Salam QuAs, - Kementerian Luar Negeri Indonesia Edisi 9.pdf · Laporan Utama - Mengurai Kusut Masai...

25

Transcript of Salam QuAs, - Kementerian Luar Negeri Indonesia Edisi 9.pdf · Laporan Utama - Mengurai Kusut Masai...

DESEMBER 2015 DESEMBER 20152

DAFTAR ISI EDITOR’S NOTE

3

Salam QuAs,

Susunan Redaksi

Pembina:Plt. Inspektur Jenderal,

Ferry Adamhar

Penanggung Jawab:Sekretaris Itjen,

Bambang Antarikso

Dewan Redaksi:Dodo SudradjatPrianto Mawardi

Musa Derek SairwonaRachmawati AlihKemal Perbangsa

Andre Haikal KramadibrataRamadathun K. Nugraheny

Monica M. Christina

Kontributor:Kartika Surjani

Muhammad Nuradi AkhsanWawat HerawatiChrisna Hernowo

Mohammad FatoniRajimin

Yanuar NasrunSamsuhaili

Sekretariat/UmumHeru BudiarsoEpik Agustin

Euis Endang PrihatinMulya Sukaryanto

TaryotoGunawanSutrisno

DESEMBER 2015

Di kalangan Kemlu mungkin banyak yang bertanya tentang kelangsungan nasib QuAs. Sikap tersebut wajar, mengingat sejak QuAs Edisi ke-8 terbit pada awal tahun ini, kami belum muncul kembali menyapa para pembaca. Jawabannya, tentu bukan “QuAs tidak terbit lagi”. Sebagai in-house magazine yang telah mendapatkan perhatian yang positif, QuAs merasa harus hadir terus di tengah para pembaca untuk ikut mempromosikan

nilai-nilai pemerintahan yang baik (good governance) di Kementerian Luar Negeri sebagaiman telah dipatokkan sejak munculnya majalah ini

Apabila pada tahun-tahun sebelumnya QuAs hadir 4 (empat) kali dalam setahun, pada tahun ini QuAs hanya hadir 2 (dua) kali. Hal ini semata-mata bagian dari upaya efisiensi dan pemilihan program dan kegiatan berdasarkan skala prioritas Inspektorat Jenderal Tahun Anggaran 2015.

Tidak ada maksud untuk mengecilkan arti penting QuAs tentunya. Toh, arti penting suatu media komunikasi, termasuk QuAs, sangat ditentukan oleh isu-isu yang diangkat dan dikritisi. Kebetulan, dalam periode Januari – Desember 2015 proses reformasi birokrasi yang menjadi jalan menuju tata kelola pemerintahan yang baik di Kemlu terus bergulir dan menjadi perhatian QuAs.

Dalam konteks ini, QuAs ingin mengawal dan menyampaikan proses reformasi birokrasi dimaksud, khususnya penataan sistem Jabatan Fungsional. Hal ini, tak lain, agar masalah tersebut diketahui khalayak ramai dan memicu semangat perbaikan di Kemlu.

Sebagai media, QuAs tentu tidak akan bebas dari sikap korektif. Tidak harus galak memang, tetapi beberapa artikel mencoba melontarkan pandangan-pandangan yang bersifat korektif, justru terhadap isu-isu pengawasan. Instrospeksi itu bagian terpenting dari upaya benah diri.

Yang juga patut disyukuri, QuAs Edisi ke-9 ini, isinya benar-benar milik semua kalangan. Artikel-artikel dalam QuAs edisi ini tidak hanya memuat tulisan dari para diplomat, tetapi juga dari berbagai kalangan di Kemlu. Media memang harus aspiratif.

Akhir kata, QuAs mengucapkan Selamat Hari Natal dan Tahun Baru 2016 kepada para pembaca yang budiman.

Redaksi

Surat Pembaca 4Progress 6• Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia (Aaipi): Tempat Para Apip Bernaung• Melayani Setulus Hati

Quality Assurance 10• Karena Pendampingan

Milyaran Rupiah Batal Raib• Auditor Bukan Hanya Sekadar Watchdog • Dibutuhkan Pengawasan Yang Tidak Biasa-Biasa Saja

Tantangan 16• Inspektorat Jenderal Tidak

Sekedar Audit• Mencari Ujung Tindak Lanjut

Kasus Rumit

• Mengintegrasikan Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik

Di Kementerian Luar Negeri

Perspektif 22Karena Korupsi Rakyat Jadi Melarat

Opini 36 • Apakah “Kita” Juga Sebagai

“Aset”• Kinerja Audit Dahulu, Audit

Kinerja Kemudian

Ragam 38• “Verba Valent, Scripta

Manent”

WasWisWus 40Pegawai Negeri Sipil (Pns)Dari Abdi Negara Menjadi Abdi Masyarakat

Celotehan Audit 42• Iwan Suyudie Amri• Yonny Tri Prayitno• Simson Ginting

Hangout 44• Cara Mengatur Penempatan

Karyawan Baru• Alasan Pulang Lebih Awal• Terlambat Masuk Kantor• Di Kantor Juga Ada• Wawancara Kerja• Doa Ingin Naik Gaji• Kakek vs Cucu• Mimpi istri yang terkabul• Alasan-alasan malas kerja dan

tertidur dikantor

Catatan Akhir 46Perubahan Mindset

24. Laporan Utama- Mengurai Kusut Masai Perkara Jabatan Fungsional- Penempatan Pegawai, Tidak Sekadar Mengamankan Posisi- Tak Cukup Tanya Mbah Google- Keluh Kesah Perkara Pangkat Auditor

32. Wawancara Duta Besar Adiyatwidi Adiwoso Admady, Pejabat Fungsional Diplomat Utama:Pejabat Fungsional Bukan Second-class Citizen

KeMlu SeMAKin JAyA

4 5DESEMBER 2015 DESEMBER 2015

SURAT PEMBACA

Kemlu yang homey

Ingin mengucapkan salut dan terima kasih untuk pengembangan fasilitas karyawan yang Kemlu lakukan sejauh ini, seperti day care, gymnasium, alat kesehatan, dll. Semua telah membuat Kemlu terasa lebih “homey”. Semoga semakin ditingkatkan

lagi! Salut dan terima kasih.AloysiusSelwasTaborat,Dit.PolkamwilDitjenHPI

“Untuk Kemlu yang lebih baik!” (red)

Konfidensialitas Pengaduan

Saran utk Itjen: mengenai pengaduan suatu masalah diharapkan dapat terjaga kerahasiaannya, karena

beberapa kali terdapat kasus sudah tersebar terlebih dahulu kepada publik padahal belum ditindaklanjuti oleh yang bersangkutan yang dituju. Hal tersebut akan menimbulkan rasa tidak nyaman bagi pihak pengadu.

NN

“Terima kasih atas perhatiannya. Itjen senantiasa menjaga kerahasiaan

pengaduan dan identitas pelapor.” (red)

Kontribusi dalam QuAs

Apakah pegawai luar Itjen dapat ikut serta berkontribusi dalam penulisan artikel Majalah QuAs? Apabila dapat, bagaimana cara mengirim artikel atau opini kepada redaksi? Terima kasih.

RizkyPutra,DitjenKerjaSamaASEAN

“Kami menyambut hangat tulisan dari seluruh pegawai Kemlu. Redaksi QuAs dapat dihubungi di Sekretariat Inspektorat Jenderal” (red)

Money Follows FunctionRedaksi QuAs Yth.

Saya senang sekali dengan adanya majalah QuAs, terutama karena akhirnya ada majalah internal Kemlu yang bersedia menyentuh isu-isu hangat di kalangan Kemlu sendiri.

Apabila boleh usul, mungkin untuk topik ke depannya Quas berkenan membahas tentang APBN 2016 yang baru saja disahkan bulan Oktober yang lalu. Angle yg bisa diangkat antara lain adalah apa kira-kira dampak yg dapat dirasakan langsung oleh para pegawai Kemlu,terutama dalam hal ketersediaan anggaran utk kegiatan operasional Pusat maupun Perwakins, dan tentunya dalam kesinambungan mutasi pegawai dari dan ke luar negeri.

SalamHizkiaRespatiadi,PublicPolicyAnalyst

“Terima kasih atas usulannya. Akan kami pertimbangkan untuk QuAs edisi selanjutnya.” (red)

Jabatan Fungsional

Beberapa waktu terakhir gencar pembahasan akan jabatan fungsional di Kemlu, termasuk memperjuangkan

sebuah jabatan fungsional baru. Apakah QuAs dapat mengangkat topik menarik ini menjadi sebuah artikel? Terima kasih.

NuriatAdzariat,SetditjenAmerikadanEropa

“Ide yang bagus. Pada edisi kali ini QuAs juga membahas mengenai jabatan

fungsional di Kemlu.” (red)

3T & 1 A

Jambo Habari Yako QuAs? Saya tergelitik untuk kembali mengisi salah satu kolom QuAs yang merupakan khasanah ajang diskusi mengenai isu internal di Kemlu. Disini terdapat 2 (dua) isu dari saya untuk majalah QuAS:Pertama, dalam rangka mencanangkan Benah Diri Kemlu yaitu melalui 3 Tertib dan 1 Aman guna mewujudkan prinsip pemerintahan

yang baik dan meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, kiranya QuAs perlu mengulas artikel tentang tata cara atau prosedur pengelolaan keuangan yang baik dan benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Mengingat masih banyak unit kerja di Kemlu yang tidak memiliki keseragaman dalam format pengelolaan keuangan.

Kedua, sebagai majalah yang diterbitkan oleh unit kerja yang memiliki tupoksi dibidang pengawasan, bagaimana seandainya QuAs menerbitkan artikel yang membahas mengenai unit kerja di lingkungan Kemlu yang telah melaksanakan “Benah Diri” sehingga dapat menjadi contoh dan cerminan bagi unit kerja lainnya.Demikian, Terima kasih QuAs. Gondokesowo EndahHenyRahardianty,ItjenKemlu

“Terima kasih Ibu Endah atas masukannya. Pasti kami pertimbangkan.” (red)

QuAs Online

Mengingat para pegawai Kemlu banyak yang sedang bertugas di luar negeri, bagaimana jika

majalah QuAs bisa diterbitkan dalam bentuk online, sehingga bisa diakses oleh semua pegawai Kemlu dimana saja dan kapan saja.

Maju terus majalah QuAs! Terima kasih.KlausHeinrichRadityo,Sekdilu36

“Terima kasih atas sarannya. Setiap edisi QuAs dapat diakses melalui

portal Kemlu.” (red)

Link QuAs

Salut untuk QuAs yang hadir kembali. Untuk lebih mempromosikan QuAs, alangkah lebih bagusnya apabila QuAs dapat disebarluaskan melalui link e-mail Kemlu dalam bentuk attachment kepada pegawai. Semoga melalui cara ini dapat

membuat QuAs lebih mudah dibaca pegawai Kemlu.FeddyFachrurozziDjafar,Dit.PPIHDitjenMultilateral

“Link QuAs sudah pernah kami kirimkan melalui email blast beberapa waktu yang lalu. Tentunya akan kita lakukan lagi. Terima kasih sudah

mengingatkan.” (red)

Majalah QuAs Diterbitkan oleh Inspektorat Jenderal Kementerian Luar Negeri, Gedung Utama, Jalan Taman Pejambon No.6, Jakarta 10110 Telp: (021) - 3849373, Fax (021) - 3502638Surat Elektronik : [email protected], [email protected]

QuAs Apa Khabarnya?

Pada tahun 20013 dan 2014, setiap tiga bulan saya selalu memperoleh QuAs edisi terbaru, namun untuk tahun 2015,

saya baru membaca 1 (satu) edisi yaitu QuAs Edisi ke-8. Apa yang terjadi dengan QuAs?, apakah tidak terbit lagi?.

AriesAsriady,KBRIRoma

“QuAs tetap terbit sesuai dengan komitment Inspektorat Jenderal untuk menjadikan majalah tersebut sebagai

media promosi pemerintahan yang baik di Kementerian Luar Negeri.” (red)

Agar Tunkin tidak dipotong kalau terlambat 30 menit

Usul buat manajemen kepegawaian Kemlu. Apabila pegawai datang terlambat 1 (30 menit), agar tunkin pegawai tersebut tidak dipotong, tetapi berkewajiban mengganti waktu keterlambatan

dengan pulang lebih lambat 30 menit. Hal ini sudah berlaku di Kemenkeu merujuk ke Peraturan Menteri Keuangan No. 85/PMK.01/2015 pasal 9 dan pada lampiran III. Logikanya kan pegawai yang terlambat 1 itu sudah meniatkan datang tepat waktu, namun karena kendala lalu lintas, maka cukup berkewajiban mengganti waktu keterlambatan.”

WasanaAdiNugraha,SetditjenKerjaSamaASEAN

“Usul yang baik, semoga menjadi perhatian Biro terkait (red)”

QuAs dan Pengenalan Budaya Indonesia

Saya adalah pembaca QuAs. Dalam setiap terbitannya selain QuAs memuat isu-isu terkait pemerintahan yang baik, manajemen, dan pencegahan serta pemberantasan korupsi, juga memuat Kolom Ragam yang di isi denan berbagai

ragam pengetahuan. Saya mengharap QuAs dapat memuat artikel mengenai kebudayaan Indonesia misalnya masalah Wayang. Ini penting mengingat generasi muda sekarang semakin jarang yang mengentahui mengenai Wayang.

SoetarWindargo,BPO

“Terima kasih Pak Soetar. Itu usulan yang baik, dan QuAs akan terus memperkaya artikel yang dimuat termasuk untuk Kolom Ragam. Untuk

mendukung hal itu kami mengharapkan pegawai Kemlu, termasuk Pak Soetar untuk menyumbangkan tulisannya mengenai kebudayaan,

termasuk Wayang, untuk dimuat dalam QuAs.” (Red).

QuAs dan Desiminasi Informasi

QuAs selama ini mengangkat isu-isu penting terkait manajemen, pemerintahan yang baik, dan pencegahan korupsi. Namun demikian, mengingat saat ini semakin

banyak kebijakan dan perangkat hukum baru baik internal Kemlu maupun tingkat nasional, mohon kiranya QuAs dapat juga memuat kebijakan dan perangkat hukum baru tersebut agar membantu desiminasi di kalangan internal Kemlu.

SonySasongko,Dit.KAMDIP

“Terima kasih Pak Sony. Itu usulan yang konstruktif. Insya Allah QuAs dapat membantu upaya desiminasi

kebijakan dan perangkat hukum baru untuk kebaikan Kemlu.” (Redaksi)

6 7

PROgRESS

DESEMBER 2015 DESEMBER 2015

Wira adalah seorang auditor di sebuah Kementerian. Sudah lama Wira menginginkan adanya organisasi profesi yang

bisa mewadahi auditor intern pemerintah. “Dokter punya IDI, guru punya PGRI, akuntan punya IAI, sampai ojek online-pun mungkin kini punya asosiasi sendiri, masak auditor pemerintah ga punya sihh” keluh Wira kepada temannya Dirga sesama auditor.

“Wira... kamu jangan mikir sampe situ toh. Mau keren-kerenan segala punya asosiasi profesi. Sudahlah yang penting kita kerja sesuai tugas kita saja” balas Dirga yang juga ikutan senewen akibat gerutuan Wira. Wira pun menanggapi “Lho masak auditor mau gini-gini saja. Boleh dong aku punya mimpi kalo profesi kita bisa sejajar dengan profesi yang lain dan bukan cuma asal keren lohh, karena asosiasi auditor itu memang dibutuhkan terutama untuk kemajuan profesi kita..”.

Wira dan auditor lain di Indonesia boleh berbangga karena sejak November tahun 2012 telah dibentuk AAIPI (Asosiasi Auditor Intern Pemerintah Indonesia). Seperti wadah professional lainnya, AAIPI didirikan bertujuan meningkatkan pro-fe sionalisme auditor pemerintah melalui keaktifan dan peran serta dalam kegiatan pengem bangan profesi. AAIPI juga diharapkan dapat berkontribusi pada pening katan profesionalisme AAIPI sekali-gus menghapus persepsi negatif akan APIP.

Sebagaimana diketahui, banyak persepsi negatif mengenai APIP mulai dari rendahnya kapabilitas, kurangnya independensi dan obyektivitas, belum

berubahnya paradigma APIP yang masih sekedar mencari kesalahan, rendahnya kualitas audit, serta masih kurangnya integritas para APIP. Belum lagi persepsi lain seperti APIP kurang mengerti tuntutan

zaman dalam arti menjadi risk and control management suatu organisasi.

Hal serupa pernah dikeluhkan Gita, sahabat Wira mengenai kesannya setelah diperiksa Itjen di Kementeriannya. “Gimana

yahh.. aku pernah diperiksa sama Itjen tapi kok yang diperiksa itu-itu aja, padahal aku melihat banyak sekali inefisiensi anggaran dan kinerja yang gak bener di kantorku tapi malah gak diangkat. Jujur ya, Itjen itu kerjaannya ngeribetin aja tapi ga memberi solusi..” Ujar Gita.

Itulah sekelumit persepsi negatif dari user terhadap Itjen atau APIP (Aparat Pengawasan Intern Pemerintah). Namun tentu saja banyak juga respon positif dari user akan peran Itjen saat ini seperti menjadi consultant, pendampingan serta terlibat dari mulai perencanaan sampai pelaporan. APIP juga dinilai telah berhasil berkontribusi dalam peningkatan kualitas pengelolaan keuangan negara. Berdasarkan sumber dari Kementerian Keuangan, jumlah Laporan Keuangan Kementerian Negara/Lembaga (LKKL) dan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) yang memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengalami peningkatan. Jumlah LKKL yang menerima WTP pada tahun 2012 sebanyak 62 LKKL, sedangkan untuk tahun 2013 mencapai 65 LKKL. Hal ini menunjukkan manfaat nyata APIP

Kini, aparat pemeriksaan intern pemerintah (APIP) telah memiliki organisasi profesi bernama AAIPI. Akankah AAIPI efektif menjawab persoalan tuntutan profesionalisme APIP?

ASOSIASI AUDITOR INTERN PEMERINTAH INDONESIA (AAIPI):

TEMPAT PARA APIP BERNAUNG

dengan melakukan asistensi dan reviu APIP dalam penyusunan laporan keuangan serta memberikan saran untuk perbaikan pengelolaan keuangan negara.

Tak dapat dipungkiri, tuntutan masyarakat terhadap reformasi birokrasi di instansi pemerintah sangatlah besar bukan lagi hanya pada peningkatan kualitas laporan keuangan tapi bagaimana menciptakan pemerintahan yang bersih, berkinerja dan melayani. Untuk itu, selain mendorong mewujudkan clean and good governance, APIP diharapkan berperan membantu organisasi mencapai tujuan melalui pendekatan yang sistematis untuk mengevaluasi dan meningkatkan efektivitas proses manajemen risiko, pengendalian dan tata kelola. Nah, untuk dapat melaksanakan perannya secara efektif, APIP dituntut untuk selalu mengembangkan kompetensi, meningkatkan independensi dan objektivitasnya serta mengantisipasi setiap perubahan yang dapat berimplikasi pada pencapaian tujuan organisasi.

Beberapa hal yang harus diantisipasi dan direspon oleh APIP antara lain perubahan lingkungan internal, perubahan proses bisnis, perubahan peraturan dan lingkungan hukum, serta perubahan kebutuhan dan harapan pemangku kepentingan. Dengan selalu mengantisipasi perubahan yang terjadi dalam lingkungan instansi pemerintah, termasuk perubahan lingkungan hukum, APIP akan dapat memberikan rekomendasi yang benar-benar memberikan nilai tambah dan memenuhi ekspektasi para pemangku kepentingan.

Itu tuntutan APIP yang perlu dijawab. Namun apakah APIP siap? Coba tengok saja. Dari segi kuantitas, jumlah APIP masih kurang dari yang diharapkan. Total saat ini baru tercatat sebanyak 12.832 orang auditor atau hanya 27,66% dari kebutuhan 46.560 orang auditor. Kekurangan APIP ini dirasakan bukan saja di Kementerian Luar Negeri, tapi juga Kementerian/Lembaga lain apalagi di Pemerintah daerah.

Itu baru dari segi kuantitas. Dari segi kualitas, pada konferensi APIP bulan Oktober lalu, Kepala BPKP menyampaikan berdasarkan assessment BPKP, APIP Indonesia masih berada di level 1 dan 2 (dari level 3 yang diharapkan). Per Oktober 2015, dari 476 APIP pusat dan daerah yang dinilai, sebanyak 81,09 % berada di level 1, 18,49% di level 2 dan hanya sebanyak 0,42% di level 3. Oleh sebab itu, Kepala BPKP menambahkan perlu kerja keras agar dapat menciptakan APIP yang berkelas dunia. Kenapa harus berkelas dunia? Karena hal itu juga sejalan dengan visi pemerintah dalam Perpres 81 Tahun 2010 yang bertekad untuk menciptakan pemerintahan berkelas dunia

(worldclass government). Dengan terbentuknya Asosiasi

Auditor Intern Pemerintah Indonesia (AAIPI) diharapkan selain dapat menjadi pendorong untuk mampu menciptakan APIP berkelas dunia, juga dapat menjawab masalah dasar seperti kuantitas dan kualitas APIP, kurangnya anggaran bahkan rendahnya tunjangan fungsional APIP. AAIPI juga diharapkan menjadi wadah organisasi yang dapat menjadi leverage atau daya tawar bagi APIP dalam menyikapi tantangan dan peluang yang ada.

Dengan semakin besarnya anggaran dan kompleksitas pengelolaan keuangan negara, AAIPI diharapkan mampu menjawab tuntutan APIP untuk merespon hal tersebut dan agar dapat selalu memberikan nilai tambah bagi organisasi. Pencapaian tujuan organisasi di tengah arus perubahan yang semakin cepat menuntut APIP untuk berperan serta secara aktif dan intensif sesuai dengan bidang tugas Kementerian masing-masing.

Lalu, siapakah anggota AAIPI, bagai-mana struktur organisasinya?

AAIPI yang didirikan pada Novem-ber 2012 terdiri dari anggota biasa yaitu perorangan (APIP), anggota Eksekutif Tetap berjumlah 5 (lima) orang serta anggota Eksekutif Tidak Tetap sebanyak 10 (sepuluh) orang yang berasal dari: APIP Pusat 7 (tujuh) unit kerja, APIP Provinsi 1 (satu) unit kerja, APIP Kabupaten 1 (satu) unit kerja, dan APIP Kota 1 (satu) unit kerja. Masa jabatan anggota Eksekutif Tidak Tetap adalah 3 (tiga) tahun dan dipilih secara bergantian oleh anggota biasa pada waktu kongres. AAIPI juga memiliki 4 (empat) komite yaitu Komite Kode Etik, Komite Telaah Sejawat, Komite Standar Audit dan Komite Pengembangan Profesi. Pada periode 2012 – 2015, Kementerian Luar Negeri menjadi wakil Ketua Komite Telaah Sejawat. AAIPI juga telah menghasilkan 3 (tiga) produk utama yaitu Standar Audit Pemerintah Indonesia, Pedoman Telaah Se-jawat serta Kode Etik Auditor Intern Pe me-rintah.

Meski masih memerlukan jalan panjang untuk menjadi organisasi yang betul-betul profesional, setidaknya kini APIP memiliki harapan dan kebanggaan telah memiliki AAIPI. Seperti tempat berteduh seorang yang sedang kehujanan. Meski tempat berteduhnya masih belum sempurna tak mengapa asal bisa melindungi dari basah dan hujan. Semoga AAIPI dapat menjadi organisasi yang menjadi kebanggaan kita semua yang cinta akan APIP yang lebih kuat mandiri independen dan lebih professional. Semoga.

RahmaAlih

8 9DESEMBER 2015 DESEMBER 2015

Lima tahun silam, mereka yang tergabung dalam “roker” alias rombongan kereta yaitu warga Jabodetabek yang secara reguler menggunakan

moda transportasi kereta api, masih terbagi menjadi 2 golongan. Golongan pertama adalah roker yang menumpang kereta api secara normal dan berada di dalam gerbong-gerbong. Sedangkan golongan kedua adalah mereka yang dijuluki atapers atau penumpang yang duduk di atap kereta, biasanya kereta ekonomi dan hampir dapat dipastikan sebagian besar mereka adalah free riders yang tidak memiliki karcis.

