selulitis responsi fix 2007.pdf
-
Upload
nurul-dwi-utami -
Category
Documents
-
view
123 -
download
8
Transcript of selulitis responsi fix 2007.pdf
7/17/2019 selulitis responsi fix 2007.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/selulitis-responsi-fix-2007pdf 1/19
RESPONSI
SELULITIS
Oleh :
Nurul Dwi Utami
G99142001
Pembimbing :
dr. Nugrohoaji Dharmawan, Sp.KK, M.Kes
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
7/17/2019 selulitis responsi fix 2007.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/selulitis-responsi-fix-2007pdf 2/19
2
STATUS RESPONSI
ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
Pembimbing : dr. Nurgrohoaji Dharmawan Sp.KK, M.Kes
Nama Mahasiswa :Nurul Dwi Utami
NIM : G99142001
SELULITIS
A. DEFINISI
Selulitis adalah infeksi bakteri akut pada kulit yang menyebar
hingga lapisandi bawahnya, yaitu dermis dan jaringan subkutan.Bakteri
penyebab tersering pada orang dewasa adalah streptococcus (terutama
Streptococcus pyogenes) dan Staphylococcus aureus.1,2Sedangkan menurut
Atzorl et alselulitis adalahinfeksi dan inflamasi yang berat pada jaringan
lunak dengan etiologi yang bervariasi dari bakteri gram positif, gram
negatif, hingga infeksi jamur profunda.3
B. EPIDEMIOLOGI
Insiden selulitis di Amerika berdasar pada beberapa penelitian
adalah sekitar 24,6 kasus per 1000 orang/tahun3 dan sekitar 2-3% dari
pasien rawat inap4. Pada tahun 2010 lebih dari 600.000 pasien yang
dirawat inap karena selulitis. Sedangkan di Inggris sekitar 1.6%
kedaruratan yang ada di rumah sakit disebabkan oleh selulitis.5Lokasi
predileksi selulitis pada orang dewasa yang tersering adalah di ekstremitas
inferior, sedangkan pada anak-anak adalah pada kepala danleher serta di
regio umbilikalis pada neonatus. Kebanyakan anak terinfeksi pada usia 7-
10 bulan, dan seringkali terdapat riwayat infeksi beberapa minggu
sebelumnya, terutama otitis media.3
Belum ada data yang menunjukkan adanya keterkaitan antara
selulitis dengan usia dan jenis kelamin. Berdasarkan penelitian penelitian
7/17/2019 selulitis responsi fix 2007.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/selulitis-responsi-fix-2007pdf 3/19
3
prospektif terkontrol yang melibatkan 150 pasien selulitis dan 300 kontrol
menunjukkan bahwa orang dengan kulit putih memiliki resiko lebih
tinggi.Faktor resiko dari selulitis dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok, yaitu faktor predisposisi berkembangnya selulitis dan kondisi
yang mempengaruhi tingkat keparahan penyakit. Hal pertama yang harus
dicari adalah adanya port d’ entry. Komplikasi pasca pembedahan menjadi
perhatian utama, terutama pada pasien imunosupresan. Luka akibat benda
asing, luka tusuk, insufisiensi vena, limfedema, ulkus vena atau tekanan,
bakteri intertrigo, dan tinea pedis adalah kausa tersering selulitis kaki.
Gangguan pada gigi adalah kausa paling relevan dari selulitis fasialis. 3
Tabel 1. Faktor Predisposisi Selulitis3
C. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Kulit berfungsi sebagai barier fisik pertahanan pertama terhadap
infeksi mikrobial melalui sekresi PH rendah, kelenjar sebasea, dan asamlemak untuk menghambat pertumbuhan dari patogen serta
mempertahankan flora normal. Jika bakteri patogen telah melakukan
penetrasi pada barier kulit, maka organisme tersebut akan menyebabkan
jejas jaringan dan respon inflamasi.7
Bakteri, dalam jumlah yang sedikit melakukan kolonisasi di
lapisan kulit yang berbeda-beda (epidermis, dermis, subkutan dan jaringan
lemak, serta fasia otot). Jumlah bakteri dapat mengalami peningkatan pada
7/17/2019 selulitis responsi fix 2007.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/selulitis-responsi-fix-2007pdf 4/19
4
kulit yang bariernya mengalami kerusakan dan melakukan invasi pada
jaringan sehingga muncul infeksi. Keterlibatan infeksi pada pori-pori di
epidermis menyebabkan terjadinya folikulitis, furunkel, dan karbunkel.
