Sifat dan Ciri Tanah Ultisol.pdf
Transcript of Sifat dan Ciri Tanah Ultisol.pdf
TINJAUAN PUSTAKA
Sifat dan Ciri Tanah Ultisol
Konsepsi pokok dari Ultisol (ultimus, terakhir) adalah tanah-tanah berwarna merah kuning, yang sudah mengalami proses hancuran iklim lanjut sehingga merupakan tanah yang berpenampang dalam sampai sangat dalam (> 2 m), menunjukkan adanya kenaikan kandungan liat dengan bertambahnya kedalaman yaitu terbentuknya horizon bawah akumulasi liat (Musa, dkk, 2006).
Tanah Ultisol mempunyai tingkat perkembangan yang cukup lanjut, dicirikan oleh penampang tanah yang dalam, kenaikan fraksi liat seiring dengan kedalaman tanah, reaksi tanah masam, dan kejenuhan basa rendah. Pada umumnya tanah ini mempunyai potensi keracunan Al dan miskin kandungan bahan organik. Tanah ini juga miskin kandungan hara terutama P dan kation-kation dapat ditukar seperti Ca, Mg, Na, dan K, kadar Al tinggi, kapasitas tukar kation rendah, dan peka terhadap erosi (Subowo et al. 1990).
Nilai kejenuhan Al yang tinggi terdapat pada tanah Ultisol dari bahan sedimen dan granit (> 60%), dan nilai yang rendah pada tanah Ultisol dari bahan volkan andesitik dan gamping (0%). Ultisol dari bahan tufa mempunyai kejenuhan Al yang rendah pada lapisan atas (5−8%), tetapi tinggi pada lapisan bawah (37−78%). Tampaknya kejenuhan Al pada tanah Ultisol berhubungan erat dengan pH tanah (Prasetya dan Suriadikarta, 2006).
Tanah Ultisol mempunyai horizon argilik, dengan reaksi agak masam sampai masam dengan kandungan basa-basa rendah yang diukur dengan kejenuhan basa pH 7 < 50 % pada kedalaman 125 cm dibawah atas horizon argilik/kandik atau 180 cm dari permukaan tanah (USDA, 2006).
Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)
Mikoriza sesuai dengan asal katanya yaitu myces dan rhiza, adalah struktur simbiosis mutualisme yang dibentuk antara cendawan dan perakaran tanaman. Disebut simbiosis mutualisme karena cendawan mikoriza, yang hidup didalam sel akar, mendapatkan sebagian karbon hasil fotosintesis tanaman dan tanaman mendapatkan hara dan keuntungan lain dari cendawan mikoriza (Nusantara, 2006).
Bentuk cendawan mikoriza vesikular - arbuskular atau yang disingkat dengan cma lebih banyak terdapat mulai dari jenis, famili dan ordo tanaman dari pada tipe endo dan ektomikoriza bersama-sama. Telah diperlihatkan bahwa kebanyakan phanerogams mempunyai endo (hampir semuanya va) mikoriza, tetapi kira-kira hanya mempunyai ektomikoriza 3%. Karena penyebaran mva yang merata, mikoriza ini mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan mempunyai potensi yang penting baik secara ekonomi maupun ekologi. CMA terdapat pada sebagian besar tanaman pangan dan didalam kebanyakan jenis tanaman yang tumbuh dalam ekosistem alam. Tanaman yang penting dan mempunyai cendawan mva meliputi gandum, jagung, kapas, tembakau, teh, kopi, coklat, tebu, dan pohon serat (Fakuara, 1988).
Diagnostik ciri-ciri utama CMA adalah adanya vesikel dan arbuskul didalam korteks akar. Endodermis batang dan meristem akar tidak diserang. Hifa inter dan intraseluler juga ada disisi akar secara langsung berhubungan dengan miselium bagian luar yang menyebar dan bercabang-cabang didalam tanah (Fakuara, 1988).
Mikoriza merupakan jenis fungi yang menguntungkan pertumbuhan tanaman terutama pada tanah-tanah yang mengalami kekahatan P. Mikoriza tidak hanya menguntungkan pertumbuhan tanaman, tetapi juga menekan kebutuhan pupuk P sampai 20%-30% (Sutanto, 2002).
