Sambungan Laporan Tutor
-
Upload
yolandaprastica -
Category
Documents
-
view
42 -
download
3
description
Transcript of Sambungan Laporan Tutor
4. M4 tentang Diagnosa dan Jenis-jenis Penyakit TMD Dalam mendiagnosis pasien diperlukan riwayat yang menyeluruh. Keluhan utama yang
paling sering dirasakan pada penyakit/gangguan fungsi sendi temporomandibula adalah
rasa nyeri dan rasa tidak enak, yang disertai dengan kliking atau keluhan sendi lainnya.
a. Rasa sakit/nyeri. Bila pasien merasakan adanya rasa nyeri, maka yang paling penting
untuk diketahui adalah lokasi, sifat, dan lama terjadinya rasa nyeri/sakit tersebut.
b. Bunyi sendi. Jika pasien mengeluh adanya bunyi sendi atau kliking (suara berkeretak),
maka saat timbulnya dan perubahan pada suara sendi tersebut merupakan informasi yang
‘ perlu diketahui.
c. Perubahan luas pergerakan. Penyembuhan kliking seringkali diikuti oleh keluhan baru,
yaitu nyeri akut dan berkurangnya luas pergerakan yang nyata, khususnya pada jarak
antar insisal, dimana penemuan inimerupakan petunjuk utama terjadinya closed lock.
d. Perubahan oklusi. Beberapa penderita mengeluhkan perubahan gigitan. Keluhan ini
dapat merupakan tanda terjadinya perubahan degenerative tingkat lanjut atau spasme otot
akut.
e. Informasi keadaan kolateral. Setelah riwayat utama diperiksa secara menyeluruh,
selanjutnya dapat dikumpulkan informasi keadaan kolateral. Kondisi-kondisi lain yang
mengenai kepala dan leher, seperti sinusitis akut atau kronis, sakit pada telinga, dll.
f. Perawatan sebelumnya. Kronologi perawatan sebelumnya baik pemberian obat, mekanis,
maupun secara bedah juga dicatat.
g. Stress. Untuk menentukan dengan tepat keadaan emosional pasien biasanya dibutuhkan
beberapa kunjungan dengan kemungkinan pengiriman/rujukan untuk evaluasi psikologis,
dan terapi control stress selanjutnya.
Jenis Penyakit TMD
a. Disfungsi dan Nyeri Miofasial (DNM/MPD)
Merupakan penyebab paling umum dari nyeri dan terbatasnya fungsi mastikasi pada
pasien.
Sumber nyeri dan disfungsinya berasal dari otot, dengan otot mastikasi mengalami
tenderness dan nyeri sebagai hasil dari fungsi otot yang abnormal atau hiperaktivitas.
Fungsi otot abnormal tersebut seringkali berhubungan dengan clenching atau
bruxism.
Penyebabnya diperkirakan multifaktorial. Namun, yang paling sering menyebabkan
DNM adalah bruxism akibat stress dan cemas, dengan oklusi sebagai faktor
modifikasi atau yang memperburuk. DNM juga dapat terjadi akibat masalah internal
dari sendi, seperti kelainan pergeseran discus atau penyakit sendi degeneratif.
Keluhan pasien:
Nyeri preaurikular yang sulit dilokalisasi dan menyebar, seta dapat melibatkan
otot mastikasi lain, seperti otot temporal dan pterygoid lateral.
Pasien dengan bruxism, nyerinya akan lebih hebat pada pagi hari.
Terdapat reduksi pembukaan rahang, serta nyeri ketika melakukan fungsi,
misalnya mengunyah.
Sakit kepala di daerah hitemporal berhubungan dengan penyakit ini.
Nyeri bertambah parah ketika dalam kondisi stress dan cemas.
Pemeriksaan pada pasien menghasilkan:
Tenderness yang difus pada otot mastikasi.
Umumnya TMJ tidak terasa nyeri ketika palpasi
Pergerakan mandibula yang terbatas, berhubungan dengan penyimpangan
mandibula menuju sisi yang terlibat.
