ru PPOK fix

25
BAB I PENDAHULUAN Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) tahun 2015 adalah penyakit dengan efek ekstrapulmonal signifikan dengan karakteristik keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan aliran udara terjadi progresif dan berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru terhadap partikel atau gas berbahaya. 1,2 Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah sekumpulan penyakit paru-paru yang menghambat aliran udara ketika menarik napas dan menimbulkan kesulitan bernapas. Kerusakan atau gangguan pada saluran udara akan menghambat pertukaran antara oksigen dengan karbon dioksida di paru- paru. PPOK dapat berakibat fatal, dan menjadi salah satu penyakit penyebab kematian yang utama di seluruh dunia. 3 Berdasarkan data World Health Organization (WHO) menunjukkan PPOK merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian diseluruh dunia. PPOK menunjukkan angka kematian diperkirakan pada tahun 2020 menjadi angka kematian ke-3. Instalasi Gawat Darurat (IGD) di Amerika, PPOK mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. PPOK menduduki peringkat keempat 1

description

free

Transcript of ru PPOK fix

Page 1: ru PPOK fix

BAB I

PENDAHULUAN

Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD) atau PPOK (Penyakit Paru

Obstruktif Kronis) menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease

(GOLD) tahun 2015 adalah penyakit dengan efek ekstrapulmonal signifikan dengan

karakteristik keterbatasan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel. Keterbatasan

aliran udara terjadi progresif dan berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru

terhadap partikel atau gas berbahaya.1,2

Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) adalah sekumpulan penyakit paru-paru

yang menghambat aliran udara ketika menarik napas dan menimbulkan kesulitan bernapas.

Kerusakan atau gangguan pada saluran udara akan menghambat pertukaran antara oksigen

dengan karbon dioksida di paru-paru. PPOK dapat berakibat fatal, dan menjadi salah satu

penyakit penyebab kematian yang utama di seluruh dunia.3

Berdasarkan data World Health Organization (WHO) menunjukkan PPOK

merupakan salah satu penyebab kesakitan dan kematian diseluruh dunia. PPOK

menunjukkan angka kematian diperkirakan pada tahun 2020 menjadi angka kematian ke-3.

Instalasi Gawat Darurat (IGD) di Amerika, PPOK mencapai angka 1,5 juta, 726.000

memerlukan perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. PPOK

menduduki peringkat keempat sebagai penyebab kematian setelah penyakit jantung,

kanker, dan penyakit serebrovaskuler.3,4

World Health Organization memprediksi pada tahun 2020, PPOK akan

meningkat dari peringkat 12 menjadi peringkat 5 penyakit terbanyak dan dari peringkat 6

menjadi peringkat 3 penyebab kematian di seluruh dunia. The Global Burden of Disease

Study memperkirakan PPOK akan menjadi peringkat empat penyebab kematian pada tahun

2030. PPOK di Indonesia juga akan meningkat akibat faktor pendukungnya yakni

kebiasaan merokok yang masih merupakan perilaku yang sulit dihentikan disamping polusi

udara dan lingkungan yang belum dapat dikendalikan dengan baik serta pertambahan usia

harapan hidup masyarakat Indonesia. 3

1

Page 2: ru PPOK fix

PPOK eksaserbasi akut didefinisikan sebagai suatu kejadian akut yang ditandai

dengan memburuknya gejala respiratori pasien yang melebihi variasi normal hari ke hari

dan menyebabkan perlunya perubahan pengobatan.1,3,5

PPOK eksaserbasi merupakan kejadian penting pada perjalanan penyakit karena:

- Memberi pengaruh negatif pada kualitas hidup pasien

- Memberi efek pada fungsi paru yang membutuhkan waktu beberapa minggu untuk

perbaikan

- Mempercepat tingkat penurunan fungsi paru

- Berhubungan dengan meningkatnya kematian secara signifikan, terutama pada mereka

yang membutuhkan perawatan di rumah sakit.

- Mengakibatkan tingginya biaya sosial ekonomi.