Dalam beberapa percobaan pertumbuhan CMA yang dilakukan oleh beberapa peneliti dari berbagai negara, pada kondisi tanah yang kekurangan fosfat untuk pertumbuhan tanaman, lebih banyak P yang diambil oleh tanaman bermikoriza dari pada tanaman tak bermikoriza. Infeksi CMA meningkatkan pengambilan P dan sumber P ekstra masuk ke tanaman bermikoriza dari tanah. Percobaan ini dapat diterangkan berdasarkan pada perubahan fisiologi akar, meningkatnya permukaan penyerapan dan penggunaan fosfat tak larut yang lebih baik (Fakuara, 1988).
Keberadaan mikoriza sangat berperan besar baik terhadap tanaman itu sendiri juga terhadap lingkungan tempat tumbuhnya. Peranan tersebut antara lain :
a. Kemampuannya untuk menyerap unsur hara baik mikro maupun makro.
Selain itu akar yang bermikoriza dapat menyerap unsur hara dalam bentuk
terikat dan yang tidak tersedia bagi tanaman. Hifa eksternal pada mikoriza
dapat menyerap unsur fosfat dari dalam tanah, dan segera diubah menjadi
senyawa polifosfat. Senyawa polifosfat kemudian dipindahkan kedalam
hifa dan dipecah menjadi fosfat organik yang dapat diserap oleh sel
tanaman. Efisiensi pemupukan P sangat jelas meningkat dengan
penggunaan mikoriza (Khairul, 2006).
Menurut Sylvia (1999) dalam Nusantara (2006), meningkatnya serapan
hara akibat kolonisasi mikoriza disebabkan sedikitnya oleh tiga hal, yaitu
i) mikoriza mampu mengurangi jarak yang harus ditempuh unsur hara
untuk mencapai permukaan akar tanaman, ii) meningkatnya rerata serapan
unsur hara dan konsentrasi pada permukaan penyerapan dan iii) mengubah
secara kimia sifat-sifat unsur hara kimia sehingga mempermudah
penyerapannya kedalam akar tanaman.
b. Perbaikan struktur tanah. Mikoriza melalui jaringan hifa eksternal dapat
memperbaiki dan memantapkan struktur tanah. Sekresi senyawa-senyawa
polisakarida, asam organik dan lendir oleh jaringan hifa eksternal yang
mampu mengikat butir-butir primer menjadi agregat mikro. Kemudian
agregat mikro melalui proses “mechanical blinding action” oleh hifa
eksternal akan membentuk agregat makro yang mantap. Struktur tanah
yang baik akan meningkatkan aerasi dan laju infiltrasi serta mengurangi
erosi tanah, yang pada akhirnya akan meningkatkan pertumbuhan tanaman
(Subiksa, 2006).
c. Pemupukan sekali seumur tanaman. Karena mikoriza merupakan makhluk
hidup maka sejak berasosiasi dengan akar tanaman akan terus berkembang
dan selama itu pula berfungsi membantu tanaman dalam peningkatan
penyerapan unsur hara yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman
(Iskandar, 2006).
d. Proteksi dari patogen dan unsur toksik. Mikoriza dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman melalui perlindungan tanaman dari patogen akar
dan unsur toksik. Mekanisme perlindungan dapat diterangkan sebagai
berikut: adanya selaput hifa (mantel) dapat berfungsi sebagai barier
masuknya patogen, mikoriza menggunakan hampir semua kelebihan
karbohidrat dan eksudat lainnya sehingga tercipta lingkungan yang tidak
cocok bagi patogen, mikoriza dapat mengeluarkan antibiotik yang dapat
mematikan patogen, akar tanaman yang sudah terinfeksi mikoriza tidak
dapat diinfeksi oleh patogen yang menunjukkan adanya kompetisi
(Subiksa, 2006).
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Inokulasi CMA
Tipe inokulum Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA) digunakan tergantung pada penelitian dilapangan. Untuk studi respons pertumbuhan dirumah kaca sama baiknya dengan dilapangan, campuran inokulum berisi akar-akar yang diinfeksi, spora, dan miselium dapat memuaskan, dengan cepat dapat diperoleh dan biasanya sangat efektif. Campuran inokulum biakan pot (pot culture) umumnya mempunyai potensial inokulum yang lebih besar daripada spora yang dibersihkan atau material akar (Fakuara, 1988).