Infeksi pada lapisan superfisial dermis dinamakan sebagai erisipelas,
sedangkan pada lapisan dermis profunda hingga subkutan dinamakan
selulitis. Jika infeksi terjadi pada lapisan yang lebih dalam, maka akan
menyebabkan terjadinya fasciitis atau bahkan myositis. Jika seseorang
memiliki lapisan adiposa yang tebal (overweight atau obesitas),
keterlibatan jaringan adiposa tersebut menyebabkan terjadinya panikulitis.7
Perkembangan infeksi jaringan lunak bergantung pada tiga tahap:
penempelan bakteri terhadap sel hospes, invasi jaringan dan evasi dari
defense hospes, serta penyebaran toksin. Toksin bakteri adalah penyebab
munculnya gejala klinis yang paling poten. Toksin bakteri dibagi menjadi
dua kelompok, yaitu endotoksin dan eksotoksin. Endotoksin merupakan
rantai lipopolisakarida yang ditemukan pada dinding sel bakteri gram
negatif. Kadar lipopolisakarida dalam jumlah yang tidak berlebih
bermanfaat untuk mengaktivasi respon imun, yaitu menyebabkan
pelepasan kemoatraktan dan meningkatkan aktivasi sel T limfosit melalui
induksi ekspresi molekul kostimulatorik. Peningkatan kadar
lipopolisakarida yang masif menyebabkan overstimulasi dari sistem imun
dan inflamasi pada hospes. Sedangkan eksotoksin adalah protein yang
yang disekresi secara aktif dan menyebabkan kerusakan atau disfungsi
jaringan melalui reaksi enzimatis, disregulasi seluler atau pembentukan
pori, yang diikuti oleh lisis sel. Rantai S aureus dan S pyogenes memiliki
eksotoksin yang disebut sebagai superantigen. Antigen ini mengikat
reseptor sel T sehingga dapat mengaktivasi limfosit T dalam jumlah besar.
Pelepasan sitokin secara masif menyebabkan respon inflamasi yang
berlebihan. Infeksi jaringan lunak oleh kedua rantai bakteri tersebut
berkembang secara cepat dan dapat menyebabkan terjadinya nekrosis
jaringan berat. Fenomena ini disebut sebagai sindrom syok toksik.7
7/17/2019 selulitis responsi fix 2007.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/selulitis-responsi-fix-2007pdf 5/19
5
Invasi bakteri terhadap jaringan tersebut memicu respon hospes
sebagai bentuk pertahanan, yaitu melalui reaksi inflamasi. Reaksi
inflamasi bertujuan untuk memusnahkan bakteri dan memulai perbaikan
jaringan. Invasi mikroba atau kerusakan jaringan pada kulit dan jaringan
lunak menginduksi perubahan tonus vaskuler untuk meningkatkan aliran
darah pada lokasi yang mengalami jejas. Perubahan pada mikrovaskuler
menyebabkan terjadinya ekstravasasi plasma protein dan leukosit. Sel dan
protein tersebut kemudian bermigrasi, terakumulasi dan teraktivasi pada
lokasi jejas. Sel-sel fagosit kemudian teraktivasi dan menghancurkan
benda asing, jaringan atau mikroba yang mati. Sitokin pirogenik atau
eksotoksin menyebabkan terjadinya respon demam.7
Respon inflamasi tersebut menyebabkan munculnya manifestasi
kardinal, yaitu kalor, rubor, dolor, udem, dan fungsio lesia. Inflamasi
berkepanjangan akan menyebabkan edema kronik, terutama pada
ekstremitas inferior dapat mengakibatkan terjadinya sindrom pos selulitis.
