Sapei Rusin - smara.id · Renata Permadi, menyumbangkan foto dan teks untuk ... Iwan Nurdin,...

52
Sapei Rusin & Ketimpangan di daerah UU ITE & Kebebasan Bereks presi Usep Setiawan & Ekskalasi Reforma Agaria Majalah Digital | Edisi 2 November 2018

Transcript of Sapei Rusin - smara.id · Renata Permadi, menyumbangkan foto dan teks untuk ... Iwan Nurdin,...

Sapei Rusin & Ketimpangan di daerah

UU ITE &

Kebebasan Berekspresi

Usep Setiawan& Ekskalasi Reforma Agaria

Majalah Digital | Edisi 2 November 2018

Pegiat gerakan sosial ini ber-

bagi gagasan soal Jawa Barat,

otonomi daerah dan juga refor-

ma agraria. Dia bilang, “Jawa

Barat sedang sakit demam.”

Lebih Dekat dengan Sapei Rusin

TILIKAN10-27

MENU UTAMA

SALUR

Infografis >> Pemanfaatan Jaminan Kesehatan 1; Ikhwal Per-

okok 6 | Jendala >> Senja di Merauke 5 | Rintisan >> justika.com

4 | Serambi >> Pasal - Pasal Karet dalam UU ITE 7

Wawancara: Usep Setiawan

Tenaga Ahli Utama di Kantor Staf Presiden

(KSP) ini bercerita panjang lebar soal Perpres

86 Tahun 2018 tentang Reforma Agraria.

33-48

Ulasan: Reforma Agraria

Perpres No 86 / 2018 tentang reforma

agraria hendak mempercepat guliran

reforma agraria. Intip poin pentingnya

10-27

28-32

Smara.id | No 2 Tahun 20182

Smara, nama majalah ini. Diam-

bil dari kata dalam bahasa sansek-

erta. Artinya: mengingat. Majalah ini

didedikasikan untuk menjadi ruang

presentasi bagi individu dengan ga-

gasan atau aktivitasnya. Menu utama

Smara adalah Tilikan, yakni wawan-

cara dengan individu-individu dari

berbagai kalangan. Selamat mem-

baca.

Boy S. Alamsyah, Kepala Penyunting

Alamat Redaksi: Jl Bumi Pratama

IX Blok N Nomor 14, BHP, Jaktim

Tlp +62 877 8834 3563

email: [email protected].

Website: htpps://smara.id

twitter: @smara_id

Instagram: @smara_digital

Dari Editor

Kontributor Edisi Ini

Renata Permadi, menyumbangkan foto dan teks untuk menu Jendala

(Pelabuhan Satu, Laut Arafuru).

Sapei Rusin, menyediakan foto profil dan foto baliho-nya untuk menu

tilikan.

Usep Setiawan, menyediakan foto profilnya untuk menu wawancara.

Iwan Nurdin, meminjamkan foto “TORA” untuk menu wawancara

3Smara.id|No 2 Tahun 2018

R i n t i s a n

Punya masalah hu-

kum tapi (masih)

enggan menyewa

konsultan hukum

atau pengacara?

Jika ya, Anda bisa mencoba

layanan justika.com.

Aplikasi ini menawarkan

jasa konsultasi hukum via tele

pon. Layanannya cukup luas

dari mulai properti dan tanah,

hutang piutang hingga teknologi informasi. Kalau masih

bingung, Anda bisa bertanya terlebih dahulu via WA.Hingga

saat ini sudah lebih dari 50 konsultan bergabung dalam

layanan ini.

Seperti rintisan lain, layanan ini menawarkan fleksibilitas

waktu dan harga layanan yang bersahabat. Paket layanan-

nya Rp 299 ribu per 30 menit. Ada juga paket gratis yang

akan dijawab via tertulis.

Tak perlu khawatir terkait soal kerahasian dan kompe-

tensi konsultannya. Layanan ini merupakan anak usaha dari

hukumonline.com.

Kini Anda tak perlu galau karena seperti tertulis di si-

tusnya, Justika hadir agar Anda #hadapihukumTakLagiSendiri

untuk wujudkan #keadilanDalamGenggaman.

Tak Sendiri Lagi

Hadapi Masalah Hukum

Smara.id | No 2 Tahun 20184

Di Indonesia, matahari terbenam

dimulai dari Merauke. Matahari ter-

bit juga dimulai dari sini, setiap hari.

Lokasi: Pantai Satu, Laut Arafuru.

Teks dan foto: Renata Permadi

Smara.id | No 2 Tahun 20186

Begitu kata Menteri

Informasi dan Ko-

munikasi Rudianta-

ra seperti dikutip detik.com

setelah revisi UU Iinformasi

dan Transaksi Elektronik

(ITE) disahkan DPR akhir Ok-

tober 2016.

Rudi merasa perbaikan

pada penjelasan dari UU

ITE sudah memadai. Pence-

maran nama baik (Pasal 27

ayat 3) dan ujaran kebencian

(Pasal 28 ayat 2) jadi delik

aduan. Tuntutan hukuman

maksimal turun jadi 4 tahun.

Dengan begitu, di atas ker-

tas terlapor tak bisa lang-

Bukan Korban Terakhir

UU ITE

“Insya Allah tidak ada kriminalisasi karena tata

cara diubah sehingga lebih ketat. Lalu yang pent-

ing adalah penyesuaian terhadap KUHAP”

sung ditahan. Rudi merasa

pasal ini tak lagi multitafsir.

Tapi, faktanya bicara lain.

Dari data yang dihimpun

SAFENET, umpamanya, ada

61 kasus dari total 65 kasus

pada Desember 2016 sd

26 Juni 2018 yang gunakan

pasal-pasal karet dalam UU

tersebut.

Korban termutakhir ada-

lah Baiq Nuril, guru hononer,

yang baru-baru ini diputus

MA bersalah karena merekam

pembicaraan cabul yang di-

lakukan kepala sekolah tem-

patnya bekerja terhadap

dirinya. Pada tingkat Peng

7Tilikan: Sapei Rusin

adilan Negeri Mataram tahun

2017 lalu, Nuril diputus bebas.

Pasal-pasal karet dalam UU ITE

sudah sejak awal menuai protes

dari berbagai kalangan. Korban

pertamanya: Prita Mulysari yang

memposting keluhannya terha-

dap RS Omni, Tangsel.

Meski tak tergantung pada

Rudi seorang, tapi ia sendiri se

pertinya sudah bersikeras hati.

Bagi dia, pasal 27(3) sudah ‘harg

mati’. Tak ada kemungkinan diha-

27 ayat 3 tersebut,” ujar dia.

Rudi bersoal tentang penyalah

gunaan. Tapi ikhwal mengapa

penyalagunaan terus terjadi tak

terjelaskan, apalagi teratasi.

Tragedinya memang ini: pasal-

pasal yang mulanya diatur untuk

perlindungan transaksi elektronik

tetiba berbalik menjadi alat untuk

memberangus kebebasan bereks

presi.

Menurut Damar Juniarto,

Pasal 27 ayat (3)

Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya informasi elek-

tronik dan/atau dokumen elektronik yang bermuatan penghinaan dan/

atau pencemaran nama baik.

Pasal 28 ayat (2)

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi

yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan in-

dividu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku,

agama, ras, dan antargolongan (SARA).

pus/dicabut seperti digaungkan

sejumlah kalangan.

Pasalnya, kata dia, pasal 27(3)

berperan besar dalam melindun-

gi transaksi elektronik khususnya

di dunia maya. Namun, hanya

saja dalam penerapannya sering

terjadi kesalahan. “Yang salah bu-

kan pasal 27 ayat 3-nya, melain-

kan adalah penerapan dari pasal

pegiat Safenet, berdasarkan

analisis kasus-kasus yang ada,

pasal-pasal karet itu jadi alat un-

tuk balas dendam, barter kasus,

membungkam kritik, shock thera-

py, dan persekusi kelompok.

Melihat gegalat seprti ini, Nuril

bukanlah korban terakhir. Siapa

selanjutnya? (*)

Smara.id | No 2 Tahun 20188

9Smara.id|No 2 Tahun 2018

Pesan yang termuat dalam brosur milik Sapei Rusin

--- terdaftar sebagai calon anggota DPD untuk Jawa

Barat dengan nomor urut 59 --- ini sudah bicara

banyak hal tentang apa yang hendak diperjuang-

kannya.

Selama ini ia aktif dalam upaya mengembalikan posisi rakyat

dalam pembangunan melalui kerja-kerja pengorganisasian

masyarakat tani, buruh dan kelompok masyarakat termargin-

alkan pada umumnya.

Benang merah dari aktivitasnya selama ini: keadilan dalam

pembangunan dan penghormatan terhadap alam ketika me-

manfaatkannya. Yang pertama ia bersoal hak-hak rakyat

dalam pembangunan. Yang kedua, ia bersoal tentang keadil

an generasional dalam pembangunan.