Gigi umumnya terlihat aus. Namun, jika tidak terlihat keausan, bukan berarti
mengeliminasi bruxism sebagai etiologi.
Radiograf TMJ biasanya normal. Beberapa pasien menunjukkan perubahan
degeneratif, seperti kontur permukaan, erosi, atau osteophytes (daerah dengan
densitas lebih tinggi di sekitar sendi) yang terjadi secara sekunder ataupun
terjadinya tidak berhubungan dengan masalah DNM ini.
a. Disk Displacement Disorders
Dalam fungsi TMJ yang normal, fungsi pergerakkan kondil adalah rotasi dan
sliding (glidimg joint). Selama pembukaan mulut yang maksimal, kondil tidak hanya
berotasi pada sumbu sendi tetapi juga bertranslasi kedepan, ke posisi di dekat bagian
articular eminence yang paling inferior (Fig. 30-11).
1
Selama berfungsi , posisi articulating disc terletak diantara kondil dan fossa
mandibularis, dengan kondil terletak pada “intermediate zone” pada disc selama posisi
membuka dan menutup mulut.
1) Anterior Disk Displacement dengan Reduksi
a. pada kelainan ini, articulating disc terletak di anterior dan medial dari kondil pada
posisi menutup mulut.
b. Saat membuka mulut, kondil bergerak melewati posterior band dari disc, dan
kembali ke posisi normal (terletak pada intermediate zone dari disc). Sedangkan
saat menutup mulut, kondil bergerak kembali ke posterior dan bersandar pada
retrodiscal tissue, dengan disc yang bergerak kembali ke posisi displace
anterior dan medial dari kondil (gambar 30.12)
c. Pada pemeriksaan yang dilakukan pada pasien, terdapat rasa nyeri sendi dan otot.
Suara sendi (clicking) juga biasanya terdengar sewaktu membuka mulut, ketika
kondil bergerak dari daerah posterior disc ke daerah konkaf yang tebal di tengah-
tengah disc. Pada beberapa kasus, clicking dapat terdengar atau terpalpasi selama
gerakan menutup. Pembukaan mulut maksimal dapat terjadi secara normal atau
sedikit terbatasi, dengan diikuti suara clicking saat pergerakan membuka.
2
d. Secara anatomis, clicking pada saat membuka mulut berhubungan dengan usaha
disc untuk kembali kepada posisi normalnya, sedangkan clicking pada saat
gerakan menutup (reciprocal click), berhubungan dnegan kegagalan disc untuk
kembali ke posisi normalnya, diantara kepala kondil dan articular eminence,
melainkan tergelincir ke anterior (displaced position). Krepitus dapat terdeteksi
dan biasanya merupakan hasil dari pergerakan disc melewati permukaan yang
irregular
e. Gambaran yang terlihat pada foto radioraf TMJ sederhana pasien dengan kelainan
ini dapat terlihat normal ataupun terdpat sedikit abnormalitas tulang. Radiograf
MRI dapat digunakan untuk melihat anterior displacement yang terjadi.
2) Anterior Disk Displacement tanpa Reduksi
a. pada jenis ini , displacement dari disc tidak dapat direduksi, menyebabkan kondil
tidak dapat bertanslasi penuh ke anterior, yang mencegah pembukaan maksimal
dari mulut dan menyebabkan deviasi mandibula ke sisi yang terkena (gambar
30.13)
b. pada pasien ini tidak terdapat clicking, karena ketidakmampuan kondil untuk
bertanslasi ke bagian posterior disc. Ketidakmampuan translasi ini dapat
menyebabkan pembukaan yang terbatas, deviasi pada sisi yang terkena dan
mengurangi lateral excursions ke sisi kontralateralnya.
c. Pada evaluasi radiograf, terdapat kemiripan dengan anterior disk displacement
with reduction. Dengan menggunakan radiograf TMJ sederhana, kelainan dapat
3
tampak normal, sedangkan dengan CT Scan atau MRI memperlihatkan
displacement anteromedial.