Suasana di stasiun kereta mirip pasar induk, penuh dengan pedagang kali lima dengan aneka komoditi mulai nasi padang sampai barang-barang kelontong. Di dalam gerbong-gerbong kereta pun, tak kurang pedagang yang berkeliling menjajakan beragam barang dan jasa. Para pengamen turut memeriahkan gerbong dengan sajian musik atau lagu sekenanya. Penumpang juga harus selalu waspada dengan tangan-tangan jahil tukang copet yang mencoba mencari kesempatan di tengah kesempitan. Pada jam-jam sibuk, penumpangnya berjejalan sampai lengket satu sama lain. Di kereta yang ber-AC saja, sudah panas dan sesak. Bisa dibayangkan bagaimana kondisinya dalam kereta ekonomi.

Sekarang, para roker menyaksikan dan merasakan perubahan yang cukup revolusioner. Terobosan-terobosan yang dilakukan PT. Kereta Api Indonesia sungguh luar biasa. Dihapusnya kereta ekonomi dan dioperasikannya kereta komuter dengan e-ticket efektif mengeliminasi para atapers dan free riders, sekaligus meningkatkan pendapatan PT Kereta Api Indonesia. Stasiun-stasiun ditata kembali sehingga terasa bersih dan nyaman. Petugas keamanan ada dimana-mana termasuk di dalam gerbong kereta yang meningkatkan rasa aman para penumpang.

Di Kemlu, salah satu pembenahan pelayanan publik dalam lingkup kecil, yang dinilai sangat positif adalah dibentuknya One Desk Services (ODS). Fasilitas pengurusan satu atap ini memudahkan pegawai untuk mengurus berbagai dokumen kepegawaian, keuangan dan kekonsuleran. Sebelum ODS lahir, pegawai Kemlu yang akan mutasi ke Perwakilan RI di luar negeri, berhari-hari mondar-mandir kesana kemari untuk mengurus beragam dokumen yang berbeda ke unit-unit kerja terkait untuk menyiapkan keberangkatannya.

Dengan adanya fasilitas ODS, kesibukan “kurang berarti dan kurang efisien” tersebut menjadi jauh lebih berkurang. Pegawai cukup mengantri di ODS untuk memperoleh layanan yang diperlukan. Sundari (bukan nama sebenarnya), pegawai Itjen hanya perlu 3 menit untuk memperoleh penggantian Kartu Tanda Pegawai Kemlu. “Wah hebat! Ini kayak mie instan saja, langsung jadi!”, demikian komentarnya senang.

ODS di Kemlu hanyalah salah satu contoh dari proses panjang reformasi pelayanan publik di Kemlu. Kemlu terus membangun sistem pelayanan publiknya agar tersedia pelayanan publik yang cepat, mudah, murah, aman, pasti, transparan dan akuntabel. Hal ini agar Kemlu sebagai tempat bernaung para diplomat dapat

meningkatkan kinerjanya aga dapat mewujudkan dirinya sebagai world class government.

Hal ini penting, karena sebagaimana diungkapkan oleh Deputi Bidang Pelayanan Publik, Kementerian PAN-RB, Mirawati Sudjono, bahwa pelayanan publik merupakan salah satu parameter kinerja pemerintah yang paling kasat mata karena masyarakat dapat secara langsung menilai dari pelayanan publik yang diterimanya. Dalam suatu wawancara dengan The Royal Indonesia TV Online, ia juga berpesan, “Pe-layanan publik itu jangan biasa-biasa saja. Harus selalu ada perbaikan atau inovasi.”

Penyelenggaraan pelayanan publik yang berpihak pada kebutuhan dan aspirasi masyarakat merupakan bagian penting dari misi reformasi birokrasi pemerintah. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik memberikan kerangka pemikiran bahwa penyelenggaraan pelayanan publik merupakan bagian dari pemenuhan hak dan kebutuhan dasar konstitusional warga negara. Aturan tersebut juga memberikan mandat kepada setiap Kementerian/Lembaga untuk melakukan perbaikan sistem pelayanan publik yang berkualitas, efisien, efektif, responsif, transparan dan akuntabel.

Untuk meningkatkan pelayanan, masyarakat juga perlu dilibatkan dalam penyusunan kebijakan, standar pelayanan, pelaksanaan survei kepuasan pelayanan dan penyampaian keluhan pengaduan maupun apresiasi. Hal ini akan mendukung penyempurnaan standar pelayanan. Oleh karena itu, organisasi perlu menangani pengaduan masyarakat secara sungguh-sungguh, demi mewujudkan optimalisasi pelayanan publik. Umpan balik dari masyarakat juga berfungsi sebagai mekanisme kontrol atau pengawasan.

Untuk memberikan pelayanan publik yang prima, Islamy (2002) menjelaskan beberapa prinsip yang harus terpenuhi yaitu appropriatness, accesibility, continuity, dan technicality, equitability, transparency, accountability, dan effectiveness & efficiency: layanan harus berhasil dan ber daya guna sesuai antara biaya dan manfaatnya.

Di atas segalanya, pelayanan publik seyogyanya seperti yang diangankan Margareth Chase Smith, politisi perempuan AS pertama yang masuk dalam nominasi kandidat presiden pemilu tahun 1964, bahwa, “Public service must be more than doing a job efficiently and honestly. It must be a complete dedication to the people and to the nation.”

KartikaSurjani

Sebagai bagian dari reformasi birokrasi, pelayanan publik perlahan bertransformasi menjawab tuntutan masyarakat. Perlu konsistensi untuk mencapai misi.

MELAYANI SETULUS HATI

PROgRESS

10 11DESEMBER 2015 DESEMBER 2015

QUALITy ASSURANCE

Pada Jam 19.00 WIB tanggal 19 April 2015, tampak Inspektur Jenderal Kemlu, Ibnu Said; Sekretaris Inspektorat Jenderal, Bambang Antarikso, dan

beberapa staf Inspektorat serempak mengelilingkan arah tatapan tajam mata mengikuti telunjuk jari masing masing menghitung satu per satu kursi sidang yang berderet rapih di ruang Plenarry Hall 2 Jakarta Convention Centre. “Ada dua ratus delapan puluh kursinya, ujar Inspektur Jenderal”. “Hitungan saya duaratus tujuh puluh delapan Pak” timpal Sekretaris

Itjen. “Coba hitung ulang lagi untuk memastikan!”, perintah Irjen kepada para staf Itjen di sekelilingnya”.

Sejenak, seorang staf Sekretariat Inspektorat Jenderal berkacamata minus sigap menghitung lagi. “Eh iya, duaratus delapan puluh Pak jumlahnya yang benar”, jelasnya. Sejurus kemudian, Sekretaris Itjen membuka lembar-demi lembar Bill of Quatity (BQ) yang memuat daftar jumlah dan kualifikasi barang dan jasa yang harus disediakan oleh PCO, termasuk kursi sidang. “Wah, yang di BQ tercatat 840 kursi sidang”, ujar Sekretaris Itjen. “Coba catat

seluruh perbedaan jumlah dan spesifikasi barang dan jasa antara fakta di lapangan dengan yang ada di kontrak (BQ)”, perintah Irjen selanjutnya.

Suasana dialog di atas hanya sekelumit gambaran peristiwa dari seluruh kegiatan pendampingan dan langkah quality assurance Inspektorat Jenderal terhadap pelaksanaan Peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) ke-60. Tak terhitung pertanyaan, permintaan konfirmasi, dan cek fisik dalam rangka cek and recek dilakukan oleh Tim Quality Assuarance Itjen terhadap ratusan jenis barang dan jasa

yang tercantum dalam BQ yang dibuat oleh PCO berdasarkan kontrak.

Maklum, saat itu, Tim Quality Assurance Itjen sedang melakukan fungsi pendampingan terhadap Panitia Penerima Hasil Pekerjaan (PPHP) penyelenggaraan Peringatan Konferensi Asia Afrika (KAA) dimaksud. Hal ini dimaksudkan agar pe-nye diaan barang dan jasa oleh PCO untuk kegiatan tersebut dilakukan sesuai per aturan dan prosedur. Selain itu agar serta jumlah (quanty), qualitas dan spec, dan periode penggunaan dari barang tersebut ketika diterima oleh PPHP sesuai dengan ke-butuhan sebagaimana tercantum dalam BQ.

Langkah pendampingan dan quality assurance adalah bagian dari konsep pengawasan dan pengendalian intern yang menekankan pada aspek konsultasi dan early warning system guna menghidari terjadinya kesalahan dan penyimpangan. Dengan demikian, pendampingan dan quality assurance Itjen memiliki fungsi yang sangat strategis dalam rangka pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan-kegiatan yang menggunakan anggaran/sumber daya publik yang relatif besar semacam Peringatan Konferensi Asia-Afrika (KAA) ke-60. Melalui pendampingan dapat dicegah atau paling tidak diminimalisir terjadinya risiko kerugian negara.

Sebagai ilustrasi, hanya untuk salah satu rangkaian Peringatan ke-60 KAA yaitu acara di Jakarta Convention Center yang menjadi tanggung jawab Kemlu pada tgl. 18-24 April 2015 dapat menghemat relatif besar. Setelah fakta barang dan jasa

di lapangan di hitung-hitung, Kemlu dapat menghemat lebih dari Rp. 10 Milyar dari nilai kontrak yang diajukan oleh Exponen. “Alhamdulillah, berkat kerjasama dengan Itjen melalui pendampingan, kita bisa membayar biaya sesuai dengan fakta barang dan jasa yang disediakan PCO,” ujar Cut, PPK Direktorat Jenderal Asia dan Pasifik.

Cut layak untuk gembira melihat turunnya biaya tersebut, maklum, sebagai PPK, Cut menjadi pihak yang pertama yang akan dimintakan pertanggungjawabannya jika terjadi keganjilan dalam penggunaan anggaran DIPA dalam perhelatan akbar tersebut. Cut juga patut lega, karena lebih kecilnya realisasi pengeluaran perhelatan Peringatan KAA dibandingkan dengan jumlah yang dianggarkan bukan semata-mata karena potongan/diskon, melainkan karena hasil dari upaya cermat dalam melihat aturan, penerapan SOP, check and recheck and cross-check, serta menghitung dan mencocokan antara jumlah, kualitas/spec, waktu sewa barang dan jasa antara yang tercantum dalam BQ dengan fakta di lapangan. Hal ini berarti terminimalirsirnya kemungkinan pengge-lembungan biaya atau mark up. Dalam konteks inilah, Ispektorat Jenderal sebagai Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP) berperan mendampingi Satuan Kerja atau Unit dalam melaksanakan kegiatan, khususnya yang menggunakan sumber daya publik yang besar dan mendapat perhatian publik seperti penyelenggaraan Peringatan KAA.

Pendampingan kegiatan memang langkah yang tepat untuk mencegah terjadinya kerugian negara. Salah satu contoh, dalam hal pengecekan barang dan jasa umpamanya, perbedaan jumlah barang antara yang diterima (lebih sedikit) dari jumlah yang tercantum dalam BQ akan mengurangi jumlah biaya yang harus dibayarkan ke pihak PCO. Fakta di lapangan, perbedaan jumlah tersebut terjadi pada banyak jenis barang dan jasa yang disediakan oleh PCO. Bayangkan kalau perbedaan itu terjadi pula dalam hal spesifikasi, kualitas serta waktu sewa, berapa kerugian yang dialami oleh negara. Perbedaan jumlah tersebut mulai dari tingkat satuan hingga ratusan. “Itu semuanya duit”, tegas Inspektur Jenderal.

Tidak sekedar itu, pendampingan dan quality assurance juga diharapkan mampu meningkatkan kualitas pelayanan publik, terutama dalam penyelenggaraan sidang-sidang internasional. Dalam melakukan pendampingan dan quality assurance, Tim Inspektorat Jenderal tidak hanya menghitung jumlah barang dan

jasa untuk diperhitungkan dengan biaya, tetapi juga membantu Panitia Penerima Hasil Pekerjaan untuk melengkapi barang dan jasa yang diterima dari PCO agar jumlahnya dan spesifikasinya sesuai dengan yang tercantum dalam BQ, dan bahkan mengkoreksi jika tidak sesuai dengan kebutuhan pelayanan. Patokannya adalah tidak ada komplain, terutama dari para delegasi, terhadap pelayanan dan fasilitas yang disediakan Pemri.

Dengan demikian, diandalkannya metode pendampingan dan quality assurance pada penyelenggaraan kegiatan-kegiatan tidak dimaksudkan sebagai prasangka, namun lebih kepada upaya peningkatan prinsip efisien, ekonomis, efektif transfaran, dan akuntable. Dalam hal ini, para petugas pendamping dari Ins-pektorat Jenderal memberikan konsultasi terkait kepatuhan pada peraturan, SOP, dan prinsip efisiensi, efektifitas, transparansi, serta akuntable dalam pengadaan barang dan jasa.

“Bisa dibayangkan, kerugian negara yang dapat ditimbulkan pada masa lalu, boro-boro pendampingan, pengawasan intern biasa saja sangat minim”, terang salah seorang Kepala Bagian pada Sekretariat Inspektorat Jenderal. “Biaya bisa bengkak belasan milyar hanya karena proposal PCO yang tidak diteliti dan diawasi lagi di lapangan”, tambahnya dengan sedikit ketus.

Namun, penerapan pendampingan di Kemlu masih relatif baru. Masih banyak yang harus dibenahi, yang terpenting diantaranya metode pendampingan dan tentunya penguatan kemampuan SDM (APIP dan PPHP). Para anggota APIP dan PPHP tidak saja dituntut mampu melakukan pekerjaan, tetapi yang terutama memiliki passion akan pekerjaannya. Maklum, mungkin pekerjaan mengecek dan menghitung barang dan jasa masih dianggap kurang bergengsi, terutama dibanding panitia substansi. Padahal, pendampingan mencakup penguasaan peraturan perundangan, pengetahuan tentang kualitas dan spesiafikasi barang dan jasa (termasuk kaitannya dengan kebutuhan konferensi), dan tentunya kemampuan negosiasi dengan PCO. Tidak hanya itu, para pendamping dan PPHP juga perlu memahami mengenai penyelenggaraan even-even internasional yang berkualitas baik sebagai banchmarking.Karena pendampingan, belasan bahkan puluhan milyar uang negara terselamatkan, dan pelayanan publik tersampaikan dengan baik, terutama kepada para delegasi internasional.

DodoSudradjat

Raibnya uang rakyat dapat melalui berbagai siasat, diantaranya melalui penyediaan barang dan jasa oleh mitra swasta. PNS boleh saja telah bertaubat, tetapi mungkin menjadi korban tipu muslihat yang diniatkan pihak lain. Melalui pendampingan, Insya Allah niat jahat diikat, agar tidak menjadi perbuatan laknat. Pendampingan memang tuntunan menuju jalan selamat.

KARENA PENDAMPINGAN MILYARAN RUPIAH BATAL RAIB

12 13DESEMBER 2015 DESEMBER 2015

Menurut Pe rmenpan No. 220 tahun 2008, Auditor adalah Jabatan y a n g m e m p u n y a i ruang lingkup, tugas,

tang gungjawab dan wewenang untuk melakukan pengawasan intern pada instansi pemerintah, lembaga dan/atau pihak lain yang di dalamnya terdapat kepentingan negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan, yang diduduki oleh Pegawai Negeri Sipil dengan hak dan kewajiban yang diberikan secara penuh oleh pejabat yang berwenang.

Menurut Permenpan No.PER/220/M.PAN/7/2008 tentang Jabatan Fungsional Auditor dan Angka Kreditnya, dalam melaksanakan pengawasan tugas auditor meliputi audit, evaluasi, reviu, pemantauan dan kegiatan pengawasan lain seperti konsultansi, sosialisasi, asistensi, dalam rangka memberikan keyakinan yang memadai, atas efisiensi dan efektifitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses tata kelola unit yang diawasi

Sebagai Auditor, banyak hal yang harus dipelajari, dari masalah keauditoran sampai dengan masalah disekitar dunia keauditoran. Nasihat pertama mengatakan Auditor jangan arogan, bekerja dengan hati nurani, memegang prinsip keadilan. Seorang auditor bisa berbuat kesalahan tanpa niat, sehingga seorang auditor juga harus bisa membedakan apakah dia lalai atau sedikit bodoh. Nasihat kedua, pegawai negeri yang menjadi sasaran audit merupakan pihak yang bakal menanggung akibat dari hasil audit para auditor yang berimplikasi lebih jauh pada hasil rekomendasi audit, karena itu Auditor harus paham betul langkah-langkah audit dan kode etik. Auditor harus punya hati nurani, tapi bukan berarti membenarkan suatu kesalahan. Utuhlah melihat suatu persoalan.

Dalam menjalankan perannya, auditor harus merubah mind set audit yang salah kaprah, bahwa audit mesti menghasilkan temuan negatif. Auditor harus merubah gambaran yang selama ini dituding hanya mencari kesalahan semata tanpa memberikan solusi. Untuk nasehat yang ketiga ini, ternyata perkembangan peran auditor internal khususnya, dari waktu kewaktu mengalami perubahan dengan cepat seiring dengan perkembangan zaman.

Auditor pada Inspektorat Jenderal memiliki peran audit internal yang menurut Institute of Internal Auditor (IIA), yaitu : Aktivitas independen dalam menetapkan tujuan dan merancang konsultansi yang bernilai tambah dan meningkatkan operasi perusahaan. Ditambahkan pula bahwa internal auditing membantu organisasi dalam mencapai tujuan dengan cara pendekatan yang terarah dan sistematis untuk menilai dan mengevaluasi efektivitas manajemen resiko melalui pengendalian dan proses tata kelola yang baik. Dengan demikian, internal auditing pada dasarnya merupakan kegiatan penjaminan (assurance) dan konsultansi (consulting). Implikasi dari pengertian ini adalah adanya pergeseran filosofi internal auditing dari paradigma lama menuju paradigma baru, yang ditandai dengan perubahan peran auditor internal. Auditor internal tidak dapat lagi

hanya berperan sebagai watchdog, namun harus dapat berperan sebagai konsultan bagi manajemen. Seiring perubahan peran tersebut, maka pendekatan, sikap, fokus, komunikasi audit juga berubah.

Dalam menjalankan peran dan fungsinya, auditor internal pada awalnya berperan selayaknya watchdog. Peran yang dijalankan oleh auditor internal selaku watchdog meliputi aktivitas inspeksi, observasi, perhitungan, cek dan ricek yang bertujuan untuk memastikan ketaatan/kepatuhan terhadap ketentuan, peraturan atau kebijakan yang telah ditetapkan. Audit yang dilakukan adalah audit kepatuhan dan apabila terdapat penyimpangan dapat dilakukan koreksi terhadap sistem pengendalian manajemen. Peran watchdog biasanya menghasilkan saran/rekomendasi yang mempunyai impact jangka pendek, misalnya perbaikan sistem dan prosedur.

Dari segi pendekatan pengendalian, dalam perannya selaku watchdog, auditor internal menekankan pada pengendalian detektif, yaitu mengidentifikasi masalah yang sudah terjadi, lalu mencoba memberikan saran untuk mengatasinya.

Selain itu, dalam perspektif ini, auditor internal berfokus pada kelemahan dan penyimpangan yang ada dengan mengacu pada kebijakan dan policy. Ketidak sesuaian dengan policy pada umumnya dipersepsikan sebagai “masalah”. Aspek yang umum menjadi “indikator kinerja” dalam pelaksanaan tugas aparat adalah nilai dan jumlah temuan.

Seiring makin rumitnya proses bisnis dan perkembangan teknologi informasi, auditor internal dipandang tidak cukup sekedar menjalankan peran sebagai watchdog yang hanya menilai kepatuhan, fokus pada penyimpangan dan berorientasi

Untuk dapat melaksanakan peran barunya sebagai assurance dan consulting, diper lukan auditor yang

me mi liki penge tahuan yang luas, ketrampilan yang tinggi dan sikap independen serta obyektif.

Sesuai dengan standar audit APIP sebagaimana diatur dalam Permenpan No. PER/05/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008 auditor harus mempunyai penge­tahuan, ketrampilan dan kompetensi lainnya yang diperlukan untuk melaksanakan tang­gungjawabnya.

Berdasarkan standar ini, auditor dituntut untuk selalu meningkatkan kompe­tensi nya yang meliputi pengetahuan, ketrampilan dan sikap. Pengetahuan yang luas dapat dipenuhi melalui peningkatan

kualifikasi pendidikan dalam berbagai disiplin ilmu terkait. Sebagai konsultan, auditor internal harus dapat memberikan nasehat dan bimbingan serta rekomendasi perbaikan bagi manajemen. Skill yang tinggi dapat diperoleh melalui pelatihan­pelatihan tentang berbagai keahlian termasuk pelatihan dalam rangka memperoleh ser ti­fikasi auditor internal, serta pembinaan me­lalui penilaian angka kredit.

Internal audit adalah suatu aktivitas independen, yang memberikan jaminan keyakinan serta konsultasi yang dirancang untuk memberikan suatu nilai tambah serta meningkatkan kegiatan operasi orga nisasi. Berdasarkan pemahaman ini maka auditor harus berperan sebagai konsultan dengan membantu manajemen dalam meng­identifikasi, menilai dan memitigasi risiko yang menjadi kewajiban manajemen dan sekaligus menguji kecukupan dan keandalan pengendalian yang dibuat manajemen .

AUDITOR BUKAN HANYA SEKADAR WATCHDOG pada audit. Auditor internal diharapkan dapat berperan lebih luas lagi, terutama dalam rangka meningkatkan kinerja organisasi. Auditor dengan paradigma baru difokuskan untuk memberikan nilai tambah, berupa peningkatan kinerja secara umum. Secara khusus, peran ini dilaksanakan dalam bentuk aktivitas konsultansi, serta evaluasi dan penilaian atas manajemen resiko, aktivitas pengendalian intern, tata kelola, serta akurasi informasi. Hal ini mengidentifikasikan berbagai perubahan dalam cara kerja auditor internal. Dalam peran ini, pengendalian lebih ditekankan melalui preventive control.

Dengan paradigma baru, auditor diharapkan mampu membantu auditee dalam mengantisipasi berbagai resiko yang mungkin mengancam pencapaian tujuan, dan menjadikan audit sebagai aktivitas konsultansi, dan auditee sebagai mitra. Lebih jauh lagi Auditor menjadi pemandu dalam perubahan organisasi yang fokus pada pencapaian tujuan organisasi dalam jangka panjang.

Untuk dapat memerankan assurance dan consulting maka metode audit harus diubah dari post audit menjadi current audit. Disamping itu terkait dengan pelaksanaan peran assurance, audit harus

menerapkan audit berbasis risiko. Namun, hal ini perlu didukung terlebih dahulu oleh penerapan pengelolaan risiko si ling-kungan auditi sesuai dengan Peraturan Pe-me rintah No. 60 Tahun 2008 tentang SPIP.

Namun demikian, dalam banyak situasi, karakter dan peran watchdog nampaknya masih dibutuhkan dalam pelaksanaan pengawasan internal di lingkungan Pemerintah, karena masih relatif tingginya penyimpangan birokrasi. Dengan peran watchdog, pemberian keyakinan yang memadai bahwa aset negara telah dikelola dengan aman, serta ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, dapat dilaksanakan dengan cara “mengawal” auditee agar senantiasa sesuai dengan kriteria “aset negara yang aman” dan “kesesuaian dengan peraturan”.

Dari evolusi peran auditor internal tersebut, kita akan dapat mengetahui pada fase mana peran auditor internal yang ada di Itjen Kemlu saat ini. Kalaupun peran auditor di Itjen Kemlu belum ideal sebagaimana yang diinginkan, semoga auditor Itjen Kemlu dapat terus memerankan peran assurance dan consultig, sekali lagi, seperti lagu pahlawan, maju terus pantang mundur.