Bagi aktivis gerakan sosial seperti Sapei, memutuskan terjun

dalam politik praktis bukan soal pilihan, tetapi lebih karena

tuntutan perjuangan belaka. Ini juga terkait dengan kian tum-

buhnya kesadaran di kalangan aktivis gerakan sosial tentang

perlunya pula “melakukan perubahan dari dalam” .

Smara berkesempatan mewawancarainya via surel beberapa

waktu lalu. Ia bicara banyak hal: dari soal kondisi Jawa Barat,

reforma agraria hingga pendidikan. Berikut nukilannya.

“Jangan biarkan anak-anak kita tak rindu pada sau-

dara, tanah, sungai dan kampung halaman. Jangan

biarkan anak-anak kita tak punya apa-apa.”

11Tilikan: Sapei Rusin

Bagaimana Anda menilai Jawa Barat saat ini?

Jawa Barat sedang sakit demam. Sebagai daerah

berpenduduk terbesar di Indonesia (48,04 juta jiwa,

pada 2017) dan perekonomiannya menyumbang

12,92% (PDRB Atas Dasar Harga Berlaku, 2017) terha-

dap perekonomian nasional, Jawa Barat sedang di-

forsir dan diperas tanpa pemulihan yang memadai.

Keseimbangannya sedang terganggu oleh tuntutan

untuk tampil molek sebagai daerah terdepan “pen-

yangga” ibu kota yang memainkan peran ganda: jadi

pusat perekonomian nasional, tak hanya sebagai

pusat pemerintahan.

Tak mengherankan jika pertumbuhan permuki-

man dan kawasan industri jadi tidak terkendali. In-

frastruktur dipacu melayani pusat-pusat pertum-

buhan. Sawah, kebun, hutan dan perkampungan

tergusur. Konversi lahan pertanian produktif semak-

in menjadi-jadi. Sementara, infra struktur di basis-

basis produksi pertanian di pedesaan semakin jauh

tertinggal. Alhasil, permasalahan pokok Jawa Barat

berupa kesenjangan, kemiskinan, pengangguran

dan krisis layanan alam, alih-alih teratasi malah se-

makin memperihatinkan.

Sedang Sakit Deman

Sapei tentang Jabar

Smara.id | No 2 Tahun 201812

Tingkat kesenjangan juga semakin menganga

(rasio indeks gininya: 0,417 per Maret 2018), ada di

atas rata-rata nasional. Kesenjangan pun nampak je-

las terlihat dari kepemilikan atau penguasaan lahan

pertanian pada rumah tangga pertanian Jawa Barat.

Berdasarkan Sensus Pertanian 2013, dari 3.039.716

rumah tangga petani pengguna lahan, sebanyak

75,14% nya di antaranya masuk kategori petani gurem

(menguasai lahan kurang dari 0,5 ha).

Kesenjangan antar daerah di dalam Jawa Barat

sendiri cukup memperihatinkan. Ironisnya, beberapa

kabupaten yang merupakan lumbung padi di Tanah

Pasundan seperti Indramayu, Cianjur, Tasikmalaya,

dan Garut ternyata memiliki angka kemiskinan di

atas rata-rata nasional (di atas 12%). Hal memperi-

hatinkan lainnya, dapat kita temukan pada tingkat

pengangguran tebuka Jawa Barat (8,17%) yang jauh

di atas tingkat pen-

gangguran terbuka

nasional (5,34%) per

Agustus 2018.

Sementara itu,

dukungan layanan

alam pun semakin kritis. Salah satu indikator pent-

ingnya adalah indeks ketersediaan air Tahun 2015

saja indeks keter sediaan air Jawa Barat berada pada

ambang batas kategori sangat kurang (1.028 m3/ka-

pita/tahun). Bahkan diperkirakan indeks ini akan se-

makin menurun pada tahun-tahun berikutnya.

Terlebih sedikitnya 100 ribu hektar lahan produktif

setiap tahunnya beralih fungsi menjadi wilayah ter-

bangun berupa pemukiman dan kawasan industri.

Selain berdampak pada sediaan air pemukaan, tentu

saja lebih mengkhawatirkan lagi proses konversi ini

mengancam ketersediaan pangan. Tentunya masih

banyak lagi sejumlah tantangan besar yang dihadapi

Jawa Barat.

Jawa Barat sedang di-

forsir dan diperas tanpa

pemulihan yang memadai

13Tilikan: Sapei Rusin

Jadi, Jawa Barat seperti apa yang Anda harapkan

ke depannya?

Jawa Barat ke depan harus ditata dan dibangun

secara lebih adil dan merata bertumpu pada pe-

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5

Babel

Kaltara

Sumut

Sumbar

Aceh

Riau

Malut

Kep Riau

jambi

Kalbar

Kalteng

Kaltim

Maluku

Kalsel

Lampung

Sulteng

NTT

Sumsel

Bengkulu

Sulbar

NTB

Bali

Jateng

Jatim

papua

Banten

INDONESIA

DKI Jakarta

Sulut

Papua Barat

Sulsel

Gorontalo

Jabar

Sultra

DIY

0.281

0.389

0.407

Gini Ratio (Maret, 2018)

Sumber: BPS, 2018

Koefisien Gini: indiaktor yang menunjukkan tingkat ketimpangan pendapatan secara menye-

luruh. Nilainya antara 0-1. Semakin mendekati 1 menunjukkan ketimpangan sempurna dan

sebaliknya menunjukkan pemerataan yang sempurna

Smara.id | No 2 Tahun 201814

numbuhan sektor pertanian, indutrialisasi pedesaan,

ekonomi kreatif dan sektor pariwisata.

Penumbuhan sektor pertanian harus dimulai den-

gan proses redistribusi penguasaan lahan-lahan per-

tanian sehingga ketimpangan penguasahaan lahan

pertanian pada rumah tangga petani tidak senjang.

Redistribusi harus disertai dengan upaya penguatan

kapasitas, pengembangan kelembagaan produksi

secara kolektif dan pengembangan teknologi seh-

ingga memberi dampak siginifkan pada peningka-

tan kesejahteraan dan penyerapan tenaga kerja, kh-

sususnya di wilayah pedesaan.

Pembangunan infrastruktur harus diprioritaskan

untuk menunjang penumbuhan basis-basis produk-

si pertanaian serta menjamin cepat, mudah dan mu-

rahnya aliran distribusi hasil-hasil produksi pertani-

an. Dari tumbuhnya basis produksi pertanian inilah

dapat ditumbuhkan industrialisasi pedesaan dimana

nilai tambah dari suatu proses produksi akan lebih

banyak dirasakan di wilayah basis produksinya.

Proses tersebut dikembangkan sejalan dengan

penumbuhan ekonomi kreatif yang bertumpu pada

pembangunan sumberdaya manusia sehingga lebih

berintegritas, berpengetahuan, keratif dan inovatif

yang saling terhubungn antara wilayah perkotaan

dan pedesaan. Dengan pola dasar seperti ini sektor

pariwisata dapat dikembangkan sekaligus juga me-

mulihkan kembali fungsi-fungsi ekologisnya.

Jika diumpamakan tanaman, Anda mengasosiasi-

kan Jabar dengan tanaman apa? Pohon Kersen.

Rindang, buahnya menarik dan menjadi tempat ban-

yak orang berteduh dan anak-anak bermain. Banyak

orang juga menghampiri pohon kersen sekedar un-

tuk memungut buahnya. Meskipun begitu seringkali

pohon kersen tidak terlalu dirawat dan diperhatikan.

(*)

15Tilikan: Sapei Rusin

Pemekaran wilayah selalu jadi polemik. Tak terke-

cuali pembentukan daerah otonomi baru di Jabar.

Meski begitu, wacananya seperti timbul-tenggalam.

Bila dipadatkan, ada dua formula usulan yang me-

nyeruak.

Pertama, pemekaran hanya di tingkat kabupaten/

kota. Gubernur Jabar Ridwan Kamil, misalnya, ter-

masuk dalam kategori ini. Ia bertekad mendorong

fokus pemekaran kabupaten/kota di wilayah Jabar

bagian selatan.

Pertimbangannya, untuk memudahkan pelayanan

publik dan mendongkrak kesejahteraan masyarakat

di wilayah tersebut yang notabebe relatif tertinggal

dibandingkan dengan kawasan Jabar bagian utara.

Setidaknya, saat ini sudah ada tiga calon kabupa

ten baru yang sudah sampai ke DPR, yakni calon Kab.

Bogor Barat, Sukabumi Utara dan Kab. Garut Selatan.

Hanya saja, pembahasannya saat ini terhenti karena

adanya moratorium pembentukan DOB sejak 2016

lalu.

