ru PPOK fix
-
Upload
andreas-waani -
Category
Documents
-
view
284 -
download
0
description
Transcript of ru PPOK fix
BAB I
PENDAHULUAN
Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau PPOK (Penyakit Paru
Obstruktif Kronis) menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
(GOLD) tahun 2015 adalah penyakit dengan efek ekstrapulmonal signifikan dengan
karakteristik keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan
aliran udara terjadi progresif dan berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru
terhadap partikel atau gas berbahaya.1,2
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah sekumpulan penyakit paru-paru
yang menghambat aliran udara ketika menarik napas dan menimbulkan kesulitan bernapas.
Kerusakan atau gangguan pada saluran udara akan menghambat pertukaran antara oksigen
dengan karbon dioksida di paru-paru. PPOK dapat berakibat fatal, dan menjadi salah satu
penyakit penyebab kematian yang utama di seluruh dunia.3
Berdasarkan data World Health Organization (WHO) menunjukkan PPOK
merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian diseluruh dunia. PPOK
menunjukkan angka kematian diperkirakan pada tahun 2020 menjadi angka kematian ke-3.
Instalasi Gawat Darurat (IGD) di Amerika, PPOK mencapai angka 1,5 juta, 726.000
memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. PPOK
menduduki peringkat keempat sebagai penyebab kematian setelah penyakit jantung,
kanker, dan penyakit serebrovaskuler.3,4
World Health Organization memprediksi pada tahun 2020, PPOK akan
meningkat dari peringkat 12 menjadi peringkat 5 penyakit terbanyak dan dari peringkat 6
menjadi peringkat 3 penyebab kematian di seluruh dunia. The Global Burden of Disease
Study memperkirakan PPOK akan menjadi peringkat empat penyebab kematian pada tahun
2030. PPOK di Indonesia juga akan meningkat akibat faktor pendukungnya yakni
kebiasaan merokok yang masih merupakan perilaku yang sulit dihentikan disamping polusi
udara dan lingkungan yang belum dapat dikendalikan dengan baik serta pertambahan usia
harapan hidup masyarakat Indonesia. 3
1
PPOK eksaserbasi akut didefinisikan sebagai suatu kejadian akut yang ditandai
dengan memburuknya gejala respiratori pasien yang melebihi variasi normal hari ke hari
dan menyebabkan perlunya perubahan pengobatan.1,3,5
PPOK eksaserbasi merupakan kejadian penting pada perjalanan penyakit karena:
- Memberi pengaruh negatif pada kualitas hidup pasien
- Memberi efek pada fungsi paru yang membutuhkan waktu beberapa minggu untuk
perbaikan
- Mempercepat tingkat penurunan fungsi paru
- Berhubungan dengan meningkatnya kematian secara signifikan, terutama pada mereka
yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.
- Mengakibatkan tingginya biaya sosial ekonomi.
Eksaserbasi dari PPOK dapat dicetuskan oleh berbagai fakor. Penyebab paling
sering adalah infeksi saluran nafas (virus atau bakteri). Studi bronkoskopik menunjukkan
bahwa sedikitnya 50% pasien memiliki bakteri pada saluran nafas bagian bawah selama
eksaserbasi dari PPOK, tetapi proporsi signifikan dari pasien tersebut juga memiliki bakteri
yang berkolonisasi pada saluran nafas bagian bawah pada fase PPOK stabil. Terlihat
bahwa terjadinya peningkatan kerja bakteri selama terjadinya eksaserbasi PPOK, dan
bertambahnya strain bakteri yang baru. Polusi udara juga dapat mencetuskan eksaserbasi
PPOK. Eksaserbasi dari gejala respiratori (terutama dispnu) pada pasien PPOK dapat
terjadi dengan mekanisme berbeda yang dapat terjadi secara bersamaan pada pasien yang
sama. Kondisi yang mirip dan/atau memperburuk eksaserbasi, yaitu pneumonia, emboli
paru, penyakit jantung kongestif, aritmia jantung, pneumotoraks, efusi pleura dan kondisi
tersebut harus dianggap sebagai diagnosa banding dan diterapi apabila ditemukan.
Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien
mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi yang sebelumnya stabil dan dengan
variasi gejala harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan pengobatan yang
biasa digunakan. Eksaserbasi ini biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri atau virus),
bronkospasme, polusi udara atau obat golongan sedatif. Sekitar sepertiga penyebab
eksaserbasi ini tidak diketahui. Pasien yang mengalami eksaserbasi akut dapat ditandai
dengan gejala yang khas seperti sesak nafas yang semakin bertambah, batuk produktif
dengan perubahan volume atau purulensi sputum, atau dapat juga memberikan gejala yang
2
tidak khas seperti malaise, fatigue dan gangguan susah tidur. Roisin membagi gejala klinis
PPOK eksaserbasi akut menjadi gejala respirasi dan gejala sistemik. Gejala respirasi yaitu
berupa sesak nafas yang semakin bertambah berat, peningkatan volume dan purulensi
sputum, batuk yang semakin sering dan nafas yang dngakal dan cepat. Gejala sistemik
ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan deyut nadi serta gangguan status
mental pasien. Diagnosis klinis untuk PPOK harus dicurigai jika pasien mengalami
kesulitan bernafas, batuk kronis atau terbentuknya sputum dan riwayat terkena faktor
resiko penyakit ini. Spirometri dibutuhkan untuk diagnosis klinis PPOK adanya
postbronkodilator didapatkan FEV1/FVC<0.70 yang mengindikasikan adanya keterbatasan
aliran udara dan PPOK.1, 3
Risiko PPOK : Placebo-limb data dari TORCH, Uplift dan Eclipse
GOLD
Spirometric
Level
Exacerbations
(per year)
Hospitalization
(per year)
3-year mortality
GOLD 1: Mild >0.7 ? ?
GOLD 2:
Moderate
0.7-0.9 0.11-0.2 11%
GOLD 3: Severe 1.1-1.3 0.25-0.3% 15%
GOLD 4: Very
Severe
1.2-2.0 0.4-0.54% 24%
Dari systemic review dan penelitian metaanalisis yang dilakukan pada 28 negara antara
tahun 1994-2004, dan studi tambahan dari Jepang, memberikan bukti bahwa prevalensi
PPOK cukup tinggi pada: perokok dan mantan perokok dibandingkan dengan bukan
perokok; usia diatas 40 tahun; pria dibandingkan dengan wanita. merupakan penyebab
kematian nomor empat di Amerika Serikat dan sekitar 500.000 orang pertahun memerlukan
perawatan rumah sakit karena eksaserbasi PPOK. Pasien dengan PPOK biasanya
menunjukkan dekompensasi akut dari penyakit mereka satu sampai tiga kali dalam satu
tahun. Dari eksaserbasi yang dilaporkan, 3-16% memerlukan perawatan di rumah sakit.
Kematian pada rawat inap berkisar 3-10% pada pasien PPOK berat. Kematian 180 hari,
satu tahun dan 2 tahun setelah perawatan rumah sakit adalah 13.4%, 22%, dan 35.6%.
Tingkat kematian rumah sakit setelah perawatan ICU adalah 15-24% dan menjadi 30%
pada pasien lebih dari 65 tahun.3
3
BAB II
LAPORAN KASUS
Seorang pasien laki-laki 71 tahun, suku Minahasa, alamat Lorong Penca Lk.IV.
Pasien sudah menikah, pendidikan terakhir tamat SMP. Bekerja sebagai wiraswasta. Masuk
ke Irina C3 RSUP Prof. Dr.R.D Kandou Manado dengan keluhan utama sesak nafas.
Pada anamnesis didapatkan sesak nafas kurang lebih satu hari sebelum masuk
rumah sakit. Sesak dirasakan terus menerus, pasien mengatakan sesak dirasakan 2 tahun
terakhir, memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, bertambah sesak pada saat
beraktifitas dan berkurang bila beristirahat. Pasien juga mengeluh batuk memberat sejak 3
hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat batuk darah tidak ada. Keluhan ini sudah
dirasakan pasien selama kurang lebih 6 bulan yang lalu tetapi hanya hilang timbul. Pasien
juga mengeluh adanya demam, turun dengan pemberian paracetamol, pasien tidak
menggigil. Pasien juga kadang mengeluh pusing. Mual muntah tidak ada. Nafsu makan
menurun. Berat badan tetap tidak turun. Riwayat keringat malam tidak ada. BAB dan BAK
biasa. Pasien memiliki riwayat merokok sejak usia muda dan sudah berhenti 1 tahun yang
lalu. Dalam sehari pasien biasa menghabiskan rokok 7-10 batang rokok. Penyakit
hipertensi , diabetes, penyakit ginjal, hati kolesterol, asam urat, jantung disangkal.
Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit
sedang dengan kesadaran kompos mentis dengan GCS E4V5M6. Tekanan darah 110/70
mmHg, denyut nadi 80x/menit, frekuensi pernapasan 34x/menit, suhu badan 36,40C,
saturasi 99%. Berat badan 71kg, tinggi badan 170 cm, IMT 25,3 kg/m2. Pada pemeriksaan
kepala didapatkan konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil bulat isokor dengan
diameter 3mm/3mm dan reflex cahaya kedua mata positif. Pada pemeriksaan leher
didapatkan trakea letak tengah tanpa pembesaran kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan
fisik dada didapatkan pergerakan dinding dada simetris, retraksi tidak ada.Pada
pemeriksaan jantung inspeksi kedua lapang dada simetris. Pada palpasi ictus cordis teraba.
Pada perkusi tidak didapatkan adanya perubahan batas jangtung kiri dan kanan. Pada
auskultasi didapatkan bunyi jantung1 dan 2 reguler, tidak ada bsising. Pada pemeriksaan
paru, ditemukan ronkhi kasar dan didapatkan wheezing pada kedua lapangan paru. Pada
4
pemeriksaan abdomen ditemukan adanya nyeri tekan epigastrium, hepar dan lien tidak
teraba. Pada pemeriksaan ekstremitas akral hangat tidak ada edema.
Hasil pemeriksaan laboratorium saat pasien masuk rumah sakit leukosit
12200/uL, eritrosit 4,7x10 6/uL, hemoglobin 16 g/dL, hematokrit 39,3%, trombosit
152.000/uL, SGOT 22, SGPT 20, ureum 22 mg/dL, creatinin 0,7 mg/dL, natrium 137
mEq/L, kalium 3,9mEq/L, chloride 104mEq/L.
Pasien didiagnosis dengan PPOK Eksaserbasi Akut dengan infeksi sekunder.
Pasien ini diterapi dengan O2 2-3L/m nasal kanul, pasang IVFD NaCl 0,9%:D5% 2:1
20tpm , injeksi Ceftriaxone 1gr dua kali sehari (skin test negative), paracetamol 500mg
diberikan tiga kali sehari bila perlu, seretide 2x1puff, ambroxol 30 mg diberikan 3kali
sehari, nebulizer combivent tiap pasien sesak dan pulmicort tiap 12 jam. Pasien
direncanakan untuk pemeriksaan sputum BTA, x-ray photothorax dan spirometri.
Pada perawatan hari kedua sampai hari kelima,didapatkan pasien masih merasa
sesak. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang,
kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 96x/menit, frekuensi
pernapasan 28x/menit, suhu badan 36,40C, saturasi 95%. Pada pemeriksaan fisik dada
masih didapatkan ronkhi dan wheezing pada kedua lapang paru. Pasien didiagnosis dengan
PPOK Eksaserbasi Akut dengan infeksi sekunder. Pasien ini diterapi dengan O2 2-3L/m
nasal kanul, pasang IVFD RL 20tpm, injeksi Ceftriaxone 1gr dua kali sehari, paracetamol
500mg diberikan tiga kali sehari bila perlu, sereside 2x1puff, ambroxol 30 mg diberikan
3kali sehari, nebulizer combivent : pulmicort : NaCL=1:1:1 bila sesak.
Pada perawatan hari keenam, didapatkan pasien merasa sesak berkurang dan
batuk berkurang. keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis.
Tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 86x/menit, frekuensi pernapasan 26x/menit,
suhu badan 36,40C, saturasi 94%. Pada pemeriksaan fisik dada didapatkan ronkhi dan
wheezing mulai agak menghilang pada kedua lapang paru. Pasien didiagnosis dengan
PPOK Eksaserbasi Akut dengan infeksi sekunder. Pasien ini diterapi dengan O2 2-3L/m
nasal kanul, pasang IVFD RL 20tpm, Cefixime 200mg caps dua kali sehari, sereside
2x1puff, ambroxol 30 mg diberikan 3kali sehari, nebulizer combivent tiap 8 jam, pulmicort
tiap 12jam.
