SIFAT DASAR DAN KEGUNAAN ROTAN Oleh: Jasni, Krisdianto...
Transcript of SIFAT DASAR DAN KEGUNAAN ROTAN Oleh: Jasni, Krisdianto...
1
SIFAT DASAR DAN KEGUNAAN ROTAN
Oleh:
Jasni, Krisdianto, Titi Kalima, Abdurachman dan Gustan Pari
ABSTRAK
Pusat pertumbuhan rotan paling banyak ditemui di Asia Selatan. Di wilayah ini terdapat sekitari 614 jenis rotan, yang berasal dari 8 genera. Di Indonesia tercatat 8 genera dengan 314 spesies rotan. Dari jumlah tersebut sekitar 51 sudah dikenal dalam perdagangan (komersial), sedangkan yang lain belum dimanfaatkan. Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pemanfaatan sumber daya rotan dari jenis-jenis rotan yang belum digunakan. Sasaran kegiatan ini adalah memperoleh data dan informasi sifat-sifat rotan sebagai dasar pemanfaatannya. Dalam penelitian ini adalah sifat dasar rotan, anatomi, kimia, fisis-mekanis, ketahanan dan pelngkungan. Jenis rotan yang dipelajari 4 jenis rotan, rotan calamus sp2 (Calamus rugosus Beccari), calamus 5 (Calamus spectatissimus Furtado), calamus 1 (Daemonorops verticillaris (Griff.) Mart) dan calamus sp (Daemonorops longipes (Griff.) Mart). Hasil penelitian menunjukkan bahwa keempat jenis rotan calamus sp2, calamus 5, calamus1 dan calamus sp baik digunakan sebagai bahan baku pembuatan komponen mebel, keranjang dan anyaman.
Kata kunci: rotan, sifat dasar, kegunaan, mebel
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diperkirakan lebih dari 614 jenis rotan terdapat di Asia Selatan yang
berasal dari 8 genera, yaitu untuk genus Calamus 333 jenis, Daemonorops
122 jenis, Khorthalsia 30 jenis, Plectocomia 10 jenis, Plectocomiopsis 10
jenis, Calopspatha 2 jenis, Bejaudia 1 jenis dan Ceratolobus 6 jenis
(Dransfield 1974, Dransfield dan Manokaran, 1996. Menon, 1979. Alrasjid,
1989. Mogea, 1990). Dari 8 genera tersebut dua genera rotan yang bernilai
ekonomi tinggi adalah Calamus dan Daemonorops.
Indonesia memiliki kurang lebih 314 jenis rotan, tetapi baru 51 jenis
yang merupakan jenis komersial atau laku diperdagangkan karena sifatnya
sudah dikenal, namun beberapa jenis komersial potensinya sudah menurun
dan mulai langka, seperti manau, pulut merah, sega, irit, batang dan tohiti.
Sementara itu, dari jenis-jenis lain yang non komersial (belum dikenal)
mungkin ada yang memiliki sifat baik dan jumlahnya cukup tersedia di hutan.
Disamping itu ada saran yang diberikan oleh peserta pada Seminar Nasional
Rotan bulan Juli 2010 di Jakarta, untuk melakukan penelitian dan
pengembangan terhadap beberapa jenis rotan yang belum komersial agar
mempunyai nilai tinggi. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian dan
pengembangan bagi rotan yang belum dikenal, sehingga dapat dimanfaatkan.
Di samping itu, pengusaha diharapkan memiliki kemauan untuk mencoba
memanfaatkan hasil penelitian terhadap rotan yang belum dikenal tersebut
menjadi produk komersial (Jasni dan Rachman, 2000), dengan demikian
diharapkan kebutuhan akan rotan tercapai dan kelestarian jenis terjamin.
Untuk merangsang pemanfaatan jenis-jenis rotan yang selama ini belum
dimanfaatkan (lesser used species), maka perlu dilakukan penelitian yang
komprehensif dan holistic. Karena penelitian akan mencakup penyebaran
botani, sifat dasar (anatomi, fisis mekanis, kimia dan keawetan), pengolahan
(pengerjaan, pengeringan, pelengkungan) rotan, sehingga dapat diketahui
penyebaran jenis, peruntukkan dan kualitas secara lebih tepat untuk setiap
jenis rotan.
3
B. Tujuan dan Sasaran
Tujuan:
Menyediakan informasi sifat dasar dan kemungkinan penggunaan 4
jenis rotan sebagai dasar diversifikasi penggunaan bahan baku untuk
berbagai tujuan.
Sasaran:
Tersedianya informasi ilmiah mengenai sifat dasar dan kemungkinan
penggunaan 4 jenis rotan.
C. Luaran
1. Laporan hasil penelitian yang berisi data dan informasi sifat dasar dan
kemungkinan penggunaan 4 jenis rotan
2. Contoh produk
3. Draf karya tulis
D. Hasil yang Telah Dicapai pada Penelitian Sebelumnya
Tahun 2010
1. Jenis rotan yang diteliti adalah 4 jenis, yaitu rotan boga (Calamus
kooedeniensianus Becc.) diameter batang 17-25 mm, rotan cakre
(Ceratolobus subangulatus (Miquel) Becc) diameter batang 5-7 mm, rotan
cincin (Calamus polystachys Becc.) diameter batang 3-5mm dan rotan tebu
(Myrialepis paradoxa (Kurz) J.Dransf.) diameter batang 27-43 mm,
2. Rotan boga (Calamus kooedeniensianus Becc.) sangat baik digunakan
sebagai komponen bahan baku pembuat mebel yang membutukan
kelengkungan yang kecil, rotan ini cukup baik digunakan sebagai
pengganti rotan manau.
3. Rotan cakre (Ceratolobus subangulatus (Miquel) Becc), dapat digunakan
dalam bentuk belahan atau tidak dibelah untuk komponen pengikat antara
komponen mebel, keranjang dan anyaman, rotan ini dapat penganti rotan
sega.
4. Rotan cincin (Calamus polystachys Becc.) rotan ini baik dijadikan untuk
perakitan mebel dan digunakan untuk anyaman, sandaran pada kursi,
alas untuk meja dan keranjang rotan irit.
4
5. Rotan tebu (Myrialepis paradoxa (Kurz) J. Dransf), rotan ini mudah patah
dibentuk, hanya dapat disarankan digunakan untuk bentukan yang lurus
seperti tangkai sapu.
Tahun 2011
1. Jenis rotan yang diteliti adalah 4 jenis yang diteliti, rotan Papua 1( Calamus
warburgii K.Schum) diameter batang 13-18mm, rotan Papua 2( Calamus
auriensis Becc.) diameter batang 15-22 mm, rotan Papua 3 (Calamus
pachypus Bl.) diameter batang 13-16 mm dan rotan Papua 4 (Korthalsia
zippelii Bl) diameter batang 19-28 mm.