Eksaserbasi dari PPOK dapat dicetuskan oleh berbagai fakor. Penyebab paling

sering adalah infeksi saluran nafas (virus atau bakteri). Studi bronkoskopik menunjukkan

bahwa sedikitnya 50% pasien memiliki bakteri pada saluran nafas bagian bawah selama

eksaserbasi dari PPOK, tetapi proporsi signifikan dari pasien tersebut juga memiliki bakteri

yang berkolonisasi pada saluran nafas bagian bawah pada fase PPOK stabil. Terlihat

bahwa terjadinya peningkatan kerja bakteri selama terjadinya eksaserbasi PPOK, dan

bertambahnya strain bakteri yang baru. Polusi udara juga dapat mencetuskan eksaserbasi

PPOK. Eksaserbasi dari gejala respiratori (terutama dispnu) pada pasien PPOK dapat

terjadi dengan mekanisme berbeda yang dapat terjadi secara bersamaan pada pasien yang

sama. Kondisi yang mirip dan/atau memperburuk eksaserbasi, yaitu pneumonia, emboli

paru, penyakit jantung kongestif, aritmia jantung, pneumotoraks, efusi pleura dan kondisi

tersebut harus dianggap sebagai diagnosa banding dan diterapi apabila ditemukan.

Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut bila kondisi pasien

mengalami perburukan yang bersifat akut dari kondisi yang sebelumnya stabil dan dengan

variasi gejala harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan pengobatan yang

biasa digunakan. Eksaserbasi ini biasanya disebabkan oleh infeksi (bakteri atau virus),

bronkospasme, polusi udara atau obat golongan sedatif. Sekitar sepertiga penyebab

eksaserbasi ini tidak diketahui. Pasien yang mengalami eksaserbasi akut dapat ditandai

dengan gejala yang khas seperti sesak nafas yang semakin bertambah, batuk produktif

dengan perubahan volume atau purulensi sputum, atau dapat juga memberikan gejala yang

2

Page 3: ru PPOK fix

tidak khas seperti malaise, fatigue dan gangguan susah tidur. Roisin membagi gejala klinis

PPOK eksaserbasi akut menjadi gejala respirasi dan gejala sistemik. Gejala respirasi yaitu

berupa sesak nafas yang semakin bertambah berat, peningkatan volume dan purulensi

sputum, batuk yang semakin sering dan nafas yang dngakal dan cepat. Gejala sistemik

ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan deyut nadi serta gangguan status

mental pasien. Diagnosis klinis untuk PPOK harus dicurigai jika pasien mengalami

kesulitan bernafas, batuk kronis atau terbentuknya sputum dan riwayat terkena faktor

resiko penyakit ini. Spirometri dibutuhkan untuk diagnosis klinis PPOK adanya

postbronkodilator didapatkan FEV1/FVC<0.70 yang mengindikasikan adanya keterbatasan

aliran udara dan PPOK.1, 3

Risiko PPOK : Placebo-limb data dari TORCH, Uplift dan Eclipse

GOLD

Spirometric

Level

Exacerbations

(per year)

Hospitalization

(per year)

3-year mortality

GOLD 1: Mild >0.7 ? ?

GOLD 2:

Moderate

0.7-0.9 0.11-0.2 11%

GOLD 3: Severe 1.1-1.3 0.25-0.3% 15%

GOLD 4: Very

Severe

1.2-2.0 0.4-0.54% 24%

Dari systemic review dan penelitian metaanalisis yang dilakukan pada 28 negara antara

tahun 1994-2004, dan studi tambahan dari Jepang, memberikan bukti bahwa prevalensi

PPOK cukup tinggi pada: perokok dan mantan perokok dibandingkan dengan bukan

perokok; usia diatas 40 tahun; pria dibandingkan dengan wanita. merupakan penyebab

kematian nomor empat di Amerika Serikat dan sekitar 500.000 orang pertahun memerlukan

perawatan rumah sakit karena eksaserbasi PPOK. Pasien dengan PPOK biasanya

menunjukkan dekompensasi akut dari penyakit mereka satu sampai tiga kali dalam satu

tahun. Dari eksaserbasi yang dilaporkan, 3-16% memerlukan perawatan di rumah sakit.