WawatHermawati

PERLUNYA KOMPETENSI DAN PEMBINAAN AUDITOR

QUALITy ASSURANCE

14 15DESEMBER 2015 DESEMBER 2015

Ibarat musik yang dihasilkan sebuah orkestra yang penuh harmoni, pengawasan pun sejatinya adalah sebuah harmoni. Untuk disebut sebagai orkestra, maka dibutuhkan

alat-alat musik, not balok, musisi, dirijen, dan penonton. Satu saja yang terlewat, maka orkestra akan fals didengar dan tak indah dipandang. Pengawasan seyogyanya bukan sesuatu yang didengar seram. Pengawasan bukan untuk mencari-cari kesalahan dan mencari objek hukuman. Secara umum, pengawasan kurang lebih berarti sebuah evaluasi untuk memastikan pelaksanaan kegiatan telah berjalan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan dalam rencana awal. Dengan pengawasan dapat diketahui secara dini potensi penyimpangan, penyalahgunaan, pemborosan, penyelewengan, dan lain-lain kendala di masa yang akan datang. Kalau begitu, pengawasan hanya satu bagian kecil dari rangkaian kegiatan besar tata kelola pemerintahan yang baik.

Namun, harmonisasi ini tentu tidak mudah. Dibutuhkan komitmen para aparat pengawas dalam memainkan tangga nada yang sama. Terlebih, di masa sekarang, pengawasan dikaitkan dengan reformasi birokrasi. Merujuk Perpres No. 81 Tahun 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010–2025, pengawasan menjadi bagian penting refomasi birokrasi. Kemlu sendiri telah menerjemahkan grand design tersebut melalui Roadmap 2012—2014.

Mengikuti perkembangan tersebut, paradigma Itjen juga turut menyesuaikan. Hasilnya, tentu tidak sedikit. Terjadi peningkatan koordinasi antar-internal Kemlu, pun antara Kemlu dengan eksternal. APIP Kemlu pun telah masuk dalam Asosiasi Auditor Internal Pemerintah

Indonesia (AAIPI). Selain itu, terdapat peningkatan dalam hal kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan. Hal ini terlihat dari jumlah temuan yang semakin menurun. Dalam hal keuangan, Laporan Keuangan (LK) Kemlu mengalami perbaikan yang signifikan. Pada tahun 2011 LK Kemlu hanya memperoleh WTP dengan paragraf penjelas. Kemudian membaik pada

tahun 2012 (WTP), yang berlanjut pada tahun 2013 dan 2014. Dari sisi akuntabilitas kinerja, Kemlu berhasil menyabet nilai baik dalam hal evaluasi akuntabilitas tahun 2014.

Dengan adanya sederet hasil dan capaian tersebut, masih perlukah peng-awasan diperkuat?. Jawabannya tentu masih perlu. Sebut saja Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Re-

formasi Birokrasi (KemenPAN-RB), yang masih menginginkan adanya penguatan pengawasan internal di masing-masing kementerian/lembaga untuk mencegah terjadi penyalahgunaan anggaran negara. Dari pengamatan KemenPAN dan RB, masih terdapat kementerian/lembaga yang mendapat opini kurang memuaskan karena pengawasan internal lemah disebabkan kurang independen, kurang kompeten. Masih diperlukan peningkatan kapasitas pengawas internal yang memiliki kompetensi khususnya bidang audit keuangan dan audit kinerja.

Mengantisipasi hal tersebut, KemenPAN dan RB baru-baru ini menunjuk ketua baru Tim Independen Reformasi Birokrasi Nasional (TIRBN) pada tanggal 2 November 2015 lalu. Eko Prasojo, mantan Wakil Menteri KemenPAN dan RB, didaulat sebagai ketua baru menggantikan Erry Riyana Hardjapamekas. Adapun Wakil TIRBN dipercayakan kepada Rhenald Kasali, dengan anggota JB Kristiadi, Djohermansyah Djohan, Siti Zuhro, Tjipta Lesmana, Felia Salim, Hariyadi B. Sukamdani, dan Suryo Bambang Sulistio.

TIRBN ini dibentuk dengan Keputusan Menteri PANRB No. 206/2015. Selain itu, melalui Keputusan Menteri

PANRB No. 207/2015 juga telah dibentuk Tim Penjamin Kualitas Reformasi Birokrasi Nasional yang diketuai oleh Ardan Ardiperdana (Kepala BPKP) dengan Wakil Adi Suryanto (Kepala LAN). Memang masih perlu waktu menunggu sepak terjang Tim Independen ini.

Sebelum di tunjuk menjadi Ketua TIRBN, Eko Prasojo pernah menyampaikan bahwa justru diperlukan revitalisasi pengawasan. Buktinya, Transparancy International mencatat perkembangan pemberantasan korupsi Indonesia selama 10 tahun terakhir tidaklah terlalu menggembirakan. Pada 2005, Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia berada pada skor 2,2 dari skala 10. Sepuluh tahun kemudian (2014), IPK Indonesia hanya mengalami kenaikan skor 1,2 menjadi 3,4 (atau 34 dari skala 100). Mahfum kiranya, penyakit birokrasi masih terjangkit. Untuk itu, perbaikan sistem merupakan cara efektif mengurangi penyakit birokrasi, termasuk di antaranya korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Banyak perubahan sistem yang bisa dilakukan untuk mencegah korupsi, salah satunya dengan memperkuat sistem pengawasan internal di setiap kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah (K/L/pemda). Saat ini pengawasan internal pemerintah dilakukan oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah (APIP).

Pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono, telah banyak didiskusikan dan telah pula disiapkan Naskah Akademik dan Ran-cangan UU Sistem Pengawasan Internal Pemerintah (RUU SPIP). Saat ini ke be-radaan fungsi dan peran pengawas internal pemerintah telah diatur dalam PP No 60/2008 tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP). Namun, dalam pelaksanaannya fungsi pengawasan internal pemerintah masih belum efektif untuk jadi alat kontrol pencegahan korupsi. Ditengarai, masih rentannya sifat independensi APIP, yaitu para irjen, inspektur, dan para auditor, dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Melihat kedudukan hukumnya, APIP masih sangat bergantung pimpinan K/L. Dalam hal ini pengangkatan, pemindahan dan pemberhentian APIP dilakukan oleh pimpinan K/L sebagai Pejabat Pembina Kepegawaian.

Kondisi ini menyulitkan para APIP dalam menjalankan tugas secara obyektif, transparan dan akuntabel, terutama jika obyek pengawasan berkaitan langsung dengan kepentingan pimpinan K/L/Pemda dan/atau jika temuan pengawasan berkaitan langsung dengan jiwa korsa terhadap lembaga/instansi tempat APIP bekerja.

Dalam banyak kasus seperti ini,

ketika kepentingan ekonomi dan politik pimpinan K/L harus diselamatkan dan nama baik instansi harus diamankan, peran APIP menjadi disfungsi alias mandul.

Penyebab lain adalah masih belum sinkronnya pembagian fungsi pengawasan internal yang dilakukan oleh APIP dengan pemeriksaan eksternal yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan dalam beberapa hal dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Di AS, Korea dan Jerman, prioritas pengawasan internal pemerintah hanya berkisar pada aspek kepatuhan (compliance audit), sedangkan pengawasan eksternal pemerintah secara prioritas dan fokus diletakkan pada aspek kinerja pembangunan/pemerintahan (performance audit).

Cukup dengan pendapat seorang ahli, kita kembali ke instansi. Baru-baru ini lagi, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) melalui Ketuanya, Harry Azhar Azis, menegaskan akan mengubah aspek pemeriksaan keuangan negara yang selama ini hanya bersifat administratif. Ke depan, BPK akan menerapkan sistem pemeriksaan yang bersifat aspek manfaat bagi masyarakat.

Dalam keterangannya kepada para media pada bulan Maret 2015, Harry Azhar Azis menyatakan bahwa BPK dalam melakukan pengawasan keuangan negara akan mempertimbangkan akuntabilitas dari aspek sejauh mana uang negara itu berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan rakyat, selain aspek ad minis-tratif yang selama ini diterapkan BPK.

Nah, dari sana sini sepertinya tantangan ke depan semakin berat. Jika, kembali bicara mengenai perlu tidaknya penguatan pengawasan, terutama bila bicara Kemlu, semua akan kembali berpulang kepada komitmen kita bersama. Berbagai strategi dan arah kebijakan telah dirumuskan. Kemlu telah bergegas berbuat, antara lain dengan membentuk Pokja RB, menyusun Roadmap RB 2015—2019, kemitraan dengan KemenPAN dan RB telah terjalin. Semua tinggal menunggu pelaksanaan di lapangan. Menilik penyam-paian Eko Prasojo dan BPK, mestinya ada aspek manfaat yang dirasa K/L itu sendiri jika sudah merasa aman dan nyaman diawasi. Pengawasan jadi kolega yang menegur bijak, ketika ada tangga nada yang sumbang. Seperti orkestra, perlu sama-sama harmonis supaya menghasilkan musik yang enak didengar. Memang untuk menjadikan pengawasan menjadi sebuah harmoni untuk dihasilkannya pemerintahan yang baik dibutuhkan pengawasan yang tidak biasa-biasa saja.

AndriHaekalKarnadibrata

Ibarat orkestra, harmonisasi dibutuhkan untuk menghasilkan musik yang merdu di telinga. Tidak hanya itu, musik yang merdu juga akan mendapat sambutan hangat penonton. Riuh gemuruh tepuk tangan tentu menjadi idaman. Perpaduan musik merdu dan sambutan hangat akan membekas di hati semua orang.

DIBUTUHKAN PENGAWASAN YANG TIDAK BIASA-BIASA SAJA

QUALITy ASSURANCE

16 17DESEMBER 2015 DESEMBER 2015

TANTANgAN

Pertama, penanganan Laporan Harta Kekayaan (LHKASN). Pada tanggal 22 Mei 2015 seluruh pegawai Kemlu menerima pengumuman Inspektorat

Jenderal bahwa seluruh pejabat Eselon III dan IV Kemlu wajib mengisi Laporan Harta Kekayaan (LHKASN) secara online melalui sistem SIHARKA yang dikelola Kemen-PAN & RB.

Beragam respon muncul dari setiap pegawai. Sebagian memahaminya, sebagian lagi menganggap itu mengada-ada. Bahkan, ada sejumlah pegawai yang pada awalnya menganggap sebagai lelucon dan bertanya sinis. “Memangnya ada harta yang perlu dilaporkan, wong gaji di rekening saja hanya numpang lewat,” tanya sejumlah pegawai. Alhasil, butuh upaya ekstra untuk mendorong pegawai untuk secara cepat melakukan pengisian LHKASN.

Selanjutnya, kewajiban mengisi LHKASN tidak terbatas bagi pejabat Eselon III dan IV, namun seluruh pegawai negeri di lingkungan Kemlu. Preassure untuk mendorong seluruh pegawai mengisi LHKASN semakin bertambah setelah mendapat informasi bahwa Kemen-PAN & RB meminta Kemlu sebagai salah satu Kementerian yang sedang dalam proses mengajukan usulan kenaikan Tunjangan Kinerja untuk minimal 70% pegawai telah

mengisi LHKASN. Pengelolaan LHKASN pegawai

Kemlu merupakan tantangan tersendiri. Terdapat kekhawatiran, mengingat per tanggal 30 Juli 2015, baru 16% dari total pegawai yang mengisi LHKASN. Meminta pejabat Eselon III dan IV untuk mengisi LHKASN saja sulit apalagi meminta seluruh pegawai, ungkap Dika, staf Sekretariat Itjen.

Tahap selanjutnya, seluruh LHKASN Kemlu yang per 30 Agustus 2015 berjumlah 3.510 (sumber data Biro Kepegawaian) harus diverifikasi. Selanjutnya, sesuai Surat Edaran Menteri PAN & RB No. 1 Tahun 2015 tentang Kewajiban Penyampaian LHKASN di Lingkungan Instansi Pemerintah, data LHKASN wajib diperbaharui oleh pegawai pada saat mutasi promosi jabatan struktural serta sebelum pensiun. Dengan demikian tugas tambahan pengelolaan LHKASN akan menjadi tugas tetap yang harus dilakukan Inspektorat Jenderal.

Kedua, pemeriksaan ijasah palsu. Menteri PAN & RB, melalui Surat Edaran No 3 Tahun 2015 tentang Penanganan Ijazah Palsu Aparatur Sipil Negara (ASN)/TNI/POLRI di Lingkungan Instansi Pemerintah, menugaskan Inspektorat Jenderal bersama Biro Kepegawaian untuk melakukan pemeriksaan terhadap keabsahan ijasah seluruh pegawai Kemlu.

Ketiga, terkait pelayanan publik.

Peraturan Menteri PAN & RB No. 3 Tahun 2015 tentang Road Map Pengembangan Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N) menugaskan Inspektorat Jenderal melakukan fungsi monitoring dan evaluasi pengelolaan pengaduan masyarakat. Terkait dengan SP4N, pengintegrasian layanan pengaduan masyarakat di Kemlu menjadi isu sentral yang menjadi perhatian dan harus direalisasikan.

Keempat, tugas tambahan lainnya yang mulai tahun 2015 dilaksanakan oleh Inspektorat Jenderal adalah pengelolaan

pelaporan gratifikasi, penanganan benturan kepentingan serta monitoring dan evaluasi pengelolaan pengaduan pelanggaran di Kemlu. Ketiga tugas tambahan tersebut merupakan amanat dari 3 Peraturan Menteri Luar Negeri yang dikeluarkan pada tahun 2015, yaitu: Permenlu No. 1 tahun 2015 tentang Unit Pengendalian Gratifikasi di Lingkungan Kementerian Luar Negeri; Permenlu No. 2 tahun 2015 tentang Tata Cara Pengelolaan dan Tindak Lanjut Pelaporan Pelanggaran di Lingkungan Kementerian Luar Negeri; dan Permenlu No. 6 tahun 2015 tentang Benturan Kepentingan di Lingkungan Kementerian Luar Negeri.

Tantangan paling pertama bagi Inspektorat Jenderal dalam mengelola pelaporan gratifikasi adalah meningkatkan

Sejak awal tahun 2015, sejumlah tugas tambahan diterima Inspektorat Jenderal sebagai konsekuensi dari komitmen pemerintah Jokowi – JK untuk mendorong proses reformasi birokrasi secara menyeluruh.

kesadaran pegawai akan bahaya gratifikasi serta pentingnya melaporkan gratifikasi yang diterima. Drop box gratifikasi yang diterima dari Komisi Pemberantasan Korupsi dan telah dipasang di 3 lokasi di Kemlu sampai saat ini belum menerima laporan gratifikasi. Tidak adanya laporan bisa menjadi indikator bersihnya Kemlu dari gratifikasi atau bisa menunjukkan tingkat kepedulian pegawai terhadap isu gratifikasi masih kurang. Alih-alih lembar pengaduan gratifikasi yang didapat dalam drop box, telah beberapa kali ditemukan sampah pada drop box yang diletakkan di depan Kantor Kas Bank Mandiri di Gedung Utama.

Melihat kurang efektifnya peman-faatan drop box bagi pelaporan gratifikasi, Inspektorat Jenderal berinisiatif membuat sistem pelaporan gratifikasi secara online. Pembuatan sistem pelaporan online tersebut dilakukan secara mandiri oleh staf Pusat Komunikasi, Kemlu dan selanjutnya telah ditautkan di portal Kemlu.

Sistem pelaporan gratifikasi online

diluncurkan secara resmi pada tanggal 22 September 2015 dan telah dapat diakses oleh pegawai Kemlu melalui: https//:gratifikasi.kemlu.go.id. Tentunya pengelolaan layanan pelaporan online dimaksud akan menjadi tugas tambahan baru selain pengelolaan layanan online lainnya yang telah dimiliki Inspektorat Jenderal seperti pengaduan masyarakat dan whistleblowing system (WBS).

Banyaknya layanan Inspektorat Jenderal yang memanfaatkan sistem teknologi informasi sejalan dengan Instruksi Presiden No. 3 tahun 2003 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengembangan E-government. Inpres dimaksud mendorong pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi dalam proses pemerintahan (e-government) agar lebih efisien, efektif, transparan dan akuntabel.

Guna menyatukan semua layanan online Inspektorat Jenderal, pada per-tengahan Agustus 2015, Inspektorat Jenderal telah membentuk Tim Pengelola Situs Web Inspektorat Jenderal. Tim tersebut diberi tugas untuk membangun situs web Inspektorat Jenderal dibawah portal Kemlu (www.kemlu.go.id). Lailal Khairiyah Yuniarti, Kepala Bagian Laporan dan Analisa I selaku Ketua Tim mengatakan bahwa situs web dimaksud diharapkan dapat beroperasi secara penuh pada awal januari 2016.

Banyaknya tugas tambahan yang didapatkan pada tahun 2015 telah menambah beban pekerjaan Inspektorat Jenderal yang telah disibukkan dengan berbagai tugas rutin. Namun tidak dapat dipungkiri bahwa, semua tugas tambahan diatas merupakan bagian penting dari tugas Inspektorat Jenderal guna memastikan akuntabilitas dan efektifitas pelaksanaan tugas organisasi pemerintahan

Tugas tambahan menuntut Itjen melakukan sejumlah penyesuaian agar dapat melaksanakan tugas-tugas tambahan tersebut secara optimal. Apalagi hampir dapat dipastikan bahwa tugas-tugas tambahan tersebut akan menjadi bagian dari tugas rutin Inspektorat Jenderal. Perubahan sistem dan struktur tentunya tidak akan banyak berarti tanpa sikap yang benar dan profesional dari para pegawai. Bagi pegawai Inspektorat Jenderal yang menerima kepercayaan tugas tambahan, salah satu quotes dari Og mandino (penulis buku terlaris “the greatest salesman in the world”) dapat menjadi perenungan: “Always render more and better service than is expected of you, no matter what your task may be”.

MusaDerekSairwona

INSPEKTORAT JENDERAL TIDAK SEKEDAR AUDIT

18 19DESEMBER 2015 DESEMBER 2015

Selaku Aparat Pengawasan Intern Pemerintah, Itjen Kemlu melaksanakan fungsi manajemen yang penting dalam penyelenggaraan rangkaian

proses manajemen di Kemlu yaitu fungsi pengawasan. Melalui pengawasan intern dapat diketahui apakah Kemenlu telah melaksanakan kegiatan sesuai dengan tugas dan fungsinya secara efektif dan efisien, sesuai dengan rencana dan kebijakan yang telah ditetapkan, serta berdasar peraturan perundangan yang berlaku. Itjen Kemlu juga telah mendorong terwujudnya good governance dan clean government dan mendukung penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, efisien, transparan, akuntabel serta bersih dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme di lingkungan Kemenlu.

Dalam setiap tahun, Inspektorat Jenderal Kemlu telah melaksanakan pengawasan terhadap obyek pemeriksaan

(OP) baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Dari pemeriksaan tersebut terdapat berbagai temuan terkait kepegawaian, keuangan, dan perlengkapan/aset. Dalam perjalanannya ternyata tidak setiap temuan dapat ditindaklanjuti oleh OP dalam waktu yang telah ditentukan bahkan ada temuan yang telah bertahun-bertahun belum juga dapat diselesaikan.

Pengawasan intern di lingkungan Kemenlu dilaksanakan untuk membantu Pimpinan dalam upaya pe mantau an terhadap kinerja unit orga ni sasinya dan menjalankan fungsi pem binaan terhadap pengelolaan keuangan berdasar peraturan perundangan yang ada. Temuan-temuan hasil pemeriksaan APIP semestinya dapat menjadi umpan balik/feed-back bagi pimpinan Kemlu dalam upaya mening-katkan kinerja Kementerian di masa datang.

Kegiatan utama APIP meliputi audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan kegiatan pengawasan lainnya berupa sosialisasi,

asistensi dan konsultansi. Kegiatan audit yang dapat dilakukan oleh APIP dapat dikelompokkan ke dalam audit atas laporan keuangan yang bertujuan untuk memberikan opini atas kewajaran penyajian laporan ke-uangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang diterima umum, audit kinerja yang ber tujuan untuk memberikan simpulan dan rekomendasi atas pengelolaan instansi pemerintah secara ekonomis, efisien dan efektif, dan audit dengan tujuan tertentu yaitu untuk memberikan simpulan atas suatu hal yang diaudit atau audit terhadap masalah yang menjadi fokus perhatian pim-pin an organisasi dan audit yang bersifat khas.

Guna menindaklanjuti temuan-temuan tersebut pada tanggal 15-17 Oktober 2015 Inspektorat Jenderal Kemlu menyelenggarakan rapat mengenai Data Hasil Pengawasan di bidang keuangan, aset/BMN, kepegawaian dan hal-hal lainnya. Acara dipimpin oleh Plt. Inspektur

Jenderal dengan menghadirkan 2 (dua) orang Narasumber, yaitu Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan Duta Besar M. Ibnu Said. Rapat dihadiri oleh Kepala Biro Kepegawaian, Kepala Biro Keuangan, Direktur Hukum, dan Wakil dari Biro Perlengkapan, serta seluruh Inspektur Wilayah.

Rapat dimaksudkan untuk menge-tahui sejauh mana posisi penye lesaian kasus-kasus kepegawaian, keuangan, dan aset/BMN; mengidentifikasi kendala dan mencari solusi guna mempercepat penyelesaian kasus-kasus pending; membahas implikasi hukum atas berlarut-larutnya penyelesaian kasus-kasus; dan mencari solusi untuk mempercepat penyelesaian Tuntutan Ganti Rugi melalui Tim Penyelesaian Kerugian Negara (TPKN) di Lingkungan Kementerian Luar Negeri.

Sebagai informasi pembaca, Pembentukan TPKN Kementerian Luar Negeri merupakan pelaksanaan pasal 4 ayat (1) Peraturan BPK Nomor 3 Tahun 2007, “pimpinan instansi wajib membentuk TPKN”. Sesuai Permenlu Nomor 01 Tahun 2013, TPKN Kementerian Luar Negeri dipimpin oleh Sekretaris Jenderal sebagai ketua; Inspektur Jenderal sebagai wakil ketua I; Staf Ahli Menteri Bidang Manajemen sebagai Wakil Ketua II; Kepala Biro Keuangan sebagai sekretaris; dan anggota: Sekretaris Inspektorat Jenderal,

Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi, Kepala Biro Kepegawaian, Kepala Biro Perlengkapan, Kepala Biro Administrasi Kementerian dan Perwakilan, Inspektur Wilayah I, Wilayah II, Wilayah III, Wilayah IV dan Direktur Hukum. KPKN bertugas menangani penyelesaian kerugian negara yang diangkat oleh pimpinan instansi yang bersangkutan. TPKN menyelenggarakan tugas untuk membantu Menteri Luar Negeri dalam melaksanakan penyelesaian kerugian Negara terhadap pegawai negeri bukan bendahara dan pihak ketiga serta pelak sanaan pengenaan kerugian Negara ter hadap bendahara di Kementerian Luar Negeri

Tim reportase QuAs mendapati adanya kasus Tuntutan Ganti Rugi (TGR) yang telah selesai dilunasi namun belum mendapatkan Surat Keputusan Pembebanan dan Pelunasan oleh TPKN bagi Pegawai Negeri Sipil non Bendahara dan oleh BPK bagi Bendahara. Sedangkan kasus-kasus TGR yang telah 3 kali dilakukan penagihan oleh Tim Penyelesaian Kerugian Negara (TPKN) namun belum juga diselesaikan maka dalam waktu dekat akan segera dilimpahkan ke Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Kemkeu.

Selain itu, beberapa temuan hasil peme riksaan BPK dan Itjen Kemlu di Perwakilan RI dan Kemlu pusat. Jenis-jenis temuan yang masih sering ter-

jadi diantaranya ketekoran kas, salah pembukuan, kesalahan dalam pelaksanaan representasi dan jamuan tamu dinas, kesalahan dalam pelaksanaan perjalanan dinas, kesalahan dalam Pembukuan Fihak Ketiga, serta pelanggaran terhadap peraturan perundangan yang berlaku.