Kedua, membagi Jabar menjadi dua atau lebih

provinsi. Meski demikian, belum ada usulan yang

mengerucut. Usulan pembentukan Provinsi Cirebon

Raya, misalnya, hingga kini belum ada titik terangnya

Bisa Jadi 3 Provinsi

Sapei tentang Pemekaran Wilayah

Smara.id | No 2 Tahun 201816

meski relatif sudah lama digaungkan. Belakangan

muncul gagasan Provinsi Parahyangan (Kabupaten/

Kota Tasikmalaya, Garut, Ciamis, Pangandaran).

Berikut pendapat Sapei Rusin terkait wacana

pemekaran wilayah di Jabar.

Bagaimana posisi Anda terhadap wacana peme-

karan provinsi Jawa Barat?

Dasar penting bagi pemekaran wilayah menurut

saya adalah upaya mempermudah, mempercepat

dan meningkatkan kualitas berbagai layanan pub-

lik pada rakyat. Juga untuk memperpendek rentang

kendali rakyat atas kekuasaan dalam mengelola

berbagai sumber daya ekonomi yang menyangkut

sumber penghidupannya.

Tentu saja pertimbangan penting lainnya ada-

lah daya dukung alam dan kemampuan dalam hal

mitigasi bencana. Terkait hal yang terakhir, seluruh

wilayah Jawa Barat memiliki kerentanan bencana

yang cukup tinggi berupa gempa, banjir, longsor,

gunung berapi dan kekeringan.

Oleh karena itu, pemekaran wilayah juga pen

ting diukur dalam kaitannya meningkatkan kemam-

puan mitigasi sekaligus kecepatan dalam hal pen-

angangan tanggap darurat bencana.

Jika pemekaran dilakukan berdasarkan empat

pertimbangan di atas, saya sangat sependapat de

ngan usulan perlunya dilakukan pemekaran provinsi

Jawa Barat.

Idealnya, jadi berapa provinsi?

Provinsi Jawa Barat potensial dimekarkan menjadi

3 wilayah propinsi.

Pada tingkat kabupaten, ada beberapa wilayah

yang layak dimekarkan, yakni: Kabupaten Bogor,

Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Cianjur, Kabupat-

en Garut dan Kabupaten Bandung.(*)

17Tilikan: Sapei Rusin

Selama ini Anda dikenal aktif dalam kerja-ker-

ja pengorganisasian masyarakat. Bisa ceritakan,

mengapa Anda memilih jalan ini?

Selepas menyelesaikan pendidikan di ITB, saya

memang lebih memilih meneruskan apa yang telah

saya geluti sejak mahasiswa. Yaitu, kerja-kerja peng

organisasian masyarakat, dari mulai melakukan pen-

didikan kritis hingga advokasi kebijakan.

Bagi saya, pengetahuan, kemampuan dan kes-

empatan yang saya miliki bukan hanya untuk saya

pri badi dan keluarga. Apalagi jika sekedar dipergu-

nakan untuk mengejar penghasilan. Saya lebih me-

mandang nya sebagai amanat dan ada tanggung

jawab besar untuk dipergunakan dalam menyelesai-

kan persoalan-persoalan yang dialami masyarakat.

Amanat ini juga tumbuh dari kesadaran bahwa ke-

banyakan masyarakat kita tidak memperoleh kesem-

patan yang sama seperti yang saya dapatkan, yakni

mendapatkan pendidikan yang baik.

Apa yang paling membahagiakan Anda dari kerja-

kerja pengorganisasian tersebut selama ini?

Dari pengalaman yang saya lalui, hal yang paling

Sapei tentang DPD & Otda

Otda ModelPersemakmuran

Smara.id | No 2 Tahun 201818

membahagiakan adalah ketika masyarakat tumbuh

pengetahuan, kesadaran dan kemampuannya secara

kolektif sehingga secara bergotong-royong mampu

mengatasi berbagai kesulitan yang dihadapinya.

Dan lebih membahagiakan lagi ketika masyarakat

tampil menjadi kekuatan yang semakin berpengaruh

sehingga mereka yang memiliki kuasa politik dan

ekonomi tidak lagi terlalu leluasa berlaku semena-

mena.

Lantas, apa pertimbangkan mencalonkan diri men-

jadi calon senator? Bukankah kewenangan DPD

saat ini terbatas dan ruang kontestasinya juga be-

rat ketimbang jadi caleg DPR?

Pertama, saya mencalonkan diri karena dorongan

bahkan desakan dari organsiasi-organisasi petani,

buruh, nelayan, organisasi non pemerintahan serta

komunitas-komunitas seni dan kebudayaan. Sela-

ma ini, anggota organisasi-organisasi tersebut telah

memiliki afilisasi politik ke berbagai parpol. Untuk

menjaga agar saya tidak berada pada satu partai

19Tilikan: Sapei Rusin

tertentu dan dapat tetap dapat merangkul seluruh

anggota dan jaringan, maka kawan-kawan memu-

tuskan untuk lebih mendorong saya mencalonkan

diri mela lui jalur DPD RI.

Kedua, saya cukup terlibat dalam masa-masa

reformasi di mana kehadiran lembaga negara seper

ti DPD RI ini merupakan bagian dari penguatan po-

sisi daerah dan penguatan sistem perwakilan. Pada

perkembangannya, saya dan kawan-kawan menilai

justru kehadiran lembaga ini masih jauh dari hara-

pan.

Sistem bikameral (perwakilan dua kamar) belum

efketif menciptakan check and balances baik se-

cara internal dalam lem-

baga perwakilan mau-

pun dalam hubungannya

dengan eksekutif.

Lebih jauh dari itu,

penguatan posisi dan

peranan daerah dalam

konteks pembangunan

nasional melalui penera-

pan otonomi daerah juga

masih jauh dari harapan

untuk mengakselerasi

perwujudan kesejahter-

aan rakyat.

Atas dasar bacaan tersebut, saya dan kawan-

kawan menilai penting untuk memperkuat kembali

‘marwah’ DPD RI sesuai dengan kebutuhan yang

melatarbelakangi pembentukannya.

Menurut penilaian Anda, apa kekurangan otonomi

daerah dari perspektif penguatan kapasitas rakyat

dan atau organisasi rakyat?

Dalam pengamatan saya, kekurangan itu utama

nya mengenai kepastian akses rakyat terhadap po-

Otonomi derah ke depannya

harus lebih merepresenta-

sikan konsep persemakmu-

ran. Artinya, daerah memiliki

kewenangan yang semakin

besar dalam mengatur dan

mengurus diri sendiri. Khu-

susnya dalam hal pengelo-

laan sumberdaya produktif

Smara.id | No 2 Tahun 201820

tensi ekonomi daerah. Ini terjadi karena minimnya

manifestasi otonomi daerah dalam hal kewenangan

untuk mengelola sumberdaya produktif oleh dae-

rah.

Jika dilihat dari postur anggaran, nampak indi-

kasi proporsi PAD dibandingkan dengan dana-dana

yang bersumber dari pusat yang masih cukup ren-

dah. Hal ini mengakibatkan ketergantungan daerah

pada pusat dalam hal pengelolaan sumberdaya

alam dan pertumbuhan ekonomi.

Apa usulan perubahannya?

Menurut pandangan saya,

ke depan corak otonomi

daerah Indonesia harus leb-

ih merepresentasikan kon-

sep persemakmuran. Artinya

daerah memiliki kewenangan

yang semakin besar dalam

mengatur dan mengurus diri

sendiri. Khususnya dalam hal

pengelolaan sumberdaya

produktif yang langsung

berhubungan dengan per-

cepatan pencapaian kemak-

muran rakyat di daerah. Se-

mentara pusat atau nasional

semakin bersifat simbolik

sebagai pemersatu sekaligus

penyeimbang kesenjangan

pencapaian tingkat kemak-

muran antar daerah.

Apa relevansi usulan ini bagi

Jabar?

Jawa Barat dengan potensi

kekayaan berbagai sumber-

daya alam yang cukup be-

21Tilikan: Sapei Rusin

sar tetapi masih dihadapkan pada sejumlah ironi kesenjangan,

kemiskinan, penangguran sekaligus juga darurat daya dukung

alamnya. Jawa Barat lebih tampil sebagai “lapak” dari berbagai

proyek pembangunan pusat.

Dengan model persemakmuran, Jawa Barat mempunyai ruang

untuk mengoreksi arah pemba ngunan selama ini dan pada saat

yang sama dapat mengoptimalkan sumber daya produktifnya un-

tuk kesejahteraan masyarakatnya.(*)

Proyek-proyek strategis nasional di Jawa

Barat harus ditinjau ulang. Harus dipasti-

kan, pertama, tidak menyingkirkan warga

dari ruang-ruang kehidupannya. Kedua,

tidak menambah parah kerusakan alam

yang sudah terjadi. Ketiga, tidak memper-

buruk layanan sosial.

Sapei Rusin

Kita Jaga Alam, Alam akan Jaga Kita

Sapei Rusin

Plakat

Smara.id | No 2 Tahun 201822

Apa agenda kebijakan yang hendak Anda usung

terkait reforma agraria?