Gejala sistemik tambahan seperti demam, hipotensi, dan takikardia
disebabkan oleh sitokin yang menginduksi perubahan termoregulasi dan
resistensi vaskuler. Pelepasan sitokin dapat dimediasi oleh fungsi sel imun
normal atau stimulasi toksin bakteri.7
Sebagian besar kasus selulitis yang didapatkan pada komunitas
disebabkan oleh S. pyogenes dan atau S. aureus. Selulitis yang disebabkan
oleh S. aureus cenderung berbentuk bulosa dan berhubungan dengan
berhubungan dengan adanya luka pada kulit. Streptococcus β hemolitikus
grup A (terkadang grup B, C, dan G) dapat menyebabkan selulitis agresif
dan rekuren. S. pyogenes dapat menginfeksi kelenjar limfatik, sehingga
kulit menjadi keras dan teraba lebih tebal, membentuk gambaran peau
d’ orange.6Sedangkan menurut gokulan et al, selulitis disebabkan oleh
organisme yang bermacam-macam. Penyebab utama adalah Streptococcus
pyogenes atau Staphylococcus aureus. Penelitian laboratorik secara
prospektif dan retrospektif menunjukkan bahwa 51% dari seluruh kultur
positif bakteri pada selulitis adalah S aureus, sedangkan Streptococcus
7/17/2019 selulitis responsi fix 2007.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/selulitis-responsi-fix-2007pdf 6/19
6
berjumlah 27%. di samping itu, sebuah penelitian prospektif menunjukkan
bahwa infeksi S aureus di Amerika bersifat resisten meticillin. Dari 389
kultur isolat darah dari S aureus, 63% nya adalah CA-MRSA. Penelitian di
Amerika yang melibatkan 11 rumah sakit menunjukkan prevalensi MRSA
memiliki rentang antara 15%-74%.5
D. GEJALA KLINIS
Gejala klinis yang ditunjukkan selulitis diantaranya adalah adanya
kemerahan, nyeri, hangat, danlunak pada kulit. Batas eritema pada area
dapat difus dan menyebar secara cepat.Demam (dapat menggigil) dan
malaise muncul pada sebagian besar kasus dan dapat muncul sebelum
tanda-tanda lokal.Bula, perdarahan superfisial, nekrosis dermal, limfangitis
dan limfadenopati dapat muncul.Pasien dapat mengeluhkan nyeri yang
berat, sensibilitas perifer yang meningkat, dan parestesia frekuen. Di sisi
lain hipestesia adalah alarming sign adanya keterlibatan saraf yang lebih
dalam, yaitu necrotizing fasciitis.3Predileksi tersering adalah pada kaki,
serta port d’ entry dapat lebih mudah diidentifikasi, misalnya luka, ulkus,
atau infeksi tinea. Selulitis pada kaki secara bilateral sangat jarang
ditemui.1,5,8
CREST membuat empat penggolongan kelompok klinis sebagai
acuan dalam penatalaksanaan selulitis, yaitu:
1.
Class I : pasien tidak memiliki gejala toksisitas sistemik,
tidak memiliki komorbiditas yang tidak terkontrol, dan dapat
dikontrol oleh antimikroba oral pada pasien rawat jalan.
2. Class II : pasien secara sistemik sakit atau sehat, namun
dengan komorbiditas seperti penyakit vaskular perifer,
insufisiensi vena kronik atau obesitas morbid yang dapat
menyebabkan komplikasi atau menghambat penyembuhan dari
infeksi tersebut.
3. Class III : pasien dapat mengalami gangguan sistemik secara
signifikan seperti konfusio akut, takikardia, takipnea, hipotensi,
7/17/2019 selulitis responsi fix 2007.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/selulitis-responsi-fix-2007pdf 7/19
7
atau memiliki komorbiditas yang tidak stabil yang
mengganggu respon terhadap terapi atau mengalami infeksi
tungkai/lengan yang mengancam akibat bahaya vaskuler.
4.
Class IV : pasien mengalami sindrom sepsis atau infeksi yang
mengancam nyawa seperti necrotizing fasciitis.1
E. DIAGNOSIS BANDING
Menurut CREST, penggunaan kriteria diagnosis sederhana harus
diupayakan, sehingga over diagnosis, pemeriksaan dan penggunaan
antibiotik secara berlebihan dapat dihindari. Tidak adanya gejala klinis
yang khas harus membuat para klinisi memikirkan diagnosis banding yang
lain, terutama:
1.
Erisipelas adalah infeksi yang terbatas pada dermis bagian atas,
termasuk kelenjar limfatik superfisialis dengan gejala terlihat
merah cerah, plak yang sangat nyeri dengan batas yang tegas
dan terdapat peninggian.3
2.
Eczema varikosa yang seringkali muncul secara bilateralyang
disertai dengan krusta, gatal, atau eczema kaki jenis lain.
3.
Trombosis Vena Dalam dengan nyeri dan pembengkakan
namun tanpa disertai eritema yang signifikan.
4. Liposklerosis akut yang dapat terasa nyeri, eritema, dan
pembengkakan, tanpa adanya gejala sistemik yang muncul.