Rapat yang berlangsung dua hari di Bandung tersebut juga membahas per-soalan pelik terkait rekomendasi BPKP terhadap PFK Minus di Perwakilan RI untuk ditetapkan sebagai TGR; temuan-temuan BPK yang hingga saat ini belum dapat diselesaikan antara lain eksekusi putusan Pengadilan Negeri DKI Jakarta No. 500/PDT/2009/PT.DKI tanggal 30 Oktober 2009 untuk mengosongkan 13 rumah negara yang dikuasai dan ditempati pihak yang tidak berhak; rencana pengadaan gedung Perwakilan RI yang dilakukan melalui mekanisme beli cicil; serta Penghapusan aset eks KBRI Bonn yang masih menunggu persetujuan Presiden.

Tim reportase QuAs melihat pelak-sanaan rapat berlangsung cukup efektif dalam mencari penyelesaian kasus-kasus yang memerlukan keputusan pimpinan di lingkungan Kementerian Luar Negeri. Semoga kegiatan semacam ini benar-benar dapat mem berikan jalan bagi tindak lanjut kasus-kasus yang telah lama belum terselesaikan.

PriantoMawardi

Tim Reportase QuAs mendapat kehormatan untuk hadir dalam acara rapat yang diselenggarakan oleh Inspektorat Jenderal Kemenlu dan meliput pelaksanaan acara tersebut yang merupakan ajang untuk membicarakan dan mencari penyelesaian/tindak lanjut berbagai temuan hasil pemeriksaan yang dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan, Inspektorat Jenderal, maupun pengawasan masyarakat

MENCARI UJUNG TINDAK LANJUT KASUS RUMIT

TANTANgAN

20 21DESEMBER 2015 DESEMBER 2015

PELAYANAN PUBLIKDI KEMENTERIAN LUAR NEGERI

pelayanan publik. Sehubungan dengan hal tersebut, sesuai dengan UU No 25 tahun 2009 setiap Satuan Kerja di instansi pemerintah yang memberikan pelayanan publik diwajibkan menyediakan sarana pengaduan masyarakat.

Bahkan dalam Peraturan Presiden No 76 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik, pemerintah telah menyiapkan rencana untuk mengintegrasikan seluruh layanan pengaduan tersebut dalam Sistem Pengelolaan Pengaduan Pelayanan Publik Nasional (SP4N). Tujuan dari SP4N sebenarnya sangat sederhana yaitu memudahkan sistem monitoring dan evaluasi pengelolaan pengaduan. Hal ini mengingat sampai saat ini setiap penyelenggara pelayanan publik memiliki sarana pengaduan sendiri-sendiri yang sangat beragam dan sulit dimonitor.

Meskipun Peraturan Presiden telah dikeluarkan sejak tahun 2013 namun peraturan pelaksana baru dikeluarkan Kementerian PAN & RB sebagai penanggungjawab SP4N pada tahun 2015. Peraturan Menteri PAN & RB No. 3 tahun 2015 tentang Road Map Pengembangan SP4N secara detail menjelaskan mengenai rencana pengintegrasian seluruh layanan pengaduan pelayanan publik. Berdasarkan road map tersebut, seluruh layanan pengelolaan pengaduan pelayanan publik diharapkan telah terintegrasi secara penuh dalam SP4N pada tahun 2016.

Pada Pertemuan Akbar Pengelolaan Pengaduan Nasional tanggal 29 September 2015, Asisten Deputi bidang Koordinasi Kebijakan, Penyusunan, dan Evaluasi Program Pelayanan Publik, Kemen-PAN & RB, Dwiyoga Prabowo Soediarto menyampaikan bahwa Kemen-PAN & RB tidak akan membangun sistem baru bagi SP4N namun akan mengintegrasikan SP4N ke dalam sistem Layanan Aspirasi dan Pengaduan Online (LAPOR). Sehubungan dengan hal tersebut Kemen-PAN & RB telah menjalin komunikasi yang intensif dengan Kantor Staf Presiden (KSP) selaku pengelola LAPOR. KSP dalam hal ini telah mengembangkan aplikasi LAPOR untuk mengakomodir berbagai kebutuhan SP4N. Dengan demikian setiap Kementerian dan Lembaga yang melakukan pelayanan publik hanya perlu mengintegrasikan layanan pengaduannya ke dalam sistem LAPOR.

Bagi Kementerian Luar Negeri pengintegrasian layanan pengaduan pelayanan publik merupakan hal yang penting dilakukan untuk memudahkan efektifitas sistem monitoring dan evaluasi. Selain sebagai amanat UU, paling tidak ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh

Kemlu dengan mengintegrasikan layanan pengaduan pelayanan publik ke dalam sistem LAPOR.

Pertama, masyarakat pengguna layanan akan lebih mudah menemukan sarana pengaduan online karena hanya ada satu pintu yaitu melalui LAPOR. Kedua, sekiranya menerima pengaduan yang di luar kewenangannya, pengelola layanan akan dengan mudah meneruskan pengaduan ke Satker lain di Kemlu bahkan kepada Satker di Kementerian dan Lembaga lainnya. Ketiga, tindak lanjut pengaduan akan lebih mudah dimonitor oleh Inspektorat Jenderal yang diberikan tugas monitoring SP4N oleh Peraturan Menteri PAN & RB No. 3 tahun 2015.

Keempat, pendokumentasian tindak lanjut pengaduan akan lebih rapi dan lebih mudah diakses karena disimpan dengan baik dalam sistem LAPOR. Kelima, fitur tampilan data dalam bentuk grafik dan tabel tindak lanjut pengaduan akan membantu pembuatan analisa untuk kebutuhan evaluasi pengelolaan pengaduan. Keenam, aplikasi LAPOR memiliki dashboard eksekutif yang dibuatkan khusus bagi Pimpinan untuk melakukan monitoring yang dalam hal ini di Kemlu adalah Menteri Luar Negeri dan Inspektur Jenderal. Menteri Luar Negeri melalui aplikasi LAPOR dapat secara langsung melihat perkembangan tindak lanjut pengaduan di seluruh Satker baik di Pusat maupun Perwakilan RI serta dapat memberikan arahan langsung kepada pengelola pengaduan.

Saat ini, Inspektorat Jenderal telah memulai proses pengintegrasian layanan pengaduan pelayanan publik Kemlu ke dalam sistem LAPOR. Proses integrasi tersebut ditargetkan dapat selesai pada akhir tahun 2015 dan seluruh sistem telah dapat beroperasi secara penuh pada awal tahun 2016.

Jika proses integrasi dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan rencana ke dalam SP4N melalui aplikasi LAPOR, maka Pimpinan Kemlu bahkan Presiden RI memiliki akses cepat dan mudah terhadap berbagai masukan dan keluhan pelayanan publik dari masyarakat Indonesia di seluruh dunia. Pemerintahan dari rakyat untuk rakyat juga akan mendapatkan masukan dari masyarakat Indonesia di luar negeri. Selain itu Satker yang menerima pengaduan akan lebih bertanggungjawab dalam menindaklanjuti pengaduan karena mereka tahu ada yang memonitor dari Pusat. Pada akhirnya diharapkan pelayanan publik akan terus mengalami perbaikan secara berkelanjutan agar dapat melayani masyarakat dengan lebih baik.

MusaDerekSairwona

MenGinTeGRASiKAn PenGelOlAAn PenGADuAn

Presiden dari rakyat untuk rakyat! Itu merupakan salah satu tema kampanye utama yang dikedepankan oleh Tim Kampanye Presiden Jokowi.

Tema tersebut menunjukkan kedekatan Presiden Jokowi dengan rakyat. Bahkan setelah secara resmi dilantik menjadi Presiden RI, Presiden Jokowi tetap melakukan blusukan yang telah dilakukan sejak memegang jabatan publik sebagai walikota Solo dan Gubernur Jakarta. Hal ini dilakukan untuk melihat langsung kondisi rakyat dan untuk menghindari laporan Asal Bapak Senang (ABS) dari bawahan.

Selain aksi blusukan, pemerintahan Presiden Jokowi juga mendorong partisipasi aktif publik dalam memberikan informasi dan masukan terkait kondisi riil di masyarakat. Partisipasi publik dalam bentuk masukan dan laporan sampai saat ini yang paling banyak adalah yang terkait dengan

TANTANgAN

22 23DESEMBER 2015 DESEMBER 2015

PERSPEKTIF

Korupsi bagaikan “virus” yang menggrogoti kekebalan tubuh manusia. Daya sengat virus ini merusak sistem imun, sehingga tubuh rentan

terhadap penyakit. Sejumlah penyakit dengan sangat mudah diderita tubuh bila diserang “virus korupsi”. Dan perlahan tapi pasti, tubuh tak mampu menahan serangan “virus korupsi”, sehingga akhirnya meregang nyawa.

Demikian bila kita analogikan korupsi bagaikan sebuah “virus di dalam tubuh manusia. Dalam perspektif kehidupan berbangsa dan bernegara, “virus korupsi” akan mempengaruhi sejumlah lini kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Dalam kehidupan bermasyarakat, misalnya, “virus korupsi”, mempengaruhi tata nilai kehidupana. Segala kehidupan terukur dengan materi. Dengan ukuran materi, maka sistem sosial baru bisa berjalan.

Dalam perbagai penelitian, korupsi menimbulkan efek domino yang meluas terhadap eksistensi bangsa dan negara. Meluasnya praktik korupsi di suatu negara akan memperburuk kondisi ekonomi bangsa, karena menjadi biaya tinggi yang disebakan oleh “virus korupsi” pada birokrasi. Akibatnya harga barang-barang menjadi mahal dengan kualitas yang buruk. Dari mulai pengurusan perizinan dan lamanya waktu mengurus perizinan menyebabkan biaya membengkak.

Sebagai ilustrasi, di sektor migas, misalnya, untuk melakukan kegiatan eksplorasi sedikitnya terdapat 261 perizinan dengan proses yang berbelit-belit. Hal ini membuka peluang bagi tindakan korupsi.

Di sektor kelistrikan, sulitnya investor mengurus perizinan membuat geram Presiden Jokowi. Dalam pertemuan dengan Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), September tahun lalu, Presiden Jokowi mengatakan bahwa investor yang ingin membangun power plant, harus menunggu dua hingga tiga tahun untuk mengurus perizinan.

Tak heran bila proyek pembangunan pembangkit listrik 10.000 MW tahap satu dan dua di era pemerintahaan SBY tidak tercapai. Mungkin salah satu penyebabnya molornya jadwal pembangunan proyek tersebut karena proses pengurusan perizinan yang berbelit-belit dan memerlukan waktu yang lama. Fenomena demikian menjadi lahan subur potensi korupsi. Ada pameo mengatakan : “Kenapa harus dipercepat, kalau memang bisa diperlambat”.

Akibat molornya proyek tersebut, maka beberapa daerah di Indonesia masih kerap mengalami byer pett (mati lampu) karena kapasitas daya listrik yang ada tidak mampu memenuhi kebutuhan. Lagi-lagi rakyat kembali “menelan pil pahit” akibat lambatnya pembangunan pembangkit listrik. Padahal untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 7%, menurut para pengamat energi dan ekonomi, dibutuhkan pertumbuhan listrik setahunnya sekitar 6000 sampai 7000 MW. Bila pemerintah tidak antisipatif terhadap pertumbuhan listrik, dikhawatirkan target pemerintah Jokowi untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi mencapai 7%-an sampai tahun 2019, disinyalir tidak akan tercapai

Apa pun jenis perizinan dan di mana pun perizinan diproses – bila tidak

dibuat sistem yang dapat mempercepat dan mempermudah pengurusannya, maka kerugiannya kembali kepada masyarakat. Kerugian tidak hanya bersifat materi belaka, tapi bisa saja kerugian waktu untuk mengurus suatu perizinan.

Potensi korupsi terbesar adalah di sektor pengadaan barang dan jasa. Apalagi Pemerintahan Jokowi mulai tahun ini mengucurkan dana sangat besar untuk pembangunan infrastruktur. Tender proyek pemerintah diperkirakan mencapai Rp 860 triliun. Wakil Ketua KPK (kini non-aktif-Red) Bambang Widjojanto menyebutkan, potensi korupsi mencapai 30% dari anggaran tersebut. Kalau tender proyek pengadaan barang dan jasa tersebut tidak diawasi, maka bukan tidak mungkin uang negara akan menguap sangat besar. Bambang Widjojanto memperkirakan potensi korupsi di sektor ini mencapai Rp 240 triliun Ini bisa terjadi bila pengadaan belum menggunakan sistem elektronik atau e-procurement, sebagaimana yang dikutip dari detik.com.

Sungguh besar nilai uang yang berpotensi di korupsi, yang kalau tidak raib, dapat mebiayai banyak proyek. Untuk membangun pabrik mobil dengan kapasitas

produksi 100.000 unit per tahun, misalnya, diperkirakan membutuhkan Rp 50 triliun. Berapa banyak industri yang dapat dibangun dengan uang Rp. 240 triliun? Padahal dengan membangun industri besar dapat menyerap banyak tenaga kerja dan sektor riil akan berkembang, sehingga mengurangi tingkat kemiskinan.

Kini penurunan kemiskinan di Indonesia terus melambat, tingkat penurunannya hanya 0.7 persen untuk tahun 2012-2013, penurunan terkecil dalam satu dekade terakhir, Menurut Bank Dunia, sekitar 68 juta penduduk Indonesia tetap rentan jatuh miskin. Pendapatan mereka hanya sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan keluarga miskin. Guncangan ekonomi seperti jatuh sakit, bencana atau kehilangan pekerjaan, dengan mudah dapat membuat mereka kembali jatuh miskin.

Lambatnya pengentasan kemiskinan di Indonesia, merupakan salah satu indikasi bahwa program-program pembangunan untuk mengentaskan kemiskinan tidak berjalan maksimal. Salah satu penyebabnya karena proyek-proyek untuk membantu rakyat miskin masih saja dikorupsi. Penyaluran beras miskin, umpamanya, atau kredit mikro yang tidak tepat sasaran,

menyebabkan program pengentasan kemiskinan sangat lambat.

Memang dampak korupsi meluas dalam seluruh lini kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Bila korupsi telah menyerang penguasa, baik legislatif, eksekutif maupun yudikatif, maka lagi-lagi rakyat yang menjadi tumbalnya. Korupsi di sektor legislatif, misalnya, bukan tidak mungkin pengesahkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) diwarnai dengan penuh titipan kepentingan. Hal demikian bisa saja menjadi pintu masuk korupsi.

Sementara lembaga eksekutif sebagai pelaksana pemerintahan – bila dipimpin oleh pemimpin yang terkena “virus korupsi”, maka anggaran belanja pemerintah menjadi lahan subur bancakan. Anggaran proyek di-mark up sedemikian rupa, hanya untuk mencari rente dari sebuah proyek. Akibatnya, kualitas proyek kualitasnya jauh dari yang diharapkan. Lihat saja, hampir setiap tahun pemerintah memperbaik pembangunan jalur Pantura. Jalur ini dari tahun ke tahun selalu rusak dan selalu diperbaiki. Anenya, waktu perbaikan selalu di bulan Ramadhan, sehingga pekerjaan harus dikebut untuk mengantisipasi lonjakan arus mudik yang memadati ruas

Dampak korupsi meruntuhkan sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Amoral dan kemiskinan menjadi potret negara yang terkena virus korupsi. Bagaimana dengan Indonesia?

jalan tersebut. Bukan tidak mungkin modus operandi demikian merupakan akal-akalan untuk membuka cela korupsi.

Sebaliknya bila korupsi menimpah lembaga yudikatif (penegak hukum), maka sudah dapat dipastikan hukum akan tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Orang-orang yang punya kemampuan financial, bukan tidak mungkin akan kebal hukum. Kalau pun terkena jerat hukum, ponisnya jauh lebih ringan dari yang seharusnya diterima.

Lagi-lagi akibat korupsi, rakyat kecil yang harus memikul “tumbal”. Dimana akses rakyat terhadap pendidikan dan kesehatan menjadi sulit. Keamanan suatu negara terancam. Citra pemerintahan yang buruk di mata internasional akan menggoyahkan sendi-sendi kepercayaan pemilik modal asing, sehingga krisis ekonomi menjadi berkepanjangan, dan negara pun menjadi semakin terperosok dengan lilitan hutang.

Perkara Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) baik dari kalangan eksekutif, yudikatif maupun legislatif menunjukkan adanya kemandulan dalam memberantas korupsi. Kasus korupsi yang diduga melibatkan para menteri, mantan menteri, gubernur, mantan gubernur, bupati, mantan bupati dan lain sebagainya menunjukkan bahwa para pejabat negara yang diharapkan menjadi tauladan bagi masyarakat luas mengenai tertib hukum dan tertib sosial, justru harus duduk dikursi pesakitan karena tindak pidana korupsi.

Kini pemerintahan Joko Widodo mencoba melakukan transformasi di berbagai bidang. Di sektor perizinan, umpamanya, kini mulai diberlakukan Perizinan Terpadu Satu Pintu (PTSP) yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Dengan sistem ini, BKPM memangkas perizinan hingga 520 hari. Dimana perizinan end to end sektor perindustrian memakan waktu hingga 672 hari, namun dengan diberlakukannya PTSP Pusat, proses tersebut dipangkas menjadi 152 hari. Dengan penerapaan PTSP, mengurangi ekonomi biaya tinggi.

Langkah ini merupakan salah satu instrumen untuk menutupi cela-cela korupsi. Dan kebiasaan pemerintah Jokowi dan para menterinya melakukan blusukan dan inspeksi mendadak patut mendapat acungan jempol bahwa pemimpin jangan hanya puas menerima laporan dari bawahan. Dia harus langsung terjun ke lapangan untuk melihat langsung denyut permasalahan yang ada di lapangan. Semoga blusukan dapat menjadi budaya yang berimplikasi membangun moral aparatur pemerintah. Samsuhaili

KARENA KORUPSI RAKYAT JADI MELARAT

24 25DESEMBER 2015 DESEMBER 2015

LAPORAN UTAMA

Perkara kejelasan Jabatan Fungsional di Kemlu merupakan salah satu keluh-kesah yang cukup riuh berseliweran di kantin Kemlu. Sebagai ilustrasi, tengok

saja percakapan suatu pagi di salah satu sudut kantin Kemlu pada medio September 2013. “Wah! masa sih grade Jabatan Fungsional gua cuman 7, satu tingkat dibawah grade Eselon IV paling rendah ”, keluh Drama Kumbara (nama disamarkan), seorang PDLN bergelar Minister Counsellor yang baru pulang dari penugasan ke-4 di Perwakilan RI di luar negeri pada Juli 2013, sambil memainkan sebatang rokok di jarinya pertanda sedang galau. Usut punya usut, Drama Kumbara saat ini ditempatkan di Satuan Kerja Pendukung/Supporting Unit yang tidak memiliki “rumah” untuk Jabatan Fungsional Diplomatik.

“Wah, saya ini mantan Kepala Perwakilan loh!, grade saya cuma 8 dan kerjaanpun belum jelas”, timpal Duta Besar Brahma Grandio Putro. Kegelisahan Pak Dubes ini tentu bukan hanya soal penghasilan yang rendah terkait grade-nya yang rendah pula. Bagi Dubes Brahma, kegusaarannya lebih persoalan eksistensi, dignity dan nilai guna seorang mantan Kepri

bergelar Dubes yang ingin diperjelas. Pak Dubes tentunya ingin dapat memberikan sumbangan yang lebih besar kepada negara melalui kejelasan status. Terlebih, melihat banyak diplomat muda melejit. Maklum, para pejabat fungsional senior tersebut sering melihat hiruk pikuk para yuniornya, diplomat muda yang telah menduduki Eselon II sibuk berdiskusi, membuat masukan, hilir mudik ke luar negeri untuk membahas dan memperjuangkan kepentingan strategis Indonesia di dunia internasional.

“Apalagi saya Pak, dari posting ke posting, APTLN saya 55% mulu,” sambar Larasantika (bukan nama sebenarnya), BPKRT yang baru pulang dari penempatan kedua. “Terus juga tidak jelas karir saya ke depan”, tambah Larasantika. Kegusaran Larasantika musti dimaklumi. Memang, sampai saat ini belum ada kejelasan tentang dua perkara BPKRT yang saling kait mengkait, yaitu soal jenjang karir dan jenjang besaran TPLN.

Kegalauan te rsebut hanya mengekspresikan sebagian persoalan sistem Jabatan Fungsional di Kemlu saat ini. Kegalauan dan tuntutan internal Kemlu akan kejelasan status Jabatan Fungsional,

khususnya Jabatan Fungsional Tertentu semakin membuncah seiring berlarut-larutya isu tersebut. Masih berjibun “pekerjaan rumah” terkait penataan sistem Jabatan Fungsional di Kemlu yang harus diselesaikan. Persoalan apakah Jabatan Fungsional Diplomat perlu di unit-unit pendukung (supporting unit) adalah salah satu pekerjaan rumah lainnya yang harus diperjelas.

Persoalan Jabatan Fungsional Diplomat di Kementerian Luar Negeri sebenarnya telah diatur 10 tahun yang lalu dengan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 87 Tahun 2005 tentang Jabatan Fungsional Diplomat dan Angka Kreditnya. Kemudian pada tahun 2008 diterbitkan Peraturan Presiden No. 22 Tahun 2008 Tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Diplomat. Bahkan, sebelumnya, sejak awal tahun 2000-an Sekretaris Jenderal Kemlu, Abdul Irsan (almarhum) telah memulai mencoba menerapkan Sistem Jabatan Fungsional Diplomat di Kemlu.

Namun demikian, sistem jabatan funsional di Kemlu saat ini masih seolah-olah “antara ada dan tiada”. Ada, memang karena sejak tahun 2005, terdapat sejumlah tanda keberadaan Jabatan Fungsional tertentu,

khususnya Jabatan Fungsional Diplomat. Bagi diplomat yang tidak menduduki Jabatan Struktural memperoleh jabatan fungsional dengan kelas jabatan (Pertama, Muda, Madya dan Utama ) dan menerima tunjangan fungsional. Di Perwakilan RI, para pejabat fungsional diplomat mengumpulkan angka kredit sebagai syarat untuk kenaikan gelar diplomatiknya. Untuk kenaikan gelar tertentu seperti menjadi Counsellor dan Minister Counsellor, para diplomat juga disyaratkan untuk terlebih dahulu lulus sekolah/kursus Sesmadya atau Sespa. Sekilas, terlihat mulai ada pola garis penghubung antara elemen persyaratan terwujudnya system Jabatan Fungsional Tertentu.

Namun, untuk menjadikan sistem Jabatan Fungsional lebih jelas dilihat dan dirasakan di Kemlu, masih banyak hal yang perlu dikerjakan. Untuk Jabatan Fungsional Tertentu (JFT) Diplomat/JFD, walaupun telah memiliki dasar hukum dan mulai terpola, masih perlu penyempurnaan di sana sini. Sebut saja beberapa diantaranya yang utama: Sistem penilaian melalui angka kredit sejauh ini hanya diterapkan di Perwakilan RI, sementara di dalam negeri belum karena belum adanya pengklasifikasian jenis pekerjaan di Pusat bagi setiap kelas JFD sesuai dengan kompetensinya.

Yang lebih tidak jelas lagi, nasib Diplomat yang ditempatkan di unit pendukug seperti Sekretariat Jenderal, Inspektorat Jenderal, Sekretariat Ditjen, dan Sekretariat BPK, namun tidak menduduki Jabatan Struktural. Tak heran, jika Jabatan Fungsional khususnya JFT yang sejatinya jabatan keahlian, justru masih dianggap “barang tak terpakai”.

Selain mengerjakan jenis-jenis

pekerjaan yang oleh sebagian pihak dianggap tidak sesuai dengan kopetensi diplomat, JFD di satuan kerja-satuan kerja dan unit-unit pendukung juga menerima grade (tingkat) lebih rendah sehingga Tunjangan Kinerja-nya lebih rendah dari grade Tunjangan Kinerja yang diterima para diplomat yang setingkat pada unit-unit operasional, apalagi yang menduduki jabatan struktural. Pendek kata, para diplomat dimaksud tidak dianggap diplomat karena dikelompokan sebagai Jabatan Fungsional Umum.