Pada intinya, usulan kebijakan atau regulasi terkait

dengan tujuan substansi pokok untuk mengevalua-

si, penertiban, pengaturan ulang dan kontrol dalam

kerangka penataan ulang sumber daya agraria

dalam kontek kepentingan peningkatkan keman-

faatannya bagi pencapaian kemakmuran bangsa

serta keadilan antar generasi.

Beberapa agenda kebijakan atau regulasi yang

menurut saya penting dan mendesak antara lain:

• Meninjau ulang semua undang-undang yang

terkait dengan pengeloalaan sumberdaya agra

ria dan sumberdaya alam lainnya beserta pera-

turan pelaksanaannya. Dan yang terbukti tidak

sejalan dengan Pasal 33 UUD 1945 dan UUPA

No.5 Tahun 1960 harus segera dicabut, diubah,

dan/atau diganti sesuai mandat TAP MPR No.IX

Tahun 2001.

• Kebijakan yang mengatur layanan satu pintu

yang mencakup pencatatan, perencanaan,dan

pemberian izin penguasaan, pemilikan, peng-

gunaan dan pemanfaatan tanah untuk menga-

tasi permasalahan tumpang tindih kebijakan dan

kelembagaan. Regulasi untuk penertiban dan

Sapei tentang Reforma Agraria

Tinjau UlangUU yang Tak Sejalan

23Tilikan: Sapei Rusin

pencabutan izin penguasaan tanah yang luas

dan tidak memberikan manfaat seperti Hak

Guna Usaha (HGU), Hak Pengelolaan Hutan

(HPH), Hutan Tanaman Industri (HTI), Izin-izin ini

harus dikembalikan kepada negara dan untuk

kemudian diredistribusikan demi kemakmuran

dan kesejahtraan rakyat.

• Kebijakan yang memberikan perlindungan dan

pengukuhan hak pemilikan pada kolektif/ke

satuan masyarakat yang telah menggarap dan

mengusahakan ta-nah-tanah negara sepan-

jang pengusahaan tanah itu tidak menganggu

fungsi-fungsi ekologis.

• Kebijakan untuk mendorong perubahan po-

sisi perusahaan badan usaha milik negara

(BUMN) di bidang perkebunan menjadi berge

rak di sektor niaga, industri pengelolaan pasca

panen serta pengembangan teknologi penun-

jang sektor pertanian dan perkebunan rakyat.

• Kebijakan yang mengatur tentang bentuk per-

adilan khusus tentang pelanggaran hak pen-

guasaan atas tanah yang berlebihan dan pe-

nyelesaian konflik-konflik agraria.

Kalau untuk Jabar sendiri bagaimana?

Khusus untuk Jawa Barat, penting dan mendesak

adanya kebijakan untuk menginventarisasi peng

uasaan dan kondisi sumberdaya agraria serta an-

cangan pemanfaatannya untuk untuk meningkat-

kan kesejahteraan rakyat dan kemajuan perekono-

mian daerah, khususnya yang menjadi kewenangan

Pemerintah Propinsi.

Selain itu, mendesak juga dibentuk kelembagaan

yang mereprentasikan gabungan antara unsur

pemerintahan daerah dan organisasi-organisasi

masyarakat sipil yang bertugas dalam kerangka

penyelesaian konflik-konflik agraria.(*)

Smara.id | No 2 Tahun 201824

25Tilikan: Sapei Rusin

Kenapa perlu pendidikan yang adil?

Sebagai warga negara, pendidikan

adalah hak asasi setiap warga; dan

hal itu dijamin oleh UUD 1945. Seba-

gai manusia, pendidikan adalah sara-

na memuliakan kemanusiaan, karena

keutamaan manusia –- dari mahluk

lainnya-- adalah akalnya. Dua hal ini

menjadi dasar untuk menyelengga-

rakan sebuah pendidikan yang adil

dan merata bagi seluruh warga ne-

gara Indonesia.

Apa yang dimaksud dengan pen-

didikan yang adil?

Pendidikan yang adil menurut saya

kondisi ketika semua warga negara

tanpa membedakan suku, ras, aga-

ma, status sosial, kelas ekonomi, kota

dan desa, pulau jawa dan luar pulau

jawa, dapat memiliki kesempatan

yang sama untuk menikmati pendidi-

kan yang berkualitas atau bermutu.

Sementara merata dalam artian ke

tersebaran sarana, prasarana dan

tenaga pendidikan secara berkuali-

tas pada seluruh wilayah.

Apa agenda kebi-

jakan yang ingin

Anda perjuang-

kan?

Saya ingin mem-

perjuangkan ke-

bijakan yang

memprioritaskan

peningkatan akses

pendidikan di dae-

rah pinggiran dan

terpencil, pengen-

dalian dan penertiban sekolah-se-

kolah dari kepentingan akumulasi

keuntungan dan kepentingan poli-

tik, pembebasan biaya pendidikan

12 tahun untuk seluruh warga, peng-

galangan dan peng organisasian per-

an serta masyarakat, salah satunya

adanya program wajib mengajar.(*)

Sapei tentang Pendidikan

Pendidikan yang Adil

Smara.id | No 2 Tahun 201826

Aktif sebagai pendidik dalam upaya peningkatan kapasitas

masyarakat dan generasi muda pada aspek kepemimpinan, mana-

jemen organisasi, analisis kebijakan publik, dan pengembangan

basis ekonomi produktif.

Beberapa inisiatif yang sudah dijalankan :

• Ketua Dewan Sekolah Kepemimpinan untuk Pembaruan Desa

dan Agraria (SKPDA),

• Inisiator dan Pengajar pada Sekolah Politik Anggaran (SEPOLA)

• Pendiri sekaligus Ketua Dewan Pimpinan Institut Kepemimpi-

nan Kebangsaan Indonesia (IKKI)

• Dewan Pengarah dan Pengajar pada Sekolah Pengusaha Juara

(SPJ) dan Pesantren Latihan Kerja (PALKA).

PENDIDIKAN FORMAL

• Institut Teknologi Bandung (ITB), Jurusan Teknik Planologi , lu-

lus tahun 1999

• SMUN 1 Bandung

• SMPN Lemahabang Karawang

• SDN IV Lemahabang Karawang

PENDIDIKAN INFORMAL

• Fellow of American Council for Young Political Leader (ACYPL)

Program (2012)

• Internship on Pro Poor Participatory Budgeting in Porto Allege,

Brazil (2005)

• nternship on people based advocacy in Pune, Maharashtra, In-

dia (2002)

PENGALAMAN KERJA & ORGANISASI

• Pendiri dan Ketua Perkumpulan Inisiatif

• Ketua Majelis Pengarah Organisasi (MPO) Konfederasi Pergera-

kan Rakyat Indonesia (KPRI)

• Ketua Badan Pelaksana Perhimpunan Penggerak Advokasi Ke

rakyatan

• Presidium Sarasehan Warga Bandung (SAWARUNG)

• Peneliti AKATIGA dan B-Trust

SAPEI RUSIN

27Tilikan: Sapei Rusin

Tepat pada peringatan

hari tani 24 September

lalu, Presiden Joko-

wi menandatangani Perpres

No 862018 tentang reforma

agraria.

Perpres ini disambut suka

cita karena dinilai sebagai

pembuka jalan untuk mengu-

rangi ketimpangan pengua-

saan dan kepemilikan tanah

dan juga menyelesaikan kon-

flik agraria. Tapi yang skep-

tis atau menolak juga ada.

Sekurangnya karena dua ala-

san.

Pertama, perpres tersebut

dinilai tak cukup progresif.

Ini lantaran tanah-tanah yang

dikuasai korporasi perkebu-

nan tak masuk sebagai tanah

obyek reforma agraria. Ke

dua, gencarnya sertifikasi

tanah justru dianggap seba-

gai jalan terjadinya konsoli-

dasi tanah ke pemilik modal.

Lantas, apa yang menarik

dari perpres ini?

Pertama, reforma agraria

yang digulirkan memiliki dua

sisi yang sama pentingnya.

Sisi pertama adalah penataan

aset dengan fokus utama

nya redistribusi tanah yang

dilengkapi dengan proses

sertifikasi. Sisi keduanya, pe-

nataan akses dengan fokus

pembuka akses permodalan

dan perbaikan tata produksi

pertanian.

Reforma Agraria

Akankah Terjadi Percepatan?

Smara.id | No 2 Tahun 201828

Terkait itu, kedua, redistri-

busi tanah ini dilakukan un-

tuk tanah pertanian dan juga

non-pertanian (tempat ting-

gal, tempat usaha). Dan, ka-

renanya, ketiga, yang menjadi

penerima TORA tidak hanya

petani atau penggarap, tetapi

juga (buruh) nelayan, petam-

bak garam hingga ASN dan

anggota TNI/Polri.