Kematian pada rawat inap berkisar 3-10% pada pasien PPOK berat. Kematian 180 hari,

satu tahun dan 2 tahun setelah perawatan rumah sakit adalah 13.4%, 22%, dan 35.6%.

Tingkat kematian rumah sakit setelah perawatan ICU adalah 15-24% dan menjadi 30%

pada pasien lebih dari 65 tahun.3

3

Page 4: ru PPOK fix

BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang pasien laki-laki 71 tahun, suku Minahasa, alamat Lorong Penca Lk.IV.

Pasien sudah menikah, pendidikan terakhir tamat SMP. Bekerja sebagai wiraswasta. Masuk

ke Irina C3 RSUP Prof. Dr.R.D Kandou Manado dengan keluhan utama sesak nafas.

Pada anamnesis didapatkan sesak nafas kurang lebih satu hari sebelum masuk

rumah sakit. Sesak dirasakan terus menerus, pasien mengatakan sesak dirasakan 2 tahun

terakhir, memberat sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, bertambah sesak pada saat

beraktifitas dan berkurang bila beristirahat. Pasien juga mengeluh batuk memberat sejak 3

hari sebelum masuk rumah sakit. Riwayat batuk darah tidak ada. Keluhan ini sudah

dirasakan pasien selama kurang lebih 6 bulan yang lalu tetapi hanya hilang timbul. Pasien

juga mengeluh adanya demam, turun dengan pemberian paracetamol, pasien tidak

menggigil. Pasien juga kadang mengeluh pusing. Mual muntah tidak ada. Nafsu makan

menurun. Berat badan tetap tidak turun. Riwayat keringat malam tidak ada. BAB dan BAK

biasa. Pasien memiliki riwayat merokok sejak usia muda dan sudah berhenti 1 tahun yang

lalu. Dalam sehari pasien biasa menghabiskan rokok 7-10 batang rokok. Penyakit

hipertensi , diabetes, penyakit ginjal, hati kolesterol, asam urat, jantung disangkal.

Pada hasil pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit

sedang dengan kesadaran kompos mentis dengan GCS E4V5M6. Tekanan darah 110/70

mmHg, denyut nadi 80x/menit, frekuensi pernapasan 34x/menit, suhu badan 36,40C,

saturasi 99%. Berat badan 71kg, tinggi badan 170 cm, IMT 25,3 kg/m2. Pada pemeriksaan

kepala didapatkan konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik, pupil bulat isokor dengan

diameter 3mm/3mm dan reflex cahaya kedua mata positif. Pada pemeriksaan leher

didapatkan trakea letak tengah tanpa pembesaran kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan

fisik dada didapatkan pergerakan dinding dada simetris, retraksi tidak ada.Pada

pemeriksaan jantung inspeksi kedua lapang dada simetris. Pada palpasi ictus cordis teraba.

Pada perkusi tidak didapatkan adanya perubahan batas jangtung kiri dan kanan. Pada

auskultasi didapatkan bunyi jantung1 dan 2 reguler, tidak ada bsising. Pada pemeriksaan

paru, ditemukan ronkhi kasar dan didapatkan wheezing pada kedua lapangan paru. Pada

4

Page 5: ru PPOK fix

pemeriksaan abdomen ditemukan adanya nyeri tekan epigastrium, hepar dan lien tidak

teraba. Pada pemeriksaan ekstremitas akral hangat tidak ada edema.

Hasil pemeriksaan laboratorium saat pasien masuk rumah sakit leukosit

12200/uL, eritrosit 4,7x10 6/uL, hemoglobin 16 g/dL, hematokrit 39,3%, trombosit

152.000/uL, SGOT 22, SGPT 20, ureum 22 mg/dL, creatinin 0,7 mg/dL, natrium 137

mEq/L, kalium 3,9mEq/L, chloride 104mEq/L.

Pasien didiagnosis dengan PPOK Eksaserbasi Akut dengan infeksi sekunder.