2. Pelengkungan 4 jenis rotan yang dipelajari ( C. pachypus Bl dan C.
auriensis Becc) termasuk dalam kelompok sangat baik dilengkungkan,
sedangkan rotan Korthalsia zippelii kurang baik dilengkungkan.
3. Produk dari ketiga jenis (C. auriensis Becc, C. warbugii K.Schum dan C.
pachypus Bl) termasuk mudah dikerjakan dan dapat disetarakan dengan
rotan manau (Calamus manan) dan batang (Calamus zolingerii Becc.).
4. Produk mebel yang dihasilkan dari salah satu jenis yang dipelajari atau
digabungkan dengan rotan yang sudah ada di pasaran juga dapat menarik
pembeli.
Tahun 2012
1. Jenis rotan yang diteliti adalah 4 jenis yaitu rotan endow (Calamus
zibertinus Becc) diameter batang 13-22 mm, rotan itoko (Calamus hollungii
Becc.) diameter batang 21-39 mm, rotan B (Calamus humboldtianus Becc.)
diameter batang 6-13 mm dan rotan davone (Korthalsia brassii Burret.)
2. Rotan endaw, itoko, rotan B dan davone memiliki sifat dasar mendekati
atau mirip dengan rotan komersial, keempat jenis rotan kecuali rotan
davone dapat disetarakan dengan rotan manau, batang, lambang dan
sega, karena mudah dikerjakan.
3. Rotan endaw, itoko dan rotan B memiliki sifat pelengkungan sangat baik
(kelas I), sehingga memiliki potensi untuk digunakan sebagai bahan mebel
dan telah dilakukan uji pembuatan mebel berupa kursi bulat, tempat koran
dan meja.
5
Tahun 2013
1. Jenis rotan yang diteliti adalah 4 jenis yaitu rotan hoa (Calamus
mindoriensis Becc) diameter batang 16-30 mm, rotan ue tuu (Calamus
robinsonianusi Becc.) diameter batang 11-27 mm, rotan jaramasin
(Calamus leiocaulis Becc.) diameter batang 7-14 mm dan rotan tambailulu
(Korthasia scleracantus Beccari ex Heyne.) diameter batang 9-19 cm.
2. Sifat dasar keempat jenis rotan yang dipelajari mirip dengan rotan
komersial.
3. Ketahanan rotan terhadap rayap tanah, rotan jaramasin, tambailulu kelas
III, rotan hoa kelas II dan ue tuu termasuk kelas I. Dalam pemakaiannya
rotan yang kelas III perlu diawetkan.
4. Pelengkungan 3 jenis rotan yang diteliti ( rotan hoa, ue tuu dan tambailulu
termasuk dalam kelompok sangat baik dilengkungkan termasuk kelas I.
Sedangkan rotan jarmasin mudah dikerjakan atau dibelah sebagai
anyaman.
5. Produk dari keempat (rotan hoa, ue tuu, jaramasin dan tambailulu)
termasuk mudah dikerjakan dan dapat disetarakan dengan rotan batang (C.
zolingerii Becc.), tohiti, (Calamus inops Becc. Ex.Heyne.) lambang (C.
ornatus var celebicus Becc.) dan sega (C. caesius Bl.). Irit ( Calamus
tracycoleus Becc.).
E. Ruang Lingkup
Kegiatan utama penelitian ini meliputi survey lapangan pengambilan
sampel jenis rotan kurang dikenal untuk meneliti sifat dasar (anatomi, fisis dan
mekanis, ketahanan terhadap serangga, kandungan kimia dan pelengkungan)
dan pembuatan produk di Industri.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Rotan secara umum tumbuh baik di daerah hutan hujan tropika. Di
dunia, rotan tumbuh menyebar mulai dari Kepulauan Fiji dibagian Timur
sampai ke Afrika di Barat, dari Cina Selatan di Utara sampai ke Australia
Utara dibagian Selatan. Wilayah Asia Tenggara terutama di Indonesia
dijumpai paling banyak jenis rotan, dengan jumlah jenis dan volume produksi
rotan paling besar. Malaysia, Filipina, Thailand, Kamboja, Laos PDR,
Vietnam, India dan Nigeria juga memiliki jumlah jenis dan produksi yang
tinggi, tetapi jumlahnya jauh di bawah Indonesia. Apabila dibandingkan
dengan beberapa negara di Asia Tenggara, Indonesia merupakan negara
paling kaya akan sumberdaya rotan diperkirakan 314 jenis. Sedangkan
Filipina 70 jenis, Semenanjung Malaysia 146 jenis, Thailand 71 jenis, Brunei
150 jenis dan Lao PDR 37 jenis (Dransfield, 1974; Dransfield dan Manokaran.
1996; Vongkaluang,1984; Salita, 1984: Sumarna, 1986; Mogea, 1990;
Nangkat et.al, 1977; Evans et.al, 2001, Rachman dan Jasni, 2013).
Rotan sebagai bahan baku industri mebel, barang kerajinan, ayaman
keranjang. Indonesia sebagai penghasil rotan terbesar didunia, diperkirakan
85 % bahan baku di seluruh dunia dihasilkan oleh Indonesia, adapun sisanya
dihasilkan oleh negara lain Filipina, Vietnam dan negara Asia lainya (
Retraubun, 2013). Selanjutnya dikatakan bahwa total nilai ekspor produk
rotan sepanjang tahun 2012 mencapai USD 206,67 juta yang terdiri dari rotan
furnitur semilai USD 151,64 juta dan rotan kerajinan/anyaman sebesar 51,03
juta. Sedangkan pasar luar negeri atas produk asal rotan asal Indonesia
untuk HS 46012 (Basketwoork, Wickerwork&Other Article Made Directly to
Shape From Rattan) pada tahun 2012 adalah Belanda USD 11,6 juta
(27,02%), Amerika Serikat senilai USD 6,6 juta (15,39%), Korea Selatan
senilai USD 4,2 juta (9,76%), Jerman senilai USD 3,6 juta (8,43%) dan Belgia
senilai USD 2,4 juta (5,6%) dan beberapa negara lainnya meliputi Inggeris,
Jepang, Swedia, Perancis dan Australia (Warta Ekspor, 2013).
Rotan tersebar di Indonesia, penyebaran pertumbuhan rotan secara
geografis di Indonesia ditampilkan dalam Tabel 1.
