RISALAH RAPAT -...
Transcript of RISALAH RAPAT -...
108
RISALAH RAPAT
PEMBAHASAN RANCANGAN UNDANG-UNDANG
TENTANG
BADAN HUKUM PENDIDIKAN
Tahun Sidang : 2006 - 2007
Masa Persidangan : IV
Jenis Rapat : RDP/RDPU PANJA RUU tentang BHP
Sifat : Terbuka
Hari/Tanggal : Rabu, 6 Juni 2007
Waktu : Pukul 14.00 Wib s/d Selesai
Dengan : Kadinas Pendidikan Menengah dan Tinggi Prov. DKI Jakarta,
Ketua Majelis Pertimbangan Pendidikan Agama Departemen
Agama, Direktur Highscope, Direktur Gobel Matsushita, dan
Ketua Asosiasi Psikolog Sekolah Indonesia (APSI)
Tempat : Ruang Rapat Komisi X DPR-RI
Ketua Rapat : PROF. DR. H. ANWAR ARIFIN/WK. KETUA
Sekretaris : H. Agus Salim, SH./ Kabag. Set Komisi X DPR-RI
Acara : Pembahasan mengenai RUU BHP
Anggota Hadir : … dari 23 Anggota Panja RUU BHP DPR-RI,
Izin … Anggota
PIMPINAN TIMUS RUU TENTANG BADAN HUKUM PENDIDIKAN (BHP) :
1. DR. IRWAN PRAYITNO ( F-PKS/KETUA)
2. PROF. DR. H. ANWAR ARIFIN, S.IP, DIDS (F-PG/WK. KETUA)
3. HERI AKHMADI (F-PDIP/WK. KETUA)
4. DRS. ABDUL HAKAM NAJA (F-PAN/WK. KETUA)
5. DRA. HJ. ANISAH MAHFUDZ, M, AP (F-KB/WK. KETUA)
109
FRAKSI PARTAI GOLONGAN KARYA :
6. DRA.HJ. CHAIRUNNISA, MA
7. FIRDIANSYAH, SE, MM.
8. MUSFIHIN DAHLAN
9. DRG. H. TONNY APRILANI M.SC.
10. DRA. TRULYANTI HABIBIE SUTRASNO, M.PSI.
FRAKSI PARTAI DEMOKRASI INDONESIA PERJUANGAN :
11. DR. IR. WAYAN KOSTER , MM
12. SUDIGDO ADI
13. DRS. H SOERATAL, HW
14. CYPRIANUS AOER
FRAKSI PARTAI PERSATUAN PEMBANGUNAN :
15. H. DAROMI IRJADJAS, SH, M.SI
16. DRS. H.A. HAFIDZ MA‟SOME
FRAKSI PARTAI DEMOKRAT :
17. PROF. MIRRIAN S. ARIEF, M.EC. PH.D.
18. ANGELINA SONDAKH, SE
FRAKSI PARTAI AMANAT NASIONAL :
19. H ADE FIRDAUS, SE.
FRAKSI PARTAI KEBANGKITAN BANGSA :
20. DRS. H. MUCHOTOB HAMZAH, MM
FRAKSI PARTAI KEADILAN SEJAHTERA :
21. AAN ROHANAH, M.AG.
FRAKSI BINTANG PELOPOR DEMOKRASI :
22. MUHAMMAD ZAINUL MAJDI, MA
FRAKSI PARTAI DAMAI SEJAHTERA :
23. RUTH NINA M. KEDANG, SE
110
PIMPINAN RAPAT (Prof.Dr.H. ANWAR ARIFIN):
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
Selamat siang dan salam sejahtera buat kita semuanya.
Yang terhormat saudara Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi… DKI Jakarta.
Yang terhormat Direktur Masusita Gobel.
Yang terhommat saudara Ketua Asosiasi Fsikolog Sekolah Indonesia (AFSI).
Yang terhormat saudara Direktur High Scope.
Bapak-bapak ibu-ibu anggota DPR yang hadir.
Alhamdulillah kita dapat bertemu pada kesemptan ini dalam keadaan sehat walafiat. Terima
kasih atas kehadirannya memenuhi undangan pimpinan DPR. Kami ingin memperkenalkan dulu teman-
teman karena ini rasanya baru pertama kali ini kita bertemu di sini, yang ujung ini yang paling gagah ini
adalah Bapak Balkan Kaplale, ini ketua Panja RUU APP, jadi rambutnya selalu rapih pak itu beliau dari
Partai Demokrat daerah pemilihan Jawa Timur. Kemudian Pak Ade Firdaus beliau dari PAN daerah
pemilihan Jawa Barat, kemudian paling ujung Pak Daromi Irdjas PPP daerah pemilihan Jawa Tengah,
Pak KH. Hafidz Ma‟soem dari PPP Jawa Timus, kemudian yang di sampingnya yang paling cantik ini
Mba Nina Kedang yang termuda di sini dari PDS NTT, di sebelahnya juga ada dari NTT Pak Cyprianus
Aoer beliau dari PDI Perjuangan, di belakangnya Pak Razak Parosi dari PDI Perjuangan daerah
pemilihan Sulawesi Tenggara, kemudian Pak KH. Ahmad Darodji ini satu-satunya pakai kopiah dari
Golkar daerah pemilihan Jawa Tengah, kemudian di samping kiri saya Pak Irwan Prayitno sekarang
Ketua Komisi X DPR-RI dari PKS daerah pemilihan Sumatera Barat. Saya Anwar Arifin Golkar daerah
pemilihan Sulawesi Selatan.
Bapak ibu sekalian.
Kami ingin menyampaikan hari ini sebenarnya adalah hari Pansus yang kita pinjam untuk
memanfaatkannya sehingga nanti sebentar teman-teman akan bergabung dan ini adalah rapat dengar
pendapat umum (RDPU) jadi tidak memerlukan kourum sebagaimana yang dituntut dari sebuah
persidangan rapat kerja. Baiklah dengan mengucapkan Bismillaahirrahmaanirrahiim rapat dengar
pendapat umum dengan resmi kami buka.
(KETOK PALU 1 KALI)
(RAPAT DIBUKA PUKUL 14.15 WIB)
Bapak-bapak dan ibu-ibu rapat ini terbuka untuk umum.
Bapak ibu dan hadirin yang kami muliakan, kami mengundang bapak ibu ini adalah sesi terakhir
dari rangkaian rapat dengar pendapat umum berkaitan dengan RUU tentang Badan Hukum Pendidikan,
yaitu amanah dari Pasal 53 tentang Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional, jadi RUU
Badan Hukum Pendidikan ini kami sudah mendengarkan dari berbagai stakeholder pendidikan, dan
terakhir kemarin dari teman-teman dari pemerintah yang non departemen Pendidikan Nasional yang
berkaitan dengan itu dari Departemen Hukum dan HAM, Departemen Agama dan sebagainya
sebelumnya juga sudah.
111
Kami ingin menyampaikan inti masalahnya, yang pertama dalam Pasal 53 itu Badan Hukum
Pendidikan itu ditulis dengan huruf kecil, jadi namanya nama jenis bukan nama diri, jadi pikiran awalnya
itu ya itu memetakan badan-badan hukum untuk pendidikan, antara lain dalam penjelasannya itu Badan
Hukum Milik Negara.
Yang kedua adalah adanya komplikasi antara Undang-Undang Yayasan dengan RUU Badan
Hukum Pendidikan, para penyelenggara perguruan tinggi swasta se-Indonesia menyatakan bahwa
Undang-Undang Yayasan itu bisa menaungi pendidikan, sedangkan Pasal 53 menyebutkan bahwa
satuan pendidikan formal harus berbentuk Badan Hukum Pendidikan. kata pendidikan yang ada dalam
Undang-Undang Yayasan itu, itu bisa ditampung dalam pendidikan non formal, sedangkan AFTISI
menganggap sama dengan yang terakhir saya katakan bahwa Undang-Undang Yayasan tidak bisa
menampung pendidikan formal. Kemudian tuduhan atau kritik bahwa RUU yang dibuat oleh pemerintah
menjurus kepada liberalisasi pendidikan dan komersialisasi pendidikan, jadi artinya negara akan lepas
tangan ya. Kemudian wali amanah ada juga usul tentang wali amanah dan sebagainya, kali ini terakhir
kami mengundang bapak-bapak dan ibu-ibu untuk hadir di sini mewakili lembaga masing-masing, kami
ingin menerima masukan dan termasuk kami mengundang dari Asosiasi Fsikolog Sekolah Indonesia itu
untuk memberikan juga masukan bagaimana agar pengembangan bakat dan minat serta kemampuan
mahasiswa itu bisa ditampung di dalam RUU BHP. Karena dari 220 juta penduduk Indonesia
memperoleh pemain bola 17 orang saja ternyata susah, masa bisa kalah sama Irak yang berperang
terus, Singapura yang kecil, dan sebagainya tentunya. Nah inilah nanti kita harapkan masukan-
masukan dari itu, kami sudah mengirimkan bahannya.
Baiklah kami akan mempersilahkan dulu, siapa dulu yang mulai ya, bapak-bapak, Kepala Dinas
dulu ya karena beliau sudah duduk di tengah paling kanan dan biasanya itu kursinya Menteri
Pendidikan Nasional, jangan-jangan nanti dari Kepala Dinas langsung menjadi Menteri Pendidikan
Nasional amiin. Silahkan pak memperkenalkan diri dan teman-temannya kalau ada silahkan.
KEPALA DINAS PENDIDIKAN DKI (MARGANI M. MUSTAR):
Terima kasih bapak pimpinan.
Yang saya hormati pimpinan dan anggota dewan yang hadir pada hari ini.
Ibu-ibu dan bapak-bapak yang berbahagia.
Saya Margani Muhamad Mustar Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi DKI Jakarta,
hari ini hadir bersama 3 rekan saya, Bapak K.H. Husein Kepala Bagian Tata Usaha, Bapak Ujang Arifin
Kepala Sub Dinas Standarisasi dan Pengembang Migran, dan Pak Dinas Kepala Seksi Pendataan.
Terus terang seperti yang bapak sampaikan tadi ini adalah pertama kali kami ada di sini
bertemu dengan bapak, pertama kali diundang dan terus terang saya merasa surprise sebagai suatu
dinas di tingkat provinsi bisa diundang di lembaga yang terhormat ini dan karena surprise itu juga rada
grogi jadinya dan mungkin dari itu masukan yang kami sampaikan kurang maksimal. Tapi kami berniat
112
untuk terus mengikuti proses ini dan InsyaAllah pada waktu yang akan datang apabila ada kesempatan
kami tetap akan memberikan masukan.
Ibu dan bapak yang saya hormati.
Saya mungkin akan mengawali masukan ini dengan melaporkan kepada ibu dan bapak secara
ringkas keadaan pendidikan menengah dan tinggi di DKI Jakarta yang mungkin salah satu tipelogi dari
satu daerah yang ada di Indonesia ibu kota. Di DKI Jakarta ada 1.100 SMA dan SMK, 116 SMA Negeri,
60 SMK Negeri dan sisanya adalah swasta. Jadi peran serta swasta untuk pendidikan menengah di DKI
Jakarta itu sekitar 60% melayani penduduk Jakarta.
Perguruan tinggi ada 538 termasuk pendidikan kedinasan, namun walaupun nama kami Dinas
Pendidikan Menengah dan Tinggi, tapi pada sektor-sektor tingginya kewenangan kami sangat terbatas,
karena kewenangan masih jauh dipegang oleh Dirjen DIKTI dan Kopertis. Jadi mungkin kami akan lebih
fokus pada pendidikan menengah.
Dapat kami laporkan bahwa kalau kita lihat dari karakter terutama kualitas penyelenggaraan
untuk 116 SMA Negeri dan 60 SMK Negeri, itu relatif kualitasnya homogen, karena semua berada di
bawah pembinaan langsung dari pemerintah provinsi DKI Jakarta melalui Dinas…, namun untuk
sekolah-sekolah swasta yang berjumlah kurang lebih 500-an untuk SMK dan 490-an untuk SMA, ini
memang terjadi heterogenitas yang cukup tinggi dari segi kualitasnya. Ada sekolah-sekolah swasta
yang sangat baik dan bahkan beberapa lebih baik dari sekolah negeri yang terbaik, tetapi sangat
banyak juga yang kondisinya menengah ke bawah, dan perlu dibantuk karena memprihatinkan, karena
memang kapasitas pengelolaannya yang memang tidak terlalu optimal.
Jadi inilah gambaran ringkas dari pendidikan yang ada di DKI Jakarta, sudah barang tentu
kalau saya bicara tentang kualitas yang tadi ada yang homogen ada yang heterogen itu merupakan
resultante dari berbagai variabel, yaitu variabel tenaga kuantitas dan kualitas guru, variabel sarana dan
prasarana pendidikan, variabel manajemen, dan juga kurikulum serta mekanisme pengelolaannya.
Jadi ini bapak di dalam menyelenggarakan pembinaan pendidikan ada dua tantangan besar
yang kita hadapi, yang pertama adalah bagaimana kita bisa memberikan kesempatan yang sebesar-
besarnya untuk masyarakat mengikuti pendidikan yang setinggi-tingginya, nah ini biasanya kita
terjemahkan di dalam bahasa program adalah dalam bentuk memberikan jaminan terciptanya
pemerataan dan perluasan akses pendidikan. Kemudian tantangan kedua yang besar buat kita adalah
bagaimana kita menjalankan pelayanan pendidikan yang berkualitas tinggi, untuk DKI Jakarta
tantangannya mungkin tidak hanya kualitas berstandar lokal atau nasional tetapi juga beberapa diantara
sekolah sudah menjalankan pendidikan dengan kualitas standar internasional.
Jadi dua hal itu yang kita alami, untuk pemerataan dan perluasan akses pendidikan dapat kami
laporkan bahwa penyediaan dari sisi pelayanan pendidikan secara kuantitas itu sudah mencukupi di
DKI Jakarta, kalau saya ambil rasio antara jumlah kursi yang ada di SMA dan SMK Negeri dan swasta
dijumlah dibandingkan dengan jumlah anak yang mengikuti ujian SMP dan Madrasah Tsanawiyah, itu
rasionya sudah 130%, artinya dari segi kuantitas ketersediaan pelayanan kita mencukupi. Sementara
113
dari segi kualitas seperti kami sampaikan tadi ada heterogenitas terutama di kalangan pendidikan yang
diolah dikelola oleh swasta.
Jadi ibu dan bapak, saya melihat kepentingan itulah yang utamanya harus bisa diakomodir oleh
Undang-Undang BHP ini, yaitu bagaimana undang-undang ini bisa menjamin ketersediaan atau
terciptanya pemerataan dan perluasan akses pendidikan kebetulan DKI Jakarta sudah memadai dari
segi kuantitas dan diharapkan juga undang-undang itu bisa menjamin terjadinya atau terciptanya
layanan pendidikan yang berkualitas tinggi yang menurut amanat Undang-Undang Pendidikan bahkan
di setiap daerah diminta untuk ada yang berstandar internasional.
Kemudian hal lain yang diharapkan bisa terjamin dengan adanya undang-undang ini adalah
terciptanya efisiensi dan efektivitas pengelolaan pendidikan kemudian terjadinya prinsip non komersial,
prinsip non komersial ini memang terlihat menjadi salah satu asas di dalam Undang-Undang
Pendidikan, tetapi di dalam pelaksanaannya sampai saat ini masih katakanlah belum terlalu pasti untuk
menilai apakah suatu sekolah sudah tidak menjalankan komersialisasi, atau masih adakah
komersialisasi di satu sekolah, karena dari beberapa contoh yang kami miliki utamanya pada sekolah-
sekolah swasta, misalnya katakanlah pada SMA, ada SMA yang mengambil iuran dari muridnya
sebulan Rp.40.000 kurang lebih, tapi ada juga yang mengambil iuran muridnya sekitar Rp.2,5 juta
sampai Rp.3 juta. Nah saya belum bisa menilai apakah ini sudah bisa kita buktikan mana yang
komersial yang mana yang tidak, nanti akan ada variabel lain yang menyebabkannya terjadinya
pungutan itu.