Pasien ini diterapi dengan O2 2-3L/m nasal kanul, pasang IVFD NaCl 0,9%:D5% 2:1

20tpm , injeksi Ceftriaxone 1gr dua kali sehari (skin test negative), paracetamol 500mg

diberikan tiga kali sehari bila perlu, seretide 2x1puff, ambroxol 30 mg diberikan 3kali

sehari, nebulizer combivent tiap pasien sesak dan pulmicort tiap 12 jam. Pasien

direncanakan untuk pemeriksaan sputum BTA, x-ray photothorax dan spirometri.

Pada perawatan hari kedua sampai hari kelima,didapatkan pasien masih merasa

sesak. Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum pasien tampak sakit sedang,

kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, denyut nadi 96x/menit, frekuensi

pernapasan 28x/menit, suhu badan 36,40C, saturasi 95%. Pada pemeriksaan fisik dada

masih didapatkan ronkhi dan wheezing pada kedua lapang paru. Pasien didiagnosis dengan

PPOK Eksaserbasi Akut dengan infeksi sekunder. Pasien ini diterapi dengan O2 2-3L/m

nasal kanul, pasang IVFD RL 20tpm, injeksi Ceftriaxone 1gr dua kali sehari, paracetamol

500mg diberikan tiga kali sehari bila perlu, sereside 2x1puff, ambroxol 30 mg diberikan

3kali sehari, nebulizer combivent : pulmicort : NaCL=1:1:1 bila sesak.

Pada perawatan hari keenam, didapatkan pasien merasa sesak berkurang dan

batuk berkurang. keadaan umum pasien tampak sakit sedang, kesadaran kompos mentis.

Tekanan darah 110/70 mmHg, denyut nadi 86x/menit, frekuensi pernapasan 26x/menit,

suhu badan 36,40C, saturasi 94%. Pada pemeriksaan fisik dada didapatkan ronkhi dan

wheezing mulai agak menghilang pada kedua lapang paru. Pasien didiagnosis dengan

PPOK Eksaserbasi Akut dengan infeksi sekunder. Pasien ini diterapi dengan O2 2-3L/m

nasal kanul, pasang IVFD RL 20tpm, Cefixime 200mg caps dua kali sehari, sereside

2x1puff, ambroxol 30 mg diberikan 3kali sehari, nebulizer combivent tiap 8 jam, pulmicort

tiap 12jam.

5

Page 6: ru PPOK fix

Pada perawatan hari ketujuh, tidak ada keluhan dari pasien. Tekanan darah 110/70

mmHg, denyut nadi 84x/menit, frekuensi pernapasan 26x/menit, suhu badan 36,00C,

saturasi 99%. Pada pemeriksaan fisik dada didapatkan ronkhi dan wheezing mulai

menghilang pada kedua lapang paru. Pasien didiagnosis dengan PPOK Eksaserbasi Akut

dengan infeksi sekunder. Pasien ini diterapi dengan O2 2-3L/m nasal kanul, pasang IVFD

RL 20tpm, Cefixime 200mg caps dua kali sehari, sereside 2x1puff, ambroxol 30 mg

diberikan 3kali sehari, nebulizer combivent tiap 8 jam, pulmicort tiap 12jam.

Pada perawatan hari kedelapan pasien sudah tidak ada keluhan dengan

pemeriksaan fisik Tekanan darah 120/70 mmHg, denyut nadi 84x/menit, frekuensi

pernapasan 20x/menit, suhu badan 36,5 0C, saturasi 99% dan terapi yang diberikan

ambroxol 30 mg tiga kali sehari. Cefixime 200mg dua kali sehari. Pasien direncanakan

rawat jalan dan kembali kontrol di poliklinik.