c. Penyakit Sendi Degeneratif (Arthrosis, Osteoarthritis)
DJD terdiri dari banyak jenis temuan antomis, seperti disc yang irregular, perforasi
dalam hubungannya dengan abnormalitas permukaan artikular, seperti flattening,
erosi dan formasi osteophyte. (gambar 3.14).
mekanisme terjadinya degenerasi TMJ tidak terlalu jelas dimengerti tetapi memiliki 3
kemungkinan penyebab yang berasal dari trauma : trauma mekanis langsung, trauma
hypoksia reperfusion dan inflamasi neurogenik.
Trauma mekanis dapt merupakan hasil dari trauma yang signifikan pada sendi atau
microtrauma seperti tekanan mekanis yang berlebihan. Stress/tekanan berlebihan
yang dihasilkan pada sendi dapat menghasilkan disrupsi molekuler dan radikal bebas
menghasilkan stress oksidatif dan kerusakan intraseluler. Tekanan berlebihan juga
dapat mempengaruhi populasi local sel dan mengurangi kemampuan reparative dari
sendi
Teori hypoxia-reperfusion mengira bahwa tekanan hidrostatis intrakapsular yang
berlebihan pada TMJ dapat meningkatkan tekanan perfusi pembuluh darah
menghasilkan hipoksia. Teori ini terlihat pada pasien yang mengalami clenching dan
bruksism. Ketika tekanan pada sendi dikurangi dan perfusi terjadi lagi, terbentuklah
radikal bebas. Radikal bebas ini dapat berinteraksi dengan substansi lain pada sendi
(mis. Hemoglobin) untuk menghasilkan kerusakan yang lebih besar lagi
4
Inflamasi neurogenik dihasilkan ketika berbagai jenis substansi dilepaskan dari
neuron perifer. Pada kasus disk displacement , terdapat hipotesa bahwa
kompresi/meregangnya retrodiscal tissue yang kaya saraf dapat menghasilkan
terlepasnya neuropeptid proinflamasi. Terlepasnya sitokin menghasilkan pelepasan
dan akivasi berbagai substansi lainnya, seperti prostaglandin, leukotriens, dan enzim
degradasi matriks. Substansi ini tidak hanya memegang peranan dalam proses
penyakit tetapi juga sebagai biologic markers untuk membantu diagnosis dan
perawatannya, dan harus dimengerti bahwa tidak mungkin untuk memprediksi
progress dari penyakit sendi.
Pasien dengan DJD biasanya merasakan sakit yang berhubungan dengan clicking/
krepitasi pada TMJ. Biasanya, terdapat keterbatasan pembukaan mulut dan gejala-
gejala lain. Temuan radiografis secara umum memperlihatkan adanya berkurangnya
luas rongga sendi, erosi permukaan, osteophytes dan meratanya kepala kondil. Selin
itu, iregularitas fossa mandibula dan articular eminence juga dapat terlihat.
d. Kondisi Arthritik Sistemik
Berbagai macam kondisi arthritis sistemis diketahui mempengaruhi TMJ. Bentuk
yang paling umum adalah Rheumatid Arthritis (RA), sedangkan contoh yang lain
adalah penyakit lupuys. Pada kasus ini, gejala tidak hanya terjadi pada daerah TMJ,
tetapi pada daerah tubuh yang lain juga terdapat gejala dan tanda dari RA. Pada RA,
proses inflamasi menghasilkan proliferasi abnormal dari jaringan membrane synovial
disebut pannus formation (gambar 30.15)
5
Gejala TMJ yang dihasilkan dari RA dapat terjadi pada usia dini dibandingkan pada
DJD. Berlainan dengan DJD, yang biasanya terjadi unilateral, RA dan kondisi
sistemis lainnya biasa terjadi dan mempengaruhi TMJ secara bilateral.