Kemudian saya melihat juga undang-undang itu bisa mengakomodasi terciptanya peran serta
yang proporsional dan bertanggung jawab antara pemerintah dan masyarakat. Di dalam pasal yang
terkandung di dalam undang-undang ini saya melihat ada dua ungkapan, yang pertama pemerintah
dapat memberikan dana untuk undang-undang, dan masyarakat juga dapat memberikan, jadi kata-
katanya dua-duanya dapat, tidak ada satu… yang mendapat beban untuk memperoleh kata wajib gitu,
jadi kalau kata-katanya dapat, kalau suatu saat… tidak dapat, mungkin tidak terjadi itu BHP. InsyaAllah
di Jakarta tidak terjadi tapi saya tidak tahu di daerah lain.
Kemudian kami juga berharap undang-undang ini bisa mengakomodasikan heterogenitas yang
ada, seperti yang saya katakan tadi sekolah swasta sangat heterogen. Sekolah swasta di DKI Jakarta
yang jumlahnya kurang lebih 500 untuk SMA, 490 untuk SMK, itu secara garis besar saya bisa
gambarkan misalnya pada saat ujian nasional kemarin, ada 6 sekolah swasta yang tingkat kelulusannya
0%, tapi ada juga banyak sekolah swasta yang tingkat kelulusannya 100%, yang 0% ini kebetulan
memang sekolah swasta yang sangat minim jumlah muridnya antara 7 sampai 15, jadi ini untuk
menggambarkan heterogenitas yang terjadi. Jadi kita berharap BHP ini bisa mengakomodasikan
heterogenitas yang ada.
Ibu dan bapak kami sudah melakukan mencoba melakukan bahasan terhadap rancangan
undang-undang ini dan memang forum yang kami miliki yang mungkin saya merasa kapasitasnya
masih terbatas, melihat bahwa secara umum atau secara keseluruhan Rancangan Undang-Undang
114
BHP ini sudah mengakomodasikan berbagai kepentingan yang tadi saya sampaikan, walaupun untuk
pelaksanaannya saya melihat perlu adanya suatu kesiapan yang matang di masyarakat, jadi ada 3
tahapan yang mungkin bisa saya usulkan untuk bisa mengendors undang-undang ini nantinya yaitu
setelah Undang-Undang ini diterbitkan maka perlu diciptakan rekayasa-rekayasa bagaimana
mekanisme yang terbaik untuk pelaksanaan undang-undang ini, setelah itu dilakukan fase education
atau sosialisasi yang intent setelah itu baru dilakukan enforchment, jadi kami serius… dengan 3E yaitu
Enginering, Education, dan Enforchmen manakala ada sesuatu yang baru dimunculkan.
Jadi ini secara sekilas yang bisa saya sampaikan tanggapan terhadap rancangan undang-
undang ini, ada beberapa masukan yang bersifat redaksional tapi akan kami sampaikan secara tertulis.
Terima kasih.
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT:
Terima kasih Bapak Kepala Dinas Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi DKI Jakarta. Ini
memang sengaja kami mengundang untuk implementasinya nanti ini bagaimana pak, terutama di
tingkat sekolah menengah.
Sebelum kita lanjutkan, ini ada teman-teman yang sudah bergabung, saya perkenalan yang di
depan ini Ibu Trully dari Golkar daerah pemilihan Gorontalo, kemudian di belakang adalah Pak Boy dari
Partai Demokrat derah pemilihan Jawa Barat, kemudian Pak Ebby Jauhari dari Golkar daerah pemilihan
Banten, kemudian di belakang Pak Komar dari Demokrat daerah pemilihan Jawa Barat, kemudian Pak
Dedy Sutomo PDI Perjuangan daerah pemilihan Jawa Tengah, kemudian Pak Gusti Syamsumin Golkar
daerah pemilihan Kalimantan Barat. Jadi ini mewakil rakyat, satu anggota ini rata-rata 300 ribu ini bapak
ibu. Kita berusaha untuk menyelesaikan pukul 16.00 WIB ya, bapak ibu jadi mudah-mudahan pukul
16.00 WIB bisa kita selesai. Kita berurut saja ya, berikutnya dari Asosiasi Fsikolog Sekolah Indonesia.
Ya silahkan bu.
ASOSIASI PSIKOLOGI SEKOLAH INDONESIA (RENI):
Ya terima kasih ya prof Anwar.
Pimpinan rapat dan anggota dewan yang saya hormati.
Sebelumnya kami memperkenalkan teman-teman yang ikut dalam rombongan ini, sebelah
ujung adalah Ella Sihab fsikolog pemilik Cikal, kemudian Irma fsikolog dari Bobo, kemudian Tia dari
Familyu Discovery, Fitria fsikolog dari High Scope, Fonny fsikolog dari Klinik Anakku, dan Rini Polwan
dari Bhayangkari Serang.
Baik ibu bapak sekalian.
Pertama-tama kami atas nama Asosiasi Fsikolog Sekolah Indonesia mengucapkan banyak
terima kasih atas kesempatan yang diberikan pimpinan Komisi X DPR-RI pada hari ini untuk disertakan
dalam RDPU tentang masukan untuk pembahasan RUU BHP. Namun beda dengan teman-teman yang
lain, kami ke sini dengan harapan yang sangat besar agar profesi kami fsikolog dapat diakui sebagai
profesi yang profesional di sekolah, dalam hal ini kami menginginkan agar dimasukkan dalam Bab VI
115
Ketenagaan Pasal 26 tentang Fsikolog Sekolah. Secara teknis tentunya kami serahkan sepenuhnya
kepada anggota dewan yang terhormat bagaimana bunyi nantinya, karena dalam ayat hanya tertulis
karyawan BHP terdiri atas pendidik, tenaga kependidikan lainnya, dan tenaga penunjang. Di dalam
penjelasan atas RUU tersebut, Pasal 26 ayat (1) yang ada hanya tentang tenaga penunjang.
Adapun landasan pemikiran kami mengusulkan fsikolog sekolah dimasukkan dalam karyawan
BHP adalah sebagai berikut: kita kenal untuk pertama kali profesi fsikolog ini adalah pada saat Prof.
Slamet Imam Santoso sebagai guru besar pada GS UI di ITB Februari 22 yang berjudul pemeriksaan
fsikologis sebagai dasar untuk sekolah, hal ini menarik karena beliau adalah fsikiater tetapi mengambil
topik tentang pemeriksaan fsikologis, ternyata dari hasil pemeriksaan sehari-hari sebagai fsikiater Pak
Slamet menemukan banyak karyawan maupun anak sekolah yang depresi yaitu tidak adanya
kesamaan penempatan di sekolah ya bakat dan minatnya. Nah pada kesempatan tersebut Pak Slamet
mengingatkan bahwa fungsi sekolah tidak hanya mendidik anak menjadi pintar tetapi juga fungsi
saringan. Nah fungsi saringan inilah yang selama ini sampai saat ini menjadi membuat ribut di sekolah
karena tidak adanya pemahaman dari masyarakat bahwa ada hukum dari yang disebut survive of the…,
sebenarnya tidak semua orang cocok untuk bersekolah tertentu di sekolah tertentu. Nah hal inilah
kemudian yang saya kira hanya profesi fsikolog yang bisa membantu mengarahkan bakat dan minat.
Tadi dikatakan oleh Prof Anwar bahwa memang tidak semata-mata kognitif tapi itu juga harus
memperhatikan faktor-faktor yang non intelektif.
Nah kenyataannya profesi kita fsikolog di sini hanya dalam konteks pemanfaatan di dalam
pendidikan, baru sebatas tukang tes, jadi kita di luar sekolah pak, jadi hanya memotret IQ siswa berapa,
apakah digunakan atau tidak oleh pihak sekolah itu masih tanda tanya besar. Nah di dalam sekolah
yang menjadi andalan dari pihak sekolah adalah guru BP, yaitu sarjana latar belakangnya BK, namun
juga akhir-akhir ini banyak teman-teman dari S1 fsikologi yang menjadi guru BP. Nah keberadaa
fsikolog sekolah kalau tidak dimanfaatkan adalah mubazir, padahal merekalah yang bisa untuk
memptret potret siswa yang mampu mendeteksi permasalahan, dia mendiagnosis melakukan
pemeriksaan, menganalisis… kelainan pada diri individu sampai dengan memberikan rujukan ke dokter
ahli gizi, terapi dan lain sebagainya.
Nah oleh karena itu kami menyadari bahwa pemahaman ini tentu perlunya fsikolog sekolah
bukan hal yang mudah, kami berharap besar dengan DPR mendukung gagasan bahwa di dalam sistem
NKRI perlu adanya scholl fsikologize. Usul konkrit kami dalam Pasal 26 ayat (1) agar ditambahkan kata
fsikolog atau jika fsikolog akan dijadikan bagian dari ketenaga pendidikan, maka perlu dalam penjelasan
disebutkan hal tersebut.
Untuk informasi bahwa tenaga fsikolog di kesehatan sudah diperjuangkan sudah berhasil dan
menjadi tenaga fungsional. Konsekuensi logis dari usulan ini maka sekolah perlu memiliki seorang
fsikolog atau sekurang-kurangnya bekerja sama dengan kantor konsultan fsikolog. Saya kira
demikianlah apa yang bisa kami masukkan kita berikan kepada anggota DPR, dan sebagai informasi
juga nanti sore kami akan bertemu dengan Menteri Pendidikan Nasional untuk bicara secara panjang
116
lebar mengenai bagaimana teknis dan kita minta bantuan pemerintah agar profesi kami diakui.
Sebelumnya kami juga telah ketemu dengan Menkokesra tentang masalah ini, dan kami berharap
dalam waktu dekat sosialisasi mengenai fsiko sekolah ini bisa dilaksanakan.
Terima kasih pak.
PIMPINAN RAPAT:
Ya, terima kasih Bu Rani.
Jadi salah satu fraksi ini memang sudah memasukkan dalam draftnya itu ada fsikolog sekolah
ya setiap sekolah Pak Margani seharusnya punya fsikolog, apakah nanti nah mudah-mudahan nanti
bisa diterima oleh pemerintah dan seluruh anggota DPR, kemudian kita teruskan Ibu Direktur Masusita
Gobel kami persilahkan.
DIREKTUR GOBEL MATSUSHITA (ALVIANA COKRO):
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
Salam sejahtera bagi kita semua.
Yang terhormat pimpinan rapat dan bapak ibu sekalian.
Selamat sore.
Jadi pertama-tama saya ingin memperkenalkan diri nama saya Alviana Cokro dari Masusita
Gobel Institut, salah satu unit yang ada di bawah yayasan Masusita Gobel. Menerima kami menerima
undangannya kemarin pak, cuma ini mungkin saya datang kemari bukan untuk memberi masukan detail
mengenai BHP-nya karena tempat kami belum mempunyai sekolah formal pak. Jadi ini juga saya ingin
mengoreksi suratnya karena di sini dikatakan kami sebagai penyelenggara pendidikan asing di
Indonesia. Penyelenggara dalam pemikiran kami adalah suatu badan asing, padahal bukan jadi sedikit
menginformasikan bahwa kami atau Masusita Gobel itu berdiri tahun 1979, untuk merealisasikan mimpi
almarhum dari Pak… Muhammad Gobel dan Ibu… Masusita. Mereka sebagai pribadi mendirikan
Yayasan Masusita Gobel, dan misinya adalah ikut terlibat dalam pengembangan intelektual dan
kesejahteraan dari bangsa Indonesia dan pendidikan di kami adalah pendidikan non formal. Jadi nanti
kalau memang ada waktu kalau memang diperlukan saya ada sedikit untuk mengenal ini siapa sih saya
terus terang kaget kenapa kami bisa dibilang sebagai penyelenggara pendidikan asing, gitu saja
informasinya. Jadi kalau memang diperlukan saya ada bisa tunjukan slide apa aktivitas kami, kalau
ditanya terus hubungannya dengan pendidikan apa, ya kami berhubungan dengan pendidikan tapi
pendidikan kami adalah non formal, jadi memang ada kami seperti kami terlibat dengan Diknas untuk…
kemudian kami ikut terlibat untuk penentuan syarat kompetensi untuk bidang elektronika iya, kemudian
kami juga melakukan pelatihan di bidang teknikal ya, tapi lebih kepada bukan formalnya pak, jadi
informal, aktivitas kami ya kami sudah kemana-mana juga tapi bukan formal.
PIMPINAN RAPAT:
Ada pendidikan asingnya gitu? yang non formal tapi asing?
117
DIREKTUR GOBEL MATSUSHITA (ALVIANA COKRO):
Kami memakai standarnya standar dari luar atau standar Masusita kita pakai. Jadi ini dalam
rangka untuk penentuan standar kompetensi itu pak.
Terima kasih.
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT:
Ya terima kasih bu.
Jadi walaupun pendidikan non formal tapi sudah datang ke sini jadi tak kenal maka tak sayang
ini ya kan kita sudah tahu dan saya kira suatu saat mungkin bisa berkembang nanti menjadi pendidikan
formal begitu.
Baik kita teruskan Ibu Direktur High Scope silahkan.
DIREKTUR HIGHSCOPE (ANTARINA):
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
Selamat sore dan salam sejahtera.
Yang terhormat pimpinan rapat dan bapak ibu sekalian yang hadir di sini, nama saya Antarina
dari High Scope saya di sini ditemani oleh colega saya Bapak Farid Amir juga dari High Scope kami
berdua sebagai dewan direksi High Scope. Terima kasih atas undangannya untuk memberikan
pendapat mengenai RUU BHP ini.
Untuk lebih jelasnya sebenarnya pendidikan kami dimulai dari usia dini sampai SMA, tapi kami
hanya menggunakan lisensi atau metodeloginya saja dari luar dari asing, tapi sekolahnya sendiri
sebenarnya sekolah nasional untuk anak-anak Indonesia kebanyakan, memang ada sedikit mungkin
orang asingnya tapi lebih banyak orang Indonesianya. Kemudian dari segi pendanaan kami bukan
asing, kami nasional. Namun demikian sehubungan dengan RUU ini kami merasa kalau merujuk
kepada Pasal 2 dalam RUU ini, dimana dinyatakan bahwa penyelenggara persatuan pendidikan ini
dapat berupa BHP, jadi sebenarnya berupa dapat jadi berarti sebenarnya kami dari segi pendidikan
formal ini tidak harus BHP, kalau di perguruan tinggi mungkin harus BHP, tapi kami memberikan juga
pendapat mengenai itu, karena di bawah-bawahnya seolah-olah pendidikan ini harus BHP gitu, padahal
di Pasal 2 itu hanya dapat.
Tentang pendidikan dasar dan menengah, kami melihat lagi pada dasarnya undang-undang ini
dibuat karena kembali kepada subtansi, sebenarnya kan ada permasalahan di dalam pendidikan
nasional, dalam hal pemerintah bertanggung jawab untuk melaksanakan pendidikan nasional itu
tanggung jawab pemerintah sesuai dengan Undang-Undang Dasar 45, dan kemudian juga mungkin ada
tuntutan dari Education for All dan NDG bahwa pemerintah harus mencapai satu pendidikan berkualitas,
tapi permasalahannya pemerintah tidak mempunyai cukup dana dalam penyelenggaraannya. Kami
melihat di sini undang-undang ini kemudian dianggap sebagai satu solusi untuk masalah pendanaan
tapi bukan ke substansi pendidikannya itu sendiri, jadi ke masalah pendanaannya.
118
Nah kalau dari segi kami sebagai pihak swasta, kami merasa sekolah jadi tanggung jawab
pemerintah ini seolah-olah dilimpahkan kepada swasta artinya negeri dan swasta menjadi sama, nanti
tidak ada lagi sekolah negeri dan tidak ada lagi sekolah swasta karena semuanya sama dalam bentuk
BHP. Padahal peranan swasta di sini kan sebenarnya membantu pemerintah, mereka membantu
pemerintah dalam penyelenggaraannya, tadi dikatakan oleh Bapak Kepala Dinas swasta 60%, jadi
banyak sekali ininya, Cuma kelihatannya dengan adanya undang-undang ini seolah-olah sepertinya
event swastapun harus diseragamkan distandarisasi, sepertinya di Indonesia takut sekali dengan
adanya keanekaragaman, semua harus sama, semua harus berbentu seperti BHP, ini menurut saya
salah satu produk sekolah lama dimana factory style itu menghasilkan orang-orang semua harus
seragam harus sama, padahal kalau di negara maju, itu swasta itu tidak harus sama dengan
pemerintah, bahkan dia tidak harus ikut kurikulum pemerintah, tidak harus mengikuti semua aturan
pemerintah, hanya ada secara minimum yang mereka harus ikutkan, tapi kalau dengan adanya BHP ini
seolah-olah event swastapun harus mengikuti semua aturan pemerintah, rasanya ini justru nanti akan
mematikan pihak swasta untuk berkembang dan lebih berkreasi di dalam penyelenggaraan ini.