Bagi dua jabatan penting lainnya di Kemlu yaitu Pejabat Komunikasi (PK) dan terutama BPKRT, selama ini, sebutan dan status Jabatan Fungsional Tertentu-nya berada pada status kejelasan yang berbeda. Untuk PK nasibnya masih lebih jelas dari BPKRT. PK dengan jabatan fungsional keahlian di bidang persandian telah memiliki pengelompokan dan kelas jabatan. Dari aspek kompetensi, PK dibagi dua tingkat yaitu “Terampil” dan “Ahli” . Untuk tingkat “Trampil” kelas jabatannya terdiri dari “Pelaksana”, “Pelaksana Lanjutan”, dan “Penyelia”. Sedangkan kelas jabatan untuk tingkat “Ahli” terdiri dari “Pertama”, “Muda”, dan “Madya”.

Namun demikian, dari aspek Tunjangan Penghasilan Luar Negeri, tingkat kompetensi dan kelas jabatan tersebut belum dijadikan dasar penentuan tingkat besaran TPLN. Penentuan besaran TPLN Pejabat Sandi (PS), sebelum dirubah menjadi PK, didasarkan pada penyetaraan kelas jabatan dengan gelar diplomatik. Sejak tahun 2011, dengan merujuk Surat Menteri Keuangan No.S-730/MK.02/2011, tingkat TPLN PK ditentukan berdasarkan PGPNS. Hal tersebut dilakukan sementara belum terdapatnya aturan tentang dasar pemberian TPLN berdasarkan kelas jabatan fungsional PK.

Nasib yang perlu lebih diperjelas lagi adalah status jabatan fungsional BPKRT. BPKRT belum memiliki jenjang/kelas jabatan. Boro-boro kejelasan soal jenjang jabatan, besaran Tunjangan Penghasilan Luar Negeri (TPLN)-nya pun selama ini “jalan ditempat”. Dari penempatan ke penempatan angkanya tetap 55% dari TPLN pejabat diplomatik dengan gelar terendah.

Upaya memperjelas status jabatan fungsional BPKRT konon telah dilakukan melalui paling tidak diterbitkannya Permenlu 03 Tahun 2009 yang mengatur sebagian aspek tentang BPKRT. Namun, alih alih dapat kejelasan tentang substansinya, keberadaan fisik Permenlu tersebut malah tidak jelas juntrungannya. Permenlu tersebut konon telah ditandatangani Menlu, tetapi umumnya karyawan Kemlu, tidak pernah melihat itu barang.

Kemlu sadar betul bahwa kusut masai sistem Jabatan Fungsional harus segera diurai dan diselesaikan permasalahaanya. Pada sekitar awal 2014, seiring dengan diberlakukannya UU ASN No. 25 Tahun 2014, perkara sistem Jabatan Fungsional kembali menjadi sorotan. Sejak saat itu, dipicu tuntutan untuk merevisi Permenlu No. 04/2009 tentang PDLN PDK, Biro Kepegawaian dan BPO bersama Kelompok Kerja SDM Kemlu yang diketuai oleh Duta Besar Adiatwidi Adiwoso Abubakar bekerja marathon menyempurnakan penerapan sistem Jabatan Fungsional di Kemlu yang sebelumnya tak kunjung selesai. Lahirnya UU ASN tersebut adalah momentum yang mendorong semakin kuatnya gerakan penataan sistem Jabatan Fungsional di Kemlu. Mari kita berdoa dan dukung agar Biro Kepegawaian dan Kelompok Kerja SDM Kemlu dapat melakukan pekerjaannya, paling tidak dapat memperlihatkan pergerakan maju, sehingga para Pejabat Fungsional tidak lagi galau dan merasa menjadi laskar tak berguna atau second-class citizen.

DodoSudradjat

MENGURAI KUSUT MASAI PERKARA JABATAN FUNGSIONAL

26 27DESEMBER 2015 DESEMBER 2015

LAPORAN UTAMA

Andri (bukan nama sebe-narnya) masih terlarut dalam perasaan heran dengan pe-nempatannya selama masa magang. Andri merasa

latar belakang pendidikannya sama sekali tidak berhubungan dengan aktivitas yang dilakukannya. Hal ini membuatnya merasa khawatir ia tidak dapat melakukan pekerjaan dengan baik.

Andri tidak sendirian. Beberapa rekannya sesama peserta magang juga merasa kurang sreg dengan satuan kerja dimana mereka ditempatkan selama masa magang.

Dilihat dari sisi psikologis, Andri sangat mungkin mengalami demotivasi dalam bekerja karena merasa tidak puas

dengan penempatannya. Sebagai peserta magang, ia dan teman-temannya tidak dapat memilih di mana dia akan ditempatkan. Ketidaksesuaian antara harapan dengan kenyataan dapat melunturkan rasa percaya diri Andri. Setelah melalui proses seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil Kementerian Luar Negeri yang cukup panjang dan persaingan yang sengit, Andri berharap dapat diterjunkan sebagai seorang diplomat. Terlebih lagi, proses rekrutmen dan seleksi pegawai Kemlu adalah yang terbaik di antara lembaga Pemerintah Indonesia. Naif memang, tapi mungkin itu yang ada di benak setiap pegawai Kemlu yang baru saja bergabung.

Berdasarkan teori motivasi self-efficacy, demotivasi dapat muncul

jika seseorang merasa tidak mampu mengerjakan tugas yang diberikan. Salah satu contohnya adalah karena pekerjaan yang diberikan tidak sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Disebutkan oleh Robins dan Judge 1, seseorang dengan self-efficacy yang rendah akan mengurangi usaha untuk menyelesaikan pekerjaan dan lebih mudah menyerah jika ia merasa pekerjaan yang diberikan tidak sesuai dengan kemampuannya. Sebaliknya, seseorang dengan self-efficacy yang tinggi justru meningkatkan usaha untuk menyelesaikan

pekerjaan dan berusaha untuk menaklukan semua tantangan. Oleh karena itu, motivasi pegawai sangat berkaitan erat dengan produktivitas.

Dalam prinsip manajemen, fungsi manajemen itu sendiri adalah untuk merencanakan (planning), mengatur (organizing), menyusun kepegawaian (staffing), mengkoordinir (coordinating), dan mengendalikan (controlling). Seluruh fungsi manajemen sangat penting untuk dijalankan dan saling berkaitan dengan erat. Akan tetapi, seringkali fungsi staffing disebut paling penting karena mengatur fungsi kepegawaian yang merupakan aset terpenting dalam satu lembaga atau perusahaan. Pada kasus ini, fungsi kepegawaian sangat dibutuhkan untuk menempatkan pegawai pada posisi yang tepat.

Sebagai salah satu lembaga Pemerintah Indonesia, sudah tentu Kemlu memiliki satuan kerja yang khusus menangani penempatan pegawainya. Berdasarkan wawancara yang dilakukan dengan Kepala Bagian Perencanaan, Pengembangan, dan Pembinaan Pegawai, Bapak Bonifacius Riwi Wijayanto, Biro Kepegawaian bertugas untuk melaksanakan sebagian tugas Sekretariat Jenderal di bidang perencanaan, pengembangan, pembinaan, dan pelaksanaan sistem manajemen sumber daya manusia, pengelolaan administrasi kepegawaian Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI serta administrasi pegawai setempat di Perwakilan RI.

Menurut Boni, Biro Kepegawaian memetakan jabatan yang ada di Kemlu dan menentukan kriteria yang dibutuhkan untuk mengisi jabatan-jabatan tersebut. Hanya saja, untuk saat ini memang peta jabatan yang ada di Kemlu belum benar-benar menggambarkan posisi dan kriteria yang dibutuhkan. Kesulitan untuk membuat peta jabatan yang akurat disebabkan oleh pola karir di Kemlu yang unik dan berbeda dibandingkan dengan organisasi lainnya. Akibatnya, terdapat beberapa posisi yang diisi oleh seseorang yang kompetensinya tidak sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan.

Kesulitan yang paling banyak muncul adalah pada saat penarikan pegawai dari Perwakilan RI luar negeri dan menempatkan kembali ke Pusat. Seringkali posisi yang sesuai dengan kompetensi pegawai yang kembali dari luar negeri sudah terisi penuh. Akibatnya, Biro Kepegawaian harus memutar otak untuk memfasilitasi semua pegawai agar dapat ditempatkan pada posisi yang tepat.

Meskipun demikian, Biro Kepe-gawaian tetap akan mencocokkan sedekat mungkin antara kompetensi pegawai dengan posisi yang akan ditempati. Biro Kepegawaian tidak akan menempatkan seorang pegawai tanpa alasan yang jelas. Bahkan pada posisi Auditor pun, bisa saja diisi oleh seorang diplomat karena memang ada kebutuhan dan pertimbangan tersendiri.

Biro Kepegawaian pun senantiasa berkonsultasi dengan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi untuk menciptakan peta jabatan yang lebih akurat daripada yang ada saat ini. Hanya saja, memang dibutuhkan perhatian khusus dan usaha yang lebih agar permasalahan yang banyak menjadi perhatian pegawai dapat diselesaikan dengan baik.

Dalam melaksanakan tugasnya, Biro Kepegawaian memiliki berbagai jenis

metode dalam menentukan penempatan pegawai. Untuk melihat kepribadian seseorang, metode yang paling lazim digunakan adalah Minnesota Multiphasic Personality Inventory (MMPI). Bagi sebagian orang, metode ini sudah sangat akrab di telinga karena sering digunakan pada saat seleksi masuk dan juga pada saat akan ditempatkan di perwakilan. Metode ini sering menjadi bahan pembicaraan karena jumlah pertanyaan yang harus dijawab tergolong sangat banyak. Selain MMPI, sikap dan perilaku pada saat pelaksanaan diklat juga akan menjadi pertimbangan bagi Biro Kepegawaian terutama dari segi peminatan dan kepemimpinan.

Selain dari sisi kepribadian, Biro Kepegawaian juga terus memantau perkembangan pegawai melalui berbagai penilaian kinerja. Penilaian-penilaian ini berguna untuk melihat kinerja pegawai selama ditempatkan pada suatu posisi baik saat penempatan di dalam maupun luar negeri. Penilaian ini kemudian akan menjadi salah satu dasar untuk melihat kesesuaian kompetensi pegawai dengan karakteristik yang dibutuhkan untuk posisi tersebut.

Oleh karenanya, meskipun Andri merasa kurang sreg dengan posisinya saat ini, ia yakin bahwa keputusan yang menentukan posisinya sekarang adalah pilihan yang terbaik dan berdasarkan pertimbangan yang matang. Selain itu, ia juga menyadari bahwa sebagai pegawai di Kementerian Luar Negeri ia harus siap ditempatkan di manapun dalam kondisi apapun. Hal ini ia sadari sejak pertama ia mendaftar tes CPNS Kementerian Luar Negeri. Tidak tertutup kemungkinan ia dimutasi ke Perwakilan-perwakilan RI, termasuk hardship post, pada saat ia tengah menikmati satu posisi di Pejambon. Dalam perjalanan karir kedepannya pun belum tentu Andri ditempatkan sesuai dengan harapan dan keinginannya. Begitu juga dengan teman-temannya, bahkan para seniornya.

Agar dapat mendapatkan karir yang cemerlang di Kemlu, Andri harus berjuang dan bekerja sebaik mungkin di manapun ia ditempatkan. Ia harus dapat memanfaatkan segala peluang yang ada di depannya. Lagipula, seperti kutipan dari Bob Hope, “Saya selalu berada di tempat dan waktu yang tepat. Tentu saja saya yang membawa diri saya kesana.” Ditambah lagi sebuah kutipan dari Johnny Carson, “Bakat saja tidak akan membuat anda sukses. Tidak juga dengan berada di tempat dan waktu yang tepat, kecuali anda siap. Pertanyaan yang paling penting adalah: Apakah anda siap?”

MuhammadNuradiAkhsan

The right man, in the right place, at the right time, can steal millions. (Gregory Nunn)

PENEMPATAN PEGAWAI, TIDAK SEKADAR MENGAMANKAN POSISI

1. Robins, Stephen P. & Judge, Timothy A. 2007. Organizational Behavior 12th Edition. Pearson International Edition.

28 29DESEMBER 2015 DESEMBER 2015

LAPORAN UTAMA

Kerap dialami bahwa pegawai t idak memil iki data , informasi dan pengetahuan yang memadai untuk mendukung penyelesaian

pekerjaan. Bahkan banyak diantaranya harus memulai dari nol. Bila ditelisik, ini menyangkut cara – organisasi dan pegawai - mengelola data, informasi, dan pengetahuan. Tapi pengetahuan itu apa sih? Yang pasti, pengetahuan itu bukanlah informasi atau data semata. Pengetahuan itu dihasilkan antara lain dari mengolah data dan informasi.

Definisi yang sering digunakan untuk pengetahuan adalah “a fluid mix of framed experience, values, contextual information, expert insight, and grounded intuition that provides an environment and framework for evaluating and incorporating new experiences and information. It originates and is applied in the mind of the knowers. In organizations it often becomes embedded not only in documents or repositories, but also in organizational routines, practices and norms.” Sementara data diartikan sebagai “unstructured facts and figures that have the least impact on the typical manager.” Sedangkan pengertian informasi itu dapat dijumpai “in answers to questions that begin with such words as who, what, where, when, and how many.”

Sebagai salah satu kementerian tertua, Kementerian Luar Negeri dan pegawainya telah menghimpun banyak data serta informasi dan menghasilkan banyak pengetahuan serta pengalaman. Sebagian pengetahuan dan pengalaman itu terekam dalam laporan-laporan. Laporan-laporan tersebut seyogyanya menjadi sumber bagi pengambilan keputusan atau perumusan kebijakan. Lalu bagaimana faktanya?. Sebagai ilustrasi, tengoklah ribuan laporan dalam berbagai format dari 132 Perwakilan RI, yang menurut hitungan di atas kertas, khusus untuk Laoran Mingguan saja mencapai 6.874 buah setiap tahunnya. Apakah laporan-laporan tersebut telah digunakan sebagai dasar perumusan kebijakan, atau kebijakan hanya dibuat dengan bantuan mbah google atau menurut selera.

Lalu, apakah kita sudah menghimpun dan mengolah pengalaman, skill, dan pengetahuan yang diakumulasi pegawai Kemlu selama ini bagi kepentingan organisasi?. Begitu banyak pengetahuan dan pengalaman yang hilang terutama pas pegawai kita pensiun atau keluar dari Kemlu. Bahkan, terkadang kita tidak tahu kalau memiliki atau tidak memiliki pengetahuan. Pertanyaan mendasarnya adalah apakah kita menganggap pengetahuan itu penting?

Pertanyaan-pertanyaan ini terkesan naive, tetapi perlu dijawab untuk kelangsungan pelaksanaan tugas.

Ternyata bukan hanya Kemlu RI yang menghadapi persoalan dalam mengelola pengetahuan yang dimiliki. Menurut penelitian Organization for Economic Co-Operation and Development – OECD, tantangan utama perusahaan besar adalah mengelola pengetahuan miliknya yang tercerai-berai dalam organisasi sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan kinerja dan mencapai tujuan organisasi.

Istilah knowledge management masih tedengar kurang familiar memang, namun istilah tersebut sudah berkembang sejak tahun 90-an. Definisi paling canggih dari istilah tersebut adalah “knowledge management is a discipline that promotes an integrated approach to identifying, capturing, evaluating, retrieving, and sharing all of an enterprise’s information assets. These assets may include databases,

documents, policies, procedures, and previously un-captured expertise and experience in individual workers.”

Dunia swasta sudah relatif lama menganggap pengetahuan (knowldege) sebagai aset strategis untuk menghasilkan jasa atau produk unggulan ditengah-tengah persaingan ketat. Gagasan, informasi dan skill menjadi semakin penting dalam persaingan bisnis yang knowledge intensive. Tak heran masalah espinose industri/perusahaan menjadi isu hangat bagi negara maju. Sepuluh tahun terakhir, perusahan besar telah menerapkan strategi inovatif dalam menerapkan knowledge management antara lain dengan meningkatkan human capital (memangkas jenjang hirarki alias flat organization, mendorong knowledge sharing, dan membangun komunitas praktisi); menyesuaikan organizational capital dengan membangun data base, intranet, wiki-blogs dan sebagainya; membangun kultur pembelajaran; serta

mentransfer pengetahuan kepada pemangku kepentingan sekaligus menghimpun pengetahuan dari mereka.

Lalu apa arti penting knowledge management dalam diplomasi?. Menurut para ahli, kelangsungan diplomatic service terletak pada kemampuannya memanfaatkan pengetahuan dalam perumusan kebijakan. Jovan Kurbalija, mantan diplomat yang menggeluti aplikasi teknologi informasi dalam diplomasi,

mengidentifikasi empat elemen yang akan bermanfaat bagi suatu Kementerian Luar Negeri dalam menjalankan tugas diplomasinya yaitu penggunaan teknologi informasi; otomasi prosedur melalui work flows; otomasi tugas-tugas rutin; dan menghargai pengetahuan (knowledge) sebagai sumber daya utama organisasi.

Sudah banyak Kementerian Luar Negeri yang menerapkannya, salah satunya Kementerian Luar Negeri Amerika Serikat yang paling maju dan serius menggarap pengetahuan sebagai penopang utama diplomasi. Kemlu Amerika Serikat memandang knowledge management sebagai “to harness departmental and whole of government knowledge, so that it is retained, shared and its use optimized in the pursuit of national interests abroad”.

Dalam laman State Departement AS tertulis “effective use of the Department’s knowledge resources is important and urgent on numerous levels -- the success

of American diplomacy, the Department’s leadership of the foreign policy process, the efficiency of its organizations, and individual job satisfaction. The Knowledge Leadership initiative recognizes that the Department’s knowledge base is an important asset that deserves purposeful management. Just as important, it provides new means of communication and collaboration that give Department personnel a sense of shared ownership and change and expand the way they employ knowledge resources in their work.”

Sudah saatnya penerapan knowledge management diperkuat guna menopang diplomasi.Secara praktis, knowledge management memang bukan hal baru bagi Kemlu RI, namun baru sebatas pada pengumpulan data, informasi, dan pengetahuan secara terbatas dan konvensional. Faktanya, alih-alih laporan-laporan tersebut dibaca isinya dan dimanfaatkan sebagai pengetahuan, sering keberadaan laporan tersebut sulit dilacak. Persoalannya adalah belum terdapat sistem untuk me-retrieve secara mudah data dan informasi yang sudah terhimpun dan mengolahnya menjadi intisari data, informasi dan pengetahuan yang siap dimanfaatkan dengan mudah.

Demikian halnya, belum terdapat mekanisme yang solid untuk menarik dan memanfaatkan pengetahuan para pejabat senior serta meneruskannya ke generasi baru. Memang terdapat memorandum akhir jabatan dan acara debriefing Dubes, namun mekanisme tersebut masih jauh dari memadai sebagai knowledge management .

Dahulu , Kemlu memil ik i best practice yakni membuat buku-buku pedoman dan buku saku untuk pelaksanaan tugas di Perwakilan. Buku-buku itu disusun berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang telah diakumulasi oleh organisasi dan diplomat. Proses penyusunannya pun melalui proses diskusi yang menarik, lihat saja bagaimana pentunjuk penanganan isu Timor Timur (ketika itu) untuk pejabat penerangan disusun. Setiap Perwakilan melaporkan penanganan persoalan itu ke Pusat untuk diolah dan diramu menjadi best practices and lessons learned yang dikirim kembali kepada setiap Perwakilan. Sayangnya, Kemlu sekarang tidak lagi mengeluarkan buku-buku serupa lagi. Kalaupun ada, buku itu tidak menjadi living document alias tidak pernah di-update.

Untuk membangun kolaborasi antar pegawai dalam memecahkan suatu persoalan, Kemlu juga telah berupaya menggunakan intranet sebagai sarana crowd sourcing. lewat intranet.kemlu.

KnOwleDGe MAnAGeMenT DAlAM DiPlOMASi:

TAK CUKUP TANYA MBAH GOOGLE

go.id. Sayangnya tidak terlalu ramai pembicaraan di dalam media itu, mungkin juga tidak menarik karena informasi yang tersedia juga tidak update. Alternatifnya, pegawai lebih cenderung menggunakan jalur-jalur whatsapp untuk berdiskusi terakit masalah pekerjaan. Contoh lain dari ketidaksinambungan inisiatif-inisiatif knowledge management adalah rookies forum. Forum yang memberikan kesempatan bagi diplomat – utamanya yang junior- untuk berdiskusi dan memperkaya pengetahuan sudah tidak jelas lagi keberadaannya.

Lalu apa yang perlu dilakukan untuk mengelola data, informasi, dapengetahuan yang sangat berharga tersebut?. Sebagai langkah awal, ada tiga hal yang bisa dilakukan untuk memperkuat knowledge management di Kemlu: Pertama, melakukan restrukturisasi kelembagaan dan tata laksana (business process) dengan memasukkan unsur-unsur knowledge management dengan dukungan teknologi informasi dan komunikasi (TIK). Intinya adalah membuat alur kerja yang memudahkan pertukaran informasi, data, dan pengetahuan di dalam struktur Kemlu. Saat ini, Kemlu tengah menata kembali lembaga dan tata laksananya untuk menjamin agar struktur dan business process dapat mendukung perumusan kebijakan.

Kedua, mempercepat implementasi Cetak Biru Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) Kemlu (Master Plan Information Communication Technology) Kemlu untuk memenuhi kebutuhan dasar dalam mengelola data dan informasi serta otomatitasi kegiatan-kegiatan rutin yang bersifat administratif dan pelayanan. Dengan TIK kita bisa memudahkan pengelolaan pengetahuan.

Ketiga, dan yang paling menantang adalah mengubah budaya dan pola pikir organisasi dan pegawaianya terhadap pengatahuaan itu sendiri. Kita perlu hakul yakin bahwa pengetahuan dan sumber daya manusia merupakan asset paling berharga . Kebiasaan untuk berbagi pengetahuan belum menjadi second nature di Kemlu.

Seperti semua hal dalam suatu birokrasi, semua itu bergantung pada mind set dan komitmen semua pegawai, terutama pimpinan, tentang betapa pentingnya pengetahuan sebagai aset. Tanpa strategi dan sistem knowledge management Kemlu hanya akan hidup moment by moment, tidak akan memiliki helicopter view dan tidak bisa berpikir jangka panjang. Toh diplomasi itu pekerjaan jangka panjang juga kan, tidak hanya sekedar memenuhi target-target jangka pendek atau selera massa.

YanuarNasrun

30 31DESEMBER 2015 DESEMBER 2015

Tepatnya pukul 12.00 siang dimana pegawai Itjen sedang istirahat, ada yang mau sholat dhuhur, ada yang mau makan siang dan ada juga yang kumpul-

kumpul dipojok lorong lantai VIII bersama

lebih golongan III/b, mau naik ke golongan III/c susah amat,” “emangnya kenapa?”, tanya temannya. Atas pertanyaan tersebut, si auditor menjawab “ya, karena saya belum lulus diklat penjenjangan Ketua Tim, bahkan saya sudah ikut diklat yang kedua kali ini belum lulus juga”. Ada yang nyeletuk memang BPKP itu kan singkatan dari Badan Penghambat Kenaikan Pangkat.

Auditor yang lainnya, Sohaebat (bukan nama sebenarnya), menimpali, “kalau saya masih auditor penyelia golongan III/b sudah 4 tahun dan baru lulus diklat penjenjangan auditor ahli tetapi ga saya usulkan untuk penyesuaian auditor

ahli”. “Emangnya kenapa kok ga di usulkan ke auditor ahli?, sahabatnya bertanya. Sohaebat menjawab “Ah ngapain nanti jadi auditor ahli mau naik pangkat ke III/c persyaratannya makin susah lagi, disamping jumlah angka kredit kumulatifnya ber-tambah banyak, juga makin susah untuk meng umpulkan angka kredit dari unsur PP (harus mengumpulkan 8)”, keluh Sohaebat.