7/17/2019 selulitis responsi fix 2007.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/selulitis-responsi-fix-2007pdf 8/19
8
Tabel 2. Perbedaan klinis dari dermatitis statis dan selulitis8
Tabel 3. Diagnosis banding selulitis3
7/17/2019 selulitis responsi fix 2007.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/selulitis-responsi-fix-2007pdf 9/19
9
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan laboratorik
Pemeriksaan aspirasi pada lesi atau bula atau melalui swab pada lesi
terbuka menggunakan pengecatan gram, jamur, atau imunofloresense
dapat memberikan petunjuk yang bermanfaat. Pemeriksaan darah
digunakan untuk mengetahui kausa infeksi, yaitu adanya leukositosis
ringan dengan neutrofilia, dan peningkatan indikator inflamasi.
Terjadinya penurunan mendadak dari hitung darah dapat menunjukkan
adanya reaksi syok terhadap pelepasan lipopolisakarida pada infeksi
bakteri gram negatif. Kultur eksudat melalui aspirasi jarum atau swab
tidak perlu dilakukan, dengan pertimbangan cost management.
Identifikasi bakteri patogen dan tes sensitivitas terhadap antibiotik
diperlukan bila pasien tidak merespon terapi dalam 48 jam, dan bila
kultur ditunda, maka dapat memperburuk prognosis penyakit. Kultur
darah tidak dilakukan karena positif hanya pada sedikit kasus (hanya
sekitar 4%)9 serta isolat yang berasal dari darah memiliki kesamaan
dengan lesi pada kulit.3Pada pasien yang mengalami limfedema, kultur
darah dapat mengalami peningkatan signifikansi hingga 30%.9
2.
Pemeriksaan radiologis rutin tidak diperlukan, namun pemeriksaan
tersebut dianjurkan bila terdapat keterlibatan kaki, untuk mengeksklusi
osteomielitis dan atau adanya gas. Pada selulitis fasialis, pemeriksaan
radiologis dapat bermanfaat untuk mengetahui adanya gangguan pada
gigi, penebalan jaringan lunak prevertebral, serta adanya gas. CT scan
dan MRI menunjukkan adanya keterlibatan jaringan luas, batas
topografis, mengetahui adanya abses dan udara pada jaringan.
Ultrasonografi adalah pilihan pertama pada anak-anak.3
3. Pemeriksaan histopatologi jarang dilakukan, namun bila dilakukan
dengan pengecatan khusus, maka pemeriksaan ini dapat sangat
bermanfaat. Biopsi pada lesi dapat menunjukkan adanya diagnosis
koeksis, seperti eritema nodosum, vasculitis, atau selulitis eosinofilik.
Indikasi eksplorasi terbuka dan biopsi adalah konfusi, nyeri,
7/17/2019 selulitis responsi fix 2007.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/selulitis-responsi-fix-2007pdf 10/19
10
takikardia, takipnea, hiperglikemia, terjadi perubahan kulit menjadi
gangren atau bula, area anestesi yang meluas, krepitus, adanya duh
kemerahan atau abses.9
G. PENATALAKSANAAN
Gambar 1. Guidelines IDSA penatalaksanaan selulitis10
Berdasarkan rekomendasi IDSA (2014), selulitis tanpa adanyatanda infeksi sistemik harus diberikan terapi antimikroba yang dapat
mengeradikasi bakteri streptokokus. Sedangkan untuk selulitis dengan
tanda infeksi sistemik, maka pemberian antibiotik sistemik diindikasikan.