7
Tabel 1. Penyebaran pertumbuhan rotan secara geografis di Indonesia
No. Propinsi Lokasi areal hutan
1. Aceh Aceh Utara, Aceh Tengah, Piddie, Aceh Timur, Pulau Simeuleu (Sinabang) Aceh Selatan, Aceh Tenggara.
2. Sumatera Utara Asahan, Labuhan Ratu, Tapanuli Selatan, Tapanuli Tengah, Pulau Nias
3. Sumatera Barat Pasaman, Sawah Lunto/Sijunjung, Solok Selatan, P. Mentawai, Pantai Selatan.
4. Riau Tembilahan (Inderagiri Hilir), Rengat (Inderagiri Hulu), Bangkinang (Kampar), Pasir Pangiraian.
5. Jambi Batanghari, Muaro Bungo, Sarolangun, Bangko, Kuala Tungkal.
6. Bengkulu Bengkulu Utara (Muko-Muko),Bengkulu Selatan (Bintuhan), Rejang Lebong (Kapahiang).
7. Sumatera Selatan Ogan Komering, Lematang Ulu, Musi Banyuasin 8. Lampung Lampung Barat (Krui). Lampung Tengah
(Sukadana),Kabupaten Tanggamus (Kota Agung). 9. Kalimantan Barat Sintang, Kapuas Hulu, Ketapang, Sanggau. 10. Kalimantan
Tengah Kotim (Sampit), Kobar (Pangkalan Bun), Kuala Kapuas, Buntok, Muara Teweh , Puruk Cahu.
11. Kalimantan Selatan
Marabahan, P. Laut (Kota Baru), Hulu Suangai Utara
12. Kalimantan Timur Pasir, Mahakam Ulu, Mahakam Tengah, Berau, Damai, Balungan Selatan, Bentian.
13. Sulawesi Selatan Mamuju, Luwu (Palopo), Sidrap, Enrekang, Maros, Polmas.
14. Sulawesi Tengah Poso, Donggala, Luwuk, Banggai, Buol, Toli-toli. 15. Sulawesi Utara Minahasa Tosawang, Tompaso, Bolaang
Mongondow (Dominanga, Lanuan Uki), Gorontalo, Sangihe Talaud.
16. Sulawesi Tenggara
Kendari Selatan, Kolaka, P. Muna, P. Buton.
17. Nusa Tenggara Barat
Sumbawa (Klongkang, Dado, Batalente), Bima (Taffoperado)
18. Nusa Tenggara Timur
P. Flores, (Manggarai,Angada,Sika), Sumba Barat
19. Maluku Pulau Halmahera, Pulau Obi, Pulau Bacan. Pulau Morotai, Pulau Mangole, Pulau Taliabu, Pulau Seram, Pulau Buru, Pulau Tanimbar, Pulau Kai.
20. Irian Jaya Sorong, Fak-fak, Manokwari, Paniai, Jayapura (Demta,Arso), Marauke, Serui, Yapen Waropen
Sumber : Anonim, 1988 Seperti telah disebutkan sebelumnya, di Indonesia dijumpai kurang
lebih 314 jenis rotan. Dari jumlah tersebut, 51 jenis di antaranya adalah jenis
rotan komersial , sedangkan 265 jenis adalah jenis non-komersial. Di antara
51 jenis komersial tersebut, hanya sekitar 20-30 jenis saja yang sangat
8
disukai dan banyak dieksploitasi. Dari jumlah tersebut, terdapat rotan yang
tergolong elit/favorit, yaitu manau, sega/taman, irit, tohiti dan batang. Jenis
non komersial umumnya masih banyak tumbuh di hutan alam, belum
dimanfaatkan karena informasi pemanfaatannya belum banyak diketahui.
Pada umumnya pembeli hanya memesan jenis rotan yang sudah jelas
penggunaannya dan laku diperdagangkan (Jasni dan Rachman, 2000;
Rachman dan Jasni, 2013).
Untuk dapat memanfaatkan rotan, perlu diketahui sifat-sifatnya
terutama sifat dasar rotan antara lain sifat anatomi. Struktur anatomi batang
rotan yang erat hubungannya dengan keawetan dan kekuatan rotan antara
lain ukuran/diameter pori dan tebalnya dinding sel serabut. Sel serabut
diketahui merupakan komponen struktural yang memberikan kekuatan pada
rotan (Rachman, 1996). Bhat dan Thulasidas (1993) melaporkan bahwa tebal
dinding sel serabut merupakan parameter anatomi yang paling penting dalam
menentukan kekuatan rotan, dinding yang tebal membuat rotan menjadi lebih
keras dan lebih berat dari pada rotan yang berdinding tipis. Sel-sel serabut
yang berdinding tebal menunjang fungsi utama sebagai penunjang mekanis
(Jasni dan Rachman, 2000).
Sifat fisis dan mekanis merupakan sifat yang perlu dipertimbangkan
dalam perencanaan pemakaian rotan, terutama yang berhubungan dengan
kekuatan menahan beban. Beberapa jenis rotan berdiameter besar yang
termasuk rotan kuat dan biasa dijadikan kerangka mebel adalah manau,
batang, tohiti, mandola, semambu, tarumpu dan sampang. Sedangkan rotan
berdiameter kecil yang dimanfaatkan bagian kulitnya disyaratkan memiliki
kekuatan tarik yang tinggi, sehingga pemakaiannya dalam bentuk anyaman
kursi mampu menahan beban (Rachman dan Jasni, 2013).
Rotan sebagai bahan berlignoselulosa, memiliki kandungan kimia
yang mirip dengan kayu. Secara umum komposisi kimia rotan terdiri atas
holoselulosa (71 – 76%), selulosa (39 – 58%), lignin (18 – 27%) dan pati (18 –
25%). Selulosa yaitu molekul gula linear berantai panjang, termasuk ke dalam
holoselulosa. Selulosa berfungsi memberikan kekuatan tarik pada batang,
karena adanya ikatan kovalen yang kuat dalam cincin piranosa dan antar unit
gula penyusun selulosa, semakin tinggi kadar selulosa yang terdapat dalam
rotan maka keteguhan lentur juga makin tinggi. Lignin merupakan suatu
9
polimer komplek dengan bobot molekul tinggi. Lignin juga berfungsi
memberikan kekuatan pada batang. Makin tinggi kadar lignin, kekuatan rotan
makin tinggi, karena ikatan antar serat makin kuat. Sedangkan pati adalah
cadangan karbohidrat yang utama pada tumbuhan tingkat tinggi. Pati
berbentuk granula yang larut dalam air. Dalam kayu dan batang rotan, pati
merupakan makanan utama serangga atau bubuk perusak. Dalam hal ini,
makin tinggi kandungan pati, maka rotan makin rentan terhadap serangan
bubuk (Jasni dan Rachman. 2000; Rachman dan Jasni, 2013).