6

Page 7: ru PPOK fix

BAB III

PEMBAHASAN

Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang dapat

dicegah dan diobati, ditandai oleh hambatan aliran udara yang tidak sepenuhnya reversibel,

bersifat progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel gas

yang beracun/berbahaya, disertai efek ekstraparu yang berkontribusi terhadap derajat berat

penyakit.6,7

Karakteristik hambatan aliran udara pada PPOK disebabkan oleh gangguan antara

obstruksi saluran napas kecil (obstruksi bronkiolitis) dan kerusakan parenkim (emfisema)

yang bervariasi pada setiap imdividu. PPOK seringkali timbul pada usia pertengahan akibat

merokok dalam waktu yang lama. PPOK sendiri juga mempunyai efek sistemik yang

bermakna sebagai petanda sudah terdapat kondisi kormobid lainnya. Dampak PPOK pada

setiap individu tergantung derajat keluhan (khususnya sesak dan penurunan kapasitas

latihan), efek sistemik, dan gejala kormobid lainnya. Hal tersebut dipengaruhi oleh derajat

keterbatasan aliran udara.4,7

Identifikasi faktor resiko merupakan langkah penting dalam pencegahan dan

penatalaksanaan PPOK. Meskipun saat ini pemahaman faktor resiko PPOK dalam banyak

hal masih belum lengkap, diperlukan pemahaman interaksi dan hubungan antara faktor-

faktor resiko sehingga memerlukan investigasi lebih lanjut. Beberapa hal yang berkaitan

dengan resiko timbulnya PPOK sampai saat ini.4,7

Eksaserbasi merupakan peningkatan lebih lanjut respons inflamasi dalam saluran

napa pasien PPOK. Keadaan ini dapat dipicu oleh infeksi bakteri atau virus atau polusi

lingkungan. Selama eksaserbasi terlihat peningkatan hiperinflasi dan terperangkapnya

udara, dengan pengurangan aliran ekspirasi, sehingga terjadi peningkatan sesak napas.4,7

Gambaran klinis dari anamnesis adanya riwayat merokok atau bekas perokok

dengan atau tanpa gejala pernapasan, riwayat terpajan zat iritan, riwayat penyakit emfisema

pada keluarga, terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak. Misalnya BBLR, batuk

berulang dengan atau tanpa dahak, sesak dengan atau tanpa bunyi mengi. Dari pemeriksaan

fisik umumnya PPOK tidak ada kelainan. Dari inspeksi terdapat Pursed-lips

7

Page 8: ru PPOK fix

breathing,barrel chest, penggunaan otot bantu napas hipertrofi otot bantu napas, pelebaran

sela iga, penampilan pink puffer atau blue bloater. Dari batas jantung mengecil, letak

diafragma rendah, hepar terdorong ke bawah. Auskultasi adanya suara veskuler normal,

atau melemah. Terdapat ronkhi atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi

paksa, ekspirasi memanjang, bunyi jantung terdengar jauh. Pada pemeriksaan rutin

laboratorium darah dan radiologi. Pada foto thorax PA dan lateral berguna untuk

menyingkirkan penyakit paru lain pemeriksaan penunjang lanjutan dengan EKG untuk

mengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai dengan pulmonal dan hipertrofi

ventrikel kanan. Dan pemeriksaan bakteriologi, pemeriksaan sputum pewarnaan Gram dan

kultur resistensi untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat.4,7

Tujuan dari penilaian PPOK adalah untuk menentukan :

1. Dampak penyakit terhadap status kesehatan pasien.

2. Keparahan dari keterbatasan aliran napas.

3. Risiko terjadinya peristiwa kedepan seperti terjadinya exaserbasi, rawat inap dirumah

sakit dan kematian yang pada akhirnya dapat menentukan pilihan terapi yang tepat.

Ada beberapa kuesioner yang divalidasi untuk menilai gejala pada pasien PPOK

yang digunakan untuk membedakan pasien dengan gejala yang lebih ringan dan pasien

dengan gejala yang lebih berat. GOLD (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung

Disease) telah merekomendasikan penggunaan suatu kuesioner pada sesak napas mMRC

atau COPD Assessment Test (CAT), yang memiliki cakupan yang lebih luas terhadap

dampak PPOK pada kehidupan sehari-hari dan kesejahteraan pasien.

COPD Assessment Test ( CAT )

Score CAT < 10 Gejala Ringan dan CAT > 10 Gejala Berat

8

Page 9: ru PPOK fix

9

Page 10: ru PPOK fix

CAT skala dan nMRC direkomendasikan untuk menilai gejala, dengan tingkat CAT skor ≥

10 menunjukkan tingkat gejala berat. Alat ini sebagai indikator dengan tujuan utamanya

adalah untuk memisahkan pasien dengan beban gejala yang berat dari gejala ringan.