Temuan radiograf TMJ pada awalnya memperlihatkan perubahan erosive pada aspek
anterior dan posterior kepala kondil. Perubahan ini dapat berkembang menjadi daerah
erosi yang luas dan nantinya meninggalkan tampakan kondil yang kecil, yang terletak
pada fossa yang besar. Kadang-kadang, tampak keseluruhan kondil dan leher kondil
mengalami kerusakan total. Tes laboratorium, seperti rheumatid factor dan laju
sedimentasi eritrosit dapat membantu dalam mendiagnosa RA.
e. Dislokasi Rekuren Kronis
Dislokasi TMJ sering terjadi dan disebabkan oleh hipermobilitas mandibula.
Subluksasi adalah displacement dari kondil, yang sembuh dengan sendirinya dan
tidak membutuhkan perawatan medis. Kondisi yang lebih serius terjadi ketika kondil
bertranslasi ke anterior di depan articular eminence dan terkunci pada posisi tersebut
(gambar 30.16).
dislokasi dapat terjadi unilateral atau bilateral dan dapat terjadi secara spontan setelah
membuka mulut lebar-lebar, seperti saat menguap, makan dan selama prosedur
dental. Dislokasi kondil dapat persisten selama lebih dari beberapa detik dan menjadi
sangat sakit yang berhubungan dengan spasme otot yang parah
dislokasi harus dihilangkan secepatnya. Reduksinya dilakukan dengan memberikan
tekanan kea rah bawah pada gigi posterior dan tekanan ke atas pada dagu, diikuti
dengan displacement posterior pada mandibula. Biasanay reduksi tidak sulit
dilakukan. Bagaimanapun, spasme otot dapat mencegah dilakukannya reduksi,
6
terutama bila dislokasi tidak dapat direduksi secepatnnya. Pada kasus ini, dibutuhkan
anestesi pada saraf auricular temporal dan pada otot mastikasi. Sedasi intuk
mengurangi ketakutan pasien dan menghasilkan relaksasi otot dapat juga dilakukan.
Setelah reduksi, pasien diinstruksikan untuk membatasi membuka rahang selama 2-4
minggu. Untuk mengontrol rasa sakit dan inflamasi dapat diberikan obat-obatan
NSaids.
f. Ankilosis
Ankilosis intrakapsular. Ankilosis intrakapsular atau berfusinnya sendi, dapat
mengurangi pembukaan mandibula, yang berkisar dari reduksi parsial fungsi sampai
immobilitas dari rahang. Ankilosis intrakapsular dihasilkan dari berfusinya kondil,
disc dan fossa mandibula, sebagai hasil dari formasi jaringan fibrosa, berfusinya
tulang atau kombinasi dari keduanya.
penyebab paling umum ankilosis adalah trauma makro, biasanya berhubungan
dengan fraktur kondil. Penyebab lainnya adalah perawatan bedah sebelumnya yang
menghasilkan scar dan pada kasus-kasus tertentu menghasilkan infeksi.
Pemeriksaan pasien memperlihatkan pembukaan yang terbatas pada saat membuka
mulut lebar-lebar, deviasi pada sisi yang terkena dan menurunnya lateral excursions
pada sisi kontralateral. Jika ankilosis dihasilkan dari jaringan fibrosa, pergerakan
rahang terjadi lebih baik daripada jika ankilosis dihasilkan oleh berfusinya tulang.
Dalam foto radiograf, memperlihatkan adanya permukaan articular yang irregular dari
kondil dan fossa mandibularis, dengan derajat kalsifikasi yang berbeda-beda diantara
permukaan artikular
7
Ankilosis ekstrakapsular. Tipe ankilosis ini biasanya melibatkan prosesus koronoid
dan otot temporalis. Biasanya penyebab dari kelainan ini adalah pembesaran
koronoid, atau hyperplasia dan trauma pada daerah lengkung zigomatik. Infeksi di
sekitar otot temporal dapat juga menghasilkan kelainan ini.