5
Pada perawatan hari ketujuh, tidak ada keluhan dari pasien. Tekanan darah 110/70
mmHg, denyut nadi 84x/menit, frekuensi pernapasan 26x/menit, suhu badan 36,00C,
saturasi 99%. Pada pemeriksaan fisik dada didapatkan ronkhi dan wheezing mulai
menghilang pada kedua lapang paru. Pasien didiagnosis dengan PPOK Eksaserbasi Akut
dengan infeksi sekunder. Pasien ini diterapi dengan O2 2-3L/m nasal kanul, pasang IVFD
RL 20tpm, Cefixime 200mg caps dua kali sehari, sereside 2x1puff, ambroxol 30 mg
diberikan 3kali sehari, nebulizer combivent tiap 8 jam, pulmicort tiap 12jam.
Pada perawatan hari kedelapan pasien sudah tidak ada keluhan dengan
pemeriksaan fisik Tekanan darah 120/70 mmHg, denyut nadi 84x/menit, frekuensi
pernapasan 20x/menit, suhu badan 36,5 0C, saturasi 99% dan terapi yang diberikan
ambroxol 30 mg tiga kali sehari. Cefixime 200mg dua kali sehari. Pasien direncanakan
rawat jalan dan kembali kontrol di poliklinik.
6
BAB III
PEMBAHASAN
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat
dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel,
bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel gas
yang beracun/berbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat
penyakit.6,7
Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gangguan antara
obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema)
yang bervariasi pada setiap imdividu. PPOK seringkali timbul pada usia pertengahan akibat
merokok dalam waktu yang lama. PPOK sendiri juga mempunyai efek sistemik yang
bermakna sebagai petanda sudah terdapat kondisi kormobid lainnya. Dampak PPOK pada
setiap individu tergantung derajat keluhan (khususnya sesak dan penurunan kapasitas
latihan), efek sistemik, dan gejala kormobid lainnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh derajat
keterbatasan aliran udara.4,7
Identifikasi faktor resiko merupakan langkah penting dalam pencegahan dan
penatalaksanaan PPOK. Meskipun saat ini pemahaman faktor resiko PPOK dalam banyak
hal masih belum lengkap, diperlukan pemahaman interaksi dan hubungan antara faktor-
faktor resiko sehingga memerlukan investigasi lebih lanjut. Beberapa hal yang berkaitan
dengan resiko timbulnya PPOK sampai saat ini.4,7
Eksaserbasi merupakan peningkatan lebih lanjut respons inflamasi dalam saluran
napa pasien PPOK. Keadaan ini dapat dipicu oleh infeksi bakteri atau virus atau polusi
lingkungan. Selama eksaserbasi terlihat peningkatan hiperinflasi dan terperangkapnya
udara, dengan pengurangan aliran ekspirasi, sehingga terjadi peningkatan sesak napas.4,7
Gambaran klinis dari anamnesis adanya riwayat merokok atau bekas perokok
dengan atau tanpa gejala pernapasan, riwayat terpajan zat iritan, riwayat penyakit emfisema
pada keluarga, terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak. Misalnya BBLR, batuk
berulang dengan atau tanpa dahak, sesak dengan atau tanpa bunyi mengi. Dari pemeriksaan
fisik umumnya PPOK tidak ada kelainan. Dari inspeksi terdapat Pursed-lips
7
breathing,barrel chest, penggunaan otot bantu napas hipertrofi otot bantu napas, pelebaran
sela iga, penampilan pink puffer atau blue bloater. Dari batas jantung mengecil, letak
diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah. Auskultasi adanya suara veskuler normal,
atau melemah. Terdapat ronkhi atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi
paksa, ekspirasi memanjang, bunyi jantung terdengar jauh. Pada pemeriksaan rutin
laboratorium darah dan radiologi. Pada foto thorax PA dan lateral berguna untuk
menyingkirkan penyakit paru lain pemeriksaan penunjang lanjutan dengan EKG untuk
mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai dengan pulmonal dan hipertrofi
ventrikel kanan. Dan pemeriksaan bakteriologi, pemeriksaan sputum pewarnaan Gram dan
kultur resistensi untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat.4,7
Tujuan dari penilaian PPOK adalah untuk menentukan :
1. Dampak penyakit terhadap status kesehatan pasien.
2. Keparahan dari keterbatasan aliran napas.
3. Risiko terjadinya peristiwa kedepan seperti terjadinya exaserbasi, rawat inap dirumah
sakit dan kematian yang pada akhirnya dapat menentukan pilihan terapi yang tepat.
