai.

Design kavitas yang baik hendaknya mempertimbangkan segi

retensi, resistensi, convenience, dan ekstension for prevention. Apabila

keempat hal tersebut terpenuhi, maka karies sekunder sulit sekali timbul,

dan daya tahan restorasi akan menjadi semakin lama. Karies sekunder

biasanya disebabkan oleh preparasi yang tidak memenuhi criteria

ekstension for prevention, yaitu pit dan fissure yang dalam harus

diikutsertakan pada preparasi walaupun tidak terkena karies. Juga criteria

removal of caries, yaitu penghilangan jaringan yang terinfeksi. Apabila

kedua criteria tersebut tidak terpenuhi maka akan terjadi karies sekunder.

4. Teknik manipulasi bahan restorasi plastis.

Cara manipulasi bahan restorasi plastis berbeda-beda untuk tiap

bahan, dengan berbagai ketentuan tertentu. Apabila hal ini tidak diikuti

dengan baik, maka akan berpengaruh terhadap kekuatan sifat mekanisnya,

ekspansifnya, dan dikhawatirkan akan menyebabkan mikroporositas yang

menjadi penyebab karies sekunder. Pengetahuan akan teknik manipulasi

beserta cara pengaplikasian bahan menjadi syarat utama dalam

keberhasilan restorasi yang dilakukan.

5. Proses polishing.

Proses polishing dilakukan sesuai dengan waktu pengerasan

sempurna tiap-tiap bahan. Polishing pada GIC boleh dilakukan setelah 5

menit, namun polishing pada amalgam tidak boleh dilakukan sebelum

tumpatan mencapai ± 24 jam karena reaksi pengerasan amalgam terjadi

secara sempurna setelah 24 jam atau lebih, apabila polishing dilakukan

29

Page 30: Revisi Sk 5

kurang dari 24 jam maka akan mempengaruhi kekuatan amalgam.

Kekuatan amalgam akan turun dan ketika dilakukan polishing

kemungkinan bisa pecah.

6. Teknik finishing.

Untuk stone hijau digunakan untuk finishing tumpatan amalgam

sedangkan stone putih digunakan untuk finishing tumpatan GIC atau

komposit. Apabila tidak dilakukan finishing maka permukaan amalgam

menjadi kasar sehingga adanya penumpukan makanan dan menyebabkan

suasana asam yang dapat menyebabkan karies sekunder pada gigi sekitar

tumpatan dan dapat menyebabkan tarnish (pada permukaan dan tidak

merusak restorasi) dan korosi (hasil dari reaksi kimia yang dapat

berpenetrasi ke dalam tumpatan amalgam sehingga menjadi rusak).

30

Page 31: Revisi Sk 5

KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa :

1. Kontraindikasi dari penggunaan bahan restorasi plastis berbeda-beda

sesuai dengan kebutuhannya. Untuk amalgam kontraindikasinya adalah

gigi dengan karies yang luas, kompleks, melibatkan cusp, serta adanya

kebutuhan estetik. Sedangkan untuk kontraindikasi penggunaan komposit

adalah untuk pasien yang mengalami hipersalivasi dan dengan pasien

dengan tekanan oklusal yang besar (bruxism). Untuk GIC,

kontraindikasinya adalah untuk kavitas yang dalam tanpa menggunakan

pelapik kalsium hidroksida, untuk pasien hipersalivasi dimana kontaminasi

saliva tidak dapat dikontrol, dan pada karies kelas IV.

2. Tahap preparasi, penumpatan, dan pemolesan berbeda-beda tergantung

pada klasifikasi kavitas dan bahan tumpat yang digunakan

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari restorasi plastis

adalah

1. Teknik isolasi yang baik

2. Pemilihan bahan tumpatan yang tepat.

3. Design cavitas yang sesuai.

4. Teknik manipulasi bahan restorasi plastis.

5. Proses polishing.

6. Teknik finishing.

31

Page 32: Revisi Sk 5

4. Design outline pada setiap kavitas pun berbeda-beda sesuai dengan klasifikasi

kavitasnya.

DAFTAR PUSTAKA

Ali Nurdin, Penggunaan semen Glass Ionomer sebagai upaya meningkatkan

perlekatan tumpatan amalgam dengan jaringan gigi,Majalah Kedokteran

Gigi Universitas Airlangga, vol 34 nomor 3a, Agustus, 2001.

Buku Petunjuk Praktikum Tumpatan FKG UNEJ, 2013

Cecilia G. J. Lunardi, Soeyatmi Iskandar, Sri Kunarti Prijambodo, Resin komposit

untuk restorasi gigi posterior simposium sehari Mempertahankan Gigi

Selama Mungkin, Surabaya: FKG, 1989.

Ford, T.R. Pitt. 1993. Restorasi Gigi. Alih bahasa, Narlan Sumawinata; editor,

Narlan Sumawinata dan LIlian Yuwono. Ed.2. Jakarta: EGC

Narlan Sumawinata, Restorasi Gigi, edisi 2, Jakarta Kedokteran EGC, 1993

Pickard, H.M., Kidd, E.A.M., Smith, B.G.N 2002. Manual Konservasi Restoratif

Menurut Pickard. Edisi 6. Alih bahasa: Narlan Sumawinata. Jakarta :

Widya Medika.

Roberson, Theodore M. IV Heymann, Harald. V Swift, Edward J. VI. Sturdevant,

Clifford M. 2001. Sturdefante's Art and Science of Operative Dentistry-4th

ed. Library of Congress Cataloging in Publication Data: United States of

America

Wordpress. 2009. Restorasi Resin Komposit Kavitas Kelas I. Fkg –UGM.

fkgugm06.files.wordpress.com/2009/12/kavitas-kelas-i-rk.docx. (3 Maret

2013)

32