Sekarang swasta sudah cukup maju dan banyak membantu, tapi kalau terlalu banyak diatur, nanti
swastanya juga jadi mati malah jadi menimbulkan masalah baru bagi pendidikan nasional.
Nah kalau seharusnya pemerintah tetap menganggap bahwa peranan dari penyelenggaraan
pendidikan itu tetap di tangan pemerintah, bahwa pemerintah sekarang belum mampu tidak apa-apa
tapi itu kan merupakan target di suatu saat untuk bisa dicapai, kalau ini sudah di undang-undang kan
berarti pemerintah tidak harus memiliki target dan dengan pasal-pasal di dalamnya menyebutkan siapa-
siapa saja yang menjadi anggota BHP atau menjadi unsur di dalam BHP itu bisa saja dimanfaatkan
oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab sehingga justru tujuan pendidikan nasional untuk akses
itu tidak tercapai karena pemerintah di situ sudah tidak ada campur tangannya lagi, mungkin hanya
wakil saja MWA hanya wakil di situ, yang lainnya adalah unsur-unsur swasta bisa masuk di situ. Yang
berakibat nanti mungkin malah pendidikan menjadi mahal, sementara tujuan pemerintah pendidikan
akan gratis kapan tercapainya karena tidak ada tanggung jawab pemerintah lagi di situ, dan kalau di
Sisdiknas ada 20% APBN di sini letaknya dimana gitu, jadi agak ada perbedaan gitu diantara Undang-
Undang Sisdiknas dengan Undang-Undang BHP ini gitu.
Kalau dari point yang ada di dalam sini disebutkan bahwa akan terjadi komersialisasi ini ada di
point 4 permasalahan BHP terjadi swastanisasi, liberalisasi, kemungkinan bisa saja terjadi di sana.
Sebenarnya kan yang harus dibenahi adalah komersialisasi itu kan hubungannya dengan kualitas, jadi
kalau pendidikan itu mahal kualitasnya tidak baik itu komersial, tapi kalau bilang pendidikan biayanya
murah itu tidak benar, pendidikan itu biayanya mahal sekali. Sekarang bagaimana biaya pendidikan
mahal kualitas tinggi itu bisa diakses oleh seluruh lapisan masyarakat, nah itu kan kalau di negara maju
itu kan tugas pemerintah, undang-undang ini seolah-olah melarikan itu semua menjadi tugasnya
masyarakat, karena di sini masyarakat terus yang diinikan. Bagaimana sebaiknya pemerintah itu
mentargetkan suatu saat dia bisa membiayai pendidikan, bahwa sekarang dalam masa transisi belum
119
bisa, mungkin kita mencari jalan keluarnya yang lain, tapi jangan dihilangkan seolah-olah sudah bukan
tanggung jawab lagi pemerintah. Kalau dari kita sendiri swasta, mohon swasta jangan terlalu banyak
harus ini harus itu, nanti kreativitas swasta menjadi tidak berkembang malah mati malah menimbulkan
masalah.
Jadi intinya kalau dilihat dari undang-undang ini lebih banyak mudaratnya daripada
manfaatnya, kalau kami melihatnya seperti itu, belum tentu masalah dengan undang-undang ini
masalah pendidikan akan selesai, karena banyak sekali, walaupun pemerintah punya 20% saja dana,
masalah pendidikan itu masalah kualitas itu sangat sulit menyelesaikannya, jadi ini belum tentu
menyelesaikan masalah pendidikan nasional, mungkin itu dari kami.
PIMPINAN RAPAT:
Ya, terima kasih bu.
Yang sudah menyampaikan beberapa masukan yang memang dana kemajemukan itu juga
muncul beberapa hari yang lalu begitu, cuma saya ingin menyampaikan kepada kita mengingatkan saja
bahwa Pasal 53 itu sesungguhnya dari Undang-Undang Pendidikan Nasional itu adalah penyelenggara
dan atau satuan pendidikan formal yang diselenggarakan oleh pemerintah dan masyarakat itu
berbentuk badan hukum. Ya terus terang saja saya waktu itu ketua panitia lupa memasukkan
pemerintah daerah di situ. Jadi sebenarnya ide dasarnya memang dari SD sampai perguruan tinggi ya
biar berbentuk badan hukum pendidikan, karena waktu itu Undang-Undang Yayasan itu menurut versi
pemerintah ya saya baru tanya tadi Direktur Perundang-undangan dari Departemen Hukum dan HAM di
Pansus Haji, menganggap bahwa Undang-Undang Yayasan itu tidak bisa menaungi pendidikan formal
ya begitu sebenarnya, karena di situ badan usaha jadi yayasan itu membentuk badan usaha, bahkan
tadi disampaikan itulah sebabnya RUU yang dibuat oleh pemerintah itu huruf besar, nah baru juga saya
paham, mungkin yang kemarin ikut itu memahami, itulah sebabnya maka SMA dan apapun juga ikut
dalam undang-undang itu.
Jadi RUU BHP ini saya lupa sampaikan kepada bapak dan ibu adalah akibat dari keluarnya
Undang-Undang Yayasan itu, ya itulah sebenarnya salah satu yang mendorong RUU BHP itu lahir
karena pemahaman waktu itu bahwa Undang-Undang Yayasan itu tidak bisa menaungi pendidikan
yang nirlaba tentunya kecuali pendidikan yang mau komersial, artinya pendidikan itu mencari
keuntungan, mungkin kursus-kursus mungkin bisa ternaungi.
Yang kedua bu, kita dalam Undang-Undang Dasar itu pendidikan dasar itu wajib dan
pemerintah menyediakan anggarannya, jadi apakah anak itu sekolah di negeri atau swasta seharusnya
harus gratis, saya diprotes oleh Walikota Makasar kenapa anak walikota juga harus gratis gitu, ya
memang maksudnya filosofinya waktu itu supaya anak itu tahu bahwa dia berhutang kepada negara,
karena kalau dari TK sampai perguruan tinggi membayar, anak itu tidak merasa berhutang kepada
negara begitu. Jadi SD, SMP itu 9 tahun harus tidak dipungut biaya, itu negara harus tanggung jawab,
karena orang tuanya sudah membayar pajak, masa anaknya lagi dipajak, itu kira-kira filosofinya bu.
Jadi nanti bagaimana mengaturnya ya tentulah kita minta supaya undang-undang ini bisa kita buat.
120
Mohon maaf Bapak H. Jamaluddin Hakam ini maaf tadi karena memilih tempat duduk di
belakang, ini dari Majelis Pertimbangan Pendidikan Agama Departemen Agama Republik Indonesia,
sekarang kami persilahkan pak untuk menyampaikan masukan.
KETUA MAJELIS PERTIMBANGAN PENDIDIKAN AGAMA DEPAG (DJAMALUDIN):
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
Alhamdulillahirobbil‟alamin, Washolatu Wassalamu „Ala Asrofil Mursalin, Sayyidina Muhammadin Wa‟ala
Alihi Wasohbihi Ajmain.
Yang saya hormati bapak pimpinan rapat beserta anggota dewan yang terhormat.
Bapak-bapak dan ibu undangan yang saya hormati.
Alhamdulillah, kami memanjatkan puji syukur kepada Allah SWT, bahwa MP3A yaitu Majelis
Pertimbangan dan Pemberdayaan Pendidikan Agama yang dibentuk oleh Menteri Agama untuk
memberdayakan dan memajukan pendidikan agama yang diambil dari unsur organisasi masyarakat
keagamaan. Jadi ada perwakilan dari NU, dari Muhammadiyah, dari Matlaul Anwar Al Irsyad dan lain-
lainnya.
Kami dari MP3A menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya karena
kami mendapat kehormatan diundang untuk hadir dalam rapat ini, dan kami menyampaikan terutama
dari organisasi kemasyarakatan menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya
karena dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas ini telah memberikan prospek
yang sangat indah bagi pendidikan agama, karena baru kali ini pendidikan agama itu masuk dalam
sistem pendidikan nasional, jadi mudah-mudahan pondok-pondok pesantren, madrasah-madrasah
diniyah, yang tadinya diabaikan ini semakin mendapat perhatian dari pemerintah, dengan adanya
undang-undang ini.
Oleh karena itu setelah Undang-Undang Sisdiknas ini kemudian mengamanahkan untuk
adanya Undang-Undang BHP, ini kami sebenarnya sangat antusias dan memberikan apresiasi yang
tinggi kepada dewan yang telah demikian sungguh-sungguh membahas rancangan undang-undang ini.
Hanya ada beberapa hal yang perlu kami sampaikan, yang pertama bahwa lembaga-lembaga atau
organisasi keagamaan seperti Muhammadiyah dan Nu yang telah menangani pendidikan-pendidikan
swasta, dimana perlu kami sampaikan bahwa lebih daripada 80% yang ditangani oleh Departemen
Agama itu adalah pendidikan swasta. Jadi di bawah 20% itu adalah pendidikan negeri. Jadi lebih
banyak pendidikan swastanya daripada negerinya. Nah dengan masuknya ke Sisdiknas ini tentu
memberikan harapan baru kepada lembaga-lembaga pendidikan untuk lebih maju lagi.
Yang berkenaan dengan BHP ini yang ingin kami masukkan atau kami mengharapkan untuk
mendapatkan perhatian karena Ormas-Ormas ini telah membina organisasi ini puluhan tahun, bahkan
ada yang sudah ratusan tahun, secara nasional, nah kalau diharuskan setiap lembaga pendidikan atau
satuan pendidikan itu mempunyai BHP ini mungkin akan memutus rantai daripada pembinaan itu. Jadi
kami mengharapkan agar supaya kalau bisa di dalam undang-undang ini bisa merangkum apa yang
sudah terjalin selama ini dengan baik, pembinaan yang secara sentralistik, artinya hanya satu badan
121
hukum misalnya dari Muhammadiyah itu sudah bisa sampai ke daerah, tidak per satuan pendidikan, itu
harapan kami, tetapi kalau memang ada pendapat yang lebih baik kami sesungguhnya itupun dapat
menerima.
Kemudian yang kedua di dalam Bab IX tentang Peralihan, ini kiranya dapat dicantumkan
dengan tegas tentang yayasan pendidikan yang selama ini sudah ada, di sini tidak kami lihat tidak ada
ketegasan apakah yayasan itu dibiarkan dulu kemudian membentuk BHP, ataukan yayasan itu
langsung menjadi BHP-nya, nah ini yang perlu kami mendapatkan gambaran yang jelas. Saya kira
demikian.
Terima kasih.
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT:
Baik, terima kasih ini semuanya sudah dan ini pukul 15.05 WIB.
Pertanyaan yang terakhir itu pak ada di Pasal Peralihan, ada 3 opsi yang ditawarkan oleh
pemerintah di Pasl Peralihan itu, yayasan bisa berubah menjadi BHP, atau yayasan dan satuan
penyelenggaran dan satuan pendidikan bersama-sama membikin BHP, itu ada di aturan peralihan. Tapi
ini memang masih pro kontra pak ya pemahaman apakah yayasan itu bisa menaungi pendidikan atau
tidak, ya ada dua pendapat, ada yang mengatakan bisa ada yang mengatakan tidak bisa. Kalau
pandangan DPR dulu Komisi VI dengan pemerintah itu yayasan sudah tidak sesuai lagi untuk menaungi
pendidikan, karena yayasan itu dulu dibentuk betul-betul ingin menjadi semacam fondation itu pak,
rumah bagi orang-orang kaya yang mau masuk sorga, ya itu kira-kira itu jiwanya semangatnya, jadi
orang kaya yang punya kelebihan uang itu membikin yayasan, dan membagi-bagi uangnya kepada
anak-anak yang memerlukan untuk beasiswa, untuk dibantu yang sakit, untuk kalau ada tsunami itu
yayasan bergerak di situ sebenarnya, itu semangat waktu itu Undang-Undang Yayasan itu dibuat. Oleh
karena itu supaya pendidikan ini bisa lebih maju maka perlu badan hukum sendiri yang tidak dicampur-
campur pak, kan yayasan itu menaungi mesjid, menaungi rumah sakit, ya sama dengan yayasan saya
di makasar itu ada mesjid,ada BMP, ada koperasi, ada macam-macamlah, satu yayasan itu ada
pendidikan, nah itu kira-kira semangatnya dulu pak.
Baik kami persilahkan ini teman-teman dari DPR jika ingin mendalami, kita sepakat
menyelesaikan ini pada pukul 14.00 WIB ya karena kita punya agenda-agenda lagi. Yang mendaftar
pertama ini Ibu Tuly, ya sesuai dengan kehadiaran ini saya baca dulu Pak Ahmad Darodji, Ibu Ruth
Nina, Bu Trully Nomor 3, Nomor 4 Pak Hafidz, Nomor 5 Pak Cypri, Nomor 6 Pak Balkan. Ibu Truly minta
yang pertama, silahkan tukaran dengan Pak Darodji silahkan.
ANGGOTA F-PG (Dra. TRULYANTI HABIBIE SUTRASNO, M.Psi):
Terima kasih.
Yang terhormat pimpinan Komisi X DPR-RI dan seluruh anggota Komisi X DPR-RI.
Yang terhormat bapak ibu sekalian yang hadir pada hari ini di Komisi X DPR-RI.
122
Saya sangat berterima kasih atas kehadiran bapak ibu sekalian dalam memberikan masukan
pada kami semua dalam menyusun Undang-Undang BHP ini. Bnyak masukan-masukan yang telah
diterima tentunya sangat berbeda-beda sangat beragam, namun pada hari ini juga kita lihat ada juga
yang perbedaan antara lain juga dari teman saya khususnya dari fsikologi ya, kita adalah satu profesi
dimana di sini adalah fsikolog. Memang kita ingin di sekolah itu betul-betul bagaimana membimbing
anak-anak mengoptimalkan potensi yang ada di dalam setiap anak, tentunya ini butuh bantuan-
bantuan, dan memang kami telah diskusikan khususnya yang saya tahu di Poksi kelompok kerja di
Fraksi Golkar memang di dalam DIM kita sudah kita evaluasi memasukkan sandingannya dengan
memasukkan hal ini. Tntunya saya yakin dan seyakin-yakinnya teman-teman dari fraksi lain juga akan
mendukung terutama fraksi teman saya yang sama-sama fsikolog.
Saya mohon kiranya ada masukan-masukan lagi yang bisa membantu kami di dalam
penyusunan RUU itu sendiri mungkin dalam kata per kata ataupun kalimat yang menyangkut
pembimbingan tadi pembimbingan dari fsikolog tadi, jadi walaupun tadi dikatakan hanya di Pasal 26 tapi
mungkin ada yang lain.
Khususnya yang lain lagi kepada ibu dari High Scope, memang ibu kan dari swasta di sini ya,
kami memang sangat senang gembira karena swasta membantu dalam mencerdaskan anak bangsa
kita di sini sangat berperan di Indonesia ini, kami ingin untuk menyempurnakan RUU ini masukan dari
ibu juga, di sini High Scope ini tentunya milik swasta, dimana swasta ini juga mempunyai suatu badan
hukumlah di dalam menjalankan sekolah ini tentunya bentuknya apa di situ? Saya tidak tahu yayasan
kah atau PT-kan atau apa saya tidak tahu ya, tetapi ada badan hukum yang menaungi ada tidak?