Sedangkan pada pasien dengan selulitis yang disebabkan trauma penetrasi,
terdapat infeksi MRSA, kolonisasi MRSA nasal, penggunanaan injeksi
obat, drainase purulen, atau SIRS, maka pemberian vancomycin atau
antimikroba lain yang dapat melawan MRSA dan streptokokus dapat
7/17/2019 selulitis responsi fix 2007.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/selulitis-responsi-fix-2007pdf 11/19
11
dianjurkan. Pada pasien imunokompromise berat, pemberian antimikroba
spektrum luas dapat dipertimbangkan. pemberian vancomycin dengan
piperacillin-tazobactam atau imipenem-meropenem direkomendasikan
sebagai terapi empiris untuk infeksi berat. Durasi pemberian terapi
antimikroba adalah 5 hari, namun terapi dapat diperpanjang jika infeksi
tidak membaik selama 5 hari tersebut. Direkomendasikan untuk
melakukan elevasi pada area yang terinfeksi dan tatalaksana faktor
predisposisi, seperti edema atau gangguan kutaneus yang mendasari. Pada
selulitis ekstremitas inferior, para klinisi harus melakukan pemeriksaan
yang cermat terhadap area intertriginosa ibu jari, karena terapi pada fisura,
maserasi, dapat mengeradikasi kolonisasi bakteri patogen dan menurunkan
insidensi infeksi rekuren. Pengobatan rawat jalan direkomendasikan untuk
pasien yang tidak mengalami SIRS, perubahan status mental, atau
instabilitas hemodinamik. Rawat inap diindikasikan bila terdapat
kecurigaan infeksi atau nekrosis yang dalam, kepatuhan terapi yang
rendah, atau infeksi pada pasien imunokompromise berat, atau jika
pengobatan rawat jalan tidak berhasil.10
7/17/2019 selulitis responsi fix 2007.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/selulitis-responsi-fix-2007pdf 12/19
12
Tabel 4. Terapi Antimikroba untuk infeksi Streptokokus dan
Staphylococcus pada jaringan10
7/17/2019 selulitis responsi fix 2007.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/selulitis-responsi-fix-2007pdf 13/19
13
H. PROGNOSIS
Prognosis yang kurang baik dapat disebabkan oleh penyakit kronis
dan status nutrisi yang buruk dari pasien, sehingga dapat menyebabkan
komplikasi dan mortalitas. Keadaan imunodefisiensi seperti HIV atau
terapi sistemik dengan kortikosteroid dan sitostatika dapat menjadi kausa
kondisi tersebut.
Selulitis ekstremitas bawah yang berulang dapat muncul setelah
prosedur saphenous venectomy atau striping vena varicosa. Sedangkan
kekambuhan pada lokasi yang lain (lengan atau kelenjar mammae) secara
frekuen disebabkan gangguan drainase limfatik akibat neoplasia, terapi
radiasi, pembedahan, atau infeksi yang mendasari. Pasien yang mengalami
kerusakan barier kutaneus secara persisten juga dapat mengalami infeksi
rekuren. Sedangkan faktor predisposisi umum terjadinya selulitis rekuren
adalah tinea pedis. Pasien dengan diabetes melitus, kegagalan ginjal kronis
yang menjalani hemodialisis, atau menggunakan obat-obatan parenteral
secara terlarang dapat menyebabkan infeksi stafilokokal rekuren pada
kulit.6
7/17/2019 selulitis responsi fix 2007.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/selulitis-responsi-fix-2007pdf 14/19
14
DAFTAR PUSTAKA
1. CREST (Clinical Resource Efficiency Support Team) Guidelines on The
Management of Cellulitis in Adults. 2005; 1-31.
2. Stevens, et al. Practice Guidelines for the Diagnosis and Management of
Skin and Soft-Tissue Infections. Infectious Diseases Society of America.
2005; 1-34.
3. Atzorl, et al (2013). New Trends in Cellulitis. Department of Dermatology
of European Medical Journal. 2013; 64-76.
4.
Wingfield, Carrie. Lower Limb Cellulitis: A Dermatology Persperctive.
Wounds UK; 2009(5) No 2.
5. Phoenix et al. Diagnosis and Management of Cellulitis. British Medical
Journal. 2012; 1-8.
6. DiNubile MJ, Lipsky BA. Complicated Infection of Skin and Skin
Structures: When The Infection is More Than Skin Deep. Journal of
Antimicrobial Chemotherapy. 2004; ii37-ii50.
7.
Ki V, Rotsein C. Bacterial Skin and Soft Tissue Infection in Adults : A
Review of Their Epidemiology, Pathogenesis, Diagnosis, Treatment, and
Site of Care. The 2007 CJIDMM Trainee Review Article Award. 2008;
173-184.
8. Nursing Practice Discussion. Diagnosing and Managing Lower Limb
Cellulitis. Nursing Times Vol 108 No 27. 2012; 18-21.
9. Blauvelt A. Cellulitis. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI,Gilchrest
BA. Paller AS, Leffell DJ, penyunting. Fitzpatrick’s Dermatology in
General Medicine. Edisi ke-7. New York: McGraw Hill Companies;
2008.h. 1727.
10. Stevens DL et al. Practice Guidelines for the Diagnosis and Management
of Skin and Soft Tissue Infection: 2014 Update by The Infectious Disease
Society of America. Clinical Infectious Disease Advance Acess. 2014; 1-
43.
