Shalawat Nabi Kasih Sayang - Zainal Abidin
-
Upload
zainal-abidin-mustofa -
Category
Documents
-
view
320 -
download
6
description
Transcript of Shalawat Nabi Kasih Sayang - Zainal Abidin
1
ميحرلا نمحرلا هللا مسب
Sholawat Nabi Kasih Sayang *)
Zainal Abidin
Pendahuluan
Nabi Muhammad ملسو هيلع هللا ىلص diutus Allah tiada lain untuk merahmati semesta alam.
Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam. (Q.s. 21:107).
Maka tentulah bukan kebetulan bila ternyata Nabi Muhammad SAW dan agama yang
dibawanya merupakan rahmat. Merupakan kasih sayang bagi semesta alam.
Tentulah bukan kebetulan, bahkan hal yang wajar bahwa pembawa kasih sayang adalah
seseorang yang pengasih dan penyayang. Siapa pun yang mempelajari Sirah Nabi SAW,
akan menjumpai kisah-kisah kasih sayang Nabi Muhammad SAW, sebagaimana siapa pun
yang mempelajari syariat agama akan dengan mudah menemukan bukti hikmah-hikmah
kasih sayang Islam.
Kasih sayang sang Rasul SAW, baik sebagai bapak dan suami dalam lingkungan keluarga,
sebagai saudara di kalangan handai taulan, sebagai teman di kalangan sahabat, sebagai guru
di antara para murid, sebagai pemimpin di kalangan ummat, bahkan sebagai manusia di
tengah mahluk-mahluk Allah yang lain.
Dalam surat At-taubah ayat 128, Allah SWT menyifati nabi Muhammad SAW dengan
beberapa sifat yang kesemuanya merupakan penggambaran akan besarnya kasih sayang
beliau.
“Benar-benar telah datang kepada kalian seorang Rasul dari kalangan kalian sendiri, yang terasa berat
baginya penderitaan kalian; penuh perhatian terhadap kalian; dan terhadap orang-orang Mukmin, sangat
pengasih lagi penyayang” (Q.s. 9:128)
---
*) Disampaikan di Gedung Muslimat NU Sendangagung Kec. Sendangagung Kab. Lampung Tengah Prov. Lampung, 30 Maret 2014
2
Dalam ayat ini disebutkan bahwa Rasulullah SAW adalah orang yang „aziizun alaihi
maa‟anittum, yang merasakan betapa berat melihat penderitaan dan hariishun „alaikum yang
sangat mendambakan keselamatan kaumnya; dan raufun rahiim, pengasih lagi penyayang
terhadap orang-orang yang beriman.
Penderitaan kaumnya terasa berat sekali bagi Rasulullah SAW; baik penderitaan itu dialami
di dunia maupun –apalagi- di akhirat. Oleh karena itu Rasulullah SAW hariish, penuh
perhatian, dan sangat mendambakan keselamatan kaumnya –ummat manusia- jangan sampai
menderita. Dan hal ini dapat dilihat dari sikap dan sepak terjang beliau dalam kehidupan dan
perjuangannya: bagaimana beliau menyantuni dan menganjurkan penyantunan terhadap
kaum dhu‟afa; bagaimana beliau menegakkan dan menganjurkan penegakan kebenaran dan
keadilan; bagaimana beliau menghormati dan menganjurkan penghormatan terhadap harkat
dan martabat manusia; bagaimana beliau berperingai dan menganjurkan untuk berperangai
mulia (akhlaq al-kariimah); dan bagaimana beliau tak henti-hentinya melakukan dan
menganjurkan amar ma‟ruf nahi munkar dan seterusnya.
Maka tidaklah mengherankan bahwa, sebagai pemimpin, Nabi Muhammad SAW sangat
ditaati, karena dan dengan kasih sayang; bukan ditaati karena ditakuti dan dengan kebencian
atau keterpaksaan. Jadi, kasih sayang Allah yang mewujud dalam firman-Nya –perintah dan
larangan-Nya- melalui pribadinya yang pengasih dan penyayang – ke dalam kehidupan
ummat manusia.
Dan kaum muslim yang berimanlah yang selanjutnya diharapkan meneruskan membawa
kasih sayang Ilahi itu kepada semesta alam. Bukankah Allah SWT sendiri berfirman kepada
Nabi SAW:
Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan
mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang” (Q.s. 3:31).
Belajar Mengilmui Sholawat
Sayidina Ali karamallahuwajhah mendekatkan telinganya ke mulut Nabi SAW saat beliau
hendak menghembuskan nafas terakhirnya. Terdengar dari mulut Nabi SAW, “Ummati,
ummati”.