Ada beberapa kuesioner yang divalidasi untuk menilai gejala pada pasien PPOK
yang digunakan untuk membedakan pasien dengan gejala yang lebih ringan dan pasien
dengan gejala yang lebih berat. GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung
Disease) telah merekomendasikan penggunaan suatu kuesioner pada sesak napas mMRC
atau COPD Assessment Test (CAT), yang memiliki cakupan yang lebih luas terhadap
dampak PPOK pada kehidupan sehari-hari dan kesejahteraan pasien.
COPD Assessment Test ( CAT )
Score CAT < 10 Gejala Ringan dan CAT > 10 Gejala Berat
8
9
CAT skala dan nMRC direkomendasikan untuk menilai gejala, dengan tingkat CAT skor ≥
10 menunjukkan tingkat gejala berat. Alat ini sebagai indikator dengan tujuan utamanya
adalah untuk memisahkan pasien dengan beban gejala yang berat dari gejala ringan.
Ada dua metode untuk menilai resiko eksaserbasi. Salah satunya adalah metode berbasis
populasi menggunakan GOLD. Klasifikasi spirometri dengan kategori GOLD 3 atau
GOLD 4 menunjukkan risiko berat. Yang lain didasarkan pada riwayat individu pasien
yang mengalami eksaserbasi dua atau lebih pertahun sebelumnya yang menunjukkan risiko
berat.
Pada gambar dibawah ini diterangkan bagaimana penilaian kombinasi pengobatan terhadap
PPOK.
10
Pertama menilai gejala dan menentukan apakah pasien milik kotak sisi kiri dengan gejala
sedikit (seperti yang ditunjukkan oleh tingkat mMRC 0-1 atau CAT < 10) atau kotak sisi
kanan dengan gejala banyak ( seperti yang ditunjukkan oleh tingkat mMRC > 2 atau
CAT> 10 ). Selanjutnya, menilai risiko eksaserbasi untuk menentukan apakah pasien
milik kotak bagian bawah beresiko rendah atau kotak bagian atas beresiko tinggi. Hal ini
dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode:
(1) Menggunakan spirometri untuk menentukan tingkatan GOLD keterbatasan aliran udara
(GOLD 1 dan 2 mengindikasikan risiko rendah, sedangkan GOLD 3 dan 4 menunjukkan
risiko tinggi ); atau
(2) Menilai jumlah eksaserbasi pasien yang dimiliki sebelumnya dalam 12 bulan (nol atau
satu menunjukkan risiko rendah, sedangkan dua atau lebih eksaserbasi menunjukkan
risiko tinggi ).
Saat ini, diagnosis eksaserbasi dilakukan secara eksklusif berdasarkan presentasi klinis
pasien yang mengeluh terjadinya perubahan gejala akut (dyspnea, batuk, dan produksi
sputum) yang berada di luar keadaan normal yang bervariasi dari hari ke hari. Penilaian
dari suatu eksaserbasi didasarkan pada riwayat penyakit terdahulu dan keluhan klinis yang
memperberat pasien. Kedepannya, dibutuhkan biomarker yang memungkinkan untuk
diagnosis dan etiologi yang lebih tepat.