Kelima, ada kelemba-

gaan baik di pusat (Tim

Reforma Agraria Nasional)

dan di daerah (Gugus Tugas

Reforma agraria). Di ting-

kat daerah, melibatkan un-

sur non-pemerintahan dalam

keanggotaannya.

keenam, peran serta

masyarakat setidaknya men-

cakup dua hal: pengusulan

TORA dan masukan terkait

penyelesaian sengketa atau-

pun konflik agraria.

Akankah adanya perpres ini

reforma agraria akan bergu-

lir lebih cepat? Ini masih akan

ditentukan oleh sejumlah fak-

tor seperti: konsistensi komit-

men pemerintah, kemampuan

pendataan dan juga adanya

cetak biru penataan produksi

(utamanya berkaitan dengan

peningkatan produksitivitas

pertanian).

Satu hal lainnya tentu saja

soal pengkomunikasian kebi-

jakan ini. Dengan asumsi keti-

ga faktor di atas terpenuhi, ke-

bijakan ini perlu dikemas agar

berterima dan menjadi isu-

kebijakan yang tak hanya “di-

miliki” atensi kalangan pegiat

dan atau petani (penggarap)

saja.

Hal tersebut penting karena

pihak-pihak yang menentang

kebijakan ini tentu tak akan

berpangku tangan saja, bu-

kan? (*)

55.90%

31.70%

12.40%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60%

< 0.5 ha

0.5 ha - 1.99 ha

> 2 ha

56%

Rumah Tangga Perta-

nian Pengguna lahan

merupakan petani

gurem (menguasai

tanah < 0.5 ha)

Sensus Pertanian, 2013

Petani Gurem

29Smara.id|No 2 Tahun 2018

PERORANGAN, dengan ketentuan memenuhi persyaratan sebagai

berikut: a. Warga Negara Indonesia; b. berusia paling rendah 18 (de-

lapan belas) tahun atau sudah menikah; dan c. bertempat tinggal di

wilayah objek redistribusi tanah atau bersedia tinggal di wilayah objek

redistribusi tanah;

BADAN HUKUM, dapat berbentuk: koperasi, perseroan terbatas,

yayasan, kelompok masyarakat dengan Hak Kepemilikan Bersama

(HKB) atau badan usaha milik desa. HKB merupakan gabungan dari

orang-perseorangan yang membentuk kelompok, berada dalam satu

kawasan tertentu serta memenuhi persyaratan untuk diberikan objek

redistribusi tanah.

Reforma Agraria

Mengenal Para SuRa

Subyek Reforma Agraria (SuRa) dalam garis besarnya dapat dibedakan

menjadi dua:

Untuk perorangan, yang berhak menjadi SuRA meliputi individu yang

bekerja dalam kategori sebagai berikut:

Petani

• Petani gurem yang memiliki luas tanah 0,25 ha atau lebih

kecil dan/atau petani yang menyewa tanah yang luasan-

nya tidak lebih dari 2 (dua) hektare untuk diusahakan di

bidang pertanian

• Petani penggarap yang mengusahakan tanah milik orang

lain

• Buruh tani yang mengusahakan tanah orang lain dengan

mendapat upah

Smara.id | No 2 Tahun 201830

Nelayan

• Nelayan kecil yang melakukan

penangkapan ikan untuk me-

menuhi kebutuhan hidup seha-

ri-hari, baik yang tidak meng-

gunakan kapal penangkap ikan

maupun yang menggunakan

kapal penangkap ikan beruku-

ran paling besar 10 (sepuluh)

Gross Tonnage (GT);

• Nelayan tradisional yang mela

kukan penangkapan ikan di

perairan yang merupakan hak

perikanan tradisional yang telah

dimanfaatkan secara turun-te-

murun sesuai dengan budaya

dan kearifan lokal

• Nelayan buruh yang menyedia-

kan tenaganya yang turut serta

dalam usaha penangkapan ikan

• Pembudi daya ikan kecil yang

melakukan pembudidayaan

ikan untuk memenuhi kebutu-

han hidup sehari-hari

• Penggarap lahan budi daya

yang menyediakan tenaganya

dalam pembudidayaan ikan;

Petambak

• petambak garam kecil yang

melakukan usaha pergaraman

di lahan sendiri (luas maks 5

ha)

• Perebus garam

• Penggarap tambak garam

Pekerja tidak tetap yang tidak

punya tanah:

• Guru honorer yang belum ber-

status Pegawai Negeri Sipil, di-

upah di bawah UMR dan tidak

memiliki tanah;

• Pekerja harian lepas

• Buruh yang bekerja;

• Pedagang informal yang

modalnya terbatas, berpindah-

pindah tempat di lokasi umum,

tidak ada legalitas formal

• Pekerja sektor informal

Pegawai Tetap

• Pegawai tidak tetap (kontrak)

• Pegawai swasta yang dengan

pendapatan di bawah PTKP

• PNS (paling tinggi golongan

III/a)

• Anggota TNI/Polri dengan

pangkat tertinggi letnan dua/

insepektur dua

• Pekerjaan lain yang ditetap-

kan menteri

5hektar

luas tanah maksimal yang

bisa diperoleh tiap Sura

Sumber: Perpres No 86/2018

31Smara.id|No 2 Tahun 2018

1. Tanah HGU dan HGB yang telah habis masa berlakunya dan

tidak ada permohonan pembaruan hak dalamjangka waktu 1

tahun setelah haknya berakhir.

2. Tanah dari pemegang HGU yang berkewajiban menyerahkan

paling sedikit 20% dari luas tanah HGU yang berubah dari HGB

karena perubahan rencana tata ruang;

3. Tanah yang dari pemegang HGU yang berkewajiban menye

rahkan paling sedikit 20% dari luas tanah HGU karena proses

pemberian, perpanjangan atau pembaruan haknya;

4. Tanah yang berasal dari pelepasan kawasan hutan yang ditetap-

kan Menteri LH dan Kehutanan sebagai TORA, yang meliputi:

tanah dalam kawasan hutan yang ditetapkan sebagai TORA dan

atau yang telah dikuasai masyarakat dan telah diselesaikan

penguasaannya;

5. Tanah bekas tanah terlantar;

6. tanah hasil penyelesaian Sengketa dan Konflik Agraria;

7. tanah bekas tambang yang berada di luar kawasan hutan;

8. tanah timbul;

9. Tanah yang memenuhi persyaratan untuk penguatan hak rakyat

atas tanah, meliputi: (1) tanah hibah dari korporasi sebagai ba-

gian dari CSR; (2) tanah hasil konsolidasinya yang subyek me-

menuhi ketentuan; (3) sisa tanah hasil sumbangan tanah dan

tanah pengganti biaya pelaksanaan konsolidasi tanah; (4) tanah

negara yang sudah dikuasai masyarakat;

10. Tanah bekas hak erpacht, tanah bekas partikelir dan tanah be-

kas eigendom yang luasnya lebih dari 10 (sepuluh) bauw yang

masih tersedia dan memenuhi ketentuan perundang-undangan

sebagai objek redistribusi;

11. tanah kelebihan maksimum, tanah absentee, dan tanah swapra-

ja/bekas swapraja yang masih tersedia dan memenuhi keten-

tuan perundang-undangan sebagai objek redistribusi tanah.

Mengenal si TORA

Sumber: Pasal 7 (1) Perpres No 86/2018

Reforma Agraria

Smara.id | No 2 Tahun 201832

Reforma Agraria: Wawancara

“Saatnya bekerja nyata menjalankan beragam kegiatan dalam

menjawab tuntutan rakyat yang suda lama menanti: atasi ke

timpangan dan konflik,” begitu kata penutup yang ditulis Usep

Setiawan dalam artikelnya di harian Kompas (1/10). Artikel ini

semacam ‘perayaan’ atas terbitnya Perpres No 86/2018 ten-

tang reforma agraria.

Ajakan itu disampaikan karena sebagai orang yang lama ber-

giat dalam gerakan reforma agraria, Usep menyadari adanya

ketidakpuasan sejumlah kalangan terhadap perpres tersebut.

Dan, ini kembali ke soal cara me-

mandang: gelas sudah terisi sepa-

ruh atau gelas cuman terisi sepa-

ruh. Usep yang kini berkiprah

sebagai Tenaga Ahli Utama

Kantor Sekretariat Presiden

(KSP) dan terlibat intens dalam

penyusunan kebijakan reforma

agraria memilih cara pandang

pertama. Dan, ini juga soal re-

alitas politik.

Untuk mengulik lebih jauh

soal perpres tersebut, smara.id

mewawancarai anggota Majelis Pa-

kar Konsorsium Pembaruan Agraria

ini melalui surel. Berikut nukilannya.

Untuk pembangunan

yang Berkeadilan

33Wawancara:Usep Setiawan

Reforma agraria merupakan salah satu janji kam-

panye Jokowi-Kalla (2014). Mengapa Perpres

Reforma agraria (No 86/2018) baru bisa dirilis

setelah 4 tahun?