Menurut Santosa (1989), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan mikoriza adalah:
1. Suhu Tanah
Walaupun suhu bukan merupakan faktor pembatas utama bagi aktivitas
CMA, namun suhu tanah yang tinggi menyebabkan peningkatan aktivitas
cendawan. Suhu optimum untuk perkecambahan spora sangat beragam
tergantung cendawan CMA-nya. Daya infeksi oleh cendawan CMA
meningkat dengan naiknya suhu tanah. Suhu yang tinggi pada siang hari
(350 C) tidak menghambat perkembangan dan aktivitas fisiologis
mikoriza.
2. Kandungan Air Tanah
Status air tanah dapat berpengaruh baik langsung atau tidak langsung
terhadap infeksi dan pertumbuhan mikoriza. Penjenuhan air tanah yang
lama berpotensi mengurangi pertumbuhan dan infeksi fungi mikoriza
karena kondisi yang anaerob. Terdapat juga fakta bahwa potensial air yang
rendah dapat juga menurunkan infeksi mikoriza secara dramatis.
3. pH Tanah
Tidak sama dengan jasad renik lainnya cendawan pada umumnya lebih
tahan terhadap perubahan pH tanah. Meskipun demikian daya adaptasi
pada tiap spesies cendawan terhadap pH tanah berbeda-beda, karena pH
tanah mempengaruhi perkecambahan, perkembangan dan peran mikoriza
terhadap pertumbuhan tanaman.
4. Bahan Organik dan Residu Akar
Residu akar mempengaruhi ekologi cendawan CMA, karena serasah akar
yang terinfeksi mikoriza merupakan sarana penting berikutnya. Serasah
akar tersebut mengandung hifa, vesikel, dan spora yang dapat menginfeksi
akar tanaman tetangga sehingga memperluas penyebaran CMA.
Disamping itu juga berfungsi sebagai inokulum untuk generasi tanaman
berikutnya.
5. Ketersediaan Hara
Derajat infeksi terbesar terjadi pada tanah-tanah yang mempunyai
kesuburan rendah. Pertumbuhan perakaran yang sangat aktif jarang
terinfeksi oleh CMA. Jika pertumbuhan dan perkembangan akar menurun,
maka infeksi CMA meningkat.
6. Pengaruh Logam Berat dan Unsur lain
Pada tanah-tanah tropika sering dijumpai permasalahan salinitas dan
keracunan aluminium maupun mangan. Infeksi CMA lebih tinggi pada
tanah yang mengalami kekahatan Mn daripada yang tidak. Beberapa
spesies CMA diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang tercemar
seng (Zn), tetapi sebagian besar spesies CMA peka terhadap kandungan
Zn yang tinggi. Aluminium diketahui menghambat simbiosis CMA.
7. Fungisida
Fungisida merupakan racun kimia yang menghancurkan kehidupan
cendawan CMA. Penggunaan fungisida Agrosan, Benlate, Plantavax,
meskipun dalam konsentrasi yang sangat rendah (2,5 µg pergram tanah)
menyebabkan turunnya kolonisasi CMA yang mengakibatkan
terhambatnya pertumbuhan tanama dan pengambilan P.
8. Jenis Tanaman Inang
Persentase kolonisasi tergantung pada spesies cendawan mikoriza dan
tanaman inang, sering dihubungkan dengan pertumbuhan akar dan
kepekaan tanaman
(Santosa, 1989).
Tanaman Kedelai (Glycine max)
Kedelai dibudidayakan di lahan sawah maupun lahan kering (ladang). Penanaman biasanya dilakukan pada akhir musim penghujan, setelah panen padi. Pengerjaan tanah biasanya minimal. Biji dimasukkan langsung pada lubang-lubang yang dibuat. Biasanya berjarak 20-30cm. Pemupukan dasar nitrogen dan fosfat diperlukan, namun setelah tanaman tumbuh penambahan nitrogen tidak memberikan keuntungan apa pun. Lahan yang belum pernah ditanami kedelai dianjurkan diberi "starter" bakteri pengikat nitrogen Bradyrhizobium japonicum untuk membantu pertumbuhan tanaman. Penugalan tanah dilakukan pada saat tanaman remaja (fase vegetatif awal), sekaligus sebagai pembersihan dari gulma dan tahap pemupukan fosfat kedua. Menjelang berbunga pemupukan kalium dianjurkan walaupun banyak petani yang mengabaikan untuk menghemat biaya (Wikipedia, 2008).