Ada dua metode untuk menilai resiko eksaserbasi. Salah satunya adalah metode berbasis

populasi menggunakan GOLD. Klasifikasi spirometri dengan kategori GOLD 3 atau

GOLD 4 menunjukkan risiko berat. Yang lain didasarkan pada riwayat individu pasien

yang mengalami eksaserbasi dua atau lebih pertahun sebelumnya yang menunjukkan risiko

berat.

Pada gambar dibawah ini diterangkan bagaimana penilaian kombinasi pengobatan terhadap

PPOK.

10

Page 11: ru PPOK fix

Pertama menilai gejala dan menentukan apakah pasien milik kotak sisi kiri dengan gejala

sedikit (seperti yang ditunjukkan oleh tingkat mMRC 0-1 atau CAT < 10) atau kotak sisi

kanan dengan gejala banyak ( seperti yang ditunjukkan oleh tingkat mMRC > 2 atau

CAT> 10 ). Selanjutnya, menilai risiko eksaserbasi untuk menentukan apakah pasien

milik kotak bagian bawah beresiko rendah atau kotak bagian atas beresiko tinggi. Hal ini

dapat dilakukan dengan salah satu dari dua metode:

(1) Menggunakan spirometri untuk menentukan tingkatan GOLD keterbatasan aliran udara

(GOLD 1 dan 2 mengindikasikan risiko rendah, sedangkan GOLD 3 dan 4 menunjukkan

risiko tinggi ); atau

(2) Menilai jumlah eksaserbasi pasien yang dimiliki sebelumnya dalam 12 bulan (nol atau

satu menunjukkan risiko rendah, sedangkan dua atau lebih eksaserbasi menunjukkan

risiko tinggi ).

Saat ini, diagnosis eksaserbasi dilakukan secara eksklusif berdasarkan presentasi klinis

pasien yang mengeluh terjadinya perubahan gejala akut (dyspnea, batuk, dan produksi

sputum) yang berada di luar keadaan normal yang bervariasi dari hari ke hari. Penilaian

dari suatu eksaserbasi didasarkan pada riwayat penyakit terdahulu dan keluhan klinis yang

memperberat pasien. Kedepannya, dibutuhkan biomarker yang memungkinkan untuk

diagnosis dan etiologi yang lebih tepat.

Penilaian PPOK Eksaserbasi Akut Berdasarkan Riwayat

11

Page 12: ru PPOK fix

PATOFISIOLOGI

Merokok dan berbagai partikel berbahaya seperti inhalasi dari biomass fuels menyebabkan

inflamasi pada paru, respons normal ini kelihatannya berubah pada pasien yang

berkembang menjadi PPOK. Respons inflamasi kronik dapat mencetuskan destruksi

jaringan parenkim, mengganggu perbaikan normal dan mekanisme pertahanan

(menyebabkan fibrosis jalan nafas kecil). Perubahan patologis ini menyebabkan air

trapping dan terbatasnya aliran udara progresif, mengakibatkan sesak nafas dan gejala khas

PPOK lainnya. Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK muncul sebagai modifikasi dari

respons inflamasi saluran nafas terhadap iritan kronik seperti merokok. Mekanisme untuk

menjelaskan inflamasi ini tidak sepenuhnya dimengerti tetapi mungkin terdapat

keterlibatan genetik. Pasien bisa mendapatkan PPOK tanpa adanya riwayat merokok, dasar

dari respons inflamasi pasien ini tidak diketahui. Stres oksidatif dan penumpukan

proteinase pada paru selanjutnya akan mengubah inflamasi paru. Secara bersamaan,

mekanisme tersebut menyebabkan karakteristik perubahan patologis pada PPOK. Inflamasi

paru menetap setelah memberhentikan merokok melalui mekanisme yang tidak diketahui,

walaupun autoantigen dan mikroorganisme persisten juga berperan. Perubahan yang khas

pada PPOK dijumpai pada saluran nafas, parenkim paru, dan pembuluh darah paru.