Memang penyusunan regulasi untuk pelaksana

an reforma agraria membutuhkan proses panjang

dan waktu yang lama. Konsep substansi mengenai

regulasi ini sebenarnya sudah mulai disusun pada

tahun 2006, namun baru terbit 2018. Hal ini, meng-

ingat diperlukan konsultasi dengan para pemangku

kepentingan yang tidak sedikit, baik di dalam mau-

pun di luar pemerintahan.

Yang di dalam pemerintahan, rancangan perpres

ini awalnya disusun oleh tim di Kementerian ATR/

BPN, lalu dikirim ke Kemenko Perekonomian, dikon-

sultasikan dengan sejumlah kementerian terkait, lalu

difinalisasi di Sekretariat Negara, baru ke meja presi

den. Proses ini bisa dipercepat berkat kerja sigap

dari sejumlah orang di kementerian dan lembaga

dalam dua tahun terakhir ini.

Sedangkan pihak di luar pemeritahan, rancangan

perpres juga dimintai masukan dari kalangan pegiat

reforma agraria dari sejumlah organisasi dan akade-

misi serta pakar agraria dari berbagai kampus. Masu

kan ada yang disampaikan secara langsung dalam

pertemuan ada juga yang tertulis. Semuanya ditam-

pung dan diolah sehingga menjadi bahan ramuan

substansi dari perpres ini.

Walaupun perpres ini lahir pada tahun ke-4

pemerintahan Presiden Jokowi, bukan berarti refor-

ma agraria baru akan dijalankan. Sebelum perpres

lahir, reforma agraria dijalankan merujuk pada RP-

JMN 2015-2019, serta RKP 2017, 2018, dan 2019.

Perpres ini dimaksudkan untuk mempercepat pen-

capaian target-target reforma agraria dan mensiner

giskan sejumlah kegiatan yang ada di dalamnya pro-

Smara.id | No 2 Tahun 201834

gram prioritas reforma agraria.

Mengapa Perpres Reforma Agraria No 86/2018

tidak menyebut UUPA No 5 Tahun 1960 dalam ba-

gian konsiderannya (bagian menimbang /meng-

ingat)? (sebagai perbandingan, Pemenag/BPN

No 18 tahun 2016, misalnya, masih menyebutkan

UUPA dan UU lain (Prp UU 56/60, PP 241/61, dll).

Saya juga berpikir UUPA No. 5/1960 baiknya ma

suk dalam konsideran perpres. Namun, pertim-

bangan akhir tim penyusun perpres tidak mencan-

tumkan UUPA. Dugaan saya, mengingat substansi

reforma agraria yang diatur dalam perpres ini men-

cakup substansi dalam banyak UU, termasuk UUPA.

UU yang terkait pertanahan, kehutanan, perkebunan,

pertanian, keluatan, dsb yang semula masuk dalam

rancangan perpres, akhirnya dihapuskan semua, ke-

cuali UU yang menegaskan kekuasaan pemerintah

yang berada di tangan presiden menurut UUD.

Tetapi dengan masukan TAP IX/2001 tentang

pembaruan agraria dan pengelolaan sumberdaya

alam sebagai komitmen politik negara untuk men-

jalankan reforma agraria sudah sangat memadai

sebagai payung pilitik hukum. Dalam TAP MPR ini

dikandung prinsip-prinsip, arah kebijakan dan agen-

da-agenda pokok reforma agraria yang harus di-

jalankan oleh Presiden RI dan DPR RI. Dengan de-

mikian konsideran menjadi lebih simpel dan fokus

pada hal-hal yang akan ditindaklanjuti.

Toh, walaupun tidak tercantum pada konsideran

mengingat dan menimbang, tapi isi perpres ini tetap

merujuk pada ketentuan yang ada di dalam UUPA,

misalnya pada Pasal 1 (ayat 6), dst. Ini artinya UUPA

tetap menaungi perpres reforma agraria ini.

Reforma agraria ini dianggap setengah hati karena

tidak melibatkan tanah-tanah yang dikuasai korpo-

35Wawancara:Usep Setiawan

rasi, perhutani dan tanah-tanah yang masih dalam

sengketa/konflik agraria sebagai obyek reforma

agraria. Bagaimana Anda menanggapi kritik ini?

Memang perpres ini tidak secara eksplisit menye-

butkan bahwa tanah yang dikuasasi korporasi seba-

gai obyek reforma agraria. Namun, kalau dicermati

klausul tentang hal ini sudah termaktub di dalamnya.

Misalnya, pada pasal 7 (1f) “tanah hasil penyelesaian

sengketa dan konflik agraria”. Maknanya, tanah yang

sebelumnya dikuasai korporas di sektor pertanahan,

kehutanan, perkebunan, pesisir, pertambangan, dsb

sudah termaktub dalam klausul tersebut.

Cakupannya, penyelesaian konflik agraria adalah

luas, lebih luas dari sengketa tanah. Sebab, konflik

agraria ini mengandung maksud untuk menyelesai-

kan seluruh konflik struktural di semua sektor strate

gis secara tuntas dan menyeluruh. Kita tidak boleh

menghindari konflik. Perpres ini justru dimaksudkan

bahwa semua konflik harus dihadapi, ditangani dan

diselesaikan.

Mengenai kelembagaan penanganan dan penye-

lesaian konflik agraria, diatur dalam bagian khusus

dari perpres ini. Sedangkan tata caranya akan diatur

secara lebih rinci melalui peraturan Menteri ATR/

BPN sebagai Ketua Gugus Tugas Reforma Agraria

yang ada di pemerintah pusat. Pelaksananya ada-

lah gugus tugas yang ada di level pemerintah pusat,

provinsi, dan kabupaten/kota secara sinergis.

Pemerintah daerah (kabupaten/kota) menjadi

garda terdepan dalam penanganan dan penyelesai

an konflik agraria. Semua kasus diidentifikasi dan

diselesaikan oleh pemda. Jika tidak bisa diselesai-

kan sendiri oleh pemda, atau secara administratif

menyangkut kasus yang melibatkan dua atau lebih

wilayah kabupaten/kota, baru naik ke level provinsi.

Jika pemerintah provinsi juga ternyata tidak bisa,

karena menyangkut kewenangan yang lebih tinggi,

Smara.id | No 2 Tahun 201836

baru naik ke tingkat pusat.

Kuncinya komitmen para pemimpin di daerah un-

tuk punya kemauan dan kesanggupan politik untuk

menyelesaikan konflik agraria. Lokasi-lokasi konflik

inilah yang harus didorong menjadi lokasi prioritas

reforma agraria di lapangan.

37Wawancara:Usep Setiawan

Dalam pasal 7 Perpres 86 Tahun 2018, batasan

petani gurem ditetapkan pada petani yang me-

miliki tanah kurang dari 0,25 ha. Mengapa tidak

mengikuti batasan BPS dalam sensus pertanian

(< 0,5 ha) atau malah mengikuti semangat UUPA

(minimal menguasai 2 ha)?

Terkait angka minimum yang layak dimiliki oleh

petani memang selalu debatable. Tergantung ke

tersediaan tanah di suatu wilayah, proporsi dengan

jumlah penduduk, dan juga metode yang diguna-

kan. Pada kenyataannya, pemilikan tanah di tangan

petani terus menyempit dari tahun ke tahun. Peme

rintah melalui perpres ini bermaksud untuk men-

jaga dan meningkatkan kepemilikan tanah tetap di

tangan petani.

Selain aspek luasan penguasaan, faktor lain yang

akan menentukan nilai ekonomi dari tanah adalah

faktor pengusahaannya. Penentuan jenis komoditi

yang diusahakan dan model produksi kolektif (ber-

Smara.id | No 2 Tahun 201838

sama) yang menjadi semangat dari perpres ini yang

mesti dikembangkan. Pembentukan koperasi petani

yang dibentuk oleh para subyek reforma agraria

menjadi krusial.

Penguasaan tanah yang semula sempit-sempit

dari petani orang per orang ini disatukan dalam sis-

tem kluster. Atau tanah-tanah dikonsolidasikan se-

hingga dicapai skala ekonomi untuk penggunaan,

pemanfaatan dan produksi bersama di atas tanah

obyek reforma agraria ini.

Jika mengacu pada Perpres 86/2018, sertifikasi la-

han merupakan bagian dari penataan akses. Tapi,

kalangan pengkritik tetap melihat ini sebagai jalan

konsolidasi lahan ke tangan pemodal besar. Ram-

bu-rambu atau kebijakan apa lagi yang perlu diper-

siapkan untuk menangkal kemungkinan tersebut?

Bukan demikian. Sertifikasi atau legalisasi aset

adalah bagian dari kegiatan penataan aset. Ia dile

takkan di ujung setelah redistribusi tanah. Selama

ini, sertifikasi tanah dilakukan secara individual, di

mana hak kepemilikan menjadi hak pribadi orang

per orang. Perpres ini mengakomodir hak kelompok

masyarakat dengan jenis “hak kepemikan bersama”.