Lain lagi dengan Hendfree (nama samaran) yang menyampaikan unek-uneknya panjang lebar. “Saya sudah golongan IV/a lebih dari 4 tahun belum naik pangkat/golongan, dan sudah mendapat surat peringatan/ teguran dari atasan lagi. Bukan karena saya tidak mengumpulkan angka kredit, bukan karena malas, bukan karena tidak bisa bekerja, tetapi masih belum cukup angka kredit untuk unsur PP yaitu baru mengumpulkan 5 yang seharusnya 15, jadi masih kurang 10 lagi. Sedangkan mencari angka kredit 1 saja untuk delta PP selama setahun ga dapat-dapat. Coba bayangkan setiap ikut PKS/FGD/PPM nilainya hanya 0,100 setiap materi, dan sehari yang dinilai maksimal hanya 2 materi berarti mendapat angka kredit : 2 x 0,100 = 0,200. Kalau Itjen dalam setahun hanya mengadakan PKS/FGD/PPM 5 kali @ 2 materi berarti setahun hanya mendapat angka kredit : 10 x 0,100 = 1,00. Sedangkan saya harus mengumpulkan angka kredit sebanyak 10 lagi, kalau setahun hanya dapat 1,00 berarti memerlukan waktu 10 : 1,00/tahun = 10 tahun lagi untuk naik pangkat apa ga pusing tuh”.

Keluh kesah di atas hanyalaH bagian dari gambaran yang memperlihatkan adanya kendala dalam pengembangan profesi selama ini di Inspektorat Jenderal. Hal ini disebabkan karena minimnya kegiatan untuk pengembangan profesi seperti Study banding, PKS/FGD/PPM di laksanakan dilingkungan Itjen. Disamping itu masih rendahnya minat dari Auditor untuk menulis, atau menyadur untuk dimuat dalam majalah yang dapat menambah angka kredit dari unsur PP. Serta masih minimnya Auditor untuk melakukan kegiatan yang bisa masuk dalam unsur PP seperti menyampaikan ilmu yang telah didapat dari Bimtek-bimtek kepada teman Auditor lainnya dilingkungan Itjen baik sebagai nara sumber atau anggota.

Namun, Alhamdulilah perlu di-syukuri dan diapresiasi, saat ini Itjen telah memberikan kesempatan kepada para auditor untuk melakukan kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan profesi seperti PKS/PPM atau menulis/menyadur untuk mengisi majalah di itjen guna mendapatkan angka kredit dari unsur pengembangan profesi.

Rajimin

KELUH KESAH PERKARA PANGKAT AUDITOR

para auditor saling bercanda, bersendau gurau, saling meledek dan ada juga yang kelihatan serius sedang berbincang-bincang membicarakan masalah yang berkaitan dengan auditor, mulai dari masalah susahnya mengumpulkan angka kredit khususnya unsur pengembangan profesi (PP), masalah tertundanya kenaikan pangkat atau jabatan auditor sampai masalah diklat penjenjangan auditor ditingkat Ahli, tingkat Ketua Tim, maupun tingkat Pengendali Teknis yang susah lulus dsb.

Dalam perbincangan tersebut ada salah satu auditor, sebut saja namanya Pulan, bercerita, “wah, saya sudah 4 tahun

LAPORAN UTAMA

32 33

WAWANCARA

DESEMBER 2015 DESEMBER 2015

Bagaimana mulanya Ibu terlibat aktif pada pembahasan di Kelompok Kerja (Pokja) Sumber Daya Manusia (SDM) dan guliran prosesnya?

Ketika pada awal 2014 saya kembali bertugas di Kementerian dan menunggu tugas baru di Satker, Sahli Manajemen, waktu itu Bapak Ibnu Said, menugaskan untuk mereviu Permenlu 04/2009 tentang Pejabat Dinas Luar Negeri (PDLN) dan konsep Permenlu 03/2013 tentang Pejabat Dinas Luar Negeri Non-Diplomatik (PDLN Non-Diplomatik). Ketika itu Pokja SDM belum terbentuk. Bersama 15-25 rekan-rekan yang memiliki “passionate” untuk membenahi SDM Kemlu, kita sebutkan kelompok “Agents of Change”, melakukan reviu kedua dokumen tersebut pasal per pasal. Hal ini dilakukan setelah jam kantor (ala RDK) dan dilakukan secara marathon. Tiap hari Senin dan Rabu untuk Permenlu

Di tengah perjalanan panjang pembenahan tata kelola organisasi dan manajemen Kementerian Luar Negeri, masalah penerapan Sistem Jabatan Fungsional adalah salah satu cukup pelik karena memiliki ketentuan-ketentuan serta perangkat

yang cukup banyak. Terlebih dengan terbitnya UU No. 5 Tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) yang lebih mengedepankan prinsip “kaya fungsi dan miskin struktur”, menjadikan upaya tersebut memerlukan waktu karena adanya penyesuaian. Untuk mengetahui lebih dalam mengenai “kerja ekstra” menyempurnakan sistem Jabatan Fungsional Diplomat (JFD), pada Kamis, 26 November 2015, Redaksi Quas melakukan

04/2009, serta setiap Selasa dan Kamis untuk 03/2013. Karena kelompok tersebut belum terlembaga dan tidak memiliki anggaran tersendiri, biaya rapat ditanggung atas bantuan unit terkait. Pembahasan dalam rapat tersebut cukup dinamis dan banyak pemikiran yang baik. Disahkannya UU No.5 Tahun 2014 tentang ASN mengubah fokus pembahasan menjadi pada bagaimana Kemlu menyikapinya dan langkah apa yang perlu dipersiapkan. Ketika itu diperkirakan perlu dilakukan penyusunan sebanyak 22 konsep Permenlu guna mendukung sistem SDM yang memadai.

Kelompok ini yang merupakan cikal bakal dari Pokja SDM memperoleh dukungan Bapak Sekjen dan Bapak Sahli Manajemen, Sdr. Bagas Hapsoro. Saat itu, Pokja SDM terdiri dari 3 sub Pokja yaitu: Sub Pokja 1 untuk Diplomat diketuai oleh Ibu Karo Kepegawaian dan Kapusdiklat

membahas Permenlu 04/2009, revisi JFD, Perwakilan Rawan dan Bahaya, Diklat, Pejabat Perbantuan, Kode Etik Kementerian, dan Kode Etika Diplomat; Sub Pokja 2 untuk Non Diplomatik diketuai oleh Kapuskom membahas Permenlu 03/2013, BPKRT, Komunikasi, dan Pegawai Setempat; serta Sub Pokja 3 untuk masalah Keuangan diketuai oleh Karo BPO dan Karo Keuangan. Pembahasan pada periode tersebut banyak mengalami kendala akibat proses pada tingkat nasional, seperti belum tersusunnya peraturan turunan UU nomor 5/2014. Bahkan, ketika melakukan revisi JFD, Pokja harus melakukan revisi kembali karena harus harmonis dengan perkembangan penyusunan substansi perangkat peraturan perundang-undangan terkait di Kemen PAN&RB.

Pokja SDM periode ke-2 difokuskan untuk menyusun Naskah Akademik bagi

PEJABAT FUNGSIONALBUKAN SECOND-CLASS CITIzEN

wawancara dengan Duta Besar Adiyatwidi Adiwoso Admady, Pejabat Fungsional Diplomat Utama, yang kebetulan “ketiban” tugas tambahan sebagai Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Sumber Daya Manusia (SDM) Kementerian Luar Negeri. Dubes yang lebih dikenal dengan panggilan Dubes Wieke ini sejak awal 2014 telah bekerja maraton bersama Biro Kepegawaian, Biro Perencanaan dan Organisasi, Biro Keuangan, Direktorat Hukum, dan Pusat Komunikasi, memimpin pembahasan isu-isu SDM dan menyelesaikan penyusunan beberapa draft Peraturan Menteri dan dokumen terkait. Salah satu yang cukup pelik adalah terkait penerapan sistem Jabatan Fungsional di Kemlu. Berikut cuplikan wawancara dimaksud:

34 35DESEMBER 2015 DESEMBER 2015

WAWANCARA

pengajuan dua jabatan fungsional baru dan revisi JFD, menuntaskan konsep Kode Etik Kementerian dan Kode Etik Diplomat, pembahasan mengenai hal terkait Perwakilan Rawan dan Bahaya, peraturan terkait Pegawai Setempat serta hak keuangannya, konsep Perpres Tunjangan dan Fasilitas Kepri dan ASN di Perwakilan dan konsep Asosiasi Diplomat. Beberapa dapat dituntaskan dan sebagian terkendala terkait proses tingkat nasional. Pokja ini hanya berupaya untuk membantu unit-unit terkait dalam menyusun beberapa peraturan terkait SDM. Selain itu, Pokja merupakan wadah bagi rekan-rekan yang memiliki “passionate” masalah SDM untuk memberikan sumbangan nyata dan bermanfaat bagi perbaikan Kemlu. Hingga adanya rasa “sense of belonging” terhadap Kemlu ini.

Kemlu sebenarnya telah lama mencoba menerapkan jabatan fungsional. Bagaimana penerapannya hingga saat ini?

Sejak tahun 1997, jabatan fungsional untuk diplomat (JFD) telah diterapkan di Kemlu dengan Keputusan Menpan No. 174/1997. Ketika itu JFD dengan angka kredit diterapkan untuk di Perwakilan saja. Jumlah jabatan struktural di Kementerian masih memadai menampung putaran diplomat. Pada tahun 2005 dilakukan revisi terhadap JFD mulai dikembangkan penerapannya di Kementerian dengan membentuk rumah di Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOTK). Namun, kegiatan JFD yang disusun masih berorintasi pada kegiatan di luar negeri, sehingga angka kredit yang dibutuhkan seorang JFD berdasar kegiatannya tidak dapat tercapai, terutama ketika bertugas di pusat. Di SOTK memang ada rumah untuk JFD namun tugas dan fungsinya belum didefinisikan. Akibatnya, hingga saat ini JFD masih dipandang sebagai jabatan “penampungan” bagi yang tidak/belum menduduki jabatan struktural. Hingga saat ini jumlah yang menduduki non-struktural mencapai kurang lebih 553 pegawai yang terdiri dari berbagai jenjang gelar diplomatik.

Walaupun Kemlu sudah menerapkan JFD selama 18 tahun, namun dalam penerapnnya masih tertinggal dibanding sejumlah Kementerian lainnya. Bukan saja tugas dan fungsinya belum tertata, tunjangan jabatan fungsional sudah 10 tahun tak pernah tersentuh, karena anggarannya-pun belum tercermin. Selain itu, penetapan kelas jabatannya pun dilakukan dengan reka-reka. Bahkan beberapa mantan Keppri yang sudah bertugas lebih dari 20 tahun grade dan besaran Tunjangan Kinerjanya sama dengan

lulusan Sekdilu. Hal yang demikian perlu segera dilakukan koreksi, sehingga tidak ada anggapan dan perasaan bahwa Jabatan Fungsional adalah Second-class Citizen di Kemlu. Belum semua pegawai Kemlu paham tentang jabatan fungsional dan masih terikat pandangannya pada struktural. Dengan UU ASN menjadi tegas pembagian profesional antara tugas struktural yang manajerial dan fungsional yang keahlian. Semuanya akan memiliki fungsi dan tugas yang jelas dan tidak ada rasa “takut” diambil kerjanya dan terbentuk kerajaan-kerajaan kecil. Yang ditargetkan adalah adanya kerja sama yang lentur sesuai tuntutan dan dinamika permasalahan yang berkembang.

Ini merupakan tantangan kedepan bagi Kemlu selaku instansi pembina untuk rumpun hubungan politik dan luar negeri dapat mengembangkan JFD dan jabatan fungsional lainnya.

Apakah berarti pembahasan fungsional di Kemlu itu terlambat?

Tidak dan iya. Untuk JFD sudah sejak tahun 1997 dan di revisi pada tahun 2005, hanya belum memadai pada saat ini. Jika untuk BPKRT dan Pejabat Komunikasi dapat dikatakan lumayan terlambat. Mungkin dahulu dirasakan belum mendesak untuk mengembangkan rumpun Jabatan Fungsional Tertentu (JFT) di bawah Kemlu. Saat ini dengan semakin menumpuknya lulusan Sekdilu dan jumlah diplomat yang kembali tidak tertampung di struktural terdapat kebutuhan untuk menugaskannya pada JFT. Mungkin tidak terpikir sebelumnya bisa terjadi begini. Kalau selama ini yang diminta mengurusi fungsional duduknya di struktural, bisa terbayangkan.

Kemlu juga ada JF Arsiparis dan Auditor yang telah berkembang dengan baik. Juga telah dimulai untuk mengembangkan JFT lainnya seperti asesor kepegawain.

Dengan penerapan sistem jabatan fungsional yang baik di Kemlu, bagaimana pembagian tugas antara diplomat yang menduduki jabatan struktural dan yang menduduki JFD?

UU nomor 5/2014 dan juga di PP Manajemen diatur dengan jelas tugas struktural dan fungsional. Untuk jabatan struktural memiliki fungsi dan tugas lebih pada masalah manajerial yaitu antara lain mengatur, menetapkan, mempertanggung jawabkan dan melakukan koordinasi semua kegiatan, termasuk kegiatan para fungsional. Sedangkan fungsional memiliki tugas dan fungsi keahlian untuk melaksanakan program/kebijakan. Kalau diplomat melakukan tugas diplomasi sebagai keahliannya antara lain menyusun

program dan melaksanakan kegiatan terkait dengan diplomasi. Dengan kata lain JFD adalah para profesional diplomat. Bukan melakukan tugas administrasi karena merupakan tugas pejabat administrasi atau struktural. Pada akhirnya Kemlu dapat benar-benar diisi oleh para ahli diplomasi. Adanya upaya pemerintah untuk memperbaiki tunjangan kinerja khsusnya bagi jabatan struktural diharapkan masalah kesejahteraan dapat dirasakan sehingga tidak tergantung dengan tugas keluar negeri. Para JFD inilah yang kemudian merupakan ujung tombak bagi pelaksanaan diplomasi dan diberikan kesempatan untuk mengembangkan keahliannya.

Sampai dimana perkembangan hasil kerja POKJA SDM?

Sejak terbentuknya Pokja dan berkat kerja sama yang erat dan maraton para Karo dan rekan-rekan dari Kepegawaian, BPO, Keuangan, Puskom, Pusdiklat, Perlengakapan, dan Satker, Pokja dapat menyusun konsep Permenlu yaitu a.l. : Kode Etik Kementerian (sudah diundangkan); Kode Etik Diplomat dan Permenlu terkait Penugasan di Perwakilan Rawan dan Bahaya (masih tertahan di salah satu Eselon 1); Nasakah Akademik untuk revisi JFD, Naskah Akademik untuk pengajuan Jabatan Fungsional Penata Kanselerai; Naskah Akademik untuk Pengajuan Jabatan Fungsional Penata Teknologi Informasi dan Komunikasi Diplomatik (PTIKD); (sudah di ekpose ke KemenPAN-RB dan mendapat persetujuan prinsip); Pembentukan Asosiasi Diplomat; konsep Perpres untuk Hak Keuangan Pegawai Setempat (proses pengajuan); serta untuk konsep Tunjangan dan fasilitas Kepala Perwakilan dan ASN di Perwakilan (menunggu proses nasional). Saat ini Pokja sedang fokus untuk menuntaskan daftar kegiatan dan uji beban untuk JFD dan Penata Kanselerai yang kemudian segera akan dilakukan pembobotan. Sedangkan utk PTIKD akan maju kembali pada awal tahun 2016. Selain itu, juga sedang dituntaskan oleh BPO mengenai Perpres dan Permenlu yang berkaitan dengan Pejabat Teknis di Perwakilan RI.

Hal-hal apakah yang menjadi kekhasan Kemlu yang menghambat Jabatan Fungsional Tertentu?

Dari hasil uji beban, di Perwakilan mengalami kesulitan untuk menerapkan sesuai jenjang karena tidak semua terdapat semua jenjang JFD, khususnya di Perwakilan kecil. Sedangkan untuk Penata Kanselerai maupun PTIKD di Perwakilan dapat merangkap berbagai tugas tapi di Kementerian fungsi dan tugasnya memiliki

irisan dengan jabatan fungsional lainnya saat ini.

Bagaimana menurut Ibu presepsi umum di Kemlu terhadap Jabatan Fungsional?

Hingga saat ini mindset struktural dengan “silo-silo” atau kerajaan kecil masih kental di Kemlu. Seperti saya telah ungkapkan di awal bahwa masih terdapat pandangan bahwa JFD di Kementerian adalah jabatan “kelas dua” dan hanya untuk mengakomodasi yang tidak “kebagian” tempat di struktural. Masih nampak adanya keengganan atau belum paham untuk membagi tugas antara pejabat struktural dan pejabat fungsional. Sehingga hal ini berdampak pada belum tercerminnya alokasi anggaran untuk kegiatan para pejabat fungsional dalam berbagai jenjang.

Masih kental keengganan dari pejabat struktural untuk bekerja dengan pejabat fungsional senior. Namun beberapa yang telah faham dapat berkerjasama dengan baik. Seperti hal yang dilakukan di Pokja Diplomasi Ekonomi.

Dalam situasi saat ini di mana masih dibutuhkan berubahan pola pikir dan pengertian tentang jabatan fungsional di bawah ASN, perlu kiranya diberikan surat tugas bagi setiap pejabat fungsional apapun jenjangnya di setiap Satker. Dengan demikian, tugas dan penilainnya akan jelas. Hal itu diharapkan dapat menghilangkan adanya perbedaan perlakuan di Kementerian.

Apakah Jabatan Fungsional Diplomat bisa ditugaskan pada unit-unit pendukung?

Jika ditugaskan bisa saja, hanya angka kredit JFD yang bersangkutan tidak akan tercapai angka yang ditentukan yaitu 1265 jam/tahun. Permasalahannya hidup atau tidaknya JFD di unit-unit tersebut. Yang harus dipikirkan bagaimana JFD karena ditugaskan di unit pendukung tidak dirugikan kariernya.

Berarti rangkap jabatan struktural dan fungsional tidak memungkinkan?

Dalam beberapa peraturan dinyatakan tidak diperbolehkan. Namun dalam pembahasan RPP Manajemen, Kemlu telah memasukan prinsip tentang JFD dari UU 37/1999 pasal 52 (b) di mana dinyatakan bahwa JFD dapat duduk di struktural. Kita lihat saja jika PP Manajemen sudah ditanda tangani Bapak Presiden.

Bagaimana dengan Eselon III?Saat ini dan pada struktur barupun

masih dipertahankan bukan? Rencana secara bertahap akan dilebur seperti Eselon IV menjadi jabatan fungsional hanya di Satker operasional kecuali yang memiliki tugas dan

fungsi pelayanan publik. Dengan demikian ada lebih banyak dapat menampung JFD, di mana jumlah semakin meningkat namun rumahnya terbatas. Selain itu masih perlu diperbaiki tunjangan dan kelas jabatan fungsional dahulu sehingga tidak dirugikan.

Apa agenda-agenda yang masih perlu diselesaikan Pokja bekerjasama dengan unit-unit terkait di Kemlu?

Tugas Pokja selanjutnya tidak akan seambisius seperti sebelumnya. Sudah pasti mengawal terus revisi JFD dan pembentukan kedua jabatan fungsional baru dari pembobotan hingga Permenlu untuk juknisnya. Kemudian, awal tahun depan, Biro Perencanaan dan Organisasi akan memulai penyusunan analisa jabatan dan evaluasi jabatan bagi jabatan fungsional di Kementerian dan Perwakilan. Dengan hal ini, maka tunjangan dan kelas jabatan fungsional dapat diperbaiki. Selain itu juga akan dimulai penyusunan standar kompetensi oleh Biro Kepegawaian untuk semua jabatan struktur maupun fungsional di Kementerian dan Perwakilan. Jika semua sudah tersusun baru dapat ditetapkan kurikulum pendidikan dan pelatihan serta penyusunan pola karier.

Bisakah ibu memberikan perkiraan target waktu penyelesaiannya?

Diharapkan untuk JFD dan kedua jabatan fungsional baru pada paling lambat Juni 2016. Sedangkan analisa jabatan dan evaluasi jabatan akan dilaksanakan bersama dengan Biro Perencanaan dan Organisasi dengan harapan sebelum diterapkan SOTK baru. Kemudian akan dilakukan pengajuan perbaikan kelas jabatan dan tunjangan fungsional. Selain itu dibawah koordinasi Biro Kepegawaian, akan juga disusun Standar Kompetesi untuk setiap jabatan baik di Kementerian maupun perwakilan. Saya harapkan anggota Pokja, sekiranya masih dibentuk, bisa lebih fokus dan bukan merupakan tugas tambahan dan sampingan dan memiliki “passion” bagi perbaikan tata kelola masalah SDM agar target waktu dapat tercapai.

Apakah perkembangan pem-bahasan di Pokja SDM sudah dipahami oleh para pimpin Kemlu, dan bagaimana reaksi para pemimpin?

Pokja ini dibawah naungan Bapak Sekjen dan setiap berkala dilaporkan perkembangan pembahasan di Pokja dan juga bertanggung jawab kepada Bapak Sahli Manajemen yang selalu hadir dalam pertemuan-pertemuan Pokja. Pokja juga pernah menghadap dan memberikan paparan di depan Ibu Menteri. Ibu Menteri telah memberikan arahan dan berharap permasalahan SDM dapat dibenahi serta

membawa kesejahteraan bagi semua. Dalam beberapa kesempatan saya juga telah melaporkan kepada Bapak Wamenlu. Bahkan telah diberi kesempatan untuk mempaparkan kepada anggota TP Baperjakat. Pekerjaan Pokja saat ini masih membenahi berbagai fondasi/dasar dari pengaturan SDM yang pernah terbengkalai. Dengan demikian ke depan tidak lagi kaya benang kusut.

Bagaimana suka duka Ibu me mim-pin Pokja SDM?

Sukanya karena keanggotaan Pokja ini beragam dari diplomat, BPKRT, dan Komunikasi baik dari tingkat Eselon II maupun baru lulus Sekdilu secara bersama-sama membahas dan melaksanakan bagi perbaikan Kemlu serta menuntaskan penyusunan peraturan-peraturan yang dibutuhkan. Pada awal hanya antara 15-20 buah, saat ini hingga mencapai 70-an. Namun pada tingkat drafting dibagi kelompok. Terdapat antusias yang tinggi di lingkungan Kemlu untuk memperbaiki Kemlu. Hal ini yang mendorong saya untuk mencoba mendengarkan semua pihak dan merangkumnya pada konsep peraturan. Selain itu, dukungan dari Bapak Sekjen, Pak Sahli dan kerjasama dengan para Karo yang menjadikan dorongan dan semangat rekan-rekan untuk tak kenal lelah untuk memperjuangkan bagi perbaikan SDM Kemlu.

Kalau dukanya, permasalahan SDM memusingkan. Beberapa kebijakan nasional tidak pas diterapkan untuk Kemlu dan Perwakilan. Waktu kerja Pokja sering tidak kenal waktu bisa setelah jam kerja, marathon beberapa hari atau pada hari minggu. Pernah rasanya sebulan hari kerjanya 30 hari. Pokja ini untuk para anggotanya merupakan pekerjaan sampingan sehingga penyelesaian tugas sering mundur dari jadwal semula. Sering berakibat pada awal banyak tapi kemudian semakin menyusut keanggotaannya karena tugas. Memang sulit jika hal ini dikerjakan sebagai kerja sampingan dalam pembenahan SDM dan SOTK Kementarian dan Perwakilan karena harus dilakukan secara simultan sehingga semua menjadi satu kesatuan tidak tambal sulam. Hal ini dibutuhkan koordinasi yang kuat, di tengah pekerjaan rutin Biro Kepegawain dan Biro PO yang sangat banyak dan beragam.

Harapan Ibu ke depannya?Agar semua peraturan dan sistem tata

kelola SDM di Kemlu dapat dilaksanakan dengan baik dan terciptanya kondisi yang kondusif bagi pengembangan pro-fesionalisme serta terjamin kese jah-teraannya. Insya Allah.