Penilaian PPOK Eksaserbasi Akut Berdasarkan Riwayat
11
PATOFISIOLOGI
Merokok dan berbagai partikel berbahaya seperti inhalasi dari biomass fuels menyebabkan
inflamasi pada paru, respons normal ini kelihatannya berubah pada pasien yang
berkembang menjadi PPOK. Respons inflamasi kronik dapat mencetuskan destruksi
jaringan parenkim, mengganggu perbaikan normal dan mekanisme pertahanan
(menyebabkan fibrosis jalan nafas kecil). Perubahan patologis ini menyebabkan air
trapping dan terbatasnya aliran udara progresif, mengakibatkan sesak nafas dan gejala khas
PPOK lainnya. Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK muncul sebagai modifikasi dari
respons inflamasi saluran nafas terhadap iritan kronik seperti merokok. Mekanisme untuk
menjelaskan inflamasi ini tidak sepenuhnya dimengerti tetapi mungkin terdapat
keterlibatan genetik. Pasien bisa mendapatkan PPOK tanpa adanya riwayat merokok, dasar
dari respons inflamasi pasien ini tidak diketahui. Stres oksidatif dan penumpukan
proteinase pada paru selanjutnya akan mengubah inflamasi paru. Secara bersamaan,
mekanisme tersebut menyebabkan karakteristik perubahan patologis pada PPOK. Inflamasi
paru menetap setelah memberhentikan merokok melalui mekanisme yang tidak diketahui,
walaupun autoantigen dan mikroorganisme persisten juga berperan. Perubahan yang khas
pada PPOK dijumpai pada saluran nafas, parenkim paru, dan pembuluh darah paru.
Perubahan patologi tersebut meliputi: inflamasi kronik, dengan peningkatan sejumlah sel
inflamasi spesifik yang merupakan akibat dari trauma dan perbaikan berulang. Secara
umum, inflamasi dan perubahan struktur pada jalan nafas meningkat dengan semakin
parahnya penyakit dan menetap walaupun merokok sudah dihentikan.4
Pada pasien ini datang dengan keluhan sesak nafas dan mengeluh batuk. Pasien
ini juga memiliki riwayat merokok lama. Pasien merupakan perokok aktif dengan derajat
berat menurut Indeks Brinkman, karena pasien ini mulai merokok sejak usia muda, sekitar
usia 25 tahun dan mengonsumsi rokok selama lebih dari 45 tahun. Saat ini pasien masuk
dalam kategori bekas perokok karena pasien sudah berhenti 1 tahun yang lalu. Pasien juga
12
sering mengeluh batuk, kadang berdahak kadang tidak. Pada inspeksi terlihat pursed lips
breathing, butuh usaha untuk bisa bernapas, penampilan pink puffer. Pada pasien ini tidak
dilakukan spirometri karena tidak memiliki alat. Hasil dari foto thorax PA sela iga melebar
dan adanya infiltrat.4,7,9,10
Dahak biasanya berwarna purulen pada saat eksaserbasi akut. Dapat juga disertai
wheezing. Wheezing pada PPOK terjadi biasanya pada pengerahan tenaga (exertion) yang
diakibatkan karena udara yang melewati saluran pernapasan yang sempit oleh radang atau
sikatriks. Batuk darah, bila dijumpai disaat serangan eksaserbasi, maka asal darah diduga
dari saluran yang mengalami inflamasi. Anoreksia dan berat badan menurun. 2,4,7
Merokok, polusi udara, dan pemajanan di tempat kerja (terhadap batubara, kapas,
padi-padian) merupakan faktor-faktor resiko penting yang menunjang pada penyakit
PPOK. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20 sampai 30 tahun. Hal ini
berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru terhadap partikel atau gas berbahaya.1,2
Hal terpenting yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik adalah didapatkan
respirasi 34 x/menit. Pada pemeriksaan dada simetris kanan dan kiri, pemeriksaan paru dari
inspeksi didapatkan pergerakan kiri sama dengan kanan. Palpasi didapatkan stem fremitus
kiri dan kanan sama. Perkusi terdengar sonor kiri dan kanan. Suara pernapasan pada
auskultasi vesikuler, ada rhonki dan ada wheezing, ekspirasi memanjang ada.2,4,8
Pada pemeriksaan fisik paru, salah satu tahap yang terpenting adalah pemeriksaan
auskultasi yang bertujuan untuk menilai pergerakan udara pada jalan napas besar sampai
sedang dan untuk membuat kesimpulan tentang jalan nafas, parenkim dan rongga pleura.