Tanah Tanaman kedele dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah dengan drainase dan aerasi tanah yang cukup baik serta air yang cukup selama pertumbuhan tanaman. Tanaman kedele dapat tumbuh baik pada tanah alluvial, regosol, grumosol, latosol atau andosol. Pada tanah yang kurang subur (miskin unsur hara) dan jenis tanah podsolik merah-kuning, perlu diberi pupuk organik dan pengapuran. Kedele dapat tumbuh subur pada : curah hujan optimal 100-200 mm/bulan. Temperatur 25-27 derajat Celcius dengan penyinaran penuh minimal 10 jam/hari. Tinggi tempat dari permukaan laut 0-900 m, dengan ketinggian optimal sekitar 600 m (Mashur, 2008).
Kalau ditanam di lahan yang belum pernah ditanami kedelai, benih sebaiknya dicampur dengan rizobium seperti Legin. Bila rizobium tidak tersedia dapat menggunakan tanah yang sudah pernah ditanami kedelai. Inokulasi rizobium bertujuan untuk mengurangi pemakaian pupuk nitrogen (urea) karena tanaman kedelai dapat memanfaatkan nitrogen yang ada di udara setelah diinokulasi dengan rizobium (Suastika, dkk, 2008).
Pengembangan kedelai pada lahan kering masam akan dihadapkan kepada kondisi tanah yang kurang subur karena rendah pH (4,3-5,5), kandungan Al tinggi, kandungan bahan organik rendah, ketersedian hara N, P, K, Ca, dan Mg
rendah, dan kemampuan tanah mengikat air juga rendah. Dari segi sosial-ekonomi, masalah yang dihadapi dalam pengembangan kedelai pada lahan kering masam adalah kuranganya tenaga kerja dan modal usahatani. Kondisi tanah yang kurang subur dapat diperbaiki dengan inovasi teknologi ameliorasi, di antaranya penggunaan kapur (kalsit atau dolomit) dan bahan organik, serta pemupukan (organik, anorganik, dan biofertilizer seperti rhizobium) berdasarkan kondisi tanah setempat (Litbang, 2008).
Metode MPN untuk Penetapan Berbagai Populasi Mikroorganisme Tanah
Metode most Probable-Number (MPN) memungkinkan kita untuk menduga populasi mikroorganisme tanpa menghitung jumlah sel atau koloni. Kadangkala disebut metode mutakhir, atau metode pengenceran.
Para ahli mikrobiologi sering menduga jumlah suatu populasi berdasarkan pengenceran tertinggi pada pengenceran mana, pertumbuhan masih dapat diamati. Dengan demikian, bila pertumbuhan diamati pada pengenceran 10-4 dan tidak ada pengenceran 10-5, jumlah sel yang hidup adalah antara 104 dan 105. Dengan demikian akan lebih jelas bahwa pengujian beberapa larutan dari suatu seri pengenceran bersama-sama dengan model matematika, interpolasi memungkinkan perkiraan yang lebih tepat (Anas, 1989).
Untuk mempermudah telah dibuat tabel MPN untuk 5 tabung reaksi oleh Halvorson dan Ziegler (Tabel 1) dan untuk 3 tabung reaksi oleh McCrady (Tabel 2) masing-masing untuk pengenceran 10 kali.