36 37DESEMBER 2015 DESEMBER 2015

OPINI

oleh:ChrisnaE.Hernowo oleh:MohammadFatoni

Berbicara tentang aset organisasi, kita pasti akan selalu mengarah ke Bagian Perlengkapan. Mengapa demikian? Karena Bagian ini merupakan ujung tombak didalam pengelolaan aset. Tapi tahukah anda bahwa ada aset lain yang sangat menentukan bagi keberhasilan

suatu organisasi, aset yang jika dikelola secara benar akan menghasilkan sesuatu yang luar biasa. Aset itu bernama manusia alias pegawai.

Mengenal Aset OrganisasiJika Sun Tzu pada tahun 400an SM mengeluarkan

ajaran perang yang sangat terkenal yaitu “kenalilah musuhmu dan kenalilah dirimu, niscaya kamu akan memenangi ratusan peperangan” maka dalam sebuah organisasi juga bisa menerapkan ajaran tersebut. Tentu saja poin pertama dalam ajaran tersebut dalah “kenalilah musuhmu”. Kemudian ajaran yang kedua yaitu “kenalilah dirimu”.

Sangatlah banyak orang-orang yang hebat dalam menjalankan organisasi dan yakin potensi yang terpendam jauh lebih dahsyat dari yang terlihat dipermukaan. Ada model orang yang sama sekali tidak pernah berbicara dan mengusulkan ide-ide ketika hadir dalam suatu forum resmi tapi ketika ngobrol-ngobrol santai mampu menyampaikan ide-ide yang cukup baik yang tidak pernah terduga sebelumnya. Orang-orang seperti ini adalah orang yang selalu menyeimbangkan keadaan organisasi, atau memberikan warna dalam pergerakan organisasi, atau pula dapat disebut dengan “sedikit bicara banyak bekerja”.

Kebersamaan dan Pengembangan PotensiOrganisasi merupakan wadah/sarana bagi suatu kelompok

individu yang minimal punya suatu kesamaan visi dan misi. Satu hal yang sangat diperlukan oleh sebuah organisasi untuk mempertahankan keberadaannya adalah loyalitas dan kebersamaan dari anggotanya/pegawai.

Loyalitas erat kaitannya dengan kesetiaan. Seorang anggota yang memiliki kesadaran pribadi untuk memanfaatkan semua potensi yang ada dalam dirinya demi kemajuan organisasi. Loyalitas anggota/pegawai memegang peranan krusial dalam jalannya organisasi. Tata aturan yang sempurna, program kerja yang baik, tanpa disertai dengan loyalitas para eksekutornya adalah hal yang sia-sia.

Yang pertama, yang bisa kita lakukan adalah mengenal masing-masing pegawai. Mungkin sekali dua kali bisa mengadakan sebuah kegiatan yang melibatkan semua pegawai dapat berinteraksi dan

dapat saling mengenal. Yang kedua, mengadakan kegiatan-kegiatan sesuai basis organisasi untuk melibatkan pegawai secara aktif dalam organisasi baik berupa diklat atau kegiatan lainnya. Yang ketiga, saling memberikan penghargaan atau apresiasi atas pencapaian pegawai baik secara individu maupun organisasi. Apresiasi bisa menambah semangat bagi pegawai untuk mengembangkan potensi-potensi yang dimilik. Yang keempat adalah mengadakan diskusi-diskusi ringan. Dengan diskusi ini juga dapat menumbuhkan rasa

kebersamaan.

Tanpamu, Saya Bukan Apa-apaPemimpin itu manusia, wajarlah bila dalam

kesehariannya melakukan kesalahan. Mengapa seseorang ditujuk menjadi pemimpin? Tentulah karena dia dianggap cakap dan mampu memimpin orang-orang yang berada disekelilingnya demi kebaikan bersama.

Sebuah pertanyaan mudah yang terlontar dari sorang anak kepada ayahnya. “Ayah, apakah bisa disebut pemimpin tanpa ada orang yang dipimpin?” Sang Ayah yang notabene pimpinan puncak disebuah organisasi, tertunduk bingung dengan pertanyaan sang anak yang

simpel namun penuh makna itu.Dia merasa bersalah dengan sikapnya selama ini. Dia jarang

sekali meluangkan waktunya untuk bercanda ria dengan para stafnya disela kesibukannya. Selama ini setiap harinya hampir pasti meluapkan emosi dengan keadaan kantor yang tidak sesuai harapannya. Dia berpikir bagaimana caranya agar stafnya bisa bekerja dengan nyaman. Dia berpikir bagaimana agar suasana kerja, suasana di kantor kembali kondusif kembali ceria. Dia berpikir bagaimana agar semua staf bisa akrab dan merasa saling memiliki.Sampai dikantor, dia mencoba sebuah langkah kecil dengan mengucapkan salam kepada seluruh pegawainya ditempatnya bekerja. Sejak saat itu bertekad untuk selalu menjadikan setiap stafnya sebagai rekan kerja, sebagai manusia-manusia yang sederajat, tidak lagi mengedepankan otoritas, namun mengedepankan musyawarah dalam memutuskan suatu keputusan.

Tidak ada pemimpin yang berhasil tanpa ada rakyat atau staf yang berhasil pula. Tidak ada pemimpin tanpa ada staf yang dipimpin. Pemimpin sejatinya hanya wakil dari Tuhan untuk memimpin sekelompok orang demi kebaikan bersama. Pemimpin sejatinya hanya orang yang seharusnya melayani kepentingan sekelompok orang demi kesejahteraan dan kemajuan bersama. Bila sekarang kita menjadi pemimpin dan memiliki banyak staf, kelak kita pun akan pensiun. Jika selama memimpin, kita berlaku baik, adil bijaksana, mudah-mudahan ada bekas kebaikan yang tertinggi, yang tertanam dalam hati setiap staf dan rekan kerja kita.

APAKAH “KITA” JUGA SEBAGAI “ASET”

Secara etimologi, “Kinerja” berasal dari kata prestasi kerja (performance). Sebagaimana dikemukakan oleh Mangkunegara (2005) bahwa istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual performance (prestasi kerja atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang,

ataupun sekelompok orang), yang artinya hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang atau sekelompok pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Dengan demikian, Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning (program yang dianggarkan) suatu organisasi.

Kalbers dan Forgatty (1995 dalam Trisnaningsih 2004) mengemukakan bahwa kinerja auditor (subyek audit) sebagai evaluasi terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh atasan, rekan kerja, diri sendiri, dan bawahan langsung. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa kinerja (prestasi kerja) auditor adalah suatu hasil karya yang dicapai oleh seorang auditor dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan waktu yang diukur dengan mempertimbangkan kuantitas, dan ketepatan waktu. Kinerja (prestasi kerja) dapat diukur melalui pengukuran tertentu (standar), dimana kualitas berkaitan dengan mutu kerja yang dihasilkan, sedangkan kuantitas adalah jumlah hasil kerja yang dihasilkan dalam kurun waktu tertentu, dan ketepatan waktu adalah kesesuaian waktu yang telah direncanakan.

Jadi dapat diasumsikan bahwa, “Kinerja Audit” terkait persoalan-persoalan pekerjaan yang terkonsentrasi pada sistematika, infrastruktur Audit, Kode Etik Audit, Mekanisme, Prosedur, Standard Operating Procedure (SOP) institusi maupun subyek pelaku (Auditor) yang berkecimpung dalam Tata Auditnya. Kemampuan menciptakan dan melaksanakan elemen-elemen tersebut sangat menentukan Kinerja Audit. Sedangkan Audit kinerja adalah pemeriksaan secara objektif dan sistematik terhadap berbagai macam bukti (evidence), untuk dapat melakukan penilaian secara independen atas kinerja entitas atau program/kegiatan suatu organisasi yang diaudit. Dengan audit kinerja dimaksudkan untuk dapat meningkatkan tingkat akuntabilitas organisasi (swasta/pemerintah), dan memudahkan pengambilan keputusan oleh pihak yang bertanggung jawab untuk mengawasi atau memprakarsai tindakan koreksi. Variabel Audit kinerja dapat terdiri dari : Audit Ekonomi, Efisiensi, dan Program. Berikut ini dijelaskan masing-masing jenis audit kinerja tersebut.

Identifikasi Audit ekonomi dan efisiensi dapat terdiri dari : Pertama, Entitas telah memperoleh, melindungi dan menggunakan sumber dayanya (seperti karyawan, gedung, ruang, dan peralatan kantor) secara hemat dan efisien. Kedua, Penyebab timbulnya ketidakhematan dan ketidakefisienan. Dan Ketiga, apakah entitas tersebut telah mematuhi peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan kehematan dan efisiensi.

Pemetaan Audit ekonomi dan efisiensi dapat mem-pertimbangkan beberapa parameter dengan rincian, apakah entitas yang diaudit telah: 1) Mengikuti ketentuan pelaksanaan pengadaan yang sehat. 2) Melakukan pengadaan sumber daya (jenis, mutu, dan jumlah) sesuai dengan kebutuhan dan dengan biaya yang wajar. 3) Melindungi dan memelihara semua sumber daya negara yang ada secara memadai. 4) Menghindari duplikasi pekerjaan atau kegiatan yang tanpa tujuan dan kurang jelas tujuannya. 5) Menghindari adanya pengangguran atau jumlah pegawai yang berlebihan. 6) Menggunakan prosedur kerja yang efisien. 7) Menggunakan sumber daya (staf, peralatan dan fasilitas) secara optimum dalam menghasilkan atau menyerahkan barang/jasa dengan kuantitas dan kualitas yang baik serta tepat waktu. 8) Mematuhi persyaratan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perolehan, pemeliharaan, dan penggunaan sumber daya Negara. 9) Telah memiliki suatu sitem pengendalian manajemen yang memadai untuk mengukur, melaporkan, dan memantau kehematan dan efisiensi pelaksanaan program. 10) Telah melaporkan ukuran yang sah dan

dapat dipertanggungjawabkan mengenai penghematan dan efisiensi.

Audit Kinerja juga mencakup audit pelaksanaan perencanaan atau program yang

dianggarkan dalam satu periode tertentu, biasanya tahun anggaran. Pada audit

perencanaan ini pada dasarnya merupakan ejawantah dari pelaksanaan tugas pokok dan fungsi sebuah organisasi. Adapun cakupan Audit Program ini diantaranya dapat meliputi : Pertama, Tingkat pencapaian hasil program yang diinginkan atau manfaat yang telah ditetapkan oleh undang-undang atau badan lain yang berwenang. Kedua,

Efektivitas kegiatan entitas, pelaksanaan program, kegiatan, atau fungsi instansi yang

bersangkutan. Ketiga, Apakah entitas yang diaudit telah menaati peraturan perundang-

undangan yang berkaitan dengan pelaksanaan program/ kegiatannya.Dengan demikian, istilah Kinerja Audit dan Audit

Kinerja memiliki makna yang saling melengkapi dan tak terpisahkan. Dalam pengawasan internal, Audiat Kinerja dan Kinerja Audit sama pentingnya dan saling mendukung. Tidak mungkin terjadi Audit Kinerja yang baik tanpa Kinerja Audit yang baik pula.

KINERJA AUDIT DAHULU, AUDIT KINERJA KEMUDIAN

Manuasia/pegawai, merupakan aset yang paling berharga bagi organisasi. Oleh karena itu, pegawai sebagai aset organisasi harus dikelola dan dibina sesuai dengan tujuan pengembangan organisasi sehingga mampu menciptakan lingkungan kerja secara profesional.

38 39

RAgAM

DESEMBER 2015 DESEMBER 2015

Mengingat arsip dan kearsipan, serta arsiparis, tentunya teringat pula suatu pemeo yang tak terbantahkan: “verba

valent, scripta manent”, yang artinya kurang lebih adalah bahwa ucapan mudah sirna, namun tulisan akan tetap utuh terjaga. Karena utuh terjaga, maka pada akhir-nya budaya arsip yang membumi dan

berakar dalam kehidupan berbangsa akan menentukan nasib kemajuan peradaban bangsa itu sendiri.

Informasi dan arsip memiliki hubung-an yang sangat erat. Mereka diibarat kan sebagai dua sisi mata uang yang saling melengkapi, karena dengan adanya arsip yang tersimpan dengan rapi dan mudah diakses, maka informasi tentang peradaban suatu bangsa atau organisasi, bahkan orang

sekalipung dapat diakses. Meskipun arsip memiliki substansi

yang teramat penting dalam penulisan sejarah, namun di negeri ini tampaknya belum diikuti oleh kesadaran pengelolaan arsip yang baik. Sebagai gambaran umum bisa dilihat dari banyaknya dokumen atau arsip vital negara yang hilang, sulitnya me nemukan bahan arsip untuk penelitian, banyaknya institusi, lembaga, instansi yang

tidak memiliki records centre, dan masih banyak persoalan seputar dunia kearsipan di Indo nesia.

Berangkat dari permasalahan di atas, dapat dikatakan bahwa kesadaran untuk mengumpulkan, menyimpan, maupun menata berbagai dokumen atau arsip yang dinilai berharga belum banyak dilakukan. Bahkan, jika dikaitkan dengan persoalan kultur, kegiatan mengarsip dan kepedulian

“VERBA VALENT, SCRIPTA MANENT”

terhadap pentingnya arsip di negeri ini tergolong rendah.

Sudah bukan rahasia umum lagi untuk mencari dokumen yang tergolong lengkap tentang Indonesia mau tidak mau harus terbang ke negara lain. Sebut saja lembaga seperti Perpustakaan Universitas Leiden dan Pusat Penelitian Bahasa dan Antropologi di Belanda.

Satu contoh kasus kecil diawali dengan pertanyaan seputar tentang kisah Gedung Pancasila yang merupakan bagian dari Kementerian Luar Negeri, dimana terdapat cerita tentang Legenda Njai Dasimah yang mengatakan bahwa Gedung tersebut dahulu kala merupakan tempat tinggal Njai Dasimah yang menjadi istri simpanan seorang pria berkebangsaan Inggris bernama Edward William, apakah legenda ini benar adanya atau hanya sebuah cerita mitos? “verba valent, scripta manent”. Kemudian pertanyaan berikutnya adalah Apakah Kementerian Luar Negeri memiliki dokumen tentang struktur organisasi dari mulai berdirinya Kementerian Luar Negeri yang sebelumnya bernama Departemen Luar Negeri? Apakah Kementerian Luar Negeri memiliki dokumen tentang asset-asset kepemilikan Gedung pada Perwakilan RI di Luar Negeri.

Sudah sedemikian parahkah per-soalan yang berkaitan kearsipan atau do kumentasi di negeri ini? Bagaimana sebetulnya peta pendokumentasian di negeri ini? Apakah memang semua koleksi negeri ini tiada lagi yang tersisa sehingga untuk mempelajari sejarah negeri ini pun harus di negeri orang?

Kesadaran KearsipanDi dunia yang semakin kompleks ini,

kegiatan apapun tidak lagi mengandalkan ingatan pelaksana atau pelakunya. Apa yang harus dilakukan adalah mengelola informasi melalui pengelolaan arsipnya. “verba valent, scripta manent”

Sadar akan keterbatasan ingatan manusia, maka kesadaran untuk merekam segala aktivitas dalam wujud arsip dengan segala bentuknya menjadi sebuah keharusan. Apabila aktivitas untuk mendokumentasikan atau mengarsipkan segala aktivitas kehidupan sudah menjadi kesadaran maka berarti kita telah berupaya menghimpun pengetahuan, dan tinggal memanfaatkan himpunan pengetahuan tersebut bagi kemajuan peradaban manusia.

Kunci untuk memasuki wilayah sejarah ialah sumber-sumber seperti legenda, prasasti, monumen hingga dokumen-dokumen, surat kabar, dan surat-surat. Kesemua yang disebutkan di atas

merupakan rekaman aktivitas manusia.Segala sumber sejarah di atas tidak

akan sampai dari generasi satu ke generasi berikutnya kalau tidak ada kesadaran pengelolaan sumber atau tidak ada kesadaran arsip yang dimiliki. Oleh sebab itu keberadaan arsip sebagai salah satu sumber sejarah sebenarnya sejak awal masa penciptaannya sudah bisa diproyeksikan untuk berbagai kepentingan termasuk dalam rangka rekonstruksi sejarah.

Suatu bangsa terbentuk dari penga-laman bersama di masa lampau, maka sejarah menjadi esensial bagi nation. Urgensi belajar sejarah adalah agar manusia mengenal dirinya sendiri sebagai kelompok, menjadikan titik tolak pembangunan masa kini dan masa datang, karena peristiwa sejarah berkesinambungan dari lampau, kini dan datang, menemukan ilham dan keteladanan dari masa lampau demi hidup pada masa sekarang dan yang akan datang.

Arsip Statis Kementerian Luar Negeri Berkaca dari kejadian tersebut diatas,

pada tanggal 28 Oktober 2014 Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia bersama 12 (dua belas) lembaga pencipta arsip lainnya telah menyerahkan arsip statisnya ke Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Kementerian Luar Negeri telah menyerahkan 10 (sepuluh) boks arsip Memorandum Saling Pengertian.

Mengapa harus menyerahkan arsip statis ke ANRI ?

Serah terima arsip ini sejalan dengan amanat Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan Pasal 53 dan Pasal 77. Sebelum pelaksanaan serah terima arsip, tim akuisisi ANRI terlebih dahulu melak sa-nakan prosedur akuisisi arsip sesuai dengan Peraturan Kepala ANRI Nomor 31 Tahun 2011 tentang Tata Cara Akuisisi Arsip Statis.

Dengan telah diserahkanya arsip tersebut, Kementerian/Lembaga telah memenuhi amanat Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2009 tentang Kearsipan. Selain itu arsip yang diserahkan tersebut akan menjadi arsip statis yang menjadi identitas dan jati diri bangsa. Juga sebagai memori, acuan dan bahan pertanggungjawaban dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Arsip inipun akan menjadi aset nasional yang dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pemerintahan, pem-bangunan, penelitian, pembelajaran dan pengembangan ilmu pengetahuan.

“verba valent, scripta manent”

EndahHenyRahardianti

“Kata-kata yang diucapkan mudah untuk dilupakan, tetapi yang tertulis akan tetap utuh terjaga”

40 41DESEMBER 2015 DESEMBER 2015

WASWISWUS

Pada dasarnya, kinerja Instansi Pemerintah tak dapat dilepaskan dari kultur pegawainya yaitu kutlur PNS. Konteks sejarahnya dapat diuraikan sebagai berikut.

Dari masa ke masa, penamaan, sebutan, dan falsafah Pegawai Negeri mengalami evolusi. Pada masa kolonial Belanda hingga awal kemerdekaan, PNS disebut “Pangreh Praja”. Pangreh (Bahasa Jawa) berarti “memerintah” atau “menguasai”. Sedangkan Praja berarti “wilayah yang memiliki pemerintahan,” atau sekedar “tata pemerintahan”.

Jadi Pangreh Praja secara luas berarti “pemerintahan yang berkuasa untuk memerintah”.

Menjelang kemerdekaan, pada bulan April 1945, penguasa kerajaan Ngayogyakarta Hadiningrat (Yogya), yaitu Sri Sultan Hamengku Buwono IX, mencetuskan istilah Pamong Praja. Dalam Bahasa Jawa, Pamong berarti “mengemong” atau “mengayomi”. Dengan demikian, dalam pemerintahan keraton Yogyakarta, makna birokrasi berubah menjadi “pemerintahan yang mengemong rakyat”. Pejabat Yogya pun disebut penewu

(camat) pamong praja, wedana pamong praja, dan seterusnya. Tetapi, meskipun istilah ini sudah digunakan di Yogya, belum digunakan di daerah lain.

Dilihat dari maknanya, kedua falsafah tersebut memposisikan birokrasi lebih tinggi dibanding rakyat yang dilayani. Tetapi, falsafah pamong praja lebih mengurangi dimensi kekuasaan tersebut karena lebih mengedepankan gagasan mengenai “rasa kekluargaan” di dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Jadi, konsep ini masih mengandung sifat perrsonalized (mempribadi) dalam relasi fungsional.

Pemerintahan pun menjadi officialdom, atau “kerajaan pejabat”.

Namun, analisa post-factum tidak boleh anakronistik. Penilaian atas kondisi birokrasi pada masa itu harus ditempatkan pada konteks masa itu pula. Patut dicatat, bahwa hingga masa Sri Sultan Hamengku Buwono IX memperkenalkan konsep pengereh Praja tersebut, birokrasi pemerintahan memang masih didominasi ol;eh para priyayi sebagai kelas sosial.

Dalam perkembangannya, gagas-an mengenai pangreh praja atau pamong praja kemudian berubah melalui diper ke-nalkannya motto PNS sebagai Abdi Negara. Motto, yang merupakan cermin falsafah yang dianut ini justru memperkuat kembali kecenderungan exercise kekuasaan negara, sebgaiamana dimaknakan dalam sebutan pangreh praja.

Sekalipun menurut Hegel birokrasi adalah medium yang dapat dimanfaatkan untuk menghubungkan kepentingan partikular dengan kepentingan umum, motto Abdi Negara lebih menguatkan orientasi ke atas, kepada state (negara) ketim bang ke bawah, kepada society (mas yarakat).

Seharusnya, dalam konsep birokrasi modern, sebagaimana dirumuskan Max Weber, relasi bersifat fungsional, hierarkis (menurut garis kewenangan komando), im personalized (tidak mempribadi), rasional, tidak memihak (imparsial) dan dise lenggarakan secara tertulis. Tetapi, sepanjang masa Orde Baru, falsafah mengenai “Abdi Negara” bagi PNS secara jelas tercermin dalam praksis penye-leng garaan pemerintahan. Birokrasi di-plo matisasi dam menjadi mesin dan alat kekuasaan.

Kelembaman (inertia) birokrasi, yang secara serius muncul dari tataran filosofis tersebut di atas hingga praksis “pelayanan” dalam sikap yang justru “minta dilayani” oleh klien, menimbulkan berbagi implikasi ekonomi-politik dan sosial-kultural yang jauh. Dalam hal ekonomi-politik, implikasi tersebut berupa politisasi birokrasi. Karakter utama rejim Orde Baru belum berubah.

Reformasi birokrasi harus mencakup sistem penilaian prestasi yang membuka ruang bagi sosiometri. Suatu indeks pengakuan prestasi oleh rekan-rekan sesama PNS, yang juga dikenal dengan “sosiometri 180 derajat”. Artinya, ada unsur penilaian dari sesama rekan kerja yang berkedudukan setara atau sejajar, bawahan, dan atasan. Dalam suatu siklus penilaian, itu berarti lingkaran 180 derajat.

Politisasi birokrasi pemerintahan di Indonesia juga masih menunjukkan kecenderungan lama, yaitu menghasilkan

oligarki. Kekuasaan berada di tangan sejumlah kecil orang pada puncak partai-partai politik yang berkuasa. Selanjutnya, partai-partai politik yang berkuasa aktif dalam merebut dan menguasi serta mengeksploitasi sumber-sumber dana negara yang dikelola oleh birokrasi pemerintahan. Sudah bukan rahasia umum lagi, BUMN misalnya, selalu menjadi sapi perahan parpol, langsung maupun terselubung, telanjang maupun tertutup.

Peralihan dari sitem otoritarian ke sistem demokratik yang berjalan sementara ini memang merupakan periode yang amat sulit bagi proses reformasi birokrasi. Apalagi kalau dikaitkan dengan kualitas birokrasi pemerintahan maupun realisasi otonomi daerah, serta maraknya penyalahgunaan wewenang pada birokrasi pemerintahan yang diperkirakan semakin sistemik dan bahkan merata ke daerah-daerah.