Sifat keawetan rotan, keawetan rotan adalah daya tahan suatu jenis
rotan terhadap berbagai faktor perusak biologis. Untuk menghindari
kerusakan non-biologis dalam pemakaian dan pengolahan perlu dilakukan
tindakan kultur teknis terhadap faktor perusak tersebut. Sifat keawetan rotan
terhadap perusak biologis bergantung pada jenis organisme perusak mana
yang dimaksudkan, karena sesuatu jenis rotan yang tahan terhadap serangan
jamur misalnya belum tentu akan tahan juga terhadap serangga atau
organisme perusak lainnya. Keawetan rotan juga dipengaruhi terutama oleh
pati (Jasni dan Rachman. 2000)
Sifat pelengkungan rotan atau disebut radius lengkung, bentuk
lengkung merupakan proses penting dalam industri mebel rotan, hampir
semua potongan rotan besar perlu dilengkungkan dalam proses pembuatan
barang jadi, baik untuk keperluan fungsional maupun estetika (Krisdianto dan
Jasni, 2006).
10
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Bahan baku rotan untuk penelitian ini dikumpulkan dari lapangan Kota
Batam (Propinsi Kepulauan Riau) dan Kabupaten Cirebon (Jawa Barat).
Penelitian identifikasi, pengujian dan pengolahan dilaksanakan di Lab.
Puskonser, Lab. Pustekolah, dan Industri rotan.
B. Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah 4 jenis rotan, yaitu rotan Calamus sp2,
calamus 5, calamus 1, calamus sp, minyak tanah, solar, dan beberapa jenis
bahan kimia, seperti PEG, hidrogen peroksida, alkohol, karboxylol dan toluen.
Sedangkan alat yang digunakan mesin Amslar, mesin polis dan mesin belah.
C. Prosedur Kerja
1. Lapangan
a. Pemilihan rotan yang masak tebang dengan ciri-ciri dari kejauhan terlihat
dauan sudah rotok dan bewarna kuning kering, dari jenis-jenis rotan yang
belum digunakan dengan metode eksploratif.
b. Pengambilan contoh sesuai perlakuan
2. Laboratorium
Rotan yang sudah dipanen kemudian dibawa ke laboratorium untuk
dilakukan pengujian
a. Untuk mengetahui nama ilmiah dari jenis-jenis rotan yang ditemukan
dilapangan digunakan metode komparatif dengan spesimen herbarium.
Nama ilmiah jenis-jenis rotan mengacu pada spesimen tipe. Hasil deskripsi
dari tiap-tiap jenis kemudian dibandingkan satu sama lain untuk
mengetahui ciri-ciri yang berbeda
b. Sifat dasar meliputi
1). Sifat anatomi
Ciri anatomi ditetapkan berdasarkan hasil pengamatandan pengukuran
secara mikroskopis yang meliputi dimensi ikatan pembuluh seperti ikatan
11
serabut, pembuluh metasilim dan protosilim. Metode yang digunakan Teroso
(1989) dan Sass (1961).
2). Sifat fisis-mekanis
Pengujian sifat fisis meliputi kadar air kering udara dan BJ. Pengujian
sifat mekanis meliputi keteguhan lentur statis, keteguhan tarik, tekan sejajar.
Pengujian tersebut dilakukan pada contoh rotan kering udara. Pengujian
tersebut dilakukan pada contoh dalam keadaan kering udara dengan
menggunakan mesin penguji UTM berkapasitas 2 ton. Ukuran contoh uji dan
pengujian sifat fisis dan mekanis seperti pada kayu sesuai dengan ASTM D
143-95 (Anonim, 1995).
3). Sifat kimia
Kadar selulosa menurut standar Norman dan Jenkins (Wise, 1944).
Kadar lignin menggunakan standar SNI 14-0492-1989
Kadar pati menggunakan standar SII 0070 – 79
4). Sifat ketahanan
Pengujian ketahanan dilakukan secara laboratorium. Pengujian
dilakukan terhadap serangga perusak rotan mengacu metode SNI 01-7207-
2006. Klasifikasi ketahanan terhadap rayap tanah (Coptotermes curvignathus
Holmgren) mengacu pada klasifikasi ketahanan yang disusun Jasni dan
Roliadi (2010).
5). Sifat pelengkungan
Rotan dilengkungkan dengan meletakkan rotan dalam acuan lengkung
yang sudah disiapkan. Kemampuan lengkung rotan diamati berdasarkan
radius lengkung yang mampu dicapai oleh contoh uji. Rotan yang sudah
mencapai radius lengkung terkecil diikat dengan tali untuk mencegah “spring
back” lalu dilepaskan dari acuan. Nilai kemampuan lengkung suatu jenis rotan
ditetapkan apabila contoh uji yang dilengkungkan mengalami kerusakan ≤ 10
% dari jumlah contoh uji yang dilengkungkan pada suatu radius tertentu
(Kollman dab Cote, 1968).
12
Data hasil pelengkungan ditentukan mutunya yang mengacu pada
mutu rotan lengkung yang disusun Rachman (2000). Klasifikasi mutu rotan
berdasarkan radius lengkung seperti Tabel 2
Tabel 2. Klasifikasi mutu rotan berdasarkan radius lengkung
No Radius lengkung (cm) Mutu
Kelas Sebutan
1 < 10 I Sangat baik 2 10,5 - 20 II Baik 3 20,5 - 30 III Sedang 4 30,5 - 40 IV Kurang 5 ≥ 40 V Sangat kurang
Proses pembuatan produk
a). Rotan dimasukkan ke dalam tabung steam (pengukusan) , di steam
selama lebih kurang 15 menit setelah air panas mencapai 1000C dalam
tabung steam tersebut
b). Rotan yang sudah di-steam, dikeluarkan dan dilengkungkan dengan mal
yang sudah dibuat.
c). Hasil lengkungan kemudian dibuat komponen produk sesuai dengan jenis
produk yang akan dibuat dan dirakit menjadi produk dan disesuaikan
dengan sarana dan prasarana industri.
D. Analisis Data
Analisis data dilakukan secara metode deskriptif untuk menjelaskan
sifat-sifat rotan yang diteliti, baik sifat dasar maupun pengolahannya sebagai
komponen barang jadi.
13
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi
1. Calamus sp2
Nama Botani: Calamus rugosus Beccari
Jenis rotan tunggal, batang langsing memnajat mencapai 10 m.
Batang tanpa pelepah daun berdiameter 6 mm, ruas agak pendek 8 cm)
panjangnya, batang dengan pelepah daun berdiameter 13 mm. Pelepah
daun dan rakis bila kering berwarna coklat pudar. Pelepah daun hijau terang
dengan duri pendek bentuk segitiga, warna coklat pudar kemerah-merahan.
Lutut jelas ada. Flagela panjang mencapai 1,5 m. Daun ecirrate, panjangnya
90 cm termasuk tangkai 20 cm. Helaian anak daun berjumlah 40 pada tiap
sisi rakis, tersusun teratur, berukuran 27 cm x 12 cm, pada tulang daun
bagian permukaan bawah berambut warna hitam. Perbungaan panjang 1,2 m
dengan 4-5 bagian perbungaan. Buah bentuk panjang dengan ditutupi 15-17
sisik vertikal berwarna kecoklatan.