Begitu cinta Rasulullah SWA kepada ummatnya. Keabadian cinta Rasulullah SAW itu di-
wasilah-kan dengan sholawat.
3
Allah SWT berfirman:
Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai orang-orang yang beriman,
bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya. (Q.s. 33:56)
Membaca shalawat mungkin sendiri di kamar, di perjalanan atau ketika sedang larut dalam
pekerjaan. Mungkin pula kita membacanya secara berjamaah di surau-surau atau pada acara-
acara tertentu di kampung kita. Umumnya orang tidak hanya membaca sholawat tetapi juga
qoshidah, wirid atau dzikir yang kesemuanya merupakan karya para auliya atau pujangga
lslam yang telah diwariskan secara turun-temurun sejak berabad-abad yang lalu melalui
tradisi Maulid Nabi, pepujian di musholla-musholla atau di tempat dan acara lainnya.
Qoshidah bisa bermuatan sholawat, dzikir atau wirid atau juga kalimat-kalimat ungkapan
cinta kepada Allah SWT, Nabi Muhammad SAW atau kepada lslam itu sendiri. Adapun
wirid atau dzikir adalah kata-kata yang diungkapankan untuk mengingat Allah SWT,
menghayati keagungan-Nya, meminta atau memohon sesuatu kepada-Nya. lsinya bisa
diambil dari ajaran langsung Allah SWT atau merupakan kreasi atau ciptaan hamba-hamba-
Nya.
Sebagaimana sholat, puasa, zakat, haji dan jenis ibadah lainnya, sholawat itu bukan agama
dan bukan tujuan dari apa yang dilakukan itu sendiri. Sholawat hanya berposisi -seperti
sholat, puasa, zakat, dan haji- sebagai alat dan cara untuk mengantarkan kita pada tujuan
sejati yakni dekat dengan Allah SWTserta berdampingan dengan Rasulullah SAW.
Meskipun tentu saja sholawat tidak berkedudukan seperti ibadah sholat dan puasa yang
mahdhoh dan merupakan rukun lslam. Sholawat merupakan thoriqah atau jalan untuk
mengintensifkan dan memperdalam hubungan batin dengan, utama Allah SWT dan kedua
Rosululloa SAW. Oleh karena itu yang terpenting dan yang menjadi tolok ukur adalah
apakah dengan metode-metode sholawat ini akan menjadi makin dekat dengan Allah SWT
dan Rosulullah SAW atau tidak.
Karena tidak ada seseorang yang sungguh-sungguh sanggup dan bisa menilai orang lain
maka diri sendirilah yang dalam hati dan batinnya masing-masing harus memacu
menggembalakan diri sendiri (ngengon awake dhewe) dan rajin meniti perkembangan mutu
hubungan dengan Allah SWT dan Rosulullah SAW. Maka makin banyak kita mengingat
Allah SWT dan Rasulullah SAW dengan dan dalam sholawat makin bermanfaatlah apa yang
dilakukan dengan sholawat-sholawat yang dibaca.
Sholawat merupakan ungkapan cinta kepada Rasulullah SAW, yang dipelopori langsung
oleh Allah SWT sendiri kemudian dikembangkan oleh para pecinta Muhammad Saw.
Allah SWT menyuruh kita untuk bersholawat kepada Nabi Mumammad sambil la tegaskan
bahwa perintah ini pun la sendiri (bersama malaikat-Nya) yang memelopori perwujudannya.
la berbeda dengan perintah-perintah Allah SWT lainnya. Kalau kepada hambanya la
menyuruh bersembahyang. Allah SWT sendiri tidak perlu bersembahyang. Kalau
Allah SWT memerintahkan hambanya untuk berzakat, Beliau sendiri tentu tidak perlu
4
berzakat. Kalau Allah SWT meminta kita untuk berpuasa Allah SWT sendiri tentu tidak
terkenai kewajiban berpuasa. Allah tidak melakukan apa yang diperintahkan Dirinya kepada
hamba-hambanya.
Tetapi khusus dalam soal sholawat Allah berpenampilan agak berbeda. la yang menyerukan,
Ia yang mengasih contohnya. Allah beserta para malaikat-Nya bersholawat kepada
Rosulullah SAW. Demikian besar dan agungnya cinta Allah SWT kepada kekasih-Nya yang
bernama Muhammad itu sehingga la sendiri mau bersholawat kepadanya dengan
memposisikan diri bukan hanya sebagai yang punya perintah tapi juga sekaligus pelopomya.
Tak hanya itu, kita juga perlu melihat cintanya Allah kepada Muhammad dari kenyataan
bahwa: kalau kita bersembahyang kita mempunyai dua kemungkinan, diterima oleh Allah
atau tidak. Begitu juga kalau kita berpuasa, berzakat atau mengerjakan ibadah yang lainnya.