7/17/2019 selulitis responsi fix 2007.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/selulitis-responsi-fix-2007pdf 15/19
15
STATUS PASIEN
A. IDENTITAS PENDERITA
Nama : Ny. KW
Umur : 33 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Swasta
Alamat : Karanganyar
No. RM : 0131xxxx
Tanggal Pemeriksaan : 18 September 2015
B. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan keluarga pasien (suami pasien)
1. Keluhan Utama
Kaki kanan bawah pasien terlihat kemerahan, bengkak, dan nyeri.
2.
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien adalah konsulan dari bagian obgyn pada tanggal 18
September 2015 dengan kemerahan, pada betis kanan bawah,
bengkak, nyeri, serta teraba hangat. Keluhan muncul sejak sehari
sebelumnya disertai dengan demam. Bengkak tersebut tidak berbatas
tegas dan tepi tidak meninggi. Pada bagian luar ibu jari kaki kanan
pasien terdapat luka lecet namun keluarga tidak mengetahui penyebab
luka tersebut. Pasien dirawat di ICU dengan post sectio caesaria +
tubektomi, udem pulmo, dan preeklampsia berat.
3. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat alergi makanan dan obat : disangkal
Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
Riwayat Hipertensi : (+)
7/17/2019 selulitis responsi fix 2007.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/selulitis-responsi-fix-2007pdf 16/19
16
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluhan serupa : disangkal
Riwayat alergi makanan : disangkal
Riwayat alergi obat : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
5. Riwayat Kebiasaan
Pasien mandi dengan sabun 2 kali sehari pagi dan sore,
menggunakan handuk sendiri, yang diganti setiap 4 minggu, dan selalu
ganti pakaian setelah mandi. Pasien memiliki masalah berat badan
sejak kecil.
6. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seoranganak kedua dari 3 bersaudara dan sudah
menikah. Pasien bekerja sebagai wiraswasta.Pasien berobat dengan
asuransi BPJS.
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Status Generalis
a. Keadaan Umum : Tampak sakit berat, somnolen, gizi kesan
berlebih
Tanda Vital : Tekanan darah : 120/85 mmHg
Respiration rate : 35x/menit
Nadi : 80x/menit
Suhu : 36,5ºC
b. Kepala : dalam batas normal
c. Mata : dalam batas normal
d. Hidung : dalam batas normal
e. Mulut : dalam batas normal
f.
Leher : dalam batas normal
7/17/2019 selulitis responsi fix 2007.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/selulitis-responsi-fix-2007pdf 17/19
17
g.
Punggung : dalam batas normal
h. Dada : dalam batas normal
i. Abdomen : dalam batas normal
j.
Gluteus & anogenita l: dalam batas normal
k. Ekstremitas atas : dalam batas normal
l. Ekstremitas bawah : lihat status dermatologis
2. Status Dermatologis
- Regio cruris dextra bagian distal : tampak eritema dengan batas
yang tidak tegas, tepi tidak
meninggi.
- Regio pedis dextra bagian halux lateral : tampak ekskoriasi soliter
ukuran 2x2.3 cm tertutup
dengan krusta kehitaman.
Regio cruris dextra bagian distal
c
7/17/2019 selulitis responsi fix 2007.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/selulitis-responsi-fix-2007pdf 18/19
18
Regio pedis dextra bagian halux lateral
D.
DIAGNOSIS BANDING
Selulitis
Erisipelas
Dermatitis statis
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Gram : jumlah sel PMN 1-2/LPB, coccus gram (+) 20-
30/LPB
7/17/2019 selulitis responsi fix 2007.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/selulitis-responsi-fix-2007pdf 19/19
19
Pemeriksaan darah rutin : Hitung jenis netrofil 81.20%
(HR: 22.00-80.00)
Hitung jenis limfosit 12.40%
(HR: 22.00-44.00)
F. DIAGNOSIS KERJA
Selulitis
G. TERAPI
1.
Non Medikamentosa
a. Elevasi tungkai untuk mengurangi edema
b. Jaga kebersihan dan daya tahan tubuh
2.
Medikamentosa
a. Kompres NaCl 0,9% 2x15 menit (pagi dan sore)
b. Salep antibiotik : asam fusidat krim 2 kali sehari
c. Injeksi ceftriaxon 2x1 gram/hari intravena (dari bagian obgyn)
H. PROGNOSIS
Ad vitam : baik Ad fungsionam : baik
Ad sanam : baik Ad kosmetikam : baik