Habitat : jenis ini tumbuh di hutan dataran rendah dipterokarpa.
Gambar 1 . Bantuk pelepah daun dan batang basah calamus sp2
2. Rotan calamus 5
Nama Botani: Calamus spectatissimus Furtado
Jenis rotan berumpun, memanjat mencapai 25 m. Batang tanpa pelepah daun
berdiameter 13 mm dengan panjang ruas 35 cm, warna batang hijau
kekuningan, batang dengan pelepah daun berdiameter 19 mm. Pelepah daun
hijau pudar, berduri rapat dengan tonjolan bagian dasar duri warna hijau
14
pudar dengan ukuran bervariasi, panjang mencapai 1,5 cm, adanya bekas
horizontal. Lutut jelas ada. Okrea kelihatan suram. Flagela panjangnya
mencapai 1,5 m. Daun eciret panjangnya mencapai 1,3 m termasuk panjang
tangkai mencapai 29 cm dengan bekas-bekas duri di bagian bawah tangkai.
Helaian anak daun berjumlah 40 pada tiap sisi rakis, tersusun menyirip
teratur, berukuran 35 cm x 1,5 cm, permukaan atas helaian anak daun tidak
berbulu dan bagian bawah berambut pendek, warna helaian anak daun hijau.
Tidak ditemukan bunga dan buah.
Habitat : jenis ini tumbuh di lereng bagian bawah pada hutan dataran rendah
dipterokarpa.
Gambar 2 . Bantuk pelepah daun dan batang basah calamus 5
3. Calamus 1
Nama Botani: Daemonorops verticillaris (Griff.) Mart.
Jenis rotan tunggal, batang lebih kecil dan jarang tingginya 15 m,
kadang-kadang merambat. Batang tanpa pelepah daun berdiameter 20 mm,
ruas agak pendek (12 cm) panjangnya, warna batang kuning kehijauan,
batang dengan pelepah daun berdiameter 30 mm. Pelepah daun hijau terang
dengan kolar berpasangan, diantara pasangan kolar terdapat rambut pendek
hitam menyerupai rambut kuda, dan membentuk sarang semut, dan kolar
tunggal beduri panjang 2 cm. Pada pelepah daun yang muda terdapat
indumentum berwarna coklat. berduri lebat dengan tonjolan bagian pangkal
duri berukuran 10 mm x 5 mm, warna hiaju keabu-abuan dengan garis
horizontal. Lutut jelas ada, hampir semuanya tidak jelas dengan duri pada
pelepah daun. Daun panjangnya 3 m dengan tangkai 40 cm dan sirus 1 m.
Helaian anak daun tersusun teratur, jumlah anak daun 45-60 pada tiap-tiap
sisi rakis, berukuran 40 cm x 3 cm, pada tulang daun utama bagian
15
permukaan bawah berambut. Perbungaan jantan dan betina hampir sama
tetapi bunga jantan percabangannya lebih tinggi, dan lebih rapat , bunga
betina lebih besar. Buah bulat dan tangkai pendek, ukuran buah masak 15
mm diameternya, ditutupi oleh 15 sisik vertikal berwarna merah kecoklatan,
dengan garis tepi coklat pudar. Biji bulat.
Habitat : jenis ini tumbuh di lembah bukit.
Gambar 3. Bentuk tanamandilapangan, pelepah daun dan buah calamus 1 4. Calamus sp
Nama Botani: Daemonorops longipes (Griff.) Mart.
Jenis rotan berumpun, dengan batang kuat, jarang memanjat tinggi,
biasanya berbentuk semak belukar. Batang tanpa pelepah daun berdiameter
30 mm dengan panjang ruas 5 cm, batang dengan pelepah daun
berdiameter 50 mm. Pelepah daun hijau terang, berduri hitam dan terdapat
bekas-bekas duri, tersusun mengelompok horizontal, ukuran duri 4 cm x 6
mm, kadang-kadang diantara duri terdapat indumentum coklat. Okrea 6 mm
ditutupi duri hitam. Lutut tidak ada. Daun panjangnya mencapai 4,5 m,
dengan tangkai 50 cm dan sirus mencapai 1,30 cm. Helaian anak daun
berjumlah 50 pada tiap sisi rakis, tersusun menyirip teratur di bagian bawah
dan tidak teratur di bagian atas, berukuran 50 cm x 3 cm. Perbungaan
panjang 75 cm . Buah berukura 15-18 mm x 10-15 mm, ditutupi 15 sisik
vertikal berwarna coklat pudar.
Habitat : jenis ini tumbuh di lereng bagian bawah pada hutan dataran rendah
dipterokarpa.
16
.
Gambar 4. Bentuk tanaman dilapangan dan pelepah daun calamus sp
B. Sifat Dasar
1. Struktur anatomi batang
a. Ciri umum batang rotan
Batang rotan umumnya silendris terdiri dari ruas-ruas yang panjang,
diameter batang, pada ruas ditemukan buku yang relatif rendah, dan warna
batang, hasil dari 4 jenis rotan yang diteliti terlihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Ciri umum 4 jenis batang rotan
No Nama lokal ǿ batang (mm)
Panjang ruas (cm)
Tinggi buku (mm)
Warna batang
1 Calamus sp2 7-14 10 - 18 0,5-1,18 Kuning kemerahan
2 Calamus 5 7-13 12-20 0,6-1,5 Hitam kemerahan
3 Calamus 1 13-24 10-14 0,5-2,0 kemerahan 4 Calamus sp 6 -12 12 - 25 0,9-2,0 kemerahan
Berdasarkan Tabel 3, diameter ke empat jenis rotan berkisar 6 – 24 mm,
dan panjang ruas berkisar 8 – 25 cm. Tinggi buku berkisar 0,5 – 2,0 mm,
keempat rotan ini mempunyai tinggi buku yang rendah, tinggi buku pada rotan
ini hampir seragam sesuai pendapat Rachman dan Jasni (2013), bahwa buku
rotan relatif rendah dan kalau ada yang tinggi hanya ditunjukan perbedaan
diameter antar ruas yang bersebelahan. Menurut Uhl dan Dranfield (1987),
buku yang rendah terdapat pada jenis rotan Calamus, yang agak tinggi pada
jenis Daemonorops dan tinggi pada jenis Korthalsia.