Ini penting untuk mengakomodir eksistensi

masyarakat adat yang umumnya memiliki semangat

komulasime dalam konsep kepemilikan atas tanah

nya. Memang masyarakat adat tidak disebutkan se-

cara eksplisit sebagai subyek reforma agraria dalam

perpres ini, namun semangatnya bisa dimaknai dan

dikembangkan sebagaimana terkandung dalam

klausul Pasal 14 (ayat 3b) tersebut.

Kerentanan dari sistem kepemilikan tanah yang

individual adalah kesulitan dalam proses pember-

dayaan ekonomi pasca redistribusi dan legalisasi.

Membangun semangat gotong royong menjadi le

bih sulit ketika pemilikan tanahnya individual. Dibu-

tuhkan organisasi rakyat (petani) yang kuat untuk

39Wawancara:Usep Setiawan

mentransformasi pemilikan individual menjadi pen-

gelolaan tanah secara komunal atau bersama.

Bahaya lain dari sertifikasi tanah individual yang

tanpa kendali adalah memudahkan penerima tanah

redistribusi untuk melepaskan kepemilikan tanah

nya ke pihak lain, misalnya melalui proses jual beli.

Kalangan golongan ekonomi kuat berpeluang mem-

beli dan menguasai tanah yang sebelumnya dimak-

sudkan untuk mengatasi kemiskinan ini. Rekonsen-

trasi penguasaan tanah harus dihindari dan dicegah

sejak dini melalui dorongan agar sertifikasi tanah

obyek reforma agraria itu bersifat komunal (bersa-

ma), tidak individual. Kita melawan konsumerisme

dan menolak komoditisisasi tanah.

Tantangannya, Kementerian ATR/BPN mesti

segera menyediakan kerangka regulasi yang lebih

kuat untuk mengakomodasi semangat kepemilikan

bersama ini. Sejauh ini sudah ada Permen ATR/BPN

No. 10/2017 tentang tata cara pengakuan hak ko-

munal bagi masyarakat adat dan masyarakat di ka-

wasan tertentu (kehutanan dan perkebunan). Namun

nampaknya hal ini masih harus diperbarui dan disi

nergikan dengan fungsi kelembagaan lain, misalnya

dengan sektor kehutanan.

Rambu-rambu pada tata laksananya perlu dibuat

dan dijalankan oleh gugus tugas, dan dikawal oleh

organisasi rakyat yang menjadi penerima manfaat

dari reforma agraria.

Subyek reforma agraria sangat luas cakupannya

dari petani gurem hingga ASN/TNI/Polri. Untuk

yang bukan pekerjaannya di sektor pertanian, re-

distribusi lahan ini ditujukan untuk apa?

Redistribusi tanah menurut perpres ini dilakukan

atas tanah pertanian dan non-pertanian. Untuk yang

non-pertanian bisa digunakan untuk rumah atau

tempat tinggal dan lahan usaha lain di luar pertanian.

Smara.id | No 2 Tahun 201840

Intinya, perpres ini ingin mengatasi kemiskinan.

Dengan demikian golongan masyarakat paling

bawah, termasuk PNS/ASN maupun TNI/POLRI ikut

menjadi bagian dari subyek penerima tanah obyek

reforma agraria. Ini juga merupakan apresiasi ter-

hadap peran miiter dalam reforma agraria. Tentara

dengan pangkat paling rendah boleh mendapat hak

dari reforma agraria, ten-

tu setelah kaum tani mis-

kin sebagai subyek utama

mendapatkannya.

Khusus untuk TNI, per-

an lembaga ini sangat pen

ting dan strategis untuk

mengawal reforma agrar-

ia agar bisa dicegah dari¬

aksi-aksi kontra-reform

yang dapat menggangu

kelancaran program ini. Di negara mana pun di dunia

ini, reforma agraria butuh pe ngawalan tentara.

Sebagai penjaga pertanahan negara, TNI harus

ikut mengamankan pelaksanaan reforma agraria dan

ikut mencegah konflik agraria terjadi akibat reforma

agraria.

Apa langkah strategis yang harus dilakukan agar

Perpres reforma agraria tidak mengulang sejarah

UUPA yang dibonsai, dikebiri dan diselewengkan

oleh rejim orde baru?

Diperlukan konsistensi dari pejabat dan aparatus

pemerintah untuk menjalankannya. Mulai dari presi

den, wakil presiden, para menteri dan kepala lem-

baga, lalu gubernur, bupati/walikota, hingga camat

dan kepala desa. Semuanya harus kompak searah

dan seiring dalam melaksanakan perpres reforma

agraria ini.

Bersamaan dengan itu, diperlukan strategi imple-

Diperlukan transformasi gerakan

rakyat dalam reforma agraria. Dari

memperjuangkan hak atas tanah

menjadi organisasi yang memiliki

kapasitas meningkatkan produksi

pertanian

41Wawancara:Usep Setiawan

mentasi perpres yang disusun bersama dan dikoor-

dinasikan Kemenko Perekonomian sebaga Ketua

Tim Reforma Agraria. Strategi implementasi ini berisi

panduan-panduan yang lebih operasional mengenai

pelaksanaan tugas-tugas dari kelembagaan yang

bertanggungjawab menjalankan kegiatan reforma

agraria di level pusat, provinsi dan kalupaten/kota.

Strategi ini kemudian didetailkan lebih teknis

lagi oleh Gugus Tugas Reforma Agraria Pusat, dan

diteruskan ke provinsi dan kabupaen kota. Misalnya,

substansi mengenai panduan persiapan dan pelak-

sanaan redistribusi TORA (Tanah Obyek Reforma

Agraria), panduan penanganan dan penyelesaian

konflik agraria, panduan pemberdayaan ekono-

mi masyarakat, panduan pelibatan dan partisipasi

masyarakat, panduan atas pengaduan masalah dan

solusinya, dan seterusnya. Semua panduan ini perlu

segera disusun dan ditetapkan oleh gugus tugas di

pusat.

Lalu, jajaran pemerintahan dilevel provinsi dan

kebupetan/kota hingga desa menjadi eksekutor

dari panduan tersebut sesuai cakupan kewenangan-

nya. Misalnya, dalam tahapan identifikasi potensi

TORA, calon penerima TORA atau subyek RA, dan

pengusulan hasil identifikasi yang berangkat dari

peran pemerintahan desa yang dikordinasikan oleh

pemerintah kabupatennya. Haslinya, lalu diteruskan

ke provinsi, baru ke pusat. Mekanisme kerja yang

prosesnya dari bawah (bottom up) ini akan memas-

tikan tepat obyek dan subyek, juga menggerakkan

birokrasi yang luas.

Hal penting lain, selain menjaga konsistensi ada-

lah kontrol publik harus ketat. Proses reforma agra

ria yang dijalankan secara terbuka dan dapat dii-

kuti oleh publik. Hal ini akan mengurangi peluang

birokrasi melakukan penyelewengan. Jadi kucinya

ada dua, konsistensi pemerintah dan kontrol publik

Smara.id | No 2 Tahun 201842

atas pelaksanan perpres ini yang akan menjadikan

pemerintah tetap lurus pada maksud dan tujuan

awalnya.

Adanya penataan akses merupakan lompatan be-

sar karena membuka jalan perbaikan tata produksi

pertanian. Apa yang harus dilakukan agar benar-

benar menjadi penjungkit perekonomian keluarga

tani?

Yang harus dilakukan adalah memaknai reforma

agraria secara utuh. Ia tidak berhenti pada redistri-

busi, bukan hanya legalisasi dan sertifikasi tanah.

Justru kegiatan pemerdayaan ekonomi masyarakat

melalui penataan produksi (pertanian) atau pe-

nataan akses terhadap modal, dan input lain yang

dibutuhkan dalam mengusahakan tanahlah kunci

bagi tumbuhnya produktivitas baru rakyat di desa.

Selain itu, diperlukan transformasi gerakan rakyat

dalam reforma agraria. Misalnya, bagi serikat-serikat

tani yang semula korban konflik dan memperjuang-

kan untuk mendapatkan tanah, dengan perpres ini

maka ia perlu meningkatkan kapasitasnya men-

jadi organisasi yang memperjuangkan peningkatan

produksi di atas tanah petanian. Kelembagaan gera-

kan petani harus segera menyiapkan koperasi petani

sebagai badan usaha milik petani penerima TORA.

Melakui koperasi petani atau badan usaha milik

rakyat lainnya inilah proses penataan produksi di

atas tanah hasil redistrisbusi dan legalsasi tersebut

dilakukan. Semangat kolektif dan bekerja secara

gotong royong dibudayakan kembali. Peningkatan

akses juga perlu dibarengi dengan peningkatan ke-

mampuan petani dalam hal-hal yang berisifat strate

gis dan teknis produksi dan distribusi pertanian.

Konsep integrated farming system yang bersemangat

agro-ekologi penting dijalankan dalam penataan

produksi dalam reforma agraria. Berbagai metoda

dan teknis pertanian alami yang ramah lingkungan

43Wawancara:Usep Setiawan

dan berkelanjutan layak dipilih dan dikembangkan.