Perubahan patologi tersebut meliputi: inflamasi kronik, dengan peningkatan sejumlah sel

inflamasi spesifik yang merupakan akibat dari trauma dan perbaikan berulang. Secara

umum, inflamasi dan perubahan struktur pada jalan nafas meningkat dengan semakin

parahnya penyakit dan menetap walaupun merokok sudah dihentikan.4

Pada pasien ini datang dengan keluhan sesak nafas dan mengeluh batuk. Pasien

ini juga memiliki riwayat merokok lama. Pasien merupakan perokok aktif dengan derajat

berat menurut Indeks Brinkman, karena pasien ini mulai merokok sejak usia muda, sekitar

usia 25 tahun dan mengonsumsi rokok selama lebih dari 45 tahun. Saat ini pasien masuk

dalam kategori bekas perokok karena pasien sudah berhenti 1 tahun yang lalu. Pasien juga

12

Page 13: ru PPOK fix

sering mengeluh batuk, kadang berdahak kadang tidak. Pada inspeksi terlihat pursed lips

breathing, butuh usaha untuk bisa bernapas, penampilan pink puffer. Pada pasien ini tidak

dilakukan spirometri karena tidak memiliki alat. Hasil dari foto thorax PA sela iga melebar

dan adanya infiltrat.4,7,9,10

Dahak biasanya berwarna purulen pada saat eksaserbasi akut. Dapat juga disertai

wheezing. Wheezing pada PPOK terjadi biasanya pada pengerahan tenaga (exertion) yang

diakibatkan karena udara yang melewati saluran pernapasan yang sempit oleh radang atau

sikatriks. Batuk darah, bila dijumpai disaat serangan eksaserbasi, maka asal darah diduga

dari saluran yang mengalami inflamasi. Anoreksia dan berat badan menurun. 2,4,7

Merokok, polusi udara, dan pemajanan di tempat kerja (terhadap batubara, kapas,

padi-padian) merupakan faktor-faktor resiko penting yang menunjang pada penyakit

PPOK. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari 20 sampai 30 tahun. Hal ini

berkaitan dengan respon inflamasi abnormal paru terhadap partikel atau gas berbahaya.1,2

Hal terpenting yang dapat ditemukan pada pemeriksaan fisik adalah didapatkan

respirasi 34 x/menit. Pada pemeriksaan dada simetris kanan dan kiri, pemeriksaan paru dari

inspeksi didapatkan pergerakan kiri sama dengan kanan. Palpasi didapatkan stem fremitus

kiri dan kanan sama. Perkusi terdengar sonor kiri dan kanan. Suara pernapasan pada

auskultasi vesikuler, ada rhonki dan ada wheezing, ekspirasi memanjang ada.2,4,8

Pada pemeriksaan fisik paru, salah satu tahap yang terpenting adalah pemeriksaan

auskultasi yang bertujuan untuk menilai pergerakan udara pada jalan napas besar sampai

sedang dan untuk membuat kesimpulan tentang jalan nafas, parenkim dan rongga pleura.

Diafragma stetoskop (dihangatkan dengan memegang atau menggengamnya dengan kuat

pada telapak tangan) digunakan untuk auskultasi paru rutin. Pada pemeriksaan fisik paru,

ada beberapa suara yang dapat didengar secara langsung tanpa alat bantu. Diantaranya

adalah: Suara batuk, baik berdahak maupun tidak, menunjukkan gangguan pada daerah

bronkus maupun bronkiolus. Suara mengi (wheezing): suara ini dapat didengar baik pada

saat inspirasi maupun ekspirasi. Wheezing merupakan suara nafas seperti musik yang

terjadi karena adanya penyempitan jalan udara atau tersumbat sebagian. Obstruksi

seringkali terjadi sebagai akibat adanya sekresi atau edema. Bunyi yang sama juga

terdengar pada asma dan banyak proses yang berkaitan dengan bronkokonstriksi. Wheezing

dapat hilang dengan membatukannya.4,7

13

Page 14: ru PPOK fix

Kondisi ini biasanya disebabkan oleh bronkospasme, edema mukosa, hilangnya

penyokong elastik, dan berlikunya saluran nafas. Asma maupun obstruksi oleh bahan

intralumen, seperti benda asing atau sekresi yang diaspirasi, merupakan penyebabnya pula.