Karena pastinya kan ada ya untuk membentuk suatu sekolah itu sehingga segala sesuatunya dapat
dijalankan dengan baik. Memang di dalam Undang-Undang Sisdiknas Badan Hukum Pendidikan itu
dalam huruf kecil semua, kami di DPR memang sudah mengevaluasi itu semua, dan untuk pihak
swasta ini tadi kan dikatakan memang pihak swasta memberikan suatu bagian yang besar di dalam
pendidikan ini terutama pendanaan tentunya dalam membuat suatu untuk keberlanjutan pendidikan,
kalau dikatakan tadi bahwa pemerintah memang kewajibannya terutama di tingkat sekolah dasar ya,
harusnya memberikan pendidikan secara gratis, tapi tentunya kalau pihak swasta mengkelola ini kan
tidak mungkin dalam gratis kan kalau pihak swasta yang mengelolanya, dan pemerintah membantunya
di dalam pelaksanaannya tentunya membantu juga anak bangsa yang mengikuti pendidikan di sekolah
swasta menurut bapak ibu apa? karena tentunya seperti sekarang kan telah dikeluarkan apa yang kita
katakan BOS dan BOS buku dan lain-lain, itu tentunya tidak setinggi apa yang dicanangkan atau
ditargetkan atau di apa ya yang ada di pihak swasta, mungkin misalkan gini BOS itu tidak mungkinlah
cukup untuk memberikan operasional di sekolah swasta gitu kan ya, jadi menurut bapak ibu sekalian
dari sekolah swasta bagaimana mengenai hal ini? karena inipun diberikan oleh pemerintah gitu ya? Hal-
hal ini merupakan bagian yang mampun pemerintah berikan di dalam nantinya yang 20% itu adalah hal-
hal seperti ini?
123
Setelah bapak ibu baca tentang RUU BHP ini, kira-kira di dalam klausul-klausul mana yang
perlu disempurnakan, memang tadi dikatakan bahwa jangan sampai pemerintah ya buat apa campur
tangan untuk di dalam sekolah di swasta ini. Jadi mungkin ibu bisa memberikan masukan kepada kami
untuk kami sandingkan dengan semua masukan-masukan yang sangat banyak ini, saya kira itu saja.
Terima kasih.
Wassalaamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT:
Terima kasih.
Ibu Ruth Nina dulu, baru Pak Darodji.
Tapi sebelum Ibu Nina kami ingin menyampaikan sesuai dengan kesepakatan kami dengan
teman-teman terdahulu, yang pertama itu akan diadakan lokakarya mengenai RUU BHP ini, kami sudah
menset waktunya untuk kita semuanya bapak hari Jum‟at sesudah jam 14.00 WIB ya, jam 14.00 WIB
hari Jum‟at itu untuk kita selenggarakan lokakarya sekalian kita undang pihak pemerintah dan juga
semua pihak yang berkepentingan terhadap undang-undang ini kita undang untuk hadir pada hari
Jum‟at di sini sampai malam, ya nanti undangannya akan disampaikan kepada kita semuanya. Sebelum
saya lupa, jadi supaya nanti punya wawasan dari berbagai versi pak ya, mendengar itu juga saya kira
banyak manfaatnya untuk nanti kita dari versi mengapa RUU yang dilahirkan oleh pemerintah itu
bunyinya seperti itu ya sekalian saja lokakarya kan kita bisa langsung debat pemerintah untuk itu.
Mohon bapak ibu menyediakan waktunya ya mungkin satu instansi ya sampai 3 orang itu bisa ya
tempatnya di sini ya.
Baik saya persilahkan Ibu Ruth Nina.
ANGGOTA F-PDS (RUTH NINA M. KEDANG, SE.):
Terima kasih atas kedatangan bapak ibu, ini adalah hearing kita yang ke-7 kalau tidak salah
dengan stakeholder pendidikan mengenai draft Undang-Undang BHP.
Yang ingin saya tanyakan mungkin sebagai penutup karena ini adalah hearing terakhir saya
ingin menanyakan ke Kepala Dinas dan juga ibu perwakilan dari yayasan. Menurut hemat bapak,
menurut pengamatan, analisa dan segala macam pertimbangan gitu, mana yang lebih tepat aplikasi
BHP apakah ke jenjang perguruan tinggi saja ataukah ikut juga ke jenjang pendidikan dasar
menengah? Itu yang pertama.
Kemudian yang kedua, aplikasi kedua mana pak yang lebih tepat apakah BHP itu diterapkan
wajib gitu ya mengikuti jenjang-jenjang pembentukan BHP dan selanjutnya, wajib diterapkan ke seluruh
pengelola pendidikan yang dimiliki oleh pemerintah hingga pendidikan yang dimiliki oleh swasta?
Kemudian ya saya pikir itu pertanyaan prinsip ya, itu saya ingin menanyakan dua pertanyaan itu saja.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT:
Ya, baik terima kasih.
Berikut Pak Darodji yang terhormat.
124
ANGGOTA F-PG (Drs.KH. AHMAD DARODJI):
Terima kasih.
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
Selamat siang dan salam sejahtera untuk kita semuanya.
Pimpinan dan rekan-rekan anggota.
Ibu-ibu dan bapak-bapak tamu yang saya hormati.
Ini yang fsikolog atau yang fsikolog ahli fsikologi puteri semua ini, termasuk dari Komisi X DPR-
RI dan Ketua beliaulah satu-satunya yang laki-laki.
Pertama beruntung kami mempunyai fsikolog tadi sehingga sandingan yang kami siapkan itu
sudah memasukkan InsyaAllah,… sudah kita masukkan di dalam ketegakerjaan di dalam BHP itu
diantaranya adalah fsikolog di sekolah.
Kemudian yang kedua, MP3A…, betul bapak jadi sejak Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003
Sisdiknas ini memang juga menghapuskan diskriminasi, jadi tidak ada perbedaan hak, tidak ada
perbedaan antara yang negeri dengan swasta haknya, dan yang di luar Departemen Agama maupun
Diknas tidak ada bedaan. Saya kira Jakarta sudah, di berbagai provinsi dan kabupaten mereka sudah…
sehingga kesejahteraannya saja mereka guru Diknas juga diberikan pada guru Departemen Agama,
Jakarta saya kira sudah mendahului…1 juta dan 2 juta, mudah-mudahan sudah diberikan, InsyaAllah
sudah karena tidak ada perbedaan pak dan orang-orang yang menyekolahkan anaknya di Departemen
Agama juga pungutan… sama, sehingga mereka hanya sama, gurunya juga sama, sehingga tidak
ada… dan ini kalau ada yang mensomasi juga bisa disomasi… guru yang tidak… somasi, mudah-
mudahan tidak terjadilah perbedaan itu karena tidak ada perbedaan dan sudah ada surat dari Mendagri
tertanggal 22 Februari 2006 ya, yaitu memerintahkan para bupati dan walikota kabupaten untuk
memberikan hak yang sama dari APBD-nya. Kemudian kalau ada guru yang di… saya kira perlu
mensomasilah InsyaAllah tidak terjadi.
Tentang BHP ini kalau Mba Nina tadi mengatakan masukan yang ke-7, itu adalah…draft yang
ke sekian kali, sepertinya kita sudah berpuluh kali dapat masukan dan tadi disampaikan oleh pimpinan
mereka menolak komersialisasi, imperealisme pendidikan, macam-macam, seperti itu mereka tolak,
seperti saran ibu dan bapak sekalian InsyaAllah segera menjadi catatan kami dan belakangan ini
semua yang datang kemari kecuali satu dua, itu mengingatkan kami bahwa BHP di undang-undang itu
ditulis huruf kecil, nah jadi bhp huruf kecil dan dengan itu artinya maka BHP itu bukan nama diri tetapi
nama jenis, tadi saran ibu tadi tidak diseragamkan itu mungkin juga salah satu alternatif, ya jadi karena
itu bhp huruf kecil, jadi hanya saja memang Undang-Undang Yayasan yang sekarang ini seperti itu,
mungkin undang-undang ini tidak dibantu oleh komisi kita jadi…pendidikan yang dikelola oleh yayasan.
Oleh karena itu barangkali kalau ibu dan bapak hadir lagi hari Jum‟at di dalam lokakarya kita silahkan
kalau itu mau diajukan kembali mengenai tidak perlu seragam tetapi kanekaragaman ini, nah ini
125
barangkali nanti ada jalan keluar… memecahkan hal ini, dan karena BHP itu ditulis dengan huruf kecil
tapi konsep kita ditulis huruf besar. Kemarin sore Dirjen Perundang-undangan datang kemari, saya
tanyakan tapi belum dijawab mungkin tertulis karena memang diminta oleh ketua komisi diminta tertulis
syukur hari ini bisa masuk atau besok mungkin, bagaimana kalau ada leg spesialis terhadap Undang-
Undang Yayasan, yayasan pendidikan itu kemarin sudah saya tanyakan tapi karena waktu tidak cukup
menggunakan jam sekolah tertulis tadi memang Undang-Undang Yayasan kita yang kemarin itu yang
membuat barangkali tidak ada gurunya atau tidak ada pemilik sekolah mungkin, sehingga tidak
masukkan seperti itu, tapi mudah-mudahan ke depan nanti kita menjadi lebih baik. Jadi keseragaman
itu umumnya mereka tidak sependapat tadi, kemudian juga bahwa BHP itu di dalam Undang-Undang
Sisdiknas ditulis huruf kecil, artinya itu nama jenis, nah contoh-contoh seperti ini yang bisa saya
sampaikan ini, barangkali nanti itu sudah menemukan lagi ibu dan bapak di RUU kita, sehingga itu
bapak ibu datang kesini sudah membawa lagi kontribusi-kontribusi pemikiran ke arah itu, termasuk di
mana RUU kita itu merupakan faktor kesejarahan, fakto pemilik itu mereka lupakan sehingga pemilik
sekolah-sekolah yang sudah ada sebelum merdeka ini merasa habis manis sepah dibuang gitu, tapi ini
silahkan nanti apakah ini berkembang atau tidak di dalam lokakarya, itu akan kita dengar pada hari
Jum‟at yang akan datang. Sekali lagi saya ingatkan contoh-contoh dalam lembaran-lembaran yang
mungkin nanti pada saat datang ke lokakarya nanti itu sudah bisa membawa masukan, dan tentu saja
saya yakin setelah ini nanti bapak akan serius baca undang-undang itu,… masih banyak masukan yang
masih kita perlukan ke depan. Saya kira itu yang perlu saya sampaikan.
Terima kasih.
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT:
Ya, terima kasih Pak Darodji.
Ya memang beliau mengatakan waktu ketemu akan mengirim yang tertulis itu tadi yang
disampaikan.
Sekarang saya persilahkan Bapak Hafidz Ma‟soem.
ANGGOTA F-PPP (Drs.HA. HAFIDZ MA‟SOEM):
Terima kasih.
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
Bapak pimpinan, bapak ibu para tamu yang saya hormati.
Pertama saya ucapkan terima kasih kepada bapak ibu yang telah memberikan satu bahan bagi
komisi ini yang nantinya akan dibahas dalam Panja. Tentu ini adalah suatu hal yang sangat berharga
bagi kami anggota DPR sebab saat-saat inilah kami harus menerima masukan-masukan tentang
perubahan konsep RUU tersebut.
Ada beberapa hal yang perlu saya ingin menerima penjelasan, yang pertama dari Bapak
Kepala Dinas Pendidikan DKI pak ya, bapak menyampaikan beberapa hal tentang perubahan, saya
pikir bagus sekali, yang saya ingin tanyakan begini pak, tentu bapak tahu bahwa peta lembaga
126
pendidikan di DKI dimana dengan adanya BHP ini banyak reaksi-reaksi dari yayasan dan sebagainya,
nah menurut bapak apa tidak ada keberatan tentang adanya BHP ini, sebab beberapa hari yang lewat
banyak ada yang protes, ada yang harus diubah, ditangguhkan dan lain sebagainya. Oleh karena itu
saya ingin menerima suatu gambaran tentu ini adalah dari pihak yayasan, tentu dari lembaga swasta,
karena itu saya mohon ada penjelasan dari bapak.
Yang kedua, dari AFSI ya, terima kasih juga ini atas masukan pada Pasal 26 tentang
Ketenagaan, saya masih mau taat ini, sebenarnya bagus apa yang ibu sampaikan dalam satu sekolah
itu harus ada lembaga fsikologi atau tenaga fsikologi, tetapi kalau dinaungi di dalam undang-undang
yang saya ingin tanyakan tadi sih ibu sudah menjelaskan bahwa dimasukkan di dalam masalah tenaga
kependidikan, nah ini apakah tidak rancu atau mungkin nanti ada tenaga penunjang yang itu adalah
diberi penjelasan di dalam undang-undang ini, atau mungkin berdiri sendiri, nah ini saya ingin satu
alasan kata fsikolog berdiri sendiri dalam undang-undang ini, ini kira-kira bagaimana ini?
Yang ketiga, untuk bapak dari MP3A pak ya, 80% sekolah ini yang bapak naungi itu adalah
swasta, tapi bapak tadi menyatakan overset dengan BHP in I, yang kita dengar apakah di sekolah-
sekolah agama pak? di pesantern-pesantren, di lembaga NU dan Muhammadiyah yang kecil itu banyak
hal-hal yang ketakutan dengan adanya BHP ini? nah kira-kira menurut bapak bagaimana ini? kita bicara
secara transparan saja, kami nanti akan memproses RUU ini tentu dengan hati-hati. Tadi Pak Anwar
sudah menyampaikan besok lusa kita akan mulai lokakarya kemudian Panja akan kerja, dan kemudian
masih akan banyak perdebatan-perdebatan dari masyarakat tentang ini tentu kita tidak gegabah akan
secepatnya kita sahkan, tetapi kita akan melihat kondisi masyarakat yang ada bagaimana pun DPR ini
adalah wakil rakyat. Saya kira begitu pimpinan.
Terima kasih.
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT:
Terima kasih Pak Hafidz.
Berikut Pak Cyprianus silahkan pak.
ANGGOTA F-PDIP (CYPRIANUS AOER):
Terima kasih pimpinan.
Setelah mendengar hampir dua minggu aspirasi dari masyarakat, maka banyak yang
mengusulkan untuk mengubah RUU ini dari segi konsep substansinya, kan tadi sudah disebutkan
berapa soal, kalau dilihat memang secara sepintas sebetulnya ada beberapa aspek yang diungkapkan
dalam RUU ini, yang pertama aspek yuridis, semua penyelenggara pendidikan harus berdasarkan
badan hukum pendidikan. Lalu kedua aspek pengaturan, tadi ibu sudah mengarah kepada tapi
pengaturan yang dimaksud dalam pemikiran kita adalah pengaturan peran negara terhadap pendidikan
dan peran masyarakat terhadap… hak dan kewajibannya, jadi bukan haya negara berperan terhadap
pendidikan tapi masyarakat juga berperan, tapi seperti tadi ada indikasi dan hampir semua yayasan
mengindikasikan bahwa pengaturan ini lebih kepada keseragaman yang tadi ibu jelaskan. Saya baru
127
dari NTT juga menggelisahkan dan sangat khawatir dengan penyeragaman ini, dengan memutus
jaringan swasta dari masa lalu yang sudah berjasa dan seolah-olah itu dibubarkan dihilangkan lalu
diganti dengan BHP. Jadi memang sosialisasi ke daerah masih sangat minim soal RUU ini dan tentu
saja pak ketua mungkin sosialisasi ini harus menyeluruh secara nasional, sehingga nanti begitu
disahkan masyarakat tahu memberikan masukan.
Lalu yang ketiga tentu saja aspek akuntabilitas dikaitkan dengan transparansi, bagaimana
masyarakat pengelola pendidikan bertanggung jawab terhadap dana publik dalam masyarakat secara
transparan kepada masyarakat. Tadi Kepala Dinas DKI sangat memberi gambaran yang jelas, ada
perbedaan mencolok antara uang dari masyarakat antara Rp.40 ribu sampai Rp.3-4 juta, dan ini juga
menimbulkan suatu suasana ketidakadilan dalam memperoleh kesempatan pendidikan, lalu tentu saja
pertanyaan ditujukan kepada kepala dinas, kira-kira pemikiran Pak Kadis untuk menjembatani adanya
ketidakadilan ada yang Rp.3 juta ada yang Rp.40 ribu tentu saja peran negara harus besar di sini lewat
subsidi atau lewat beasiswa, tapi sejauhmana itu terakomodir dalam RUU ini? sehingga ini bisa terwakili
orang-orang yang tidak mampu secara ekonomis tapi mampu secara intelektual atau sebaliknya,
karena negara wajib memberikan pendidikan baik orang kaya maupun orang miskin, di situlah
dualismenya pendidikan kita di Indonesia ini. Sebagian besar masyarakat miskin dan sebagian kecil
kaya, dan yang miskin itu justru menjadi korban dari ketidakmampuan mereka, dan ini mau diakomodir
dalam pengaturan di undang-undang ini.