Sehingga dari tata produksi di atas tanah terse-

but bisa didapatkan surplus penghasilan yang lebih

untuk ditabung guna memenuhi kebutuhan hidup

yang lebih baik, seperti pendidikan, kesehatan,

sandang, pangan, dan seterusnya. Secara ekonomi

meninggi pertumbuhan dan pemerataannya, serta

secara ekologi berkelanjutan layanannya. Kunci

nya pada kerja bersama yang kolaboratis lintas ak-

tor dan sektor dalam penggunan dan pemanfaatan

tanah obyek reforma agraria.

Dari obyek reforma agraria (pasal 7 perpres ini),

sudah adakah bayangan luas lahan yang dapat

diredistribusi? Jika belum ada, proses inventa-

risasi dan analisa akan jadi agenda besar. Apa

saja hambatan yang sudah teridentifikasi dan apa

langkah strategis yang sudah disiapkan?

Data persis mengenai potensi luas tanah atau

Smara.id | No 2 Tahun 201844

lahan yang dapat diredistribusi ada di Kemente-

rian LHK dan Kementerian ATR/BPN. Misalnya, di

Kementerian LHK ada data pengenai potensi TORA

yang berasal dari pelepasan kawasan hutan sekitar

4,5 juta hektar, dan ada 12,7 juta hektar untuk dikelo-

la masayarakat melalui Perhutanan Sosial.

Di Kementerian ATR/BPN potensi TORA yang ber

asal dari bekas HGU perkebunan, HGB, tanah terlan-

tar, tanah sengketa dan konflik, serta tanah negara

lainnya ada sekitar 500 ribu hektar. Saya meyakini, di

lapangan potensi TORA yang berasal dari pelepasan

kawasan hutan maupun tanah negara itu jauh lebih

luas dari potensi yang disebutkan kedua kemente-

rian tadi.

Misalnya, jika kita memaknai “kawasan hutan”

yang dimaksud memasukan hutan yang dimiliki dan

dikelola rakyat, dan bukan hanya yang berstatus

“kawasan hutan negara”, maka redistribusi TORA di

daerah yang tutupan hutannya di bawah 30% bisa

dikoreksi. Mendesak dibuat konsensus baru men-

genai pemaknaan kawasan hutan yang bukan pada

statusnya sebagai “hanya kawasan hutan negara”,

tetapi lebih pada “fungsi sebagai kawasan hutan”,

baik oleh negara maupun rakyat. Sehingga dengan

demikian bagi provinsi-provinsi di Jawa, Bali dan

Lampung juga dapat menjalankan reforma agraria

dalam skema pelepasan dan/atau penataan batas

kawasan hutan negara untuk menjadi TORA. Ini tak

boleh tutup peluangnya.

Demikian halnya dengan tanah bekas HGU, HGB,

tanah terlantar, tanah sengketa dan konflik, serta

tanah negara lainnya, jika diidentifikasi secara masif

oleh ATR/BPN di semua kabupaten dengan melibat-

kan pemeritah dan masyarakat desa maka hasilnya

akan jauh lebih luas.

Setelah potensi terus diperluas, alokasi pengua-

saan dan pengusaanya yang diperjelas oleh per-

45Wawancara:Usep Setiawan

pres ini sebagai bagian dari pembangunan ekonomi

berkeadilan berbasis pemerataan.

Apa tata kelola yang disiapkan untuk kelemba-

gaan reforma agraria (TRAN maupun GTRA) yang

melibatkan banyak kementerian dan lembaga

lain? Ini menjadi kerisauan tersendiri karena prob-

lem kordinasi menjadi salah satu ganjalan dalam

pembangunan nasional.

Menurut Perpres 86/2018 ini, segera diterbitkan

Permenko Perekonomian dan Permen ATR/BPN,

serta SK Gubernur, dan SK Bupati/Walikota untuk

membentuk dan mengatur operasional dari Gugus

Tugas Reforma Agraria. Prinsipnya, seluruh program

dan kegiatan reforma agraria dilakukan secara koor-

dinatif dan sinergis yang dilakukan melalui proses

kerja di gugus tugas tersebut.

Semuanya memberikan peran aktif terbaik dalam

bentuk kegiatan nyata, anggaran yang dialokasikan

khusus, serta tenaga manusia yang ditugaskan un-

tuk menjadi simpul penggerak lembaganya di gu-

gus tugas. Semuanya harus konstan dan berkesi

nambungan.

Tim Reforma Agraria yang ada di pusat menjadi

sentral koordinasi dan pengendalian dari pelaksa

naan reforma agraria. Tim inilah yang menerbitkan

panduan-panduan kerja bagi gugus tugas dalam

persiapan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi

dari pelaksaaan reforma agraria secara nasional.

Diperlukan tim pelaksana yang solid, cakap dan

tangguh di Kemenko Perekonomian untuk menun-

jang tugas Tim Reforma Agraria ini. Tim ini harus

diisi profesional yang memahami dan memiliki ke-

cakapan di atas rata-rata untuk mengkoordinasikan,

mengkonsolidasikan sekaligus menggerakan jajaran

birokrasi yang jumlahnya banyak dengan berlapis-

lapis karakter dan kewenangan.

Smara.id | No 2 Tahun 201846

Demikian halnya di gugus tugas, diperlukan tim

kerja operasional yang lincah dan bisa menggerakan

jajaran birokrasi hingga ke level paling bawah secara

berjenjang, pusat ke provinsi, provinsi ke kabupa

ten/kota, kabupaten ke desa, dan kota ke kelurahan.

Yang dimaksud kalangan profesional di sini bisa dari

organisasi rakyat (petani, nelayan buruh, masyarakat

adat) yang selama ini menjadi pendorong reforma

agraria, bisa dari masyarakat sipil, NGO/LSM, aka-

demisi, tokoh masyarakat, dan seterusnya. Prinsip

nya yang berkemampuan baik yang ditugaskan, dan

merepresentasikan masyarakat dalam gugus tugas

ini.

Dengan demikian, kombinasi peran birokrat dan

peran nyata dari masyarakat sipil inilah yang mesti

tercermin dalam struktur gugus tugas di semua le

vel. Inilah makna pemerintahan yang partisipatif dan

kolaboratif sebagai wajah baik yang asli pemerinta-

han.

Untuk menangani sengketa dan konflik agraria,

ada usulan untuk menghidupkan kembali peradi-

lan agraria. Bagaimana komentarnya terhadap hal

ini?

Pembentukan peradilan agraria tetap men-

jadi opsi bagi Indonesia, baik pemerintah maupun

masyarakat. Namun belum menjadi priortas di pe-

riode pemerintahan sekarang. Hal ini mengingat

proses yang ditempuh harus melalui legislasi di par-

lemen melalui sebuah UU khusus. Pemerintah seka-

rang memilih untuk mengoptimalkan kelembagaan

yang sudah ada untuk menangani dan menyelesai-

kan konflik agraria.

Misalnya, di Kementerian ATR/BPN ada direktro-

rat jenderal yang secara khusus menangani seng-

keta dan koflik agraria. Demikian halnya di Kemetre-

rian LHK ada direktorat jenderal yang membidangi

penegakan hukum dalam konflik kehutanan, dan

47Wawancara:Usep Setiawan

direktorat yang menangani kon-

flik dalam perhutanan sosial. Di

KSP sendiri sudah dua tahun ini

ada dan bekerja Tim Percepatan

Penyelesaian Konflik Agraria un-

tuk mengakselesari penanganan

konflik agraria di berbagai sektor

dan daerah.

Kami sedang mendorong,

dalam rangka pelaksanaan Per-

pres 86/2018 yang berkaitan

dengan penanganan sengketa

dan konflik ini untuk memberi

peran lebih besar kepada pemer-

intah daerah (kabupaten/kota)

untuk mengembangkan mekan-

isme dan kelembagaan untuk

mempercepat penyelesaian konflik

agraria sebagai salah satu fungsi

Gugus Tugas Reforma Agraria di

Kabupaten/Kota.

Dalam hal ini,

dapat dikoor-

dinasikan oleh

Kementerian

Dalam Negeri

agar seluruh

Bupati /Wa-

likota segera

membentuk

tim yang men-

dukung perce-

patan penyele-

saian sengketa

dan konflik me

rujuk Perpres

86/2018 ini.

Hal ini juga se-

dang dalam ta-

hap pengusulan

dari para wakil

rakyat di daerah

(ADKASI).

Yang terpenting adalah negara

tidak diam ketika konflik agraria

terjadi. Pemerintah harus terus

mengembangkan cara yang lebih

compatible untuk menangani dan

menyelesaiankan secara adil dan

tuntas. Prinsipnya, tujuan baik

reforma agraria ini harus menye-

lesaikan konflik, bukan sebalik

nya. (*)

Smara.id | No 2 Tahun 201848