Kantor Menpan Tahun 2002 mene-mu kan dan mengidentifikasi adanya Pola Pikir Negatif (Pola Pikir Tetap) PNS yang ter cermin dalam bentuk 24 (duapuluh empat) hambatan atau permasalahan peri-la ku Budaya Kerja Aparatur Peme rintah an, yaitu:

nKomitmen dan konsistensi terhadap visi dan misi organisasi masih rendah

nSering terjadi penyimpangan dan kesalahan dalam kebijakan publik yang berdampak luas kepada masyarakat

nPelaksanaan kebijakan jauh berbeda dari yang diharapkan

nTerjadi arogansi pejabat dan pe nya lah-gunaan kekuasaan

nPelaksanaan wewenang dan tanggung jawab aparatus saat ini belum seimbang

nDalam praktek di lapangan sulit dibedakan antara ikhlas dan tidak ikhlas, jujur dan tidak jujur

nPejabat yang KKN akan menyebabkan KKN meluas pada pegawi, dunia usaha dan masyarakat

nGaji pegawai yang rendah/kecil diban-dingkan dengan harga barang/jasa lainya

nBanyak aparatur yang integritas, loyalitas dan profesionalnya rendah

nBelum adanya sitem merit yang jelas untuk mengukur kinerja pegawai dan tindak lanjut penilaiannya

nKreativitas karyawan kurang mendapat perhatian atasan

nKepekaan terhadap keluhan masyarakat dinilai masih rendah

nSikap yang berorientasi vertikal menye-bab kan hilangnya kreativitas, rasa takut berimprovisasi

nBudaya suap bukan hal yang rahasia, sehingga dapat mempengaruhi sikap dan tingkah laku pimpinan dalam bekerja

PEGAWAI NEGERI SIPIL (PNS)DARI ABDI NEGARA MENJADI

ABDI MASYARAKAT“Saya hanya bekerja dan bekerja. Tak peduli penilaian orang, mau jelek, mau gagal,

mau berhasil… yang penting saya bekerja.” (Presiden Joko Widodo)

nAda kecenderungan para pemimpin tidak mau mengakui kesalahan di depan bawahan

nMasing-masing bekerja sesuai dengan uraian tugas yang ada dan belum optimal untuk bekerja sama dengan unit lain

nSifat individualisme lebih menonjol dibandingkan kebersamaan

nTidak ada sanksi yang jelas dan tegas jika pegawai melanggar aturan

nBudaya KKN yang menjiwai sebagai aparat

nTingkat kesejahteraan yang kurang memadai

nPangaruh budaya prestise yang lebih menonjol, sehingga aspek rasionalitas sering dikesampingkan

nSistem seleksi (rekruitmen) yang masih kurang transparan

nTidak berani tegas, karena khawatir mendapat reaksi yang negatif

nBanyak aparatur belum memahami makna keadilan dan keterbukaan

Secara umum, kelemahan-kelamahan kultur dan birokrasi pemerintahan dapat dilihat dari perilaku mereka sehari-hari, baik secara individual maupun kolektif. Sifat-sifat buruk tersebut antara lain berupa perilaku kolusi selama puluhan tahun, sejak Indonesia merdeka, perilaku kolutif menghasilkan suatu hubungan antara birokrasi dengan pengusaha. Hubungan ini bersifat simbiose mutualistik yang menguntungkan keduanya, tetapi sangat merugikan negara. Kedua, perilaku korupsi yang sudah bersifat endemik di kalangan birokrasi. Hasil penelitian Transparancy Internasional (TI) peringkat Indonesia di indeks korupsi meskipun naik dari 114 ke 107 pada tahun 2014 namun masih jauh dibawah negara-negara tetangga seperti singapura, Malaysia, Thailand, ataupun Filipina. Ketiga, praktek nepotisme (korupsi persanakan) merupakan bagian dari korupsi, yaitu, penunjukkan tidak sah terhadap teman atau sanak saudara untuk memegang jabatan tertentu dalam pemerintahan, atau tindakan memberikan perlakuan yang mengutamakan dalam bentuk uang atau bentuk-bentuk lain kepada mereka secara bertentangan dengan norma yang berlaku. Dampak negatifnya, orang tidak lagi serius meningkatkan kualitasnya, dan dianggap tidak ada gunanya bila tidak memiliki latar keluarga atau kolega yang memegang suatu jabatan. Mereka yang tidak memiliki latar belakang keluarga untuk mengangkatnya, paling tidak akan menambah deretan pengangguran, yang pada akhirnya memperbesar potensi lahirnya kecemburuan sosial.

ChrisnaE.Hernowo

42 43

CELOTEH AUDITI

DESEMBER 2015 DESEMBER 2015

Simson Ginting

Bukan Mencari “Kesalahan”, Tapi “Apa Yang Salah”

Itjen telah melakukan tugasnya dengan baik dan bersifat konstruktif terhadap penyelesaian permasalahan yang dihadapi. Pendampingan Itjen diperlukan

dalam berbagai pelaksanaan kegiatan Satuan Kerja untuk mengawal dan melakukan pengawasan agar segala sesuatunya berjalan dengan baik dan sebagaimana mestinya. Semangat Itjen saat ini telah bergeser bukan lagi untuk mencari kesalahan namun mencari permasalahan untuk dapat diselesaikan, serta tindak lanjut dari penyelesaiannya.

Ke depannya, diharapkan Itjen dapat juga memperkuat fungsi pengawasan di bidang disiplin pegawai, antara lain pelaksanaan upacara bendera, mengingat masih terdapat para pegawai Kemlu yang enggan untuk mengikuti upacara, namun tidak diberikan sanksi apa-apa.

Peran Itjen masih sangat penting untuk terus mengawal dan mendampingi Satker dalam menghadapi berbagai permasalahan guna mendukung tugas dan fungsi Kemlu menjadi lebih baik.

SekretarisDirektoratJenderalInformasidanDiplomasiPublik

Iwan Suyudie Amri

Pentingnya “Fatwa” Itjen

Pelaksanaan Audit merupakan pendorong Ditjen KSA untuk menjadi lebih baik lagi di masa mendatang. Capaian keberhasilan Ditjen KSA menjadi Satker terbaik selama dua

tahun berturut-turut dalam Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) juga didukung oleh kontribusi Itjen. Itjen dalam konteks Kemlu merupakan bagian dari Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP), dan telah terasa ada perubahan pada sistem Itjen yang tidak memposisikan Satuan Kerja sebagai objek pemeriksaan, namun sebagai mitra, sehingga apabila terdapat permasalahan bisa didiskusikan dan dicari jalan keluar penyelesaian. Selain itu, pendampingan dari Itjen dirasakan penting dan bermanfaat dalam berbagai kegiatan yang dilakukan

Peran aktif Itjen tidak hanya terbatas pada proses pemeriksaan saja, namun juga harus dimulai dari tahap perencanaannya hingga proses evaluasi. Mengingat Itjen memiliki kapasitas pemahaman terkait ketentuan dan aturan, maka peran konsultatif Itjen harus terus dilakukan dan kerjasama sitemik antara Ditjen KSA dengan Itjen

sebagai mitra perlu terus ditingkatkan. Para auditor dirasakan telah melaksanakan kinerjanya

dengan lebih baik dan profesional, dengan tidak menjaga jarak namun tetap memperlihatkan profesionalisme dan berperan sebagai mitra. Diharapkan kebijaksanaan dalam pemeriksaan tetap terus terjaga dan lebih memahami kendala yang dihadapi Satker dalam mencapai tujuan organisasi. Itjen telah melakukan tugasnya dalam memberikan feedback pada sistem manajemen dan menjadi filter dalam pelaksanaan perencanaan di tahun berikutnya menjadi lebih baik.

Dengan adanya berbagai peraturan yang multi-interpretatif dalam pengelolaan keuangan, maka peran konsultatif Itjen sangat besar dalam memberikan “fatwa” terkait permasalahan tertentu. Itjen diharapkan dapat meminimalisir penyimpangan pelaksanaan peraturan yang multi-interpretatatif, sehingga tidak terjadi kebingungan dalam pelaksanaan suatu peraturan. Sangat penting bagi Itjen untuk menyusun standard operating procedures (SOP) yang bersifat universal untuk menghindari potensi penyimpangan. Tanggung jawab Itjen dirasakan akan semakin berat dengan semakin terbukanya sistem keuangan pemerintahan.

SekretarisDirektoratJenderalKerjaSamaASEAN

Yonny Tri Prayitno

Jangan Cari Permasalahan Tanpa Solusi

Saya merasa bahwa Inspektorat Jenderal merupakan mitra Pusat Komunikasi (Puskom). Jika terdapat kegiatan atau proyek yang dilakukan Puskom, saya selalu meminta untuk diperiksa terlebih dahulu sehingga kesalahan yang ditemukan dalam proses tersebut dapat diperbaiki. Kawan-kawan Itjen telah banyak membantu menyempurnakan pelaksanaan kegiatan

Puskom, sehingga dapat terlaksana sesuai ketentuan.Sebagai pengusung Quality Assurance, Itjen dapat membantu Puskom untuk bekerja

dengan baik dan benar dalam perannya untuk memberikan konsultasi. Beberapa perhatian yang merupakan masukan dari Itjen dapat didiskusikan secara timbal balik sehingga kami dapat bertukar pandangan dari sisi teknis dan non-teknis, yang pada akhirnya kedua pihak dapat saling mengerti dan mencari solusi bersama terhadap permasalahan yang dihadapi.

Diharapkan agar peran aktif Itjen akan terus hadir, khususnya dalam kegiatan pendampingan pengadaan di lingkungan Puskom sehingga dapat memantau dan mengawal proses dari awal yang diharapkan apabila terdapat kesulitan dapat segera

dicarikan jalan keluarnya secara tepat dan benar.Saat ini Puskom terbuka untuk menerima masukan dalam pelaksanaan tugasnya

untuk mengembangan sistem Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) yang pada akhirnya bertujuan untuk meningkatkan produktivitas

kinerja Kemlu yang lebih berkualitas. Diharapkan Itjen dapat berperan serta pada upaya dukungan Puskom untuk meningkatkan

kinerja Kemlu dengan optimalisasi kapasitas dan kapabilitas Puskom.

Puskom tengah mengembangkan Kebijakan TIK dan menyusun masterplan TIK untuk lima tahun ke depan serta mengharapkan sumbangsih Itjen dalam memberikan masukan konstruktif terhadap proses yang sedang dikembangkan.

KepalaPusatKomunikasi

45DESEMBER 201544

HANgOUT

DESEMBER 2015

Doa Ingin Naik GajiEdisi Infotainment:Ya Tuhan, kalau ada kenaikan gaji segerakanlah, kalau tidak

ada jauhkahlah gosipnya....Edisi Pak Tarno:Ya Tuhan, kalau ada kenaikan gaji segerakanlah, kalau tidak

ada tolong dibantu ya....!! Binsalabim jadi apa Prokk... Prokk... Proookk.....

Edisi ngotot:Ya Tuhan, kalau ada kenaikan gaji segerakanlah, kalau tidak

ada tolong diadakan...Tolong Tuhan wujudkanlah....Edisi Bang Haji Rhoma Irama:Ya Tuhan, kalau ada kenaikan gaji segerakanlah, kalau tidak

ada TERR...LAA....LLLUUUUU.......Edisi Penipu:Ya Tuhan, kalau ada kenaikan gaji segerakanlah, kalau tidak

ada tolong isi pulsa Mama, Mama lagi dijalan...Edisi SBY:Ya Tuhan, kalau ada kenaikan gaji segerakanlah, kalau tidak

ada saya hanya bisa prihatin...Edisi Nawar:Ya Tuhan, kalau ada kenaikan gaji segerakanlah, kalau tidak

ada tolong jam kerjanya dikurangin....Edisi Bondan ft Fade2Black:Ya Tuhan, kalau ada kenaikan gaji segerakanlah, kalau tidak

ada ya sudahalahhh....Edisi OVJ:Ya Tuhan, kalau ada

kenaikan gaji segerakanlah, kalau tidak ada kita demo langsung ke Te...Kaa....Peee.......

Edisi Aa Gym:Ya Tuhan, kalau ada

kenaikan gaji segerakanlah, jagalah hati.. jangan kau nodai...

Sumber:www.lokerseni.web.id

Terlambat Masuk Kantor

Pada satu sesi pelatihan keamanan lingkungan di kantor, seorang peserta bertanya kepada sang pelatih.

Peserta: Pak, berapa batas kecepatan maksimal yang diizinkan di tempat parkir?

Pelatih: Oh, tergantung...Peserta: Tergantung apa Pak?

Pencahayaan di basement?Pelatih: Bukan..., itu tergantung

seberapa terlambat Anda masuk kantor.Sumber:www.readersdigest.co.id

Cara Mengatur Penempatan Karyawan BaruSaran dari Manajer SDM mengenai cara yang benar menempatkan pegawai baru.

Taruh 400 batu bata di ruang tertutup. Letakkan karyawan baru Anda di dalam ruangan itu dan tutup pintu. Biarkan mereka sendiri dan kembali setelah 6 jam, kemudian analisa situasi:

1. Jika mereka menghitung batu bata, tempatkan mereka di Departemen Akuntansi.

2. Jika mereka menghitug ulang batu bata, tempatkan

Alasan Pulang Lebih Awal“Apakah anda percaya pada kehidupan setelah

kematian?” bos bertanya kepada salah satu karyawan.“Ya, Pak,” jawab seorang karyawan.“Itu sangat bagus,” kata bos, “ Setelah anda pulang

lebih awal kemarin untuk pergi ke pemakaman nenek Anda, beliau siang kemarin mampir kemari untuk melihat Anda.”

Sumber:www.ketawa.com

mereka dalam Audit.3. Jika mereka telah mengacaukan seluruh tempat dengan

batu bata, tempatkan mereka di Teknik.4. Jika mereka menyusun batu bata di beberapa urutan yang

aneh, tempatkan mereka dalam Perencanaan.5. Jika mereka melemparkan batu bata satu sama lain,

tempatkan mereka dalam Operasi.6. Jika mereka tidur, tempatkan mereka di Keamanan.7. Jika mereka telah mematahkan batu bata menjadi

potongan-potongan, tempatkan mereka di bidang Teknologi Informasi.

8. Jika mereka duduk menganggur, tempatkan mereka dalam bagian HRD.

9. Jika mereka mengatakan mereka telah mencoba kombinasi yang berbeda, mereka mencari sesuatu yang lebih, namun tidak ada satupun bata yang telah dipindahkan, tempatkan mereka dalam penjualan.

10. Jika mereka telah meninggalkan ruangan itu lebih cepat, tempatkan mereka dalam Manajemen.

11. Jika mereka menatap ke luar jendela, tempatkan mereka dalam Perencanaan Strategis.

12. Jika mereka berbicara satu sama lain, dan tidak ada satu batu bata pun yang telah dipindahkan, ucapkan selamat kepada mereka dan tempatkan mereka di Top Management.

Sumber:www.ketawa.com

Kakek vs CucuKetika seorang kakek mengunjungi cucunya, Si Kakek tampak jengkel karena kenakalan anak tersebut.

“Kalau Kamu nakal terus, nanti Kakek sama Nenek pulang lo,” kata Si Kakek

Keesokan harinya, Si Cucu tampak menarik narik koper.“Mau ngapain lagi, Kamu? Sekarang koper dibawa kemana

mana,” tanya Si Kakek“Mau bantuin Kakek dan Nenek pulang,” kata Si Cucu

Sumber:www.readersdigest.co.id

Wawancara KerjaPada suatu sesi wawancara kerja, pewawancara memberikan kesempatan kepada calon pegawai untuk memilih.

“Anda pilih mana, 1 pertanyaan sulit atau 10 pertanyaan mudah?” tanya pewawancara.

Setelah mempertimbangkan pilihan tersebut, calon pegawai berkata, “Saya pilih 1 pertanyaan sulit, Pak.”

“Ok. Menurut kamu, lebih dulu mana, siang atau malam?”

Sang calon pegawai berpikir sejenak lalu berkata mantap, “Lebih dulu siang Pak.”

“Kenapa?”Lalu calon pegawai baru berkata,

“Maaf Pak, tadi Bapak sudah berjanji hanya akan menanyakan 1 pertanyaan sulit saja.”

Sumber:www.lokerseni.web.id

Di Kantor Juga AdaAnak: Ayah, mau kemana kok

keburu buru banget?Ayah: Ayah ada rapat nih, udah kesiangan, takut terlambat.Anak: Nggak sarapan dulu?Ayah: Di kantor aja, ada yang suka jual makanan keliling kok. Anak: Ok. Kopinya juga nggak, Yah?Ayah: Nggak usah, di kantor kan ada. (sembari berjalan menuju mobil)Anak: Eh, korannya Yah, ketinggalan.Ayah: Biarin aja, di kantor ada. Ayah berangkat dulu Ya! Anak: Nggak cium Bunda dulu?Ayah: Di kantor ada.Anak: Hehh??!!

Sumber:www.tangankeriting.blogspot.co.id

Alasan-alasan malas kerja dan tertidur dikantorSifat malas kadang membuat orang kelihatan kreatif. Banyak alasan dan akal bulus untuk merasionalisasi berbagai prilaku malas si pelaku. List ini bisa jadi catatan yang baik bagi orang yang ingin tidak terlihat malas, saat ketahuan ketiduran di kantor. Jadi jika Anda tertangkap basah sedang tertidur di kantor, berikut ini apa yang perlu Anda ucapkan:

“Perawat di PMI (Palang Merah Indonesia) tadi mengatakan bahwa ini bisa terjadi setelah seseorang mendonorkan darahnya.”

“Tadi itu istirahat efektif seperti yang diajarkan di program pelatihan manajemen yang saya ikuti atas perintah Bapak.”

“Saya nggak tidur kok. Tadi itu sedang meditasi untuk mencari solusi tentang masalah yang sedang dihadapi oleh kantor kita ini.”

“Kopinya habis sih ….”“Ya ampun, pengaruh obat batuk yang aku minum tadi malam

kok nggak hilang-hilang ya ….”“Pasti ada orang iseng yang memasukkan pil tidur di gelas saya

tadi.”“Orang yang gila kerja memang mempunyai jam biologis

yang unik.”“Saya nggak tidur kok, tapi sedang latihan yoga untuk

menghilangkan stres.”“Saya tadi sedang berusaha mengambil lensa kontak tanpa

memakai tangan.”“Maklum penganten baru.”

Sumber:indosdm.com

Mimpi istri yang terkabul

Pada saat bangun pagi seorang wanita berkata pada suaminya,”Tadi malam aku bermimpi engkau memberi aku sebuah kalung berlian di hari ulang tahun ku ini. Bagaimana pendapatmu mengenai mimpiku itu?”

“Engkau akan segera mengetahuinya malam ini juga, Sayang,” jawab suaminya.

Malam itu si suami memberikan kepada istrinya sebungkus kado. Dengan hati berdebar-debar penuh kebahagiaan sang istri membuka kado itu perlahan-lahan dan isi kado itu adalah sebuah buku yang berjudul:”Arti-arti Mimpi”.

Sumber:http://jokes.web.id

46 DESEMBER 2015

CATATAN AKHIR

BambangAntarikso,Ses.ItjenKemlu

Sejatinya manusia adalah mahluk hidup yang dianugerahi oleh Tuhan YME sebuah kemampuan yang tinggi untuk beradaptasi dengan lingkungan. Inilah yang

membuat manusia mampu bertahan turun temurun dari abad ke abad, bandingkan dengan hewan atau tanaman yang beberapa jenisnya mengalami kepunahan.

Namun dalam kehidupan sehari-hari sering kali kita menjumpai manusia yang mengalami kesulitan untuk beradaptasi atau bahkan gagal beradaptasi. Dalam manajemen ketidak-mampuan sebuah organisasi dan orang yang ada di dalam organisasi tersebut beradaptasi, akan mengakibatkan kegagalan organisasi dalam mencapai target dan tujuan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian organisasi. Sebuah perusahaan telpon seluler asal skandinavia yang sangat pupuler di era 1990 an, misalnya, seringkali dijadikan contoh perusahaan yang tidak dapat dengan cepat beradaptasi dengan perubahan lingkungan atau tuntutan publik dan akhirnya mengalami kesulitan untuk bertahan hidup.

Dalam sebuah organisasi, ketika sederet nilai ditanamkan pada para pegawai dan mereka menerima serta mengadopsi nilai tersebut sebagai bagian dari dirinya, maka mereka akan merasa berada di dalam lingkungan yang nyaman atau sering disebut comfort zone. Namun ketika dirasakan adanya kebutuhan untuk berubah, tidak mudah bagi manajemen untuk dalam waktu singkat mengubah nilai yang telah tertanam pada organisasi tersebut dan para pegawainya. Hal inilah yang seringkali dihadapi manajemen. Berdasarkan evaluasi dan assessment, misalnya, manajemen menyadari sepenuhnya bahwa organisasi harus berubah atau mengubah nilai yang selama ini dianut untuk disesuaikan dengan tuntutan lingkungan. Namun manajemen seringkali menghadapi pegawai yang tidak mudah untuk diajak berubah, karena selama ini telah merasa nyaman. “untuk apa diubah?” atau “apalagi yang mau diubah?”, begitu pertanyaan yang sering muncul.

Semakin besar sebuah organisasi dan semakin banyak pegawainya tentu semakin tidak mudah melakukan perubahan. Inilah yang seringkali digambarkan sebagai kesulitan mengubah mindset. Bukan semata-mata pada tingkat individu namun yang jauh lebih sulit adalah mindset pada tingkat kelompok atau organisasi.

Chris Argyris seorang profesor Harvard Business School yang mendalami learning organisations menyebutkan paling tidak ada dua jenis mindset yang berkembang di dalam sebuah organisasi. Yaitu, productive mindset dan defensive mindset. Mindset yang adaptif terhadap perubahan dan outward looking tentu adalah productive mindset. Apabila yang berkembang atau mendominasi dalam sebuah organisasi adalah defensive mindset maka organisasi tersebut cenderung bersifat protektif dan hanya membangun argumentasi atau mencari informasi untuk menjustifikasi perlunya dipertahankan nilai yang selama ini dianut. Sementara fakta dan situasi yang telah berubah seringkali dianggap sebagai ancaman.

Kita seringkali terkungkung dengan sebuah pola pikir lama yang sangat mungkin

dipengaruhi dengan situasi lingkungan pada masa yang berbeda. Situasi 5, 10 atau bahkan 20 tahun yang lalu tentu sangat berbeda dengan situasi dan kondisi pada saat ini, sehingga agak sulit bila kita tetap bertahan atau mencoba menyelesaikan berbagai persoalan yang ada saat ini dengan pola pikir 20 tahun yang lalu.

Kemauan untuk beradaptasi dan untuk berubah inilah yang tampaknya saat ini dirasakan menjadi barang langka. kita sebagai individu atau bagian dari sebuah organisasi seringkali, disadari atau tidak disadari, “terperangkap” dalam sebuah situasi yang masih mempertahankan sejumlah nilai (termasuk dalam bentuk aturan) yang tidak lagi sejalan dengan berbagai perkembangan dan kecenderungan di sekitar kita. Sementara itu disisi lain, nilai-nilai yang seharusnya dijunjung tinggi seperti; etika, moral, kerja keras atau budaya gotong royong justru semakin terkikis.

Namun sesungguhnya apakah untuk mengubah mindset harus didorong dari luar atau bahkan “dipaksakan”? Rasanya untuk hal-hal yang bersifat positif dan sudah semestinya diubah seperti kerja keras, menghargai waktu, menjaga etika dan norma kita harus mampu mengubahnya dari dalam diri kita masing-masing tanpa perlu dorongan atau paksaan dari luar. Untuk hal-hal yang sifatnya strategis terkait dengan nilai-nilai organisasi memang perlu menjadi kesepakatan bersama. Namun hal ini pun rasanya dapat dilakukan dengan cepat sejalan dengan cepatnya perubahan lingkungan disekitar kita di era digital. Keputusan untuk berubah yang memakan waktu panjnag pada akhirnya hanya akan dirasakan terlambat atau tidak lagi relevan. Perubahan mindset organisasi pun akan lebih cepat apabila beberapa individu kunci di dalam organisasi dapat menginisiasi perubahan secara mandiri.

Dalam kaitan inilah mindset tidak seharusnya dipandang sebagai konsep yang bersifat statis namun harus membuka ruang untuk sebuah perkembangan atau perubahan baru. Tentu ke arah yang lebih baik.

PERUBAHAN MINDSET