Lalu tentu saja saya bertanya kepada Departemen Agama ini soal peran yayasan, kalau kita
melihat persoalan pendirian pendidikan sebetulnya hak masyarakat, tapi hak masyarakat ini dikaitkan
dengan kemampuan, dikaitkan dengan keuangan yayasan itu sendiri, kalau memang ada yayasan tidak
mampu secara financal, tidak boleh dia bermain judi di bidang pendidikan, karena mengelola
pendidikan dengan bermain-main, yang berkorban kan masyarakat itu sendiri, karena itu ijin pendirian
itu yang harus diberi rambu-rambu yang tepat, jelas dan visi dan misinya harus sungguh-sungguh bisa
dipahami secara serius, karena itu bagaimana Pak Dirjen dan bapak dari Departemen Agama,
bagaimana prinsip-prinsip harus diterapkan supaya tidak menjadi beban untuk masyarakat dan untuk
negara, tapi kan kelihatannya undang-undang ini peran negara akan membantu, Undang-Undang Guru
dan Dosen juga kan sudah membantu dukungan-dukungan terhadap sekolah-sekolah swasta.
Lalu kepada Asosiasi Fsikologi, ini kan persoalan bangsa ini kan semakin ruwet dan semakin
susah ya, banyak anak-anak sekolah sudah bunuh diri hanya karena tidak bisa mengatasi kesulitan
hidupnya, lalu kira-kira masuknya saya setuju dari segi pendekatan fsikologi harus masuk dalam ruang
lingkup pendidikan dikaitkan dengan tantangan masyarakat kita ini. Kira-kira peran fsikologi di bidang
pendidikan apakah didaktisnya atau dikonselingnya? Mungkin itu yang lebih di pengajarannya yang itu
tapi juga dikonselingnya, begitu ada masalah baru diambil sikap dan tindakan, karena ini sangat
membantu dari pendekatan komprehensif terhadap masalah pendidikan bukan fsikologis, fsikis
pendidikan tapi juga intelektualitas.
128
Yang dari Ibu tadi keluhan-keluhan kegelisahan penyeragaman itu sama kita berpikir demikian,
memang ada jalan keluar yang ditawarkan oleh banyak pihak, BHP ini dengan nama jenis huruf kecil,
kalau kita mengambil ini sebagai sebuah paradigma berpikir, maka huruf kecil itu menjamin terjadinya
keanekaragaman, yayasan dibiarkan hak hidup, pada wakaf dibiarkan hak hidup, tapi harus mempunyai
dasar hukumnya, tadi pak ketua sudah katakan bahwa yayasan itu belum sepebuhnya mempunyai
daya hukum untuk penyelenggaraan pendidikan. Mungkin ini yang kira-kira menurut ibu kegelisahan itu
tawarannya apa dalam bentuk RUU ini supaya kegelisahan-kegelisahan itu tidak begitu disahkan kita
senang semuanya, karena ini RUU ini RUU untuk seluruh bangsa Indonesia bukan satu, dua kelompok
saja sehingga maknanya dan relevansinya harus menyangkut keseluruhan bangsa ini. Nah begitu saja
ketua.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT:
Terima kasih Pak Cypri.
Yang terakhir yang terdaftar di sini Pak Balkan Kaplale kami persilahkan dari Partai Demokrat.
ANGGOTA F-PD (Drs.H. BALKAN KAPLALE):
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
Prof dan pimpinan yang kami hormati.
Para undangan yang kami banggakan.
Pertama kami ingin menyampaikan bahwa kelima lembaga ini dalam catatan kami baru Kepala
Dinas Dikmenti dan AFSI yang sudah punya makalah yang nanti akan kita masukkan dalam masukan
kita baik dalam fraksi maupun komisi nanti. Jadi mohon kepada MP3, Gobel dan High Scope masih
ada waktu sampai tanggal berapa itu prof?
PIMPINAN RAPAT:
Ya, Jum‟at sebenarnya.
Ya hari Senin masih bisa, karena teman-teman mulai hari Senin itu setiap fraksi itu akan
mengisi DIM-nya, ya nanti tanggal 18 itu dimasukkan ke sekretariat untuk disinkronisasikan.
ANGGOTA F-PD (Drs.H. BALKAN KAPLALE):
Seijin pimpinan kami lanjutkan.
Maksud kami tolong diikuti seperti Kepala Dinas Dikmenti dan AFSI ini bagus sekali, membuat
inventarisasi masalah, nanti akan kita masukkan dalam DIM (Daftar Inventarisasi Masalah) fraksi, atau
dimasukkan di dalam pemandangan umum pada waktu pleno komisi, ini bagus sekali karena ini Badan
Hukum Pendidikan Nasional ini cukup hebat, cukup bagus.
Perlu kami jelaskan kelima lembaga yang bapak ibu kami hormati, kenapa muncul BHP ini,
saya kebetulan sebagai orang Badan Legislasi tahu persis kejadian 2,5 tahun yang lalu tatkala
Universitas Trisakti dan Universitas Republika itu berantem soal bagi-bagi saham. Lalu surat kepada
pimpinan DPR, lalu pimpinan DPR mendelegasikan Baleg untuk menerima mereka. Kami menerima
mereka dari Universitas Gajah Mada, Universitas Indonesia, dan Universitas Trisakti, ternyata masalah
129
BHP itu dipersoalkan di dalam Badan Legislasi, kok tahu-tahunya sekarang ini menjadi inisiatif
pemerintah hebat sekali Trisakti, jadi itulah saya bongkar kepada bapak dan ibu membikin kaget,
walaupun itu adalah merupakan amanat Undang-Undang Sisdiknas Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 53
mengenai BHP itu amanat memang, tapi tidak semeruncing begini, tahu-tahunya menjadi inisiatif
pemerintah ini saya salut juga kepada teman-teman Rektor Universitas Trisakti waktu itu dipimpin oleh
Prof. Togi.
Oleh karena itu kami karena sudah akan menjadi pembahasan dan sudah ada Supresnya surat
presiden sudah turun, yang menugaskan dua orang menteri yaitu Menteri Hukum dan HAM dan Menteri
Pendidikan Nasional Pak Bambang Sudibyo, untuk sama-sama DPR menyelesaikan undang-undang
ini, inilah karena ini Surpres, dan ini merupakan inisiatif pemerintah, kami hanya menyusun DIM (Daftar
Inventarisasi Masalah), inisiatif pemerintah, DIM dari kita, jadi tolonglah bapak-bapak bantu kami
supaya pertanyaan bapak-bapak dan ibu dari anggota DPR tadi nanti dalam perjalanan kita sendiri
berantem soal ini kan kami tidak mau terjadi terus-terus Pak Taher ya, PGRI maupun kita-kita tidak mau
lagi deh. Jadi oleh karena itu kejadian masa lalu ini mari kita rapihkan jangan terulang kejadian yang
berkali-kali.
Kemudian saya tertarik kepada dari Pak Margani, hasil tela‟ahan terhadap RUU Badan Hukum
Pendidikan yang ada beberapa point yang bapak masukan ini cukup bagus, kemudian bahan masukan
terhadap RUU tentang badan hukum ini saya catat ada 9 point, ini dengan underline daripada beberapa
hal yang akan dikoreksi bagus dan di samping itu ada saran dan usul 9 point yang bapak sarankan
dalam bhp kami masukkannya yang begini bu biar enak begitu agak sistematik, bukan mentang-
mentang kepala dinas pendidikan tapi kalau tidak kita tiru yang baguslah yang dalam penyempurnaan
negara kita yang tercinta ini.
Kemudian usul mengenai ikatan fsikolog, Fraksi Demokrat InsaAllah akan mendukung
sepenuhnya supaya fsikologi-fsikologi ini saya bisik-bisik dengan Pak Kyai dari Golkar, nampaknya kita
sependapat juga nanti pada saatnya juga akan kami bahas bersama-sama, sehingga fsikolog-fsikolog
ini pendidikan fsikolog yang sangat penting ini jangan pada waktu mau masuk murid baru kita tes
fsikologi, ini juga kebiasaan begini sudah tidak baik ini, kita harus masukkan juga dalam badan hukum
pendidikan dimana peran fsikologi sangat menentukan dalam masalah ini.
Kemudian Ibu dari High Scope dan Ibu dari Gobel, kami minta sarannya dari MP3 tertulis pak
ya, mudah-mudahan sebelum hari Jum‟at sudah masuk ke sini supaya kita sama-sama ikut membahas
masalah ini.
Terima kasih pimpinan.
Wassalaamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT:
Terima kasih Pak Balkan saya kira cukup ya.
Ya, sebelum dijawab ya mungkin kita berikan dulu nanti kepada AFSI karena teman-teman ini
nanti akan bertemu dengan Menteri Pendidikan Nasional mungkin hajat yang sama, tpai sebelumnya
130
saya ingin menjelaskan begini bahwa ada satu kata kunci dalam RUU BHP itu yang memang membuat
RUU ini menjadi sulit untuk badan hukum yang lain, seperti PT atau koperasi yaitu kata nirlaba, kata
nirlaba itu latar belakangnya masuk, karena ketika undang-undang ini dibuat, datang BEM di tempat ini
dan demo dimana-mana waktu itu, BEM UGM, BEM UI, ITB, IPB itu datang ke sini dan demo di
kampusnya, nah waktu itu kan ada yang namanya jalur khusus itu pak, ya jadi BHMN itu identik dengan
kenaikan uang kuliah. Itulah latar belakang maksudnya kata nirlaba itu. Nah jadi nirlaba itu lah yang
membuat RUU yang seperti ini bagaimana mendesain adanya nirlaba. Ini pemerintah itu membikin 3
versi nirlaba, ada yang tidak boleh sama sekali mengejar keuntungan yang diselenggarakan negara,
yang diselenggarakan swasta itu ada sekian persen itu ada, dan yang diselenggarakan oleh ini ada
sekian persen. Nah ini juga memang kita ingin meminta masukan mengenai katagori mengenai nirlaba
itu, ada 3 itu, itu juga dikritik oleh teman-teman yang ada dari terutama Asosiasi perguruan tinggi
swasta mengkrit ada 3 definisi nirlaba, ada 3 batasan begitu ya.
Baik kami persilahkan dulu dari AFSI, nanti ya beliau-beliau ini nanti akan bertemu dengan pak
menteri nanti pada saatnya kita ijinkan ya untuk beliau meninggalkan ruangan ini setelah merespon
pertanyaan-pertanyaan atau tanggapan dari teman-teman yang prinsipnya tidak terlalu keberatanlah
begitu ini masuk, cuma modelnya bagaimana ini, ya silahkan Ibu Reni.
ASOSIASI PSIKOLOGI SEKOLAH INDONESIA (RENI):
Terima kasih prof.
Alhamdulillaah, wasyukurilillah, bahwa 3 fraksi telah mendukung masuknya fsikolog ke sekolah
itu, Fraksi Golkar, PKS dan Demokrat yang telah langsung mengatakan demikian, PDIP Alhamdulillah,
dan PPP juga.
Para anggota dewan yang saya hormati.
Jadi saya mengucapkan terima kasih pertama pada Ibu Trully dan Pak Irwan teman sejawat
anggota dewan yang rupanya lebih, sebenarnya kita tidak ada kontak sebelumnya ya, tapi sama-sama
memikirkan bahwa ini profesi sudah lama sekali hampir 55 tahun tetapi kok kayanya tidak gimana-
mana gitu ya.
Terus kemudian mengenai pertanyaan Pak Hafidz tentunya kami lebih senang kalau kata
fsikolog itu berdiri sendiri dalam ketenagaan secara ditulis benar-benar bukan tenaga pendidikan.
ANGGOTA F-PD (Drs.H. BALKAN KAPLALE):
Interupsi sebentar pak ketua.
Fsikolog berdiri sendiri huruf besar ya, maksudnya begini kalau itu berdiri sendiri, berarti nanti
pada saatnya andaikata sudah jadi undang-undang tentunya kita titipkan pada kurikulum,
pertanyaannya adalah kalau itu berdiri sendiri ibu siap tidak membuat materi-materi pembahasa
selanjutnya dalam masalah kurikulum?
ANGGOTA F-PG (Drs.KH. AHMAD DARODJI):
Pak ketua, saya kira kita tidak memperpanjang ini, bahan-bahan itu agar itu dimasukkan tentu
kita… bahasan, khawatir saya kalau itu janji kita, tapi janji kita masuk iya, cma kaya apa nanti bisa
131
menyiapkan seperti… Pak Balkan tahu-tahu bukan begitu kan itu kita jadi kerepotan. Jadi saya kira
sudah masuk, kita sudah sepakat, nanti dimana masuknya dan bagaimana masuknya InsyaAllah dalam
pembahasan karena kita akan pembahasannya masih cukup panjang.
Terima kasih.
PIMPINAN RAPAT:
Ya bagaimana usul ibu?
ANGGOTA F-PD (Drs.H. BALKAN KAPLALE):
Saya tambahkan sedikit saja.
Jadi mohon pengertian fsikologi berdiri sendiri tadi coba tolong diulangi lagi.
PIMPINAN RAPAT:
Silahkan AFSI.
ASOSIASI PSIKOLOGI SEKOLAH INDONESIA/APSI (RENI):
Saya belum selesai, memang kami mengusulkan tadi masuk dalam ketenagaan, di situ kan
hanya ada opsi tenaga kependidikan dan penunjang, dalam penjelasan tenaga penunjang dikaitkan
hanya unit usaha saja, jadi kami pikir kalau tenaga kependidikan, berarti kami ini sama dengan guru,
nah ini kita masih tanda tanya besar, melihat AFSI ini adalah salah satu asosiasi pembinaan fsikolog di
bawah Himpunan Fsikolog Indonesia dan tentunya dalam hal ini saya harus berhubungan
berkomunikasi dengan Himpunan Fsikolog Indonesia kalau ini Bu Hafiz sebagai ketua umumnya, tapi
menurut kami, kami lebih senang kalau misalnya ada tenaga pendidikan, penunjang dan fsikolog gitu
disebutkan fsikolognya gitu, karena kalau misalnya tenada kependidikan kita masih tanda tanya besar
apakah teman-teman fsikolog ini mau tidak atau rela tidak mohon maaf disamakan dengan guru, tetapi
kalau memang kalau misalnya dengan guru identik dengan guru BK padahal kita tahu guru BK itu yang
notabene adalah Sarjana Bimbingan Konseling atau Sarjana Fsikologi bukan fsikolog di situ adalah S2
profesi itu berbeda. Jadi kami bukan semata-mata konseler tapi kami juga lebih jauh daripada itu.
Nah mengenai perannya Pak Hafidz, kami bukan hanya masalah dedatif saja tetapi juga di
masalah terutama masalah keindividunya ke siswanya, perlu kami sampaikan di sini di sekolah itu
sebenarnya kalau di luar negeri itu ada namanya Efsy Fsikolog Pendidikan dan Fsikolog Sekolah, tapi
kalau misalnya kita cantumkan jenisnya akan ribet, sehingga mungkin ini dalam internal kami sendiri
segi fsikolog, bahwa seorang fsikolog harus menguasai fsikolog pendidikan dan fsikolog sekolah.
Sebagai informasi di Fakultas Fsikologi yang dikenal adalah bagian fsikolog pendidikan tidak ada
bagian fsikolog sekolah. Jadi fsikolog sekolah adalah klinikal fsikologi, nah oleh karena itu ini adalah
nanti juga akan merembet dengan masukanya fsikolog sekolah di dalam BHP nanti InsyaAllah, maka
akan juga mengubah nama program studi menjadi bagian fsikologi pendidikan dan sekolah, ini berarti
implikasinya fsikolog jangan hanya memikirkan mikro saja anak didik saja tetapi juga memikirkan secara
makro yaitu masalah kependidikan yaitu masalah instrumen… design kurikulum, masalah instrumentasi
dan sebagainya, di samping tentunya masalah-masalah yang berkenaan dengan anak didiknya yaitu
masalah problem-problem apakah dia anak autis, hyper aktif, keberbakatan dan sebagainya.