Diafragma stetoskop (dihangatkan dengan memegang atau menggengamnya dengan kuat
pada telapak tangan) digunakan untuk auskultasi paru rutin. Pada pemeriksaan fisik paru,
ada beberapa suara yang dapat didengar secara langsung tanpa alat bantu. Diantaranya
adalah: Suara batuk, baik berdahak maupun tidak, menunjukkan gangguan pada daerah
bronkus maupun bronkiolus. Suara mengi (wheezing): suara ini dapat didengar baik pada
saat inspirasi maupun ekspirasi. Wheezing merupakan suara nafas seperti musik yang
terjadi karena adanya penyempitan jalan udara atau tersumbat sebagian. Obstruksi
seringkali terjadi sebagai akibat adanya sekresi atau edema. Bunyi yang sama juga
terdengar pada asma dan banyak proses yang berkaitan dengan bronkokonstriksi. Wheezing
dapat hilang dengan membatukannya.4,7
13
Kondisi ini biasanya disebabkan oleh bronkospasme, edema mukosa, hilangnya
penyokong elastik, dan berlikunya saluran nafas. Asma maupun obstruksi oleh bahan
intralumen, seperti benda asing atau sekresi yang diaspirasi, merupakan penyebabnya pula.
Wheezing yang tidak berubah dengan batuk, mungkin menunjukkan bronkus yang
tersumbat sebagian oleh benda asing atau tumor.7
Wheezing atau mengi berasal dari bronki oleh osilasi kontinyu dari dinding jalan
nafas yang menyempit. Wheezing cenderung menjadi lebih keras pada ekspirasi. Ini
disebabkan penyempitan jalan nafas yang berat.10
Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) adalah pasien yang memiliki
dua atau lebih criteria: Suhu >38oC atau <36oC, denyut jantung >90 denyut/menit, respirasi
>20/menit, leukosit 12.000/mm3. Sepsis adalah SIRS ditambah dengan sumber infeksi yang
diketahui (ditandai dengan biakkan positif terhadap organisme dari tempat tersebut).11
Pada pasien ditemukan nadi 80x/menit, respirasi 34x/menit, dan leukosit
12.200 /mm3. Dilihat dari hasil pemeriksaan yang didaptkan dari pasien, dengan memiliki 2
kriteria dalam SIRS. Pada kasus ini pasien sudah diberikan pemberian antibiotik yang
adekuat dan pasien dirawat dirumah sakit selama 8 hari.
14
BAB IV
KESIMPULAN
Telah dilaporkan kasus seorang penderita dengan diagnosis PPOK Eksaserbasi
Akut dengan infeksi sekunder. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang
dilakukan, pada pasien ini didapatkan batuk sesak napas saat beraktivitas dan riwayat
merokok yang berat dan lama. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi pernapasan
meningkat, dan terdapat bunyi ronkhi kasar dan wheezing pada pemeriksaan auskultasi
thoraks. Dan pada kasus ini pasien telah diberikan terapi yang sesuai. Diharapkan lewat
terapi yang diberikan dapat mengurangi gejala serta meningkatkan kualitas hidup penderita.
15
DAFTAR PUSTAKA
1. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Global Strategy for the
Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease
2015.
2. ATS Statement. Standards for the diagnostic and care of patient with chronic
obstructive disease. Am J Respir Crit Care Med 1992; S77-120
3. American lung association. Trends in COPD (chronic bronchitis and emphysema).
Morbidity and mortality; 2013.
4. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi saluran pernapasan akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi
B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3
(Edisi Kelima). Jakarta : Interna Publishing, 2009; 2225-6
5. Susanto AD, Presenohadi, Faisal. Lung of the year. Jakarta: Departemen Pulmonologi
dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultasi Kedokteran Universitas Indonesia; 2010
6. Departemen Kesehatan RI. Dirjen pengendalian penyakit tidak menular. Pedoman
pengendalian penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) KepMenKes RI No
1022/Menkes/SK/XI/2008
7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit
Paru Obstruktif Kronik. 2003
8. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global strategy for
the diagnostic, management, and prevention. National Institutes of Health. National
Heart Lung and Blood Institute, Update July, 2003.
9. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global strategy for
the diagnostic, management, and prevention. National Institutes of Health. National
Heart Lung and Blood Institute, Update July, 2009.
10. Priyanti ZS dkk. Pola Kuman PPOK RS Persahabatan Tahun 2007
16
11. Bone RC, Balk RA, Cerra FB, et al. Definitions for sepsis and organ failure and
guideliness for the use of innovative therapies in sepsis. The ACCP/SCCM Comsensus
Conference Committee. American College of Chest Physicians/society of critical care
medicine. Chest. 1992. 101: 1644-55
17