Tabel 1. Nilai Most Probable Number (MPN) untuk Lima Ulangan bagi Setiap Pengenceran (Halvorson dan Ziegler, 1933)
P1 P2 P3
0 1 2 3 4 5
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
-
0.018
0.037
0.056
0.075
0.094
0.018
0.036
0.055
0.074
0.094
0.11
0.036
0.055
0.074
0.093
0.11
0.13
0.054
0.073
0.092
0.11
0.13
0.15
0.072
0.091
0.11
0.13
0.15
0.17
0.090
0.11
0.13
0.15
0.17
0.19
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
5
5
5
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
5
5
5
0.020
0.040
0.061
0.083
0.11
0.13
0.045
0.068
0.093
0.12
0.15
0.17
0.078
0.11
0.14
0.17
0.21
0.25
0.13
0.17
0.22
0.27
0.34
0.41
0.23
0.33
0.49
0.040
0.061
0.082
0.10
0.13
0.15
0.068
0.092
0.12
0.14
0.17
0.20
0.11
0.14
0.17
0.21
0.24
0.29
0.17
0.21
0.26
0.33
0.40
0.48
0.31
0.46
0.70
0.060
0.081
0.10
0.13
0.15
0.17
0.091
0.12
0.14
0.17
0.20
0.23
0.13
0.17
0.20
0.24
0.28
0.32
0.21
0.26
0.32
0.39
0.47
0.56
0.43
0.64
0.95
0.080
0.10
0.12
0.15
0.17
0.19
0.12
0.14
0.17
0.20
0.23
0.26
0.16
0.20
0.24
0.28
0.32
0.37
0.25
0.31
0.38
0.45
0.54
0.64
0.58
0.84
1.2
0.10
0.12
0.15
0.17
0.19
0.22
0.14
0.17
0.19
0.22
0.25
0.29
0.20
0.23
0.27
0.31
0.36
0.41
0.30
0.36
0.44
0.52
0.62
0.72
0.76
1.1
1.5
0.12
0.14
0.17
0.19
0.22
0.24
0.16
0.19
0.22
0.25
0.28
0.32
0.23
0.27
0.31
0.35
0.40
0.45
0.36
0.42
0.50
0.59
0.69
0.81
0.95
1.3
1.8
5
5
5
5
5
5
0.79
1.3
2.4
1.1
1.7
3.5
1.4
2.2
5.4
1.8
2.8
9.2
2.1
3.5
16
2.5
4.3
-
Tabel 2. Nilai Most Probable Number (MPN) untuk Tiga Ulangan bagi Setiap Pengenceran (McCrady) (Verstraete, 1981)
Hasil MPN Hasil MPN Hasil MPN
000
001
010
011
020
100
101
102
110
111
120
121
130
200
0.0
0.3
0.3
0.6
0.6
0.4
0.7
1.1
0.7
1.1
1.1
1.5
1.6
0.9
201
202
210
211
212
220
221
222
223
230
231
232
300
301
1.4
2.0
1.5
2.0
3.0
2.0
3.0
3.5
4.0
3.0
3.5
4.0
2.5
4.0
302
310
311
312
313
320
321
322
323
330
331
332
333
6.5
4.5
7.5
11.5
16.0
9.5
15.0
20.0
30.0
25.0
45.0
110.0
140.0
Untuk menghitung MPN organisme yang ada dalam contoh, pilih sebagai p1 yang jumlah tabung yang positif pada larutan yang konsentrasi paling rendah, dimana semua tabung bereaksi positif, atau yang jumlah tabung positif terbanyak dan untuk p2,p3 mewakili jumlah tabung yang positif pada pengenceran yang lebih tinggi dari p1. Kemudian lihat angka pada Tabel 1 (Halvorson dan Ziegler) untuk 5 tabung dan Tabel 2 (McCrady) untuk 3 tabung. Dapatkan nilai pada tabel tersebut dengan melihat angka p1, p2, dan p3, kemudian kalikan nilai yang didapat ini dengan faktor pengenceran pada p1 untuk mendapatkan MPN dari contoh yang asli.
Tabel 3. Faktor untuk Menghitung Selang Kepercayaan 95 persen Batas Bawah dan Batas Atas.