Wheezing yang tidak berubah dengan batuk, mungkin menunjukkan bronkus yang

tersumbat sebagian oleh benda asing atau tumor.7

Wheezing atau mengi berasal dari bronki oleh osilasi kontinyu dari dinding jalan

nafas yang menyempit. Wheezing cenderung menjadi lebih keras pada ekspirasi. Ini

disebabkan penyempitan jalan nafas yang berat.10

Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) adalah pasien yang memiliki

dua atau lebih criteria: Suhu >38oC atau <36oC, denyut jantung >90 denyut/menit, respirasi

>20/menit, leukosit 12.000/mm3. Sepsis adalah SIRS ditambah dengan sumber infeksi yang

diketahui (ditandai dengan biakkan positif terhadap organisme dari tempat tersebut).11

Pada pasien ditemukan nadi 80x/menit, respirasi 34x/menit, dan leukosit

12.200 /mm3. Dilihat dari hasil pemeriksaan yang didaptkan dari pasien, dengan memiliki 2

kriteria dalam SIRS. Pada kasus ini pasien sudah diberikan pemberian antibiotik yang

adekuat dan pasien dirawat dirumah sakit selama 8 hari.

14

Page 15: ru PPOK fix

BAB IV

KESIMPULAN

Telah dilaporkan kasus seorang penderita dengan diagnosis PPOK Eksaserbasi

Akut dengan infeksi sekunder. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang yang

dilakukan, pada pasien ini didapatkan batuk sesak napas saat beraktivitas dan riwayat

merokok yang berat dan lama. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi pernapasan

meningkat, dan terdapat bunyi ronkhi kasar dan wheezing pada pemeriksaan auskultasi

thoraks. Dan pada kasus ini pasien telah diberikan terapi yang sesuai. Diharapkan lewat

terapi yang diberikan dapat mengurangi gejala serta meningkatkan kualitas hidup penderita.

15

Page 16: ru PPOK fix

DAFTAR PUSTAKA

1. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. Global Strategy for the

Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive Pulmonary Disease

2015.

2. ATS Statement. Standards for the diagnostic and care of patient with chronic

obstructive disease. Am J Respir Crit Care Med 1992; S77-120

3. American lung association. Trends in COPD (chronic bronchitis and emphysema).

Morbidity and mortality; 2013.

4. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi saluran pernapasan akut. In: Sudoyo AW, Setiyohadi

B, Alwi I, Simadibrata M, Setiadi S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 3

(Edisi Kelima). Jakarta : Interna Publishing, 2009; 2225-6

5. Susanto AD, Presenohadi, Faisal. Lung of the year. Jakarta: Departemen Pulmonologi

dan Ilmu Kedokteran Respirasi Fakultasi Kedokteran Universitas Indonesia; 2010

6. Departemen Kesehatan RI. Dirjen pengendalian penyakit tidak menular. Pedoman

pengendalian penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) KepMenKes RI No

1022/Menkes/SK/XI/2008

7. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit

Paru Obstruktif Kronik. 2003

8. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global strategy for

the diagnostic, management, and prevention. National Institutes of Health. National

Heart Lung and Blood Institute, Update July, 2003.

9. Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). Global strategy for

the diagnostic, management, and prevention. National Institutes of Health. National

Heart Lung and Blood Institute, Update July, 2009.

10. Priyanti ZS dkk. Pola Kuman PPOK RS Persahabatan Tahun 2007

16

Page 17: ru PPOK fix

11. Bone RC, Balk RA, Cerra FB, et al. Definitions for sepsis and organ failure and

guideliness for the use of innovative therapies in sepsis. The ACCP/SCCM Comsensus

Conference Committee. American College of Chest Physicians/society of critical care

medicine. Chest. 1992. 101: 1644-55

17