Awalnya pasien memiliki keterbatasan dari pembukaan mulut dan deviasi pada sisi
yang terkena. Pada kasus ini, keterbatasan pembukaan rahang secara penuh biasanya
jarang dan bila terjadi pergerakan protrusi dan lateral yang terbatas berarti bukan
indikasi ankilosis intrakapsular.
Foto radiograf panoramik umumnya menunjukkan elongasi dari prosesu koronoid.
Radiograf submental vertex dapat berguna dalam menunjukkan impingement yang
disebabkan oleh fraktur lengkung zigomatik atau kompleks zygomaticomaksilaris
g. Infeksi Neoplasia
Neoplasma pada TMJ jarang terjadi. Biasanya terjadi dari hasil keterbatasan
pembukaan rahang dan nyeri sendi. Tumor pada TMJ dapat menghasilkan hubungan
fossa dan kondil yang abnormal dan juga ankilosis intrakapsular. Infeksi pada daerah
TMJ biasanya juga jarang, bahkan pada trauma dan intervensi surgical pada TMJ.
Biasanya terjadi karena tidak adanya antibiotik untuk pengobatan daerah aurikular.
8
5. M4 tentang Perawatan dan Pencegahan terjadinya TMD
Perawatan untuk gangguan sendi temporomandibula adalah rumit yang disebabkan
berbagai faktor, seperti salah diagnosa, salah pengertian terhadap etiologi, dan respon yang
tidak spesifik. Gejala -gejala berhubungan dengan faktor psiko fisiologis sehingga
perawatannya juga harus secara fisik dan psikologis dan menggunakan dulu metode
reversible sebelum yang irreversible, dan perawatannya harus multidisipliner antara dokter
gigi (ahli prostodonsia, ahli bedah mulut, dan ahli ortodonsia), ahli farmasi, ahli psikologi,
ahli terapi fisik, ahli psikiatri, dan ahli neurologi.
Berbagai terminologi dalam melakukan perawatan gangguan sendi temporomandibula,
antara lain terapi Fase I dan fase II.
- Fase I yaitu perawatan simptomatik
Disebut juga sebagai perawatan yang reversible seperti perawatan dengan obat, terapi
fisik, psikologik, dan perawatan dengan splin. Fase ini terdiri dari :
A. Komunikasi dengan pasien. Dijelaskan kepada pasien bahwa gejala-gejalanya bukan
disebabkan oleh kelainan struktur atau penyakit organik tetapi suatu kelainan yang
reversible yang mungkin berhubungan dengan pola hidup pasien, sehingga pasien
lebih percaya diri dan timbul kerjasama yang baik antara dokter dengan pasien.
Setelah mendapat informasi dari dokter yang merawatnya diharapkan pasien dapat
menghilangkan kebiasaan-kebiasaan seperti clenching atau parafungsi.
B. Perawatan sendiri/fisioterapi/terapi fisik: Pasien dapat melakukan sendiri kompres
dengan lap panas. Caranya: di atas lap diletakan botol berisi air panas, lama terapi 10-
15 menit dilakukan terus. menerus sekurang-kurangnya 3 minggu.11 Pemijatan sekitar
sendi, sebelumnya dengan krim mengandung metil salisilat. Latihan membuka-
menutup mulut secara perlahan tanpa terjadi deviasi, dilakukan di depan cermin.
Caranya: garis median pasien ditandai, lalu pasien disuruh membuka-menutup mulut
di depan cermin tanpa terjadi penyimpangan garis median. Fisioterapi dengan alat.
a. Infrared: berguna untuk menghilangkan nyeri, relaksasi otot superfisial, menaikan
aliran darah superfisial.
b. TENTS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation], untuk mengurangi nyeri.
c. EGS (Electro Galvanie Stimulation]', mencegah perlekatan jaringan, menaikan
sirkulasi darah, stimulasi saraf sensorik dan motorik, serta mengurangi spasme.
9
d. Ultra Sound: menghilangkan oedema, vasodilatasi pembuluh darah, mengurangi
nyeri, memobilitasi jaringan ikat kolagen, dan relaksasi otot.