17
Calamus sp2 Calamus 5 Calamus 1 Calamus sp
Gambar 5. Bentuk batang rotan kering
b. Ciri anatomi
Berdasarkan pengamatan 4 jenis rotan terhadap ciri anatomi secara
mikro dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Ciri anatomi 4 jenis rotan
No Nama lokal Panjang serabut (µm)
Tebal dinding serat (µm)
ǿ metasilim
(µm)
ǿ protosilim
(µm)
1 Calamus sp2 1048 3,7 213 69 2 Calamus 5 1281 3,6 230 60 3 Calamus 1 1335 4,2 206 69 4 Calamus sp 1574 3,9 197 58
Berdasarkan hasil penelitian 4 jenis rotan (Tabel 4), mempunyai ukuran
panjang sel serabut, dan tebal dinding serabut yang berbeda. Bhat dan
Thulasidas (1993) melaporkan bahwa tebal dinding sel serabut merupakan
parameter anatomi yang paling penting dalam menentukan sifat fisik rotan.
Dinding yang lebih tebal membuat rotan menjadi keras dan lebih berat.
Ternyata dari ke empat jenis rotan yang diteliti tebal dinding sel serabut
terendah 3,6 μm (Rotan calamus 5) dan tertinggi rotan calamus 1(4,2 μm),
kemudian rotan calamus sp (3,9 µm) dan calamus sp2(3,7 µm). Berdasarkan
hal tersebut diatas keempat jenis rotan ini mempunyai kekuatan yang baik
karena tebal dinding > 2 μm. Dilihat tebal dinding rotan calamus 1 dapat
disetarakan dengan rotan komersial balubuk (Calamus burkianus Becc.) rotan
dengan tebal dinding 4,41 µm, rotan calamus sp 2, rotan calamus 5 dan
calamus sp dapat disetarakan dengan rotan semambu (Calamus scipionum
Loureiro.) dengan tebal dinding serat 3,75 µm (Rachman dan Jasni, 2013).
Pl Pr
Pl
Pr
18
Gambar 6. Struktur anatomi batang rotan calamus sp2 (kiri) dan calamus 5
(kanan)
Keterangan: M: Pembuluh metaxylem; Pr: Pembuluh protoxylem; Pl: Pembuluh phloem
Gambar 7. Struktur anatomi batang rotan calamus 1(kiri) calamus sp (kanan)
Keterangan: M: Pembuluh metaxylem; Pr: Pembuluh protoxylem; Pl: Pembuluh phloem
Pl
Pr
Pr
M
M
Pl
M
M M
P
r
Pr
M
19
2. Sifat fisis dan mekanis rotan
Sifat fisis-mekanis ke tempat jenis rotan seperti Tabel 5.
Tabel 5. Sifat fisis mekanis 4 jenis rotan
No Nama Lokal KA (%) BJ MOE (Kg/cm2)
MOR (Kg/cm2)
Tekan// serat
1 Calamus sp2 12 0,72 26.871 798.62 - 2 Calamus 5 12 0,57 19.669 632,44 - 3 Calamus 1 13 0,54 25.209 538.63 - 4 Calamus sp 13 0,68 22.155 730.12 -
Keterangan: - Rotan tidak dilakukan pengujian MOE, MOR karena diameternya kecil hanya dilakukan Tekan sejajar serat dan rotan diameter kecil tidak dilakukan uji MOE dan MOR.
Berdasarkan sifat fisis mekanis rotan (Tabel 5), dari empat jenis rotan
yang diteliti, berat jenis (BJ), yang tertinggi pada rotan calamus sp2 (0,72),
rotan calamus sp (0,68), rotan calamus 5 (0,57) dan rotan calamus 1 (0,54).
Rotan yang BJ terlalu tinggi atau terlalu rendah kurang disenangi karena
terlalu kaku atau terlalu lunak. Rotan yang disenangi adalah BJ yang sedang,
yaitu berkisar 0,46 – 0,60 karena BJ adalah salah satu sifat fisik yang penting
karena akan sangat mempengaruhi sifat kekuatan, kembang susut , sifat
menyerap bahan kimia dan finishing serta sifat-sfat dalam pengolahan dan
penggunaan (Rachman dan Jasni, 2013). Dari keempat jenis rotan yang
diteliti calamus 1 dan calamus 5 dapat disetarakan dengan rotan manau
(Calamus manan Miquel.) dan rotan tohiti (Calamus inops Becc. Ex.Heyne)
dengan BJ (0,56-0,59) sebagai produk membutuhkan BJ sedang, namun
untuk rotan calamus sp dapat disetarakan dengan rotan komersial rotan
wullo/umbulu (Calamus simpysipus Becc.) dengan BJ 0,68 (Rachman dan
Jasni, 2013)
3. Sifat kimia rotan
Untuk sifat atau kandungan kimia ke 4 jenis rotan yang diteliti terlihat
pada Tabel 6.
Tabel 6. Sifat kimia 4 jenis rotan
No Nama Lokal Pati (%) Selulosa (%) Lignin (%)
1 Calamus sp2 18,32 46,51 27,15 2 Calamus 5 18,32 49,54 23,78 3 Calamus 1 18,56 50,59 25,31 4 Calamus sp 20,17 54,66 25,81
20
Berdasarkan komponen kimia dari 4 jenis rotan yang diteliti (Tabel 6),
kandungan selulosa rotan calamus sp2 (46,51%), rotan calamus 5 (49,54 %),
calamus 1 (50,59%) dan rotan calamus sp (54,66%). Selulosa mempunyai
sifat mudah teroksidasi, dan selulosa juga berpengaruh terhadap kelenturan
rotan, semakin tinggi kadar selulosa yang terdapat dalam rotan maka
keteguhan lentur juga makin tinggi karena ada ikatan kovalen yang kuat
dalam cincin piranosa dan unit gula penyusun selulosa (Rachman, 1996).
Rachman dan Jasni (2013) melaporkan, dari ke empat jenis rotan yang diteliti,
dilihat dari kandungan selulosa, rotan calamus sp2 dapat disetarakan dengan
rotan cacing (Calamus heteroideus Bl.) selulosa (46,7%), rotan calamus 5
dapat disetarakan dengan rotan pelah (Daemonorops rubra (Rein.ex Bl.) Bl)
selulosa (50,04%), rotan calamus 1 dengan rotan batang susu (Daemonorops
robusta Warb.) selulosa (50,9). Rotan calamus sp dapat disetarakan dengan
rotan cincin (Calamus polystachis Becc.) kandungan selulosa 55%.