Tetapi kalau kita bersholawat itu pasti diterima oleh Allah sekaligus pasti sampai kepada
Rosulullah. Dari sisi kita -hamba Allah dan ummat Muhammad- sholawat merupakan
ungkapan terima kasih tiada tara kepada Rasulullah SAW yang telah memandu dan
memimpin perjalanan kaum Muslimin kepada Allah SWT. Ungkapan cinta kita kepada
Rosululloh itu sekaligus juga merupakan perwujudan cinta kita kepada Alloh. Mustahil kita
mencintai Allah SWT, tanpa mencintai Rasulullah SAW. Sebab Rasulullah-lah hamba yang
paling dicintai oleh Allah.
Sholawat: Segitiga Cinta Seraya menegaskan kepada sudara-saudara kita yang barangkali cemas kepada sholawat
bahwa pertama, sholawat itu tidak menuhankan Muhammad. Kedua, sholawat itu tidak
menganggap Muhammad sebagai anak Tuhan. Kita mempelajari bahwa sesungguhnya yang
terjadi adalah adanya segitiga cinta. Di titik atas ada Allah, di titik kanan ada Muhammad
SAW dan di titik kiri ada kaum Muslimin.
Gambar: Segitiga Cinta Sholawat
Masing-masing titik itu disambungkan oleh garis sedemikian rupa sehingga terbentuk segi
tiga. Dan segi tiga itu akan bermuatan cinta, sehingga bisa disebut segitiga cinta. Nah,
sekarang kita lihat. Pada garis pertrama, antara Allah dengan Rosululloh. Allah sangat
mencintai Muhammad SAW dan sebaliknya Muhammad pun sangat mencintai Allah SWT
sehingga sempurna aliran cintanya. Kemudian pada garis kedua antara Allah dengan kaum
Muslimin, Allah sangat mencintai kita, tetapi kita kadang ogah-ogahan kepada Allah.
Lantas garis yang ketiga, antara Muhammad dengan kita. Muhammad sangat mencintai kita.
Muhammad melakukan tirakat untuk kita dan agar do'anya tentang kita dikabulkan oleh
Allah, Muhammad menempuh puasa sedemikian rupa supaya Allah pakewuh kepada
أ نس
5
Muhammad terutama yang menyangkut nasib kita. Mengapa demikian? Selain Allah pada
pihak pertama, Muhammad juga punya kekasih berikutnya yaitu para sahabat. Yakni mereka
yang hidup sezaman dan pernah bertemu dengan Rosulullah semasa hidupnya. Sedangkan
yang tidak bemasib seperti sahabat alias yang hidup sesudah Rosulullah wafat itu bemama
ummat lslam.
Para sahabat sudah jelas nasibnya. Mereka hidup bersama-sama dengan Rasulullah berjuang
dan lara lapa. Rasulullah sangat mencintai mereka dan selalu mendoakan mereka. Lantas
bagaimana dengan ummat lslam ini yang hidup setelah ditinggal wafat Rosulullah. Siapa
yang mendoakan mereka?
Nah, Rasulullah itu tidak tega untuk meninggal dunia tanpa meninggalkan atau mewariskan
mekanisme kabulnya doa atas nasib kita semua. Jadi bagaimana Allah akan mengabulkan
doa kita kalau kita tidak melangsungkan lalu lintas segi tiga cinta itu. Dengan begitu
mencintai Muhammad yang misalnya kita ungkapkan lewat sholawat adalah penyikapan
yang logis, adil dan sewajamya saja terhadap kasunyatan perhubungan cinta antara Allah,
Muhammad dan kita. Demikianlah doa kita akan sampai arusnya kepada Allah kalau
melewati Muhammad. Sebab bagaimana mungkin Allah mengabulkan do'a kita kalau kepada
kekasih-Nya kita bersikap acuh tak acuh. Allah ini sangat pencemburu dan romantis. Allah
menghendaki keindahan pergaulan antara diri-Nya, Kekasih-Nya dan kita.