C. Perawatan dengan Obat Analgetik: Aspirin, Asetaminophen, Ibuprofen.
- Anti inflamasi: NSAID (Non SteroidAntiInflamasi Drugs), yaitu Naproxen dan
Ibuprofen.
- Antianxiety: Diazepam. Muscle Relaxants: Cyclobenzaprine (Flexeril).
- Lokal Anastetik: Lidokain dan Mapivakain.
D. Memakai alat di dalam mulut berupa Splin oklusal atau Michigan splin. Splin ini
terpasang dengan cekat pada seluruh permukaan oklusal gigi gigi rahang atas atau rahang
bawah. Permukaan yang berkontak dengan gigi lawan datar dan halus.14 Permukaan
oklusal splin sesuai dengan gigi lawan, dengan maksud untuk menghindari hipermobilitas
rahang bawah.
Fungsi splin oklusal adalah sebagai berikut:
a. Menghilangkan gangguan oklusi;
b. Menstabilkan hubungan gigi dan sendi;
c. Merelaksasi otot;
d. Menghilangkan kebiasaan parafungsi;
e. Melindungi abrasi terhadap gigi;
f. Mengurangi beban sendi temporomandibula;
g. Menghilangkan rasa nyeri akibat disfungsi sendi temporomandibula berikut otot-
ototnya;
h. Sebagai alat diagnostik untuk memastikan bahwa oklusi lah yang menyebabkan rasa
nyeri dan gejala-gejala yang sulit diketahui sumbernya.
Ada 2 tipe splin oklusal, yaitu:
1. Splin Stabilisasi.
Pembuatan splin dengan hubungan rahang atas dan rahang bawah pada posisi
sentrik. Kriteria untuk pemakaian splin ini apabila masalahnya murni dari otot tapi
sendi dalam keadaan normal, maka dibuat splin ini, juga pada keadaan dimana untuk
mencapai keadaan treatment position pada kasus internal derangement menyebabkan
nyeri, adanya degeneratif sendi, keadaan nyeri sendi dan otot tanpa dapat didiagnosa
dengan tepat. Splin ini dipakai 4-6 bulan dipakai setiap waktu kecuali makan.
10
2. Splin Reposisi (Repositioning splint atau MORA: Mandibular Orthopaedic
Repositioning Appliance}.
Bila gejala yang diderita pasien diantaranya ada deviasi (rahang yang
menyimpang), adanya kliking sendi yang diindikasikan adanya inkoordinasi diskus-
kondilus (interkoral derangement) maka diperlukan splin reposisi dengan maksud
mereposisi rahang bawah ke posisi normal dan mengembalikan keseimbangan tonus
otot-otot pengunyahan, juga menghilangkan kliking. Hubungan antara diskus, kondilus,
dan fossa glenoidalis menjadi 9 bagian, dan ia menganjurkan mengembalikan kondilus
ke posisi 4/7 dapat mengurangi dan menghilangkan berbagai keluhan dan gejala
disfungsi sendi temporomandibula, dan dibuat pada rahang bawah.Splin reposisi
bertujuan untuk menghilangkan gejala pergeseran diskus dengan reduksi kliking
resiprokal, kliking waktu membuka mulut terjadi saat gerak translasi kondilus dimulai,
dan kliking waktu menutup mulut terjadi sebelum mencapai oklusi maksimal. Splin
dipasang sesaat sebelum kliking resiprokal ketebalannya tidak boleh melewati Freeway
Space.