132
Kemudian saya juga tidak tahu tadi.
ANGGOTA F-PDS (RUTH NINA M. KEDANG, SE.):
Sebentar pimpinan.
Saya pikir ini substansi juga ya, saya mau menanyakan ke ibu, kalau misalnya fsikolog
pendidikan itu beririsan atau mempunyai tugas berkenaan dengan atau interaksi dengan anak-anak,
tapi sementara itu di luar pihak ibu tidak mau disamakan dengan tenaga pendidik, jadi ibu maunya
fsikolog di sekolah itu berbeda dengan guru, guru BP itu kan?
ASOSIASI PSIKOLOGI SEKOLAH INDONESIA (RENI):
Tidak, tadi hanya menyambut pertanyaan menjawab Pak Hafidz apakah karena kami sendiri
juga senang sekali kalau misalnya kami masuk dalam BHP, berarti ada pengakuan kami sebagai
profesional nantinya di sekolah, nah ini hanya mengingatkan bahwa di kesehatan kami sudah diakui
baru-baru saja oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara ya tapi tadi ada pertanyaan Pak Hafidz
apakah kemungkinan masuk kepada tenaga kependidikan apakah berdiri sendiri atau sebagai tenaga
penunjang, kami serahkan saja sepenuhnya kepada pimpinan, namun kalau misalnya tenaga
kependidikan kami khawatir nantinya sama dengan guru BK, ini menjadi satu tumbukan karena di sini
sedang rame di BNSP antara fsikolog dengan teman-teman ABKIN, ada Asosiasi Bimbingan Konseling
Indonesia, nah ABKIN ini dia merasa fsikolog padahal bukan fsikolog gitu. Nah fsikolog juga tidak sama
dengan guru BK, jadi mungkin lebih baik kalau saya tadi menjawab pertanyaan Pak Hafidz kami lebih
senang kalau misalnya ada fsikolog gitu pak.
Nah memang menarik juga pertanyaannya apakah kami siap tidak, memang fsikolog ini profesi
yang memang sudah boleh banyak, tetapi untuk menjadi fsyko sekolah merupakan satu hal yang
menjadi pemikiran lagi lebih jauh karena harus bersertifikasi dan itu belum ada, dan ini merupakan
tantangan ke depan yang oleh karena itu pada sore hari ini saya akan membicarakan kepada Menteri
Pendidikan Nasional bagaimana supaya membantu kita mewujudkan sertifikasi fsikolog, jadi teman-
teman yang sudah ada mendapatkan fsikolog pendidikan ditingkatkan menjadi fsikolog sekolah dengan
1200 jam dia harus magang di sekolah. Nah untuk itu mungkin nanti harus ada… project dimana di
beberapa sekolah terutama akselerasi fsikolog ada di dalamnya. Jadi mendampingi guru BK. Nah jadi
yang hanya bisa mendiagnosi, menganalisa, mengevaluasi, merujuk itu hanya fsikolog bukan konseler
sekolah. Jadi saya kira itu, mungkin ada teman-teman saya yang bisa membantu tambahan ini semua
fsikolog yang bersekolah.
ANGGOTA F-PG (Drs.KH. AHMAD DARODJI):
Pak ketua.
Pendalamannya nanti ketika kita nanti masukan itu di dalam pembahasan undang-undang,
saya kira hari ini kita belum saatnya melakukan pendalaman hal itu.
Terima kasih.
133
PIMPINAN RAPAT:
Ya, begitu ya.
Jadi cukup barangkali bu, ya sedikit silahkan.
ASOSIASI PSIKOLOG SEKOLAH INDONESIA :
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
Mungkin sedikit tambahan pada bapak-bapak anggota komisi tentang tadi yang dikatakan oleh
Ibu Reni perbedaan antara fsikolog dengan guru BK, mungkin perbedaan utama kenapa kami ingin
dituliskan sebagai profesi sendiri adalah karena memang sebenarnya fsikolog di dalam sekolah
melayani semua unit yang ada dalam satuan pendidikan itu pak, jadi baik tenaga kependidikan, peserta
didik, itu semuanya adalah klien-klien dari fsikolog sekolah, karena tiu menjadi penting untuk dia
menjadi bagian yang tersendiri ya dibedakan dengan tenaga yang lain gitu, jadi peran fsikolog memang
tidak hanya untuk peserta didiknya, tapi sebenarnya juga membantu guru dan membantu pimpinan
tenaga kependidikan untuk memastikan sekolah itu berjalan sesuai dengan prinsip-psinsip fsikologi
pendidikan dan fsikologi sekolah, itu saja mungkin.
Terima kasih.
ASOSIASI PSIKOLOG SEKOLAH INDONESIA (RENI):
Terima kasih Pak Anwar.
Kami mohon ijin untuk mendahului.
PIMPINAN RAPAT:
Ya sudah selesai bu, terima kasih Ibu Reni dan teman-teman.
Jadi nanti kalau saya berbisik-bisik Pak Irwan ini, kalau ini tidak masuk Pak Irwan bisa
digebukin oleh ibu-ibu di sana. Ya jadi sebagai ketua Komisi X DPR-RI ya tentu kita ini harus masuk ini
barang ini ya kan. Tapi walaupun demikian kami memang itu bercanda tadi, kami menganggap penting
itu terutama karena dalam Undang-Undang Sisdiknas itu, itu definisi pendidikan itu memang
menempatkan peserta didik itu sebagai subjek, yaitu secara aktif mengembangkan potensi dirinya, jadi
yang disebut pendidikan bermutu adalah filosofi Undang-Undang Pendidikan itu ketika peserta didik itu
secara aktif mengembangkan potensi dirinya, masa dari 200 juta penduduk mencari pemain sepak bola
17 orang susah, artinya banyak potensi yang tidak berkembang.
Yang kedua ada hak peserta didik itu yang harus dipenuhi bu, yaitu peserta didik berhak
memperoleh pendidikan sesuai dengan bakat, minat dan kemampuannya, ini harus dipantau dan tentu
ibu-ibulah yang ahli dalam memantau bakat itu, kita menerima staf ahli kemarin ini sekolah juga kita
ajak untuk siapa yang cocok untuk staf ahli di sini, akhirnya kita terima 2 orang. Nah ini yang memang
saya kira itu penting. Karena ibu ini sudah mau minta ijin, kita ijinkan ya bapak ibu ya, karena sudah, ya
sisa Pak Irwan saja yang dianu bu dipegang saja itu satu orang dengan Ibu Trully, ya silahkan bu kami
persilahkan.
ASOSIASI PSIKOLOG SEKOLAH INDONESIA (RENI):
Terima kasih.
134
Wabillaahitaufik Walhidayah.
Wassalaamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
PIMPINAN PANJA:
Kami menyampaikan terima kasih atas kehadiran dan masukannya.
Selamat jalan dan tolong disampaikan kepada Menteri Pendidikan Nasional teman-teman di
DPR pada prinsipnya tidak menolak ya, termasuk Pak Margani juga tidak menolak.
Baik kita sambil itu kita teruskan saja ini pukul 16.00 WIB kurang 7 menit, lewat-lewat sedikit
saya kira tidak apa-apa, silahkan pak.
KEPALA DINAS PENDIDIKAN DKI (MARGANI M. MUSTAR):
Terima kasih bapak pimpinan.
Bapak-bapak dan ibu-ibu yang saya hormati.
Ada paling tidak 3 anggota dewan yang terhormat yang lebih menyinggung pertanyaannya ke
saya, tapi mungkin saya akan menjawab secara umum pak, yang pertama yang berkaitan dengan
keberadaan BHP, salah satu pengalaman yang secara sporadis kami jumpai memimpin Dinas Dikmenti
ini adalah terjadinya friksi atau konflik antara yayasan dengan eksekutif di satu sekolah, nah friksi ini
antara lain atau yang paling sering terjadi karena berkaitan dengan rejeki biasanya, pada saat terima
blockgrand yayasan berpersepsi lain, pengelola sekolah berpersepsi lain. Saya sendiri melihat konflik
itu terjadi antara lain karena tidak adanya suatu aturan main yang jelas, karena aturan main yayasan
adalah aturan main yang bersifat umum, yang bisa berlaku tidak hanya untuk pendidikan tetapi juga
untuk kegiatan-kegiatan lain.
Jadi saya melihat BHP ini mungkin salah satu jawabannya dan memang kata kunci yang paling
utama adalah memprofit sampai berapa jauh terjemahan dari memprofit itu bisa kita jabarkan. Dalam
pengalaman saya, paling tidak ada 4 misi dari yayasan itu dalam menyelenggarakan sekolah, misi yang
pertama bersifat individu, biasanya seseorang mewakafkan hartanya untuk pendidikan karena yang
bersangkutan yakin kalau dia meninggal ilmu yang bermanfaat merupakan salah satu yang mengalir
terus. Jadi itu sifat individu. Yang kedua adalah bersifat kelompok, entah itu agama atau misi tertentu,
siar, dan ketiga bersifat profesional artinya memang dia ingin membaktikan dirinya di dalam pendidikan
karena profesinya, dan ke empat masih tanda kutip penghasilan, mendirikan sebagai lahan untuk
memperoleh penghasilan terhadap yayasan itu.
Nah kalau non profit bisa kita terjemahkan dengan baik, maka kita akan bisa memberikan
arahan yang jelas terhadap BHP ini, jadi artinya menjembatani ketidakadilan yang tadi ditanyakan oleh
Bapak Cyprianus, itu akan kita bisa jawab apakah non profit itu sampai dimana itu? dia boleh mahal
asal dia transparan bisa menjelaskan secara terbuka bahwa mahalnya itu karena sebab-sebab ini, dan
tidak ada unsur profit di situ. Sebaliknya yang murah karena memang memberikan pelayanan sejenis
ini. Jadi artinya jembatan untuk perbedaan tarif itu adalah pada terjemahan kita tentang non profit. Jadi
saya sendiri berada dalam kubu yang menyatakan BHP ini penting, karena saya melihat justru BHP ini
memberikan kemandirian, kemudian menjamin kreativitas, dan itu asas awalnya adalah manajemen
135
berbasis sekolah artinya sekolah itu memang punya kewenangan, punya suatu kesempatan yang besar
untuk menentukan dirinya sendiri gitu, dan dengan BHP dengan Majelis Wali Amanah dan hubungan
dengan eksekutif yang demikian diatur di sini saya melihat justru kreativitas itu akan terbuka, jadi tidak
akan ada keseragaman, jurstu variabilitas akan tercipta karena Majelis Wali Amanah itu merupakan
salah satu representasi dari komisi di luar yang bisa memberikan warna kepada sekolah sesuai dengan
kondisi yang diinginkan. Jadi saya sendiri tidak merasa khawatir walaupun kalau ditanya oleh ibu nanti
apakah perguruan tinggi wajib atau sekolah menengah itu sunnah itu, ya saya merasa tidak apa-apa
kalau semuanya di-BHP-kan menurut saya gitu, jadi ini pendapat saja karena sifat-sifat BHP saya lihat
justru bukan merupakan penyeragaman tetapi suatu pedoman bagaimana hubungan antara legislatif
dengan eksekutifnya, pedoman bagaimana hubungan kerjanya, kemudian tuntunan supaya mereka
bisa kreativitas, mandiri dan dinamis gitu. Jadi ini yang berkaitan dengan pertanyaan tadi.
Dan yang kedua kalau boleh saya memberikan pandangan tentang fsikologi, saya merupakan
orang yang setuju kalau fsikologi ada di dalam sekolah bahkan menjadi rohnya pendidikan itu sendiri.
Walaupun nanti wujud dari implementasinya mungkin bisa kita bahas lebih lanjut secara teknis, tapi
saya ingin memberikan gambaran bahwa di dalam sekolah itu terdapat paling tidak 3 sifat pekerjaan,
pertama mendidik belajar mengajar dilakukan oleh guru, kedua manajerial apakah pengelolaan fisik
sekolah itu baik uang, manusia dan lainnya maupun pengelolaan fsikis enforemen kondisi yang ada di
sekolah itu dan ketiga sifat bimbingan dan konseling, ada memang bimbingan dan konseling di sekolah
itu.
Untuk kegiatan belajar mengajar dilakukan oleh guru, guru ini profesional dan saat ini di SMA
ada 16 subjek pelajaran, artinya 16 profesi, matematika profesional matematika, fisika profesional fisika,
semua profesional plus kemampuan dia memiliki metode belajar mengajar yang di dalamnya juga ada
fsikologi belajar karena pada saat mereka belajar untuk menjadi guru mereka juga diajarkan fsikologi
belajar.
Untuk manajerial, mereka dia butuh kemampuan fsikologis, memimpin orang, kemudian
membuat suasana menjadi nyaman, kondusif dan sebagainya.
Bimbingan dan konseling jelas, walaupun sekarang pelaksanaannya adalah guru yang dididik
khusus untuk BK. Jadi semuanya esensinya bersifat fsikologis yang memang menjadi rohnya
pendidikan itu, artinya kalau fsikologi merupakan suatu kebutuhan, jelas, bahkan itulah rohnya
pendidikan, hanya bentuk lain yang dimunculkan perlu kita simulasi secara publik, apakah ada bentuk-
bentuk lain yang perlu kita munculkan secara khusus. Di dalam pengalaman saya memimpin Dikmenti
sekali lagi saya paling sering menerima pesanan, jadi kesehatan pesan supaya masuk kurikulum,
narkoba pesan supaya masuk kurikulum, polisi lalu lintas pesan, banyak sekali, sekolah itu dijadikan
suatu tempat yang sarat banyak… di situ dianggap sebagai sumber peradaban, sumber membentuk
orang dan sebagainya dan kita biasanya melihat apakah yang dipesan itu bisa kita terima lalu kita
masukkan sebagai bagian intergral dari salah satu subjek misalnya katakanlah pernah geografi kita
masukkan ke dalam suatu subjek tertentu tidak menjadi berdiri sendiri ataukah dia berdiri sendiri
136
sebagai suatu subjek intra kurikulum atau berdiri sendiri sebagai suatu subjek ekstra kurikuler, nah
dengan pendekatan ini saat ini kita memiliki 16 subjek pelajaran, dan sekian banyak ekstra kurikuler,
yang oleh sementara orang kita sering dikatakan pendidikan kita keberatan beban, karena kebanyakan
beban.
Jadi artinya kembali kepada usul tadi, saya mohon maaf bukan karena tidak ada ibu, saya
setuju dengan esensi fsikologi masuk pendidikan tetapi mari kita simulasi secara publik, apakah dia
akan menjadi bagian integral atau satu subjek yang berdiri sendiri, atau sebagai ekstra kurikuler.
Terima kasih pak.
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT:
Ya, pak saya kira yang tadi diminta itu bukan mata pelajaran pak, bukan subjek tetapi ada
fsikolog di dalamnya itu yang terutama kalau saya menuntut itu pengembangan bakat minat dan
kemampuan peserta didik. Ya jadi pasa fsikolog ini jadi sebenarnya itu kalau anak-anak itu ya kalau di
mungkin bisa dicoba di DKI pak, di beberapa sekolah di luar negeri itu keluar rekomendasi dari sekolah
anak ini berbakat jadi penulis, anak ini berbakat jadi wartawan, anak ini berbakat jadi politisi misalnya,
itu keluar rekomendasi seperti itu, bukan hanya lulus saja tapi tidak tahu apa bakatnya, nanti kalau mau
bekerja “dimana anda kemenakan tolong carikan pekerjaan”, “apa kemampuannya” sembarang saja
kan tidak boleh pak. Jadi dari awal anak-anak ini ditelusuri bakatnya, mulai dari SD gitu pak ya apa
bakatnya itu, masa dari 200 juta penduduk seorang pelukis misalnya kita tidak punya misalnya ya. Nah
itu yang seperti itu.
Terima kasih Pak Margani.