Lignin adalah merupakan suatu polimer yang komplek dengan berat
molekul yang tinggi. Lignin berfunsi sebagai bahan pengikat antara satu dan
lain sel dalam bahan rotan. Ibarat semen dengan batu bata, dengan demikian
lignin memberi kekuatan kepada rotan (Rachman, 1996). Hasil penelitian 4
jenis rotan (Tabel 6) kandungan lignin terdapat dalam rotan calamus sp2
(27,15%), rotan calamus 5 (23,78 %), calamus 1 (25,31%) dan rotan calamus
sp (25,81%). Untuk kandungan lignin, rotan sp2 dapat disetarakan dengan
rotan seel (Calamus melanochaetes Bl.) lignin (27,2%) rotan calamus 5
dengan rotan sampang (Korthalsia tysmanii Miq.) lignin (23.47%) rotan
calamus 1 dan calamus sp dengan rotan teretes (Daemonorops didymophilla
Becc.) lignin (25,2%),
Dari ke empat jenis rotan yang diteliti (Tabel 6), ternyata komponen
kimia lain adalah pati, pati tertinggi terdapat pada rotan calamus sp (20,17%),
kemudian calamus 1 (18,56%), rotan calamus sp2 dan calamus 5 (18,32).
Pati adalah cadangan karbohidrat yang merupakan makanan utama bagi
serangga perusak kayu maupun rotan. Semakin tinggi kandungan pati dalam
kayu atau rotan maka semakin rentan rotan terhadap bubuk. Bubuk betina
tidak akan meletakkan telurnya dan tidak akan memilih jenis kayu yang
kandungan patinya rendah dari 3 % ( Anonimus, 1961), karena pati
merupakan makanan utama bagi bubuk tersebut (Sumarni dan Jasni, 1988).
21
Dilihat dari kandungan pati, rotan calamus sp2, calamus 5 dan calamus1
dapat disetarakan dengan rotan komersial rotan manau (Calamus manan
Miquel.) dan tohiti (Calamus inops Becc. Ex Heyne) patinya (18,5-18,6%),
sedangkan rotan calamus sp dapat disetarakan dengan rotan susu
(Daemonorops macroptera Becc.) dengan kandungan patinya 20,08%
(Rachman dan Jasni (2013).
4. Sifat ketahanan rotan
Untuk sifat ketahanan 4 jenis rotan terhadap rayap tanah yang diteliti
terlihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Sifat ketahanan 4 jenis rotan
No Nama Lokal Pengurangan berat (%) Kelas Ketahanan
1 Calamus sp2 17,84 II Tahan
2 Calamus 5 19,60 II Tahan
3 Calamus 1 14,62 I Sangat Tahan
4 Calamus sp 14,93 I Sangat tahan
Untuk ketahanan rayap tanah (Tabel 7), rotan calamus 1 dan calamus
sp termasuk kelas I, sedangkan calamus sp 2 dan calamus 5 termasuk kelas
II. Berdasarkan demikian rotan yang mempunyai kelas ketahanan I dan II
tidak perlu diawetkan untuk memperpanjang umur pakai bahan baku rotan
untuk tujuan penggunaanya tersebut. Berdasarkan kelas ketahanan terhadap
rayap rotan sp 2 dan calamus 5 adalah kelas (II) dapat disetarakan dengan
rotan komersial rotan tohiti (Calamus inops Becc. Ex.Heyne) dan rotan seuti
(Calamus ornatus Bl.) termasuk kelas ketahan II. Sedangkan rotan calamus 1
dan calamus sp adalah kelas (I) dapat disetarakan dengan rotan komersial
manau (Calamus manan Miquel.) dan semambu (Calamus scipionum
Loureiro.) termasuk kelas ketahanan I (Rachman dan Jasni, 2013)
5. Sifat pelengkungan dan pembuatan komponen produk
Dari empat jenis rotan yang dipelajari, empat jenis (calamus sp2,
calamus 5, calamus 1 dan calamus sp) memiliki sifat pelengkungan yang baik
karena dapat dilengkungkan dengan radius lengkung 7,0 – 9,50 cm, dan
hasil pelengkungan secara lengkap disajikan pada Tabel 8.
22
Tabel 8. Hasil pelengkungan rotan yang diteliti
No Jenis rotan Radius lengkung (cm) Keterangan 9,50 7,0
1 Calamus sp2 + + +
+ + +
+ = Dapat dilengkungkan tanpa cacat
2 Calamus 5 + + +
+ + +
+ = Dapat dilengkungkan tanpa cacat
3 Calamus 1 + + +
+ + +
+ = Dapat dilengkungkan tanpa cacat
4 Calamus sp + + +
+ + +
+ = Dapat dilengkungkan tanpa cacat
Berdasarkan proses pengolahan pelengkungan, calamus sp2, calamus
5 dan calamus1 dapat dilengkungkan dengan pelengkungan menghasilkan
radius lengkung yang berkisar 7,00 – 9,50 cm. Berdasarkan kelas mutu
pelengkungan ditetapkan oleh Rachman (2000), ketiga jenis rotan tersebut
termasuk dalam kategori sangat baik (kelas 1) karena radias lengkung >10
cm. Ketiga jensi rotan ini dapat disetarakan dengan rotan dengan rotan tohiti
(Calamus inops Becc. Ex.Heyne) dan rotan lambang (Calamus ornatus var
celebicus Becc.), jernang (Daemonorops draco (Willd.) Bl.), seel
(Daemonorops malanochaetes Bl.), rotan batang susu (Calamus macroptera
Becc.) rotan manau (Calamus manan Miq.) dengan radius lengkung <10 cm (
Rachman dan Jasni, 2013; Jasni,et.al, 2007, 2010). Disamping itu untuk rotan
calamus sp2, calamus 5, calamus 1 dan rotan calamus sp dapat juga dibelah
menjadi rotan hati, fitrit dan kulit.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pengrajin di industri rotan
Cirebon pada saat pembuatan produk, kempat rotan (calamus sp2,
calamus5, calamus 1) mudah dikerjakan dan radius lengkung berkisar 7,00 –
9,50 cm. Pada pembuatan contoh produk, keempat jenis rotan ini dapat
disetarakan dengan rotan komersial. Produk mebel yang dihasilkan dari salah
satu jenis yang dipelajari atau digabungkan dengan rotan yang sudah ada
dipasaran, juga dapat menarik pembeli.Hal ini menggambarkan bahwa
keempat jenis rotan yang dipelajari dapat pengganti rotan komersial.
Beberapa contoh hasil produk dtampilkan pada gambar 8.
24
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Sifat-sifat dasar keempat jenis rotan yang dipelajari mirip dengan rotan
komersial, ditinjau dari sifat anatomi, kimia fisis mekanis, keawetan dan
pelengkungan.
2. Ketahanan rotan terhadap rayap tanah, Calamus rugosus Becc. dan
Calamus spectatissimus Furtado termasuk kelas ketahanan II,
Daemonorops verticillaris (Griff.) Mart. dan Daemonorops longipes (Griff.)
Mart. termasuk kelas ketahanan I.
3. Pelengkungan 4 jenis rotan yang diteliti termasuk dalam kelompok sangat
baik dilengkungkan dengan radius lengkung dibawan 10 cm dan termasuk
kelas I.