Jumlah tabung yang dipakai untuk satu pengenceran (n)
Kelipatan pengenceran (x)
2 4 5 10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
4.00
2.67
2.23
2.00
1.86
1.76
1.69
1.64
1.58
1.55
7.14
4.00
3.10
2.68
2.41
2.23
2.10
2.00
1.92
1.86
8.32
4.47
3.39
2.88
2.58
2.38
2.23
2.12
2.02
1.95
14.45
6.61
4.68
3.80
3.30
2.98
2.74
2.57
2.43
2.32
Pada Tabel 3.3 disajikan faktor yang digunakan untuk menghitung nilai selang kepercayaan 95 persen yang tergantung dari jumlah tabung yang dipakai untuk satu pengenceran dan faktor pengenceran. Jumlah tabung yang dipakai untuk setiap pengenceran mulai dari satu tabung sampai 10 tabung. Jumlah tabung yang umum dipakai adalah 3 dan 5 tabung untuk setiap pengenceran. Kelipatan pengenceran adalah 2, 4, 5 dan 10, tetapi yang paling sering dipakai adalah 5 dan 10. Makin banyak tabung yang dipakai untuk setiap pengenceran dan makin besar perbandingan (ratio) pengenceran. Maka makin sempit kisaran selang kepercayaan. Dengan demikian, pengujian hasil yang didapatkan makin tajam.
Tingkat pengenceran yang digunakan dan jumlah tabung yang diinokulasi untuk setiap pengenceran menentukan batas atas selang kepercayaan. Kalikan nilai MPN dengan faktor yang bersangkutan dari Tabel 1. atau 2 (Anas, 1989).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Bioteknologi Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, dengan ketinggian tempat + 25 m dpl. Dimulai pada bulan Juni s/d Nopember 2008.
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang digunakan adalah tanah Ultisol bekas tanaman padi gogo akibat residu aplikasi kompos jerami dan mikoriza yang berasal dari Bangun Purba, dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk keperluan analisis.
Alat
Alat yang digunakan adalah aqua cup atau gelas plastik, kantongan plastik, timbangan analitik, mistar, gunting, kertas label, buku dan alat tulis, serta alat-alat yang digunakan untuk keperluan analisis.
Metodelogi Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) Faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan. Faktor perlakuan yang pertama adalah Residu Aplikasi Kompos Jerami (J) dengan 4 taraf perlakuan, dan faktor perlakuan yang kedua adalah Residu Aplikasi Mikoriza (M) dengan 4 taraf perlakuan. Sehingga diperoleh kombinasi perlakun sebanyak 4x4x3 = 48 unit percobaan. Susunan perlakuan tersebut adalah:
Faktor perlakuan I, kompos jerami (J) :
Residu J0 = 0 g/pot (setara 0 ton/ha)
Residu J1 = 25 g/pot (setara 5 ton/ha)
Residu J2 = 50 g/pot (setara 10 ton/ha)
Residu J3 = 75 g/pot (setara 15 ton/ha)
Faktor Perlakuan II, mikoriza (M) :
Residu M0 = 0 g/pot
Residu M1 = 7,5 g/pot
Residu M2 = 15 g/pot
Residu M3 = 22,5 g/pot
Sehingga kombinasi perlakuannya adalah :
R-J0M0 R-J1M0 R-J2M0 R-J3M0
R-J0M1 R-J1M1 R-J2M1 R-J3M1
R-J0M2 R-J1M2 R-J2M2 R-J3M2
R-J0M3 R-J1M3 R-J2M3 R-J3M3
Model linier rancangan acak lengkap :
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)jk + εijk
Dimana :
Yijk = Parameter yang diamati
µ = Nilai tengah umum
αi = pengaruh taraf ke-i dari faktor J
βj = pengaruh taraf ke-j dari faktor M
(αβ)jk = pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor J dan taraf j dari faktor B
εijk = pengaruh galat taraf ke-i dari faktor J dan taraf M dari faktor B pada blok ke-k
Adapun gambar/denah dari penelitian ini adalah:
I II III
M0J1
M0J0
M1J2
M1J1
M1J0
M0J0
M0J1
M0J2
M0J1
M0J2
M2J3
M2J0
M0J2
M2J2
M2J3
M3J0
M3J1
M3J2
M3J3
M0J3
M2J0
M1J3
M1J2
M1J1
M1J0
M2J2
M2J3
M3J0
M0J1
M0J2
M0J3
M1J0
M1J1
M1J2
M1J3
M2J0
M2J1
M2J2
M2J3
M3J0
M3J1
M0J0
M3J3
M3J2
M3J1
M2J1
M3J2
M3J3