KEPALA DINAS PENDIDIKAN DKI (MARGANI M. MUSTAR):
Saya laporkan bahwa ini memang merupakan salah satu isu yang besar pak buat kami pak,
bagaimana mendidik anak sesuai dengan minat dan bakatnya, kebetulan saya mengelola SMA
misalnya, saya menuntut SMP mestinya sudah bisa memberikan warna tetapi sampai sekarang
mekanisme dan sistemnya belum. Kemudian kita coba membentuk itu di SMA, kita iri sebenarnya
katakanlah dengan Singapura, Singapura sistem dan mekanismenya sudah sedemikian baik, sehingga
seorang anak tidak akan menolak pada saat dia diarahkan kepada universitas atau kepada college, dia
menjadi scientist atau dia menjadi seorang implementator. Di Indonesia di Jakarta khususnya guru
masih sering ditentang didatangi orang tua padahal hanya memberikan si anak IPS bukan IPA gitu asli
pak, padahal itu sudah berdasarkan kriteria yang ada.
Jadi sekali lagi memang saya setuju pak ini merupakan suatu isu besar di bidang pendidikan,
hanya jawabannya apakah cukup menempatkan satu orang atau yang penting mekanisme dan
sistemnya, lalu kita lihat orang yang kompetennya siapa gitu, artinya dengan melihat pengalaman-
pengalaman pada beban tadi pak, karena sesungguhnya kalau lihat dari esensinya semuanya sudah
mengarah ke situ, cuma belum berhasil kelihatannya pak, nah belum berhasilnya itu apakah nanti akan
dijawab dengan menempatkan satu orang tambahan atau kita cari sistem dan mekanismenya atau ada
137
kelompok AFSI ini yang memberikan satu sistem dan mekanisme yang diberikan kepada sekolah
dengan beberapa alternatif pelaksanaan implementasinya, misalnya alternatif pertama harus ada
seorang fsikolog untuk sekolah ini atau alternatif yang kedua outsourching atau alternatif yang ketiga
bagaimana gitu ada pengganti sehingga pada saat ini diterbitkan tidak akan ada kesenjangan.
Terima kasih pak.
PIMPINAN RAPAT:
Silahkan Pak Balkan.
ANGGOTA F-PD (Drs.H. BALKAN KAPLALE):
Pimpinan maaf.
Saya terinspirasi ya dari pandangan bapak, saya terpikir kembali kepada sekolah, memang
tumpuan dari kurikulum itu menjadi beban sekolah memang betul yang beliau sampaikan tadi, kalau
begitu masukan dari Pak Kepala Dinas ini tadi pertanyaan kita kepada Ibu Reni juga belum terjawab,
jadi sambil jalan saja deh, saya kira sambil jalan nanti kita pikirkan yang terbaik disesuaikan dengan
lapangan, saya kira begitu pak.
Terima kasih pak.
PIMPINAN RAPAT:
Ya, baik terima kasih.
Memang sengaja beliau diundang ini untuk memberikan pengalaman empiris di lapangan,
kesulitan-kesulitannya bagaimana, cita-citanya bagaimana, ya memang kalau di Singapura saja itu ya
mulai dari SD anak-anak sudah terarah, anaknya tidak menolak orang tuanya tidak menolak begitu,
karena seolah-olah orang-orang ilmu sosial itu seolah-olah tidak bagus gitu kan pak ya, hanya
sosialisasi saja pak, saya kan juga dari eksakta pak pindah ke sosial, ternyata lebih berkembang
daripada eksakta. Jadi sosial itu kan mengurus negara pak mengurus masyarakat, ya itu yang sisa
anunya saja sosialisasinya saja begitu pak. Pak Balkan juga begitu sosial, jadi kalau orang mau masuk
ke DPR itu harus dibikin aturan pak hanya orang ilmu sosial saja supaya bergengsi itu ilmu sosial juga
kan, tapi memang ini perlu disosialisasi ini Pak Balkan ini, ya karena memang ada pandangan di
masyarakat itu kalau eksakta itu bagus, ya itu harus diperbaikilah.
Baik terima kasih ini pukul 16.05 WIB kita tambah sedikit ya bapak ibu sampai ya jangan
sampai lewat setengah limalah, ya pendek-pendek saja bu dari Gobel ada tadi pertanyaan bu? Tidak
ada. Ya kalau tidak ada silahkan bu dari High Scope.
DIREKTUR HIGHSCOPE (ANTARINA):
Terima kasih bapak anggota dewan.
Saya memberikan sedikit saja secara umum karena memang benar karena ini pengalaman
pertama kami akan mengusulkan secara tertulis, jadi detailnya pak ya, jadi sekarang hanya secara
umum saja mungkin nanti rekan saya juga akan menambahkan sedikit.
138
Saya hanya ingin mengingatkan satu hal saja, dari tadi pembicaraannya terkesan bahwa kalau
sekolah pemerintah itu murah dan tidak baik, kalau sekolah swasta itu mahal dan bagus, jadi harusnya
semua peserta didik itu harus memperoleh yang mahal dan bagus itu. Sebenarnya semua pendidikan
yang berkualitas itu mahal, tidak ada yang murah sebenarnya, tapi bagaimana membuat pendidikan
yang mahal dan bagus ini bisa diakses oleh seluruh masyarakat, kan intinya harusnya berpikir seperti
itu, itu pihak pemerintah. karena kalau seperti di Negara Amerika Serikat saja itu 85% anak itu sekolah
di sekolah negeri, 15%-nya itu adalah sekolah swasta, dan sekolah negerinya bagus-bagus, saya justru
jadi berpikir kepada orang swasta jadi bedanya apa dong ya kalau anak mau sekolah swasta sudah
mahal padahal kualitasnya belum tentu lebih baik, jawabannya hanya satu banyak orang-orang kaya
selebritis dan sebagainya tidak mau anaknya sekolah negeri nyampur dengan masyarakat. Jadi mereka
pergi ke sekolah-sekolah swasta tersebut tidak mungkin anaknya… masuk ke sana, dia masuk ke
sekolah swasta. Nah sekolah swasta ini kelebihannya hanya satu jumlah muridnya lebih sedikit,
fasilitasnya ya adalah sedikit-sedikit ada yang dengan berkuda, Cuma sedikitlah, tapi sekolah negeri di
sana itu ada yang punya broadcasting, production house sendiri dan sebagainya itu ada gitu. Jadi
mestinya kita mengarah kepada ke sana bahwa suatu saat pemerintah kita itu punya sekolah
pemerintah yang bagus dan kalau sekolah swasta itu hidupnya akan sangat tergantung kepada
masyarakat, kalau dia terlalu mahal dan tidak bagus, ditinggalkan juga, jadi hukum alam akan berjalan,
sekolah swasta yang mahal-mahal dan komersial tidak bagus tidak mengutamakan kualitas akan mati
sendiri, seperti yang terjadi di Negara Amerika Serikat. Nah sekarang hanya masa transisi ini dimana
swasta sekarang seolah-olah kelihatannya lebih bagus padahal kita berharap saya sebagai anggota
masyarakat bukan sebagai pengelola pendidikan saya berharap sekolah pemerintah itu nantinya semua
mencapai taraf internasional bagus-bagus, sekolah swasta itu akan berguguran dengan sendirinya,
tentu sebagai penyelenggara sekolah swasta saya nanti harus cari cara juga untuk tetap
mempertahankan eksistensi sekolah saya misalnya dengan kelebihan-kelebihan yang lain gitu, tapi
sekolah negeri itu tetapi nantinya harusnya jadi bagus, nah dalam transisi inilah peranan swasta cukup
besar sekarang gitu salah satunya membantu bagaimana pendidikan karena banyak sekolah swasta
sekarang bermunculan hanya sebenarnya banyak dari orang tua murid yang merasa konsen terhadap
kualitas pendidikan sekolah negeri terutama pendidikan dasar, itu masih belum memadai sesuai dengan
keinginan orang tua, sehingga kemudian orang tua itu membuat sekolah, itu sebenarnya asal mulanya
sekolah swasta itu seperti itu.
Nah jadi mungkin itu perlu dicatat bahwa bukan berarti seperti itu sehingga BHP itu menjadi
jalan keluar untuk seolah-olah tidak ada komersialisasi… sekolah-sekolah mahal-mahal dan sebagainya
gitu ya, sebenarnya ini hanya peranan… saja menuju kesana. Nah sekarang peranan lain yang swasta
yang sebenarnya tidak boleh ditutup mata ya, peranan swasta yang besar sekarang sekolah-sekolah
yang besar itu sekarang itu peranannya adalah merubah paradigma yang ada di masyarakat, itu jauh
lebih cepat sekarang gara-gara ada sekolah swasta yang besar-besar dan sekolah bertarap
internasional, mungkin jaman dulu ada sekolah yang sudah maju seperti sekolah Pak Roman Mangun,
139
mungkin itu bagus dari dulu sudah aktif learning tapi ada pengaruhnya tidak terhadap kemajuan
pendidikan? tidak ada, tapi dengan adanya sekolah swasta sekarang yang besar-besar, sekarang juga
pemerintah terpacu, semua terpacu kemudian menjadi melihat, datang, contoh sekolah-sekolah banyak
didatangi oleh sekolah-sekolah negeri atau apa guru-gurunya untuk belajar, jadi tidak harus pergi keluar
negeri lagi, sudah banyak sekolah-sekolah bertarap internasional ada di Indonesia, semua ini kan
mengacu perubahan main set dari guru-guru dan pendidik gitu, pada saat ini yang lambat laun saya
melihat mungkin seperti di negara maju ini akan mati sendiri kalau sekolah negerinya bagus dan gratis
ya memilih sekolah ke situ, seperti mohon maaf ada sekolah namanya AIBI di Indonesia sekarang
swasta banyak AIBI, di Amerika AIBI itu di sekolah negeri juga, jadi swasta bikin AIBI, negeri bikin AIBI,
ya masyarakat pilih AIBI yang negeri yang tidak bayar seperti itu gitu.
Jadi saya hanya mau mengingatkan kembali bahwa mungkin kita harus menempatkan porsinya
lebih kepada kualitas gitu, bukan dari segi pendanaan, dan seolah-olah pembebanan keuangan ini
terhadap masyarakat menjadi besar seolah-seolah nanti masyarakat tidak bisa memperoleh pendidikan
yang baik, tidak seperti itu seharusnya, dari pemerintah nanti akan memiliki sekolah bertarap
internasional karena waktu itu kami juga sudah diundang oleh pemerintah untuk membantu pemerintah
membangun sekolah bertarap internasional di masing-masing provinsi 1 katanya, nah saya mendukung
program itu, jadi kalau ditanya bahwa kami adalah sekolah bertarap internasional, saya terus terang
menolak saya bilang bahwa sekolah negeri bertarap nasional, sekolah kita… saya bilang mestinya
pemerintah tidak boleh berpikiran seperti itu, pemikiran harus berpikiran bahwa sekolah negeri suatu
saat akan bertarap internasional semuanya, jadi kalau ada sekolah negeri sekarang membuka jalur
internasional saya bertanya apakah itu dengan terbuka kita mengatakan “Eh kita sekolah negeri tapi
kita punya jurusan internasional” berarti sekolah negeri kita tidak bertarap internasional, itu kan terang-
terangan mengatakan demikian kok ada dua jurusan di dalam satu sekolah padahal sekolah tersebut
sekolah negeri gitu.
Itu mungkin bisa menjadi satu pemikiran juga yang nanti saya akan bantu sedikit mengenai
pertanyaan-pertanyaan yang lain, satu saja saya mau menanggapi tadi masalah penjurusan karena di
sekolah kita akan ada jurusan bisnis dan informasi teknologi, jurusan teknical and… untuk SMA, dan
jurusan since…, waktu kami meminta ijin dua jurusan ini katanya dimasukkan ke dalam SMK, jadi saya
pikir masalah-masalah sosialisasi tadi itu seolah-olah since… itu adalah SMA IPA, padahal…
kan…bagus masa depannya. Dengan ada jurusan-jurusan dan kita ada pembakatan, ada fsikologi dan
ada tes bakat, ada kesempatan mereka magang itu sebetulnya membuka kesempatan kepada anak-
anak SMA kita benar-benar… mencari pilihan di universitas karena mereka sudah diberikan… di SMA,
kemudian nanti pekerjaannya bagaimana itu sudah kita buka dulu matanya, dan dengan diganti fsikolog
sehingga waktu mereka memilih universitas tidak salah jurusan sudah tahu karirnya mau kemana.
Mungkin saya mau presentasi ke bapak nanti.
Ditambah mungkin dengan ini.
140
PIMPINAN RAPAT:
Kalau bisa pendek-pendek saja ya.
Kami persilahkan pak.
DIREKTUR HIGHSCOPE:
Jawaban kami adalah tentang pertanyaan dari penanya pertama adalah tentang rancangan
yang ada dalam Undang-Undang BHP pak, memang agak panjang Cuma kami pendekan saja, pertama
adalah mengenai Pasal 5 ayat (4)-nya..
ANGGOTA F-PG (Drs.KH. AHMAD DARODJI):
Mohon maaf apakah Jum‟at nanti tidak hadir?
Kalau bisa hadir mungkin bisa sampaikan itu pada hari Jum‟at saja, karena kita masih punya
tamu yang lain, kalau kaitannya dengan masalah yang di luar kontek yang tadi itu mungkin sekarang,
tapi kalau itu yang BHP saya rasa bisa jari Jum‟at.
DIREKTUR HIGHSCOPE:
Iya pak.
Oke kalau begitu penanya kedua mengenai BHP jenjang BHP-nya, apakah perlu swasta atau
pemerintah saja yang akan melaksanakan BHP pak, kalau boleh memilih memang hanya pemerintah
saja yang melaksanakan BHP, kalau boleh milih. Tapi kalau akhirnya juga tidak boleh memilih
bahwasanya BHP itu harus ada, maka BHP itu yang lebih penting adalah untuk jenjang pendidikan di
tingkat perguruan tinggi pak, bukan di tingkat pendidikan menengah, karena di tingkat pendidikan
menengah maka sebetulnya itu kan pendidikan menengah itu kan sifatnya public goods pak yang
memang untuk semuanya orang yang harus, seperti halnya wajib belajar yang diharuskan pemerintah,
yang kami khawatirkan nanti kalau nanti di-BHP-kan maka kata-kata wajib belajar itu lagi menjadi bias,
sehingga dijadikan tidak lagi menjadi tanggung jawab… pemerintah, itu sangat bertentangan dengan
Undang-Undang Dasar dan undang-undang yang lainnya pak.
Nah sedangkan kalau pendidikan tinggi, itu jelas ini adalah memang pendidikan yang serius
pak, sehingga oleh karena itu penggolongannya harus digolongkan sebagai UASI public goods pak,
bukan public goodsnya sendiri, sehingga oleh karena itu nantinya kalau akan di-BHP-kan ya tidak
masalah, maaf akan dimahalkan juga ya tidak masalah pak karena itu sudah merupakan pilihan pak,
seperti kita tahu bahwasanya wajib belajar di negara kita adalah sampai dengan umur 15 tahun, itu
yang harus diwajibkan harus belajar oleh pemerintah dan dibiaya oleh pemerintah. Di Amerika kalau
tidak salah sampai umur 16 dan dibeberapa negara bagian yang lain bisa sampai umur 18 tahun. Nah
oleh karena itu seterusnya memang oleh pemerintah tidak diwajibkan lagi meskipun di negara yang
besar, universitas-universitas seperti di Jerman itu semuanya digratiskan tapi kalau di Amerika tidak
pak, kalaupun toh ada juga universitas negeri yang gratis, tapi hampir seluruhnya harus membayar. Jadi
itu saja pak kalau memang tidak diperbolehkan.
141
PIMPINAN RAPAT:
Ya, baik nanti kalau mengenai pasal-pasal nanti bisa diusulkan secara tertulis supaya jangan
hilang gitu pak ya, artinya jangan hilang dari ingatan, ya kalau sudah tertulis. Saya kira terima kasih ya.
Jadi memang sebenarnya sekali lagi bahwa BHP itu tidak untuk mengkomersilkan pendidikan
tapi itu adalah bagaimana nirlaba itu ya bisa diterjemahkan masuk dalam sebuah undang-undang. Baik
ya nanti kami mengharapkan lokakarya kita ya kalau kami akan sampaikan undangan resminya tapi
kami sudah sampaikan hari Jum‟at jam 14.00 WIB itu kita sudah mulai supaya nanti kita bisa melihat
pertukaran pendapat, ya jadi perbedaan-perbedaan pendapat nanti bisa kita lihat ada argumentasi
karena pemerintah ini sudah membuat RUU ini selama 3 tahun, tentu saja ketika dia menempatkan tiap
kata itu ya tentu sudah melalui diskusi yang panjang itulah yang akan kita dengarkan supaya langsung
juga masyarakat bisa langsung mendebatnya, nah nanti pada gilirannya DPR akan memutuskan begitu
pak ya, ya saya kira begitu, silahkan dari Departemen Agama silahkan pak.