Sholawat membuat Akal Basah oleh Hati dan Hati Tegak oleh Akal
tidak menyentuhnya kecuali orang-orang yang disucikan. (Q.s 56:79)
Untuk menjelas kalimat di atas kita memakai acruan salah satu ayat suci Al-Qur’an yang
sudah sangat terkenaf yakni La Yamassuhu lllal Muthohharun. Ayat ini lazimnya ditafsir
secara fisik bahwa kalau kita sedang batal alias dalam kondisi tak berwudhu maka tidak
diperbolehkan untuk menyentuhnya. ltu benar sekali, terutama dari segi fiqih. Tetapi mari
kita luaskan makna dan tafsir ayat tersebut misalnya dengan memahaminya begini: Kita
tidak akan bisa bersentuhan dengan makna, hikmah, rizqi, barokah dan segala macam
kandungan Al-Qur’an jika kita tidak mengusahakan diri kita untuk terlebih dahulu
muthohhar atau tersucikan. Tersucikan itu bahasa lainnya adalah tercerahkan. Dan soal cerah
mencerahkan ini Allah SWT sudah sejak dulu menawari manusia untuk bisa mencerahkan
diri. Tercerahkan di bidang apa? Kita lihat dulu secara sederhana struktur jiwa manusia.
Dalam jiwa manusia ada tiga sisi atau unsur terpenting yakni akal, spiritual, dan mental.
Oleh karena itu bisa dikatakan bahwa ketercerahan itu meliputi tiga sisi tersebut. Jadi
tercerahkan secara akal atau muthahhar aqliyah, tercerahkan secara spiritual atau muthahhar
rukhiyyafi dan tercerahkan secara mental atau muthahhar nafsiyyah. Ketiganya akan
memproduk ketercerahan akhlak atau muthahhar akhlaqiyyah. Umumnya orang hanya
memiliki sebagaian saja dari ketercerahan tersebut. Ada yang tercerahkan secara aqliyyah
tetapi tumpul secara spiritual dan mental. Ada yang tercerahkan secara spiritual (mletik
hatinya), tetapi gagap secara intelektual alias sempit wawasannya serta tidak kokoh
mentalnya. Juga tak ketinggalan ada yang tercerahkan secara mental tapi buta secara
intelektual dan spiritual.
6
Demikianlah kalau kita tidak mengupayakan diri agar utuh ketercerahannya maka kita akan
tidak bisa bersentuhan dengan Al-Qur'an. Nah, bersholawat adalah salah satu jalan untuk
mengutuhkan ketercerahan itu, agar kaffah. Agar tak cuma sesisi saja. Sholawat membuat
akal basah oleh hati dan hati tegak oleh akal. Sholawat, metode mengambil jarak dari
kesibukan kerja keras sehari-hari
Ketika kita suntuk bekerja atau melakukan sejumlah pekerjaan entah yang rutin atau yang
tidak, umumnya kita mempunyai kecenderungan untuk capek, jenuh dan yang terpenting
barangkali juga potensial mengidapkan pada diri kita keterasingan tertentu terhadap apa
yang kita kerjakan. Pada saat seperti itu yang kita perlukan tak sekedar istiharat dan rekreasi
tetapi yang terpokok adalah pengambilan jarak terhadap situasi dan keadaan semacam itu
agar kita bisa lebih mengendapkan batin dan pikiran, supaya segar jiwa kita dan siap
melanjutkan pekerjaan-pekerjaan berikutnya. Demikian siklus wajar kemanusiaan yang
dialami oleh orang. Dalam memenuhi kebutuhan untuk rekreasi dan pengambilan jarak itu
orang menempuh banyak hal mulai yang positif sampai yang negatif. Yang positif misalnya
orang pergi rekreasi menikmati suasana alam di pantai atau di gunung, plesir ke luar kota
dan sebagainya. Yang negatif umpananya orang menenggak minum-minuman keras, atau
berjudi. Nah, sholawat hadir sebagai salah satu pilihan yang positif praktis, berdimensi dunia
akherat langsung, dalam memenuhi kebutuhan untuk pengambilan jarak tersebut.
Sholawat jauh lebih positif secara medis, moral-sosial, keilmuan dan ukhrawi daripada
menenggak narkoba atau bahkan dibanding nonton film sekalipun. Dengan menikmati
sholawat-sholawat kita akan memperoleh kenikmatan dan kepuasan batin yang lnsya Allah
lebih ruhaniah dan sejati. Sholawat merupakan jalan yang lebih selamat dan menyelamatkan
ditinjau dari berbagai sisi dan sudut.
(Ya khafiyyal althaf adriknaa biluthfikal khafiy;
Ya muhawwilal hawli wal ahwal hawwil haalana ila ahsanil ahwal)
Acuan:
A. Mustofa Bisri. 2007. Membuka Pintu Langit. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Emha Ainun Nadjib. 2001. Segitiga Cinta. Yogyakarta: Zaituna. عبد القادر اجليالين صالة بشائر اخلريات
http://gusmus.net/page.php?mod=dinamis&sub=2&id=301
http://mocopatsyafaat.blogspot.com/2012/01/sholawat.html