4. Produk dari keempat jenis rotan termasuk mudah dikerjakan dan dapat
disetarakan dengan rotan tohiti (Calmus inops Becc. Ex.Heyne), lambang
(Camus ornatus var celebicus Becc.), seel (Daemonorops malanochaetes
Becc.), batang batang susu (Daemonorops macroptera Becc.), manau
(Calamus manan Miq.) dan jernang (Darmonorops draco Bl.).
B. Saran
Jenis rotan ini dapat digunakan untuk produk mebel, barang kerajinan
atau anyaman, dapat disosialisasikan kepada pengguna karena sifat-sifat ini
mirip rotan komersial, sehingga jenis rotan ini dapat digunakan pengganti
rotan komersial yang sudah langka dilapangan, seperti manau, batang,
lambang, tohiti dan sega.
25
DAFTAR PUSTAKA
Alrasjid, H. 1989. Teknik penanaman rotan. Informasi teknis Penelitian dan Pengembangan Hutan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Bogor.
Anonim. 1961. Lyctid Problem. Technical Release. 19: 2-7 Anonim. 1979. Mutu dan cara uji tepung gaplek. Standar Industri Indonesia
SII). Departemen Perindustrian Repuplik Indonesia. SII-070-1979. Anonim. 1988. A strudy on the prospects on the rattans industry and market.
PT. Capricorn Indonesia Consult. Inc. Jakarta. Tidak diterbitkan. ASTM (American Society for Testing and Material). 1995. Annual Look of
ASTM Standards. Volume 04.10 Wood. Section 4 Philadelphia. BSN (Badan Standarisasi Indonesia).1989. Cara uji kadar lignin dan Pulp
(Metode Klason). 14-0492-1989. Standar Nasional Indonesia. Badan Standarisasi Indonesia
BSN (Badan Standardisasi Nasional). 2006. Uji ketahanan kayu dan produk kayu terhadap organisme perusak kayu. Standar Nasional Indonesia (SNI 01-7207-2006). Badan Standardisasi Nasional (BSN). Jakarta
Bhat, K.M.N and P.K. Thulasidas. 1993. Anatomy and indentification of south
Indian rattan (Calamus sp). IAWA Journal, 14(1): 63-76. Dransfield, J. 1974. A Shot guide to rattan Biotrop/TF/74/128 Bogor,
Indonesia 69 pp. Dransfield,J dan N. Manokaran. 1996. Rotan. Sumber Daya Nabati Asia
Tenggara 6. Prosea Indonesia. Gajah Mada Unversitas Press. Yogyakarta
Evans,T.D. K.Sengdata., O.V. Viengkham and B. Tammavong. 2001. A Field
Gude Rattans of Lao PDR. Royal Botanic Garden, Kew. Great Britain. Kollman,F.F.P dan W.A,Cote Jr. 1968. Principles of Wood Science and
Technology. Vol I. Berlin: Springer-Verlag. Krisdianto dan Jasni. 2006. Pelengkungan dalam industri pengolahan rotan.
INFO hasil hutan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. 12(1):39-48.
Jasni dan O. Rachman. 2000.Pemanfaatan rotan. Laporan Kegiatan Working
Group. Research and Development For Forest Product in Indonesia (ASOF). Departemen Kehutanan dan Perkebunan. Badan Litbang Kehutanan dan Perkebunan.
Jasni. R.Damayanti dan T. Kalima. 2007. Atlas Rotan Indonesia. Jilid I. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan.
26
Jasni. dan H.Roliadi. 2010. Daya tahan 25 jenis rotan terhadap rayap tanah
(Coptotermes curvignathus). Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Pusat Penelitian Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan, Bogor. Vol. 28(1): 55-65.
Menon, K.D. 1979. Rattan. A Report of Workshop Held in Singapore, IDRC, Ottawa, Canada. 57 pp.
Mogea, J. P. 1990. Potensi dan penyebaran jenis – jenis rotan di Indonesia
khususnya di Sulawesi. Makalah Diskusi Hasil Penelitian Rotan. Departemen. Kehutanan – IDRC, Jakarta.
Nangkat, N., H.H. Morni, J. H.H.A. Ahmad dan A.Kalat. 1997. The Rattans of
Brunei Darusalam. Forestry Departmen, Brunei Darussalam and Royal Botanic Gardens, Kew, UK. Ministry of Industry and Primary Resources Brunei Darussalam.
Rachman.O.1996. Peranan sifat anatomi, kimia dan fisis terhadap mutu
rekayasa rotan. Disertasi Doktor. Program Pasca sarjana IPB. Bogor. Rachman.O. 2000. Protokol pengujian pelengkungan rotan utuh.
Laboratorium pengerjaan kayu. Puslitbang Teknologi Hasil Hutan, Bogor. Tidak diterbitkan.
Rachman dan Jasni. 2013. Rotan. Sumberdaya, Sifat dan Pengolahannya.
Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan, Jakarta. Buku. Retraubun,A.SW. 2013. Hilirisasi Industri Rotan Menjadi Komitmen Utama
Kemetrian Perindustrian. Furnicraf Today. Membangun Pertumbuhan Indutry yang Terbesar di Kawasan Regional. Media informasi Industri Mebel dan Kerajinan Nasional. Hal. 32-33.
Salita, A. A. 1985. Rattan industry of the Philippines. In : proc. Rattan
Seminar, Kualalumpur. The RIC ( 1985 ) : 95 – 116. Sass, J.E. 1958. Botanical Microtechnique. Third Edition. The IOWA State
University Press. Ames, IOWA Sumarna, Y. 1986. Pengenalan umum tentang rotan di Indonesia. Himpunan
Diktat Kursus Penguji Rotan, Jilid I. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.
Sumarni,G. dan Jasni. 1988. Daya Hidup Dan Intensitas Serangan Bubuk
Kayu Kering Heterobostrychus aequalis Wat Pada Kayu Pulai (Alstonia Scholaris R.Br.). Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Pusat Penelitian Dan pengembangan Hasil Hutan. Vol: 5( 5):287-28.
Tesoro, F.O. 1989. Methodology for Project 8 on Corypha and Livistona.
FIRDI, College, Laguna 4031. Philipines
27
Uhl,N.W. dan Dransfield,J. 1987. Genera Palmarhum. Allen Press, Lawrence,
Kansas. Vongkaluang,I. 1984. Rattan in Thailand. Proc. Rattan Seminar, Kualalumpur.
The RIC ( 1985 ) : 125 _ 129. Warta Ekspor. 2013. Identikasi Rotan. Pengembangan Produk Mebel Rotan
Indonesia. Rotan. Hal 7-9 Wise, L.E. 1944. Wood Chemistry. Reinhold Publisher Corporation, New York.