KETUA MAJELIS PERTIMBANGAN PENDIDIKAN AGAMA DEPAG (DJAMALUDIN):
Terima kasih pak atas tanggapan yang disampaikan.
Yang jelas kalau dipertanyakan bagaimana tanggapan Ormas terhadap BHP ini, pada awalnya
itu sebagian besar Ormas menolak adanya BHP sebenarnya, tetapi pada awal bulan kemarin telah
bertemu dengan Bapak Menteri Agama dan kemudian Menteri Agama memberikan penjelasan ini
dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan nasional kita dan dalam rangka good governance ini
perlu ada transparansi dan sebagainya termasuk di dalam pendidikan akhirnya sebagian besar itu
sudah bisa memahami, nah oleh karena itu kami sampaikan di sini bahwa InsyaAllah melalui MP3A
Ormas-Ormas ini bisa menerima tentang BHP itu. Kemudian secara tertulis supoya lebih lengkap lagi
mudah-mudahan hari Jum‟at kami hadir.
Terima kasih.
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT:
Ya terima kasih banyak.
Jadi memang ini mungkin hanya karena sosialisasi pak ya, jadi secara itu kan Majelis
Pendidikan Muhammadiyah juga menolak gitu jadi saya bercanda ah kok bisa menolak sedangkan
menterinya itu dari Muhammadiyah bagaimana itu bisa begitu, coba diajak saja itu diskusi gitu, tapi
saya kira hanya karena soal masalah sosialisasi dan komunikasi yang intensive karena itu kami
memutuskan bersama-sama dengan teman-teman bahwa besok hari Jum‟at kita lokakarya supaya
stakeholder pendidikan bisa mengetahui dari konseptornya itu apa latar belakang menempatkan kata
dan sebagainya substansi itu.
Saya kira demikian sudah cukup dari teman-teman kita akan membuat sedikit catatan untuk
dipegang oleh DPR dalam membuat ini.
142
Yang pertama itu secara umum dapat memahami bahwa RUU BHP merupakan alternatif dalam
pengelolaan pendidikan. Karena begini Pasal 53 itu pak berada pada bab pengelolaan pendidikan, jadi
pengelolaannya sebenarnya yang ingin diperbaiki.
Yang kedua perlu leg spesialis terhadap Undang-Undang Yayasan agar pendidikan tetap
merupakan kegiatan nirlaba. Ya ini kalau bisa ini bagus juga ini tidak repot kita.
Yang ketiga secara rinci beberapa masukan terhadap penyempurnaan terhadap RUU BHP
sebagai berikut:
a. Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi DKI Jakarta,
1. konsep nirlaba belum jelas, karena DKI tidak jelas apakah sekolah yang membayar tinggi atau
yang membayar rendah itu termasuk nirlaba.
2. BHP memberikan kemandirian profesionalitas dan kreativitas akan terbuka.
b. (AFSI) Asosiasi Fsikolog Sekolah Indonesia,
menginginkan profesi fsikolong dimasukkan pada RUU BHP yaitu pada Pasal 26 mengenai tenaga
kerja profesi, fsikolog, ketenaga kerjaan itu pak, profesi fsikolog masuk sebagai profesi tersendiri di
sekolah mendampingi guru BK, tidak cuma berperan pada saat tes. Nah memang ini perlu saya
jelaskan ini usulnya tapi ini para fsikolog ini tidak pada hadir, itu masalah anunya nanti pak masalah
gajinya, karena kalau guru itu sudah jelas ada undang-undangnya, nanti kalau fsikolog masuk di
sana itu pakai gaji apa itu? nah ini perlu kita bicarakan lagi nanti apakah gaji guru atau gaji fsikolog
standarnya belum.
c. Masusita Gobel,
Yayasan Masusita Gobel masih bergerak pada pendidikan non formal, namun mengharapkan tidak
adanya penyeragaman untuk sekolah swasta. Ya ini menarik ya untuk kita nanti bicarakan tersendiri
atau mengunjungi tersendiri bu punya tetap.
DIREKTUR GOBEL MATSUSHITA (ALVIANA COKRO):
Kami juga terima kasih karena hadir mendapat informasi yang baik dan InsyaAllah kami juga
bawa ke pihak-pihak sekolah pak nanti.
PIMPINAN RAPAT:
Diusahakan hari Jum‟at bu bisa hadir ya, anggaplah ini undangan resmi kalau undangan
resminya tidak sampai.
d. High Scope.
1. High Scope, untuk pendidikan formal dasar dan menengah tidak harus BHP kacuali perguruan
tinggi bisa dalam bentuk BHP.
2. Badan Hukum Pendidikan tidak harus seragam, swasta sebaiknya tidak terlalu banyak diatur.
3. Pendidikan merupakan tanggung jawab pemerintah, jika dalam masa transisi pemerintah belum
memenuhi secara optimal, tidak boleh mengalihkan tanggung jawab pada swasta melalui RUU
BHP.
4. RUU BHP dinilai lebih banyak mudaratnya daripada manfaatnya.
143
DIREKTUR HIGHSCOPE:
Bisa tambahkan di situ pak, sehingga perlu dikaji kembali mudaratnya dan disosialisasikan
manfaatnya.
PIMPINAN RAPAT:
5. jika boleh memilih BHP hanya pada lembaga pendidikan yang diselenggarakan pemerintah saja,
sementara BHP untuk perguruan tinggi memang sangat penting.
e. Majelis Pertimbangan dan Pemberdayaan Pendidikan Agama.
1. Menyampaikan penghargaan terhadap prosi Diknas karena pendidikan agama diwajibkan masuk
dalam kurikulum.
2. Jika setiap satuan pendidikan menjadi BHP akan memutus rantai pembinaan dari organisasi
keagamaan yang bergerak di bidang pendidikan.
Tapi sebenarnya bukan hanya BHP pak yang memutus, Undang-Undang Yayasan yang baru itu
yang memutuskan karena yang berkuasa adalah Undang-Undang Yayasan itu namanya Badan
Pembina, jadi pendirinya setelah mendirikan sudah selesai urusannya, badan pembinalah yang itu,
tapi ini kita catat.
3. Badan hukum hanya di pusat saja, tidak pada setiap satuan pendidikan.
Tapi kalau universitas islam pak bagaimana itu?
4. Tidak ada ketegasan antara yayasan dengan BHP, apakah yayasan boleh menjalankan kegiatan
atau tidak.
Ke empat, semua masukan tertulis dan transkrip dari RDPU ini merupakan masukan yang tidak
terpisahkan dari catatan RDPU, dan Komisi X DPR-RI membuka peluang partisipasi untuk
menyampaikan usulan dan rumusan perbaikan.
Kelima, Komisi X DPR-RI akan menjadikan masukan RDPU ini sebagai bahan dalam membuat
persandingan draft isian masalah fraksi-fraksi dan bahan dalam pembahasan Raker-Raker dan juga
menginformasikan bahan RDPU ini ke pemerintah sebagai pihak yang mengusulkan agar bisa
diantisipasi.
Ini dari Dinas Pendidikan Menengah ini pak apakah cukup dua? Atau ada tambahan silahkan
pak.
KEPALA DINAS PENDIDIKAN DKI (MARGANI M. MUSTAR):
Ya pak, ini saya setuju tentang fsikologi tapi dalam esensinya wujudnya mohon untuk ada
simulasi publik.
ANGGOTA F-PG (Drs.KH. AHMAD DARODJI):
Mohon maaf pak, ini karena pihak AFSI tidak ada, kita jangan mengambil sesuatu yang ini kan
sebenarnya…, jadi saya kira pendapat disampaikan tapi substansinya nanti AFSI.
144
KEPALA DINAS PENDIDIKAN DKI (MARGANI M. MUSTAR):
Artinya jangan sampai langsung kesimpulannya harus ada tenaga fsikolog dalam setiap
sekolah, karena fsikolog ini ada esensinya tapi.
PIMPINAN RAPAT:
Ya, sebagai catatan ya.
KEPALA DINAS PENDIDIKAN DKI (MARGANI M. MUSTAR):
Mungkin sistem dan mekanismenya.
Yang kedua, DKI sekarang sudah sampai tahap ngerem pembangunan sekolah baru, karena
tidak mau mematikan sekolah swasta, jadi kita ngerem sekolah baru karena kenyataan untuk tingkat
SMA dan SMK itu peminatnya 4 kali lipat dari kapasitas selama ini SMA dan SMK. Jadi penerimaan
siswa baru kita… dengan sistemnya begitu terbuka supay adil.
ANGGOTA F-PG (Drs.KH. AHMAD DARODJI):
Ini bagus sekali, hanya kerja konteks dengan masalah kita yang…ini, jadi nanti tidak masuk ini,
kalau ini masuk justru mengurangi…nya, catatan bapak bagus sekali dan jadi bahan kita rapat dengan
Menteri Pendidikan Nasional tapi ini jangan masuk ini karena kita sedang bicara mengenai BHP.
KEPALA DINAS PENDIDIKAN DKI (MARGANI M. MUSTAR):
Tadi dengan BHP, karena di High Scope tadi ada kesimpulan Nomor 3.
PIMPINAN RAPAT:
Itu hanya saran saja pak, hanya saran saja pak.
Jadi maksudnya Pak Darodji itu jangan menanggapi pandangan dari sesama stakeholder yang
hadir.
KEPALA DINAS PENDIDIKAN DKI (MARGANI M. MUSTAR):
Agar image yang terbentuk tidak keliru, karena saya akan bisa menyampaikan dalam bentuk
data gitu. Datanya demikian.
PIMPINAN RAPAT:
Pak Margani tidak apa-apa pak, inikan masukan saja, ini kan akan digodok juga di sini.
KEPALA DINAS PENDIDIKAN DKI (MARGANI M. MUSTAR):
Tapi yang fsikolog itu juga harus ada kesimpulan pak bahwa fsikolog itu wujudnya harus diteliti,
fsikologi pak bukan fsikolognya. Fsikologi menjadi diperlukan dalam pendidikan.
PIMPINAN RAPAT:
Ini kan tadi bukan kurikulum ini pak.
KEPALA DINAS PENDIDIKAN DKI (MARGANI M. MUSTAR):
Bukan jadi bagaimana suasana sekolah menjadi kondusif, bagaimana seorang guru
mempunyai kemampuan komunikasi dalam mengajar, itu semua fsikologi, bagaimana memberikan
bimbingan dan konseling ya, bagaimana memberikan jurusan pada anak, melalui bimbingan konseling
juga bisa gitu.
145
ANGGOTA F-PG (Drs.KH. AHMAD DARODJI):
Sekali lagi pak ketua, saya senang sekali, tapi lazim kita memasukkan data orang ke kita,
porsinya lain-lain, jadi karena AFSI tidak berada di sini mohon ini tidak masuk dalam kesimpulan. Jadi
pak kalau dinas menyampaikan pandangan… terhadap BHP bukan orang lain, ini sekali lagi ini benar
100%, cuma kalau… dinas itu tidak proporsional kaitannya ini gitu loh.
KEPALA DINAS PENDIDIKAN DKI (MARGANI M. MUSTAR):
Mohon maaf pak, sebagai kepala dinas saya juga mempunyai kewenangan untuk melihat
mekanisme dan proses yang terjadi di dalam sekolah-sekolah.
ANGGOTA F-PG (Drs.KH. AHMAD DARODJI):
Begini pak, seandainya tidak ada AFSI bapak tidak akan ngomong itu. Jadi seandainya tidak
bicara fsikologi, bapak tidak akan bicara itu. Saya yakin tidak, oleh karena itu ini merupakan tanggapan
atau tambahan dari AFSI itu yang sebenarnya tidak proporsional, tapi itu bisa kita catat pak bagus.
PIMPINAN PANJA:
Kalau begitu begini saja pak biasa kalau ada yang.
KEPALA DINAS PENDIDIKAN DKI (MARGANI M. MUSTAR):
Tapi saya akan bicara itu di depan siapa pun.
PIMPINAN PANJA:
Iya pak, tapi mungkin keberatan dari Pak Darodji ini bahwa konteks kita adalah RUU BHP, ya
apa saran bapak, AFSI boleh menyampaikan saran, tapi toh nanti kita akan membuat keputusan di sini
setelah juga mendengarkan bapak-bapak, walaupun tidak dicatat di sini pak.
ANGGOTA F-PD (Drs.H. BALKAN KAPLALE):
Atau begini pak ketua, jalan keluarnya kita hanya dalam bentuk rekaman saja tapi tidak tertulis
karena itu masukan sebagai underline catatan untuk komisi saja pak.
PIMPINAN RAPAT:
Di butir 4 itu pak, semua masukan tertulis dan transkrip, nah itu semua sudah ada.
Cukup ya?
Cukup dua point.
Silahkan dari Gobel.
DIREKTUR GOBEL MATSUSHITA (ALVIANA COKRO):
Itu saya takut salah tangkap saja, karena kami tidak mungkin di situ dikatakan Masusita Gobel
mengharapkan tidak adanya penyeragaman untuk sekolah swasta, tadi mohon maaf saya tidak
menyampaikan seperti itu, gitu saja. Itu mungkin High Scope yang memasukkan itu pak, jadi kami
sampaikan kami belum bisa memberikan masukan untuk BHP nya malah, jadi mohon dikoreksi, terima
kasih.
146
PIMPINAN PANJA:
Ini sebenarnya jiwa Undang-Undang Yayasan seperti ini pak, Gobel orang kaya, Masusita
orang kaya, mau masuk surga dilimpahkan sebagian kekayaannya untuk mengembangkan pendidikan,
nah itu sebenarnya cita-cita luhur Undang-Undang Yayasan, jadi tidak lagi untuk mencari uang gitu.
Saya kira cukup ya bapak ibu kita sepakati bersama.
(KETOK PALU 1 KALI)
Baik bapak ibu, sebagaimana biasanya ada diantara undangan yang mewakili untuk
menyampaikan kata penutup, kami persilahkan siapa Pak Margani kepala dinas silahkan pak.
KEPALA DINAS PENDIDIKAN DKI (MARGANI M. MUSTAR):
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
Bapak pimpinan dan anggota dewan, serta
Teman-teman sesama tamu.
Puji syukur kita panjatkan ke khadirat Allah SWT, bahwa acara hari ini telah dapat selesai
dengan baik, walaupun pada awal saya mengatakan ini pertama kali kami diundang, tapi Alhamdulillah
berjalan lancar, dan InsyaAllah bahwa kami sudah mencoba memberikan aspirasi dan masukan
seoptimal dan mungkin semaksimal mungkin sesuai dengan pangalaman, kondisi dan kepentingan
masing-masing dan selanjutnya kami percayakan kepada bapak-bapak dan ibu-ibu anggota dewan
yang terhormat, InsyaAllah kami akan memperoleh sesuatu yang lebih baik dari sebelumnya. Sekali lagi
terima kasih atas kesempatan yang diberikan, semoga Allah senantiasa memberikan petunjuk kepada
kita semua.
Wabillaahitaufik Walhidayah,
Wassalaamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
PIMPINAN RAPAT:
Baik, terima kasih bapak ibu sekali lagi atas kehadirannya di tempat ini dan kami tentu tetap
mengharapkan bapak memberikan masukan kritik itu juga termasuk masukan ya, jadi bapak mengkritik
itu juga masukan, dan memang juga biasanya kritik itu membuat hidup ini menjadi dinamis ya silahkan
saja kritis, objektif dan proporsional begitulah kira-kira. Kami mohon maaf jika ada hal-hal yang tidak
berkenan di hati, dan marilah kita menutup RDPU ini dengan membaca Alhamdulillah.
Assalaamu'alaikum Warahmatullaahi Wabarakatuh.
(KETOK PALU 3 KALI)
(RAPAT DITUTUP PUKUL 16.30 WIB)
a.n. KETUA RAPAT
KABAGSET KOMISI X DPR-RI
Ttd.
AGUS SALIM