- Fase II yaitu perawatan irreversible
Termasuk perawatan ortodontik, pemakaian gigi tiruan cekat, penyesuaian
oklusal, dan pembedahan. Bila gejala-gejala gangguan sendi temporomandibula sudah
hilang pada pasien dan posisi kondilus sudah stabil pada tempatnya, otot-otot
pengunyahan sudah normal, kondisi psikologik pasien sudah stabil, postur tubuh sudah
normal maka dapat dilakukan perawatan fase kedua, yaitu
a. Perawatan ortodontik
b. Pembuatan gigi tiruan cekat
c. Pembuatan gigi tiruan lepasan (overlap, penyesuaian oklusal, pencabutan) dan
d. Terapi Pembedahan
Terapi pembedahan pada tata laksana dislokasi temporomandibular merupakan
cara terakhir yang dipilih setelah terapi non pembedahan lainnya. Terapi pembedahan
bersifat ireversibel dan terkadang menimbulkan rasa sakit bahkan kerusakan rahang.
Tujuan utama dari terapi pembedahan adalah:
Menghilangkan nyeri dan membatasi progresivitas penyakit degeneratif
Memperbaiki range of motion dari rahang
11
Restorasi oklusi fungsional dan anatomi
Terdapat tiga tipe pembedahan pada kelainan temporomandibular:
1. Artosentesis
Artrosentesis meliputi pencucian sendi dengan cairan yang diinjeksikan ke dalam
ruang sendi dengan spuit. Tindakan ini dapat dilakukan dengan anestesi lokal
secara intravena.
2. Artroskopi
Artroskopi membutuhkan anestesi umum. Ketika pasien sudah dalam kondisi tidak
sadar, dokter bedah akan melakukan insisi kecil pada depan telinga. Setelah itu,
dimasukkan alat melalui lubang ini sehingga bisa terlihat area sekitar
temporomandibular.
3. Pembedahan sendi terbuka
Pembedahan ini baru dilakukan jika ada indikasi seperti:
a. Degenerasi sendi temporomandibular
b. Tumor
Pencegahan dari TMD
a. Mengubah kebiasaan buruk.
Dokter gigi anda hanya akan mengingatkan untuk lebih memperhatikan
kebiasaan-kebiasaan sehari-hari. Misalnya kebiasaan menggertakkan gigi, bruxism,
atau menggigit-gigit benda lain. Kebiasaan ini harus digantikan dengan kebiasaan baik
seperti membiarkan otot mulut dalam kondisi rilex dengan gigi atas dan bawah tidak
terlalu rapat, lidah menyentuh langit-langit dan berada tepat di belakang gigi atas anda.
b. b. Mengurangi kelelahan otot rahang.
Dokter gigi anda akan meminta anda tidak membuka mulut terlalu lebar dalam
berbagai kesempatan. Contohnya ketika tertawa dan menguap tidak berlebihan.
c. c. Peregangan dan pijatan.
Memberikan latihan bagaimana caranya meregangkan atau memijat otot rahang
apabila terasa nyeri. Sebagai tambahan juga mungkin akan diberikan petunjuk
bagaimana posisi kepala, leher, dan bahu yang tepat dalam melakukan aktivitas sehari-
hari.
12
d. Kompres panas atau dingin
Dengan mengompress kedua sisi wajah anda baik dengan kompres panas atau
dingin akan membantu relaksasi otot rahang.
e. e. Penggunaan night guard
Alat ini berguna untuk mengatasi kebiasaan bruxism di malam hari.
f. Terapi kognitif.
Jika TMJ mengalami gangguan karena stress atau anxietas, dokter gigi anda akan
menyarankan untuk menemui psikiater untuk mengatasinya.
13
Daftar Pustaka
1. Jubhari, Eri.H (2002) Proses Menua Sendi Temporomandibula pada Pemakai Gigitiruan
Lengkap.Cermin Dunia Kedokteran 137, 42-45.
2. Shulman DH, Shipman B, Willis FB (2009) Treating trismus with dynamic splinting: a
case report. Journal of Oral Science 51, 141-144.
3. Dhanrajani PJ, Jonaidel O (2002) Trismus: Aetiology, Differential Diagnosis and Treatment.
Dental Update 29, 88-94.
4. Kurnikasari, Erna, Perawatan Disfungsi Sendi Temporomandibula Secara Paripurna. FKG
Unpad.
14